KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT

Khairani Faizah Jurusan Pekerjaan Sosial Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Yogyakarta [email protected]

Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt.

Keywords: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah

Abstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada istiadatnya. Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah swt.

Kata Kunci: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah

1 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

Pendahuluan penjamuan yang disajikan pada tiap kali Setiap daerah pasti menyimpan acara diselenggarakan. Bentuk potensi kearifan lokal sebagai wujud jamuannya bisa beraneka rupa. dari khazanah intelektual yang Biasanya meliputi nasi kenduri beserta diekspresikan melalui ritual budaya hidangan kuliner lain seperti ayam, masing-masing. Salah satu dari potensi telur, sambal tempe, dan lain-lain. kearifan lokal itu adalah ritual budaya- Bentuk dan hidangan itu juga tidak agama dan kegiatan tahlilan yang sudah harus sama tiap daerah karena masing- melekat pada sebagian masyarakat masing wilayah memiliki keunikan dan muslim Jawa. tradisi tertentu. Ritual tahlilan atau selamatan Model penyajian hidangan kematian ini sudah mengakar dan biasanya selalu variatif, tergantung adat menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang berjalan di tempat yang sangat berpegang teguh pada adat tersebut. Namun, pada dasarnya menu istiadatnya. Tradisi selamatan kematian hidangan lebih dari sekadarnya atau tahlilan ini didasarkan pada konsep cenderung mirip menu hidangan yang ajaran-ajaran yang dikembangkan. berbau kemeriahan. Oleh karena itu, Awal mula dari acara Selamatan acara tersebut terkesan pesta kecil- atau tahlilan tersebut berasal dari kecilan, memang demikianlah upacara peribadatan (selamatan) nenek kenyataannya. moyang bangsa Nusantara yang Acara tahlilan telah mayoritasnya beragama Hindu dan diselenggarakan berabad-abad sehingga Budha. tanpa disadari sudah menjadi kelaziman Acara tahlilan merupakan suatu masyarakat. Konsekuensinya, bila upacara ritual seremonial yang biasa ada yang tidak menyelenggarakan acara dilakukan oleh keumuman masyarakat tersebut berarti telah menyalahi adat untuk memperingati hari dan akibatnya ia diasingkan dari kematian. Secara bersama-sama, masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara berkumpul sanak keluarga, handai tersebut telah membangun opini taulan, beserta masyarakat sekitarnya, muatan hukum, yaitu sunnah untuk membaca beberapa ayat Al Qur’an, dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a apabila ditinggalkan. tertentu untuk dikirimkan kepada orang Jika ditinjau dalam sejarah Islam, yang telah meninggal. Dikarenakan dari maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai sekian materi bacaannya terdapat pada masa Nabi , masa para kalimat tahlil yang diulang-ulang, maka sahabatnya, para Tabi’in maupun acara tersebut dikenal dengan istilah Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut “Tahlilan”. tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Acara ini biasanya Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, diselenggarakan setelah selesai proses Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan penguburan, kemudian terus ulama lainnya yang semasa dengan berlangsung setiap hari sampai hari mereka ataupun sesudah mereka. ketujuh. Acara ini diselenggarakan Sejatinya tahlilan merupakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. satu bentuk kearifan lokal dari upacara Untuk selanjutnya acara tersebut peribadatan nenek moyang bangsa diadakan tiap tahun dari hari kematian, Nusantara yang mayoritasnya beragama walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak lepas pula dalam acara tersebut

214 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Hindu dan Budha.1 Upacara tersebut Sedangkan dilihat dari cara sebagai bentuk penghormatan dan menjalankan syariat (experience of mendo’akan orang yang telah relegious) dan kulturnya masing-masing meninggalkan dunia yang Tahlilan memiliki ciri dan cara yang khas diselenggarakan pada waktu seperti berkaitan dengan hal-hal furu’iyah halnya waktu tahlilan. (aturan-aturan sunnah/penting yang Namun, acara tahlilan secara bukan pokok). Simbol-simbol yang ada praktis di lapangan berbeda dengan bisa dikenali secara sosiologis prosesi selamatan agama lain, yaitu bagaimana seorang atau kelompok itu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan bisa disebut NU atau Muhammadiyah do’a-do’a ala agama atau kepercayaan atau yang lainnya secara antropologi- lain dengan bacaan dari Al Qur’an, sosial. maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Akan tetapi, dalam pelaksanaan Islam menurut mereka. Berdasarkan amalan baik berupa tahlilan ini tinjauan historis bisa diketahui bahwa kemudian menjadi fenomena sosial sebenarnya acara tahlilan merupakan tersendiri karena keberadaan tahlilan adopsi dan sinkretisasi dengan agama ini telah menjadi sebuah tradisi yang lain. membudaya dalam masyarakat Jawa, Mencermati fenomena dengan memiliki bentuk yang khas masyarakat Muslim yang beraneka seperti dalam acara tahlilan itu memiliki ragam paham dan aliran menyisakan waktu-waktu tertentu yang dianggap beberapa hal yang menarik dan penting perlu untuk mengadakan acara tersebut. untuk dikaji dan diteliti. Salah satu dari Begitu juga kenyataan Tahlilan keanekaragaman paham dan aliran itu ini adalah merupakan bentuk lalu menciptakan karakteristik ekspresi pengislaman oleh para Wali, dari tradisi- relegi dalam bentuk khazanah budaya- tradisi yang telah ditinggalkan oleh agama. Dengan kata lain, bagaimana pengaruh budaya Hindu, Budha dan seorang atau kelompok (jemaah) animisme. Di antara misi para Wali itu mengekspresikan pengalaman adalah sebagai media dan metode religiusnya yang khas berbanding lurus dakwah untuk mengenalkan Islam dengan pola sinkretisasi tahlilan. melalui tradisi-tradisi yang sudah ada. Simbol-simbol keberagamaan itu Sehubungan dengan hal itu, munculnya tidak hanya sebagai pemenuhan acara tahlilan-yasinan ini setidaknya ada religiusnya saja, tetapi lebih dari itu, kaitannya dengan ritus kematian pada yaitu mampu membangun solidaritas awalnya. Hal tersebut juga dipengaruhi sosial, bahkan bisa saja sebagai mediasi oleh adanya faktor dari luar dan juga untuk kekuatan politik dan dikuatkan atau didukung dari ajaran pembangunan bangsa. Dari (faham pelaku) Islam sendiri. keanekaragaman paham dan aliran Tulisan ini mendiskusikan dua secara organisatoris maka dalam perspektif mengenai Tahlilan-Yasinan masyarakat Islam Indonesia mengenal dalam pandangan Muhammadiyah. Dua dua organisasi sosial keagamaan pandangan itu jelas membentuk suatu terbesar, yaitu (NU) pola sikap di bawah institusi keagamaan dan Persyarikatan Muhammadiyah, di Muhammadiyah yang secara formal samping masih banyak ormas Islam menegasikan ritual yang telah yang lain. mentradisi itu. Sekalipun penjelasan ini

1 Farhan, Hamim. 2008. Ritualisasi Dan Penguatan Moral Masyarakat. Jurnal Logos Budaya-Agama Dan Fenomena Tahlilan-Yasinan Vol.5 No.2 Januari 2008. Fakultas Agama Islam Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal Universitas Muhammadiyah Gresik.

215 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

mendudukan dua sudut pandang dalam dan empiris. Oleh karena tulisan ini satu institusi, tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai buah karya bermaksud mengoposisikan. Oleh sebab akademik, tulisan ini sekadar mengulas itu, tulisan ini sekadar mengulas bagaimana Muhammadiyah fenomena budaya dalam jalur akademik. memandang tradisi tahlilan-yasinan Dengan demikian, beban ilmiah tentu secara formal di satu sisi dan bagaimana merupakan fondasi krusial di dalam orang Muhammadiyah yang lain tetap tulisan ini. menjalankan tradisi tersebut di sisi lain. Dua pendapat itu kemudian Metode Penelitian, Kebaruan dan ditelusuri bagaimana premis Orisinalitas Kajian argumentasi dibentuk dan dinarasikan Banyak tulisan atau kajian ilmiah sebagai sebuah sikap tegas mengenai yang memposisikan perspektif suatu objek. Dengan demikian, tulisan Muhhamdiyah sebagai pihak penentang ini dilandasi oleh studi kualitatif tradisi tahlilan-yasinan. Hal itu berbasis eksplorasi pustaka dan mengandaikan bahwa Muhhamdiyah beberapa observasi di lapangan guna merupakan organisasi masyarakat Islam tambahan data.2 Dari data yang terbesar di Indonesia yang tegas ditemukan itu selanjutnya dianalisis dan menolak. Akan tetapi, seiring dengan diurai secara sistematis dan perkembangan waktu dan dialektika komprehensif supaya mendapatkan keilmuan para kader, baik di bawah kesimpulan kajian. Walaupun demikian, maupun di atas, mereka banyak yang tulisan ini tidak mewakili lembaga berselisih pendapat mengenai tradisi berwenang atau menegaskan suatu tahlilan-yasinan. generalisasi atas pendapat yang ada. Persilihan itu wajar karena Tulisan ini cenderung melengkapi, kalau persoalan perbedaan dalam melihat teks tidak dikatakan memperbarui, kajian atau ayat selalu meniscayakan beragam ilmiah mengenai perbedaan pendapat tafsir. Aneka interpretasi itu kemudian mengenai tradisi yasinan-tahlilan membentuk pola sikap yang berlainan, melalui dan dalam perspektif meskipun di sana bukan menyiratkan Muhammadiyah. pertentangan. Hal wajar mengenai perbedaan itu, sekalipun di bawah Teori Tahlilan-Yasinan dalam payung Muhammadiyah, menjadi tidak Kerangka Kearifan Lokal terelakan. Menurut pandangan umum Peringatan selamatan bagi ihwal sosio-kultural dan argeologi masyarakat Jawa berkaitan dengan pengetahuan, perbedaan pendapat kematian karena dilakukan pada bulan adalah hal wajar karena secara kedelapan hitungan tahun Hijriyah sederhana dapat dikatakan: berbeda Sya’ban atau bulan Ruwah (sebutan kepala, berbeda pemikiran. orang Jawa). Kata Ruwah berasal dari Tulisan ini tidak bersikap berat bahasa Arab Arwah, yaitu bentuk jamak sebelah dengan mengajukan salah satu dari kata ruh. Selamatan bagi argumen mengenai keharaman atau masyarakat Jawa biasanya dilakukan kebidahan tradisi tahlilan-yasinan. pada hari pertama, hari ketujuh, hari Lebih dari persoalan oposisi biner, keempat puluh, sampai hari keseribu. kajian ini menyampaikan dua pendapat Semua hitungan hari bagi mereka mengenai suatu objek secara sistematis memiliki arti yang penting3.

2 Paton, Michael Quin. Qualitative 3 Wijaya, Saksono. 1995. Mengislamkan Evaluationn and Research Methods. Newbuy Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Wali Park: SAGE Pub, 1990. Songgo. Mizan, Cetakan II, Bandung

216 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Upacara tahlilan untuk Bagi manusia, kematian adalah masyarakat luas telah menjadi budaya proses berpisahnya ruh dari badan yang mapan (devinitif) atau prevalensi seseorang. Dalam Al-Quran Allas Swt (kelaziman/kemestian) sehingga menjelaskan bahwa jika ajal seseorang berimplikasi klaim bahwa, jika ada sudah datang maka, tidak ada seorang orang mati dan tidak ditahlili pun yang dapat mengulurnya4. diibaratkan seperti kematian binatang. Petunjuk Rasulullah Saw, dalam "Wong moti yen ora ditahlili koyo matine masalah penanganan jenazah adalah kebo utowo kucing”, klaim seperti itu petunjuk dan bimbingan yang terbaik sering terdengar dari lisan pengamal dan berbeda dengan petunjuk umat- dan penghayat tahlilan ketika umat yang lainnya, meliputi perlakuan mengomentari ada peristiwa kematian atau aturan yang dianut umat dari warga shahibul musibah yang tidak kebanyakan. menyelenggarakan perjamuan tahlilan. Bimbingan Rasulullah Saw, Implikasi selanjutnya, keluarga dalam hal mengurus jenazah, di almarhum yang tidak dalamnya mencakup hal yang menyelenggarakan upacara tahlilan memperhatikan sang mayat, yang kelak tidak disebut sebagai 'ahlu sunnah bermanfaat baginya baik ketika berada waljamaah' dan sering didalam kubur maupun saat tiba hari didiskriminasikan dalam berbagai Kiamat. Termasuk memberi tuntunan, kerukunan sosial, jika keluarga yaitu bagaimana sebaiknya keluarga dan almarhum tersebut merupakan warga kerabat memperlakukan mayat. minoritas di kampungnya. Dengan demikian, petunjuk dan Dilihat dari partisipan bimbingan Rasulullah saw dalam pelaksanaan tahlilan, ritus ini dapat mengurus jenazah ini merupakan potret dibagi menjadi tahlilan biasa dan tahlil aturan yang paling sempurna bagi sang kubra. Dalam tahlilan kubra melibatkan mayat, baik dalam mu‟amalahnya secara massa yang banyak (kolosal) dan vertikal maupun horizontal. dihadiri sejumlah kiyai besar dari Aturan yang sangat sempurna berbagai kota, dilaksanakan di alun- dalam mempersiapkan seseorang yang alun, atau di suatu kampus pondok telah meninggal untuk bertemu dengan besar di kota atau di desa. Rabbnya dengan kondisi yang paling Tahlilan semacam inilah yang baik lagi afdhal. Bukan hanya itu, biasanya sarat dengan muatan-muatan keluarga dan orang-orang terdekat sang lain: atas nama kepentingan bangsa mayat pun disiapkan sebagai barisan keprihatinan nasib bangsa yang kurang orang-orang yang memuji Allah Swt dan menguntungkan, atau penggalangan memintakan ampunan serta rahmat- politik praktis. Nyabagi yang meninggal5. Dalam acara istighasahan, Dalam hal ini Muhammadiyah mujahadahan, pengajian akbar atau berpendapat bahwa merupakan yang sejenisnya, unsur tahlilan hampir kewajiban masyarakat, artinya wajib tidak pernah tertinggal, dan biasanya kifayah bagi masyarakat untuk malah didahulukan dari pada acara yang memandikan jenazah, mengkafani, lain. menshalatkan, dan menguburkan, dalam pada itu menjadi kewajiban pula bagi

4 Mufid, Achmad. 2007. Risalah Penerjamah: Abbas Muhammad Basalamah. Kematian. Yogyakarta: Total Media 2007. : Gema Insan Pres. 5 Al-Albani, Nashiruddin. 1999. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah,

217 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

anggota masyarakat untuk membantu Robertson Smith berpendapat keluarga yang dapat musibah khususnya bahwa ritus dapat memperkuat ikatan- kematian keluarganya, jangan sampai ikatan sosial tradisional diantara menambah kesusahan keluarga individu-individu8. Bahkan lebih dari itu, yangsedang berkabung6. kegiatan tahlilan ini mampu menjadi Menurut Auguste Comte, kekuatan pemersatu dari beberapa konsensus terhadap kepercayaan- elemen untuk mempertahankan kepercayaan serta pandangan- kemerdekaan. pandangan dasar selalu merupakan Sementara dalam pandangan dasar utama untuk solidaritas dalam lain, Simuh (2002) mengatakan, masyarakat. Tidak mengherankan kalau aktivitas tahlilan-yasinan ini juga agama dilihat sebagai sumber utama sebagai solusi dan media keakraban solidaritas sosial dan konsensus. pada masyarakat perkotaaan.9 Di mana Selain itu, kepercayaan agama masyarakat perkotaan yang cenderung mendorong individu untuk berdisiplin individualistis dan sibuk dengan dalam mencapai tujuan yang mengatasi aktivitas rutin sebagai ciri masyarakat kepentingan individu dan meningkatkan industrialis. perkembangan ikatan emosional yang Esensi budaya pesantren dan mempersatukan individu dalam Nahdliyin merupakan kesinambungan keteraturan sosial. Ikatan emosional itu ideologis dari pendekatan-pendekatan didukung oleh kepercayaan bersama dan kebijakan Walisongo dalam dan partisipasi bersama dalam kegiatan- menyebarkan agama Islam di Jawa. kegiatan pemujaan7. Posisi Walisongo dalam kehidupan Hal ini mengisaratkan manfaat sosio-kultural dan religius di Jawa tahlilan-yasinan diyakini sebagian sangat memikat hingga dapat dikatakan masyarakat sebagai media untuk bahwa Islam tidak akan pernah menjadi menyambung budaya kekerabatan the religion of jika sufisme yang (silaturahmi) dan kerukunan dikembangkan oleh Walisongo tidak antarwarga. mengakar dalam masyarakat. Islam yang Berpijak dari teori di atas dibawa oleh Walisongo datang ke Jawa menunjukkan bahwa fenomena tahlilan dengan penuh kedamaian meskipun yang begitu luas pemaknaannya dari lamban, tetapi meyakinkan. mulai awal muncul yang tidak bisa Fakta menunjukkan bahwa dipisahkan dengan adanya ritus dengan jalan menoleransi tradisi lokal kematian. Sebagai fenomena agama, serta memodifikasinya ke dalam ajaran sebagai tradisi relasi jamaah, sampai Islam dan tetap bersandar kepada pada pembentuk integrasi sosial politik. prinsip-prinsip Islam, agama ini dipeluk Sedangkan sehubungan dengan masalah oleh mayoritas penduduk Jawa. kematian, dari jaman primitif sampai Sesungguhnya, upaya islamisasi yang sekarang senantiasa ditandai oleh suatu dilakukan oleh Walisongo merupakan ritual. ekspresi Islam kultural. Proses yang panjang dan secara gradual ini berhasil

6 Asjmuni, Abdurrahman Dkk. 2004. 8 Geertz, 1993. Kebudayaan dan Agama. Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 3. Kanisius, Cetakan II, Yogyakarta. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 9 Simuh. "Interaksi Islam dalam Budaya 7 Johnson. 1994. Teori-Teori Sosiologi: Jawa" dalam Muhammadiyah dalam Kritik. Klasik dan Modern. Diindonesiakan Oleh Robert Surakarta: Muhammaddiyah University Press, M.Z. Lawang, Gramedia, Jilid I,II, Jakarta. 2002.

218 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

mewujudkan tatanan kehidupan Nama lain Sunan Muria adalah masyarakat yang saling damai Umar Said. Namun, di samping dua berdampingan, peaceful coexistence sebutan itu, Sunan Muria mempunyai yang dalam filsafat Jawa dikenal dengan nama asli, yaitu Raden Said atau Raden konsep kesatuan, stabilitas, keamanan, Prawoto. Secara genealogis Sunan Muria dan harmoni10. merupakan anak Sunan Kalijaga. Sebagaimana ayahnya, Sunan Muria Kiprah Walisongo menggunakan kesenian sebagai metode Sebagaimana penjelasan dakwah. Lebih praktik, Sunan Muria sebelumnya yang menyebutkan soal menggunakan kulit dan bagaimana tradisi tahlilan-yasinan sebagai sarana dakwah. Sasaran sebagai bentuk peleburan nilai-nilai masyarakat yang Sunan Muria tembak Islam di Nusantara yang sebelumnya adalah pedagang, rakyat jelata, kebanyakan penduduk memeluk agama masyarakat pedusunan, dan nelatan. Hindhu-Budha, peran Walisongo di sini 3. perlu diulas kembali. Sebagai pihak yang Wali bernama asli Munat ini berkontribusi besar terhadap merupakan putra kedua . “pengislaman” Nusantara, Walisongo Sunan Drajat melakukan hijrah ke mempunyai strategi tersendiri guna Lamongan usai belajar agama dari penyebaran nilai-nilai Islam secara ayahnya. Di dusun Drajat, Lampongan, kultural. Sedikit-banyak Walisongo Sunan Drajat mendirikan sebuah turut memperkaya diskursus tahlilan- pesantren. Pesantren itu lebih banyak yasinan di Nusantara. Oleh karena itu, didominasi para fakir dan anak yatim berikut dijelaskan profil berikut peran karena sepanjang hidupnya Sunan apa yang dimainkan oleh Walisongo.11 Drajat menyantuni kedua kelompok 1. Sunan Gunung Jati masyarakat tersebut. Lebih spesifik, Secara genealogis Sunan Gunung Sunan Drajat mendasarkan penyebaran jati masih keturunan darah terhormat, agama Islam dengan bersumber dari Al- baik dari keturunan ayah dan ibunya. Qur'an, Sunnah, Ijma', dan qiyas Jika menilik sejarah, ibu Sunan Gunung sebagaimana pendekatan Sunan Ampel. jati merupakan putri Raja Pajajaran, 4. sedangkan bapaknya masih satu garis Nama kecil Sunan Kudus adalah dengan Nabi Muhammad. Dalam praktik Ja'far Siddiq. Sebagaimana namanya, dakwah di Nusantara Sunan Gunung Jati Sunan Kudus tinggal di Kota Kudus. Ia tidak sendiri karena selalu mengikuti merupakan putra Sunan Ngudung atau musyawarah dengan para wali lain. Undung. Sunan Kudus sangat dipercaya Salah satu kontribusi Sunan Gunung Jati masyarakat sekitar sebagai tokoh untuk adalah pembangunan Masjid Demak. menyebarkan agama sekaligus Metode dakwah yang dilakukannya di memimpin pemerintahan. Oleh karena masyarakat adalah pendekatan kultural. itu, penduduk setempat menjulukinya 2. Sunan Muria sebagai Al-Alim (orang yang memiliki pengetahuan dan ilmu yang luas). Tidak

10 Mas’ud, Abdurrahman. 2004. Journal of Islam and Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan 2018. Lufaefi juga mendasarkan tesisnya Tradisi. Yogyakarta: Lkis. berdasarkan referensi Penjabaran tentang 11 Rujukan tekstual diambil dari studi sedikit biografi Wali Songo lebih lengkap lihat: Lufaefi. 2018. Reaktualisasi Dakwah Wali Songo: Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, Gerak Dakwah KH Said Aqil Siroj dalam Menebar Jakarta: Kompas, 2006, h. 16. Islam Rahmatal Lil Alamin. Jurnal Aqalam,

219 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

sekadar mengajarkan nilai-nilai Islam menurut tafsirnya, menyerupai manusia berdasarkan lisan semata, Sunan Kudus tidak diperbolehkan dalam Islam. juga menggunakan tindakan langsung. 8. Sunan Ampel 5. Sunan Kalijaga Nama asli Sunan Ampel adalah Sewaktu kecil Sunan Kalijaga Raden Rahmat. Selama hidup Sunan mempunyai nama panggilan, yaitu Jaka Ampel tinggal di Ampel dan mendirikan Said atau Raden Said. Secara genealogis pesantren di sana. Sunan Ampel Sunan Kalijaga merupakan putra merupakan salah satu wali yang tidak pengusaha besar di . Ayahnya setuju terhadap sesajian dan selamatan adalah Bupati Tuban yang mempunyai yang sering dibuat oleh orang Jawa. nama Raden Sahur Temenggung Menurut cerita sejarah, Sunan Ampel Wilatika. Kalau melihat namanya, nama menyebarkan agama Islam dengan cara Kalijaga berasal dari bahasa Arab, yakni mengajarkan dan membuat kipas Qadi Zaka yang mempunyai makna anyaman (terbuat dari rotan). Kipas pelaksana dalam menegakan kesucian tersebut bukan kipas biasa karena (pemimpin). Sunan Kalijaga dikenal luas mampu menyembuhkan orang sakit. sebagai wali yang menyebarkan nilai- Akan tetapi, ketika terdapat orang yang nilai Islam melalui kesenian wayang. Hal ingin sembuh melalui kipas Sunan itu dilakukan Sunan Kalijaga sebagai Ampel, ia memberikan persetujuan bentuk sinkretisme karena masyarakat dengan prasyarat harus bersyahadat sekitar masih memeluk agama Hindhu agar masuk Islam. dan Budha. 9. Sunan Maulana 6. Syekh bernama Maulana Malik Panggilan lain Sunan Bonang Ibrahim ini biasa dikenal dan disebut adalah Raden Makdum Ibrahim. Sunan sebagai Syeikh Maghribi. Sunan Maulana Bonang merupakan keturunan Sunan Malik Ibrahim mempunyai dua orang Ampel. Sunan Bonang, selain putra bernama Sunan Ampel dan Sayid menyebarkan agama Islam, juga dikenal Ali Murtadha (Raden Santri). Sunan sebagai wali yang berperan besar dalam Maulana Malik Ibrahim merupakan mendirikan kerajaan Islam Demak. salah seorang wali yang tidak langsung Sekilas namanya mirip dengan salah mengajarkan apa itu Islam, tetapi satu alat musik Jawa, yakni bonang. melalui ajaran pemenuhan kebutuhan Sunan Bonang adalah pencipta alat dasar manusia. Cara tersebut cenderung musik tersebut. bersifat menggunakan akal atau rasio 7. sehingga dapat diterima dengan mudah Nama asli Sunan Giri adalah Raden oleh manusia. Paku. Selain itu, Sunan Giri juga dijuluki Gambaran besar eksistensi dan sebagai Muhammad 'Ainul Yaqin. Secara kontribusi sembilan wali yang berjuang genalogis Sunan Giri merupakan anak menyebarkan nilai-nilai Islam itu dari Dewi Sekardadu dan Maulana Ishak. menegaskan bahwa internalisasi Islam Selama hidup, Sunan Giri mendirikan ke masyarakat kultural yang dan mengajarkan ilmu Islam di sebuah mempunyai latar belakang agama bukan pesantren di dekat Gunung Giri. Sunan Islam merupakan hal yang cukup Giri juga menyebarkan Islam dengan kompleks. Hal itu dikarenakan wayang kulit. Terobosannya, ketika sinkretisme tanpa metode dan cara membuat wayang kulit yang semula penyebaran yang relevan maka tidak mirip manusia, Sunan Giri kemudian akan mencapai keutuhan komprehensif. merekonstruksi bentuk visual lain yang Uraian mengenai Walisongo di atas tidak menyerupai manusia karena, membuktikan betapa tahlilan-yasinan

220 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

merupakan cara alternatif dalam dalam bidang ini sebagai ibadah kepada penyebaran Islam secara ramah dan Allah swt. kultural. Fatwa Majlis Tarjih Proses sinkretisme nilai Islam Muhammadiyah, yang dilarang menurut dan budaya tahlilan-yasinan bisa Muhammadiyah dalam pelaksanaan dipandang sebagai proses Islamisme. tahlilan adalah upacaranya yang Salah satu pokok Islamisme itu dikaitkan dengan tujuh hari kematian, diuraikan Siti Mahmudah ke dalam tiga atau empat puluh hari, atau seratus hari pemahaman Islamisme. Salah satunya dan sebagainnya. adalah mengenai agama politik dan Apalagi upacara semacam itu problematika politik. harus mengeluarkan biaya besar, yang "Dimana Islamisme itu berasal dari terkadang harus pinjam kepada politisasi agama. Jika agama yang tetangga atau saudaranya, sehingga dipolitisasi ini hanyalah indikasi dari terkesan tabzir (berbuat mubadzir). adanya perbedaan budaya, bisa Begitu juga dengan upacara atau disediakan ruang dengan tradisi lainnya seperti memberikan uang mengatasnamakan kepada pelayat yang datang, kepada keanekaragaman."12 orang yang ikut serta dalam shalat jenazah dan lain sebagainnya. Perspektif Muhammadiyah Seharusnya ketika ada yang Muhammadiyah berpandangan meninggal dunia kita harus bertakziah bahwa yang disebut bid’ah adalah hal- atau melayat dan mendatangi keluarga hal yang baru dan diada-adakan dalam yang terkena musibah kematian sambil hal agama (ibadah) adalah haram, sesat membawa bantuan atau makanan dan tertolak. seperlunya sebagai wujud bela Sedangkan di luar urusan agama sungkawa. Bukan datang untuk (ibadah) dan terkait dengan mu’amalat mengharapkan uang dan lain duniawiyah, kultur/budaya/adat/’urf sebagainya. serta penemuan teknologi yang tidak Sedangkan menanggapi alasan diatur dalam ketentuan ibadah, maka diadakannya tradisi tersebut bertujuan termasuk al-ibahah (kebolehan), sebagai sedekah yang pahalanya betapapun dalam fungsinya ditujukan kepada yang meninggal dunia. memberikan kemudahan dan dukungan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam terhadap pelaksanaan ibadah. Semua Fatwanya menyatakan bahwa seorang bentuk bid’ah dalam hal ibadah adalah manusia itu tidak akan mendapatkan sesat dan tertolak. pahala dari Allah Swt, selain pahala dari Muhammadiyah bekerja untuk apa yang telah diusahakannya sebelum tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh dia meninggal dunia. Rasulullah saw tanpa tambahan dan Oleh karena itu, dia tidak akan perubahan dari manusia. mendapatkan pahala apa-apa dari Allah Muhammadiyah bekerja untuk Swt karena dia tidak lagi bisa terlaksananya mu’amalat duniawiyat beramalshaleh. Jika dicermati lebih (pengolahan dunia dan pembinaan mendalam, tahlilan yang beredar di masyarakat) dengan berdasarkan ajaran tengah-tengah masyarakat luas ini agama serta menjadikan semua kegiatan terdapat unsur-unsur yang dianggap bid’ah yang dijelaskan sebagai berikut.

12 Mahmudah, Siti. 2018. Islamisme: Indonesia. Jurnal Aqlam, Journal of Islam and Kemunculan dan Perkembangannya di Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni 2018.

221 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

1. Mengirim pahala sahabat. Jadi, pengiriman pahala itu tak Makna mengirim adalah akan sampai kepada orang mati yang memberikan “sesuatu” kepada orang ditujunya karena tidak ada makhluk apa lain dengan menggunakan perantara pun yang diutus oleh Allah untuk orang lain, teman, kurir, atau tukang pos. menyampaikan pahala. Mengirm hadiah Jika 'sesuatu' itu berwujud pahala pahala untuk orang yang sudah sulitlah diketahui siapa yang meninggal dunia tidak ada tuntunannya menjadiperantara. Tidak ada teks apa dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits pun dari Allah dan Rasululah yang Rasul. Muhammadiyah berpendapat menjelaskan tentang pengiriman pahala bahwa ketika dalam suatu masalah tidak seperti itu. Esensi doa adalah meminta ada tuntunannya, maka mengacu pada atau memohon. Kegiatan ini dilakukan sabda Rasulullah SAW hal tersebut karena yang bersangkutan tidak dinyatakan bid’ah. memiliki sesuatu lalu ingin memilikinya 2.Wasilah (Perantara) sementara ia tidak mempunyai alat Di dalam pelaksanaan tahlian itu tukar atau membeli untuk memilikinya. biasanya juga mengangkat ruh-ruh Jadi ungkapan 'kirim pahala' tertentu yang disebut wali. Wali itulah sebenarnya tidak bermakna (Mystical yang diyakini menyampaikan doa yang language). Syariat formal memohonkan dipanjatkan kepada Allah. Di antara ampunan terhadap orang mati adalah walli-wali perantara itu adalah: dengan menyalatinya. Di dalam Rasulullah, syuhada' perang Badar, menyalati itu ada doa khusus ampunan Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani, untuk jenazah. An-Nawawi Bantani SyeikhJunaid al-Baghdadi, Syeikh mengatakan bahwa mengirim pahala Naqshabandi, walisongo, dan lain-lain. kepada orang yang telah meninggal Praktik ibadah semacam ini sama sekali adalah haram. Arsyad al-Banjari dan al- tidak diajarkan oleh Rasulullah. Kitab Mawa'iz mengatakan bahwa mengirim tafsir apa pun menyebutkan bahwa pahala untuk orang yang telah mati perantara itu adalah amal sholeh, bukan adalah bid'ah. Para ulama ruh mediator. Mutaqaddimun memutlakkan bahwa Sebaliknya, Allah mengajarkan pahala membaca Al-Qur'an itu tidak agar dalam berdoa itu langsung kepada- sampai pada jenazah. Tentunya pahala Nya. Berdasarkan naskah resmi dalam itu diberikan untuk yang membaca Islam, yaitu al-Qur'an dan As-Sunah ash- Jelasnya, seseorang itu tidak shahihoh al-muqbolah Allah tidak menanggung dosa dari orang lain, pernah mengangkat ajudan apa atau demikian juga pahala tidak akan sampai siapa pun yang menghantar doa kepada- (kepada orang lain) kecuali apa yang Nya. Dengan demikian, berdoa kepada telah dilakukan oleh dirinya sendiri. Rasulullah pun tidak ada syariatnya. Imam Syafi'i dan para Apalagi selain beliau. Tugas Rasulullah pengikutnya beristinbat bahwa hadiah kepada umat manusia hanya pahala dari bacaan itu tidak sampai menyampaikan, dengan al-Qur'an dan kepada orang mati karena mereka sunnah beliau sendiri, tidak lebih dari (orang mati) itu bukanlah yang itu. Ketika Beliauwafat selesailah melakukannya. Rasulullah tidak tugasnya. Umat manusia tinggal hanya menganjurkan dan tidak mendorong mengikuti dan melaksanakan tinggalan umatnya untuk melakukannya (hadiah beliau, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah pahala). Beliau tidak memberikan itu. petunjuk dengan nash, tidak pula dapat Banyak sekali pola ibadah dinukilkan satu orang pun dari para ciptaan manusia yang dasarnya

222 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

hanyalah mengikuti leluhur, mengikuti bahkan perbuatan ini telah melanggar para tokoh-tokoh agama, iman buta, sunnah para sahabatnya radhiallahu dalam kata lain dan (sangkaan belaka), ‘anhum. Oleh karena itu, acara atau sengaja mencampur aduk unsur- berkumpul di rumah keluarga jenazah unsur non Islam ke dalam Islam. Tahlilan dan penjamuan hidangan dari keluarga di dalamnya dicampur dengan upacara jenazah termasuk perbuatan yang memperingati mayat pada hari ke 7, 40, dilarang oleh agama menurut pendapat l00, mendhak Pisan, mendhak pindho, para sahabat Rasulullah shalallahu 1000, haul adalah campuran antara ‘alaihi wasallam dan para ulama salaf. Islam dan Hindu. Mengirim pahala Malah yang semestinya, dalam tahlilan adalah campuran antara disunnahkan bagi tetangga keluarga Islam, Hindu, dan impian orang-orang jenazah yang menghidangkan makanan tertentu seperti al-Malibari. Tahlilan di untuk keluarga mayit, supaya dalamnya ada unsur hadiah pahala meringankan beban yang mereka alami. kepada jenazah adalah campuran antara Dengan demikian, berkumpul-kumpul Islam dan ciptaan muslim tertentu, ditempat ahli jenazah hukumnya adalah entah siapa yang memulainya. bid'ah dengan kesepakatan para Namun, terdapat hipotesis Shahabat dan seluruh imam dan ulama' menarik dari Greetz (1993) kalau termasuk di dalamnya imam empat. peleburan budaya antara Hindhu dan Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli Islam seperti tahlilan itu sebetulnya mayit membuatkan makanan untuk para sebuah kewajaran dari proses akulturasi penta'ziyah. Akan lebih bertambah lagi yang sering terjadi di dalam sistem bid'ahnya apabila di situ diadakan sosial yang plural sebagaimana kondisi tahlilan pada hari pertama dan Indonesia pada masa lampau.13 seterusnya. Perbuatan yang mulia dan Pengiriman pahala dalam tahlilan terpuji menurut sunnah nabi SAW kaum dengan menggunakan perantara ruh- kerabat /sanak famili dan para tetangga ruh tertentu adalah campuran antara memberikan makanan untuk ahli mayit semangat Hindu, ciptaan umat Islam, yang sekiranya dapatmengenyangkan dan ajaran Islam. Tahlilan boleh dan mereka untuk mereka makan sehari sangat utama, tetapi harus berpola yang semalam. 100% berdasar syariat. Manusia ketika ia telah 3. Makan-makan bersama meninggal hanya akan mendapatkan Makan-makan setelah tahlilan pahala atas perbuatan yang mereka dalam rangka memperingati orang mati kerjakan sendiri. Ruh manusia, apabila ,emang secara sepintas pula, penyajian terpisah dari jasad akan kembali kepada hidangan untuk para tamu merupakan Allah swt. Apakah ruh dapat menerima perkara yang terpuji, bahkan dianjurkan kiriman atau tidak, sebenarnya tiada sekali didalam agama Islam. Namun, yang mengetahui urusan ruh selain Allah manakala penyajian hidangan tersebut Swt. Semua amal manusia tidak dapat dilakukan oleh keluarga jenazah baik menyelamatkan dirinya dari siksa untuk sajian tamu undangan tahlilan neraka dan tidak pula dapat ataupun yang lainnya, maka memiliki memasukkannya ke dalam surga, selain hukum tersendiri. Bukan hanya saja karena rahmat Allah swt. Oleh karena tidak pernah dicontohkan oleh itu, yang ditunggu orang yang sudah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, meninggal adalah rahmat, ampunan, dan

13 Geertz, 1993. Kebudayaan dan Agama. Kanisius, Cetakan II, Yogyakarta.

223 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

ridha Allah swt. Apabila hendak Pertama, tahli diuraikan di dalam menyampaikan kiriman pahala amal tiga tingkatan antara lain tahli hati, tahlil orang yang sudah meninggal, perlu kita lisan, dan tahlil perbuatan. Perluasan bertanya kepada diri kita masing- konsep tahlil tersebut diadopsi Amien masing, apakah kita memiliki bukti dari tingkatan iman. Premis yang Amien bahwa amal kita pasti diterima Allah, gunakan kenapa membagi tiga tingkatan lalu kita kirimkan kepada orang lain, tahlil itu adalah tahlil sejatinya tindakan sementara para nabi dan para shalihin nyata dalam perbuatan kebaikan. apabila telah melakukan amal kebaikan, Perbuatan itu bisa mencakup mereka tidak merasa sudah diterima. pembangunan pendidikan, kesehatan, ibadah, dan lain sebagainya. Dari Toleransi Tahlilan-Yasinan: Cara Lain kecenderungan itu Amien mengatakan Kaum Muhammdiyah Perdusunan kalau tahlil harus ditingkatkan secara Penjelasan sebelumnya meneroka maksimal dalam rangka amar ma'ruf problematisasi praktik tahlilan-yasinan nahi mungkar. secara formal berdasarkan keputusan Kedua, tahlil dalam rangka pimpinan pusat Muhammadiyah. Secara mengatasi persoalan krisis sosial. Amien formal Muhammadiyah memang tidak lebih praktik membumikan tahlil membolehkan praktik kultural yang sebagai bentuk menghadapi krisis telah mengajar di tingkat daerah itu. ekologi, pangan, kependudukan, dan Akan tetapi, dalam praktik sosial, selalu energi. Pernyataan itu Amien sampaikan terdapat dua perspektif, yakni kelompok ketika menghadiri kesempatan tahlilan yang menerima keputusan secara bersama pada Tablig Akbar Mukmatar terbuka dan kelompok yang dinamis Aisyiah ke-46 tahun 2010. Pada posisi karena menolak secara implisit. tersebut Amien tidak bersikap Pandangan pertama jelas tidak pragmatis hanya mereduksi makna melakukan praktik tahlilan-yasinan oleh tahlil sebagai praktik syariat keagamaan, karena pelarangan di tingkat pusat. Hal namun ia lebih mengejawantahkan itu mengandaikan suatu dorongan patuh dalam praktik berbangsa dan bernegara. terhadap konvensi struktural Ketiga, tahlil demi persatuan dan Muhammdiyah. Bentuk penghormatan kesatuan umat. Argumen poin ketiga ini itu lazim terjadi karena betapapun sangat relevan bagi sebuah bangsa, Muhammadiyah adalah organisasi terutama Indonesia, yang sering sosial-kemasyarakatan berbasis Islam menghadapi friksi horizontal. Oleh yang cukup lama dan besar di Indonesia. karena itu, persoalan itu mesti dihadapi Salah seorang mantan Ketua Umum melalui aktivitas tahlil agar pihak yang Pimpinan Pusat ke-12 Muhammadiyah, berselisih mampu rujuk dan solid , lebih luas dan cair kembali. Lebih konkret, Amien merespons persoalan perbedaan menjelaskan kalau tahlil sebagai mengenai tahlilan-yasinan yang acap ekspresi sosial di masyarakat telah kali diperdebatkan di masyarakat. mengakar melalui pembangunan masjid, Sekalipun pernyataan itu bukan bentuk tasyakuran, dan kegiatan-kegiatan lain fatwa formal Muhammadiyah, namun di dusun. Tradisis semacam itu bernilai pandangannya patut dikuip di sini. ibadah karena termasuk kontribusi Amien menjelaskan lima sikap sebagai konkret di lapangan. berikut.14

14 Datdut.com. 2017. Muhammadiyah Larang Tahlil, Ini 5 Komentar Amien Rais. Diakses pada 22 Juli 2018.

224 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Keempat, lebih tegas, ketika Warsono, salah seorang warga menyampaikan poin-poin mengenai Muhammadiyah di sana. tahlilan-yasinan yang sering Menurut Warsono, mengikuti atau dipersoalkan warga Muhammadiyah, menyelenggarakan tradisi tahlil-yasisn Amien mengatakan kalau tidak bersedia merupakan bentuk ekspresi budaya melakukan tahlil maka dipersilakan yang telah turun-menurun. Sebagai keluar dari organisasi (Muhammadiyah warga Muhammadiyah, Warsono dan Aisyiah). Sikap tegas ini menjadi melihat tradisi tersebut sebagai proses imperatif ketika yang menyampaikan bebrayan (bersama) yang menyiratkan pernyataan adalah seorang yang pernah nilai-nilai habluminannas di masyarakat. memimpin Muhammdiyah. Akan tetapi, Meskipun orang Muhammadiyah yang maksud Amien dalam pernyataan itu lekat dengan pandangan negatif bukan sebatas tahlil lisan sebagaimana terhadap tahlil-yasin, Warsono diketahui banyak orang, namun tahlil memandangnya secara bijak. Oleh aksi nyata sebagai bentuk amal saleh di karena itu, ketika mengikuti tradisi masyarakat. tersebut di desa yang mayoritas masih Kelima, menguatkan empat poin mempertahankan tradisi tahlil-yasin, sebelumnya, Amien menguatkan Warsono secara cair mengiktuinya kembali pernyataan tahlil sebagai sikap tanpa takut mendapatkan stigma dan perbuatan. Pada posisi itu Amien negatif. kembali mengulas rekam jejak pendiri Warsono di satu sisi juga mafhum Muhammadiyah, yaitu K.H. Ahmad kalau keputusan struktural soal Dahlan yang dari awal pendirian pembidahan tahlil-yasin, namun di sisi Muhammadiyah sudah bekerja keras lain tidak serta-merta mengikuti karena untuk memperuangkan kemaslahatan hal itu serupa fatwa (nasihat) semata. masyarakat. Sikap itu ditegaskan Sedangkan fatwa, bagi Warsono, bisa kembali Amien dalam rangka dikuti atau tidak karena betapapun ia pengamalan konsep tahlil dengan tergantung kedaulatan atas pilihan konsep perbuatan (arkan). Oleh karena masing-masing. Posisi untuk itu, Amien mengimbau masyarakat membolehkan tradisi tahlil-yasin itu Muhhamdiyah agar tidak sekadar fokus menurut Warsono mesti dikembalikan terhadap dirinya sendiri untuk masuk lagi menurut pilihan individu. Oleh surga, sedangkan masyarakat di karena itu, sebagai orang sekitarnya banyak terlilit problem Muhammadiyah, Warsono menganggap ekonomi, sosial, budaya, maupun wajar kalau banyak warganya juga tidak pendidikan. sesuai nasihat Majelis Tarjih. Selain pernyataan personal Amien Warsono adalah salah satu contoh Rais di atas, pendangan orang konkret di masyarakat betapa persoalan Muhammadiyah terhadap yasin-tahlil di furuiyah seperti tradisi tahlil-yasin kalangan pedesaan juga beraneka menghadapi respons beragam sesuai ragam. Kalau asosiasi pembidahan dengan keputusan masing-masing melekat pada Muhammadiyah, namun di individu. Sekalipun mereka adalah sebuah dusun di Watubelah, warga Muhammadiyah yang secara Tanjungsari, Gunungkidul bisa berbeda. formal dan generatif tidak Orang Muhammadiyah di salah desa di membolehkan tradisi tersebut, namun Yogyakarta bagian selatan itu cenderung pada praksisnya di lapangan justru menerima, bahkan lebih fleksibel. Salah berbeda pandangan. satunya sebagaimana dinyatakan Dengan demikian, sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan yang

225 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018

memperjuangkan nilai-nilai Islam, jumlah dan bobot amal buruk Muhammadiyah secara baku tidak sehinggamenjadi selamat dari siksa memperbolehkan tradisi yasin-tahlil. kubur maupun akhirat. Pada hakikatnya Namun, keputusan itu tidak dijelaskan orang yang sudah meninggal hanya secara konseptual kenapa dilarang. Oleh membutuhkan doa, bukan kiriman karena itu, hal demikian membawa pada pahala amal perbuatan yang diniatkan kebebasan interpretasi atas keputusan untuknya, jenazah masuk surga atau pusat Muhammadiyah. Setidaknya, tidak tergantung amal perbuatannya menurut penjelasan di dalam tulisan ini, sewaktu masih hidup. pandangan mengenai pembidahan Salah satu pandangan di atas tradisi tahlil-yasin menemui dua jalur, adalah produk tafsir mengenai tradisi yakni penerimaan dan penolakan. tahlil-yasin. Interpretasi lain juga Dikotomi ihwal penerimaan dan dimungkinkan terjadi seperti penolakan di Muhammadiyah yang pembolehan warga Muhammadiyah diuraikan di dalam tulisan ini bukan terhadap tahlil-yasin. Salah satu contoh simplikasi dan generalisasi atas wacana yang membolehkan diambil dari studi tradisi tahlil-yasin secara umum, namun kasus di dusun Watubelah, Tanjungsari, ia sekadar eksplanasi akademik sebagai Gunungkidul. Selain itu, tokoh pembentangan fenomena budaya yang Muhammadiyah seperti Amien Rais, telah mengakar di Indonesia itu. Sebagai merekonstruksi secara luas makna tulisan ilmiah, penjelasan di atas tradisi tahlil sebagai ekspresi bermaksud objektif dan tidak perjuangan sosial-kemasyarakatan. mengambil sisi subjektif: menegaskan mana yang benar dan mana yang salah. Publik luas yang dapat menafsirkan kembali bagaimana seharusnya DAFTAR PUSTAKA menempatkan tradisi tahlil-yasin sebagai pokok pembahasan di sini. Al-Albani, Nashiruddin. 1999. Tuntunan Kemerdekaan pilihan tetap berada di Lengkap Mengurus Jenazah, tangan khalayak luas yang secara Penerjamah: Abbas Muhammad konstitusional dilindungi oleh negara. Basalamah. Jakarta: Gema Insan Pres. Kesimpulan Agar tetap murni bersyariat Asjmuni, Abdurrahman dkk. 2004. dalam bertahlilan, pelaksanaan tidak Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya dicampur atau dilaksanakan dengan Jawab Agama Yogyakarta: Suara peringatan hari-hari kematian Muhammadiyah. seseorang sebagaimana yang terjadi Datdut.com. 2017. Muhammadiyah dalam Hinduisme. Kalau tetap Larang Tahlil, Ini 5 Komentar dilaksanakan, itulah yang disebut Amien Rais. Diakses pada 22 Juli mencampuradukkan antara ajaran Islam 2018. dan non ajaran Islam dalam pelaksanaan ibadah. Tahlilan tidak bisa disebut hanya Farhan, Hamim. 2008. Ritualisasi sekadar budaya karena ada unsur-unsur Budaya-Agama Dan Fenomena keyakinan eskatologis di dalamnya, Tahlilan-Yasinan Sebagai Upaya yaitu pengiriman pahala, yang dikirimi Pelestarian Potensi Kearifan pahala menjadi banyak tabungan Lokal Dan Penguatan Moral pahalanya, dan nantinya dihisab pahala Masyarakat. Jurnal Logos Vol.5 amal shaleh mampu mengalahkan No.2 Januari 2008. Fakultas

226 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah

Agama Islam Universitas Muhammadiyah Gresik. Geertz, 1993. Kebudayaan dan Agama. Kanisius, Cetakan II, Yogyakarta. Johnson. 1994. Teori-Teori Sosiologi: Klasik Dan Modern. Diindonesiakan Oleh Robert M.Z. Lawang, Gramedia, Jilid I,II, Jakarta. Mahmudah, Siti. 2018. Islamisme: Kemunculan dan Perkembangannya di Indonesia. Jurnal Aqlam, Journal of Islam and Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni 2018. Mas’ud, Abdurrahman. 2004. Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi. Yogyakarta: Lkis. Mufid, Achmad. 2007. Risalah Kematian. Yogyakarta: Total Media 2007. Paton, Michael Quin. Qualitative Evaluationn and Research Methods. Newbuy Park: SAGE Pub, 1990. Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, Jakarta: Kompas, 2006, h. 16. Lufaefi. 2018. Reaktualisasi Dakwah Wali Songo: Gerak Dakwah KH Said Aqil Siroj dalam Menebar Islam Rahmatal Lil Alamin. Jurnal Aqalam, Journal of Islam and Plurality. Vol. 3, No. 1, Juni 2018. Simuh. "Interaksi Islam dalam Budaya Jawa" dalam Muhammadiyah dalam Kritik. Surakarta: Muhammaddiyah University Press, 2002. Wijaya, Saksono. 1995. Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Wali Songgo. Mizan, Cetakan II, Bandung.

227