Kearifan Lokal Tahlilan-Yasinan Dalam Dua Perspektif Menurut Muhammadiyah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kearifan Lokal Tahlilan-Yasinan Dalam Dua Perspektif Menurut Muhammadiyah KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH Khairani Faizah Jurusan Pekerjaan Sosial Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga Yogyakarta [email protected] Abstract. Tahlilan or selamatan have been rooted and become a custom in the Javanese society. Beginning of the selamatan or tahlilan is derived from the ceremony of ancestors worship of the Nusantara who are Hindus and Buddhists. Indeed tahlilan-yasinan is a form of local wisdom from the worship ceremony. The ceremony as a form of respect for people who have released a world that is set at a time like the name of tahlilan-yasinan. In the perspective of Muhammadiyah, the innocent tahlilan-yasinan with the premise that human beings have reached the points that will only get the reward for their own practice. In addition, Muhammadiyah people as well as many who do tahlilan-yasinan ritual are received tahlian-yasinan as a form of cultural expression. Therefore, this paper conveys how Muhammadiyah deal with it in two perspectives and this paper is using qualitative method. Both views are based on the interpretation of the journey of the human spirit. The human spirit, writing apart from the body, will return to God. Whether the soul can accept the submissions or not, the fact that know the provisions of a spirit other than Allah swt. All human charity can not save itself from the punishment of hell and can not put it into heaven other than by the grace of Allah swt. Keywords: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah Abstrak. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang sangat berpegang teguh pada adat istiadatnya. Awal mula dari acara Selamatan atau tahlilan tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Nusantara yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Sejatinya tahlilan merupakan satu bentuk kearifan lokal dari upacara peribadatan. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Dalam perspektif Muhammadiyah, tahlilan bersifat bid’ah dengan dasar pemikiran bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan mendapatkan pahala atas perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Sedangkan dalam perspektif lain, orang Muhammadiyah, secara kultural, juga banyak yang melakukan ritual tahlilan-yasinan sebagai bentuk ekspresi budaya. Oleh karena itu, tulisan ini hendak membentangkan dua sudut pandang mengenai tahlilan-yasinan dalam perspektif Muhammadiyah. Kedua pandangan itu secara garis besar berkaitan dengan tafsir atas perjalanan ruh manusia. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad, akan kembali kepada Allah saw. Apakah ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui urusan ruh selain Allah swt. Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah swt. Kata Kunci: Tahlilan, Bid’ah, Muhammadiyah 1 JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 3, Nomor 2, Desember 2018 Pendahuluan penjamuan yang disajikan pada tiap kali Setiap daerah pasti menyimpan acara diselenggarakan. Bentuk potensi kearifan lokal sebagai wujud jamuannya bisa beraneka rupa. dari khazanah intelektual yang Biasanya meliputi nasi kenduri beserta diekspresikan melalui ritual budaya hidangan kuliner lain seperti ayam, masing-masing. Salah satu dari potensi telur, sambal tempe, dan lain-lain. kearifan lokal itu adalah ritual budaya- Bentuk dan hidangan itu juga tidak agama dan kegiatan tahlilan yang sudah harus sama tiap daerah karena masing- melekat pada sebagian masyarakat masing wilayah memiliki keunikan dan muslim Jawa. tradisi tertentu. Ritual tahlilan atau selamatan Model penyajian hidangan kematian ini sudah mengakar dan biasanya selalu variatif, tergantung adat menjadi budaya pada masyarakat Jawa yang berjalan di tempat yang sangat berpegang teguh pada adat tersebut. Namun, pada dasarnya menu istiadatnya. Tradisi selamatan kematian hidangan lebih dari sekadarnya atau tahlilan ini didasarkan pada konsep cenderung mirip menu hidangan yang ajaran-ajaran yang dikembangkan. berbau kemeriahan. Oleh karena itu, Awal mula dari acara Selamatan acara tersebut terkesan pesta kecil- atau tahlilan tersebut berasal dari kecilan, memang demikianlah upacara peribadatan (selamatan) nenek kenyataannya. moyang bangsa Nusantara yang Acara tahlilan telah mayoritasnya beragama Hindu dan diselenggarakan berabad-abad sehingga Budha. tanpa disadari sudah menjadi kelaziman Acara tahlilan merupakan suatu masyarakat. Konsekuensinya, bila upacara ritual seremonial yang biasa ada yang tidak menyelenggarakan acara dilakukan oleh keumuman masyarakat tersebut berarti telah menyalahi adat Indonesia untuk memperingati hari dan akibatnya ia diasingkan dari kematian. Secara bersama-sama, masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara berkumpul sanak keluarga, handai tersebut telah membangun opini taulan, beserta masyarakat sekitarnya, muatan hukum, yaitu sunnah untuk membaca beberapa ayat Al Qur’an, dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a apabila ditinggalkan. tertentu untuk dikirimkan kepada orang Jika ditinjau dalam sejarah Islam, yang telah meninggal. Dikarenakan dari maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai sekian materi bacaannya terdapat pada masa Nabi Muhammad, masa para kalimat tahlil yang diulang-ulang, maka sahabatnya, para Tabi’in maupun acara tersebut dikenal dengan istilah Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut “Tahlilan”. tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Acara ini biasanya Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, diselenggarakan setelah selesai proses Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan penguburan, kemudian terus ulama lainnya yang semasa dengan berlangsung setiap hari sampai hari mereka ataupun sesudah mereka. ketujuh. Acara ini diselenggarakan Sejatinya tahlilan merupakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. satu bentuk kearifan lokal dari upacara Untuk selanjutnya acara tersebut peribadatan nenek moyang bangsa diadakan tiap tahun dari hari kematian, Nusantara yang mayoritasnya beragama walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak lepas pula dalam acara tersebut 214 KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PERSPEKTIF MENURUT MUHAMMADIYAH -- Khairani Faizah Hindu dan Budha.1 Upacara tersebut Sedangkan dilihat dari cara sebagai bentuk penghormatan dan menjalankan syariat (experience of mendo’akan orang yang telah relegious) dan kulturnya masing-masing meninggalkan dunia yang Tahlilan memiliki ciri dan cara yang khas diselenggarakan pada waktu seperti berkaitan dengan hal-hal furu’iyah halnya waktu tahlilan. (aturan-aturan sunnah/penting yang Namun, acara tahlilan secara bukan pokok). Simbol-simbol yang ada praktis di lapangan berbeda dengan bisa dikenali secara sosiologis prosesi selamatan agama lain, yaitu bagaimana seorang atau kelompok itu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan bisa disebut NU atau Muhammadiyah do’a-do’a ala agama atau kepercayaan atau yang lainnya secara antropologi- lain dengan bacaan dari Al Qur’an, sosial. maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Akan tetapi, dalam pelaksanaan Islam menurut mereka. Berdasarkan amalan baik berupa tahlilan ini tinjauan historis bisa diketahui bahwa kemudian menjadi fenomena sosial sebenarnya acara tahlilan merupakan tersendiri karena keberadaan tahlilan adopsi dan sinkretisasi dengan agama ini telah menjadi sebuah tradisi yang lain. membudaya dalam masyarakat Jawa, Mencermati fenomena dengan memiliki bentuk yang khas masyarakat Muslim yang beraneka seperti dalam acara tahlilan itu memiliki ragam paham dan aliran menyisakan waktu-waktu tertentu yang dianggap beberapa hal yang menarik dan penting perlu untuk mengadakan acara tersebut. untuk dikaji dan diteliti. Salah satu dari Begitu juga kenyataan Tahlilan keanekaragaman paham dan aliran itu ini adalah merupakan bentuk lalu menciptakan karakteristik ekspresi pengislaman oleh para Wali, dari tradisi- relegi dalam bentuk khazanah budaya- tradisi yang telah ditinggalkan oleh agama. Dengan kata lain, bagaimana pengaruh budaya Hindu, Budha dan seorang atau kelompok (jemaah) animisme. Di antara misi para Wali itu mengekspresikan pengalaman adalah sebagai media dan metode religiusnya yang khas berbanding lurus dakwah untuk mengenalkan Islam dengan pola sinkretisasi tahlilan. melalui tradisi-tradisi yang sudah ada. Simbol-simbol keberagamaan itu Sehubungan dengan hal itu, munculnya tidak hanya sebagai pemenuhan acara tahlilan-yasinan ini setidaknya ada religiusnya saja, tetapi lebih dari itu, kaitannya dengan ritus kematian pada yaitu mampu membangun solidaritas awalnya. Hal tersebut juga dipengaruhi sosial, bahkan bisa saja sebagai mediasi oleh adanya faktor dari luar dan juga untuk kekuatan politik dan dikuatkan atau didukung dari ajaran pembangunan bangsa. Dari (faham pelaku) Islam sendiri. keanekaragaman paham dan aliran Tulisan ini mendiskusikan dua secara organisatoris maka dalam perspektif mengenai Tahlilan-Yasinan masyarakat Islam Indonesia mengenal dalam pandangan Muhammadiyah. Dua dua organisasi sosial keagamaan pandangan itu jelas membentuk suatu terbesar, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) pola sikap di bawah institusi keagamaan dan Persyarikatan Muhammadiyah, di Muhammadiyah yang secara formal samping masih banyak ormas Islam menegasikan ritual yang telah yang lain. mentradisi itu. Sekalipun penjelasan ini 1 Farhan, Hamim. 2008. Ritualisasi Dan Penguatan Moral Masyarakat. Jurnal Logos Budaya-Agama Dan
Recommended publications
  • Bustamin , Islam Di Jawa Hubungannya Dengan Dunia Melayu | 113
    Bustamin , Islam Di Jawa Hubungannya Dengan Dunia Melayu | 113 ISLAM DI JAWA Hubungannya Dengan Dunia Melayu Oleh: Bustamin [email protected] Abstrak : Islam di Asia Tenggara mempunyai daya tarik untuk diteliti, karena tidak hanya sekedar tempat bagi agama besar dunia –Islam, Budha, Kristen dan Hindu—tetapi juga penyebarannya sedemikian rupa sehingga ikatan-ikatan yang mempersatukan pengikutnya dapat mengaburkan dan sekaligus menegaskan batas-batas perbedaan politis dan teritorial. Dalam masalah ini kasus Islam adalah yang paling menarik, mengingat para pengikutnya terdapat di hampir semua negara Asia Tenggara dalam jumlah yang besar. Penelusuran kembali sumber-sumber lokal yang berhubungan dengan kesultanan di Jawa menjadi penting dilakukan. Dengan penelusuran ini diharapkan akan diperoleh data dan fakta mengenai sejarah awal dan perkembangan Islam di Jawa. Data dan fakta tersebut kemudian diidentifikasi, dideskripsikan, diverifikasi, dan dihadirkan sebagai bukti sejarah yang dapat dipercaya. Dalam rangka penelusuran data dan fakta tersebut, ISMA mengadakan seminar Islam di Asia Tenggara, salah satunya adalah Islam di Jawa, yaitu datang, masuk dan berkembangnya. Kata Kunci: Islam, Jawa, Melayu, Dunia, Sejarah A. Pendahuluan Sampai sekarang, sejarah masuknya dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara, masih menjadi perdebatan dan menjadi kajian yang menarik. Permasalahannya masih berkisar kapan masuknya Islam, siapa pembawanya, wilayah mana yang pertama kali didatangi, serta bagaimana proses pengislamannya. Terkait dengan perkembangan
    [Show full text]
  • Rituals of Islamic Spirituality: a Study of Majlis Dhikr Groups
    Rituals of Islamic Spirituality A STUDY OF MAJLIS DHIKR GROUPS IN EAST JAVA Rituals of Islamic Spirituality A STUDY OF MAJLIS DHIKR GROUPS IN EAST JAVA Arif Zamhari THE AUSTRALIAN NATIONAL UNIVERSITY E P R E S S E P R E S S Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] This title is also available online at: http://epress.anu.edu.au/islamic_citation.html National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Author: Zamhari, Arif. Title: Rituals of Islamic spirituality: a study of Majlis Dhikr groups in East Java / Arif Zamhari. ISBN: 9781921666247 (pbk) 9781921666254 (pdf) Series: Islam in Southeast Asia. Notes: Includes bibliographical references. Subjects: Islam--Rituals. Islam Doctrines. Islamic sects--Indonesia--Jawa Timur. Sufism--Indonesia--Jawa Timur. Dewey Number: 297.359598 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design and layout by ANU E Press Printed by Griffin Press This edition © 2010 ANU E Press Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changesthat the author may have decided to undertake.
    [Show full text]
  • Kajian Historis Relasi Keraton Kanoman Dan Pesantren Buntet Cirebon
    Jejak Syiah Dalam Kesenian Tabot Bengkulu; Suatu Telaah Sejarah GERAKAN ISLAM KEBANGSAAN MBAH MUQAYYIM; KAJIAN HISTORIS RELASI KERATON KANOMAN DAN PESANTREN BUNTET CIREBON Yoyon PPM Islam Nusantara STAINU Jakarta Abstract The article talks about a relationship system between keraton and pesantren in Cirebon in framework of historical of the 18th M century. It Refers to discuission tendency about pesantren and its authority. Both two institutions are interpreted in a separated manner. Whereas there is a number of evidences that this relationship between pesantren and keraton as an institution power in Java has a close connection. This Study is based on an argument that keraton and pesantren have close relationship with a side lineage or in building Cirebon Islamic character. Except uses historical approach, this research also uses multidimensional approach through many knowledge discipline approaches, such as Anthropology, Sociology, and Cultures. This article is not only revealing the historical element of keraton relationship but also discusses about Islamic nationality movement by a mufti figure, Mbah Muqayyim. An against religion movement’s figure to colonialist which basically, is spirit protectionto the religion and nationality. The result can be concluded that keraton and pesantren relationship system in Cirebon is made through kinship, scientific transmission and tradition preservation concept Where Mbah Muqayyimas an important figure who contributes to save the keraton’s religious tradition whichis threatened by colonial ist dominance in surroundings Keraton Kanoman. Key words: Indigenous Institutions, Dutch Colony, Religious Agents Abstrak Tulisan ini membahas tentang pola hubungan antara keraton dan pesantren di Cirebon dalam kerangka historis abad ke 18 M. Mengacu pada kecenderungan kajian-kajian tentang pesantren dan kekuasaan, dua institusi tersebut cenderung didekati secara terpisah.
    [Show full text]
  • Perubahan Cara Berpakaian Priyayi Kecil Surakarta 1900-1920
    PRIYAYI DAN FASHION; PERUBAHAN CARA BERPAKAIAN PRIYAYI KECIL SURAKARTA 1900-1920 Muhammad Misbahuddin1* 1IAI Sunan Giri Ponorogo E-mail: *[email protected] No. WA: Abstract: Clothing is not limited to fabrics that cover the body. For a long time it took even centuries, especially when people started to recognize civilization. Clothing became an extension of the social body in their social life. In Javanese culture, self-esteem is in words, while body honor is in clothing. It's just that this phrase is only used by the elite in Surakarta and doesn't apply to ordinary people. At the beginning of the 20th century, along with the rise of the common people to the upper middle class, the struggle for elite status was fought through the wearing of clothes. Using historical methods of analysis and multidimensional approaches, the author attempts to demonstrate the complexity of the struggle of ordinary people to reach the position of the upper middle class by wearing clothes. The sacralization of clothing, long lauded by the elite, began to de-sacralize at the beginning of the 20th century. De- sacralization is symbolized by the elegant and elegant posture of the little Surakarta priyayi. This attitude has an ambiguous impact on the social reality in which new civic experiences arise in society. .Keyword: clothing; Javanese culture; Honour; Dandy; Elegant Pendahuluan Surakarta merupakan salah satu bagian dari Vostenlanden.1 Secara administrasi Surakarta berbatasan dengan daerah Yogyakarta, Kedu, Semarang dan Madiun. Sejak berdirinya kerajaan Surakarta 1745 M, penduduk yang menghuni kota ini dapat dikatakan homogen, mulai dari orang Jawa, Belanda, Cina, Arab, dan masyarakat timur lainnya bertempat tinggal di kota ini.
    [Show full text]
  • The Wayangand the Islamic Encounter in Java
    25 THE WAYANG AND THE ISLAMIC ENCOUNTER IN JAVA Roma Ulinnuha A Lecture in Faculty of Ushuluddin, Study of Religion and Islamic Thoughts, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara wayang dan proses penyebaran Islam. Wayang adalah fenomena budaya Jawa yang digunakan oleh para wali pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 sebagai media dakwah Islam. Tulisan ini fokus pada Serat Erang-Erang Nata Pandawa yang mengulas tentang karakter Pandawa dalam hubungannya dengan Islam. ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ – (Wayang ) ) . ( . (Serat Erang-Erang Nata Pandawa ) - ( ) . Keywords: Wayang, Serat Erang-Erang, Javanese, Wali A. Introduction It has been an interesting stance to discuss the relationship between religion and community in terms of the variety of possibilities of some unique emergences in the process. While people regards religious realms a total guidance that relates the 26 Millah Vol. X, No. 1, Agustus 2010 weakness of human being to the powerful—the Covenant, Javanese people, views religion providing a set of beliefs, symbols and rituals which have been faced a rigorous encounter along with the development of communities in the past, in the present and in the future. The dawn of Islam in Java shared the experience of this relationship, found in why and how the wali used the wayang in supporting their religious types of activities under the authority of the Court of Demak. The research discusses the relationship between the wayang and the role of wali ‘Saint’ in spreading Islam under the patron of the Court of Demak from the fifteenth to the sixteenth centuries. There have been some research conducted on the same field, but this aims at discussing the wayang as the phenomena of cultural heritage of the Javanese descendents and inhabitants, while the wali ‘Saint’ is framed as the element of religious representation in Java at the time.
    [Show full text]
  • NEW INTERPRETATION on PROHIBITION to SLAUGHTER COW for KUDUS SOCIETY (Paul Ricoeur‟S Social Hermeneutic Perspective)
    1 NEW INTERPRETATION ON PROHIBITION TO SLAUGHTER COW FOR KUDUS SOCIETY (Paul Ricoeur‟s Social Hermeneutic Perspective) THESIS Submitted to Ushuluddin and Humanity Faculty in Partial Fulfilment of the Requirement for the Degree of S-1 on Theology and Philosophy Departement Written by: Yulinar Aini Rahmah NIM: 124111038 SPECIAL PROGRAM OF USHULUDDIN AND HUMANITY FACULTY STATE ISLAMIC UNIVERSITY (UIN) WALISONGO SEMARANG 2016 2 DECLARATION I declare that this thesis is definitely my own work. I am completely responsible for content of this thesis. Other writer‟s opinions or findings included in the thesis are quoted or cited in accordance with ethical standards. Semarang, May 18, 2016 The Writer, Yulinar Aini Rahmah NIM. 124111038 3 4 5 MOTTO O mankind! We created you from a single (pair) of a male and a female, and made you into nations and tribes, that you may know each other (not that you may despise (each other). Verily the most honoured of you in the sight of Allah is (he who is) the most righteous of you. And Allah has full knowledge and is well acquinted (with all things). -Al-Hujuraat 13- 6 DEDICATION This Thesis is dedicated to: My beloved Mom and Dad, My Brother and My Sister, My Teachers , And everyone who loves the wisdom 7 ACKNOWLEDGEMENTS . All praises and thanks are always delivered unto Allah for his mercy and blessing. Furthemore, may peace and respect are always given to Muhammad peace unto him who has taught wisdom for all mankind. By saying Alhamdulillah, the writer presents this thesis entittled: NEW INTERPRETATION ON PROHIBITION TO SLAUGHTER COW FOR KUDUS SOCIETY (Paul Ricoeur‟s Social Hermeneutic Perspective) to be submitted on Ushuluddin and Humanity Faculty in partial fulfilment of the requirement for the Degree of S-1 on Theology and Philosophy Departement.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 165 2nd International Conference of Communication Science Research (ICCSR 2018) Local Wisdom of Religious Tourism in East Java Hariyono Faculty of Letters Dr. Soetomo University Indonesia Putut Handoko [email protected] Faculty of Letters Dr. Soetomo University Indonesia Cahyaningsih Pujimahanani [email protected] Faculty of Letters Dr. Soetomo University Indonesia [email protected] Abstract—The research deals with local wisdom of religious also the manifestation of local wisdom of Javanese moslem tourism in East Java. The aim of the study is to preserve Javanese community that should be maintained and developed, so that moslem spirituality against material things and radical views. The the harmony can be preserved. The local wisdom of Javanese local wisdoms of Sunan Ampel’s cemetery, Sunan Drajat’s moslem spirituality can be a solution for the future of Islam in cemetery, and Sunan Giri’s cemetery in East Java are moral Java. By considering the perspective, therefore, the objectives teaching such as the ways of righteousness, the ways of Islam, the of this research are to describe the local wisdoms of religious ways of peacefulness, harmony, good deed, mortality and immortality, the ancestral spirit place, the abode of God, the tourism such as Sunan Ampel’s cemetery, Sunan Drajat’s sacred place, and good relationship with God and men. cemetery, and Sunan Giri’s cemetery. The researches of Local wisdom have been conducted by some researchers as follows: Keywords—local wisdom; cemetery; tomb (1) Archanya Ratana-Ubol and John A. Henschke with their writing, entitled Cultural Learning Processes through Local Wisdom: A Case Study on Adult and Lifelong Learning in I.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • The Journal of Social Sciences Research ISSN(E): 2411-9458, ISSN(P): 2413-6670 Vol
    The Journal of Social Sciences Research ISSN(e): 2411-9458, ISSN(p): 2413-6670 Vol. 6, Issue. 4, pp: 399-405, 2020 Academic Research Publishing URL: https://arpgweb.com/journal/journal/7 Group DOI: https://doi.org/10.32861/jssr.64.399.405 Original Research Open Access The Role of Minangkabau Ulamas in the Islamization of the Kingdoms of Gowa and Tallo Nelmawarni Nelmawarni* Department of Islamic History, Center for Graduate Management UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Martin Kustati Department of English, Faculty of Islamic Education and Teacher Training UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Hetti Waluati Triana Deparment of Language and Literature, Faculty of Adab and Humanities UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Firdaus Firdaus Department of Islamic Law, Center for Graduate Management UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Warnis Warnis Community Service and Research Center UIN Imam Bonjol Padang, 25153 Padang, West Sumatra, Indonesia Abstract The study aims to explain the important role of Minangkabau ulamas in the Islamization of the Bugis kingdoms in South Sulawesi. The historical approach was used in this study where the Heuristic activities were carried out to collect the main data. Document analysis of books, papers, journals and other relevant writings and interviews with customary figures were done. The results of the study found that the three ulamas came from Minangkabau and expertise in their respective fields and spread Islam. Datuk ri Bandang, who lived in Gowa had expertised in the field of jurisprudence, taught and propagated Islam by using Islamic sharia as its core teaching.
    [Show full text]
  • FENOMENA PERGESERAN KONFLIK PEMIKIRAN ISLAM DARI TRADISIONALIS Vs MODERNIS KE FUNDAMENTALIS Vs LIBERALIS
    20 FENOMENA PERGESERAN KONFLIK PEMIKIRAN ISLAM DARI TRADISIONALIS vs MODERNIS KE FUNDAMENTALIS vs LIBERALIS Khoirul Huda* Abstract: A new mode of religious conflict has emerged in Indonesia following the fall of the old regime in the country. The conflict in point is that between the fundamentalists and the liberals, one that means that the nuance of the conflict is no longer organizational any more than it is ideological. We now rarely hear about the conflicts between the traditionalists and the modernists, just as we now rarely are capable of differentiating their basic tenets. The difference between the two has now become to a large extent vague. In the meantime, conflicts are now taking place between the fundamentalists and the liberals on almost regular basis. Hence, we hear the conflict for example between the FUUI and Ulil Abshar Abdalla who received death threat from the afro-mentioned organization. And also the so-called Monas Tragedy, which for some reflects the real tension between the two currents of thought. This paper is designed to analyze this conflictual phenomenon and the implication that may emerge thereof by using the Post- structural theory, which is the continuation of the structuralist theory of Levi-Strauss. What we mean by the Post-structural theory is that which is developed by Michel Foucault (d. 1984) where he speaks of the archeology of knowledge and the genealogy of power. In Foucault’s theory, the former is to do with the organization of documents, their classification, their distribution and management in an orderly manner so as to enable us to differentiate between which are relevant and which are not.
    [Show full text]
  • Revitalizing the Sunan Kudus' Multiculturalism In
    REVITALIZING THE SUNAN KUDUS’ MULTICULTURALISM IN RESPONDING ISLAMIC RADICALISM IN INDONESIA Nur Said Head of Culture Study Center, STAIN Kudus e-mail: [email protected] ABSTRACT This article’s main focus is on exploring Sunan Kudus’ multiculturalism in Java with special focus on revitalizing them in responding Islamic radicalism in Indonesia. In this writing the authors use the semiotic and phenomenological approaches and supported by the oral history. Semiotics in this case can be a form of deconstruction of the understanding that was considered to be established. So it will be able to find the cultural capital with does not separate the spiritualism of Sunan Kudus. Some important conclusions are: First, the presence of Sunan Kudus in has brought the mission of Walisong to transmit a peaceful Islam in Java through a cultural approach, according to prominent local situation and conditions of each. Second, Sunan Kudus has built a successful political integration with the rights of democratic participation that considers tolerance and equality for citizens even though dealing with the different religious communities such as Hindu and Confucianism so that awakened a ‘social system’ with democratic civility, known as “Kudus Darussalam”. Third, the values and spirit of multiculturalism of Sunan Kudus are a cultural capital that will be the habitus of the community and strengthen democratic civility to the level of actions (behaviors), when reconstructed through a systematic educational values in responding the Islamic radicalism in the name of democracy. Keywords: Revitalizing, Sunan Kudus’ multiculturalism, Islamic radicalism Volume 1 | Number 1 | January-June 2013 37 A. Introduction Momentum of the reform movement in Indonesia since 1998 until now, a lot people has been expected the building of the new order of society more harmonious and tolerant in the Indonesia’s plural society.
    [Show full text]
  • Pengaruh Keberadaan Makam Syaikhona Kholil Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Martajasah Bangkalan
    PENGARUH KEBERADAAN MAKAM SYAIKHONA KHOLIL TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN MASYARAKAT MARTAJASAH BANGKALAN Skripsi: Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat dalam bidang Studi Agama-Agama Oleh: TAMBRIN NIM: E02211028 PRODI PERBANDINGAN AGAMA - JURUSAN STUDI-STUDI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2018 ABSTRAK Fenomena ziarah merupakan tradisi Islam Jawa, praktek ziarah ini sudah berkembang sedemikian rupa dan mengakar di jiwa masyar akat sejak dulu hingga sekarang. Mereka biasanya melakukan kegiatan ziarah pada waktu-waktu tertentu, di mana waktu tersebut dianggap memiliki makna yang sangat penting bagi kehidupan keagamaan mereka. Tradisi ziarah ke makam-makam para wali ini sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas bagi sebagian masyarakat islam Madura khususnya masyarakat Bangkalan desa Martajasa. Sebagaimana halnya yang dilakukan oleh para peziarah di makam syaikhona Kholil Bangkalan di Desa Martajasa Kab. Bangkalan. Kedatangan mereka dengan tujuan untuk menziarahi makam tersebut, sebab sebagai ummat yang beragama mengatakan atau mengirim doa terhadap orang yang sudah meninggal tidak ada larangannya, bahkan nabipun menganjurkannya dan sunnah hukumnya. Disisi lain dengan menziarahi makam tersebut dapat mengingat dan mengenang jasa-jasa yang telah dilakukan oleh beliau disaat meyebarkan agama Islam khususnya di pulau Madura Untuk memahami kegiatan ziarah sebagai suatau fenomena keagamaan, maka penulis berusaha mengungkap tentang praktek ziarah di makam Syaikhona kholil dengan cara merumuskan beberapa pertanyaan, yaitu (1) Pandangan Masyarakat Martajasah Terahadap Makam Syaikhona Kholil (2) Pengaruh keberadaan makam Syaikhona Kholil Bagi Masyarakat Desa Martajasah. Hasill dari penelitian ini mengungkapkan Keberadaan makam syaikhona kholil memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakatnya, khususnya di bidang sosial budaya.
    [Show full text]