J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

ANALISIS PENILAIAN ORGANOLEPTIK DAN NILAI GIZI TRADISIONAL BAGEA SUBSTITUSI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.)

[Analysis of The Organoleptic Assesment and Nutritional Value of Traditional Flour Substitution Bagea Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L.)]

Eva Hasriani1)*, Ansharullah1), Sri Rejeki1) 1Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo, Kendari *Email: [email protected] ; Telp: +6282395725539

ABSTRACT This study aimed to investigate the effect of substitution of purple sweet potato starch on the organoleptic characteristics and nutritional value of bagea . This research used Completely Randomized Design (CRD) with one factor (variation concentration of purple sweet potato) of 10%, 20%, 30%, 40%. Organoleptic analysis including color, aroma, texture and taste was carried out in this study. Nutritional content analysis including water content, ash, fat, protein and carbohydrate was also done. The results showed that the substitution treatment of purple sweet potato starch had a very significant effect on organoleptic color, aroma, taste and texture. The substitution treatment of purple sweet potato flour of 20% was the most preferred treatment of panelists with the score of favorite assessment on the color, aroma, texture and taste of 3.78 (rather like), 4.02 (like), 3.63 (rather like) and 3.83 (rather like). Nutritional content including water content, ash, fat, protein and carbohydrate were 7.87%, 2.61%, 23.78%, 5.16% and 60.55%, respectively. Bagea cake with purple sweet potato flour substitution had nutritional value according to standard and had a good enough acceptance and was favored by panelists.

Keywords: Bagea cake, flour, purple sweet potato flour.

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap karakteristik organoleptik dan nilai gizi kue bagea. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi tepung ubi jalar ungu (10%, 20%, 30%, 40%). Analisis organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa telah dilakukan pada penelitian ini. Analisis kandungan gizi meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat juga telah dilakukan pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu berpengaruh sangat nyata terhadap organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu 20% merupakan perlakuan yang paling disukai panelis dengan skor penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa berturut- turut sebesar 3.78 (agak suka), 4.02 (suka), 3.63 ( agak suka) dan 3.83 (agak suka). Analisis kandungan gizi meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat berturut-turut sebesar 7.87%, 2.61%, 23.78%, 5.16% dan 60.55%. Kue bagea dengan substitusi tepung ubi jalar ungu memiliki nilai gizi sesuai standar dan memiliki daya terima yang cukup baik serta disukai oleh panelis.

Kata kunci: Kue bagea, tepung sagu, ubi jalar ungu. PENDAHULUAN

Potensi luas hutan sagu di menurut Statistik Perkebunan Indonsia (2017) adalah kurang lebih 219.778 ha dan produksi sagu kurang lebih 498.643 ton. Potensi tersebut sampai saat ini belum dimanfaatkan

1071 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

secara maksimal. Padahal sagu memiliki kandungan karbohidrat (kalori) yang memadai dan memiliki kemampuan substitusi tepung sagu dalam industri pangan (Hayati et al, 2014). Sulawesi tenggara merupakan salah satu provinsi penghasil sagu dengan luas area 5.105 hektar (Statistik Perkebunan Indonesia, 2017) Meskipun memiliki potensi sebagai pangan sumber karbohidrat alternatif non beras, namun hingga tahun 2017 angka konsumsi sagu masyarakat Indonesia masih rendah, yakni 0,46 kg/kapita/tahun. Pemanfaatan sagu sebagai pangan sumber karbohidrat ternyata secara nasional juga paling rendah dibandingkan komoditas pangan non beras lainnya seperti singkong, ubi jalar, kentang, dan jagung (Hayati et al, 2014). Pengembangan tepung sagu penting dilakukan tepung sagu tidak lagi menjadi komoditas yang dimarginalkan (Fajri et al , 2016). Salah satu bentuk olahan tepung sagu yaitu dalam pembuatan kue bagea. Bagea merupakan kue tradisional beberapa daerah di Indonesia timur termasuk di Sulawesi Tenggara. Kue bagea menggunakan tepung sagu sebagai bahan dasar. Namun, ada juga yang menggunakan campuran tepung terigu dan tepung sagu. Bagea merupakan kue tradisional yang bahan-bahan dan cara pembuatanya masih sangat tradisional, serta menggunakan teknik pengolahan yang masih sangat sederhana (Bunta dan Nikmawati, 2013). Rasanya yang manis dengan tekstur yang renyah menyebabkan kue bagea banyak disukai oleh anak-anak sampai orang dewasa (Bunta dan Nikmawati, 2013). Karena bahan utamanya terbuat dari tepung/pati sagu, maka kandungan gizi yang terdapat pada kue bagea tersebut sebagian besar adalah karbohidrat. Untuk lebih meningkatkan kualitas kue bagea baik dari segi fisik maupun kandungan gizinya, maka perlu dilakukan susbtitusi bahan pangan lain. Penelitian mengenai kue bagea sebelumnya telah dilakukan oleh Bunta dan Nikmawati (2013), dengan memformulasikan tepung tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium dalam pembuatan kue bagea. Salah satu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan untuk substitusi kue bagea adalah ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu telah banyak dimanfaatkan dalam produk pangan. Ubi jalar ungu merupakan salah satu komoditas yang cukup melimpah di Indonesia dengan produktivitas 1.9 juta ton per tahun (Furuta et al, 1998). Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dalam penelitian ini penulis menganalisis penilaian organoleptik dan nilai gizi serta aktivitas antioksidan kue tradisional bagea yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu. Selain dapat mengembangkan kue tradisional juga dapat meningkatkan kualitas dari kue bagea.

BAHAN DAN METODE Bahan

1072 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Bahan yang digunakan pada pembuatan kue bagea adalah tepung sagu, tepung ubi jalar ungu, gula pasir, telur, kacang mete, minyak dan garam. Bahan untuk analisis adalah aquades, larutan standar protein, reagen biuret, n-Hexan, CaCO3, NaOH 0,1 N. Semua bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini bersifat teknis.

Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Penelitian ini meliputi proses pembuatan tepung ubi jalar ungu yaitu ubi jalar ungu dengan kualitas yang baik dikupas kemudian dicuci bersih, ubi jalar ungu yang telah bersih kemudian disawut atau diiris hingga tipis kemudiam dikukus selama 5 menit. irisan ubi jalar ungu yang telah dikukus kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C selama 24 jam. Sawut yang sudah kering selanjutnya digiling menjadi tepung dan diayak dengan ayakan 80 mesh. 2. Pembuatan Kue Bagea Pembuatan kue bagea dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu mengacu pada resep tradisional. Pertama penimbangan bahan-bahan (gula pasir 100 g, telur 1 butir, minyak 45 ml, kacang mete 75 g dan garam 1 g), pencampuran bahan yaitu telur dan gula pasir kemudian diaduk hingga rata (mixing). Kacang mete disangrai kemudian diblender halus. Kacang mete halus dicampurkan pada adukan telur dan gula pasir beserta garam dan minyak, Setelah bahan-bahan homogen, kemudian campuran tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu (B0 = tepung sagu 200 gram, B1 = tepung sagu 190 gram dan tepung ubi jalar ungu 10 gram, B2 = tepung sagu 180 gram dan tepung ubi jalar ungu 20 gram, B3 = tepung sagu 170 gram dan tepung ubi jalar ungu 30 gram, B4 = tepung sagu 160 gram dan tepung ubi jalar ungu 40 gram) dimasukkan sedikit demi sedikit sampai adonan menjadi lembut dan kalis kemudian adonan dibentuk. Adonan tersebut ditata diatas talang yang telah diolesi mentega dengan diberi jarak. Tahap akhir adalah pemanggangan dalam oven dengan suhu 1500C selama 30 menit. 3. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana perlakuan berjumlah 5 perlakuan yang merupakan kombinasi yang berbeda antara tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu yaitu dalam pembuatan kue bagea dengan perbandingan masing – masing produk : B0 = tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu 100% : 0%, B1 = tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu 90% : 10%, B2 = tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu 80% : 20% , B3 = tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu 70% : 30%, B4 = tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu 60% : 40%. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga diperoleh 20 unit percobaan.

1073 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

4. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penilaian organoleptik penerimaan panelis terhadap perbedaan komposisi tepung sagu dengan tepung ubi jalar ungu pada produk produk kue bagea. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Varian), apabila diperoleh penilaian organoleptik yang berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05). Analisis data nilai gizi perbedaan komposisi tepung sagu yang dicampur dengan tepung ubi jalar ungu pada produk kue bagea dihitung menggunakan tabulasi sederhana berdasarkan perhitungan hasil nilai gizi. 5. Analisis Organoleptik Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis agak terlatih yang terdiri dari sekelompok mahasiswa S1 Teknologi Pangan Universitas Halu Oleo sebanyak 15 orang. Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian adalah 5 skala : (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak suka, (4) suka, (5) sangat suka. Kue bagea yang diujikan diberi kode, kemudian panelis diminta memberi penilaian yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur. 6. Analisis Kimia Analisis kandungan gizi meliputi kadar air menggunakan metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar abu menggunakan metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar lemak menggunakan metode ekstraksi dengan alat soxhlet (AOAC, 2005), kadar protein menggunakan metode biuret (AOAC, 2005) dan kadar karbohidrat menggunakan metode perhitungan carbohidrate by difference.

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik merupakan suatu metode penilaian terhadap mutu atau kualitas sifat produk yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan dengan hanya menggunakan kepekaan indera manusia (sensorik) yaitu indra penglihatan, indra peraba, indra penciuman, indra perasa. Menurut Laksmi et al, (2012), uji organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh parameter tersebut. Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan

1074 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

pribadinya terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari sampel. Tanggapan tersebut dapat berupa tanggapan suka ataupun ketidaksukaan. Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis agak terlatih yang terdiri dari sekelompok mahasiswa S1 Teknologi Pangan Universitas Halu Oleo sebanyak 15 orang. Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian adalah skala 5 : (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak suka, (4) suka, (5) sangat suka. Kue bagea yang diujikan diberi kode, kemudian panelis diminta memberi penilaian yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur. Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 10%, 20%, 30%, dan 40% terhadap parameter kesukaan organoleptik yang meliputi aroma, rasa, tekstur dan warna produk kue bagea disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap karakteristik organoleptik produk kue bagea No Variabel Pengamatan Analisis Sidik Ragam 1. Organoleptik Warna ** 2. Organoleptik Tekstur ** 3. Organoleptik Aroma ** 4. Organoleptik Rasa ** Keterangan: **=berpengaruh sangat nyata, *= berpengaruh nyata. Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu berpengaruh sangat nyata terhadap karakteristik organoleptik warna, tekstur, aroma dan rasa pada produk kue bagea. a. Warna Hasil penilaian organoleptik warna produk kue bagea substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap penilaian organoleptik warna kue bagea dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap penilaian organoleptik warna kue bagea Perlakuan Rerata organoleptik warna B0 (TS 100%) 4,05a B1 (TS 90% : TUU 10%) 3,63b B2 (TS 80% : TUU 20%) 3,78b B3 (TS 70% : TUU 30%) 3,31c B4 (TS 60% : TUU 20%) 3,01d Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (Р < 0.05) (TS = Tepung sagu, TUU = Tepung ubi jalar ungu )

1075 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu pada kue bagea terhadap penilaian organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan B0 yaitu kontrol tanpa perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu atau 100 % tepung sagu, sedangkan dengan perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu penilaian organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakan B2 (substitusi tepung ubi jalar ungu 20%). Perbedan kesukaan panelis terhadap warna produk kue bagea yang dihasilkan disebabkaan karena dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dapat meningkatkan kecerahan warna dan memberikan kesan warna ungu pada produk yang dihasilkan. Warna ungu pada kue bagea disebabkan oleh kandungan antosianin dari tepung ubi jalar ungu, hal ini sesuai dengan Leighton et al. (2010) bahwa kandungan antosianin pada ubi jalar juga berpotensi sebagai bahan pewarna alami untuk makanan ataupun minuman. Stabilitas warna antosianin terhadap pengaruh panas dan sinar UV lebih tinggi pada ubi jalar ungu dibandingkan antosianin yang berasal dari strawberry, raspberry, apel dan kedelai hitam (Leighton et al. 2010). Sehingga meskipun telah mengalami proses pemanggangan pada suhu tinggi kue bagea yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu tetap berwarna ungu, dimana semakin banyak konsentrasi tepung ubi jalar ungu yang diberikan maka kue bagea yang dihasilkan semakin berwarna ungu, hal ini dikarenakan kandungan antosianin yang tinggi dengan semakin banyaknya substitusi tepung ubi jalar ungu pada kue bagea. b. Aroma Hasil penilaian organoleptik aroma produk kue bagea substitusi tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3 dilaporkan bahwa perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu pada kue bagea terhadap penilaian organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan B2 (substitusi tepung ubi jalar ungu 20 %). Sedangka yang terendah pada perlakuan B0 (100 % tepung sagu). Tabel 3. Pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap penilaian organoleptik aroma kue bagea. Perlakuan Rerata organoleptik aroma B0 (TS 100%) 2,84c B1 (TS 90% : TUU 10%) 3,11bc B2 (TS 80% : TUU 20%) 4,02a B3 (TS 70% : TUU 30%) 3,37b B4 (TS 60% : TUU 40%) 2,88c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (Р < 0.05). (TS = Tepung sagu, TUU = Tepung ubi jalar ungu )

1076 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap penilaian aroma produk kue bagea berpengaruh sangat nyata hal ini disebabkan karena tepung ubi jalar ungu memiliki aroma yang khas. Aroma kue bagea yang paling disukai adalah perlakuan B2 (substitusi tepung ubi jalar ungu 20%), hal ini dikarenakan aroma ubi jalar ungu pada kue bagea tersebut tidak terlalu kuat dan masih bisa diterima oleh panelis. Hal ini serupa juga dengan hasil penelitian Utiarahman et al. (2013) menyatakan penggunaan tepung ubi jalar yang banyak terkadang membuat aroma biskuit menjadi berbau ubi jalar yang kuat sehingga kurang disukai. Penelitian Nindyarani (2011), juga mengungkapkan bahwa, turunnya tingkat penilaian panelis terhadap aroma cookies lebih dikarenakan oleh munculnya aroma khas ubi jalar ungu. Meskipun demikian, aroma khas ubi jalar yang muncul tidak terlalu kuat. Hal ini dikarenakan penggunaan ragam bahan bantu seperti margarin, gula, kuning telur, dan essen vanila pada pembuatan cookies. Sedangkan pada kue bagea ragam bahan bantu yang digunakan adalah gula, telur dan kacang mete. c. Tekstur Hasil penilaian organoleptik tekstur produk kue bagea substitusi tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap penilaian organoleptik tekstur kue bagea. Perlakuan Rerata organoleptik tekstur B0 (TS 100%) 2,88b B1 (TS 90% : TUU 10%) 3,05b B2 (TS 80% : TUU 20%) 3,63a B3 (TS 70% : TUU 30%) 3,66a B4 (TS 60% : TUU 40%) 3,85a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (Р < 0.05). (TS = Tepung sagu, TUU = Tepung ubi jalar ungu)

Berdasarkan data pada Tabel 4 dilaporkan bahwa perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu pada kue bagea terhadap penilaian organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 (substitusi tepung ubi jalar ungu 40%). Sedangkan yang terendah pada perlakuan B0 (100% tepung sagu). Dimana pada uji organoleptik tekstur kue bagea diketahui bahwa semakin banyak konsentrasi penambahan tepung ubi jalar ungu, maka semakin disukai oleh panelis. Hal ini diduga karena tekstur kue bagea pada perlakuan B4 (substitusi tepung ubi jalar ungu 40%) memiliki tekstur yang renyah tidak terlalu keras dan masih bisa diterima oleh panelis, sebaliknya kontrol (100% tepung sagu) memiliki tekstur yang lebih keras.

1077 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Tekstur makanan juga mempengaruhi minat dari konsumen. Jika suatu makanan dari bentuk tidak bagus maka minat konsumen untuk mengonsumsi makanan tersebut akan berkurang (Prihatiningrum, 2012). Tekstur sebuah produk terutama kue kering seperti kue bagea berhubungan dengan kadar air suatu produk tersebut. Menurut Brown (2000), kadar air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Namun, beda halnya dengan produk kue bagea yang umumnya memiliki tekstur yang sangat keras dan untuk mengkonsumsinya biasanya dicelupkan pada minuman hangat seperti teh, kopi ataupun susu. Sehingga dengan substitusi tepung ubi jalar ungu yang menyumbang kadar air lebih tinggi dapat mengurangi tingkat kerenyahan ataupun kekerasan dari kue bagea sehingga lebih disukai. d. Rasa Hasil penilaian organoleptik rasa produk kue bagea substitusi tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu terhadap penilaian organoleptik rasa kue bagea. Perlakuan Rerata organoleptik rasa B0 TS 100%) 3,68a B1 (TS 90% : TUU 10%) 3,77a B2 (TS 80% : TUU 20%) 3,83a B3 (TS 70% : TUU 30%) 3,47b B4 (TS 60% : TUU 40%) 3,32b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (Р < 0.05). (TS = Tepung sagu, TUU = Tepung ubi jalar ungu )

Berdasarkan data pada Tabel 5 dilaporkan bahwa penilaian organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan B2 (substitusi tepung ubi jalar ungu 20%) sebesar 3,83 (agak suka). Sedangkan hasil penilaian organoleptik terendah pada perlakuan B4 (substitusi tepung ubi jalar ungu 40%) sebesar 3.32 (agak suka). Substitusi tepung ubi jalar ungu mempengaruhi rasa kue bagea yang dihasilkan karena ubi jalar ungu memiliki rasa yang khas, rasa produk kue bagea juga dipengaruhi oleh bahan tambahan lain seperti gula pasir, telur, minyak, garam, dan kacang mete yang ditambahkan. Gula, telur dan garam berfungsi untuk membentuk citarasa, minyak berfungsi dalam memberikan rasa gurih dan kacang mete berfungsi sebagai penambah cita rasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Faridah (2008), bahwa sukrosa digunakan sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet dan pembentuk citarasa. Sedangkan menurut Astawan (2009) menyatakan bahwa, kacang mete juga dapat digunakan sebagai penyedap rasa pada berbagai makanan seperti es krim, cokelat batangan, serta aneka kue.

1078 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Selain itu, rasa bahan pangan berasal dari bahan itu sendiri dan apabila telah melaui proses pengolahan maka rasanya akan dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan. Winarno (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rasa, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi komponen rasa yang lain. Berdasarkan hasil uji organoleptik, diketahui bahwa untuk organoleptik warna perlakuan yang paling disukai adalah B0 dengan nilai 4.05 (suka), untuk organoleptik aroma perlakuan yang paling disukai adalah B2 dengan nilai 4.02 (suka), untuk organoleptik tekstur perlakuan yang paling disukai adalah B4 dengan nilai 3.85 ( agak suka), untuk organoleptik rasa perlakuan yang paling disukai adalah B2 dengan nilai 3.83 (agak suka). Sehingga dapat diketahui bahwa perlakuan terpilih dilihat dari hasil uji organoleptik adalah perlakuan B2. Hal ini dikarenakan dari nilai rerata organoleptik rasa dan aroma tertinggi adalah pada perlakuan B2, sedangkan organoleptik warna dan tekstur berturut-turut adalah perlakuan B0 dan B4. Jadi, jika dibandingkan dengan perlakuan lain, B2 unggul pada dua parameter dari empat parameter organoleptik.

Nilai Gizi Kue Bagea Rekapitulasi hasil analisis nilai gizi kue bagea kontrol pada perlakuan B0 yaitu komposisi tepung sagu 100% dan kue bagea terpilih pada perlakuan B2 yaitu komposisi tepung sagu 80% dan tepung ubi jalar ungu 20% meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan karbohidrat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai gizi produk kue bagea. Kue bagea No. Komponen Kontrol B0 Terpilih B2 SNI Kue Kering (TS 100%) (TS 80% : TUU 20%) No. 01-2973-2011 1. Kadar Air (%) 4,21 7,87 Maks 5 2. Kadar Abu (%) 1,73 2,61 Maks 1,5 3. Kadar Lemak (%) 16,37 23,78 Min 9,5 4. Kadar Protein (%) 3,22 5,16 Min 9 5. Kadar Karbohidrat (%) 74,45 60,55 Min 70 Keterangan : (T= Tepung sagu, TUU = Tepung ubi jalar ungu ).

Kadar air

Kadar air kue bagea pada perlakuan B2 sebesar 7,87%, lebih tinggi dibandingkan kue bagea (B0) yaitu 4,21%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kadar air bahan utama yang digunakan yaitu tepung sagu dan tepung ubi jalar ungu memiliki perbedaan persentase kadar air. Kadar air pada perlakuan terpilih yaitu B2

1079 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

substitusi tepung ubi jalar ungu 20% melebihi batas maksimum kadar air untuk kue kering yang hanya maksimum 5% menurut SNI 01-2973-2011. a. Kadar abu Kandungan kadar abu pada kue bagea perlakuan terpilih yaitu B2 adalah 2,61% lebih besar dibandingkan kandungan kadar abu pada kue bagea kontrol (B0) yaitu 1,73%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tepung ubi jalar ungu menyumbangkan kadar abu lebih tinggi dibandingkan tepung sagu sehingga jumlah kadar abu yang terdapat pada kue bagea yang disubtitusi juga menjadi lebih besar. Tepung ubi jalar ungu memiliki kadar abu sebesar 5.31% sedangkan tepung sagu hanya memiliki kadar abu sebesar 0,18%. Kadar abu pada perlakuan terpilih yaitu B2 melebihi batas maksimum kadar abu untuk kue kering yang hanya maksimum 1,5% menurut SNI 01-2973-2011. b. Kadar lemak Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa kue bagea kontrol dan kue bagea pada perlakuan B2 memiliki kadar lemak yang berbeda yaitu sebesar 16,37% untuk kontrol B0 (100% tepung sagu), dan 23,78% untuk perlakuan B2. Meningkatnya kadar lemak produk kue bagea pada perlakuan B2 disebabkan karena pengaruh penambahan tepung ubi jalar ungu pada kue bagea tersebut. Kadar lemak pada perlakuan terpilih yaitu B2 substitusi tepung ubi jalar ungu 20% sudah sesuai SNI 01-2973-2011. c. Kadar protein Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa kadar protein pada perlakuan B2 sebesar 5,16 % sedangkan kadar protein kue bagea kontrol sebesar 3,22%. Kadar protein pada perlakuan terpilih yaitu B2 substitusi tepung ubi jalar ungu 20% tidak mencapai batas minimum kadar protein untuk kue kering yang minimum 9% menurut SNI 01-2973-1992. Meningkatnya kadar protein produk kue bagea pada perlakuan B2 dibandingkan kontrol disebabkan karena pengaruh penambahan tepung ubi jalar ungu pada kue bagea tersebut. d. Kadar karbohidrat Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa kadar karbohidrat kue bagea kontrol (B0) sebesar 74,45% sedangkan pada kue bagea terpilih (B2) sebesar 60,55%. Hal ini dapat diartikan bahwa kadar karbohidrat pada kue bagea terpilih tidak memenuhi syarat mutu kadar karbohidrat pada SNI Kue Kering No. 01-2973-1992 tentang syarat mutu kue kering, yaitu minimum 70%.

KESIMPULAN

1080 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Perlakuan substitusi tepung ubi jalar ungu 20% merupakan perlakuan yang paling disukai panelis dengan skor penilaian kesukaan terhadap warna 3,78 (agak suka), aroma 4,02 (suka) rasa 3,83 (agak suka), dan tekstur 3,63 (agak suka). Nilai gizi dari kue bagea perlakuan terpilih dengan substitusi tepung ubi jalar ungu 20% yaitu kadar air 7,87%, kadar abu 2,61%, kadar lemak 23,78%, kadar protein 5,16% dan kadar karbohidrat 60,55%.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist. AOAC. Washington DC. USA.

Astawan, M. 2009 . Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Brown, A. 2000. Understanding food : principles and preparation. Wad Sworth Inc. Belmon. University of Hawaii. Bunta, A.S.N dan Nikmawati, S.F. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(2) : 81-88. Fajri, F., Tamrin dan N. Asyik. 2016. Pengaruh modifikasi HMT (heat moisture treatment) terhadap sifat fisikokimia dan nilai organoleptik tepung sagu (Metroxylon sp). Jurnal Sain dan Teknologi Pangan, 1 (1): 37-44 Faridah, A. 2008. Patiseri Jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah kejuruan. Jakarta Furuta, S. I., Suda, Y. N dan O. Yamakawa. 1998. High Teri-Butylperoxyl Radical Scavenging Activities Of Sweet Potato Cultivars with Purple Flesh. Food Science and Technology International Tokyo. 4 : 33-35. Hayati, N., Rini P dan Abd. Kadir. 2014. Preferensi Masyarakat terhadap Makanan Berbahan Baku Sagu (Rottb) sebagai Alternatif Sumber Karbohidrat di Kabupaten Luwu dan Luwu Utara Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 11(1) : 82-90. Laksmi, R. T., A. M. Legowo dan Kusrahayu. 2012. Daya Ikat Air, pH dan Sifat Organoleptik Chicken Nugget yang disubstitusi dengan Telur Rebus. Animal Agriculture Journal. 1(1) : 453 – 460.

Leighton, C.S., Schoenfeldt., And Kruger. 2010. Quantitative Descriptive Sensory Analysis of Five Different Cultivars of Sweetpotato to Determine Sensory and Textural Profiles. J. Sensory Studies 25: 2–18. Molyneux, P. 2004, The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-Hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal Science Technology. 26(2) : 211-215.

1081 | P a g e

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2018

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 3, No.1, P. 1071-1082, Th. 2018

Nindyarani A, K., Sutardi dan Suparmo. 2011. Karakteristik Kimia, Fisik dan Inderawi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas Poiret) dan Produk Olahannya. Jurnal Teknologi Pangan Hasil Pertanian. 31(4) : 273- 280. Prihatiningrum. 2012. Pengaruh komposit tepung kimpul dan tepung terigu terhadap kualitas cookies semprit. Food science and culinary education journal 1(1) : 6:12. SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-2973-2011 Tentang Biskuit. 2011. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Utiarahman, G., Harmain R.M dan Yusuf, N. 2013. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Nugget Ikan Layang (Decapterus sp.) yang disubstitusikan dengan Tepung Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L). Skripsi. Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Statistik Perkebunan Indonesia. 2017. Potensi Sagu. Direktur Jenderal Perkebunan. Kendari. Winarno, F.G. 2004. Kimia pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta.

1082 | P a g e