Peranan Sarwo Edhie Wibowo Dalam Penumpasan Gerakan 30 September 1965 Di Jakarta Dan Jawa Tengah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Peranan Sarwo Edhie Wibowo Dalam Penumpasan Gerakan 30 September 1965 Di Jakarta Dan Jawa Tengah PERANAN SARWO EDHIE WIBOWO DALAM PENUMPASAN GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965 DI JAKARTA DAN JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Gandhi Ramadhan 10406241018 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 ii iii iv PERSEMBAHAN Karya ini akan penulis persembahkan kepada: Bapak Sutardana dan Ibu Sumarwati yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis. Tak lupa juga penulis bingkiskan karya ini untuk: Pandu Dewanata. v MOTTO Saya adalah pejalan kaki yang lambat tetapi saya tak pernah berjalan mundur (Abraham Lincoln) Sebagian besar kegagalan dalam hidup dialami oleh orang-orang yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan saat mereka menyerah (Thomas Edison) Hambatan adalah hal-hal menakutkan yang dapat Anda lihat saat Anda menutup mata untuk melihat tujuan Anda (Henry Ford) Jalan menuju kesuksesan adalah dengan cara menggandakan tingkat kegagaglan Anda. Kegagalan adalah peluang untuk memulai lagi dengan lebih cerdik (Henry Ford) vi PERANAN SARWO EDHIE WIBOWO DALAM PENUMPASAN GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965 DI JAKARTA DAN JAWA TENGAH Oleh: Gandhi Ramadhan 10406241018 ABSTRAK Skripsi ini bertujuan; (1) mengetahui sosok Sarwo Edhie Wibowo; (2) mengkaji peranan Sarwo Edhie Wibowo dalam penumpasan G30S di Jakarta; (3) memaparkan peranan Sarwo Edhie Wibowo dalam penumpasan G30S di beberapa wilayah di Jawa Tengah; (4) menerangkan kehidupan Sarwo Edhie Wibowo pasca penumpasan G30S. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah kritis oleh Kuntowijoyo, yaitu: (1) pemilihan topik, langkah awal dalam sebuah penelitian untuk menentukan permasalahan yang akan dikaji; (2) heuristik, kegiatan menghimpun jejak-jejak atau sumber-sumber sejarah; (3) kritik sumber, kegiatan meneliti sumber-sumber sejarah sehingga diperoleh sumber-sumber yang otentik dan terpercaya; (4) interpretasi, merupakan kegiatan analisis yang didapatkan dari sumber yang telah dikumpulkan dan diverifikasi; (5) historiografi, merupakan kegiatan menyampaikan sintesis dari penelitian yang ditulis secara kronologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sarwo Edhie Wibowo adalah pemuda keturunan bangsawan pribumi yang lahir di Purworejo. Menempuh pendidikan di HIS, MULO, melanjutkan ke sekolah militer. Lulus dari sekolah militer Angkatan Darat, Sarwo Ehie Wibowo memiliki peranan yang besar mulai dari perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang. Berperan besar dalam bidang militer membuat karir Sarwo Edhie Wibowo semakin meningkat hingga ia diangkat menjadi Kepala Staf RPKAD dan Komandan RPKAD. Jabatan tersebut dibarengi dengan adanya aksi massa PKI yang bernama Gerakan 30 September. Tidak lebih dari satu bulan aksi tersebut berhasil ditumpas oleh pasukan Sarwo Edhie Wibowo. Jawa Tengah yang menjadi basis kekuatan PKI mulai mendapat tekanan setelah Sarwo Edhie Wibowo tiba di Semarang, Kota Surakarta, dan Boyolali. Massa PKI dapat dengan mudah ditangkap karena Sarwo Edhie bekerja sama dengan ABRI dan masyarakat Nasionalis Agama. Sarwo Edhie Wibowo tidak memimpin RPKAD lagi setelah penumpasan G30S dan ia kemudian mengabdikan diri di bidang militer, politik, dan organisasi masyarakat. Hal tersebut bisa dikatakan jauh hubungannya dari peranannya yang berhasil menumpas G30S, hingga ia meninggal dunia pada 10 November 1989. Kata kunci: Sarwo Edhie Wibowo, G30S, 1965. vii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Sarwo Edhie Wibowo dalam Penumpasan Gerakan 30 September 1965 di Jakarta dan Jawa Tengah” dengan lancar. Penulis sadar bahwa keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari kelurga, rekan-rekan, dan pihak- pihak yang terlibat. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M. Pd., MA selaku rektor Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Bapak Dr. Aman, M. Pd selaku Pembimbing Akademik. 4. Bapak Sardiman AM, M.Pd selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberikan motivasi untuk kelancaran penyusunan skripsi. 5. Bapak M. Nur Rokhman, M. Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan telah memberikan bimbingan tambahan untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi. 6. Bapak/Ibu dosen yang telah mengajar, membimbing, dan mendidik kami. 7. Kedua orang tua yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan baik viii secara materi maupun moril. 8. Dwi Wahyu Anggorowati yang selalu memberikan semangat dan waktunya untuk membantu mengumpulkan sumber, serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi. 9. Iskandar dan Dhani Kurniawan yang menjadi teman bimbingan skripsi, memberikan inspirasi dan motivasi untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi. 10. Bakti Syamsudin, Wisnu Happy, Dimas Lucky, Ageng Nur Ma’ruf yang menjadi teman seperjuangan dalam pencarian sumber skripsi. 11. Keluarga besar MSB 2010 R (Mahasiswa Sejarah Bersubsidi 2010 Reguler), Itama, Suryanti, Dhani, Bakti, Titan, Heni, Nurul, Dwi, Esti, Winda, Taat, Leni, Rani, Dimas, Handika, Ivan, Ririn, Ageng, Aris, Rico, Indri, Danu, Wisnu, Iskandar, Nani, Joe, Dila, yang senantiasa dalam kebersamaan saling memberikan dukungan dan semangat. 12. Keluarga Besar Mbah Siswodiharjo dan Mbah Suparjan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk selalu memberikan hasil yang membanggakan bagi penulis. 13. Petugas Museum Mandala Bhakti Semarang, ANRI, Perpusnas, Monumen Pers Solo, dan Jogja Library yang telah meluangkan waktunya untuk membantu mencari arsip dan sumber yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. 14. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung membantu menyelesaikan skripsi ini. ix Terima kasih kepada mereka semua dan semoga menjadi amal dan diberikan pahala yang berlipat dari Allah SWT. Semoga karya ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran, dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua. Wassalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh Yogyakarta, 21 Agustus 2014 Penulis x DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i PERSETUJUAN………………………………………………………………… ii PENGESAHAN…………………………………………………………………. iii PERNYATAAN…………………………………………………………………. iv PERSEMBAHAN……………………………………………………………….. v MOTTO………………………………………………………………………….. vi ABSTRAK……………………………………………………………………….. vii KATA PENGANTAR………………………………………………………….. viii DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. xi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xiv DAFTAR ISTILAH…………………………………………………………….. xv DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………… xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah………………………..................................... 6 C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 7 D. Manfaat Penulisan……………………….................................... 8 E. Kajian Pustaka…………………………...................................... 9 F. Historiografi yang Relavan……………………………………... 11 xi G. Metode Penelitian………………………………………………. 13 H. Pendekatan Penelitian 19 I. Sistematika Penelitian…………………………………………... 20 BAB II SOSOK SARWO EDHIE WIBOWO A. Sarwo Edhie Wibowo Semasa Kecil……...........……………….. 23 B. Pendidikan Sarwo Edhie Wibowo....……………………………. 26 C. Pendidikan Militer Sarwo Edhie Wibowo………………......…... 30 BAB III PENUMUMPASAN GERAKAN 30 SEPTEMBER DI JAKARTA A. Keadaan Jakarta Sekitar Gerakan 30 September……………….. 50 B. Menduduki Gedung RRI dan Kantor Telekomunikasi…………. 59 C. Mengamankan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma……..... 66 BAB IV PENUMPASAN GERAKAN 30 SEPTEMBER DI JAWA TENGAH A. Penumpasan Gerakan 30 September di Semarang……………… 83 1. Sekilas Keadaan Semarang…………………………………. 83 2. Penumpasan Gerakan 30 September di Semarang………….. 86 B. Penumpasan Gerakan 30 September di Kota Surakarta……….... 94 1. Sekilas Keadaan Kota Surakarta……………………....……. 94 2. Penumpasan Gerakan 30 September di Kota Surakarta…….. 96 C. Penumpasan Gerakan 30 September di Boyolali……………….. 101 1. Sekilas Keadaan Boyolali…………………………………... 101 2. Penumpasan Gerakan 30 September di Boyolali…………… 104 xii BAB V SARWO EDHIE WIBOWO PASCA PENUMPASAN GERAKAN 30 SEPTEMBER A. Karir Perjuangan Militer Mulai Meredup……………..……....... 114 B. Tersingkir dari Kemiliteran………………………...………........ 122 C. Kehidupan Terakhir Sarwo Edhie Wibowo................................... 126 BAB VI KESIMPULAN……………………………………………………. 130 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 134 LAMPIRAN……………………………………………………………………… 138 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Foto Sarwo Edhie Wibowo, Mantan Komandan RPKAD….............................................................................. 139 Lampiran 2 Kumpulan radiogram laporan dari Komandan RPKAD untuk Pangkostrad …………..…………………………….. 140 Lampiran 3 Kumpulan radiogram laporan dari Komandan RPKAD untuk Pangkostrad ……………………………………..….. 141 Lampiran 4 Kumpulan radiogram laporan dari Komandan RPKAD untuk Pangkostrad …………………..…………………….. 142 Lampiran 5 Kumpulan radiogram laporan dari Komandan RPKAD untuk Pangkostrad …………………………………………. 143 Lampiran 6 Senjata dan Kendaraan yang digunakan pasukan RPKAD… 144 Lampiran 7 Komando Daerah Inspeksi Kepolisisan 95 Surakarta……… 145 Lampiran
Recommended publications
  • Indonesia Beyond Reformasi: Necessity and the “De-Centering” of Democracy
    INDONESIA BEYOND REFORMASI: NECESSITY AND THE “DE-CENTERING” OF DEMOCRACY Leonard C. Sebastian, Jonathan Chen and Adhi Priamarizki* TABLE OF CONTENTS I. INTRODUCTION: TRANSITIONAL POLITICS IN INDONESIA ......................................... 2 R II. NECESSITY MAKES STRANGE BEDFELLOWS: THE GLOBAL AND DOMESTIC CONTEXT FOR DEMOCRACY IN INDONESIA .................... 7 R III. NECESSITY-BASED REFORMS ................... 12 R A. What Necessity Inevitably Entailed: Changes to Defining Features of the New Order ............. 12 R 1. Military Reform: From Dual Function (Dwifungsi) to NKRI ......................... 13 R 2. Taming Golkar: From Hegemony to Political Party .......................................... 21 R 3. Decentralizing the Executive and Devolution to the Regions................................. 26 R 4. Necessary Changes and Beyond: A Reflection .31 R IV. NON NECESSITY-BASED REFORMS ............. 32 R A. After Necessity: A Political Tug of War........... 32 R 1. The Evolution of Legislative Elections ........ 33 R 2. The Introduction of Direct Presidential Elections ...................................... 44 R a. The 2004 Direct Presidential Elections . 47 R b. The 2009 Direct Presidential Elections . 48 R 3. The Emergence of Direct Local Elections ..... 50 R V. 2014: A WATERSHED ............................... 55 R * Leonard C. Sebastian is Associate Professor and Coordinator, Indonesia Pro- gramme at the Institute of Defence and Strategic Studies, S. Rajaratnam School of In- ternational Studies, Nanyang Technological University,
    [Show full text]
  • Stud Y Guide
    INTRODUCTION N SEPTEMBER 30TH, 1965, an unsuccessful Ocoup d’état triggered a series of events that have decided the course of Indonesia’s history to this very day. The leadership of President Sukarno, the man who led Indonesia to independence in NICK WILSON h 1949, was undermined, and the ascendancy of his successor, Suharto, was established. The orientation of this new nation, an amalgamation of peoples of dis- parate religions and languages living across a huge archipelago, was to change from fragile de- mocracy and neutral alignment (dependent upon balancing the GUIDE competing infl uences of Com- munism, Western colonialism, and a power-hungry army) to a military dictatorship aligned with the West. STUDY ISSUE 29 AUSTRALIAN SCREEN EDUCATION ABOVE: RICE FARMERS, CENTRAL JAVA 1 THE FAILED COUP TRIGGERED a or since, but now a full and frank ac- were part of a broader response to terror campaign, led by General Su- count of the slaughter of hundreds of events in South-East Asia. The Viet- harto. This culminated in the deposing thousands of people can be given. The nam War was escalating in 1965, and of Sukarno and the establishment of fi lm even explains some of the reasons the anti-Communist West decided Suharto’s New Order in 1966. At least for the West’s silence. that President Sukarno’s power de- fi ve hundred thousand people and pended upon Communist sup- perhaps as many as one million port. His removal from power and were killed during this period in replacement with an acceptable, purges organized by the military anti-Communist leader became a in conjunction with civilian militias.
    [Show full text]
  • Bachelor of Science in Mathematics No Institution Address
    INSTITUTIONS FOR FIELDWORK PRACTICE Bachelor of Science in Mathematics No Institution Address Jl. Diponegoro, Dauh Puri Klod, Kec. Denpasar Bar., Kota Denpasar, 1 AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Denpasar Bali Bali 80232 Jl. Kyai Mojo No.56, Bener, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Daerah 2 Badan Kepegawaian Daerah DIY Istimewa Yogyakarta 55243 Komplek THR, Jl. Brigjen Katamso, Keparakan, Kec. Mergangsan, Kota 3 Badan Pertanahan Nasional Kantor Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55152 Wilayah DIY Komplek THR, Jl. Brigjen Katamso, Keparakan, Kec. Mergangsan, Kota 4 Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55152 Badan Pusat Statistik Jalan Dr. Wahidin Nomor 1, Wonogiri, Sabggrahan, Giripurwo, Kec. 5 Badan Pusat Statistik Kab. Wonogiri Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah 57612 Jl. Pemuda No.19A, Rejosari, Baleharjo, Kec. Wonosari, Kabupaten 6 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GUNUNGKIDUL Gunung Kidul, Jawa Tengah 55881 Jl. Purbaya, Tundan, Sumberadi, Mlati, Warak Lor, Sumberadi, Kec. 7 Badan Pusat Statistika Kabupaten Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55288 Sleman 8 Bank Indonesia Jambi Jl. Jenderal A. Yani No. 14, Telanaipura, Kota Jambi, Jambi 36361 Jl. Brigjen Katamso No.13-15, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota 9 Bank Rakyat Indonesia cabang Katamso Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55121 Jl. Pemuda, Gd. II, No. 290, Tegalyoso, Klaten Selatan, Dusun 1, 10 Tegalyoso, Kec. Klaten Sel., Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 57424 BAPPEDA Kabupaten Klaten l. Jenderal Sarwo Edhie Wibowo No.2, Cacaban, Magelang Tengah, 11 BAPPEDA Magelang Kota Magelang, Jawa Tengah 56172 Jl. Parasamya, Tridadi, Kec. Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah 12 BAPPEDA SLEMAN Istimewa Yogyakarta 55511 Jl. Parasamya, Tridadi, Kec. Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah 13 BAPPEDA Sleman Istimewa Yogyakarta 55511 JL. Rudolf Wolter Monginsidi, Bantul, Kec.
    [Show full text]
  • The West Papua Dilemma Leslie B
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 2010 The West Papua dilemma Leslie B. Rollings University of Wollongong Recommended Citation Rollings, Leslie B., The West Papua dilemma, Master of Arts thesis, University of Wollongong. School of History and Politics, University of Wollongong, 2010. http://ro.uow.edu.au/theses/3276 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact Manager Repository Services: [email protected]. School of History and Politics University of Wollongong THE WEST PAPUA DILEMMA Leslie B. Rollings This Thesis is presented for Degree of Master of Arts - Research University of Wollongong December 2010 For Adam who provided the inspiration. TABLE OF CONTENTS DECLARATION................................................................................................................................ i ACKNOWLEDGEMENTS ............................................................................................................. ii ABSTRACT ...................................................................................................................................... iii Figure 1. Map of West Papua......................................................................................................v SUMMARY OF ACRONYMS ....................................................................................................... vi INTRODUCTION ..............................................................................................................................1
    [Show full text]
  • FACTUM Volume 6, Nomor 1, April 2017 3 SEPAK
    FACTUM Volume 6, Nomor 1, April 2017 SEPAK TERJANG SARWO EDHIE WIBOWO DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN NASIONAL INDONESIA (1965-1989) Oleh: Acep Nurodin, Didin Saripudin, Moch. Eryk Kamsori1 ABSTRAK Artikel ini merupakan hasil penelitian yang membahas mengenai “Sepak Terjang Sarwo Edhie Wibowo dalam Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional Indonesia (1965- 1989)”. Masalah utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah “Bagaimana Sepak Terjang Sarwo Edhie Wibowo dalam Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional Indonesia (1965-1989)”. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan menggunakan metode historis melalui tahap-tahap seperti pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Untuk memperdalam analisis, peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner melalui kajian ilmu sosiologi dan politik. Masa jabatan Sarwo Edhie Wibowo sebagai Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) merupakan masa yang paling mencuri perhatian. Berdasarkan perintah dari PANGKOSTRAD Mayor Jenderal Soeharto, Sarwo Edhie berhasil mengatasi percobaan kudeta oleh kelompok yang mengatasnamakan sebagai Gerakan 30 September. Memasuki masa Orde Baru, Sarwo Edhie menjabat sebagai Pangdam II/Bukit Barisan dan membantu operasi pembekuan PNI di Sumatra Utara hingga kemudian menjadi Pangdam XVII/Cendrawasih. Sebagai Pangdam Cendrawasih, Sarwo Edhie berperan dalam menyukseskan pelaksanaan PEPERA. Di penghujung karirnya, Sarwo Edhie menjabat sebagai Gubernur AKABRI, Duta Besar di Korea Selatan, Kepala BP7, dan terakhir adalah anggota DPR/MPR. Hingga akhirnya pensiun dan meninggal dunia pada 10 November 1989. Kata Kunci: G30S, Keamanan Nasional, PKI, RPKAD, Sarwo Edhie Wibowo. ABSTRACT This research entitled “The Action of Sarwo Edhie Wibowo in Maintaining Stability of Indonesia National Security (1965-1989)”. The Main problem in this research is “How was Sarwo Edhie Wibowo’s Action in Maintaining Indonesian National Security (1965-1989)”.
    [Show full text]
  • General Nasution Brig.Jen Sarwo Edhie Let.Gen Kemal Idris Gen
    30 General Nasution Brig.Jen Sarwo Edhie Let.Gen Kemal Idris Gen Simatupang Lt Gen Mokoginta Brig Jen Sukendro Let.Gen Mokoginta Ruslan Abdulgani Mhd Roem Hairi Hadi, Laksamana Poegoeh, Agus Sudono Harry Tjan Hardi SH Letjen Djatikusumo Maj.Gen Sutjipto KH Musto'in Ramly Maj Gen Muskita Maj Gen Alamsyah Let Gen Sarbini TD Hafas Sajuti Melik Haji Princen Hugeng Imam Santoso Hairi Hadi, Laksamana Poegoeh Subchan Liem Bian Kie Suripto Mhd Roem Maj.Gen Wijono Yassien Ron Hatley 30 General Nasution (24-7-73) Nasution (N) first suggested a return to the 1945 constitution in 1955 during the Pemilu. When Subandrio went to China in 1965, Nasution suggested that if China really wanted to help Indonesia, she should cut off supplies to Hongkong. According to Nasution, BK was serious about Maphilindo but Aidit convinced him that he was a world leader, not just a regional leader. In 1960 BK became head of Peperti which made him very influential in the AD with authority over the regional commanders. In 1962 N was replaced by Yani. According to the original concept, N would become Menteri Hankam/Panglima ABRI. However Omar Dhani wrote a letter to BK (probably proposed by Subandrio or BK himself). Sukarno (chief of police) supported Omar Dhani secara besar). Only Martadinata defended to original plan while Yani was 'plin-plan'. Meanwhile Nasution had proposed Gatot Subroto as the new Kasad but BK rejected this because he felt that he could not menguasai Gatot. Nas then proposed the two Let.Gens. - Djatikusuma and Hidayat but they were rejected by BK.
    [Show full text]
  • The Role of Islam in the Construction of the Foreign Economic Relations of the Republic of Indonesia
    Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science ISLAM AND THE FOREIGN ECONOMIC RELATIONS OF INDONESIA 1 THE ROLE OF ISLAM IN THE CONSTRUCTION OF THE FOREIGN ECONOMIC RELATIONS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA By MARK S. WILLIAMS, B.A.H, M.A. A Thesis Submitted to the School of Graduate Studies in Partial Fulfilment of the Requirements for the Degree Doctor of Philosophy McMaster University © Copyright by Mark S. Williams, November 2012 Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science DOCTORATE OF PHILOSOPHY (2012) McMaster University (Political Science) Hamilton, Ontario TITLE: The Role of Islam in the Construction of the Foreign Economic Relations of the Republic of Indonesia AUTHOR: Mark S. Williams, B.A., M.A. SUPERVISOR: Professor Richard Stubbs NUMBER OF PAGES: viii, 280 ii Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science Abstract American IPE has traditionally marginalized the role that social forces, and particularly religion, have played in the construction of the international political economy. This dissertation is an examination into the foreign economic relations of the Republic of Indonesia from the perspective of the British school of International Political Economy (IPE). British IPE is used to critically assess what role, if any, the religion of Islam has had in the construction of Indonesia’s foreign economic relations. This research demonstrates that Islamic social forces have influenced the political debates that construct Indonesia’s foreign economic relationships. Mainstream Islamic organizations pushed the state to engage with international institutions of trade and finance throughout the pre‐independence period when Indonesian national identity was being forged, as well as during the parliamentary democracy that followed independence, and into Sukarno’s “Guided Democracy.” The trend from the Suharto era to the early twenty‐first has been the appropriation of Islamic discourse by the state to legitimize its economic policies of engagement with the international political economy.
    [Show full text]
  • Indo 10 0 1107123622 195
    194 Note: In addition to the positions shown on the chart, thepe are a number of other important agencies which are directly responsible to the Commander of the Armed Forces and his Deputy. These include the following: Strategic Intelligence Center, Institute of National Defense, Institute of Joint Staff and Command Education/Military Staff and Command College, Military Academy, Military Industries, Military Police, Military Prosecutor-General, Center of People’s Resistance and Security, and Information Center. CURRENT DATA ON THE INDONESIAN MILITARY ELITE AFTER THE REORGANIZATION OF 1969-1970 (Prepared by the Editors) Periodically in the past, the editors of Indonesia have prepared lists of the officers holding key positions in the Indonesian army to keep readers abreast of developments. (See the issues of April 1967, October 1967, and April 1969). Until very recently, the important changes meredy involved individual officers. But on Armed Forces Day, October 5, 1969, General Suharto announced a major structural reorganization of the military hierarchy, and these changes were put into effect between November 1969 and April 1970. According to the military authorities, MThe concept of reorganization, which is aimed at integrating the armed forces, arose in 1966 after the communist coup attempt of 1965. The idea was based on the view that developing countries suffer from political instability due to con­ flict between competing groups."1 On October 6, the then Chief of Staff of the Department of Defense and Security, Lt. Gen. Sumitro, said that the integration of the armed forces "will prevent the occurrence of situations like those in Latin America where the seizure of power is always accompanied by activities on the part of one of the armed forces or individuals from the armed forces."2 The main thrust of the reorganization (for details of which see the footnotes) is in the direction of greatly increased centraliza­ tion of control within the Department of Defense and Security.
    [Show full text]
  • KINI, KISAH TIGA JENDERAL: JEJAK REKAM MASA LAMPAU Oleh Rum Aly
    KINI, KISAH TIGA JENDERAL: JEJAK REKAM MASA LAMPAU oleh Rum Aly Bagian (1) SERPIHAN bom di Mega Kuningan untuk sebagian juga terlontar masuk ke ruang politik praktis –yang temperaturnya tak ikut turun bersama usainya pemilihan presiden 8 Juli 2009– dan menciptakan rentetan ledakan baru di sana. Sementara itu, indikasi yang ditunjukkan sidik forensik yang ditemukan penyelidik kepolisian di sekitar lokasi peristiwa pemboman Marriot‐Ritz Carlton tampaknya berjalan menuju arah yang berbeda dengan indikasi berdasarkan laporan intelijen yang dikutip Presiden kemarin, Jumat 17 Juli. Mengasumsikan 2014 bahwa kedua sumber indikasi punya kadar reliability yang sama, dengan sedikit June menyederhanakan pemikiran, kita bisa mengatakan pada hakekatnya ada dua peristiwa 21 berbeda namun bersatu dalam satu ‘ledakan’. Sampai, ada fakta lanjutan yang bisa menunjukkan bahwa kedua soal itu, yakni pemboman dan kekecewaan terhadap pilpres, Saturday, ternyata berkaitan dalam satu hubungan sebab‐akibat. saved: Terlepas dari itu, sebenarnya ada ‘detil kecil’ menarik dalam penyampaian Presiden Susilo Last Kb), Bambang Yudhoyono selepas Jumat siang itu. Presiden menggunakan penyebutan intelijen (85 yang ‘ada di pihak pemerintah’. Apakah percikan ‘refleks’ ini berarti ada intelijen yang bukan di pihak pemerintah? Ini menjadi menarik, bila dikaitkan bahwa dalam kancah pemilihan presiden yang baru lalu ini, ada tiga jenderal –purnawirawan dengan pengaruh dan atau sisa Lampau.docx pengaruh tertentu yang dapat dipastikan tidak kecil– di antara enam tokoh yang maju Masa sebagai kandidat calon presiden atau wakil presiden. Di masa lampau, sepanjang yang dapat dicatat, ada sejarahnya bahwa tidak selalu jaringan intelijen ada dalam kendali resmi Rekam pemerintah, melainkan bisa di bawah kendali perorangan atau kelompok militer tertentu Jejak ‐ yang ada di dalam kekuasaan.
    [Show full text]
  • Students Shot Dead on Black Friday
    Tapol bulletin no, 149/150, December 1998 This is the Published version of the following publication UNSPECIFIED (1998) Tapol bulletin no, 149/150, December 1998. Tapol bulletin (149). pp. 1-32. ISSN 1356-1154 The publisher’s official version can be found at Note that access to this version may require subscription. Downloaded from VU Research Repository https://vuir.vu.edu.au/25991/ ISSN 1356-1154 The Indonesia Human Rights Campaign TAPOL Bulletin No. 149/150 December 1998 Students shot dead on Black Friday Calls for ABRI to get out ofpolitics and for Suharto to be put on trial reverberated on the streets of Jakarta for a whole week as tens of thousands of students and hundreds of thousands of citizens protested against the Supreme Consultative Assembly (MPR) special session. On Black Friday, 13 November, eight students were slain as troops opened fire on peaceful demonstrators, almost six months to the day after student demonstrators forced the dictator, Suharto, to step down. The mass campaign against the MPR's special session sticks and unarmed students who resorted to throwing began on 28 October, when tens of thousands of students stones. Throughout the week, armoured vehicles and water demonstrated peacefully in Jakarta, protesting against the cannon supplied to the Indonesian armed forces by British meeting scheduled for 10-13 November and denouncing companies, were used to quell the protesters. the dwifungsi which gives ABRI, the armed forces unre­ In addition to the troops, the armed forces had hired stricted powers in all the affairs of state. gangs of men to join a vigilante brigade called PAM The demonstrations that began on 10 November grew Swakarsa armed with sharpened bamboo sticks (bambu in size as the week progressed.
    [Show full text]
  • From the Indonesian Killings of 1965Ð1966 to the 1974Ð1999 Genocide in East Timor
    Genocide Studies and Prevention: An International Journal Volume 7 Issue 2 Article 6 August 2012 Foreshadowing Future Slaughter: From the Indonesian Killings of 1965Ð1966 to the 1974Ð1999 Genocide in East Timor Kai Thaler Follow this and additional works at: https://scholarcommons.usf.edu/gsp Recommended Citation Thaler, Kai (2012) "Foreshadowing Future Slaughter: From the Indonesian Killings of 1965Ð1966 to the 1974Ð1999 Genocide in East Timor," Genocide Studies and Prevention: An International Journal: Vol. 7: Iss. 2: Article 6. DOI: 10.3138/gsp.7.2/3.204 Available at: https://scholarcommons.usf.edu/gsp/vol7/iss2/6 This Article is brought to you for free and open access by the Open Access Journals at Scholar Commons. It has been accepted for inclusion in Genocide Studies and Prevention: An International Journal by an authorized editor of Scholar Commons. For more information, please contact [email protected]. Foreshadowing Future Slaughter: From the Indonesian Killings of 1965–1966 to the 1974–1999 Genocide in East Timor Kai Thaler Harvard University and Portuguese Institute of International Relations and Security The failure of the international community to act on the legal and moral imperative to stop, punish, and prevent genocide and other mass killings has led to the establishment of genocidal regimes that institutionalize genocide as a tactic of repression and power consolidation. One such repeat offender regime was the New Order government of Indonesia, which committed mass killings of known and alleged communists throughout Indonesia in 1965–1966 and later carried out a genocidal, colonial occupation of East Timor. I demonstrate parallels between the actors, tactics, and discourse of the communist killings and the Timorese Genocide.
    [Show full text]
  • Kisah Tiga Jenderal Dalam Pusaran Peristiwa 11-Maret
    KISAH TIGA JENDERAL DALAM PUSARAN PERISTIWA 11‐MARET‐1966 Bagian (1) “Kenapa menghadap Soeharto lebih dulu dan bukan Soekarno ? “Saya pertama‐tama adalah seorang anggota TNI. Karena Men Pangad gugur, maka yang menjabat sebagai perwira paling senior tentu adalah Panglima Kostrad. Saya ikut standard operation procedure itu”, demikian alasan Jenderal M. Jusuf. Tapi terlepas dari itu, Jusuf memang dikenal sebagai seorang dengan ‘intuisi’ tajam. 2014 Dan tentunya, juga punya kemampuan yang tajam dalam analisa June dan pembacaan situasi, dan karenanya memiliki kemampuan 21 melakukan antisipasi yang akurat, sebagaimana yang telah dibuktikannya dalam berbagai pengalamannya. Kali ini, kembali ia Saturday, bertindak akurat”. saved: Last TIGA JENDERAL yang berperan dalam pusaran peristiwa lahirnya Surat Perintah 11 Maret Kb) 1966 –Super Semar– muncul dalam proses perubahan kekuasaan dari latar belakang situasi (89 yang khas dan dengan cara yang khas pula. Melalui celah peluang yang juga khas, dalam suatu wilayah yang abu‐abu. Mereka berasal dari latar belakang berbeda, jalan pikiran dan 1966.docx ‐ karakter yang berbeda pula. Jenderal yang pertama adalah Mayor Jenderal Basuki Rachmat, dari Divisi Brawijaya Jawa Timur dan menjadi panglimanya saat itu. Berikutnya, yang kedua, Maret ‐ 11 Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, dari Divisi Hasanuddin Sulawesi Selatan dan pernah menjadi Panglima Kodam daerah kelahirannya itu sebelum menjabat sebagai menteri Peristiwa Perindustrian Ringan. Terakhir, yang ketiga, Brigadir Jenderal Amirmahmud, kelahiran Jawa Barat dan ketika itu menjadi Panglima Kodam Jaya. Pusaran Mereka semua mempunyai posisi khusus, terkait dengan Soekarno, dan kerapkali Dalam digolongkan sebagai de beste zonen van Soekarno, karena kedekatan mereka dengan tokoh puncak kekuasaan itu. Dan adalah karena kedekatan itu, tak terlalu sulit bagi mereka untuk Jenderal bisa bertemu Soekarno di Istana Bogor pada tanggal 11 Maret 1966.
    [Show full text]