GANDRUNG JAJANG SEBUAH KONSTRUKSI RITUAL MERAS GANDRUNG MELALUI KOREOGRAFI LINGKUNGAN

Oleh Rizka Widyana Kartika NIM: 15020134039 Email : [email protected] Drs. Peni Puspito, M. Hum. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sendratasik FBS UNESA

Abstrak Gandrung Profesional menjalani proses nyantrik sebagai bekal ilmu pengetahuan dan nilai peradaban untuk kemudian menjalani ritual meras, selametan, dan pentas Gandrung yang digelar semalam suntuk. Secara filosofis, proses kehidupan Gandrung diilhami dari ilmu bambu, fondasi akar yang kuat sangat diperlukan untuk menjadi Gandrung Profesional melalui cara ritual. Gandrung, dulunya berkaitan erat dengan kepercayaan dan ritual yang sakral. Kini mulai menjadi suatu arena kontestasi berbagai kepentingan yang terus mengalami perubahan. Fenomena tersebut menjadi rangsang awal koreografer mengkonstruksikan ritual meras Gandrung dalam bentuk koreografi lingkungan melalui karya tari Gandrung Jajang. Koreografi lingkungan merupakan revitalisasi metode penciptaan tari tradisional yang diperbarui dengan pemikiran berdasarkan kehidupan kekinian. Mode penyajian yang digunakan adalah simbolis representatif, karya ini menggunakan gerak Gandrung klasik dan gerak murni yang distilisasi dengan memvisualkan makna filosofis bambu yang terlukis pada gerak penari. Metode penyampaian materi berbeda dengan karya koreografi panggung pada umumnya, dalam karya ini koreografer banyak menemukan materi gerak melalui eksplorasi langsung bersama penari di lokasi jajangan, menghasilkan bentuk-bentuk lebih dekat dan sesuai dengan tubuh penari. Gandrung Jajang merupakan karya tari yang mengkonstruksikan ritual meras Gandrung menggunakan koreografi lingkungan. Lingkungan jajangan semakin estetis dengan dibangun pondok dan setting tempat pertunjukan berbahan bambu sebagai penguat konsep pertunjukan. Alat musik Gandrung modifikasi berbahan bambu menjadi bahan eksplorasi dan improvisasi menarik untuk disajikan. Ide ini digagas oleh koreografer sebagai gubahan bentuk pertunjukan ritual meras Gandrung yang baru. Melihat potensi budaya masyarakat Banyuwangi yang kaya akan berbagai prosesi, sehingga berbekal observasi pada narasumber koreografer mendalami tatanan proses ritual untuk kepentingan research tentang keadaan faktual di lapangan. Karya ini diharapkan dapat dijadikan studi pendidikan karakter pemuda tentang proses kreatif mulai dari gagasan idesional, proses, hingga management pertunjukan. Proses penciptaan karya ini juga akan melatih multi kecerdasan seniman atau koreografer muda dalam segi kecerdasan spiritual, kinestetik, emosional, dan idesional, sehingga seniman Banyuwangi tergerak untuk membuat karya yang dekat dengan lingkungan. Kata Kunci: Gandrung Jajang, Ritual Meras Gandrung, Koreografi Lingkungan

1

Abstract Gandrung Professional underwent a nyantrik process as a provision of knowledge and values of civilization to then undergo Gandrung's meras, selametan, and performances that were held all night long. Philosophically, Gandrung's life process is inspired by bamboo science, a strong root foundation is needed to become a Gandrung Professional through ritualistic means. Gandrung, was once closely related to sacred beliefs and rituals. Now starting to become an arena of contestation of various interests that continue to experience change. This phenomenon became the initial excitement of choreographers constructing Gandrung's ritual of feeling in the form of environmental choreography through Gandrung Jajang dance work. Environmental choreography is a revitalization of traditional dance creation methods that are renewed with thoughts based on contemporary life. The mode of presentation used is representative symbolism, this work uses the classic Gandrung motion and pure movement which is stylized by visualizing the philosophical meaning of bamboo painted on the dancer's movements. The method of delivering the material differs from stage choreography works in general, in this work many choreographers find motion material through direct exploration with dancers in a distance location, producing forms closer and in accordance with the body of the dancer. Gandrung Jajang is a dance work that constructs Gandrung's meras ritual using environmental choreography. The street environment is getting more aesthetic with the building of a hut and the setting of a bamboo show venue to reinforce the concept of the show. The modified Gandrung gamelan musical instrument made from bamboo becomes an interesting exploration and improvisation material to be presented. This idea was conceived by the choreographer as a new form of Gandrung's meras ritual performance. Seeing the cultural potential of the Banyuwangi community which is rich in various processions, so armed with observations on the choreographed resource persons explore the order of the ritual process for the benefit of research about the factual conditions in the field. This work is expected to be used as a study of youth character education about creative processes ranging from professional ideas, processes, to show management. The process of creating this work will also train multi-intelligence young artists or choreographers in terms of spiritual, kinesthetic, emotional, and professional intelligence, so that Banyuwangi artists are moved to create works that are close to the environment. Keywords: Gandrung Jajang, Gandrung Meras Ritual, Environmental Choreography

A. PENDAHULUAN Setiap perempuan di Banyuwangi boleh menjadi Gandrung. Tidak harus berasal dari Banyuwangi dikenal sebagai kota Gandrung. keturunan Gandrung sebelumnya, sehingga siapapun Kata gandrung berarti “kedanan, tergila-gila, Jawa: dapat mempelajarinya. Namun, tidak semua penari kesengsem”. Dalam konteks kehidupan sehari-hari mampu menjadi Gandrung. Gandrung adalah sebutan gandrung berarti seni tari dan seni musik serta seni atau gelar yang diberikan kepada seorang tokoh olah vokal (Suyanto, 2007: 8). Sejarah awal utama kesenian Gandrung. Seorang Gandrung kemunculan Gandrung ditarikan seorang laki-laki, berbeda dengan penari Gandrung, perbedaan yang seiring dengan perkembangan zaman muncul penari tampak adalah jika penari Gandrung pandai menari Gandrung perempuan bernama Semi yang diyakini saja, maka seorang Gandrung harus menguasai sebagai Gandrung perempuan pertama di tarian, musik, vokal, dan memegang teguh nilai dan Banyuwangi. Munculnya Gandrung Semi membuat norma masyarakat sesuai tuntunan. Maka, untuk gadis-gadis lain tertarik untuk mempelajari dan mulai mendapatkan sebuah gelar Gandrung di depan nama menari Gandrung hingga saat ini. Dalam kurun seseorang tersebut membutuhkan sebuah proses yang waktu 8 tahun terakhir penari Gandrung mencapai cukup panjang. Proses panjang ini yang belum ribuan jumlahnya. Sejak diselenggarakannya banyak diketahui oleh sebagian besar penari. Padahal kegiatan Festival Gandrung Sewu pada tahun 2012, sejatinya, proses belajar dari tahapan menguasai seni antusias remaja putri di Banyuwangi untuk belajar tari, seni musik, seni vokal, serta nilai dan norma menari Gandrung sangat tinggi. Bahkan muncul kehidupan hingga proses ritual meras ini yang akan sebuah statement dari kalangan pelajar bahwa, “tidak membentuk jati diri, kualitas diri, serta karir dapat disebut sebagai penari jika belum mengikuti Gandrung di masa depan. pagelaran Gandrung Sewu.” Oleh karenanya, peserta seleksi Gandrung Sewu semakin meningkat setiap Seorang gadis remaja harus melalui tahunnya. beberapa tahapan proses belajar sebelum dinobatkan menjadi Gandrung profesional

2

melalui sebuah ritual. Biasanya calon Gandrung isu yang datang, sehingga tindakan yang diambil nyantrik kepada seorang Gandrung profesional dilandasi oleh nilai kebenaran, lebih pasti, mantap, baik yang masih aktif ataupun sudah pensiun. lugas dan tidak gamang. Adanya ruang kosong di Umumnya calon Gandrung ikut tinggal dalam batang bambu dapat dimanfaatkan untuk serumah bersama gurunya. Sebagai kompensasi menghasilkan bunyi dan nada-nada melambangkan atas jasa sang guru, calon Gandrung cukup sifat kosong atau rendah hati merasa diri masih membantu dan menyelesaikan pekerjaan kurang dan butuh saran, maka seseorang rumah. Jangka waktu proses latihan Gandrung berkeinginan untuk terus belajar menerima pendapat berlangsung kurang lebih 3 bulan, tergantung orang lain. Ujung batang bambu yang tumbuh tinggi pada kemampun calon Gandrung mempelajari menjulang selalu menunduk ke tanah, artinya materi yang diajarkan. Setelah dirasa mampu setinggi apapun popularitas Gandrung senantiasa dan layak disebut Gandrung, tahap terakhir melihat ke bawah untuk mengingat darimana ia yang harus dilakukan adalah melakukan ritual berasal. Filosofi ilmu bambu tersebut dijadikan penobatan yang disebut meras Gandrung. landasan Gandrung sebagai tuntunan nilai dan Dilaksanakannya ritual meras Gandrung norma dalam perjalanan berkesenian. sekaligus menandakan bahwa telah lahir Selain makna filosofis, tanaman bambu generasi Gandrung baru yang siap melanjutkan dimanfaatkan masyarakat Using sebagai bahan warisan leluhur sebagai aset budaya tak benda untuk membuat alat musik, bangunan, dan perabot berupa sebuah kesenian Gandrung. Sosok rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi Gandrung memang benar-benar digandrungi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga bambu telah masyarakat, di dalamnya syarat akan nilai mejadi tanaman tak teripsahkan dari kehidupan kehidupan. Terlepas dari perilaku pribadi sehari-hari masyarakat adat suku Using Banyuwangi. seorang Gandrung yang banyak dipandang Latar belakang tersebut mendasari niatan koreografer negatif oleh masyarakat, ada banyak pelajaran untuk membuat sebuah pertunjukan yang dapat hidup Gandrung dalam berkesenian yang patut mempresentasikan makna filosofis bambu dalam dijadikan teladan. tahapan proses ritual meras Gandrung, agar tatanan Fenomena Gandrung adalah kesenian yang nilai dan norma dalam kesenian Gandrung dapat dilahirkan oleh pendatang Jawa Kulonan, akan tetapi terus terjaga kelestariannya. Koreografer mencoba nuansa seninya masih menggunakan bentuk seni mengkonstruksikan ritual meras Gandrung menjadi masyarakat asli Banyuwangi, yaitu etnis Using di sebuah karya koreografi lingkungan. Gandrung dan Bakungan. Oleh karena itu bisa dipastikan, bahwa bambu merupakan sebuah pengejawantahan pembuat sejarah Gandrung adalah orang-orang pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan yang migran dari Jawa Kulonan (Suyanto, 2007: 20). berkembang sepanjang peradaban tentang bambu di Sejarah tersebut membawa pengaruh besar terhadap dalam tahapan proses ritual meras Gandrung. bentuk pertunjukan Gandrung serta tuntunannya. Sehingga para generasi muda pelaku seni, khususnya Dalam falsafah Jawa terdapat sebuah pedoman hidup penari diharapkan dapat mempelajari nilai dan norma yang berasal dari tanaman bambu yang disebut kehidupan secara representatif dan dramatik dengan dengan ngelmu pring yang berarti ilmu bambu. Ilmu memunculkan momen-momen tertentu dalam bambu syarat akan nilai dan norma kehidupan yang pertunjukan. patut dijadikan teladan. Proses kehidupan bambu Gandrung lahir dari rakyat, dilakukan oleh mengandung makna filosofis bagi seorang Gandrung, rakyat, dan disajikan untuk rakyat, maka untuk yakni betapa fondasi yang kuat dari jalinan akar mengembalikan esensi kesenian ini harus didekatkan sangat diperlukan untuk menjalani sebuah profesi dengan rakyat melalui sebuah bentuk pertunjukan Gandrung profesional. Pengorbanan, keikhlasan, koreografi lingkungan. Koreografi lingkungan kejujuran, kekuatan lahir batin, fleksibel, rendah hati, mencakup tiga aspek dasar yaitu lingkungan alam, olah raga, olah suara, serta olah rasa melalui laku sosial, dan budaya. Ketiganya merupakan aspek spiritual merupakan bekal utama yang harus dimiliki. penting dalam sebuah pagelaran. Keunikan Akar yang kuat, lurus dan menghujam dalam jauh ke koreografi lingkungan, mempertunjukkan konstruksi bawah permukaan tanah membuat tanaman bambu prosesi ritual meras Gandrung yang didekatkan kokoh dan tidak mudah tumbang. Demikian halnya dengan budaya bambu. Selain itu, lokasi juga Gandrung, fondasi nilai dan norma yang kuat akan menjadi aspek penting pertunjukan maka setelah menguatkan untuk terus bertahan di tengah berbagai melakukan observasi lokasi dipilih jajangan atau

3

rumpun bambu di Desa Kemiren, Kabupaten Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan Banyuwangi sebagai tempat pertunjukan. Lokasi ini di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian cocok karena berada di kawasan masyarakat adat ini adalah sebagai berikut: Suku Using yang dekat dengan budaya bambu dalam a. Bagaimana konstruksi ritual meras kehidupan sehari-harinya. Koreografi lingkungan Gandrung dalam karya tari Gandrung memberikan gagasan bahwa Desa Kemiren memiliki Jajang? tempat pertunjukan dan seni pertunjukan yang alami, b. Bagaimana bentuk pertunjukan koreografi estetis, ramah lingkungan, dan tentunya sesuai lingkungan dalam karya tari Gandrung dengan pelestarian alam, sosial, serta budaya Jajang? masyarakat. Dari fenomena tersebut di atas, maka fokus karya dapat disimpulkan ke dalam 2 variabel, Secara teoritis diharapkan hasil karya tari ini yaitu variabel isi dan variabel bentuk. Variabel isi memiliki kontribusi dalam penerapan ilmu koreografi berupa prosesi ritual meras Gandrung, variabel lingkungan dalam wujud karya tari Gandrung Jajang bentuk karya tari Gandrung Jajang berupa Koreografi sebuah konstruksi ritual meras Gandrung. Secara Lingkungan. Bentuk Koreografi Lingkungan menjadi praktis, bagi peniliti penciptaan karya ini bermanfaat fokus karena koreografer ingin mempertunjukkan memberikan pengalaman dalam menerapkan teori prosesi ritual meras Gandrung menggunakan metode koreografi lingkungan. Selain itu, dapat dijadikan konstruksi di lokasi terdekat dengan asalnya, yaitu sebagai penambahan pengetahuan dan wawasan wilayah desa adat Using Banyuwangi. Beberapa terkait penciptaan karya dengan pendekatan pendekatan bentuk koreografi lingkungan, antara koreografi lingkungan. lain: lingkungan alam, sosial, dan budaya. Guna memperjelas gagasan penelitian serta Lingkungan alam merujuk pada kawasan jajangan menghindari kesalahpahaman peneliti dan pembaca yang banyak ditumbuhi tanaman bambu. Lingkungan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan jajangan diharapkan dapat memperkuat isu budaya definisi operasional agar terjadi kesinambungan yang bambu yang diusung menjadi konsep pertunjukan. sama dalam memahami penelitian ini. Lingkungan sosial, masyarakat mengilhami bahwa Gandrung merupakan pengejawantahan sosok Dewi a. Gandrung Jajang: Gandrung Jajang Sri, sehingga selalu dinantikan dalam setiap merupakan judul karya tari yang terinspirasi pementasannya sebagai ungkapan wujud syukur dan dari ritual meras Gandrung yang difokuskan suka cita. Lingkungan budaya, masyarakat agraris pada penanaman nilai dan norma kehidupan desa adat Using masih memegang erat hukum adat melalui makna filosofis bambu ke dalam yang syarat akan proses ritual, termasuk dalam bentuk koreografi lingkungan. kesenian Gandrung sebagai sarana menyelaraskan b. Konstruksi: Konstruksi adalah petunjuk keseimbangan alam. Gandrung menurut masyarakat penyusunan dan pengkombinasian dari suku Using adalah sosok visualisasi (Dewi berbagai elemen untuk mencapai Padi) yang bertugas sebagai pemangku naluri adat keberhasilan yang harus dipahami leluhur, melalui sebuah proses nyantrik hingga ritual koreografer meras dilaksanakan. Proses untuk mendapatkan c. Ritual Meras Gandrung: Ritual Meras sebuah gelar Gandrung didasari oleh fondasi nilai Gandrung adalah sebuah prosesi yang dan norma yang berpedoman pada ngelmu pring dilaksanakan pada saat penobatan atau sebagai tuntunannya. Kini, nilai dan norma tersebut wisuda Gandrung, menggunakan sesaji dan sudah mulai luntur, bahkan sebagian besar generasi beberapa persyaratan khusus dalam penari Gandrung yang terlibat Festival Gandrung pelaksanaanya. Sewu tidak mengetahuinya. Koreografer d. Koreografi Lingkungan: Koreografi menciptakan sebuah karya tari yang bertujuan agar lingkungan merupakan koreografi yang makna filosofis bambu dapat dimengerti melalui mempergunakan konsep teater lingkungan proses ritual meras Gandrung dalam karya tari dengan menguraikan bahwa teater Gandrung Jajang. Sehingga, keresahan akan lingkungan merupakan bentuk teater yang lunturnya nilai dan norma dalam makna filosofis menyerap potensi yang ada pada alam bambu menjadikan karya tari Gandrung Jajang unik, sekitar terdiri dari tiga elemen yang sangat urgent, dan menarik untuk dipertunjukkan. penting diperhatikan dan dipahami, yaitu lingkungan alam, sosial, dan budaya.

4

B. METODE untuk mendekatkan imajinasi kepada isu Metode yang digunakan adalah konstruksi dan yang dimunculkan dalam pertunjukan. untuk menemukan fokus karya adalah dengan cara Judul tersebut sengaja dibuat fenomenal berdiskusi, mengamati, membaca, dan untuk memancing rasa penasaran penonton memperhatikan fenomena yang diangkat. Beberapa dan tergugah untuk menyaksikan metode tersebut kemudian digabung untuk pertujukan ritual meras Gandrung yang menemukan “benang merah” atau fokus serta tema digelar pada kawasan jajangan. Judul ini yang tepat. Setelah itu barulah proses konsep karya sangat representatif dalam menggambarkan sebagai acuan untuk menciptakan sebuah karya tari. dua elemen yang disatukan dalam Pengalaman pribadi sebagai penari Gandrung dan pertunjukan, yaitu Gandrung dan nilai-nilai mengamati kehidupan seniman Gandrung jajang (bambu). Gandrung berarti kesenian Banyuwangi merupakan syarat utama untuk rakyat khas suku Using Banyuwangi yang mendapatkan esensi dari keseluruhan pertunjukan. biasa dipentaskan selama semalam suntuk Dalam hal ini koreografer juga melakukan dalam beberapa babak, sedangkan jajang pendekatan pada lingkungan sosial, alam, dan adalah sebutan untuk bambu dalam bahasa budaya, sebagai implementasi metode konstruksi Using. dalam bentuk koreografi lingkungan untuk dapat Sinopsis Karya Gandrung Jajang membaur serta benar-benar berada di dalamnya. sebagai berikut: Gandrung Jajang a. Konsep Penciptaan merupakan sebuah karya tari yang 1. Tema terinspirasi dari prosesi ritual meras Tema tari lahir secara spontan dari Gandrung, dikaitkan dengan makna hasil pengamatan dan wawancara filososfis bambu terhadap pananaman nilai koreografer kepada masyarakat adat suku dan norma Gandrung. Menggunakan Using dan seniman Gandrung untuk metode konstruksi dengan bentuk kemudian dilakukan penilitian secara pertunjukan koreografi lingkungan, baik cermat. Kemungkinan-kemungkinan alam, sosial, dan budaya sehingga diungkapkan dalam gerak dan diharapkan mampu mengembalikan esensi kecocokannya dengan keputusan kesenian Gandrung sesuai dengan konsep (Murgiyanto, 1983: 47). Tema menurut pertunjukan kerakyatan berbasis imajinasi penggarapan yang diharapkan lingkungan. Gandrung Jajang, kosong di dapat membawa imajinasi penonton pada dalam tanpa pamrih, menghujam ketulusan suasana, kondisi tertentu, dan karakteristik akar, lurus menjulang menuju Tuhan. tokoh-tokoh serta perwujudannya. Seuai 3. Jenis/Tipe Tari dengan fenomena yang ada di tengah Koreografer telah menentukan tipe masyarakat maka tema yang diambil pada tari dengan jenis dramatik, dalam karya tari ini adalah tema ritual. Tema garapannya akan memunculkan momen- tersebut kemudian melahirkan sebuah momen dari tahapan prosesi ritual meras gagasan tentang pelestarian ritual meras Gandrung dengan bentuk penyajian Gandrung yang dikemas dalam bentuk koreografi lingkungan. Dengan ini koreografi lingkungan menggunakan koreografer pasti memikirkan momen- metode konstruksi. momen yang akan disampaikan kepada 2. Judul dan Sinopsis penonton agar sajian pertunjukan memiliki Judul merupakan prakata penting desain dramatik yang menarik. dalam memperkenalkan identitas. Judul 4. Mode Penyajian yang baik dan unik akan memiliki daya Proses ritual sarat akan makna, tarik tersendiri untuk mengangkat maka untuk mengetahui kedalaman makna eksistensi suatu karya tersebut. Seperti ritual meras Gandrung pada karya tari yang diungkapkan Sal Murgiyanto bahwa, Gandrung Jajang digunakan mode “Judul yang baik hendaknya bersifat umum penyajian simbolis representatif. Mode karena dapat memunculkan interpretasi penyajian secara simbolis adalah yang beragam” (Murgiyanto, 1983: 93). mengungkapkan gerak dalam tari Dalam hal ini koreografer memilih judul menggunakan simbol-simbol atau “Gandrung Jajang” karena keinginan

5

menambahkan gambaran lain mengenai pertunjukan sebagai pemain, seperti tokoh, sesuatu, gerak-gerak yang unik dan tidak pemain inti, figuran, pemusik, masyarakat, nyata. Sedangkan mode penyajian penonton, dan pedagang. Spesifikasi representasional adalah mengungkapkan jumlah pemain inti adalah sebagai berikut: gerak dalam tari sama persis seperti 12 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. kehidupan nyata atau menirukan aslinya Koreografer menggunakan 6 penari yang (Smith: 1985: 29). masih duduk di bangku SMA dan mahasiswa, karena pada garapan ini 5. Teknik koreografer ingin menunjukan sosok Teknik merupakan struktur remaja putri yang telah dewasa dan siap anatomis-psikologis yang menghubungkan melanjutkan kelestarian seni tradisi lahir gerak dengan tarian. Karya Tari Gandrung batin. Seorang calon Gandrung yang akan Jajang menggunakan teknik gerak tari menjalani ritual masih duduk di bangku Banyuwangen yang terfokus pada bagian SMA yang nanti akan menjadi tokoh kepala, pinggul, dan kaki. Perasaan dan utama dalam karya ini. Pemain musik emosi yang bersifat psikologis diarahkan berjumlah 12 orang yang semuanya adalah dalam memberikan motivasi kekuatan pada remaja laki-laki. Selebihnya, pemain laki- aktivitas otot yang bersifat anatomis, laki berperan sebagai narator yang sehingga gerak, kualitas, kekuatan, dan dihadirkan untuk menjelaskan karya secara irama dapat menuju pada pencapaian kontekstual. Seorang laki-laki dan tertentu. perempuan paruh baya yang akan berperan 6. Gaya sebagai penganyam bambu, terakhir 2 Gaya merupakan ciri khas yang orang penari Gandrung profesional sebagai ditimbulkan oleh karakter jati diri guru dari semua penari yang akan seseorang. Gaya tari dijiwai oleh suatu memperkuat rasa dan bobot karya sikap batin tertentu dalam melaksanakan Gandrung Jajang. dan menghayatinya. Sikap batin ini 8. Tata Teknik Pentas menyangkut fungsi dan tujuan Tata teknik pentas karya ini penyelenggaraan tari serta menyangkut menggunakan lingkungan alam jajangan. jenis rasa indah yang hendak ditimbulkan. Pembagian rumpun bambu, tanah datar, Koreografer melakukan pengeksplorasian dengan tambahan properti 4 gubuk bambu gerak untuk menemukan gaya yang sebagai arena pertunjukan mulai dari diinginkan sesuai dengan konsep proses nyantrik hingga inti ritual meras berdasarkan gerak tari Banyuwangen yang Gandrung. Pengelompokan fungsi seni dikembangkan, sehingga ciri khas pertunjukan di dalam dua koreografer nampak pada karya ini. Pada kategori, yaitu fungsi primer meliputi: 1) tahap ini koreografer melakukan eksplorasi sebagai sarana ritual, 2) sebagai hiburan dan improvisasi secara rutin dan pribadi, dan 3) sebagai presentasi estetis. berkelanjutan menggunakan tubuh, Dalam pertunjukan nanti akan ada bagian- properti, dan lingkungan jajangan sebagai bagian dimana motivasi dibangun secara objek. Dari aktivitas tersebut koreografer ritual, hiburan, ataupun interaksi penonton. akan menarik sebuah keunikan yang Seperti yang diungkapkan Soedarsono, dijadikan ciri khas pada karya Gandrung koreografer ingin memberikan sebuah Jajang. petunjukan yang multi tafsir, dimana ada 7. Pemain dan Instrumen tafsir ritual, hiburan, dan pertunjukan Pentingnya kerjasama antara estetis. Lighting menggunakan koreografer, komposer, dan penari untuk pencahayaan lampu LED dan obor. mempersatukan rasa dan membangun batin Pertunjukan dilakukan pada malam hari agar terciptanya sebuah proses yang teratur karena disesuaikan dengan pertunjukan dan terarah. Pemain atau penari yang sesungguhnya. digunakan dalam karya Gandrung Jajang 9. Tata Rias dan Busana adalah kurang lebih 25 orang. Karya ini Tata rias dan busana merupakan melibatkan seluruh elemen seni unsur pendukung yang sangat penting

6

dalam sebuah karya tari. Karya ini pengiring untuk mendukung gerak yang menggunakan tata busana yang terinspirasi telah ditentukan sesuai dengan suasananya. dari busana penari Gandrung pada b. Proses Penciptaan umumnya. Perbedaan yang menjadi ciri Proses penciptaan adalah suatu proses khas karya tari Gandrung Jajang adalah kreatifitas yang dilakukan oleh manusia dalam warna hijau pada kain batik dan sampur, mewujudkan suatu ide sehingga menghasilkan ornamen dari bambu dimunculkan pada karya sesuai dengan konsep yang telah dibuat, kipas untuk menguatkan konsep Gandrung setelah menentukan rangsang awal selanjutnya Jajang. Sebelum dinobatkan menjadi melakukan proses karya. Proses dimulai dari Gandrung, penari perempuan yang menanggapi respon-respon dari rangsang awal berperan sebagai murid padepokan yang telah menggunakan metode konstruksi mengenakan kebaya hitam, bawahan yaitu rangsang awal, eksplorasi, improvisasi, celana legging hitam panjang. Sedangkan komposisi/pembentukan, evaluasi, forming, dan pemain laki-laki menggunakan busana adat teknik penyampaian materi. Berikut Using yang terdiri dari baju panjang warna penjelasannya: hitam, udheng dan sarung batik senada 1. Rangsang Awal dengan motif Gajah Oling warna dasar Rangsang awal merupakan sesuatu hitam, warna motif coklat kehitaman. yang dapat membangkitkan fikir, atau Busana adat dipilih sebagai upaya untuk semangat, atau mendorong kegiatan menguatkan konsep koreografi lingkungan (Smith, 1985: 20). Setiap pembuatan karya yang dekat dengan kehidupan sehari-hari seni baik musik, tari, dan drama pastilah masyarakat adat. Riasan yang digunakan mengalami hal ini karena rangsang awal sederhana namun tetap terkesan cantik adalah dasar paling utama. Koreografer sesuai karakter Gandrung. Tata rias pemain pada pembuatan karya ini telah menerima lain disesuaikan dengan kebutuhan rangsang awal berupa rangsang idesional penokohannya. (gagasan). Kemudian menemukan sebuah 10. Iringan Musik imajinasi menarik tentang bentuk Hubungan sebuah tari dengan musik pertunjukan ritual meras Gandrung yang sangat dekat karena aspek bentuk, gaya, diadakan di lingkungan jajangan. ritme, suasana, atau gabungan dari aspek- Gandrung merupakan kesenian kecintaan aspek lainnya. Dasar pemilihannya warga Banyuwangi yang diminati serta haruslah dilandasi oleh pandangan memiliki multifungsi. Soedarso penyusun iringan dan maksud koreografer, mengungkapkan bahwa “Selain itu ada sehingga menunjang tarian yang teori seni yang hedonistik yang apabila diiringinya (Murgiyanto, 1983: 45). Musik diartikan secara apa adanya adalah pengiring pada karya tari ini adalah musik penciptaan seni yang hanya dengan satu live yang menggunakan alat musik tujuan, yaitu memberikan kenikmatan seperangkat gamelan Gandrung, terdiri dari kepada masyarakat, pendengar, atau , kluncing, biola, kethuk, dan pengamatannya” (Soedarso, 2006: 50). . Alat musik karya tari Gandrung 2. Eksplorasi Jajang menambahkan instrumen dari Eksplorasi awal disebut juga bambu, seperti angklung, patrol, saron penjelajahan, proses berfikir, jajang, calung bumbung, dan seruling berimajinasi, merasakan, dan sebagai visualisasi makna filosofis bambu menanggapi atau merespon dari suatu untuk tuntunan laku spiritual Gandrung objek untuk dijadikan sebagai bahan profesional. Selain musik instrumental dari dalam karya tari yang berupa gerak, gamelan bambu, musik lain yang irama dan sebagainya (Kristiyara, digunakan adalah musik internal dari tubuh 2008: 24). Setelah melakukan penari dan suara yang dihasilkan oleh eksplorasi, koreografer mulai gubuk bambu yang ditabuh, hembusan bereksperimen dan berimajinasi lelu angin pada sela batang bambu, dan menerapkannya ke dalam gerak yang gemericik air sungai. Iringan tari nyata. Improvisasi merupakan gagasan diciptakan berfungsi sebagai ilustrasi dan spontan yang tiba-tiba timbul.

7

Sedangkan eksplorasi meliputi merupakan evaluasi yang terjadwal, berfikir, berimajinasi, merasakan, dan seperti Evaluasi Tahap 1 dan Evaluasi merespon (Hadi, 2003: 65). Ada Tahap 2. Sedangkan evaluasi non- beberapa tahapan eksplorasi, yaitu 1) formal merupakan evaluasi yang koreografer terlebih dahulu dilakukan tanpa terjadwal seperti menentukan tema karya yang akan evaluasi dengan teman, seniman atau diciptakan, tema ini kemudian menjadi evaluasi dengan dosen pembimbing. panduan untuk eksplorasi, 2) mencari Koreografer awalnya melakukan ragam gerak yang akan menentukan evaluasi dengan penari melalui video bentuk, lalu bentuk yang nantinya latihan agar para penari dapat akan dapat ditangkap oleh penari guna mengevaluasi diri mereka sendiri, melatih para penari untuk sesekali koreografer juga meminta mengeksplorasi tubuh mereka yang bantuan seniman Gandrung untuk menimbulkan kreativitas yang bersifat mengevaluasi proses latihan. Setelah ekspresif, memberikan gerakan- itu melakukan konsultasi pada dosen gerakan spontan pada setiap pembimbing untuk mengetahui improvisasi yang penari lakukan. kelemahan dan hal apa saja yang perlu 3. Improvisasi dibenahi atau digali lagi dalam karya Bentuk atau motif gerak yang ini. telah ditemukan dan dilakukan 5. Forming kemudian perlu adanya penggabungan Forming merupakan tahapan motif gerak melalui pengembangan dimana koreografer dapat dikatakan secara improvisasi. Proses ini nantinya membuat bentuk gerak baru setelah akan dilakukan oleh penari guna melalui tahapan eksplorasi dan melatih teba gerak para penari untuk improvisasi. Tahapan ini memahami karakteristik gerak tubuh menyelaraskan tipe gerak dan mereka, menimbulkan kreativitas yang disesuaikan dengan media gerak bersifat ekspresif. Memberikan ataupun properti yang digunakan gerakan-gerakan spontan pada setiap penari. Kesesuaian gerak dengan improvisasi yang dilakukan penari. lingkungan yang ada, akan Improvisasi dibutuhkan ketika penari memberikan kesan gerak estetis yang maupun koreografer mampu tinggi. Misalnya dalam melakukan menentukan transisi, ekspresi atau rasa gerak memakai properti topi bambu sehingga membentuk suatu gerak yang mencari teknik gerak yang sesuai dinamis. Mengolah rasa melalui dengan area penari dan kenyamanan improvisasi untuk berbagai ekspresi menggunakan properti agar tidak seperti bahagia dan serius dalam hal mengganggu ruang gerak penari ini adalah sakral harus sesuai adegan 6. Teknik Penyampaian Materi Karya yang dilakukan. Mengekspresikan rasa Materi Karya disampaikan memerlukan keseriusan konsentrasi di secara lisan dan verbal. Pertama, tempat dan suasana yang ramai, menjelaskan peran masing-masin sehingga proses yang dilakukan perlu pemain dan instrumen karya agar dilakukan secara konsisten. paham akan tugasnya. Selanjutnya 4. Evaluasi memberikan materi secara langsung Tahapan setelah melakukan untuk kemudian memberikan eksplorasi, improvisasi, dan komposisi kebebasan kepada pemain untuk adalah melakukan analisis gerak atau menyesuaikan materi dengan evaluasi terhadap gerak-gerak yang ketubuhan mereka melalui praktik dan sudah tercipta serta menyesuaikan pengembangan di lingkungan konsep yang telah disusun jajangan. sebelumnya. Tahapan evaluasi dibagi menjadi dua yaitu, evaluasi formal dan C. PEMBAHASAN non-formal. Evaluasi formal Deskripsi

8

Karya tari merupakan hasil dari cipta rasa dan sederhana. Penari inti menggunakan pakaian adat karsa manusia dengan tubuh sebagai media. Karya suku Using berupa kebaya hitam dengan bawahan tari memiliki elemen-elemen dan unsur-unsur kain batik hitam putih motif gajah oling. Penari yang pendukung, elemen dalam karya tari berupa gerak, menjadi tokoh utama akan berganti pakaian waktu dan tenaga serta unsur pendukung tari terdapat Gandrung setelah diperas. Panjak menggunakan baju tata rias dan busana, tata pentas, iringan, tata cahaya, adat suku Using berupa setelan baju hitam dengan dan properti. udheng sebagai ikat kepala. Skenario Properti Suasana sore hari pedesaan, masyarakat Properti merupakan benda-benda yang bermain angklung paglak, beberapa melakukan digunakan untuk mendukung gerak-gerak penari dan pekerjaan rumah. Selanjutnya, Murid padepokan kebutuhan pertunjukan melalui simbol yang ingin berdatangan untuk latihan, Gandrung Dartik melatih disampaikan. Fungsi properti sangatlah penting murid padepokan menari. Panjak Gandrung dalam pertunjukan tari karena penggunaan properti berdatangan ke padepokan sambil membawa alat akan menghidupkan suasana pertunjukan. Properti musiknya. Orang tua murid memasrahkan anaknya yang digunakan dalam karya tari Gandrung Jajang untuk belajar menjadi Gandrung di padepokan. antara lain topi dan kipas. Kipas Gandrung yang Penari belajar menggunakan sewek dan korset yang permukaannya terbuat dari kain diganti dengan benar sebagai dasar berbusana Gandrung. Mak anyaman bambu. Anyaman bambu dimaksudkan Supinah memberikan pitutur kepada muridnya untuk memperkuat sifat bambu yang fleksibel, dapat sebagai bekal untuk menjadi Gandrung Profesional. dibentuk menjadi apapun, sesuai sifat Gandrung yang Meras atau wisuda Gandrung. Merias wajah dan harus dapat menyesuaikan lingkungan tempatnya memakaikan busana Gandrung kepada penari. Pentas berada. Lapisan cat warna hitam pada kerangka kipas Gandrung di hajatan masyarakat menambah kesan berwibawa. Pola Lantai 1. Konstruksi Ritual Meras Gandrung Pola lantai merupakan sebuah garis imajiner dalam Karya Tari Gandrung Jajang yang diciptakan penari di atas pentas. Pentas yang Tatanan proses ritual meras Gandrung digunakan pada karya tari Gandrung Jajang Profesional kemudian dikonstruksikan melalui merupakan bentuk arena, koreografer menggunakan bentuk koreografi lingkungan. Tahapan konstruksi beberapa bentuk variasi pola lantai dengan tujuan yang dilakukan melalui tahap rangsang awal, memberikan kesan tertentu. Pola lantai yang eksplorasi, improvisasi, komposisi/pembentukan, diciptakan bukan semata-mata memaksa, tetapi juga evaluasi, forming, dan teknik penyampaian materi. disesuaikan dengan arena dan properti yang Tahap rangsang awal didapat dari pengamatan, digunakan. Seperti contoh ketika adegan pitutur, diskusi, dan wawancara terhadap proses ritual meras bentuk pola lantai diagonal dengan penari berada di Gandrung yang dilakukan Gandrung profesional, level bawah, Mak Supinah berdiri memberikan kesan sehingga mendapatkan rangsang berupa ide dan makna santun dan menghormati kepada orang mengkonstruksikan ritual meras Gandrung yang lebih tua. Berikut ini adalah pola lantai dan tata menggunakan teori koreografi lingkungan. Tahap tempat pertunjukan Gandrung Jajang yang merujuk eksplorasi merupakan bagian pengenalan lingkungan pada tata tempat pertunjukan dan elemen yang ada di jajangan sebagai lokasi pertunjukan kepada seluruh dalamnya. pemain, tahap ini mengkonstruksi sebuah tatanan Tata Rias dan Busana proses ritual yang sebelumnya berada di sanggar seni Tata rias dan busana merupakan elemen atau rumah Gandrung Profesional ke lokasi alam bentuk yang dilihat secara langsung oleh penonton. terbuka yang bernuansa padepokan. Selain itu, Tata rias memiliki peranan yang sangat penting eksplorasi gerak murni penari kemudian distilisasi dalam sebuah pementasan tari. Tata rias dan busana sehingga dekat dengan ketubuhan penari dan konsep menjadi bagian estetik yang sangat mendukung pertunjukan. Ketiga, tahap improvisasi pemain penampilan karya tari. Dengan tata rias dan busana, memberikan respon terhadap lingkungan sekitar baik karya tari tampak lebih hidup dan mewakili alam, sosial, maupun budaya dengan memberikan kepentingan estetik yang ditonjolkan. Busana sentuhan gerak klasik khas Gandrung pada motif merupakan unsur pendukung tari dan tidak dapat gerak untuk kemudian dikembangkan sesuai dipisahkan dari sebuah tarian, busana juga kebutuhan pertunjukan. Keempat, tahap komposisi merupakan sebuah identitas tarian. Busana yang menyusun gerak yang telah dilakukan pada tahap digunakan pada karya tari Gandrung jajang sangat

9

sebelumnya. Kelima, tahap evaluasi pemain melihat padepokan, tempat panjak, rumah Gandrung, tempat video latihan yang mereka lakukan untuk didiskukan selametan, dan rumah pengrajin angklung. Tempat bersama baik ruang, waktu, tenaga, musik maupun duduk penonton seluruhnya menggunakan kursi properti dan setting yang digunakan dalam bambu, baik pada lokasi pertama maupun lokasi pertunjukan. Selanjutnya tahap forming, koreografer kedua. Penggunaan bambu dimaksudkan untuk membuat gerakan baru dari hasil eksplorasi dan memperkuat konsep pertunjukan sekaligus improvisasi untuk kebutuhan gerak menggunakan mendekatkan pada teori koreografi lingkungan. media berupa properti dan gerak disesuaikan dengan lingkungan yang ada. Terakhir, tahap penyampaian D. PENUTUP materi karya. Pada tahap ini terdapat beberapa Simpulan perbedaan penyampaian dengan koreografi Karya tari Gandrung Jajang merupakan konvensional. sebuah konstruksi ritual meras Gandrung melalui 2. Bentuk pertunjukan koreografi koreografi lingkungan. Gandrung Jajang lingkungan dalam karya tari Gandrung mengungkapkan tahapan perjalanan laku spiritual Jajang untuk menjadi Gandrung profesional, dari proses Perbedaan yang paling mencolok adalah nyantrik hingga proses ritual meras Gandrung dan pemahaman tentang konsep koreografi lingkungan pentas uji coba. Karya ini memiliki dua variabel terhadap seluruh elemen pendukung pertunjukan, yaitu variabel isi ritual meras Gandrung dan variabel perlu penekanan dan pengulangan dalam bentuk koreografi lingkungan. Variabel isi terlihat menyampaikan beberapa poin penting koreografi dari metode yang digunakan untuk penggarapan lingkungan agar maksud dari karya Gandrung Jajang karya tari Gandrung Jajang dengan metode dapat tersampaikan. Konstruksi yang dilakukan konstruksi ritual meras Gandrung. Variabel bentuk kemudian disempurnakan hingga menuju koreografi lingkungan, melalui pendekatan budaya performance karya tari Gandrung Jajang. masyarakat adat suku Using dengan ilmu bambu. Konsep iringan karya tari Gandrung Jajang Menggunakan tipe tari dramatik untuk memudahkan menggunakan iringan musik gamelan khas koreografer menciptakan sebuah karya tari, karena Banyuwangi yaitu kolaborasi angklung paglak, tipe tari dramatik memiliki tahapan-tahapan untuk gamelan bambu, dan musik dari setting (gubuk dan memunculkan momen dalam sebuah karya tari. kursi bambu) tempat pertunjukan. Instrumen Konsep alur bertujuan membangun kesan dramatik berfungsi menunjang tarian yang diiringinya, juga sehingga menimbulkan dinamika yang kuat dapat membangun suasana yang terjadi pada setiap berdampak pada suasana dramatis dalam penyajian adegan. Pemilihan musik bambu oleh koreografer karya. Dalam pertunjukan Gandrung Jajang dan komposer dimaksudkan untuk memperkuat isu kehadiran penonton sangatlah penting, penonton bambu yang diangkat menjadi konsep pertunjukan dibagi menjadi dua jenis yaitu penonton penikmat Gandrung Jajang. Penguatan isu bambu juga seni yang terdiri dari khalayak umum dan penonton didukung dengan suara sindhen Gandrung yang penghayat terdiri dari seniman murni maupun membawakan syair Gandrung Jajang melalui pitutur akademisi. Untuk membuat pertunjukan yang dan gendhing. komunikatif, beberapa adegan dalam pertunjukan Properti pada karya tari Gandrung Jajang Gandrung Jajang penonton ikut serta berpartisipasi menggunakan topi bambu, kipas bambu, dan sampur. dalam pertunjukan, seperti pajuan dan makan Pemilihan properti topi bambu karena topi digunakan bersama dalam adegan selametan. masyarakat desa Kemiren pada kegiatan sehari-hari Variabel bentuk koreografi lingkungan yang dekat dengan budaya menganyam bambu. menjadikan karya tari Gandrung Jajang lebih kaya Properti kipas merupakan hasil modifikasi dari kipas dan dekat dengan local genius masyarakat Gandrung, biasanya menggunakan kain sebagai Banyuwangi. Eksplorasi kawasan jajangan penutupnya, kipas pada karya tari Gandrung Jajang membawa kesan dan pengalaman tersendiri bagi terbuat dari kerangka bambu dan ditutup dengan koreografer, komposer, pemusik, dan penari. anyaman bambu semakin menunjukkan identitas Adegan-adegan yang bersumber dari gagasan budaya karya. Sampur berwarna hijau memberikan kesan seperti salam, salim dan menganyam memberikan segar dan makna kesuburan dari bambu. pelajaran khusus secara teknis dan estetika bentuk. Konsep pertunjukan karya tari Gandrung Melalui karya tari Gandrung Jajang koreografer Jajang menggunakan setting berupa pondok-pondok menemukan sebuah teori budaya masyarakat adat bambu yang masing-masing memiliki fungsi sebagai

10

yang berkorelasi dengan seniman Gandrung, harapan koreografer teori tersebut dapat dijadikan sebuah konsep sebagai bahan karya selanjutnya. Metode penyampaian materi karya kepada penari berbeda dengan penyampaian pada koreografi panggung. Dalam karya ini koreografer banyak menemukan materi gerak melalui eksplorasi langsung bersama penari ketika terjun langsung di area pertunjukan, artinya bentuk-bentuk yang dihasilkan diharapkan lebih dekat dan sesuai dengan tubuh penari.

11

DAFTAR RUJUKAN Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Aji, Ridzwan Miftahul. 2017. Konstruksi Mada University Press Pertunjukan Reyog Sebuah Koreografi Lingkungan Reyog Endhut (Skripsi). Soeyono, Bambang. 1995. Gandrung Banyuwangi Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Sebagai Identitas Budaya Masyarakat Osing Di Jawa Timur (Tesis). Program Fajar, M. Tri Ragel Alfan. 2018. Kembang Dermo Pengkajian Seni Pertunjukan Jurusan Ilmu- Sebagai Ritual Kesuburan Di Desa Olehsari Ilmu Humaniora Program Pasca Sarjana: Banyuwangi Pada Karya Tari “Seblang Universitas Gadjah Mada Lulian” Dalam Tipe Tari Dramatik (Skripsi). Surabaya: Universitas Negeri Suprapta, Daru. 1984. “Babad Blambangan”. Surabaya Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Hadi, Y. Sumandiyo. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks, Yogyakarta: Pustaka Book Sutarto, Ayu & Sudikan, Setya Yuwana.2008. Publisher Pemetaan Kebudayaan di Provinsi Jawa Timur Sebuah Upaya Pencarian Nilai-nilai Kristiyara, Chiki E. 2008. Bentuk Penyajian Karya Positif. Jember: Biro Mental Spiritual Tari “Intering Beras” (Skripsi). Surabaya: Suyanto. 2007. SEMI Peletak Universitas Negeri Surabaya Dasar Gandrung Banyuwangi. Denpasar: Martono, Hendro. 2012. Revitalisasi Koreografi PANAKOM Lingkungan. Yogyakarta: Multi Grafindo Zainuddin, Sodaqoh dkk. 1997. Profil Seni Budaya Kabupaten Banyuwangi Tahun 1997. ______. 2012. Koreografi Lingkungan Jember: Kerjasama Lembaga Penelitian Revitaliasasi Gaya Pemanggungan dan Universitas Jember Dengan Bapeda Tingkat Gaya Penciptaan Seniman Nusantara. I Provinsi Jawa Timur Yogyakarta: Multi Grafindo Murgiyanto, Sal. 1983. Koreografi: Pengetahuan Dasar Komposisi Tari. : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Nawawi, Abdul Choliq. 1993. Sejarah Blambangan di Banyuwangi Sekitar Abad XV-XVII. Yogyakarta: Balai Arkeologi

Nuraini, Indah. 2011. Tata Rias dan Busana Orang Gaya Surakarta. Yogyakarta: ISI Yogyakarta

Parwoto, Eko. 2007. “Kita Mesti Belajar Lagi Tentang Bambu”. Yogyakarta: GONG

Santoso, Soewito. 1987. Babad Tanah Jawi (Galuh Mataram). Surabaya: P.T. Citra Jaya Murni

Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari: Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru. Yogyakarta: Ikalasti Yogyakarta

12