Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku JurnalMemilih Ilmu dalam Sosial Politik dan Lokal Ilmu di Politik Volume 17, Nomor 3, Maret 2014 (291-308) ISSN 1410-4946

Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia

Haryanto •

Abstract This article explains that the party identifi cation (party ID) has become the main factor of voting behavior in local politics in Indonesia. Voters no longer dominant consider the proximity factor, both ethnic and regional proximity in determining vote choice, as a general conclusion that has been used to explain voting behavioral in local politics in Indonesia. This article confi rms that voters tend to conform to the party then make a choice their voices to candidates that are o ered by the party.

Keywords: voting behavioral; party ID; local politics

Abstrak Artikel ini menjelaskan bahwa identifi kasi partai (party ID) telah menjadi faktor utama perilaku memilih dalam politik lokal di Indonesia. Pemilih tidak lagi dominan melihat faktor kedekatan (proximity), baik kedekatan etnis maupun daerah dalam menentukan pilihan suara, sebagaimana kesimpulan umum yang selama ini digunakan untuk menjelaskan perilaku memilih dalam politik lokal di Indonesia. Artikel ini menegaskan bahwa pemilih cenderung mengindentikkan diri dengan partai, kemudian menentukan pilihan suaranya kepada kandidat yang diusung oleh partainya.

Kata kunci: perilaku memilih; party ID; politik lokal

Pendahuluan melihat variabel socio-religious, socio-cultural, Tulisan ini tentang perilaku memilih dalam ataupun sosio-economic (Gaffar, 1992; King, politik lokal kontemporer. Melalui pendekatan 2003; Ananta, et al., 2004). Sementara itu, tulisan psikologis dalam model voting behavior, ini menggambarkan orientasi pemilih terhadap tulisan ini menyatakan bahwa identifikasi politik dipengaruhi oleh loyalitas partisan partai memengaruhi posisi optimal perilaku (kedekatan pada partai politik) yang terbangun memilih yang selama ini jarang digunakan sejak lama, dan kekuatan jangka pendek seperti oleh ilmuwan politik untuk menjelaskan popularitas kandidat berdasarkan agenda karakteristik elektoral dalam politik lokal di kebijakan. Adapun lokus penelitian pada Indonesia (Liddle dan Mujani, 2007; Mujani, pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) et al., 2012). Kebanyakan studi yang ada lebih Sulawesi Selatan tahun 2013 dengan fokus pada dua kabupaten di wilayah provinsi tersebut.

ñ Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Hasanuddin Email: [email protected]

291 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Sejak reformasi bergulir tahun 1999 kajian perilaku memilih telah beranjak pada dan dalam tiga rangkaian Pemilu nasional faktor psikologis–sebuah perspektif dalam terakhir (legislatif dan presiden), ilmuwan kajian perilaku memilih di Indonesia yang telah menawarkan bukti kuat bahwa faktor belum populer sebagai kesimpulan. Akan penentu yang paling penting dari perilaku tetapi, secara umum telah mulai diminati memilih di Indonesia telah bergerak pada dengan berbagai kritikan terhadap pendekatan faktor-faktor psikologis dan ekonomi politik sosiologis dengan menyimpulkan melemahnya (pilihan rasional) (Mujani, et al., 2012). Kalau politik aliran di Indonesia (Ufen, 2008: 20). persepsinya positif, pemilih cenderung memilih Dua studi di Kabupaten Luwu Timur dan presiden atau partai yang sedang berkuasa, Kabupaten Pinrang menjelaskan faktor sebaliknya kalau persepsinya negatif, pemilih dominan yang memengaruhi pilihan suara cenderung memilih calon presiden atau berdasarkan kedekatan pada partai politik. partai yang dianggap oposisi. Penemuan ini Walaupun kandidat menggunakan representasi bertolak belakang dengan conventional wisdom kedaerahan dan etnis dalam menentukan (kepercayaan umum) sebelumnya, bahwa komposisi pasangan calon, terbukti tidak begitu kebanyakan pemilih di Indonesia didorong oleh signifi kan terhadap perolehan suara mereka. faktor-faktor agama, kedaerahan, etnis, dan Di dua kabupaten yang diteliti nampak jelas kelas sosial sebagaimana dalam model perilaku adanya straight-ticket voting, dimana hampir memilih sosiologis (Liddle, 2012: 155). Namun, dipastikan bahwa warga yang memilih dalam Liddle menyimpulkan bahwa politik aliran partai koalisi, juga memilih kandidat pasangan yang selama ini diyakini sebagai pendekatan yang diusung. Singkatnya, identifi kasi partai sosiologis, hanya cocok dikaji pada ranah telah menemukan “jati dirinya” sebagai bagian politik lokal (Mujani, et al., 2012; Liddle, 2012). penting untuk memenangkan suara dalam Simpulan tersebut sebagaimana tesis umum ranah lokal kontemporer. Identifikasi yang dalam politik lokal, bahwa determinasi sosial dimaksud disini, akan lebih fokus pada pemilih budaya telah menjadi bagian dari dilema politik partai yang memilih pasangan yang menang di Indonesia (Nordholt, 2005: 67), termasuk dalam Pilgub. mengenai perilaku memilih (Erman, 2007; Hanif, 2009). Pertanyaannya kemudian, apakah Model Perilaku Memilih gagasan konsepsi sosiologis begitu dominan Setidaknya terdapat tiga pendekatan menentukan pilihan politik dalam ranah yang selama ini menjadi basis dalam membaca lokal? Apakah studi politik benar-benar tidak perilaku memilih yaitu The Columbia Study, The harus meninggalkan pendekatan sosiologis Michigan Model, dan Rational Choice (Bartels, 2012; dan beralih pada pendekatan psikologis dan Roth, 2008). Ketiga pendekatan tersebut lebih pilihan rasional dalam mengkaji perilaku dikenal dengan istilah sosiologis, psikologis memilih lokal di Indonesia. Puncaknya, apakah dan pilihan rasional. Selain itu, terdapat juga ada kaitan secara relevan orientasi pendekatan berbeda yang dikembangkan oleh nasional dan orientasi lokal dalam politik, Lau dan Redlawsk (2006) yakni rational choice, antara kandidat/partai dan pemilih khususnya early socialization, fast and frugal, dan bounded menjelang rangkaian pemilu legislatif dan rationality. Dalam tulisan ini, hanya menguraikan Pilpres mendatang? secara singkat ketiga pendekatan pertama sebagai Untuk itu, melalui basis analisis geopolitik, landasan memahami voting behavior dalam kasus profil sosiologis, dan statistik perolehan yang diteliti. suara, tulisan ini mencoba membuktikan The Columbia Study dipelopori oleh bahwa politik lokal kontemporer dalam Lezarsfeild pada tahun 1940. The Columbia

292 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia

Study kemudian lebih dikenal dengan model basis analisis utama dari model ini adalah atau pendekatan sosiologis. Pendekatan kondisi sosial, bukan menjadikan individu sosiologis memperlihatkan bahwa ada pengaruh sebagai pusat analisis. Adapun instrumen antara nilai-nilai sosiologis yang menempel yang menjadi basis analisis sosiologis yakni pada diri individu yang memengaruhi perilaku agama, etnis, pendidikan, tempat tinggal (desa- seseorang dalam politik. Nilai-nilai sosiologis kota), pekerjaan, gender, umur dsb (Mujani tersebut berupa agama, kelas sosial, etnis, et al., 2012). Begitu halnya dengan geopolitik daerah, tradisi keluarga dan lain-lain (Bartels, (kedaerahan), juga merupakan basis analisa 2012: 240). perilaku politik dalam model sosiologis. Berangkat dari teori lingkaran sosial, Pendekatan perilaku memilih selanjutnya setiap manusia terikat dalam berbagai lingkaran yakni The Michigan Model, sebuah metode untuk sosial seperti misalnya keluarga, tempat kerja, mengetahui perilaku memilih yang berkembang pertemanan dan lain sebagainya, teori ini awal tahun 1950-an. The Michigan Model kemudian digunakan untuk menjelaskan kemudian dikenal dengan nama pendekatan perilaku memilih. Asumsinya bahwa seorang psikologis yang uraiannya secara lengkap pemilih hidup dalam konteks tertentu: status dapat dilihat dalam “The American Voter” (1960) ekonominya, agamanya, tempat tinggalnya, ditulis oleh Campbell, Converse, Miller, dan pekerjaan dan usianya, sehingga mendefi nisikan Stokes. Berbeda dengan model sosiologis, lingkaran sosial yang memengaruhi keputusan dalam model psikologis, adanya keterikatan/ pemilih, disebabkan kontrol dan tekanan dorongan psikologis yang membentuk orientasi sosialnya (Roth, 2008: 24). Menurut Roth (2008: politik seseorang. Ikatan psikologis tersebut 37), model sosiologis dapat memberi penjelasan disebabkan oleh adanya perasaan kedekatan yang sangat baik pada perilaku memilih dengan partai atau kandidat. Persepsi dan yang konstan. Hal ini disebabkan kerangka penilaian individu terhadap kandidat atau struktural masing-masing individu yang tema-tema yang diangkat (pengaruh jangka hanya berubah secara perlahan. Namun, model pendek) sangat berpengaruh terhadap pilihan sosiologis tidak dapat menjelaskan mengenai pemilu. Secara sederhana menurut Roth (2008: penyebab pindahnya pilihan politik individu. 38), pendekatan psikologis berusaha untuk Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa menerangkan faktor-faktor apa saja yang

Gambar 1. Funnel Causality (diadaptasi dari Campbell et al., 1960 oleh Dalton, 2002)

293 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014 memengaruhi keputusan pemilu melalui Model ini menjelaskan keputusan trias determinant: identifikasi partai (Party suara individu didasarkan dalam tiga sikap: ID), orientasi kandidat dan orientasi isu. partisanship (keberpihakan), pendapat terhadap Penggambaran ini dapat dilihat dari penjelasan isu, dan citra kandidat. Keyakinan inilah yang Dalton bahwa proses perilaku memilih model paling dekat pada keputusan suara dan karena psikologis seperti sebuah saringan dalam itu memiliki dampak langsung dan sangat kuat corong kausalitas (funnel causality) seperti terhadap perilaku memilih (Dalton, 2002: 173). dalam gambar 1 (Dalton, 2002: 173). Partisanship sebagai salah satu konsep dalam Pada bagian corong yang lebar adalah pendekatan psikologis adalah kedekatan kondisi sosial ekonomi yang menghasilkan psikologis yang merupakan hubungan yang pembagian politik yang luas dari masyarakat: stabil dan bertahan lama dengan partai politik. struktur ekonomi, perpecahan sosial seperti Situasi di mana individu memilih kelompok ras atau agama, dan keberpihakan sejarah. rujukan, walaupun mereka tidak menyatu Faktor-faktor ini memengaruhi struktur dalam didalamnya dan mulai bertindak sesuai dengan sistem kepartaian, tetapi tidak memengaruhi apa yang mereka anggap sebagai aturan keputusan suara pemilih. Ketika bergerak kelompok tersebut. Identifi kasi dengan partai melalui saluran kausal, kondisi sosial ekonomi disebut dengan istilah party ID, yakni perasaan memengaruhi loyalitas kelompok dan orientasi seseorang bahwa partai tertentu adalah nilai dasar. Misalnya, kondisi ekonomi mungkin identitas politiknya, bahwa ia mengidentikan mengikat individu kepada kelas sosial, atau diri sebagai orang partai tertentu, atau bahwa ia identitas daerah dapat membentuk reaksi merasa dekat dengan partai politik tertentu. terhadap kesenjangan sosial dan politik. Dengan Pendekatan perilaku memilih yang terakhir demikian, kondisi sosial d' abarkan ke dalam yakni model rational choice atau pilihan rasional. sikap yang secara langsung dapat memengaruhi Rational choice adalah sebuah pendekatan perilaku politik individu. Pada corong kausalitas perilaku memilih yang merupakan kritik yang menyempit merupakan sebuah loyalitas terhadap dua model pendekatan yang sudah kelompok dan prioritas nilai yang terhubung ada yaitu pendekatan sosiologis dan psikologis. ke sikap politik yang lebih eksplisit. Ujung Ada kegelisahan ilmuwan melihat perubahan- lebar dari corong mewakili kondisi sosial yang perubahan perilaku memilih yang tidak bisa luas, menunjukkan bahwa struktur sosial jauh dijelaskan oleh dua pendekatan tersebut. dari keputusan pemilih yang sebenarnya. Latar belakang teoritis untuk penjelasan Ketika bergerak melalui corong, perhatian pendekatan ini berangkat dari teori ekonomi bergeser ke faktor-faktor yang secara eksplisit (Mujani et. al, 2012; Bartels, 2012). Model ini politis, melibatkan keyakinan dan pengetahuan merupakan upaya untuk menjelaskan perilaku individu. Karakteristik sosial itu dilihat sebagai memilih yang berhubungan dengan parameter aspek penting dari proses pemungutan suara, ekonomi-politik. Premisnya sederhana, jika tetapi pengaruh utama adalah dalam membentuk asumsi pilihan rasional mampu menjelaskan orientasi politik. Sebagian besar dampak pasar, maka hal ini juga dapat menjelaskan langsung dari karakteristik sosial pada pemilih fungsi politik. Operasi model ini didasarkan dimediasi oleh disposisi sikap. Sikap, pada bahwa semua keputusan yang telah dibuat gilirannya, tergantung pada loyalitas kelompok oleh pemilih bersifat rasional, yakni dipandu dan orientasi nilai individu, serta rangsangan oleh kepentingan diri sendiri dan diberlakukan eksternal seperti teman-teman, media, keb' akan sesuai dengan prinsip maksimalisasi manfaat. pemerintah, dan kegiatan kampanye (Dalton, Pilihan politik pemilih yang rasional senantiasa 2002:174). berorientasi kepada hasil yang dicapai oleh

294 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia partai atau kandidat tertentu dalam politik, Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi baik hasil yang dipersepsikan maupun yang Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrasi diantisipasi (Roth, 2008: 49). Kebangsaan (PDK), Partai Keadilan dan Berdasarkan keseluruhan uraian diatas, Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Persatuan ketiga model tersebut tidak harus bertentangan. Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Sebaliknya, ketiganya mempunyai pengaruh Nasional Ulama (PKNU), dan Partai Damai relatif terhadap pilihan politik (Mujani et al., Sejahtera (PDS). Pasangan nomor urut terakhir, 2012: 34). Singkatnya, dalam studi perilaku Andi Rudiyanto Asapa dan Andi Nawir memilih, sejatinya dilihat dalam pendekatan Pasinringi diusung Partai Gerakan Indonesia probabilistik bukan deterministik, karena Raya (Gerindra), Partai Pemuda Indonesia semua faktor dapat berpengaruh. Jadi, yang (PPI), Partai Kedaulatan, Partai Nasional dilihat pada sisi proporsionalitas faktor, Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI), Partai seberapa besar faktor yang dominan dan Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Merdeka, mampu menjelaskan pilihan politik dengan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), lebih baik. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Matahari Bangsa (PMB), Pemilihan Gubernur dan Geopolitik Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI), Sulawesi Selatan Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB), Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Partai Republika Nusantara (Republikan), (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang digelar Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai pada 22 Januari 2013 menyisakan 3 pasangan Persatuan Daerah (PPD), Partai Pelopor, Partai kandidat: Ilham Arif Sirajuddin - Aziz Qahhar Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Nasional Mudzakkar (IA), Syahrul Yasin Limpo - Agus Republik (Partai Nasrep), Partai Buruh, Partai Arifi n Nu’mang (Sayang), dan Andi Rudiyanto Barisan Nasional (Partai Barnas), dan Partai Asapa - Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na). Pelopor. Dukungan kepada ketiga pasangan kandidat Sebagai pemenang, Syahrul Yasin Limpo yang bertarung tersebut masing-masing: IA dan Agus Arifi n Nu’mang memperoleh suara didukung 34,46 persen suara parpol, Sayang terbesar yakni 2.251.407 suara atau 52,42 dengan 49 persen, dan Garuda-Na sebesar persen. Pasangan ini merupakan petahana 16,54 persen (lihat tabel 1).1 (incumbent), dimana pada Pilgub sebelumnya Pasangan nomor urut satu, Ilham Arief juga berpasangan. Syahrul Yasin Limpo lahir di Siradjuddin dan Azis Qahhar Mudzakkar Ngawing, Makassar pada tanggal 15 Maret 1955. diusung Partai Demokrat, Partai Keadilan Sebelum menjabat sebagai Gubernur, Syahrul Sejahtera (PKS), Partai Hati Nurani Rakyat Yasin Limpo pernah menjabat sebagai Bupati di (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kabupaten Gowa selama dua periode. Syahrul Bintang Reformasi (PBR), Partai Karya Peduli Yasin Limpo kemudian menjabat Wakil Gubernur Bangsa (PKPB), Partai Kebangkitan Bangsa selama satu periode mendampingi Amin Syam, (PKB), Partai Patriot, Partai Karya Perjuangan sebelum akhirnya memenangkan pertarungan (Pakar Pangan), Partai Penegak Demokrat bersama Agus Arifin Nu’mang dalam Pilgub Indonesia (PPDI) dan Partai Nasional Sulsel di tahun 2007. Gubernur yang terkenal Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme). dengan tagline “Sayang” (singkatan dari Syahrul Sementara itu, Syahrul Yasin Limpo dan Agus Yasin Limpo-Agus Arifi n Nu’mang) dikenal di Arifi n Nu’mang diusung Partai , Partai masyarakat dengan program pendidikan dan kesehatan gratis. Program tersebut dianggap

1KPUD Sulawesi Selatan. sebagai “sesuatu yang baru” bagi masyarakat

295 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Tabel 1. Koalisi Partai Pengusung Pasangan Calon Pilgub Sulawesi Selatan 2013 IA Sayang Garuda-Na Partai Demokrat, PKS, Partai Gerindra, PPI, Partai Partai Golkar, Partai Hanura, PBB, Kedaulatan, PNBKI, PIS, Partai PAN, PDIP, PBR, PKPB, PKB, Merdeka, PPPI, PPNUI, PMB, PKDI, Partai Politik PDK, PKPI, Partai Patriot, Pakar PPIB, Partai Republikan, PPRN, PPD, PPP, PKNU, Pangan, PPDI, dan PDP, Partai Nasrep, Partai Buruh, dan PDS PNI Marhaenisme Partai Barnas, dan Partai Pelopor Jumlah Partai 11 8 19 Persentase 34,46 49 16,54 Sumber: KPUD Sulawesi Selatan pada tahun 2007, sehingga diyakini sebagai aktif sebagai fungsionaris Partai Golkar sebagai gebrakan dan menjanjikan kesejahteraan di Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan. Pada Pilgub 2013, pendidikan Ilham Arif Sirajuddin pun beralih ke Partai dan kesehatan gratis masih menjadi “jualan Demokrat setelah kalah bersaing dengan politik” pasangan ini, dengan menunjukkan Syahrul Yasin Limpo dalam perebutan ketua keberhasilan-keberhasilan dari program yang DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan. Sementara mereka kerjakan. Dengan latar belakang etnis itu, calon wakil gubernur pasangan IA, Aziz Makassar, Syahrul Yasin Limpo diyakini memiliki Qahhar Mudzakkar merupakan putra Qahhar lumbung suara didaerah yang mayoritas Mudzakkar (Pemimpin DI/TII) yang berasal dihuni oleh etnis Makassar, seperti daerah dari Kabupaten Luwu dengan latar belakang selatan. Syahrul Yasin Limpo pada saat ini juga etnis Luwu. Terpilih dalam dua periode merupakan Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi sebagai Anggota DPD RI sejak tahun 2004 Selatan, sedangkan Agus Arifin Nu’mang, sampai sekarang. Sebelumnya, Aziz Qahhar pasangan wakil gubernur adalah mantan Ketua Mudzakkar juga pernah mencalonkan diri DPRD Sulawesi Selatan 2004-2007. Agus Arifi n sebagai calon gubernur pada Pilgub tahun 2007 Nu’mang berasal dari Kabupaten Sidrap yang yang telah dimenangkan oleh Sayang. Nama merupakan kawasan Ajatappareng dengan Aziz Qahhar Mudzakkar sangat dikenal di mayoritas etnis Bugis. Sebelum aktif dalam masyarakat Luwu Raya karena kharisma orang politik sebagai kader Partai Golkar, Agus Arifi n tuanya. Popularitas tersebut menjadikannya Nu’mang berprofesi sebagai dosen di salah satu di urutan pertama dalam perolehan suara Universitas di Makassar. anggota DPD RI tahun 2009 lalu. Perolehan suara kedua ditempati Pasangan dengan perolehan suara terkecil pasangan Ilham Arif Sirajuddin - Aziz Qahhar yakni Andi Rudiyanto Asapa - Andi Nawir Mudzakkar yang mengumpulkan 1.785.580 Pasinringi yang memperoleh 257.973 suara suara atau 41,57 persen. Ilham Arif Sirajuddin atau 6,01 persen. Calon gubernur pasangan sebagai calon gubernur merupakan putra Garuda-Na, Andi Rudiyanto Asapa berasal Bugis, dimana orang tuanya berasal dari dari Kabupaten Sinjai, sekaligus menjabat Kabupaten Bone. Tercatat sebagai Walikota Bupati dua periode di kabupaten tersebut sejak Makassar dua periode sejak tahun 2004. tahun 2003. Selain itu, Andi Rudiyanto Asapa Ilham Arif Sirajuddin adalah Ketua DPD juga menjabat Ketua DPD Partai Gerindra Partai Demokrat Sulawesi Selatan 2010-2015. Sulawesi Selatan. Sementara itu, Andi Nawir Namun sebelumnya, Ilham Arif Sirajuddin Pasinringi, calon wakil gubernur yang berasal

296 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia dari Kabupaten Pinrang, dimana Andi Nawir seperti daerah, etnis, budaya, bahasa serta Pasinringi juga pernah menjabat sebagai Bupati agama sebagai relevansi politik. Pada uraian Pinrang selama dua periode pada tahun 1999- selanjutnya, artikel ini menguraikan beberapa 2009. Selain itu, Andi Nawir Pasinringi pernah aspek geopolitik yang memengaruhi pola menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat dan komposisi para kandidat dalam Pilgub Sulawesi Selatan sebelum dilengserkan oleh Sulawesi Selatan tahun 2013. Secara geopolitik, Ilham Arif Sirajuddin. Akhirnya, Andi Nawir Sulawesi Selatan dapat dibagi kedalam lima Pasinringi keluar dari partai belambang kawasan: (1) Bosowasi, terdiri atas Kabupaten segitiga tersebut. Dilihat dari nama pasangan Bone, Soppeng, Wajo, dan Sinjai; (2) Luwu calon Garuda-Na sudah jelas bahwa kedua Raya terdiri atas Kabupaten Luwu, Luwu kandidat tersebut berasal dari etnis Bugis. Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo; (3) Berkaitan dengan geopolitik, pada Ajatappareng terdiri atas Kabupaten Barru, umumnya konsep analisis geopolitik berkaitan Sidrap, Pinrang, Enrekang, dan Kota Parepare; dengan peta etnografi suatu kawasan, (4) Selatan-Selatan terdiri atas Kota Makassar,

Tabel 2. Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan 2013 Ilham Arif Sirajuddin Andi Rudiyanto Syahrul Yasin Limpo – Kabupaten/Kota – Abd. Azis Qahhar Asapa – Andi Nawir Agus Arifi n Nu’mang Mudzakkar Pasinringi Bantaeng 37.210 47.101 4.747 Barru 35.149 59.296 1.302 Bone 244.526 129.234 30.258 Bulukumba 78.497 106.233 14.616 Enrekang 57.769 42.698 1.529 Gowa 66.542 312.199 8.603 Jeneponto 44.562 131.459 7.631 Kota Parepare 26.466 37.235 2.334 Luwu 120.610 59.881 3.505 Luwu Timur 49.002 75.781 1.587 Luwu Utara 74.728 70.074 4.360 Makassar 313.056 285.418 29.116 Maros 86.907 70.806 6.294 Palopo 53.082 25.982 2.981 Pangkep 85.722 71.639 5.341 Pinrang 69.626 84.187 31.215 Selayar 20.464 45.324 2.672 Sidenreng Rappang 59.983 101.291 2.746 Sinjai 35.602 20.533 71.341 Soppeng 52.084 75.929 3.942 Takalar 37.763 109.586 2.930 Tana Toraja 17.584 90.760 4.452 Toraja Utara 10.796 94.634 8.536 Wajo 108.849 104.127 5.935 Jumlah 1.785.580 2.251.407 257.973 Persentase 41,57 52,42 6,01 Sumber: KPUD Sulawesi Selatan

297 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto dan Andi Nawir Pasinringi berasal dari Pinrang, Bantaeng; dan (5) Toraja terdiri atas Kabupaten wilayah Ajatappareng. Toraja dan Toraja Utara. Beberapa ilmuwan politik bahkan Daerah-daerah yang berada dalam mengatakan faktor geopolitik menjadi penentu kawasan Bosowasi dan Ajatappareng secara kemenangan calon di Pilgub 2013. Pasangan kultural memiliki identitas yang sama sebagai Sayang akan berkuasa di Selatan-Selatan, komunitas etnis Bugis, sedangkan kawasan mulai dari Gowa hingga Bulukumba, IA Selatan-Selatan disatukan oleh etnis Makassar. akan menguasai Bosowasi dan Luwu Raya, Adapun Luwu Raya sangat heterogen, kawasan sedangkan Garuda’Na akan mendulang suara ini sangat beragam baik dari segi etnis, budaya, di Sinjai dan Ajatappareng. bahasa maupun agama. Hal ini dikarenakan “Sulit dipungkiri geopolitik ikut Kawasan Luwu Raya merupakan destinasi memengaruhi pertemuan paket calon. Terbukti transmigrasi dari Jawa dan Bali, warisan Orde keputusan Ilham-Azis tidak terlepas dari Baru. Namun, mayoritas masyarakat yang tafsir geopolitik, meskipun batasan geopolitik mendiami kawasan ini adalah etnis Luwu. masih bisa diperdebatkan. Namun, perpaduan Sementara itu, kawasan Toraja mayoritas dihuni Ilham-Aziz dianggap sebagai simbol basis oleh etnis Toraja. Berbeda dengan kawasan representasi Bosowa dan Luwu Raya” (DR. lainnya yang mayoritas Islam, kawasan Toraja Muh Firdaus, dosen Politik UIN Alauddin).2 mayoritas beragama Kristen dan Katolik. Apabila melihat komposisi pasangan calon “…faktor geopolitik tidak bisa Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilgub dipungkiri menjadi basis kandidat. … 2013 beberapa waktu yang lalu, sulit dipungkiri variabel etnis dan kultural menjadi wilayah pertarungan semua kandidat” bahwa faktor geopolitik ikut berpengaruh (Muh. Aris, Direktur Eksekutif Insert terhadap basis kalkulasi pasangan calon yang Institute).3 berkompetisi. Pasangan dan Aziz Qahhar Muzakkar secara simbolik Pertanyaannya kemudian, walaupun merupakan perpaduan antara basis representasi kandidat menggunakan analisis geopolitik geopolitik Bosowasi dan Luwu Raya. Ilham sebagai strategi untuk memenangkan jabatan Arief Sirajuddin merupakan putra kelahiran Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Bone, sedangkan Aziz Qahhar Muzakkar Selatan untuk periode 2013-2018, kenyataan berasal dari Luwu Raya. Sementara itu, tafsiran membuktikan dugaan tersebut tidak tepat. geopolitik serupa juga berlaku terhadap Pasangan Sayang mampu untuk memenangkan pasangan petahana (incumbent) Syahrul suara dalam peta geopolitik lawan. Pada Yasin Limpo dan Agus Arifi n Nu’mang. Jika kawasan Luwu Raya yang merupakan basis Syahrul Yasin Limpo mewakili simbol politik IA, Sayang mampu menang di Kabupaten daerah Selatan-Selatan karena latar belakang Luwu Timur. Dengan total 126.370 suara etnis Makassar, maka wakilnya, Agus Arifi n sah, Sayang memperoleh 75.781 suara (59, Numang representasi wilayah Ajatappareng, 97 persen), IA dengan 49.002 suara (38,78 dimana Kabupaten Sidrap adalah kampung persen), dan Garuda-Na dengan 1.587 suara halamannya. Begitu halnya pasangan Garuda- (1,25 persen). Begitu halnya di Kabupaten Na, Andi Rudiyanto Asapa dan Andi Nawir Pinrang yang secara geopolitik adalah kawasan Pasinringi. Andi Rudiyanto Asapa merupakan Ajatappareng, yang merupakan basis Garuda- representasi geopolitik Bosowasi, dimana Andi Rudiyanto Asapa merupakan Bupati aktif di 2 www.rakyatsulsel.com. kabupaten Sinjai, sedangkan pasangannya, 3www.luwuraya.net.

298 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia

Na, dimana calon wakil gubernur Andi Nawir Aziz Qahhar Mudzakkar sebagai salah Pasinringi berasal dari kabupaten tersebut dan satu calon wakil gubernur diidentikkan dengan pernah menjabat Bupati Pinrang dua periode. kabupaten Luwu Timur. Dengan latar belakang Kali ini, dengan total 185.028 suara sah, Sayang etnis Luwu dan pengaruh kharisma orang memperoleh 84.187 suara (45,50 persen), diikuti tuanya, Aziz Qahhar Mudzakkar sangat dikenal IA dengan 69.626 (37,63 persen), sedangkan di daerah ini. Rekam jejak perjuangan Qahhar Garuda-Na hanya mampu meraih 31.215 suara Mudzakkar, orang tua Aziz Qahhar Mudzakkar, (16,87 persen). diyakini oleh kebanyakan masyarakat menjadi Singkatnya, keseluruhan pasangan calon penyebab adanya faktor kedekatan emosional apabila dianalisis dengan profil sosiologis yang kuat antara masyarakat Luwu Timur merupakan representasi geopolitik Sulawesi dengan calon wakil gubernur dari pasangan Selatan. Pasangan Sayang merupakan IA tersebut (Irfan Yahya, wawancara pribadi representasi Bugis-Makassar dengan pembagian 11 September 2013). Pada Pemilu DPD 2009, kawasan Selatan-Selatan dan Ajatappareng, Aziz Qahhar Mudzakkar bahkan memperoleh pasangan IA merupakan komposisi etnis Bugis- 35,67 persen dari keseluruhan suara sah di Luwu dengan representasi Ilham Arif Sirajuddin kabupaten ini. yang berasal dari kawasan Bosowasi dan Aziz Namun, pada Pilgub 2013 yang telah Qahhar Mudzakkar yang berasal dari kawasan berlalu pada awal tahun, menunjukkan Luwu Raya, dan terakhir pasangan Garuda-Na, kedekatan emosional antara pemilih dan Andi Rudiyanto Asapa berasal dari kawasan calon kandidat tidak begitu dominan dalam Bosowasi sedangkan Andi Nawir Pasinringi menentukan perilaku memilih warga di Luwu berasal dari kawasan Ajatappareng. Akan tetapi, Timur. Walaupun pasangan IA dengan Aziz kenyataan pemilu berkata lain, dimana faktor Qahhar Mudzakkar telah mengakar dengan geopolitik tidak secara signifi kan mempengaruhi kuat pada wilayah kabupaten ini dengan pilihan suara di dua kabupaten tersebut. Dalam adanya ikatan etnis dan kedaerahan, pasangan perbandingan berikut, Kabupaten Luwu Timur Sayang mampu meraup suara sebesar 59,97 dan Kabupaten Pinrang menjadi pusat analisis. persen. Angka ini cukup fantastis, mengingat Alasan memilih dua kabupaten ini yakni bahwa kabupaten Luwu Timur merupakan Kabupaten Luwu Timur dipilih karena sebagai wilayah Luwu Raya yang diklaim oleh banyak basis geopolitik pasangan IA, sedangkan kalangan sebagai basis geopolitik pasangan Kabupaten Pinrang dipilih karena merupakan IA (Muhammad Ayyub, wawancara pribadi basis geopolitik Garuda-Na. Di dua kabupaten 12 Agustus 2013). Kenyataannya, pasangan tersebut pasangan Sayang berhasil menang IA hanya mampu memperoleh 38,78 persen dengan memperoleh suara terbanyak. suara.

Kabupaten Luwu Timur Tabel 3. Kabupaten Luwu Timur merupakan Perolehan Suara Koalisi Partai kabupaten paling timur di Provinsi Sulawesi Berdasarkan Pemilu Legislatif DPRD Selatan yang berbatasan langsung dengan Provinsi Tahun 2009 di Luwu Timur Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi IA Sayang Garuda-Na Tenggara. Luwu Timur merupakan kabupaten Jumlah 34.483 60.831 16.332 yang saat ini tingkat perekonomiannya terbaik Persentase 30,88 54,47 14,62 di Sulawesi Selatan, sejak dimekarkan dari Suara Sah 111.675 Luwu Utara tahun 2003. Mayoritas etnis yang Sumber: KPUD Luwu Timur mendiami daerah ini adalah etnis Luwu.

299 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Tabel 4. pemilu sebelumnya. Selain itu, sepanjang Rekapitulasi Perolehan Suara Pasangan sejarah partai penguasa di kabupaten ini, partai Calon Pilgub 2013 di Luwu Timur Golkar selalu berhasil memenangkan Bupati Garuda- yang diusungnya. Kedekatan pemilih dengan IA Sayang Na partai Golkar sangat memengaruhi relevansi Jumlah 49.002 75.781 1.567 keterpilihan kandidat karena sebagian besar Persentase 38,78 59,97 1,25 daerah di Kabupaten Luwu Timur adalah Total Suara Sah 126.370 daerah transmigrasi Orde Baru – masyarakat Sumber: KPUD Luwu Timur daerah transmigran dikenal dekat dengan Golkar. Bagi sebagian masyarakat transmigran, Dalam analisis perolehan suara Golkar adalah salah satu bagian dari hidup berdasarkan Pemilu 2009 dan Pilgub 2013, mereka (Karyadi, wawancara pribadi, 7 Agustus disimpulkan bahwa warga yang memilih 2013). Hal inilah yang menandakan kekuatan partai yang tergabung dalam koalisi partai sosiologis pasangan IA tidak begitu signifi kan pendukung pasangan Sayang juga memilih memengaruhi pilihan politik masyarakat. pasangan Sayang dalam Pilgub 2013. Hal ini Persentase pasangan Sayang berdasarkan menandakan bahwa suara yang diberikan kedekatan partai (jumlah koalisi partai) untuk kandidat berasal dari partai yang sama terbukti mampu memenangkan pasangan ini (straight-ticket voting). Pemilih cenderung di Kabupaten Luwu Timur. mengidentikkan pilihan pada kandidat dalam Pada pemilu DPRD provinsi tahun 2009, jika Pilgub dengan pilihan partai politiknya pada jumlah suara seluruh partai koalisi pengusung

Grafi k 1. Split-Ticket Voting di Kabupaten Luwu Timur berdasarkan Persentase Perolehan Suara Koalisi Partai di Pemilu DPRD Provinsi 2009 dan Persentase Suara Pasangan Calon di Pilgub 2013

Sumber: diolah berdasarkan data KPUD

300 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia pasangan Sayang digabungkan, maka diperoleh sejak tahun 1976, diantaranya: Kepala Desa 54,47 persen dari total suara sah (lihat Tabel Paria; dua kali menjabat sebagai Camat di 3). Apabila persentase perolehan suara partai Cempa dan Watang Sawi4 o (1987-1989); Kepala koalisi tersebut kemudian di hubungkan dengan Dinas Kebersihan Kabupaten Pinrang; Asisten persentase perolehan suara pasangan Sayang di Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Luwu Timur yakni sebesar 59,97 persen (lihat Pinrang dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah tabel 3), maka dapat disimpulkan sebagai split- Kabupaten Pinrang. Puncaknya, ketika Andi ticket voting (lihat grafik 1). Kesimpulannya, Nawir Pasinringi terpilih dalam dua periode seluruh warga yang memilih dalam partai sebagai Bupati Pinrang (1999-2009). Gelar koalisi, juga memilih kandidat pasangan Sayang. sebagai bangsawan Bugis juga menjadi faktor Sekitar 5,5 persen4 pemilih di Luwu Timur penentu, tokoh ini dikenal dengan baik di dikategorisasikan sebagai split-ticket voting, masyarakat Pinrang. kemungkinan besar berasal dari partai yang Nampaknya, sejumlah pengalaman berbeda yang kemudian mengalihkan suaranya tersebut menjadikan Andi Nawir Pasinringi kepada pasangan Sayang.5 Sementara itu, untuk sangat percaya diri maju dalam Pilgub Sulawesi pasangan IA terdapat split-ticket voting sebesar 7,9 Selatan tahun 2013, mendampingi Andi persen, sedangkan pasangan Garuda-Na sebesar Rudiyanto Asapa. Dalam sebuah media cetak 13,37 persen. harian, Andi Nawir Pasinringi dengan sangat yakin berkata: Kabupaten Pinrang Pinrang merupakan kabupaten yang “Saya tidak maju kalau tidak optimis. Saya tidak berharap pada Demokrat. terletak pada bagian tengah Provinsi Sulawesi Saya kan punya keluarga banyak. Selatan. Mayoritas masyarakat Pinrang bergerak Pokoknya yang begini-begini, orang dalam bidang agraris dalam menunjang tidak lihat partai lagi. Saya tidak akan kehidupan perekonomiannya, dimana daerah menggembosi siapapun.” Kemudian ini merupakan salah satu daerah pemasok dia melanjutkan “Sekecil apapun saya, beras terbesar di Indonesia. Secara sosiologis pasti ada suara. Tidak mungkin tidak. Kabupaten Pinrang dihuni oleh mayoritas etnis Dan saya optimis, di Pinrang saya dapat 80 persen (200 ribu suara.red). Bugis yang mendiami 12 kecamatan dan 104 Bodoh itu orang Pinrang kalau tidak desa/kelurahan. pilih saya.”6 Salah satu calon wakil gubernur berasal dari kabupaten ini, Andi Nawir Pasinringi yang Harapan yang begitu besar dari Andi merupakan pasangan dari kandidat Garuda- Nawir Pasinringi, ternyata berbeda dengan das Na. Pengalaman puluhan tahun sebagai sein. Pasangan Garuda-Na kalah telak dalam birokrat di Kabupaten Pinrang menjadikan perolehan suara di Kabupaten Pinrang. Seperti Andi Nawir Pasinringi sangat dikenal di halnya dalam kasus yang terjadi di Luwu masyarakat. Andi Nawir Pasinringi tercatat Timur, walaupun kandidat telah mengakar pernah menduduki sejumlah jabatan penting dengan kuat di Kabupaten Pinrang, ternyata tidak cukup untuk memenangkan suara. 4 Persentase suara Sayang di Pilgub dikurangi persentase Garuda-Na hanya mampu meraup 16,87 persen suara koalisi partai di Pileg DPRD provinsi 2009. suara, sementara suara terbesar diperoleh 5 Split-ticket voting adalah pemilih memilih calon dari Sayang dengan 45,50 persen disusul pasangan partai politik yang berbeda, misalnya pemilih dalam pemilu legislatif memilih calon dari partai A tetapi IA dengan 37,63 persen (lihat Tabel 5). pada pemilu eksekutif (presiden/gubernur) memilih calon dari partai B. 6 www.suwadiidrisamir.com.

301 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Tabel 5. yakni Pileg DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Perolehan Suara Pasangan Calon Pilgub tahun 2009 dan Pilgub tahun 2013, maka 2013 di Kabupaten Pinrang terlihat bahwa selisih persentase pemilih partai koalisi pasangan Garuda-Na di Pemilu 2009 IA Sayang Garuda-Na Jumlah 69.626 84.187 31.215 tidak berbeda jauh dengan persentase pemilih Persentase 37,63 45,50 16,87 Garuda-Na di Pilgub 2013, dimana terdapat Suara Sah 185.028 split-ticket voting sebesar 4,43 persen (lihat grafi k 2). Besaran split-ticket voting juga hampir Sumber: KPUD Pinrang sama persis dengan persentase pemilih Sayang Tabel 6. yakni 4,54 persen, sedangkan untuk pasangan Perolehan Suara Koalisi Partai IA, split-ticket voting sebesar 8,55 persen. Berdasarkan Pemilu Legislatif DPRD Kemenangan Sayang di Kabupaten Pinrang Provinsi Tahun 2009 di Kabupaten juga menegaskan kekuatan sosiologis dari Pinrang kandidat tidak cukup berpengaruh untuk menentukan pilihan politik. Dua periode IA Sayang Garuda-NA memimpin Kabupaten Pinrang, calon wakil Jumlah 81.594 72.370 21.915 gubernur pasangan Garuda-Na tidak mampu Persentase 46,18 40,96 12,40 memengaruhi perilaku memilih masyarakat Suara Sah 176.687 Pinrang. Split-ticket voting yang tidak lebih besar Sumber: KPUD Pinrang dari 5 persen, menandakan bahwa pemilih yang memilih koalisi partai pengusung Garuda-Na Apabila dianalisis berdasarkan statistik yang berjumlah 19 partai politik juga memilih perolehan suara pada dua rangkaian pemilihan pasangan ini. Begitu halnya dengan statistik

Grafi k 2. Split-Ticket Voting di Kabupaten Pinrang berdasarkan Persentase Perolehan Suara Koalisi Partai di Pemilu DPRD Provinsi 2009 dan Persentase Suara Pasangan Calon di Pilgub 2013

Sumber: diolah berdasarkan data KPUD

302 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia antara pemilih koalisi partai dan pemilih pasangan pilihan individu: kesesuaian dengan ideologi Sayang yang besaran persentasenya juga tidak partai politik, loyalitas kelompok, pandangan lebih dari 5 persen. Selain itu, keanggotaan terhadap isu-isu, pengetahuan politik (media psikologis dalam partai Golkar yang merupakan dan keb' akan pemerintah), penilaian terhadap hasil pengaruh jangka panjang sejak era Orde Baru kandidat dari partai. Namun, banyak hal juga memiliki pengaruh signifi kan. Sejarah partai yang belum dijelaskan dengan lebih baik Golkar di daerah ini dan di Sulawesi Selatan pada dalam tulisan ini. Kekurangan data lapangan umumnya erat hubungannya dengan memori- adalah salah satu penyebabnya, akan tetapi memori masa lalu yang telah membangun ikatan berdasarkan data exit poll dari survei LSI psikologis yang terbentuk dalam diri individu. (Lembaga Survei Indonesia) diharapkan cukup Partai Golkar dianggap memang lebih baik dalam mampu menjelaskan permasalahan tersebut membentuk kelembagaan partai dibandingkan (lihat tabel 7, 8, 9, dan 10). Dalam survei yang sebagian besar partai lain di Indonesia (Tomsa, diadakan oleh LSI diperoleh kesimpulan 2008: 180). Kesimpulannya, hampir dipastikan sebagai berikut.7 bahwa pemilih partai politik akan memilih Pertama, keunggulan pasangan Sayang kandidat yang dicalonkan oleh partainya. juga berkaitan dengan preferensi terhadap partai politik. Misalnya mayoritas (80%) dari Identifi kasi Partai: Partisanship dan pemilih Golkar mendukung Sayang. Begitu Orientasi Isu halnya dengan partai lain, pemilih cenderung Partisanship (keberpihakan) dan orientasi mengidentikkan diri dengan partai yang isu adalah salah satu konsep dasar dalam didukungnya dengan memilih kandidat, perilaku memilih dalam model psikologis. Party misalnya di Partai Demokrat (lihat tabel 7). Hal ID terbentuk kalau identitas partai (ideologi, ini erat kaitannya dengan partisanship, dimana program dan kandidat) jelas wujudnya; di tingkat mikro atau individu, partisanship partai yang jelas lewat sosialisasinya dan dipandang sebagai penjelasan terbaik untuk institusionalisasinya ke masyarakat yang dalam konsistensi suara individu. Walaupun kandidat jangka panjang akan membangun partisanship; dan isu-isu bervariasi dari pemilu ke pemilu, terakhir, adalah isu atau informasi (kampanye) sebagian besar pemilih telah ditemukan untuk menjelang pemilihan. tetap setia kepada partai sepanjang karir Sebagaimana teori funnel causality (lihat mereka dalam pemungutan suara. Meskipun gambar 1), teori corong ini menjelaskan bahwa dimungkinkan adanya pembelotan, mayoritas walaupun karakteristik sosial dan demografi s pemilih mempertahankan ikatan psikologis di mulut corong, pada gilirannya, pilihan kepada partai, sehingga kecenderungan pengaruh seseorang berasal dari identifi kasi identifi kasi ini diyakini terletak sebagai jantung partai. Partisanship dipandang memengaruhi konsistensi suara pemilih. Realita ini dapat persepsi individu beserta dengan evaluasi dilihat dalam kasus di Luwu Timur, dimana isu-isu dan kandidat dan pada akhirnya seluruh pemilih partai juga memilih kandidat diujung corong, sebagai pilihan suara itu yang diusung oleh partainya (lihat grafi k 1). sendiri. Namun, sebagaimana batasan konsep Selain itu, mesin partai diasumsikan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka mampu berfungsi dengan mensosialisasikan tulisan ini fokus pada identifi kasi partai dari kandidat. Seperti diketahui di kedua kabupaten warga yang memilih pasangan Sayang dalam yang diteliti, bupati yang menjabat adalah Pilgub Sulawesi Selatan tahun 2013. Adapun instrumen-instrumen berdasarkan bagan 7 Press Rilis Quick Count Pilgub Sulsel, 22 Januari 2013 funnel causality yang dapat memengaruhi (www.lsi.or.id).

303 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Tabel 7. Persentase Calon yang Dipilih Menurut Massa Pemilih Partai

Sumber: LSI fungsionaris partai Golkar. Di Luwu Timur Sayang, sebaliknya pemilih yang tidak puas terdapat Andi Ha4 a Marakarma sebagai Bupati lebih mendukung IA (lihat tabel 9). Keb' akan dan Ketua DPD II Partai Golkar Luwu Timur, pendidikan dan kesehatan gratis, nampaknya sedangkan di Pinrang berdiri Andi Aslam menjadi faktor kepuasan masyarakat dalam Patonangi sebagai salah satu kader Golkar. melihat kinerja pemerintah yang d' alankan Kedua pejabat publik tersebut sangat getol oleh Sayang sebagai petahana. mengkampanyekan pasangan Sayang dalam Ketiga, faktor etnis terlihat memiliki Pilgub lalu. Di Luwu Timur, misalnya, Andi pengaruh yang kecil. Meskipun berasal dari Ha4 a Marakarma masuk dalam juru kampanye kelompok etnis Makassar, namun Syahrul pasangan petahana ini, bahkan memilih cuti ternyata juga unggul pada etnis Bugis dan etnis dan meninggalkan rumah jabatan selama Luwu (lihat tabel 10). Begitu halnya pada faktor mengikuti kampanye Sayang.8 kedaerahan, pasangan Sayang mampu menang Kedua, tingkat kepuasan pemilih terhadap dalam daerah Luwu Raya sebagai basis IA, dan kinerja Syarul Yasin Limpo sebagai Gubernur juga menang di daerah Ajatappareng sebagai Sulsel sangat tinggi, sekitar 93 persen (lihat basis Garuda-Na. tabel 8). Ini sangat berpengaruh terhadap Singkatnya, perilaku memilih dalam kasus perolehan suara Syahrul Yasin Limpo-Agus Pilgub Sulawesi Selatan tahun 2013, berangkat Arifi n Nu’mang secara keseluruhan. Pemilih di dari pandangan kausalitas yang dipengaruhi Sulawesi Selatan ternyata telah menggunakan identifikasi partai dengan orientasi afektif pandangan terhadap isu-isu, menggunakan (partisanship) sebagai dasar pilihan, sedangkan pengetahuan politik dengan melihat keb' akan masalah orientasi isu juga memengaruhi pemerintah sebagai penilaian terhadap identifikasi partai (kognitif). Pengetahuan kandidat dari partai. Pemilih yang puas politik masyakat ditandai dengan adanya dengan kinerja incumbent lebih mendukung penilaian kinerja pemerintahan. Pengaruh public sphere yang kian terbuka dewasa ini, misalnya media, menjadi salah satu ruang 8 www.celebesonline.com.

304 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia

Tabel 8. Persentase Kepuasan Kinerja Incumbent

Sumber: LSI

Tabel 9. Persentase Calon yang Dipilih Berdasarkan Kepuasan Kinerja Incumbent

Sumber: LSI pembelajaran politik tersebut. Geopolitik Kesimpulan dalam Pilgub Sulawesi Selatan tahun 2013 Identifi kasi partai telah menemukan jati menjadi lemah, tidak cukup signifi kan dalam dirinya dalam politik lokal di Sulawesi Selatan. memengaruhi pilihan politik warga, namun Pemilih tidak lagi dominan melihat faktor tidak benar-benar hilang sama sekali. kedekatan (proximity), baik kedekatan etnik

305 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Tabel 10. Persentase Calon yang Dipilih Menurut Etnis

Sumber: LSI maupun daerah dalam menentukan pilihan – kepuasaan terhadap kinerja atau program- suara. Pemilih cenderung mengidentikkan diri program dari pasangan calon yang menang. dengan partai, yang kemudian menentukan Kesimpulan bahwa tokoh-tokoh politik pilihan suaranya kepada kandidat yang yang dikenal oleh masyarakat di tingkat lokal diusung oleh partainya. Evaluasi terhadap dengan jaringan personal yang kuat ataupun realita politik melalui asumsi kepuasan disfungsionalitas partai, dimana partai hanya terhadap kepemimpinan incumbent, menjadi memainkan peran kecil dalam nasib kandidat salah satu faktor lain yang memengaruhi untuk menang dalam Pilkada (Buehler, 2009; perilaku memilih. Intinya adalah identifi kasi Choi, 2009), tidak begitu relevan dalam penelitian partai dalam determinan afektif dan kognitif. ini. Pada kedua kabupaten yang diteliti di atas, Selain itu, di dua kabupaten yang diteliti tokoh politik yang telah berakar di kabupaten, khususnya pasangan yang memenangkan terbukti tidak mampu untuk menang. Sedangkan, Pilgub 2013, nampak jelas adanya straight- mesin partai memiliki peran yang signifikan ticket voting, dimana hampir dipastikan bahwa dalam memobilisasi pilihan politik pemilih di warga yang memilih dalam partai koalisi dua kabupaten tersebut. di Pileg DPRD provinsi tahun 2009, juga Namun, apakah bangkitnya memilih kandidat pasangan Sayang di Pilgub fungsionalisasi partai kemudian akan 2013. Sementara itu, split-ticket voting di dua menjadikan demokrasi Indonesia secara kabupaten tersebut jumlahnya hampir sama keseluruhan akan berjalan sebagaimana yakni 5,50 persen dan 4,54 persen. Persentase mestinya, masih merupakan keraguan. pemilih ini berasal dari partai yang berbeda Kesimpulan Mujani dan Liddle (2010) yang kemudian mengalihkan suaranya kepada sepertinya masih bertahan bahwa demokrasi pasangan Sayang berdasarkan orientasi isu Indonesia terlalu tergantung pada liku-

306 Haryanto, Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal di Indonesia liku perekrutan kepemimpinan. Mudahnya Celebes Online. (2013). Bupati Lutim Sengaja elit politik menjadi “kutu loncat”, beralih Cuti Demi Sayang, (Online), (h4 p://www. partai karena kepentingan kekuasaan belaka, celebesonline.com/index/2013/01/12/ sebagaimana yang dilakukan oleh kandidat bupati-lutim-sengaja-cuti-demi-sayang/, yang berkompetisi dalam Pilgub Sulawesi diakses 1 April 2013). Selatan tahun 2013. Nampaknya, tumbuhnya Choi, N. (2009). “Batam’s 2006 Mayoral Election: kesadaran ideologis partai oleh para pemilih Weakened Political Parties and Intensifi ed tidak dibarengi oleh kesadaran ideologis Power Struggle in Local Indonesia” dalam elit partai. Selain itu, dibalik itu semua, M. Erb & P. Sulistiyanto (eds) Deepening terdapat hal yang menarik apabila mengajukan Democracy in Indonesia? Direct Elections for pertanyaan bagaimana dengan Pemilihan Local Leaders (Pilkada). Singapura: ISEAS Presiden (Pilpres) di tahun 2014 dengan Publishing. melihat realita ini? Walaupun argumentasi ini Dalton, R. J. (2002). Citizen Politics: Public mungkin masih dianggap kurang kuat apabila Opinion and Political Parties in Advanced membaca nasional dari lokal dalam kaitannya Industrial Democracies. New York: Chatham dengan perilaku memilih, realita kontemporer House Publishers. di Sulawesi Selatan telah memberikan Erman, E. (2007). “Indikasi Patrimonialisme gambaran awal bahwa pemilih Indonesia dan Klientalisme dalam Proses Pilkada” telah memulai mengidentikkan dirinya dengan dalam Syarif Hidayat & Hari Susanto (eds) partai dalam menentukan kandidat pilihannya. Bisnis dan Politik di Tingkat Lokal: Pengusaha, Jadi, siapapun yang memiliki koalisi partai Penguasa, dan Penyelenggaraan Pemerintahan terbesar (jumlah suara legislatif), maka akan Daerah pasca Pilkada. Jakarta: LIPI Press. melenggangkan calon presidennya ke istana Ga ar, A. (1992). Javanese Voters: A Case Study untuk 2014-2019. of Election Under A Hegemonic Party System. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Da ar Pustaka Hanif, H. (2009). Politik Klientelisme Baru dan Ananta, A., E. N. Arifi n &,L. Suryadinata (2004). Dilema Demokratisasi di Indonesia. Jurnal Indonesian Electoral Behaviour: A Statistical Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 12 No. 3 Perspective. Singapore: ISEAS. Edisi Maret 2009, pp. 257-390. Bartels, L. M. (2012). “The Study of Electoral King, D. Y. (2003). Half-hearted Reform: Electoral Behavior” dalam Jan E. Leighley (ed) The Institutions and the Struggle for Democracy. Oxford Handbook of American Elections and Connecticut: Praeger. Political Behavior. Oxford: Oxford University KPUD Kabupaten Luwu Timur. Lampiran 2 Press. Model DB1-KWK KPU (Rekapitulasi Hasil Buehler, M. (2009) “The Rising Importance of Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur Personal Networks In Indonesian Local dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Politics: An Analysis of District Government Tahun 2013 Di Tingkat Kabupaten/Kota). Head Elections in South Sulawesi in KPUD Kabupaten Pinrang. Lampiran 2 2005” dalam M. Erb & P. Sulistiyanto Model DB1-KWK KPU (Rekapitulasi Hasil (eds) Deepening Democracy in Indonesia? Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur Direct Elections for Local Leaders (Pilkada). dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Singapura: ISEAS Publishing. Tahun 2013 Di Tingkat Kabupaten/Kota). Campbell, A, P. E. Converse, W. E. Miller, & D. KPUD Provinsi Sulawesi Selatan. Lampiran E. Stokes. (1960). The American Voter. New DC-1 DPRD Provinsi Dapil 6 (Rincian York: Wiley. Perolehan Suara Sah dan Tidak Sah Partai

307 Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 17, Nomor 3, Maret 2014

Politik dan Calon Anggota DPRD Provinsi Nordholt, H. S. (2005) “Desentralisasi di 2009). Indonesia: Peran Negara Kurang Lebih KPUD Provinsi Sulawesi Selatan. Lampiran Demokratis?” dalam J. Harris, K. Stokke DC-1 DPRD Provinsi Dapil 7 (Rincian & O, Tornquist (eds) Politisasi Demokrasi: Perolehan Suara Sah dan Tidak Sah Partai Politik Lokal Baru. Jakarta: Demos. Politik dan Calon Anggota DPRD Provinsi Rakyat Sulsel Online. (2012). Kumpulkan 16 2009). Parpol, IA Patahkan Sayap Garuda’NA. Lau, R. R. & D. P. Redlawsk (2006). How (Online), (http://www.rakyatsulsel.com/ Voters Decide: Information Processing in kumpulkan-16-parpol-ia-patahkan-sayap- Election Campaigns. Cambridge: Cambridge garudana.html, diakses 2 Agustus 2013). University Press. Roth, D. (2008). Studi Pemilu Empiris: Sumber, Lembaga Survei Indonesia. (2012). Hasil Quick Teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Count Pilkada Provinsi Sulawesi Selatan Friderich-Naumann-Stiftung fur die (Sulsel) Selasa 22 Januari 2013. (Online), Freiheit. (h4 p://www.lsi.or.id/riset/428/quickcount_ Suwadi Idris Amir Institute. (2013). Rudi-Nawir sulsel_2013, diakses 2 Agustus 2013). Optimis Mampu Pecahkan Suara Ia dan Sayang. Liddle, R.W. (2012). “Memperbaiki Mutu (Online), (http://www.suwadiidrisamir. Demokrasi: Sumbangan Ilmu Politik” com/2012/05/rudi-nawir-optimis-mampu- dalam I. Ali-Fauzi & R. Panggabean pecahkan-ia.html, diakses 1 April 2013). (eds) Memperbaiki Mutu Demokrasi Di Tomsa, D. (2008). Party Politics and Democratization Indonesia. Jakarta: PUSAD Yayasan Wakaf in Indonesia: Golkar in the post- era. Paramadina. New York: Routledge. Liddle, R.W. & S. Mujani (2007). Leadership, Ufen, A. (2008). From Aliran to Dealignment: Party, and Religion: Explaining Voting Political Parties in post-Suharto Indonesia. Behavior in Indonesia. Comparative Political South East Asia Research, Volume 16, Studies. Vol. 40 No. 7 Edisi Juli, pp. 832- Number 1, March 2008 , pp. 5-41. 857. Luwu Raya Net. (2013). Ketat, Sentimen Wawancara: Kultural Jadi Wilayah Pertarungan. (Online), Irfan Yahya (asisten pribadi Azis Qahhar (http://www.luwuraya.net/2012/10/ Mudzakkar), wawancara tanggal 11 ketat-sentimen-kultural-jadi-wilayah- September 2013. pertarungan/ diakses 1 April 2013). Karyadi (Ketua DPC PKS Tomoni Timur, Mujani, S. & R. W. Liddle (2010). Personalities, Kabupaten Luwu Timur), wawancara Parties, and Voters. Journal of Democracy. tanggal 7 Agustus 2013. Vol. 21 No. 2 Edisi April, pp. 35-49. Muhammad Ayyub (anggota KPUD Luwu Mujani, S., R. W. Liddle & K. Ambardi (2012). Timur sejak tahun 2008-2018), wawancara Kuasa Rakyat. Jakarta: Mizan. tanggal 12 Agustus 2013.

308