Hasil Penelitian

BUDAYA DEMOKRASI DI SULAWESI SELATAN: PERSPEKTIF STRUKTURASI

Abstract

This paper was presented as an attempt to understand the relationship of culture and democracy in the contemporary era [political reform] in perspective Structuration in Sulawesi Selatan. Cultural relations and democracy as a political system becomes an important era of reforms ongoing regime. In this context, political culture can be a pattern for rebuilding a democratic political behavior, especially that coming, raised and developed from the values of the local community, such as in Sulawesi Selatan. From this culture can be the foundation to build democracy ‘patterned’ local. Based on this argument paper is aimed at, [i] Identify and analyze the interaction of the instruments ‘culture of democracy’ in the contemporary Sulawesi Selatan. [i]. Formulating a contemporary democratic culture in South Sulawesi.

To help explain and answer relationship with the democratic culture used the theory of Democracy, Political Culture and Structuration. The review of this paper shows that [i] Instru- ments and cultural interaction of democracy that exists in Sulawesi Selatan, Wajo Eclectic is a form of government, a special selection mechanism that leaders and representatives tiered, based on the relationship of the people and leaders of law as well as agreements made together.

Furthermore, the interaction between these instruments indicate if the form of govern- ment, election mechanism as well as representatives and leaders of government’s relationship with its people have significance to the structure [political institution], not the actor or elite with ties to the past. [ii] Based on these conditions, the formulation of political culture in the era of political reform [contemporary era] in Sulawesi Selatan is characterized by [a] The strong primordial and paternalism and, [b] Culture conflictual still strong, do not show the cultural values inherited from the previous., Based on this argument appears that the structure remain more influential actor who should have the value of integrity and independence.

Keywords: Democracy, Political Culture, Structuration and Sulawesi Selatan.

* Muchid Albintani * Adalah Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Riau

32 Hasil Penelitian

PENDAHULUAN sebagai hasil kontruksi universal jika demokrasi dibangun dari cara pandang umum yang dianggap Mendiskusikan hubungan demokrasi dan berharga berasal dari nilai-nilai kehidupan budaya politik lokal pada era reformasi politik di masyarakatnya pada masa lalu dan hari ini yang (komtemporer) memberikan arti sendiri menentukan masa depan. Bersandar pada terhadap perkembangan perubahan prilaku politik. argumentasi inilah sesungguhnya arti penting Berhubungan dengan itu pula menjadi penting untuk membahas budaya demokrasi di Sulawesi Selatan meneroka secara lebih mendalam terkait dengan dalam perspektif Strukturasi sebagai sebuah quo budaya poltik lokal yang dalam konteks ini di vadis atau mempertanyakan kembali. Sulawsi Selatan sebagai sebuah provinsi terbesar dan menjadi referensi penting perkembangan kajian Oleh karena itu idealnya memang wajib budaya politik di wilayah Indonesia bagian tengah. diyakini jika Demokrasi dapat menjadi landasan filosofis yang menentukan arah prilaku politik Sebagaimana diketahui bahwa ciri utama sebuah bangsa. Dalam konteks ini dimahfumkan sistem demokrasi di suatu daerah dapat dilihat juga jika lawan dari Demokrasi adalah Otokrasi. minimal terkait keberadaan tiga hal yaiyu [i] Bentuk Seperti juga demokrasi, Otokrasi ada banyak pemerintahan yang pernah ada, [ii] Mekanisme variannya. Tidak jarang sistem politik otoriter pemilihan pemimpinnya, dan [iii] Hubungan misalnya menggunakan nama demokrasi. Sebagai pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. Dari sinilah misal Republik Demokrasi Korea [Korea Utara] di Sulawesi Selatan menggoreskan sejarah dan Republik Demokrasi Vietnam menggunakan pemerintahan yang disebut dengan Konfederasi Demokrasi yang jelas dianggap ‘bukan penganut Elektif Wajo pada abad ke-14 dan ke-15. sistem demokrasi’. Sebaliknya ada pemerintahan Walaupun sejarah ini merupakan referensi berharga dengan sistem monarki yang dalam sejarah ingin bagi menjelaskan hubungan demokrasi dan budaya dilawan dengan demokrasi [misalnya revolusi politik lokal atau yang disebut budaya demokrasi, Prancis], di Inggris, Jepang dan Thailand, walaupun tetapi dalam konteks tulisan ini lebih ditekankan monarki melaksanakan prinsip demokrasi. pada perkembangan budaya demokrasi era kontemporer [reformasi politik] di Sulawesi Selatan Berdasarkan penjelasan ini terhadap yang merefleksikan interaksi antar struktur [lembaga Sulawesi Selatan yang memiliki sejarah terkait politik] dan elite [aktor agensi] yang mewarnai pelaksanaan demokrasi dengan nilai-nilai budaya kedinamikaan perkembangan budaya politik lokal. lokal yang diwariskan menunjukkan bahwa Demokarsi pada asasnya memiliki kesamaaan yang Sebagaimana diketahui bahwa universal. Dalam konteks inilah dapat dimengerti perkembangan paham Demokrasi menekankan terdapat ’pengaruh’ reformasi Indonesia di tingkat pemikiran kedaulatan tertinggi untuk mengelola pusat terhadap prilaku elite [aktor] politik di kehidupan suatu bangsa atau negara adalah di Sulawesi Selatan. Realitas ini dapat dicermati tangan rakyat yang secara kasat mata bukan berdasarkan perkembangan struktur demokrasi, segelintir orang (elite). Oleh karena itu dapat seperti lembaga politik [partai politik], dan dimengerti jika nilai-nilai demokrasi yang tertanam pengaruh elitenya yang merupakan aktor pengubah mengajarkan jika setiap orang memiliki posisi yang [agensi] terhadap perkembangan struktur tersebut sama untuk menentukan ke arah mana suatu yang saling berinteraksi secara terus-menerus. masyarakat atau bangsa harus melangkah. Walaupun makna demokrasi ini jika dicermatik Dalam memahami konteks interaksi ini berdasarkan berbagai sudut pandang atau falsafah terpenting adalah memperjelas bagaimana proses dapat melahirkan bermacam penafsiran dan definisi interaksi berlangsung dan mana yang lebih dominan yang berbeda. memberikan corak terhadap kedinamikaan perkembangan budaya Demokrasi pada aras lokal Namun yang pasti sudut pandang ini yang nantinya akan menjadi asas bagi prilaku politik mengarah pada satu pengertian yang dapat diklaim 33 Hasil Penelitian

secara nasional. Berdasarkan pada argumentasi ini kemiskinan pada era Orde Baru misalnya, maka pula menjadi bagian krusial sebagai latarbelakang demokrasi melambangkan lebih dari sekadar pentingnya jika tulisan ini dikemukan dalam konteks penghapusan institusi politik yang represif dan memperjals hubungan antara budaya dan penggantian pemimpin [elite] yang berkarakter demokrasi pada era reformasi politik di Indonesia. otoriter.

Berdasarkan pada latarbelakang tersebut Demokrasi merepresentasikan tulisan ini bertujuan untuk pertama, mengidentifikasi kesempatan dan sumberdaya bagi perbaikan dan menganalisis interaksi antar instrumen budaya kualitas hidup serta bagi kehidupan sosial yang lebih demokrasi kontemporer di Sulawesi Selatan. adil dan manusiawi. Oleh karena itu, konsolidasi Kedua, memformulasikan dan menjelaskan budaya demokrasi harus menjamin terwujudnya esensi demokrasi kontemporer di Sulawesi Selatan. demokrasi: pemberdayaan rakyat dan pertanggungjawaban sistemik yang kesemunya TINJAUAN PUSTAKA mengarah pada pengakuan hak secara individual, Untuk memudahkan menjelasan hubungan kolektif dan bukan individual atau kelompok antara budaya dan demokrasi sesuai tujuan dalam (oligarki). tulisan ini telaah pustaka menggunakan pendekatan Pada konteks tersebut memahami demokrasi, budaya politik dan strukturasi. pengalaman Indonesia yang selalu menjadi HUBUNGAN DEMOKRASI DAN BUDAYA perdebatan adalah mana yang saling POLITIK mempenagruhi secara dominan antara sistem [struktur] atau pemimpin [aktor, agensi]. Umum dipahami jika reformasi adalah Pengalaman Indonesia yang tidak dapat disangkal esensi penting dari proses pelaksanaan demokrasi. jika aktor selalu mengalahkan struktur. Artinya Dalam hubungan ini demokrasi selalu mensyaratkan sistem politik otoritarian yang ada, baik pada era yang disebut proses [tahap] konsolidasi yang Orde Lama dan Orde Baru menunjukkan jika aktor menurut berbagai literatur merupakan konsep yang yang mendominasi struktur. Sehingga kata tidak kalah sulitnya dibanding proses transisi. demokrasi selalu diasosiasikan dengan realita dari Banyak negara yang jatuh kembali ke rezim otoriter karakter kepemimpinan. Yang pada Orde Lama karena gagal menyelesaikan proses konsolidasi disebut dengan Demokrasi Terpimpin, dan pada demokrasi (Huntington 1991, Diamond 1997). era Orde Baru disebut dengan Demokrasi Pancasila Sementara konsolidasi demokrasi ini juga tidak di mana kesemuanya sesungguhnya adalah ‘quosi terlepas dari nilai-nilai [budaya] lokal yang demokrasi’. diwariskan berdasarkan perkembangan sejarah masa lalu yang memiliki kesamaan dengan prinsip Sejalan dengan argumentasi ini walaupun sistem politik yang disebut demokrasi. Reformasi telah memberikan jalan terhadap amandemen UUD 1945 yang dirumuskan di atas Menurut Linz dan Stepan (1996), jiwa, semangat dan landasan demokrasi, tetapi konsolidasi demokrasi berarti bahwa demokrasi praktisnya para aktor selalu mendistorsinya. bukan hanya telah tegak sebagai sebuah sistem Sehingga rumusannya masih tampak terlalu umum politik, tetapi juga telah membudaya di kalangan dan sangat singkat. Bahkan ada kesan semangat masyarakat. Bahkan betapapun besarnya demokrasi ditafsirkan semaunya oleh yang sedang tantangan dan kesulitan yang dihadapi masyarakat berkuasa. Padahal proses demokratisasi di tidak akan berpaling dari demokrasi ke sistem Indonesia yang dihasilkan melalui gerakan reformasi politik lain. Tahap konsolidasi menghendaki di tahun 1998, telah merubah secara substansial perhatian pada segi substantif. Karena di pikiran sistem bernegara bangsa, dan membuat Indonesia kebanyakan rakyat [orang awam] yang telah lama sekarang menjadi negara demokrasi ketiga terbesar mengalami penindasan, ketidakadilan dan 34 Hasil Penelitian

sehari-hari seseorang memperkuat dan di dunia [bahkan ada yang menyebut demokrasi mereproduksi seperangkat ekspektasi. Perangkat terbesar pertama]. ekspektasi orang-orang lain yang membentuk sebagai kekuatan politik dan ‘struktur politik’ yang dalam konteks ini diibaratkan sebagai kekuatan Budaya Demokrasi dalam Perspektif politik dan struktur politik. Strukturasi Dalam hubungan dengan struktur politik Pada konteks ini, pendekatan Strukturasi seperti, partai politik, pemerintahan daerah digunakan untuk memahami fonomena struktur [birokrasi], lembaga pemilihan, legislatif dalam politik dan perubahan budaya politik terhadap realitas politiknya selalu melakukan kegiatan politik. institusi politik lokal di Sulawesi Selatan yang juga Namun ini berarti jika semua struktur itu dapat berlaku secara nasional sebagai implikasi dampak diubah, ketika orang [aktor] mulai mengabaikan, Reformasi di Indonesia. Fenomena partai politik menggantikan, atau mereproduksinya secara dan lembaga pemilihan adalah bagian dari struktur berbeda. politik yang tetap memiliki kekuasaan untuk mendukung para aktor [elite] yang dipilih langsung Berdasarkan pelbagai ulasan terdahulu secaa demokratis. terlihat bahwa walaupun ada perbedaan pandangan mengenai derajat pentingnya perubahan struktur Berhubungan dengan Strukturasi ini politik dan pengaruh perubahan budaya dalam terdapat ada dua pendekatan yang kontras proses membangun demokrasi—yang terpenting bertentangan dalam memandang realitas sosial perlu disadari adalah jika budaya merupakan faktor politik. Pertama, pendekatan yang terlalu yang mempengaruhi konsolidasi demokrasi. menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial, seperti fungsionalisme-struktural yang Dalam konteks memahami hubungan cenderung ke obyektivisme. Kedua, pendekatan reformasi struktur dan budaya demokrasi dapat yang terlalu menekankan pada individu, seperti diketahui berdasarkan keberhasilan pemilihan budaya politik yang cenderung ke subyektivisme. umum demokratis pada tahun 1999 dan tahun 2004 yang ke semunya berlangsung dan terjadi di Memahami dua pendekatan yang kontras Sulawesi Selatan. Realitas ini menunjukkan bahwa dan bertentangan tersebut menjadikan Strukturasi secara budaya nasional menerima demokrasi sebagai pendekatan penting dan alternatif. Anthony sebagai norma utama kehidupan politik. Yang paling Giddens 1984 (Priyono 2010) sebagai menonjol ialah pemilihan presiden ini yang oleh pencetusnya, tidak memilih salah satu, tetapi banyak kalangan dikhawatirkan akan diwarnai oleh merangkum keduanya melalui Teori Strukturasi. konflik-konflik antar pendukung masing-masing Melalui Teori Strukturasi, Giddens menyatakan calon Presiden. Ada kekhawatiran bahwa kehidupan sosial (yang dalam tulisan ini bentrokan akan dipertajam melalui pertentangan diasosiasikan menjadi kehidupan politik), lebih dari sosial [social cleavages] yang sudah ada di sekedar tindakan-tindakan individual. Namun masyarakat dan tampil ke permukaan dalam kehidupan politik itu juga tidak semata-mata suasana kebebasan yang lahir bersama reformasi, ditentukan oleh kekuatan-kekuatan politik itu seperti pertentangan etnis dan agama. sendiri. Berdasarkan argumentasi ini menjadi jelas Dalam konteks ini, human agency [aktor betapa pentingnya memahami relasi antara struktur sebagai agensi] dan struktur [institusi] politik [lembaga] politik dan aktor [aktivis, agensi] politik berinteraksi satu sama lain. Melalui interaksi yang sebagai rangkaian yang tidak terpisahkan dalam berulang-ulang [repetisi] dari agen-agen individual memahami dinamika perkembangan budaya lah yang mereproduksi struktur tersebut. Aktivitas 35 Hasil Penelitian

demokrasi di Sulawesi Selatan khususnya dan Namun perkembangan politik kepartaian Indonesia umumnya. sebagai bagian dari dinamika politik di Sulawesi Selatan ini semakin berkembang kompleks. Partai BUDAYA DEMOKRASI DI SULAWESI pun dalam kenyataanya, tidak sekuat masa SELATAN Orde Baru dalam memenangkan suara rakyat. Instrumen dan Interaksi Budaya Demokrasi Dalam proses Pilkada pemilihan Gubernur dan Kontemporer Wakil Gubernur, misalnya, kompleksitas politik lokal ini semakin tampak. Dalam konteks memahami instrumen budaya demokrasi dalam era kontemporer di Dalam Pilkada yang berlangsung Sulawesi Selatan dapat dijelaskan, pertama dalam November 2007 misalnya, pasangan Syahrul Yasin konteks struktur adalah partai politik, pemilihan Limpo-Arifin Nu’man yang didukung PDIP, PAN kepala daerah, dewan perwakilan rakyat daerah dan PDK menang dan mengalahkan kandidat Amin dan pemerintah daerah. Sementara pada konteks Syam-Mansyur Ramly yang dicalonkan oleh koalisi agensi [aktor] adalah para elite baik yang bekerja Golkar, PKS, PKB, PKPI, PBSD dan PD. mewakili diri sendiri, mengatasnamakan masyarakat Berdasarkan hasil perhitungan suara KPUD Sulsel, atau pun kelompok yang kompleks. Syahrul-Agus yang diusung koalisi PAN, PDK, PDI dan PDS unggul tipis dibandingkan perolehan Era reformasi secara struktur, politik suara asmara. Syahrul Agus meraih suara kepartaian yang diterapkan semenjak masa 1.423.572 [39,53%]. Sedangkan Amin-Mansyur kemerdekaan Indonesia telah membawa memperoleh 1.404.910 suara [38,76%]. Komisi perubahan dan pengaruh penting dalam hal pola Pemilihan Umum Daerah Sulawesi Selatan juga suksesi kepemimpinan di Sulawesi Selatan. mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan Walaupun pada awalnya politik kepartaian tersebut bahwa pemenang Pilkada Provinsi Sulawesi tidak dikenal di Sulawesi Selatan antusiasme Selatan adalah Syahrul Yasin Limpo dan Agus masyarakat dalam partai politik khususnya yang Aripin Nu’man. memiliki afiliasi dengan patronnya cukup tinggi. Pada awal kemerdekaan misalnya antara 1945- Berdasarkan pada realitas ini yang ingin 1957, tidak semua partai politik mempunyai disampaikan bahwa telah terjadi perubahan cabang di Makasar. Pada tahun 1955 untuk tingkat orientasi masyarakat pemilih khusus dalam Pilkada provinsi dari 28 partai, hanya 9 partai saja yang yang tidak lagi berafiliasi pada struktur [lembaga ada di Makasar (Siti Zuhro, 2011). politik] melainkan pada individu [aktor, agensi].

Sebagai konsekuensi diberlakukannya UU No.2 tahun 1999 tentang ’Partai Politik’, partai- Pergumulan Budaya Lokal dan Demokrasi: partai politik baru bermunculan di seluruh Indonesia Mana Yang Dominan? sehingga jumlahnya mencapai hampir 100-an partai politik. Walau demikian setelah melewati seleksi Dalam konteks aktor dapat dianalisis jika Komisi Pemilihna mum (KPU), partai politik yang kemenangan partai politik menunjukkan Partai berhak mengikuti Pemilu hanya 48 partai politik. Golkar masih tetap merupakan mayoritas di Pada pemilihan umum nasional tahun 1999 dan Sulawesi Selatan. Walaupun di banyak provinsi 2005 yang menjadi penting , Partai Golkar meraih lainnya Partai Golkar mengalami penuruan, di suara terbanyak di tingkat Provinsi Sulawesi Sulawesi Selatan Partai Golkar justeru masih Selatan dan demikian juga tingkat Kabupaten menunjukkan dirinya sebagai partai politik dengan Wajo. dukungan terbesar. Siti Zuhro (2011), menyebutkan ada beberapa alasan dibalik tetap kuatnya Partai Golkar di Sulawesi Selatan. Di

36 Hasil Penelitian

antaranya pertama, masih dominannya mendukung B.J. Habibie mendapat respon yang konservatisme masyarakat Sulawesi Selatan. tinggi dari tokoh masyarakat lokal dan masyarakat Mayoritas elite kotanya yang banyak menjadi Sulawesi Selatan pada umumnya. Pegawai Negeri Sipil membuat Golkar masih sangat kuat dan mampu mengkooptasi para elite Kemenangan Partai Golkar yanng pada dan birokrat lokal. tahun 2004 juga menunjukkan masih besarnya pengaruh elite politiknya. Golkar masih Kedua, di masa krisis ekonomi saat mengandalkan elite politik seperti Jusuf Kalla, daerah lain, Jawa mengalami defisit luar biasa, Marwah Daud Ibrahim, Nurdin Khalid dan Amir Sulawesi Selatan justru meraup untung dari coklat Syamsuddin. Tampilnya Jusuf Kalla sebagai calon dan cengkeh yang harganya melambung seiring presiden pada konvensi Partai Golkar membawa dengan naiknya nilai tukar dollar AS. Dalam hal pengaruh besar bagi kemenangan Partai Golkar. ini elite lokal di Sulawesi Selatan berhasil meyakinkan masyarakat untuk tetap memilih Pengaruh elite politik yang besar terhadap Golkar. kemenangan partai politik di Sulawesi Selatan tidak hanya terjadi pada Partai Golkar, tetapi pada partai Tampilnya Partai Golkar sebagai partai politik lainnya seperti PPP dan PAN. Ketokohan mayoritas peraih kursi di DPRD Provinsi Sulsel elite politiknya berhasil mempengaruhi masyarakat menimbulkan fenomena tersendiri. Konflik yang untuk memilih partai tersebut. Kondisi ini kerapkali terjadi dalam proses pengambilan memunculkan kesimpulan sementara bahwa pemilu keputusan di DPRD Sulawesi Selatan adalah bukanlah ajang kompetisi antar partai politik, tetapi konflik elite Partai Golkar. Elite Partai Golkar antar elite [aktor, agensi] di Sulawesi Selatan. terpolarisasi dan bersaing satu sama lain dalam mencapai kepetingannya. Konflik yang semakin tajam dapat terlihat dari tiga pasangan calon KESIMPULAN gubernur dan wakil gubernur periode 2003 dan 2008 yang dicalonkan oleh Partai Golkar. Elite Berdasarkan penjelasan yang Partai Golkar terpecah dalam kelompok elite yang dikemukakan dapat dimengerti bahwa hubungan saling bersaing. budaya dan demokrasi pada era kontemporer di Sulawesi Selatan adalah bagian interaksi antara Pada Pemilu 2004 misalnya, Partai Golkar aktor dan struktur yang saling berkompetisi dan kembali mempertahankan kemenangan dengan mendominasi. Elit walaupun sangat berpengaruh, memperoleh suara sebesar 43 persen. Namun tetapi tidak selalu mendominasi struktur. Oleh kemenangan ini tidak membuat Partai Golkar karena itu ada dua kesimpulan penting yang dapat tampil sebagai mayoritas penuh di DPRD Sulawesi dikemukakan dalam tulisan ini Selatan. Dari 75 kursi yang diperebutkan, Partai Golkar hanya memperoleh 33 kursi [44%], disusul [i] Bahwa instrumen budaya demokrasi yang ada PKS, PAN, PDK yang masing-masing di Sulawesi Selatan terpenting adalah bentuk memperoleh 8 kursi [10,76%], PPP 7 kursi pemerintahan Elektik Wajo, mekanisme [9,3%], PDIP 6 kursi [8%], PBB, PM, PBR dan pemilihan pemimpin yang khusus dan PDS, masing-masing 1 kursi [1,33%]. perwakilan berjenjang, hubungan rakyat dan pemimpin berlandaskan hukum sebagaimana Kemenangan Partai Golkar pada Pemilu perjanjian yang dibuat bersama. Adapun 1999 lebih disebabkan oleh munculnya nama interaksi antar instrumen budaya politik pada B.J.Habibie sebagai calon Presiden. Ia adalah masa kontemporer menunjukkan jika bentuk putra aerah Sulawesi Selatan yang dianggap sukses pemerintahan, mekanisme pemilihan pemimpin dan menjadi idola baru di kalangan masyakarat serta perwakilan dan hubungan pemerintah Sulawesi Selatan. Bersatunya elite politik nasional dengan rakyatnya mempunyai implikasi 37 Hasil Penelitian

signifikan bukan lagi terhadap struktur, Press. melainkan pada aktor atau elite yang memiliki hubungan dengan masa lalu. Linz, Juan J., and Alfred Stepan. 1996. Problems of Democratic Transition and [ii] Berdasarakan pada kondisi ini maka budaya Consolidation: Southern Europe, South politik di era demokrasi [reformasi] di Sulawesi America and Post-Communist Europe. Selatan pada perkembangan kontemporer Baltimore and London: The Johns Hopkins ditandai dengan kuatnya primordialisme, University Press. paternalisme, feodalisme. Masih mengentalnya perasaan ‘distrust’ di antara anggota Gusnawaty. 2000. Masyarakat Madani dalam masyarakat, lemahnya kepercayaan kepada Lontara; Beberapa Konsep Pembinaan institusi pemerintah, budaya konfliktual yang Masyarakat Sulawesi Selatan, Hasil masih kuat tidak menunjukkan nilai budaya Penelitian kerjasama BAPPEDA Provinsi yang diwariskan. Berdasarkan pada Sulawesi Selatan dan Fakultas Sastra penjelasan ini tampak bahwa struktur masih UNHAS, . tetap lebih berkuasa yang memberikan dinamika pada perkembangan budaya LSKP Makassar. 2005. Program Pilkada demokrasi berbanding aktor yang semestinya Assistance di 10 Kabupaten di Provinsi memiliki independensi. Sulawesi Selatan,” Laporan program Lembaga Studi Kebijakan Publik Makassar (LSKP) kerjasama dengan Centre for Electoral Reform (CETRO) Jakarta, Daftar Pustaka Makassar. Anderson, Benedict. 1972. The Idea of Power Harry B. Priyono. 2003. Anthony Giddens Suatu in Javanese Society in Claire Holt. Pengantar. Jakarta: Pustaka Gramedia. Benedict Anderson, James T. Siegel (Ed). Culture Mattulada. 1975, Latoa; Suatu Lukisan Analisis and Politics in Indonesia. Ithaca, New York: Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, Cornell University Press. Ringkasan Disertasi Universitas Indonesia, Djakarta. Almond, Gabriel A., dan Sidney, Verba. 1984, “Budaya Politik; Tingkah Laku Politik Mattulada. 1998. Sejarah,Masyarakat, dan dan Demokrasi di Lima Negara. Terj. Sahat Kebudayaan Sulawesi Selatan. Ujung Simamora, Jakarta: Bina Aksara. Pandang: Press.

Bailusy, M. Kausar. 2006. Dinamika Politik Marzuki, Laica, H.M, 2005, Perjanjian Lokal:Hubungan Otoritas Lembaga- Pemerintahan (Govermental Contract) Lembaga Politik Lokal Kota Makassar pada Kerajaan-Kerajaan Bugis- Periode 1999-2004". Ringkasan Disertasi Makassar. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Hasanuddin, Makassar. Tetap dalam Bidang Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Diamond, Lary. 1997. Consolidating the Third Hasanuddin, Makassar. Wave Democracies: Regional Challenges. Baltimore: John Hopkins University Press. O’Donnell, Guillermo, and Phillippe C. Schmitter. 1986. Transitions from Authoritarian Rule: Huntington, Samuel P. 1991. The Third Wave: Tentative Conclusions about Uncertain Democratization in the late twentieth Democracies. Baltimore and London: The century. Norman: University Of Oklahoma Johns Hopkins University Press.

38 Hasil Penelitian

Putra, Heddy Shri Ahimsa. 1988, Minawang; Siti Zuhro dkk. 2011. Demokrasi Lokal Hubungan Patron-Klein di Sulawesi Perubahan dan Kesinambungan Nilai- Selatan. Jokjakarta: Gadjah Mada nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, University Press. Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali. Jakarta: The Habibie Centre.

39