PROPAGANDA MASYUMI MELALUI MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN 1943-1945

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh : RIKA KAMILA NIM. 11140220000080

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1440 H/2019 M

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rika Kamila NIM : 11140220000080

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PROPAGANDA MASYUMI MELALUI MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA 1943-1945 adalah benar hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika teryata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 27 Maret 2019

Rika Kamila 11140220000080

PROPAGANDA MASYUMI MELALUI MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA 1943-1945

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh :

Rika Kamila NIM. 11140220000080

Pembimbing

Dr. Hj. Tati Hartimah, MA NIP. 19550731 198903 2 001

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul PROPAGANDA MASYUMI MELALUI MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA 1943-1945 telah diujikan pada sidang skripsi Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta pada 8 April 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta, 8 April 2019

Sidang Skripsi

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

H. Nurhasan, MA Sholikatus Sa’diyah, M.Pd NIP. 19690724 199703 1 001 NIP. 19750417 200501 2 007

Anggota

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. H.Amirul Hadi, MA Dr. Imas Emalia, M.Hum NIP. 19620123 198802 1 001 NIP. 19730208 199803 2 001

Pembimbing

Dr. Hj. Tati Hartimah, MA NIP. 19550731 198903 2 001

ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang propaganda yang dilakukan Masyumi melalui Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia 1943-1945. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana isi propaganda Asia Timur Raya yang dilakukan Masyumi melalui majalah tahun 1943-1945 dan mengapa Masyumi sebagai organisasi Islam mau melakukan propaganda Asia Timur Raya dalam majalahnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Pendekatan pada penelitian ini ialah politik dan ilmu komunikasi serta menggunakan teori propaganda. Adapun temuan dalam penelitian ini adalah pertama, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia merupakan majalah Masyumi yang diterbitkan sebagai bentuk usaha Masyumi untuk mencapai tujuan, singkatnya yakni “memperkuat kesatuan semua organisasi Islam” dan “membantu Pemerintah militer Jepang dalam kepentingan Asia Timur Raya”. Kedua, pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ditemukan berbagai macam propaganda, di antaranya : propaganda peningkatan produksi hasil bumi, propaganda keprajuritan, propaganda bahasa Nippon, Propaganda pencegahan mata-mata “Awas mata-mata musuh”.

Kata Kunci : Propaganda, Masyumi, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, 1943-1945

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw, keluarga, sahabat, tabi’in serta kepada seluruh umatnya. Hasil karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini namun Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT beserta semangat, doa, dan dukungan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya. Sehubungan dengan itu, penulis juga ingin berterima kasih serta memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bersifat moril maupun materiil. Terima kasih telah banyak memberikan doa, inspirasi, motivasi, dan semangat yang luar biasa kepada penulis. Rasa terima kasih dan penghargaan penulis akan disampaikan kepada : 1. Prof. DR. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Saiful Umam, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.

i

3. Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam periode sebelumnya, Bapak H. Nurhasan, MA beserta Ibu Sholikhatus Sa’diyah, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih juga untuk Ibu Dr. Awalia Rahma, MA selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam terbaru. 4. Bapak Imam Subchi, MA selaku Dosen Penasihat Akademik. 5. Bunda Dr. Tati Hartimah, MA selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktunya, dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Bapak Prof. Dr. Amirul Hadi, MA dan Ibu Dr.Imas Emalia, M.Hum selaku Dosen Penguji Skripsi. Terima kasih atas saran, masukan dan kritik yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 7. Para Ibu dan Bapak Dosen Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan banyak bimbingan kepada Penulis dari awal perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 8. Kedua Orang Tua tercinta yaitu Ayahanda Kamaluddin dan Ibunda Juriah yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang, mendoakan, dan memotivasi penulis setiap waktu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 9. Kakak-kakak dan adik-adik tercinta, Eka Kasyifah Duri, Ahmad Paizan, Ihsan Nurfaizi, dan Abdul Aziz Azmi. Tak

ii

lupa juga, ponakan-ponakan tercinta Adinda Aqila Chaerunnisa dan Adzkia Samha Saufa. Terima kasih telah menjadi penyemangat terbesar penulis setiap waktu. 10. Sahabat-sahabat kecil penulis, Adelina Damayanti dan Moetia Nurusshobah yang tiada bosan-bosannya mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat baik penulis masa kuliah atau ‘youngerss’ Ika Wahyuni, Vida Melati Al-Haq, Safurotun Ziah, Novia Bayuningrum, Khairina Annisa, Ubaidillah, Ary Badruzzaman, Rusyli Adam, Dimas Agil, Ahmad Fachri Huseini, dan Raden Dimas, yang selalu menjadi penyemangat, pengkritik dan tempat bercerita penulis selama masa-masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima Kasih juga terutama untuk Andhika Ripwan Saputra selaku sahabat sekaligus teman seperjuangan yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka semasa kuliah. 12. Keluarga besar Jurusan Sejarah Peradaban Islam angkatan 2014. 13. Keluarga besar HMI Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora, KOHATI KOFAH, dan kanda-yunda angkatan SOLID 2014 yang telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga semasa penulis menjadi mahasiswa. 14. Keluarga besar Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi. Terima kasih telah menjadi keluarga serta memberikan

iii

banyak pelajaran dan pengalaman berharga semasa penulis menjadi mahasiswa. 15. Keluarga besar Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan. 16. Keluarga besar Ikatan Alumni MA.Al-Khairiyah. 17. Alumni Ekspedisi Nusantara Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017. 18. Teman-teman Relawan Demokrasi (RELASI) Pemilu 2019 dan komisioner KPU beserta para staf KPU kota Jakarta Selatan. 19. Terima kasih juga untuk semua teman-teman lintas jurusan, fakultas, universitas, organisasi, relawan, dan lain-lain yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama masa-masa kuliah penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekian dari penulis, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Jakarta, 28 Maret 2019

Penulis,

Rika Kamila

iv

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PEGESAHAN PENGUJI ABSTRAK KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... ix DAFTAR ISTILAH ...... x

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 9 C. Batasan Masalah ...... 10 D. Rumusan Masalah ...... 11 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 11 F. Metode Penelitian ...... 12 G. Sistematika Penelitian ...... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...... 17 A. Landasan Teori ...... 17 B. Kajian Pustaka ...... 21 C. Kerangka Teori ...... 25

BAB III PROFIL SINGKAT MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA ...... 26 A. Profil Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ...... 26 B. Masyumi sebagai Badan Penerbit ...... 30 C. Profil Redaktur Majalah ...... 35

BAB IV HUBUNGAN KEBIJAKAN PROPAGANDA, PERS DAN POLITIK ISLAM ...... 39

v

A. Pembentukan Departemen Propaganda ...... 39 B. Kebijakan Pers di Jawa tahun 1942 ...... 46 C. Politik Islam Pemerintah Militer Jepang ...... 55 D. Politik Islam Masyumi ...... 63

BAB V PROPAGANDA MASYUMI DALAM MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA 1943- 1945...... 67 A. Propaganda Peningkatan Produksi Hasil Bumi ..... 67 B. Propaganda Keprajuritan ...... 81 C. Propaganda Bahasa Jepang ...... 88 D. Propaganda Pencegahan Mata-mata ...... 92

BAB VI PENUTUP ...... 95 A. Kesimpulan ...... 95 B. Saran ...... 96

DAFTAR PUSTAKA ...... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...... 103

vi

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Organisasi Propaganda ...... 41

Tabel 4.2 Tema-tema Propaganda ...... 44

vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Stempel Pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ...... 104

Gambar 2 Aktivitas Pertanian di Jawa ...... 105

Gambar 3 Gedung MIAI...... 107

Gambar 4 Uang militer Jepang di Jawa ...... 108

Gambar 5 Contoh Cover Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ...... 109

Gambar 6 Cotoh Iklan Pencegahan Mata-mata Musuh dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia . 110

viii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Anggaran Dasar dan Pengurus Masyumi ...... 111

Lampiran 2 OSAMU SEIREI NO.6 tentang Mengawasi Penerbitan dsb ...... 113

Lampiran 3 UNDANG-UNDANG NO.16 tentang Pengawasan Badan-badan Pengumuman dan Penerangan dan Penilikan Pengumuman dan Penerangan ...... 114

Lampiran 4 Kumpulan Artikel-artikel Propaganda di Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ...... 115

ix

DAFTAR ISTILAH Alim Ulama Seseorang yang memiliki pengetahuan Islam di Pesantren dan beberapa di antaranya telah pergi berhaji ke Mekkah.

Baitul Mal Suatu kantor bendahara Islam pusat untuk menerima zakat agama dan pembayarannya untuk menolong kaum miskin dan yang membutuhkannya.

Djakarta Tokubetsu Shi Istilah yang dipakai untuk menyebut kota Jakarta pada masa pendudukan Jepang.

Djawa Shinbun Kai Badan hukum yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pers atau bisa disebut Goen- Kenetsu-Han.

Domei Kantor berita resmi pemerintah militer Jepang.

Eiga Haikyusha atau Eihai Perusahaan pendistribusian Film.

Ganzume Sejenis penggaruk yang digunakan untuk penyiangan.

Goeroe Ordonantie Peraturan pemerintah kolonial tentang guru atau Undang undang yang mewajibkan para pendidik di sekolah-sekolah di luar kontrol pemerintah, memperoleh izin dari instansi yang ditentukan.

x

Gunritsu Kaigi Peradilan Militer Jepang (Krijgsraad).

Gunsei Hooin Pengadilan Pemerintah Balatentara Jepang.

Gunseikanbu Sebutan staf pemerintahan militer pusat pada masa pendudukan Jepang sedangkan kepala pemerintahnya disebut Gunseikan.

Hiragana Suatu cara penulisan bahasa Jepang dan mewakili sebutan sukukata.

Hizbullah Tentara Allah atau organisasi semimiliter yang dibentuk Jepang dengan beranggotakan para sukarelawan khusus pemuda Islam, yang dalam istilah Jepangnya yaitu Kaikyo Senen Teishinti.

Hodohan Kantor Penerangan Pemerintahan militer Jepang.

Jawa Engeki Kyokai Perserikatan Usaha Sandiwara Jawa.

Jawa Hokokai Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa atau perkumpulan yang dibentuk oleh Jepang pada 8 Januari 1944 sebagai pengganti PUTERA.

Jawa Hoso Kanrikyoku Biro Pengawas Siaran Jawa.

Kanji Karakter tulisan yang dipinjam dari China.

xi

Katakana Huruf yang digunakan untuk menuliskan kaa-kata serapan atau kata asing bagi bahasa Jepang.

Kiai Sebutan bagi alim ulama.

Koki Kalender Jepang yang perhitungannya dimulai dari tahun kaisar pertama Jepang bertakhta.

Kinkyu Shokuryo Taisaku Program mengenai tindakan- tindakan mendesak terkait bahan makanan.

Kooperatif Istilah lain yang bersifat kerja sama atau bersedia membantu.

Larikan Inovasi teknik berupa memindahkan bibit tanaman padi pada garis-garis lurus dengan jarak tanam tertentu di bibit tersebut.

Masyumi Majelis Syura Muslimin Indonesia atau suatu organisasi perkumpulan ormas Islam yang berdiri pada November 1943 pada masa pendudukan Jepang.

MIAI Majelis Islam A’la Indonesia atau badan federasi ormas Islam yang berdiri pada September 1937.

Nihon Eigasha Perusahaan Film Jepang atau Nichi’ei.

Oplaag Jumlah barang cetakan (surat kabar atau majalah) yang diedarkan.

xii

Osamu Seirei Undang-undang yang dikeluarkan oleh Panglima tentara ke-16.

Padi Bulu Padi berambut.

Padi Cere Padi tak berambut.

Padi Horai Padi bibit baru yang didatangkan dari Taiwan dan diperkenalkan oleh Pemerintah militer Jepang kepada rakyat Jawa.

Palawidja Tanaman kedua setelah padi atau tanaman sejenis umbi-umbian.

Propagandis Orang yang pekerjaannya melakukan propaganda.

PUTERA Pusat Tenaga Rakyat atau organisasi yang dibentuk pemerintah militer Jepang di Indonesia yang dipimpin oleh empat serangkai pada 16 April 1943 yaitu Ir. Sekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Mas Mansur.

Saikeirei Sikap menghormat dan membungkukkan badan ke arah matahari terbit setiap pagi, setiap pertemuan umum dan setiap nama Tenno Haika, Kaisar Jepang disebut.

Saiko Sikikkan Palingma tertinggi pemerintahan militer Jepang

xiii

Sendenbu Badan propaganda yang ditugaskan oleh pemerintah militer Jepang khusus di pulau Jawa selama Perang Dunia II, badan ini berdiri pada Agustus 1942.

Shidobucho Sebutan penasehat dalam suatu badan pada masa pen.dudukan Jepang

Shumubu Kantor Urusan Agama Islam atau Departemen Agama.

Shumuka Kantor Departemen Agama tingkat Karesidenan.

Tonan Asia Gakoein Sebuah perguruan untuk pelajar- pelajar dari daerah selatan.

Volksraad Semacam parlemen Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah .

xiv

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal pendudukan pemerintah militer Jepang di Pulau Jawa secara resmi terhitung pada 8 Maret 1942. Pada saat itu Pulau Jawa yang masih berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda yaitu Letnan Jenderal Hein Ter Poorten, menyerah tanpa syarat kepada pemerintah militer Jepang. Menurut Jepang, wilayah Indonesia terbilang sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan militer Jepang dalam perang1, khususnya sumber daya minyak.2 Tujuan ekspansi pemerintah militer Jepang ke Pulau Jawa demi memperoleh sumber daya ekonomi dan manusia.3 Begitu pun dengan wilayah-wilayah lainnya Sumatera, Kalimantan, dan wilayah Indonesia Timur yang kaya akan hasil bumi juga

1 Perang ini kemudian dikenal sebagai Perang Pasifik. Orang Jepang menyebutnya dengan Dai Toa No Senso yang berarti ialah Perang Asia Timur Raya. Jadi, pada saat itu Jepang secara mendadak menyerang dan membom Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941 di Kepulauan Hawaii yang kebetulan menjadi pusat kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat yang terbesar di kawasan Samudera Pasifik. Pada waktu yang bersamaan juga, Angkatan Perang Jepang menyerang pangkalan-pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat lain seperti di Kepulauan Midway, pulau-pulau Wake, Rota dan Saipan, serta menduduki Pulau Tarawa dan Pulau Makin di Kepulauan Gilbert. Lihat Sagimun PD, Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985). 22 2 Ken’ichi Goto, Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998) . 106 3 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol, Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945, (Jakarta: Grasindo, 1993). xvi-xvii

1

2

dimasukkan ke dalam wilayah penguasaan pemerintah militer Jepang.4 Kehadiran pemerintah militer Jepang di Pulau Jawa ditandai dengan berhasilnya pemerintah militer Jepang mendarat di tiga tempat sekaligus, yakni di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah).5 Dari daerah-daerah tersebut, pemerintah militer Jepang terus berekspansi ke wilayah Pulau Jawa lainnya. Di Pulau Jawa, pemerintah militer Jepang disambut suka cita oleh masyarakat Pulau Jawa karena dianggap sebagai pembebas mereka dari belenggu penjajahan Belanda.6 Apalagi dengan kepandaian pemerintah militer Jepang dalam mengumbar janji dan memberi harapan kepada rakyat Pulau Jawa saat itu. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan kebijakan di wilayah Pulau Jawa, pemerintah militer Jepang melakukan berbagai macam propaganda. George Kanahale, seorang pionir

4 Joyce C.lebra, Tentara Gemblengan Jepang, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988) . 99 5 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). 2 6 Sebenarnya terdapat beberapa faktor yang mendorong rakyat menyambut dengan suka-cita atas kedatangan Jepang di Indonesia. Faktor pertama berasal dari dalam, yakni sebelum kedatangan Jepang, pengusaha Jepang atau pemilik toko-toko Jepang banyak memberikan harga yang murah apabila dibanding dengan toko-toko Eropa. Faktor kedua, keramah tamahan Jepang pun menjadi faktornya. Hal ini yang menjadikan rakyat Indonesia berpandangan lebih positif terhadap Jepang. Adapun faktor dari luar ialah kemenangan Jepang atas kekaisaran Czar Rusia tahun 1905 di Manchuria dan negoisasi perdamaian di Portsmouth tahun 1905 yang mengakui Jepang sebagai kerajaan penting di dunia. Pengakuan ini secara tidak langsung memiliki makna kemenangan Asia atas Eropa. Lihat Nugroho Notosusanto, The PETA Army During The Japanase Occupation of Indonesia, (Tokyo: Waseda University Press, 1979). 19-20. Lihat juga Abdul Azis Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996). 147

3

kajian pendudukan Jepang di Indonesia asal Hawaii, mengatakan bahwa tujuan propaganda Jepang ini untuk menyita hati rakyat dan mengindoktrinasi serta menjinakkan mereka. Pemerintah militer Jepang menganggap perlu adanya mobilisasi seluruh masyarakat dan membawa sepenuhnya mentalitas rakyat Jawa agar sesuai dengan ideologi Jepang tentang kemakmuran bersama Asia Timur Raya.7 Jadi, rakyat harus dibawa sepenuhnya kepada pola tingkah laku dan berpikir Jepang sehingga dapat menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam kemakmuran bersama Asia Timur Raya.8 Demi melancarkan sejumlah aksi propaganda Jepang ini, pemerintah militer Jepang membentuk departemen independen, yaitu Sendenbu (departemen propaganda).9 Departemen ini berada dalam pemerintahan militer Gunseikanbu10, yang bertanggung jawab atas propaganda serta informasi yang menyangkut pemerintah sipil. Upaya propaganda dilakukan melalui berbagai macam media, antara lain pamflet, buku, poster, foto-foto, siaran radio, pameran, pers, seni pertunjukan, musik, dan film. Hal ini bertujuan agar mudah bersentuhan

7 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, (Depok: Komunitas Bambu, 2015). 247 8 Aiko Kurasawa, “Propaganda Media on Java Under Japanase 1942- 1945”, Indonesia, No.44 (1987). 59 9 Sendenbu memiliki tiga bagian yakni bagaian administrasi, bagian berita dan pers dan seksi propaganda. Dalam perkembangannya karena semakin banyaknya tugas yang diberikan Sendenbu, maka Jepang membentuk badan-badan propaganda lain. Lembaga-lembaga tersebut ialah Jawa Hoso Kanrikyoku (biro pengawasan Siaran Jawa), Jawa ShinbunKai (Goen-Kenetsoe Han atau perserikatan Surat Kabar Jawa) dan Kantor Domei. 10 Gunseikanbu ialah sebutan untuk staf Pemerintah militer pusat pada masa pendudukan Jepang.

4

langsung ke seluruh masyarakat Pulau Jawa. Dengan begitu, pemerintah militer Jepang akan lebih mudah dalam memenuhi kepentingan-kepentingan Perang Asia Timur Raya. Dalam hal ini, pers mendapatkan perhatian yang cukup penting sebagai alat propaganda Jepang. Pers sangat berpengaruh dalam rangka penyampaian pesan politik bagi pemerintah militer Jepang. Pada masa tersebut, pers yang semula berusaha berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu serta segala usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan Jepang untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian konten-konten dalam pers tersebut hanyalah pro-Jepang semata. Adapun dalam rangka pengawasannya, pemerintah militer Jepang menggunakan suatu badan yang bernama Djawa Shinbun Kai11 beserta Hodohan. Adapun yang termasuk dalam pers di antaranya, surat kabar, majalah, televisi, radio, dan lain-lain. Pada masa pendudukan Jepang, majalah menjadi salah satu sasaran dalam propaganda pemerintah militer Jepang. Sebagaimana majalah Djawa Baroe12, majalah yang diterbitkan pada masa pemerintahan militer Jepang pada saat itu hampir seluruh isinya

11 Djawa Shinbun Kai merupakan salah satu badan hukum yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pers. Hal tersebut dapat dilihat biasanya pada halaman kedua majalah Soera Moeslimin Indonesia biasanya tertera tulisan “Dengan Idzin Kantor Goen-Kenetsu-Han”. 12 Majalah Djawa Baroe merupakan majalah yang diterbitkan pada masa pendudukan Jepang di Pulau Jawa khususnya. Majalah ini pertama kali terbit bulan Januari 1943 dan berakhir Agustus 1945. Hampir sama dengan majalah lainnya, majalah ini terbit hanya setiap tanggal 1 dan 15. Berbeda dengan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, majalah ini kontennya lebih banyak memuat gambar atau foto-foto daripada tulisan. Lihat : Majalah Djawa Baroe tahun 1943-1945

5

mengandung unsur propaganda dalam segala aspek, yang mengarah pada kepentingan-kepentingan pemerintah militer Jepang. Begitu juga dengan majalah lainnya, seperti Pandji Poestaka, Kan Po, Soeara MIAI, dan lain-lain. Adapun Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, merupakan salah satu majalah Islam yang diterbitkan oleh Masyumi pada masa pendudukan Jepang.13 Majalah ini diterbitkan pertama kali pada Desember 1943, tidak jauh dari awal pembentukan Masyumi. Majalah ini memuat kurang lebih 43 edisi, yakni dari Desember 1943 sampai Oktober 1945. Majalah ini digunakan Masyumi sebagai sumber informasi Masyumi kepada umat Islam sekaligus propaganda kepentingan Perang Asia Timur Raya. Keharusan akan propaganda kepentingan Perang Asia Timur Raya dalam majalah ini dapat terlihat pada harapan pemerintah militer Jepang bahwa pemerintah berharap majalah tersebut dapat digunakan sebagai informasi dari pemerintah dan memberikan motivasi pada umat Islam dalam usaha mencapai kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Sebagaimana perkataan Gunseikan dalam majalah tersebut, ...Toedjoean madjallah baroe ini ialah memberi pimpinan kepada seloeroeh oemmat Islam di tanah Djawa dengan mendjelaskan tjara dan maksoed pemerintahan Balatentara Dai Nippon di poelau ini, serta membangkitkan semangat di antara oemat Islam, yang berarti memberi sumbangan

13 Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia

6

tenaga kepada pemerintah Balatentara Dai Nippon di Djawa choesoesnya....14

Walaupun Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia berada di bawah naungan Masyumi, majalah itu memperoleh kontrol penuh dari Pemerintah militer Jepang. Oleh karena itu, segala konten yang ada dalam Majalah tersebut juga atas persetujuan Jepang, bahkan harus sesuai dengan kepentingan Pemerintah militer Jepang. Adapun konten dalam majalah tersebut terdiri atas sejumlah tulisan yang berisi berita Masyumi, kebijakan pemerintahan, artikel seputar hukum-hukum Islam, mimbar jumat, iklan, berita dalam negeri dan luar negeri, dan pengajaran bahasa Nippon. Pemimpin umum dalam majalah ini ialah Kiai Haji Mas Mansur. Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia juga merupakan kelanjutan atau pengganti dari majalah sebelumnya, yakni Soeara MIAI.15 Soeara MIAI ialah majalah yang diterbitkan oleh Dewan MIAI pada masa pendudukan Jepang tahun 1942. Soeara MIAI dan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia merupakan majalah yang terbilang beruntung karena memperoleh izin terbit dari pemerintah militer Jepang. Padahal, organisasi-organisasi lain tidak mudah untuk menerbitkan suatu

14 Guseikan, “Menjamboet terbitnya madjallah dari Majoemi” Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 1 15 Majalah Soeara MIAI diterbitkan oleh Dewan MIAI pada tahun 1942. Pimpinan umum majalah ini yakni W. Wondoamiseno dengan memiliki 21 edisi. Cover dan strustur isi majalah ini tidak jauh berbeda dengan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Sehingga bisa diidentifikasi bahwa majalah Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ialah kelanjutan dari majalah MIAI dengan pimpinan dan nomor edisi yang berbeda.

7

majalah ataupun pers lainnya.16 Dalam hal ini, dapat diidentifikasi bahwa majalah tersebut diizinkan sebagai taktik pemerintah militer Jepang dalam upaya mendekati umat Islam. Pemerintah militer Jepang menaruh perhatian lebih kepada umat Islam. Islam penting bagi Jepang sebagai perangkat propaganda politik dan mobilisasi massa. Pemerintah militer Jepang menganggap Islam sebagai sebuah ideologi yang bertentangan dengan kebudayaan Barat dengan perang suci Islam melawan Kristen. Meskipun Jepang sendiri tergolong bukan penganut agama Islam, seperti orang Belanda, mereka sedapat mungkin berusaha mengabaikan fakta tersebut dengan menekankan kesamaan nenek moyang dan ras yang sama.17 Upaya-upaya tersebut dilakukan agar umat Islam mendukung pemerintah militer Jepang untuk meningkatkan perlawanan terhadap sekutu dengan dalih membela agama Islam melawan

16 Sikap pemerintah Jepang terhadap organisasi nasionalis dengan organisasi Islam agak berbeda. Perihal kebijakan publikasi contohnya, sejak awal pendudukan Jepang, elit nasionalis “Gerakan 3A” maupun “Putera” tidak sama sekali memperoleh atau diizinkan untuk mencetak majalahnya sendiri. Meskipun permintaan ini sebenarnya sudah berulang-ulang. Dan izin baru diiberikan setelah kira-kira tiga bulan sebelum runtuhnya kekuasaan Jepang. Lihat : Harry J Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Idonesia pada Masa Pendudukan Jepang (terj), (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1980). 149 17 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 304.... Komandan Pasukan ke-16, Jenderal Immamura Hitoshi, pernah menyatakan bahwa “Orang Indonesia dan Jepang adalah satu ras dan satu bangsa. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka menunjukkan begitu banyak iktikad baik dan kerja sama dengan pasukan Jepang?” Lihat Robert E Elson, Idea Of Indonesia: A History, (New York: Cambridge University Press, 2008). 149..... Pendapat tentang adanyak kesamaan nenek moyang dan ras yang sama belum terbukti secara jelas, belum ada fakta-fakta yang mengarah pada pernyataan tersebut. Jadi, ada kemungkinan bahwa itu hanya isu yang sengaja dilontarkan oleh Jepang. Tidak lain tujuannya untuk membuat rasa anti Barat sedalam-dalamnya.

8

orang kafir,18 sehingga dengan mempertahankan Masyumi dan majalahnya merupakan sebuah strategi politik pemerintah militer Jepang terhadap umat Islam. Adapun Masyumi, Mayumi hadir sebagai federasi organisasi Islam satu-satunya yang mewakili umat Islam di Jawa, karena MIAI sudah dibubarkan. Masyumi pun memilih untuk mengambil jalan kooperatif terhadap pemerintah militer Jepang karena tidak ada pilihan lain agar federasi tersebut tetap berdiri. Hal ini bisa dilihat sebagaimana tujuan Masyumi dalam anggaran dasar pasal 3, maksud dan tujuan Masyumi adalah : Mengembalikan dan merapatkan perhoeboengan antara perkoempoelan-perkoempoelan agama Islam di Djawa dan Madoera, serta memimpin dan memelihara pekerdjaan perkoempoelan itoe oentoek mempertinggi peradaban, agar soepaja segenap oemat Islam membantoe dan menyoembangkan tenaganja oentoek membentoek lingkoengan bersama di Asia Timoer Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, jang memang sesoeai dengan perintah Allah.19

Misi tersebut tertuang dalam majalah, Masyumi berusaha untuk mengambil jalan kooperatif dengan ikut mempropagandakan kebutuhan pemerintah militer Jepang selama itu tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini terbukti memang banyak tulisan-tulisan dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang mengarah pada propaganda kepentingan- kepentingan pemerintah militer Jepang. Tema-tema yang

18 George McTurnan, Nasionalisme dan Revolusi Indonesia, (Depok: Komunitas Bambu, 2013). 157 19 Anonim, “Anggaran dasar dan pengoeroes” Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun 1 1 Desember 1943. 17

9

menunjukkan propaganda Masyumi mulai dari pertanian, keprajuritan, bahasa, iklan. Dengan demikian, dari berbagai tulisan yang ada dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, penulis mengidentifikasi adanya beberapa tulisan yang mengarah pada propaganda. Propaganda-propaganda baik yang ditulis oleh pihak pemerintah militer Jepang sendiri ataupun Masyumi, yang pada intinya mengarah pada kepentingan-kepentingan pemerintah militer Jepang. Sehingga penelitian ini menarik untuk dikaji karena berusaha menganalisis isi propaganda Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang mengarah pada kepentingan- kepentingan pemerintah militer Jepang yang ditujukan pada umat Islam pada tahun 1943-1945 terutama yang dilakukan langsung oleh tokoh-tokoh Masyumi. Untuk itu, penulis menetapkan judul : “Propaganda Masyumi melalui Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia 1943-1945”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas yang akan diteliti oleh penulis ialah sejarah pers dengan beberapa masalah pokok pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Adapun masalah yang akan dibahas adalah bagaimana isi propaganda Masyumi dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Pada skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti majalah tersebut karena penulis menemukan berbagai temuan, di antaranya :

10

1. Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia merupakan majalah Masyumi yang diterbitkan sebagai bentuk usaha Masyumi untuk mencapai tujuan, yakni “memperkuat kesatuan semua organisasi Islam” dan “membantu Dai Nippon dalam kepentingan Asia Timur Raya”. Istilah Dai Nippon yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pemerintah militer Jepang. Jadi pada masa pendudukan, sebutan seperti Japan, Jepun, atau Jepang itu dilarang untuk digunakan. Kepentingan Pemerintah militer Jepang dalam perang Asia Timur Raya tidak lain ialah untuk kemenangan melawan sekutu. 2. Adanya kebijakan propaganda, kebijakan pers masa Jepang dan politik antara Masyumi dan pemerintah militer Jepang. 3. Dalam majalah tersebut terdapat tema-tema yang menggencarkan propaganda secara berulang-ulang dengan kata-kata “memperbanjak hasil boemi”, “melipatgandakan hasil”, “angkatlah tjangkoelmoe”, “awas mata-mata musuh”, “Islam dan keprajuritan”, “bahasa Nippon”, dan lain-lain.

C. Batasan masalah Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia sebagai majalah Masyumi. Hal ini ditelisik lebih dalam karena pada masa tersebut banyak media yang digunakan sebagai alat propaganda, salah satunya majalah tersebut. Penulis menemukan adanya misi “membantu Dai Nippon dalam kepentingan Asia Timur Raya” yang diaplikasikan melalui artikel-artikel, artikel tersebut memuat pesan propaganda untuk kepentingan perang Asia Timur Raya.

11

Sehingga penulis tertarik untuk membahas secara detail isi propaganda Masyumi dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indoneisa. Adapun batasan temporal penelitian ini ialah terhitung sejak tahun 1943 sampai 1945 yakni dimulai pada awal terbitan majalah sampai akhir. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana profil singkat Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ? 2. Mengapa Masyumi sebagai organisasi Islam melakukan propaganda Asia Timur Raya melalui majalahnya ? 3. Bagaimana isi propaganda Masyumi melalui Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1943-1945 ? E. Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui profil singkat Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. 2. Untuk memahami maksud Masyumi melakukan propaganda Asia Timur Raya melalui majalahnya 3. Untuk mengetahui isi propaganda Masyumi melalui Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1943-1945. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :

12

1. Secara teoritis, ini dapat digunakan sebagai sumbangan tertulis berupa informasi ilmiah untuk pelengkap khazanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang kondisi pers pada masa Jepang. 2. Secara Praktis, ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada peminat dan pemerhati sejarah sekaligus sumbangsih bagi Fakultas Adab dan Humaniora dan lembaga-lembaga pers Indonesia tentang kajian pers pada masa Jepang. F. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini ialah metode sejarah dengan pendekatan politik dan ilmu komunikasi. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. 20 Adapun penelitian ini bersifat analitical history21, dengan menggunakan penelitian sejarah yang mencakup heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber (internal dan eksternal), interpretasi atau penafsiran, dan yang terakhir ialah historiografi atau penulisan sejarah.22 Pada tahap heuristik, mengumpulkan data atau sumber (dokumen).23 Tahapan pertama adalah pemilihan topik, dalam hal

20 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1983). 39 21 Analitical History diartikan jenis penelitian sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi. Lihat : M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kencana , 2014). 218 22 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013). 69 23 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999). 54

13

ini kajiannya adalah sejarah pers. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data atau sumber (heuristik) yang terkait dengan objek. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang mengacu pada sumber tertulis (dokumenter), dengan mencari data dari tulisan-tulisan yang mendukung penelitian. Pada proses heuristik, penulis menggunakan metode kepustakaan atau library research. Penulis menghimpun sumber- sumber yang bersifat primer dan sekunder. Untuk sumber primer penulis menggunakan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia dan surat kabar lain yang mendukung. Sedangkan sumber sekunder, penulis berusaha melakukan studi kepustakaan ini menggunakan data-data yang diperoleh dari buku. Dalam studi kepustakaan ini penulis mengunjungi berbagai tempat di antaranya Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan daerah Kuningan dan Taman Ismail Marzuki serta toko-toko buku lainnya. Selain itu penulis juga memanfaatkan karya tulis lain seperti disertasi, tesis, jurnal, artikel, dan lain-lain. Pada proses pencarian sumber, sumber primer penulis dapatkan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang sudah dalam bentuk microfilm dan microfiche. Hal ini dikarenakan sudah tidak ada bentuk hardcopy nya. Keadaan sumber yang sudah

14

digitalisasi tersebut membuat penulis lebih berhati-hati dalam membaca sumber tersebut. Tahap selanjutnya adalah verifikasi atau kritik sumber, verifikasi merupakan teknik pengujian keaslian suatu sumber yang dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern.24 Kritik ekstern adalah pengujian terhadap sumber yang dilihat dari segi fisiknya. Dalam kritik ekstern, penulis mengkritisi secara fisik mengenai sumber primer yang telah didapat baik dari segi kertas, ataupun tinta yang digunakan. Sedangkan kritik intern adalah pengujian terhadap sumber yang dilihat dari isinya. Dalam kritik intern penulis membandingkan sumber-sumber yang penulis temukan. Pada sumber primer Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, sudah tidak lagi dalam bentuk hard, melainkan sudah dalam bentuk microfilm dan microfiche sehingga beberapa tulisan yang ada pada majalah tersebut sedikit terlihat kurang jelas dan kadang-kadang tidak terbaca sama sekali. Oleh sebab itu, penulis harus teliti dan hati-hati membacanya. Selan itu, dalam penentuan artikel-artikel propaganda Masyumi yang diambil penulis, penulis lebih banyak mengambil pada tahun 1943 sampai pertengahan tahun 1944. Sedang tahun 1944 akhir penulis tidak lagi menemukan sumber tersebut dalam microfilm dan tahun 1945 propaganda yang dilakukan lebih terfokus pada kepentingan-kepentingan Masyumi dalam persiapan kemerdekaan.

24 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. 77

15

Selanjutnya interpretasi, merupakan penafsiran sejarah yakni dengan menguraikan sebab akibat dari sebuah peristiwa. Interpretasi ini dilakukan setelah penulis mengumpulkan dan mengolah datanya untuk kemudian dilakukan interpretasi atau penafsiran. Hasil dari proses tersebut maka dapat ditemukan sekumpulan fakta-fakta sejarah.25 Pada tahap ini penulis berusaha untuk mengolah sumber dan data yang telah dikumpulkan dengan menguraikan sebab akibat dari permasalahan propaganda yang terdapat dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Pada tahap ini penulis menggunakan teori propaganda dengan pendekatan politik dan ilmu komunikasi dalam melihat permasalahan tersebut. Terakhir, historiografi yaitu proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber lain yang telah diseleksi dalam bentuk penulisan, tahap ini penulis harus mempertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya.26 Ini adalah teknik akhir dari penelitian, dimana penulisan dari hasil yang sudah saya deskripsikan di atas G. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan penelitian ini terbagi menjadi enam bab, adapun susunan penulisannya antara lain : Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah,

25 Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode, dan Contoh Aplikasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2014). 107 26 Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode, dan Contoh Aplikasi. 147

16

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisi kajian pustaka yang terdiri dari landasan teori, kajian pustaka dan kerangka berfikir Bab III berisi pembahasan profil singkat Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang terdiri dari profil Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, Masyumi sebagai Penerbit Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia dan profil redaktur majalah. Bab IV berisi pembahasan hubungan kebijakan propaganda Jepang, pers dan politik Islam yang terdiri dari pembentukan departemen propaganda, kebijakan pers di Jawa tahun 1942, politik Islam pemerintah militer Jepang dan politik Islam Masyumi. Bab V berisi pembahasan isi propaganda Masyumi melalui Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang terdiri dari propaganda peningkatan produksi hasil bumi, propaganda keprajuritan, propaganda pengajaran bahasa Nippon, dan propaganda pencegahan Mata-mata. Bab VI berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran penulisan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori Majalah merupakan sebuah media publikasi atau terbitan secara berkala yang memuat artikel-artikel dari berbagai penulis.27 Majalah ialah salah satu bentuk dari media massa cetak. Media massa yang dimaksud salah satu unsur dalam komunikasi massa. Oleh karena itu penelitian dengan tema sejarah ini menggunakan pendekatan sejarah, politik dan ilmu komunikasi. Adapun teori yang dipakai yakni teori propaganda. Propaganda merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang sering kali digunakan oleh individu atau kelompok sebagai media untuk menyebarkan suatu keyakinan atau doktrin. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori propaganda Edward L Bernays28. Dalam bukunya yang berjudul Propaganda (1928), Bernays mendefinisikan propaganda sebagai “a consistent, enduring effort to create or shape events to influence the relations of the public to an enterprise, idea, or group”29,

27 “Pengertian Majalah”, Lihat https://www.e- jurnal.com/2013/12/pengertian-majalah.html?m=1 (diakses tanggal 3 Desember 2018 pukul 15.00 WIB) 28 Edward L Bernays (1891-1995) mengawali karirnya sebagai seorang penerbit media kehumasan (publicist). Pada Perang Dunia I (1914-1918), Bernays membantu pemerintah Amerika mendapatkan dukungan rakyat Amerika terhadap keputusan pemerintah berperang. Berdasarkan pengalamannya tersebut selama Perang Dunia I, Bernays menyusun teori propaganda. 29 Edward L Bernays, Propaganda, (New York: Horace Liveright, 1928). http://www.archive.org/details/EdwardLBernays-Propaganda (diakses tanggal 6 Mei 2018 pukul 20.00). 25

17

18

artinya suatu usaha yang konsisten dan terus-menerus untuk menciptakan atau membentuk peristiwa-peristiwa untuk mempengaruhi hubungan publik terhadap suatu penguasa atau kelompok. Teori propaganda Bernays menjelaskan bahwa propagandis (pihak yang melakukan propaganda) perlu memahami mekanisme dan karakteristik berfikir suatu kelompok supaya dapat mempengaruhi kelompok tersebut secara efektif. Menurut Bernays, langkah awal yang harus dilakukan adalah “memastikan yang ditawarkan ke publik adalah sesuatu yang diterima publik atau memungkinkan untuk diterima”. Langkah selanjutnya adalah menentukan kelompok mana yang harus didekati dan melalui pemimpin-pemimpin mana di kelompok tersebut yang akan didekati, setelah itu berusaha mempelajari kebiasaan umum atau tata cara masyarakat tersebut, dan membuat pendekatan berdasarkan kebiasaan atau tata cara tersebut. 30 Strategi lain untuk mengubah pandangan yang sudah terbentuk dalam suatu kelompok, propagandis harus mendekati pemimpin-pemimpin kelompok tersebut karena dalam mengubah pikirannya, suatu kelompok cenderung mengikuti contoh dari pemimpin yang dipercayai,31 sehingga jika berhasil mempengaruhi pemimpin-pemimpin kelompok tersebut, baik kerja sama secara sadar ataupun tidak, maka secara otomatis mempengaruhi kelompok yang dipengaruhi oleh pemimpin- pemimpin tersebut.

30 Edward L Bernays, Propaganda..40-41 31 Edward L Bernays, Propaganda.. 50

19

Dari pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa propaganda adalah suatu usaha yang sistematis dan terencana yang dilakukan secara berulang-ulang dan menyebarkan pesan guna mempengaruhi seseorang, khalayak atau bangsa untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah laku agar melaksanakan kegiatan tertentu dengan kesadaran sendiri tanpa paksa atau dipaksa. Dalam propaganda, tujuan merupakan sesuatu hal yang sangat penting karena tujuan akan menentukan teknik dan isi propaganda. Sangat sulit untuk menganalisis tujuan atau mengidentifikasikan suatu hal sebagai propaganda, kecuali melihat ciri-cirinya sebagai penyebarluasan ide dan mengaitkannya dengan hal-hal lain yang berada di sekelilingnya. Dalam melakukan propaganda diperlukan teknik- teknik agar tujuan propaganda yang dilakukan dapat diterima oleh pihak yang dimaksud. Adapun teknik yang dapat dilakukan dalam kegiatan propaganda, sebagai berikut32 : I. Name-Calling, adalah propaganda dengan memberikan sebuah ide atau label yang dibebani emosi pada seseorang atau sebuah negara yang menjadi sasarannya (penjulukan). II. Glittering Generalities, adalah suatu teknik propaganda dengan menonjolkan propagandis dengan mengidentifikasi dirinya dengan segala apa yang serba luhur dan agung.. III. Testimonials, adalah cara menggunakan nama-nama orang terkemuka, bergelar, ilmuwan dan terpandang yang

32 Nurudin, Komunikasi Propaganda, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008). 29-35

20

mempunyai otoritas dan prestise sosial tinggi dalam upaya meyakinkan sesuatu (kesaksian). IV. Transfer, adalah teknik propaganda yang mencakup kekuasaan, sanksi dan pengaruh sesuatu yang lebih dihormati serta dipuja dari hal lain agar membuat sesuatu lebih dapat diterima (pengalihan isu). V. Card Stacking, adalah propaganda dengan cara menonjolkan fakta yang menguntungkan, sehingga publik hanya dapat melihat dari satu sisi saja. Pilihan fakta ini biasanya digunakan untuk generalisasi (tebang pilih). VI. Plain folkz, adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikkan yang dipropagandakan milik atau mengabdi pada komunikan. VII. Bandwagon Technique, adalah propaganda yang dilakukan dengan cara mengembar-gemborkan sukses yang dicapai oleh seseorang atau suatu lembaga, atau suatu organisasi. VIII. Reputable Mounthpiece, adalah teknik yang dilakukan dengan mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Teknik ini biasanya digunakan oleh seorang yang menyanjung pemimpin, akan tetapi tidak tulus. IX. Using All forms of Persuations, adalah teknik yang digunakan untuk membujuk orang lain dengan rayuan, himbauan dan “iming-iming”. Dari beberapa penjelasan terkait dengan cara atau teknik propaganda di atas, maka akan dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis masalah yang diteliti, yaitu bagaimana

21

propaganda masyumi yang terdapat dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang mengarah pada kepentingan pemerintah militer Jepang dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya. B. Kajian Pustaka Kepustakaan merupakan sumber gagasan bagi suatu penelitian, apalagi untuk penelitian yang bersifat kualitatif. Pembahasan mengenai pers pada masa Jepang sudah banyak dikaji oleh para peneliti, namun pembahasan spesifik mengenai pers yakni majalah Islam sangat jarang, serta tentang sejarah lengkap Masyumi itu sendiri selama masa pendudukan Jepang bisa dikatakan belum ada. Akan tetapi, ada beberapa sumber yang membahas secara umum yang berkaitan dengan penilitian saya. Berikut sumber-sumber yang dijadikan objek penelitian. Sebuah Artikel jurnal yang berjudul Propaganda Jepang dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia 1944-1945 oleh Yayuk Indrayani (2016).33 Pada penelitian ini menjelaskan berbagai macam propaganda yang ada dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia dari politik, ekonomi, militer, agama, dan budaya. Penelitian ini menggambarkan bahwa Jepang telah melakukan kerjasama dengan umat Islam Indonesia. Jepang mengunakan umat Islam untuk melakukan propaganda, propaganda tersebut dapat diketahui melalui artikel-artikel yang merupakan bentuk propaganda Jepang tahun 1944-1945. Adapun rentang waktu yang digunakan dari 1944 sampai dengan 1945

33 Yayuk Indrayani, “Propaganda Jepang dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1944-1945”, AVATARA, Vol.4, No.2 (2016).

22

karena pada penelitian tersebut menyatakan bahwa majalah Soeara Moeslimin Indonesia diterbitkan pada tahun 1944. Penulis melihat bahwa penelitian tersebut lebih fokus pada alasan mengapa Jepang menjadikan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia sebagai media propaganda Jepang dan temuan-temuan ynag dihadirkan masih sangat umum. Adapun yang membedakan dengan penelitian penulis, penulis lebih terfokus pada posisi Masyumi sebagai penerbit majalah, mengapa Masyumi sebagai organisasi Islam mau melakukan propaganda Asia Timur Raya dalam majalahnya dan isi propaganda yang dihadirkan hanya yang betul-betul dipropagandakan secara langsung oleh Masyumi melalui artikel-artikel yang ditulis langsung oleh tokoh-tokoh Masyumi dengan kurun waktu dari 1943-1945. Perlu diketahui, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia sudah diterbitkan sebelum tahun 1944 yakni 1943. Buku Aiko Kurasawa Kuasa Jepang di Jawa : Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945 terbitan Komunitas Bambu tahun 2015.34 Buku ini berasal dari disertasi Aiko berjudul Mobilization and Control : A Study of Social Change in Rural Java 1942-1945 di Universitas Cornell pada tahun 1988 ini menguraikan berbagai kebijakan-kebijakan Jepang terhadap masyarakat di Jawa yang bertujuan untuk memperoleh sumber daya ekonomi dan manusia guna mendukung operasi militer Jepang. Di satu pihak, Jepang berniat untuk memobilisasikan seluruh masyarakat Jawa demi tujuan perangnya. Di pihak lain, upaya mobilisasi Jepang tersebut

34 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu, 2015.

23

selalu disertai kontrol ketat melalui badan-badan yang dibentuk Pemerintah militer Jepang. Sebagaimana media, segala sesuatunya harus disensor dan diperiksa. Buku ini membantu penulis untuk memahami posisi hadirnya Masyumi sebagai bentuk strategi politik Islam oleh pemerintah militer Jepang di Jawa. Kemudian diikuti oleh kebijakan-kebijakan propaganda apa saja yang dibentuk oleh Pemerintah militer Jepang. Sehingga penulis memahami bahwa diizinkanya organisasi Masyumi dan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia sebagai cara pemerintah militer Jepang untuk memobilisasi umat Islam di Jawa namun di sisi lain pemerintah Jepang juga melakukan kontrol terhadap Masyumi dan majalahnya dengan harus melalui izin Goen Kenetsoe Han dan Hodohan. Buku karya Harry J Benda yang berjudul Bulan Sabit dan Matahari Terbit : Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980).35 Pembahasan buku ini dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang warisan kolonial Belanda dan bagian kedua menerangkan awal mula Jepang di Indonesia yang meliputi konsolidasi politik Jepang terhadap umat Islam. Buku ini sangat membantu penulis dalam melihat sisi bagaimana umat Islam Indonesia merespon berbagai kebijakan politik yang diterapkan oleh Pemerintah militer Jepang. Setelah melihat berbagai kebijakan yang politik yang ada, respon Masyumi sebagai federasi organisasi Islam di Pulau Jawa saat itu memilih jalan kooperatif dan ikut

35 Harry J Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Idonesia pada Masa Pendudukan Jepang (terj), Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1980.

24

berdiplomasi. Hal ini bisa dibuktikan melalui anggaran dasar yang dibuat Masyumi itu sendiri dan keterlibatan Masyumi dalam sosial dan politik pada masa pendudukan Jepang. Buku karya K.H Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren, (Yoyakarta: LKIS. 2001).36 Buku ini ialah buku otobiografi yang menjelaskan tentang kehidupan K.H. Saifudin Zuhri dari sejak kecil hingga dewasa. Kehidupan K.H. Saifudin Zuhri dari mulai awal pendidikannya hingga beliau menjadi salah satu tokoh di Nahdatul Ulama. Pada masa pemerintahan militer Jepang, K. H Saifudin Zuhri ialah salah satu anggota Masyumi perwakilan dari Nahdatul Ulama. K.H. Saifudin Zuhri sangat dekat dengan K.H. Wachid Hasyim, selaku penggagas Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Buku ini sangat membantu penulis karena berhasil menggambarkan bagaimaa interaksi tokoh-tokoh Masyumi khususnya K.H. Wachid Hasyim kepada para ulama pada masa Jepang. Walaupun tidak banyak menjelaskan peristiwa masa Jepang, tapi penulis menemukan alasan-alasan Masyumi bersikap kooperatif dan melakukan diplomasi terhadap pemerintah militer Jepang.

36 KH Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren, (Yoyakarta: LKIS. 2001).

25

C. Kerangka Berfikir

Sejarah Pers

Madjallah Islam Soeara Moeslimin

Indonesia

Bagaimana Isi propaganda Masyumi Masalah dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia

Politik Propaganda Politik Pendekatan Masyumi

Metodologi Komunikasi

Teori Teori Propaganda (Edward L Bernays)

Temuan

Propaganda peningkatan produksi hasil bumi, Propaganda keprajuritan, Propaganda Bahasa Nippon, dan Propaganda pencegahan mata-mata.

BAB III

PROFIL SINGKAT MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA A. Profil Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia merupakan majalah Islam yang diterbitkan oleh organisasi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi)37 pada masa pendudukan Jepang. Majalah ini satu-satunya majalah Islam yang diterbitkan di Jawa di tengah-tengah masyarakat Islam dalam lingkungan Asia Timur Raya. Penerbitan majalah tersebut diprakarsai oleh K.H. Wahid Hasyim (ketua harian Masyumi).38 Majalah ini diterbitkan pertama kali pada Desember 1943,39 tidak jauh dari awal pembentukan Masyumi. Majalah ini juga hanya memuat kurang lebih 43 edisi yakni dari Desember 1943 sampai Oktober 1945.

37 Majelis Syura Muslimin Indonesia atau Masyumi berdiri setelah resmi dibubarkannya MIAI pada tanggal 24 Oktober 1943. Masyumi diketuai oleh Hasyim Asy’ari dengan wakilnya Kiai Haji Mas Mansur dan Wachid Hasyim sedangkan penasihatnya yaitu Ki Bagus Hadikusuma dan Abdul Wahab. Serta anggota pengurus lainnya ialah K.H. Muchtar, Zainal Arifin, K.H. Moh.Sadie, Farid Ma’ruf, Abdul Mukhti, T.Kartosudharmo, K.M. Hasjim, dan Nachrawi Thair. Lihat : Taufik Abdullah, ed., Indonesia dalam Arus Sejarah : Perang dan Revolusi Jilid VI, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2011). 69 38 Amurwani Dwi Lestariningsih dkk, Seri Pengenalan tokoh: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan, (Jakarta: Direktorat Nilai Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2010). 106 39 Penelitian lain mengatakan bahwa Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia diterbitkan pertama kali pada tahun 1944. Lihat : Yayuk Indrayani, “Propaganda Jepang dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1944-1945”, AVATARA, Vol.4, No.2 (2016). 258

26

27

Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ialah majalah lanjutan dari majalah sebelumnya yakni majalah Soeara MIAI, majalah yang diterbitkan oleh organisasi Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada akhir tahun 1942 dengan edisi lanjutan No. 22-23.40 Jika Soeara MIAI berada di bawah pimpinan umum W. Wondoamiseno,41 berbeda dengan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia di bawah pimpinan umum K.H Mas Mansur dan struktur redaksi lainnya, seperti R.P.A Barry Albahry sebagai badan pengarang dan R. Soenadi sebagai bagian administrasi. Adapun ciri khas pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia hampir sama dengan majalah Soeara MIAI. Pada isi majalah ini diawali dengan cover, daftar isi, kemudian diikuti dengan berita Masyumi atau maklumat, berita pemerintahan, artikel-artikel, mimbar jumat, berita dalam negeri, berita luar negeri, pengajaran bahasa Nippon dan juga iklan. Majalah ini awalnya memakai satu bahasa yakni bahasa Indonesia kemudian dikembangkan ada juga bahasa arab, hal ini dikarenakan sasaran utama pembacanya ialah umat Islam di Jawa. Walaupun memang pada setiap edisinya selalu terdapat pengajaran bahasa Nippon, hal ini karena agar umat Islam di Jawa secara tidak langsung dapat mulai mempelajari bahasa Nippon. Pada setiap edisi

40 M. Ali Haidar, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994). 119 41 Pada majalah Soeara MIAI struktur redaksinya ialah Warkadum Wondoamiseno (Pemimpin Umum), Harsono Tjokroaminoto Bahry (Badan pengarang), dan R Soenadi (Admnistrasi).

28

majalah ini memiliki 15-20 halaman. Harga majalahnya sebesar 0.20 rupiah per edisi majalah dan f 1,- langganan per tiga bulan.42 Pada masa pendudukan Jepang seluruh majalah rata-rata terbit 2 kali dalam sebulan yakni setiap tanggal 1 dan 15. Begitu juga dengan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang diterbitkan secara berkala yaitu dua kali dalam sebulan, setiap tanggal 1 dan 15 atau dwi mingguan. Setiap edisi pada majalah ini juga tidak memakai kalender masehi melainkan kalender Jepang yang disebut sebagai koki, yang perhitungannya dimulai dari tahun kaisar pertama Jepang bertahta.43 Majalah ini tidak memuat banyak gambar melainkan banyak tulisan dari berbagai artikel. Kontributor penulis dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia banyak sekali baik dari Pemerintahan, NU, Muhammadiyah, wartawan Islam dan tokoh-tokoh Muslim lainnya, di antaranya : Saiko Sikikkan, Shumubu, Hodohan, K.H Mas Mansur (Muhammadiyah), K.H Hasyim Asyari (NU), K.H A Moethi (Muhammadiyah), Saefudin Zuhri (NU), H. M. Dahlan (NU), Asa Bafaqih (NU), R. Kasman Singodimedjo (Muhammadiyah), Hamka (NU), M Isa Anshary (PSII), H. M Moechtar, A. Barry, Z. Arifin, A. Halim dan lain-lain. Masih

42 Berdasarkan pengamatan dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia seluruh edisi. f1,- dibaca satu rupiah, lihat pada lampiran Gambar. 4 terkait uang-uang yang berlaku pada masa pendudukan Jepang di Pulau Jawa. 43 Ini bisa dilihat dalam penggunaan tahun, seperti 2602, 2603, 2604 dan 2605. Hal ini berarti menunjukkan tahun 1942, 1943, 1944 dan 1945. Lihat buku : Aiko Kurasawa, Masyarakat & Perang Asia Timur Raya: Sejarah dengan foto yang tak terceritakan, (Depok: Komunitas Bambu, 2016) . 59

29

banyak lagi dan ada beberapa yang menggunakan nama singkatan atau nama lain seperti RAPY, A.TJ, H.TJ, dan Abdal. Gunseikan sangat menyamboet sekali atas penerbitan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Terbitnya majalah tersebut dianggap sebagai bentuk sumbangan tenaga penduduk di Pulau Jawa dalam usaha menyusun masyarakat baru, adapun pernyataan Gunseikan yang tercatat pada 23 boelan 11 Syoowa 1844 di Jakarta sebagai berikut : Toedjoean madjallah baroe ini ialah memberi pimpinan kepada seloeroeh oemmat Islam di tanah Djawa dengan mendjelaskan tjara dan maksoed pemerintahan Balatentara Dai Nippon di poelau ini, serta membangkitkan semangat diantara oemmat Islam, jang berarti memberi soembangan tenaga kepada Pemerintah Balatentara Dai Nippon di Djawa choesoesnya, dan kepada oesaha pembangoenan Djawa Baroe oemoemnja.45

Begitulah harapan Gunseikan atas terbitnya Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Hal ini kemudian ditindak lanjuti oleh Masyumi, Masyumi menggunakan majalah ini selain sebagai sumber informasi Masyumi kepada umat Islam, juga sebagai media propaganda kepentingan kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Majalah ini dalam setiap penerbitannya selalu diawasi oleh Jepang. Penerbitan majalah ini harus diperiksa dulu oleh Goen Kenetsoe Han kemudian jika sudah diterima maka

44 Artinya pada tanggal 23 November 1943. Shoowa merupakan nama zaman yang ditentukan dengan intruksi kabinet (seirei) berdasarkan awal pemeritahan kekaisaran, terhitung dari 25 Desember 1926 s/d 7 Januari 1989. Ada banyak nama zaman di antaranya : Meiji, Taisho, Shoowa, dan Heisei. (sumber : wikipedia) 45 Gunseikan, “Menjamboet terbitnja madjallah dari Masjoemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 2603. 1

30

majalah ini bisa segera diterbitkan. Adanya pemeriksaan tersebut karena untuk mengetahui bahwa isinya berupa propaganda Jepang dan kegiatan-kegiatan Islam. Selain isi tersebut maka tidak boleh diterbitkan.46 Sasaran utama dari Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ialah umat Islam di Pulau Jawa. Namun pada realitanya tidak banyak yang menggunakan majalah tersebut karena majalah ini hanya berhasil dikonsumsi oleh para alim ulama saja. Hal ini disebabkan karena masyarakat daerah perkotaan lebih mengenal baca tulis dan berpendidikan dibanding masyarakat pedesaan yang buta huruf dan tidak bersekolah.47 Jadi, sasaran utama Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ialah masyarakat perkotaan di Pulau Jawa yang kemudian isinya disampaikan kepada masyarakat desa melalui ceramah-ceramah.

B. Masyumi sebagai Badan Penerbit Masyumi merupakan suatu federasi organisasi-organisasi Islam yang didirikan pada masa pendudukan Jepang secara resmi pada 22 November 1943.48 Pada waktu itu Islam di Indonesia tengah dilanda perpecahan parah antara golongan konservatif dan modern, antara kaum ulama di perdesaan dan kaum santri di kota,

46 Yayuk Indrayani, “Propaganda Jepang dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1944-1945”, AVATARA, Vol.4, No.2 (2016). 259 47 Isna Fitriya, “Gerakan Menabung dan Media Propaganda pada Masa Pendudukan Jepang di Jawa 1942-1945”, Depok: FIB UI, 2014. 41 48 Anonim, “Keterangan Pemerintah tentang Pendirian Masjoemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 14. Sebelumnya Masyumi sudah berdiri pada tanggal 24 Oktober 1943 namun baru diberi status hukum pada 22 November 1943. Lihat : Yayuk Indrayani, “Propaganda Jepang dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1944-1945”, AVATARA, Vol.4, No.2 (2016). 258

31

antara organisasi-organisasi Islam yang aktif berpolitik dan yang hanya bergerak di lapangan sosial. Mengetahui kondisi demikian, pemerintah militer Jepang melakukan politik Islam Jepang dengan didirikan suatu federasi Islam yang baru, yakni Masyumi. Tujuan politik Islam Jepang ini untuk menjembatani perpecahan yang ada pada saat itu dengan menciptakan suatu organisasi tunggal yang dapat berbicara atas nama Islam Indonesia di bawah pengaruh pemerintahan militer Jepang.49 Masyumi bisa dikatakan sebagai organisasi pengganti dari organisasi MIAI50 dan Persatoean pada masa Jepang. Tidak seperti MIAI, Masyumi mencakup juga Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Di Masyumi terdiri dari 4 gabungan organisasi Islam di antaranya NU, Muhammadiyah, Perserikatan Umat Islam Indonesia, dan Perhimpunan Umat Islam sekaligus menaungi organisasi ribuan guru agama yang tersebar sampai ke pelosok Pulau Jawa.51 Dalam struktur Masyumi, tiap ulama dan kiai diberi kebebasan untuk mendaftar sebagai anggota secara pribadi tanpa membawa nama organisasi di belakangnya, berbeda dengan MIAI. Selain itu, Masyumi juga satu-satunya organisasi Islam yang diberi status hukum oleh Pemeritah militer Jepang dan diberi kesempatan untuk membentuk tentara sendiri yakni

49 John D Legge, Sukarno: Biografi Politik, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001). 194-195 50 Organisasi MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) berada di bawah pimpinan Harsono Tjokroaminoto dan Wondoamiseno, yang merupakan tokoh yang paling kooperatif dengan PSII. Lihat Jstor, Chiara Formichi, “Islam and The making of Nation: Kartosuwiryo and Political Islam in 20th Century Indonesia”, Brill (2012) . 72 51 K.H. Saifudin Zuhri. Guruku orang-orang dari Pesantren. (Yoyakarta: LKIS, 2001). 151

32

Hizbullah52, begitupun dengan diizinkannya Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Dengan demikian itu menjadi wujud kontrol penuh Jepang atas Masyumi dan majalahnya. Adapun struktur Masyumi pertama kali berdasarkan hasil rapat pengurus pendiri Masyumi yang dihadiri lengkap oleh wakil-wakil dari NU dan Muhammadiyah pada tanggal 17 November 1943 di Jakarta, menghasilkan sebagai berikut :53 Ketua Besar : K.H. Hasyim Asy’ari (tempat di Tebuireng, Jombang) Ketua Muda I : K.H. Mas Mansur (di Jakarta) Ketua Muda II : K. H. Wachid Hasyim (di Surabaya-Jakarta) Anggota-anggota : K.H Nachrowi (Pembantu di Malang) H. Hasyim (Pembantu di Yogyakarta) K.H Mukhtar (di Jakarta) Zainul Arifin (di Jakarta) K.H. Sodri (di Jakarta) H. Farid Ma’ruf (di Jakarta) H. Abdul Mukti (di Jakarta) T. Kartosudharmo (di Jakarta)

52 Benda, Harry J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Idonesia pada Masa Pendudukan Jepang (terj). (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1980)... 69-70. Menjelang 1945, Pemerintah militer Jepang semakin kehilangan kekuatan di kancah Internasional. Dalam upaya untuk mempertahankannya, Pemerintah militer Jepang berusaha mengizinkan Masyumi memiliki sayap bersenjata sendiri yang bernama Hizbullah, yang berada di bawah arahan Wahid Hasyim dan terbuka untuk muslim Indonesia dengan kisaran umur 17- 25 tahun. Peserta pelatihan datang dari seluruh penjuru nusantara. Lihat Jstor, Chiara Forichi, “Islam and The Making of the Nation”, Briil (2012). 76 53 Anonim, “Anggaran Dasar dan Pengurus Madjlis Sjoero Moeslimin Indonesia”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 18

33

Penasehat tinggi : Ki Bagus Hadikusumo K.H Abdul Wahab Kemudian dua bulan setelahnya, tanggal 25 Januari 1944 di Jakarta, diadakan rapat besar Masyumi yang membahas tentang pergantian struktur Masyumi terbaru dengan mempertimbangkan perwakilan dari Muhammadiyah yakni K.H. Mas Mansur, berikut struktur kepengurusannya :54 Ketua Besar : K.H. Hasyim Asy’ari (tetap tinggal di Jombang) Ketua Muda I (penanggung jawab) : K.H. Wachid Hasyim Ketua Muda II : H. A. Mukti ( sebelumnya K.H. Mas Mansur) Pembantu : H. M. Mukhtar (NU) Kartosudharmo (Muhammadiyah) Zainul Arifin (NU) K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) K.H.M. Sadrie (NU) H.M. Hasyim (Muhammadiyah), di Mataram K.H. M. Nachrawi Thahir (NU) , di Malang H.M Farid Ma’ruf (Muhammadiyah) di Mataram Penasehat : Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) K.H. Abdul Wahab (NU) Sebagaimana yang tertera dalam anggaran dasar Masyumi, Masyumi memiliki tujuan sebagai berikut :55 Maksoed dan toedjoean perkoempoelan ini, ialah : Mengendalikan dan merapatkan perhoeboengan antara

54 Anonim, “Soesoenan baroe dari pada Masjoemi”, Madjallah Soeara Moeslimin Indonesia No.3 Tahun II 1 Februari 1944. 11 55 Anonim, “Anggaran Dasar dan Pengurus Madjlis Sjoero Moeslimin Indonesia”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 17

34

perkoempoelan-perkoempoelan agama Islam di Djawa dan Madoera, serta memimpin dan memelihara pekerdjaan perkoempoelan-perkoempoelan itoe oentoek mempertinggi peradaban, agar soepaja segenap Oemat Islam membantoe dan menjoembangkan tenaganja oentoek membentoek lingkoengan kemakmuran bersama di Asia Timoer Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, jang memang sesoeai dengan perintah Allah.

Hal ini juga dipertegas oleh K.H. Mas Mansur pada 23 November 1943 pukul 20.30 WIB malam hari di Radio Jakarta:56 Teranglah soedah maksoed, toedjoean dan bentoek perkoempoelan baroe Masjoemi ini. Soedah selajaknja oetoek maksoed dan toedjoean jang baik dan tinggi itoe haroes dikerdjakan beberapa daja-oepaja dan ichtiar-ichtiar agar soepaja maksoed perkoempoelan tadi dapat tertjapai. Oleh karena itoe perkoempoelan berichtiar : a. Oentoek memperdamai perselisihan2 faham tentang pengertian hoekoem2 Agama atau azas-azas pengadjarannja. b. Merapatkan perhoeboengan dan membangoenkan semangat tolong-menolong antara perkoempoelan2 agama Islam dan Oemmat Islam oemoemnja. c. Ichtiar2 lainnja jang dipandang perloe oentoek membangkitkan dan mempertinggi semangat menjoembangkan tenaga dan semangat bekerdja bersama dari perkoempoelan2 agama Islam terhadap Pemerintah Balatentara Dai Nippon.

Pada anggaran dasar Masyumi menyebutkan, Masyumi mengajak umat Islam agar membantu dan menyumbangkan tenaganya untuk membentuk lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya di bawah pemerintah militer Jepang. Hal ini

56 K.H. Mas Mansoer, Mendjelaskan kedoedoekan Masjoemi, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 15-16

35

menunjukkan wujud kooperatif Masyumi terhadap pemerintah militer Jepang selama tidak bertentangan dengan Islam.57 Sehingga pada masa tersebut, Masyumi termasuk dalam kategori propagandis yang ikut turut andil membantu Pemerintah militer Jepang. Berkaitan dengan hal tersebut, peran propagandis pada masa pemerintahan militer Jepang sangat dibutuhkan demi menjalankan aktivitas propaganda dan mobilisasi massa di Pulau Jawa. Dengan adanya Masyumi, pemerintah militer Jepang dapat menarik berbagai unsur dari masyarakat Islam dan juga memberikan kepada umat Islam kedudukan politik yang tidak pernah dimilikinya selama 20 tahun terakhir.58 Adapun salah satu unsur yang dipengaruhi ialah melalui majalahnya Masyumi, yakni Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia.

C. Profil Redaktur Majalah Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia dicetuskan pertama kali oleh K.H. Wachid Hasyim. Pada saat awal pembentukan tim redaksi, beliau segera meminta kepada K.H. Saifudin Zuhri untuk menjadi Pemimpin umum redaksi dan meminta juga kepada Harsono Cokroaminoto, K.H. Mukhtar,

57 Hal ini serupa dengan yang terjadi dengan K.H Ahmad Sanusi selaku pimpinan AII, Ia meminta AII dihidupkan kembali. Pemerintah militer Jepang tidak keberatan dengan permintaan tersebut selama K.H Ahmad Sanusi mau mengubah anggaran dasarnya. Untuk kepentingan yang lebih luas , Ia pun mengubahnya dan AII dihidupkan kembali pada tanggal 1 Februari 1944. Nama AII diubah menjadi Persatoean Oemat Islam Indonesia (POII), kemudian masuk ke dalam Masyumi. Lihat Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Sukabumi: Masyarakat Sejarawan Indonesia). 130 58 John D Legge, Sukarno: Biografi Politik.. 195

36

dan R.P.A Barry Al-Bahry untuk membantu dalam tim redaksi majalah tersebut. Namun K.H. Saifudin Zuhri tidak diketahui responnya.59 Sebagaimana yang tertera dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, majalah tersebut memiliki struktur redaksi yang terdiri dari pemimpin umum, badan pengarang dan administrasi. K.H Mas Mansur sebagai pemimpin umum,60 R.P.A Barry Al Bahry sebagai badan pengarang dan R. Soenadi sebagai bagian administrasi. Namun, Dari ketiga nama yang telah disebutkan, hanya K.H Mas Mansur yang namanya tertera pada struktur pengurus Masyumi, sedang R.P.A Barry Albahry dan R Soenadi tidak ditemukan identitas dan profil lengkapnya. Adapun K.H Mas Mansur lahir pada Tanggal 25 Juni l896 di Surabaya. Ayahnya bernama K.H. Mas Ahmad Marzuqi, seorang pemikir Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Ibunya bernama Raudhah dari keluarga Pesantren Wonokromo.61 K.H Mas Mansur merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh di Masyumi, bahkan turut andil dalam merancang anggaran dasar Masyumi sebagaimana yang disampaikan oleh Shumubucho dalam majalah Masyumi. Saja rasa, ada pada tempatnja, djika oemmat Islam di Djawa mengoetjapkan banjak-banjak terima kasihnja kepada toean-toean K.H. Abdoel Wahab dan K.H. M Mansoer , serta para wakil-wakil dari pengoeroes besar dari

59 KH Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren, (Yoyakarta: LKIS, 2001), 254 60 K.H. Mas Mansoer, “Menjamboet Beban”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 3 61 Lihat http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-159-det-kh-mas- mansyur.html (Diakses pada tanggal 11 Desember 2018 pukul 15.00 WIB)

37

Nahdatoel Oelama dan pengoeroes besar Moehammadiyah jang telah bekerdja dengan sekeras-kerasnja dalam pembentoekan perkoempoelan jang terseboet dalam merantjang anggaran dasar jang tidak moedah itoe, semoea itoe oleh mereka diselesaikan dengan sangat rapih. Sehingga perkoempoelan Masjoemi dapat disjahkan oleh Pemerintah Balatentara.62

Sebelum masa pendudukan Jepang, K.H Mas Mansur pernah memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) bersama K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Wahab Hasbullah. Kemudian setelah pendudukan Jepang di Indonesia, Mas Mansur ialah salah seorang dari empat orang tokoh nasional yang diperhitungkan yang terkenal dengan sebutan Empat Serangkai, yaitu Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansur, yang pada akhirnya ditunjuk Jepang memimpin organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA).63 K.H. Mas Mansur seringkali menuangkan ide dan gagasan- gagasannya dalam bentuk tulisan di media massa. Beliau banyak menghasilkan tulisan yang berbobot dan pikiran-pikiran pembaharu dalam membuat gebrakan hukum Islam dan politik umat Islam saat itu. K.H Mas Mansur juga aktif di Muhammadiyah, bahkan pernah menduduki sebagai Ketua

62 Syuumubutyo, “Samboetan atas berdirinja Madjlis soero moeslimin ndonesia Masjoemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 2 63 PUTERA kependekan dari “Pusat Tenaga Rakyat” yang dipimpin oleh empat serangkai. PUTERA dipercaya sebagai organisasi tunggal satu- satunya sebagai wadah penampung semua kegiata masyarakat. Lihat : Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan NilaiTradisional, 1982/1983).144 dan Lihat juga https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-k-h-mas-mansur/ (Diakses pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 15.00 WIB)

38

Pengurus Besar Muhammadiyah tahun 1937-1943, yang pada masa pendudukan Jepang Muhammadiyah salah satu organisasi yang masuk pada federasi Islam Masyumi. Atas dasar itulah, K.H. Mas Mansur dipercayai untuk memimpin Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia.

BAB IV

HUBUNGAN KEBIJAKAN PROPAGANDA JEPANG, PERS DAN POLITIK ISLAM A. Pembentukan Departemen Propaganda Pada awal masa pendudukan Jepang, propaganda merupakan kewajiban pokok dari pemerintahan militer Jepang. Propaganda kemudian dirumuskan sebagai upaya dalam mengindoktrinasi rakyat Indonesia sehingga mampu menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Pemerintah militer Jepang memberikan perhatian tentang bagaimana menyita hati rakyat dan bagaimana mengindoktrinasi dan menjinakkan rakyat.64 Dengan begitu propaganda dapat memperlancar berbagai pelaksanaan kebijakan pemerintahan militer Jepang di wilayah Jawa. Pada masa pendudukan Jepang, upaya melaksanakan propaganda dilakukan melalui berbagai macam media, antara lain : pamflet, buku, poster, foto-foto, siaran radio, pameran, pers, seni pertunjukkan, musik dan film. Dan banyak propagandis yang direkrut dengan berbagai macam profesi seperti, wartawan surat kabar dan editor , penulis, novelis, penyair, esais, musisi, pelukis, penyiar radio, produser, guru dan lain-lain.65 Hal ini bertujuan agar cepat bersentuhan langsung ke seluruh masyarakat Pulau Jawa. Dengan begitu pemerintah militer Jepang akan lebih mudah

64 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. (Depok: Komunitas Bambu. 2015). 247 65 Mitsuo Nakamura, “General Immamura and the Early Periode of Japanase Occupation”, Indonesia, No.10, (1970), pp. 1-26. 8

39

40

dalam memenuhi kepentingan-kepentingan pemerintah militer Jepang. Adapun departemen yang paling independen yakni Sendenbu (Departemen propaganda), merupakan salah satu departemen yang dibentuk dalam badan Pemerintahan militer Gunseikanbu. Departemen ini dibentuk pada Agustus 1942 dan bertanggung jawab atas propaganda serta informasi yang menyangkut pemerintah sipil. Departemen ini merupakan organ yang terpisah dari seksi penerangan angkatan darat ke-16,66 dan kegiatan Sendenbu lebih ditujukan kepada penduduk sipil di Jawa, termasuk orang Indonesia, Indo-Eropa, minoritas Asia, dan Jepang.67 Kegiatan-kegiatan Sendenbu memang terbatas pada urusan sipil, namun pemerintah militer Jepang tidak pernah mempercayakan kendali departemen yang penting ini ke tangan sipil, dan selalu dikepalai oleh seorang perwira Angkatan Darat. Adapun perwira-perwira tersebut ialah Kolonel Machida (Agustus 1942-Oktober 1943), Mayor Adachi ( Oktober 1943- Maret 1945), Kolonel Takhashi (April-Agustus 1945).68

66 Angkatan Darat ke-16 yang dimaksud disini ialah wilayah kekuasan yang mencakup Jawa dan Madura. Jadi, Indonesia pada masa pendudukan Jepang itu dibagi menjadi tiga wilayah. Sumatera ditempatkan di bawah Angkatan Darat ke-25, sedangkan Jawa dan Madura berada di bawah Angkatan Darat ke-16; Kedua wilayah tersebut berada di bawah Angkatan Darat wilayah ke-7 dengan markasnya di Singapura, Kalimantan dan Indonesia Timur dikuasi oleh angkatan laut. Lihat : MC Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007). 405-406 67 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 247 68 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 248

41

Pada Departemen Sendenbu memiliki tiga seksi departemen di antaranya : seksi administrasi, seksi berita dan pers, serta seksi propaganda. Tetapi hanya seksi propaganda yang dipimpin oleh seorang sipil, H. Shimizu.69 Sebelum Sendenbu bertindak sebagai kantor administrastif, Sendenbu menjalankan operasi propaganda nya secara langsung. Karena birokrasi Pemerintahan militer semakin rumit, dibentuklah beberapa biro khusus yang bertanggung jawab atas bidang propaganda yang berbeda-beda sebagai badan-badan luar departemen dari Sendenbu. Jadi, pelaksanaan operasi propaganda langsung dipercayakan kepada organisasi-organisasi tersebut.70 Berikut Tabel 4.1 memuat daftar nama dan bidang operasi organisasi propaganda. Tabel 4.1 Organisasi Propaganda71

Nama Organisasi Didirikan Fungsi

Siaran Domestik Jawa Hoso Oktober (Pengelolaan Kanrikyoku 1942 dipercayakan kepada NHK, Siaran Radio

69 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945, (Jakarta: Grasindo, 1993). 230 70 Banyak hal yang digunakan pemerintah militer Jepang dalam “men- Jepang-kan” rakyat di Pulau Jawa pada saat itu, Terdapat di dalam Undang- undang No.4 yakni hanya bendera Jepang yang boleh dipasang pada hari-hari besar, dan lagu kebangsaan yang boleh diperdengarkan hanya lagu Kimigayo. Lihat Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). 9. Hal lain seperti penentuan jam, tanggal, tahun penggajian pegawai dan penggunaan mata uang dan sistem pendidikan. Lihat Abdul Irsan, Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia (Jakarta: Grafindo, 2007). 214 71 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 248

42

Jepang)

Penerbitan surat kabar Jawa Shinbunkai Desember (pengelolaan (Perusahaan Koran 1942 dipercayakan kepada Jawa) Asahi Shinbun)

(Kantor Berita) Oktober Korespondensi Domei 1942

Jawa Engeki Kyokai Tidak (Perserikatan Oesaha Produksi seni teater diketahui Sandiwara Jepang)

Nihon Eigasha atau Nichi’ei (perusahaan April 1943 Produksi film Film Jepang)

Eiga Haikyusha atau Eihai (Perusahaan April 1943 Distribusi film pendistribusian Film)

Setelah adanya pembentukan-pembentukan organisasi atau biro khusus di atas, Sendenbu tidak lagi secara langsung menjalankan propaganda Jepang. Sendenbu tugasnya hanya menyusun rancangan dan bahan propaganda kemudian dibagikan kepada unit-unit kerja yang bersangkutan.72 Walaupun demikian,

72 Terlepas dari organisasi propaganda Jepang dari berbagai fungsinya di atas, awal pertama kali pendudukan Jepang di Indonesia, organisasi pertama yang didirikan pemerintah militer Jepang yaitu “Gerakan 3A”. Gerakan 3A yang didirikan dalam waktu beberapa minggu sejak kedatangan Jepang pada awal April 1942. Gerakan 3 A ini memiliki makna Jepang adalah pemimpin Asia, Jepang pelindung Asia, dan Jepang cahaya Asia. Lihat Jstor, Chiara

43

Sendenbu tetap memiliki pengaruh besar atas organisasi- organisasi tersebut, melalui perannya sebagai markas besar pengawasan dan koordinasi berbagai bidang operasi propaganda. Dalam mengembangkan jaringan propaganda ke setiap sudut dan pelosok desa Jawa, banyak staf-staf propaganda Jepang dikirim ke kota-kota besar (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya) untuk menjalankan kegiatan propaganda Jepang. Kemudian dibuat badan-badan setempat yang lebih berkembang dan teratur, disebut Unit Operasi Distrik (Chiho Kosakutai). Unit tersebut dibentuk dalam enam kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Setiap Operasi Distrik, meliputi 3-4 keresidenan sebagai berikut :73

a. Unit Operasi Distrik Jakarta : Banten, Jakarta, Bogor, Kotamadya khusus Jakarta b. Unit Operasi Distrik Bandung : Priangan, Cirebon, Banyumas. c. Unit Operasi Distrik Yogyakarta : Yogyakarta (kesultanan), (kesunanan), Madiun, Kedu. d. Unit Operasi Distrik Semarang : Semarang, Pekalongan, Pati. e. Unit Operasi Distrik Surabaya : Surabaya, Bojonegoro, Madura. f. Unit Operasi Distrik Malang : Malang, Kediri, Besuki.

Formichi, “Islam and The making of Nation: Kartosuwiryo and Political Islam in 20th Century Indonesia”, Brill (2012). 71 73 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 249

44

Pemerintah militer Jepang dalam melakukan berbagai macam propaganda juga memiliki tema-tema yang diarahkan, khususnya lebih menekankan pada tema-tema praktis dengan sasaran konkret. Propaganda Jepang di Pulau Jawa bisa dikatakan lebih bertujuan material dan indoktrinasi politik, sedangkan intruksi moral hanya nomor dua. Menurut Adachi, mantan Direktur Sendenbu, tema-tema utama propaganda yang dianut pada setiap tahun ialah sebagai berikut : Tabel 4.2 Tema-Tema Propaganda74

Tahun Tema Propaganda

- Gagasan tentang Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya - Promosi peningkatan produksi padi - Penyerahan padi 1943 - Perekrutan romusha - Pengumpulan seluruh kekuatan penduduk dan persahabatan di antara mereka - Penguatan kekuatan perang - Pertahanan Jawa - Peresapan pemerintah militer (sic: ini dapat ditafsirkan sebagai merujuk kepada keinginan supaya penduduk memahami kebijakan pemerintahan) 1944 - Kepercayaan penduduk terhadap Jepang - Konferensi Asia Timur Raya - Promosi peningkatan produksi pangan - Penghematan dan penabungan - Perekrutan romusha - Hiburan untuk orang Jepang dan penduduk 1945 - Pertahanan tanah air - Pencegahan mata-mata (“Awas, Mata-mata

74 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 293

45

Moesoeh”) - Promosi semangat perang orang Jepang

Tema-tema di atas kurang lebih mencerminkan perubahan prinsip dan kebutuhan mendesak dari pemerintah militer Jepang. Tetapi tidak semua tema-tema propaganda tersebut dipakai namun disesuaikan lagi. Pada tahun pertama pendudukan, tema-tema propaganda lebih berorientasi ideologis.75 Pemerintah militer Jepang dipusatkan pada usaha untuk memberi tahu rakyat mengenai keinginan Jepang dalam keterlibatan perang dan dalam menduduki wilayah Indonesia, bersamaan dengan penekanan kejahatan Barat. Sasaran propaganda pada tahap ini yaitu untuk mempengaruhi rakyat setempat agar menyingkirkan perasaan anti-Jepang, serta membujuk mereka supaya menggabungkan diri dalam pembangunan tatanan baru.76 Sedang tahap kedua, tema-tema yang lebih praktis dan materialistis ditambahkan. Kebutuhan akan eksploitasi ekonomi menjadi perhatian terpenting pemerintah militer, ketika situasi perang berbalik tidak menguntungkan Jepang, dan ketika kemungkinan akan serangan Sekutu ke Pulau Jawa semakin

75 Propaganda yang lebih berorientasi ideologis yang dimaksud adalah propaganda yang ditujukan guna memperoleh kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap bangsa Jepang agar mereka mau bekerja sama dengan Jepang dalam membangun tatanan baru. Propaganda dilakukan dengan berbagai gagasan atau semboyan, seperti gagasan The Greater East Asia dengan semboyan Coprosperity Sphere (Lingkungan Kemakmuran Bersama), dan lainnya. Lihat : Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa : Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 262 76 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 294

46

meningkat. Kemudian pada tahun 1944, “penghematan dan penabungan” ditambahkan, dan pada tahun 1945, “pencegahan mata-mata” ditambahkan. Keduanya menunjukkan bahwa situasi semakin serius dan berat.77 Kebanyakan topik masing-masing dapat dijabarkan menjadi dua kategori. Kategori tersebut ialah mengenai “pertahanan” dan “perekonomian”. Dengan kata lain, propaganda pemerintah militer Jepang diarahkan untuk meningkatkan semangat peperangan dan semangat kerja rakyat Indonesia demi kelangsungan perang. Tetapi dalam penggunaan propaganda ini, pemerintah militer Jepang sangatlah berhati-hati untuk tidak mengaitkannya semata-mata demi keuntungan Jepang saja, melainkan lebih menekankan bahwa usaha-usaha semacam itu ditunjukkan demi keselamatan dan kesejahteraan Indonesia. Kecenderungan ini diperkuat setelah adanya janji kemerdekaan Indonesia pada September tahun 1944.78 B. Kebijakan Pers di Jawa tahun 1942 Istilah pers dalam bahasa Inggris berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi tercetak (printed publication).79 Pers merupakan lembaga kemasyarakatan sehingga pers tidak hidup secara mandiri melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi lembaga kemasyarakatan lainnya. Sebagaimana menurut Fred S Siebert, pers tidak hidup dalam situasi yang kosong. Pers hidup

77 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 294 78 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 294-295 79 Prof. Drs. Onong Unchjana Effendy, M.A, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001). 145

47

dalam sebuah masyarakat atau negara dengan sistem politik tertentu. Sehingga sistem pers harus berelasi dengan negara atau pemerintah tersebut. Pada awalnya sejarah pers di Indonesia masa penjajahan dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu pers nasional, pers kolonial, dan pers Cina. Pers nasional dimaksudkan, surat-surat kabar dan majalah-majalah yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia atau daerah atau bahkan bahasa Belanda, yang digunakan oleh orang Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Pers ini biasanya digerakkan oleh kaum pergerakan nasional atau perintis kemerdekaan. Sedang pers kolonial, surat-surat kabar dan majalah-majalah yang dalam bahasa Belanda, daerah atau Indonesia, yang digunakan untuk membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Pers ini biasanya digerakkan oleh orang Belanda. Selain itu ada pers Cina, surat-surat kabar dan majalah- majalah dalam bahasa Cina, Indonesia, juga dalam bahasa Belanda, yang diterbitkan oleh golongan penduduk Cina.80 Kondisi pers sebelum pendudukan Jepang, bisa dibilang sangat sesuai dengan keadaan masyarakat, di mana ketiga golongan penduduk tersebut, yakni kolonialis, kaum pergerakan nasional, dan penduduk Cina dapat mencerminkan situasi keadaan mereka yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang

80 Drs. I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, (Jakarta:PT. Triyinco, 1977). 17

48

saling bertentangan. Bahasa yang digunakan pun beragam, tergantung pada pemilik pers tersebut. 81 Setelah berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda, yakni tibanya masa pendudukan Jepang, surat-surat kabar dan majalah- majalah yang awalnya masih terbit kemudian dilarang untuk meneruskan penerbitannya. Semua surat kabar dan majalah yang tadinya berusaha berdiri sendiri-sendiri dipaksa berhenti atau bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan pemerintah militer Jepang untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.82 Jadi pada masa pemerintahan militer Jepang, pers digunakan sebagai alat Jepang. Kabar-kabar berita serta karangan-karangan yang dimuat harus ada kepentingan Jepang. Selain itu, bisa dikatakan bahwa pers tersebut tidak independen karena mendapat kontrol ketat dan subsidi langsung dari pemerintah.83 Hal ini sesuai dengan Undang-undang No.1684 tentang pengawasan badan-badan pengumuman dan penerangan dan penelikan umum dan penerangan, pasal 3 berbunyi :

81 Drs. I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. 17-18 82 Banyak karyawan pers yang pada akhirnya harus memilih, ada yang bersedia ikut bekerja sama dengan Pemerintah militer Jepang, sebagian karyawan lain memilih untuk menganggur dan setia pada cita-cita mereka, yaitu memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dan tidak sudi bekerja sama dengan Pemerintah militer Jepang. Lihat Drs. I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. 31-32 83 Prof. Dr. Floyd G. Arpan, Wartawan Pembina Masyarakat, (Bandung: Binatjipta, 1970). 17 84 Lihat Kan Po, Undang-undang No.16 tentang pengawasan badan- badan pengumuman dan penerangan dan penilikan pengumuman dan penerangan, Nomor istimewa, bulan 3 tahun 1943. 16 dan Kan Po, Osamu Seirei No.6 tentang mengawasi penerbitan dsb, No.36, 1944. 6-8.

49

Terlarang menerbitkan barang cetakan yang berhubungan dengan pengumuman atau penerangan baik yang berupa penerbitan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, maupun penerbitan dengan tidak tertentu waktunya, kecuali oleh badan-badan yang sudah mendapat janji.85

Dua segi yang menonjol dari UU itu ialah berlakunya sistem izin terbit dan sensor preventif. Jadi, semua jenis barang cetakan harus memiliki izin publikasi atau izin terbit terlebih dahulu. Begitupun mengenai sensor preventif ditegaskan bahwa semua barang cetakan, sebelum diedarkan harus melewati bagian sensor Balatentara Jepang.86 Pada pasal lain tertera bahwa semua cetakan tidak boleh dikirimkan ke luar dan tidak diperbolehkan barang cetakan dari luar masuk ke wilayah pendudukan Jepang. Sementara saling tukar-menukar publikasi antar daerah pun hanya boleh atas seizin pemerintah militer Jepang. Bahkan bukan hanya penerbit yang harus tunduk kepada sensor, pencetak pun setelah mendapat order dari pihak swasta harus mendapat izin dari bagian sensor. Selain itu, nama dan alamat pencetak dan penerbit yang menjadi penanggung jawab harus tercetak jelas pada setiap penerbitan, termasuk buku, poster, dan pamflet.87 Pers pada masa pemerintahan militer Jepang disediakan berbagai macam fasilitas yang lebih banyak daripada masa Hindia Belanda, juga pada bidang komersilnya mendapat

85 Soebagijo I. N, Sejarah Pers Indonesia, (Jakarta: Dewan Pers, 1977). 44-45 86 Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2002). 175 87 Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. 175-176

50

kemajuan. Sebagaimana oplaag (Jumlah yang dicetak) masa Hindia Belanda tidak berarti, maka masa pemerintah militer Jepang oplaag harian-harian yang terbit rata-rata berkisar antara 20 ribu-30 ribu eksemplar tiap hari.88 Sedang peredaran di Pulau Jawa diperkirakan 80.000 eksemplar untuk semua surat kabar, 5000 atau kurang untuk majalah distrik. Hal yang sama berlaku di pulau-pulau lain.89 Jika aturan-aturan di atas tidak dipenuhi maka yang melanggar akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang dikenakan kepada para pelanggar UU No. 16 cukup berat. Pada pelanggar pasal 4,7,8, dan 9 diancam hukuman sampai satu tahun penjara atau denda maksimum seribu rupiah. Para tertuduh lebih dulu diajukan ke Gunsei Hooin atau Pengadilan Pemerintah Militer. Sementara orang-orang yang dituduh melanggar pasal 2,3,5,6 diadili oleh Gunritsu Kaigi atau Pengadilan Militer.90 Walaupun demikian, masih banyak para wartawan pers masa pemerintahan militer Jepang berusaha untuk menggunakan kesempatan yang tersedia, misalnya di samping memuji-muji kehebatan militer Jepang dalam medan peperangan, juga melakukan pengorbanan semangat perlawanan terhadap imperialisme dan mempertebal rasa nasionalisme di sela-sela

88 Drs. I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. 32 89 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Grafiti Press.1983). 85 90 Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. 176

51

berita dan artikel yang dibuatnya. Jika hal demikian terlihat maka langsung diberi sanksi.91 Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas bahwa pada masa pendudukan pemerintah militer Jepang semua media pers ada di bawah pengawasan pemerintahan militer dan dipergunakan juga sebagai alat propaganda perang Jepang melawan sekutu.92 Begitupun juga Bahasa yang digunakan ialah hanya bahasa Indonesia dan bahasa Nippon93, selain daripada itu seperti bahasa Belanda dan Cina sangat dilarang penerbitannya.94 Semua media pers yang awalnya berdiri sendiri terpaksa bergabung menjadi satu dan segala kontennya harus disesuaikan dengan rencana serta tujuan-tujuan pemerintah militer Jepang. Segala hal yang berkaitan dengan pemberitaan kepada masyarakat harus melewati pemeriksaan dan se-izin pemerintah militer Jepang sehingga seluruh media pers hanya memuat konten pro-Jepang semata. Adapun alur yang harus dilalui oleh penerbit pada masa pendudukan Jepang ialah penerbit yang hendak mengeluarkan penerbitannya harus lebih dahulu menyerahkan isi penerbitan kepada kantor pusat sensor atau cabangnya untuk diperiksa. Setelah itu juga harus menyampaikan surat permohonan kepada Gunseikan. Pada surat permohonan tersebut memuat deskripsi

91 Drs. I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia.. 33 92 Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia . 98 93 Nippon ialah nama lain dari Jepang, jadi bahasa Nippon yang dimaksud ialah bahasa Jepang, yang pada masa pendudukan Jepang pelajaran bahasa Jepang ini banyak terdapat dalam pers manapun sehingga mudah untuk masyarakat Indonesia pelajari. 94 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. 5

52

dari penerbit secara jelas dan dikemukakan juga ada atau tidak dalam isi penerbitan itu soal-soal yang menjadi perhatian pada masa sekarang atau dengan kata lain terkait dengan Asia Timur Raya.95 Keadaan ini sangat sesuai dengan sistem pers Autoritarian yang dianut Jepang. Dalam sistem ini pers berfungsi menunjang negara dan pemerintahan, dengan kekuasaan untuk memajukan rakyat sebagai tujuan utamanya. Pemerintah secara langsung mengawasi dan menguasai kegiatan pers, sehingga sistem pers sepenuhnya berada di bawah pengawasan Pemerintah militer Jepang. Adapun media pers pada masa pendudukan Jepang ini, ada beberapa surat kabar yang berbahasa Jepang seperti Jawa Shinbun di Jawa, Borneo Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatera dan Ceram Shinbun di Seram. Selain itu, juga ada surat kabar lainnya seperti Asia Raja, Tjahja (Bandung), Sinar Matahari (Yogyakarta), Soeara Asia (Surabaya), Sinar Baroe (Semarang) dan Djawa Shinbun (Jakarta).96 Begitu juga, dan Kung Yung Pao (Harian Umum) diteruskan dengan nama Pembangoenan. Selain itu juga beberapa majalah yang terbit seperti Djawa Baroe, Pandji Poestaka, Soeara MIAI, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, dan lain-lain. Seluruh media pers di atas sudah tentu dalam penerbitannya harus mendapat izin dan

95 Lihat Osamu Seirei No.6 tentang mengawasi penerbitan dsb. 96 Abdurrachman Surjomihardjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. 101

53

melewati sensor yang ketat. Semua penerbitan tersebut tergabung dalam satu perusahaan yang bernama Djawa Shinbun Kai (Perusahaan Surat Kabar Jawa) yang membawahi pula kantor Berita Domei. Istilah Djawa Shinbun Kai dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia ialah Goen-Kenetsu-Han. Djawa Shinbun Kai atau disebut juga Goen-Kenetsu-Han merupakan perserikatan (gabungan) surat kabar-surat kabar di Pulau Jawa. Goen-Kenetsu-Han diresmikan pada tanggal 3 Februari 1943 yang disahkan oleh Gunseikan di gedung bekas Volksraad. Goen-Kenetsu-Han dipimpin oleh Boensjiro Soezoeki, pemimpin Djawa Shinbun.97 Adapun pengurusnya merupakan pimpinan redaksi semua surat kabar dan majalah yang terbit di Pulau Jawa, termasuk Djawa Shinbun dan berita Domei cabang Jakarta. Goen-Kenetsu-Han pada masa ini dijadikan sebagai badan hukum sehingga semua surat kabar dan majalah berada dalam pengaturan dan pengawasan Goen-Kenetsu-Han. Dan perlu diketahui juga, Pemerintah militer Jepang juga mengangkat dan menempatkan beberapa orang wartawan yang berkebangsaan Jepang untuk mendapat kedudukan sebagai penasehat (Shidobucho) pada Goen-Kenetsu-Han.98 Walaupun dalam perjalanannya, para Shidobucho ini banyak menimbulkan masalah daripada membantu kelancaran penerbitan. Goen-Kenetsu-Han dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia merupakan badan yang mengatur sekaligus

97 Djawa Baroe, 15 Februari 1943. 23 98 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. 57

54

mengawasi keberadaan majalah yang terbit pada masa pendudukan Jepang. Dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia pada halaman pertama biasanya tertera tulisan “Dengan Idzin Kantor Goen-Kenetsu-Han”.99 Hal ini berarti bukan hanya Djawa Shinbun, Asia Raya, Tjahja, dan lain-lain yang berada pada kontrol Jepang, melainkan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang diterbitkan oleh Masyumi juga berada dalam pengawasan Pemerintah militer Jepang. Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia dalam penerbitannya selalu diawasi oleh Pemerintah militer Jepang. Penerbitan majalah ini harus diperiksa terlebih dahulu oleh Goen- Kenetsu-Han atau Djawa Shinbun Kai kemudian jika sudah diterima maka majalah bisa diterbitkan segera. Pemeriksaan ini dilaksanakan karena untuk memastikan isinya itu memuat soal- soal yang menjadi perhatian pada masa sekarang atau dengan kata lain terkait dengan Asia Timur Raya. Selain daripada isi tersebut, maka tidak boleh diterbitkan. Hal lain termasuk juga pengawasan dalam bentuk, jumlah dan peredarannya. Selain diperiksa oleh Goen-Kenetsu-Han, majalah ini juga harus memenuhi izin dari Hodohan. Hodohan100 atau disebut juga kantor penerangan yang berfungsi sebagai kantor sensor yang

99 Lihat keterangan pada daftar Isi dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 100 Jadi, setelah tentara Jepang berhasil menduduki dan menguasai Pulau Jawa, maka Barisan Propaganda Tentara ke-16 diganti menjadi Kantor penerangan (Hodohan). Hodohan merupakan bagian dari Kantor pemerintah militer Jepang (Gunseikanbu). Lembaga ini dipimpin oleh Shimizu Hitosi seorang propagandis yang berasal dari Asahi Shimbun. Kantor Penerangan tersebut memiliki lima buah seksi yang terdiri dari : seksi umum, seksi penyiaran, seksi Film, seksi Propaganda, dan seksi Radio.

55

bertugas mengamati dan mensensor segala isi penerbitan yang ada pada waktu itu, serta mengatur dan mengarahkan kehidupan media massa ke arah kepentingan pihak penguasa Jepang dalam upaya menunjang kemenangan bersama Asia Timur Raya. Adapun kantor-kantor sensor tersebut berada di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo dan Surabaya. Kantor pusat sensor ditempatkan di Jakarta.101 Jadi, terbit atau tidaknya Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia tergantung pada keputusan Goen-Kenetsu- Han. Apabila telah sesuai dengan kriteria, maka diterbitkan. Biasanya bukti perizinan majalah tersebut juga ditandai oleh sebuah stempel atau cap pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. C. Politik Islam Pemerintah militer Jepang Pada awal tahun 1943, pendekatan Jepang terhadap golongan Islam semakin gencar. Tujuannya jelas untuk memobilisasi umat Islam untuk membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Pemerintah militer Jepang menaruh perhatian cukup besar atas urgensi Islam di Pulau Jawa dengan memberikan peran sosial dan politik yang penting kepada pemimpin Islam. Bagi Jepang, Islam penting sebagai perangkat propaganda politik dan mobilisasi massa pada saat itu sehingga wajar jika pemerintah militer Jepang menaruh perhatian khusus terhadap peran pemimpin Islam. Pemerintah militer Jepang juga tampaknya tidak memerlukan waktu yang lama untuk

101 Drs Marbangun Hardjowirogo, Kebebasan Penerangan: Landasan Operasi Media Massa, (Jakarta: Djambatan, 1984). 29

56

memenangkan dukungan kelompok Islam. Salah satu faktor yang menguntungkan saat itu ialah sikap politik anti-kolonial kelompok Islam.102 Pemerintah militer Jepang menganggap Islam sebagai sebuah ideologi yang bertentangan dengan kebudayaan Barat. Mereka memandang agama sebagai sebuah alat yang penting untuk memanipulasi pikiran rakyat. Meskipun Jepang sendiri kafir, sebagaimana orang Belanda, mereka sedapat mungkin berusaha mengabaikan fakta ini dengan menekankan kesamaan nenek moyang dan ras yang sama.103 Dengan demikian, politik Islam Jepang selalu merupakan bagian kebijaksanaan yang tak terpisahkan dari operasi propaganda pemerintah militer Jepang. Kebijaksanaan yang diambil tersebut dinamakan Nippon’s Islamic Grass Root Policy.104 Politik Islam Jepang yang dimaksud ialah keadaan dimana pemerintah militer Jepang berusaha untuk memanfaatkan ulama dan kiai serta memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan umat Islam dalam memperlancarkan usaha propaganda kepentingan Jepang. Dalam upaya menjalankan propaganda kepentingan Jepang, harapan yang sangat besar dicurahkan, yaitu kepada guru-guru Islam setempat yang sehari-seharinya berhubungan langsung dengan rakyat. Guru-guru Islam dalam hal ini disebut juga alim

102 Taufik Abdullah, Ed., Indonesia dalam Arus Sejarah : Perang dan Revolusi Jilid VI, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2011). 66 103 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 304 104 Ahmad Mansur Suryanegara, Wacana Pergerakan Islam Indonesia, Bandung: Mizan, 1998. 259. Lihat Juga https://serbasejarah.wordpress.com/2009/08/30/kebijakan-politik-islam- jepang/ (akses 8 Agustus 2018 pukul 11.00 WIB)

57

ulama dan diberi gelar “kiai”. Istilah “ulama” berasal dari kata “ilmu” yang berarti pengajaran dan pengetahuan dalam bahasa Arab, dan di Pulau Jawa istilah ini berarti seseorang dengan pengetahuan Islam di Pesantren, dan beberapa orang di antaranya telah pergi naik haji ke Mekkah.105 Alim ulama atau kiai biasanya memainkan peranan penting di masyarakat pedesaan sebagai pemimpin spiritual, dan rakyat sangat menghormati keberadaannya. Ketika masa penjajahan Belanda, sering terjadi alim ulama memimpin gerakan anti penjajahan sehingga mereka ditakuti dan dihindari oleh Pemerintah kolonial Belanda. Mereka tidak menerima tunjangan keuangan atau kebendaan dari Pemerintah dan mereka juga diawasi secara ketat melalui Goeroe Ordonantie 1925.106 Hal ini tentu berbeda sekali dengan sikap yang ditunjukan Jepang, justru pemerintah militer Jepang menunjukkan sikap yang sangat bersahabat terhadap alim ulama dan berusaha menggalang kerjasama dengan mereka. Segenap ulama dan kiai-kiai di Pulau Jawa mendapatkan amanat yang penting dari Gunseikanbu, adapun amanat tersebut di antaranya :107 1. Guru-guru agama Islam yang hendak berpidato untuk menjelaskan arti peperangan Asia Timur Raya atau untuk

105Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 304 106 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 305 107 S. Wirohardjono, “Keoentoengan dan kewadjiban penting: Hadiah oentoek para oelama sekarang” , Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.5 Tahun II 1 Maret 1944. 9

58

menggiatkan rakyat supaya membantu Pemerintah militer Jepang dalam persidangan dan upacara-upacara agama yang biasa dilakukan di masjid-masjid, langgar-langgar, pengadilan dan sebagainya, tidak perlu minta izin. 2. Guru-guru Agama Islam yang hendak mengadakan persidangan-persidangan yang tidak termasuk dalam pasal kesatu, diharuskan meminta izin terlebih dahulu seperti yang dimaksud oleh undang-undang tentang bersidang dan berkumpul, akan tetapi izin ini akan diberikan dengan mudah dan gampang. 3. Pangreh Praja ditiap-tiap daerah harus memberi kesempatan kepada guru-guru Agama Islam untuk mengadakan pidato- pidato dan tabligh-tabligh akbar yang bermaksud menganjurkan supaya membantu pemerintah militer Jepang. Pada awal masa pendudukan, banyak tindakan-tindakan Pemerintah militer Jepang yang bersahabat dengan ulama di Pulau Jawa saat itu. Seperti halnya seorang tokoh NU, K.H Ruhiat, pada akhir Februari 1942, kedua kalinya K.H Ruhiat ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah wilayah Hindia Belanda berhasil direbut oleh pemerintah militer Jepang, semua tahanan politik terutama kalangan ulama segera dibebaskan, termasuk K.H. Ruhiat, karena pemerintah militer Jepang sangat membutuhkan pengaruh ulama dalam rangka memperkuat kedudukannya di Pulau Jawa.108

108 Mifathul Falah, Peranan K.H.Ruhyat dalam Perjuangan Bangsa (1911-1977), Bandung: MSI Jawa Barat, 2010). 58-59

59

Pada bulan Maret 1942 pemerintah militer Jepang mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama) di bawah Kolonel Horie Choso. Badan tersebut kemudian mengirimkan sejumlah stafnya yang terdiri atas orang-orang Jepang yang beragama Islam untuk mendekati para ulama dan pemimpin Islam lainnya. Setelah serangkaian penjajakan, pemerintah militer Jepang memutuskan untuk bersikap toleran terhadap kelompok Islam. Untuk mengembangkan pengaruh Jepang di kalangan kelompok Islam, Kolonel Horie secara berturut-turut mengadakan pertemuan-pertemuan dengan umat Islam demi melakukan pendekatan terhadap kelompok Islam.109 Menurut pemerintah militer Jepang, upaya pendekatan pemerintah terhadap kelompok Islam jauh lebih masuk akal dan mendesak daripada memenuhi keinginan elit-elit nasionalis,110 apalagi kaum priyayi Jawa yang merupakan mantan pejabat Belanda. Perkembangan awal yang paling menarik dalam kaitan politik Jepang terhadap Islam ialah dengan diadakannya sebuah konferensi Islam untuk seluruh Pulau Jawa, yang diselenggarakan selama tiga hari di Jakarta antara tanggal 1-13 Agustus 1942. Konferensi itu mengundang semua pemimpin Islam dari kelompok-kelompok organisasi Islam di Jawa. Para pemimpin delegasi Islam ke konferensi itu dijamu oleh pembesar Jepang di

109 Nino Oktorino, Di bawah Matahari terbit: Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia 1941-1945, (Jakarta: Elex Media Komputido, 2016). 209 110 Terdapat dua sikap yang ditunjukkan oleh kelompok nasionalis terhadap kehadiran Pemerintah militer Jepang. Yakni pertama, kelompok yang melihat Jepang sebagai musuh yang fasis. Kelompok ini tidak bersedia bekerja sama dengan Pemerintah militer Jepang seperti Syarir, Amir Syariffudin, dan lain-lain. Sedangkan kedua ialah kelompok yang lebih memilih untuk bekerja sama dengan Pemerintah militer Jepang seperti Soekarno dan lain-lain.

60

sebuah hotel termegah di Jakarta pada waktu itu, Des Indes.111 Bukan hanya itu pemerintah militer Jepang juga menyusun berbagai program di antaranya mengunjungi masjid-masjid dan pesantren-pesantren di Jawa serta pendirian Baitul Mal112 di beberapa daerah. Suatu peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tentunya menaikkan citra dan penghormatan baru bagi kelompok Islam dalam hubungannya dengan Jepang. Adanya pendekatan yang dilakukan pemerintah militer Jepang terhadap para kiai atau ulama secara masif membuat kelompok Islam turut andil dalam memberikan penerangan- penerangan kepada umat Islam di Pulau Jawa. Sebagaimana yang dilakukan para kiai atau ulama di Cirebon mendatangi pekerja

111 Tujuan konferensi itu ialah meresmikan berdirinya persiapan Persatoean Oemat Islam (selanjutnya disingkat Persatoean) yang sudah ada dalam ‘saku’ Jepang, yang sudah dirancang sejak Juni sebelumnya. Persatoean dimaksudkan untuk menggantikan MIAI. Seperti halnya MIAI, Persatoean didirikan sekitar Agustus 1942 yang merupakan federasi longgar organisasi-organisasi Islam tempat kelompok modernis dan ortodoks bergabung dengan ketuanya Abikusno Tjokrosuroso ..... Taufik Abdullah, ed., Indonesia dalam Arus Sejarah : Perang dan Revolusi Jilid VI, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2011). 67 Posisi MIAI tidak menguntungkan lagi bagi Jepang setelah Jepang berhasil membangun kontak langsung dengan umat Islam, MIAI tidak lagi diajak bicara dalam mengatasi persoalan-persoalan Islam di Indonesia. Lihat Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid , Bandung: PT Salamadani Pustaka Semestra, 2010. 531 112 Baitul Mal merupakan suatu kantor bendahara Islam pusat untuk menerima zakat agama dan pembayarannya untuk menolong kaum miskin dan yang membutuhkannya. Ini merupakan salah satu program dari MIAI yang mendapatkan perhatian besar dari Pemerintah militer Jepang dan dapat direalisasikan dengan sukses di beberapa tempat di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.... Benda, Harry J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Idonesia pada Masa Pendudukan Jepang (terj), (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1980). 178

61

buruh dan memberikan nasehat kepada ribuan buruh yang bekerja di daerah Cirebon, berikut nasehatnya :113 Sesoenggohnja, memenoehi kehendak Pemerintah, Negeri, dan Bangsa adalah kewadjiban oemmat Islam. Maka jang berchianat terhadap kehendak itoe, orang itoe melanggar hoekoem agama Islam.

Selain beberapa peristiwa yang telah disebutkan di atas, pemerintah militer Jepang juga terus gencar menjalankan politik Islam Jepang. Ada tiga tindakan yang dilakukan pemerintah militer Jepang dalam strateginya memanfaatkan alim ulama dalam kebijakan propaganda dan mobilisasi massa. Strategi tersebut di antaranya114 : 1. Didirikannya Masyumi 2. Dibentuknya seksi urusan keagamaan (Shumuka) 3. Diselenggarakannya program “Latihan Alim Ulama” Ketiga poin di atas merupakan strategi Pemerintah militer Jepang terhadap umat Islam dalam rangka menjalankan kerjasama propaganda Jepang. Mulai dari dibentuknya organisasi Masyumi. Kemudian dibentuk juga Shumuka di setiap pemerintahan karesidenan, yang memiliki kewajiban penting dalam melakukan kontrol atas alim ulama setempat dan memobilisasi rakyat demi tujuan-tujuan propaganda Jepang.115 Terakhir, program “Latihan Alim Ulama” sebagai bentuk usaha

113 Shuumubu, Mendjalankan Kewadjiban, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 16 114Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 305 115 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 316-321

62

untuk membuat alim ulama yang berpengaruh sebagai propagandis yang pro Jepang.116 Dalam hal ini pada masa pendudukan Jepang, Masyumi sebagai satu-satunya organisasi Islam yang kemudian dijadikan sebagai alat politik Islam Jepang dalam memperlancarkan operasi propaganda Jepang di Pulau Jawa. Menurut Deliar Noer ada beberapa faktor yang mendorong pemerintah militer jepang meresmikan organisasi Islam yaitu Masyumi. Pertama, Jepang mengalami kemunduran kedudukan dalam Perang Pasifik sehingga membuat Jepang memerlukan bantuan yang lebih besar dari rakyat, khususnya penduduk di daerah pedesaan. Oleh karena itu diperlukan suatu organisasi yang dipatuhi oleh rakyat. Kedua, kenyataan bahwa organisasi yang telah dilarang pun, walau tidak resmi, masih melanjutkan kegiatan-kegiatan mereka dengan pimpinan dan guru-guru setempat, bahkan masih sering menjaga koordinasi sesama mereka. Dengan adanya hubungan tidak resmi tersebut mempersulit pemerintah militer Jepang dalam melakukan pengawasan. Maka lewat pengesahan Pemerintah militer Jepang, pengawasan akan lebih mudah dilakukan. Ketiga, adanya pengakuan Jepang terhadap fungsi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan kemudian Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai) yang tidak mampu memperoleh dukungan penuh

116 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 322 . Latihan-latihan ulama dilaksanakan pada Juli 1943. Jepang sengaja memanfaatkan ulama untuk menyebarkan budaya Jepang yaitu dengan cara mendoktrin ulama melalui latihan-latihan. Hal ini dijalankan ketika Shumubu masih dikepalai oleh Kolonel Horie. Lihat Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012). 39

63

dari kalangan Islam. Keempat, pemerintah militer Jepang tampaknya ingin memperbaiki beberapa kesalahan yang telah diperbuat pemerintah terhadap umat Islam, seperti mewajibkan pelaksanaan upacara Saikeirei (memberi hormat kepada Kaisar Jepang dengan membungkukkan badan), menahan K.H. Hasyim Asy’ari selama 4 bulan, dan menutup madrasah dan pesantren selama beberapa bulan pada awal pedudukan.117

D. Politik Islam Masyumi Pada masa pendudukan Jepang, Pemerintah militer Jepang mulai memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk terlibat aktif dalam urusan-urusan politik dan kenegaraan; sesuatu yang sangat sulit diperoleh pada masa Hindia Belanda. Suasana inilah yang mendorong umat Islam, khususnya Masyumi, untuk merumuskan pemikiran di sekitar isu tentang Islam dan Jepang.118 Perlu diketahui, hadirnya organisasi Islam Masyumi dengan tujuan memperkuat organisasi Islam dan membantu Pemerintah militer Jepang dalam kepentingan Asia Timur Raya menunjukkan bahwa telah terjalinnya hubungan antara umat Islam dengan pemerintah militer Jepang. Karena memang tidak semudah itu pemerintah militer mengizinkannya, dan hal ini tentu menjadi konsekuensi untuk Masyumi bersikap kooperatif terhadap pemerintah militer Jepang. Segala aktivitas Masyumi harus

117 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Grafiti Press, 1987). 23-24 118 Taufik Abdullah, ed., Hubungan Indonesia dan Jepang dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta:Kemendikbud, 2018). 135

64

bersinergi dengan pemerintah militer Jepang demi membantu kepentingan Perang Asia Timur Raya. Pada awal tahun 1943, kolonel Horie Choso, pimpinan Shumubu, mengutus beberapa stafnya untuk menemui sejumlah ulama terkemuka di Pulau Jawa, antara lain H.Abdul Muniam Inada. Kolonel Horie juga menemui K.H. Ahmad Sanusi di Pesantren Gunung Puyuh agar mau bekerja sama membangun lingkungan kemakmuran Asia Timur Raya. Respon K.H Ahmad Sanusi tidak menolak tawaran kerja sama tersebut, ia memilih jalan kooperatif. Sikap kooperatif K.H. Ahmad Sanusi bukan berarti berposisi sebagai boneka Jepang. Kerja sama yang dilakukan hanya semata-mata sebagai bentuk strategi dalam perjuangan membebaskan bangsa Indonesia.119 Begitu pun dengan ulama-ulama lain di Pulau Jawa, sebagian dari mereka lebih memilih untuk bersikap kooperatif terhadap pemerintah militer Jepang. Sebagai saudara ketahui, kini telah terbentuk suatu badan gabungan dari semua partai dan organisasi Islam, namanya Majelis Syuro Muslimin Indonesia, disingkat menjadi Masyumi. Nama ini mirip-mirip seperti bahasa Jepang, biar mereka senang. Tak apalah, apa artinya sebuah nama!.....Ketuanya telah dipilih, Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dan sebagai pelaksana sehari-hari adalah saya sendiri120

Inilah ungkapan seorang tokoh muslim terkemuka pimpinan NU K.H. Wachid Hasyim kepada K.H. Saifudin Zuhri

119 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi, (Sukabumi: Masyarakat Sejarawan Indonesia,2009). 128 120 KH Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren, (Yoyakarta: LKIS. 2001). 251

65

saat bertemu di Jakarta tahun 1943. K.H. Wachid Hasyim ialah ketua harian yang turut andil langsung dalam aktivitas Masyumi. Bahkan terbitnya Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia pun atas prakarsa beliau. K.H. Wachid Hasyim mengetahui betul posisi Masyumi pada masa pemerintahan militer Jepang. Menurutnya ini merupakan kesempatan menyusun strategi kelompok Islam dalam menghadapi pemerintah militer Jepang. Bahkan ketika ditanya oleh K.H. Saifudin Zuhri apa tujuan Masyumi, K.H. Wachid Hasyim dengan tegas menjawab: Menyusun seluruh tenaga Umat Islam Indonesia membantu Jepang ke arah tercapainya kemenangan akhir bagi kita !121

K.H. Wachid Hasyim sengaja memakai kalimat itu agar pemerintah militer Jepang mengira bahwa kita itu artinya mereka. Padahal yang sebenarnya adalah umat Islam. Selama masa tersebut, K.H. Wachid Hasyim selalu mengadakan pertemuan- pertemuan dan komunikasi antarulama sehingga menghasilkan kesepakatan bahwasanya kesempatan-kesempatan ini bisa dijadikan strategi umat Islam untuk mendesak pemerintah militer Jepang agar memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengatur urusan di dalam negeri, agar Jepang lebih fokus pada pihak sekutu. Apapun dilakukan oleh Masyumi demi menunjukkan sikap kooperatif dengan Pemerintah militer Jepang. Adapun strategi yang diusulkan oleh K.H. Wachid Hasyim sebagai berikut :122

121 K.H. Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren. 251 122 KH Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren.. 252

66

Kita selalu membuat slogan-slogan dan gerakan-gerakan begitu rupa, untuk menimbulkan kesan seolah-olah kita senasib sepenanggungan dengan mereka. Misalnya, pada kampanye-kampanye Jepang melawan sekutu, kita gunakan untuk kampanye anti Belanda. Anggota sekutu yag ingin kembali hendak menjajah kita lagi. Kita perhebat kampanye anti belanda ini. Dengan demikian Jepang percaya bahwa kita anti Belanda. Menurut tafsiran Jepang, anti Belanda sama dengan anti sekutu, dan anti sekutu sama dengan pro Jepang. Itu menurut logika mereka.

K.H. Wachid Hasyim menegaskan hubungan strategi- strategi yang telah disebutkan di atas dengan Masyumi akan ditindak lanjuti melalui adanya Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Beliau akan menerbitkan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang memuat konten propaganda pro kepentingan pemerintah militer Jepang. Beliau juga meminta K.H. Saifudin Zuhri, Harsono Cokroaminoto, K.H. Mukhtar, dan A Barri Al-Bahri untuk membantu dalam tim redaksinya.123

123 KH Saifudin Zuhri, Guruku orang-orang dari Pesantren. 254

BAB V

PROPAGANDA MASYUMI DALAM MADJALLAH ISLAM SOEARA MOESLIMIN INDONESIA 1943-1945 A. Propaganda Peningkatan Produksi Hasil Bumi Maraknya peperangan pada pendudukan militer Jepang mengakibatkan banyak perubahan dalam struktur perekonomian di Jawa, khususnya pertanian. Di Pulau Jawa, dengan tanahnya yang subur, sumber daya alam yang melimpah dan penduduknya yang banyak, dianggap memiliki potensi yang cukup besar sekali. Berbagai macam aktivitas perekonomian di Pulau Jawa diarahkan sedemikian rupa demi bisa melayani upaya perang pemerintah militer Jepang melawan sekutu.124 Prioritas tinggi yang diutamakan ialah produksi bahan makanan dan kebutuhan perang.125 Oleh sebab itu, pemerintah militer Jepang berusaha mengeksploitasinya melalui adanya tuntutan peningkatan produksi hasil bumi dengan cara propaganda. Usaha peningkatan produksi hasil bumi disebarluaskan dengan berbagai macam cara selama masa pendudukan Jepang baik berupa kebijakan maupun media. Seperti halnya di Tasik Malaya, bupati Raden Tumenggung Wiradiputra diberi tugas oleh pemerintah militer Jepang untuk mengumpulkan beras sebanyak tiga kuintal per bulan untuk memenuhi kebutuhan logistik militer Jepang. Bupati tersebut pernah menolaknya hingga hanya mampu

124 Sekutu, di antaranya Belanda, Inggeris dan Amerika. 125 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 3-4

67

68

menyanggupi untuk mengadakan beras sebanyak satu kuintal saja per bulan. Namun pemerintah terus memaksakan kehendaknya, sehingga rakyat benar-benar diperas tenaganya untuk memenuhi kebutuhan logistik militer Jepang tersebut.126 Propaganda peningkatan produksi hasil bumi ini juga dilakukan oleh Masyumi dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Propaganda dimuat melalui berita dan artikel-artikel yang ditulis langsung oleh tokoh-tokoh Masyumi seperti K.H Hasyim Asy’ari, K.H Mas Mansur, K.H. A Moe’thi, Ki Dar, dan lain-lain. Pada 1 Januari 1944, tepat terbitnya Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia edisi ke-1 tahun ke-2, terdapat berita Masyumi atas hasil dari rapat Masyumi yang telah berlangsung pada tanggal 20 Desember 1943 yang menginformasikan perihal anjuran kewajiban propaganda pertanian yang harus dilaksanakan oleh kiai atau alim ulama di Pulau Jawa. Adapun hasil dari rapat yang dimuat dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, sebagai berikut127 : a. Membangoenkan badan “Barisan Memperbanjak hasil boemi” b. Anggota barisan propaganda memperbanjak hasil boemi terdiri dari para Oelama dan Kijai dari Persjarikatan Nahdatoel Oelama dan Moehammadiyah serta para Alim Oelama jang terkemoeka di seloeroeh Djawa. c. Tjaranya melakoekan propaganda akan dilakoekan bersama-sama dengan wakil-wakil dari masing-masing daerah.

126 Miftahul Falah, Peranan K.H. Ruhyat dalam Perjuangan Bangsa (1911-1977). 60 127 Anonim, “Berita Masyumi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indoneia No. 1 Tahun II 1 Januari 1944. (tanpa halaman)

69

d. Waktoenja mendjalankan propaganda moelai tanggal 1 sampai 10 Djanoeari 2604. e. Akan membikin Choetbah propaganda memperbanjak hasil boemi, yang akan dikhoetbahkan sesoedah sembahjang Djoemat.

Selain berita hasil rapat tersebut, K.H A. Moe’thi selaku ketua harian Masyumi juga menyampaikan informasi melalui artikel yang berjudul “Andjoeran dan nasehat bagi anggauta- anggauta barisan memperbanjak hasil boemi, kepada oemoem jg bersangkoetan” seruan tersebut berisi sebagai berikut :128 Pendek kata kita haroes menang, kita haroes menang!. Dari itoe kita haroes bersama-sama serentak memperbanjak hasil boemi : a. Djanganlah ada sedjengkal tanah jang kosong tak ditanami; halaman masdjid, halaman langgar, halaman roemah, di tepi-tepi pendirian apa sadja, dan tanah-tanah jang mati atau kosong lainnja, tanamilah dengan katjang atau djagoeng atau lagi djarak dll mana jang perloe dan mana jang sekira lebih banjak hasilnja. b. Perbaiki dan pergiatkanlah! Penanaman padi ini tahoen, demikian kedele, djagoeng, dll di semoea sawah-sawah dan ladang. c. Gerakkanlah dan nasehatkanlah kepada seloeroeh rajat segala bangsa hendaknja serentak menghilangkan segala matjam kemalasannja bahkan soepaja menambah giat bekerdjanja oentoek a dan b di atas moelai hari ini djoega. d. Hendaklah kesemoeanja itoe dikerdjakan dan dipenoehi dengan kemaoean sendiri dan dengan keinsjafan jang sempoerna dan keikhlasan jang moerni.

128 K.H. A. Moe’thi, “Andjoeran dan nasehat bagi anggauta-anggauta barisan memperbanjak hasil boemi, dan kepada oemoem jg bersangkoetan”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 6

70

Propaganda memperbanyak hasil bumi secara intensif disebarluaskan pada kaum tani muslim di Jawa khususnya dan masyarakat biasa pada umumnya. Usaha memperbanyak hasil bumi ini dipropagandakan sebagai sebuah kewajiban bagi kaum tani muslimin pada masa peperangan, karena tiap-tiap daerah harus sebanyak mungkin dapat menghasilkan sendiri semua bahan-bahan dan barang-barang yang dibutuhkan oleh penduduk untuk keperluan hidupnya dan Perang Asia Timur Raya. Sebagaimana yang tertera pada artikel yang dikemukakan Pimpinan Masyumi berdasarkan kemufakatan Shumubu (Jakarta) pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia sebagai berikut, Karena Balatentara Dai Nippon soedah melepaskan kita, kaoem moeslimin, dari penindasan Belanda, Inggeris dan Amerika, dan Pemerintah Balatentara Dai Nippon soedah memberikan banjak perlindoengan-perlindoengan terhadap kaoem Moeslimin di Djawa, wajiblah kita semoea sebagai kaoem Moeslimin toeroet menjoesoen barisan-barisan jg kokoh dan koeat itoe oentoek membantoe Pemerintah Balatentara Dai Nippon sebagai tanda terima kasih kita. Boeat kaoem tani moeslimin salah satoe djalan oentoek toeroet menjoesoen dan memperkokohkan barisan-belakang ini dan membantoe Pemerintah Balatentara, ialah bekerdja dengan sekoeat-koeatnya oentek memperbanjak hasil boeminja. Memperbanjak hasil boemi adalah soeatoe kewadjiban bagi kaoem tani Moeslimin, lebih-lebih dalam waktoe peperangan ini129

Slogan “memperbanyak hasil bumi” merupakan propaganda dalam bidang pertanian yang disebarkan secara terus-

129 Pimpinan Masyumi dan Syuumubu, “Memperbanjak Hasil Boemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 4

71

menerus. Menurut pernyataan di atas, keberhasilan pemerintah militer Jepang dalam melawan sekutu dianggap sebuah jasa pemerintah militer Jepang untuk umat Islam di Pulau Jawa untuk melindunginya dari sekutu, khususnya Belanda. Dan banyak pula penghargaan dari pemerintah militer Jepang terhadap kehormatan dan kedudukan para ulama yang patut diapresiasi. Untuk itu dalam membalas jasa yang telah diberikan, umat Islam sudah seharusnya membantu pemerintah militer Jepang melalui memperbanyak hasil bumi di Pulau Jawa. Dan usaha memperbanyak hasil bumi pun juga merupakan suatu anjuran yang tidak bertentangan dengan Islam. Sama halnya dengan artikel yang dikarang Ki Dar yang mengatakan bahwa : Kedatangan Balatentara Dai Nippon disini, tidak sadja soedah melepaskan dari ikatan rantai penindas dan pendjajah pihak sekoetoe, bahkan kita sebagai rakjat Indonesia diakoei sebagai saudaranja, dan agama kita djoega mendapat penghargaan dan penghormatan. Boekankah toean-toean telah mendengar dan mengetahoei sendiri, bahwa para oelama kita telah diberi kehormatan dan kedoedoekan sepantasnja jang berkenaan dengan deradjat ke’oelamaannja130

Artikel yang ditulis oleh Ki Dar menjelaskan bahwa alasan membantu pemerintahan militer Jepang bukan hanya perihal rasa terima kasih, melainkan sikap baik Pemerintah militer Jepang terhadap umat Islam juga menjadi alasan. Pemerintah militer Jepang mengakui bahwa umat Islam di Indonesia khususnya

130 Pimpinan Masyumi dan Syuumubu, “Memperbanjak Hasil Boemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 4

72

Pulau Jawa ialah saudaranya. Begitu pun dengan agama Islam sangat dihormati oleh pemerintah militer Jepang. Ada beberapa hal yang dikemukakan terkait dengan bentuk kehormatan dan kedudukan derajat ulama yang dimaksud dalam artikel tersebut, seperti :131 1. Tiap tahun siapapun ulama yang menghadap dapat diterima dengan baik oleh Pemerintah militer Jepang di Istana. 2. Dengan adanya Chuo Sangi In dan Shu Shangi Kai, banyak ulama kita mendapat kedudukan menjadi anggotanya yang berarti bahwa ulama kita itu diberi hak yang sama untuk merundingkan urusan negara. 3. Dengan diijinkannya mengadakan prajurit Suka Rela Pembela Tanah Air , banyak ulama kita diberi kedudukan menjabat pangkat yang tinggi dalam keprajuritan itu. 4. Diadakannya pelatihan-pelatihan ulama. 5. Dan lain-lain Dalam upaya meningkatkan produksi pertanian ini, pimpinan Masyumi sebagai organisasi Islam yang diresmikan oleh Jepang melakukan propaganda pertanian dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia melalui berbagai berita Masyumi dan artikel-artikel yang terdapat pada majalah tersebut. Masyumi bersedia melakukan propaganda pertanian ini karena demi menimbulkan kesan bahwa Masyumi mendukung kebutuhan-kebutuhan pemerintah militer Jepang. Propaganda anjuran memperbanyak hasil bumi juga ada dalam pandangan

131 Ki Dar, “Beroesaha Memperbanjak Hasil Boemi”, Madjallah Islam Soera Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 74

73

Islam sehingga Masyumi tidak keberatan untuk melakukan propaganda hasil bumi tersebut. Begitu pun dengan syarat penerbitan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, harus memuat isi yang menjadi fokus kemakmuran Asia Timur Raya agar dapat dengan mudah diterbitkan. Pada masa peperangan, pemerintah militer Jepang memang sangat membutuhkan persediaan makanan sebanyak-banyaknya. Karena jika tidak, prajurit yang bertarung akan kekurangan tenaga dalam menghadapi serangan-serangan sekutu dan akan mengalami kekalahan. Sehingga untuk mempertahankan itu semua, kebutuhan prajurit harus dicukupi. Apakah jang bergoena untoek mempertahankan negeri kita? Serdadoe jang penoeh semangat keperadjoeritan serta alat peperangan haroes siap lengkap. Di samping itoe haroes ada persediaan barang makanan sebanjak-banjaknya. Ma’loemlah kita, bahwa soal makanan teramat penting bagi peperangan. Karena meskipoen kiranja alat tjoekoep adanja, tetapi bila peroet lapar tentoelah serdadoe kita ta’ koeasa berdjalan madjoe132

Dalam artikel tersebut dijelaskan, para prajurit dianalogikan sebagaimana mobil. Bahwa mobil dapat berjalan bila telah diisi dengan bensin. Begitu pun dengan manusia, manusia sanggup bekerja bila perutnya telah terisi makanan. Makanan tersebut gunanya untuk menambah tenaga untuk memusnahkan jiwa dan raga musuh. Semakin banyak makanan maka semakin sungguh-

132 Anonim, “Pengetahoean oemoem tentang Betjotjok tanam”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.2 Tahun II 15 Januari 1944. 12

74

sungguh prajurit untuk mengadu tenaga nya.133 Dengan demikian, umat Islam dianjurkan untuk membantu prajurit dalam upaya memenuhi kebutuhan makanan dan perang. K.H. Mas Mansur mengatakan tanah ini ialah tanah agraria, yaitu tanah pertanian yang sangat luas dan subur yang telah dianugerahi oleh Tuhan untuk umat Islam. Beliau juga mengutip seorang ahli fikir Islam tentang pengetahuan pertanian yakni Prof. Muhammad Farid Wadjdi dalam kitab Dairatul Ma’arif juz 1 halaman 551, bahwa pengetahuan pertanian adalah pengetahuan yang sangat berfaedah dan bermanfaat. Bahkan pengetahuan yang sangat perlu dan pasti untuk menegakkan peri penghidupan manusia.134 Dalam Alquran surat Yusuf ayat 47 juga menyebutkan, yang artinya : Hendaklah kamoe bertjotjok tanam dengan radjin-radjin selama toedjoeh tahoen; maka apa jang dapat kamoe toeai atau pengoeat hasilnja, tinggalkan sahadja di tangkainja, ketjoeali sebahagian ketjil jang perloe oentoek dimakan.135

Dalam artikel di atas mengandung dua nasihat yang disampaikan. Pertama, adanya anjuran bercocok tanam dan kedua, adanya anjuran untuk menghematkan makanan yang diperoleh dari hasil pertanian tersebut. Anjuran untuk menghemat bahan makan dari hasil pertanian dimaksudkan tidak lain ialah untuk keperluan perang Asia Timur Raya agar persediaan bahan

133 Anonim, “Pengetahoean oemoem tentang Betjotjok tanam”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. 12 134 K.H Mas Mansoer, “Angkatlah Tjangkoelmoe”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 1 135 Pimpinan Masyumi dan Syuumubu, “Memperbanjak Hasil Boemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 4

75

makanan cukup dan terpenuhi. Jadi umat Islam di Pulau Jawa pada masa itu dianjurkan untuk menghemat dan melipatgandakan hasil bumi nya. Pada masa pendudukan Jepang juga banyak transformasi yang dilakukan dalam bidang pertanian. Hal tersebut disebabkan karena pemerintah militer Jepang banyak memberikan edukasi seputar pertanian baik dalam bentuk pelatihan-pelatihan atau kebijakan. Oleh sebab itu, propaganda yang ada pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia bukan hanya berupa anjuran saja, melainkan diberi tahu juga informasi atau pengetahuan tentang cara memperbanyak hasil bumi dengan berbagai cara. Pada salah satu artikel dijelaskan cara menambah dan melipatgandakan hasil bumi, adapun caranya sebagai berikut :136 1. Memperloeas tanah-tanah oentoek ditanami, dengan memakai tanah jang sampai sekarang tidak dipergoenakan, sedang akan dioesahakan djoega oleh Pemerintah oentoek meroebah keboen2 onderneming- onderneming dan kleinlandbouw oentoek ditanami tanaman-tanaman jang menghasilkan barang-barang jang terseboet di atas, djoega memboeka tanah-tanah baroe. 2. Membikin pengairan-pengairan jang sederhana, agar soepaja tanah-tanah itoe bisa mendapat tjoekoep air jang diboetoehkan. 3. Memperbaiki tjara menanam mitsalnja : a. Memadjoekan waktoe menjebar benih, karena terboekti, bahwa dengan djalan jang demikian ini hasilnja akan bertambah. b. Memakai dan menambah poepoek. c. Memperbaiki pemeliharaan padi dengan mengatoer tjara menanam jang lebih sempoerna jaitoe

136 Pimpinan Masyumi dan Syuumubu, “Memperbanjak Hasil Boemi”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Januari 1944. 5

76

menanamjanya bibit di sawah berbaris, rapat dan djangan dalam-dalam. d. Lebih mendjaga tanaman-tanaman, sehingga djika timboel penyakit dengan lekas dapat diberantas (tidak terlambat). e. Menjegah hama tikoes dengan pemakaian obat-obat dan alat-alat penangkap. f. Menanam djagung di antaranja katjang tanah dan ketela pohon. g. Memperloeas tanaman djenis-djenis jang soedah ternjata banjak memberi hasil. h. Dan lain-lainnja.

Sebagaimana produksi padi, ada beberapa strategi yang diajarkan dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia di Pulau Jawa saat itu. Pertama, Peningkatan produksi padi bisa dengan cara meningkatkan produktivitas per hektar serta memperluas wilayah penanaman. Kedua, rekomendasi jenis-jenis padi yang lebih cocok, seperti padi cere137 dan padi horai.138 Ketiga, inovasi teknik berupa memindahkan bibit tanaman padi pada garis-garis lurus dengan jarak tanam tertentu di antara bibit tersebut (larikan), tidak lebih dari 2 cm,139 waktu ideal tanaman antara 20-25 hari setelah penebaran bibit.140

137 Padi cere ialah padi yang tak berambut. Beras yang ditanam di Jawa sebelum perang dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu padi cere dan padi bulu (padi berambut). Padi bulu lebih dihargai oleh orang Jawa karena lebih enak dan mutunya lebih tinggi. Tetapi pemerintah militer Jepang merekomendasikan untuk menggunakan padi cere untuk memaksimumkan produksi secara keseluruhan. Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 7 138 Padi horai , salah satu bibit baru juga yang direkomendasikan yang berasal dari Taiwan. Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 8 139 Inovasi baru teknik penanaman yang diajarkan ialah dengan larikan, dimana mereka tidak lagi menggunakan tali untuk menentukan jarak, tetapi

77

Pada masa pendudukan Jepang, padi sangat penting sehingga ada penerapan politik beras atau kewajiban menyerahkan beras kepada Jepang. Kebijakan tersebut telah diberlakukan sejak Agustus 1942 sesuai dengan kebijakan Gunseikanbu dalam mengatur bahan pangan secara sistematis. Adapun aturan-aturan yang ditetapkan di antaranya, padi di bawah pengawasan langsung oleh negara dan hanya pemerintah yang diizinkan melakukan proses pemungutan dan penyaluran padi. Untuk itu, didirikan sebuah badan pengelola pangan dinamakan Shokuryo Kanri Zimusyo (kantor pengelolaan pangan), di bawah Departemen Ekonomi Gunseikanbu.141 Selain itu, para petani juga harus menjual padi/hasil produksi mereka kepada pemerintah dan harga gabah serta beras ditetapkan oleh Pemerintah.142 Selain soal padi, rakyat juga dibujuk untuk tidak menanam lebih dari dua tanaman secara bersama-sama, suatu praktik tersebut disebut tumpang sari. Begitu juga dengan pupuk, rakyat dianjurkan untuk membuat pupuk sendiri, terutama membuat

menggunakan bambu dengan tanda pada setiap jarak. Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945.... 9 140 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 7- 9 141 SKZ bertanggung jawab untuk menguasai seluruh proses pembelian dan penyaluran padi di bawah monopoli negara serta menentukan jumlah padi yang akan dibeli pemerintah. Badan ini juga bertanggung jawab menentukan harga resmi padi. 142 Bahkan dengan adanya aturan-aturan yang ada, untuk mengatasi akan kekurangan beras, pemerintah menganjurkan agar rakyat makan bubur dan memperkenalkan resep baru, yaitu makanan yang diberi nama “Bubur Perjuangan” dan “Bubur Asia Raya” dengan menggunakan jagung, singkong, kedele, da palawija lainnya. Lihat Miftahul Falah, Peranan K.H. Ruhyat dalam Perjuangan Bangsa (1911-1977). 61-62

78

pupuk kompos. Di samping itu, juga diperkenalkan perangkat pertanian baru adalah Ganzume, sejenis penggaruk yang digunakan untuk penyiangan.143 Adapun tanaman-tanaman yang dianjurkan pada artikel dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, tanaman Palawidja di antaranya Jagung, kacang tanah, ubi kayu, singkong, ubi jalar, kedelai, kacang hijau, kentang. Dan tanaman sayuran seperti : Bawang merah, bayam, kacang panjang, lombok, terong, tomat. Serta tanaman lain seperti kapas dan jarak.144 Sebagaimana H. M. Moechtar pada artikelnya yang berjudul “Kepentingan Bersama” memberikan pesan kepada pembaca bahwa : ...memperbanjak hasil bumi itoe adalah perintah agama Islam, sebagaimana jang diberitakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam mengoesahakan hasil boemi, dan Nabi Adam as adalah beliau sendiri bertjotjok tanam, bahkan agama Islam ada satoe bagian tertentoe, menerangkan bagaimana ichtiar memperbaiki hasil boemi dan bagaimana tjara pembagiannja dll. Berkenaan dengan ini Alim Oelama harus turut bersama memberikan garis-garis Islam yang berhoeboengan dengan ini soepaja selain berlipat ganda hasilnja mereka dapat mentjoerahkan tenaganja oentoek Allah dan dalam djalan Allah, inilah berkat bekerja sama.145

Banyak cara untuk menyampaikan propaganda Masyumi untuk memenuhi kepentingan pemerintah militer Jepang. Pada

143 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 10-11 144 Anonim, “Pengetahoean oemoem tentang bertjotjok tanam II”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.2 Tahun II 15 Januari 1944. 12 145 H. M Moechtar, “Kepentingan Bersama”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 15 Januari 1944. 3

79

artikel ini agama Islam dijadikan dalih alasan mengapa harus memperbanyak hasil bumi baik melalui sabda ataupun ayat-ayat al-Quran yang mendukung. Karena dengan begitu Kaum muslimin yang beragama Islam akan menjalankan perintah Islam tersebut. Sebagaimana artikel yang ditulis oleh K.H Hasyim Asy’ari yang berjudul “Keoetamaan bertjotjok tanam dan bertani”, bahwa junjungan kita Nabi Muhammad saw telah bersabda, yang artinya : Ta’ada seorang Moeslim jang menanam tanaman, melainkan bahwa sebagian dari tanaman itoe jang dimakan orang mendjadi shadaqah baginja, dan jang ditjoeri orang dari padanja djoega djadi shadaqah. Poen jang dimakan boeroeng dari padanja djadi shadaqah poela; dan ta’ada sebagian dari tanaman itoe jang dibentjanai orang, melainkan djadi shadaqah baginja.146

Terlepas dari strategi dalam peningkatan produksi hasil bumi, pemerintah militer Jepang juga menunjang peningkatan infrastruktur serta perbaikan tanah, di antaranya pembangunan irigasi, penebangan hutan, peningkatan kesuburan tanah, reklamasi tanah liar dan berawa-rawa, serta perubahan-perubahan di dalam pemanfaatan tanah.147 Sebagaimana berita Pemerintah yang dilansir dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, Pemerintah akan memperloeas sawah, kebun dan memperbaiki pengairan. Luas tanah yang akan dibuka sebagai sawah kira-kira 10.000 hektar; sebagai kebun puluhan hektar dan

146 K.H Hasyim Asy’ari, “Keoetamaan bertjotjok tanam dan bertani”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.2 Tahun II 15 Januari 1944. 4 147 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. 12-17

80

berapa ratus hektarnya akan diperbaiki untuk dijadikan daerah pengairan. Usaha tersebut akan berlangsung sampai bulan ke-8 atau ke-10 tahun 1944.148 Begitu pun target sasaran, usaha propaganda “memperbanyak hasil bumi” bukan hanya diperuntukkan untuk kaum tani saja, melainkan untuk seluruh rakyat di Pulau Jawa. Bahkan bukan hanya yang sudah dewasa saja, tenaga-tenaga anak kecil yang masih bersekolah pun juga dibutuhkan dan dianjurkan untuk sama-sama membantu keperluan peperangan. Adapun tempatnya, bukan hanya terfokus pada sawah, kebun, tanah kosong dan lain-lain saja, melainkan pekarangan-pekarangan rumah, dan sekolah ataupun tempat lain juga dianjurkan. Sebagaimana artikel dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia yang ditulis tanpa pengarang, memberikan gambaran pengetahuan umum tentang bercocok tanam pada kebun tiap-tiap sekolah dengan tujuan : Bila anak-anak dilatih bertani di sekolah maka akan timboel keinginan mereka itoe bertanam apa-apa di pekarangan roemah masing-masing. Hal ini perloe diandjoer- andjoerkan moerid-moerid hendaknja berlomba-lomba menanami pekarangan roemahnja masing-masing sebaik- baiknja.149

K.H. Saifudin Zuhri dalam buku otobiografinya menjelaskan bahwa solusi untuk mengatasi situasi pangan pada

148 Hodoohan, “Berita Pemerintah : Memperloeas sawah, keboen, dan memperbaiki pengairan”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.10 tahun II 15 Mei 1944. 1 149 Anonim, Pengetahoean Oemoem tentang Bertjotjok Tanam II, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.2 Tahun II 15 Januari 1944. 12

81

masa pemerintahan militer Jepang, rakyat harus menanam apa saja di halaman rumahnya, adapun tanaman-tanaman yang bisa mendatangkan hasil bahan makanan, misalnya, singkong, ubi rambat, jagung, dan sebagainya. Bahkan di beberapa kota alun- alun juga ditanami jagung dan singkong. Begitu pun sepanjang jalan raya harus banyak ditanami pohon jarak untuk kemenangan perang Asia Timur Raya.150

B. Propaganda Keprajuritan Wacana keprajuritan termasuk salah satu yang banyak disuarakan dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Wacana tersebut dikemas menjadi propaganda yang mengaitkan Islam dan Keprajuritan. R Kasman Singodimedjo, seorang tokoh Muhammadiyah, pernah menulis artikel di Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia dengan judul “Semangat Keperdjoeritan! Bahannya tjoekoep, kesempatan ada dan waktoenja tiba!”. Pada artikel tersebut menyebutkan ada 3 sumber yang menjadi bahan-bahan keprajuritan pada masa pemerintahan militer Jepang di antaranya :151 1. Soember keperdjoeritan kebangsaan Indonesia yang asli. 2. Soember keperdjoeritan Agama rakyat Indonesia (Islam). 3. Soember keperadjoeritan Nippon.

150 Pohon jarak pada masa pendudukan Jepang digunakan sebagai pelumas senjata atau bisa juga digunakan sebagai bahan bakar mesin seperti pesawat tempur tentara Jepang. KH Saifudin Zuhri. Guruku orang-orang dari Pesantren, (Yoyakarta: LKIS, 2001). 244 151 R Kasman Singodimedjo, “Semangat Keperdjoeritan! Bahannja tjoekoep, kesempatan ada, waktoenja tiba!” Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.4 Tahun II 15 Februari 1944 . 7

82

Menurutnya, ketiga poin di atas penting. Sumber kebangsaan Indonesia asli yang dimaksud disini ialah semangat nasionalisme. Sumber tersebut penting karena bagaimana pun juga rasa dan watak kebangsaan itu selalu mempengaruhi semangat rakyatnya. Dengan adanya nasionalisme yang tinggi maka akan tercipta rasa untuk bersatu, gotong-royong dan tidak mudah terpecah belah.152 Sedang sumber keprajuritan Islam penting karena pengaruh agama Islam di Jawa benar-benar dijunjung tinggi. Para ulama atau kiai memiliki pengaruh yang besar di kalangan masyarakat khususnya umat Islam bahkan pemerintah militer Jepang sendiri pun turut sangat menghormati dan memperhatikan agama Islam. Sehingga sumber agama Islam patut dijadikan landasan untuk semangat keprajuritan. Terakhir, sumber keprajuritan Nippon penting karena sistem keprajuritan Nippon itulah yang berlaku di seluruh Asia Timur Raya sebagai jaminan akan kemenangan akhir. Dengan adanya semangat- semangat Nippon yang tertanam dalam jiwa keprajuritan maka akan terbangun pula semangat keprajuritan yang tinggi selama masa peperangan. R. Kasman Singodimedjo berusaha meyakinkan bahwa rakyat di Pulau Jawa memiliki sifat-sifat keprajuritan yang sudah ada sejak dahulu. Begitu juga di dalam Quran dan Hadis yang mengharuskan hal tersebut, ringkasnya :153

152 H.M. Amir Hasan, “Darah Ksatrija”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I 1 Desember 1943. 26 153 R Kasman Singodimedjo, “Semangat Keperdjoeritan! Bahannja tjoekoep, kesempatan ada, waktoenja tiba!”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.4 Tahun II 15 Februari 1944. 7 dan 8

83

1. Perdjoerit haroes membela negerinja (hoebboel waton minal iman) 2. Perdjoerit haroes disiplin kepada kewajibannja 3. Perdjoerit haroes bersatoe 4. Perdjoerit haroes mempoenjai pendirian jang tegoeh 5. Perdjoerit haroes sabar di dalam segala kesoekaran 6. Perdjoerit haroes berani ( Qoer’an S. Anfal 15, 16, 17), meskipoen moesoeh lebih banjak 7. Perdjoerit haroes mentertibkan solat dan dermawan berkoerban 8. Perdjoerit haroes adil 9. Perdjoerit haroes bersemangat di dalam peperangan dan perdjoeangannja sehingga maksoed tertjapai

Peraturan keprajuritan Islam banyak diambil dari surat al- Anfal karena surat tersebut memuat isi yang mengatur hal peperangan Kaum Muslimin pertama kali. Ada kurang lebih 7 pasal yang disebutkan, di antaranya :154 1. Hal persediaan-persediaan oentoek mengadakan perang 2. Hal perang (yaitoe perang Badr) 3. Djalannja oentoek mentjapai kemenangan, jaitoe dengan setia dan disiplin pada pemimpinnja 4. Kepentingan kemenangan achir 5. Kemenangan itoe benar-benar tidak bergantoeng dari djoemlah jang besar atau sendjata jang banjak, akan tetapi dari ketegoehan hati (semangat) dan persatoean (bekerdja bersama-sama) 6. Hal kepentingan bersiap sedia jang lengkap oentoek sewaktoe-waktoe berperang dan sewaktoe-waktoe menegakkan perdamaian 7. Kepentingan pembelaan Noesa dan Bangsa, meskipoen tenaga moesoeh sepoeloeh kali banjaknja dari padanja.

154 R Kasman Singodimedjo, “Semangat Keperdjoeritan! Bahannja tjoekoep, kesempatan ada, waktoenja tiba!”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.4 Tahun II 15 Februari 1944. 8

84

Beliau mengatakan jika memang benar-benar penduduk di Indonesia khususnya di Pulau Jawa itu beragama Islam yang berpedoman pada Quran dan Hadis maka tidak ada pilihan lain dari pada menjadi prajurit. Prajurit Allah untuk menjaga agama, nusa, dan bangsa, agar tidak diinjak-injak oleh musuh, yaitu Amerika, Inggris dan sekutu.155 Seruan-seruan untuk menjadi prajurit terus-menerus dipropagandakan, demikian juga seruan untuk bergabung pada badan-badan keprajuritan. Marilah sekarang kita menoedjoe kepada kepedjoeritan Nippon jang sekarang ini pada Tentara Pembela Tanah Air dan Heiho benar-benar dijadikan dasar perdjoeangan oentoek mentjapai kemenangan akhir sebagai sjarat tjita- tjita Asia Timoer Raja156

Begitu juga dengan artikel R. Kasman Singodimedjo yang berjudul “Islam dan Kepradjoeritan” sebagai berikut :157 Orang Islam haroes mendjadi pradjoerit, pradjoeritnya Allah untuk membela agama, nusa, dan bangsa. Adakah kita semoea soedah mendjadi pradjoerit?

Seruan untuk mengajak umat Islam menjadi prajurit sangat terlihat jelas dengan dalih dianjurkan dalam agama Islam. Ajakan untuk sama-sama bergabung sebagai prajurit PETA, Heiho dan badan-badan militer lainnya yang dibentuk oleh Pemerintah

155 R Kasman Singodimedjo, “Semangat Keperdjoeritan! Bahannja tjoekoep, kesempatan ada, waktoenja tiba!”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.4 Tahun II 15 Februari 1944 . 7 156 R Kasman Singodimedjo, “Semangat Keperdjoeritan! Bahannja tjoekoep, kesempatan ada, waktoenja tiba!”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.4 Tahun II 15 Februari 1944. 8 157 R Kasman Singodimedjo, “Islam dan Kepradjoeritan”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.6 Tahun II 15 Maret 1944. 3

85

militer Jepang.158 R. Kasman Singodimedjo juga menganjurkan bahwa umat Islam di Jawa segera membuat prajurit yang dapat membela agama dan negara nya. Apa boektinja bahwa Islam itoe agama kepradjoeritan? Boektinja Thariq Ibnoe Ziad, Chalifah Oemar bin Chattab, Chalifah Aboe Bakar, Djendral Oesamah bin Zaid, Chalid bin Walid, Oemar bin Ash, Abdoellah bin Aoef, Moeawiyah bin Aboe Sofjan, dan masih banjak lagi. Thariq Ibnoe Ziad adalah panglima jang gagah berani. Dialah jang mengibar-ngibarkan pandji-pandji Islam ke negeri Spanjol159

Upaya untuk mengajak umat Islam menumbuhkan semangat keprajuritan terus dilakukan. Tokoh-tokoh Islam terdahulu pun ikut digambarkan sedemikian rupa perjuangan yang telah ditempuh semasa hidupnya. Hal ini digunakan semata- mata untuk memantik semangat umat Islam di Pulau Jawa pada masa itu. Umat Islam harus menghilangkan rasa takutnya dan berani maju dalam mencapai kemenangan Asia Timur Raya. Dan tentunya maju bersama-sama dengan Pemerintah militer Jepang. Orang Islam itoe haroes berani karena benar, dan takoet karena salah! Jang mendjadi kepentingan pada zaman sekarang ini adalah mentjapai kemenangan achir, dan djalan satoe-satoenya ialah pendoedoek Asia serentak berperang, serentak madjoe, bersama-sama dengan Nippon. Dan di dalam hal ini tak boleh ada rasa penakoet!160

158 Abd. Moekti, “Berani Mati”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.3 Tahun II 1 Februari 2604. 7 159 R Kasman Singodimedjo, “Islam dan Kepradjoeritan”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.6 Tahun II 15 Maret 1944. 3 160 R Kasman Singodimedjo, “Islam dan Kepradjoeritan”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.6 Tahun II 15 Maret 1944. 4

86

Bangsa Asia Timur Raya harus bangkit bersama-sama untuk melawan musuh bersama yakni Amerika, Inggris, dan Belanda. Karena dengan demikian itulah yang menjadi khas bangsa Asia Timur Raya. 50 djoeta penduduk di tanah Djawa mempoenjai ketegoehan hati oentoek membinasakan moesoeh kita, Amerika, Inggris, dan Belanda di bawah pimpinan Balentara Dai Nippon, dengan semangat bernjala-njala jang timboel oleh karena telah dibebaskan dari penindasan Belanda. Dengan hal jang demikian itoe bangsa di tanah Djawa menoenjoekkan lagi sifatnja jang sedjati sebagai bangsa Asia Timoer Raya.161

Pemerintah memberikan gambaran bagaimana perlakuan sekutu di Pulau Jawa. Perlakuan demikian yang turut merugikan wilayah Jawa dan benua Asia di sekitarnya. Mereka moela-moela mendirikan maskapai-maskapai kepoenjaan Inggeris dan Belanda jang bermaksoed mendjajah negeri ini. Sesoedah diselesaikan toedjoean maskapai itoe, dengan memakai politik hendak memadjoekan peradaban, mereka memperboedak pendoedoek asli, sehingga hasil dari oesaha ini dipergoenakan oentoek hidoep mewah di negeri mereka sendiri. Di samping itoe, tanah Djawa dipergoenakan poela sebagai soeatoe pangkalan oentoek mendjajah benoea Asia.162

Hodoohan selaku perwakilan dari Pemerintah menyerukan kepada umat Islam melalui Madjallah Islam Soeara Moeslimin

161 Anonim, “Pendjelasan Pihak jang berwadjib: Tentang Pembentoekan Tentera Pembela Tanah Air jang kedoea”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.7 Tahun II 1 April 1944. 2 162 Hodoohan, “Pendjelasn pihak jang berwajib : Tentang Pembentoekan tentera Pembela tanah air jang kedoea (II)”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.8. Tahun II 15 April 1944. 2

87

Indonesia, seruan propaganda yang diperjelas tidak lain ialah kita sesama bangsa Asia. Sekarang kita, bangsa Asia, menghadapi peperangan jang akan menentoekan nasib kita, merdeka atau didjadjah. Tanah Djawa adalah mempoenjai kedoedoekan jang penting dalam Asia Timoer Raja. Sebab itoe, kita pendoedoek di tanah Djawa, dengan memikoel nasibnja 1000 djoeta bangsa Asia, haroes beroesaha dengan giat dan mentjoerahkan segenap tenaga oentoek mentjapai kemenangan achir.163

Pada pertengahan tahun 1944, posisi umat Islam semakin dipercaya oleh pemerintah militer Jepang. Hal ini berkat Masyumi dengan majalahnya yang menyebarluaskan banyak wacana bertema dukungan terhadap Pemerintah militer Jepang. Setelah sudah terbentuknya PETA pada Oktober 1943, maka mulai muncul aspirasi-aspirasi untuk membentuk Korps Sukarelawan Islam. Hal ini dilakukan melalui sebuah petisi yang ditandatangani langsung sepuluh orang tokoh Muslim terkemuka. Dengan demikian, berkembang suatu pemikiran yang kuat dari pemerintah militer Jepang bahwasanya umat Islam mendukung perang Asia Timur Raya.164 Petisi pembentukkan Korps Sukarelawan Islam ini dikemukakan seorang pemimpin Muhammadiyah dan tokoh Islam di Yogyakarta, Wali Al-Fatah. Selain itu terdapat beberapa tokoh yang namanya tercantum sebagai penandatangan petisi

163 Hodoohan, “Pendjelasan pihak jang berwajib : Tentang Pembentoekan tentera Pembela tanah air jang kedoea (II)”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.8. Tahun II 1944. 3 164 Abdullah, Taufik, ed., Hubungan Indonesia dan Jepang dalam Lintasan Sejarah. (Jakarta: Kemendikbud, 2018). 152

88

adalah : K.H. Mas Mansur, Mr. R. Muhammad Adnan, Dr. Amrullah, K.H. Muchtar, dan empat orang Kiai.165 Pada awalnya Masyumi membentuk Hizbullah (tentara Allah) pada 14 Oktober 1944. Namun Petisi tersebut tidak langsung direspon. Masyumi harus menunggu dengan jangka waktu yang cukup lama. Sehingga pada akhirnya, 8 Desember 1944, Saiko Sikikan baru mengumumkan adanya tentara sukarelawan yang diberi nama Hizbullah.166 Dengan adanya Hizbullah, pemerintah militer Jepang berharap agar propaganda tentang perang suci untuk mempertahankan Jawa akan mendapatkan dukungan dari pemuda Islam untuk mendukung perang Asia Timur Raya167 C. Propaganda Bahasa Nippon Peralihan kekuasaan dari Pemerintahan Hindia Belanda ke pemerintahan militer Jepang di Pulau Jawa memiliki berbagai macam kebijakan baru, khususnya dalam pengembangan bahasa. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Bahasa Belanda dijadikan bahasa yang wajib dipelajari oleh seluruh rakyat jajahan kolonial Belanda. Begitu juga masa pendudukan militer Jepang, pemerintah juga menerapkan Bahasa Nippon sebagai bahasa yang harus dipelajari oleh rakyat di Pulau Jawa.168 Pemerintah

165 Abdullah, Taufik, ed., Hubungan Indonesia dan Jepang dalam Lintasan Sejarah. 153 166 Artikel “Hizbullah zaman Jepang”, https://historia.id/politik/articles/hizbullah-zaman-jepang-6aqNN (Diakses pada tanggal 5 Desember 2019 pukul 15.00 WIB) 167 Amrin Imron , Di bawah pendudukan Jepang 1942-1945, Jakarta: PT.Ichtiar Baru, 2012. 54 168 Di sekolah-sekolah diadakan kurikulum khusus mata pelajaran khas Jepang. Pada masa tersebut diajarkan bahasa dan huruf Jepang, Katakana dan

89

militer Jepang berharap penggunaan Bahasa Nippon ini dapat menggantikan penggunaaan Bahasa Belanda dalam sehari-hari. Oleh karenanya pada masa itu dibuat kebijakan pelarangan penggunaan Bahasa Belanda di wilayah pendudukan. Menurut pemerintah militer Jepang, bahasa sangat memegang peranan penting dalam membentuk karakter masyarakat. Oleh sebab itulah pemerintah militer Jepang berusaha tetap menanamkan nilai-nilai ke-Jepang-an melalui bahasanya. Pengajaran Bahasa Nippon ini menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting bagi pemerintah militer Jepang. Karena dengan mengenal Bahasa Nippon, maka akan lebih mudah terjadinya pertukaran kebudayaan di lingkungan Asia Timur Raya serta menghapus hal-hal yang berkaitan dengan Eropa khususnya Belanda. Bahasa Nippon ini juga penting sebagai alat komunikasi antara pemerintah militer Jepang dengan rakyat di Pulau Jawa dalam lingkungan kemakmuran Asia Timur Raya. Pada awalnya, bahasa tersebut juga bisa dikatakan sebagai “Lingua Franca” Asia Timur Raya. Bahasa tersebut pun diajarkan bukan hanya di sekolah, tetapi juga dalam berbagai kesempatan lain namun dikarenakan masih banyak yang belum memahami Bahasa Nippon dengan lancar sehingga pemakaian bahasa Melayu atau Indonesia ikut dipercepat juga.169

Hiragana. Lihat Moehkardi, Mengulang Jejak Sepanjang Tiga Zaman:Sebuah Otobiografi, (Yogyakarta: Yayasan Medita, 2001). 92 169 Aiko Kurasawa, Masyarakat & Perang Asia Timur Raya: Sejarah dengan Foto yang Tak Terceritakan, (Depok: Komunitas Bambu, 2016). 64

90

Pengajaran Bahasa Nippon ini sudah disebarluaskan melalui berbagai macam media di Pulau Jawa. Pemerintah militer Jepang memberikan pengenalan dan pengajaran Bahasa Nippon pada setiap sekolah, tempat kursus, film, media cetak dan lain- lain. Tidak hanya itu, bahkan diajarkan juga lagu kebangsaan Jepang dan lagu-lagu berbahasa Jepang lainnya dalam upaya pengembangan Bahasa Nippon di Pulau Jawa. Bahkan di Jakarta pada 26 November 1944, Gunseikanbu melangsungkan perlombaan berpidato dalam Bahasa Nippon di antara pegawai-pegawai kantor pemerintah dan partikelir- partikelir di seluruh Djakarta Tokubetsu Shi.170 Bagi P.J.M. Gunseikan dalam pidato nasihatnya, Oentoek mentjapai tjita-tjita kita, ialah memegang tegoeh semangat melakoekan kemakmoeran bersama Asia Timur Raja dengan memakai semangat Nippon sebagai dasarnja. Dan djalan memiliki semangat Nippon ialah Bahasa Nippon171

Pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, dapat dilihat terdapat pengajaran Bahasa Nippon dalam setiap edisinya. Istilah yang dipakai bukan Bahasa Jepang dalam majalah tersebut melainkan Bahasa Nippon. Jadi pada masa pendudukan, sebutan seperti Japan, Jepun, atau Jepang yang berbeda di masing-masing

170 Djakarta Tokubetsu Shi ialah istilah untuk menyebut kota Jakarta pada masa pendudukan Jepang 171 “Bahasa Nippon Sjarat Penting Oentoek memiliki Semangat Nippon”, Asia Raya, 27 November 1944, Tahun ke III No.283

91

daerah di Pulau Jawa itu dilarang untuk dipakai. Oleh sebab itu sebagai gantinya memakai istilah Nippon atau Dai Nippon.172 Propaganda pengajaran Bahasa Nippon pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia diterterakan pada setiap halaman terakhir majalah, sebelum isi iklan. Pengajaran Bahasa Nippon dalam setiap majalah tidak terlalu banyak, hanya 1-2 lembar saja. Pengajar Bahasa Nippon yang dipakai dalam majalah ini ialah Prof. Masaichi Kurono yang disalin oleh B Rangkoeti.173 Prof. Masaichi Kurono ialah seorang ahli bahasa, yang mengetahui bagaimana cara yang baik untuk mengajarkan Bahasa Nippon kepada bangsa asing, rakyat di Pulau Jawa. Beliau sudah bertahun-tahun menjadi guru teristimewa di Tonan Asia Gakoein. Selain itu juga, beliau sudah pernah mendidik guru-guru Bahasa Nippon yang telah diutus ke daerah-daerah lingkungan kemakmuran Asia Timur Raya. Beliau juga salah seorang yang mendirikan Komisi Pendidikan Ilmu Bahasa Nippon dalam Majelis Pembangkit Pengajaran Bahasa Nippon, yang didirikan oleh Kementerian Pengajaran di Tokyo. Jadi jelas, beliau bukan hanya ahli dalam teori saja melainkan juga dalam dunia praktek.174 Pada materi pengajaran Bahasa Nippon dalam Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, ciri khas yang diajarkan ialah

172 Aiko Kurasawa, Masyarakat & Perang Asia Timur Raya: Sejarah dengan Foto yang Tak Terceritakan. 60 173 Anonim, “Kata Pengantar”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Februari 1944. 16 174 Anonim, “Kata Pengantar”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II 1 Februari 1944. 16

92

dasar-dasar dalam Bahasa Nippon. Sistem pengajaran yang dipakai sangat mendasar, pembaca diajarkan cara mengucapkan huruf dalam bahasa Nippon, kemudian dilanjutkan dengan tata bahasa yang jelas. 175 Bahasa Nippon memiliki tiga aksara, di antaranya aksara Kanji,176 aksara Hiragana,177 dan aksara Katakana178. Tetapi yang diajarkan melalui Madjallah Islam Soeara Meslimin Indonesia, lebih banyak memakai aksara Katakana. Aksara Katakana bisa dibilang aksara yang mudah untuk dasar bagi pemula dalam belajar Bahasa Jepang. Menurut fungsinya, Katakana biasa dipakai untuk kata-kata yang berasal dari bahasa asing, seperti nama toko, perusahaan, nama kota, nama negeri, dan nama-nama lain yang perlu ditonjolkan dalam sebuah kalimat.

D. Propaganda Pencegahan Mata-mata Pada masa peperangan, musuh sangat patut untuk diwaspadai. Musuh yang dimaksud ialah Amerika dan Inggris, disusul juga Belanda dan Australia karena keterlibatannya dalam membantu perang Asia Timur Raya. Pemerintah militer Jepang

175 Anonim, “Dasar Bahasa Nippon”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No. 1 Tahun 1 1 Desember 1943. 32 176 Aksara Kanji yaitu karakter tulisan yang dipinjam dari China. Di antara yang lain kanji terbilang lebih sulit penulisannya. https://googleweblight.com/i?u=https://japanesian.id/belajar-kanji/&hl=id-ID (Diakses pada 12 Agustus 2018 pukul : 21.00 WIB). 177 Aksara Hiragana digunakan untuk kata-kata asli bahasa Jepang. https://googleweblight.com/i?u=https://japanesian.id/belajar-kanji/&hl=id-ID (Diakses pada 12 Agustus 2018 pukul : 21.00 WIB). 178 Aksara Katakana biasanya dipakai untuk menyebut kata-kata serapan dan istilah asing. https://googleweblight.com/i?u=https://japanesian.id/belajar-kanji/&hl=id-ID (Diakses pada 12 Agustus 2018 pukul : 21.00 WIB).

93

berusaha mengajak umat Islam untuk mewaspai bahaya-bahaya serangan musuh ke wilayah Pulau jawa. Beratoes2 tahoen lamanja moesoeh kita, ialah Amerika Inggeris mengindjak2 benoea Asia. 1000 djoeta ra’jat di Benoea Asia dipaksa hidoep sebagai hamba di bawah penganiajaan mereka itoe. Di antara negeri-negeri Asia, hanjalah negeri Nippon sadja jang berkoeasa menolak penganiajaan Amerika Inggeris dengan tenaga sendiri. Keadaan demikian itoe berdjalan sampai kepada waktoe sebeloem petjah peperangan Asia Timoer Raja dan oleh karena Amerika Inggeris tidak hendak membatalkan maksoednja jang jahat itoe, petjahlah peperangan Asia Timoer Raja, sementara bangsa Belanda dan Australia ikoet serta di fihak Amerika Inggeris. Negeri Nippon terpaksa melakoekan peperangan ini oentoek mempertahankan pendirian negeri sendiri pada choesoesnja dan oentoek memerdekakan negeri2 bangsa Asia dalam lingkoengan Asia Timur Raja oemoemnja. Maka ternjatalah bahwa maksoed peperangan Nippon adalah soetji.179

Pada masa pemerintahan militer Jepang, pencegahan mata- mata dipropagandakan dengan slogan dalam iklan “Awas mata- mata musuh”. Slogan tersebut sering dilihat dan didengar masyarakat di Pulau Jawa. Hal ini memang sengaja disebarluaskan kepada masyarakat Jawa sebagai bentuk kepentingan pemerintah militer Jepang dalam mengamankan wilayah pendudukannya dari sekutu. 180 Pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, iklan- iklan produk ditampilkan di bagian akhir dari majalah tersebut. Salah satunya, produk kacamata dari Asia Katja Mata. Pada

179 Hoodohan, “Pembentoekan Kemakmoeran A.T.R” , Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun 1 1 Desember 1943. 12 180 P.K Ojong, Perang Pasifik, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001). 93

94

gambar iklan tersebut tertulis jelas “Awas mata-mata Moesoeh!”. Di samping itu ada dua gambar yang menunjukkan dua orang dari negara yang berbeda. Satu orang Indonesia dengan ciri khasnya memakai jas dan peci. Satu yang lain memakai seperti jas dan topi dengan ekspresi mengintip.181 Memaknai maksud iklan yang ada dalam majalah tersebut selain daripada mempromosikan kaca mata, iklan tersebut menyampaikan pesan propaganda untuk masyarakat muslim di Pulau Jawa dalam upaya pencegahan mata-mata agar lebih berhati-hati terhadap musuh, yakni Inggris dan Amerika. Propaganda “Awas mata-mata musuh” sebenarnya juga sering disebarluaskan melalui berbagai cara lain. Seperti halnya pada syair-syair yang diajarkan di sekolah-sekolah. Murid-murid didoktrinasi untuk membenci Inggris dan Amerika, berikut syairnya :182 Awaslah Inggris dan Amerika Musuh Seluruh Asia Yang mau memperbudakkan kita Dengan semau-maunya Hancurkanlah, musuh kita Itulah Inggris Amerika !

181 Lihat lampiran Iklan “Awas mata-mata Moesoeh!” pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.4 Tahun II 15 Febrari 1944 .18 182 Moehkardi, Mengulang Jejak Sepanjang Tiga Jaman: Sebuah Otobiografi. 96

BAB VI

PENUTUP A. Kesimpulan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia merupakan majalah yang diterbitkan oleh Masyumi pada 1943-1945. Masyumi dan majalahnya, satu-satunya organisasi dan pers Islam yang diresmikan pada masa pendudukan Jepang di Pulau Jawa, selain daripada itu tidak diizinkan. Masyumi pada masanya bersedia untuk mengambil jalan diplomasi dengan pemerintah militer Jepang. Hal ini bisa terlihat dari tujuan Masyumi, singkatnya ialah “memperkuat kesatuan semua organisasi Islam” dan “membantu pemerintah militer Jepang dalam kepentingan Asia Timur Raya”. Dengan tujuan tersebut, salah satu bentuk usaha Masyumi ialah dengan menerbitkan Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia. Madjallah ini dijadikan Masyumi sebagai wadah Masyumi untuk menyuarakan wacana pro kepentingan pemerintah militer Jepang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan Perang Asia Timur Raya. Adapun Propaganda hasil bumi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan logistik para prajurit perang Asia Timur Raya, propaganda semangat keprajuritan untuk mengajak umat Islam bersama-sama membantu tentara Jepang, dan Bahasa Nippon dipropagandakan demi menanamkan nilai-nilai ke-Jepang-an dan memperkuat kebudayaan Jepang. Terakhir, propaganda pencegahan mata-mata dengan slogan ‘awas mata-mata musuh’ dipropagadakan demi menjaga keamanan agar masyarakat di

95

96

Pulau Jawa lebih berhati-hati terhadap musuh yakni Inggris dan Amerika, begitupun dengan Belanda dan Australia. Namun pada kenyataannya, propaganda yang dilakukan Masyumi untuk kepentingan pemerintah militer Jepang bukan berarti Masyumi sebagai boneka Jepang, melainkan sebagai bentuk diplomasi Masyumi terhadap pemerintah militer Jepang. B. Saran Dari penelitian ini penulis menyadari masih banyak kekurangan mengingat keterbatasan sumber yang memumpuni terkait dengan sejarah pers Islam dan peristiwa masa pendudukan pemerintah militer Jepang tahun 1942-1945. Oleh sebab itu, kritik, masukan dan saran sangat berharga bagi penulis. Semoga akan banyak penelitian tentang pers Islam dan peristiwa-peristiwa menarik masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945. Dalam hal ini penulis berharap akan ada penelitian lebih lanjut terkait hubungan politik Islam dan pemerintahan militer Jepang khususnya Masyumi sebelum menjadi partai, yang akan dijadikan topik penelitian selanjutnya untuk memperkaya sumber kesejarahan di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA Sumber Majalah atau Koran Asia Raya 1942-1945 Djawa Baroe 1942-1945 Kan Po 1942-1945 Soeara MIAI 1942-1943 Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia 1943-1945 Sumber buku

Abdullah, Taufik, ed. Hubungan Indonesia dan Jepang dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Kemendikbud, 2018.

Abdullah, Taufik, ed. Indonesia dalam Arus Sejarah : Perang dan Revolusi Jilid VI. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2011.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Arpan, Floyd G. Wartawan Pembina Masyarakat. Bandung: Binatjipta, 1970.

Benda, Harry J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Idonesia pada Masa Pendudukan Jepang (terj). Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1980.

Bernays, Edward L. Propaganda. New York: Horace Liveright, 1928.

Effendy, Onong Unchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001.

Elson, Robert E. Idea Of Indonesia: A History. New York: Cambridge University Press, 2008.

97

98

Falah, Miftahul. Peranan K.H. Ruhyat dalam Perjuangan Bangsa (1911-1977). Bandung: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia, 2010.

------. Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi. Sukabumi: MSI cabang Jawa Barat, 2009.

Goto, Ken’ichi. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press, 1983.

Haidar, M Ali. Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Hardjowirogo, Marbangun. Kebebasan Penerangan: Landasan Operasi Media Massa. Jakarta: Djambatan, 1984.

Imron, Amrin. Di bawah pendudukan Jepang 1942-1945. Jakarta: PT.Ichtiar Baru, 2012.

Irsan, Abdul. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia. Jakarta: Grafindo, 2007.

Kahin, George McTurnan. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu, 2013.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.

Kurasawa, Aiko. Kuasa Jepang di Jawa: perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu, 2015.

------. Masyarakat & Perang Asia Timur Raya : Sejarah dengan foto yang tak terceritakan. Depok: Komunitas Bambu, 2016.

------. Mobilisasi dan Kontrol : Studi tentang

99

Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: Grasindo, 1993.

Kutoyo, Sutrisno. Kyai Haji Ahmad Dahlan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1982/1983.

Lebra, Joyce C. Tentara Gemblengan Jepang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988.

Legge, John D. Sukarno:Biografi Politik. Jakarta: Sinar Harapan, 2001.

Lestariningsih, Amurwani Dwi, dkk. Seri Pengenalan tokoh: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: Direktorat Nilai Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Pendidikan dan Pariwisata, 2010.

Madjid, M. Dien dan Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta: Kencana, 2014.

Madinier, Remy. Partai Masjumi: Antara Godaan Demokrasi dan Islam Integral. Jakarta: MIZAN, 2013.

MD, Sagimun. Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Fasisme Jepang. Jakarta: Inti Idayu Press, 1985.

Moehkardi. Mengulang Jejak Sepanjang Tiga Zaman: Sebuah Otobiografi. Yogyakarta: Yayasan Medita, 2001.

N, Soebagijo I. Sejarah Pers Indonesia. Jakarta: Dewan Pers, 1977.

Noer, Deliar. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Grafiti Press, 1987.

Notosusanto, Nugroho. The PETA Army During The Japanase Occupation of Indonesia. Tokyo: Waseda University Press, 1979.

100

Nurudin. Komunikasi Propaganda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.

Ojong, P.K. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.

Oktorino, Nino. Di bawah Matahari terbit: Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia 1941-1945. Jakarta: Elex Media Komputido. 2016.

Pendit, Putu Laxman Sanjaya. Empat Teori Pers. Jakarta: PT Intermassa, 1986.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007.

Smith, Edward C. Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafiti Press, 1983.

Sulasman. Metodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode, dan Contoh Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Surjomihardjo, Abdurrachman. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah. Bandung: PT Salamadani Pustaka Semestra, 2010.

------. Wacana Pergerakan Islam Indonesia. Bandung: Mizan, 1998.

101

Taufik, I. Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. Jakarta: PT. Triyinco, 1977.

Thaba, Abdul Azis. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Zuhri, Saifudin. Guruku orang-orang dari Pesantren. Yoyakarta: LKIS, 2001.

Sumber Jurnal/Tesis/Disertasi/Skripsi

Fitriya, Isna. “Gerakan Menabung dan Media Propaganda pada Masa Pendudukan Jepang di Jawa 1942-1945”. Skripsi. Depok: FIB. Universitas Indonesia, 2014.

Formichi, Chiara. “Islam and The making of Nation: Kartosuwiryo and Political Islam in 20th Century Indonesia”. Brill (2012).

Indrayani, Yayuk. “Propaganda Jepang dalam Majalah Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1944-1945”, AVATARA, Vol.4, No.2 (2016). pp. 254-268

Kurasawa, Aiko. “Propaganda Media on Java Under Japanase 1942-1945”, Indonesia, No.44 (1987). pp. 59-116.

Nakamura, Mitsuo. “General Immamura and the Early Periode of Japanase Occupation”. Indonesia. No.10. (1970). pp. 1- 26.

Sumber Website http://www.archive.org/details/EdwardLBernays-Propaganda (diakses tanggal 6 Mei 2018 pukul 20.00 WIB). http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-159-det-kh-mas- mansyur.html (diakses pada tanggal 11 Desember 2018 pukul 15.00 WIB)

102

https://googleweblight.com/i?u=https://japanesian.id/belajar- kanji/&hl=id-ID (diakses pada 12 Agustus 2018 pukul : 21.00 WIB). https://historia.id/politik/articles/hizullah-zaman-jepang-6aqNN (diakses pada tanggal 5 Desember 2018 pukul 15.00 WIB) https://serbasejarah.wordpress.com/2009/08/30/kebijakan-politik- islam-jepang/ (diakses 8 Agustus 2018 pukul 11.00 WIB) https://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-majalah.html?m=1 (diakses tanggal 3 Desember 2018 pukul 15.00 WIB) https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-k-h-mas-mansur/ (diakses pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 15.00 WIB)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

103

104

GAMBAR 1

Stempel pada Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia

Sumber : Semua edisi Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia 1943- 1945

105

GAMBAR 2 Aktivitas Pertanian di Jawa

Sumber : Aiko Kurasawa. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu, 2015. Hal.7

Sumber : Aiko Kurasawa. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu, 2015. Hal.12l

106

Sumber : Aiko Kurasawa. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu, 2015. Hal. 27

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No.1 Tahun II, 1 Januari 1944. Hal.3

107

GAMBAR 3 Gedung MIAI

Sumber : Soeara MIAI, No.1 Tahun I, 8 Desember 1942. Hal.13

108

GAMBAR 4 Uang militer Jepang di Jawa

F 10 Warna Dasar : Kuning Ket : Garis bersilang tidak ada Warna gambar : Coklat Ukuran : 160 mm x 77 mm

F 5 Warna Dasar : Hijau Muda Ket : Garis bersilang tidak ada Warna Gambar : Hitam Ukuran : 150 mm x 72 mm

F 1 Warna Dasar : Hijau Tua Ket : Garis bersilang tidak ada Warna Gambar : Biru Tua Ukuran :140 mm x 67 mm

Sumber : Kan Po, No.58 Tahun III, 1 Januari 1945. Hal 6-9

109

GAMBAR 5 Contoh Cover Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun II, 1 Januari 1944.

110

GAMBAR 6 Contoh Iklan Pencegahan Mata-mata Musuh dalam

Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia

Sumber : “Awas mata-mata Moesoeh!”, Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.4 Tahun II, 15 Februari 1944. Hal.18

111

LAMPIRAN 1 Anggaran Dasar dan Struktur Pengurus Masyumi

112

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I, 1 Desember 1943. Hal.17

113

LAMPIRAN 2

OSAMU SEIREI NO. 6 tentang mengawasi penerbitan dsb.

Sumber : Kan Po, No.36-2604 Tahun III, Februari 1944. Hal. 6

114

LAMPIRAN 3 UNDANG_UNDANG NO.16 tentang Pengawasan Badan-badan Pengumuman dan Penerangan dan Penilikan Pengumuman dan Penerangan

Sumber : Kan Po, No. Istimewa Tahun II, Maret 1943. Hal. 16

115

LAMPIRAN 4

Kumpulan Artikel-artikel Propaganda di Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia No. Judul Artikel Keterangan 1 Menjamboet terbitnja 1 Desember 1943, No.1 madjallah dari Masjoemi Tahun I. Hal.1 oleh : Gunseikan

2 Samboetan atas berdirinja 1 Desember 1943, No.1 Madjlis soero moeslimin Tahun I. Hal.2 ndonesia (Masjoemi) Oleh : Shuumubtyo

3 Menjamboet Beban 1 Desember 1943, No.1 oleh : KH Mas Mansoer Tahun I. Hal.3

4 Pembentoekan 1 Desember 1943, No.1 Kemakmoeran A.T.R Tahun I. Hal.12

5 Keterangan Pemerintah 1 Desember 1943, No.1 tentang Pendirian Majoemi Tahun I. Hal.14

6 Mendjelaskan kedoedoekan 1 Desember 1943, No.1 Masjoemi Tahun I. Hal.15 Oleh : KH Mas Mansoer

7 Mendjalankan kewadjiban 1 Desember 1943, No.1 Tahun I. Hal.16

8 Anggaran dasar dan 1 Desember 1943, NO.1 pengoeroes Madjlis Sjoero Tahun I. Hal 17-18

116

Moeslimin Indonesia

9 Darah Ksatria 1 Desember 1943, No.1 Oleh : H.M. Amir Hasan Tahun I. Hal.26-27

10 Berita Masjoemi 1 Januari 1944, No.1 Tahun II.

11 Angkatlah Tjangkoelmoe 1 Januari 1944, No.1 Tahun Oleh K.H Mas Mansoer II. Hal.1

12 Kepentingan Bersama 1 Januari 1944, No.1 Tahun oleh H.M Moechtar II. Hal.3

Memperbanjak Hasil Boemi 1 Januari 1944, No.1 Tahun 13 Oleh : Pimpinan Masyumi II. Hal. 4-5 dan Syuumubu

14 Andjoeran dan Nasehat bagi 1 Januari 1944, No.1 Tahun Anggauta2 barisan II. Hal.6 memperbanjak hasil boemi dan kepada oemoem jg bersangkoetan oleh K.H A Moe’thi

15 Beroesaha memperbanjak 1 Januari 1944, No.1 Tahun hasil boemi II. Hal.7 oleh : Ki Dar

117

16 Pengetahoean Oemoem 1 Januari 1944, No.1 Tahun tentang bertjotjok tanam (I) II, Hal.12

17 Keoetamaan bertjotjok 15 Januari 1944, No.2 tanam dan bertani Tahun II. Hal. 4 oleh : K.H Hasyim Asj’arie

18 Mengerahkan tenaga 15 Januari 1944, No.2 Moeslimin Tahun II. Hal. 9 Oleh : S.Wirohardjono

19 Pengetahoean Oemoem 15 Januari 1944, No.2 tentang bertjotjok tanam II Tahun II, Hal. 12-13 (Penoetoep)

20 Berani Mati 1 Februari 1944, No.3 oleh : Abd Moekti Tahun II. Hal. 7

21 Soesoenan baroe dari pada 1 Februari 1944, No.3 Masjoemi Tahun II. Hal.11

22 Dasar Bahasa Nippon 1 Februari 1944, No.3 Oemoem Tahun II, Hal. 16 oleh Prof. Masaichi Kurono disalin oleh B. Rangkoeti

23 Habis Gelap terbitlah terang 15 Februari 1944, No.4 oleh : H.M. Moechtar Tahun II. Hal.5

118

24 Semangat Keperdjoeritan! 15 Februari 1944, No.4 Oleh : R Kasman Tahun II. Hal.7-8 Singodimedjo

25 Keoentoengan dan 1 Maret 1944, No.5 Tahun kewadjiban penting II. Hal. 9-10 oleh : S.Wirohardjono

26 Islam dan Kepradjoeritan 15 Maret 1944, No.6 Tahun Oleh : R Kasman II, Hal. 3-4 Singodimedjo

27 Pendjelasan pihak jang 1 April 1944, No.7 Tahun berwadjib tentang II, 1944. Hal.2 pembentoekan tentera pembela tanah air jang kedoea (I)

28 Pendjelasn pihak jang 15 April 1944, No.8 Tahun berwajib : Tentang II. Hal.2-3 Pembentoekan tentera Pembela tanah air jang kedoea (II)

29 Berita Pemerintah : 15 Mei 1944, No.10 Tahun Memperloeas sawah, II. Hal.1 keboen, dan memperbaiki pengairan

30 Awas mata-mata musuh 15 Februari 1944, No.4 Tahun II. Hal.18

119

Artikel ‘Memperbanyak Hasil Bumi’

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun I, 1 Januari 1944. Hal. 4

120

Artikel ‘Pengetahuan Umum bercocok tanam (I)’

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun II, 1 Januari 1944. Hal. 12

121

Artikel ‘Pengetahuan Umum bercocok tanam (II)’

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun II, 15 Januari 1944. Hal. 12

122

Artikel ‘Keutamaan Bercocok Tanam dan Bertani’

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.2 Tahun II, 15 Januari 1944. Hal.4

123

Artikel ‘Berusaha Memperbanyak Hasil Bumi’

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.1 Tahun II, 1 Januari 1944. Hal.7

124

Artikel “Semangat Keprajuritan”

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.4 Tahun II, 5 Februari 1944. Hal.7

125

Artikel “Islam dan Keprajuritan”

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.6 Tahun II, 15 Maret 1944. Hal.3

126

Artikel ‘Dasar Bahasa Nippon’

127

Sumber : Madjallah Islam Soeara Moeslimin Indonesia, No.3 Tahun II, 1 Februari 1944 Hal. 16