37 Keser bojong: Idealisasi Pencitraan Karya Gugum Gumbira

Edi Mulyana dan Lalan Ramlan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung Jalan Buah Batu No. 212 Bandung

ABSTRACT

Gugum Gumbira’s Jaipongan as a dance genre has been more than ten repertoires, among oth- ers, are: Keser Bojong, Rendeng Bojong, Toka-Toka, Iring-Iring Daun Puring, Setra Sari, Senggot, Sonteng, Ringkang Gumiwang, Pencug Bojong, Rawayan, Kawung Anten, etc. However, among those works, Gugum Gumbira states his Keser Bojong’s dance repertoire as having the most ideal image. The question is, what aspects build that ideal image? Clearly, this is related to various value dimensions attributed to that dance repertoire. To discuss this issue, the writers use Richard E. Palmer’s Hermeneutics as interpretation system to reveal the “hidden” meaning beyond the texts (1969: 16-31). The scope of discussion covers dimension of concept and dance construction as well as other artistic devices.

Keywords: Jaipongan, Keser Bojong, Image, Gugum Gumbira.

Pendahuluan

Jaipongan yang diciptakan oleh Gu- gus memberikan identitas jati diri yang gum Gumbira merupakan hasil upaya baru setelah dua generasi pendahulunya, kreatif yang dilandasi oleh pemahaman- yaitu; genre tari Keurseus yang diciptakan nya terhadap berbagai tatanan nilai ke- oleh Rd. Sambas Wirakusumah dan genre arifan lokal tradisi masyarakat Sunda, tari ‘Kreasi Baru’ yang diciptakan oleh dan dengan mencoba mengadaptasi atau R. Tjetje Somantri. Maka dari itu penting memanfaatkan seni impor Barat. Hasilnya untuk segera dieksplanasi, aspek apa saja sudah barang tentu memiliki tatanan ni- yang telah membangun sebuah konstruksi lai estetika tari yang khas miliknya, bah- tari yang sedemikian bernilai dan bermar- kan telah menjadi identitas baru bagi ma- tabat. syarakat Sunda saat ini. Itu berarti bahwa Mencermati kemunculan dan perkem- melalui Jaipongan, Gugum Gumbira telah bangan Jaipongan yang begitu populer di mampu membangun dinamika kehidup- lingkungan kehidupan masyarakat Sunda an seni pertunjukan tari Sunda, sekali- pada khususnya, bahkan hingga sekarang Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 38 sudah menjadi milik masyarakat Indo- Jugala Record, yang memproduksi berbagai nesia, jelas menyiratkan berbagai aspek kaset Jaipongan, Cianjuran, Kiliningan, dan penting yang terkandung di dalamnya, sebagainya. meliputi; ide/gagasan, nilai filosofis, histo- Berdasarkan uraian tersebut terlihat ris, estetika tari, musik, tata busana mau- jelas, bahwa Gugum Gumbira merupakan pun artistik lainnya. figur sentral dalam pewacanaan Jaipongan. Kehadiran Jaipongan dalam perkem- Namun demikian pertanyaan yang tetap bangan tari Sunda sebenarnya bukan menarik untuk dijelaskan di sini adalah hanya karya Gugum Gumbira saja, kare- mengapa Keser bojong memiliki tempat na ada pula beberapa repertoar tari yang khusus dalam pencitraan ideal di antara dibuat oleh beberapa seniman kreatif lain- repertoar tari Jaipongan lainnya. Ada be- nya, seperti misalnya; Asep Safa’at pendiri berapa alasan yang penting dipertimbang- Grup ‘Sari Panggugah’ dengan karyanya kan dalam topik pewacanaan ini, yaitu: yang cukup populer di masyarakat, yai- Pertama, bahwa Gugum Gumbira adalah tu; tari Adu manis. Begitu pula Tati Saleh seniman tari yang pertama atau meng- pendiri Tati Saleh Grup, dengan karyanya awali penciptaan tari Jaipongan. Kedua, yang sempat populer yaitu Lindeuk Japati. bahwa Keser bojong adalah karya perdana Adapun Gugum Gumbira sebagai pendiri Gugum Gumbira dari genre tari Jaipongan. Padepokan Jugala, hampir semua karya Ketiga, bahwa repertoar tari Keser bojong yang diciptakannya langsung populer di ini di Padepokan Jugala milik Gugum masyarakat, seperti misalnya; Keser bojong, Gumbira ditempatkan sebagai materi ba- Rendeng bojong, Toka-Toka, Iring-iring Daun sic dalam proses pelatihan, penguasaan, Puring, Setra Sari, Senggot, Sonteng, Ring- dan sekaligus pencitraan Jaipongan. Basic kang Gumiwang, Pencug Bojong, Rawayan, dimaksudkan bukan pola dasar, tetapi Kawung Anten, dan sebagainya. merupakan repertoar tari yang akan mem- Hal itu dimungkinkan karena ia ber- bekali para siswa calon penari terhadap hasil mencetak penari-penari handal yang penguasaan berbagai aspek teknik dan es- jumlahnya luar biasa banyak, misalnya; tetika tari Jaipongan nya itu sendiri. Angkatan pertama, Dedi, Dasep, Pepen, Mencermati keterangan tersebut, Tati Saleh, Eli Somali, dan Yeti Mamat. maka tulisan ini difokuskan pada dua hal Angkatan kedua; Aca, Tandi, Asep, Cepi, penting yang menjadi pembahasan, yaitu Agah, Aa, Nani, Mira, Nina, dan seba- pada; dimensi konsep dan dimensi kon- gainya. Angkatan ketiga; Awan, Atang, struksi tari dengan berbagai aspek artistik Dodi, Boy, Nanang, Ria, Nuni, Ega dan se- yang melengkapinya. Untuk kepentingan bagainya. Rata-rata mereka juga aktif se- tersebut, maka pembahasan dalam tulisan bagai pelatih di berbagai sanggar tari yang ini digunakan pendekatan metodologi didirikan oleh Padepokan Jugala yang ber- transformasi nilai. Dengan demikian di- lokasi hampir di seluruh Jawa Barat dan harapkan, pada sisi konsep mendapatkan Jakarta. Maka bisa dibayangkan, semarak- sebuah eksplanasi mengenai gambaran nya kehadiran Jaipongan sangat didomina- berbagai nilai, seperti; ide, filosofis, latar si oleh karya-karya yang diproduksi oleh sejarah, kehidupan sosial-budaya, dan Padepokan Jugala di bawah Pimpinan Gu- sebagainya. Adapun pada sisi konstruksi gum Gumbira. Bahkan juga diperkuat oleh tari, mendapatkan sebuah eksplanasi me- Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 39 ngenai berbagai nilai kinestetika tari, se- Ia belajar aliran Cikalong dan Cimande dari perti; struktur koreografi, struktur musik Bah Saleh, Ki Bacih, dan Ki Sanhudi. Pro- iringan tari, tata rias dan busana tari, dan ses pembelajaran yang diterimanya tidak sebagainya. saja sebatas fisik, tetapi sampai pada un- sur-unsur di luar fisik, (dalam dunia per- silatan sering disebut ‘kebatinan’). Selain Dimensi Konsep dan Konstruksi Tari ayahnya sendiri, Ki Bacih dan Ki Sanhudi Jaipongan inilah yang banyak mewarnai prinsip ber- Mengenal Sosok Gugum Gumbira keseniannya. Bahkan pendalamannya ter- hadap Penca/maenpo, menggiring Gugum Membahas Jaipongan tak lepas dari pada penemuan bagian padungdung ken- nama Gugum Gumbira, karena Ia yang dor yang menjadi landasan inspiratif mun- menciptakannya. Sejalan dengan hal itu, culnya kebebasan atau fleksibilitas irama R.M. Soedarsono mengatakan dalam bu- dalam Jaipongan, sehingga membuka ru- kunya berjudul Seni Pertunjukan Indonesia ang atau peluang bagi penari untuk bebas di Era Globalisasi, bahwa kehadiran Jaipong- bergerak menampilkan jurus-jurus dengan an di arena tari di Jawa Barat tak bisa di- irama tidak terikat. pisahkan dari penciptanya, yaitu Gugum Petualangannya dalam proses berke- Gumbira (....:...). Bahkan Euis Komariah, senian terjadi terutama pada masa setelah istri Gugum Gumbira yang dinikahinya berkeluarga, Ia mempelajari berbagai je- pada tanggal 18 April 1968, dan dari perni- nis kesenian seperti: Ketuk Tilu dari Ki kahannya tersebut dikaruniai empat orang Sanhudi, Ibu Jubaedah, dan Bapak Akil. anak, menegaskan, bahwa “Jaipongan yang Secara koreografis, tarian pada kesenian dikenal dewasa ini merupakan hasil jerih Ketuk Tilu masih menggunakan struktur payahnya, bukan saja secara moral tetapi koreografi yang terdiri dari ragam gerak material pun ia korbankan untuk mencip- bukaan, pencugan, nibakeun, dan beberapa takan Jaipongan” (wawancara: Euis Koma- gerak mincig. Keberadaannya seperti itu riah, Bandung, 21 Januari 2009). memberikan inspirasi terhadapnya dalam Gugum Gumbira yang dilahirkan di persoalan struktur tarian, oleh karenanya Bandung pada tanggal, 4 April 1945 dari kesenian tradisional Ketuk Tilu pada gilir- seorang ayah bernama H. Suhari Miharta annya menjadi dasar struktur koreografi dan ibunya bernama Hj. Oyoh, merupakan penciptaan tari Jaipongan. anak pertama dari lima bersaudara, yaitu: Selanjutnya adalah kesenian Topeng Gugus Gusnadi, Gagar Garwati, Dedi Banjet, Ia pelajari dari Bapak Epeng, Ali Kusnadi, dan Gagan Suhanda. Pekerjaan Saban, dan Bah Pendul. Khususnya dalam ayahnya waktu itu adalah juru tulis di penampilan penari perempuan, pada u- kantor Kelurahan Bojong Loa, Kecamatan mumnya menggunakan ragam hias yang Kopo, Kotamadya Bandung, dan juga se- cukup menarik mulai dari bagian rambut bagai guru Penca di daerah tersebut. menggunakan hiasan kembang, busana- Dalam meniti karir berkeseniannya, nya menggunakan kabaya yang dihiasi Gugum memulainya dengan belajar ber- dengan Toka-Toka atau tola, kewer, dan ba- bagai jurus penca dari berbagai ‘aliran’, gian bawahnya menggunakan sinjang. Di seperti; Cikalong, Cimande, dan Sabandar. sisi lain, kesenian ini diiringi oleh seper- Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 40 angkat waditra Ketuk Tilu, namun ada pula aktif dalam peristiwa Bajidoran), yakni me- yang menggunakan lengkap ber- minta lagu, menari, dan memberi uang laras salendro. Adapun gerak tarinya yang jaban (saweran; memberikan uang kepada cenderung erotis, (terkenal dengan istilah sinden atau pangrawit). eplok cendol atau ‘goyang Karawang’ yang Ketertarikan Gugum pada kesenian disajikan oleh kembang topeng atau penari ini, karena terdapatnya kesamaan bentuk primadona), memberikan penebalan ter- sajian dengan beberapa jenis kesenian hadap munculnya nuansa erotis dalam yang telah dipelajari sebelumnya, teru- Jaipongan. Bahkan Gugum menegaskan, tama pada; Ketuk Tilu, Penca, dan Topeng bahwa “...dalam mempelajari gerak-gerak Banjet, kaya akan variasi gerak yang di- Penca, Ketuk Tilu, dan Topeng Banjet dilaku- tarikan secara spontan, improvisasi, dan kan sampai hatam” (wawancara: Gugum unik, baik yang ditarikan oleh para pesin- Gumbira, di Bandung, 24 Juni 2008). den maupun para bajidor. Untuk mengeta- Pada bagian akhir proses pembelajar- hui lebih dekat dengan kesenian tersebut, annya, ada tradisi menjelang hataman yang Ia memutuskan ikut ngabajidor. Gugum disebut dengan upacara tawajuh. Upacara mulai berkenalan dengan beberapa tokoh ini dimaksudkan sebagai sarana penolak bajidor yang ada di daerah Karawang, se- bala, sekaligus pengakuan atau penanda perti; Atut, Askin, Dimyati dan dari Su- lahirnya seniman atau dalang penerus. bang, seperti; Lurah Hilman, Upas Omo, Upacara tawajuh ini dilakukan dengan cara Lurah Joni, serta beberapa tokoh bajidor ‘mandi kembang’, bakar kemenyan yang lainnya. Bahkan secara khusus Ia memberi dilengkapi sasajen dan rurujakan. Ketika itu catatan, bahwa dalam peristiwa Bajidoran Gugum dimandikan dengan air kembang tersebut Ia selalu memberikan beberapa yang diwadahi oleh goong keramat, de- krat (kotak) minuman bir (minuman yang ngan harapan bahwa kelak namanya akan beralkohol rendah) untuk para bajidor, se- bergema seperti suara goong (wawancara: lain itu juga banyak mengeluarkan uang Askin, seniman, di Karawang, 10 Maret untuk jaban (wawancara: Gugum Gumbi- 2006). Mitos semacam ini dalam kehidup- ra, di Bandung, 24 Juni 2008). an orang Sunda disebut uga, yaitu suatu Sejak itulah Ia menemukan beberapa pernyataan dari seseorang yang mempu- seniman potensial yang memiliki keahli- nyai kepandaian khusus yang dapat me- an khusus, seperti; Suwanda dan Dali nerawang kejadian atau peristiwa yang sebagai penabuh kendang, Nandang Bar- akan datang termasuk nasib seseorang maya, Tosim Muhtar, dan Meman Sulae- (R.H. Hasan Mustapa, 1996: 262). man sebagai penabuh gamelan, Samin Setelah berguru kepada beberapa to- Batu dengan suara khasnya sebagai alok , koh Topeng Banjet, giliran berikutnya yang Idjah Hadidjah, Umay Mutiara, dan Nyai dipelajarinya adalah seni Kliningan Ba- Sumiati dengan suara emasnya sebagai jidoran. Daerah Pantai Utara Jawa Barat, sinden, serta Atut, Askin, dan Upas Omo khususnya Karawang dan Subang, memi- dengan ibing khas Bajidorannya. Mereka i- liki banyak grup kesenian Kliningan Baji- tulah yang pada gilirannya diikutsertakan doran yang dalam pertunjukannya selalu dalam proses berkesenian selanjutnya. Di melibatkan kelompok bajidor (menunjuk samping itu, Ia juga menemukan pola- kepada para pelaku yang berperan secara pola tepak kendang serta berbagai ragam Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 41 gerak, seperti; bukaan, pencugan, nibakeun, minkan karakteristik kaum perempuan dan motif-motif tepak dan gerak mincig. Sunda yang cantik, menarik, ramah, ang- Lebih lanjut pola-pola tersebut menjadi gun, kuat, gesit, dan memiliki daya tarik kerangka dasar Jaipongan yang selanjutnya atau aura keanggunan yang menawan. menjadi kerangka garap Jaipongan. Gugum Gumbira sangat terpesona oleh sosok perempuan Sunda, maka eksploita- si karakteristik perempuan Sunda sangat Dimensi Konsep Penciptaan Tari tercermin dalam karya tari Jaipongan yang Jaipongan diciptakannya. Persoalan ini mengingat- Sebagai seorang maestro Jaipong, Gu- kan penulis terhadap kisah-kisah yang gum Gumbira memiliki pandangan yang ada dalam mitologi pantun, wawacan, dan sederhana saja tentang dunia tari atau me- sejarah ketokohan perempuan Sunda di nari, Ia mengatakan: “ngigel mah moal jauh masa lalu, seperti misalnya; Sunan Ambu, ti dua suku jeung dua leungeun, paeh hiji-hi- Dayang Sumbi, Dewi Asri, Kawung An- rup hiji” (Wawancara: Gugum Gumbira, di ten, Nyi Mas Gandasari, dan sebagainya. Bandung, 24 Juni 2008). Kalimat ini sangat Beranjak dari itu, Gugum berupaya menekankan pada ketidakstabilan posisi untuk menggali lebih dalam tentang po- tubuh, dalam arti posisi tubuh harus se- tensi seni, termasuk ruh kasundaannya. lalu dalam keadaan ‘hidup’ (plastis; tidak Untuk itu, dalam proses kerja kreatifnya Ia statis). Ini berarti, bahwa dalam menari melakukan penghayatan terhadap tatanan kita tidak akan jauh dari dua kaki dan dua kearifan tradisi, bergaul secara erat, berdi- tangan dari tubuh ini sebagai media yang alog, dan saling memberi dengan para se- akan diekploitasi kekuatan tubuh dalam niman di lingkungan kehidupannya yang proses eksplorasi gerak untuk menemu- menjadi pelaku dan pemilik kebudayaan. kan berbagai alternatif gerak yang di- Penting untuk dipahami, karena ada pe- inginkan. Untuk kepentingan itu, terutama negasan bahwa nilai-nilai lama dalam bagian kaki harus dalam keadaan asime- suatu masyarakat sebenarnya terus hidup tris. Maksud dari asimetris atau ‘paeh hiji di tengah-tengah perubahan nilai-nilai hirup hiji’ adalah difokuskan pada posisi lainnya. Sebagaimana keberadaan figur kaki dalam keadaan pasang/kuda-kuda atau perempuan dalam pandangan semesta adeg-adeg, kaki yang satu bersifat menahan masyarakat Sunda lama yang menduduki atau menjadi tumpuan berat tubuh (paeh) posisi bermartabat dan dimuliakan. Meski- dan yang satu lainnya bersifat hidup atau pun tidak sampai menduduki tempat ter- siap bergerak bebas dengan berbagai ke- penting dalam ruang publik (matriarkat), mungkinan; motif gerak, arah gerak, dan/ namun kedudukan perempuan amat ter- atau tempo dengan intensitas gerak yang hormat dalam ruang domestik, dan lebih- berbeda. lebih ruang batin manusia Sunda (Jakob Kalimat singkat tadi, apabila dicer- Sumardjo, 2003: 99) mati secara mendalam lebih merupakan ‘Ruh’ perempuan itu tampak seka- sebuah ungkapan filosofis yang bermakna li dalam usikna gerak Jaipongan, karena dalam. Penekanan pada kekuatan nilai es- usik merupakan sikap dan perilaku yang tetika tari yang dinamis dengan intensitas sarat nilai etik. ‘Ruh’ perempuan itu tam- pergerakan yang tinggi, sangat mencer- pak dalam dedeg pangadegna, karena de- Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 42 deg pangadeg itu merupakan kiprah/laku liki kedudukan dan peran cukup penting. dalam bentuk sikap dan rangkaian ko- Bahkan kadang kala terkesan bahwa kedu- reografi. Ruh perempuan itu juga tampak dukan perempuan itu demikian penting, dalam paromanna, karena paroman meru- sedangkan tokoh laki-laki muncul sebagai pakan ekspresi atau ungkapan jiwanya. `pelengkap` untuk mendukung kehor- Semua itu disempurnakan oleh aura sen- matan dan kemuliaan perempuan (dalam sualitas keperempuanan yang menjadi Sumardjo, 2003: 281). sarinya (mamanis/pasieup; Sunda) yang orang kebanyakan menyebutnya de- ngan istilah ‘3 G’ (gitek, géol, dan goyang). Dimensi Konstruksi Tari Jaipongan ‘Tiga G’ dalam konteks ini, sangat ditentu- kan oleh faktor kepribadian dari seorang Filosofi Gugum Gumbira dalam ke- penari, karena yang akan terlihat dengan karyaan tari seperti telah diuraikan di atas, kasat mata adalah apakah muncul dari ternyata menghasilkan sebuah konstruksi sebuah kewajaran berdasarkan faktor pe- tari pada Jaipongan yang sederhana atau nguasaan teknik menari atau muncul dari tidak rumit, tetapi justru dalam keseder- upaya eksploitasi yang bersifat verbal dan hanaannya itu memiliki fleksibilitas yang seronok. tinggi sehingga mampu memunculkan Penting dipahami mengenai hal ini, irama yang dinamis, enerjik dan intensitas karena ada persoalan nilai yang berlaku gerak yang tinggi. Konstruksi tari tersebut dalam tatanan budaya Sunda khususnya, bisa dilihat dari unsur yang membangun- bahwa gerakan gitek, geol, dan goyang bu- nya, antara lain meliputi; struktur koreo- kan semata-mata untuk mengumbar ero- grafi, struktur iringan tari, tata busana tari, tisme, sensualitas, dan seksualitas, tetapi dan artistik lainnya. terkait dengan makna ‘kesuburan’. Me- ngenai hal ini dijelaskan, bahwa perge- Struktur Koreografi Tari rakan dari pusar adalah simbol kecer- dasan, sedangkan pinggul atau genital Struktur koreografi tari dibangun oleh merupakan simbol kreativitas (Sumardjo, empat fase ragam gerak, yaitu; bukaan, 2003: 99). Gugum dalam hal ini terobsesi pencugan, nibakeun, dan mincig. Bukaan ingin mengungkap perempuan dalam ceri- yaitu fase ragam gerak awal, biasanya ta Pantun Panggung Karaton, yang isinya dimulai setelah goong, dan diadopsi dari menempatkan laki-laki sebagai kekemben ragam gerak awal dalam tarian Ketuk Tilu, layung kasunten, sedangkan perempuan dan Bajidoran. Fase bukaan ini di dalamnya sebagai kalakay pare jumarun. Artinya, laki- terdiri dari gerak-gerak, seperti misalnya; laki sebagai dunia bawah dan perempuan kuda-kuda pasang, luncat, depok, dan seba- sebagai dunia atas. Makna dari semua ini, gainya. Kemudian pencugan yaitu fase menempatkan perempuan pada keduduk- ragam gerak yang lebih merupakan per- an amat terhormat (Sumardjo, 2003: 282). mainan jurus yang sudah distilasi untuk Sejalan dengan hal itu Ayat Rohaedi me- kebutuhan tari (gerak ini bisa dilakukan di nambahkan, bahwa dalam masyarakat tempat maupun berpindah tempat), lazim- Sunda, baik yang tradisional maupun ma- nya disebut gerak pokok atau ibing pola, syarakat masa silam, perempuan memi- misalnya, besot, siku, bandul, tajong, jérété, Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 43 peupeuh, dan sebagainya. Selanjutnya ni- dikehendakinya. Akhirnya gending belum bakeun yaitu ragam gerak yang merupakan mewadahi konsep garapnya, dan walau- rangkaian gerak akhir atau sering disebut pun jadi, masih terlihat unsur pemaksaan, ngagoongkeun (gerak penutup), misalnya; sehingga Gugum memberikan nama de- galieur, godeg, jeblag, jedag, dan sebagainya. ngan sebutan ‘Ketuk Tilu Perkembangan’. Adapun untuk menggabungkan berbagai Dikatakan demikian, karena secara koreo- fase ragam gerak tersebut, dipakai fase grafi telah terjadi pembaharuan, semen- ragam gerak mincig, seperti; kuntul lo- tara gending untuk mengiringi tariannya ngok, girimis, adu manis, ban karét, kulawit, belum beranjak dari bentuk tradisi. bongbang, dan sebagainya. Semua ragam Rupanya Gugum Gumbira perlu men- gerak itu menjadi kerangka dasar dalam cari alternatif lain dalam pembaharuan konstruksi bangunan Jaipongan, sehingga gendingnya ini, maka dia mencari seniman secara struktural memiliki awalan, tengah, lain sebagai pendukung tambahan. Ke- dan penutup, yang ketiganya dipertaut- tika sedang melihat suatu pertunjukkan kan oleh gerak penghubung. Kiliningan, dia melihat seorang penabuh kendang yang dari sisi usia masih hijau Struktur Iringan Tari (muda) atau belum berpengalaman dalam berkesenian tetapi memiliki potensi dalam Sementara itu proses pembuatan atau keterampilan memainkan kendang, yaitu penyusunan gending tari berjalan agak ru- Suwanda dari Karawang. Suwanda di- mit dan memakan waktu yang lama, karena pertemukan kepada para penata gending adanya perbedaan visi dan persepsi yang seperti; Nandang Barmaya, Samin, dan mendasar antara Gugum Gumbira dengan Tosin, kemudian disuruh menampilkan para penata gending, yaitu Nandang Bar- kebolehannya dalam menabuh kendang maya, yang dibantu oleh Tosin dan Samin. yang diiringi dengan gamelan oleh ketiga Pada awalnya mereka tidak mengerti ke- orang tersebut. Rupanya apa yang dilaku- inginan Gugum, dan ketidakmengertian kan oleh Suwanda sangat terbiasa dalam ini didasari oleh beberapa kaidah gending pertunjukan Kiliningan, Tanjidor dan To- yang mereka anggap sudah baku dan tidak peng Banjet yang kaya akan motif tepak ken- mungkin untuk dirubah. Pola irama yang dang dalam irama tradisi, namun ternyata dipaksakan untuk mengikuti ritme gerak tetap tidak merubah struktur lagu atau dipandang akan merusak pakem-pakem tra- gending. disi, sehingga terjadi tarik menarik antara Melihat hal demikian membuka hati konsepsi Gugum dengan penata gending- pandangan Nandang Barmaya, Tosin, dan nya. Di satu pihak Gugum menghendaki Samin untuk mulai memahami keinginan bahwa gending sebagai pengiring mampu Gugum. Dalam pikiran mereka sudah sa- mengiringi konsep geraknya, bahkan ia atnya mengadakan pembaharuan, sebab menekankan bahwa sudah saatnya berani pada hakekatnya apa yang dilakukan bu- ke luar dari pakem-pakem yang sudah ada. kan suatu pengrusakan tetapi merupakan Pada awalnya nampak terjadi kebuntuan pengembangan. Akhirnya timbul gagasan dalam penuangan idenya tersebut, karena baru dari keempat orang tersebut, Suwan- para penata karawitan di pihak lain be- da dan Tosin berupaya untuk menghadir- lum mampu menterjemahkan apa yang kan motif-motif baru pada tepak kendang, Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 44 sementara Nandang Barmaya dan Samin kan identitas Jaipongan itu sendiri. Bahkan berupaya untuk mengembangkan dan gending dapat dikatakan lebih dominan se- menciptakan gending-gending yang baru bagai penanda atau ciri Jaipongan, karena pula, yang selanjutnya diselaraskan de- ketika suatu penampilan Jaipongan hanya ngan konsep tarinya. Sejak saat itulah ter- menampilkan tariannya saja maka identi- jadi jalinan komunikasi yang konvergen tas Jaipongan tersebut menjadi tidak jelas. antara Gugum dengan para penggarap Akan tetapi sebaliknya, ketika Jaipong- gendingnya. an disajikan gending saja, secara auditif Ternyata para penggarap gending Jaipongan akan tetap nampak. yang dipercaya Gugum Gumbira tersebut Kelebihan lain dalam Jaipongan adalah merupakan seniman-seniman yang han- warna tepak kendang yang bagitu variatif dal, ini tampak pada garap awal gending dan dinamis, sehingga merangsang orang Jaipongan tersebut mencuatkan warna baru yang mendengarkan untuk mengikuti ira- dalam kancah kreativitas karawitan Sunda. ma kendang. Dalam hal ini Gugum Gumbi- Adapun pola gendingnya terdiri dari in- ra mampu memadukan pola tepak kendang tro, bagian tengah, dan gending penutup. gaya Kaleran dan gaya Priangan (Bandung), Pada bagian intro merupakan terobosan yakni menggabungkan pola tepak teknik baru sebagai pengganti musik arang-arang melem gaya Priangan dan teknik pencug dalam Ketuk Tilu, bagian ini memberikan gaya Karawang dan Subang. Pengaruhnya peluang bagi Gugum untuk menampilkan pada pembawaan lagu yang dibawakan teknik muncul atau gebrakan awal dalam oleh pesinden sangat terasa pada cengkok tariannya. Di sisi lain memberikan peluang lagu di akhir sebuah goongan, dalam hal bagi penabuh kendang untuk menampil- ini Nano S. menjelaskan sebagai berikut: kan kebolehannya, selanjutnya Gugum ”Bandung punya buntut dan Karawang pun begitu kompromis dengan para pe- menjadi buntet. Mengapa demikian, de- nata gendingnya termasuk mendiskusikan ngan teknik menabuh pelem, kendang lebih banyak mengatur tempo agar tetap ajeg judul lagu. Pada saat itu lagu yang ditetap- melalui pukulan yang halus sehingga kan adalah Daun pulus keser bojong, tetapi rasanya menjadi pelem (enak, gurih, nik- mat). Ini akan mengantar sinden dalam tariannya ia beri nama Keser bojong. Ini membawakan lagu yang mengalun pan- jang, dan pada bagian akhir lagu walau merupakan momentum yang paling pen- sudah dibatasi dengan aksen tabuh gong ting dalam penciptaan Jaipongan, setelah besar suaranya masih berbuntut panjang, akan tetapi dalam Jaipongan dari hentakan melalui proses panjang, yang sebelumnya kendang yang kadang lebih menggumuli belum menemukan bentuk yang diingin- lagu, pesinden menjadi agak terkekang temponya terutama pada bagian lagu yang kan hingga terpaksa diberi nama Ketuk mendekati jatuhnya gong, yang akhirnya menjadi buntet. Itulah sebabnya, yang me- Tilu Perkembangan. Dengan kata lain, Ke- nyebabkan Gugum dalam tari Jaipongnya ser bojong merupakan bentuk paling awal cenderung memilih lagu-lagu yang beri- rama hiji setengah, dua wilet dan lalamba”. dari genre tari Jaipongan. (Nano S., 2007: 128). Perkembangan selanjutnya justru me- nempatkan kekuatan dari karya Gugum Pola irama itu embatnya cenderung Gumbira dalam Jaipongan adalah terletak lambat, namun tepak kendangnya cende- pada gendingnya, karena bukan hanya rung menghentak-hentak, penuh energi. sekedar penunjang tarian tetapi merupa- Volume dan aksen bunyi berlawanan kan salah satu aspek yang dapat menanda- dengan karakter tarian yang halus, apa- Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 45 lagi dibungkus dengan tepak kendang yang sekali tidak berpengaruh kepada aspek bertenaga dan cenderung menghentak- nada dan melodi dari lagu yang disajikan. hentak. Namun sisi karakternya tampak Artinya, tabuhan Kendang tidak berkaitan terasa muncul, bahkan tidak menganggu dengan lagu apa yang disajikannya, tetapi watak dan sifat tariannya. Hal lainnya hanya berkaitan dengan irama (cepat dan adalah gending Jaipongan sangat elastis dan lambatnya tempo) dalam lagu yang disaji- terbuka untuk diterima oleh jenis kesenian kan. Tetapi, bunyi (suara) Kendang (Sunda) tradisi apapun, seperti; Kulit, Cam- memiliki beberapa ketentuan yang berka- pur Sari, atau pun musik Bali, termasuk itan dengan pengaturan nada. Frekuensi dalam jenis yang bernuansa pop, jazz, dan bunyi kendang disesuaikan dengan freku- seni modern lainnya. ensi nada-nada tertentu yang terdapat Gamelan Jaipongan menggunakan pada instrumen gamelan (pengiringnya), gamelan lengkap, seperti Bonang, Saron, walaupun tidak disusun menjadi sebuah Demung, Peking, Rincik, Gong, Kempul, Ken- laras. Tosin menyatakan (seperti dikemu- dang, dan Rebab, serta ditambah dengan kakan oleh Lili Suparli), sebagai berikut. kecrek. Pada awalnya laras yang diguna- “Kade Jang mun ngajar kendang teh ulah poho kan adalah salendro, namun pada perkem- ngeunaan nyurupkeunnana, lantaran kend- bangan lebih lanjut, terutama para kre- ang teh kudu disurupkeun heula saluyu jeung gamelan anu dipakena. Pangna kudu disu- ator Jaipong setelah era Gugum Gumbira, rupkeun teh supaya sorana ngahiji jeung sora ada yang menggunakan gamelan berlaras gamelan” pelog. [Awas Jang (panggilan anak laki-laki Sun- da) kalau mengajar kendang itu jangan lupa Kalau dicermati secara seksama ada tentang steman nya, karena kendang itu ha- beberapa ciri yang membedakan antara rus distem terlebih dahulu sesuai dengan gamelan yang dipergunakannya. Alasan menabuh pada gamelan Jaipongan dengan mengapa harus distem itu supaya bunyinya menabuh pada gamelan untuk tari lainnya, selaras, harmonis, atau menyatu dengan suara gamelan] (wawancara: Lili Suparli, yaitu terletak pada tabuhan tiga waditra di Bandung, 15 Juni 2008). yang terdapat pada perangkat gamelan- Berangkat dari pernyataan tersebut, nya, seperti; Kendang, Bonang, dan Kempul. bahwa instrumen kendang yang akan di- Menurut Suwanda dan Dali (seperti yang mainkan harus disesuaikan (distem) ter- dituturkan kepada Gugum Gumbira), lebih dahulu dengan instrumen atau bahwa motif-motif tepak kendang Jaipongan nada-nada tertentu agar suara kendang terinspirasi oleh idiom-idiom kesenian yang muncul selaras dengan gamelan yang telah ada, seperti Kiliningan, Ketuk yang mengiringinya. Menurut keterangan Tilu, Topeng Banjet, maupun Pencak Silat” Suparli, ada lima ketentuan atau lima cara (Wawancara: Gugum Gumbira, di Ban- steman kendang yang biasa digunakan oleh dung, 25 Juni 2008.). para pemain kendang Sunda yaitu, ste- Kendang secara umum termasuk ke- man kendang pola 1, 2, 3, 4, 5 (wawancara: pada waditra yang memainkan ritmis, ber- Suparli, Bandung, 15 Juni 2008). Namun fungsi untuk mengatur irama dan tempo, demikian untuk keperluan penulisan ini serta sebagai aksentuasi atau penegas rit- hanya dipaparkan steman pola kendang me gerak apabila gending yang disajikan- Jaipongan, yaitu steman pola kendang 5, se- nya sebagai iringan tari. Dengan demikian bagai berikut. permainan atau tabuhan Kendang sama Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 46

Muka kendang kutiplak (muka kendang dengan steman dan ukuran kendang lain- kecil atau anak bagian atas) distem pada nya, dampak dari perbedaan tersebut me- nada Singgul (5/la) oktav tinggi (sama de- munculkan bunyi kendang yang berbeda ngan nada singgul alit (5/la) pada waditra sa- dan khas. Dilihat dari ukuran frekuensi ron) laras salendro. Muka kendang kemprang/ bunyi dalam kendang Jaipongan, terutama congo (muka kendang besar atau indung kemprang/congo (muka kendang besar atau bagian atas), distem pada nada panelu (3/ indung bagian atas), memiliki frekuensi na) atau loloran (2/mi) oktav standar (sama bunyi yang sama dengan frekuensi bunyi dengan nada loloran (2/mi) atau panelu kemprang/congo (muka kendang besar atau (3/na) pada waditra saron) laras salendro. indung bagian atas) kendang Penca, yaitu Muka kendang katipung/kentrung (muka memunculkan bunyi yang berfrekuensi kendang kecil atau anak), distem pada nada tinggi, bahkan pada perkembangan selan- galimer (4/ti) oktav standar (sama dengan jutnya frekuensi bunyi kemprang (muka nada galimer (4/ti)pada waditra saron) laras bagian atas) kendang Jaipongan oleh para salendro. Muka kendang gedug (muka ken- pemain kendang disesuaikan dengan na- dang besar atau indung bagian bawah) oleh da Galimer (4/ti) oktav tinggi (sama dengan para pemain kendang biasanya distem atau nada Galimer (4/ti) pada instrumen pe- disesuaikan dengan nada galimer (4/ti) king). laras salendro. Frekuensi di atas didasari oleh kebu- Steman kendang pola 5 ialah steman ken- tuhan estetika tabuhan kendang Jaipongan dang yang digunakan untuk mengiringi yang disesuaikan dengan fungsi utama gending Jaipongan, dan Wayang Golek. Un- tabuhan kendang, yaitu mengatur tempo tuk memunculkan bunyi yang ideal pada (cepat lambatnya irama), dan mengatur steman kendang pola 5 ditentukan oleh dinamika, juga mempertegas aksentuasi ukuran kendang yang khusus, yaitu ukur- gerak tari, maka bunyi kendang yang telah an kendang besar dengan panjang antara 65 diatur seperti di atas dipadukan pula cm. sampai 70 cm. dengan diameter muka dengan pola-pola ritme yang dibutuhkan gedug (muka kendang bagian bawah) 35 cm. untuk mengisi ritme garak tari. Menurut sampai 40 cm., dan muka kemprang/congo keterangan Lili Suparli, bahwa perpaduan (muka kendang bagian atas) berdiameter itulah yang kemudian menjadi sebuah antara 20 cm. sampai 25 cm., sedangkan estetika garap kendang Jaipongan, yang se- ukuran kulanter (kendang kecil atau anak) lanjutnya disebut dengan Tepak Kendang yang biasa dipergunakan untuk kutiplak Jaipongan, sebagai kreativitas baru dalam (muka bagian atas), dan katipung (muka garap kendang Sunda” (Wawancara: Su- bagian bawah) panjangnya antara 35 cm. parli, di Bandung, 15 Juni 2008). sampai 40 cm., dengan diameter muka Munculnya motif tepak kendang Jaipong- kutiplak (muka bagian atas) antara 12 cm. an tersebut terinspirasi dan digali dari ke- sampai 15 cm., dan muka katipung (muka senian-kesenian yang telah ada, untuk hal bagian bawah) berdiameter antara 18 cm. ini Suwanda dan Dali (seperti yang ditu- sampai 20 cm. turkan kepada Gugum Gumbira) menga- Adapun steman bunyi kendang dan takan, bahwa motif-motif tepak kendang ukuran kendang Jaipongan, dapat dikatakan Jaipongan terinspirasi oleh idiom-idiom memiliki ketentuan khusus yang berbeda kesenian yang telah ada, seperti Kiliningan, Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 47

(la alit), 3 (na) 2 (mi). Walaupun terdapat Katipung Kulanter Kutiplak motif tabuhan dikemprang tetapi tabuhan

Congo tersebut hanya dipergunakan pada bagian gelenyu atau pangjadi (bagian lagu awal sebelum masuk pada lagu pokok), adapun Gedug untuk mengiringi lagu pokok biasanya tabuhan bonang dicacag, sehingga tabuhan Kendang bonang tersebut bisa dikatakan ciri dari Gb. 1 gending Jaipongan. Perangkat kendang Sunda (Foto: koleksi Lili Suparli) Kehadiran (bunyi atau tabuhan) kem- pul atau goong kecil dalam pertunjukan Jaipongan menjadi salah satu yang domi- Ketuk Tilu, Topeng Banjet, maupun Pencak nan, bahkan hampir sama dominannya Silat (wawancara: Gumbira, di Bandung, dengan tabuhan bonang maupun tabuhan 25 Juni 2008). kendang. Menurut Suparli, permainan kem- Bonang adalah salah satu waditra yang pul dalam Jaipongan selain sebagai penan- terdapat pada seperangkat gamelan, baik da irama yang dimainkan, juga berfungsi yang berlaras salendro maupun laras pelog. sebagai aksen dari ritme tabuhan kendang Cara memainkan atau motif tabuhan (wawancara: Suparli, di Bandung, 15 Juni yang biasa dimainkannya adalah dikem- 2008). Artinya, bunyi atau tabuhan kempul prang, digumek, dan lain-lain. Meskipun dalam Jaipongan sangat berbeda dengan cara memainkannya berbeda atau tidak tabuhan-tabuhan dalam pertunjukan lain- sama seperti alat lainnya (saron, peking, nya. Pada tarian Keurseus, Topeng, Wayang, demung, selentem, kendang, rebab, dan lain- Kreasi Baru, misalnya, fungsi bunyi kempul lain), tetapi kehadiran bonang menjadi satu hanya penanda irama, tetapi dalam Jai- komposisi yang padu dalam pertunjukan- pongan bunyi atau tabuhan kempul selain nya. Seperti dikemukakan oleh Nano S. sebagai penanda irama juga berfungsi sebagai berikut, sebagai aksen dari ritme bunyi kendang.

Lagam gending (style) antar waditra gamelan Bahkan Gugum Gumbira menambahkan, menjadi satu komposisi yang padu dalam bahwa motif atau tabuhan kempul dalam pagelarannya. Lagam-lagam itu mempu- nyai motif tabuh secara tersendiri yang Jaipongan terilhami oleh permainan bass berlainan dengan waditra lain, seperti yang terjadi di wilayah Pasundan bahwa dalam gitar dalam pertunjukan musik. (wawan- teknik menabuh bonang dan rincik pada cara: Gumbira, di Bandung, 25 Juni 2008). gamelan Sunda bermacam-macam tabuh, di antaranya dicaruk, dikempyang, dipancer, Hal ini mengakibatkan irama dalam digumek, dicacag, dan lainnya (dalam Caca Jaipongan menjadi dinamis (selain tabuhan Sopandi, 2006: 96). kendang dan bonang) dengan motif tabuh- Namun demikian dalam gending an kempulnya, di samping itu dipertegas Jaipongan, tabuhan bonang memunculkan pula oleh bunyi kecrek. tabuhan khusus yang mengadopsi dari Dengan demikian para penata gen- tabuhan ketuk pada pertunjukan Ketuk ding yang dipercaya oleh Gugum Gumbi- Tilu dan pertunjukan Topeng Banjet, se- ra telah mampu menghasilkan karya baru dangkan alat (penclon) yang diperguna- dengan warna yang begitu spesifik, dalam kannya hanya tiga buah, yaitu nada 5 arti sangat berbeda dengan pola gending Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 48 tari rakyat sebelumnya yang pada giliran- Keser bojong, tidak saja terbatas pada nya mewarnai pola irama gending atau mendeskripsikan dengan lengkap menge- karawitan Sunda lainnya. nai struktur koreografi yang memben- tuknya, tetapi termasuk di dalamnya Tata Busana Tari menyampaikan gambaran berbagai un- sur artistik yang melengkat dan meleng- Busana tari Jaipongan tampak meman- kapinya, yaitu meliputi; tata busana dan carkan warna baru, yang bahan dasarnya karawitan iringan tari. diangkat dari busana masyarakat pahu- maan, yakni kabaya dan sinjang bagi wani- Struktur Koreografi ta. Biasanya apabila kaum wanita me- makai sinjang dan kabaya bergerak pelan Penyajian repertoar tari Keser bojong dan penuh ke hati-hatian, ini disebabkan diawali dengan introduksi musik dari oleh terbatasnya ruang gerak karena ba- karawitan iringan tari secara instrumental, gian bawah mengekang keleluasan berge- lalu setelah dua atau tiga goongan dilanjut- rak. Busana kabaya dan sinjang dalam tari kan dengan masuknya vokal dari pesinden Jaipongan memberikan keleluasaan untuk melantunkan bait awal lagu Daun pulus bergerak, karena pola busananya didesain Keser Bojong. Seiring dengan itu, penari dengan tidak menutup ruang gerak. sudah pada posisi adeg-adeg angin-angin Terlebih pada busana penari wanita, (statis). Setelah itu masuk pada ragam merupakan pengembangan dari busana gerak nibakeun 1 meliputi gerak; gunting pesinden Kliningan Bajidoran baik dari sisi luhur, suay, kuda-kuda capang yang diterus- bentuk maupun warnanya yang oleh Gu- kan dengan ragam gerak bukaan 1 meliputi gum Gumbira diberi warna lain serta ak- gerak; reret katuhu, meulah langit, ukel eluk sen melalui pengayaan ornamen. Hasilnya paku, gunting tengah, beset katuhu, lalu di- adalah munculnya busana berkarakter lanjutkan dengan ragam gerak pencugan 1 yang sesuai dengan jiwa taraian, dan seka- meliputi gerak; jalak pengkor bokor sinongo, ligus memberikan kesan jati diri Kasun- ukel kembar, jedag capang, golong, gunting daan. Pola pengembangan busana seper- tengah, usik malik, takis kenca, golong, gun- ti yang dilakukan oleh Gugum Gumbira ting tengah, dan diakhiri dengan ragam pada tari Jaipongan masih memperlihat- gerak nibakeun 2 meliputi gerak; cindek kan local genius, yaitu adanya unsur-un- reunteut, muter galeong, kepret sabeulah, je- sur atau ciri-ciri tradisional yang mampu dag. bertahan, bahkan memiliki kemampuan Ragam gerak berikutnya adalah bu- untuk mengakomodasi unsur-unsur bu- kaan 2 meliputi gerak; golong mundur malik daya dari luar serta mengintegrasikannya kenca, eluk paku kembar, ukel kembar, reun- dalam kebudayaan asli (Soejanto Poespo teut, lalu pencugan 2 meliputi gerak; suay Wardojo, 1986: 30). motong, siku gigir handap, golong, gunting tengah, usik malik takis kenca, golong, gun- ting tengah, dan nibakeun 3 meliputi gerak; Dimensi Konstruksi Repertoar Tari Keser Bojong jerete mundur, merak ngibing, gunting luhur, siku banting, lalu masuk pada ragam gerak Menguraikan identitas sebuah reper- bukaan 3 meliputi gerak; sentingan, motong toar tari, khususnya pada repertoar tari Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 49 mundur, pasang barungbang katuhu, pasang capang, obah tak-tak s/d ngagoongkeun (usik barungbang kenca, pencugan 3 meliputi ge- tak-tak), kepretm, galeong, jedag, gojrot, paba- rak; lengkah tenjrag bumi maju, ukel galeong, latak, motong, lageday, mincig 5 ecek, dan se- jedag, takis kenca selup katuhu mundur kepret lanjutnya masuk kembali ke dalam ragam katuhu, takis katuhu, selup kenca mundur, gerak nibakeun 9 meliputi gerak; golong kepret kenca, nibakeun 4 meliputi gerak; obah katuhu, golong kenca, suay acred, capang sa- tak-tak, capang, cindek, riut mundur, tumpang beulah, sungkem, kuda-kuda pasang luhur, tali, cindek, jedag. yang diakhiri dengan ragam gerak mincig Setelah itu, pergerakan diisi dengan 6 gancang (kaluar). gerak penghubung yaitu cindek tumpang tali luhur, ukel kembar, reunteut, capang, Struktur Iringan Tari lalu masuk pada ragam gerak peralihan Kata Daun pulus dalam tarian ini memi- yaitu mincig 1 anca. Seusai pergerakan ini, liki beberapa pengertian, pertama; menun- kemudian masuk lagi pada ragam gerak juk pada arti secara harfiah, yaitu daun dari nibakeun 5 meliputi gerak; cindek capang, tumbuhan yang dapat menimbulkan rasa golong mundur, buka ukel, galeong, jedag, gatal pada tubuh manusia dan ini dimak- diteruskan dengan bukaan 4 meliputi ge- nai oleh Gugum Gumbira sebagai ‘gatal- rak; golong maju, buka ukel, galeong, jedag, nya’ seorang yang ingin menari sogok handap, eluk paku, takis luhur, obah dengan sempurna. Kedua, merupakan arti tak-tak, siku, jalak pengkor ngigir, beset, gale- kiasan, ‘daun pulus’ diartikan sebagai lem- ong, cindek, jedag, dan pencugan 4 meliputi baran uang. Hal ini mengingatkan penulis gerak; golong, sogok handap, eluk paku, takis akan peristiwa Bajidoran dimana meng- luhur, obah tak-tak, siku, golong, sogok han- alirnya uang jaban yang diterima oleh para dap, eluk paku, takis luhur, obah tak-tak, siku, pesinden dari para bajidor. Pengertian daun lalu diteruskan dengan nibakeun 6 meli- pulus yang kedua tersebut, bisa dilihat puti gerak; obah tak-tak pasang gigir, guar, pada syair atau rumpaka lagu Daun pulus teundeut, guar, Siku, dan bukaan 5 meliputi Keser bojong di bawah ini: gerak; golong mundur, buka, jedag, beset engke gigir, beset jedag, golong, usik malik, ta- Judul lagu: Daun pulus Keser bojong kis, gunting. Cipt. Gugum Gumbira Syair/Rumpaka lagu: Pergerakan selanjutnya adalah nibakeun 7 meliputi gerak; cindek, muter, ukel kepret, Na handeuleum aya katineung jedag, lalu mincig 2 anca dengan variasi Na hanjuang aya kamelang Daun pulus lalambaran gerak; tincak tilu, mincig satengah, bokor si- Kahayang pasti kasorang nongo, pasang, mincig 3 ecek, dan nibakeun 8 meliputi gerak; bokor sinongo ranggah kenca, Lamping pasir pileuweungeun Harendong jangkung di gunung bokor sinongo ranggah rogok, selup, pasang, Alam endah tambah endah kepret langsung. Berikutnya, pergerakan Endah na lir cinta urang ...... iyeung diawali dengan gerak penghubung, yaitu Masing kasawang . . . . . aduh kepret, baru masuk kepada gerak mincig Kembang kamelang 4 meliputi gerak; gobed s/d ngagoongkeun, Raranggeuyan kuntul longok s/d ngagoongkeun, ranggah ja- Beureumna mayang harepan lak pengkor eluk paku, ranggah jalak pengkor Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 1, Januari - Maret 2012: 37- 51 50

Iraha atauh iraha Bagja diri tinekanan hiasan kepala Tulus ngempur hurung nangtung Laksana mun siang leumpang iyeuh... baju kebaya Daun pulus . . . . . daun pulus selendang Lalambaran . . . . . rarambatan sebagai beubeur Nyeri teuing mun teu tulus Mibanda katugenahan Hirup ukur nunggu waktu hiasan kepala Nyorang lampah pileumpangan

Maksud dari isi syair di atas adalah Gb. 7 Busana tari Keser Bojong dalam pose angin-angin gambaran sebuah harapan untuk meraih (Photo; koleksi Jugala) kebahagiaan, ketika melihat keindahan alam seperti merasakan indahnya cinta. Penutup Namun terdapat kegelisahan dan keha- watiran dalam mengharapakan kebaha- Karya Jaipongan yang diciptakan oleh giaan, karena entah kapan kebahagiaan Gugum Gumbira berangkat dari adanya itu diraih? Sungguh sakit apabila tidak kesadaran untuk menggali atau ngaguar tercapai, padahal hidup hanya menunggu tutungkusan atau potensi kesenian yang waktu dalam mengarungi jalan kehidup- hidup dan berkembang di ranah le- an. luhurnya, dan beranjak dari perenungan ingin membuka tabir yang tersembunyi Tata Busana Tari dibalik ajen-inajen atau nilai-nilai kearifan Konsep tata busana dalam karya lokal. Warisan nilai luhur dari leluhur itu perdananya, dapat dikatakan sebagai ada dalam Ketuk Tilu, Penca/Maenpo, To- rekonstruksi dari pertunjukan Kiliningan. peng Banjet, dan Bajidoran. Menurut Gugum Gumbira, ia tertarik oleh Di samping itu, sosok ronggeng dalam penampilan fisik para pesinden baik secara budaya Sunda senantiasa dikaitkan de- rias maupun busana, selanjutnya Gugum ngan Pohaci Rumbyangjati atau Pwa Sang- memesan pada istrinya (Euis Komariah) hyang Sri (Dewi Sri/ Dewi Padi) penghuni Ka- untuk membuat kostum yang hampir se- hyangan Bungawari. Hal ini erat kaitannya rupa. Bahkan Euis menyatakan sebagai dengann mitologi urang Sunda mengenai berikut: tokoh yang paling tinggi kedudukannya, yaitu Sunan Ambu, yang sejajar keduduk- “bahwa untuk busana tari perdananya yai- annya dengan dewa dalam kepercayaan tu Daun Pulus Keser Bojong, dipesan untuk membuat busana yang mirip dengan busa- Hindu, bahkan urang Sunda menganggap na yang biasa dipakai oleh para pesinden dari daerah Karawang dan Subang. Ada- kedudukan Sunan Ambu melebihi Dewa. pun yang dikembangkannya adalah orna- Sosok wanoja (wanita) seperti Sunan men untuk menambah hiasan-hiasan, baik pada kebaya maupun pada sinjang (kain) Ambu dan Ronggéng Panyeta inilah yang dengan menggunakan hiasan payet dan menjadi sumber gagasan Gugum Gumbi- karpatu. Namun demikian bahan untuk membuat busana tarian tersebut diambil ra dalam proses kreatifnya, yakni wanita dari bahan-bahan yang secara kualitas ba- gus, agar busana itu jadi dan dipakai oleh Sunda yang ideal yang alus tangtung jeung para penarinya“ (wawancara: Komariah, tangtungan. Sosok gender perempuan yang di Bandung, 21 Januari 2009). Mulyana & Ramlan: Keser Bojong 51 dihadirkan adalah wanoja (wanita) muda Jakob Sumardjo belia atau kalangan remaja, ini terkait de- 2003 Tafsir-Tafsir Pantun Sunda. Ban- ngan obsesinya yang ingin memberikan dung: Kelir. pencerahan kepada para remaja, bahwa tari Sunda (kerakyatan) memiliki nilai, Nano, S. juga memiliki kedudukan yang sama de- 2007 Gugum Gumbira dari Chacha ke Ja- ngan tari-tarian yang lainnya. ipongan. Bandung: Sunan Ambu Sosok gender perempuan inilah yang Press. dijadikan gambaran ideal melalui pen- citraan atau auranya, kesemuanya dimun- R.H. Hasan Mustapa culkan dalam karya tari Jaipongan, teru- 1996 Adat Istiadat Sunda. Bandung: A- tama tercermin lewat salah satu karyanya, Alumni. yaitu tari Késér Bojong. Dalam arti lain, Keser bojong merupakan perwujudan re- R.M. Soedarsono pertoar tari ideal Gugum Gumbira. 1999 Seni Pertunjukan Indonesia & Pari- wisata. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI). DAFTAR PUSTAKA Soejanto Poespo Wardojo Caca Sopandi 1986 Pengertian Local Genius dan Rele- 2006 Gamelan selap Kajian Inovasi pa- vansinya dalam Modernisi. Jakarta: da Karawitan Wayang Golek Pur- ta: Pustaka Jaya. wa. Surakarta: Institut Seni Indo- nesia Surakarta (Tesis).