Struktur Birokrasi Kerajaan Pajajaran Abad X – Xi

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Struktur Birokrasi Kerajaan Pajajaran Abad X – Xi STRUKTUR BIROKRASI KERAJAAN PAJAJARAN ABAD X – XI Oleh: Yasmis Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ Absratk Struktur birokrasi Kerajaan Pajajaran yang keberadaannya diperkirakan antara abad VII hingga XV, dipengaruhi bentuk struktur kerajaan yang bernapaskan Hindu. Pengaruh yang dibawa dari India ini, tercermin pada nomenklatura yang terdapat pada stuktur birokrasi yang terungkap pada berbagai naskah kuno yang berkenaan dengan keberadaan kerajaan ini. Posisi sentral raja yang dianggap sebagai titisan dewa mengingatkan kita pada konsep dewa-raja yang pernah diungkap dalam tulisan oleh von Heine-Gelderen, sebagai salah satu karakteristik kekuasaan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang mengalami indianisasi. Konsepsi keharmonisan makro-mikro kosmos yang tersirat dalam konsepsi kekuasaan, terlihat pula pada susunan bangunan pusat kerajaan Pajajaran yang terakhir terletak di Pakuan Pajajaran (Bogor), di mana kediaman raja terletak di pusat dan dikelilingi bangunan-bangunan lain yang dihuni para bawahan raja. Susunan bangunan demikian mengingatkan pada konsep meru sesuai dengan yang terdapat pada konsepsi dewa-raja yang dibawa arus indianisasi di Asia Tenggara. Terungkap pula pada tulisan ini bahwa ciri berikutnya dari birokrasi kerajaan Pajajaran adalah susunan para pembantu raja yang secara garis besar dapat dibagi berdasarkan fungsinya dan pembagian wilayah-wilayah bawahan. Mengenai pembagian para penguasa wilayah bawahan, menurut Michael Munoz sebenarnya mencerminkan ciri politik lokal yang masih melekat pada birokrasi kerajaan Pajajaran yang telah mengalami pengaruh eksternal melalui indianisasi. Berbagai-bagai versi cerita Pajajaran dalam abad ke X hingga abad mengenai kerajaan Pajajaran. Apakah ke XI. Secara umum sistem birokrasi memang benar pernah ada sebuah Pajajaran merupakan gambaran dari kerajaan Pajajaran? Ataukah itu hanya sistem-sistem birokrasi yang pernah ada merupakan nama sebuah kraton dari di pulau Jawa. Di mana seorang raja sebuah kerajaan di daerah Sunda. berkuasa bagaikan dewa dikelilingi oleh Mitos-mitos menyelimuti kerajaan sekian banyak abdi dan dipuja serta Pajajaran dan sementara itu diikuti oleh rakyatnya tanpa ragu-ragu. peninggalan-peninggalan sejarah Secara khusus ada beberapa keunikan kerajaanmemberi andil yang cukup dari kerajaan Pajajaran bila besar untuk menyingkapkan tabir dibandingkan dengan kerajaan- misterinya. kerajaan di masa-masa yang bersamaan Terlepas dari kewajiban memilih di pulau Jawa. Bagaimanakah seorang mitos ataupun sejarahnya, maka yang raja memilih pembantu-pembantunya akan dikemukakan tentang gambaran dan berdasarkan kriteria-kriteria apa birokrasi yang berlangsung di kerajaan saja seorang dapat duduk dalam tajam ditentukan atas dasar rasial dan birokrasi kerajaan. mobilitasnya ke atas ditentukan batas- Ketika Belanda pada abad ke batasnya sampai pada tingkat-tingkat XVIII mendirikan sourvereinitasnya di tertentu. Diskriminasi ras itu ditandai Indonesia, mereka memisahkan staf oleh konsentrasi unsur-unsur asministrasi kerajaan dari pengawasan bumiputera pada jabatan-jabatan raja dan mengubahnya menjadi dinas rendahan dan pada lapisan atas yang sipil yang seragam dan yang diangkat. tipis terdiri atas golongan Eropa. Dengan jalan ini Belanda membentuk Perbedaan status ekonomis antara apa saja yang dinamakan pemerintahan segolongan kecil penduduk kulit putih yang tidak langsung, yaitu mereka dan massa bumiputera sangatlah memerintah massa rakyat dengan menyolok, golongan orang kulit putih itu perantaraan sejumlah kecil kelas di atas dan massa bumiputera dibagian birokrat Jawa, yang biar bagaimanapun yang paling bawah. juga mewakili aristokrasi penduduk asli Selain tentang perbedaan status dan yang terpelajar. Seperti apa yang dan susunan struktur dalam birokrasi banyak diberitakan atau diceritakan kerajaan, maka pada kerajaan Pajajaran dalam buku-buku, aristokrasi ini hampir pun tak luput dari kepercayaan yang seluruhnya bersifat kekotaan dan dianut oleh orang-orangnya. Berbicara sebahagian besar tidak mempunyai mengenai kepercayaan yang dianut oleh tanah. Pada masa yang lalu mereka orang-orangnya. Berbicara mengenai menggantungkan hampir seluruh kepercayaan dalam struktur birokrasi kebutuhannya pada upeti yang adalah perlu bagi kita mengetahui mana diberikan oleh bawahannya sebagai peranan kaum agama dalam tatanan tanda takluk yang biasanya berupa pemerintahan yang sedang barang misalnya bisa juga berupa hasil berlangsung, begitu pula sebaliknya. pertanian. Hal-hal inilah yang menjadi pokok Hubungan kolonial didasarkan permasalahan dari skope yang hendak pada sistem kelas sesuai dengan dibicarakan. struktur sosial yang ada. Suatu ----- superstruktur yang terjadi atas bangsa asing, dibangun berhubung dengan Babakan waktu yang dipilih dalam adanya hubungan kolonial itu yaitu permasalahan ini adalah sekitar abad ke hubungan yang besifat superordinasi X hingga abad ke XI. Dengan demikian dan subordinasi. Masyarakat kolonial itu akan lebih mudah untuk membuat mengingatkan orang pada suatu batasan-batasan pembicaraan. Tidak masyarakat kasta yang tersusun atas melihat pada abad-abad di belakang dua komunitas yang berdampingan. abad ke X dan tidak pula membicarakan Keanggotaan pada satu-satunya sesudah abad ke XI. Sebagaimana komunitas itu ditentukan oleh kelahiran. diketahui bahwa abad permulaan Berhubung dengan itu stratifikasi tumbuhnya kerajaan Pajajaran yaitu didasarkan pada perbedaan ras. sekitar abad ke VIII. Begitu pula abad- Dapatlah dikatakan bahwa diskriminasi abad di mana kerajaan Pajajaran mulai ras terdapat di mana-mana, hampir berkenalan dengan budaya Islam dan pada setiap bagian dari kehidupan sosial. Eropa, hingga kelak di abad XV kerajaan Pembatasan-pembatasan jabatan yang Pajajaran mengalami keruntuhan dengan bercokolnya dan dengan peniggalan sejarah. Sehingga dalam kedatangan Islam. Dengan demikian rekonstruksi sejarah kita dapat pembicaraan ini nantinya semata-mata sedekat-dekatnya mendekati peristiwa menyangkut struktur birokrasi pada (actuality)nya. masa pemerintahan Prabu Banjaransari. Baik dalam sumber (peninggalan) Perihal Prabu Banjaransari ini sejarah maupun dalam naskah sastra tidaklah ditulis oleh beliau sendiri atau kuno tertulis, bahwasanya kraton atas suruhan beliau melainkan atas Pajajaran mengalami perpindahan perintah raja Mundingsari. Raja beberapa kali. Perpindahan ini Mundingsari tanpa keterangan data berlangsung karena situasi dan kondisi lebih lanjut mengenai pribadinya lingkungan. Bila naskah kuno menyuruh Empu Adilangu menulis Banjaransari untuk menyaingi kejayaan perihal Prabu Banjaransari pada tahun mendiang kakeknya. Sumber sejarah 1194. Telah menjadi tradisi bagi menyebutkan kepindahan kraton itu keluarga kerajaan-kerajaan kuno di mempunyai latar belang sosial-budaya, Indoenisa untuk menuliskan kejayaan yakni sehubungan dengan nenek moyangnya. Hal ini juga matapencaharian masyarakat yang dimaksudkan untuk meninggikan berladang. Masyarakat peladang tidak kharisma raja yang sedang memerintah tinggal menetap di satu tempat, di mata rakyat. Dan bilamana akan melainkan berpindah-pindah dari satu menuliskan tahun1194 maka sudah areal perladangan yang lain. Di satu tentu jangkauan periodesasinya akan pihak untuk menggarap kesuburan mencakup masa-masa sebelumnya. tanah baru, di lain pihak untuk Sesungguhnya terdapat mengembalikan keuburan tanah ambiguitas dalam nama “kerajaan” garapan yang telah ditinggalkan, untuk Pajajaran. Meskipun kesepakatan kelak didatangi kembali. umum menyetujui nama ini. Istilah Naskah kuno “Banjaransari” “kerajaan” Pajajaran tertulis dalam menyebutkan kraton kerajaan Pajajaran naskah-naskah sastra kuno sementara bermula di areal kraton kerajaan sumber-sumber sejarah tertulis Medangkamulan. Kraton kerajaan cenderung mengatakan Pajajaran Medangkamulan dirombak gaya sebagai ibukota atau pusat kerajaan. arsitekturnya diganti dengan gaya Perbedaan antara data yang terdapat arsitektur baru yang menyerupai dalam naskah satra kuno dengan data Kraton Janggalamanik. Hal ini dibuat yang tertulis pada peninggalan- karena keinginan Sri Baginda peninggalan sejarah adlah demikian Suryahamiluhur (ayahanda Prabu prinsipil. Akan tetapi bukan berarti Banjaransari) untuk mengenang tidak ada yang tidak dapat diambil dari kejayaan ayahnya tatkala masih di naskah sastra kuno tersebut. Dunia ilmu kerajaan Janggala. Kerajaan Janggala sejarah menerima kompetensi naskah hancur karena dilanda banjir. sastra kuno dalam beberapa hal sebagai Kraton baru dengan gaya sumber penulisan sejarah. Makanya ada arsitektur kraton Janggalamanik yang apa yang disebut dengan sastra sejarah. berdiri di atas reruntuhan kraton Dengan adanya beberapa hal yang dapat Medangkamulan itulah yang menjadi diambil dari naskah kuno itulah terjalin kraton kerajaan Pajajaran. Selanjutnya korelasi dengan sumber (peninggalan- kraton kerajaan Pajajaran dipindahkan ke Galuh oleh Prabu Banjaransari Pajajaran yang mengembara, dan dalam berhubung beliau ingin menyamai pengembaraanya itu ia menaklukkan kebesaran kerajaankakeknya mendiang raja-raja kecil yang ditemuinya. Setelah tatkala di Janggala. raja-raja kecil itu takluk, mereka Sementara sumber sejarah kemudian diangkat lagi menjadi menyebutkan kraton Pajajaran penguasa di daerahnya masing-masing berpindah-pindah dari Galuh ke dengan syarat bahwa mereka harus Prahajyan Sunda ke Kawali dan mengakui kekuasaan tertinggi yang ada kemudian ke Pakwan Pajajaran. di Pakwan Pajajaran. ----- Raja merupakan penguasa tertinggi dan dipandang sebagai titisan Di tingkat pemerintahan pusat, dewa yang dapat berhunbungan kekuasaan tertinggi berada
Recommended publications
  • BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kerajaan Pakuan Pajajaran Merupakan Kerajaan Hindu-Budha Terbesar Ke 2 Dan Merupakan Tandingan Dari
    BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kerajaan Pakuan Pajajaran merupakan Kerajaan Hindu-Budha terbesar ke 2 dan merupakan tandingan dari Kerajaan Majapahit dan mempunyai dampak positif yaitu membuka jalur perdagangan melalui Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta. Namun karena minim-nya data mengenai Kerajaan Pakuan Pajajaran membuat Kerajaan ini terlupakan dan kurang dikenal. Remaja sendiri pun lebih mengenal Kerajaan-kerajaan yang lebih terkenal seperti Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Banten, dan Kerajaan lain yang sudah sangat dikenal baik oleh masyarakat Indonesia. Kurang nya media yang mengenalkan tentang Kerajaan Pakuan Pajajaran merupakan salah satu faktornya. Berdasarkan masalah ini penulis ingin mengambil tema Kerajaan Pakuan Pajajaran pada saat Raja Sri Baduga Maharaja memerintah yaitu pada saat masa kejayaan dan perkembangan Kerajaan Pakuan Pajajaran untuk memperkenalkan kepada remaja bahwa Kerajaan yang hebat bukan hanya Kerajaan Majapahit. Penulis ingin mengenalkan masa kejayaan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan media board game yang mengilustrasikan masa-masa kejayaan Raja Sri Baduga Maharaja sebagai tokoh yang membuat Kerajaan Pakuan Pajajaran berkembang sehingga remaja tidak sulit untuk mencerna informasi mengenai sejarah Kerajaan ini. Salah satu faktor didesain menjadi board game adalah agar dapat menjadi media alternatif pembelajaran sejarah yang lebih menyenangkan dan menarik untuk dilihat. Penulis ingin mengajak remaja-remaja Indonesia untuk lebih mengetahui dan mendalami Kerajaan di Indonesia, karena Kerajaan di Indonesia tidak kalah hebat dengan Kerajaan-kerajaan diluar sana serta ingin menunjukkan bahwa masih banyak Kerajaan yang belum dikenal baik oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu penulis ingin mengajak para remaja untuk mengenali Kerajaan yang lain sehingga Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha Universitas Kristen Maranatha 72 dapat dilestarikan, dikenal tidak hanya oleh dalam negeri namun juga luar negeri sehingga dapat membawa nama baik untuk Indonesia.
    [Show full text]
  • The Particle Ma in Old Sundanese Aditia Gunawan, Evi Fuji Fauziyah
    The particle ma in Old Sundanese Aditia Gunawan, Evi Fuji Fauziyah To cite this version: Aditia Gunawan, Evi Fuji Fauziyah. The particle ma in Old Sundanese. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, Faculty of Humanities,University of Indonesia, 2021, Languages of Nusantara I, 22 (1), pp.207-223. 10.17510/wacana.v22i1.1040. hal-03193257 HAL Id: hal-03193257 https://hal.archives-ouvertes.fr/hal-03193257 Submitted on 11 May 2021 HAL is a multi-disciplinary open access L’archive ouverte pluridisciplinaire HAL, est archive for the deposit and dissemination of sci- destinée au dépôt et à la diffusion de documents entific research documents, whether they are pub- scientifiques de niveau recherche, publiés ou non, lished or not. The documents may come from émanant des établissements d’enseignement et de teaching and research institutions in France or recherche français ou étrangers, des laboratoires abroad, or from public or private research centers. publics ou privés. PB Wacana Vol. 22 No. 1 (2021) Aditia Gunawan andWacana Evi Fuji Vol. Fauziyah 22 No. 1 ,(2021): The particle 207-223 ma in Old Sundanese 207 The particle ma in Old Sundanese Aditia Gunawan and Evi Fuji Fauziyah ABSTRACT This article will analyse the distribution of the particle ma in Old Sundanese texts. Based on an examination of fifteen Old Sundanese texts (two inscriptions, eight prose texts, and five poems), we have identified 730 occurrences ofma . We have selected several examples which represent the range of its grammatical functions in sentences. Our observations
    [Show full text]
  • Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Kira-Kira Sejarah Jawa Barat
    ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Cerita Kira-kira Sejarah (16+). 2017 (c) ilmuiman.net. All rights reserved. Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel- cerpen percintaan atau romance, dan cerita non fiksi.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca. Karya kita semua. Peringatan: Pembaca yang sensi dengan seloroh ala internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya tanggung jawab pembaca. Terima kasih & salam. *** Kira-kira Sejarah Jawa Barat Babak-1: Salakanagara Jawa bagian barat, adalah termasuk negeri besar tertua di nusantara. Peninggalannya diyakini sudah ada sejak abad ke-2 masehi atau sekitar tahun 130-an, yaitu negeri Salakanagara namanya. Sebagai kontrasnya, negeri-negeri kecil sporadis di nusantara ini, yang lain, baru ada jejaknya dalam catatan sejarah pada sekitaran abad ke-4M. *** Babak-2: Tarumanagara Salakanagara kemudian menjelma menjadi negeri besar Taruma atau Tarumanagara. Salah satu raja terkenalnya Purnawarman. Bentangan wilayahnya meliputi seluruh Jawa Barat masa kini, daerah Banyumasan terus sampai ke sungai Bogowonto, dan di bagian utara, ada yang bilang sampai batas tradisional sungai Cipamali, tapi bisa juga meliputi seluruh bagian utara yang bahasa Jawanya di masa kini bahasa ngapak (kecampur Sunda) seperti Tegal dan seperti itu. Tarumanagara yang jaya kemudian menelurkan kerajaan-kerajaan bawahan yang banyak, yang menonjol adalah Sunda dan Galuh. Sampai suatu ketika, saat sudah masanya agak mundur disebabkan melejitnya Sriwijaya, raja Tarumanagara tidak punya anak lelaki, sehingga putri mahkotanya terus dicarikan jodoh bangsawan Sunda (Jakarta sekarang). Maka, jadilah pasangan Tarumagara-Sunda menjadi pemimpin Jawa Barat. *** Babak-3: Sunda & Galuh Oleh sang raja Sunda (yang semula raja bawahan sebelum menyunting putri mahkota Tarumanagara), kemudian ibukota dipindahkan ke Sunda atau Sunda Kelapa masa kini.
    [Show full text]
  • Sejarah Dan Kebudayaan Provinsi Banten
    Sejarah Dan Kebudayaan Provinsi Banten Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyangatau prasasti Lebak, yang ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian rajaPurnawarman. Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian baratPulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugispada tahun 1513, Banten menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk. Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibukota atau pakuan (berasal dar kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.
    [Show full text]
  • Kanekes and Pajajaran in West Java Gardiens Du Sanctuaire De L’Esprit Du Royaume : Les Urang Kanekes Et L’Etat De Pajajaran À Java Ouest
    Moussons Recherche en sciences humaines sur l’Asie du Sud-Est 8 | 2005 Recherche en sciences humaines sur l'Asie du Sud-Est Tending the Spirit’s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java Gardiens du sanctuaire de l’Esprit du royaume : les Urang Kanekes et l’Etat de Pajajaran à Java Ouest Robert Wessing and Bart Barendregt Electronic version URL: http://journals.openedition.org/moussons/2199 DOI: 10.4000/moussons.2199 ISSN: 2262-8363 Publisher Presses Universitaires de Provence Printed version Date of publication: 1 December 2005 Number of pages: 3-26 ISBN: 2-7449-0625-5 ISSN: 1620-3224 Electronic reference Robert Wessing and Bart Barendregt, « Tending the Spirit’s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java », Moussons [Online], 8 | 2005, Online since 15 October 2013, connection on 02 May 2019. URL : http://journals.openedition.org/moussons/2199 ; DOI : 10.4000/moussons.2199 Les contenus de la revue Moussons sont mis à disposition selon les termes de la Licence Creative Commons Attribution - Pas d’Utilisation Commerciale - Pas de Modification 4.0 International. Articles / Articles Tending the Spirit’s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java Robert WESSING*and Bart BARENDREGT** Although, or perhaps precisely because field research among the Urang Kanekes, the people of Kanekes1 of South Banten in West Java (Indonesia), is next to impossible, especially in their sacred inner hamlets, they have over the years been the subject of much speculation and, where possible, analysis. Indeed, as early as 1882, Veth (1875-84, III: 129) observed
    [Show full text]
  • "Pantun Sunda"*
    MY EXPERIENCES IN RECORDING "PANTUN SUNDA"* Ajip Rosidi A number of pantun Sunda or Sundanese pantun stories were compiled and published at the instruction of K. F. Holle and C. M. Pleyte1 at the beginning of this century. But since then little effort has been made to continue their program. To the best of my knowledge, only one pantun story has been written down and published since World War II, the Ratu Bungsu Karma Jaya (The Youngest King Karma Jaya). It was chanted by a pantun bard called Taswan from Kuningan and was tran­ scribed by R. S. Wirananggapati.2 However it is said that a man called Mochtar Kala inherited a collection of "Pantun Bogor" from his ances­ tors, which were written down in the pre-World War II period, but only part of one pantun story has been published, the Dadap Malang di Sisi Simandiri.3 This scarcity of published pantun explains why the Sun­ danese themselves need to refer to the material published by Holle and Pleyte. (For instance, Drs. Atja corrected Pleytefs transcription of the Lutung Kasarung as written down by Argasasmita.4) * Pantun Sunda is a type of performance in West Java in which a musical instrument called pantun, a kind of kecapi (a stringed instrument played by plucking) is used. To the accompaniment of the kecapi, and sometimes also of the flute, the tarawangsa (a stringed instrument played like a violin), or other instrument, the pantun bard narrates a lengthy story. The story usually describes the adven­ tures of a prince of Pajajaran, a pre-Islamic kingdom which existed in West Java up to the beginning of the sixteenth century.
    [Show full text]
  • Akulturasi Budaya Pada Perkembangan Kraton Kasepuhan Cirebon
    Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol.3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 21-22 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559 AKULTURASI BUDAYA PADA PERKEMBANGAN KRATON KASEPUHAN CIREBON 1Happy Indira Dewi 2Anisa Universitas Muhammadyah jakarta ABSTRAK Cirebon merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki sejarah dan kebudayaan yang menarik untuk diamati. Banyak peninggalan-peninggalan dari masa lampau yang pada saat ini kemudian dijadikan benda cagar budaya. Diantara bangunan-bangunan peninggalan sejarah yang ada di Cirebon, Keraton merupakan bangunan yang dapat menggambarkan kebudayaan Indonesia. Kota Cirebon memiliki tiga keraton yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan. Masing-masing keraton tersebut memiliki sejarah yang saling terkait dan memiliki persamaan serta perbedaan fisik antara satu dengan yang lainnya. Pada penelitian ini Keraton Kasepuhan dijadikan sebagai studi kasus, dengan pertimbangan kraton Kasepuhan merupakan Keraton pertama yang berdiri di Cirebon, Keraton Kasepuhan terkait langsung dengan sejarah awal mulanya terbentuk kota Cirebon dan secara nonfisik Keraton Kasepuhan memiliki sejarah masuknya berbagai suku, agama dan budaya di Cirebon. Hal ini bisa dilihat pada perkembangan Keraton Kasepuhan yang berawal dari Padepokan Pakungwati sampai menjadi Keraton Kasepuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan adanya akulturasi berbagai budaya pada pekembangan keraton Kasepuhan. Penelitian ini menggunakan paradigma naturalistik dengan mengambil data dan menganalisa secara kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah ditemukannya akulturasi dari budaya Cina, Eropa, Jawa, Hindu dan Budha pada perkembangan fisik keraton Kasepuhan Cirebon tersebut. PENDAHULUAN yang demikian, Cirebon menjadi sangat Latar Belakang terbuka bagi interaksi budaya yang luas Cirebon merupakan salah satu dan dalam. Cirebon menjadi tempat kota di Indonesia yang memiliki sejarah bertemunya berbagai suku, agama, dan dan kebudayaan yang menarik untuk bahkan antarbangsa.
    [Show full text]
  • Understanding the Value of Urban Riparian Corridors: Considerations in Planning for Cultural Services Along an Indonesian River
    Landscape and Urban Planning 138 (2015) 144–154 Contents lists available at ScienceDirect Landscape and Urban Planning j ournal homepage: www.elsevier.com/locate/landurbplan Research Paper Understanding the value of urban riparian corridors: Considerations in planning for cultural services along an Indonesian river a,d,∗ a,c b a,c Derek Vollmer , Michaela F. Prescott , Rita Padawangi , Christophe Girot , d Adrienne Grêt-Regamey a Future Cities Laboratory, Singapore-ETH Centre for Global Environmental Sustainability, Singapore b Asia Research Institute, National University of Singapore, Singapore c Chair of Landscape Architecture, ETH Zurich, Zurich, Switzerland d Chair of Planning of Landscape and Urban Systems, ETH Zurich, Zurich, Switzerland h i g h l i g h t s • Case study of riverside communities and plans to rehabilitate a riparian corridor. • Mixed-methods approach to assess value of cultural services provided by urban river. • Evidence of positive willingness-to-pay to include park space and forest conservation in plan. • Qualitative methods like interviews help identify non-monetary expressions of value. • Potential for integrating landscape design and social science research to enhance social value of green infrastructure. a r t i c l e i n f o a b s t r a c t Article history: Cultural ecosystem services are not easily integrated into planning decisions when rehabilitating urban Available online 9 March 2015 rivers. Methods exist to characterize the value of these cultural services, but there are methodological challenges to obtaining this information and fitting it to a decision context, particularly when weighed Keywords: against monetary costs and benefits. In a developing country, these challenges can be magnified and thus River rehabilitation the value of cultural services is seldom considered.
    [Show full text]
  • Sumedang Dalam Perspektif Sejarah Sunda
    SUMEDANG DALAM PERSPEKTIF SEJARAH SUNDA A. Wilayah Kerajaan Sunda dan Dinamika Kekuasannya Berdasarkan data dan penelitian arkeologis, beberapa wilayah Tanah Sunda telah dihuni oleh masyarakat Sunda secara sosial sejak lama sebelum Tarikh Masehi. Situs purbakala di Ciampe'a (Bogor), Klapa Dua (Jakarta), dataran tinggi Bandung dan Cangkuang (Garut) memberi bukti dan informasi bahwa lokasi-lokasi tersebut telah ditempati oleh kelompok masyarakat yang memiliki sistem kepercayaan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian, pola pemukiman, dan lain sebagainya sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat manusia betapapun sederhananya. Era sejarah di Tanah Sunda baru dimulai pada pertenga-han abad ke-5 seiring dengan dibuatnya dokumen tertulis berupa beberapa buah prasasti yang dipahat pada batu dengan menggunakan Bahasa Sansekerta dan Aksara Pallawa. Prasasti-prasasti itu yang ditemukan di daerah Bogor, Bekasi dan Pandeglang dibuat pada zaman Kerajaan Tarumanagara dengan salah seorang rajanya bernama Purnawarman dan ibukotanya terletak di daerah Bekasi sekarang. Pada masa itu sampai abad ke-7, sistem kerajaan sebagai bentuk pemerintahan, Agama Hindu sebagai agama resmi negara, sistem kasta sebagai bentuk stratifikasi sosial, dan hubungan antar negara telah mulai terwujud, walaupun masih dalam tahap awal dan terbatas. Sriwijaya di Sumatera, 29 SUMEDANG ―PUSEUR BUDAYA SUNDA‖ India dan Cina merupakan negeri luar yang sudah menjalin hubungan dengan kerajaan Tarumanagara, sehingga kebudayaan Hindu dari India memberi warna yang dominan dan berpengaruh di sini. Sunda sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke-8 sebagai lanjutan atau penerus Kerajaan Tarumanagara. Pusat kerajaannya berada di sekitar Bogor sekarang. Paling tidak, ada tiga macam sumber yang menyebut Sunda sebagai nama kerajaan. Pertama, dua buah prasasti (Bogor dan Sukabumi); kedua, beberapa buah berita orang Portugis (1513,1522,1527); dan ketiga, beberapa buah naskah lama (Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksa Kanda'ng Karesian).
    [Show full text]
  • Learning from the Geopolitical Order of Swidden Traditions in the Land of Sunda
    Journal of Regional and City Planning vol. 28, no. 2, pp. 111-128, August 2017 DOI: 10.5614/jrcp.2017.28.2.3 The Metaphor of "Center" in Planning: Learning from the Geopolitical Order of Swidden Traditions in the Land of Sunda 1 2 3 Hafid Setiadi0F , Hadi Sabari Yunus 1F and Bambang Purwanto2F [Received: 14 December 2016; accepted in final version: 19 June 2017] Abstract. This study intends to open a new discourse about the role and position of the center in the field of regional and urban planning by using it as a metaphor. By using a metaphoric deconstruction method, the study examines the changes in geopolitical order and in the concept of the center in the Land of Sunda, which based on the swidden tradition as an implication of Hindu and Islamic influences. The study shows that from before the arrival of Hinduism until the height of Islamic power in the 15th century, the geopolitical order in the Land of Sunda has transformed from (1) an egalitarian system without center to (2) an egalitarian system with a hidden center and then to (3) a hierarchical-network system with noticeable and bold center. However, the swidden tradition remains, which is mainly evident from the use of the concepts of “inside” and “outside” for representing the principles of autonomy and alliance respectively. The two principles have been the main features of the geopolitical order in the Land of Sunda with its ecological and pluralistic nature. These principles teach that the center is not always identified as a dominant and absolute power.
    [Show full text]
  • Preservation of Local Culture Wisdom Values of Kean Santang Wawacan in Ancient Sundanese Text: a Filological and Ethnopedagogical Study
    Preservation of Local Culture Wisdom Values of Kean Santang Wawacan in Ancient Sundanese Text: A Filological and Ethnopedagogical Study D Koswara1, R Permana2, P Hyangsewu3 {[email protected], [email protected], [email protected] } 1,2,3 Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Indonesia Abstract. This research entitled ” Preservation of Local Culture Wisdom Values of Kean Santang wawacan in Ancient Sundanese Text: A Philological and Ethno- pedagogical study". The purpose of this study is (1) to describe and transliterate Kean Santang wawacan script from Arabic-Pegon into Latin letters, (2) to describe the formal structure and narrative structure of Kean Santang Wawacan, and (3) to describe the ethno-pedagogical values contained in Kean Santang wawacan script. The method employed in this study is the study of philology to transliterate ancient Sundanese script from Arabic-Pegon into Latin script, as one of technology transfer effort from traditional work pattern to modern technology. Therefore, the descriptive and transliteration techniques are applied. The literature study is used to understand the elements of Kean Santang wawacan story covering themes and problems, story facts (plot, character, background) and story devices (title, point of view, style, and tone) contained in this ancient Sundanese script. This research collaborated three approaches, namely philology approach, literary approach, and ethno-pedagogical approach. Philological research findings revealed the following facts: (a) Kean Santang wawacan writer is not always consistent in writing letters, lack of understanding about the rules of making pupuh; the use of punctuation in the text studied is not homogeneous, especially the punctuation for pupuh alteration; while based on the results of literary research it is shown that Kean Santang wawacan has a formal and narrative structure as commonly it required.
    [Show full text]
  • KIPRAH SUNAN GUNUNG JATI DALAM MEMBANGUN KEKUATAN POLITIK ISLAM DI JAWA BARAT Siti Fauziyah IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
    KIPRAH SUNAN GUNUNG JATI DALAM MEMBANGUN KEKUATAN POLITIK ISLAM DI JAWA BARAT Siti Fauziyah IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Abstract Sunan Gunung Jati is a figure who spread Islam who plays an important role in building the political power of Islam in West Java, which is centered in Cirebon. Thanks to the leadership of Sunan Gunung Jati (Susuhunan Jati), Cirebon became an independent state (kingdom) from the power of the Sundanese Hindu kingdom which had its capital in Pakuan Pajajaran. Its strategic location makes Cirebon visited by many Muslim traders from various regions so that the religion and culture of Islam developed rapidly. When Islam becomes a political force to be reckoned with, the role of the ulama cannot be ignored in participating in building Islamic power in Indonesia. Ulama in this period not only handled da'wah but also directly engaged in practical politics. The existence of a large responsibility and proficiency in political science possessed by ulama encourages them to carry out political activities aimed at the benefit of the ummah. Likewise, Sunan Gunung Jati was not only successful in preaching the Islamic religion but also succeeded in building the political power of Islam in West Java. Keywords : Sunan Gunung Jati, power, politics, Islam, West Java. Abstrak Sunan Gunung Jati merupakan tokoh penyebar Islam yang berperan penting dalam membangun kekuatan politik Islam di Jawa Barat yang berpusat di Cirebon. Berkat kepemimpinan Sunan Gunung Jati (Susuhunan Jati), Cirebon menjadi negara (kerajaan) merdeka dari kekuasaan kerajaan Hindu Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran. Letaknya yang strategis menjadikan Cirebon banyak dikunjungi oleh saudagar-saudagar muslim dari berbagai wilayah sehingga agama dan budaya Islam berkembang pesat.
    [Show full text]