4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit Semprit Biskuit Semprit
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit Semprit Biskuit semprit adalah salah satu jenis kue kering yang berbahan tepung, lemak, telur, dan gula. Biskuit semprit merupakan kue kering jenis biskuit berlemak karena menggunakan lemak setengah dari berat tepung (Susanto, 2012). Kue semprit termasuk dalam klafikasi kue semprot (bagged cookies). Tekstur adonan kue kering ini lunak, sehingga harus dicetak dengan alat yang disebut spuit (Bahasa Belanda). Cetakan spuit merupakan alat berbentuk tabung dari logam atau plastik dan bekerja seperti alat suntik. Adonan dimasukan dalam tabung lalu didorong dengan tenaga dari tangan sehingga ketika keluar dari corong, adonan tampil sesuai dengan pola atau bentuk lubang moncong yang dipilih (Wijayanti, 2015). Bentuk biskuit semprit dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Biskuit Semprit (Dokumentasi Pribadi) Biskuit semprit merupakan salah satu jenis cookies yang memiliki bentuk bervariasi. Menurut Sutomo (2008) biskuit adalah kue kering mempunyai cita rasa yang manis, terbuat dari tepung terigu, lemak, gula halus dan telur yang dicampur menjadi satu. Tabel 1 memaparkan syarat mutu biskuit semprit (SNI 2973–2011). 4 5 Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau – Normal 1.2 Rasa – Normal 1.3 Warna – Normal 2 Kadar air (b/b) % Maks. 5 3 Serat kasar % Maks. 0,5 4 Protein (N x 6,25) (b/b) % Min. 5 5 Asam lemak bebas % Maks. 1,0 (sebagai asam oleat) (b/b) 6 Cemaran logam 6.1 Timbal (Pb) mg.kg-1 Maks. 0,5 6.2 Cadmium (Cd) mg.kg-1 Maks. 0,2 6.3 Timah (Sn) mg.kg-1 Maks. 40 6.4 Merkuri (Hg) mg.kg-1 Maks. 0,05 6.5 Arsen (As) mg.kg-1 Maks. 0,5 7 Jumlah lempeng total koloni.g-1 Maks. 1 x 104 7.1 Koliform APM.g-1 20 7.2 Eschericia coli APM < 3 7.3 Salmonella sp. – Negatif 25 g-1 7.4 Staphylococcus aureus koloni.g-1 Maks. 1 x 102 7.5 Bacillus cereus koloni.g-1 Maks. 1 x 102 7.6 Kapang dan khamir koloni.g-1 Maks. 2 x 102 (Sumber: SNI 2973–2011) Bahan pada pembuatan biskuit terdiri dari bahan pengikat dan pelembut. Bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, air, susu, dan putih telur, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening agent, dan kuning telur (Sa’adah, 2009). Bahan tambahan lainnya adalah garam dan flavor. Tepung terigu terbuat dari biji gandum. Warna butiran mutu gandum ditinjau dari daerah tempat gandum tumbuh. Gandum dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu hard wheat (protein tinggi), medium wheat (protein sedang) dan soft wheat (protein rendah). Tepung terigu hard wheat memiliki kadar protein sebesar (11– 13) % sehingga sifatnya mudah dicampur, difermentasi, daya serap air tinggi, elastis atau lentur dan mudah digiling. Penggunaan tepung terigu hard wheat cocok 6 untuk produk roti, mie, dan pasta. Tepung terigu ini digunakan untuk sejenis makanan lain yang memerlukan pengembangan (Wijayanti, 2015). Tepung terigu jenis medium mengandung kadar protein (10–11) % berasal dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat yang digunakan untuk membuat adonan dengan tingkat pengembangan sedang, seperti aneka jenis kue, donat, bakpau, bapel dan muffin. Kadar protein tepung terigu jenis soft sebesar (8– 9) % berasal dari penggilingan 100 % gandum soft. Aplikasi tepung terigu soft wheat biasanya pada pembuatan kue yang tidak memerlukan proses fermentasi seperti kue kering, biskuit, dan pastel (Wijayanti, 2015). Fungsi tepung terigu pada pembuatan kue kering adalah sebagai pembentuk tekstur dan kerenyahan adonan (Sutomo, 2008). Karakteristik bahan dasar tepung yang digunakan dalam pembuatan kue kering yaitu kandungan protein gluten rendah atau tidak ada sama sekali, memiliki daya serap air rendah, dan sulit difermentasikan. Jenis tepung pada pembuatan kue semprit menggunakan tepung terigu yang berprotein rendah (8–9) %. Komposisi zat gizi tepung terigu soft wheat per 100 g yakni kalori 365 kkal, protein 8,9 g, lemak 1,3 g, karbohidrat 7,3 g, kalsium 166 mg, fosfor 106 mg, besi 1,2 g, vitamin B1 0,12 mg, kadar air 11,6 g (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2005). Lemak yang digunakan dalam pembuatan kue semprit yakni margarin atau lemak nabati. Margarin terbuat dari minyak kelapa sawit dan memiliki kadar lemak berkisar (80–85) %. Penggunaan margarin dalam kue kering berpengaruh pada membentuk tekstur lebih kokoh, lembut, juga renyah dan memberi aroma lebih gurih (Vivi, 2011). Fungsi lemak pada pembuatan kue kering adalah pemberi aroma harum sehingga menambah cita rasa. Penambahan lemak yang terlalu banyak 7 menyebabkan kue melebar saat pemanggangan, sedangkan pemberian lemak yang sedikit akan membuat terkstur kue kering seret dan kasar dimulut (Sutomo, 2012). Telur ayam merupakan jenis telur yang sering digunakan untuk membuat kue. Fungsi telur dalam pembuatan biskuit berguna sebagai pengikat bahan, memberikan kelembapan, menambah nilai gizi, memberikan rasa gurih, dan membuat aroma cookies lebih harum. Kuning mempunyai sifat untuk merenyahkan tekstur, sedangkan putih telur bersifat mengikat tepung sehingga adonan lebih padat dan renyah (Sutomo, 2012). Penggunaan susu skim pada pembuatan kue kering sebagai pembentuk citarasa dan aroma serta dapat menambah nilai gizi biskuit. Penambahan gula dalam pembuatan biskuit berguna pemberi rasa manis, pembentuk tekstur dan memperbaiki warna pada permukaan biskuit. Bahan tambahan lain yaitu garam sebagai penambah rasa, memperkuat tekstur dan mengikat air. Selain itu garam dapat mencegah adonan agar tidak lengket dan tidak terlalu mengembang (Fajar, 2013). Menurut Praptiningrum (2015) tahapan pembuatan kue kering (cookies), dimulai dengan tahap seleksi bahan guna memilih bahan yang berkualitas baik. Pemilihan tepung terigu harus berwarna krem, tidak bau apek, tidak ditemukan mikroorganisme seperti kutu, dan tidak menggumpal. Telur yang digunakan yakni kuning telur masih bulat utuh, putih telur kental dan tidak berbau busuk. Lemak yang dipilih harus memiliki bau khas atau masih segar, padat dan berwarna kuning tua untuk margarin sedangkan butter bewarna kuning muda. Gula yang digunakan adalah berwarna putih bersih dan tidak menggumpal. 8 Proses selanjutnya adalah penimbangan guna mengantisipasi adanya kelebihan dan kekurangan pada takaran bahan yang dibutuhkan. Bahan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satuan gram (Praptiningrum, 2015). Tahap pencampuran bahan menurut Khasanah (2007) yaitu pengocokan margarin, gula halus dan kuning telur hingga rata. Setelah itu penambahan tepung terigu yang sudah diayak, kemudian pengadukan adonan menggunakan spatula atau sendok. Tahap berikutnya yaitu pencetakan adonan dengan cetakan spuit yang sudah disiapkan pada plastik segitiga. Ujung plastik dipotong dengan gunting, kemudian adonan disemprotkan pada loyang. Tahap pemanggangan dilakukan dengan cara memasukan loyang kedalam oven. Suhu pemanggangan yaitu 160 °C selama 25 menit (Sutomo, 2008). Tahap terakhir adalah pengemasan cookies yang telah dingin dimasukkan kedalam toples (Khasanah, 2007). 2.2 Bekatul Bekatul adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat proses penggilingan padi atau disebut selaput inti biji padi. Proses penggilingan padi menghasilkan beras sebanyak (60–65) % dan bekatul sebesar (8–12) % (Fauziyah, 2011). Menurut Nursalim dan Razali (2007) bekatul yang mengandung kadar selulosa dan hemiselulosa yang paling tinggi dibandingkan dengan beras. Kenampakan bekatul dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Bekatul 9 Menurut David (2008), proses penyosohan adalah proses penghilangan dedak dan bekatul dari bagian endosperma beras. Penyosohan dapat menghasilkan beras yang lebih putih bersih tetapi miskin zat gizi. Semakin tinggi derajat sosoh, penampakan warna beras semakin putih dan bersih. Hasil samping proses penyosohan yakni bekatul (tahap II) dan dedak (tahap I). Gabah padi terdiri atas dua lapisan utama, yaitu endosperm atau biasa disebut dengan biji beras dan kulit padi. Kulit padi ini secara keseluruhan jumlahnya sekitar 8 % dari jumlah total padi. Kulit padi terdiri atas hull yang merupakan kulit bagian terluar dan bran (bekatul) yang merupakan kulit bagian dalam atau selaput biji. Bekatul terdiri atas beberapa lapisan, yaitu pericarp, seed coat, nucellus, dan aleurone (Nursalim, 2007). Penampang padi dan bagian- bagiannya ditunjukan pada Gambar 3. Gambar 3. Penampang Padi (Sumber: Nugrahawati, 2011) Bekatul sebagai hasil sampingan penggilingan padi diperoleh dari lapisan luar karyopsis beras. Meskipun bekatul tersedia melimpah di Indonesia, pemanfaatannya untuk konsumsi manusia masih terbatas. Hingga saat ini, pemanfaatanya terbatas sebagai pakan ternak. Padahal, nilai gizi bekatul sangat baik, kaya akan vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, protein, 10 orizanol, dan asam ferulat. Kandungan vitamin E (tokoferol) bekatul berperan sebagai antioksidan dengan mencegah kerusakan dinding sel sehingga mampu mencegah hemolisis (kerapuhan) sel darah merah. Bekatul mempunyai sifat fungsional yaitu sebagai penurun kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol yakni penyerapan lipid oleh kandungan serat bekatul pada saluran pencernaan dan peningkatan ekskresi asam empedu (Fauziyah, 2011). Kandungan gizi bekatul tergantung pada varietas, kondisi lingkungan, proses penggilingan, ketebalan lapisan kulit luar, ukuran juga bentuk butiran padi, dan metode analisa zat gizi yang dilakukan. Jenis padi dan lokasi berpengaruh signifikan terhadap komposisi zat gizi bekatul (Fauziyah, 2011). Tabel 2 menjabarkan kandungan zat gizi makro dan mikro pada bekatul. Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Bekatul Komponen Penelitian 1 Penelitian 2 Karbohidrat (%) 49,4* 34,1 – 52,3** Protein (%)