JURNAL PROTEKSI KESEHATAN Volume 6 Nomor 1, April 2017, Hal. 1-90

DAFTAR ISI

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK BATITA DI KELURAHAN LIMBUNGAN BARU WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP KARYA WANITA KOTA PEKANBARU TAHUN 2017 Augesti Erisna, Jasmi 1-8

IDENTIFIKASI BORAKS PADA KULIT DAN KERUPUK NASI YANG DI JUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA PEKANBARU Elvi, Evi Kaderani Barutu, Lily Restusari 9-21

GAMBARAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DAN KEBIASAAN MEROKOK PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK DI INSTANSI NON KESEHATAN Maghfirahmah Amsyah Putri, Ayu Lestari, Stephani, Muharni 22-41

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI KELURAHAN KAMPUNG TENGAH KOTA PEKANBARU TAHUN 2017 Melinda Susanti S, Juraida Roito Hrp 42-51

DAYA TERIMA KERING SAGU DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Melsa Nilmalasari, Esthy Rahman Asih 52-63

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEPRESI ANTENATAL PADA IBU HAMIL DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) KOTA PEKANBARU TAHUN 2017 Rr. Kusuma Nurin Husna, Melly Wardanis, Junaida Rahmi 64-73

HUBUNGAN DIAMETER DAN BERAT PLASENTA DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DI KLINIK SWASTA PEKANBARU TAHUN 2017 Yulia Fitri, Isrowiyatun Daiyah 74-81

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 18-24 BULAN DI KELURAHAN LIMBUNGAN BARU WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP KARYA WANITA KOTA PEKANBARU Mita Puspitasari, Yeni Aryani 82-90

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK BATITA DI KELURAHAN LIMBUNGAN BARU WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP KARYA WANITA KOTA PEKANBARU TAHUN 2017

Augesti Erisna*, Jasmi* *Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

ASI eksklusif berdampak pada perkembangan motorik. ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada enam bulan pertama bahkan pada usia lebih dari enam bulan. Apabila bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif maka risikonya sangat berpengaruh pada kesehatan (kekebalan tubuh) dan tumbuh kembang bayi akan terganggu. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI Eksklusif, Perkembangan motorik dan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan Perkembangan Motorik Batita. Metode Penelitian ini yaitu Deskriptif Analitik dengan desain Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Limbungan Baru Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Kota Pekanbaru pada bulan Maret - Agustus 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Batita yang terdaftar di Kelurahan Limbungan Baru Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita. Responden dalam penelitian ini berjumlah 41 Batita. Teknik pengambilan sampel secara cluster sampling. Analisa data menggunakan univariat dan bivariat dengan uji statistik chi-square pada derajat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar Batita tidak mendapatkan ASI Eksklusif dengan presentase 53,7%, sebagian besar Batita mengalami perkembangan motorik sesuai dengan presentase 58,5% dan Sebanyak 72,7% Batita tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki perkembangan motorik yang meragukan. Hasil analisa data menunjukkan bahwa ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik batita (p=0,000). Diharapkan kepada Bidan di Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita dapat meningkatkan upaya promosi kesehatan tentang ASI eksklusif pada ibu menyusui dan dapat melakukan deteksi dini gangguan perkembangan.

Daftar pustaka : 28 (2006-2014) Kata kunci : ASI Eksklusif, Perkembangan Motorik Batita

PENDAHULUAN kesehatan bagi anak belum Survei yang dilakukan oleh terintegrasi sepenuhnya dengan United Nations Children’s Fund perkembangan optimal anak, padahal (UNICEF) tahun 2006 menunjukkan berpengaruh pada kematangan bahwa dari 200 juta anak di bawah intelektual dan emosional usia 5 tahun di Negara-Negara (Kemenkes, 2012). Data mengenai berkembang, lebih dari sepertiganya gangguan perkembangan anak tidak berpotensi untuk berkembang. seperti keterlambatan motorik, Selama ini fokus pelayanan berbahasa, perilaku, autisme,

1

2 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 1-8

hiperaktif, dalam beberapa tahun Puskesmas memiliki data terakhir ini angka kejadiannya penyimpangan motorik kasar dan semakin meningkat, yaitu berkisar motorik halus pada anak yaitu antara 13%-18% di Puskesmas Rawat Inap (RI) Karya (Dhamayanti, 2006). Menurut Ikatan Wanita dengan persentase 0,58%, Dokter Anak Indonesia yang Puskesmas RI Simpang Tiga 0,18%, selanjutnya akan disingkat dengan Puskesmas Garuda 0,09%, IDAI tahun 2013 mengatakan bahwa Puskesmas Payung Sekaki 0,47%, diperkirakan 5-10% anak mengalami Puskesmas Sidomulyo 0,04%. Dari 5 keterlambatan perkembangan, sekitar Puskesmas tersebut dapat dilihat 1-3% balita mengalami bahwa Puskesmas RI Karya Wanita keterlambatan perkembangan umum memiliki persentase tertinggi bila (global developmental delay). dibandingkan dengan 4 Puskesmas Beberapa penyebab dari anak- lainnya. Cakupan ASI Eksklusif di anak tumbuh lambat serta gagal Puskesmas RI Karya Wanita juga berkembang adalah kemiskinan, gizi masih dibawah target yaitu 44,98%. buruk, defisiensi mikronutrien dan Berdasarkan hasil penelitian lingkungan belajar yang tidak Ali, et al (2014) di India, anak-anak menyediakan cukup stimulasi yang mendapatkan ASI eksklusif responsif. Gizi merupakan salah satu selama minimal 6 bulan atau lebih komponen yang penting dalam memiliki skor Ages and Stages menunjang keberlangsungan proses Questionnaire (ASQ) lebih tinggi pertumbuhan dan perkembangan. Air secara signifikan dengan nilai P susu ibu (ASI) adalah Gizi terbaik untuk sektor motorik kasar (0,004) yang dibutuhkan oleh bayi hingga ia dan motorik halus (0,007) berusia enam bulan. ASI eksklusif dibandingkan dengan anak-anak membuat bayi berkembang dengan yang tidak mendapatkan ASI baik pada enam bulan pertama eksklusif dengan nilai P untuk sektor bahkan pada usia lebih dari enam motorik kasar (0,091) dan motorik bulan. Apabila bayi tidak halus (0,044). Sehingga dapat mendapatkan ASI eksklusif maka disimpulkan bahwa ASI eksklusif risikonya sangat berpengaruh pada memiliki peran dalam perkembangan kesehatan (kekebalan tubuh) dan motorik anak. tumbuh kembang bayi baik fisik Berdasarkan data diatas, maupun psikis yang tidak optimal penulis melakukan penelitian seperti perkembangan motorik mengenai Hubungan Pemberian ASI (Haryono, dkk, 2014). Namun Eksklusif dengan Perkembangan menurut Kemenkes 2014, pemberian Motorik Batita di Kelurahan ASI eksklusif relatif sangat rendah Limbungan Baru Wilayah Kerja yang secara Nasional masih 52,3% Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita dan cakupan ASI eksklusif di Kota Pekanbaru Tahun 2017. Provinsi Riau juga masih dibawah target yaitu 55,7% (Kemenkes RI, METODE PENELITIAN 2014). Metode Penelitian ini yaitu Berdasarkan data Dinas Deskriptif Analitik dengan desain Kesehatan Provinsi Riau tahun 2016 Cross Sectional. Penelitian ini pada triwulan 1, dari 20 Puskesmas dilakukan pada bulan September di Kota Pekanbaru didapatkan 5 2016 - Juli 2017. Populasi dalam Augesti Erisna, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif 3

penelitian ini adalah seluruh Batita Kota Pekanbaru, sebagian besar yang terdaftar di kelurahan responden tidak memberikan ASI Limbungan Baru wilayah kerja ekslusif yaitu sebesar 53,7%, Puskesmas Rawat Inap Karya selebihnya responden memberikan Wanita. Sampel dalam penelitian ini ASI eksklusif yaitu sebesar 46,3%. berjumlah 41 Batita. Dalam Pemberian ASI eksklusif di penelitian ini sampel diambil Posyandu Kelurahan Limbungan menggunakan teknik cluster Baru Wilayah Kerja Puskesmas sampling. Rawat Inap Karya Wanita Kota Pekanbaru adalah sebesar 44,98% HASIL PENELITIAN yang masih dibawah target Nasional Tabel 1. Distribusi Batita yaitu sebesar 80% (Kemenkes RI, berdasarkan Pemberian ASI 2014). Hal ini sesuai dengan Eksklusif di Kelurahan penelitian ini, pemberian ASI Limbungan Baru Wilayah Kerja Eksklusif di 3 Posyandu Kelurahan Puskesmas Rawat Inap Karya Limbungan baru wilayah kerja Wanita tahun 2017 Puskesmas RI Karya wanita kota Tabel 2. Distribusi Perkembangan ASI No n % Motorik Batita di Kelurahan Eksklusif Limbungan Baru Wilayah Kerja 1. Ya 19 46,3 Puskesmas Rawat Inap Karya 2. Tidak 22 53,7 Wanita tahun 2017 Jumlah 41 100 Perkembangan No n % Motorik Pekanbaru hanya 46,3%. 1. Sesuai 24 58,5 Pada saat penelitian, peneliti 2. Meragukan 17 41,5 membagikan kuesioner sekaligus bertanya secara detail kepada ibu Jumlah 41 100 mengapa ibu-ibu tersebut tidak memberikan ASI secara eksklusif pada anaknya, kebanyakan ibu Tabel 3. Hubungan Pemberian menjawab karena mereka berpikir ASI Eksklusif dengan bahwa anak mereka belum kenyang Perkembangan Motorik Batita bila hanya diberi ASI saja, sebagian di Kelurahan Limbungan Baru lagi menjawab karena mereka Wilayah Kerja Puskesmas bekerja pagi-sore sehingga tidak RI Karya Wanita tahun 2017 sempat memberikan ASI saja kepada anaknya dan ada juga yang P. Motorik ASI Jumlah p value OR Sesuai Meragukan menjawab karena faktor budaya, eksklusif n % n % n % yang diharuskan memberikan madu Ya 18 94,7 1 5,3 19 100 0,000 48,00 saat bayi baru lahir. Hal ini sesuai Tidak 6 27,3 16 72,7 22 100 Total dengan teori Partiwi tahun 2008 yang 24 58,5 17 41,5 41 100 menyatakan bahwa rendahnya pemberian ASI eksklusif bisa PEMBAHASAN disebabkan oleh beberapa faktor Dari hasil penelitian yang telah yaitu bisa dari faktor internal dilakukan di 3 Posyandu Kelurahan maupun eskternal.Faktor internal Limbungan Baru Wilayah Kerja meliputi faktor pendidikan ibu, Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita ketidaktahun mengenai ASI ekslusif,

4 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 1-8

sikap dan perilaku, piskologis ibu, dalam maturasi sel otak. Kandungan dll. Faktor eksternal berupa peranan AA dan DHA dalam ASI akan ayah dalam mendukung pencapaian berguna untuk kecerdasan anak. ASI eksklusif, sosial budaya, Dari hasil penelitian, pemberian informasi yang salah, didapatkan bahwa perkembangan termasuk peran petugas kesehatan motorik Batita yang sesuai umur yang masih kurang dalam adalah 58,5%, sedangkan Batita memberikan promosi mengenai ASI dengan perkembangan motorik eksklusif.Peran petugas kesehatan meragukan yaitu sebanyak 41,5%. sangatlah penting dalam pencapaian Batita yang mengalami program ASI eksklusif, yaitu perkembangan motorik meragukan memberikan penyuluhan, pada kelompok usia 24 bulan yaitu pengarahan, serta mendorong ibu ada 9 Batita dengan sebagian besar memberikan ASI secara eksklusif mengalami gangguan motorik halus, pada bayinya, sehingga diharapkan dimana Batita tidak dapat menyusun dapat membantu keberhasilan kubus tanpa menjatuhkannya. Pada program ASI eksklusif. kelompok umur 21 bulan, hanya 1 ASI adalah makanan yang orang yang mengalami terbaik untuk bayi. ASI mengandung perkembangan meragukan yaitu pada semua nutrisi yang dibutuhkan bayi sektor gerak halus, dimana Batita serta mampu melindungi bayi dari tidak dapat menyusun kubus dengan infeksi. Hingga saat ini, penelitian benar. Pada kelompok umur 18 yang dilakukan oleh para ahli belum bulan, ada 4 Batita yang mengalami menunjukkan adanya kandungan perkembangan motorik meragukan yang lebih baik daripada yang yaitu pada aspek motorik kasar, terkandung di dalam ASI (Indiarti, dimana anak berjalan masih 2007). Menurut Hubertin 2007, ASI terhuyung-huyung. Pada kelompok eksklusif merupakan pemberian ASI umur 21 bulan, ada 3 Batita yang sedini mungkin setelah persalinan, memiliki perkembangan motorik tidak diberikan makanan atau meragukan, 2 Batita pada aspek minuman lainnya walaupun air putih motorik kasar yaitu belum bisa sampai bayi berumur 6 bulan. berdiri 30 detik atau lebih dengan Manfaat ASI sangat banyak dan berpegangan pada benda, sedangkan berlimpah bagi pertumbuhan dan 1 Batita mengalami keterlambatan perkembangan bayi. Apabila ditinjau pada aspek motorik halus yaitu dari aspek gizi, kolostrum berguna Batita belum bisa mempertemukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dua buah kubus. anak dari serangan infeksi virus dan Perkembangan anak selalu bakteri. Selain itu, didalam kolostrum mengikuti pola yang teratur dan terdapat vitamin A, lemak dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak karbohidrat yang sesuai untuk bisa terjadi terbalik, misalnya anak memenuhi nutrisi bayi pada awal lebih dahulu mampu berdiri sebelum kelahirannya. Kandungan-kandungan berjalan, perkembangan berlangsung tersebut tidak akan pernah bisa dari tahapan umum ke tahapan tergantikan oleh susu formula jenis spesifik dan terjadi apapun. Kandungan taurin didalam berkesinambungan. Jika setiap ASI berfungsi sebagai kelainan/penyimpangan sekecil neurotransmitter yang berperan apapun apabila tidak dideteksi Augesti Erisna, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif 5

apalagi tidak ditangani dengan baik, Mergangsan Yogyakarta tahun 2012 akan mengurangi kualitas sumber yang menyebutkan bahwa ASI tidak daya manusia dikemudian hari eksklusif meningkatkan resiko (Kemenkes, 2012). terjadinya perkembangan motorik Hasil penelitian ini kasar balita yang tidak sesuai dengan menunjukkan bahwa Batita yang umur sebesar 5,6 kali dibandingkan diberi ASI eksklusif dengan dengan balita yang diberi ASI perkembangan motorik sesuai yaitu eksklusif. sebesar 94,7% dengan jumlah 18 Dalam pengumpulan data orang. Hal ini sesuai dengan tersebut, didapatkan 1 orang Batita pendapat IDAI tahun 2010 yang dengan ASI eksklusif namun mengatakan bahwa tumbuh kembang perkembangan motoriknya anak yang minum ASI lebih baik, meragukan. Setelah peneliti bertanya karena komposisi ASI yang sangat kepada ibu yang bersangkutan, ibu menunjang perkembangan anak. mengaku bahwa jarang melakukan Anak jarang sakit karena adanya stimulasi pada anaknya. Tidak dapat antibodi baik seluler maupun dipungkiri bahwa perkembangan humoral di dalam ASI. Selain itu motorik juga dapat dipengaruhi oleh ASI juga mengandung hormon dan lingkungan salah satunya cara enzim. Perkembangan anak lebih stimulasi orang tua atau orang baik, karena komposisi ASI untuk terdekat anak. Namun peran ASI pertumbuhan otak bayi, ibu juga eksklusif begitu besar untuk anak, dapat melakukan berbagai macam ASI ibarat stimulasi awal untuk sensori : taktil, penglihatan maupun perkembangan otak yang seharusnya penciuman. Limpahan kasih sayang diasah orang tua perkembangan pada saat menyusui membuat bayi anak lebih optimal. terasa nyaman dan aman dalam Hasil uji statistik menggunakan dekapan ibu, yang penting juga untuk uji chi-square dengan derajat tumbuh kembangnya. kepercayaan 95% didapatkan bahwa Sebagian besar Batita yang ada hubungan yang bermakna antara tidak diberikan ASI secara eksklusif pemberian ASI eksklusif dengan memiliki perkembangan motorik perkembangan motorik Batita meragukan yaitu 72,7% dengan (p=0,000) dengan OR adalah 48,00, jumlah 16 orang Batita. Hal ini yang artinya Batita yang tidak diberi sesuai dengan data hasil penelitian ASI eksklusif berpeluang untuk bahwa kebanyakan Batita hanya mengalami resiko gangguan menjawab 5 soal dengan benar dari 7 perkembangan motorik 48 kali pertanyaan.Dua pertanyaan salah daripada Batita yang diberi ASI terdapat pada point motorik kasar Eksklusif. dan motorik halus. Dalam point Hasil penelitian ini sama motorik kasar, Batita masih belum dengan hasil penelitian yang bisa berdiri selama 30 detik atau dilakukan oleh Febriana tahun 2015 lebih. Ditinjau dari aspek motorik di Puskesmas Gamping I Sleman halus, Batita masih belum bisa Yogyakarta menyatakan bahwa ada menyusun dua buah kubus dengan hubungan pemberian ASI eksklusif benar. Hal ini sesuai dengan dengan perkembangan bayi usia 9-12 penelitian Lisa di Kelurahan bulan dengan nilai p sebesar 0,001. Brontokusuman Kecamatan Hasil penelitian lain yang berjudul

6 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 1-8

hubungan pemberian ASI eksklusif pendamping saat usia 4 bulan. (IDAI, dengan perkembangan motorik kasar 2008). Berdasarkan penelitian balita dari Lisa yang menunjukkan Husniati (2007), dari faktor yang adanya hubungan antara pemberian berhubungan dengan perkembangan ASI eksklusif dengan perkembangan motorik anak yaitu lama pemberian motorik kasar balita dan ASI, status gizi anak, dan pendapatan perkembangan pemberian ASI tidak perkapita keluarga didapatkan hasil eksklusif beresiko 5,6 kali terjadi bahwa lama pemberian ASI perkembangan motorik kasar balita mempengaruhi perkembangan anak. tidak sesuai umur dibandingan Sehingga ini juga membuktikan dengan balita yang diberi ASI bahwa ASI eksklusif juga dapat eksklusif. mempengaruhi perkembangan anak. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Hubertin tahun KESIMPULAN 2007 bahwa anak yang diberi ASI sampai enam bulan akan jauh lebih 1. Batita tidak mendapatkan ASI sehat dari bayi yang menyusui ASI eksklusif yaitu sebesar 53,7%. hanya sampai empat bulan dan 2. Perkembangan motorik Batita frekuensi terkena diare jauh lebih sesuai dengan umur yaitu 58,5%. kecil sehingga kesehatan bayi akan 3. Ada hubungan yang bermakna lebih baik. Perkembangan motorik antara pemberian ASI eksklusif diartikan sebagai perkembangan dan dengan perkembangan motorik unsur kematangan dan pengendalian Batita (p=0,000) di Kelurahan gerak tubuh, dan perkembangan Limbungan baru Wilayah Kerja tersebut erat kaitannya dengan Puskesmas Rawat Inap Karya perkembangan pusat motorik di otak. Wanita Kota Pekanbaru tahun Pada anak, gerakan ini dapat secara 2017. lebih jelas dibedakan antara gerakan kasar dan gerakan halus. Disebut SARAN gerakan kasar, bila gerakan yang dilakukan oleh otot-otot yang lebih 1. Diharapkan penelitian ini bisa besar. Dan hasil pengamatan menjadi bahan bacaan untuk terhadap anak yang mendapat ASI mahasiswa Poltekkes Kemenkes eksklusif menunjukkan rata-rata Riau. terlihat gerakan motorik yang lebih 2. Diharapkan kepada Bidan dan cepat. Tenaga kesehatan lainnya di Beberapa penelitian Puskesmas Rawat Inap Karya memperlihatkan bayi yang mendapat Wanita agar meningkatkan upaya ASI jauh lebih matang, lebih asertif promosi kesehatan tentang ASI dan progresitifitas yang lebih baik eksklusif pada ibu menyusui dan pada skala perkembangan dapat melakukan deteksi dini dibandingkan anak yang tidak gangguan perkembangan terutama menggunakan ASI. Suatu penelitian motorik kasar dan motorik halus Honduras memperlihatkan bahwa pada masa berjalan, bayi yang mendapat ASI eksklusif menggelindingkan bola dan selama 6 bulan dapat merangkak dan menyusun kubus. duduk lebih dahulu dibandingkan 3. Diharapkan kepada peneliti bayi yang sudah mendapat makanan selanjutnya melakukan penelitian Augesti Erisna, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif 7

dengan sampel yang lebih besar, Dwiharso. 2007. Pentingnya ASI metode yang berbeda, variabel Eksklusif (Online),. berbeda dan memakai lembar (http://www.jurnalkesehatan.co skrining perkembangan lainnya m, diakses 15 maret 2013). seperti DDST, tes IQ, tes Psikologis, dll. Elfian, dkk. 2009. My Baby. Jakarta: Penebar Plus DAFTAR PUSTAKA Haryono, Rudi dan Sulis Ali, Syed Sadat, et al. 2014.“The Setianingsih. 2014. Manfaat Impact of Nutrition on Child ASI Eksklusif Untuk Buah Hati Development at 3 Years in a Anda. Yogyakarta: Gosyen Rural Community of India” Publishing. Ariani. 2010. Ibu, Susui Aku!. IDAI, 2013. Mengenal keterlambatan Bandung: Khazanah Intelektual perkembangan umum pada Arini, H. 2012. Mengapa Seorang anak. Melalui Ibu Harus Memyusui?. Jogjakarta: http://idai.or.id/public Flash Books [11/2/2014] Aziz, A. Hidayat. 2007. Siapa Bilang , Cabang DKI Jakarta. 2010. Anak Sehat Pasti Cerdas. Indonesia Menyusui. Jakarta: Jakarta: PT Gramedia Balai Penerbit IDAI . 2011. Pengantar Indiarti, MT. 2007. A To The Z The Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Golden Age. Yogyakarta: Penerbit Salemba Medika Andi Dee, Deborah L., dkk. Associations Kemenkes. 2012. Pedoman Between Breastfeeding Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Practices and Young dan Intervensi Dini Tumbuh Children’s Language and Kembang Anak di Tingkat Motor Skill Development. Pelayanan Kesehatan Dasar. (online) Jakarta: Depkes RI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ .. 2014. Profil Kesehatan pubmed/17272591, diunduh Republik Indonesia Tahun Februari 2007) 2014. Jakarta : Kemenkes RI Depkes RI. 2005. Pedoman Lisa, Ulfa Farrah. 2012. Hubungan pelaksanaan stimulasi, deteksi Pemberian ASI Eksklusif dan intervensi dini tumbuh Dengan Perkembangan kembang anak di tingkat Motorik Kasar Balita Di pelayanan kesehatan dasar. Kelurahan Brontokusuman Jakarta: Depkes RI. Kecamatan Mergangsan Dhamayanti M. 2006. Kuesioner Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Praskrining Perkembangan STIKES U’Budiyah (online), (KPSP) Anak. Sari Pediatri, (http://www.ejournal.uui.ac.id/j Vol. 8, No. 1, pp. 9 - 15 urnal-J00115.html, diunduh 10 September 2015).

8 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 1-8

Mansur, Herawati. 2011. Psikologi Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Ibu dan Anak Untuk Depdiknas. Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika UNICEF. 2006. Programming Experiences in Early Child Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Development. New York: Early Kembang, Status Gizi, dan Child Development Unit Press. Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI makanan terbaik untuk Marmi dan Rahardjo, Kukuh. 2012. kesehatan, kecerdasan, dan Asuhan Neonatus, Bayi, Balita kelincahan si kecil. dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta: Pustaka Pelajar Notoadmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta Nurlila, Ratna Umi dan Jumarddin L.F. 2013. Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar dan Halus pada Bayi 6 Bulan yang Mendapat Asi Eksklusif dan Non Asi Eksklusif di Desa Penanggotu Kecamatan Lambandia Kabupaten Kolaka Tahun 2013. (online). (ejournal.iainkendari.ac.id, diunduh November 2015) Nurlinda, Andi. 2013. Gizi dalam siklus kehidupan seri baduta. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan (KDT) Pratisti, Wiwien Dinar. 2008. Psikologi Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Soedjatmiko. 2009. Cara Praktis Membentuk Anak Sehat, Tumbuh Kembang Optimal,Kreatif dan Cerdas Multipel. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Hal 18, 19, 23. Sunardi dan Sunaryo. 2007. Intervensi Dini Anak IDENTIFIKASI BORAKS PADA KULIT LUMPIA DAN KERUPUK NASI YANG DI JUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA PEKANBARU

Elvi*, Evi Kaderani Barutu*, Lily Restusari* *Prodi D-III Gizi Politeknik Kesehatan Riau

ABSTRAK

Pendahuluan: Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam makanan terutama makanan olahan merupakan hal yang tidak dapat dihindari lagi.Sejak pertengahan abad ke-20, BTP khususnya bahan pengawet semakin sering digunakan dalam produksi pangan.Hal ini seiring dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis (Cahyadi, 2008). Menurut Sugiyono et al (2009), yang meneliti kandungan boraks pada gendar/kerupuk nasi yang diproduksi oleh industri rumah tangga di daerah Ambarawa menyimpulkan bahwa sampel yang berupa gendar/kerupuk nasi positif mengandung senyawa boraks. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan boraks pada kulit lumpia dan kerupuk nasi yang dijual di pasar tradisional Kota Pekanbaru. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan melalui penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan adalah survei secara langsung terhadap jumlah penjual kulit lumpia dan kerupuk nasi yang berada dipasar tradisional Kota Pekanbaru dengan produsen yang berbeda. Penelitian lanjutan adalah analisa boraks secara kualitatif terhadap sampel kulit lumpia dan kerupuk nasidengan metode uji nyala api. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling. Total sampel yang diperoleh berjumlah 5 sampel kulit lumpia dan 9 kerupuk nasi. Penelitian ini telah lulus uji etik oleh komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Hasil: Dari hasil pengujian yang telah dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Kota Pekanbaru, semua sampel kulit lumpia dan kerupuk nasi negatif mengandung boraks.Sampel-sampel tersebut menunjukkan nyala yang berwarna kuning oranye, dikarenakan semua sampel tidak memiliki kandungan senyawa- senyawa molekul garam-garam natrium tetraborat atauboraks, jika sampel positif mengandung boraks maka akan menimbulkan nyala yang pinggirnya berwarna hijau.

Kata Kunci : BTP, Boraks, Kulit Lumpia,Kerupuk Nasi, Pasar Tradisional

PENDAHULUAN yang digunakan dalam proses Pangan adalah segala sesuatu penyiapan, pengolahan, dan yang berasal dari sumber hayati pembuatan makanan atau minuman produk pertanian, perkebunan, (PP RI No. 18 Tahun 2012). kehutanan, perikanan, peternakan, Penggunaan Bahan Tambahan perairan, dan air, baik yang diolah Pangan (BTP) dalam makanan maupun tidak diolah yang terutama makanan olahan merupakan diperuntukkan sebagai makanan atau hal yang tidak dapat dihindari minuman bagi konsumsi manusia, lagi.Sejak pertengahan abad ke-20, termasuk bahan tambahan pangan, BTP khususnya bahan pengawet bahan baku pangan, dan bahan lainnya semakin sering digunakan dalam

9

10 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 9-21 produksi pangan.Hal ini seiring nama borax. Di Jawa Barat dikenal dengan kemajuan teknologi produksi juga dengan nama “bleng”. Bleng bahan tambahan pangan sintesis (natrium biborat, natrium piroborat, (Cahyadi, 2008). Pengertian bahan natrium tetraborat) adalah campuran tambahan pangan dalam Peraturan garam mineral konsentrasi tinggi. Pemerintah RI No. 28 tahun 2004 Bentuknya panjang dan berwarna agak tentang keamanan, mutu, dan gizi kuning. Zat ini adalah bentuk tidak pangan yaitu bahan yang ditambahkan murni dari asam borat, sementara kedalam pangan untuk mempengaruhi bentuk murninya banyak dikenal sifat atau bentuk pangan. Jumlah dengan nama boraks. (Cahyadi, 2008). asupan maksimum bahan tambahan Menurut Suhanda (2012), sudah pangan yang diizinkan dalam sejak lama boraks disalahgunakan milligram per kilogram berat badan oleh produsen untuk pembuatan yang dapat dikonsumsi tanpa kerupuk, mie, (sebagai menimbulkan efek yang merugikan. pengeras), (sebagai pengeras), Berdasarkan peraturan Menteri (sebagai pengeyal dan Kesehatan RI No.033/Menkes/ pengawet), kecap (sebagai pengawet), Per/IX/2012 bahan tambahan pangan bahkan pembuatan dapat dibedakan menjadi bahan yang (sebagai pengental dan pengawet). diizinkan dan yang tidak diizinkan. Dalam jumlah banyak boraks Bahan tambahan pangan yang menyebabkan demam, anuria (tidak diizinkan yaitu anti buih, anti oksidan, terbentuknya urin), koma, merangsang anti kempal, pengatur keasaman, system saraf pusat, menimbulkan pemanis buatan, pemutih tepung, depresi, apatis, sianosis, tekanan darah pengawet, pengeras, pewarna, pelapis, turun, kerusakan ginjal, pingsan, gas untuk kemasan, pengental, dan bahkan kematian (Nasution, 2009). lain-lain. Menurut Sugiyono et al (2009), BTP yang digunakan sebagai yang meneliti kandungan boraks pada pengawet yaitu asam sorbat dan gendar/kerupuk nasi yang diproduksi garamnya, natrium sorbat, kalium oleh industri rumah tangga di daerah sorbat, kalsium sorbat, asam benzoat Ambarawa menyimpulkan bahwa dan garamnya, natrium benzoat, sampel yang berupa gendar/kerupuk kalium benzoat, kalsium benzoat, etil- nasi positif mengandung senyawa para hidroksibenzoat, metil para- boraks. Selain itu, tahun 2015 Badan hidroksibenzoat, sulfit, belerang Pengawasan Obat dan Makanan dioksida, natrium sulfit, natrium Republik Indonesia (BPOM RI) bisulfit, natrium metabisulfit, kalium mendeteksi masih banyaknya metabisulfit, kalium sulfit, kalsium penyalahgunaan penggunaan boraks bisulfit, kalium bisulfit, nisin, nitrit, pada bahan pangan yang diperoleh kalium nitrit, natrium nitrit, nitrat, dari berbagai daerah di Indonesia. kalium nitrat, kalsium nitrat, asam Penyalahgunaan pemakaian boraks propionate dan garamnya, natrium diperoleh sebesar 3,67% dari 4.635 propionat, kalium propionat, dan sampel yaitu sebanyak 170 sampel kalsium propionate. Sedangkan bahan positif mengandung boraks. Dari 170 tambahan yang tidak diizinkan yaitu sampel yang positif mengandung asam boraks dan senyawanya, asam boraks, salah satunya adalah kerupuk. salisilat dan garamnya, formalin, Pada Januari 2016, dalam rangka HUT kokain, dan lain-lain. Badan POM RI ke-15, dilakukan Asam borat (H3BO3) merupakan pengawasan di Pasar Bandar Buek senyawa bor yang dikenal juga dengan Padang dan dari hasil pengawasan Elvi, Identifikasi Boraks Pada Kulit Lumpia Dan Kerupuk Nasi 11

tersebut ternyata ditemukan kerupuk Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya nasi positif mengandung boraks yaitu dan Mikrobiologi BPOM Kota dari hasil pengujian yang sudah Pekanbaru pada tanggal 05 September dilakukan ternyata dari 32 sampel 2016mengenaidata hasil sidak makanan yang diperiksa, ternyata ada Ramadhan dan karena masih 1 makanan yang positif mengandung seringnya penggunaan boraks pada boraks yaitu kerupuk nasi berbentuk kerupuk nasi tersebut, maka penulis segi empat berwarna kuning (BPOM, tertarik ingin melakukan identifikasi 2016). boraks pada kerupuk nasi dan kulit Pada tanggal 10 Maret 2016 lumpia yang di jual di pasar Badan Pengawas Obat dan Makanan tradisional Kota Pekanbaru. (BPOM) melakukan sidak makanan jajanan di beberapa Sekolah Dasar METODE PENELITIAN yang ada di Jakarta Timur. Dari 23 Jenis Penelitian sampel makanan yang ada, ditemukan Jenis penelitian ini adalah 2 sampel makanan yang positif penelitian survey dengan melalui mengandung boraks yaitu pada kulit penelitian pendahuluan dan penelitian pisang coklat dan martabak tahu. Pada lanjutan. Penelitian pendahuluan tanggal 08 Juni 2016 Badan Pengawas adalah survei secara langsung terhadap Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi jumlah penjual kulit lumpia dan Riau melakukan sidak jajanan kerupuk nasi yang berada dipasar Ramadhan ditiga lokasi yaitu Jalan tradisional Kota Pekanbaru dengan Ahmad Yani, Jalan Ahmad Dahlan, produsen yang berbeda. Penelitian ini dan Jalan WR Soepratman. Dari 26 ditujukan untuk menentukan sampel sampel makanan yang ada terdapat penelitian.Penelitian lanjutan adalah dua jenis makanan yang positif analisa boraks secara kualitatif mengandung boraks yaitu pada kulit terhadap sampel kulit lumpia dan pisang coklat dan makanan berbahan kerupuk nasidengan metode uji nyala. dasar mie kuning. (Anonim, 2016). Kulit lumpia tidak hanya Waktu dan Tempat Penelitian digunakan untuk membuat hidangan Penelitian pendahuluan di lumpia saja, kulit lumpia dapat lakukan pada bulan Januari - Maret digunakan untuk membuat, pisang 2017. Penelitian lanjutan akan coklat, risoles, martabak mini, dilakukan pada bulan April - Agustus dan sebagainya. MenurutBPOM 2017 di Balai Riset dan Standarisasi Provinsi Riau banyak oknum Industri Kota Pekanbaru. pedagang yang menambahkan boraks pada kulit lumpiasebagai perenyah Alat dan Bahan dan pengawet.Banyaknya kebutuhan Alat penggunaan kulit lumpia Timbangan analitik, cawan mengakibatkan permintaan pasar porselen, penangas air, pipet tetes, kulit lumpia cukup tinggi. Salah pipet volume, mortar dan alu. satu pengusaha industri rumah Bahan tangga kulit lumpia di Jakarta Selatan Aquades, 1 mL Asam Sulfat mendapat permintaan kulit lumpia pekat, dan 5 mL etanol. mencapai 5.000 lembar per hari (Rasyad, 2004). Populasi dan Sampel Penelitian Berdasarkan hasil wawancara Populasi yang telah saya lakukan secara Populasi adalah seluruh kulit langsung kepada Kepala Bidang lumpia yang dijual di pasar tradisional

12 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 9-21

Kota Pekanbaru yaitu Pasar Cik Puan, Ket : - penelitian dilakukan Pasar Agus Salim, Pasar Rumbai, sebanyak 2 kali pengulangan Pasar Lima Puluh, Pasar Labuh Baru, Pasar Pagi Arengka, Pasar Sail, Pasar Analisa Data Kodim, Pasar Simpang Baru, Pasar Data yang diperoleh dari hasil Bawah, Pasar Dupa, dan Pasar pemeriksaan laboratorium secara Tangor. Dari hasil survei yang telah kualitatif akan ditampilkan dalam dilakukan diperoleh total populasi bentuk tabel, selanjutnya data tersebut yaitu 5 kulit lumpia dan 9 kerupuk akan dijelaskan dalam bentuk narasi nasi. dan dibandingkan dengan teori yang ada. Sampel Pengambilan sampel dilakukan Etika Penelitian dengan caratotal sampling yaitu Penelitian ini telah lulus uji etik seluruh populasi yang diambil oleh komite etik Fakultas Kedokteran dijadikan sampel.Total sampel yang Universitas Riau sehingga bisa diperoleh berjumlah 5 sampel kulit dilaksanakan lumpia dan 9 sampel kerupuk nasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur Gambaran Umum Sampel Adapun prosedur pengujian Sampel yang digunakan pada boraks dengan uji kualitatif pada kulit penelitian ini adalah kulit lumpia dan lumpia dan kerupuk nasi dapat dilihat kerupuk nasi yang dijual dipasar pada Gambar 3. tradisional Kota Pekanbaru. Semua 5 g sampel sampel kulit lumpia yang dijual dipasar tradisional Kota Pekanbaru dikemas menggunakan plastik Dihaluskan bermerk industri rumah tangga dan tidak bermerk industri rumah tangga. Sampel diperoleh dari 5 pasar yaitu 1 kulit lumpia di Pasar Cik Puan, 1 kulit Di bakar hingga membentuk arang lumpia di Pasar Agus Salim, 1 kulit lumpia di Pasar Lima Puluh, 1 kulit Didinginkan lumpia di Pasar Rumbai, dan 1 kulit lumpia di Pasar Simpang Baru. Sehingga di peroleh total 5 sampel

Ditambah 1 ml H2SO4 pekat dan 5 ml kulit lumpia.Jumlah sampel yang diuji etanol sebanyak 9 buah. Sampel kerupuk nasi yang di uji diambil pada seluruh pedagang kerupuk nasi di pasar Dibakar tradisional Kota Pekanbaru dengan produksi yang berbeda-beda. Pengamatan sifat fisik pada kulit Nyala api berwarna hijau (+ boraks) lumpia yang menjadi sampel pada penelitian ini, diperoleh hasil meliputi Gambar 3. Prosedur Pengujian warna, aroma, dan tekstur kulit lumpia Boraks yang dijual oleh pedagang yang ada di pasar Tradisional Kota Pekanbaru. Sumber : (Rohman dan Sumantri, Tabel 3 merupakan hasil pengamatan 2007) sifat fisik kulit lumpia yang Elvi, Identifikasi Boraks Pada Kulit Lumpia Dan Kerupuk Nasi 13

dijadikan sampel. keberadaan komponen terlarut (asam, gula, lemak, protein, dan enzim) dapat Tabel 1. Sifat Fisik Kulit mempengaruhi gelatinisasi. Lumpia Dari segi aroma semua sampel Kode No Warna Aroma Tekstur memiliki aroma yang khas. Aroma Sampel 1. A Putih Khas Kulit Elastis khas tersebut dikarenakan bahan yang Kekuningan Lumpia digunakan dalam pembuatan kulit 2. B Putih Khas Kulit Elastis lumpia hanya menggunakan terigu, air, Kekuningan Lumpia minyak sayur, dan garam sehingga 3. C Putih Khas Kulit Elastis Kekuningan Lumpia menimbulkan bau yang khas dan tidak 4. D Putih Pucat Khas Kulit Elastis menyengat. Menurut Soekarto (1990), Lumpia aroma atau bau merupakan salah satu 5. E Putih Pucat Khas Kulit Elastis Lumpia parameter yang menentukan rasa enak Ket : A-E = Sampel kulit lumpia suatu makanan. Dalam banyak hal, bau yang dijual di pasar Tradisional atau aroma memiliki daya tarik Kota Pekanbaru tersendiri untuk menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Berdasarkan Tabel 1 diatas, Dalam industri pangan, uji terhadap dapat dilihat bahwa sampel A, B, dan aroma dianggap penting karena cepat C berwarna putih kekuningan dapat memberikan penilaian terhadap sedangkan sampel D dan E berwarna hasil produksinya, apakah produksinya putih pucat. Perbedaan warna pada disukai atau tidak disukai oleh kulit lumpia tersebut dipengaruhi oleh konsumen. kandungan protein dalam terigu dan Dari segi tekstur semua sampel penambahan minyak sayur dalam memiliki tekstur elastis, hal ini adonan. Kulit lumpia dari berkaitan dengan kualitas tepung terigu terigumenggunakan bahan antara lain yang digunakan dalam pembuatan kulit air, minyak sayur, dan garam. Protein lumpia. Seperti yang diungkapkan yang terkandung pada terigu dapat Damayanti, dkk (2014) kandungan mempengaruhi warna yang dihasilkan protein berpengaruh terhadap jumlah pada kulit lumpia dari terigu. gluten yang ada pada tepung, Keberadaan protein tersebut sedangkan gluten memiliki peranan mempengaruhi warna yang lebih pucat yang penting dalam menghasilkan karena dapat menghambat gelatinisasi kekenyalan dan elastisitas bahan. (Kusnandar, 2011). Kulit lumpia dari terigumemiliki Selain protein, penambahan tekstur yang lebih mudah dilipat minyaksayur sebagai lemak juga menunjukkan bahwa kulit lumpia dari berpengaruh terhadap warna. terigu bersifat elastis.Jaringan elastis Penambahan minyak sayur pada terbentuk oleh gluten.Glutenberperan adonan kulit lumpia dapat dalam pembentukan adonan. Faridah, menyebabkan warna kulit lumpia dkk (2008) menjelaskan gluten menjadi putih kekuningan. Kusnandar merupakan campuran antara dua (2011) menjelaskan lemak dan protein kelompok protein gandum yaitu gliadin dapat membentuk lapisan pada dan glutenin.Gluten terbentuk bila permukaan granula pati. Hal tersebut gliadin bereaksi dengan air.Gliadin dapat menyebabkan penundaan proses adalah fraksi protein yang memberikan gelatinisasi pati karena menghambat sifat lembut dan elastis.Barak, absorpsi air oleh granula pati. Hal ini dkk.(2013) menjelaskan bahwa gluten sesuai dengan pernyataan Kusnandar terdiri dari monomer gliadin yang (2011) bahwa, sumber pati dan berfungsi untuk viskositas adonan dan

14 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 9-21 polimer glutenin yang berfungsi untuk sampel A, C, E, F, dan H, terdapat 2 kekuatan danelastisitas adonan. sampel yang memiliki rasa sedikit asin Pengamatan sifat fisik pada yaitu sampel B dan D, terdapat 2 kerupuk nasi setelah digoreng yang sampel yang memiliki rasa tawar yaitu menjadi sampel pada penelitian ini, sampel G dan I. diperoleh hasil meliputi warna, tekstur, dan rasa kerupuk nasi yang dijual oleh Analisa Kualitatif Boraks pada Kulit pedagang kerupuk nasi yang ada di Lumpia setiap pasar tradisional Kota Dari hasil pengujian yang telah Pekanbaru. dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Kota Tabel 2. Sifat Fisik Kerupuk Pekanbaru, semua sampel kulit lumpia Nasi Setelah digoreng yang negatif mengandung boraks. Berikut dijadikan Sampel ini merupakan hasil pengujian Daya Kode laboratorium kandungan boraks dalam No Warna Tekstur Rasa Kemban Sampel g sampel kulit lumpia yang dijual di Kuning Mengem pasar tradisional Kota Pekanbaru. 1 A Renyah Asin kecoklatan bang Putih Sedikit Mengem 2 B Renyah Tabel 3. Hasil Uji Boraks pada kekuningan asin bang Mengem Kulit Lumpia 3 C Kuning Renyah Asin bang No Kode Warna Hasil Pengujian Hasil Pengujian Kuning Sedikit Mengem Sampel Nyala I II 4 D Renyah kecoklatan asin bang Api Positif Negatif Positif Negatif Putih Mengem 1. Baku Hijau √ √ 5 E Renyah Asin kecoklatan bang Boraks dibagian Putih Mengem pinggir 6 F Renyah Asin kekuningan bang 2. Sampel Kuning √ √ Kuning Mengem A Oranye 7 G Renyah Tawar kecoklatan bang 3. Sampel Kuning √ √ Kuning Mengem B Oranye 8 H Renyah Tawar kecoklatan bang 4. Sampel Kuning √ √ Kuning Mengem C Oranye 9 I Renyah Asin kecoklatan bang 5. Sampel Kuning √ √ D Oranye 6. Sampel Kuning √ √ Berdasarkan Tabel 2 diatas E Oranye diperoleh hasil dari 9 sampel yang Ket : A-E = Sampel kulit lumpia yang diamati, ada 5 sampel yang memiliki dijual di pasar Tradisional Kota warna yang sama yaitu kuning Pekanbaru kecoklatan tetapi tekstur dan rasa yang berbeda, yaitu sampel A, D, G, H, dan Tabel 4. Hasil Uji Boraks I. Pengamatan fisik dari segi tekstur pada Kerupuk Nasi No Hasil Pengujian Hasil dan daya kembang, semua sampel Kode Warna I Pengujian II memiliki tekstur yang renyah dan Sampel Nyala Api Positif Negatif Positif Negatif mengembang setelah digoreng. Tekstur 1. Baku Hijau dan daya kembang kerupuk ini sesuai Boraks dibagian √ √ dengan hasil penelitian Choiril dan pinggir 2. Sampel A Kemerahan √ √ Agustina (2014) tentang analisa 3. Sampel B Kemerahan √ √ kandungan boraks pada kerupuk nasi 4. Sampel C Kemerahan √ √ dengan hasil yaitu kerupuk positif 5. Sampel D Kemerahan √ √ 6. Sampel E Kemerahan √ √ mengandung boraks yaitu jika 7. Sampel F Kemerahan √ √ digoreng memiliki tekstur yang renyah 8. Sampel G Kemerahan √ √ dan mengembang. Dari segi rasa ada 5 9. Sampel H Kemerahan √ √ sampel yang memiliki rasa asin yaitu 10. Sampel I Kemerahan √ √ Elvi, Identifikasi Boraks Pada Kulit Lumpia Dan Kerupuk Nasi 15

Ket : A-I = Sampel kerupuk nasi yang kulit lumpia tersebut sesuai dengan dijual di pasar Tradisional Kota ciri-ciri pangan yang tidak Pekanbaru mengandung boraks. Pangan yang mengandung boraks biasanya lebih Pada penelitian ini semua sampel mengkilat dan tidak lengket. tidak mengandung boraks, sampel- Hasil penelitian yang dilakukan sampel tersebut menunjukkan nyala oleh Darminto (2012) aroma bahan yang berwarna kuning oranye, makanan yang mengandung boraks dan dikarenakan pada semua sampel tidak yang tidak mengandung boraks tidak memiliki kandungan senyawa-senyawa berbeda. Penggunaan boraks sebagai molekul garam-garam natrium bahan tambahan pangan selain tetraborat atau boraks, jika sampel bertujuan untuk mengawetkan menghasilkan hasil yang positif akan makanan juga bertujuan agar makanan mengalami reaksi, pada pengujian menjadi lebih kompak (kenyal) reaksi warna, jika sedikit boraks teksturnya dan memperbaiki dicampurkan dengan 1 mL asam sulfat penampakan. Dengan jumlah sedikit pekat dan 5 mL metanol atau etanol saja telah dapat memberikan pengaruh dalam sebuah cawan porselen kecil, kekenyalan pada makanan sehingga dan alkohol ini dinyalakan alkohol menjadi lebih legit, tahan lama, dan akan terbakar dengan nyala yang terasa enak di mulut (Sulta, 2013). pinggirannya hijau, disebabkan oleh Berdasarkan Tabel 8. diatas pembentukan metil borat B(OCH3)3 dapat dilihat bahwa pengujian boraks atau etil borat B(OC2H5)3 dengan yang dilakukan terhadap 9 sampel reaksi berikut: kerupuk nasi dan menghasilkan warna nyala api kemerahan. Hal ini H3BO3 + 3 CH3OH → B(OCH3)3 ↑ + menunjukkan bahwa sampel tidak teridentifikasi adanya boraks. Dari Dalam reaksi tersebut metil borat hasil penelitian yang dilakukan, akan dibebaskan ditandai dengan saat pedagang terbukti tidak menjual pembakaran sampel warna api menjadi kerupuk nasi yang mengandung berwana hijau dikarenakan terdapat boraks, hal ini dikarenakan Kepala kandungan metil borat namun dalam Unit Pelaksana Teknis Dinas Pasar beberapa detik warna hijau pada api telah melakukan tindakan agar tersebut menghilang disebabkan pedagang menghentikan penjualan kandungan metil borat telah hilang barang-barang yang mengandung atau terbebaskan terbawa oleh uap air bahan berbahaya boraks serta hasil dari pembakaran (Svehla, 1985). melakukan sosialisasi kepada Berdasarkan Permenkes No. 033 pedagang pada tanggal 08 Oktober tahun 2012, bahwa boraks 2015 di Pasar Rumbai agar teliti dalam dicantumkan sebagai salah satu bahan memilih barang-barang yang akan berbahaya yang dilarang apabila dijual ke masyarakat (Anonim, 2015). ditambahkan pada makanan dalam Foto hasil uji nyala api dapat dilihat di konsentrasi sekecil apapun. Pada Lampiran 5. penelitian ini semua sampel kulit Pada bulan Juni 2016, setelah lumpia bermerk industri rumah tangga melakukan pengujian terhadap dan tidak bermerk industri rumah berbagai sampel makanan, kemudian tangga yang dijual di pasar tradisional hasil uji dapat langsung diketahui oleh Kota Pekanbaru tidak teridentifikasi masyarakat yang ada di pasar mengandung boraks. Hasil tradisional dan pasar ramadhan. pemeriksaan fisik pada semua sampel Selanjutnya Balai Besar POM

16 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 9-21

Pekanbaru langsung melakukan pertumbuhan bakteri pada kerupuk sosialisasi kepada masyarakat tentang sehingga mengurangi kerusakan bahan adanya bahan kimia berbahaya boraks makanan akibat mikroba, hal ini yang sering ditambahkan kedalam disebabkan penurunan Aw (water pangan oleh produsen yang tidak activity) bahan dan terjadinya bertanggungjawab (BPOM, 2016). pengikatan kation logam yang bersifat Selain itu, berdasarkan penelitian esensial bagi pertumbuhan bakteri. Setyowati (2010) tentang penambahan Selain itu, STPP juga berfungsi sebagai Natrium Tripolifosfat dan CMC untuk meningkatkan kekenyalan, (Carboxy Methyl Cellulose) pada kerenyahan, memberikan rasa gurih pembuatan kerak dalam pembuatan dan kepadatan terutama pada jenis kerupuk nasi/karak juga bisa makanan yang mengandung pati. STPP menambahkan CMC dan STTP dan merupakan bahan tambahan pada menghasilkan kerupuk yang memiliki makanan yang aman sebagai pengganti ciri-ciri yang sama dengan kerupuk boraks dan tidak merubah fungsi yang ditambahkan boraks. Telah boraks pada kerupuk nasi (Astika, dilakukan penelitian penggunaan 2015). bahan tambahan pangan yang lain Meskipun hasil penelitian ini sebagai pengganti boraks pada membuktikan bahwa tidak ada sampel pembuatan kerupuk nasi, yaitu CMC yang mengandung boraks, tetapi (Carboxy Methyl Cellulose) atau boraks masih bisa ditemukan pada karboksi metil selulosa dan STTP makanan lain. Seperti yang telah (Sodium Tripolyphosphate) atau diuraikan pada latar belakang natrium tripolifosfat yang tidak penelitian bahwa pada tanggal 08 Juni mengganggu kesehatan. CMC dapat 2016 BPOM Kota Pekanbaru meningkatkan daya serap air dan melakukan sidak jajanan ramadhan di memperbaiki tekstur adonan yang tiga lokasi. Dari 26 sampel makanan kadar glutennya rendah, sedangkan yang ada terdapat dua jenis makanan fungsi umum bentuk fosfat dalam yang positif mengandung boraks yaitu makanan antara lain meningkatkan yang dibungkus daya ikat air dan hidrasi, pencegahan menggunakan kulit lumpia dan pengerasan dan sebagai pengawet makanan berbahan dasar mie kuning. makanan.STPP dapat menyerap, Sedangkan pada penelitian ini tidak mengikat dan menahan air, ditemukan adanya kulit lumpia di pasar meningkatkan water holding capacity tradisional Kota Pekanbaru yang dan keempukan serta menghasilkan positif mengandung boraks. kerupuk yang mengembang. STPP Dalam peraturan Menteri (Sodium Tripolyphosphate) digunakan Kesehatan dengan acuan UU No. sebagai bahan pengikat air agar air 23/1992 tentang kesehatan yang dalam adonan tidak mudah menguap menekankan aspek keamanan dan UU sehingga permukaan adonan tidak No.7/1996 tentang pangan. Selain cepat mengering danmengeras. Sodium mengatur aspek keamanan mutu, dan tripolifosfat dapat digunakan untuk gizi, juga mendorong terciptanya menggantikan penggunaan boraks pada pedagang yang jujur dan bertanggung makanan. Perbandingan STPP dan jawab serta terwujudnya tingkat bleng (boraks) adalah STPP lebih kecukupan pangan yang terjangkau aman untuk digunakan dalam makanan sesuai kebutuhan masyarakat (Cahyadi, dan penggunaannya diatur dalam 2009). Permenkes No. 722/MenKes/Per /IX/1988. STPP dapat menghambat Elvi, Identifikasi Boraks Pada Kulit Lumpia Dan Kerupuk Nasi 17

KESIMPULAN DAN SARAN ramadan-bbpom-temukan- Kesimpulan makanan-mengandung- 1. Hasil analisa kualitatif boraks boraks-di-ronggowarsito menggunakan metode nyala api menunjukkan hasil negatif untuk Anonim.2016.http://www.pom.go.id/ne semua sampel kulit lumpiayang w/index.php/view/berita/1035 dijual di pasar tradisional Kota 9/Sidak-Tim-Terpadu- Pekanbaru. Jejaring-Keamanan- 2. Hasil analisa kualitatif boraks Pangan.html menggunakan metode nyala api menunjukkan hasil negatif untuk Astika, M., 2015. Formulasi semua sampelkerupuk nasi yang Pembuatan Kerupuk Karak dijual di pasar tradisional Kota dengan Penambahan Sodium Pekanbaru. Tripolyphosphate (STTP). Universitas Muhammadiyah Saran Surakarta. 1. Bagi peneliti perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap Barak, S., Mudgil, D., & Khatkar, B.S. bahan tambahan kimia lain yang 2013.Relationship of Gliadin dilarang khususnya pengawet and Glutenin Proteins with seperti Diethylpyrocarbonate Dough Rheology, Flour (DEPC) pada produk-produk Pasting and Bread Making minuman ringan (nonkarbonasi), Performance of Wheat minuman sari buah, dan minuman Varieties.LWT-Food Science hasil fermentasi. and Technolog, 51 :211-217. 2. Bagi masyarakat sebaiknya lebih cermat dan selektif dalam memilih BPOM, 2016. http://www.pom. makanan yang aman agar tidak go.id/new/index.php/view/beri salah memilih makanan. ta/10105/Konferensi-Pe rs- Hasil-Pengawasan-Pasar-Ama DAFTAR PUSTAKA n---Kerupuk-Nasi-Mengandu Amertaningtyas, D., 2011. Pengolahan ng-Boraks.html. Diakses pada Kerupuk Rambak Kulit di tanggal 29 Desember 2016. Indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 21(3), pp.18–29. BPOM, 2016. http://www.pom. go.id/new/index.php/view/beri Aminah dan Himawan. 2009. Bahan- ta/11154/Balai-Besar-POM- Bahan Berbahaya dalam di-Peka nbaru-Beraksi-di-12- Kehidupan. Bandung: Kabupaten-dan--Kota-di- Salamadani Provinsi-Riau.html. Diakses pada tanggal 05 Juli 2017. Anonim, 2015. http://datariau.com/ pekanbaru/waspada-bpom- Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek temu kan-kerupuk-dan-mie- Kesehatan Bahan Tambahan basah-di-pekanbaru- Pangan Edisi 2 Cetakan I. mengandung-boraks. Diakses Jakarta : Bumi Aksara pada tanggal 29 Juni 2017. Choiril & Agustina S, A., 2014. Anonim.2016.http://www.antarariau.c Penetapan Kadar Boraks om/berita/74021/sidak-pasar-

18 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 9-21

dalam Kerupuk Gendar secara dan Menengah, Departemen Asidimetri. , pp.38-44. Pendidikan Nasional.

Damayanti, D.A., Wahyuni, W., & Fuad, A., 2013. Peningkatan Daya Wena, M. 2014.Kajian Kadar Jual Produk Kerupuk Gendar Serat, Kalsium, Protein, dan melalui Re-Design Logo pada Sifat Organo-leptik Chiffon Perusahaan Pabrik Kerupuk Cake Berbahan Mocaf Gunung Cupu. Jurnal Sebagai sebagai Alternatif Inosains, 8(2), pp.112–118. Pengganti Terigu. Jurnal Teknologi Kejuruan, 37 (1) Fuadi, R. et al., 2016. Pemeriksaan :73-82. Kandungan Boraks pada Bakso Daging Sapi di Darminto, P. 2012. Boraks dalam Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal Makanan Mempengaruhi Medika Veterinaria, 10(2), Kesehatan. Jakarta pp.123–124. :http://www.irwantoshut.net/k anker_makanan.html.[17 Hasanah, A. 2010. Analisa Kadar Januari 2013 jam 20.05] Boraks Dalam Bakso. Medan : Universitas Sumatera Utara Depkes R.I. 2002. Pedoman Penggunaan Bahan Koswara, S., 2009. Pengolahan Aneka Tambahan Pangan Bagi Kerupuk. Ebookpangan.com Industri. Jakarta. Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Dwiyanti, E.R., Widjanarko, S.B. & Komponen Makro. Jakarta: Purwantiningrum, I., 2015. Dian Rakyat Pengaruh Penambahan Gel Porang ( Amorphophallus Lamun.2008. Berbisnis Kue Lumpia muelleri Blume ) pada Surabaya. PT. Erlangga. Pembuatan Kerupuk Puli. Jakarta Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(4), pp.1521– Maharani, B. & Sofianti, S.P.D., 2015. 1530. Ipteks bagi Masyarakat Perajin Kerupuk Puli di Fardiaz, S. 2007. Bahan Tambahan Lingkungan Gumuk Kerang Makanan. Institut Pertanian Kelurahan Sumbersari Bogor. Kabupaten Jember. Bandung.http://perpustakaan.p om.go.id/KoleksiLainnya/Bul Menkes RI, 2012. Permenkes No.33 etin%20Info%20PM/0110.pdf Tahun 2012 tentang Bahan [18 Mei 2010]. Tambahan Pangan.

Faridah, A., Pada, K.S., Yulastri, A., & Mulyana, Susanto, W.H. & Yusuf, L. 2008. Patiseri Jilid Purwantiningrum, I., 2014. I. Jakarta: Direktorat Pengaruh Proporsi (Tepung Pembinaan Sekolah Tempe Semangit: Tepung Menengah Kejuruan, Tapioka) dan Penambahan Direktorat Jenderal Air terhadap Karakteristik Manajemen Pendidikan Dasar Kerupuk Tempe Semangit. Elvi, Identifikasi Boraks Pada Kulit Lumpia Dan Kerupuk Nasi 19

Jurnal Pangan dan Farmasi Fakultas Ilmu Agroindustri, 2(4), pp.113– Kesehatan Universitas 120. Muhammadiyah Palangkaraya. Palangka Nasution, A. 2009.Analisa Kandungan Raya.” Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Rasyad, H. 2004. Peluang Bisnis Kota Medan.Skripsi FKM Tepung. Jakarta : Elek Media USU, Medan. Komputindo Ningsih, R., 2014. Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan Riandini, N. 2008.Bahan Kimia dalam dan Minuman, serta Kualitas Makanan dan Makanan yang Dijajakan Minuman.Shakti Adiluhung. Pedagang Di Lingkungan Bandung. SDN Kota Samarinda. Jurnal Rohman, A dan Sumantri. 2007. Kesehatan Masyarakat, 10(1), Analisis Makanan. Bandung: pp.64–72. Available at: Institut Teknologi Bandung. http://journal.unnes.ac.id/nju/i ndex.php/kemas/article/view/ Saparinto, Cdan Hidayati, D. 2006. 3071. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun Setyowati, A., 2010. Penambahan 2012.Tentang Bahan Natrium Tripolifosfat dan Tambahan Pangan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) pada Pembuatan Peraturan Pemerintah Republik Karak. Jurnal AgriSains, 1(1), Indonesia Nomor 28 Tahun pp.40–49. 2004.Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Soekarto, S.T. 1990. Dasar Pengawasan dan Standarisasi Pongsavee, M., 2009. Effect of Borax Mutu Pangan. Dep. on Immune Cell Proliferation Pendidikan dan Kebudayaan. and Sister Chromatid Dirjen Perguruan Tinggi Exchange in Human Antar Universitas Pangan dan Chromosomes. Journal of Gizi. IPB. Bogor. 350 hal. Occupational Medicine and Toxicology, 6, pp.1–6. Sugito, Rusmarilin, H. & Lubis, L.M., 2013. Studi Pembuatan Rahayu, WP, Wulandari N, Nurfaidah Kerupuk dari Ubi Kayu D, Koswara S, Subarna, dengan Penambahan Ikan Kusumaningrum HD. 2011. Pora-pora (The Study of Keamanan Pangan Peduli Kerupuk Making from Casava Kita Bersama. Bogor: IPB with Pora-pora Fish Press. pada jurnal Replenishment). Jurnal ”Rahmadani, 2013. Rekayasa Pangan dan Identifikasi Boraks pada Pertanian, 1(4), pp.20–28. Siomay di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Sugiyatmi, S., 2006. Analisis Faktor- Program Studi D-III Faktor Risiko Pencemaran

20 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 9-21

Bahan Toksik Boraks dan Triatama, J., 2014. Identifikasi Pewarna pada Makanan Kandungan Boraks pada Jajanan Tradisional yang Keripik Usus Ayam (Berizin) Dijual di Pasar-Pasar Kota yang Dijual di Pasar Besar Semarang Tahun 2006. Kota Kuala Kapuas Universitas Diponegoro Kalimantan Tengah. Semarang. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Sugiyono, Musinah, S. & Rukanah, 2009. Analisa Kandungan Tubagus, I., Citraningtyas, G. & Boraks sebagai Boron pada Fatimawali, 2013. Identifikasi Gendar yang Diproduksi oleh dan Penetapan Kadar Boraks Industri Rumah Tangga di dalam Bakso Jajanan di Kota Daerah Ambarawa. Jurnal Manado. Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Farmasi Farmasi, 2(4), pp.142–148. Klinik, 6(1), pp.33–38. Ulfa, A.M., 2015. Identifikasi Boraks Suhanda, R. 2012. Higiene Sanitasi pada dan Bakso Ikan Pengolahan dan Analisa secara Reaksi Nyala dan Boraks pada Bubur Ayam Reaksi Warna. Jurnal yang Dijual di Kecamatan Kesehatan Holistik, 9(3), Medan Sunggal Tahun pp.151–157. 2012.Skripsi . Medan: Universitas Sumatera Utara. Wardayati, T. 2012. Boraks. Tersedia di http://intisari- Suklan, H. 2002. Apa dan Mengapa online.com/read/bahan kimia- Boraks dalam Makanan. berbahaya-pada-makanan Penyehatan Air dan Sanitasi [diakses tanggal 25 Mei 2013] (PAS) ; Vol . IV Nomor 7. Widyaningsih, T. D. dan Murtini, Sulta, P. 2013. Analisis Kandungan Zat ES. 2006. Alternatif Pengawet Boraks pada Pengganti Formalin Pada Jajanan Bakso di SDN Produk Pangan. Jakarta: Kompleks Mangkura Kota Trubus Agrisarana. Makassar [Skripsi]. Makassar: Universitas Wijaya, CH dan Mulyono N. 2012. Hasanuddin Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Bogor: IPB Press Svehla, V. 1985.Analisis Anorganik pada jurnal ”Rahmadani, Kualitatif Makro dan 2013. Identifikasi Boraks Semimikro.Diterjemahkan Pada Siomay di Kecamatan oleh Setiono L., et all., edisi Jekan Raya Kota Palangka kelima. Jakarta : PT. Kalman Raya. Program Studi D-III Media Pustaka. Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Syah, D. 2005. Manfaat dan Bahaya Muhammadiyah Bahan Tambahan Pangan. Palangkaraya. Palangka Raya. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian Yuliarti dan Nurheti. 2009. Awas! IPB. Bahaya di Balik Lezatnya Elvi, Identifikasi Boraks Pada Kulit Lumpia Dan Kerupuk Nasi 21

Makanan. Edisi I. terhadap Manusia. Jurnal Yogyakarta: Andi. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 4(2), Yulizar, Wientarsih, I. & Amin, A.A., pp.145–151. 2014. Derajat Bahaya Penggunaan Air Abu, Boraks Zulaikah, S., 2011. Analisa Kandungan dan Formalin pada Kuliner Boraks pada Kerupuk di yang Beredar di Pasar Tradisional Kabupaten Kota X Provinsi Aceh Malang Tahun 2011. , 2(2).

GAMBARAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DAN KEBIASAAN MEROKOK PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK DI INSTANSI NON KESEHATAN

(Description of dietary habit, physical activities, history disease and smoking habit in patients with metabolic syndrome in non-health institutions)

Maghfirahmah Amsyah Putri*, Ayu Lestari*, dan Stephani*, Muharni* *Program Studi D-III Gizi Politeknik Kesehatan Riau

ABSTRAK

Pendahuluan: Meningkatnya angka kejadian SM terjadi akibat peningkatan kasus obesitas. Laporan dari National Cholestrol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menunjukkan peningkatan prevalensi SM remaja periode 1988- 1992 ke periode 1999-2000, yaitu dari 4,2% menjadi 6,4%. Prevalensi laki laki yang mengalami SM ternyata lebih besar dibanding perempuan, yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001), menunjukkan prevalensi sindroma metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pola makan, aktivitas fisik, riwayat penyakit keluarga dan kebiasaan merokok pada penderita sindroma metabolik di instansi non kesehatan. Metode: deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2017. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu memenuhi 3 dari 5 kriteria sindroma metabolik. Jumlah sampel penelitian adalah 32 responden. Hasil: jenis makanan yang sering dikonsumsi responden untuk jenis makanan pokok adalah nasi, lauk hewani adalah daging ayam, lauk nabati adalah tempe, sayuran adalah wortel, dan untuk buah-buahan adalah pepaya. Frekuensi makan repsonden sebagian besar lebih dari 3 kali sehari (71,87%). Asupan makan responden termasuk dalam kategori lebih yaitu karbohidrat (62,5%), lemak (71,87%), protein (81,25%), dan natrium (46,87%). Sebagian besar responden berada pada kategori aktivitas fisik sedang (59,38%). Responden yang melakukan aktivitas fisik sedang dengan frekuensi cukup sebesar 57,89%. Responden yang melakukan aktivitas fisik sedang dengan durasi cukup sebesar 68,43%. Responden dengan status perokok sebesar 34,4%. Jumlah rokok per hari tertinggi adalah 5-14 batang sebanyak 21,9%. Responden yang memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu sebesar 43,8%.

Kata Kunci : Sindroma metabolik, pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat penyakit keluarga

22

Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 23

ABSTRACT

Introduction: Increasing the incidence of SM occurs due to increased cases of obesity. Reports from the National Cholestrol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) showed an increase in the prevalence of adolescent SM in the 1988- 1992 period from 1999-2000, from 4.2% to 6.4%. The prevalence of men with SM was greater than for women, with 9.1% versus 3.7%. Another study conducted in Depok (2001), showed the prevalence of metabolic syndrome using the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) criteria with Asia Pacific modification, in 25.7% of men and 25% of women. The purpose of this study was to know the description of diet, physical activity, family history and smoking habit in patients with metabolic syndrome in non-health institutions. Method: descriptive observational with cross sectional study design. The research was conducted in March - August 2017. The sampling technique is purposive sampling with inclusion criteria that meet 3 of 5 criteria of metabolic syndrome. The number of sample is 32 respondents. Result: the type of food that respondents often consume for staple food type is rice, animal side dish is chicken meat, vegetable side dish is tempe, vegetable is carrot, and for fruits is papaya. The frequency of eating repsonden most of the more than 3 times a day (71.87%). Feeding of respondents included in the category of more that is carbohydrate (62,5%), fat (71,87%), protein (81,25%), and sodium (46,87%). Most of the respondents are in the category of moderate physical activity (59.38%). Respondents who do moderate physical activity with enough frequency equal to 57,89%. Respondents who do moderate physical activity with a duration of 68.43%. Respondents with smoker status of 34.4%. The highest number of cigarettes per day is 5-14 sticks as much as 21.9%. Respondents who have a family history of 43.8%.

Keywords: Metabolic syndrome, diet, physical activity, smoking habit, family history of disease

PENDAHULUAN lainnya. Sedangkan sindrom Pada tahun 1988, Reaven resistensi insulin atau sindroma menunjukkan konstelasi faktor risiko metabolik adalah kumpulan gejala pada pasien-pasien dengan resistensi yang menunjukkan risiko kejadian insulin yang dihubungkan dengan kardiovaskular lebih tinggi pada peningkatan penyakit kardiovaskular individu tersebut (Soegondo & yang disebutnya sebagai sindrom X. Purnamasari, 2004). Selanjutnya, sindrom X ini dikenal Sindroma Metabolik (SM) sebagai sindrom resistensi insulin adalah suatu istilah untuk kelompok dan akhirnya sindroma metabolik. faktor resiko penyakit jantung dan Resistensi insulin adalah suatu diabetes mellitus tipe 2. Faktor resiko kondisi di mana terjadi penurunan tersebut terdiri dari dislipidemia sensitivitas jaringan terhadap kerja atherogenik, meningkatnya tekanan insulin sehingga terjadi peningkatan darah, meningkatnya plasma sekresi insulin sebagai bentuk glukosa, keadaan protrombiotik, dan kompensasi sel beta pankreas. keadaan pro-peradangan. Reaven Resistensi insulin terjadi beberapa (1998) menyatakan bahwa SM dekade sebelum timbulnya penyakit bukanlah suatu penyakit, tetapi diabetes mellitus dan kardiovaskular merupakan sekumpulan kelainan

24 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

metabolisme, yang ditandai dengan Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% obesitas visceral, meningkatnya pria dan 25% wanita. kadar trigliserida, glukosa, Faktor gaya hidup, aktivitas rendahnya kadar HDL dan fisik dan asupan terutama makanan, hipertensi. Ada 2 penyebab utama dianggap faktor utama yang SM yang saling berinteraksi, yaitu berkontribusi terhadap kejadian obesitas dan ketentuan metabolisme sindrom metabolik. Asidosis endogenus. SM diprediksi metabolik ringan, disebabkan oleh menyebabkan kenaikan 2 kali lipat pola makan yang buruk dan resiko terjadinya penyakit jantung gangguan keseimbangan kalsium dan dan lima kali lipat pada penyakit sitrat, dan kortisol yang disebabkan diabetes mellitus tipe 2 (Sargowo & asidosis telah diidentifikasi sebagai Andarini, 2011). faktor risiko untuk pengembangan Meningkatnya angka kejadian obesitas, gangguan lipid, diabetes SM terjadi akibat peningkatan kasus dan hipertensi (Masri, E & Utami, F, obesitas. Laporan dari National 2016). Cholestrol Education Program Adult Pola makan merupakan Treatment Panel III (NCEP-ATP III) perilaku paling penting yang dapat menunjukkan peningkatan prevalensi mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini SM remaja periode 1988- 1992 ke disebabkan karena kuantitas dan periode 1999-2000, yaitu dari 4,2% kualitas makanan dan minuman yang menjadi 6,4%. Prevalensi laki laki dikonsumsi akan mempengaruhi yang mengalami SM ternyata lebih asupan gizi sehingga akan besar dibanding perempuan, yaitu mempengaruhi kesehatan individu 9,1% dibanding 3,7%. Prevalensi SM dan masyarakat (Permenkes No. pada remaja Cina dan Indonesia yang 14,2014). obesitas di Jakarta utara dan Jakarta Makan dalam jumlah yang Selatan sebesar 19,14% untuk laki- banyak tidak diimbangi dengan laki dan 10,63% untuk perempuan. aktivitas fisik dapat menyebabkan Penelitian SM pada orang dewasa obesitas yang selanjutnya membawa pernah dilakukan di Surabaya dengan risiko masalah kesehatan terutama kriteria NCEP-ATP III didapatkan pada penyakit degeneratif dan prevalensi sebesar 32% (Sargowo & sindroma metabolik. Di negara maju Andarini, 2011). seperti Amerika, faktor gizi lebih Menurut Soegondo dan memiliki risiko relatif 2,9 kali untuk Purnamasari (2004), prevalensi menderita sindroma metabolik sindroma metabolik di Indonesia dibandingkan dengan kelompok yang adalah sebesar 13,13% dan memiliki asupan gizi normal (Yoo et menunjukkan bahwa kriteria Indeks al., 2004 dalam Harikedua & Tando, Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 2012). kg/m2. Penelitian lain yang Salah satu faktor seseorang dilakukan di Depok (2001), panjang umur adalah riwayat menunjukkan prevalensi sindroma penyakit keluarga. Riwayat penyakit metabolik menggunakan kriteria keluarga memegang peranan 50 National Cholesterol Education persen terhadap munculnya sindrom Program Adult Treatment Panel III metabolik, begitu juga dengan (NCEP-ATP III) dengan modifikasi tingkat konsumsi kalori yang berlebih, dapat digunakan hati Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 25

sebagai bahan bakar untuk ingin mengetahui bagaimana memproduksi lebih banyak gambaran pola makan, aktivitas fisik, trigliserida. Kenaikan berat badan riwayat penyakit keluarga dan akibat konsumsi kalori berlebih kebiasaan merokok pada penderita berdampak buruk bagi tekanan darah Sindroma Metabolik. dan rentan terhadap masalah hipertensi, selanjutnya hipertensi dan METODE PENELITIAN kegemukan menjadi penyumbang Jenis Penelitian faktor resiko munculnya penyakit Penelitian ini menggunakan jantung koroner dan mengakibatkan jenis penelitian deskriptif kematian (Magdalena dkk, 2014). observasional dengan desain Berdasarkan teori, rokok penelitian Cross Sectional yaitu merupakan produk utama dari suatu penelitian yang mencoba tembakau yang mengandung unsur mengetahui mengapa masalah termasuk golongan senyawa kesehatan tersebut bisa terjadi polisiklik aromatichidrokarbon, dimana variabel independen dan mengandung nicotin CO, HCN, dan dependen diukur dalam waktu yang benzopyrene. Nikotin dapat bersamaan. menyebabkan pengurangan sensitivitas dan meningkatkan Waktu dan Tempat Penelitian terjadinya resistemsi insulin (Depkes, Penelitian dilaksanakan di 2008). Selain itu, kebiasaan merokok Kantor Dinas Koperasi, Perdagangan dapat menurunkan kadar HDL dan UKM Provinsi Riau, Kantor Pos kolesterol atau “kolesterol yang Pekanbaru dan di SMK N 07 baik” dalam aliran darah, merokok Pekanbaru. Penelitian ini juga dapat membuat darah mudah dilaksanakan pada bulan Maret membeku, sehingga memperbesar hingga Agustus tahun 2017. kemungkinan terjadinya penyumbatan arteri (Depkes, 2008). Populasi dan Sampel Status gizi berhubungan Populasi dalam penelitian ini dengan produktivitas pekerja adalah pegawai kantor Dinas kantoran, dimana pekerja kantoran Koperasi, Perdagangan dan UKM berstatus gizi baik akan memiliki Provinsi Riau, pegawai Kantor Pos produktivitas kerja yang baik, begitu Pekanbaru dan Guru beserta staf di pula sebaliknya. Selain berpengaruh SMK N 07 Pekanbaru yang ter hadap produktivitas kerja, berjumlah 108 orang. obesitas merupakan salah satu faktor Pengambilan sampel dilakukan risiko utama timbulnya gangguan dengan metode purposive sampling metabolik atau dikenal dengan dengan menggunakan kriteria inklusi sindrom metabolik. Sindrom sebagai berikut : metabolik merupakan sekelompok - Laki-laki dan perempuan kondisi yang terjadi bersama-sama - Bersedia menjadi responden dan meningkatkan risiko terjadinya - Memenuhi 3 dari 5 kriteria penyakit degeneratif seperti penyakit Sindrom Metabolik (Obesitas, jantung (cardiovascular disease), DM, Hipertensi, Dislipidemia, diabetes melitus tipe 2, stroke mau- Hipertrigliseridemia) (Bimandama pun kanker (Siti, dkk, 2014). & Soleha, 2016). Berdasarkan hal tersebut, peneliti

26 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

Jenis dan Cara Pengumpulan Data darah responden menggunakan Data yang diperoleh secara alat tensimeter digital. Berikut langsung dari responden. Data prosedur pengukuran tekanan tersebut dikumpulkan dengan cara darah : dan menggunakan instrumen sebagai 1) Responden duduk berikut : beristirahat setidaknya 5-15 1. Sindroma Metabolik, menit sebelum pengukuran. dikumpulkan dengan metode Pegukuran dilakukan pengukuran yang terdiri dari data sebelum responden senam lingkar perut, data tekanan darah, dan makan. data kadar gula darah puasa, data 2) Manset dipasang pada kadar kolesterol HDL, dan data lengan atas. Posisi lengan kadar trigliserida. tidak tegang dengan telapak a. Data lingkar perut, diperoleh tangan terbuka ke atas. dengan mengukur lingkar perut Ujung bawah mancet responden menggunakan terletak kira- kira 1–2 cm di meter. Adapun prosedur atas siku. Posisi pipa manset pemeriksaan lingkar perut terletak sejajar dengan sebagai berikut : lengan atas responden. 1) Ditetapkan titik batas tepi 3) Pengukuran dilakukan pada tulang rusuk paling bawah. posisi duduk meletakkan 2) Ditetapkan titk ujung lengan kanan responden di lengkung tulang pangkal atas meja sehinga manset panggul. Ditetapkan titik yang sudah terpasang sejajar tengah antara titik tulang dengan jantung responden. rusuk terakhir, titik ujung 4) Tekan tombol power untuk lengkung tulang pangkal menyalakan tensimeter panggul dan ditandai titik digital, maka secara tengah tersebut dengan alat perlahan-lahan manset akan tulis. mengembang dan setelah 3) Responden berdiri tegak dan mencapai tekanan yang bernafas normal. ditentukan perlahan-lahan 4) Ditarik pita meter mulai dari manset akan mengempes titik tengah, kemudian antara 2 – 5 mmHg/detik. secara sejajar hizontal 5) Catat angka yang melingkari pinggang dan ditunjukkan pada layar perut kembali menuju titik tensimeter digital. tengah diawal pengukuran c. Data kadar glukosa darah, data mendekati 0,1 cm. kadar kolesterol HDL dan data 5) Bila responden mempunyai kadar trigliserida diperoleh perut gendut ke bawah, pita melalui kuesioner skrining. meter dilingkarkan mulai 2. Data aktivitas fisik, dikumpulkan dari bagian yang paling dengan metode wawancara terkait buncit berakhir sampai pada aktivitas fisik yang dilakukan titik tengah tersebut responden dalam seminggu (Depkes RI, 2007). terakhir. Wawancara b. Data tekanan darah, diperoleh menggunakan kuesioner IPAQ dengan mengukur tekanan (2005). Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 27

3. Data mengenai pola makan (IPAQ). Cara penilaian dari alat ukur diperoleh melalui pengisian ini adalah : kuesioner Food Recall 3x24 jam 1. Walking MET-menit/minggu = dengan mengukur jenis,frekuensi 3,3 * waktu berjalan kaki (dalam dan asupan makan. Food Recall menit) * jumlah hari. dilaksanakan pada hari yang yang 2. Moderate MET-menit/minggu = berbeda dan tidak berturut-turut, 4,0 * waktu melakukan aktivitas dimana dilaksanakan pada 2 hari fisik sedang (dalam menit) * kerja dan 1 hari akhir pekan jumlah hari. (Sabtu/Minggu). 3. Vigorous MET-menit/minggu = 4. Data mengenai riwayat penyakit 8,0 * waktu melakukan aktivitas keturunan dan kebiasaan fisik berat (dalam menit) * jumlah merokok, yang dikumpulkan hari. dengan metode wawancara 4. Total aktivitas fisik MET- kepada responden yang diperoleh menit/minggu = total dari melalui pengisian kuesioner. aktivitas berjalan kaki + aktivitas Data sekunder digunakan untuk fisik sedang + aktivitas fisik berat melengkapi dan mendukung data (Asih, 2015). primer. Adapun data sekunder dalam Selanjutnya, hasil analisis penelitian ini adalah : data mengenai tingkat aktivitas fisik menurut gambaran umum lokasi penelitian, Guidelines for Data Processing and yang diperoleh dari institusi terkait. Analysis of the IPAQ dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Pengolahan Data 1. Tingkat aktivitas fisik tinggi, bila Data mengenai jenis, frekuensi memenuhi salah satu kriteria: dan asupan makanan berasal dari a. Aktivitas intensitas berat 3 hari penilaian kuisioner yang telah atau lebih yang mencapai ditanyakan kepada responden. minimal 1500 METs- Kuisioner berisi tentang bahan menit/minggu, atau makanan yang dikonsumsi selama 24 b. kombinasi berjalan, aktivitas jam yang lalu. intensitas berat, dan sedang 1. Data hasil pengkajian Food Recall yang mencapai minimal 3000 24 jam digunakan untuk METs-menit/minggu. mengetahui jenis dan frekuensi 2. Tingkat aktivitas fisik sedang, bila makan yang dikonsumsi. memenuhi salah satu kriteria: 2. Data hasil pengkajian Nutrisurvey a. Aktivitas intensitas berat 3 hari digunakan untuk mengetahui atau lebih selama 20 asupan makan yang dikonsumsi menit/hari, dan dikategorikan sebagai berikut b. Aktivitas intensitas sedang atau : berjalan minimal 30 menit/hari • Kategori baik : 80-110% selama 5 hari atau lebih, atau • Kategori kurang : <80% c. Aktivitas intensitas berat, • Kategori lebih: >110% kombinasi berjalan yang (WNPG,2004) mencapai 600 METs- Data aktivitas fisik diolah menit/minggu selama 5 hari dengan metode International atau lebih. Physical Activity Quationnaire Tingkat aktivitas fisik rendah, apabila tidak memenuhi semua

28 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

kriteria di atas (Booth et al dalam Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Sudibjo, Arovah, & A, 2013). Tahun 2014 tentang organisasi dan Langkah – langkah pengolahan data Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi ini antara lain sebagai berikut: Riau. Dinas Koperasi dan Usaha a. Editing, yaitu melengkapi isian Mikro, Kecil Menengah Provinsi dalam kuesioner yang belum Riau, pada Bab 11 Pasal 2 Dinas lengkap. mempunyai tugas pokok b. Coding, yaitu member kode pada menyelenggarakan perumusan masing - masing jawaban untuk kebijakan, pelaksanaan, koordinasi, memudahkan pengolahan data. fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan c. Pemasukan (entry) Data pelaporan pada Sekretariat, Bidang Data yang telah diberikan Koperasi, Bidang Usaha Mikro, nama dan diperiksa kelengkapannya Kecil dan Menengah, Bidang lalu dimasukkan keprogram statistik Fasilitasi Pembiayaan dan Jasa secara berurutan sesuai pertanyaan Keuangan dan Bidang Penyuluhan yang ada dikuisioner. dan Promosi serta menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan Analisis Data Pemerintah kepada Gubernur sesuai Analisis univariat bertujuan dengan peraturan perundang- untuk mendeskripsikan karakteristik undangan. Sumber Daya SKPD di setiap variabel penelitian. Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, penelitian ini, analisis univariat Kecil dan Menengah Provinsi Riau digunakan untuk mendeskripsikan terdiri dari para Pegawai Negeri Sipil variabel sindroma metabolik, pola (PNS) dan tenaga honorer. Jumlah makan, aktivitas fisik, riwayat Sumber Daya Manusia Dinas penyakit keluarga dan kebiasaan Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan merokok pada pegawai kantoran. Menengah Provinsi Riau per 31 Hasil yang diperoleh dari uji Desember 2015 berjumlah 93 orang. univariat, masing-masing variabel PT. Pos Indonesia (Persero) ditampilkan dalam bentuk distribusi merupakan salah satu perusahaan frekuensi. milik negara yang bergerak dibidang jasa pengiriman surat dan telegraf HASIL DAN PEMBAHASAN yang berdiri sejak masa Gambaran Umum Lokasi pemerintahan belanda. Letak kantor Penelitian pusat PT. Pos Indonesia di Dinas Koperasi dan Usaha Pekanbaru adalah di jalan Jend. Mikro, Kecil dan Menengah Provinsi Sudirman. Adapun yang menjadi visi Riau merupakan perangkat daerah kantor pos pusat sudirman adalah yang memiliki posisi yang strategis menjadi perusahaan pos terpercaya. untuk mensukseskan program – Yaitu menjadi perusahaan pos yang program pemerintah karena berkaitan berkemampuan memberikan solusi langsung dengan kehidupan dan terbaik dan menjadi pilihan utama peningkatan kesejahteraan bagi stakeholder domestik maupun global sebagian besar rakyat. Dinas dalam mewujudkan pengembangan Koperasi dan UMKM Provinsi Riau bisnis dengan pola kemitraan, yang merupakan Satuan Kerja Perangkat didukung oleh sumber daya manusia Daerah (SKPD) yang mempunyai yang unggul dan berkualitas. Misi PT tugas sesuai dengan Peraturan Pos Indonesia adalah memberikan Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 29

solusi terbaik bagi bisnis, SLTA/SMA Sederajat 7 21,87 pemerintah, dan individu melalui D3 1 3,13 penyediaan sistem bisnis dan layanan S1 23 71,87 komunikasi tulis, logistic, transaksi keuangan, dan filateli berbasis S2 1 3,13 jejaring terintegrasi, terpercaya dan Status gizi kompetitif di pasar domestik dan Normal (18,5-22,9) 1 3,13 global. Berat badan lebih (23-24,9) 3 9,37 SMKN 7 Pekanbaru Obesitas I (25-29,9) 19 59,37 merupakan Sekolah Menengah Obesitas II (> 30) 9 28,13 Kejuruan Teknologi dan Informasi yang berlokasi di Jl. Yos sudarso Berdasarkan Tabel 5.1 dapat Rumbai-Pekanbaru. Sekolah diketahui bahwa jumlah sampel Menengah Kejuruan Negeri 7 terbanyak berdasarkan jenis kelamin Pekanbaru sebagai salah satu sekolah adalah laki-laki (65,63%). Penelitian yang baru memulai kegiatan ini sejalan dengan penelitian pembelajaran pada tahun pelajaran Sargowo dan Andarini (2011) yang 2009/2010, sesuai dengan Surat mengemukakan bahwa prevalensi Keputusan Bapak Wali Kota laki-laki yang mengalami SM lebih Pekanbaru No. besar dibanding dengan perempuan, 10496502.SK.114/2009 Tanggal 6 yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Sitepoe Mei 2009. SMKN 7 Pekanbaru (1993) menjelaskan bahwa laki-laki memiliki empat jurusan yaitu TKJ memiliki risiko yang lebih tinggi dari (Teknik Komputer dan Jaringan), pada perempuan untuk terjadinya MM (Multimedia), RPL (Rekayasa Akut Miokard Infark (AMI), karena Perangkat Lunak), dan Animasi. pada laki-laki tidak mempunyai efek Jumlah sampel pada penelitian protektif antiaterogenik yang ini adalah 32 orang dari 108 pegawai dipengaruhi oleh hormon esterogen yang bersedia diwawancara. seperti perempuan. Hormon esterogen meningkatkan kadar HDL Karakteristik Responden sehingga menekan kadar LDL dalam Sampel penelitian dibagi darah. Meningkatnya usia seseorang berdasarkan jenis kelamin, umur, risiko kerentanan terhadap pendidikan, dan status gizi. aterosklerosis koroner meningkat Distribusi sampel penelitian dapat sehingga dapat terkena serangan dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini : Infark Miokard Akut (IMA), namun Tabel 5.1 jarang timbul penyakit serius Distribusi Sampel Berdasarkan sebelum usia 40 tahun sedangkan Karakteristik Sampel usia 40 tahun hingga 60 tahun Karakteristik Responden n % insiden infark miokard meningkat Jenis kelamin lima kali lipat. Laki-laki 21 65,63 Berdasarkan umur sampel Perempuan 11 34,37 terbanyak adalah berumur 30-49 Umur tahun (50%). Hal ini sesuai dengan 23-29 tahun 4 12,5 penelitian Suheama dkk (2015) 30-49 tahun 16 50 menunjukkan seseorang yang berusia 50-57 tahun 12 37,5 40 tahun keatas berisiko mengalami Tingkat pendidikan sindrom metabolik sebanyak 1,951 kali dibandingkan dengan usia

30 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

dibawahnya. Faktor usia juga pendidikan seseorang, maka semakin memengaruhi kejadian sindrom tanggap beradaptasi dengan metabolik. Semakin bertambah usia, perubahan kondisi lingkungan. risiko sindrom metabolik semakin Selain itu, semakin tinggi tingkat meningkat. Pertambahan usia ini pendidikan seseorang, maka semakin berkaitan dengan elastisitas dapat menghasilkan keadaan pembuluh darah yang mengalami sosioekonomi yang semakin baik dan penurunan, sehingga risiko hipertensi kemandirian yang semakin mantap dan terbentuknya endapan pula. Pendidikan dan pekerjaan aterosklerosis juga bertambah. adalah dua karakteristik yang saling Berdasarkan status gizi jumlah berhubungan. Pendidikan dapat sampel yang paling banyak adalah menentukan jenis pekerjaan sampel yang mengalami obesitas I seseorang. Pekerjaan akan (59,37%) menggunakan standar IMT mempengaruhi pendapatan yang Asia Pasifik. Hal ini tidak jauh diterima oleh seseorang. Pendapatan berbeda dengan penelitian Wati dkk dapat mempengaruhi daya beli (2016) bahwa bardasarkan hasil keluarga akan bahan makanan yang analisis statistik didapatkan bahwa bergizi karena tingkat penghasilan ada hubungan yang bermakna antara menentukan jenis pangan yang akan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap dibeli. Dengan meningkatnya sindrom metabolik dengan nilai p = pendapatan dan adanya perubahan 0,011 < α (0,05). Hal ini sama gaya hidup, maka dapat mengancam dengan teori menurut Wildman kehidupan penduduk golongan (2004) yang menyebutkan bahwa menengah ke atas serta kelompok seiring dengan peningkatan masalah usia lanjut. Ancaman tersebut akan obesitas, dikenal sindrom metabolik berupa makin meningkatnya yang terdiri dari obesitas sentral, prevalensi penyakit non infeksi, resistensi insulin, hipertensi dan terutama dalam bentuk kegemukan, dislipidemia. Laki-laki dan penyakit jantung, diabetes melitus. perempuan yang mengalami obesitas berdampak pada tingginya tekanan Kejadian Sindroma Metabolik darah sistolik dan diastolik, Sindroma Metabolik kolesterol total, kolesterol LDL, dan merupakan sekumpulan faktor risiko triasil gliserol, namun kadar yang saling berkaitan dan mengarah kolesterol HDL rendah. pada penyakit kardiovaskular dan Berdasarkan tingkat diabetes mellitus. Sekumpulan faktor pendidikan sampel yang terbanyak risiko tersebut antara lain obesitas adalah S1 (71,87%). Hal ini sejalan abdominal/sentral, kenaikan kadar dengan penelitian Wulandari dkk gula darah, kenaikan tekanan darah, (2013) yang menyatakan bahwa kenaikan kadar trigliserida, dan penderita yang mengalami sindrom penurunan kadar kolesterol HDL metabolik memiliki DM tipe 2 yang (Alberti et al., 2009). Seseorang terdiagnosis menderita diabetes ≥ 5 dikatakan menderita Sindroma tahun adalah tamatan perguruan Metabolik ketika didapatkan minimal tinggi. Tingkat pendidikan seseorang 3 kriteria berisiko diantara 5 kriteria sangat menentukan kemudahan yang diukur. dalam menerima setiap pembaharuan. Semakin tinggi Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 31

Tabel 5.2 Distribusi Sampel didukung oleh beberapa penelitian di Berdasarkan Data Sindroma beberapa tempat. Penelitian- Metabolik penelitian tersebut antara lain adalah Kasus Frekuensi Persentase National Health and Nutrition Survey (n) (%) Sindroma 32 29,63 (NHANES) di Amerika Serikat Metabolik dengan kriteria NCEP ATP III Non Sindroma 76 70,37 menyebutkan Sindroma Metabolik Metabolik meningkat seiring dengan Jumlah 108 100 meningkatnya resistensi insulin Berdasarkan Tabel 5.2 (Dwipayana et al., 2011). Kemudian diperoleh informasi bahwa sebanyak penelitian di Makasar (Herman A, 29,63% pegawai menderita Sindroma 2003 dalam Dwipayana et al., 2011), Metabolik. Selanjutnya, masing- penelitian penduduk Amerika masing kriteria sindroma metabolik keturunan Arab (Jaber et al., 2004) dijabarkan guna mengetahui kriteria dan penelitian di Bali (Dwipayana et mana yang paling dominan. al., 2011) yang menyebutkan Sindroma Metabolik meningkat Tabel 5.3 Distribusi Sampel seiring dengan meningkatnya Berdasarkan Kriteria Sindroma obesitas abdominal. Dan pada Metabolik penelitian di Jakarta dan Semarang Kriteria Sindroma Frekuensi Persentase menyebutkan bahwa hipertensi Metabolik (n) (%) merupakan kriteria yang sering Obesitas sentral 32 100 ditemukan pada penderita laki-laki, Hiperglikemi 30 93,75 Hipertensi 28 87,5 sedangkan obesitas abdominal sering Hipertrigliserida 7 21,87 ditemukan pada penderita Hiperkolesterolemia 7 21,87 perempuan.

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat Analisis Univariat diketahui bahwa kriteria Sindroma Jenis Makanan Metabolik yang dominan adalah Jenis makanan yang diteliti obesitas sentral dengan persentase terdiri dari kelompok makanan sebesar 100%. Kriteria kedua yang pokok, lauk hewani (ikan,daging dan paling banyak adalah gula darah, telur), lauk nabati (kacang-kacangan dimana sebanyak 93,75% yang dan hasil olahannya), sayuran dan memiliki gula darah diatas normal. buah-buahan. Kriteria ketiga yang paling banyak A. Makanan Pokok adalah tekanan darah, dimana Makanan pokok adalah makanan sebanyak 87,5% yang memiliki yang dianggap memegang peranan tekanan darah diatas normal. Kriteria paling penting dalam susunan yang terakhir adalah trigliserida dan hidangan. Pada umumnya makanan kolesterol HDL, dimana sebanyak pokok berfungsi sebagai sumber 21,87% memiliki kadar trigliserida di utama kalori atau energi dalam atas normal dan kadar HDL di bawah tubuh dan memberi rasa kenyang. normal. Bahan makanan pokok di Indonesia Keberadaan obesitas dapat berupa beras (serealia), akar abdominal / sentral, resistensi insulin dan umbi, serta ekstrak tepung dan hipertensi sebagai komponen seperti sagu (Sediaoetama, 2006). yang dominan ditemukan pada Urutan bahan makanan pokok yang penderita Sindroma Metabolik juga

32 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

biasa dikonsumsi pekerja kantoran Tabel 5.5 Jenis Lauk Hewani yang dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut biasa Dikonsumsi Responden ini: No Jenis Makanan 1 Daging ayam Tabel 5.4 Jenis Makanan Pokok 2 Telur ayam yang Biasa Dikonsumsi Responden 3 Ikan No Jenis Makanan 4 Hati ayam 1 Nasi 5 Bakso 2 6 Daging sapi 3 Mie basah 4 Bihun 5 Tepung Terigu Berdasarkan Tabel 5.5 dapat 6 Tepung Beras dilihat bahwa lauk hewani yang 7 Roti paling banyak dikonsumsi adalah daging ayam. Selain daging ayam, Berdasarkan Tabel 5.4 dapat lauk hewani yang paling jarang dilihat bahwa jenis makanan pokok dikonsumsi adalah daging sapi. yang paling banyak dikonsumsi Menurut informasi yang diperoleh adalah nasi, sedangkan untuk dari responden adalah daging ayam makanan pokok yang paling jarang banyak dikonsumsi karena responden dikonsumsi adalah roti. Nasi menjadi banyak menyukai daging ayam dan makanan pokok yang paling banyak lebih murah dan mudah diperoleh dikonsumsi karena nasi sudah dari pada daging sapi. menjadi makanan pokok utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. 2. Lauk Pauk Nabati Lauk pauk nabati merupakan B. Lauk Pauk bahan makanan yang berasa dari Pada umumnya lauk- pauk tumbuh-tumbuhan, seperti merupakan sumber utama protein di kacang-kacangan dan hasil dalam hidangan yang berfungsi olahannya. Urutan lauk pauk sebagai zat pembangun. Berdasarkan nabati yang biasa dikonsumsi sumbernya, lauk- pauk digolongkan pekerja kantoran dapat dilihat menjadi dua yaitu lauk- pauk hewani pada Tabel 5.6 berikut ini : seperti daging, ikan, telur, dan sebagainya dan lauk-pauk tumbuhan Tabel 5.6 Jenis Lauk Nabati yang seperti kacang- kacangan dan hasil Biasa Dikonsumsi Responden olahan kacang seperti tempe dan tahu No Jenis Makanan (Sediaoetama, 2006). 1 Tempe 2 Tahu 1. Lauk Pauk Hewani 3 Kacang Hijau Lauk pauk hewani merupakan bahan makanan yang berasal dari Berdasarkan Tabel 5.6 dapat hewan, seperti daging, ikan dan dilihat bahwa lauk nabti yang telur. Urutan lauk pauk hewani paling banyak dikonsumsi adalah yang biasa dikonsumsi pekerja tempe, dimana tempe paling kantoran dapat dilihat pada Tabel sering dikonsumsi responden 5.5 berikut ini : dengan cara digoreng. Selain tempe, lauk nabati yang paling jarang dikonsumsi adalah kacang hijau. Menurut informasi yang diperoleh dari responden adalah tempe banyak dikonsumsi karena Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 33

responden lebih menyukai tempe dikonsumsi pekerja kantoran ketimbang tahu dan kacang hijau, dapat dilihat pada Tabel 5.8 sedangkan kacang hijau biasanya berikut ini : di buat untuk bubur yang dikonsumsi dipagi hari ataupun Tabel 5.8 Jenis Buah yang biasa saat sore hari. Dikonsumsi Responden C. Sayuran No Jenis Makanan 1 Pepaya Sayuran ini termasuk bahan 2 Semangka nabati dan umumnya meruapakan 3 Pisang penghasil vitamin dan mineral, 4 Jeruk 5 Melon namun ada juga beberapa jenis 6 Mangga sayur dan buah yang 7 Anggur menghasilkan energi dalam 8 Rambutan jumlah yang cukup berarti. (Sediaoetama, 2006). Urutan Berdasarkan Tabel 5.8 dapat sayuran yang biasa dikonsumsi dilihat bahwa sayuran yang paling pekerja kantoran dapat dilihat banyak dikonsumsi adalah pada Tabel 5.7 berikut ini : pepaya, sedangkan jenis sayuran yang paling jarang dikonsumsi Tabel 5.7 Jenis Sayuran yang biasa oleh responden adalah rambutan. Dikonsumsi Responden Menurut informasi yang diperoleh No Jenis Makanan dari responden adalah pepaya 1 Wortel mudah diperoleh dan bagus untuk 2 Brokoli 3 Buncis proses pencernaan ketimbang 4 Jamur buah yang lain. 5 Sawi putih Frekuensi Makan Berdasarkan Tabel 5.7 dapat Frekuensi makan adalah dilihat bahwa sayuran yang paling sejumlah pengulangan yang banyak dikonsumsi adalah wortel, dilakukan dalam hal mengonsumsi sedangkan jenis sayuran yang makanan baik kualitatif maupun paling jarang dikonsumsi oleh kuantitatif yang terjadi secara responden adalah sawi putih. berkelanjutan. Frekuensi makan juga Menurut informasi yang diperoleh dapat diartikan sebagai seberapa dari responden adalah wortel seringnya seseorang melakukan banyak dikonsumsi karena kegiatan makan dalam sehari makan responden lebih menyukai wortel utama yang biasanya diberikan tiga ketimbang sayuran yang lain. kali sehari (makan pagi, makan siang D. Buah-buahan dan makan malam) (Oktaviani, Buah-buahan merupakan salah 2011). satu komoditas hortikultura yang Frekuensi makan utama pada memegang peranan penting bagi responden yang mengalami sindrom pembangunan pertanian di mestabolik dapat dilihat pada Tabel Indonesia. Fungsi buah-buahan 5.9 : sangat penting bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung banyak vitamin dan mineral (Sediaoetama, 2006). Urutan buah-buahan yang biasa

34 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

Tabel 5.9 Frekuensi Makan Utama Tabel 5.10 Asupan Makan Responden Responden Frekuensi Makan n % Kategori Asupan Total 3 kali sehari 3 9,37 Jenis asupan Kurang Baik Lebih < 3 kali sehari 6 18,75 n % n % n %

> 3 kali sehari 23 71,87 Karbohidrat 3 9,37 9 28,12 20 62,5 32 Lemak 4 12,5 5 15,62 23 71,87 32 Protein 2 6,2 4 12,5 26 81,25 32 Berdasarkan Tabel 5.9 dapat Natrium 9 28,12 8 25 15 46,87 32 dilihat bahwa banyak pekerja kantoran yang frekuensi makan Berdasarkan Tabel 5.10 dapat utama lebih dari 3 kali sehari dilihat bahwa sebagian besar asupan 71,87%, sedangkan paling sedikit makanan masuk dalam kategori lebih frekuensi makan utama 3 kali sehari berdasarkan WNPG (2004) yaitu 9,37%. Hal ini disebabkan karbohidrat (62,5%), lemak berdasarakan hasil recall banyak (71,87%), protein (81,25%) dan pekerja kantoran yang masih natrium (46,87%). Berdasarkan hasil memiliki kebiasaan makan yang recall 3 X 24 jam sebanyak 3 kali ( berlebih. Pada saat wawancara makanan hari biasa 2 hari dan responden belum mengerti dan makanan yang dikonsumsi pada hari memahami pola makan yang baik libur), bahwa pekerja kantoran dan seimbang. Hal ini sesuai dengan banyak yang mengkonsumsi penelitian Mokolensang, dkk (2016), makanan yang diolah dengan cara dimana penelitian ini menunjukkan digoreng dan makanan yang diolah bahwa sebagian besar subjek dalam menggunakan santan, dimana bahan penelitian ini mempunyai status gizi makanan yang diolah dengan cara obesitas sentral berdasarkan hasil tersebut banyak mengandung pengukuran lingkar pinggang, jika minyak. Hal ini tidak jauh beda dilihat dari indeks masa tubuh subjek dalam penelitian ini 50% diantaranya dengan penelitian Suhaema (2015) tergolong obesitas dan overweight. yang menunjukkan adanya Dalam penelitian ini dilakukan akumulasi lemak tubuh yang banyak eksplorasi terkait frekuensi makan tersebut (obesitas) berdampak subjek bahwa subjek mengkonsumsi terhadap kejadian resistensi insulin, makanan sumber karbohidrat yang merupakan predisposisi dari cenderung lebih sering adalah nasi, kejadian sindrom metabolik. mie, kentang goreng bahkan frekuensinya bisa mencapai 4-7 kali Jenis Aktivitas Fisik sehari. Aktivitas fisik responden dalam seminggu diukur dengan Asupan Makanan menggunakan rumus total MET- Jumlah asupan makan pada menit/minggu yaitu dengan pekerja kantoran dapat dilihat pada menjumlahkan aktivitas berjalan Tabel 5.10 berikut ini : dengan aktivitas sedang dan aktivitas berat. Kemudian hasil yang diperoleh diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu ringan, sedang, dan berat berdasarkan kriteria IPAQ (2005). Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 35

Tabel 5.11 Distribusi Sampel dan cukup maka akan menyebabkan Berdasarkan Jenis Aktivitas Fisik tubuh mengalami kegemukan Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase (%) (Sudikno dkk, 2010). Kurangnya (n) aktivitas fisik dapat menyebabkan Ringan 13 40,62 Sedang 19 59,38 obesitas karena ketidakseimbangan Berat 0 0 antara pemasukan dan pengeluaran Jumlah 32 100 energi (Djausal, 2015). Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor Berdasarkan tabel 5.11 dapat risiko utama kegemukan dan obesitas diketahui bahwa tidak ada satupun (Widiantini & Tafal, 2014). responden yang memiliki aktivitas Soetardjo (2011) menyebutkan fisik berat. Hal tersebut dikarenakan bahwa pada usia dewasa seseorang sebagian besar responden melakukan mulai berisiko menderita penyakit aktivitas fisik sedang (59,38%) degeneratif dan pada usia lansia, dengan total MET-nya di antara 700– aktivitas fisik dan kebutuhan gizi 2100 MET-menit/minggu dan semakin banyak berkurang dan sisanya memiliki aktivitas fisik kerusakan sel-sel semakin banyak rendah dengan total MET-nya < 600 terjadi. Oleh karena itu penting MET-menit/minggu. menyeimbangkan pola makan Responden yang memiliki nilai dengan aktivitas fisk berdasarkan terendah pada kategori aktivitas fisik umur dan jenis kelamin. sedang yaitu 706,5 MET- menit/minggu (terlampir), dengan Frekuensi Aktivitas Fisik cara rata-rata melakukan pekerjaan Aktivitas fisik adalah setiap rumah tangga (seperti menyapu, gerakan tubuh yang meningkatkan mengepel) sebanyak 3 kali dalam pengeluaran tenaga/energi dan seminggu selama 30 menit. pembakaran energi. Aktivitas fisik Kemudian responden juga dikategorikan cukup apabila melakukan aktivitas fisik seperti seseorang melakukan latihan fisik berjalan kaki dari satu tempat ke atau olahraga selama 30 menit setiap tempat lain sebanyak 7 kali dalam hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu selama 15 menit. Hal seminggu (PGS, 2014). Berikut tersebut sebagaimana disebutkan distribusi responden berdasarkan IPAQ (2005) termasuk jenis aktivitas frekuensi aktivitas fisik yang fisik intensitas sedang. dilakukan pegawai kantor Dinas Responden yang memiliki nilai Koperasi, Perdagangan dan UKM terendah pada kategori aktivitas fisik Provinsi Riau : rendah yaitu 273 MET- menit/minggu, dengan cara Tabel 5.12 Distribusi Sampel melakukan aktivitas fisik intensitas Berdasarkan Frekuensi Aktivitas sedang 2 kali seminggu selama 30 Fisik menit serta berjalan kaki dari satu Frekuensi tempat ke tempat lain sebanyak 1 Aktivitas ≥ 3 x < 3x Total kali seminggu selama 10 menit. Fisik /minggu /minggu n % n % n % Aktivitas fisik akan membakar Ringan 1 7,69 12 92,31 13 100 energi dalam tubuh, dengan Sedang 11 57,89 8 42,11 19 100 demikian jika asupan kalori dalam tubuh berlebihan dan tidak diimbangi Berdasarkan tabel 5.12 dapat dengan aktivitas fisik yang seimbang diketahui bahwa responden yang

36 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

melakukan aktivitas ringan dengan fisik yang dilakukan pegawai kantor frekuensi ≥ 3x /minggu sebanyak Dinas Koperasi Provinsi Riau : 7,69% dan responden yang melakukan aktivitas fisik ringan Tabel 5.13 Distribusi Sampel dengan frekuensi < 3x /minggu Berdasarkan Durasi Aktivitas sebanyak 92,31%. Responden hanya Fisik melakukan aktivitas fisik ringan Durasi dengan cara berjalan kaki dengan Aktivitas ≥ 90 < 90 Total Fisik menit/minggu menit/minggu frekuensi 1-2 kali dalam 1 minggu n % n % n % serta responden juga lebih sering Ringan 0 0 13 100 13 100 duduk hingga lebih dari 5 jam pada Sedang 13 68,43 6 31,57 19 100 saat bekerja di kantor. Berdasarkan tabel 5.13 dapat Untuk responden yang diketahui bahwa responden yang melakukan aktivitas fisik sedang melakukan aktivitas fisik ringan dengan frekuensi ≥ 3x /minggu dengan durasi < 90 menit/minggu sebanyak 57,89% dan frekuensi < 3x sebanyak 100%. Hal ini dikarenakan /minggu adalah sebesar 42,11%. responden lebih banyak duduk pada Aktivitas fisik sedang yang banyak dilakukan responden adalah saat di kantor ataupun di rumah. Untuk responden yang melakukan pekerjaan rumah tangga (seperti menyapu, mengepel), serta melakukan aktivitas fisik sedang dengan kategori durasi ≥90 melakukan aktivitas seperti berjalan cepat. menit/minggu terdapat sebanyak 68,43%. Alokasi waktu yang Seseorang dengan aktivitas fisik ringan, memiliki kecenderungan dihabiskan untuk melakukan aktivitas fisik sedang seperti sekitar 30%-50% terkena hipertensi dibandingkan seseorang dengan melakukan pekerjaan rumah bisa menghabiskan waktu rata-rata 30 aktivitas sedang atau berat. Orang yang sering berjalan kaki dapat menit perhari. Menurut Plotnikoff (2006) menurunkan tekanan darah sekitar 2 % (± 1 mmHg TDS dan TDD) dalam Canadian Journal of Diabetes, aktivitas fisik merupakan (Kelley, 2001). Orang yang suka melakukan aktivitas aerobik akan kunci dalam pengelolaan diabetes melitus terutama sebagai pengontrol mengalami penurunan tekanan darah rata-rata 4 mmHg TDS dan 2 mmHg gula darah dan memperbaiki faktor resiko kardiovaskuler seperti TDD baik yang mengalami hipertensi maupun yang tidak menurunkan hiperinsulinemia, meningkatkan sesnsitifitas insulin, mengalami hipertensi (Whelton dkk, 2002). menurunkan lemak tubuh, serta menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik sedang yang teratur Durasi Aktivitas Fisik berhubungan dengan penurunan Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan angka mortalitas sekitar 45-70% pada populasi diabetes melitus tipe 2 latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 serta menurunkan kadar HbA1c ke level yang bisa mencegah terjadinya hari dalam seminggu (PGS, 2014). Berikut distribusi durasi aktivitas komplikasi (Umpierre et al., 2011). Aktivitas fisik teratur dapat meningkatkan HDL dan menurunkan Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 37

kolesterol, LDL, trigliserida dan Berdasarkan tabel 5.14 berat badan. Aktivitas teratur akan diketahui bahwa karakteristik meningkatkan aktivitas enzim responden tertinggi adalah yang tidak lipoprotein lipase dan menurunkan memiliki kebiasaan merokok. 100% aktivitas enzim hepatic lipase. dari responden yang memiliki Lipoprotein lipase akan kebiasaan merokok, masih merokok menghidrolisis trigliserida dan sampai sekarang. Dari 32 sampel VDVL sehingga meningkatkan responden, 31,3 % responden mulai konversi VLDL dan IDL. Sebagian merokok pada usia diatas 10 tahun, IDL akan dikonversi menjadi LDL sedangkan 3,1 responden mulai oleh hepatic lipase dan sisanya akan merokok pada usia kurang dari 10 diambil oleh hati dan jaringan perifer tahun. 31,3% responden memiliki dengan perantara reseptor LDL. kebiasaan merokok setiap harinya. Mekanisme inilah yang Dari 34,4% responden yang menyebabkan terjadinya penurunan merokok, 21,9% diantaranya kolesterol, LDL dan peningkatan merokok sebanyak 5 hingga 14 HDL pada peningkatan aktivitas fisik batang perhari. (Giesberg dan Karmally, 2000). Kebiasaan merokok responden yang sedikit yaitu 34,4% sesuai Gambaran Kebiasaan Merokok dengan hasil penelitian Fitria (2015), Merokok adalah kegiatan dimana tidak terdapat perbedaan menghisap rokok yang dilakukan proporsi kejadian sindrom metabolik responden baik di dalam rumah dengan kebiasaan merokok. Semakin maupun diluar rumah. Kebiasaan banyak jumlah rokok yang merokok pada penelitian ini dilihat dikonsumsi berkorelasi signifikan (p dari kebiasaan merokok, usia mulai < 0,05) dengan tekanan darah diastol merokok, kebiasaan merokok setiap yang rendah dan ukuran lingkar perut hari, jumlah rokok yang dihisap yang besar. perhari. Hasil penelitian yang Tabel 5.14 Distribusi Sampel melibatkan perawat Amerika Serikat Berdasarkan Kebiasaan Merokok dalam jumlah yang besar, di antara Karakteristik Responden n % orang-orang yang menderita sindrom Kebiasaan Merokok metabolik, sebesar 1,31% mantan Perokok 11 34,4 perokok, 1,43% perokok sedang (1- Bukan Perokok 21 65,6 14 batang per hari), 1,64% (15-34 Masih Merokok batang per hari) dan 2,19% (lebih

Ya 11 34,4 dari 35 batang per hari) (Marewa, Bukan Perokok 21 65,6 2015). Kandungan nikotin dalam Usia Mulai Merokok rokok menyebabkan insulin tidak > 10 tahun 10 31,3 dapat bekerja dengan baik, yang < 10 tahun 1 3,1 disebut resistensi insulin, memperburuk metabolisme gula di Frekuensi Merokok dalam darah hingga menyebabkan Setiap Hari 10 31,3 kanker. Sindrom metabolik, Tidak Setiap Hari 1 3,1 menurunnya daya dan kemampuan Jumlah Rokok per Hari insulin serta merokok, mempunyai 1-4 batang 1 3,1 hubungan yang kuat dan saling 5-14 batang 7 21,9 memengaruhi, sehingga ketiga >15 batang 3 9,4

38 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

kondisi tersebut saling dengan penyakit jantung, 84,8% bergandengan. Perokok mempunyai responden tidak memiliki keluarga risiko dua kali lebih besar yang menderita penyakit jantung. dibandingkan dengan bukan perokok. Secara keseluruhan, dari 32 responden ada 43,8% responden Gambaran Riwayat Penyakit yang memiliki riwayat penyakit Keluarga keluarga dan 56,3% tidak memiliki Riwayat keluarga dapat riwayat penyakit keluarga. membuat anggota keluarga lainnya Faktor keturunan juga menderita penyakit yang sama. mempengaruhi obesitas dan hal ini Diawali dalam sebuah keluarga dihubungkan dengan fenotip. Pada dengan pola makan tidak benar akhir tahun 2002, lebih dari 300 sehingga salah satu orang tua gene, penanda dan kromosom telah mengidap diabetes, bila anggota dihubungkan dengan fenotip keluarga lain tidak mengubah pola obesitas. Penelitian tentang gen ini hidup besar kemungkinan akan telah mengidentifikasi 68 mengidap penyakit yang sama Quantitative Trait Loci (QTLs) (Almatsier, Soetardjo, Soekatri, manusia dan 168 QTLs dari hewan 2011). percobaan untuk obesitas. Beberapa penelitian yang Tabel 5.15 Distribusi Sampel berhubungan dengan gen obesitas Berdasarkan Riwayat Penyakit menunjukkan bahwa terdapat Keluarga beberapa gen yang dapat Karakteristik Responden n % mempengaruhi kejadian obesitas. Obesitas Gen the beta-3 adrenergic receptor Ada Riwayat 3 9,4 (ADBR3) adalah gen yang paling Tidak Ada Riwayat 29 90,6 banyak di uji dan telah menunjukkan Hipertensi hubungan dengan terjadinya obesitas. Ada Riwayat 11 34,4 Gen-gen lain yang juga telah diteliti Tidak Ada Riwayat 21 65,6 dalam lima model penelitian berbeda Diabetes yang dapat mempengaruhi obesitas Ada Riwayat 9 28,1 adalah gen LEPR, gen ADBR2, gen Tidak Ada Riwayat 23 71,9 LEP,gen UCP2, Gen UCP3, gen GNB3, gen LDLR, TNFRSFI B, Jantung POMC, APOB,APOD dsb (Bray, Ada Riwayat 5 15,6 2006). Tidak Ada Riwayat 27 84,8 Riwayat Penyakit Keluarga KESIMPULAN DAN SARAN Ada Riwayat 14 43,8 Kesimpulan Tidak Ada Riwayat 18 56,3 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan Berdasarkan tabel 5.15 bahwa : diketahui bahwa karakteristik 1. Jenis makanan yang sering responden tertinggi tidak memiliki dikonsumsi responden untuk jenis riwayat penyakit obesitas (90,6%). makanan pokok adalah nasi, lauk Begitu juga dengan hipertensi. 65,6% hewani adalah daging ayam, lauk responden tidak memiliki anggota nabati adalah tempe, sayuran keluarga yang menderita penyakit hipertensi. Untuk riwayat keluarga Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 39

adalah wortel dan untuk buah- Saran buahan adalah papaya. 1. Bagi responden untuk dapat 2. Frekuensi makan responden memperbaiki pola makan yang sebagian besar lebih dari 3 kali berlebih yang terdiri dari jenis sehari (71,87%). makan, frekuensi makan yang 3. Sebagian besar asupan makan berlebih dan asupan makan yang responden termasuk dalam berlebih dengan mengontrol pola kategori lebih berdasarkan WNPG makan yang konsisten dengan (2004) yaitu karbohidrat (62,5%), cara menerapkan pola makan lemak (71,87%), protein (81,25%) yang seimbang sesuai dengan dan natrium (46,87%). pedoman gizi seimbang. 4. Tidak ada satupun responden 2. Bagi responden perlu yang berada pada kategori mempertahankan dan aktivitas fisik berat. Sebaliknya, meningkatkan aktivitas fisik sebagian besar responden berada seperti menggunakan tangga pada kategori aktivitas fisik untuk menaiki gedung sedang (59,38%). perkantoran ataupun menjauhkan 5. Persentase responden yang parkir kendaraan agar lebih melakukan aktivitas fisik ringan banyak berjalan menuju kantor. dengan frekuensi < 3x /minggu 3. Bagi responden untuk dapat sebanyak 92,31%. Persentase memperbaiki gaya hidup yang responden yang melakukan tidak sehat menjadi gaya hidup aktivitas fisik sedang dengan yang sehat. Hindari minuman frekuensi ≥ 3x /minggu adalah beralkohol, hilangkan kebiasaan sebesar 57,89%. merokok, mulai pola makan yang 6. Persentase responden yang benar dan olahraga secara teratur. melakukan aktivitas fisik ringan dengan durasi < 90 menit/minggu DAFTAR PUSTAKA sebanyak 100%. Persentase Almatsier, Sunita. (2002). Prinsip Dasar responden yang melakukan Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia aktivitas fisik sedang dengan Pustaka Utama. durasi ≥ 90 menit/minggu Asih, R. A. F. (2015). Faktor-Faktor sebanyak 68,43%. yang Berhubungan dengan 7. Responden dengan status perokok Kelelahan pada Pasien Systemic yaitu sebesar 34,4% dan Lupus Erithematosus (SLE). semuanya masih merokok. Usia Universitas Negeri Semarang. mulai merokok > 10 tahun yaitu 31,3%, frekuensi merokok setiap Bimandama, M. A., & Soleha, T. U. hari yaitu 31,3%. Jumlah rokok (2016). Hubungan Sindrom per hari tertinggi adalah 5-14 Metabolik dengan Penyakit batang (21,9%). Kardiovaskular. Majority, 5(2), 8. Berdasarkan riwayat penyakit 49–55. keluarga, responden yang Djausal, A.N. (2015). Effect of Central memiliki riwayat penyakit Obesity As Risk Factor of keluarga yaitu sebesar 43,8%. Metabolic Syndrome. Jurnal Majority, 4(3), 20-21.

Fahad, M. (2013). Hubungan Pola

40 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

Makan dengan Metabolic Syndrome dan Gambaran Aktivitas Kulsum, I. D., & Yunus, F. 2016. Fisik Anggota Klub Senam Jantung Sindrom Metabolik pada Penyakit Sehat Kampus II Universitas Islam Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Metabolic Syndrome in Chronic Tahun 2013. Universitas Islam Obstructive Pulmonary Disease ( Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. COPD ). J Respir Indonesia, 36(1), 47–59. Gibney, J.,Margaretts ,M.,Kearney , J. & Arab, L.2008.Gizi Kesehatan M, R. G., Sahelangi, O., & Widodo, G. Masyarakat.Jakarta:EGC Harahap, 2015. Pola Makan,Asupan Zat M., & Mochtar, Y. (2016). Gizi, Dan Status Gizi Anak Balita Gambaran Rasio Lingkar Pinggang Bawah Garis Merah Di Pesisir Pinggul, Riwayat Penyakit dan Pantai Desa Tatangesan Dan Usia pada Staff Pegawai Polres Makalu Wilayah Kerja Puskesmas Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Pusomaen. GIZIDO, 7(1). Masyarakat Andalas, 10(2), 140– 144. Olsson AG, Schwartz GG, Szarek M,et al. 2005. High density lipoprotein, Giesberg, H.N., Karmally, W. (2000). bt not low density lipoprotein Nutrition, Lipids and cholesterol levels in fluence short Cardiovascular Disease dalam term prognosis after acute Biochemical and Physiological coronary syndrome: results from Aspect of Human Nutrition. WB the MIRICAL trial. Eur Heart J: Saunders Company: Philadelphia 26: 890-896. 917-944. PERKENI. 2011. Konsensus Harikedua, V. T., & Tando, N. M. pengelolaan diabetes melitus tipe (2012). Aktifitas Fisik dan Pola 2 di Indonesia 2011. Semarang: Makan Dengan Obesitas Sentral PB PERKENI. Pada Tokoh Agama Di Kota Manado. Gizido, 4(1), 289–298. Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Herwati, & Sartika, W. (2014). Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Terkontrolnya Tekanan Darah Pedoman Giz iSeimbang. Penderita Hipertensi Berdasarkan Jakarta:Depkes RI. Pola Diet dan Kebiasaan Olah Raga Di Padang Tahun 2011. Plotnikoff, R. C., (2006). Physical Jurnal Kesehatan Masyarakat, Activity in the Management of 8(1), 8–14. Diabetes: Population-based Perspectives and Strategies. Kelli, H. M., Kassas, I., & Lattouf, O. Canadian Journal of Diabetes. 30: M.2015. Cardio Metabolic 52-62. Syndrome : A Global Epidemic. Journal Diabetes & Metabolism, Prasasti, H. E., & Utari, D. M. (2013). 6(3). Jenis Kelamin dan Umur Sebagai Faktor Predominan Lingkar Khomsan, Ali; Anwar, Faisal; Sukandar, Pinggang Pada Guru Sekolah Dadang; Riyadi, H. 2006. Studi Dasar Di Kecamatan Cilandak Tentang Pengetahuan Gizi Ibu Dan Jakarta Selatan Tahun 2013. FKM Kebiasaan Makan Pada Rumah UI. Tangga Di Daerah Dataran Tinggi Dan Pantai. Gizi Dan Pangan. Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 41

Rini, S. (2015). Sindrom Metabolik. molekular dan aspek klinis Jurnal Majority, 4(4), 88–93. resistensi insulin. Mandal a of Health, 4(2), 131–138. Rochmah, W., Prabandari, Y. S., Setyawati, L. K., Ilmu, B., Suoth, M., Bidjuni, H., & Malara, R. T. Komunitas, K. M., Universitas, F. 2014. Hubungan Gaya Hidup K.,Gadjah, U. 2014. Prevalensi dengan Kejadian Hipertensi di Sindrom Metabolik pada Pekerja Puskesmas Kolongan Kecamatan Perusahaan The Prevalence of Kalawat Kabupaten Minahasa Metabolic Syndrome among Utara. Ejournal Keperawaan (E- Company Workers. Jurnal Kp), 2(1), 1–10. Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(2), 113–120. Sudibjo, P., Arovah, N. I., & A, R. L. (2013). Tingkat Pemahaman Dan Rohman, M. S. 2007. Patogenesis dan Survei Level Aktivitas Fisik, Terapi Sindrom Metabolik, 28(2), Status Kecukupan Energi Dan 160–168. Status Antropometrik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sargowo, D., & Andarini, S. 2011. The Kepelatihan Olahraga FIK UNY. Relationship Between Food Intake Medikora, 11(2), 183–203. and Adolescent Metabolic Syndrome Pengaruh Komposisi Suoth, M., Bidjuni, H., & Malara, R. T. Asupan Makan terhadap (2014). Hubungan Gaya Hidup Komponen Sindrom Metabolik dengan Kejadian Hipertensi di pada Remaja. Jurnal Kadiologi Puskesmas Kolongan Kecamatan Indonesia, 32(1), 14–23. Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Ejournal Keperawaan (E- Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Kp), 2(1), 1–10. Profesi dan Mahasiswa.Jakarta: Dian Rakyat. Umpierre et al., (2011). Physical Activity Adviced Only or Soetardjo, S. (2011). Gizi Usia Dewasa : Structured Excercise Training and Gizi Seimbang Dalam Daur Association with HbA1C Levels in Kehidupan. Almatsier et al (Ed). Type 2 Diabetes. American Medical Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Association. 35:107.

Srikanthan,K.,Feyh,A.,Visweshwar,H.,S Widiantini, W., dan Tafal, Z. (2014). hapiro, J. I., & Sodhi, K. 2016. Aktivitas Fisik, Stres, dan Obesitas Systematic review of metabolic pada Pegawai Negeri Sipil. Jurnal syndrome biomarkers: A panel for Kesehatan Masyarakat Nasional, early detection, management, and 8(7), 330-336. risk stratification in the West Virginian population. International WNPG. 2004. Ketahanan Journal of Medical Sciences, Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah 13(1), 25–38. dan Globalisasi. LIPI, Jakarta.

Sudikno., Herdayati, M., dan Besral. (2010). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Obesitas pada Orang Dewasa di Indonesia. Jurnal Gizi Indon, 33(1), 37-49.

Sulistyoningrum, E. 2010. Tinjauan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI KELURAHAN KAMPUNG TENGAH KOTA PEKANBARU TAHUN 2017

Melinda Susanti S*, Juraida Roito Hrp* *Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

Stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur. Dampak kejadian stunting pada masa yang datang diantaranya adalah pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang terhambat, memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kronis yang tidak menular, serta persalinan dengan sectio caesarea karena dikaitkan dengan ukuran panggul yang tidak sesuai pada wanita dewasa yang memiliki tubuh pendek. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi usia 6-12 Bulan. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain Cross Sectional yang dilaksanakan bulan September 2016-Juli 2017 di Kelurahan Kampung Tengah Kota Pekanbaru. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan periode Maret-Mei 2017 berjumlah 74 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 62 orang yang diambil menggunakan teknik Proportionate Stratified Random Sampling. Analisis data menggunakan uji statistik Chi-square pada derajat kepercayaan 95% . Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara tinggi badan ibu (p=0,000), berat badan lahir (p=0,021), panjang badan lahir (p=0,039), ASI eksklusif (p=0,021) dengan kejadian stunting pada bayi usia 6-12 bulan dan tidak ada hubungan antara usia ibu saat hamil (p=0,273) dan jarak kehamilan (p=1,000) dengan kejadian stunting pada bayi usia 6-12 bulan. Disarankan kepada bidan untuk meningkatkan upaya pencegahan kejadian stunting pada bayi dengan cara deteksi dini di posyandu.

Kata kunci : Stunting, tinggi badan ibu, jarak kehamilan, BBLR, panjang badan lahir, ASI eksklusif . Daftar bacaan : 48 (2002-2016)

PENDAHULUAN termasuk perhatian khusus sektor Salah satu tujuan dalam kesehatan. Istilah stunted (pendek) agenda pembangunan berkelanjutan atau severely stunted (sangat pendek) tahun 2030/ Sustainable merupakan suatu masalah gizi kronis Development Goals (SDGs) adalah yang ditandai oleh pertumbuhan mengakhiri kelaparan, mencapai tinggi badan atau panjang badan ketahanan pangan dan meningkatkan yang tidak sesuai dengan umur gizi yang memiliki 8 target. Menurut berdasarkan ambang batas Z-score Kemenkes RI (2015) penurunan menurut WHO antara -3 SD sampai angka stunting pada balita dengan -2 SD (Kepmenkes RI, merupakan salah satu target 2010). Internasional tahun 2025 karena

42

Melinda Susanti S, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 43

Pada tahun 2016 prevalensi hingga 730 hari pertama setelah bayi stunting di provinsi Riau masih lahir. Intervensi yang diberikan pada tinggi yaitu 29,7% meskipun ibu adalah perbaikan gizi dan persentase ini telah mengalami kesehatan ibu sejak hamil, pemberian penurunan dari sebelumnya yaitu makanan tambahan pada ibu yang 34,1% pada tahun 2013. Persentase mengalami KEK (kekurangan energi balita sangat pendek di kota kronis), pemberian minimal 90 tablet Pekanbaru adalah 1,69% dan tambah darah selama kehamilan, persentase balita pendek adalah melakukan IMD saat dilahirkan, 6,97%. Hasil survey yang dilakukan pemberian ASI eksklusif yang oleh dinas kesehatan kota Pekanbaru berlanjut hingga usia 2 tahun, didapatkan bahwa angka kejadian pemberian makanan pendamping stunting di wilayah kerja Puskesmas ASI sejak usia 6 bulan, pemberian langsat kecamatan Sukajadi adalah vitamin A, dan imunisasi dasar 21 orang dengan persentase kejadian lengkap. (Kemenkes RI, 2013). stunting 15% dari jumlah 140 balita Penelitian ini bertujuan untuk yang ditimbang, dan 11 diantaranya mengetahui faktor-faktor (tinggi berada pada kelurahan Kampung badan ibu, usia ibu saat hamil, jarak Tengah wilayah kerja Puskesmas kehamilan, berat badan lahir, panjang Langsat (Dinas kesehatan kota badan lahir, ASI eksklusif) yang pekanbaru, 2016). berhubungan dengan kejadian Dampak kejadian stunting stunting pada bayi usia 6-12 bulan di dapat terjadi pada usia anak-anak Kelurahan Kampung Tengah Kota maupun dewasa. Pertumbuhan dan Pekanbaru Tahun 2017. perkembangan fisik serta mental anak yang terhambat akan cenderung METODE PENELITIAN menghambat pertumbuhan dan Jenis penelitian adalah perkembangan kognitifnya sehingga penelitian analitik dengan desain keadaan ini berpengaruh pada cross sectional. Penelitian kurangnya produktivitas dalam dilaksanakan pada bulan September belajar maupun bekerja pada usia 2016-Juli 2017 di Kelurahan dewasa. Seseorang yang memiliki Kampung Tengah Kota Pekanbaru. kemampuan dan produktivitas yang Populasi penelitian adalah ibu yang rendah sering berada dalam keadaan memiliki bayi usia 6-12 bulan kemiskinan karena tidak dapat berjumlah 74 bayi dan sampel menghasilkan penghasilan tambahan diambil menggunakan teknik yang memungkinkan untuk hidup Proportionate Stratified Random lebih baik dan mendapatkan gizi Sampling sebanyak 62 orang. yang baik (Astuti Lamid, 2015). Pengolahan data dilakukan secara Upaya untuk menurunkan komputerisasi dengan menggunakan angka kejadian stunting adalah uji statistic chi-square. dengan dengan suatu program kebijakan yang disebut dengan Scaling Up Nutrition (SUN) yang dikenal di Indonesia dengan sebutan gerakan 1000 hari kehidupan yang dimulai sejak bayi dalam kandungan selama 270 hari dan terus berlanjut

44 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 42-51

HASIL PENELITIAN Tabel 5. Hubungan Berat Badan Lahir 1. Analisis Univariat dengan kejadian Stunting pada bayi usia Tabel 1. Distribusi Bayi Berusia 6-12 6-12 bulan di Kelurahan Kampung Bulan Berdasarkan Kejadian Stunting di Tengah Kota Pekanbaru tahun 2017. Berat Kejadian Stunting P Kelurahan Kampung Tengah Kota Jumlah OR Pekanbaru Tahun 2017. badan Tidak Ya value lahir n % n % N % No Kejadian Frekuensi Persentase (%) Normal 52 92,9 4 7,1 56 100 stunting 0,002 2,78 1. Ya 7 11,3 BBLR 2 33,3 4 66,7 6 100 2. Tidak 55 88,7 Jumlah 54 87,1 8 12,9 62 100 Jumlah 62 100

2. Analisis Bivariat Tabel 6. Hubungan Panjang Badan Lahir dengan kejadian Stunting pada Tabel 2. Hubungan Tinggi Badan Ibu bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan dengan kejadian Stunting pada bayi usia 6- Kampung Tengah Kota Pekanbaru 12 bulan di Kelurahan Kampung Tengah tahun 2017. Kota Pekanbaru tahun 2017. Panjang Kejadian Stunting P Jumlah OR value Tinggi Kejadian stunting P badan Tidak Ya Jumlah OR lahir Badan Tidak Ya value n % n % N % Ibu n % n % N % Normal 46 92,0 4 8,0 50 100 Normal 0,039 5,75 Tidak (≥ 145 52 94,5 3 5,5 55 100 8 66,7 4 33,3 12 100 cm) 0,000 4,33 normal Pendek Jumlah 54 87,1 8 12,9 62 100 (< 145 2 28,6 5 71,4 7 100 cm) Jumlah 54 87,1 8 12,9 62 100 Tabel 7. Hubungan ASI Eksklusif dengan kejadian Stunting pada bayi usia 6-12 Tabel 3. Hubungan Usia Ibu saat Hamil bulan di Kelurahan Kampung Tengah dengan kejadian Stunting pada bayi usia 6- Kota Pekanbaru tahun 2017. 12 bulan di Kelurahan Kampung Tengah Kota Pekanbaru tahun 2017. ASI Kejadian Stunting Jumlah P value OR Eksklu- Tidak Ya Usia Kejadian Stunting P sif Jumlah OR n % n % N % Ibu value saat Tidak Ya Ya 23 100 0 0,0 23 100 0,021 1,25 Hamil n % n % N % Resiko Tidak 31 79,5 8 20,5 39 100 48 88,9 6 11,1 54 100 Rendah 0,273 2,66 Resiko Total 54 87,1 8 12,9 62 100 6 75,0 2 25,0 8 100 Tinggi Jumlah 54 87,1 8 12,9 62 100 PEMBAHASAN Tabel 4. Hubungan Jarak Kehamilan (spacing) dengan kejadian Stunting pada 1. Hubungan Tinggi Badan Ibu bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Kampung dengan kejadian Stunting pada Tengah Kota Pekanbaru tahun 2017. bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Kampung Tengah Kota Jarak Kejadian Stunting P Jumlah OR Pekanbaru tahun 2017. Kehamilan value Tidak Ya Hasil uji statistik ditemukan (Spacing) n % n % N % bahwa terdapat hubungan yang Tidak 47 87,0 7 13,0 54 100 bermakna secara statistik antara tinggi beresiko 1,000 0,959 badan ibu dengan kejadian stunting (p= Beresiko 7 87,5 1 12,5 8 100 0,000) dengan OR 4,33. Hal ini berarti Jumlah 54 87,1 8 12,9 62 100 bahwa bayi yang lahir dari ibu yang memiliki tinggi badan pendek memiliki resiko menjadi stunting sebesar 4,3 kali Melinda Susanti S, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 45

dibanding bayi yang lahir dari ibu yang Umur seorang ibu saat hamil memiliki tinggi badan ≥ 145 cm. akan berkaitan dengan alat-alat Berdasarkan teori diketahui reproduksi wanita. Kehamilan pada bahwa pertumbuhan anak dipengaruhi usia kurang dari 20 tahun dan diatas oleh beberapa faktor diantaranya adalah 35 tahun merupakan kehamilan faktor genetik, lingkungan, dan hormon. beresiko tinggi meskipun semua Genetik merupakan salah satu faktor kehamilan dianggap beresiko. yang dapat menentukan intensitas dan Kehamilan usia muda akan kecepatan dalam pembelahan sel telur, mengakibatkan pertumbuhan dan tingkat sensitivitas jaringan terhadap perkembangan janin tidak optimal rangsangan, umur pubertas, dan karena secara biologis ibu belum berhentinya pertumbuhan tulang (Aziz, optimal mengontrol emosi yang 2009). cenderung labil dan mental yang Faktor genetik yang berpengaruh belum matang sehingga mudah pada pertumbuhan tinggi badan bayi mengalami depresi yang adalah ibu yang memiliki tinggi badan mengakibatkan kurangnya perhatian yang pendek. Hal ini terjadi karena gen terhadap pemenuhan gizi selama pembawa kromosom memiliki kondisi kehamilan. Seorang wanita yang patologis dimana gen tersebut hamil pada usia muda atau kurang mengalami defisiensi hormon dari 20 tahun akan mengalami pertumbuhan sehingga menurunkan kompetisi makanan dengan janinnya secara genetik terhadap anaknya. karena ibu masih mengalami masa Keadaan gagal tumbuh (stunted) ini akan pertumbuhan sesuai usia sedangkan terus berlanjut pada generasi berikutnya bayi juga mengalami masa bila ibu yang memiliki genetik pendek pertumbuhan dalam kandungan. Hal tidak didukung oleh asupan nutrisi yang ini akan memperburuk pertumbuhan adekuat (Atmarita, 2015). dan perkembangan janin bila suplai gizi ibu selama hamil kurang karena 2. Hubungan Tinggi Badan Ibu pada usia dibawah 20 tahun ibu dengan kejadian Stunting pada hamil masih mengalami masa bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan pertumbuhan (Sulistyoningsih, Kampung Tengah Kota 2011). Pekanbaru tahun 2017. Berdasarkan hasil uji chi- 3. Hubungan antara jarak square ditemukan bahwa usia ibu kehamilan (spacing) dengan hamil resiko rendah mayoritas tidak kejadian Stunting mengalami kejadian stunting 88,9% Hasil penelitian yang dan 11,1% lainnya mengalami dilakukan di Kelurahan Kampung kejadian stunting. sedangkan usia ibu tengah mengenai faktor-faktor yang resiko tinggi mayoritas tidak berhubungan dengan kejadian mengalami kejadian stunting 75% stunting menunjukkan bahwa bayi dan 25% lainnya mengalami kejadian dengan spacing tidak beresiko stunting. Hasil uji statistik mayoritas tidak mengalami kejadian menunjukkan bahwa tidak ada stunting (87%) dan 13% bayi lainnya hubungan antara usia ibu saat hamil mengalami kejadian stunting. dengan kejadian stunting pada bayi Sedangkan bayi yang memiliki usia 6-12 bulan (p=0,273). spacing beresiko mayoritas tidak mengalami kejadian stunting (87,5%)

46 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 42-51

dan 12,5% lainnya mengalami yaitu sebelum usia anak mencapai 2 kejadian stunting. Hasil uji statistik tahun dan keadaan gagal tumbuh ini menunjukkan bahwa tidak ada terus berlanjut pada kemudian hari. hubungan yang bermakna antara Seorang anak perempuan jarak kehamilan (spacing) dengan yang mengalami kegagalan kejadian stunting (p=1,000). pertumbuhan akan menjadi seseorang Jarak kehamilan (spacing) yang pendek (stunted) dan ketika yang ideal adalah lebih dari 2 tahun, dewasa akan menjadi ibu hamil selama 2 tahun tubuh bekerja untuk pendek yang cenderung melahirkan memperbaiki organ-organ reproduksi bayi BBLR dan anak yang dilahirkan untuk mempersiapakan tubuh hamil lebih beresiko menjadi anak stunting kembali. Wanita dengan jarak pula. Hal seperti ini merupakan kehamilan kurang dari 2 tahun akan intergenerasi terhadap pertumbuhan mengalami hambatan dalam linear dimana anak stunting akan pertumbuhan dan perkembangan berkembang menjadi wanita dewasa janin selama masa kehamilan karena pendek dan melahirkan anak yang sistem reproduksinya yang terganggu pendek pula, keadaan seperti ini akan dan belum kembali sempurna terus berulang jika selama hamil sehingga Rahim kurang siap untuk asupan nutrisi ibu kurang bergizi dan terjadinya implantasi bagi embrio. sebaiknya diimbangi dengan Kondisi ibu yang lemah dapat melakukan ANC yang berkualitas berdampak pada kesehatan janin dan selama kehamilan (Astuti Lamid, berat badan lahirnya (Yolan, 2007). 2015).

4. Hubungan berat badan lahir 5. Hubungan antara panjang dengan kejadian Stunting pada badan lahir dengan kejadian bayi usia 6-12 bulan di Stunting Kelurahan Kampung Tengah Hasil uji statistik Kota Pekanbaru tahun 2017. memperlihatkan bahwa terdapat Berat lahir merupakan salah hubungan yang bermakna secara satu indikator pengukuran untuk statistik antara panjang badan lahir status gizi bayi dan balita dan bayi dengan kejadian stunting (p= umumnya sangat berkaitan dengan 0,039) dan nilai OR = 5,750. Oleh pertumbuhan dan perkembanagan. karena itu, bayi dengan panjang Sehingga, dampak lanjutan dari bayi badan lahir tidak normal memiliki yang lahir dengan BBLR dapat resiko menjadi stunting sebesar 5,8 berupa gagal tumbuh (Growth kali dibandingkan dengan bayi yang Faltering). Gagal tumbuh dapat lahir dengan panjang badan normal. terjadi sejak masa kehamilan, Hasil penelitian ini sejalan seorang bayi yang lahir dengan dengan literatur yang menjelaskan BBLR akan sulit dalam mengejar bahwa panjang badan lahir ketertinggalan pertumbuhan awal berhubungan dengan kejadian dari anak yang normal sehingga akan stunting. Panjang badan berdasarkan menyebabkan anak tersebut stunting umur pada bayi 3-6 bulan merupakan (Unicef, 2010). Kegagalan cerminan dari gagalnya pertumbuhan pertumbuhan yang mengakibatkan yang berkelanjutan (stunting). WHO terjadinya stunting pada umumnya (1995) dalam Gibson 2005 terjadi dalam periode yang singkat menerangkan bahwa pengukuran Melinda Susanti S, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 47

panjang badan pada usia tiga bulan ASI secara eksklusif dan mengalami juga dapat dijadikan sebagai alat kejadian stunting sebesar 20,5%. untuk menskrining risiko stunting Hasil uji chi-square pada derajat selama tiga tahun kedepan. pada kepercayaan 95% menunjukkan enam bulan pertama kehidupan bahwa terdapat hubungan antara panjang badan bayi dapat dinilai pemberian ASI secara eksklusif setiap satu bulan, sedangkan pada dengan kejadian stunting (p= 0,021) usia 6-12 bulan, panjang badan dapat dan nilai OR sebesar 1,258. Hal ini dinilai setiap 2 bulan sekali. Defisit berarti bayi yang tidak diberikan ASI panjang badan merupakan hasil secara Eksklusif memiliki resiko dalam waktu yang lama, jadi menjadi stunting sebesar 1,3 kali penilaian status gizi berdasarkan dibandingkan dengan bayi yang panjang badan menurut umur dapat diberikan ASI secara Eksklusif sejak mencerminkan terjadinya malnutrisi lahir. pada bayi dalam beberapa keadaan Pada hasil penelitian bayi (Gibson, 2005). yang tidak mendapatkan ASI Bayi dengan panjang badan Eksklusif akan beresiko 1,25 kali lahir pendek memiliki peluang untuk mengalami stunting. Hal ini dapat tumbuh pendek dibandingkan dengan terjadi karena ASI eksklusif anak yang lahir dengan panjang merupakan suatu nutrisi yang badan normal karena adanya gagal dibutuhkan bayi dan memiliki fungsi tumbuh yang telah terjadi sejak masa sebagai antiinfeksi. Bayi yang kehamilan. Akibat gagal tumbuh diberikan susu formula cenderung tersebut, dapat menyebabkan lebih mudah terkena penyakit infeksi penurunan proporsi pada seperti diare dan pernafasan. pertumbuhan skeletal (kerangka) Pemberian ASI yang dicampur tubuh. Keadaan gagal tumbuh yang dengan susu formula dapat terjadi sejak masa kehamilan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bayi, disebabkan oleh suplai gizi yang namun susu formula tidak memiliki kurang dari plasenta untuk janin. zat antibodi sebaik kandungan Faktor asupan nutrisi dan penyakit antibodi pada ASI sehingga bayi memang mempengaruhi lebih sering terkena penyakit. Hal ini pertumbuhan anak, bila anak yang dapat menyebabkan growth faltering stunting diberikan asupan nutrisi atau mengalami defisiensi zat gizi yang memadai dan jarang terserang karena bayi yang terkena infeksi penyakit, maka anak akan mampu biasanya akan mengalami kenaikan mencapai catch-up grow yang suhu tubuh sehingga kebutuhan zat maksimal (Astuti Lamid, 2015). gizi juga meningkat (Pudjiaji, 2005). Setelah usia 6 bulan bayi 6. Hubungan antara Riwayat ASI diberikan ASI dan Makanan Eksklusif dengan kejadian Pendamping ASI (MP-ASI) karena Stunting dengan ASI saja (jumlah dan Berdasarkan data yang komposisi ASI mulai berkurang) ditemukan diketahui bahwa bayi usia tidak mampu mencukupi kebutuhan 6-12 bulan yang diberikan ASI anak. Namun, ASI tidak harus secara eksklusif 100% tidak digantikan oleh makanan utama. mengalami kejadian stunting. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini Sedangkan bayi yang tidak diberikan juga berhubungan dengan kejadian

48 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 42-51

stunting pada anak karena pemberian DAFTAR PUSTAKA MP-ASI yang terlalu dini sering Aditianti. 2010. Faktor menyebabkan diare pada bayi dan Determinan Stunting pada infeksi saluran cerna. Secara Anak Usia 24-59 Bulan di patofisiologi penyakit diare dan Indonesia.Tesis. Bogor: infeksi saluran cerna terjadi karena Sekolah Pascasarjana, Institut peningkatan kehilangan cairan atau Pertanian Bogor. zat gizi, mual dan muntah yang terus menerus dan kurangnya nafsu makan Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar setelah sakit sehingga terjadi Ilmu Gizi. Jakarta: PT. kekurangan jumlah makanan dan Gramedia Pustaka Utama minuman yang masuk kedalam tubuhnya dan dapat mengakibatkan Anugraheni HS & Kartasurya MI. kekurangan gizi (Arif N., 2009). 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12- KESIMPULAN 36 Bulan Di Kecamatan Pati, 1. Kejadian stunting pada bayi usia Kabupaten Pati. Program 6-12 bulan ditemukan sebesar Studi Ilmu Gizi Fakultas 12,9%. Kedokteran Universitas 2. Terdapat hubungan antara tinggi Diponegoro. Journal of badan ibu (p=0,000), berat badan Nutrition College, Volume 1, lahir (p=0,002), panjang badan Nomor 1, Tahun 2012. lahir (p=0,039), dan ASI eksklusif (p=0,021) dengan Arif N. 2009. ASI dan Tumbuh kejadian stunting pada bayi usia Kembang Bayi. Yogyakarta: 6-12 bulan. MedPress 3. Tidak terdapat hubungan antara usia ibu saat hamil (p=0,273) dan Astuti Lamid. 2015. Masalah jarak kehamilan (spacing) Kependekan (Stunting) pada (p=1,000) dengan kejadian Anak Balita: Analisis stunting pada bayi usia 6-12 Prospek Penanggulangannya bulan. di Indonesia. Bogor: Percetakan IPB. SARAN Diharapkan kepada bidan Atmarita. 2015. Pendek (Stunting) di agar meningkatkan upaya Indonesia, Masalah dan pencegahan stunting pada bayi Solusinya. Jakarta: Lembaga dengan cara promosi kesehatan Penelitian dan Pengembangan nutrisi ibu selama hamil, promosi Kesehatan kesehatan nutrisi bayi setelah lahir dengan pemberian ASI eksklusif dan Aulia. 2011. Hubungan Jarak melakukan pengukuran tinggi badan Kehamilan dengan Kejadian di posyandu untuk mendeteksi Bayi Berat Lahir Rendah di kejadian stunting. RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2011.

Aziz Alimul Hidayat. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Melinda Susanti S, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 49

Anak 1. Jakarta: Salemba Endang L. Achadi. 2014. Masalah Medika Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global ______. 2007. Metode (Global Nutrition Report). Penelitian Kebidanan Dan Jakarta: FKM UI. Tehnik Analisis Data. Surabaya: Salemba. Faizatul Ummah. 2015. Kontribusi Faktor Risiko I Terhadap Balitbangkes. 2013. Riset Kesehatan Komplikasi Kehamilan di Dasar 2013. Jakarta: Rumah Sakit Muhammadiyah Kemenkes RI. Surabaya.

Branca F, Ferrari M. 2002. Impact of Faradilla, dkk. 2015. Hubungan Micronutrient Deficiencies on Usia, Jarak kehamilan dan Growth: The Stunting Kadar Hemoglobin Ibu Syndrome. Italy: National Hamil dengan Kejadian Institute for Food Nutrition Berat Bayi Lahir Rendah di Research. RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Candra A. 2010. Hubungan Underlying Factors Dengan Friska Meilyasari. 2014. Faktor 11 Kejadia n Stunting Pada Risiko Kejadian Stunting pda Anak Usia 1 – 2 Tahun. Balita Usia 12 bulan di Desa ejournal.undip.ac.id. Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Dedi Zaenal Arifin. 2012. Analisis Semarang: Universitas Sebaran dan Faktor Risiko Diponegoro. Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta. Gibson RS. 2005. Principles of Bandung: Universitas Nutritional Assessment. Padjajaran Oxford. Second Edition.

Dian Kusuma Astuti. 2016. Imtihanatun Najahah, dkk. 2013. Hubungan Karakteristik Ibu Faktor Risiko Balita Stunting dan Pola Asuh dengan Usia 12-36 bulan di Kejadian Balita Stunted di Puskesmas Dasan Agung, Desa Hargorejo Kulon Progo Mataram, provinsi Nusa DIY. Surakarta: Universitas Tenggara Barat. Muhamadiyah Surakarta Irwansyah. 2016. Hubungan Dinas kesehatan Kota Pekanbaru. Kehamilan Usia Remaja 2016. Laporan Pemantauan dengan Kejadian Stunting di Kota Pekanbaru Tahun Anak Usia 6-23 Bulan di 2016. Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Donna L. Wong, et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC.

50 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 42-51

Kemenkes RI. 2013. Faight Against Balita usia 24-36 Bulan di Stunting. Yogyakarta: Gizinet Kecamatan Semarang Timur. Info Nasional Jawa. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas ______. 2015. Kesehatan Kedokteran Universitas dalam Kerangka Sustainable Diponegoro. Development Goals (SDGs). Jakarta: Dirjen BGKIA. Nursalam, Rekawati Susilaningrum. 2008. Asuhan Keperawatan Kepmenkes RI. 2010. Standar Bayi dan Anak (untuk Antropometri Penilaian Perawat dan Bidan). Jakarta: Status Gizi Anak. Jakarta: Salemba Medika. Direktorat Bina Gizi dan KIA. Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Khoirun Ni’mah, dkk. 2015. Faktor Penelitian Ilmu Keperawatan yang Berhubungan dengan Edisi 2. Jakarta: Salemba Kejadian Stunting pada Medika. Balita. Surabaya: FKM Universitas Airlangga Nurul Fajrina. 2016. Hubungan Faktor Ibu dengan kejadian Kosim, M. sholeh, dkk.2012. Buku Stunting pada Balita di Ajar Neonatologi. Jakarta: Puskesmas Piyungan Ikatan Dokter Anak Kabupaten Bantul. Indonesia. Yoyakarta: Universitas Aisyiyah Leni Sri Rahayu. 2011. Pengaruh BBLR (berat badan lahir Onetusfifsi putra. 2015. Pengaruh rendah) dan Pemberian ASI BBLR terhadap Kejadian Eksklusif terhadap Stunting pada anak usia 12- Perubahan Status Stunting 60 bulan di wilayah kerja pada Balita di Kota dan puskesmas Pauh pada tahun Kabupaten Tangerang 2015. Padang: Universitas Provinsi Banten. Andalas

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Potter dan Perry. 2012. Buku Ajar Penyakit Kandungan dan Fundamental Keperawatan: Keluarga Berencana untuk Konsep, Proses, dan Praktik Pendidikan Bidan. Jakarta: Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC. EGC

Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Pudjiadi, dkk. (2010). Pedoman Obstetri, Jilid 2. Jakarta: Pelayanan Medis Ikatan Penerbit Buku Kedokteran Dokter Anak Indonesia. EGC Jakarta: IDAI.

Nasikhah, R. 2012. Faktor Risiko Rahmayani Isma. 2015. Hubungan Kejadian Stunting pada tinggi badan orang tua dan Melinda Susanti S, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 51

riwayat pemberian ASI Ikatan Dokter Anak Eksklusif terhadap kejadian Indonesia. stunting pada balita usia 6-59 di kecamatan kuta baro, Unicef. 2010. The State of the kabupaten aceh besar. Aceh: world’s children. New York, Universitas Syiah Kuala USA: United Nation Children’s Fund (UNICEF). Rulina Suradi. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. WHO. 2005. Child growth standard. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. _____. 2013. Childhood stunting: context, causes and Sugiyono. 2010. Statistika untuk consequences. WHO Penelitian. Bandung: conceptual framework. Alfabeta. Yolan. 2007. Perencanaan Suiraoka, Kusumajaya, Larasati N. Kehamilan. Jakarta: Salemba 2011. Perbedaan Konsumsi Medika Energi, Protein, Vitamin A dan Frekuensi Sakit Karena Yupi Supartini. 2004. Konsep Dasar Infeksi pada Anak Balita Keperawatan Anak. Jakarta: Status Gizi Pendek (Stunted) EGC. dan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Karangasem. Zildan Oktarina, 2010. Hubungan Jurnal Ilmu Gizi Berat Lahir dan Faktor- faktor lain dengan Kejadian Sujono Riyadi & Sukarmin. 2013. Stunting pada Balita Usia 24- Asuhan Keperawatan pada 59 bulan di Provinsi Aceh, Anak. Yogyakarta: Graha Sumatera Utara Selatan, dan Ilmu. Lampung. Depok: FKM UI.

Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Supariasa, I. D. Y. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Susilaningrum, Rekawati dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Sylviati M. Damanik. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:

DAYA TERIMA KUE KERING SAGU DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

Melsa Nilmalasari*, Esthy Rahman Asih* *Prodi D-III Gizi Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

Program diversifikasi pangan guna memperbaiki asupan gizi masyarakat dari makanan dapat berkembang dengan baik apabila memanfaatkan potensi bahan pangan lokal yang ada. Tingginya kebutuhan terigu yang merupakan bahan pangan impor bertentangan dengan kebijakan tentang Percepatan Ketahanan Pangan Nasional. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terigu dapat dikurangi dengan menggunakan pangan lokal seperti sagu. Sumber daya pangan lokal ini dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kue salah satunya yaitu kue kering sagu. Tepung sagu kaya akan karbohidrat (pati) namun sangat miskin akan zat gizi lainnya. Oleh karena itu, tepung sagu perlu di tambahkan dengan bahan pangan yang bernilai gizi seperti ikan patin. Ikan patin adalah salah satu jenis ikan yang paling banyak diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau. Pengembangan produk kue kering sagu dengan penambahan ikan patin diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi produk serta dapat melakukan diversifikasi pangan. Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu : Penelitian Pendahuluan dan Penelitian Lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan pembuatan kue kering sagu dengan dengan konsentrasi tepung sagu dan tepung ikan patin yaitu : 100% : 0%, 85% : 15%, 80% : 20%, dan 75% : 25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan patin terhadap tingkat kesukaan rasa dan warna kue kering sagu (p < 0,01) dan tidak ada pengaruh substitusi tepung ikan patin terhadap tingkat kesukaan aroma dan tekstur kue kering sagu (p>0,01). Berdasarkan karakteristik organoleptik, kue kering sagu yang paling disukai panelis yaitu dengan perbandingan 80% tepung sagu : 20% tepung ikan patin.

Kata kunci : Sagu, Ikan Patin, Kue Kering, Uji Organoleptik

PENDAHULUAN tahun 2006 tentang Percepatan Program diversifikasi pangan Ketahanan Pangan Nasional. Sebagai guna memperbaiki asupan gizi upaya percepatan ketahanan pangan masyarakat dari makanan dapat nasional salah satu aplikasinya berkembang dengan baik apabila adalah menurunkan penggunaan memanfaatkan potensi bahan pangan impor dan mengoptimalkan lokal yang ada. Tingginya kebutuhan pemanfaatan pangan lokal agar terigu yang merupakan bahan pangan tercapai swasembada pangan. impor bertentangan dengan Dengan melakukan penggalian kebijakan pemerintah terkait dengan potensi bahan pangan lokal melalui Peraturan Presiden (Peppres) No. 83 diversifikasi pangan, maka akan

52

Melsa Nilmalasari, Daya Terima Kue Kering Sagu 53

mendukung ketahanan pangan Provinsi Riau berhasil mencetak nasional serta mengurangi rekor di Museum Rekor Indonesia ketergantungan masyarakat akan (MURI) atas olahan menu makanan terigu (Prasetya dkk, 2014). dan minuman yang berbahan baku Bahan baku pembuatan kue sagu terbanyak di Indonesia dengan pada umumnya adalah tepung terigu, jumlah menu sebanyak 369 untuk mengurangi ketergantungan makanan. Pencapaian rekor Muri terigu, penggunaan terigu dapat dengan banyaknya olahan dari sagu dikurangi dengan menggunakan di Riau ini menjadi langkah nyata sumber karbohidrat lainnya yang dalam melakukan diversifikasi merupakan pangan lokal seperti sagu pangan. (Auliah, 2012). Sagu (Metroxylon Sumber daya pangan lokal ini sp.) memiliki potensi pemanfaatan dapat dijadikan sebagai bahan dasar yang sangat besar karena 60% luas dalam pembuatan kue salah satunya tanaman sagu dunia berada di yaitu kue kering sagu. Kue kering Indonesia. Luas areal tanaman sagu adalah kue yang berbahan tepung, di dunia lebih kurang 2.187.000 lemak, telur dan gula. Kue kering hektar, tersebar mulai dari Pasifik sagu tergolong kedalam jenis rich Selatan, Papua Nugini, Indonesia, biscuit (biscuit berlemak) karena Malaysia, dan Thailand. Sebanyak menggunakan lemak setengah dari 1.111.264 hektar diantaranya berat tepung. Biasanya kue kering terdapat di Indonesia (Ebook Pangan, banyak terdapat pada hari-hari besar 2006). Menurut BPS (2015) luas area seperti perayaan hari lebaran, natal perkebunan sagu di Provinsi Riau dan sebagainya. Hal ini menjadi seluas 83.691 ha dengan jumlah salah satu indikasi bahwa kue kering produksi sagu 366.031 ton. merupakan makanan kecil yang Pemanfaatan sagu sebagai banyak diminati masyarakat bahan pangan tradisional sudah sejak (Prasetya dkk, 2014). lama dikenal oleh penduduk di Tepung sagu untuk daerah penghasil sagu, baik di pembuatan kue kering sagu ini kaya Indonesia maupun di luar akan karbohidrat (pati) namun sangat negeriseperti Papua Nugini dan miskin akan zat gizi lainnya. Malaysia. Produk-produk makanan Terutama kandungan protein dalam sagu tradisional dikenal dengan nama tepung sagu yang lebih rendah dari , sagu lempeng, buburnee, tepung terigu yaitu hanya 0,2 gram sagu tutupala, sagu uha, sinoli, dalam 100 gram tepung sagu. bagea, dan sebagainya. Sagu juga Sedangkan kandungan protein dalam digunakan untuk bahan pangan yang 100 gram tepung terigu sebesar 9 lebih komersial seperti roti, biskuit, gram (TKPI, 2002). Oleh karena itu, mie, sohun, kerupuk, hunkue, bihun, tepung sagu perlu di tambahkan dan sebagainya. dengan bahan pangan yang Produk-produk makanan berprotein seperti ikan patin. olahan dari sagu yang biasa dikenal Indonesia memiliki wilayah masyarakat Riau yaitu mie sagu, perairan yang sangat luas dengan lempeng sagu, kerupuk sagu dan potensi perikanan yang tinggi. sebagainya. Selain itu, seperti yang Hampir 75% dari seluruh wilayah dikutip dari Riau Online (2016)pada Indonesia merupakan perairan pesisir bulan Agustus 2016, Pemerintah dan lautan (Asmoro dkk, 2012). Ikan

54 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 52-63

merupakan salah satu sumber protein Pada pembuatan kue kering hewani yang keberadaannya sangat sagu terdapat empat perlakuan yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia. dilakukan, seperti pada Tabel 1 Salah satunya adalah ikan patin berikut ini : (Pangasius hypopthalmus) (Hayati Tabel 1. Rancangan Penelitian dkk, 2012). Menurut BPS (2015) Perlakuan Tepung Sagu Tepung Ikan jumlah produksi ikan patin kolam di Patin Provinsi Riau sebanyak 26.662,76 A 100% 0% B 85% 15% ton. Ikan patin adalah salah satu jenis C 80% 20% ikan air tawar yang paling banyak D 75% 25% diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dari berbagai Adapun jumlah bahan pada lapisan. Hal ini disebabkan harganya setiap perlakuan dapat dilihat pada terjangkau sehingga pemanfaatan Tabel 2 berikut ini : ikan patin terdistribusi secara merata Tabel 2. Penggunaan Bahan Pada hampir di seluruh pelosok tanah air Setiap Perlakuan (Dewita dkk, 2011). Bahan A B C D Pengembangan produk kue Margarin 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr kering sagu dengan penambahan ikan Gula Halus 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr patin diharapkan dapat meningkatkan Kuning 16 gr 16 gr 16 gr 16 gr nilai gizi produk serta dapat Telur Tepung 200 gr 170 gr 160 gr 150 gr melakukan diversifikasi pangan Sagu dengan menggunakan tepung sagu Tepung - 30 gr 40 gr 50 gr sebagai bahan dasar pembuatan kue Ikan Patin kering. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengetahui daya Pengolahan dan Analisa Data terima kue kering sagu dengan Dalam pelaksanaan uji substitusi tepung ikan patin organoleptik digunakan panelis tidak (Pangasius hypopthalmus). terlatih sebanyak 80 orang. Hasil pengujian sifat organoleptik dengan METODOLOGI uji hedonik dihitung rata-rata Desain Penelitian kesukaan panelis terhadap rasa, Jenis penelitian ini adalah warna, aroma dan tekstur kue kering eksperimental dengan desain sagu. Untuk menganalisa data yang penelitian Rancangan Acak Lengkap diperoleh dilakukan dengan uji (RAL) dengan empat perlakuan. Anova dengan tingkat kemaknaan Penelitian ini terdiri dari 2 tahap 0,01 dan bila sangat berbeda nyata yaitu : Penelitian Pendahuluan dan maka dilanjutkan uji Duncan. Produk Penelitian Lanjutan. dengan persentase yang paling disukai akan diuji analisa proksimat. Bahan dan Alat Alat yang digunakan adalah HASIL DAN PEMBAHASAN timbangan analitik, mixer, plastik Berdasarkan hasil pengujian dekorasi, spuit, loyang pembakaran, organoleptik dengan empat dan oven. Bahan yang digunakan perlakuan yang berbeda terhadap kue adalah tepung sagu, margarin, gula kering sagu dapat diketahui hasil halus dan telur ayam. karakteristik sensorinya yang dapat Rancangan Penelitian dilihat pada Tabel 3 berikut ini : Melsa Nilmalasari, Daya Terima Kue Kering Sagu 55

Tabel 3. Hasil Analisis One Way dagingnya beraroma gurih dan berasa Anova manis. Kandungan asam glutamat n Sig. p pada daging ikan patin adalah 2,16 Parameter Warna 80 0.000 < 0.01 gram/100 gram daging ikan patin. Rasa 80 0.000 < 0.01 Pada penelitian ini, kadar protein kue Aroma 80 0.387 > 0.01 Tekstur 80 0.090 > 0.01 kering sagu dengan empat perlakuan berkisar antara 28,02% - 55,21%. Untuk lebih jelasnya, Oleh karena itu, semakin tinggi perbedaan yang terdapat pada setiap substitusi tepung ikan patin pada kue perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 kering sagu, rasa kue sagu semakin berikut ini: gurih dan manis.

Tabel 4. Hasil Penilaian Tingkat Tingkat Kesukaan Terhadap Kesukaan Panelis Terhadap Kue Aroma Kering Sagu Aroma adalah rasa dan bau Parameter yang Diuji yang sangat subyektif serta sulit No. Produk Rasa Aroma Tekstur Warna diukur, karena setiap orang 1. A 4.73a 4.88a 5.51a 4.66a mempunyai sensitifitas dan kesukaan 2. B 5.24b 5.11a 5.40a 4.80a yang berbeda (Meilgaard, 2000). 3. C 5.54b 5.21a 5.68a 5.43b Hasil uji organoleptik terhadap 4. D 5.23b 5.09a 5.21a 5.39b aroma bertujuan untuk mengetahui Keterangan : Angka dalam notasi sama tingkat kesukaan panelis pada setiap dalam satu kolom menunjukkan tidakada beda perlakuan. Berdasarkan hasil uji nyata pada (p< 0.01). statistik Anova yang telah dilakukan, tidak terdapat perbedaan yang nyata Tingkat Kesukaan Terhadap Rasa Rasa merupakan tanggapan (p > 0.01) antar setiap perlakuan atas adanya rangsangan kimiawi penambahan tepung ikan patin pada yang sampai di indera pengecap pembuatan kue kering sagu terhadap lidah, khususnya jenis rasa dasar tingkat kesukaan aroma yang yaitu manis, asin, asam dan pahit dihasilkan. Produk kue kering sagu (Meilgaard,2000). Hasil uji A, B, C dan D mempunyai aroma organoleptik terhadap rasa bertujuan khas kue kering. untuk mengetahui tingkat kesukaan Pada penelitian yang panelis pada setiap perlakuan. dilakukan, semakin banyak Berdasarkan hasil uji statistik Anova penambahan tepung ikan patin pada yang telah dilakukan, terdapat pembuatan kue kering sagu tidak perbedaan yang nyata (p < 0.01) menimbulkan aroma amis pada kue terhadap tingkat kesukaan rasa yang kering sagu. Hal ini dikarenakan dihasilkan. Produk pada perlakuan A pada prosedur pembuatan tepung berbeda dengan produk B, C dan D. ikan patin, ikan patin direndam Rasa kue kering sagu dengan dengan jeruk nipis untuk substitusi tepung ikan patin pada menghilangkan aroma amis pada perlakuan B, C dan D lebih gurih dan ikan patin. Menurut Poernomo dkk manis dibandingkan dengan produk (2004), jeruk nipis memiliki A (kontrol). kandungan asam askorbat yang dapat Menurut Nurjannah dkk bereaksi dengan Trimethylamine (2009), tingginya asam glutamat (TMA) dan membentuk pada daging patin menyebabkan trimethylamonium. Perubahan inilah

56 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 52-63

yang dapat mengurangi bau amis dan produk tidak cepat mengeras pada ikan karena Trimethylamine serta membuat tekstur yang empuk. (TMA) merupakan sumber bau amis Pada penelitian ini, lemak yang pada ikan sehingga setelah berubah digunakan yaitu margarin. menjadi trimethyl amonium bau amis pada ikan berkurang. Tingkat Kesukaan Terhadap Warna Tingkat Kesukaan Terhadap Warna merupakan salah satu Tekstur parameter fisik suatu bahan pangan Tekstur merupakan faktor yang penting. Warna suatu bahan yang terpenting dari suatu produk pangan dipengaruhi oleh cahaya makanan selain penampakan dan yang diserap dan dipantulkan dari rasanya. Berdasarkan hasil uji bahan itu sendiri dan juga ditentukan statistik Anova yang telah dilakukan, oleh faktor dimensi yaitu warna tidak terdapat perbedaan yang nyata produk, kecerahan, dan kejelasan (p> 0.01) antar setiap perlakuan warna produk (Rahayu, 2004). Hasil penambahan tepung ikan patin pada uji organoleptik terhadap warna pembuatan kue kering sagu terhadap bertujuan untuk mengetahui tingkat tingkat kesukaan tekstur yang kesukaan panelis pada setiap dihasilkan. Produk kue kering sagu perlakuan. Berdasarkan hasil uji A, B, C dan D memiliki tekstur yang statistik Anova yang telah dilakukan renyah. Hal ini dikarenakan, tepung terdapat perbedaan yang nyata (p < sagu yang digunakan memberikan 0.01) terhadap tingkat kesukaan tekstur renyah dan tidak keras warna yang dihasilkan. terhadap kue kering sagu yang Warna produk kue kering A dihasilkan. Tidak seperti tepung dan B berbeda dengan warna produk terigu, tepung sagu tidak mempunyai kue kering C dan D. Produk A dan B gluten yang memberikantekstur yang memiliki warna kuning kecoklatan, elastis dan padat setelah dipanggang sedangkan produk C dan D memiliki (Rachmawati dkk, 2016). Menurut warna kecoklatan. Warna kue kering Ningrum dkk (2011), tepung ikan yang semakin kecoklatan disebabkan patin juga tidak mempunyai gluten. oleh peningkatan kadar protein dan Oleh karena itu tekstur kue kering adanya reaksi Maillard, hal ini sesuai sagu dari empat perlakuan yang menurut Anugrahati dkk (2012), dihasilkan mempunyai tekstur yang peningkatan kadar protein membuat renyah. warna biskuit yang dihasilkan Menurut Faridah (2008), pada semakin kecoklatan. Hal ini terkait saat produk berbahan pati (tepung- dengan reaksi Maillard yang terjadi tepungan) mengalami proses dalam pembuatan biskuit. pendinginan, perlahan-lahan amilosa Menurut Kusnandar (2011), yang meleleh sewaktu pembakaran Reaksi Maillard terjadi bila dalam berlangsung berubah bahan pangan terdapat gula denganmengalami proses kristalisasi. pereduksi dan senyawa yang Jika proses kristalisasi mengandung gugus amin. Reaksi berlangsungdengan cepat, maka kue awal antara gula pereduksi dengan akan menjadi kering dankeras. gugus amin membentuk senyawa Dengan menggunakan lemak intermediet N-substitued akanmenghambat proses kristalisasi glycosylamin. Selanjutnya, senyawa Melsa Nilmalasari, Daya Terima Kue Kering Sagu 57

intermediet ini akan membentuk Kadar Air senyawa intermediet berikutnya yang Pada penelitian pendahuluan alur (pathaway) reaksinya dilakukan uji kadar air tepung ikan dipengaruhi oleh jenis gula, jenis patin dan kadar air tepung sagu. senyawa yang mengandung gugus Kadar air tepung ikan patin yaitu amin, kondisi pH, suhu dan aktifitas 5,70% dan kadar air tepung sagu air. Akhir dari reaksi Maillard akan 11,05%. Hal ini sudah sesuai menghasilkan pigmen melanoidin menurut SNI 0127511996 syarat yang bertanggungjawab pada mutu tepung ikan dengan kadar air pembentukan warna coklat.Dalam maksimal 10% dan SNI 37292008 penelitian ini, kadar protein pada kue syarat mutu tepung sagu dengan kering sagu yaitu antara 28,02 % - kadar air maksimal 13%. 55,21%. Oleh karena itu semakin Kadar air kue kering sagu meningkat penambahan tepung ikan dengan empat perlakuan berkisar patin pada kue kering, warna kue antara 3,32% - 3,94%. Berdasarkan kering sagu menjadi semakin persyaratan mutu SNI 01- kecoklatan. 2973-1992 dimana kadar air maksimal yang ditetapkan adalah Analisa Proksimat 5%, maka semua perlakuan kue Analisis proksimat dilakukan untuk kering sagu dengan substitusi tepung mengetahuikandungan gizi produk ikan patin sudah sesuai dengan syarat kue kering sagu yangdihasilkan, hal mutu yang ditetapkan. Hal ini ini merupakan parameter penting disebabkan oleh kadar air pada bagi konsumen dalam memilih masing-masingperlakuan mengalami makanan yang dikonsumsinya penguapan akibatpemanasan pada (Dewita dkk, 2011). Kandungan gizi saat pemanggangan. Dalamkeadaan yang dianalisis adalah protein, menguap, molekul-molekul air lemak, karbohidrat, air dan abu. sedikitbanyaknya menjadi bebas satu Analisa proksimat semua sama lainnya (Winarno, 1997). perbandingan kue kering sagu dapat Air merupakan komponen dilihat pada Tabel 5 berikut : penting dalam bahan makanan karena dapatmempengaruhi tekstur Tabel 5. Analisa Proksimat penampakan dan cita rasa makanan. Analisa Proksimat No. Produk Kadar air juga sangat berpengaruh Air ProteinLemak Abu KH terhadap mutu bahan pangan, sangat 1. A 3,32 28,02 22,64 0,34 82,68 penting dalam menentukan daya % % % % % 2. B 3,69 30,72 23,09 0,55 78,31 awet dari bahan makanan kerena % % % % % mempengaruhi sifat fisik, kimia, 3. C 3,94 31,55 34,32 0,79 75,66 perubahan mikrobiologi dan % % % % % perubahan enzimatis (Nurhidayati, 4. D 4,07 55,21 38,32 0,95 72,50 2011). Menurut Dewita dkk (2010), % % % % % kadar air yang rendah akan lebih Keterangan: tahan terhadap kerusakan A : Kontrol (100 % tepung sagu) B : Kue kering sagu dengan substitusi tepung mikrobiologis. ikan patin 15% C : Kue kering sagu dengan substitusi tepung Kadar Protein ikan patin 20% D : Kue kering sagu dengan substitusi tepung Kadar protein kue kering ikan patin 25% sagu dengan empat perlakuan

58 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 52-63

berkisar antara 28,02% - 55,21%. Kadar Abu Berdasarkan persyaratan mutu Kadar abu kue kering sagu cookies SNI 01-2973-1992 dimana dengan empat perlakuan berkisar kadar protein minimal yang antara 0,34% – 0,55%. Berdasarkan ditetapkan adalah 9%, maka semua persyaratan mutu cookies SNI 01- perlakuan kue kering sagu dengan 2973-1992 dimana kadar abu substitusi tepung ikan patin sudah maksimal yang ditetapkan adalah sesuai dengan syarat mutu yang 1,5%, maka semua perlakuan kue ditetapkan. Kadar protein kue kering kering sagu dengan substitusi tepung sagu semakin meningkat dengan ikan patin sudah sesuai dengan syarat penambahan tepung ikan patin. mutu yang ditetapkan. Kadar abu kue Dengan demikian semakin banyak kering sagu semakin meningkat substitusi tepung ikan patin maka seiring dengan penambahan tepung kadar protein pada kue kering ikan patin. Dengan demikian semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan semakin banyak substitusi tepung penelitian Ningrum dkk (2011), ikan patin maka kadar abu pada kue meningkatnya kadar protein pada kering semakin tinggi. Hal ini sesuai biskuit disebabkan karena dengan penelitian Nurhidayati meningkatnya penambahan tepung (2011), kadar abu tepung ikan patin ikan patin. sebesar 5,37%, dengan demikian semakin banyak variasi substitusi Kadar Lemak tepung ikan patin maka kadar abu Kadar lemak kue kering sagu semakin tinggi. dengan empat perlakuan berkisar antara 22,64% - 38,32%. Kadar Karbohidrat Berdasarkan persyaratan mutu Kadar karbohidrat kue kering cookies SNI 01-2973-1992 dimana sagu dengan empat perlakuan kadar lemak minimal yang berkisar antara 72,50% - 82,68%. ditetapkan adalah 9,5%, maka semua Berdasarkan persyaratan mutu perlakuan kue kering sagu dengan cookies SNI 01-2973-1992 dimana substitusi tepung ikan patin sudah kadar karbohidrat minimal yang sesuai dengan syarat mutu yang ditetapkan adalah 70%, maka semua ditetapkan. Kadar lemak kue kering perlakuan kue kering sagu dengan sagu semakin meningkat dengan substitusi tepung ikan patin sudah penambahan tepung ikan patin. sesuai dengan syarat mutu yang Dengan demikian semakin banyak ditetapkan. Hal ini dikarenakan substitusi tepung ikan patin maka sumber karbohidrat pada kue kering kadar lemak pada kue kering berasal dari tepung sagu dan gula semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan halus. Menurut Huwae (2014), penelitianNurhidayati (2011), kadar kandungan karbohidrat pada tepung lemak tepung ikan patin sagu yaitu 77,4%. sebesar20,10%, dengan demikian semakin banyak variasi substitusi Rendemen tepung ikan patin maka kadarlemak Rendemen merupakan suatu semakin tinggi. parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektifitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan Melsa Nilmalasari, Daya Terima Kue Kering Sagu 59

persentase perbandingan berat akhir Biaya Produksi Kue Kering Sagu dan berat awal produk. Semakin Biaya produksi adalah semua besar rendemen maka semakin tinggi pengeluaran ekonomi yang harus nilai ekonomis produk tersebut dikeluarkan untuk memproduksi (Maulida, 2005). Berat awal daging suatu barang. Berdasarkan tingkat ikan patin yaitu 1,3 kg. Setelah kesukaan panelis terhadap rasa, proses penepungan, tepung ikan aroma, tekstur dan warna, kue kering patin yang diperoleh sebanyak 320 sagu C mempunyai rata-rata gram, sehingga rendemen tepung tertinggi. Oleh karena itu dipilih ikan patin yang didapat yaitu 24,6%. produk kue kering sagu C sebagai Proses pengeringan yang produk untuk mengoptimalkan dilakukan membuat daging ikan pemanfaatan bahan pangan lokal patin mengalami penurunan kadar air yaitu tepung sagu dan ikan patin. yang banyak sehingga berat daging Penentuan biaya produksi mencakup ikan patin berkurang. Hal ini sesuai biaya bahan bahan bakar, tenaga dengan Nabil (2005), bahwa kerja dan bahan-bahan penunjang rendahnya rendemen dipengaruhi yang digunakan. Rincian lengkap oleh adanya proses pengeringan yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini: dilakukan dalam proses pengeringan yang dilakukan dalam proses pembuatan tepung ikan patin.

Tabel 6. Biaya Produksi Kue Kering Sagu Jenis Biaya Harga Pemakaian Biaya 1. Bahan Bakar a. Gas Rp. 2.166,67/jam ½ jam Rp.1.083,3 b. Listrik Rp. 365,00/ jam 24 jam Rp. 8.760 2. Tenaga Kerja a. Pembelian bahan Rp. 4.000/jam ½ jam Rp. 2.000 b. Pembuatan produk Rp. 4.000/jam ½ jam Rp. 2.000 3. Transportasi Rp. 6.500 L ¼ L Rp. 1.625 4. Bahan a. Tepung sagu Rp. 6.000/kg 40 gr Rp. 240 b. Ikan Patin Rp. 18.000/kg 10 gr Rp. 180 c. Gula Halus Rp. 17.000/kg 25 gr Rp. 425 d. Margarin Rp. 7.300/bks 25 gr Rp. 912,5 e. Telur Ayam Rp. 1.300/bh 8 gr Rp. 650 5. Toples ½ kg Rp. 2.500/pcs 1 pcs Rp. 2.500 Total biaya Rp. 20.375,8 Keuntungan 50% Rp. 10.187,9 Total Rp. 30.563,7 Jumlah produk yang dihasilkan 70 gr Harga/100 gr kue kering sagu Rp. 21.394,5 Harga/kg kue kering sagu Rp. 213.945,9

Dari Tabel 6 dapat dilihat sagu yang beredar di pasaran ukuran bahwa biaya produksi kue kering ½ kg yaitu Rp.55.000.Sehingga saguadalah Rp. 213.945,9/kg. Jika harga kue kering sagu dengan dikemas dengan ukuran ½ kg, maka substitusi tepung ikan patin lebih harga jual kue kering sagu adalah tinggi jika dibandingkan dengan Rp. 106.972,9. Harga kue kering harga kue kering sagu yang beredar

60 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 52-63

di pasaran. Kue kering sagu dengan Perkebunan. (Online), (http:// substitusi tepung ikan patin yang ditjenbun.pertanian.go.id/ dihasilkan mempunyai nilai gizi tanhun/ berita -252 yang unggul dalam kandungan saguselatpanjangmeranti- protein yaitu 31,55%. Produk kue dilepas-sebagai-varietas- kering sagu yang dihasilkan pada benih-bina-tanaman- penelitian ini dianjurkan sebagai perkebunan.html) diakses 28 makanan tambahan untuk penderita Oktober 2016. KEP. Asmoro, L. C. Kumalaningsih, S. KESIMPULAN dan Mulyadi, A. F. 2012. Berdasarkan hasil penelitian Karakteristik Organoleptik yang telah dilakukan, maka dapat Biskuit dengan Penambahan disimpulkan bahwa ada pengaruh Tepung Ikan Teri Nasi substitusi tepung ikan patin terhadap (Stolephorus spp.). FTP UB. tingkat kesukaan rasa dan warna kue kering sagu (p< 0.01) dan tidak ada Auliah, A. 2012. Formulasi pengaruh substitusi tepung ikan patin Kombinasi Tepung Sagu dan terhadap tingkat kesukaan aroma dan Jagung pada Pembuatan Mie tekstur kue kering sagu (p>0.01). Combination Formulating of Kue kering sagu dengan penilaian Sago Palm and Corn Flour to organoleptik yang paling tinggi yaitu Noodle Manufacturing. Jurnal kue kering C (80% : 20%). Chemica, 13(2), 33–38.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Alhana.2011. AnalisisAsam Amino 2015. Riau Dalam Angka dan Pengamatan Jaringan 2016. Daging Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Bogasari, 2015. Tips Kenali Jenis- Akibat Penggorengan. Jenis Pastry. (Online), Skripsi. IPB Diakses pada 2 Desember 2016 Ames, J.M. 1998. Applications of the (http://www.bogasari.com/tip Maillard Reaction in The s/tips-kenali-jenis-jenis- Food Industry. Food Chem. pastry) 62:431–9. Chafid, A. dan Kusumawardani, G. Anugrahati, N. A., Santoso, J., & dan 2010. Modifikasi Tepung Pratama, I. 2012. Sagu Menjadi Maltodekstrin Pemanfaatan Konsentrat Menggunakan Enzim A- Protein Ikan (KPI) Patin Amylase. Skripsi. Universitas dalam Pembuatan Biskuit. Diponegoro Semarang. JPHPI, 15. Desrosier, N. W. 2008. Teknologi Arisanti, Yusie. 2014. Sagu Pengawetan Pangan. Selatpanjang Meranti Penerjemah : Muchji Dilepas Sebagai Varietas Mulidjoharjo. Jakarta : Benih Bina Tanaman Penerbit Universitas Melsa Nilmalasari, Daya Terima Kue Kering Sagu 61

Indonesia (UI-Press), 1988. dan Formulasi Tepung Ikan Tembang ( Dewita, Dan, S., & Isnaini. 2011. Sardinella fimbriata). Skripsi. Pemanfaatan Konsentrat IPB. Protein Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Kordi, M. 2010. Budi Daya Ikan Untuk Pembuatan Biskuit dan Patin di Kolam Terpal. Lily . Jurnal Pengolahan Publisher. Yogyakarta. Hasil Perikanan Indonesia, XIV, 30–34. Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Ebookpangan. 2006. Sagu Sebagai Jakarta : PT. Dian Rakyat. Bahan Pangan. Maddihang (Thunnus albacores) Faridah, Anni. 2008. Patiseri jilid I sebagai Suplemen dalam Untuk SMK. Jakarta: Pembuatan Biskuit. Fakultas Direktorat Pembinaan Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sekolah Menengah Kejuruan. IPB

Febryanto, Zuhdi. 2016. Riau Meilgard, M., Civille, G. V., Car, B. Pecahkan Rekor Muri Kuliner T. 2000. Sensory Evaluation Sagu Terbanyak. (Online), Techniques. Boca Raton, (http://www.riauonline.co.id/ Florida : CRC Press 2016/10/26/riau-pecahkan- rekor-muri-kuliner-sagu- Nabil, M. 2005. Pemanfaatan terbanyak) diakses 20 Limbah Tulang Ikan Tuna Oktober 2016 (Thunnus sp) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Gunawan, Yongki. 2015. 55 Resep Hidrolisis Protein. Skripsi. Kue Kering Favorit Koleksi IPB Yongki Gunawan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Ningrum, A. D., Suhartatik, N., dan Kurniawati, L. 2011. Hayati, W. Bucchari, D. dan Karakteristik Biskuit dengan Loekman, S. 2012. Fortifikasi Substitusi Tepung Ikan Patin Konsentrat Protein Ikan (Pangasius sp) dan Patin (Pangasius PenambahanEkstrak Jahe hypophthalmus) dalam Gajah (Zingiber officinale Pembuatan Kek Brownies. var. roscoe). STIP. Universitas Riau. Universitas Slamet Triyadi : Surakarta. Huwae, B. 2014. Analisis Kadar Karbohidrat Tepung Noer, E. R., Rustanti, N., & Beberapa Jenis Sagu yang Elvizahro, L. 2014. Dikonsumsi Masyarakat Karakteristik Makanan Maluku. Biopendix 1 (1) Pendamping ASI Balita yang Disubstitusi dengan Tepung Khalishi, Zehra. 2011. Karakterisasi Ikan Lele dan Labu Kuning.

62 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 52-63

Jurnal Gizi Indonesia, 2, 83– Kuning (Cucurbita 89. moschata), Tepung Kacang Koro (Mucuna Prurien), dan Nurhidayati. (2011). Kontribusi MP- Tepung Sagu (Metroxilon ASI Biskuit Bayi dengan sago). Indonesian Journal of Substitusi Tepung Labu HUman Nurition, 3(1), 91– Kuning (Cucurbita 97. Moschota) dan Tepung Ikan Patin (Pangasius spp) Rahayu,W. P. 2004. Penuntun Terhadap Kecukupan Protein Praktikum Penilaian dan Vitamin A. Universitas Organoleptik. Fakultas Diponegoro. Teknologi Pertanian. Bogor.

Nurjanah, D., Ariyanti, Nurhayati, Rukmana, R. dan Yudirachman, H. T., dan Abdullah, A. 2009. 2016. Sukses Budidaya Ikan Karakteristik daging Patin Secara Intensif. rajungan (Portunus Yogyakarta : Lily Publisher. pelagicus) industry rumah tangga, Desa Gegunung Sari, D. K., Marliyati, S. A., Wetan Rembang Jawa Kustiyah, L., Khomsan, A., & Tengah. Sekolah Tinggi Gantohe, T. M. 2014. Uji Perikanan. Organoleptik Formulasi Biskuit Fungsional Berbasis Prasetya, Meri dan Purwidiani, N. Tepung Ikan Gabus 2014. Pengaruh Proporsi (Ophiocephalus striatus ). Pati Garut (Maranta AGRITECH, 34(2), 120–125. arundinacea L) dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus Soekarto. 1985. Penilaian vulgaris L) Terhadap Sifat Organoleptik untuk Industri Organoleptik Kue Semprit. E- Pangan dan Hasil Pertanian. Journal Boga, 3(3), 151–161. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Poernomo, D., Suseno, S. H., dan Wijatmoko, A. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) Pemanfaatan Asam Cuka, 1992. Cara Uji Makanan dan Jeruk Nipis (Citrus Minuman. Jakarta. Aurantifolia) dan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Mengurangi Bau Amis 01-2973-1992. Syarat Mutu Petis Ikan Layang Kue Kering. (Decapterus spp.). Buletin Teknologi Hasil Pertanian. Standar Nasional Indonesia (SNI) Vol VIII No. II. 01-2715- 1996. Syarat Mutu Tepung Ikan. Rachmawati, Novita, R. dan& Miko, A. 2016. Karakteristik Standar Nasional Indonesia (SNI) Organoleptik Biskuit 3926-2008. Telur Ayam Berbasis Tepung Labu Konsumsi. Melsa Nilmalasari, Daya Terima Kue Kering Sagu 63

Standar Nasional Indonesia (SNI) (Metroxylon sp.) dalam 3729-2008. Syarat Mutu Mendukung Ketahanan Tepung Sagu. Pangan di Indonesia. Pangan, Vol 22 No 1 Maret : 61-76. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2346-2006. Petunjuk Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan pengujian organoleptik dan Secara Organoleptik. atau sensori. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. Syarbini, Husin. 2016. Referensi Komplet A-Z Bakery : Edisi Wijayanti, A. 2005. Pembuatan Revisi. Jakarta : Tiga Cookies dengan Penambahan Serangkai. Kecambah Kacang Hijau Untuk Meningkatkan Kadar Tabel Komposisi Pangan Indonesia Vitamin E. Universitas (TKPI). 2002. Jakarta : PT Katolik Soegijapranata Gramedia. Semarang.

Tirta Parama, Indriati Novita dan Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Ekafitri Riyanti. 2013. Gizi. Jakarta: PT Gramedia Potensi Tanaman Sagu Pustaka Umum.

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEPRESI ANTENATAL PADA IBU HAMIL DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (BPM) KOTA PEKANBARU TAHUN 2017

Rr. Kusuma Nurin Husna*, Melly Wardanis*, Junaida Rahmi* *Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih menjadi perhatian dunia saat ini. Salah satu penyebab terjadinya AKI dan AKB adalah depresi antenatal yang merupakan sebuah masalah yang jarang teridentifikasi sehingga tidak tertangani dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian depresi antenatal di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Kota Pekanbaru Tahun 2017. Penelitian ini dilaksanakan di 70 Bidan Praktik Mandiri (BPM) Kota Pekanbaru pada bulan September 2016 s/d Juni tahun 2017. Sampel penelitian ini adalah 101 orang ibu hamil di Bidan Praktik Mandiri (BPM) yang diambil secara proportionate stratified random sampling. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan desain penelitian cross sectional. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square dan dengan bantuan komputerisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 101 orang ibu hamil terdapat 39 orang (38,6%) ibu yang mengalami depresi antenatal dan 62 orang (61,4%) ibu hamil yang tidak mengalami depresi antenatal. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara kepercayaan diri (p = 0,006), dukungan sosial (p = 0,000), pendapatan keluarga (p = 0,028) dan pendidikan (p = 0,008) dengan kejadian depresi antenatal serta menunjukkan tidak adanya hubungan antara umur ibu (p = 0,814) dan paritas (p = 0,195) dengan kejadian depresi antenatal. Saran kepada tenaga kesehatan adalah agar mengetahui tanda gejala depresi antenatal pada ibu hamil dan faktor yang berhubungan dengannya sehingga pencegahan depresi antenatal dapat dilakukan.

Kata kunci : Depresi Antenatal, Kehamilan, Faktor yang Berhubungan Daftar Pustaka : 25 Referensi (2004-2006)

PENDAHULUAN tersebut menggambarkan terjadinya Angka Kematian Ibu (AKI) penurunan dibandingkan AKI pada merupakan salah satu indikator tahun 2012, yakni 359 per 100.000 keberhasilan pelayanan kesehatan KH (Kemenkes RI, 2013). Namun, dan sebagai suatu alat ukur derajat hal ini menunjukkan belum kesehatan ibu di suatu wilayah. tercapainya target nasional dalam Berdasarkan hasil Survei Penduduk Millenium Development Goals Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, (MDGs), yaitu 102 per 100.000 KH Angka Kematian Ibu (AKI) di hingga tahun 2015. Angka ini juga Indonesia pada tahun 2015 adalah belum mencapai target Sustainable 305 per 100.000 kelahiran hidup Development Goals (SDGs), yaitu 70 (KH) (Kemenkes RI, 2016). Angka

64

RR. Kusuma Nurin Husna, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 65

per 100.000 KH pada tahun 2030 yang terkait dengan depresi antenatal (Rakorpop Kemenkes RI, 2015). perlu dilakukan untuk mengurangi AKI di Provinsi Riau turut dampak yang tidak diinginkan bagi mengalami penurunan yang serupa. ibu dan bayi. Berdasarkan Profil Kesehatan Riau Kejadian depresi antenatal tahun 2015, AKI di Provinsi Riau memiliki kecenderungan untuk adalah 108,9 per 100.000 KH. Angka terjadi pula di Kota Pekanbaru. Hal ini mengalami penurunan dari tahun ini dikarenakan Kota Pekanbaru sebelumnya (2014), yaitu 124,5 per memiliki beberapa persamaan 100.000 KH. Penurunan tersebut karakteristik dengan Kota Jakarta, tidak terlepas dari upaya yang telah yaitu merupakan kota metropolitan dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan tingkat pertumbuhan, migrasi beserta seluruh pihak yang terkait. dan urbanisasi yang tinggi Namun, angka ini juga belum (Darmawati, 2008) sehingga menunjukkan tercapainya target berpengaruh pada kesehatan jiwa penurunan AKI dalam SDGs, (Pratiwi, 2016). Oleh karena itu, sehingga diperlukan peningkatan penelitian lebih lanjut mengenai upaya pelayanan kesehatan ibu yang depresi antenatal penting untuk lebih komprehensif. dilaksanaan di Kota Pekanbaru. Salah satu upaya pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan METODE PENELITIAN adalah pemenuhan semua komponen Jenis penelitian ini bersifat pelayanan kesehatan ibu yang harus kuantitatif analitik dengan diberikan saat kunjungan kehamilan pendekatan cross sectional. (Kemenkes, 2016). Hal ini selaras Penelitian dilaksanakan pada bulan dengan Kepmenkes Nomor September 2016 s/d Juli 2017 di 70 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Bidan Praktik Mandiri (BPM) Kota Standar Asuhan Kebidanan bahwa Pekanbaru. Populasi adalah ibu asuhan kebidanan pada ibu hamil hamil dengan sampel diambil secara merupakan ruang lingkup asuhan proportionate stratified random dalam bidang kebidanan yang harus sampling berjumlah 101 orang. dilaksanakan. Berbagai dampak yang Pengolahan data dilakukan secara tidak diinginkan akibat depresi komputerisasi dengan analisa data antenatal dapat terjadi pada ibu hamil bivariat menggunakan uji statistik chi dan bayi yang dilahirkan. Bagi ibu, square. depresi antenatal akan meningkatkan risiko terjadinya depresi postpartum. Penelitian yang dilakukan oleh Burt dan Quezada (2009) menunjukkan bahwa dari ibu-ibu yang mengalami depresi postpartum, sebagiannya mengalami depresi sebelum atau selama kehamilan, yaitu sebesar 54,2%. Untuk bayi, dampak yang ditimbulkan adalah antara lain abortus, gangguan pertumbuhan, dan kelahiran kurang bulan (Andersson, 2003). Oleh sebab itu, penelitian

66 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 64-73

HASIL PENELITIAN Tabel 5 Hubungan Paritas dengan Analisis Univariat Kejadian Depresi Antenatal pada Ibu Tabel 1 Hubungan Tingkat Kepercayaan Hamil di BPM Kota Pekanbaru Diri dengan Kejadian Depresi Antenatal Tahun 2017 pada Ibu Hamil di BPM Kota Depresi Antenatal Pekanbaru Tahun 2017 OR Jumla Nilai Ya Tidak (90% h P Depresi Antenatal CI) OR f % f % f % Jumla Nilai (90% Primi- Ya Tidak P 10 28,6 25 71,4 35 100 h CI) gravida Paritas f % f % f % Multi- 29 43,9 37 56,1 66 100 0,195 2,279 Keper-Baik 11 23,4 36 76,6 54 100 gravida cayaan Kurang Jumlah 39 38,6 62 61,4101 100 Diri 28 51,9 26 48,1 47 100 0,006 3,524 Jumlah 39 38,6 62 61,4 101 100 Tabel 6 Hubungan Pendidikan Tabel 2 Hubungan Tingkat Dukungan Responden dengan Kejadian Depresi Sosial dengan Kejadian Depresi Antenatal pada Ibu Hamil di BPM Antenatal pada Ibu Hamil di BPM Kota Kota Pekanbaru Tahun 2017 Pekanbaru Tahun 2017 Depresi Antenatal OR Nilai (90% Depresi Antenatal Ya Tidak Jumlah P OR f % f % f % CI) Nilai Jumla (90% Ya Tidak P Pendi- Tinggi 21 39 50 70,4 71 100 h CI) f % f % f % dikan Dasar 18 60 12 40 30 100 0,08 3,571 Duku- Baik 13 22,8 44 77,2 57 100 Jumlah 39 38,6 62 61,4 101 100 ngan Kurang 26 59,1 18 40,9 44 100 0,000 4,889 Sosial PEMBAHASAN Jumlah 39 38,6 62 61,4 101100 Hubungan Kepercayaan Diri dengan Kejadian Depresi Tabel 3 Hubungan Pendapatan Antenatal Keluarga dengan Kejadian Depresi Hasil menunjukkan bahwa ibu Antenatal pada Ibu Hamil di BPM Kota hamil dengan kepercayaan diri baik Pekanbaru Tahun 2017 yang mengalami depresi antenatal adalah sebesar 23,4%, sedangkan ibu Depresi Antenatal OR Nilai (90% hamil dengan kepercayaan diri Ya Tidak Jumlah P f % f % f % CI) kurang yang mengalami depresi Penda- Tinggi 15 27,8 39 72,2 54 100 antenatal adalah sebesar 38,6%. patan Rendah 24 51,1 23 48,9 47 100 0,028 2,713 Berdasarkan hasil uji statistik chi Jumlah 39 38,6 62 61,4 101 100 square didapatkan bahwa p = 0,006 (p < 0,1), maka secara statistik Tabel 4 Hubungan Umur Responden terdapat hubungan yang signifikan dengan Kejadian Depresi Antenatal antara kepercayaan diri dan kejadian pada Ibu Hamil di BPM Kota depresi antenatal. Pekanbaru Tahun 2017 Hasil penelitian ini sejalan Depresi Antenatal OR dengan penelitian yang dilakukan Nilai (90% oleh Leigh dan Milgrom mengenai Ya Tidak Jumlah P f % f % f % CI) faktor risiko pada depresi antenatal, Repro- 26 37,1 44 62,9 70 100 depresi postnatal, dan stres dalam duksi Umur Nonrep- menjadi orang tua pada tahun 2008. 13 41,9 18 58,1 31 100 0,814 1,222 roduksi Penelitian ini menunjukkan bahwa Jumlah 39 38,6 62 61,4 101 100 kepercayaan diri memiliki hubungan RR. Kusuma Nurin Husna, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 67

yang sangat signifikan dengan baik membuat ibu menjalani kejadian depresi antenatal (p = 0,00). kehamilannya dengan rasa optimis Bahkan, kepercayaan diri menjadi 1 dan tidak merasa terbebani. Maka dari 3 faktor yang paling dari itu, kepercayaan diri dapat berhubungan dengan kejadian menghindarkan ibu hamil dari stres depresi antenatal berdasarkan dan depresi selama menjalani penelitian yang dilakukan oleh Leigh kehamilannya. dan Milgrom ini. Hasil yang serupa juga Hubungan Dukungan Sosial ditunjukkan oleh penelitian yang dengan Kejadian Depresi dilakukan oleh Belinda Edwards et Antenatal al. Penelitiannya menunjukkan Hasil menunjukkan bahwa ibu bahwa dukungan sosial merupakan hamil dengan dukungan sosial baik faktor risiko terjadinya depresi yang mengalami depresi antenatal antenatal yang paling tinggi (p = adalah sebesar 22,8%, sedangkan ibu 0,006-0,596) disusul oleh hamil dengan kepercayaan diri kepercayaan diri (p = 0.010-0.221). kurang yang mengalami depresi Oleh karena itu, dapat disimpulkan antenatal adalah sebesar 59,1%. bahwa kepercayaan diri merupakan Berdasarkan hasil uji statistik chi aspek yang sangat perlu untuk square didapatkan bahwa p = 0,000 diperhatikan. (p < 0,1), maka secara statistik Hal ini didukung oleh terdapat hubungan yang sangat pernyataan White (2005) bahwa signifikan antara kepercayaan diri kepuasan wanita terhadap diri dan dan kejadian depresi antenatal. kehidupannya turut memberikan Penelitian ini menjunjukkan dampak pada cara wanita hasil yang serupa dengan beberapa menghadapi kehamilannya. penelitian terdahulu. Salah satu Kehamilan yang diinginkan dan penelitian tersebut adalah penelitian direncanakan akan menimbulkan yang dilakukan oleh Leigh dan rasa nyaman dan ketenangan. Milgrom pada tahun 2008 bahwa Apabila wanita merasa nyaman dukungan sosial menunjukkan dengan dirinya dan kemampuannya hubungan yang signifikan (p = menjadi seorang ibu, kehamilan 0,000) dan menjadi salah satu faktor menjadi lebih menyenangkan, yang sangat berpengaruh terhadap sedangkan kehamilan yang tidak kejadian depresi antenatal. Hasil diinginkan atau direncanakan dapat penelitian serupa juga ditunjukkan menimbulkan ketakutan dan oleh penelitian yang dilakukan oleh kebimbangan. Oleh karena itu, Fall et al pada tahun 2013 bahwa kepercayan diri adalah aspek penting dukungan sosial juga menunjukkan yang harus dimiliki oleh ibu hamil hubungan yang sangat signifikan (p selama menjalani kehamilannya. < 0,001, OR 7,66). Sehingga dapat Kepercayaan diri menimbulkan ditarik kesimpulan bahwa dukungan rasa yakin dan perasaan positif yang sosial memiliki hubungan yang dirasakan ibu. Kepercayaan diri yang sangat kuat dengan depresi antenatal. baik akan membuat ibu merasa Hal ini didukung oleh bahwa apapun yang terjadi dalam pernyataan White (2005) dalam kehamilannya, ia akan mampu bukunya Foundations of Maternal & melewatinya. Kepercayaan diri yang Pediatric Nursing, Second Edition.

68 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 64-73

Dalam bukunya, ia menyatakan keluarga tinggi yang mengalami bahwa dukungan sosial dari orang- depresi antenatal adalah sebesar orang di sekitar ibu hamil dapat 27,8%, sedangkan ibu hamil dengan berupa kesadaran akan adanya pendapatan keluarga rendah yang perubahan peran yang dihadapi oleh mengalami depresi antenatal adalah ibu hamil maupun orang-orang sebesar 51,1%. Berdasarkan hasil uji disekitarnya. Hal inilah yang akan statistik chi square didapatkan bahwa membuat ibu hamil merasa bahwa ia p = 0,028 (p < 0,1), maka secara tidak menjalani kehamilannya statistik terdapat hubungan bermakna sendirian. antara tingkat pendidikan ibu hamil Selama menjalani kehamilan, dan kejadian depresi antenatal. ibu harus menghadapi berbagai Hasil penelitian ini sejalan adaptasi fisiologi maupun psikologi dengan penelitian terdahulu. Fall et yang tidak mudah untuk dijalani. al dalam penelitiannya mengenai Berbagai macam ketidakmampuan studi perbandingan gejala depresi dalam adaptasi perubahan fisiologi mayor pada ibu hamil berdasarkan dan psikologi selama kehamilan status pekerjaan menyatakan bahwa seringkali menyebabkan berbagai pendapatan rumah tangga memiliki permasalahan dan komplikasi dalam hubungan yang sangat signifikan kehamilan. Akan tetapi, dengan dengan kejadian depresi antenatal (p adanya dukungan sosial dari keluarga < 0,001). Hasil penelitian yang terderkat dan orang-orang di sekitar serupa juga ditunjukkan oleh ibu, salah satunya berupa adaptasi Räisänen et al pada tahun 2014 pasangan terhadap peran baru yang bahwa status sosioekonomi memiliki dialaminya (Janiwarti dan Pieter, hubungan yang sangat signifikan (p 2013), masalah ini dapat tertangani ≤ 0,001). Maka, pendapatan dengan lebih baik. Hal ini merupakan faktor yang yang tidak dikarenakan oleh adanya orang- terlepas dari terjadinya depresi orang di sekitar ibu yang antenatal pada ibu hamil. memberikan dukungan (supportive Pendapatan keluarga system) dapat memberikan bantuan menunjuk-kan tingkat ekonomi suatu secara langsung untuk meringankan keluarga. Ekonomi keluarga permasalahan yang ibu alami, merupakan faktor mendasar yang ataupun hanya memberikan perasaan akan mempengaruhi segala aspek pada ibu hamil bahwa ia tidak sendiri kehidupan. Tingkat ekonomi terkait dalam menjalani kehamilannya langsung dengan daya beli keluarga, sehingga ibu mampu memasuki baik daya beli terhadap makanan tahap honeymoon dan tahap stabil maupun daya beli terhadap (Janiwarti dan Pieter, 2013). pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dukungan positif ini mampu Apabila kebutuhan tersebut tidak membuat ibu lebih rileks dan lebih terpenuhi, akan menimbulkan beban siap dalam menghadapi apapun yang bagi ibu hamil. terjadi dalam kehamilannya. Hubungan Umur Ibu dengan Hubungan Pendapatan dengan Kejadian Depresi Antenatal Kejadian Depresi Antenatal Tabel 5.13 menunjukkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang termasuk bahwa ibu hamil dengan pendapatan dalam kategori usia reproduksi yang RR. Kusuma Nurin Husna, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 69

mengalami depresi antenatal adalah Akan tetapi, hal tersebut tidak sebesar 37,1%, sedangkan ibu hamil sejalan dengan penelitian yang yang termasuk dalam kategori usia dilakukan oleh Kumala pada tahun non reproduksi yang mengalami 2015 bahwa hasil analisis statistik depresi antenatal adalah sebesar menunjukkan tidak ada hubungan 41,9%. Berdasarkan hasil uji statistik antara umur dan risiko depresi chi square didapatkan bahwa p = antenatal (OR=1,55; CI=95%; 0,29- 0,814 (p > 0,1), maka secara statistik 8,10; p=0,599). Hal serupa juga tidak terdapat hubungan antara umur ditunjukkan oleh penelitian yang ibu hamil dan kejadian depresi dilakukan oleh Leigh dan Milgrom antenatal. pada tahun 2008 yang menunjukkan Hasil penelitian ini tidak bahwa tidak terdapat hubungan sejalan dengan penelitian yang telah bermakna antara umur ibu dengan dilakukan oleh beberapa peneliti. kejadian depresi antenatal (p = 0,72). Berdasarkan Räisänen et al. (2014), Kesenjangan yang terjadi selama kurun waktu 2002-2010 di mungkin dikarenakan oleh status Finlandia, faktor yang terkait dengan kesehatan ataupun kematangan terjadinya depresi pada ibu hamil psikososial pada satu titik umur ibu diantaranya adalah usia ibu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, terlalu muda atau terlalu tua ( p ≤ seperti kepercayaan diri, kesiapan 0,001). Pearson et al. (2013) dalam menjadi ibu, dan berbagai faktor penelitiannya yang berjudul lainnya. Seorang ibu hamil yang “Maternal Depression During berada pada ketegori usia non Pregnancy and the Postnatal Period reproduksi dan mengalami Risks and Possible Mechanisms for kehamilan yang sangat Offspring Depression at Age 18 diharapkannya dan dengan didukung Years” juga menunjukkan bahwa oleh keluarga serta orang-orang di wanita hamil dengan usia muda sekitarnya mungkin tidak mengalami memiliki risiko mengalami depresi depresi antenatal. Sebaliknya, antenatal lebih besar 1,28 kali lipat seorang ibu hamil yang termasuk ke dibandingkan usia nonrisiko (p value dalam usia reproduksi bisa saja = 0,003). mengalami depresi antenatal akibat Menurut Sloane dan Benedict kurangnya dukungan keluarga, jarak (2009), hal ini dikarenakan pada anak yang terlalu rapat, ataupun umur 20 s/d 30 tahun, wanita penyebab lainnya yang menyebabkan memiliki risiko komplikasi medis ibu tidak siap dalam menghadapi paling rendah. Wilson et al dalam kehamilannya. Hal inilah yang Robson dan Waugh (2013) juga berujung pada terjadinya depresi menyatakan bahwa kehamilan antenatal. remaja umum dikaitkan dengan kejadian depresi antenatal dan Hubungan Paritas dengan ansietas. Hal serupa turut dipaparkan Kejadian Depresi Antenatal pada hasil penelitian yang dilakukan Hasil menunjukkan bahwa ibu oleh Patel et al. (2010), usia remaja hamil primigravida yang mengalami dan dewasa awal (sebelum usia 25 depresi antenatal adalah sebesar tahun) serta rentang umur 30-50 28,6%, sedangkan ibu hamil tahun pada wanita berhubungan erat multigravida yang mengalami dengan kejadian depresi. depresi antenatal adalah sebesar

70 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 64-73

43,9%. Berdasarkan hasil uji statistik Hal ini didukung oleh chi square didapatkan bahwa p = pernyataan Janiwarty dan Pieter 0,195 (p > 0,1), maka secara statistik tahun 2013 bahwa dalam menjalani tidak terdapat hubungan antara kehamilannya, ibu akan mengalami paritas ibu hamil dan kejadian beberapa tahapan psikologis, salah depresi antenatal. satunya tahap stabil (plautau stage). Hal ini tidak sejalan dengan Pada tahapan ini, ibu sudah dapat penelitian yang dilakukan oleh memahami peran barunya sehingga Dibaba et al. (2010) yang ia melakukan segala seuatunya menyebutkan bahwa multiparitas secara mandiri dan dapat menjalani meningkatkan risiko terjadinya kehamilannya dengan tenang. depresi pada ibu. Akan tetapi hasil Namun, untuk mencapai tahapan ini penelitian yang menunjukkan bahwa dibutuhan waktu hingga beberapa paritas tidak memiliki hubungan minggu (Purwandari, 2008). bermakna dengan kejadian depresi antenatal diperkuat oleh adanya Hubungan Pendidikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kejadian Depresi Antenatal Kumala pada tahun 2015. Penelitian Hasil menunjukkan bahwa ibu ini menunjukkan bahwa ibu hamil dengan pendidikan tinggi yang multigravida memiliki risiko depresi mengalami depresi antenatal adalah antenatal sepertiga kali lebih rendah sebesar 39%, sedangkan ibu hamil dibandingkan primigravida dengan pendidikan dasar yang (OR=0,33; CI=95%; 0,09-1,19; mengalami depresi antenatal adalah p=0,092). Maka, dapat diketahui sebesar 60%. Berdasarkan hasil uji bahwa terdapat 2 hasil penelitian statistik chi square didapatkan bahwa yang berbeda yang menunjukkan p = 0,08 (p < 0,1), maka secara bahwa paritas tidak memiliki statistik terdapat hubungan bermakna hubungan yang signifikan dengan antara tingkat pendidikan ibu hamil kejadian depresi antenatal. dan kejadian depresi antenatal. Hal ini, menurut penulis, Hal ini sejalan dengan dikarenakan oleh kesiapan seseorang penelitian yang dilakukan oleh Fall dalam menghadapi kehamilan tidak et al pada tahun 2014 yang selalu didasari atas jumlah anak yang menunjukkan bahwa pendidikan ia miliki. Seorang multigravida bisa yang tinggi memperkecil saja merasa depresi karena memiliki kemungkinan terjadinya depresi anak yang banyak dan dengan antenatal (p value < 0,001). kehamilannya saat ini, akan Faktor pendidikan sangat menambah beban yang harus ia berpengaruh terhadap pengetahuan hadapi. Namun di sisi lain, seorang seseorang. Semakin tinggi tingkat multigravida dapat menjalani pendidikan ibu hamil, maka kehamilannya dengan sangat baik wawasan yang dimilikinya akan meski ia sudah memililiki anak yang semakin luas sehingga pengetahuan banyak. Hal ini dikarenakan oleh pun juga akan meningkat dan mudah keinginannya untuk memiliki anak menerima berbagai informasi dan lagi sehingga ia tetap merasa bahagia pendidikan kesehatan, sebaliknya dalam menjalani kehamilannya dan rendahnya pendidikan ibu hamil akan mampu beradaptasi dengan baik mempersempit wawasannya dalam menjalani peran barunya. sehingga akan menurunkan tingkat RR. Kusuma Nurin Husna, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 71

pengetahuan terhadap masalah asuhan kebidanan pada ibu hamil kesehatan. Responden yang yang ditetapkan oleh IBI dan berpendidikan tinggi akan cenderung diharapkan kuesioner skrining mampu menerima informasi dari depresi antenatal dapat menjadi salah beberapa sumber dengan lebih satu bagian dalam buku Kesehatan mudah sehingga ia dapat mengetahui Ibu dan Anak (KIA). apa yang harus ia lakukan dan apa b. Bagi Tempat Penelitian yang tidak boleh ia lakukan selama Diharapkan bidan-bidan yang kehamilannya. Hal ini sebagaimana berpraktik di Bidan Praktik Mandiri definisi pendidikan yang tercantum (BPM) dapat memahami tentang dalam UU No. 20 Tahun 2003 salah depresi antenatal dan dapat satu tujuan pendidikan adalah agar melakukan skrining depresi antenatal peserta didik secara aktif untuk mencegah dampak buruk bagi mengembangkan potensi dirinya ibu dan bayi serta menciptakan untuk memiliki kekuatan permainan yang dapat mencegah pengendalian diri. depresi antenatal. c. Bagi Peneliti Selanjutnya KESIMPULAN DAN SARAN Diharapkan peneliti selanjutnya Kesimpulan dapat melakukan penelitian Penelitian ini dilakukan di mendalam melalui penelitian Bidan Praktik Mandiri (BPM) Kota deskriptif mengenai faktor yang Pekanbaru pada bulan September berhubungan dengan kejadian 2016 s/d Juni 2016 tentang Faktor depresi antenatal serta mengkaji yang Berhubungan dengan Kejadian pemberian dukungan sosial dan Depresi Antenatal. Hasil penelitian penanaman kepercayaan diri pada menunjukkan bahwa terdapat ibu hamil yang dapat mencegah hubungan antara tingkat kepercayaan depresi antenatal. diri (p=0,006, OR=3,524), tingkat dukungan sosial (p=0,000, DAFTAR PUSTAKA OR=4,889), pendapatan keluarga Andersson L, et al. 2004, ‘Neonatal (p=0,028, OR=2,713) dan Outcome Following Maternal pendidikan (p=0,008, OR=3,571) Antenatal Depression and dengan kejadian depresi antenatal Anxiety: A Population Based dan tidak terdapat hubungan antara Study’ Americal Journal of umur ibu (p=0,814, OR=1,222) serta Epidemiology. Vol, 159, No. paritas (p=0,195, OR=2,279) dengan 9, pp.872-881 kejadian depresi antenatal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Arenson J dan Drake P. 2007, dukungan sosial merupakan faktor Maternal and Newborn dengan nilai signifikansi paling Health. Malloy, United States besar. of America

Saran Bennett HA, et al. 2004, ‘Prevalence a. Bagi Ikatan Bidan Indonesia of Depression during (IBI) Kota pekanbaru Pregnancy: Systematic Hendaknya skrining kejadian Review’ Obstet Gynecol, depresi antenatal dapat menjadi salah [Online], vol. 103, no. 4, pp. satu prosedur tetap dalam pelayanan 698-709. Dari:

72 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 64-73

http://www.ncbimlm.nih.hov/ Symptoms among Pregnant pubmed/15051562 [30 Women by Employment Oktober 2017] Status’ Springerplus, vol. 2 pp: 2-11 Bethsaida J dan Pieter HZ. 2013, Pendidikan Psikologi untuk Golbasi, et al. 2009, ‘Prevalence and Bidan – Suatu Teori dan Correlates of Depression in Terapannya. Rapha, Pregnancy among Tukish Yogyakarta Women’ Maternal and Child Health Journal, [Online], vol. Burt, VK dan Quezada V. 2009, 14, no. 4, pp. 485-491. Dari: ‘Mood Disorders in Women: http://link.springer.com/articl Focus on Reproductive e/10.1007/s10995-009-0459- Psychiatry in the 21st 0 [3 Januari 2017] cenctury’ Canadian Journal Clinic Pharmacol, vol. 16, no. Kemenkes RI. 2016, Profil 1, pp. e6-e14 Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Kementerian Dibaba, Y. 2010, ‘Child Spacing and Kesehatan RI, Jakarta. Fertility Planning Behavior among Women in Mana ______. 2015, Kesehatan dalam District, Jimma Zone, South Kerangka Sustainable West Ethiopia’ Ethiop Development Goals (SDGs). Journal Health Science, vol, Kementerian Kesehatan RI, 20, pp. 83-90 Jakarta.

Dinkes Riau. 2016, Profil Kesehatan ______. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Riau 2015. Dinas Indonesia Tahun 2012. Kesehatan Provinsi Riau, Kementerian Kesehatan RI, Pekanbaru Jakarta.

Dinkes Kota Pekanbaru, 2015. Profil ______. Situasi Kesehatan Ibu. Kesehatan Kota Pekanbaru Pusat Data dan Informasi 2014. Dinas Kesehatan Kota Kementerian Kesehatan RI, Pekanbaru, Pekanbaru. Jakarta.

Edwards, B, et al. 2008, ‘Antenatal Kumala, TF. 2015, Hubungan Antara psychosocial risk factors and Kejadian Preeklamsia dengan depression among women Risiko Depresi Antenatal living in socioeconomically 2015, [Tesis]. Program Studi disadvantaged suburbs in Ilmu Kesehatan Masyarakat Adelaide, South Australia’ Universitas Sebelas Maret, Australian and New Zealand Surakarta. Journal of Psychiatry; vol 42:45 50 Leigh B dan Milgrom J, 2008. ‘Risk Factors for Antenatal Fall, et al. 2013, ‘Comparative Study Depression, Postnatal of Major Depressive Depression and Parenting RR. Kusuma Nurin Husna, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian 73

Stress’ BSM Psychiatry, Robson SE dan Waugh J. 2013, [Online], vol. 24, no. 8, pp. 1- Medical Disorders in 11. Dari: Pregnancy: a Manual for http://biomedcentral.com/147 Midwives Auditing 1-244X/8/24 [12 Oktober Handbook. EGC, Jakarta. 2016] Sloane & Benedict. 2009, Petunjuk Milgrom, et al. 2007, ‘Antenatal Risk lengkap kehamilan. Alih Factors for Postnatal Bahasa, Anton Adiwiyoto. Depression: a Large Pustaka Mina, Jakarta. Prospective Study’ Journal of Affective Disorders, [Online], White, L. 2005, Foundations of vol. 108, pp. 147-157. Maternal & Pediatric Nusing, Second Edition. Thomson Patel, et al. 2010, ‘E ffect i veness ofDelmar Learning, United an Intervention Led by Lay States of America. Health Counsellors for Depressive and Anxiety Disorders In Primary Care In Goa, India (MANAS): A Cluster Randomised Controlled Trial’, vol. 376, pp. 2086-2095.

Peer, et al. 2013, ‘Antenatal Depression in a Multi-Ethnic, Community Sample of Canadian Immigrants: Psychosocial Correlates and Hypothalamic–Pituitary– Adrenal Axis Function’ The Canadian Journal of Psychiatry, [Online], vol. 58, pp. 579-587.

Räisänen, et al. 2014, ‘Risk Factors for and Perinatal Outcomes of Major Depression during Pregnancy: A Population- Based Analysis during 2002– 2010 in Finland’, BMJ Open.

Ricci, SC dan Kyle T. 2009, Maternity and Pediatric Nursing. Wolters Kluwer Health, India.

HUBUNGAN DIAMETER DAN BERAT PLASENTA DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DI KLINIK SWASTA PEKANBARU TAHUN 2017

Yulia Fitri*, Isrowiyatun Daiyah** * Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

Berat badan lahir merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Secara statistik, kejadian bayi berat lahir rendah di negara berkembang adalah sebesar 96,5% dengan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi berat lahir lebih. Salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan berat bayi lahir adalah peran plasenta dalam memberikan suplai nutrisi pada janin. Ukuran plasenta seperti diameter plasenta terutama berat plasenta menunjukkan suplai nutrisi dan oksigen ke janin. Hasil pemeriksaan plasenta dapat digunakan dalam penilaian risiko terhadap hasil neurologis bayi dan sebagai dasar dalam perawatan awal bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diameter dan berat plasenta dengan berat badan lahir bayi. Jenis penelitian ini adalah analitis dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2017 sampai dengan Agustustahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dengan persalinan normal di Klinik Swasta. Sampel dalam penelitian ini adalah plasenta dan bayi dari ibu bersalin yang berjumlah 35, diambil dari seluruh populasi dengan menggunakan teknik total sampling. Plasenta diukur dengan metlin dan ditimbang dengan timbangan digital gantung, sedangkan bayi ditimbang dengan timbangan digital bayi. Kemudian, data dianalisis menggunakan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 90%. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara diameter dan berat plasenta dengan berat badan lahir bayi (p=0,089;p=0,082). Saran kepada bidan dan pelayanan kesehatan lainnya agar melakukan pengukuran dan penimbangan plasenta setelah lahir untuk melengkapi data rekam yang berguna untuk perencanaan asuhan jangka pendek maupun jangka panjang.

Kata kunci : Berat plasenta, diameter plasenta, berat badan lahir bayi Daftar Pustaka : 19 (2005-2016)

PENDAHULUAN Manuaba (2007) dikatakan bahwa Salah satu penunjuk bayi berat lahir rendah (BBLR) kesehatan bayi baru lahir adalah termasuk dalam bayi risiko tinggi berat badan lahir bayi. Bayi dapat dibandingkan bayi dengan berat lahir dengan berat rendah, normal normal dan lebih. Hal ini dan besar. Besar kecilnya berat dikarenakan bahwa BBLR akan badan lahir tergantung bagaimana menyebabkan kecacatan pada bayi pertumbuhan janin dalam Rahim dan anak, gangguan perkembangan selama kehamilan. Menurut saraf dalam jangka panjang, dan

74

Yulia Fitri, Hubungan Diameter Dan Berat Plasenta 75

kelahiran BBLR yang berulang Apabila suplai uteroplasenta dikehamilan ibu selanjutnya. Selain terganggu maka suplai nutrisi yang itu dampak BBLR yang paling berat dialirkan dari plasenta ke janin juga adalah peningkatan kesakitan dan menjadi berkurang, sehingga bisa kematian pada bayi (Maryunani dan mengakibatkan kelahiran BBLR dan Nurhayati, 2009). sebaliknyapabila suplaiuteroplasenta Berdasarkan data WHO berjalan baik maka suplai nutrisi ke (2013) diketahui bahwa kematian janin juga maksimal (Guyton, bayi yang disebabkan oleh BBLR 2008).Berdasarkan hasil penelitian adalah sebesar 60-80%. Di Afodun et al (2015) diketahui bahwa kotaPekanbaru tahun 2015, penyebab antropometri plasenta berhubungan kedua kematian bayi setelah Intra dengan antropometri bayi. Salah satu Uterine Fetal Death (IUFD) adalah antropometri tersebut adalah BBLR. Angka kematian bayi yang diameter dan berat plasenta disebabkan oleh BBLR tersebut berhubungan dengan berat badan adalah sebesar 17,24% (Dinkes lahir bayi. Pekanbaru, 2016). Prevalensi BBLR Hasil pemeriksaan plasenta menurut WHO (2013) diperkirakan dapat digunakan dalam memprediksi sebesar 15,5% dari seluruh kelahiran masalah medis, penilaian risiko di dunia dan lebih sering terjadi di terhadap hasil neurologis bayi, negara-negara berkembang atau sebagai dasar dalam perawatan awal sosial ekonomi rendah. Prevalensi bayi, dan dapat membantu bidan BBLR di Indonesia adalah sebesar dalam mengambil keputusan, serta 11,1%. Secara statistik, kejadian berguna bagi dokter dalam BBLR di negara berkembang adalah menegakkan diagnosa (Roberts sebesar 96,5% dengan angka dalam Afodun, 2015). Beberapa kematiannya 35 kali lebih penelitian tentang hubungan plasenta tinggi,apabila dibandingkan pada dengan berat badan lahir bayi telah bayi dengan berat besar.Faktor yang dilakukan.Namun, dalam tingkat mempengaruhi berat badan lahir bayi yang lebih luas, khususnya di termasuk BBLR adalah antara lain Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru, umur ibu, jarak kehamilan, paritas, belum ditemukan penelitian tentang kehamilan ganda, kadar hemoglobin, hal ini.Dalam penelitian Yanti dan status gizi ibu, penyakit saat Sari (2012) maupun Mukhlisan, dkk kehamilan, plasenta, kondisi (2013) diketahui bahwa terdapat lingkungan, dan kesehatan hubungan yang bermakna antara lingkungan, serta ketinggian tempat berat plasenta dengan berat badan tinggal (Kardjati, 2005; Kosim dkk, lahir bayi.Demikian juga dengan 2010). Menurut Guyton (2008) penelitian yang dilakukan oleh dikatakan bahwa berat badan lahir Mahayana, dkk (2015), plasenta bayi ditentukan oleh peranplasenta termasuk ke dalam faktor yang dalam memberikan suplai nutrisi mempengaruhi kejadian BBLR. pada janin.Ukuran plasenta, seperti Berdasarkan data Dinkes diameter plasenta terutama berat Pekanbaru (2016) diketahui bahwa plasenta menunjukkan keadaan jumlah bayi baru lahir terbanyak dari suplai nutrisi dan oksigen ke janin 20 puskesmas di kota Pekanbaru (Tegethoff et al, 2010). pada tahun 2015 berada di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya

76 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 74-81

dengan persentase sebesar 10,6%, HASIL PENELITIAN Puskesmas Payung Sekaki sebesar 1. Analisis Univariat 9,7% dan Puskesmas RI Sidomulyo sebesar 8,2%. Meskipun, Puskesmas Tabel 1. Distribusi Diameter RI Sidomulyo berada pada posisi Plasenta Bayi Baru Lahir di Klinik ketiga. Namun klinik dengan jumlah SwastaPekanbaru pada Bulan bayi baru lahir terbanyak berada di Juni-Juli 2017 wilayah kerja Puskesmas RI No. Diameter Frekuensi Persentase Sidomulyo yaitu Klinik Ernita, Plasenta (n) (%) apabila dibandingkan dengan Klinik 1. Normal 30 85.7% Pratama Afiyah yang berada wilayah 2. Tidak 5 14.3% kerja Puskesmas Payung Sekaki. Normal Oleh karena itu, penulis ingin Total 35 100% meneliti hubungan diameter dan berat plasenta dengan berat badan Tabel 2. Distribusi Berat Plasenta lahir bayi di Klinik Swasta Bayi Baru Lahir di Klinik Swasta Pekanbaru tahun 2017. Pekanbaru pada Bulan Juni-Juli 2017

METODE PENELITIAN Berat Frekuensi Persentase No Jenis penelitian ini adalah Plasenta (n) (%) penelitian analitis dengan desain 1. Normal 24 68.6% observasional dan rancangan cross 2. Tidak 11 31.4% sectional. Populasi pada penelitian Normal ini adalah seluruh ibu bersalin Total 35 100% dengan persalinan normal di Klinik Swasta, Pekanbaru pada bulan Juni Tabel 3. Distribusi Berat Badan sampai dengan Juli 2017 dengan Lahir Bayi di Klinik Swasta jumlah sampel 35 responden, diambil Pekanbaru pada Bulan Juni-Juli dari seluruh populasi dengan 2017 menggunakan teknik total Berat sampling.Pengumpulan data Frekuensi Persentase No Badan (n) (%) dilakukan dengan cara Lahir Bayi observasional. Setelah bayi dan 1. Normal 31 88.6% plasenta lahir langsung dilakukan 2. Tidak 4 11.4% pengukuran diameter plasenta, Normal penimbangan berat plasenta, dan Total 35 100% berat badan badan lahir bayi. Analisis data menggunakan uji chi- square dengan derajat kepercayaan 2. Analisis Bivariat 90%. Tabel 4. Hubungan Diameter Plasenta dengan Berat Badan Lahir Bayi di Klinik Swasta Pekanbaru pada Bulan Juni-Juli 2017 Yulia Fitri, Hubungan Diameter Dan Berat Plasenta 77

Berat Badan Lahir P bahwa ukuran plasenta akan Diame Bayi terPlase Jumlah va OR Tidak meningkat setara dengan No. n Normal lue Normal ta peningkatan ukuran janin (Tegethoff n % n % n % 93. 3 10 et al, 2010). 1. Normal 28 2 6.7 3 0 0 Hasil penelitian ini juga Tidak 60. 40. 10 2. 3 2 5 Normal 0 0 0 0.0 9.3 didukung oleh penelitian Afodun et 89 33 88. 11. 3 10 Jumlah 31 4 al (2015) yang berjudul 6 4 5 0 “PlacentalAnthropometric Features: Maternal and Neonate Tabel 5. Hubungan Berat Plasenta Characteristic in North Central dengan Berat Badan Lahir Bayi di Nigeria” bahwa antropometri Klinik Swasta Pekanbaru pada plasenta berhubungan dengan Bulan Juni-Juli 2017 antropometri bayi. Salah satu antropometri tersebut adalah

Berat Badan Lahir diameter plasenta berhubungan Bayi P Berat Jumlah va OR dengan berat badan lahir bayi.Hal ini Plasen Tidak No. Normal lue ta Normal juga sejalan dengan penelitian n % n % n % Ramdurg (2015) yang berjudul 95. 2 10 Normal 23 1 4.2 1. 8 4 0 “Correlation of Placental Tidak 72. 27. 1 10 2. 8 3 Parameters in Preeclampsia as a Normal 7 3 1 0 0.0 8.6 82 25 Predictor of IUGR/Low Birth 88. 11. 3 10 Jumlah 31 4 6 4 5 0 Weight in Infants a Prospective Study”. Pada penelitian PEMBAHASAN tersebutdiameter plasenta diukur 1. Hubungan Diameter Plasenta pada usia kehamilan 36 minggu dengan Berat Badan Lahir Bayi dengan USG. Hasil analisis Pada penelitian ini ditemukan menunjukkan bahwa diameter dan bahwa sebagian besar diameter ketebalan plasenta merupakan plasenta adalah normal. Diameter predictor untuk bayi dengan berat plasenta normal memiliki berat badan lahir rendah.Hal ini dapat badan lahir bayi normal sebesar disimpulkan bahwa diameter 93,3%, lebih besar dibandingkan plasenta dapat digunakan dalam dengan diameter plasenta tidak memprediksi masalah medis normal yaitu sebesar 60,0%. Hasil termasuk masalah berat badan lahir analisis menggunakan uji chi-square bayi karena keterkaitannya dalam dengan derajat kepercayaan 90% mempengaruhi berat badan lahir menunjukkan bahwa ada hubungan bayi. antara diameter plasenta dengan Keterkaitan dari peran berat badan lahir bayi (p=0,089). plasenta dalam mempengaruhi berat Adanya hubungan diameter badan lahir bayi juga didukung oleh plasenta dengan berat badan lahir Senapati et al (2015) dalam bayi karena plasenta berperan untuk penelitiannya yang berjudul “Morphometric Study of Placenta of pertukaran O2 dan transfer nutrisi dalam pertumbuhan janin. Struktur Full Term New Born and Its Relation dan fungsi plasenta akan menentukan to Fetal Weight: A Study in Tertiary pertumbuhan janin, oleh karena janin Care Hospital of Odisha”. Dari hasil mendapat nutrisi dari plasenta penelitian tersebut diketahui bahwa (Roberts, 2008).Dapat diperkirakan parameter plasenta dari bayi berat

78 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 74-81

lahir rendah relatif rendah normal 3 diantaranya memiliki bayi dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal. Menurut normal.Penelitian ini juga peneliti, hal ini bisa saja disebabkan menjelaskan bahwa peningkatan oleh faktor lain seperti kadar ukuran plasenta secara signifikan hemoglobin (Hb) dalam darah. berhubungan dengan berat badan ibu Menurut Wheeler et al, dalam dan hal itulah yang menjadi faktor Surinati (2011) dijelaskan bahwa berat badan lahir bayi. faktor penyebab yang Ada beberapa faktor yang memungkinkan ibu hamil dengan mempengaruhi berat badan lahir anemia melahirkan bayi dengan berat bayi. Dari faktor internal yang dapat badan tidak normal adalah ibu hamil mempengaruhi berat badan lahir bayi tersebut telah mengalami anemia adalah umur ibu hamil, jarak sejak awal kehamilan, tapi pada kehamilan, paritas, kehamilan ganda, penelitian ini tidak mengukur dan kadar hemoglobin, status gizi ibu mengumpulkan variabel Hb dari hamil, penyakit saat kehamilan, awal kehamilan. Selain itu jumlah plasenta dan faktor eksternal seperti villus pada plasenta bisa saja juga kondisi lingkungan, asupan zat gizi ikut mempengaruhi karena berkaitan ibu hamil dan tingkat sosial ekonomi dengan proses suplai nutrisi oleh ibu hamil, kebersihan dan kesehatan plasenta, tapi dalam penelitian ini lingkungan serta ketinggian tempat juga tidak dilakukan perhitungan tinggal (Kardjati, 2005; Kosim dkk, jumlah villus pada plasenta. 2010). Namun, menurut Guyton (2008) yang berperan penting dalam 2. Hubungan Berat Plasenta menentukan berat bayi lahir adalah dengan Berat Badan Lahir Bayi peran plasenta dalam memberikan Pada penelitian ini ditemukan suplai nutrisi pada janin. bahwa sebagian besar berat plasenta Menurut asumsi peneliti, adalah normal. Berat plasenta normal berat badan lahir bayi dipengaruhi memiliki berat badan lahir bayi oleh plasenta, khususnya disini normal sebesar 95,8%, lebih besar ukuran plasenta. Hal ini didukung dibandingkan dengan berat plasenta dengan data umum responden yang tidak normal yaitu sebesar 72,7%. menunjukkan suatu kondisi yang Hasil analisis menggunakan uji chi- dianjurkan atau baik bagi ibu untuk square dengan derajat kepercayaan hamil sehingga tidak mempengaruhi 90% menunjukkan bahwa ada berat badan lahir bayi. Hal ini berarti hubungan antara berat plasenta bahwa hasil penelitian dapat dengan berat badan lahir bayi terhindar dari bias terhadap fakto- (p=0,082). Dari nilai OR juga faktor lain yang dapat mempengaruhi menunjukkan bahwa plasenta dengan berat badan lahir bayi. berat normal 8,625 kali lebih Meskipun hasil analisis cenderung (OR=8,625) memiliki menunjukkanada hubungan antara bayi dengan berat badan lahir normal diameter plasenta dengan berat badan dibandingkan dengan berat plasenta lahir bayi, tapi dari 30 plasenta yang tidak normal. dengan diameter normal, 2 Hal tersebut diatas sesuai diantaranya memiliki bayi dengan dengan teori bahwa salah satu berat badan tidak normal. Selain itu penentu utama berat badan lahir bayi dari 5 plasenta dengan diameter tidak adalah berat plasenta karena Yulia Fitri, Hubungan Diameter Dan Berat Plasenta 79

makanan dan oksigen di Features: Maternal and Neonate distribusikan dari ibu ke janin Characteristic in North Central melalui plasenta (Guyton, 2008). Nigeria” bahwa berat plasenta sesuai Plasenta akan bertambah luas dan dengan berat lahir dan terbukti berat seiring pertambahan masa signifikan secara statistik. Hasil kehamilan akibat bertambahnya penelitian ini juga didukung oleh jumlah villus, sedangkan jumlah penelitian Yanti dan Sari (2012) villus ini merupakan bagian yang tentang “Hubungan Berat Plasenta penting dalam pertukaran makanan dengan Berat Badan Lahir di Rumah dan oksigen serta zat-zat sisa janin. Bersalin Mutiara Bunda Padang Jika villus makin luas, maka daerah Tahun 2012” dan Mukhlisan, dkk pertukaran akan semakin luas untuk (2013) bahwa terdapat hubungan menunjang kehidupan janin yang bermakna antara berat plasenta (Cunningham, 2006). dengan berat badan lahir bayi.Selain Pertumbuhan plasenta terjadi itu, didukung juga oleh penelitian dengan pesat pada triwulan pertama Mahayana, dkk (2015) bahwa kehamilan dan kecepatam plasenta termasuk ke dalam faktor pertumbuhan mulai melambat di yang mempengaruhi kejadian BBLR. bulan ke lima kehamilan, bahkan Hal ini sejalan dengan dengan teori berhenti tumbuh saat telah sempurna, yang ada bahwa beberapa faktor tetapi adakalanya plasenta dapat yang mempengaruhi berat badan terus tumbuh dan meningkat lahir yaitu faktor plasenta, malnutrisi, ukurannya jika berhadapan dengan infeksi dan genetik (Kosim dkk, lingkungan maternal yang kurang 2010). menguntungkan seperti terjadinya Menurut asumsi peneliti, hipoksia intra uteri. Hal ini adanya ketidaksesuaian antara berat dikarenakan plasenta yang hipoksia plasenta dengan berat badan lahir mengalami penambahan sel dan bayi dikarenakan oleh faktor lain peningkatan cabang arteri sebagai yang belum terdekteksi seperti kadar bentuk adaptasi terhadap suplai O2 Hb dan jumlah villus plasenta. yang berkurang oleh karena Namun, secara umum data responden mekanisme tersebut janin dapat tetap dalam penelitian ini sesuai dengan terpenuhi kebutuhan oksigen dan kriteria inklusi, sehingga berat badan nutrisinya sehingga dapat tumbuh lahir bayi dihubungkan dengan faktor normal. Namun berat plasenta akan plasenta dari segi diameter dan berat bertambah (Lestari, 2006).Jadi berat plasenta. plasenta sangat menentukan berat badan lahir bayi, apabila berat KESIMPULAN plasenta normal maka berat badan 1. Ada hubungan antara diameter lahir bayi juga akan normal. Hal ini plasenta dengan berat badan lahir dikarenakan plasenta merupakan bayi di Klinik Swasta Pekanbaru salah satu sarana untuk pertukaran Tahun 2017 (p=0,089). zat antara ibu dan janin maupun 2. Ada hubungan antara berat sebaliknya. plasenta dengan berat badan lahir Hasil penelitian ini sesuai bayi di Klinik Swasta Pekanbaru dengan penelitian yang dilakukan Tahun 2017 (p=0,082). oleh Afodun et al (2015) yang berjudul “Placental Anthropometric

80 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 74-81

SARAN Kesehatan Provinsi Riau, 1. Ilmiah Pekanbaru Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan Guyton, A.C and Hall, J.E. 2008, penelitian selanjutnya menjadi lebih Kehamilan dan Laktas. EGC, spesifik dengan menambahkan Jakarta jumlah sampel, mengukur dan mengumpulkan kadar Hb di awal Kardjati, S, Alisjahbana, A dan kehamilan, serta melakukan Kusim, J.A. 2005, Aspek pemeriksaan diabetes mellitus pada Kesehatan dan GiziAnak Balita. responden. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2. Praktis Bidan dan institusi pelayanan Kosim, M.S. dkk.2010, Buku Ajar kesehatan lainnya dapat menjadikan Neonatologi, edisi 1. Balai pengukuran diameter dan berat Penerbit IDAI, Jakarta plasenta sebagai tindakan rutin setelah bersalin untuk melengkapi Lestari, D.K. 2006, Proses data rekam medis yang berguna Pembentukan Janin pada Daerah untuk perencanaan asuhan jangka Ketinggian. Institut Pertanian pendek maupun jangka panjang Bogor, Bogor termasuk pencegahan bayi lahir dengan berat badan tidak normal Mahayana, S.A, Chundrayetti, E dan dengan pemenuhan nutrisi dan Yulistini. 2015, ‘Faktor Risiko pemantauan rutin selama kehamilan. yang Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir DAFTAR PUSTAKA Rendah’ Artikel Penelitian, Afodun, A.M, Ajao, M.S and Enaibe, [Online].Dari :http://jurnal.fk. B.U.2015,'PlacentalAnthropome unand.ac.id. [Agustus 2016] tricFeatures:MaternalandNeonat eCharacteristics in North Central Manuaba, I.B.G. dkk.2007, Nigeria', Hindawi Publishing Pengantar Kuliah Obstetri. Corporation EGC, Jakarta

Cunningham, F.G. et al.2006, Maryunani, A dan Nurhayati.2009, Plasenta dan Membran Janin. Asuhan Kegawatdaruratan dan EGC, Jakarta Penyulit padaNeonatus. Trans Info Media, Jakarta Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.2016, Penyebab Mukhlisan, H, Liputo, N.I dan Kematian Bayi di Ermawati. 2013, ‘Hubungan KotaPekanbaru Tahun 2015. Berat Plasenta dengan Berat Dinas KesehatanKota Badan Lahir Bayi di Kota Pekanbaru, Pekanbaru Pariaman’ Jurnal Kesehatan Andalas, [Online].Dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau. :http://jurnal.fk.unand.ac.id. 2015, Profil Kesehatan Provinsi [Agustus 2016] Riau Tahun2014.Dinas Yulia Fitri, Hubungan Diameter Dan Berat Plasenta 81

Ramdurg, H. 2015, ‘Correlation of Yanti, E dan Sari, R. 2012, Placental Parameters in 'Hubungan Berat Plasenta Preeclampsia as a Predictor of dengan Berat Badan Lahir di IUGR/Low Birth Weight in Rumah Bersalin Mutiara Bunda Infants a Prospective Study’, Padang Tahun 2012’ Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences.

Roberts, B.K. et al. 2008, ‘Maternal risk factor for abnormal placenta growth’ The National Collaboran Perinatal Projec, [Online]. Dari : http:// www.biomedcentral.com. [September 2016]

Senapati, S. et al. 2015, ‘Morphometric Study of Placenta of Full Term New Born and Its Relation to Fetal Weight: A Study in Tertiary Care Hospital of Odisha’, Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences

Surinati, I.D.A.K. 2011, ‘Perbedaan Berat Badan Lahir pada Ibu Hamil Aterm dengan Anemia dan TidakAnemia di RSUD Wangaya Kota Denpasar’ [Online].Dari :http://www. pps.unud.ac.id Diunduh pada bulan Januari 2017

Tegethoff.et al. 2010, ‘Maternal Psychosocial Stress During Pregnancy and Placenta Weight’, Evidence from a National Cohort Study, PLoS One

World Health Organization (WHO).2013, Infant mortality.Dari :http://www.who.int/gho/child. [Agustus 2016]

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 18-24 BULAN DI KELURAHAN LIMBUNGAN BARU WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP KARYA WANITA KOTA PEKANBARU

Mita Puspitasari*, Yeni Aryani* * Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

Pengetahuan ibu tentang stimulasi perkembangan motorik kasar anak usia 18-24 bulan dapat meningkatkan perkembangan secara optimal pada anak. Di Indonesia sekitar 16% anak usia dibawah 5 tahun mengalami gangguan perkembangan saraf dan otak mulai ringan sampai berat, setiap 2 dari 1000 anak mengalami gangguan perkembangan motorik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang stimulasi perkembangan motorik kasar anak usia 18-24 bulan di Kelurahan Limbungan Baru Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2017. Populasi pada penelitian ini ialah seluruh ibu yang memiliki anak usia 18-24 bulan, dengan jumlah sampel sebanyak 45 ibu. Penelitian ini merupakan pre eksperimen dengan desain pre test dan post test. Teknik sampling yaitu cluster sampling, menggunakan uji Wilcoxon, pada tingkat kemaknaan 95%. Hasil penelitian yaitu sebelum diberikan pendidikan kesehatan nilai rata-rata 17,16, setelah diberikan pendidikan kesehatan nilai rata-rata 23,13, dan ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 18-24 Bulan dengan nilai p =0,000 (α <0,05). Disarankan perlunya pendidikan kesehatan untuk ibu tentang stimulasi perkembangan motorik kasar anak usia 18-24 bulan agar dapat diterapkan dirumah.

Kata kunci : Pengetahuan Ibu, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 18-24 Bulan Daftar Pustaka : 36 (1995-2016)

82

Mita Puspitasari, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu 83

PENDAHULUAN perkembangan pada masa balita Stimulasi merupakan cikal adalah pada aspek motorik kasar. bakal proses pembelajaran anak yang Motorik kasar adalah bagian dari harus dimulai sejak awal kehidupan aktivitas motor yang melibatkan otot- anak tersebut. Anak yang otot besar dan salah satunya mendapatkan stimulasi secara dipengaruhi oleh interaksi orang tua optimal akan lebih cepat berkembang terhadap anak utamanya dalam dibandingkan anak yang kurang atau bentuk stimulasi (IDAI, 2012). tidak mendapatkan stimulasi. Setiap Pendidikan kesehatan adalah keluarga mengharapkan anak yang bentuk serangkaian upaya yang mampu tumbuh dan berkembang ditujukan untuk mempengaruhi secara optimal, baik itu secara fisik, orang lain, mulai dari individu, mental, kognitif, maupun sosial kelompok, keluarga dan masyarakat (Adriana, 2013). dalam mengatasi masalah Masa bayi dan balita kesehatannya melalui kegiatan merupakan periode paling penting pembelajaran agar terlaksananya dalam menentukan kualitas sumber perilaku sehat (Setiawati & daya manusia, pada 5 tahun pertama Dermawan, 2008). Ketidaktahuan proses tumbuh kembang berjalan ibu tentang stimulasi perkembangan dengan cepat. Para ahli mengatakan anak usia 18-24 bulan dapat bahwa masa bayi dan balita disebut mengakibatkan ibu sulit memahami sebagai masa emas “golden age pentingnya stimulasi perkembangan period” khususnya pada usia 0-2 anak usia 18-24 bulan. tahun karena perkembangan otak Pada masa balita yaitu usia 18- mencapai 80%. 24 bulan terjadi kemajuan dalam Survei yang dilakukan United perkembangan motorik kasar dan Nations Children’s Fund (UNICEF) motorik halus, tetapi mengalami menunjukkan bahwa dari 200 juta penurunan dalam kecepatan anak di bawah usia 5 tahun di pertumbuhan (Kemenkes, 2012). negara-negara berkembang di dunia, Menurut Juniarti (2016), bahwasanya lebih dari sepertiganya tidak kemampuan motorik halus terpenuhi potensinya untuk berkembang setelah kemampuan perkembangan (UNICEF, 2006). Di motorik kasar berkembang secara Indonesia sekitar 16% anak usia optimal. dibawah 5 tahun mengalami Penelitian Yusuf, dkk tahun gangguan perkembangan saraf dan 2016 menyebutkan bahwa sebelum otak mulai ringan sampai berat, dilakukan pendidikan kesehatan setiap 2 dari 1000 bayi mengalami mayoritas pengetahuan kurang yaitu gangguan perkembangan motorik sebesar 69,7% dan setelah diberikan (Maria & Andriani, 2009). pendidikan kesehatan mayoritas Perkembangan bayi dan balita pengetahuan baik yaitu sebesar dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu 81,8%. Hasil penelitian menyebutkan malnutrisi kronis berat, stimulasi dini adanya pengaruh pendidikan yang tidak adekuat, defisiensi kesehatan dengan pendekatan yodium, dan anemia defisiensi besi. modelling terhadap pengetahuan ibu Salah satu faktor resiko penting dan dalam menstimulasi tumbuh berhubungan dengan interaksi ibu kembang bayi (Yusuf, 2016). dan anak adalah pemberian stimulasi Data Dinas Kesehatan Provinsi dini (Sulistyawati, 2014). Salah satu Riau tahun 2014 menyatakan bahwa 84 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 82-90 cakupan pelayanan balita pada tahun HASIL PENELITIAN 2014 di Provinsi Riau sebesar 72,6% Karakteristik Responden yang mengalami peningkatan Tabel 1. Distribusi Frekuensi dibandingkan tahun 2013 sebesar Karakteristik Responden di 65,4%. Indikator ini belum Posyandu Kelurahan Limbungan memenuhi target Renstra pada tahun Baru Wilayah Kerja Puskesmas 2014 yang sebesar 90%. Rawat Inap Karya Wanita Kota Berdasarkan survey Pekanbaru Tahun 2017 pendahuluan pada data Dinas Jumlah Persentase Kesehatan Provinsi Riau tahun 2016 No Karakteristik pada triwulan I didapatkan hasil (n) (%) 1. Umur bahwa dari 4 Puskesmas yang 21 46,7 a. 20-30 th melakukan deteksi dini didapatkan 24 53,3 b. >30 th data penyimpangan motorik kasar Jumlah 45 100 balita yaitu Puskesmas Rawat Inap 2. Pekerjaan Karya Wanita dengan persentase a. Tidak Bekerja 34 75,6 0,58%, Puskesmas Garuda 0,09%, b. Bekerja 11 24,4 Puskesmas Payung Sekaki 0,47%, Jumlah 45 100 dan Puskesmas Sidomulyo 0,04%. 3. Pendidikan Dari 4 Puskesmas tersebut, dapat a. SD 3 6,7 dilihat bahwa Puskesmas Rawat Inap b. SMP 5 11,1 Karya Wanita memiliki persentase c. SLTA 22 48,9 penyimpangan motorik kasar yang d. PT 15 33,3 lebih tinggi dari pada 3 Puskesmas Jumlah 45 100 lainnya. 1. Analisis Univariat METODE PENELITIAN Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Jenis penelitian pre eksperimen Responden Sebelum dan Setelah dengan desain pre-post test design. diberikan Pendidikan Kesehatan Penelitian dilakukan pada bulan di Posyandu Kelurahan September 2016 s/d Juli tahun 2017. Limbungan Baru Wilayah Kerja Populasi pada penelitian ini adalah Puskesmas Rawat Inap Karya seluruh ibu yang memiliki anak usia Wanita Kota Pekanbaru Tahun 18-24 bulan di Posyandu Kelurahan 2017 Limbungan Baru wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita No Variabel n Mean SD Range Min Maks Kota Pekanbaru dan sampel 1. Pretest 17,16 3,411 14 9 23 45 sebanyak 45 orang diambil secara 2. Posttest 23,13 1,502 6 19 25 cluster sampling. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan analisa data bivariat menggunakan uji statistik Wilcoxon. Mita Puspitasari, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu 85

2. Analisis Bivariat didapatkan sebelum diberikan Tabel 3. Pengaruh Pendidikan pendidikan kesehatan jawaban benar Kesehatan terhadap Pengetahuan responden tertinggi ialah 18 dengan Ibu tentang Stimulasi jumlah 11 orang, dan setelah Perkembangan Motorik Kasar diberikan pendidikan kesehatan Anak Usia 18-24 Bulan di jawaban benar responden tertinggi Kelurahan Limbungan Baru ialah 24 dengan jumlah 13 orang. Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang Inap Karya Wanita Kota telah diberikan pendidikan kesehatan Pekanbaru tentang stimulasi perkembangan motorik kasar anak usia 18-24 bulan No Variabel n P value telah memahami apa yang telah disampaikan pada saat penyampaian 1. Pretest materi dan demonstrasi yang telah 45 0,000 2. Posttest dilakukan. Meskipun demikian, setelah diberikan pendidikan PEMBAHASAN kesehatan masih ada responden yang (1) Pengetahuan Ibu Sebelum dan jawabannya salah. Hal ini merupakan Setelah diberikan Pendidikan keterbatasan dari penelitian ini, Kesehatan bahwasanya pengetahuan seseorang Dari hasil penelitian tidak akan meningkat sepenuhnya didapatkan bahwa rata-rata dengan satu kali pemberian pengetahuan ibu sebelum diberikan pendidikan kesehatan saja. Hal ini pendidikan kesehatan adalah 17,16 dapat dilihat khususnya pada dengan standar deviasi (SD) 3,411. pernyataan 15, terlihat pada master Hal ini menunjukkan bahwa sebagian tabel yang dicantumkan dilampiran besar responden belum memahami bahwasanya dari 45 responden dengan benar tentang stimulasi terdapat 18 responden yang perkembangan motorik kasar anak jawabannya masih salah. usia 18-24 bulan. Menurut Menurut Widayatun TR Notoatmodjo (2007), pengetahuan (1999:23) menyatakan bahwa setiap merupakan domain yang sangat orang memiliki cara-cara tertentu penting dalam membentuk tindakan dalam menyerap informasi dari luar atau prilaku seseorang. Setelah kedalam memorinya. Sebagian orang diberikan pendidikan kesehatan rata- mudah menyerap informasi dengan rata pengetahuan ibu adalah 23,13 mendengarkan. Mereka belajar dengan standar deviasi (SD) 1,502. dengan menggunakan pendengaran. Terlihat perbedaan nilai mean Selain itu ada juga yang lebih mudah sebelum dan setelah diberikan memahami sesuatu dengan pendidikan kesehatan adalah 5,97. melakukan atau mempraktikkannya. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang Informasi bisa didapat dengan telah diberikan pendidikan kesehatan berbagai cara seperti pendidikan tentang stimulasi perkembangan kesehatan, pelatihan, konseling, motorik kasar anak usia 18-24 bulan majalah. Maka dapat dilihat bahwa telah memahami dengan baik dan peningkatan jawaban benar diharapkan dapat menerapkan responden sesuai dengan pernyataan dirumah. Widayatun,bahwasanya pengetahuan Dari hasil penelitian yang akan meningkat dengan cara dapat dilihat pada tabel lampiran menyerap informasi dari luar. 86 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 82-90

Pada pretest didapatkan hasil Berdasarkan penelitian bahwasanya dari 25 pernyataan, sebelumnya yaitu penelitian terdapat 1 pernyataan yang sebagian Munawarah A, dkk (2015) besar responden tidak mengetahui menyatakan bahwa tingkat hal tersebut, yaitu terletak pada pendidikan juga mempengaruhi pernyataan 16 yang berbunyi “ pengetahuan ibu tentang stimulasi memantau perkembangan balita yang kemudian akan mempengaruhi dilihat dari keaktifan yang berlebih prilaku ibu dalam pemberian pada balita”. Dapat dilihat dari stimulasi pada anak, cara mendidik pernyataan tersebut, bahwasanya dan cara mengasuh anak, serta keaktifan yang berlebih pada anak bagaimana cara memecahkan termasuk kedalam kategori yang masalah. Hasil penelitiannya tidak baik. Menurut Kemenkes menunjukkan bahwa ada hubungan (2012), gangguan pemusatan tingkat pengetahuan ibu tentang perhatian dan hyperaktif (GPHH) perkembangan bayi dengan merupakan gangguan dimana anak pemberian stimulasi perkembangan mengalami kesulitan untuk bayi usia 6-9 bulan di Wilayah Kerja memusatkan perhatian yang Puskesmas Dharmarini Kabupaten seringkali disertai dengan Temanggung Tahun 2014 dengan hiperaktivitas. Hal ini merupakan menggunakan derajat kesalahan 5% salah satu bentuk ketidaktahuan ibu diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05). terhadap perkembangan anak yang optimal. Salah satu faktor yang (2) Pengaruh Pendidikan mempengaruhi ialah kurangnya Kesehatan terhadap Pengetahuan informasi yang didapat oleh ibu. Ibu tentang Stimulasi Maka dari itu, pendidikan kesehatan Perkembangan Motorik Kasar sangat diperlukan untuk mencegah Anak Usia 18-24 Bulan terjadinya penyimpangan perkembangan akibat ketidaktahuan Berdasarkan hasil penelitian ibu tentang perkembangan. yang telah dilakukan dapat dilihat Menurut Saragih (2010), salah bahwa ada pengaruh pendidikan satu faktor yang juga dapat kesehatan terhadap pengetahuan ibu mempengaruhi pengetahuan ialah tentang stimulasi perkembangan tingkat pendidikan. Pendidikan motorik kasar anak usia 18-24 bulan mempengaruhi seseorang dalam di Kelurahan Limbungan Baru menerima informasi yang baru, maka Wilayah Kerja Puskesmas Rawat dapat dikatakan semakin tinggi Inap Karya Wanita Kota Pekanbaru. tingkat pendidikan semakin mudah Rata-rata pengetahuan ibu sebelum seseorang menerima informasi yang diberikan pendidikan kesehatan diberikan. Pada penelitian ini adalah 17,16 dengan standar deviasi didapatkan hasil bahwa sebagian (SD) 3,411. Setelah diberikan besar responden berpendidikan tinggi pendidikan kesehatan rata-rata SLTA yaitu sebanyak 22 orang pengetahuan ibu adalah 23,13 (48,9%) dengan tingkat pengetahuan dengan standar deviasi (SD) 1,502. yang baik terhadap pengetahuan Terlihat perbedaan nilai mean tentang stimulasi perkembangan sebelum dan setelah diberikan motorik kasar anak usia 18-24 bulan pendidikan kesehatan adalah 5,97. setelah diberikan pendidikan Berdasarkan hasil analisa kesehatan. menggunakan uji Wilcoxon pada Mita Puspitasari, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu 87 tingkat kemaknaan 95% diperoleh pendidikan kesehatan. Menurut nilai p=0,000 (p<0,05). Dengan Notoatmodjo (2010) sebagian besar demikian ada pengaruh pendidikan pengetahuan seseorang dipengaruhi kesehatan terhadap pengetahuan ibu oleh panca indera telinga dan mata. tentang stimulasi perkembangan Pada waktu pengindraan dengan motorik kasar anak usia 18-24 bulan sendirinya menghasilkan di Kelurahan Limbungan Baru pengetahuan yang dipengaruhi oleh Wilayah Kerja Puskesmas Rawat intensitas perhatian dan persepsi Inap Karya Wanita Kota Pekanbaru. terhadap objek, begitu pula pada Menurut Widayatun TR penelitian ini para ibu yang telah (1999:23) menyatakan bahwa setiap memahami dengan baik materi yang orang memili}ki cara-cara tertentu disampaikan, dari hasil penelitian dalam menyerap informasi dari luar terlihat memiliki pengetahuan yang kedalam memorinya. Sebagian orang meningkat dari sebelum diberikan mudah menyerap informasi dengan pendidikan kesehatan. mendengarkan. Mereka belajar Ibu yang mendapatkan dengan menggunakan pendengaran. pendidikan kesehatan tentang Selain itu ada juga yang lebih mudah stimulasi perkembangan motorik memahami sesuatu dengan kasar anak usia 18-24 bulan melakukan atau mempraktikkannya. mengalami peningkatan pengetahuan Informasi bisa didapat dengan tentang stimulasi perkembangan berbagai cara seperti pendidikan motorik kasar anak usia 18-24 bulan. kesehatan, pelatihan, konseling, Hal ini sesuai dengan pendapat majalah. menurut Setiawati & Dermawan Hasil penelitian ini sesuai (2008) bahwa pendidikan kesehatan dengan penelitian yang dilakukan adalah bentuk serangkaian upaya oleh Yusuf, dkk (2016) bahwa yang ditujukan untuk mempengaruhi pendidikan kesehatan pada ibu akan orang lain, mulai dari individu, meningkatkan pengetahuan ibu kelompok, keluarga dan masyarakat terhadap perawatan anak dan akan dalam mengatasi masalah mengurangi kesalahan ibu dalam kesehatannya melalui kegiatan merawat dan akan meningkatkan pembelajaran agar terlaksananya perkembangan yang positif. Dengan perilaku sehat. hasil penelitian yaitu sebelum Dengan demikian, hasil dilakukan pendidikan kesehatan penelitian dapat disimpulkan bahwa mayoritas pengetahuan kurang yaitu ada pengaruh pendidikan kesehatan sebesar 69,7% dan setelah diberikan terhadap pengetahuan ibu tentang pendidikan kesehatan mayoritas stimulasi perkembangan motorik pengetahuan baik yaitu sebesar kasar anak usia 18-24 bulan di 81,8% dengan uji statistik didapatkan Kelurahan Limbungan Baru Wilayah nilai p=0,000. Kerja Puskesmas Rawat Inap Karya Tahap berikut dari pendidikan Wanita Kota Pekanbaru. kesehatan adalah tahap reproduksi, yaitu terjadinya pengaktifan kembali KESIMPULAN hal-hal yang telah dicamkan 1. Mayoritas ibu berusia >30 tahun sebelumnya. Pada tahap ini terjadi yaitu sebanyak 24 orang (53,3%), proses mengingat kembali dan dapat mayoritas responden tidak bekerja menginterpretasikan materi yang yaitu sebanyak 34 orang (75,6%), telah disampaikan pada saat dan mayoritas responden dengan 88 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 82-90

pendidikan SLTA yaitu sebanyak dapat menggunakan laporan akhir 22 orang (48,9%). ini sebagai bahan bacaan serta 2. Sebelum diberikan pendidikan referensi bagi para peneliti yang kesehatan adalah nilai rata-rata lain dan dapat dijadikan sebagai responden 17,16 dengan standar bahan penunjang penelitian lebih deviasi (SD) 3,411. lanjut. 3. Setelah diberikan pendidikan kesehatan adalah nilai rata-rata DAFTAR PUSTAKA responden 23,13 dengan standar Adriana. D. (2013). Tumbuh deviasi (SD) 1,502. Kembang dan Terapi Bermain 4. Dilihat dari hasil uji Wilcoxon pada Anak. Jakarta: Salemba didapatkan bahwa ada pengaruh Medika. pendidikan kesehatan terhadap Andriani, Merryana, Maria, F. N., pengetahuan ibu tentang stimulasi 2009. Hubungan Pola Asuh, perkembangan motorik kasar anak Asih, Asah dengan Tumbuh usia 18-24 bulan di Kelurahan Kembang Balita Usia 1-3 Limbungan Baru Wilayah Kerja Tahun. The Indonesian Journal Puskesmas Rawat Inap Karya Of Public Health. Vol. 6. No. 1. Wanita Kota Pekanbaru dengan Juli 2009:24-29.Dikutip nilai p value=0,000 (α <0,05). tanggal 10 April 2016 Bararah, T dan Jauhar, M. 2010. SARAN Asuhan Keperawatan Panduan 1. Teoritis Lengkap Menjadi Perawat Disarankan bagi peneliti Profesional. Jakarta: Prestasi selanjutnya agar dapat menjadikan Pustakaraya. hasil penelitian ini sebagai bahan Dewi. (2014). Perkembangan Anak tambahan informasi untuk Balita. Surabaya mengembangkan penelitian Dinkes Prov. Riau, 2014. Profil selanjutnya tentang pengaruh Kesehatan Provinsi Riau. pendidikan kesehatan terhadap Dinkes Prov. Riau, 2016. pengetahuan ibu tentang stimulasi Edelman, C. L., & Mandle, C. L. perkembangan motorik kasar anak 2006. Health Promotion usia 18-24 bulan. Throughout The Life Span, sixt 2. Aplikatif edition. Sr. Loius, Missoury: Bagi ibu yang memiliki Mosby anak usia 18-24 bulan diharapkan Effendy. N. (2007). Dasar- dasar selalu memberikan stimulasi Keperawatan Kesehatan perkembangan motorik kasar Masyarakat. Edisi II. Jakarta: kepada anaknya, agar anak dapat EGC. berkembang secara optimal. Bagi Hartinger, S. M., et al (2016). Impact petugas kesehatan di Puskesmas of a Child Stimulation Rawat Inap Karya Wanita Kota Intervention On Early Child Pekanbaru diharapkan dapat Development In Rural Peru. memberikan bantuan Alat Published on September 9, Permainan Edukatif (APE) ke 2016. posyandu untuk membantu dalam Hidayat, A. A. A. 2014. Metode proses stimulasi balita, sehingga Penelitian Kebidanan dan orang tua dapat menangani sejak Teknik Analisis Data. Jakarta: dini dan bagi pendidikan agar Salemba Medika. Mita Puspitasari, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu 89

IDAI. 2002. Tumbuh Kembang Anak ed.). New York: McGraw-Hill, dan Remaja. Sagung Seto, Inc. Jakarta. Rankin, S., & Stallings, K., (2001). , 2012. Tumbuh Patient Education. Principles Kembang Anak dan Remaja. and Practice. 4 th edition. Sagung Seto, Jakarta. Philadelphia. : Lippincott Juniarti, F. (2016). Perkembangan Wilkams and Wilkins. Anak Usia Dini dan Cara Rehman. A. U , Kazmi. S. F, Munir, Praktis Peningkatannya. F. 2016. Mothers’ Knowladge Kemenkes. (2012). Pedoman about Child Development. 40 Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi (3): 176-81. Dikutip tanggal 2 dan Intervensi Dini Tumbuh Januari 2017 Kembang Anak di Tingkat Riyadi, S & Sukarmin, 2009. Asuhan Pelayanan Kesehatan Dasar. Keperawatan pada Anak. Machfoedz I., Suryani E. 2006. Yogyakarta: Graha Ilmu. Pendidikan Kesehatan Bagian Riyanto A, SKM. M. Kes. 2011. Dari Promosi Kesehatan. F Pengolahan dan Analisis Data Tranaya: Yogyakarta. Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Munawarah A, dkk. 2015. Hubungan Medika Tingkat Pengetahuan Ibu Saragih, FS. 2010. Pengaruh Tentang Perkembangan Bayi Penyuluhan terhadap Dengan Pemberian Stimulasi Pengetahuan dan Sikap Ibu Perkembangan Bayi Usia 6-9 tentang Makanan Sehat dan Bulan Di Wilayah Kerja Gizi Seimbang di Desa Merek Puskesmas Dharmarini Jaya Kecamatan Raya Kabupaten Temanggung Tahun Kabupaten Simalungun. 2014. Vol 4. No. 8. April 2015: Skripsi. Fakultas Kesehatan ISSN 2089-7669. Dikutip Masyarakat. Universitas tanggal 10 April 2016 Sumatera Utara. Medan. Notoadmojo. S, 2010. Ilmu Prilaku Dikutip tanggal 10 April 2016 Kesehatan. Jakarta: Rineka Setiawati, S., & Dermawan, A. C. Cipta. (2008). Proses Pembelajaran , 2003. Pendidikan dalam Pendidikan Kesehatan. dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media. Jakarta: Rineka Cipta. Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang Anak. FK , 2010. Metodologi Universitas Udayana. Bali: Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC. Bab Penelitian Rineka Cipta. Pertumbuhan dan , 2005. Promosi Perkembangan. Kesehatan Teori dan Aplikasi. Sugiarto, 2003. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Jakarta: PT Gramedia Pustaka , 2012. Promosi Utama. Kesehatan dan Prilaku Sulistyawati, A. 2014. Deteksi Kesehatan. Jakarta: Rineka Tumbuh Kembang Anak. Cipta. Jakarta: Salemba Medika. Papalia, D. E. & Olds, S. W (1995). Susilaningrum. R, dkk. 2013. Asuhan Human Development (sixth Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika. 90 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 82-90

UNICEF. 2006. Programming Experiences in Early Child Development. New York: Early Child Development Unit Press. Wahyuni. (2014). Dampak Program Bina Keluarga (BKB) terhadap Tumbuh Kembang Anak Balita 6-24 Bulan. Widayatun, T. R. Ilmu Perilaku Untuk Perawat. Bandung: Sagung Seto, 1999. Yusuf, Y., Rompas, S., & Babakal, A. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Pendekatan Dengan Metode Modelling Terhadap Pengetahuan Ibu Dalam Menstimulasi Tumbuh Kembang Bayi 0-6 Bulan Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Tomalou Kota Tidore Kepulauan. Ejournal Keperawatan, 4(1). Dikutip tanggal 10 April 2016