Tradisi Jujuran Pada Praktek Peminangan Masyarakat Banjar Di Kel
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
TRADISI JUJURAN PADA PRAKTEK PEMINANGAN MASYARAKAT BANJAR DI KEL. TEMBILAHAN HULU KEC. TEMBILAHAN HULU KAB. INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU TESIS Oleh: Zuniar Fadhilul Amin NIM. 503180024 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PONOROGO PASCASARJANA 2021 i ABSTRAK ZUNIAR FADILUL AMIN, Tradisi Jujuran Pada Peminangan Masyarakat Banjar Di Kel. Tembilahan Hulu Kec. Tembilahan Hulu Kab. Indragiri Hilir Provinsi Riau. Tesis, Program Studi Ahwal Syakhshiyyah, Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing: Dr. Aksin, S.H. M.Ag. Kata kunci : Peminangan, Jujuran, Hukum Islam, Antropologi. Peminangan adalah tahapan yang dilakukan sebelum pernikahan. Di Kel. Tembilahan Hulu Kec. Tembilahan Hulu Kab. Indragiri Hilir Provinsi Riau, ada praktek peminangan yang dilakukan masyarakat Banjar yang disebut dengan jujuran. Dalam peminangan tersebut, pihak mempelai laki- laki harus membayar sejumlah uang yang ditentukan pihak mempelai perempuan. Apabila uang tersebut tidak terpenuhi, maka pernikahan bisa batal. Berangkat dari latarbelakang masalah tersebut, rumusan masalah yang diteliti oleh penulis adalah pertama, Bagaimana praktek jujuran masyarakat Banjar di Kelurahan Tembilahan Hulu Kecamatan Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau ? Kedua, Faktor apa saja yang melatar belakangi tradisi jujuran dimasyarakat banjar terus dilakukan ? Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian lapangan (field research) yang menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui interview (wawancara). Setelah data diperoleh, dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dengan pendekatan kualitatif. Berangkat dari pokok permasalahan diatas, penulis menyimpulkan bahwa: pertama, menurut kebudayaan, tradisi ii jujuran mencangkup 3 wujud kebudayaan, yaitu (a) Tradisi jujuran berwujud ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, karena ada sangsi yang diberikan kepada masyarakat yang menyimpang dari adat tersebut. (b) Tradisi jujuran berbentuk kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, karena tradisi jujuran merupakann aktivitas yang dilakukan masyarakat banjar sebelum melakukan sebuah prminanngan dan aktifitas tersebut dilakkukan secara berulang-ulang. (c) Tradisi jujuran merupakan hasil dari pikiran manusia yaitu adat tradisi tersebut. Kedua, anggota masyarakat Banjar di Kelurahan Tembilahan Hulu Kecamatan Tembilahan Hulu Kabupaten Indragir Hilir Provinsi Riau melaksanakan tradisi tersebut dengan tiga macam alasan yang berbeda, yaitu: (a) Mereka mengikuti tradisi Jujuran karena komitmen masyarakat banjar dalam melestarikan tradisi nenek moyang mereka. (b) Tradisi jujuran dipertahankan karena “keterpaksaan”. Kewajiban disini untuk memberikan hukuman apabila tidak mentaati tradisi tersebut memungkinkan pernikahan akan dibatalkan. (c) Alasan terakhir yaitu masyarakat mengikuti tradisi jujuran dikarenakan tradisi tersebut hanyalah sebagian prosesi dalam peminangan masyarakat Banjar. iii ABSTRACT ZUNIAR FADILUL AMIN, Tradition of Honesty in the Marriage of the Banjar Community in Kel. Tembilahan Hulu Kec. Tembilahan Hulu Kab. Indragiri Hilir, Riau Province. Thesis, Ahwal Syakhshiyyah Study Program, Postgraduate Program, State Islamic Institute (IAIN) Ponorogo. Advisor: Dr. Aksin, S.H. M.Ag. Keywords: Marriage, Jujuran, Islamic Law, Anthropology. The marriage is the stage that is carried out before the wedding. In Ex. Tembilahan Hulu Kec. Tembilahan Hulu Kab. Indragiri Hilir, Riau Province, there is a marriage practice which is called jujuran. Where in the marriage, the groom must pay an amount determined by the bride. And if the money is not fulfilled, the marriage can be canceled. Departing from the background of this problem, the formulation of the problem examined by the author is first, How is the jujut practice of the Banjar community in Tembilahan Hulu Village, Tembilahan Hulu District, Indragiri Hilir Regency, Riau Province? Second, what are the factors behind the continued practice of the jujuran tradition in the Banjar community? The type of research that researchers do is field research using qualitative research methods with data collection techniques through interviews (interviews). After the data was obtained, it was analyzed using the deductive method with a qualitative approach Departing from the main problems above, the authors conclude that: first, according to culture, the tradition of jujuran includes 3 forms of culture, namely (a) The iv tradition of jujuran is in the form of ideas, ideas, values, norms, regulations, because there are sanctions given to people who deviate from custom the. (b) The jujuran tradition is in the form of activities carried out continuously, because the jujuran tradition is an activity carried out by the banjar community before carrying out a program and these activities are carried out repeatedly. (c) The jujuran tradition is the result of the human mind, namely the traditional customs. Second, members of the Banjar community in Tembilahan Hulu Subdistrict Tembilahan Hulu District, Indragir Hilir Regency, Riau Province carry out this tradition for three different reasons, namely: (a) They follow the Jujuran tradition because of the commitment of the banjar community in preserving the traditions of their ancestors. (b) The jujuran tradition is maintained because of "compulsion". The obligation here to provide punishment if not obeying these traditions allows the marriage to be canceled. (c) The last reason is that the community follows the jujuran tradition because this tradition is only a part of the procession of the Banjar community. v vi vii viii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Islam terdapat adap serta akhlak ketika bersosialisasi dan mengenalkan diantara pria dengan wanita. Secara umum,1 Pertama proses pengenalan terlebih dahulu atau (ta’aruf). Kedua, proses khit}bah, yaitu meminang atau lamaran. “Peminangan” besumber dari bahasa “pinang, meminang”. Meminang berarti melamar atau dalam istilah Arab disebut “khit}bah”. Dalam artian meminang yaitu mengatakan keinginan nikah pihak pria ke perempuan begitu pula pihak perempuan dapat mengungkapkan hal yang sama2.. Peminangan dengan cara ini diijinkan dalam Islam bagi anak perempuan atau janda yang telah menyelesaikan iddahnya, kecuali bagi wtanita yang dalam masa “iddah ba’in”, sebaiknya melalui kiasan.3 1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), 23. 2 Abd. Rahman Ghazaly, fiqh Munakahat, (Bogor: Pernada Media, 2003), 73-74. 3 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 146. 1 Wanita yang dalam masa “iddah raj’iyah” hukum meminangnya haram. Sebab wanita yang berada dalam masa iddah ini bersetatus istri sah pria yang menceraikanya. Serta dilarang melamar wanita yang dalam lamaran orang lain. Pnulis menyadari terdapat tradisi perkawinan pada masyarakat Banjar Indragiri Hilir Riau serta tradisi jujuran. Dari bermacam-macam peristiwa yang telah terjadi, bisa dipahami keyakinan memiliki arti dan tujuan, bagaimanapun bentuk yang terlihat dalam sejarahnya dan makna adat tersebut.4 Sebagian besar masyarakat Banjar di Indragiri Hilir Riau masih menjadikan adat peminangan sebagai pedoman mereka, dan mayoritas agama mereka adalah Isilam. Dalam khit}bah (perkawinan) yang dilakukan oleh masyarakat Banjar di Indragirihilir Riau, dimana dalam khit}bah calon mempelai pria membawa anggota keluarganya untuk meminang. Di sini, apabila prosesi perkawinan dilaksanakan menurut hukum Islam, ada persyaratan tambahan yaitu pembayaran uang jujuran 4 Ach. Nadlif dan M. Fadhun, Tradisi Keislaman Dilengkapi Dalil Al- Qur’an, Al-Hadist dan Do’a, (Surabaya: Al-miftah, t.th), 86. 2 (uang yang harus dibayarkan untuk biaya pesta, kamar bulan madu, dan lainnya). Selain itu pemberian uang jujuran ditentukan oleh tingkat pendidikan calon mempelai wnita yang akan menikah. Calon pengantin yang hanya tamat SD tidak akan dibayar sama dengan calon pengantin yang sudah strata-2 (S2) bahkan strata-3 (S3). Hal itu tergantung dari keluarga calon mempelai wanita ketika calon mempelai laki-laki hendak meminangnya. Disitulah ada kesepakatan antara keduabelah pihak mengenai besaran jujuran yang akan dibayar oleh calon pengantin pria. Jika sudah tercapai kesepakatan antara keduabelah pihak, maka pinangan dari calon mempelai pria diterima. Dan jika calon pengantin pria tidak dapat memberikan uang tersebut, maka pinangan tidak diterima atau gagal dan pernikahan tidak bisa berlangsung. Kecuali orangtua calon mempelai wanita memaklumi dan dapat mengerti keadaan calon mempelai pria serta hanya meminta sesuai kesanggupan calon mempelai pria, maka pernikahanpun bisa dilaksanakan. Adapun jika orangtua calon mempelai wanita tidak mau mengerti keadaan calon mempelai pria maka biasanya terjadi kesepakatan diantara kedua calon mempelai diluar 3 sepengetahuan keluarga, kesepakatan itu berupa setengah atau sebagian uang jujuran yang tidak bisa diberikan calon mempelai pria, maka akan di penuhi menggunakan uang dari calon mempelai wanita. Haltersebut jika dikaitkan dengan tradisi masyarakat Banjar, presepsi masyarakatpun beranggapan bahwa tredisi ini adalah simbol kesepakatan dan keyakinan pihak wanita akan calon pengantin peria serius dengan lamarannya terhadap calon pengantin wanita. Hal tersebutlah yang diinginkan masyarakat secara sosial sebagaimana maksut dari adat tersebut. Terdapat beberapa alasan pemilihan masyarakat Banjar Indragiri Hilir Riau sebagai subjek observasi ini, diantaranya bahwa observasi tersebut belum pernah diteliti dan tradisi