Bab Iv. Profil Kabupaten Indragiri Hilir

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Iv. Profil Kabupaten Indragiri Hilir Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) BAB IV. PROFIL KABUPATEN INDRAGIRI HILIR 4.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRATIF WILAYAH Kabupaten Indragiri Hilir terletak di sebelah Timur Provinsi Riau atau pada bagian Timur pesisir Pulau Sumatera. Secara resmi terbentuk pada tanggal 14 Juli 1965 sesuai dengan tanggal ditanda-tanganinya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1965. Karena letak posisi Kabupaten Indragiri Hilir di pantai Timur pesisir Pulau Sumatera, maka Kabupaten ini dapat dikategorikan sebagai daerah pantai. Panjang garis pantai Kabupaten Indragiri Hilir adalah 339.5 Km dan luas perairan laut meliputi 6.318 Km² atau sekitar 54.43 % dari luas wilayah. Kabupaten Indragiri Hilir yang merupakan bagian wilayah Provinsi Riau, memiliki luas wilayah 1.367.551 Ha, dengan jumlah pulau-pulau kecil sebanyak 25 pulau. Secara geografis terletak pada posisi 00 36’LU ―10 07’ LS dan 1040 10’ ― 1020 32’ BT. Adapun batas wilayah administrasi Kabupaten Indragiri Hilir adalah sebagai berikut : ❖ Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan; ❖ Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Provinsi Jambi) ❖ Sebelah barat berbatsan dengan Kabupaten Indragiri Hulu; dan ❖ Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Lingga (Provinsi Kepulauan Riau). Berdasarkan letak dan posisinya yang startegis, keberadaan Kabupaten Indragiri Hilir di Pantai Timur Sumatera memiliki prospek yang cukup tinggi bagi pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi, karena posisinya yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan seperti Batam dan Karimun, serta berada di wilayah perairan yang mampu mengakses berbagai wilayah dalam maupun luar negeri. Hal ini merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadikan Kabupaten Indragiri Hilir sebagai “Pintu gerbang Timur Sumatera “ dalam berbagai aktifitas pembangunan. Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah pantai dan rawa pasang surut dengan penyebaran sungai hampir di seluruh kecamatan. Disamping sungai, selat dan terusan juga terdapat parit-parit untuk mengendalikan arus air pada saat pasang surut, kondisi ini menggambarkan karakteristik wilayah ini yang juga lebih dikenal dengan sebutan “Negeri Seribu Parit”. Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 28 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 29 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) Untuk lebih jelasnya mengenai luas dan presentase wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel IV-1. Luas dan Presentase Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2011 No. Kecamatan Luas (Has) Persentase (%) 1. Keritang 94.642 6,92 2. Reteh 53.183 3,89 3. Enok 44.941 3,29 4. Tanah Merah 47.660 3,49 5. Kuala Indragiri 71.495 5,23 6. Tembilahan 15.164 1,11 7. Tempuling 75.287 5,51 8. Batang Tuaka 39.118 2,86 9. Gaung Anak Serka 64.995 4,75 10. Gaung 207.617 15,18 11. Mandah 174.273 12,74 12. Kateman 48.781 3,57 13. Kemuning 104.984 7,68 14. Tembilahan Hulu 13.899 1,02 15. Pulau Burung 58.050 4,24 16. Pelangiran 85.396 6,24 17. Teluk Balengkong 42.774 3,13 18. Concong 26.348 1,93 19. Kempas 58.453 4,27 20. Sungai Batang 40.489 2,96 Jumlah 1.367.551 100,00 Sumber : Draft RTRW INHIL 2011-2031 4.2. KONDISI TOPOGRAFI Sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan dataran rendah, yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa dengan tanah gambut (peat), dan daerah hutan payau (mangrove). Selain itu, wilayahnya juga terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil. Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir rata-rata memiliki ketinggian 0 – 3 Meter di atas permukaan laut. Daerah yang landai ini sebagian besar terletak di dekat pantai atau sungai. Sedangkan sebagian kecilnya 6.69 % berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 6 - 35 meter dari permukaan laut yang terdapat dibagian selatan Sungai Reteh, Kecamatan Keritang. Daerah ini termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 30 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 31 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) Secara fisiografinya, wilayah Kabupaten Indragiri Hilir terbelah-belah oleh beberapa sungai, terusan, sehingga membentuk gugusan pulau-pulau. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa kemiringan lereng wilayah Kabupaten Indragiri Hilir di dominasi oleh kemiringan 0 – 2 %, seluas 1.298.763 Ha (94.97 %), kemiringan 3 - 5 % seluas 9.710 Ha (0.71 %), kemiringan 16 - 40% seluas 21.197 Ha (1.55 %) dan kemiringan di atas 40 % seluas 37.744 Ha (2.76 %). Sedangkan khusus kondisi topografi untuk Kawasan Kuala Enok didominasi oleh lahan dengan kemiringan 0 – 8 %. 4.3. KONDISI GEOHIDROLOGI Pada umumnya keadaan hidrologi di Kabupaten Indragiri Hilir ditentukan oleh perbedaan topografi terutama antara perbukitan, dataran maupun perairan. Keadaan hidrologi di Kabupaten Indragiri Hilir pada dasarnya mempunyai potensi perairan yang cukup luas serta daratan yang dapat dikembangkan usaha budidaya perikanan, berpeluang bagi investor untuk menanamkan investasi baik di bidang penangkapan khususnya di perairan lepas pantai dan dibidang budidaya perikanan (tambak, keramba, budidaya kerang Anadara dan kolam). Disamping sungai-sungai dan selat, di Kabupaten Indragiri Hilir banyak terdapat parit-parit baik keberadaannya secara proses alami atau yang dibuat manusia, sehingga Kabupaten Indragiri Hilir disamping terkenal dengan julukan Negeri Sri Gemilang, juga di kenal sebagai Negeri Seribu Parit. Untuk sumberdaya air di wilayah kabupaten Indragiri Hilir terdiri dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan meliputi air rawa, air sungai dan parit. Air tanah terdiri dari air tanah bebas/unconfined ground water dan air tanah agak tertekan / semiconfined groundwater. Penentuan potensi ditentukan berdasarkan kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas sumberdaya air terutama ditentukan berdasarkan pengamatan lapangan di samping dari data yang terhimpun dari penelitian terdahulu. Di Kabupaten Indragiri Hilir terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) dari pesisir Selatan ke arah Utara, yaitu DAS Reteh Gangsal, DAS Indragiri Tuaka, DAS Gaung Anak Serka, DAS Batangtumu, dan DAS Guntung Kateman. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran kondisi hidrologi Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada peta dibawah ini. Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 32 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 33 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) 4.4. KONDISI GEOLOGI Berdasarkan sejarah geologi, wilayah kabupaten Indragiri Hilir merupakan jalur cekungan sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan tektonik bumi yang menyebar luas dan berbentuk morfologi pendataran. Morfologi pendataran ini biasanya memiliki bentuk sungai berbelok-belok dan membawa pasokan material sedimen dari hulu ke hilir. Sedimen-sedimen tersebut akhirnya terperangkap bersama media air pada cekungan-cekungan. Tanah pada cekungan tersebut ditumbuhi oleh mangrove (hutan bakau) sebagai sumber daya hayati pada ekosistem rawa dan hutan dataran rendah. Dalam jangka waktu skala geologi, cekungan-cekungan dan sumberdaya hayati di atasnya tersebut mengalami penurunan untuk mencari keseimbangan akibat adanya gaya-gaya tektonik dan pembebanan. Kemudian tertutup kembali oleh sedimen yang terus memasoknya dan kejadian ini berulang terus hingga sekarang. Sumberdaya hayati yang terperangkap dan tertutup sedimen pada masa muda akhirnya membentuk suatu endapan rawa dari tanah gambut. Sementara proses-proses ini terus berlangsung, endapan gambut yang sudah berumur lebih dewasa dapat disebut sebagai batubara muda. Jadi gambut dapat dianggap sebagai tahapan awal pembentukan batubara. Endapan batubara yang mengalami pembebanan hingga jangka waktu skala geologi sampai suatu saat berubah menjadi lempung hitam dapat dianggap sebagai sumber minyak bumi yang mengalami pencucian atau leaching. Hasil pencucian tersebut akhirnya terjebak dalam suatu batuan perangkap minyak bumi. Akhirnya minyak bumi tersebut disebut sebagai bahan bakar energi fosil karena asalnya berasal dari sumberdaya hayati yang telah terjebak menjadi fosil-fosil. Berdasarkan hal di atas, maka unit-unit karakteristik geologi yang diterjemahkan dalam geologi lingkungan merupakan satu kesatuan utuh yang meliputi tektonika, batuan, tanah, struktur, bentang alam dan hidrogeologi. Keadaan geologi lingkungan tersebut sangat mempengaruhi sistem sungai-sungai besar dan kecil, yang selanjutnya berdampak terhadap bentuk formasi pesisir pantai, ekologi rawa, kualitas air sungai dan laut, penyebaran kenekaragaman hayati, dan pemanfaatan sumberdaya pesisir oleh manusia. Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) 34 | P a g e Kabupaten Indragiri Hilir 2015-2019 Laporan Final RPI2-JM KABUPATEN INHIL (2015-2019) Wilayah kabupaten Indragiri Hilir dibentuk oleh sebagian dari dataran alluvium Sumatera Timur yang sangat luas. Dataran alluvium tersebut sebagian berupa rawa yang terbentuk sebagai akibat kenaikan muka
Recommended publications
  • Smuggling Cultures in the Indonesia-Singapore Borderlands
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Sydney eScholarship This is an Accepted Manuscript of a book chapter published by Amsterdam University Press as: Ford, M., Lyons, L. (2012). Smuggling Cultures in the Indonesia-Singapore Borderlands. In Barak Kalir and Malini Sur (Eds.), Transnational Flows and Permissive Polities: Ethnographies of Human Mobilities in Asia, (pp. 91-108). Amsterdam: Amsterdam University Press. Smuggling Cultures in the Indonesia-Singapore Borderlands Michele Ford and Lenore Lyons The smuggling will never stop. As long as seawater is still seawater and as long as the sea still has water in it, smuggling will continue in the Riau Islands. Tengku Umar, owner of an import-export business Borders are lucrative zones of exchange and trade, much of it clandestine. Smuggling, by definition, 'depends on the presence of a border, and on what the state declares can be legally imported or exported' (Donnan & Wilson 1999: 101), and while free trade zones and growth triangles welcome the free movement of goods and services, border regions can also become heightened areas of state control that provide an environment in which smuggling thrives. Donnan and Wilson (1999: 88) argue that acts of smuggling are a form of subversion or resistance to the existence of the border, and therefore the state. However, there is not always a conflict of interest and struggle between state authorities and smugglers (Megoran, Raballand, & Bouyjou 2005). Synergies between the formal and informal economies ensure that illegal cross-border trade does not operate independently of systems of formal regulatory authority.
    [Show full text]
  • Micro, Smal Empowerme Hilir Re Ll And
    International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET) Volume 9, Issue 13, December 2018, pp.1641–1650, Article ID: IJCIET_09_13_1163 Available online at http://iaeme.ccom/Home/issue/IJCIET?Volume=9&Issue=13 ISSN Print: 0976-6308 and ISSN Online: 0976-6316 ©IAEME Publication Scopus Indexed MICRO, SMALL AND MEDIUM ENTEERPRISES EMPOWERMEENT MODEL IN THE INDRAGIRI HILIR REEGENCY, RIAU PROVINCE, INDONESIA Prof. Zulkarnain Director of Graduate Program of Riau University Sri Indarti Dean of Faculty of Economic and Business of Riau University Samsir Lecturer, Faculty of Economic and Business of Riau University Alvi Purwanti Lecturer, Facullty of Economic and Business of Riau University ABSTRACT The aim of this study is to formulate the empowerment model of MSMEs in the Indragiri Hilir Regency, Riau, Indonesia. The population in this study iis all MSMEs in the Indragiri Hilir Regenccy, which amounts to 58.620 business units which spread to 20 sub-districts. Meanwhille, the sample is determined in 10 sub-districts which consist of Tembilahan sub-distrrict, Tembilahan Hulu, Kempas, Tempulling, Kateman, Pelangiran, Gaung, Gaung Anak Serka, Reteh, Keritang. Based on the results of internal and external analysis of MSME in the Indragiri Hilir Regency is in a moderate or average commpetitive position. While the strategic positioon of MSME is based on business attractiveness which has a high position and the relative competitive strength is in tthe average position. The MSME empowerment model in the Indragiri Hilir Regency coc nsists of three dimensions such as external factors that include the role of government, the role of State-owned Enterprises/ Private-owned Enterprises, the role of Non-Bank Financial Institutions / Cooperatives / NGO’s and the role of higher education.
    [Show full text]
  • Case Study of Riau Province, the Original Districts of Kampar and Indragiri Hulu1
    DRAFT The Effect of Indonesia’s Decentralisation on Forests and Estate Crops: Case Study of Riau Province, the Original Districts of Kampar and Indragiri Hulu1 Lesley Potter and Simon Badcock DISCLAIMER: This report is a DRAFT that is currently under review for publication by the Center for International Forestry Research (CIFOR). The editors anticipate that the report will be revised further before it is published. CIFOR has decided to make this draft available in its present form in order to ensure that the information contained is readily accessible to individuals and organizations involved in Indonesia’s ongoing decentralization process. The opinions expressed in the report are the views of the author(s) and do not necessarily represent the official policy or position of CIFOR. CENTER FOR INTERNATIONAL FORESTRY RESEARCH (CIFOR) Office address: Jalan CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor 16680, Indonesia Mailing address: P. O. Box 6596 JKPWB, Jakarta 10065, Indonesia Tel.: +62 (251) 622622; Fax.: +62 (251) 622100 E-mail: [email protected] Website: http://www.cifor.cgiar.org 1 Comments may be sent to the authors at [email protected] and [email protected] DRAFT – OCTOBER 16, 2001 1 PART 1 RIAU PROVINCE: RESOURCES AND LAND USE 1.1 THE STUDY AND ITS MAJOR FINDINGS From 1 January 2001, the Indonesian government implemented a policy of regional autonomy and decentralisation. The provincial and district governments have been handed responsibility to raise revenues locally to fund regional activities and development. The centre has retained some revenue raising powers and full details of the process of devolution have yet to be fully spelt out.
    [Show full text]
  • The Effects of Indonesia's Decentralisation on Forests and Estate Crops: Case Study of Riau Province, the Original Districts
    cvr_all case 7/31/02 2:05 PM Page 4 (1,1) case studies Case Studies on Decentralisation and Forests in Indonesia 6 & 7 The Effects of Indonesia's Decentralisation on Forests and Estate Crops in Riau Province: Case Studies of the Original Districts of Kampar and Indragiri Hulu Lesley Potter and Simon Badcock AUSTRALIAN CENTRE FOR INTERNATIONAL AGRICULTURAL RESEARCH CIFOR REPORTS ON DECENTRALISATION AND FORESTS IN INDONESIA Synthesis of Major Findings Barr, C. and Resosudarmo, I.A.P. 2002. Decentralisation of forest administration in Indonesia: Implications for forest sustainability, community livelihoods, and economic development. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. District and Provincial Case Studies Case Study 1. McCarthy, J.F. 2001. Decentralisation, local communities and forest management in Barito Selatan District, Central Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 2. McCarthy, J.F. 2001. Decentralisation and forest management in Kapuas District, Central Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 3. Barr, C., Wollenberg, E., Limberg, G., Anau, N., Iwan, R., Sudana, I.M., Moeliono, M., and Djogo, T. 2001. The impacts of decentralisation on forests and forest-dependent communities in Malinau District, East Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 4. Casson, A. 2001. Decentralisation of policies affecting forests and estate crops in Kutai Barat District, East Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 5. Casson, A. 2001. Decentralisation of policymaking and administration of policies affecting forests and estate crops in Kotawaringin Timur District. Central Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Studies 6 and 7.
    [Show full text]
  • Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Ri Di Kabupaten Kepulauan Meranti
    SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN RI DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI EDITOR: Dr. Ellya Roza, M.Hum NARASUMBER Ketua : Dr, Ellya Roza, M.Hum Anggota : Prof. Suwardi MS S.Berrein SR Dra.Maliha Azis Drs. Kamaruddin Omar, M.Si Dr. Sudirman Shomary, MA. Hasanuddin Endang YAYASAN PUSAKA PEKANBARU 2013 EDITOR: ELLYA ROZA SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN RI DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI YAYASAN PUSAKA RIAU 2013 ii SEKAPUR SIRIH EDITOR Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah Swt akhirnya sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di Kabupaten Kepulauan Meranti dapat terungkap. Tentunya salawat dan salam tidak pernah dilupakan dan hanya diperuntukkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah memberikan sesuatu yang amat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia di atas bumi ini sehingga manusia sebagai makhluk yang berakal akan selalu mengingat perjuangan yang telah dilakukan oleh masyarakat sebelumnya. Terima kasih kami haturkan kepada narasumber yang telah menyumbangkan pikirannya dalam bentuk tulisan sebagaimana yang tersaji di dalam buku ini. Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan dari kertas kerja yang disampaikan pada kegiatan Seminar Penyusunan Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Kabupaten Kepulauan Meranti yang telah diselenggarakan dua tahun yang lalu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti khususnya Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga. Seminar dimaksud dilaksanakan pada tanggal 18 November 2011 di Hotel Grand Meranti Selat Panjang. Sehubungan dengan kegiatan tersebut, maka kami ingin dan bermaksud agar tulisan dan informasi yang telah didapatkan dari berbagai narasumber dapat dibaca dan diketahui oleh masyarakat hendaknya. Oleh karena itu, maka tulisan-tulisan narasumber tersebut dikumpulkan dan dijadikan menjadi sebuah buku agar bermanfaat nantinya bagi masyarakat Meranti dan generasi muda Meranti khususnya. Kami sampaikan bahwa data yang tersaji dalam buku ini barulah sebatas data pemula saja karena untuk mengungkapkan ii iii sebuah perjuangan komunitas di suatu wilayah memerlukan waktu yang cukup lama.
    [Show full text]
  • Rpijm Kabupaten Kepulauan Meranti
    RPIJM KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI BAB III – ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya. Terdapat beberapa arahan pembangunan Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang yang termuat didalam Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Renstra Ditjen Cipta Karya 2015-2019. 3.1.1.1. RPJMN 2015-2019 RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita). Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan jangka panjang, periode 2015- 2019 menjadi sangat penting karena merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh untuk mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan bertransformasi dari kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju dengan penghasilan per kapita yang cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan III - 1 RPIJM KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI masyarakat memiliki keharmonisan antar kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan IPTEK dan bergerak menuju kepada keseimbangan antar sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Maka dari itu, ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”. Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi pembangunan 2015-2019 adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi.
    [Show full text]
  • Purfleet Traceability Summary - Supplies January 2020 – December 2020
    Pura Foods Ltd. - Purfleet Traceability Summary - Supplies January 2020 – December 2020 Refinery details Refinery RSPO Parent Name Latitude Longitude Address Name Status Archer Daniels Midland Pura Yes – SG / 51.471676° 0.255415° London road RM19 1SD Purfleet, Company (ADM) Foods Ltd. MB Essex, UK Overall Traceability Palm Lauric Unknown* 0.0% 0.4% Traceability to mill 100.0% 99.6% (includes traceable to plantation) 75.4% 22.8% Pura Foods 100% 80% 60% 40% 20% 0% Palm Lauric Traceability to mill Traceability to plantation *Unknown unlisted Supplying Wilmar International refineries at source Purfleet BEO, Bintulu x WNI, Gresik x The charts below represent total volumes of palm and lauric products sourced from various origins into Purfleet in January 2020 – December 2020: PALM SOURCING LAURIC SOURCING Latin America Indonesia / Malaysia Latin America Indonesia / Malaysia Local Local PNG & Solomon Islands 13% 9% 10% 39% 36% 45% 48% Local: products which originate from refineries in Europe. Last Updated: 23 April 2021 NDPE Implementation Reporting Framework Pura Foods Ltd. – Purfleet Olenex has made significant improvements, which include transparently reporting progress on the implementation of various supply chain initiatives and activities. However, we also recognize there is a need for a clearer and consistent way to measure and communicate NDPE progress. Hence, since 2019, Olenex, through Wilmar, has actively participated in the NDPE Implementation Reporting Framework (IRF), which is led by Proforest. The IRF categorizes supplier mills into various pre-defined categories of progress, with a primary objective to evaluate the mills along the three respective pillars of Deforestation, Peat and Exploitation. The categorization process involves collection of data related to i.
    [Show full text]
  • Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2018
    TABEL 1 LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA PROVINSI RIAU TAHUN 2018 LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN JUMLAH NO KABUPATEN WILAYAH DESA + RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK DESA KELURAHAN PENDUDUK (km 2) KELURAHAN TANGGA TANGGA per km 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 KUANTAN SINGINGI 5.259.36 218 11 229 324.413 81.103 4 61.68 2 INDRAGIRI HULU 7.723.80 178 16 194 433.934 108.484 4 56.18 3 INDRAGIRI HILIR 12.614.78 197 39 236 731.390 182.848 4 57.98 4 PELALAWAN 12.758.45 104 14 118 460.780 115.195 4 36.12 5 SIAK 8.275.18 122 9 131 477.670 119.418 4 57.72 6 KAMPAR 10.983.47 242 8 250 851.837 212.959 4 77.56 7 ROKAN HULU 7.588.13 139 6 145 666.410 166.603 4 87.82 8 BENGKALIS 6.975.41 136 19 155 566.228 141.557 4 81.17 9 ROKAN HILIR 8.881.59 159 25 184 697.218 174.305 4 78.50 10 MERANTI 3.707.84 96 5 101 184.372 46.093 4 49.72 11 PEKANBARU 632.27 0 83 83 1.117.359 279.340 4 1767.22 12 DUMAI 1.623.38 0 33 33 303.292 75.823 4 186.83 JUMLAH (KAB/KOTA) 87.023.7 1591 268 1859 6.814.903 1.703.726 4 78 Sumber: - BPS Provinsi Riau TABEL 2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK UMUR PROVINSI RIAU TAHUN 2018 JUMLAH PENDUDUK NO KELOMPOK UMUR (TAHUN) LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI+PEREMPUAN RASIO JENIS KELAMIN 1 2 3 4 5 6 1 0 - 4 376.965 362.106 739.071 104.10 2 5 - 9 355.559 340.109 695.668 104.54 3 10 - 14 325.681 308.403 634.084 105.60 4 15 - 19 304.878 290.995 595.873 104.77 5 20 - 24 298.100 289.069 587.169 103.12 6 25 - 29 311.747 301.049 612.796 103.55 7 30 - 34
    [Show full text]
  • Kode Puskesmas Kab/Kota Kecamatan Puskesmas
    KODE KAB/KOTA KECAMATAN PUSKESMAS ALAMAT JENIS KODE LATITUDE LONGITUDE PUSKESMAS PUSKESMAS PUSKESMAS BARU Jl. Jend Sudirman No. III Kuantan P1401050101 KUANTAN HILIR BASERAH Ds. Koto Tuo Baserah, Rawat Inap Singingi Kec. Kuantan Hilir Kuantan Jl. Agus Salim Ds. Kota Non Rawat P1401040201 BENAI BENAI Singingi Benai, Kec. Benai Inap Jl. Merdeka No. 1 Dusun Kuantan P1401021103 SINGINGI HILIR BERINGIN JAYA Pelita Ds. Beringin Jaya, Rawat Inap Singingi Kec. Singingi Hilir Jl. Achmad Yani Kmp Baru Kuantan P1401060101 CERENTI CERENTI Ds. Pasar Cerenti, Kec. Rawat Inap Singingi Cerenti Kuantan Jl. Al. Iklas No. 03, Kec. Non Rawat P1401012201 GUNUNG TOAR GUNTUNG TOAR Singingi Guntung Toar Inap Jl. Imam Saleh Rt. 01 Rw. Kuantan Non Rawat P1401061201 INUMAN INUMAN 03 Ds. Inuman, Kec. Singingi Inap Inuman Kuantan KUANTAN Non Rawat P1401030202 KARI Kec. Kuantan Tengah Singingi TENGAH Inap Jl. Raya Pekanbaru-Taluk Kuantan Non Rawat P1401021202 SINGINGI HILIR KOTO BARU Kuantan RT IV RW IV, Singingi Inap Kec. Singingi Hilir KUANTAN Kuantan Kec. Kuantan Hilir Non Rawat P1401053201 HILIR KOTO RAJO Singingi Seberang Inap SEBERANG Kuantan Ds. Lubuk Ambacang, Kec. Non Rawat P1401011201 HULU KUANTAN LUBUK AMBACANG Singingi Hulu Kuantan Inap Kuantan KUANTAN Jl. Sudirman No. 48 Lubuk P1401010102 LUBUK JAMBI Rawat Inap Singingi MUDIK Jambi, Kec. Kuantan Mudik Jl. Jend. Sudirman Ds. Kuantan KUANTAN Non Rawat P1401010201 LUBUK RAMO Lubuk Ramo, Kec. Kuantan Singingi MUDIK Inap Mudik Kuantan Jl. Jend Sudirman Rt. 01 P1401020101 SINGINGI MUARA LEMBU Rawat Inap Singingi Rw 06, Kec. Singingi Kuantan Non Rawat P1401051201 PANGEAN PANGEAN Kec. Pangean Singingi Inap Kuantan KUANTAN Ds. Pangkalan, Kec. P1401010103 PANGKALAN Rawat Inap Singingi MUDIK Kuantan Mudik Jl.
    [Show full text]
  • Rancangan Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi Iii Dpr Ri Ke Provinsi Riau, 5 – 7 April 2018
    RANCANGAN LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI III DPR RI KE PROVINSI RIAU, 5 – 7 APRIL 2018 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------- A. PENDAHULUAN Sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat). Konsekuensi logis yang timbul, hukum harus menjadi center of action, semua aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, harus mengacu kepada hukum yang berlaku. Hal ini mengandung arti bahwa semua tindakan pemerintah (pemegang kekuasaan) dan subjek hukum didasarkan pada hukum, dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk merealisasikan fungsi hukum di negara hukum. Penegakan hukum merupakan kondisi yang sangat dibutuhkan terhadap keberadaan dan berfungsinya nilai-nilai dasar demokrasi antara lain: jaminan terhadap keterlibatan warga negara dalam pengambilan keputusan-keputusan politik, persamaan dan kebebasan serta perlindungan terhadap martabat manusia. Di samping itu, dalam penegakan hukum diperlukan adanya jaminan terhadap kemandirian atau kebebasan lembaga peradilan. Kemandirian atau kebebasan lembaga peradilan merupakan syarat dan kondisi agar azas negara hukum dapat terlaksana sepenuhnya. Ini berarti bahwa lembaga peradilan mandiri manakala para pelaku lembaga itu juga mandiri serta berorientasi pada rasa dan suara keadilan tidak pada tekanan kekuasaan. Di dalam konsep negara hukum modern, tanggungjawab dan peran negara hampir selalu ada dalam setiap aspek kehidupan sekaligus menjadi suatu tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Hukum juga memberikan perlindungan kepentingan penduduk dan warga negara sekaligus memberikan legitimasi kepada pemerintah untuk bertindak tegas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, agar pemerintahan negara tidak ragu dan tidak takut untuk mengambil tindakan terhadap siapapun yang mencoba dan melakukan perbuatan yang melanggar hukum (penegakan hukum).
    [Show full text]
  • Indonesia 2019 International Religious Freedom Report
    INDONESIA 2019 INTERNATIONAL RELIGIOUS FREEDOM REPORT Executive Summary The constitution guarantees freedom of religion and the right to worship according to one’s own beliefs but states citizens must accept restrictions established by law to protect the rights of others and, as noted in the constitution, to satisfy “just demands based upon considerations of morality, religious values, security, and public order in a democratic society.” Individuals continued to be detained and received prison sentences of up to five years for violations of blasphemy laws. One man was detained for reading the Quran disrespectfully in an online video. In Aceh Province, authorities continued to carry out public canings for sharia violations, such as selling alcohol, gambling, and extramarital affairs, including one Buddhist man who accepted caning in lieu of imprisonment. Some local governments imposed local laws and regulations restricting religious observance, such as local regulations banning Shia or Ahmadi Islamic practice. In August authorities took action against two Pentecostal churches, revoking a permit for one and stopping worship activities for another. The Jakarta Prosecutor’s Office continued to use a smartphone app called Smart Pakem allowing citizens to file heresy or blasphemy reports against groups with what the government considered unofficial or unorthodox religious practices. Religious groups outside the six government-recognized religions (Catholicism, Protestantism, Hinduism, Buddhism, Confucianism, and Islam, the latter widely interpreted by the government and society to mean Sunni Islam), again reported problems with identifying their religion on their national identification cards (KTPs), although a 2017 Constitutional Court ruling allows for such a listing. Adherents of indigenous faiths cannot enter their specific names, however, because there are too many.
    [Show full text]
  • Perilaku Masyarakat Dan Peranserta Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Sampahissn Di Kota 1978 Tembilahan-5283
    Perilaku Masyarakat dan Peranserta Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan SampahISSN di Kota 1978 Tembilahan-5283 Mulyadi, A., Siregar, SH., Saam, Z 2010:2 (3) PERILAKU MASYARAKAT DAN PERANSERTA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA TEMBILAHAN Achmad Mulyadi Alumni Program Studi Ilmu Lingkungan PPs Universitas Riau, Pekanbaru Sofyan Husein Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru Zulfan Saam Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan PPs Universitas Riau, Pekanbaru Behavior Society and Participation of Local Government In Waste Management In Tembilahan City Abstract This research is conducted with the aim to find out people's attitudes in waste management where waste management has not implemented with a maximum in accordance with UU No. 18 Tahun 2008 on Household Waste Management, Household and Similar Specific as a basis for household waste management has not done with maximum, especially in urban communities one of them in Tembilahan City and knowing participation of local government waste management in Tembilahan city and find relationship or influence people's behavior and participation of local government waste management in Tembilahan City. Social behavior in waste management in Tembilahan city is still at the level of new homeland was highly influenced by the level of public education is still low 54% below high school and 56% self-employed job and dissemination of information is not maximized. Participation of local government in waste management in Tembilahan city is still very low homeland where the provision of which is still not fit the needs, socialization is still lacking, data collection and monitoring have not done. Community empowerment by the government has not at all to walk, so the role of the local government is still not optimally.
    [Show full text]