Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Jl. Undat No. 7 palu Telp. (0451) 429379 Fax (0451) 421560. Palu 94111 Email : dkp@sultengpprov .go.id Webside : dkp.sultengprov.go.id
BAB I . Keadaan Umum
1.1 Geografis Daerah
Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-5 di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan
Sumatra dengan luas daratan 227.654 km2. Bentuk unik menyerupai huruf K yang membujur dari utara ke selatan dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur dan tenggara.
Pulau ini dibatasi oleh Selat Makassar dibagian barat yang menjadikannya terpisah dari
Kalimantan serta dipisahkan dari kepulauan Maluku oleh laut Maluku.
Pemerintah di daerah ini dibagi menjadi 6 provinsi yaitu provinsi Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo.
Sulawesi Tengah merupakan provinsi terbesar di Kepulauan Sulawesi dengan luas wilayah yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta
Kepulauan Togian di kepulauan di teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk
Tolo.
Provinsi Sulawesi Tengah terletak diantara 2022' Lintang Utara dan 3048' Lintang
Selatan,serta 119022' dan 124022' Bujur timur dengan ibukota Provinsi Kota Palu. Batas-batas wilayahnya sebelah utara : berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo, sebelah
Timur berbatasan dengan Provinsi Maluku Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi
Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara, Sebelah Barat berbatsan dengan Selat
Makasar.
Suhu udara di Sulawesi Tengah untuk dataran tinggi berkisar antara 22,6º - 24,3º C di daerah dataran rendah berkisar 31,1º - 35,9º C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 66 - 82%. Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungan satu sama
1 lain. Akan tetapi, pada beberapa tempat di Sulawesi Tengah hubungan tersebut tidak selalu ada. Keadaan angin pada musim kering biasanya lebih kencang dan angin banyak bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, oleh karena itu musim tersebut dikenal dengan musim Barat. Pada musim angin timur banyak turun hujan, angin bertiup agak menurun di banding keadaan angin pada musim kering.
Sulawesi Tengah adalah satu-satunya provinsi di Kepulauan Sulawesi yang memiliki 3 perairan sekaligus dan hal ini tidak dimiliki oleh provinsi-provinsi lainnya di Kepulauan Sulawesi, perairan-perairan itu terdiri atas Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar/ Laut Sulawesi.
Jika dipandang dari keberadaan 3 wilayah perairan tersebut maka seharusnya Provinsi
Sulawesi Tengah adalah termasuk daerah yang mengandalkan sumber daya hasil perikanan sebagai aset pendapatan daerah.
Dari ketiga perairan tersebut luas total perairan Sulawesi Tengah yaitu 77.295,9 km2.
Panjang garis pantai Sulawesi Tengah sekitar 6653,31 km dengan jumlah pulau sebanyak
1.604 buah (Dok. RZWP3K Sulteng).
Secara administratif Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 12 Kabupaten dan 1 Kota,
147 kecamatan, 170 kelurahan, dan 1.839 desa. Provinsi ini memiliki luas daratan 61.841,29 km² (BPS 2015), dengan penduduk 2.831.283 jiwa (BPS 2014), dengan tingkat kepadatan penduduk 46 jiwa/ km2. Adapun daftar lengkap nama Kabupaten/ Kota, nama ibu kota, serta jumlah kecamatan, dan desa/ kelurahan di Provinsi Sulawesi tengah hingga saat ini adalah sebagai berikut.
2
Tabel. 1 Daftar Kabupaten/Kota serta Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan Di Provinsi Sulawesi Tengah
Kabupaten/Kota Ibu Kota Kecamatan Kelurahan / Desa
Kabupaten Banggai Luwuk 23 337
Kabupaten Banggai Kepulauan Salakan 12 144
Kabupaten Banggai Laut Banggai 7 66
Kabupaten Buol Buol 11 115
Kabupaten Donggala Donggala 16 167
Kabupaten Morowali Bungku 9 133
Kabupaten Morowali Utara Kolonedale 10 125
Kabupaten Parigi Moutong Parigi 23 283
Kabupaten Poso Poso 19 166
Kabupaten Sigi Sigi Biromaru 15 176
Kabupaten Tojo Una-Una Ampana 12 146
Kabupaten Tolitoli Tolitoli 10 106
Kota Palu Palu 8 45
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2016
Pada tahun 2016, Sulawesi Tengah menempati peringkat ke-10 untuk luas wilayah di
Indonesia setelah Kalimantan Utara dan sebelum Aceh. Kabupaten dengan luas wilayah terbesar, secara berurutan adalah Morowali Utara dengan 10004,28 km², Banggai dengan
9672,70 km², Poso dengan 7112,25 km², Tojo Una-Una dengan 5721,15 km², Sigi dengan
5196,02 km², Parigi Moutong dengan 5089,91 km², Donggala dengan 4275,08 km². Tolitoli dengan 4079,77 km², Buol dengan 4043,57 km², Morowali dengan 3037,04 km², Banggai
Kepulauan dengan 2488,79 km², Banggai Laut dengan 725,67 km², serta Kota Palu dengan
395,06 km².
3
Tabel 2. Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah, 2015
Kabupaten/Kota Luas (km2) Persentase
(1) (2) (3) Kabupaten/Regency 1. Banggai Kepulauan 2 488.79 4.02 2. Banggai 9 672.70 15.64 3. Morowali 3 037.04 4.91 4. Poso 7 112.25 11.50 5. Donggala 4 275.08 6.91 6. Tolitoli 4 079.77 6.60 7. Buol 4 043.57 6.54 8. Parigi Moutong 5 089.91 8.23 9. Tojo Una-Una 5 721.15 9.25 10. Sigi 5 196.02 8.40 11. Banggai Laut 725.67 1.17 12 Morowali Utara 10 004.28 16.18 Kota/Municipality 1. Palu 395.06 0.64
Sulawesi Tengah 61 841.29 100.00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
1.2 Penduduk
Sulawesi Tengah didiami oleh 12 etnis atau suku yaitu : Etnis Kaili di Kabupaten
Donggala, Kota Palu dan sebagian Kabupaten Paringi Moutong, Etnis Kulawi di Kabupaten
Donggala, Etnis Lore di Kabupaten Poso, Etnis Pamona di Kabupaten poso, Etnis Mori di
Kabupaten Morowali, Etnis Bungku di Kabupaten Morowali, Etnis Saluan di Kabupaten
Banggai, Etnis Balantak di Kabupaten Banggai, Etnis Banggai di Kabupaten Banggai, Etnis
Buol di Kabupaten Buol, Etnis Tolitoli di Kabupaten Tolitoli. Ada beberapa suku terasing yang hidup di daerah pengunungan, antara lain suku Dala di Kabupaten Donggala, suku Wana di
Kabupaten Morowali, suku Sea-sea dikabupaten Banggai dan suku daya di kabupaten Buol dan
Toli-toli. Selain penduduk asli ada pula etnis lain dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa
4
Tenggara Timur serta Bugis dan Makasar yang sejak lama menetap dan membaur dengan masyarat setempat.
Tahun 2016, total jumlah penduduk Sulawesi Tengah adalah: 2,876,689 jiwa.
Kabupaten dengan populasi terbesar, secara berurutan adalah Parigi Moutong dengan 457.707 jiwa, Kota Palu dengan 368.086 jiwa, Banggai dengan 354.402 jiwa, Donggala dengan 293.742 jiwa, Poso dengan 235.567 jiwa, Sigi dengan 229.474 jiwa, Tolitoli dengan 225.875 jiwa. Buol dengan 149.004 jiwa, Tojo Una-Una dengan 147.536 jiwa, Morowali Utara dengan 117.670 jiwa, Banggai Kepulauan dengan 114.980 jiwa, Morowali dengan 113.132 jiwa, serta Banggai
Laut dengan 69.514 jiwa. Adapun presentase penduduk menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel. 3 dan 4.
Tabel 3. Persentase Penduduk menurut Kabupaten/Kota, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin 2014
Rasio Jenis Jenis Kelamin/Sex
Jumlah/ Kelamin/
Kabupaten/Kota Regency/City
Total Laki-laki/ Perempuan/ Sex Ratio
Male Female
(1) (2) (3) (4) (5)
01. Banggai Kepulauan 50.53 49.47 100.00 102.15
02. Banggai 50.94 49.06 100.00 103.84
03. Morowali 51.09 48.91 100.00 104.47
04. P o s o 51.78 48.22 100.00 107.40
05. Donggala 51.15 48.85 100.00 104.71
06. Tolitoli 51.01 48.99 100.00 104.13
07. B u o l 51.28 48.72 100.00 105.25
08. Parigi Moutong 51.32 48.68 100.00 105.41
09. Tojo Una-una 51.16 48.84 100.00 104.75
10. Sigi 51.35 48.65 100.00 105.55
11. Banggai Laut 50.33 49.67 100.00 101.32
12. Morowali Utara 52.26 47.74 100.00 109.45
71. Kota Palu 50.30 49.70 100.00 101.19
Sulawesi Tengah 51.10 48.90 100.00 104.51
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
5
Tabel 4. Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2014
Percentage of Population of Sulawesi Tengah by Age Group and Sex 2014
(Diolah dari Proyeksi Hasil SP 2010)
Kelompok Umur/ Laki-laki/ Perempuan/ Rasio Jenis
Jumlah/ Total Kelamin/ Sex Age Group Male Female
Ratio
(1) (2) (3) (4) (5) 00-04 51.06 48.94 100.00 104.35
05-10 51.56 48.44 100.00 106.43 11-14 51.36 48.64 100.00 105.60
15-19 51.10 48.90 100.00 104.49 20-24 50.78 49.22 100.00 103.18
25-29 50.74 49.26 100.00 103.00 30-34 50.52 49.48 100.00 102.10
35-39 51.13 48.87 100.00 104.61 40-44 51.39 48.61 100.00 105.71
45-49 51.64 48.36 100.00 106.77 50-54 51.87 48.13 100.00 107.75
55-59 52.28 47.72 100.00 109.55 60-64 52.04 47.96 100.00 108.52
65+ 48.63 51.37 100.00 94.67
Sulawesi Tengah 51.10 48.90 100.00 104.51
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Kualitas pendidikan di Sulawesi Tengah masih rendah. Ini berdasarkan hasil survei lembaga LPMP. Rendahnya mutu pendidikan disebabkan beberapa faktor diantaranya, kualitas guru, infrastruktur, sarana dan prasarana, termasuk faktor siswa dan peran orang tua siswa.
Pemerintah terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Sulawesi Tengah hal ini dapat dilihat dengan hasil presentase indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terjadi peningkatan, dari sebelumnya berada diangka 70,0 persen, sekarang telah mengalami perbaikan menjadi 72,8 persen. Adapun angka Partisipasi
6
Sekolah Penduduk menurut Kabupaten/Kota dan Tingkat Pendidikan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.Angka Partisipasi Sekolah Penduduk menurut Kabupaten/ Kota dan Tingkat Pendidikan 2014 School Participation Rate by Regency/City and Educational Level 2014
Laki-laki/Male Perempuan/Female
SD/ SMTP/ SMTA Univer- SD/ SMTP/ SMTA Univer-
Kabupaten/Kota Junior Primary Junior High Umum sitas/ Primary Umum sitas/
Regency/City High
Senior Senior School School University School School University High High
School School
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01. Banggai 97.42 93.04 60.96 26.22 99.02 91.93 65.75 26.65 Kepulauan
100.0 02. Banggai 98.36 92.20 67.78 21.14 98.90 75.20 29.54
0
03. Morowali 97.05 91.56 73.20 6.02 98.69 95.63 82.41 10.69
04. P o s o 98.53 95.66 70.63 15.72 98.16 97.05 93.79 23.18
05. Donggala 99.72 87.82 63.43 32.22 98.41 96.63 75.39 24.90
06. Tolitoli 98.55 83.56 67.44 20.92 98.17 92.73 67.74 24.75
07. B u o l 98.68 93.11 75.97 27.08 97.78 95.62 90.38 21.54
08. Parigi Moutong 95.64 84.10 61.94 20.46 97.15 78.91 71.91 20.86
09. Tojo Una-una 96.11 85.62 62.60 15.41 98.44 97.13 69.24 15.96
10. Sigi 98.74 89.61 78.83 27.51 99.04 91.94 65.88 22.32
71. Kota Palu 99.77 94.90 85.98 39.99 98.32 97.15 85.07 58.95
Sulawesi Tengah 97.50 89.85 70.53 23.78 98.44 93.22 77.33 27.49
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
7
1.3 Upah Minimum Provinsi (UMR)
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah akhirnya menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2018 sebesar Rp 1.965.232, naik 8,71 persen dari upah minimum tahun 2017.
Persentase Provinsi 2017 2018 SK Gubernur Kenaikan (%)
Sulawesi Tengah Rp. 1.807.775,- Rp. 1.965.232,- 9 %
Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, telah menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2018 sebesar Rp 2.235.900,-. Kenaikan upah ini berdasarkan perhitungan pertumbuhan perekonomian Nasional sebesar 4,99 persen dan tingkat inflasi Nasional sebesar 3,72 persen.
Berikut adalah daftar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Sulawesi Tengah 2018 :
PROVINSI KABUPATEN / KOTAMADYA UMK 2018
Sulawesi Tengah Kota Palu Rp 2.235.900,-
1.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Zonasi Perikanan
Luas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tengah yakni : Luas wilayah perairan 77.295,90 km2 dengan Panjang garis pantai 6.653 km. Provinsi Sulawesi
Tengah memiliki 1.604 pulau dengan luas ekosistem terumbu karang 187.766,71 Ha , luas ekosistem lamun 27.406,48 Ha dan luas ekosistem mangrove 33.876,29 Ha.
Mengacu pada amanat Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa yang mana tugas pokok dan fungsi beberapa kewenangan yang telah dialihkan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi khususnya untuk sektor keluatan dan perikanan dimana kewenangan pemerintah Provinsi dalam pengelolaan laut 0 – 12 mil termasuk kawasan
8 konservasi. Untuk Itu, pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengeluarkan Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017-2037 dengan cakupan sebagi berikut :
Tabel 6. Alokasi Pembagian Ruang RZWP3K Provinsi Sulawesi Tengah
No Kawasan Luasan (Ha)
1. Kawasan Strategis Nasional Tertentu 1.862.265,46
2. Kawasan Pemanfaatan Umum 13.410.315,80
3. Kawasan Konservasi 1.702.049,31
4. Alur Laut -
5. Kawasan Strategis Nasional 1.904.599,66
Jumlah 18.879.230,23
Sumber : Dokumen RZWP3K Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah Gambar 1. Peta
Alokasi Ruang RZWP3K Provinsi Sulawesi Tengah
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
9
II. Kondisi Perikanan
2.1 Kelautan
Provinsi Sulawesi Tengah dengan Luas wilayah perairan 77.295,90 km2 dengan
Panjang garis pantai 6.653 km. tentu saja memiliki kawasan pariwisat bahari dan lahan tambak
garam yang cukup luas. Salah satu lahan tambak garam terdapat di Kota Palu dengan luas 18
hektar terbentang di sebelah utara teluk Palu. Lokasi ini dikelola kurang lebih 160 orang petani
garam yang terbagi dalam 16 kelompok :
Tabel 7. Produksi Garam Sulawesi Tengah Tahun 2013 - 2017
Nilai
Nama Satuan 2017* 2016 2015 2014 2013
1. Jumlah petambak garam 160 160 160 160 160 Orang
2. Luas lahan Tambak garam 18 18 18 18 18 Ha
3. Jumlah Produksi Garam 597.68 582 653.4 657.5 641 Ton
4. Nilai Produksi Garam 2,988,400,000 2,910,000,000 3,267,000,000 3,287,500,000 3,205,000,000 Rp Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Selain potensi lahan tambak garam Provinsi Sulawesi Tengah juga memiliki lokasi pariwisata bahari diantaranya :
a. Pusentasi
Berada di Desa Limboro, tepatnya di kecamatan Banawa Tengah, Donggala. Tepatnya
sekitar 12 km dari kota Palu. Nama Pusentasi bermakna pusat air laut atau air sumur
laut. Belum banyak yang mengetahui tempat wisata ini. Objek wisata ini masuk dalam
kategori wisata pantai yang memiliki bentuk seperti sumur raksasa yang memiliki
diameter 10 meter dengan kedalaman sekitar 7 meter.
10 b. Pantai Tanjung Karang
Pantai Tanjung Karang berada di Kabupaten Donggala. Anda dapat menempuh
menggunakan alur darat, untuk sampai di objek wisata ini. Kurang lebih 1 jam untuk
sampai di objek wisata ini, dari pusat kota Palu. Meskipun objek wisata ini terbilang
cukup jauh dan sedikit tersembunyi. Namun pantai ini banyak menarik perhatian turis-
turis mancanegara untuk singga di pantai ini. c. Kepulauan Togean
Kepulauan Togean tersembuyi di Teluk Tomini, tepatnya berada di Sulawesi Tengah.
Letak kepulauan ini memang terpencil. Sampai-sampai jika Anda singgah ke tempat ini,
sinyal operator seluler Anda akan turun drastis, bahkan tidak akan ada sama sekali.
Walaupun begitu pulau ini masih menjadi daya tarik untuk para wisatawan. Kepulauan
Togean terbentang seluas kurang lebih 102 kilometer dengan luas daratan sekitar 755
km², dan memiliki sekitar 66 gugusan pulau yang tersebar luas di tengah Teluk Tomini.
Kepulauan ini secara administratif berada di Kabupaten Tojo Una-una. Tepat ini sering
kali dikenal dengan nama Togian Island atau Taman Nasional Kepulauan Togean.
Tempat ini memiliki keindahan bawah laut yang sangat menawan. Karena kekayaan
alam bawah laut yang menakjubkan, pemerintah sekitar selalu berupaya untuk
melindungi demi kelestarian alam pulau Togean ini. Kepulauan Togean tercatat dalam
daftar wilayah Coral Triangle region Indonesia – Filipinan, sebagai region 1. Pulau
Togean menjadi salah satu tempat yang memiliki kekayaan hayati bawah laut dari
seluruh biodiversitas dunia.
11
2.2 Perikanan Tangkap
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan definisi penangkapan ikan ialah kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, melainkan kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan mengawetkan. Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi dalam penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun perairan umum secara bebas. Klasifikasi perikanan tangkap di
Indonesia dapat digolongkan menjadi empat kategori sebagai berikut.
1. Berdasarkan spesies target : perikanan cakalang, perikanan udang, cumi-cumi, dan perikanan kekerangan.
2. Berdasarkan tingkat teknologi : tradisional dan modern.
3. Berdasarkan skala usaha : komersial (industri dan artisanal) dan subsistem.
4. Berdasarkan habitatnya : perikanan demersal, perikanan karang, dan perikanan pelagis (Sihombing, 2015).
2.2.1 Potensi Perikanan Tangkap
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 tahun 2017 tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017-
2037 maka zona perikanan tangkapn meliputi :
a. Zona I meliputi perairan sebelah selatan Kabupaten Donggala, Barat Daya Tanjung Manimbaya, Barat perairan Sioyong hingga Laut Sulawesi, Utara Tolitoli hingga Buol.
12
b. Zona II meliputi perairan sebelah Timur Ampibabo, Tinombo, Moutong, Kepulauan Una Una hingga Boalemo Kabupaten Banggai.
c. Zona III meliputi perairan Kepulauan Menui, perairan sebelah Timur Bungku hingga
Banggai Kepulauan Selat Peleng hingga berbatasan dengan Pulau Sonit.
Dari data yang diperoleh bahwa potensi lestari hasil perikanan perairan Sulawesi
Tengah baru dimanfaatkan mencapai 54,88% atau sebanyak 45,12% belum dimanfaatkan.
Potensi perikanan tersebut meliputi berbagai jenis ikan laut ekonomis seperti ikan pelagis besar
(tuna, cakalang dan tongkol), ikan pelagis kecil (layang, selar, teri, tembang dan kembung) dan non ikan seperti udang windu, rajungan, jenis udang lain, tiram, cumi-cumi, sotong dan teripang.
Penyebaran potensi perikanan untuk ketiga perairan adalah Teluk Tomini memiliki ikan tuna, cakalang, teripang, udang, tongkol, kerang mutiara, rumput laut dan cumi-cumi, Teluk
Tolo memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish, udang laut, kerang mutiara dan merupakan daerah pengembangan budidaya rumput laut serta Selat Makassar memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish dan daerah pengembangan budidaya rumput laut. Adapun potensi lestari perikanan tangkap dan Hasil Produksi Perikanan Tangkap di Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL PELAGIS WPP 713 9,411 ton 75,237 ton
WPP 714 8,955 ton 50,599 ton
WPP 715 6,704 ton 84,937 ton
WPP 716 1,872 ton 16,406 ton
JUMLAH 26,942 ton 227,179 ton
TOTAL 254,121 TON/TAHUN
Sumber : Masterplan Pengembangan Ikan Demersal dan Ikan Pelagis, 2013-2014
13
Tabel 9. Stok Ikan Pelagis di Sulawesi Tengah No Uraian WPP WPP WPP WPP Total 713 714 715 716 A MSY ( ton)
Ikan Pelagis Kecil 42,749 11,172 54,060 9,700 117,681
Ikan Pelagis Besar 32,488 39,387 30,877 6,706 109,458 Jumlah MSy 75,237 50,559 84,937 16,406 227,139
B Tangkapan Tahun 2012 Ikan Pelagis Kecil 41,889 7,336 89,651 6,875 145,751 Ikan Pelagis Besar 33,663 18,316 16,309 7,471 75,759 Jumlah 75,552 25,652 105,960 14,346 221,510
Sumber : Masterplan Pengembangan Ikan Demersal dan Ikan Pelagis, 2013-2014
2.2.2 Produksi Tangkap
Adapun Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota dan Subsektor di Provinsi Sulawesi Tengah (ton), Tahun 2015 dan 2016
Perikanan Laut /Marine Perairan Umum Inland Water Jumlah Total Fisheries
Regency/Municipality 2015 2016*) 2015 2016*) 2015 2016*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kabupaten/Regency 1. Banggai Kep 32 917,80 13 253,50 ... - 32 917,80 13 253,50 2. Banggai 6 708,20 16 406,90 ... - 6 708,20 16 406,90 3. Morowali 11 597,40 17 905,90 ... - 11 597,40 17 905,90 4. Poso 23 494,20 53 935,90 ... 1 052,30 23 494,20 54 988,20 5. Donggala 17 996,80 22 998,50 ... 276.9 17 996,80 23 275,40 6. ToliToli 25 830,80 19 051,40 ... - 25 830,80 19 051,40 7. Buol 13 241,50 19 255,90 ... - 13 241,50 19 255,90 8. Parigi Moutong 24 602,60 22 795,50 ... 56.5 24 602,60 22 852,00 9. Tojo Una-Una 9 900,50 10 511,20 ... - 9 900,50 10 511,20 10. Sigi - - ... 68.3 - 68.3 11. Banggai Laut 2 691,60 9 597,30 ... - 2 691,60 9 597,30 12. Morowali Uta 3 000,90 1 563,10 ... 736.4 3 000,90 2 299,50 Kota/Municipality 1. Palu 2 811,90 2 865,10 ... - 2 811,90 2 865,10
Sulawesi Tengah 174 794,20 210 140,20 ... 2 190,40 174 794,20 212 330,60
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
14
2.2.3 Jumlah Nelayan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah mencatat sebanyak 69.476 nelayan yang ada di seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. Dari jumlah 69.476 nelayan yang tersebar di Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala mencatat sebagai nelayan terbanyak di Sulawesi Tengah, dengan jumlah 18.539 nelayan, disusul Kabupaten Banggai dengan 7.715
nelayan dan Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah 7.710 nelayan. Sebanyak 12
Kabupaten/Kota memiliki jumlah nelayan yang berbeda-beda, diantaranya Kabupaten Banggai
Kepulauan 5.015 nelayan, Kabupaten Banggai 7.715 nelayan, Kabupaten Morowali 3.780 nelayan, Kabupaten Poso 2.158 nelayan, Kabupaten Donggala 18.539 nelayan, Kabupaten
Toli-toli 4.945 nelayan, Kabupaten Buol 4.675 nelayan, Kabupaten Parigi Moutong 7.710 nelayan, Kabupaten Tojo Una-una 6.010 nelayan, Kabupaten Morowali Utara 2.199 nelayan,
Kabupaten Banggai Laut 5.318 nelayan dan Kota Palu 1.412 nelayan.
Tabel. 11 JUMLAH NELAYAN PROVINSI SULAWESI TENGAH (ORANG)
Jenis Usaha Perikanan 2013 2014 2015 2016 2017*
Perikanan Tangkap 119,180 94,970 47,946 69,476 69,476
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
2. 3 Perikanan Budidaya
Perikanan budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapat keuntungan (profit). Organisme akuatik yang diproduksi mencakup kelompok ikan, udang, hewan bercangkang (moluska), ekinodermata, dan alga. Perikanan budidaya juga dapat didefinisikan sebagai campur tangan (upaya-upaya) manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan
15 budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (produksi), menumbuhkan (perbesaran), dan meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan (Effendi, 2004 dalam Kesuma, 2006).
2.3.1 Potensi Perikanan Budidaya
Potensi perikanan budidaya di Provinsi Sulawesi Tengah cukup besar diantaranya untuk tambak, rumput laut dan perairan umum. Areal potensi pengembangan udang Provinsi
Sulawesi Tengah sekitar 42.095 Ha. Hingga kini, pemanfaatan potensi tersebut baru berkisar
10.339 ha dengan produktifitas tahun 2007 berkisar 5.381,65 ton. Luasan tersebut didominasi oleh tambak ekstensif (tradisional) yang tersebar di 9 Kabupaten, sedangkan tambak semi intensif dan intensif berada di Kabupaten Banggai dengan jumlah lebih kurang 10%. Komoditas yang paling banyak dibudidayakan oleh pembudidaya ekstensif adalah udang windu, sedangkan udang vaname baru beberapa tahun tahun terakhir dikembangkan.
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki lahan potensial untuk pengembangan tambak sekitar
42.095 ha. Hamparan tambak tersebut tersebar di sepanjang pantai Teluk Tomini, pantai Selat
Makasar dan Laut Sulawesi serta Teluk Tolo. Daerah pengembangan budidaya tambak di
Parigi Moutong, Banggai, Banggai Kepulauan, Morowali, Buol dan Donggala dengan luas 8.280 ha. Kontribusi yang diharapkan dari Provinsi Sulawesi Tengah mencakupi 3.672 Ha khusus udang vaname dan 3.093 Ha untuk udang windu dengan peningkatan produksi udang menjadi sekitar 14.000 ton pada tahun 2009. Melalui program revitalisasi maka pengembangan budidaya udang diarahkan melalui penerapan cara budidaya ikan/udang yang benar (CBIB).
Penerapan CBIB tersebut akan diselaraskan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), Better
16
Management Practices (BMP) dan Good Aquaculture Practices (GAP), penerapan pengawasan dan sertifikasi cara pembudidayaan yang baik.
Luasan kotor potensi lahan pertambakan di Kabupaten Parigi Moutong adalah 14.200
Ha. Pada umumnya aeral pertambakan eksisting adalah milik rakyat yang dikelola secara tradisional dengan sistem pasok dan keluaran air masih satu pintu karena kurangnya saluran irigasi yang memadai. Pada saat ini, pertambakan yang direncanakan untuk peningkatan sistem irigasi adalah di Kec. Sausu Desa Malakosa 500 dari luasan 2000 Ha, di Kec. Parigi, Desa
Dolago 100 Ha dari luasan 800 Ha, di Kec. Bolano Lambunu Desa Bajo 500 Ha, di Kec.
Moutong Desa Lambunu 500 Ha dan Tuladengki - Sibatang 500 Ha dari luasan 1500 Ha.
Komoditas yang banyak dibudidayakan adalah udang dan bandeng 1110 Ha.
Luas kotor tambak di Kabupaten Poso adalah 350 Ha. Tambak dikelola secara tradisional dengan sumber pasok air berasal dari Teluk Tomini. Komoditas budidaya tambak di
Kabupaten Poso adalah udang windu dan bandeng. Luas kotor yang diusahakan pembudidaya
93 Ha terhampar di kecamatan Poso Pesisir dan Poso Pesisir Utara. Jumlah produksi adalah udang 5,1 ton /tahun dan bandeng 15,8 ton/tahun dengan nilai produksi udang Rp 102.000.000 dan bandeng Rp 53.720.000. Penyebaran lokasi budidaya air payau terutama tambak di
Kabupaten Tojo Unauna baru terbatas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Tojo, Tojo Barat,
Ampana Tete dan Tojo Unauna. Jenis komoditi budidaya air payau yang diusahakan adalah udang windu (Penaeus monodon), dan bandeng (Chanos chanos). Sedangkan untuk di
Kabupaten Banggai (Teluk Tomini) adalah udang windu (Penaeus monodon), Udang vaname
(Litopenaeus vannamei) dan bandeng (Chanos chanos).
Kegiatan budidaya air payau di Zona III, khususnya pesisir Teluk Tolo sangat cocok untuk pengembangan budidaya tambak. Hal ini didukung oleh sumber air laut dan air tawar
17 yang cukup memadai sepanjang tahun, suplai benih berkualitas serta sumberdaya manusianya. Jenis komoditi yang diusahakan di Kabupaten Banggai adalah udang windu, udang vaname dan bandeng. Luas lahan potensial untuk pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Banggai diperkirakan seluas 6.925 ha, tersebar pada Kecamatan Toili, Batui dan Luwuk, sedangkan luas kotor lahan tambak yang diusahakan di Kabupaten Morowali adalah 8.414 Ha.
Tabel 12. Produksi Perikanan Budidaya (ton) menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Perikanan, Tahun 2011- 2015
Jaring Budidaya Apung dan Laut Kolam
Tambak Sawah Kabupaten/Kota (Rumput /Fresh
Brackish Karamba/Cage Floating Jumlah/Total Regency/Municipality laut) Marine water
Water Pond Cage Net Culture pond
and Paddy (Seaweed) Field
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kabupaten/Regency 1. Banggai Kepulauan - 690 486.40 - - 544.57 691 030.97 2. Banggai 73.15 532.00 114.20 - 12.75 732.10 3. Morowali 6 172.00 460 176.30 55.74 - 14.62 466 418.66 4. Poso 1 147.97 726.10 1 075.23 25.27 511.25 3 485.82 5. Donggala 11 381.11 2 062.50 9.00 - 0.00 13 452.61 6. Tolitoli 133.48 640.00 43.76 - 14.56 831.80 7. Buol 7 970.00 825.00 2 858.00 - 0.00 11 653.00 8. Parigi Moutong 6 030.48 106 805.90 1 375.31 - 15.50 114 227.19 9. Tojo Una-Una 45.38 1 019.00 33.40 - 1.76 1 099.54 10. Sigi - 0.00 2 233.30 - 14.30 2 247.60 11. Banggai Laut - 7 449.00 46.95 - 0.00 7 495.95 12. Morowali Utara 80 232.00 3 566.40 - - 0.00 83 798.40 Kota/Municipality 1. Palu 16.40 0.00 195.10 - 15.60 227.10
Sulawesi Tengah
2015 113 201.97 1 274 288.60 8 039.99 25.27 1 144.91 1 396 700.74
2014 73 733.61 1 137 063.06 6 511.22 17.74 934.56 1 218 260.20
2013 71 611.70 1 233 812.60 6 540.80 8.50 859.80 1 312 833.40
2012 36 102.50 935 528.70 6 612.20 345.70 21.60 978 610.70
838 012.20 2011 42 057.30 791 268.10 4 394.50 273.00 19.30
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
18
2.4 Potensi Bidang Pengolahan
2.4.1 Jumlah UPI
Pada tahun 2014, jumlah unit pengolah ikan yang terdaftar di Sulawesi Tengah sebanyak 917 untuk skala mikro kecil dan pada tahun 2018 jumlah UPI skala menengah besar yang ada di Sulawesi Tengah 17 UPI. Berdasarkan jenis olahannya, sebagian besar unit pengolahan ikan di Sulawesi Tengah skala mikro kecil adalah pengolah ikan kering sebanyak
525 unit dan ikan asap 279 unit. Sedangkan UPI skala menengah besar sebanyak 17 unit diantaranya bergerak di pembekuan, sisanya pengeringan dan segar. Adapun jumlah unit pengolah dan pemasar di Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14.
Tabel 13. Jumlah Unit Pemasaran Ikan menurut Jenis Kegiatan Pemasaran Tahun 2014
Kode Jenis Pelaku Pemasaran ∑ Unit Pemasaran
01 Pengumpul 156
02 Pedagang. Besar/Distributor 330
03 Pengecer 5,256
JUMLAH 5,742
Tabel 14. Jumlah Unit Pengolahan Ikan menurut Jenis Kegiatan Pengolahan Tahun 2014
Kode Jenis Kegiatan Pengolahan ∑ UPI
02 Pembekuan 4
03 Penggaraman/Pengeringan 525
04 Pemindangan 3
05 Pengasapan/Pemanggangan 279
06 Fermentasi 0
07 Pereduksian 10
08 Pelumatan/Surimi/Jelly 37
09 Penanganan Segar 2
10 Pengolahan Lainnya 57
JUMLAH 917
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
19
2.4.2 Kapasitas dan produksi UPI
Untuk mendukung nilai tambah produk perikanan hasil perikanan tangkap dan budidaya,
Sulawesi Tengah juga membangun industri pengolahan. Adapun sarana prasarana yang mendukung pembangunan industri pengolahan antara lain pada tahun telah dibangun pabrik es di Kabupaten Donggala, Banggai dan Tolitoli. Selain itu, pemerintah juga telah membangun cold storage di wilayah provinsi Sulawesi Tengah.
Selain peningkatan nilai tambah produk konsumsi, sarana dan prasarana pengolahan produk non konsumsi juga dibangun di Sulawesi Tengah antara lain fasilitas pengolahan tepung ikan dan pengolahan rumput laut di Desa Laemanta Kabupaten Parigi Moutong.
Berdasarkan angka sementara konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun
2017 berada pada kisaran 54,82 Kg/Kapita. Kondisi tersebut telah melampaui rata-rata angka konsumsi ikan nasional sebesar 43,49 Kg/Kapita. Meskipun demikian, pemerintah terus berupaya meningkatkan angka konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Tengah melalui kampanye gerakan mengkonsumsi ikan baik kepada anak-anak maupun orang tua. Selain itu, pemerintah juga memberikan sentuhan dalam perbaikan sarana dan prasarana yang ada seperti pembangunan rumah kemasan dan juga telah memfasilitasi adanya Mobil ATI - Gemarikan.
Disisi pemasaran luar negeri, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk mengekspor ikan Bandeng ke Negara Vietnam.
Sebagian besar produk perikanan yang di ekspor tersebut berasal dari ikan yang merupakan hasil tangkapan dan hasil budidaya. Jika dikelompokkan berdasarkan bentuk, maka ekspor perikanan Sulawesi Tengah didominasi ikan beku.
20
III. Sarana dan Prasarana
3.1 Infrastruktur
Prasarana transportasi penghubung wilayah di Sulawesi Tengah telah ada, termasuk jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten, Bandar Udara dan Pelabuhan yang semuanya terbagi diseluruh Kabupaten/ Kota di Sulawesi Tengah.
3.1.1 Bandara
Sulawesi Tengah merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki banyak bandar udara, hal ini sangat menguntungkan dalam percepatan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Ini sesuai dengan kondisi wilayah yang luas dan masih terbatasnya prasarana serta sarana perhubungan darat dan laut. Bandara di Sulteng saat ini yakni:
1. Bandara Mutiara Sis-Aljufri di Kota Palu, bisa didarati pesawat jet jenis Boeing 737.
2. Bandara Syukuran Aminuddin Amir di Luwuk, Kabupaten Banggai.
3. Bandara Kasiguncu di Kota Poso,
4. Bandara Tanjung Api di Ampana,
5. Bandara Pogogul di Buol,
6. Bandara Sultan Bantilan Tolitoli serta
7. Bandara Maleo, di Morowali.
Semua bandara ini telah dilayani dengan penerbangan reguler yang terhubung langusung dengan kota-kota penting di Indonesia seperti Jakarta, Makassar, Surabaya, Gorontalo,
Manado, Balikpapan dan Tarakan. Saat ini juga, sedang dipersiapkan pembangunan bandara di
Kabupaten Banggai Laut.
21
3.1.2 Jalan
Panjang jalan di Provinsi Sulawesi Tengah adalah 16.530,14 KM dengan rincian sebagai berikut :
1. Jalan Nasional, jalan ini menghubungkan antara provinsi Sulawesi Tengah dengan
Provinsi tetangga yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo dan
Sulawesi Utara. Total panjang Jalan Nasional adalah 2373,40 km. 1254,23 km kondisi
baik, 970,88 km Kondisi sedang, 120,79 km rusak ringan, 27,5 km rusak berat.
2. Jalan Provinsi, Jalan ini menghubungkan antara Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
Sulawesi Tengah. Total Jalan provinsi 1.643,74 km. 274,52 km kondisi baik, 692,77 km
kondisi sedang, 224,66 km rusak ringan, 451,79 km rusak berat.
3. Jalan Kabupaten, total jalan Kabupaten 12.513 km. 4533,55 km kondisi baik, 2.552,82 km kondisi sedang, 2.128,20 km rusak berat, 3.298,43 km rusak ringan
Tabel. 15 Panjang Jalan Menurut Pemerintah Kewenangan Mengelola dan Kondisi Jalan di Provinsi Sulawesi Tengah (km), 2016 Status Jalan Kondisi Jalan/Road Condition
Rusak Status Road Baik Sedang Rusak
Berat Jumlah/Total
Heavy Good Moderate Damage Damage
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Jalan Negara/National Roads 1 254,23 970.88 120.79 27.5 2 373,40 2. Jalan Provinsi/Province 274.52 692.77 224.66 451.79 1 643,74 Roads 3. Jalan Kabupaten/Kota 4 533,55 2 552,82 2 128,20 3 298,43 12 513,00 Regency/Municipality Roads
Jumlah/Total
2016 6 062,30 4 216,47 2 473,65 3 777,72 16 530,14
Sumber/ Source : Dinas Bina Marga dan tata Ruang Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
22
Tabel. 16 Panjang Jalan Kabupaten/Kota Menurut Kabupaten/Kota dan Kondisi Jalan di Provinsi Sulawesi Tengah (km), 2016
Kabupaten/Kota Kondisi Jalan/Road Condition Jumlah
Regency/Municipality Baik Sedang Rusak Rusak Berat Total
Heavy Good Moderate Damage Damage
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kabupaten/Regency
1. Banggai Kepulauan 489.03 170.41 115.83 100.8 876.07
2. Banggai 383.97 493.08 159.09 142.32 1178.46
3. Morowali 260.84 94.93 128.53 233.1 717.4
4. Poso 746.31 46.81 47.26 388.75 1 229,13
5. Donggala 402.58 81.26 201.24 330.05 1015.13
6. Tolitoli 126.92 371.23 328.7 588.89 1 415,74
7. Buol 671.02 428.76 36.3 59.79 1 195,87
8. Parigi Moutong 350.19 270.75 282.87 112.84 1 016,65
9. Tojo Una-Una 535.16 34.03 361.39 237.56 1 168,14
10. Sigi 72.8 169.95 82.26 137.93 462.94
11. Banggai Laut 67.6 39.54 104.44 235.57 447.15
12. Morowali Utara 121.94 77.87 112.68 626.27 938.76
Kota/Municipality
1. Palu 305.19 274.2 167.61 104.56 851.56
Jumlah
4 533,55 2 552,82 2 128,20 3 298,43 12 513,00 Total
Sumber : Dinas Bina Marga dan tata Ruang Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
3.1.3 Pelabuhan
Prasarana transportasi air terutama pelabuhan telah ada pada beberapa kota kabupaten, mengingat semua ibukota berada di tepi pantai. Berdasarkan RTRW Provinsi
Sulawesi Tengah 20002015. Pelabuhan utama terdapat di Pantoloan (Kota Palu), Donggala
(Kab. Donggala), dan Toli toli (Kab. Toli toli). Selain itu terdapat 15 pelabuhan yang tidak diusahakan namun memiliki aktivitas pelabuhan yang cukup besar. Perkembangan pelayanan transportasi laut di Sulawesi Tengah mencakup penyediaan fasilitas pelabuhan, keselamatan
23 pelayaran dan pengembangan armada pelayaran nasional baik pelayaran nusantara, pelayaran rakyat, pelayaran perintis, pelayaran khusus dan pelayaran samudra.
Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah 2000-2015, pelabuhan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Pelabuhan Pantoloan, Kota Palu
b) Pelabuhan Tolitoli, Kabupaten Tolitoli 1716
c) Pelabuhan Luwuk, Kabupaten Banggai
d) Pelabuhan Donggala, Kabupaten Donggala
e) Pelabuhan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan
f) Pelabuhan Leok, Kabupaten Buol
g) Pelabuhan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong
h) Pelabuhan lainnya: Wani, Ogoamas, Leok, Moutong, Parigi, Poso, Ampana, Bunta, Pagimana
i) Pelabuhan satuan kerja: Bungku, Sabang/ Peleng, Paleleh, Ogotua, Salakan, Wakai,
Komaligon, Wosu dan Lokodidi.
Zona I memiliki Pelabuhan Palu di ibukota Provinsi. Berdasarkan RTRW Kabupaten
Donggala terdapat beberapa pelabuhan dengan status regional atau kelas IV dan di kelola
Pelindo, yaitu Pelabuhan Donggala dan Pelabuhan Pantolan. Selain itu terdapat pelabuhan yang tidak diusahakan yaitu Pelabuhan Wani, Labean dan Ogoamas. Pelabuhan lainnya milik
Pertamina adalah Depo Lolo, sedangkan Pelabuhan Perikanan adalah TPI Labean yang dilengkapi cold storage. Pelabuhan lainnya adalah Pelabuhan Tolitoli dan Pelabuhan Leok di
Kabupaten Buol.
24
Zona II memiliki pelabuhan regional kelas IV yang dikelola PT. Pelindo, yaitu Pelabuhan
Poso dan Ampana. Pelabuhan di Kabupaten Banggai adalah Pelabuhan Tongkiang dan
Pelabuhan Luwuk sebagai pelabuhan nasional, dan Pelabuhan Bunta sebagai pelabuhan regional. Pelabuhan Bualemo di Kabupaten Banggai sebagai pelabuhan lokal diarahkan sebagai pelabuhan perikanan. Pelabuhan lainnya yang berstatus sebagai pelabuhan perikanan atau TPI/ PPI adalah Desa Kadoli Kec. Bunta, Desa Tintingan Kec. Pagimana, Desa
Minangandala dan Desa Bonebobakal Kec. Lamala, Kec. Bualemo dan Balantak di Banggai dan Pelabuhan Togian di Tojo Unauna. Pelabuhan lokal lainnya adalah Pelabuhan Unauna,
Dolong dan Popoli. Pelabuhan milik Pertamina berada di Toini dan Moengko, Kabupaten Poso.
Transportasi perairan danau ada di Danau Poso, yaitu dua dermaga kayu menghubungkan
Kota Tentena Kec. Pamona Utara dan Kota Pendolo Kec. Pamona Selatan.
Jaringan transportasi laut pada Zona III memiliki beberapa pelabuhan di Morowali dan
Banggai. Berdasarkan RTRW Morowali, pelabuhan tersebut adalah: a). Pelabuhan Kolonodale, termasuk PPI yang memerlukan pengembangan, b). Pelabuhan Kolo Bawa, Kec.Bungku Utara, c). Pelabuhan Baturube, termasuk TPI, Kec.Bungku Utara, d). Pelabuhan Bungku, Kec. Bungku
Tengah, e). Pelabuhan Wosu, Kec. Bongku Barat, calon PPI di Desa Moahino, f). Pelabuhan
Kaleroang, Kec. Bungku Selatan, g). Pelabuhan Sambalagi, termasuk TPI, Kec. Bungku
Selatan, h). Pelabuan Bahodopi, Kec.Bahodopi, i). Pelabuhan Tambayoli, Kec. Soyojaya, dan j).
Pelabuhan Ulunambo, Kec. Menui Kepulauan, dapat dikembangkan menjadi pelabuhan akumulasi perikanan.
25
3.2 Sarana Dasar
Prasarana transportasi penghubung wilayah di Sulawesi Tengah telah ada, termasuk jalan nasional, provinsi dan kabupaten. Namun demikian jalan penghubung menuju daerah budidaya kondisinya sebagian dalam keadaan rusak. Pada beberapa daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya masih kurang baik, tidak beraspal atau bahkan belum memiliki prasarana transportasi. Dengan demikian memerlukan peningkatan jaringan jalan menuju daerah rencana kawasan baik untuk produksi maupun pemasaran. Begitu pula dengan dukungan sumber energi seperti instalasi listrik PLN dan saluran irigasi tambak yang masih terbatas.
3.2.1 Listrik
Potensi energi di Sulawesi Tengah berupa sumber daya mineral dan sumber energi terbarukan yang berasal dari air dan tenaga surya. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki cadangan dfelspar dengan potensi cadangan mencapai 71.211.000 m3 dan batubara dengan ketebalan 0,30,1 meter dimana pada ketebalan 0,15 - 3,0 meter sebarannya mencapai sekitar
15 Ha. Cadangan minyak dan gas bumi diketahui terdapat di dua Kabupaten yaitu, di Lapangan
Tiaka Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali dan Kecamatan Tolli Barat Kabupaten
Banggai dengan kapasitas 16,5 - 23 juta barel per tahun dan potensi gas bumi terdapat di
Senaro Kecamatan Taili Kabupaten Banggai dengan kapasitas 1,6 triliun kaki kubik. Potensi sumber daya energi yang memanfaatkan EBT meliputi sumber daya air yang cukup besar yang selanjutnya dikembangkan menjadi sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) baik skala kecil (total 804,8 Mw), menengah (total 28,564,12 Mw) maupun besar (total 714,8
Mw). Pasokan listrik juga dihasilkan melalui Pembangkit Tanaga Surya (PLTS) dan Pembangkit
26
Listrik Tenaga Bayu (PLTB), masing-masing memiliki kapasitas sebesar 1.650 Kw dan 2 - 3 m/s.
Sulawesi Tengah memiliki banyak potensi sumber energi, terutama renewable energy, seperti Air, Gas dan juga Panas Bumi yang dapat dimanfaatkan menjadi sumber penghasil listrik. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi
Sulawesi Tengah tahun 2014 masih di bawah 100 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Saat ini
PLN memiliki 3 area pelayanan yang melakukan fungsi pelayanan kelistrikan di Sulawesi
Tengah, yaitu PLN Area Palu, PLN Area Toli-toli dan PLN Area Luwuk. Untuk mencapai peningkatan rasio elektrifikasi 70 persen maka PLN akan melayani penyambungan listrik bagi sekitar 50 ribu pelanggan baru di seluruh Sulawesi Tengah.Wilayah Pulau Sulawesi Tengah secara keseluruhan memiliki rasio elektrifikasi yang rendah karena luas wilayahnya dan jarak antar rumah tangga cukup jauh. Faktor yang mempengaruhi tingkat kebutuhan tenaga listrik adalah pertumbuhan PDRB, pertumbuhan penduduk, dan pembangunan daerah. Faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kebutuhan energi listrik seiring dengan berjalannya pembangunan. Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam pengembangan wilayahnya, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan listrik.
27
3.2.2 Air
Luas DAS di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 1.893.698 Ha dengan jumlah panjang sungai 8.289,25 Km. Berdasarkan prosentase luas DAS, maka potensi sungai di
Sulawesi Tengah sebesar 35,8% berada di Kabupaten Poso; 24,6% di Kabupaten Donggala,
13,4% di Kabupaten Banggai selanjutnya di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Buol masing- masing 10,2% dan 8,8%. Pada Zona 1, banyak terdapat sungai serta beberapa danau dan embung. Sungai Palu mengalir melintasi dua daerah yaitu Kabupaten Donggala dan Kota Palu, sehingga mampu menyediakan sumberdaya air bagi kedua daerah tersebut.
Danau Lindu yang terletak di Kabupaten Sigi memiliki luas yang terbesar, namun terletak pada daerah taman nasional sehingga sumberdaya air hanya dapat dimanfaatkan pada bagian hilir, sedangkan diatas perairan danau tidak dapat dikembangkan untuk budidaya.
Jaringan irigasi pada daerah irigasi Donggala merupakan sarana penyediaan air persawahan dan air baku. Pada daerah ini budidaya ikan kolam dapat berkembang pada kawasan persawahan.
Zona II juga memiliki sumberdaya air sungai, danau dan embung. Aliran sungai pada umumnya pendek kecuali Sungai Poso yang hanya melintas satu kabupaten, namun mencukupi ketersediaan sumberdaya air baik jaringan irigasi, sawah maupun perikanan. Danau
Poso adalah danau terbesar di Sulawesi Tengah dan merupakan sumber air Sungai Poso.
Usaha perikanan yang potensial adalah ikan tangkap, sedangkan pengembangan budidaya sangat terbatas karena berada pada daerah suaka alam. Ikan Sidat atau sogili yang merupakan ikan endemis dan memiliki siklus hidup Danau Poso - Sungai Poso - Teluk Poso juga akan
28 terpotong jalurnya oleh pembangunan PLTA sehingga perlu dikaji upaya pelestariannya atau pembudidayaannya.
Pada Zona III, sungai-sungai kebanyakan bermuara ke Teluk Tolo. Kabupaten Morowali banyak memiliki sungai besar, antara lain Sungai Laa dan Tambalako. Kabupaten Banggai banyak memiliki bendung untuk pengembangan irigasi sawah, yang merupakan daerah potensil untuk pengembangan kawasan budidaya air tawar. Kabupaten Banggai Kepulauan hanya memiliki sungai-sungai kecil yang aktif terutama pada musim hujan.
3.3 Sarana Perikanan
Pembangunan prasarana perikanan sangat mutlak diperlukan dalam menunjang keberhasilan pembangunan perikanan dan menurut Undand-undang No. 31 tahun 2004 dan revisi Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pemerintah berkewajiban membangun Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan.
Pentingnya pembangunan prasaran perikanan erat kaitannya dengan hal berikut, karena masih rendahnya tingkat produksi perikanan laut, upaya mendukung dan menerapkan konsepsi perikanan Wawasan Nusatara dalam aspek pembangunan perikanan nasional dalam memanfaatkan potensi sumberdaya ikan di dalam wilayah perairan Indonesia. Untuk mendukung kegiatan sektor perikanan di Provinsi Sulawesi Tengah maka pemerintah membangun beberapa sarana perikanan diantaranya Pelabuhan Perikanan, Tempat
Pendaratan Ikan (TPI) Pabrik es, Cold storage dan ABF.
Pelabuhan Perikanan adalah sebagai sarana pokok untuk kegiatan usaha penangkapan ikan dan mempunyai peranan yang sangat strategis penting di dalam pengelolaan sumberdaya
29
perikanan tangkap. Pada dasarnya dalam pengelolaan Pelabuhan Perikanan / Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) adalah bagaimana agar dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat pengguna pelabuhan perikanan dan suasana kondusif sesuai dengan fungsi Pelabuhan Perikanan itu sendiri. Guna memberikanan pelayanan yang baik, pengelolaan
Pangkalan Pendaratan Ikan dituntut agar dapat mempersiapkan fasilitas kebutuhan berupa : fasilitas pokok, fasilitas fungsional maupun fasilitas penunjang, yang selalu siap dioperasikan setiap saat serta kemampuan teknis operasional yang harus dimiliki oleh Petugas-Petugas pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah memiliki Pelabuhan Perikanan / Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yaitu :
1. Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paranggi adalah salah satu
Pangkalan Pendaratan Ikan yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sulawesi Tengah dibawah naungan UPT Pelabuhan Perikanan. Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Paranggi berposisi di wilayah pengelolaan Perikanan (WPP)
Zona 2 Teluk Tomini yang terletak di Desa Paranggi Kecamatan Ampibabo
Kababupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. PPI Paranggi berjarak 2 km
dari ibu kota kecamatan Ampibabo, 50 km dari ibu kota kabupaten Parigi Moutong
dan 97 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, sebagai lokasi kegiatan
perikanan tangkap Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) saat ini memiliki areal lahan
seluas 2,25 ha sebagai hasil dari proses pembebasan tanah oleh PEMDA Provinsi
Sulawesi Tengah sehingga memenuhi persyaratan menimal luas suatu PPI yang
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu sekitar 1 sampai 1,5 ha.
30
Aksesibiltas menuju ke PPI Paranggi cukup baik dengan adanya jalan Provinsi yang
menghubungkan Palu dengan Desa Paranggi. Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai PPI Paranggi sekitar 1-2 jam dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Sedangkan jalan utama yang menuju ke lokasi sekitar 200 m dengan kondisi jalan
yang cukup baik. Sarana angkutan yang ada berupa bis ukuran tiga perempat untuk
melayani rute Ampibabo - Palu. Sedangkan untuk transportasi lokal digunakan
angkutan umum berupa menibus dan motor ojek.
2. PPI Donggala,
adalah salah satu Pangkalan Pendaratan Ikan yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dibawah naungan UPT Pelabuhan Perikanan.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala berposisi di wilayah pengelolaan
Perikanan (WPP) Zona I terletak Desa Labuan Bajo Kecamatan Banawa Kabupaten
Donggala. PPI Donggala berjarak 1 km dari ibu kota kecamatan Banawa, 2 km dari
ibu kota kabupaten Donggala dan 36 km dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah,
dan berjarak 40 km dari Bandar Udara Mutiara Palu.
3. PPI Ogotua.
adalah salah satu Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan yang digadang-
gadang menjadi pelabuhan perikanan yang terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah
yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dibawah
naungan UPT Pelabuhan Perikanan. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ogotua
berposisi di wilayah pengelolaan Perikanan (WPP) Zona I terletak Desa Ogotua
Kecamatan Dampelas Utara Kabupaten Donggala.
31 Tabel 17. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Tolitoli
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas
Jumlah Kapasitas Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total (Unit) Total (Ton) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) 1. Darwin B. Kalalo Pasar Susumbolan 0 0 0 0 2 0 √
2. Samudera Jaya Bahari Kel. Nalu 1 100 1 100 0 0 √
3. Fitria Karya Sejahtera Doyan, Desa Ogomoli 1 5 1 150 0 0 √
4. Mina Jaya Bahari Doyan, Desa Ogomoli 1 5 1 80 0 0 √
5. PT. Tritoba Samudra Indonesia Kel. Nalu 1 15 1 100 1 0 √
6. PT. Cakrawala Mitra Bahari Kec. Baolan 1 15 1 75 0 0 √
7. Dinas Perikanan Kab. Tolitoli Kel. Nalu 0 0 0 0 3 0 √
Total 5 140 5 505 6 0
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 18. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Parigi Moutong
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total (Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) (Ton) 1. PT. Mina Jaya Lestari Desa Avolua 1 10 4 30 1 7 √
2. PO. Frozen Kel. Kampal 1 7 1 10 1 5 √
3. UPTD Wilayah II PP Paranggi 0 0 0 0 1 10 √
Total 2 17 5 40
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
32 Tabel 19. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Banggai
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah Total Total (Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) (Ton) Desa Biak Kec. Luwuk 1. PT. Indotropic Fishery 1 10 4 300 1 7 √ Utara 2. PT. Kelola Mina Laut Jl. Raya Luwuk 1 7 1 100 1 5 √
3. PT. Inti Jaya Bahari Doyan, Desa Ogomoli 2 2.5 1 150 1 5 √
4. PT. Banggai Indo Gemilang Ke. Luwuk Utara 1 5 1 80 1 5 √
5. UPTD Wilayah III PPI Pagimana 0 0 0 0 1 10 √
Total 5 14,5 7 630 5 32
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 20. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kab. Banggai Laut
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah Total Total (Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) (Ton)
1. CV. 99 Tinakin Laut 2 10 1 40 0 0 √
2. Koperasi Komira PP Mato 4 16 2 150 0 0 √
3. Ang Eng Tjun Desa Gonggong 1 12 1 200 1 5 √
4. Hj. Asri Banggai Laut 0 0 0 0 2 10 √
5. PT. Laut Jaya Sentosa Desa Gonggong 3 10 1 100 0 0 √
PT. Satya Trinadi Komira 6. Desa Gonggong 1 8 1 30 0 0 √ Perkasa
Total 11 56 6 520 3 15
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
33
Tabel 21. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah Total Total (Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) (Ton) PP Donggala Kel. Labuan 1. UPTD Wilayah I 0 0 2 0 1 15 √ Bajo
2. UPTD Wilayah I PP Ogotua 1 3 2 230 1 15 √
3. UPTD Wilayah II PP Paranggi 0 0 0 0 1 10 √
4. UPTD Wilayah III PP Pagimana 0 0 0 0 1 10 √
5. UPTD Wilayah IV PP Kolonedale 0 0 0 0 1 10 √
6. UPT-PPMHP DKP Sulteng DKP Sulteng 0 0 0 0 1 5 √
7. DKP Kab. Poso PPI Gebang Rejo 0 0 0 0 1 3 √
Total 1 3 4 230 68
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 22. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kabupaten Donggala
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah Total Total (Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) (Ton) PP Donggala Kel. 1. UPTD Wilayah I 0 0 2 0 1 15 √ Labuan Bajo
2. UPTD Wilayah I PP Ogotua 1 3 2 230 1 15 √
7. Swasta Tanjung Batu 0 0 0 0 1 15 √
8. Kopreasi Nelayan Panimbau 0 0 0 0 1 1.5 √
Total 1 3 4 230 4 46.5
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
34
Tabel 23. Daftar Ketersediaan ABF, Cold storage dan Pabrik Es di Kabupaten Tojo Una Una
Ketersediaan Cold Ketersediaan Ketersediaan ABF Status Kepemilikan storage Pabrik Es
No Nama Pemilik/Pengelola Lokasi Kapasitas Kapasitas
Jumlah Jumlah Jumlah Kapasitas Swasta Pemerintah
Total Total (Unit) (Unit) (Unit) (Ton)/Hari (unit) (unit) (Ton) (Ton) 1. DKP Kab. Tojo Una Una TPI Desa Labuan 0 0 0 0 1 12 √
2. DKP Kab. Tojo Una Una Desa Bahari 0 0 0 0 1 3 √
3. DKP Kab. Tojo Una Una Desa Wakai 0 0 0 0 1 1,5 √
4. DKP Kab. Tojo Una Una Desa Bomba 0 0 0 0 1 1,5 √
5. DKP Kab. Tojo Una Una Desa Malenge 0 0 0 0 1 3 √
6. Desa Pancuma Desa Pancuma 0 0 0 0 1 1 √
Total 0 0 0 0 6 21
Sumber : Data Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah
35
IV. Potensi Usaha dan Investasi
4.1 Kelautan
Potensi Usaha dan Investasi Kelautan yakni :
1. Budidaya Garam, lokasi Kota Palu
2. Bidang Pariwisata, lokasi Kabupaten Donggala.
4.2 Perikanan Tangkap
Potensi Usaha dan Investasi perikanan tangkap yakni :
1. Usaha penangkapan kapal ukuran 10 GT, lokasi Kabupaten Doggala, Kabupaten Tolitoli
2. Usaha penangkapan kapal ukuran >30 GT, lokasi Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Laut, Kabupaten Tolitoli
4.3 Perikanan Budidaya
Potensi Usaha dan Investasi perikanan budidaya yakni :
1. Budidaya Udang Supra Intensif, lokasi di Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu.
2. Mina Padi, lokasi Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala,
Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol.
4.4 Pengolahan dan Pemasaran
Potensi Usaha dan Investasi pengolahan dan pemasaran yakni :
1. Pengolahan Bandeng Bebas Duri, lokasi Kota Palu.
36
V. Peluang Investasi ditawarkan
5.1 Gambaran Umum Peluang Investasi
1. Nama Proyeksi : Pengembangan Industrialisasi Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah
Jenis Proyek Pengembangan udang vaname di Sulawesi tengah
Lokasi Proyek Lokasi pekerjaan mencakup seluruh wilayah administratif Provinsi Sulawesi Tengah dimana tersedia kawasan tambak udang dan lokasi industri. Wilayah tersebut meliputi : Kabupaten Donggala, Kota Palu, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Buol, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, Kabupaten Morowali (termasuk Morowali Utara), Kabupaten Tojo Una-Una, dan Kabupaten Banggai.
Deskripsi Proyek Potensi budidaya udang di Sulawesi Tengah areal tambak di Sulawesi Tengah sebagai lahan usaha saat ini seluas 11.343 ha. Areal tambak terbesar berada di wilayah pesisir Kabupaten Parigi Moutong yang mencapai 45,60 % dari totalitas areal tambak, sementara areal tambak terkecil dijumpai di wilayah Kabupaten Banggai, yakni hanya sebesar 0,13 %. Kemorosotan usaha tambak di Kabupaten Banggai disamping karena terhentinya usaha tambak udang yang cukup besar di wilayah Batui dan Bunta juga oleh peralihan aktivitas pembudidaya ke aktivitas lain, meskipun masih berstatus sebagai rumah tangga perikanan tambak. Areal usaha budidaya tambak yang cukup besar juga dijumpai di Kabupaten Donggala, Morowali, dan Tolitoli dengan prosentase dari totalitas luas tambak Sulawesi Tengah masing-masing sebesar : 23,53 %, 12,70%, dan 9,83%. Prosentase luas lahan usaha tambak di
37 Kabupaten Buol sebesar 4,06%, Kabupaten Poso 2,99% dan Kabupaten Tojo Una-Una sebesar 1,17%. Produksi Produksi udang Sulawesi Tengah di tahun 2009 sebanyak 5.844 ton dan mencapai 8.208 ton di tahun 2011. Pada tahun 2012, produksi udang turun ke angka 4.248 ton atau setengah dari produksi tahun 2011. Produksi udang dari perikanan tangkap jumlahnya sangat kecil dibandingkan produksi udang dari budidaya tambak. Pemasaran Pemanfaatan Udang
Tujuan Proyek
Lingkup Pekerjaan Proyek Budidaya Udang Vaname dan Industri Pengolahannya
Aspek Hukum dan Status Lahan
Biaya Investasi Rp. 27.344.154.500
Analisa Keuangan 1. Biaya Investasi : Rp. 27.344.154.500 2. Biaya Operasional : Rp. 7.215.509.000 3. Proyeksi Laba- Rugi : Rp. 6.392.491.000
Bentuk Kerjasama Investasi Murni
Perkiraan Jadwal
Dukungan Pemerintah
5.2 Analisis Investasi
Untuk kebutuhan analisis, diasumsikan bahwa setiap pemerintah daerah kabupaten di
Sulawesi Tengah memulai pengembangan udang dengan skala usaha 8 petak tambak supra intensif. Informasi yang dibutuhkan dirangkum dalam tabel-tabel berikut :
38
Tabel 24. Kebutuhan Investasi Usaha Tambak Supra Intensif (8 petak @1.225 m2, Depth=3m) Umur Nilai Perolehan
No Kegiatan Volume Satuan Harga satuan Rp Ekonomis Rp
Tahun A Tanah
1 Tanah Tambak 36.138 m2 50.000 1.806.900.000
Jumlah A 36138 m2 1.806.900.000 B Bangunan
1 Tambak superintensif (8 petak) 9.800 m2 450.000 4.410.000.000 10
2 Reservoar air laut, D=2m 10.000 m2 400.000 4.000.000.000 10
3 Tandon bantu, D=3 m 6.400 m2 450.000 2.880.000.000 10
4 Tandon limbah, D=2,5m 7.500 m2 450.000 3.375.000.000 10
5 Saluran pembuang 170 m 3.600.000 612.000.000 10
6 Jalan akses keliling 750 m2 650.000 487.500.000 10
7 Pagar pengaman batas lokasi 800 m 1.100.000 880.000.000 10
8 Rumah Genset dan Workshop 96 m2 3.000.000 288.000.000 15
9 Rumah Blower 20 m2 2.500.000 50.000.000 15
10 Gudang pakan 50 m2 2.500.000 125.000.000 15
11 Laboratorium 50 m2 3.500.000 175.000.000 15
12 Ruang administrasi 70 m2 3.500.000 245.000.000 15
13 Ruang panen 72 m2 2.500.000 180.000.000 15
14 Asrama, 18 kamar 360 m2 3.500.000 1.260.000.000 15
Jumlah B 36.138 m2 18.967.500.000 C Peralatan
1 Pompa utama air laut submersible Ø 10 inchi 2 Unit 40.000.000 80.000.000 5
2 Pompa distribusi air laut submersible Ø 8 inc 4 Unit 35.000.000 140.000.000 5
3 Blower 6,6 KVA 4 Unit 40.000.000 160.000.000 10
4 Kincir 3 PK (4 unit/petak) 36 Unit 15.000.000 540.000.000 3
5 Kincir 2 PK (4 unit/petak 36 Unit 9.000.000 324.000.000 3
6 Turbo jet 2 PK (4 unit) utk IPAL 4 Unit 18.000.000 72.000.000 3
7 Kincir 2 PK (2 unit) utk IPAL 2 Unit 7.000.000 14.000.000 3
8 Automatic feeder 1 unit/petak 6 Unit 15.000.000 90.000.000 5
9 Genset 200 KVA 1 Paket 450.000.000 450.000.000 15
10 Daya listrik 320 KVA 1 Paket 400.000.000 400.000.000 15
11 DO meter 1 Unit 65.000.000 65.000.000 5
12 Mikroskop binokuler 1 Unit 80.000.000 80.000.000 10
13 Spectroquan 1 Unit 165.000.000 165.000.000 5
14 Glassware 1 paket 5.000.000 5.000.000 1
15 Timbangan digital (sampling) 1 Unit 3.000.000 3.000.000 3
16 Timbangan digital (panen) 1 Unit 3.000.000 3.000.000 5
17 Timbangan pakan 25 kg 2 unit 500.000 1.000.000 2
18 Monitoring kualtas air online 2 Paket 135.000.000 270.000.000 5
Jumlah C 2.862.000.000 D Inventaris
1 Kelengkapan asrama dan kantor 1 Paket 100.000.000 100.000.000 10
Jumlah D 100.000.000 E Modal Kerja Awal 3.607.754.500
GRAND TOTAL 27.344.154.500
39
Tabel 25. Perhitungan Biaya dan Laba Operasional 1 Tahun (2 MT)
No Item Jumlah Satuan Harga satuan Biaya A Biaya Operasional untuk 1 Petak 1 MT 1 Benih 1.225.000 ekor 45 55.125.000 2 Pakan, (SR 90%,FCR=1,3, Size 70) 20.475 kg 13.500 276.412.500 3 Bahan aditif, (Rp.1.200/kg) 15.750 kg 1.200 18.900.000 4 Listrik, (2,5 kwh/kg) 39.375 kwh 1.352 53.235.000 5 Upah Tenaga Kerja Langsung 8 OB 3.500.000 28.000.000
Jumlah 431.672.500 6 Biaya lain-lain 2,5 % 431.672.500 10.791.813
Jumlah A 442.464.313 Volume Produksi (kg) 15.750 Estimasi Keberhasilan (90%) 14.175 Biaya untuk 1 kg udang 31.214 B Biaya Operasional untuk 8 Petak 2 MT 16 petak 442.464.313 7.079.429.000
C Laba Operasional 1 tahun Sales (2 MT 8 petak) 226.800 MT 60.000 13.608.000.000 Biaya Operasional : Biaya Produksi 7.079.429.000 Biaya Marketing (1% dari Sales) 136.080.000
Jumlah Biaya Operasional 7.215.509.000
Laba Operasional 6.392.491.000
Tabel 26. Estimasi Cash Flows
Masa N 2015/20 2016/20 2017/20 2018/20 2019/20 2020/20 2021/202 2022/202 2023/202 2024/202 Deskripsi Konstruk o 16 17 18 19 20 21 2 3 4 5 si
A Cas inflows
Laba (Rugi) 3.722.11 4.538.59 4.960.40 5.877.80 6.850.24 7.410.75 8.510.25 9.668.45 10.398.0 11.699.3 Operasional 6.710 6.710 7.313 4.241 4.984 4.483 7.703 0.188 51.999 97.075
2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 2.395.75 Penyusutan 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Internal cash 6.117.86 6.934.34 7.356.15 8.273.55 9.245.99 9.806.50 10.906.0 12.064.2 12.793.8 14.095.1 Generation 6.710 6.710 7.313 4.241 4.984 4.483 07.703 00.188 01.999 47.075 27.344.15 Modal (Equity) 4.500 Modal Kerja untuk 1 MT 3.499.90 Residual 0.000
27.344.15 6.117.86 6.934.34 7.356.15 8.273.55 9.245.99 9.806.50 10.906.0 12.064.2 12.793.8 17.595.0 Cash inflows 4.500 6.710 6.710 7.313 4.241 4.984 4.483 07.703 00.188 01.999 47.075
B Cash Outflows Penyediaan Aset 27.344.15 1 dan Penggantian 4.500 Penggantian 5.000.00 6.000.00 958.000. 6.000.00 818.000. 959.000. 5.000.00 6.000.00 958.000. 2 Peralatan 0 0 000 0 000 000 0 0 000 766.414. 945.861. 1.045.44 1.251.85 1.473.31 1.608.51 1.863.04 2.133.59 2.311.86 2.619.52 4 Pajak 684 920 8.175 3.274 8.052 9.888 0.798 9.691 4.567 0.558 27.344.15 766.414. 950.861. 1.051.44 2.209.85 1.479.31 2.426.51 2.822.04 2.138.59 2.317.86 3.577.52 Cash Outflows 4.500 684 920 8.175 3.274 8.052 9.888 0.798 9.691 4.567 0.558 5.351.45 5.983.48 6.304.70 6.063.70 7.766.67 7.379.98 8.083.96 9.925.60 10.475.9 14.017.5 0 C NCF 2.026 4.790 9.137 0.966 6.932 4.595 6.905 0.497 37.432 26.517 5.351.45 11.334.9 17.639.6 23.703.3 31.470.0 38.850.0 46.933.9 56.859.5 67.335.5 0 0 D Saldo Kas Awal 2.026 36.816 45.954 46.920 23.852 08.447 75.352 75.849 13.281 Saldo Kas Akhir 5.351.45 11.334.9 17.639.6 23.703.3 31.470.0 38.850.0 46.933.9 56.859.5 67.335.5 81.353.0 0 E Tahun (D+E) 2.026 36.816 45.954 46.920 23.852 08.447 75.352 75.849 13.281 39.798
40
5.3 Konsep Rencana
Sulawesi Tengah akan menghasilkan udang vaname 50.000 ton pada tahun 2019 atau
10% dari produksi nasional. Adapun distribusi produksi tahun 2019 menurut teknologi dan daerah penghasil di Sulawesi Tengah disajikan pada Tabel 27.
Tabel.27 Rencana Produksi Udang di Sulawesi Tengah Tahun 2019 (ton)
No Kabupaten Sederhana Semi-intensif Intensif Super-intensif Jumlah A Proporsi 10% 20% 30% 40% 100% B Target 5.000 10.000 15.000 20.000 50.000
C Alokasi
1 Buol 250 500 749 999 2.498
2 Donggala 1.177 2.354 3.531 4.708 11.770
3 Toli-Toli 472 943 1.415 1.886 4.716
4 Kota Palu - - - - -
5 Parigi Moutong 1.569 3.138 4.707 6.276 15.689
6 Banggai Kep - - - - -
7 Banggai 923 1.845 2.768 3.690 9.226
8 Tojo Una-Una 161 323 484 646 1.614
9 Morowali 335 670 1.005 1.340 3.350
10 Poso 114 228 341 455 1.138 Jumlah 5.000 10.000 15.000 20.000 50.000
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang di Provinsi Sulawesi Tengah
Produksi udang akan dihasilkan oleh setiap daerah melalui beberapa kategori teknologi, yaitu : teknologi sederhana, semi-intensif, intensif, dan supra intensif, dimana wujud konkrit dari masing-masing teknologi secara mudah dapat diketahui melalui tingkat kepadatan tebaran benur dalam tambak.
Pengembangan komoditi udang yang terintegrasi hulu-hilir dipandang sebagai prasyarat tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pemikiran ini dikenal sebagai industrialisasi udang. Agar industrialisasi mengedepankan kesejahteraan masyarakat, maka konsep yang harus diadopsi adalah blue economy, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar. 2
41
Gambar 2. Industrialisasi Udang di Sulawesi Tengah Berbasis Blue Economy
Hatchery Udang
Benur
Limbah Cair Grow out di Tambak Limbah Padat
Budidaya Rumput laut Cold storage/ V. Added
Chitin Tepung Pabrik Kepala Pakan Chitosan Udang Ikan
Pabrik SRC Pupuk
Hortikultura Budidaya Jamur
Sumber : Master plan Pengembangan Udang Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2014
Terlihat pada Gambar 6, integrated production chains untuk udang vaname (hatchery, grow out dan value added/processing) dengan produksi 50.000 ton dapat mengembangkan usaha-usaha lain terkait yang memanfaatkan limbah padat dan cair, sehingga bisa mewujudkan zero waste. Produk dari usaha-usaha terkait juga menguntungkan secara ekonomi. Dengan demikian, aktivitas usaha yang akan dikembangkan dibagi menjadi dua kelompok, meliputi :
1) Integrated production chains, meliputi : budidaya udang vaname di tambak, hatchery, dan cold storage/ processing.
2) Pengembangan blue economy dan zero waste, meliputi : budidaya rumput laut, SRC,
chitin-chitosan, tepung kepala udang, pakan ikan, dan pupuk organik.
42
Secara keseluruhan, pengembangan udang berbasis blue economy akan mewujudkan keseimbangan tiga aspek, yakni ekonomi, ekologi, dan sosial. Secara ekonomi, unit-unit usaha akan mencapai keuntungan yang diharapkan oleh pelaku usahanya. Secara ekologi, kelestarian lingkungan akan selalu terjaga. Secara sosial, investasi akan membuka lapangan kerja diikuti oleh terjadinya transformasi sosial dalam tahapan menuju masyarakat industri.
5.4 Rencana Zona Pengembangan
Pertimbangan dalam pembagian zona pengembangan udang vaname di Sulawesi
Tengah adalah terdapatnya dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu KEK Kota Palu dan
KEK Kota Bitung. Zona barat dengan pusat pengembangan Kota Palu diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku KEK Kota Palu, sedangkan zona timur dengan pusat pengembangan Kabupaten Banggai diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku KEK
Kota Bitung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rencana Pembagian Zona Pengembangan Udang
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
43
Gambar 4. Peta Zona Pengembangan Udang Vaname di Sulawesi Tengah
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
5.4.1 Rencana Supply Chains
Adapun rencana supply chains pengembangan udang vaname di Sulawesi Tengah disajikan pada gambar berikut :
Gambar 5. Integrated Supply Chain Udang Vaname
BENIH GROW OUT PROCESSING PASAR Broodstock Tambak Cold storage Product Hatchery Equipment Nursery Pabrik Pakan Alat & Equipment Teknologi Manajemen Sumberdaya manusia Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
5.4.2 Rencana Kebutuhan Lahan Tambak
Rencana kebutuhan lahan didasarkan pada target produksi dan tingkat produktivitas lahan sesuai dengan kategori teknologi. Adapun perhitungan tingkat produktivitas lahan dimaksud disajikan pada Tabel 28.
44
Tabel.28 Tingkat Produktivitas Udang Vaname Menurut Teknologi (kg)
No Teknologi SD SR Size Prod Pembulatan Keterangan 1 Sederhana 40.000 90 70 514 500 kg/ha
2 Semi-intensif 800.000 85 70 9.714 10.000 kg/ha
3 Intensif 1.500.000 85 70 18.214 18.000 kg/ha
4 Super-intensif 1.000.000 85 70 12.143 12.000 per-1000 m²
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Padat tebaran per-ha lahan tambak berbeda menurut penggunaan teknologi. Untuk
teknologi super-intensif, dengan padat tebaran benur 1 juta ekor per 1000 m² dan SR 85%,
dapat dicapai produktivitas 12 ton untuk size 70. Dengan membagi target produksi dan tingkat
produktivitas untuk dua masa tanam/siklus, diperoleh luasan tambak yang dibutuhkan untuk
mencapai target produksi tahun 2019.
Tabel.29 Kebutuhan Lahan Tambak Udang Menurut Teknologi di Sulteng Tahun 2019 (ha)
No Kabupaten Sederhana Semi-intensif Intensif Super-intensif Jumlah 1 Buol 250 25 21 5 301
2 Donggala 1.177 118 98 25 1.417
3 Toli-Toli 472 47 39 10 568
4 Kota Palu - - - - -
5 Parigi Moutong 1.569 157 131 33 1.889
6 Banggai Kep - - - - -
7 Banggai 923 92 77 19 1.111
8 Tojo Una-Una 161 16 13 3 194
9 Morowali 335 34 28 7 403
10 Poso 114 11 9 2 137
Jumlah 5.000 500 417 104 6.021 Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Rencana luas lahan di Sulawesi Tengah untuk menghasilkan 50.000 ton udang sebesar
6.021 ha, terdiri dari 5000 ha untuk teknologi sederhana, 500 ha untuk semi-intensif, 417 ha
untuk intensif, dan 104 ha untuk teknologi supra intensif.
5.4.3 Desain Tambak
Untuk kategori tambak sederhana dan semi-intensif, desain konstruksi tambak berbentuk petakan tanah dan lantai tanah, tetapi tambak semi-intensif telah dilengkapi dengan
45 equipment pengaturan air dan sirkulasi air (kincir) agar dapat memenuhi tuntutan padat tebaran yang lebih tinggi. Pada kedua kategori tambak, diperlukan pengaturan air agar parameter kualitas air dalam tambak selalu sesuai.
Konstruksi tambak intensif dan supra intensif pada dasarnya sama, tetapi padat tebaran yang sangat tinggi pada tambak supra intensif, mengharuskan penambahan fasilitas tambak yang menjamin tingkat pertumbuhan udang sesuai diharapkan. Kegagalan pada tambak supra intensif secara signifikan disebabkan oleh polutan yang mempengaruhi kualitas air.
Gambar 6. Sumber Polutan di Tambak
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Sisa pakan dan feses merupakan faktor kunci yang memicu penurunan kualitas air.
Nutrien dalam daging udang hanya sebagian kecil (N : 22,27%, P : 9,79%, dan C : 13,60%) sementara yang terbuang ke lingkungan cukup besar (N : 77,73%, P : 90,21%, dan C :
86,40%). Lebih jelasnya komposisi air buangan limbah tambak adalah sebagai berikut :
. Inorganik N (NH4, NH3, NO2, NO3) dan organik N . Inorganik P ( HPO4, PO4) dan organik P
46
. Terlarut (Protein, Karbohidrat, Asam humic, Partikel OM (Phytoplankton) . Suspended solid (inorganik dan organik) . Sulfat (H2S), CO2
Sisa pakan dan feses masih tertinggal di dasar tambak, sehingga perlu segera dibuang keluar dari sistem tambak untuk menjaga kualitas air berada pada batas kelayakan yang mendukung udang untuk tumbuh maksimal. Oleh karena itu, spesifikasi tambak super-intensif adalah sebagai berikut :
Tabel.30 Spesifikasi Tambak Udang Supra Intensif
No Spesifikasi Keterangan
1 Lokasi Kawasan supratidal 4-8dpl (kelas kesesuaian lahan tinggi),
2 Konstruksi Full Concrete, atau HDPE. Elevasi 0,5-1% ke arah pusat central drain
3 Luas petakan ≈1000 m2
4 Kedalaman air Minimum 2 m
5 Pembuangan limbah Central drain dan Collector drain
Kincir, Blower. 6 Sumber Oksigen Target biomassa 1 HP ≈ 500 kg udang.
7 Sumber air Tandon
8 Pompa Submersible 10 inchi (maksimum 2 petak)
9 Pakan Automatic feeder
10 Panen Shrimp pump / Fish pump
11 Pengolah limbah IPAL
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Pemenuhan spesifikasi tambak memungkinkan operasional tambak yang selalu dapat memenuhi tuntutan parameter kualitas air, sebagaimana dapat dilihat pada beberapa gambar berikuti ini.
47
Gambar 7. Operasionalisasi Tambak Supra Intensif
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Pengelolaan limbah tambak supra intensif dilakukan melalui upaya pengurangan beban limbah, dengan cara sebagai berikut : Pembatasan timbulan limbah (feeding strategy; low polluting feed; probiotik), Pendauran ulang limbah (budidaya low level food chain), Pemanfaatan kembali limbah (pupuk organik, biogas).
Gambar 8. Pengelolaan Limbah Tambak Supra Intensif
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
48
Gambar 9. Integrasi Tambak Udang dan Budidaya Rumput Laut
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Tambak supra intensif berjumlah 8 petak untuk 1 paket dilengkapi dengan fasilitas yang mampu menjaga kualitas air dan infrastruktur, dengan desain seperti pada Gambar 10.
Gambar 10. Desain Tambak Supra Intensif 8 Petak
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
49
Tabel. 31 Bangunan dan Fasilitas Tambak Supra Intensif (8 petak @1.225 m2, Depth=3m) No Kegiatan Jumlah Satuan Usia Pakai (tahun)
A Bangunan Tambak
1 Tambak superintensif (8 petak) 9.800 m2 10
2 Reservoar air laut, D=2m 10.000 m2 10
3 Tandon bantu, D=3 m 6.400 m2 10
4 Tandon limbah, D=2,5m 7.500 m2 10
5 Saluran pembuang 170 m 10
6 Jalan akses keliling 750 m2 10
7 Pagar pengaman batas lokasi 800 m 10
8 Rumah Genset dan Workshop 96 m2 15
9 Rumah Blower 20 m2 15
10 Gudang pakan 50 m2 15
11 Laboratorium 50 m2 15
12 Ruang administrasi 70 m2 15
13 Ruang panen 72 m2 15
14 Asrama, 18 kamar 360 m2 15
B Peralatan Pendukung
1 Pompa utama air laut submersible Ø 10 inchi 2 Unit 5
2 Pompa distribusi air laut submersible Ø 8 inchi 4 Unit 5
3 Blower 6,6 KVA 4 Unit 10
4 Kincir 3 PK (4 unit/petak) 36 Unit 3
5 Kincir 2 PK (4 unit/petak 36 Unit 3
6 Turbo jet 2 PK (4 unit) utk IPAL 4 Unit 3
7 Kincir 2 PK (2 unit) utk IPAL 2 Unit 3
8 Automatic feeder 1 unit/petak 6 Unit 5
9 Genset 200 KVA 1 Paket 15
10 Daya listrik 320 KVA 1 Paket 15
11 DO meter 1 Unit 5
12 Mikroskop binokuler 1 Unit 10
13 Spectroquan 1 Unit 5
14 Glassware 1 paket 1
15 Timbangan digital (sampling) 1 Unit 3
16 Timbangan digital (panen) 1 Unit 5
17 Timbangan pakan 25 kg 2 Unit 2
18 Monitoring kualtas air online 2 Paket 5
19 Kelengkapan asrama dan kantor 1 Paket 10 Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
50
5.4.4 Rencana Penyediaan Benih
Dengan padat tebaran untuk masing-masing teknologi, kebutuhan benih dari lahan
tambak seluas 6.021 ha pada tahun 2019 sebanyak 4.116.666.667 ekor. Adapun distribusi
kebutuhan benih udang vaname menurut teknologi di setiap kabupaten pada tahun 2019
disajikan pada Tabel 32.
Tabel.32 Rencana Kebutuhan Benih Udang Vaname di Sulawesi Tengah Tahun 2019 (ekor)
No Kabupaten Sederhana Semi-intensif Intensif Super-intensif Jumlah 1 Buol 19.984.829 39.969.659 62.452.592 83.270.122 205.677.202
2 Donggala 94.159.292 188.318.584 294.247.788 392.330.383 969.056.047
3 Toli-Toli 37.724.399 75.448.799 117.888.748 157.184.998 388.246.945
4 Kota Palu - - - - -
5 Parigi Moutong 125.512.010 251.024.020 392.225.032 522.966.709 1.291.727.771
6 Banggai Kep - - - - -
7 Banggai 73.805.310 147.610.619 230.641.593 307.522.124 759.579.646
8 Tojo Una-Una 12.910.240 25.820.480 40.344.501 53.792.668 132.867.889
9 Morowali 26.801.517 53.603.034 83.754.741 111.672.988 275.832.280
10 Poso 9.102.402 18.204.804 28.445.006 37.926.675 93.678.887
Jumlah 400.000.000 800.000.000 1.250.000.000 1.666.666.667 4.116.666.667 Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Jika 1 hatchery dapat menghasilkan benih 600 juta ekor per-tahun dan setiap tahun
terdapat 2 masa tanam/siklus, maka kebutuhan benih dapat dipenuhi oleh 3 hatchery. Lokasi
hatchery 1 di Kabupaten Donggala, 1 di kabupaten Parigi Moutong dan 1 di Kabupaten
Banggai.
Benih berkualitas memiliki pertumbuhan lebih cepat dan tahan terhadap penyakit.
Disamping kedua pertimbangan ini, keberlanjutan ketersediaan benih dengan harga lebih
terjangkau merupakan alasan untuk memenuhi kebutuhan benih sendiri melalui pengembangan
hatchery udang. Operasional hatchery diawali dengan pengadaan induk hingga benih siap tebar
di tambak udang dapat dilihat pada Gambar 11.
51
Gambar 11. Operasional Usaha Hatchery Benur Udang Vaname
Broodstock Center
Induk Berkualitas Generasi F1, SPF
Hatchery
Bak Induk
1. Karantina Induk 2. Pemisahan Induk 3. Ablasi Pakan Segar 4. Perkawinan Immunobooster 5. Pemijahan 6. Penetasan
Nauplii (1 hari)
Bak Larva
1. Zoea (3-4 hari) Pakan Alami Pakan Buatan Health Management 2. Mysis (3-4 hari) Immunobooster 3. PL (12-15 hari)
Quality Assurance
1. PCR test Tidak Lolos Uji 2. Abnormality test 3. Stress test
Seluruh populasi dimusnahkan Lolos Uji
Pakan Alami Intermediate (Nursery) Pakan Buatan (30-40 hari) Immunobooster
Petak Budidaya Supra Intensif
Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
52
Langkah awal dalam pengembangan usaha hatchery adalah pengadaan induk udang yang akan dipijahkan, yaitu induk hasil domestikasi dari Broodstock Center (BC) berkualitas tinggi. Beberapa Broodstock Center yang menghasilkan induk vaname unggul umumnya terdapat di Hawai dan Singapore. Saat ini, telah berdiri dan beroperasi sebuah usaha
Broodstock Center di Pulau Lombok (Global Gene), yang telah menerapkan Selective Breeding) dan Pengelolaan Kesehatan (Health Management) selama proses produksi induk. Perusahaan tersebut juga telah melakukan ekspor induk ke beberapa negara di Asia. Kerjasama dengan
Broodstock Center perlu dijajaki agar kebutuhan terhadap hatchery terhadap induk unggul dapat terpenuhi. Nauplii yang dihasilkan dipindahkan ke bak larva hingga menjadi benih, dan setelah melalui proses nursery, benih siap ditebar dalam petak tambak.
5.5 Rencana Budidaya Udang Vaname (Grow out)
Benur yang ditebar berumur Post Larvae 15 hari (PL 15). Selama masa budidaya, parameter oksigen terlarut dalam air minimal 3,10 ppm (pada dini hari (pk. 05.00 – 06.00), suhu air antara 29 – 31oC, kecerahan antara 20 – 30 cm, konsentrasi NH3 maksimal 0,1 ppm, konsentrasi H2S maksimal 0,1 ppm, alkalinitas antara 130 – 170 ppm, dan derajat keasaman
(pH) antara 7,8 – 8,2. Pada tambak super-intensif, padat tebaran 1.000 ekor benur/m2 atau satu juta ekor per-petak berukuran 1.000 m2, pengoperasian peralatan tambak akan selalu menjaga kualitas parameter air.
Setiap petakan 1.000 m2 menggunakan 20 kincir dengan daya masing-masing 1 HP.
Dengan asumsi tiap kincir menghasilkan oksigen (O2) untuk biomass 500 kg udang, maka 20 kincir memberikan daya dukung setara biomass 10.000 kg udang. Ketidakseimbangan karena biomass telah melampaui daya dukung, maka penjarangan dilakukan melalui Partial Harvest
53
(panen parsial) sebanyak 20% - 30% dari total biomass. Biomass tersisa dipelihara dan jika
melampaui 10.000 kg kembali, maka dilakukan penjarangan atau panen parsial. Selama 1
siklus tanam, panen parsial dilakukan 3 – 4 kali, dan diakhir siklus dilakukan panen total.
Agar dapat tumbuh dengan baik, udang vaname diberikan nutrisi yang baik dan
berkecukupan berupa pelet yang memiliki kandungan protein antara 28 – 37% (bahan kering).
Dengan SR 90%, size udang 70 dan FCR 1,3, maka kebutuhan pakan sebesar 68.807 ton pada
tahun 2019.
Tabel. 33 Rencana Kebutuhan Pakan Udang di Sulawesi Tengah (ton)
No Kabupaten Sederhana Semi-Intensif Intensif Super-Intensif Jumlah 1 Buol 334 668 1.044 1.392 3.438
2 Donggala 1.574 3.148 4.918 6.558 16.197
3 Toli-Toli 631 1.261 1.970 2.627 6.489
4 Kota Palu - - - - -
5 Parigi Moutong 2.098 4.196 6.556 8.741 21.590
6 Banggai Kep - - - - -
7 Banggai 1.234 2.467 3.855 5.140 12.696
8 Tojo Una-Una 216 432 674 899 2.221
9 Morowali 448 896 1.400 1.867 4.610
10 Poso 152 304 475 634 1.566
Jumlah 6.686 13.371 20.893 27.857 68.807 Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Pakan dengan kandungan protein lebih tinggi diberikan pada fase benih, sekitar 37%,
dan setelah udang tumbuh, diberikan pakan dengan protein 28%. Volume pakan per-hari yang
diberikan antara 3% - 5 % dari berat biomass dan dapat ditambah sesuai dengan
perkembangan udang. Pada bulan pertama, pemberian pakan masih menggunakan tenaga
manusia, mengingat ukuran pakan yang masih halus, di bulan kedua telah menggunakan
automatic feeder (mesin pelontar pakan otomastis).
Penggunaan pakan komersial mempunyai dampak yang kurang baik bagi air media budidaya, mengingat tingginya limbah yang dilepaskan di perairan. Sebagai gambaran, nutrien
54 dari pakan yang terakumulasi dalam tubuh udang dalam bentuk Nitrogen (N) = 22,27%;
Phospat (P) = 9,79% dan Carbon (C) = 13,60%; sedangkan yang terbuang ke media budidaya dalam bentuk Nitrogen (N) = 77,73%; Phospat (P) = 90,21% dan Carbon (C) = 84%.
Kandungan nutrisi yang dilepas dalam perairan berupa sisa pakan dan kotoran (faeces) udang.
Oleh karena itu, nutrisi yang terbuang dalam media budidaya harus dikeluarkan dari petakan melalui central draine.
Penyakit pada budidaya Udang Vaname umumnya Taura Sindrome Virus (TSV), White
Spot Syndrome Virus, dan terakhir adalah EMS (Early Mortality Syndrome) yang bisa mengakibatkan kematian masal udang dalam tambak. Penyakit sebagian besar ditimbulkan oleh kualitas lingkungan yang buruk dan penggunaan benih yang tidak standar atau telah terkontaminasi penyakit serta kandungan nutrisi yang rendah. Pencegahan penyakit dilakukan dengan menerapkan cara budidaya yang baik, melalui : (1) menjaga lingkungan budidaya tetap layak; (2) pengendalian pathogen; dan (3) pemenuhan nutrisi udang.
Panen parsial 1 dapat dilakukan pada hari ke-71 hingga ke-75, saat udang telah mencapai size antara 90 - 100 (90 – 100 ekor udang/kg). Panen parsial hanya bersifat penjarangan, sehingga biomass yang dikeluarkan dari petakan berkisar 20 - 30% atau berkisar antara 2 – 3 ton. Panen parsial dilakukan dengan menggunakan jala. Panen berikutnya dapat dilakukan setiap 10 hari kemudian hingga 3 – 4 kali. Panen total dapat dilakukan pada kisaran
100 – 105 hari, saat udang telah mencapai size sekitar 50. Asumsi total panen ukuran petak
1.000 m², tebaran 1.000/m², sintasan 90%, Feeding Convertion Ratio (FCR) 1,3 dengan ukuran
70 ekor/kg (size 70) adalah 12,85 ton/petak.
55
Sistem produksi udang vaname dengan teknologi supra intensif terjadi dengan tanpa dampak lingkungan yang negatif. Agar dapat mengurangi pengaruh limbah pada perairan, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Penerapan feeding strategy; melalui cara pemberian pakan yang tepat jumlah, tepat waktu, tepat nutrisi; dan tepat produk (low polluting feed);
2) Penggunaan probiotik selama periode budidaya;
3) Penggunaan IPAL untuk pemanfaatan dan daur ulang limbah untuk mendapatkan pupuk
organik berupa kompos dan budidaya komoditas low level food chain.
IPAL pada petak budidaya udang terdiri dari : (1) petak pengendapan, berfungsi mengendapkan bahan organik; (2) petak oksigenasi, untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut; (3) petak biokonversi, untuk meningkatkan bioflok yang berfungsi memecah bahan organik menjadi nutrien yang lebih sederhana; dan (4) petak penampungan, untuk memelihara komoditas Low level food chain seperti Ikan bandeng, Ikan Nila, Ikan Baronang, Kekerangan, dan Rumput laut. Hasil penelitian Rachmansyah (BRPBAP Maros) pada tambak supra intensif di ITP Punaga, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan menunjukkan:
1) Pada petak pengendapan, dengan waktu pengendapan 10 -- 20 menit dan volume
endapan: 5 --15 %, maka Total Suspended Solid dari awal sebesar 1.710 ppm menjadi 138
ppm dalam 20 menit; 50 ppm dalam dan 40 menit serta 20 ppm dalam 60 menit;
2) Pada petak oksigenasi; Dissolved Oxygen (DO) awal sebesar 2,18 ppm, menjadi 6,10 ppm setelah 4 jam
3) Effluent pada petak penampungan sebagai berikut: (1) TSS < 70 ppm; (2) TN < 4 ppm; (3)
TP < 0,4 ppm; (4) BOT < 30 ppm; (5) BOD < 20 ppm; dan (6) pH: 6,5 – 8,5
56
4) Meskipun IPAL dapat mereduksi limbah, namun sangat disarankan untuk melakukan
budidaya rumput laut pada perairan di sekitar lokasi buangan effluent tambak supra
intensif. Hal ini mengingat bahwa daya serap K. alvarezii terhadap Nitrogen (N) sebesar
24,8 ug/g/jam dan Phospat (P) sebesar 9,1ug/g/jam. Bila menggunakan indikator N, maka
pada budidaya 1 ton udang/musim tanam perlu ditunjang oleh budidaya 2,75 ton Rumput
Laut K. alvarezii. Dalam hal ini, bila budidaya untuk 64 petak budidaya udang, perlu
ditunjang sekitar 40 Ha usaha budidaya rumput laut sepanjang tahun.
5.5.1 Rencana Bahan Baku Value Added / Cold storage
Dengan produksi udang 6.021 ha untuk 2 siklus sebesar 50.000 ton/tahun dan jumlah hari kerja 300 hari per-tahun, pada tahun 2019 tersedia bahan baku udang sebanyak 167 ton per-hari untuk diolah dalam aktivitas value added. Adapun rencana kebutuhan bahan baku value added di setiap kabupaten pada tahun 2019 disajikan pada Tabel 34.
Tabel. 34 Rencana Kebutuhan Bahan Baku Cold storage Udang (ton/hari)
No Kabupaten Ton/hari 1 Buol 8 2 Donggala 39 3 Toli-Toli 16 4 Kota Palu - 5 Parigi Moutong 52 6 Banggai Kep - 7 Banggai 31 8 Tojo Una-Una 5 9 Morowali 11 10 Poso 4 Jumlah 167 Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
57
5.5.2 Rencana Blue Economy dan Zero Waste
Limbah udang dan effluent tambak memberikan manfaat yang dapat dijadikan sebagai bahan baku aktivitas zero waste. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel.35 Bahan Baku Aktivitas Blue Economy / Zero Waste
Chitin-Chitosan (30%) Rumput Laut No Kabupaten Ton/Tahun Ton/Tahun Ha SRC (ton/thn) 1 Buol 749 6.875 246 172 2 Donggala 3.531 32.391 1.157 810 3 Toli-Toli 1.415 12.977 463 324 4 Kota Palu - - - - 5 Parigi Moutong 4.707 43.176 1.542 1.079 6 Banggai Kep - - - - 7 Banggai 2.768 25.389 907 635 8 Tojo Una-Una 484 4.441 159 111 9 Morowali 1.005 9.220 329 230 10 Poso 341 3.131 112 78 Jumlah 15.000 137.600 4.914 3.440 Sumber : Master Plan Pengembangan Udang Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Dari 50.000 ton bahan baku udang untuk aktivitas value added, 30% terbuang dalam bentuk kepala dan kulit atau 15.000 ton, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pabrik tepung kepala udang dan chitin-chitosan. Selanjutnya, tepung kepala udang merupakan bahan baku pabrik pakan ikan. Ketersediaan bahan baku dari limbah udang di setiap kabupaten dapat dilihat pada Tabel 35.
Effluent dari tambak merupakan nutrien bagi tanaman rumput laut. Dengan rasio 1 ton udang : 2,752 ton rumput laut, maka dapat dihasilkan 137.600 ton rumput laut basah yang membutuhkan areal seluas 4.914 ha karena 1 ha menghasilkan 28 ton rumput laut basah.
Sejumlah 10 kg rumput laut menjadi 1 kg rumput laut basah dan 25% dari rumput laut kering menjadi SRC, maka pada tahun 2019, SRC yang dihasilkan sebesar 3.440 ton.
58
Disamping produk zero waste yang dikemukakan di atas, limbah padat dari tambak, hatchery dan pabrik SRC dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik yang bermanfaat bagi aktivitas hortikultura.
5.6 Rencana Pemasaran
Produk olahan udang Sulawesi Tengah dengan value added tinggi diarahkan pada pasar domestik, pasar Asia, Amerika dan Eropa. Beberapa langkah strategik yang akan ditempuh sebagai syarat untuk bisa berkompetisi di pasar global, adalah sebagai berikut :
1) Membangun product image sebagai produk ramah lingkungan, sebagaimana dibuktikan dengan eco-labeling.
2) Standardisasi produk.
3) Mengembangkan jaringan pemasaran internasional, melalui kemitraan dengan eksportir udang, pembeli luar negeri dan e-commerce.
4) Berperan dalam asosiasi udang nasional dan internasional.
5) Promosi produk melalui event nasional dan internasional.
6) Integrasi dalam jaringan cargo internasional.
5.7 Rencana Investasi
Untuk kategori teknologi sederhana dan semi-intensif, investasi dapat dilakukan secara langsung oleh masyarakat dengan melakukan revitalisasi petak-petak tambak yang sudah ada.
Dalam mencapai tingkat produktivitas sebagaimana ditargetkan, intervensi dan regulasi pemerintah diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan benih, pakan, dan peralatan sesuai anjuran, disamping intervensi health management dan akses permodalan.
59
Untuk kategori teknologi intensif dan super-intensif, investasi dilakukan oleh dunia usaha, baik lokal dan domestik maupun investor asing. Agar Net Present Value (NPV) positif dan Internal Rate of Return (IRR) melebihi cost of capital, maka intervensi dan regulasi pemerintah diarahkan pada terwujudnya iklim investasi, dalam beberapa bentuk sebagai berikut
1) Penyiapan dan regulasi zona eco-vaname estate di setiap kabupaten/kota, sebagai
pusat-pusat cluster udang vaname. Setiap eco-vaname estate terkonektivitas satu
dengan lainnya yang terpadu dengan pelabuhan dan bandar udara. Konektivitas akan
memperlancar lalu lintas benih, pakan, dan produk udang dengan biaya logistik yang
efisien.
2) Menerapkan perijinan usaha yang mudah, murah, dan cepat.
3) Pengembangan sumberdaya manusia dalam teknologi benih, pakan, tambak dan
pembesaran udang serta aktivitas-aktivitas yang terkait dengan mata rantai bisnis
vaname, termasuk teknologi dan pemasaran produk blue economy / zero waste.
Pengembangan sumberdaya manusia diharapkan dapat mendukung terwujudnya
transformasi sosial yang akan mendukung eco-vaname estate di setiap kabupaten.
4) Mengembangkan kemitraan investasi yang saling menguntungkan antara pengusaha lokal, domestik dan internasional.
5) Meningkatkan akses permodalan dengan cost of capital rendah.
5.8 Dampak Sosial
Terwujudnya produksi udang 50.000 ton di tahun 2019 diperkirakan akan memberikan dampak sosial dalam bentuk sebagai berikut :
60
1) Setiap unit usaha membutuhkan tenaga kerja lokal, sehingga akan meningkatkan
penghasilan masyarakat lokal. Tenaga kerja cukup banyak dibutuhkan oleh usaha value
added.
2) Masyarakat lokal yang melakukan aktivitas budidaya udang dan rumput laut dapat
menjual hasil produksinya secara langsung di kawasan dengan harga lebih memuaskan
tanpa harus menanggung biaya angkutan.
3) Benur, bibit rumput laut dan pakan ikan berkualitas dapat diperoleh masyarakat secara mudah dengan harga kompetitif yang menguntungkan masyarakat.
4) Kesuburan perairan yang meningkat karena effluent dari tambak udang dan keberadaan areal rumput laut menguntungkan masyarakat dalam aktivitas budidaya mereka.
5) Ketersediaan pupuk organik untuk aktivitas hortikultura, jamur dan agrikultur.
6) Berkembangnya kawasan investasi melahirkan kebutuhan yang dapat disuplai oleh UMKM-UMKM sekitar lokasi.
7) Terjadinya transformasi sosial menuju masyarakat industri di daerah.
61
VI. Kemudahan Investasi
6.1. Layanan Perijinan Daerah
Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PPTSP adalah penyelenggara pelayanan perizinan yang mendapat pelimpahan wewenang dari Gubernur dimulai proses pengelolaan dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
Sistem PTSP dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan untuk menyelenggarakan pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.
Penyelenggaraan PTSP dilaksanakan oleh Dinas dan secara administratif dilaksanakan oleh Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Bidang Pengaduan dan Peningkatan
Layanan dengan prinsip keterpaduan, ekonomis, koordinasi, akuntabilitas dan aksesibilitas.
Untuk mendapatkan pelayanan, ditetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon, berupa persyaratan teknis dan/atau persyaratan administratif serta melampirkan surat keterangan bukti pelunasan pajak retribusi dari Perangkat Daerah yang berwenang berdasarkan peraturan perundang undangan.
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan serta pelayanan help desk dimulai dari jam
07.30 waktu Indonesia Tengah sampai dengan jam 15.30 waktu Indonesia Tengah, kecuali hari
Jumat pelayanan sampai dengan jam 16.00 waktu Indonesia Tengah dan waktu libur tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
62
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan meliputi: a. bidang penanaman modal; b. bidang tenaga kerja; c. bidang koperasi, usaha mikro kecil dan menengah; d. bidang kesatuan bangsa dan politik; e. bidang sosial f. bidang energi dan sumber daya mineral; g. bidang kelautan dan perikanan; h. bidang lingkungan hidup dan kehutanan; i. bidang pekerjaan umum, sumber daya air dan penataan ruang; j. bidang pekerjaan umum, bina marga dan cipta karya; k. bidang perhubungan; l. bidang komunikasi dan informatika; m. bidang perindustrian dan perdagangan; n. bidang kesehatan; o. bidang pendidikan dan kebudayaan; p. bidang pertanian dan perkebunan; q. bidang peternakan dan kesehatan hewan; dan r. bidang penelitian.
6.2. Kebijakan dan Regulasi Daerah
Dalam rangka mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat sebagai bentuk kemudahan pelayanan perijinan Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu, sesuai dengan amanat Pasal 14 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu maka telah di buat Peraturan Gubernur No.
68 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Sulawesi Tengah.
6.3. Insentif Daerah
Pemberian insentif bertujuan meningkatkan kinerja dan semangat pejabat atau aparat pelaksana pemungutan serta pihak lainnya dalam meningkatkan pendapatan daerah dan pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka mengoptimalkan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, instansi pelaksana pemungutan dan pihak lain yang membantu pelaksanaan pemungutan diberikan insentif semuanya diatur dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah
No. 6 Tahun 2016 tentang Insentif Pemugutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
63
Insentif diberikan kepada Instansi Pelaksana pemungut Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Instansi Pelaksana pemungut Pajak Daerah adalah Dinas Pendapatan. Dan
Instansi Pelaksana Pemungut Retribusi Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
Provinsi yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pengelola retribusi daerah.
Insentif bersumber dari pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Alokasi besaran insentif ditetapkan sebesar 3%
(tiga persen) dari rencana penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam tahun anggaran berkenaan dalam tiap jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
6.4 Penyelesaian Hambatan Investasi
Investor Forum bertujuan untuk menjalin komunikasi yang lebih erat antara perusahaan
PMDN/PMA yang berlokasi di Sulawesi Tengah dengan Pemerintah Daerah (Provinsi/
Kabupaten/ Kota). Tujuannya adalah agar Pemda dapat membantu dan memfasilitasi jika ada permasalahan-permasalahan dalam merealisasikan investasi. BKPM dan Pemerintah Daerah selaku instansi yang bertanggung jawab dalam pencapaian realisasi investasi akan saling melakukan koordinasi untuk mencari solusi atas penyelesaian permasalahan. Jika hambatan dan permasalahan dapat diselesaikan, sehingga dampak positif atas percepatan realisasi investasi dapat segera terwujud.
64
VII. Kontak Hubung
1. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jl. Pramuka. No.23 Palu / Jl. Cik Ditiro No. 29 Palu
email : [email protected]
Tlp / Fax : (0451) 421807; (0451) 424325
Hp. Narahubung
2. Dinas Kelautan Perikanan Provinsi
Jl. Undata No. 7 Kec. Palu Timur Kota Palu Telp. (0451) 421560-429379
Fax. 0451- 421560 Hp.
Narahubung
65