PENGGUNAAN AL-QUR’AN BRAILLE DIGITAL OLEH JAMAAH TUNANETRA DI YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG

Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Syahrul Pebriandi NIM: 11140340000009

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1442 H/2020 M

PENGGUNAAN AL-QUR’AN BRAILLE DIGITAL OLEH JAMAAH TUNANETRA DI YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG

Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Syahrul Pebriandi NIM: 11140340000009

Pembimbing

Kusmana, M.A., Ph.D NIP. 19650424 199503 1 001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2020 M

LEMBAR PERNYATAAN Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Syahrul Pebriandi NIM : 11140340000009 Fakultas Program Studi : Ushuluddin Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Judul Skripsi : Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital Oleh Jamaah Tunanetra Di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong.

Dengan ini menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya rujuk dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 20 Maret 2021

Syahrul Pebriandi

v vi

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH Skripsi yang berjudul PENGGUNAAN AL-QUR’AN BRAILLE DIGITAL OLEH JAMAAH TUNANETRA DI YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Desember 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

vii viii

ABSTRAK Syahrul Pebriandi Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital Oleh Jamaah Tunanetra Di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Skripsi ini membahas tentang penggunaan al-Qur’an Braille Digital oleh jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong. Al-Qur’an braille digital merupakan salah satu bentuk mushaf digital dengan huruf braille yang memiliki audio yang memungkinkan bagi para tunanetra untuk dapat mempelajari al-Qur’an dan mendengar melalui lantunan suara dari beberapa qori’ yang terkenal, melakukan pencarian terhadap ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an, mengetahui terjemah makna dan tafsīr ayat al- Qur’an yang telah terangkum dalam mushaf digital tersebut yang dikhususkan untuk para tunanetra. Hal yang membuat al-Qur’an braille digital menarik adalah bentuknya sangat simpel, praktis, mudah dibawa, dan dalam satu buku mencakup 30 juz. Oleh karena itu, al-Qur’an braille digital ini merupakan inovasi baru yang sangat dibutuhkan oleh para tunanetra untuk meningkatkan kualitas membaca al-Qur’an. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengungkap praktik tersebut agar dapat di share oleh lainnya dan berkontribusi pada wacana al-Qur’an braille digital. Dengan menggunakan metode deskriptif-analitik, studi ini meneliti bagaimana praktik penggunaan al-Qur’an braille digital tersebut oleh jamaah tunanetra di yayasan ini?. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, melalui proses observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi, ditemukan bahwa tunanetra menggunakan al-Qur’an braille digital untuk keperluan hafalan karena bisa diulang-ulang, untuk mengoreksi bacaan, untuk memahami terjemahan dan tafsīr ayat al-Qur’an dan mendengarkan murottal. Sehingga, mereka mendapatkan alat ini dapat menemukan banyak kemudahan dalam menggunakannya. Akan tetapi dalam penggunaannya para tunanetra tidak bisa lepas dari al-Qur’an braille biasa, karena faktanya al-Qur’an braille digital hanya untuk mengecek hafalan dan mengoreksi bacaan.

Kata kunci: Tunanetra, al-Qur’an Braille Digital, Yayasan Raudlatul Makfufin

ix x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Subḥānahu wa taʻālā. yang telah memberikan rahmat, taufik serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita semua yaitu Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam. Manusia utusan Allah, dengan perantaranya lah kita mendapat nikmat Iman dan Islam. Teriring rasa syukur atas nikmat Allah Subhānahu wa ta‘āla, penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan judul : “Penggunaan Al- Qur’an Braille Digital Oleh Jamaah Tunanetra Di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong”. Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Agama (S.Ag) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada : 1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024, yang telah memimpin dan mengelola penyelenggaraan pendidikan sebagaimana mestinya. 2. Dr. Yusuf Rahman, MA. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya yang telah mengkoordinir penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat di Fakultas. 3. Dr. Eva Nugraha, MA. Ketua program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir juga Dr. Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH, selaku Sekretaris program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, yang selalu memfasilitasi, ikhlas, memberikan contoh yang baik dan tak pernah lelah memotivasi,

xi xii

semoga Allah Subhānahu wa ta’āla membalas kebaikan beliau dan memberikan keberkahan. 4. Bapak Kusmana, M.A., Ph.D., selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan banyak masukan, nasihat dan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak Bapak, tanpa Bapak skripsi ini tidak akan selesai. 5. Dr. Abdul Moqsith Ghazali, MA. Dosen pembimbing akademik yang telah berkenan memberikan masukan dan meluangkan waktunya ditengah kesibukannya sebagai dosen. 6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat, khususnya program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang ikhlas, tulus dan sabar untuk mendidik kami agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berintelektual. 7. Pihak Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong khususnya kepada Bapak Budi Santoso selaku Ketua Yayasan beserta jajarannya; Bapak Agus Hermanto selaku Ketua IKJAR, dan ke enam informan yang telah mengorbankan waktunya dalam membantu penulis dalam proses pengumpulan data di sana. Semoga segala perbuatan baiknya dibalas oleh Allah Subhānahu wa ta‘āla. 8. Orang tua yang selalu mendoakan tiada henti dan keluarga penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan dorongan agar segera menyelesaikan skripsi ini. Khususnya untuk ibu yang sudah tiada, semoga skripsi ini menjadi hadiahmu di alam sana. 9. Istri tercinta dan tersayang Shopira Nur Azizah, S.Pd., dan keluarga, yang selalu menemani penulis, mendukung penulis, tiada lelah dan tiada henti. Semoga istri tercinta dan keluarga selalu diberikan

xiii

kesehatan, kekuatan, dan selalu berada dalam lindungan Allah Subhānahu wa ta‘āla. 10. Pihak Masjid Fatahillah Rempoa yang telah memfasilitasi penulis untuk melanjutkan kuliah ini hingga selesai. 11. Tarekat Idrisiyyah khususnya Dr. H. Irfan Budiono, MM., Luqman al-Hakim, S.Ag., Han Han Burhani, S.Pd.I yang telah memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat penulis saudara M. Harar, S.Ag., yang telah membantu dan berbagi pengalaman dalam proses pengerjaan skripsi ini. Dengan keikhlasan dan rasa tolong menolong yang kuat dia ingin mengorbankan waktunya untuk membantu sahabatnya untuk sukses bersama. Terima kasih sahabat, semoga kebaikanmu dibalas oleh Allah Subhānahu wa ta‘āla. 13. Sahabat kuliah sekaligus keluarga kecil penulis yaitu Faris Fadil Yusuf, S.Ag., beserta istri dan keluarga, Suyudi Solehudin, S.H., Farhan Hidayat, S.H., yang telah menemani dan menghiasi masa- masa kuliah penulis dengan penuh kebahagiaan.

Akhir kata, semoga segala bentuk bantuan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan pahala dari Allah subhānahu wa ta‘āla. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca. Āmīn Yā Robbal ‘Ālamīn. Jazakumullāh Ahsanal jazā.

Jakarta, 6 November 2021

Syahrul Pebriandi NIM 11140340000006

xiv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Referensi pedoman transliterasi yang dipakai penulis dalam skripsi ini adalah keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987, sebagai berikut:

1. Padanan Aksara Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf Huruf Latin Keterangan Arab Tidak Tidak dilambangkan ا dilambangkan

b be ب

t te ت

(ṡ es (dengan titik diatas ث

j je ج

(ḥ ha (dengan titik dibawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

(ż zet (dengan titik diatas ذ

r er ر

xv xvi

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

(ṣ es (dengan titik dibawah ص

(ḍ de (dengan titik dibawah ض

(ṭ te (dengan titik dibawah ط

(ẓ zet (dengan titik dibawah ظ

ʻ Koma terbalik di atas hadap kanan ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q qi ق

k ka ك

l el ل

m em ـم

n en ن

xvii

w we و

h ha ه

apostrof ` ء

y ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoton dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Tanda Vokal Latin Keterangan Arab a Fatḥah ــَـ i Kasrah ــِـ u Ḍammah ــُـ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Tanda Vokal Latin Keterangan Arab ai a dan i ــَـ ي au a dan u ــَـ و

xviii

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (maddah), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Tanda Vokal Latin Keterangan Arab ā a dengan garis di atas ىَ ا ī i dengan garis di atas ىِ ي ū u dengan garis di atas ىُ و

4. Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.

5. Syaddah (Tasydīd) Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan ,dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf (ــّـ) dengan sebuah tanda yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. .tidak ditulis ad-darūrah melainkan al-darūrah (اﻟﻀﺮورة) Misalnya, kata

6. Ta Marbūṭah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbūṭah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf [h] (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbūṭah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika

xix huruf ta marbūṭah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf [t] (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara Ṭarīqah طﺮﯾﻘﺔ 1 al-Jāmī‘ah al-Islāmiyyah اﺠﻟﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ 2 Wahdat al-wujūd وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد 3

7. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥāmid al- Ghazālī bukan Abū Ḥāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi. Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

xx

8. Cara Penulisan Kata Setiap kata, baik kata kerja (Fi‘il), kata benda (Ism), maupun huruf (Ḥarf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas.

Kata Arab Alih Aksara

Żahaba al-ustāżu ذََه َب ْاألُﺳتَﺎذ ُ

Ṡabata al-ajru ث َبَ َت ْاألَﺟُ ﺮ ِ al-Ḥarakah al-‘aṣriyyah احلََﺮَكﺔ اﻟﻌَ ْصﺮيَّ ﺔ

Asyhadu an lā ilāha illā Allāh ْأَشَه ُﺪ ْأَن ََل إِﻟهَ إََِّل هللا ِ ِ Maulānā Mālik al-Ṣāliḥ َﻣْﻮََلََن َﻣﺎﻟك َاﻟصﺎﻟح ِ Yu’aṡṡirukum Allāh ي َُؤث ُﺮُكُم هللا

al-Ḍarūrah tubīḥu al-maḥẓūrāt َّاﻟﻀﺮورة تُبِي حاملحظُﻮر ات َُْ ْ ُ َ ْ َْ Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan. Contoh: , bukan Nūr Khālis Majīd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fazl al- Rahmān.

xxi

9. Singkatan

Huruf Latin Keterangan Swt. Subḥānahu wa taʻālā Saw. Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam As. ʻAlaihi al-Salām Q.S. al-Qur’an surat H.R. Hadis Riwayat M. Masehi H. Hijriyah cet. Cetakan

xxii

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMBIMBING...... iii PERNYATAAN KEASLIAN...... v PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH...... vii ABSTRAK ...... ix KATA PENGANTAR ...... ix PEDOMAN TRANSLITERASI ...... xv DAFTAR ISI...... xxiii DAFTAR TABEL...... xxvii DAFTAR GAMBAR...... xxix DAFTAR LAMPIRAN...... xxxi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi, Rumusan dan Batasan Masalah ...... 9 C. Tujuan dan Manfaat ...... 10 D. Kajian Pustaka ...... 11 E. Metodologi Penelitian ...... 15 F. Sistematika Penulisan ...... 20

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN AL-QUR’AN

A. Sejarah Al-Qur’an ...... 23 1. Sejarah Penurunan Al-Qur’an ...... 24 2. Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an ...... 25 3. Sejarah Penyempurnaan Al-Qur’an ...... 31 B. Al-Qur’an Braille ...... 34

xxiii xxiv

1. Pengertian Al-Qur’an Braille ...... 34 2. Sejarah Al-Qur’an Braille...... 35 3. Sejarah Al-Qur’an Braille Di Indonesia ...... 38 C. Al-Qur’an Braille Digital ...... 40 1. Simbolisasi Al-Qur’an Braille Digital ...... 41 2. Pena Al-Qur’an Braille Digital ...... 45 BAB III YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG

A. Profil Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong ...... 49 B. Struktur Organisasi ...... 54 C. Program Kerja ...... 55 D. Kegiatan Sehari-hari ...... 58 E. Profil Informan ...... 62

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Motivasi Belajar ...... 67 1. Belajar Al-Qur’an Braille...... 67 2. Belajar Al-Qur’an Braille Digital...... 69 B. Praktik Penggunaan ...... 71 1. Penggunaan Al-Qur’an Braille...... 71 2. Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital...... 74 3. Intensitas Penggunaan Al-Qur’an Braille Dan Al-Qur’an Braille Digital...... 75 C. Dampak Penggunaan Al-Qur’an...... 78 1. Dampak Langsung...... 78 2. Dampak Tidak Langsung...... 80

D. Relevansi Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital Dalam Wacana Al-Qur’an Bagi Tunanetra...... 81

xxv

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ...... 85

B. Saran ...... 86

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN –LAMPIRAN

xxvi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.2: Simbol Braille Arab...... 41 2. Tabel 2.4: Fitur dan Fungsi Pena Al-Qur’an Braille Digital ... 46 3. Bagan 3.1: Struktur Pengurus Yayasan ...... 55 4. Tabel 3.2: Tabel Jadwal Kegiatan Harian ...... 58 5. Tabel 3.3: Tabel Jadwal Kegiatan Mingguan ...... 59 6. Tabel 3.4: Tabel Jadwal Kegiatan Bulanan ...... 61 7. Tabel 3.5: Tabel Jadwal Kegiatan Tahunan ...... 61 8. Tabel 3.6: Tabel Identitas Informan ...... 63

xxvii xxviii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1: Susunan Titik Pada Simbol Braille...... 35 2. Gambar 2.3: Pena Al-Qur’an Braille Digital...... 46

xxix xxx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ➢ Lampiran Pedoman Wawancara Lampiran 2 ➢ Surat Izin Penelitian Lampiran 3 ➢ Surat Keterangan Penelitian Dari Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Lampiran 4 ➢ Daftar Nama-nama Jamaah IKJAR Lampiran 5 ➢ Dokumentasi

xxxi xxxii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia pertama kali berada di dunia melalui perut ibunya tidaklah mengetahui sesuatu apa pun (lā ta‘lamūna syaian). Ia dibekali oleh Allah berupa alat pendengaran (al-Sam‘a), penglihatan (al-Abṣār), dan hati nurani (al-Af’idah) agar bisa memahami; bagaimana menjalani kehidupan di dunia.1 Sayangnya, tidak sedikit di antara kita yang dapat mensyukuri dan memanfaatkan ketiga anugerah itu dengan baik dan benar. Ada seseorang yang dilahirkan utuh, sehat dan normal (baik secara jasmani maupun rohani) tapi ketika ia beranjak dewasa dibilang buta, tuli dan tidak peka terhadap situasi di sekelilingnya. Ada juga sebaliknya, seseorang dilahirkan cacat atau difabel (baik secara fisik maupun mental) tetapi ketika di dunia kemampuannya mengalahkan orang-orang yang normal. Dua fenomena tersebut memang dilema, tapi bagaimanapun juga, dunia yang kita nikmati sekarang ini – dengan berbagai fasilitas yang ada – lebih banyak diperuntukkan dan diuntungkan bagi mereka yang normal secara jasmani maupun rohani. Sementara mereka yang tergolong difabel masih termarginalkan.

Jose Saramago dalam novelnya, Blindness, memberikan salah satu pesan yang sangat berharga; “I don’t think we did go blind, I think we are blind, Blind but seeing, Blind people who can see, but do not see.”2 Bagi kita yang dilahirkan dengan mata awas, harus kita akui bahwa kita ‘buta’

1 Qs. al-Nahl/16:78. 2 Saramago Jose, Blindness (USA: Harvill Press, 1997), 121.

1 2 terhadap sesuatu hal yang tidak atau belum kita tahu, yang tidak kita alami dan yang tidak kita rasakan. Salah satu alat yang mampu membantu manusia untuk memahami apa yang tidak kita tahu adalah ‘melihat’ melalui mata. Dunia yang kita tempati sekarang ini – sebagai sebuah warisan peradaban manusia-manusia sebelumnya – tiada lain berkat adanya manusia yang memiliki Indera penglihatan dengan sangat baik. Faktanya, teknologi yang semakin memudahkan aktivitas manusia lebih diperuntukkan bagi mereka yang punya mata awas. Hadirnya teknologi pun tidak luput dari mereka yang penglihatannya bagus dalam melihat dunia. Sehingga tidak heran, adanya produk-produk buatan manusia lebih diuntungkan bagi mereka yang matanya normal. Sedangkan bagi mereka yang tunanetra, mereka berpikir keras bagaimana caranya agar mereka bisa bertahan hidup dengan kondisi serba keterbatasan. Baik dalam kehidupan sehari-hari, ekonomi, termasuk pendidikannya.

Dilansir dalam situs WHO (World Healty Organization) bahwa diperkirakan 180 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan penglihatan, dari jumlah tersebut sekitar 40 sampai 45 juta orang buta. Disebabkan oleh pertumbuhan populasi dan penuaan.3 Kemudian data orang buta se-Asia Tenggara diperoleh dari situs The International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) diperkirakan di tahun 2020 terdapat 96 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 6 juta orang mengalami kebutaan.4 Sedangkan data orang buta di Indonesia yaitu Pada tahun 2020, diperkirakan ada 35 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan dan dari jumlah tersebut, 3,7 juta orang mengalami kebutaan dan sebagian besar tunanetra Muslim. Artinya tunanetra Muslim di Indonesia saat ini masih

3 Data orang buta di seluruh dunia. Lihat https://www.who.int/news/item/10-10- 2002-world-sight-day-10-october. 4 Data orang buta di Asia Tenggara. Lihat https://www.iapb.org/learn/vision- atlas/magnitude-and-projections/gbd-regions/southeast-asia/.

3 sangat banyak.5 Hal ini seharusnya menjadi tugas kita bersama supaya jumulah tunanetra Muslim ini dapat berkurang. Tentunya harus ada langkah-langkah preventif dari semua pihak, khususnya di bidang kesehatan mata. Selain itu, kita juga harus mencari cara agar kehidupan tunanetra ini bisa berjalan beriringan dengan mereka yang awas, baik dari segi berekonomi, sosial, khususnya dalam bidang pendidikan. Karena banyak tunanetra yang putus sekolah, disebabkan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, jauh dari ilmu-ilmu keagamaan, terutama dalam mempelajari al-Qur’an. mereka memerlukan pembelajaran dan al-Qur’an khusus untuk bisa mempelajari dan membacanya. Terlebih mereka tunanetra di usia dewasa, harus beradaptasi dengan al-Qur’an yang khusus untuk tunanetra.

Dalam mempelajari al-Qur’an, para tunanetra Muslim memerlukan al-Qur’an khusus yaitu al-Qur’an Braille. Al-Qur’an braille adalah al-Qur’an yang dirancang khusus bagi para penyandang tunanetra dengan huruf braille Arab timbul yang terdiri dari enam titik, dua titik berlajur ke samping dan tiga titik berlajur dari atas ke bawah, sehingga para tunanetra Muslim membaca al-Qur’an braille ini dengan cara disentuh. Adapun fungsi al-Qur’an braille adalah agar para tunanetra dapat membaca al-Qur’an sebagaimana orang normal membacanya, sehingga tidak ada kesulitan lagi bagi para tunanetra untuk membaca kalam Allah Swt. dengan adanya al-Qur’an braille tersebut. Hal ini merupakan pembuktian kepada masyarakat awas bahwa tunanetra juga mempunyai kemampuan dan keterampilan membaca al-Qur’an selayaknya orang awas. Namun dalam penggunaannya tidak sedikit para tunanetra merasa kesulitan membaca dengan al-Qur’an braille yang ada, karena bentuknya yang besar, tebal dan

5 Data orang buta di Indonesia. Lihat https://www.iapb.org/learn/vision- atlas/magnitude-and-projections/countries/indonesia/.

4 satu buku hanya untuk satu juz saja, sehingga ketika digunakan sangat tidak efisien. Oleh karena itu, pada tahun 2014 ada segelintir orang yang memikirkan bagaimana caranya para tunanetra ini dapat membaca al-Qur’an dengan lebih mudah dan praktis. Akhirnya, mereka memanfaatkan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi ini untuk menciptakan inovasi baru, terobosan baru dan produk baru, agar kemajuan teknologi ini tidak hanya dirasakan oleh mereka yang hidup normal, akan tetapi bisa dimanfaatkan juga oleh mereka yang difabel khususnya tunanetra.

Inovasi baru tersebut ialah al-Qur’an braille digital yang dikenalkan oleh Yayasan Syekh Ali Jaber Indonesia.6 Akan tetapi untuk proses pencetakan al-Qur’an ini masih belum bisa dilakukan oleh Yayasan Syekh Ali Jaber sendiri, sehingga proses pencetakan masih dilakukan di Malaysia sesuai pemesanan.7 Pihaknya mengklaim al-Qur’an braille digital ini tidak hanya pertama kali di Indonesia melainkan pertama kali di Dunia. Al- Qur’an braille digital ini sangat sederhana dalam menu dan pilihan, ada pilihan qori‘ dan ayat-ayat tertentu dengan terjemahannya atau bisa juga memilih surat-surat tertentu mulai surat al-Baqarah sampai al-Nās. Hal ini merupakan janji Allah Swt. yang menjanjikan kemudahan al-Qur’an bagi Ahlul al-Qur’an. Jika dibandingkan dengan al-Qur’an braille yang asli, dari segi ukuran yang lebih besar dan lebih banyak jumlah halaman dalam satu

6 Over The Top Digital Beyond TV, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf al-Qur’an Braille Digital,” Diakses, 5 Juli 2014, https://www.youtube.com/watch?v=VQyzjS9nonU 7Agung Sasongko, “Alquran Braille Digital Mudahkan Tuna Netra Hafal Alquran,” Diakses, 29 Oktober 2017 jam 23:00 WIB, https://www.republika.co.id/berita/oylco4313/alquran-braille-digital-mudahkan-tuna- netra-hafal-alquran

5 juz, maka al-Qur’an braille digital ini lebih ringan dibawa, mudah di praktikan dan isinya pun 30 juz.8

Al-Qur’an Braille Digital adalah salah satu bentuk model al-Qur’an digital dengan huruf braille yang memiliki audio yang memungkinkan bagi para tunanetra untuk dapat mempelajari al-Qur’an dan mendengar melalui lantunan suara dari beberapa qori‘ yang terkenal, melakukan pencarian terhadap ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an, mengetahui terjemah makna dan tafsīr yang telah terangkum dalam mushaf digital tersebut yang dikhususkan untuk para tunanetra.9

Setelah peluncuran al-Qur’an braille digital, banyak sekali yang memberikan dukungan untuk terus digencarkan, dan berharap al-Qur’an braille digital ini banyak diproduksi. Sehingga pihak yayasan pun membuat sebuah program yaitu “Wakaf 1000 Al-Qur’an Braille Digital”, program ini tujuannya agar para tunanetra dapat menggunakannya dan dapat memperolehnya secara gratis. Melalui program ini banyak para tokoh, ulama, pejabat negara, sampai artis yang memberikan apresiasi penilaian yang positif, di antaranya yaitu Ustaz Abī Maki seorang ulama, menurut beliau “al-Qur’an braille digital ini merupakan sebuah penemuan yang sangat luar biasa, dan pastinya ini merupakan satu hal yang ada di jalan Allah karena digunakan untuk memajukan syiar Islam”.10

Kemudian H. Marzuki Alie, SE., MM.,11 menurut beliau: “wakaf al-Qur’an braille digital ini sangat baik, ini akan memberikan kesempatan

8 Over The Top Digital Beyound TV, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al- Qur’an Braille Digital”. Diakses, 5, Juli 2014, https://www.youtube.com/watch?v=VQyzjS9nonU. 9Syekh Ali Jaber Jakarta Indonesia, Selayang Pandang Yayasan Syekh Ali Jaber (Jakarta: 2017), 16. 10 Syekh Ali Jaber, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g 11 Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2009 – 2014.

6 dan juga memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang belum mampu untuk belajar al-Qur’an karena keterbatasan fisik yang mereka alami.”12 Dan Irfan Hakim seorang Artis menurut beliau :

“al-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt. untuk manusia walaupun demikian banyak sekali saudara-saudara kita yang dilahirkan dengan berbagai macam keterbatasan, ada yang keterbatasan berjalan, keterbatasan pendengaran dan juga keterbatasan melihat. Tapi semua orang pun harus tersentuh dengan indahnya al-Qur’an. Pernah ada al-Qur’an braille yang bisa dibaca dengan disentuh tapi tebal sekali, kali ini ada al-Qur’an luar biasa, ditemukan oleh Syekh Ali Jaber, al- Qur’an khusus untuk teman-teman kita yang tunanetra lebih tipis dan juga dilengkapi dengan pulpen yang ajaib, karena bisa ditentukan dan bisa langsung terdengar ayat-ayat suci al-Qur’an yang bisa memaksimalkan indra pendengaran para tunanetra, in Syaa Allah dengan al-Qur’an khusus tunanetra ini yang dilengkapi dengan pulpen ajaib dengan suara di dalamnya bisa mempermudah teman-teman kita yang tunanetra untuk bersama-sama menghafal al-Qur’an dan juga lebih mencintai al-Qur’an dan menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup semua manusia termasuk teman-teman kita yang tunanetra.13 Program ini dilakukan secara masif sampai sekarang, pihak yayasan masih terus menggalang dana dan mencari donatur untuk membeli al-Qur’an braille digital dan mewakafkannya ke para tunanetra baik secara individu maupun lembaga. Salah satu lembaga yang menerima wakaf al-Qur’an braille digital tersebut yaitu Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong. Yayasan Raudlatul Makfufin sudah berdiri sejak 26 November 198314 sudah 37 tahun yayasan ini berdiri, yayasan ini merupakan tempat berkumpulnya para tunanetra Muslim dalam rangka mengikuti proses pembelajaran yang lebih fokus pada ilmu pengetahuan Islam dan ilmu

12 Syekh Ali Jaber, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g. 13 Syekh Ali Jaber, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g. 14 Lihat di website yayasan Raudlatul Makfufin makhfufin.id

7 al-Qur’an, karena banyak potensi yang dimiliki oleh para tunanetra. Sehingga yayasan ini di dirikan untuk mengakomodir seluruh bakat dan minat para tunanetra agar senantiasa menuntut ilmu pengetahuan Islam. Yayasan Raudlatul Makfufin sangat fokus dalam memberikan pembinaan keislaman dan meningkatkan kesejahteraan tunanetra Muslim, sehingga dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan sampai saat ini.15

Setiap inovasi tentunya ingin memberikan kemanfaatan yang maksimal bagi penggunanya, oleh karena itu menurut penulis ide dan inovasi Syekh Ali Jaber sangat brilian, karena ada seorang yang diberi kesempurnaan oleh Allah Swt. memberikan perhatian khusus kepada saudara kita yang memiliki keterbatasan melihat/tunanetra, pada akhirnya dapat menciptakan terobosan baru yaitu al-Qur’an braille digital, mudah dibawa dan mudah digunakan. Tentu hal ini kabar yang sangat menggembirakan bagi para tunanetra, karena mereka tidak perlu membawa al-Qur’an braille yang biasa mereka gunakan, dari segi ukuran yang cukup besar dan tebal. Kini mereka cukup membawa al-Qur’an braille digital yang ringkas dan mudah digunakan. Namun, apakah yang diharapkan oleh Yayasan Syekh Ali Jaber ini dapat benar-benar dirasakan oleh para tunanetra Muslim?.

Untuk mendapatkan jawaban tersebut, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang penggunaan al-Qur’an braille digital ini, karena sejauh pengetahuan penulis belum menemukan kajian tentang penggunaan al-Qur’an braille digital, dari beberapa penelusuran penulis terkait al-Qur’an braille, kebanyakan fokus kepada metode pengajaran al-Qur’an braille untuk tunanetra. Oleh sebab itu penulis sebagai mahasiswa

15 Budi Santoso (Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Buaran, 7 September 2020, Serpong.

8 ilmu al-Qur’an dan tafsir tertarik untuk meneliti dengan harapan al-Qur’an braille digital benar-benar dapat dirasakan kemanfaatannya secara maksimal di masa yang akan datang. Lebih jauh lagi dengan melakukan penelitian ini penulis mengharapkan bisa menemukan inovasi baru yang bisa dimasukkan menjadi sumber referensi bagi semua kalangan, sehingga selanjutnya al-Qur’an braille digital ini bisa menjadi lebih relevan dan kompatibel untuk para tunanetra. Adapun latar belakang penelitian ini dilakukan di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong yaitu: Pertama, ketika penulis magang di Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an penulis mendapatkan rekomendasi dari salah satu petugas pentashihan mushaf al-Qur’an Braille yaitu Bapak Ahmad Jaeni selaku koordinator pentashihan mushaf al-Qur’an Braille. Menurut beliau patut dilakukan penelitian terkait al-Qur’an braille digital ini.

Kedua, yayasan Raudlatul Makfufin Serpong ini sudah berdiri lama dan benar-benar fokus dan konsisten untuk memberikan pengajaran al-Qur’an dan ilmu pengetahuan Islam, bahkan yayasan ini sudah bisa mencetak komputerisasi al-Qur’an braille, yang nantinya dibagikan ke jamaah dan lembaga lain yang membina para tunanetra. Ketiga, lokasi yayasan ini tidak jauh dari kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga dapat memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian agar lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, penulis berharap dengan adanya penelitian yang berjudul: “Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital Oleh Jamaah Tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong” ini dapat menjawab persoalan yang ada terkait penggunaan al-Qur’an braille digital oleh para tunanetra, serta bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan dalam bidang ilmu al-Qur’an, baik untuk kalangan akademik maupun untuk umum atau masyarakat luas, terutama untuk memotivasi kita yang diberikan

9 kesempurnaan oleh Allah Swt. untuk lebih peduli lagi kepada saudara kita yang diberikan keterbatasan oleh Allah Swt.

B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah Beberapa masalah yang dapat teridentifikasi dari latar belakang di atas adalah: a. Dalam perspektif para penggunanya, al-Qur’an braille digital ini apakah betul-betul cocok dan nyaman digunakan, serta memiliki manfaat bagi literasi mereka?. b. Al-Qur’an braille digital ini begitu masif dipromosikan dan banyak masyarakat yang ikut mendonasikan dananya. Namun terdapat promosi yang kurang tepat dengan menganggap al-Qur’an braille digital ini satu-satunya media yang dapat memudahkan para tunanetra dalam mengakses al-Qur’an dengan kemasan yang lebih praktis, portabel, sehingga menganggap tidak perlu lagi mushaf al-Qur’an braille yang berjilid-jilid. c. Kehadiran al-Qur’an braille digital secara masif ini apakah berdampak kepada tingkat literasi terhadap al-Qur’an braille?. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis memilih masalah poin pertama. Masalah tersebut penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana penggunaan al-Qur’an braille digital oleh jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong? 2. Apa relevansi penelitian penggunaan al-Qur’an braille digital ini dalam wacana penggunaan al-Qur’an oleh Tunanetra?

10

3. Pembatasan Masalah Penelitian ini akan menjelaskan tentang pendapat para jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong dalam menggunakan al-Qur’an braille digital, dan juga relevansi penelitian ini terhadap wacana penggunaan al-Qur’an oleh tunanetra. Penulis membatasi penelitian ini hanya kepada jamaah yang aktif mengikuti kajian setiap minggunya dan juga memiliki dan menggunakan al-Qur’an braille digital minimal satu tahun.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses penggunaan al-Qur’an braille digital oleh jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong dan juga membagikan pentingnya relevansi penggunaan al-Qur’an braille digital dalam wacana al-Qur’an bagi para tunanetra. Dan untuk memnuhi syarat kelulusan program S1 Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar S.Ag. (Sarjana Agama). 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai penggunaan al-Qur’an braille digital dan relevansinya bagi tunanetra. Sehingga penelitian ini akan menambah wawasan dan pengalaman peneliti yang dilakukan di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong. b. Bagi Yayasan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih bermanfaat lagi bagi yayasan terkait penggunaan al-Qur’an braille digital

11 ini dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi terhadap penggunaan al-Qur’an braille digital. c. Bagi Lembaga-lembaga Terkait Penelitian ini diharapkan mampu membawa wawasan praktis bagi pihak-pihak terkait khususnya penerbit dalam bidang al-Qur’an braille digital. Sehingga penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk senantiasa mengembangkan al-Qur’an braille digital ini, agar lebih maksimal bagi para penggunanya.

D. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena kajian pustaka ini menyajikan berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan, nantinya akan menjadi bahan acuan bagi seseorang untuk meneliti. Ada beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan Quran Braille yaitu diantara-Nya: Penelitian pertama, skripsi yang ditulis oleh Asep Saepudin dari Universitas Surakarta pada tahun 2011.16 Skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa al-Qur’an braille merupakan sistem tulisan braille yang sudah dikonversikan ke dalam kode tulisan Arab yang digunakan oleh para tunanetra. Penelitian ini juga menjelaskan proses, metode, serta kendala yang di hadapi oleh para siswa MTs Yaketunis dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk proses pembelajaran tidak berbeda jauh seperti orang awas hanya saja yang membedakannya yaitu abjad arab yang ditulis dengan kode-kode braille. Metode yang digunakan yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode dril, metode pemberian tugas dan metode tutor sebaya.

16 Asep Saepudin, “Implementasi Pembelajaran Al-Qur’an Braille Pada Siswa Kelas 1 di MTS Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam Yogyakarta Tahun 2010-2011” (Skripsi S1., Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011).

12

Sedangkan untuk hambatannya diantara-Nya sarana dan prasarana yang masih minim, terutama buku panduan guru dan siswa, serta pengajar yang secara kuantitas masih kurang. Penelitian kedua, skripsi yang di tulis oleh Nelly Umama17 dari Universitas Islam Negeri Walisongo pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian, atau memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual dalam suatu obyek pada saat penelitian dilaksanakan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra SMPLB Negeri Semarang memiliki kesamaan dengan pembelajaran al-Qur’an pada umumnya. Penelitian ketiga, skripsi yang di tulis oleh Hadyan Pramudita (1201411032)18 dari Universitas Negeri Semarang pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan subyek penelitian berjumlah 7 orang yaitu 3 warga belajar, 3 orang penanggung jawab program pemberdayaan, dan 1 orang pengelola/ketua Yayasan Pondok Sahabat Mata. Hasil penelitian ini adalah proses pembelajaran terdapat tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sedangkan proses pemberdayaan pembelajaran belum sepenuhnya berjalan dengan lancar. Adapun indikator dalam proses pembelajaran yaitu program

17 Nelly Umama, “Pembelajaran Al-Qur’an pada Peserta Didik Tunanetra di SMPLB Negri Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015” (Skripsi S1., Universitas Islam Negri Walisongo, 2015). 18 Hadyan Pramudita, “Pemberdayaan Penyandang Tunanetra Melalui Pendekatan Pendidikan Nonformal (Studi Kasus di Pondok Pesantren Tahfidz al-Qur’an Khusus Tunanetra Desa Jatisari Kecamatan Mijen Kabupaten Semarang)” (Skripsi S1., Universitas Negeri Semarang, 2015).

13 al-Qur’an braille pada pengelolaan warga belajar, program al-Qur’an digital, dan pijat refleksi. Penelitian ke empat, skripsi yang di tulis oleh Ahmad Saifudin (02530986)19 dari Universitas Islam Negeri Yogyakarta pada tahun 2007. Penelitian ini bersifat kualitatif dan berdasarkan data lapangan dengan pendekatan sejarah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penulisan al-Qur’an braille di Indonesia di mulai pada tahun 1959 oleh H. Abdullah Yatim (Bandung). Akan tetapi secara kelembagaan yang pertama kali menyusun yaitu Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) Yogyakarta. Selain mengungkap sejarah al-Qur’an braille di Indonesia skripsi ini juga mengungkap kaidah penyusunan al-Qur’an braille di Indonesia yang ditulis menggunakan huruf Arab braille, di tulis dari arah kiri ke kanan. Penelitian ke lima, skripsi yang di tulis oleh Beny Abdurrahman (10502241027)20 dari Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian ini lebih kepada media yang di gunakan para siswa sebagai media pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode Reasearch and Devlopment. Penelitian ini menghasilkan data validasi media pembelajaran memperoleh validitas dengan persentase 89,32%, kategori sangat layak. Tingkat validitas konstruksi memperoleh tingkat validitas dengan persentase 90,96%, kategori sangat layak. Dan Uji pemakaian oleh siswa mendapatkan hasil sebesar 84,53% dengan kategori sangat layak.

19 Ahmad Saifudin, “Al-Qur’an Braille (Sejarah dan Kaidah Penulisan Al-Qur’an Braille di Indonesia)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007). 20 Beny Abdurrahman, “Media Pembelajaran Huruf Latin dan Hijaiyyah Braille dengan Output Suara Untuk Siswa Tunanetra di SLB Yaketunis Yogyakarta” (Skripsi S1., Universitas Negeri Yogyakarta, 2014).

14

Penelitian ke enam, skripsi yang di tulis oleh Winih Sri21 dari Sekolah Tinggi Agama Islam Ponorogo pada tahun 2016. Skripsi yang terdiri dari lima bab ini menghasilkan tiga problematik dalam pembelajaran hafalan al-Qur’an pada anak tunanetra yaitu kesulitan anak dalam meraba, intelegensi anak yang tidak berjalan (lemah), dan sifat malas yang ada pada anak. Sehingga penulis skripsi ini memberikan solusi dari problematik tersebut yaitu dengan menekankan kepada anak tentang cara membaca, cara membaca, dan cara menghafal. Namun terkait Yayasan Raudlatul Makfufīn penulis menemukan skripsi yang berjudul Analisis SWOT penerbitan al Quran Braille di Yayasan Raudlatul Makfufīn Tangerang Selatan karya Widhia Oktaferiyanti. Ia melakukan penelitian ini, pertama, untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman penerbitan al-Qur’an Braille di Yayasan Raudlatul Makfufīn. Kedua, untuk mengetahui strategi yang dapat diterapkan Yayasan Raudlatul Makfufīn dalam penerbitan al-Qur’an Braille. Sehingga hasil dari penelitiannya yaitu kelebihan penerbitan al-Qur’an Braille di Yayasan Raudlatul Makfufīn adalah unggul dalam segi teknologi, menjadi rujukan al-Qur’an Braille di Indonesia, pelayanan yang baik, dan mendapatkan tanda tashih dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Kelemahannya yaitu, alat percetakan belum mencukupi, kurangnya kegiatan sosialisasi, kendala dalam mendapatkan dana, dan SDM yang belum memadai. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, penelitian terdahulu lebih kepada metode pengajaran al-Qur’an braille di sebuah lembaga formal maupun non formal, dan itu dilakukan oleh lulusan studi pendidikan agama

21 Winih Sri, “Implementasi Pembelajaran Hafalan Al-Qur’an Menggunakan al-Qur’an Braille (Studi Kasus di Panti Asuhan Tunanetra Terpadu ‘ Ponorogo)” (Skripsi S1., Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2016).

15

Islam. Oleh karena itu sejauh yang penulis tahu bahwa penelitian terdahulu belum ada yang membahasa tentang penggunaan al-Qur’an braille digital. sehingga penulis melakukan penelitian penggunaan al-Qur’an braille digital dengan objek penelitian jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong.

E. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif analitik, yaitu cara penelitian yang menggambarkan atau memaparkan tentang penggunaan al-Qur’an braille digital oleh jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam pengumpulan data, sebanyak mungkin data yang diperoleh atau dikumpulkan mengenai informasi-informasi yang berhubungan dengan penelitian ini. dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data yaitu hasil wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, seperti media sosial, jurnal-jurnal, dokumen. 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Didefinisikan sebagai metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata lisan maupun tulisan dan perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau menguantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka.

16

Pendekatan ini dilakukan dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Pendekatan ini digunakan untuk mencari data-data lapangan hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk tulisan atau deskripsi mengenai situasi atau kejadian, bukan berupa angka. Jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendekatan ini digunakan untuk mencari data-data lapangan hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk tulisan atau deskripsi mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian, bukan berupa angka.22 2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini penulis lakukan pada bulan Agustus – Oktober 2020 M di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong yang beralamat di Jalan H. Jamat Gang Masjid I No. 10A, Rt.002 Rw.05, Kampung Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten. Penelitian ini difokuskan pada jamaah tunanetra yang menggunakan al-Qur’an braille digital. Peneliti memilih lokasi ini dikarenakan yayasan tersebut menerima wakaf al-Qur’an braille digital, dan juga yayasan tersebut fokus kepada para jamaahnya untuk membina dan membimbing ilmu-ilmu keislaman terutama ilmu al-Qur’an. 3. Sumber Data Data yang dijadikan sumber primer yaitu pendapat jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong yang diambil dari

22Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2015), 13.

17

pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Kedua metode pengumpulan data ini dilakukan untuk menggali pendapat jamaah. Sedangkan data sekunder yang digunakan ialah buku, jurnal, artikel yang membahas tentang masalah ini. 4. Pemilihan Informan Informan merupakan orang yang diwawancarai dan dijadikan sebagai narasumber untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, peneliti telah memilih narasumber yang dapat membantu peneliti dalam mendapatkan data yang dibutuhkan. Informan dalam penelitian ini yaitu para jamaah tunanetra yang belajar al-Qur’an Braille di Yayasan Raudlatul Makfufin. Dalam pemilihan informan ini, peneliti menggunakan cara purpasive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan pengumpulan data menurut peneliti sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Sehingga penulis mewawancarai 6 orang jamaah dari 30 orang jamaah yang ada. Dari 6 orang jamaah tersebut terdapat 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Penulis memilih 6 orang jamaah ini karena para tunanetra masih banyak yang terkendala dalam menggunakan alat komunikasi, sehingga untuk efisiensi waktu pemilihan informan ini dipilih langsung oleh ketua jamaahnya dengan kriteria para informan merupakan jamaah aktif Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong. 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini melibatkan data yang akan diolah atau dianalisis, data tersebut didapat melalui serangkaian proses pengumpulan data yang disesuaikan dengan metode penelitian. Proses pengumpulan data harus melalui beberapa tahapan yang setiap tahapan

18

tersebut saling terkait satu sama lain. Secara garis besar, terdapat lima tahapan proses pengumpulan data yang penulis lakukan, antara lain:23 1) Melakukan identifikasi subjek/ partisipasi penelitian dan lokasi penelitian. 2) Mencari dan mendapatkan akses menuju subyek/ partisipasi penelitian dan lokasi penelitian. 3) Menentukan jenis data yang akan dicari / diperoleh. 4) Data dikelompokkan sesuai fokus/tema. 5) Data disajikan dan di verifikasi. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik field research (penelitian lapangan). Dalam hal ini, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mencari data-data akurat yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode sebagai berikut: a) Metode Observasi (pengamatan) Metode ini digunakan untuk melihat atau mengamati secara langsung dan mengetahui sesuatu yang sedang terjadi dan mendengarkan kondisi lapangan serta bagaimana proses penggunaan al-Qur’an braille digital di yayasan tersebut.24 b) Metode Interviu (wawancara) Penulis menggunakan teknik wawancara terbuka secara intensif yang bertujuan memperoleh informasi tertentu dari beberapa responden dan juga dikarenakan objek penelitian para tunanetra jadi penulis tidak menggunakan kuesioner, karena kurang efektif. Dalam wawancara ini penulis lakukan secara online melalaui call salah satu

23 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, 30. 24 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2015), h. 216-221.

19

aplikasi, dikarenakan situasi dan kondisi pada saat penulis melakukan wawancara sedang PSBB (pembatasan sosial berskala besar) pandemi covid-19, jadi penulis tidak bisa bertemu langsung dengan responden. Peneliti mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. c) Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik itu berupa sumber tertulis, film, gambar dan karya-karya monumental yang semuanya memberikan informasi bagi proses penelitian. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang terkait seputar penelitian di Yayasan dan juga data-data diperoleh dari foto-foto, catatan dokumen, arsip dan lain sebagainya.25 6. Analisis data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. 1. Deskripsi Data Metode ini bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan atau fenomena tertentu, berdasarkan data-data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara, dan observasi. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi tersebut di deskripsikan dalam bentuk uraian.

25 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, 21.

20

2. Penyajian Data Data-data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan observasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian analisis data di uraikan dengan menggunakan bahasa sendiri dan memberikan interpretasi terhadap data yang diperoleh secara apa adanya. 3. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini di bawah panduan buku Pedoman Penulisan Skripsi SK Rektor No.507 tahun 2017.26

F. Sistematika Penulisan Dalam menyusun penelitian ini, peneliti membagi ke dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Bab pertama yaitu pendahuluan, yang tujuannya sebagai gambaran umum mengenai skripsi ini. Adapun sub-babnya mencakup: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Bab kedua dari skripsi ini berjudul “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an”. Tujuannya adalah sebagai kerangka teoritis terhadap sejarah al-Qur’an mulai masa Nabi SAW sampai sekarang. Dalam bab ini dibahas juga mengenai sejarah al-Qur’an braille, al-Qur’an braille masuk ke Indonesia dan al-Qur’an braille digital.

Bab ketiga “Profil Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong” menggambarkan demografi yayasan. Tujuan bab ini adalah untuk menggambarkan keadaan yayasan yang menjadi objek penelitian, agar

26 Hamid Nasuhi, dkk, pedoman penulisan karya ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi (Jakarta: CeQDA, 2007).

21 memberikan gambaran dan penjelasan mengapa penulis memilih yayasan ini untuk menjadi objek penelitian.

Bab keempat “Paparan dan Analisis Data”, dalam bab ini akan mendeskripsikan dan menganalisis data yang telah penulis dapatkan melalui wawancara langsung kepada informan. Poin-poin pada bab ini yaitu motivasi belajar al-Qur’an, praktik penggunaan al-Qur’an braille dan al-Qur’an braille digital, dampak penggunaan al-Qur’an braille dan al-Qur’an braille digital dan relevansi penggunaan al-Qur’an braille digital dalam wacana al-Qur’an bagi tunanetra. Setelah itu penulis akan membuat kesimpulan secara cermat sebagai jawaban terhadap rumusan masalah sehingga menghasilkan kesimpulan yang lebih relevan.

Bab kelima adalah Bab Penutup yang berisi kesimpulan untuk menjawab dua permasalahan penelitian, memberi rekomendasi penelitian selanjutnya dan kemanfaatan hasil studi ini terhadap akademik maupun yayasan demi terciptanya inovasi baru yang lebih bermanfaat bagi tunanetra.

22

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN AL-QUR’AN

Bab II membahas tentang sejarah perkembangan al-Qur’an mulai dari masa Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam sampai saat ini dan juga sejarah al-Qur’an braille untuk tunanetra. Pembahasan ini sangat penting untuk di kaji sebelum membahas penggunaan al-Qur’an braille digital inovasi terbaru bagi para tunanetra yang sangat dibutuhkan agar dapat memudahkan mereka dalam membaca al-Qur’an. Harapannya pembaca dapat tergambarkan proses panjang pengumpulan al-Qur’an sampai menjadi satu mushaf yang sempurna yang digunakan saat ini.

A. Sejarah Al-Qur’an

Al-Qur’an bagi kaum Muslimin memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar kemampuan seluruh makhluk Allah Swt. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an: “sekiranya Kami turunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah Swt.”(Qs. al-Ḥasyr/59:21).

Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam dalam bentuk al-Qur’an ini telah menjadi landasan kehidupan individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspek, bahkan masyarakat Muslimin mengawali eksistensinya dan telah memperoleh kekuatan hidup dengan merespons dakwah al-Qur’an. Itulah sebabnya al-Qur’an berada dijantung kehidupan kaum Muslimin. Namun tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan, pemikiran, dan kebudayaan kaum Muslimin sangat sulit dipahami.1

1 Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an (Jakarta:Prena media Group, 2016), 2. 23

24

Al-Qur’an juga telah memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifatnya, di antaranya bahwa ia merupakan kitab suci yang dijamin keautentikannya: “Kami yang menurunkan al-Qur’an ini, dan kami pula yang menjaganya”. (Qs. al-Ḥijr/15:9). Sebagai wahyu ilahi, maka ia berlaku sepanjang zaman. Kedalaman ruang cakupan al-Qur’an sangat luas, namun karena keterbatasan kemampuan manusia untuk mengkaji dan meneliti kedalaman apa yang terkandung di dalamnya menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk yang asing dari kehidupan manusia. Kewajiban untuk mempelajari al-Qur’an telah memecah keterbatasan tersebut, sehingga rahasia-rahasia misteri yang terkandung dalam surah maupun ayat dapat terungkap. Untuk sampai ke pembahasan lebih lanjut mengenai proses pengumpulan mushaf al-Qur’an, penulis akan memulai pembahasannya dari sejarah al-Qur’an dan sejarah pengumpulan al-Qur’an.

1. Sejarah Penurunan Al-Qur’an Dalam kitab al-Tibyān Fī Ulūm al-Qur’an2 dikatakan bahwa Allah Swt. telah menjelaskan kepada umat Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam bahwa telah di turunkan bagi mereka kitab yang agung sebagai kitab penutup samawi, sebagai undang-undang bagi kehidupannya, sebagai solusi bagi segala permasalahannya dan sebagai obat bagi segala penyakitnya. Al-Qur’an ini diturunkan kepada makhluk yang paling mulia yaitu Muḥammad bin ‘Abdullāh Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam. Adapun penurunan al-Qur’an melalui dua tahapan : 1. Dari Lauh al-Maḥfūd ke Bait al-‘Izza di Langit Dunia dalam jumlah yang satu (seluruh al-Qur’an) pada malam yang berkah yaitu malam Lailah al-Qadar.

2 Muḥammad Alī al-Ṣābuni, al-Tibyān Fī al-Ulūm al-Qur’an (Jakarta: Dār al- Kutub al-Islamiyyah,2003), 31.

25

2. Dari langit dunia ke bumi yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam melalui perantara malaikat Jibril ‘Alaihi al-Salam selama kurang lebih dua puluh tiga tahun secara mutawatir dan berangsur-angsur, sehingga keseluruhan struktur ayat al-Qur’an juga suratnya hadir secara terpisah-pisah kepada Nabi Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam.3 Setelah Allah Subḥānahu wa taʻālā menurunkan al-Qur’an dari Lauh al-Maḥfūd ke Bait al-‘Izza kemudian dilanjutkan dari langit ke bumi, pada saat itulah proses penurunan al-Qur’an mulai disampaikan oleh malaikat Jibril ‘Alaihi al-Salam dan diterima langsung oleh Nabi Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam ketika Nabi Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam sedang berkhalwat di Gua Hira pada malam Senin, bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam sesuai dengan kemuliaan dan kebesaran al-Qur’an, Allah Subḥānahu wa taʻālā menjadikan malam permulaan turunnya al-Qur’an itu malam al-Qadar, yaitu suatu malam yang tinggi kadarnya. Hal ini diakui dalam al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an diturunkan selama 23 tahun dengan rincikan 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Baru kemudian pada masa kekhalifahan Abū Bakr al-Ṣiddiq ada ide untuk mengumpulkan al-Qur’an.

2. Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an Sejarah mencatat bahwa pengumpulan al-Qur’an telah melalui proses panjang hingga bisa terkumpul menjadi satu mushaf al-Qur’an.4 Untuk sampai ke tahap ini kaum Muslimin dari masa Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam masa sahabat, sampai saat ini telah banyak melakukan

3 Al-Suyuthi, Al- Itqān Fī ‘Ulūm Al-Qur’an (Kairo: Dārul Hadits,2006), 106. 4 M. Quraish Shihab, Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an (Ciputat: PT. Pustaka Alfabet, 2013), 162.

26 kodifikasi/pembaharuan terhadap teks al-Qur’an. Seperti, pada masa Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam dan sahabat al-Qur’an belum memiliki tanda baca, tanda waqaf, harakat, dll. Akan tetapi saat ini al-Qur’an sudah sangat lengkap tanda baca, tanda wakaf dan harakatnya, sehingga kita semua bisa menikmati dan bisa mempelajari al-Qur’an dengan lebih mudah. Kemudahan ini dirasakan berdasarkan dari perkembangan al-Qur’an yang terus mengalami kemajuan dalam pengkodifikasian teks al-Qur’an, seperti penambahan tanda baca, tanda titik, tanda waqaf, makhārij al-ḥuruf dan sebagainya.5 Hal ini tidak lain tujuannya adalah untuk mempermudah kaum Muslim dalam mempelajari al-Qur’an. Dalam literatur Ulūm al-Qur’an, pengumpulan al-Qur’an sering kali disebut dengan kata Jam‘u al-Qur’an. Jam‘u menurut bahasa berarti pengumpulan atau penghimpunan. Sedangkan lafaz al-Qur’an merupakan bentuk masdar dari Qara’a yang berarti bacaan. Sehingga Jam‘u al-Qur’an dapat diartikan upaya mengumpulkan atau menghimpun al-Qur’an yang berserakan untuk diteliti dan dikaji. Mannā‘ Khalīl al-Qaṭṭan dalam kitabnya Mannā‘ al-Qaṭān Mabāhis fi Ulūm al-Qur’an megartikan Jam‘u al-Qur’an dengan dua makna, pertama: Jam‘u al-Qur’an dalam arti Hifẓuhu (menghafal al-Qur’an).6 Kedua: Jam‘u al-Qur’an dalam arti Kitābatuhu Kulluhu (menuliskan al-Qur’an seluruhnya).7 Proses Jam‘u al-Qur’an dalam literatur yang membahas tentang ilmu- ilmu al-Qur’an mencakup proses penyampaian, penulisan, pengumpulan catatan, kodifikasi sampai ke pemeliharaan mushaf hingga saat ini.

5 Ahmad Izzan, Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur’an (Bandung: Humaniora, 2011), 77. 6 Lihat Qs. al-Qiyāmah/75:16-19. 7 Maksudnya, menuliskan al-Qur’an baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, atau menertibkan ayat-ayat semata, baik setiap surat ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran- lembaran yang terkumpul, yang menghimpun semua surat.

27

Al-Hakim dalam al-Mustadrak, mengklasifikasikan pengumpulan al-Qur’an menjadi tiga periode yaitu periode Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam, periode Abū Bakr Ra. dan periode Uṡman Ra.8

a. Pengumpulan Al-Qur’an Masa Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam (w. 11 H) Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam telah mencurahkan segala upaya yang dapat dilakukan untuk memelihara al-Qur’an agar senantiasa di ingat dan tidak sirna sampai masa berikutnya. Upaya-upaya pemeliharaan al-Qur’an yang Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam lakukan terbagi menjadi dua fase, yaitu : 1) Pemeliharaan al-Qur’an dalam Dada Pada masa Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam dan sahabat upaya yang sering dilakukan untuk menjaga al-Qur’an adalah dengan hafalan (al-Jam‘u fī al-Ṣudūr). Upaya ini dilakukan dengan cara sederhana yaitu Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam menghafal ayat-ayat al-Qur’an kemudian menyampaikannya kepada para sahabat untuk dihafalkan juga sesuai yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam. Para sahabat yang terkenal kuat hafalannya yaitu diantaranya: keempat Khulafā’ al-Rāsyidīn, Ṭalhah, Sa‘id, Ibn Mas‘ud, Huẓaifa, Abū Huraiah, Ibn ‘Umar, ‘Amr bin ‘Aṣ, ‘Abdullāh bin Sa’id, ‘Aisyah, Ibn Abbas, Hafṣah, Ummu Salamah, Mu‘awiyyah bin Abū Ṣafyan.9 2) Pemeliharaan Al-Qur’an Dalam Tulisan Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam tidak merangkum semua surah ke dalam satu jilid al-Qur’an seperti yang ada sekarang,

8 Al-Suyuthī, al- Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’an, 106. 9 Muhammad Abdul Adzim al-Zarqany, Manāhil al-‘Irfan Fī ‘Ulūm al-Qur’an, Jilid I (Beirut: Dār al-Kitab al- ‘Araby, 1995), 199.

28 mushaf sebelumnya telah mengalami proses yang panjang pengkodifikasiannya dari bagian-bagian yang terpisah-pisah dari kulit binatang, pelepah kurma, batu dan lain-lain. Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam menerima ayat-ayat yang diturunkan kepadanya kemudian membacanya di hadapan sahabat, serta menyuruh para kuttāb (penulis wahyu) menulisnya. Setelah satu surat penuh turun, Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam memberi nama kepada surat itu sebagai tanda membedakan surat ini dengan surat yang lainnya. Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam menyuruh meletakkan lafaz basmallah di permulaan surat yang baru atau di akhir surat yang terdahulu letaknya. Demikian pula di tiap-tiap turun ayat, Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam menerangkan tempat meletakkan ayat-ayat itu. Umpamanya Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam mengatakan: “Letakkan ayat ini sesudah itu, di surat al-Baqarah.” Demikianlah Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam perbuat sehingga sempurnalah al-Qur’an 30 juz ini. Dengan demikian banyak sahabat yang menghafal al-Qur’an dan ada juga yang menulis al-Qur’an sekaligus menghafalnya.10 Menurut penulis secara umum begitulah cara Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam memelihara dan mengumpulkan al-Qur’an. b. Pengumpulan Al-Qur’an Masa Abū Bakar (w.11-13 H) Setelah Rasulullah Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam wafat, Abū Bakar menjabat sebagai khalifah pertama dalam Islam. Sebagian besar al-Qur’an terkumpul di dalam dada para sahabat berupa hafalan dan masih tertulis pada lembaran-lembaran yang masih tercecer atau tersebar ditangan sahabat. Sehingga pada saat itu al-Qur’an belum sepenuhnya terbukukan

10 Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu al-Qur’an & Tafsir (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), 59.

29 menjadi sebuah mushaf al-Qur’an. Ketika terjadi perang Yamamah, yaitu perang antara Abū Bakar dengan Musailamah al-Każżab, sebanyak 70 Huffāz (penghafal al-Qur’an) gugur di medan perang.11 Melihat banyak para sahabat Huffāz yang gugur, timbullah hasrat Umar Ibn al-Khaṭṭab untuk meminta kepada Abū Bakar agar al-Qur’an itu dikumpulkan dan dibukukan. Umar khawatir al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang, jika hanya di hafal saja, karena para penghafalnya semakin berkurang. Merespons kekhawatiran Umar, awalnya Abū Bakar menolak dengan alasan hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam namun Umar tetap meyakinkannya dengan argumen bahwa pembukuan tersebut merupakan hal yang baik dan sangat penting. Usaha Umar pun tidak sia-sia, dengan berbagai pertimbangan akhirnya Abū Bakar menyetujui usulan Umar tersebut, maka di utuslah Zaid bin Ṡābit untuk mengumpulkan al-Qur’an.12 Dalam melaksanakan tugas pengumpulan al-Qur’an itu, Zaid Ibn Ṡābit dibantu oleh sahabat yang juga menghafal al-Qur’an yaitu Ubay Ibn Ka‘ab, Alī Ibn Abī Ṭālib dan Uṡman Ibn ‘Affan. Mereka berulang kali mengadakan pertemuan dan mereka mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka tuliskan di masa Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ʻalaihi wa sallam sehingga fase pengumpulan ini dalam buku-buku kajian al-Qur’an dinamakan dengan al-Jam‘u al-‘Ūla (pengumpulan al-Qur’an pertama). Ketika pengumpulan al-Qur’an sedang berlangsung pada periode Abū Bakar ini, setidaknya terdapat beberapa bentuk kodifikasi yang telah dilakukan. Di antaranya adalah semua ayat dan surah telah berurutan, khat yang digunakan adalah khat kuno, ayat al-Qur’an ditulis pada benda yang

11 Aunur Rafiq El-Mazni, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2015), 158. 12 Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhān Fī Ulūm al-Qur’an (Cairo: Dār al-Turats, tt), 233.

30 sama yaitu lembaran-lembaran (Suhuf), jumlah mushafnya hanya satu dan lain sebagainya.13 Dalam beberapa riwayat disebutkan setelah Abū Bakar wafat, ṣuhuf- ṣuhuf itu dipegang oleh Umar Ibn Khaṭṭāb. Namun sebelum diserahkan ke Umar, Zaid Ibn Ṡābit terlebih dahulu menyempurnakan pentadwinan suhuf di masa Abū Bakar sendiri. Kemudian disimpan oleh Umar dan setelahnya oleh Hafsah (putri Umar). Abū Bakar dan ‘Umar tidak menyuruh menyalin banyak karena suhuf-suhuf yang telah di tulis itu akan menjadi suhuf orisinalnya, bukan untuk digunakan oleh orang-orang yang hendak menghafalnya. c. Pengumpulan Al-Qur’an Masa Uṡman bin ‘Affan Perjuangan para sahabat untuk mengumpulkan al-Qur’an terus dilakukan dari masa ke masa. Setelah beberapa tahun berlalu dari pemerintahan Uṡman, timbullah usaha dari para sahabat untuk meninjau kembali suhuf-suhuf yang telah di tulis oleh Zaid Ibn Ṡābit.14 Diriwayatkan oleh Bukhāry dari Anas bahwa Hudzaifah Ibn al-Yaman datang kepada Uṡman yang saat itu menjabat sebagai khalifah. Ia mengatakan bahwa ia melihat sedang terjadi perselisihan hebat dalam soal qiraat diantara para sahabat. Hudzaifah meminta kepada Uṡman supaya memperbaiki keadaan itu, menghilangkan perselisihan bacaan agar umat Islam jangan berselisih mengenai kitab mereka, seperti keadaan orang- orang Yahudi dan Nasrani.15 Selanjutnya Uṡman meminta kepada Hafṣah supaya memberikan suhuf-suhuf yang ada padanya untuk disalin ke dalam beberapa mushaf.

13 Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2019), 87. 14 Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an (Ciputat: PT. Pustaka Alfabet, 2013), 168. 15 Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu al-Qur’an & Tafsir, 75.

31

Setelah suhuf-suhuf itu diterima, beliau menyuruh Zaid Ibn Ṡābit, ‘Abdullāh Ibn Zubair, Zaid Ibn ‘Aṣ, ‘Abd al-Rahmān Ibn Ḥariṡ Ibn Ḥisyām untuk menyalin dari suhuf-suhuf itu menjadi beberapa mushaf. Pedoman yang diberikan kepada badan tersebut apabila terjadi perselisihan qiraah antara Zaid Ibn Ṡābit hendaklah ditulis menurut qira’ah orang Quraisy karena al-Qur’an diturunkan dengan lisan Quraisy. Setelah mereka selesai melaksanakan pekerjaan tersebut, suhuf-suhuf itu dikembalikan kepada Ḥafsah. Kemudian Uṡman mengirim ke tiap-tiap kota besar satu mushaf, disebutkan jumlah mushaf yang disebar adalah 8 buah mushaf.16 Kemudian Uṡman memerintahkan agar segera dibakar segala sahifah-sahifah atau mushaf-mushaf yang lain dari yang ditulis oleh badan yang terdiri dari empat orang ini. Menurut riwayat Ibn Abī Daud 12 orang, dan disepakati Zaid Ibn ṡābit mengepalai badan tersebut. Tujuan badan ini dibentuk adalah untuk menentukan bahasa mana yang harus dipakai (lafaz dari bahasa mana yang harus dipakai) untuk menghilangkan perselisihan tentang pemakaian kalimat. Pada masa Abū Bakar dan Umar masing-masing penulis mushaf memegang tulisannya. Akan tetapi yang demikian membawa kecederaan dan telah menimbulkan perkelahian karena masing-masing fanatik kepada tulisan yang ada pada suhuf-Nya, untuk menghindari itu semua perlu untuk menghilangkan kecederaan, menentukan kalimat yang dimasukkan ke dalam mushaf, walaupun bunyi qiraah masih bisa berlainan. Badan ini hanya mengerjakan menyalin ke dalam mushaf saja. Lebih tepatnya, badan tersebut berpegang erat kepada penyusunan yang telah sempurna dilakukan di masa Abū Bakar. Setelah sempurna persesuaian terhadap segala ayat-ayat al-Qur’an, Uṡman pun menaruh salin empat mushaf dari naskah pertama yang dinamai naskah al-Imām. Empat

16 Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, 90.

32 mushaf yang telah tertulis disosialisasikan kepada beberapa negara, yakni Satu naskah itu dikirim ke Makkah, satu naskah ke Kuffah, satu naskah ke Basrah dan satu naskah lagi dikirim ke Syam (Syiria).17 Asal muasal salinan yang ditulis badan itu di pegang oleh Uṡman. Uṡman memerintahkan supaya menyita segala suhuf-suhuf yang terdapat pada masyarakat dan membakarnya. Dan Uṡman menyuruh kaum Muslimin agar membaca al-Qur’an dengan qiraah yang termateri dalam al-Imām itu.

3. Penyempurnaan Mushaf Al-Qur’an Ketika domain politik Islam semakin meluas dan semakin banyak orang Non-Arab memeluk Islam berbagai kekeliruan dalam pembacaan teks al-Qur’an. Akhirnya penguasa politik Islam mengambil keputusan untuk melakukan penyempurnaan terhadap rasm al-Qur’an.18 Pada saat periode pengumpulan al-Qur’an masa khalifah berakhir, selanjutnya gagasan penyempurnaan penulisan mushaf al-Qur’an untuk memudahkan masyarakat membaca al-Qur’an akan dilakukan. Disebutkan pada masa ini terdapat beberapa masa dalam penyempurnaan teks mushaf al-Qur’an, yaitu sebagai berikut: a) Masa Abū al-Aswad al-Dua’ali (w. 69 H) Pada masa ini, mushaf al-Qur’an diberi titik pada akhir kata yang mempunyai bacaan yang berbeda. Ia memperkenalkan tanda-tanda vokal yang penting dalam mushaf. Misal seperti vokal titik yang digunakan berbeda warna dengan tulisan al-Qur’an.19 titik di depan huruf berarti Dammah. Titik di atas berarti Fathkah. Titik di bawah huruf berarti Kasrah. Sementara, sukun belum ada tandanya dan dibiarkan kosong pada

17 Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, 90. 18 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, H. 311,( Ciputat: PT. Pustaka Alvabet.) 2005. 19 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, . 312

33 al-Qur’annya. Abū al-Aswad melakukan hal ini karena banyaknya kesalahan saat membaca al-Qur’an, khususnya di akhir kata. Karena di akhir katalah terdapat perbedaan bacaan tergantung dari ‘amil yang masuk ke kata tersebut. b) Masa Naṣr bin ‘Aṣim (w. 89 H) dan Yahya bin Ya’mur (w. 129 H) Pada masa ini, pemerintahan yang dipimpin oleh Abdul Malik bin Marwan. Pada saat itu beliau mengusulkan kepada Gubernur Irak yang bernama Hajjāj bin Yusuf al-Ṡaqafi (75 – 95 H), agar mushaf diberi titik pada huruf-huruf yang mempunyai tulisan dan bentuk yang sama seperti antara Ba – Ta – Ṡa – Jim – Ḥa – Kha – Zai – Ra, dan sebagainya. Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa dahulunya huruf-huruf tersebut sudah ada pembeda antara satu dan lainnya. Karena mustahil dua huruf ditulis secara sama tanpa ada pembeda. Tetapi, karena terbiasa maka tanda-tanda itu tidak digunakan lagi. Namun belakangan tanda yang terhapus tersebut digunakan lagi di dalam mushaf. c) Masa Khālil bin Aḥmad al-Farahidi (w. 170 H) Pada masa ini, Imām Khālil melanjutkan dan mengembangkan apa yang telah digagas Abul Aswad al-Dua’ali. Titik yang digagas al-Dua’ali untuk memberikan tanda harakat yang dikembangkan oleh imām Khālil menjadi harakat yang kita lihat sekarang ini. Tanda baca yang dikemukakan Imām Khālil inilah yang akhirnya banyak dikutip dan diikuti oleh para penulis mushaf. d) Masa Ibn Muqlah (w. 328 H), Ibn al-Bawwab (w. 423 H/413 H), Yaqut al-Must’ṣimi (w. 698 H) Proses penulisan al-Qur’an dengan bentuk tulisan yang bagus sebenarnya sudah dimulai semenjak abad pertama oleh Khālid bin Abī al- Hayyaj sekretaris Khalifah Walid bin ‘Abd al-Mālik (86-89 H). Dilanjutkan oleh Mālik bin Dinar (w. 131 H/748 M), kemudian oleh Quṭbah bin

34 al-Muharrir pada masa Bani ’Umayyah. Kemudian oleh al-Ḍaḥak bin ‘Ajlan pada masa Abū al-Abbas al-Ṡaffah pada masa Bani ‘Abbasiyyah (132 – 136 H). Kemudian dilanjutkan lagi oleh Iṣḥaq bin Ḥammad pada masa al-Manṣūr (136 – 158 H). Baru kemudian dilanjutkan oleh Ibn Muqlah (w. 328 H). Pada masa inilah, khat Arab mencapai 6 macam, yaitu al-Ṡulus, al-Naskh, al-Tauqi’, al-Raihani, al-Muhaqqaq dan al-Riqa’. pada saat Ibn Muqlah ini penulisan al-Qur’an mencapai puncaknya. 20 Pada akhirnya, pada permulaan abad ke-5 Hijriah muncul penulis kenamaan yaitu Ibn al-Bawwab (w. 413 H) yang menyempurnakan khat Naskh dan Ṡulusnya Ibn Muqlah untuk menulis al-Qur’an. pada abad ke-7 muncul Yaqut al-Musḥili (w. 618 H) murid dari Syahdah binti Ahmad murid Ibn al-Bawwab. Kemudian diikuti oleh Yaqut al-Hamawi (w. 626 H) dan Yaqut al-Musta’ṣimi (w. 698 H) yang bisa dijuluki pendekar khat arabi pada masanya. Khat yang digunakan untuk penulisan mushaf setelah itu adalah pengembangan dari khat yang dikembangkan oleh para khaṭath (penulis mushaf) di atas.

B. Al-Qur’an Braille Pada sub-bab ini penulis akan memaparkan penjelasan tentang al-Qur’an braille yang merupakan al-Qur’an khusus untuk digunakan oleh para tunanetra. Penulis akan memaparkan mulai dari definisi al-Qur’an braille, sejarah al-Qur’an braille dan al-Qur’an braille di Indonesia.

1. Pengertian Al-Qur’an Braille Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kedua Braille adalah sistem tulisan dan cetakan (berdasarkan abjad latin) untuk para tunanetra berupa kode yang terdiri dari 6 titik dalam pelbagai kombinasi

20 Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, 95.

35 yang ditonjolkan pada kertas sehingga dapat diraba.21 Al-Qur’an braille adalah al-Qur’an yang ditulis dengan simbol braille, sejenis tulisan yang digunakan oleh para tunanetra atau orang-orang yang menderita gangguan penglihatan.22 Dalam pengertian lain juga dijelaskan bahwa al-Qur’an braille adalah al-Qur’an yang dibuat dengan menggunakan huruf Arab braille, yakni huruf yang terdiri dari titik-titik dengan jumlah maksimal enam titik.23 Berikut penulis cantumkan pola titik-titiknya:

1 4

2 5

3 6

Gambar 2.1 Susunan titik pada simbol Braille

2. Sejarah Al-Qur’an Braille Dari beberapa sumber buku yang telah penulis baca, dijelaskan bahwa lahirnya mushaf al-Qur’an braille tidak terlepas dengan nama Louis Braille. Ia lahir pada 4 Januari 1809 di Coupvray, Paris, Prancis. Ayahnya bernama Simon Rene Braille dan ibunya Monique.24 Ia lahir dalam keadaan normal, akan tetapi ketika menginjak usia 4 tahun mengalami kecelakaan di bengkel ayahnya yang mengakibatkan cacat pada matanya. Dalam kondisi yang demikian itu, tidak menyurutkan tekadnya untuk menuntut ilmu. Dari

21 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/braille diakses pada tanggal 01 September 2020. 22 Muchlis M. Hanafi, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013), 102. 23 Ahmad Saifudin, “Al-Qur’an Braille, Sejarah dan Kaidah Penulisan Al-Qur’an Braile di Indonesia” (Skripsi SI., Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga 2007), 9. 24 E Badri Yunardi, “Sejarah Mushaf Al-Qur’an Standar Braille,”Jurnal Puslitbang, vol. 5, No. 2 (2012):257.

36 sinilah awal perkenalannya dengan huruf braille dan pemikirannya tentang pentingnya huruf braille bagi para tunanetra. Perkenalannya dimulai dalam membaca huruf-huruf timbul dengan cara meraba dan menyentuh. Kemudian timbul pemikiran tentang pentingnya kode-kode yang lebih sederhana untuk dipahami. Kemudian Louis Braille melakukan eksperimen dan berhasil membuat sistem-sistem titik timbul yang berbeda. Dia melakukan eksperimen selama tiga tahun dan di usianya yang ke 15 tahun, ia berhasil membangun kode-kode titik timbul (raised dots) dengan enam titik yang kemudian dinamai huruf braille. Sistem tulisan yang digagas dan diperkenalkan oleh Louis Braille (w.1852) ini dibandingkan sistem baca yang berbasis sentuhan (tactile reading system) lainnya, mempunyai keunggulan lebih.25 Konfigurasi sederhana yang terdiri dari 6 titik memiliki fleksibilitas tinggi dan lebih cepat dikenali lewat sentuhan. Dengan fleksibilitas yang dimiliki, sistem braille memungkinkan dapat diadaptasi ke dalam bahasa- bahasa dunia termasuk bahasa Arab atau tulisan yang berbasis Arab. Penggunaan braille di kawasan dunia Arab diperkenalkan salah satunya oleh Mary Jane Lovell, seorang wanita berkebangsaan Inggris. Upaya Lovell mengenalkan braille dilakukan dengan menerjemahkan Bibel ke dalam sistem braille Arab. Namun dalam perkembangannya, penerapan braille dalam tulisan Arab melahirkan beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut selain terkait penentuan simbol Arab Braille, juga berkenaan dengan arah baca, apakah penggunaan simbol-simbol braille dalam tulisan Arab, yaitu dari kanan ke kiri atau sebaliknya, mengikuti kaidah dasar sistim braille, yaitu dari kiri ke kanan seperti huruf latin pada umumnya.

25 Beberapa sistem baca berbasis sentuhan yang populer pada tahun 1900 di antaranya Boston Line Type dan Moon Type, sistem yang berbasis tulisan latin yang dicetak timbul, serta New York Point dan American Braille, tulisan yang berbasis titik-titik timbul.

37

Perbedaan penggunaan braille dalam tulisan Arab telah mendorong UNESCO (United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization) untuk melakukan uniformisasi (penyelarasan). Dengan melibatkan sejumlah negara di kawasan Arab, pertemuan regional yang difasilitasi oleh UNESCO pada 12-17 Februari tahun 195126 di Beirut Lebanon berhasil membakukan kode Braille dalam bahasa Arab (Arabic Braille Codes), termasuk menyepakati arah baca Arab Braille dari kiri ke kanan sebagaimana sistem yang berlaku pada huruf latin pada umumnya.27 Standarisasi ini telah membuka kemungkinan dilakukannya penulisan karya-karya berbahasa Arab dalam sistem braille secara masif. Salah satu karya yang terpenting setahun setelah standarisasi sistem Arab Braille dilakukan adalah terbitnya mushaf al-Qur’an dalam tulisan braille (Mushaf al-Qur’an Braille) untuk pertama kalinya di Yordania pada tahun 1952. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1962 mushaf al-Qur’an dalam bentuk braille juga terbit di Mesir. Namun pada perjalanannya, mushaf al-Qur’an braille terbitan Yordania lebih banyak dikenal dan menjadi rujukan mushaf al-Qur’an braille yang muncul kemudian dibandingkan terbitan versi Mesir. Hal ini dimungkinkan karena terbitan versi Mesir masih menjadi polemik di negerinya terkait sistem penulisan yang diterapkan.28 Mushaf al-Qur’an braille Yordania ditulis dengan menggunakan rasm imlā’i. Penggunaan rasm imlā’i dalam sistem penulisan al-Qur’an braille

26 Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur’an Nusantara,” Jurnal al-Tibyān, Vol. I, no.1 (Januari–Juni 2016): 188. 27 Konferensi di Beirut merupakan kelanjutan dari konferensi Internasional terkait standarisasi simbol Braille dalam bahasa utama yang dilakukan UNESCO pada Maret tahun 1950 di Prancis. 28 Polemik dimungkinkan karena sistem penulisan versi Mesir menyalahi standarisasi yang dilakukan UNESCO. Mushaf Braille versi Mesir mengintroduksi simbol-simbol baru dan menggunakan pola susunan baris bertingkat, yaitu antara huruf dan tanda baca ditempatkan dalam dua baris yang berbeda. Dalam praktik perabaan, pola seperti ini menyulitkan bagi para penggunanya karena harus menggunakan dua jari.

38 lebih dipilih mengingat dalam sistem penulisan ini ada kesesuaian antara tulisan (maktūb) dan bacaan (malfūz), sehingga lebih mudah adaptasi ke dalam sistem braille. Selain itu, rasm imlā’i sudah dipakai dalam penulisan Arab braille pada umumnya, sehingga lebih mudah digunakan oleh para tunanetra. Mushaf al-Qur’an braille Yordania ini yang kemudian menjadi model penerbitan mushaf al-Qur’an braille di dunia Islam, termasuk di Indonesia.29

3. Al-Qur’an Braille di Indonesia Masuknya al-Qur’an braille di Indonesia tidak lepas dari peran Lembaga Penerbitan dan Perpustakaan Braille Indonesia atau LPPBI. Perkembangan huruf-huruf braille di Indonesia diperkirakan mulai berkembang sejak tahun 1954 ketika (LPPBI) menerima kiriman al-Qur’an braille terbitan Yordania tahun 1952 yang diantarkan UNESCO. LPPBI merupakan satu satunya lembaga penerbitan dan perpustakaan braille terbesar saat itu yang bernaung di bawah Departemen Sosial dan berkedudukan di Bandung. Sejak itulah, berbagai karya dalam bahasa Arab di transkrip ke dalam simbol braille Arab, tidak terkecuali al-Qur’an. Bukti bahwa al-Qur’an braille Yordania yang dikirim ke Indonesia diterima dan menjadi koleksi LPPBI dapat dilihat dari stempel yang masih terlihat di beberapa halaman bagian depan, meskipun kondisinya tidak utuh lagi karena landasan kertasnya yang sudah robek.30 Al-Qur’an braille yang diterbitkan Yordania ini belum diketahui pasti berapa jumlahnya. Karena satu-satunya jilid yang tersisa dan menjadi

29 Ahmad Jaeni dkk, “Suhuf Jurnal Pengkajian Al-Qur’an dan Budaya,” (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,2017), 354. 30 Ahmad Jaeni, “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Braille di Indonesia Dari Duplikasi Hingga Standardisasi (1964-1984)”. Jurnal Puslitbang, Vol. 8, No. 1, (2015), 47.

39 bahan kajian selama ini adalah jilid VI yang berisi 11 surah, mulai surah al-‘Ankabūt:29 (juz 20) sampai surah al-Zumar:39 (Juz 24). Naskah inilah yang menjadi dasar awal penyalinan al-Qur’an braille di Indonesia. Namun pada akhir tahun 2014, naskah serupa yang diidentifikasi sebagai al-Qur’an braille Yordania ditemukan kembali di Bandung. Empat naskah ini berisi 8 surah yang dimulai dari surah al-Anbiyā’: 21 (juz 17) sampai surah al-Qalam: 28 (juz 20).31 Berdasarkan keberadaan dua naskah ini, dimungkinkan al-Qur’an braille pertama kali diterima dari Yordania berjumlah lengkap 30 Juz. Sedangkan jumlah jilidnya—jika dihitung rata- rata setiap jilid berisi 3 sampai 4 juz— diperkirakan ada 8 jilid.

Al-Qur’an braille Yordania ini merupakan potret al-Qur’an dalam versi braille yang pertama kali di dunia Islam. Al-Qur’an ini sekaligus menjadi eksperimen pertama kali aplikasi simbol braille kedalam penulisan al-Qur’an setelah setahun sebelumnya uniformisasi (penyeragaman) simbol Arab Braille berhasil dilakukan. Sebagai sebuah sistem tulisan baru di Indonesia, bahkan di dunia Islam, hampir dua tahun tersimpan di LPPBI, al-Qur’an braille Yordania ini belum terungkap, meskipun tulisan braille latin telah dikenal dan digunakan oleh para tunanetra di Bandung.32

Melihat kondisi itu, pada tahun 1956 muncul inisiatif dari A. Arif, seorang pejabat di lingkungan Departemen Sosial, untuk membawa al-Qur’an braille tersebut ke Yogyakarta, daerah yang dianggap cukup potensial bagi kegiatan ketunanetraan saat itu. Namun, baru sekitar tahun 1963M ketika menjabat pimpinan BPPS yang berkantor di jalan Tugu Kidul Yogyakarta, A. Arif menyerahkan al-Qur’an braille tersebut kepada Supardi Abdul Shomad (w. 1975), seorang tunanetra yang bekerja sebagai juru tik

31 Ahmad Jaeni dkk, “Suhuf Jurnal Pengkajian Al-Qur’an dan Budaya”, 357. 32Ahmad Jaeni, “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Braille di Indonesia Dari Duplikasi Hingga Standardisasi (1964-1984)” 49.

40 dikantornya. Sebagai seorang tunanetra, Supardi telah menguasai tulisan braille latin Indonesia, namun belum mengenal braille Arab sebagaimana yang digunakan dalam al-Qur’an braille Yordania.33 Namun, pengalamannya belajar al-Qur’an di Pesantren Krapyak tampaknya menjadi modal penting untuk dapat mengungkap al-Qur’an braille yang baru didapatkannya. Dibantu dua orang temannya, Dharma Pakilaran, seorang mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga asal Sulawesi dan Fuadi Azis (w. 1999), rekan lainnya yang kemudian menjadi salah satu dosen di Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Supardi mulai melakukan eksperimen untuk membaca al-Qur’an braille itu.

Upaya bersama itu pun akhirnya membuahkan hasil. Surah yang pertama kali berhasil dibaca adalah Surah Yāsīn, surah yang memang telah dihafal Supardi secara musyafahah di pesantren Krapyak. Untuk pertama kalinya hasil eksperimen tersebut diajarkan kepada seorang siswa tunanetra binaan BPPS asal Riau bernama Wardinah Noor. Dalam jangka waktu yang tidak lama, seluruh ayat dalam naskah al-Qur’an braille Yordania jilid VI akhirnya dapat dibaca. Sampai saat ini al-Qur’an braille sudah komplit 30 juz. Kemudian al-Qur’an braille ini juga yang sampai saat ini satu-satunya model al-Qur’an braille yang masih digunakan oleh para tunanetra baik secara individu maupun lembaga.

C. Al-Qur’an Braille Digital 1. Simbolisasi Al-Qur’an Braille Digital Secara teori, simbolisasi atau pembuatan simbol-simbol dalam al-Qur’an braille digital pada awalnya adalah bersumber dari simbol al-Qur’an braille biasa/konvensional. Dari format yang sudah ada

33 Ahmad Jaeni, “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Braille di Indonesia Dari Duplikasi Hingga Standardisasi (1964-1984)”, 51.

41 tersebut kemudian oleh orang-orang yang memahami program IT dikonsep dan diprogram ulang dalam bentuk audio yang kemudian orang banyak menyebutnya dengan sebutan digital. Yayasan Syekh Ali Jaber (Indonesia) salah satu organisasi yang mendistribusikan al-Qur’an braille digital khusus untuk tunanetra di Indonesia. Namun dengan kendala yang ada saat ini Indonesia hanya bisa mendistribusikan saja, sedangkan untuk memproduksikannya masih dilakukan di Malaysia.34 Dalam penyusunan al-Qur’an braille digital terdapat beberapa simbol al-Qur’an braille atau boleh disebut dengan sebutan enam titik timbul. Enam titik timbul inilah yang menjadi landasan awal untuk penulisan dan pembuatan al-Qur’an braille awas maupun al-Qur’an braille digital. Adapun beberapa bentuk dan arti dari simbol atau enam titik timbul yang penulis maksud adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Simbol Braille Arab. Kode No. Huruf Hijaiah Nama Huruf Posisi Titik Braille • ∙ Tidak ( 1-- --- ) 1 ∙ ∙ dilambangkan ﺍ ∙ ∙ • ∙ ( --- b • ∙ ( 12- ﺏ 2 ∙ ∙ ∙ • ( t • • ( -23 45- ﺕ 3 • ∙ • • ( ṡ ∙ • ( 1—456 ﺙ 4 ∙ •

34 Edi Yusuf, “ Al-Qur’an Braille Digital Mudahkan Tunan Netra Hafal Al- Qur’an,” Diakses Januari, 2021.

42

∙ • ( j • • ( -2- 45- ﺝ 5 ∙ ∙ • ∙ ( ḥ ∙ • ( 1-- -56 ﺡ 6 ∙ • • • ( kh ∙ ∙ ( 1-3 4-6 ﺥ 7 • • • • ( d ∙ • ( 1—45- ﺩ 8 ∙ ∙ ∙ • ( ż • ∙ ( -23 4-6 ﺫ 9 • • • ∙ ( r • • ( 123 -5- ﺭ 10 • ∙ • ∙ ( z ∙ • ( 1-3 -56 ﺯ 11 • • ∙ • ( s • ∙ ( -23 4-- ﺱ 12 • ∙ • • ( sy ∙ ∙ ( 1-- 4-6 ﺵ 13 ∙ • • • 14 ṣ • ∙ ( 123 4-6 ) ﺹ • • • • ( ḍ • ∙ ( 12- 4-6 ﺽ 15 ∙ • ∙ • ( ṭ • • ( -23 456 ﻁ 16 • • • • ( ẓ • • ( 123 456 ﻅ 17 • • • ∙ ( ʻ • • ( 123 -56 ﻉ 18 • •

43 • ∙ ( gh • ∙ ( 12- --6 ﻍ 19 • • • • ( f • ∙ ( 12- 4-- ﻑ 20 • ∙ • • ( q • • ( 123 45- ﻕ 21 • ∙ • ∙ ( --- k ∙ ∙ ( 1-3 ﻙ 22 • ∙ • ∙ ( --- l • ∙ ( 123 ﻝ 23 • ∙ • • ( m ∙ ∙ ( 1-3 4-- ﻡ 24 • ∙ • • ( n ∙ • ( 1-3 45- ﻥ 25 • ∙ ∙ • ( w • • ( -2- 456 ﻭ 26 ∙ • • ∙ ( h • • ( 12- -5- ﻫ 27 ∙ ∙ • ∙ ( Lam-alif • ∙ ( 123 --6 ﻻ 28 • • ∙ ∙ Hamzah 29 ( --3 --- ) ∙ ∙ mufradah ء • ∙ ∙ • ( y • ∙ ( -2- 4-- ﻱ 30 ∙ ∙

Huruf-huruf Braille ini merupakan huruf dasar Braille Arab.

Nama Kode No Huruf Hijaiah Posisi Titik Huruf Braille Hamzah ∙ • ( alal alif ∙ ∙ ( --3 4--‘ ٳٲ 1 • ∙

44

Hamzah • ∙ ( alal waw • • ( 12- -56‘ ﺅ 2 ∙ • Hamzah • • ( alal ya‘ ∙ • ( 1-3 456‘ ﺉ 3 • • Hamzah ∙ • ( madd ∙ • ( --3 45- ﺁ 4 • ∙ Ta • ∙ ( Murbūtah ∙ ∙ ( 1-- --6 ۃ 5 ∙ • Alif • ∙ ( Maqṣūrah ∙ • ( 1-3 -5- ی 6 • ∙ Tanda Nama Kode Posisi No. Baris/Tanda Tanda Braille Titik lainnya ∙ ∙ 1 Fatḥah • ∙ ( -2- --- ) َ َ ∙ ∙ • ∙ ( Kasrah ∙ • ( 1-- -5- َ 2 ∙ ∙ ِ • ∙ ( Ḍammah ∙ ∙ ( 1-3 --6 َُ 3 • • ∙ ∙ ( --- Fatḥatain • ∙ ( -23 َ 4 • ∙ ∙ ∙ ( Kasratain ∙ • ( --3 -5- َ 5 • ∙ ∙ • ( Ḍammatain • ∙ ( -2- --6 َ 6 ∙ ∙ Fatḥah ∙ • ( 4-- --- ) ∙ ∙ َ 7 Isybā‘iyah ∙ ∙ Kasrah ∙ • 8 ∙ • ( --- 45- ) Isybā‘iyah َ ∙ ∙

45

Dammah ∙ • ( 4-6 --3 ) ∙ ∙ َ 9 Isybā‘iyah • • ∙ ∙ Syaddah/tasy 10 ( --- --6 ) ∙ ∙ dīd َّ ∙ • 11 ∙ ∙ ( Sukun • • ( -2- -5- َ ∙ ∙ ∙ • ( tanda mad 5 • ∙ ( -2- 4-6 َ 12 dan 6 harakat ∙ • tanda ∙ ∙ pemisah kata ∙ ∙ 13 ( --3 –6 ) • • dengan tanda َ waqaf ∙ ∙ Tanda titik di 14 (.) ( -23 -56 ) akhit ayat • • • •

2. Pena Al-Qur’an Braille Digital Al-Qur’an braille digital berbentuk sistem suara seperti audio mp3. Media ini lebih tepat digunakan untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an beserta mempelajari isi kandungan ayat-ayat al-Qur’an karena dilengkapi dengan terjemahannya. Al-Qur’an braille digital ini memiliki buku petunjuk dan pen voice yang berisi sistem suara. Al-Qur’an braille digital memiliki buku petunjuk dengan dua versi penulisan, penulisan latin cetak tinta, dan penulisan braille Latin dan Arab. Apabila pen voice disentuhkan pada buku petunjuk, maka akan berbunyi sesuai dengan petunjuk yang ada. Sistem suara pen voice pada al-Qur’an braille digital terdapat pilihan qori’ yang dapat dipilih sehingga memudahkan kepekaan pendengaran dalam mempelajari makhārīj al-huruf dan menghafal ayat-ayat al-Qur’an. AL-Qur’an braille digital sedikit memiliki kesamaan dengan aplikasi al-Qur’an Indonesia yang terdapat pada smartphone android yang dapat di download pada aplikasi play store. Sistem suara pada aplikasi al-Qur’an

46

Indonesia sama halnya dengan sistem suara pada al-Qur’an braille digital. Perbedaan aplikasi al-Qur’an Indonesia dengan al-Qur’an braille digital adalah pada penulisan menu.35 Adapun cara penggunaan dari pena al-Qur’an braille digital ini pada umumnya sama saja dengan pena digital al-Qur’an awas. Hanya saja pena al-Qur’an braille digital ini hanya diprogram khusus untuk media al-Qur’an braille. Untuk lebih mudahnya penulis akan melampirkan gambar pena al-Qur’an braille digital disertai dengan keterangan fungsi pada tiap fitur yang ada pena tersebut. Berikut gambarnya penulis lampirkan:

Gambar 2.3 Pena Al-Qur’an Braille Digital Untuk menjelaskan gambar di atas berikut penulis jelaskan dalam bentuk tabel. Tabel 2.4 Fitur dan Fungsi Pena Al-Qur’an Braille Digital NO FITUR FUNGSI 1 Tombol Play Memutar Audio

35 Faridatul Husna Widiarti, “Penggunaan Media Al-Qur’an Braille Book Dan Braille Digital Bagi Tunanetra Di Surakarta”. Jurnal Studi Islam, Vol. 19, No. 2, (2018), 121.

47

2 Tombol Pause Menghentikan Audio Sementara 3 Tombol Stop Menghentikan Pemutaran Audio 4 Tombol Previous Memutar Audio Sebelumnya Tombol Pengingat Memutar Kembali Audio pada waktu 5 bersamaan 6 Tombol Next Melanjutkan audio 7 Tombol Volume Kontrol Mengatur volume

Berdasarkan tabel di atas, dapat penulis simpulkan bahwasanya dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini, manusia mampu melahirkan berbagai inovasi, termasuk berinovasi dalam memenuhi kebutuhan rohani penyandang tunanetra dalam membaca al-Qur’an, yaitu diciptakannya al-Qur’an braille digital. Al-Qur’an braille digital menggunakan pen voice yang juga dilengkapi dengan menu braille. Cara kerja al-Qur’an braille digital ini adalah dengan meletakkan pen voice pada ayat al-Qur’an yang akan dibaca atau pada fitur yang akan digunakan. Setelah itu, secara otomatis pen voice akan mengeluarkan suara sesuai dengan ayat atau fitur yang ditunjuk oleh penggunanya.36

36 Hamzah dan M. Sholehudin Zaenal, “Qur’anic Techno braile: Menuju Tunanetra Muslim Indonesia Bebas Buta Baca Al-Qur’an,” Jurnal Sosioteknologi IPB, Vol. 17, No 2, (2018): 321.

48

BAB III YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG

Bab III ini membahas tentang profil Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong. Pembahasan ini untuk mengetahui latar belakang dan sejarah pendirian yayasan, program-program yang dijalankan, kondisi sarana dan prasarana yayasan, kondisi jamaah yayasan, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Sehingga pembaca dapat tergambarkan kondisi yayasan yang menjadi objek penelitian ini.

A. Profil Yayasan Raudlatul Makfufin 1. Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Yayasan Yayasan Raudlatul Makfufin, selanjutnya disingkat menjadi YRM adalah lembaga bina sosial yang secara khusus mengajarkan al-Qur’an dan kajian keislaman kepada tunanetra Muslim seluruh Indonesia. YRM terletak di kampung Jati, Buaran, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Jauh dari keramaian kota dan bertempat di perkampungan, suasana belajar dan mengaji pun menjadi damai dan tenang. Hal ini membuat jamaah YRM dapat mempelajari al-Qur’an dan kajian keislaman dengan fokus dan maksimal. YRM sendiri didirikan pada 26 November 1983 yang di latarbelakangi dengan beberapa hal, diantaranya:

a. Belum adanya lembaga atau yayasan yang menangani secara khusus dan serius mengenai pendidikan al-Qur’an dan keagamaan bagi penyandang tunanetra. b. Di Sekolah Luar Biasa (SLB), pendidikan agama yang di berikan sangat minim.

49

50

c. Memberikan perlindungan kepada para Mualaf Tunanetra untuk melaksanakan ibadah, karena banyak para mualaf Tunanetra itu yang menerima perlakuan yang tidak manusiawi dari kerabat dan keluarganya, sehingga mereka merasa ketakutan.1 Berdasarkan hal tersebut, maka YRM bermaksud menjadi wadah untuk menggali dan mengembangkan potensi khususnya bagi penyandang cacat tunanetra muslim.

YRM didirikan oleh Raden Halim Shaleh (Alm)2. Beliau adalah seorang pendidik di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang sangat peduli terhadap minimnya kondisi sarana dan prasarana belajar bagi tunanetra, padahal menurutnya kewajiban menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap orang, termasuk orang yang memiliki keterbatasan pun wajib menuntut ilmu, sedangkan sarana dan prasarana pendukungnya masih sangat minim. Bekerja sama dengan rekan-rekan tunanetra dan non tunanetra yang

1 R.M. Hariyadi, “Peranan Yayasan Raudhatul Makhfufin dalam Pembinaan Mental Keagamaan Bagi Penyandang Cacat Netra”. (Skripsi, Jurusan Penerangan Penyiaran Agama Fakultas Dakwah, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1417 H/1996 M), 26. 2 Raden Halim Saleh bin RH Ismail dijuluki sebagai Guru Para Tunanetra. Sosok yang lahir di Jakarta, 15 April 1944 ini adalah suami dari Bariroh. Selama 38 tahun ia mengabdi menjadi guru pada SLB A pembinaan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ia dikenal sebagai sosok yang haus ilmu, sejak muda ia rajin mengikuti pengajian di Majelis al Wathoniyah, Klender, Jakarta Timur. Di sana ia menjadi murid kesayangan Kiai Hasbiallah, ulama di al Wathaniyah. Kegiatan sehari-harinya yaitu berdakwah dan mengajar. Ilmu dakwah ia dapatkan ketika ia menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Ilmu Dakwah Kayumanis, Jakarta. Kendati buta, ia penuh percaya diri. Semua pelajaran disalinnya dalam huruf Braille. Namun karena keterbatasannya, ia tidak tamat kuliah. Ia berkiprah pertama kali tahun 1976 dengan mendirikan majelis taklim Bina Warga. Di lembaga itu, ia aktif memberikan siraman rohani bagi Muslimin di Jakarta. Selanjutnya ia begitu gigih dalam mewujudkan Yayasan Raudhatul Makhfufin sebagai wadah Tunanetra Muslim untuk melakukan kajian. Ia mengumpulkan sendiri buku-buku keagamaan dan al Quran Braille dengan mengetik sendiri dari pintu ke pintu. Berkat kegigihannya Yayasan Raudhatul Makhfufin ini eksis sampai sekarang dalam membina dan mendidik tunanetra muslim Indonesia. Di akhir hayatnya ia mengalami kecelakaan ketika bersilaturahmi ke rumah saudaranya di Bekasi. Ia wafat pada tanggal 25 Mei di umur 61 tahun. (Sumber Tabloid Republika edisi Dialog Jumat: 10 Juni 2005).

51 memiliki kesamaan tujuan dan rasa, kemudian didirikanlah sebuah lembaga yang diberi nama Yayasan Raudlatul Makfufin yang selanjutnya akan menjadi media bagi tunanetra untuk mengenal dan mempelajari ajaran agama Islam. Sejak awal didirikannya, tak sedikit masalah yang dihadapi, seperti lokasi untuk mendirikan gedung, serta fasilitas yang akan dipersiapkan.

Pada tahun 1991 H. Munawir Sjadzali yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia memberikan pinjaman berupa sebidang tanah milik kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang berlokasi di Jalan Kertamukti, Ciputat. Tak hanya itu, Munawir juga mendukung pembangunan dan seluruh sarana kegiatan YRM. Hingga pada 1992 H, Munawir juga yang meresmikan gedung tersebut. Sejak saat itu, seluruh kegiatan YRM berpusat di satu lokasi. Kegiatan yang diadakan pun belum beragam, hanya pengajian al-Qur’an braille manual yang diadakan setiap hari Ahad, kegiatan tersebut dihadiri oleh 30-40 jamaah tunanetra. Selain itu, ada pula yang menetap sekitar 10 orang, dan santri tersebut bersekolah di luar YRM. Pada saat itu al-Qur’an dan buku-buku referensi agama yang dituliskan dalam bentuk huruf braille berada dalam kondisi yang memprihatinkan, karena pembuatan buku yang bertuliskan huruf braille masih menggunakan cara manual. Sehingga pada tahun 1995, YRM mulai membuat program yaitu menyalin al-Qur’an braille dengan menggunakan komputer atau disebut juga komputerisasi braille.

Pada tahun 2009 mengharuskan YRM berpindah lokasi, dikarenakan hak milik tanah yang harus dikembalikan pada Negara. Lebih lanjut, atas pemberian wakaf 1000 m², dibangunlah gedung YRM di kampung Jati, Buaran, Serpong, yang dibantu oleh dedikasi pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang melakukan fundraising ke banyak pihak.

52

Hingga pada tahun 2010, gedung YRM baru diresmikan oleh Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah saat itu, Prof. Komaruddin Hidayat. Kegiatan yang dilakukan di YRM ini, setelah pindah ke Kampung Jati pun semakin berkembang, selain pengajian al-Qur’an braille, YRM juga membangun sekolah khusus Islam terpadu (SKH-IT). YRM pun semakin berkembang dalam aspek lain seperti sarana prasarana yang kian menunjang, santri dan jamaah yang mengikuti kegiatan YRM juga bertambah dari berbagai daerah. Juga dari segi perkembangan media sosial yang dimiliki YRM, membuktikan bahwa lembaga ini mampu mengikuti perkembangan era digital dengan menyuguhkan informasi seputar YRM dari website dan berbagai aplikasi sosial media. Perkembangan tersebutlah bukti bahwa YRM mampu meningkatkan disiplin keilmuan untuk penyandang cacat Tunanetra, khususnya di bidang pembelajaran al-Qur’an dan kajian keislaman.3

2. Kondisi fisik Meninjau gedung YRM yang berada di Kampung Jati, bangunannya tampak sederhana satu lantai, di halamannya terdapat pohon jambu rindang, juga tersusun kursi-kursi dan meja untuk santri belajar jika ruangan tidak memadai. Dua ruang kelas terdapat di sisi kanan kiri pintu masuk. Ruang kelas sebelah kanan terdiri dari satu ruangan yang disekat papan tripleks untuk keperluan lain dan biasa digunakan untuk santri belajar. Sedangkan ruang kelas bagian kiri biasa dipergunakan oleh jamaah untuk belajar alquran braille dan kajian keislaman, jamaah biasanya lesehan menggunakan karpet, selain itu, ruang kelas sisi kiri ini juga dipergunakan untuk muṣala. Di tengah keterbatasan ruang kelas tersebut, para santri dan jamaah masih tetap semangat untuk belajar. Bahkan jarak jauh pun

3 Budi Santoso, Wawancara.

53 ditempuh menggunakan transportasi online, ada pula yang diantar oleh sanak saudara terdekat. 3. Kondisi Dana Sejak dibangunnya YRM, dana pembangunan untuk sarana prasarana didapatkan dari gotong royong masyarakat sekitar dan beberapa donatur yang mendukung berdirinya yayasan bina sosial keagamaan khususnya bagi tunanetra. YRM ini tidak bekerja sama dengan lembaga lain. Namun dengan semangat untuk mengembangkan yayasan ini sangat tinggi. Terbukti walau dengan dana pembangunan yang mengandalkan gotong royong masyarakat dan donatur, YRM dapat berkembang signifikan dari waktu ke waktu, pembenahan sistem pembelajaran maupun sarana prasarana juga kian terpenuhi. Maka hal seperti ini patut kita apresiasi, sebagai pembelajaran bahwa dana tak menjadi penghalang kita untuk menebar manfaat bagi sesama. 4. Media sosial Yayasan • Website : www.Makhfufin.id • Whatsapp : 081 18300072 • Telepon : 021 74635929 • Email : [email protected] • Facebook : Yayasan Raudlatul Makhfufin • Instagram : Makhfufin • Twitter : @Makhfufin • Skype : Makhfufin

B. Struktur Organisasi Yayasan Periode 2017 – 2022 Struktur organisasi berfungsi sebagai alat untuk membimbing ke arah efisiensi dalam penggunaan pekerja dan seluruh sumber daya yang dibutuhkan dalam meraih tujuan organisasi/yayasan. Oleh karena itu

54 keaktifan sumber daya manusia yang ada di dalam struktur organisasi ini menjadi fondasi dan kekuatan bagi sebuah organisasi/yayasan untuk mengembangkan organisasi/yayasannya. Di YRM ini walaupun dengan keterbatasan yang ada, para sumber daya manusianya senantiasa berusaha proporsional dalam menjalankan roda organisasi/yayasan. YRM memiliki struktur kepengurusan sebagai berikut:

Dewan Pembina

Ahmad Joni Watimena

Dewan Pengawas Ade Ismail, S.Pd

Ketua Yayasan Budi Santoso, S.Sos.I

Sekretaris Bendahara Rafik Akbar, S.Pd.I Diah Rahmawati, S.Pd.I

Kepala Bidang

Jamaah

Bagan 3.1 Struktur Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin

C. Program Kegiatan Setiap tahunnya YRM selalu mengadakan rapat kerja (raker) yang dilakukan setiap akhir tahun yaitu di bulan Desember. Dalam raker ini para

55 pengurus mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan selama setahun dan merencanakan program-program yang akan dilakukan ditahun berikutnya demi kemajuan YRM. Diantara hasil rakernya adalah terbentuknya empat unit bidang. Unit-unit bidang ini nantinya yang akan merencanakan program-program yang akan dilakukan, kemudian setelah program itu sudah di tentukan dari masing-masing unit, lalu diajukan ke dewan pengurus untuk mendapatkan persetujuan. Setelah disetujui oleh dewan pengurus maka program-program unit ini sudah bisa dijalankan. Adapun empat unit bidang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pesantren al-Qur’an Unit pesantren al-Qur’an ini telah berjalan sejak tahun 2015 yang dibangun dan dimonitor oleh salah satu pengurus YRM yakni Bapak Ade. Tujuan dibangunnya program ini adalah untuk memfasilitasi para santri tunanetra agar bisa belajar seputar ilmu al-Qur’an dan ilmu agama lainnya. Lebih lanjut lagi Bapak Ade mengatakan bahwasanya dengan adanya program ini diharapkan bisa memberikan pemahaman ilmu agama kepada santri tunanetra. Misalnya, pada bidang al-Qur’an mereka kita fokuskan agar bisa belajar dan menghafal al-Qur’an baik belajarnya menggunakan al-Qur’an braille maupun al-Qur’an braille digital. Di samping itu kita berikan sedikit tambahan ilmu terkait fiqih, aqidah dan akhlak untuk menunjang tuntunan cara hidup mereka ketika masih di dalam yayasan maupun ketika sudah keluar nanti. Dalam unit program pesantren al-Qur’an ini terdapat tiga sub kegiatan. Adapun ketiga sub kegiatan itu adalah: a. Pembinaan baca-tulis al-Qur’an Braille. b. Pembinaan menghafal al-Qur’an 30 juz. c. Pembinaan pengetahuan Islam seperti aqidah, akhlak, tajwid, dan fiqih.

56

2. Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin (IKJAR) IKJAR merupakan salah satu unit yang ada di YRM yang sudah ada sejak yayasan ini berdiri yaitu tahun 1983 M. yang melatarbelakangi didirikannya IKJAR ini yaitu berawal dari rasa kepedulian pendiri yayasan terhadap para tunanetra Muslim yang tidak dapat mempelajari ilmu-ilmu agama Islam, terlebih lagi ekonomi mereka yang sangat rendah. Bahkan ketika ada orang Non Muslim yang memberikan sesuatu kepada mereka, mereka merelakan keyakinan agama mereka. Oleh sebab itu pendiri yayasan berinisiatif untuk mengumpulkan para tunanetra yang ada di sekitar wilayahnya untuk belajar dan mengaji ilmu-ilmu agama bersama-sama. Akhirnya, sampai saat ini IKJAR masih eksis dan konsisten untuk selalu membina dan memberikan pengajaran kepada para jamaah tunanetra di setiap minggunya. Saat ini IKJAR diketuai oleh Bapak Agus Hermanto. Untuk meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan para jamaah, Bapak Agus mengadakan program-program kajian keislaman khususnya belajar al-Qur’an di YRM ini. Adapun program-program yang dilakukan yaitu: a. Program pemberantasan buta huruf al-Qur’an Braille. b. Pembinaan seni musik Islam seperti marawis dan hadroh. c. Pembinaan seni baca al-Qur’an (Tilāwah al-Qur’an). d. Pembinaan pengetahuan Islam seperti Bahasa Arab, Hadis, terjemahan al-Qur’an, dan Sejarah Islam.

3. Sekolah Khusus Islam Terpadu (SKH-IT) Unit ketiga yang ada di YRM yaitu Sekolah Khusus Islam Terpadu terbentuk pada tahun 2015 M yang saat ini di ketuai Bapak Ade yang juga merangkap sebagai ketua unit pesantren al-Qur’an. unit ini dibentuk dilatar belakangi karena banyak anak-anak tunanetra tidak bisa merasakan bangku sekolah. Sehingga para pengurus yayasan membentuk unit skh-it ini,

57 dengan harapan agar para anak-anak tunanetra usia sekolah dapat mempelajari ilmu-ilmu sekolah sebagaimana semestinya. Adapun program- program yang di lakukan di SKH-IT ini yaitu: a. Pelayanan pendidikan formal usia sekolah mulai tingkat dasar hingga menengah atas. b. Pelayanan pendidikan formal non sekolah (kejar paket), mulai tingkat dasar hingga menengah atas.

4. Percetakan Braille Unit keempat yang dimiliki YRM yaitu percetakan braille yang berdiri mulai tahun 2001 M dan diketuai oleh Bapak Wahyu. Unit percetakan braille ini merupakan media yang memproduksi buku-buku ajaran keislaman dalam berbentuk Braille. Hal ini dilakukan agar para santri, siswa, dan para jamaah lebih mudah mengerti dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan khususnya al-Qur’an. Adapun program-programnya yaitu: a. Pengadaan dan pendistribusian al-Qur’an Braille. b. Pengadaan dan pendistribusian buku-buku sumber keislaman Braille.

D. Kegiatan Sehari-hari Tunanetra di YRM sangat diperhatikan dalam seluruh aspek kegiatan dan programnya. Oleh karena itu terdapat beberapa kegiatan dan program yang telah ditetapkan. Kegiatan di YRM ini sudah berjalan dengan lancar, dengan manajemen yang sudah terstruktur, walaupun dengan keterbatasan mereka, akan tetapi manajemennya sudah bagus. Berikut ini penulis cantumkan beberapa tabel kegiatan dan program harian, mingguan, bulanan dan tahunan yang penulis dapatkan dari hasil wawancara pribadi dengan

58 pihak pengurus yayasan. Untuk lebih mudahnya penulis akan sajikan jadwal kegiatan dalam bentuk tabel sebagai berikut: 3. 2 : Tabel Jadwal Kegiatan Harian Nama Pembina Hari Waktu Ket. Kegiatan Tim Senin- KBM Pendidikan 08:00-15:00 Harian Jumat YRM Pengembangan Tim Manajemen Selasa & Harian Pendidikan 13:30-15:30 melalui Kamis YRM Pemanfaatan IT

Dalam merealisasikan kegiatan hariannya setidaknya terdapat dua kegiatan yang selama ini masih terus berjalan. Adapun kedua kegiatan tersebut adalah kegiatan belajar mengajar dan kegiatan pengembangan manajemen melalui IT. Kegiatan ini dibina langsung oleh tim pengajar YRM. Adapun untuk kegiatan belajar mengajar YRM dimulai dari hari Senin sampai hari Jumat, mulai dari jam 08:00 pagi sampai dengan jam 15:00 sore. Sedangkan untuk kegiatan pengembangan manajemen melalui pemanfaatan IT dilakukan hanya di hari Selasa dan Kamis, mulai dari jam 13:30 siang sampai jam 15:30 sore. Kegiatan ini berlaku hanya untuk santri saja bukan untuk jamaah. Namun untuk melakukan kegiatan KBM ini, terdapat beberapa kendala yang dialami oleh para pengajar, diantaranya ruangan kelas yang kurang memadai, sehingga para pengajar terpaksa melakukan KBM di luar ruangan yaitu di bawah pohon. Akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat belajar para santri, dengan segala keterbatasan yang ada mereka senantiasa terus semangat untuk belajar, baik belajar Ilmu Pengetahuan Umum maupun Ilmu Pengetahuan Agama. Hal ini yang menjadi pendorong bagi para pengajar untuk terus memberikan motivasi-motivasi kepada para santri tunanetra.

59

3. 3 : Tabel Jadwal Kegiatan Mingguan Nama Kegiatan Pembina Hari Waktu Ket. Tim PKBM, Kejar Pendidikan Sabtu 09:00-16:00 Mingguan Paket A, B, dan C YRM Sabtu Ustaz Pembinaan Seni kesatu Muhammad 20:00-22:00 Mingguan Musik Marawis dan Ramdani ketiga Ahad Arabian Club Ustaz Ali kesatu 10:30-12:00 Mingguan Muhadasah Mustofa dan ketiga Pendidikan Ustaz Lathif Ahad 09:00-10:30 Mingguan Terjemah Quran Belajar al-Qur’an Tim Pengajar Ahad 13:00-14:30 Mingguan Braille YRM Ustaz Abdul Tahfiẓ Quran Ahad 14:30-16:00 Mingguan Hayi

Untuk tabel mingguan ini terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan setiap minggunya. Seperti diantaranya yaitu kegiatan kejar paket A, B dan C. Kegiatan ini dibina langsung oleh tim pengajar YRM dari jam 09:00 sampai 16:00. Namun ada juga kegiatan pembinaan seni musik marawis yang dibina oleh Ustaz Muhammad Ramdani yang dimulai dari jam 20:00 sampai jam 22:00 malam. Kedua kegiatan ini dilakukan di hari yang sama yakni setiap hari Sabtu. Hanya saja jika kegiatan kejar paket dilakukan seminggu sekali setiap hari Sabtu sedangkan untuk kegiatan pembinaan seni musik marawis dilakukan setip dua minggu sekali dan di hari yang sama juga. Selain kedua kegiatan di atas, ada juga beberapa kegiatan yang lainnya. Adapun beberapa kegiatan tersebut adalah arabian club muhadaṡah yang dibina oleh Ustaz Ali Mustofa yang dilaksanakan setiap hari Ahad pertama dan ketiga dari jam 10:30 sampai jam 12:00. Ada juga

60 kegiatan pendidikan terjemah al-Qur’an yang dibina oleh Ustaz Latif setiap hari Ahad yang dimulai dari jam 09:00 sampai jam 10:30. Selanjutnya ada juga kegiatan belajar al-Qur’an Braille yang dibina langsung oleh Tim pengajar YRM yang dimulai dari jam 13:00 sampai jam 14:30. Kemudian yang terakhir adalah kegiatan Tahfiẓ al-Qur’an yang dipimpin oleh Ustaz Abdul Hayi yang dilaksanakan dari jam 14:30 sampai jam 16:00 WIB. Jika diperhatikan berdasarkan tabel di atas keempat kegiatan ini dalam waktu pelaksanaannya sama-sama dilakukan di hari yang sama yakni pada hari Ahad. Hanya saja untuk kegiatan Arabian Club Muhadaṡah sendiri itu dilakukan 2 minggu sekali di hari Ahad. Sedangkan kegiatan sisanya dilakukan di hari Ahad dan hanya sekali dalam seminggu. 3. 4 : Tabel Jadwal Kegiatan Bulanan

Nama Pembina Hari Waktu Ket. Kegiatan Ustaz Muhyi Kajian Fiqih Ahad kedua 10:30-12:00 Bulanan Chairuddin Kajian Aqidah Ustaz M. Nur Ahad 10:30-12:00 Bulanan akhlak Irfan Keempat

Pada tabel kegiatan bulanan terdapat dua kegiatan yang biasa dilakukan, yaitu kajian fiqih yang dipimpin oleh Ustaz Muhyi Chairudin setiap Ahad kedua mulai pukul 10:30 sampai jam 12:00. adapun di Ahad keempat di isi dengan kajian Aqidah Akhlak yang dipimpin oleh Ustaz M. Nur Irfan mulai pukul 10:30 sampai jam 12:00.

3. 5 : Tabel Jadwal Kegiatan Tahunan Nama Pembina Hari Waktu Ket. Kegiatan Santunan Yatim Pengurus YRM Ramadhan 16:00-18:00 Tahunan Salat Idul Fitri Pengurus YRM 1 Syawal 06:30-07:30 Tahunan

61

10 Salat Idul Adha Pengurus YRM 06:00-07:00 Tahunan Dzulhijjah

Adapun untuk kegiatan tahunannya ada tiga kegiatan besar yang rutin dilaksanakan yaitu Santunan Anak Yatim. Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh jajaran YRM, biasanya kegiatan ini dilakukan di bulan suci Ramadhan. Kemudian kegiatan Shalat Idul Fitri berjamaah yang dilakukan di masjid dekat yayasan. Kegiatan ini merupakan momentum saling maaf memaafkan antara santri dan para pengajarnya maupun jamaah dengan para pengurusnya. Dan yang terakhir yaitu kegiatan Idul Adha. Kegiatan menyembelih hewan kurban. Biasanya kegiatan ini ada mudha’i atau pekurban yang menitipkan penyembelihan hewan kurbannya kepada yayasan dan daging kurbannya dikonsumsi oleh santri, jamaah, dan para pengurus yayasan.

E. Profil Informan Jamaah IKJAR (Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin) Yayasan Raudlatul Makfufin sudah ada sejak tahun 1992 M sampai sekarang. Para jamaah berasal dari berbagai daerah, jaraknya ada yang dekat dan ada yang jauh. Jarak tidak menjadi hambatan bagi mereka, mereka datang ke yayasan dengan semangat yang kuat untuk menuntut ilmu. Mereka datang ke yayasan setiap hari Ahad mulai jam 09.00 s/d 15.00 WIB untuk mendapatkan pengajaran tentang ilmu-ilmu agama khususnya belajar al-Qur’an braille. Jamaah tunanetra di yayasan Raudlatul Makfufin sampai saat ini yang tercatat berjumlah 30 orang.4 Namun dikarenakan keterbatasan waktu dan tempat, penulis hanya mewawancarai enam orang jamaah. Adapun daftar jamaah yang menjadi informan ialah sebagai berikut:

4 Agus Hermanto (Ketua Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

62

3. 6 : Tabel Identitas Informan NO NAMA KODE ALAMAT USIA/JK 1 Yulita Muliasari YM Bogor 46/P Karmila Pondok Banda, Pamulang 22/P 2 KM Mariani 3 Aan Aini AA Rengas Bitung, Banten 51/L 4 Sudarto SO Gunung Sindur 41/L 5 Gaos Aotad GA Cibinong, Bogor 28/L 6 Dwi Haryati DW Pamulang 57/P

Para jamaah yang menjadi informan ini berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda, penyebab kecacatan penglihatan juga berbeda- beda, dan juga informasi awal mengenai yayasan didapatkan secara berbeda-beda, akan tetapi semangat dan tujuan mereka sama yaitu ingin belajar al-Qur’an dan ilmu keagamaan. Seperti YM yang berasal dari Bogor, berasal dari keluarga yang sederhana. Ketunanetraan YM dialami sudah dewasa disebabkan sakit, kondisi penglihatannya saat ini tidak bisa melihat total (Totally Blind). YM mengikuti kajian di YRM berawal dari kenalan pamannya, beliau salah satu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pernah mengajar Bahasa Inggris. Ketika itu beliau datang ke rumah dengan mahasiswi yang sedang bimbingan skripsinya. Beliau menginformasikan bahwa ada yayasan tunanetra di Ciputat dekat Asrama UIN Syarif Hidayatullah. Namun beberapa bulan kemudian yayasan tersebut pindah ke Pamulang. Akhirnya YM bisa mengikuti kajian setiap minggunya sampai saat ini.5 Sedangkan KM berasal dari Pamulang. KM mengalami tunanetra sejak dewasa dan kondisi penglihatannya saat ini tidak bisa melihat total (Totally Blind). Awal mula KM menjadi jamaah pada tahun 2017. KM

5 Yulita Muliasari (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

63 mendapatkan informasi YRM dari tetangganya yang sudah lebih dulu masuk di yayasan. Sebelum masuk yayasan KM belum bisa membaca al-Qur’an braille dikarenakan ketunanetraannya sejak dewasa, jadi KM belum belajar sama sekali. Setelahnya KM masuk dan ikut kajian di YRM, KM sudah mulai bisa membaca al-Qur’an braille walaupun masih belum lancar. Alhamdulillah sampai saat ini KM selalu mengikuti kajian rutin di setiap minggunya.6 Adapun dengan DW berasal dari Pamulang. Lokasi rumahnya tidak jauh dari yayasan. DW mulai masuk mengikuti kajian di yayasan pada tahun 2014. Saat ini kondisi penglihatan DW tidak bisa melihat total (Totally Blind) yang DW alami sejak dewasa. Sebelumnya DW merupakan PNS Kementerian Kesehatan. Akan tetapi pada tahun 2010 DW mengalami sakit yang menyebabkan penglihatannya tidak bisa berfungsi kembali. Akhirnya DW pensiun di tahun 2013. Setelahnya pensiun DW mencari informasi yayasan tunanetra yang membina dan mengajarkan al-Qur’an, karena DW tidak ingin dengan keterbatasan ini menjadi penghambat baginya untuk mempelajari al-Qur’an. Akhirnya DW mendapatkan informasi Yayasan Raudlatul Makhfufin dari temannya. Sampai saat ini DW selalu mengikuti kajian setiap minggunya.7 Sedangkan GA berasal dari Cibinong, Bogor. Jarak dari rumahnya dengan yayasan cukup jauh. Tetapi ia tetap semangat untuk mengikuti kajian di yayasan setiap minggunya. GA mengalami keterbatasan melihat sejak dewasa. Sebelumnya GA bekerja di bank, kemudian keluar. Setelah itu pada Hari Minggu untuk pertama kalinya GA diajak oleh temannya untuk mengikuti kajian keagamaan dan belajar al-Qur’an braille di Yayasan

6 Karmila Maryani (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta. 7 Dwi Haryati (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

64

Raudhatul Makhfufin, dan semenjak saat itu di setiap Hari Minggu GA selalu menyempatkan diri untuk menghadiri kajian di Yayasan Raudlatul Makhfufin.8 Kemudian SA berasal dari Gunung Sindur. SA mengalami keterbatasan melihat sejak dewasa, penyebabnya karena mengalami demam yang tinggi dan penyakit lain yang menjangkit. SA merupakan pensiunan karyawan bank, pada tahun 2014 SA mulai merantau, awal mulanya SA merantau di Lebak Bulus di Yayasan Mitra Kencana, namun dikarenakan Yayasan tersebut berbayar dan perlu banyak biaya, akhirnya SA berpikir untuk kembali ke tempat asalnya yaitu di Cirebon. Namun ketika itu SA bertemu dengan salah seorang pengajar komputer dari Yayasan Raudlatul Makhfufin yang bernama Bapak Wijaya, kemudian SA berbincang banyak dengan Bapak Wijaya. Akhirnya SA diajak untuk bersilaturahmi datang ke kajian yang di adakan di Yayasan Raudlatul Makhfufin setiap Hari Minggu. Setelah beberapa kali mengikuti kajian di Yayasan Raudlatul Makhfufin SA disarankan oleh orang tuanya untuk masuk ke Yayasan Raudlatul Makhfufin, menurutnya pelajaran nya lebih lengkap, belajar al-Qur’an pun lebih intens dan tidak berbayar sehingga tidak memberatkannya.9 Selanjutnya AA, berasal dari Rengas Bitung Banten. AA merupakan seorang relawan, dan mengalami keterbatasan melihat saat dewasa. Pada awal tahun 2011 AA berangkat dari rumahnya untuk mengikuti kegiatan di Ciledug, kemudian ada temannya yang memberi tahu adanya yayasan yang tidak begitu jauh dari Serpong. Akhirnya AA pada tahun 2012 masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin.10

8 Gaos Aotad (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta. 9 Sudarto (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta. 10 Aan Aini (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

Pada Bab VI ini berisi paparan dan analisis data yang telah diperoleh mengenai penggunaan al-Qur’an braille dan al-Qur’an braille digital (yang mencakup motivasi belajar, praktik penggunaan dan dampak penggunaan) oleh jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong dan juga relevansinya bagi khazanah al-Qur’an pada tunanetra. Sehingga nantinya akan di dapatkan hasil yang dapat dibandingkan antara penggunaan al-Qur’an braille dan al-Qur’an braille digital. Bab ini akan menjadi inti pembahasan skripsi yang penulis bahas.

A. Motivasi Belajar Al-Qur’an Bagi seorang tunanetra menemukan tujuan dan motivasi hidup tidaklah mudah. Banyak kesedihan, penyesalan dan kesusahan yang dialaminya. Begitu juga untuk menemukan motivasi tunanetra dalam mempelajari al-Qur’an. Jika tunanetra terjadi dari semenjak kecil rasa penerimaan atas takdirnya lebih terbuka dibandingkan orang yang tunanetra bukan bawaan lahir, akan cenderung suka merasa sedih, putus asa dan kesusahan dalam menerima takdirnya, karena mereka yang tunanetra tidak dari kecil, sebelumnya pernah menjalani kehidupan secara normal, sehingga ketika mereka menjadi tunanetra maka segala sesuatunya pasti akan berubah dan untuk menerima takdir tersebut membutuhkan proses kesiapan mental dan spiritual. Di bawah ini penulis akan memaparkan motivasi tunanetra untuk belajar al-Qur’an. Data ini diperoleh dari hasil wawancara langsung bersama enam narasumber yang telah penulis wawancara.

65

66

1. Motivasi Belajar Al-Qur’an Braille Dari enam informan tersebut keadaan tunanetra mereka terima bukan sejak lahir. Artinya mereka tunanetra sudah dewasa. Jadi, sebelumnya ketika mereka masih normal mereka belajar dan membaca al-Qur’an menggunakan al-Qur’an awas atau al-Qur’an yang biasa digunakan mengaji untuk orang-orang pada umumnya. Akan tetapi dengan segala latar belakang penyebab yang diderita, akhirnya membuat mereka harus siap menerima keadaan mereka menjadi tunanetra. Beberapa informan penulis mengatakan cukup membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menerima keadaan mereka yang tunanetra, kurang lebih membutuhkan waktu 2-5 lima tahun bahkan sampai ada yang 10 tahun untuk bisa menerima secara mental dan spiritual dan terbiasa dengan tantangan, kondisi dan keterbatasan menjalani hidup sebagaimana tunanetra umumnya.1

Oleh karena itu ketika mereka ingin belajar dan membaca al-Qur’an dalam keadaan tunanetra, mau tidak mau mereka harus siap untuk belajar dan membaca al-Qur’an dengan al-Qur’an yang khusus untuk para tunanetra yaitu al-Qur’an braille bukan dengan al-Qur’an awas. Tentu jika belajar dan membaca al-Qur’an dengan al-Qur’an braille maka mereka harus siap untuk belajar seputar al-Qur’an braille juga.

Perlu diketahui, bahwa hikmah yang penulis dapatkan ketika berinteraksi dengan informan adalah walaupun secara fisik indra penglihatan mereka hilang, namun semangat keinginan motivasi mereka untuk belajar dan membaca al-Qur’an tidak pernah hilang. Hal ini ditunjukkan dengan semangat mereka menghadiri pengajian rutin di YRM walaupun jarak dari rumah mereka jauh. Ada yang menggunakan Ojek Online, Ada yang naik transportasi umum dan ada juga yang diantarkan

1 Yulita Muliasari, Wawancara.

67 keluarganya. Semua ini mereka lakukan demi mendapatkan ilmu Agama dan belajar al-Qur’an.2 Dengan hadirnya YRM dalam memfasilitasi tunanetra untuk belajar al-Qur’an braille khususnya dan belajar ilmu-ilmu agama umumnya, tentu sangat membantu mereka dalam mempelajari al-Qur’an dan merasa terus bisa dekat dengan Allah SWT dengan cara membaca al-Qur’an tersebut.

Jadi secara keseluruhan, penulis bisa menyimpulkan motivasi para informan untuk belajar dan membaca al-Qur’an braille adalah karena mereka sudah terbiasa membaca al-Qur’an dan mereka siap melakukan apa pun untuk bisa mempertahankan proses dan rutinitas mereka terbiasa berinteraksi dengan al-Qur’an, termasuk proses mereka yang dari awalnya ketika normal terbiasa membaca al-Qur’an dengan al-Qur’an awas, akan tetapi saat ini mereka termasuk orang-orang yang tunanetra, akhirnya membuat mereka siap dan mau untuk belajar al-Qur’an braille yang digunakan khusus untuk tunanetra. Intinya, dalam keadaan bagaimanapun mereka bisa memotivasi mereka sendiri dan umumnya bisa memotivasi semua orang agar tidak pernah lelah dalam belajar dan membaca al-Qur’an. Sehingga mereka tidak ingin waktu yang mereka lalui terbuang sia-sia.3

2. Motivasi Belajar al-Qur’an Braille Digital Pada awalnya para tunanetra mempelajari al-Qur’an braille menggunakan al-Qur’an braille biasa. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, manusia terus dimanjakan oleh alat-alat yang bisa lebih instan dan lebih memudahkan mereka dalam menjalani kehidupan sehari hari. Makanya, seiring perjalanan waktu hingga saat ini alat-alat yang biasa atau manual akan hilang karena datangnya alat-alat digital. Begitu pun

2 Sudarto, Wawancara. 3 Dwi Haryati, Wawancara.

68 dengan al-Qur’an braille biasa ada kemungkinan akan hilang atau penggunaannya tidak aktif karena datangnya al-Qur’an braille digital. Seperti yang terjadi di YRM ini seluruh informan yang penulis wawancara mengatakan, tentu ada kemudahan tersendiri yang mereka rasakan ketika belajar al-Qur’an braille digital.4 Seperti, jika mereka belajar menggunakan al-Qur’an braille biasa mereka harus meletakkan jari tangan mereka di atas titik timbul yang terdapat dalam al-Qur’an tersebut, setelah itu barulah mereka bisa membaca polanya dan bisa mengetahui huruf, makhrāj dan syakl pada al-Qur’an braille. Namun dengan adanya al-Qur’an braille digital cukup dengan menyentuhkan pena digital pada al-Qur’annya dan nanti akan keluar suara yang berfungsi untuk menuntun pembacanya agar bisa mengulangi suara tersebut. Artinya, hanya menyentuhkan pena pada al-Qur’an braille digital, belajar al-Qur’an braille jadi terasa lebih mudah dan nyaman. Akan tetapi faktanya, secanggih apa pun teknologi saat ini, pasti memiliki titik kelemahan tersendiri. Begitu pun dengan al-Qur’an braille digital ternyata memiliki kelemahan pada penanya. Menurut informan yang penulis wawancarai di saat kita lebih nyaman dan mudah belajar al-Qur’an braille digital, ternyata penanya mudah rusak, baterainya lemah atau karena faktor-faktor lain. Sehingga ketika penanya sudah rusak maka al-Qur’an braille digital sudah tidak bisa digunakan sama sekali. Akhirnya jika kondisi seperti itu terjadi, mau tidak mau para tunanetra akan kembali belajar dan membaca al-Qur’an menggunakan al-Qur’an braille biasa.5 Intinya yang penulis ingin sampaikan adalah para tunanetra sangat antusias menerima segala bentuk proses pembelajaran al-Qur’an, baik yang sifatnya menggunakan al-Qur’an braille ataupun menggunakan al-Qur’an

4 Aan Aini, Wawancara. 5 Dwi Haryati, Wawancara.

69 braille digital. Harapan penulis adalah kedepannya terdapat inovasi baru al-Qur’an braille digital bisa diciptakan lagi dengan model dan alat yang lebih kuat, dan nyaman lagi. Tentunya harapan ini tujuannya adalah agar para tunanetra terus lebih bahagia dan semangat untuk berinteraksi dengan al-Qur’an.

B. Praktik Penggunaan Dalam penggunaan al-Qur’an braille biasa dan al-Qur’an braille digital sebagai media para tunanetra untuk berinteraksi dengan al-Qur’an (belajar, membaca, menghafal dan memahami al-Qur’an) tentu para pembacanya memiliki penilaian sendiri sejauh mana al-Qur’an braille dengan al-Qur’an braille digital mempengaruhi tingkat kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan al-Qur’an itu sendiri.

1. Praktik Penggunaan Al-Qur’an Braille Dalam sub – bab ini penulis akan memaparkan penjelasan informan tentang perbandingan penggunaan antara al-Qur’an braille dengan al-Qur’an braille digital. Hal ini penulis lakukan agar mendapatkan informasi apakah dengan adanya penggunaan al-Qur’an braille digital akan mempengaruhi para tunanetra dalam menggunakan al-Qur’an braille biasa?. Menurut YM jika harus memilih ia lebih baik menggunakan al-Qur’an braille biasa, karena al-Qur’an braille selalu digunakan untuk membaca al-Qur’an sedangkan al-Qur’an braille digital ia gunakan untuk mengecek bacaan.6 Sedangkan menurut AA ia menjelaskan jika di tinjau dari efisiensi, menggunakan al-Qur’an braille digital sangat praktis, karena hanya dengan satu buku memuat 30 juz, ringan dibawa, dan tidak membutuhkan banyak

6 Yulita Muliasari, Wawancara.

70 tempat. Akan tetapi, jika ditinjau dari segi kualitas menggunakan al-Qur’an braille biasa, karena keakuratan huruf dapat kita amati.7 Begitu pun sama halnya yang diungkapkan oleh SO, ia mengatakan bahwa al-Qur’an braille digital itu untuk membantu hafalan, sedangkan untuk ketelitian huruf- hurufnya memang tidak bisa lepas dari al-Qur’an braille biasa.8 Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh GA, menurutnya keduanya bisa saling melengkapi, karena ia pribadi sehari-hari selalu menggunakan al-Qur’an braille biasa, karena lebih bagus diraba dan dibaca untuk mendapatkan pahala membaca al-Qur’an. Sedangkan untuk al-Qur’an braille digital digunakan untuk mengetahui cara membaca kalimat-kalimatnya, dan bisa juga untuk mendengarkan murottal.9 Adapun menurut DH untuk al-Qur’an Braille digital hanya menunjukkan nama- nama suratnya saja yang 114 surat, jadi yang ditekankan yaitu pada pennya yang mengeluarkan audio. Sedangkan al-Qur’an braille biasa terdapat ayat- ayat, harakat, dan tajwidnya yang lebih detail.10 Dari penjelasan informan di atas dapat diketahui bahwa untuk saat ini penggunaan al-Qur’an braille digital tidak bisa lepas dari al-Qur’an braille biasa. Karena baik dasar para tunanetra untuk bisa mahir dalam membaca al-Qur’an braille adalah dengan mengetahui huruf-huruf dan kaidah-kaidah braille Arab. Dan al-Qur’an braille digital hanya dapat didengarkan saja tidak bisa untuk di baca.

2. Praktik Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital Menurut Syekh Ali Jaber menyatakan bahwa al- Qur’an braille digital adalah al-Qur’an braille yang disusun sangat sederhana dalam menu dan pilihan, ada pilihan qori’ dan ayat-ayat tertentu dengan terjemahannya atau

7 Aan Aini, Wawancara. 8 Sudarto, Wawancara. 9 Gaos Aotad, Wawancara. 10 Dwi Haryati, Wawancara.

71 bisa juga memilih surat-surat tertentu mulai surat al-Baqarah sampai al-Nās. Jika dibandingkan dengan al-Qur’an braille biasa, dari segi ukuran yang lebih besar dan lebih banyak jumlah halaman dalam satu juz, maka al-Qur’an braille digital ini lebih ringan dibawa, dan mudah di praktikan dan isinya pun 30 juz.11 Dari kedua pengertian di atas, maka penulis dapat mengartikan bahwa al-Qur’an braille digital adalah al-Qur’an braille yang dimodifikasi ke dalam bentuk yang lebih praktis dan sederhana, dengan mengombinasikan antara huruf braille dan digital pen, yang di desain dengan mengikuti perkembangan era teknologi modern. Menurut informasi yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan enam informan, bahwasanya al-Qur’an braille digital menurut YM merupakan teknologi yang bagus terutama untuk tunanetra. Karena al-Qur’an braille digital ini dapat mengeluarkan suara. Sehingga bagi tunanetra yang perabaannya kurang sensitif dapat lebih mudah menggunakannya.12 Begitu pun menurut KM al-Qur’an braille digital itu mempermudah membaca al-Qur’an dengan suara, al-Qur’an yang menggunakan teknologi digital melalui suara.13 Sedangkan menurut DH yang menjelaskan lebih detailnya bahwa al-Qur’an braille digital itu adalah al-Qur’an yang bentuknya lebih simpel, hanya ditunjuk dengan pena, dalam bukunya hanya ada nama surat saja, akan tetapi di dalam penanya terdapat suara dan ada terjemahan dan bisa memilih ayat yang kita inginkan.14 Adapun menurut GA al-Qur’an braille digital adalah perpaduan digital pen dengan al-Qur’an braille, karena bukunya masih terdapat huruf- huruf braille, walaupun hanya sebatas nama-nama suratnya saja.15

11 Syekh Ali Jaber, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g. 12 Yulita Muliasari, Wawancara. 13 Karmila Maryani, Wawancara. 14 Dwi Haryati, Wawancara. 15 Gaos Aotad, Wawancara.

72

Sementara menurut pemahaman SO menyebutkan bahwa al-Qur’an braille digital itu ialah kombinasi antara al-Qur’an braille biasa walaupun tidak secara utuh, karena di dalam al-Qur’an braille digital hanya tertera nama- nama surat, qori’, ayat, dan juga digital jadi bukan manual seperti elektronik.16 Sedangkan pemahaman yang diungkapkan oleh AA sedikit berbeda dengan yang lainnya, ia menjelaskan bahwa al-Qur’an braille digital itu seni antara perabaan dengan suara yang digital, sehingga cara menggunakannya dengan menyentuhkan pena ke objek yang ada di buku, jadi al-Qur’an braille digital ini kombinasi yang tidak murni digital.17

3. Intensitas Penggunaan Al-Qur’an Braille Dan Al-Qur’an Braille Digital Pada poin ini penulis akan menjelaskan tentang proses awal belajar hingga rutinitas para tunanetra dalam menggunakan al-Qur’an braille dan al-Qur’an braille digital di YRM. Untuk mendapatkan informasi itu penulis melakukan wawancara terkait proses awal belajar al-Qur’an braille biasa dan digital. Hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa ada 3 tahapan belajar al-Qur’an braille biasa di YRM, yaitu: a. Pengenalan Titik dan Menghafal Huruf Hijaiah Tahap awal yang diajarkan di YRM ini yaitu mengenalkan titik- titik sebagai dasar awal tunanetra membaca al-Qur’an. pada tahap ini para tunanetra diberikan sebuah papan yang berisi enam titik timbul. Papan ini fungsinya untuk melatih perabaan para tunanetra. Sebagaimana yang dikatakan oleh KM “Jadi itu dikasih papan, buat belajar meraba braille. Dengan 6 titik. Pertama belajar abjad dulu,

16 Sudarto, Wawancara. 17 Aan Aini, Wawancara.

73

baru belajar hijaiah arab”.18 Pada tahap ini para tunanetra diajarkan oleh Ibu Fitri selaku pengajar di YRM. Menurut hasil wawancara waktu yang dibutuhkan pada tahap ini kurang lebih selama 2 minggu. b. Belajar ’ Setelahnya para tunanetra mengenal titik-titik braille dan sudah menghafal huruf hijaiah, maka tahap selanjutnya yaitu belajar membaca Iqra’ braille. Di tahap ini para tunanetra belajar mengenal kata sampai mengenal kalimat. c. Membaca Al-Qur’an Juz 30 Tahap ke tiga dalam proses belajar al-Qur’an yang dilakukan di YRM yaitu membaca al-Qur’an juz 30. Dikarenakan juz 30 ini ayatnya pendek-pendek sehingga tahap ini dilakukan agar para tunanetra mulai terbiasa membaca ayat-ayat al-Qur’an sebenarnya, di mulai dari ayat dan surat yang pendek terlebih dahulu. Setelahnya para tunanetra melalui tiga tahapan di atas, kemudian mereka mempraktikkannya dengan dibimbing oleh guru mengajinya. Sistem belajarnya Talaqqi yaitu bertemu langsung dan diajarkan langsung oleh gurunya. Sehingga ketika ada kesalahan langsung dibetulkan oleh gurunya. Namun proses mengaji dengan talaqqi bersama gurunya ini hanya dilakukan satu hari saja ketika ada pengajian rutin di hari Ahad, selebihnya keenam informan ini membaca al-Qur’an masing-masing di rumah, dengan intensitas yang berbeda-beda. Ada yang setiap hari rutin setelah salat lima waktu seperti yang dilakukan oleh DW dan YM19, mereka berdua memilik target tersendiri agar selalu semangat untuk membaca

18 Karmila Maryani, Wawancara. 19 Dwi Haryati dan Yulita Muliasari, Wawancara.

74

al-Qur’an. kemudian ada yang dalam sehari tiga kali seperti yang dilakukan oleh AA dan GA20. Dan ada juga yang jarang sekali membaca al-Qur’an seperti yang dikatakan oleh KM dan SA.21 Namun perlu diketahui untuk intensitas mereka dalam berinteraksi dengan al-Qur’an berbeda-beda, ada yang intensitasnya setiap selesai salat, ada yang setiap hari bahkan ada juga yang jarang baca al-Qur’an. Untuk yang sering baca al-Qur’an biasanya memiliki komitmen sendiri seperti harus khatam sebelum bulan puasa.22 Tapi untuk yang jarang baca al-Qur’an disebabkan karena kondisi personal yang kurang maksimal untuk selalu membaca al-Qur’an. Kemudian untuk proses pembelajaran al-Qur’an braille digital di YRM ini tidak seperti proses pembelajaran al-Qur’an braille. Karena pada al-Qur’an braille digital ini sudah ada petunjuk penggunaannya, dan tidak seluruh ayat dicantumkan di mushafnya hanya nama-nama surat dan nama qarinya saja. Sehingga tidak ada proses pembelajaran khusus untuk menggunakan al-Qur’an braille digital ini. Kemudian para informan juga mendapatkan al-Qur’an braille digital ini dari yayasan yang sama, sehingga tidak ada perbedaan baik bentuk fisiknya, ikon-ikonnya, ataupun penggunaannya.

Informasi yang penulis dapatkan dari wawancara ke enam informan tersebut ialah rata – rata informan sudah menggunakan al-Qur’an braille digital lebih dari satu tahun. Sehingga penulis merasa cukup layak untuk dijadikan sebagai informan. Artinya

20 Aan Aini dan Gaos Aotad, Wawancara. 21 Sudarto dan Karmila Maryani, Wawancara. 22 Yulita Muliasari, Wawancara.

75

selama satu tahun belajar al-Qur’an braille digital, kemungkinan informan sudah sangat paham dan bahkan lancar dalam mengaplikasikan al-Qur’an braille digital ini. Sehingga sampai saat ini mereka masih terus menggunakan al-Qur’an braille digital tersebut. Jika dianalisis dari segi waktu belajar mereka dan disinkronkan dengan tingkat pemahaman mereka, dari keenam informan di atas YM dan SU jauh lebih memahami al-Qur’an braille digital, karena mereka lebih dahulu menggunakan al-Qur’an braille digital dibandingkan dengan informan yang lainnya. Sedangkan untuk GH, DH, dan AA, memiliki tingkat kefahaman yang sama. Hanya KM saja yang penulis bisa bilang sedikit lebih telat dalam membaca dan memahami al-Qur’an braille digital. Namun, intinya keenam informan ini adalah jamaah YRM sekaligus pengguna al-Qur’an braille digital yang bisa dipertanggungjawabkan kejelasannya.

C. Dampak Penggunaan Al-Qur’an Braille dan Al-Qur’an Braille Digital Setiap kegiatan yang dilakukan secara Istiqomah, konsisten atau terus menerus pasti akan membuahkan dampak bagi diri sendiri ataupun orang lain. Begitu juga dalam membaca al-Qur’an salah satu dampak yang sering dirasakan oleh pembacanya adalah hati mereka menjadi lebih tenteram, tenang dan adem. Hasil wawancara penulis dengan enam informan, dampak yang dirasakan bisa penulis kategorikan menjadi dua bagian yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dari Enam Informan ada 4 orang informan yang rutin membaca al-Qur’an setiap harinya, sehingga mereka merasakan dampaknya. Sedangkan 2 orang informan lagi jarang membaca

76 al-Qur’an sehingga tidak ada dampak yang dirasakan. Untuk lebih jelasnya penulis akan paparkan berikut ini.

1. Dampak Langsung Sejauh penulis mendapatkan data terkait dampak dalam membaca al-Qur’an, khususnya para pembacanya dari informan yang telah penulis wawancarai, mereka merasakan dampak yang berbeda-beda. Dampak langsung yang dirasakan seperti yang dikatakan AA, beliau menjelaskan dampak yang ia rasakan dengan sangat baik. Beliau mengatakan: “Iya alhamdulillah, saya itu pertama diberikan ketenangan. Jadi ketika membaca al-Qur’an ketika banyak problem saya tidak merasa takut, jadi biasa saja begitu. Jadi ketenangan hidup kita, kadang orang suka bingung kan dengan segala macam. Tapi saya alhamdulillah, karena hikmah dari membaca al-Qur’an secara rutin jadi saya menghadapi semua dengan biasa saja. Intinya ketenangan hidup kita.”23 Begitu pun dengan SO beliau menjelaskan “Dulu memang malah saya candu (ketagihan), saya akui ya. Jadi kalau sudah baca al-Qur’an itu enak, yang jelas bahagia dan rasa senang saja. Sebenarnya yang saya rasakan ketika baca al-Qur’an ya kaya kecanduan bawaannya enak saja, perasaan tenang.”24 Dan juga seperti yang dikatakan oleh KM “Dampaknya ada sih, jadi lupa, jadi kepekaannya jadi berkurang. Dampak yang dirasakan dari baca al-Qur’an seminggu sekali apa? Jadi kurang tenang saja. Iya merasa bersalah tidak baca-baca.”25 Kemudian dampaknya bagi informasi yang bernama YM menjelaskan :

“Dampaknya saya takut kepekaan perabaan saya hilang jika tidak membaca al-Qur’an, makanya walaupun satu atau dua ayat saya berusaha untuk baca terus walaupun tidak banyak. selain itu juga takut

23 Aan Aini, Wawancara. 24 Sudarto, Wawancara. 25 Karmila Maryani, Wawancara.

77

waktu saya terbuang sia-sia. Kalo perubahan dari diri saya sendiri saya jadi lebih tenang saja, jadi tidak terlalu ke pikiran karena saya sudah minta ke Allah. Kemudian lebih yakin saja setiap masalah pasti ada solusinya, salah satunya dari al-Qur’an tadi.26 Jadi, dapat disimpulkan terkait dampak langsung yang dirasakan oleh informan ternyata bermacam-macam. Ada yang dampaknya ketika membaca al-Qur’an hatinya lebih tenang, ketenangan hidup dan tidak mudah takut. Bahkan ada juga yang menjelaskan jika jarang membaca al-Qur’an mereka akan merasa bersalah, kepekaan dan perabaan mereka terhadap huruf braille akan berkurang. Oleh sebab itu mau tidak mau agar kepekaan mereka tetap terjaga mereka harus sering membaca al-Qur’an.

2. Dampak Tidak Langsung Tidak hanya dampak langsung yang dirasakan oleh para tunanetra ketika rutin membaca al-Qur’an, akan tetapi secara tidak sadar terdapat dampak membaca al-Qur’an secara tidak langsung, penulis mengumpulkan dan menganalisis jawaban-jawab informan dari hasil wawancara. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh AA, ia mengatakan bahwa secara tidak sadar yang tadinya ia pemarah setelah rutin membaca al-Qur’an menjadi penyabar. Ketika orang berbuat tidak baik ke saya, saya diamkan saja. Karena Allah Maha Tahu dan Maha melihat perbuatan setiap orang. Jadi kita tidak mengambil hati.”27 Begitu pun dengan YM, beliau mengatakan “Iya pernah, biasanya kan saya cari tahu permasalahan hidup saya. Misalkan anak saya cengeng. Terus saya cari tahu di Google. Terus ketemu menyarankan baca surat ini dan ayat ini, terus saya cari di al-Qur’an braillenya, terus saya baca dan saya

26 Yulita Muliasari, Wawancara. 27 Aan Aini, Wawancara.

78 pahami.”28 Bahkan ada juga yang karena sering membaca al-Qur’an merasa kalau urusannya selalu ada kemudahan, seperti yang disampaikan oleh DH “Pas saya sering baca al-Qur’an alhamdulillah rezeki saya ada saja, usaha jualan saya juga Alhamdulillah selalu ada order. Segala urusan selalu dipermudah.”29 Kemudian yang terakhir AA menjelaskan dampak secara tidak langsung yang beliau rasakan adalah: “Kan namanya al-Qur’an wajib kita baca, pastikan Allah juga Maha Tahu segala kebutuhan kita, hajat kita, dari segi apa pun. Rizki ada saja begitu. Tanpa disengaja orang bantu kita, itu ada saja. Kita tidak minta ke orang tapi minta ke Allah. Berdoa supaya dimudahkan segala urusan, dicukupkan segala kebutuhan.”30 Dari semua data yang telah penulis paparkan ternyata dampak membaca al-Qur’an tidak hanya bersifat langsung bagi para pembacanya namun juga memiliki dampak tidak langsung yang secara tidak sadar juga ikut mempengaruhi kehidupan para pembacanya. Misal saja seperti dampak kemudahan rezeki, dimudahkan urusan, menjadi lebih penyabar dan al-Qur’an mereka yakini bisa menjadi terapi untuk anak-anak agar anaknya tidak mudah menangis. Artinya dari semua dampak tersebut bisa penulis katakana bahwa al-Qur’an memberikan dampak yang sifatnya universal bagi para pembacanya. Dimudahkan urusan, dipanjangkan umur, diberkahi hidupnya, menjadi penolong di akhirat.

D. Relevansi Penggunaan Al-Qur’an Braille Digital dalam Wacana Al-Qur’an Oleh Tunanetra Pada sub-bab ini penulis akan menguraikan relevansi penggunaan al-Qur’an braille digital bagi tunanetra. Ketika menjelaskan tentang

28 Yulita Muliasari, Wawancara. 29 Dwi Haryati, Wawancara. 30 Aan Aini, Wawancara.

79 relevansi berarti penulis akan menguraikan tentang sejauh mana pentingnya al-Qur’an braille digital untuk digunakan oleh para tunanetra khususnya di YRM, umumnya seluruh tunanetra Muslim di Dunia. Oleh karena itu, untuk menyampaikan uraian seputar relevansi tersebut penulis mencoba mulai menjelaskannya dengan mencantumkan hasil wawancara penulis dengan informan tentang pentingnya al-Qur’an braille digital untuk digunakan oleh para tunanetra. Menurut AA jika dilihat dari segi efisiensi dan kehematan sangat penting, dengan catatan para tunanetra harus sudah lancar al-Qur’an braille biasa. Karena al-Qur’an braille digital ini menurut saya hanya sebagai pelengkap bagi para tunanetra yang sudah mahir membaca al-Qur’an braille biasa, jika belum bisa maka harus mempelajari al-Qur’an braille biasa sebelum menggunakan al-Qur’an braille digital.31 sedangkan menurut SO penting sekali dalam artian membantu tunanetra yang sudah memiliki hafalan al-Qur’an dapat digunakan untuk murāja’ah atau mengulang hafalan. Akan tetapi jika untuk ketelitian hurufnya al-Qur’an braille digital ini tidak dapat digunakan karena hurufnya tidak komplit, maka untuk ketelitian huruf harus kembali lagi menggunakan al-Qur’an braille biasa.32 Adapun menurut GA penggunaan al-Qur’an digital penting bagi para tunanetra karena lebih praktis dan bisa digunakan untuk mengecek bacaan dan hafalan kita. Kemudian diungkapkan juga oleh informan DW bahwa al-Qur’an braille digital dapat digunakan untuk mengecek hafalan. Ia menambahkan penjelasannya bahwa al-Qur’an braille digital juga dapat mengetahui terjemahan ayat, hal ini sangat membantu sekali, agar kita bisa lebih memahami al-Qur’an sampai ke makna-makna yang dikandungnya, sehingga kita dapat mengamalkannya.33 Menurut YM dan KM

31 Aan Aini, Wawancara. 32 Sudarto, Wawancara. 33 Dwi Haryati, Wawancara.

80 menggunakan al-Qur’an braille digital sangat membantu kita untuk mengecek bacaan kita salah atau benar, sehingga kita dapat mengevaluasi bacaan kita. Dari keterangan informan di atas dapat diketahui bahwa penggunaan al-Qur’an braille digital penting digunakan oleh para tunanetra karena lebih mudah, praktis, bisa digunakan untuk mengecek hafalan, mendengarkan murottal dengan pilihan qori’ yang berbeda-beda, dan juga ada terjemahan ayat. Namun penting dalam penggunaan ini dengan catatan para tunanetra harus sudah bisa membaca al-Qur’an braille biasa, karena jika belum bisa menggunakan al-Qur’an braille biasa para tunanetra tidak akan bisa membaca al-Qur’an secara normal. Hal ini disebabkan dalam al-Qur’an braille digital tidak dicantumkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an hanya nama- nama surat saja, sehingga para tunanetra hanya bisa mendengarkan akan tetapi tidak bisa membacanya. Dari semua relevansi yang telah penulis sebutkan di atas terdapat juga sebuah kajian yang di tulis oleh Faridatul Husna Widiarti34 hasil dari kajian ini menyampaikan bahwa penggunaan al-Qur’an braille digital penting untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an dan memahami isi dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Kemudian, ada juga beberapa tokoh ulama Indonesia yang memaparkan tentang pentingnya al-Qur’an braille digital ini. Seperti yang dipaparkan oleh Ustaz Abī Maki seorang ulama, menurut beliau “ al-Qur’an braille digital ini merupakan sebuah penemuan yang sangat luar biasa, dan pastinya ini merupakan satu hal yang ada di jalan Allah karena digunakan untuk memajukan syiar Islam”.35 Kemudian H. Marzuki Alie,

34 Faridatul Husna Widiarti, “Penggunaan Media Al-Qur’an Braille Book Dan Braille Digital Bagi Tunanetra Di Surakarta”. Profetika, Jurnal Studi Islam, vol. 19, No. 2 (Desember 2018): 118-122. 35 Syekh Ali Jaber, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g.

81

SE., MM.,36 menurut beliau: “wakaf al-Qur’an braille digital ini sangat baik, ini akan memberikan kesempatan dan juga memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang belum mampu untuk belajar al-Qur’an karena keterbatasan fisik yang mereka alami.”37 Dengan adanya pemaparan tentang relevansi al-Qur’an braille digital dari informan, kajian-kajian ataupun dari kalangan Ulama Indonesia ini penulis berharap semoga al-Qur’an braille digital bisa terus berkembang menjadi lebih baik lagi.

36 Beliau adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2009 – 2014. 37 Syekh Ali Jaber, “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g.

82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan uraian data yang telah diperoleh, kemudian penulis melakukan pembahasan pada bab-bab, maka penulis dapat mengambil beberapa simpulan dari penelitian ini sebagai jawaban dari rumusan masalah penelitian ini. Adapun simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penggunaan al-Qur’an braille digital oleh jamaah tunanetra di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong ini digunakan untuk membantu mereka dalam mengulang-ulang hafalan, mengoreksi bacaan, memahami terjemahan dan makna ayat al-Qur’an dan untuk mendengarkan lantunan ayat al-Qur’an oleh qori’ yang tersedia. Bahkan lebih dari itu dikarenakan pada pen audio terdapat selot kartu memori, jadi bisa digunakan untuk mendengarkan ṣalawat. Sehingga, secara umum para tunanetra yang menggunakannya sudah merasa cukup puas dengan segala kemudahan yang di berikan dalam menggunakannya. Namun penggunaan al-Qur’an braille digital ini tidak bisa lepas dari al-Qur’an braille biasa, karena untuk pembelajaran dan melatih perabaan para tunanetra hanya bisa dilakukan menggunakan al-Qur’an braille biasa.

Seiring dengan kemajuan teknologi, para tunanetra dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut, untuk bisa lebih cepat dan lebih mudah dalam mempelajari, menggunakan dan memahami al-Qur’an. Menggunakan al-Qur’an braille biasa memang bisa membuat tunanetra untuk belajar membaca dan memahami al-Qur’an, akan tetapi tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan menggunakan

83

84 al-Qur’an braille digital. dari aspek dakwah mengajarkan memahami al-Qur’an menggunakan al-Qur’an braille digital menjadi lebih mudah dan efektif. Oleh karena itu, pemanfaatan kemajuan teknologi untuk para tunanetra dalam mempelajari dan memahami al-Qur’an menjadi sangat relevan, khususnya dalam aspek pendidikan dan dakwah di kalangan tunanetra.

B. Saran Sebagai bagian akhir dari penelitian ini, penulis akan sampaikan beberapa hal sebagai rekomendasi atau saran. Seluruh saran dan rekomendasi ini didasarkan atas temuan-temuan yang ada di lapangan selama penelitian berlangsung. Kepada pihak Yayasan Syekh Ali Jaber selaku produsen al-Qur’an braille digital. Dalam al-Qur’an braille digital pen audio menjadi inti dari al-Qur’an braille digital ini. Namun sayangnya ketahanan pen audio ini mudah sekali rusak dan tidak ada tempat untuk membetulkannya. Kemudian tambahan qori’ yang terkenal menjadi harapan para tunanetra untuk ditambahkan, agar lebih banyak lagi variasi untuk mendengarkan bacaannya.

Kemudian, penulis juga dapat memberikan saran dari hasil observasi penulis terkait al-Qur’an braille digital ini. Bahwa ada al-Qur’an braille digital juga yang serupa akan tetapi tidak menggunakan pen audio melainkan dengan tombol. Lalu di dalam al-Qur’an braille digital ini, seluruh ayat al-Qur’an dicantumkan di dalamnya. Jadi para tunanetra masih bisa meraba dan membacanya. Semoga dengan adanya penelitian ini, akan menjadi acuan dan juga referensi bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih spesifik lagi. Karena al-Qur’an braille digital merupakan harapan dan cita-cita para tunanetra untuk bisa

85 mempelajari al-Qur’an dengan lebih mudah, simpel dan praktis dalam penggunaannya dengan segala keterbatasannya.

Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini jauh dari cukup apalagi sempurna. Sehingga penulis yakin bahwa penelitian ini meninggalkan banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Karena itu penelitian ini sesungguhnya tidak dapat dikatakan selesai, masih banyak hal yang dapat dikaji dari penelitian ini lebih dalam lagi.

86

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Beny. “Media Pembelajaran Huruf Latin dan hijaiah Braille dengan Output Suara Untuk Siswa Tunanetra di SLB Yaketunis Yogyakarta.” Skripsi S1., Universitas Negeri Yogyakarta, 2014.

Adnan Amal, Taofik. Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an. Ciputat: PT. Pustaka Alfabet, 2013.

Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015.

Ahmad Saifudin, “Al-Qur’an Braille, Sejarah dan Kaidah Penulisan Al-Qur’an Braile di Indonesia”, (Skripsi SI., Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga 2007.

Artikel Republik.co.id, Laznas BSM Umat kembali salurkan al-Qur’an Braille, diakses pada hari Jumat tanggal 22 Mei 2020 pukul 06.52 WIB, https://republika.co.id/berita/qapgzt374/laznas-bsm-umat-kembali- salurkan-alquran-braille.

Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fî Ulûm al-Qur’an. Cairo: Dar at-Turats, 2002.

Hamid, Abdul. Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Prenamedia Group, 2016.

Hamzah & M. Sholehudin Zaenal, “Qur’anic Techno braile: Menuju Tunanetra Muslim Indonesia Bebas Buta Baca Alquran”. Jurnal Sosioteknologi IPB,Vol. 17, No 2, (2018).

Izzan, Ahmad. Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur’an. Bandung: Humaniora, 2011.

Jaber, Ali. “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g.

Jaber, Jaber “Yayasan Ali Jaber Indonesia Wakaf Al-Qur’an Digital Braille Testimoni,” Diakses, 24 Juni, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=wN-ZmgagD2g.

Jaeni, Ahmad dkk. “Suhuf Jurnal Pengkajian Al-Qur’an dan Budaya”. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2017.

Jaeni, Ahmad. “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Braille di Indonesia Dari Duplikasi Hingga Standardisasi (1964-1984)”. Jurnal Puslitbang, Vol. 8, No. 1, (2015).

Jose Saramago, Blindness. USA: Harvill Press, 1997

Lestari, Lenni. “Mushaf Al-Qur’an Nusantara”, Jurnal At-Tibyan, Vol. I No.1. Januari–Juni 2016.

M. AH, Syatibi. Memelihara Kemurnian Al-Qur’an (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf, 2011.

M. Hanafi, Muchlis. Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013.

Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, Manâhil al-’Irfan Fî ‘Ulûm al-Qur’an, Jilid I. Beirut: Dâr al-Kitab al-`Araby, 1995.

Nasuhi, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi. Jakarta: CeQDA, 2007.

Pramudita, Hadyan. “Pemberdayaan Penyandang Tunanetra Melalui Pendekatan Pendidikan Nonformal (Studi Kasus di Pondok Pesantren Tahfidz al-Qur’an

Khusus Tunanetra Desa Jatisari Kecamatan Mijen Kabupaten Semarang).” Skripsi S1., Universitas Negeri Semarang, 2015.

R.M. Hariyadi, “Peranan Yayasan Raudhatul Makhfufin dalam Pembinaan Mental Keagamaan Bagi Penyandang Cacat Netra.” Skripsi, Jurusan Penerangan Penyiaran Agama Fakultas Dakwah, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1417 H/1996 M.

Rafiq El-Mazni, Ainur. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2015.

Saepudin, Asep. “Implementasi Pembelajaran Al-Qur’an Braille Pada Siswa Kelas 1 di MTS Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam Yogyakarta Tahun 2010-2011.” Skripsi S1., Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011.

Saifuddin, Ahmad. “Al-Qur’an Braille (Sejarah dan Kaidah Penulisan Al-Qur’an Braille di Indonesia).” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007).

Sakho Muhammad, Ahsin. Membumikan Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2019.

Sakho Muhammad, Ahsin. Oase Al-Qur’an Penyejuk Kehidupan. Jakarta: PT Qaf Media Kreatif, 2017.

Shihab, M. Quraish. Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an. Ciputat: PT. Pustaka Alfabet, 2013.

Sri, Winih. “Implementasi Pembelajaran Hafalan Al-Qur’an Menggunakan al- Qur’an Braille (Studi Kasus di Panti Asuhan Tunanetra Terpadu ‘Aisyiyah Ponorogo).” Skripsi S1., Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2016.

Ash-Shidieqy, Hasbi. Sejarah & Pengantar Ilmu al-Qur’an & Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Al-Suyuthi, Al- Itqân Fî ‘Ulûm Al-Qur’an. Kairo: Dārul Hadits,2006.

Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2015.

Umama, Nelly. “Pembelajaran Al-Qur’an pada Peserta Didik Tunanetra di SMPLB Negri Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015.” Skripsi S1., Universitas Islam Negri Walisongo, 2015.

Widiarti, Faridatul Husna. “Penggunaan Media Al-Qur’an Braille Book Dan Braille Digital Bagi Tunanetra Di Surakarta”. Jurnal Studi Islam, Vol. 19, No. 2 (2018).

Wawancara:

Aini, Aan (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin). Diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Aotad, Gaos (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Haryati, Dwi (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Hermanto, Agus (Ketua Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin). Diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Maryani, Maryani (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Muliasari, Yulita (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Santoso, Budi (Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong). Diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Buaran, 7 September 2020, Serpong

Sudarto, (Jamaah Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin), diwawancarai oleh Syahrul Pebriandi, Jakarta, 7 September 2020, DKI Jakarta.

Lampiran 1

Lampiran Transkrip Hasil Wawancara Pedoman Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Jenis Kelamin : Usia : Alamat : Pekerjaan : Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital? 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital? 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital? 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? 9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa? 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra? 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya bena-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin?

Transkrip Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Yulita Muliasari (YM) Jenis Kelamin : Perempuan TTL/Usia : Jakarta, 10 Juli 1986/46 Alamat : Bogor Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pernah Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital?kalo menurut saya sih Quran Braille Digital itu teknologi yang bagus ya, khususnya buat pengguna Tunanetra. Karena terkadang yang namanya Tunanetra itu kan tidak bisa melihat, hanya bisa meraba gitu ya, ada mungkin beberapa orang yang rabaanya itu kurang peka, nah dengan adanya penggunaan quran braille digital ini tuh jadi lebih memudahkan tunanetra supaya tau bener gak sih bacaan kita nih gitu, kalo di cek di qurannya itu. 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? mungkin kurang lebihnya sekitar 5/6 tahun lalu.waktu itu dapet bantuan dari Syekh Ali Jaber itu dapet quran braille digital. 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? Di tempat syekh ali Jaber di Jakarta. 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Iya kalo saya menggunakan quran braille digitalnya sebetulnya bukan hanya untuk didengerin aja sih gitu, tapi untuk mengecek bacaan quran saya. 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Saya sih seneng ya, karena bukan cuman quran braille digitalnya aja gitu kan yang bisa digunain itu. Disitu ada kaya bisa dipasang memori card ya, jadi bisa denger lagu juga gitu.di penanya itu, jadi bukan hanya kita bisa ngedenger qorinya baca quran. 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital? Kalo kelebihan quran braille digital mungkin dia banyak qori terus macem- macem juga kan, dari qorinya itu ada beberapa orang, jadi kita bisa pilih, maunya bacaannya yang mana, terus ditambah lagi yang tadi saya bilang bisa ngecek bacaan kita.dari segi mushaf, dia lebih kecil ketimbang quran braille biasa, jadi lebih mudah kalo mau dibawa

kemana-mana, dan dia juga lengkap bisa 30 juz, kalo quran braille biasa kan susah. 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital? Kalo untuk quran braille digital ini dari segi pemakaian pen nya ini yang harus di cas. 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Gak ada sih, soalnya dibuku panduannya itu ada caranya juga. 9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa? Kalo untuk pemilih kayanya lebih yang biasa. Kalo saya untuk penggunaan quran biasanya karena memang kan biasa digunakan sehari-hari ya, terutama untuk baca quran. Tapi kalo pake quran braille digital itu buat ngecek bacaan saya. 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra?Penting, Karena lebih simpel digunakannya. 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? Kalo saya sih gak setuju ya, sebab tetep bagian dari al-Qur’an cuman mungkin dia tidak berbentuk tulisan aja, mungkin dari segi suara, tapi kan tetep dia al-Qur’an juga. 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? Saya puas, karena banyak membantu terutama para tunanetra dalam mengoreksi hafalan dan bacaannya. 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya bena-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? Kalo saya sih sebetulnya sudah bagus Cuman terkadang yang namanya alat elektronik, kalo kena banting jatoh atau jatoh, ya biasa lah terkadang ada lah yang eror, bisa mati gak hidup lagi. Mungkin kalo saya lebih awet dalam pemakaiannya aja.supaya tahan banting.agar gak cepet rusak juga. 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin? Saya itu justru tahu dari Dosennya UIN yang pernah mengajar Bahasa Inggris,kebetulan dia kenal dengan paman saya dan dia tau paman saya punya keponakan saya. Waktu itu lokasinya masih di Ciputat, terus kebetulan dia datang sama mahasiswi pembimbingnya karena memang mau skripsi juga, ngasih tau gitu ada yayasan Tunanetra di Ciputat di deket Asrama UIN. Awalnya sih dari situ, waktu itu belum pindah ke Pamulang, masih daerah Ciputat, gak lama beberapa bulan kemudian katanya sudah pindah ke Pamulang, alhamdulillah lebih deket dari rumah kan ya.

Transkrip Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Karmila Maryani Jenis Kelamin : Perempuan TTL/Usia : 4 Agustus 1998/22 Tahun Alamat : Pondok Benda, Pamulang Pekerjaan : Mahasiswi Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pernah Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital? Quran Braille Digital itu mempemudah membaca al-Quran dengan suara. Quran yang menggunakan teknologi digital melalui suara. 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Setahun yang lalu tahun 2019. 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? Di Yayasan Raudlatul Makfufin. 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Karena saya sendiri belum lancar membaca Braille, belum terlalu peka sama huruf- huruf Braill, jadi saya kalo menghafal atau membaca al-Qur’an itu jadi lebih mudah. 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital?alhamdulillah seneng, karena memang dari awal pengen al- Qur’an itu, tapi terkendala biaya al-Qur’an soalnya kalo beli kan mahal. 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital?kelebihannya lebih mudah dibawa, karena kalo quran braille biasa kan terdiri banyak buku tapi kalo quran braile digital hanya satu buku. 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital?kekurangannya sih ya itu gak ada buku panduannya, karena itu belum tau penggunaan yang lebih jauh, jadi belum bisa dipake seperti yang di inginkan. 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? kesulitannya karena dari al-Qur’annya sendiri gak ada cara penggunaannya,saya sendiri juga bingung awalannya gak tau gimana cara pemakaiannya Jadi yaudah nebak-nebak.terus dari pihak yayasan

juga gak ada proses pembelajarannya untuk menggunakan quran Braille Digital. 9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa? Lebih mudah sih memang karena kan saya belum terbiasa dengan quran braille biasa karena masih baru juga, terus belum terlalu hafal, jadi kalo pake quran itu kan kita tinggal dengarkan dan bisa membaca juga, kita sambil meraba dan mendengarkan apa yang diucapkan. 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra? Sangat penting, karena sangat membantu juga, bisa digunakan pake mp3 membaca satu surat, jadi kaya buat murottal. 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? ada benarnya juga, karena kan al-Qur’an braille digital tidak memuat seluruh ayat al-Qur’an. 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? puas,cuman karena itu belum ngerti juga cara penggunaan yang benar-benar bisa berfungsi semuanya gitu. 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya bena-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? Sebenarnya ini sudah bagus juga ada terjemahnya, qorinya juga banyak pilihannya.paling buku panduannya, jadi kalo gak ada pengajarannya juga kalo ada buku panduannya bisa dibantu sama orang lain. 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin? Awalnya saya dikasih tau sama tetangga saya yang sudah terlebih dahulu masuk yayasan Raudlatul Makfufin. Saya masuk sekitar tahun 2017/2018. Setiap minggu ikut kajian pulang pergi.sebelum masuk yayasan saya belum bisa al-Qur’an Braille.

Transkrip Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Dwi Haryati Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 25 Agustus 1953/57 Tahun Alamat : Pamulang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pernah Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital? Quran braille digital itu adalah quran yang bentuknya lebih simpel, hanya ditunjuk dengan pena, bukunya hanya ada nama suratnya, tapi di dalam penanya itu bisa terjemahan, terus bisa memilih ayat. 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital?2017 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? Saya dapet quran braille digital dari Syekh Ali Jaber di yayasannya dikampung Melayu.saya diundang kesana dengan teman-teman sekitar satu bus. 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Lebih praktis, kecil juga. 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Saya seneng bisa belajar lebih mudah, bisa memilih ayat-ayat yang kita inginkan, ada terjemahannya juga. 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital? Bisa kita tunjuk ayat tertentu, ada terjemahannya, langsung bunyi juga audionya. Bisa untuk murojaah juga. 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital? Penanya cepet rusak. Terus ketika kita baca bareng-bareng dengan orang awas, ketika kita disuruh buka surat ini ayat sekian, saya gak bisa ngikutin, karena di quran braille digital tidak bisa seperti itu. Batrenya cepet abis gak tahan lama. Sensornya cepet rusak. 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? enggak ada kesulitan. 9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa?kalo yang quran braille biasa sebetulnya lebih mengenal huruf-hurufnya, tidak hanya mendengar,

kalo ini kan hanya audio. Jadi di quran braille digital itu hanya menunjukan surat 1 - 114 aja jadi tidak ada ayat-ayatnya. Nah jadi di audionya itu yang kita tekankan kalo quran braille digital. Tapi kalo yang manual kita bisa melihat, itu ada tajwidnya, terus harokatnya, tanda bacanya lebih detail. 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra? sangat penting, quran braille digital bisa digunakan untuk murojaah/mengulang, dan juga kalo ingin tau artinya tinggal tunjuk aja. 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? Memang sih secara mushaf, bukan termasuk quran, karena modelnya audio ya. Tapi itu kan yang huruf-hurufnya lengkap itu, memang harus pake yang manual itu yang perjuz. 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? Iya cukup puas, Sebetulnya sih kalo pennya nyala setiap hari saya pake, karena saya pengen belajar mengkaji quran sampai arti dan maknanya. 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya benar-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? Harapannya mungkin yang produsen itu ya, pencetak quran braille digital, lebih ngelink ke yayasan2 seperti Raudlatul makfufin. Tolong dibuatkan pena sensornya yang lebih kuat dan lebih awet, jadi kita bisa menggunakannya lebih lama lagi. 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin? Saya bergabung dengan Yayasan Raudlatul Makfufin sudah sekitar 6 tahunan. Dulunya saya awas/bisa melihat kemudian 10 tahun yang lalu saya mengalami kebutaan, saya dulu PNS KemenKes. 2013 saya disuruh pensiun karena mengalami kebutaan. Udah itu saya terus ngelink sama yayasan raudlatul makfufin untuk belajar quran braille dari taun 2014. Saya tau dari temen, waktu itu temen saya itu dapat al- quran braille, saya bingung al-quran braille yang biasa bukan yang digital. Terus saya bertanya sama temen saya belajar quran braillenya darimana, kebetulan temen saya manggi ustadz yaitu ustadz Bowo,nah Ustadz Bowo itu pengajar di Yayasan Raudlatul Makfufin. Kebetulan saya deket rumah, jadi saya disuruh datang aja ke yayasan.

Transkrip Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Gaos Aodi Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : Bogor, 11 Oktober 1992 Alamat : Cibinong, Bogor Pekerjaan : Mijit dan Jualan Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pernah Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital? Perpanduan antara digital pen dengan al-Qur’an Braille. Untuk bukunya kan dibentuk dalam huruf-huruf Braille, walaupun hanya sebatas nama-nama surat saja. 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Tahun 2019 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? Di Yayasan Raudlatul Makfufin. Saya dapet itu karena dapat kuis, karena waktu itu ada pertanyaan dari ustadznya terus saya jawab, dan akhirnya saya dapet al-Qur’an itu. 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Karena dalam keadaan kita seperti ini, terkadang kalo pake quran braille biasa masih ragu cara bacanya, akhirnya saya saya pake quran braille digital, karena di quran braille digital yang membacanya para syekh yang sudah fasih dalam pengucapan kalimat-kalimatnya. 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Seneng, karena lebih mudah digunakan. 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital? Dia simpel, mudah dibawa kemana-mana, terus dalam satu benda bisa banyak fitur-fitur di dalam pen itu. 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital? Kekurangannya itu kurang banyak fiturnya walaupun saat ini sudah cukup, seperti qorinya cuman ada 3 orang,syekh Sudais, Syekh Abdul Rahman, dan satu lagi perempuan, sedangkan saya sangat memfavoritkan syekh misyhari rasyid itu tidak ada. Casannya kurang bagus. Kualitas kertasnya kurang bagus akhirnya huruf braillenya mudah hilang. 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Kesulitan tidak ada, cukup mudah, simpel, praktis juga.

9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa? Saling melengkapi, karena kalo saya pribadi sehari-hari selalu menggunakan al-Quran braille biasa, karena lebih bagus di raba dibaca untuk mendapatkan pahala membaca al-Quran. Nah kalo untuk quran braille digital itu untuk mengetahui kalimat ini dibacanya gimana,terus kalo saya ingin denger murotal saya pake quran braille digital. 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra? Menurut saya penting, karena lebih praktis dan bisa untuk ngecek bacaan atau hafalan kita. 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? Setuju, karena huruf-hurufnya gak lengkap. 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? Cukup puas. 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya bena-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? Kalo untuk quran braille digital ada 2 item, pertama pen nya, kedua bukunya. Kalo untuk pen digitalnya mungkin perlu ditambah lagi fitur-fiturnya agar lebih banyak, selain qori, selain murottal. Mungkin bisa ditambha lagi qori lokal, seperti muammar, terus murottalnya juga ditambah seperti syekh mishari rasyid, shalawat mungkin. 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin? Setelah saya resend dari Bank. Awal saya ikut kajian raudlatul makfufin itu saya diajak sama mas Anto, karena hari Minggu kan libur kerja, daripada libur gak ada kegiatan lebih baik kita isi dengan kegiatan keagamaan, akhirnya setiap hari minggu saya luangkan waktu untuk ikut kajian di yayasan Raudlatul Makfufin. Kegiatannya mulai jam 9 sampai dzuhur itu di isi dengan kajian, seperti kajian fiqih, hadis,dll. Kemudian istirahat sampai jam 1. Setelah itu membaca quran braille dan menghafal ayat.

Transkrip Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Sudarto (SA) Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 20 Mei 1979/41 Tahun Alamat : Gunung Sindur Pekerjaan : pensiunan karyawan bank Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pernah Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital? Kombinasi antara quran braille biasa walaupun tidak secara utuh, karena disitu kan hanya tertera nama surat, ayat, qori, ayat keberapa. Dan disini juga kan digital jadi bukan manual seperti elektronik. 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Waktu saya masuk ke Yayasan tahun 2014 minjem punya teman. Kalo dapatnya tahun 2016. 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? Waktu saya dapet itu pas kebetulan di Cirebon di daerah kuningan, jadi sama dapet dari yayasan Syekh Ali Jaber. 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Mudah dibawa kemana-mana. 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Alhamdulillah seneng, 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital? Dari segi kelebihannya menunjang hafalan, dapat memilih qori yang di iniginkan. 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital? Kekurangannya sendiri sampai saat ini, kalo rusak tidak bisa diservis karena belum ada tempat servisnya, karena ketahanan pennya itu cepet rusak. 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Kalo kesulitan secara umum gak ada, mungkin perlu ketelitian, karena ayat yang kita inginkan cukup lama nyarinya. 9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa? Kalo untuk hafalan itu membantu dalam artian bisa mengingatkan ayat-ayatnya, tapi untuk ketelitian

huruf-hurufnya memang tidak bisa lepas dari qur’an braille biasa. Jadi menunjang aja untuk hafalan. 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra? Penting, dalam artian membantu, jadi apalagi kalo yang sudah punya hafalan, jadi kan disitu bisa untuk murojaah juga, tapi kalo untuk ketelitian hurufnya sih kembali lagi ke quran braille biasa. 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? Setuju juga, karena kan disitu tidak ada tulisannya secara lengkap. Karena disitukan banyaknya suara. 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? Fifti fifti, dalam artian ini membantu juga. 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya bena-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? Jadi mungkin masukannya, kedepannya lebih awet lagi, kalo yang pernah saya dapatkan itu riskan rusak. Kalo bisa sih ada suku cadangnya, kalo misalkan casannya rusak bisa beli lagi, jadi gak hanya sekali pake. 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin? Tahun 2014 saya mulai merantau, awal mulanya di lebak bulus,yayasan mitra kencana, kebetulan disana itu yayasan berbayar, jadi perlu banyak biaya, akhirnya saya juga berfikir untuk balik lagi ke cirebon. Tapi alhamdulillah pas di yayasan mitra itu saya ketemu dengan pengajar komputer yang dari yayasan Raudlatul Makfufin yang bernama pak Wijaya. Nah dari situ akhirnya ngobrol-ngobrol, kata pak wijaya itu suruh maen aja ke Raudlatul Makfufin, hari Minggu disitu ada pengajiannya. Akhirnya saya kata orang tua suruh pindah ke Raudlatul Makfufin. Saya masuk ke makfufin tahun 2014. Dari tahun 2014 itu saya tinggal di makfufin dan alhamdulillah pelajarannya lebih lengkap dan gratis juga, belajar al-Quranpun secara intens.

Transkrip Wawancara DATA DIRI INFORMAN Nama : Aan Ayubi Jenis Kelamin : Laki-laki TTl/Usia : 4 Januari 1969 Alamat : Rengas Bitung, Lebak,Banten Pekerjaan : Relawan dan Sosial Pernah menggunakan Quran Braille Digital : Pernah Pedoman Wawancara 1. Apa yang dimaksud Qur’an Braille Digital? Quran Braille Digital itu bentuk al-Qur’an itu ada seni, jadi antara perabaan sama suara yang digital, jadi cara penggunaannya itu kan kita membawa pena, pena itu disentuhkan ke objek yang kita cari. Jadi qbd itu campuran, jadi gak murni digital. 2. Kapan pertama kali Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? Tahun 2017 3. Dimana Bapak/Ibu mendapatkan Quran Braille Digital? Di yayasan Syekh Ali Jaber Jakarta. 4. Mengapa Bapak/Ibu menggunakan Quran Braille Digital? simpel dan praktis untuk dibawa. 5. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? Senang. 6. Menurut Bapak/Ibu, apa Kelebihan dari Quran Braille Digital? Kelebihannya kita semakin terbiasa meraba, menambah kemahiran kita dalam meraba al-Qur’an Braille, karena ayat yang kita inginkan kita raba kemudian dibantu oleh pen. 7. Menurut Bapak/Ibu, apa kekurangan dari Quran Braille Digital? kurang praktis, agak lama nyari-nyarinya, Gak awet, gak tahan lama. Kurang praktis, karena dia masih meraba-raba, mencari dulu. Titik timblnya kurang menonjol. 8. Apa kesulitan Bapak/Ibu selama menggunakan Quran Braille Digital? kita agak terhambat, mesti buka dulu, mesti cek dulu pennya mesti di cas dulu pen itu, nah ini terkadang pen itu gak sensitif. Dan juga diperlukan ketelitian dalam penggunaannya, mengarahkannya harus tepat.

9. Menurut Bapak/Ibu, Bagaimana rasanya ketika menggunakan Quran Braille Digital dengan Qur’an Braille biasa? Memang dari segi praktis qbd lebih praktis karena cuman hanya satu buku, enteng, ringan. 30 juz ada dalam satu buku, jadi tidak memakan tempat. Tapi kalo saya dari segi penggunaan lebih enakan yang biasa, karena keakuratan huruf dengan suara bisa kita cari dan amati, tapi kalo qbd kan gak semua huruf ada disitu. 10. Menurut Bapak/Ibu, seberapa penting Quran Braille Digital ini digunakan oleh para Tunanetra? Saya kira dari segi efesiensi dan kehematan tempat itu memang penting sekali, dengan catatan dijamin kualitasnya, seharusnya awet. Dalam catatan tunanetra tersebut sudah lancar membaca quan braille biasa. 11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu jika ada statment atau pernyataan bahwasanya Quran Braille Digital bukanlah merupakan Mushaf al- Qur’an? Saya kira ada benarnya, kalo namanya al-qur;an kan mushaf, kalo yang kaya digital itu udah lebih simpel lebih sederhana. Tapi itu kan ada sebagian al-qur’an juga, barang suci, tetep harus dijaga, jangan sampai bergeletakan di lantai. 12. Seberapa puas Bapak/Ibu dalam menggunakan Quran Braille Digital? cukup puas. 13. Apa masukan Bapak/Ibu untuk menyempurnakan Quran Braille Digital ini agar kedepannya bena-benar dapat digunakan dengan baik oleh para Tunanetra? Paling menjaga kualitas barang, agar lebih awt, lebih tahan lama. 14. Bagaimana perjalanan Bapak/Ibu bisa masuk ke Yayasan Raudlatul Makfufin? Awal saya ke luar rumah itu tahun 2011 waktu itu saya lagi kegiatan di Ciledug, nah ada temen yang ngasih tau ada yayasan gak jauh dari Serpong. Mungkin lokasi dari rankas ke serpong gak begitu jauh, akhirnya pada tahun 2012 saya bergabung ke yayasan Raudlatul makfufin.

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Skripsi

Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian Skripsi

Lampiran 4 Daftar Nama-nama Jamaah IKJAR TEMPAT, TANGGAL NO NAMA KONDISI LAHIR 1 Assyifa Nuayyar Jakarta, 6 Agustus 2003 Totally Blind chyntia ratna ayu 2 dewati Jakarta, 16 Juni 1994 Low Vision Daffa Raditya 3 Rabbani Jakarta, 17 Desember 2007 Totally Blind 4 Dwi Haryati Cirebon, 25 Agustus 1963 Totally Blind 5 Evi Hechmawaty Depok, 20 Februari 1987 Low Vision 6 firmansyah bogor 08 Agustus 1978 Totally Blind 7 Gaos Aotad Bogor, 11 Oktober 1992 Totally Blind 8 Irma Wati Jakarta, 19 Mei 1993 Totally Blind 9 Juanda Saputra Lampung, 11 Januari 1992 Totally Blind Rangkas Bitung 04 Januari 10 Aan Aini 1969 Totally Blind Tangerang, 04 Agustus 11 Karmila Mariani 1998 Totally Blind Purwokerto, 17 Agustus 12 kusnadi 1953 Totally Blind Tangerang, 03 November 13 Mujahid 1968 Totally Blind Muhamma Noval 14 Hanif Jakarta 25 Januari 1997 Low Vision Tangerang, 22September 15 Muhamad Jaelani 1991 Totally Blind Olin / Rinsukma Tangerang, 16 Februari 16 Tegar M. 2009 Totally Blind 17 Puja Batistuta Tangerang,08-08-2001 Totally Blind

18 Satria Fahtur Rozi Jakarta 9 Januari 2001 Totally Blind Sudarto/Ato 19 Illah/Anto Cirebon, 20 Mei 1979 Totally Blind 20 Sunoto Pati 15 Juli 1982 Totally Blind 21 Sarif Agung Indramayu 15 Maret 1984 Totally Blind 22 Yulita Muliasari Jakarta, 10 Juli 1986 Totally Blind 23 Yunia Sri Rahayu Jakarta 1 Juni 1994 Totally Blind Jakarta, 13 November 24 sena rusli 1992 Totally Blind 25 Rohmat Nurhadi Jakarta 7 November 2000 Totally Blind R. venny 26 Deciriany.SSI Jakarta, 23 Desember 1968 Totally Blind M. Ridho Tangerang, 11 Februari 27 Kurniawan 2007 Low Vision 28 Rachmat Effendy Jakarta, 04 Mei 1983 Totally Blind Zaidan Putra 29 Erlangga Bogor, 20 Desember 2006 Totally Blind 30 Zubaedah Jakarta, 21 April 1982 Totally Blind

Lampiran 5 Dokumentasi

Potret Pendiri Yayasan Raudlatul Makfufi

Papan Alamat Yayasan Raudlatul Makfufin

Tampak Depan Yayasan Raudlatul Makfufin

Aula Belajar Jamaah

Wawancara Dengan Bapak Budi (Ketua Yayasan)

Prasasti Peresmian Gedung

Al-Quran Braille Biasa Juz 30

Al-Qur’an Braille Digital 30 Juz