TAHFÎZ ALQUR'AN DALAM KAJIAN ‘ULÛM ALQUR'AN (STUDI ATAS BERBAGAI METODE TAHFÎZ)

TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat memperolah Gelar Magister Agama Dalam Bidang Tafsir Hadis

Oleh: FARID WAJDI NIM: 04.2.00.1.05.01.0028

Pembimbing: DR. AHSIN SAKHO MUHAMMAD, MA

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH 1429 H / 2008 M

ABSTRAK

Farid Wajdi: "Tahfîz alQur'an dalam Kajian ‘Ûlum AlQur'an; Studi Atas Berbagai Metode Tahfîz ". Tesis ini ingin mendeskripsikan metodemetode yang digunakan seorang dalam menghafalkan alQur’an. Tahfîz adalah proses menghafalkan ayatayat alQur’an secara keseluruhan dan menjaganya dari lupa. Untuk menghafal, seorang hâfîz menggunakan metode metode tertentu. Metodemetode ini pada dasarnya sudah dilakukan sejak masa Rasulullah Saw. ketika menerima wahyu dari Jibril as. Sehingga hal itu merupakan caracara yang Allah Swt. tetapkan dalam menjaga otentisitas alQur’an, sekaligus merupakan tradisi yang sudah melekat bagi kaum muslimin. Kajian tahfîz alQur'an selama ini lebih difokuskan pada studi lapangan di dan institusi alQur'an khususnya pada faktor keberhasilan, sistem, sarana prasarana, kualifikasi guru, kurikulum, dan hasil belajar. (Tesis:"Tinjauan komperatif tentang pendidikan tahfîz al-Qur'an di Indonesia dan Saudi Arabia", tahun 1994). Kajian metode menghafal ditulis oleh Yahyâ bin Abd alRazzâq alGhautsani dalam “Kaifa Tahfaz al-Qur'an; Qawâ‘îd Asâsiyyah wa Turuq ‘Amaliyah (Dâr alGhutsân, 2001), namun metodemetode ini ditulis tidak mendetail dan sangat praktis. Karena itu, dalam tesis ini penulis ingin mendeskripsikan metodemetode menghafal al Qur’an secara kritis. Metode tersebut adalah talaqqi, tasmî,, ,arad, qirâ’ah fî al- salâh, kitâbah, tafhîm, metode menghafal sendiri dan menghafal lima ayat lima ayat. Di era sekarang, metodemetode ini dapat dibantu menggunakan mediamedia elektronik seperti kaset, CD murattal/program hafalan, tipe recorder, komputer dan lainlain. Metodemetode tersebut dapat optimal dilakukan seorang jika memper hatikan faktor pendukung, yaitu: umur, kecerdasan dan kebersihan hati. Faktorfaktor ini sangat menentukan penghafal alQur’an untuk menggunakan metodemetode yang disukai dan atau menggabungkan beberapa metode sesuai kecerdasan dan umurnya, sehingga seluruh indraindra pengetahuan dapat berkembang secara dinamis. Kajian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan yang bersifat deskriptif analisis. Penguraian yang mengandung pengertian yang luas terhadap objek yang dibahas serta bersifat analitis. Untuk menemukan metodemetode menghafal harus dilihat dari pengertian dan sejarah kemudian menganalisis metodemetode dilihat dari segi kelebihan dan kekurangan serta faktor faktornya. Metode dikaji dalam kitabkitab ,ulûm alQur’an dan hadishadis yang menggambarkan caracara Rasulullah dan sahabat dalam menghafal alQur’an. Untuk memperkaya data, penulis mewawancara beberapa hâfîz tentang pengalaman dan caracara mereka dalam menghafal dan membandingkan dengan bukubuku metode menghafal alQur’an kontemporer.

ﺍﳌﻠﺨﺺ

"ﻓﺮﻳﺪ ﻭﺟﺪﻯ : ﲢﻔﻴﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺧﻼﻝ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ : ﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﳌﻨﻬﺤﻴﺔ ﰱ ﺷﱴ ﻃـﺮﻕ ﺍﻟﺘﺤﻔﻴﻆ". ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺳﻴﻈﻬﺮ ﺍﳌﻨﻬﺞ ﻣﻦ ﻣﻨﺎﻫﺞ ﺣﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﺍﻟﱴ ﺍﺳﺘﺨﺪﻣﻬﺎ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ. ﻴﺔﺍﻟﺘﺤﻔﻴﻆ ﻫﻮ ﻋﻤﻠ ﺣﻔﻆ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍ ﻟﻜﺮﱘ ﺣﻔﻈﺎ ﻛﺎﻣﻼ ﻭﺍﻟﺘﻌﺎﻫﺪ ﻋﻠﻴـﻪ ﻣـﻦ ﺍﻟﻨـﺴﻴﺎﻥ . ﻭﻟﻠﺤﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﻛﺎﻥ ﺍﳊﻔﺎﻅ ﻳﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﳌﻨﻬﺞ ﻣﻦ ﻣﻨﺎﻫﺞ ﺍﳊﻔﻆ ﺍﳌﻌﻴﻨﺔ ، ﻭﰱ ﺍﳊﻘﻴﻘﺔ ﺑﺄﻥ ﻫـﺬﺍ ﺍﳌﻨﻬﺞ ﻗﺪ ﺻﺪﺭ ﻣﻦ ﻋﺼﺮ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺣﲔ ﻳﺘﻠﻘﻰ ﺍﻟﻮﺣﻰ ﻣﻦ ﻣﻠﻚ ﺟﱪﻳﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ، ﻭﻫﻰ ﻃﺮﻕ ﺍﻟﱴ ﺇﺭﺍﺩﺓ ﺍﷲ ﰱ ﺣﻔﻆ ﺃﻳﺎﺗﻪ ﻭﺍﻳﻀﺎ ﻓﺎﺎ ﺃﺛﺮ ﺻﺎﱀ ﻋﻨﺪ ﺍﳌﺴﻠﻤﲔ. ﻛﺎﻧﺖ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﳊﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺗﺘﺮﻛﺰ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻣﻴﺪﺍﻧﻴﺔ ﰱ ﺷﱴ ﺍﳌﻌﺎﻫﺪ ﻭﺍﳍﻴﺌﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ، ﺧﺎﺻﺔ ﺗﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﺍﻟﺒﻮﺍﻋﺚ ﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ﺣﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ، ﻭﺍﳌﻨﺎﻫﺞ ، ﻭﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ، ﻭﺃﺣﻮﺍﻝ ﺍﻷﺳﺎﺗﺬﺓ، ﻭﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ (ﻭﻣﺎ ﺇﱃ ﺫﻟﻚ . "ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻣﻘﺎﺭﻧﺔ ﳊﻔﻆ ﺍ ﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﰱ ﺑﻠﺪ ﺍﻧﺪﻭﻧﻴـﺴﻴﺎ ﻭﺍﻟـﺴﻌﻮﺩﻱ . ﺳـﻨﺔ . ١٩٩٤). ﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﳌﻨﺎﻫﺞ ﳊﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﺘﺒﻪ ﳛﻲ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﺍﻟﻐﻮﺛﺎﱏ ﰱ ﻛﺘﺎﺑـﻪ "ﻛﻴـﻒ ﲢﻔـﻆ " ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ: ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺃﺳﺎﺳﻴﺔ ﻭﻃﺮﻕ ﻋﻤﻠﻴﺔ "، ﻭﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻣﻘﺘﺼﺮﺓ ﻭﻋﻤﻠﻴﺔ ﻓﻘﻆ ، ﻭﻟـﺬﻟﻚ ﺍﺭﺩﺕ ﺍﻥ ﺍﻛﺘﺐ ﻟﻴﻫﺬﻩ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﺴﺘﻈﻬﺮ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﳊﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟ ﺔﻜﺮﱘ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﲢﻠﻴﻠﻴ . ﻭﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﻫﻰ : ﺍﻟﺘﻠﻘـﻰ، : ﻭﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﻫﻰ . ﺔﻜﺮﱘ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﲢﻠﻴﻠﻴ ﺍﻟﺘﺴﻤﻴﻊ ، ﺍﻟﻌﺮﺽ ، ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﰱ ﺍﻟﺼﻼﺓ ، ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ، ﺍﻟﺘﻔﻬﻴﻢ ، ﻭﻃﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﻔﺮﺩﻳﺔ (ﺍﻹﻋﺘﻤﺎﺩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟـﻨﻔﺲ ) ﺎﻭﻃﺮﻳﻘﺔ ﲬﺲ ﺍﻳ ﺕ ﲬﺲ ﺍﻳﺎﺕ . ﻭﰱ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻴﻮﻡ، ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﺗﺴ ﻌﺪ ﺑﺎﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﻴﻜﺘﺮﻭﻧﻴـﻚ ﻣﺜـﻞ : ﺍﻟﺸﺮﻳﻂ، ﺍﺳﻄﻮﺍﻧﺔ ﳌ ﺮﺗﻞ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻭ ﺑﺮ ﻔﻣﺎﻧﺎﻣﺞ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ، ﻭﻛ ﻴﻮﺗﺮ ﻭﻣـﺎ ﺇﱃ ﺫﻟـﻚ . ﻭﺇﺫﺍ ﺍﺭﺍﺩ ﺍﳊﻔـﺎﻅ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﻓﻌﻠﻴﻬﻢ ﺍﻥ ﻳﻬﺘﻤﻮﺍ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺎ ، ﻣﺜﻞ : ﺍﻟﻌﻤﺮ، ﻭﺍﻟﺬﻛﺎﺀ ، ﻭﺗﺰﻛﻴﺔ ﺍﻟﻨﻔﺲ ، ﻷﻥ ﻫﺬﻩ ، ﺍﻷﻣﻮﺭ ﳍﺎ ﺍﺛﺮ ﻗﻮﻱ ﻟﻠﺤﻔﺎﻅ ﰱ ﺗﻌﻴﲔ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﻣﺎﻳﺮﻏﺐ ﻢ ﺍﻭ ﺍﳉﻤﻊ ﰱ ﻛﻞ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﺣـﺴﺐ ﺍﻟـﺬﻛﺎﺀ ﻭﺍﻟﻌﻤﺮ ﺣﱴ ﻳﺘﻄﻮﺭ ﲨﻴﻊ ﺣﻮ ﺍﺱ ﺍﻟﻌﻠﻢ . ﺍﺱ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﳌﺘﻌﻠﻘﺔ ﺑﺎﳌﻮﺿـﻮﻉ ﺣﻴـﺚ (library research) ﺗﺴﺘﻌﻤﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ ﻃﺮﻳﻘﺔ ﲝﺚ ﺍﳌﻜﺘﺒﻴﺔ ﺍﺳﺘﻌﺮﺍﺽ ﺍﳌﺸﺎﻛﻞ ﺍﺳﺘﻌﺮﺍﺿﺎ ﲢﻠﻴﻼ . ﻛﻤﺎ ﺗﺼﻒ ﺍﻟﺸﺮﻭﺡ ﺑﺎﻟﺘﻌﺮﻳﻒ ﺷﺮﺣﺎ ﻭﺍﻓﻴﺎ ﲟﻮﺿـﻮﻉ ﺍﻟﺒﺤـﺚ ﻭﲢﻠﻴﻼ. ﻭﻟﺘﻌﻴﲔ ﻃﺮﻕ ﺣﻔﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺗﻌﻮﺩ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ ﰱ ﺍﻟ ﻭﺍﻟﺘﻌﺮﻳﻒ ﺘﺎﺭﻳﺦ ﻟﻜﻞ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ، ﰒ ﲢﻠﻴﻞ ﺍﻟﻄﺮﻕ ، ﰒ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﻟﻜﻞ ﺘﺎﺭﻳﺦ ﻭﺍﻟﺘﻌﺮﻳﻒ ﺍﻟ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﳌﺰﺍﻳﺎ ﻭﺍﻟﻨﻘﺎﺋﺺ ﻭﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﳌﺘﻌﻠﻘﺔ ﺎ . ﲢﻠﻴﻞ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﰱ ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﰱ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﺗﻠﻘﻰ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ . ﻭﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﺳﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻜﺎﺗﺐ ﺑﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﳌﺘﻜﻠﻤﺔ ﻋﻠﻰ ﺣﻔﺎﻅ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﰱ ﲡﺎﺭﻢ ﻭﻃﺮﻳﻘﺘﻬﻢ ﻋﻨﺪ ﺍﳊ ﻔﻆ ﻭﲟﻘﺎﺭﻧﺔ ﺑﲔ ﺍﻟﻜﺘـﺐ ﳊﻔـﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﺍﳌﻌﺎﺻﺮ.

ABSTRACK

Farid Wajdi : "Tahfiz alQur'an in studying 'ulum alQur'an, study of some methods of memorizing " This thesis explained good method for some one who want to memorize alQur'an. Tahfiz is the process of memorizing the whole verses and protect it from forget. For memorizing, the huffaz can use some methods. These methods which has done at the Prophet period when he accepted the holy Qur'an from Gabriel. That is Allah's way to protect His holy book and tradition of Muslims. Study of memorizing alquran only focused in field study and alquran institution, specially in system, factor of success, medium, teacher qualification, curriculum and result of study in that institution. (look at the thesis " komperatif evaluation about education of tahfiz in Indonesia and Saudi Arabia, th. 1994). The book which have been written by DR. Yahya "Kaifa Tahfaz alQuran; Qawaid asasiyyah wa turuq amaliyyah" surely tell about methods of memorizing, but these methods very practical. Therefore, The writer interprates these method critically. The methods are : Talaqqi, tasmi', al'aradh, qiroah fi alsalah, kitabah, tafhim, memorizing by own self, memorizing five verses on five verses. In this era, these methods can be helped by cassets, murattal CD, type recorder, computer, etc. The methods can be conducted by someone optimally if he payed attention of supplementary factor, such as age, intellegence, and hygiene of heart. These factors are determining of huffaz to use the method which he love or join some methods according to his intellegence and his age, so that all of his knowledge will be improved dynamicly. The writer interprated these methods analytical and critically. These method studied in ulumul quran books and hadis which explained how the Prophet and his companions use the methods of memorizing alQur'an. The writer also interview the huffaz about their experience in memorizing alQur'an for enriching data. Besides that, he compared with the books of memorizing alQu'ran such as "Dalil alHairan li hifzil Qur'an" (Daar al iman), "Bimbingan Praktis Menghafal AlQur'an" (Bumi Aksara, 1994) and etc. To analyse also required the correlation with growth psicology and way of modern learning which entangle visual aspec, auditorial, and cenestetic.

KATA PENGANTAR ا ا ا

Alhamdulillâh segala puji hanya bagi Allah Swt. yang menyempurnakan nikmat kepada penulis, sehingga penulis dapat merampungkan penulisan tesis ini. Salawât dan salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw. yang mengajarkan alQur'an kepada umatnya sehingga penulis dapat menghafal alQur'an diselasela kesibukan sebagai mahasiswa, semoga salawât tercurah juga kepada sahâbat, tâbi'în dan ahli alQur'an yang selalu istiqâmah dengannya. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada merekamereka yang terlibat dalam penyusunan tesis ini, pertama sekali tentunya kepada kedua orang tua penulis, yaitu ayahanda H. Nakib Muh Fuan dan ibunda Hj. Nur'ain yang selalu memotifasi penulis menyelesaikan kuliah dan meningkatkan disiplin ilmu setinggi tingginya. Do’a yang tulus dan keridhaan mereka memancarkan motifasi tersendiri dalam jiwa penulis untuk menjadi manusia yang berguna dan mulia. Kepada pembimbing Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA. yang selalu memotifasi dan memberikan masukanmasukan dalam penyusunan tesis, beliau juga yang mendorong penulis menghafal alQur’an dan berprestasi di bidang tafsir al Qur'an dalam event Musâbaqah Tilawatil Qur’an di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. KH. Ali Mustafa Yakub, MA. yang membimbing penulis selama kuliah di UIN Jakarta mulai tahun 2000 sampai 2008, berkat do’anya, penulis terdorong untuk menghafal alQur’an dan mendalami sedikit ilmuilmu hadîts dengan kesibukankesibukan sebagai mahasiswa. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhammad Masyhoeri Naim, MA. tempat penulis mengaji dan menimba ilmuilmu agama dan alQur’an di Pesanggrahan. Kepada penguji tesis ini Prof. Dr. Rif'at Syauqi, MA, Dr. Fuad Jabali, MA dan Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, yang telah banyak memberikan masukanmasukan kepada penulis untuk merevisi beberapa pembahasan tesis ini. Semoga curahan berkah dan kasih sayang Allah Swt. selalu dilimpahkan kepada merekamereka di dunia dan akhirat. Kepada Bapak Rektor, Direktur Pasca Sarjana beserta seluruh Dosen dan Staf Civitas Akademika UIN Syarif Hidayullah Jakarta. Bapak Kepala beserta Staf Perpustakaan Utama dan perpustakaan Pasca Sarjana UIN Jakarta (Mr. Suali dan Mr. Syukran) yang banyak membantu penulis meminjamkan buku dan berdiskusi untuk memberikan masukanmasukan tesis ini. Kepada kawankawan di Pesantren Luhur Ilmu hadis DarusSunnah angkatan 2004, kawankawan Lembaga Tahfiz dan Ta’lim alQur’an Masjid Fathullah UIN Jakarta, kawankawan penulis selama mengajar di Azhari dan Madina Islamic School Jakarta. Kepada Pembina Yayasan dan Direktur Madina Islamic School, kepada bapak Ketua Program alAzhâr Dr. Syairazi Dimyati, MA. dari merekalah penulis banyak menggali ilmu, pengalaman, serta inspirasi atas penyusunan tesis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga, kakak, adik dan saudarasaudara, dari mereka penulis banyak mendapat pengalaman hidup dan motivasi untuk menyelesaikan kuliah ini. Begitupula kepada istri tercinta Nur Makiyah dan putra kami Ziyan Muhammad Ahnaf Sya’bani yang telah memberikan penulis kebahagiaan hidup, kedamaian, serta yang terpenting kasih sayangnya dalam menjalankan hidup. Kepada semuanya, penulis tidak dapat membalas sesuatu apapun, semoga Allah Swt. memberikan balasan yang sebaikbaiknya, sebagai ibadah dan amal salih. Amiin. Penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya atas segala kekurangan dan kekhilafan yang terjadi. Semoga penyusunan tesis ini merupakan titik awal untuk menuju masa depan yang lebih baik. Tanggerang, 12 Juni 2008

Penulis,

Farid Wajdi

PEDOMAN TRANSLITERASI

n = ﻥ gh = ﻍ sy = ﺵ kh = ﺥ = ﺍ

w = ﻭ f = ﻑ s = ﺹ d = ﺩ b = ﺏ

h = ﻫـ q = ﻕ d = ﺽ dz = ﺫ t = ﺕ

' = ﺀ k = ﻙ t = ﻁ r = ﺭ ts = ﺙ

y = ﻯ l = ﻝ z = ﻅ z = ﺯ j = ﺝ

m = ﻡ ‘ = ﻉ s = ﺱ h = ﺡ

Vokal Panjang:

û = ﺿﻤﺔ î = ﻛﺴﺮﺓ â = ﻓﺘﺤﺔ

Kata Sandang: ال Kata sandang, yang dalam system aksara Arab di lambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjali /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah.

Syaddah: Syaddah dilambangkan tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi hal itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah huruf syamsiyyah.

Ta Marbûtah: Penulisan ta marbûtah jika berdiri sendiri diikuti oleh kata sifat (na‘t) maka .al-jâmi‘ah al-islâmiyyah ا ا :dialihaksarakan menjadi huruf h. Contoh Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda maka huruf tersebut diaksarakan menjadi .menjadi wahdat al-wujûd وة اد t. Contoh

DAFTAR SINGKATAN

Swt. Subhânahu wa ta`âlâ Saw. Sallalâhu ,Alaihi Wasallam as. `Alaihi al-Salâm ra. Radiallâhu ,Anhu Q.S. alQur’an Surat t.tp. tanpa tempat penerbit t.pn. tanpa penerbit t.th. tanpa tahun H.R. Hadis Riwayat M. Masehi H. Hijriyah h. Halaman cet. Cetakan

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN...... i LEMBAR PENGESAHAN...... ii ABSTRAK………………………………………………………………...... iii KATA PENGANTAR………………………………………………………….... vii DAFTAR ISI……………………………………………………………………... viii PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………… xi DAFTAR SINGKATAN...... xiv BAB 1 : PENDAHULUAN………………………………..…………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah.……………...... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...………………………………….. 11 D. Tinjauan Kepustakaan…...……………………………………….... 11 E. Metode Penelitian………………………………………………….. 13 F. Sistematika Penulisan…………………………………………….... 15

Bab II : PENGERTIAN TAHFÎZ ALQUR'AN DAN URGENSINYA…….... 17 A. Pengertian Tahfîz alQur'an…..……………………………………. 17 B. Kata al-Hifz dalam alQur'an dan alSunnah………………….…… 23 C. Namanama alQur'an tentang Tahfîz...... 29 D. Manfaat Menghafal alQur'an...... 35 E. Keutamaan Menghafal alQur’an……………………...... 46

Bab III : KAJIAN 'ULÛM ALQUR’AN TENTANG TAHFÎZ…...... 47 A. Cara Rasulullah Saw. dan Sahabat Menghafal alQur'an...... 47 B. Perhatian Rasulullah Saw. dan Sahâbat terhadap alQur’an……….. 59 C. Para Penghafal alQur'an di Masa Rasul dan Sahâbat….………...... 65 D. Penulisan alQur’an…………………………………...... 69 1. Penulisan alQur'an pada masa Rasulullah Saw.…………...... 70 2. Tulisantulisan alQur'an setelah Rasul meninggal ...... ……...... 75 3. Para Sekretaris Wahyu……………………………….………...... 77 F. Kaidahkaidah Menghafal alQur’an…………...... …………..... 79

Bab IV : STUDI ATAS BERBAGAI MACAM METODE TAHFÎZ...... 100 A. Metode Talaqqi.……………………….…...... 100 A.1. Pengertian dan Sejarah...... 100 A.2. Bentukbentuk Metode Talaqqi……………………………….105 1.B.1 Metode Tasmî‘………………………………………….105 A.2.2.Metode ‘Arad……………………………..………….…111 A.2.3.Metode Qira'ah fi al-Salâh……………….…………….114 A.3. Kelebihan dan Kekurangan ………………….………………..117 B. Metode Kitâbah………………………………...... 118 B.1. Pengertian dan Sejarah...... 118 B.2. Caracara Metode Kitabah………………………………….…123 B.3. Kelebihan dan Kekurangan...………………..……………..… 125 C. Metode Tafhîm…………………………………………...... 127 C.1. Pengertian dan Sejarah...... 127 C.2. Caracara Metode Tafhîm…………………………………..… 129 C.3. Kelebihan dan Kekurangan…………………………………... 133 D. Metode Menghafal Sendiri…...………………………………...... 135 D.1. Pengertian...... 135 D.2. Caracara Menghafal alQur'an Sendiri….……………...... ….137 D.3. Kelebihan dan Kekurangan ….………….…………………... 138 E. Metode Lima Ayat lima Ayat...... 140 E.1. Pengertian dan Sejarah...... 140 E.2. Caracara Metode ini…………………..………………...... 142 E.3. Kelebihan dan Kekurangan ….………….……………….…... 144 F. Faktorfaktor Pendukung Hafalan..………...... 146 1. Faktor Umur ………………………………………………...... 147 2. Faktor Kecerdasan...... 151 3. Faktor Kebersihan Hati...... 157

Bab V PENUTUP……………………………………………………………...... 162 a. Kesimpulan...... 162 b. Saransaran...... 164

LAMPIRAN AYATAYAT MUTASYÂBIHÂT...... 165

DAFTAR PUSTAKA………….…………………………………………………..178

RIWAYAT HIDUP………….………………………………………………….....185

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah AlQur'an adalah wahyu Allah Swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. untuk menjadi pedoman hidup manusia. Dalam sejarahnya sejak masa pewahyuan sampai sekarang, alQur'an selalu dibaca umat Islam setiap hari, kenyataan ini membuktikan tercapainya tujuan penamaan alQur'an.1 Penamaan al Qur'an menunjukan kitab suci ini selalu terpelihara dalam bentuk hafalan yang merupakan salah satu bentuk jaminan pemeliharaan Allah Swt. Selain itu, salah satu definisi alQur'an kitab yang dibaca dalam salat dan bernilai ibadah menunjukan keagungan alQur'an dalam aspek bacaan, karena membaca alQur'an adalah suatu ibadah yang besar sekali terlebih jika dilakukan dalam salat, sehingga kemuliaan al Qur'an dari sisi bacaan ini menjadikan alQur'an selalu dihafal oleh umat Islam sejak masa Nabi sampai kini, bahkan membaca alQur'an termasuk zikir yang paling utama jika dilakukan secara kontinyu dan tadabbur.2 Allah Swt. menjamin pemeliharaan alQur'an dan kemudahan menghafalnya, hal itu difirmankan antara lain dalam surat alHijr/15:9 yaitu:

$‾ΡÎ) ßøtwΥ $Ζu ø9¨“Ρt t ø.Ïe%!#$ $‾ΡÎ)ρu …ç9s βθt ÝàÏ≈tp m: ∩∪ “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan alQur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”.

Menurut M. Quraish Shihab “Allah Swt. terlibat dalam pemeliharaan kitab

1 al 'QurNama an dibentuk dari kata a'qara , kata ini menunjukan dua bentuk masdar (kata benda) yaitu qur'ânan dan qirâ'atan yang samasama bermakna bacaan. Qira'ah adalah bacaan dalam pengertian palafalan atau pengucapan kata (tilâwah). Adapun qur'ân disamping bermakna tilâwah seperti dalam surat alQiyâmah/75:17, juga bermakna al-maqrû' (isim maf'ul) yang bermakna kitab yang dibaca sep, erti dalam surat al Ra 55:2/mânh (,allama al )ân'Qur- , ManIbn zûr menyebutkan pendapat al Li hyânî bentuk ma dars yang ketiga yaitu an'qar Selain itu. 'Qural, an bermakna u'jam-al yaitu mengumpulkan, karena ia mengumpulkan setiap surat, ayat dan juz Lihat. Ibn Man ûrz , al-Lisân 'Arab, (Dâr alHadîts, Cairo, 2003 M./1423 H.), juz 7, h. 283. 2 Menurut alNawâwi, membaca alQur'an secara kontinyu sambil tadabbur adalah zikir yang paling utama diantara kalimatkalimat lain, karena firman Allah lebih utama dari yang lain, jika dilakukan secara khidmat dan mengikuti etikaetika membaca yang dicontohkan Rasulullah dan salafussalih. Lihat Yahyâ bin Syaraf alNawâwi, al-Adzkâr al-Nawâwiyyah, (Indonesia: Maktabah Dâr Ihyâ alKutub al‘Arabiyyah, t.th.), h. 85. suciNya dengan hambahamba pilihanNya, hal itu ditunjukan dengan damîr jama’ dalam kalimat "inna nahnu nazzalnâ", kalimat ini menurutnya mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah Swt. yakni malaikat Jibril as. dalam menurunkan dan membacakan kepada Nabi Saw., juga orangorang pilihan dari hambahambaNya untuk melihara dan menghafalnya”.3 Allah Swt. memilih hambahamba pilihan untuk memelihara alQur’an, sebagaimana dalam surat Fâtir/35:32 yaitu:

§ΝèO $Ζu øO‘u ÷ρ&r =| ≈Gt Å3ø9#$ t Ï%©!#$ $Ζu øŠx Üs ô¹#$ ôÏΒ $Ρt ÏŠ$7t Ïã ( óΟßγ÷ΨÏϑùs ÒΟÏ9$ßs ÏÅ¡øΖu Ïj9 Νåκ÷]ÏΒρu Ó‰ÅÁFt ø)•Β

öΝåκ÷]ÏΒρu ,7 Î/$™y ÏN≡Žu ö‚y ø9$Î/ ÈβøŒÎ*Î/ !« #$ 4 š Ï9≡Œs θu èδ ã≅ôÒx ø9#$ 玍Î7x6ø9#$ ∩⊂⊄∪

“Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orangorang yang kami pilih di antara hambahamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan4 dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.

Pemeliharaan terhadap alQur'an dari langit sampai ke bumi memang tidak sekaligus, Allah Swt. menurunkan alQur'an secara bertahap kepada manusia. Yahyâ bin Abd alRazzâq alGhautsânî merinci lima tingkat penurunan dan pemeliharaan alQur'an, yaitu: pertama, Allah Swt. memelihara alQur'an di Lauh Mahfûz,5 yang tersimpan di Lauh") ِ َْحٍ َُْْظ sebagaimana dalam surat alBurûj/85:22 yaitu Mahfûz". Kedua, Allah memelihara cara penurunan alQur'an kepada Rasul Saw. sebagaimana surat alJinn/72:26 yaitu:

ωā Î) ÇΒt 4 |Ó?s ö‘#$ ÏΒ 5Αθß™§‘ …ç‾ΡÎ*ùs à7è=ó¡„o . ÏΒ È÷/t Ï÷ƒ‰y ƒt ôÏΒρu ÏÏù=zy #Y‰¹| u‘ ∩⊄∠∪

“Kecuali kepada Rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya dia menga

3 Usaha kaum muslimin dalam memelihara otentisitas alQur'an dengan berbagai macam cara, yaitu menghafal, menulis mengkodifikasi dan merekamnya pada piringan hitam, kaset, CD dan lain lain. Khusus dalam menghafal, sejak dulu hingga kini sekian banyak orang dari anakanak kecil sampai dewasa telah mampu menghafal seluruh ayatayat alQur'an, bahkan sekian banyak orang yang menghapal tidak memahami makna dan kandungan. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol. 3, h. 9597. 4 Orang yang menganiaya dirinya ialah orang yang lebih banyak melakukan kesalahan dari kebaikannya, dan orang pertengahan ialah orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orangorang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. Lihat alQur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI, (Bandung; PT. Syamil Cipta Media, t.th.), h. 438439. 5 Kata lauh adalah setiap lembaran yang luas, setiap penopang yang ditulis disebut lauh. Para ulama berbeda pendapat tentang makna Lauh Mahfûz, perbedaan itu didasarkan qirâ'at/bacaan yang samasama kuat. Kata ( Mahfûz) dapat dibaca dengan kasrah sebagai sifat/na'at dari kata lauh, yang berarti (nama tempat) lauh/papan penulisan alQur'an pertama. Pendapat kedua mengatakan bahwa Pendapat kedua ini .( نً ) kata mahfûz dibaca rafa’, dalam hal ini berkedudukan sebagai sifat dari kata bermakna bahwa alQur’an terjaga di lauh. Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, jilid 7, h. 153. dakan penjagapenjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”.

Ketiga, Allah menghafalkan alQur'an di hati Rasulullah Saw. dan memeliharanya, sebagaimana penurunan surat alQiyâmah/75 ayat 1619, ketika ayat ini diturunkan Rasulullah Saw. selalu cepatcepat menghafal alQur'an dan menggerakkan bibirnya, beliau memiliki kewajiban untuk menghafal sehingga hal itu dirasa terlalu berat,6 maka turunlah ayat ini sebagai jaminan Allah untuk menghafalkan alQur’an kepada RasulNya. Keempat, Allah memelihara alQur'an secara berangsurangsur dalam proses penyampaian risâlah kenabian sekaligus menyampaikan cara membaca yang وََ َُِْ َِ اََْى ، إِنْ benar. Allah Swt. berfirman dalam surat alNajm/53:34 yaitu dan tiadalah yang diucapkannya itu (alQur'an) menurut kemauan") هَُ إِّ وٌَْ َُْ hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan"). Kelima, Allah memelihara alQur'an setelah disampaikan dengan sempurna kepada Rasulullah Saw. dan membiarkannya selalu terjaga dan terpelihara sampai hari kiamat. Dalam pemeliharaan ini ada tiga hal, yaitu (1) Allah Swt. memelihara hurufhuruf dan kalimatkalimat alQur'an sebagaimana diturunkan kepada Nabi Saw. dengan cara yang mutawâtir dan qat,î. (2) Allah Swt. memelihara penjelasan dan maknanya dengan benar. (3) Allah memelihara hamalah al-Qur'an dan memberi pahala yang besar bagi siapa saja yang membacanya, mereka adalah hamba pilihan yang hafal di hati dan menguatkan hafalan secara tartîl sebagaimana diturunkan.7 Kemudahan menghafal alQur'an dan pengajarannya disebutkan empat kali dalam surat alQamar/54, ayat 17, 22, 32, 40, yaitu:

ô‰)s 9s ρu $Ρt ÷Ž£œ „o βt #u öà)ø9#$ ̍ø.Ïe%#Ï9 ö≅γy ùs ÏΒ 9Ï.£‰•Β ∩⊇∠∪ “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan alQur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”.

untuk diingat, dihafal) ّآ، وا، وا dalam ayat ini berarti آّ Kata dan difahami). Artinya Allah Swt. telah memudahkan menghafal alQur'an dan akan bantu siapa saja yang mau menghafal, maka siapa yang menghafal alQur'an pasti akan ditolong dan dibantu Allah Swt.8 Salah satu faktor kemudahan menghafal al

6 Muhammad bin Ismâ‘il alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri (t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th.), juz 3, h. 2036. 7 Yahyâ bin Abd alRazzâq alGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur'ân al-Karîm Qawâ‘îd Asâsiyyah wa Turuq ‘Amaliyyah, (Dimasq: Dâr alGhautsân, 2001), cet. keIV, h. 1922. 8 Abû ‘Abdillah alQurtûbî, al-Jâmi‘ li Ahkâm al-Qur'an, (Cairo: Dâr alSya‘ab, 1377 h.), juz 17, cet. keII, h. 134. Ayat ini menunjukan jaminan kemudahan Allah kepada umat Islam dalam Qur'an adalah karena Allah Swt. menjadikan alQur'an sebagai ghiza al-rûh yaitu santapan ruh bagi hambahambaNya yang selalu diterima hati dan akal manusia. Santapan ruh ini menjadikan alQur'an selalu dibaca, dirindukan, diulangulang dalam salat. Cukuplah ini sebagai bukti kemudahan Allah Swt. menjaga alQur'an. Pada masa Rasulullah Saw., penyebutan mereka yang menghafal alQur'an diungkapkan dengan istilah al-mâhir, hamalah/hâmil, ahlu, sâhib al-Qur’ân, dan al- Qurrâ.9 Penyebutan al-Qurrâ lebih dominan dibanding yang lain, karena al-Qurrâ secara harfiah berarti para pembaca alQur'an, yaitu mereka yang senantiasa membiasakan membaca alQur'an di pagi, siang dan malam hari. Sehingga alQur'an adalah bacaan wirid harian mereka. Istilah ini dapat dipakai juga untuk huffâz, yaitu mereka yang menghafal alQur'an, karena dengan sering membaca alQur'an berarti mereka menghafalnya. Di sisi lain, istilahistilah yang disebutkan Rasul di atas menunjukan kesempurnaan makna yang dipredikatkan mereka, yaitu yang selalu berinteraksi dengan alQur’an baik dari aspek hafalan, pemahaman dan pengamalan. Dalam mengajarkan alQur'an, Rasulullah selalu mengutamakan aspekaspek ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis dari Abi ‘Abd alRahmân, ia berkata: ﺣﺪﺛﹶﻨﺎ ﻣﻦ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳﻘﹾﺮِﺋﹸﻨﺎ ﻣِﻦ ﺃﹶﺻﺤﺎﺏِ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﺃﹶﻧﻬﻢ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻳﻘﹾﺘﺮِﺋﹸﻮﻥﹶ ﻣِﻦ ﺭﺳﻮﻝِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻋﺸﺮ ﺁﻳﺎﺕٍ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﻳﺄﹾﺧﺬﹸﻭﻥﹶ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻌﺸﺮِ ﺍﻟﹾﺄﹸﺧﺮﻯ ﺣﺘﻰ ﻳﻌﻠﹶﻤﻮﺍ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﻫﺬِﻩِ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢِ .ﻭﺍﻟﹾﻌﻤﻞِ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﻌﻠِﻤﻨﺎ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢ ﻭﺍﻟﹾﻌﻤﻞﹶ

"Telah berbicara orang yang telah membaca pada kami dari sahabat Nabi Saw., jika mereka mempelajari sepuluh ayat dari Rasulullah Saw., mereka tidak melanjutkan sepuluh ayat setelahnya sampai mengetahui ilmu dan amal. Mereka berkata: kami mempelajari ilmu dan amal sekaligus".10

menghafal alQur'an. Menurut Syairazi Dimyati, Allah tidak memberi jaminan kemudahan ibadah apapun selain menghafal alQur'an. Ibadahibadah salat, puasa, zakat, haji tidak ada jaminan kemuda han melaksanakannya, namun menghafal alQur'an dijamin kemudahannya. Kemudahan ini bukan berarti seperti membalikan tangan, namun difahami dari kemudahan membaca alQur'an yang telah diajarkan sejak masa Nabi sampai kini, selain itu alQur'an dibaca dalam shalat dan ibadahibadah lainnya sehingga memudahkan umat Islam dalam menghafal. Wawancara Pribadi dengan Syairazi Dimyati, Jakarta 15 November 2007. 9 Penggunaan istilah tahfîz, pada masa Rasul kurang populer, walaupun beliau pernah menye butkan. Istilahistilah yang populer adalah al-mâhir bil qur’ân, hamalatul qur’ân atau hâmilul Qur’ân, ahlul Qur’ân, shâhibul Qur’ân, dan al-Qurrâ. Istilahistilah ini menunjukkan arti mereka yang biasa berinteraksi dengan alQur’an yang mencakup membaca, menulis, menghafal dan mengamalkan. Penyebutan kata hâfiz atau hafazahu disebutkan dalam riwayat alTirmidzi dan Ibn Majah, namun hadishadis tersebut setelah diteliti Ali Mustafa Yakub berkualitas sangat da‘îf, lihat Ali Mustafa Ya'kub, Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal al-Qur'an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1990), cet. keI, h. 3536. 10 Hadîts diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dan Ibn Abî Syaibah. Lihat Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal juz 2, (Beirut: Dâr alKutub al‘Ilmiyyah, 2004), h. 464. Dan Muhammad bin Abi Syaibah, Musannaf ibn Ibî Syaibah, (Riyâd, Maktabah alRusyd, 1409 h.), juz. 10, h. 460.

Dalam kajian ‘ulûm alQur'an,11 tahfîz memang tidak dikaji dalam satu pembahasan khusus. Kajian tahfîz masuk dalam salah satu bagian dalam jam‘ al Qur'an. Jam‘ alQur'an adalah kajian pengumpulan alQur'an baik dalam hafalan maupun tulisan, dimana pengumpulan tulisantulisan alQur'an lebih banyak diulas, karena aspek sejarah otentisitas penulisan alQur'an lebih urgen, baik pada masa Rasulullah, Abû Bakar, ‘Utsmân sampai terbentuknya rasm ‘utsmâni dan kaidah kaidah tashîh alQur'an. Karena ini menyangkut identitas kesahihan alQur'an, baik tulisan, sejarah, bacaannya serta perdebatanperdebatan lain. Dalam kajian qirâ'at al Qur'an, juga dibahas lebih pada aspek keragaman bacaan, riwayatriwayat bacaan dari satu pada imam lainnya, perbedaan riwayat tersebut, serta tata cara pelafalannya. Selain jam‘ alQur'an, kajian nuzûl alQur'an juga membahas tahfîz, terutama pada pembahasan penurunan alQur'an secara gradual/munajjaman. Penurunan alQur'an secara gradual banyak memberikan pelajaranpelajaran penting pada proses penghafalan alQur'an, pelajaran itu antara lain: pertama, menunjukan al Qur'an sangat mudah dihafal, karena diturunkan secara bertahap seperti lima ayat, sepuluh ayat dan atau satu surat langsung. Kedua, pembacaan alQur'an secara tartîl dan tidak tergesagesa, dalam membaca ini Rasulullah biasa mengajarkan dalam shalat dan luar shalat. Ketiga, lebih membekas dalam hati dan meningkatkan keimanan bagi Rasul dan sahabatnya karena Jibril as. selalu menurunkan ayatayat al Qur’an di saatsaat dan waktu yang tepat. Dalam penurunan ini, Allah juga mengajarkan metode pengajaran alQur'an yang baik sebagaimana direkam dalam surat alQiyâmah/75:1718 yaitu:

¨βÎ) $Ζu øŠ=n ãt …çèy ÷Ηds …çΡt #u öè%ρu ∩⊇∠∪ #Œs Î*ùs ç≈Ρt ù&t %s ôìÎ7¨?$ùs …çΡt #u öè% ∩⊇∇∪

"Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu".

Hadîts riwayat Ahmad menurut muhaqqiq: Syuaib alArnaut berkualitas hasan, diriwayatkan dari jalur Atâ bin Yasâr. 11 Kajian 'ulûm an'Qural menurut ‘Ali alSâbuni yaitu firman Allah Swt. yang disampaikan Rasulullah Saw. berupa penjelasan dari Beliau /penjelasan, penafsiran al an dari p'Qur ara as hâbat dan tâbi'în, mengetahui metode mufassirîn dan uslub mereka dalam menafsirkan ayat, serta penjelasan kekhususan dan ketokohan mereka, serta syaratsyarat penafsiran. Ilmuilmu dalam 'ulûm alQur'an menurut alZarkasyi mencapai lima puluh ilmu, bahkan sampai tujuh puluh ribu ilmu sesuai jumlah 'Qurkalimat al 'Qurkalimat an yang tidak dapat dijangkau kecuali oleh Allah Swt. Lihat Muhammad ‘Ali al âbûniS , al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur'an, (Jakarta: Dâr alKutub alIlmiyyah, 1424 h.), cet. keI, h. 8, dan Badruddin Muhammad bin ‘Abdullah al Zarkasyi , -al Burhân fî ‘Ulûm al ,an'Qur- (Cairo al: Dâr adîtsH H1428, .) h, .24. ayat ini menunjukan bahwa Allah melalui Jibril as. membacakan alQur'an pada Nabi Saw. ketika diturunkan. Caranya Jibril as. membacakan ayat yang akan diturunkan kemudian Nabi mengikuti bacaan tersebut pelanpelan agar beliau betulbetul faham dan hafal ayat yang disampaikan.12 Ketika membaca, Rasul dilarang mengikuti bacaan Jibril sampai selesai jibril membaca, setelah selesai baru Rasul membaca seperti diajarkan Jibril, hal ini sebagai teguran Rasul yang ingin cepatcepat menghafalnya. Sebagaimana dalam surat Tâhâ/20:114 yaitu

ωŸ ρu ö≅fy ÷ès? Èβ#u öà)ø9$Î/ ÏΒ È≅ö6%s β&r # |Óø)ムš ø‹s9Î) …çã‹ômρu ( ≅è%ρu Éb>§‘ ’ÎΤ÷ŠÎ— $Vϑù=Ïã ∩⊇⊇⊆∪

“Dan janganlah kamu tergesagesa membaca alQur'an sebelum disempur nakan mewahyukannya kepadamu dan katakanlah: ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan"

Menurut alRâzi, surat alQiyâmah/75 ayat 1718 ini menunjukan bahwa Allah Swt. berkewajiban memelihara dan menghafalkan alQur'an di hati Rasulnya, hal itu yang berarti "membacakannya".13 Proses وأ ditegaskan dengan lafadz pemeliharaan dan pembacaan wahyu disampaikan malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw. dan diulangulang di bulan Ramadan. Malaikat Jibril as. suka mendatangi Nabi untuk mudârasah, bahkan menjelang akhir hayatnya sampai dua kali beliau menghatamkan alQur'an kepada Jibril as. Para sahabat juga mengikuti metode ini, sebagian mereka ada yang menerima secara langsung dari mulut Nabi, mereka yang sibuk dengan kegiatan, saling menimba informasi kepada yang hadir dalam majlis Nabi. Pengajaran alQur'an lebih marak lagi disampaikan dalam salat, Rasul membacakan dengan khidmat ayatayat alQur'an yang mungkin sebagian mereka belum mendengarnya. Untuk memasyarakatkan tilâwah alQur'an, Rasul mendorong mereka untuk membaca alQur'an dan mengajarkannya kepada yang belum bisa. Dari sini dapat difahami bahwa kajian tahfîz tidak dikaji secara komprehensif dalam ‘ulûm alQur'an, di sisi yang lain para ulama klasik yang menulis kajian al Qur'an khususnya tahfîz sangat normatif, karena kajian ini berhubungan dengan fadîlah membaca alQur'an, pembacanya, keutamaan suratsurat alQur'an, tata cara membaca, menjaga hafalan dari lupa dan akhlak mereka terhadap alQur'an. Normatif dalam pengertian lebih mengedepankan tahfîz sebagai suatu ibadah yang bernilai

12 AlQur'an dan terjemahnya Departemen Agama Indonesia, tahun 1990 (footnot no. 947). 13 Fakhruddîn alRâzi, Tafsir Mafâtîh al-Ghaib juz 30, (Beirut: Dâr alFikr, 1410 h.), h. 224. tinggi dan bersumber dari Rasulullah Saw. juga tradisi sahabat. Jika dikatakan ibadah dia harus bersumber yang jelas dari Rasulullah Saw., yang ini pada gilirannya menjadikan tahfîz sebagai tradisi umat Islam yang sangat kental dan tidak bisa dipisahkan dari identitas Islam yang memiliki kitab suci alQur'an dari masa ke masa sampai kini. Ciri kajian yang bersifat normatif ini dapat dipandang positif bagi umat Islam sepanjang zaman, karena dengan kekuatan inilah ia terus terjaga, terpelihara dan memiliki nilai ibadah yang tinggi, selain itu tahfîz mensinergikan kekuatan otak dan hati (power of education and spiritual) bagi siapapun yang ingin menghafal dengan mengoptimalkan indraindra belajarnya. Di era sekarang, kajian tahfîz alQur'an dirasakan sangat urgen untuk dikem bangkan terutama pada aspek metode. Beberapa komunitas umat Islam pada masa kini sangat mengharapkan anakanak keturunan mereka menghafal alQur'an seperti ulama terdahulu, sehingga didirikan sekolahsekolah modern yang menggunakan kurikulum tahfîz dan atau ilmuilmu alQur'an. Ulama terdahulu mensyaratkan hafalan alQur'an sebagai awal pembelajaran sebelum mempelajari ilmuilmu lain, seperti penuturan alWalîd bin Muslim (195 h.) berkata: kami belajar dalam satu majelis dengan guru kami alAuzâ‘î (157 h.), ia berkata: "Wahai anakku apakah engkau telah menghafal alQur'an, kalau berkata sudah, beliau menyuruh membaca jika menjawab: belum, ia berkata: pergi dan hafalkan 14," اُُُُِْْ ِ ْآُدَِوْ اَ ..." ayat alQur'an sebelum mempelajari ilmuilmu lain.15 Seorang anak yang menghafal al Qur'an di usia muda, Allah akan menyatukan alQur'an dengan darah dan dagingnya, artinya akan melekat kuat dalam diri sampai dewasa. Sebagaimana dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda: ﻣﻦ ﺗﻌﻠﱠﻢ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﻫﻮ ﻓﹶﺘِﻲ ﺍﻟﺴِﻦ ﺧﻠﹶﻄﹶﻪ ﺍﷲُ ﺑِﻠﹶﺤﻤِﻪِ ﻭﺩﻣِﻪِ.

"Siapa yang mempelajari alQur'an di usia kecil, Allah akan mencampurkan dengan daging dan darahnya".16

Pentingnya menghafal alQur'an menjadi tanda kemajuan pendidikan Islam

14 Q.S. AlNisâ/4:11. 15 AlKhâtib alBaghdâdi, al-Jâmi, li Akhlâk al-Râwi wa Âdab al-Sâmi juz 1, (Beirut: Mua ssasah alRisâlah, 1991), cet. ke1, h. 42. 16 A Bukhâril al-al, ,Kabîr-Târikh (Beirut al: FikrDâr .)th.t, , 1juz , h 94. Dan A. hmad bin , Baihaqiusein alH Baihaqiusein , al ,Imân-Syu,aib (Beirut al: alDâr IlmiyyahKutub h1410, .) , 2juz cet, Ike. h, . Al. 330 Al. Bukhari berkata: hadis tersebut terdapat seorang yang bernama Hukim bin Mu ammadh , dia ragu apakah itu Hukim bin Muhammad bin Qais bin Makhramah. Menurut Ibn Hajar ia Hukim bin Muhammad bin Qais berkualitas sadûq, tingkatan keenam. Lihat Ibn Hajar al Asqalânî , al-Taqrîb Tahzîb, (Beirut: Dâr alFikr, 1995), juz 1, cet. keI, h. 136. bahkan kebudayaan Islam. Di era modern ini pendidikan disentralkan kepada siswa, mereka adalah objek sekaligus kutub positif kegiatan pembelajaran, sedangkan guru hanya membimbing, mengarahkan dan melindungi siswa.17 Karena itu metode menghafal alQur'an penting sekali untuk dikembangkan, apalagi dengan kemajuan teknologi dan mediamedia elektronik yang dapat membantu proses menghafal. Dengan berbagai latar belakang ini penulis terdorong untuk menulis "Tahfîz al Qur'an dalam Kajian ‘Ulûm AlQur'an; Studi Atas Berbagai Macam Metode Tahfîz". Sebagai salah seorang hamba pilihan Allah Swt. yang telah menghafal al Qur'an, disamping juga pengalaman mengajar di beberapa sekolah dan institusi al Qur’an, penulis terdorong untuk mengkaji ini untuk mengembangkan juga lebih lanjut diwaktuwaktu yang akan datang dalam sejarah pengalaman hidup ini.

B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, alQur'an sebagai kitab suci umat Islam selalu mendapat apresiasi terutama dari hafalan, bahkan dalam kajian ‘ulûm al Qur'an, aspek ini dimasukkan dalam usahausaha yang Allah Swt. bentuk dalam memelihara otentisitas kitab suciNya. Karena dengan hafalan, alQur'an terpelihara otentisitasnya sehingga masyarakat Islam sejak dahulu sampai kini selalu menjaga tradisi ini sebagai jalan mereka bertaqarrub kepada Allah Swt. Hafalan juga merupakan barometer pemeliharaan alQur'an, karena hanya mengandalkan tulisan tulisan saja kurang valid, seperti yang terjadi pada kitabkitab samawi dahulu. Dari sini, masalahmasalah dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Apakah definisi tahfîz alQur'an? 2. Apakah urgensi tahfîz alQur'an jika dihubungkan dengan usahausaha yang Allah dan Rasulullah lakukan dalam menjaga otentisitas kitab sucinya? 3. Apakah namanama alQur'an memiliki urgensi dalam tahfîz? 4. Apakah manfaat menghafal alQur’an sangat penting untuk menjaga keaslian al Qur’an dan lebih luas lagi ajaran agama Islam?

17 Konsep pendidikan modern dan klasik berbeda. Dalam pendidikan klasik, anak dianggap sebagai kertas putih yang dapat ditulis sesuai kehendak guru, anak bagaikan adonan yang dapat dicetak sesuai keinginan kita. Disamping itu priode klasik juga memfokuskan kemampuan akal, memori dari pada kemampuan fisik. Pendidikan modern memadukan aspek fisik, sosial, moral, efektif, estetik dan sebaginya secara integral. Pengajaran terlibat langsung dalam kehidupan merupakan media paling tepat dalam mewujudkan perkembangan anak yang utuh dan sehat. Semua masalah dan kegiatan dipusatkan kepada siswa, karena mereka adalah objek sekaligus kutub positif pembelajaran. Lihat Ma'ruf Mustafa Zurayq, Sukses Mendidik Anak, terjemah: Badruddin, (Jakarta: Serambi, 2001), cet. keI, h. 1011. 5. Apakah saja kajian ‘ulûm alQur'an yang mengkaji tentang menghafal alQur'an dan metodemetodenya secara utuh?

Dari berbagai masalah tersebut, penulis membatasi pada persoalan proses menghafal alQur'an yang secara normatif telah disampaikan Rasulullah Saw. pada umatnya, baik dalam bentuk perintah, anjurananjuran, peringatan dan akhlak. Menghafal alQur'an bukan hanya mampu mengucapkan huruf, kalimat dan ayat ayatnya, lebih dari itu menjaga hafalan dari lupa merupakan hal penting dalam term tahfîz. Kerena itu menurut Nawabuddin kata tahfîz mengandung dua unsur, pertama, hafal seluruh ayatayat alQur'an dan mencocokkannya dengan mushaf. Kedua, senantiasa sungguhsungguh menjaga hafalan setiap hari dari sifat lupa.18 Proses menghafal ini lebih ditekankan pada aspek metodenya. Metode yang dimaksud adalah seperangkat tata cara yang digunakan penghafal alQur'an dalam usahanya menghafal dan melekatkan hafalan secara kontinyu.19 Dengan demikian kajian metode menjadi hal inti dalam pembahasan tesis ini, metode tersebut ditelaah dalam kajian ‘ulûm alQur'an yang berhubungan, seperti; bagaimana Rasul menerima alQur'an dari Jibril as., bagaimana sahabat menerima alQur'an dari Rasul, caracara sahabat dalam menghafal alQur'an, urgensi kitâbah dalam proses menghafal. Selain itu, metode ditelaah juga dari pengalaman pribadi para penghafal yang sukses menggunakan metodemetode tertentu, sehingga antara teori dan praktek bisa digabung dan ditambah. Metode ini selanjutnya ditelaah secara kritis, terutama aspek kegunaannya bagi seorang, yaitu melihat sisi umur, kecerdasan dan kebersihan hati. Sehingga seseorang lebih siap menggunakan metode tertentu yang ia dipilih. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka persoalan tersebut dapat dirumuskan dengan sebuah pertanyaan yang akan dijawab dalam tesis ini, pertanyaan tersebut adalah, bagaimana urgensi tahfîz alQur'an dalam kajian ‘ulûm alQur'an?, serta apa saja metodemetode menghafal alQur'an yang digunakan oleh para penghafal alQur’an?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

18 Lihat Abd alRabbi Nawabuddin, Metode Efektif Menghafal al-Qur'an, terjemah: Ahmad E. Koswara, (Jakarta: CV Tri Daya Inti, 1992), cet. keI, h. 16. 19 Metode dalam menghafal alQur'an adalah pengalaman para penghafal alQur'an, mereka menerima dari gurunya, seorang guru menerima dari gurunya lagi dan begitu seterusnya sampai kepada Nabi saw. Beberapa metode yang berkembang sekarang penekanannya lebih pada penggunaan media media elektronik, sedang varianvarainnya sudah ada sejak masa Nabi Saw. Sekurangkurangnya ada tiga hal yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Untuk menemukan datadata baru tentang tahfîz alQur’an dalam kajian ,ulûm alQur’an yang belum dikaji ulamaulama secara komprehensif. Datadata ini kemudian menjadi acuan dalam mengembangkan metode menghafal alQur’an. 2. Memberikan informasi dan mengembangkan kajian ,ulûm alQur’an tentang tahfîz, hal ini sangat besar manfaatnya untuk menjaga kemurnian ayatayat al Qur’an dan kemutawâtiran alQur’an sejak diturunkan sampai kini. 3. Menjelaskan metodemetode menghafal dalam kajian ,ulûm alQur’an yang digunakan penghafal. Metodemetode ini belum dikaji para ulama ,ulûm al Qur’an, namun hal tersebut sangat penting di masa kini sebagai upaya melestarikan dan menghidupkan kembali tradisi tersebut. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai partisipasi dan sumbangan penulis dalam rangka mengembangkan bidang tahfîz alQur’an yang boleh dikatakan sangat dibutuhkan umat Islam untuk memelihara tradisi tahfîz alQur’an kepada umat Islam di masa modern ini. 2. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengalaman penulis dalam tahfîz alQur’an untuk mensosialisasikan metodemetode menghafal alQur’an ini di berbagai sekolahsokolah Islam, institusi dan lembaga alQur’an khususnya dan umumnya bagi seluruh umat Islam yang merindukan menghafal alQur’an.

D. Tinjauan Kepustakaan Sepanjang pengetahuan penulis, kajian tahfîz secara akademis memang kurang, ada beberapa hasil kajian Skripsi dan Tesis di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengkaji tahfîz, seperti skripsi yang berjudul "Tradisi tahfîz alQur'an dalam kajian alQur'an di Indonesia (Study kasus Pondok Pesantren alMunawwir, Sunan Pandan, dan Nurul Ummah di Yogyakarta)", yang ditulis Uun Yusufa, namun kajiannya berupa penelitian lapangan di tiga pesantren, yang mencakup perbedaan, kurikulum, metode dan tingkat keberhasilannya, latar belakang para penghafal, pentingnya guru yang hâfîz dan memiliki sanad alQur'an.20 Ada juga tesis yang berjudul "Tinjauan Komperatif tentang Pendidikan Tahfîz al Qur'an di Indonesia dan Saudi Arabia" yang ditulis H.M. Bunyamin Yusuf Surur,

20 Uun Yusufa, mahasiswi S1 Jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, judul skripsi "Tradisi tahfîz al-Qur'an dalam kajian al-Qur'an di Indonesia (Study kasus Pondok Pesantren al-Munawwir, Sunan Pandan, dan Nurul Ummah di Yogyakarta)", tahun 2002. tesis ini membandingkan sistem pendidikan tahfîz di Indonesia dan Saudi Arabia, yang mencakup aspek landasan filosofis tahfîz, sarana dan pra sarana, materi hafalan, metode menghafal, kualifikasi tenaga pendidik, peserta didik, evaluasi hasil belajar dan lingkungan sosial. Faktorfaktor ini dibandingkan penulisnya untuk melihat perbedaan mendasar pendidikan tahfîz di dua negara itu.21 Selain itu ada juga tesis yang berjudul " Faktorfaktor yang mempengaruhi penghafalan alQur'an di Institut Ilmu alQur'an Jakarta" yang ditulis oleh Drs. Kemas H. M. Siddiq Umary. Penelitian ini bermaksud mendapatkan masukan terhadap pembinaan penghafalan alQur'an yang mantap atas faktor yang menjadi pendukung dan penghambat mahasiswi IIQ dalam menghafal. Masalah yang diteliti adalah kemauan dan motifasi Mahasiswi, tingkat ekonomi, keadaan keluarga, latar belakang pendidikan, beban SKS kuliah, pemahaman keagamaan, pemanfaatan waktu luang serta motifasi dan kemampuan.22 Howard M. Federspiel menyebutkan bahwa ada dua buku yang secara langsung mengkaji menghafal alQur’an dan cara mencapai seorang hâfîz, yaitu Tata Cara Problematika Menghafal Al-Qur’an dan Petunjuknya (alHusna:1985), karya Muhaimin Zein, dan buku Terjemah al-Qur’an secara Lafzhiyyah: Penuntun Bagi yang Belajar disusun oleh Pembinaan Masyarakat Islam.23 Tulisan Muhaimin Zein lebih memfokuskan pada faktorfaktor menghafal dan penyelesaiannya, yaitu faktor psikologis dan lingkungan. Juga dikaji tentang aspek dan metode menghafal, peranan instruktur dan ayatayat mutasyâbihât. Sedang buku terjemah alQur'an secara lafziyyah menekankan pemahaman alQur'an kata perkata agar mudah dimengerti yang dapat dipakai sebagai metode menghafal. Buku yang mengkaji metode menghafal alQur'an adalah tulisan Yahya bin ‘Abd alRazzâq alGhautsânî dalam "Kaifa Tahfaz al-Qur'an al-Karîm, Qawâid Asâsiyyah wa Thuruq Amaliyyah, (Dâr alGhautsân, 2001). Sebagai pakar pendidikan, alGhautsani bahkan menulis juga artikel yang berjudul "Turuq Ibdâ‘iyyah fî Hifz al- Qur'an al-Karîm bi Istikhdâm ‘Ilm al-Barmajiyyah al-Lughawiyyah al-‘Asabiyyah" (2007), dalam dua tulisan ini beliau menulis metodemetode menghafal alQur'an

21 Bunyamin Yusuf Surur, mahasiswa program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, judul tesis "Tinjauan komperatif tentang pendidikan tahfîz al-Qur'an di Indonesia dan Saudi Arabia", tahun 1994. 22 Kemas H.M. Siddiq Umary, mahasiswa program Pasca Sarjana Universitas Agama Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta, judul tesis " Faktorfaktor yang mempengaruhi penghafalan al Qur'an di Institut Ilmu alQur'an Jakarta" tahun 2005. 23 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Nusantara, (Bandung, Mizan, 1996), cet. keII, h. 203. secara simpel dan praktis mencakup tata cara dan kegunaannya, beberapa alat dan media yang digunakan dalam menghafal seperti: papan tulis, kasset, radio, cd tilawah alQur'an, video, dan lainlain. Selain itu beliau juga menulis metodemetode yang sudah berkembang di beberapa negaranegara seperti Sudan, Uzbekistan, Muritania, Sinegal, Kamerun dan lainlain. Selain metode beliau juga menulis kaidahkaidah menghafal dan nasihatnasihat penghafal alQur'an dalam memelihara hafalan. Namun, tulisan alGhautsâni tidak menganalisis satu metode dengan metode lain, beliau hanya memaparkan metodemetode menghafal alQur'an yang sudah berkembang dan menulisnya secara simpel dan praktis. Dalam memaparkan metode, alGhautsani cendrung menggunakan potensipotensi indra manusia, kejadian/fenomena alam, cerita, gambar, tempat, musabaqah hifzil qur'ân media media elektronik dan bahkan makananmakanan yang membantu menguatkan otak, sehingga metode yang ditulis sangat banyak yaitu dua puluh lima metode.

E. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara kepustakaan atau library reseach, yaitu dengan membaca secara kritis kitabkitab ‘ulûm alQur'an dan hadishadis tentang tahfîz. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan komprehensif. Maksudnya, penguraian atau kupasan penelitian secara luas dan menyeluruh, juga merupakan sebuah penelitian yang berusaha untuk menuturkan masalahmasalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Artinya untuk menemukan metodemetode menghafal alQur’an di sini, harus dilihat secara utuh dalam kajian ,ulûm alQur’an dan hadishadis tentang bagaimana Rasulullah menerima alQur’an dari malaikat Jibril as. serta pengalamanpengalaman huffâz alQur’an dalam menghafal. Untuk mendukung hal tersebut, penulis melakukan wawancara kepada beberapa huffâz yang menggunakan metodemetode menghafal alQur’an. Metode metode dianalisis secara menyeluruh dalam tiga aspek, yaitu pengertian dan sejarah, caracara menggunakannya serta kelebihan dan kekurangan. Selanjutnya analisis diteruskan dengan mendeskripsikan faktorfaktor pendukung hafalan. Pendapat Yahyâ bin Abd alRazzâq alGhautsâni dan huffâz alQur’an diperkaya untuk mendukung suatu metode dan atau membandingkan dengan metodemetode lain yang cocok bagi seorang penghafal. Dalam mendeskripsikan kajian ini ada langkahlangkah yang penulis lakukan, yaitu: 1. Mengumpulkan ayatayat, hadis, dan atsar tentang tahfîz alQur'an. Ayatayat dan hadis penulis kumpulkan untuk memformulasikan metodemetode menghafal. Khusus untuk hadishadis yang dikutip, penulis mentakhrîj hadishadis tersebut dengan memberikan komentar ulama atasnya. 2. Penulisan ayatayat alQur’an dan hadis diletakkan diatas, sebagian ayat dan hadis ada yang dialihaksarakan, karena sudah diulangi pada pembahasan sebelumnya. 3. Terjemah alQur’an dikutip dalam alQur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI yang telah di tashîh pada 17 September 2004. Sedangkan terjemah hadishadis dikutip dari buku Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal al Qur’an karangan Ali Mustafa Yakub, sebagiannya diterjemahkan penulis sendiri. 4. Ayatayat mutasyâbihât ditulis secara abjad (hijaiyyah) bukan sesuai urut surat dan tidak dicantumkan secara keseluruhan, karena selain jumlahnya yang banyak juga akan menghabiskan banyak halaman. 5. Penggunaan Program Maktabah Syâmilah (Isdâr al-Tsâni ver. 2.11) dan Alfiyâh al-Hadîts untuk membantu mengutip ayatayat alQur'an, hadishadis dan perkataan ulama tentang tahfîz. 6. Penamaan metode diambil dari pemahaman hadishadis dan atsar. Ada juga yang diambil dari pengalaman pribadi huffâz. 7. Caracara penggunaan tiaptiap metode diambil dari bukubuku tahfîz, wawancara dan pengalaman pribadi penulis atas metode tersebut. 8. Jadual harian metode lima ayat lima ayat tidak ditulis semua, penulis hanya mencontohkan dalam surat alBaqarah. Sumber otoritatif yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah bukubuku tafsir seperti: Tafsîr al-Qurtûbî, Tafsîr Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn Jarîr al-Tabarî, Tafsîr Fakhruddîn al-Râzi. Bukubuku ,ulûm alQur'an, yaitu: al-Itqân fî ,Ulûm al- Qur'ân, al-Burhân fî ,Ulûm al-Qur'ân dan Manâhil al-‘Irfân. Kitabkitab hadîts tentang keutamaan dan sejarah alQur'an yaitu: Sahîh al-Bukhâri, Sahîh Muslim, Sunan Abû Dâud, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-Nasâ'î. Kitabkitab hadîts lain yang digunakan untuk mendukung data seperti Mustadrak ,ala Sahihain, Syu,ab al-Imân, al-Mu'jam al-Kabîr. Sedangkan buku metode menghafal alQur'an adalah Kaifa Tahfaz al-Qur'an Qawâ‘id Asâsiyyah wa Turuq ‘Amaliyyah karangan Yahya bin 'Abdul Razzâq alGautsânî. Adapun teknis penulisan tesis berpedoman pada buku ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan II, tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini ditulis dalam lima bab yang masingmasing bab terdiri dari pasalpasal yang terkait antara satu dengan yang lainnya, dengan sistematika sebagai berikut: Bab pertama adalah pendahuluan tesis yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua adalah pengertian tahfîz alQur'an dan urgensinya, bab ini mengu raikan pengertian tahfîz alQur'an, kata hafaza dalam alQur'an, namanama alQur'an tentang tahfîz, perhatian Rasulullah dan sahabat terhadap alQur'an, dan keutamaan menghafal alQur'an. Bab ketiga menjelaskan kajian ‘ulûm alQur’an tentang tahfîz, yang meliputi pembahasan tentang tahfîz alQur'an pada masa rasulullah saw. dan sahâbatnya, cara sahâbat menerima dan menghafal, para penghafal alQur'an di masa Rasul dan sahâbat, penulisan alQur’an, kaidahkaidah umum menghafal alQur’an dan ayat ayat mutasyâbihât. Bab keempat menjelaskan studi atas berbagai macam metode tahfîz, hal ini meliputi tentang metodemetode menghafal alQur'an, yaitu metode talaqqi, kitâbah, tafhîm, metode menghafal sendiri dan metode lima ayat lima ayat. Selain itu dibahas pengaruh mediamedia elektronik dalam menghafal dan faktorfaktor pendukung hafalan yaitu faktor umur, kecerdasan dan kebersihan hati. Bab kelima adalah bab penutup, yang berisi kesimpulan dari pembahasan sub sub sebelumnya dan juga memuat saransaran.

BAB II PENGERTIAN TAHFÎZ ALQUR’AN DAN URGENSINYA

A. Pengertian Tahfîz alQur'an Tahfîz alQur'an adalah bentuk kata majemuk (idâfah), terdiri dari kata tahfîz dan alQur'an. Tahfîz adalah bentuk masdar dari kata haffaza artinya "menghafal",24 asal dari kata hafiza-yahfazu yaitu antonim dari kata lupa. Dalam bahasa arab kata hafiza memiliki beragam makna, hafiza al-mâl (menjaga uang), hafiza al-‘ahda (memelihara janji), hafiza al-'amra (memperhatikan urusan).25 Menurut Ibn Sayyidih hafiza bermakna memelihara hafalan dan menjaganya dari lupa, dalam bahasa arab ada ungkapan "hafiza 'ilmika wa 'ilmi ghairika" artinya "memelihara hafalan ilmumu dan orang lain".26 Dari kata hafiza membentuk derivasi kata yang beragam seperti tahaffaza (menjaga yang disekitar dan melindungi), al-tahaffuz (memelihara hafalan), ihtafaza (menjaga sesuatu untuk dirinya), dan tahaffuz (sadar/terjaga).27 Isim fâ’il dari kata hafiza adalah hâfiz dan hafîz.28 Hâfiz adalah hafîz ghaiban au 'an zahri qalb (yang menghafal sesuatu di luar kepala), kata ini juga bermakna al- muhâfiz (pemelihara sesuatu),29 alQur'an menggunakan istilah ini dalam bentuk 'amr/perintah memelihara shalat, yaitu: “hâfizû ,ala al-salâwâti wa salâti al- wustâ...” ("peliharalah semua shalat dan shalat wusthâ...”).30 Kata hâfizhû bermakna wâzibû (lakukanlah dengan kontinyu).31 Menurut al Azhari, hâfiz atau huffaz adalah orangorang pilihan yang diberikan keistimewaan menghafal apa yang didengar dan menjaganya dari lupa.32 Kata hâfiz juga memiliki muta'addi 'ala hurûf al-jar, seperti: hâfiz 'ala a'sâbih (mengendalikan diri), hâfaza

24 Ibrâhîm Anîs, dkk., al-Mu'jam al-Wasît, (Mesir: Dâr alMa‘ârif, 1392 H.), h. 185. 25 Ibrâhîm Anîs, al-Mu'jam al-Wasît, h. 186. 26 Ibn Manzûr, Lisân al-'Arab, (Cairo: Dâr alHadîts, 2003 M./1423 H.), juz 7, h. 440. 27 Ibrâhîm Anîs, al-Mu'jam al-Wasît, h. 185. 28 Ibrâhîm Anîs, al-Mu'jam al-Wasît, h. 185. 29 Ibn Manzûr, Lisân al-'Arab juz 7, h. 440. 30 Q.S. alBaqarah/2: 238. 31 Abu Ja‘far alTabari, Jâmi' al-Bayân fî Ta'wîl al-Qur'an, (Riyâd: Muassasah alRisâlah, 1420 H.), juz 5, cet. keI, h. 168. 32 Ibrâhîm Anîs, al-Mu'jam al-Wasît, h. 185. 'ala bermakna iltazama bi (memelihara dengan baik), hâfaza 'anhu (membela/ mempertahankan), hâfaza 'ala al-mau'îd yaitu (menepati janji).33 Sedangkan kata hafîz bermakna al-muwakkal bi al-syai' (yang diserahi sesuatu), kata ini menunjukan makna lebih/mubâlaghah. AlQur'an menyebutkan kata ini untuk namanama Allah yang baik (al-asmâ al-husna). Antara lain dalam surat Hud/11:57, Saba'/34:21, Syûrâ/42:6, dan sifat para nabi, dalam surat alAn'am/6:104, Hûd/11: 86, dan Yusûf/12:55.34 Jika dikaitkan dengan Allah maka hafîz bermakna al- Alîm atau al-Syahîd, karena "yang diserahi sesuatu" dia mengetahui yang tersembunyi maupun yang nampak, namun jika dikaitkan dengan sifat Nabi bermakna "pandai menjaga amanah", seperti dalam surat alAn âm/6:104 dan Hûd/11:86. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hafal adalah: “Masuk dalam ingatan (tentang pelajaran) dan dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain)”. Kata menghafal adalah bentuk kata kerja yang berarti: “Berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu diingat”.35 Sedangkan alQur’an adalah firman Allah Swt. yang bernilai mukjizat, menurut Hasbi AshShiddieqy adalah “Kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. dengan perantara malaikat Jibril as., yang ditilawahkan secara lisan, diriwayatkan kepada kita secara mutawâtir”.36 Kata tahfîz alQur’an dapat kita terjemahkan secara sederhana yaitu: “meng hafalkan alQur’an”, menurut alZabîdi menghafal ini maksudnya adalah “wa,âhu ,ala zahri qalb” (menghafalkan alQur'an di luar kepala), atau juga bermakna “istazharahu” (menghafalkan).37 Menurut Ibn Manzûr berarti mana‘ahu min al-diyâ‘ yaitu menjaga dari hilangnya dan kehancurannya.38 Jika dikaitkan dengan alQur'an maka berarti menjaga secara terus menerus. Tahfîz alQur’an dapat didefinisikan sebagai “Proses menghafal alQur’an dalam ingatan sehingga dapat dilafadzkan/ucapkan di luar kepala secara benar dengan

33 Ahmad Zuhdi Muhdar, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, t.th.), cet. keIV, h. 724. 34 Muhammad Fu'âd ‘Abd alBâqî, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur'ân al-Karîm, (Cairo: Dâr alHadîts, 2001), h. 255. 35 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cet. keX, h. 97. 36 M. Hasbi ashShiddieqy, Sejarah dan Pengantar ‘Ulum al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), cet. keXIV, h. 1. 37 ‘Abd alRazzâq alHusainî alZabîdî, Tâjul ‘Arûs, (Beirut: Dâr Ihyâ alTurâts al‘Arabi, 1984), jilid 1, h. 5053. 38 Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab juz 7, h. 441. caracara tertentu secara terus menerus”,39 orang yang menghafalnya disebut al-hâfiz bentuk pluralnya adalah al-huffaz. Dari definisi ini ada dua hal pokok pengertian tahfîz sebagaimana disebut ‘Abd alRabbi Nawabuddin, yaitu: pertama, seorang yang menghafal dan kemudian mampu melafazkan dengan benar sesuai hukum tajwid harus sesuai dengan mushaf alQur'an. Kedua, seorang penghafal senantiasa menjaga hafalannya secara terus menerus dari lupa, karena hafalan alQur'an itu sangat cepat hilangnya.40 Orang yang telah hafal sekian juz alQur'an kemudian tidak menjaganya, maka dia tidak di sebut seorang hâfîz alQur'an, karena tidak menjaganya secara terus menerus, begitupun jika baru hafal beberapa juz dan beberapa ayat, maka dia tidak dikategorikan hâfiz alQur'an. Menurut Bunyamin Yusuf Surur, orang yang hafal al Qur'an artinya orang yang hafal seluruh alQur'an dan mampu membacanya secara keseluruhan di luar kepala atau bi al-ghaib sesuai aturan bacaanbacaan ilmu tajwid yang sudah mashur. Dengan demikian jelaslah bahwa yang mendapat gelar hâfîz adalah orang yang telah hafal tiga puluh juz dan mampu membacanya bi al-ghaib sesuai dengan ilmu tajwid yang benar, jadi kalau hafal sepuluh sampai dua puluh juz belum berhak mendapat gelar al-hâfiz.41 Menurut Helen N. Boyle dalam Quranic School menghafal adalah proses gabungan antara mental dan fisik dalam sebuah bentuk ibadah keagamaan, tahfîz merupakan tradisi budaya di negerinegeri islam. Namun menghafal ini lebih baik dari tradisitradisi yang lain, karena ia merupakan ibadah ritual agama yang bernilai tinggi.42 Biasanya menghafal alQur'an adalah awal dari pendidikan islam, namun bukan berarti akhir dari pendidikan seorang, ia merupakan langkah awal untuk mempelajari ilmuilmu lain seperti bahasa, tafsir, hadis, fiqh, usul fiqh dan lainnya. Term tahfîz pada masa Rasulullah Saw. memang kurang populer, Untuk menyebutkan aktivitas membaca dan menghafal alQur’an, Rasulullah menyebutkan dengan istilah qirâah alQur’an, pelakunya disebut al-qurrâ’. Al-qurrâ’ adalah bentuk plural dari kata al-qâri, artinya orang yang membaca alQur’an. Istilah ini disebutkan

39 Definisi ini penulis telaah pengertian tahfîz secara bahasa dan pengalaman penghafal al Qur’an. Definisi dikemukakan untuk paling tidak memberikan pengertian sementara tentang tahfîz yang menggambarkan proses menghafal alQur’an dari pengalamanpengalaman huffâz alQur’an dan batasan sementara definisi ini yang dikemukakan Abd alRabbi Nawabuddin. 40 ‘Abd alRabbi Nawabuddin, Metode efektif menghafal al-Qur’an, terjemah: Ahmad E. Koswara, (Jakarta: CV. Tri Daya Inti, 1992), cet. keI, h. 1617. 41 Bunyamin Yusuf Surur, Tinjauan Komperatif tentang Pendidikan Tahfîz al-Qur'an di Indonesia dan Saudi Arabia, (Tesis Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1994), h. 67. 42 Helen N. Boyle, Quranic Schools Agents of Preservation and Change, (London: Routledge Falmer, 2004), h. 83. baik dalam bentuk fi,il yaitu aktivitas membacanya, fâ’il pelaku yang membaca, maupun fi’il amar yaitu perintah. Seperti dalam peperangan di Bi’ir Maunah dan Yamanah mereka yang terbunuh kebanyakan dari ashâb al-Qurrâ’, jumlah mereka lebih dari tujuh puluh orang.43 Untuk menunjukan aktivitas membaca alQur’an Rasul sering memuji mereka dan mengangkat aktivitas ini sebagai suatu ibadah yang tinggi pahalanya, begitupun dalam bentuk perintah. Karena itu mereka yang pandai ini disebut dengan predikat yang berbedabeda yaitu al-mâhir, hamalah/hâmil, ahlu, sâhib al-Qur’ân. Istilah qirâ’ah disebutkan alBukhâri untuk menunjukan aktivitas Al . ااءة seorang yang hafal suratsurat tertentu, istilah tersebut adalah Bukhâri mengutip hadis dalam bab ini dimana seorang perempuan mendatangi Rasul ingin menghibahkan diri dan menikah kepadanya, namun Rasul menolak, kemudian datang seorang lakilaki yang mengetahui hal itu dan menyodorkan diri untuk menikahinya, Rasul berkata: apakah engkau memiliki mahar?, ia berkata: tidak. Rasul berkata: apakah engkau menghafal alQur’an?. Ia berkata: saya hanya hafal surat ini dan surat ini, kemudian Rasul berkata: apakah engkau telah hafal suratsurat tersebut?. Ia menjawab: ia, maka Rasul berkata, aku telah menikahkanmu dengan al Qur’an.44 Istilah lain yang menunjukan hafal alQur’an yaitu jama,a, yang berarti mengumpulkan (baik di dada maupun dalam tulisan), mengumpulkan di dada ini artinya menghafalkan alQur’an, dari istilah ini kemudian lahir kajian jam’u al Qur’an. Beberapa sahabat sering mengungkapkan istilah ini untuk menunjukan mereka telah hafal alQur’an, sepeti penuturan Ibn Umar ra. ia berkata: “Aku telah mengumpulkan alQur’an (menghafal) dan membacanya setiap malam...”.45 Anas bin Mâlik ketika ditanya Qatâdah: “Siapakah yang telah mengumpulkan (menghafal) al Qur’an pada masa Nabi Saw.?. ia menjawab: mereka berjumlah empat orang yaitu:

43 Bi’ir Ma’unah terjadi pada masa Rasul yaitu pada bulan Safar tahun keempat hijriah. Antara satuan perang Uhud dan Ahzâb. Menurut Ibn Ishâq mereka yang terbunuh sebanyak 40 orang, namun dalam riwayat yang sahih mereka berjumlah 70 orang. Sedangkan tragedi Yamamah terjadi pada pemerintahan Abu Bakar alShiddiq tahun 12 hijriah. Lihat alMubârakfûri, Sirah Nabawiyyah, terjemah al-Rahîq al-Makhtûm, (Jakarta: Pustaka alKautsar, 2006), cet. keXXI, h. 379380, juga Muhammad Husein Haekâl, Abû Bakar as-Siddiq yang lembut hati, terjemah: Ali Audah, (Bogor, Pustaka Litera Antar Nusa, 2006), cet. keVI, h. 162. Bandingkan juga dalam Muhammad bin Ismâîl alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, (Beirut: Dâr Ibn Katsîr, 1987), cet. keIII, juz 4, h. 1497, juga Abû al Husein Muslim bin alHajjâj, Sahîh Muslim (Semarang: Toha Putra, t.th.), juz 1, h. 468.

44 Hadîts sahih. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1920, juga Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 143. 45 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1999), juz 2, cet. keII, h. 163, dan ‘Abd alRahmân AlNasâ‘i, Sunan al-Nasâi, (Semarang: Toha Putra, t.th.), juz 5, h. 24. Abu alDardâ, Mu’âdz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid.”.46 Istilah ini menurut alZarkasyi menunjukan mereka yang hafal alQur’an, memiliki tulisantulisan dan catatancatatan alQur’an, mereka sudah menyetorkan hafalannya dihadapan Nabi Saw. serta bacaan mereka sangat terkenal sehingga rantai sanadnya sampai kepada umat Islam kini. Jumlah mereka hanya tujuh orang yaitu: Utsmân bin Affan, Ali bin Abî Tâlib, Ibn Mas’ûd, Zaid bin Tsâbit, Ubai bin Ka’ab, Abû alDardâ dan Abû Mûsâ alAsyari.47 Dengan demikian istilah ini menunjukan kesempurnaan predikat yang dialamatkan kepada mereka yang telah hafal alQur’an. Penggunaan kata tahfîz pada masa Nabi Saw. dan sahâbat menurut alZarqâni menunjukan kepada pengajaran menghafal alQur’an yang dilakukan sahabat dalam menyampaikan dakwah Islam. Seperti ketika Rasul Saw. mengutus Musab bin Umair dan Ummi Maktûm ke Madinah sebelum Hijrah, begitu juga beliau mengutus Muâzd bin Jabal ke Makkah setelah Hijrah, di sana mereka mengajarkan hafalan alQuran dan membacakan alQur’an kepada mereka (al-Iqrâ).48 Dalam menghafal alQur’an, sahabat nabi juga sering lupa suatu ayat dan tertukar dengan ayat lain, karena itu mereka datang kepada beliau untuk dikuatkan hafalannya dan dijaga Allah Swt. Seperti penuturan Ali bin Abî Tâlib, Rasulullah Saw. menasihatinya melakukan salat hajat li hifzil alQur’an di malam jum’at sebanyak empat raka’at. Raka’at pertama membaca surat Yâsîn, kedua membaca surat al Dukhân, ketika membaca Alif Lâm alSajdah dan keempat membaca alMulk. Setelah selesai membaca doa yaitu: ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺍﺭﺣﻤﻨِﻲ ﺑِﺘﺮﻙِ ﺍﻟﹾﻤﻌﺎﺻِﻲ ﺃﹶﺑﺪﺍ ﻣﺎ ﺃﹶﺑﻘﹶﻴﺘﻨِﻲ ﻭﺍﺭﺣﻤﻨِﻲ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﺗﻜﹶﻠﱠﻒ ﻣﺎ ﻟﹶﺎ ﻳﻌﻨِﻴﻨِﻲ ﻭﺍﺭﺯﻗﹾﻨِﻲ ﺣـﺴﻦ

ﺍﻟﻨﻈﹶﺮِ ﻓِﻴﻤﺎ ﻳﺮﺿِﻴﻚ ﻋﻨﻲ ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻟﹾﺄﹶﺭ ﺽِ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﺠﻠﹶﺎﻝِ ﻭﺍﻟﹾﺈِﻛﹾﺮﺍﻡِ ﻭﺍﻟﹾﻌِﺰﺓِ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻟﹶﺎ ﺗﺮﺍﻡ ﺃﹶﺳﺄﹶﻟﹸﻚ

ﻳﺎ ﺃﹶﻟﻠﱠﻪ ﻳﺎ ﺭﺣﻤﻦ ﺑِﺠﻠﹶﺎﻟِﻚ ﻭﻧﻮﺭِ ﻭﺟﻬِﻚ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻠﹾﺰِﻡ ﻗﹶﻠﹾﺒِﻲ ﺣِﻔﹾﻆﹶ ﻛِﺘﺎﺑِﻚ ﻛﹶﻤﺎ ﻋﻠﱠﻤﺘﻨِﻲ ﻭﺍﺭﺯﻗﹾﻨِـﻲ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﺗﻠﹸـﻮﻩ

ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺤﻮِ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻳﺮﺿِﻴﻚ ﻋﻨ ﻲ ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺽِ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﺠﻠﹶﺎﻝِ ﻭﺍﻟﹾﺈِﻛﹾﺮﺍﻡِ ﻭﺍﻟﹾﻌِﺰﺓِ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻟﹶﺎ ﺗـﺮﺍﻡ

ﺃﹶﺳﺄﹶﻟﹸﻚ ﻳﺎ ﺃﹶﻟﻠﱠﻪ ﻳﺎ ﺭﺣﻤﻦ ﺑِﺠﻠﹶﺎﻟِﻚ ﻭﻧﻮﺭِ ﻭﺟﻬِﻚ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻨﻮﺭ ﺑِﻜِﺘﺎﺑِﻚ ﺑﺼﺮِﻱ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻄﹾﻠِﻖ ﺑِﻪِ ﻟِﺴﺎﻧِﻲ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻔﹶﺮ ﺝ

46 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1914, dan Muslim, Sahîh Muslim, juz 7, h. 149. 47 Diantara ada juga yang telah menyetorkan hafalan kepada Nabi, namun bacaan mereka tidak sampai kepada umat Islam kini, mereka itu adalah Muâzd bin Jabal, Abî Zaid, Sâlim Maula Abi Huzaifah, Abdullâh bin Amar, Ubadah bin Âmr. Lihat Badruddîn alZarkasyî, al-Burhân fî ,Ulûm al-Qur’an, (Cairo: Dâr alHadîts, 2006), h. 171. 48 Abd alAzîm alZarqâni, Manâhil al-,Irfân (Cairo: Dâr alHadîts, 2001), juz 1, h. 204 205. ﺑِﻪِ ﻋﻦ ﻗﹶﻠﹾﺒِﻲ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﺸﺮﺡ ﺑِﻪِ ﺻﺪﺭِﻱ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻐﺴِﻞﹶ ﺑِﻪِ ﺑﺪﻧِﻲ ﻓﹶﺈِﻧﻪ ﻟﹶﺎ ﻳﻌِﻴﻨﻨِﻲ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﺤﻖ ﻏﹶﻴﺮﻙ ﻭﻟﹶﺎ ﻳﺆﺗِﻴﻪِ ﺇِﻟﱠـﺎ

ﺃﹶﻧﺖ ﻭﻟﹶﺎ ﺣﻮﻝﹶ ﻭﻟﹶﺎ ﻗﹸﻮﺓﹶ ﺇِﻟﱠﺎ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟﹾﻌﻠِﻲ ﺍﻟﹾﻌﻈِﻴﻢِ .

Setelah itu Rasul berkata: wahai Ali lakukanlah riyâdah tersebut sebanyak tiga kali, lima kali atau tujuh kali. Demi dzat yang jiwaku dalam genggamannya, tidaklah seorang melakukan hal itu, kecuali akan melekat hafalannya. Setelah melakukan hal itu, Ali berkata: wahai Rasul, sebelum melakukan hal itu, aku selalu lupa dan tertuker dalam membaca alQur’an, namun sekarang aku tidak pernah lupa satu hurufpun”.49 Dengan demikian, istilah tahfîz alQur’an pada masa Nabi saw. dan sahâbat kurang popular, namun secara praktek, aktifitas membaca dan menghafal alQur’an begitu marak. Mereka bahkan berlombalomba menghafal alQur’an, dan mengajarkannya kepada anakanak dan istriistri mereka.

B. Kata al-Hifz dalam alQur’an dan Sunnah Dalam alQur’an, Allah Swt. menyebutkan kata al-hifz dengan segala perubahannya sebanyak 23 kali.50 Katakata ini bermakna menjaga, mengawasi, memelihara sesuatu (dengan teliti dan terus menerus), malaikatmalaikat penjaga seperti (alAn'âm/6:61), (alInfitâr/ 82/10), dan nama tempat, yaitu lauh mahfuz (alBurûj/85:22). Menurut alRaghib alAsfahâni, kata al-hifz pada awalnya berarti keadaan jiwa yang mendorong untuk memahami, kadang juga untuk menguatkan dan meyakinkan atas apa yang telah dihafal seorang. Dalam hal ini, ia antonim kata lupa. Kemudian kata al-hifz dalam alQur'an digunakan untuk memelihara sesuatu yang hilang, sumpah dan pemeliharaan.51 Kata hâfîz jika dinisbatkan kepada Allah Swt. bermakna melindungi, memelihara dari perubahan,

49 Hadîts diriwayatkan alTirmidzî, alHâkim dan alTabrâni. Imam alHâkim setelah meriwayatkan hadis ini berkata: “Hadis ini sahîh menurut syarat Bukhârî dan Muslim, namun tidak diriwayatkan mereka”. Lihat Abû Isâ alTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi (t.tp.: Maktabah Dahlan: t.th.), juz 5, h. 223. Abû Abdillah alHâkim, Mustadrâk ,ala Sahîhain, (Beirut: Dâr alKutub al  Ilmiyyah, 1990), juz. 1, h. 461. Abû alQâsim alTabrâni, al-Mu’jam al-Kabîr, (Mausil: Maktabah al Ulûm wa alHikam, 1984), juz. 11, h. 367. Hadis ini menurut Ibn alJauzî dalam al-Maudu,âât dikategorikan hadishadis yang munkar, karena ada beberapa perawi yang dianggapnya tercela. Yaitu Muhammad bin Ibrâhim alQurasyi ia adalah perawi yang majrûh, begitu pula Abû Sâlih, yang nama aslinya adalah Ishâq bin Najîh ia adalah matrûk al-hadîts. Lihat Abd alRahmân bin Ali bin al Jauzi, al-Maudu,âât, (Beirut: Dar alFikr, 1996), juz. 2, cet. keI, h. 138. Kami tidak mengetahui perkataan alHâkim bahwa hadis tersebut sahîh mengikuti syarat alBukhâri dan Muslim. Wallahu,alam. 50 ‘Abd alBâqi, al-Mu'jam, h. 254. 51 AlRâghib alAsfahâni, Mufradât li alfâz al-Qur'an, (Dimasq, Dâr alQalam, t.th.), juz 1, h. 124. penyimpangan, penambahan dan pengurangan. Sebagaimana dalam surat alHijr/15:9. Sedangkan jika dikaitkan pada manusia maka ia berarti menghafal, mengamalkan, memikirkan kandungan, menggali hukumnya, belajar dan mengajar. Dalam hal ini Rasulullah Saw. mengajarkan do’a kepada Ali yaitu; ﺃﹶﺳﺄﹶﻟﹸﻚ ﻳﺎ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻳﺎ ﺭﺣﻤﻦ ﺑِﺠﻼﹶﻟِﻚ ﻭﻧﻮﺭِ ﻭﺟﻬِﻚ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻠﹾﺰِﻡ ﻗﹶﻠﹾﺒِﻰ ﺣِﻔﹾﻆﹶ ﻛِﺘﺎﺑِﻚ ﻛﹶﻤﺎ ﻋﻠﱠﻤﺘﻨِﻰ...

"Aku bermohon padamu ya Allah, ya Rahmân, dengan keagungan dan cahaya wajahMu, kuatkanlah hati ini untuk menghafal kitab sucimu sebagaimana yang engkau ajarkan padaku..".52

Berikut akan dipaparkan penyebutan kata hafaza dan perubahannya dalam al Qur'an. Kata hafiza diulang sebanyak sekali dalam surat alNisâ/4:34, artinya (menjaga), kata hifzuhumâ disebutkan satu kali dalam surat alBaqarah/2: 255, artinya (memelihara keduanya), kata hafîz disebutkan delapan kali, yaitu dalam surat al An’âm/6:104, Hûd/11:57,86, Yûsûf/12:55, Saba’/34:21, Qâf/50:32 artinya (Maha Memelihara Sesuatu), dalam alSyûrâ/42:6 bermakna "Allah Maha Mengawasi

(perbuatan mereka)", dan dalam Qâf/50:4 bermakna (yang terpelihara), kata nahfazu diulang satu kali dalam surat Yûsûf/12:65 artinya (kami memelihara), kata yahfaznâ dan yahfazû masingmasing diulang satu kali dalam surat alNûr/24:31 artinya "menjaga (kaum wanita muslimah/lakilaki muslim)", kata ihfazû diulang satu kali dalam surat alMâidah/5:89, kata ini bermakna (peliharalah), kata yuhâfizûn diulang tiga kali, dalam surat alAn‘âm/6:92, alMu'minûn/ 23, alMa‘ârij/70:34, artinya "mereka selalu memelihara (shalatnya)". Kata hâfizû diulang satu kali dalam surat al Baqarah/2:238 artinya (peliharalah dengan terusmenerus), kata istahfazû diulang satu kali dalam surat alMâidah/5:44 artinya "mereka diperintahkan memelihara (kitab sucinya)", kata hâfizât diulang satu kali dalam surat alNisâ/4:34 artinya "wanita wanita (shalihah) yang menjaga diri (ketika suami tidak ada)", kata hafazah diulang satu kali dalam surat alAn‘âm/6:61, artinya (malaikatmalaikat penjaga), kata hafîzan diulang tiga kali dalam surat alNisâ/4:80, alAn'âm/6:107, alSyurâ/42:47, artinya "pemelihara (mereka)". Kata hafîzan dan hâfiz masing masing sebanyak satu kali, dalam surat Yûsuf/13:64 dan alTâriq/86:4 artinya (penjaga yang terbaik), kata hâfizûn diulang enam kali, yaitu dalam surat alTaubah/9:112 bermakna "(orang orang yang) memelihara (hukum Allah)", sedang dalam Yûsûf/12:12, 63, alHijr/15:9,

52 AlTirmidzî, Sunan al-Tirmidzi, juz 5, h. 223. alHâkim, Mustadrâk ,ala Sahîhain, juz. 1, h. 461 dan AlTabrâni, al-Mu’jam al-Kabîr, juz. 11, h. 367. alMu'minûn/23:5, alMa‘ârij/70:29 bermakna (menjaga), kata hâfizîn diulang enam kali yaitu dalam surat alHijr/15:9, Yûsûf/12:81, alAnbiyâ/21:82, alAhzâb/33:35 al Mutaffifîn/83:33 artinya (memeliharanya), sedang dalam alInfitâr/82:10 bermakna (malaikatmalaikat yang mengawasi), kata yahfazûnahu diulang sekali dalam surat al R‘ad/13:11, artinya (menjaganya), kata hafiznâhâ diulang sekali dalam surat al Hijr/15:17, artinya (Kami menjaganya), kata mahfûz diulang satu kali dalam surat al Anbiyâ/21:32, artinya (terpelihara), kata wa hifzan diulang dua kali dalam surat al Sâfât/37:7, dan Fusilat/41:12, artinya "dan (kami telah) menjaganya". Dan kata mahfûz diulang satu kali dalam surat alBurûj/85:22 artinya (lauh mahfuz/ tempat 53 yang terjaga). Kata hafîz dan hafîzan diulang sebanyak sebelas kali, tiga di antaranya merupakan sifat Allah, dan sisanya menafikan sifat itu dari manusia, khususnya para Nabi kepada orang yang membangkang. Menurut M. Quraish Shihab kata hafîz terambil dari kata yang terdiri dari tiga huruf yang mengandung makna memelihara dan mengawasi. Dari makna ini kemudian lahir makna menghafal, karena yang menghafal memelihara dengan baik ingatannya. Juga makna "tidak lengah" karena sikap ini mengantar kepada keterpeliharaan, dan "menjaga" karena penjagaan adalah bagian dari pemeliharaan dan pengawasan. Kata hafîz mengandung arti penekanan dan pengulangan pemelihara, serta kesempurnaannya. Kata ini juga bermakna mengawasi. Allah Swt. memberikan tugas kepada malaikat Raqîb dan 'Atîd untuk mencatat amal manusia yang baik dan buruk dan kelak Allah akan menyampaikan penilaianNya kepada manusia.54 Kata hafîz adalah salah satu dari al-asmâ al-husna, hafîz mengikuti wazan fa'îl yang terkandung makna mubâlaghah. Menurut Abû Hilal al‘Askari, hafîz bermakna al-Alîm (Maha Mengetahui), al-Syahîd (Maha Menyaksikan), dan al-Qâdir (Maha Kuasa). Seorang yang menjaga sesuatu artinya dia mengetahui sesuatu itu secara mendalam, teliti dan tahu tentang halhal yang terperinci, maka dia juga menyaksikan sesuatu itu dan maha kuasa atasnya.55 Dengan demikian Allah maha menjaga artinya Allah maha mengetahui dan menyaksikan sehingga tidak ada sesuatupun di alam ini yang hilang dari penyaksian dan ingatannya, juga dia maha kuasa kepada apa yang

53 ‘Abd alBâqi, al-Mu'jam, h. 254255, dan Terjemah al-Qur'an Departemen Agama 2004 (PT. Syamil Cipta Media, Bandung, t.th.). 54 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi Al-Asmâ al-Husnâ dalam perspektif al-Qur'an, (Jakarta, Lentera Hati, 2006), cet. ke7, h. 195198. 55 Abû Hilâl al‘Askari, al-Farûq al-Lughawiyah, (Qum, Muassasah alNasyr alIslâmi, 2000), juz 1, cet. keI, h. 180. dijagaNya itu. Penjagaan Allah kepada manusia dijelaskan dalam surat alSyûrâ/42:6 yaitu:

t Ï%©!#$ ρu #( ρ䋃s ªB#$ ÏΒ ÿÏÏΡρߊ u !$‹u Ï9÷ρ&r !ª #$ îáŠÏmy öΝÍκöŽ=n ãt $! Βt ρu M| Ρ&r ΝÍκöŽ=n ãt 9≅ŠÏ.θu Î/ ∩∉∪

“Dan orangorang yang mengambil pelindungpelindung selain Allah, Allah Mengawasi (perbuatan) mereka; dan kamu (Ya Muhammad) bukanlah orang yang diserahi Mengawasi mereka”. penggunaan kata hafîz di atas bermakna "Allah maha mengawasi seluruh perbuatan dan keadaan mereka", sehingga tidak ada sedikitpun terlintas oleh mereka kecuali Allah akan mengawasi dan memperhitungkannya, karena tidak ada Dzat Yang Maha Mengawasi kecuali Allah Swt., dan engkau Muhammad tidak ditugasi mengawasi perbuatan mereka.56 Sedangkan kata hâfizûn dan hâfizîn samasama diulangi enam kali. Pertama menjelaskan orangorang yang memelihara hukum Allah, cara menjaga hukum, juga memelihara kemaluan mereka yang disebutkan sebanyak tiga tempat. Kedua berbicara pemeliharaan Allah kepada para nabinabinya. Ketiga, putraputra Ya‘kub mengajak Yusuf ke hutan dan siap menjaganya dan pernyataan mereka tidak mengetahui segala yang ghaib. Keempat, orangorang berdosa tidak dapat menjaga orang mukmin. Dan kelima adalah pemeliharaan Allah terhadap AlQur'an yang disebutkan satu tempat dalam surat alHijr/15 ayat 9 yaitu “innâ nahnu nazzalna al-dikra wa inna lahu lahâfizun” ("Sesungguhnya Kami yang menurunkan alQur'an, dan sesungguhnya kami benarbenar memeliharanya").57 Pemeliharaan Allah Swt. terhadap alQur'an meliputi segala aspek, seperti tahrîf, perubahan, penambahan dan pengurangan. Allah Swt. menjaga alQur'an dari halhal tersebut sampai hari kiamat.58 Cara pemeliharaan itu adalah, pertama; Allah

56 Fakhruddîn alRâzi, Tafsir Mafâtîh al-Gaib, (Beirut, Dâr alFikr, 1990), juz 13, h. 413. 57 Ayat ini menegaskan bahwa pemeliharan alQur'an langsung dari Allah Swt. dari berbagai macam penambahan dan pengurangan yang bukan bagiannya, serta hukumhukum dan ketentuannya. Pendapat lain mengatakan bahwa damîr "lahu" ditujukan kepada Muhammad Saw., dengan demikian Allah menjaga Muhammad Saw. dan alQur'an yang diturunkan kepadanya karena beliau adalah al- Hâfiz/Yang Maha Menjaga. Menurut Wahbah alZuhaili ayat ini membedakan alQur'an dengan kitab kitab samawi dahulu, Allah Swt. menanggung terpeliharanya alQur'an sampai akhir masa dan menjaganya dari segala perubahan dan kekurangan. Berbeda kitabkitab samawi dahulu, yang ditugaskan memelihara adalah para pendeta dan ulamanya, mereka merubah dan mengganti sehingga tidak terpelihara, bahkan tulisan aslinya hilang dan tidak ada. lihat Ja‘far alTabari, Jâmi' al-Bayân, juz 17, h. 69, bandingkan juga Abû Fidâ Isma‘îl bin ‘Amr bin Katsîr, Tafsir al-Qur'an al-Azim, (Riyâd, Dâr alTibah, 1999), juz 4, cet. keII, h. 527, dan Wahbah alZuhaili, al-Tafsir al-Munîr, (Beirut, Dâr alFikr, 1424 H.), juz 7, cet. keII, h. 320. 58 Yahyâ ‘Abd alRazzâq alGhautsânî, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, (Dimasq, Maktabah al Ghautsân, 2001), cet. IV, h. 1922. memelihara alQur'an sejak di langit. Allah Swt. bersumpah dengan menggunakan ungkapan qasam yang tegas (Q.S. alWâqi‘ah/56:7580 dan ‘Abasa/80:1316). Dan memelihara alQur'an di lauh mahfûz (Q.S. alBurûj/8522, alZukhrûf/43:4). Kedua, Allah menjaga alQur'an dalam proses penurunannya di dunia kepada nabi Muhammad dari curian iblis dan Allah mengutus malaikat Jibril as. kepada Muhammad Saw. (Q.S. alSyu'arâ/26:210211, alJinn/72:7 dan 2627, alSâfât/ 37:7 10). Ketiga. Allah memelihara alQur'an di dunia ini dengan cara menghafalkannya dan menjaga maknanya di dalam hati Nabi Saw. (Q.S. alQiyâmah/75:1619, al Furqân/25:32). Keempat, Allah memelihara alQur'an setelah disampaikan kepada Nabi Saw. dan selalu menjaga pemeliharaan ini sampai hari kiamat, mencakup pemeliharaan bacaannya, hurufhurunya, dan kalimatkalimatnya secara sempurna.59 Inilah yang tercakup dalam surat alHijr/15 ayat 9 di atas. Jaminan pemeliharaan Allah Swt. terhadap alQur'an ini ditujukan dengan jaminan kemudahan alQur'an untuk dihafal dan dipelajari oleh umat islam di seluruh dunia. Allah Swt. berfirman dalam surat alQamar/54:17, 22, 32, 40 yaitu:

ô‰)s 9s ρu $Ρt ÷Ž£œ „o βt #u öà)ø9#$ ̍ø.Ïe%#Ï9 ö≅γy ùs ÏΒ 9Ï.£‰•Β ∩⊇∠∪

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan alQur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”.

Ketika menafsirkan ayat ini, para ulama berkomentar sebagai berikut, menurut al Qurtûbi "Kami mudahkan alQur'an untuk dihafal, dan kami akan tolong siapa saja yang menghafalnya, maka apakah ada pelajar yang menghafal alQur'an, dia pasti akan ditolong".60 Menurut Ibn Katsîr “Allah Swt. memudahkan lafaz dan maknanya bagi siapa saja yang mempelajarinya”, menurut Mujâhid "Kami akan bantu membacanya", menurut alSuddi, "Kami mudahkan bacaannya bagi siapa yang mau membaca", menurut Ibn ‘Abbâs "Sekiranya Allah tidak memudahkan membaca al Qur'an kepada anak adam, maka tidak ada seorangpun yang mampu berbicara dengan kalam Allah".61 Dengan demikian kemudahan alQur'an untuk dihafal dan dipelajari adalah rahmat Allah Swt. kepada umat islam agar hal itu menjadi penyebab terpeliharanya alQur'an dan terjaga dari segala macam kebatilan dan kerusakan.

59 ‘Ali bin Sulaiman alAbîd, Jam' al-Qur'an Hifzan wa Kitâbah, (Madinah: Majma‘ Khâdim alHaramain, 2007), h. 1114. 60 Syamsyuddîn alQurtûbi, Tafsir al-Qurtûbi, (Beirut, Muassasah Manâhil al‘Irfân, t.th.), juz 17, h. 134. 61 Ibn Katsîr, Tafsir al-Qur'an al-'Azîm, juz 7, h. 478. Kemudahan ini mencakup segala aspek, baik pengajaran, penghafalan, pembacaan, penulisan dan lainlain. Dalam aspek pembacaan dan penghafalan, kemudahan itu ditunjukan dengan seringnya aktifitas membaca alQur’an yang dikaitkan dengan ibadahibadah dalam islam seperti shalat dan ibadah formal lain. Selain itu, Allah mengajarkan Rasul dengan bacaan dan hafalan oleh Jibril sehingga Rasulullah tidak mungkin lupa. Pengajaran ini kemudian diterima sahabat dan generasi setelahnya secara kontinyu. Sedangkan kata al-hifz dan segala perubahannya dalam alSunnah memiliki makna beragam, kata ini sering disebutkan Rasul dan sahabatnya untuk arti yang luas, yaitu menjaga, menghafal dan memelihara sesuatu yang bukan hanya alQur'an saja. Jika bermakna menghafal, maka ia adalah antonim dari kata lupa, seperti perkataan Hâritsah bint Nu'man ia berkata: “ma hafiztu surah Qâf illa min fammi Rasulillah Saw.” (“aku tidak menghafal surat Qâf kecuali dari mulut Rasul Saw.”).62 Dalam hadis ini kata al-hifz bermakna menghafal alQur'an yaitu surat Qâf. Penggunaan kata al-hifz bermakna memelihara sesuatu dengan penuh amanah dan sungguhsungguh sebagaimana hadis riwayat Ibn Abbâs, ia berkata: "hafiztu min Rasulillahi Saw. wi‘âaini" ("aku menjaga dua bejana milik Rasul Saw."), dalam lanjutan hadis ini Ibn Abbâs berkata: adapun bejana pertama aku publikasikan, sedang yang kedua jika dipublikasikan, maka akan terputus tempat mengalir makan dalam hadis ini berarti non abstrak yaitu ilmu, bejana pertama اء ini.63 Kata disebut ilmuilmu agama, sedang kedua perkataanperkataan Nabi tentang fitnah yang akan terjadi, serta keadaan pemimpinpemimpin buruk di masa nanti.64 Dalam riwayat lain, al-hifz bermakna memelihara rumah dan harta, sebagai mana perkataan Umar bin alKhattâb tentang sebab turun ayat "lâ tukhrujûhunna min buyûtihinna walâ yakhrujnâ illa an ya'tînâ bifâhisyatin mubayyinah",65 Umar ra. berkata: "kita tidak meninggalkan kitab Allah dan sunnah Nabi Saw. disebabkan perkataan seorang wanita yang tidak kita ketahui apakah dia memelihara atau melupakan rumah dan hartanya".66 Selain itu, perkataan al-hifz juga berarti menghafal hadishadis Rasul sebagai lawan dari kata lupa, sebagaimana riwayat dari Huzaifah, ia berkata: "Rasulullah berdiri dihadapan kami, beliau tidak meninggalkan sesuatu

62 Muslim, Sahîh Muslim juz 2,(Semarang: Tohâ Putra, t.th.), h. 595. 63 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 56. 64 Ibn Hajar al‘Asqalâni, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri, (Cairo: Dâr alTaqwâ li al Turâts, 2000), juz 1, h. 191. 65 AlQur'an Surat alTalâq/65:1. 66 Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 198. sampai hari kiamat kecuali pembicaraan yang dihafal sahabatsahabatnya atau dilupakan mereka.67 Dengan demikian dalam sunnah dapat disumpulkan bahwa kata al-hifz berarti menghafal, menjaga dan memelihara sesuatu baik secara umum maupun khusus yaitu menghafal alQur'an dan hadishadis Rasulullah Saw.

C. Namanama alQur’an tentang Tahfîz Dalam alQur’an, Allah Swt. menyebutkan kitab sucinya menggunakan nama nama dan sifatsifat yang berbeda. Namanama dan sifatsifat ini merupakan keagungan dan kemuliaan alQur'an, namun di sisi lain namanama ini memiliki arti arti tertentu yang mengandung pesanpesan spesifik atas penamaannya. Menurut Manna alQattân kandungan namanama dan sifatsifat alQur'an memiliki penekanan makna tertentu atas alQur'an sesuai konteks dan tujuan.68 Jika dihubungkan dengan tahfîz, maka namanama alQur'an itu memiliki peranan penting dalam pemeliharaan alQur'an secara hafalan ini. Berikut akan dipaparkan namanama dan kegerkaitannya dengan tahfîz alQur’an;

a. AlQur’an Nama alQur'an dan bentuknya diulang 69 kali,69 alQur'an berasal dari kata qara'a-yaqra'u artinya membaca, sama dengan kata talâ-yatlû. alQur'an adalah bentuk masdar (verb noun) yang diartikan sebagai isim maf‘ûl yaitu maqrû, berarti yang dibaca. Pendapat lain mengatakan bahwa kata qur'an adalah kata sifat dari al- qarâ'in atau qarana, tetapi pendapat ini kurang populer. Sebuah pendapat lain dikemukakan oleh Schwally dan Weelhausen dalam Dâ'irah al-Ma‘ârif bahwa al Qur'an berasal dari bahasa Hebrew, yakni dari kata keryani berarti "yang dibacakan". Namun pandangan ini juga mengandung kelemahan, karena kata qara'a dan qur'an sudah merupakan bahasa arab asli sejak dahulu.70 AlTabari (w. 310 h.) mengakui perbedaan ulama tentang asal kata alQur'an, namun pendapat Ibn ‘Abbâs lebih tepat diterima, alQur'an menurutnya bermakna tilâwah atau qira'ah yaitu bacaan. Allah berfirman dalam surat alQiyâmah/75:18 yaitu: "fa idza qara'nâhu" ("dan jika telah kami bacakan"), Ibn ‘Abbâs berkata "dan jika telah Kami jelaskan bacaannya", maka

67 Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 2216. 68 Manna alQattân, Mabâhîts fî‘Ulûm al-Qur'an, (Cairo: Mansyurât ‘Asr Hadîts, t.th.), h. 23. 69 'Abd alBâqi, al-Mu'jam, h. 649. 70 M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001), cet. keIII, h. 13. "fattabi' qurânah" ("ikutilah bacaan itu"), maksudnya amalkanlah isinya sebagaimana telah dibacakan Jibril as.71 Menurut Qatâdah alQur'an bermakna al-jam'u yaitu "mengumpulkan atau menggabungkan. Ketika menafsirkan ayat "inna 'alaina jam'ahu wa qur'ânah", ia mengatakan "sesungguhnya urusan kami menghafalkan dan mengumpulkannya".72 Kemudian alQur'an dinamakan dengan makna ini karena dia mengumpulkan surat surat dan ayatayat, atau karena terhimpun daripadanya intisari kitabkitab sebelum alQur'an. Dari pengertian secara bahasa di atas, penulis cendrung mengartikan al Qur'an dengan arti bacaan, karena pengertian inilah yang menjadikan alQur'an selalu dibaca umat islam dan sangat sesuai dengan penamaan kitab suci ini sebagai kitab yang selalu dibaca setiap hari. karena dengan dibaca berarti alQur'an dihafal dan diingat dalam hati. Secara istilah alQur'an didefiniskan oleh Mannâ alQatân dengan kalamullah al-munazzal ‘ala Muhammad Saw. al-muta‘abbad bitilâwatihi (firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. yang bernilai ibadah dengan bacaannya").73 Memang para ulama banyak memberikan definisi terhadap alQur'an dan menambah unsurunsur definisi itu. Unsurunsur itu adalah alQur’an adalah kitab suci yang tertulis dalam mushaf, diriwayatkan dengan mutawatir, dimulai dari mulai surat alFatihah sampai alNâs. Seperti yang didefinisikan Ali alSâbûni, yaitu "huwa kalamullah al-mu‘jiz ‘ala khâtam al-anbiyâ wa al-mursalîn bi wasitati al-amîn Jibril as. Al-maktub fi al-masâhif, al-manqul ilanâ bi al-tawâtur, al-muta‘abbad bi tilâwatihi, al-mabdu' bi surah al-fatihah almakhtûm bi surah al-nâs".74 Definisi ini yang paling mewakili unsurunsur dinamakan alQur'an, menurut Syar‘i Sumin kesempurnaan definisi tidak ditentukan oleh banyaknya unsurunsur pembatas yang disebutkan, justru dapat mengurangi sifat jâmi‘nya suatu definisi.75 Karena itu penulis cendrung menggunakan definisi Mannâ‘ alQatan di atas. Karena dalam pengertian ini, urgensi tahfiz disebutkan sebagai definisi alQur'an yaitu al-mut‘abbad bi tilâwatihi yang bernilai ibadah dengan membacanya. Dengan definisi ini, maka jelaslah begitu besarnya peranan bacaan dan hafalan alQur'an, yaitu ia merupakan suatau ibdah yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah Swt.

71 AlTabarî, Jâmi' al-Bayân, juz 1, h. 95. 72 AlTabarî, Jâmi' al-Bayân, juz 1, h. 96. 73 Mannâ‘ alQatân, Mabâhits, h. 21. 74 Ali alSâbûni, al-Tibyân fi ‘Ulûm al-Qur'an, (Jakarta: Dâr alKutub, 2003), cet. keI, h. 8. 75 Syar‘i Sumin, Qirâ'at al-Sab‘ah dalam Persfektif Ulama, (Disertasi S3 Konsentrasi Ilmu Agama Islam Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005), h. 53.

b. Al-Kitâb Nama al-kitâb disebutkan alQur'an sebanyak 234 kali.76 Kitâb adalah bentuk masdar dari kata kataba-yaktubu artinya menulis. Al-kitâb diartikan isim maf‘ûl yaitu al-maktûb, artinya yang ditulis. AlQur'an dinamakan sesuatu yang ditulis, karena dalam sejarahnya dia ditulis di pelapah kurma, batu, daundaun, batangbatang pohon, kayukayu dan lainlain. Tulisan ini menunjukan bahwa alQur’an terpelihara dalam suatu catatan sejarah yang sangat kuat untuk menilai bahwa alQur’an itu terjaga dan terpelihara dalam bentuk catatan. Penamaan ini sesuai dengan firman Allah dalam al Qur'an, surat alDukhân/44:2 yaitu:

É=≈Gt Å6ø9#$ ρu ÈÎ7ßϑø9#$ ∩⊄∪ “Demi alKitâb (alQur’an) yang menjelaskan”.

Sementara itu, tulisan didefinisikan alTabâri dengan "khat al-kâtib huruf al- mu‘jam majmû‘ah wa muftaraqah" ("tulisan penulis hurufhuruf alphabet baik terkumpul maupun terpisah").77 Menurut Syahrûr, alQur'an dinamakan al-kitâb karena ia adalah kumpulan tulisantulisan yang diwahyukan kepada Muhammad Saw. dan disusun seluruh ayatayatnya dalam suatu mushaf, yang terhimpun mulai surat al Fâtihah sampai anNâs.78 Sedangkan menurut alSuyuti alQur'an dinamakan al-kitâb karena mengumpulkan seluruh aspekaspek ilmu, cerita, dan berita secara sempurna, karena alkitâb secara bahasa dapat bermakna al-jam,u yaitu mengumpulkan.79 Penamaan al-kitâb sesuai dengan identitas alQur'an, karena dia ditulis sejak masa Rasul di batubatu, pelepah kurma, dan kayukayu oleh para sekretaris wahyu seperti: Zaid bin Tsâbit, 'Ali bin Abi Tâlib, Utsmân bin 'Affân dan lainlain. Bahkan sampai kini alQur'an tetap ditulis dan dicetak sehingga tidak ada kekeliruan dan kesalahan, lahirnya ilmu rasm 'utsmâni dalam 'ulûm alQur'an sebagai pengejewanta han dari proses kitâbah alQur'an sejak priode awal sampai kini untuk menjaga kemurnian alQur'an yang berbeda dengan tulisantulisan arab ataupun kaidah kaidahnya. Namun demikian inti penamaan alKitâb menunjukan proses penulisan al

76 ‘Abd alBâqi, al-Mu'jam, h. 696699. 77 alTabari, Jâmi' al-Bayân fî Ta'wil al-Qur'an, juz 16, h. 99. 78 Muhammad Syahrûr, al-Kitâb wa al-Qur'an Qirâ'ah Mu'asharah, (Cairo: Qâhirah, Syirkah Matbû‘ât, 2000), cet. keVI, h. 5354. 79 AlSuyûti, al-Itqân, juz 1, h. 169. Qur'an dan pemeliharaannya dalam tulisan, sehingga alQur'an betulbetul terjaga dan terpelihara sejak awal diturunkan sampai kini. Penyebutan nama alQur'an dan al-kitâb lebih banyak dan populer. Dalam hal ini Muhammad 'Abdullah bin Darrâz berkata: "ia dinamakan alQur'an karena di dibaca dengan lisan dan dinamakan dengan alKitâb karena ia ditulis dengan pena". Kedua pengertian ini menunjukan makna yang sesuai dengan kenyataannya.80 Dalam hal ini, Mannâ alQatân juga memberikan penjelasan lebih dalam, ia berkata: "Penamaan alQur'an dengan kedua nama ini memberikan isyarat bahwa seharusnya alQur'an dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan. Dengan demikian apabila salah satunya ada yang melenceng atau kurang, maka yang satunya akan meluruskannya. Kita tidak bisa menyandarkan hanya kepada hafalan seseorang sebelum hafalannya sesuai benar dengan tulisan yang telah disepakati oleh para sahabat, yang dinukilkan kepada kita dari generasi ketiap generasi menurut keadaan sewaktu dibuat pertama kali. Demikian halnya, kita pun tidak dapat menyandarkan kepada tulisan penulis sebelum tulisan itu sesuai benar dengan hafalan berdasarkan isnâd yang sahîh dan mutawâtir. Dengan penjagaan ganda yang ditanamkan oleh Allah Swt. kedalam jiwa Muhammad Saw. ini sebagai langkah kenabiannya, maka alQur'an akan tetap selalu terjaga dan terpelihara dalam benteng yang kokoh.81 Hal demikian tidak lain merupakan proses Allah Swt. dalam mewujudkan janjiNya untuk menjamin terpeliharanya alQur'an.

c. Al-Dzikrâ Al-dzikrâ asal dari kata dzakara-yadzkuru artinya menyebut dan mengucap.82 Al-dzikrâ adalah bentuk masdar bermakna isim maf'ul artinya "yang disebut" atau "yang diucapkan". AlQur'an dinamakan al-dzikrâ karena dia selalu disebut dan diucakan oleh umat islam setiap hari, hal ini sesuai dengan penamaan alQur'an sebagai kitab yang al-matlu dan al-mutaâabbad bi tilawatihi. Allah Swt. berfirman "inna nahnu nazzalna al-dikra wa inna lahu lahâfizun" ("sesungguhnya kami yang menurunkan aldzikra dan kami yang memeliharanya").83 AlQur'an dinamakan al- dzikrâ menurut alThabari mengandung dua makna, pertama, ia adalah peringatan dari Allah Swt. kepada manusia tentang hukumhukum dan ketentuanketentuannya.

80 Abdullâh bin alDarrâz, al-Naba' al-‘Azîm, (Kuwait, Dâr alQalam, t.th.), h. 12. 81 Mannâ‘ alQathân, Mabâhîts, h. 22. 82 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya, Pustaka Progressif, 1997), h. 448. 83 AlQur'an surat alHijr/15:9. Kedua, peringatan (itu merupakan) kemuliaan dan keagungan bagi hambahambanya yang beriman.84 Sebagaimana dalam surat alZukruf/43:44, Allah Swt. berfirman:

…ç‾ΡÎ)ρu ֍ø.Ï%!s 7y ©9 7y ÏΒöθ)s Ï9ρu ( ∃t ôθ™y ρu βθt è=↔t ó¡è? ∩⊆⊆∪

“Dan Sesungguhnya Al Quran itu benarbenar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab”.

Penamaan alQur'an al-dzikrâ jika dikaitkan dengan tahfiz, berarti alQur'an adalah kitab suci yang sering untuk disebutsebut dan diagungkan umat Islam untuk dibaca, dihafal dan disebutsebut setiap waktu. Hal ini sesuai pendapat ulama tentang kalimat dzikir yang paling utama yaitu membaca alQur'an. Menurut pendapat imam Nawâwi (w. 676 h.) bahwa membaca alQur'an adalah sebaikbaiknya dzikir jika dibaca dengan tadabbur dan tartîl.85 Orang yang selalu membaca alQur'an dan menghafalnya maka itu adalah dzikir yang paling utama, karenanya seorang yang hafal alQur'an seyogyanya selalu membaca alQur'an di pagi, siang, sore dan malam hari. Jika berkaca kepada salafussâlih, ada diantara mereka yang menghatamkan al Qur'an dalam satu bulan, sepuluh hari, delapan hari, tujuh hari, dan enam hari, dan inilah yang sering dilakukan mereka.86 Selain yang disebutkan di atas, ada namanama lain alQur'an yaitu: al-furqân (Q.S. alFurqân/25:1), al-tanzîl (Q.S. alSyu‘ara/26:192). Namun kedua nama ini belum mewakili inti penamaannya tentang tahfiz alQur’an. AlQur’an juga memiliki sifatsifat yaitu hudâ, syifâ, rahmah, mau‘izah (Q.S. Yûnûs/10:57), mubârak (Q.S. al An‘am/6:92, mubîn (Q.S. alMâidah/5:15), busyrâ (alBaqarah/2:57), ‘azîz (Q.S. Fusilat/41:41, majîd (Q.S. alBurûj/85:21, basyîr dan nadzîr (Q.S. Fusilat/41:34).87 Namun sifatsifat ini hanya menunjukan keagungan alQur’an yang disifati dengan namanama tersebut.

D. Manfaat Menghafal alQur'an

84 Al abariT , Jâmi ,Bayân-al' ,15juz h 99. . 85 AlNawâwi, al-Adzkâr al-Nawawiyyah, (t.tp.: Dâr alKutub alArabiyyah, t.th.), h. 85. 86 Ada juga diantara mereka yang menghatamkan alQur'an dalam lima hari, empat hari, tiga hari, bahkan satu hari satu malam. Bahkan dalam satu hari satu malam ini ada yang mampu menghatamkan sampai dua kali, tiga kali, bahkan delapan kali. Dan inilah yang terbanyak menurut imam alNawâwi, sebagaimana dilakukan oleh Ibn Kâtib alShûfi yang menghatamkan empat kali di siang hari dan empat kali dimalam hari. Lihat alNawawi, Al-Adzkâr al-Nawawiyyah, h. 8586. 87 Mannâ‘ alQattân, Mabâhîts, h. 22. Menghafal alQur'an memiliki kedudukan yang tinggi sekali dalam Islam, hal itu dapat difahami dari kedudukan alQur'an, keutamaan membaca dan yang terpenting adalah berkhidmat kepada agama Allah dalam rangka memelihara kelestarian dan kemurniaan sumber utama ajaran agama ini sehingga pada gilirannya agama ini tetap eksis sampai akhir masa. Dalam memperkuat urgensi tahfîz alQur'an, para ulama merumuskan hukum menghafal alQur'an, yaitu "fardu kifâyah".88 Tentang fardu kifâyah ini imâm alNawâwi mengatakan: "Fardu kifâyah artinya merealisasikan suatu perintah yang telah dilakukan al- mukallifîn sebagian atau minimal tiga orang, sehingga hal itu dapat menggugurkan beban orang yang lain, artinya jika menghafal alQur'an telah dilakukan satu orang atau lebih, maka kewajiban itu menggugurkan beban masyarakat lain yang terdapat di suatu kaum, seperti pelaksanaan salat jenazah".89 kewajiban yang bersifat "fardu kifayah" dapat bernilai sangat penting bahkan lebih utama dari "fardu ,ain" dilihat dari sisi kemaslahatannya, karena orang yang menghafal alQur'an, berarti dia menutupi kejelekan suatu kaum, menggugurkan beban dan dosa suatu kaum dihadapan Allah Swt., sedangkan ibadah "fardu ,ain", bersifat individual yang menguntungkan dirinya saja.90 Maka dari sisi maslahat ini, menghafal alQur'an sangat penting untuk menggugurkan beban kaum selain juga seorang yang menghafal alQur'an akan memiliki kualitas pribadi yang baik. Dalam kajian ,ulûm alQur'an, urgensi menghafal alQur'an ditunjukan dengan fada,il alQur'an, yaitu keutamaan membaca, qâri dan memelihara hafalan. Hal ini sering disebutkan Rasul dalam memotifasi sahabatnya, beliau bersabda: ﺍﻗﹾﺮﺀُﻭﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻓﹶﺈِﻧﻪ ﻳﺄﹾﺗِﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﺷﻔِﻴﻌﺎ ﻟِﺄﹶﺻﺤﺎﺑِﻪِ.

"Bacalah alQur'an, karena ia pada hari kiamat nanti akan datang untuk memberikan syafa'at kepada para pembacanya".91 motifasi membaca dan menghafal alQur'an dibarengi dengan anjuran merawat, menjaga serta memelihara hafalan alQur'an karena hafalan alQur'an itu cepat sekali hilangnya. Rasulullah Saw. bersabda:

88 Aliallah bin Ali Abû alWafâ, al-Nûr al-Mubîn litahfîz al-Qur'ân al-Karîm, (t.tp: Dâr al Wafâ, 2003), cet. keIII, h. 37. 89 AlNawâwi, al-Adzkâr al-Nawawiyyah, (t.tp.: Dâr alKutub alArabiyyah, t.th.), h. 89. 90 Abû alWafâ, al-Nûr al-Mubîn, , h. 37.

91 Hadis sahîh, riwayat Muslim. Lihat Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 241. "Peliharalah hafalan alQur'an, sebab demi dzat yang menguasai jiwa Muhammad, alQur'an itu lebih cepat terlepas daripada unta yang terikat dalam ikatannya".92

Namun, manfaat menghafal alQur'an dapat bernilai sangat penting karena sama juga dengan menjaga otentitas sumber agama Islam, maka dalam hal ini ia berkedudukan sangat penting. Dalam konteks memelihara otentitas sumber agama Islam, paling tidak menghafal alQur'an dapat disimpulkan dua hal yaitu: pertama, menjaga tradisi kemutawâtiran alQur'an yang ditunjukan dengan ilmu qira'ât alQur'an, karena kajian ini berkaitan dengan silsilah bacaan alQur'an yang bersumber dari imamimam tujuh atau sepuluh. Dari kajian ilmu qirâ'at ini difahami bahwa menghafal alQur'an adalah al-sunnah al-muttaba,ah atau disebut dengan "tradisi yang mengikuti", karena memang alQur'an yang dibaca umat Islam kini adalah alQur'an yang dibaca Rasulullah, sahabat dan generasi pertama dahulu. Kedua, menghafal alQur'an dapat meningkatkan mutu pribadi seorang (nafsiyyah) dan atau masyarakat Islam secara umum (ijtimâiyah), karena alQur'an adalah kitab hidayah yang mencerdaskan. Berikut akan dipaparkan pointpoint urgensi menghafal alQur'an ini:

1. Menghafal alQur'an dapat menjaga kemutawâtiran dan otentisitas alQur'an. Pemeliharaan alQur'an merupakan sebuah keniscayaan yang Allah Swt. jamin, sebagaimana firmannya "Innâ nahnu nazzalnâ al-dzikrâ wa innâ lahu lahâfizûn" ("Sesungguhnya kewajiban Kami menurunkan alQur'an dan menjaganya").93 Dalam usahanya memelihara alQur'an, Allah menjadikan orang orang pilihanNya untuk menghafal dalam hatinya yang mulia dan bersih. Allah Swt. berfirman:

§ΝèO $Ζu øO‘u ÷ρ&r =| ≈Gt Å3ø9#$ t Ï%©!#$ $Ζu øŠxÜs ô¹#$ ôÏΒ $Ρt ÏŠ$7t Ïã ( óΟßγ÷ΨÏϑùs ÒΟÏ9$ßs ÏÅ¡øΖu Ïj9 Νåκ÷]ÏΒρu Ó‰ÅÁFt ø)•Β

öΝåκ÷]ÏΒρu ,7 Î/$™y ÏN≡Žu ö‚y ø9$Î/ ÈβøŒÎ*Î/ !« #$ 4 š Ï9≡Œs θu èδ ã≅ôÒx ø9#$ 玍Î7x6ø9#$ ∩⊂⊄∪

"Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orangorang yang kami pilih di antara hambahamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu adalah karunia yang amat besar". (Q.S. Fâtir/35:32).

92 Muttafaq ,alaih. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 3, h. 233 dan Muslim, Sahîh Muslim, juz 1, h. 317. 93 (Q.S. alHijr/15:9). Memelihara kemutawâtiran alQur'an merupakan sunnah ilahiyah atas umat ini sebagai wujud pemeliharaan yang Allah tetapkan teradap alQur'an. Mutawâtir dalam term hadîts adalah sebuah berita yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak disetiap tingkatan dan tidak mungkin mereka berbohong.94 Urgensi memelihara kemutawâtiran dalam alQur'an dimaksudkan sebagai memelihara jumlah para penghafal alQur'an di setiap masa dimana jangan sampai di setiap masa sejarah umat manusia yang tidak menghafal alQur'an, mereka menukilkan dari tangan ketangan dan dari hafalan ke hafalan dalam jumlah yang banyak, sehingga setiap huruf al Qur'an, kalimat, dan bahkan dalam harakat dan sukunsukunnya terpelihara utuh dalam jumlah yang banyak ini.95 Dengan kemutawâtiran jumlah penghafal ini, Allah ingin mengamankan alQur'an dari usahausaha adanya tahrîf.96 Tahrîf alQur'an merupakan perubahan teksteks dan katakata yang tidak sesuai dengan aslinya. Al Qur'an sangat jauh sekali dari adanya tahrîf, karena adanya para penghafal alQur'an di setiap masa dalam jumlah yang banyak. Selain tahrîf, alQur'an terpelihara dari kesalahan, kekeliruan, pengurangan dan penambahan hurufhuruf terutama dalam proses kodifikasinya. Sebagai data sejarah yang otentik, alQur'an dipelihara Allah dengan adanya para penghafal yang jumlahnya mutawâtir. Bacaan yang keliru, salah dan kurang tepat sedikitpun akan

94 Hadis mutawâtir dalam term hadîts yaitu berita yang diriwayatkan dalam setiap tingkatan sanad perawi yang banyak –dalam pandangan akal tidak mungkin jumlah yang banyak ini berbohong dan berbedabeda atas hadis yang diriwayatkan itu. Dari definisi ini ada beberapa syarat hadis mutawatir, pertama maslah jumlah perawi dalam tiap tingkatan, para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan sepuluh orang, dua puluh, sampai seratus orang, namun pendapat yang umum adalah sepuluh orang. Kedua, jumlah yang banyak ini harus ada ditiap tingkatantingkatan sanad. Ketiga, mereka yang meriwaytakan hadis ini tidak mungkin berdusta dan berbohong, karena matan hadisnya pasti sama. Keempat, sandaran berita tersebut harus dari hal yang dapat dijangkau indra/al-hissi. Lihat Mahmûd alTahhân, Taisîr Mustalah al-hadîts, (Surabaya: alHaramain, t.th.), h. 1920. juga Jalaluddîn alSuyûti, Tadrîb al-Râwî fî Syarh Taqrîb al-Nawâwî, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, 1996), juz 2, cet. keI, h. 177. 95 Muhammad Hadi Ma'rifat, Sejarah al-Qur'an, terjemah: Toha Musawa, (Jakarta: alHuda, 2007), cet. keI, h. 236. 96 Tahrîf sering dilakukan umat Yahudi dan Nasrani atas sumber ajaran mereka. AlQur'an menegaskan bahwa: minalladzîna hâdû yuharrifûna al-kalima ,an mawâdi,ihi ("yaitu sebagian orang Yahudi mengubah perkataan dari tempattempatnya"). Sedangkan umat Nasrani lebih parah lagi, mereka berlebihlebihan dalam persoalan agama, yaitu menganggap alMasîh Isa putra Maryam sebagai Tuhan. Tahrîf ini sering dilakukan umat dahulu karena beberapa sebab, pertama, para ulama dan pendeta Yahudi dan Narani tidak menjaga amanah ini dengan sebaikbaiknya (alMaidah/5: 44), akibatnya mereka mengubah seenaknya ketentuanketentuan agama, seperti mengubah hukum zina, sifatsifat nabi, pembalasan amal perbuatan manusia dan ketentuanketentuan agama lain. Kedua, merekamereka mengubah firmanfirman Allah karena tidak sesuai dengan keinginan mereka. AlQur'an siratkan dengan "setiap rasul yang datang pada mereka yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, sebagian kelompok mendustakan dan sebagian lainnya membunuh". (Q.S. alMaidah/5:70). Lihat Fakhruddîn al Râzî, Tafsir Mafâtih al-Ghaib, (Beirut: Dâr alNasyr, t.th.), juz 1, h. 1120. terlihat dan terdengar oleh para penghafal alQur'an. Sehingga dengan penjagaan ini, Allah telah mewujudkan keutamaan kitab sucinya dengan tahfîz. Mereka yang datang kemudian sangatlah sulit untuk mencari sisi kelemahan alQur'an dan jika dibandingkan dengan kitâbkitâb samawi terdahulu hal tersebut berbeda sekali, karena kitâbkitâb tersebut tidak dihafal seperti alQur'an, para ulama dan pendeta yang diberikan kepercayaan memeliharanya tidak menjaganya dengan baik, bahkan sampai kini kitab tersebut tidak diketahui keberadaannya. Para sahâbat yang dipilih Allah untuk menghafal alQur'an menerima hal ini dengan penuh keikhlasan dan keyakinan bahwa memang alQur'an adalah sumber agama Islam. Mereka mendapat keagungan dan keistimewaan di sisi Allah Swt. untuk memelihara keotentisan dan kemurnian alQur'an sejak diturunkan, sehingga tidak ada lagi bantahan bagi mereka yang tidak percaya terhadap alQur'an untuk berkata: "al Qur'an berisi berita bohong, banyak salah, keliru, dan palsu" atau ungkapanungkapan lainnya. Sebagaimana yang terjadi pada kitabkitab terdahulu dimana para ulama dan pendeta mereka berlombalomba memalingkan kitab suci dari sumbersumber yang َُُْنَ اََِْ َْ ََاِِ asli. AlQur'an mengyebutkan hal tersebut dengan ungkapan (mereka memalingkan firmanfirman Allah Swt. dari tempattempatnya).97 Selain itu kemutawâtiran alQur'an sebagai bukti kemurnian alQur'an, khususnya dalam aspek bacaan. Beberapa pakar sejarah teksteks alQur'an selalu berbeda dalam menemukan teksteks mushaf sahabat, dalam melakukan penelitian tersebut yang mereka andalkan hanya teksteks sejarah pada masa mereka. Demikian juga orientalis menggungat otentisitas alQur'an, seperti: Wansbrough, Noldake, Schwally, John Burton dan Bell.98 Bagi mereka alQur'an itu hanya fiksifiksi yang

97 Ungkapan ini sering ditunjukan alQur'an antara lain dalam surat alNisâ/4:46, al Mâidah/5:13 dan 41. AlQur'an menunjukan ungkapan ini untuk memberikan prediket pada orang orang Yahudi dan Nasrani yang melakukan perubahanperubahan pada kitab suci mereka. Seperti hukum rajam, pada awalnya umat yahudi yang melakukan perzinahan dihukum rajam, sebagaimana disebutkan dalam kitab Ulangan xxii. 2224: yaitu: "Perempuan bersuami atau lakilaki beristri kedapatan tidur bersama, "haruslah keduanya dibunuh mati". Dan jika yang melakukan itu adalah seorang gadis yang masih perawan, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa keluar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati". Umat Yahudi kemudian mengubah hukum tersebut dengan hukum "cukur kepala/dihitamkan dan dipukul seratus kali, bagi yang kaya dengan cara membayar diat". Halhal lain yang mereka ubah, seperti: perhitungan dan amal balasan di akhirat, sifatsifat kedatangan nabi Muhammad Saw. Lihat Depag, Tafsir al-Qur'an al-Karim Departemen Agama RI, (Jakarta: Depag, 2008), juz. 5, h. 363. 98 Ismail K Poonowala, dkk, al-Qur'an Buku yang Mencerdaskan dan Buku yang Mencerahkan, (Bekasi: PT. Gugus Press, 2002), cet. ke I, h. 132 tidak memiliki pijakan, bahkan alQur'an itu hanya karya Muhammad saja.99 Namun mereka lupa dan mengabaikan hafalanhafalan yang terdapat di hati sahâbat Nabi, padahal Zaid bin Tsâbit ketika mengumpulkan alQur'an pada masa Abu Bakar, mengandalkan hafalan para sahâbat, mereka yang mengaku telah menerima suatu ayat dari nabi, harus menghadirkan paling minimal dua orang saksi dihadapannya untuk ditulis. Zaid bahkan membantuk tim kerja yang terdiri dari dua puluh lima orang dan dia sendiri yang menjadi ketua timnya. Setiap hari tim ini bekerja dan berkumpul di masjid. Orangorang yang memiliki ayat atau surat alQur'an merujuk kepada tim kerja yang diketuai oleh Zaid. Dalam hal ini Muhammad Hadi Ma'rifat berkata: "Tim kerja ini tidak menerima sesuatupun sebagai alQur'an, dari siapapun, kecuali orang itu membawa dua orang saksi dan bukti yang manyatakan bahwa itu adalah wahyu alQur'an. Bukti pertama adalah naskah tertulis, bukti kedua adalah hafalan, yaitu dengan kesaksian orangoragn bahwa pembawa alQur'an itu telah mendengar dari lisan Rasulullah Saw.".100

Upaya tim kerja ini mengalami kesulitan ketika Khuzaimah bin Tsâbit alAnsâri membawa dua ayat akhir surat alTaubah tanpa menghadirkan saksi, karena Rasulullah Saw. telah menjadikan kesaksiannya sama seperti kesaksian dua orang, karena itu Zaid menerima dua ayat terakhir alTaubah dari Khuzaimah. Ayat itu berbunyi:

ô‰)s 9s öΝà2u %! `y Ñ^θß™‘u ôÏiΒ öΝà6Å¡àΡr& ͕ãt Ïø‹=n tã $Βt óΟšGÏΨãt ëȃ̍my Νà6ø‹=n æt

š ÏΖÏΒ÷σßϑø9$Î/ Ô∃ρâ‘u ÒΟŠÏm§‘ ∩⊇⊄∇∪ βÎ*ùs #( öθ©9θu ?s ö≅à)ùs _š É<ó¡my !ª #$ ωI ≈t 9s Î) ωā Î) θu èδ ( Ïø‹=n ãt

àMù=2ā θu ?s ( θu èδρu >‘u ĸöèy ø9$# ÉΟŠÏàèy ø9#$ ∩⊇⊄∪

99 Orientalis yang menggugat otentisitas alQur'an antara lain Wansbrough, Noldake, Schwally, John Burton dan Bell. Bagi Wansbrough, periwayatan alQur'an dari generasi pertama sampai kedua dan seterusnya hingga abad ke 2 Hijriah adalah cara yang sangat bebas. Kaum muslimin awal selalu berupaya "menyempurnakan" dan ketika terjadi pembakuan alQur'an, keseluruhan "tradisi dari berbagai stase tersebut dapat dipertahankan eksistensi dalam redaksi final alQur'an. Dia juga mengatakan bahwa bahasa alQur'an adalah bahasa kaum muslimin awal, akibatnya duplikasi dan repetisi ayatayat alQur'an dipandang sebagai hasil karya kaum muslimin dari setiap perkembangan mereka dimana generasi yang belakang dikumpulkan serta disejajarkan begitu saja dalam naskah final alQur'an. Dengan mendasarkan teori Joseph Schacht, bahwa hukum Islam awal tidaklah dideduksi dari alQur'an, Wansbrough mengemukakan bahwa redaksi final alQur'an baru disusun pada permulaan abad keIII Hijriah, karena penyimpulan hukum alQur'an merupakan fenomena abad itu. Bagi John Burton teks alQur'an yang ada dewasa ini merupakan karya Muhammad sendiri, beliaulah yang mengedit, mencek dan memprormulgasikan alQur'an. Sementara kisah pengumpulan alQur'an pada masa Abu Bakar dan Utsman dipandangnya sebagai fiksifiksi yang tidak memiliki pijakan. Lihat Ismail K Poonowala, dkk, al-Qur'an Buku yang Mencerdaskan, h. 132136. 100 Hadi Ma'rifat, Sejarah al-Qur'an, h. 136. Namun ungkapan Umar bin alKhattab tidak dapat disebut alQur'an, tentang seorang lakilaki tua yang berzina dengan seorang wanita tua maka rajamlah, yaitu:

ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻭﺍﻟﺸﻴﺨﺔﹸ ﺇِﺫﹶﺍ ﺯﻧﻴﺎ ﻓﹶﺎﺭﺟﻤﻮﺍﻫﻤﺎ ﺍﻟﺒﺘﺔ ﻣِﺎﻻﹰﻜﹶﻧ ﺍﷲِﻦ ﻭ ﻋﺍﷲُ ﺣﺰﻳﺰِ ﻢﻴﻜِ ﻢﻴﻜِ ﺣﺰﻳﺰِ ﻋﺍﷲُ ﻭ ﺍﷲِﻦ ﻣِﺎﻻﹰﻜﹶﻧ

Ini karena ketika tim kerja meminta dihadirkan dua orang saksi, Umar tidak bisa memenuhi, ketika Umar menyampaikan kepada setiap orang yang dikehendakinya, mereka menolak bahwa mereka telah mendengar kedua ungkapan tersebut dari Nabi Saw. Sehingga hal itu tidak bisa diterima tim pengumpulan alQur'an.101 Demikianlah ketelitian upaya yang dilakukan para sahabat terhadap alQur'an. Bukti lain dari kemutawâtiran ini adalah timbulnya ilmu qira'ât. Ilmu qirâ'at adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji perbedaanperbedaan bacaan alQur'an dari jalur imamimam mutawâtir dan bersumber dari Nabi Saw.102 Perbedaan bacaan tersebut disebabkan beberapa faktor, yaitu: pertama, mushaf-mushaf pertama yang berbeda, baik sebelum disatukan mushafmushaf pada zaman Utsmân maupun setelahnya. Kedua, tidak layaknya khat dan tulisantulisan alQur'an yang ketika itu tidak memiliki tandatanda baca yang jelas bahkan hurufhurufnya tidak bertitik. Ketiga, khat di kalangan arab masih sangat asing ketika itu.103 Lahirnya ilmu qirâ'at merupakan fakta bahwa bacaanbacaan alQur'an itu sangat mutawâtir, karena para imamimam yang menjadi rujukan bacaan tersebut memiliki jalur periwayatan bacaan mereka yang kuat sampai kepada Nabi, sehingga qira'at tersebut disebut qira'at sab'ah. mereka itu seperti: Imam Hafs bin Amar bin Abd alAzîz (250 H.), Ibn Katsir (120 H.), Abu Amar alBasri (154 H.), Ibn Âmir alSya'mi, Warasy (197 H.), Nâfi alMadinî (169 H.), Qunbul (280 H.), Qâlûn (220 H.), alBizzî (240 H.), Mâlik bin  Amar bin Tamîm (154 H.), Abû Syu aib (202 H.).104 Bacaanbacaan dari imam imam ini telah ditetapkan sebagai bagian dari bacaanbacaan yang sahîh, karena telah terpenuhi beberapa syarat qirâ'at yang sahîh, yaitu: pertama, sanadnya sahîh, yaitu suatu bacaan alQur'an harus diterima dari guruguru yang jelas, tertib, tidak ada cacat dan bersambung sampai kepada Rasulullah Saw. Kedua, sesuai dengan khat/tulisan utsmâni. Ketiga, sesuai dengan tata bahasa arab.105 Tiga syarat ini kemudian menjadi barometer para ulama dalam menentukan qirâ'at alQur'an, sehingga

101 AlSuyûtî, al-Itqân, juz 2, h. 70. 102 Saîd bin Amar alDânî, al-Taisîr fi Qirâ'ât al-Sab', (Beirut: Dâr alKutub alArabi, 1984), cet. keII, h. 2. 103 M. Hadi Ma'rifat, Sejarah al-Qur'an, h. 213. 104 Saîd bin Amar, al-Taisîr fi Qirâ'ât al-Sab', h. 3. 105 AlZarqâni, Manâhil al-,Irfân, juz 1, h. 418. dirumuskan qirâ'at sab'ah dan atau ,asyrah. Qirâ'atqirâ'at lain banyak yang muncul, namun syaratsyarat tersebut menjadikan qirâ'at tersebut tidak diterima.

2. Menghafal alQur'an dapat meningkatkan kualitas pribadi dan masyarakat Islam. AlQur'an adalah kitab hidayah, sumber ilmu dan petunjuk manusia menuju keselamatan hidup dunia dan akhirat. Petunjukpetunjuk kehidupan dan kebahagiaan hidup adalah sumber diturunkannya alQur'an, sumber ini jika dimaksimalkan dalam diri seorang maka ia akan manjadi sebuah kekuatan untuk meraih citacita yang dituju, citacita itu adalah menuju kualitas pribadi yang optimal menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam alQur'an, Allah Swt. menyebutkan kemuliaan, keagungan, dan keadaan manusia di alam ini. Allah Swt. menegaskan bahwa:

ô‰)s 9s $! Ζu ø9“t Ρ&r öΝä3ö‹9s Î) $Y6≈Gt Å2 ÏŠÏù öΝä.ãø.ÏŒ ( ξŸ ùs &r χθš è=É)÷è?s ∩⊇⊃∪

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah Kitab yang di dalamnya terdapat sebabsebab kemuliaan bagimu, maka apakah kamu tidak memahaminya?" (Q.S. alAnbiyâ/21:10). ayat ini menunjukan bahwa alQur'an menyebutkan kemuliaan manusia,106 artinya dalam alQur'an banyak sekali penyebutan manusia sebagai makhluk hidup, penciptaan manusia, peraturan hidup, dan undangundang baik kepada Allah dan atau kepada alam. Karena itu, penutup terakhir ayat tersebut menyiratkan "afala ta'qilûn" mengapa kalian tidak berfikir, sebagai isyarat minimnya penggunaan akal sebagai potensi memahami kualitas alam ini. Dengan demikian alQur'an terkandung nilai nilai yang mencerdaskan kualitas umat Islam dari berbagai aspek keilmuan, sehingga mereka yang menggali hal tersebut secara intens, manusia akan menemukan puncak keilmuan yang tidak akan pernah bertepi. Menghafal alQur'an adalah langkah awal untuk mencapai halhal tersebut, karena orang yang menghafal akan sangat mudah mencerna makna, arti, kandungan serta seluruh petunjukpetunjuk dalam kehidupan, sehingga mereka dapat memahami

106 Menurut Fakhruddin alRâzi, ayat ini menunjukan keutamaan alQur'an pada manusia di dunia dan akhirat. Keutamaan tersebut ditunjukan dengan menyebutkan kemuliaan manusia dan wasiatwasiat alQur'an pada manusia untuk mewarisi hidup ini secara optimal. Kemuliaan ini dimaksudkan beberapa hal, pertama, menyebutkan kemuliaan dan wasiat hidup bagi manusia sebagaimana dalam surat alZukruf/43:44. kedua, peringatan kepada manusia apa yang harus diperbuat dan ayang harus dijauhi sebagaimana surat alDzariyât/51:55. Ketiga, menyebutkan ajaranajaran agam Islam apa yang harus dilakukan seorang dan yang harus ditinggalkan, sehingga mereka mendapat kemenangan di akhirat dengan syurga yang mengalir sungaisungai. Lihat alRâzî, Tafsir Mafâtih al- Ghaib, h. 3120. bagaimana harus mengatur kehidupan dan bergaul bersama orang lain. Para ulama selalu mengajarkan keutamaan ini kepada anakanaknya, bahkan menghafal alQur'an adalah materi pertama yang dipelajari sebelum ilmuilmu lain, seperti penuturan Walîd bin Muslim (195 h.) berkata: "Kami belajar dalam satu majelis dengan guru kami alAuzâ‘î (157 h.), ia berkata: "Wahai anakku apakah engkau telah menghafal اُُُُِْْ ِ " alQur'an, kalau berkata sudah, beliau menyuruh membaca ayat jika menjawab: belum, ia berkata: pergi dan hafalkan alQur'an sebelum 107," ْآُدَِوْاَ ... mempelajari ilmuilmu lain".108 Pentingnya menghafal di waktu kecil dapat meningkatkan kualitas otak anak, karena otak merupakan sumber berfikir, belajar dan kecerdasan kognitif untuk memahami ilmuilmu lain yang menjadi konsentrasinya di masa depan. Rasulullah menekankan keutamaan ini, beliau menegaskan bahwa: "Siapa yang mempelajari alQur'an di usia kecil, Allah akan mencampurkan dengan daging dan darahnya".109 Artinya seorang yang hafal diwaktu kecil, alQur'an akan membimbingnya, menyatu dengan darah dan dagingnya, hafalan tersebut akan sangat kuat tertanam dalam diri seorang di masa dewasa nanti, selain juga hafalan itu akan meningkatkan kecerdasan otak sebagai sebagai sumber ilmu yang digeluti di bidang lain. Selain itu, menghafal alQur'an mencerdaskan potensi indra belajar, seperti pendengaran, penglihatan, penciuman dan rasa atau disebut dengan multiple intelligence.110 Dalam kecerdasan pendengaran/auditorial, Allah menanamkan sumber belajar yang tinggi sebelum indraindra lain, karena manusia itu biasa mendengar untuk mendapat pelajaran sebelum melihat dan meneliti. Allah Swt. berfirman:

!ª #$ ρu Νä3_y t ÷z&r . ÏiΒ ÈβθäÜç/ öΝä3ÏF≈γy ¨Βé& ωŸ χθš ßϑ=n ÷è?s $\↔ø‹x© ≅Ÿ èy _y ρu ãΝä39s ìy ôϑ¡ 9#$ t ≈Á| ö/{F #$ ρu

107 Q.S. AlNisâ/4:11. 108 AlKhâtib alBaghdâdi, al-Jâmi, li Akhlâk al-Râwi wa Âdab al-Sâmi juz 1, (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1991), cet. ke1, h. 42. 109 A riBukhâl al-al, ,Kabîr-Târikh (Beirut al: FikrDâr .)th.t, , 1juz , h 94. Dan A. hmad bin , Baihaqiusein alH Baihaqiusein , al ,Imân-Syu,aib (Beirut al: alDâr IlmiyyahKutub h1410, .) , 2juz cet, Ike. h, . Al. 330 Al. Bukhari berkata: hadis tersebut terdapat seorang yang bernama Hukim bin Mu ammadh , dia ragu apakah itu Hukim bin Muhammad bin Qais bin Makhramah. Menurut Ibn Hajar ia Hukim bin Muhammad bin Qais berkualitas sadûq, tingkatan keenam. Lihat Ibn Hajar al Asqalânî , al-Taqrîb Tahzîb, (Beirut: Dâr alFikr, 1995), juz 1, cet. keI, h. 136. 110 Multiple intelligence pada dasarnya bakat kecerdasan beragam ini dimiliki setiap orang, karena mereka memiliki kecerdasa yang berbedabeda. Dalam arti manusia bukan hanya memiliki satu kecerdasan saja, tetapi setidaknya ada beragam kecerdasan yang dimiliki. Dan setiap kecerdasan ini, sama pentingnya dalam mencapai potensi seseorang sepenuhnya. Lihat Colin Rose, dkk, Super Accelerated Learning, (Bandung: Penerbita Jabal, 2007), cet. keI, h. 2021. οn ‰y Ï↔øù{F #$ ρu € öΝä3ª=èy 9s χρš ãä3ô±?s ∩∠∇∪

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Q.S. AlNahl/16:78).

Para penghafal alQur'an menggunakan potensi pertama kali untuk mendengar ayat ayat alQur'an yang akan dihafal oleh guru atau dari kasset, CD dan media lain. Untuk menajamkan indra pendengaran, juga biasa dilakukan dengan membaca alQur'an secara tartil dan bersuara, karena dengan mengeraskan suara berarti dia mendengar sendiri bacaan tersebut secara kontinyu dan berkelanjutan, sehingga pendengarannya akan optimal. Para ulama menyarankan orang yang ingin menghafal alQur'an harus membacanya dengan nyaring supaya ayatayat tersebut tercetak dalam memori dan terpusat di dalamnya. Abû Hilâl alAskari berkata: "Seharusnya seorang murid mengeraskan suaranya ketika mempelajari pelarajan, karena apa yang didengar telinga itu bisa lebih menancap di dalam hati. Oleh karena itu seorang lebih hafal dari apa yang didengar daripada apa yang dibaca. Jika yang dipelajari itu berkaitan dengan memperluas kefasihan, maka dengan mengeraskan suara, kefasihan akan bertambah".111

Orang yang menghafal alQur'an terbiasa membaca dengan tartil atau perlahanlahan, cara ini ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam kegiatan penyimpanan informasi dan pemanggilan kembali. Ablah Jawwad alHarsyi menuturkan bahwa: "Para ilmuwan menyatakan bahwa mendengarkan penggalan tulisan yang akan dihafal dengan cara bersajak bisa menjadi suplemen otak. Suplemen ini akan membantu meningkatkan kemampuan berfikir dan menambah kemampuan menerima informasiinformasi lain. Para ilmuan menuturkan bahwa otak kananlah bekerja optimal dalam pendengaran ini, katakata dalam bentuk sajak akan membentuk hubungan satu sama lain, sehingga menghafal dengan model ini akan mampu mengaktifkan selsel otak dan mempergiat bagiannya".112

Kecerdasan penglihatan juga dibangun dengan menghafal alQur'an, karena pentingnya indra penglihatan ini untuk membantu akal untuk memahami segala macam fenomena alam, kejadiankejadian dan yang paling utama adalah mengenal Allah Swt. AlQur'an memberikan banyak petunjuk memanfaatkan indra ini supaya bisa sampai kepada suatu petunjuk, antara lain diungkapkan dengan "afala tubsirûn", bahkan menyebutkan mata sebagai media penglihatan yaitu dalam surat al

111 Abû Hilâl alAskari, al-Jâmi, fi Hitsi ,ala hifi al-Ilmi, (Cairo: Dâr alKutub alIlmiyyah, 2003), h. 174. 112 Ablah Jawwad alHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, terjemah: M. Ali Saefuddin, (Jakarta: Hikmah, 2006), cet. keI, h. 168. Balad/90:8:

óΟ9s &r ≅èy øgΥw …ã&©! È÷Ζu øŠtã ∩∇∪

"Bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata"

Artinya alQur'an memberikan petunjuk untuk memanfaatkan indra ini agar manusia dapat mengoptimalkannya mencapai suatu hakikat yang dicari. Di selasela pendalaman seorang terhadap alQur'an, ia akan mencapai suatu petunjuk yang dapat meingkatkan kemapuan indra penglihatan ini. Dari sekedar padangan biasa menjadi pandangan hakikat/mendalam sehingga dapat mempergiat selsel otak dan menjadikan penglihatany bekerja secara aktif. Cara seperti ini dalam menghafal alQur'an selalu dilakukan, antara lain seorang yang menghafal bisa membuka mushaf untuk pertama membaca, mereka juga menggunakan mushaf untuk mengecek hafalan secara teliti dengan, adanya ayatayat mutasyabihât/samarsamar juga menekankan pentingnya penglihatan untuk selalu melihat mushaf secara teliti dan membandingkan dengan ayatayat lain yang samar. Aktifitas seperti ini adalah alngkah awal bagi penghafal melakukan penelitian secara terus menerus dalam menghafal, sehingga kecerdasan otaknya sangat baik. Menghafal alQur'an juga dapat meningkatkan kualitas umat Islam dari kebodohan, kemiskinan, dan tipu daya orangorang yang tidak suka Islam untuk menghancurkan umat agama ini dengan caracara yang halus, keras atau lainnya. Hal ini difahami bahwa setelah kualitas pribadi penghafal berkembang dan maju, maka mereka akan diberikan Allah Swt. sebuah keyakinan yang mantap, kesadaran, kepedulian dan tolong menolong pada agama mereka. AlQur'an menegaskan bahwa:

¨βÎ) #‹x ≈δy βt #u öà)ø9#$ “ωöκ‰u ÉL‾=Ï9 †š Ïφ ãΠθu ø%&r çŽÅe³;u ãƒρu t ÏΖÏΒ÷σßϑø9#$ t Ï%©!#$ βθt è=ϑy ÷èƒt ÏM≈sy Î=≈¢Á9#$

¨β&r öΝçλ;m #\ô_&r #ZŽÎ6.x ∩∪

"Sesungguhnya alQur'an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orangorang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar" (Q.S. alIsrâ/17:9).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa alQur'an memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira kepada orangorang yang mengerjakan amal salih mereka akan mendapat pahala yang besar, salah satu amal tersebut adalah menghafal alQur'an, sehingga kualitas pribadi secara kolektif dan masyarakat akan terbangun, kepedulian mereka terhadap ajaranajaran agama akan semakin meningkat dan yang terpenting adalah nilainilai akidah secara kolektif benarbenar tertanam untuk mewujudkan masyakat yang tayyibah dan rabbun gafûr, atau juga masyarakat madani yang sesuai dengan petunjukpetunjuk alQur'an dan sunnahsunnah Rasulullah Saw. Suatu masyarakat yang peduli pada tahfîz alQur'an, pada hakikatnya mereka melaksanakan sunnah Rasulullah Saw. dan salafussalih. Sunnahsunnah yang dilahirkan dari proses tahfîz ini antara lain memasyarakatkan tilawah alQur'an, memanjangkan alQur'an dalam salat, menghidupkan masjid, menjauhkan halhal yang kurang bermafaat, qiyâmullail dengan alQur'an, dan lainlain. Dalam salat Rasul menekankan bahwa "Sesungguhnya seorang khatib yang panjang salatnya dan pendek khutbahnya adalah tanda pemahamannya terhadap agama".113 Di sisi lain, Rasulullah selalu mencontohkan solatsolat qiyamullail dengan membaca bacaan yang panjang dan lama. Beliau biasa membaca surat alBaqarah, Ali Imran dan alNisa dalam satu raka'at, padahal suratsurat tersebut panjangpanjang. Dengan demikian keutamaan ini sangat penting untuk membangun sebuah masyarakat yang di cita citakan alQur'an dan mengikuti sunnahsunnah Rasulullah Saw. yang diabaikan generasi setelahnya.

E. Keutamaan Menghafal alQur'an Menghafal alQur'an adalah sebaikbaiknya ibadah kepada Allah, karena orang yang menghafal alQur'an berarti dia membaca, dan merenungkan kalam Allah dengan lisan dan pikirannya. Orang yang menjaga kalam Allah maka dia akan mendapatkan balasan yang sangat besar sekali. Dalam alQur'an, Allah menyertakan orangorang yang membaca kitab sucinya dengan orang yang mengerjakan salat dan menginfakkan sebagian hartanya mereka akan mendapatkan sebuah perniagaan yang tidak akan merugi. Sebagaimana dilukiskan dalam surat Fâtir/35:32 yaitu:

§ΝèO $Ζu øO‘u ÷ρ&r =| ≈Gt Å3ø9#$ t Ï%©!#$ $Ζu øŠx Üs ô¹#$ ôÏΒ $Ρt ÏŠ$7t Ïã ( óΟßγ÷ΨÏϑsù ÒΟÏ9$ßs ÏÅ¡øΖu Ïj9 Νåκ÷]ÏΒρu Ó‰ÅÁFt ø)•Β

öΝåκ÷]ÏΒρu ,7 Î/$™y ÏN≡Žu ö‚y ø9$Î/ ÈβøŒÎ*Î/ !« #$ 4 š Ï9≡Œs θu èδ ã≅ôÒx ø9#$ 玍Î7x6ø9#$ ∩⊂⊄∪

113 Hadîts diriwayatkan alHâkim, alBaihaqî, Ibn Khuzaimah dan alTabrâni. Menurut al Hakim hadis ini sahih menurut syarat alBukhâri dan Muslim. Lihat Abû Abdillah alHâkim, al- Mustadrak ,ala Sahihain, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, 1990), juz 3, cet. keI, h. 444. Al Baihaqi, Syuab alImân, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, 1410), juz 4, h. 255. Ibn Khuzaimah, Sahîh Ibn Khuzaimah, (Beirut: alMaktab alIslami, 1070), juz 3, h. 51 dan Abû alQâsim alTabrâni, al-Mujam al-Kabîr, (alMausil, alMaktab alUlûm wa alHikam, 1983), juz. 9, h. 298. “Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orangorang yang kami pilih di antara hambahamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. karena besarnya keutamaan ini, Rasul menegaskan bahwa mereka adalah keluarga Allah yang ada di muka bumi ini, Rasulullah Saw. bersabda:

ﺇِﻥﱠ ﻟِﻠﱠﻪِ ﺃﹶﻫﻠِﲔ ﻣِﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱِ، ﻓﹶﻘِﻴﻞﹶ ﻣﻦ ﺃﹶﻫﻞﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻣِﻨﻬﻢ؟ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﻫﻞﹸ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻫﻢ ﺃﹶﻫﻞﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭﺧﺎﺻﺘﻪ.

"Sesungguhnya Allah memiliki keluarga diantara makluknya", maka Rasulullah ditanya, "Siapakah mereka?. Rasul menjawab: "Ahli alQur'an adalah keluarga Allah dan orang yang istimewa di sisiNya".114

Keutamaan menghafal alQur'an hemat penulis dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, pertama, keutamaan membaca alQur'an. Kedua, keutamaan ahli alQur'an. Dan ketiga, keutamaan menjaga hafalan alQur'an. Keutamaankeutamaan ini adalah satu kesatuan yang saling melengkapi bagi bagi ahli alQur'an untuk menjadi orang yang istimewa di sisi Allah Swt., karena mereka yang menghafal alQur'an sangat terkait dengan tiga hal pokok itu. Pertama, keutamaan membaca alQur'an. Menghafal alQur'an berarti memba canya, baik dengan ghaib/tidak melihat mushaf, samarsamar, maupun bi al-nazar/ melihat mushaf. Membaca alQur'an yang baik yaitu dengan tartîl dan disertai tadabbur, seorang yang membaca dengan hafalan dan mampu membacanya dengan tartîl dan tadabbur maka itu adalah yang terbaik, namun jika tidak, maka yang utama dengan melihat mushaf sehingga dapat sambil mentadabburinya.115 Berikut hadis hadis tentang keutamaan ini. Pertama, alQur'an memberikan syafa'at kepada para pembacanya. Rasulullah saw. bersabda: ﻰﺃﹶﺑِﻋﻦ ﺃﹸﻣﺎﻣﺔﹶ ﺍﻟﹾﺒﺎﻫِﻠِﻲ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺳﻤِﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻗﹾﺮﺀُﻭﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻓﹶﺈِﻧـﻪ

ﻳﺄﹾﺗِﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﺷﻔِﻴﻌﺎ ﻟِﺄﹶﺻﺤﺎﺑِﻪِ.

114 Ha dis as îh h riwayat A, madh Nasâian, , Ibn Mâjah dan al Dârimi . ALihat hmad bin anbalH , Musnad Ahmad bin ,anbalH h,3juz .127. Abû Abd al Ra alh Nasâimân S, al ,Nasâi-unan (Beirut : Libanon, 1991), juz. 5, cet. keI, h. 17. Abû Abdillâh alQazwinî, Sunan Ibn Mâjah, (Beirut: Dâr al Fikr, t.th.), juz 1, h. 78, dan alDârimi, Sunan al-Dârimi, (Cairo: Dâr alRayyân, 1987), juz 2, cet. keI, h. 433. h. 433. 115 AlSuyûtî, al-Itqân juz 1, h. 316. "Dari Abû Umâmah alBâhili berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah alQur'an, karena ia pada hari kiamat nanti akan datang untuk memberikan syafa'at kepada para pembacanya".116

Membaca alQur'an merupakan sebaikbaiknya ibadah yang dilakukan seorang kepada Allah Swt, Dia akan memberikan pahala yang berlipat kepada pembacanya, Rasulullah Saw. bersabda: ﻣﻦ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﺣﺮﻓﹰﺎ ﻣِﻦ ﻛِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﺑِﻪِ ﺣﺴﻨﺔﹲ ﻭﺍﻟﹾﺤﺴﻨﺔﹸ ﺑِﻌﺸﺮِ ﺃﹶﻣﺜﹶﺎﻟِﻬﺎ ﻟﹶﺎ ﺃﹶﻗﹸﻮﻝﹸ ﺍﱂ ﺣﺮﻑ ﻭﻟﹶﻜِﻦ

ﺃﹶﻟِﻒ ﺣﺮﻑ ﻭﻟﹶﺎﻡ ﺣﺮﻑ ﻭﻣِﻴﻢ ﺣﺮﻑ

"Siapa yang membaca satu huruf dari kitabullah, maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif-lam-mim satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.117

Kedua: Orang yang membaca alQur'an akan bersama dan dilindungi malaikat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadîts: ﻣﺜﹶﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻳﻘﹾﺮﺃﹸ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﻫﻮ ﺣﺎﻓِﻆﹲ ﻟﹶﻪ ﻣﻊ ﺍﻟﺴﻔﹶﺮﺓِ ﺍﻟﹾﻜِﺮﺍﻡِ ﺍﻟﹾﺒﺮﺭﺓِ ﻭﻣﺜﹶﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻳﻘﹾﺮﺃﹸ ﻭﻫﻮ ﻳﺘﻌﺎﻫﺪﻩ

.ﻭﻫﻮ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﺷﺪِﻳﺪ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﺃﹶﺟﺮﺍﻥِ

"Perumpamaan orang yang membaca alQur'an dan dia menghafalnya, ia akan bersama malaikat yang menjadi utusan yang mulia lagi suci. Sedangkan orang yang membaca alQur'an tetapi ia terbatabata kesulitan ia akan mendapat dua pahala".118

ﻣﺎ ﻣِﻦ ﺭﺟﻞٍ ﻳﺄﹾﻭِﻯ ﺇِﻟﹶﻰ ﻓِﺮﺍﺷِﻪِ ﻓﹶﻴﻘﹾﺮﺃﹸ ﺳﻮﺭﺓﹰ ﻣِﻦ ﻛِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻋﺰ ﻭﺟﻞﱠ ﺇِﻻﱠ ﺑﻌﺚﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞﱠ ﺇِﻟﹶﻴﻪِ ﻭﺟﻞﱠ ﻋﺰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺑﻌﺚﹶ ﺇِﻻﱠ ﻭﺟﻞﱠ ﻋﺰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻛِﺘﺎﺏِ ﻣِﻦ ﺳﻮﺭﺓﹰ ﻓﹶﻴﻘﹾﺮﺃﹸ ﻓِﺮﺍﺷِﻪِ ﺇِﻟﹶﻰ ﻳﺄﹾﻭِﻯ ﺭﺟﻞٍ ﻣِﻦ ﻣﺎ

ﻣﻠﹶﻜﺎﹰ ﻳﺤﻔﹶﻈﹸﻪ ﻣِﻦ ﻛﹸﻞﱢ ﺷﻰﺀٍ ﻳﺆﺫِﻳﻪِ ﺣﺘﻰ ﻳﻬﺐ ﻣﺘﻰ ﻫﺐ . ﻫﺐ ﻣﺘﻰ ﻳﻬﺐ ﺣﺘﻰ ﻳﺆﺫِﻳﻪِ ﺷﻰﺀٍ ﻛﹸﻞﱢ ﻣِﻦ ﻳﺤﻔﹶﻈﹸﻪ ﻣﻠﹶﻜﺎﹰ

"Tidaklah seorang yang berniat tidur di kasurnya kemudain membaca surat dari alQur'an, Allah akan mengutus malaikat yang menjaganya dari setiap sesuatu, ia akan pergi sampai ia pergi. (H.R. Ahmad dan alTirmidzi).119

116 Hadis sahîh, riwayat Muslim. Lihat Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 241. 117 Hadis diriwayatkan al dan alîTirmidz îDârim al, Tirmidzî :berkata hadis ini hasan as îh h. Lihat alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 4, h. 247 dan alDârimi, Sunan al-Dârimi, juz 2, h. 429. 118 Muttafaq 'Alaih. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 267, dan Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 219. 119 Hadis da,îf, diriwayatkan oleh Ahmad, alTirmidzî, alNasâî dan alBaihaqî. Al Tirmidzî berkata: “Kami tidak mengetahui hadis ini kecuali dari jalur ini, nama asli alJarîrî adalah Saîd bin Iyyâsy Abû Masûd alJarîrî, sedangkan Abû al‘Alâ: Yazîd bin Abdullâh bin al Syakhîr”. Hadîts ini da,if karena terdapat perawi yang mubhâm antara Syidâd bin Aus (perawi hadis) dengan Abû Masûd alJarîrî. Abû Masûd alJarîrî menurut ulama tsiqqah, namun tiga tahun menjelang wafatnya hafalan berubah, namun hal itu tidak fâhisyah. Menurut Ibn Sa'ad, ia adalah: tsiqqah insyâllah, namun hafalannya berubah diakhir umur. Lihat Ibn Hajar alAsqalânî, Tahdzîb al- Tahdzîb, (Beirut: Dâr alFikr, 1984), juz 4, cet. keI, h. 6, Musnad Ahmad, juz 4, h. 125, alTirmidzî,

Ketiga, Bacaan alQur'an mendatangkan rahmat dan ketenteraman. Rasulullah Saw. bersabda: ﻣﺎ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﻗﹶﻮﻡ ﻓِﻲ ﺑﻴﺖٍ ﻣِﻦ ﺑﻴﻮﺕِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺗﻌﺎﻟﹶﻰ ﻳﺘﻠﹸﻮﻥﹶ ﻛِﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﱠ ﻪِ ﻭﻳﺘﺪﺍﺭﺳﻮﻧﻪ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺇِﻟﱠـﺎ ﻧﺰﻟﹶـﺖ

ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﺍﻟﺴﻜِﻴﻨﺔﹸ ﻭﻏﹶﺸِﻴﺘﻬﻢ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔﹸ ﻭﺣﻔﱠﺘﻬﻢ ﺍﻟﹾﻤﻠﹶﺎﺋِﻜﹶﺔﹸ ﻭﺫﹶﻛﹶﺮﻫﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻓِﻴﻤﻦ ﻋِﻨﺪﻩ .

"Tidak ada orangorang yang berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca dan mempelajari alQur'an, kecuali mereka akan memperoleh ketentraman, diliputi rahmat, dikitari para malaikat dan nama mereka disebutsebut oleh Allah dikalangan malaikat".120

Keempat, sibuk membaca alQur'an mendatangkan anugerah Allah Swt. Rasulullah Saw. bersabda: ﻣﻦ ﺷﻐﻠﹶﻪ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹸ ﻭﺫِﻛﹾﺮِﻱ ﻋﻦ ﻣﺴﺄﹶﻟﹶﺘِﻲ ﺃﹶﻋﻄﹶﻴﺘﻪ ﺃﹶﻓﹾﻀﻞﹶ ﻣﺎ ﺃﹸﻋﻄِﻲ ﺍﻟﺴﺎﺋِﻠِﲔ ﻭﻓﹶﻀﻞﹸ ﻛﹶﻠﹶﺎﻡِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻋﻠﹶﻰ

ﺳﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﹾﻜﹶﻠﹶﺎﻡِ ﻛﹶﻔﹶﻀﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻋﻠﹶﻰ ﺧﻠﹾﻘِﻪِ .

"Siapa yang selalu sibuk membaca alQur'an dan dzikir kepadaKu, sehingga ia tidak sempat memohon apaapa kepadaKu, maka ia akan aku beri anugerah yang paling baik, yang diberikan kepada orang yang memohon kepadaku, dan keutamaan kalam Allah atas kalam lain seperti keutamaan Allah kepada makhluknya".121

Kelima, hadiah bagi orangtua yang anaknya membaca dan mengamalkan alQur'an. Rasulullah Saw. bersabda: ﻣﻦ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﻋﻤِﻞﹶ ﺑِﻤﺎ ﻓِﻴﻪِ ﺃﹸﻟﹾﺒِﺲ ﻭﺍﻟِﺪﺍﻩ ﺗﺎﺟﺎ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﺿﻮﺅﻩ ﺃﹶﺣﺴﻦ ﻣِﻦ ﺿﻮﺀِ ﺍﻟـﺸﻤﺲِ

ﻓِﻰ ﺑﻴﻮﺕِ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻟﹶﻮ ﻛﹶﺎﻧﺖ ﻓِﻴﻜﹸﻢ ﻓﹶﻤﺎ ﻇﹶﻨﻜﹸﻢ ﺑِﺎﻟﱠﺬِﻯ ﻋﻤِﻞﹶ ﺑِﻬﺬﹶﺍ . .

Sunan al-Tirmidzî, juz 5, h. 476, alNasâ'i, Sunan al-Nasâ'i, juz 6, h. 203, dan alBaihaqi, Syu,aib al- Imân, juz 2, h. 352. 120 Hadîts sahîh, diriwayatkan oleh Muslim, Abû Dâud, alTirmidzî, Ibn Mâjah dan Ahmad. Lihat Muslim, Sahîh Muslim, juz 4, h. 212, Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 1, h. 544, alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 5, h. 195, Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, juz 1, h. 82 dan Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal juz 2, h. 252. 121 Hadîts da,îf, diriwayatkan alTirmidzî, alDârimi dan alBaihaqî. AlTirmidzî berkata: hadîts ini hasan gharib. Lihat alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 5, h. 256, alDârimî, Sunan al- Dârimî, juz 2, h. 532 dan alBaihaqî, Syu,âb al-Imân, juz 1, h. 513. Hadîts ini da,îf karena terdapat Muhammad bin alHasan alHamdâni, ulama sepakat tentang kedaîfan beliau. Menurut alDzahabî beliau wahin jiddan (lemah sekali), menurut Ibn Hibbân: beliau munkar al-hadîts, beliau banyak meriwayatkan dari guruguru yang tsiqqah. Ibn Hibban mengkategorikan perawi yang al-majrûh/cacat dalam kitabnya. Lihat alDzahabi, Siyâr al-A,lâm al-Nubalâ, (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1993), juz 9, cet. keVII, h. 304, Muhammad Ibn Hibbân, al-Majrûhîn min al-Muhadditsîn wa al-Du,afâ wa al-Matrûkîn, (Cairo: Dâr alKutub alMisriyyah, t.th.), juz 2, h. 276. "Siapa yang membaca alQur'an dan mengamalkan isinya, maka kedua orangtuanya pada hari kiamat nanti Allah akan memakaikan mahkota. Cahaya mahkota itu lebh bagus daripada sinar matahari di dunia. Kalau demikian halnya, maka pahala apakah gerangan yang dianugerahkan kepada yang mengamalkan al Qur'an itu sendiri".122

Keenam, orang yang membaca alQur'an ibarat minyak wangi, baunya dimanamana. Rasulullah Saw. bersabda: ﺗﻌﻠﱠﻤﻮﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﺍﻗﹾﺮﺀُﻭﻩ ﻭﺍﺭﻗﹸﺪﻭﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻣﺜﹶﻞﹶ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻭﻣﻦ ﺗﻌﻠﱠﻤﻪ ﻓﹶﻘﹶﺎﻡ ﺑِﻪِ ﻛﹶﻤﺜﹶﻞِ ﺟِـﺮﺍﺏٍ ﻣﺤـﺸﻮ

ﻣِﺴﻜﹰﺎ ﻳﻔﹸﻮﺡ ﺭِﳛﻪ ﻛﹸﻞﱠ ﻣﻜﹶﺎﻥٍ ﻭﻣﺜﹶﻞﹸ ﻣﻦ ﺗﻌﻠﱠﻤﻪ ﻓﹶﺮﻗﹶﺪ ﻭﻫﻮ ﻓِﻲ ﺟﻮﻓِﻪِ ﻛﹶﻤﺜﹶﻞِ ﺟِﺮﺍﺏٍ ﺃﹸﻭﻛِﻲ ﻋﻠﹶﻰ ﻣِﺴﻚٍ .

"Pelajarilah alQur'an dan bacalah serta tidurlah kalian. Sebab perumpamaan alQur'an dan orang yang mempelajarinya kemudian ia mau membacanya, ibarat sebuah bejana yang berisi minyak wangi baunya selalu semerbak dimanamana. Sedangkan perumpamaan orang yang mempelajarinya tetapi tidur saja, alQur'an hanya di dadanya saja; maka hal itu ibarat bejana yang berisi minyak wangi tetapi tutupnya diikat rapatrapat".123

Ketujuh, membaca alQur'an adalah ibadah yang paling utama. Rasulullah Saw. bersabda: ﻋِﻞﹸﻀﻓﹾﺃﹶ ﺃﹸﺓِﺎﺩﺒ ﻗِﺘِﻣ ﺍﻟﹾﺓﹸﺍﺀَﺮﻲ ﺮﻘﹸ ﺁﻥ ﺮﻘﹸ ﺍﻟﹾﺓﹸﺍﺀَﺮﻲ ﻗِﺘِﻣ ﺃﹸﺓِﺎﺩﺒ ﻋِﻞﹸﻀﻓﹾﺃﹶ

"Yang paling utama dari ibadah umatku adalah membaca alQur'an".124

122 Hadîst da,îf, diriwayatkan oleh Abû Dâud, Ahmad, alBaihaqî, Abû Ya'lâ alMausili. Lihat Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 2, h. 70, Ahmad, Musnad Ahmad, juz 2, h. 440, alBaihaqî, Syu,ab al-Imân, juz 2, h. 329, Abû Ya'la alMausilî, Musnad Abî Ya'la, (Dimasq, Dâr alMa'mûn, 1984), cet. keI, juz, 3, h. 65. dalam hadîts ini terdapat seorang perawi yang da,îf yaitu Zabân bin Fâid. Menurut Ibn Hajar, Zaban da‘îf hadisnya namun beliau ahli ibadah dan bagus akhlaknya. Dalam tingkatan perawi, beliau tingkatan yang keenam. Selain itu, Zabân jika menerima hadîts dari Sahal bin Muâdz alJuhani juga da,îf. Lihat Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, (Beirut, Dâr alFikr, 1995), juz 1, h. 178. 123 Hadîts hasan, diriwayatkan alTirmidzi, Ibn Majah dan alBaihaqi. Lihat alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî juz 45, h. 234, Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, juz 1, h. 78 dan alBaihaqi, Syu,âb al- Imân, juz 2, h. 554. Hadîts ini terdapat Abû Saîd alMaqbûri, menurut ulama beliau berkualitas layyin al-hadîts/kurang hafalannya. Dengan demikian hadis ini berkualitas hasan. Namun menurut alBâni hadis ini da,îf. Lihat Ibn Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 4, h. 93. Bandingkan Muhammad Nashiruddîn alAlbânî, Sahîh wa Da,îf Sunan Ibn Mâjah, (Makkah: Maktabah alIslamiyyah, t.th.), juz. 1, h. 289. 124 Hadîts da,îf, diriwayatkan alBaihaqî, alQadâ'î dalam Musnad al-Syihâb. Lihat al Baihaqî, alSyu‘ab al-Imân, juz 2, h. 354 dan Abû Abdillâh alQadâ'î, Musnad al-Syihâb, (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1986), juz. 2, cet. keII, h. 286. Menurut alSuyûti hadis ini da‘îf, diriwayatkan oleh Hujjiyah bin ‘Adi dari alNu‘man bin Basyîr. Ibn Hajar mengatakan Hujjiyah bin ‘Addi; Majhûl tingkatan ketiga. Lihat Jalaluddîn alSuyûtî, al-Jâmi‘ al-Sagîr, (Beirut, Dâr alFikr, 1981), juz 1, h. 195, dan Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, h. 191. Kedua, yaitu keutamaan orangorang yang menghafal alQur'an. Orang yang menghafal alQur'an memiliki keistimewaan. Profesi ini sangat mulia dan agung, seorang yang diberikan keistimewaan menghafal alQur'an seyogyanya tidak menjadikan alQur'an sebagai mata pencarian hidupnya, atau ingin mencari popularitas dan kenikmatan dunia.125 Berikut hadishadis tentang keutamaan keutamaan mereka. Pertama, tingkatan syurga yang tertinggi bagi para penghafal al Qur'an. Rasulullah Saw. bersabda: ﻳﻘﹶﺎﻝﹸ ﻟِﺼﺎﺣِﺐِ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﺍﻗﹾﺮﺃﹾ ﻭﺍﺭﺗﻖِ ﻭﺭﺗﻞﹾ ﻛﹶﻤﺎ ﻛﹸﻨﺖ ﺗﺮﺗﻞﹸ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻣﻨﺰِﻟﹶﻚ ﻋِﻨـﺪ ﺁﺧِـﺮِ ﺁﻳـﺔٍ

.ﺗﻘﹾﺮﺅﻫﺎ

"Di akhirat nanti kepada ahli alQur'an akan diperintahkan, "Bacalah dan naiklah ke syurga. Dan bacalah alQur'an dengan tartil seperti engkau membaca dengan tartil di dunia. Sebab tempat tinggalmu di syurga adalah berdasarkan ayat yang paling akhir yang engkau baca.126

Dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw juga menegaskan bahwa:

ﺩﺩﺪﻋ ﺍﻟﹾﺝِﺭ ﻋﻨﺠ ﺁﻱِﺩﺪﺔ ﺍﻟﹾ ﻓﹶﺮﻘﹸ ﺩﻦﻤﺁﻥ ، ﺍﻟﹾﻞﹶﺧ ﻣِﻨﺠ ﺃﹶﻦﺔ ﺍﻟﹾﻞِﻫ ﻓﹶﺁﻥِﺮﻘﹸ ﻓﹶﺲﻴﻠﹶ ﺩﻪﻗﹶﻮ ﺟﺭ ﺔ .

"Jumlah tingkatantingkatan syurga itu sama dengan jumlah ayat alQur'an, maka tingkatan syurga yang dimasuki para ahli alQur'an itu adalah tingkatan yang paling atas, dimana tidak ada tingkatan lagi setelahnya.127

Kedua, menghormati penghafal alQur'an berarti mengagungkan Allah Swt. Rasulullah Saw. bersabda: ﺇِﻥﱠ ﻣِﻦ ﺇِﺟﻠﹶﺎﻝِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻛﹾﺮﺍﻡ ﺫِﻱ ﺍﻟﺸﻴﺒﺔِ ﺍﻟﹾﻤﺴﻠِﻢِ ﻭﺣﺎﻣِﻞِ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻏﹶﻴﺮِ ﺍﻟﹾﻐﺎﻟِﻲ ﻓِ ﻴﻪِ ﻭﺍﻟﹾﺠﺎﻓِﻲ ﻋﻨﻪ ﻭﺇِﻛﹾﺮﺍﻡ

ﺫِﻱ ﺍﻟﺴﻠﹾﻄﹶﺎﻥِ ﺍﻟﹾﻤﻘﹾﺴِﻂِ

"Diantara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati orang islam yang lanjut usia, menghormati orang yang hafal alQur'an yang tidak berlebihlebihan

125 Yahyâ bin Syaraf alNawâwi, al-Tibyân fî âdâb hamalah al-Qur'an, (Jaddah, Maktabah al Harâmain, t.th.), h. 26. 126 Hadîts hasan sahîh, diriwayatkan oleh Abû Dâud, alTirmidzî dan Ahmad. AlTirmidzî berkata: hadis ini hasan sahîh. Lihat Abû Dâud Sunan Abû Dâud, juz 2, h. 153, Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 2, h. 192, dan alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 4, h. 250. 127 Hadîts hasan diriwayatkan alBaihaqi. Lihat alBaihaqi Syu‘ab al-Iman, juz 5, h. 10. Menurut alHâkim hadis ini sahîh, namun matan hadîts ini tidak ditulis kecuali dari jalur ini, ia merupakan hadis syawâdz. Sedangkan menurut alSuyûtî hadîts ini hasan. Lihat alSuyûti, al-Jâmi' al- Sâghir, juz 2, h. 151. dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan alQur'an tidak diamalkan, serta menghormati penguasa yang adil.128

Ketiga, penghafal alQur'an tidak akan mendapat siksa di hari kiamat nanti. Rasulullah Saw. bersabda: ﺍﻗﹾﺮﺀُﻭﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﻻﹶ ﻳﻐﺮﻧﻜﹸﻢ ﻫﺬِﻩِ ﺍﻟﹾﻤﺍﻟﹾﻤﺼﺎﺣِﻒ ﻓﹶﻌﻠﱠﻘﹶﺔ ، ﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻻﹶ ﻳﻌﺬﱢﺏ ﻗﹶﻠﹾﺒﺎﹰ ﻭﻋﻰ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ.

"Bacalah alQur'an dan janganlah kalian tertipu dengan mushaf yang menggantung ini, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa hati orang yang hafal alQur'an.129

Keempat, penghafal alQur'an adalah lebih berhak menjadi Imam shalat. Rasulullah Saw. bersabda: ﻳﺆﻡ ﺍﻟﹾﻘﹶﻮﻡ ﺃﹶﻗﹾﺮﺅﻫﻢ ﻟِﻜِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭﺃﹶﻗﹾﺪﻣﻬﻢ ﻗِﺮﺍﺀَﺓﹰ .

"Yang mengimami salat suatu kaum hendaknya yang paling pandai membaca alQur'an dan paling pertama bacaannya dihadapan Rasul.130

Kelima, penghafal alQur'an dapat memberikan syafa'at pada sepuluh keluarganya. Rasulullah Saw. bersabda: ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ ﻭﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹸ ﻳﺸﻔﹶﻌﺎﻥِ ﻟِﻠﹾﻌﺒﺪِ ﻳﻮﻡ ،ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ ﺃﹶﻯ ﺭﺏ ﻣﻨﻌﺘﻪ ﺍﻟﻄﱠﻌﺎﻡ ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕِ ﻬﺎﺭِﺑِﺎﻟﻨ ﻬﺎﺭِﺑِﺎﻟﻨ ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕِ ﺍﻟﻄﱠﻌﺎﻡ ﻣﻨﻌﺘﻪ ﺭﺏ ﺃﹶﻯ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ،ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﻳﻮﻡ ﻟِﻠﹾﻌﺒﺪِ ﻳﺸﻔﹶﻌﺎﻥِ ﻭﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹸ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ

ﻓﹶﺸﻔﱢﻌﻨِﻰ ﻓِﻴﻪِ ﻭﻳﻘﹸﻮﻝﹸ، ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹸ ﻣﻨﻌﺘﻪ ﺍﻟﻨﻮﻡ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻴﻞِ ﻓﹶﺸﻔﱢﻌﻨِﻰ ﻓِﻴﻪِ. ﻓِﻴﻪِ ﻓﹶﺸﻔﱢﻌﻨِﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻴﻞِ ﺍﻟﻨﻮﻡ ﻣﻨﻌﺘﻪ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹸ ﻭﻳﻘﹸﻮﻝﹸ، ﻓِﻴﻪِ ﻓﹶﺸﻔﱢﻌﻨِﻰ

"Puasa dan alQur'an dapat memberikan syafa'at pada seseorang di hari kiamat. Puasa akan berkata: wahai Tuhanku aku telah mencegahnya dari makanan dan syahwatsyahwat di siang hari, maka syafatkanlah aku. AlQur'an berkata: aku telah mencegahnya tidur di malam hari maka berilah aku syafa‘at".131

128 Hadîts hasan, diriwayatkan Abû Dâud, alBaihaqâ. Lihat Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 4, h. 261. AlBaihaqî, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, (Makkah: Maktabah Dâr alBâz, 1994), juz 8, h. 164. hadis ini terdapat Abû Kinânah alQurasyî, menurut Ibn Hajar: majhûl al-hâl. Selain itu terdapat perawi yang bernama Abdullâh bin Himrân. Menurut Ibn Hajar: sadûq wa yukhti qalilan, (kadang kadang salah hafalannya), tingkatan kesembilan. Lihat Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, juz 1, h. 487. 129 Hadîts hasan, diriwayatkan alDârimî dan Ibn Abi Syaibah. Lihat 'Abd alRahmân al Dârimi, Sunan al-Dârimi juz 2, (Cairo: Dâr alRayyan, 1987), cet. 1, h. 524, dan Ibn Abî Syaibah, Musannaf ibn Abî Syaibah, (Riyâd: Maktabah alRusyd, 1409 H.), juz 13, h. 358. Menurut alSuyûti hadîts ini hasan diriwayatkan Tamâm dari Abû Umâmah. Lihat alSuyûti, al-Jâmi' al-Sâghir, juz 1, h. 200. 130 Hadîts sahîh, diriwayatkan Muslim, alTirmidzi, Abu Dâud dan Ahmad. Lihat Muslim, Sahîh Muslim, juz 1, h. 465, alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 1, h. 459, Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 1, h. 159 dan Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 4, h. 118. 131 Hadîts da,îf, diriwayatkan oleh Ahmad, alHâkim, dan Ibn Mubârak. AlHakim berkata: hadis ini sahîh menurut syarat Muslim, tetapi tidak diriwayatkan dalam sahîhain, lihat Ahmad, Musnad Ahmad juz 2, h. 174, Abû ‘Abdillâh alHâkim, Mustadrâk ‘ala Sahîhain juz 2, (Beirut: Dâr alkutub al ‘Ilmiyyah, 1990), cet. ke1, h. 219 dan Ibn Mubârak, Musnad ,Abdullâh bin Mubârak, (Beirut: Dâr al Dalam riwayat lain juga dijelaskan bahwa:

ﻣﻦ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﺍﺳﺘﻈﹾﻬﺮﻩ ﻓﹶﺄﹶﺣﻞﱠ ﺣﻼﹶﻟﹶﻪ ﻭﺣﺮﻡ ﺣﺮﺍﻣﻪ ﺃﹶﺩﺧﻠﹶﻪ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺑِﻪِ ﺍﻟﹾﺠﻨﺔﹶ ﻭﺷﻔﱠﻌﻪ ﻓِﻰ ﻋﺸﺮﺓٍ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ﻋﺸﺮﺓٍ ﻓِﻰ ﻭﺷﻔﱠﻌﻪ ﺍﻟﹾﺠﻨﺔﹶ ﺑِﻪِ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺃﹶﺩﺧﻠﹶﻪ ﺣﺮﺍﻣﻪ ﻭﺣﺮﻡ ﺣﻼﹶﻟﹶﻪ ﻓﹶﺄﹶﺣﻞﱠ ﻭﺍﺳﺘﻈﹾﻬﺮﻩ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﻣﻦ

ﺃﹶﻫﻞِ ﺑﻴﺘِﻪِ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﻭﺟﺒﺖ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﻨﺎﺭ . ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻟﹶﻪ ﻭﺟﺒﺖ ﻛﹸﻠﱡﻬﻢ ﺑﻴﺘِﻪِ ﺃﹶﻫﻞِ

"Siapa yang membaca alQur'an dan menghafalnya, kemudian menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, maka Allah akan memasukkan ke syurga dan memberikan syafa‘at pada sepuluh orang keluarganya yang berhak masuk neraka".132

Keenam, penghafal alQur'an lebih diutamakan sampai meninggal. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw. kepada sahabatnya yang gugur dalam perang uhud, yaitu: ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺮﺟﻠﹶﻴﻦِ ﻣِﻦ ﻗﹶﺘﻠﹶﻰ ﺃﹸﺣﺪٍ ﻓِﻲ ﺛﹶﻮﺏٍ ﻭﺍﺣِﺪٍ ﺛﹸﻢ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺃﹶﻳﻬﻢ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ ﺃﹶﺧﺬﹰﺍ ﻟِﻠﹾﻘﹸـﺮﺁﻥِ ﻓﹶـﺈِﺫﹶﺍ

ﺃﹸﺷِﲑ ﻟﹶﻪ ﺇِﻟﹶﻰ ﺃﹶﺣﺪِﻫِﻤﺎ ﻗﹶﺪﻣﻪ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﱠﺤﺪِ ﻭﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﻧﺎ ﺷﻬِﻴﺪ ﻋﻠﹶﻰ ﻫﺆﻟﹶﺎﺀِ ﻭﺃﹶﻣﺮ ﺑِﺪﻓﹾﻨِﻬِﻢ ﺑِﺪِﻣ ﺎﺋِﻬِﻢ ﻭﻟﹶﻢ ﻳﺼﻞﱢ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ

.ﻭﻟﹶﻢ ﻳﻐﺴﻠﹾﻬﻢ

"Menyatukan dua orang dari orangorang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad, kemudian Beliau bersabda: "Siapakah diantara mereka yang paling hafal alQur'an?", jika ditunjukan kepada salah satunya, maka Beliau mendahulukan menguburnya keliang lahad, sambil berkata: aku adalah saksi atas mereka semua, kemudian Beliau menyuruh sahabatnya untuk mengubur mereka dengan darahdarahnya, dan mereka tidak dishalatkan dan juga tidak dimandikan".133

Sedangkan ketiga adalah keutamaan menjaga hafalan alQur'an. Menjaga hafalan alQur'an merupakan sebuah kewajiban bagi seorang yang menghafal, karena alQur'an bisa hilang jika tidak diulangi. Begitupun seorang yang sudah hafal al Qur'an potensi hilangnya sangat cepat sekali, lebih cepat dari seekor unta yang diikat dalam cancangnya. Orang yang tidak memelihara hafalan dengan berbagai macam

Fikr, t.th.), juz 1, h. 99. Setelah diteliti terdapat beberapa rawi yang lemah, yaitu Hayyi bin Abdillâh, Ibn Lahiah dan Mûsâ bin Dâud. Menurut Ibn Hajar, Hayyi bin Abdillâh: sadûq, yahim. Menurut al Bukhâri: fîhî nazr (hadisnya diteliti), bahkan menurut alRâzi hadishadisnya munkar. Sedangkan Ibn Lahi'ah: sadûq, hadishadisnya suka tertukar setelah kitabny terbakar. Sedangkan Musa bin Dâud: saduq, ahli ibadah. Lihat Ibn Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 2, h. 207, dan Abî Hâtim alRâzi, al-Jarh wa al-Ta'dîl, (Beirut: Dâr Ihyâ alTurats al Arabi, t.th.), juz 3, h. 271. Kami tidak mengetahui sumber perkataan alHâkim yang mengatakan hadis ini sahîh. 132 Hadîts da,îf, diriwayatkan alTirmidzi dan Ahmad. AlTirmidzi berkata hadis gharîb diriwayatkan dari satu jalur, dan sanadnya tidak sahîh, karena hafs bin Sulaimân da‘îf dalam periwayatan hadis. Lihat alTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 5, h. 171. juga Ahmad, Musnad Ahmad juz 3, h. 287. 133 Hadîts sahîh, diriwayatkan alBukhâri, Abû Dâud, dan alTirmidzî. Lihat alBukhâri Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 450, Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 3, h. 501, alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 3, h. 354. kesibukan, hal itu tidak dibenarkan karena sama saja dia menduakan alQur'an dengan urusan yang kurang penting.134 Sehingga, sekali lagi penghafal alQur'an memiliki kewajiban untuk menjaga hafalannya. Berikut hadîtshadîts tentang hal ini. Pertama, Hafalan alQur'an itu mudah hilang. Rasulullah Saw. bersabda: ﺗﻌﺎﻫﺪﻭﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻓﹶﻮﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻧﻔﹾﺴِﻲ ﺑِﻴﺪِﻩِ ﻟﹶﻬﻮ ﺃﹶﺷﺪ ﺗﻔﹶﻠﱡﺘﺎ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﺈِﺑِﻞِ ﻓِﻲ ﻋﻘﹸﻠِﻬﺎ .

"Peliharalah hafalan alQur'an itu, sebab demi dzat yang menguasai jiwa Muhammad, alQur'an itu lebih cepat terlepas daripada unta yang terikat dalam ikatannya".135

Dalam riwayat lain, beliau menjelaskan pentingnya memelihara hafalan, yaitu;

ﺇِﻧﻤﺎ ﻣﺜﹶﻞﹸ ﺻﺎﺣِﺐِ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻛﹶﻤﺜﹶﻞِ ﺻﺎﺣِﺐِ ﺍﻟﹾﺈِﺑِﻞِ ﺍﻟﹾﻤﻌﻘﱠﻠﹶﺔِ ﺇِﻥﹾ ﻋﺎﻫﺪ ﻋﻠﹶﻴﻬﺎ ﺃﹶﻣﺴﻜﹶﻬﺎ ﻭﺇِﻥﹾ ﺃﹶﻃﹾﻠﹶﻘﹶﻬﺎ ﺫﹶﻫﺒﺖ . "Orang yang hafal alQur'an itu tidak ubahnya pemilik unta yang diikat. Apabila ia mau menjaga unta itu ia dapat memegangnya dan apabila unta itu dibiarkan terlepas ia juga pergi".136

Kedua, larangan berkata; "Saya lupa alQur'an". Rasulullah Saw. bersabda: ﺑِﺌﹾﺲ ﻣﺎ ﻟِﺄﹶ ﺣﺪِﻫِﻢ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻘﹸﻮﻝﹶ ﻧﺴِﻴﺖ ﺁﻳﺔﹶ ﻛﹶﻴﺖ ﻭﻛﹶﻴﺖ ﺑﻞﹾ ﻧﺴﻲ ﻭﺍﺳﺘﺬﹾﻛِﺮﻭﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻓﹶﺈِﻧـﻪ ﺃﹶﺷـﺪ

ﺗﻔﹶﺼﻴﺎ ﻣِﻦ ﺻﺪﻭﺭِ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝِ ﻣِﻦ ﺍﻟﻨﻌﻢِ .

"Sangat tidak baik apabila ada seorang berkata: Saya lupa ayat ini ayat itu, tetapi hendaknya ia berkata: "Saya dilupakan". Dan ingatlah kembali hafalan al Qur'an itu, karena ia akan mudah terlepas dari dada orang yang menghafalnya daripada hewan yang digembala".137

Ketiga, melupakan hafalan alQur'an adalah dosa besar. Rasulullah Saw. bersabda: ﻋﺮِﺿﺖ ﻋﻠﹶﻲ ﺃﹸﺟﻮﺭ ﺃﹸﻣﺘِﻲ ﺣﺘﻰ ﺍﻟﹾﻘﹶﺬﹶﺍﺓﹸ ﻳﺨﺮِﺟﻬﺎ ﺍﻟﺮﺟﻞﹸ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﻤﺴﺠِﺪِ ﻭﻋﺮِﺿﺖ ﻋﻠﹶـﻲ ﺫﹸﻧـﻮﺏ

ﺃﹸﻣﺘِﻲ ﻓﹶﻠﹶﻢ ﺃﹶﺭ ﺫﹶﻧﺒﺎ ﺃﹶﻋﻈﹶﻢ ﻣِﻦ ﺳﻮﺭﺓٍ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﺃﹶﻭ ﺁﻳﺔٍ ﺃﹸﻭﺗِﻴﻬﺎ ﺭﺟﻞﹲ ﺛﹸﻢ ﻧﺴِﻴﻬﺎ .

134 AlNawâwi, al-Tibyân fî Âdâb Hamalat al-Qur'ân, h. 2728. 135 Muttafaq ,alaih. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 3, h. 233 dan Muslim, Sahîh Muslim, juz 1, h. 317. 136 Muttafaq ,alaih. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 3, h. 233 dan Muslim, Sahîh Muslim, juz 1, h. 316. 137 Hadis sahîh, diriwayatkan alBukhârî dan alTirmidzî. Lihat alBukhâri, Shahîh al- Bukhâri, juz 3, h. 233 dan alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 4, h. 263. "Semua pahala umatku diperlihatkan kepadaku, sampai kotoran orang yang membuang kotoran (debu) dari dalam masjid. Dan semua dosadosa umatku juga diperlihatkan kepadaku. Maka aku tidak melihat dosa yang paling besar, daripada dosa orang yang hafal surat atau ayat alQur'an kemudian dia melupakannya".138

Hadîtshadîts keutamaan memelihara hafalan alQur'an sangat penting bagi penghafal, karena memang persoalan dalam menghafal alQur'an yang terberat adalah menjaga atau memelihara hafalan tersebut sampai akhir kehidupan.139 Karena itu takrîr/mengulangi hafalan merupakan kewajiban dan pekerjaan yang tidak boleh ditinggalkan bagi penghafal alQur'an. Adapun ancaman Rasulullah saw. bahwa orang yang melupakan hafalan alQur'an termasuk dosa besar dalam hadis ketiga ini menurut para ulama hadis tersebut da,if, karena itu tidak dapat dijadikan hujjah.140 Namun Badruddin alAini ketika menjelaskan hadîts ini mengatakan bahwa: "Bagaimana mungkin kita bisa mengatakan dosa ini (melupakan hafalan al Qur'an) termasuk dosa besar, padahal dalam hadîts sahîh Rasulullah menegaskan bahwa dosa besar itua adalah "engkau menjadikan tandingan Allah Swt., padahal Allah yang menciptakanMu, membunuh anak kerena takut fakir, zina dengan istri tetangga". Kalau kita menganggap ini sebagai dosa, maka ia dihubungkan dengan dosadosa tersebut, karena setiap dosa di dibawahnya terdapat dosa lagi, sehingga hal tersebut dengan melihat bahwa dibawah dosadosa itu masih terdapat dosadosa besar lain. Seperti kufur adalah dosa yang paling besar, karena tidak ada dosa yang lebih tinggi darinya, dosadosa yang di bawahnya tingkatannya masih dibawah kufur. Karena itu, hal ini sesuai dengan kondisi, pribadi seorang dan waktunya".141

Jika dijelaskan dengan hadîtshadits di atas, maka hal itu sangat jelas sekali menunjukan larangan seorang penghafal untuk berkata: "Aku lupa ayat ini dan ini", akan tetapi seharus ia berkata: "Aku dilupakan ayat ini dan ini". Sebagaimana dalam

138 Hadîts da,îf, diriwayatkan oleh Abû Dâud, alTirmidzî, alBaihaqi. Lihat Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 1, h. 126, alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî juz 4, h. 251 dan alBaihaqi, Sunan al- Baihaqi al-Kubrâ, juz 2, h. 440. dalam hadis ini terdapat perawi yang lemah, yaitu: alMutallib bin Abdullâh bin Hantab. Menurut ulama beliau banyak memursalkan hadîts kepada Nabi padahal beliau belum pernah bertemu dengannya, sehingga menurut Ibn Saad tidak dapat dijadikan Hujjah. Selain beliau, ada juga perawi yang lemah yaitu Abdul Majîd bin Abdul alAzîz bin Abî Rawâd, menurut Ibn Hajar: saduq, yukhtî. Dia termasuk kelompok murji'ah, dari tingkatan sembilan. Menurut Ibn Hibbân: Matrûk al-Hadîts. Lihat Yahyâ bin Syaraf alNawâwî, Tahdzîb al-Asmâ wa al-Lughât, (Beirut: Dâr alFikr, t.th.), juz 1, h. 629, juga Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, juz 1, h. 612. 139 Menurut Muhaimin Zen, ada beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya hafalan seorang, yang paling sering yaitu karena ayatayat yang sudah dihafal lupa lagi. Faktor ini disebabakan intensitas takrir kurang disebabkan kesibukan dan aktifitasaktifitas lain. Lihat Muhaimin Zein, Tata Cara/Problem atika menghafal al-Qur'an, (Jakarta: alHusna, 1985), h. 39. 140 Menurut alBukhari hadis ini lemah, karena alMutthallib bin Abdullah bin Hantab tidak pernah mendengar hadishadis dari salah seorang sahabatpun, bahkan hadîts ini asing baginya. Ali al Madînî menganggap munkar riwayat alMuthallib mendengar hadishadis dari sahabat Nabi. tidak Badruddin alAini, Syarah Sunan Abî Dâud, (Riyâd: Maktabah alRusyd, 1999), cet. keI, juz 2, h. 367.

141 alAini, Syarah Sunan Abî Dâud, h. 369. Dan tidak adalah yang melupakan Aku" أَْوَ إَِِِْ اّ أََْ أَنْن َآُذْ firman Allah untuk menceritakannya kecuali syaitan".142 Lupa yang dilarang dalam ayat ini adalah karena perbuatan melupakan/meninggalkan ayatayat yang telah dihafal, artinya intensitas takrîr yang kurang sementara hafalan tidak begitu lancar, sehingga hafalan alQur'an menjadi hilang, sedangkan aktifitas harian juga semakin menumpuk. Adapun lemahnya hafalan disebabkan faktor internal dan kemampuan yang kurang, maka hal itu tidak apaapa, karena ia sudah berusaha mengulangi hafalannya. ,mereka melupakan Allah) َُا اَ َََُِْ Dalam alQur'an Allah menegaskan bahwa maka Allahpun melupakan mereka),143 artinya mereka meninggalkan keta'atan kepada Allah Swt., mereka meninggalkan perintah Allah dan melakuakan larangan larangannya, maka Allah Swt. menjauhkan mereka dari rahmat dan kasih sayang Nya.144 Dengan demikian yang dimaksud dosa besar di sini adalah dosa seorang yang menghafal alQur'an karena meninggalkan hafalan alQur'an disebabkan faktorfaktor internal dan eksternal pribadinya. Pada pembahasan selanjutnya akan dijelaskan kajiankajian ,ulûm alQur'an yang berkaitan tentang tahfîz, karena kajiankajian ini sangat penting untuk mendukung teoriteori metode menghafal alQur'an di bab keempat nanti dan sebagai pembahasan lanjutan dari bab kedua ini.

BAB III

KAJIAN ‘ULÛM AL-QUR'AN TENTANG TAHFÎZ

F. Cara Rasulullah Saw. dan Sahâbat menghafal alQur'an

142 Q.S. alKahfî/18:63. 143 Q.S. alTaubah/9:67. 144 Muhammad bin Abd alBâqi bin Yûsuf alZarqânî, Syarh al-Zarqâni ,ala Muwatta bin Mâlik, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, 1411), juz 2, h. 11. Rasulullah Saw. dan sahâbatnya sangat antusias menghafal alQur'an, tidak ada hal yang paling utama dalam kehidupan mereka kecuali alQur'an. Hal ini dapat diketahui dari cara beliau menghafal ketika suatu ayat akan turun. Ketika suatu ayat diturunkan, beliau sangat sangat bergegas menghafalnya dan mengulanginya sampai hafal, karena beliau khawatir jika lupa atau keliru membacanya. Sikap inilah dilarang Allah Swt. sebagaimana dilukiskan dalam surat alQiyâmah/75:1619 “lâ tuharrik bihi lisânaka lita,jala bih, innâ ,alaina jam,ahu wa qur’ânah, faidza qara’nâhu fattabi, qur’ânah, tsumma innâ ,alaina bayânah” (“janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) alQur'an karena hendak cepatcepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah membacakan (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, ikutilah bacaannya itu").145 maksudnya Rasulullah dilarang Allah Swt. menirukan bacaan Jibril as. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril selesai membacanya, agar dapat Nabi menghafal dan memahami betulbetul ayat yang diturunkan.146 Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Tâhâ/20 ayat 114 yaitu "wala ta'jal bi al-qur'ani min qabli an tuqdâ 'ilaika wahyuh..." ("dan janganlah engkau tergesagesa membaca alQur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu"). Ibn ‘Abbâs ra. berkata: "ketika Jibril menyampaikan wahyu kepada Rasul, beliau menggerakgerakkan lisan dan bibirnya dengan maksud menghafalnya, Jibril melarang itu dan mengajarkan cara yang baik, yaitu: jika kami selesai membaca, ikutilah bacaan itu, nanti Kami akan menjelaskan pula. Maka ketika Jibril datang, beliau diam dan mendengarkan bacaan Jibril, ketika pergi, beliau membacanya sebagaimana dijanjikan Allah Swt”.147 Dalam menjelaskan hadis ini Ibn Hajar berkata: "menyegerakan perbuatan baik adalah perintah Allah, namun Rasulullah diingatkan akan sesuatu yang lebih mulia dari itu, yaitu mendengarkan bacaan wahyu yang akan turun dan memahami kandungannya. Karena menyibukkan diri dengan menghafal, kadang menghalangi proses transfer wahyu. Allah Swt. mengingatkan Rasulnya untuk tidak cepatcepat menghafal alQur’an, karena Dia menjamin dan menanggung hafalan itu kepadanya".148

145 Ibn Hajar alAsqalâni, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri juz 8, (Qâhirah, Dâr al Taqwa, 2000), h. 524. 146 Footnot no. 947, lihat al-Qur'an dan Terjemahnya, (Madinah, Majma‘ Khâdim al Haramain, t.t) h. 489, ditashîh 26 Maret 1990. 147 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t), h. 7. 148 Ibn Hajar, Fath al-Bâri juz 8, h. 548. Allah Swt. menjaga hati Rasulnya dengan alQur'an dan menghilangkan beban berat dalam menghafal, sehingga Rasul Saw. tidak mungkin lupa atas apa yang diwahyukan. Allah Swt. berfirman dalam surat alA‘lâ/87:6 "sanuqriuka falâ tansâ" ("Kami akan membacakan (alQur'an) kepadamu, maka kamu tidak akan lupa"). Walaupun Allah Swt. telah menanggung pemeliharaan alQur'an, namun Nabi Saw. selalu bersemangat memelihara hafalannya di setiap waktu dan kesempatan baik ketika berdiri, berjalan, tidur, berbaring, berwudu atau hadats, kecuali kondisi janâbah. Ini beliau lakukan karena alQur'an itu cepat hilang jika tidak diulangulang. Beliau sering memberikan perhatian hal ini sebagaimana sabdanya.149 Beberapa faktor yang mendorong Rasulullah menjaga hafalannya, yaitu: pertama: karena beliau adalah penerima wahyu dari Allah Swt. dan diberikan kewajiban untuk menyampaikannya secara sempurna. Kedua, karena Rasulullah sangat mencintai alQur'an dibandingkan yang lainnya. Ketiga, Rasulullah sangat khawatir jika melupakan alQur'an. Dan keempat, beliau ingin menguatkan hafalan al Qur'an dengan cara menjaga bacaannya.150 Karena kegigihan ini, beliau adalah orang pertama yang mendapat gelar sayyid al-huffâz dan atau awal al-jumma‘ karena kesungguhannya mengulangi alQur'an setiap waktu.151 Sedangkan faktor yang mendorong sahabat menghafal alQur'an menurut M. Quraish Shihab ada beberapa hal, yaitu: pertama, masyarakat arab adalah kaum ummi yang tidak mengenal baca tulis, karena itu salah satu andalan mereka adalah hafalan. Kedua, masyarakat arab dikenal sebagai masyarakat yang sederhana dan bersahaja. Kesedarhanaan ini menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan. Ketiga, masyarakat arab sangat gandrung lagi membanggakan kesustraan, mereka bahkan melakukan perlombaanperlombaan dalam bidang ini. Keempat, alQur'an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orangorang mukmin tapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokohtokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi sembunyi berupaya mendengarkan bacaan alQur'an yang

149 Rasulullah Saw. bersabda: ﺗﻌﺎﻫﺪﻭﺍ ﻫﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻓﹶﻮﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻧﻔﹾﺲ ﻣﺤﻤﺪٍ ﺑِﻴﺪِﻩِ ﻟﹶﻬﻮ ﺃﹶﺷﺪ ﺗﻔﹶﻠﱡﺘﺎ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﺈِﺑِﻞِ ﻓِﻲ ﻋﻘﹸﻠِﻬﺎ "Peliharalah hafalan alQur'an itu, sebaba demi dzat yang menguasai jiwaku, alQur'an itu lebih cepat terlepas dari unta yang terikat dalam ikatannya". Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 233, dan Muslim bin alHajjaj, Sahîh Muslim juz 1, (Semarang: Toha Putra, t.t), h. 317 150 Muhammad Syar'î Abû Zaid, Jam‘u al-Qur'an fî Marâhilihi al-Târikhiyyah min 'Âsri al- Nabawi ilâ ‘Asri al-Hadîts, (Tesis, S2 Fakultas Syari'ah Universitas Kuwait, 1419 h.), h. 21. 151 Subhi Sâlîh, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur'an, (Beirut: Dâr alIlm, 1977), cet. ke9, h. 65. dibaca kaum muslimin. Kaum muslimin disamping mengagumi keindahan bahasa al Qur'an juga menggumi kandungannya serta meyakini sebagai petunjuk yang akan membawa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kelima, alQur'an dan Rasul menganjurkan kepada kaum muslimin untuk membaca dan mempelajari alQur'an. Keenam, ayatayat alQur'an berdialog kepada mereka, mengomentari keadaan dan peristiwaperistiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaanpertanyaan mereka, disamping itu ayat alQur'an turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses penghafalannya. Ketujuh, dalam al Qur'an demikian pula hadishadis Nabi ditemukan petunjukpetunjuk yang mendorong sahabat untuk bersikap teliti dan hatihati dalam menyampaikan berita lebihlebih kalau perintah itu adalah firman Allah dan sabda Rasulnya.152 Dengan demikian perhatian sahabat terhadap alQur'an tinggi sekali, apalagi yang menyuruh mereka Allah dan Rasulnya. Sehingga menghafal alQur'an bagi mereka merupakan perintah suci sekaligus ibadah yang sangat tinggi nilainya, karena dengan demikian mereka menjaga terpeliharanya agama Islam sampai hari kiamat. Berikut akan dikemukakan beberapa hal tentang bagaimana Rasul dan sahabatnya dalam menghafal dan menjaga hafalannya. 1. Rasulullah Saw. selalu mengulangi hafalannya dalam salat dan terlebih dalam sunnah qiyâmullail. Pada awalnya, Allah Swt. menurunkan perintah salat hanya dua waktu yaitu di pagi dan sore, sebagaimana surat Ghâfir/40:55 yaitu "wasabbih bihamdi rabbika bi al-‘asyii wa al-ibkâr". Maqâtil bin Sulaiman berkata: "Allah mewajibkan salat dua rakaat pada pagi dan petang hari pada awal Islam".153 Sedangkan salat qiyâmullail merupakan kewajiban bagi Nabi Saw. untuk menguatkan dakwahnya. Allah Swt. berfirman dalam surat alMuzammil/73:14.154 Salat yang dilakukan Rasul memang cukup lama, terutama dalam berdiri membaca alQur'an. Riwayatriwayat yang sahîh menyebutkan bahwa beliau biasa membaca suratsurat yang panjang dalam salat subuh. Dalam sahîh alBukhâri diriwayatkan bahwa Rasulullah biasa membaca

152 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung, Mizan, 1999), cet. 19. h. 2324. 153 Safiyurrahmân alMubarakfuri, Sirah Nabawiyah. Terjemah: Kathur Suhardi (Jakarta, al Kautsar, 1997), cet. ke21, h. 105. 154 Allah Swt. berfirman: ﻳﺎ ﺃﹶﻳﻬﺎ ،ﺍﻟﹾﻤﺰﻣﻞﹸ ﻗﹸﻢِ ﺍﻟﻠﱠﻴﻞﹶ ﺇِﻟﱠﺎ ﻗﹶﻠِﻴﻠﹰﺎ ، ﻧِﺼﻔﹶﻪ ﺃﹶﻭِ ﺍﻧﻘﹸﺺ ﻣِﻨﻪ ﻗﹶﻠِﻴﻠﹰﺎ ﺃﹶﻭ، ﺯِﺩ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺭﺗﻞِ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁَﻥﹶ ﺗﺮﺗِﻴﻞ "Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah alQur'an perlahanlahan." enampuluh sampai seratus ayat setiap salah subuh.155 Menurut Ummu Salamah beliau membaca surat alTûr,156 dalam riwayat lain beliau membaca surat alMu'minûn, ketika disebutkan kisah nabi Musa dan Harun as. beliau memegang tongkatnya kemudian ruku'.157 Pada hari jum'at beliau membaca surat alSajdah dan alInsân.158 Dalam salat jum'at beliau juga biasa membaca surat alJumuah dan al Munâfiqûn.159 Para sahabat mengikuti tradisi ini untuk menjaga hafalan alQur'annya. Seperti ‘Umar bin Khattab, ia biasa membaca seratus duapuluh ayat dalam surat al Baqarah dan surat yang dibawah seratus ayat pada salat subuh.160 AlAhnaf membaca surat alKahfi dalam raka'at pertama dan Yûnus atau Yûsuf di rakaat kedua. Sedangkan Ibn Mas'ûd membaca empat puluh ayat surat alAnfâl dan rakat kedua membaca surat yang pendek darinya.161 Dengan demikian cara Rasul dan sahabatnya menjaga hafalan alQur'an adalah dalam salat, yaitu memanjangkan berdiri disetiap raka'at. Adapun salat qiyâmullail yang dilakukan Rasul menghabisi waktu cukup lama, dalam satu raka'at beliau biasa membaca surat alBaqarah, Ali Imrân serta al Nisâ. Sebagaimana riwayat Muslim, Hudzaifah berkata: "Aku salat bersama Rasullah pada suatu malam, beliau membaca surat alBaqarah", aku berkata: mungkin beliau hanya membaca 100 ayat. Kemudian berlalu, beliau melanjutkan sampai akhir surat dan melanjutkan ke surat alNisâ kemudian surat Ali Imrân tanpa berhenti. Jika melewati ayatayat tasbîh, beliau bertasbih, jika membaca ayatayat do'a beliau berdo'a, dan jika melewati ayatayat siksa beliau berlindung. Kemudian rukû‘ yang panjangnya seperti berdiri, beliau berdiri/i'tidal yang panjangnya menyerupai rukunya, begitupun sujudnya".162 Dalam riwayat Abû Dâud dari sahâbat ‘Auf bin Mâlik alAsyja'î berkata: "Saya salat malam dibelakang Rasulullah Saw., kemudian beliau membaca surat alBaqarah, jika melewati ayat rahmat beliau berhenti dan berdo'a, dan jika melewati ayat adzab beliau berhenti dan memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku‘ yang panjangnya seperti berdirinya, sambil membaca do'a "subhâna dzi al-jabarût wa al-malakût wa al-kibriyâ wa al-‘azamah", kemudian

155 AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 300. 156 AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 300. 157 AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 302. 158 AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 346. 159 Muslim, Sahîh Muslim juz 2, h. 16. 160 AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 302. 161 AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 302. 162 Muslim, Sahîh Muslim juz 4, h. 172. beliau sujud dan membaca do'a tadi yang panjangnya seperti berdirinya. Kemudian beliau berdiri di raka'at kedua membaca surat Ali Imrân, kemudian surat selanjutnya dan selanjutnya.163 Salat dan bacaan yang lama ini tidak lain karena beliau ingin menjadi hamba yang bersyukur yaitu yang dicontoh umatnya walaupun harus berdiri lama dan bengkak kedua kakinya. Dengan demikian beliau biasa membaca minimal lima juz dan atau lebih dari itu dalam satu malam untuk mengulangi hafalannya. 2. Mudârasah alQur'an yang dilakukan Jibril as. kepada Rasulullah Saw. Mudârasah berasal dari kata darrasayudarrisu sama dengan kata ‘allama- yu‘allimu artinya memberikan pelajaran.164 Tadarrus mengikuti wazan tafa`ul dari kata al-dars yaitu saling memberikan pelajaran, alQardawi mendefinisikan dengan salah satu pihak atau beberapa pihak mengajukan pertanyaan, dan pihak lainnya menjawab pertanyaan, pihak ketiga mengkaji lebih lanjut, dan pihak selanjunya berusaha mengoreksi atau melengkapi.165 Tadarus alQur’an diartikan dengan berusaha mengetahui lafazlafaz dan redaksi, pemahaman dan maknanya, serta ibrah yang dikandungnya, serta hukumhukum dan etika yang diajarkannya. Sedangkan Mudârasah yaitu saling memberikan pelajaran antara guru dengan murid, pengajaran alQur'an yang dilakukan jibril yaitu membacakan dan menjelaskan ayatayat yang akan diturunkan kepada Nabi, sedangkan pengajaran Nabi yaitu membacakan ulang ayatayat yang disampaikannya Jibril as. Hal ini dilakukan di bulan suci Ramadan, Jibril selalu datang kepada Rasulullah setiap tahunnya. Biasanya beliau menghatam kan sekali, sebagaimana riwayat Ibn ‘Abbâs.166 Namun menjelang akhir usianya, Nabi Saw. menyetorkan hafalannya sampai dua kali dihadapkan Jibril, sebagaimana

163 Abû Dâud alSijistâni, Sunan Abû Dâud juz 3, (Indonesia, Maktabah Dahlan, t.t), h. 38. 164 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta, Multi Karya Grafika, t.t), cet. ke4, h. 890. 165 Yusuf alQardawi, Menghafal al-Qur'an, artikel diakses pada 14 Juni 2006 dari situs http://www.dakwah.info.html. 166 Ibn Abbâs berkata: ﺍﻟﻨﺎﻥﹶﻛﹶ ﺻﻲﺒِ ﻋﻠﹼ ﻭﻴﻠﹶﻰ ﺍﷲ ﺃﹶﺳﻪ ﺍﻟﻨﺩﻮﺟﻠﻢ ﻭﻴﺨﺎﻟﹾﺎﺱ ﺑِ ﻣﺩﻮﺟﺃﹶﺮ ، ﻓِﻮﻜﹸﺎ ﻳ ﺷﻥ ﺭﺮِﻬﻲ ﻷﻥﱠﻀﻣ ﺟِﺎﻥ ؛ ﻛﹶﻳﺮِﺒ ﻳﺎﻥﹶﻞ ﻓِﺎﻩﻘﹶﻠﹾ ﻟﹶﻞﹼﻲ ﻛﹸ ﻓِﺔٍﻠﹶﻴ ﻲ ﻓِﺔٍﻠﹶﻴ ﻟﹶﻞﹼﻲ ﻛﹸ ﻓِﺎﻩﻘﹶﻠﹾ ﻳﺎﻥﹶﻞ ﻛﹶﻳﺮِﺒ ﺟِﺎﻥ ؛ ﻷﻥﱠﻀﻣ ﺭﺮِﻬﻲ ﺷﻥ ﻓِﻮﻜﹸﺎ ﻳ ﻣﺩﻮﺟﺃﹶﺮ ، ﻭﻴﺨﺎﻟﹾﺎﺱ ﺑِ ﺍﻟﻨﺩﻮﺟﻠﻢ ﺃﹶﺳﻪ ﻭﻴﻠﹶﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﹼ ﺻﻲﺒِ ﺍﻟﻨﺎﻥﹶﻛﹶ ﺭﺮِﻬﺷ ﺣﻀﻣ ﻳﺘﺎﻥ ﻋﻠِﺴﻨﻰ ﺭﻪِﻴﻠﹶﺦ ، ﻳﻌﺮِﺽ ﻮﺳ ﻝﹸ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥﹶ ، ﻓﹶ ﻟﹶﺫﹶﺈِ ﺟِﻪﻴﻘِﺍ ﻛﹶﻳﺮِﺒ ﺃﹶﺎﻥﹶﻞ ﺑِﺩﻮﺟ ﻣِﺮِﻴﺨﺎﻟﹾ ﺍﳌﹸﻦ ﺍﻟﺮ .ﺔﻠﹶﺳﺮﻳﺢ "Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, kedermawanan yang paling tinggi beliau lakukan di bulan Ramadan, karena Jibril menemuinya di setiap malam bulan Ramadan sampai berlalu, Rasulullah menyetorkan (hafalan) alQur'an kepada Jibril, maka setelah bertemu Jibril, beliau adalah orang yang paling dermawan dari al-rîh al-mursalah". Al-rîh al-mursalah adalah ungkapan kiasan, yaitu "angin yang terbang", maksudnya kedermawanan Rasul bagaikan angin yang terbang. Beliau memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan bagaikan angin yang begitu cepat. Pendapat lain mengatakan beliau memberikan sesuatu tanpa pikirpikiir panjang dan pertimbangan. Ibn Hajar mengatakan, al-rîh disini yaitu rîh al- rahmah/angin rahmat yang Allah turunkan sebagai sebab diturunkan hujan pada tahun itu, sehingga tanah yang gersang menjadi hidup kembali. Lihat alBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 2074, dan Ibn Hajar, Fath al-Bâri juz 6, h. 160. riwayat Âisyah ra.167 dan Ibn Abbâs ra.168 Dengan mudârasah ini, hafalan Rasulullah selalu terjaga dan terbimbing wahyu, sehingga dengan sendirinya al Qur’an begitu melekat dalam diri beliau. Mudârasah alQur'an yang dilakukan Jibril kepada Rasul Saw. merupakan wujud janji Allah Swt. dalam menjaga hafalan al Qur'an kepada Rasulnya, kerena merupakan kewajiban beliau menyampaikan al Qur'an kepada sahâbatnya dan mengoreksi bacaan mereka. Jika sahabat keliru dan salah membaca, maka Rasul adalah yang pertama kali mengoreksi dan membenarkan mereka.

3. Pengajaran alQur'an yang dilakukan Rasulullah Saw. kepada sahâbat. Di Makkah, Rasulullah memiliki tempat pengajaran alQur'an yaitu di Dâr al- Arqâm yang terletak di kaki bukit Safâ dekat masjid alHaram, tempat ini milik sahabat alArqam bin Abû Arqam. Pengajian alQur'an masih sembunyisembunyi dan Rasul biasa menyampaikan wahyu yang turun kepada mereka dan membacakan dihadapan mereka.169 Di Madinah, Rasulullah memiliki banyak tempat pengajian, ada yang disebut Dâr al-Qurra' (rumah para pembaca alQur'an) yaitu rumah milik Makrimah bin Naufal. Rumah ini adalah tempat tinggal sekaligus tempat belajar al Qur'an. Ada juga yang disebut kuttab170 yang biasanya dipakai sebagai pendidikan

167 Aisyah ra. Menceritakan: ﺟِﺃﺳﺮ ﺇﱄﱠ ﺍﻟﻨﱯ ﺃﻥﹼ ﻳﻞﹶﻳﺮِﺒ ﺑِﺎﺭِﻌ ﻛﹸﺮﻘﹸﺎﻟﹾﺿﲏ ﺳﺁﻥ ﻭﻨﻞﱠ ﻋﺃﻧﻪﺔ ، ﺍﻟﹾﻨِﺿﺎﺭ ﻣﺎﻡﻌﻲ ﻭﻴﺗﺮ ﺃﹸﺭﻻﹶﻦ ، ﺣﺍﻩ ﺇِ ﺃﹶﺮﻀﻻﹼ ﻠِﺟ .ﻲ

"Rasulullah Saw. bergegas menujuku dan berkata: "Jibril menyetorkan alQur'an setiap tahun, dan beliau menyetorkan hafalannya tahun ini dua kali, dan aku tidak melihatnya kembali kecuali setelah tiba ajalku". Lihat AlBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 20732074. 168 Ibn ‘Abbâs ra. berkata: ﻋﺎﻥﹶﻛﹶ ﻳﻌﺮﺽ ﺍﻟﻨﻠﹶ ﺻﺒِﻰ ﺍﷲُﻠﹼﻲ ﻋﻰ ﻭﻪِﻴﻠﹶ ﺍﻟﻘﹸﻠﱠﺳ ﻛﹸﺁﻥﹶﺮﻢ ﻋﻞﱠ ﻣﺎﻡٍ ﻓﹶﺮ ﻋﺮﻌﺓﹰ ، ﻣﻪِﻴﻠﹶﺽ ﻓِﻴﺗﺮ ﺍﻟﹾﻦ ﺍﻟﺬﱢﻌﻲ ﻗﹸﺎﻡ ﻭﺒِﻱ ﻳﺎﻥﹶﻛﹶﺾ ، ﻛﹸﻒﻜِﺘﻌ ﻞﱠ ﻛﹸﻒﻜِﺘﻌ ﻳﺎﻥﹶﻛﹶﺾ ، ﻭﺒِﻱ ﻗﹸﺎﻡ ﺍﻟﺬﱢﻌﻲ ﺍﻟﹾﻦ ﻓِﻴﺗﺮ ﻣﻪِﻴﻠﹶﺽ ﻋﺮﻌﺓﹰ ، ﻓﹶﺮ ﻣﺎﻡٍ ﻋﻞﱠ ﻛﹸﺁﻥﹶﺮﻢ ﺍﻟﻘﹸﻠﱠﺳ ﻭﻪِﻴﻠﹶ ﻋﻰ ﺍﷲُﻠﹼﻲ ﺻﺒِﻰ ﺍﻟﻨﻠﹶ ﻳﻌﺮﺽ ﻋﺎﻥﹶﻛﹶ ﻋﺎﻡٍﻋ ﻓﹶﺮﺸ ﻋِﻒﻜﹶﺘﺎﻋﺍ ، ﻓِﻦﻳﺮِﺸ ﺍﻟﹼﺎﻡِﻌﻲ ﺍﻟﹾ ﻗﹸﺬِ ﺒِﻱ .ﺾ "Jibril menyetorkan hafalan alQur'an kepada Nabi sekali dalam satu tahun, kemudian beliau menyetorkan dua kali ketika dipanggil ajalnya. Beliau biasa i,tikâf selama sepuluh hari, namun menjelang wafatnya sampai dua puluh hari". Lihat alBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 2074. 169 M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Penerjemah Ali Mustafa Yakub, (Jakarta: Putaka Firdaus, 2000), cet. ke2, h. 8485. 170 Kuttab adalah tempat belajar yang pertama dalam Islam, pada awalnya kuttab berfungsi untuk memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anakanak. Kuttab sebenarnya sudah ada sebelum Islam tetapi belum dikenal. Diantara penduduk Makkah yang belajar yaitu: Sufyân bin Umayyah bin ‘Abd Syamsy dan Abû Qais bin ‘Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilâb keduanya belajar kepada Bisyr bin ‘Abdul Malik yang mempelajari dari Hirah. Kuttab dalam bentuk awalnya berupa ruangan di rumah seorang guru. Ketika Islam datang, orangorang yang pandai menulis dan membaca semuanya diperkerjakan Nabi sebagai penulis wahyu. Hal ini semakin menyebar ketika perang Badr. Dalam perang itu banyak penduduk Makkah yang menjadi tawanan kaum muslimin, kepada mereka yang pandai menulis dan membaca diberikan kesempatan Nabi untuk menebus diri dengan mengajar dan membaca kepada kaum muslimin yang ummi. Suatu hal yang amat penting diajarkan adalah al khusus bagi anakanak. Kuttab sebenarnya sudah ada sebelum Islam, pada tahun kedua hijriah setelah perang Badr banyak tawanan Makkah yang mengajarkan baca tulis kepada kaum muslimin sebagai tebusan. ‘Abdullah bin Mas'ud menuturkan bahwa beliau bersama Zaid bin Tsâbit belajar alQur'an langsung dari lisan Nabi Saw. sebanyak tujuh puluh surat di kuttab ketika itu rambut Zaid masih berjambul.171 Menurut Ali Mustafa Yakub anak yang rambutnya masih berjambul biasanya sangat muda dan penggunaan kata kuttab tidak suffah menunjukan bahwa di Madinah ada tempattempat khusus belajar alQur'an untuk anakanak.172 Dalam mengajarkan al Qur'an, Rasulullah sangat hatihati dan tidak tergesagesa, beliau membacakan al Qur'an perlahanlahan, jika ada hal yang perlu, beliau mengulanginya sampai tiga kali, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat alIsrâ/17:106.173 Hal ini diakui para sahâbatnya, bahwa Rasulullah sangat bersemangat mengajarkan hafalan alQur'an kepada mereka, sebagaimana mengajarkan salat istikhârah. Sebagaimana perkataan Jâbir bin ‘Abdullâh ra.,174 Ibn Mas’ûd ra.,175 dan Ibn Umar ra.176 Rasulullah selalu memotifasi sahabatnya yang pandai membaca alQur'an untuk mengajarkan anakanaknya, kerabatnya dan sanakfamilinya, bahkan mereka yang baru hijrah dari Makkah ke Madinah disuruh belajar alQur'an dan dinikahkan Rasulullah dengan mahar alQur'an.177 Mereka yang memiliki hafalan dan kemampuan lebih dalam membaca alQur'an sering dipuji dan diutamakan beliau. Hal

Qur'an, dengan demikian materi pelajaran bertambah. lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. 2. h. 8687. 171 M.M. Azami, Hadis Nabawi, h. 85. 172 Ali Mustafa Yakub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka firdaus, 2000), cet. ke2, h. 136. 173 Allah Swt. berfirman: ﻭﻗﹸﺮﺁَﻧﺎ ﻓﹶﺮﻗﹾﻨﺎﻩ ﻟِﺘﻘﹾﺮﺃﹶﻩ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﻋﻠﹶﻰ ﻣﻜﹾﺚٍ ﻭﻧﺰﻟﹾﻨﺎﻩ ﺗﻨﺰِﻳﻠﹰﺎ "Dan alQuran itu telah Kami turunkan dengan berangsurangsur agar kamu membacakannya perlahanlahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian." 174 Jabir bin Abdullâh ra. berkata: ﺭﺎﻥﹶﻛﹶ ﺍﷲِﻝﹸﻮﺳ ﺹ ﺍﻹ.ﻡ. ﻳﻌﻠﱢﻤﻨﺎ ﻓِﺎﺭﺨﺘِﺳ ﺍﹾﺓ ﻛﹶﺭِﻮﻣﻷُﻲ ﺍﻟﺴﻤ ﻣِﺭﻮﺎ ﻳﻌﻠﱢﻤﻨﺎ ﺍﻟﹾﻦﺓ ﺁﻥﺮﻘﹸ ﺁﻥﺮﻘﹸ ﺍﻟﹾﻦﺓ ﻣِﺭﻮﺎ ﻳﻌﻠﱢﻤﻨﺎ ﺍﻟﺴﻤ ﻛﹶﺭِﻮﻣﻷُﻲ ﺍﹾﺓ ﻓِﺎﺭﺨﺘِﺳ ﻳﻌﻠﱢﻤﻨﺎ ﺍﻹ.ﻡ. ﺹ ﺍﷲِﻝﹸﻮﺳ ﺭﺎﻥﹶﻛﹶ "Rasulullah mengajarkan kami salat istikhârah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajarkan surat alQur'an". lihat Muslim, Sahîh Muslim juz 1, h. 302303. 175 Ibn Mas'ûd ra. berkata: ﻣﻨﻛﹸ ﺭﻊﺎ ﺹﻝِﻮﺳ ﺍﷲ ﻭ.ﻡ. ﻋﺰِﻟﹶﻧْﺃﹸ ﻭﻴﻠﹶﺖ ﻭﺕِﻼﹶﺳﺮﻤﺍﻟﹾﻪ ، ﻟﹶﺇﻧ ﻣِﻘﱠﺎﻫﻠﹶﺘﻨﺎ ﻓِﻴﻦﺎ ﻪ "Kami bersama Nabi Saw. kemudian diturunkan surat alMursalât, dan kami benarbenar ber talaqqi surat alMursalât itu dari mulutnya". Lihat alBukhârî, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 2038. 176 Ibn ‘Umar ra. berkata:

ﺭﺎﻥﹶﻛﹶ ﺹﻝﹸﻮﺳ ﺍﷲ ﻳ.ﻡ. ﺍﻟﹾﻨﻤﻠﱢﻌ ﻓﹶﺮﻘﹸﺎ ﻣﺮﺈﺫﹶﺁﻥ ، ﺑِﺍ ﺍﻟﹾﺩِﻮﺠﺴ ﺳﺮﻘﹸ ﻭﺪﺠﺁﻥ ﻣﻧﺪﺠﺳ ﻪﻌﺎ "Rasulullah mengajarkan kami alQur'an, jika melewati ayat sujud beliau sujud dan kami pun bersujud". Lihat Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad juz 2, (Beirut: ‘Âlim alKutub, 1998), h. 157. 177 AlBukhari, Sahîh al-Bukhârî juz 4, h. 108. ini sebagaimana dituturkan Abû Mûsa alAsy‘ari, ketika ia membaca alQur'an dan Rasul mendengarkannya, beliau berkata “yâ abâ Mûsâ laqad ûtîta mizmâran min mazâmiri Âli Dâud” ("wahai Abû Mûsa, sungguh engkau telah diberikan seruling dari seruling keluarga Daud as.").178 Dalam menghafal alQur'an, para sahabat ingin bertalaqqi langsung dari Rasul dan mendengarkan penjelasannya sebagaimana beliau menerima dari Jibril as., namun mereka saling membagi waktu dengan yang lain, karena kesibukan dengan amaliah, keluarga disamping rumah mereka yang berjauhan. Umar bin alKhattâb berkata: "Saya dan tetangga (dari golongan alAnsâr Bani Umayyah bin Zaid) biasa bergantian mendatangi Rasulullah, dia mendatangi pada hari tertentu, saya juga mendatangi pada hari yang lain. Apabila dia mendatangi pada hari itu, maka saya mendatanginya dan menanyakan berita apa yang disampaikan Rasul dan wahyu yang diturunkan, begitupun sebaliknya".179 Dengan demikian pengajaran alQur'an yang dilakukan Rasulullah Saw. begitu intens sekali kepada sahâbatnya, karena beliau sangat memahami bahwa terpeliharanya alQur'an bukan hanya olehnya namun juga harus diwarisi kepada sahâbatnya, generasi setelahnya dan umat Islam semuanya.

4. Tilâwah dan pengajaran alQur'an yang dilakukan para sahâbat. Para sahabat memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap alQur'an, terutama dalam menghatamkan alQur'an dan mengajarkan kepada yang lain. Hal ini sebagai wujud sabda Rasulullah Saw. dalam hadis yang sahîh beliau bersabda "khairukum man ta‘allama al-Qur'âna wa ‘allamahu" (sebaikbaiknya kalian adalah yang belajar alQur'an dan mengajarkanya).180 Hadis ini cukup menjadi bukti bahwa para sahâbat begitu semangat mempelajari dan mengajarkan alQur'an. Ibn ‘Umar ra. pernah memohon kepada Rasulullah Saw. untuk membaca alQur'an, ia berkata: "Aku telah mengumpulkan alQur'an dan menghatamkan setiap malam, Rasulullah Saw. berkata: "saya khawatir waktu menyibukkanmu dan membuatmu bosan, maka hatamkanlah alQur'an dalam sebulan ", aku berkata: "biarkanlah aku bersenangsenang sebab kemampuan dan masa mudaku ", Rasul berkata: "hatamkan selama sepuluh hari", aku berkata: "Biarkanlah aku bersenangsenang sebab kemampuan dan masa mudaku", Rasul berkata: "hatamkan dalam selama tujuh hari", aku berkata: "Biarkanlah aku bersenangsenang sebab kemampuan dan masa 181 mudaku", namun Rasulullah menolaknya.

178 AlBukhari, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 2090 dan Muslim, Sahîh Muslim juz 4, h. 207. 179 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 31. 180 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 2084 181 Perkataan Ibn umar ra. yaitu :

Tradisi membaca alQur'an dilakukan mayoritas sahabat, mereka berlomba lomba menghatamkan alQur'an dan mengulanginya setiap malam, mereka juga mengajarkannya kepada anakanak dan istriistrinya. Mudârasah sering dilakukan di malam terutama dalam qiyâmullail, mayoritas sahabat melakukan ini sampai terdengar suara teriakan seperti suara lebah.182 Rasulullah dan Abû Mûsa ketika melewati rumah sahabat Anshâr dan mendengarkan terikan bacaan mereka beliau berkata kepada Abû Mûsa: ("Seandainya engkau melihatku dan aku mendengarkan bacaanmu pada malam ini, maka sungguh engkau telah diberikan seruling dari keluarga Daud as."),183 dalam riwayat lain Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya saya mengetahui kerasnya bacaan kaum al-Asy‘ariyyin di malam hari, dan saya mengetahui rumah mereka disebabkan bacaan alQur'an di malam hari, sekalipun saya tidak mengetahui rumah mereka di siang hari".184 Tradisi yang mulia ini tidak lain karena perintah Rasulullah Saw. untuk menjaga terpeliharanya alQur'an sekaligus menjadikan hafalan alQur'an sebagai tradisi yang terus dipelihara oleh keturunanketurunan umat ini. Karenanya Rasulullah selalu memotivasi mereka dan memilih diantara mereka yang paling pandai untuk mengajarkan alQur'an kepada yang lainnya. Sebagaimana perkataan ‘Ubâdah bin Samit ia berkata: "Apabila ada seorang yang baru hijrah ke Madinah, Rasulullah menyuruh salah seorang kami mengajarkan alQur'an, dia mendengarkan di masjid Nabi suara teriakan bacaan alQur'an, sehingga Nabi menyuruh mereka untuk meringankan volume bacaannya agar tidak mengganggu.185 Para sahabat selalu mempelajari alQur'an dan mengajarkan setelah salat subuh, sebagaimana atsar dari Ibn ‘Abbâs ra.186

ﺟﻤﻌﺖ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻓﹶﻘﹶﺮﺃﹾﺗﻪ ﻛﹸﻠﱠﻪ ﻓِﻰ ﻟﹶﻴﻠﹶﺔٍ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﺭﺳﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ :ﻭﺳﻠﻢ ﺇِﻧﻰ ﺃﹶﺧﺸﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻄﹸﻮﻝﹶ ﻋﻠﹶﻴﻚ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥﹸ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻤﻞﱠ ﻓﹶﺎﻗﹾﺮﺃﹾﻩ ﻓِﻰ ﻓِﻰ ﻓﹶﺎﻗﹾﺮﺃﹾﻩ ﺗﻤﻞﱠ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥﹸ ﻋﻠﹶﻴﻚ ﻳﻄﹸﻮﻝﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﺧﺸﻰ ﺇِﻧﻰ :ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺭﺳﻮﻝﹸ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﻟﹶﻴﻠﹶﺔٍ ﻓِﻰ ﻛﹸﻠﱠﻪ ﻓﹶﻘﹶﺮﺃﹾﺗﻪ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﺟﻤﻌﺖ ﺷﻬﺮٍ ﻓﹶﻘﹸﻠﹾﺖ. ﺩﻋﻨِﻰ ﺃﹶﺳﺘﻤﺘِﻊ ﻣِﻦ ﻗﹸﻮﺗِﻰ ﻭﺷﺒﺎﺑِﻰ ﻗﹶﺎﻝﹶ. : ﺃﹾﻩﻓﹶﺎﻗﹾﺮ ﻓِﻰ ﻋﺸﺮﺓٍ ﻗﹸﻠﹾﺖ. ﺩﻋﻨِﻰ ﺃﹶﺳﺘﻤﺘِﻊ ﻣِﻦ ﻗﹸﻮﺗِﻰ ﻭﺷﺒﺎﺑِﻰ :ﻗﹶﺎﻝﹶ. ﻓﹶﺎﻗﹾﺮﺃﹾﻩ ﻓِﻰ ﺳﺒﻊٍ ﻗﹸﻠﹾﺖ. ﻗﹸﻠﹾﺖ. ﺳﺒﻊٍ ﻓِﻰ ﻓﹶﺎﻗﹾﺮﺃﹾﻩ :ﻗﹶﺎﻝﹶ. ﻭﺷﺒﺎﺑِﻰ ﻗﹸﻮﺗِﻰ ﻣِﻦ ﺃﹶﺳﺘﻤﺘِﻊ ﺩﻋﻨِﻰ ﻗﹸﻠﹾﺖ. ﻋﺸﺮﺓٍ ﻓِﻰ ﺃﹾﻩﻓﹶﺎﻗﹾﺮ : ﻗﹶﺎﻝﹶ. ﻭﺷﺒﺎﺑِﻰ ﻗﹸﻮﺗِﻰ ﻣِﻦ ﺃﹶﺳﺘﻤﺘِﻊ ﺩﻋﻨِﻰ ﻓﹶﻘﹸﻠﹾﺖ. ﺷﻬﺮٍ ﺩﻋﻨِﻰ ﺃﹶﺳﺘﻤﺘِﻊ ﻣِﻦ ﻗﹸﻮﺗِﻰ ﻭﺷﺒﺎﺑِﻰ ﻓﹶﺄﹶﺑﻰ. Lihat Ahmad, Musnad Ahmad juz 2, h. 163, dan Abû ‘Abd alRahmân AlNasâ‘i, Sunan al- Nasâi juz 5, (Semarang: Toha Putra, t.t), h. 24. 182 Manna‘ alQatân, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur'an, (Qâhirah, Mansyurat al‘Ashr alHadîts, t.t), h. 120 183 BukhâriAl , aS îh alh - Bukhârî juz 3 h, 2090. , dan Muslim, aS îh Muslimh juz 4 h, 208. . 184 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhârî juz 3, h. 1678, dan Muslim, Sahîh Muslim juz 4, h. 171. 185 Ahmad, Musnad Ahmad, h. 1601, dan Muhammad bin ‘Abdillah al Hâkim, Mustadrak ‘Ala Sahihain juz 3, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, t.t), h. 473. AlHâkim berkata: hadis ini sahîh dan tidak diriwayatkan alBukhâri dan Muslim. 186 Ibn Abbâs ra. berkata: ﻛﹶﻤﻧﺇِ ﺇِﻮﺎﻧﺎ ﺻﺫﹶﺍ ﺍﻟﻐﺀﻮﻠﱠﺍ ﻗﹶﺍﺓﹶﺪﺍ ﺣﺪﻌ ﻳﻘﹰﻠﹾﺎﺣﻘﹰﻠﹾﻭﺍ ﺍﻟﹾﻥﹶﻭﺀُﺮﻘﹾﺎ ﻭﺮﻘﹸ ﺍﻟﻔﹶﻮﻤﻠﹼﻌﺘﻳﺁﻥ ﻭﺾﺍﺋِﺮﻥ ﻦﻨﺍﻟﺴ Dalam menghafal alQur'an, para sahabat menerima langsung metodenya dari Nabi, metode tersebut ada tiga macam, yaitu: metode talaqqi, tulisan, dan praktek atau pengamalan.187 Metode talaqqi yaitu menerima hafalan alQur'an langsung dari mulut guru sehingga terhindar kekeluruan dan kesalahan. Talaqqi berasal dari kata talaqqâ-yatalaqqâ artinya saling bertemu/berjumpa.188 Dalam beberapa riwayat sahabat menerima alQur'an dari Rasulullah seperti ini, Ibn Mas‘ûd ra. ia berkata: "ketika kami berada disebuah gua di Mina, turun surat al-Mursalât, kemudian beliau membacanya, dan saya bertalaqqi dari mulutnya, dan sesungguhnya mulutnya sangat harum, ketika itu kami hampir digigit ular. Rasulullah Saw. berkata: "bunuhlah ia maka kami mendahulukan ular itu kemudian ia hilang, Rasulullah berkata: keburukanmu telah dijaga sebagaimana dijaga keburukannya".189 Salah satu bukti pengajaran metode talaqqi yaitu penyetoran alQur’an kepada nabi, karena diantara mereka ada telah menyetorkan hafalan alQur'an seluruhnya, seperti: ‘Utsmân bin ‘Affân, ‘Ali bin Abi Talib, Abû Mûsa alAsy‘ari, Zaid bin Tsâbit, ‘Abdullâh bin Mas‘ûd, dan Abû Dardâ.190 Adapun metode kitâbah/tulisan diajarkan Rasulullah Saw. kepada sahabat sebagaimana beliau menerima dari Jibril as. Menurut alZarqâni, ketika Jibril as. menyampaikan wahyu dia mengatakan kepada Rasulullah Saw. "da‘û fî maudi‘i kadza wa kadza" ("Letakkanlah ayat ini di tempat sini").191 Cara ini kemudian diajarkan Rasul kepada kepada sahabatnya, beliau berkata "letakanlah surat ini yang menyebutkan tentang ini dan ini, dan ketika turun beberapa ayat beliau berkata: letakanlah ayatayat ini di surat yang menyebutkan ini dan ini, jika turun sebuah ayat, beliau berkata: letakanlah ayat ini di dalam surat yang menyebutkan ini dan ini".192 Rasulullah Saw. memilih sekretaris wahyu yang memiliki kemampuan dan mayoritas dari pemuda yang memiliki semangat belajar tinggi, seperti: ‘Ali bin Abi Tâlib, Zaid

"Para sahabat mereka jika selesai salat shubuh duduk secara berkelompokkelompok mereka saling membaca alQur'an dan mempelajari ilmu farâ’id dan sunahsunnah". Lihat Abu Ya‘la al Mausîli, Musnad Abu Ya'la al-Maushili, juz 9, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, t.t), h. 116. 187 M.M. Azami, Memahami Ilmu Hadis Telaah Metodologi dan Literatur Hadis, terjemah Meth Kieraha, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003), cet. 3, h. 33. 188 Atabik Ali, Kamus Kontemporer, h. 566. 189 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhârî juz 1, h. 701. 190 Abdullah alZarkasyi, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur'an, (Qâhirah: Dâr alHadîts, 2006), h. 171 191 AlZarqâni, Manâhil al‘Irfân juz 1, (Qâhirah: Dâr alHadîts, 2001), h. 209. 192 Ahmad, Musnad Ahmad juz 2, h. 57. bin Tsâbit, Ubai bin Ka‘ab dan lainlain. Jumlah mereka menurut M.M. Azami sebanyak 50 orang belum lagi ditambah dengan sekretaris pribadi beliau.193 Dalam menulis alQur'an, sahabat didiktekkan dari hafalan Nabi, terkadang beliau juga membenarkan tulisan mereka, sebagaimana perkataan Zaid bin Sabit.194 Sahabat yang mencatat alQur'an ada yang memiliki tulisan masingmasing, hal ini mereka lakukan karena rumah yang berjauhan dan kesibukan mereka sehingga mereka tidak dapat setiap waktu menemui Rasul, disamping banyak ayatayat yang turun dalam kondisi tertentu seperti dalam peperangan, perjalanan, dan lainlain. Menurut alZarqâni, biasanya mereka menghafal terlebih dahulu ayat turun itu kemudian menulisnya setelah pulang dari peperangan, di samping sebagian mereka tidak berkenan menulisnya dan berpegang pada hafalan.195 Sedangkan metode praktek adalah mengamalkan ayat yang dihafal dan berusaha istiqâmah dengan pengamalannya. AlQur'an bukan hanya dibaca, dihafal, difahami dan diajarkan, lebih dari itu alQur'an harus diamalkan dalam kehidupan seharihari, karena kitab ini menunjukan jati dirinya sebagai petunjuk/al-hudâ (al Baqarah/2:2, Luqmân/31:3) dan rahmat (Yûnus/10:57, Yûsuf/12:111), bahkan al Qur'an mengecam orang berkata namun tidak mengamalkan perkataannya.196 Dalam mengamalkan alQur'an para sahabat tidak berlebihlebihan, mereka lebih melihat contoh Rasulullah Saw., sesekali mereka bertanya kandungannya dan pengamalannya yang benar, karena Rasul melarang mereka yang mengamalkan alQur'an berlebihan lebihan namun tidak mengerti keutamaannya, sebagaimana sabdanya "wa hâmil al- Qur'an ghairi al-ghâli fîhi wala al-jâfi ‘anhu" ("menghomati orang yang hafal al Qur'an yang tidak berlebihlebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan alQur'an tidak diamalkan").197 Karenanya mereka lebih mengutamakan pengamalan daripada target, sebagaimana pengalaman Ibn Masud ketika ia belajar alQur’an. 198

193 M.M. Azami, Hadis Nabi, h. 85. 194 Zaid bin Tsabit ra. berkata: ﺃﹶﺖﻨﻛﹸ ﺍﻟﻮﺐﺘﻛﹾ ﻋِﻲﺣ ﺭﺪﻨ ﺍﻝِﻮﺳ ﻳﻮﻫﷲ ﻭ ﻋﻠِﻤ ﻓﹶﻠﹶﻲ ﻓﹶﺈﺫﹶﻲ، ﻗﹶﺖﻏﹾﺮﺍ ﺎﻝﹶ، ﻓﹶﻩﺃﹾﺮﺍﻗﹾ: ﻓﹶﻩﺃﹶﺮﻗﹾﺄﹶ، ﻛﹶﺈﻥﹾ، ﺳﻪِﻴﺎﻥ ﻓِ ﺃﹶﻘﹶ ﻪﺎﻣﻗﹶﻂ ﻪﺎﻣﻗﹶﻂ ﺃﹶﻘﹶ ﺳﻪِﻴﺎﻥ ﻓِ ﻛﹶﺈﻥﹾ، ﻓﹶﻩﺃﹶﺮﻗﹾﺄﹶ، ﻓﹶﻩﺃﹾﺮﺍﻗﹾ: ﺎﻝﹶ، ﻗﹶﺖﻏﹾﺮﺍ ﻓﹶﺈﺫﹶﻲ، ﻓﹶﻠﹶﻲ ﻋﻠِﻤ ﻳﻮﻫﷲ ﻭ ﺍﻝِﻮﺳ ﺭﺪﻨ ﻋِﻲﺣ ﺍﻟﻮﺐﺘﻛﹾ ﺃﹶﺖﻨﻛﹸ "Aku menulis wahyu di sisi Rasulullah, dan beliau yang mengimla'kan kepadaku, jika aku selesai menulis, beliau berkata: bacalah, maka aku membacanya. Jika terdapat kekeliruan beliau membenarkannya". Lihat Abû alQâsim AlTabrânî, al-Mu'jam al-Kabîr juz 5, (Mausil: Maktabah ‘Ulûm wa al-Hikam, 1983), cet. ke 2, h. 142. 195 AlZarqâni, Manâhil al-‘Irfân juz 1, h. 210. 196 Q.S. alSaf/61:23. 197 Abû Dâud, Sunan Abu Dâud juz 4, h. 261 198 Dalam riwayat alHâkim dari ‘Abdullâh bin Mas raûd' ia berkata. : Metode hafalan dengan pengamalan adalah metode yang paling baik dalam mempelajari alQur'an, namun jika dihubungkan dengan target hafalan memang membutuhkan waktu cukup lama, apalagi melihat cara sahabat mempelajari alQur'an hanya lima sampai sepuluh ayat. Ketika selesai, mereka tidak mau melanjutkan ayat setelahnya sampai mengamalkan. Dalam riwayat Abû al‘Âliyah ra. ia berkata: pelajarilah alQur'an lima ayatlima ayat, sesungguhnya Rasulullah Saw. juga menerima lima ayat lima ayat.199

B. Perhatian Rasul dan Sahabat terhadap alQur'an Rasulullah dan sahabat memiliki perhatian yang tinggi terhadap alQur'an, perhatian ini diwujudkan dengan cara menjaga dan memelihara alQur'an. Jaminan pemeliharaan alQur'an memang langsung dari Allah, namun sebagai utusan Tuhan beliau sangat gigih memelihara alQur'an dan mencontohkan kepada para sahabatnya. Perhatian tersebut terutama menjaga keotentisitas/kemurnian alQur'an baik tulisan, bacaan, hafalan dan makna. Di sisi yang lain beliau juga sangat menghormati dan memuliakan ahli alQur'an yaitu mereka yang terlibat dalam proses pemeliharaan beberapa aspek di atas.200 Perhatian Rasul dan sahabat terhadap al Qur'an dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Rasulullah Saw. menjadikan alQur'an sebagai dzikir Perintah membaca alQur'an disebutkan dalam beberapa ayat alQur'an, antara lain dalam alA‘râf/7:204, alIsrâ/17:14, alMuzammil/73:20, al‘Alaq/96:1. Ayat ayat lain juga banyak menyebutkan kemuliaan membaca alQur'an dan etika membacanya. Seperti alNahl:16:96, alIsrâ/17:45 dan 106. Sebagai seorang utusan Allah yang diberikan mu'jizat alQur’an, Rasul tidak akan mungkin mengabaikan al

ﺇﺫِﻨﻛﹸ ﺗﺍﹶﺎ ﻣِﻨﻤﻠﹼﻌ ﺍﻟﻨﻦﺎ ﺻﺒِ ﺍﷲُﻠﹼﻲ ﻋﻰ ﻭﻴﻠﹶ ﻋﻠﹼﺳﻪ ﺁﻳﺮﺸﻢ ﺍﻟﹾﻦﺎﺕ ﻣِ ﱂﹶﺮﻘﹸ ﻧﺁﻥ ، ﻣِﻠﹼﻌﺘ ﺍﻟﹾﻦﻢ ﺍﻟﹼﺮِﺸﻌ ﻧﺬِ ﺑﺖﻟﹶﺰِﻱ ﺣﻫﺪﻌ ﻧﱴﺎ ﻣﻠﹶﻌ ﻓِﻢ ﻴﺎ ﻪ . ﻪ ﻴﺎ ﻓِﻢ ﻣﻠﹶﻌ ﻧﱴﺎ ﺣﻫﺪﻌ ﺑﺖﻟﹶﺰِﻱ ﻧﺬِ ﺍﻟﹼﺮِﺸﻌ ﺍﻟﹾﻦﻢ ﻣِﻠﹼﻌﺘ ﻧﺁﻥ ، ﱂﹶﺮﻘﹸ ﺍﻟﹾﻦﺎﺕ ﻣِ ﺁﻳﺮﺸﻢ ﻋﻠﹼﺳﻪ ﻭﻴﻠﹶ ﻋﻰ ﺍﷲُﻠﹼﻲ ﺻﺒِ ﺍﻟﻨﻦﺎ ﻣِﻨﻤﻠﹼﻌ ﺗﺍﹶﺎ ﺇﺫِﻨﻛﹸ ﻟِﻞﹶﻴﻗِ ﻣِﻳﺮﺸ ﺍﻟﹾﻦﻚ ﻗﹶﻤﻌ ﺎﻝﹶﻞ ؟ ، : ﻢﻌﻧ . . ﻢﻌﻧ : ﺎﻝﹶﻞ ؟ ، ﻗﹶﻤﻌ ﺍﻟﹾﻦﻚ ﻣِﻳﺮﺸ ﻟِﻞﹶﻴﻗِ "Jika kami mempelajari dari Nabi Saw. sepuluh ayat alQur'an, kami tidak mempelajari sepuluh ayat setelahnya sehingga kami mengetahui sepuluh ayat itu. Syuraik ditanya, mengetahui amalnya?, Syuraik berkata: ya. (H.R. alHakim, ia berkata hadis ini sahih isnadnya, tidak diriwayatkan oleh Imam BukhariMuslim). Lihat alHâkim berkata hadis ini sahîh, tidak diriwayatkan dalam sahîhain, lihat alHâkim, Mustadrak juz 5, h. 110. 199 Muhammad bin Abi Syaibah, Musannaf Ibn Abi Syaibah juz 6, (Riyâd: Maktabah al Rusyd, 1409), cet. ke1, h. 117. 200 Rasulullah Saw. bersabda:

ﻋﻦ ﻋﺜﹾﻤﺎﻥﹶ ﺭﺿِﻲ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻭﺳﻠﱠﻢ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺧﻴﺮﻛﹸﻢ ﻣﻦ ﺗﻌﻠﱠﻢ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻭﻋﻠﱠﻤﻪ Dari Utsman bin Affan dari Nabi Saw. ia bersabda: "Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang mempelajari alQur'an dan mengajarkannya". Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1919. Qur'an apalagi melupakannya. Rasulullah Saw. senantiasa membaca alQur'an, memang aktifitas beliau begitu sibuk berdakwah, berperang di jalan Allah yang kadang menempuh perjalanan jauh, namun itu tidak mengurangi sedikitpun usaha beliau membaca alQur'an. Menurut ‘Abd alAzîz alKhaulî beliau selalu membaca alQur'an ketika berdiri, duduk, berbaring, wudû', berhadats, dan tidak ada yang menghalangi membaca kecuali janâbah.201 Selain itu beliau biasa membaca ayatayat yang panjang dalam salat, khususnya subuh dan qiyâmullail. Dalam qiyâmullail beliau biasa membaca ayatayat panjang, seperti alBaqarah, Âli Imrân, alNisâ dalam satu raka'at. Dalam membaca alQur'an, beliau terbiasa membaca secara tartil, beliau juga membaca dengan penuh perenungan dan penghayatan, sehingga kadang satu ayat beliau ulangulang untuk berdo'a dan atau berlindung dari kejahatan. Dalam seluruh aktifitas dakwahnya beliau selalu menyampaikan keutamaan membaca alQur'an, karena membaca alQur'an adalah ibadah yang sakral, pahala satu ayatnya dilipat gandakan sampai sepuluh kebaikan, orang yang membacanya akan dimuliakan Allah di dunia dan akhirat serta mendapat syafa'at di hari nanti. Satu hal lagi, beliau selalu memberikan perhatian dan peringatan untuk menjaga hafalan al Qur'an, bahkan mereka yang sengaja mengabaikannya mendapat dosa yang besar. Beliau juga sering membaca alQur'an di masjid karena rumah beliau dekat sekali dengan masjid, ini terutama beliau lakukan di bulan Ramadan. Âisyah berkata: beliau biasa berbaring di pangkuanku padahal aku sedang haid, setelah itu beliau membaca alQur'an.202 Seliau itu, beliau sering menyetorkan hafalan alQur'an pada Jibril setiap bulan Ramadan, bahkan menjelang akhir hayatnya beliau sampai dua kali hatam. Ini dilakukan untuk mengingat dan muraja'ah hafalannya yang telah dimiliki sebaga bentuk wujud pemeliharaan Allah Swt. Dalam menjadikan alQuran sebagai zikir, Rasul tidak membatasi satu hari hatam beberapa juz, surat dan ayat tertentu secara kontinyu, karena pada masa itu al Qur'an diturunkan secara gradual, banyak ayatayat yang belum turun, selain itu juga belum dibagi dalam beberapa juz, hizb dan lainlain. Namun keterangan suratsurat dan ayatayat yang beliau baca setiap hari menunjukan aktifitas dzikir ini begitu intens, apalagi beliau sendiri yang menyuruh sahabatnya menghatakan alQur'an dalam satu bulan, mereka yang mampu lebih dari itu, beliau sarankan selama satu

201 Abd alAzîz alKhauli, Islâh al-Wa‘az al-Dînî, (Beirut: Dâr alFikr, t.t), h. 27. 202 AlBukhâri, Sahih al-Bukhârî juz 1, h. 495. minggu, namun mereka yang masih mampu, beliau katakan hatamkanlah alQur'an selama tiga hari, siapa yang membaca lebih dari itu, maka dia tidak akan faham.203 Menurut alNawâwi alQur'an adalah zikir yang paling utama dan yang paling mulia membacanya adalah secara tadabbur. Karena salafussalih memperhatikan hal ini dalam kehidupan mereka, diantara mereka ada yang menghatamkan alQur'an selama satu bulan, ada juga yang menghatamkan selama sepuluh hari, dan yang terbanyak tujuh hari, ada juga yang menghatakan selama lima, empat, tiga hari, bahkan ada yang menghatamkan sehari semalam. Seperti ‘Utmân bin Affân, Tamîm alDârî, Sa'îd bin Jubair, Mujâhid, alSyafi‘i, Sâlim bin Itr dan lainlain.204 2. Rasulullah Saw. mengajarkan alQur'an dengan hafalan. Perintah mengajarkan alQur'an disampaikan Allah Swt. dalam beberapa ayat alQur'an, bahkan perintah ini menjadi salah satu kewajiban diutusnya seorang Rasul yaitu untuk membacakan ayatayat suci dikalangan kaumnya, mensucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah). Allah Swt. berfirman dalam surat alJumu‘ah/62:2.205 Sebelum mengajarkan alQur'an kepada sahabat, Jibril as. mengajarkan alQur'an kepada Rasul dengan cara dibacakan dan dihafalkan di dalam hati,206 sehingga ketika menyampaikan kepada sahabatnya beliau sudah siap dan hafal. Menurut alZarqâni, dalam mengajarkan alQur'an Nabi Saw. menyuruh sahabat membaca dihadapannya, setelah itu para sahabat membaca berulangulang kepada beliau sampai lancar, setelah selesai mereka bertanya kepada Nabi: Adakah aku sudah hafal alQur'an sebagaimana diturunkan?.207 Ibn Mas'ud berkata: "Demi Allah, dari mulut Rasul aku menerima lebih dari tujuh puluh surat, demi Allah, semua sahabat Nabi mengetahui bahwa aku termasuk yang paling mengetahui kitâbullah, tetapi itu tidak berarti akulah yang terbaik diantara mereka.208 Nabi Saw. pernah berkata kepada ‘Ubai bin Ka'ab, yaitu: "sesungguhnya Allah memerintahkan agar aku mengajarimu membaca alQur'an.

203 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 4, h. 161. 204 AlNawâwi, Al-Tibyân fi Âdab Hamalah al-Qur'an, (Jeddah: Haramain, t.t), h. 4647. 205 Allah Swt. berfirman: ﻫﻮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺑﻌﺚﹶ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹸﻣﻴﲔ ﺭﺳﻮﻟﹰﺎ ﻣِﻨﻬﻢ ﻳﺘﻠﹸﻮ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﺁَﻳﺎﺗِﻪِ ﻭﻳﺰﻛﱢﻴﻬِﻢ ﻤﻬﻢﻭﻳﻌﻠﱢ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﹾﺤِﻜﹾﻤﺔﹶ ﻭﺇِﻥﹾ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﻟﹶﻔِﻲ ﺿﻠﹶﺎﻝٍ ﻣﺒِﲔ ﻣﺒِﲔ ﺿﻠﹶﺎﻝٍ ﻟﹶﻔِﻲ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﻣِﻦ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻭﺇِﻥﹾ ﻭﺍﻟﹾﺤِﻜﹾﻤﺔﹶ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏ ﻤﻬﻢﻭﻳﻌﻠﱢ ﻭﻳﺰﻛﱢﻴﻬِﻢ ﺁَﻳﺎﺗِﻪِ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻳﺘﻠﹸﻮ ﻣِﻨﻬﻢ ﺭﺳﻮﻟﹰﺎ ﺍﻟﹾﺄﹸﻣﻴﲔ ﻓِﻲ ﺑﻌﺚﹶ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻫﻮ "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayatayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (alSunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benarbenar dalam kesesatan yang nyata."

206 Lihat surat alQiyâmah/75:1718 207 AlZarqâni, Manâhil al-‘Irfân h. 203. 208 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1890. ‘Ubay berkata: "Adakah Allah menyebut namaku?". Rasul menjawab: "Ya, kau telah disebut di sisi Tuhan semesta alam. ‘Ubay berkata: "Aku pun berlinang air mata".209 Dalam kesempatan lain 'Ibn Mas'ûd pernah disuruh hal yang serupa oleh Nabi Saw., ia berkata: "Rasulullah menyuruhku untuk membacakan alQur'an, beliau berdiri di atas mimbar. Maka aku membaca surat alNisâ sampai pada ayat (fakaifa idza ji'na min kulli ummatin bi syâhidin wa Ji'na bika 'alâ hâulai syahida) Rasulullah memberikan isyarat tangannya (untuk berhenti membaca), maka akau melihat kedua matanya berlinang air mata kaena menangis".210 Faktor lain yang mendukung pengajaran alQur'an adalah penurunan wahyu secara gradual.211 Biasanya Jibril menurunkan alQur'an lima ayatlima ayat atau sepuluh ayat kemudian mengajarkan kepada Nabi, sahabat yang mengetahui hal ini langsung menghafalnya. Dalam riwayat dari Abû al'Aliyah, ia berkata: “ta,allamu al-Qur’ana khamsa ayât, fainna al-Nabi Saw. kâna ya’khudzu min Jibril khamsan- khamsan” (“belajarlah alQur'an lima ayatlima ayat, karena sesungguhnya Nabi Saw. menerima dari Jibril lima ayat lima ayat").212 Dalam riwayat Umar ra. ia pernah berpesan: "Belajarlah alQur'an lima ayatlima ayat, karena Jibril as. menurunkan al Qur'an kepada Nabi Saw. lima ayat lima ayat. Ali bin Bukâr berkata: Siapa yang belajar lima ayat maka tidak lupa".213 Dalam mengajarkan alQur'an, Rasulullah membaca secara tartîl, tidak tergesagesa, suara keras, kadang disambung dan kadang diputusputus. Sebagaimana perkataan Ummu Salamah: “Nabi Saw. memutusmutus bacaannya",214 dalam riwayat lain ia berkata: "kadang beliau memutus bacaannya, beliau membaca (alhamdulillahi

209 Perkataan Nabi Saw. Kepada Ubai ra. yaitu: ﺇِ ﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺃﹶﻣﺮﻧِﻲ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﻗﹾﺮﺃﹶ ﻋﻠﹶﻴﻚ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹸﺑﻲ ﻟﻠﱠﻪﺁ ﺳﻤﺎﻧِﻲ ﻟﹶﻚ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺳﻤﺎﻙ ﻟِﻲ ﻓﹶﺠﻌﻞﹶ ﺃﹸﺑﻲ .ﻳﺒﻜِﻲ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻗﹶﺘﺎﺩﺓﹸ ﻓﹶﺄﹸﻧﺒِﺌﹾﺖ ﺃﹶﻧﻪ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﺃﹶﻧﻪ ﻓﹶﺄﹸﻧﺒِﺌﹾﺖ ﻗﹶﺘﺎﺩﺓﹸ ﻗﹶﺎﻝﹶ .ﻳﺒﻜِﻲ ﺃﹸﺑﻲ ﻓﹶﺠﻌﻞﹶ ﻟِﻲ ﺳﻤﺎﻙ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻟﹶﻚ ﺳﻤﺎﻧِﻲ ﻟﻠﱠﻪﺁ ﺃﹸﺑﻲ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﻋﻠﹶﻴﻚ ﺃﹶﻗﹾﺮﺃﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﻣﺮﻧِﻲ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻥﱠ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻟﹶﻢ{ ﻳﻜﹸﻦ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻣِﻦ ﺃﹶﻫﻞِ }ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ . "Sesungguhnya Allah memerintahkan agar aku mengajarimu membaca alQur'an. ‘Ubay berkata: "Adakah Allah menyebut namaku?". Rasul menjawab: "Ya, kau telah disebut di sisi Tuhan semesta alam. ‘Ubay berkata: "Aku pun berlinang air mata". (Qatadah berkata: aku diberi kabar, beliau membaca surat (lam yakunilladzina kafaru min ahli al- Kitab) alBayyinah/98: ayat 1". Lihat Al Bukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1896. 210 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzy juz 4, (Indonesia, Maktabah Dahlan, t.t), h. 304. 211 Faktor inilah yang membedakan alQur'an dengan kitabkitab terdahulu. Kitabkitab dahulu diturunkan secara langsung, sedangkan alQur'an diturunkan secara bertahap, sehingga mudah dihafal dan difahami. Lihat Mannâ alQatân, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur'an, h. 106. 212 AlBaihaqi, Syu'âb al-Imân juz 4, (Beirut: Dâr alKutub, 1410 h.), cet.ke1, h. 468. 213 AlBaihaqi, Syu'âb al-Imân juz 4, h. 469. 214 Mannâ alQatân, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur'an, h. 254. rabbil âlamîn), beliau berhenti, (al-Rahmâni al-Rahîm) kemudian berhenti. Beliau membaca maliki yaumiddîn.215 3. Rasulullah menghormati Ahli alQur'an Ahli alQur'an adalah orangorang pilihan Allah Swt. diantara hambahamba Nya yang selalu menjaga kemuliaan alQur'an dalam diri dan selalu istiqâmah. Mereka mengamalkan seluruh kandungan alQur'an dan mereka adalah waliwali Allah dimuka bumi ini yang sangat istimewa di sisiNya.216 Rasul bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki keluarga diantara makluknya, siapakah keluarga Allah?. Rasul menjawab: "Ahli alQur'an adalah keluarga Allah dan orang yang istimewa di sisiNya".217 Karena tingginya derajat mereka, Rasulullah sangat menghormati dan mendahulukan mereka dalam urusan kebaikan. Seperti dalam salat, beliau mengatakan orang yang pantas memimpin shalat adalah yang pandai membaca alQur'an.218 Rasul juga menjadikan mahar hafalan alQur'an kepada sahabat yang tidak memiliki cukup harta untuk meminang seorang perempuan yang dicintai. Dalam hadis riwayat alTirmidzi dari Anas bin Mâlik berkata: Rasulullah bertanya kepada sahabatnya: "Apakah anda sudah menikah ?. ia menjawab: "Belum, demi Allah aku tidak memiliki apaapa untuk menikah ya Rasul". Rasul berkata: "Bukankah engkau hafal surat "qul huwallâhu ahad" ? ia menjawab: betul. Rasul berkata: "Surat itu sepertiga isi alQur'an". Apakah engkau hafal surat idza dzâ anasrullâhi wal al-fath ?. ia menjawab : "Betul". Rasul berkata: "Ia seperempat alQur'an". Apakah engkau hafal surat qul yââ ayyuhal al-kâfirûn ?. ia menjawab : "Betul". Rasul berkata: "Ia seperempat alQur'an". Apakah engkau hafal surat idzâ dzulzilatil ardu zilzalahâ?. ia menjawab: "betul". Rasul berkata: "Ia seperempat alQur'an". Rasul berkata: "sekarang menikahlah, menikahlah".219 Dalam perang Uhud, sahabat yang telah mati syahid ketika akan dikuburkan secara masal, Rasulullah bersabda kepada mereka: "siapakah diantara mereka yang hafal alQur'an?, jika ditunjukan kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan mengubur keliang lahat, sambil berkata: aku adalah saksi atas mereka semua,

215 AlTirmidzî, Sunan al-Tirmidzî juz 4, h. 257. beliau berkata: hadis ini gharîb. 216 Mus afâ Murâdt , Kaifa Ta fah alz ,an'Qur- (Qâhirah al, FajrDâr )2004, cet, 2ke. h, 28. . Mustafa mengutip pendapat al Qas talâni bahwa bukan termasuk ahli al 'Qur an mereka yang hanya menghafal ayatayatnya saja kemudian mengabaikan hukumhukumnya atau tidak mengamalkannya. 217 Ahmad, Musnad Ahmad juz 3, h. 127. 218 Muslim, Sahîh Muslim juz 1, h. 465. 219 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 4, h. 240. kemudian Beliau menyuruh sahabatnya untuk mengubur dengan darahdarahnya dan tidak disalatkan dan dimandikan."220

Beliau juga bersabda kepada mereka bahwa "di akhirat nanti, kepada ahli al Qur'an akan diperintahkan, "bacalah dan naiklah ke syurga, bacalah alQur'an dengan tartîl seperti engkau membaca di dunia, sebab tempat tinggalmu di syurga berdasar kan ayat terakhir yang engkau baca".221 Beliau membolehkan seorang untuk memiliki sifat dengki terhadap dua jenis, yaitu orang yang Allah berikan alQur'an kemudian ia membaca dan mengamalkan di siang dan malam hari. Dan orang yang Allah berikan harta, kemudian ia menginfakkan di jalan Allah siang dan malam.222 Wujud penghor matan Rasul juga disampaikan dalam hadishadis keutamaan dan kemuliaan hamalah alQur'an, ini adalah wujud implementasi dalam surat Fatir/35:32, yaitu Allah Swt. memilih hambahambanya untuk mewarisi kitab suci alQur'an.223

C. Para Penghafal alQur'an di Masa Rasulullah Saw. dan Sahabat Di masa Rasulullah Saw. dan sahabat banyak yang hafal alQur'an. Menurut alZarkasyi jumlah mereka mencapai bilangan tawâtur,224 imam alSuyûti berkata: "bahkan jumlah mereka yang menghafal alQur'an semakin bertambah seperti jumlah mereka yang hafal".225 Dalam riwayat sahîh Bukhâri dan Muslim, para sahabat yang dikenal sebagai al-Qurrâ terbunuh sebanyak tujuh puluh orang dalam tragedi bi'ir ma'unah.226 Dalam tragedi ini para sahabat yang hafal sebanyak tujuh

220 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 450. 221 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal juz 2, h. 471. 222 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 39, dan Muslim, Sahîh Muslim juz 1, h. 558. 223 Allah Swt. berfirman: ﺛﹸﻢ ﺃﹶﻭﺭﺛﹾﻨﺎ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺍﺻﻄﹶﻔﹶﻴﻨﺎ ﻣِﻦ ﻋِﺒﺎﺩِﻧﺎ ﻓﹶﻤِﻨﻬﻢ ﻇﹶﺎﻟِﻢ ﻟِﻨﻔﹾﺴِﻪِ ﻭﻣِﻨﻬﻢ ﻣﻘﹾﺘﺼِﺪ ﻭﻣِﻨﻬﻢ ﺳﺎﺑِﻖ ﺑِﺎﻟﹾﺨﻴﺮﺍﺕِ ﺑِﺈِﺫﹾﻥِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ … 224 Badruddîn alZarkasyî, al-Burhân fi 'Ulum al-Qur'an juz 1, (Beirut: Dâr alKutub al Ilmiyyah, 1988), cet. ke1, h. 304. 225 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 219. 226 Tragedi bi'ir ma'unah terjadi pada bulan Shafar tahun keempat hijriah, yaitu antara satuan perang Uhud dan Âhzâb. Menurut Ibn Ishâq mereka yang terbunuh 40 orang, namun dalam riwayat yang sahîh 70 orang. Bermula dari sebuah penawaran Abu Bara' Amir bin Mâlik kepada Rasulullah untuk megutus sahabatsahabat berdakwah di kampung mereka. Rasul mengutus alMundzir bin Amr sebagai pemimpin beserta 69 sahabat yang mayoritas penghafal alQur'an. Sesampainya di bi'ir ma'unah –daerah yang berada antara Bani Amir dan Harran Bani Sulaim mereka menetap di sana untuk beberapa hari, mereka dikhianati pemimpin Yahudi bernama ‘Amir bin Tufail yang mengajak kabilah Yahudi seperti ‘Ushayyah, Lahyan, Ri‘il, Dzakwân dari Banî Sulaim untuk membantai sahâbat puluh orang.227 Dalam tragedi Yamâmah (12 H.) pada masa Abû Bakar, terbunuh tujuh puluh sahabat yang hafal alQur'an. Melihat itu ‘Umar bin alKhattab mengusulkan kepada Abû Bakar untuk ditulis dan dikumpulkan alQur'an, karena kalau hanya mengandalkan hafalan sahabat dikhawatirkan hilang dan berkurangnya para penghafal alQur’an.228 Memang dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. mengatakan ambillah alQur'an dari empat orang sahabat yaitu 'Abdullah bin Mas'ud, Sâlim, Mu'âdz dan 'Ubai bin Ka'ab.229 Dalam riwayat Anas bin Mâlik ketika ditanya Qatadah, ia berkata: "Siapakah sahabat yang telah mengumpulkan alQur'an?", Anas menjawab: "Mereka berjumlah empat orang dari alAnshâr yaitu: Ubai bin Ka'ab, Mu'âdz bin Jabal, Zaid bin Tsâbit, dan Abû Zaid. Qatadah berkata, siapakah Abû Zaid, Anas menjawab salah satu dari pamanku.230 Dalam riwayat Tsâbit, Anas juga berkata : "Rasulullah meninggal, tidak ada yang mengumpulkan alQur'an kecuali empat orang, yaitu: Abû alDardâ, Mu'âdz bin Jabal, Zaid bin Tsâbit, dan Abû Zaid.231 Perbedaan jumlah ini memang berasal dari riwayatriwayat sahîh, namun makna hadis yang membatasi jumlah sahabat ini perlu ditinjau ulang. Empat orang sahabat yang disebutkan dalam hadis di atas bukan berarti meniadakan sahabat lain, mereka disebutkan menurut alQurtûbi karena kedekatan mereka kepada Anas bin Mâlik, dan bisa jadi empat sahabat ini yang paling dihafalnya.232 Menurut analisis Ibn Hajar, hadis ini bermuatan politik yaitu ketika konflik horizontal kelompok Aus dan Khajraj yang saling berbangga satu sama lain. Seperti dalam riwayatkan alTabari, Anas bin Mâlik berkata: "Kelompok Aus dan Khajraj saling berbanggabangga, kelompok Aus berkata "kami memiliki empat orang yang hebat, orang yang menggoyangkan ‘Arasy yaitu Sa'ad bin Mu'âdz, orang yang persaksiannya sama dengan dua lakilaki yaitu: Khuzaimah bin Tsâbit, orang yang dimandikan Malaikat yaitu: Hanzalah ibn Abi Âmir dan orang yang panas dari belakang/membunuh musuh yaitu: Âshim bin Abi Tsâbit. Kemudian kelompok Khajraz juga berkata: kami

Rasul dan membunuhnya tanpa ada seorangpun. Kemudian berita ini sampai kepada Rasul, beliau sangat marah dan tidak hentihentinya mendo'akan mereka sampai 30 hari dalam salat subuh bagi kecelakaan kaum Ri‘il, Dzakwân, Lahyan dan ‘Ushayyah. Lihat alMubarakfuri, Sirah Nabawiyah, terjemah al-Rahîq al-Makhtûm, (Jakarta, Pustaka alKautsar, 2006), cet. ke21, h. 379380. 227 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 4, h. 1497. Muslim, Sahîh Muslim juz 1, h. 468. 228 Muhammad Husein Haekâl, Abû Bakar as-Siddiq yang lembut hati, terjemah: Ali Audah, (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2006), cet. ke6, h. 162. 229 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 1385, dan Muslim, Sahîh Muslim juz 4, h. 1918. 230 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1913. 231 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 1913. 232 Syamsyuddîn alQurtûbi, Tafsir al-Qurtûbi, juz 4, h. 219. memiliki empat orang yang mengumpulkan alQur'an yang tidak ada selain mereka, mereka itu adalah yang disebut Anas bin Mâlik dalam riwayat diatas.233 AlZarkasyi mengutip pendapat alDzahabi dalam Ma'rifah al-Qurrâ, sahabat nabi ada yang membacakan hafalannya kepada Nabi sampai hatam dan sampai sanadnya kepada kita, mereka itu berjumlah tujuh orang yaitu : Utsmân bin Affân, Ali bin Abi Tâlib, Ubai bin Ka'ab, Abdullâh bin Masûd, Zaid bin Tsâbit, Abû Mûsâ alAsy'ari dan Abû Dardâ. Tetapi masih banyak sahabat yang mengumpulkan hafalan alQur'an namun bacaannya tidak sampai kepada kita, seperti: Mu'ad bin Jabal, Abû Zaid, Sâlim Maula Abi Huzaifah, 'Abdullah bin Umar dan Uqbah bin 'Amr.234 Beberapa sahabat lain yang hafal alQur'an adalah 'Abdullah bin ‘Umar, sebagaimana riwayat alNasâi, 'Abdullah berkata: "Aku telah mengumpulkan al Qur'an, maka aku mampu menghatamkan setiap malam, berita itu sampai kepada Rasulullah Saw. beliau bekata: " Bacalah alQur'an dalam satu bulan saja".235 Abû Bakar juga hafal alQur'an di masa Rasul, menurut Ibn Hajar tidak diragukan lagi Abû Bakar hafal alQur'an, karena semangatnya menerima alQur'an dan memiliki kesempatan luang bertemu Nabi terutama priode Mekkah. Aisyah berkata: "Beliau mendatangi Nabi di pagi dan sore hari". Beliau juga pernah memimpin salat ketika nabi sakit padahal orang yang pantas memimpin salat adalah orang yang paling pandai membaca alQur'an.236 AlSuyûti mengutip pendapat Abû 'Ubaid dalam al- Qirâât, ia menyebutkan bahwa al-Qurrâ pada masa Rasul adalah: khalifah alArba'ah, Talhah dan Sa'ad, Ibn Masûd, Hudzaifah, Sâlim, Abû Hurairah, ‘Abdullâh bin al Sâib, alAbadilâh yaitu: ‘Abdullâh bin Mas'ûd, ‘Abdullâh bin ‘Umar, ‘Abdullâh bin Mûsâ alAsy‘ari, Âisyah, Hafsah, Ummu Salamah. Dari sahabat Anshâr adalah: ‘Ubâdah bin alSâmit, Mu'âdz bin Jabal, Mujamma' bin Jâriyah, Fadâlah bin ‘Ubaid, Maslamah bin Mukhallad. Mereka semua telah menyempurnakan hafalannya setelah Rasulullah wafat. Abû Dâud memasukkan juga Tamîm alDâri dan Uqbah bin 'Amir.237 Perbedaan jumlah para penghafal alQur'an di masa Rasul dan Sahabat dapat difahami dari beberapa istilah yang disebutkan Rasul dalam beberapa hadis dan

233 Ibn Hajar, Fath al-Bâri juz 9, h. 51. 234 AlZarkasyî, al-Burhân fî 'Ulum al-Qur'an, h. 171. 235 'Abdurrahman alNasâ'i, Sunan al-Nasâ'î juz 5, (Beirut, Dâr alKutub al‘Ilmiyyah, 1991), cet. ke1, h. 24, dan Abû ‘Abdullah alQazwîni, Sunan Ibn Mâjah juz 1, (Indonesia, Maktabah Dahlan, t.t), h. 428. 236 AlSuyûti, Al-'Itqân juz 1, h. 221. 237 AlSuyûti, Al-'Itqân juz 1, h. 219. konotasi maknanya. Istilah itu adalah al-jam'u. Istilah al-jam'u secara bahasa adalah "mengumpulkan (sesuatu)". Namun dalam 'ulum alQur'an adalah pengumpulan al Qur'an secara hafalan dan tulisan. Jika dalam hafalan kita kenal dengan istilah hifz al Qur'an, dan dalam tulisan dikenal kitâbah alQur'an. Dengan demikian para sahabat yang disebutkan Rasul mereka adalah orang yang mengumpulkan alQur'an dengan hafalan dan tulisan. Mereka itu sebagaimana disebutkan alDzahabi ada tujuh orang, yaitu Usmân bin Affân, 'Abdullah bin Mas'ûd, 'Ali bin Abi Thâlib, 'Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Tsâbit, Abû Mûsa al'Asy'ari dan Abû Dardâ. Sementara yang tidak membacakan dihadapan Rasul namun memiliki tulisantulisan seperti Mu'adz, Abi Zaid, Sâlim Maula Abî Hudzaifah, Abdullah bin Amar. Selaian itu adalah istilah al-Qurrâ (dalam peperangan di Bi'ir Ma'unah dan Yamamah) adalah mereka yang biasa membaca dan menghafal alQur'an.238 mereka itu menurut Ibn Jazari ada yang telah hafal seluruh alQur'an, sebagiannya dan hanya beberapa surat saja karena telah wafat.239 AlQur'an bagi mereka bagaikan wirid yang harus di dibaca setiap hari, karena Qurrâ asal kata dari Qâri artinya orang yang membaca alQur’an, mereka itu sebagaimana disebutkan Ibn Hajar kebanyakan Ahli Suffah240 yang tinggal di Masjid Rasul dan membaktikan diri untuk ibadah dan menjaga kehormatan.241 Dengan demikian al-qurra yang terbunuh pada masa Rasul dan Abu Bakar adalah orangorang pilihan yang paling terhormat yang selalau menjaga alQur'an di dalam hati, lisan dan perbuatannya. Jika pada masa Rasul bisa jadi mereka belum menghafal seluruh alQur'an, karena tragedi bi'ir ma'unah terjadi pada tahun keempat hijriyah bulan Safar. Sementara pada masa Abu Bakar mereka sudah hafal alQur'an dan kebanyakan adalah para pejuang veteran Badr karena peperangan Yamamah terjadi pada tahun ke12 hijriyah di awal pemerintahan Abû Bakar. Dengan demikian mereka yang hafal pada masa nabi dan sahabat ada kemungkinan adalah yang hafal seluruhnya dan sebagiannya.

238 ‘Ali Muhammad alDibâ, al-Ida'ah fî Bayân Usûl al-Qira'ah, (Mesir, Matba' Multazam, t.t), h. 5. 239 Ibn alJazari, al-Nasr fî Qirâ'at al-‘Asyr juz 1, (Beirut: Dâr alFikr, t.t), h. 6. 240 Ahli Suffah adalah para Rasul yang tinggal di Masjid untuk beribadah dan menjaga kehormatan diri, mereka memelihara perut, mata dan seluruh anggota tubuhnya dari maksiat. Mereka tidak memiliki keluarga, tempat tinggal, dan pakaian kecuali yang dipakai. Mereka adalah fuqâra yang menjaga 'iffah dirinya dari memintaminta, mereka tidak sedih dengan segala hal di dunia ini dan mereka tidak sedih dan gembira dengan cobaan yang menimpa. Mereka adalah golongan yang tidak tertipu dunia dan perniagaannya untuk berdzikir kepada Allah. Lihat Abu Nu‘aim alAsbahâni, Hilyatul Auliya juz 1, (Beirut, Dâr alKutub al'Arabi, 1405 H.), cet. ke4, h. 337. 241 Ibn Hajar, Fathul Bâri juz 1, h. 168. D. Penulisan alQur’an Dalam kajian ‘ulûm alQur'an, kitâbah adalah bagian dari kajian jam‘u al Qur'an. Secara bahasa jama‘a bermakna "mengumpulkan", yaitu mengumpulkan sesuatu yang terpisah atau tercecer menjadi satu atau menggabung dan menyusun.242 Jika dihubungkan dalam ‘ulum alQur'an, kitâbah memiliki beberapa pengertian. Pertama, penulisan suratsurat alQur'an. Kedua, penulisan ayatayat alQur'an dalam satu surat. Dan ketiga, penulisan alQur'an dalam beberapa mushaf.243 Menurut al Zarkasyi penulisan alQur'an ada dua macam, pertama penulisan suratsurat alQur'an seperti al-sab‘u al-tiwâl, al-mi'ûn, al-matsâni, dan al-mufasal. Pada fase ini penulisan alQur'an dilakukan oleh sahabat Nabi. Kedua penulisan ayatayat alQur'an yang terdapat dalam satu surat dan menggabungkan sebagiannya kepada yang lain. Pada fase ini dilakukan oleh Rasulullah Saw. dibawah bimbingan Jibril as.244 Adapun penulisan alQur'an dalam beberapa mushaf ada dua macam, pertama pengumpulan alQur'an yang terpisahpisah ke beberapa mushaf yang terjadi masa Abû Bakar. kedua pengumpulan alQur'an dalam satu mushaf yang terjadi pada masa Utsmân bin ‘Affân.245 Mushaf ini kemudian dikenal dengan sebutan mushaf ‘utsmâni yang dipegang umat Islam sampai hari ini. Penggunaan istilah "penulisan alQur'an" dimaksudkan sebagai pemakaian istilah ini dalam metode menghafal, disamping untuk menjaga otentisitas alQur'an sebagai kitab suci yang bernilai dalam peradaban manusia. Karena salah satu bukti otentiknya adalah kitab ini ditulis oleh para sekretaris wahyu. Tradisi tulis menulis memang budaya yang kurang dikenal bangsa arab, namun Rasulullah Saw. belajar dari pengalaman Nabinabi terdahulu yang menerima kitab suci namun kitab suci mereka dirubah, dihapus, atau bahkan diganti kalimatkalimatnya oleh pengikutnya karena kepentingankepentingan dunia.246 Sehingga beliau terilhami menuliskan al

242 Al-Munjid fî al-Lughah wa al-Alâm, (Beirut: Dâr alMasyriq, 1998), cet. 37. h. 1001001. 243 AlZarqâni, Manâhil al-‘Irfân juz 1, h. 239. 244 AlZarkasyi, al-Burhân, h. 167. 245 AlZarqâni, Manâhil al-‘Irfân juz 1, h. 239. 246 AlQur'an menceritakan pengalaman mereka sebagaimana disebutkan dalam sebuah ayat: ﻣِﻦ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻫﺎﺩﻭﺍ ﻳﺤﺮﻓﹸﻮﻥﹶ ﺍﻟﹾﻜﹶﻠِﻢ ﻋﻦ ﻣﻮﺍﺿِﻌِﻪِ ﻭﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ ﺳﻤِﻌﻨﺎ ﻭﻋﺼﻴﻨﺎ ﻭﺍﺳﻤﻊ ﻏﹶﻴﺮ ﻣﺴﻤﻊٍ ﻭﺭﺍﻋِﻨﺎ ﻟﹶﻴﺎ ﺑِﺄﹶﻟﹾﺴِﻨﺘِﻬِﻢ ﻭﻃﹶﻌﻨﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦِ... "Yaitu orangorang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempattempatnya, mereka berkata "kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya, mereka mengatakan pula "dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apaapa, dan mereka berkata "râ'inâ",246 dengan memutar mutar lidahnya dan mencela agama…." Râ‘inâ berarti: sudilah kiranya kamu memperhatikan kami, ketika para sahabat menghadapkan kata Ini kepada Rasul, orang Yahudi memakai kata ini dengan cara digumam seakanakan menyebut Râ'ina padahal yang mereka katakan ialah Ru'ûnah yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan Qur’an dengan bimbingan wahyu dari Jibril. Dengan tulisan, alQur’an menjadi kitab yang paling otentik, kerena ada bukti sejarah teksnya, disamping juga hafalan para sahabat. Dua faktor ini yang menyebabkan alQur’an sebagai kita suci paling valid dan orisinal yang tidak mungkin terdapat tahrif. Penulisan alQur'an merupakan fakta sejarah bahwa alQur'an benarbenar terjaga dan terpelihara dalam bukti otentik yaitu batu, pelapah kurma, tulang, kulit kulit binatang dan segala sarana tulis ketika itu hingga kemudian dikodifikasi dalam mushaf yang dapat dibaca oleh seluruh umat Islam. Ini adalah ketentuan Allah dalam menjaga kitab sucinya dan sebagai sebuah wujud pemeliharaannya yaitu lewat tulisan. Berikut akan dikemukakan beberapa argument penulisan alQur'an yang dilakukan pada masa Rasul dan sahabat, serta faktorfaktor penulisan alQur'an. 1. Penulisan alQur'an pada masa Rasulullah Saw. Pada masa Rasul, alQur'an ditulis di pelepah kurma, tulangtulang, bebatuan, dan kulit binatang. Beliau yang memimpin langsung penulisan ini. Untuk mewujudkan ini, beliau menunjuk para sekretaris wahyu yang handal. Mereka itu adalah: ‘Ali bin Abi Tâlib, Zaid bin Tsâbit, ‘Ubai bin Ka'ab, Abû Bakar, ‘Umar bin alKhattâb, Utsmân bin ‘Affân, Mu'awiyah bin Abi Sufyân, Abû ‘Ubadah bin al Jarrâh, Zaid bin Arqâm, Talhah bin ‘Ubaidillah, Yazîd bin Abî Sufyân.247 Penulisan alQur'an pada masa Rasul didukung dengan faktorfaktor pendukung, yaitu: pertama, tulisan merupakan salah satu bentuk jaminan pemeliharaan alQur'an. Allah Swt. menjamin pemeliharaan alQur'an tidak seperti kitabkitab samawi terdahulu (Q.S. alHijr/15:9 dan Yûnus/10:37). Pemeliharaan kitabkitab sebelum alQur'an dengan tulisan, sementara para râhib dan pemimpin agamanya diperintahkan menjaga kitab suci dan isinya. (Q.S. alMâidah/5:63 & 7880), namun sebagian mereka mendustakan kitab suci itu, merubahnya dan bahkan mengganti hukumnya sesuai kehendak mereka.248 AlQur'an dilindungi Allah dari segala tipu muslihat dan

kepada Rasul. Itulah sebabnya Tuhan menyuruh supaya sahabatsahabat menukar perkataan râ'inâ dengan unzurnâ yang juga sama artinya dengan râ'ina. Lihat surat alNisa/4:46. 247 Muhammad Hadi Ma'rifat, Sejarah al-Qur'an, (terj. Târikh alQur'an), (Jakarta: alHuda, 2007), cet. 1, h. 37. 248 Imam Bukhâri dan Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa "Seorang Yahudi dihitamkan mukanya, dipukul dan dibawa kepada Nabi, beliau berkata: beginikah kalian menghukum orang yang berzina, yang terdapat dalam Tauratmu?, mereka menjawab: Ya, kemudian Rasulullah memanggil rahib dan tokoh mereka sambil berkata: beginikah yang kamu dapatkan mengenai hukum zina?, mereka menjawab tidak. Mereka berkata: kami menemukan di dalam kitab Taurat bahwa hukum zina adalah rajam. Tetapi perbuatan itu banyak terjadi pada orangorang besar kami, kalau seorang pembesar yang melakukan, mereka tidak dihukum jika yang melakukan orang lemah, maka terhadap mereka kami lakukan rajam. Untuk itu kami lakukan hukum yang berlaku secara kejahatan besar itu. Jaminan pemeliharaan itu diwujudkan dengan bentuk hafalan dan tulisan. Allah Swt. menjadikan Rasulnya sangat mencintai alQur'an baik membacanya maupun menulisnya. Kecintaan ini diikuti para sahabatnya yang juga sangat mencintai alQur'an, karenanya beliau memiliki sekretaris wahyu yang setiap hari menulis alQur'an dibawah bimbingannya. Tulisan merupakan sarana otentik yang paling kuat memelihara alQur'an, tulisan juga selalu akan hidup dan terpelihara ketika Rasul sudah dipanggil Allah Swt. dan atau para penghafal alQur'an meninggal. Seperti pada tragedi Bi'ir Ma‘unah dan Yamamah, dimana sahâbat yang hafal al Qur'an banyak sekali yang meninggal dunia. Dengan demikian penulisan alQur'an merupakan salah satu wujud pemeliharaan Allah Swt. terhadap alQur'an sampai hari kiamat. Kedua, Rasulullah Saw. memotifasi sahabatnya belajar dan menulis alQur'an. beliau sadar membaca dan menulis adalah faktor penentu kemajuan dan peradaban dan kerena itu alQur'an turun pertama kali membimbing umat Islam agar melek baca dan menulis (Q.S. al‘Alaq/96: 15). Zaid bin Tsâbit pernah disuruh mempelajari kitab Yahudi berbahasa Suryani oleh Rasulullah Saw. dia berkata: "Aku mempelajari kurang dari satu bulan kemudian aku dapat menguasai". Rasulullah Saw. bersabda: orang Yahudi tidak akan merasa aman atas kitabku,". Setelah mempelajarinya aku menuliskan untuk Rasulullah Saw."249 Rasul menyuruh sahabatnya untuk menulis al Qur'an ketika diturunkan dan mencatat selainnya, beliau bersabda “lâ taktubû ,anni ghaira al-Qur’an, faman kataba ,anni syai,an ghaira al-Qur’an falyamhuh” ("janganlah kalian menulis selain alQur'an, siapa yang menulis selain alQur'an maka hendaknya ia menghapus”).250 Hadis ini disampaikan Rasulullah pada awal Islam, menurut alNawâwi larangan tersebut disampaikan ketika beliau khawatir tercampur

umum, baik terhadap pembesar maupun orang lemah. Lalu diputuskanlah bersama dengan cara menghitamkan mukanya serta didera sebagai pengganti rajam. Lalu Rasulullah berkata: "Ya Allah, akulah yang mulamula menghidupkan dan menegakkan perintahmu setelah mereka mematikan dan meninggalkannya". Kemudian Rasul memerintahkan orang itu dirajam. Lihat alBukhâri, Sahîh al- Bukhâri, juz 3, h. 1817, Ahmad, Musnad Ahmad, h. 359. Lihat juga Ahmad Mustafa alMarâghi, Tafsir al-Marâghi jilid 2, (Beirut: Dâr alFikr, 2001), cet. ke1, h. 299. 249 AlTabrâni, Mu‘jam al-Kabîr juz 5, h. 46. Menurut Abû Ja'far, hadis ini mengandung makna orang yahudi mendatangi Rasul sambil membacakan kitab suci dihadapannya yang berbahasa suryani, padahal mereka tidak yakin kitab itu penuh dengan kebohongan, penyimpangan dan tahrîf. Sedangkan kitabkitab yang dikirimkan merupakan jawaban atas kitabkitab mereka yang berbahasa arab, sehingga orang yahudi membutuhkan pengetahuan bahasa arab agar mampu membacakan kepada kaumnya. Maka Rasul menyuruh Zaid mempelajari kitab mereka yang berbahasa Suryani agar mampu menjelaskan kepada mereka, sehingga Rasul mampu meluruskan yang kurang dan membenarkan penyimpanganpenyimpangan yang tidak benar. Lihat Abu Ja‘far alTahâwî, Musykil al-Atsâr juz 5, (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1415 h.), h. 46. 250 Muslim, Sahîh Muslim juz 4, h. 229. penulisan alQur'an dengan yang lain atau tercampur dalam satu mushaf sehingga orang yang membaca akan menduga alQur'an.251 Ibn Hajar menambahkan bahwa larangan tersebut hanya ketika diturunkan alQur'an, karena Nabi takut bercampur dengan tulisan yang lain.252 Dengan demikian larangan ini tidak bersifat umum, artinya Nabi tidak melarang menulis selain alQur'an, karena Nabi pernah menyuruh sahabatnya menulis segala sesuatu yang beliau ucapkan.253 Karena itu setiap ayatayat alQur'an yang diturunkan, beliau perintahkan sahabatnya untuk menulis, sekaligus membimbing mereka dalam meletakkan ayat ini dan ayat yang lain dalam satu surat. Ketiga, bimbingan penulisan alQur'an langsung oleh Nabi Saw. Dalam menuliskan alQur'an, para sahabat dibimbing langsung Nabi, kadang beliau mengim la’kan bacaan tersebut dan menyuruh sahabat untuk membaca hasil tulisannya. Jika terdapat kesalahan, beliau membenarkannya. Seperti dalam riwayat alTabrani, Zaid bin Tsabit berkata: "Aku menulis wahyu di sisi Rasul dan beliau yang mengimla'kan kepadaku, jika aku selesai menulis, beliau berkata: bacalah, maka aku membacanya. Jika terdapat kekeliruan beliau membenarkannya.254 Dalam riwayat lain, ketika turun ayat "lâ yastawi al-qâ‘idûna min al-mu'minîn",255 Rasulullah memanggil Zaid untuk menulis, kemudian datang ‘Abdullah bin Ummi Maktûm sambil mengadukan sakitnya (matanya buta), ia berkata: "wahai Rasul bagaimana dengan aku ini". Lalu Allah menurunkan ayat "ghairu ulu al-darari wa al-mujâhidûna fi sabilillâh...".256 Dengan demikian adanya bimbingan penulisan alQur'an dari Rasulullah Saw. dan juga tulisantulisan lain memotivasi sahâbat untuk menuliskan alQur'an. Keempat, adanya sarana dan tempat menulis alQur'an. Pada masa Nabi, media penulisan alQur'an memang masih sederhana, dalam beberapa riwayat, penulisan alQur'an ditulis di beberapa hal, yaitu: al-riqâ, al-aktâf, al-‘usub, al-aqtâb, dan al-likhâf. Al-riqâ adalah bentuk plural dari kata ruq‘ah berarti potongan dari

251 Yahyâ bin Syaraf alNawâwî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawâwi jilid 9 juz 18, (Qâhirah: Dâr alTaqwâ li alTurâts, 2001), cet. ke1, h. 113. 252 Ibn Hajar, Fath al-Bâri juz 1, h. 251. 253 Beliau bersabda: ﺍﻛﹾﺘﺐ ﻓﹶﻮﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻧﻔﹾﺴِﻲ ﺑِﻴﺪِﻩِ ﻣﺎ ﻳﺨﺮﺝ ﻣِﻨﻪ ﺇِﻟﱠﺎ ﺣﻖ "Tulislah, demi dzat yang jiwaku ditangannya, tidaklah keluar darinya kecuali yang benar". Hadis ini diriwayatkan oleh sahâbat ‘Abdullah bin ‘Amar, ia berkata aku selalu menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasul, aku ingin menghafalnya. Lalu orang Quraisy melarangku dan berkata: engkau selalu menulis segala sesuatu dari Rasul, sedangkan beliau adalah manusia biasa yang salah dan suka marah. Kemudian aku memegang kembali tulisan itu dan Rasul memberikan isyarat dengan telunjuknya sambil berkata sebagaimana hadis di atas. Lihat Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 3, h. 318. 254 AlTabrâni, Mu'jam al-Kabîr juz 5, h. 142. 255 Q.S. alNisâ/4:95 256 AlBukhari, Sahîh al-Bukhâri juz 5, h. 182183 kulitkulit binatang, kadang juga terbuat dari kain tenun atau daun. Al-riqâ adalah media yang sering disebutkan dalam hadis.257 Al-aktâf adalah bentuk plural dari kata katfun yang berarti tulang yang lebar, ia adalah asal dari tulang punggung hewan. Menurut alSuyûti, aktâf adalah tulang dari unta atau domba.258 Ketika selesai menuliskan alQur'an, Zaid bin Tsâbit berkata: "Setelah selesai menuliskan alQur'an, aku kumpulkan di dalam kulitkulit binatang, tulangtulang, pelepah kurma dan hati manusia".259 Al-‘usub adalah bentuk plural dari kata ‘asîb artinya pelepah kurma, menurut alSuyûti, para sahabat biasa menggoreskan dalam pelepah dan kulit binatang kemudian menulisnya di tulang yang sangat besar. Al-aqtâb adalah bentuk plural dari kata qutbun bermakna potongan kayukayu yang diletakan dipunggung unta agar dapat ditunggangi. Sedangkan kata al-likhâf adalah bentuk plural dari kata lakhfah artinya kerikilkerikil batu. Selain yang disebutkan di atas, menurut Ibn Hajar ada media lain yang digunakan yaitu al-suhuf, al-alwâh, dan al-karânîf.260 Al-suhuf adalah bentuk plural dari kata sahifah artinya lembaranlembaran kertas. Al-alwâh adalah bentuk plural dari kata lauh artinya (helai) papan. Sedangkan al-karânîf adalah bentuk plural dari kata karnîf artinya engkol pohon yang menetap di batang kurma.261 Adapun tempattempat menuliskan alQur'an yaitu di Kuttâb dan masjid Nabi yang berseberangan dengan rumahnya. Selain dua tempat ini para sahabat sering menulis di tempat masingmasing karena jarak rumah yang berjauhan disamping mereka ingin memiliki catatan pribadi. Tempattempat tersebut bisa juga digunakan untuk menghafal dan mempelajari alQur'an. Menurut Ibn Sa‘ad pada tahun kedua hijriah madrasahmadrasah sudah mulai dibuka, ketika Ibnu Ummi Maktûm tiba di Madinah sesudah perang Badr ia tinggal di Dâr alQurra (rumah para pembaca al Qur'an) yaitu milik Makrimah bin Naufal. Rumah ini adalah tempat tinggalnya yang sekaligus dijadikan tempat belajar dan menulis alQur'an. Dalam pada itu tidak mustahil ada sekolahsekolah lain. Ibn Mas‘ud berkata: aku belajar dari mulut Rasul Saw. tujuh puluh surat, Zaid bin Tsâbit mempunyai sejenis tas buku yang disimpan di

257 Zaid bin Tsâbit ra. berkata: ﻋِﻨﻛﹸ ﺭﺪﻨﺎ ﺍﷲِﻝِﻮﺳ ﺻ ﻋﻠﹼ ﻭﻠﻴﻰ ﺍﷲ ﻧﻠﹼﺳﻪ ﺍﻟﹾﻒﻟﹼﺆﻢ ﻣِﺮﻘﹸ ﺍﻟﺮﻗﹶﻦﺁﻥ ﺎﻉ "Kami di sisi Rasul menulis alQur'an dari al-Raqâ (kulit binatang)". Lihat Ahmad, Musnad Ahmad juz 5. h. 185. 258 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 207. 259 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhari juz 6, h. 98 260 Ibn Hajar, Fath al-Bâri juz 9. h. 11. 261 Ibn Hajar, Fath al-Bâri juz 9. h. 11. Kuttab.262 Menurut M.M. Azami penggunaan kata Kuttab sebagai pengganti suffah menunjukan bahwa pada saat itu sudah ada tempattempat belajar untuk anakanak. Di Madinah ketika itu juga sudah ada sembilan masjid yang kemungkinan dipakai sebagai tempat menulis dan mempelajari alQur'an.263 2. Tulisantulisan alQur'an setelah Nabi Saw. meninggal Sahabat Nabi yang memiliki tulisan alQur'an berbedabeda, sahabat yang menjadi sekretaris wahyu seperti: ‘Ali bin Abi Talib, Ibn Mas‘ûd, Ubai bin Ka'ab memiliki tulisan alQur'an yang berbeda, mulai dari jumlah suratnya dan ciricirinya. Pada masa Nabi, tulisantulisan ini belum berkembang dan menjadi urgent. Beliau membolehkan sahabatnya menulis alQur'an untuk pribadi masingmasing karena wahyu belum seluruhnya diturunkan disamping mereka diperintahkan berdakwah ditempat yang berbedabeda. Tulisan ‘Aisyah sendiri berbeda, dalam al-Muwatta‘, imam Mâlik meriwayatkan hadis dari Abi Yûnus, ia berkata: "Aisyah menyuruhku menulis sebuah mushaf, kemudian ia berkata: jika engkau telah sampai pada ayat "hâfizû ‘ala al-salawâti wa salâti al-wustâ wa qûmû lillâhi qânitîn" berikan aku informasi, setelah sampai menulisnya aku sampaikan, beliau mengimlakan dengan bacaan " hâfizû ‘ala al-salawâti wa salâti al-wustâ wa salâti al-‘ashri wa qûmû lillâhi qânitîn" dia berkata: demikianlah aku mendengar dari Rasulullah Saw.264 Demikian pula tulisan Hafsah yang ditulis oleh ‘Amar bin Râfi‘, tulisan beliau sama seperti ‘Aisyah.265 Tulisan ‘Utsmân bin ‘Affan menggabungkan surat alAnfâl dengan Barâ'ah, ketika ditanya Ibn Abbas, ia menjawab: 'Surat alAnfâl diturunkan pada awal periode Madinah dan ayatayat terakhir Barâ'ah adalah sebagian akhir alQur'an. Dua surat ini memiliki kandungan cerita yang sama sehingga aku mengira satu surat. Tatkala Rasulullah Saw. meninggal beliau tidak menjelaskannya, sehingga aku menggabungkannya dan tidak menulis bismillahirahmanirahim diantara surat itu. Aku meletakkannya diantara suratsurat yang panjang/al-Sab‘u al-Tiwâl.266 Muhammad Hadi Ma'rifat dalam Sejarah alQur'an menuliskan tentang ciri ciri mushaf ‘Ali, yaitu: pertama, ayatayat dan surahsurah tersusun rapi sesuai dengan urutan turunnya, ayatayat Makkiyah ditulis sebelum Madaniyah. Kedua, tercantum bacaan ayatayat yang sesuai dengan bacaan Rasul, bacaan yang paling

262 Ahmad, Musnad Ahmad juz 1, h. 273. 263 M.M. Azami, Hadis Nabi, h. 85. 264 Mâlik bin Anas alAsbahi, al-Muwatta, (Qahirah, t.p, 2003 ), cet. ke2, h. 79. 265 Mâlik, al-Muwatta, h. 7980. 266 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 4, h. 336337. murni. Dalam mushaf ini tidak ada sama sekali perbedaan bacaan alQur'an. Ketiga, mushaf ini mengandung tanzîl dan takwîl yang menjelaskan peristiwa serta kondisi ayat turun, penjelasan itu berada di tepi mushaf.267 Namun mushaf ini tidak ada, Ibn Sîrin berkata: meski saya sudah berusaha keras mendapatkan mushaf itu, tetapi saya tidak berhasil menemukannya.268 Tulisan ‘ Ibn Mas‘ûd hanya terdiri 111 surat, beliau tidak memasukkan surat al-Hamdu dan al-Mu‘awidzatain.269 Ciriciri lain, tulisan beliau mengganti sebagian kata untuk menjelaskan maksud ayat. Seperti "faqta‘û aidiyahumâ" diganti "faqta‘û aimânihimâ",270 kadangkala dia menambah lafadzlafadz untuk menjelaskan dan menafsirkan kata dan kalimat. Seperti kata zukhrûf diganti kata dzahab, kata ihn diganti kata suf, kata atsîm diganti dengan kata fâjir dalam surat alsâfât/37:62).271 Ubai bin Ka‘ab melatakkan surat alAnfâl setelah Yûnus sebelum Bara'ah. Tulisan beliau menambah dua surat yaitu alKhal‘u272 dan alHafdu273, keduanya adalah do'a qunût yang biasa dibaca Rasul di salat subuh. Menurut alSuyûti, riwayat di atas sahîh yang diriwayatkan alTabrâni. Tulisan Ubai juga menyatukan surat alFîl dengan Quraisy dengan tidak menulis lafaz bismillâhirrahmânirrahîm diantara kedua surat itu.274

3. Para Sekretaris Wahyu

267 Hadi Ma'rifat, Sejarah al-Qur'an, h. 132133. 268 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 155. 269 ‘Abdullâh bin Mas‘ud tidak mengkategorikan surat al-Hamdu sebagai alQur'an karena ingin menghindari keberserakan dan kehilangan alQur'an dan karena surat ini dibaca berulangulang, maka dia tidak akan pernah hilang. Dengan kata lain, surat ini adalah pasangan alQur'an sehingga tidak termasuk bagiannya. Sedangkan surat al-Mu‘awidzatain menurutnya adalah do'a yang dibacakan Rasul kepada Hasanain as. untuk menolak sihir. Setiap kali ‘Abdullah melihat dua surat ini di tulis di dalam mushaf ia menghapusnya dan berkata: Janganlah kalian mencampurkan selain alQur'an dengan alQur'an. Dan beliau tidak pernah membacanya dalam salat. Lihat Ibn Katsîr, Tafsir al-Qur'an al-Azim juz 4. h. 225, bandingkan juga alZarkasyi, al-Burhân juz 2, h. 35. 270 Q.S. alMâidah/6:38, lihat juga alSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 97. 271 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 53. Riwayatriwayat yang dinisbahkan pada ‘Abdullah bin Mas‘ud tidak bisa dipastikan. Sebagian besar ada politisasi pemalsuan dan perbedaan padanya. Apalagi Ibn Mas‘ud tidak sejalan dengan penguasa ketika itu. Di sisi lain kasus penambahan itu hanya penafsiran dan keterangan dimana para sahabat sering menulis penafsiran dipinggir mushaf dan menyebarkan kepada sahabat lain dengan tujuan pengertian dan pesan ayat itu tetap terjaga. Lihat Muhammad Hadi Ma'rifat. Sejarah al-Qur'an, h. 141. 272 Surat al-Khal,u yaitu: ﺑِﺴﻢِ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺍﻟﺮﺣِﻴﻢ ، ﺍﻟﻠﹼﻬﻢ ﺇﻧﺎ ﻧﺴﺘﻌِﻴﻨﻚ ﻭﻧﺴﺘﻐﻔِﺮﻙ ﻭﻧﺜﹾﻨِﻲ ﻋﻠﹶﻴﻚ ﻭﻻﹶ ﻧﻜﹾﻔﹸﺮﻙ، ﻭﻧﺨﻠﹶﻊ ﻭﻧﺘﺮﻙ ﻣﻦ ﻳﻔﹾﺠﺮﻙ، ﺍﻟﻠﹼﻬﻢ ﺇﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒـﺪ ﻭﻟﹶﻚ ﻧﺼﻠﹼﻲ ﻭﻧﺴﺠﺪ ﻭﺇِﻟﹶﻴﻚ ﻧﺴﻌﻰ ﻭﻧﺤﻔِﺪ، ﻧﺮﺟﻮ ﺭﺣﻤﺘﻚ ﻭﻧﺨﺸﻰ ﻋﺬﹶﺍﺑﻚ ﺇِﻥﹼ ﻋﺬﹶﺍﺑﻚ ﺑِﺎﻟﹾﻜﹸﻔﹼﺎﺭِ ﻣﻠﹾﺤِﻖ . . 273 Surat al-Hafdu yaitu; ﺑِﺴﻢِ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺍﻟﺮﺣِﻴﻢ ، ﺍﻟﻠﹼﻬﻢ ﺇِﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ ﻭﻟﹶﻚ ﻧﺼﻠﹼﻲ ﻭﻧﺴﺠﺪ ﻭﺇِﻟﹶﻴﻚ ﻧﺴﻌﻰ ﻭﻧﺤﻔِﺪ، ﻧﺮﺟﻮ ﺭﺣﻤﺘﻚ ﻭﻧﺨـﺸﻰ ﻧﻘﹾﻤﺘِـﻚ، ﺇﻥﹼ ﻋﺬﹶﺍﺑﻚ ﺑِﺎﻟﹾﻜﹶﺎﻓِﺮِﻳﻦ ﻣﻠﹾﺤِﻖ . . 274 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 77. Sahabatsahabat yang menjadi sekretaris wahyu banyak sekali. Menurut M.M. Azami jumlah mereka sebanyak lima puluh orang.275 Mereka ada yang bersifat sementara, ada juga yang menjadi sekretaris tetap. Mereka itu adalah: ‘Ali bin Abi Tâlib, Zaid bin Tsâbit, dan ‘Ubai bin Ka'ab, para penulis wahyu lainnya berada di tingkat setelah mereka. ‘Ali Adalah sepupu beliau yang ditugaskan menulis wahyu sejak di Makkah sampai beliau wafat, Rasulullah sendiri yang menyuruh ‘Ali untuk mencatat setiap wahyu yang turun agar alQur'an tidak jauh darinya. Sedangkan di Madinah, Zaid bin Tsâbit dan ‘Ubai bin Ka‘ab adalah penulis yang inti. Di Madinah Zaid memiliki rumah yang letaknya bersebelahan dengan rumah Rasulullah Saw. sehingga setiap wahyu turun beliau biasa memanggilnya untuk mencatat. ‘Ubai bin Ka‘ab adalah sahâbat yang mampu menulis sejak zaman jahiliyah, menurut Ibn ‘Abd alBarr: ‘Ubai adalah orang pertama di Madinah sebagai penulis wahyu, dialah orang menerima alQur'an secara sempurna dari Nabi Saw. dan hadir dalam pemaparan al Qur'an yang terakhir. Oleh kerena itu ia dijadikan ketua kelompok pada masa Utsmân bin ‘Affân untuk mengkodifikasikan alQur'an, setiap ada permasalahan yang berten tangan maka dapat diselesaikan olehnya.276 Rasulullah sengaja menunjuk para pemuda yang memiliki kemampuan dan motifasi dalam menulis alQur'an, karena selain memiliki kecerdasan juga tempat tinggal mereka berdekatan dengan rumah Nabi, sehingga faktor ini sangat memudahkan beliau untuk mencatat wahyu. Sahâbatsahâbat lain banyak juga yang menulis wahyu seperti Abû Bakar, ‘Umar bin alKhattâb, Utsmân bin ‘Affân, Mu'awiyah bin Abi Sufyân, Abû ‘Ubadah bin alJarrâh, Zaid bin Arqâm, Talhah bin ‘Ubaidillah, Yazid bin Abi Sufyân, dan lainlain. Selain yang disebutkan, Rasul Saw. memiliki sekretaris pribadi untuk mencatat suratsurat, perjanjian dan perdamaian seperti ‘Ali bin Abi Talib, ‘Abdullah bin Arqam, Zubair bin Awwam, Khalid bin Aban, Hanzalah Usaidi, ‘Ala bin Hadrami, Abdullah bin Rawahah, Muhammad bin Muslimah, ‘Amr bin al‘Ash dan Syuarahbil bin Hasanah.277 Menurut alWâqidi ketika Islam muncul dikalangan Quraisy hanya ada tujuh belas orang yang menulis wahyu, mereka adalah: Abû Bakar alSiddîq, ‘Ali bin Abi Tâlib, ‘Umar bin Khatâb, Utsmân bin Affân, Abû Ubaidah bin Jarrah, Talhah bin Ubaidillah, Yazîd bin Abî Sufyân, Abû Huzaifah bin Utbah bin Rabi‘ah, Hatib bin

275 M.M. Azami, Hadis Nabi, h. 8788. 276 Ibn ‘Abd alBarr, al-Istî‘âb fî Ma'rifah al-Ashâb juz 1, (Beirut: Dâr Hasyiah, t.t), h. 5051. 277 Hadi Ma'rifat, Sejarah al-Qur'an, h. 37. Amr, Abû Salamah bin ‘Abdul Asad alMakhzumi, Abân bin Sa‘îd bin ‘Ash bin Umayyah, ‘Abdullâh bin Sa‘ad bin Abi Sarah, Huwaitib bin Abdul Uzza, Abu Sufyân bin Harb, Mu‘awiyah bin Abi Sufyân, dan Juhaim bin Abî Silt.278 Sementara itu dari kalangan wanita yang menulis di awal Islam adalah: Ummu Kultsûm bin Uqbâh, Karimah binti Miqdad dan Syifa binti Abdullah. Atas perintah Nabi, Syifa mengajarkan Hafsah ilmu tulis dan setelah itu hafsah masuk golongan penulis wahyu. Sedangkan ‘Aisyah dan Ummu Salamah termasuk yang mampu membaca saja.279 Sedangkan di Madinah yang menulis wahyu adalah: Zaid bin Tsâbit, Ubai bin Ka'ab, Rafi bin Mâlik, Usaid bin Hudhair, Ma‘an bin ‘Adi, Basyir bin Sa‘ad, Sa‘ad bin Rabi', Aus bin Khiwalla dan ‘Abdullah bin Ubai.280 Zaid bin Tsâbit adalah seorang pemuda sekaligus tetangga Nabi di Madinah, setiap ayat yang turun Nabi selalu memanggilnya dan menyuruh untuk menulis. Selain itu Zaid menguasai bahasa Ibrâni, sahabat ada yang menguasai bahasa ini selain Zaid seperti Sa‘d bin Ubadah, Mundzir bin Amr dan Ubai bin Ka‘b. Menurut Ibnu ‘Abd alBarr, Ubai bin Ka‘ab adalah orang pertama yang bertugas menulis wahyu. Dia juga orang pertama yang menulis akhir surat, dia menerima alQur'an secara sempurna dari Rasulullah Saw. dan hadir dalam penyampaian wahyu terakhir.281 Menurut Ibn Atsîr, sahabat yang selalu hadir dalam penulisan wahyu adalah: Abdullah bin Arqâm alZuhri, ‘Abdullah bin Mas'ûd, Zubair bin Awwam, Khalid bin Abban, dua putra Said bin Ash, Hanzalah Usaidi, ‘Ala bin Hadrami, Khalid bin Walid, Abdullah bin Rawahah, Muhammad bin Muslimah, Mughirah bin Syu'bah, Amar bin Ash, Muawiyah bin Abi Sufyan, Jahm/Juhaim bin Shilt, Ma‘aqib bin Abi Fatimah dan Syurahbil bin Hasanah.282 Penulis wahyu merupakan orangorang pilihan Nabi, mereka juga memiliki kemampuan tulismenulis, sehingga kebanyakan mereka pemuda. Nabi menunjuk mereka karena memiliki kemampuan dan tenaga yang handal disamping memiliki kecakapan. Dengan demikian hal ini sangat memudahkan beliau untuk mencatat alQur’an disamping mobilitas kegiatan yang tinggi dalam mengamban dakwah islam.

278 Abul Hasan alBaladzuri, Futûh al-Buldân, (Qâhirah, Dâr al'Ulum, 1901), h. 457460. 279 AlBaladzuri, Futûh al-Buldân, h. 460. 280 alBaladzuri, Futûh al-Buldân, h. 460. 281 Ibnu ‘Abd alBarr, al-Isti‘ab fî Ma'rifah al-Ashab, juz 1, h. 50. 282 Ibn AlAtsîr, Usud al-Ghâbah juz 1, (Beirut, Dar alKutub, t.t), h.50.

E. Kaidahkaidah Umum Menghafal alQur’an Kaidah berasal dari bahasa arab qâ‘idah, bentuk pluralnya qawâ‘id artinya dasar atau asal sesuatu yang dijadikan patokan atau sandaran, menurut alZajjâj, qâ‘idah adalah tiangtiang bangunan yang dijadikan patokan.283 Dalam kajian ‘ulûm alQur'an kaidah diartikan dengan "hukum al-kulli yuta‘arafu bihi ‘ala ahkâm juziyyât" yaitu suatu hukum universal/umum yang dapat diketahui darinya hukum hukum parsial.284 Jika dikaitkan dengan menghafal alQur'an dapat diartikan dengan teoriteori umum yang dijadikan patokan bagi para penghafal alQur'an dalam menghafal dan melekatkan hafalannya. Kaidahkaidah ini merupakan pengalaman salafussalih dan para penghafal setelahnya yang bersumber dari alQur'an, hadis dan pengalaman mereka.285 Berikut dipaparkan kaidahkaidah menghafal alQur'an. 1. Niat yang ikhlas adalah sumber taufîq dan keberhasilan dalam menghafal

Niat adalah sumber diterima dan suksesnya perbuatan, Rasul menegaskan bahwa "innama al-a‘mâl bi al-nniyât" ("sesungguhnya diterimanya amal, tergantung niatnya").286 Ikhlas berasal dari kata akhlasa-yukhlisu-ikhlâs, ia berasal dari fi,il mâdi khalasa-yakhlusu-khulusan yang secara bahasa bermakna penyelamatan atau pembebasan.287 Orang yang ikhlas adalah orang yang dipilih Allah Swt. untuk dibersihkan hatinya dari kotorankotoran. Ikhlas berarti mengesakan Allah Swt. dalam

283 Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab juz 3, h. 357. 284 Khâlid ibn ‘Utsmân alSabt, Qawa‘id al-Tafsir Jam‘an wa Dirasah vol 1, (t. tp., Dâr Ibn ‘Affân, 1997), hal. 23. 285 Kaidahkaidah menghafal alQur'an adalah suatu aturan baku menghafal alQur'an yang ideal. Tentunya kaidahkaidah ini berdasar pengalaman para huffaz di masa Rasul, sahabat dan generasi setelahnya secara umum, dengan demikian kaidahkaidah ini bersifat normatif. Kaidahkaidah ini banyak sekali, penulis hanya meringkas sebelas kaidah yang paling umum digunakan. 286 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 4. 287 Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab juz 7, h. 26 menjalankan ketaatan dan menjadikan hal itu sebagai tujuan melaksanakan perbuatan untuk mendekatkan diri padaNya dan itu tidak akan sempurna tanpa ketulusan, kesabaran dan istiqâmah.288 Para ulama dalam menyusun kitab, selalu menempatkan kajian ikhlas pada awal pembahasan, ini tidak lain karena ikhlas merupakan sumber perbuatan diterima atau tidak, sebagaimana dalam surat alBayyinah/98 ayat 5.289 Untuk melihat indikator keikhlasan menurut imam ‘Ali bin Abî Talib ada tiga hal: pertama, dia selalu malas jika melakukan suatu hal seorang diri. Kedua, dia selalu bersemangat jika melakukan amal dengan orang lain. Dan ketiga, dia bersemangat melakukan amal jika diberikan pujian orang lain.290 Dalam menghafal alQur'an penting sekali menumbuhkan keikhlasan, karena yang akan dihafal bukan sembarang bacaan, tulisan dan firman. Dia adalah alQur'an kitab suci yang sangat mulia di bumi dan langit bahkan di alam semesta ini tidak ada yang menandinginya. Karena itu keberhasilan menghafal sangat bergantung pada sejauhmana keikhlasan seorang kepada Allah Swt. Ibn ‘Abbâs berkata: "sesungguhnya kemampuan seorang dalam menghafal alQur'an tergantung niatnya".291 Orang yang menghafal alQur'an diniatkan bukan kepada Allah tetapi karena ingin mencari dunia, riyâ, bangga dan sombong, sum‘ah, maka dia tidak akan mendapat sedikitpun pahala atas apa yang dilakukan, bahkan dia diancam masuk Neraka. Rasulullah Saw. sangat mengecam orang yang menghafal alQur'an karena ingin mencari dunia dan ingin diperhatikan manusia. Beliau bersabda: "Orang yang pertama kali akan diadili pada hari kiamat adalah orang yang mempelajari ilmu kemudian mengajarkannya, dan orang yang membaca alQur'an kemudian menghafalkannya, kemudian diperlihatkan nikmat nikmatNya kepadanya. Dia pun mengetahuinya. Maka Allah Swt. akan bertanya, apa yang telah engkau kerjakan dengannya?, dia menjawab, "Aku telah belajar suatu ilmu demi engkau dan aku telah mengajarkannya. Aku juga telah mengajarkan alQur'an. Dia menjawab, "Engkau berbohong, engkau mempelajarinya sematamata ingin

288 AlQusyairi, Risâlah al-Qusyairiyyah, (Dimasq, Dâr alKhair, 1991), h. 207. 289 Allah Swt. berfirman: ﻭﻣﺎ ﺃﹸﻣِﺮﻭﺍ ﺇِﻟﱠﺎ ﻟِﻴﻌﺒﺪﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺨﻠِﺼِﲔ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺣﻨﻔﹶﺎﺀَ ﻭﻳﻘِﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻠﹶﺎﺓﹶ ﻭﻳﺆﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰﻛﹶﺎﺓﹶ ...... "Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat... (Q.S. alBayyinah//98:5) 290 Muhyiddîn alGhazâli, Ihyâ 'Ulûm al-Dîn juz 3, (Beirut: Dâr alFikr, 1995), h. 396. 291 AlNawâwi, al-Tibyân fî âdab hamalat al-Qur'an, (Jaddah: alHaramain, t.t), h. 64. dikatakan seorang Qâri, kemudian diperintahkan untuk menyeret wajahnya hingga terlempar ke neraka.292 Seorang yang menghafal alQur'an disertai keikhlasan pada Allah, dia akan meraih puncak kebahagiaan tertinggi yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Dia juga pasti akan mendapat jaminan dari Allah Swt. akan kemudahan menghafal dan menjaga setiap waktu. Dalam menjaga keikhlasan, memang dibutuhkan sikap kontinuitas atau istiqâmah, karena seorang yang awalnya sudah baik, mulia, dan terpuji dengan menghafal alQur'an, Allah pasti akan mengujinya dengan berbagai cobaan sesuai tingkat umur dan keimanan seorang. Untuk menumbuhkan keikhlasan dalam menghafal alQur'an paling tidak harus memperhatikan beberapa hal; pertama, kokohkan niat menghafal yang kuat dengan amalamal sâlih seperti salat, do'a, zikir, dan ibadah lainlain. Kedua, selalu memperbarui niat apalagi di saatsaat lalai, karena menghafal alQur'an kadang jenuh atau sibuk dengan aktifitas lain sehingga melupakan muraja'ah. Ketiga, memahami kemuliaan ayat yang dihafal dan berusaha mengamalkannya secara dinamis dalam kehidupan seharihari. Keempat, menjauhkan dari kesibukan dunia yang melalaikan hafalan alQur'an, Kelima, beribadah dan berdo'a kepada Allah dengan khusyu' agar dijadikan seorang yang istiqâmah dalam alQur'an. Namun, untuk menumbuhkan keikhlasan pada seorang anak kadang harus dipaksa, di keraskan atau bahkan menggunakan fisik yang wajar. Karena pertama kali yang perlu ditumbuhkan mereka adalah rasa cinta pada alQur'an sebagai modal awal untuk menumbuhkan keikhlasan di kemudian hari. Para salafussalih dahulu selalu mengajarkan anakanak mereka berbuat ikhlas sejak dini dan mereka menanamkan hal itu pada diri anakanak mereka agar mereka tumbuh menjadi anak yang mengenal ikhlas dan mengetahui pengawasan Allah Swt. dalam setiap perbuatannya.293 Dengan niat yang ikhlas yang tulus ini akan menumbuhkan sifat kesabaran dan kepasrahan pada hukumhukum Allah, sabar sangat penting sekali dalam menghafal. Sabar berasal dari kata sabara artinya menahan, sabar berarti menahan diri atas segala sesuatu yang diharamkan Allah Swt. dan yang dibolehkanNya ketika berlebihan. Sifat sabar sangat penting sekali dalam menghafal alQur'an, bahkan sebenarnya sifat ini merupakan sebuah kewajiban dalam menjaga hafalan. Karena al

292 Muslim, Sahîh Muslim juz 3, h. 47, dan alTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 4, h. 19.

293 ‘Ablah Jawwad alHarsyi, Kecil-kecil hafal al-Qur'an, terjemah: M. Agus Saifuddin, (Jakarta: alHikmah, 2006), cet. ke1, h. 29. Qur'an menuntut seorang untuk sabar, sabar dalam menghafal alQur'an terdiri atas beberapa hal: pertama, sabar dalam memulai hafalan ayatayat yang baru, kedua, sabar dalam menjaga hafalan dan muraja'ah. Ketiga, sabar dalam mengulangi ayat ayat mutasyâbihat. Rasulullah Saw. selalu menyuruh sahabat untuk membaca al Qur'an dan menjaganya dari lupa, karena menjaga hafalan alQur'an itu lebih sulit dan cepat hilang dari unta yang diikat dalam cancangnya, karenanya sabar merupakan kunci keberhasilan menghafal. 2. Usia muda lebih utama dan mudah dalam menghafal. Pada dasarnya tidak ada batasan awal seorang anak memulai menghafal al Qur'an, karena sejak dalam kandungan ibunya, ia sangat dianjurkan mendengarkan bacaan alQur'an agar terbiasa ketika lahir. Namun menurut pendapat yang umum yaitu mulai umur lima tahun, walaupun umur tiga dan empat tahun dibolehkan, dengan menggunakan media belajar seperti tulisan alQur'an dan gambargambar berwarna yang besar dan menarik.294 Imam alBukhâri menulis bab "ta'lîm al-sibyân al-Qur'an" dalam Fadâ’il al-Qur'an dan mengutip hadis dari Ibn Abbâs dalam mempelajari alQur'an. Ia berkata: Rasulullah Saw. meninggal, sedang umur saya sepuluh tahun saya telah membaca al-Muhkam (suratsurat al-Mufasal)".295 Diantara hikmah mempelajari alQur'an di usia anakanak adalah kemudahan menghafalnya bagaikan mengukir di atas batu, sebagaimana perkataan ulama “al-hifz fi al-sighr kanaqsy fi al-hajr” (“hafalan anak kecil bagaikan mengukir di atas batu". 296 Di sisi lain hafalan di usia balita akan menjadikan alQur'an itu menyatu dalam darah dan daging anak sampai ia dewasa. Ini menunjukan bahwa daya hafalan di waktu kecil begitu kuat dan melakat bagaikan darah daging, karena belum tercemar oleh pengaruhpengaruh dan dosadosa kemaksiatan.297 Menurut Yusûf alQardâwi menghafal alQur'an diwaktu kecil penting sekali, karena seseorang akan menimba benihbenih ilmuilmu Allah yang lain seperti tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh dan lainnya di waktu ia dewasa.298 Salah satu keutamaan menghafal alQur’an diwaktu

294 AlGhaitsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, (Dimasq: Dâr alGhaitsâni, 2001), cet. 4, h. 41. 295 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhari juz 3, h. 2086 296 AlDzahabi, Siyar al-‘Alam al-Nubalâ juz 5, (Beirut: Muassasah alRisalah, 1413), h. 275. 297 Rasulullah Saw. bersabda: ﻦﻣ ﻢﻠﹼﻌﺗ ﺁﻥﺮﻘﹸﺍﻟﹾ ﻮﻫﻭ ﻲﺘِﻓﹶ ﺍﻟﺴﻦ ﻪﻄﹶﻠﹶﺧﺃﹶ ﺍﷲ ﻪِﻤِﺤﻠﹶﺑِ ﻪِﻣِﺩﻭ ﻪِﻣِﺩﻭ ﻪِﻤِﺤﻠﹶﺑِ ﺍﷲ ﻪﻄﹶﻠﹶﺧﺃﹶ ﺍﻟﺴﻦ ﻲﺘِﻓﹶ ﻮﻫﻭ ﺁﻥﺮﻘﹸﺍﻟﹾ ﻢﻠﹼﻌﺗ ﻦﻣ "Siapa yang mempelajari alQur'an di usia kecil, Allah akan mencampurkan dengan daging dan darahnya". Lihat alBukhâri, al-Târîkh al-Kabîr juz 3, (Beirut: Dâr alFikr, t.t), h. 94. 298 Memang ada sebagian pakar pendidikan yang mengkritik menghapal alQur'an untuk anak anak, karena ia menghapalnya tanpa pemahaman, namun kaidah ini tidak boleh diaplikasikan bagi al Qur'an, karena para peneliti mengatakan tidak mengapa seorang anak menghapal alQur'an pada masa kecil adalah meluruskan lidah dan melatih mendengarkan bacaanbacaan alQur’an sehingga terbiasa di waktu dewasa untuk membaca alQur’an. 3. Pentingnya menentukan waktu dan tempat yang suci. Dalam menghafal alQur'an penting sekali memperhatikan waktuwaktu dan tempattempat suci, ini tidak lain agar diberikan keutamaan dan kemudahan menghafal, disamping ittiba‘ sunah Nabi dan salafussalih. Menurut alNawâwi, waktu utama dalam membaca alQur'an adalah ketika salat, terutama qiyâmullail. Adapun di luar salat yaitu di malam hari baik pertengahan dan awal malam, bagitupun waktu di antara salat magrib dan isya.299 Waktu siang hari yang paling utama adalah waktu sahur dan setelah salat subuh. Hikmah membaca alQur'an di malam hari kerena malam adalah simbol keheningan dan ketenangan. Dalam peristiwaperistiwa penting pewahyuan alQur'an yang disampaikan Jibril kepada Nabi selalu di malam hari, seperti wahyu yang pertama turun, Isrâ dan Mi‘raj dan lainlain. Para sahabat juga sering mentradisikan membaca alQur'an di malam hai. Sedangkan hikmah waktu sahur yaitu karena setelah bangun tidur. Di waktu ini, hati manusia masih bersih dan jiwa masih tenang belum tercampur kesibukan lain.300 Menurut alGautsâni menentukan tempat yang suci sangat berpengaruh dalam menghafal, karena tempattempat yang terdapat gambar, perhiasan, warnawarna mencolok, bising dan gaduh sangat mempengaruhi konsentrasi hafalan.301 Tempat yang paling utama dalam menghafal adalah tempat yang bersih dan suci, terutama di masjid. Karena masjid memiliki keutamaan yang besar disamping keutamaan ganda, seperti i‘tikâf, terpelihara pandangan, pendengaran dan lisan dari al-muharramât. Untuk menyempurnakan fadilah ini seorang disunahkan membersihkan diri sebelum membaca, seperti berwudû, siwâk, dan lainlain.302 Menentukan tempattempat juga mempengaruhi daya ingatan dan pikiran, terutama jika dihubungkan dengan tempat dan lokasi dalam menghafal, karena alQur'an diturunkan ditempat yang berbeda, seperti di Makkah, Madinah, bukit Uhud, dan lainlain. Contohnya seorang yang menghafal surat alIsrâ di masjid, surat alKahfi di rumah, dan Maryam di perpustakakan, maka suratsurat tersebut akan selalu diingat, apalagi dalam muraja'ah kanakkanak untuk kemudian memahaminya pada saat dewasa. Karena menghapal pada saat kanak kanak seperti memahat di atas batu. Yusûf alQardâwi, "Menghafal al-Qur'an," artikel diakses pada 14 Juni 2006 dari http://www.dakwah.info.html. 299 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 122. 300 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, h. 42. 301 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, h. 43. 302 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 61. di tempattempat itu pula. Karena itu menentukan tempat dapat juga dengan cara melihat kandungan suratsurat yang cocok, ini tidak lain karena alQur'an diturunkan di tempat yang berbedabeda dan dalam situasi yang beragam.303 4. Mencari guru yang hâfiz alQur'an. Mencari guru yang hâfiz alQur'an merupakan keharusan bagi seorang penghafal. Dalam memilih guru dianjurkan yang memiliki sanad hafalan alQur'an dari guruguru mereka sampai kepada Rasulullah Saw., ini dilakukan untuk menjaga otentisitas bacaan alQur'an yang bersumber dari Rasulullah yang menerima dari Jibril as. Rasulullah mengajarkan kepada sahabatnya, sahabat mengajarkan kepada tabi'in, dan terus sampai kepada umat Islam. Karena itu belajar alQur'an harus bertemu dengan guru dan membaca dihadapannya. Seperti penuturan ‘Abdullah bin Masud ia berkata: Demi Allah dari Mulut Rasulullah aku belajar tujuh puluh surat alQur'an,304 sahabatsahabat lain juga banyak yang belajar langsung secara talaqqi dari mulut beliau, mereka yang telah menghatamkan alQur'an sebanyak tujuh orang yaitu ‘Ali bin Abi Tâlib, Utsmân bin ‘Affan, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Tsâbit, ‘Abdullah bin Mas‘ûd, Abu Mûsa alAsy‘ari, dan Abû Dardâ.305 Hikmah mencari guru yang hâfiz adalah menjaga keotentikan bacaan alQur'an dari seorang guru yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah, sekaligus membenarkan hafalan yang sudah dihafalkan. Karenanya para ulama banyak sekali menulis kajian tentang tarjîh al-qirâ‘at kepada seorang guru yang hâfiz dan mutqin. Adapun menghafalkan alQur'an dengan kasset, CD, komputer, MP3 dan MP4, maka media itu hanya sebagai alat bantu dan tidak sebagai media pokok yang dijadikan sandaran dalam menghafal. Karena alatalat teknologi adalah benda mati yang rentan salah dan rusak, selain juga tidak dapat membenarkan bacaan yang sahîh, sehingga yang lebih utama adalah langsung kepada guru. Pentingnya seorang mencari guru, tidak lain karena guru adalah pembimbing sekaligus orang tua yang mengantarkan seorang murid menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu penting sekali untuk melihat kriteria seorang guru, yaitu: pertama, memiliki ‘akidah yang sahîhah yang menjadikan alQur'an dan Sunnah sebagai sumber utama dalam beribadah dan bermu‘amalah. Kedua, memiliki kedalaman ilmu ilmu, terutama tentang ilmuilmu alQur'an, ketakwaan dan kewaraân. Ketiga,

303 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, h. 43. 304 Ahmad, Musnad Ahmad, h. 283. 305 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhari juz 3, h. 2074. memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasiinformasi kepada orang lain dengan baik sehingga sempurna ilmu dan pemahamannya. Keempat, ia harus seorang yang hafal alQur'an dan menjaga hafalannya dengan kuat dan kontinu, juga memiliki sanad hafalannya dari gurugurunya sampai kepada Rasulullah Saw.306 5. Menghafal dengan bacaan tartîl dapat menguatkan hafalan Menghafal alQur'an harus disertai bacaan tartîl. Tartîl adalah membaca al Qur'an pelanpelan, menyertakan hukumhukum tajwid, membaca kalimat dan kata secara jelas dan tidak tergesagesa.307 Menurut alZarkasyi kesempurnaan tartîl dengan cara menebalkan lafaz, menjelaskan hurufhuruf, dan tidak memasukkan hurûf dengan hurûf,308 dalam tafsîr al-Marâghî dijelaskan bahwa bacaan tartîl yaitu: membaca dengan jelas, tidak cepat, berhenti jika terdapat keagungannya, menyentuh hati dan tidak cendrung pada pikiran lain".309Perintah membaca alQur'an dengan tartîl terdapat dalam surat alMuzammil/73:4 yaitu “warattilil qur'âna tartîlâ" ("dan bacalah alQuran secara perlahanlahan). ‘Ulama sepakat bahwa membaca alQur'an dengan tartîl sangat disunahkan, Rasulullah yang mencontohkan sendiri dan diikuti sahabatnya. Ummu Salamah menceritakan bacaan Nabi, ia berkata: ”kâna qirâ'ah mufassarah harfan harfan" (bacaan beliau jelas, huruf perhuruf).310 Dalam riwayat ‘Abdulah bin Mughaffal, ketika Fathu Makkah ia berkata: "raiatu Rasulallah yauma Fathi Makkah ‘ala nâqatihi yaqra'u surah al-fath fa raja‘a fî qirâatihi" ("aku melihat Rasulullah pada Fathu Makkah di atas untanya, beliau membaca surat alFath sambil mengulangulangi bacaan").311 Ibn ‘Abbâs berkata: "Satu surat alBaqarah yang aku baca dengan tartîl lebih aku cintai dari pada menghatamkan alQur'an".312 Hikmah membaca alQur'an dengan tartîl adalah menghadirkan ketenangan sambil mentadabburi ayatayat yang dihafal, sehingga dia sangat melekat dan membekas di hati. Pengalaman penulis ketika menghafal dengan tartil, hafalan itu sangat kuat dan membekas di dalam hati. Selain tartil, membaca dengan munagham juga sangat penting. Membaca al Qur'an dengan nagham yang dimaksud adalah membaca alQur'an dengan lagulagu

306 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, h. 6667. 307 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz, h. 47. 308 AlZarkasyi, al-Burhân, h. 51. 309 Mustafâ alMarâgî, Tafsîr al-Marâgî jilid 10, (Beirut: Dâr alFikr, 2001), cet. 1, h. 177. 310 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 2, h. 74, alTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 4, h. 254. 311 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhari juz 3, h. 1694, Muslim, Sahîh Muslim juz 1, h. 204. 312 ‘Abdullah bin alMubârak, al-Juhd li Ibn al-Mubârak juz 1, (Beirut: Dâr alKutub al ‘Ilmiyyah, t.t), h. 420. karena kemampuan dan tabi'at seorang qâri bukan lagu yang diciptakan mengikuti notenote lagulagu tertentu sehingga terkesan dipaksa, inilah yang tidak dibolehkan. Lagu tersebut haruslah keluar dari kemampuan dan tabi'at seorang qari yang sering membaca dan menghafalkan alQur'an, itupun dengan tidak merusak hukumhukum tajwid, seperti hukum mâd, idgham, izhâr, iqlâb, ikhfâ dan lainlain, serta tidak memanjangkan yang berlebihan dan atau memendekkan yang berlebihan. Membaca alQur'an dengan nagham dibolehkan Rasulullah Saw.313 Hikmah membaca alQur'an dengan nagham agar alQur'an lebih indah di telinga yang mendengar sehingga menambah kekhusyu'an untuk mentadaburi ayatayatnya. Selain juga tentunya dapat menguatkan hafalan dan membekas di hati penghafal. 6. Memperhatikan akhlakakhlak mulia penghafal alQur'an Seyogyanya seorang penghafal alQur'an meneladani seluruh akhlak yang terdapat dalam alQur'an. Betapapun berat dan susahnya meneladani akhlak tersebut, namun sesungguhnya manis bahkan indah sekali akhlak alQur’an itu. Benar apa yang dilakukan Rasul sebagaimana disampaikan ‘Aisyah ia berkata: Rasulullah akhlaknya adalah alQur'an.314 Akhlak penghafal alQur'an memang sebuah tradisi teladan yang harus selalu dihidupkan di era ini. Imam alNawâwi menyebutkan diantara akhlak akhlak itu adalah: menjaga keikhlasan kepada Allah, menjauhkan diri dari sifat riyâ, sum‘ah dan takabbur, menjauhkan segala keinginan dunia, seperti; harta, tahta dan wanita, tidak mencari popularitas dan tidak menjadikan alQur'an sebagai sumber ma,isyah/kehidupan, menjauhkan diri dari maksiat, terutama maksiat angota tubuh, selalu memperbanyak membaca dan mengulangi alQur'an terutama di malam hari, khusyu' dalam membaca alQur'an dan berusaha mentadaburi sambil menangis, bersikap tawâdu dihadapan Allah, orangorang sâlih, ahli al-khair, dan kaum miskin, memiliki kredibilitas dan keteguhan prinsip dalam mengamalkan alQur'an dan menjaga kehormatan diri dari kesombongan ahli dunia.315 Menurut Ibn Mas‘ûd seorang ahli alQur'an harus menghidupkan waktu malamnya ketika manusia tidur, waktu siangnya ketika manusia berlebihlebihan mencari dunia, sedihnya ketika manusia bahagia, menangis ketika manusia tertawa,

313 Nabi Saw. bersabda: ﻟﹶﻢ ﻳﺄﹾﺫﹶﻥ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟِﺸﻲﺀٍ ﻣﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻟِﻠﻨﺒِﻲ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﺘﻐﻨﻰ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻳﺘﻐﻨﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﻟِﻠﻨﺒِﻲ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻣﺎ ﻟِﺸﻲﺀٍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻳﺄﹾﺫﹶﻥ ﻟﹶﻢ "Allah Swt. tidak mendengarkan sesuatu seperti dia mendengarkan seorang Nabi untuk melagukan alQur'an". Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 2083. 314 Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal juz 6, h. 91 315 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 4345. diamnya ketika manusia bicara, khusyu'nya ketika manusia lalai.316 Menurut alHasan alBasri, sesungguhnya salafussalih mentadabburi alQur'an di malam dan menga malkan di siang hari. Menurut Fudail bin ‘Iyâd seorang hâmil alQur'an tidak boleh memiliki hâjat/kebutuhan untuk mendekati pemerintah atau bawahannya, dia adalah pembawa bendera kemuliaan Islam, tidak seyogyanya dia lalai bersama orang yang lalai, lupa bersama orang yang lupa, tidak berguna bersama orang yang bodoh dan seharusnya ia sematamata mengagungkan hakhak alQur'an.317 Menurut alSuyûti, Seharusnya seorang pembaca alQur'an menyibukkan hatinya dengan memikirkan arti dari apa yang diucapkan. Jika dia melakukan itu, dia dapat mengetahui maksud setiap ayat dan dapat merenungi setiap perintah dan larangan serta meyakini dapat menerima semua itu.318 Menurut Yusûf alQardâwi di era modern ini, seorang ahli alQur'an harus mampu mengondisikan sikap dan memegang prinsip bersama alQur'an, artinya selalu membaca alQur'an dengan baik dengan hafalan, mushaf, atau mendengar dengan mediamedia seperti komputer, radio, MP3, MP4 dan lainlain. Sehingga alQur'an selalu dalam ingatannya dan tidak ada halangan baginya untuk mengulang alQur'an dengan kesibukan dan aktifitasnya. Seorang ahli alQur'an memiliki kewajiban intelektual, kewajiban tersebut selain menghafalkannya juga memahami kandungan ayat yang dihafal untuk disampaikan kepada masyarakat, lebih tinggi lagi kewajiban itu tersebut adalah mengamalkan alQur'an dalam kehidupan.319 7. Mengulangi hafalan secara terprogram dan terencana Muraja'ah alQur'an adalah suatu kewajiban bagi ahli alQur'an, karena hafalan yang sudah diraih, belum tentu terpelihara terus sampai dewasa. Bahkan sebagaimana sabda Rasul, dia sangat cepat hilang lebih dari seokor unta yang diikat dalam cancangnya. Karena itu, untuk menjaga hafalan ini, harus memiliki target yang terprogram. Para salafussâlih banyak yang menghatamkan alQur'an dalam tujuh hari, ada juga tiga hari, bahkan ‘Utsmân bin ‘Affan, Tâmim alDâri, Sa'îd bin Jubair menghatamkan alQur'an satu hari ketika mereka salat di depan Ka'bah.320 Menurut alNawâwi, kemampuan muraja'ah alQur'an sangat bergantung dengan kondisi individu seorang di masyarakat. Seorang pengajar, dosen, atau da'i

316 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 43. 317 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 44. 318 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 140. 319 AlQardâwi, "menghafal al-Qur'an.". 320 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 48. yang sibuk menyampaikan ilmu di sekolah, pesantren, universitas dan lainlain harus menyesuaikan diri untuk mengulangi hafalannya sesuai kemampuannya. Sebaliknya seorang yang tidak banyak aktivitas, namun dia memiliki rahasiarahasia ilmu ma'rifat sekaligus kedalaman pemikiran dan ketakwaannya kepada Allah, dia mampu mengulangi hafalannya secara sempurna sebagaimana tradisi salafussalih. Target di atas memang berlebihan jika dihubungkan dengan hadis Rasul bahwa "lâ yafqah man qara'a al-Qur'an fî aqalla min tsalâts" (orang yang menghatamkan alQur'an kurang dari tiga hari tidak akan faham),321 sehingga ada sebagian ulama yang menganggap makrûh orang yang menghatamkan alQur'an dalam satu hari. Pernyataan Nabi di atas bukan dalam konteks pengharaman, namun beliau ingin memberikan teladan yang sempurna dalam membaca alQur'an atau memberikan tarbiah secara umum kepada umatnya. Sekali lagi mereka yang memiliki kecintaan pada alQur'an, dan kenikmatan dalam membacanya maka sangat tidak mustahil mampu menghatamkan berkalikali dalam satu hari. Ibn Kâtib alSûfi bahkan mampu menghatamkan alQur'an antara waktu Maghrib dan Isya.322 Muraja'ah menghatamkan alQur’an bisa dilakukan selama satu Minggu, satu minggu adalah waktu terbaik untuk hatam, karena satu hari membaca lima juz lima juz dan membacanya dengan penuh tartil dan tadabbur. Dimulai sejak malam jum'at dan khatam pada malam kamis selama. Cara ini adalah sering dilakukan ulama salaf terdahulu, seperti Ahmad bin Hanbal dan lainlain. Menurut alGhautsâni, cara ini adalah yang terbaik, karena mengikuti tradisi ulama dahulu.323 Untuk memudahkan jadual hafalan, ada yang meringkas dengan rumusan famî bi syauqin artinya mulutku selalu rindu (membaca alQur’an),324 rumusan ini dipopulerkan KH. Idris Kamali Cirebon, KH. Adlan Ali Tebuireng Jombang dan KH. A. Zaini Miftah Madura untuk memudahkan muridmuridnya dalam mengulangi hafalan.325 Ada juga yang meringkas dengan rumus bikr, ,uqûd, yûnus, subhânâ, al-syu,ara, yaqtînu, qâf,

321 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 2, h. 55. 322 AlNawâwi, al-Tibyân, h. 4748. Menurut Ahsin Sakho tidak mengapa orang yang mampu menghatamkan alQur'an berkalikali dalam satu hari, ini karena kecintaan seorang pada alQur'an yang mampu membaca terus menerus dan juga karena faktor kebiasaan mereka. 323 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur’an, h. 153. 324 Rumusan tersebut dimulai dari hurufhuruf awal kata tersebut yang menunjukan nama surat. Rumus famî bi syauqin yaitu: hari pertama surat al-Fâtihah sampai al-Mâidah (huruf fa dan mim), hari kedua dari surat al-Mâidah sampai Yûnus (huruf ya), hari ketiga dari surat yunus sampai Banî Isrâil (huruf ba), hari keempat dari surat Banî Isrâil sampai al-Syu,âra (huruf syin), hari kelima mulai dari surat al-Syu,âra sampai surat wa al-Sâfât (huruf wâwu), hari keenam mulai surat wa al- Sâfât sampai Qâf, (huruf qâf), dan hari terakhir mulai dari surat Qâf sampai surat alNâs. 325 Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur'an dan Petunjuk-petunjuknya, (Jakarta: alHusna, 1985), cet. ke1, h. 274. bânâ.326 Rumusan fami bi syauqin difahami bahwa hurufhuruf awal katakata tersebut menunjukan nama suratsurat yang dibaca perhari. Sedangkan rumus kedua difahami dari ungkapan katakata tersebut. Adapun yang menghatamkan dalam tiga hari maka menggunakan target murajaâah hafalan satu hari sebanyak sepuluh juz yang dibagi sampai hari ketiga. Sedangkan menghatamkan satu hari, yaitu dengan membagi lima belas juz di waktu siang dan lima belas juz di malamnya. Menurut Ahsin Sakho Muhammad seyogyanya seorang yang menghafal al Qur'an memiliki program muraja'ah. Muraja'ah dapat dilakukan dalam salat dan di luar salat dengan hafalan masingmasing dan tidak dicampurkan. Karena bacaan dalam salat lebih membekas dan memiliki daya konsentrasi yang baik.327 Pengalaman penulis ketika muraja'ah dalam qiyâm Ramadan memang sangat membekas terutama dalam menjaga kualitas hafalan. Dalam salat qiyâm Ramadan kita bisa muraja'ah satu sampai empat juz sesuai kemampuan dan target program. Jika kita membaca satu juz dengan sebelas raka'at, maka satu raka'at kita membaca satu halaman dengan menggunakan alQur'an standar Timur Tengah yang terdiri dari sepuluh halaman setiap juz dan akhir ayat setiap lembar. Patokan ini sangat penting untuk membatasi halaman sekaligus memulai bacaan baru di raka't setelahnya. Dengan demikian, sekali salat malam (dua raka'at) kita telah menyelesaikan dua halaman. Satu juz biasa menghabiskan waktu sampai satu setengah jam. Sedangkan jika membaca empat juz, maka kita membagi satu raka'at sebanyak empat halaman sehingga sekali salat malam menghabiskan 8 halaman. Sampai sepuluh raka’at sebanyak empat juz ditutup satu

326 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz al-Qur’an, h. 154. Berikut rumus yang ditulis alGhautsâni:

ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺴﻮﺭ ﺍﳌﺮﺍﺟﻌﺔ ﺍﻟﺼﻔﺤﺎﺕ ﻋﺪﺩﻫﺎ

ﺍﳉﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺇﱃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ١ ١٠٦- ١٠٦

ﺍﻟﺴﺒﺖ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺇﱃ ﺳﻮﺭﺓ ﻳﻮﻧﺲ ١٠٦ ٢٠٧- ١٠١

ﺍﻷﺣﺪ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﻳﻮﻧﺲ ﺇﱃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ٢٠٨ - ٢٨١ ٧٣

ﺍﻻﺛﻨﲔ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ﺇﱃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ٢٨٢ - ٣٦٦ ٨٣

ﺍﻟﺜﻼﺛﺎﺀ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﺇﱃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ٣٦٧ - ٤٤٥ ٧٨

ﺍﻷﺭﺑﻌﺎﺀ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ﺇﱃ ﺳﻮﺭﺓ ﻕ ٤٤٦ ٥١٧ ٧١

ﺍﳋﻤﻴﺲ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﻕ ﺇﱃ ﺁﺧﺮ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ٥١٨ - ٦٠٤ ٨٦

327 Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad, Jakarta, 27 Pebruari 2008. witir dengan membaca surat khusus yaitu al-‘Ala, al-Kâfirûn dan al-Mu‘widzatain. Empat juz biasanya menghabiskan waktu sampai tiga jam setengah. 8. Menguasai terjemah dan pemahaman komprehensif atas ayat yang dihafal Dalam menambah kesempurnaan hafalan, seorang harus menguasai terjemah dan pemahamannya secara komprehensif, yaitu pemahaman secara umum ayatayat yang dihafal, tidak mendetail atau menguasai secara rinci seperti menafsirkan al Qur'an. Pemahaman yang dimaksud yaitu dia dapat membayangkan makna ayatayat yang dihafal, khususnya ayatayat yang rumit atau susah.328 Karenanya untuk membantu ini, penting sekali menguasai bahasa arab baik ilmu alatnya (nahwu-saraf) dan kosa katanya secara dasar, karena alQur'an diturunkan berbahasa arab. AlSuyûti mengatakan pentingnya seorang menguasai bahasa arab untuk memahami alQur'an, walaupun hanya sedikit dan tidak mendetail, karena dalam alQur'an banyak sekali maknamakna yang musytarak.329 Pentingnya hal ini diwantiwanti Rasul kepada umatnya untuk tidak tergesa gesa membaca alQur'an dan lebih mengutamakan makna dan amal dari pada sekedar target baca/hafal. Beliau bersabda "tidak akan faham orang yang menghatamkan al Qur'a kurang dari tiga hari".330 Untuk menguasai terjemahan diutamakan memakai mushaf Timur Tengah yang terdapat terjemah Departemen Agama Indonesia terbitan PT. Syamil alQur'an Bandung yang sudah ditashîh pada tanggal 17 september 2004, atau juga menggunakan mushaf Timur Tengah yang terdapat tafsir safwâh al-Bayân li Ma‘ni al-Qur'an al-Karîm dilengkapi Asbâb al-Nuzûl oleh alSuyûti, atau tafsîr jalâlain, tafsîr al-muyassar dan lainlain. Namun kaidah ini tidak berlaku bagi anak anak kecil yang belum mengerti dan memahami, karena daya pikiran mereka belum optimal dan matang. 9. Memperbanyak ibadah dan do'a Do'a adalah mukhu/inti ibadah.331 Untuk menunjang hafalan perlu sekali berdo'a setiap ingin memulai hafalan maupun setelahnya. Karena do'a adalah simbol ketundukan dan kepasrahan dihadapkan Allah Swt., artinya jika tidak ada restu dan bimbinganNya, maka tidak akan mampu seorang untuk menghafal alQur'an, sekalipun mampu kita tidak akan mendapat keberkahan dari hafalan itu dan inilah yang menjadikan hafalan kita siasia dihadapkan Allah Swt.

328 AlGautsâni, kaifa tahfaz al-Qur'an, h. 73 329 AlSuyûti, al-Itqân juz 4, h. 464. 330 Ibn Hibbân, Sahîh Ibn Hibban juz 3, (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1993), cet. 2, h. 35. 331 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 5, h. 125. Sahabat nabi sering meminta di do'akan dan momohon ibadah khusus dalam memperkuat hafalan. Seperti yang dilakukan ‘Ali bin Abi Talib ketika mengadu buruknya hafalannya yang selama ini suka tertukar dan salah, maka Rasul bersabda: wahai Ali, maukah engkau Aku ajarkan suatu kalimat yang bermanfaat untukmu, untuk orang yang engkau ajarkan, dan memperkuat hafalanmu? Ali menjawab sambil bergembira, Ya wahai Rasul, Rasul bersabda: "Jika malam jum'at, salatlah di sepertiga waktu malam dan lakukanlah salat hâjat empat raka'at untuk menjaga hafalan. Di raka'at pertama baca surat al-Fâtihah dan Yâsin, rakaat kedua baca surat al-Dukhân, rakaat ketiga baca surat al-Sajdah, raka'at terakhir bacalah surat al-Mulk. setelah selesai tasyahud akhir bacalah do'a berikut yang aku ajarkan ini.332 Setelah itu Rasul berkata: Wahai Ali lakukanlah itu selama tiga kali, lima kali, atau tujuh kali di setiap jum'at. Demi dzat yang jiwaku dalam genggamannya, tidaklah seorang melakukan itu kecuali akan melekat hafalannya.333 Salat empat raka'at ini dapat juga disebut salat hajat li hifz al-Qur'an. Riwayat ini memang ada sebagian ulama yang mengatakan dha,îf, namun imâm alHâkim setelah meriwayatkan hadis ini berkata "hadza hadist sahîh walam yukhrijâhu" (hadis ini sahîh tapi tidak diriwayatkan Bukhâri dan Mulim). Selain itu, seorang penghafal juga disunahkan memperbanyak membaca do’a dan salawat baik sebelum memulai menghafal maupun setelahnya,334 atau setelah salat fardu, sunah, tarawih, witir dan waktuwaktu atau tempat mustajâbah seperti di Makkah, Madinah dan lainlainnya. Do’a yang utama adalah yang diajarkan Rasulullah dan para sahabatnya,335 dianjurkan pula seorang untuk meminta do’a

332 Berikut do’a yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada Ali bin Abi Tâlib: ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺍﺭﺣﻤﻨِﻲ ﺑِﺘﺮﻙِ ﺍﻟﹾﻤﻌﺎﺻِﻲ ﺃﹶﺑﺪﺍ ﻣﺎ ﺃﹶﺑﻘﹶﻴﺘﻨِ ﻲ ﻭﺍﺭﺣﻤﻨِﻲ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﺗﻜﹶﻠﱠﻒ ﻣﺎ ﻟﹶﺎ ﻳﻌﻨِﻴﻨِﻲ ﻭﺍﺭﺯﻗﹾﻨِﻲ ﺣﺴﻦ ﺍﻟﻨﻈﹶﺮِ ﻓِﻴﻤﺎ ﻳﺮﺿِﻴﻚ ﻋﻨﻲ ﺍﻟﻠﱠﻬـﻢ ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺽِ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﺠﻠﹶﺎﻝِ ﻭﺍﻟﹾﺈِﻛﹾﺮﺍﻡِ ﻭﺍﻟﹾﻌِﺰﺓِ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻟﹶﺎ ﺗﺮﺍﻡ ﺃﹶﺳﺄﹶﻟﹸﻚ ﻳﺎ ﺃﹶﻟﻠﱠﻪ ﻳﺎ ﺭﺣﻤﻦ ﺑِﺠﻠﹶﺎ ﻟِﻚ ﻭﻧﻮﺭِ ﻭﺟﻬِﻚ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻠﹾﺰِﻡ ﻗﹶﻠﹾﺒِـﻲ ﺣِﻔﹾـﻆﹶ ﻛِﺘﺎﺑِﻚ ﻛﹶﻤﺎ ﻋﻠﱠﻤﺘﻨِﻲ ﻭﺍﺭﺯﻗﹾﻨِﻲ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﺗﻠﹸﻮﻩ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺤﻮِ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻳﺮﺿِﻴﻚ ﻋﻨﻲ ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺽِ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﺠﻠﹶﺎﻝِ ﻭﺍﻟﹾﺈِﻛﹾﺮﺍﻡِ ﻭﺍﻟﹾﻌِﺰﺓِ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻟﹶﺎ ﺗﺮﺍﻡ ﺃﹶﺳﺄﹶﻟﹸﻚ ﻳﺎ ﺃﹶﻟﻠﱠﻪ ﻳﺎ ﺭﺣﻤﻦ ﺑِﺠﻠﹶﺎﻟِﻚ ﻭﻧﻮﺭِ ﻭﺟﻬِﻚ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻨﻮﺭ ﺑِﻜِﺘﺎﺑِﻚ ﺑﺼﺮِﻱ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻄﹾﻠِﻖ ﺑِﻪِ ﻟِﺴﺎﻧِﻲ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻔﹶﺮﺝ ﺑِﻪِ ﻋﻦ ﻗﹶﻠﹾﺒِﻲ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﺸﺮﺡ ﺑِـﻪِ ﺻﺪﺭِﻱ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺗﻐﺴِﻞﹶ ﺑِﻪِ ﺑﺪﻧِﻲ ﻓﹶﺈِﻧﻪ ﻟﹶﺎ ﻳﻌِﻴﻨﻨِﻲ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﺤﻖ ﻏﹶﻴﺮﻙ ﻭﻟﹶﺎ ﻳﺆﺗِﻴﻪِ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃﹶﻧﺖ ﻭﻟﹶﺎ ﺣﻮﻝﹶ ﻭﻟﹶﺎ ﻗﹸﻮﺓﹶ ﺇِﻟﱠﺎ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟﹾﻌﻠِﻲ ﺍﻟﹾﻌﻈِﻴﻢِ 333 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 5, h. 223. 334 Bacaan do’a dan salawat itu antara lain: ﻢﻬﺍﻟﻠﹼ ﺻﻞﹼ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪِﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺳِﺮ ﺣﻴﺎﺓِ ﺍﻟﹾﻮﺟﻮﺩ ﻭﺍﻟﺴﺒﺐ ﺍﻷَﻋﻈﹶﻢ ﻟِﻜﹸﻞﹼ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﺻﻼﺓﹰ ﺗﺤﻔﹼﻈﹸﻨِﻰ ﺑِﻬﺎ ﺍﻟﻘﹸﺮﺁﻥ ﻭﺗﻔﹶﻬﻤﻨِﻰ ﺑِﻬﺎ ﺍﻷﻳﺎﹶﺕ ﻭﺗﺤﻔﹼﻈﹸﻨِﻰ ﺑِﻬﺎ ﺳﻮﺀُ ﺍﻟﹾﻘﹶﻮﻝ ﻭﺍﻟﹾﻌﻤﻞ ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ ﻭﻋﻠﹶﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭﺻﺤﺒِﻪِ ﻭﺳﻠﹼﻢ. ﺍﻟﻠﹼﻬﻢ ﺇِﻧﻰ ﺃﺳﺘﻮﺩِﻋﻚ ﻣﺎﻋﻠﹼﻤﺘﻨِﻰ ﻓﹶﺎﺭﺩﺩﻩ ﺇِﻟﹶﻰ ﻋِﻨﺪ ﺣﺎﺟﺘِﻰ ﺇِﻟﹶﻴﻪِ ﻭﻻﺗﻨﺴﻨِﻴﻪِ ﻳﺎﺭﺏ ﺍﻟﹾﻌﻠﹶﻤِﻴﻦ ، ﺍﻟﻠﹼﻬﻢ ﺍﺧﺮﺟﻨﺎ ﻣِﻦ ﻇﹸﻠﹸﻤﺎﺕِ ﺍﻟﹾﻮﻫﻢِ ﻭﺃﹶﻛﹾﺮِﻣﻨﺎ ﺑِﻨﻮﺭِ ﺍﻟﻔﹶﻬﻢِ ﻭﺍﻓﹶﺘﺢ ﻋﻠﹶﻴﻨﺎ ﺑِﻤﻌﺮِﻓﹶﺔِ ﺍﻟﹾﻌِﻠﻢ ﻭﺣﺴﻦ ﺃﺧﻼﻗﹶﻨﺎ ﺑِﺎﻟﹾﺤِﻠﹾﻢ، ﻭﺳﻬﻞ ﻟﹶﻨﺎ ﺃﹶﺑﻮﺍﺏ ﻓﹶﻀﻠِﻚ ﻭﺍﻧﺸﺮ ﻋﻠﹶﻴﻨﺎ ﻣِﻦ ﺧﺰﺍﺋِﻦِ ﺭﺣﻤﺘِﻚ ﻳﺎﺃﺭﺣﻢ ﺍﻟﺮﺍﺣِﻤﲔ . 335 Dalam beberapa riwayat dalam al-Mu’jam al-Kabir, alTabrâni meriwayatkan hadishadis tentang do’ado’a dari Rasulullah yaitu: kepada guru dan teman yang memiliki keutamaan terhadap alQur’an. Ini dilakukan dalam rangka memohon pertolongan kepada Allah Swt. untuk membantu melekatkan hafalan alQur’an, karena sesungguhnya hakikat kelancaran dan keberhasilan itu tergantung ridha Allah Swt. kepada seseorang yang menghafal. 10. Menguasai ayatayat Mutasyâbihât Ayatayat mutasyâbihât adalah ayatayat yang serupa tetapi tidak sama, maksudnya pada awal ayatnya sama dan mengenai peristiwa atau kisah yang sama, tetapi pada pertengahan atau akhir ayatnya berbeda, atau sebaliknya pada awalnya tidak sama tetapi pada pertengahannya atau akhir ayatnya sama.336 Menurut alSuyûti ayatayat mutasyâbihat adalah: "Menyebutkan sebuah kisah di surat yang berbeda beda, dan pemisah yang berbedabeda, bahkan ayat ini sama terdapat dalam satu surat yang berada pada awal ayat, sedangkan di surat lain berada di akhir, atau dalam tempat itu di tambah, sedangkan di tempat lain tidak, atau berbentuk isim mu‘arraf sedang di tempat lain nakirah, atau mufrâd sedang yang lain jama', atau penambahan huruf, sedang di tempat lain menggunakan huruf yang berbeda, atau didengungkan sedang di tempat lain di pisah, dan macam ini masuk dalam kategori munâsabât."337 Ulama yang menyusun kitab tentang ayatayat mutasyâbihât banyak sekali, antara lain: alKirmâni menyusun al-Burhân fî Mutasyâbih al-Qur'an, Abî ‘Abdullâh alRâzi menyusun durrah al-tanzîl wa ghurrah al-ta'wîl, Abu Ja'far bin alZubair menyusun milâk al-ta'wîl, Badruddin bin Jama‘ah menyusun kasyf al-ma‘âni ‘an mutasyâbih al-matsâni.338 Selain yang disebutkan alSuyûti, para ulama kontemporer banyak juga yang telah menyusun tentang kajian ini, Ummu Basâm menyusun al- itqân fî mutasyâbihât al-qur'an (2003), Abi Dzar alQalmûni menyusun ‘aunu al- rahmân fî hifz al-qur'an dan fath al-mannân fî haml al-furqân, Muhaimin Zen

ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺇِﻧﻲ ﻋﺒﺪﻙ، ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪِﻙ، ﻭﺍﺑﻦ ﺃﹶﻣﺘِﻚ، ﻧﺎﺻِﻴﺘِﻲ ﺑِﻴﺪِﻙ، ﻣﺎﺽٍ ﻓِﻲ ﺣﻜﹾﻤﻚ، ﻋﺪﻝﹲ ﻓِﻲ ﻗﹶﻀﺎﺅﻙ، ﺃﹶﺳﺄﹶﻟﹸﻚ ﺑِﻜﹸﻞﱢ ﺍﺳﻢٍ ﻫﻮ ﻟﹶﻚ، ﺳﻤﻴﺖ ﺑِﻪِ ﻧﻔﹾﺴﻚ، ﺃﹶﻭ ﺃﹶﻧﺰﻟﹾﺘﻪ ﻓِﻲ ﻛِﺘﺎﺑِﻚ، ﺃﹶﻭ ﻋﻠﱠﻤﺘﻪ ﺃﹶﺣﺪﺍ ﻣِﻦ ﺧﻠﹾﻘِﻚ، ﺃﹶﻭِ ﺍﺳﺘﺄﹾﺛﹶﺮﺕ ﺑِﻪِ ﻓِﻲ ﻋِﻠﹾﻢِ ﺍﻟﹾﻐﻴﺐِ ﻋِﻨﺪﻙ، ﺃﹶﻥﹾ ﺗﺠﻌﻞﹶ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥﹶ ﺭﺑِﻴﻊ ﻗﹶﻠﹾﺒِﻲ، ﻭﻧﻮﺭ ﺑﺼﺮِﻱ، ﻭﺟِﻼﺀَ ﺣﺰﻧِﻲ، ﻭﺫﹶﻫﺎﺏ ﻫﻤﻲ، ﺇِﻻ ﺃﹶﺫﹾﻫﺐ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻤﻪ، ﻭﺃﹶﺑﺪﻟﹶﻪ ﻣﻜﹶﺎﻥﹶ ﺣﺰﻧِﻪِ ﻓﹶﺮﺣﺎ، ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪِ، ﺃﹶﻓﹶﻼ ﻧﺘﻌﻠﱠﻢ 9/14 9/14 :ﺍﻟﻠﱠﻬﻢ ﺍﺟﻌﻞﹾ ﻓِﻲ ﺑﺼﺮِﻱ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻓِﻲ ﺳﻤﻌِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻓِﻲ ﻟِﺴﺎﻧِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻓِﻲ ﻗﹶﻠﹾﺒِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻋﻦ ﻳﻤِﻴﻨِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻋﻦ ﺷِﻤﺎﻟِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻟِﻲ ﻣِﻦ ﺃﹶﻣﺎﻣِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻣِﻦ ﺧﻠﹾﻔِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻣِﻦ ﻓﹶﻮﻗِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻣِﻦ ﺃﹶﺳﻔﹶﻠِﻲ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺍﺟﻌﻞﹾ ﻟِﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﻧﻮﺭﺍ، ﻭﺃﹶﻋﻈِﻢ ﻟِﻲ ﻧﻮﺭﺍ . . Lihat alTabrâni, al-Mu’jam al-Kabîr juz 9, h. 14 dan 143.

336 Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur'an, h. 53. 337 AlSuyûti, al-Itqân juz 3, h. 286. 338 AlSuyûti, al-Itqân juz 3, h. 286. menulis tata cara/problematika menghafal al-Qur'an dan petunjuk-petunjuknya (1985) juga mengkaji ayatayat mutasyabihat yang diberi judul al-tabyîn. Ayatayat ini banyak sekali di dalam alQur'an, sehingga para 'ulama sejak dulu sudah menulis pentingnya ayatayat ini agar seorang yang menghafal alQur'an bisa membedakan ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, dan tidak tertukar antara satu dan lainnya. Menurut Ahsin Sakho sebenarnya dengan adanya ayat mutasyâbihât dalam alQur'an ini mengajarkan seorang penghafalnya untuk bersifat kritis, teliti dan cerdas. Karena jika dia salah membaca atau keliru maka berakibat sangat fatal, dia bisa loncat ke surat yang berbeda dan itu pada gilirannya merusak makna alQur'an.339 Hal inilah yang mengharuskan alQur'an selalu dibaca secara kontinyu dan teliti disamping menggunakan pendekatan terjemah dan makna yang terkandung di setiap ayat yang samar itu. Para ulama telah memudahkan para penghafal alQur'an untuk menaklukan ayatayat mutasyabihât, cara mudah menemukannya adalah sebagai berikut: Pertama kali harus dibaca dahulu ayatayat yang serupa itu terdapat dalam surat apa, juz berapa dan nomor ayat yang keberapa serta letaknya dipojok sebelah kanan atau kiri, atas atau bawah. Kemudian ditulis di dalam buku untuk diperbandingkan dan ayat ayat yang serupa tersebut diberikan garis bawah, bahkan kalau bisa diberikan garis warna atau garis tebal dan dua untuk menekankan perbedaan itu. Bila perlu diketahui tafsirnya dan makna di tiap ayat yang berbeda itu, bila tidak cukup dibaca terjemahnya untuk membantu mengetahui peristiwa atau isi kandungan ayat tersebut.340 Bisa juga dengan cara menggaris bawahi ayatayat yang samar ketika menghafal dan muraja'ah, contohnya ketika membaca surat alBaqarah terdapat beberapa ayatayat yang samar kemudian digaris bawahi ayatayat tersebut, setelah itu kita membaca surat selanjutnya Ali Imrân, alNisa dan seterusnya, jika terdapat ayat ayat yang sama maka digaris bawahi dengan warna yang beda. Sehingga ketika takrir sangat mudah membantu.341 Cara lain, adalah dengan bantuan kitab al-mu‘jam al- mufahras li alfâz al-qur'an yaitu mengumpulkan ayatayat sesuai maudu objek pembahasan dan kosa katanya, setelah ditemukan ayat tersebut sambil dihitung jumlahnya maka ditulis dibuku sambil diperhatikan asal kata tersebut dan ayatayat dibandingkan perbedaannya. Contohnya dalam mencari kata yabkhalûna disebutkan

339 Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad. 340 Muhaimin Zein, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur'an, h. 53. 341 Ummi Bassâm, al-Itqân fî Mutasyâbihât al-Qur'an, (alYabân, Maktabah Aulâd alSyaikh li alTurâts, 2003), cet. 1, h. 810. tiga tempat yaitu surat Âli Imrân/3:180, alNisâ/4:37, dan alHadîd/57:24, kemudian dicari ayat tersebut dan dibedakan letak perbedaannya. Ayat mutasyâbihât dalam alQur'an memberikan sebuah pelajaran ketelitian dan memperbanyak mengulangingulangi khusunya bagi yang sudah hafal. Ini tidak bertentangan dengan ayat "wa laqad yassarna al-qur'ana li al- dikri fahal min muddakir" ("dan sungguh kami telah memudahkan alQur'an untuk dihafal, maka adakah orang yang menghafalnya?"). karena ayat ini menunjukan kemudahan dalam proses menghafal dan saranasarana menghafal, sedangkan ayat ayat mutasyâbihât menganjurkan ketelitian membaca dan memahami alQur'an disamping sebagai isyarat untuk selalu mengulangi hafalan.

BAB IV

STUDI ATAS BERBAGAI MACAM METODE TAHFÎZ

A. Metode Talaqqi A.1. Pengertian dan sejarah Talaqqi berasal dari kata talaqqa-yatalaqqa asal dari fi‘îl laqiya-yalqâ-liqâan artinya bertemu, berhadapan, mengambil, menerima.342 Imbuhan ta dalam kata talaqqâ menunjukan fi'il tsulatsi mazîd mengikuti wazan tafa‘al dengan penambahan huruf ta dan huruf qaf yang terletak antara huruf lam dan qaf. Fi'il ini bermakna al- takalluf yaitu "tahsîl al-matlûb syai'an ba‘da syaiin" (menghasilkan sesuatu setahap demi setahap).343 Metode talaqqi adalah menghafal alQur'an dengan cara berhadapan langsung dengan guru. AlZarkasyi memformulasikan dengan ungkapannya "Seorang yang bertalaqqi harus berhadapan dengan guru, begitupun rekan yang lain, mereka secara bergiliran berhadapan satu persatu membaca dihadapkan guru".344 Kata talaqqa disebutkan satu kali dalam alQur'an, yaitu alBaqarah/2:37.345 Ayat ini bercerita tentang nabi Adam as. menerima beberapa kalimat atau ajaran ajaran dari Tuhan, ajaran yang dimaksud adalah katakata untuk bertobat.346 Katakata itu adalah "Rabbana zalamnâ anfusanâ wa illam taghfirlanâ wa tarhamnâ lanakûnanna min al-khâsirîn".347 Nabi Adam as. tidak bertemu secara langsung ketika menerima katakata ini dari Allah Swt., karena seorang Nabi tidak mungkin berbicara secara langsung kepada Allah kecuali melalui wahyu, dari belakang hijâb atau diutus seorang utusan dan diwahyukan dengan izinNya (Q.S. alSyûrâ/42:51), kecuali nabi Musa as. yang mendapat keistimewaan berbicara kepada Allah sehingga

342 Atâbik Ali dan Ahmad Zudi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t), cet. keIV, h. 566. 343 Ahmad Rusydi alQurah, Matan al-Binâ' wa al-Asâs, (Jakarta: M.A. Jaya, t.t), h. 5. 344 AlZarkasyi, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur'an, (Qâhirah: Dâr alHadits, 2006), 290. 345 Muhammad Fuâd ‘Abd alBâqî, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur'ân al-Karîm, (Cairo: Dâr alHadîts, 2001), h. 751. 346 Menurut alQurtûbî, dalam ayat ini talaqqa bermakna faham, mengetahui, menerima dan mengambil, yaitu nabi Adam menerima wahyu dari Allah berupa kalimatkalimat taubat. Lihat Al Qurtûbî, Tafsîr al-Qurtûbî juz 1, (Cairo: Dâr alSyu‘ab, 1372 h.), cet. keII, h. 323. 347 Q.S. alA‘raf/7: 23. Dalam riwayat lain, ‘Aisyah ra. berkata: "Ketika Allah menerima taubat Adam, maka Adam bertawaf tujuh kali di ka'bah, ka'bah ketika itu adalah bukit kecil kemerah merahan, beliau salat dua raka'at dan berdoa: ﻢﻬﺍﻟﻠﹼ ﻚﻧﺇِ ﻢﻠﹶﻌﺗ ﻱﺮﺳِ ﻲﺘِﻴﻧِﻼﹶﻋﻭ ﻞﹾﺒﺎﻗﹾﻓﹶ ﻲﺗِﺭﺬِﻌﻣ ﻢﻠﹶﻌﺗﻭ ﻲﺘِﺎﺟﺣ ﻲﻨِﻄِﺎﻋﻓﹶ ﻲﻟِﺆﺳ ﻢﻠﹶﻌﺗﻭ ﺎﻣ ﻲﻓِ ﻲﺴِﻔﹾﻧ ﺮﻔِﺎﻏﹾﻓﹶ ﻲﻟِ ﻲﺑِﻮﻧﺫﹸ . ﻢﻬﺍﻟﻠﹼ ﺇِ ﻲﻧـ ﻲﻧـ ﺇِ ﻢﻬﺍﻟﻠﹼ . ﻲﺑِﻮﻧﺫﹸ ﻲﻟِ ﺮﻔِﺎﻏﹾﻓﹶ ﻲﺴِﻔﹾﻧ ﻲﻓِ ﺎﻣ ﻢﻠﹶﻌﺗﻭ ﻲﻟِﺆﺳ ﻲﻨِﻄِﺎﻋﻓﹶ ﻲﺘِﺎﺟﺣ ﻢﻠﹶﻌﺗﻭ ﻲﺗِﺭﺬِﻌﻣ ﻞﹾﺒﺎﻗﹾﻓﹶ ﻲﺘِﻴﻧِﻼﹶﻋﻭ ﻱﺮﺳِ ﻢﻠﹶﻌﺗ ﻚﻧﺇِ ﻢﻬﺍﻟﻠﹼ ﻚﻟﹸﺄﹶﺳﺃﹶ ﺎﻧﺎﹰﻤﻳﺇِ ﺮﺎﺷِﺒﻳ ﻲﺒِﻠﹾﻗﹶ ﻨﺎﹰﻴﻘِﻳﻭ ﻗﺎﹰﺎﺩِﺻ ﻰﺘﺣ ﻢﻠﹶﻋﺃﹶ ﻪﻧﺃﹶ ﻦﻟﹶ ﻲﻨِﺒﻴﺼِﻳ ﻻﹼﺇِ ﺎﻣ ﺖﺒﺘﻛﹶ ﻲﻟِ ﻰﺿﺭﺃﹶﻭ ﺎﻤﺑِ ﺖﻤﺴﻗﹶ ﻲﻟِ . . ﻲﻟِ ﺖﻤﺴﻗﹶ ﺎﻤﺑِ ﻰﺿﺭﺃﹶﻭ ﻲﻟِ ﺖﺒﺘﻛﹶ ﺎﻣ ﻻﹼﺇِ ﻲﻨِﺒﻴﺼِﻳ ﻦﻟﹶ ﻪﻧﺃﹶ ﻢﻠﹶﻋﺃﹶ ﻰﺘﺣ ﻗﺎﹰﺎﺩِﺻ ﻨﺎﹰﻴﻘِﻳﻭ ﻲﺒِﻠﹾﻗﹶ ﺮﺎﺷِﺒﻳ ﺎﻧﺎﹰﻤﻳﺇِ ﻚﻟﹸﺄﹶﺳﺃﹶ

Dalam riwayat Ibn ‘Abbâs kalimatkalimat itu adalah:

ﻻﹶ ﻪﻟﹶﺇِ ﻻﹼﺇِ ﺖﻧﺃﹶ ﻚﺎﻧﺤﺒﺳ ﻙﺪِﻤﺤﺑِﻭ ، ﺖﻠﹾﻤِﻋ ﺀﺍﹰﻮﺳ ، ﺖﻤﻠﹶﻇﹶﻭ ﻲﺴِﻔﹾﻧ ، ﺮﻔِﺎﻏﹾﻓﹶ ﻲﻟِ ﻚﻧﺇِ ﺖﻧﺃﹶ ﺮﻴﺧ ﺍﻟﹾ ﻦﻳﺮِﺎﻓِﻐـ ، ﻻﹶ ﺇِ ﻪﻟﹶـ ﻻﹼﺇِ ﺃﹶ ﺖﻧـ ﺖﻧـ ﺃﹶ ﻻﹼﺇِ ﻪﻟﹶـ ﺇِ ﻻﹶ ، ﻦﻳﺮِﺎﻓِﻐـ ﺍﻟﹾ ﺮﻴﺧ ﺖﻧﺃﹶ ﻚﻧﺇِ ﻲﻟِ ﺮﻔِﺎﻏﹾﻓﹶ ، ﻲﺴِﻔﹾﻧ ﺖﻤﻠﹶﻇﹶﻭ ، ﺀﺍﹰﻮﺳ ﺖﻠﹾﻤِﻋ ، ﻙﺪِﻤﺤﺑِﻭ ﻚﺎﻧﺤﺒﺳ ﺖﻧﺃﹶ ﻻﹼﺇِ ﻪﻟﹶﺇِ ﻻﹶ ﻚﺎﻧﺤﺒﺳ ، ﻙﺪِﻤﺤﺑِﻭ ، ﺏﺭ ﺖﻠﹾﻤِﻋ ﺀﺍﹰﻮﺳ ، ﺖﻤﻠﹶﻇﹶﻭ ﻲﺴِﻔﹾﻧ ، ﻲﻨِﻤﺣﺎﺭﻓﹶ ﻚﻧﺇِ ﺖﻧﺃﹶ ﻢﺣﺭﺃﹶ ﻦﻴﻤِﺍﺣِﺍﻟﺮ ، ﻻﹶ ﺇِ ﻪﻟﹶـ ﻻﹼﺇِ ﺃﹶ ﺖﻧـ ﻚﺎﻧﺤﺒﺳـ ، ، ﻚﺎﻧﺤﺒﺳـ ﺖﻧـ ﺃﹶ ﻻﹼﺇِ ﻪﻟﹶـ ﺇِ ﻻﹶ ، ﻦﻴﻤِﺍﺣِﺍﻟﺮ ﻢﺣﺭﺃﹶ ﺖﻧﺃﹶ ﻚﻧﺇِ ﻲﻨِﻤﺣﺎﺭﻓﹶ ، ﻲﺴِﻔﹾﻧ ﺖﻤﻠﹶﻇﹶﻭ ، ﺀﺍﹰﻮﺳ ﺖﻠﹾﻤِﻋ ﺏﺭ ، ﻙﺪِﻤﺤﺑِﻭ ، ﻚﺎﻧﺤﺒﺳ ﻙﺪِﻤﺤﺑِﻭ ﺏﺭ ﺖﻠﹾﻤِﻋ ﺀﺍﹰﻮﺳ ، ﺖﻤﻠﹶﻇﹶﻭ ﻲﺴِﻔﹾﻧ ، ﺐﺘﻓﹶ ﻲﻠﹶﻋ ﻚﻧﺇِ ﺖﻧﺃﹶ ﺍﻟﺘﻮﺍﺏ .ﻢﻴﺣِﺍﻟﺮ Lihat AlQurtûbî, Tafsîr al-Qurtûbî juz 1, h. 323324, juga Fakhruddin alRâzi, Tafsir Mafâtîh al- Ghaib juz 2, (Beirut: Dâr alFikr, 1410 h.), h. 2, dan M. Husein alBaghawî, Ma'âlim al-Tanzîl juz 1, (t.tp.: Dâr alTibah, 1997), cet. 4, h. 85. beliau disebut kalîmullah.348 Dengan demikian nabi Adam as. mendapat kalimat kalimat taubat melalui perantara wahyu yang diturunkan kepadanya. Metode talaqqi adalah metode yang diajarkan Jibril kepada Muhammad Saw. dalam menyampaikan alQur'an, ini terlihat ketika wahyu pertama turun surat al- ‘Alaq/96:15. Imam Ahmad meriwayatkan hadis yang cukup panjang, bahwa ketika menerima surat al-‘Alaq, Rasul sangat ketakutan di Gua Hiro dan meminta Khadijah menyelimuti sampai tiga kali, Jibril berkata: iqra' (bacalah), Rasul menjawab: ma ana bi qâri' (saya tidak mampu membaca), Jibril mengulangi katakata ini dua kali, Rasul pun tak kuasa untuk membacanya sambil diselimuti rasa takut, kemudian ia berkata: ma ana bi qâri (aku tidak mampu membaca), setelah itu Jibril mengulangi untuk yang ketiga kali, maka Rasul membaca seperti yang diajarkan Jibril.349 Dalam riwayat Ibn ‘Abbâs, sebelum mengajarkan surat al-‘Alaq, Jibril menyuruh kepada Muhammad Saw. membaca do’a ta‘awwuz/perlindungan.350 Metode talaqqi dijelaskan dalam surat alQiyâmah/75 ayat 1619, yaitu: “Lâ tuharrik bihi lisânaka lita,jala bih, inna ,alaina jam,ahu wa qur’ânah, faidza qara’nâhu fattabi, qur’ânah, tsumma inna ,alaina bayâah” ("janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca alQur'an, karena hendak cepatcepat menguasai, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya di dadamu dan membuat mu pandai membaca, apabila Kami telah selesai membacakannya, ikutilah bacaan itu, kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami penjelasannya". Kata jam‘ahu dalam ayat ini berarti “mengumpulkannya di dadamu” artinya Allah Swt. berkewajiban menghafalkan alQur’an di hati Nabi Saw. sebagai wujud pengumpulan di dadanya yang mulia. Kata qur'ânah berarti membacakan alQur'an ayat perayat dan surat persurat, maka jika Kami telah membacakan, ikutilah bacaan itu, maksudnya Nabi Saw. dilarang menirukan bacaan Jibril as. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril as. selesai membacanya, agar Nabi dapat menghafal dan memahami betul ayat yang diturunkan. Penggunaan kata qur'ânah dalam ayat ini mengandung

348 Q.S. alNisâ/4:164. 349 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Libanon: Bait alAfkâr alDauliyah, 2004), h. 1787. 350 Jibril as. berkata:

ﻗﹸﻞﹾ ﻳﺎ ﻣﺤﻤﺪ : ﺃﹶﺳﺘﻌِﻴﺬﹸ ﺑِﺎﷲِ ﺍﻟﺴﻤِﻴﻊ ﺍﻟﻌﻠِﻴﻢ ﻣِﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﹶﺎﻥِ ﺍﻟﺮﺟِﻴﻢ ، ﺛﹸﻢ ﻗﹶﺎﻝﹶ : ﻗﹸﻞﹾ ﺑِﺴﻢِ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﺍﻟﺮﺣِﻴﻢ ﺭﺑﻚ{ .}…ﺍِﻗﹾﺮﺃﹾ ﺑِﺎﺳﻢِ .}…ﺍِﻗﹾﺮﺃﹾ ﺑِﺎﺳﻢِ ﺭﺑﻚ{

"Bacalah wahai Muhammad, ‘audzu billahi al-samî‘ al-‘alim min al-syaitân al-rajîm, kemudian bacalah: "bismillâhi al-rahmâni al-rahîm", (iqra bismirabbika…)", lihat alRâzi, Mafâtih al-Ghaib juz 17, h. 103 arti bahwa Jibril mengajarkan alQur'an dengan metode talaqqi, sebagaimana beliau menerima langsung dari Allah Swt. dengan cara mendengarnya.351 Dalam Sahîh al Bukhâri disebutkan bahwa: "Ketika Jibril menyampaikan wahyu kepada Rasulullah, beliau menggerak gerakkan lidah dan bibirnya karena khawatir lupa. Kemudian Jibril mengetahuinya dan menurunkan surat alQiyâmah dari ayat pertama sampai ayat ini, lalu Jibril as. berkata: "Sesungguhnya kewajiban kami menghafalkan di hatimu dan membacakannya, maka jika kami selesai membaca, ikutilah bacaan itu dan kami akan menjelaskan di lisanmu". Ketika Jibril datang, beliau diam dan mendengarkan bacaan Jibril. Ketika Jibril pergi, Rasulullah membacanya sebagaimana telah diajarkan".352

Metode talaqqi diajarkan pula oleh Rasul Saw. kepada para sahabatnya, Ibn ‘Abbâs ketika ayat ini turun berkata: "Saya juga menggerakgerakkan kedua bibir saya sebagaimana dilakukan Rasulullah Saw.". Sa'îd ibn Jubair berkata: "Saya menggerakgerakan kedua bibir saya sebagaimana Ibn Abbâs melakukan".353 Setiap ayat yang turun, Nabi selalu mengajarkan sahabatnya secara talaqqi dan mereka antusias. Ketika turun surat al-Mursalât di Gua Mina, Rasul membacakan surat tersebut kepada Ibn Mas‘ûd, kemudian ia berkata: "Sesungguhnya saya bertalaqqi dan menerima langsung surat al-Mursalât dari mulut beliau dan bau mulut beliau sangat harum".354 Dalam riwayat lain Abû alDardâ berkata: "Demi Allah, Rasulullah telah membacakan di mulutku surat al-Lail dan saya membaca dihadapannya".355 Dalam riwayat Ibn Mas‘ûd ia berkata: Demi Allah, dari mulut Rasulullah Saw. saya menerima lebih dari tujuh puluh surat, dan tidak ada yang menentang seorangpun.356 Bukti lain metode talaqqi adalah mudârasah alQuran yang dilakukan Jibril dengan Muhammad Saw. di setiap bulan Ramadan. Ibn ‘Abbâs berkata: "Rasulullah sering menyetorkan hafalan alQur'an kepada Jibril di bulan Ramadan".357 Dalam riwayat lain, Abû Hurairah berkata: "Beliau biasa menyetorkan alQur'an dihadapan Jibril sekali hatam pada Ramadan, namun di akhir hayatnya dua kali hatam".358

351 Menurut alSuyûti, Jibril menerima langsung alQur'an dari Allah dengan cara mendengar bacaan alQur'an ketika diturunkan secara langsung ke langit dunia. Sebagaimana riwayat alTabrâni dari alNawwâs bin Sam'ân ia berkata: "Apabila Allah ingin menyampaikan wahyu, maka langit bergetar hebat karena takut padaNya, sehingga para penduduk langit tunduk, sujud dan pingsan. Maka Jibril as. yang paling pertama sadar dan mendengarkan bacaan itu sampai selesai, sehingga dia diperintahkan untuk menyampaikannya. Lihat alSuyûti, al-Itqân fi ‘ulûm al-Qur'an juz 1, (Qâhirah, Dâr alHadits, 2004), h. 49. 352 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t), h. 7. 353 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 7. 354 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 700. 355 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 2, h. 1472. 356 Ahmad, Musnad Ahmad, h. 289. 357 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 8. 358 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 2074. Dalam mengajarkan metode talaqqi, Rasul biasa menyuruh para sahabat untuk membaca dihadapannya, seperti yang dilakukan Ibn Mas‘ûd. Ia berkata: "Rasul berkata padaku: bacakan kepadaku alQur'an, Ibn Mas‘ûd berkata: ya Rasul, aku membaca dihadapanmu sedangkan alQur'an diturunkan kepadamu, Rasul berkata: "aku ingin sekali mendengarkan bacaan darimu", maka Ibn Mas‘ûd membaca surat alNisâ dari ayat pertama sampai ayat fakaifa idza ji'nâ min kulli ummatin bi al- syahîdin wa ji'nâ bika ‘ala hâulâi syahidâ,359 Rasul berkata: cukup berhenti di situ, Ibn Mas‘ûd berkata: aku melihat beliau berlinang air mata".360

Metode talaqqi dapat disebut juga musyâfahah, yaitu pengajaran alQur'an secara lisan. Bentuknya adalah guru membaca ayat yang dihafal kemudian murid membaca seperti bacaan guru, sehingga kekeliruan dan kesalahan hampir tidak terjadi. Salah satu hikmah pengajaran dengan metode talaqqi adalah terhindarnya murid dari kesalahan dalam membaca, selain itu murid juga akan dapat menerima secara langsung pelajaranpelajaran dari gurunya, pelajaran itu antara lain ayatayat yang mutasyâbihat, caracara mengucapkan hurufhuruf yang benar, hukumhukum tajwid dan fasâhah dalam membaca alQur'an, selain juga penjelasan kandungan ayat. Metode talaqqi harus terdiri atas guru yang hâfîz alQur'an dan murid yang ingin menghafal, antara guru dan murid ini harus terlibat aktif dalam membacakan al Qur'an, kalau guru membaca dalam rangka menyampaikan hafalan baru atau membaca ayatayat yang keliru dibaca murid, bisa juga guru mencontohkan bacaan yang tartîl, pelafalan hurufhuruf, waqaf dan ibtidâ' dan lainlain. Sedangkan murid membaca untuk menyetorkan hafalan dan mengecek bacaannya apakah sudah benar menurut qira'at yang sahîh, dalam bacaan ini penting diperhatikan hukumhukum tajwid, makhârij al-hurûf, waqaf dan ibtidâ', bacaan yang tartil, fasâhah dan lainlain. Karena menyangkut kesempurnaan bacaan alQur'an, murid yang masih kurang, biasanya akan dibenarkan guru. Di era sekarang, peran guru dapat dibantu dengan cara mendengarkan kasset alQur'an atau MP3 murattal alQur’an yang dibaca para qâri Timur Tengah, Mesir dan Indonesia seperti ‘Abd alRahmân alSudais, Suûd alSyuraim, Abdullâh al Matrûd, Sa‘ad alGhâmidi, Abd alRahmân alHudzaifi, Muhammad Ayyûb, Muhammad Shiddîq alMinsyâwi, Mahmûd Khalîl alHusari, alAjami, Musyâri al Rasyîd alAffâsi, Muammar ZA dan lainlain. Dalam mendengarkan, penghafal dapat memakai tipe, recorder, TV dan VCD, MP3, MP4, Ipod, komputer/laptop,

359 Q.S. alNisâ/4:41. 360 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 2093. handphone dan mediamedia lain. Jika menggunakan laptop atau komputer ada beberapa program alQur’an yang juga dapat membantu seperti Qur’an Player 2.0, al Bayân, Qari CD, alAlîm dan lainlain yang sudah banyak berkembang. Namun jika menggunakan kasset dan tipe sebaiknya menggunakan kasset al-mushaf al-mu,allim yaitu kasset khusus menghafal alQur’an, dibaca oleh Muhammad Siddiq al Minsyâwi diikuti muridnya di Mesir. Adapun mendengarkan kasset rekaman salat tarâwih di masjid alHaram kurang baik jika dilakukan dalam rangka belajar, khususnya bagi anakanak dan mereka yang baru menghafal. Penggunaan tipe recorder dapat dilakukan juga untuk merekam hasil hafalan yang telah dicapai, cara ini sangat baik sekali khususnya dalam pendidikan formal untuk anakanak SD (Sekolah Dasar), karena mereka akan bertambah semangat jika hasil hafalan didengar kawan, guru bahkan orang tuanya. Dalam menggunakan media ini diutamakan yang bergambar/visual sambil dipadukan suara/auditorial yang baik, karena kedua fungsi ini dapat membantu mengoptimalkan fungsifungsi indra pendengaran dan penglihatan secara tajam, disamping menambah semangat menghafal lebih menarik dan serius. Karena itu mendengar dari media komputer, laptop, VCD dan TV akan lebih baik dan optimal. Namun mediamedia elektronik ini berfungsi hanya membantu saja dan bukan sebagai guru apalagi dijadikan sandaran dalam membaca, karena pada hakikatnya ia dibuat hanya untuk memudahkan segala mobilitas kerja, disamping tentunya media itu rentan rusak dan tidak permanen, karena itu yang lebih utama hafalan harus disetorkan kepada guru yang hafal alQur’an. Seorang yang mengandalkan hafalan dari media, dia tidak mengetahui dimana kesalahan dan kekurangan hafalan, terutama hukum tajwid, makhârij al-hurûf, al-waqf al-ibtidâ. Karena yang dia ketahui hanya dari apa yang dia dengar. Maka disinilah pentingnya seorang guru untuk membenarkan bacaan murid dan seyogianya murid harus menyetorkan hafalan kepada guru yang hâfîz alQur'an.

A.2. Bentukbentuk Metode Talaqqi A.2.1. Metode Tasmî‘ Tasmî‘ berasal dari kata asma‘a artinya memperdengarkan, tasmî‘ adalah bentuk masdar yang artinya memperdengarkan alQur'an. Yang dimaksud metode ini adalah memperdengarkan alQur'an untuk dihafal atau didengar murid/orang lain.361 Metode ini biasanya dilakukan dengan cara guru membacakan alQur'an dengan hafalan atau melihat mushaf, kemudian murid mendengarkan bacaan tersebut di majelis atau di luar majelis, bisa juga mendengar bacaan teman yang menghafal al Qur'an. Menurut Ahsin, metode ini sangat efektif bagi para penghafal yang memiliki daya ingat ekstra, terutama tunanetra dan anakanak dibawah umur yang belum mengenal baca tulis.362 Dalam tradisi pesantren, istilah ini lebih dikenal dengan sima‘an, yaitu saling mendengarkan hafalan. Dalam kajian ‘ulûm al-hadîts metode ini dikenal dengan istilah al-samâ‘, yaitu mendengar hadis dari hafalan guru. Al-samâ‘ adalah tingkatan yang paling kuat dalam proses penyampaian/tahammul hadis.363 Menurut alSuyutî metode al-samâ‘ masuk dalam kategori al-qirâ'ah ‘ala al-syaikh atau al-‘arad, karena sahabat menerima alQur'an dari Nabi Saw. dengan mendengar bacaannya, mereka menguasai cara menyampaikan kepada muridmuridnya.364 Metode ini pertama kali dilakukan Rasul dalam mengajarkan alQur'an pada sahabat. Rasul menerima alQur'an dari Jibril as. dengan cara mendengar bacaan Jibril, sebagaimana Jibril menerima pertama kali dari Allah Swt. Jibril mendengar ayatayat dari Allah Swt. kemudian menyampaikan kepada Rasul Saw.365 Salah satu ciri metode tasmî‘ dalam biografi al-Qurrâ' disebutkan kata "sami'a al-qur'an min" atau "sami'a min" yaitu (menghafal dengan) mendengarkan bacaan dari (guru). Dalam menyampaikan alQur'an, Rasul selalu membacakan kepada sahabat ayatayat yang akan mereka hafal di beberapa tempat dan kondisi, karena hal itu merupakan kewajibannya. AlQur'an menegaskan bahwa "Huwa al-ladzî ba‘atsa fi al- ummiyînâ rasûlam minhum yatlû ‘alaihim âyâtihi..." ("Dialah yang mengutus pada

361 Ahsin W. AlHafizh, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur'an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. ke1, h. 64. 362 Ahsin W., Bimbingan Praktis, h. 6465. 363 Muhammad ‘Ajâj alKhatîb, Usul al-Hadîts, (Beirut: Dâr alFikr, 1989), h. 233235. 364 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 291. 365 Ketika diturunkan surat alQadr "Sesungguhnya Kami telah menurunkan alQur'an pada malam laillatulqadr". Allah Swt. turunkan dengan cara memperdengarkan kepada Jibril as. Dalam riwayat alTabrâni dikatakan bahwa manakala Allah menurunkan wahyu, maka langit menjadi goncang karena takut padaNya. Bila penghuni langit mendengar mereka pingsan dan sujud. Ketika itu yang pertama mengangkat kepala diantara mereka adalah Jibril as. dan Allah berfirman kepadanya dengan wahyu yang ia kehendaki, setelah selesai Jibril menyampaikan kepada malaikat lain. Setiap melewati langit, Jibril ditanya penghuninya apa yang difirmankan Tuhan kami? Jibril menjawab alHaq (al Qur'an), kemudian ia menyampaikan wahyu tersebut sebagaimana disampaikan. Adapun pendapat Jibril menurunkan alQur'an dengan membawa makna, sedangkan lafaz dan redaksi dari Rasul, atau lafaz dari Jibril sedangkan Allah hanya menyampaikan maknanya saja adalah pendapat yang tidak diterima jumhur ‘ulama. Lihat Muhammad ‘Ali alSabûnî, al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur'an, (Jakarta: Dâr alKutub alIslamiyyah, 2003), cet. keI, h. 4546. lihat juga alTabrâni, Musnad al-Syâmiyîîn, (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1984), juz 1, h. 336. kaum ummi untuk membacakan pada mereka ayatayatnya").366 Rasul selalu membaca alQur'an setiap saat lebihlebih dalam salat, karena bacaan beliau sangat merdu, tartîl, keras, dan penuh pemahaman.367 Disamping itu bacaan beliau memiliki aura hidayah bagi siapa saja yang mendengarkan terutama orang kafir, karena banyak diantara mereka yang sangat terkesan sehingga masuk Islam.368 Keberhasilan metode tasmî‘ pada masa Rasul didukung oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu; pertama, penurunan alQur'an secara gradual.369 Kedua, alQur'an selalu dibaca dalam salat. Ketiga, adanya motivasi dan contoh dari Nabi untuk membaca alQur'an serta pahala yang didapatkan.370 Ketika diturunkan, alQur'an langsung dibaca Rasul kepada sahabatnya sebagaimana beliau menerima dari Jibril as., selanjutnya beliau mengulangi dalam salat, beliau juga memotivasi mereka membacanya di tempat masingmasing karena pahala satu huruf yang membacanya adalah sepuluh kebaikan.371

366 Lihat Q.S. alJumu'ah/62:2. Ayat tentang tugas pengutusan Rasul membacakan kitab suci ada di beberapa tempat yaitu alBaqarah/2:129 dan 151, Ali Imrân/3:164, alQasas/28:59, alTalâq/ 65:11, alBayyinah/98:2. Orangorang pilihan Tuhan sebelum Muhammad seperti Yahudi dan Nasrani yang beragama dengan baik juga membacakan kitab suci mereka kepada umatnya dengan benar. Seperti ditunjukan dalam Ali Imrân/3:113, alBaqarah/2:121. Lihat ‘Abd alBâqî, al-Mu'jam, h. 190. 367 Salah satu yang menyebabkan sahabat terkesan adalah karena bacaan Rasul yang merdu, beliau bersabda: ﻣﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟِﺸﻲﺀٍ ﻣﺎ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻟِﻨﺒِﻲ ﺣﺴﻦِ ﺍﻟﺼﻮﺕِ ﻳﺘﻐﻨﻰ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻳﺠﻬﺮ (ﺑِﻪِ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ (ﺑِﻪِ ﻳﺠﻬﺮ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻳﺘﻐﻨﻰ ﺍﻟﺼﻮﺕِ ﺣﺴﻦِ ﻟِﻨﺒِﻲ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻣﺎ ﻟِﺸﻲﺀٍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺃﹶﺫِﻥﹶ ﻣﺎ "Allah mengizinkan sesuatu seperti Rasulnya suara merdua dalam melantunkan alQur'an yaitu mengeraskannya". Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 2083, lihat juga Muslim bin al Hajjaj, Sahîh Muslim juz 2, (Semarang: Tohâ Putrâ, t.t), h. 192. 368 Orang kafir yang akhir masuk Islam seperti Umar bin al Kha abtt , diantara mereka ada yang mencuricuri bacaan Rasulullah, seperti Abû Sufyân bin al arbH , Abû Jahal bin Hisyâm al, Akhnas bin Syuraîq bin ‘Amr bin Wahb alTsaqafî. Tiaptiap mereka berusaha mencari tempat sembunyi dan aman, setelah Fajr mereka bubar dan bertemu kembali di rumah. Lihat Ibn Hisyâm, Sîrah ibn Hisyâm juz 1-2, (Qâhirah: Dâr alFikr, 1955), cet. ke2, h. 315316. 369 Penurunan alQur'an secara gradual banyak memberikan hikmah dalam menghafal al Qur'an, selain juga mudah dibaca dan difahami. Menurut alSuyûti alQur'an diturunkan lima ayat, sepuluh ayat, atau satu ayat, sesuai kondisi. Penurunan sepuluh ayat seperti kisah hadits alIfki. Penurunan lima ayat seperti awalawal surat alMu'minun, dan penurunan satu ayat seperti pada kisah Ummi Maktum (ghairi uli aldarari) yang terdapapt pada surat alNisâ/4:95. ‘Umar pernah berkata: "Pelajarilah alQur'an lima ayatlima ayat, karena Rasul menerima alQur'an juga seperti itu". Bahkan menurut Ulama siapa yang mempelajari lima ayatlima ayat maka dia tidak akan lupa. Lihat alSuyûtî, al-Itqân juz 1, h. 42, dan Ahmad bin Husain alBaihaqî, Syuaib al-Imân juz 3,(Beirut: Dâr alKutub al ‘Ilmiyyah, 1410 h.), cet. 1, h. 331. 370 Ahmad Khalik Jum‘ah, Al-Qur'an dalam Pandangan Sahabat, terjemah: Subhan Nurdin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), cet. keI, h. 47. 371 Rasulullah Saw. bersabda: ﻣﻦ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﺣﺮﻓﹰﺎ ﻣِﻦ ﻛِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﺑِﻪِ ﺣﺴﻨﺔﹲ ﻭﺍﻟﹾﺤﺴﻨﺔﹸ ﺑِﻌﺸﺮِ ﺎﺃﹶﻣﺜﹶﺎﻟِﻬ ﺎﺃﹶﻣﺜﹶﺎﻟِﻬ ﺑِﻌﺸﺮِ ﻭﺍﻟﹾﺤﺴﻨﺔﹸ ﺣﺴﻨﺔﹲ ﺑِﻪِ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻛِﺘﺎﺏِ ﻣِﻦ ﺣﺮﻓﹰﺎ ﻗﹶﺮﺃﹶ ﻣﻦ “Siapa yang membaca satu huruf dalam kitab Allah, ia mendapat satu kebaikan, dan kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali”. Lihat alTirmidzî, Sunan al-Tirmidzi (t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th.), juz 3, h. 247. alTirmidzî berkata: hadis ini hasan sahîh. Sedangkan faktor internal yaitu: pertama, bacaan Rasul yang sangat indah, kedua, beliau sering mengulangngulang bacaannya berkalikali dan terutama dalam salat. Dan ketiga, bacaan beliau mengandung hidayah bagi yang mendengarkannya. Ketiga hal ini sangat penting dilakukan Rasul dalam menyampaikan alQur'an. Allah Swt. menegaskan bahwa pembacaan yang tartîl dan penurunan secara gradual dapat menguatkan hati, sebagaimana dalam surat alFurqân/25:32.372 Ayat ini membedakan penurunan alQur'an dengan kitabkitab suci sebelumnya, seperti Taurât, Zabûr dan Inzîl. Kitabkitab tersebut diturunkan secara langsung. Pengalaman tersebut membuat orang kafir bertanya, mengapa Allah tidak menurunkan alQur’an secara langsung?. Hikmah tersebut dijawab dalam ayat ini, yaitu agar dengan cara demikian nabi Muhammad Saw. menjadi kuat dan tetap dalam keimanan, disamping mudah di hafal dan dibaca secara pelanpelan, sehingga akan menumbuhkan keteguhan dan keimanan kepada Allah Swt. khususnya bagi mereka yang beriman dan baru masuk Islam karena ayat ini ditujukan kepada mereka atas celaan musyrik dan Yahudi.373 Membaca alQur'an secara tartîl maksudnya membaca secara jelas baik huruf dan kalimatnya. Menurut alZarkasyi kesempurnaan tartîl dengan menebalkan lafaz, menjelaskan hurufhuruf, dan tidak memasukkan huruf dengan huruf,374 dalam tafsîr alMarâghî dijelaskan bahwa bacaan tartîl yaitu: membaca dengan jelas, tidak cepat, berhenti jika terdapat keagungannya, menyentuh hati, dan tidak cendrung pikiran lain".375 Dalam mengajarkan alQur'an Rasul selalu tartîl. Ummu Salamah berkata: "Aku selalu mengikuti bacaan Rasul, bacaan beliau sagat jelas sekali huruf demi huruf".376 Dalam riwayat lain, ia berkata: "beliau memutuskan ayat perayat, beliau membaca bismillâhi al-rahmân al-rahîm diputus kemudian al-hamdu lillahi al- rahman al-rahim diputus terus sampai selesai".377 Anas bin Mâlik pernah ditanya tentang bacaan Nabi, ia berkata: beliau memanjangkan, kemudian membaca

372 Allah Swt. berfirman: ﻭﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻟﹶﻮﻟﹶﺎ ﻧﺰﻝﹶ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁَﻥﹸ ﺟﻤﻠﹶﺔﹰ ﻭﺍﺣِﺪﺓﹰ ﻛﹶﺬﹶﻟِﻚ ﻟِﻨﺜﹶﺒﺖ ﺑِﻪِ ﻓﹸﺆﺍﺩﻙ ﻭﺭﺗﻠﹾﻨﺎﻩ ﺗﺮﺗِﻴﻠﹰﺎ ﺗﺮﺗِﻴﻠﹰﺎ ﻭﺭﺗﻠﹾﻨﺎﻩ ﻓﹸﺆﺍﺩﻙ ﺑِﻪِ ﻟِﻨﺜﹶﺒﺖ ﻛﹶﺬﹶﻟِﻚ ﻭﺍﺣِﺪﺓﹰ ﺟﻤﻠﹶﺔﹰ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺁَﻥﹸ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻧﺰﻝﹶ ﻟﹶﻮﻟﹶﺎ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻭﻗﹶﺎﻝﹶ "Berkatalah orangorang yang kafir: "Mengapa alQur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlahsupaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)".(Q.S. alFurqân/25:32). 373 Abû Ja’far AlTabarî, al-Jâmi, al-Bayân fi Tafsir Ayyin min al-Qur’an (Beirut: Dâr al Fikr, 1405 h.), juz 19, h. 265266. 374 AlZarkasyi, al-Burhân, h. 51. 375 Mustafâ alMarâgî, Tafsîr al-Marâgî, (Beirut: Dâr alFikr, 2001), jilid 10, cet. I, h. 177. 376 Abû Dâud alSijistâni, Sunan Abû Dâud, (t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th.), juz 2, h. 236 377 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 4, h. 37. bismillahi al-rahman al-rahim, memanjangkan kata allâh, al-rahmân, dan al- rahîm.378 Selain tartîl, bacaan beliau juga indah dan merdu, sebagaimana sabdanya "hiasilah alQur'an dengan suara kalian, karena bacaan yang merdu akan menambah keindahan alQur'an". AlBarâ bin ‘Âzîb pernah salat Isya di belakang Rasul, beliau membaca surat al-Tîn dan berkata: "Tidak ada seorang yang lebih baik suaranya dari pada beliau".379 Selain itu, beliau juga mengulangngulang bacaannya dengan suara yang lembut sekali, seperti pada fath al-makkah beliau membaca surat al-Fath sambil menaiki untanya dan mengulang sampai berkalikali.380 Dengan demikian pengaruh bacaan guru sangat berpotensi dalam keberhasilan metode ini. Ada dua bentuk metode tasmî‘, yaitu: pertama, siswa mendengar ayatayat yang akan dihafal dari bacaan guru, ini dapat dilakukan terutama bagi penghafal tuna netra atau anakanak di Sekolah Dasar. Dalam hal seperti ini, guru dituntut berperan aktif, sabar dan teliti dalam membaca dan membimbing mereka, karena dia akan membacakan satu persatu ayat untuk dihafalkan, baru kemudian dilanjutkan ayatayat berikutnya sampai selesai. Kedua, merekam terlebih dahulu ayat yang akan dihafal kedalam pita kasset, MP3, MP4, komputer, dan lainlain sesuai kebutuhan dan kemampuannya, kemudian kaset diputar untuk didengarkan sambil mengikuti perlahanlahan, kemudian diulang lagi dan diulang lagi sampai ayatayat tersebut betulbetul hafal di luar kepala.381 Untuk mendengarkan bacaan guru, seorang harus memperhatikan etikaetika yang baik. Etika tersebut adalah: pertama, duduk di depan guru dengan sopaan. kedua, mendengarkan bacaan guru dengan teliti dan tenang. Ketiga, tidak menyibukkan diri baik fisik maupun batin kepada selain Allah Swt. Keempat, jika mendengar ayat sujud disunnahkan bersujud, begitupun jika mendengar ayatayat sedih, disunnahkan untuk menangis, jika tidak mampu maka dipaksa menangis. Kelima, jika seorang qâri membaca salah, seperti memanjangkan mad, keliru makhârij al-hurûf, maka harus dibenarkan dengan sopan. Keenam, tidak keluar dari majlis sebelum selesai membaca do'a.382 Menurut alZarkasyî, makruh hukumnya berbicara ketika mendengarkan al Qur'an, namun jika ada kebaikan, maka itu dibolehkan dengan mencari tempat di luar

378 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 3, h. 2090. 379 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 4, h. 3022, dan Muslim, Sahîh Muslim juz 2, h. 41. 380 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 3, h. 1988 dan 2090. 381 Ahsin W., Bimbingan Praktis, h. 64. 382 Mustafâ Murâd, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, (Cairo: Dâr alFajr, 2003), cet. keII, h. 31. majlis agar tidak mengganggu.383 Menurut alSuyûti memutus bacaan alQur'an karena ingin berbicara dengan orang lain hukumnya makrûh, apalagi sampai ketawa, senda gurau dan melihat hal yang menjadikan hati tertarik.384 Etika lain dalam mendengarkan alQur'an yaitu membaca jawaban akhir surat yang dibaca, seperti akhir surat al-Tîn dijawab "balâ wa ana ‘ala dzâlika mina al-syâhidîn", akhir surat al- Qiyâmah "balâ wa ana asyhad", akhir surat al-Mursalât "âmantu billâh", akhir surat al-Ghâsyiyah "allahumma hâsibnî hisâban yasîrâ", akhir surat al-Isrâ "al-hamdu lillâhi al-ladzî lam yattakhidz walada".385 Ini dilakukan baik dalam salat maupun di luar salat. Di era sekarang, peran guru dapat digantikan dengan cara mendengar murattal syeikh yang telah direkam dalam kaset, CD/DVD murattal, al-mushaf al-mu‘allim, program Qur'an Playyer 2.2, Qari CD, read boys for tahfiz. Diantara syeikh yang sudah merekam seperti Mahmud Khalîl alHusari, ‘Abd alRahman alHuzaifi, Muhammad Ayyûb, Muhammad Shiddîq alMinsyâwi, Abd alRahman alSudais, al Syuraim, Sa‘ad alGhâmidî, ‘Abdullâh alMatrûd dan lainlainnya.386 Caranya yaitu dengan mendengar tilawah syeikhsyeikh tersebut dalam CD Player, MP3, MP4, komputer, walkman, dan lainlain. Kaset atau CD diputar sesuai surat yang akan dihafal kemudian diulangulang. Setelah beberapa kali diulang, murid mengikuti bacaan tersebut sambil memperhatikan apakah ada yang salah atau kurang, demikian seterusnya sampai hafal. Setelah itu baru membaca sendiri tanpa bantuan media. Menurut Ahsin Sakho, pengaruh media sangat membantu anakanak dalam menghafal alQur'an. Dengan sering didengarkan, anak akan dapat mudah menghafal dan melatih lisan agar mudah mengucapkan hurufhuruf alQur'an sehingga lisan terbiasa dan lentur.387

A.2.2. Metode ‘Arad

383 AlZarkasyi, al-Burhân, h. 319. 384 AlSuyûtî, Al-Itqân, juz 1, h. 319. 385 AlNawâwi, al-Tibyân fî Âdâb Hamalah al-Qur'an, (Jaddah, alHaramain, t.th.) h. 9697. 386 Beberapa program tasmî‘ ada yang dibuat khusus untuk pengajaran alQur'an anakanak seperti, al-mushaf al-muallim yang dibaca syeikh Muhammad Shiddiq alMinsyâwi dengan muridnya. Program ini biasa digunakan disekolah Azhari Islami School yang menggunakan kurikulum alAzhâr Mesir yaitu 18 juz untuk tingkat SD, dan 12 juz untuk SMP. 387 Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad pada 18 Maret 2008. Al-‘arad berasal dari kata ‘arada artinya menyampaikan, mengajukan dan mendemonstrasikan.388 Metode ‘arad adalah seorang murid membaca dihadapan guru, baik dengan hafalan atau dengan mushaf, sedangkan guru membenarkan dan atau mengecek bacaan tersebut sesuai hafalannya atau sumber yang benar.389 Metode ini disebut juga dengan qirâ'ah ‘ala al-syeikh (membaca dihadapkan guru). Dalam tradisi pesantren, istilah ini lebih dikenal dengan "setoran alQur'an". Menurut al Suyûtî metode ini sangat terkenal dalam mempelajari alQur'an dan hadits. Namun kalau dalam hadis, ada metode lain seperti al-munâwalah, al-wijâdah, al-mukâtabah, al-wasiyah dan al-i‘lâm, sedangkan alQur'an hanya dua metode al-sama‘ dan al- ‘arad.390 Dalam kajian ‘ulûm alhadis, metode ‘arad merupakan bagian metode tahammul hadits yang paling kuat.391 Salah satu contoh yang dilakukan Nabi dalam metode ini adalah beliau menyetorkan hafalan alQur'an kepada Jibril di bulan Ramadan, bahkan menjelang hayatnya sampai dua kali hatam beliau menyetorkan.392 Menurut alBukhâri metode ‘arad boleh dilakukan dalam pengajaran alQur'an dan hadîts,393 pengajaran kitabkitab lain juga sangat dianjurkan dengan metode ini sebagai tradisi yang harus dijaga umat Islam sampai masa nanti. Bentuk metode tasmî‘ dan ‘arad merupakan yang paling umum dan terbanyak dalam menghafal alQur'an, salah satu keistimewaan metode ini adalah karena merupakan tradisi yang diwariskan Rasul ketika menerima alQur'an dari Jibril dan sahabatnya dalam menjaga kemutawâtiran alQur'an. Metode ‘arad dicontohkan Rasul kepada sahabatnya, diantara sahabat yang telah menghatamkan alQur'an dihadapannya yaitu: ‘Ali bin Abi Tâlib, Zaid bin Tsâbit, Utsmân bin ‘Affan, ‘Abdullah bin Mas‘ûd, Ubai bin Ka'ab, Abû Mûsâ alAsy‘ari, dan Abû alDardâ.394 Mereka adalah rujukan sahabatsahabat dalam membaca alQur'an dan dari mereka pula silsilah kemutawâtiran qira'ât alQur'an. Abû Abdillah alZahabi dalam Ma'rifah al-Qurrâ al-Kibâr menulis beberapa sahabat yang telah membaca alQur'an dihadapan mereka. Seperti Abû Hurairah, Ibn ‘Abbâs, Abdullâh bin Sâ'ib alMakzûmi mereka membaca alQur'an dihadapan Ubai bin Ka‘ab. Bahkan Abû Hurairah dan Ibn

388 Atâbik dan Muhdlor, Kamus Kontemporer, h. 1281. 389 Muhammad Ajâj alKhatîb, Usul al-Hadîts, (Beirut: Dâr alFikr, 1989), h. 233. 390 AlSuyûtî, al-Itqân juz 1, h. 291. 391 M. Ajâj alKhatîb, Usul al-Hadîts, h. 233235. 392 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 8, dan h. 2074. 393 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 253. 394 Abû ‘Abdillah alDzahabi, Ma'rifah al-Qurrâ al-Kibâr ‘ala tabaqât wa al-'A‘sâr, (Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, t.t), h. 11. ‘Abbâs menghatamkan berkalikali dihadapannya. Hatân bin ‘Abdullah alRaqasyi membaca dihadapan Abû Mûsâ alAsy‘ari, dia juga mendengar dari Ubâdah bin al Sâmit, dan ‘Ali bin Abi Tâlib. AlMughirah bin Abî Syihâb membaca dihadapan Utsmân bin ‘Affân di Damaskus.395 Ciri metode ‘arad disebutkan kata "qara'a al-qur'âna ‘ala", "‘arada al-Qur'an ‘ala" dan "hafiza al-qurâna ‘ala" artinya menyetorkan hafalan kepada (guru). Zaid bin Tsâbit berkata: "qara'tu ‘ala al-Nabi Saw. wa al-Najm falam yasjud fîhâ" ("Aku membaca dihadapan Nabi surat anNajm, beliau tidak sujud atasnya").396 Metode ‘arad sangat efektif dalam membenarkan hafalan murid baik makhârij al-hurûf, sifât al-hurûf dan tajwid, selain juga kesalahankesalahan atau tertukar dengan ayat lain. Ibn Mas‘ûd berkata: "Qara'tu ‘ala al-Nabi Saw. fahal min mudzakkir faqâla al-Nabi Saw. fahal min muddakir" ("aku membaca dihadapan Nabi fahal min mudzakkir, Rasul membenarkan dengan fahal mim mudakkir").397 Ibn Sa‘id alAufi membaca dihadapan Ibn ‘Umar "Allahu al-ladzi khalaqaqum min da‘fin" Ibn ‘Umar berkata: "min du‘fin".398 Dalam riwayat lain, ‘Umar bin alKhattab hampir memukul Hisyâm bin Hâkim, ketika ia membaca surat alFurqân dalam salat, Hisyâm membaca huruf huruf begitu banyak yang belum di ketahui ‘Umar, setelah selesai salat, ‘Umar berkata: "Siapa yang membacakan surat itu padamu?", Hisyam menjawab: Rasul membaca dihadapan kami. ‘Umar berkata: "Engkau bohong, Rasul membaca tidak seperti itu", kemudian ‘Umar membawa kepada Rasul dan berkata: "Wahai Rasul, Hisyâm membaca surat alFurqân yang belum saya dengar sebelumnya darimu", Rasul berkata: "Coba engkau baca surat itu Hisyâm", kemudian Hisyâm membacanya, Rasul berkata: "Begitulah alQur'an diturunkan", kemudian Rasul menyuruh ‘Umar membaca, maka ‘Umar membaca surat tersebut. Rasul berkata: "Begitulah alQur'an diturunkan. Sesungguhya alQur'an diturunkan dengan tujuh huruf maka bacalah yang mudah".399 Metode ‘arad bisa juga dilakukan antara guru dengan murid atau antara teman. Seperti yang dilakukan ‘Umar, ia berkata pada ‘Uqbah, bacakan kepada kami surat Bara'ah, lalu ‘Uqbah membacakan dihadapan Umar.400 Rasulullah pernah

395 AlDzahabî, Ma'rifah al-Qurrâ h. 1113. 396 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 418. 397 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 2, h. 1303. 398 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 4, h. 32. 399 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 3, h. 2071 dan juz 4, h. 3023. 400 ‘Abdullâh alHarawi, Fadâ'il al-Qur'an, (Dimasq: Dâr Ibn Katsîr, 1420 h.), h. 212. mendengar bacaan Yazîd alAnsârî ketika ia salat malam, ia membaca dengan suara yang keras, ketika subuh Rasul berkata: "Semoga Allah merahmati seorang yang membaca alQur'an tadi malam, aku telah lupa suatu ayat sehingga dia mengingatkan".401 Sulaim bin Hanzalah pernah membaca surat alIsrâ dihadapan Ibn Mas'ud, ketika melewati ayat sajdah, Ibn Mas‘ud berkata: bacalah, engkau imam kami.402 Metode ‘arad Jika dilakukan antar teman biasanya dilakukan di masjid, pesanten, sekolah dan tempattempat lain. Mereka membuat semacam halaqah al Qur'an yang terdiri minimal dua maksimal sepuluh sampai lima belas orang tergantung jumlahnya, setiap orang membaca surat yang dihafal yang lain menyimak, jika terdapat kesalahan mereka membenarkan. Bisa juga setiap orang membaca satu ayat satu ayat berputar sampai selesai dan saling membenarkan jika terdapat salah. Metode ‘arad biasanya dilakukan untuk tingkat dewasa yaitu murid yang sudah hafal alQur'an atau hafal sebagiannya untuk mentashîh hafalan kepada guru. Dalam tradisitradisi pendidikan Islam, metode ini paling sering digunakan baik al Qur'an dan ilmu lain. Dalam tradisi pesantren, untuk setoran alQur'an biasanya terprogram, mereka yang masih baru menghafal, diberikan target satu lembar atau dua lembar setengah setiap hari, mereka yang sanggup lebih dari target itu tidak dipaksa. Setelah itu, ada waktu satu hari untuk mengulang di setiap pekannya. Ada juga bagi mereka yang sudah hatam bisa sekaligus menyetorkan hafalan kepada gurunya dalam satu hari, atau dibagi lima juz lima juz setiap harinya sampai hatam satu minggu, tergantung kesepakatan dengan guru dan kemampuan murid. Menurut alSuyûtî setoran alQur'an bisa dilakukan dua, tiga, empat murid sekaligus kepada guru dalam satu majlis, Imam alSyakhâwi biasanya mendengarkan bacaan muridmuridnya dua dan tiga orang dalam satu majelis yang berbedabeda kemudian beliau membenarkan bacaan mereka.403 Biasanya metode tasmî‘ dan ‘arad berada dalam satu majlis, karena seorang guru yang telah membaca alQur'an, akan menyuruh muridnya untuk membacakan kembali dihadapannya ayatayat yang telah dibaca untuk ditashîh. Ini dilakukan dalam pengajaran di kelas formal, halaqahhalaqah masjid dan pesantren. Ketika mengajar di Madina Islami School, penulis menggunakan metode tasmi dan ‘arad

401 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 4, h. 31. 402 Muhammad bin Abî Syaibah, Musannaf Ibn Abi Syaibah juz 1, (Riyâd: Maktabah al Rusyd, 1409), cet. keI, h. 472. 403 AlSuyûtî, al-Itqân, juz 1, h. 291 kepada siswa. Caranya, guru membaca ayat yang akan dihafal berulangulang minimal lima kali, setelah itu guru mempersilahkan masingmasing murid membaca seperti bacaan guru, murid yang pandai terkadang disuruh membaca dihadapkan kawankawannya sambil diikuti yang lain. Dalam membaca, guru harus sempurna baik hafalannya, makhraj, waqaf dan ibtida'nya, karena bacaan guru didengar murid dan menjadi patokan mereka dalam menghafal. Penggunaan media dalam metode al-‘arad dapat menggunakan program tahfîz 2.2 harf production, program ini diciptakan untuk menghafal alQur'an dengan bimbingan syeikh alHusari, siswa mendengar bacaannya sekaligus menyetor hafalan, kemudian syeikh mentashîh bacaan dan hafalannya yang keliru. Disamping itu, siswa dapat mempelajari cara membaca alQur'an dengan metode iqra' yang dilengkapi sampai tujuh pelajaran, makhârij al-hurûf, dan latihan di tiaptiap level.404

A.2.3. Qira‘ah fi al-Salâh Bentuk lain dari metode talaqqi adalah qirâ'ah fi al-salah yaitu membaca al Qur'an di waktu salat. Biasanya dilakukan seorang guru kepada muridnya, atau sebaliknya, seorang murid kepada gurunya, atau bisa juga antar teman, dan keluarga. Metode ini juga berlaku bagi pasangan suami istri yang saling menghafal, seorang suami diharuskan membaca suratsurat yang dihafal istri untuk saling memantapkan hafalan, terutama dalam salat qiyâmullail. Atau juga dalam keluarga yang mencintai alQur'an. Perintah mendengarkan alQur'an dalam salat terdapat pada surat al A‘râf/7: 204 yaitu “waidza quria al-qur’anu fastami,û lahu wa ansitû la,allakum turhamûn” ("dan apabila dibacakan alQur'an, maka dengarkanlah dan perhatikan dengan tenang agar kamu mendapat rahmat"). Menurut Ibn Katsîr, mendengarkan bacaan alQur'an merupakan memuliakan alQur’an, apalagi dilakukan dalam salat.405 Ayat ini memberikan pengertian bahwa jika dibacakan alQur'an dalam salat kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sehingga akan mendapat rahmat Allah Swt., karena pahala yang membaca sama dengan yang mendengarkan. Ketika ayat ini turun, Rasulullah mendengar sahabatnya saling mengeraskan bacaan, beliau berkata: "Sesungguhnya orang yang salat sedang memohon Tuhannya, maka perhati kan dan tidak boleh seorang mengeraskan bacaannya kepada yang lain".406 Ibn

404 Program Tahfizh 2.2 (Harf Production, 2000), isdâr al-tsani (cet. keII.). 405 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur'an al-‘Azîm (Beirut: Dâr alFikr, 1401 h.), juz 2, h. 281. 406 Mâlik bin Anas, al-Muwatta, (Cairo: t.pn. 2003), cet. 1, h. 45. Mas‘ûd ketika mengimami salat, tibatiba ada sebagian makmum yang membaca al Qur'an, setelah selesai ia berkata: "Sekarang engkau baru boleh membaca, berfikir dan memahami alQur'an, apakah engkau tidak mendengarkan firman Allah "wa idza quri'a al-Qur'ânu fasta-mi‘u lahû wa ansitu la‘allakum turhamûn".407 Metode mendengarkan alQur'an dalam salat dapat efektif apabila seorang imam memperhatikan kondisi makmum, jika makmum mayoritas ahli alQur'an yang mencintai suratsurat panjang, maka disunnahkan membacanya, terutama dalam salat subuh, isya, qiyâmullail dan qiyâm Ramadân.. Namun jika mayoritas makmum tidak menghafal alQur'an, makruh hukumnya untuk memanjangkan bacaan,408 seperti dila kukan Rasul kepada Mu‘âdz bin Jabal, beliau mendapat kabar bahwa Mu‘âdz membaca surat alBaqarah dalam satu raka’at salat Isya', Rasul berkata kepada Muâdz: apakah engkau ingin membuat fitnah wahai Mu‘âdz?.409 Sahabat banyak sekali yang menghafal alQur'an ketika Rasul atau sahabat menjadi Imam, ini dikarenakan selalu diulangulang surat yang dibaca disamping karena bacaan mereka tartîl, tidak tergesagesa dan menyentuh hati. Berikut riwayat riwayat bacaan Rasul dan sahabat dalam salat yang dihafal sahabat lain: 1. Rasulullah membaca satu ayat surat alMâidah/5:118 dalam salat malam beliau mengulangngulanginya baik dalam rukû‘, dan sujud sampai waktu subuh. Abû Dzar ditanya ayat apakah yang beliau baca, dia menjawab “in tu,adzibhum fa innahum ,ibâduka wa in taghfir lahum fainnaka anta al-,azîz al-rahîm”..410 2. Rasulullah membaca surat alBaqarah, alNisa, dan Ali Imrân dalam salat malam, bacaan beliau tartîl, jika melewati ayat rahmat beliau berdo'a, jika melewati ayat adzab beliau berlindung kepada Allah Swt.411 Ketika ditanya, Ummu Salamah menjawab bacaan beliau sangat jelas satu huruf satu huruf.412 3. Ibn Mas‘ud berkata: "Aku belajar surat al-Mufassal, Hawâmîm, al-Dukhân, al- Naba', ketika Rasul membaca dua surat dua surat tersebut dalam salat.413

407 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur'an al-‘Azîm, juz 2, h. 281. 408 Imam alBukhari menulis bab tentang takhfif Imam fi al-qiyâm wa itmâm al-ruku‘ wa al- sujud (seorang imam diharuskan meringankan dalam berdiri dan menyempurnakan rukû dan sujûd). Dalam bab tersebut disebutkan bahwa rasul menganjurkan jika seorang salat, hendak memperhatikan makmumnya, karena diantara mereka ada yang sudah tua, lemah, memiliki banyak urusan dan lain lain. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 277. 409 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri, juz 1, h. 278. 410 Q.S. alFurqân/25:32. Lihat alHarawi, Fadâ'il al-Qur'an, h. 142. 411 Muslim, Sahîh Muslim juz, 2 h. 262, dan Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 1, h. 230. 412 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 3,(t.tp.: Maktabah Dahan, t.th.), h. 254. 413 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 2073. 4. Ibn ‘Umar alHanafi mengatakan "Aku tidak menghafal surat Yusûf kecuali dari bacaan ‘Utsmân dalam salat Subuh kerena seringnya beliau mengulang surat tersebut kepada kami".414 5. Abî alFirâfisah berkata: "Aku menghafal surat Yusûf dibelakang ‘Umar".415 Paman Kilâb ibn ‘Amar berkata: "Aku menghafal surat alZalzalah dibelakang Khabbab dalam salat Asar".416 6. Tamîm alDâri salat di depan kuburan saudaranya mengulangngulang ayat "am hasiba al-ladzina ajtarahu al-sayyiâti an naj‘alahum kalladzina amanu...".417 Sa‘îd bin Jubair mengulang ayat "wattaqu yauman turja‘ûna fîhî ilallâh..." lebih dari dua puluh kali dalam salatnya yang dihafal alQâsim bin Abî Ayyûb.418 Keunggulan metode ini adalah karena dibaca dalam salat, metode ini dapat digunakan sebagai tasmi' dan ‘arad sekaligus. Seorang ayah yang mengimami istri, anak, dan keluarganya bisa menggunakan metode ini untuk memperdengarkan surat surat juz ‘amma. Begitupun seorang santri dan murid bisa membaca suratsurat yang telah dihafal dalam salat, sedangkan guru mendengarkan bacaannya.

A.3. Kelebihan dan kekurangan Adapun kelebihan metode metode-metode ini adalah sebagai berikut: 1. Terjadi hubungan erat dan harmonis antara guru dengan murid karena bertemu, dari hubungan yang baik dan kakaluargaan ini diharapkan terjadi komunikasi komunikasi verbal yang baik khususnya dalam menghafal alQur'an. Sehingga jika murid malas dan tidak menyetorkan hafalan maka akan ditegur guru dan cepat diingatkan. 2. Seorang guru dapat menilai secara langsung kemampuan murid. Dalam menilai, guru dapat membenarkan bacaan murid yang keliru, pengucapan hurufhuruf al Qur'an yang kurang tepat, panjang pendek (hukum mad) yang kurang, waqaf dan Ibtida yang kurang, bacaan tartil, ayatayat mutasyâbihat dan lainlain, sehingga kemampuan murid akan bertambah hari demi hari. 3. Murid yang memiliki IQ tinggi akan cepat menghafal, karena ia dibimbing guru secara intens setiap hari dengan kemampuan menghafal yang cukup.

414 Mâlik, al-Muwatta, h. 46. 415 Muhammad bin Abî Syaibah, Musannaf Ibn Abi Syaibah (Riyâd: Maktabah alRusyd, 1409), juz 1, cet. keI, h. 310. 416 Abî Syaibah, Musannaf juz 1, h. 318. 417 Q.S. alJâtsiyah/45:21. AlHarawî, Fadâ'il al-Qur'an, h. 172. 418 Q.S. alBaqarah/2:281. AlHarawî, Fadâ'il al-Qur'an, h. 178. 4. Menurut Ahsin Sakho, idealnya metode talaqqi digunakan bagi mereka yang mampu menghafal dan membaca sendiri, sehingga ketika menyetor hafalan mereka tinggal mendengar kesalahan dari aspek makhârij al-hurûf, tajwid, dan hukumhukum lain tentang ayat yang dihafal.419 5. Menurut Syairazi Dimyati, metode talaqqi dapat digunakan bagi anakanak yang belum mampu baca tulis alQur'an, anak hanya mendengarkan bacaan guru berkalikali kemudian mengikutinya.420 Anak yang mengikuti metode ini tidak harus menguasai tajwid, bahasa arab dan baca tulis alQur'an terlebih dahulu karena fokus mereka adalah mendengarkan bacaan guru dengan sempurna. 6. Metode tasmi‘ dapat digunakan siapa saja sejak dalam kandungan dan tidak mengenal batas umur untuk mempelajarinya. Bagi mereka yang tuna netra dan anakanak sangat cocok menggunakan metode ini. 7. Metode tasmî‘ dapat menggunakan berbagai media sebagai alat untuk menghafal. 8. Jika menggunakan mediamedia elektronik, metode tasmi‘ lebih praktis dan dapat digunakan setiap waktu sehingga memudahkan murâja'ah di manapun. 9. Metode ‘arad dapat mengurangi kesalahankesalahan menghafal. 10. Metode qira'ah fi al-salah dapat menguatkan hafalan lebih lama dan lebih terkesan dalam hati, khususnya pada ayatayat yang diulangulang. 11. Metode qirâ'ah fi al-salah dapat menambah kekhusyu‘an salat. 12. Metode talaqqi bersumber dari alQur'an, alSunnah, dan tradisi salaf al-sâlih yang terus dipelihara dan dikembangkan sampai masa kini. Sedangkan kelemahan metode-metode ini adalah sebagai berikut: 1. Metode talaqqi tidak efisien, karena menghadapi beberapa murid (maksimal 5 orang) sehingga jika menghadapi murid banyak, metode ini tidak efektif. 2. Membuat murid cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi. 3. Murid kadang hanya menangkap kesan verbal semata terutama mereka yang tidak faham ayat yang dihafal dan bahasabahasa yang rumit dalam alQur'an 4. Murid kurang cerdas berfikir dan terpola berpikir tradisional, karena mereka terfokus pada bacaan dan setoran, sehingga kebanyakan mereka kurang mengena bangkan pemahaman dan pemikiran ayatayat yang dihafal.

419 Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad 420 Wawancara pribadi dengan Syairazi Dimyati, Jakarta 31 Agustus 2006. 5. Cenderung memfokuskan segala sesuatu pada guru, sehingga guru dilebihkan dan ditakutkan dalam urusanurusan di luar hafalan alQur'an. 6. Metode qirâ'ah fi al-salah berlaku jika makmum adalah hamalah alQur'an atau jika melakukan salat sunah sendiri.

B. Metode Kitâbah B.1. Pengertian dan sejarah Kitâbah secara bahasa diartikan dengan tulisan, tulisan adalah catatan penulis hurufhuruf hijaiyyah baik terkumpul atau terpisah.421 Jika dikaitkan dalam menghafal alQur'an metode kitâbah adalah metode yang menggunakan tulisan sebagai sarana untuk menghafal alQur'an. Metode kitâbah bersumber dari alQur'an. Ada beberapa alasan pentingnya metode ini, pertama, alQur'an menunjukan dirinya sebagai al-kitâb yaitu yang ditulis. Ini menunjukan bahwa tulisan merupakan salah satu wujud Allah menjaga otentisitas alQur'an disamping juga hafalan, karena jika salah satunya melenceng maka yang lain dapat membenarkan. Kedua, banyak sekali ayat alQur'an dan hadishadis berbicara pentingnya tulisan, seperti surat alQalam/68:12, al Tûr/52:13, alBaqarah/2:282, alNûr/24:33. Nabi Saw. bersabda "lâ taktubû ‘annî, waman kataba ‘anni ghaira al-Qur'an falyamhuh...". ("janganlah kalian menulis dariku, siapa yang menulis dariku selain alQur'an maka hendaknya menghapus...").422 Sebelum datang Islam, mereka yang menulis baru segelintir orang saja, kemampuan menulis pada bangsa arab awalnya datang dari Bisyr bin Abd alMalik yang belajar menulis dari bangsa Anbâr, dia datang ke Mekkah dan menikahi al Sahbâ' binti Harb saudara Abû Sufyân, kemudian ia mengajari istrinya dan anak Sufyân yaitu Harb binti Umayyah. Kemudian ‘Umar belajar dari Harb binti Umayyah, dan Mu‘awiyah belajar dari pamannya Sufyân bin Harb.423 Dalam riwayat

421 AlTabarî, Jâmi‘ al-Bayân, h. 99. 422 Muslim, Sahîh Muslim juz 8, h. 229. 423 Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn katsîr juz 1, h. 12. Pendapat Ibn ‘Abbâs yang dikutip alZarkasyî mengatakan: "Yang pertama kali meletakkan dasardasra tulisan arab adalah nabi Isma‘îl as, dia membuat tulisan seluruhnya baik lafaz, ucapan, dan membuatnya dalam satu kitab. Tulisan tersebut kemudian yang ﺑـﺴﻤﻠﻠﻬﺮﲪﻨﺮﺣﻴﻢ :menyambung seluruh huruf seperti bismillahirrahamnirrahim ditulis memisahkannya adalah Humaisa‘ dan Qaidzar". Dalam riwayat Ibn Asytah yang dikutip alSuyûtî bahwa yang pertama menulis tulisan Arab, Suryâni dan seluruh kitabkitab adalah nabi Adam as. dalam kurun 300 tahun sebelum wafatnya. Dia menulis dalam tanah kemudian dibakar, tatkala bumi tenggelam, maka setiap kaum mendapat bagian tulisannya sehingga mereka menulis. Isma‘îl adalah yang pertama kali mendapat tulisan Arab. Itu merupakan salah satu mu'jizat Adam as.". AlZarkasyî Abû Dâud, alSya‘bî berkata: " Kami bertanya kepada kaum alMuhâjirin, darimana kalian belajar menulis, mereka menjawab dari penduduk Hairah, kemudian kami bertanya penduduk Hairah, dari mana kalian belajar menulis, mereka menjawab dari penduduk Anbâr.424 Kemampuan menulis semakin merebak ketika tawanan Badr diberikan tebusan untuk mengajarkan sepuluh orang Islam yang tidak mampu menulis.425 Setelah itu sahabat banyak yang menulis alQur'an, baik untuk Rasul maupun pribadi mereka sendiri. Metode tulisan pertama kali dilakukan Rasul dengan para pencatat wahyu, instruksi ini datang dari Jibril kepada Muhammad untuk mencatat segala sesuatu yang diwahyukan, Jibril as. membisikan dalam hati Muhammad Saw. "dha‘u kadza fî maudi‘i kadza".426 Hal ini selalu beliau sampaikan kepada para sekretaris untuk mencatat setiap wahyu yang turun, beliau berkata: "letakanlah surat ini ditempat yang menyebut ini dan ini".427 Zaid bin Tsâbit berkata: "Kami bersama Rasul menulis al Qur'an di pelepah kurma".428 Ketika turun ayat "lâ yastawî al-qâ‘idûna min al- mu'minîna" Rasul memanggil Zaid untuk menulisnya, namun ketika Abdullah bin Ummi Maktum mendengar dia berkata: "bagaimana dengan saya yang buta ini?, maka turun "ghairu ulu al-darari".429 Penulisan wahyu pada masa itu juga dirasa penting, karena sebagian sahabat lebih mengutamakan catatan daripada hafalan, walaupun setelah itu dihapus. Abû Bakar berkata: "mereka biasanya menulis di papanpapan, agar dapat menghafal apa yang ditulis, kemudian menghapusnya."430 Metode penulisan lebih berkembang lagi ketika proses kodifikasi alQur'an di masa ‘Utsmân bin ‘Affan. ‘Utsmân memiliki andil besar dalam pemeliharaan al Qur'an lewat tulisan, perbedaan masa Utsmân dengan Abû Bakar adalah, kalau pada masa Abû Bakar dalam bentuk pemindahan dan penulisan dalam satu mushaf yang mana ayatayatnya sudah tersusun dalam pelepah kurma, batubatu dan lainlain. Sedangkan Utsmân menyalin dan menulis kembali yang telah tersusun pada masa

berkata riwayatriwayat ini banyak sekali perbedaan. Lihat alZarkasyî, al-Burhân, h. 359, juga al Suyûtî, al-Itqân juz 4, h. 340. 424 Ibn Ishâq alSijistâni, al-Masâhîf li ibn Abî Dâud (Beirut: Dâr alKutub, 1995), juz 1, h. 12. 425 Hadis riwayat alTabrâni, lihat alTabrânî, al-Mu'jam al-Kabîr juz 2, (alMausil: Maktabah ‘Ulum wa alHikam, 1983 h.), h. 146. Tawanan itu awalnya didenda 400 dinar, mereka yang tidak sanggup maka tebusannya dengan mengajarkan sepuluh orang. 426 AlZarqâni, Manâhil al-Irfân juz 1, (Cairo: Dâr alHadits, 2001), h. 209. 427 AlTirmidzi, Sunan al-Tirmidzi juz 4, h. 336337. 428 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 6, h. 98 429 AlBukhari, Sahîh al-Bukhâri juz 5, h. 182183. 430 AlKhatîb alBaghdâdî, al-Jâmî‘ li Akhlâk al-Râwî wa Adâb al-Sâmî‘ (Beirut: Muassasah alRisâlah, 1991), juz 2, cet. keI, h. 444. Abû Bakar untuk dikirim ke beberapa negara Islam, Ustmân juga berhasil menyele saikan konflikkonflik qira’at alQur’an yang telah berkembang ketika itu.431 Metode penulisan alQur'an harus mengikuti bentuk tulisan pertama dalam mushaf utsmâni, karena tulisan alQur'an berbeda dengan kaidahkaidah umum arab.432 Imam Mâlik berkata: "diharamkan berbeda mushaf al-imâm dalam penulisan alif, wawu dan ya". AlBaihaqi berkata: "Siapa yang menulis mushaf harus mengikuti huruf hijaiyyah yang ditulis sahabat, tidak boleh berbeda atau merubahnya, karena mereka lebih mengetahui dari kita, lebih suci hati dan lisannya, lebih tinggi amanah, maka kita tidak boleh bersandar sendiri.433 Menurut alZarkasyi, seorang yang menulis alQur'an harus memperhatikan rasm utsmâni dan tidak menyalahinya.434 Pendapat ini adalah mayoritas ulama yang mengatakan penulisan alQur'an tauqîfî. Pendapat lain mengatakan boleh berbeda dalam penulisan mushaf ‘utsmâni, karena penulisan mushaf bukan tauqîfî. Artinya merupakan hasil ijtihad Rasul dan sahabat. Pendapat ini berasumsi bahwa Rasul pada dasarnya memberikan kemudahan dalam menulis alQur'an, karena banyak tulisantulisan yang berbeda ketika itu dan bacaanbacaan yang berkembang secara beragam, di sisi lain alQur’an belum diturunkan secara keseluruhan atau diturunkan secara gradual, bahkan menjelang meninggal masih ada ayat yang diturunkan, sehingga para sahabat banyak yang memiliki catatan mushaf sendiri, namun Rasul tidak menyeragamkan tulisantulisan yang benar. Sehingga hal itu memberikan indikasi bahwa penulisan alQur’an adalah hasil ijtihad Rasul dan sahâbatnya.435 Perdebatan ini menunjukan bahwa metode kitâbah harus mengikuti pola penulisan rasm ‘utsmâni, namun jika metode ini dilakukan oleh anakanak atau dalam sebuah pendidikan, maka boleh menggunakan kaidahkaidah umum bahasa arab, karena urgensinya adalah bagaimana peserta didik dapat menguatkan hafalan lewat

431 AlSâbunî, al-Tibyân, h. 61. 432 Kaidahkaidah yang dimaksud adalah kaidah rasm mushaf utsmânî. Kaidah ini mengikuti tulisan alQur'an yang pertama kali ditulis dan dikumpulkan pada periode utsmân. Kaidah ini berbeda dengan kaidahkaidah bahasa arab secara umum baik dalam ilmu nahwu dan saraf. Kaidahkaidah ini Kedua kaidah . دم ، ا ، ، ، : ada enam hal yaitu al-hazfu (pembuangan) contoh ,dan contoh lain. Ketiga, penambahan. Keempat إن ، أؤ ، اء ، ك : penulisan hamzah, contoh badal (pengganti), kelima alfasal (pemisah), keenam, alwasal (penyambung). Menurut alZarkasyi, seorang yang menulis alQur'an harus memperhatikan penulisan rasm ‘utsmâni dan tidak menyalahinya. Lihat alZarqâni, Manahil al-‘Irfân juz 1, h. 311. 433 AlBaihaqî, Syu‘ab al-Imân juz 2, h. 548. 434 AlZarkasyî, al-Burhân, h. 258. 435 AlZarqânî, Manâhil al-Irfân juz 1, h. 320. media tulisan, jika mereka sudah dewasa, harus diberikan pengertian akan pentingnya penulisan alQur'an sesuai dengan rasm ‘utsmâni. Menurut Ahsin Sakho, idealnya metode kitâbah digunakan bagi murid yang sudah mampu menguasai bahasa arab, karena dia akan menulis alQur'an tanpa melihat mushaf dan menghapusnya jika sudah hafal.436 Di sini seorang penghafal harus sudah belajar ilmu imla khat arab, bahasa arab dan nahwu saraf. Karena untuk menulis, dia harus memiliki kecakapan menulis arab dan kaidahkaidahnya. Namun menurut Syairâzi Dimyati, metode ini dapat digunakan anakanak yang belum mampu belajar bahasa arab, seperti anakanak di Sekolah Dasar. Caranya mereka menulis al Qur'an sambil melihat mushaf (mencontek), karena urgensinya adalah pembiasaan menulis alQur’an, sehingga jika dibiasakan mereka akan mengenal hurufhuruf hijaiyyah dan bahasa arab, disamping menumbuhkan keterampilan dan kecerdasan otak ketika dewasa.437 Metode tulisan ini tidak boleh menggunakan bahasa latin (selain arab), maksudnya yaitu tidak boleh menulis alQur’an dengan bahasa latin dengan dialih aksarakan ketika menggunakan metode ini. Namun ini tidak berlaku dalam penulisanpenulisan formal, seperti karyakarya ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan lainnya. Bahkan sebagian ulama ada yang mengharamkan penulis alQur’an dengan bahasa latin dengan dialih aksarakan dengan translit tertentu.438 Karena seorang murid akan terpola dalam otaknya hurufhuruf latin padahal tulisan latin tidak dapat dijadikan standar, sekalipun tujuannya belajar. Karenanya banyak para ulama mengharamkan penulisan alQur'an dengan bahasa latin.439

B.2. Caracara metode kitâbah

436 Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad. 437 Wawancara Pribadi dengan Syairazi Dimyati. 438 Sâlih bin Aud menyusun kitâb “Tahrim Kitâbah al-Qur’an bi Hurûf Ghair al- ,Arabiyyah au al-Lâtiniyyah”. Didalamnya ia mengkaji bahwa para ulama sejak dulu sampai kini sepakat bahwa penulisan alQur’an harus berbahasa arab, tidak boleh menggunakan bahasa lain. Bahkan pendapat ini adalah ijmâ’ ummah. Beberapa alasan yang diajukan, antara lain: pertama, al Qur’an diturunkan menggunakan bahasa arab hurufhuruf dan maknanya seperti disebutkan surat al Syu âra/26:192196 Kedua, alQur;an ditulis dengan bahasa arab sejak masa nabi, sahabat, dan generasi setelahnya. Ketiga, hurufhuruf bahasa arab jika dialih aksarakan dengan bahasa latin, maka transliterasinya selalu berubah dan ini pada gilirannya akan menyulitkan orang untuk membaca. Keempat, jika hal ini dibolehkan, akan dikhawatirkan timbul keringanan orang lain untuk menulis seenaknya dengan bahasa mereka. Dan kelima, jika hal ini dibolehkan, umat Islam tidak lagi cinta dengan bahasa arab, padahal bahasa arab adalah bahasa umat Islam dunia dan bahasa ahli surga. Lihat Sâlih bin Aud, “Tahrim Kitâbah al-Qur’an bi Hurûf Ghair al-,Arabiyyah au al-Lâtiniyyah”, (Saudi, Wizârah alSyuûn aldiniyyah wa alIrsyâd, 1416 h.), cet. ke1, h. 3537. 439 AlZarkasyi, al-Burhân, h. 261. Dalam menulis alQur’an dengan metode kitâbah harus bagus, indah, menarik, jelas, dan tidak susah dibaca. Penulisan alQur’an tidak boleh catatan kaki, komentar atau tambahantambahan lain, begitupun jika ditulis ddengan huruf kecil sehingga tidak terbaca menurut alSuyuti ini tidak dibolehkan.440 Berikut dipaparkan caracara penulis alQur’an dengan metode kitabah: 1. Menulis setiap ayat yang dihafal, misal satu ayat telah dihafal maka ditulis ayat tersebut, dua ayat telah dihafal maka ditulis, dan seterusnya. Atau dengan patokan baris, misal tiap hafal lima baris (patokan mushaf standar) maka ditulis lima baris, begitu seterusnya sampai selesai target hafalannya masingmasing. 2. Penghafal menulis dahulu ayatayat yang akan dihafal pada kertas, kemudian ayat ayat tersebut dibaca sampai lancar dan benar, setelah itu dihafalkan dengan teliti sampai hafal lima kali kemudian dicocokkan kembali dengan tulisannya. 3. Ayat yang akan dihafal dibaca terlebih dahulu berkalikali kemudian dihafalkan sedikitsedikit sampai lima baris atau secukupnya, setelah hafal ayat tersebut ditulis dalam buku untuk memantapkan hafalannya,441 untuk menguatkan hafalan penulisan dapat dilakukan berkalikali. Jika dilakukan sendiri di rumah, tulisan tersebut harus dicocokkan dengan mushaf apakah ada yang salah atau benar, namun jika dilakukan dalam pengajaran formal sekolah, maka dapat diberikan kepada guru untuk dibenarkan, dan diberikan catatan. Bagi pemula, penulisan ini dapat digunakan dengan cara melihat mushaf.442 4. Metode kitâbah dapat menggunakan papan tulis atau white board. Caranya; ayat yang akan dihafal ditulis dahulu di papan tulis, kemudian guru membaca ayatayat tersebut perlahanlahan sambil memotongnya jika panjang. Setelah dibaca, murid mengikuti bacaan guru sambil melihat tulisan itu. Setelah berulang kali dibaca, ayat tersebut dihapus sedikit demi sedikit, seperti; dua kata dua kata, sedangkan murid membaca sambil memperhatikan ayat yang dihapus. Setelah dibaca, dihapus lagi sampai tidak nampak dalam papan tulis ayat tersebut dan begitu seterusnya sehingga murid hafal dengan sendirinya. Untuk memantapkan, guru

440 AlSuyûti, al-Itqân juz 4, h. 440. 441 Ahsin W, Bimbingan Praktis, h. 64. 442 Penulis biasanya menggunakan metode ini di Madina Islamic School Jakarta, metode ini dimulai dari kelas tiga SD sampai enam, mereka harus hafal tiga juz dalam satu tahun, dengan target minimal lima baris perhari. Anakanak yang sudah menghafal lima baris, setiap hari mereka diberikan waktu menulis ayatayat yang dihafal dengan cara melihat mushaf yaitu menyalinnya. Menurut Dr. Syairazi Dimyati, metode Ini sangat efektif bagi pemula, karena dapat terintegrasi dengan mata pelajaran lain seperti bahasa arab dan lainlain. bisa memerintahkan murid untuk menulis kembali ayat itu di buku masing masing. Menurut alGhautsâni metode ini biasa dilakukan di Afrika, seperti; Sudan, Somalia, Sinegal, Kamerun, Muritania, dan lainlain.443 5. Metode kitâbah bisa juga dilakukan secara tahrîrî dan syafahî. Jika dilakukan secara tahrîrî, siswa diberikan pertanyaan ayatayat atau surat yang telah dihafal, kemudian menuliskan lanjutannya.444 Sedangkan syafahî bisa dilakukan dengan cara, guru membacakan ayat perlahanlahan dan siswa menulisnya, ini dapat dilakukan di lab bahasa atau tahfîz yang menggunakan pengeras suara/audio yang baik, sehingga suara guru dapat terdengar secara jelas. Metode ini dapat disebut juga mengimla‘kan alQur'an.445 6. Metode kitâbah bisa juga dilakukan dalam system muraja'ah dan takrîr. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, pertama, menulis ayatayat mutasyâbihât. Misalkan seorang telah hafal lima juz, maka ia mencari ayatayat yang mutasyâbihât sebanyakbanyaknya dalam juz tersebut, ketika muraja'ah, penghafal hanya memperhatikan ayatayat mutasyâbihât, sambil sesekali mengulang dari awal. Dan begitu seterusnya, sampai jika telah selesai 30 juz, maka dia telah menulis ayatayat mutasyâbihât dalam alQur'an yang sangat bermanfaat baginya. Kedua, penghafal menulis potongan awalawal ayat dan akhirnya dalam buku khusus tahfîz, setelah ditulis sejumlah juz dan surat yang dihafal, maka ketika takrîr dia cukup melihat buku catatan itu. Metode ini ingin memantapkan awal dan akhir ayat yang sering dilupakan huffâz, dalam menulis ini harus sesuai dengan mushaf alQur'an, terutama letak ayat, awal dan kahir tiap ayat.446

443 AlGhautsânî, Kaifa Tahfaz, h. 109. 444 Cara ini sering penulis penulis gunakan ketika mengajar di Pesantren DarusSunnah dan Madina Islami School grade enam, tujuh dan delapan, karena metode ini sangat cocok digunakan untuk Pesantren dan sekolah. Namun jika dilakukan untuk tingkat sekolah menengah Pertama (MTs.) atau Aliyah, sebaiknya dengan sistem pilihan ganda, acak atau lainnya, karena mereka belum mampu menulis arab bahkan sebagiannya belum kenal tulisan arab dengan baik. Salah satu Contoh ujian tulis di juz pertama (surat alBaqarah) yaitu: ﺃﻛﻤﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻳﺔ ﻭﺍﻛﺘﺐ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﺕ ﺑﻌﺪﻫﺎ ؟ ١ ﻣﺜﹶﻠﹸﻬﻢ. ﻛﹶﻤﺜﹶﻞِ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺍﺳﺘﻮﻗﹶﺪ ؟...... ﻧﺎﺭﺍ ؟...... ﻧﺎﺭﺍ ﺍﺳﺘﻮﻗﹶﺪ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻛﹶﻤﺜﹶﻞِ ﻣﺜﹶﻠﹸﻬﻢ. ١ ٢ ﻓﹶﻮﻳﻞﹲ. ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ ﻳﻜﹾﺘﺒﻮﻥﹶ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏ ﺑِﺄﹶﻳﺪِﻳﻬِﻢ ﺛﹸﻢ ﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶﻳ ﻫﺬﹶﺍ ﻣِﻦ ﻋِﻨﺪِ ؟.....ﺍﻟﻠﱠﻪِ ؟.....ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻋِﻨﺪِ ﻣِﻦ ﻫﺬﹶﺍ ﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶﻳ ﺛﹸﻢ ﺑِﺄﹶﻳﺪِﻳﻬِﻢ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏ ﻳﻜﹾﺘﺒﻮﻥﹶ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ ﻓﹶﻮﻳﻞﹲ. ٢ ٣ ﻭﻭﺻﻰ. ﺑِﻬﺎ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﺑﻨِﻴﻪِ ؟...... ﻭﻳﻌﻘﹸﻮﺏ 445 Wawancara pribadi dengan Ahmad Khairil Anwar alHâfîz, pada 24 Maret 2008. 446 Contoh dalam surat alBaqarah halaman 3 yaitu : ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ...ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ......

B.3. Kelebihan dan kekurangan Kelebihan metode kitâbah adalah sebagai berikut: 1. Dengan metode tulisan akan membantu menguatkan hafalan seorang, terutama dalam membentuk pola tulisan yang sesuai dengan mushaf. 2. Metode tulisan dapat mengoptimalkan indra penglihatan, pendengaran, dan suara, jika dilakukan dalam dengan cara mengimla‘ dan muraja'ah.447 3. Jika dikaitkan dengan indra pendengaran dan penglihatan, metode ini dapat meningkatkan kecerdasan otak.448 4. Menjadikan murid trampil dan kreatif dalam menulis alQur'an. 5. Memperbaiki/tahsin tulisan bahasa arab. 6. Memelihara tulisan rasm ‘utsmâni dan kajian lain seperti ilmu tajwid.449 7. Murid akan memiliki catatan alQur'an yang dikenang ketika dewasa, apalagi tulisannya sangat baik dan berwarnawarni indah. 8. Pengajaran metode kitâbah dengan menggunakan papan tulis dan white board dapat mempercepat murid menghafal alQur'an. 9. Menumbuhkan cinta menulis dalam berbagai bidang ilmuilmu lain.450 10. Para psikolog menyebutkan bahwa menulis dan mencatat pointpoint penting yang ingin dihafalkan, termasuk kegiatan yang penting. Ia dapat meningkatkan kesadaran pada sesuatu yang penting tersebut, disamping membantu melihat perbedaanperbedaan diantara beberapa halnya.451 Adapun kekurangan metode kitâbah adalah sebagai berikut: 1. Jika menggunakan papan tulis dan white board, kadang menganggu pernapasan paruparu, jika tidak dibersihkan dan sering dimainkan murid.

ﻟﹶﺎ (ﻳﺆﻣِﻨﻮﻥﹶ ٦ ﺧﺘﻢ) ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻰ …ﻗﹸﻠﹸﻮﺑِﻬِﻢ .………...... …...... ﻭﻟﹶﻬﻢ ﻋﺬﹶﺍﺏ (ﻋﻈِﻴﻢ ٧ ﻭﻣِﻦ) ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﻣﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﻭﻣِﻦ) ٧ (ﻋﻈِﻴﻢ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﻭﻟﹶﻬﻢ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ...... ﻭﻣﺎ ﻫﻢ (ﺑِﻤﺆﻣِﻨِﲔ )٨ ﻳﺨﺎﺩِﻋﻮﻥﹶ ﻳﺨﺎﺩِﻋﻮﻥﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ...... ﻭﻣﺎ (ﻳﺸﻌﺮﻭﻥﹶ )٩ …………

447 Ablah Jawwad alHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, terjemah: M. Agus Saefuddin (Jakarta: Hikmah, 2006), cet. keI, h. 180. 448 Muhammad ‘Ârif, Kaifa Nahfaz al-Qur'an, (Cairo: Dâr alSalâm, 2008), cet. keIV, h. 25. 449 M. Arif, Kaifa Nahfaz, h. 25. 450 M. Arif, Kaifa Nahfaz, h. 25. 451 AlHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, h. 180. 2. Tanpa bimbingan guru, metode kitâbah tidak efektif, karena tidak bisa ditashîh, sekaligus diberikan penjelasan tulisan yang baik dan benar. 3. Membuat letih, pegal tangan dan cepat bosan, jika menulis alQur'an berkalikali lalu dihapus, sementara guru mengoreksi tulisan itu dan menilainya.452 4. Bagi mereka yang autis, tuna rungi dan cacat tangan, metode ini tidak dapat digunakan, sekalipun bisa namun tidak maksimal. 5. Tulisan alQur'an yang tidak baik, kotor dan rusak biasanya sering dibuang sembarangan begitupun jika mengabaikannya seperti terjatuh di lantai, kertas rusak atau dijadikan mainan, bungkusan barang dan lainlain. Mereka yang melakukan ini akan berdosa dan jika tulisan tidak digunakan sebaiknya dibakar. 6. Penghafal memiliki tanggung jawab menjaga tulisan itu dari berbagai musibah seperti banjir, longsor, gempa bumi dan lainlain.

C. Metode Tafhîm C.1. Pengertian dan sejarah Tafhîm berasal dari kata fahhama-yafahhimu453 artinya memahami (sedikit demi sedikit) asal dari kata fahima-yafhamu,454 Ibn Manzûr mengartikan kata ini dengan "ma'rifatuka al-syai‘ bi al-qalb" ("pengetahuanmu tentang sesuatu dengan hati").455 Metode tafhîm dapat diartikan dengan menghafal alQur'an dengan bersandar pada memahami ayatayat yang akan dihafal, yang dimaksud memahami disini yaitu: memahami kandungan ayat secara partikel potongan ayatayat yang akan dihafal, atau memahami satu surat secara utuh dan ayatayatnya yang saling berhubungan, bukan memahami secara terperinci seperti menafsirkan alQur'an.456 Memahami ayat secara partikel misalnya, seorang menghafal surat alBaqarah ayat satu sampai lima, lima ayat ini dapat difahami dengan makna "sifat orangorang beriman dan balasan orang orang yang bertaqwa", ayat delapan sampai sepuluh berjudul "sifatsifat orang munafiq", dan seterusnya. Sedangkan memahami surat secara utuh, misalnya seorang menghafal surat Yusuf, surat ini dari ayat pertama sampai selesai bercerita biografi

452 AlHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, h. 179. 453 Fahhama-yufahhimu mengikuti wazan fa'ala-yufa’ilu, tambahan satu huruf antara fa dan ain yang berasal dari jenis ’ain fi’il. Kata ini menunjukan arti li al-taksîr yaitu menunjukan arti banyak atau berkalikali. Ahmad Rusydî, Matan Binâ', h. 4. 454 A.W. Munawwir, Kamus Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), cet. 14, h. 1075. 455 Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab juz 12, (Qâhirah: Dâr alHadîts, 2003), h. 459. 456 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz, h. 127. Yusuf dan cobaancobaan yang dialaminya. Untuk membantu menghafal alQur'an dengan metode tafhim ini, menurut alGhautsâni ada beberapa kajian ‘ulûm alQur'an yang dapat membantu, yaitu: tafsir, terjemah, penjelasan ayatayat ghâmid, munâsabah dan asbâb al-nuzûl.457 Metode tafhîm dilakukan sejak masa Rasulullah Saw., beliau memotifasi para sahabat untuk memahami alQur'an setelah menghafalnya, karena dengan memahami alQur'an akan lebih mudah mengamalkannya.458 Ibn Mas‘ûd berkata: "Jika kami mempelajari alQur'an kepada Nabi Saw. sepuluh ayat, kami tidak melanjutkan sampai memahami dan mengamalkannya".459 Imâm ‘Ali bin Abi Tâlib juga berkata: "tidak ada kebaikan dalam suatu ibadah yang tidak difahami dan tilawah yang tidak ditadabburi".460 Pentingnya menggunakan metode ini karena beberapa hal, pertama, dalam al Qur'an terdapat ayatayat yang sulit difahami, seperti ayatayat mutasyâbihât, ghârib, al-musykil dan lainlain. Kedua, banyak sekali petunjuk alQur'an dan hadis yang menganjurkan untuk memahami dan mengamalkannya. Dan ketiga penurunan al Qur'an secara gradual. Penurunan alQur'an secara gradual memberikan motifasi untuk difahami dan diamalkan. Rasulullah memberikan peringatan kepada penghafal alQur'an bahwa disuatu masa nanti akan lahir suatu kaum yang pandai membaca alQur'an, namun hanya dibibir saja tidak sampai melewati tenggorokan mereka, apalagi diamalkan dalam kehidupan seharihari. Rasulullah Saw. bersabda : "Sesungguhnya akan keluar dari cucu ini, suatu kaum membaca ayatayat Allah basah (mulutnya), alQur'an tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah yang keluar dari busurnya, aku menduga jika menemui mereka akan aku bunuh seperti kaum tsamûd (kaum nabi Saleh)".461

457 AlGhautsânî, Kaifa Tahfaz, h. 128. 458 Dalam memahami alQur'an para sahabat bersumber pada beberapa hal; pertama, apa yang mereka dengar dari Nabi Saw. baik penafsiran alQur'an maupun penjelasan kosa katanya. Kedua, pertanyaan mereka kepada Nabi tentang makna atau hukum yang diturunkan. Ketiga, pendekatan tafsir bi al-ma'tsûr yaitu penjelasan dari alQur'an dan hadishadis. Keempat, pengetahuan mereka tentang asbâb al-nuzûl dari kejadiankejadian ketika ayat turun. Kelima, apa yang mereka pahami dari bahasa arab, karena mereka adalah pakar sastra dan ahli bahasa arab. Keenam, kemampuan ijtihad dan istinbât, serta pengetahuan tradisitradisi arab dan rahasiarahasia ayat yang tersembunyi. Lihat Ahmad Khalil, al-Qur'an dalam Pandangan, h. 7567. 459 AlBaihaqî, Syu‘ab al-Imân juz 4, h. 464. 460 AlDârimî, Sunan al-Dârimi, (Cairo: Dâr alRayyân, 1987), juz 1, cet. keI, h. 101. 461 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 2, h. 13101311, Muslim, Sahîh Muslim juz 5, h. 296. Yang dimaksud "tidak melewati tenggorokan" yaitu mereka membaca alQur'an di bibir saja, tidak melewati tenggorokan mereka apalagi sampai ke hati. Mereka tidak memahaminya suguhsungguh apalagi mengamalkannya. Lihat Ibn Hajar, Fath al-Bâri (Qahirah: Dâr alTaqwa,2000), juz 16, h. 162. Salah satu yang menyebabkan kurang memahami alQur'an adalah karena cepat cepat dalam membacanya, karena membaca cepatcepat akan mudah bagi syeitan untuk menggoda dan memalingkan pemahaman lain atas yang dibaca, Rasulullah bersabda: "Tidak akan faham orang yang menghatamkan alQur'an kurang dari tiga hari".462 Bagi sahabat, metode tafhîm adalah sebuah tabi’at kepribadian mereka terhadap alQur'an, karena setelah Allah menjamin pemahaman alQur'an kepada Nabinya, para sahabat juga memiliki motifasi sama untuk mengikuti petunjuk Nabi, walaupun tingkatan pemahaman mereka tidak sama.463 Mereka selalu bersemangat memahami alQur'an karena alQur'an diturunkan secara gradual, penurunan ini memberikan kesan pada mereka untuk memahami alQur'an sebagaimana diturunkan. Ibn ‘Umar berkata: "kami mempelajari sepuluh ayat alQur'an, kami menghafalnya, memahaminya dan mengamalkannya",464 dalam riwayat lain, pakar tafsir imâm Mujâhid belajar alQur'an kepada Ibn ‘Abbâs, ia berkata: "Aku menyetorkan hafalan pada Ibn ‘Abbâs mulai surat alFâtihah sampai selesai tiga kali hatam, aku berhenti di tiaptiap ayat",465 maksudnya yaitu: "aku mendengarkan penafsiran maknamaknanya sebelum pindah pada ayatayat setelahnya",466 ini dijelaskan dalam riwayat lain, ketika beliau sampai pada ayat "Nisâukum hartsul lakum fa'tû hartsakum anna syi'tum" (Q.S. alBaqarah/2:223), Ibn ‘Abbâs berkata: "Orang Quraisy Makkah menggauli istrinya dari belakang dan depan, ketika di Madinah, mereka menikahi penduduk Ansâr kemudian mereka melakukan hal itu lagi, sehingga istri mereka menolaknya karena belum pernah dilakukan sebelumnya, berita ini menyebar di kalangan muslimin dan sampai pada Nabi Saw., maka Allah Swt. menurunkan ayat di atas.467

C.2. Caracara metode tafhîm Metode tafhîm dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan oleh penghafal sendiri dan dibimbing guru. Jika dilakukan oleh penghafal, maka dia

462 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud juz 4, h. 161, dan Ahmad, Musnad Ahmad, h. 1270. 463 Pemahaman secara tabi’at bagi sahabat artinya, mereka dapat memahami maknamakna ayat dan hukum alQur'an secara zahir, karena alQur'an diturunkan dengan bahasanya. Sedangkan pemahaman mereka secara terperinci dan mendalam berbedabeda, karena kemampuan mereka tidak sama. Menurut Ibn Khaldûn, alQur'an diturunkan dengan bahasa arab dengan uslûb dan sastranya, mereka (para sahabat) dapat memahami semuanya dan mengetahui dari katakata dan susunannya. Lihat Muhammad Husein alDzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn juz 1, (Mesir, t.pn., 1976), h. 33. 464 Ahmad, Musnad Ahmad juz 5, h. 410. 465 Ibn Abî Syaibah, Musannaf juz 7, h. 203. 466 Penjelasan hadis oleh Sa‘îd alLahâm, lihat Ibn Abî Syaibah, Musannaf juz 7, h. 203. 467 AlTabrâni, Mu'jam al-Kabîr juz 9, (Mausil, Maktabah ‘Ulûm wa alHikâm, 1983), h. 289. terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dasardasar bahasa arab, seperti nahwu dan saraf.468 Selain itu ia mampu membaca alQur’an dengan baik dan menguasai dasardasar ilmu tajwid, pengetahuan tentang ulûm alQur’an juga sangat mendukung yaitu membaca kitabkitab ‘ulûm alQur'an yang popular seperti al-Itqân fî ,Ulûm al-Qur’an, al-Burhân, Mabâhîts fî ‘Ulûm al-Qur'an, al-Tibyân dan lain lain. Karena itu metode ini cocok untuk dewasa yang berumur dua puluh sampai empat puluh tahun, karena pada masa ini otak manusia dan pemahamannya berkembang disamping pengalamanpengalaman hidup yang beragam dan kaya dapat memberikan inspirasi tertentu atas ayatayat yang akan dihafal. Berikut ini akan dipaparkan caracara praktik metode ini: 1. Penghafal memiliki mushaf yang disertai tafsir ringkas/tafsir al-muyassar, seperti tafsir Jalâlain, al-Sa'dî, Safwah al-Bayân li Ma'ani al-Qur'an, Aisar al-Tafâsir, alQur'an dan Tafsirnya Departemen Agama dan lainlain. 2. Memahami ayat dengan cara menentukan potongan pembahasan atau judul ayat yang dihafal. Jika menghafal tiga puluh juz, caranya melihat pembahasan judul judul tersebut dalam tafsirtafsir, seperti terjemah alQur'an Depag, Aisar al- Tafâsir, al-Munîr dan lainlain, atau bisa juga melihat kisahkisah ayat yang sedang dihafal. Misalkan menghafal surat alSyu’ara/26, ayat sepuluh sampai enam puluh delapan berkisah kisah nabi Musa as dan Fir’aun., ayat enam puluh sembilan sampai 104 berkisah nabi Ibrahim as., ayat 105 sampai 122 berkisah nabi Nuh as dan kaumnya., ayat 123 sampai 140 berkisah nabi Hud as. dengan kaum Âd., ayat 141 sampai 159 berkisah kaum Tsamud dengan nabi Salih as., ayat 160 sampai 175 berkisah kaum nabi Lût as., ayat 176 sampai 191 berkisah kaum Aikah dengan nabi Syu’aib, dan ayat 192 sampai selesai berkisah tentang penurunan alQur'an dan da'wah nabi Muhammad Saw.469 Namun jika menghafal suratsurat tertentu, maka caranya membagi ayatayat tersebut dalam bagian bagian kecil, misal dibagi tiga ayat tiga ayat, lima ayat lima ayat, satu halaman, satu rubu‘ dan seterusnya sampai selesai.470

468 Pentingnya mempelajari bahasa Arab dijadikan patokan ulama sebagai syarat bagi siapa saja yang ingin mengetahui alQur'an lebih dalam. Ini tidak lain karena alQur'an berbahasa arab yang diturunkan melalui lisan Nabinya. Bagi penghafal alQur'an aspek yang diketahui itu mencakup: makna kosa katanya, kaidahkaidahnya, dan uslûb mereka dalam menjelaskan. Lihat Râghib alSirjâni, Cara Cerdas Hafal al-Qur'an, terjemah sarwedi Hasibuan, (Solo: Aqwâm, 2007), cet. keIII, h. 21. 469 Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad. 470 Cara ini menunjukan akan pentingnya menghubungkan tiaptiap ayat, atau antara awal ayat dengan akhir surat, agar surat tersebut betulbetul menyatu dalam ingatan. Lihat Raghib alSirjâni, Cara Cerdas, h. 104. 3. Setelah itu, membaca ayatayat yang dihafal berkalikali sampai lancar secara tartîl, setelah hafal dan lancar diulang kembali tiga kali sambil membayangkan maksud ayatayat tersebut dalam pikiran. 4. Jika terdapat ayatayat yang sulit/ghâmid, dapat membuka tafsirtafsir dan terjemahnya. Dalam membaca tafsir, upayakan sampai terdengar telinga dan bukan membaca dalam hati. Begitupun jika terdapat asbâb al-nuzûl, penjelasan yang perlu, pelajaran dan hikmah. 5. Jika sudah difahami ayatayat yang dihafal, maka diulangi kembali takrîr hafalannya sambil diresapi makna yang telah didapat, sehingga ayatayat tadi berkesan dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan seharihari. 6. Menurut Muhammad ‘Arif dalam kaifa nahfaz al-Qur'an, metode ini dapat digunakan dengan cara membaca terlebih dahulu ayatayat yang akan dihafal, kemudian memahami dengan bantuan tafsir yang tertera dalam mushaf. Setelah faham, konsentrasi kembali pada hafalan dengan mengulangi dan memahami secara umum. Seteleh itu mushaf ditutup, sambil membaca sekali lagi bi al-ghaib sambil mentadabburi ayat yang sedang dihafal.471 Contoh ketika ingin menghafal surat Ali Imrân/3 ayat 14, yaitu “zuyyina linnâsi hubbu al-syahawât min al-nisâ wa al-banîn wa al-qanâtir al-muqantarati min al-dzahabi wa al-fidati wa al-khaili al-musawwamati wa al-an,âmi wa al-hars, dzâlika matâ,u al-hayâti al-dunyâ, wallâhu ,indahu husnu al-ma’âb” (“dijadikan perasaan indah dalam pandangan manusia cinta terhadap yang diinginkan, berupa wanitawanita, anakanak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik”). Setelah selesai menghafal ayat ini, seorang penghafal dapat memahami bahwa "sesungguhnya manusia diliputi kecintaan pada wanita, anakanak, harta seperti emas, perak, kendaraan seperti: kuda, binatang ternak, dan tanaman, ini adalah kesenangan di dunia, sedang di sisi Allah ada yang lebih baik lagi". Setelah faham, seorang penghafal harus mengulangiulangi kembali hafalan tadi dan konsentrasi untuk memantapkannya. Dengan seringnya diulangulang hafalan akan semakin kuat, mantap dan dapat bertahan lama. Apalagi dibarengi pemahaman atas ayatayat yang dihafal.

471 M. ’Arif, Kaifa Nahfaz, h. 20. 7. Metode tafhîm bisa dilakukan dengan cara menggunakan terjemah alQur'an dengan bahasa Indonesia atau bahasabahasa lain. Caranya, membaca terlebih dahulu terjemah ayatayat yang akan dihafal berkalikali sampai faham, ukurlah kemampuan dalam menghafal, kemudian tentukan berapa halaman kemampuan otak dalam menghafal, jika dua halaman dalam satu jam, maka fahami dua halaman dengan sempurna sehingga terbayang semua artinya ketika membaca. Setelah faham, cobalah baca berkalikali sampai mengingatnya dan ketika mengulangngulang otak akan merekam dan mengingat maksud tiap ayat yang dihafal tadi, jika hafalan masih salah, maka ulangi terus sampai lancar, karena inti memperlancar dalah dengan memperbanyak baca dan mengulangi.472 Metode tafhîm jika dilakukan bersama guru biasanya dilakukan di suatu institusi, halaqahhalaqah masjid, pesantren, atau mungkin perusahaanperusahaan islam dan lainlain. Untuk memudahkan, harus ada system kontrak dan kesepakatan antara guru dan murid yang dilembagakan. Cara ini dapat efektif jika murid berumur lima belas tahun ke atas, karena di umur itu kecerdasan dan pemahamannya sedang berkembang. Berikut dipaparkan caracara penggunaan metode ini bersama guru: 1. Menentukan waktu, tempat serta komitmen antara guru dan murid dalam menghafal, untuk tempat bisa dilakukan di rumah, pesantren, masjid dan lainnya. 2. Guru membuat target surat dan ayat yang dihafal siswa setiap pertemuan, target ini harus mempertimbangkan kemampuan dan umur mereka. Target hafalan juga dibuat untuk memberikan kemudahan kepada siswa dan bukan sebagai beban. 3. Guru menyediakan mushaf, tafsir, dan terjemah standar yang akan dibawa murid. 4. Guru membacakan ayat yang akan dihafal, sambil menjelaskan tafsirnya, asbâb al-nuzûlnya, dan hikmahhikmah yang terkandung pada ayatayat itu, sedangkan Murid mengikuti bacaan guru sambil memperhatikan penjelasannya dengan baik. 5. Guru menyediakan waktu sepuluh sampai lima belas menit kepada murid untuk menghafal ayatayat yang sudah dibaca dan jelaskan tadi. 6. Setelah hafal, murid membaca satu persatu dihadapan guru ayatayat yang dihafal tadi, bisa juga dua, tiga, atau empat orang jika jumlahnya banyak. Namun, jika memang tidak ketampung, guru bisa menugaskan murid yang pandai untuk menerima setoran hafalan mereka.

472 Cara ini dilakukan Abdul Aziz Abdul Rauf dalam bukunya Kiat Sukses Menjadi Hafiz al- Qur'an (Jakarta: Alfin Press, 1427 h.), h. 7475. dia lebih cenderung dengan metode ini, karena lebih baik, cepat dan bisa memahami ayatayat yang dihafal. Dengan metode ini dia mampu menghafal seluruh alQur'an hanya enam bulan. 7. Setelah selesai, guru menutup majlis sambil membaca do'a memperkuat hafalan dan pemahaman alQur'an sebagaimana yang diajarkan Rasul pada Ibn ‘Abbas beliau membaca doa "allahumma faqqihhu fi al-ddîn wa ‘allimhu al-ta'wîl".473 8. Metode ini bisa juga mengikuti tradisi para sahabat, yaitu murid membaca al Qur'an dihadapan guru mulai awal sampai akhir, jika murid menghadapi ayatayat yang sulit difahami, mereka bisa langsung bertanya kepada guru maksud ayat ayat tersebut, setelah dijelaskan guru, murid membaca kembali sampai selesai, dan begitu seterusnya. Metode ini dilakukan jika murid sudah hafal alQur'an tiga puluh juz, namun masih kurang memahami ayatayat yang sulit, sehingga mereka bisa mendatangi guru sambil mendapat ilmu dan keberkahan.474

C.3. Kelebihan dan kekurangan Adapun kelebihan metode tafhîm adalah sebagai berikut: 1. Memahami alQur'an akan lebih mudah menghafal dan menguatkannya. 2. Memahami alQur'an akan lebih mudah mengamalkannya. 3. Memahami alQur'an akan lebih mudah menghafal ayatayat mutasyâbihât. 4. Memahami alQur'an akan membuka pintupintu hidayah Allah Swt. 5. Memahami alQur'an menumbuhkan kecerdasan membaca dan mengkaji rahasia rahasia alQur'an. 6. Murid terdorong untuk membaca tafsirtafsir yang lebih besar seperti Ibn Katsîr, al-Tabarî, Mafâtîh al-Ghaib, dan lainlain. 7. Memahami alQur'an dapat mengkaitkan fenomena alam, pengalaman pribadi, dan peristiwaperistiwa lain sehingga cepat menghafal dan membekas dalam hati. Sedangkan aspek kekurangan metode tafhîm adalah sebagai berikut: 1. Menghabiskan waktu yang cukup lama, dan terkadang cepat bosan. Karena seorang murid terfokus dengan penjelasan guru, dan mungkn jiga dengan ayat ayat yang difahami itu.

473 AlBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 1, h. 66. Pembacaan do'a bisa juga dilakukan ketika memulai pengajaran alQur'an, murid yang memiliki kualitas hafalan dan pemahaman alQur'an yang baik seyogianya di doakan khusus dengan do'a ini. 474 AlGhautsânî, Kaifa Tahfaz, h. 128. Menurut alGhautsânî, mereka yang sibuk pekerjaan setiap hari, bisa menggunakan metode tafhîm di waktuwaktu luang, seperti sabtu dan ahad, karena salah satu tujuan metode ini adalah dapat memahami gambaran umum ayatayat yang dihafal dalam hati sehingga terus terpelihara, walaupun waktu dan kesibukan berjalan. Dengan izin Allah, pengetahuan dan hafalan alQur'an itu akan terus dijaga dengan istiqamah mempelajarinya. 2. Pemahaman yang dalam dan serius terhadap ayat menjadikan target hafalan sedikit dan kadang konsentrasi hafalan berpindah pada pemahaman. Dalam kasus kasus tertentu ini dapat terjadi, terutama penghafal yang rajin membaca dan mendalami sesuatu sehingga kadang ia harus membandingkan ayat itu dengan pengetahuan dan pengalaman yang didapat. 3. Pengetahuan bahasa arab yang kurang, akan menyebabkan kesalahan memahami ayatayat. Karena itu bahasa arab sangat penting untuk membantu memahami ayat yang akan difahami dan dihafal. 4. Jika mengandalkan terjemah, sementara pengetahuan ilmuilmu lain kurang, akan berbahaya pada memahami teks yang cendrung normatif, tekstual, dan tidak dinamis. Sehingga dalam kondisi ini seorang sangat sulit sekali melepaskan pengetahuannya atas apa yang telah dibaca dari terjemah itu. 5. Jika menggunakan referensi dan terjemah alQur'an yang lama dan banyak salah, akan berakibat pada pemahaman dan pembentukan karakter. 6. Jika dibimbing bersama guru, kelemahannya sebagai berikut: a. Interaksi cendrung bersifat centred (berusat pada guru). b. Guru kurang mengetahui secara pasti, sejauh mana murid telah mengetahui penjelasan ayatayat yang disampaikan. c. Murid kurang menangkap apa yang dimaksud guru, jika penyampaian ayat dengan istilahistilah yang kurang dimengerti siswa dan akhirnya mengarah pada verbalisme. d. Tidak memberikan kesempatan kepada murid untuk memecahkan masalah, karena siswa diarahkan untuk mengikuti pola pikiran guru. e. Kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan keca kapan dan kesempatan mengeluarkan pendapat.475 f. Biasanya guru menjelaskan ayat terlalu lama, apalagi jika ada tanya jawab. Karena itu, jika dibimbing bersama seorang guru, pengajaran harus bersifat komunikatif. Murid berani memberikan masukanmasukan jika pengajaran alQur’an tidak sesuai dengan target atau kurikulum yang dibuat. Begitupun jika mengarah pada

475 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 139140. Menurut Armai, untuk memecahkan persoalanpersoalan di atas, seharusnya guru memperhatikan halhal berikut: pertama, untuk menghilangkan kesalahpahaman murid terhadap meteri yang disampaikan, hendaknya diberi penjelasan beserta keterangan gerakgerik, dan contoh yang memadai, bila perlu menggunakan media yang representatif. Kedua, selingilah metode ini dengan metode lain untuk menghilangkan kebosanan. Ketiga, Susunlah penjelasan yang sistematis. pemaksaan suatu pendapat, murid harus berani bertanya, menyanggah, dan bahkan tidak menerima pandapat itu tentu dengan alasanalasan yang kuat.

D. Metode Menghafal Sendiri D.1. Pengertian Metode menghafal sendiri yaitu menghafal alQur'an bersandar kemampuan dan pengalaman pribadi. Untuk mampu menghafal sendiri, minimal seorang mampu membaca alQur'an dengan baik dan menguasai dasardasar ilmu tajwid seperti: hukum nûn mati dan tanwîn, mad, ghunnah, mim mati, dan lainlainnya. Pengetahuan dasardasar tajwid ini sangat penting, karena jika bacaan alQur'an salah, maka dia akan mewarisi kesalahan itu dalam menghafal alQur'an terus menerus. Sekalipun demikian, seyogianya seorang yang menghafal sendiri harus menyetorkan dan memperdengarkan hafalan kepada guru atau temannya untuk ditashîh. Dengan demikian metode ini dapat efektif jika dibarengi metode lain seperti tasmî, ‘arad, dan lainlainnya.476 Metode ini penulis dapat dari pengalaman pribadi para penghafal alQur'an yang mencatat pengalaman mereka. Ada beberapa metode yang bisa digunakan, pertama, metode al-tasalsuli yaitu membaca satu ayat kemudian menghafalnya dengan baik, kemudian ayat kedua dibaca dan dihafalkan, setelah itu ayat pertama dan kedua diulang lagi, kemudian pindah ayat ketiga, setelah selesai ayat ketiga, ayat pertama, kedua dan ketiga dibaca dan ditakrîr kembali dan begitu seterusnya sampai selesai. Menurut Mustafa Murâd metode ini paling baik dan kuat dalam menghafal alQur'an. Kedua, metode al-jam'î yaitu menghafal ayat pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai selesai satu baris (standar alQur'an pojok), kemudian setelah hafal ayatayat itu diulangi dari awal sampai selesai satu baris, dan begitu seterusnya sampai selesai. Ketiga, metode al-muqassam yaitu membagi ayatayat yang akan dihafal dalam beberapa bagian yang saling berhubungan kandungan dan maknanya. Kemudian ditulis dalam kertas ayatayat tersebut sambil membuat judul besar di atasnya,

476 Pengalaman penulis ketika menghafal alQur'an dengan metode ini sering salah, ketika mengikuti majelismajlis tasmi‘ alQur'an penulis sering dibenarkan oleh kawankawan, seperti ketika membaca firman Allah Swt. pada surat alBaqarah ayat 177, penulis membaca "...wa âta al-mâla ‘ala hubbihi dzawi al-qurbâ wa al-yatâma walmasâkina wabnissabîl..." seharusnya "wabnassabil". Surat Luqmân ayat 21 "waman yuslim wajhahu lillahi wahuwa muhsin..." seharusnya dibaca "...wajhahû ila Allâhi..". kemudian dihafalkan sesuai bagiannya, dan begitu seterusnya.477 Seorang penghafal dapat mengambil contoh ketika ingin menghafal surat alBaqarah ayat 21 sampai 25.478 caranya adalah ayat 21 dan 22 ditulis kembali di kertas dan diberikan judul "perintah menyembah Tuhan yang maha esa", ayat 23 dan 24 ditulis judul "tantangan kepada kaum musrik terhadap alQur'an", sedangkan ayat 25 diberi judul "balasan terhadap orangorang beriman". Setelah ditulis, baru dihafalkan masingmasing di kertas yang berbeda, seteleh itu baru dikumpulkan satu untuk diulangi dari ayat 21 sampai 25. Keempat, metode al-wahdah yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat yang akan dihafal. Caranya untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sepuluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangan dalam pikiran. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayatayat yang dihafalnya bukan hanya dalam bayangan, tapi dalam gerak refleks lisannya. Setelah benarbenar hafal barulah dilanjutkan ayat berikut dengan cara yang sama.479

D.2. Caracara menghafal alQur'an Sendiri Adapun caracara menghafal alQur'an dengan metode ini sebenarnya sudah ditulis penulisnya ketika menjelaskan metode di atas. Namun ada caracara lain dalam menghafal sendiri, keempat metode di atas dapat menggunakan langkah berikut. 1. Penghafal harus memiliki mushaf standar dalam menghafal, mushaf ini tidak boleh dirubah atau menggunakan cetakan lain. Yang terbaik adalah mushaf Timur Tengah atau mushaf Kudus yang terdiri atas lima belas baris, dan setiap akhir baris adalah akhir ayat bukan melanjutkan ayat yang belum selesai, setiap juz terdiri sepuluh halaman, kecuali juz pertama dan juz terakhir.

477 Mustafa Murâd, Kaifa Tahfaz, h. 16. Ketiga metode ini adalah metode yang paling umum dilakukan para penghafal, Metode ini ditulis oleh Dr. Mustafa Murad dalam buku Kaifa tahfaz al- Qur'an. Ada juga yang ditulis oleh ‘Ali bin ‘Abd alWafâ dalam al-Nûr al-Mubîn li tahfîz al-Qur'an al- karim, namun metodemetode yang ditulis lebih pada tata cara menghafal, sedang penamaannya sudah tercakup dalam tiga metode di atas. Sedang alGautsâni dalam kaifa tahfaz al-Qur'an memformulasikan metodemetode menghafal alQur'an dengan penggunaan media seperti rekaman, komputer, video, mendengarkan tilawah alQur'an, dan lainlain. 478 Allah Swt. berfirman: ﻳﺎ ﺃﹶﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻋﺒﺪﻭﺍ ﺭﺑﻜﹸﻢ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺧﻠﹶﻘﹶﻜﹸﻢ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻜﹸﻢ ﻟﹶﻌﻠﱠ ٢١(ﻜﹸﻢ ﺗﺘﻘﹸﻮﻥﹶ ) ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺟﻌﻞﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺽ ﻓِﺮﺍﺷﺎ ﻭﺍﻟﺴﻤﺎﺀَ ﺑِﻨـﺎﺀً ﻭﺃﹶﻧﺰﻝﹶ ﻣِﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀِ ﻣﺎﺀً ﻓﹶﺄﹶﺧﺮﺝ ﺑِﻪِ ﻣِﻦ ﺍﻟﺜﱠﻤﺮﺍﺕِ ﺭِﺯﻗﹰﺎ ﻟﹶﻜﹸﻢ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﺠﻌﻠﹸﻮﺍ ﻟِﻠﱠﻪِ ﺃﹶﻧﺪﺍﺩﺍ ﻭﺃﹶﻧﺘﻢ ﺗﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ ٢٢( ) ﻭﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨﺘﻢ ﻓِﻲ ﺭﻳﺐٍ ﻣِﻤﺎ ﻧﺰﻟﹾﻨﺎ ﻋﻠﹶـﻰ ﻋﺒﺪِﻧﺎ ﻓﹶﺄﹾﺗﻮﺍ ﺑِﺴﻮﺭﺓٍ ﻣِﻦ ﻣِﺜﹾﻠِﻪِ ﻭﺍﺩﻋﻮﺍ ﺷﻬﺪﺍﺀَﻛﹸﻢ ﻣِﻦ ﺩﻭﻥِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨﺘﻢ ﺻﺎﺩِﻗِﲔ ٢٣( ) ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻟﹶﻢ ﺗﻔﹾﻌﻠﹸﻮﺍ ﻭﻟﹶﻦ ﺗﻔﹾﻌﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﺎﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻭﻗﹸﻮﺩﻫـﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺍﻟﹾﺤِﺠﺎﺭﺓﹸ ﺃﹸﻋِﺪﺕ ٢٤(ﻟِﻠﹾﻜﹶﺎﻓِﺮِﻳﻦ ) ﻭﺑﺸﺮِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺁَﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤِﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼﺎﻟِﺤﺎﺕِ ﺃﹶﻥﱠ ﻟﹶﻬﻢ ﺟﻨﺎﺕٍ ﺗﺠﺮِﻱ ﻣِﻦ ﺗﺤﺘِﻬﺎ ﺍﻟﹾﺄﹶﻧﻬﺎﺭ ﻛﹸﻠﱠﻤﺎ ﺭﺯِﻗﹸﻮﺍ ﻣِﻨﻬﺎ ﻣِﻦ ﺛﹶﻤﺮﺓٍ ﺭِﺯﻗﹰﺎ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻫﺬﹶﺍ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺭﺯِﻗﹾﻨﺎ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﻭﺃﹸﺗﻮﺍ ﺑِﻪِ ﻣﺘﺸﺎﺑِﻬﺎ ﻭﻟﹶﻬﻢ ﻓِﻴﻬﺎ ﺃﹶﺯﻭﺍﺝ ﻣﻄﹶﻬﺮﺓﹲ ﻭﻫﻢ ﻓِﻴﻬﺎ ﺧﺎﻟِﺪﻭﻥﹶ ٢٥( ) ) ٢٥( 479 Metode ini penulis dapatkan dari pengalaman pribadi Drs. Ahsin W. AlHafizh, yang ditulis dalam buku Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur'an, h. 63. 2. Pertama lakukan persiapan diri, ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu: pertama, niat yang tulus kepada Allah Swt. dan mengharapkan pahalanya. Kedua, berwudu dan membersihkan mulut. Ketiga, duduk ditempat suci dan tidak banyak pemandangan, gambar, suara gaduh dan bising, serta kondisi ruangan normal. 3. Mulai dengan amaliyah pemanasan atau persiapan, yaitu: membaca terlebih dahulu ayatayat dalam satu baris yang akan dihafal selama 10 menit dengan melihat mushaf atau bi al-ghaib, dengan suara yang sedang dan bacaan tartîl. 4. Konsentrasi untuk menghafalkan ayatayat yang telah dibaca tadi, caranya bisa menggunakan metode al-tasalsulî, al-jam'î, dan al-wahdah. Namun untuk menguatkan metode hafalan bisa mengikuti cara berikut, contoh menghafal surat alBaqarah/2 ayat 30,480 ayat ini dibaca tiga kali sampai teringat dalam hati, kemudian tutup kedua mata dan dibaca ulang sampai tergambar dalam hati posisi dan maknanya, setelah hafal ayat ini, diulangi lagi tiga kali sambil melihat mushaf untuk menguatkan apakah hafalan tadi sudah seratus persen benar atau masih salah, jika sudah benar maka pindah ke ayat setelahnya, dan begitu seterusnya sampai satu halaman. 5. Setelah hafal, maka mulai dengan amaliyah al-rabt (menyambung hafalan), caranya, di akhirakhir ayat seperti "qâla innî a‘lamu mâlâ ta'lamûn", dibaca dengan surat keras, kemudian disambung ke ayat setelahnya tanpa waqaf, yaitu "wa ‘allama âdama al-asmâ'a kullahâ...", setelah selesai dibaca kembali tiga kali sampai hafal ayat setelahnya dengan baik. Dan begitu seterusnya sampai selesai, dengan metode al-rabt ini, akan mudah mengingat ayat setelah dan sebelumnya. 6. Setelah selesai menghafal, istirahatlah sejenak sambil rileks untuk melemaskan tubuh. Setelah itu, coba ulangi lagi satu kali tanpa melihat ayatayat yang telah dihafal. Insya Allah akan kuat hafalan dan lama bertahan dalam hati ini. Tata cara ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Persiapan Pendahuluan Kosentrasi Menyam Pengulangan m enghafal menghafal menghafal menghafal bung ayat

Hasilnya: hafalan kuat dan lama

480 Allah Swt. berfirman :

ﻭﺇِﺫﹾ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﺑﻚ ﻟِﻠﹾﻤﻠﹶﺎﺋِﻜﹶﺔِ ﺇِﻧﻲ ﺟﺎﻋِﻞﹲ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭﺽِ ﺧﻠِﻴﻔﹶﺔﹰ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶﺗﺠﻌﻞﹸ ﻓِﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﻳﻔﹾﺴِﺪ ﻓِﻴﻬﺎ ﻭﻳﺴﻔِﻚ ﺍﻟﺪﻣﺎﺀَ ﻭﻧﺤﻦ ﻧﺴﺒﺢ ﺑِﺤﻤﺪِﻙ ﻭﻧﻘﹶﺪﺱ ﻟﹶﻚ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺇِﻧﻲ ﺃﹶﻋﻠﹶﻢ ﻣﺎ ﻟﹶﺎ ﺗﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ

D.4. Kelebihan dan kekurangan Adapun kelebihan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Penghafal dapat membuat rencana target hafalan secara sistematis dan sesuai kemampuannya. 2. Penghafal dapat menyelesaikan hafalan dalam tempo singkat atau sebaliknya. 3. Penghafal dapat leluasa membaca berkalikali tanpa gangguan orang lain yang lebih pandai. 4. Menghafal sendiri akan lebih mudah, hemat tenaga, biaya dan waktu. 5. Melatih melenturkan lisan dalam mengucapkan makhârij al-hurûf, dan hukum hukum tajwid jika menghafal dan membaca secara kontinyu. 6. Menumbuhkan sikap kemandirian dan kepercayaan diri dalam menghafal al Qur'an dengan pengalaman pribadi ketika dewasa. 7. Kaya pengalaman dalam menghafal dan dapat mencontohkan kepada muridmurid jika telah berhasil. 8. Penghafal dapat leluasa menggunakan metodemetode lain yang disukai untuk membantu pengayaannya menghafal sendiri, seperti metode tafhim, ,arad, qirâah fi al-salah, kitâbah, penggunaan mediamedia elektronik dan lainlain. Kelebihan yang paling utama dari metode ini adalah refleksi pengalaman pribadi penghafal yang dia dirasakan di waktu dewasa. Karena dalam kondisikondisi tertentu dia dapat pengayaan atas apa yang dihafal dan mentransfer kepada rekan atau muridnya jika berhasil. Metode ini besifat fleksibel, dapat dibantu metodemetode lain. Karenanya mayoritas penghafal alQur’an menggunakan metode ini. Adapun aspek kekurangan metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Jika hafalan tidak disetorkan kepada seoran guru , maka seorang hâfîz akan mendapatkan beberapa kurugian, yaitu: b. Tidak mengetahui letak kesalahan dan kekurangan ayatayat yang dihafal. c. Bacaannya masih belum benar, karena belum didengarkan pada orang lain, khususnya aspek makhârîj al-hurûf, tajwid, tartîl dan fasahah. d. Ia akan mewarisi kesalahan sampai dewasa. e. Sangat sulit dibenarkan hafalannya jika umurnya sudah dewasa, apalagi sifat individualinya cukup tinggi. f. Penghafal tidak mengetahui ukuran benar atau salah hafalannya. 1. Menumbuhkan sifat individualisme yang tinggi sehingga cenderung berbangga bangga dan sombong ketika dewasa. 2. Jika menghafal dengan cepat, khususnya menggunakan metode al-jam‘î dan al- muqassam akan cepat hilang, apalagi yang dikejar target hafalan. Aspek kekurangan yang paling mendasar dari metode ini adalah, penghafal tidak mengetahui sejauh mana hafalannya selama ini, ini berdampak pada ketepatan membaca dan melafazkan ayatayat yang dihafal, disamping tentunya kelancaran. Dalam kondisi inilah metode ini belum sempurna, sehingga harus dibantu metode metode lain, terutama ,arad atau qirâ’ah ,ala syeikh.

E. Metode Menghafal Lima Ayat Lima Ayat E.1. Pengertian dan sejarah Metode menghafal lima ayat pertama kali diajarkan Jibril as. kepada nabi Muhammad dalam penurunan alQur'an secara berangsurangsur. Memang alQur'an diturunkan bukan hanya lima ayat,481 namun kebanyakan nabi menerimanya seperti itu dari Jibril, seperti surat al‘Alaq/96, alDuhâ/93, alMuzammil/73 dan lainlain.482 Karena itu, pengajaran alQur'an dengan metode ini begitu populer dikalangan sahabat dan tabi‘în besar, seperti penuturan Abû Sa‘îd alKhudrî (64 h.) dari Abû Nudrah (108 h.), ia berkata: "Abû Sa‘îd mengajarkan alQur'an kepada kami lima ayat di pagi hari dan lima ayat di sore hari, beliau memberikan kabar bahwa Jibril menurunkan alQur'an lima ayat lima ayat".483 Dalam riwayat lain,  Umar ra. (23 h.) berkata: "Pelajarilah alQur'an lima ayat lima ayat, karena Jibril menurunkan kepada Nabi Saw. seperti itu".484 Dalam riwayat Ali ra. (40 h.) berkata: "alQur'an diturunkan lima ayat lima ayat kecuali surat alAn‘âm, siapa yang menghafal lima ayat lima ayat dia tidak akan

481 AlQur'an kadang diturunkan sepuluh ayat seperti surat alNûr/24, yaitu: ayat sebelas sampai dua puluh satu, satu ayat seperti surat alNisâ/4, yaitu: ayat sembilan puluh lima, setengah ayat seperti surat alNisâ/4 ayat 95, alTaubah/9 ayat 28, dan kadang alQur'an diturunkan satu surat penuh seperti surat al-Fâtihah, al-An‘âm, al-Mudatsir, al-Kautsar, al-Masad, al-Bayyinah, al-Nasr dan al- Mu‘awidzatain. Lihat M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur'an/Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), cet. 13, h. 4950. 482 Menurut Wabah alZuhailî, penurunan alQur'an lima ayat lima ayat adalah yang paling banyak disampaikan. Penurunan ini adalah hikmah ilahiyyah, dimana Allah ingin menguatkan hati Nabi dalam dakwah dan lebih mudah menghafalnya, sebagaimana surat alIsrâ/17:106. AlQur'an diturunkan secara gradual sesuai keadaan, peristiwa, kejadiankejadian, jawaban atas persoalan dan penjelasanpenjelasan lainnya. Lihat Wahbah alZuhailî, al-Tafsir al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al- Syari‘ah wa al-Manhaj juz 1, (Dimasq: Dâr alFikr, 2003), h. 1718. 483 Ibn ‘Asâkir, Târîkh Dimasq juz 20, (Beirut: Dâr alFikr, 1998), cet. ke1, h. 391. 484 AlBaihaqi, Syu‘ab al-Imân juz 4, h. 469. Menurut alSuyuti, riwayat umar ini dâ‘if, karena Wâkî‘ memuralkan hadis ini langsung Umar, padahal tidak seperti itu, alBaihaqi setelah menulis hadis di atas menyampaikan hal sama, namun riwayat waki‘ dari jalur lain sahîh. Riwayatriwayat lain tentang metode ini memang sangat banyak dan populer dikalangan ahli qira‘at, sebagian mereka menggunakan metode ini untuk menyetorkan hafalan pada gurugurunya. lupa".485 Abû Mûsâ alAs‘ari mengajarkan alQur'an lima ayat lima ayat kepada Abu Rajâ'."486

Begitulah Nabi Saw. menerima alQur'an dari Jibril sebanyak lima ayat sampai beliau menghafalnya. Setelah hafal, Jibril menyampaikan ayatayat lain sebagai sisanya, artinya Jibril as. bukan hanya menurunkan lima ayat saja, sebagaimana riwayat dari Abû al‘Aliyah dari Khâlid bin Dinâr, Abu alAliyah berkata kepada kami: pelajarilah alQur'an lima ayat lima ayat, karena Nabi menerima dari Jibril lima ayat lima ayat".487 Memang riwayat ‘Umar dan ‘Ali di atas lemah, karena ada perawi yang da‘if yaitu Salîm bin ‘Isâ.488 Karenanya ketika menjelaskan hadis ini, alSuyûti berkata, in sahha al-khabar (jika hadisnya sahîh)". Lemahnya hadis di atas tidak mengurangi tradisi metode ini, beberapa tabi‘in besar dan pakar qira'ât banyak yang menggunakan metode ini dalam pengajaran alQur'an. Seperti Abû ‘Abd alRahmân alSulamî (70 h.) yang juga seorang muqrî, beliau mengajar di Masjid alJâmi‘ Kufah, murid beliau Ismâ‘il bin ‘Abd alRahmân (127 h.), menuturkan: "Guru kami ‘Abd alRahmân mengajarkan alQur'an lima ayat lima ayat",489 begitu juga Abî ‘Amr alDûri, alKisâi, Abû alFath alFâris.490 Pakar qirâat lain yang mengajarkan dengan metode ini seperti Abû Bakar alAsbihânî yang menyetor hafalan pada Abî Qâsim bin Dâud berkalikali dari awal sampai akhir, beliau tidak menambah satu hari kecuali lima ayat lima ayat.491 Dengan demikian metode ini begitu populer. Ia juga merupakan metode andalan untuk memperkuat hafalan dan mempertajam pemahaman alQur'an.

E.2. Caracara metode ini Penggunaan metode menghafal lima ayat lima ayat sebenarnya sudah ditunjukan dalam penamaan metode ini, yaitu menghafal satu hari lima ayat lima ayat, jika seorang menghafal lima ayat dalam sehari, maka dia dapat menghatamkan al Qur'an selama lima tahun dua bulan. Hitungannya adalah sebagai berikut; 1. satu hari dia menghafal lima ayat lima ayat selama lima hari dalam seminggu

485 AlBaihaqi, Syu‘ab al-Imân juz 5, h. 441. Hadis ini menurut alDzahabi sangat lemah, karena terdapat seorang perawi bernama Sâlim bin ‘Isâ, menurut alBukhâri: majhûl, menurut Abû Zur‘ah: munkar al-hadis. Lihat alDzahabi, Mizân al-I‘tidâl (Beirut: Dâr alMa'rifah, t.th.), juz 1, h. 308. 486 Ibn Jazarî, Ghayah al-Nihâyah fî Tabaqât al-Qurrâ' juz 1, (Beirut: Dâr alFikr, t.t), h. 268. 487 AlSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 150, juga Ibn Abî Syaibah, Musannaf juz 7, h. 152. 488 AlDzahabi, Mizân al-I‘tidâl juz 1, h. 308. 489 Ibn Abî Syaibah, Musannaf juz 7, h. 152. 490 Ibn Jazarî, Ghayah al-Nihâyah juz 1, h. 183. 491 Ibn Jazarî, Ghayah al-Nihâyah juz 1, h. 163. 2. hari sabtu dan ahad tidak dihitung, dua hari ini khusus takrir dan muraja'ah 3. selama satu minggu di hafal kurang lebih duapuluh lima ayat, jika satu bulan dikali empat minggu dia menghafal sebanyak 100 ayat. 4. selama satu tahun berarti 100 ayat dikali 12 bulan yaitu 1200 ayat. Dalam satu tahun seorang dapat hafal 1200 ayat. 5. Jumlah keseluruhan ayat alQur'an adalah 6236 ayat.492 Berarti jumlah tersebut dibagi 1200 ayat, hasilnya adalah 5.19 (666667) jika digenapkan bilangan desimal terakhir maka dihitung dua bulan.

5 ayat x 5 hari x 4 minggu x 12 bulan = 1200 ayat

1200 ayat ÷ 6236 jumlah ayat alQur'an = 5.2

Teknik menggunakan metode ini yaitu dapat menggunakan metode menghafal sendiri, atau metode talaqqi khususnya qira'ah ‘ala al-syeikh. Jika dilakukan dengan metode menghafal sendiri, terlebih dahulu harus membuat jadual menghafal harian secara kontinyu mulai dari hari senin sampai jum'at, khusus hari sabtu dan ahad adalah waktu untuk mentakrir dan murâja'ah. Jadual menghafal harus dibuat oleh penghafal dan tidak dilanggar, jika melanggar jadual, maka dia harus berhutang atas target hafalan hari tersebut. Semakin banyak dia melanggar, maka akan semakin banyak hutanghutang yang dimiliki. Karena itu disinilah pentingnya seseorang untuk istiqâmah dalam menghafal disamping kesungguhan dan komitmen atas metode yang digunakan. Untuk teknik menghafalnya dapat menggunakan langkahlangkah dalam metode menghafal sendiri yang sudah dirumuskan. Berikut dipaparkan contoh pembuatan jadual hafalan dalam surat alBaqarah. Hari Menghafal Tanggal Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Ahad Jumlah ayat Surat al-Baqarah yang dihafal 5 10 15 20 25 takrîr takrîr 30 35 40 45 50 takrîr takrîr 55 60 65 70 75 takrîr takrîr 80 85 90 95 100 takrîr takrîr

492 Jumlah ini adalah jumlah ayatayat alQur'an yang terdapat di dalam mushaf kita kaum muslimin kini, jumlah ini menurut perhitungan ahli kuffah dari riwayat Abi ‘Abd alRahmân alSulamî dari ‘Ali bin Abi Talib. Sedangkan jumlah hurufhuruf alQur'an adalah 3.23.671 (tiga ratus duapuluh tigaribu enam ratus tujuhpuluh satu) huruf. Lihat alSuyûti, al-Itqân juz 1, h. 146, bandingkan juga dalam ‘Ali Abû alWafâ', al-Nûr al-Mubîn, h. 91. 105 110 115 120 125 takrîr takrîr 130 135 140 145 150 takrîr takrîr 155 160 165 170 175 takrîr takrîr 180 185 190 195 200 takrîr takrîr 205 210 215 220 225 takrîr takrîr 230 235 240 245 250 takrîr takrîr 255 260 265 270 275 takrîr takrîr 280 282 286 takrîr takrîr takrîr takrîr

Jika bosan dalam satu metode, dapat menggunakan metode lain, seperti tafhîm, qira'ah fi salah dan tasmî‘ sambil mendengar tilawahtilawah dari kasset atau CD Player. Untuk menambah semangat, seorang penghafal disarankan memiliki beberapa teman yang menghafal dengan metode ini, sehingga dia dapat saling berlombalomba menghafal dan menambah hafalan setiap harinya. Apalagi didukung oleh system di pesantren, institusi dan atau lainnya. Sehingga metode ini dapat efektif jika dilakukan bersama teman, dalam institusi yang menanamkan metode secara system dan atau bagi seorang yang memiliki prinsip menghafal yang kuat. Metode ini idealnya digunakan bagi yang sudah hafal seluruh alQur'an, mereka dapat menyetorkan hafalan kepada guru yang hafiz dan mengetahui tafsir alQur'an, sebagaiamana dilakukan ulama dahulu. Ketika membaca lima ayat lima ayat, guru membenarkan secara teliti makhrajnya, hukumhukum tajwidnya, waqaf dan ibtida', sekaligus menjelaskan kandungan lima ayat yang dihafal dari aspek hukumnya, tafsirnya, pengamalann ulama terdahulu atas ayat itu dan lainlain. Dengan demikian seorang bisa menghafal sekaligus mengamalkan ayatayat yang dihafal itu. Metode ini dapat juga digunakan anakanak yang berumur tujuh sampai sepuluh tahun dengan menggunakan metode talaqqi, namun disarankan memulai dari juzjuz belakang suratsurat pendekpendek yaitu juz ‘amma. Anak dibimbing oleh kedua orang tuanya, atau bisa dengan memanggil guru ke rumah. Caranya yaitu: guru membaca lima ayat lima ayat perhari, lima ayat ini diulangulang berkalikali sampai anak hafal. Dalam membaca suara guru harus tartîl, fasih dan menarik telinga anak, karena yang pertama kali didengar dan dihafal anak adalah dari suara bacaan guru, kemudian setelah hafal seorang anak bisa disuruh membaca dihadapannya sambil sesekali diberikan hadiahhadiah yang menarik jika telah hafal. Untuk mengurangi kebosanan, bisa menggunakan metode tasmî‘ yaitu mendengar bacaan lewat kaset, CD Player dan mediamedia lain yang membantu. Anak tidak dipaksa harus mengikuti bacaan yang ideal dan fasih terlebih dahulu, namun yang terpenting mereka mau membaca dan menghafal semampunya. Jika ini sudah terbiasa, mereka dapat menghafal lebih dari target yang direncanakan secara dinamis.

E.3. Keunggulan dan kelemahan Berikut akan diungkapkan keunggulan metode ini, yaitu: 1. Keunggulan metode ini yaitu mengikuti sunnah Nabi Saw. dalam menerima al Qur'an dari Jibril dan juga salafussalih dalam menghafal alQur'an. 2. Jika dilakukan dengan kawan atau dengan menghafal sendiri, metode ini akan menumbuhkan sifat disiplin terhadap diri, karena setiap hari ia memiliki jadual menghafal lima ayat secara kontinyu. 3. Jika dilakukan bagi yang sudah hafal alQur'an, keunggulan metode ini adalah dapat menyetorkan hafalannya secara kontinyu sesuai jadual dan target, mendapat hafalan yang sempurna, mencakup aspek kelancaran, kefasihan, makharij al-hurûf, tajwid, waqafibtida' dan yang terpenting penjelasan lima ayat setiap hari sekaligus mempermudah untuk mengamalkannya. 4. Jika dilakukan anakanak, metode ini sangat baik sekali untuk menumbuhkan kecerdasan otak, disiplin menghafal dan yang terpenting melatih lisan terbiasa mengucapkan hurufhuruf alQur'an, sehingga dia dapat mempraktekkan dan mengembangkan metode ini dikemudian hari. 5. Menumbuhkan sikap sabar dalam menghafal yang hasilnya sangat luar biasa sekali yaitu hafalan semakin lancar dan kuat, suara yang indah, bacaan yang tartil, melatih pengucapan makhârij al-hurûf yang kurang dan hukumhukum tajwid serta bacaan yang salah. 6. Selain itu dengan metode ini akan lebih mudah mengamalkan alQur'an. Sedangkan kelemahan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Secara umum metode ini sangat sulit, karena melatih kesabaran, disiplin dan istiqâmah dalam mengejar target hafalan. 2. Cendrung bosan dan males dengan jadul yang rutin yaitu lima ayatlima ayat, hal itu disebabkan prinsip diri, atau karena ayatayat alQur'an tidak sama jumlah content barisnya jika yang dipatok lima ayat. Terkadang lima ayat itu hanya dua sampai tiga baris jika dimulai dari suratsurat pendek, namun jika dari suratsurat panjang atau sab‘u al-tiwâl, satu ayat panjang dan banyak. 3. Jika tidak mematuhi jadual hafalan, hutangnya (target hafalan) semakin menumpuk sehingga akan selalu menambah beban menghafal. 4. Jika dilakukan anakanak, sang pengajar harus memiliki kesabaran yang super ekstra dan pengetahuan mengajar yang dinamis. Anak tidak boleh dipaksa, dimarahi dan dihukum jika tidak mampu. Sang pengajar juga harus memiliki kemampuan mengajar yang menarik seperti bercerita, dongeng, permainan permainan anak dan lainlain.

F. Faktorfaktor Pendukung Hafalan Pada dasarnya metodemetode menghafal alQur'an banyak sekali, al Ghautsâni menulis duapuluh lima metode,493 Muhammad ‘Ârif menulis sepuluh metode,494 ‘Ali Abû alWafâ dan Abdul Azîz Abdur Ra'ûf menulis empat metode,495 Mustafâ Murâd menulis tiga metode496 dan lainlain.497 Metode yang penulis kaji adalah yang paling umum dilakukan huffâz alQur'an, namun bukan berarti tanpa kekurangan. Metode yang terbaik dalam menghafal adalah metode gabungan/al-jam‘î, yaitu menggabungkan seluruh indra manusia, seperti lisan, penglihatan, pendengaran pemahaman dan rasa. Seluruh metode yang penulis kaji di atas bisa berlaku pada seseorang yang memiliki kemampuan dan gaya belajar yang dinamis, karena metode metode itu dapat di lalui dengan tingkat umur dan kemampuan yang berjenjang, sehingga seorang dapat mencoba metodemetode lain dan tidak bersandar pada satu metode terutama pada umurumur potensial yaitu umur lima belas sampai dua puluh lima tahun. Namun untuk melaksanakan metode ini, seorang penghafal harus memperhati kan beberapa faktorfaktor penting dalam menghafal. Menurut Ahsin Sakho, metode

493 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz, h. 84142. AlGhautsâni seorang pakar pendidikan cendrung menjadikan segala potensi dan media sebagai metode dalam menghafal alQur'an, sehingga siapapun dapat menghafal alQur'an, walaupun sibuk, cacat, tuna netra, tuna rungu, anak kecil, dan lainlain. Dalam metodemetode yang dirumuskan, dia cendrung menggunakan mediamedia sebagai alat bantu menghafal, metode beliau juga menghubungkan tempat, kejadian, sejarah, ruang, gambar, panca indra, cerita yang terjadi, dan tontonan dalam menghafal, di samping metode Negaranegara tertentu, seperti; metode Turki, Uzbekistan dan Sudan. 494 Muhammad Ârif, Kaifa Nahfaz, h. 2038. 495 Abû alWafâ, al-Nûr al-Mubîn, h. 4551, dan Abdul Aziz, Kiat Sukses, h. 7380. 496 Mustafâ Murâd, Kaifa Tahfaz, h. 16. 497 Ada beberapa metode yang sudah penulis kumpulkan, namun tidak dikaji dalam tesis ini karena keterbatasan sumber dan masih baru. Seperti metode isyâri (isyarat). Metode isyâri digunakan oleh Muhammad Husein alTabatabaî seorang balita yang hafal alQur'an di usia 5 tahun. Metode ini dilakukan ayahnya ketika mengajarkan alQur'an pada Husein. Isyarat yang diaksud adalah setiap ayat yang dihafal di terjemahkan dengan bahasa isyarat tangan, muka, dan lainlain agar mudah dalam menghafal dan cepat. Sedangkan metode lima ayatlima ayat, sebagaimana hadis Nabi Saw.,. metode menghafal alQur'an sangat bergantung pada dua faktor, yaitu umur dan kecerdasan.498 Selain dua hal ini, kebersihan hati sangat menentukan keberhasilan seorang, terutama dalam merawat hafalan dan menggapai hafalan baru. Kebersihan hati adalah faktor utama yang dilakukan seorang terutama di umurumur potensial.

1. Faktor Umur Umur sangat menentukan kemampuan anak dalam menghafal alQur'an, umur diartikan sebagai lama waktu hidup seseorang sejak dilahirkan sampai meninggal.499 Untuk mengetahui kemampuan ini, psikologi perkembangan penting sekali untuk mengukur kemampuan anak dan melihat pertumbuhan fisik, kognitif dan psikis.500 Pakar psikologi banyak membagi perkembangan pertumbuhan umur manusia serta ciricirinya.501 Namun jika kita menggunakan analisis umur menurut Ibn Qayyim, dibagi atas lima masa, yaitu: (1) Masa kanakkanak; ini diawali sejak dia dilahirkan sampai berumur lima belas tahun. (2) Masa muda; dari umur lima belas tahun sampai tiga puluh lima tahun. (3) Masa dewasa; dari umur tiga puluh lima tahun sampai umur lima puluh tahun. (4) Masa tua; dari umur lima puluh tahun sampai umur tujuh puluh tahun. (5) Masa lansia; dari umur tujuh puluh tahun sampai umur yang dikaruniakan Allah.502 Masa kanakkanak adalah masa yang paling baik dalam menghafal, memang pada dasarnya tidak ada batas dalam menghafal, karena ketika dalam kandungan ibu, seorang anak sudah bisa menggunakan metode tasmî‘.503 Masa Pranatal (kandungan) adalah masa perubahan evolusi janin dalam kandungan, kondisi janin dalam

498 Wawancara Pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad. 499 Tim Penyusun Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet, ke1, h. 989. 500 Psikologi perkembangan ialah bagian psikologi yang secara khusus mempelajari pertum buhan dan perkembangan aspek kognitif, fisik, maupun psikososial manusia, sejak masa masa konsepsi sampai kematiannya. Dalam keterangan lain diartikan sebagai the progressive and continuous change in the organism from birth to death (suatu perubahan yang progresif dan kontinu dalam diri individu dari mulai lahir sampai meninggal. Perkembangan dapat diartikan perubahanperubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Lihat Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 1, h. 14. 501 Pakar psikologi perkembangan berbeda dalam membagi perkembangan manusia, namun perkembangan yang umum meliputi: masa prenatal, bayi, anakanak, remaja, dewasa muda, dewasa madya, dewasa akhir (lansia), dan kematiannya. karena luas dan banyaknya masa ini, penulis lebih cenderung menggunakan konsep ulama Islam. Lihat Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), cet. 1, h. 4. 502 Ibn Qayyim alJauziyah, Ighâtsah al-Lahfân, (Cairo: Dâr alFikr, 1939), h. 59. Menurut Natty Hartati sebagai besar ulama Islam juga telah membagi manusia tersebut hampir sama dengan pembagian di atas. Lihat Natty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, h. 18. 503 Ahsin W., Bimbingan Praktis, h. 56. kandungan sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan hidupnya, artinya seberapa jauh ibunya memiliki tarap kesehatan, kebiasaan dan prilaku yang baik, maka itu sangat berpengaruh pada bayi.504 Selain itu bayi sudah bisa menangkap suara, seperti bising atau sepi, nada rendah dan tinggi. Disamping itu bagian luar telinga janin tertutup lapisan tipis verniks (zat pelindung berwarna krem).505 Karena itu, para ulama menyarankan seorang ibu dan ayah untuk banyak bertaqarrub pada Allah, membaca alQur'an, salat malam, zikir, salawat, dan mendengarkan tilawah alQur'an dengan mediamedia elektronik dan lainlain. Masa ideal kanakkanak menghafal alQur'an ketika berumur lima tahun, umur empat dan tiga tahun sebenarnya bisa,506 usia tiga sampai lima tahun adalah usia yang penting dalam menanamkan fanatisme dan nilai dalam diri manusia. Usia ini juga sangat penting dalam membentuk istiadat, kebiasaan, prinsipprinsip dan nilainilai sampai Sekolah Dasar. Seorang yang mampu menghafal di usia ini, maka ia akan mampu memahaminya ketika dewasa, dan lidahnya fasih membaca alQur'an.507 Menurut alGhautsâni, seorang anak yang hafal alQur'an, maka alQur'an akan menyatu dalam darah dan dagingnya.508 Rasulullah Saw. bersabda: "siapa yang mempelajari alQur'an ketika kecil, Allah akan menyatukan dalam daging dan darahnya".509 Dalam riwayat lain, ia bersabda: "siapa yang telah membaca alQur'an sebelum masa balig, sungguh ia telah dikaruniakan hikmah di waktu kecil".510 Pengajaran dapat dilakukan dengan metode talaqqi dan tasmî‘. Metode talaqqi dilakukan dengan cara membacakan ayatayat yang dihafal tiga sampai lima kali, kemudian menyuruhnya untuk membaca. Jika jenuh, metode tasmî‘ dapat digunakan,

504 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan, h. 37. 505 Arus listrik dalam gelombang otak membuktikan janin merespons suara sejak usia 25 minggu setelah pembuahan. Gambar ultrasound juga mengungkapkan bahwa saat janin mendengar suara sejak minggu ke 28, dipastikan dia menutup kelopak mata sebagai respon terhadap suara. Lihat Richard Woolfson, Memahami Pikiran dan Bahasa Bayi, (Bandung: Jabal, 2008), cet. 2, h. 2526. 506 Umur lima tahun adalah yang paling umum dilakukan, umur dibawah lima tahun, bisa dilakukan dengan cara memperdengarkan bacaan alQur'an sejak dini sebagai pembiasaan. Bisa juga dengan memperkenalkan hurufhurud arab, menulis dan mewarnai surat, atau menggambar dengan tulisan besar dan menarik, bi beberapa tempat metode ini dilakukan dengan cara merekam suara mereka ke pita kasset atau CD dengan mengikuti bacaan gurunya. 507 Hasil penelitian Dr. Muhammad Ratib alNabalisi, yang dikutip Dr. Sa‘d Riyâd. Lihat Sa‘d Riyâd, Kaifa Nuhabbib al-Qur'âna li Abnâinâ, (Kairo: Muassasah Iqra' 2007), cet. 1, h. 69. 508 AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz, h. 40. Menurutnya ini disebabkan karena dia sudah sering bertalaqqi di waktu kecil, dimana pertumbuhan akal pada masa itu bertambah dan berkembang seiring bertambah umur, sehingga alQur'an akan selalu tertanam dalam hatinya seiring pekembangan jasad dan akal sampai dewasa. 509 AlBukhâri, al-Târîkh al-Kabîr (Beirut: Dâr alFikr, t.th.), juz 3, h. 94 dan alBaihaqî, Syu‘ab al-Imân, juz 4, h. 462. 510 AlBaihaqi, Syu‘ab al-Imân, juz 2, h. 330. caranya mendengarkan kasset, CD murattal, dan al-mushaf al-mu‘allim yang dibaca syeikh M. Shiddiq alMinsyawi diikuti muridmuridnya. Kaset tersebut diputar berkalikali, dan anak bisa mengikuti sambil bermain. Bisa juga dengan cara merekam suara mereka dibimbing ayah, ibu atau gurunya, kemudian dia mendengarkan hasil rekaman itu di waktu senggang sambil bermain.511 Di masa ini, selain diajarkan hafalan, anak diajarkan etikaetika terhadap alQur'an, seperti: tidak menyobeknya, menaruh sesuatu diatasnya, mencoretcoretnya, tidak masuk kamar kecil membawa alQur'an, dan ketika dibacakan alQur'an dia harus berdiam mendengar.512 Sampai selesai Sekolah Dasar, metode ini bisa di lakukan untuk menghafal tiga puluh juz. Karena pada masa ini, moralitas anak ditandai dengan sistem paksaan, anak belajar mematuhi peraturan secara otomatis melalui hukum dan pujian, masa ini juga dimulai dengan penegakkan disiplin dengan cara yang berbeda seperti otoriter dan demokratis. Usia muda; yaitu dari mulai usia lima belas tahun sampai tiga puluh lima tahun, adalah usia potensial dalam menghafal. Usia ini adalah transisi dari anakanak menuju dewasa, kerenanya jika tidak ada dukungan keluarga, lingkungan dan sosial, maka sangat sulit bagi mereka menghafal alQur'an, apalagi ayah dan ibunya sibuk.513 Dalam usia ini pertumbuhan fisik seperti pendengaran, penglihatan, dan otak semakin berkembang. Sementara itu, pengalamanpengalaman pribadi di lingkungan, sekolah, juga banyak. Aspek kognitif seperti berfikir, memecahkan masalah, mengambil keputusan, kecerdasan, bakat juga sangat berkembang. Jika masa ini dioptimalkan menghafal, seorang mampu menghafal dalam tempo yang relatif singkat. Dia juga dapat memprogramkan sendiri kapan mampu menghatamkan dan metode apa cocok. Selain itu penghafal harus banyak bergaul dan mengikuti majelis alQur'an dan mulâzamah dengan guruguru yang hafal alQur'an. Di masa ini metode yang cocok adalah metode menghafal sendiri, lima ayat lima ayat, al-‘arad, kitâbah dan tafhîm.

511 AlGhautsani menjadikan metode ini sebagai salah satu metode menghafal alQur'an bagi anak umur 3 tahun. Suara kasset atau CD ketika didengar anak harus jelas, baik dan kaset tidak kusut. Caranya anak mendengarkan suara dalam kaset satu ayatsatu ayat, kemudian tipe record di pause, anak mengikuti bacaan tersebut, setelah hafal, baru dilanjutkan ayat berikut, dan begitu seterusnya. Jika menghafal suratsurat pendek biasanya dia akan mudah. AlGhautsâni, Kaifa Tahfaz, h. 104. 512 Sa‘ad Riyâd, Kaifa Nuhabbib, h. 70. 513 Pengalaman penulis ketika menghafal di usia ini yaitu: di Pesantren AsSiddiqiyah dan DarusSalam Ciamis. Dengan lingkungan kondusif dan sistem pesantren, penulis menghafal sepuluh juz ketika selesai Madrasah Aliyah Program Khusus tahun 2000. ketika kuliah penulis berhasil menghatamkan alQur'an di semester delapan di lembaga tahfiz dan ta'lim alQur'an (LTTQ) Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sampai akhirnya penulis mendapat gelar al fiâH z di pesantren DarusSunnah tahun 2004 ketika itu usia penulis 21 tahun. Karena metodemetode ini untuk dewasa yang memiliki kemampuan dan pengalaman disamping disiplin ilmuilmu alQur'an dan bahasa yang mendukung. Mereka yang terbiasa dengan satu metode biasanya akan terbiasa dengannya, namun mereka yang kreatif, tidak puas dengan satu metode, dan tertantang metode lain, dia akan lebih cepat menghafal, disamping menambah wawasannya. Usia dewasa bisa digunakan untuk menghafal alQur'an, usia ini adalah masa kematangan manusia, mencakup karir, istri, anak, dan pengalaman kehidupan. Selain itu kondisi fisik juga sudah begitu matang, daya hafal memang berkurang, namun analisis dan pemahaman semakin tajam.514 Biasanya mereka yang sibuk, stres dan tidak memiliki motivasi serta hidayah, akan sulit untuk menghafal alQur’an, apalagi kondisi keluarga, ekonomi, lingkungan, pekerjaan dan lainlain tidak mendukung. Namun jika mereka sudah mendapat hidayah dan semangat untuk beriman kepada Allah dan menghafal alQur’an, maka hal itu akan mudah dicapai. Usia dewasa ini lebih tepat menggunakan metode tafhîm, baik dilakukan sendiri maupun dengan guru. Karena aspek spiritual manusia di usia ini semakin tumbuh, sehingga jika tersentuh dan mendapat hidayah, seorang akan meninggalkan segala aktivitasnya demi alQur'an.515 Metode al-‘arad juga bisa digunakan untuk menyetor hafalan kepada guru atau rekannya. Untuk memperkuat hafalan, seorang bisa menggunakan metode tasmi‘ di saatsaat sibuknya sambil mendengar tilawah dalam tipe, mp3, mp4, komputer, laptop dan lainlain. Sedangkan usia tua dan lansia biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, dan sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Usia ini memiliki tiga ciri, kemunduran, perbedaan individu pada efek menua. Usia ini dinilai dengan kriteria berbeda.516 Pada masa ini memang sangat sulit sekali untuk menghafal, penurunan daya hafalan dan fisik sangat mendorong seorang untuk lebih konsentrasi ibadah. Biasanya mereka lebih mencintai membaca alQur'an daripada menghafal. Seperti dilakukan para sahabat Nabi di masa tuanya, seperti Utsmân bin Affan, Anas bin Malik, Sa‘îd bin Jubair.

514 Ada sepuluh karakteristik yang dapat terjadi pada usia ini, yaitu: usia ini adalah yang menakutkan, usia stres, berbahaya, canggung, berprestasi, evaluasi, dievaluasi dengan standar ganda, masa sepi, dan masa jenuh. Natty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, h. 46. 515 Ketika penulis wawancara salah seorang penghafal alQur'an bernama Ibu Hj. Dedeh. Dia seorang mantan ketua Direksi di Indosat, dia mendapatkan hidayah menghafal alQur'an di usia dewasa, yaitu 45 tahun. Walaupun merasa sudah lanjut usia, dia berharap pada Allah untuk bisa menghafal alQur'an sampai akhir hayatnya. Dia mengundurkan diri sebagai ketua dan lebih memilih menghafal alQur'an saat ini. Wawancara pribadi dengan Ibu Hj. Dedeh pada 16 Mei 2006. 516 Natty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, h. 49.

2. Faktor Kecerdasan Kecerdasan seorang sangat berpengaruh dalam menghafal alQur'an, Cerdas diartikan dengan sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti.517 Lebih jelas lagi Mustafa Zurayq mendefinisikan kecerdasan dengan: kemampuan intelegensi yang bersifat alamiah, diwariskan dan umum. Disebut kemampuan, karena dengan kecerdasan itu manusia dapat melakukan pekerjaan yang bermanfaat baginya. Disebut intelegensi, karena berkaitan kegiatan mental yang berlandaskan pemahaman dan pengetahuan. Disebut alamiah dan diwariskan karena ada sebelum terjadi proses pengalaman, belajar dan usaha. Manusia terlahir dibekali sejumlah kecerdasan tertentu, dan kemudian lingkungan sosial yang memperkuat dan melemahkannya. Disebut umum karena kecerdasan merupakan kekuatan menghimpun dan mensinergi kan kekuatan otak yang beragam, atau bisa juga berarti ditolak oleh seseorang secara umum.518 Pada awalnya kecerdasan adalah sebuah potensi yang tersembunyi dan tersimpan pada sejumlah unsur perangkat yang ada pada diri manusia, dan alQur'an adalah sumber kecerdasan tersebut, karena alQur'an dapat memberdayakan dan meningkatkan kecerdasan tersebut.519 Kecerdasan dalam menghafal selalu dihubungkan dengan kemampuan otak atau IQ (kecerdasan intelektual), otak memiliki jutaan sel saraf yang disebut neuron, yang dapat berinteraksi dengan selsel lain di sepanjang cabang yang disebut dendrit.520 Otak juga terdiri dari bermilyarmilyar sel aktif, minimal 100 milyar sel otak sejak lahir. Masingmasing sel dapat membuat jaringan sampai 20.000 sambu ngan tiap detik. Kemampuan memori otak manusia besar sekali, menurut Tony Buzan, kapasitas memori otak yaitu 10800 (angka 10 diikuti 800 angka 0 dibelakang) bila memori ini digunakan menghafal seluruh atom di alam semesta, maka kapasitas

517 Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 164. 518 Ma'ruf Mustafa Zurayq, Sukses Mendidik Anak, (Jakarta: Serambi, 2003), cet. keI, h. 140. kecerdasan menurut Muhammad Jaro Sensa adalah sebuah kekuatan yang bersifat non material dan bukan spiritual. Ia sangat diperlukan oleh manusia dan sejumlah makhluk lainnyaguna dijadikan alat bantu dalam menjalani kehidupannya ini. Lihat Muhammad Djarot Sensa, QQ Quranic Quotient Kecerdasan-kecerdasan bentukan al-Qur'an, (Jakarta: Hikmah, 2004), cet. keIV, h. 2. 519 M. Djarot Sensa, QQ Quranic Quotient, h. 1. 520 Bobbi Reporter dan Mike Hernacki, Quantum Learning,(Bandung: Kaifa, 2002), h. 35. Data otak manusia adalah sebagai berikut: (1) beratnya kirakira 1,5 kg, (2) 78 % air, 105 lemak, 8 % protein, (3) kurang dari 2,5 berat tubuh, (4) menggunakan 20 % energi tubuh (5) 100 milyar neuron (6) 1 trilyun sel glial (7) 1000 trilyun titik sambugan sinaptik (8) 280 kuin triliun memori. memori masih tersisa banyak sekali.521 Persoalannya adalah, jika manusia memiliki memori yang tinggi, mengapa mereka sering lupa?. Dalam hal ini harus dibedakan antara istilah menghafal dan daya ingat, menghafal adalah proses menyimpan data ke memori otak. Sedangkan daya ingat adalah kemampuan mengingat kembali datadata yang telah tersimpan di memori bila diperlukan.522 Untuk menghafal alQur'an, kecerdasan otak bukan salah satu penyebab menghafal, karena orang yang memiliki IQ tinggi tidak dapat dijadikan ukuran berhasil dalam menghafal. Bahkan hasil tes IQ yang tinggi pun tidak menjamin keberhasilan belajar dibidangbidang pelajaan lain.523 Kecerdasan otak dalam menghafal ditandai dengan menjaga kualitas ingatan yang disimpan di daerahdaerah otak. Untuk mengeluarkan kembali ingatan itu, dibutuhkan proses penarikan dan pengambilan bagianbagian ingatan yang bergantung beberapa faktor yaitu: waktu, tujuan, isi, kekuatan, dan sumber rangsangan yang merupakan dasar dari semua bentuk. Ingatan bekerja dengan cara, mengenali sesuatu, kesan yang terdapat padanya, ingatan yang tersimpan dalam kesan, dan ingatan dapat dipanggil jika telah tersimpan.524 Untuk menguatkan sistem hafalan dalam otak, ada beberapa kerja otak yang dapat dilakukan, yaitu: (1) konsentrasi dalam menghafal, (2) sering diulangulang, (3) melibatkan emosi dan pemahaman, (4) menghubungkan dengan kejadiankejadian yang dialami. Sedangkan kecerdasan dalam menghafal ditentukan sebab proses pengulangan, penggunaan metode, usia, mengopitimalkan indra, melibatkan emosi dan gaya belajar.

521 Agus Nggermanto, Quantum Quotiont Kecerdasan Quantum, (Bandung: Nuansa, 2005), cet. 6, h. 55. Untuk mengukur kecerdasan IQ seorang anak dapat digunakan rumus simpel yaitu, unit mental anak dikali 100 persen lalu dibagi usia anak sesungguhnya. Contohnya anak yang berusia tiga tahun sudah bisa berbicara seperti anak usia empat tahun, maka perhitungannya adalah sebagai berikut: 4/3 x 100 = 133. Tingkat angka IQ adalah sebagai berikut: Genius (di atas 140), sangat super (120 140), super (110120), normal, (90110), bodoh (8090), perbatasan (7080), moron/dungu (5070), imbecile (2550), idiot (025). Lihat "Mengetahui Tingkat IQ Anak", Warta Kota, 6 April 2008, h. 20. 522 Nggermanto, Quantum Quotient,h. 5557. 523 Tes IQ lahir dari pakar psikologis Prancis Alfred Binet pada awal abad ke20 yang melakukan ujicoba mengidentifikasikan anakanak yang bermasalah. Kemudian Lewis Terman dari Universitas Stanford mengembangkan dengan normanorma populasi sehingga dikenal dengan StanfordBinet. Terman menggabungkan pandangan psikologi William Stern tentang angka kecerdasan. IQ seperti yang dikenal secara global, adalah usia mental seseorang, dibagi dengan usia kronologis dan hasilnya dikalikan 100. Menurut Gardner IQ tidak boleh dijadikan gambaran mutlak keberhasilan belajar, salah besar jika kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang dapat diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Lihat Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning For The 21 st Century, (London: Judy Piatkus, 1997), h. 5758. 524 Mahesh Kapadia, dkk., Mendongkrak Daya Ingat, (Bandung: Jabal, 2005), cet. keI h. 11. Konsentrasi yaitu mengkosongkan diri secara sempurna dari udara luar dan memusatkan pikiran, indra dan seluruh kemampuan untuk tujuan tertentu.525 Dalam menghafal alQur'an kondisi ini sangat penting, karena menyangkut kesiapan mental dan fisik dalam menghafal. Konsentrasi ditentukan dengan faktor eksternal seperti ruangan, udara dan suara. Untuk menciptakan konsentrasi penuh, harus mengikuti caracara ulama dalam menghafal alQur'an, seperti berwudu, berdo'a, mencari tempat yang suci, bersih, jauh dari kebisingan, udara yang baik, melihat mushaf dan yang terpenting adalah hudûr al-qalb (menghadirkan batin). Caranya adalah ketika niat membaca alQur'an, seorang diam sejenak sambil membayangkan bahwa Allah Swt. memberikan kemuliaan padanya, yang mencakup pahala membaca, menghafal, tadabur, dan lainlain. Selain itu, ketika membaca alQur'an bayangkan ayatayat itu seolaholah sedang berbicara pada diri ini. Konsentrasi tidak dapat dilakukan dengan melakukan dua macam aktivitas secara bersamaan, seperti membaca sambil mendengar radio. Karena seni mengingat itu adalah memberikan perhatian pada sesuatu yang diingat secara full. sewaktu menghafal seorang akan lupa karena tidak memberikan perhatian yang cukup, akibatnya objek itu tidak terrekam dalam ingatan. Sebab itu ingatan yang baik tergantung pada besarnya seorang memberikan perhatian terhadap hafalan yang diingat, dan pada saat yang sama seorang tidak dapat memberikan perhatian lebih pada satu objek pelajarannya. Cepat dan mudahnya mengeluarkan ingatan ditentukan pada konsentrasi penangkapan kesan pertama, bila penangkapan itu kabur dan salah tentu tidak mengingatkan ingatan itu dengan baik.526 Untuk dapat menghafal dengan baik, cepat, dan bertahan lama, otak harus disesuaikan dengan gaya belajar yang melibatkan unsurunsur indra, seperti mata, telinga, dan rasa. Atau disebut auditorial, visual, dan kinestetik..527 Auditorial berkaitan dengan pendengaran dan musik, visual berkaitan dengan gambar dan penglihatan, sedangkan kinestetik dengan rasa. Jika dihubungkan dengan metode menghafal di atas, maka hal ini sangat penting untuk mengukur kecenderungan seorang, karena gaya belajar satu dengan lain berbeda dan input yang dihasikan juga

525 Al Ghautsâni ", Turuq Ibdâiyyah fî ifH alz al'Qur- ,"Karîm-an artikel diakses pada 9 h, .4. com.hotmail@amlnabs net.saaid.www://http Pebruari 2008, disitus 526 Muhaimin Zein, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur'an dan Petunjuk-petunjuknya, (Jakarta: alHusna, 1985), cet. keI, h. 44. 527 Prosentase pengetahuan yang diraih manusia dengan membaca yaitu 20 %, mendengar 30 %, melihat 40 %, mengucapkan 50 %, melakukan 60 %. Jika digabung ke seluruhnya: melihat, membaca, mengucap, mendengar, dan melakukan 90 %. Lihat Mahesyh, mendongkrak, h. 28. tidak sama, Sehingga mengoptimalkan indraindra tersebut sangat penting dalam menggunakan cara menggunakan metode menghafal yang ideal. Dalam alQur'an, Allah menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati untuk disyukuri manusia, karena tiga hal ini akan diminta tanggungjawabnya di hari kiamat nanti. Allah Swt. berfirman: “...waja’ala lakumussam,a wa al-absâra wa al-af’idata la,alakum tasykurûn” ("...dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur").528 AlQur'an menganggap bahwa indra sebagai salah satu jalan mengajar, memahami, membaca, mengingat, menulis dan berfikir. Indra juga dianggap sebagai petunjuk kesadaran seorang dan pemahaman terhadap informasi, juga merupakan jalan sampainya informasi itu ke dalam pikiran.529 Dengan mengoptimalkan penglihatannya, seorang akan dapat membiasakan pandangan untuk memperhatikan berbagai hal untuk meningkatkan hafalannya, selain itu mata juga berfungsi untuk melihat mushaf dan memperhatikan ayatayat yang mutasyâbihât. Ayatayat mutasyâbihât banyak sekali dalam alQur'an, sehingga untuk membedakannya harus sering dilihat sambil dibandingkan perbedaanperbedaan itu, baik suratnya, ayatnya, letaknya, dan letak perbedaannya. Penglihatan juga berfungsi untuk tadabur ayatayat yang telah dihafal, ini bisa dilakukan dengan cara mengasosiasikan dengan peristiwa dan pengalaman sendiri. Menurut alGhautsâni, mengoptimalkan penglihatan dalam menghafal alQur'an yaitu dengan konsentrasi melihat mushaf, menggunakan metode kitâbah, susunansusunan ayat, warnawarna tulisan alQur'an yang menarik dan lainlain.530 Sedangkan telinga sebagai alat mendengar dalam alQur'an disebutkan dalam term al-udzun, kata ini dan segala perubahannya disebutkan 15 kali.531 Allah menyebutkan kata ini dalam rangka mengingatkan manusia pentingnya telinga untuk mendengar ayatayat Allah.532 AlQur'an menyebutkan telinga adalah organ pertama dimintai pertanggungjawaban setelah mata, dan hati (Q.S. alNahl/16:78 dan Isrâ/ 17:36). Ini menunjukan bahwa pendengaran adalah organ tubuh pertama yang menerima informasi dalam memori kemudian melekatkannya dalam otak.533 Mengoptimalkan pendengaran (telinga) banyak sekali manfaatnya, hampir seluruh metode menghafal bersumber dari sini. Urgensi pendengaran dapat dikelompokkan

528 Q.S. alNahl/16:78 529 AlHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, h. 145. 530 AlGhautsânî, "Turuq Ibdâ‘iyyah". h. 5. 531 ‘Abd alBâqî, al-Mu'jam al-Mufahras, h. 32. 532 Lihat Q.S. alAn‘am/6:25, alIsrâ/17:46, alKahfi/18:57, Nûh/71:7. 533 AlHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, h. 166. dalam beberapa hal, yaitu: pertama, membaca alQur'an dengan suara yang keras. Orang yang membaca alQur'an dengan suara keras, maka ayatayat itu akan tercetak dalam memori dan semakin kuat ingatannya. Pengetahuan dengan mengucapkan ini sangat penting, karena ia mendapat porsi 50 persen dari informasi yang didapat. Rasulullah Saw. selalu memotivasi umatnya membaca alQur'an, karena pahalanya yang tinggi sekali, apalagi jika dilakukan dalam salat. AlKhâtib alBaghdâdi berkata: "Seyogianya seorang yang menelaah kitab Allah Swt. mengeraskan bacaannya sehingga dapat didengar dirinya".534 Menurut Dr. Wenger ketika kita menghafal sesuatu dan ingin mengingatnya kembali, bacalah pelajaran itu secara lantang. Dengan cara menutup mata dan mengucapkannya dengan lantang. Dengan demikian kita telah membaca, memvisualisasikan, dan mendeskripsikan dengan lantang, maka seorang telah belajar dengan cara multisensori, sederhana dan efektif.535 Kedua, membaca dengan perlahanlahan atau tartîl. Keuntungan membaca secara tartil bagi otak banyak sekali, keuntungan itu antara lain membantu kecerdasan otak kanan, lebih cepat dihafal dan menancap dalam hati, ia juga bisa menjadi suplemen otak yang akan membantu meningkatkan kerja pikiran, menambah kemampuan menerima informasi, membentuk satu hubungan pemahaman ayatayat satu sama lain.536 Dan ketiga, mendengarkan tilawahtilawah alQur'an. mendengar bacaan alQur'an sangat penting bagi otak, karena dalam belajar, orang mendengar terlebih dahulu untuk mendapat informasi baru membaca dan meneliti. Mendengar ini dilakukan dalam salat atau di luar salat. Jika mendengar ini sudah menjadi kebiasaan, maka seorang dapat hafal alQur'an tanpa mushaf dan belajar. Mendengar ini bisa juga menggunakan mediamedia elektronik seperti MP3, MP4, walkman, komputer, CD, Video, televisi dan lainlain. Dengan demikian metode talaqqi dan menghafal sendiri dapat digunakan. Metode ini memfokuskan pada pendengaran suara baik dengan guru, teman, maupun suara mediamedia pendukung. Terakhir yaitu mengoptimalkan rasa, ini berkaitan dengan pemahaman dan dzauq (intuisi) seorang dalam mendalami ayatayat yang dihafal. Metodenya menggunakan metode tafhîm. Untuk mengoptimalkan potensi ini, terlebih dahulu seorang harus memahami ayatayat yang dihafal dalam ingatan, memahami disini tidak harus terperinci namun harus menghadirkan hati atau hudûr al-qalb, karenanya

534 AlBaghdâdî, al-Jâmi‘ li Akhlâk al-Râwî, h. 313. 535 Collin Rose, Accelerated Learning, h. 143. 536 AlHarsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur'an, h. 168169. untuk mengoptimalkan ini, peran hati dan kesuciannya sangat potensial. Menurut al Ghautsani, karena ia akan menggambarkan dan memvisualkan ayatayat yang dibaca dalam ingatan, terutama ayatayat yang bercerita tentang adzab, hukumhukum, kerusakan, peperangan, kisahkisah, adzab hari kiamat, dan lainlain.537 Contohnya ketika seorang mendengar bacaan ayatayat dalam tilawah dari kasset, CD Player atau mendengar bacaan imam dalam shalat tentang ayatayat siksaan di hari akhirat seperti surat alZukrûf/43 ayat 7476, artinya ("sesungguhnya orangorang yang berdosa kekal dalam azab neraka jahanam, tidak diringankan azab itu dari mereka dan mereka di dalamnya berputus asa, dan tidaklah Kami menzalimi mereka tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri") tergambar bahwa orangorang berdosa akan masuk neraka semua, bahkan adzab itu tidak diringankan Allah Swt. karena dia menyiksa disebabkan kezaliman mereka. Apalagi jika qari/imâm yang membaca diulangulang, maka itu akan bertambah rasa takut seorang akan hari kiamat. Seorang akan merasakan getaran dan semangat atas ayatayat yang dibaca, dia akan bangkit memikirkan ayatayat yang dibaca, baik secara imajinasi dan realitas. Gambaran imajinasi berkaitan atas persoalanpersoalan gaib, seperti surga, neraka, malaikat, kiamat dan lainlain. Sedangkan realita pada persoalan yang nyata seperti peristiwa bencana dan moral.

3. Faktor kebersihan hati Kebersihan hati diistilahkan dengan term tazkiah al-nafs, takziah berasal dari kata zakkâ-yuzakki artinya mensucikan, memperbaiki, tumbuh dan berkembang,538 karenanya zakat diambil dari kata ini, karena esensi zakat menumbuhkan harta muzakki. Sedangkan kata al-nafs memiliki banyak arti, salah satunya adalah hati atau jiwa.539 Dalam kalangan ahli tasawuf, nafs diartikan sesuatu yang melaharikan sifat tercela. AlGhazâli menyebutnya dengan pusat potensi marah dan syahwat pada manusia.540 Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, nafs juga diartikan dengan dorongan jiwa yang kuat untuk berbuat kurang baik.541 Hati manusia pada

537 AlGhautsâni, "Turûq Ibdâ‘iyyah", h. 8. 538 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 577. 539 Bahasa arab menggunakan term nafs untuk menyebut banyak hal, seperti: roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran samakan kulit, jasad, kedekatan, zat, mata, kebesaran dan perhatian. Lihat Ibn Manzûr, Lisân al-,Arab (Qâhirah: Dâr alHadis, 2003), jilid VI, h. 45004501. 540 Imam AlGhazâli, Ihyâ ,Ulûm al-Dîn, (Beirut: Dâr alFikr, 1995), juz 2, h. 1345. 541 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet. keIII, h. 679. awalnya bersih, suci dan patuh pada hukumhukum Allah, sebagaimana dalam surat alA râf/7:172. ia juga merupakan tempat menerima hidayah Allah Swt., bahkan dia adalah salah satu bagiaan ciptaan ruh Allah yang ditiupkan kedalam diri manusia.542 Term kebersihan hati ini memiliki banyak arti, namun yang dalam konteks hafalan al Qur’an di sini adalah menyucikan hati dari dosadosa (kecil dan besar) dengan menghafal alQur’an. Faktor kebersihan hati menjadi salah satu sebab kewajiban Nabi Saw. dalam mengemban tugas kerasulan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat “..wa yuzakkihim wa yu,allimu humul al-kitâba wa al-hikmah..”543 bahkan tugas mulia ini disanding kan Allah setelah tugas “yatlû ,alaihim âyâtihi...”. sehingga dapat dikatakan bahwa inti pengutusan Rasul adalah membacakan ayatayat alQur’an untuk menyucikan jiwa manusia dari kemusyrikan, kemaksiatan dan sifatsifat kotor dunia. Dengan demikian alQur’an adalah potensi yang sangat besar untuk membersihkan hati. Al Qur’an menyebutkan bahwa untuk membersihakan hati manusia ada beberapa perbuatan yang mendorong, seperti pengeluaran infak harta benda,544 takut terhadap adzab Allah Swt., menjalankan ibadah salat,545 menjaga kesucian kehidupan seksual546 dan menjaga etika pergaulan sesama manusia lain.547 Perbuatanperbuatan ini dapat mendorong kebersihan hati dan mendorong amal salih. Kebersihan hati dalam menghafal di sini maksudnya adalah suatu kondisi hati dan batin manusia yang bersih dan suci dari penyakit internal dan eksternal. Penyakit internal seperti: sering melakukan dosadosa kecil, pengaruh dunia, gangguan gangguan kejiwaan seperti neurastenia,548 hysteria,549 psychastenia,550 atau stres.

542 Q.S. alHijr/15:29. 543 Q.S. Ali Imrân/3:164. 544 Q.S. alLail/92:18. Allah Swt. berfirman “alladzi yu’tî mâlahu yatazakkâ” 545 Q.S. Fâtir/35:18. Allah Swt. berfirman “innama tundziru al-ladzîna yakhsyauna rabbahum bi al-ghaibi wa aqâma al-salâh waman tazakkâ fainnamâ yatazakkâ linafsih” 546 Q.S. alNûr/24:30. Allah Swt. berfirman “qul lil mu’minîna yaqhuddu min absârihim wa yahfazû furûjahum, dzâlika azkâ lahum..” 547 Q. S. alLail/24:28. Allah Swt. berfirman “w ain qîla lahum irji,u farji,û huwa azkâ lahum”. 548 Penyakit neurastenia adalah penyakit lemah syaraf dan payah. Orang yang terkena penyakit ini memiliki ciriciri: seluruh badannya letih, tidak bersemangat, lekas merasa payah, walaupun sedikit tenaga yang dikeluarkan, perasaan tidak enak, sedikitsedikit cepat marah, menggerutu, tidak sanggup berfikir tentang suatu persoalan, sukar mengingat dan memusatkan perhatian, apatis, acuh tak acuh dan lainlain. Lihat Muhaimin Zein, Tata Cara/Problematika, h. 221. 549 Hysteria terjadi karena ketiak mampuan seorang untuk mengatasi kesukarankesukaran, tekanan perasaan, kegelisahan, kecemasan dan pertentangan batin. Dalam menghadapi kesukaran itu, seorang tidak mampu menghadapinya dengan cara yang wajar lalu melepaskan tanggung jawab dan lari secara tidak sadar kepada gejalagejala hysteri yang tidak wajar. Lihat Muhaimin Zein, Tata Cara/Problematika, h. 223. Sedangkan eksternal yaitu: goncangan hati yang disebabkan musibah, kematian, bencana alam, gangguan lingkungan sosial dan lainlain. Untuk membersihkan halhal ini, seorang penghafal harus memahami bahwa menghafal alQur’an ibadah yang tinggi nilainya, karena tinggi maka banyak sekali rintangan dan godaan yang menyertai. Karena itu kaidahkaidah menghafal alQur’an yang sudah dipaparkan dalam pembahasan terdahulu sangat berhubungan dengan faktor ini. Jika dikaitkan dengan tazkiah al-nafs, alQur’an dapat mengobati seluruh penyakitpenyakit di atas, karena alQur’an menunjukan dirinya sebagai petunjuk/al- Hudâ,551 obat/al-syifâ,552 dan sebagai penenang hati.553 Segala penyakitpenyakit internal dan eksternal di atas sumbernya adalah jiwa manusia yang rentan pada kebaikan dan keburukan, karena Allah Swt. memberikan potensi kepada jiwa yang positif dan negatif sebagaimana surat alSyams/91:8 yaitu “fa’alhamahâ fujûrahâ wa taqwâhâ” (“maka kami ilhamkan kepadanya (jiwa) potensi buruk dan taqwa”). Allah juga menguji orangorang yang beriman di dunia dengan kenikmatankenikmatan yang disenangi, sedang di akhirat dengan al-makârih/dibenci.554 Dengan menghafal alQur’an seorang akan dapat mengobati penyakitpenyakit negatif, ini dilakukan jika membacanya dengan tartîl dan tadabur. Dua sifat ini adalah makanan hati untuk menerima hidayah Allah Swt.555 Allah Swt. memerintahkan membaca alQur’an secara tartîl556 dan tadabbur.557 Membaca dengan tartîl disertai tadabbur artinya membaca secara perlahanlahan, ayat perayat disertai dengan perenungan arti dan maksudnya secara mendalam sehingga terpancar hikmahhikmah yang dikehendaki. Untuk menambah pengayaan arti ini, dapat membaca beberapa tafsirtafsir, atau merenung dengan pengalaman pengalaman yang dialami, sambil introspeksi apakah sudah benar selama ini sesuai

550 Penyakit psychastenia adalah gangguan jiwa yang bersifat paksaan, yang berarti kurangnya jiwa untuk tetap dalam keadaan integrasi yang normal. Gejalagejala penyakit ini antara lain, phobia yaitu rasa takut yang tidak masuk akal, atau yang ditakuti tidak seimbang dengan ketakutan. Obsesi yaitu gangguan jiwa dimana si sakit dikuasai suatu pikiran yang tidak dapat dikuasai menghindar. Kompulsi yaitu gangguan jiwa yang menyebabkan seorang melakukan sesuatu dengan terpaksa baik dilakukan masuk akal atau tidak. Lihat Muhaimin Zein, Tata Cara/Problematika, h. 230233. 551 Q.S. alIsrâ/17:9. 552 Q.S. Yûnus/10:57. 553 Q.S. alRa ad/13:28. 554 Rasulullah Saw. bersabda: ﺣﺠِﺒﺖِ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺑِﺎﻟﺸﻬﻮﺍﺕِ ، ﻭﺣﺠِﺒﺖِ ﺍﻟﹾﺠﻨﺔﹸ ﺑِﺎﻟﹾﻤﻜﹶﺎﺭِﻩِ “Neraka diselimuti dengan halhal yang mengenakkan, sedangkan surga dengan halhal yang dibenci”. Lihat alBukhâri, Sahîh al-Bukhâri juz 5, h. 2379. 555 Lihat Q.S. alNaml/27:92. 556 Q.S. alMuzammil/73:4 557 Q.S. alNisâ/4:82, dan Muhammad/47:24. petunjuk alQur’an, atau bahkan sebaliknya?. Semakin dalam seorang pasrah dan tunduk dengan ayatayat itu, semakin dalam pula hidayah Allah akan diberikan kepadanya, sehingga ayatayat yang dibaca tersebut dapat membersihkan seluruh kotorankotoran hati, penyakitpenyakit jiwa dan tentunya juga dosadosa yang telah dilakukan salama ini kepada Allah Swt. itulah petunjuk Allah yang diberikan kepada orangoranrg yang dikehendaki. Dalam membersihkan hati terutama dari faktorfaktor internal, penghafal harus lebih banyak melakukan riyâdah-riyâdah yang mendorong hafalan, seperti berwudu, membaca do’a sebelum menghafal, salat sunah di malam hari, salat hajat, melakukan puasapuasa sunah seperti seninkamis dan lainlain. Intensitas membaca alQur’an juga harus ditingkatkan terutama pada salatsalat fardiyah apalagi salat malam. Selain itu, penghafal juga harus menjadikan hafalan alQur’an sebagai rutinitas harian agar tertanam dalam kepribadiannya sampai dewasa, dalam memelihara rutinitas ini antara lain, selalu membawa alQur’an kecil/saku, mendengarkan tilawahtilawah alQur’an dengan mediamedia elektronik seperti MP3, MP4, walkman, komputer di waktu waktu yang mendukung, sehingga jika penghafal melakukan maksiatmaksiat kecil maka dia dapat cepatcepat membaca alQur’an dan beristigfar kepada Allah Swt. Selain itu manajemen waktu dan tempat juga dapat membantu seorang untuk mengatasi faktorfaktor eksternal. Seperti gangguan lingkungan, seorang yang menghafal di malam hari dan setelah bangun tidur biasanya akan cepat, karena setelah bangun tidur kondisi manusia bersih dari segala pengaruhpengaruh dan aktivitas, bagitupun malam yang merupakan simbol ketenangan dan kedamaian. Waktu setelah salat subuh dan salat fardu lainnya juga sangat membantu, diwaktu ini kondisi hati lebih menerima hidayah karena setelah melakukan amal salih. Sedangkan managemen tempat lebih berorientasi pada ketenangan kondisi batin dan konsentrasi penuh dalam proses menghfal.558 Dengan demikian kebersihan hati dapat dilakukan dengan mengoptimalkan dua hal yaitu riyâdah-riyâdah memper banyak ibadah pendukung hafalan, dan menentukan waktu serta tempat yang kondusif untuk menghadirkan hati yang bersih.

558 Ahsin W., Bimbingan Praktis, h. 61. BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Dari hasil kajian tentang tahfîz alQur'an, studi atas berbagai metode tahfîz dapat penulis tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Tahfîz alQur'an adalah upayaupaya yang dilakukan penghafal alQur'an untuk menghafal dan mampu mengucapkannya tanpa melihat mushaf serta menjaga agar alQur'an tetap terpelihara dalam hati. Orang yang telah hafal seluruh alQur'an disebut al-hâfiz. Untuk menghafal alQur’an, seorang menggunakan metodemetode tertentu, yaitu metode talaqqi, tasmî,,,arad, qirâah fî al-salâh, kitâbah, tafhîm, metode menghafal sendiri menghafal lima ayat lima ayat. Di era sekarang, metodemetode tersebut dapat dibantu dengan menggunakan mediamedia elektronik seperti kaset, CD murattal/program hafalan, tipe recorder, komputer dan lainlain. Penggunaan mediamedia ini hanya sebagai alat bantu, bukan landasan menghafal. 2. Urgensi menghafal alQur'an sangat penting sekali dalam kajian ulum al Qur'an, karena dengan tahfîz alQur'an berarti menjaga keotentikan sumber utama agama Islam yaitu alQur'an. Hal tersebut telah dicontohkan secara langsung baginda Rasulullah Saw. dan sahâbatnya. Dalam ulûm alQur'an urgensi tersebut dijelaskan dalam keutamaan menghafal, membacanya dan memeliharanya dari lupa. Selain itu, menghafal alQur'an merupakan ketentuan Allah kepada ummat Islam untuk menjaga keotentikan dan keaslian kitab sucinya khususnya dari aspek bacaan, hafalan dan makna. Karena aspek inilah yang mendasari kemurniaan ajaran agama Islam terus berkembang sampai saat ini. Selain itu, menghafal alQur'an juga menjaga menjaga silsilah kemutawâtiran alQur'an yang tidak mungkin berubah dan salah sampai akhir masa sebagai salah satu jaminan Allah dalam surat al Hijr/15 ayat 9. 3. Metodemetode menghafal alQur’an ini sudah dilakukan sejak masa Rasul, generasi setelahnya dan sampai kini. Metodemetode tersebut merupakan caracara yang Allah Swt. tetapkan dalam menjaga otentisitas alQur’an, sekaligus tradisi yang sudah melekat bagi kaum muslimin sejak masa itu sampai kini. Dengan demikian metodemetode ini bagian dari ,ulûm al Qur’an yang membahas tahfîz, yaitu cara dan perhatian Nabi Saw. dalam menerima alQur’an, jam, alQur’an, penurunan alQur’an secara gradual, kaidahkaidah menghafal alQur’an dan ayatayat mutasyâbihat. 4. Kajian metode ini menekankan pada tradisi menghafal yang dilakukan Rasul, sahabat dan generasi setelahnya yang sudah berkembang. Beberapa metode juga lahir dari pengalaman pribadi penghafal dan penggunaan mediamedia elektronik sebagai alat bantu dalam menghafal. Kajian metode menghafal al Qur’an yang ditulis alGhautsâni memang dinamis, karena ia menjadikan seluruh potensipotensi seperti tempat, waktu, kejadian, cerita, mediamedia elektronik dan lainnya dalam menghafal, namun tulisannya tidak kritis dan mendalam. Ia hanya menulis caracara metode tertentu. 5. Seorang yang menghafal alQur'an seyogianya menggunakan metodemetode yang terbaik dengan memperhatikan faktor umur, kecerdasan dan kebersihan hati. Dengan memperhatikan tiga faktor ini, seorang dapat menggunakan metodemetode tertentu secara optimal, dia juga dapat menentukan metode metode yang cocok untuk dirinya sendiri. 6. Metode menghafal yang terbaik adalah metode penggabungan, yaitu menggabungkan metode talaqqi, tasmî‘,‘arad, qirâ'ah fi salâh, kitâbah, tafhîm dan menghafal sendiri dalam umurumur potensial, kerena pada umur tersebut perkembangan tubuh, otak, pikiran dan kecerdasan sedang optimal. Dengan menggabungkan metodemetode ini berarti melibatkan seluruh unsur kecerdasan seperti penglihatan, pendengaran, pemahaman dan perasaan. Agar hasil yang didapat menjadi optimal dan kualitas hafalan menjadi kuat, sehingga pada gilirannya seorang dapat menggapai puncak tujuan menghafal yang tertinggi yaitu meraih keridhaan Allah Swt.

B. Saransaran Sesuai dengan topik pembahasan yang menjadi objek penelitian ini, maka akan dikemukakan beberapa saran atas hasil penulisan tesis, yaitu: 1. Perlu adanya komunitaskomunitas dan lembagalembaga tahfîz alQur’an yang merumuskan metodemetode menghafal sesuai umur, kecerdasan dan kebersihan hati. Seluruh potensi pengetahuan dalam diri manusia teroptimalkan dengan baik, yaitu pendengaran, penglihatan dan rasa. 2. Pengalamanpengalaman pribadi dalam menghafal, hendaknya ditulis dan diperkaya dengan pengetahuanpengetahuan dan pengalaman di bidang lain, terutama mediamedia elektronik, sehingga akan ada pengayaan secara berkelanjutan atas metodemetode yang sudah diketahui.

LAMPIRAN AYATAYAT MUTASYÂBIHÂT

Huruf Alif ﺃﹶﺋِﻤﺔﹰ 1 ﻭﺟﻌﻠﹾﻨﺎﻫﻢ ﺃﹶﺋِﻤﺔﹰ ﻳﻬﺪﻭﻥﹶ ﺑِﺄﹶﻣﺮِﻧﺎ ﻭﺃﹶﻭﺣﻴﻨﺎ ﺇِﻟﹶﻴﻬِﻢ ﻓِﻌﻞﹶ ﺍﻟﹾﺨﻴﺮﺍﺕِ ... {٧٣} ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻭﺟﻌﻠﹾﻨﺎﻫﻢ ﺃﹶﺋِﻤﺔﹰ ﻳﺪﻋﻮﻥﹶ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﺭِ ﻭﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺎﻣﺔِ ﻻ ﻳﻨﺼﺮﻭﻥﹶ {٤١} ﺍﻟﻘﺼﺺ ﻭﺟﻌﻠﹾﻨﺎ ﻣِﻨﻬﻢ ﺃﹶﺋِﻤﺔﹰ ﻳﻬﺪﻭﻥﹶ ﺑِﺄﹶﻣﺮِﻧﺎ ﻟﹶﻤﺎ ﺻﺒﺮﻭﺍ ﻭﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻳﻮﻗِﻨﻮﻥﹶ {٢٤} ﺍﻟﺴﺠﺪﺓ ﺃﹶﺭﺳﻠﹾﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ 2 ﻭﻟﹶﻘﹶﺪ ﺃﹶﺭﺳﻠﹾﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻭﺳﻠﹾﻄﹶﺎﻥٍ ﻣﺒِﲔٍ {٩٦} ﻫﻮﺩ ﻭﻟﹶﻘﹶﺪ ﺃﹶﺭﺳﻠﹾﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﺧﺮِﺝ ﻗﹶﻮﻣﻚ ﻣِﻦ ﺍﻟﻈﱡﻠﹸﻤﺎﺕِ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨﻮﺭِ ﻭﺫﹶﻛﱢﺮﻫﻢ ﺑِﺄﹶﻳﺎﻡِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺫﹶﻟِـﻚ ﻵﻳﺎﺕٍ ﻟِﻜﹸﻞﱢ ﺻﺒﺎﺭٍ ﺷﻜﹸﻮﺭٍ ٥{ } ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺛﹸﻢ ﺃﹶﺭﺳﻠﹾﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﻭﺃﹶﺧﺎﻩ ﻫﺎﺭﻭﻥﹶ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻭﺳﻠﹾﻄﹶﺎﻥٍ ﻣﺒِﲔٍ {٤٥} ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ ﻭﻟﹶﻘﹶﺪ ﺃﹶﺭﺳﻠﹾﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻭﺳﻠﹾﻄﹶﺎﻥٍ ﻣﺒِﲔٍ {٢٣} ﻏﺎﻓﺮ ﻭﻟﹶﻘﹶﺪ ﺃﹶﺭﺳﻠﹾﻨﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺇِﻟﹶﻰ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﻣﻠﹶﺌِﻪِ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ ﺇِﻧﻲ ﺭﺳﻮﻝﹸ ﺭﺏ ﺍﻟﹾﻌﺎﻟﹶﻤِﲔ {٤٦} ﺍﻟﺰﺧﺮﻑ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ 3 ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﺘﻜﹸﻮﻥﹶ ﻟﹶﻬﻢ ﻗﹸﻠﹸﻮﺏ ﻳﻌﻘِﻠﹸﻮﻥﹶ ﺑِﻬﺎ ﺃﹶﻭ ﺁﺫﹶﺍﻥﹲ ﻳﺴﻤﻌﻮﻥﹶ ﺑِﻬﺎ ﻓﹶﺈِﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﻌﻤﻰ ﺍﻷَﺑـﺼﺎﺭ ﻭﻟﹶﻜِﻦ ﺗﻌﻤﻰ ﺍﻟﹾﻘﹸﻠﹸﻮﺏ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭِ ٤٦{ } ﺍﳊﺞ ﺃﹶﻭﻟﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَ ﺭﺽِ ﻓﹶﻴﻨﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﺃﹶﺷﺪ ﻣِﻨﻬﻢ ﻗﹸﻮﺓﹰ ﻭﺃﹶﺛﹶـﺎﺭﻭﺍ ﺍﻷَﺭﺽ ﻭﻋﻤﺮﻭﻫﺎ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ ﻣِﻤﺎ ﻋﻤﺮﻭﻫﺎ ﻭﺟﺎﺀَﺗﻬﻢ ﺭﺳﻠﹸﻬﻢ ﺑِﺎﻟﹾﺒﻴﻨﺎﺕِ ﻓﹶﻤﺎ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟِﻴﻈﹾﻠِﻤﻬﻢ ﻭﻟﹶﻜِﻦ ﻛﹶـﺎﻧﻮﺍ ﻳﻈﹾﻠِﻤﻮﻥﺃﹶ ﻧﻔﹸﺴﻬﻢ ٩{ } ﺍﻟﺮﻭﻡ ﺃﹶﻭﻟﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﻴﻨﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻭﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﺃﹶﺷﺪ ﻣِﻨﻬﻢ ﻗﹸﻮﺓﹰ ﻭﻣﺎ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟِﻴﻌﺠِﺰﻩ ﻣِﻦ ﺷﻲﺀٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﻻ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﺇِﻧﻪ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋ ٤٤{ﻠِﻴﻤﺎﹰ ﻗﹶﺪِﻳﺮﺍﹰ } ﻓﺎﻃﺮ ﺃﹶﻭﻟﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﻴﻨﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻫﻢ ﺃﹶﺷﺪ ﻣِﻨﻬﻢ ﻗﹸﻮﺓﹰ ﻭﺁﺛﹶﺎﺭﺍﹰ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﻫﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺑِﺬﹸﻧﻮﺑِﻬِﻢ ﻭﻣﺎ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟﹶﻬﻢ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻣِﻦ ﻭﺍﻕٍ {٢١} ﻏﺎﻓﺮ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﻴﻨﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ ﻣِﻨﻬﻢ ﻭﺃﹶﺷـﺪ ﻗﹸـﻮﺓﹰ ﻭﺁﺛﹶﺎﺭﺍﹰ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﻤﺎ ﺃﹶﻏﹾﻨﻰ ﻋﻨﻬﻢ ﻣﺎ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻳﻜﹾﺴِﺒﻮﻥﹶ {٨٢} ﻏﺎﻓﺮ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﻢ ﻳﺴِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﻴﻨﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﺩﻣﺮ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻭﻟِﻠﹾﻜﹶﺎﻓِﺮِﻳﻦ ﺃﹶﻣﺜﹶﺎﻟﹸﻬﺎ ١٠{ } ﳏﻤﺪ ﺃﹶﻗﹾﺒﻞﹶ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻳﺘﺴﺎﺀَﻟﹸﻮﻥﹶ 4 ﻭﺃﹶﻗﹾﺒﻞﹶ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻳﺘﺴﺎﺀَﻟﹸﻮﻥﹶ {٢٧} ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ﻓﹶﺄﹶﻗﹾﺒﻞﹶ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻳﺘﺴﺎﺀَﻟﹸﻮﻥﹶ {٥٠} ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ﻭﺃﹶﻗﹾﺒﻞﹶ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻳﺘﺴﺎﺀَﻟﹸﻮﻥﹶ {٢٥} ﺍﻟﻄﻮﺭ ﻓﹶﺄﹶﻗﹾﺒﻞﹶ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻳﺘﻼﻭﻣﻮﻥﹶ {٣٠} ﺍﻟﻘﻠﻢ ﺃﹶﻟﹾﻖِ 5 ﻭﺃﹶﻭﺣﻴﻨﺎ ﺇِﻟﹶﻰ ﻣﻮﺳﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﻟﹾﻖِ ﻋﺼﺎﻙ ﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﻫِﻲ ﺗﻠﹾﻘﹶﻒ ﻣﺎ ﻳﺄﹾﻓِﻜﹸﻮﻥﹶ {١١٧}ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﻟﹾﻘِﻬﺎ ﻳﺎ ﻣﻮﺳﻰ {١٩}ﻃﻪ ﻭﺃﹶﻟﹾﻖِ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﻳﻤِﻴﻨِﻚ ﺗﻠﹾﻘﹶﻒ ﻣﺎ ﺻﻨﻌﻮﺍ ﺇِﻧﻤﺎ ﺻﻨﻌﻮﺍ ﻛﹶﻴﺪ ﺳﺎﺣِﺮٍ ﻭﻻ ﻳﻔﹾﻠِﺢ ﺍﻟﺴﺎﺣِﺮ ﺣﻴﺚﹸ ﺃﹶﺗﻰ {٦٩}ﻃﻪ ﻭﺃﹶﻟﹾﻖِ ﻋﺼﺎﻙ ﻓﹶﻠﹶﻤﺎ ﺭﺁﻫﺎ ﺗﻬﺘﺰ ﻛﹶﺄﹶﻧﻬﺎ ﺟﺎﻥﱞ ﻭﻟﱠ ﻰ ﻣﺪﺑِﺮﺍﹰ ﻭﻟﹶﻢ ﻳﻌﻘﱢﺐ ﻳﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﻻ ﺗﺨﻒ ﺇِﻧﻲ ﻻ ﻳﺨﺎﻑ ﻟﹶﺪﻱ }١٠{ﺍﻟﹾﻤﺮﺳﻠﹸﻮﻥﹶ ﺍﻟﻨﻤﻞ ﻭﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶﻟﹾﻖِ ﻋﺼﺎﻙ ﻓﹶﻠﹶﻤﺎ ﺭﺁﻫﺎ ﺗﻬﺘﺰ ﻛﹶﺄﹶﻧﻬﺎ ﺟﺎﻥﱞ ﻭﻟﱠﻰ ﻣﺪﺑِﺮﺍﹰ ﻭﻟﹶﻢ ﻳﻌﻘﱢﺐ ﻳﺎ ﻣﻮﺳﻰ ﺃﹶﻗﹾﺒِﻞﹾ ﻭﻻ ﺗﺨﻒ ﺇِﻧﻚ ﻣِـﻦ {ﺍﻵﻣِﻨِﲔ }٣١ ﺍﻟﻘﺼﺺ

Huruf Ba ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ 6 ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﺇِﺫﹶﺍ ﻗﹶﻀﻰ ﺃﹶﻣﺮﺍﹰ ﻓﹶﺈِﻧﻤﺎ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﻟﹶﻪ ﻛﹸﻦ ﻓﹶﻴﻜﹸﻮﻥﹸ {١١٧} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺑﺪِﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﺃﹶﻧﻰ ﻳﻜﹸﻮﻥﹸ ﻟﹶﻪ ﻭﻟﹶﺪ ﻭﻟﹶﻢ ﺗﻜﹸﻦ ﻟﹶﻪ ﺻﺎﺣِﺒﺔﹲ ..... {١٠١} ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﺑﻌﻀﻜﹸﻢ ﻟِﺒﻌﺾٍ ﻋﺪﻭ 7 ﻓﹶﺄﹶﺯﻟﱠﻬﻤﺎ ﺍﻟﺸﻴﻄﹶﺎﻥﹸ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﹶﺄﹶﺧﺮﺟﻬﻤﺎ ﻣِﻤﺎ ﻛﹶﺎﻧﺎ ﻓِﻴﻪِ ﻭﻗﹸﻠﹾﻨﺎ ﺍﻫﺒِﻄﹸﻮﺍ ﺑﻌﻀﻜﹸﻢ ﻟِﺒﻌﺾٍ ﻋﺪﻭ ﻭﻟﹶﻜﹸﻢ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻣﺴﺘﻘﹶﺮ ﻭﻣﺘﺎﻉ ﺇِﻟﹶﻰ ﺣِﲔٍ {٣٦} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻫﺒِﻄﹸﻮﺍ ﺑﻌﻀﻜﹸﻢ ﻟِﺒﻌﺾٍ ﻋﺪﻭ ﻭﻟﹶﻜﹸﻢ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻣﺴﺘﻘﹶﺮ ﻭﻣﺘﺎﻉ ﺇِﻟﹶﻰ ﺣِﲔٍ {٢٤} ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻫﺒِﻄﹶﺎ ﻣِﻨﻬﺎ ﺟﻤِﻴﻌﺎﹰ ﺑﻌﻀﻜﹸﻢ ﻟِﺒﻌﺾٍ ﻋﺪﻭ ﻓﹶﺈِﻣﺎ ﻳﺄﹾﺗِﻴﻨﻜﹸﻢ ﻣِﻨﻲ ﻫﺪﻯ ﻓﹶﻤﻦ ﺍﺗﺒﻊ ﻫﺪﺍﻱ {١٢٣} ﻃﻪ

Huruf Ta ﺗﻌﺠِﺒﻚ 8 ﻓﹶﻼ ﺗﻌﺠِﺒﻚ ﺃﹶﻣﻮﺍﻟﹸﻬﻢ ﻭﻻ ﺃﹶﻭﻻﺩﻫﻢ ﺇِﻧﻤﺎ ﻳﺮِﻳﺪ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟِﻴﻌﺬﱢﺑﻬﻢ ﺑِﻬﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺤﻴﺎﺓِ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺗﺰﻫﻖ ﺃﹶﻧﻔﹸـﺴﻬﻢ ﻭﻫـﻢ ٥٥{ﻛﹶﺎﻓِﺮﻭﻥﹶ } ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﻻ ﺗﻌﺠِﺒﻚ ﺃﹶﻣﻮﺍﻟﹸﻬﻢ ﻭﺃﹶﻭﻻﺩﻫﻢ ﺇِﻧﻤﺎ ﻳﺮِﻳﺪ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻌﺬﱢﺑﻬﻢ ﺑِﻬﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺗﺰﻫﻖ ﺃﹶﻧﻔﹸﺴﻬﻢ ﻭﻫﻢ ﻛﹶـﺎﻓِﺮﻭﻥﹶ ٨٥{ } ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻳﺘﻬﻢ ﺗﻌﺠِﺒﻚ ﺃﹶﺟﺴﺎﻣﻬﻢ ﻭﺇِﻥﹾ ﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﺗﺴﻤﻊ ﻟِﻘﹶﻮﻟِﻬِﻢ ﻛﹶﺄﹶﻧﻬﻢ ﺧﺸﺐ ﻣﺴﻨﺪﺓﹲ ﻳﺤﺴﺒﻮﻥﹶ ﻛﹸﻞﱠ ﺻـﻴﺤﺔٍ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻫﻢ ﺍﻟﹾﻌﺪﻭ ﻓﹶﺎﺣﺬﹶﺭﻫﻢ ﻗﹶﺎﺗﻠﹶﻬﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺃﹶﻧﻰ ﻳﺆﻓﹶﻜﹸﻮﻥﹶ ٤{ } ﺍﳌﻨﺎﻓﻘﻮﻥ ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ 9 ﺍﻟﺮ ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢِ {١} ﻳﻮﻧﺲ ﺍﻟﺮ ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﹾﻤﺒِﲔِ {١} ﻳﻮﺳﻒ ﺍﳌﺮ ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺃﹸﻧﺰِﻝﹶ ﺇِﻟﹶﻴﻚ ﻣِﻦ ﺭﺑﻚ ﺍﻟﹾﺤﻖ ....{١} ﺍﻟﺮﻋﺪ ﺍﻟﺮ ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻭﻗﹸﺮﺁﻥٍ ﻣﺒِﲔٍ {١} ﺍﳊﺠﺮ ﻃﺴﻢ {١} ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﹾﻤﺒِﲔِ {٢} ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻃﺴﻢ {١} ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﹾﻤﺒِﲔِ {٢} ﺍﻟﻘﺼﺺ ﺍﱂ {١} ﺗِﻠﹾﻚ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢِ {٢} ﻟﻘﻤﺎﻥ ﺗﱰِﻳﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ 10 ﺗﱰِﻳﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻻ ﺭﻳﺐ ﻓِﻴﻪِ ﻣِﻦ ﺭﺏ ﺍﻟﹾﻌﺎﻟﹶﻤِﲔ {٢} ﺍﻟﺴﺠﺪﺓ ﺗﻨﺰِﻳﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰِ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢِ {١} ﺍﻟﺰﻣﺮ ﺗﱰِﻳﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰِ ﺍﻟﹾﻌﻠِﻴﻢِ {٢} ﻏﺎﻓﺮ ﺗﱰِﻳﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰِ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢِ {٢} ﺍﳉﺎﺛﻴﺔ ﺗﻨﺰِﻳﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰِ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢِ {٢} ﺍﻷﺣﻘﺎﻑ

Huruf Tsa ﺛﹸﻢ ﺑﻌﺜﹾﻨﺎ 11 ﺛﹸﻢ ﺑﻌﺜﹾﻨﺎﻛﹸﻢ ﻣِﻦ ﺑﻌﺪِ ﻣﻮﺗِﻜﹸﻢ ﻟﹶﻌﻠﱠﻜﹸﻢ ﺗﺸﻜﹸﺮﻭﻥﹶ {٥٦} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺛﹸﻢ ﺑﻌﺜﹾﻨﺎ ﻣِﻦ ﺑﻌﺪِﻫِﻢ ﻣﻮﺳﻰ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺇِﻟﹶﻰ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﻣﻠﹶﺌِ ﻪِ ﻓﹶﻈﹶﻠﹶﻤـﻮﺍ ﺑِﻬـﺎ ﻓﹶـﺎﻧﻈﹸﺮ ﻛﹶﻴـﻒ ﻛﹶـﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒـﺔﹸ ١٠٣{ﺍﻟﹾﻤﻔﹾﺴِﺪِﻳﻦ } ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ﺛﹸﻢ ﺑﻌﺜﹾﻨﺎ ﻣِﻦ ﺑﻌﺪِﻩِ ﺭﺳﻼﹰ ﺇِﻟﹶﻰ ﻗﹶﻮﻣِﻬِﻢ ﻓﹶﺠﺎﺀُﻭﻫﻢ ﺑِﺎﻟﹾﺒﻴﻨﺎﺕِ ﻓﹶﻤﺎ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻟِﻴﺆﻣِﻨﻮﺍ ﺑِﻤﺎ ﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﺑِﻪِ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﻛﹶﺬﹶﻟِﻚ ﻧﻄﹾﺒﻊ ﻋﻠﹶﻰ ﻗﹸﻠﹸﻮﺏِ ٧٤{ﺍﻟﹾﻤﻌﺘﺪِﻳﻦ } ﻳﻮﻧﺲ ﺛﹸﻢ ﺑﻌﺜﹾﻨﺎ ﻣِﻦ ﺑﻌﺪِﻫِﻢ ﻣﻮﺳﻰ ﻭﻫﺎﺭﻭﻥﹶ ﺇِﻟﹶﻰ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﻣﻠﹶﺌِﻪِ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻓﹶﺎﺳﺘﻜﹾﺒﺮﻭﺍ ﻭﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻗﹶﻮﻣﺎﹰ ﻣﺠﺮِﻣِﲔ {٧٥} ﻳﻮﻧﺲ ﺛﹸﻢ ﺑﻌﺜﹾﻨﺎﻫﻢ ﻟِﻨﻌﻠﹶﻢ ﺃﹶﻱ ﺍﻟﹾﺤِﺰﺑﻴﻦِ ﺃﹶﺣﺼﻰ ﻟِﻤﺎ ﻟﹶﺒِﺜﹸﻮﺍ ﺃﹶﻣﺪﺍﹰ {١٢} ﺍﻟﻜﻬﻒ ﺟﻨﺎﺕ ﻋﺪﻥٍ ﻳﺪﺧﻠﹸﻮﻧﻬﺎ 12 ﺟﻨﺎﺕ ﻋﺪﻥٍ ﻳﺪﺧﻠﹸﻮﻧﻬﺎ ﻭﻣﻦ ﺻﻠﹶﺢ ﻣِﻦ ﺁﺑﺎﺋِﻬِﻢ ﻭﺃﹶﺯﻭﺍﺟِﻬِﻢ ﻭﺫﹸﺭﻳﺎﺗِﻬِﻢ ﻭﺍﻟﹾﻤﻼﺋِﻜﹶﺔﹸ ﻳﺪﺧﻠﹸﻮﻥﹶ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻣِﻦ ﻛﹸﻞﱢ }٢٣{ﺑﺎﺏٍ ﺍﻟﺮﻋﺪ ﺟﻨﺎﺕ ﻋﺪﻥٍ ﻳﺪﺧﻠﹸﻮﻧﻬﺎ ﺗﺠﺮِﻱ ﻣِﻦ ﺗﺤﺘِﻬﺎ ﺍﻷَﻧﻬﺎﺭ ﻟﹶﻬﻢ ﻓِﻴﻬﺎ ﻣـﺎ ﻳـﺸﺎﺀُﻭﻥﹶ ﻛﹶـﺬﹶﻟِﻚ ﻳﺠـﺰِﻱ ﺍﻟﻠﱠـﻪ }٣١{ﺍﻟﹾﻤﺘﻘِﲔ ﺍﻟﻨﺤﻞ ﺟﻨﺎﺕ ﻋﺪﻥٍ ﻳﺪﺧﻠﹸﻮﻧﻬﺎ ﻳﺤﻠﱠﻮﻥﹶ ﻓِﻴﻬﺎ ﻣِﻦ ﺃﹶﺳﺎﻭِﺭ ﻣِﻦ ﺫﹶﻫﺐٍ ﻭﻟﹸﺆﻟﹸﺆﺍﹰ ﻭﻟِﺒﺎﺳﻬﻢ ﻓِﻴﻬﺎ ﺣﺮِﻳﺮ {٣٣} ﻓﺎﻃﺮ ﺟﻨﺎﺕٍ ﻭﻋﻴﻮﻥٍ 13 ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻤﺘﻘِﲔ ﻓِﻲ ﺟﻨﺎﺕٍ ﻭﻋﻴﻮﻥٍ {٤٥} ﺍﳊﺠﺮ ﻓﹶﺄﹶﺧﺮﺟﻨﺎﻫﻢ ﻣِﻦ ﺟﻨﺎﺕٍ ﻭﻋﻴﻮﻥٍ {٥٧} ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻭﺟﻨﺎﺕٍ ﻭﻋﻴﻮﻥٍ {١٣٤} ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻓِﻲ ﺟﻨﺎﺕٍ ﻭﻋﻴﻮﻥٍ {١٤٧}ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻛﹶﻢ ﺗﺮﻛﹸﻮﺍ ﻣِﻦ ﺟﻨﺎﺕٍ ﻭﻋﻴﻮﻥٍ {٢٥} ﺍﻟﺪﺧﺎﻥ

Huruf Ha ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻭﺍ 14 ﻗﹸﻞﹾ ﻣﻦ ﻛﹶ ﺎﻥﹶ ﻓِﻲ ﺍﻟﻀﻼﻟﹶﺔِ ﻓﹶﻠﹾﻴﻤﺪﺩ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻣﺪﺍﹰ ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻭﺍ ﻣﺎ ﻳﻮﻋﺪﻭﻥﹶ ﺇِﻣﺎ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏ ﻭﺇِﻣﺎ ﺍﻟـﺴﺎﻋﺔﹶ ﻓﹶﺴﻴﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺷﺮ ﻣﻜﹶﺎﻧﺎﹰ ﻭﺃﹶﺿﻌﻒ ﺟﻨﺪﺍﹰ {٧٥} ﻣﺮﱘ ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻭﺍ ﻣﺎ ﻳﻮﻋﺪﻭﻥﹶ ﻓﹶﺴﻴﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ ﻣﻦ ﺃﹶﺿﻌﻒ ﻧﺎﺻِﺮﺍﹰ ﻭﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻋﺪﺩﺍﹰ {٢٤} ﺍﳉﻦ ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻭﺍ ﻣﺎ ﻳﻮﻋﺪﻭﻥﹶ 15 ﻗﹸﻞﹾ ﻣﻦ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻓِﻲ ﺍﻟﻀﻠﹶﺎﻟﹶﺔِ ﻓﹶﻠﹾﻴﻤﺪﺩ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻣﺪﺍ ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻭﺍ ﻣﺎ ﻳﻮﻋﺪﻭﻥﹶ ﺇِﻣﺎ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏ ﻭﺇِﻣﺎ ﺍﻟـﺴﺎﻋﺔﹶ ﻓﹶﺴﻴﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺷﺮ ﻣﻜﹶﺎﻧﺎ ﻭﺃﹶﺿﻌﻒ ﺟﻨﺪﺍ {٧٥} ﻣﺮﱘ ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﺭﺃﹶﻭﺍ ﻣﺎ ﻳﻮﻋﺪﻭﻥﹶ ﻓﹶﺴﻴﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ ﻣﻦ ﺃﹶﺿﻌﻒ ﻧﺎﺻِﺮﺍ ﻭﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻋﺪﺩﺍ {٢٤} ﺍﳉﻦ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﻴﺮﻭﺍﹾ ﻣﺎ ﺑِﺄﹶﻧﻔﹸﺴِﻬِﻢ 16 ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪ ﻟﹶﻢ ﻳﻚ ﻣﻐﻴﺮﺍ ﻧﻌﻤﺔﹰ ﺃﹶﻧﻌﻤﻬﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﻗﹶ ﻮﻡٍ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﻴﺮﻭﺍﹾ ﻣﺎ ﺑِﺄﹶﻧﻔﹸﺴِﻬِﻢ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼـﻪ ﺳـﻤِﻴﻊ ﻋﻠِـﻴﻢ ٥٣{ } ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﻟﹶﻪ ﻣﻌﻘﱢﺒﺎﺕ ﻣﻦ ﺑﻴﻦِ ﻳﺪﻳﻪِ ﻭﻣِﻦ ﺧﻠﹾﻔِﻪِ ﻳﺤﻔﹶﻈﹸﻮﻧﻪ ﻣِﻦ ﺃﹶﻣﺮِ ﺍﻟﻠﹼﻪِ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪ ﻻﹶ ﻳﻐﻴﺮ ﻣﺎ ﺑِﻘﹶﻮﻡٍ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﻴـﺮﻭﺍﹾ ﻣـﺎ ﺑِﺄﹶﻧﻔﹸﺴِﻬِﻢ ﻭﺇِﺫﹶﺍ ﺃﹶﺭﺍﺩ ﺍﻟﻠﹼﻪ ﺑِﻘﹶﻮﻡٍ ﺳﻮﺀًﺍ ﻓﹶﻼﹶ ﻣﺮﺩ ﻟﹶﻪ ﻭﻣﺎ ﻟﹶﻬﻢ ﻣﻦ ﺩﻭﻧِﻪِ ﻣِﻦ ﻭﺍﻝٍ {١١} ﺍﻟﺮﻋﺪ

Huruf Kha ﺧﺎﻟِﺪِﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ ﺃﹶﺑﺪﺍ 17 ﺧﺎﻟِﺪِﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ ﺃﹶﺑﺪﺍ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﹼﻪ ﻋِﻨﺪﻩ ﺃﹶﺟﺮ ﻋﻈِﻴﻢ {٢٢} ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﺧﺎﻟِﺪِﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ ﺃﹶﺑﺪﺍ ﻟﱠﺎ ﻳﺠِﺪﻭﻥﹶ ﻭﻟِﻴﺎ ﻭﻟﹶﺎ ﻧﺼِﲑﺍ {٦٥} ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺧﺎﻟِﺪِﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ ﻻﹶ ﻳﺨﻔﱠﻒ ﻋﻨﻬﻢ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏ ﻭﻻﹶ ﻫﻢ ﻳﻨﻈﹶﺮﻭﻥﹶ 18 ﺧﺎﻟِﺪِﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ ﻻﹶ ﻳﺨﻔﱠﻒ ﻋﻨﻬﻢ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏ ﻭﻻﹶ ﻫﻢ ﻳﻨﻈﹶﺮﻭﻥﹶ {١٦٢} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺧﺎﻟِﺪِﻳﻦ ﻓِﻴﻬﺎ ﻻﹶ ﻳﺨﻔﱠﻒ ﻋﻨﻬﻢ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏ ﻭﻻﹶ ﻫﻢ ﻳﻨﻈﹶﺮﻭﻥﹶ {٨٨} ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ

Huruf Da ﺩﻋﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺨﻠِﺼِﲔ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ 19 ﻫﻮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻳﺴﻴﺮﻛﹸﻢ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺒﺮ ﻭﺍﻟﹾﺒﺤﺮِ ﺣﺘﻰ ﺇِﺫﹶﺍ ﻛﹸﻨﺘﻢ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻔﹸﻠﹾﻚِ ﻭﺟﺮﻳﻦ ﺑِﻬِﻢ ﺑِﺮِﻳﺢٍ ﻃﹶﻴﺒﺔٍ ﻭﻓﹶﺮِﺣﻮﺍ ﺑِﻬﺎ ﺟﺎﺀَﺗﻬﺎ ﺭِﻳﺢ ﻋﺎﺻِﻒ ﻭﺟﺎ ﺀَﻫﻢ ﺍﻟﹾﻤﻮﺝ ﻣِﻦ ﻛﹸﻞﱢ ﻣﻜﹶﺎﻥٍ ﻭﻇﹶﻨﻮﺍ ﺃﹶﻧﻬﻢ ﺃﹸﺣِﻴﻂﹶ ﺑِﻬِﻢ ﺩﻋﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺨﻠِﺼِﲔ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻟﹶﺌِﻦ ﺃﹶﻧﺠﻴﺘﻨﺎ ﻣِﻦ ﻫﺬِﻩِ ﻟﹶﻨﻜﹸﻮﻧﻦ ﻣِﻦ ﺍﻟﺸﺎﻛِﺮِﻳﻦ }٢٢{ ﻳﻮﻧﺲ ﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﺭﻛِﺒﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻔﹸﻠﹾﻚِ ﺩﻋﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺨﻠِﺼِﲔ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺪ ﻳﻦ ﻓﹶﻠﹶﻤﺎ ﻧﺠﺎﻫﻢ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺒﺮ ﺇِﺫﹶﺍ ﻫﻢ ﻳـﺸﺮِﻛﹸﻮﻥﹶ {٦٥} ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ﻭﺇِﺫﹶﺍ ﻏﹶﺸِﻴﻬﻢ ﻣﻮﺝ ﻛﹶﺎﻟﻈﱡﻠﹶﻞِ ﺩﻋﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﺨﻠِﺼِﲔ ﻟﹶﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻓﹶﻠﹶﻤﺎ ﻧﺠﺎﻫﻢ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺒﺮ ﻓﹶﻤِﻨﻬﻢ ﻣﻘﹾﺘـﺼِﺪ ﻭﻣـﺎ ﻳﺠﺤﺪ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺇِﻻﱠ ﻛﹸﻞﱡ ﺧ }٣٢{ﺘﺎﺭٍ ﻛﹶﻔﹸﻮﺭٍ ﻟﻘﻤﺎﻥ

Huruf Dza ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﺤﻖ 20 ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﺤﻖ ﻭﺃﹶﻧﻪ ﻳﺤﻲِ ﺍﻟﹾﻤﻮﺗﻰ ﻭﺃﹶﻧﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﺷﻲﺀٍ ﻗﹶﺪِﻳﺮ {٦} ﺍﳊﺞ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﺤﻖ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﻣﺎ ﻳﺪﻋﻮﻥﹶ ﻣِﻦ ﺩﻭﻧِﻪِ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﺒﺎﻃِﻞﹸ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﻌﻠِﻲ ﺍﻟﹾﻜﹶﺒِﲑ {٦٢} ﺍﳊﺞ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﺤﻖ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﻣﺎ ﻳﺪﻋﻮﻥﹶ ﻣِﻦ ﺩﻭﻧِﻪِ ﺍﻟﹾﺒﺎﻃِﻞﹸ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﻌﻠِﻲ ﺍﻟﹾﻜﹶﺒِﲑ {٣٠} ﻟﻘﻤﺎﻥ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻧﻬﻢ ﺷﺎﻗﱡﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﹶﻪ ﻭﻣﻦ ﻳﺸﺎﻗِﻖ ﺍﻟﻠﱠﻪ 21 ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻧﻬﻢ ﺷﺎﻗﱡﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﹶﻪ ﻭﻣﻦ ﻳﺸﺎﻗِﻖ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﹶﻪ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺷﺪِﻳﺪ ﺍﻟﹾﻌِﻘﹶﺎﺏِ {١٣} ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﺄﹶﻧﻬﻢ ﺷﺎﻗﱡﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﹶﻪ ﻭﻣﻦ ﻳﺸﺎﻕ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺷﺪِﻳﺪ ﺍﻟﹾﻌِﻘﹶﺎﺏِ {٤} ﺍﳊﺸﺮ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﻤﺎ ﻗﹶﺪﻣﺖ 22 ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﻤﺎ ﻗﹶﺪﻣﺖ ﺃﹶﻳﺪِﻳﻜﹸﻢ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟﹶﻴﺲ ﺑِﻈﹶﻼﱠﻡٍ ﻟِﻠﹾﻌﺒِﻴﺪِ {١٨٢} ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﻤﺎ ﻗﹶﺪﻣﺖ ﺃﹶﻳﺪِﻳﻜﹸﻢ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟﹶﻴﺲ ﺑِﻈﹶﻼﱠﻡٍ ﻟِﻠﹾﻌﺒِﻴﺪِ {٥١} ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﺫﹶﻟِﻚ ﺑِﻤﺎ ﻗﹶﺪﻣﺖ ﻳﺪﺍﻙ ﻭﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻟﹶﻴﺲ ﺑِﻈﹶﻼﱠﻡٍ ﻟِﻠﹾﻌﺒِﻴﺪِ {١٠} ﺍﳊﺞ

Huruf Ra ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ 23 ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﹶﺎﻋﺒﺪﻩ ﻭﺍﺻﻄﹶﺒِﺮ ﻟِﻌِﺒﺎﺩﺗِﻪِ ﻫﻞﹾ ﺗﻌﻠﹶﻢ ﻟﹶﻪ ﺳﻤِﻴﺎﹰ {٦٥} ﻣﺮﱘ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺇﻥﹾ ﻛﹸﻨﺘﻢ ﻣﻮﻗِﻨِﲔ {٢٤} ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻭﺭﺏ ﺍﻟﹾﻤﺸﺎﺭِﻕِ {٥} ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰ ﺍﻟﹾﻐﻔﱠﺎﺭ {٦٦} ﺹ ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨﺘﻢ ﻣﻮﻗِﻨِﲔ {٧} ﺍﻟﺪﺧﺎﻥ ﺭﺏ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦِ ﻻ ﻳﻤﻠِﻜﹸﻮﻥﹶ ﻣِﻨﻪ ﺧِﻄﹶﺎﺑﺎﹰ {٣٧} ﺗﺒﺎﺭﻙ ﺭﺑﻲ ﻭﺭﺑﻜﹸﻢ 24 ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺭﺑﻲ ﻭﺭﺑﻜﹸﻢ ﻓﹶﺎﻋﺒﺪﻭﻩ ﻫﺬﹶﺍ ﺻِﺮﺍﻁﹲ ﻣﺴﺘﻘِﻴﻢ {٥١} ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﻭﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺭﺑﻲ ﻭﺭﺑﻜﹸﻢ ﻓﹶﺎﻋﺒﺪﻭﻩ ﻫﺬﹶﺍ ﺻِﺮﺍﻁﹲ ﻣﺴﺘﻘِﻴﻢ {٣٦} ﻣﺮﱘ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻫﻮ ﺭﺑﻲ ﻭﺭﺑﻜﹸﻢ ﻓﹶﺎﻋﺒﺪﻭﻩ ﻫﺬﹶﺍ ﺻِﺮﺍﻁﹲ ﻣﺴﺘﻘِﻴﻢ {٦٤} ﺍﻟﺰﺧﺮﻑ

Huruf Sin ﺳﺒﺢ ﻟِﻠﱠﻪِ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ 25 ﺳﺒﺢ ﻟِﻠﱠﻪِ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢ {١}ﺍﳊﺪﻳﺪ ﺳﺒﺢ ﻟِﻠﱠﻪِ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢ {١} ﺍﳊﺸﺮ ﺳﺒﺢ ﻟِﻠﱠﻪِ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﹾﻌﺰِﻳﺰ ﺍﻟﹾﺤﻜِﻴﻢ {١} ﺍﻟﺼﻒ ﺳِﻲﺀَ ﺑِﻬِﻢ ﻭﺿﺎﻕ ﺑِﻬِﻢ ﺫﹶﺭﻋﺎﹰ 26 ﻭﻟﹶﻤﺎ ﺟﺎﺀَﺕ ﺭﺳﻠﹸﻨﺎ ﻟﹸﻮﻃﺎﹰ ﺳِﻲﺀَ ﺑِﻬِﻢ ﻭﺿﺎﻕ ﺑِﻬِﻢ ﺫﹶﺭﻋﺎﹰ ﻭﻗﹶﺎﻝﹶ ﻫﺬﹶﺍ ﻳﻮﻡ ﻋﺼِﻴﺐ {٧٧} ﻫﻮﺩ ﻭﻟﹶﻤﺎ ﺃﹶﻥﹾ ﺟﺎﺀَﺕ ﺭﺳﻠﹸﻨﺎ ﻟﹸﻮﻃﺎﹰ ﺳِﻲﺀَ ﺑِﻬِﻢ ﻭﺿﺎﻕ ﺑِﻬِﻢ ﺫﹶﺭﻋﺎﹰ ﻭﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻻ ﺗﺨﻒ ﻭﻻ ﺗﺤﺰﻥﹾ ﺇِﻧـﺎ ﻣﻨﺠـﻮﻙ ﻭﺃﹶﻫﻠﹶﻚ ﺇِﻻﱠ ﺍﻣﺮﺃﹶﺗﻚ ﻛﹶﺎﻧﺖ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﻐﺎﺑِﺮِﻳﻦ }٣٣{ ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ

Huruf Syin ﺷﻬِﻴﺪﺍﹰ 27 ﻓﹶﻜﹶﻔﹶﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺷﻬِﻴﺪﺍﹰ ﺑﻴﻨﻨﺎ ﻭﺑﻴﻨﻜﹸﻢ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨﺎ ﻋﻦ ﻋِﺒﺎﺩﺗِﻜﹸﻢ ﻟﹶﻐﺎﻓِﻠِﲔ {٢٩} ﻳﻮﻧﺲ ﻭﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻟﹶ ﺴﺖ ﻣﺮﺳﻼﹰ ﻗﹸﻞﹾ ﻛﹶﻔﹶﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺷﻬِﻴﺪﺍﹰ ﺑﻴﻨِﻲ ﻭﺑﻴﻨﻜﹸﻢ ﻭﻣﻦ ﻋِﻨﺪﻩ ﻋِﻠﹾﻢ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏِ {٤٣} ﺍﻟﺮﻋﺪ ﻗﹸﻞﹾ ﻛﹶﻔﹶﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺷﻬِﻴﺪﺍﹰ ﺑﻴﻨِﻲ ﻭﺑﻴﻨﻜﹸﻢ ﺇِﻧﻪ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺑِﻌِﺒﺎﺩِﻩِ ﺧﺒِﲑﺍﹰ ﺑﺼِﲑﺍﹰ {٩٦} ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ﻗﹸﻞﹾ ﻛﹶﻔﹶﻰ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺑﻴﻨِﻲ ﻭﺑﻴﻨ ﻜﹸﻢ ﺷﻬِﻴﺪﺍﹰ ﻳﻌﻠﹶﻢ ﻣﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕِ ﻭﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﺑِﺎﻟﹾﺒﺎﻃِﻞِ ﻭﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﹾﺨﺎﺳِﺮﻭﻥﹶ ٥٢{ } ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ

Huruf Shad ﺻﻢ ﺑﻜﹾﻢ ﻋﻤﻲ ﻓﹶﻬﻢ ﻻ ﻳﺮﺟِﻌﻮﻥﹶ 28 ﺻﻢ ﺑﻜﹾﻢ ﻋﻤﻲ ﻓﹶﻬﻢ ﻻ ﻳﺮﺟِﻌﻮﻥﹶ {١٨} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻭﻣﺜﹶﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻛﹶﻤﺜﹶﻞِ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻳﻨﻌِﻖ ﺑِﻤﺎ ﻻ ﻳﺴﻤﻊ ﺇِﻻﱠ ﺩﻋﺎﺀً ﻭﻧِـﺪﺍﺀً ﺻـﻢ ﺑﻜﹾـﻢ ﻋﻤـﻲ ﻓﹶﻬـﻢ ﻻ }١٧١{ﻳﻌﻘِﻠﹸﻮﻥﹶ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ Huruf Da ﺿﻴﻒِ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ 29 ﻭﻧﺒﺌﹾﻬﻢ ﻋﻦ ﺿﻴﻒِ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ {٥١} ﺍﳊﺠﺮ ﻫﻞﹾ ﺃﹶﺗﺎﻙ ﺣﺪِﻳﺚﹸ ﺿﻴﻒِ ﺇِﺑﺮﺍﻫِﻴﻢ ﺍﻟﹾﻤﻜﹾﺮﻣِﲔ {٢٤} ﺍﻟﺬﺍﺭﻳﺎﺕ

Huruf ‘A ﻋﻠِﻤﺖ ﻧﻔﹾﺲ 30 ﻋﻠِﻤﺖ ﻧﻔﹾﺲ ﻣﺎ ﺃﹶﺣﻀﺮﺕ {١٤} ﺍﻟﺘﻜﻮﻳﺮ ﻋﻠِﻤﺖ ﻧﻔﹾﺲ ﻣﺎ ﻗﹶﺪﻣﺖ ﻭﺃﹶﺧﺮﺕ {٥} ﺍﻹﻧﻔﻄﺎﺭ

Huruf Fa ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﻴﺤﺔﹸ 31 ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﻴﺤﺔﹸ ﻣﺸﺮِﻗِﲔ {٧٣} ﺍﳊﺠﺮ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﻴﺤﺔﹸ ﻣﺼﺒِﺤِﲔ {٨٣} ﺍﳊﺠﺮ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﻴﺤﺔﹸ ﺑِﺎﻟﹾﺤﻖ ﻓﹶﺠﻌﻠﹾﻨﺎﻫﻢ ﻏﹸﺜﹶﺎﺀً ﻓﹶﺒﻌﺪﺍﹰ ﻟِﻠﹾﻘﹶﻮﻡِ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِﻤِﲔ {٤١} ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ ﻓﹶﺄﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤِﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼﺎﻟِﺤﺎﺕِ 32 ﻓﹶﺄﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤِﻠﹸ ﻮﺍ ﺍﻟﺼﺎﻟِﺤﺎﺕِ ﻓﹶﻴﻮﻓﱢﻴﻬِﻢ ﺃﹸﺟﻮﺭﻫﻢ ﻭﻳﺰِﻳﺪﻫﻢ ﻣِﻦ ﻓﹶﻀﻠِﻪِ ﻭﺃﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠـﺬِﻳﻦ ﺍﺳـﺘﻨﻜﹶﻔﹸﻮﺍ ﻭﺍﺳﺘﻜﹾﺒﺮﻭﺍ ﻓﹶﻴﻌﺬﱢﺑﻬﻢ ﻋﺬﹶﺍﺑﺎﹰ ﺃﹶﻟِﻴﻤﺎﹰ ﻭﻻ ﻳﺠِﺪﻭﻥﹶ ﻟﹶﻬﻢ ﻣِﻦ ﺩﻭﻥِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭﻟِﻴﺎﹰ ﻭﻻ ﻧﺼِﲑﺍﹰ }١٧٣{ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻓﹶﺄﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤِﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼﺎﻟِﺤﺎﺕِ ﻓﹶﻬﻢ ﻓِﻲ ﺭﻭﺿﺔٍ ﻳﺤﺒﺮﻭﻥﹶ {١٥} ﺍﻟﺮﻭﻡ ﻓﹶﺄﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤِﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼﺎﻟِﺤﺎﺕِ ﻓﹶﻴﺪﺧِﻠﹸﻬﻢ ﺭﺑﻬﻢ ﻓِﻲ ﺭﺣﻤﺘِﻪِ ﺫﹶﻟِﻚ ﻫﻮ ﺍﻟﹾﻔﹶﻮﺯ ﺍﻟﹾﻤﺒِﲔ {٣٠} ﺍﳉﺎﺛﻴﺔ ﻓﹶﺄﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ 33 ﻓﹶﺄﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻓﹶﺄﹸﻋﺬﱢﺑﻬﻢ ﻋﺬﹶﺍﺑﺎﹰ ﺷﺪِﻳﺪﺍﹰ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻵﺧِﺮﺓِ ﻭﻣﺎ ﻟﹶﻬﻢ ﻣِﻦ ﻧﺎﺻِﺮِﻳﻦ {٥٦} ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﻭﺃﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻭﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻭﻟِﻘﹶﺎﺀِ ﺍﻵﺧِﺮﺓِ ﻓﹶﺄﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏِ ﻣﺤﻀﺮﻭﻥﹶ {١٦} ﺍﻟﺮﻭﻡ ﻭﺃﹶﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﻢ ﺗﻜﹸﻦ ﺁﻳﺎﺗِﻲ ﺗﺘﻠﹶﻰ ﻋﻠﹶﻴﻜﹸﻢ ﻓﹶﺎﺳﺘﻜﹾﺒﺮﺗﻢ ﻭﻛﹸﻨﺘﻢ ﻗﹶﻮﻣﺎﹰ ﻣﺠﺮِﻣِﲔ {٣١} ﺍﳉﺎﺛﻴﺔ ﻓﹶﺘﻮﻝﱠ ﻋﻨﻬﻢ 34 ﻓﹶﺘﻮﻝﱠ ﻋﻨﻬﻢ ﺣﺘﻰ ﺣِﲔ ٍ {١٧٤} ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ﻓﹶﺘﻮﻝﱠ ﻋﻨﻬﻢ ﻓﹶﻤﺎ ﺃﹶﻧﺖ ﺑِﻤﻠﹸﻮﻡٍ {٥٤} ﺍﻟﺬﺍﺭﻳﺎﺕ ﻓﹶﺘﻮﻝﱠ ﻋﻨﻬﻢ ﻳﻮﻡ ﻳﺪﻉ ﺍﻟﺪﺍﻋِﻲ ﺇِﻟﹶﻰ ﺷﻲﺀٍ ﻧﻜﹸﺮٍ {٦} ﺍﻟﻘﻤﺮ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ 35 ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﺄﹶﳒﹶﻴﻨﺎﻩ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻌﻪ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻔﹸﻠﹾﻚِ ﻭﺃﹶﻏﹾﺮﻗﹾﻨﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺇِﻧﻬﻢ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍ ﻗﹶﻮﻣـﺎﹰ ﻋﻤِـﲔ {٦٤} ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﻨﺠﻴﻨﺎﻩ ﻭﻣﻦ ﻣﻌ ﻪ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻔﹸﻠﹾﻚِ ﻭﺟﻌﻠﹾﻨﺎﻫﻢ ﺧﻼﺋِﻒ ﻭﺃﹶﻏﹾﺮﻗﹾﻨﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻓﹶﺎﻧﻈﹸﺮ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ٧٣{ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻨﺬﹶﺭِﻳﻦ } ﻳﻮﻧﺲ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﺄﹶﻫﻠﹶﻜﹾﻨﺎﻫﻢ ﺇِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺫﹶﻟِﻚ ﻵﻳﺔﹰ ﻭﻣﺎ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮﻫﻢ ﻣﺆﻣِﻨِﲔ {١٣٩} ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﻫﻢ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﻳﻮﻡِ ﺍﻟﻈﱡﻠﱠﺔِ ﺇِﻧﻪ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﻳﻮﻡٍ ﻋﻈِﻴﻢٍ {١٨٩} ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﺗﻬﻢ ﺍﻟﺮﺟﻔﹶﺔﹸ ﻓﹶﺄﹶﺻﺒﺤﻮﺍ ﻓِﻲ ﺩﺍﺭِﻫِﻢ ﺟﺎﺛِﻤِﲔ {٣٧} ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﺈِﻧﻬﻢ ﻟﹶﻤﺤﻀﺮﻭﻥﹶ {١٢٧} ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﻩ ﻓﹶﻌﻘﹶﺮﻭﻫﺎ ﻓﹶﺪﻣﺪﻡ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﺭﺑﻬﻢ ﺑِﺬﹶﻧﺒِﻬِﻢ ﻓﹶﺴﻮﺍﻫﺎ {١٤} ﺍﻟﺸﻤﺲ

Huruf Qaf ﻗﹸﺮﺁﻧﺎﹰ ﻋﺮﺑِﻴﺎﹰ ﻟﹶﻌﻠﱠﻜﹸﻢ ﺗﻌﻘِﻠﹸﻮﻥﹶ 36 ﺇِﻧﺎ ﺃﹶﻧﺰﻟﹾﻨﺎﻩ ﻗﹸﺮﺁﻧﺎﹰ ﻋﺮﺑِﻴﺎﹰ ﻟﹶﻌﻠﱠﻜﹸﻢ ﺗﻌﻘِﻠﹸﻮﻥﹶ {٢} ﻳﻮﺳﻒ ﺇِﻧﺎ ﺟﻌﻠﹾﻨﺎﻩ ﻗﹸﺮﺁﻧﺎﹰ ﻋﺮﺑِﻴﺎﹰ ﻟﹶﻌﻠﱠﻜﹸﻢ ﺗﻌﻘِﻠﹸﻮﻥﹶ {٣}ﺍﻟﺰﺧﺮﻑ ﻗﹸﻞﹾ ﺳِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﺎﻧﻈﹸﺮﻭﺍ 37 ﻗﹸﻞﹾ ﺳِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﺛﹸﻢ ﺍﻧﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻜﹶﺬﱢﺑِﲔ {١١} ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻗﹸﻞﹾ ﺳِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﺎﻧﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﺠﺮِﻣِﲔ {٦٩} ﺍﻟﻨﻤﻞ ﻗﹸﻞﹾ ﺳِﲑ ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﺎﻧﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﺑﺪﺃﹶ ﺍﻟﹾﺨﻠﹾﻖ ﺛﹸﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻳﻨﺸِﺊﹸ ﺍﻟﻨﺸﺄﹶﺓﹶ ﺍﻵﺧِﺮﺓﹶ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﺷـﻲﺀٍ }٢٠{ﻗﹶﺪِﻳﺮ ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ﻗﹸﻞﹾ ﺳِﲑﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻓﹶﺎﻧﻈﹸﺮﻭﺍ ﻛﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋﺎﻗِﺒﺔﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮﻫﻢ ﻣﺸﺮِﻛِﲔ {٤٢} ﺍﻟﺮﻭﻡ

Huruf Kaf ﻛﹶﺪﺃﹾﺏِ ﺁﻝِ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ 38 ﻛﹶﺪﺃﹾﺏِ ﺁﻝِ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﻫﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺑِﺬﹸﻧﻮﺑِﻬِﻢ ﻭﺍﻟﻠﱠـﻪ ﺷـﺪِﻳﺪ ﺍﻟﹾﻌِﻘﹶـﺎﺏِ }١١{ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﻛﹶﺪﺃﹾﺏِ ﺁﻝِ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺕِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹶﻫﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺑِﺬﹸﻧﻮﺑِﻬِﻢ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻗﹶﻮِﻱ ﺷـﺪِﻳﺪ ٥٢{ﺍﻟﹾﻌِﻘﹶﺎﺏِ } ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﻛﹶﺪﺃﹾﺏِ ﺁﻝِ ﻓِﺮﻋﻮﻥﹶ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻠِﻬِﻢ ﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍﹾ ﺑﺂﻳﺎﺕِ ﺭﺑﻬِﻢ ﻓﹶﺄﹶﻫﻠﹶﻜﹾﻨﺎﻫﻢ ﺑِﺬﹸﻧﻮﺑِﻬِﻢ ﻭ ﺃﹶﻏﹾﺮﻗﹾﻨـﺎ ﺁﻝﹶ ﻓِﺮﻋـﻮﻥﹶ ﻭﻛﹸﻞﱞ ﻛﹶﺎﻧﻮﺍﹾ ﻇﹶﺎﻟِﻤِﲔ }٥٤{ ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﻛﹶﺬﱠﺑﺖ ﻗﹶﺒﻠﹶﻬﻢ ﻗﹶﻮﻡ ﻧﻮﺡٍ 39 ﻭﺇِﻥﹾ ﻳﻜﹶﺬﱢﺑﻮﻙ ﻓﹶﻘﹶﺪ ﻛﹶﺬﱠﺑﺖ ﻗﹶﺒﻠﹶﻬﻢ ﻗﹶﻮﻡ ﻧﻮﺡٍ ﻭﻋﺎﺩ ﻭﺛﹶﻤﻮﺩ {٤٢} ﺍﳊﺞ ﻛﹶﺬﱠﺑﺖ ﻗﹶﺒﻠﹶﻬﻢ ﻗﹶﻮﻡ ﻧﻮﺡٍ ﻭﻋﺎﺩ ﻭﻓِﺮﻋﻮﻥﹸ ﺫﹸﻭ ﺍﻷَﻭﺗﺎﺩِ {١٢} ﺹ ﻛﹶﺬﱠﺑﺖ ﻗﹶﺒﻠﹶﻬﻢ ﻗﹶﻮﻡ ﻧﻮﺡٍ ﻭﺍﻷَﺣﺰﺍﺏ ﻣِﻦ ﺑﻌﺪِﻫِﻢ ﻭﻫﻤﺖ ﻛﹸﻞﱡ ﺃﹸﻣﺔٍ ﺑِﺮﺳﻮﻟِﻬِﻢ ﻟِﻴﺄﹾﺧﺬﹸﻭﻩ ﻭﺟﺎﺩﻟﹸﻮﺍ ﺑِﺎﻟﹾﺒﺎﻃِـﻞِ ﻟِﻴﺪﺣِﻀﻮﺍ ﺑِﻪِ ﺍﻟﹾﺤﻖ ﻓﹶﺄﹶﺧﺬﹾﺗﻬﻢ ﻓﹶﻜﹶﻴﻒ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋِﻘﹶﺎﺏِ ٥{ } ﻏﺎﻓﺮ ﻛﹶﺬﱠﺑﺖ ﻗﹶﺒﻠﹶﻬﻢ ﻗﹶﻮﻡ ﻧﻮﺡٍ ﻭﺃﹶﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺮﺱ ﻭﺛﹶﻤﻮﺩ {١٢}ﻕ ﻛﹶﺬﱠﺑﺖ ﻗﹶﺒﻠﹶﻬﻢ ﻗﹶﻮﻡ ﻧﻮﺡٍ ﻓﹶﻜﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﻋﺒﺪﻧﺎ ﻭﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻣﺠﻨﻮﻥﹲ ﻭﺍﺯﺩﺟِﺮ {٩} ﺍﻟﻘﻤﺮ ﻛﹸﻞﱡ ﻧﻔﹾﺲٍ ﺫﹶﺍﺋِﻘﹶﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻮﺕِ 40 ﻛﹸﻞﱡ ﻧﻔﹾﺲٍ ﺫﹶﺍﺋِﻘﹶﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻮﺕِ ﻭﺇِﻧﻤﺎ ﺗﻮﻓﱠﻮﻥﹶ ﺃﹸﺟﻮﺭﻛﹸﻢ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻘِﻴ ﺎﻣﺔِ ﻓﹶﻤﻦ ﺯﺣﺰِﺡ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭِ ﻭﺃﹸﺩﺧِﻞﹶ ﺍﻟﹾﺠﻨﺔﹶ ﻓﹶﻘﹶـﺪ ﻓﹶﺎﺯ ﻭﻣﺎ ﺍﻟﹾﺤﻴﺎﺓﹸ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺇِﻻﱠ ﻣﺘﺎﻉ ﺍﻟﹾﻐﺮﻭﺭِ }١٨٥{ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻛﹸﻞﱡ ﻧﻔﹾﺲٍ ﺫﹶﺍﺋِﻘﹶﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻮﺕِ ﻭﻧﺒﻠﹸﻮﻛﹸﻢ ﺑِﺎﻟﺸﺮ ﻭﺍﻟﹾﺨﻴﺮِ ﻓِﺘﻨﺔﹰ ﻭﺇِﻟﹶﻴﻨﺎ ﺗﺮﺟﻌﻮﻥﹶ {٣٥} ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻛﹸﻞﱡ ﻧﻔﹾﺲٍ ﺫﹶﺍﺋِﻘﹶﺔﹸ ﺍﻟﹾﻤﻮﺕِ ﺛﹸﻢ ﺇِﻟﹶﻴﻨﺎ ﺗﺮﺟﻌﻮﻥﹶ {٥٧} ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ

Huruf Lam ﻻ ﺗﺤﺴﺒﻦ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ 41 ﻻ ﺗﺤﺴﺒﻦ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻳﻔﹾﺮﺣﻮﻥﹶ ﺑِﻤﺎ ﺃﹶﺗﻮﺍ ﻭﻳﺤِﺒﻮﻥﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﺤﻤﺪﻭﺍ ﺑِﻤﺎ ﻟﹶﻢ ﻳﻔﹾﻌﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﻼ ﺗﺤـﺴﺒﻨﻬﻢ ﺑِﻤﻔﹶـﺎﺯﺓٍ ﻣِـﻦ ﺍﻟﹾﻌﺬﹶﺍﺏِ ﻭﻟﹶﻬﻢ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﺃﹶﻟِﻴﻢ ١٨٨{ } ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﻻ ﺗﺤﺴﺒﻦ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻣﻌﺠِﺰِﻳﻦ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭﺽِ ﻭﻣﺄﹾﻭﺍﻫﻢ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﻟﹶﺒِﺌﹾﺲ ﺍﻟﹾﻤﺼِﲑ {٥٧} ﺍﻟﻨﻮﺭ ﻻ ﺟﺮﻡ ﺃﹶﻧﻬﻢ ﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮﺓِ ﻫﻢ 42 ﻻ ﺟﺮﻡ ﺃﹶﻧﻬﻢ ﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮﺓِ ﻫﻢ ﺍﻷَﺧﺴﺮﻭﻥﹶ {٢٢} ﻫﻮﺩ ﻻ ﺟﺮﻡ ﺃﹶﻧﻬﻢ ﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮﺓِ ﻫﻢ ﺍﻟﹾﺨﺎﺳِﺮﻭﻥﹶ {١٠٩} ﺍﻟﻨﺤﻞ ﻟﱠﺎ ﻳﻨﻔﹶﻊ 43 ﻓﹶﻴﻮﻣﺌِﺬٍ ﻟﱠﺎ ﻳﻨﻔﹶﻊ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻇﹶﻠﹶﻤﻮﺍ ﻣﻌﺬِﺭﺗﻬﻢ ﻭﻟﹶﺎ ﻫﻢ ﻳﺴﺘﻌﺘﺒﻮﻥﹶ {٥٧} ﺍﻟﺮﻭﻡ ﻗﹸﻞﹾ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﹾﻔﹶﺘﺢِ ﻟﹶﺎ ﻳﻨﻔﹶﻊ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﺇِﳝﺎﻧﻬﻢ ﻭﻟﹶﺎ ﻫﻢ ﻳﻨﻈﹶﺮﻭﻥﹶ {٢٩} ﺍﻟﺴﺠﺪﺓ ﻳﻮﻡ ﻟﹶﺎ ﻳﻨﻔﹶﻊ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِﻤِﲔ ﻣﻌﺬِﺭﺗﻬﻢ ﻭﻟﹶﻬﻢ ﺍﻟﻠﱠﻌﻨﺔﹸ ﻭﻟﹶﻬﻢ ﺳﻮﺀُ ﺍﻟﺪﺍﺭِ {٥٢} ﻏﺎﻓﺮ

Huruf Mim ﻣﻦ ﺟﺎﺀَ ﺑِﺎﻟﹾﺤﺴﻨﺔِ 44 ﻣﻦ ﺟﺎﺀَ ﺑِﺎﻟﹾﺤﺴﻨﺔِ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﻋﺸﺮ ﺃﹶﻣﺜﹶﺎﻟِﻬﺎ ﻭﻣﻦ ﺟﺎﺀَ ﺑِﺎﻟﺴﻴﺌﹶﺔِ ﻓﹶﻼ ﻳﺠ ﺰﻯ ﺇِﻻﱠ ﻣِﺜﹾﻠﹶﻬﺎ ﻭﻫﻢ ﻻ ﻳﻈﹾﻠﹶﻤـﻮﻥﹶ {١٦٠} ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻣﻦ ﺟﺎﺀَ ﺑِﺎﻟﹾﺤﺴﻨﺔِ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﺎ ﻭﻫﻢ ﻣِﻦ ﻓﹶﺰﻉٍ ﻳﻮﻣﺌِﺬٍ ﺁﻣِﻨﻮﻥﹶ {٨٩} ﻭﻣﻦ ﺟـﺎﺀَ ﺑِﺎﻟـﺴﻴﺌﹶﺔِ ﻓﹶﻜﹸﺒـﺖ ﻭﺟﻮﻫﻬﻢ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭِ ﻫﻞﹾ ﺗﺠﺰﻭﻥﹶ ﺇِﻻﱠ ﻣﺎ ﻛﹸﻨﺘﻢ ﺗﻌﻤﻠﹸﻮﻥﹶ { ٩٠} ﺍﻟﻨﻤﻞ ﻣﻦ ﺟﺎﺀَ ﺑِﺎﻟﹾﺤﺴﻨﺔِ ﻓﹶﻠﹶﻪ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﺎ ﻭﻣﻦ ﺟﺎﺀَ ﺑِﺎﻟﺴﻴﺌﹶﺔِ ﻓﹶﻼ ﻳﺠﺰﻯ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻋﻤِﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺴﻴﺌﹶﺎﺕِ ﺇِﻻﱠ ﻣـﺎ ﻛﹶـﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻤﻠﹸﻮﻥﹶ ٨٤{ } ﺍﻟﻘﺼﺺ

Huruf Nun ﻧﺤﻦ ﺃﹶﻋﻠﹶﻢ ﺑِﻤﺎ ﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ 45 ﻧﺤﻦ ﺃﹶﻋﻠﹶﻢ ﺑِﻤﺎ ﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ ﺇِﺫﹾ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺃﹶﻣﺜﹶﻠﹸﻬﻢ ﻃﹶﺮِﻳﻘﹶﺔﹰ ﺇِﻥﹾ ﻟﹶﺒِﺜﹾﺘﻢ ﺇِﻻﱠ ﻳﻮﻣﺎﹰ {١٠٤} ﻃﻪ ﻧﺤﻦ ﺃﹶﻋﻠﹶﻢ ﺑِﻤﺎ ﻳﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ ﻭﻣﺎ ﺃﹶﻧﺖ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﺑِﺠﺒﺎﺭٍ ﻓﹶﺬﹶﻛﱢﺮ ﺑِﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁﻥِ ﻣﻦ ﻳﺨﺎﻑ ﻭﻋِﻴﺪِ {٤٥} ﻕ ﻧﺮِﻳﻨﻚ 46 ﻭﺇِﻣﺎ ﻧﺮِﻳﻨﻚ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻧﻌِﺪﻫﻢ ﺃﹶﻭ ﻧﺘﻮﻓﱠﻴﻨﻚ ﻓﹶﺈِﻟﹶﻴﻨﺎ ﻣﺮﺟِﻌﻬﻢ ﺛﹸﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺷﻬِﻴﺪ ﻋﻠﹶﻰ ﻣـﺎ ﻳﻔﹾﻌﻠﹸـﻮﻥﹶ {٤٦} ﻳﻮﻧﺲ ﻭﺇِﻥﹾ ﻣﺎ ﻧﺮِﻳﻨﻚ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻧﻌِﺪﻫﻢ ﺃﹶﻭ ﻧﺘﻮﻓﱠﻴﻨﻚ ﻓﹶﺈِﻧﻤﺎ ﻋﻠﹶﻴﻚ ﺍﻟﹾﺒﻼﻍﹸ ﻭﻋﻠﹶﻴﻨﺎ ﺍﻟﹾﺤِﺴﺎﺏ {٤٠} ﺍﻟﺮﻋﺪ ﻓﹶﺎﺻﺒِﺮ ﺇِﻥﱠ ﻭﻋﺪ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺣﻖ ﻓﹶﺈِﻣﺎ ﻧﺮِﻳﻨﻚ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻧﻌِﺪﻫﻢ ﺃﹶﻭ ﻧﺘﻮﻓﱠﻴﻨﻚ ﻓﹶﺈِﻟﹶﻴﻨﺎ ﻳﺮﺟﻌﻮﻥﹶ {٧٧} ﻏﺎﻓﺮ ﺃﹶﻭ ﻧﺮِﻳﻨﻚ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻭﻋﺪﻧﺎﻫﻢ ﻓﹶﺈِﻧﺎ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻣﻘﹾﺘﺪِﺭﻭﻥﹶ {٤٢} ﺍﻟﺰﺧﺮﻑ

Huruf Ha ﻫﻞﹾ ﻳﻨﻈﹸﺮﻭﻥﹶ ﺇِﻻﱠ 47 ﻫﻞﹾ ﻳﻨﻈﹸﺮﻭﻥﹶ ﺇِﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﺄﹾﺗِﻴﻬﻢ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻓِﻲ ﻇﹸﻠﹶﻞٍ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﻐﻤﺎﻡِ ﻭﺍﻟﹾﻤﻼﺋِﻜﹶﺔﹸ ﻭﻗﹸـﻀِﻲ ﺍﻷَﻣـﺮ ﻭﺇِﻟﹶـﻰ ﺍﻟﻠﱠـﻪِ ﺗﺮﺟـﻊ ٢١٠{ﺍﻷُﻣﻮﺭ } ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻫﻞﹾ ﻳﻨﻈﹸﺮﻭﻥﹶ ﺇِﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﺄﹾﺗِﻴﻬﻢ ﺍﻟﹾﻤﻼﺋِﻜﹶﺔﹸ ﺃﹶﻭ ﻳﺄﹾﺗِﻲ ﺭﺑﻚ ﺃﹶﻭ ﻳﺄﹾﺗِﻲ ﺑﻌﺾ ﺁﻳﺎﺕِ ﺭﺑﻚ ﻳﻮﻡ ﻳﺄﹾﺗِﻲ ﺑﻌـﺾ ﺁﻳـﺎﺕِ ﺭﺑﻚ ﻻ ﻳﻨﻔﹶﻊ ﻧﻔﹾﺴﺎﹰ ﺇِﳝﺎﻧﻬﺎ ﻟﹶﻢ ﺗﻜﹸﻦ ﺁﻣﻨﺖ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﺃﹶﻭ ﻛﹶﺴﺒﺖ ﻓِﻲ ﺇِﳝﺎﻧِﻬـﺎ ﺧﻴـﺮﺍﹰ ﻗﹸـﻞﹾ ﺍﻧﺘﻈِـﺮﻭﺍ ﺇِﻧـﺎ ١٥٨{ﻣﻨﺘﻈِﺮﻭﻥﹶ } ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻫﻞﹾ ﻳﻨﻈﹸﺮﻭﻥﹶ ﺇِﻻﱠ ﺗﺄﹾﻭِﻳﻠﹶﻪ ﻳﻮﻡ ﻳﺄﹾﺗِﻲ ﺗﺄﹾﻭِﻳﻠﹸﻪ ﻳﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻟﱠﺬِ ﻳﻦ ﻧﺴﻮﻩ ﻣِﻦ ﻗﹶﺒﻞﹸ ﻗﹶﺪ ﺟﺎﺀَﺕ ﺭﺳﻞﹸ ﺭﺑﻨﺎ ﺑِﺎﻟﹾﺤﻖ ﻓﹶﻬﻞﹾ ﻟﹶﻨﺎ ﻣِﻦ ﺷﻔﹶﻌﺎﺀَ ﻓﹶﻴﺸﻔﹶﻌﻮﺍ ﻟﹶﻨﺎ ﺃﹶﻭ ﻧﺮﺩ ﻓﹶﻨﻌﻤﻞﹶ ﻏﹶﻴﺮ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻛﹸﻨﺎ ﻧﻌﻤﻞﹸ ﻗﹶﺪ ﺧﺴِﺮﻭﺍ ﺃﹶﻧﻔﹸﺴﻬﻢ ﻭﺿﻞﱠ ﻋﻨﻬﻢ ﻣﺎ ﻛﹶـﺎﻧﻮﺍ ﻳﻔﹾﺘﺮﻭﻥﹶ ٥٣{ } ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ

Huruf Wawu ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝﹶ 48 ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝﹶ ﻭﺍﺣﺬﹶﺭﻭﺍ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺗﻮﻟﱠﻴﺘﻢ ﻓﹶﺎﻋﻠﹶﻤﻮﺍ ﺃﹶﻧﻤﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﺭﺳﻮﻟِﻨﺎ ﺍﻟﹾﺒﻼﻍﹸ ﺍﻟﹾﻤـﺒِﲔ {٩٢} ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﻗﹸﻞﹾ ﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝﹶ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺗﻮﻟﱠﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻧﻤﺎ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﻣﺎ ﺣﻤﻞﹶ ﻭﻋﻠﹶﻴﻜﹸﻢ ﻣﺎ ﺣﻤﻠﹾﺘﻢ ﻭﺇِﻥﹾ ﺗﻄِﻴﻌﻮﻩ ﺗﻬﺘﺪﻭﺍ ﻭﻣﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝِ ﺇِﻻﱠ ﺍﻟﹾﺒﻼﻍﹸ ﺍﻟﹾﻤﺒِﲔ {٥٤} ﺍﻟﻨﻮﺭ ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺃﹶﻃِﻴﻌﻮﺍ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝﹶ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺗﻮﻟﱠﻴﺘﻢ ﻓﹶﺈِﻧﻤﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﺭﺳﻮﻟِﻨﺎ ﺍﻟﹾﺒﻼﻍﹸ ﺍﻟﹾﻤﺒِﲔ {١٢} ﺍﻟﺘﻐﺎﺑﻦ ﻭﺃﹶﻗﹾﺴﻤﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟﻬﺪ ﺃﹶﻳﻤﺎﻧِﻬِﻢ 49 ﻭﺃﹶﻗﹾﺴﻤﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟﻬﺪ ﺃﹶﻳﻤﺎﻧِﻬِﻢ ﻟﹶﺌِﻦ ﺟﺎﺀَﺗﻬﻢ ﺁﻳﺔﹲ ﻟﹶﻴﺆﻣِﻨﻦ ﺑِﻬﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻧﻤﺎ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﻋِﻨﺪ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭﻣﺎ ﻳﺸﻌِﺮﻛﹸﻢ ﺃﹶﻧﻬـﺎ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟﺎﺀَﺕ ﻻ ﻳﺆﻣِﻨﻮﻥﹶ ١٠٩{ } ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ ﻭﺃﹶﻗﹾﺴﻤﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟﻬﺪ ﺃﹶﻳﻤﺎﻧِﻬِﻢ ﻻ ﻳﺒﻌﺚﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻣﻦ ﻳﻤﻮﺕ ﺑﻠﹶﻰ ﻭﻋﺪﺍﹰ ﻋﻠﹶﻴﻪِ ﺣﻘﹼﺎﹰ ﻭﻟﹶﻜِـﻦ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶـﺮ ﺍﻟﻨـﺎﺱِ ﻻ ٣٨{ﻳﻌﻠﹶﻤﻮﻥﹶ } ﺍﻟﻨﺤﻞ ﻭﺃﹶﻗﹾﺴﻤﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟﻬﺪ ﺃﹶﻳﻤﺎﻧِﻬِﻢ ﻟﹶﺌِﻦ ﺃﹶﻣﺮﺗﻬﻢ ﻟﹶﻴﺨﺮﺟﻦ ﻗﹸﻞﹾ ﻻ ﺗ ﻘﹾﺴِﻤﻮﺍ ﻃﹶﺎﻋﺔﹲ ﻣﻌﺮﻭﻓﹶﺔﹲ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺧـﺒِﲑ ﺑِﻤـﺎ ٥٣{ﺗﻌﻤﻠﹸﻮﻥﹶ } ﺍﻟﻨﻮﺭ ﻭﺃﹶﻗﹾﺴﻤﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟﻬﺪ ﺃﹶﻳﻤﺎﻧِﻬِﻢ ﻟﹶﺌِﻦ ﺟﺎﺀَﻫﻢ ﻧﺬِﻳﺮ ﻟﹶﻴﻜﹸﻮﻧﻦ ﺃﹶﻫﺪﻯ ﻣِﻦ ﺇِﺣﺪﻯ ﺍﻷُﻣﻢِ ﻓﹶﻠﹶﻤﺎ ﺟﺎﺀَﻫﻢ ﻧﺬِﻳﺮ ﻣـﺎ ٤٢{ﺯﺍﺩﻫﻢ ﺇِﻻﱠ ﻧﻔﹸﻮﺭﺍﹰ } ﺮﻓﺎﻃ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍﹾ ﻭﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍﹾ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ 50 ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍﹾ ﻭﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍﹾ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﺃﹶﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺎﺭِ ﻫﻢ ﻓِﻴﻬﺎ ﺧﺎﻟِﺪﻭﻥﹶ {٣٩} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍﹾ ﻭﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍﹾ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﺃﹶﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﹾﺠﺤِﻴﻢِ {١٠} ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍﹾ ﻭﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍﹾ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﺃﹶﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﹾﺠﺤِﻴﻢِ {٨٦} ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﻭﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻛﹶﻔﹶﺮﻭﺍ ﻭﻛﹶﺬﱠﺑﻮﺍ ﺑِﺂﻳﺎﺗِﻨﺎ ﻓﹶﺄﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﻟﹶﻬﻢ ﻋﺬﹶﺍﺏ ﻣﻬِﲔ {٥٧} ﺍﳊـﺞ

Huruf Ya

ﻳﺎ ﺃﹶﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺟﺎﻫِﺪ ﺍﻟﹾﻜﹸﻔﱠﺎﺭ ﻭﺍﻟﹾﻤﻨﺎﻓِﻘِﲔ ﻭﺍﻏﹾﻠﹸﻆﹾ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ 51 ﻳﺎ ﺃﹶﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺟﺎﻫِﺪ ﺍﻟﹾﻜﹸﻔﱠﺎﺭ ﻭﺍﻟﹾﻤﻨﺎﻓِﻘِﲔ ﻭﺍﻏﹾﻠﹸﻆﹾ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻭﻣﺄﹾﻭﺍﻫﻢ ﺟﻬﻨﻢ ﻭﺑِﺌﹾﺲ ﺍﻟﹾﻤﺼِﲑ {٧٣} ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻳﺎ ﺃﹶﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺒِﻲ ﺟﺎﻫِﺪ ﺍﻟﹾﻜﹸﻔﱠﺎﺭ ﻭﺍﻟﹾﻤﻨﺎﻓِﻘِﲔ ﻭﺍﻏﹾﻠﹸﻆﹾ ﻋﻠﹶﻴﻬِﻢ ﻭﻣﺄﹾﻭﺍﻫﻢ ﺟﻬﻨﻢ ﻭﺑِﺌﹾﺲ ﺍﻟﹾﻤﺼِﲑ {٩} ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ ﻳﺎ ﺑﻨِﻲ ﺇِﺳﺮﺍﺋِﻴﻞﹶ ﺍﺫﹾﻛﹸﺮﻭﺍ ﻧِﻌﻤﺘِﻲ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﺃﹶﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﹶﻴﻜﹸﻢ 52 ﻳﺎ ﺑﻨِﻲ ﺇِﺳﺮﺍﺋِﻴﻞﹶ ﺍﺫﹾﻛﹸﺮﻭﺍ ﻧِﻌﻤﺘِﻲ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﺃﹶﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﹶـﻴﻜﹸﻢ ﻭﺃﹶﻭﻓﹸـﻮﺍ ﺑِﻌﻬـﺪِﻱ ﺃﹸﻭﻑِ ﺑِﻌﻬـﺪِﻛﹸﻢ ﻭﺇِﻳـﺎﻱ ٤٠{ﻓﹶﺎﺭﻫﺒﻮﻥِ } ﻘﺮﺓﺍﻟﺒ ﻳﺎ ﺑﻨِﻲ ﺇِﺳﺮﺍﺋِﻴﻞﹶ ﺍﺫﹾﻛﹸﺮﻭﺍ ﻧِﻌﻤﺘِﻲ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﺃﹶﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﹶﻴﻜﹸﻢ ﻭﺃﹶﻧﻲ ﻓﹶﻀﻠﹾﺘﻜﹸﻢ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻌﺎﻟﹶﻤِﲔ {١٢٢} ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ

DAFTAR PUSTAKA

AlQur’an dan Terjemahnya Departeman Agama RI, Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 2004. al‘Abîd, ‘Ali bin Sulaiman, Jam' al-Qur'an Hifzan wa Kitâbah, Madinah: Majma‘ Khâdim alHaramain, 2007. ‘Abd alBâqî, Muhammad Fuâd, al-Mu'jâm al-Mufahras li Alfâz al-Qur'ân al-Karîm, Cairo: Dâr alHadîts, 2001. Abî Syaibah, Muhammad bin, Musannaf Ibn Abi Syaibah, Riyâd: Maktabah al Rusyd, 1409. Abû AlWafâ, Aliyallah bin Ali, al-Nûr al-Mubîn li Tahfiz al-Qur'an al-Karim, Cairo: Dâr alWafâ, 2003. AlAini, Mazâhim Talib, Dalîl al-Hairân li Hifz al-Qur'ân al-Karîm, t.tp.: Dâr al Imân, t.th. AlAtsîr, Ibn, Usud al-Ghâbah, Beirut: Dar alKutub, t.th. Abû Zaid, Muhammad Syar'î, Jam‘u al-Qur'an fî Marâhilihi al-Târikhiyyah min 'Âsri al-Nabawi ilâ ‘Asri al-Hadîts, Tesis, Universitas Kuwait, 1419 H. Albânî, Muhammad Nashiruddîn, Sahîh wa Da,îf Sunan Ibn Mâjah, Makkah: Maktabah alIslamiyyah, t.th. Ali, Atâbik dan Ahmad Zudi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.th. Al-Munjid fî al-Lughah wa al-Alâm, Beirut: Dâr alMasyriq, 1998. Anas, Mâlik bin, al-Muwatta, Cairo, t.pn. 2003. Anîs, Ibrâhîm, dkk., al-Mu'jam al-Wasîth, Mesir: Dâr alMa‘ârif, 1392 H. Arif, Muhammad, Kaifa Nahfaz al-Qur'an, Cairo: Dâr alSalâm, 2008. Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002. al‘Askari, Abû Hilâl, al-Farûq al-Lughawiyah, Qum: Muassasah alNasyr alIslâmi, 2000. alAsbahâni, Abu Nu‘aim, Hilyatul Auliya, Beirut: Dâr alKutub, 1405 H. alAsfahâni, alRâghib, Mufradât li alfâz al-Qur'an, Dimasq: Dâr alQalam, t.th. alAsqalâni, Ahmad bin Ali bin Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, Beirut: Dâr alFikr, 1995. ______Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri juz 8, Cairo: Dâr alTaqwa â li al Turâts, 2000. ______Taqrîb al-Tahzîb, Beirut: Dâr alFikr, 1995. ______Lisân al-Mizân, Beirut: Muassasah alA lami, 1987, Azami, M.M., Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta: Putaka Firdaus, 2000. ______Memahami Ilmu Hadis Telaah Metodologi dan Literatur Hadis, Jakarta: Lentera Basritama, 2003. alBaghdâdî, AlKhatîb, al-Jâmî‘ li Akhlâk al-Râwî wa Adâb al-Sâmî‘, Beirut: Muassasah alRisâlah, 1991. alBaghawi, M. Husein, Ma'âlim al-Tanzîl, t.tp.: Dâr alTibah, 1997. alBaihaqî, Ahmad bin Husain, Syuaib al-Imân, Beirut: Dâr alKutub, 1410 H. ______, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, Makkah: Maktabah Dâr alBâz, 1994. alBukhâri, Muhammad bin Ismâ‘îl, Sahîh al-Bukhâri, t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th. ______al-Târîkh al-Kabîr, Beirut: Dâr alFikr, t.th. alBaladzuri, Abul Hasan, Futûh al-Buldân, Cairo: Dâr al'Ulum alIslamiyyah, 1901) Bassâm, Ummi, al-Itqân fî Mutasyâbihât al-Qur'an, alYabân: Maktabah Aulâd al Syaikh li alTurâts, 2003. Boyle, Helen N., Quranic Schools Agents of Preservation and Change, London: Routledge Falmer, 2004. alDânî, Saîd bin Amar, al-Taisîr fi Qirâ'ât al-Sab', Beirut: Dâr alKutub al  Arabi, 1984. alDarrâz, Abdullah bin, al-Naba' al-Azhîm, Kuwait: Dâr alQalam, t.th. alDârimi, 'Abd alRahmân, Sunan al-Dârimi juz 2, Cairo: Dâr alRayyan, 1987. Dariyo, Agoes, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Bandung: Kaifa, 2002. alDibâ, ‘Ali Muhammad, al-Ida'ah fî Bayân Ushûl al-Qira'ah, Mesir: Matba' Multazam, t.th. alDzahabi, Abû ‘Abdillah, Ma'rifah al-Qurrâ al-Kibâr ‘ala tabaqât wa al-'A‘sâr, Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, t.th. ______Siyar al-‘Alam al-Nubalâ, Beirut: Muassasah alRisalah, 1413. Federspiel, Howard M., Kajian al-Qur’an di Nusantara, Bandung: Mizan, 1996. AlGhautsânî, Yahyâ bin Abd alRazzâq, "Turuq Ibdâ‘iyyah fî hifz al-Qur'an al- Karim." Artikel di akses dari http://www.saaid.net.amlnabs@hotmail. com. ______Kaifa Tahfaz al-Qur'an qawâ‘îd asasiyyah wa Turuq ‘Amaliyyah, Dimasq: Maktabah alGhautsâni, 2001. alGhazâli, Muhyiddîn, Ihyâ 'Ulûm al-Dîn juz 3, Beirut: Dâr alFikr, 1995. alHajjaj, Muslim bin, Sahîh Muslim, Semarang: Tohâ Putrâ, t.th. Haekâl, Muhammad Husein, Abû Bakar as-Siddiq yang lembut hati, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2006. Hanbal, Ahmad bin, Musnad Ahmad, Beirut: Muassasah alRisâlah, 1999. Hibbân, Ibn, Sahîh Ibn Hibban, Beirut: Muassasah alRisâlah, 1993. ______al-Majrûhîn min al-Muhadditsîn wa al-Du,afâ wa al-Matrûkîn, Cairo: Dâr alKutub alMisriyyah, t.th. al Hakim, Muhammad bin ‘Abdillah, Mustadrâk ‘Ala Sahihain, Beirut: Dâr alKutub alIlmiyyah, t.th. Hanbal, Ahmad bin, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: Dâr alKutub al‘Ilmiyyah, 2004. alHarawi, ‘Abdullâh, Fadâ'il al-Qur'an, Dimasq: Dâr Ibn Katsîr, 1420 H. alHarsyi,‘Ablah Jawwad Kecil-kecil hafal al-Qur'an, Jakarta: AlHikmah, 2006. Hartati, Netty. dkk., Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. alHusainî, ‘Abd alRazzâq, Tâjul ‘Arûs, Beirut: Dâr Ihya alTurâts al‘Arabi, 1984. Ibn Hisyam, M. Abd alMalik, Sirah ibn Hisyam, Cairo: Dâr alFikr, 1955. Ibn Katsîr, Abû alFidâ, Tafsîr al-Qur'an al-‘Azîm, Beirut: Dâr alFikr, 1401 H. Ibn Manzûr, Lisân al-'Arab, Dâr alHadîts, Cairo, 2003 M./1423 H. Ibnu ‘Abd alBarr, al-Istî‘âb fî Ma'rifah al-Ashâb, Beirut: Dâr Hasyiah, t.th. alJauziyah, Ibn Qayyim, Ighâtsah al-Lahfân, Cairo: Dâr alFikr, 1939. alJauzî, Abd alRahmân bin Ali, al-Maudu,âât, Beirut: Dar alFikr, 1996. AlJazari, Muhammad bin Muhammad, al-Nasyr fî al-Qirâ'at al-‘Asyr, Beirut: Dâr al Fikr, t.th. Jum‘ah, Ahmad Khâlik, Al-Qur'an dalam Pandangan Sahabat, Jakarta: Gema Insani Press, 1994. Kapadia, Mahesh, dkk., Mendongkrak Daya Ingat, Bandung: Jabal, 2005. alKhatîb, Muhammad Ajâj, Usul al-Hadîts, Beirut: Dâr alFikr, 1989. Manzûr, Ibn, Lisân al-'Arab, Cairo: Dâr alHadîts, 2003 M./1423 H. Ma'rifat, Muhammad Hadi, Sejarah al-Qur'an, Jakarta: alHuda, 2007. alMarâgî, Mustafâ, Tafsîr al-Marâgî, Beirut: Dâr alFikr, 2001. alMausîli, Abu Ya‘la Musnad Abu Ya'la al-Maushili, Beirut: Dâr alKutub al Ilmiyyah, t.th. McAuliffe, Jane Dammen, The Qur’an, New York: Cambridge Press, 2006. alMubârak, ‘Abdullah bin, al-Juhd li Ibn al-Mubârak juz 1, Beirut: Dâr alKutub al ‘Ilmiyyah, t.th. alMubârakfûri, Safiyurrahman, Sirah Nabawiyyah, terjemah al-Rahîq al-Makhtûm, Jakarta: Pustaka alKautsar, 2006. Munawwir, Ahmad W, Kamus Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997. Murâd, Mustafa, Kaifa Tahfaz al-Qur'an, Cairo: Dâr alFajr, 2003. AlNasâ‘i, ‘Abd alRahmân Sunan al-Nasâi, Semarang: Toha Putra, t.th. Nawabuddin, ‘Abd alRabbi, Metode efektif menghafal al-Qur’an, Jakarta: CV. Tri Daya Inti, 1992. AlNawâwi, Yahya bin Syaraf, al-Tibyân fî Âdab Hamalah al-Qur'an, Jaddah: al Haramain, t.th. ______al-Adzkâr al-Nawawiyyah, t.tp.: Dâr alKutub alArabiyyah, t.th. ______Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawâwi, Cairo: Dâr alTaqwâ li alTurâts, 2001. Poonowala, Ismail K, dkk, al-Qur'an Buku yang Mencerdaskan dan Buku yang Mencerahkan, Bekasi: PT. Gugus Press, 2002.

Program Tahfizh 2.2, Harf Production, 2000, isdâr al-tsani. AlQalmûni, Abû Dzar, Aunu alRahman fi Hifzil alQur'an, t.tp.: Maktabah Taufiqiyah, t.th. alQatân, Manna, Mabâhîts fî‘Ulum al-Qur'an, Cairo: Mansyurât ‘Ashr Hadîts, t.t. alQazwinî, Abu ‘Abdillah, Sunan Ibn Mâjah, t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th. alQurah, Ahmad Rusydi, Matan al-Binâ' wa al-Asâs, Jakarta: M.A. Jaya, t.th. AlQurtûbî, Abû ‘Abdillâh, Tafsîr al-Qurtûbî, Cairo: Dâr alSyu‘ab, 1372 H. AlQusyairi, Muhammad, Risâlah al-Qusyairiyyah, Dimasq: Dâr alKhair, 1991. alRâzi, Fakhruddin, Tafsir Mafâtîh al-Ghaib, Beirut: Dâr alFikr, 1410 H. Reporter, Bobbi dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Bandung: Kaifa, 2002. Riyâd, Sa‘d, Kaifa Nuhabbib al-Qur'âna li Abnâinâ, Cairo: Muassasah Iqra' 2007. Rose, Colin, dan Malcolm J. Nicholl, Acceletated Learning For The 21 st Century, London: Judy Piatkus, 1997. alSabûnî, Muhammad ‘Ali, al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur'an, Jakarta: Dâr alKutub al Islamiyyah, 2003. alSabt, Khâlid ibn ‘Utsmân, Qawa‘id al-Tafsir Jam‘an wa Dirasah, (t.tp.: Dâr Ibn ‘Affân, 1997. alAskari, Abû Hilâl, al-Jâmi, fi Hitsi ,ala hifi al-Ilmi, Cairo: Dâr alKutub al Ilmiyyah, 2003. Sensa, Muhammad Djarot, QQ Quranic Quotient kecerdasan-kecerdasan bentukan al-Qur'an, Jakarta: Hikmah, 2004. ashShiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar ‘Ulum al-Qur’an/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Shihab, M. Quraish, dkk, Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001. ______Tafsir Al-Mishbâh, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, Jakarta: Lentera Hati, Sya'ban 2005. ______Menyingkap Tabir Ilahi Al-Asmâ al-Husnâ dalam perspektif al-Qur'an, Jakarta: Lentera Hati, 2006. ______Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1999. alSijistâni, Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th. alSijistâni, Ibn Ishâq, al-Masâhîf li ibn Abî Dâud, Beirut: Dâr alKutub, 1995. alSirjâni, Râghib, Cara Cerdas Hafal al-Qur'an, Solo: Aqwâm, 2007. Sumin, Syar‘i, Qirâ'at al-Sab‘ah dalam Persfektif Ulama, Jakarta: UIN, 2005. Surur: Bunyamin Yusuf, Tinjauan komperatif tentang pendidikan tahfîz al-Qur'an di Indonesia dan Saudi Arabia, Yogyakarta: IAIN, 1994. alSuyûti, Jalâluddîn, al-Itqân fi ‘ulûm al-Qur'an, Cairo: Dâr alHadits, 2004. ______al-Jâmi‘ al-Sagîr juz 1, Beirut: Dâr alFikr, 1981. Syahrûr, Muhammad, al-Kitâb wa al-Qur'an Qirâ'ah Mu'asharah, Cairo: Syirkah Matbû‘ât, 2000. alTabarî, Muhammad Ibn Jarîr, Tafsîr al-Tabarî, Beirut: Dâr alFikr, 1405 H. alTahâwî, Abu Ja‘far, Musykil al-Atsâr, Beirut: Muassasah alRisâlah, 1415 H. alTabrâni, Abû alQâsim, Musnad al-Syâmiyîîn, Beirut: Muassasah alRisâlah, 1984. ______al-Mu'jam al-Kabîr juz 2, alMausil: Maktabah ‘Ulum wa Hikam, 1983. AlTirmidzi, M. bin ‘Isâ, Sunan al-Tirmidzi, t.tp.: Maktabah Dahlan, t.th. Tim Penyusun Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Umary, Kemas H.M. Siddiq, Faktor-faktor yang mempengaruhi penghafalan al- Qur'an di Institut Ilmu al-Qur'an Jakarta, Jakarta: UIN, 2005. Usman, Basyaruddin, Asnawir, Media Pembelajaran, Ciputat: Ciputat Press, 2002. Wawancara pribadi dengan Syairazi Dimyati Muhammad pada 18 Maret 2008. Wawancara pribadi dengan Ahsin Sakho Muhammad, Jakarta, 27 Pebruari 2008 Wawancara pribadi dengan Ahmad Khairil Anwar alHâfîz, pada 24 Maret 2008. Woolfson, Richard, Memahami Pikiran dan Bahasa Bayi, Bandung: Jabal, 2008. Yakub, Ali Mustafa, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka firdaus, 2000. Yusuf alQardawi, "Menghafal alQur'an", artikel diakses pada 14 Juni 2006 dari situs http://www.dakwah.info.html. Yusufa, Uun, Tradisi tahfîz al-Qur'an dalam kajian al-Qur'an di Indonesia (Study kasus Pondok Pesantren al-Munawwir, Sunan Pandan, dan Nurul Ummah di Yogyakarta, Jakarta: UIN, 2002. AlZamaksyari, Muhamad, Tafsîr al-Kasyâf, Beirut, Dâr alFikr, 2000. AlZarkasyi, ‘Abdullah, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur'an, Cairo: Dâr alHadits, 2006. AlZarqâni, M. ‘Abd al‘Azîm, Manâhil al-Irfân,Cairo: Dâr alHadits, 2001. alZuhaili, Wahbah, al-Tafsir al-Munîr, Beirut, Dâr alFikr, 1424 H. Zurayq, Ma'ruf Mustafa, Sukses Mendidik Anak, Jakarta: Serambi, 2003. Zen, Muhaimin, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur'an dan Petunjuk- petunjuknya, Jakarta: alHusna, 1985.

CURICULUM VITAE

1. Nama : Farid Wajdi, S.Th.I, alHafiz 2. TTL : Tanggerang, 27 Maret 1983 3. Status : Menikah (anak satu/putra) 4. Alamat : Jl. Prof. Dr. , No. 36, Rt 01/011, Larangan, Tangerang 15154 Telp. 02173441271 / 08174926642

PENDIDIKAN FORMAL Tahun Sekolah Ijazah

1989 1995 MI AlMunawwaroh Tanggerang MI 1995 1998 MTs. Manba‘ul Ulum PonPes AshShiddiqiyah MTs. 1998 2000 MAK Darussalam PonPes DarusSalam Ciamis MAK 2000 – 2004 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta S 1 20002005 Pesantren luhur Ilmu Hadis DarusSunnah al-Hâfîz 2004 2008 Pasca Sarjana (S2) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta S2

PENGALAMANPENGALAMAN 1. Hafal alQur'an 30 juz (bi al-Ghaib) di UIN Syarif Hidayatullah tahun 2004 dan di Pesantren Luhur Ilmu Hadis DarusSunnah. 2. Instruktur tahfîz alQur'an di Pesantren DarusSunnah tahun 20052006 3. Instruktur tahfîz di LTTQ (Lembaga Tahfiz dan Ta'lim alQur'an) Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mulai tahun 2006sekarang. 4. Koordinator tahfîz alQur'an di sekolah MTs. AlMunawwaroh 20062008 5. Koordinator tahfîz di sekolah Azhari dan Madina Islamic School Jakarta mulai 20062008 (mengundurkan diri bulan Januari). 6. Memberikan Training tahfîz alQur’an kepada guruguru di Madina Islamic School dan Yayasan Amal Mulia Depok tahun 2007. 7. Mengikuti Training ESQ dan al-Asmâ al-Husna di Gedung BI (Bank Indonesia) tahun 2006. 8. Koordinator tahfîz alQur'an di Daarul Qur'an Internasional Boarding School (2008)

PRESTASIPRESTASI 1. Sarjana Terbaik Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan filsafat Tahun 2004. 2. Penghargaan santri terbaik penghfal alQur’an 30 juz di Pesantren Luhur Ilmu Hadis DarusSunnah tahun 2004. 3. Juara 10 besar tahfiz 15 juz sePesantren Indonesia diselenggarakan oleh Kedubes Arab Saudi di Asrama Haji Jakarta tahun 2005 4. Juara I Tafsir B. Indonesia MTQ Tingkat Provinsi DKI Jakarta tahun 2006 5. Juara harapan Tafsir B. Indonesia MTQ Tingkat Nasional di Kendari 2006 6. Juara I Tafsir B. Arab MTQ Tingkat Kota Tangerang Tahun 2006 7. Juara I Tahfîz 30 juz MTQ Tingkat Kota Tangerang Tahun 2007.

KARYA ILMIAH 1. Peranan Imâm alSyafi'i dalam Bidang Hadis (Skripsi di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta, 2004) 2. Memaknai Jihad di Era Modern (2005) 3. Menumbuhkan Cinta Hafalan alQur'an untuk Anakanak (2007) 4. Panduan Tahfîz alQur'an di Madina Islamic School (20062007) 5. Quantum Tahfidz; siapa bilang menghfal alQur'an itu susah. (2009) 6. One Day One Ayat; Karena menghafal alQur'an itu dimudahkan dan menyenangkan. (2009)