KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI ARKEOLOGI JAWA BARAT

SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

“Petaka Dalam Kehidupan Manusia”

Subtema:  Bencana Alam  Bencana Non-Alam dan Bencana Sosial  Kebijakan Penelitian dan Pelestarian Cagar Budaya yang Berkaitan dengan Kebencanaan

t

Hotel Aston, Bandung 18–20 November 2020 DAFTAR ISI

• SEKILAS BALAI ARKEOLOGI JAWA BARAT ...... 1 • SINOPSIS SEMINAR NASIONAL: PETAKA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA ...... 3 A. Pendahuluan ...... 3 B. Tujuan ...... 8 C. Bentuk Kegiatan ...... 9 D. Keluaran (Output) ...... 9 E. Peserta ...... 9 F. Pelaksanaan ...... 10 G. Panitia10 • SUSUNAN ACARA SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 ...... 11 • JADWAL SESI PARALEL ...... 14

• ABSTRAK SEMINAR ...... 21

 Kebencanaan Yang Terjadi Pada Akhir Zaman Holosen ... Johan Arif ...... 21

 Lanskap Hunian Kala Pleistosen – Awal Holosen Kawasan Gunung Sewu: Jejak Pengaruh Lingkungan Alam dalam Bertahan Hidup Indah Asikin Nurani, Hari Wibowo ...... 21

 Jejak Bencana Geologi pada Beberapa Situs Vertebrata Berumur Plistosen di Cekungan Soa Flores Unggul Prasetyo Wibowo ...... 22

 Rekaman Tsunami Di Pesisir Barat Aceh: Sebuah Laporan Awal Dan Prospek Penelitiannya Taufi qurrahman Setiawan dkk...... 22 ii Petaka dalam Kehidupan Manusia

 Landsekap Pemukiman: Pengetahuan Lokal Manusia Terhadap Mitigasi Bencana Lucas Wattimena dkk...... 23  Parit-parit Kuno di Lampung: Rekayasa Lingkungan Terhadap Potensi Banjir Pada Masa Lampau Rusyanti dkk...... 24  Jejak Yang Terendam: Banjir Di Pemalang Masa Kolonial Ilham Nur Utomo ...... 25

 Air Tenang Yang Menghanyutkan: Banjir Bengawan Solo Di Jawa Bagian Tengah Efel Indhurian ...... 25  Modernisasi Kota dan Bencana Wabah Malaria di Tahun 1930-an Imas Emalia ...... 25

 Land Depok sebagai Dampak Urban Endemic Kota Batavia Pada Abad ke-19 dan 20 Masehi Ary Sulistyo ...... 26  Bencana Di Batavia Dan Pemindahan Pusat Pemerintahan Pada Masa Kolonial Belanda Iwan Hermawan ...... 27

 Sampar Dan Sasalad: Musibah Dalam Sastra Telaah Analisis Framming Resti Nurfaidah ...... 27  Jejak Strategi Adaptasi Dari Kebencanaan: Studi Kasus Rekam Jejak Lingkungan Dan Struktur Punden Berundak Gunung Padang Lutfi Yondri, Danny Zulkifl i Herman ...... 28  Musnahnya Peradaban dan Kota Belajar dari Data Arkeologi dan Sejarah Dalam Al-Quran dengan Solusi Kekinian Moh Rosyid ...... 28

iii SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

 Analisis Struktural Terhadap Informasi Kitab Suci: Mitigasi Bencana Hydrometeorologi Dari Pengalaman Nabi Yusuf As Momon Sudarma ...... 29

 The Collapse of Fort Kota Mas: The Cross-Historical of Literature Irna Saptaningrum dkk...... 30

 Pola Mitigasi Kebencanaan Pada Situs Masjid Raya Riau Dalam Pelestariannya Theodorus A. B. N. S. Kusuma, Andry Hikari Damai ...... 30

 Trauma Pascatsunami Dalam Novel Te O Toriatte Karya Akmal Nasery Basral Rini Widiastuti ...... 31

 Jejak-jejak Bencana Sosial pada proses Konversi Religi- Politik Masa Klasik Awal (Abad 5-7) di Asia Tenggara Nainunis Aulia Izza ...... 31

 Dampak Letusan Gunung Api Terhadap Penyelesaian Pembangunan Candi Adan-Adan Sukawati Susetyo ...... 32

 Deskonstruksi Arca-Arca Masa Sriwijaya Retno Purwanti ...... 33

 Ganesa as The God of Disaster in Blitar Muhamad Satok Yusuf ...... 33

 Penanganan Bencana Gempa Bumi: Masa Kolonial Belanda Zukhrufa Ken Dien dan Resa Tri Andani, ...... 33

 Gempa Bumi Batavia 1699 dan 1780 serta Memori Kolektif Kebencanaan Omar Mohtar ...... 34 iv Petaka dalam Kehidupan Manusia

 Analisis Spasial Kerentanan Bencana Gempa Bumi Sesar Lembang Terhadap Fasilitas Pendidikan di Kawasan Bandung Raya Fajar Setia Pratama ...... 35

 Batu Lonceng Sebagai Pengingat Bencana di Patahan Lembang: Kajian Arkeologi Alternatif Garbi Cipta Perdana ...... 35

 Permukiman Tanggap Bencana Banjir Sempadan Sungai (Studi Kasus: Permukiman Cipinang Muara, ) Sri Utami dan Rakasiwi Febryalvinzha ...... 36

 Perpindahan Hunian Pendukung Situs DAS Sekampung: Wujud Dari Mitigasi Bencana Nurul Laili ...... 37

 DAS Ngrowo-Ngasinan: Antara Berkah dan Petaka Bagi Tinggalan Arkeologi Di Trenggalek Hery Priswanto ...... 37

 Kota Bima: Antara Kekunoan dan Kekinian dalam Tinjauan Arkeologi Dan Sosiologi di Masa Pandemi Covid-19 Rozali Jauhari Alfanani, M.Pd dan Herlina Martini, S.Pd ...... 38

 Ketika Petaka Mentransformasi Hidup Manusia: Mengonstruksi Pengetahuan Masyarakat Ambon Tentang Bencana Alam Yance Z. Rumahuru ...... 38

 Budaya Ketahanan Gempa Pada Arsitektur Masjid Tradisional Ratri Wulandari ...... 39

 Kearifan Lokal Pelestarian Kawasan Sekitar Situ Cisanti (Suatu Kajian Untuk Pengembangan Bahan Ajar) Dian Diana ...... 40

v SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

 Dilema Etnis Tion ghoa Masa Orde Lama dan Baru: Analisis Strategi Kebudayaan Van Peursen Desril Riva Shanti, Rusyanti ...... 40

 Uma Lengge Sebagai Situs Ketahanan Pangan Masyarakat Bima Dalam Menghadapi Bencana Baiq Muliati, S. Pd. dan Wilastri Hurun’in, S. Pd...... 41

 Edukasi Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana Di Kawasan Geowisata Ciletuh Unesco Global Geopark Network Diah Natarina ...... 42  Alternatif Penanganan Bencana Banjir: Studi Kasus Situs Candi Ronggeng, Pamarican, Ciamis Endang Widyastuti dkk...... 43

 Mitigasi Bencana Di Situs Prasasti Munjul, Pandeglang: Upaya Pencegahan Terhadap Potensi Kerusakan Moh Ali Fadillah ...... 43  Arah Kebijakan Raja pada Masa Jawa Kuno Pasca Peristiwa Pralaya dari Sudut Pandang Teori Kontrak Sosial Muhamad Alnoza ...... 44

 Bencana “Serangan Kepah” Pada Situs Kota Cina, Medan Repelita Wahyu Oetomo ...... 45

 Dampak Letusan Gunung Krakatau 1883 Terhadap Permukiman Di Pantai Barat Teluk Lampung Nanang Saptono ...... 45

 Pengaruh Erupsi Gunung Ciremai Terhadap Morfologi Tata Ruang Pelabuhan Cirebon Masa Kolonial 1681 – 1942 Mustaqim Asteja ...... 46

 Bencana Krakatau 1883 Dalam Tinjauan Budaya Lokal Banten Iim Imadudin dan Heru Erwantoro ...... 46 vi Petaka dalam Kehidupan Manusia

 Legenda Gunung , Kearifan Lokal, dan Industri Kreatif (Sebuah Upaya Mempertahankan Keberlangsungan Hidup Manusia) Asep Supriadi dan Mamad Ahmad ...... 47

 Garis Imajiner Sebagi Pemandu Penataan Kota : Studi Geomitologi Asrofah Afnidatul Khusna ...... 48

 Nubuwat “Bencana”: Kajian Filologi Terhadap Bait-Bait Tembang Pupuh Sinom Dalam Serat Sabdo Palon Arif Budiman ...... 48

 Menafsirkan Mitos Sebagai Media Mitigasi Bencana Yeni Mulyani Supriatin ...... 49

 Kehancuran Porduksi Dan Hilangnya Bangunan Pabrik Kina Masa Kolonial Di Bandung, Jawa Barat Lia Nuralia ...... 50

 Bencana Dan Integrasi Masyarakat (Suatu Kajian Tentang Bahaya Seram Tahun 1899 Dan Kaitannya Dengan Hubungan Pela Amahai Dan Ihamahu) Samuel Michael Wattimury ...... 50

 Menelaah Mitigasi Bencana Terorisme “Bom I” Sebagai Refl eksi Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Sejenis Pada Masa Yang Akan Datang Muhamad Duta AC Permana ...... 51

 Satuan Kebahasaan Masa Pandemi Covid-19 Sebagai Penanda Suatu Peristiwa Sejarah Sariah ...... 51

 Foto Digital sebagai Artefak Memori Bencana Iman Zanatul Haeri ...... 52

vii SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

 Peran Media Digital dan Basis Data Arkeologi untuk Mencegah Kebencanaan Identitas Bangsa Indonesia Samuel Gandang Gunanto ...... 52

 Tradisi Doa Dana (Tolak Bala) Masyarakat Bima sebagai Upaya Melawan Pandemi Covid-19 Haeriyah Harisahaq, S. Fil.I. dan Muhammad Johanuddin, S. Pd ...... 53

viii SEKILAS BALAI ARKEOLOGI JAWA BARAT

alai Arkeologi Jawa Barat merupakan Unit Pelaksana BTeknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan arkeologi. Pertama didirikan pada tahun 1981 sebagai laboratorium PALEORADIOLOGI DAN RADIO METRI (PALRAD). Pada tahun 1992 berganti nama menjadi BALAI ARKEOLOGI BANDUNG dengan wilayah kerja meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung, dan Barat. Tahun 2001 di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, wilayah kerja balai mengalami perubahan menjadi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Lampung. Tahun 2015 Balai Arkelogi Bandung kembali menjadi bagian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nama baru BALAI ARKEOLOGI JAWA BARAT dengan visi dan misi berikut ini.

VISI “Terbentuknya Hasil Penelitian dan Pengembangan Arkeologi yang Berdayaguna dalam Mendukung Pembangunan Karakter dan Penguatan Jati Diri Bangsa”

MISI 1. Melaksanakan Penelitian dan Pengkajian 2. Memasyarakatkan Hasil-Hasil Penelitian 3. Meningkatkan Jaringan Kerja dengan Lembaga Terkait 4. Merekomendasikan Hasil Penelitian untuk Penanganan dan Pemanfaatan Sumber Daya Arkeologi.

1 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Struktur Organisasi

Kepala Balai Arkeologi Jawa Barat

Kepala Subbagian Tata Usaha

Kelompok Fungsional Peneliti Bidang Prasejarah/Klasik Hindu-Buddha/Islam-Kolonial

KONTAK Jalan Raya Cinunuk KM.17 Cileunyi Kabupaten Bandung 40623. Telp 022-7801665/Fax 022 7803623

E-Mail [email protected] Website balarjabar.kemdikbud.go.id Instagram @balaiarkeologijabar Youtube Balai Arkeologi Jawa Barat Facebook Balai Arkeologi Jawa Barat Jurnal Ilmiah Purbawidya.kemdikbud.go.id (SINTA 2) Panalungtik.kemdikbud.go.id Prosiding Online Prosidingbalarjabar.kemdikbud.go.id

LAYANAN Penelitian Kerjasama Bimbingan dan konsultasi Perpustakaan Publikasi Ilmiah

Prosedur: Via Online dan Surat permohonan kepada Kepala Balai Arkeologi Jawa Barat

2 SINOPSIS SEMINAR NASIONAL

PETAKA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

A. Pendahuluan Sejarah kehidupan manusia tidak lepas dari berbagai tantangan dari waktu ke waktu, baik tantangan alam maupun tantangan sosial. Kehidupan prasejarah sejak plestosen telah dihadapkan dengan berbagai tantangan perubahan alam dan lingkungan yang turut berdampak pada cara hidup dan adaptasi yang dilakukan. Perubahan lingkungan yang ekstrim dan terus mennerus bahkan telah memusanahkan kehidupan manusia prasejarah pada sekitar 1.8 juta tahun yang lalu (Widianto, 2011). Pada masa sejarah, tantangan yang dihadapi tidak hanya berkaitan dengan alam tetapi juga non alam dan bahkan semakin kompleks. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi manusia dapat disebut sebagai bencana, yaitu peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia yang disebabkan baik oleh faktor alam maupun nonalam dan faktor manusia atau sosial sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007).

Secara sederhana, bencana dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Kondisi geografis Indonesia yang dilalui pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik merupakan anugerah sekaligus

3 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

ancaman laten terjadinya bencana alam dan bencana lain sebagai turunannya. Pertemuan ketiga lempeng tektonik berdampak pada terbentuknya sesar-sesar aktif gempa dan jaringan busur gunung api aktif (ring of fire) yang rawan teraktifkan kembali dan mengakibatkan bencana alam.

Beberapa catatan mengenai bencana alam dan dampak turunannya terekam dalam data sejarah baik dalam skala lokal, regional, maupun global. Pada abad 10, muncul indikasi adanya perpindahan Kerajaan Mataram Kuna ke Jawa Timur akibat letusan Gunung Merapi (Boechari, 2012). Pada abad 19, terjadi beberapa peristiwa alam yang menyebabkan bencana bagi umat manusia. Letusan Gunung Krakatau di selat Sunda yang diikuti Tsunami pada tahun 1883 menyebabkan perubahan bentuk pesisir barat Jawa dan Selatan Sumatera. Peristiwa tersebut menimbulkan korban sebanyak 30.000 jiwa dan menghancurkan kota pelabuhan Telukbetung di Lampung, dan pada 1815 letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat mengakibatkan hujan abu vulkanik yang menjangkau hingga Pulau Jawa, Kalimantan, Suawesi, dan Maluku. Letusan Gunung Tambora berikutnya pada tahun 1816 seringkali disebut dengan tahun tanpa musim panas karena terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi hingga Amerika Utara dan Eropa yang berujung pada kegagalan panen, kematian ternak, dan kelaparan (Wibisono, 2017).

Bencana alam juga mempunyai dampak berantai yang berkaitan dengan aspek sosial dan kesehatan. Pada tahun 1699 guguran material vulkanik Gunung Salak berpengaruh terhadap Ci Liwung dan anak-anak sungainya yang berhulu di Gunung Salak dan bermuara di Laut Jawa berupa peningkatan sedimentasi yang pada akhirnya berpengaruh pada kondisi lingkungan Kota tua Batavia yang tidak sehat. Air yang menggenang di kanal- kanal Batavia menjadi tidak sehat dan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan warga hingga mencapai puncaknya dengan munculnya wabah Kolera menyerang Batavia di penghujung abad ke-18. Wabah ini menyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan menjadikan Batavia dijuluki sebagai kuburan orang-orang Belanda. Bencana serupa juga terjadi di Banten. Pengabaian sedimentasi yang terus menerus mengakibatkan pendangkalan kanal-kanal yang juga berakibat pada kota yang tidak sehat dan deteriorasi lingkungan yang semakin parah dan mempercepat kemunduran Kota Banten (Untoro, 2006).

4 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Bencana lainnya yang termasuk bencana non-alam seperti wabah penyakit Cacar, Kolera, Malaria, dan Flu Spanyol juga membayangi kehidupan masyarakat di pada kisaran abad 19 dan memakan korban yang tidak sedikit dan berlangsung lama dan bertahun-tahun. Keterangan pada inskripsi di Klenteng Jamblang, Cirebon juga menyinggung tentang masa keprihatian pada abad ini dimana telah terjadi wabah penyakit, banjir, kelaparan, dan pemberontakan yang terjadi di beberapa wilayah di Cirebon (Rusyanti, 2011).

Bencana yang ditimbulkan karena salah dalam pengelolaan lingkungan mungkin pernah terjadi sepanjang kehidupan manusia. Teori tragedy of the commons yang dicetuskan oleh Garrett Hardin berkisar pada masalah pengelolaan lingkungan. The commons, adalah sesuatu yang dianggap milik semua orang atau bukan milik siapa-siapa sehingga setiap orang bebas mengakses untuk memanfaatkan. Apabila masyarakat salah dalam mengelola the commons akibatnya akan terjadi suatu bencana besar. Tragedy of the commons disebabkan karena jumlah penduduk terus meningkat sementara sumberdaya alam terbatas. Kondisi demikian ini pada gilirannya akan terjadi situasi di mana sumberdaya alam tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan manusia. Sementara itu, manusia terjebak pada konsep untuk mengakses sumberdaya alam secara tanpa batas (Hardin, 1968). Salah satu bencana pengelolaan lingkungan yang pernah terjadi adalah di Banten yang mengakibatkan deteriorasi lingkungan yang parah (Ongkodharma, 2006). Pada beberapa masyarakat ternyata secara kolektif mampu mengelola the commons sehingga dapat dimanfaatkan secara turun temurun. Untuk menjaga ketersediaan air dan sumber makanan, masyarakat menerapkan aturan mengenai hutan larangan.

Bencana telah berdampak pada perubahan kebiasaan masyarakat, modifikasi banguanan, dan modifikasi lingkungan sebagai respon kuratif dan upaya antisipatif, seperti yang telah dilakukan oleh Airlangga pada abad 11, yang membangun bendungan untuk mengantisipasi Sungai Brantas yang sering meluap yang berdampak pada pegurangan pemasukan pajak (Boecahri, 2012). Tidak hanya itu, berkembangnya arsitektur kolonial juga dapat dikaitkan sebagai bentuk respon terhadap penyesuaian kondisi lingkungan dan riwayat sanitasi dan ekologi lingkungannya yang berada di dataran limpahan banjir dan rawa-rawa, sehingga munculah bentuk arsitektur Indis (Soekiman, 2011) yang sebenarnya merupakan respon menjawab kebutuhan hunian yang tidak hanya estetik, f

5 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

fungsional, tetapi juga harus sehat dan selaras dengan lingkungannnya.

Selain merekam berbagai dampak yang ditimbulkan catatan sejarah juga merekam upaya antispatif terhadap bencana dalam bentuk aturan dan larangan (pantang larang), baik yang dicatat dalam bentuk naskah maupun dalam bentuk aturan tidak tertulis seperti pamali (tabu), mitos, dan pikukuh yang diteruskan secara turun temurun. Khasanah kearifan lokal tersebut pada umumnya masih dilestarikan oleh masyarakat tradisional (masyarakat adat), seperti pemilihan lahan yang cocok untuk permukiman seperti yang tertulis dalam naskah kuno Warugan Lemah. Naskah Warugan Lemah menguraikan bagaimana bentuk lahan yang sesuai dan tidak sesuai untuk permukiman. Lahan yang tidak baik untuk pemukiman dapat mendatangkan mala atau bencana bagi yang menempatinya. Namun demikian apabila terpaksa menempati lahan yang tidak baik, agar terhindar dari bencana maka perlu dilakukan tindakan tertentu untuk menolak bala. Selain naskah Warugan Lemah, teks Sanghyang Siksakanda ng Karesian juga memuat pedoman untuk tidak menempati lahan yang disebut sebagai tanah kotor. Tanah- tanah tersebut adalah sodong, sarongge, cadas gantung, mungkal patenggang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nongeng, garunggungan, garenggengan, lemah sahar, dangdang warian, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalomberan, jaryan, dan kuburan (Danasasmita dkk, 1987: 111).

Pada masa kuno, masyarakat sudah memiliki aturan tentang pengelolaan lahan yang pantang untuk dilanggar. Pemilihan lahan pertanian/perladangan yang baik, pemilihan bentuk bangunan (konsruksi rumah panggung) yang sesuai kontur lahan, pemanfaatan sungai sebagai sumber air bersih dan kegiatan MCK, serta pembagian ruang hidup pada masyarakat Sunda dan kearifan lokal lain pada masyarakat-masyarakat adat lainnya di Indonesia sudah diatur melalui konsep pamali.

Ancaman bencana lainnya yang juga tidak kalah penting dan berpotensi terjadi di tengah masyarakat Indonesia baik di masa kini mamupun di masa yang akan datang adalah permasalahan yang berkaitan dengan disintegrasi bangsa, sebagai dampak dari perasaan ketidakadilan yang dirasakan oleh salah satu kelompok dan keinginan individu atau kelompok untuk menguasai kelompok lain. Intervensi dan pemberontakan dapat menjadi petaka besar (maha pralaya) bagi suatu negara.

6 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Pemerintahan Sri Maharaja Dharmawangsa Tguh mendapat pemberontakan dari Wurawari raja bawahan yang berkuasa di Lwaram. Sang Sri Maharaja akhirnya gugur dan dimakamkan pada pada bulan Caitra tahun 938 Saka. Konflik kepentingan penguasa ataupun perasaan ketidakadilan sering kali terjadi pada masa-masa kemudian seperti misalnya konflik antara Trunojoyo penguasa Madura dengan Sunan Amangkurat I di Mataram.

Permasalahan kelompok masyarakat atau etnik seringkali menjadi potensi munculnya bencana sosial. Prasasti Wurudu Kidul 922 M memuat penyelesaian masalah persengketaan mengenai status kewarganegaraan seseorang yang bernama Sang Dhanadi yang tinggal di Wurudu Kidul. Ia dituduh sebagai wka kilalan (orang asing) dari daerah Manghuri oleh Sang Pamgat di Manghuri yang bernama Pu Wukajana. Karena ia merasa bukan wka kilalan, maka ia mengajukan persoalan ini kepada Sang Tuhan (penguasa wilayah) di Padang yang terletak di daerah Pakaranan, setelah sebelumnya menghadap Pamgat (pejabat kehakiman) di Padang. Setelah diadakan penyelidikan terhadap leluhur Sang Danadi, berikut dihadirkan juga saksi- saksi dari penduduk asli di Wurudu Kidul, ternyata memang benar bahwa Sang Danadi adalah penduduk asli dan bukan wka kilalan.

Masalah etnik telah beberapa kali menjadi pemicu bencana sosial di Indonesia. Peristiwa Sampit di Kalimantan yang memakan banyak korban, ekstimisme keagamaan, dan bentuk- bentuk konflik yang berkaitan denga primordialisme kelompok lainnya. Bencana lainya yang juga mengancam dan terselubung adalah bencana traumatis yang berdampak pada gangguan mental dan psikologis yang pada umumnya merupakan ekses atau efek samping dari tekanan lingkungan yang terjadi terus menerus. Anak-anak, manula, wanita, dan kaum rentan lainnya merupakan golonngan yang paling rawan. Pemulihan kondisi tersebut juga tidak mudah, seperti pada kasus tsunami Aceh pada tahun 2004 dan trauma psikologis kerusuhan 1998.

Di masa kini dan akan datang, ancaman bencana serupa masih akan terus membayangi kehidupan manusia. Petaka alam selain mengancam kehidupan umat manusia juga mengancam keberadaan tinggalan budaya masa lampau. Peristiwa gempa tahun 2006 di Yogyakarta telah merusak Candi sebagai salah satu situs arkeologi masa klasik utama di Jawa Tengah (Suara Pembaharuan, 19 April 2011). Erupsi Gunung M i d t h 2010 i b lk h j b lk ik

7 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Merapi pada tahun 2010 yang menimbulkan hujan abu vulkanik menutupi Candi sebagai salah satu warisan dunia di Indonesia (Balai Konservasi Borobudur 2014), dan gempa Palu tahun 2018 yang meluluhlantakkan kehidupan manusia. Berbagai petaka baik alam maupun nonalam pun terjadi pada masa lampau dan telah menghancurkan bangunan-bangunan simbol peradaban tinggi sehingga yang ditemukan pada masa sekarang dalam kondisi reruntuhan.

Bencana sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat di Nusantara. Terkadang bencana yang akan datang dapat diprediksi sebelumnya tetapi terkadang bencana datang tanpa diundang dan tidak dapat dihindari. Bencana datang dengan tiba-tiba dan merusak segalanya. Bencana terjadi sejak dahulu, masa kini dan berpotensi terjadi kembali di masa yang akan datang. Yang diperlukan adalah bagaimana meminimalkan dampak yang mungkin timbul akibat bencana dan bagaimana kita menyikapi bencana sebagai pembelajaran yang berharga bagi generasi di masa kini dan di masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian tersebut Balai Arkoelogi Jawa Barat berupaya merekam berbagai tantangan yang dihadapi manusia dari masa ke masa dan dari berbagai sudut pandang ilmu dan kepakaran sehingga dapat menghasilkan peta permasalahan yang dapat digunakan sebagai sarana reflektif dan kontemplatif maupun sebagai sarana yang dapat dimaknai sebagai upaya konstruktif dan solutif untuk masa yang akan datang.

Seminar Nasional Arkeologi tahun 2020 akan mengambil tema

‘Petaka Dalam Kehidupan Manusia”

Ruang lingkup seminar ini mencakup subtema

1. Bencana Alam 2. Bencana Non-Alam dan Bencana Sosial 3. Kebijakan Penelitian dan Pelestarian Cagar Budaya yang berkaitan dengan kebencanaan

B. Tujuan

Seminar Nasional Arkeologi ini bertujuan menyediakan sarana bagi para peneliti, akademisi, budayawan, dan berbagai kalangan dalam rangka mengeluarkan gagasan tentang Kebencanaan di Nusantara sebagai pelajaran bagi kehidupan di masa kini dan masa depan yang lebih baik.

8 Petaka dalam Kehidupan Manusia

C. Bentuk Kegiatan

x Kegiatan Seminar Arkeologi ini dilaksanakan secara daring dan luring. x Kegiatan Seminar akan dibangi menjadi dua jenis, yaitu Pleno dan Pararel. o Sesi pleno berupa pemaparan dan diskusi yang melibatkan: ƒ Narasumber utama (keynote speaker) ƒ Narasumber dari berbagai instansi o Sesi Paralel akan dilaksanakan di beberapa ruang terpisah sesuai cakupan tema melibatkan pemakalah peserta yang berasal dari berbagai instansi dan makalahnya dinyatakan lolos pada tahap seleksi abstrak.

D. Keluaran (Output)

Keluaran dari kegiatan seminar ini berupa:

x 6 makalah terpilih setelah melalui proses editorial akan diterbitkan di PURBAWIDYA: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ARKEOLOGI (SINTA 2). x Makalah lainnya setelah melalui peneyempurnaan erdasarkan masukan pada diskusi dan melalui proses editorial akan diterbitkan dalam bentuk Prosiding Cetak dan Online ber-ISBN dan setiap naskah memiliki DOI.

Penerbitan ini diharapkan agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai stakeholder bidang pembangunan kebudayaan.

E. Peserta

Kegiatan Seminar Nasional Arkeologi ini akan diikuti oleh peserta yang terdiri unsur-unsur dari lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendidikan Kota Bandung dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung, peneliti, akademisi, pendidik (guru/dosen), praktisi, Budayawan, dan Mahasiswa.

9 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

F. Pelaksanaan Seminar akan dilaksanakan pada tanggal 18-20 November secara daring dan luring dan daring di Hiotel Aston, Pasteur, Bandung. G. Panitia Penanggung jawab : Deni Sutrisna, S.S., M. Hum (Kepala Balai Arkeologi Jawa Barat) Ketua : Dr. Iwan Hermawan, S.Pd., M.Pd Sekretaris : Rusyanti, M.Hum Bendahara : D. Saripudin Persidangan : Oerip Bramantyo Boedi, S.S., M.Hum

10 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Keterangan

Prof. Dr. Susanto Zuhdi Zuhdi Susanto Prof. Dr. (Program Studi Sejarah, Universitas Indonesia)

Panitia MC M.Pd S.Pd., Hernawan, Iwan Dr. M.Hum S.S., Sutrisna, Deni M.Si Geria, Made I Dr. dan Penelitian Badan Kepala Perbukuan dan Pengembangan dan Pendidikan Kementerian Kebudayaan M.Si Geria, Made I Dr. Arkeologi Penelitian (Kepala Pusat Nasional)

Acara Coffee break ONAL ARKEOLOGITAHUN 2020

Bencana dan Perekonomian Masa Kolonial Kolonial Masa Perekonomian dan Bencana ISHOMA Sambutan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Arkeologi Penelitian Pusat Kepala Sambutan seminar membuka sekaligus Nasional Penutup Registrasi Peserta luring di Hotel Doa dan Pembukaan Raya Indonesia lagu Menyanyikan Barat Jawa Arkeologi Balai Kepala Sambutan dan Penelitian Badan Kebijakan Kaitannya Perbukuan dan Pengembangan Kebencanaan dengan Aspek Nasional Arkeologi Penelitian Pusat Kebijakan Kebencanaan Aspek dengan Kaitannya Laporan Ketua Panitia Ketua Laporan

19.00 - 18.00 Waktu 14.00 - 12.00 14.30 - 14.00 14.45 - 14.30 18.00 - 14.45

Sesi 1. 2. 3. Rabu, 18 November 2020 SUSUNAN ACARA NASI SEMINAR SUSUNAN ACARA

11 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Keterangan Keterangan

Prof. OmanDr. Faturrahman Jakarta Negeri Islam Unversitas Harun Belgawan Dr. Ismet TACB Provinsi Jawa Barat/ITB Dr. Eko Yulianto LIPI Geoteknologi Puslitbang Dr. Berton S. Panjaitan Penanggulangan Nasional Badan Bencana

Dr. Supratikno Rahardjo Dr. Supratikno (Program Studi Arkeologi, Universitas Indonesia) Attahiyat Drs. Chandrian (TACB Prov. DKI Jakarta) DEA M.A., Wibisono, Sonny Drs. Chr. Nasional) Arkeologi Penelitian (Pusat

Acara

ISHOMA ISHOMA

Coffee break PARALEL RUANG A PARALEL RUANG B PARALEL RUANG C Penyusunan Rumusan Rumusan Penyusunan

Petaka dalam catatan naskah catatan dalam Petaka Kearifan lokal dalam arsitektur Prasejarah Masa dari Lampau Masa Bencana Klasik Masa Hingga Indonesia di Bencana Peta Risiko Cultural Resource Management di Wilayah Wilayah di Management Resource Cultural Bencana Terdampak Kolonial Masa pada Jakarta di Wabah Kehidupan: Bagi Pengaruhnya dan Bencana Arkeologis Tinjauan

11.00 11.00 17.00 17.00 19.00 21.00 – – – — Waktu Waktu 08.00 - 10.50 08.00 - 10.50 10.50 11.00 11.00 17.00 19.00 19.00 - 21.00 21.00 - 19.00

Sesi Sesi 4. 1.

Kamis, 19 November 2020

12 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Petugas Perumus Tim Ketua Panitia

Acara Acara Pembacaan Rumusan Penutupan Penyelesaian administrasi Pulang

2020 09.00 11.00 13.00 — — — Waktu Waktu 08.00 09.00 12.00 Sesi Sesi 1. 2. Jumat, 20 November November 20 Jumat,

13 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

ammad a Utara) Syam, Syam, Anton

ISHOMA Awal Holosen Kawasan Gunung Sewu: Sewu: Gunung Kawasan Holosen Awal –

JADWAL SESI PARALEL PARALEL SESI JADWAL Kebencanaan yang terjadi pada akhir zaman Holosen zaman pada akhir terjadi yang Kebencanaan Bencana Mitigasi Terhadap Manusia Lokal Pengetahuan Pemukiman: Landskap Pemakalah & Judul & Judul Pemakalah Bandung) Teknologi (Institut Johan Arif D.I.Y) Wibowo Arkeologi (Balai & Hari N Asikin Indah Pleistosen Kala Hunian Lanskap Hidup Bertahan dalam Alam Lingkungan Pengaruh Jejak Geologi Bandung) W(Museum Prasetyo Unggul Irfan Andi Susilowati, Nenggih Aswan, Setiawan, Taufiqurrahman Peseletehaha A. Godlief Salhuteru, J. Marlyn Wattimena, Lucas (Balai Arkeologi Maluku) Jejak Bencana Geologi Pada Beberapa Situs Vertebrata Berumur Plistosen di di Plistosen Berumur Vertebrata Situs Beberapa Pada Geologi Bencana Jejak Flores Soa, Cekungan Muh Adreian, Deni Wahyudi, Dwi Saputra, Ibowo Anggun Ferdianto, Sumater Arkeologi (Balai Silalahi dan Sopingi Primawan, Bahrum, Rekaman Tsunami Di Pesisir Barat Aceh: Sebuah Penelitian Awal dan Prospek dan Prospek Awal Penelitian Barat Sebuah Pesisir Aceh: Di Tsunami Rekaman Penelitiannya Radila Adwina; Rifky Pradipta Fajri Fajri Pradipta Rifky Adwina; Radila

12.00 12.00 14.00 – – Jam Jam 11.00 13.00

No 1 2 Ruang A Penanggung Jawab:

14 Petaka dalam Kehidupan Manusia

at)

Studi Kasus Rekam Jejak Lingkungan Lingkungan Jejak Rekam Kasus Studi

Coffee Break

dan Struktur Punden Berundak Gunung Padang Padang Gunung Berundak Punden dan Struktur Modernisasi Kota dan Wabah Malaria di Cirebon Tahun 1930-an Tahun Cirebon di Malaria Wabah Kota dan Modernisasi Bencana Mitigasi : Suci Kitab Informasi Terhadap Struktural Analisis As Yusuf Nabi Pengalaman Dari Hydrometeorologi Ilham Nur Utomo (Universitas Diponegoro) (Universitas Utomo Nur Ilham Kolonial Masa Pemalang di Banjir Terendam: yang Jejak RI) DPR Sekjen Museum, dan (Arsip Indhurian Efel Tengah Bagian Jawa di Solo Bengawan Banjir Menghanyutkan: Tenang yang Air Imas Emalia ( FAH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Depok) Kota (TACB Ary Sulistyo Batavia Kota Endemic Urban Dampak sebagai Land Depok Barat) Jawa Arkeologi (Balai Iwan Hermawan Kolonial Masa Pada Pemerintahan Pusat Pemindahan dan Batavia di Bencana Belanda Jawa Barat) (Balai Bahasa Resti Nurfaidah Lutfi Yondri & Danny Zulkifli Herman (Balai Arkeologi Jawa Bar Kebencanaan: dari Adaptasi Strategi Jejak (IAIN Kudus) Moh. Rosyid Bandung) Kota 2 (MAN Sudarma Momon Pada Abad ke-19 dan 20 Masehi 20 dan ke-19 Abad Pada Framing Analisis Telaah Sastra dalam Musibah Sasalad: dan Sampar Al- dalam dan Sejarah Arkeologi Data dari Belajar Kota dan Peradaban Musnahnya Kekinian Solusi dengan Quran 15.00 15.00 15.30 17.00 – – – 14.00 14.00 15.00 15.30 3 4

15 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 dayat, Buhanis Buhanis dayat,

dan Andry Hikari Hikari Andry dan

(CV VajraAmarta Reksa)

(Universitas Udayana) (Universitas dalam Riau Sultan Raya Masjid Situs pada Kebencanaan Mitigasi Pola Pelestariannya Ramina, Vivi Sandra Sari (Balai Arkeologi Utara) Sulawesi Arkeologi (Balai Sari Sandra Vivi Ramina, Literatur Sejarah Silang Mas: Kota Benteng Runtuhnya Nasery Basral Akmal Karya Toriatte Te O Novel dalam Pascatsunami Trauma Sriwijaya Masa Arca-Arca Dekonstruksi Irna Saptaningrum, Agus Tri Hascaryo, Hasanuddin Anwar, Romi Hi Romi Anwar, Hasanuddin Hascaryo, Tri Agus Irna Saptaningrum, Kusuma A.B.N.S Theodorus Jawa Barat) Prov. Widiastuti(Balai Bahasa Rini Judul dan Pemakalah Jambi) Universitas (Arkeologi Izza Aulia Nainunis Sukawati Susetyo (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) Adan- Candi Pembangunan Terhadap Penyelesaian Api Gunung Letusan Dampak Adan Retno Purwanti (Balai Arkeologi Sumatera Selatan) Jejak-jejak Bencana Sosial pada proses Konversi Religi-Politik Masa Klasik Awal (Abad (Abad Awal Klasik Masa Religi-Politik Konversi pada proses Sosial Bencana Jejak-jejak Tenggara Asia di 5-7) 12.00 12.00 – Wulandari Retnaningtyas; Irwan Setiawidjaya Jam Jam 11.00 No 1 Ruang B Ruang: PJ

16 Petaka dalam Kehidupan Manusia

rkeologi Di arta)

ISHOMA

Trenggalek Trenggalek Gempa Bumi Batavia 1699 dan 1780 serta Memori Kolektif Kebencanaan Kolektif Memori serta 1780 dan 1699 Batavia Bumi Gempa Muhammad Satok Yusuf (Arkeologi Universitas Udayana) Universitas (Arkeologi Yusuf Satok Muhammad Blitar di Kebencanaan Dewa sebagai Yogyak Negeri (Universitas Andani Tri Resa & Satya Ken Zukhrufa Belanda Kolonial Masa Bumi Gempa Bencana Penanganan Kebudayaan) Pelindungan (Direktorat Mochtar Omar Ngamprah) 1 Negeri (SMA Pratama Setia Fajar Terhadap Lembang Sesar Bumi Gempa Bencana Kerentanan Spasial Analisis Raya Bandung Kawasan di Pendidikan Fasilitas Institut) (Niskala Perdana Garby Cipta Arkeologi Kajian Lembang: Patahan di Bencana Pengingat Sebagai Lonceng Batu Alternatif Sri Utami Raka & Siwi F (FT Universitas Brawijaya) Nurul Laili (Balai Arkeologi Jawa Barat) Mitigasi Wujud Sekampung: DAS Situs-Situs Pendukung Hunian Perpindahan Bencana D.I.Y) Arkeologi (Balai Priswanto Hery A Tinggalan bagi Petaka dan Berkah Antara Ngrowo-Ngasinan: DAS Bima) Kota (MAN 2 Herlina Martini & Alfanani Jauhari Rozali di dan Sosiologi Arkeologi Tinjauan dalam Kekinian dan Kekunoan Antara Kota Bima: Covid-19 Pandemi Masa Permukiman Tanggap Bencana Banjir Sempadan Sungai (Studi Kasus: Permukiman Permukiman Kasus: (Studi Sungai Sempadan Banjir Bencana Tanggap Permukiman Jakarta) Muara, Cipinang 13.00 13.00 14.00 15.00 – – – 12.00 12.00 13.00 14.00 2 3

17 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

wa wa Barat)

(MAN 2 Kota Bima) Kota 2 (MAN onghoa Masa Orde Lama dan Baru Analisis Strategi Kebudayaan Van Van Kebudayaan Strategi Analisis Baru dan Lama Orde onghoa Masa

Katrinada Jauharatna &Azhar Rachman Uma Lengge sebagai Situs Ketahanan Pangan Masyarakat Bima dalam Menghadapi Menghadapi dalam Bima Masyarakat Pangan Ketahanan Situs sebagai Lengge Uma Bencana Ketika Petaka Mentransformasi Hidup Manusia Hidup Mentransformasi Petaka Ketika Coffebreak Ambon) ( IAKN Z Rumahuru Yance Heritage) / Bandung Telkom (Universitas Wulandari Ratri Barat) Bandung Cihampelas 1 (SMPN Dian Diana Cisanti Situs Sekitar Kawasan Pelestarian Lokal Kearifan Desril Riva Shanti, Rusyanti Ti Etnis Dilema Hurun’in Wilastri & Muliawati Baiq Bandung) Teknologi (Institut Diah Natarina Ciletuh Geowisata Kawasan di Bencana Penanggulangan Upaya Sebagai Edukasi UGGN Judul dan Pemakalah Ja Arkeologi (Balai Rusyanti Saptono, Nanang Widyastuti, Endang Moh. Ali Fadillah(FKIP UNTIRTA) Budaya Ketahanan Gempa pada Arsitektur Masjid Tradisional Indonesia Tradisional Masjid Arsitektur pada Gempa Ketahanan Budaya Peursen Pamarican, Ronggeng, Candi Kasus Studi Banjir: Bencana Penanganan Alternatif Ciamis 12.00 12.00 – 15.00 - 5.30 5.30 - 15.00 17.00 - 15.30 Jam 11.00 4 No 1 Ruang C Penanggung Jawab Ruang:

18 Petaka dalam Kehidupan Manusia

) dari Sudut

Mitigasi bencana di situs Prasasti Munjul, Pandeglang: Upaya Pencegahan Terhadap Terhadap Pencegahan Upaya Pandeglang: Munjul, Prasasti situs bencana di Mitigasi Kerusakan Potensi Indonesia) Universitas (Arkeologi Alnoza Muhammad Pralaya Peristiwa pasca Kuno Jawa Masa pada Raja Arah Kebijakan Sosial Kontrak Teori Pandang Utara) Sumatera Arkoelogi (Balai Oetomo Wahyu Repelita Medan Cina, Kota Situs Pada Kepah” “Serangan Bencana ISHOMA Barat) Jawa (Balai Arkeologi Nanang Saptono Barat Pantai di Permukiman Terhadap 1883 Krakatau Gunung Letusan Dampak Lampung Teluk Pertula) Kendi Cirebon Pusaka (Komunitas Asteja Mustaqim Pelabuhan Tata Ruang Morfologi Terhadap Ciremai Gunung Erupsi Pengaruh 1681-1942 Kolonial Masa Cirebon Iim Imadudin (Balai Pelestarian Nilai Banten Lokal Budaya Budaya Tinjauan Dalam 1883 Jawa Krakatau Bencana Barat) Barat Jawa Provinsi Bahasa (Balai Ahmad Mamad & Supriyadi Asep Kreatif Industri Dan Lokal, Kearifan Perahu, Tangkuban Gunung Legenda Asrofah Afnidatul Khusna (ArkeologiGeomitologi Studi Universitas Yogyakarta: Kota Penataan Pemandu Sebagai Imajiner Garis Gadjah Mada) Jakarta) 21 (MAN Arief Budiman Palon Sabda Serat dalam "Bencana" Nubuat Jawa Barat) Provinsi Jawa Bahasa Supriatin(Balai Mulyani Yeni Bencana Mitigasi Media sebagai Mitos Menafsirkan Jawa Barat) Arkeologi (Balai Lia Nuralia 13.00 13.00 14.00 15.00 – – – 12.00 12.00 13.00 14.00 2 3

19 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

ISHOMA

Kehancuran Produksi Dan Hilangnya Bangunan Pabrik Kina Masa Kolonial Di Di Kolonial Masa Kina Pabrik Bangunan Hilangnya Dan Produksi Kehancuran Barat Jawa Bandung, Ambon) Pattimura (Universitas Wattimury Michael Samuel Tahun Seram Bahaya Tentang Kajian (Suatu Masyarakat Integrasi dan Bencana dan Ihamahu Amahai Pela Hubungan dengan Kaitannya 1899 dan Mada) Gadjah (Universitas Perdana Duta AC Muhammad Masyarakat Refleksi Sebagai I" Bali "Bom Terorisme Bencana Mitigasi Menelaah Datang Akan yang Masa Pada Sejenis Bencana Menghadapi dalam Barat) Jawa Provinsi Bahasa (Balai Sariah Peristiwa Suatu Penananda Sebagai Covid-19 Pandemi Masa Kebahasaan Satuan Sejarah Foundation) Siroj Aqil (Said Haeri Iman Zanatul Bencana Memori Artefak sebagai Digital Foto Yogyakarta) Indonesia Seni (Institut Gananto Gandang Samuel Kebencanaan Mencegah untuk Arkeologi Data dan Basis Digital Media Peran Indonesia Bangsa Identitas Bima) Kota 2 (MAN Johanuddin M. & Harisahaq Haeriyah Pandemi Melawan Upaya sebagai Bima Masyarakat Bala) (Tolak Dana Doa Tradisi Covid-19 15.30 15.30 17.00 – – 15.00 15.00 15.30 4

20 Abstrak Seminar

Kebencanaan Yang Terjadi Pada Akhir Zaman Holosen

Johan Arif Kelompok Geologi Terapan, Fakultas Ilmu & Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Dalam perjalanan sejarahnya, bumi kita ini sering sekali mengalami perubahan lingkungan yang akibatnya bisa menyebabkan punahnya beberapa fauna dan flora, yang dikategorikan sebagai kebencanaan. Apa penyebab dari kepunahan ini masih diperdebatkan orang, antaralain apa faktor penyebab kepunahan dan bagimana proses kepunahan itu terjadi, apakah terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap (gradual). Setiap tahun atau setiap 10 tahun bumi kita selalu mengalami masalah iklim yang mengakibatkan antaralain masa kekeringan yang panjang (mega- droughts). Berdasarkan konsep yang di kemukakan oleh seorang ahli geologi James Hutton pada tahun 1785: "the present is the key to understanding the past" maka masalah ini pun terjadi pada masyarakat yang hidup pada masa yang lalu. Lalu, apa akibatnya bagi kehidupan mereka? Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi akibat dari masa kekeringan yang panjang antaralain (i) ditinggalkannya lokasi pemukiman (desa, kota) dan bermigrasi ke tempat lain yang lebih baik dan (ii) runtuhnya sistim budaya/peradaban, yang mana dampak tersebut dikategorikan sebagai suatu kebencanaan. Dalam sejarah manusia banyak kebencanaan yang terjadi pada akhir zaman Holosen yang menghancurkan beberapa peradaban. Kata kunci: Holosen, kebencanaan, mega-droughts. Migrasi.

Lanskap Hunian Kala Pleistosen – Awal Holosen Kawasan Gunung Sewu: Jejak Pengaruh Lingkungan Alam dalam Bertahan Hidup

Indah Asikin Nurani, Hari Wibowo Balai Arkeologi DIY, Jl. Gedongkuning 174, Kotagede, Yogyakarta 55171

Kajian geoarkeologi adalah kajian yang memadukan data arkeologi dengan data geologi. Kawasan Gunung Sewu (DAS Kali Oyo dan Kali Baksoko) menunjukkan adanya pola okupasi (hunian) tertentu pada kurun waktu sejak Kala Pleistosen hingga Awal Holosen. Pola okupasi manusia di kawasan Gunung Sewu baik hunian tempat tinggal maupun sebaran lokasi beraktivitas lainnya memberikan petunjuk utama adanya aktivitas manusia. Hal tersebut ditandai dengan keberadaan artefak sebagai bukti tinggalan budaya manusia. Pengembangan teknologi sangat dipengaruhi ketersediaan sumber daya alam sekitarnya, terutama bahan baku (batu, cangkang kerang, tulang). Mereka hanya mengambil atau mengekstraksi dari alam dan memodifikasinya secara sederhana sejauh dapat memenuhi kebutuhannya.

21 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Oleh karena itu, hubungan antara manusia dengan lokasi keberadaan sumber daya bahan baku menjadi petunjuk yang penting sebagai tempat beraktivitas manusia. Lokasi-lokasi tersebut selanjutnya menjadi bagian dalam “peta geografis” dalam benak manusia dan menjadi lanskap budaya mereka. Tulisan ini akan mengungkap adanya perubahan alam yang signifikan antara alam kala Pleistosen dengan mengembangkan teknologi paleolitik dengan alam Kala Holosen yang mengembangkan teknologi mesolitik – neolitik. Hubungan antara okupasi, teknologi, dan lingkungan alam akan dikaji melalui pendekatan lanskap arkeologi dan sistem setting. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bentuk lahan dengan ketersediaan bahan baku dan sumber makanan menunjukkan adanya pola keruangan manusia dalam mempertahankan hidup.

Kata kunci: Lansekap arkeologi DAS Oyo, DAS Baksoko, Plestosen, Holosen.

Jejak Bencana Geologi pada Beberapa Situs Vertebrata Berumur Plistosen di Cekungan Soa Flores

Unggul Prasetyo Wibowo Museum Geologi, Jalan Diponegoro 57 Bandung 40122

Cekungan Soa secara geografis terletak pada koordinat 80 39’ 00” LS – 80 46’ 00” LS dan 1210 03’ 00” BT – 1210 13’ 00” BT dan secara administratif terletak di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan ini memiliki situs-situs paleontologi vertebrata berumur Pleistosen. Hal yang signifikan adalah keterdapatan fosil vertebratanya salah satunya temuan fosil rahang bawah dan gigi mirip manusia purba Homo floresiensis di situs Matamenge. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menginventarisir lokasi situs-situs dan mengidentifikasi bukti-bukti jejak bencana geologi di Cekungan Soa di Kawasan Cekungan Soa. Metode yang digunakan terdiri dari studi literatur dan survei lapangan. Secara umum lokasi situs-situs berada pada dua umur geologi utama Plistosen Awal dan Plistosen Tengah.

Kata kunci: Situs Plistosen, bencana geologi, Fosil vertebrata, Cekungan Soa, Flores

Rekaman Tsunami Di Pesisir Barat Aceh: Sebuah Laporan Awal Dan Prospek Penelitiannya

Taufiqurrahman Setiawan1, Aswan2, Nenggih Susilowati1, Andi Irfan Syam3, Anton Ferdianto4, Anggun Ibowo Saputra5, Dwi Wahyudi5, Deni Adreian5, Muhammad Bahrum5, Primawan1, dan Sopingi Silalahi1 1 Balai Arkeologi Sumatera Utara; 2Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknik Kebumian, Institut Teknologi Bandung; 3 Balai Pelestarian Cagar Budaya Banda Aceh; 4Balai Arkeologi Jawa Barat; 5 Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

22 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Tsunami 26 Desember 2004 merupakan salah satu bencanaalam yang besar yang pernah terjadi di wilayah Pesisir Barat Aceh. Bencana tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi pada wilayah tersebut. Hasil penelitian di Gua Ek Leunthie telah menemukan bukti terjadinya minimal 11 kali tsunami sejak 7.400 tahun yang lalu. Salah satu data baru terkait tsunami ini ditemukan rekaman stratigrafi tanah di Gua Mabitce. Pada stratigrafi ditunjukkan adanya hasil proses sedimentasi oleh fluida yang berlangsung secara seketika yang dapat disebabkan oleh badai atau tsunami. Lapisan stratigrafi tersebut berkonteks dengan tinggalan budaya preneolitik, seperti kapak batu sumatralith, serpih batu, ekofak tulang, serta cangkang kerang. Saat ini, kronologi absolut terkait hal ini belum diperoleh karena sampel pertanggalan belum dapat teranalisis. Selain Gua Mabitce, hasil survey yang dilakukan pada tahun 2018 dan 2019 juga telah menemukan Gua Tuandigedong dan Gua Paroy Indah yang memiliki dimensi ruang luas, sedimen lantai tebal, dan mulut gua menghadap ke Samudra Hindia. Dua lokasi ini kemungkinan juga memiliki lapisan stratigrafi terkait tsunami dan dan kemungkinan konteks budayanya

Kata kunci: Tsunami, Aceh, Prospek Penelitian, Arkeologi.

Landsekap Pemukiman: Pengetahuan Lokal Manusia Terhadap Mitigasi Bencana

Lucas Wattimena1, Marlyn J. Salhuteru1, Godlief A. Peseletehaha2 1Balai Arkeologi Maluku; 2Alumnus Universitas Hasanuddin

Abstrak. Kepulauan Maluku adalah gugusan Pulau-pulau besar dan kecil yang berada di timur Indonesia, yang terdiri dari Wilayah Maluku Utara dan Maluku. Kepulauan Maluku berada pada posisi strategis, antara lain: 1) Kepulauan Maluku yang berada di kawasan Wallacea, antara Sunda dan Sahul. 2) Kepulauan Maluku berhadapan langsung dengan Australia pada bagian ujung selatan, Filipina pada bagian ujung Utara. 3) Kepulauan Maluku, merupakan wilayah yang berada pada jalur bencana (gempa bumi). Kondisi tersebut membuat Kepulauan Maluku (Maluku dan Maluku Utara) menarik untuk diteliti, dengan pelbagai fenomena keilmuan. Makalah ini memberikan informasi tentang pengetahuan lokal manusia terhadap mitigasi bencana alam berdasarkan landskap pemukiman. Tujuan pembahasan makalah adalah untuk memberikan informasi penting tentang mitigasi bencana berdasarkan landskap pemukiman, dengan menggunakan data arkeologi. Situs megalitik di Pulau Ambon dan Situs Permukiman Orang Huaulu dan Nuaulu di Pulau Seram menjadi lokus dalam pembahasan makalah dimaksud. Hasil menunjukan bahwa pengetahuan lokal manusia terhadap mitigasi bencana tertuang pada salah satu aspek, yaitu landskap pemukiman. Pengetahuan lokal pola kosmos tentang alam dan lingkungan tertuang dalam landskap pemukiman, kemudian sinergitas keberlanjutan kehidupan manusia (unsur air) menjadi bagian penting dalam siklus kosmos tersebut. Serta pengetahuan tentang penentuan-penentuan lokasi dalam landskap pemukiman yang tertata dalam mengelola motigasi bancana.

Kata kunci: Landskap pemukiman, mitigasi bencana, pengetahuan lokal, situs megalitik Pulau Ambon dan situs pemukiman Orang Huaulu dan Nuaulu.

23 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Parit-parit Kuno di Lampung: Rekayasa Lingkungan Terhadap Potensi Banjir Pada Masa Lampau 1Rusyanti, 2Sawongso Sadewo, 3Nanang Saptono, 4Nurul Laili 5 Endang Widyastuti, 6 Oerip Bramantyo Boedi 1, 3, 4, 5 Balai Arkeologi Jawa Barat; 2 Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB)

Keberadaan situs-situs arkeologi di daerah subur dan tepi sungai merupakan pola umum yang sering dijumpai pada permukiman-permukiman masa lampau di wilayah Asia Tenggara dan Melayu Kuno, termasuk di Lampung. Penelitian arkeologi selama dua dasawarsa terakhir menemukan setidaknya lebih dari 20 situs berparit tersebar di tiga DAS di Lampung, yaitu DAS Sekampung, Seputih, dan Tulangbawang. Hasil pengamatan lapangan dan citra landsat diketahui rata-rata ketinggian situs berada di wilayah limpahan banjir. Jejak-jejak parit dan asosiasinya dengan sungai purba yang aktif (berubah-ubah) mendukung asumsi permukiman tepi sungai tersebut kerapkali berpindah pula mengikuti keberadaan sungai yang baru. Keberadaan parit-parit kuno yang ditemukan mengelilingi situs diduga merupakan bentuk rekayasa lingkungan mengatasi potensi banjir. Aktivitas tersebut diduga berlangsung lama dan berulang sehingga menjadi karakteristik lansekap yang mencolok pada situs-situs arkeologi tepi sungai di Lampung yang berkurun waktu sekitar abad 16—20.

Kata kunci: Banjir, parit, permukiman kuno, situs arkeologi, Lampung

Jejak Yang Terendam: Banjir Di Pemalang Masa Kolonial

Ilham Nur Utomo Magister Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang.

Artikel ini membahas bencana banjir yang menerjang Pemalang beserta ekses-ekses yang ditimbulkan pada masa kolonial. Pemalang merupakan daerah dengan tata kota yang tidak sekompleks daerah besar lainnya, seperti Semarang atau Batavia. Namun pada tahun 1900an pembangunan infrastruktur terus dikerjakan, salah satunya sektor irigasi. Pembangunan nyatanya tidak menyelesaikan masalah banjir yang terus terjadi pada periode akhir pemerintahan kolonial pada abad 20. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, terdiri dari heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Topografi Pemalang sangat dipengaruhi oleh letaknya yang berada di antara pegunungan dan laut. Letak tersebut secara fisiografi terbagi dalam beberapa daerah pengaliran sungai yang secara garis besar meliputi Kali Sragi di timur, Kali Comal dan Waluh di tengah, dan Kali Rambut di barat. Aliran sungai seringkali menjadi titik banjir, meskipun pemerintah telah membangun beberapa bendungan. Berdasar narasi yang diwartakan surat kabar kolonial, banjir yang menerjang Pemalang menimbulkan dua ekses utama. Pertama, menggenangi jalur transportasi kereta api dan postweg, yang menghambat aktivitas distribusi ekonomi. Kedua, merusak area persawahan, menghanyutkan ternak, dan merusak rumah di sekitar daerah terdampak. Berdasar kajian ini, setidaknya menunjukkan bahwa banjir adalah bencana lintas zaman yang menimbulkan ekses-ekses negatif di bidang sosial dan ekonomi, tidak terkecuali yang terjadi di Pemalang.

Kata kunci: Bencana Banjir, Sejarah Pemalang, Pemerintah Kolonial.

24 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Air Tenang Yang Menghanyutkan: Banjir Bengawan Solo Di Jawa Bagian Tengah

Efel Indhurian Bidang Arsip dan Museum, Sekretariat jenderal DPR RI Dalam daftar bencana alam yang tercatat dalam BNPB, setidaknya mulai tahun 1815-2011, banjir merupakan bencana alam dengan tingkat frekuensi terbanyak. Pada kurun tersebut tercatat terjadi sebanyak 2.499 kali dengan jumlah korban mencapai 17.982 jiwa. Hal ini dapat disebabkan salah satunya karena intensitas curah hujan yang tinggi di Pulau Jawa sehingga menyebabkan bencana banjir dan terkadang menjadi sebuah bencana yang terus berulang. Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa, hulunya terletak di selatan daerah Solo dan membentang panjang hingga ke daerah hilirnya di Laut Jawa di wilayah Jawa bagian Timur. Keberadaannya penting bagi kehidupan masyarakat di masa lalu, sehingga banyak literatur mencatat mengenai sungai ini. Namun, peristiwa bencana juga kerap kali terjadi di Bengawan Solo ini. Tulisan ini merupakan tulisan sejarah yang akan memaparkan peristiwa bencana banjir yang terjadi di Bengawan Solo pada bagian hulu, dengan batasan tahun dekade awal abad keduapuluh hingga dekade enampuluhan. Sumber penulisan berasal dari sumber surat kabar, literatur sejaman maupun studi pustaka terkait bencana banjir.

Kata kunci: bencana, banjir, bengawan solo, abad keduapuluh.

Modernisasi Kota dan Bencana Wabah Malaria di Cirebon Tahun 1930-an

Imas Emalia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Modernisasai pada abad ke-20 dilakukan pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1906 bagi kota-kota di Jawa dan Madura. Modernisasi dilakukan dengan tujuan mengubah fungsi kota tradisional menjadi kota kolonial. Program modernisasi berbasis industrialisasi ekonomi, dimana pembangunan berbagai infrastruktur seperti pelabuhan, jalan raya, pabrik-pabrik, kantor-kantor pemerintah dan swasta, irigasi, saluran air, pasar, rumah sakit, dan lembaga-lembaga kesehatan hanya untuk meningkatkan perekonomian pemerintah. Oleh karena itu modernisasi berpengaruh terhadap aspek kesehatan mulai kebijakan, perbaikan infrastruktur dan pemberantasan berbagai wabah penyakit yang muncul di masa itu. Namun, pada praktiknya program modernisasi tidak dapat mencegah kemunculan berbagai wabah penyakit dalam rentang waktu yang panjang. Kasus di Cirebon, pembangunan infrastruktur memunculkan wabah malaria yang menyebar dari daerah pantai hingga ke pedalaman. Akibat proses pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan mengakibatkan banjir di semua titik kota. Kondisi luapan air yang tidak lancar

25 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 mengalir ke laut terjadi di lingkungan perbaikan jalan, penggalian sungai, perkebunan, dan pembangunan gedung serta pabrik. Kondisi seperti itu menjadikan sarang nyamuk di setiap wilayah pembangunan tersebut hingga berdampak pada merebaknya wabah malaria yang menyerang para pekerja bangunan yang kebanyakan tinggal tidak jauh dari area bangunan itu. Bahkan wabah malaria yang terjadi di tepi pantai Cirebon tergolong parah menyerang para nelayan dan menyebar hingga ke daerah Indramayu dan Eretan. Kebijakan pemerintah saat itu untuk menangani wabah malaria adalah dengan pembersihan rumah-rumah kumuh milik pribumi, pemasangan riol untuk menghindari penyumbatan air, dan propaganda kebersihan terutama pengurugan kolam-kolam ikan milik masyarakat, dan pembangunan rumah sakit. Namun, dalam praktiknya upaya itu terus memblunder berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat pribumi. Penerapan diskriminasi bagi masyarakat pribumi dalam pelayanan masyarakat pun tidak menyelesaikan masalah persebaran wabah malaria. Maka pada masa 1930an wabah malaria seperti terus menghantui masyarakat dan pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan fenomenologi untuk menganalisa peristiwa masa lalu di Cirebon terkait bencana sosial sebagai dampak negatif atau kegagalan program modernisasi masa pemerintah Hindia Belanda tahun 1930an yang memunculkan berbagai fenomena kemunculan wabah malaria.

Kata kunci: Modernisasi Kota, Wabah Malaria, Cirebon

Land Depok sebagai Dampak Urban Endemic Kota Batavia Pada Abad ke-19 dan 20 Masehi

Ary Sulistyo Tim Ahli Cagar Budaya Kota Depok

Perpindahan kota akibat dari degradasi lingkungan hingga endemi penyakit tidak terlepas dalam sejarah peradaban manusia. Land Depok merupakan wilayah pemukiman bagi kaum mardijkers yang semula berkembang dari tanah partikelir milik Cornelis Chastelein di abad ke-18. Seiring dengan endemi malaria dan degradasi lingkungan yang mewabah di Oud Batavia menyebabkan makin banyaknya kawasan di luar kota (ommelanden) dihuni, termasuk kawasan Land Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan pendekatan historis bibliografis dengan langkah kerja menghimpun, menyusun atau mengklasifikasi, menganalisis, dan menginterpretasi data dan informasi kepustakaan yang terkumpul. Berdasarkan situs-situs arkeologi yang dikaji, pada abad ke 18, Land Depok berkembang meluas seiring dengan perkembangan kawasan hingga awal abad ke- 20. Dari berbagai macam situs-situs arkeologi, terdapat 28 bangunan rumah tinggal, makam dan sumber air (petilasan) 15 situs, sarana pendidikan 4 bangunan, sarana ibadah 7 bangunan, fasilitas umum 6 terdiri dari 2 struktur dan 4 bangunan. Sebagian besar situs-situs tersebut tersebar di kawasan Pancoran Mas, Beji dan sekitar Stasiun Depok Lama. Diduga bahwa perkembangan pemukiman Land Depok terjadi karena endemi Malaria dan perpindahan Kota Batavia ke daerah selatan.

26 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Perkembangan kawasan permukiman juga disesuaikan dengan kondisi tropis iklim, seperti rumah-rumah dibangun dengan gaya arsitektur kolonial-indis yang mengadopsi unsur-unsur lokal.

Keywords: endemik, malaria, Oud Batavia, Land Depok, kolonial-indis

Bencana Di Batavia Dan Pemindahan Pusat Pemerintahan Pada Masa Kolonial Belanda

Iwan Hermawan Balai Arkeologi Jawa Barat

Sebagai Pusat Pemerintahan pada masa kolonial Belanda, Batavia tidak terbebas dari ancaman bencana, baik bencana alam berupa banjir maupun bencana non alam seperti perang dan wabah. Kondisi ini mendorong digulirkannya wacana pemindahan Pusat Pemerintahan ke daerah yang dianggap lebih aman dan sehat. Tulisan ini bermaksud menguraikan ancaman bencana sebagai salah satu faktor pendorong pemindahan pusat pemerintahan pada masa Kolonial Belanda. Penulisan menggunakan metode deskriptif analisis. Ketika Daendels datang ke datang ke Pulau Jawa dan menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, salah satu tugasnya adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke daerah yang lebi aman dan sehat. Daendels memilih Weltevreden sebagai tempat untuk membangun pusat pemerintahannya. Pada akhir abad ke-19 kondisi Batavia yang tidak sehat menjadi alasan untuk pemindahan pusat pemerintahan ke daerah yang lebih sehat namun tidak jauh dari pusat pemerintahan saat itu, Bandung dipilih menjadi pusat pemerintahan pengganti Batavia dengan alasan lebih sehat dan aman. Kondisi ini menunjukkan bahwa bencana menjadi salah satu faktor pendorong pemindahan pusat pemerintahan.

Kata kunci: Pusat Pemerintahan, Bandung, Wabah, Banjir, Perang

Sampar Dan Sasalad: Musibah Dalam Sastra Telaah Analisis Framming

Resti Nurfaidah Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat

COVID-19 dianggap sebagai sesuatu yang mengejutkan bagi penduduk dunia. Zaman modern seolah tidak dapat menerima pandemi tersebut. Padahal, hampir seabad lalu, dunia pernah didera penyakit sampar dan flu Spanyol.sejarah mencatat ulangan pandemi dengan memunculkan jenis penyakit lain hingga sampai pada era COVID-19. Sampar (karya Albert Camus) dan Sasalad (karya Dadan Sutisna) merupakan dua novel yang bercerita kental tentang sejarah pandemi. Latar kedua novel itu tentu berbeda, satu di Eropa dan satu di Garut. Namun makalah ini akan menelusuri benang merah yang terjalin dalam tema musibah pada kedua novel itu dengan menggunakan pisau analisis framming. Hipotesis yang didapati dalam kedua

27 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 sumber data itu, antara lain, (1) musibah itu berkaitan dengan pola hidup.manusia, serta (2) musibah itu berkaitan dengan dan berdampak pada lingkungan sosial.

Kata kunci: Sampar, Sasalad, musibah, pandemi, dan framming.

Jejak Strategi Adaptasi Dari Kebencanaan: Studi Kasus Rekam Jejak Lingkungan Dan Struktur Punden Berundak Gunung Padang

Lutfi Yondri dan Danny Zulkifli Herman Balai Arkeologi Jawa Barat

PUNDEN BERUNDAK GUNUNG PADANG sampai sekarang dapat dicatat sebagai salah satu struktur yang di bangun oleh masyarakat prasejarah untuk kepentingan pengagungan arwah leluhur di satu tinggian yang kemudian disebut sebagai Gunung Padang. Tinggalan ini merupakan hasil penemuan kembali pada tahun 1979 oleh para petani Endi, Soma dan Abidin. Sebelumnya tinggalan ini pernah dicatat baik oleh R.D.M Verbeek pada tahun 1891 dan N.J Krom 1914. Sejak ditemukan kembali pada tahun 1979, berturut-turut telah dilakukan penelitian oleh beberapa tim antara lain dari Direktorat Purbakala, PUSPAN (saat sekarang bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional), Balai Arkeologi Bandung, dan Pemerintah Daerah. Salah satu aspek yang belum banyak terungkap dan tidak banyak diketahui adalah bagaimana masalah kerawanan tinggalan ini yang berada di tinggian yang dilingkungi oleh lereng terjal yang cukup rawan dengan berbagai bentuk ancaman kerusakan lingkungan pada masa lalu. Tulisan ini bertujuan akan mengekplorasi tentang rekam jejak ancaman lingkungan yang terjadi di sekitar tinggalan dan bagaimana masyarakat pendiri struktur punden berundak itu dalam mengantisipasi terhadap bahaya tersebut yang dicoba amati dari pola susun batuan pembentuk struktur punden berundak Gunung Padang tersebut. Dari hail kajian dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang membangun punden berundak tersebut telah arif dan pandai menyusun balok-balok batu pembentuk struktur tersebut yang antisipatif terhadap keadaan lingkungannya pada masa lalu. Kata kunci : teknologi, konstruksi, pola susun, dan adaptasi.

Musnahnya Peradaban dan Kota Belajar dari Data Arkeologi dan Sejarah Dalam Al-Quran dengan Solusi Kekinian

Moh Rosyid Dosen IAIN Kudus Jawa Tengah

Tujuan ditulisnya artikel ini mendeskripsikan kandungan Al-Quran yang memuat hancurnya peradaban dan kota. Data diperoleh dari ayat-ayat al-Quran dianalisis dengan ilmu tafsir al-Quran dengan metode tafsir bi al- ra’yi yakni upaya menafsiri maksud ayat demi ayat secara garis besar dan rinci berbekal ilmu bahasa Arab (nahwu, shorof, balaghah, fiqih lughoh), ilmu qiro’ah, ulumul quran, dan ulumul hadis. Hasil riset, hancurnya peradaban dan kota (di beberapa negara Timur Tengah) akibat 29

28 Petaka dalam Kehidupan Manusia sikap manusia masa itu yang mengingkari perintah Tuhan yang dirisalahkan melalui para nabi-nabi-Nya. Kehancuran itu kini menyisakan jejak arkeologis dan sejarah sebagai fakta masa lalu sehingga penting untuk dijadikan pelajaran hidup. Perlunya mewujudkan solusi agar kehancuran peradaban dan kota masa kini tidak terjadi lagi sebagaimana masa lalu. Dengan demikian, di antara manfaat mengkaji kandungan al-Quran (1) mengilas balik agar generasi kini tidak mengulang melanggar perintah Tuhan, (2) berkreasi membangun peradaban kota agar tidak hancur oleh pemerintah dan publik di antaranya dengan merealisasikan konsep kota cerdas (smart city), kota sejahtera, kota welas asih, dan kota ramah anak berpijak pada kearifan lokal Nusantara. Kata kunci: al-Quran, tafsir bi al-ra’yi, runtuhnya kota dan peradaban, dan solusi bijak.

Analisis Struktural Terhadap Informasi Kitab Suci: Mitigasi Bencana Hydrometeorologi Dari Pengalaman Nabi Yusuf As

Momon Sudarma MAN 2 Kota Bandung

Bencana bisa disebabkan karena ada perubahan factor iklim dan cuaca, atau disebut juga hydrometeorology hazard. Khusus untuk negara-negara yang ada di khatulistiwa, maka bencana sejenis ini, merupakan salah satu mushibah yang potensial terjadi di setiap waktu. Dalam konsep keilmuan, ada yang disebut factor- faktor perubahan iklim dan cuaca. Factor-faktor dimaksud, yaitu keawanan, angin, kelembagan dan tekanan udara, serta curah hujan. Factor-faktor iklim dan cuaca dimaksud, berbeda antara satu waktu dengan waktu lainnya, antar satu daerah dengan daerah lainnya, termasuk akan memberikan dampak yang berbeda terhadap daerah yang tertimpanya. Pada saat ada perbedaan intensitas atau frekuensi dari setiap variable tersebut, kemudian akan berdampak pada kondisi dan keadaan alam di daerah tersebut. Jika musim hujan tiba, maka bencana banjir, longsor dan erosi, serta luapan sungai akan menjadi potensi bencana bagi daerah-daerah tertentu. Buntut dari bencana itu, selain menyisakan puing-puing kerugian, maka kekurangan air bersih, dan kerusakan lingkungan, akan menghantui kawasan yang terkena bencana di musim hujan. Kemudian, jika musim kemarau tiba, daerah ini pun hendaknya waspada dengan ragam potensi bencana yang mengintai. Mulai kekeringan, gagal panen, suhu yang tinggi, kebakaran hutan, kelaparan dan dehidrasi. Buntut dari bencana itu pun, belum berhenti, karena potensial pula ada bencana susulan lainnya, seperti kekurangan pangan dan kemiskinan. Bencana hydrometeorology ini, termasuk bencana yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, dan termasuk kategori sering terjadi dalam kehidupan kita. Persoalan kita sekarang ini, adalah bagaimana, cara menghadapi bencana hydrometeorology dimaksud ? bagaimana langkah praktis dan strategis, dalam menghadapi ancaman bencana, dan atau kegiatan rehabilitasi pasca bencana ? Untuk wacana kali ini, kita akan mencoba menawarkan gagasan mengenai mitigasi bencana, dari pengalaman Nabi Yusuf As. Menurut catatan sejarah dan kebudayaan Islam, Nabi Yusuf As,

29 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 merupakan salah satu nabi dan rasul Allah yang berhasil secara gemilang, dalam mengatasi bencana kekeringan dan ancaman kelaparan, dan bahkan dinyatakan sebagai bendahara atau menteri keuangan kerajaan yang sukses. Tujuh tahun bencana kekeringan, dapat diantisipasi dengan tepat, sehingga rakyat Mesir tetap sejahtea. Pendekatan wacana yang diajukan, yakni analisis structural terhadap teks Qur’an, dari perspektif sosiologi kritis. SUmber informasi adalah ayat-ayat Qur’an, yang memiliki relevansi dengan kisah Nabi Yusuf As.

Kata kunci: Al-Qur’an, Nabi Yusuf, hydrometerologi, mitigasi bencana.

The Collapse of Fort Kota Mas: The Cross-Historical of Literature

Irna Saptaningrum1, Agus Tri Hascaryo2, Hasanuddin Anwar3, Romi Hidayat4, Buhanis Ramina4, Vivi Sandra Sari1 1Balai Arkeologi Sulawesi Utara, 2Universitas Gajah Mada, 3Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Utara, 4Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo

Fort Kota Mas is a Spanish fort in the form of a building complex that no longer intact. The remaining parts of the fort include part of the wall, bastion, and gate. This fort is located in Kwandang Village, North Gorontalo Regency, Gorontalo Province. It is geographically located at coordinates 0° 50' 10.85 "N and 122° 54' 47.57" E. The construction of the fort wall and the bastion has a thickness of 0.8 - 1.2 m, which is composed of various rocks with mortal adhesive or lime space. The location of Fort Kota Mas in the Kwandang Bay area is a strategic location for the trade route of agricultural products and gold ore in the 15th to 19th centuries. Therefore, the Portuguese and the Dutch seized this area from the Spanish. The bay's location is also in earthquake fault line trending Southeast - Northwest, which can cause earthquake and tsunami disaster. The earthquake and tsunami that significantly affected the integrity of the fort occurred in 1856 (Gorontalo), 1858 (Minahasa), and 1859 (Ternate and Minahasa). Based on the historical records, it is not yet known the cause of the collapse of Fort Kota Mas, either the chronology and the cause.

Keywords: Fort, Kota Mas, tsunami, gold

Pola Mitigasi Kebencanaan Pada Situs Masjid Raya Sultan Riau Dalam Pelestariannya

Theodorus A. B. N. S. Kusuma dan Andry Hikari Damai CV Vajra Amarta Reksa dan Universitas Udayana

Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh barisan gunung berapi yang memiliki peluang bencana alam salah satunya adalah tsunami. Bencana alam berupa tsunami dapat mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit dan dapat mengancam tinggalan arkeologis di Indonesia. Potensi bencana tsunami dapat terjadi pada cagar budaya Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat. Masjid Raya Sultan Riau merupakan salah satu cagar budaya yang berada di Pulau Penyengat di

30 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Selama ini para peneliti dan pemerhati budaya dan arkeologi hanya terfokus pada pemanfaatan serta pelestarian. Hal ini menjadikan kurangnya peranan mitigasi dalam keberlangsungan benda cagar budaya yang dimiliki Indonesia. Mitigasi bencana dilakukan karena Cagar budaya Masjid Raya Sultan Riau sarat akan nilai-nilai penting ilmu pengetahuan seperti sejarah dan budaya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif melalui literatur dan jurnal yang ada serta teknik pengumpulan data observasi lapangan dan wawancara tokoh masyarakat yang dianggap memahami Masjid Raya Sultan Riau. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan analisis SWOT. Cagar budaya Masjid Raya Sultan Riau merupakan cagar budaya yang secara zonasi masih tergabung dengan cagar budaya lainnya di Pulau Penyengat. Masjid Raya Sultan Riau perlu melakukan pengembangan mitigasi bencana terutama untuk pelestarian warisan budaya, lingkungan, dan industri pariwisata.

Kata kunci: Cagar Budaya; Masjid Raya Sultan Riau; Mitigasi bencana; Pulau Penyengat

Trauma Pascatsunami Dalam Novel Te O Toriatte Karya Akmal Nasery Basral

Rini Widiastuti Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat

Tsunami Aceh merupakan bencana yang meluluhlantakan wilayah sekitar pesisir pantai, ratusan ribu orang meninggal, harta benda tak bersisa. Bencana Tsunami menyisakan trauma yang mendalam pada tokoh Meutia yang diceritakan dalam novel Te O Toriatte karya Akmal Nasery Basral. Tulisan ini mengungkapkan bagaimana Meutia menjalani hidup pascatsunami melalui pendekatan psikoanalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Meutia mengalami trauma dan sering berhalusinasi setelah menghadapi peristiwa tsunami Aceh, Jepang, dan kebocoran reaktor nuklir di Jepang. Meutia juga menderita kepribadian ganda.

Kata Kunci: tsunami, trauma, kepribadian ganda

Jejak-jejak Bencana Sosial pada proses Konversi Religi-Politik Masa Klasik Awal (Abad 5-7) di Asia Tenggara

Nainunis Aulia Izza Program Studi Arkeologi, Universitas Jambi Proses konversi religi dan politik pernah terjadi di Asia Tenggara masa klasik awal. Peristiwa ini berlangsung sekitar kurun abad ke-5 sampai 7 masehi, ketika Agama Hindu-Buddha mulai menggantikan Agama Weda. Adanya indikasi proses konversi

31 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

religi dan politik pada kurun waktu yang hampir bersamaan memunculkan masalah mengenai faktor-faktor yang melatarinya serta cara-cara konversi yang dilakukan. Tulisan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap berbagai hasil penelitian yang membahas tentang bukti-bukti proses konversi religi dan politik. Wilayah-wilayah yang dibahas pada tulisan ini antara lain adalah Jawa, Kalimantan, , dan Daratan Utama Asia Tenggara. Hasilnya, berdasarkan data-data Arkeologis dan Epigrafis menunjukkan faktor pendorongnya adalah religi dan ekonomi. Faktor religi dapat dikaitkan dengan kemunculan Agama Hindu-Buddha di India yang mengantikan Agama Weda. Kemunculan Agama Hindu- Buddha mendorong munculnya penguasa-penguasa baru. Penguasa-penguasa baru tersebut merasa berhak menakhlukan berbagai wilayah yang sebelumnya dikuasai pemimpin yang menganut Weda. Dorongan penakhlukan diperkuat dengan faktor ekonomi, yaitu usaha merebut berbagai pusat dagang dan sumber daya yang selanjutnya menjadi dasar terjadi konflik. Pola penakhlukan yang didasarkan data Arkeologi dan Epigrafi pada berbagai wilayah di Asia Tenggara menunjukkan pola yang hampir sama. Misi untuk mengubah aspek religi dan ambisi ekonomi menunculkan bencana sosial berupa perang dan penghancuran.

Kata kunci: Bencana sosial, klasik, Asia Tenggara, arkeologi.

Dampak Letusan Gunung Api Terhadap Penyelesaian Pembangunan Candi Adan-Adan

Sukawati Susetyo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Indonesia merupakan negara yang mempunyai gunung api aktif terbanyak di dunia. Gunung berapi aktif tersebut tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Gunung berapi aktif di Jawa di antaranya adalah Gunung Krakatau, Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Penanggungan, dan Gunung Arjuno. Aktivitas gunungapi yang meletus tersebut materialnya telah menimbun bangunan-bangunan candi Indonesia, seperti Candi , Candi , Candi Kepung, Candi Tondowongso, dan Candi Adan-Adan. Candi Adan-Adan yang berada di Desa Adan Adan, Kecamatan Gurah, kabupaten Kediri. Berdasarkan penelitian geoarkeologi dapat ditunjukkan bahwa letusan Gunung Kelud menyebabkan tenggelamnya kebudayaan bernilai tinggi di Kediri, salah satunya adalah Candi Adan- Adan. Tujuan penelitian ini ingin menunjukkan dampak letusan Gunung Kelud terhadap penyelesaian pembangunan Candi Adan-Adan. Metode penelitian deskriptif komparatif yaitu dengan melakukan pendeskripsian terhadap artefak-artefak yang belum selesai dikerjakan (unfinished). Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bukti-bukti konkrit adanya dampak letusan gunung api terhadap pembangunan Candi Adan-Adan.

Kata kunci: Candi Adan-Adan, Arkeologi, Kediri, Letusan Gunungapi.

32 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Deskonstruksi Arca-Arca Masa Sriwijaya Retno Purwanti Balai Arkeologi Sumatera Selatan

Kaduan Sriwijaya adalah istitusi pemerintahan dari abad ke-7-12 Masehi. Berdasarkan prasasti-prasasti dan arca-arca yang ditemukan di Palembang dapat diketahui, bahwa agama resmi Kadatuan Sriwijaya adalah Buddha. Meskipun demikian, pada masa itu agama Hindu juga dianut oleh sebagian masyarakat. Arca- arca Buddha dan Hindu yang ditemukan di Palembang sebagian besar dalam keadaan tidak utuh lagi. Sejumlah arca ditemukan dalam keadaan tidak memiliki kepala, tangan, kaki atau hanya ditemukan bagian badannya saja. Ketidakutuhan arca-arca tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab kerusakannya. Apakah kerusakan arca-arca disebabkan oleh faktor alam atau faktor manusia. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan arca dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Berdasarkan analisis terhadap pecahan-pecahan arca dapat diduga penyebabnya adalah faktor manusia.

Kata kunci: dekonstruksi, arca, Sriwijaya.

Ganesa as The God of Disaster in Blitar

Muhamad Satok Yusuf Archaeological Student of Udayana University

Ganesa is one of the popular gods in Nusantara since the 8th AD. The popularity of this elephant-headed god does not come without reason, but is accompanied by his role as provider and antidote to existing disasters, both natural and social. This study discusses the role of Ganesa in Blitar in the form of sculpture and their placement in a potentially disaster-prone area. Data collection techniques through observation and literature review with qualitive descriptive analysis. The results of this study indicate that the role of Ganesa in disasters that occurred in Blitar during the Hindu-Buddhist era was very important. The worship of Ganesa is a sign of past human efforts to gain courage and blessings in the face of disasters. Ganesa is placed in disaster-prone areas such as volcanic mountains, floods, areas of socio-political conflict to rice fields. The placement of this sculptures is not only in a complete sacred building such as candi, but can be a open space such as bale.

Keywords: Ganesa; disaster; worship; Blitar.

Penanganan Bencana Gempa Bumi: Masa Kolonial Belanda

Zukhrufa Ken Satya Dien dan Resa Tri Andani, Universitas Negeri Yogyakarta

Wilayah Indonesia memiliki daerah yang sangat rentan terhadap bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi. Gempa bumi

33 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

yg g j g p p terjadi karena gabungan berbagai lempeng benuai mikro dan busur api, yang digerakkan oleh proses tektonik yang kompleks hingga berada pada tempatnya saat ini, peroses tumbukan lempeng inilah yang menyebabkan terbentuknya berbagai jenis patahan yang tersebar di berbagai tempat, senantiasa menerima dan menimbun gaya tektonik dari interaksi lempeng litosfer. Terjadinya gempa bumi menjadi belajar dari sebuah sejarah yang dapat memberikan wawasan yang berguna untuk menghadapi sebuah masalah. Artikel ini membahas mengenai terjadinya gempa bumi terparah masa pemerintahan kolonial Belanda, dampak yang terjadi masa pemerintahan kolonial Belanda dan mengatasi bencana gempa bumi pada masa kolonial Belanda. Dengan demikian, kita dapat belajar dan mengerti sejarah penanganan sebuah bencana gempa bumi pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia.

Kata kunci: gempa bumi, kolonial Belanda, mitigasi bencana

Gempa Bumi Batavia 1699 dan 1780 serta Memori Kolektif Kebencanaan

Omar Mohtar Direktorat Pelindungan Kebudayaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk membangkitkan Kembali memori kolektif kebencanaan gempa bumi di Jakarta. Sejarah mencatat, Jakarta yang dahulu bernama Batavia pernah beberapa kali diguncang gempa bumi. Guncangan yang paling besar yang pernah mengguncang Batavia adalah gempa bumi tahun 1699 dan 1780. Gempa bumi tahun 1699 membuat kerusakan yang cukup parah. Banyak bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Kondisi diperparah dengan rusaknya jaringan air minum, saluran pembuangan, dan kondisi cuaca Batavia saat itu yang membuat banyak orang-orang Belanda di Batavia meninggal dunia. Banyaknya orang Belanda yang meninggal membuat Batavia saat itu mendapat julukan graf der Hollanders atau kuburan orang-orang Belanda. Bencana alam yang pernah terjadi di Batavia pada masa lalu, sangat penting untuk selalu diingat. Narasi dari sejarah bencana alam, khususnya gempa bumi dapat menjadi memori kolektif pengingat bencana. Memori kolektif ini kemudian menjadi penting sebagai salah satu cara agar masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana gempa bumi menjadi lebih waspada terhadap bencana yang mengintai mereka. Sebagai manusia, hendaknya sesekali melihat ke masa lalu agar dapat memahami potensi dan mengetahui bencana yang sudah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Kata kunci: Bencana alam, gempa bumi, Batavia, sejarah, memori kolektif

34 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Analisis Spasial Kerentanan Bencana Gempa Bumi Sesar Lembang Terhadap Fasilitas Pendidikan di Kawasan Bandung Raya

Fajar Setia Pratama SMAN 1 Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat

Kawasan Bandung Raya atau Kawasan Metropolitan Bandung merupakan sebuah regionalisasi kawasan di Provinsi Jawa Barat, terdiri dari wilayah pemerintahan Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan sebagian Kabupaten Subang (Kecamatan Sukasari dan Jatinangor). Kawasan ini dihuni lebih dari 8 juta penduduk atau 18% dari total penduduk Provinsi Jawa Barat. Secara geografis kawasan Bandung Raya dikelilingi oleh pegunungan dengan luas wilayah dataran sekitar 75.000 hektar, kawasan ini juga menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat Ibukota Provinsi Jawa Barat. Wilayah utara dari kawasan Bandung Raya secara geologis merupakan bagian dari wilayah aktif sesar lembang. Sesar lembang memiliki panjang sekitar 29 kilometer, membentang dari wilayah barat di Kecamatan Padalarang Kab.Bandung Barat hingga ke wilayah Tanjung sari. Oleh karenanya, penentuan zonasi kerentanan bencana perlu dilakukan untuk dapat mengurangi dampak dari bencana tersebut, khususnya terhadap fasilitas pendidikan. Penentuan zonasi menggunakan analisis spasial dilakukan dengan melakukan pemberian bobot prioritas serta overlay, sehingga akan didapatkan peta wilayah kerentanan bencana. Peta tersebut akan di overlay dengan data titik lokasi fasilitas pendidikan, sehingga diketahui unit sekolah mana saja yang harus dilakukan persiapan yang lebih dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi dari sesar lembang. Persiapan yang dapat dilakukan seperti edukasi terhadap siswa-siswi yang berada di unit satuan pendidikan untuk menghadapi bencana yang akan datang.

Kata kunci: Sesar Lembang, Gempa Bumi, Pemetaan Resiko, Bandung Raya, Edukasi Bencana

Batu Lonceng Sebagai Pengingat Bencana di Patahan Lembang: Kajian Arkeologi Alternatif

Garbi Cipta Perdana Niskala Institut

Situs Batu Lonceng teletak di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat dan keletakannya tepat berada di Sesar Lembang. Berdasarkan penelitian arkeologi yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Jawa Barat, artefak yang disebut sebagai Batu Lonceng tersebut merupakan sebuah arca polinesia (arca tipe Pajajaran) yang belum selesai/unfinished. Penelitian ini menggunakan kajian arkeologi alternatif yang muncul sebagai “pembanding” dari archaeological mainstream, dengan teknis kajian pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fungsi dan makna Batu Lonceng berdasarkan arkeologi alternatif. Arkeologi alternatif sendiri merupakan dampak dari “kejenuhan” masyarakat terhadap berbagai penelitian yang tidak dipublikasikan. Hal

35 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 itu membuat masyarakat membuat interpretasi sendiri terhadap tinggalan arkeologi yang ada di sekitar mereka dengan cara mereka sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan kajian arkeologi alternatif, batu lonceng merupakan suatu alarm mitigasi yang akan berdentang sebagai peringatan ada mara bahaya atau bencana. Hal tersebut dapat dilihat sebagai upaya masyarakat mamahami dan memaknai lingkungannya yang sangat bepontensi tertimpa bencana.

Kata kunci: Situs Batu Lonceng, arkeologi alternatif, arkeologi public, Sesar Lembang, mitigasi Permukiman Tanggap Bencana Banjir Sempadan Sungai (Studi Kasus: Permukiman Cipinang Muara, Jakarta)

Sri Utami 1 dan Rakasiwi Febryalvinzha 2 1,2Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Bencana banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Kota Jakarta. Salah satu permukiman pusat kota yang menjadi korban banjir tahunan adalah permukiman Cipinang Muara, Jakarta Timur. Tingginya intensitas curah hujan, kemiringan lereng yang landai dan buruknya infrastruktur kawasan merupakan penyebab utama terjadinya banjir pada permukiman Cipinang Muara. Dalam rangka penanganan kawasan sempadan sungai terhadap bencana banjir, dilakukan analisis kuantitatif berupa penghitungan tingkat kekumuhan pada kawasan, serta analisis pola adaptasi hunian pada kawasan pada 3 periode banjir pada kawasan penelitian. Dari hasil analisis diperoleh urgensi kawasan dan penyebab utama banjir, kesesuaian pola adaptasi pada skala hunian dan permukiman, hubungan adaptasi fisik dan kondisi non – fisik pada kawasan penelitian, serta prioritas penanganan banjir pada skala kawasan dan juga skala hunian. Hasil sintesis awal tersebut kemudian di kaji kembali sehingga muncul rekomendasi penanganan kawasan rawan banjir sempadan, penanganan hunian pada dataran banjir sempadan sungai, serta aplikasi adaptasi skala hunian pada kawasan penelitian.

Kata kunci: banjir, sempadan sungai, tingkat kekumuhan, pola adaptasi

p–ISSN 2252-3758 SINTA 2 e–ISSN 2528-3618

36 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Perpindahan Hunian Pendukung Situs DAS Sekampung: Wujud Dari Mitigasi Bencana

Nurul Laili Balai Arkeologi Jawa Barat

Way sekampung merupakan salah satu sungai utama di Provinsi Lampung, terbentang dari Sekampung Hulu di Kabupaten Tanggamus, Sekampung Tengah di Kabupaten Lampung Tengah, dan Sekampung Hilir di Kabupaten Lampung Timur. Sekampung sebagai sungai utama mempunyai peranan tumbuhnya peradaban manusia, dari masa lampau hingga kini. Jejak arkeologi menunjukkan adanya tumbuhnya peradaban masa lampau dengan hadirnya situs-situs arkeologi di sepanjang DAS Sekampung. Tulisan ini fokus pada situs situs yang berada di das sekampung Lampung Timur. Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa situs yang saling terkait dan dimungkinkan telah terjadi perpindahan hunian yang diakibatkan adanya mitigasi bencana.

Kata kunci: DAS Sekampung, arkeologi, mitigasi, perpindahan

DAS Ngrowo-Ngasinan: Antara Berkah dan Petaka Bagi Tinggalan Arkeologi Di Trenggalek

Hery Priswanto Balai Arkeologi Provinsi D.I. Yogyakarta

Sub DAS Ngrowo-Ngasinan merupakan salah satu Sub DAS Brantas seluas 1.188.800 Ha yang berada di wilayah Kabupaten Trenggalek. Sub DAS Ngrowo- Ngasinan berupa hutan, tegalan, sawah irigasi, perkebunan dan permukiman dengan persentase tertinggi adalah sawah irigasi dan permukiman yang setiap tahunnya mengalami banjir. Kondisi banjir yang terjadi mempunyai pengaruh terhadap keberadaan tinggalan arkeologi yang berada di sekitar Sub DAS Ngrowo-Ngasinan yaitu Candi Brongkah di Kecamatan Pogalan, Situs Semarum dan Kamulan di Kecamatan Durenan. Pada saat ditemukan tinggalan arkeologi di sekitar Sub DAS Ngrowo-Ngasinan adalah tertimbun endapan aluvial sungai.Hasil penelitian Balai Arkeologi Provinsi D.I.Yogyakarta pada tahun 2012-2015 di Situs Semarum dan Situs Kamulan menunjukkan indikasi bahwa situs-situs tersebut ditinggalkan karena adanya tergenang dan tenggelam oleh keberadaan Sub DAS Ngrowo-Ngasinan yang tidak jauh dari lokasi situs tersebut. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan Sub DAS Ngrowo-Ngasinan terhadap hilang atau rusaknya situs-situs arkeologi di sekitar Sub DAS Ngrowo-Ngasinan.

Kata kunci: DAS Brantas, Sub DAS Ngrowo-Ngasinan, Candi Brongkah, Situs Semarum, banjir

37 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Kota Bima: Antara Kekunoan dan Kekinian dalam Tinjauan Arkeologi Dan Sosiologi di Masa Pandemi Covid-19

Rozali Jauhari Alfanani, M. Pd1 dan Herlina Martini, S. Pd2 MAN 2 Kota Bima, NTB

Kota Bima merupakan salah satu daerah dengan perkembangan yang pesat di bagian timur wilayah Indonesia bagian tengah. Pembangunan infrastruktur fisik, sumber daya manusia dan kebudayaan terus digenjot oleh pemerintah daerah beserta seluruh lapisan masyarakatnya. Pesatnya perkembangan tersebut membawa berbagai dampak terhadap aspek arkeologi maupun sosiologi di Kota Bima. Dampak arkeologi tentu terkait dengan keberadaan situs, peninggalan sejarah dan ciri khusus masa kejayaan wilayah Kota Bima pada zaman dahulu. Pun dengan dampak pada bidang sosiologi terkait dengan pola pikir, pola hidup dan pola interaksi masyarakat Kota Bima tempo dulu dan masa kini yang mengalami perubahan yang signifikan. Terutama pada masa pandemi Corona Virus Diseases (Covid-19) saat ini, aspek arkeologi dan sosiologi di Kota Bima masih harus menjadi sorotan dan perhatian banyak pihak. Hal tersebut agar pesatnya perkembangan tidak menjadi penghalang upaya pemertahanan konsep arkeologi dan sosiologi yang telah mumpuni di Kota Bima sekaligus tidak menjadi masalah tambahan di masa pandemi ini. Oleh sebab itu, melalui pendekatan historis pada aspek arkeologi dan sosiologi yang dilakukan dengan teknik observasi, riset arkeologi dan telaah kepustakaan, penelitian ini berupaya menemukan hasil berupa sebuah korelasi antara masa lalu dengan masa kini dengan model komparasi berbagai hal yang dimiliki oleh Kota Bima kuno dengan Kota Bima kini.

Kata kunci: Kota Bima, Arkeologi, Sosiologi, Pandemi, Komparasi

Ketika Petaka Mentransformasi Hidup Manusia: Mengonstruksi Pengetahuan Masyarakat Ambon Tentang Bencana Alam

Yance Z. Rumahuru IAKN Ambon

Bencana tidak selalu mematikan tetapi juga turut memberi kehidupan lebih baik bagi manusia dan alam. Makalah ini bertujuan menganalisis pengetahuan masyarakat Kota Ambon tentang bencana untuk menjelaskan seperti apa bencana direspon dan memberi dampak positif terhadap kehidupan manusia. Studi ini mengacu pada asumsi bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki pengetahun tentang bencana, dan berbagai peristiwa bencana telah mengubah kehidupan manusia, termasuk sikap manusia terhadap alam. Konstruksi pengetahuan kelompok-kelompok masyarakat tentang bencana dipandang penting dilakukan saat ini dalam rangka membangun masyarakat tangguh bencana. Makalah ini ditulis mengacu pada hasil penelitian penulis tahun 2019 di Negeri Batu Merah dan Desa Galala, dua wilayah di Kota Ambon yang setiap tahun mengalami banjir dan tanah longsong. Kajian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan

38 Petaka dalam Kehidupan Manusia etnosains. Pendekatan ini digunakan karena menekankan pada pengetahuan khas komunitas atau kelompok yang diteliti sehingga memungkinkan untuk memberi gamabaran menyeluruh mengacu pada pengetahuan subjek yang diteliti. Studi ini menemukan bahwa pertama, bencana dihubungakn dengan aspek religius yang memosisikan peristiwa bencana terjadi dalam kehendak Sang Pencipta. Kedua, bencana dihubungkan dengan siklus alam tetapi tidak lepas dari campur tangan manusia. Kedua aspek ini menjadi foktor utama terjadinya bencana. Merespon hal ini strategi yang dilakukan oleh masayarakat Ambon menghadipi bencana adalah (1) memanfaatkan kearifan lokal, (2) meningkatkan peran agama, dan (3) mensinergikan inisiatif masyarakat dengan kebijakan Negara.

Kata kunci: Bencana, pengetahuan masyarakat, Ambon.

Budaya Ketahanan Gempa Pada Arsitektur Masjid Tradisional Indonesia

Ratri Wulandari Universitas Telkom/Bandung Heritage

Ketahanan (resilience) telah menjadi isu dalam dunia pelestarian, khususnya beberapa tahun terakhir. Isu ketahanan membahas ketahanan terhadap bencana alam termasuk perubahan iklim, kerusakan alami maupun kerusakan karena musibah lain seperti kebakaran, pencurian, vandalisme, bencana sosial, wabah. Isu ketahanan ini muncul dalam arsitektur tradisional vernakular, termasuk diantaranya pada bangunan arsitektur religius. Penelitian ini mempelajari struktur masjid tradisional di Indonesia dalam kaitannya dengan budaya ketahanan anti gempa, dibandingkan dengan desain masjid di wilayah dengan gempa yang lebih sedikit, juga dalam kaitannya dengan isu pelestarian. Penelitian dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan mempelajari struktur masjid-masjid tradisional di berbagai daerah, kondisi masjid sebelum terkena bencana gempa, dan kondisi masjid setelah bencana gempa. Pengamatan dilakukan melalui data-data historis dari setiap masjid selain diamati secara langsung. Ditemukan bahwa desain struktur masjid tradisional di Indonesia pada awalnya mengikuti pola bangunan tradisional di masing-masing daerah, kemudian mengalami perubahan fisik, diantaranya struktur. Sebagian masjid berpola tradisional telah didesain oleh arsitek masa kolonial sehingga memiliki konstruksi berbeda. Masjid dengan struktur yang relatif masih otentik, lebih tahan terhadap gempa dibandingkan dengan masjid yang strukturnya telah mengalami perubahan. Disimpulkan bahwa arsitektur besar seperti masjid pun mengandung kearifan lokal terhadap gempa, tetapi melupakan kearifan sosial tersebut mengaibatkan kelemahan sosial dalam ketahanan terhadap gempa secara umum. Diperlukan edukasi terkait budaya anti gempa terkait ketahanan terhadap gempa dan sebagai upaya pelestarian pengetahuan lokal terhadap ketahanan bencana.

Kata kunci: gempa, ketahanan, resilience, masjid tradicional, konservasi

39 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Kearifan Lokal Pelestarian Kawasan Sekitar Situ Cisanti (Suatu Kajian Untuk Pengembangan Bahan Ajar) Dian Diana SMPN 1 Cihampelas Bandung Barat

Kawasan sekitar Situ Cisanti berada pada arboretum 73, tepat di Hulu Sungai Citarum. Ada tujuh buah mata air yang mengalirkan airnya ke Situ Cisanti. Terjadi pengeringan mata air, saat kawasan sekitar diubah secara destruktif, padahal kawasan ini merupakan sentral berlangsungnya pengaliran Sungai Citarum, yang melewati 6 kabupaten di Jawa Barat. Terganggunya ketersediaan air ini, tentu merupakan suatu bencana.yang harus segera diatasi. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis kearifan lokal yang dilakukan masyarakat untuk melindungi kawasan situ, mengetahui zonasi kawasan untuk mengurangi tekanan penduduk dalam penggunaan lahan kawasan lindung, serta implikasi hasil penelitian pada pembelajaran IPS di sekolah. Metode dalam penelitian ini menggunakan kualitatif-verifikatif dengan pendekatan fenomenologi yang mencari dan mengungkap makna dibalik fakta yang ditemukan. Proses pengumpulan data dengan teknik triangulasi, yang datanya bersumber dari 10 orang informan dengan latar belakang yang berbeda–beda. Walaupun aktivitas destruktif pada hutan di kawasan sekitar Situ Cisanti kerap terjadi, ternyata masih ada kearifan lokal yang digunakan oleh masyarakat, diantaranya pembuatan pagar alami, pembuatan batas lindung setiap mata air, folklor dalam bentuk pupuh, petuah, dan berbagai ritual di Situ Cisanti yang pada dasarnya bertujuan untuk melindungi situ agar tetap lestari. Zonasi kawasan sekitar situ terbagi menjadi enam petak dengan 3 fungsi berbeda yaitu zona hijau, zona budidaya, dan zona interaksi. Penelitian ini, akan menjadi inspirasi bagi peserta didik untuk paham, sadar, peduli, dan melakukan aksi pelestarian lingkungan. Bahan ajar dari hasil penelitian ini, disesuaikan dengan materi ajar tentang pelestarian lingkungan pada pembelajaran IPS.

Kata Kunci : Kearifan Lokal, Pelestarian, Situ Cisanti.

Dilema Etnis Tionghoa Masa Orde Lama dan Baru: Analisis Strategi Kebudayaan Van Peursen

Desril Riva Shanti, Rusyanti Balai Arkeologi Jawa Barat

Etnis Tionghoa merupakan salah satu bagian dari elemen masyarakat yang telah menempuh sejarah yang panjang dengan berbagai dinamikanya yang kompeks dari waktu ke waktu. Motivasi ekonomi merupakan aspek yang erat kaitanya dengan migrasi dan diaspora masyarakat Cina sejak masa Dinasti Han, masa perdagangan pelayaran, hingga masa rekrutmen untuk kebutuhan pembangunan dan perkebunan oleh pemerintah kolonial Belanda. Memasuki masa Orde Lama dan Orde Baru keberadaan masayarakat Tionghoa di Indonesia semakin kompleks dan dilematis dengan pengenaan berbagai pembatasan baik sosial, ekonomi, mapun religi yang

40 Petaka dalam Kehidupan Manusia lebih ketat daripada golongan masyarakat Indonesia lainnya. Van Peursen seorang guru besar filsafat di Universitas Groningen dalam bukunya yang terkenal Strategi Kebudayaan memberikan pengantar yang mendalam mengenai hakikat kebudayaan yang dinamis dengan berbagai studi kasus yang kompleks sebagai pemantik dalam memahami bagaimana kebudayaan mempunyai daya operasi yang lebih luas lagi, yaitu dapat berfungsi sebagai sarana-sarana, cara, dan alat untuk tujuan tertentu yang perlu dicermati praktik-praktiknya. Dalam konteks menganalisis keberadan masyarakat Tionghoa di Indonesia terlihat kondisi politik pada dua masa tersebut menggunakan pendekatan strategi kebudayaan melalui regulasi, simbol, dan pengadaptasian kebudayaan (baru) dalam upaya menata potensi konflik yang semuanya dilakukan secara terpadu, de jure dan de facto. Pengenaan strategi tersebut terbilang berhasil yang terlihat baik dari materialisasinnya maupun efek jangka panjanganya, yaitu diantaranya melalui peraturan dwi kewarganegaraan, perubahan klenteng menjadi Vihara, dan pengadaptasian kebiasaan baru berupa pelarangan dan pembatasan penggunaan simbol-simbol ke-Tionghoa-an baik dalam segi bahasa aksara, maupun arsitektur. Pembatasan tersebut pada akhirnya semakin mempertegas domain dan peranan masyarakat keturuan Tionghoa yang kemudian lebih identik berada di bidang perdagangan dan jasa perhitungan ekonomi seperti notaris dan akuntan. Meskipun telah lama dihapuskan, tetapi jejak sejarah tersebut masih meninggalkan dilema dan stigma yang berkepanjangan dan masih terasa hingga kini.

Kata kunci: Tionghoa, dilema, Van Peursen.

Uma Lengge Sebagai Situs Ketahanan Pangan Masyarakat Bima Dalam Menghadapi Bencana

Baiq Muliati, S. Pd. dan Wilastri Hurun’in, S. Pd. MAN 2 Kota Bima Bangunan Uma Lengge merupakan bangunan tradisional di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Bangunan ini berfungsi untuk tempat tinggal masyarakat suku Mbojo sekaligus tempat menyimpan bahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik serta keterkaitan bangunan Uma Lengge terhadap kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat Desa Maria. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan arkeologi dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian dimulai dengan melakukan pengumpulan data melalui studi pustaka, pengamatan secara langsung di lapangan, melakukan wawancara untuk data penelitian melalui informan. Diperoleh data pada bagian atap bangunan berbentuk trapesium sama kaki serta memiliki dua buah wanga yang saling menyilang pada setiap ujung bubungan atap dengan bahan bambu. Bagian pintu bangunan arah hadap mengarah ke Mekah, bagian depan bangunan tidak boleh berhadapan dengan bagian depan bangunan di sekitar tetapi bertolak belakang terhadap bangunan lainnya. Bangunan Uma Lengge memiliki tiga bagian utama seperti bagian pondasi, lantai satu dan lantai dua sekaligus atap. Bangunan Uma Lengge memiliki keterkaitan dengan nilai sosial kehidupan masyarakat Maria seperti; nilai gotong

41 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 royong; nilai silahturahmi; nilai musyawarah; nilai tolong menolong dan keterkaitan pada nilai kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Desa Maria seperti; upacara Ampa Fare dan upacara mengantar mahar.Uma Lengge juga menjadi situs ketahanan pangan masyarakat Bima dalam menghadapi segala bentuk bencana.

Kata kunci: uma lengge, budaya, Desa Maria, Bima.

Edukasi Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana Di Kawasan Geowisata Ciletuh Unesco Global Geopark Network

Diah Natarina Institut Teknologi Bandung

Pendapatan Negara dari Sektor Pariwisata menjadi primadona pengganti pemasukan dari Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Beragam keindahan alam dijumpai dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia berpotensi untuk terus dikembangkan dan dikelola menjadi objek wisata. Sejarah keragaman alam dari perspektif geologi berasal dari evolusi berjuta-juta tahun yang lalu akibat dasar samudra yang terangkat kepermukaan laut menjadi pulau-pulau. Pada satu masa bumi telah mencapai kematangannya sedangkan makhluk hidup terus berkembang terutama peradaban manusia. Awalnya manusia sangat memuliakan alam, jika saat ini bencana alam terjadi sering kali penyebabnya adalah karena manusia telah berubah. Dampak hasrat manusia untuk berkuasa serta tidak bijak dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Paparan tersebut melatar belakangi tujuan penelitian yang berlokasi di Jawa Barat dengan mengacu pada kasus-kasus longsor di desa Ciloto - Kabupaten Cianjur. Hal tersebut menjadi langkah antisipasi mengurangi terjadinya longsor di Ciletuh – Kabupaten Palabuhan Ratu. Alih fungsi sebagian lahan dari kawasan konservasi alam bergeser menjadi fungsi kawasan geowisata. Fokus penelitian adalah pada sistem informasi kawasan jika bencana terjadi. Dalam mencapai tujuan maka metodologi kualitatif yang digunakan adalah deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dengan melakukan tinjauan literatur, observasi dan wawancara mendalam kepada pihak yang berkompetensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak cukup hanya mengandalkan sistem informasi berupa rambu-rambu agar berhati-hati saat melintas. Frekuensi edukasi penanggulangan bencana melalui info grafis pada media sosial kepada masyarakat dan simulasi penanggulangan jika terjadi bencana secara simultan terus dilakukan. Kawasan Ciletuh yang sudah menjadi kawasan UNESCO Global Geopark Network telah mengayakan dalam hal regulasi untuk dipatuhi dalam pengelolaan dan pengolahan kawasan. Membuka peluang kepada publik eksternal untuk berkontribusi, agar pencapaian konservasi alam, pengembangan wisata berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat dapat selaras terwujud.

Kata kunci: Ciletuh, edukasi, longsor, geowisata, rambu, sistem-informasi.

42 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Alternatif Penanganan Bencana Banjir: Studi Kasus Situs Candi Ronggeng, Pamarican, Ciamis

Endang Widyastuti, Nanang Saptono, Rusyanti Balai Arkeologi Jawa Barat

Situs Candi Ronggeng secara administratif terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, berada pada koordinat 7°25’46.92”LS dan 108°29’37.17” BT. Morfologi situs berupa pedataran bergelombang di lembah Ci Seel anak sungai Ci Tanduy yang berhulu di Gunung Cakrabuana di Kabupaten Tasikmalaya dan bermuara di Segara Anakan Provinsi Jawa Tengah. Ci Seel mengalir di sebelah utara situs, dengan pola aliran meander dengan anak-anak sungai, berkelok-kelok dari arah barat ke timur. Lahan ini sering tergenang banjir sehingga terjadi sedimentasi yang sangat tinggi. Objek berupa batu candi yang semula masih terlihat, sekarang terkubur endapan tanah. Berdasarkan laporan penggalian pada tahun-tahun sebelumnya, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1937, 1943, 1962, dan 1973 dan lebih sering lagi sejak dibangunnya bendungan Gunung Putri. Jejak endapan banjir tersebut terlihat hingga mencapai ketebalan 140 cm sampai dengan 200 cm dari tanah aslinya yang berwarna hitam kecoklatan dan bertekstur pasir-lempungan. Paparan ini bermaksud mengajukan alternatif untuk menangani banjir, sehingga candi ini dapat diselamatkan sebagai salah satu aset daerah Ciamis. Pembahasan dilakukan di antaranya dengan melihat kondisi candi dan lingkungannya, data pengendapan limpah banjir, dan curah hujan. Selanjutnya diajukan beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan sehingga situs Candi Ronggeng terhindar dari banjir.

Kata kunci: Candi Ronggeng, banjir, Ci Seel, Gunung Putri, Ciamis.

Mitigasi Bencana Di Situs Prasasti Munjul, Pandeglang: Upaya Pencegahan Terhadap Potensi Kerusakan

Moh Ali Fadillah Dept. of History Education, Faculty of Teachings and Education Sciences University of Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten

Keberadaan prasasti dipandang sebagai indikator utama masuknya Indonesia ke zaman sejarah. Ketujuh prasasti berbahasa Sanskerta peninggalan kerajaan Tarumanegara menjadi bukti tertulis berdirinya sebuah negara bercorak Hindu di Jawa bagian barat pada awal abad V Masehi di bawah kuasa Raja Purnawarman. Salah satu batu bertulis yang dikenal dengan nama Prasasti Munjul tersebut, berada jauh dari ibukota kerajaan di sekitar muara Citarum antara Bekasi dan Karawang, telah memberi kesaksian luasnya wilayah dan pengaruh kekuasaan Tarumanegara. Dipahat pada bagian atas batu andesit in situ di meander Cidanghyang, anak sungai Ciliman yang mengalir ke Selat Sunda, prasasti Munjul berada pada posisi rentan terhadap bencana alam terutama luapan sungai yang sulit diprediksi. Mengingat pentingnya Prasasti Munjul sebagai cagar budaya yang sudah terdaftar dalam RNCB 20161025 01 001351, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kondisi resen

43 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 gejala alam yang berpotensi merubah, merusak, dan bahkan dapat menghilangkan obyek beserta situs dan lingkungan sekitar. Dengan mengidentifikasi dampak luapan sungai beberapa tahun belakangan, diharapkan penelitian ini akan memperoleh informasi tentang potensi ancaman baik langsung maupun tidak langsung terhadap cagar budaya. Hasil penelitian dapat menyediakan alasan rasional untuk merumuskan kebijakan mitigasi bencana di aliran sungai Cidanghyang yang berdampak langsung terhadap situs Prasasti Munjul sebagai tindakan pencegahan dalam kerangka sistem manajemen sumberdaya budaya.

Kata kunci: Prasasti Munjul, Pandeglang, mitigasi bencana

Arah Kebijakan Raja pada Masa Jawa Kuno Pasca Peristiwa Pralaya dari Sudut Pandang Teori Kontrak Sosial

Muhamad Alnoza Departemen Arkeologi Universitas Indonesia

Kiamat atau akhir dari dunia dalam kebudayaan Hindu-Buddha dikenal sebagai Pralaya. Konsep Pralaya berkaitan dengan salah satu siklus zaman dalam kepercayaan Hindu-Buddha, yaitu Kaliyuga. Pralaya dapat digambarkan sebagai zaman di mana terjadinya berbagai bencana alam dan sosial, yang mengakibatkan kehancuran bagi seluruh umat manusia. Konsep Pralaya rupanya juga dikenal dalam kebudayaan masyarakat Jawa Kuno. Konsep ini beberapa kali dikaitkan dengan sebab dari pergantian kekuasaan yang berlangsung di masa Jawa Kuno, misalnya yang terncantum di Prasasti Pucangan, yang menceritakan kenaikan takhta Airlangga sebagai raja pasca Pralaya. Keberadaan Pralaya sebagai bencana dengan demikian menyebabkan suatu perubahan mendasar bagi kekuasaan di Jawa pada masa lampau. Tulisan ini secara khusus mengangkat permasalahan mengenai kebijakan apa yang dikeluarkan oleh seorang raja pasca Pralaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui arah kebijakan raja pasca Pralaya sebagai bencana atau kiamat dalam sudut pandang religi. Tulisan ini mengambil contoh Raja Sindok dan Airlangga sebagai perbandingan raja yang berkuasa pasca Pralaya. Metode arkeologi digunakan untuk menjawab permasalahan ini. Metode tersebut terdiri dari pengumpulan data, analisis dan interpretasi. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka terhadap penelitian mengenai sejarah Pralaya yang berlangsung di masa pra kekuasaan Sindok dan Airlangga serta alihbahasa dan alihaksara prasasti- prasasti masa Sindok dan Airlangga yang berdekatan dengan tahun terjadinya Pralaya. Analisis dilakukan dengan klasifikasi kebijakan yang diterapkan oleh Sindok dan Airlangga berdasarkan hasil alihbahasa dan alihaksara prasasti. Interpretasi pada hasil klasifikasi kebijakan dilakukan dengan pengimplementasian Teori Kontrak Sosial. Rangkaian penelitian tersebut menghasilkan suatu pemahaman bahwa Sindok yang berkuasa setelah terjadinya Pralaya berupa bencana gunung meletus lebih memfokuskan diri pada penetapan daerah-daerah sima secara intensif, sedangkan Airlangga yang menghadapi Pralaya berupa perang saudara lebih memfokuskan diri pada unifikasi daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno yang

44 Petaka dalam Kehidupan Manusia melepaskan diri. Kedua raja secara langsung maupun tidak telah mengklaim diri sebagai Dewa Wisnu yang selamat dari Pralaya, sehingga rakyat berhak mendapatkan keselamatan dan kemaslahatan pasca Pralaya melalui kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan oleh sang raja. Hubungan kedua pihak ini dapat dipahami sebagai kontrak sosial.

Kata Kunci: Airlangga; Bencana; Kontrak Sosial; Pralaya; Sindok

Bencana “Serangan Kepah” Pada Situs Kota Cina, Medan Repelita Wahyu Oetomo Balai Arkeologi Sumatera Utara

Situs Kota Cina merupakan salah situs penting di nusantara dan merupakan salah satu dari 3 situs masa klasik terpenting di Sumatara Utara, selain situs Barus dan Padang lawas. Situs ini menjadi lebih istimewa lagi karena merupakan salah satu situs Bandar perdagangan yang jarang ditemui di Nusantara. Tidak ditemukan catatan sejarah berkaitan dengan keberadaan situs ini, salah satu catatan sejarah yang ada hanyalah penyebutan nama Haru atau Harw dalam naskah-naskah asing atau dalam naskah Negarakertagama. Sebaliknya berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti baik dalam dan luar negeri menunjukkan bahwa situs Kotacina pada masanya adalah merupakan salah satu situs yang besar. Ribuan kilogram artefak berhasil didapati melalui ekskavasi. Belakangan situs tersebut memudar dan ditinggalkan. Cerita yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa situs tersebut ditinggalkan oleh penghuninya akibat serangan kepah atau kerang-kerang laut yang menyerang situs tersebut pada suatu malam. Penelitian arkeologis yang dilakukan membuktikan bahwa di beberapa kotak gali terdapat timbunan kulit kerang (kepah).

Kata kunci: Kepah, Kota Cina, Bencana.

Dampak Letusan Gunung Krakatau 1883 Terhadap Permukiman Di Pantai Barat Teluk Lampung

Nanang Saptono Balai Arkeologi Jawa Barat

Letusan gunung berapi seringkali memberikan dampak negatif terhadap permukiman di sekitarnya. Situs arkeologi seperti situs di Kabupaten Temanggung merupakan salah satu bukti dampak negatif letusan gunung. Beberapa kajian arkeologi terhadap situs-situs di sekitar Gunung Merapi, Yogyakarta menyimpulkan bahwa erupsi Gunung Merapi menjadi salah satu alasan pindahnya peradaban Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada tahun 1883 juga menimbulkan bencana terhadap masyarakat di

45 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 sekitarnya. Gelombang tsunami dan material erupsi merusak bangunan-bangunan yang ada di perkampungan-perkampungan di pantai-pantai Lampung dan Jawa Barat. Cerita masyarakat Lampung yang kemudian berkembang menjadi tambo menjelaskan bahwa erupsi Gunung Krakatau telah melenyapkan perkampungan sehingga masyarakat memindahkan perkampungannya. Di pantai barat Teluk Lampung terdapat beberapa situs permukiman yaitu Kampung Maja Saka, Benteng Belajung, dan Kahai. Kajian ini akan membahas dampak letusan Gunung Krakatau 1883 terhadap perkampungan-perkampungan tersebut.

Kata kunci: Gunung Krakatau, erupsi, tsunami, kampung

Pengaruh Erupsi Gunung Ciremai Terhadap Morfologi Tata Ruang Pelabuhan Cirebon Masa Kolonial 1681 – 1942

Mustaqim Asteja Komunitas Pusaka Cirebon Kendi

Dalam kajian arkeologi sejarah, Cirebon adalah kota Pelabuhan Kuna sekaligus kerajaan Islam Pertama di Jawa Barat pada masa Sunan Gunung Jati (1448-1568 M). Awalnya kota Cirebon tumbuh di pesisir Teluk Cirebon dengan orientasi Timur – Barat Angadep Jaladri Amungkur Giri, menghadap lautan membelakangi pegunungan, yaitu Gunung Ciremai (3.078 mdpl) Gunung tertinggi di Propinsi Jawa Barat. Dibuktikan dengan peninggalan arkeologis berupa bangunan kuna Mande Witana Keraton Kanoman dan bangunan Dalem Agung Pakungwati Cirebon. Kekuatan Sumber Alam (natural resources) yang tercermin dalam bentuk rupabumi setempat beserta unsur bawaannya yaitu: geologis, vulkanologis, iklim dan cuaca, flora dan fauna, sangat mempengaruhi perkembangan morfologi Tata Ruang Kota dan Pelabuhan Cirebon. Makalah ini bertujuan mengkaji kekuatan sumber alam Cirebon yaitu Gunung Ciremai, dan bencana vulkanologis berupa letusan serta dampak geologisnya, juga wabah penyakit yang ditimbulkannya terhadap perkembangan morfologi Kota Cirebon khususnya Tata Ruang Pelabuhan Cirebon Masa Kolonial Hindia Belanda beserta tinggalan arkeologisnya.

Kata Kunci: erupsi, Gunung Ciremai, morfologi, Pelabuhan Cirebon.

Bencana Krakatau 1883 Dalam Tinjauan Budaya Lokal Banten

Iim Imadudin dan Heru Erwantoro Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Kepulauan Indonesia merupakan wilayah bencana yang amat potensial. Sejarah bencana terentang panjang sejak masa lampau sampai periode mutakhir. Banjir, kekeringan, kebakaran hutan, longsor, gunung meletus, gempa, dan seterusnya adalah fenomena alam yang sering ditemukan. Bencana alam merupakan peristiwa

46 Petaka dalam Kehidupan Manusia yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut kepercayaan masyarakat tradisional, bencana sering dipersepsikan sebagai datangnya masa peralihan. Dalam tradisi lisan dikisahkan bahwa keadaan politik, sosial, dan ekonomi yang tidak menentu berpengaruh terhadap kestabilan alam. Letusan Krakatau 1883 dianggap sebagai salah satu yang terbesar terjadi di bumi ini. Pengetahuan tentang Bencana Krakatau 1883 lebih banyak diperoleh melalui sumber-sumber asing. Sumber-sumber lokal belum banyak tergali. Ingatan kolektif masyarakat. Kajian tentang bencana Krakatau dalam tinjauan budaya lokal masyarakat akan membantu memahami struktur ingatan kolektif dalam merespons bencana yang terjadi dan menjadikannya sebagai pengetahuan mitigasi bencana ke depan.

Kata kunci: Krakatau, Banten, Budaya lokal, bencana.

Legenda Gunung Tangkuban Perahu, Kearifan Lokal, dan Industri Kreatif (Sebuah Upaya Mempertahankan Keberlangsungan Hidup Manusia)

Asep Supriadi dan Mamad Ahmad Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat

Kearifan lokal dalam cerita rakyat nusantara perlu terus digali, dilestarikan, dan dikembangkan lebih lanjut, misalnya dalam cerita Sangkuriang atau biasa disebut Legenda Gunung Tangkuban Perahu. Legenda terjadinya Gunung Tangkuban Perahu merupakan cerita rakyat Sunda yang sudah dikenal masyarakat luas di Indonesia. Cerita itu mengandung kearifan lokal dan telah dikembangkan menjadi industri kreatif karena diangkat menjadi film layar lebar, film kartun, sinetron, drama, dan telah dibukukan. Judul makalah ini adalah “Legenda Gunung Tangkuban Perahu, Kearifan Lokal dan Industri Kreatif”. Tujuan tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal dan memaparkan industri kreatif yang bersumber dari cerita tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif kualitatif. Dalam mengungkapkan kearifan lokal cerita tersebut menggunakan pendekatan tematik. Kemudian, dijelaskan juga yang berhubusungan dengan industri kreatif yang bersumber dari cerita Legenda Gunung Tangkuban Perahu. Dari hasil pembahasan ditemukan bahwa cerita legenda Gunung Tangkuban Perahu tersebut sebagai sumber literasi dan industri kreatif yang dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan pendidikan karakter dan ekonomi kreatif untuk membangun jati diri bangsa sebagai upaya mempertahankan keberlangsungan hidup manusia.

Kata kunci: Sangkuriang, kearifan lokal, industri kreatif.

47 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Garis Imajiner Sebagi Pemandu Penataan Kota Yogyakarta: Studi Geomitologi

Asrofah Afnidatul Khusna Program Studi Arkeologi UGM

Yogyakarta adalah kota tradisional yang dibangun Pangeran Mangkubumi pada abad ke-18 M dengan mitos perancangan kota yang berpedomana pada garis imajiner yaitu aksis magis untuk menyeimbangkan kekuatan Gunung Merapi – – Samudra Hindia. Mitos ini berhubungan dengan tokoh ghaib Kyai Sapu Jagad dan Kanjeng Ratu Kidul yang dikisahkan memiliki koalisi ghaib dengan raja dinasti Mataram-Islam . Penelitian ini mengadopsi prinsip geomotologi yang memandang bahwa terdapat fenomena alam yang mendasari mitos. Hal ini didasari pada fakta bahwa wilayah Kota Yogyakarta berada di zona subduksi yang rawan bencana, sehingga muncul asumsi bahwa garis imajiner adalah tindakan merancang kota berdasarkan konteks spasial sesuai alam pikiran masyarakat tradisional. Konsep penataan kota yang berpedoman garis imajiner menjadi sebuah wacana yang masih “gothak-gathuk” karena tidak ditemukan sumber tertulis yang memvalidasi konsep tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan hubungan secara geospasial antara konsep garis imajiner dengan sejarah kebencanaan di wilayah Kraton Yogyakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka meliputi data sejarah kebencanaan, geomitos, dan elemen fisik kota. Data geomitos dalam penelitian dijadikan wakil atas persepsi masyarakat akan lingkungan alam masa awal pendirian Kota Yogyakarta. Hubungan transformasional dari bencana alam ke dalam geomitos disusun melalui skema kosmologi dan oposisi berpasangan. Pola tata kota di Yogyakarta digunakan sebagai pembuktian atas skema yang terbentuk. Geomitos mengindikasikan fenomena periode “ bencana” pada abad ke-16 M di wilayah Kota Yogyakarta. Fenomena tersebut terakumulasi pada memori kolektif masyarakat dan menjadi dasar konsep kosmografi Yogyakarta yang secara linier membentuk zona akumulasi bencana volkanik, tektonik, dan tsunami (Gunung Merapi – dataran alluvial – Samudra Hindia). Pada abad ke-18 M, Pangeran Mangkubumi mentransformasikan citra lingkungan (garis imajiner) dalam wujud tata kota (sumbu filosofi) sebagai pesan bagi pemukim untuk tetap waspada terhadap tanda alam di sekitarnya.

Kata Kunci: Kota Yogyakarta; garis imajiner; Gunung Merapi; Samudra Hindia; mitos, bencana alam, geomitologi.

Nubuwat “Bencana”: Kajian Filologi Terhadap Bait-Bait Tembang Pupuh Sinom Dalam Serat Sabdo Palon

Arif Budiman MAN 21 Jakarta

Fakta bencana Nusantara di awal abad 21 ini demikian mengguncang tatanan kehidupan manusia Bencana ini bukan sekedar angin lalu atau “dongeng sebelum

48 Petaka dalam Kehidupan Manusia tidur”, tapi bencana ini adalah fakta yang tercatat, mulai dari Tsunami Aceh tahun 2006 hingga Isu Megatrust yang telah dirilis Tim ITB bekerjasama dengan BMKG adalah sederet fakta kebencanaan yang nyata. Terakhir bencana penyebaran covid- 19 sejak awal tahun ini, bukan hanya menjadi isu local tapi dunia. Para ahli bekerja keras menganalisa bencana atau wabah ini. Geologist melihat bencana ini dengan perspektif geografis misalnya karena benturan lempeng dalam perut bumi. Sementara itu dalam wabah covid, WHO memandang ini sebagai, berkembangnya spesies baru dari virus corona yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Virus baru ini dinamakan covid-19 karena ditemukan di tahun 2019. Selain penjelasan geologists dan kesehatan terhadap bencana, ada penjelasan lain yaitu perspektif kebudayaan. Perspektif ini melihat bencana sebagai akibat perilaku manusia baik itu pemimpin atau umatnya yang menyimpang. Penelitian ini terfokus pada apa yang tersurat dalam serat Sabdo Palon yang menceritakan tanda-tanda bencana terjadi karena pemimpin tak amanah, agama dipermainkan, lalu terjadilah banjir menerjang, gunung meletus hingga wabah. Penelitian pada Serat Sabdo Palon ini berusaha untuk menafsirkan makna bencana yang tersurat dan tersirat di dalam pembicaraan di Serat itu. Tujuannya untuk membuka khasanah sastra Nusantara kaya yang mampu mengambarkan ekspresi politik dan spiritual masyarakatnya.

Kata kunci: Nubuwat, bencana, Filologi dan Serat Sabdo Palon

Menafsirkan Mitos Sebagai Media Mitigasi Bencana Yeni Mulyani Supriatin Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat

Mitos Simeuleu di Aceh menyebutkan bahwa jika terjadi gempa yang segera harus dilakukan adalah mencari tempat tinggi jaga-jaga jika tsunami datang. Ketika tahun 2004 bencana (gempa) melanda Aceh, korban tsunami di Simeuleu cenderung sedikit karena masyarakat dapat menafsirkan dan memanfaatkan mitos Simeuleu. Lain halnya di tahun 2005, warga tidak memahami fenomena alam. Saat air laut surut tiba-tiba, warga yang bermata pencaharian mencari rumput laut justru berlari ke laut memungutinya. Ketika gelombang laut datang mereka tidak selamat. Penelitian ini bertujuan menafsirkan mitos-mitos Sunda yang berkaitan dengan keselamatan umat manusia agar dapat dimanfaatkan sebagai media mitigasi bencana. Masalah penelitian ini adalah bagaimana menafsirkan mitos-mitos Sunda yang dapat dimanfaatkan sebagai media mitigasi bencana? Objek penelitian ini adalah, antara lain mitos Darmaraja, di Sumedang, mitos Nyi Pohaci di Sukabumi, dan mitos dalam upacara adat seperti sawer, tingkeban, dan nadran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan modern (salah satu pendekatan terhadap tradisi lisan) dengan menerapkan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, dan pengecekan rekan sejawat.

Kata kunci: tradisi lisan, mitos, mitigasi bencana.

49 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

Kehancuran Porduksi Dan Hilangnya Bangunan Pabrik Kina Masa Kolonial Di Bandung, Jawa Barat Lia Nuralia Balai Arkeologi Jawa Barat

Perkebunan kina di Bandung Jawa Barat hampir punah dan produksi kina tidak lagi menjadi produksi unggulan. Produksi kina yang masih berlangsung sampai sekarang hanya ada satu pabrik, yaitu di Pabrik Kina Bukit Unggul. Bekas pabrik kina di lokasi bekas kebun kina lainnya masih bisa ditelusuri dalam kondisi fisik tidak utuh dan terabaikan. Sisa-sisa bekas pabrik kina tersebut menjadi bukti fisik keberadaan dan kejayaan produksi kina di masa lampau, sekaligus kehancuran produksi di masa sekarang. Apa dan bagaimana produksi kina mengalami penuruna drastis sehingga mengakibatkan musnahnya bangunan pabrik lama, sebagai warisan industri perkebunan masa kolonial yang bernilai sejarah, menjadi permasalahan pokok dalam tulisan ini. Metode yang digunakan adalah metode penelitian arkeologi dengan pendekatan sejarah. Tujuan kajian ini adalah memberi informasi tentang kehancuran produksi dan musnahnya tinggalan arkeologi industri kina di lokasi kebun. Selain itu, juga dapat menginformasikan keberadaan sisa-sisa tinggalan arkeologi industri perkebunan kina yang masih ada sampai sekarang.

Kata kunci: Perkebunan, Kina, kehancuran, Bandung Barat.

Bencana Dan Integrasi Masyarakat (Suatu Kajian Tentang Bahaya Seram Tahun 1899 Dan Kaitannya Dengan Hubungan Pela Amahai Dan Ihamahu)

Samuel Michael Wattimury Universitas Pattimura Ambon

Latar belakang penelitian ini, adalah untuk mengeksplor bencana bahaya Seram tahun 1899, dilihat dari lintasan sejarah bencana gempa bumi dan tsunami dikepulauan Maluku, sebagai sebagai tempat bertemunya lempeng Samudera Indo- Australia dengan lempeng Benua Eurasia, dan dampak dari bencana bahaya Seram tahun 1899 adalah terjadinya integrasi masyarakat yaitu terbentuknya pela antara Negeri Amahai dipulau Seram dan Negeri Ihamahu dipulau Saparua. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kepustakaan, observasi, wawancara. Teknik analisis data menggunakan triangulasi terhadap data, teori dan metodologi. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya fakta bahwa terjadinya integrasi dalam kehidupan masyarakat (hubungan pela Amahai dan Ihamahu), akibat bencana gempa bumi dan tsunami (bahaya Seram). Kesimpulan peniliatian ini adalah adanya pelajaran penting yang dapat diambil dari bencana bahaya Seram (mitigasi, evakuasi, dll) dan juga hubungan pela akibat bencana ini masih terpelihara hingga sekarang.

Kata kunci: bencana, integrasi masyarakat, pela.

50 Petaka dalam Kehidupan Manusia

Menelaah Mitigasi Bencana Terorisme “Bom Bali I” Sebagai Refleksi Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Sejenis Pada Masa Yang Akan Datang

Muhamad Duta AC Permana Universitas Gadjah Mada

Bencana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Bencana sendiri tidak hanya terbatas pada kejadian yang disebabkan oleh alam semata, salah satu penyebab bencana diluar faktor alam adalah kegagalan teknologi, pandemi, konflik antar manusia, dan lain sebagainya yang tergolong menjadi bencana non- alam dan sosial yang didalamnya termasuk Terorisme. Salah satu insiden terorisme yang pernah terjadi di Indonesia adalah Bom Bali I yang terjadi pada tahun 2002 di , Bali yang disebabkan oleh kelompok Jemaah Islam. Fokus bahasan dari paper ini adalah menelaah bagaimana respon pemerintah dalam mengangani, mengatasi, dan mencegah insiden terorisme terutama “Bom Bali I” yang terjadi pada masa itu. Metode yang dipakai pada paper ini adalah metode studi kasus melalui beberapa pemberitaan online, artikel, jurnal, maupun buku yang berkaitan dengan insiden Bom Bali I. Hasil dari pembahasan paper ini adalah partisipasi masyarakat dalam menangani, mencegah, dan mengatasi insiden terorisme sejenis pada masa yang akan datang adalah dengan tetap tenang dan selalu mendukung upaya pemerintah melalui usaha bantu-membantu dengan aparat daerah setempat, jangan mudah percaya dengan segala isu yang belum dipastikan kebenarannya, dan juga selalu waspada dalam keadaan setenang apapun itu dikarenakan bencana baik itu alam dan non-alam bisa terjadi kapanpun dan dimanapun serta tanpa mengenal siapapun

Kata Kunci: Terorisme, Bom Bali, Jemaah Islam, Insiden, Pemerintah.

Satuan Kebahasaan Masa Pandemi Covid-19 Sebagai Penanda Suatu Peristiwa Sejarah Sariah Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat

Setiap peristiwa melahirkan leksikon atau diksi yang menjadi indicator utama dalam peristiwa sejarah, misal wabah cacar melahirkan varian istilah dari penyakit tersebut, seperti cacar air, cacar api, cacar binatang dan sebagainya.. Masa pandemi Covid- 19 juga melahirkan diksi yang menjadi karakteristik masa pandemi. Covid-19. Pandemi ini dengan segala persoalannya melahirkan diksi yang menarik untuk disimak berdasarkan satuan kebahasaan yang dilekati. Tulisan ini mengangkat satuan kebahasaan masa pandemic Covid-19. Masalah yang menjadi fokus tulisan ini adalah bagaimana satuan kebahasaan diungkapkan dalam berbagai diksi dengan semua variannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk memaparkan satuan kebahasaan dalam masa pandemi. Data diunduh dari media daring yang memiliki satuan kebahasaan seputar Covid-19, https://www.liputan6.com/bola/ read/4214575/saat-pandemi-corona-covid-19-27-istilah-populer-yang-harus-

51 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 dimengerti-dari-novel-sampai-viral-load. Berdasarkan data, satuan kebahasaan dinyatakan dalam kata, frasa, singkatan, dan terjemahan. Kata, frasa, singkatan, dan terjemahan merupakan satuan kebahasaan yang khas yang muncul akibat mewabahnya Covid-19. Dengan demikian, sangat menarik mengumpulkan semua satuan kebahasaan yang berhubungan dengan Covid-19. Satuan kebahasaan menggunakan teori Kridalaksana (2009) dan Veerhar (2011) mengenai morfologi. Salain itu, satuan kebahasaan dikaitkan dengan kondisi Covid-19 yang sedang mewabah saat ini dengan berbagai diksi, frasa, singkatan, dan terjemahan untuk menggambarkan situasi tersebut.

Kata kunci: diksi, frasa, pandemi, covid-19.

Foto Digital sebagai Artefak Memori Bencana Iman Zanatul Haeri Said Aqil Siroj Foundation

Cara Masyarakat Mempertahankan Memori Sejarah Terus Berubah Seiring Perkembangan Teknologi Informasi. Memori Publik Telah Terdokumentasi Secara Masif Dalam Bentuk Foto Digital (Visual). Kedudukan Foto Digital Dalam Kajian Arkeologi Masih Belum Mendapatkan Tempat Sebagai 1) Sumber Sejarah Dan 2) Bagaimana Perubahan Foto Sejarah Telah Berperan Besar Dalam Mendekatkan Masyarakat Dengan Memori Sejarah. Namun Kecepatan Dan Kebebasan Setiap Orang Mengakses Dan Menghasilkan Foto Digital Berkontribusi Terhadap Informasi Keliru Mengenai Memori Masyarakat Yang Valid. Oleh Sebab Itu Dibutuhkan Kemampuan Investigasi Foto Digital Untuk Melacak Artefak Memori Digital. Penelitian Ini Berupaya Untuk Menelaah Kedudukan Foto Dalam Kajian Arkeologis Dan Foto Digital Dalam Membentuk Memori Masyarakat. Penelitian Ini Menggunakan Analisis Foto Roland Barthes Untuk Menggali Cara Kerja Foto. Penelitian Ini Menunjukan Bahwa Foto Digital Merupakan Artefak Memori Masyarakat Sehingga Pengkaji Memori Sejarah Perlu Mempelajari Digital Forensik.

Kata kunci: Foto digital, artefak memori, memori publik, forensik digital.

Peran Media Digital dan Basis Data Arkeologi untuk Mencegah Kebencanaan Identitas Bangsa Indonesia

Samuel Gandang Gunanto Program Studi Animasi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Nusantara terkenal memiliki sejarah peradaban yang agung. Penemuan-penemuan arkeologi dan kajian yang membuktikannya sudah banyak dijumpai baik dalam sebuah penyajian museum, artikel ilmiah, buku, maupun media digital. Informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan masa lampau tersebut sangat penting sebagai pelajaran bagi bangsa Indonesia dalam memahami karakter budaya dan nilai-nilai luhur yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita di bumi nusantara ini. Generasi saat ini lebih menyukai mengkonsumsi informasi secara digital dibandingkan dengan

52 Petaka dalam Kehidupan Manusia

yg g gg membaca buku. Informasi visual menjadi penting saat pilihan alihwahana media informasi dilakukan. Jika hal ini berkelanjutan, kurangnya informasi sejarah, pengetahuan mengenai karakter budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia maka akan memicu timbulnya bencana identitas bangsa. Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang universal dan tidak memiliki ciri khas atau budaya yang unik lagi. Oleh karena itu strategi pencegahan kurangnya pemahaman identitas bangsa ini perlu dirancang dan dikaji formulasinya yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dengan keragamannya. Penelitian ini akan memformulakan kajian literatur secara sistematis mengenai perkembangan strategi adaptasi media digital dan basis data arkeologi di dunia yang akan dipaparkan dan ditelaah kesesuaiannya bagi informasi yang ada di Indonesia. Kelebihan media digital yang tak lekang waktu dan dapat diakses dimana saja menjadikannya sangat strategis untuk ditelaah lebih lanjut. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan penerapan strategi digital bagi pengembangan informasi, media, dan basis data arkeologi di Indonesia.

Kata kunci: media digital, basis data arkeologi, kebencanaan identitas, Indonesia

Tradisi Doa Dana (Tolak Bala) Masyarakat Bima sebagai Upaya Mel- awan Pandemi Covid-19 Haeriyah Harisahaq, S. Fil.I. dan Muhammad Johanuddin, S.Pd MAN 2 Kota Bima

Pandemi Corona Virus Diseases (Covid-19) telah memengaruhi segala aspek dan lini kehidupan masyarakat. Hal tersebut telah berlangsung dalam waktu yang lama sejak awal kemunculannya di tengah kehidupan manusia pada awal tahun 2020. Dampak pandemi tersebut dialami oleh hampir seluruh warga negara di berbagai belahan dunia, termasuk masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat. Di Bima, pandemi Covid-19 telah memengaruhi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan religiusitas masyarakat. Bahkan, Covid-19 telah menjadi musibah atau bencana yang mengkhawatirkan bagi masyarakat Bima. Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat guna mencegah dan menghentikan penyebaran Covid-19. Termasuk yang menjadi objek penelitian ini yaitu pelaksanaan doa dana atau doa tolak bala. Tradisi yang telah menjadi warisan budaya nenek moyang suku Mbojo (suku asli di wilayah Bima) tersebut telah dilakukan beberapa kali selama masa pandemi ini di berbagai lokasi dan pada waktu tertentu. Berdasarkan berbagai teori, metode dan teknik dalam penelitian ini maka diperoleh hasil sementara terkait pelaksanaan tradisi doa dana di wilayah Bima untuk menghadapi pandemi Covid-19. Hasil penelitian yang dimaksud yaitu terkait dengan segala prosesi sejak sebelum, saat hingga setelah pelaksanaan doa dana oleh masyarakat Bima yang sama-sama bertujuan untuk melawan Covid-19. Kata kunci: Pandemi, Tradisi, Doa Dana. ##

53 SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020

CATATA-CATATAN

Petaka dalam Kehidupan Manusia SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 Petaka dalam Kehidupan Manusia SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020 Petaka dalam Kehidupan Manusia SEMINAR NASIONAL ARKEOLOGI TAHUN 2020