ISSN 2085-9937

Patanjala

Volume 9 Nomor 3 September 2017 Patanjala bermakna air sungai yang tiada hentinya mengalir mengikuti alur yang dilaluinya hingga ke muara. Seperti halnya karakteristik air sungai, manusia harus bekerja dan beramal baik, serta fokus pada cita-citanya. Patanjala adalah majalah ilmiah yang memuat hasil-hasil penelitian tentang nilai budaya, seni, dan film serta kesejarahan yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat di wilayah kerja Jawa Barat, DKI , Banten, dan Lampung. Redaksi juga menerima artikel hasil penelitian di pada umumnya. Patanjala diterbitkan secara berkala tiga kali setiap Maret, Juni, dan September dalam satu tahun. Siapa pun dapat mengutip sebagian isi dari jurnal penelitian ini dengan ketentuan menuliskan sumbernya. Pelindung Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Penanggung Jawab Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Redaksi Ketua : Iim Imadudin, S.S., M.Hum (Sejarah) Anggota : 1. Dra. Ria Intani T. (Antropologi) 2. Dra. Lina Herlinawati (Sastra Indonesia) 3. Dra. Lasmiyati (Sejarah) 4. Hary Ganjar Budiman, S.S. (Sejarah) 5. Erik Rusmana, S.S., M.Hum (Editor Bahasa Inggris) Redaktur Pelaksana Titan Firman, S.Kom. Mitra Bestari Prof. Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A. Dr. Ade Makmur K., M.Phil (Antropologi, UNPAD) Dr. T.M. Marwanti, Dra., M.Si (Antropologi, STKS) Dr. Mumuh Muhsin Z., M.Hum (Sejarah, UNPAD)

Diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung 40294 Telp./Faks. (022) 7804942 e-mail: [email protected] http://bpsnt-bandung.blogspot.com http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id

Penata Sampul: Hary Ganjar Budiman Gambar: Kelengkapan Upacara Rahengan Sumber: BPNB Jawa Barat

Dicetak oleh CV. HALIMAH Jl. Dengki Selatan V No. 20 Bandung

Isi di luar tanggung jawab percetakan

PENGANTAR REDAKSI

Sejumlah artikel pada Jurnal Patanjala Vol. 9 No. 3 mencuatkan kecenderungan makin berkembangnya kajian budaya sebagai bidang interdisipliner yang mengambil berbagai cara pandang dari ilmu lain untuk meneliti relasi budaya dan kuasa. Tulisan budaya mengenai tradisi lisan dalam hubungannya dengan kuasa raja, peran perempuan dalam ritual adat, foklor dan dominasi patriarki, dan gerakan perempuan serta persoalan lingkungan menjadi tema yang menarik. Sementara, untuk kesejarahan, artikel yang ada mengungkap peran elit dalam pembangunan kota dan gerakan sosial. Satu artikel dengan tema filologis, membahas tentang pemikiran elit dalam hubungannya dengan spirit keagamaan.

Heksa Biopsi Puji Hastuti mengulas Kalimat Penobatan Raja dalam logika semiotik orang Moronene di Pulau Kabaena. Cikal bakal kalimat penobatan Raja Moronene di Kabaena adalah pesan perpisahan Tebota Tulanggadi kepada putranya yang terdapat dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Seorang raja dalam pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena harus menjalankan kepemimpinan dengan amanah dan berkewajiban berlaku adil pada rakyatnya. Selain itu, pengambilan keputusan seorang raja harus disertai kehati-hatian dan penuh pertimbangan. Raja harus mampu mencari solusi bagi segala permasalahan rakyatnya.

Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Widyonugrahanto menulis Peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam pembangunan Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937. Perkembangan tersebut meliputi bidang pendidikan, infrastruktur, agama, pertanian, dan ekonomi. Kabupaten Tasikmalaya memang pada mulanya bernama Kabupaten Sukapura. Perpindahan ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya dapat dikatakan sebagai tonggak awal untuk melakukan pembangunan di Tasikmalaya. Meski Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan keturunan langsung dinasti “wiradadaha”, namun mampu memajukan Kabupaten Tasikmalaya dari segi fisik maupun nonfisik. Tokoh ini dikenal sebagai bapak pembangunan dan bapak irigasi.

Ani Rostiyati menganalisis peran perempuan pada upacara tradisional rahengan di Desa Citatah, Kabupaten Bandung Barat. Perempuan lebih banyak memegang peranan sejak persiapan ritual hingga pasca ritual rahengan. Penampilan dalam ritual memegang peranan signifikan seperti tampak pada rias wajah, perilaku, dan pakaian. Performativitas yang demikian itu sebagai respons terhadap aturan adat yang hegemonik dan memaksa perempuan agar memeroleh pengakuan masyarakat.

Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyonugrahanto menulisWèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an. Sunan Gunung Jati merupakan salah satu sosok penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Di kancah politik tradisional, beliau berhasil melepaskan Cirebon dari Kerajaan Sunda dan mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Sunan Gunung Jati berperan sebagai raja dan wali sekaligus, menguasai sebagian wilayah yang sekarang termasuk dalam Jawa Barat sekaligus mengajak masyarakatnya untuk memeluk agama Islam dan menjalankannya dengan konsisten. Salah satu wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut tertuang dalam bentuk wèwèkas dan ipat-ipat (perintah dan larangan) atau nasihat yang berhubungan dengan persoalan agama, maupun persoalan sosial-kemanusiaan.

Ali Gufron meneliti tradisi lisan hahiwang pada perempuan di pesisir Lampung, khususnya masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Hahiwang merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin atas ketidakberdayaannya menghadapi dominasi laki-laki. Ekspresi lisan hahiwang tidak bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya sebagai ungkapan atas ketertindasan perempuan dalam bentuk ratapan yang dilantunkan. Dalam perkembangan selanjutnya, hahiwang dieksploitasi kaum patriarki menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan bahkan penarik simpatisan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Perubahan fungsi menarik untuk diamati dalam konteks perkembangan masyarakat.

Nurmaria membahas gerakan sosial politik masyarakat Blambanganyang dipimpinWong Agung Wilis terhadapKompeni di Blambangantahun 1767-1768. Gerakan sosial politik di Blambangan terjadi karena didorong oleh motif politik, sosial, etnis, agama maupun ekonomi. Walaupun Wong Agung Wilis berhasil dibunuh Kompeni, gerakan tersebut sebenarnya tidak pernah berakhir. Para pengikut yang militan masih meneruskan perjuangannya. Berbagai strategi terus diupayakan Kompeni mulai dari kompromi dengan pemimpin gerakan, mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Madura, dan gencatan senjata.

Setia Nugraha dan Nina H. Lubis membahas perkembangan Kota Sukabumi dari distrik menjadi gemeente (1815-1914).Pada mulanya Sukabumi merupakan pemukiman penduduk, bagian dari wilayah Pemerintahan District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang, bagian dari Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger. Andries Christoffel Johannes de Wilde, seorang berkebangsaan Belanda yang pertama kali mengenalkan nama Soekaboemi (Soeka Boemi) ke dunia luar. Ia menjelajah Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang cocok bagi perkebunan. Pada perjalanannya, dari suatu pemukiman Sukabumi mengalami perkembangan pesat sebagai kota yang terusbertumbuh.

Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indriyani Rachman melakukan ekspalanasi terhadap aktivisme gerakan perempuan di Bandung yang concern terhadap persoalan lingkungan. Perempuan dalam kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga ternyata mendorong mereka untuk berperan sebagai subjek yang sadar lingkungan. Pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan istri membuat mereka bergerak untuk mengatasi dan memperbaiki lingkungannya. Meskipun sering dianggap sebagai sesuatu yang sederhana dan bersifat lokal, kegiatan dan aktivisme yang mereka lakukan bersama komunitasnya dapat dikategorikan sebagai sebuah gerakan ekofeminisme yang berdampak pada kelestarian lingkungan.

ISSN 2085-9937 Patanjala

Volume 9 Nomor 3 September 2017

DAFTAR ISI

Kalimat Penobatan Raja: Logika Semiotik Orang Moronene di Pulau 327 - 342 Kabaena The King Coronation Speech: Semiotic Logics of Moronene People in Kabaena Island Heksa Biopsi Puji Hastuti

Peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam Pembangunan 343 - 358 Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937 The Role of Regent R.A.A Wiratanuningrat in Development of Tasikmalaya Regency 1908-1937 Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Widyonugrahanto

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah, 359 - 374 Kabupaten Bandung Barat The Role of Women in Traditional Ceremony of Rahengan in Citatah Village, West Bandung Regency Ani Rostiyati

Wèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati 375 - 390 Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an Wewekas and Ipat-Ipat (Command and Prohibition) of Sunan Gunung Jati and The Fitness With Holy Quran Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto

Tradisi Lisan Hahiwang pada Perempuan di Pesisir Barat Lampung 391 - 406 Oral Tradition of Hahiwang of Women in West Coast of Lampung Ali Gufron

Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan terhadap Kompeni 407 - 422 di Blambangan Tahun 1767-1768 Socio-Politics Movement of Blambangan Society Against Kompeni in Blambangan (1767-1768) Nurmaria

Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi Gemeente (1815-1914) 423 - 438 Sukabumi City: From District to Gemeente (1815-1914) Setia Nugraha dan Nina H. Lubis

Ekofeminisme dan Gerakan Perempuan di Bandung 439 - 454 Ecofeminsme and Women’s Movement in Bandung Aquarini Priyatna, Mega Subekti, dan Indriyani Rachman

Tinjauan Buku 455 - 457

Biodata Penulis

Pedoman Penulisan

Lembar Abstrak

Abstract Sheet

Indeks Penulis

Indeks Kumulatif

Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 327

KALIMAT PENOBATAN RAJA: LOGIKA SEMIOTIK ORANG MORONENE DI PULAU KABAENA

THE KING CORONATION SPEECH: SEMIOTIC LOGICS OF MORONENE PEOPLE IN KABAENA ISLAND

Heksa Biopsi Puji Hastuti Kantor Bahasa Provinsi Tenggara Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari, Indonesia e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 7 Juni 2017 Naskah Direvisi: 19 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017

Abstrak Kalimat penobatan Raja Moronene di Kabaena cikal bakalnya adalah pesan perpisahan Tebota Tulanggadi kepada putranya yang terdapat dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena terhadap posisi raja sebagai pemimpin tertinggi negeri, yang tercermin dari kalimat penobatan raja yang ada dalam legenda ini. Data berupa lima kalimat perpisahan raja dan anaknya diambil dari kisah legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Data dianalisis secara deskriptif-kualitatif dengan pendekatan semiotika. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pandangan filosofis orang Moronene di Kabaena terhadap seorang raja adalah bahwa raja harus amanah dan mutlak berlaku adil pada rakyatnya; Raja harus berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil putusan. Tanggung jawab sebagai raja dapat membalikkan kejadian; Kebijakan raja sangat berdampak bagi negerinya, baik dampak positif maupun negatif; dan raja harus selalu siap menjawab pertanyaan dan mencari solusi bagi segala permasalahan rakyatnya. Kata kunci: kalimat penobatan raja, Moronene, logika semiotika.

Abstract The Moronene king coronation speech in Kabaena was sourced form the farewell messages of Tebota Tulanggadi to his sons which is contained in the legend "Donsiolangi and Wa Lu Ea". This research concerns issues on Moronene philosophical point of view upon a king as top leader in a country, which represented in king‟s coronation speech. The data was taken from “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” legend. Analysis data were committed by using qualitative- descriptive method with semiotics approach. The result of data analysis shows that Moronene‟ philosophical views upon king is that a king requarely to be trust and fair to his people. The king must be careful and considerate in taking decisions. Responsibility as a king can reverse any circumstances; The king's policis greatly affected his country, both positive and negative; And the king should always be ready to answer questions and seek solutions to all the problems of his people. Keywords: king coronation speech, Moronene, semiotic logics.

328 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

A. PENDAHULUAN melekat pada aspek kesejarahan peristiwa Masyarakat melahirkan kebuda- dalam kisahnya1. Keyakinan akan adanya yaan untuk difungsikan dalam kaitan antara benda alam dengan sebuah kehidupannya. Penalaran kolektif suatu kisah lisan juga ditemukan pada cerita masyarakat direpresentasikan dalam Moronene lainnya, “Putri Lungo”. Orang produk budayanya, termasuk sastra lisan. Moronene meyakini lesung batu di tepi Perepresentasian ini tentunya tidak terlahir sungai di Kabaena sebagai alat untuk secara serta merta. Proses panjang memanggil seorang putri bidadari yang pembentukan budaya harus dilalui demi akan turun dalam bentuk hujan (Hastuti, melahirkan produk yang matang, siap 2016). Konsep pengaitan seperti ini digunakan dan dimanfaatkan sekaligus sifatnya universal, misalnya, ada juga dinikmati oleh masyarakat pendukungnya. keyakinan bahwa dua kuburan di dekat Ratna (2011: 105) menyatakan bahwa pada Jembatan Sewo merupakan kuburan tokoh masa sekarang biasanya sesuatu yang dalam cerita “Saedah dan Saeni” sebagai terkait dengan kerakyatan (folk) dan penguat anggapan bahwa kisah tersebut kelisanan (orality) dianggap sebagai benar-benar pernah terjadi (Purnama, paham pralogis dan primitif. Padahal, 2016). Kemelekatan benda-benda alam sebagai produk hasil pemikiran komunal, sebagai bukti kebenaran sebuah kisah, sangat mungkin banyak hal positif di yang biasanya disampaikan secara lisan, dalamnya yang tetap dapat ditarik dapat dijadikan salah satu ciri legenda. relevansinya dengan keadaan sekarang. Sebagai karya sastra, sebuah Kisah “Donsiolangi dan Wa Lu legenda terbentuk sebagai hasil pemikiran, Ea” memuat perjalanan peradaban awal di perenungan, imajinasi, pengamatan, dan Pulau Kabaena. Dimensi mitologis dan pengalaman penciptanya dalam masyara- historis teramu di dalam tahap-tahap alur kat pendukung di mana legenda itu lahir ceritanya. Dalam kajian antropologis, (Yulianto, 2015). Dalam kaitannya dengan tahapan-tahapan dalam sebuah produk hal ini, legenda “Donsiolangi dan Wa Lu budaya lisan mengemban fungsi-fungsi Ea” lahir dan hidup di dalam budaya suku tertentu (Vansina, 2014). Dibuka dengan Moronene di Pulau Kabaena. Apa yang tahap mitos yang berhubungan dengan tertuang di dalamnya merupakan hasil masa lalu yang tak berhingga kelampauan pemikiran kontemplatif sehingga mengha- waktunya. Lalu dilanjutkan pada tahap silkan ekstraksi petuah leluhur karena kedua yang merupakan masa pertengahan, sebagai produk kolektif, kisah legenda ini umumnya pada tahap ini sarat akan inti dihasilkan oleh orang-orang tua zaman muatan yang disisipkan sebagai pesan dulu yang sifatnya anonim. moral yang bersifat filosofis. Tahap ketiga Kalimat dalam pesan sang tokoh merupakan penautan pada waktu yang ini digunakan sebagai bagian dari kalimat linear. penobatan mokole di Kabaena hingga saat Dalam posisinya sebagai sastra ini. Komposisi penduduk di Pulau Kabaena lisan, ketumpangtindihan ini cukup yang relatif homogen (suku Moronene), menyulitkan penentuan kategorinya, memungkinkan mereka untuk setia termasuk dalam mitos atau legenda. mempertahankan kearifan budaya leluhur Dengan pertimbangan kentalnya aspek sebagai panduan hidup. Hal ini analog kesejarahan orang Moronene Kabaena di dengan yang terjadi pada saudara mereka dalam kisah “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”, cerita ini diklasifikasikan sebagai legenda (Hastuti, 2015). Legenda ini diyakini oleh 1 Orang Moronene di Pulau Kabaena meyakini masyarakat pemiliknya sebagai sebuah sumber air yang biasa disebut oneni dundu peristiwa yang benar-benar pernah terjadi muncul di tempat jatuhnya cincin Daeng dengan benda-benda alam yang dianggap Masaro Lampi, salah satu tokoh dalam segmen akhir legenda ini. Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 329 sesama suku Moronene di Hukaea-Laea2 tasinya dalam bentuk beberapa kalimat yang masih mempertahankan sistem dan yang tersisip di dalam rangkaian kalimat pranata sosial lokalnya secara terinsti- penobatan rajanya. Representasi yang tusional (Muis, 2015). Dalam tesisnya, muncul di dalam kalimat-kalimat peno- Muis (2010), berdasarkan beberapa sumber batan ini menunjukkan kedalaman berpikir lisan, juga memaknai karakter orang dan berlogika penciptanya. Karena Moronene dengan menarik relasi pada sifat pencipta legenda ini bersifat kolektif, dapat tumbuhan moronene yang menjadi dasar diartikan kualitas logika kolektif orang penamaan suku Moronene. Menurutnya, Moronene di Kabaena terwakili di situ. filosofi yang terkandung dalam karakter Legenda sebagai produk budaya komunal, tumbuhan moronene mengisyaratkan dianggap dapat dijadikan model represen- dinamika peradaban leluhur suku tasi cara bernalar kelompok tersebut. Moronene sebagai petani, peramu, dan Van Zoest mengartikan semiotika pemburu yang senang hidup berkelompok sebagai ilmu tanda „sign‟ dan segala yang pada daerah yang subur dan aman dari berhubungan dengannya: cara berfungsi- gangguan musuh. Lebih jauh, Muis nya, dan penerimaanya oleh mereka yang menyimpulkan karakter orang Moronene mempergunakannya (Sobur, 2006). Dalam dalam menghadapi dinamika kehidupan- semiotika, sederetan objek, peristiwa, dan nya, umumnya mereka mengidentikkan seluruh kebudayaan dianggap sebagai diri sebagai komunitas adat yang tanda. Bertolak dari pemahaman ini, menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian, semiotika mencakupi wilayah kajian yang ketenangan, dan kesederhanaan. cukup luas. Berbagai ranah penelitian Dengan mengangkat fokus logika dapat dianalisis dengan memanfaatkan semiotik kepemimpinan, permasalahan pendekatan semiotika. Alam semesta yang penelitian ini adalah bagaimanakah pan- luas merupakan sistem tanda yang sangat dangan orang Moronene di dalam kalimat besar. Di dalamnya terdapat bagian-bagian penobatan raja3 dalam legenda yang dimungkinkan untuk disekat demi “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” tentang menghasilkan pembahasan yang men- kepemimpinan? Penelitian ini dilakukan dalam. untuk memeroleh pemahaman bagaimana Penggunaan teori semiotika dalam orang Moronene di Kabaena bernalar wilayah penelitian sastra, termasuk sastra secara filosofis tentang arti sebuah lisan yang kemudian dituliskan, merupa- kepemimpinan, lalu membuat represen- kan kelanjutan dari praktik pendekatan struktural. Struktural klasik yang memper-

lakukan karya sastra sebagai sebuah 2 Sebagian suku Moronene mendiami wilayah daratan Sulawesi Tenggara dan sebagian lagi kesatuan otonom an sich, dikembangkan mendiami Pulau Kabaena. Secara admi- menjadi struktural dinamik. Sastra ter- nistratif tempat bermukim suku Moronene susun atas unsur-unsur yang saling ini adalah Kabupaten Bombana. berhubungan satu sama lain. Kurnianto (2015) mengatakan bahwa untuk dapat 3 Untuk memudahkan penyebutan, penulis menemukan makna atau arti karya sastra menggunakan istilah kalimat penobatan raja, secara utuh, pembaca atau penikmatnya meskipun di dalam legenda “Donsiolangi dan harus mampu menguraikan sekaligus Wa Lu Ea”, kalimat-kalimat tersebut membaca keterkaitan antarunsur pemben- merupakan pesan Baginda Mokole Tebota tuknya. Dengan penelitian struktural Tulanggadi kepada putranya yang akan ditinggalkan dan diberi tugas mengurusi dinamik, sebuah karya sastra dianggap kerajaan. Pada kenyataannya, kalimat-kalimat memiliki dua fungsi yang saling melekat ini dijadikan bagian dari rangkaian kalimat satu dengan lainnya, yaitu fungsi otonom penobatan mokole (raja) di Kabaena hingga dan fungsi informasional yang di dalamnya saat ini (wawancara dengan Ilfan Nurdin, S.Ag.). 330 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342 meliputi fungsi penyampai pikiran, menganalisis karya sastra melibatkan dua perasaan, dan gagasan (Sayuti, 2012: 86). tahap pembacaan. Kedua tahap ini lazim Dalam menganalisis karya sastra, disebut sistem semiotik tingkat pertama peneliti tidak dapat melepaskan diri dari „first order semiotics‟ dan sistem semiotik menempatkan bahasa sebagai objek tingkat kedua „second order semiotics‟. penelitian karena media sastra adalah Sistem semiotik tingkat pertama dilakukan bahasa. Bahasa itu sendiri adalah bahan pada bahasa sebagai media penyampai yang sudah memiliki konvensi terlebih karya, sedangkan sistem semiotik tingkat dahulu. Hal yang menarik dalam penelitian kedua diaplikasikan pada aspek sastranya. berobjek karya sastra adalah karena adanya konvensi ketidaklangsungan ekspresi dan B. METODE PENELITIAN konvensi hubungan antarteks. Pengarang, Penelitian ini menerapkan metode dalam mengamanatkan gagasannya di kualitatif yang lebih berkepentingan dalam tulisan (karya sastra), tidak akan dengan persoalan “makna”. Makna inilah mengungkapkannya dalam sebuah rang- yang selanjutnya membawa pada orientasi kaian kalimat yang informatif tanpa teoretisnya. Sebagai sebuah produk selubung. Ada pertimbangan aspek etis budaya, karya sastra dapat dianggap dan estetis dalam penciptaan kalimat- sebagai masyarakat sehingga dapat kalimat bernilai sastra. Ketidaklangsungan dianalisis secara langsung. Hal ini ekspresi dalam sebuah karya sastra dapat merupakan salah satu konsensus dalam berupa penggantian arti, penyimpangan ranah kajian budaya (Ratna, 2010: 197). arti, dan penciptaan arti (Riffaterre dalam Sumber data penelitian berupa data Pradopo, 2012: 95). lisan legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Karya sastra sebagai produk Ea”4. Bagian dari legenda yang dijadikan budaya menempatkan latar budaya sebagai data adalah lima kalimat yang diucapkan aspek yang penting dalam mendalami oleh Tebota Tulanggadi kepada putranya maknanya. Pemaknaan teks sastra dengan ketika dia akan pergi menyusul Tebota mempertimbangkan aspek budaya tidak Wulele Waru ke kayangan. Kelima kalimat akan dapat dilepaskan dari pemaknaan ini dianggap memuat pandangan filosofis konotatif. Danesi (2010: 17) menyatakan orang Moronene atas posisi seorang raja bahwa kebanyakan makna yang dimiliki sebagai pemimpin negeri karena hingga tanda dalam latar budaya adalah makna saat ini digunakan sebagai salah satu konotatif. Dia juga berpendapat bahwa bagian dari rangkaian kalimat penobatan secara fundamental, budaya dapat raja atau mokole Moronene di Pulau diklasifikasikan sebagai sistem makna Kabaena. konotatif yang sangat luas yang berkenaan Data dianalisis dengan pendekatan dengan “kode makro” asosiatif yang semiotik. Analisis terbagi menjadi dua memungkinkan anggota budayanya untuk tahap, yaitu analisis heuristik (pembacaan berinteraksi sepenuh tujuan serta untuk sistem semiotik tingkat pertama) dan merepresentasikan dan memikirkan dunia analisis retroaktif (pembacaan sistem dengan cara tertentu. Berbekal pendapat semiotik tingkat kedua). Pendekatan ini, dapat dikatakan bahwa produk budaya, semiotik dipandang cocok diterapkan terutama budaya klasik, seperti cerita lisan, dalam menganalisis data, karena data merupakan representasi pandangan dan mengandung konvensi sastra yang pemikiran kolektif masyarakat pendu- memerlukan pembacaan lanjutan untuk kungnya, termasuk legenda “Donsiolangi menjawab permasalahan. dan Wa Lu Ea”. Dalam kaitannya dengan kedua 4 yang dituturkan oleh informan Ilfan Nurdin, fungsi karya sastra yang telah disebutkan S.Ag., seorang pemangku adat Moronene di di atas, pendekatan semiotika dalam Kabaena yang sekarang sudah dinobatkan menjadi Mokole di Kabaena. Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 331

pertama, di mana tokoh di dalam legenda C. HASIL DAN BAHASAN (Tebota Tulanggadi), seorang mokole Secara geografis, Pulau Kabaena (raja), berpesan kepada anaknya sebelum yang terletak di Provinsi Sulawesi ia akhirnya menghilang. Pesan ini Tenggara berbatasan dengan Selat dimaksudkan sebagai nasihat dan pedoman Kabaena di bagian Utara, Laut Flores di bagi sang anak untuk menjalani tugas sebelah Selatan, Selat Muna dan sebagian menggantikan sang ayah sebagai pemim- Laut Flores di sebelah Timur, dan Teluk pin kerajaan. Terbaca di dalamnya Bone di sebelah Barat (pulaukabaena. bagaimana orang Moronene di Kabaena blogspot.co.id). Sementara itu, secara mempersiapkan calon pemimpin mereka, administratif Pulau Kabaena masuk dalam terutama secara mental, melalui rangkaian wilayah Kabupaten Bombana yang secara kalimat-kalimat sang mokole. Apa yang historis merupakan bekas wilayah termaktub di dalam pesan mokole ini tentu Kerajaan Moronene. Kerajaan Moronene sudah merupakan hasil pemikiran yang yang sudah ada sejak abad ke-17 ini oleh cermat dengan berdasarkan pengalaman pemerintah kontroliur Belanda diubah sekaligus pengamatan leluhur orang menjadi distrik-distrik di bawah Moronene di Kabaena tentang sosok Kesultanan Buton (bombanakab.go.id). pemimpin ideal seperti apa yang Pada masa awal setelah kemerdekaan RI, dibutuhkan oleh masyarakat. Pertim- eks wilayah Kerajaan Moronene, termasuk bangan-pertimbangan ini diekstraksi Pulau Kabaena, masuk dalam wilayah sehingga kalimat yang tercetus dari lisan Kabupaten Buton dan resmi menjadi sang mokole memang kalimat-kalimat wilayah otonom dengan nama Kabupaten padat makna, padat fungsi, dan padat Bombana sejak 18 Desember 2003 melalui filosofi, demi menghantarkan si calon UU No. 29 Tahun 2003. pemimpin menjadi pemimpin yang baik. Sebagai bekas wilayah kerajaan, praktik bersastra secara lisan masih hidup 1. Sinopsis Legenda Donsiolangi dan pada masyarakat Moronene di Kabaena. Wa Lu Ea Mereka mengenal seni bercerita tula-tula Kisah legenda “Donsiolangi dan dan tumburiou (Limba, dkk., 2015). Wa Lu Ea” berikut ini diperoleh dari Sebagai produk budaya tradisional, penuturan Bapak Ilfan Nurdin. Dalam legenda “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” penuturannya, beliau juga memberikan memuat kearifan budaya suku Moronene. informasi mengenai ihwal kalimat Pesan-pesan leluhur dikemas dengan penobatan raja di Kabaena. Berikut balutan cerita yang pada masanya menjadi sinopsis kisahnya. inti dalam peradaban kelisanan orang Alkisah, Donsiolangi dan Wa Lu Moronene di Kabaena. Legenda ini Ea, putra dan putri Raja Dendeangi dari memuat kisah yang cukup panjang, wilayah Bombana daratan, didampingi dimulai sejak awal peradaban dibangun di tujuh orang pengawal, berlayar menuju Pulau Kabaena, kisah hubungan dengan Pulau Kabaena. Mereka berlabuh di Kerajaan Gowa, Kesultanan Wolio, hingga Wumbu Geresa, dan berniat membuka masa Belanda datang di Sulawesi pemukiman di sana. Sebagai bagian dari Tenggara. Meskipun secara naratif legenda upaya diplomasi, kesembilan orang ini ini terdiri atas satu kesatuan cerita, tetapi di merancang sebuah pesta rakyat „kokaha dalamnya terbagi atas segmen-segmen ndondouwa‟ dengan warga setempat. Pesta penceritaan dengan fokus tokoh yang ini dimaksudkan agar kehadiran mereka berbeda-beda. sebagai pendatang diterima dengan baik Pada penelitian ini, analisis oleh penduduk asli Pulau Kabaena. difokuskan pada segmen yang memuat Dalam persiapan kokaha kalimat penobatan raja, yaitu segmen ndondouwa, mereka menemukan tiga 332 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342 orang yang kelak menjadi orang penting disepakati adanya pemisahan fungsi dalam sejarah Kabaena. Pertama, seorang eksekutif dan legislatif sebagai lelaki rupawan bernama Wakaaka yang pengawasnya. ditemukan di dalam ruas bambu gading Kehidupan rumah tangga Mokole yang akan mereka jadikan kalemba (alat Tebota Tulanggadi dan Tebota Wulele pikul binatang buruan). Kedua, lelaki Waru berjalan dengan baik hingga suatu berjubah „duba tongkiwonua‟ dan ketika, karena kesibukannya, Sang Mokole menyandang keris „tobo tongkiwonua‟ menolak mencebokkan putranya yang bernama Tebota Tulanggadi, yang berhajat besar. Setelah tiga kali diminta ditemukan di dalam ruas bambu hijau dan tiga kali juga menolak, akhirnya besar. Ruas bambu hijau itu sedianya akan Tebota Wulele Waru menceboki anaknya digunakan untuk membuat tari (tempat itu. Ini adalah pantangan bagi dirinya air). Ketiga, seorang perempuan cantik sebagai putri kayangan. Akibatnya, ia penjelmaan bunga waru yang kemudian harus kembali ke kayangan dan dinamai Tebota Wulele Waru. Ketiga meninggalkan keluarganya di bumi. orang ini dianggap sebagai anugerah dari Sepeninggal istrinya, Mokole Tebota langit karena kehadirannya yang tidak Tulanggadi mengasuh anak-anaknya lazim. dengan bantuan kungku holue (bagian Selanjutnya, disepakati untuk urusan rumah tangga istana). Mokole hidup mengangkat Wakaaka sebagai Turuna sendiri sampai anak-anaknya cukup besar Binta Sinangkobino Langi, Tinendeteno untuk diberi amanah menjadi mokole, Wita (Anugerah Langit Penguasa Alam). melanjutkan roda pemerintahan di Ketika Wakaaka diminta menjadi mokole Kerajaan Kabaena (dengan restu pihak (raja), dia menolaknya karena menurutnya pemangku adat di Rahadopi). Tebota Tulanggadi lebih cocok dijadikan Mokole Tebota Tulanggadi bermak- mokole setelah dinikahkan dengan Tebota sud pergi menyusul Sang Permaisuri ke Wulele Waru. Tebota Wulele Waru setuju kayangan. Sebelum pergi, ia berpesan menikah dengan Tebota Tulanggadi kepada anaknya yang diamanahi menjadi dengan syarat ia tidak memegang najis mokole, “Lanjutkan pemerintahan ini, selamanya. Jadi, Tebota Tulanggadilah berlakulah adil pada rakyatmu. Pada yang harus membersihkan segala kotoran dirimulah tertuang emas, dan pada anak mereka kelak. dirimulah tertuang sampah. Jika kemarin Setelah menikah dan menjadi engkau kuat maka hari ini kamu lemah, mokole, Tebota Tulanggadi membangun jika kemarin engkau lemah maka hari ini istana di Eempuu, ibu kota Kerajaan kamu kuat. Jika kamu tidak amanah, walau Kabaena yang pertama. Sementara itu, kau besi akan terapung, walau kau sabut Wakaaka pindah ke Rahadopi, sebuah akan tenggelam. Karena kau ibarat jarum kampung yang selanjutnya ditentukan tempat memasukkan benang.” Setelah sebagai kampung pemangku adat. mengucapkan kalimat-kalimat tersebut, Wakaaka diposisikan sebagai pihak Tebota Tulanggadi menyerahkan pakaian pemangku adat di tanah Kabaena dengan yang dipakainya pada saat ditemukan di tugas menobatkan mokole dan menjaga buluh hijau lalu dia pergi ke kayangan dan jalannya adat istiadat Kabaena. Pemisahan putranya sudah resmi dinobatkan menjadi tempat dan fungsi ini dilakukan demi mokole. menjaga berjalannya roda pemerintahan. Apabila pemangku adat dan mokole Pesan Mokole Tebota Tulanggadi disatukan, dikhawatirkan terjadi kepada anaknya itu digunakan sebagai mekaumbanga (korupsi, kolusi, dan salah satu bagian dalam rangkaian kalimat persepakatan adat) antara kedua belah dalam acara penobatan mokole di Kabaena pihak. Jadi, di Kerajaan Kabena telah sampai sekarang. Terkait keberadaan Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 333

Wakaaka di Rahadopi, sampai saat ini pun dimungkinkan adanya penyisipan kata-kata masih berlaku bahwa penobatan raja (tambahan, sinonim) sebagai penjelas, „mokole‟ di Kabaena dianggap tidak sah dilakukan pembalikan struktur, atau tanpa restu dan persetujuan dari pemangku tindakan lain yang menjelaskan kalimat. adat di Rahadopi. Berikut ini pembacaan heuristik atas pesan Tebota Tulanggadi kepada putranya. 2. Pembacaan Sistem Semiotik Tingkat (a) Lanjutkan(lah) pemerintahan ini, Pertama (Heuristik) Kalimat berlakulah adil pada rakyatmu, Penobatan Raja Kabaena dalam (b) (Apabila dirimu berlaku adil) pada Donsiolangi dan Wa Lu EaEa” dirimulah tertuang emas (puja dan puji dari rakyatmu), dan (apabila dirimu Pesan yang diucapkan oleh berlaku tidak adil atau berbuat Tebota Tulanggadi saat akan meninggal- kesalahan) pada dirimulah tertuang kan anak-anaknya untuk menyusul sang sampah (hujatan, caci-maki, dan kritik permaisuri ke kayangan hanya terdiri atas dari rakyat). lima kalimat. Namun, dalam praktik (c) Jika (bisa saja) kemarin engkau kuat sesungguhnya saat ini, kalimat penobatan maka (dan) hari ini kamu (berubah raja „mokole‟ di Kabaena lebih panjang. menjadi) lemah, jika (bisa saja) Kalimat penobatan yang lengkap memuat kemarin engkau lemah maka (dan) lebih banyak lagi tuturan-tuturan yang hari ini kamu (berubah menjadi) kuat. harus dipedomani dalam menjalankan dan (d) Jika kamu tidak amanah, walau kau membuat kebijakan dalam masyarakat adat besi (mungkin saja kau) akan terapung, serta perihal penyerahan kekuasaan walau kau sabut (kelapa) (mungkin (wawancara dengan Bapak Ilfan Nurdin). saja kau) akan tenggelam. Dalam konteks penelitian sastra, kalimat (e) Karena kau (sebagai pemimpin) ibarat yang dijadikan objek adalah lima kalimat jarum, (adalah lubangnya), tempat yang ada di dalam legenda “Donsiolangi (orang) memasukkan benang. dan Wa Lu Ea” berikut. Pembacaan heuristik ini belumlah (a) Lanjutkan pemerintahan ini, dapat memberikan makna yang sesungguh- berlakulah adil pada rakyatmu. nya dari rangkaian kalimat Tebota (b) Pada dirimulah tertuang emas, dan Tulanggadi kepada putranya. Pembacaan pada dirimulah tertuang sampah. ini dilakukan sebatas pada upaya (c) Jika kemarin engkau kuat maka hari memahami arti bahasa dalam posisi sistem ini kamu lemah, jika kemarin engkau semiotik tingkat pertama, yaitu memahani lemah maka hari ini kamu kuat. berdasarkan konvensi bahasanya. Untuk (d) Jika kamu tidak amanah, walau kau mengungkap makna yang lebih mendalam besi akan terapung, walau kau sabut dari kalimat-kalimat tersebut diperlukan akan tenggelam. pembacaan lanjutan yang dikaitkan dengan (e) Karena kau ibarat jarum tempat konvensi sastra berupa struktur cerita. memasukkan benang.

Dalam pembacaan heuristik atau sistem semiotik tingkat pertama, kelima kalimat tersebut dibaca berdasarkan pada beberapa bagian, sebuah kalimat perlu struktur kebahasaannya. Untuk memper- disisipi atau diberikan kata penjelas agar jelas arti5 yang terkandung di dalamnya, artinya dapat lebih dimengerti. Sementara itu, istilah makna digunakan dalam sistem semiotik tingkat kedua, atau pembacaan 5 Dalam pembahasan sistem semiotik tingkat retroaktif yang tidak lain adalah tahap pertama dan sistem semiotik tingkat kedua, pemaknaan. Kalimat-kalimat dibaca dengan dibedakan antara istilah arti dan makna. memperhatikan relasi yang mungkin ditarik Istilah arti mengacu pada arti yang terkandung kepada aspek lain yang terkait dengan kisah dalam kalimat secara kebahasaan, mengingat Donsiolangi dan Wa Lu Ea. 334 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

3. Pembacaan Retroaktif Legenda satu kepentingan dalam cerita ini. Tidak Donsiolangi dan Wa Lu Ea: Struktur banyak deskripsi tentang watak tokoh- Cerita tokoh ini. Simpulan terkait perwatakan Pembacaan retroaktif dimaksudkan mereka dilakukan dengan melihat muatan untuk memeroleh pemaknaan teks secara cerita. lebih integral. Tahap awal pembacaan Untuk berkenalan lebih dekat retroaktif atau hermeneutik teks sastra dengan penduduk setempat, Donsiolangi, adalah menelaah unsur-unsur yang Wa Lu Ea, beserta rombongan sepakat membangunnya. Analisis struktur cerita mengadakan pesta rakyat „kokaha menjadi hal yang penting dilakukan ndondouwa‟. Persiapan pesta melibatkan sebelum memaknai lebih lanjut kalimat seluruh rombongan dari Rumbia dan perpisahan, yang kemudian menjadi penduduk setempat. Mereka berbaur demi kalimat penobatan, yang diucapkan oleh terjalinnya kebersamaan dan keberadaan Tebota Tulanggadi kepada anaknya. pendatang dari Rumbia dapat diterima oleh Struktur cerita meliputi tokoh dan penduduk asli. Apabila dilihat dari strategi penokohan, latar, alur, dan tema. yang dijalankan untuk meraih simpati dari penduduk asli Kabaena, dapat disimpulkan a. Tokoh dan Penokohan bahwa Donsiolangi dan Wa Lu Ea Ada beberapa tokoh yang terlibat berwatak terbuka dan berpikiran positif. dalam kisah “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” Tidak ada keinginan untuk menonjolkan ini. Dalam analisis tokoh dan penokohan, diri ataupun menunjukkan kelebihan dilakukan pengelompokan tokoh yang mereka sebagai pendatang dari tempat dianggap mewakili satu kepentingan dalam yang berperadaban lebih maju. cerita, yaitu Donsiolangi, Wa Lu Ea, dan Watak tersebut dikuatkan dengan tujuh pengawal; Wakaaka; Tebota kesepakatan mengangkat Wakaaka dan Tulanggadi; dan Tebota Wulele Waru. Tebota Tulanggadi sebagai pemimpin dan pemuka adat, alih-alih memosisikan diri Dosiolangi , Wa Lu Ea, dan Tujuh sendiri sebagai orang nomor satu di daerah Pengawal tersebut. Kesepakatan untuk memisahkan Kedua tokoh yang dijadikan judul fungsi pemimpin pemerintahan (diserah- legenda ini sesungguhnya bukanlah tokoh kan kepada Tebota Tulanggadi) dan fungsi sentral. Akan tetapi, kedudukan mereka pemimpin adat (diserahkan kepada sebagai pembuka kisah membuat penutur Wakaaka) pun menunjukkan sisi positif cerita ini merasa perlu mengabadikan cara berpikir Donsiolangi da Wa Lu Ea. nama keduanya sebagai judul. Donsiolagi6 dan Wa Lu Ea adalah putra dan putri Wakaaka, Tebota Tulanggadi, dan Mokole Rumbia (sekarang Bombana Tebota Wulele Waru daratan), Dendeangi. Mereka diutus ke Baik Wakaaka, Tebota Kabaena, disertai tujuh orang pengawal Tulanggadi, maupun Tebota Wulele Waru kerajaan sejumlah awak kapal, untuk hadir dalam aliran cerita melalui cara yang membangun peradaban di pulau tersebut, tidak biasa. Mereka merepresentasikan mengingat saat itu penduduk asli Kabaena orang suci yang diturunkan dari langit belum mengenal sistem kemasyarakatan. sebagai anugerah bagi penduduk Kabaena. Tujuh orang pengawal yang dikisahkan Kemunculan yang gaib membuat masya- sebagai orang-orang sakti dikelompokkan rakat, termasuk rombongan Donsiolangi, dengan Donsiolangi dan Wa Lu Ea dalam mengistimewakan posisi ketiga orang ini. analisis tokoh karena mereka mewakili Wakaaka ditemukan di dalam seruas bambu gading ketika sekelompok 6 Di wilayah Bombana daratan, Donsiolangi orang bermaksud membuat kalemba untuk dikenal dengan nama Ntina Suropa. Dia adalah mengusung hewan buruan dalam persiapan putra dari Dendeangi atau Tongkiupuuwonua. Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 335 pesta rakyat. Kutipan cerita berikut Wakaaka pun berinisiatif menerap- memuat peristiwa ditemukannya Wakaaka. kan pemisahan antara pusat kekuasaan “…Kemudian mereka mencari kerajaan yang dipimpin oleh Tebota kalemba (pemikul) untuk memikul Tulanggadi dan pusat penjaga dan binatang buruan yang telah berhasil pemelihara adat yang dipimpinnya. Tugas didapat. Mereka menebas bambu raja disepakati untuk menjalankan roda gading (awonggadi) untuk dijadikan pemerintahan, sedangkan tugas pemangku kalemba. Tiba-tiba terdengar suara adat adalah menjaga dan memelihara suara dari dalam ruas bambu gading dijalankannya aturan adat di dalam yang akan ditebas, “o‟oloka perikehidupan masyarakat. (hati2)..!” Dalam rasa penasaran, mereka Tebota Tulanggadi menurunkan bambu itu pelan-pelan Menurut penuturan informan dan membelahnya dengan hati-hati. (Bapak Ilfan Nurdin), Tebota Tulanggadi Betapa terkejutnya mereka karena ditemukan oleh kelompok Donsiolangi ternyata di dalam ruas bambu kuning dan penduduk setempat yang sedang itu ada seorang laki-laki dengan mencari buluh bambu hijau untuk tempat wajah rupawan. Setelah ditanya, air. Hal itu dilakukan sebagai salah satu laki-laki itu mengaku dirinya ber- persiapan pesta rakyat yang digagas nama Wakaaka. Akhirnya, mereka Donsiolangi. Peristiwanya mirip dengan memutuskan untuk membawa kejadian saat kelompok Donsiolangi pulang Wakaaka dan binatang menemukan Wakaaka. Yang membedakan buruan yang berhasil mereka tang- adalah jenis bambu dan kepentingan kap.” (Kisah “Donsiolangi dan Wa bambu tersebut dipotong. Lu Ea”, dituturkan oleh Ilfan Nurdin, Tebota Tulanggadi menikahi S.Ag.) Tebota Wulele Waru dengan sebuah perjanjian sebagai syaratnya, yaitu Tebota Ketika dicapai mufakat dalam Tulanggadi selaku ayah harus mau musyawarah Donsiolangi dan kelompok- membersihkan kotoran anak-anak mereka nya untuk menobatkan Wakaaka sebagai kelak. Hal ini karena Tebota Wulele Waru raja „mokole‟, dengan bijak Wakaaka sebagai seorang putri bidadari tidak menolaknya. Dalam pandangan Wakaaka, diperbolehkan memegang najis. Tebota Tebota Tulanggadi hadir lengkap dengan Tulanggadi menyadari bahwa pernikah- calon pendampingnya, yaitu Tebota annya dengan Tebota Wulele Waru tidak Wulele Waru. Jadi, dialah yang lebih hanya sekadar untuk kepentingan cocok diangkat sebagai raja. Kebijakan pribadinya, melainkan juga untuk kepen- Wakaaka terbaca di sini bahwa raja tingan masyarakat di Kabaena secara menjadi simbol negeri sehingga harus umum. Dengan dasar pikiran itu, dia betul-betul dipilih orang yang secara utuh menerima syarat yang diajukan oleh dapat menjadi kebanggaan seluruh negeri. Tebota Wulele Waru. Selama bertahun- Sementara itu, Wakaaka sendiri tahun dijalaninya kewajiban membersih- mengambil posisi sebagai pemelihara adat. kan kotoran anak mereka. Hal ini Setelah pernikahan Tebota Tulanggadi menunjukkan wataknya yang konsekuen dilangsungkan, ia menikahi salah satu atas apa yang telah disepakati. Watak perempuan asli Kabaena. Pernikahan ini konsekuen ini ditunjukkan pula dengan memberi gambaran bahwa sebagai orang tanggung jawabnya sebagai orang tua (yang dianggap) suci, Wakaaka ingin tunggal dalam mengasuh kedua orang anak membumikan aturan adat yang kelak akan yang ditinggalkan ibunya kembali ke menjadi pedoman masyarakat setempat. kayangan. 336 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

Setelah kedua anaknya dipandang sebagai putri dari kayangan dia pantang sudah cukup umur untuk memimpin memegang najis. Apabila Tebota kerajaan, Tebota Tulanggadi mengutarakan Tulanggadi tidak menyepakati syarat maksudnya menyusul permaisuri ke tersebut, dia pun tidak akan memaksa, dan kayangan. Secara implisit terbaca maksud- akan memilih untuk tidak menikah dengan nya untuk menyerahkan tampuk pemerin- laki-laki dari ruas bambu hijau itu. Dari tahan kepada salah satu anaknya7. ilustrasi ini, dapat diketahui bahwa Tebota Setelah mengucapkan kalimat-kalimat Wulele Waru adalah seorang perempuan petuah, Tebota Tulanggadi pun menghi- yang memiliki prinsip. Sebagai perempuan lang secara gaib. Masyarakat meyakini dia dia tidak hanya menerima apa yang pergi ke kayangan, menyusul Permaisuri diperintahkan. Dia merasa berhak mene- Tebota Wulele Waru. rima ataupun menolak sebuah permintaan. Dari segmen ini, terbaca bahwa Selain memiliki prinsip, Tebota Tebota Tulanggadi memiliki sifat visioner. Wulele Waru pun digambarkan sebagai Apa yang akan dilakukannya, terutama seorang perempuan yang memiliki kasih yang berkaitan dengan pemerintahan sayang serta cinta yang tinggi kepada kerajaan, yang berarti terkait dengan hajat anak-anaknya dan bersifat konsekuen. hidup orang banyak, terlebih dahulu Ketika suatu ketika karena suaminya sibuk, dipikirkan masak-masak. Bisa jadi, dia meskipun sebetulnya membersihkan semakin penuh pertimbangan setelah kotoran adalah pantangan baginya, dia keabaiannya terhadap kesepakatan dengan tetap melakukannya. Dia sangat Tebota Wulele Waru. Peristiwa itu menyayangi anak-anaknya dan tidak ingin sungguh menjadi pelajaran berharga bagi anak tersebut berlama-lama kotor. dirinya. Kematangan visi Tebota Konsekuensi pun dijalankannya. Setelah Tulanggadi terutama sekali terlihat dari membersihkan kotoran anaknya, dia kalimat-kalimat petuah yang pada akhirnya lenyap, menghilang menuju tempat asalnya dijadikan sebagai kalimat penobatan raja. di kayangan.

Tebota Wulele Waru b. Latar Cerita Nama Tebota Wulele Waru Cukup jelas nama-nama tempat berkaitan erat dengan cara kemunculannya. yang disebutkan dalam cerita “Donsiolangi Perempuan cantik ini, sebagaimana Wa dan Wa Lu Ea” ini. Nama Bombana, Kaaka dan Tebota Tulanggadi, muncul Tokotu‟a, Keuwia, dan Leumbompori dengan cara yang tidak lazim. Apabila merujuk pada lokasi yang secara kultural kedua laki-laki rupawan itu muncul dari terikat pada satu kesamaan, yaitu sebagai ruas bambu, Tebota Wulele Waru muncul wilayah asal suku Moronene, baik yang dari tengah-tengah kelopak bunga waru berada di kepulauan maupun daratan. yang indah. Itulah sebabnya nama Tebota Sementara itu, nama Kabaena, Wumbu Wulele Waru (Putri Bunga Waru) melekat Geresa, Sikeli, Rahadopi, Tangkeno, pada dirinya. Watorada, dan Eempuu menunjukkan Ketika diminta untuk menikah secara khusus nama-nama tempat yang ada dengan Tebota Tulanggadi, Tebota Wulele di Pulau Kabaena. Demikian pula Waru mengajukan sebuah syarat. Syarat ini penyebutan nama geografis seperti Gunung memang harus dia ajukan karena Watu Sangia Besar dan Gunung Watu merupakan syarat bagi dirinya untuk tetap Sangia Kecil, dalam cerita ini bersama dengan keluarganya di bumi menunjukkan tempat-tempat tertentu di apabila benar mereka menikah nanti, yaitu, Pulau Kabaena. Penyebutan nama-nama secara rinci ini membuat cerita ini semakin 7 Dalam cerita tidak dijelaskan apakah yang meyakinkan sebagai seuah cerita legenda diberi tanggung jawab sebagai raja ini anak yang benar-benar terjadi sehingga pertama atau anak kedua. Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 337 menyerupai sebuah kisah sejarah. Berbeda dalam legenda Donsiolangi dan Wa Lu Ea dengan penyebutan latar tempat yang dibaca berdasarkan konvensi-konvensi begitu nyata dan tegas, dalam cerita ini sastra mengacu pada sistem semiotik tidak ditemukan penyebutan latar waktu tingkat kedua. Riffattere dalam Pradopo tertentu. (2012: 127) mengemukakan ketidaklang- sungan ekspresi dalam konvensi sastra c. Alur dan Tema Cerita yang memberikan makna disebabkan oleh Cerita bermula dari peristiwa tiga faktor. Ketiga faktor itu adalah diutusnya Donsiolangi dan rombongannya penggantian arti, penyimpangan arti, dan ke Pulau Kabaena dengan tujuan penciptaan arti. membangun peradaban di sana. Alur cerita 1) Lanjutkan pemerintahan ini, berlakulah maju dan cenderung datar. Riak konflik adil pada rakyatmu. terjada saat Tebota Tulanggadi mengabai- Kalimat pertama ini merupakan kan kesepakatannya dengan Tebota Wulele kepala atau inti dari pesan yang Waru. Akan tetapi, dari penceritaan tidak diucapkan oleh Tebota Tulanggadi ada dramatisasi di bagian ini. Kesan kepada anaknya. Dalam klausa pertama dramatis diperoleh dari efek yang “lanjutkan pemerintahan ini”, terbaca ditimbulkan oleh pengabaian Tebota makna bahwa dengan kepergiannya Tulanggadi, yaitu kepergian Tebota nanti menuju kayangan, dia secara serta Wulele Waru kembali ke kayangan. merta melepaskan dan menyerahkan Kemudian, diikuti kepergian Tebota tanggung jawab pemerintahan kerajaan Tulanggadi sekian tahun kemudian setelah kepada anaknya. Kata “lanjutkan” anak-anak mereka cukup dewasa mengandung makna bahwa Tebota menerima tampuk pemerintahan. Dari Tulanggadi meminta anaknya menerus- konflik itulah, dikisahkan, tercipta kan cara-caranya memerintah. perubahan peraturan adat di Kabaena. Jika Apabila dikaitkan dengan tema semula anak-anak raja hanya boleh cerita (perintisan peradaban di dibersihkan kotorannya oleh sang ayah, Kabaena), bisa jadi, aturan adat saat itu setelah peristiwa ini kungku holue-lah yang masih sangat dinamis karena masih berkewajiban membersihkan kotoran para mencari bentuk dan mekanisme terbaik- pangeran. Berawal dari konflik itu pulalah nya. Langkah-langkah yang pernah terlahir kalimat-kalimat petuah yang dilakukan oleh Tebota Tulanggadi kemudian menjadi kalimat penobatan raja dalam menetapkan aturan adat supaya di Kabaena. diikuti dan diteruskan oleh anaknya. Tema cerita ini diungkapkan Kebijakan raja terdahulu harus dijadi- secara eksplisit pada awal cerita, yaitu kan acuan dan pertimbangan dalam perintisan peradaban di Pulau Kabaena. menentukan kebijakan baru. Aturan adat pertama yang lahir di sana Klausa kedua, “…berlakulah adalah aturan adat tentang perkawinan. adil pada rakyatmu” menjadi induk bagi Selanjutnya, setiap peristiwa penting tabiat seorang pemimpin, yaitu sifat berpotensi untuk menjadi aturan adat yang adil. Keadilan mutlak diperlukan dalam diberlakukan pada masyarakat. diri seorang pemimpin. Kesehariannya yang harus memimpin warganya d. Pembacaan Retroaktif Kalimat membawa konsekuensi bagi dirinya Pesan Raja yang Menjadi Kalimat untuk dapat menyelami kalbu-kalbu Penobatan Raja Kabaena dalam mereka. Keadilan dalam menentukan Legenda Donsiolangi dan Wa Lu solusi setiap permasalahan mutlak Easiolangi dan Wa Lu Ea” harus memenuhi azas keadilan, yaitu Dalam pembacaan retroaktif atau tidak berat sebelah, tidak memihak, hermeneutik ini kalimat penobatan raja 338 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

selalu berpegang pada kebenaran, dan dibaca secara lurus, mengandung tidak sewenang-wenang. makna kontradiktif satu sama lain. “Jika 2) Pada dirimulah tertuang emas, dan kemarin engkau kuat maka hari ini pada dirimulah tertuang sampah. kamu lemah”, mengandung makna Kalimat kedua memunculkan bahwa mungkin saja sebelum menjadi dua keadaan yang bertolak belakang. raja kau dianggap kuat dan bijaksana Pertama, “pada dirimulah tertuang dalam berpendapat. Namun, begitu emas”, mengandung makna bahwa menjadi raja keadaan bisa berbalik total. seorang raja sebagai pemimpin dapat Orang akan mencari kekurangan sekecil hidup bergelimang pujian dan apa pun untuk melemahkan posisi sanjungan dari rakyatnya. Keadaan rajanya. Hal seperti ini sangat seperti ini hanya mungkin terjadi dimungkinkan terjadi mengingat apabila raja berlaku adil dan bijaksana. manusia berlainan watak dan Rakyat akan mencintai raja yang adil perilakunya. Seseorang yang diserahi sepenuh hati. Mereka akan siap amanah sebagai raja harus penuh membela raja yang adil sebagai pertimbangan dan kehati-hatian dalam junjungannya. Jangankan harta atau menjalankan tugasnya. Dia tidak dapat tenaga, jiwa pun akan dengan ikhlas lagi berbuat sekehendak hatinya karena dikorbankan demi membela raja yang tanggung jawab segenap negeri telah adil lagi bijak. beralih ke pundaknya. Faktor suka dan Keadaan sebaliknya tergambar tidak suka dapat menjadi pemicu dalam klausa kedua “pada dirimulah tindakan atau gerakan bernuansa negatif tertuang sampah”. Sampah yang terhadap pemegang tampuk kekuasaan. mengandung arti barang atau benda Selain faktor suka dan tidak yang dibuang karena sudah tidak suka dari rakyat, tindakan negatif pun dipakai, biasanya merujuk juga pada dapat disebabkan oleh ketidakpuasan kata kotor dan secara konotatif rakyat akan model kepemimpinan raja. bermakna sesuatu yang hina. Seorang Akumulasi kekecewaan ini menjadi raja yang tidak berlaku adil kepada kekuatan bagi rakyat untuk warganya akan terseret pada situasi di melemahkan posisi raja. Raja menjadi mana segala caci-maki, sumpah- hilang wibawa. Tidak ada lagi rasa serapah, dan hujatan ditujukan padanya. hormat rakyat kepada rajanya. Pada Rakyat yang merasa tidak puas karena akhirnya, kedudukan sebagai raja hanya diperlakukan tidak adil oleh raja sangat akan menjadi siksaan dan kehinaan bagi mungkin menempatkan rajanya sendiri sang raja. pada keadaan seperti itu sehingga Klausa “jika kemarin engkau lenyaplah segala kewibawaan dan lemah maka hari ini kamu kuat” martabat seorang raja. bermakna sebaliknya dari klausa Kata “emas” mengganti arti sebelumnya. Jika sebelum menjadi raja „displacing meaning‟ pujian, sanjungan, kau dianggap lemah, tidak mempunyai dan pembelaan dari rakyat atau warga, daya kekuatan untuk berbuat apa-apa, sedangkan kata “sampah” mengganti maka setelah menjadi raja keadaan arti caci-maki, sumpah-serapah, dapat berbalik 180 derajat. Seorang raja hujatan, dan perlakuan tidak hormat diserahi kekuasaan untuk dapat dari mereka. menggerakkan segenap kekuatan yang 3) Jika kemarin engkau kuat maka hari ini ada di dalam kerajaannya. Pada tangan kamu lemah, jika kemarin engkau seorang rajalah corak, arah, dan nafas lemah maka hari ini kamu kuat. sebuah negeri akan menemukan Kalimat ketiga pun terdiri atas bentuknya. dua klausa. Kedua klausa ini dapat Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 339

Sebelum menjadi raja mungkin klausa pada kalimat keempat ini dia tidak dapat memerintahkan rakyat berbentuk nonsense atau sesuatu yang dan perangkat kerajaan untuk berbuat tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan apa pun. Dengan model pengambilan betapa luar biasanya dampak yang keputusan dan cara menjalankan roda ditimbulkan oleh ketidakamanahan pemerintahan yang penuh pertimbangan seorang raja. serta selalu memperhatikan kepentingan 5) Karena kau ibarat jarum tempat rakyat, seorang raja akan semakin memasukkan benang. mendapat kepercayaan dari rakyatnya. Semua yang dideskripsikan dari Rakyat akan dengan senang hati kalimat (a) sampai kalimat (d), baik hal mendukung raja mereka. Cinta dan positif maupun yang negatif, merupa- kasih sayang rakyat menjadi bukti kan konsekuensi bagi seorang raja keberhasilan seorang raja. Kepercayaan, karena, seorang raja diibaratkan sebagai dukungan, dan rasa cinta rakyat inilah lubang jarum. Lubang jarum adalah yang menjadi sumber kekuatan sang tempat memasukkan benang bagi orang raja. Seorang raja harus siap yang hendak menggunakannya, untuk menghadapi situasi apa pun dalam menjahit baju, misalnya. Dengan menjalankan tugas-tugasnya. berhasilnya benang dimasukkan ke 4) Jika kamu tidak amanah, walau kau dalam lubang jarum, harapan pelakunya besi akan terapung, walau kau sabut adalah dapat teratasinya masalah yang akan tenggelam. dihadapi, gambarannya seperti pakaian Kalimat keempat menggambar- yang robek atau koyak. Seorang raja kan konsekuensi yang akan dihadapi diharapkan kehadirannya untuk dapat raja apabila dia tidak amanah dalam selalu memberikan solusi atas menjalankan tugas dan kewajibannya. permasalahan yang dihadapi rakyatnya. Jika seorang raja tidak amanah, Rajalah muara berbagai permasalahan meskipun dia besi akan terapung. Besi negeri. Pada rajalah semua keluh kesah (Fe) adalah logam keras, kuat, dan akan disampaikan. Ibarat jarum yang berat. Massa jenis besi lebih besar dari tidak berlubang atau rusak lubangnya pada masa jenis air sehingga menurut sehingga tidak dapat digunakan untuk hukum alam, besi akan tenggelam ketka menjahit, raja yang tidak dapat atau dimasukkan ke dalam air. Sementara tidak mau menerima keluh kesah, itu, sabut (kelapa) adalah bagian dari permasalahan, dan pertanyaan rakyat- tanaman palma yang bersifat padat nya, dianggap tidak memiliki kemam- tetapi relatif ringan. Massa jenis sabut puan menduduki posisi sebagai raja. kelapa lebih rendah dibanding masa Penghadiran “lubang jarum” jenis air sehingga apabila dimasukkan sebagai perumpamaan eksistensi ke dalam air, akan mengapung atau seorang raja merupakan praktik mengambang. Akan tetapi, karena penciptaan arti „creating meaning‟. sesuatu, hukum alam ini dikatakan Lubang pada sebuah jarum dianggap dapat berbalik keadaannya. Sesuatu tepat oleh si empunya cerita untuk yang dapat mengubah hukum alam ini dijadikan simbol raja yang harus selalu tentulah sesuatu yang sangat dahsyat. siap sedia menerima apa pun Perumpamaan besi yang dapat permasalahan yang muncul di negerinya terapung di air dan sabut yang dan harus dibarengi dengan kecakapan tenggelam di air ini dalam sistem mencari solusinya. semiotik tingkat kedua merupakan konvensi sastra berupa penyimpangan Dari lima kalimat pesan terakhir arti „distorting meaning‟. Penyim- Tebota Tulanggadi kepada anaknya, pangan arti yang terjadi dalam kedua sebelum pergi ke kayangan menyusul 340 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

Tebota Wulele Waru, terdapat empat raja, menyuratkan pandangan orang kalimat yang masing-masing terdiri atas Moronene atas posisi seorang raja sebagai dua klausa dan satu kalimat tunggal. pemimpin tertinggi sebuah negeri. Dalam Sebagai bagian dari teks sastra, kalimat- pandangan orang Moronene, raja merupa- kalimat tersebut memanfaatkan konvensi kan muara berbagai permasalahan yang sastra, yakni konvensi ketaklangsungan terjadi di seluruh negeri sehingga raja ekpresi yang membuatnya membutuhkan harus bersifat amanah dan mutlak berlaku pembacaan sistem semiotik tingkat kedua. adil kepada rakyatnya. Keadilan dalam Pada kalimat (a) makna dapat menentukan solusi setiap permasalahan dengan mudah dipahami karena bersifat mutlak harus memenuhi azas keadilan, denotatif. Kalimat (b) menggantikan yaitu tidak berat sebelah, tidak memihak, makna kata emas dan sampah. Emas selalu berpegang pada kebenaran, dan menggantikan makna sanjungan dan tidak sewenang-wenang. Kebijakan raja pujian, sedangkan sampah menggantikan terdahulu harus dijadikan acuan dan makna hujatan, celaan, dan sumpah pertimbangan dalam menentukan kebi- serapah. Kalimat (c) sesungguhnya jakan baru. Raja memiliki konsekuensi bermakna denotatif, tetapi pemilihan lebih tinggi dibandingkan rakyat biasa, konteks kalimat yang terlalu umum tercermin dari pilihan kata emas dan menyebabkannya memerlukan penjelasan sampah yang sama-sama berpotensi lebih lanjut agar dapat dipahami. diterima oleh seorang raja. Kelakuan raja Penjelasan kalimat (c) bertumpu pada dianggap demikian berpengaruh terhadap keterangan waktu “kemarin” yang kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun mengacu pada “sebelum dinobatkan kehidupan negerinya, secara substansi menjadi raja” dan “hari ini” yang mengacu maupun secara temporal sehingga pada waktu “setelah dinobatkan menjadi digambarkan kelakuan yang tidak adil dari raja”. Pada kalimat (d) terjadi konvensi sang raja dapat membuat besi penyimpangan arti „shifting meaning‟, di mengambang dan sabut kelapa tenggelam mana besi yang massa jenisnya lebih besar di dalam air. dibanding air dikatakan dapat tenggelam Seseorang yang diserahi amanah dan sabut kelapa yang massa jenisnya lebih sebagai raja harus penuh pertimbangan dan kecil dari air dapat tenggelam. Pernyataan kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya. dalam kalimat (d) jelas merupakan situasi Dia tidak dapat lagi berbuat sekehendak yang menyimpang dari hukum alam. hatinya karena tanggung jawab segenap Penyimpangan hukum alam ini dikatakan negeri telah beralih ke pundaknya. Faktor dapat terjadi oleh satu sebab, yaitu tidak suka dan tidak suka dapat menjadi pemicu amanahnya raja sebagai seorang tindakan atau gerakan bernuansa negatif pemimpin. Kalimat (e) menjadi bukti terhadap pemegang tampuk kekuasaan. kreativitas si empunya kisah. Di dalam Selain faktor suka dan tidak suka dari kalimat ini terdapat konvensi sastra berupa rakyat, tindakan negatif pun dapat penciptaan arti „creating meaning‟. Di disebabkan oleh ketidakpuasan rakyat akan situ, lubang jarum digambarkan mewakili model kepemimpinan raja. Seorang raja eksistensi seorang raja sebagai muara harus siap menghadapi situasi apa pun berbagai masalah sekaligus tempat utama dalam menjalankan tugas-tugasnya. mencari solusi atas masalah-masalah itu. Cara seorang raja memerintah akan membawa dampak yang teramat D. PENUTUP besar bagi negerinya, baik dampak negatif Dari uraian analisis data dalam maupun dampak positif. Hasil kerja subbab pembahasan, kelima kalimat pesan seorang raja digambarkan dapat membalik- Tebota Tulanggadi kepada putranya, yang kan hukum alam yang sudah menjadi kemudian dijadikan kalimat penobatan keniscayaan. Sesuatu yang dapat Kalimat Penobatan Raja…(Heksa Biopsi Puji Hastuti) 341 mengubah hukum alam ini tentulah sesuatu Antropologi, Program Pascasarjana, yang sangat dahsyat. Rakyat akan Universitas Gadjah Mada. mencintai raja yang adil sepenuh hati. Purnama, Yuzar. 2016. Rakyat yang merasa tidak puas karena “Mitologi Saedah Saenih: Cerita diperlakukan tidak adil oleh raja sangat Rakyat dari Indramayu” dalam mungkin menempatkan rajanya sendiri Patanjala Vol. 8 No. 3. September pada keadaan seperti itu sehingga 2016. Hlm. 333-348. lenyaplah segala kewibawaan dan martabat Yulianto, Agus. 2015. seorang raja. Seorang raja diharapkan “Kisah Pangeran Suriansyah kehadirannya untuk dapat selalu Membangun Masjid: Suatu Analisis memberikan solusi atas permasalahan yang Semiotik” dalam Matrasastra Jurnal dihadapi rakyatnya. Rajalah muara Ilmiah Kesastraan Vol. 2 No. 1. Juni berbagai permasalahan negeri. Pada rajalah 2015. Hlm. 1-14. semua keluh kesah akan disampaikan. Ibarat jarum yang tidak berlubang atau 2. Buku rusak lubangnya sehingga tidak dapat Danesi, Marcell. 2010. digunakan untuk menjahit, raja yang tidak Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori dapat atau tidak mau menerima keluh Komunikasi (Evi Setyarini dan Lusi kesah, permasalahan, dan pertanyaan Dian Piantari, penerjemah). rakyatnya, dianggap tidak memiliki : Penerbit Jalasutra. kemampuan menduduki posisi sebagai raja. Limba, Rekson S., Basrin Melamba, Zainudin Tahiyas, Anton Ferdinan. 2015. Sejarah Peradaban Moronene. DAFTAR SUMBER Yogyakarta: Penerbit Lukita. 1. Jurnal, Tesis, dan Laporan Muis, Early Wulandari. 2015. Penelitian “Adati Totongano Wonua: Identitas Hastuti, Heksa Biopsi Puji, Uniawati, Moronene yang Tetap Lestari.” Dalam dan Rahmawati. 2015. Firman AD & Sandra Safitri Hanan Inventarisasi Sastra Lisan Sulawesi (Ed.), Prosiding Kongres II Bahasa- Tenggara: Sastra Moronene. Laporan Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara Penelitian. Kendari: Kantor Bahasa Tahun 2014, hlm. 202-208. Kendari: Provinsi Sulawesi Tenggara. Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Hastuti, Heksa Biopsi Puji. Tenggara. “Representasi Kultural Laki-laki dan Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Perempuan dalam Kisah “Putri Penelitian Sastra dengan Pendekatan Lungo” dalam Jurnal Telaga Bahasa Semiotik. Dalam Jabrohim (Ed.), Vol. 4 No. 2. Desember 2016. Hlm. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: 187-206. Pustaka Pelajar. Kurnianto, Ery Agus. 2015. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. “Analisis Tiga Tataran Aspek Metodologi Penelitian Kajian Budaya Semiotik Tzvetan Todorov pada dan Ilmu Sosial Humaniora pada Cerpen “Pemintal Kegelapan” Karya Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Intan Paramadhita” dalam Kandai Pelajar. Vol. 11 No. 2. November 2015. Hlm. 206-216. ______. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur- Muis, Early Wulandari. 2010. unsur Kebudayaan dalam Proses Tumbuhan Moronene: Relasi Antara Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budaya dan Falsafah Hidup Masyarakat Moronene. Tesis. Sayuti, Suminto A. 2012. Yogyakarta: Program Studi “Strukturalisme Dinamik dalam Pengkajian Sastra”. Dalam Jabrohim 342 Patanjala Vol. 9 No. 3, September 2017: 327-342

(Ed.), Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya. Vansina, Jan. 2014. Tradisi Lisan sebagai Sejarah. Astrid Reza dkk. (penerjemah), Aditya Pratama (penyunting). Yogyakarta: Penerbit Ombak.

3. Internet “Profil Pulau Kabaena”, dalam http:/pulau kabaena.blogspot, diakses tanggal 18 Oktober 2017. “Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Bombana”, diakses dari http:/bomba nakab.go.id/?page_id=2, diakses tanggal 18 Oktober 2017.

4. Informan M. Ilfan Nurdin, S.Ag. (42 tahun). 2014. Pemuka adat Moronene; Mokole Kabaena. Wawancara, 22 Maret 2015.

Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyonugrahanto) 343

PERANAN BUPATI R.A.A. WIRATANUNINGRAT DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA 1908-1937 THE ROLE OF REGENT R.A.A WIRATANUNINGRAT IN DEVELOPMENT OF TASIKMALAYA REGENCY 1908-1937

Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Widyonugrahanto Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 J atinangor e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Naskah Diterima: 25 Juli 2017 Naskah Direvisi:26 Oktober 2017 Naskah Disetujui:22 November 2017

Abstrak Tulisan ini membahas tentang peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam membangun Kabupaten Tasikmalaya. Perkembangan tersebut meliputi bidang pendidikan, infrastruktur, agama, pertanian, dan ekonomi. Ada tiga hal yang dipersoalkan yaitu (1) bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan pemerintahan sebelum R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? (2) siapakah R.A.A. Wiratanuningrat? (3) bagaimana kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan ketika R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? Adapun metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut yaitu menggunakan metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Kabupaten Tasikmalaya memang pada mulanya bernama Kabupaten Sukapura. Perpindahan ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya boleh dikatakan sebagai tonggak awal untuk melakukan pembangunan di Tasikmalaya walaupun memang perpindahan ini tidak terjadi pada masa Wiratanuningrat memerintah. Meskipun Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan keturunan langsung dari Dinasti “Wiradadaha” tetapi R.A.A. Wiratanuningrat dapat memperlihatkan kemajuan di Kabupaten Tasikmalaya baik dari segi fisik maupun nonfisik sehingga sampai sekarang dikenal sebagai bapak pembangunan dan bapak irigasi. Kata kunci: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, bupati, kabupaten.

Abstract This paper discusses the role of Regent of R.A.A. Wiratanuningrat in building Tasikmalaya Regency. These developments include education, infrastructure, religion, agriculture, and economics. There are three points in question, namely (1) how social, economic and governance conditions before R.A.A. Wiratanuningrat ruled? (2) who is R.A.A. Wiratanuningrat? (3) how the economic, social, and governance conditions when R.A.A. Wiratanuningrat ruled? The method used to answer the question are using historical method consisting of heuristics, criticism, interpretation and historiography. Tasikmalaya Regency was originally named Sukapura Regency. The transfer of capital from Manonjaya to Tasikmalaya may be regarded as an early milestone for development in Tasikmalaya although indeed this movement did not occur during the reign of Wiratanuningrat. Although the R.A.A. Regent Wiratanuningrat is not a direct descendant of the dynasty "wiradadaha" but R.A.A. Wiratanuningrat can show a progress in Tasikmalaya Regency both physically and non-physically, so well known as the father of development and the father of irrigation. Keywords: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, regent, regency.

344 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

A. PENDAHULUAN peneliti adalah daerah yang kini dikenal Kedudukan bupati pada zaman dengan sebutan Tasikmalaya, yang semula Pemerintahan Hindia Belanda mengalami bernama Sukapura tahun 1913. Artinya perubahan, yang mulai diberlakukan sejak perubahan tersebut terjadi pada masa Daendels menjadi gubernur jenderal Pemerintahan Bupati R.A.A. (1808-1811). Perubahan tersebut yakni, Wiratanuningrat (1908-1937). Hal ini sebagai pegawai Hindia Belanda yang menjadi daya tarik bagi penulis untuk diangkat oleh Gubernur Jenderal, yang mengkaji kepemimpinan Bupati R.A.A. ditandai dengan diberikannya gaji berupa Wiratanuningrat melalui penelitian dengan uang (Yulifar, 2014: 19, Hardjasaputra, judul Peranan Bupati R.A.A. 2002: 40). Hal ini dilatarbelakangi oleh Wiratanuningrat dalam Pembangunan keinginan pihak kolonial untuk Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937. menegakkan kekuasaannya di tanah Adapun permasalahan pokok dari jajahan melalui pemerintahan secara penelitian ini adalah bagaimanakah rekam langsung (direct rule). Tetapi, karena jejak R.A.A. Wiratanuningrat sebagai kuatnya tatanan pemerintahan tradisional, bupati Kabupaten Sukapura-Tasikmalaya dengan bupati sebagai pemimpin tahun 1908-1937? kharismatis yang di mata rakyatnya, maka Buku yang membahas tentang upaya Hindia Belanda tersebut sebenarnya Wiratanuningrat tidak ada, tetapi ada tidak pernah berhasil secara utuh bahkan laporan penelitian yang membahasnya. Di pada akhirnya gagal. Oleh karena itu, sini penulis menggunakan buku-buku yang peran dan posisi bupati pada saat ini bahasannya tentang bupati meskipun tidak mengalami dualisme, yakni pemimpin secara langsung membahas Wiratanu- yang legal-rasional (pegawai kolonial) dan ningrat. tradisional-kharismatis. Pertama, buku berjudul Bupati di Kendati keinginan Daendels (Peme- Priangan karya A. Sobana Hardjasaputra. rintah Kolonial) menginginkan pemerin- Buku ini menjelaskan mengenai pembu- tahan seiring dengan berbagai cara untuk kaan Rawalakbok tahun 1925 oleh mengurangi kekuasaan bupati. Maka Wiratanuningrat. Dalam buku ini didapat berbagai cara dilakukan di antaranya informasi mengenai perjuangan Bupati melalui intervensi terhadap pergantian Wiratanuningrat dalam pembukaan bupati, bahkan berupaya dalam Lakbok yang tadinya merupakan daerah menghapuskan jabatan yang diwariskan, yang terendam banjir. Wiratanuningrat kemudian melakukan reorganisasi wilayah, akan menjadikan Lakbok sebagai areal menghadirkan jabatan patih, kontroleur, pertanian demi meningkatkan ekonomi dan lain-lain. Namun demikian, kekuasaan masyarakat. bupati pada kabupaten yang dipimpinnya Kedua, Peranan R.A.A. Wiratanu- tetap besar, karena rakyat tunduk dan ningrat sebagai Bupati Pembangunan patuh pada bupati sebagai pemimpin Awal Abad ke-20 di Tasikmalaya yang tradisional yang berakar pada struktur merupakan laporan penelitian. Laporan sosial yang tersusun berdasar kelahiran penelitian ini diketuai oleh Itje Marlina. (keturunan), kekayaan, dan status sosial Isinya membahas keadaan daerah (Kartodirdjo, 1982: 226 dan Tasikmalaya dilihat dari aspek geografis, Mangunhardjana Sj, 1976: 18 dalam demografi, sosial-ekonomi, serta Kabu- Yulifar 2014: 23). paten Sukapura-Tasikmalaya di bawah Peran dan posisi bupati yang Pemerintahan Wiratanuningrat. dualisme tersebut, antara lain terjadi di Ketiga, buku karya Nina Herlina wilayah Priangan, baik di Priangan Barat Lubis yang berjudul Kehidupan Kaum maupun Timur. Salah satu wilayah Ménak Priangan 1800-1942. Buku ini Priangan Timur yang menarik perhatian membahas tentang peranan para bupati Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 345 yang pada mulanya diangkat oleh Raja terhadap fakta-fakta yang diperoleh dengan Mataram dan setelah dikuasai oleh VOC cara menghubungkan satu sama lainnya diangkat oleh Gubernur Jenderal. untuk memperoleh fakta sejarah mengenai Keempat, buku berjudul Sejarah hal tertentu. Lalu melakukan koroborasi Kota Tasikmalaya 1820-1942 yang ditulis suatu data dari suatu sumber sejarah oleh Miftahul Falah. Di dalam buku ini dengan sumber lain (dua atau lebih). dibahas mengenai sejarah Kota Menurut Herlina interpretasi yaitu tahapan Tasikmalaya yang komprehensif dilihat atau kegiatan menafsirkan fakta-fakta serta dari aspek perubahan sosial. Buku ini menetapkan makna dan saling hubungan memberikan informasi mengenai perbe- dari fakta-fakta yang diperoleh (Herlina, daan Kabupaten Tasikmalaya, Kota 2014:15). Tasikmalaya sehingga penulis tidak Tahap keempat adalah historiografi. kebingungan antara kedua istilah tersebut. Dalam bahasa Inggris historiografi Kelima, buku Sejarah Kota-Kota didefinisikan sebagai pengkajian tentang Lama di Jawa Barat yang ditulis oleh Nina penulisan sejarah (Barnes, 1963 dalam H. Lubis dkk. Di dalamnya terdapat bab Herlina, 2009: 9). Sedangkan menurut yang ditulis oleh Ietje Marlina mengenai Gottschalk, historiografi diartikan sebagai Sukapura (Tasikmalaya). Dalam tulisan- rekonstruksi imajinatif dari masa lampau nya, Ietje menjelaskan mengenai kedu- berdasarkan data yang diperoleh dengan dukan ibu kota Sukapura sebelum menempuh proses. berkedudukan di Tasikmalaya dan menje- laskan mengenai awal mula asal kata C. HASIL DAN BAHASAN Tasikmalaya sampai perkembangan 1. Kabupaten Sukapura 1901-1908 Sukapura yang pada akhirnya berganti Paruh pertama abad ke-17 sampai menjadi Tasikmalaya. awal abad ke-20 (1908) dikenal dengan kepemimpinan para bupati Sukapura yang B. METODE PENELITIAN oleh sementara orang dianggap sebagai Metode yang digunakan dalam keturunan atau „Dinasti‟ Wiradadaha, yang penelitian ini adalah metode sejarah yang memerintah sekitar tahun 1641 dimulai terdiri atas empat tahap, yaitu heuristik, dari Wiradadaha I (1641-1674) sampai kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap dengan Wiradadaha XII yang mendapat pertama yang dilakukan dalam metode sebutan Dalem Bintang (1875-1901). sejarah adalah heuristik yang merupakan Periode berikutnya, Kabupaten Sukapura sebuah tahapan atau kegiatan menemukan dipegang oleh Dalem Bogor bernama R.T. dan menghimpun sumber, informasi, jejak Wiraadiningrat, yang memerintah dari masa lampau (Herlina, 2014: 7-15). tahun 1901 sampai dengan 1908. Di Tahap kedua adalah kritik yaitu bawah kepemimpinan bupati inilah pusat memilah dan memilih juga menyaring kota Kabupaten Sukapura dari Manonjaya keotentikan sumber-sumber yang telah dipindahkan ke Tasikmalaya. Dia bupati ditemukan. Pada tahap ini peneliti pertama yang mendapat gelar aria, melakukan pengkajian terhadap sumber- sehingga terkenal dengan sebutan Dalem sumber yang didapat untuk kebenaran Aria. Setelah wilayah afdeeling sumber. Ada dua hal yang perlu dilakukan Mangunreja menjadi bawahan Sukapura, pertama meneliti otentisitas sumber atau dan afdeeling Cikajang menjadi bawahan keaslian sumber disebut kritik eksternal. Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik Kedua meneliti kredibilitas sumber yang Malangbong dibagi dua, yakni sebagian disebut kritik internal (Kuntowijoyo, 2013: bawahan Limbangan dan sebagian 77-78). bawahan Sumedang, sejak itulah, Sukapura Tahap ketiga yaitu interpretasi, berubah nama menjadi Tasikmalaya. memaknai atau memberikan penafsiran Pada awalnya daerah yang disebut Sukapura itu bernama Tawang atau

346 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

Galunggung. Sering juga disebut Tawang- mencolok bila dibandingkan dengan Galunggung. Tawang berarti „sawah‟ atau bupati-bupati di daerah lain. Misalnya „tempat yang luas terbuka‟. Penyebutan Bupati Semarang dan Surabaya, masing- Tasikmalaya muncul untuk pertama kali masing hanya menerima gaji f 14.000 dan setelah Gunung Galunggung meletus tunjangan f 2.400 per tahun. sehingga wilayah Sukapura berubah Data tentang penghasilan Bupati menjadi Tasik „danau, laut‟ dan malaya Sukapura tersebut menunjukkan bahwa dari (ma)layah bermakna „ngalayah Bupati Priangan walaupun kedudukannya (bertebaran)‟ atau „deretan pegunungan di telah dipojokkan menjadi pegawai yang pantai Malabar (India)‟. Tasikmalaya tidak memiliki kekuatan dalam sistem mengandung arti „keusik ngalayah’, administrasi pemerintahan, tetapi tetap maksudnya banyak pasir di mana-mana. memiliki fungsi dan peranan penting Setelah R.A. Wiraadegdaha diturun- sebagai pengatur produksi agraria dalam kan dari jabatannya, sebagai penggantinya eksploitasi kolonial Belanda. Faktor inilah adalah adiknya R. Demang Danukusumah, yang menyebabkan posisi Bupati Priangan patih Manonjaya. Setelah menjadi bupati berbeda dengan bupati di daerah lain namanya menjadi R.T. Wirahadiningrat, (Hardjasaputra, 1985: 45). bupati Sukapura ke-12, memerintah dari Walaupun para bupati Priangan tahun 1875-1901. R.T. Wirahadiningrat umumnya memiliki tanggungan keluarga adalah bupati terakhir yang tinggal di dalam jumlah besar, tetapi karena pengha- Manonjaya. Pada tahun 1893 ia diberi silan tinggi dan kaya akan harta benda, gelar adipati, tahun 1898 mendapat Payung mereka dapat hidup berkecukupan Kuning, dan pada tahun 1900 ia mendapat (Sutherland, 1979: 22). bintang Oranye Nassau. Itulah sebabnya Pada masa Gubernur Jenderal W. Bupati R.T. Wirahadiningrat mendapat Rooseboom dikeluarkan peraturan/ kepu- sebutan Dalem Bintang. R.T. tusan No. 218 tertanggal 10 Agustus 1900, Wirahadiningrat terkenal sabar, adil, yaitu tentang penghapusan batas keresi- dipercaya pemerintah kolonial dan mencin- denan, kabupaten, afdeeling, distrik dan tai keluarganya. onder distrik serta peraturan pembagian Sebagai ganti atas hak-hak bupati, batas keresidenan dan kabupaten yang para bupati kembali menerima surat baru. pengangkatan dari Gubernur Jenderal Pada tahun 1901 Kabupaten sebagai pegawai pemerintah (Besluit Sukapura mendapat perubahan besar yaitu Gubernur Jenderal 5 Mei dan 20 Juni afdeeling Mangunreja dan Tasikmalaya 1871). Berdasarkan besluit itu para Bupati dihilangkan serta bawahannya diperintah Priangan menerima gaji (per tahun) cukup langsung oleh bupati, tapi tidak semuanya. tinggi dengan tunjangan cukup besar pula. Dari afdeeling Mangunreja yang masuk ke Contohnya Bupati Sukapura mendapat gaji Sukapura ialah distrik-distrik: Mangunreja, sebesar f 20.000. Di samping gaji tetap Deudeul, Taraju, Sukaraja, Karang, dan yang dibayar tiap bulan, bupati juga Parung. Sisanya yaitu Cikajang, mendapat bagi hasil dari kopi sebesar f 1 Batuwangi, Kandangwesi, dan Nagara per pikul dengan ketentuan tidak lebih dari dimasukkan ke dalam Kabupaten f 6.000 untuk Bupati Sukapura Limbangan. Dari afdeeling Tasikmalaya (Martanegara, 1923: 21 dalam Marlina, yaitu Ciawi, Indihiang dan Singaparna, 1988: 34). sedangkan distrik Malangbong dibagikan Pendapatan para bupati itu ditambah kepada kedua kabupaten yaitu sebagian ke lagi dengan hasil sawah-lungguh Kabupaten Limbangan dan sebagian lagi (kalungguhan) atau sawah carik yang ke Sumedang. Mulai saat itu distrik-distrik luasnya ratusan bahkan ribuan bau. bawahan Sukapura banyak yang dihilang- Pendapatan Bupati Priangan cukup kan atau disatukan dengan kabupaten lain. Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 347

Pada tahun 1910 yang berada di bawah Tasikmalaya dijadikan ibu kota Kabupaten kekuasaan Kabupaten Sukapura hanya Sukapura, Manonjaya menjadi sebuah tinggal 14 distrik lagi. distrik (Regeering almanak voor Bupati yang memerintah dari tahun Nederlandsch-Indie, 1919). 1901-1908 yaitu R. Rangga Wiratanuwangsa. Setelah menjadi bupati 2. Kabupaten Tasikmalaya di Bawah namanya diganti menjadi R.T. Kepemimpinan R.A.A. Prawiraadiningrat, Bupati Sukapura ke-13. Wiratanuningrat Pada era kepemimpinannya perpindahan Kanjeng R.A.A. Wiratanuningrat ibu kota dari Manonjaya ke Tasikmalaya lahir pada 19 Februari 1878. R.A. dilaksanakan. Wiratanuningrat merupakan putra Bupati Pada tanggal 22 November 1901 Sukapura sebelumnya yaitu Tumenggung Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Aria Prawira Adiningrat. Ayahandanya Besluit No. 33 yang isinya menetapkan tersebut adalah anak Raden Adipati bahwa sejak tanggal 1 Desember 1901, Wiraadegdaha, pensiunan Bupati Sukapura Kota Tasikmalaya menggantikan yang tinggal di Karangpucung, buyut dari Manonjaya sebagai ibu kota Kabupaten Kanjeng Dalem Tumenggung Danuningrat Sukapura (Besluit 22 Nopember 1901 (Bupati ke-9). Dengan demikian, No.33 Staatsblad van Nederlansch Indie). Wiratanuningrat adalah bupati yang Ada dua pendapat mengenai penyebab memiliki darah (warisan) dari bupati perpindahan ibu kota Kabupaten Sukapura sebelumnya yang berasal dari Dalem dari Manonjaya ke Kota Tasikmalaya. Bogor dengan nama sebelum menjadi Pertama, alasan ekonomi yaitu terkait bupati adalah R. Rangga Wiratanuwangsa dengan proses penanaman, penyimpangan, (Marlina 2000: 106). Dengan demikian, dan pengiriman nila (tarum). Penanaman Wiratanuningrat adalah Bupati di nila dilaksanakan di daerah Gunung Sukapura, sebagaimana ayahnya, yang Galunggung dan gudang penyimpanannya bukan dari Dinasti Wiradadaha. terletak di daerah Pataruman, Kota R.A. Wiratanuningrat menikah Tasikmalaya. Oleh karena penanaman nila dengan Raden Ayu Rajapamerat, putri menjadi tanggung jawab bupati, proses Raden Jayadiningrat seorang jaksa di pengawasan akan mengalami kesulitan Landraad Cianjur. Isterinya tersebut karena jarak dari Manonjaya ke adalah cucu perempuan dari Raden Adipati Galunggung cukup jauh. Kedua, alasan Aria Martanegara1. Karena perkawinannya geografis karena pada kenyataannya Kota ini Bupati Wiratanuningrat memiliki Tasikmalaya memiliki tanah datar yang hubungan dengan semua bupati di jauh lebih luas daripada Manonjaya. Priangan, Rangkasbitung, dan patih Manonjaya terletak di sebuah dataran Sukabumi. sempit yang berbukit-bukit sehingga sulit Pendidikan formalnya diperoleh dari untuk dikembangkan. Berbeda dengan sekolah Belanda di Sukabumi selama 2 Kota Tasikmalaya yang memiliki dataran tahun, kemudian dipindahkan ke sekolah yang sangat luas sehingga dipandang lebih Belanda di Bogor. Setelah 2 tahun lamanya cocok untuk dijadikan sebagai ibu kota belajar di sekolah tersebut, ketika umur 12 kabupaten (Marlina, 2007: 92-93; Falah, tahun ia masuk ke sekolah ménak 2010: 60). (Hoofden School) di Bandung sampai Dengan demikian maka alasan tahun 1896. Sekolah ménak adalah sekolah perpindahan ibu kota bukan hanya karena untuk mendidik calon pegawai pangreh semata-mata masalah kondisi morfologi tanah Kabupaten Tasikmalaya tetapi juga 1 R. Ayu Radjapamerat lahir 3 Januari 1893, karena aspek kestrategisan daerah itu. ibunya bernama R. Ayu Tedjapamerat Delapan belas tahun kemudian, setelah (Wirahadi Soeria, tt: 15).

348 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358 praja (sekarang: Pegawai Negeri). Calon bahwa „masa tunggu‟ yang paling singkat murid yang akan masuk ke sekolah ini diperoleh Bupati Galuh R.A.A. harus memenuhi syarat berikut: telah Kusumasubrata dari jabatan sebagai Mantri duduk di kelas 7 HIS atau kelas 6 ELS dan Kabupaten (1883) menuju jabatan bupati harus bisa berbahasa Melayu di samping hanya dalam tempo 3 tahun tanpa bahasa daerahnya sendiri. Selain itu umur mengalami dulu menjadi wedana atau tidak boleh lebih dari 15 tahun dan patih. Sedangkan yang paling lama adalah diutamakan anak kaum ménak (Lubis, R.A.A. Martanegara, selama 32 tahun 1998: 214). untuk menjadi Bupati Bandung (1893). Menurut surat Keputusan Residen Menurut Lubis (1998: 106), hal ini terjadi tanggal 5 April 1897, No. 2932/8, R.T. disebabkan faktor keturunan langsung dan Wiratanuningrat ditugaskan sebagai Joeroe tidak merupakan keturunan langsung dari Serat Controluer Bandung Utara. Dia bupati yang digantikannya (sehingga lama bertugas di wilayah tersebut kurang lebih dalam menempuh jenjang karier menuju 3 tahun lamanya. Berdasarkan surat bupati). Keputusan Residen tertanggal 5 Oktober Bupati R.A.A Wiratanuningrat 1901, No. 123-97/8, R.T. Wiratanuningrat memiliki empat istri, satu garwa padmi menerima pengangkatan menjadi Asisten dan 3 selir (Marlina, 1988). Istrinya yang Wedana di Andir, wilayah Ujung Berung pertama (garwa padmi) bernama Raden Barat. Ayu Rajapamerat. R.A.A. Wiratanuningrat Setelah kurang lebih 7 tahun dari pernikahannya tersebut memiliki 19 memegang jabatan tersebut di atas, orang putra dan putri. Bupati ini mendapat berdasarkan surat keputusan pemerintah sebutan Aom Soleh. Sebutan ini tertanggal 12 Februari 1908, No. 26, ia disebabkan dia taat pada agama, bersikap menerima pengangkatan sebagai wedana di baik dan berpembawaan tenang, walaupun wilayah Ciheulang daerah Sukabumi. cenderung pendiam sehingga berkesan Setelah 7 bulan menjabat di Ciheulang, tertutup (Conduitestaat 1925 Agustus No dengan keputusan pemerintah yang telah 745/26). Tentang pribadi yang baik dan dijanjikan dalam pembangunan, mengolah pendiam tersebut juga digambarkan dalam serta mengatur urusan pemerintahan, maka Conduitestaat Tahun 1913 No. 1715/14. berdasarkan surat keputusan pemerintah Sikap pendiam tersebut menurut tertanggal 23 Agustus 1908, No. 2 R.T. conduitestaat berupaya ditutupi dengan Wiratanuningrat diangkat menjadi Bupati bersikap riang (ramah?), dan bertindak di Sukapura. Gelar Adipati diperolehnya bijaksana, serta berhati-hati di dalam setiap pada tanggal 1 Agustus 1920 No.1 mengambil keputusan. Pribadi bupati yang (Conduitestaat, 1925). Oleh karena itu, seperti itu membuat dia dicintai rakyatnya. jabatan bupati yang diperolehnya melalui Kemudian dijelaskan bahwa jika sebuah proses yang cukup panjang (11 berhadapan dengan orang-orang Eropa tahun) dan berjenjang, yang dimulai dari (Belanda) dia bersikap sangat sopan, tetapi jabatan juru tulis kontroleur, asisten tegas kepada pihak pribumi yang berada di wedana (sekarang: camat), dan wedana. bawah kepemimpinannya. Oleh karena itu, Menilik portofolionya tersebut, bupati bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan tersebut cukup punya pengalaman dalam hanya dicintai oleh aparat dan rakyatnya, memegang sebuah wilayah yang cukup juga mendapat kepercayaan dari bergengsi. Demikian juga bupati-bupati di Pemerintah Kolonial. Namun demikian, daerah yang lain pada umumnya memiliki riwayat pernikahannya yang memiliki pengalaman jabatan yang rata-rata dimulai lebih dari satu istri, dikritisi pihak kolonial dari strata bawah. sebagai sebuah catatan tentang konditenya Terkait lamanya masa karier menuju dalam berhubungan dengan kaum bupati, Lubis (1998: 104) menjelaskan perempuan. Tidak mengherankan, sebab Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 349 mereka mengenal perkawinan dalam konsep monogami. Hampir semua bupati di abad ke-19 melakukan poligami, mempunyai istri utama, raden ayu atau padmi, yang derajatnya setara dengan sang bupati dan biasanya putri dari bupati lain. Kemudian terdapat istri-istri kedua yang disebut selir atau ampeyan. Anak-anak dari istri-istri kedua mempunyai status yang lebih rendah daripada anak-anak dari istri padmi (Sutherland, 1983: 60). Sebagai bupati, R.A.A. Wiratanuningrat memiliki dua gelar yaitu 2 3 gelar kebangsawanan dan gelar jabatan Gambar 1. R.A.A. Wiratanuningrat yang menurut Kartodirdjo (1987: 27) dengan Istrinya Raden Ayu Rajapamerat dipakai di depan nama, bahkan nama itu Sumber: Koleksi KITLV. Diakses dari sendiri sering mengidentifikasikan kebang- http://media-kitlv.nl/all- sawanan dan jabatannya pada pemerin- media/indeling/detail/form/advanced/start/226 tahan. ?q_searchfield=tasikmalaja, tanggal 16 Juni Atas jasa-jasanya, Bupati 2017, pukul 19.32 WIB. Wiratanuningrat mendapat penghargaan dari pemerintah, berdasarkan surat 3. Kiprah R.A.A. Wiratanuningrat keputusan pada tanggal 21 Agustus 1920 pada Sepuluh Tahun Terakhir Masa No. 1 mendapat gelar adipati. Pada 24 Pemerintahannya Agustus 1922 No. 39 mendapat bintang Di bawah kepemimpinan R.A.A. Offisier der Orde van Oranje Nassau. Wiratanuningrat, Kabupaten Sukapura Berdasarkan besluit tertanggal 21 Agustus mengalami kemajuan yang sangat pesat. 1926 No. 13 ia mendapat Gale Songsong. Pembangunan di segala bidang telah Kemudian, mendapatkan Bintang Mas berhasil dengan baik, sehingga mendapat Besar, sebagai penghargaan atas jasa- tanggapan yang positif dari pemerintah jasanya kepada „negeri‟ yang diberikan kolonial. Oleh karena itu, bupati ini bersamaan dengan perayaan 25 tahun dia mendapatkan banyak penghargaan dari memerintah (Pandji Poestaka No. 69, 29 pemerintah kolonial, dan dicintai Agustus 1933). masyarakat Sukapura yang merasakan langsung kemajuan pada berbagai bidang selama bupati tersebut memerintah.

2 Gelar kebangsawanan merupakan gelar yang Melalui kiprahnya tersebut, dike- diturunkan secara turun-temurun seperti tahui bahwa dalam pengembangan raden, pangeran. Selain itu, ada gelar yang Tasikmalaya, Bupati Wiratanuningrat lebih diperoleh karena perkawinan dengan wanita berperan dalam kedudukannya sebagai dari kalangan bangsawan. Dalam hal ini, kepala daerah, karena pengembangan pusat gelar yang diperoleh bisa diwariskan secara kabupaten adalah tanggung jawab bupati. turun-temurun dan akhirnya menjadi gelar Bupati Wiratanuningrat dalam menyam- kebangsawanan (Lubis, 1998: 153). 3 paikan instruksi pemerintah kolonial Gelar jabatan merupakan gelar yang diperoleh kepada rakyat mampu memanfaatkan karena jasa atau pengabdian kepada kebijakan pemerintah tersebut untuk pemerintah yang biasanya menyertai suatu promosi jabatan seperti adipati, tumenggung, kepentingan pemerintah kolonial, tetapi ia rangga, ngabehi, dan demang (Lubis, 1998: juga memperhatikan kepentingan dan 153). kesejahteraan rakyatnya. Usaha-usaha Bupati Wiratanuningrat dalam memajukan

350 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358 kesejahteraan rakyat yaitu di bidang: itu, tidak mengherankan jika masyarakat di agama, pendidikan, pembangunan fisik, sekitarnya menganggap tempat „keramat‟, transportasi, ekonomi dan pertanian. bahkan dikenal dengan sebutan „onom Pada masa pemerintahan Bupati Rawa Lakbok” (makhluk halus yang Wiratanuningrat di Tasikmalaya, bidang menguasai Rawa Lakbok). Bahkan, pertanian sangat mendapat perhatian. dipercaya sebagian masyarakat bagaimana Bupati ini melakukan pembangunan pada onom tersebut „menjadi tuah” bagi para berbagai bidang dalam rangka memajukan bupati yang berkuasa di Galuh (Ciamis). kehidupan ekonomi dan sosial-budaya. Beberapa besotan dan saluran air Karena mata pencaharian rakyatnya adalah digali untuk membuang air rawa ke bertani, maka bidang ini sangat Cilisung, Ciseel, Citanduy terus ke lautan diperhatikan dengan serius. Misalnya Hindia. Pohon-pohon ditebang dan dengan jalan memperluas lahan pertanian belukar-belukar dibabat, kegiatan ini pada tanah atau lahan yang tadinya tidak dipimpin oleh bupati sendiri dibantu oleh terpakai (ekstensifikasi). Di dalam upaya rakyat yang terus menerus bekerja dengan pembukaan lahan baru tersebut dia giat. Tak berapa lama rawa yang tadinya melibatkan rakyatnya, dan berhasil dengan hanya menjadi sarang malaria dan ular, gemilang. Hal ini menjadikan bupati telah berubah menjadi sumber penghasilan tersebut dikenal berhasil dalam memajukan bagi beribu-ribu petani. Desa-desa sekitar pertanian sehingga Kabupaten Rawa Lakbok yang terbilang besar yaitu di Tasikmalaya bertambah maju. Salah satu antaranya Pataruman, Ciawitali dan contohnya ialah pembukaan hutan Sindangangin. Gagayunan menjadi lahan pertanian, dan Sepuluh tahun kemudian, wilayah ngabukbak (membuka lahan) Rawa rawa yang tadinya merupakan rimba yang Lakbok pada tahun 1923. lebat dan belum pernah diinjak oleh Salah satu jasa yang paling terkenal manusia, kini menjelma menjadi lahan dari R.A.A. Wiratanuningrat adalah pertanian dan tumbuh desa-desa di sekitar membuka rawa-rawa menjadi areal Rawa Lakbok. Desa-desa tersebut pesawahan, yang dikenal dengan istilah terbilang besar, di antaranya Pataruman, ngabukbak Lakbok (Membuka lahan di Ciawitali, dan Sindangangi. Seiring dengan daerah Lakbok, saat ini menjadi bagian itu, peningkatan dalam bidang pertanian dari wilayah administratif Kota Banjar). sangat signifikan. Oleh karena itu tidak Rawa Lakbok terdiri atas dua bagian yaitu mengherankan jika jumlah penduduk di Lakbok Utara dan Lakbok Selatan, luas Lakbok tahun 1933 menjadi berjumlah ± Lakbok Utara kurang lebih 5931 ha dan 20.944 orang dan terus bertambah pada Lakbok Selatan 600 ha. Sampai tahun tahun-tahun berikutnya, sehingga lima 2583 (1923) tanah-tanah datar tersebut di tahun kemudian (1938) bertambah menjadi atas masih rawa yang dipenuhi oleh 30.078. Mereka mendapatkan sumber tanaman-tanaman serta belukar dengan penghidupannya dari pertanian dan udara yang tidak sehat. Tujuan pembukaan perikanan. Dengan demikian, sebagai lahan ini adalah menjadikan daerah yang bupati, R.A.A. Wiratanuningrat telah awalnya tidak produktif menjadi produktif berhasil membangun masyarakatnya ke sehingga menjadi penghasil beras yang arah yang lebih sejahtera sesuai dengan potensial. potensi sumber daya alam dan sumber Rawa yang asalnya merupakan daya manusianya. Artinya, dia memiliki rimba yang lebat dan belum pernah diinjak jiwa kepemimpinan dan kemampuan oleh manusia, kini setelah dijadikan areal manajerial sebagai kepala daerah, persawahan oleh Bupati Wiratanuningrat, sekaligus pemimpin tradisional. yang kemudian melahirkan kampung- Hal ini diperlihatkan oleh kema- kampung kecil di sekitarnya. Oleh karena hirannya di dalam mengembangkan sebuah Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 351 lahan yang memiliki luas dengan lebarnya datang ternyata banyak yang berperan tanah yang sudah dapat dikerjakan sebagai sebagai para tengkulak yang datang untuk sawah kira-kira 6300 ha sedangkan yang membeli padi lalu dibawa ke tempat sudah dijadikan tegalan dan huma 4600 ha. penggilingan-penggilingan beras milik Menurut tinggi rendah letaknya, sawah- orang Tionghoa. Seringkali padi yang sawah dibagi atas beberapa golongan yaitu dipotong belum begitu masak betul sawah gogo ranca, sawah biasa, sawah akibatnya harga padi menjadi rendah ledok, dan sawah embel. Sebagian dari sekali. Kelompok yang diuntungkan dari Rawa Lakbok dapat ditanami padi cere dan rekayasa potensi Lakbok bukan lagi petani gadu dua kali setahunnya, tetapi sawah melainkan tengkulak-tengkulak dan para embel hanya dapat dikerjakan pada saat pemilik heleur atau yang punya musim hujan saja. Hal ini disebabkan penggilingan beras. dalam pengerjaannya yang terburu-buru Pada musim kemarau sawah-sawah karena khawatir keburu datang banjir, di yang tidak terlalu kering ditanami padi samping bibitnya memang bukan berasal gadu dan palawija, terong, lombok, dari jenis bibit unggul. kacang, tembakau dan lain-lain. Tanah Penghasilan dari embel gitak rata- yang agak tinggi dan kering dengan rata hanya 15 kuintal per hektarnya. Tetapi singkong dan jagung. Singkong tersebut sebenarnya rakyat bukan hanya dapat dijual ke pabrik-pabrik aci di memperoleh hasil panen padi saja, sebab Bantardawa dan Cisaar. Artinya, mereka menanami bagian tertentu dari pemahaman terhadap morfologi tanah sawah yang ketika musim kering, ada digunakan untuk menentukan pengelolaan bagian yang masih tergenang air. Sawah- tanah tersebut. Sehingga, akan terjadi sawah yang ditanami ketika musim hujan, optimalisasi pemanfaat Sumber daya Alam tanpa ada teknologi irigasi disebut sawah (SDA). tadah hujan. Sayangnya, pada perkembangan Permasalahan yang dihadapi Rawa berikutnya, ribuan bau tanaman singkong Lakbok adalah manakala musim hujan di lereng-lereng gunung sudah tidak volume air hujan tinggi yang membuat dipelihara lagi, karena penuh dengan Sungai Ciseel dan Citanduy meluap. alang-alang dan belukar. Sebenarnya jika Akibatnya terjadi banjir, sementara air tanah-tanah ini tidak dibiarkan tetapi untuk dikonsumsi susah diperoleh. Akibat dicoba direkayasa dengan sistem-sengked, banjir tersebut bukan hanya merusak kemudian ditanami tanaman palawija tanaman, terutama padi, tetapi juga seperti kacang kedelai atau jenis merendam rumah-rumah penduduk. Lebih tumbuhan lain maka persediaan makanan jauh lagi, dampak banjir akan berakibat akan banyak. Di sinilah perlunya seorang pada menurunnya kesehatan masyarakat. pemimpin yang kreatif. Kondisi sebaliknya pada musim kemarau, Bukan hal yang mudah ketika tanah ini menjadi kering dan iklimnya mereka dihadapkan pada masalah banjir di menjadi bersuhu tinggi sehingga udaranya satu sisi, dan kekurangan air di sisi lain- terasa panas. Hal ini disebabkan oleh yang timbul pada musim yang berbeda – tingginya yang hanya 10 m dari permukaan benar-benar merupakan kondisi yang laut. Oleh sebab itu, hampir setengahnya ekstrem. Belum lagi permasalahan yang dari persawahan yang tidak dapat ditanami ditimbulkan oleh hama semacam hama padi karena kekurangan air. Oleh karena merah dan hama dari binatang pengerat itu, pertanian di daerah ini terkadang bisa (tikus). surplus, atau sebaliknya. Ketika panen Pada bulan Agustus-September berhasil, ribuan orang datang dari mana- orang beramai-ramai menangkap ikan mana untuk mencari pekerjaan sebagai gabus, lele, betok dan belut di rawa-rawa pembawon (pemotong padi). Mereka yang terutama di Panglelean dan Rawa Sumur di

352 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358 wilayah Lakbok Selatan. Ikan-ikan Jika pengairan sudah teratur 4/5 dari tersebut ada yang dijual hidup-hidup ada sawah-sawah Lakbok di musim kemarau yang dibikin lauk garang dan dikirim ke akan dapat ditanami dengan padi gadu. Bandung, Banjar, Tasikmalaya, dan ke Sekarang hanya setengah yang dapat seluruh Priangan. Oleh semacam Dinas diambil hasilnya di musim kemarau. Perikanan dianjurkan untuk menanam Diharapkan dengan adanya saluran-saluran ikan sepat siem. Oleh karena itu, setiap pengairan, rawa-rawa yang masih dalam tahun menurut catatan-catatan tidak kurang dapat dialiri dengan air Citanduy yang dari 240.000 kg ikan yang ditangkap dapat mengandung banyak lumpur hingga lama dijual dengan harga f 35.000 – 40.000. kelamaan akan tertutup dan dapat Genangan air pada musim kemarau dijadikan sawah. Kesehatan rakyat akan membuat penduduk Lakbok senantiasa lebih baik lagi karena sarang malaria diserang oleh penyakit muriang (malaria menjadi berkurang. Penanaman padi dapat sawah) yang setiap tahun memakan diatur secara bersama-sama, pemberan- korban. Tempat yang paling baik untuk tasan hama tikus dan hama merah akan menernakkan nyamuk-nyamuk bukan lebih mudah. rawa-rawa yang sering kebanjiran tetapi Tidak diketahui sejak kapan masya- rawa-rawa kecil dan kolam-kolam di rakat Tasik mulai memiliki keterampilan antara bukit-bukit yang ada di sekitar dalam menghasilkan barang-barang kera- Lakbok. Air di rawa-rawa terlalu keruh jinan yang penuh dengan kreatifitas. Yang bagi jentik-jentik Anopheles. Berikut ini jelas, pada masa pemerintahan R.A. beberapa hal yang memperlambat majunya Wiratanuningrat, rakyat Tasikmalaya Rawa Lakbok, yaitu: dikenal sebagai penghasil industri a. Banjir di musim hujan; kerajinan yang memiliki daya tarik yang b. Kekurangan air di musim kemarau; tinggi. Kerajinan tangan yang dihasilkan c. Hama tikus dan hama merah; adalah barang anyaman, kain batik, tikar, d. Terputusnya perhubungan antara topi, tempat bunga, kursi, dan barang- desa-desa, oleh karena terendamnya barang lain dari bambu, kayu dan jalan-jalan; tempurung. Anyaman yang jadi bahan e. Penyakit malaria. bakunya bisa dari bahan agro yang terdiri Sawah-sawah di Lakbok dan di atas pandan yang banyak ditanam petani sekitar Banjar dan Rancakole semuanya lokal, bambu, dan rotan. sawah tadah hujan. Oleh karena itu Pada awal abad ke-20, industri batik sebagian besar pada musim kemarau tidak di Tasikmalaya tersebar di beberapa sentra dapat dikerjakan karena kekurangan air. antara lain Burujul, Buniagara, Cipedes, Buat mengairi Lakbok dirancang Gudang Jero, Gudang Pasantren, Bojong mengambil air dari Citanduy. Kira-kira 20 Kaum, Panglayungan, dan Sayuran. km dari arah hilir daerah Banjar dekat Berdasarkan data dari sumber sekunder, Desa Leuwikeris akan dibuat bendungan kegatan membatik di Tasikmalaya dimulai yang besar, yang akan mengalirkan airnya sekitar akhir abad XVII dan awal abad kurang lebih pada lahan 11.531 ha sawah. XVIII (Falah, 2010: 162). Perkembangan Sawah-sawah tadah hujan dekat Banjar seni membatik kemudian menjadi sebuah dan Rancakole akan mendapat air dari industri rumah tangga bahkan menjadi Citanduy juga dengan saluran lain yang salah satu komoditas penting dalam tidak memakai bendungan. perdagangan di Tasikmalaya. Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 353

berkumpul di rumah Raden Kartadibrata. Pertemuan para pengusaha batik itu berhasil membentuk sebuah koperasi yang kemudian diberi nama Pangroyong. Meskipun mendapat dukungan dari Bupati R.A.A. Wiratanuningrat, keberadaan Koperasi Pangroyong tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh industri batik Tasikmalaya. Di sisi lain, Pemerintah Hindia Belanda merasa terancam oleh ekspansi ekonomi Jepang yang produksi industrinya Gambar 2. Pengrajin Batik (1925) mulai dapat diterima oleh penduduk Sumber: Koleksi Tropenmuseum.nl. Diakses pribumi. Departement van Economische dari Zaken memandang bahwa ekspansi http://collectie.wereldculturen.nl/default.aspx?l ekonomi Jepang itu dapat diatasi apabila ang=en, tanggal 16 Juni 2017, pukul 08.10 pemerintah dapat bekerja sama dengan WIB. para pengusaha. Tahun 1934, pengusaha batik Tasikmalaya menuntut kepada Foto di atas memperlihatkan perajin Pemerintah Hindia Belanda agar mereka batik di Kabupaten Tasikmalaya, yang dapat membeli kain mori langsung dari sudah menggunakan teknik membatik importir. Tetapi tuntutan tersebut ditolak berupa alat dalam bentuk cap, karena itu, oleh Departement van Economische memungkinkan dikerjakan oleh kaum laki- Zaken. laki. Perajin batik tulis biasanya kaum Sejalan dengan itu, pada akhir tahun perempuan. Penggunaan alat berupa cap 1930-an, jenis usaha koperasi sedang tersebut akan mengakibatkan kapasitas gencar disosialisasikan oleh Pemerintah produksi yang dihasilkan akan jauh lebih Hindia Belanda. Untuk keperluan itu, banyak dibanding dengan batik yang tahun 1938 Pemerintah Hindia Belanda dibuat dengan cara ditulis. Dimungkinkan, menempatkan R.S.A. Kosasih di pada tahun-tahun tersebut, kabupaten ini Tasikmalaya dengan tugas membina sektor memiliki pasar yang luas, sehingga akan koperasi di daerah tersebut. Kehadirannya membuka lapangan kerja dan pendapatan dimanfaatkan oleh para pengusaha batik masyarakatnya meningkat. melalui Koperasi Mitra Batik untuk melobi Tahun 1930 pengusaha batik di para pejabat di Departement van Tasikmalaya terkena imbas Krisis Economische Zaken di Jakarta agar Ekonomi Dunia (Malaise) karena daya memberikan izin kepada mereka untuk masyarakat menjadi lemah. Selain itu juga dapat membeli kain mori dan bahan-bahan para pengusaha batik kesulitan mendapat- pembatikan lainnya langsung dari importir. kan kain mori (cambrics) sebagai bahan Berkat upaya dari Koperasi Mitra Batik baku pembuatan batik, hal ini terjadi serta atas bantuan R.S.A. Kosasih, karena para pedagang Cina tidak mau Pemerintah Hindia Belanda pada akhirnya menjual kain mori secara tunai tetapi mengeluarkan kebijakan yang mengizin- dengan cara kredit yang bunganya sangat kan pada Koperasi Mitra Batik membeli tinggi. Oleh karena itu, para pengusaha kain mori langsung dari importir. batik yang memiliki modal kecil banyak Keberhasilan ini membuat pedagang Cina yang gulung tikar. di Kota Tasikmalaya mengalami kemun- Untuk mengatasi permasalahan duran karena tidak mampu menghadapi tersebut dan menyelamatkan industri batik konsolidasi para pengusaha batik yang Tasikmalaya, beberapa pengusaha semakin kuat pasca didirikannya Koperasi

354 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

Mitra Batik. Para pedagang Cina tidak 6. Jembatan bambu beralas besi di mampu mengonsolidasikan di antara Mangunjaya (sangat disayangkan mereka sehingga mereka berjalan sendiri- jembatan ini tidak sampai selesai sendiri (Falah, 2010: 168-169). karena diterjang banjir kali Ciseel) Meski demikian, sejak pertengahan (Wirahadisoeria. tt. Sejarah Sukapura. abad ke-19, barang kerajinan dari Kota Tidak diterbitkan dan (Hoofcomite Tasikmalaya sudah mendapatkan reputasi Pangeling-ngeling 300 Taun Ngadegna yang luas, terutama di kalangan orang- Kabupaten Sukapura, 1932: 41). orang Eropa, sehingga tidak heran Sampai dengan berakhirnya masa sebagian dari barang tersebut diekspor ke penjajahan Belanda, ulama di Indonesia Eropa. Di antara barang kerajinan yang terbagi atas dua kelompok yaitu ulama paling diminati adalah anyaman pandan dependen dan ulama independen. Para dan bambu. Berikut ini salah satu aktivitas ulama yang independen merupakan ben- penduduk Kabupaten Tasikmalaya yang teng rakyat yang menolak kolonialisme. memproduksi topi Panama. Penamaan Mereka terang-terangan menolak untuk atau brand Panama boleh jadi mengambil kerja sama dengan pemerintah kolonial, model topi tersebut dari topi-topi produksi bahkan secara terang-terangan pula Panama (Amerika Latin) yang saat itu mengadakan gerakan perlawanan. Itulah sedang trend. Oleh karena itu, sebabnya pemerintah kolonial mencap kemungkinan topi tersebut dibuat atas ulama sebagai “si pembuat rusuh” (trouble dasar pesanan orang-orang Belanda makers). (Eropa) sehingga produksi kerajinan yang Sejak terjadinya peristiwa Cilegon, awalnya hanya sebagai barang seni pendidikan agama Islam dan gerak langkah menjadi memiliki fungsi, mengingat tradisi para ulama diawasi oleh pemerintah Eropa yang menjadikan topi sebagai kolonial, bahkan di Pulau Jawa terjadi barang fashion, sekaligus melindungi “pemburuan terhadap guru agama”. Gerak mereka dari cuaca panas. langkah guru dan pengajar agama Islam Untuk memperlancar kehidupan dibatasi oleh peraturan yang disebut ekonomi masyarakat, Bupati Ordonansi Guru yang dikeluarkan pada Wiratanuningrat membangun jalan-jalan tahun 1905. Dalam ordonansi itu antara dan jembatan-jembatan sehingga memper- lain disebutkan bahwa guru-guru agama lancar arus transportasi. Selain mem- Islam harus mendapat surat izin dari bangun fasilitas publik seperti jalan dan pemerintah (bupati) sebelum mereka jembatan. Sebagaimana diungkap melakukan tugasnya. Bila mereka Wirahadi Soeria bahwa untuk keperluan melanggar ketentuan tersebut akan rakyat agar memudahkan dan melancarkan dikenakan hukuman kurungan maksimal hubungan mata pencahariannya, Bupati delapan hari atau denda f 25. Pada waktu R.A.A. Wiratanuningrat membangun itu para bupati ditugaskan oleh pemerintah beberapa jembatan, yaitu: kolonial untuk mengawasi kegiatan- 1. Jembatan Gantung Kawat jalan ke kegiatan terutama kegiatan para kiai. Agar Ciwarak para bupati dapat melaksanakan kewajiban 2. Jembatan Gantung Kawat jalan ke tersebut dengan baik, pengaruh para bupati Linggasari dalam bidang keagamaan tidak diganggu 3. Jembatan Gantung Kawat jalan ke bahkan sebagian dari penghasilan mereka Talegong pun berasal dari bidang keagamaan, 4. Jembatan Gantung Kawat jalan ke misalnya dari zakat fitrah (Alisyahbana, Leuwi Budah – Tanjung 1981: 8). Untuk mengadakan pendekatan 5. Jembatan Gantung Kawat jalan ke dengan para alim ulama maka Bupati Cigugur Wiratanuningrat mendirikan perkumpulan para alim ulama yang disebut Idharu Baitil Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 355

Mulukki Wal Umaro yang artinya Tuhu ka Tasikmalaya. Sekolah tersebut ditujukan Ratu, tumut ka pamarentah nagara. untuk menghasilkan lulusan yang terampil Mendirikan rumah fakir miskin dalam bidang skill tertentu. Salah satu Islam yang biayanya sebagian dari hasil contohnya adalah Sekolah Pertukangan. zakat fitrah untuk fakir miskin. Biasanya Berikut ini adalah Gedung Sekolah Teknik hasil itu diberikan langsung setiap tahun pada tahun 1930-an. kepada yang berhak menerima, tetapi Paguyuban Pasundan mengadakan karena kurang memberi manfaat untuk kongres pada tahun 1925 untuk mendirikan seterusnya, maka Bupati Wiratanuningrat sekolah lanjutan yakni MULO (Meer berpendapat lebih baik mendirikan rumah Uitgebreid Lager Ounderwijs). Peserta penampungan bagi fakir miskin kongres memberikan wewenang penuh (Hoofcomite Pangeling-ngeling 300 Taun kepada Bale Pawulangan Pasundan. Ngadegna Kabupaten Sukapura, 1932: 44). Sebagai tindak lanjut setelah kongres, Bale Pendidikan yang dijalankan oleh Pawulangan Pasundan mengajukan izin pemerintah kolonial pada dasarnya operasional kepada pemerintah kolonial bertujuan untuk menjadikan warganegara dan tiga tahun kemudian pemerintah yang mengabdi pada kepentingan penjajah. kolonial mengabulkan permohonan Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan tersebut. Sejak tahun 1928 di Tasikmalaya untuk mencetak tenaga-tenaga yang dapat berdiri sekolah lanjutan yang bernama digunakan sebagai alat untuk memperkuat MULO Pasundan. kedudukan penjajah, mengabdi kepada Jika saat ini Tasikmalaya dikenal kepentingan pemerintah kolonial. Politik sebagai Kota Santri, secara historis Etis telah mengubah pandangan dalam didukung oleh berdirinya pesantren- politik kolonial sehingga pemerintah pesantren di kabupaten ini dari mulai Belanda beranggapan bahwa Indonesia tempat belajar yang paling sederhana (di tidak lagi sebagai wingewest (daerah yang Goa) sampai pada pesantren yang sudah menguntungkan) tetapi menjadi daerah dalam bentuk pondok (kobong). Pesantren yang perlu dikembangkan sehingga dapat tua yang terdapat di Kabupaten memenuhi keperluannya, dan budaya Tasikmalaya adalah Pesantren Syekh rakyatnya ditingkatkan. Abdul Muhyi, melalui pesantrennya di Pamijahan yang berbasis di goa-goa. Kemudian Pesantren Suryalaya, Cintawana, Sukamanah, dan Cipasung. Pesantren Suryalaya didirikan pada 5 September 1905 oleh K.H. Abdullah Mubarak atau Abah Sepuh yang diawali dengan pendirian sebuah masjid yang dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang kemudian diberi nama Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah sebagai cikal bakalnya (Lubis et al., 2011: 50). Gambar 3. Sekolah Teknik di Tasikmalaya Pesantren ini pada perkembangan (Ambachtsschool) Tahun 1933 berikutnya menjadi pesantren yang Sumber: Koleksi Tropenmuseum.nl. Diakses dari mengatasi ketergantungan obat, hingga http://collectie.wereldculturen.nl/default.aspx?l memiliki cabang sampai ke dan ang=en, Tanggal 19 Juni 2017. Pukul 06.30 . WIB. Pesantren tua yang ada di Sekolah teknik atau vokasional Tasikmalaya adalah Pesantren Condong sudah mulai muncul di Kabupaten (Riyadlul Ulum Wadda’wah) yang terletak

356 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358 di Kampung Condong, Desa Condong, Mencermati uraian di atas, diketahui Kecamatan Cibeureum. Pesantren ini bahwa perkembangan pesantren di didirikan sekitar awal abad ke-19 oleh Tasikmalaya ditentukan oleh beberapa Kyai Nawawi yang berasal dari Rajapolah. faktor. Faktor pertama berkaitan dengan Tanah yang dipergunakan untuk jumlah penduduk di Kabupaten mendirikan pesantren itu, merupakan Tasikmalaya sebagai pemeluk agama wakaf dari Pangeran Kornel, Bupati Islam. Bagi umat Islam, mencari ilmu Sumedang. Dari pesantrennya itu, Kiai merupakan sebuah kewajiban, dan di kota Nawawi menyebarkan ajaran Islam ini lahir banyak kiai yang dianggap sehingga keberadaan pesantren di mumpuni dalam menyebarkan agama Kampung Condong menjadi dikenal oleh Islam. Faktor kedua adanya anggapan masyarakat Kota Tasikmalaya dan bahwa sekolah formal yang dikenalkan sekitarnya. Ketika didirikan, pesantren oleh Pemerintah Hindia Belanda adalah tersebut belum diberi nama Riyadlul Ulum „haram‟ karena dikembangkan oleh orang Wadda’wah. Oleh masyarakat sekitarnya, „kafir‟. Hal ini menjadi semacam fatwa pesantren ini dinamai Pesantren Condong, yang kemudian ditaati oleh masyarakat sesuai dengan nama kampung tempat kabupaten ini. Sehingga, untuk mencari pesantren itu berdiri (Falah, 2010: 195- ilmu mereka lebih memilih pesantren 196). dibanding sekolah formal. Faktor yang Pada pertengahan tahun 1926, terakhir adalah adanya tuntutan dari para Bupati R.A.A. Wiratanuningrat mengum- santri yang baru menyelesaikan pendi- pulkan para ulama yang ada di dikannya di pesantren di luar Kabupaten Tasikmalaya. Dalam pertemuan tersebut Tasikmalaya untuk mendirikan pesantren Dalem Tasikmalaya itu mengutarakan di daerahnya sendiri (Lubis, 2011: niatnya membentuk sebuah perkumpulan 194/195). yang akan menjadi wadah bagi para guru agama. Segala persiapan yang diperlukan D. PENUTUP untuk merealisasikan rencananya itu, Sebagai bupati yang bukan diserahkan kepada ulama pakauman antara keturunan langsung dari “Dinasti lain K.H. M. Soedja‟i (Kudang, Bojong), Wiradadaha” yang memerintah di Kabu- K.H. M. Djakarsyi (Jajaway), K.H. M. paten Sukapura dari abad ke-17 sampai Fahroerodji (Sukalaya), dan K.H. M. dengan akhir abad ke-19, R.A.A. Fachroedin (Cikalang). Hasil kerja Wiratanuningrat, yang berasal „trah‟ keempat ulama pakauman itu berupa Dalem Bogor telah membangun rancangan pembentukan sebuah perkum- Kabupaten Tasikmalaya dalam berbagai pulan yang akan mempersatukan seluruh bidang, yang memperlihatkan kemajuan guru agama di Tasikmalaya. Rancangan itu dalam aspek-aspek fisik dan nonfisik diterima dan diresmikan oleh Bupati (1908-1937). Wiratanuningrat tanggal 15 Juni 1926 Melalui tangan „dinginnya‟ tersebut dengan nama Perkumpulan Guru Ngaji Kabupaten Sukapura yang kemudian (PGN). Peresmian perkumpulan itu berganti nama menjadi Kabupaten dilaksanakan di Masjid Agung Tasikmalaya (1913), maju pesat dalam Tasikmalaya yang dihadiri oleh seluruh berbagai bidang. Banyak hal yang luar wedana camat yang ada di Kabupaten biasa dilakukan bupati ini. Di antaranya Tasikmalaya (Falah, 2010: 229-230). mengubah lahan yang tidak potensial Dengan demikian, sebenarnya semacam Rawa Lakbok, menjadi wilayah sebelum pendidikan model Barat yang produktif, memajukan perekonomian, diterapkan, masyarakat Kabupaten yang ditandai dengan berdirinya perke- Sukapura-Tasikmalaya telah memiliki bunan teh (Taraju), pada 1909 estafet sistem pendidikan sendiri, yakni pesantren. pengelolaan kebun kopi, industri kerajinan, Peranan Bupati…(Aam Amaliah R., Nina H. Lubis, Widyo Nugrahanto) 357 berdirinya lembaga keuangan semacam DAFTAR SUMBER koperasi dan bank perkreditan, mem- 1. Arsip dan Dokumen Tercetak bangun lembaga pendidikan baik formal Conduite Staat van de Inlandsche Ambtenaren maupun yang berafiliasi keagamaan seperti over het jaar en 1913, 1925. No. masjid-masjid dan pesantren, di samping Jakarta: Arsip Nasional RI. membangun berbagai infrastruktur. Rengeerings-Almanak voor Nederlansch-Indie. Dengan dibangunnya infrastruktur, maka 1908, 1909 & 1919. Tweede Gedeelte. aktivitas perekonomian masyarakat pun Batavia: Landsdrukkerij. makin meningkat. Untuk memeroleh historiografi 2. Buku yang bisa dipertanggungjawabkan secara Falah, Miftahul. 2010. akademis, tentang sejarah Kabupaten Sejarah Kota Tasikmalaya. Bandung: Sukapura/Tasikmalaya yang lengkap tam- Uga Tatar Sunda; Yayasan Masyarakat paknya memerlukan penelitian lebih lanjut, Sejarawan Indonesia Cabang Jawa mengingat masih banyak periode yang Barat. belum bisa diungkapkan. Oleh karena itu Hardjasaputra, A. Sobana. 1985. disarankan melakukan penelitian terhadap Bupati-Bupati Priangan; Kedudukan periode-periode kepemimpinan para bupati dan Peranannya Pada Abad ke-19. keturunan Wiriadadaha dari I-XII. Penca- Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. rian sumber yang lebih meluas dan Herlina, Nina. 2014. mendalam dalam meneliti Sejarah Metode Sejarah (edisi revisi). Bandung: Kabupaten Sukapura/Tasikmalaya diperlu- YMSI. kan lebih serius lagi agar hasil yang Hoofcomite Pangeling-ngeling 300 Tahun diperoleh akan menghasilkan general Ngadegna Kabupaten Sukapura. 1932. history. Pangeling-ngeling 300 Tahun Ngadegna Kabupaten Sukapura. UCAPAN TERIMA KASIH Tasikmalaya. Penulis mengucapkan terima kasih Kartodirdjo, Sartono, Sudewo A., kepada Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, MS Hatmosuprobo, Suhardjo. 1987. dan Dr. Widyo Nugrahanto, M.Si. yang Perkembangan Peradaban Priyayi. telah memberikan arahan dan bimbingan Yogyakarta: UGM. dalam penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf Perpustakaan Lubis, Nina H. 1998. Kehidupan Kaum Menak Priangan Nasional Republik Indonesia (PNRI), 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi Arsip Nasional Republik Indonesia Kebudayaan Sunda. Yayasan Obor (ANRI), Perpustakaan FIB UNPAD, dan Indonesia. semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan sumber. Marlina, Itje., dalam Lubis dkk. 2000. Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat. Bandung: Alqaprint.

Sutherland, Heather. 1983. Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi. Terj. Jakarta: Sinar Harapan. Wirahadisoeria. tt. Sejarah Sukapura. Tidak diterbitkan.

3. Tesis dan Disertasi Alisjahbana, Samiati. 1954. A Preliminary Study of Class Structure among the Sundanese in the Priangan.

358 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 343 - 358

Tesis unpublished. New York: Cornell University. Hardjasaputra, A.Sobana. 2002. Perubahan Sosial di Bandung 1810- 1906. Disertasi. Depok: Universitas Indonesia. Yulifar, Leli. 2014. Kabupaten Galuh-Ciamis 1809-1942 (Pemerintahan, Sosial Ekonomi dan Politik). Disertasi. Bandung: Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

4. Majalah dan Surat Kabar Pandji Poestaka No. 69, Agustus 1933 Tahoen XI

5. Internet www.tropenmuseum.nl, Diakses 16-20 Juni 2017

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 359

PERAN PEREMPUAN PADA UPACARA TRADISIONAL RAHENGAN DI DESA CITATAH, KABUPATEN BANDUNG BARAT THE ROLE OF WOMEN IN TRADITIONAL CEREMONY OF RAHENGAN IN CITATAH VILLAGE, WEST BANDUNG REGENCY

Ani Rostiyati Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Jawa Barat Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 30 Agustus 2017 Naskah Direvisi: 18 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak Tujuan kajian ini melihat peran perempuan dalam upacara rahengan di Desa Citatah, bagaimana performativitas perempuan membentuk konstruksi identitas perempuan di masyarakat. Performativitas dipahami sebagai identitas yang dibentuk melalui wacana tindakan yang dilakukan secara berulang dan memberi efek diterima secara sosial sebagai penanda identitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran perempuan yang menonjol dilihat dari struktur ritual yakni perempuan lebih banyak memegang peranan dari sejak persiapan ritual hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai simbol kehidupan dianggap menjadi penanda utama gender acts yang membentuk identitasnya dalam wilayah gagasan keperempuanan yang serba simbolis. Penampilan dalam ritual juga memegang peranan signifikan seperti tampak pada rias wajah, perilaku, dan pakaian. Performativitas dalam penampilannya itu lebih disebabkan aturan adat yang hegemonik dan memaksa dirinya agar mendapatkan pengakuan di masyarakat. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya tentang etnografis feminis, studi mengenai perempuan dalam praktik budaya. Penggalian data melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Kajian ini menggunakan analisis Butler tentang performativitas dan identitas dari Hall. Kata kunci: peran perempuan, upacara tradisional rahengan.

Abstrak The purpose of this study is to look at the role of women in the Rahengan ceremony in Citatah Village, how the performativity of women formed the construction of women's identity in the community. Performativity is understood as an identity that is formed through the discourse of repeated actions and gives socially acceptable effects as identity markers. The results showed that there is a prominent female role seen from the ritual structure, that women play more roles than ever since the preparation of rituals till post-ritual. Dewi Sri as a symbol of life is considered to be a major marker of the gender acts that form her identity within the area of the all-symbolic womanhood. The appearance in the ritual also plays a significant role as seen on makeup, behavior, and clothing. Performativity in his appearance was due to hegemonic custom rules and forced himself to gain recognition in society. This study uses a qualitative approach and its focus on feminist ethnographies, the study of women in cultural practice. Digging data through in-depth interviews and literature study. This study uses Butler's analysis of Hall's performance and identity. Keywords: women role, traditional ceremony of rahengan. 360 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

A. PENDAHULUAN Peran perempuan yang lebih dominan Perempuan menjadi fokus perhatian dalam ritual ini menjadi simbol masyarakat karena merupakan pihak yang potensial dan penghargaan yang tinggi bagi perem- terhadap kompleksitas dinamika budaya puan. Ritual Dewi Sri sebagai wujud rasa etnik lokal. Bahkan sejak adanya kebijakan syukur berkat limpahan kesuburan dan otonomi daerah atau desentralisasi yang panen yang melimpah seperti milik kaum mendorong penguatan nilai budaya lokal, perempuan adat. Kepercayaan terhadap perempuan memiliki peran yang cukup Dewi Sri sebagai simbol kekuatan yang tinggi. Namun, tema kearifan lokal dan melimpahkan kesuburan membentuk perempuan ternyata kemudian seperti pisau konstruksi identitasnya dalam suasana bermata dua, kearifan lokal bila ia ritual suci. Terjadi relasi gender dan agama mendominasi perempuan, maka ia menjadi yang kuat dalam ritual ini dan perempuan kebudayaan menindas perempuan. menjadi bagian penting di dalamnya Sebaliknya bila kebudayaan bukan sebagai (Jajang, 2014: 4). alat dominasi maka kearifan lokal justru Penelitian ini berusaha mengkaji salah membebaskan perempuan (Jajang, satu bentuk kearifan lokal dalam identitas 2014:3). Pengaturan busana bagi perem- dan performativitas perempuan pada puan Aceh misalnya, sebagian contoh dari upacara rahengan yakni ritual Dewi Sri kearifan lokal yang sering dicurigai atau bahasa setempat disebut Nyi Pohaci menjadi budaya yang berpotensi di Desa Citatah Cipatat. Fokus utama mengopresi perempuan. Tetapi tidak dalam penelitian ini bagaimana peran sedikit kearifan budaya lokal yang justru perempuan dalam upacara rahengan. membebaskan perempuan dan mendorong Bagaimana performativitas perempuan apa yang disebut Bowen (2003:4) sebagai dalam upacara penghormatan Dewi Sri cara pandang dengan melihat ke dalam tersebut dan bagaimana upacara rahengan (inward) terhadap nilai otentik membentuk konstruksi identitas perem- keindonesiaan (adat) yang mendorong puan di masyarakat. kesetaraan sosial. Konsep Ambu, Nyi Penelitian ini menggunakan teori Pohaci, dan pikukuh (aturan) merupakan performativitas dari Judith Butler (1990) keseimbangan yang mampu menetralisasi dan identitas dari Hall (1990) sebagai kekuasaan laki-laki dalam tradisi masya- pijakan teoritis. Secara umum, kajian ini rakat patriakat. tidak mencoba mengukur secara kuantitatif Kearifan lokal lainnya yang cen- peran yang ditampilkan laki-laki dan derung membebaskan perempuan adalah perempuan dalam upacara rahengan, tapi dalam pelaksanaan upacara pertanian kajian ini melihat pelaksanaan upacara rahengan yakni upacara penghormatan rahengan sebagai praktik budaya dimana pada Dewi Sri yang dilangsungkan jelang proses diskursif dari kontruksi identitas musim panen pada masyarakat Citatah gender terjadi. Kajian didasarkan pada Cipatat. Sebagaimana umumnya masya- asumsi bahwa ada interrelasi antara rakat Sunda pedesaan masih memelihara pelaksanaan upacara rahengan dengan keyakinan karuhun (leluhur) yang sudah wacana sosial hegemonik dan relasi kuasa ada sejak masa pra-Islam. Perempuan dan asimetris dalam konteks gender yang laki-laki terlibat bersama-sama sepanjang berlaku di masyarakat. Dengan cara ini, ritual dari mulai persiapan upacara, saat akan teridentifikasi bagaimana wacana pelaksanaan hingga berakhirnya acara sosial tentang gender yang berperan dalam ritual. Bahkan peran perempuan terasa mendefinisikan peran dan posisi sosial menonjol dalam ritual prosesi tari individu. tarawangsa dengan beberapa sinden dan Judith Buttler sebagaimana yang penari perempuan, memasak untuk ditulis oleh Abdullah (2006: 49) hidangan tamu, dan membuat sesajen. berpendapat bahwa identitas itu dibentuk Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 361 secara performatif melalui wacana, tidak (Prabasmoro, 2007). Perempuan dan the muncul by nature di masyarakat atau ada others mengidentifikan diri atau mendefi- sejak lahir, melainkan dibentuk secara nisikan dirinya, bagaimana berhubungan performativitas. Jadi identitas gender itu dan motif apa yang mungkin muncul. adalah efek yang diproduksi oleh individu Maka ketika interaksi itu terjadi, identitas karena menampilkan secara berulang pun terbentuk. Karenanya, identitas tindakan atau praktik yang secara sosial sebetulnya hasil konstruksi dalam diterima sebagai penanda identitas laki-laki berhubungan dengan sang liyan. Dengan atau perempuan.Tindakan atau praktik perspektif ini maka dalam identitas sosial atau budaya itu oleh Buttler sebetulnya terkandung proses perjumpaan diistilahkan sebagai gender acts. dan negosiasi. Di situ ada pilihan-pilihan Performativitas gender menyiratkan bahwa tanpa henti. Tidak mungkin lagi individu membentuk identitas gendernya, merumuskan semacam esensi tetap (fixed) seperti layaknya memilih baju. Untuk suatu identitas yang mutlak, sebab identitas menjadi seorang perempuan misalnya, lebih sebagai hasil proses kontestasi- individu akan memilih baju yang secara sementara terhadap yang lain, bukan suatu sosial dianggap menampilkan femininitas. fiksasi. Identitas karenanya lebih sebagai Jadi pilihan baju, cara berjalan, bermake proses representasi diri yang cair (fluid) up, bertingkah laku feminim itu bukan berhadapan dengan dan dalam resistensi produk identitas feminim. Identitas terhadap representasi pihak yang kuat atau feminim diperoleh karena individu diri komunitas tersebut. Sehingga dapat menampilkan sikap dan perilaku berulang. dikatakan bahwa terdapat pelekatan Buttler mengatakan bahwa gender acts sementara pada sebentuk wacana yang tersebut tidak diinternalisasi oleh tubuh, menceritakan identitas tersebut. tetapi dilekatkan atau ditorehkan pada Untuk dapat memahami identitas tubuh. melihat juga teori yang ditawarkan oleh Konsep tentang identitas yang Anthony Giddens (1991). Menurutnya ditulis oleh Hall (1990) berkaitan dengan identitas adalah cara berpikir tentang diri konsepsi yang dimiliki individu (temasuk kita berubah dari satu situasi ke situasi lain perempuan) tentang dirinya sendiri dan menurut ruang dan waktunya. Identitas citra individu di mata orang lain. Identitas sebagai proyek karena merupakan sesuatu memungkinkan individu untuk melihat yang kita ciptakan dan selalu dalam proses. persamaan atau kemiripan dan perbedaan Identitas membentuk apa yang kita pikir antara dirinya dan orang lain. Hall tentang diri kita saat ini dari sudut masa menegaskan bahwa identitas bukan sesuatu lalu dan masa kini. Menurut Giddens, yang given, tetapi sebuah produksi yang identitas diri tidak diwariskan atau statis, tidak pernah final, selalu dalam proses dan melainkan menjadi suatu proyek refleksi selalu dikonstruksi dan direkonstruksi bahwa kita terus berupaya merefleksikan dalam sistem penandaan atau representasi. identitas dalam aplikasi kehidupan sehari- Identitas merupakan sebuah konstruk hari. Pada prinsipnya konsep identitas diri sosial yang tidak pernah stabil secara tersebut berfokus pada pengembangan kultural dan selalu menjadi subjek narasi tentang siapa kita dan bagaimana perubahan. Seberapa jauh konstruksi kita menampilkan diri serta identitas berkaitan dengan proses tertentu mengaplikasikan konsep diri pada dan pengalaman sejarah yang berbeda- kehidupan sehari-hari dan menghubungkan beda. Identitas adalah persoalan lama yang diri dengan orang lain, berdasarkan norma menemukan vitalitasnya pada masa kini. dan nilai sosial budaya yang telah Disadari atau tidak siapa pun (perempuan) terbentuk oleh masyarakat. Selain itu, pada setiap saat membangun identitasnya dalam dasarnya manusia juga memiliki segala hubungannya dengan sang liyan (others) kemampuan untuk membebaskan diri dan

362 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 menentukan bagaimana sesungguhnya antropologi feminis bukan antropologi eksistensi diri sebagai diri yang perempuan. Etnografi feminis yakni studi mendapatkan ”pencerahan”. Termasuk mengenai perempuan dalam praktik pencerahan yang didapat dari hubungan budaya, diharapkan bisa mendekonstruksi timbal balik dengan orang lain, baik asumsi-asumsi patriarkis dan mengetahui perseorangan maupun kelompok yang secara pasti perempuan mana yang terlibat, dipandang oleh diri memiliki persamaan dalam bentuk kegiatan apa, di bawah atau perbedaan. Seperti yang disebut oleh kondisi apa, dan menegaskan identitas apa Bakker (2004:179), bahwa tidak ada esensi lewat proses apa. Teknik pengumpulan dari sebuah identitas yang harus dicari, data dalam penelitian ini dengan melainkan identitas secara terus menerus wawancara mendalam pada sejumlah diproduksi dalam sebuah kesamaan dan informan dan dilakukan pengamatan perbedaan. Di sinilah sifat identitas terlibat (participatory observation) serta akhirnya tidak selalu stabil, karena secara studi pustaka. temporer distabilkan oleh praktik sosial dan perilaku yang teratur. Identitas diri Tinjauan Pustaka seseorang dalam komunitas meskipun Tinjauan pustaka digunakan penulis tidak mengikat dan bersifat bebas, selalu dalam rangka mencari perbandingan mengalami proses dinamis dan saling sebagai dasar penelitian. Sejauh mana hasil memengaruhi sehingga membentuk penelitian ini mempunyai relevansi identitas baru. Ini menyiratkan bahwa terhadap kajian tentang peran perempuan identitas dapat dibentuk ulang sesuai pada upacara rahengan. dengan pilihan, meskipun dalam proses Buku pertama adalah “Ritual selalu diwarnai pertentangan. Namun Theory, Ritual Practice” yang ditulis oleh seseorang mampu dan bisa berubah sesuai Cathrine Bell (2002) yang menguraikan pilihannya. tentang berbagai teori ritual dan praktik ritual yang dilakukan oleh masyarakat. B. METODE PENELITIAN Satu poin penting dalam buku itu diuraikan Ritual yang menjadi objek kajian tentang ritual, kepercayaan, ideologi, serta adalah upacara rahengan di Desa Citatah bagaimana daya ritual itu dilaksanakan Cipatat. Ritual ini menjadi agenda rutin oleh masyarakat pendukung budayanya. yang dilakukan masyarakat Citatah tiap Buku selanjutnya adalah “Kearifan tahun sekali setelah musim panen padi Lokal dan Peran Perempuan dalam tiba. Penelitian ini mengkaji performa- Memelihara Lingkungan Hidup di Jepang tivitas perempuan dalam seluruh kegiatan dan Indonesia”.Tulisan Aquarini Priyatna upacara tersebut sejak dari persiapan, dan Mega Subekti tahun 2016 ini prosesi ritual, tari-tarian hingga pasca menceritakan tentang peran perempuan ritual. Tidak semua warga perempuan dari dalam gerakan lokal. Perempuan erat Desa Citatah mengambil bagian dalam kaitannya dengan relasi gender. Itu juga ritual. Perempuan yang ikut berperan berarti pangan berbicara mengenai adalah istri tokoh desa, istri kuncen, istri perempuan. Peran perempuan sangat ketua adat, dan para sepuh desa. penting jika dikaitkan dalam lingkup yang Perempuan tersebut tidak saja yang sudah luas dari mulai persiapan produksi, menikah, tetapi para remaja putri yang produksi pangan, hasil panen, pengolahan terlibat dalam proses ritual, terutama pangan, hingga penyediaan pangan dalam sebagai penari seni tarawangsa. Penelitian ranah domestik atau publik. Peran ini menggunakan kerangka kerja penelitian perempuan sebagai sentral terkait dengan etnografi feminis dengan paradigma kritis. pangan. Demikian pula dalam kegiatan (Egger, 2014: 50). Etnografi feminis yang yang berhubungan dengan ritual padi. Pada digunakan cenderung pada kerangka bagian lain dari buku tersebut juga Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 363 diuraikan tentang bagaimana hubungan Tulisan Jajang dan Ernawati antara gender dengan ritual, religi, budaya, tentang perempuan dan kearifan lokal. dan lingkungan. ”Performativitas Perempuan dalam Ritual Tidak kalah pentingnya adalah Adat Sunda” (2014), mengkaji konstruksi buku yang berisi kumpulan makalah dari identitas gender komunitas adat dengan para peneliti di lingkungan Balai Kajian kearifan lokalnya. Salah satu kecende- Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, rungan positif bagi pembebasan Setiawan dan Andayani (2012), berjudul perempuan adalah performativitas perem- “Budaya Spiritual Masyarakat Sunda” dan puan dalam ritual adat Sunda. Kajian ini Buku “Upacara Seren Taun pada memfokuskan pada masalah performa- Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di tivitas perempuan dalam ritual mapag Sri Sukabumi”. Kedua buku ini cukup di komunitas adat. informatif dan dapat memberikan Berdasarkan hasil penelaahan isi gambaran tataran konsep dan bentuk laporan penelitian yang telah dilakukan pelaksanaan ritual mapag Sri yang ada di oleh beberapa peneliti terdahulu, dapat lingkungan masyarakat Sunda dewasa ini. disimpulkan baru terbatas pada pendes- Untuk tataran visualisasi seni kripsian, dan penelitian tentang peran ritual, kepustakaan lain adalah tentang perempuan pada upacara ritual tersebut “Tari di Tatar Sunda” yang ditulis oleh belum dikaji secara mendalam. Endang Caturwati (2007). Dalam buku tersebut selain menguraikan tentang C. HASIL DAN BAHASAN masyarakat di Tatar Sunda juga diulas Upacara tradisional pada umumnya tentang tari sebagai sarana ritual. mempunyai tujuan untuk menghormati, Disebutkan bahwa di Jawa Barat sampai mensyukuri, memuja dan minta kesela- saat ini beberapa daerah masih matan pada leluhur (karuhun) dan menyelenggarakan pertunjukan tari yang Tuhannya. Demikian pula pada upacara ada kaitannya dengan upacara ritual, rahengan yang dilakukan masyarakat Desa khususnya yang berkaitan dengan padi Citatah, Kecamatan Cipatat (Kampung yang dilaksanakan menurut kebiasaan Banceuy), bertujuan sebagai ungkapan rasa secara tetap, menurut waktu tertentu, syukur kepada dewi padi (Sri Pohaci) dan seperti yang dilaksanakan pada upacara Tuhan YME atas hasil panen yang didapat seren taun di Sukabumi. dan mengharapkan keberhasilan panen Pertunjukan tarian tersebut yang mendatang agar berlimpah tidak ada merupakan ritual untuk persembahan demi bencana apa pun. Di samping itu juga kesuburan pertanian, dengan keyakinan sebagai permohonan agar masyarakat penyajian tarian pada upacara padi tersebut petani di Desa Citatah diberi keselamatan, memiliki kekuatan magis dan berpengaruh dijauhkan dari malapetaka. terhadap upacara persembahan tersebut. Upacara rahengan adalah upacara Heli Apriani (2010) melakukan yang ada kaitannya dengan pertanian dan penelitian ritual padi (pare) sebagai bentuk kesuburan tanah, biasanya dilakukan oleh syukur masyarakat terhadap karuhun di masyarakat petani di pedesaan atau Kasepuhan Ciptagelar, Kabupaten masyarakat agraris di Indonesia pada Sukabumi. Untuk penyusunan skripsi di umumnya. Upacara ini umumnya bertu- Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial juan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan dan Politik, Universitas Padjadjaran. YME termasuk juga Dewi Sri (Sri Pohaci Dalam penelitiannya diuraikan secara – dewi padi) dan penghormatan kepada panjang lebar tentang prosesi ritual padi para leluhur (karuhun). dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Upacara rahengan yang dilaksana- Ciptagelar. kan masyarakat Citatah merupakan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan bisa

364 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 sekali atau dua kali dalam setahun. pelaksanaan upacara tersebut. Dengan Penyelenggaraan upacara dilakukan pada perincian kurang lebih 2 juta rupiah untuk bulan Maulud atau Muharam dan belanja keperluan sesaji dan konsumsi, 3 waktunya dimulai pukul 08.00 hingga juta rupiah untuk kesenian tarawangsa, 1 malam hari. Adapun tempat pelaksanaan di juta rupiah untuk dekorasi, dan 1 juta Kampung Pasir Peuti, Desa Citatah, yang rupiah untuk penari (pengibing). lokasinya dekat dengan sesepuh desa Untuk keperluan sesaji dan konsumsi, (ketua adat). Di tempat rumah tokoh inilah para ibu belanja ke pasar sehari semua sesaji dan tumpeng (nyongcot) dari sebelumnya, antara lain membeli bahan warga dikumpulkan dan ditata sesuai untuk membuat tumpeng nasi kuning dan keperluan upacara. Tumpeng ini ditaruh di nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya atas baskom berisi lauk pauk seperti telur, yakni ikan asin, telur rebus, dan sayur ayam, sayur tempe orek, tahu, dan lalap. nangka. Membeli bahan untuk membuat Upacara rahengan mengambil kata dari kue bugis, papais, leupeut, tantang angin, rahyang memiliki makna sebutan kupat, opak, wajit, jenang, dan bahan kehormatan untuk para leluhur termasuk lainnya. Jarak dari rumah Desa Citatah ke Dewi Sri Pohaci (Dewi padi). Dengan pasar yang terletak di Kecamatan Cipatat demikian upacara rahengan merupakan cukup jauh, kurang lebih 5 km dengan bentuk upacara ritual leluhur dalam ongkos naik ojeg 60 ribu rupiah pulang upacara pertanian. Upacara rahengan pergi. Malam hari sebelum pelaksanaan berkaitan dengan ritual buku taun yang upacara, para ibu bergotong royong merupakan acara puncak atau akhir dari memasak di rumah Ibu RW sampai dini seluruh rangkaian upacara pertanian hari. Mereka membuat makanan antara lain dengan tahapan pengelolaan tanaman padi, kue bugis, papais, leupeut, kupat, opak, mulai dari persemaian, tanam, sampai wajit dan rangginang. Selain kue, para ibu panen. Selain itu upacara rahengan juga juga membuat sesaji berikut ini: digunakan dalam upacara setelah kela- hiran, pernikahan, khitanan, syukuran dan 1) Pangradinan, terdiri atas gula merah, upacara lainnya. sirih, gambir, pisang emas, gula putih, Berikut ini prosesi upacara rokok, telur ayam kampung, rahengan yang berkaitan dengan pertanian kemenyan, minyak duyung, tembakau, di Desa Citatah, Kecamatan Cipatat: serutu siong, minyak japaron, minyak melati, minyak hajar aswat, minyak 1. Prosesi Upacara kelentik, daun pandan, gula batu, dan a. Pelaku Upacara pisang kapas. Pelaksanaan upacara rahengan didahului dengan musyawarah warga yang dilakukan dua minggu sebelumnya. Musyawarah dihadiri oleh para sesepuh masyarakat antara lain Abah Enceng dan

Abah Engkus sebagai ketua penyeleng- gara dan Bapak Idik serta Idang sebagai pelindung. Dalam musyawarah tersebut dibicarakan juga mengenai biaya dan tugas panitia upacara rahengan. Biaya untuk upacara biasanya berasal dari dana pribadi yang punya hajat dan iuran suka rela dari warga. Biaya yang diperlukan untuk upacara biasanya berkisar 6 sampai 8 juta rupiah bergantung pada besar kecilnya Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 365

upacara dilaksanakan, warga melakukan aktivitasnya sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Para bapak mempersiapkan tenda dengan perleng- kapan sound system dan para ibu memasak di dapur membuat sesaji.

b. Pihak yang Terlibat dalam Upacara Adapun pihak yang terlibat dalam Gambar 1. Pangradinan. upacara adalah: Sumber: Ani, 2015. 1) Para sesepuh dan tokoh masyarakat yakni Abah Enceng, Abah Engkus, 2) Rujak-rujakan, terdiri atas rujak asem, Abah Idik, dan Abah Idang. rujak roti, kopi pahit, kopi manis, 2) Seni tarawangsa yang berasal dari rujak serawung, rujak santan, serabi, Pasir Peuti, terdiri atas 6 nayaga wajit, punar atau nasi ketan kuning untuk kecapi dan suling, penari, dan dawegan (kelapa muda), bubur merah, 3 sinden. bubur putih, surabi. 3) Pengibing (penari) dari warga kurang 3) Dewi padi Sri Pohaci, terdiri atas uang lebih 20 orang. logam, minyak duyung, punar, ketan 4) Para ibu sepuh yakni mapag, pangais, putih, wajit ngora, bubur merah, kupat, pangayun, dan panimbang. tantang angin, leupeut, dawegan (kelapa muda), bubur merah, bubur putih, surabi.

Gambar 3. Sesepuh Desa Sumber: Ani, 2015.

c. Prosesi Upacara Rahengan Prosesi upacara rahengan dimulai pada pagi hari sekitar pukul 08.00, para ibu mempersiapkan sesaji yang disusun secara

rapi di atas meja segi empat. Meja ini memiliki 4 sudut yang diartikan sebagai 4 penjuru yakni barat, selatan, timur, utara dan pusatnya di tengah. Masyarakat Citatah mengatakan sebagai 4 penjuru 5 Gambar 2. Dewi Padi Sri

Pohaci (berkain putih). pancer, yang artinya bahwa dunia ini ada 4 Sumber: Ani, 2015. arah mata angin dan tengah adalah

pusatnya. Manusia yang berada di tengah (pusat) harus mendapat perlindungan dari Sesaji tersebut ditujukan untuk leluhur yang berada di 4 penjuru. Oleh makanan para leluhur, agar doa yang sebab itu sesaji yang dihidangkan harus disampaikan dikabulkan oleh Tuhan YME. menyimbolkan 4 penjuru 5 pancer (pusat). Demikianlah kesibukan warga menjelang

366 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

Sesajen yang dihidangkan antara memohon kepada Tuhan YME, para lain tumpeng nasi kuning, bubur merah leluhur, dan para wali agar diberi putih, Nyi Pohaci sebagai simbol padi, keselamatan. Setelah pembacaan doa ijab rujak-rujakan, 4 dawegan (kelapa muda), kabul, kemudian dilakukan ngarajah yang daun hanjuang, kopi pahit kopi manis, diiringi seni tarawangsa. Ngarajah adalah buah-buahan, pangradinan, ikan asin doa tradisi yang disampaikan dalam pepetek, telur, ayam bakakak, dan lantunan lagu dan berisi jangjawokan panggang terasi. Semua sesaji merupakan (mantra) dengan menggunakan bahasa simbol yang memiliki makna simbolis. Sunda buhun. Beberapa saat setelah sesajen Setelah acara sambutan, ijab kabul dihidangkan, para tamu berdatangan, dan ngarajah, proses selanjutnya adalah antara lain warga, kelompok seni melanjutkan lagu seni musik tarawangsa. tarawangsa, sesepuh adat, dan tokoh Kelompok kesenian tarawangsa terdiri masyarakat. Sebagian besar warga adalah atas 3 orang pemegang alat musik kecapi, petani yang biasanya membawa nasi ngekngek dan suling, 2 orang sinden, dan tumpeng di baskom lengkap dengan lauk pengibing. Seni tarawangsa adalah pauknya, tujuannya untuk minta berkah pertunjukan rakyat yang biasa tampil keselamatan. Nasi tumpeng tersebut dalam acara ritual khusus terutama setelah diberi doa oleh sesepuh desa lalu berkaitan dengan panen padi. Seni dimakan bersama atau dibawa pulang ke tawarangsa ini adalah kesenian sakral rumah untuk keluarga. Ada kurang lebih yang mampu membuat penarinya 30 warga yang hadir pada acara tersebut, (pengibing) menjadi kerasukan (trance). belum lagi yang berasal dari luar desa juga Adapun lagu-lagu yang dibawakan adalah berdatangan. lagu wajib (pamapag, panimang, Setelah tamu berdatangan, acara jomplang, layaran, mupu kembang) dan pertama adalah sambutan dari ketua adat lagu bebas (papatong ngisang, sarenet yang menjelaskan sejarah upacara naek, puyuh gunung, Qulhu). rahengan, tujuan upacara, dan makna Selain alat musik dan lagu, seni sesajen. Ketua sesepuh desa Abah Aceng, pertunjukan tarawangsa juga menampil- menceritakan bahwa : kan tari-tarian. Bentuk tarian ini sejenis ”Upacara rahengan dilaksanakan tari ketuk tilu, meski tidak dilengkapi sejak tahun 1943 di Kampung Pasir dengan kendang dan goong. Tarian seni Peuti, bertujuan agar para leluhur tarawangsa ini terbagi dalam 2 tarian dan Tuhan YME memberi yakni tari wajib dan syukuran. Tarian perlindungan pada masyarakat petani wajib ini dilakukan oleh 5 orang penari di Pasir Peuti. Masyarakat juga harus yang manopause (tidak haid), karena patuh pada pemerintah. Namun pada dianggap suci, bersih tidak najis. Namun tahun 1950-an saat perang bergejo- sebagai pemula dilakukan oleh pangais lak masyarakat mengungsi di Desa yakni orang yang paling sepuh. Pengais ini Cibogo, maka upacara tersebut melantunkan lagu yang berisi doa-doa berhenti dan dilaksanakan lagi tahun sambil berkeliling membawa bokor yang 1960-an saat situasi aman dan warga berisi beras dan uang logam. Pangais akan kembali dari pengungsian. Sejak itu memberikan uang logam yang ada di upacara rahengan dilaksanakan tangannya ke salah satu tamu yang hadir, sampai sekarang”. jika uang logam ini jatuh maka orang Setelah sambutan, proses selanjutnya tersebut akan mendapat berkah. adalah ijab kabul sesajen yang dilakukan oleh seorang sesepuh desa. Doa ijab kabul secara islami ini dibacakan dalam bahasa Sunda bernuansa pantun. Inti dari doa ini Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 367

d. Makna Sesajen dalam Upacara Rahengan Setiap kegiatan upacara selalu menggunakan perlengkapan sebagai alat penghubung antara manusia dengan alam supernaturalnya. Peralatan ini bisa berupa sesaji atau benda yang dapat dipakai sebagai simbol untuk menghubungkan ke dunia ghaib atau sesuatu Yang Maha Tinggi. Pada dasarnya setiap simbol atau Gambar 4. Mendapatkan berkah uang logam lambang menunjukkan identitas yang dari pangais. mengandung arti dan makna yang Sumber: Ani,2015. dirumuskan secara eksplisit. Suatu simbol juga digunakan sebagai sarana atau media Setelah tarian wajib dilanjutkan tarian untuk membuat pesan atau mengandung syukuran yakni tarian hiburan yang nilai-nilai tertentu bagi masyarakatnya. berlaku untuk umum, semua warga boleh Demikian pula yang tercermin dalam menari. Lagu-lagu yang dilantunkan dalam upacara rahengan, ternyata sesajen tarian ini adalah lagu bebas. Dari anak- dianggap dapat memelihara keseimbangan anak sampai dewasa, baik laki-laki kehidupan batin antara manusia dengan maupun perempuan boleh menari atau alam supernaturalnya, karena selalu ngibing. Cara menari adalah dengan dihubungkan dengan maksud dan harapan mengelilingi meja yang berisi sesajen tertentu. diiringi dengan lagu dan musik Berikut ini makna simbolis yang tarawangsa. Dalam tarian tersebut terkandung dalam sesajen pada upacara seringkali penari mengalami trance karena rahengan. kerasukan makhluk halus. 1) Nasi tumpeng yakni bentuk tumpeng yang meruncing ke atas (nyongcot), bermakna ungkapan rasa syukur yang ditujukan kepada Yang Esa. Bentuk seperti gunung ini diartikan jalan menuju Atas, sesuatu tempat bersemayamnya Tuhan YME dan para leluhur. 2) Ayam bakakak diartikan sebagai simbol kejujuran dan keterbukaan. 3) Sri Pohaci sebagai simbol Dewi Sri Gambar 5. Lima Perempuan Pengibing yakni kesuburan dan kemakmuran. Sumber: Ani, 2015. 4) Minyak wangi sebagai simbol

Menurut kepercayaan mereka, suatu keharuman, artinya manusia harus mempunyai perilaku baik sehingga pertanda bahwa arwah para leluhur telah namanya harum. berkenan hadir dan merestui upacara yang 5) Rujak-rujakan sebagai simbol dilaksanakan tersebut. Jika sudah kerasukan, maka agar menjadi sadar penari kehidupan manusia yang penuh warna, segala buah dicampur dengan tersebut diberi mantra oleh sesepuh adat. rasa manis pedas. Hal ini mengandung arti bahwa hidup manusia itu penuh dinamika ada kalanya manis atau pedas.

368 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

6) Kopi pahit kopi manis sebagai 17) Kue bugis, papais, wajit, opak, simbol bahwa hidup manusia itu rangginang sebagai simbol persa- kadang pahit kadang manis, oleh tuan, karena ketan mempunyai sifat sebab itu harus siap menerima lengket. Manusia diharapkan ber- keadaan. satu tidak terpecah belah. 7) Dupa kemenyan sebagai simbol agar Pembuatan sesaji ini tidak terlepas doanya diterima oleh Tuhan YME dari peran perempuan yang selama dua melalui asap yang membumbung ke hari memasak di dapur mempersiapkan atas. sesaji. Sesaji ini dimasak oleh para istri 8) Buah-buahan dan sayuran sebagai sesepuh desa, untuk sesaji Sri Pohaci. simbol hasil pertanian. Sebagai Sesaji dibuat oleh perempuan khusus ucapan syukur mendapatkan hasil pembuat sesaji yang disebut dengan panen yang berlimpah. mapag. 9) Telur sebagai simbol hati yang bulat, artinya manusia harus punya tekat 2. Sri Pohaci (Dewi Sri) sebagai yang bulat. Simbol Perempuan 10) Padi sebagai simbol makanan pokok Semua agama dan kepercayaan manusia. dalam masyarakat memiliki ritual yang 11) Leupeut sebagai simbol persatuan, berkaitan dengan pertanian yang dilakukan seperti ketan yang memiliki sifat secara rutin maupun sewaktu-waktu melekat. bergantung kebutuhan. Seperti ritual yang 12) Kupat sebagai simbol saling dilakukan masyarakat Citatah untuk memaafkan jika ada kesalahan. menghormati Dewi Pohaci mereka 13) Bubur merah dan bubur putih melaksanakan upacara rahengan. Upacara sebagai simbol asal usul manusia, rahengan bertujuan sebagai ucapan syukur artinya manusia tidak boleh pada Tuhan YME atas panen yang melupakan bapak ibunya. berlimpah dan kesuburan bagi para petani. 14) Kembang tujuh warna, sebagai Terdapat banyak versi cerita Dewi simbol keharuman, semoga namanya Sri baik di Jawa atau Sunda (Rosidi, 2001: seharum bunga. 23). Di tatar Sunda, cerita biasanya 15) Pangradinan sebagai simbol merujuk pada peristiwa di kayangan ketika makanan para leluhur (makhluk Sanghyang Batara Guru yang memerintah- halus), karena para leluhur ini kan Nerada untuk memberitahu para dewa menyukai asap kemenyan, bau agar mengumpulkan bahan-bahan ba- cerutu, tembakau, daun sirih, minyak ngunan. Hanya satu dewa yang tidak ikut wangi. Diharapkan dengan memberi sibuk bekerja, yaitu Dewa Antaboga yang makanan ini para leluhur datang dan menangis karena tidak memiliki tangan memberi keselamatan serta untuk bekerja. Tiga tetesan air matanya perlindungan bagi warga. menimpa tiga telur yang diperintahkan 16) Empat juru lima pancer diartikan Nerada untuk dibawa kepada Guru. sebagai 4 penjuru yakni barat, Antaboga membawa telur itu dengan selatan, timur, utara dan pusatnya di mulutnya. Ia bertemu dengan seekor tengah. Masyarakat Citatah burung yang bertanya kepadanya hendak mengatakan sebagai 4 penjuru 5 ke mana ia pergi. Antaboga tidak bisa pancer, yang artinya bahwa dunia ini menjawab sehingga burung pun marah dan ada 4 arah mata angin dan tengah menyerangnya hingga menyebabkan dua adalah pusatnya. Manusia yang telur terjatuh dan berubah menjadi babi berada di tengah (pusat) harus dan anjing. Telur terakhir akhirnya mendapat perlindungan dari leluhur diberikan kepada Guru dan menetas yang berada di 4 penjuru. menjadi gadis cantik dinamai Dewi Pohaci atau Dewi Sri. Sang Dewi kemudian Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 369 diasuh Dewi Uma dan Batara Guru, untuk bekerja, menanam, dan memanen. sebagai ayah dan ibu angkatnya. Agar Pelaksanaan upacara rahengan juga tidak dinikahi Guru, untuk menghindari merupakan salah satu usaha untuk inses, Sanghyang Wenang membunuhnya. memelihara dan melestarikan unsur budaya Dewi Sri dibakar dan dari tubuhnya keluar lokal supaya manusia bisa menjaga bermacam tanaman seperti padi, kelapa, keseimbangan dan kelestarian alam, serta bambu dan lainnya. ungkapan penghargaan kepada leluhur Konsep Dewi Sri atau disebut pula yang telah memberikan andil yang besar dengan Sri Pohaci dalam ritual tersebut dalam menjaga kelangsungan hidup. sama halnya dengan keyakinan pada masyarakat Jawa atau Sunda lainnya, 3. Peran Perempuan dalam Upacara berkaitan erat dengan kegiatan pertanian Rahengan sawah atau huma (padi). Kehadirannya Sebagaimana pada masyarakat dianggap sebagai sumber atau pembawa umumnya, dalam masyarakat Citatah, laki- kehidupan. Di beberapa daerah di tatar laki memegang peran penting, baik di Sunda seperti masyarakat adat Baduy, Nyi bidang sosial maupun religi (adat). Pohaci sebagai sumber kehidupan menjadi Pimpinan keluarga, komunitas atau pusat dan fokus pemujaan dalam kelompok, kampung, ketua adat, sesepuh kehidupan sehari-hari yang bermata desa, kuncen dan pimpinan ritual siklus pencaharian berladang menanam padi. hidup seperti perkawinan, kelahiran, Begitupun di masyarakat Cirebon, ritual kematian, pemujaan terhadap leluhur, mapag Sri juga diselenggarakan, yang termasuk dalam ritual penanaman padi, ditandai dengan pertunjukan sakral tari laki-laki berperan penting sebagai topeng. pemimpin. Tetapi bukan berarti kaum laki- Hal yang sama juga dilakukan pada laki di Desa Citatah menguasai segala masyarakat Citatah Kecamatan Cipatat, sendi kehidupan masyarakat. Perempuan di menyebut Dewi Sri dengan Sri pohaci. Nyi Citatah juga mempunyai fungsi dan peran Pohaci dilambangkan sebagai perempuan yang khas serta tidak boleh dilakukan oleh yang mempunyai wujud berupa boneka laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki dan dari padi dan diberi selendang putih. Nyi perempuan di Desa Citatah sama-sama Pohaci sangat dihormati karena dianggap memiliki fungsi dan peran yang penting. sebagai perempuan yang telah memberikan Laki-laki tidak bersifat mendominasi dan kehidupan berupa makanan pokok beras begitu juga perempuan tidak dianggap (padi). Menurut keyakinannya upacara tersubordinasi. Dalam konteks upacara rahengan mengandung unsur magis yang rahengan, sebagaimana dijelaskan sebe- bisa membantu petani dalam bercocok lumnya, setidaknya terdapat lima unsur tanam, untuk mendapatkan hasil yang penting dalam struktur ritual: 1) pelaku berlimpah. Istilah Sri Pohaci berarti dewi ritual; 2) prosesi jalannya ritual; 3) padi atau lambang kesuburan yang penampilan pelaku; 4) tujuan ritual; 5) didentikkan dengan perempuan yang bisa waktu dan tempat ritual. Dalam poin satu, melahirkan. Ritual ini merupakan perempuan memiliki perannya tersendiri. perwujudan rasa hormat kepada Dewi Sri Penduduk di Desa Citatah, jumlah yang dianggap telah memberikan kesejah- perempuan lebih besar bila dibandingkan teraan dan kebahagiaan kepada para petani. den gan laki-laki, ini artinya jumlah Masyarakat masih meyakini hal-hal mistis perempuan yang terlibat dalam upacara dalam ritual Dewi Sri, terutama petani lebih banyak. Sementara laki-laki yang pedesaan. Para petani tradisional ini pada terlibat dalam ritual meski kalah jumlah saat akan melakukan kegiatan pertanian dibanding perempuan, tetapi beberapa selalu melakukan penghitungan untuk peran dan fungsi strategis dalam menentukan baik atau buruknya waktu pembagian tugas ritual dipegang dan

370 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 dikendalikannya. Sebut saja ketua adat, sedangkan pangayun dan panimbang sesepuh adat, dan tokoh masyarakat lebih adalah orang pandai melantunkan pantun banyak laki-laki. Anggota komunitas yang berisi pesan dan nasihat. Mereka ini adalah turut terlibat dalam hampir semua prosesi orang yang sudah manopause, ada lebih banyak laki-laki, dengan tugas dan kepercayaan perempuan yang sudah tidak fungsinya masing-masing. haid lagi dianggap suci dan bersih Kaum perempuan dengan jumlah sehingga doa yang disampaikan terkabul. yang cukup dominan memiliki fungsi yang Pada saat musik tarawangsa mengalun, menonjol dalam beberapa prosesi ritual yang pertama kali menari (ngibing) adalah tertentu meskipun secara hirarkis bukanlah mereka kaum perempuan, setelah itu baru ritual inti. Ritual inti dipimpin langsung dilanjutkan dengan penari (pengibing) lain. oleh laki-laki yakni sesepuh desa dan ketua Sebelum menari yang diiring dengan adat. Namun perempuan lebih banyak musik tarawangsa, pangais terlebih dahulu memegang peranan dari sejak acara melakukan ijab kabul dan ngarajah. persiapan ritual hingga pasca ritual. Sejak Ngarajah adalah doa tradisi yang persiapan sehari sebelumnya baik di rumah disampaikan dalam lantunan lagu dan maupun di sawah, saat pelaksanaan ritual berisi jangjawokan (mantra) dengan hingga selesai acara ritual, perempuan menggunakan bahasa Sunda buhun. lebih banyak menghiasi ritual di permukaan. Perempuan sejak pagi-pagi sekali sibuk dengan kegiatan di rumah, menyiapkan bahan makanan, memasak, membuat sesaji, hingga pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki seperti mencari kayu bakar. Peran perempuan terasa menonjol dalam prosesi tari tarawangsa, terlihat dari aktivitas beberapa sinden, penari (pengibing), dan para ibu sepuh yakni mapag, pangais, pangayun, dan panimbang.

Gambar 7. Ijab Kabul dan Ngarajah Sumber: Ani, 2015.

Gambar 6. Pangais, Pangayun, Panimbang , Peran perempuan yang lebih Mapag dominan dalam ritual ini menjadi simbol Sumber: Ani, 2015. penghargaan yang tinggi bagi perempuan. Dari komposisi jumlah laki-laki dan Empat ibu sepuh inilah yang perempuan ditambah fungsi dan peran mempunyai peranan penting dalam yang dilakukan keduanya, kaum upacara rahengan. Mapag adalah orang perempuan cenderung memiliki peran yang yang membuat sesaji Dewi Padi Sri cukup dominan di permukaan. Sedang Pohaci, pangais adalah orang yang beberapa kaum laki-laki tertentu meski melakukan ijab kabul dan ngarajah dengan jumlah yang terbatas memiliki dianggap bisa memberi keberkahan, Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 371 peran yang sangat menentukan. Bagi untuk mengundang para leluhur. Seni masyarakat Citatah, pembedaan peran tarawangsa ini mampu membuat dalam ritual tersebut meski tampak penarinya menjadi kerasukan roh halus berbeda antara laki-laki dan perempuan, (trance). Nuansa mistik terasa dalam acara bukan berarti salah satunya dianggap tarian ini hingga beberapa mengalami mendominasi secara mutlak dalam sendi ketidaksadaran. Masyarakat menyebut kehidupan masyarakat. Laki-laki selain para penari sedang dimasuki roh karuhun mempunyai fungsi dan peran yang sehingga penari tidak sadar saat menari dominan dalam ritual inti, tetapi tetap tidak dan merasa tidak capek meski beberapa bisa memainkan peran dan fungsi yang jam lamanya. dimiliki perempuan seperti tukang masak, Upacara rahengan yang bertujuan pengibing, pesinden, panimbang, pangais, sebagai penghormatan kepada Dewi Sri ini dan mapag. dianggap penting, karena Sri Pohaci (padi) dianggap menjadi makanan utama yang memberi kehidupan dan menjadi simbol perempuan dalam kepercayaan masyarakat Desa Citatah. Melalui ritual ini yang dalam beberapa unsurnya hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuan menunjukkan berbagai bentuk penghormatan bahwa perempuan harus dijunjung tinggi dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Perempuan dianggap sebagai sumber kehidupan sehingga tidak akan ada kecerahan dan kekuatan kehidupan tanpa adanya perempuan. Melalui keyakinan dan pembagian perannya dalam ritual tersebut tampak bagaimana performativitas perempuan didefinisikan dan diperlakukan oleh masyarakat (adat). Dalam analisis Butler, pendefinisian tersebut menjadi rujukan bagi kaum Gambar 8. Kelompok Seni Tarawangsa, perempuan untuk terus-menerus berbuat Sinden dan Penari Perempuan dan melakukan hal yang dianggap sesuai Sumber: Ani, 2015. dengan ketentuan adat dalam memposisikan perempuan. Dewi Sri (Sri Demikian pula sebaliknya, Pohaci) sebagai simbol padi yang harus perempuan Desa Citatah tidak berhak dihormati dengan serangkaian aktivitas memegang peran dan fungsi yang dimiliki ritual di mana perempuan turut terlibat laki-laki dalam upacara rahengan misalnya aktif dan dalam beberapa hal memegang dalam membacakan doa dan membuka peran kunci seolah menjadi penanda sejarah desa selalu dilakukan oleh laki- gender acts yang memaksa perempuan laki. Dengan kata lain, laki-laki dan untuk membentuk identitasnya yang perempuan Desa Citatah dalam ritual adat dianggap layak dan ideal dalam wilayah apa pun termasuk ritual Dewi Sri tampak gagasan keperempuanan yang serba sama-sama memiliki fungsi dan peran simbolis (padi). Pemaksaan dalam yang penting. Peran perempuan juga pendefinisian perempuan dalam upacara tampak dalam ritual tari tarawangsa. rahengan kemudian berujung pada pilihan- Tarian tarawangsa adalah tarian sakral pilihan tertentu kaum perempuan untuk yang berkaitan dengan upacara pertanian bernegosiasi ketika menampilkan dirinya

372 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 dengan bentuk atribut pakaian dan gerakan dirinya seideal dan sefeminin mungkin. tertentu sebagai identitas yang kemudian Tak sedikit remaja putri yang berusaha dimapankan dalam masyarakat. secantik mungkin tampil di hadapan kaum laki-laki yang kemudian mendapatkan 4. Atribut dan Penampilan Perempuan jodoh setelah perhelatan ritual ini. Seperti dalam Upacara Rahengan dikatakan Butler, perempuan memilih Selain struktur ritual, dimensi atribut atribut yang secara sosial dianggap dan penampilan dalam ritual juga menampilkan femininitas. Di sini pilihan memegang peranan signifikan dalam baju dan gerakan feminin sepanjang ritual menggambarkan performativitas perem- rahengan pada dasarnya bukan produk dari puan Desa Citatah. Dalam upacara identitas feminin, sebaliknya, identitas rahengan, kaum ibu dan remaja putri feminin itu diperoleh karena perempuan memakai pakaian penuh warna dengan menampilkan atribut pakaian, tarian kebaya dan sinjang kain batik dalam dengan menggerakkan tubuh dan balutan selendang. Semua perempuan bisa bertingkah feminin secara berulang-ulang. mengekspresikan dirinya melalui beragam Perempuan sendiri tidak merasa bahwa warna sepanjang ritual. Merah, hijau, gender acts tersebut menjadi bagian kuning, hitam, biru, dan warna lainnya terdalam dari jiwa femininnya, karena seolah menyatu menjadi penanda setiap perempuan bisa melakukan pilihan kebebasan bahwa warna apa pun adalah apa pun sesuai kehendak hatinya, tetapi feminin dan menjadi milik perempuan. performativitas dalam atribut dan Lain halnya laki-laki yang cenderung penampilannya itu lebih disebabkan aturan seragam dengan berpakaian baju dan adat yang hegemonik dan memaksa dirinya celana pangsi hitam dan iket di kepala agar mendapatkan pengakuan secara sosial yang berlaku bagi sesepuh desa, ketua di masyarakat. adat, pinisepuh hingga anggota komunitas Meski terjadi negosiasi dalam lainnya. Dibanding laki-laki, pakaian penerimaannya, perempuan melalui perempuan dalam ritual terbebas dari apa pakaian dan gerakan itu kemudian yang disebut oleh Robinson sebagai berusaha menampilkan dirinya sebagai pembedaan fashion etnik yang diikat di perempuan yang dibayangkan secara ideal dalam peraturan tentang diferensiasi dan oleh komunitas adat tersebut. Selain itu, relasi gender. Wajah pun tampak berbeda perempuan yang hadir dengan beragam dengan bedak tebal dan gincu merah pakaian dan gerakan yang dimainkannya penghias bibir yang mencolok. dalam serangkaian ritual itu mencerminkan Sebagai perayaan masyarakat persepsi yang sebenarnya secara religi dan pedesaan, ritual dengan dominasi gender yang dianut masyarakat adat dalam dandanan perempuan layaknya perayaan memposisikan mereka. besar (pernikahan) terkesan ritual itu Perempuan dalam atribut pakaian seperti milik kaum perempuan. Semua dan penampilannya dalam ritual diatur perempuan dengan khusuk mengikuti sedemikian rupa melalui keyakinan akan prosesi ritual, bersemangat dalam tarian sosok Dewi Sri yang mereka hormati. Bagi tarawangsa dan menari (ngibing). Gerakan orang Sunda sosok Dewi Sri yang disebut tarian tampak teratur dan monoton tetapi Nyi Pohaci itu digambarkan sebagai lenggak-lenggok tubuh dengan tangan perempuan Sunda yang sejak lama hidup yang gemulai mengikuti alunan irama di daerah itu dan menjelma menjadi padi. musik tradisional menandai kenyamanan Sosok perempuan itulah yang sangat perempuan dalam mengidentifikasikan memengaruhi kehidupan petani Desa dirinya di hadapan laki-laki. Dengan Citatah dalam kesehariannya. Mereka pakaian, dandanan dan gerakan tarian sangat menghormati dan senantiasa demikian perempuan secara berulang- menyanjungnya dalam hampir semua ulang berusaha mewujudkan identitas Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan…( Ani Rostiyati) 373 bentuk ritual pertanian yang diseleng- warna dengan bedak tebal dan gincu merah garakan. yang mencolok. Berbeda dengan laki-laki Jalinan keyakinan religi dan gender yang cenderung seragam dengan tampak terpusat pada sosok Dewi Sri (Sri berpakaian pangsi hitam dan iket di kepala Pohaci) ini. Karenanya, perlakuan terhadap tanpa hiasan berlebih. Di sini pilihan perempuan dan bagaimana perempuan atribut dan penampilan feminin sepanjang mengidentifikasikan dirinya tidak terlepas ritual bukan produk dari identitas feminin. dari persepsi masyarakat akan sosok Dewi Sebaliknya, identitas feminin itu diperoleh Sri. Performativitas perempuan dalam karena perempuan menampilkan atribut upacara rahengan pun merupakan salah pakaian, tarian dengan menggerakkan satu gambaran persepsi masyarakat tubuh dan bertingkah feminin secara terhadap sosok Sri Pohaci ini. berulang-ulang. Performativitas dalam atribut dan penampilannya itu lebih D. PENUTUP disebabkan aturan adat yang hegemonik Peran perempuan dalam upacara dan memaksa dirinya agar mendapatkan rahengan di masyarakat Desa Citatah pengakuan secara sosial di masyarakat. Cipatat, dapat dilihat dari performativitas Meski terjadi negosiasi dalam peneri- dan pembentukan konstruksi identitasnya maannya, perempuan melalui pakaian dan yang cenderung membebaskan. Analisis gerakan itu kemudian berusaha menam- performatif atas struktur ritual melihat pilkan dirinya sebagai perempuan yang bahwa meski laki-laki memegang peran dibayangkan secara ideal oleh masyarakat penting, tetapi kaum perempuan juga tersebut. mempunyai fungsi dan peran khas yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki. Sebagai DAFTAR SUMBER sebuah simbol penghormatan, perempuan 1. Skripsi lebih banyak memegang peranan dari sejak Apriani, Heli. 2010. acara persiapan ritual hingga pasca ritual. Ritual Pare di Kasepuhan Ciptagelar. Perempuan layaknya Dewi Sri (Sri Skripsi. Bandung: UNPAD Pohaci) dianggap sebagai sumber Jajang, A. Rohman dan Ernawati. kehidupan sehingga menentukan kece- “Performativitas Perempuan dalam rahan dan kekuatan kehidupan. Dengan Ritual Adat Sunda” dalam Musawa Vol. demikian secara jelas terlihat bagaimana 13 No 2. Desember 2014. Hlm. 152. performativitas perempuan didefinisikan dan diperlakukan oleh masyarakat. 2. Buku Pendefinisian tersebut menjadi rujukan Abdullah, Irwan.2006. bagi kaum perempuan untuk terus-menerus Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan berbuat dan melakukan hal yang dianggap Kontemporer. Yogyakarta: TICI Publi- cations. sesuai dengan ketentuan adat dalam memposisikan perempuan. Ia menjadi Abdullah, Irwan. 2015. penanda gender acts yang memaksa Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan. perempuan untuk membentuk identitasnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar. yang dianggap layak dan ideal dalam Andayani S. Ria, Lina Herlinawati, Yanti wilayah gagasan keperempuanan yang Nisfiyanti, Hermana. 2005. serba simbolis (padi). Budaya Spiritual Masyarakat Sunda. Selain struktur ritual, analisis Bandung: Alqaprint. performativitas juga mencatat dimensi Barker Chris. 2004. atribut dan penampilan dalam ritual yang Cultural Studies Theory and Practice. juga memegang peranan signifikan dalam New Delhi: Sage Publication. menggambarkan performativitas perem- puan Desa Citatah. Dengan pakaian penuh

374 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

Bowen, John R. 2003. Islam, Law and Bowen, John R., Islam, Law and Equality in Indonesia: an Anthropology of Public Reasoning. Cambridge-New York: Cambridge University Press. Butler, Yudith. 1990. Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity. New York & London: Routledge. Caturwati, Endang. 2007. Tari di Tatar Sunda. Bandung: Press- STSI. Egger, Ben. 2014. Teori Sosial Kritis. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Gidden, Anthony. 2011. The Constitusion of Society Cetakan ke- 2. Yogyakarta: Pedati. Hall, Stuart. 1990. Cultural Identity and Diaspora. London: Sage Publications. Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2007. Seks dan Seksualitas Perempuan dalam Kebudayaan Kontemporer dalam Kajian Budaya Feminis. Yogyakarta: Jakasutra. ______. 2007. Kajian Budaya Feminis. Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.

______dan Mega Subekti. 2016. Kearifan Lokal dan Peran Perempuan dalam Memelihara Lingkungan Hidup di Jepang dan Indonesia. Rosidi, Ajip.2001. Ensiklopedi Sunda:Alam, Manusia dan Budaya. Jakarta: Pustaka Jaya. Setiawan, Irvan, Rosyadi, Enden Irma R., Deti Nurhayati, Rizky Sya’ban C., Moch. Arief Ramadhan, Denny Hermansyah. 2012. Upacara Seren Taun pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi. Bandung: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung.

Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyonugrahanto) 375

WÈWÈKAS DAN IPAT-IPAT SUNAN GUNUNG JATI BESERTA KESESUAIANNYA DENGAN AL-QUR’AN WEWEKAS AND IPAT-IPAT (COMMAND AND PROHIBITION) OF SUNAN GUNUNG JATI AND THE FITNESS WITH HOLY QURAN

Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyonugrahanto Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor e-mail: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Naskah Diterima:18 September 2017 Naskah Direvisi: 19 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak Tidak ada yang menyangsikan peran Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok penting dalam penyebaran Islam di Jawa khususnya. Tidak ada yang menyangsikan kehebatannya dalam kancah politik tradisional, karena berhasil membawa Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda dan mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan wali, yang menguasai sebagian wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus mengajak dan menyemangati sisi spiritual warganya dalam memeluk Islam. Salah satu wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut tertuang dalam bentuk wèwèkas dan ipat-ipat (perintah dan larangan) atau nasihat yang berhubungan dengan persoalan agama, maupun persoalan sosial-kemanusiaan. Dengan menggunakan pendekatan sejarah pemikiran serta langkah-langkah dalam penelitian filologi, penelitian ini berusaha mengkaji bagian pangkur naskah Cirebon yang berjudul Sejarah Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) di mana di dalamnya terdapat gambaran tentang wèwèkas dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati serta mencari kesesuaiannya dengan Al-Qur‟an dan nilai-nilai kemanusiaan. Kata kunci: wèwèkas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Qur‟an, kemanusiaan.

Abstract No one doubts the role of Sunan Gunung Jati as one of the important figures in the spread of Islam in in particular. And, no one doubts his prowess in the traditional political arena, having succeeded in bringing Cirebon "freedom" from the Kingdom of Sunda and establishing the Islamic Kingdom of Cirebon. At this point, Sunan Gunung Jati is present as a king and as a Wali (Missionaris), who controls some of the (present) region of West Java as well as invites and encourages the spiritual side of its citizens in embracing Islam. One form of Sunan Gunung Jati's invitation is set forth in the form of wèwèkas and ipat-ipat (command and prohibition) or advice relating to religious matters, as well as social-humanitarian issues. By using the historical approach of thought and the steps in philological research, this research tries to study the Cangkebon script of Pangkur script entitled The History of Peteng (History of Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-History of Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) in which there is a picture of wèwèkas and ipat-ipat Sunan Gunung Jati as well as looking for conformity with the Qur'an and human values. Keywords: wewekas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Quran, humanity.

A. PENDAHULUAN Jati. Baik itu kaitannya dengan asal usul, Ada begitu banyak sumber sejarah, pendirian kerajaan Islam Cirebon, aktivitas baik sumber lokal maupun sumber asing dakwah, hingga nasihat-nasihat beliau. Di yang menyebutkan sosok Sunan Gunung antara kajian yang terkait dengan nasihat- 376 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390 nasihat Sunan Gunung Jati tersebut bisa menguraikan butir-butir wèwèkas dan ipat- dibaca dalam buku karya Hasan Effendi ipat yang terdapat dalam naskah Sejarah yang berjudul Petatah-petitih Sunan Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung Gunung Jati Ditinjau dari Aspek Nilai dan Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Pendidikan. Secara khusus, Hasan Effendi Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) memfokuskan pada nasihat Sunan Gunung sebagai salah satu bentuk aspirasi lokal Jati serta hubungannya dengan nilai moral yang mewakili sejarah pemikiran, identitas dan pendidikan. Di luar kajian tersebut, budaya, sekaligus harapan sang penutur; Hasan Effendi tidak memberikan Sunan dari Cirebon. Begitu pula dengan penjelasan yang terperinci tetang sosok pemilihan babad sebagai bahan kajian, Sunan Gunung Jati. Lain pula dengan bukan untuk menghakimi akurasi dan nilai karya Dadan Wildan, berjudul Sunan faktual dari teks ini, tetapi semata-mata Gunung Jati, Petuah, Pengaruh, dan sebagai respons terhadap kajian Jejak-Jejak Sang Wali di Tanah Jawa. historiografi tradisional yang terkadang Dalam karyanya, meski singkat, Dadan dilihat dalam fungsinya sebagai alat politik Wildan memberikan perhatian yang cukup dan legitimasi kekuasaan semata. Karena, berimbang antara misi dakwah, pengaruh nyatanya yang tertulis dalam teks ini ajaran yang Sunan Gunung Jati, serta adalah pengetahuan yang mencakup petuah beliau. pemikiran sosial-keagamaan dan pemi- Kajian kali ini juga seputar nasihat kiran praktis atau pengetahuan sehari-hari Sunan Gunung Jati. Dengan menjadikan (common sense). data tekstual sebagai sumber kajian, Dalam hal ini, langkah-langkah penelitian kemudian dilanjutkan dengan dalam metode penelitian filologi akan penjelasan tentang kesesuaiannya dengan sangat membantu jalannya penelitian. ayat-ayat Al-Qur’an serta nilai kemanu- Dimulai dengan pemanfaatan naskah milik siaan. Pertimbangan yang menjadi latar perorangan sebagai objek kajian, penelitian belakang tulisan ini adalah, dalam dilanjutkan dengan inventarisasi naskah, beberapa hal, wèwèkas dan ipat-ipat di sini penyajian informasi naskah atau deskripsi tidak harus selalu dimaknai semata-mata teks, alih tulis teks, hingga terjemahan sebagai segepok ―wejangan‖ yang rigid teks. Secara mendasar, metode yang dan siap kunyah, tetapi diperlukan digunakan dalam penelitian ini adalah reinterpretasi untuk mencari inti terdalam metode deskriptif analitis dengan tujuan atas warisan berharga masa lalu tersebut untuk memaparkan berbagai jenis dalam menghadapi persoalan kekinian penemuan yang terdapat pada teks naskah sekaligus sebagai rabuk bagi masa depan. sebagai data analisis (Ratna, 2008: 53). Tujuan lebih lanjut, agar kita tidak berhenti Sebagai kelanjutannya, hasil dari pada kesadaran akan fungsi naskah kuno metode deskriptif analitis dari naskah sebagai salah satu sumber sejarah yang tersebut dicari kesesuaiannya dengan kitab hanya berputar di kalangan kaum suci Al-Qur’an. Tema penelitian ini akademisi-intelektual atau para peminat menjadi penting untuk diteliti karena di naskah kuno, tetapi bisa sampai ke dalamnya terdapat pembahasan tentang masyarakat dan diwujudkan dalam tin- nasihat dan larangan yang ditunjukkan dakan nyata. Kiranya wèwèkas dan ipat- kepada manusia dalam perannya sebagai ipat Sunan Gunung Jati bisa menjadi salah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki satu manuskrip kegamaan yang berguna kewajiban terhadap Tuhannya dan bagi pemberdayaan kita semua. perannya sebagai manusia yang hidup bersama dengan manusia lainnya. B. METODE PENELITIAN Dengan begitu, mencari kesesuaian antara Dengan menggunakan pendekatan butir-butir wewekas dan ipat-ipat Sunan kajian teks, tulisan ini bermaksud Gunung Jati dengan ayat-ayat Al-Qur’an Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 377 bisa dilakukan sebagai sebuah upaya ini berupa cap Singa Mahkota– menghidupkan kembali pentingnya manus- Propatria.Tinta yang digunakan berwarna krip kegamaan. hitam dan warna merah untuk rubrikasi baru dengan menggunakan aksara pegon C. HASIL DAN BAHASAN dan bahasa Cirebon. 1. Deskripsi Singkat Naskah Total halaman naskah sebanyak 280 Salah satu wujud warisan budaya halaman, yang terdiri atas 276 halaman fisik yang dimiliki Indonesia khususnya di berupa teks pokok tentang kehidupan para Jawa adalah naskah. Naskah ditulis dalam Wali. Sisanya 4 halaman, berisi catatan bahasa dan aksara daerah dengan isinya pengingat tentang pengangkatan Sultan yang sangat beragam meliputi bidang Sepuh di Kebumen (depan Gedung Bank agama, sejarah, sastra, mitologi, legenda, Indonesia-Cirebon) pada pukul 10.00 hari adat-istiadat, dan sebagainya. Secara Kamis tanggal 9 bulan Safar tahun Wawu, keseluruhan naskah kuno tersebut dapat 1289 Hijriyah yang bertepatan dengan memberikan gambaran kehidupan berting- tanggal 18 bulan April tahun 1872 Masehi. kah laku sekaligus warisan rohani, pikiran, Bagian lainnya berisi doa-doa. Masing- dan cita-cita luhur nenek moyang bangsa masing halaman berisi 12 baris dengan Indonesia (Soebadio, 1973: 7). ukuran naskah 21x17 cm dan lebar teks Untuk penelitian ini, naskah dengan 17x12 cm. Di bagian kanan halaman agak kode LKK_EDS001 diberi judul Sejarah ke atas ada penomoran halaman yang Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung tampak diberikan kemudian dengan Wali Tembung Carang Satus-Sejarah menggunakan angka Latin. Adapun bentuk Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) tulisan dari teks naskah ini berupa tembang dimiliki oleh Edwin Sujana, kerabat (puisi) yang biasa disebut dengan nama Keraton Kacirebonan. Naskah ini berasal Macapat. Adapun bagian-bagian yang dari warisan orang tuanya yang bernama diambil dalam tulisan ini dimulai dari Pangeran Yopi Dendhabratha. Ditulis oleh halaman 27 sampai dengan 31 berupa Kiyai Mas Ragil Desa Keragilan Plumbon tembang macapat pangkur, yakni bagian dan disalin oleh Muhammad Kurdi Dukuh dari tembang macapat dengan nuansa Kasturi Gegesik Cirebon. Berdasarkan pitutur atau nasihat. Sebagaimana catatan yang ada di bagian akhir naskah, disebutkan dalam darikesolo.com, naskah ini pernah dipegang oleh Kiai Patih tembang macapat pangkur biasanya Abdurrahim Cirebon. disampaikan oleh seorang yang menginjak Media yang digunakan kertas Eropa usia senja dan mulai menanggalkan dengan kondisi yang sudah mulai rusak. urusan-urusan dunia. Nasihat tersebut Beberapa bagian diberi kertas yang dilem biasanya ditunjukkan kepada anak, istri sebagai pengikat halaman yang robek. atau khalayak pada umumnya. Adapun Adapun sampul naskah menggunakan potongan naskah tersebut sebagaimana kertas daluwang tebal yang sudah dilapisi tertera di bawah ini: kain warna kuning dan dilem, juga karena kondisinya sudah mulai rusak. Cap kertas (watermark) yang digunakan oleh naskah

378 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

2. Dari Timur Tengah ke Tanah Jawa: Latar Belakang Pemikiran Sunan Gunung Jati Berdasarkan beberapa catatan ten- tang Sunan Gunung Jati, beliau dilahirkan dari ibu yang bernama Rara Santang atau Syarifah Mudaim, anak Prabu Siliwangi, raja Padjajaran dengan nama Syarif Hidayatullah. Sementara ayahnya bernama Sultan Syarif Abdullah, seorang raja Mesir. Syarif Hidayatullah menghabiskan masa kecilnya di Mesir seraya berguru dan mengunjungi beberapa tempat bersejarah seperti Jabal Kahfi dan makam Nabi Sulaeman. Dalam usia muda, sekitar 12 tahun, sepeninggal ayahnya, Syarif Hidayatullah ditunjuk sebagai pengganti kedudukan ayahnya. Tetapi kedudukan ini Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 379 ditolak Syarif Hidayatullah muda dengan Kerajaan Islam Cirebon pada tahun 1482 alasan keinginannya melakukan perjalanan (Atja, 1972: 10-15). Islam kemudian mencari Rasulullah SAW (Wahyu, 2005: menjadi fenomena yang mengakar kuat di 14-16). kawasan ini. Dengan peran signifikan Konon, ketika Syarif Hidayatullah yang diemban Gunung Jati, Islam menjadi kembali ke Mesir dari perjalanannya, begitu mencolok di tengah berbagai rakyat berkeinginan untuk menghadap ke aktivitas masyarakatnya. raja. Namun keinginan ini juga ditolak Ditinjau dari sudut lain, secara tidak Syarif Hidayatullah dengan alasan langsung interaksi Sunan Gunung Jati keinginannya untuk pergi ke Baitullah dengan lingkungan yang luas dan beragam mencari guru yang utama. Kedudukan raja menciptakan pengalaman dan penghayatan kemudian digantikan oleh adiknya Syarif yang berbeda-beda pula. Kemungkinan Nurullah. Syarif Hidayatullah sendiri pada besar, kompleksitas di atas kelak menja- akhirnya berguru kepada beberapa ulama dikan Sunan Gunung Jati memiliki di Timur Tengah seperti Syekh Najmurini perhatian serius, bukan hanya terhadap Kubra di Makkah dan Syekh Muhammad persoalan ilmu dan spiritual kegamaan, Atoillah di Sadili (Wahyu, 2005: 14-16). tetapi juga dalam persoalan kemanusiaan. Setelah menimba ilmu di kawasan Sebagai pemegang otoritas politik Timur Tengah, perjalanan keilmuan Syarif dan keagamaan, Sunan Gunung Jati Hidayatullah kemudian dilanjutkan di nyatanya ditempatkan oleh pemeluk Islam kawasan India, Cina dan kawasan pada posisi yang sangat terhormat. Nusantara (Sulendraningrat, 1984: 30-31). Kepemimpinannya secara umum dipan- Di wilayah ini Syarif Hidayatullah berguru dang kharismatik sekaligus menyebar kepada ulama-ulama Sumatera, serta hingga ke kelompok beragam tanpa beberapa wali di Jawa. Di antara nama- menimbulkan konflik berarti. Salah satu nama guru Syarif Hidayatullah adalah bukti yang hingga kini masih bisa Syekh Benthong di Karawang, Syekh disaksikan adalah kawasan Pecinan, Nurjati, belajar Tarekat Annafsiyah pada Kampung Arab Panjunan, keraton-keraton Syekh Datul Sidiq di Pasai, Syekh Datuk Cirebon, Kelenteng Cina atau vihara, Barul, Sunan Ampel, Kanjeng Eyang masjid, dan gereja, seakan mencerminkan Syekh Samsutabres, Syekh Haji Jubah, dan keragaman agama, basis ekonomi dan beberapa ulama lain (Babad Cirebon kebudayaan pemeluknya. Semua berbaur Naskah Keraton Kacirebonan Teks hingga membentuk struktur khas Cirebon, KCR.39: 94-95). sebuah masyarakat multikultur yang Perpaduan antara nasab yang kompleks sebagai representasi dari kera- terhormat dengan pencapaian intelektual gaman berbagai etnis. keagamaan yang cemerlang ditambah Meski dalam perjalanannya Islam pengalaman mendatangi belahan dunia menjadi agama mayoritas penduduk yang berbeda latar belakang Cirebon, namun dalam kenyataannya, kebudayaannya seolah menjadi satu keyakinan dan pilihan pribadi juga rangkaian yang saling dukung bagi misi mendapat tempat dan pengakuan. Dari sini, da’wah Syarif Hidayatullah. Beberapa secara hipotesis bisa dikatakan bahwa tahun kemudian, setelah kedatangan beliau suasana kondusif yang berlangsung di di Cirebon, sekitar tahun 1470–an Syarif antara keragaman etnis Cirebon ditentuan Hidayatullah atau kemudian dikenal oleh–di antaranya—sejauh mana Islam dan dengan Sunan Gunung Jati, bukan hanya pemeluknya sebagai mayoritas mampu berhasil menjalankan misi penyebaran mengakomodir berbagai ragam kepen- Islam, tetapi juga berhasil membawa tingan. Layaknya sebuah wilayah yang Cirebon menjadi kerajaan merdeka dari terbingkai dalam ragam budaya, multikul- Kerajaan Sunda sekaligus menjadi raja di turalisme Cirebon bukan sesuatu yang

380 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390 diciptakan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk ipat-ipat, mana nasihat yang melainkan tercipta dengan sendirinya yang diperintahkan untuk dilakukan dan mana lahir bersama dengan sejarah Cirebon yang larangan yang diperintahkan untuk tidak panjang (Arovah, 2017: 11). dilakukan. Jika dihubungkan dengan ide Tembang macapat pangkur yang multikulturalisme, pluralisme, dan juga sedang dibahas ini, konon dibacakan di humanisme, nampaknya secara tidak depan rombongan wali, di antaranya Sultan langsung ide-ide tersebut telah disuarakan Demak, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Sunan Gunung Jati bersama pemeluk Islam Bonang, Sunan Drajat, dan Syekh Maulana di Cirebon (Arovah, 2017: 12). Maghrib yang mendatangi Sunan Gunung Reputasi intelektual keagamaan Jati ketika menetap di puncak Gunung Jati. yang berpadu dengan nilai-nilai Wèwèkas dan ipat-ipat sendiri pada kemanusiaan Sunan Gunung Jati di atas awalnya ditujukan kepada anak keturunan seolah menjadi salah satu tanda bagi ―sah‖ Sunan Gunung Jati seraya meminta mereka nya seorang wali hingga menghantar- untuk menghormati dan menjalankan kannya menjadi ketua ―dewan wali‖ wèwèkas dan ipat-ipat tersebut. setelah Sunan Ampel dan Sunan Giri wafat Jaminannya, jika mereka taat dan (Hardjasaputra dan Haris, 2011: 59). Dari mengamalkannya, maka akan menjadi sini, pemikiran yang lahir dari figur seorang wali. Sebaliknya, jika melanggar seorang wali menjadi model yang penting akan didoakan agar pendek umurnya. untuk disimak, sebagai jembatan antara Peristiwa kedatangan rombongan wali ini pemikiran Sunan Gunung Jati dan menjadi istimewa karena setelah wèwèkas masyarakat generasi berikutnya. dan ipat-ipat dibacakan, para wali yang hadir kemudian membubarkan diri dengan 3. Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan pertimbangan ―apa yang bermanfaat bagi serta Kesesuaian Ipat-ipat Sunan semua sudah selamat‖ (Sejarah Peteng Gunung Jati dengan Al-Qur’an (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel Dari sisi terminologi, menurut Rembesing Madu Pastika Padane) hlm. Muhamad Mukhtar Zaidin1, seorang 28-31). penggiat naskah Cirebon, kata wèwèkas Keseluruhan wèwèkas dan ipat-ipat dan kata ipat-ipat berasal dari bahasa yang terdapat dalam pangkur ini berjumlah Jawa. wèwèkas berasal dari kata wèkas 40 buah, dengan transliterasi sebagaimana yang berarti pesan atau nasihat. Sedangkan disebutkan di bawah ini: ipat-ipat merujuk pada larangan atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan “PANGKUR” disebabkan nantinya berakibat buruk bagi Parang Sunan Jati parapta, alinggi yang melanggar. Keduanya ditulis atau ana ing puncak Gunungjati, Makhdum dibaca berulang menunjukkan pesan dan Bonang Giri emut, ing wewekas (h. 27) larangan tersebut jumlahnya banyak atau maulana, Sharafuddin nyata prasami lebih dari dua. Gabungan singkat dari dua arawuh, ming Jati sarta kalawan wargi- kata tersebut berarti pesan yang wargi para wali. diperintahkan untuk dilakukan dan larangan yang harus dihindari dari Sunan Makhdum Kali Makhdum Darajat, Gunung Jati. Dari definisi tersebut kita Pangeran Makhdum muwah Maulana bisa membuat pengelompokan yang Maghrib, Sultan Demak mapan rawuh, berkaitan dengan dua kata; mana yang maksud maring susunan, agung angruru termasuk dalam wèwèkas, dan mana yang awarni duhung, pun kebo tuwek kalayan, duhung namanepun kunci. 1 Wawancara dilakukan di Cirebon pada tanggal 10 Januari 2017. Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 381

Ing waktune makumpulan, Pangeran 35. Aja ilok anga(la)rani atine manusa, Panjunan mapan sumanding, muwah 36. Aja akeh laraning atining manusa ingkang anak putu, Sunan Jati sadaya, maring saking duryat, adan Sunan Jati wewekas kang tangtu, 37. Yen anaha anak putu kang wangun maring ingkang putra wayah, lan ipat-ipat larane atining manusa sun puji kang jati. cupeten kang yuswa, aja den awetaken urip ing dunya. Iku ipat-ipat Raka-raka saksenana, kula wasiyat manira katemu ing anak putu ing ming duriyat sawuri wuri-wuri, 38. Sapa kang idep ing warana manira 1. Den hormat ing leluhur, wus lalis nanging kula raksa ugi, 2. Den welas ati, 39. Kahula ahubi, kahula tanggung para 3. Hormata ing wong tuwa, wali sadaya sidaju matur, amin x3 Ya 4. Manah den syukur, Allah kang mugiyah qabulna dongane 5. Nanggunga „iddah, Suhunan Carbon. Maka Pangeran 6. Ngasorna diri, Panjunan ngandika; 7. Guguneman (gugunen) sifat kang 40. He Ki Mas Hasanuddin, poma-poma pinujih, dika pakuwa wasiate rama dika la 8. Singkirna sifat kang den wancih, dika weruhaken sugri (sawuri) duriyat 9. Lan pangarti kang becik, Suhunan; sapa-sapa anak putu ing 10. Amepesaken barangasan, wasiat rama dika Suhunan Carbon 11. Ngadohna parpadu, pasti dadi wali sedaya, satedake 12. Aja ilok nyanah ala kang ora yakin, poma-poma dika paku, amin 3x. 13. Aja ilok anggedekaken bobad, 14. Aja ilok anyidrani jangji, Adapun perinciannya, 25 wèwèkas 15. Yen ala bayah den tuhu, dan 15 ipat-ipat. Dari sisi makna yang 16. Kang wedi ing Allah, dikandung, 7 di antaranya berisi tentang 17. Tapaha (tepaha) salira, hal-hal yang berhubungan dengan nilai- 18. Den adil ing panemu, nilai ketuhanan sekaligus menjelaskan 19. Aja gawe tingkah sembarangan kang bagaimana seharusnya manusia bertindak ora patut anulungi, sebagai makhluk ciptaan Tuhan terhadap 20. Lan hormata ing pusaka, Tuhan sebagai sang pencipta (hablun min 21. Panganen (pengen) jangating allah). Sisanya, berjumlah 33 berisi nilai- (jaqating / zakating) mukmin, nilai yang berhubungan dengan 22. Mulya na ing tetamu, kemanusiaan (hablun min annas); 23. Den ajer ulatira, bagaimana seharusnya manusia bertidak 24. Aja tungkul ing sahwat, dan bersikap, baik itu dalam kapasitasnya 25. Aja mangan yen ora ngeli, sebagi seorang muslim, maupun sebagai 26. Aja ilok rengu ing rarahine wong, manusia yang hidup bersama dengan 27. Aja nginum yen ora dahar, manusia lain. 28. Aja turu yen ora katekan arip, Keterangan lebih lanjut lihat tabel 29. Yen sambahyang den kongsih kaya berikut. pucuking panah, 30. Yen puwasa den kongsih kaya tali ing Tabel 1. Butir-butir Wèwèkas dan Ipat-ipat panah, Sunan Gunung Jati 31. Pambriya rizki kang halal, No Wèwèkas Ipat-ipat Hormati para 32. Aja akeh kang den pambrih, 1 Jauhi sifat buruk 33. Den bisah amegeng nafsu, leluhur Jangan 34. Yen duka woworana lan sukah Hormati orang 2 mengingkari pambriya ati gelis lilip tua janji

382 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

Jangan berbuat Mampukan diri Miliki hati sesuatu 21. menahan hawa 3 penuh yang tidak nafsu kasih sayang berfaedah Jika sedih Miliki hati yang Jangan tenggelam 22. campurlah 4 bersyukur dalam hawa nafsu bahagia Jangan pernah Tertawalah Bersabarlah 5 memukul untuk dalam beribadah muka orang 23. melepaskan Jangan minum kepedihan Berlakulah 6 sebelum Milikilah rendah hati benar-benar haus 24. pengetahuan Janganlah makan yang baik Peganglah sifat 7 sebelum Pendamlah terpuji 25. benar-benar lapar nafsu amarah Janganlah tidur Jika ada bahaya sebelum 8 harus dipastikan benar-benar Tabel 2. Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan dalam ngantuk Wèwèkas dan Ipat-ipat Sunan Gunung Jati Jangan banyak Bertakwalah 9 mencari kepada Allah No Nilai Nilai sesuatu Ketuhanan Kemanusiaan Jangan Bersabarlah Harus mawas memperbanyak 10 1. dalam Hormati para diri hidup yang tidak beribadah leluhur berguna Bertakwalah Harus adil Jangan menyakiti 2. kepada Allah Hormati orang tua terhadap 11 hati mukmin pengetahuan Shalatlah Hormatilah seumpama Miliki hati penuh 12. Jauhi sifat buruk pusaka 3. ujung anak kasih sayang Bersungguh- panah Jauhi perselisihan sungguhlah Puasalah 13. dan menjadi 4. bagaikan Milikilah pedebatan mukmin sejati ikatan tali Pengetahuan yang Muliakan para Janganlah berbuat yang baik 14. tamu dusta mengikat Jangan berburuk panah Ceriakan raut sangka 5. Carilah rezeki 15. muka terhadap hal yang yang halal Berlakulah rendah tidak yakin hati Haruslah selalu Bersungguh- 16. waspada 6. sungguhlah Peganglah sifat Shalatlah menjadi terpuji seumpama mukmin 17. ujung anak sejati panah Miliki hati Jika ada bahaya Puasalah 7. yang harus dipastikan bagaikan ikatan bersyukur 18. tali yang 8. Harus mawas diri mengikat panah Harus adil Carilah rezeki 19. 9. terhadap yang halal pengetahuan Perbanyaklah 20. 10. Hormatilah menangis pusaka Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 383

Jika sedih Ini berarti, shalat dan puasa 11. campurlah memiliki dalil Al-Qur’an yang jelas. Shalat bahagia dan puasa merupakan salah satu ibadah 12. Muliakan para mahdloh yang harus diekspresikan dengan tamu jelas syarat dan rukunnya oleh setiap 13. Ceriakan raut muslim. Implikasinya juga jelas, bukan muka Haruslah selalu hanya bermanfaat bagi kesehatan spiritual, 14. waspada tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan Mampukan diri jasmani dan rohani seorang muslim. Al- 15. menahan hawa Qur’an menyatakan:“sesungguhnya nafsu beruntunglah orang-orang yang beriman, Tertawalah untuk yaitu orang yang khusuk dalam sholatnya” 16. melepaskan (QS. Al-Mu’minun: 1-2). Sebagaimana kepedihan hasil penelitian Rinawi (2009: ) tentang 17. Jauhi sifat buruk khusuk dalam sholat dengan mebuat Jangan menyakiti perbandingan antara Tafsir Al-Manar dan 18. hati mukmin Tafsir Al-Munir. Ia sampai pada

19. Perbanyaklah kesimpulan bahwa khusuk dalam sholat menangis adalah berkaitan dengan masalah jiwa dan Jangan 20. memperbanyak raga manusia. Ketika melaksanakan sholat hidup yang tidak seorang hamba mengutamakan shalatnya berguna daripada hal lain, menyibukkan dirinya Jangan banyak dengan shalatnya dan hanya mengingat 21. mencari sesuatu Allah, merendahkan diri kepada Allah dan mengosongkan hatinya dari bisikan setan. Jika diamati dengan saksama dapat Begitu pentingnya shalat dan puasa disimpulkan bahwa semua nilai ketuhanan hingga hingga dalam wèwèkas dan ipat- dan kemanusiaan dalam butir-butir ipat ini Sunan Gunung Jati membuat wèwèkas dan ipat-ipat ini berkesesuaian sebuah analogi ―seumpama ujung anak dengan teks agama lainnya, utamanya ayat panah‖ untuk salat dan ―ikatan tali yang Al-Qur’an. Sisi ketuhanan misalnya, Sunan mengikat panah‖ untuk puasa, merujuk Gunung Jati mengusung pemikiran yang pada dimensi pemusatan dan kesungguhan seolah mengajak orang lain untuk serta totalitas. Jika dihubungkan dengan sungguh-sungguh memasuki pengalaman ayat-ayat Al-Qur’an bisa menjadi semacam ilahiyah melalui shalat dan puasa perspektif bahwa salat dan puasa adalah (wèwèkas butir ke 17 dan 18) sebuah kewajiban dan wujud ketaatan ―sembayanga deng kongsi kaya pucukkeng seorang muslim. Agar manfaat dari salat panah” dan puasaha deng kongsi kaya dan puasa bisa dicapai, juga agar salat dan tetalining panah” sebagai bentuk ketaatan puasanya tidak menjadi sia-sia, seorang serta totalitas seorang hamba yang muslim harus menjalankannya secara utuh, menyatakan dirinya sebagai muslim. Lihat total dan sungguh-sungguh. Al-Qur’an Surat Al-Ankabut ayat 45 yang Melengkapi kewajiban seorang artinya: ... “dan kerjakanlah shalat, muslim, dalam wèwèkas dan ipat-ipat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah Sunan Gunung Jati memerintahkan kaum perbuatan keji dan munkar”... dan surat muslim untuk mencari mencari rezeki yang Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:“wahai halal (wèwèkas butir ke 19) ―amambriha orang-orang yang beriman, diwajibkan rizki halal‖. Meski jika dilihat secara kepada kalian berpuasa sebagaimana sepintas, kewajiban mencari rezeki seolah diwajibkan kepada orang-orang sebelum berkaitan erat dengan persoalan ―duniawi‖ kalian agar kalian bertakwa”. namun, dalam kenyataannya, menurut

384 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390 pandangan Islam, tujuan hidup seorang untuk beribadah. Al-Qur’an surat muslim adalah mencari kebahagiaan di Muhammad ayat 31 yang artinya: “Kami dunia dan akhirat. Dengan demikian, jika (Allah) pasti akan menguji kamu, hingga mencari rezeki ini dihubungkan dengan nyata dan terbukti mana yang pejuang dan aktivitas ekonomi, maka bangunan mana yang sabar dari kamu”... dengan ekonomi yang kuat sesuai dengan ajaran terperinci Allah juga memerintahkan untuk Islam harus dikembangkan dengan serius sabar dalam mengerjakan shalat, Dan demi tercapainya kebahagiaan dunia dan perintahkanlah keluargamu mengerjakan akhirat tersebut. Lebih lanjut, hal ini bisa salat dan sabar dalam mengerja- berarti mencari rezeki yang halal menjadi kannya...(QS. Thoha ayat 132). penting dalam Islam. Karena setiap asupan Di sini kemudian, selain sabar dalam yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menghadapi cobaan dan ujian, sikap sabar memengaruhi fisik, emosional, psikologis, juga dituntut ketika berhadapan dengan maupun spiritualnya. Rezeki yang halal hal-hal yang menjadi kendala bagi menghadirkan ketenangan jiwa, hidup terlaksananya kewajiban ibadah tersebut. semakin terarah, dan menjadikan pintu- Misalnya saja sikap malas atau sengaja pintu keberkahan terbuka semakin lebar menunda-nunda terlaksananya ibadah (republika.co.id). Akhirnya, mencari hingga penghalang lainnya. Sabar atau rezeki yang halal dapat dicapai dalam menahan diri dari hal-hal yang meng- kerangka beribadah kepada Allah SWT halangi terlaksananya ibadah kemudian serta bisa disejajarkan dengan ibadah- diimplementasikan dengan melawan sikap ibadah wajib lainnya, sebagaimana malas dan menunda-nunda tersebut demi disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al- menuju perbaikan ibadah. Pada intinya, Jum’at ayat 10 yang artinya “apabila sebagaimana yang dinyatakan M. Quraish ditunaikan shalat, maka bertebaranlah Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (2002: kamu di muka bumi, dan carilah karunia 389-390), Allah SWT memerintahkan allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak sabar dalam segala hal, sebagai syarat supaya kamu beruntung”. utama bagi kebahagiaan dan kejayaan Yang juga menjadi perhatian setiap pribadi dan masyarakat. kemudian, dalam wèwèkas tersebut juga Masih dalam konteks ketuhanan, memerintahkan untuk ―bersabar dalam Sunan Gunung Jati menempatkan rasa ibadah‖ (wèwèkas butir ke 5) ―anaggunga syukur (wèwèkas butir ke 4) ―lan den ing ibadah‖. Kata shabar atau menahan manar sukur‖ sebagai salah satu pesan diri terhadap apa yang tidak kita sukai beliau. Syukur yang berarti membuka atau dengan tujuan memeroleh keridloan Allah mengakui diri merupakan lawan dari kufur SWT (Nurul Hidayati, 2007: 138), yang bermakna menutup diri. Kalau kita merupakan lawan dari ―mengeluh‖. Shabar pahami dengan tidak benar, rasa syukur merupakan salah satu kata dalam Al- bisa jadi hanya berhenti pada ungkapan Qur’an dengan jumlah pengulangan yang terima kasih kita kepada Allah SWT atas cukup banyak. Dalam Mu‟jamul Mufahras segala nikmat-Nya. Padahal jika ditelusuri lialfadzil Qur‟an (1364), terdapat 103 kata lebih lanjut, di samping janji Allah yang shabar dalam Al-Qur’an. Hal ini bukan sudah pasti perwujudannya, yakni saja berarti sabar itu menjadi penting, ...“apabila seorang hamba bersyukur, tetapi juga menjadi sesuatu yang harus maka Allah SWT akan memberikan dicoba untuk dilakukan secara terus balasan berupa berkah yang berlipat- menerus. Kaitannya dengan kata lipat”...(QS. Ibrahim ayat 7), rasa syukur ―bersabarlah dalam ibadah‖ menunjukkan juga memiliki efek positif karena bahwa, ketika sesorang menyatakan ditengarai mampu membuat orang miskin dirinya sebagai muslim, maka secara menjadi kaya, orang sedih menjadi bahagia langsung melekat pada berbagai kewajiban (Mahfudz, 2014: 386). Dengan demikian, Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 385 syukur merupakan perwujudan upaya melainkan menjadi dasar kehidupan dunia manusia dalam menjaga kesehatan jiwa, dan akhirat sekaligus serta tidak terutama pengakuan atas kemahabesaran mengabaikan kehidupan dunia (Madjid, Allah, pengakuan akan kelemahan manusia 2005: 37). Gabungan antara takwa dan sebagai hamba, sekaligus menjadi kendali menjadi muslim sejati ini memerintahkan dari rasa tidak puas akan hasrat manusia. kaum muslim untuk total menjadi pemeluk Puncaknya, rasa syukur bisa membawa Islam seraya tidak berhenti untuk berusaha ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan untuk mewujudkan Islam yang rahmatan hidup. lil aalamiin. Wèwèkas dan ipat-ipat berikutnya Adapun nilai-nilai kemanusiaan, adalah takwa dan menjadi muslim sejati dalam naskah ini nampaknya Sunan (wèwèkas butir ke 9 dan 13) ―wedia Gunung Jati memerinci lebih luas sisi maring Allah‖ dan ―tekanana ing ibadah yang berhubungan dengan etika sahajating mukmin”. Keduanya seolah personal dan etika sosial. Lewat wèwèkas menjadi benang merah yang penting dari dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati mengajak nilai ketuhanan dalam wèwèkas dan ipat- masyarakat untuk sampai pada kesadaran ipat Sunan Gunung Jati. Seorang muslim akan agama sebagai sebuah keyakinan yang dituntut senantiasa berupaya yang harus ditaati ajarannya sambil tidak menjalankan segala perintah Allah SWT melupakan statusnya sebagai manusia. sekaligus menjauhi larangan Allah SWt Beliau juga menekankan pentingnya dengan sebenar-benarnya. Demikian Islam sebagai agama yang menganjurkan definisi populer dari takwa. Definisi lain penganutnya untuk memiliki hati penuh dari sebenar-benarnya takwa adalah kasih sayang dan rendah hati (wèwèkas menjadikan Allah SWT sebagai yang butir ke 3 dan 6) ―den welas aten‖, dan ditaati, tidak disanggah, diingat dan tidak ―lan anganorena diri‖. Begitu pentingnya pernah dilupakan, disyukuri dan tidak kasih sayang, Allah SWT sampai pernah diingkari (Asa, 2000: 234). Al- menetapkan atas diri-Nya kasih sayang Qur’an surat Ali Imran 102 menyatakan terhadap makhluknya sebagaimana yang artinya “Hai Orang-orang yang tercantum dalam surat Al-An’am: 12 beriman, bertakwalah kepada Allah ―...Dia telah menetapkan atas diri-Nya dengan sebenar-benarnya takwa kasih sayang...‖. Juga awal surat Al- kepadaNya”.... Meskipun demikian, Fatihah yang menjadi awal pembuka bagi pengertian di atas tidak berarti berhenti surat-surat lainnya dalam Al-Qur’an, yakni pada hubungan seorang hamba dengan bismillahirrahmanirrahim yang jika Tuhannya, karena pada takwa tetap diterjemahkan dengan sederhana dengan memiliki implikasi yang bersifat kema- nama Allah yang maha pengasih lagi nusiaan. Ia bahkan menjadi kekuatan dasar maha penyayang. Di sini kata arrahman bagi nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. (pengasih) menjadi begitu penting, karena Hamka dalam Tafsir Al-Azhar pada hakikatnya kata rahman tersebut (1988: 122-123) menyatakan bahwa dalam merujuk pada kasih sayang Allah SWT kalimat takwa terkandung makna yang yang diberikan kepada seluruh lebih komprehensif, yaitu cinta, kasih, makhluknya tanpa kecuali, tanpa pandang harapan, cemas, tawakal, rida, sabar, bulu, bersifat universal dan menyeluruh, berani, dan lainnya. Intinya adalah tanpa memandang sisi keyakinan memelihara hubungan baik dengan Allah hambaNya, apakah seseorang tersebut SWT dengan mempebanyak amal saleh muslim atau bukan, selama berada di sebagai wujud kesadaran sebagai hamba kehidupan dunia. Allah. Takwa, lebih lanjut dikemukakan Sementara kata arrahim (penya- Nurcholish Madjid bukan hanya menjadi yang) kemudian menjadi perhatian berikut- sesuatu yang condong ke sisi akhirat, nya, karena kasih sayang Allah ini hanya

386 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390 diberikan kepada hambanya yang memilih memiliki sifat terpuji dan menjauhi sifat Islam sebagai keyakinan sekaligus buruk hingga terdapat kurang lebih 200 meyakini Allah SWT sebagai satu-satunya ayat Al-Qur’an (www.islam-damai.com) Tuhan dengan disertai sikap takwa. Meski yang bisa dijadikan dalil sah pesan-pesan rahim ini diberikan nanti di kehidupan Sunan Gunung Jati di atas. Di antaranya akhirat dan hanya untuk orang-orang QS. An-Nahl ayat 91 yang artinya: Islam, namun di atas segalanya dua “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh terminologi tersebut, seolah-olah berlaku adil dan berbuat kebaikan dan menunjukkan betapa pentingnya rahman memberi kepada kaum kerabat, dan dan rahim (kasih-sayang) bagi sesama melarang dari perbuatan keji, (Misrawi, 2007: 98). kemungkaran dan permusuhan”... Dalam Selanjutnya kata ―hati‖. Dalam ayat lain, yakni QS. An-Nazi’at ayat 40-41 Islam, kata ―hati‖ atau qalb menempati Allah SWT menerangkan tentang balasan kedudukan yang agung karena menjadi surga bagi hamba-hamba Allah yang bisa rahasia Tuhan. Secara singkat ia bermakna menahan hawa nafsu. membalik atau membolak-balik. Sebuah Pandangan dari sisi etika personal analisis dengan menggunakan pendekatan yang ditawarkan Sunan Gunung Jati diikuti analisis kandungan kata, yakni Ihya pula oleh pandangan beliau terkait dengan Ulumuddin karya Imam Ghazali sampai etika sosial. Dalam wèwèkas dan ipat-ipat pada kesimpulan bahwa hati lebih beliau disebutkan: saling menghormati dan berbentuk kerohanian yang mana hati berbuat baik serta kasih sayang (wèwèkas adalah unsur yang bersifat ketuhanan butir ke 3) ―deng welas aten‖, dilanjutkan (rabbaniyyah), bertujuan kepada ilmu dan dengan jangan mengingkari janji, jangan bolak-balik sifatnya (Jalil et al., 2016: 59). memukul muka orang, jangan berbuat Begitu fleksibelnya hati, hingga ia dusta, dan hingga larangan untuk berburuk berpotensi untuk tidak konsisten. Karena sangka terhadap sesuatu yang belum jelas sifatnya yang mudah sekali bolak-balik, atau tidak yakin, (ipat-ipat butir 2, 5, 14, lewat wèwèkas dan ipat-ipat, Sunan 15,) ―aja ilok nyidarani ing prajanji‖, ―aja Gunung Jati menasihati bagaimana nggedekaken bobad, ―aja ilok anggitik sira seharusnya mengisi hati, yakni dengan cara maring rerahining jalmi‖ dan ―aja ilok bersyukur, kasih sayang, rendah hati, dan nyana-nyana kang ora kelawan yakin‖. menahan diri, dan lainnya (wèwèkas butir Kesesuaiannya dalam Al-Qur’an bisa kita ke 3,6,7, 21, dan 25) ―deng welas aten‖, lihat dalam QS al-Maidah ayat 1 yang ―lan den manah sukur‖, ―lan anganorena artinya: “hai orang-orang yang beriman, diri‖, ―amepesa brangasan‖, ―lan deng penuhilah janji-janji”... bisa ing sira amegeng nafsu‖. Hati juga Wèwèkas lain yang termasuk dalam yang kemudian menjadi kunci baik atau etika yang berhubungan dengan orang lain buruknya tingkah laku seseorang sekaligus menjelaskan bagaimana cara menyenang- menjadi representasi dari nilai moral yang kan orang lain, salah satunya dengan harus dipatuhi. memuliakan tamu (wèwèkas butir ke 14) Pesan lainnya, kita diperintah untuk ―amulyakaken tetamu‖. Lebih lanjut lihat memiliki sifat terpuji dan menjauhi sifat QS. Annisa ayat 114 yang artinya: “tidak buruk (wèwèkas butir ke 7 dan ipat-ipat ada kebaikan pada kebanyakan bisikan- butir ke 1) ―gugoni sifat pinuja‖ dan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan ‖nyingkirana sifat ingkang den wenci‖, dari manusia yang menyuruh memberi serta menahan diri dari hawa nafsu dan sedekah atau berbuat kebaikan atau perilaku yang tidak berfaedah (ipat-ipat mengadakan perdamaian di antara butir ke 1, 4, dan 10) ―aja gawe hal barang manusia”... kang tan patut anulungi‖, ―aja katungkul Bukan hanya penghormatan kepada ka syahwat‖. Begitu luasnya makna sesama muslim, penghormatan yang sama Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 387 juga diperintahkan terhadap leluhur, orang prosedur ilmiah baik melalui pengamatan, tua, ilmu pengetahuan dan pusaka, sebagai penalaran, maupun intuisi sehingga warisan kebudayaan manusia (wèwèkas menghasilkan pengetahuan yang sistematis butir ke 1, 2, dan 12) ―deng ormat maring mengenai alam seisinya serta mengandung leluhur, ―den ormat ming wong tua‖,”lan nilai-nilai logika, etika, estetika, hikmah, ormata ing pusaka‖. Dalam Islam, rahmah, dan petunjuk bagi kehidupan penghormatan terhadap orang tua manusia baik di dunia maupun di merupakan hal yang mutlak dilakukan kemudian hari (Syafi’ie, 1998: 253). (wèwèkas butir ke 1, 2, dan 12). Ada Bahkan wahyu pertama yang diturunkan begitu banyak alasan yang menjadikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad penghormatan terhadap orang tua dan SAW, yakni Surat Al-Alaq ayat 1-5 di leluhur menjadi begitu penting. Bukan dalamnya mengandung prinsip-prinsip hanya alasan karena melalui kedua orang ilmu dan teknologi. Kata iqra‟ iqra‟ yang tua kitalah kita dilahirkan dan dibesarkan, berarti bacalah, telitilah, damailah, lebih lanjut, keberadaan leluhur juga ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, mampu memberikan pengalaman historis tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri tentang masa lalu sekaligus pelajaran bagi sendiri (Nadjmuddin, 2010: 165). masa mendatang. Petikan ayat yang Begitu pula dengan penghormatan membenarkan penghormatan terhadap terhadap leluhur dan pusaka. Dua hal orang tua dapat dilihat pada QS Al-Isra terakhir, yakni leluhur dan pusaka ayat 23 yang artinya “dan Tuhanmu telah merupakan bagian dari masa lalu yang dari memerintahkan supaya kamu jangan keduanya kita bisa mengambil pelajaran menyembah selain Dia dan hendaklah demi kebaikan masa kini dan masa depan. kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu Al-Qur’an menyatakan dalam QS Al- dengan sebaik-baiknya”... Hasyr ayat 18 yang artinya “hai orang- Demikian butir-butir wèwèkas dan orang yang beriman, bertakwalah kepada ipat-ipat tentang hormat kepada orang tua Allah dan hendaknya setiap orang dan leluhur, juga penghormatan terhadap memperhatikan apa yang telah diperbuat- sesama manusia maupun sesama muslim nya untuk hari esok”... Sebuah ayat yang yang semuanya bisa kita temukan menjelaskan perintah untuk dapat menang- kesesuaiannya dengan Al-Qur’an. Dan kap pesan dan pelajaran dari masa lalu masih banyak lagi jumlah ayat Al-Qur’an bagi orang yang memahaminya sebagai yang sesuai dengan butir wèwèkas dan bekal kebaikan hidup. ipat-ipat di atas yang tidak lain tujuannya Hal ini sama artinya dengan kita adalah demi kebaikan hidup manusia. mempelajari sejarah, mempelajari masa Pada sisi lain, penghormatan lalu. Cerita para tokoh dan berbagai terhadap ilmu pengetahuan dan perintah peristiwa masa lalu bukan hanya memiliki untuk memiliki pengetahuan yang baik fungsi inspiratif, tetapi juga fungsi (wèwèkas butir ke 11 dan 24,) ―lan rekreatif. Bukan hanya memberi kese- pangarti dipun bagus‖, ―den ngadil ing nangan sebagaimana kita menikmati karya panemu‖ jika dibedah lebih lanjut menjadi sastra, tetapi melalui sejarah juga kita bisa sepadan artinya dengan kedudukan orang mendapatkan ide-ide dan pemecahan bagi yang berilmu itu sendiri. Dalam surat Al- persoalan kekinian. Masa lalu, sebagai- Mujadalah ayat 11 disebutkan “allah akan mana sejarah juga memiliki fungsi yang meninggikan beberapa derajat orang- bersifat edukatif dan instruktif. Karena orang yang beriman di antara kamu dan dengannya masa lalu sebagai bagian dari orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan rentetan kehidupan itu sendiri, mampu beberapa derajat”...Ilmu pengetahuan memberikan makna kearifan dan kebijak- yang di dalam Al-Qur’an dimaknai sebagai sanaan pada kehidupan yang berkelanjutan rangkaian aktivitas manusia dengan di masa depan.

388 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

Di samping butir-butir wèwèkas dan beriman untuk senantiasa ...“bersabarlah, ipat-ipat di atas, Sunan Gunung Jati juga kuatkanlah kesabaranmu, bersiagalah, dan memberi perhatian serius terhadap bertakwalah kepada Allah agar kamu kebutuhan yang sifatnya fisik: jangan beruntung”. Selain itu, butir-butir wèwèkas minum sebelum haus, jangan makan dan ipat-ipat di atas juga seolah menjadi sebelum lapar, dan jangan tidur sebelum simbol sikap optimis yang seharusnya mengantuk (Ipat-ipat butir ke 6,7,8) ―aja dimiliki oleh setiap muslim. Meski nginum yen tan dahaga‖, ―aja mangan sira terkadang ada hal sulit dalam menjalani yen ora ngeli, dan ―aja ilok turu yen ora liku-liku kehidupan, tetapi seorang hamba arip sira‖. Dilihat lebih lanjut, tiga harus yakin bahwa Allah menawarkan kebutuhan yang berdampak langsung bagi banyak solusi. Bahkan lebih banyak solusi kesehatan jasmani ini seolah mencoba yang Allah ciptakan dari pada persoalan ditempatkan dengan sepatutnya dan yang harus dihadapi.“Karena sesungguh- disesuaikan kebutuhan. Ajaran Islam, nya bersamaan dengan kesulitan pasti ada melalui Al-Qur’an dengan jelas kemudahan, sesungguhnya, sesudah kesu- menyatakan keharusan kita untuk litan itu ada kemudahan”, demikian ayat memenuhi kebutuhan fisik seraya Al-Qur’an surat Al-Insyiroh ayat 5-6. memerintahkan untuk tidak berlebihan Berdasar konsep-konsep itulah, terhadapnya. Karena dimulai dari Sunan Gunung Jati dengan penuh pemenuhan akan kebutuhan fisik (makan) kesadaran dan rasa tanggung jawab seolah inilah, kemudian berlanjut dengan berupaya mengantarkan masyarakatnya ke kaitannya dengan ruhani, iman, dan arah spiritual serta tindakan sosial yang ibadah, identitas diri, dan juga dengan beradab. Daya tarik dari wewekas dan ipat- perilaku. Untuk itulah, di samping ipat Sunan Gunung Jati yang mengambil diperintahkan untuk makan makanan dan pijakan jelas dengan mengambil dalil dari minuman yang halal dan baik, kita juga Al-Qur’an seolah mengajak kita untuk diperintahkan untuk makan dan inum berpikir lebih mendalam dan personal dengan tidak berlebihan. ―makan dan tentang pribadi muslim sekaligus sebagai minumlah tetapi jangan berlebihan, manusia pada umumnya. sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” demikian bunyi D. PENUTUP terjemahan surat Al-A’rof ayat 31 yang Dari wèwèkas dan ipat-ipat ini dapat berkitan dengan wèwèkas tersebut. disimpulkan bahwa, wèwèkas dan ipat-ipat Hal lain yang bisa temukan dalam Sunan Gunung Jati sesuai dengan Al- wèwèkas dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati Qur’an. Bisa juga dikatakan, tidak ada adalah bagaimana hendaknya bersikap pertentangan di antara keduanya. Hal dalam menghadapi suatu keadaan; jika ada penting lain yang berhasil dilakukan Sunan bahaya harus dipastikan, harus mawas diri, Gunung Jati adalah membuat lompatan ceriakan raut muka, harus selalu waspada, besar dengan menjadikan kehidupan perbanyaklah menangis, jika sedih masyarakat Cirebon menjadi masyarakat campurlah dengan bahagia, tertawalah muslim yang terbuka dan demokratis. Ini untuk menghilangkan kepedihan, bisa dilihat dari isi naskah yang mencakup (wèwèkas butir ke 8, 10, 15, 16, 20, 22, pengetahuan yang bersifat teoretis (sosial- dan 23) ―yen baya dipun tuhu‖, ―tepa keagamaan) dan pemikiran praktis atau sarira‖, ―den ajer ulatira‖, ―dipun emut‖, pengetahuan sehari-hari (common sense). ―den akeh tangis sira‖, ―yen duka woren Gabungan serasi dan seimbang antara lan suka‖, dan ―gumuyung pambrihan lili‖. dimensi ketuhanan dan kemanusiaan, juga Sejalan dengan wèwèkas dan ipat-ipat nilai sosial-keagamaan dan pemikiran tersebut, Al-Qur’an dalam surat Ali Imron praktis inilah yang dibutuhkan sepanjang ayat terakhir memerintahkan orang yang waktu dan pada setiap tempat sebagai salah Wewekas…(Eva Nur Arovah, Nina H. Lubis, Reiza D. Dienaputra, Widyo Nugrahanto) 389 satu usaha meningkatkan kualitas hidup Rinawi. 2009. bersama. Khusuk dalam Shalat (Perbandingan Dengan demikian, membicarakan Tafsir Al-Manar dan Tafsir Al-Munir). kembali pemikiran Sunan Gunung Jati Skripsi. Surabaya: Jurusan Tafsir lewat wèwèkas dan ipat-ipat-nya meru- Hadits, Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel. pakan sebuah tindakan wajar sehingga digilib.uinsby.ac.id. dapat dicapai suatu pemahaman yang lebih mendalam dan persepsi yang lebih matang Syafi’ie, Imam. 1998. atas pemikiran salah satu anggota wali ―Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al- sanga ini. Bahkan, penulis menduga kuat Qur’an (Pendekatan Tafsir Tematik)‖. Disertasi. Yogyakarta: Program Ilmu wèwèkas dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati Agama Islam, Institut Agama Islam ini sangat bermanfaat bagi ―gerak‖ Negeri Sunan Kalijaga. digilib.uin- spiritual-kemanusiaan. Bermanfaat bukan suka.ac.id. hanya bagi para akademisi yang tengah bergulat di wilayah humaniora dan kajian 2. Buku kritis ilmu sosial, tetapi juga masyarakat Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1364 H. pada umumnya. Mu‟jamul Mufahras lialfadzil Qur‟an. Kairo: Daarul Hadits. DAFTAR SUMBER Asa, Syu’bah. 2000. 1. Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, Dalam Cahaya Al-Qur‟an, Tafsir Ayat- dan Jurnal Ayat Sosial-Politik. Jakarta: Gramedia. Arovah, Eva Nur. ―Cirebon in the Frame of Multicul-turalism: Integration of Ethnic Atja. 1972. Diversity as Regional Identity‖. Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari Makalah dalam International Confe- (Sedjarah Mulajadi Tjirebon), Jakarta: rence on Islam in Southeast Asia, Ikatan Karyawan Museum. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. 2017. Effendi, Hasan. 1990. Petatah-Petitih Sunan Gunung Jati Hidayati, Nurul. 2007. Ditinjau dari Aspek Nilai dan Shabar dalam Al-Qur‟an Menurut Yusuf Pendidikan. Bandung: Indra Prahasta. Al-Qordhowi. Skripsi. Yogyakarta: Hamka. 1988. Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Fakultas Dakwah Universitas Islam Mas. Negeri Sunan Kalijaga. digilib.uin. suka.ac.id. Hardjasaputra, A Sobana dan Tawalinuddin Haris. 2011. Jalil, Muhammad Hilmi et al. ―Konsep Hati Cirebon dalam Lima Zaman. Bandung: menurut Al-Qur’an‖, dalam Jurnal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Reflektika, Vol.11, No.11, Januai 2016 Provinsi Jawa Barat. M. ejournal.idia.ac.id. 2016. Madjid, Nurcholish. 2005. Mahfudz, Choirul. ―The Power of Syukur, Pesan-Pesan Taqwa Kumpulan Khutbah Tafsir Kontekstual Konsep Syukur Jum‟at di Paramadina. Jakarta: dalam Al-Qur’an‖, dalam Jurnal Paramadina. Episteme, Vol. 9, No.2, Desember 2014. Misrawi, Zuhairi. 2007. ejournal.iain. tulungagung.ac.id. Al-Qur‟an Kitab Toleransi, Inklusivis- me, Pluralisme, dan Multikulturalisme. Nadjmuddin, Muchlis. ―Konsep Ilmu dalam Surabaya: Fitrah. Al-Qur’an‖, dalam Jurnal Inspirasi, No. X Edisi Juli 2010. Jurnal.untad.ac.id. Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

390 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 375 - 390

Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Penerbit Lentera Hati. Soebadio, Haryati. 1973. Masalah Filologi, Prasaran pada Seminar Bahasa Daerah -Sunda- Jawa.Yogyakarta. Sulendraningrat, PS. 1982. Babad Tanah Sunda Babad Cirebon. TP. TP. 1427 H. Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Kudus: Penerbit Menara Kudus. TP.TT. Babad Cirebon Naskah Keraton Kacirebonan Teks KCR.39. TP.TT. Sejarah Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) Teks LKK_EDS001. Wahyu, Aman.N. 2005. Sejarah Wali Syekh Ayarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah Mertasinga). Bandung: Pustaka. Wildan, Dadan. 2007. Sunan Gunung Jati, Patuah, Pengaruh, dan Jejak-Jejak Sang Wali di Tanah Jawa. Jakarta: Salima.

3. Internet darikesolo.com, diakses tanggal 15 September 2017. www.Islam-damai.com, diakses tanggal 15 September 2017.

4. Informan Zaidin, Muhammad Mukhtar Zaidin (47 tahun) Pegiat Naskah pada Keraton Kasepuhan Cirebon. Wawancara dilakukan di Keraton Kasepuhan, 10 Januari 2017.

Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 391

TRADISI LISAN HAHIWANG PADA PEREMPUAN DI PESISIR BARAT LAMPUNG

ORAL TRADITION OF HAHIWANG OF WOMEN IN WEST COAST OF LAMPUNG

Ali Gufron Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Jalan Cinambo No. 136 Ujungberung - Bandung e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 30 Agustus 2017 Naskah Direvisi: 27 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017

Abstrak Artikel ini bertujuan menguraikan bagaimana tradisi hahiwang berkembang pada masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama membahas hahiwang sebagai salah satu bentuk tradisi lisan. Bagian kedua membahas sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal dan konsep patriarki pada masyarakat Pesisir Barat. Bagian ketiga membahas tentang bentuk dan struktur hahiwang. Dan, bagian terakhir membahas hahiwang dan dominasi laki-laki. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Adapun teknik untuk menjaring data dan informasi adalah wawancara dan observasi. Hasilnya, menunjukkan bahwa hahiwang lahir akibat dominasi patriarki yang mensubordinasikan perempuan Lampung Saibatin dalam bentuk aturan adat. Hahiwang merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin atas ketidakberdayaannya dalam menghadapi dominasi laki-laki. Hahiwang tidak bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya sebagai ungkapan atas ketertindasan perempuan dalam bentuk ratapan yang dilantunkan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, hahiwang dieksploitasi kaum patriaki menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan bahkan penarik simpatisan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Kata kunci: hahiwang, perempuan, tradisi lisan, sistem kekerabatan, patriarki.

Abstract This article aims to describe how the hahiwang tradition which develops in a community of 16 clan in West Coast District, Lampung, which is divided into four parts. The first part discusses hahiwang as one form of oral tradition. The second section discusses the patrilineal kinship system and the patriarchal concept of the West Coast community. The third section deals with the shape and structure of hahiwang. And, last part discusses hahiwang and male domination. The research method used is descriptive qualitative. The techniques getting the data and information are used interviews and observation. The result shows that hahiwang were born due to patriarchal dominance that subordinating Lampung Saibatin women in the form of custom rules. Hahiwang is an expression of experience and feelings of the female soul of Lampung Saibatin for his powerlessness in the face of male domination. Hahiwang does not aim to overthrow patriarchal rule, but only as an expression of women's oppression in the form of laments sung. However, in later developments, hahiwang exploited the patriarchs to be a means of religious broadcasting, supplements of traditional begawi, and even the pullers of sympathizers in the General Election of Regional Head. Keywords: hahiwang, womens, oral tradition, kinship system, patriarchy. 392 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

A. PENDAHULUAN puisi (paradinei/paghadini, papaccur/ Jauh sebelum manusia mengenal papaccogh/wawancan, pattun/adi-adi, tulisan, proses pewarisan kebudayaan bebandung, ringget/pisaan/highing- dilakukan dengan cara dituturkan dari satu highing/wayak/ngehahaddo, hahiwang). generasi kepada generasi berikutnya. Cara Sebagai bagian dari sastra lisan penyampaiannya menurut Irwanto Lampung, hahiwang berupa ungkapan (2012:126), dapat melalui cerita rakyat pengalaman dan perasaan jiwa atau (dongeng, legenda, mitologi), nyanyian- tanggapan perempuan Lampung atas nyanyian, sistem kognitif, adat istiadat, lingkungannya (dalam arti luas) yang sarana ekspresi, sistem religi dan diwujudkan dalam dunia fiksi melalui kepercayaan, kearifan lokal atau bentuk media bahasanya (bahasa Lampung) dalam lainnya. Proses penyampaian secara lisan bentuk tuturan. Hahiwang sendiri berasal inilah yang kemudian disebut sebagai dari kata dasar hiwang yang berarti tradisi lisan. menangis, mengisak, meratap atau Tradisi lisan dapat diartikan penyesalan. Awalan /ha/ di depan kata sebagai segala wacana yang diucapkan /hiwang/ menunjukkan arti sangat yang meliputi yang lisan dan yang beraksara memiliki makna ―hiperbolisme‖; yakni atau sistem wacana yang bukan beraksara sedih yang amat sangat, kesedihan (Pudentia, 1998:vii). Kandungan wacana mendalam. Arti tersebut tergambarkan tersebut menurut Sedyawati (1996:5-6), pada seni tutur hahiwang yang sangat bervariasi serta mempunyai menyuarakan isi hati dengan lantunan cakupan luas mulai dari uraian genealogis, suara yang menyayat. sistem pengetahuan, ungkapan seremonial Hahiwang berkembang pada ritual, hingga seni tutur atau sastra lisan. masyarakat adat Saibatin/Peminggir, Oleh Danandjaja (1998:54), sastra lisan khususnya 16 Marga Pesisir Krui, atau sastra rakyat (folk literature) dianggap Kabupaten Pesisir Barat. Bahasa yang sinonim dengan folklor lisan karena digunakan dalam ber-hahiwang adalah merupakan bagian kebudayaan yang bahasa Lampung subdialek Belalau atau tersebar dan diwariskan turun-temurun lebih dikenal dengan dialek Api/"A" baik yang disertai dengan gerak isyarat (Hadikusuma, 1996). Subdialek ini juga atau alat pembantu pengingat. Sebagai dipertuturkan oleh ulun Lampung Saibatin/ bagian dari kebudayaan, sastra lisan tidak Peminggir yang berdomisili di Melinting- lepas dari pengaruh nilai-nilai yang hidup Meranggai, Pesisir Rajabasa, Pesisir Teluk, dan berkembang di masyarakat. Ia Pesisir Semaka, Kedondong, Belalau, Way memberikan ciri khas daerahnya sendiri Tenong, Sumber Jaya, Ranau, Komering, yang menganut nilai-nilai tertentu yang Kayu Agung serta ulun Lampung Pepadun mengikat masyarakat agar tetap utuh yang berdomisili di Way Kanan, Sungkay mempertahankan tradisinya. Utara, Natar dan Pubian (khufronimi9. Di daerah Lampung, tepatnya di wordpress.com). Kabupaten Pesisir Barat terdapat sejenis Sejak kapan hahiwang muncul seni tutur yang disebut sebagai hahiwang. sudah tidak diketahui lagi. Sebab, apabila Hahiwang merupakan satu dari beberapa mengacu pada definisi folklor lisan seperti ragam karya sastra orang Lampung. Sanusi yang dikemukakan Danandjaja di atas, (2001:7) membagi karya sastra lisan etnis maka seni tutur diwariskan secara oral Lampung menjadi 5 (lima) macam, yaitu: untuk dijadikan sebagai milik komunal. Peribahasa (sesikun/sekiman); (2) teka-teki Jadi, sudah tidak mungkin lagi untuk (seganing/teteduhan); (3) mantera menelusuri kapan serta siapa yang pertama (memmang, asihan, pebukkem/pebukkom, kali menciptakannya. Satu hal yang pengheppek/pengheppok, balung, jappei/ menarik, tradisi ini masih tetap dilantunkan jappi); (4) cerita rakyat (warahan); dan (5) oleh sebagian orang, khususnya kaum Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 393 perempuan Pesisir Krui. Oleh karena itu, hahiwang adat berisi ketentuan adat penelitian tentang hahiwang perlu tentang silsilah, perkawinan, dan lain dilakukan dengan masalah: bagaimana sebagainya yang disenandungkan pada bentuk dan struktur hahiwang serta apa acara begawi adat. Berdasarkan kedua fungsi bagi masyarakat pendukungnya. bentuk tersebut Kurnia menyimpulkan Adapun tujuannya adalah untuk menggam- bahwa fungsi hahiwang adalah sebagai barkan bentuk atau struktur hahiwang serta sarana dakwah keagamaan serta pengingat mengetahui fungsi bagi masyarakat orang Lampung akan adat istiadatnya. khususnya kaum perempuan di 16 marga Seiring perkembangan zaman, fungsi ini Pesisir Krui. Materi yang akan dibahas telah bergeser menjadi alat bagi sebagian meliputi: struktur sosial masyarakat Pesisir orang untuk mendapatkan perhatian Krui, bentuk dan struktur hahiwang, sistem publik. kekerabatan masyarakat Pesisir Krui, dan Penelitian-penelitian tersebut me- aturan-aturan dalam sistem kekerabatan nunjukkan bahwa aspek sistem kekera- yang mengikat kaum perempuan batan yang bersifat patrilineal tidak berdasarkan prinsip patriarki. menjadi sesuatu yang ditekankan oleh para Penelitian tentang hahiwang yang peneliti. Fauziah Fattah lebih menekankan ada di Kebupaten Pesisir Barat masih pada makna filosofis hahiwang yang belum banyak dilakukan orang. Dari bersumber dari jati diri orang Lampung. penelusuran literatur hanya ada beberapa Penekanan Kurnia lebih pada fungsi tulisan yang relatif lengkap membahas hahiwang sebagai sarana berdakwah dan tentang hahiwang. Salah satunya adalah pengingat orang Lampung akan adat tulisan Fauzi Fattah pada harian Lampung istiadatnya. Sedangkan penelitian ini lebih Post terbitan 20 Juli 2013 dengan judul menekankan pada hubungan hahiwang "Menyingkap Makna Filosofis Hahiwang". dengan dominasi laki-laki yang Dalam tulisannya Fattah membahas mensubordinasikan perempuan Lampung tentang makna filosofis hahiwang berjudul Saibatin. Janji Sebudi yang berkisah tentang kekecewaan seorang bujang karena sang B. METODE PENELITIAN kekasih menikah dengan orang lain. Metode yang digunakan dalam Menurut Fattah, walau berisi penderitaan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. seseorang "Janji Sebudi" juga mengandung Teknik pengumpulan data dan informasi makna filosofis yang dapat menggambar- menggunakan wawancara dan observasi. kan kehidupan orang Lampung, yaitu: Wawancara ditujukan kepada para agamis, patuh pada pimpinan adat, rendah pelantun hahiwang dan tokoh informal hati, sabar, saling menghormati, dan yang menguasai adat istiadat Lampung kesederhanaan. Saibatin di Pesisir Krui. Melalui Selain Fattah, ada pula penelitian wawancara dengan para informan yang dari Kurnia (2010) yang berjudul "Fungsi dilakukan pada pertengahan bulan Juni Hahiwang pada Ulun Saibatin Krui 2016 dan awal bulan April 2017, diperoleh Kecamatan Pesisir Tengah Lampung data dan informasi berupa: (1) definisi Barat". Dalam penelitiannya Kurnia hahiwang; (2) struktur hahiwang; (3) mendefinisikan hahiwang yang diperoleh pelantunan hahiwang, dan (4) struktur dari sastrawan Mamak Lawok sebagai serta sistem kekerabatan masyarakat puisi berbentuk cerita yang dibagi menjadi Pesisir Krui. Sementara, melalui observasi dua bagian, yaitu hahiwang agama dan diperoleh data tentang lingkungan alam, adat. Hahiwang agama berisi syariat dan pola pemukiman, dan perilaku masyarakat ajaran-ajaran Islam yang umumnya Pesisir Barat dalam kehidupan sehari-hari. disenandungkan saat memperingati hari- Selain metode beserta teknik di atas, hari besar agama Islam, sedangkan studi literatur (kepustakaan dan atau

394 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406 dokumentasi) juga dilakukan dalam jiwa (3,34%), Way Krui 8.328 jiwa 1,95%, kegiatan ini. Studi literatur dilakukan Krui Selatan 8.531 jiwa 1,99%, Pesisir dalam rangka memeroleh pengertian atau Utara 8.202 jiwa 1,92%, Lemong 14.365 konsep-konsep yang berkenaan dengan jiwa 3,36%, dan Pulau Pisang dihuni oleh hahiwang, sistem kekerabatan, patriarki, 1.343 jiwa (0,31%). Sementara jika dilihat dan gender. Adapun data-data yang berdasarkan golongan usia, maka berkenaan dengan Kabupaten Pesisir penduduk yang berusia 0-14 tahun ada Barat, seperti posisi geografis, kepen- 54.825 jiwa (34,44%), kemudian yang dudukan, pola pemukiman, dan mata berusia 15—54 tahun ada 76.632 jiwa pencaharian diperoleh dari Badan Pusat (50,83%), dan yang berusia 55 tahun ke Statistik Kabupaten Pesisir Barat. atas 12.559 jiwa (14,73%). Golongan umur tersebut secara rinci dapat dilihat pada C. HASIL DAN BAHASAN tabel di bawah ini. 1. Sekilas tentang Kabupaten Pesisir Barat Tabel 1. Penduduk Pesisir Barat Berdasarkan Kabupaten Pesisir Barat secara Golongan Umur administratif termasuk dalam wilayah Provinsi Lampung dengan batas geografis No Gol Umur Jumlah Prosentase sebelah utara dengan Kabupaten Lampung 1. 0-4 18.784 12,98 Barat dan Kabupaten Ogan Komering Ulu 2. 5-9 19.830 13,70 3. 10-14 16.211 11,20 (Provinsi Sumatera Selatan); sebelah timur 4. 15-19 12.190 8,42 dengan Kecamatan Pematang Sawah dan 5. 20-24 10.234 7,07 Kecamatan Semaka; sebelah selatan 6. 25-29 10.883 7,52 dengan Samudera Hindia; dan sebelah 7. 30-34 10.874 7,51 barat berbatasan dengan Kabupaten Kaur 8. 35-39 9.742 6,73 (Provinsi Bengkulu). Kabupaten yang 9. 40-44 8.558 5,91 dibentuk berdasarkan Undang-undang 10. 45-49 7.788 5,38 Nomor 22 Tahun 2012 (Lembaran Negara 11. 50-54 6.363 4,40 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara 12. 55-59 4.596 3,17 Nomor 5364) yang diundangkan tanggal 13. 60-64 3.213 2,22 14. 65-69 2.267 1,57 17 November 2012 ini memiliki luas 15. 70-ke atas 2.183 1,51 wilayah sekitar 2.907,23 km² atau 495.04 144.763 100,00 ha dengan titik koordinat 4° 40’ 0‖ – 6° 0’ 0‖ Lintang Selatan dan 103° 30’ 0‖ – 104° Sumber: (BPS Kabupaten Lampung Barat, 50’ 0‖ Bujur Timur (uun-halimah. 2013) blogspot.co.id). Penduduk Kabupaten Pesisir Barat Pola pemukiman penduduk Pesisir berjumlah 144.763 jiwa, dengan jumlah Barat umumnya perumahan berada di Kepala Keluarga (KK) 33.292. Jika dilihat sekitar jalan, baik itu jalan kabupaten, berdasarkan jenis kelaminnya, maka kecamatan, maupun desa, berjajar, dengan jumlah penduduk laki-lakinya mencapai arah menghadap ke jalan (pola 76.240 jiwa dan penduduk berjenis pita/ribbon). Arah rumah yang berada kelamin perempuan mencapai 68.523 jiwa. bukan di pinggir jalan pun arahnya Para penduduk ini tersebar di 11 mengikuti yang ada di pinggir jalan. kecamatan, yaitu Pesisir Selatan dihuni Sebagian besar rumah tersebut masih oleh 21.762 jiwa (5,09%), Bengkunat berbentuk tradisional yang mengelompok dihuni oleh 7.620 jiwa (5,61%), Bengkunat dan tersebar secara sporadis. Adapun Belimbing 24.009 jiwa (5,61%), Ngambur cirinya berupa bangunan semi permanen 17.953 jiwa 4,20%, Pesisir Tengah 18.358 berbentuk panggung, menggunakan sumur jiwa (4,29%), Karya Penggawa 14.292 (air tanah) sebagai sumber air minum, dan kurang atau belum mendapat pasokan Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 395 listrik. Khusus untuk pasokan listrik, berkembang menjadi identitas kelompok kabupaten baru ini relatif masih kurang. (Rudito, 2013:3). Menurut mitos tentang Oleh karena itu, tidak mengherankan asal usul, orang Pesisir Barat berkeyakinan apabila sering terjadi pemadaman listrik bahwa mereka berasal dari keturunan secara bergilir. Bahkan, pemadaman Kepaksian Skala Brak/Sekala Beghak yang hampir terjadi setiap hari dengan jangka lokasinya berada di kawasan lereng waktu antara beberapa jam hingga Gunung Pesagi (sekarang di sekitar beberapa hari. Untuk mensiasatinya Kabupaten Lampung Barat). Sebelum hampir di setiap rumah memasang genset menjadi kepaksian, menurut Masduki berbahan bakar solar agar tetap menikmati (2006: 23-25), pada abad 15 datang empat listrik. kelompok masyarakat yang menduduki Letak Kabupaten Pesisir Barat sekitar Danau Ranau. Di sebelah barat yang relatif jauh dari ibukota provinsi danau dihuni orang-orang yang datang dari (Bandarlampung) membuat perekonomian Pagaruyung Sumatera Barat pimpinan mayoritas penduduknya masih mengandal- Dipati Alam Padang. Di sisi timur danau, kan sektor pertanian untuk memenuhi kelompok orang-orang Sekala Beghak kebutuhan hidup. Menurut data dari BPS yang dipimpin Pangeran Liang Batu dan Lampung Barat (Kabupaten Induk) tahun Pahlawan Sawangan (berasal dari 2013, aktivitas perekonomian mencapai Kepaksian Nyekhupa) serta kelompok 2,9 triliun yang dibagi menjadi beberapa yang dipimpin Raja Singa Jukhu (dari kategori lapangan usaha, yaitu: pertanian, Kepaksian Bejalan Di Way). Sementara kehutanan dan perikanan 52,90%; kelompok terakhir menempati sisi utara pertambangan dan penggalian 5,15%; danau yang dipimpin Umpu Sijadi Helau industri pengolahan 5,37%; pengadaan air, yang juga dari Sekala Beghak. pengelolaan sampah, limbah dan daur Mereka kemudian berbaur dan ulang 0,06%; konstruksi 5,09%; membentuk sebuah persekutuan buway perdagangan besar/eceran, reparasi mobil, (keturunan) bernama Kepaksian Sekala dan sepeda motor 11,23%; transportasi dan Baghak dan membaginya menjadi empat pergudangan 0,9%; penyedia akomodasi marga atau kebuayan, yaitu: (1) Umpu dan makan minum 1,55%; informasi dan Bejalan Di Way memerintah daerah komunikasi 1,56%; jasa keuangan dan Kembahang dan Balik Bukit dengan Ibu asuransi 1,64%; real estate 3,55%; jasa Negeri Puncak, daerah ini disebut dengan perumahan 0.14%; dan administrasi Paksi Bejalan Di Way; (2) Umpu pemerintahan, pertanahan dan jaminan Belunguh memerintah daerah Belalau sosial 5,17%. dengan Ibu Negerinya Kenali, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Belunguh; (3) 2. Struktur Masyarakat Pesisir Barat Umpu Nyerupa memerintah daerah Sukau Masyarakat Pesisir Barat merupa- dengan Ibu Negeri Tapak Siring, daerah ini kan pendukung adat Saibatin (Peminggir) disebut dengan Paksi Buay Nyerupa; dan yang umumnya bertempat tinggal di (4) Umpu Pernong memerintah daerah sekitar pantai, mulai dari Krui hingga Batu Brak dengan Ibu Negeri Hanibung, Kayu Agung (Harsono, 2013:246). Sebagai daerah ini disebut dengan Paksi Buay sebuah kesatuan sosial, mereka mem- Pernong. punyai struktur tersendiri yang tercermin Keempat paksi tersebut mengutus dalam kelas-kelas sosial yang ditentukan lima orang penggawanya (Raja Penyukang berdasarkan asal usul serta hubungan Alam, Raja Panglima, Raja Nurakdim, kekerabatan. Struktur tersebut diper- Raja Belang, dan Nungkah Nungkeh Dego tahankan dari satu generasi ke generasi Pemasok Rulah) untuk membantu Lumia berikutnya dalam bentuk mitos-mitos Ralang Pantang dari Pantau Kota Besi sebagai perwujudan keyakinan yang yang masih keturunan Pangeran Tanah

396 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

Jaya dari daerah Banten (Imron, 2014). Brak), Bejalan Di Way (Kembahang), Bersama-sama mereka menumpas Nyerupa (Sukau), Bulan/Nerima sukubangsa Tumi yang tinggal di sekitar (Lenggiring), dan Buay Menyata/Anak wilayah Pesisir Barat. Setelah berhasil Mentuha (Luas). Namun, dari enam ditaklukkan kelima penggawa bersepakat kebuayan tersebut hanya empat yang mendirikan kerajaan yang diberi nama menjadi Raja. Dua buay yang tidak Penggawa Lima di bekas wilayah orang memerintah adalah Buay Menyata/Anak Tumi. Masing-masing menempati wilayah Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay yang telah disepakai bersama. Raja Menyata yang merupakan penghuni Penyukang Alam bersama marga-marga pertama Kerajaan Skala Brak diangkat yang dinaunginya menempati wilayah sebagai Anak Mentuha atau yang Cukuh Mersa (Bandar), Raja Panglima dihormati, sedangkan Buay Nerima menempati wilayah Pekon Teba merupakan Nakbar/Mirul (anak perempuan (Perpasan), Raja Nurakdim menempati yang diambil orang). wilayah Pematang Gedung (Pekon Balak - Saat ini, berdasarkan SK Gubernur Laay), Raja Belang menempat wilayah Lampung No. G/362/B.II/HK/1996, Pematang Gedung (Pekon Laay), dan Raja wilayah adat marga-marga di wilayah Nungkah Nungkeh Dego Pemasok Rulah Pesisir memiliki batas yang cukup jelas. menempati wilayah Pagar Dewa (Imron, Masing-masing marga dipimpin oleh 2014). seorang kepala marga dan memiliki tujuh Pada masa kekuasaan Inggris, tingkatan Gelar yaitu: Suntan, Raja, Batin, wilayah pesisir barat Lampung menjadi Radin, Minak, Kimas dan Mas. Adapun salah satu Onderafdeelling dalam wilayah nama-nama Marga di wilayah pesisir di administrasi Regenschap (Keresidenan) Kabupaten Pesisir Barat Lampung yakni: Bengkulu. Sebagai konsekuensinya, Belimbing Bandar Dalam Bengkunat, struktur kekuasaan lokal berada di bawah Bengkunat Sukamarga Bengkunat, Ngaras Onderafdeeling melalui Inlandsche Negeri Ratu Ngaras Bengkunat, Ngambur Gemeent Ordonantie Buitengewestan Negeri Ratu Ngambur Pesisir Selatan, (peraturan dasar mengenai pemerintahan Tenumbang Negeri Ratu Tenumbang desa) (Imron, 2014). Menurut Masduki Pesisir Selatan, Way Napal Way Napal (2006: 27) pada masa ini kekuasaan Pesisir Tengah, Pasar Krui Krui Pesisir marga-marga Penggawa Lima dan Tengah, Ulu Krui Gunung Kemala Pesisir kebuayan Sekala Bekhak dipecah menjadi: Tengah, Pedada (Penggawa V Ilir) Pedada (1) Bukti-bukti terdiri atas Marga Sukau, Pesisir Tengah, Bandar (Penggawa V Marga Liwa, Marga Kembahang, Marga Tengah) Bandar Pesisir Tengah, Laay Batu Brak, Marga Kenali, Marga Suoh, (Penggawa V Ulu) Laay Karya Penggawa, Marga Way Tenong; (2) Krui Utara terdiri Way Sindi Karya Penggawa, Pulau Pisang atas Marga Pulau Pisang, Marga Pugung Pesisir Utara, Pugung Tampak Pesisir Tampak, Marga Pugung Penengahan, Utara, Pugung Penengahan Lemong, dan Marga Pugung Malaya; (3) Krui Tengah Pugung Malaya Lemong. terdiri atas Marga Way Sindi, Marga Laay, Marga Bandar, Marga Pedada, Marga Ulu 3. Sistem Kekerabatan dan Ideologi Krui, Marga Pasar Krui, Marga Way Patriarki Napal; dan (4) Krui Selatan terdiri atas Sistem kekerabatan memiliki Marga Tenumbang, Marga Ngambur, peranan penting untuk menggambarkan Marga Ngaras, Marga Bengkunat, Marga struktur sosial masyarakat. Menurut Belimbing. Lowie, sebagaimana yang dikutip oleh Perkembangan selanjutnya, kebu- Hermaliza (2011:124), kekerabatan adalah ayan Paksi Sekala Beghak menjadi enam, hubungan-hubungan sosial melalui jalur yaitu: Belunguh (Kenali), Pernong (Batu genealogis dan atau perkawinan yang Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 397 terjadi antara seseorang dengan saudara- marga yang membangun buay dan saudaranya atau keluarganya (baik kepaksian di Pesisir Barat. Oleh karena itu, keluarga inti maupun luas). Lebih lanjut, dalam setiap marga kedudukan adat interaksi antarkerabat berdasarkan peran tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dan statusnya masing-masing membentuk dari keturunan tertua yang disebut sebuah sistem yang meliputi istilah Penyimbang. Seseorang yang memeroleh kekerabatan, keluarga inti, peran dan gelar dan status sebagai penyimbang fungsi anggota keluarga, keluarga luas, dan marga akan sangat dihormati dalam peran dalam tatanan adat. masyarakatnya karena menjadi penentu Sistem kekerabatan dalam suatu dalam setiap proses pengambilan kepu- masyarakat dapat berbentuk unilineal, tusan adat. Sementara kesatuan hidup bilateral, dan sistem keturunan ganda. masyarakatnya tercermin dalam ikatan Menurut Koentjaraningrat (1985: 129-130) kekerabatan yang menganut sistem keluar- sistem kekerabatan matrilineal bersama ga luas (extended family). Ikatan dengan patrilineal termasuk ke dalam kekerabatan didasarkan pada hubungan sistem kekerabatan yang menetapkan garis keturunan (ikatan darah), ikatan perka- keturunan berdasarkan satu garis atau winan, ikatan mewarei (pengangkatan unilineal. Dalam sistem kekerabatan saudara), dan ikatan berdasarkan pengang- matrilineal menghitung hubungan katan anak. kekerabatan melalui garis perempuan Kontruksi sosial berdasar hu- sementara sistem kekerabatan patrilineal bungan patrilineal ini mengarah pada menetapkan garis keturunan menurut ayah dominasi kekuasaan laki-laki atau atau laki-laki. Sistem kekerabatan lainnya Patriarki. Menurut Wably sebagaimana adalah sistem kekerabatan non unilineal yang dikutip oleh Wiyatmi (2015:7), yaitu bilineal dan bilateral. Sistem patriarki adalah sebuah sistem dari struktur kekerabatan bilineal menghitung hubungan sosial yang menempatkan laki-laki dalam kekerabatan melalui laki-laki saja untuk posisi dominan, menindas, dan sejumlah hak dan kewajiban tertentu dan mengeksploitasi perempuan. Patriarki melalui perempuan saja untuk sejumlah muncul sebagai bentuk kepercayaan atau hak dan kewajiban tertentu pula. ideologi yang menempatkan kedudukan Sedangkan sistem kekerabatan bilateral laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan menghitung hubungan kekerabatan melalui melalui lembaga-lembaga sosial, politik, laki-laki maupun perempuan. dan ekonomi. Pada masyarakat adat Saibatin di Kultur patriarki di Kepaksian Pesisir Barat sistem kekerabatannya ditarik Sekala Beghak memengaruhi struktur secara patrilineal mulai dari asal usul sosial masyarakatnya, mulai dari level mereka. Adapun penerapannya bersifat paling tinggi (Kepaksian) hingga ke level primogenitur, yaitu bahwa harta pusaka terendah yaitu keluarga. Dalam kehidupan berupa rumah, pekarangan, sawah dan atau rumah tangga misalnya, laki-laki ladang serta seluruh harta kekayaan sebuah ditempatkan sebagai pusat kekuasaan. Bila keluarga hanya akan diwariskan pada anak berasal dari kalangan bangsawan, maka laki-laki tertua (sulung). Dengan demikian dialah yang berhak mewarisi gelar harta pusaka tidak pecah terbagi-bagi. kebangsawanan ayahnya. Bila dia berasal Anak laki-laki lainnya tidak mendapat dari kalangan kebanyakan, dia berhak warisan dan apabila tetap tinggal di desa meneruskan garis keturunannya kepada sebagai petani, hanya sebagai penggarap anak-anaknya. Sebagai pusat kekuasaan, tanah pusaka yang dikuasai oleh kakak laki-laki memiliki kuasa untuk mengambil laki-laki tertua (Imron, 2014). keputusan dalam kerumahtanggaan. Ia Aturan kekerabatan yang bersifat digambarkan sebagai orang yang kuat, patrilineal-primogenitur dianut seluruh jantan, berani, bersifat pelindung, pantang

398 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406 menyerah dan rasional. Sementara perem- dihadapinya dalam lantunan khas yang puan dicitrakan sebagai lemah lembut, menyayat hati. Adapun struktur hahiwang emosional, dan selalu mengandalkan yang dilantunkan itu sama seperti setiap insting sehingga ditempatkan pada posisi puisi tradisional lainnya yang terikat oleh subordinasi yang hanya berkiprah di sektor bentuk dan isi. Dalam hahiwang bentuknya domestik. terdiri atas bait-bait yang bersajak. Sebuah Berdasarkan konstruksi sosial di bait secara tradisional dibangun oleh atas, Herwanto (2012), menyatakan bahwa sejumlah baris dan pola-pola sajak pada orang tua cenderung memberi kebebasan setiap akhir larik. Banyaknya jumlah baris pada anak laki-lakinya untuk melakukan pada setiap bait sangat bergantung pada aktivitas di luar rumah, baik siang maupun kemampuan seorang dalam malam hari serta kegiatan yang cenderung mengungkapkan ekspresi jiwanya. mengukuhkan sifat kelaki-lakiannya Penelaahan pada sejumlah sehingga memungkinkan anak laki-laki hahiwang diperoleh petunjuk (1) pola secara fisiologi, sosiologis maupun sajak akhir tidak harus sama; bisa saja bait psikologis tumbuh sebagai pribadi yang pertama mempunyai pola sajak akhir a-b- kuat dan mandiri. Sedangkan terhadap a-b-a-b, sedangkan bait kedua berpola c-d- anak perempuan cenderung mendiskri- c-d-c-d; dan (2) Jumlah baris pada setiap minasikan dengan memberi pembelajaran bait tidak selalu sama. Ada yang berjumlah yang berkenaan dengan peran domestiknya enam baris setiap baitnya, ada pula yang untuk menyelesaikan pekerjaan di ling- delapan baris atau empat baris. Berikut kungan rumah tangga saja. contoh hahiwang yang berjumlah 4 baris Pembedaan kewajiban dan hak dengan pola sajak a-b-a-b. antara kedua gender itu melahirkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan Sakik sikam ji nimbang dalam melakukan kegiatan sosial, Kak kapan ago segai ekonomi, politik, maupun budaya. Hiwang ni sanak malang Manifestasinya tercermin dalam berbagai Sikal kilu mahap pai bentuk ketidakadilan, marginalisasi, dan subordinasi peran yang merugikan Hgatong mangedok sai di usung perempuan. Namun karena telah Ya gila sanak aghuk berlangsung sejak lama, maka dianggap Apak ni saka lijung sebagai suatu kebiasaan turun-temurun dan Sisi di tinggal induk tidak dipersoalkan lagi sebagai tindakan ketidakadilan dan subordinasi gender. Mangedok daya lagi Posisi subordinasi ini diterima sebagai Sikam ghatong jak bungkuk ketentuan adat yang harus ditaati, tetapi di Nyeghahko jama kuti dalam diri sebagian perempuan timbul Tabikpun di puskam kaunyinna, suatu "perlawanan". Salah satu bentuknya kalau ya keteghima adalah muncul tradisi tutur hahiwang. Lain mak ngaku gila 4. Hahiwang Kindang payu juga mu a. Struktur Hahiwang Ajo ku kak dia Sebagaimana disebutkan di atas, Mak santor pengandanmu hahiwang merupakan satu dari beberapa ragam karya sastra tutur masyarakat Mula kunduh katinuh Lampung, khususnya masyarakat 16 Seno sai nyak mak nyakak Marga Pesisir Krui. Hahiwang umumnya Mak nambak ku kintu luh dilantunkan oleh kaum perempuan sebagai Kak niku mak ku liak ungkapan perasaan jiwa atas situasi yang Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 399

Lain ki basi bacakh Ati ngelaruh mulang Wat aga ti rancaka Kakak di perantauan Nyak ku jak nengiis kabakh Daleh ti tengan diya Ya Allah tulung babang Ngadapi garis tangan Way ni uma dunggak ni atakh Jarak pulau nyeberang Sanak pungaji cawa Jejama seandanan Kintu ya mak muhellakh Masa do niku muba Kira kak dapat mulang Kapan gham setunggaan Sumber: Mardiah, (61 tahun), Sandaran Agung Ngesaikan pilih tunang Penggawa 5 Krui, Lampung Pesisir. Wa ati sai tujuwan

Baris atau larik pada hahiwang Diri ku ngambang-kambang tidak memiliki sampiran. Semua baris Debingi ngegabah bulan mengandung isi. Tidak ada larik yang Kakak ku bayang-bayang mengandung kata atau kalimat samar- Kunah di lam lamunan samar. Oleh karena itu, mudah dipahami apabila isi hahiwang dapat berbentuk Hahiwang di atas bercerita tentang cerita yang terdiri atas puluhun bait/tidak ratapan hati para perempuan. Hahiwang terbatas. Penulis memiliki kebebasan untuk pertama berkisah tentang perempuan yang mencurahkan ide, ekspresi jiwa dan ditinggal pergi oleh suaminya. Sang suami pandangannya sesuai dengan pergi merantau mencari kerja hingga ke keperluannya. Hal ini pula menjadi Pulau Jawa dan berjanji setelah berhasil petunjuk bahwa hahiwang merupakan akan segera pulang ke kampung halaman. ―tuturan bercerita‖, tuturan yang memiliki Namun, janji hanya tinggal janji. Setelah cerita tertentu. ditunggu sekian lama suami tidak kunjung Pemakaian sebuah bait dalam 2 pulang. Dia hanya dapat meratapi nasib (dua) baris sebagaimana ditunjukkan data dan tidak dapat berbuat apa-apa selain di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. menunggu sang suami pulang. Pertama, tidak semua bentuk hahiwang memakainya. Kedua, peletakan bait 2 baris Sumber: Mardiah, (61 tahun), Sandaran Agung terpola pada bagian awal dan akhir atau Penggawa 5 Krui, Lampung Pesisir. pada pergantian bahasan. Pemakaian pada bagian awal digunakan sebagai salam Minyak khum ni minyak khum pembukaan dan pada akhir digunakan Tebeli di Pulau Pisang Asalamualaikum sebagai penutup cerita. Adapun di tengah Skinda nyembuka berfungsi sebagai jeda atau pengalihan bahasan. Ketiga, berfungsi penyingkat cerita semacam pantun kilat dalam sastra Ajo ngebuka kisah Kisah ni Bebai Ganding Melayu. Lamon sai bugindah Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa contoh hahiwang. Tilaju muneh pusing

Ngegetas ditekhatas Badan Siji sai ghayang Siwok campokh sajekhu Lain nyak kurang mengan Ngegham semanjang-manjang Lamon muli sai ngusung tas Guwai neghasa badan Mikhat ti ucak gukhu

Ngedekhing kuol mangking Nengah bingi nyak miweng Halipu sakik tengah Ngipi gham setunggaan

400 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

Anjak di khok angging Dang sedih daleh miwang Mikudo sai kupenah Tiwewah kon hati

Apisai nyining sining Banjer muneh way kunjer Mendikha ampai mesak Iwani mak ngedok lagi Khadu saka nyak gekhing Hahap ni Lampung pesisir Kidang mak kuawa ngucak Haga wat do majuni

Bukhung nyalai di hatok Taru pai antak ija Makdacok nginong kayu Karangngani mak lagi Sabah jawoh makmirok Kitubang salah cawa Pekhulang nyak ulihmu Ampun beribu kali

Tekhuk mid suoh Pelepai betik sapai Kidang cakak pekharu Di dwakha tambulek Tekhoknya munggak medoh Wayak ji antak ija pai Duaan jama niku Nanti tisambung muneh

Bejukung patoh dayung Hahiwang di atas berkisah tentang Belabuh di kuala perempuan yang akan menikah. Sebagai Mulang nyaku mik Lampung bagian dari masyarakat Saibatin yang Merantau mak dok kerja patrilineal dan beradat menetap patrilokal, setelah menikah dia akan tinggal di Nutuk tian mik pugung lingkungan kerabat suaminya. Selain itu, Nebukak pulan rimba dia juga harus melepas status sebagai Nanom kupi rek tiyung bagian dari marga orang tua karena akan Tiselang muneh lada mengikuti marga suami. Oleh karenanya, sebelum menikah dia berhahiwang Kupi muakni ngagung mengungkapkan kesedihan hati sekaligus Bang dialau ko papi'a salam perpisahan kepada para perempuan Tisuah muneh anjung di rumahnya (nenek, ibu, bibi, dan kaum Delom ni kupi rek lada kerabat lain) secara satu per satu mulai tengah malam hingga adzan subuh Jak miwang tumpak lalang berkumandang. Kelitah jak sekeli Najin kuti masenang Sumber: Lakma Dewi, (54 tahun), Sandaran Dang lupa dipuari Agung Penggawa 5 Krui, Lampung Pesisir.

Kipak kham tungga ralang 4. Hahiwang dan Dominasi Patriarki Dang lupa jak lom hati a. Hahiwang sebagai Ungkapan Kipak pokon kham sumang Ketidakberdayaan Perempuan Dang putus siratu rohmi Beberapa hahiwang di atas merupakan ungkapan perempuan atas Ibarat ramji tandang problematika ketimpangan yang mengarah Pagun mak munsa huwi pada ketidakadilan gender. Gender yang Biluk ram laju mulang oleh Mansour Fakih (1997:7) didefinisikan Tikekoh dibi khani sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang Najin gumah tisandang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, Nekham huhik dibumi Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 401 dalam masyarakat 16 marga Pesisir Krui patrilineal dengan adat menetap patrilokal. digunakan untuk membedakan hak dan Setelah menikah seorang perempuan harus kewajiban dalam melakukan kegiatan masuk dalam marga dan tinggal di sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. lingkungan keluarga suaminya (mengiyan). Perbedaan peran berdasar gender ini terjadi Melalui mas kawin atau yang lebih dikenal melalui proses sosialisasi norma-norma dengan sistem dowry yang nominalnya kultural dan keagamaan yang lama dan antara puluhan hingga ratusan juta rupiah, sangat panjang sehingga seolah-olah telah perempuan "diambil" oleh kerabat suami menjadi kodrat Ilahi. untuk dijadikan sebagai aset tenaga kerja. Bagi perempuan Saibatin Krui, Konsekuensinya, perempuan harus keluar mulai dari masa kanak-kanak telah dari keluarganya sendiri dan memaksanya disosialisasikan berbagai macam nilai dan menjadi "pelayan" laki-laki. Dia menjadi norma yang dibentuk oleh budaya tidak berdaya dan teralineasi karena patriarki, baik oleh keluarganya sendiri seluruh aktivitas hidupnya hanya (terutama pihak ibu) maupun lingkungan merupakan kelengkapan bagi orang lain. di sekitarnya (kerabat dan para Ketidakberdayaan perempuan tetangganya) dengan tujuan agar dapat untuk menghadapi dominasi laki-laki berinteraksi dengan lingkungan komu- disiasati dengan membangun aktivitas- nitasnya. Bentuk sosialisasi yang aktivitas tertentu sebagai pengibur diri. dilakukan adalah pembelajaran yang Hahiwang merupakan salah satu berkenaan dengan peran perempuan dalam bentuknya. Apabila dihayati lantunannya menyelesaikan urusan domestik saja. dipenuhi rasa kesedihan yang mencermin- Selain itu, anak perempuan juga dibentuk kan kenestapaan hati. Hal itu mengindi- sedemikian rupa dengan tidak diberi ruang kasikan penderitaan seseorang terhadap atau keleluasaan berada di sektor publik, satu hal. Seorang informan menceritakan sesuai dengan kehendak budaya masya- pengalaman hidupnya saat menikah rakat maupun ajaran agamanya. dahulu. Ia demikian galau, sedih yang Hasil sosialisasi konstruksi sosial teramat mendalam. Terbayang dalam tentang gender ini memengaruhi perkem- benak pikirannya akan berpisah dengan bangan kondisi fisik dan psikis kaum sanak keluarganya. Malam hari sebelum perempuan. Mereka menjadi pribadi yang pernikahan, ia mendatangi sanak keluarga kurang berani, penurut, rajin, lemah, terdekatnya untuk menyampaikan salam emosional, dan selalu meminta dilindungi. perpisahan. Semalaman menangis, ber- Akibatnya kehidupan perempuan menjadi cucur air mata menyalami satu per satu sangat dependen pada laki-laki yang kerabatnya sambil ber-hahiwang. dianggap mempunyai posisi lebih tinggi. Seiring waktu hahiwang tidak Laki-laki memanfaatkan kebergantungan hanya digunakan saat masa peralihan saja, ini untuk mengekalkan kekuasaannya melainkan juga ke segala aspek yang dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan membentuk pencitraan inferioritas pada budaya. Akibatnya timbul berbagai bentuk diri perempuan. Misalnya, ketika seorang ketidakadilan, marginalisasi, dan sub- perempuan kawin dengan "Bang Toyib" ordinasi peran yang merugikan perempuan. yang jarang pulang, atau ketika sang suami Salah satu bentuk ketidakadilan jarang menafkahi (lahir-batin), ia akan ber- gender tersebut berkaitan dengan pranata hahiwang juga. Oleh karena sifatnya yang perkawinan. Masyarakat Saibatin di Pesisir sangat personal, hahiwang biasanya Barat menganut sistem perkawinan yang disenandungkan seorang diri tatkala mengutamakan jalur lineage atau sedang mengerjakan sesuatu hal di dalam keturunan yang saling berkaitan dari nenek rumah atau di kebun. Adapun tujuannya moyang yang sama (Masduki, 2006:65). hanya sebagai ratapan yang diperuntukkan Selain itu, perkawinan juga bersifat bagi diri sendiri. Sebab, perempuan yang

402 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406 telah tersubordinasi oleh konstruksi adat Struktur dan bahasan hahiwang patriarkis cenderung memilih bungkam pun tidak lagi sesuka hati, melainkan dan tidak akan melalukan perlawanan. Dia memiliki pola umum seperti pada tetap akan berperan sebagai fixer dan penulisan bentuk sastra tradisional. Pola pleaser untuk menjaga hubungannya tetap umum tersebut diawali dengan pembukaan stabil, harmonis, dan menyenangkan. (salam penghormatan kepada para Selain itu, dia juga akan tetap mencoba pendengar, maksud dan tujuan pelan- sebagai martyr untuk memenuhi harapan tunan), kemudian isi atau kandungan yang pasangannya walau harus mengorbankan bergantung pada pesanan atau acara yang diri. sedang diikuti, dan diakhiri dengan penutup berupa harapan pelantun, b. Hahiwang sebagai Sebuah Kesenian permintaan maaf, serta salam. Dalam perkembangannya saat ini, Dalam konteks ini, teks hahiwang hahiwang telah mengalami pergeseran telah bergeser fungsi dari ratapan diri fungsi. Ia tidak lagi sebatas "kepentingan menjadi sebuah kesenian. Isinya pun tidak pribadi" dalam upaya melepas kegundahan lagi sebatas "kepentingan pribadi" dalam hati. Hahiwang juga difungsikan sebagai upaya melepas kegundahan hati, kesenian pelengkap acara muda-mudi melainkan telah berkembang ke arah (nyambai, miyah damagh, kedayek), lingkungan sosial yang lebih luas, hiburan pengisi waktu luang, media bergantung dari situasi dan kondisi ketika dakwah, penyampai nasihat kepada dilantunkan. Berdasarkan fungsinya masyarakat, peningkat apresiasi masya- tersebut Kurnia (2010) mengkategorikan rakat terhadap kesenian daerah (Sanusi, hahiwang menjadi tiga, yaitu: hahiwang 2001:109), senandung pada saat kesedihan, hahiwang agama, dan menidurkan anak, hingga penarik sim- hahiwang adat. Hahiwang kesedihan tidak patisan dalam Pemilukada. hanya berupa ekspresi kesedihan dalam Perkembangan fungsi tersebut hidup berumah tangga, tetapi juga tidak terlepas dari kungkungan budaya tanggapan terhadap kerusakan lingkungan. patriarki. Para lelaki yang merasa tertarik Hahiwang agama menceritakan hal-hal mendengar lantunan hahiwang, bukan seputar syariat (hukum-hukum Islam), menjadikannya sebagai ajang introspeksi rukun iman, rukun Islam, peristiwa Isra diri agar lebih baik dalam memposisikan Miraj, aturan membaca dalam Al Quran, kaum perempuan. Mereka malah perjuangan para nabi, dan lain sebagainya "memaksa" para perempuan pelantun yang berhubungan dengan agama Islam. membuat hahiwang sesuai dengan maksud Sedangkan hahiwang adat berisi tentang dan tujuannya masing-masing. Apabila silsilah keturunan suatu keluarga atau difungsikan sebagai pelengkap dalam pesan-pesan khusus bagi pasangan yang upacara adat, pelantun akan membuat teks menikah. Hahiwang adat umumnya hahiwang yang sesuai dengan maksud dan dikumandangkan pada acara-acara adat tujuan upacara. Apabila digunakan sebagai (perkawinan, pemberian gelar adat, media dakwah, pelantun diharuskan nyambai, dan lain sebagainya). membuat teks hahiwang yang berkaitan Dominasi laki-laki tidak hanya dengan keagamaan, seperti: ketauhidan, dalam bentuk "perintah" membuat lirik imbauan beribadah atau kisah-kisah para yang tidak lagi bersifat personal. Bahkan nabi. Sedangkan bila dijadikan sebagai ada beberapa di antara mereka yang ikut penarik simpatisan dalam Pemilukada, terjun menjadi pelantun hahiwang. Namun pelantun membuat teks hahiwang yang tidak semua orang sanggup melantun- berkenaan dengan kondisi daerah serta kannya karena hahiwang memiliki gaya calon wakil rakyat yang memesan dan irama atau cengkok khas yang relatif hahiwang. sukar dipelajari. Hanya para seniman yang Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 403 telah terbiasa bergelut dengan seni tradisi yang ingin belajar hahiwang harus mampu yang dapat membuat teks sekaligus menciptakan bait-bait terdiri atas 3-6 baris melantunkannya. yang membentuk rangkaian cerita atau Salah seorang di antaranya adalah kisah. Selain itu, juga mampu Mursi M atau lebih dikenal dengan nama melantunkannya menjadi sebuah tembang panggung Mamak Lawok. Dia adalah yang memiliki cengkok-cengkok tertentu seniman tradisi yang biasa membawakan sehingga terdengar memilukan dan segata, bebandung, ringget, wayak/muayak menyayat hari. Oleh karena itu, untuk dan hahaddo yang berirama mirip seperti mempelajarinya tentu membutuhkan waktu hahiwang. Mamak Lawoklah yang yang relatif lama. mengembangkan hahiwang agama dan Perempuan pelantun hahiwang adat dengan cara menampilkan di setiap yang sudah mahir dan ingin menularkan acara begawi yang dihadirinya. ilmunya kepada orang lain tidak dapat Hahiwangnya tidak berupa ekspresi begitu saja melaksanakan niatnya. Dia kesedihan mengenai pengalaman hidup, harus melihat statusnya dalam masyarakat melainkan menembus ranah adat istiadat yang mempunyai struktur tersendiri yang dan keagamaan. tercermin dalam kelas-kelas sosial yang Penghilangan unsur ratapan ini ditentukan berdasarkan asal usul serta berkaitan dengan konstruksi budaya hubungan kekerabatan. Masyarakat adat patriarki yang mencitrakan bahwa laki-laki Saibatin di Pesisir Barat membagi diri haruslah memiliki sifat pemberani, kuat, menjadi 16 marga. Masing-masing marga agresif, mandiri, cekatan, pantang dipimpin oleh seorang Saibatin (Kepala menyerah yang menjadikannya terlatih dan Marga) dan memiliki tujuh tingkatan Gelar termotivasi mempertahankan sifat tersebut. yaitu: Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak, Hahiwang yang berarti ratapan hati hanya Kimas dan Mas. ada dalam konstruksi gender perempuan Struktur sosial berdasarkan ting- Saibatin yang dicitrakan sebagai lemah katan gelar adat tersebut memengaruhi lembut, emosional, penakut, penurut, serta ruang gerak masyarakat, mulai dari level keibuan. Oleh karena itu, teks hahiwang paling tinggi (Kepaksian) hingga ke level yang dibuat oleh Mamak Lawok atau terendah yaitu keluarga. Atau dengan kata seniman laki-laki di Pesisir Barat lain, terdapat rambu-rambu tertentu yang umumnya berisi tentang petuah-petuah mengatur hubungan antarstatus dalam adat dan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang tidak agama Islam. Yang penting adalah nada, dapat sesuka hati berhubungan tanpa irama, dan suara pekau yang khas mengindahkan statusnya karena akan hahiwang sehingga membuat pendengar mendapat sanksi-sanksi tertentu (adat tersentuh hati bila mendengarnya. maupun sosial) apabila melanggarnya. Apabila pelantun hahiwang berada c. Pewarisan Hahiwang dalam Budaya dalam keluarga berstatus atau bergelar Patriarki Minak misalnya, dia akan relatif mudah Dalam hal pewarisan hahiwang menggerakkan anak-anak dari keluarga pun budaya patriarki tetap berperan. yang berstatus di bawahnya (Kimas dan Seorang informan menyatakan bahwa dia Mas) untuk belajar hahiwang. Namun, sulit mengajarkan hahiwang kepada anak- sulit "memaksa" anak-anak dari keluarga anak yang berada di sekitar tempat berstatus Radin, Batin, Raja, apalagi tinggalnya. Adapun penyebabnya tidak Suntan tanpa persetujuan orang tua hanya karena relatif sulit mempelajari seni mereka. Apabila orang tua menyetujui, tradisi hahiwang, tetapi juga oleh dalam menentukan jadwal latih pun tidak stratifikasi sosial masyarakat adat Saibatin dapat begitu saja menyuruh anak-anak Krui. Dalam proses regenerasi seseorang mereka datang. Dia harus membujuk atau

404 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406 merayu sedemikian rupa pada anak yang penghibur diri atas akan diajari agar orang tuanya tidak ketidakberdayaan tersinggung. meng-counter Dominasi patriarki membuat dominasi laki-laki. perempuan pelantun hanya mampu Hahiwang difungsikan sebagai mengajarkan hahiwang pada orang-orang kesenian atau media terdekat saja (keluarga atau tetangga). hiburan. Laki-laki Konstruksi sosial demikian menghendaki mengeksploitasi perempuan agar "taat aturan" atau tidak perempuan pelantun boleh berlaku sembarangan terhadap membuat teks orang-orang yang lebih tinggi statusnya. hahiwang sesuai Disadari atau tidak, Agen-agen sosial dengan maksud dan (mulai dari keluarga, sekolah, hingga tujuan tertentu, masyarakat), memelihara praktik tersebut seperti pelengkap yang justru mempertahankan ketimpangan Sebagai acara adat, media 2. dakwah, dan gender. Kesenian penyampai nasihat. Hasilnya, saat ini tradisi hahiwang Laki-laki dapat hampir ditinggalkan oleh masyarakat melantunkan Pesisir Barat. Pelantunnya hanya hahiwang dengan didominasi oleh orang tua-tua penikmat menghilangkan unsur hahiwang serta para seniman saja. ratapan menjadi Sementara generasi muda hampir nasihat atau petuah melupakannya. Hanya beberapa gelintir adat. Struktur saja yang mau menggeluti hahiwang. hahiwang menjadi Sisanya cenderung memilih seni tradisi berpola seperti sastra tradisional pada lain yang lebih mudah dipelajari. umumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai Budaya patriarki tahap perkembangan beserta fungsi membatasi pewarisan hahiwang dapat dilihat pada tabel 1 di hahiwang. bawah ini. Stratifikasi masyarakat yang Tabel 2. Tahap Perkembangan Hahiwang dibentuk oleh budaya Perkembangan ini membatasi ruang No Tahap Fungsi 3. Terakhir gerak perempuan dalam menularkan Sarana penghibur diri ilmu pada generasi dari kungkungan muda. Ada aturan Dominasi laki-laki main tertentu yang yang memarginalkan mengatur hubungan dan mensubrodinasi antarstatus dalam peran perempuan masyarakat. sehingga hanya Ungkapan berkutat di sektor Sumber: Hasil Wawancara dengan Informan, Ketidakberda- 1. domestik. Konstruksi 2016 dan 2017 yaan sosial tentang gender Perempuan memposisikan perempuan lebih Tabel di atas menunjukkan bahwa rendah serta dibuat ada perubahan fungsi hahiwang mulai dari bergantung secara sosial dan ekonomi tahap awal muncul hingga perkem- pada laki-laki. bangannya saat ini yang tidak terlepas dari Hahiwang digunakan dominasi patriarki. Pada tahap awal, sebagai sarana hahiwang digunakan sebagai sarana Tradisi Lisan Hahiwang… (Ali Gufron) 405 penghibur diri dari kungkungan adat yang DAFTAR SUMBER mendiskriminasi dan mensubrodinasi 1. Jurnal, Makalah, Laporan Penelitian, perempuan. Pada tahap berikutnya, Skripsi, dan Tesis hahiwang dieksploitasi oleh laki-laki Danandjaja, James. 1998. menjadi sarana hiburan. Dan, tahap ―Folklor dan Pembangunan terakhir merupakan tahap berkurangnya Tengah: Merekonstruksi Nilai Budaya eksistensi hahiwang pada masyarakat Orang Dayak Ngaju dan Ot Danum Lampung Pesisir karena aturan adat yang Melalui Cerita Rakyat Mereka‖. Dalam Metodologi Kajian Tradisi membatasi ruang gerak perempuan. Lisan. Editor Pudentia MPSS. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan D. PENUTUP Asosiasi Tradisi Lisan. Hahiwang sebagai khasanah tradisi masyarakat Lampung, khususnya Kabu- Harsono, Dibyo. 2013. "Upacara Lingkaran Hidup Orang paten Pesisir Barat, tidak lepas dari latar Lampung", dalam Ekspresi Budaya belakang budayanya. Perbedaan biologis sebagai Strategi Adaptasi. Hal. 245- antara laki-laki dan perempuan yang 268. Bandung: Izda Prima. membedakan peran di antara keduanya menjadi dasar munculnya kesenian ini. Hermaliza, Essi. 2011. "Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Laki-laki dikonstruksi dan disosialisasikan Kluet di Aceh Selatan", dalam dalam hubungan-hubungan sosial yang Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011. Hlm. lebih dominan sehingga mengungkung 124. posisi perempuan hanya dalam sektor domestik. Konsekuensinya, perempuan Irwanto, Dedi. 2012. "Kendala dan Alternatif Penggunaan menjadi tersubordinasi dan selalu Tradisi Lisan dalam Penulisan Sejarah bergantung pada laki-laki. Hahiwang hadir Lokal di Sumatera Selatan", dalam hanya sebatas penyalur kepedihan hati Forum Sosial, Volume V No. 2, sekaligus "protes sosial" perempuan September 2012. hlm. 123-126. Saibatin Krui. Hahiwang besifat sangat Kurnia. 2010. personal (untuk diri sendiri) dan tidak Fungsi Hahiwang pada Ulun Saibatin bertujuan untuk menggulingkan dominasi Krui Kecamatan Pesisir Tengah laki-laki. Lampung Barat. Skripsi, Fakultas Dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. hahiwang malah dieksploitasi kaum Universitas Lampung, Bandar patriakh menjadi sarana siar agama, Lampung. pelengkap begawi adat, hingga penarik Masduki, Aam. simpatisan dalam Pemilukada. Hegemoni 2006. Upacara Pineng Ngerabung patriarki membuat hahiwang tidak lagi Sanggagh pada Masyarakat Lampung. bersifat personal, melainkan telah ditarik Bandung: Balai Kajian Sejarah dan ke ranah publik dengan aturan main atau Nilai Tradisional. pakem seperti seni tradisi pada umumnya. Rudito, Bambang. Pelantun hahiwang dapat dilakukan oleh "Etnografi", Makalah pada laki-laki dengan mengeliminasi unsur Bimbingan Teknis Penelitian 2013, "ratapan" yang dikonstruksi hanya sebagai Balai Pelestarian Nilai Budaya milik perempuan. Bandung. Sedyawati, Edi. 1996. "Kedudukan Tradisi Lisan dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Budaya", dalam Warta Atl. Jurnal Pengetahuan dan Komunikasi Peneliti dan Pemerhati Tradisi Lisan. Edisi II Maret. Jakarta: ATL.

406 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 391 - 406

Wiyatmi. 2015. Imron, Ali. 2014. "Selayang Pandang "Menggugat Kuasa Patriarki melalui Kabupaten Pesisir Barat Propinsi Sastra Feminis", makalah pada Lampung", diakses dari http://kar Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan yaaliimron.blogspot.co.id/2014/01/sel Kekuasaan di Universitas Negeri ayang-pandang-kabupaten-pesi sir- Yogyakarta, 26 November 2015. barat.html, tanggal 20 Juli 2017, pukul 13.20 WIB. 2. Buku "Kabupaten Pesisir Barat", diakses dari Fakih, Mansour. 1997. http://uun-halimah.blogspot.co.id/ Analisis Gender dan Transformasi 2017/02/kabupaten-pesisir-barat. Sosial. Cet. Ke-2. Yogyakarta: html, tanggal 20 Februari 2017, pukul Pustaka Pelajar. 20.55 WIB. Hadikusuma, Hilman. 1996. Adat Istiadat Daerah Lampung. 5. Informan Bandarlampung: Bagian Proyek Yalissani, 49 tahun, SMP, Ibu Rumah Tangga, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Sandaran Agung Penggawa 5 Krui, Budaya Daerah Lampung. Lampung Pesisir. Koentjaraningrat. 1985. Mardiah, 61 tahun, SPG, Ibu Rumah Tangga, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Sandaran Agung Penggawa 5 Krui, Aksara Baru. Hlm 129-130. Lampung Pesisir. Lampung Barat Dalam Angka 2013. Lakma Dewi, 54 tahun, SMP, Seniwati, Liwa: Badan Pusat Statistik Sandaran Agung Penggawa 5 Krui, Kabupaten Lampung Barat. Lampung Pesisir. Pudentia MPSS (ed). 1998. Zulhaidar, 48 tahun, SMA, Seniman, Way Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Suluh, Pesisir Barat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Cik Den Hamdan, 45 tahun, SMA, Pegawai Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan. Negeri Sipil, Liwa, Lampung Barat. Sanusi, A. Effendi. 2001. Sastra Lisan Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

3. Surat Kabar dan Majalah Fattah, Fauzi. "Menyingkap Makna Filosofis Hahiwang", Lampung Post, Sabtu, 20 Juli 2013, hlm. 12.

4. Internet "Bahasa Lampung", diakses dari https://khufronimi9.wordpress.com/ba hasa-lampung/, tanggal 15 Januari 2017, pukul 00.10 WIB. Herwanto, AM. 2012. "Diskriminasi Gender dan Hegemoni Patriarkhi", diakses dari http://herwanto-a-d-fisip.web. unair.ac.id/artikel_detail-68475 UmumDiskriminasi%20Gender%20da n%20Hegemoni%20Patriarkhi.html, tanggal 15 Desember 2016, pukul 10.34 WIB. Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 407

GERAKAN SOSIAL POLITIK MASYARAKAT BLAMBANGAN TERHADAP KOMPENI DI BLAMBANGAN TAHUN 1767-1768

SOCIO-POLITICS MOVEMENT OF BLAMBANGAN SOCIETY AGAINST KOMPENI IN BLAMBANGAN (1767-1768)

Nurmaria Pascasarjana Ilmu Sejarah UNPAD Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 8 Mei 2017 Naskah Direvisi: 26 September 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2107

Abstrak Kajian ini membahas tentang gerakan sosial politik di Blambangan pada masa Pemerintahan Kolonial. Sekarang, Blambangan dikenal dengan Kabupaten Banyuwangi. Letaknya strategis, perbatasan antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga sering terjadi konflik. Salah satu konflik tersebut berupa gerakan sosial politik yang dilakukan oleh Wong Agung Wilis terhadap Pemerintah Kompeni pada tahun 1767-1768. Melalui penggunaan metode sejarah, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji munculnya, intensitas dan akibat gerakan sosial politik tersebut. Berbagai perspektif mengenai gerakan ini dibangun dengan memanfaatkan sumber- sumber VOC, babad dan kajian historis mengenai Blambangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, gerakan sosial politik di Blambangan terjadi karena adanya beberapa alasan, dari segi politik, sosial, etnis, agama maupun ekonomi. Gerakan tersebut sebenarnya tidak pernah berakhir, bahkan ketika pemimpin gerakan tersebut (Wilis) dibunuh oleh Kompeni, para pengikutnya masih melanjutkannya. Akhirnya, Kompeni melakukan berbagai strategi baik kompromi dengan pemimpin gerakan, mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Madura maupun melakukan gencatan senjata untuk menghentikannya. Kata kunci: gerakan sosial, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan.

Abstract This research will discuss about the socio-political movement that took place in Blambangan during the colonial period. Today, Blambangan is known as Banyuwangi Regency. It is a border area between the island of Java and the island of Bali. Because of this strategic location it makes the area often happened conflict. One of the conflicts was a social-political movement by Wong Agung Wilis against the Government of the Company in 1767-1768. Through the historical methods, this paper aims is to examine the emergence of social political movements in Blambangan and the achievements that achieved from the socio-political movement. Various perspectives on the movement were built on the use of VOC sources, chapters and several historical studies on Blambangan. Based on research conducted, the social political movement in Blambangan occurred due to several reasons, both in terms of political, social, ethnic, religious and economic. The socio-political movement in Blambangan actually never ended, even when the leader of the movement (Wilis) was killed by the Kompeni, His followers continued the movement. Until the end, the Company undertook various strategies either compromising with the movement's leaders, bringing in war troops from Java and Madura as well as conducting a ceasefire to stop it. Keywords: social movement, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan.

408 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

A. PENDAHULUAN jadi Banyuwangi (Bali Post, 19 November Kajian yang menyuarakan tentang 1993). gerakan sosial di Indonesia memang Pada tahun 1987, Bupati banyak dihasilkan. Akan tetapi kajian yang Banyuwangi kembali membentuk tim baru, secara spesifik membahas gerakan sosial untuk mengkaji ulang rekomendasi tanggal yang terjadi di Blambangan belum ada. hari jadi dari tim pertama. Tim baru Artikel ini berusaha untuk menelaah tersebut dipimpin oleh Mas Soepranoto. peristiwa perlawanan yang dilakukan oleh Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, Wong Agung Wilis terhadap Kompeni tim ini mengusulkan tanggal 7 Desember pada tahun 1767-1768 dari sudut pandang 1773 sebagai hari jadi Banyuwangi, gerakan sosial. Gerakan sosial adalah alasannya, berlangsung pengangkatan Mas upaya untuk mengubah keadaan atau Alit sebagai bupati Banyuwangi yang melawan ketidakadilan (Fadhilah, 2006: pertama. 1). Terdapat beberapa jenis gerakan sosial, Tentu saja usulan tersebut misalnya millenarianisme, messianisme mendapat penolakan keras dari tim dan lain sebagainya. Millenarianisme pertama, sampai terjadi perdebatan pan- biasanya membayangkan kedatangan jang dan belum ada keputusan atas hari zaman emas yang akan menghilangkan jadi Banyuwangi. Sampai pada tahun semua ketidakadilan, kekacauan, perten- 1991, Bupati Banyuwangi kembali tangan, dan penderitaan. Sedangkan, membentuk tim baru dan membubarkan messianisme mengharapkan juru selamat, tim-tim sebelumnya. Tim ini dipimpin oleh yaitu tokoh yang diyakini akan membawa Sekwilda, Widodo Pribadi. Akan tetapi, masa adil dan makmur (Kartodirdjo, 1973: tim baru ini tidak melahirkan rekomendasi 8-11). apa pun. Hingga muncul sebuah buku yang Dari berbagai jenis gerakan sosial ditulis oleh budayawan lokal, Sri Adi tersebut, perlawanan yang dilakukan oleh Oetomo, yang berjudul “Menelusuri dan Wong Agung Wilis merupakan salah satu Mencari Hari Jadi Kota Banyuwangi”. gerakan millenarianisme. Membebaskan Penulis ini mengusulkan dua alternatif masyarakat Blambangan dari belenggu tanggal hari jadi. Pertama, 7 Desember Kompeni menjadi motif utama 1773, berarti sepakat dengan tim kedua. berlangsungnya gerakan sosial tersebut. Selanjutnya, tanggal 2 Februari 1774 saat Meskipun gerakan sosial berlangsung pelantikan Mas Alit sebagai Bupati dalam waktu singkat, namun telah Banyuwangi. menimbulkan dampak yang luas. Baik bagi Meluasnya pandangan-pandangan masyarakat setempat, maupun bagi baru mengenai hari jadi Banyuwangi ini Kolonial Belanda, bahkan bagi daerah mendorong pemerintah daerah untuk sekitar Blambangan, misalnya Bali. Oleh mengadakan seminar yang khusus karena itu, perlu diadakan kajian sejarah membahas hal tersebut. Beberapa kali yang lebih mendalam, karena sejak awal seminar diadakan oleh Dinas Pariwisata, abad ke-20 hingga saat ini belum ada Seni, dan Budaya Kabupaten Banyuwangi kajian yang membahas secara khusus dengan mengundang sejarawan lokal, dalam bentuk sejarah lokal yang bersifat sejarawan dari Jawa Timur, budayawan, analitis. kelompok pejuang 1945, bahkan Upaya-upaya penulisan sejarah mendatangkan arkeolog dari Yogyakarta, lokal di Banyuwangi sudah muncul pada Abdul Choliq Nawawi. Arkeolog tersebut abad ke-20. Produk pertama historiografi mengusulkan 24 April 1477 sebagai hari lokal tersebut berupa buku yang berjudul jadi Banyuwangi. Selayang Pandang Blambangan, terbit Pada akhirnya, tahun 1993 tahun 1977. Selain berhasil menerbitkan diadakan kembali seminar yang khusus buku, tim tersebut juga mengusulkan hari membahas hari jadi Banyuwangi, dengan Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 409 agenda mengkaji ulang lima usulan tanggal Wilis dijelaskan sebagai adik dari yang pernah muncul pada penelitian Pangeran Pati dan diangkat sebagai patih, sebelumnya. Seminar merekomendasikan namun kemudian dipecat karena adanya 18 Desember 1771 sebagai hari jadi polemik politik yang terjadi di kalangan Banyuwangi. Tidak lama setelah seminar istana. Adapun Rempeg, berdasarkan tersebut berlangsung, muncullah SK sumber lokal dikenal sebagai Jagapati, DPRD mengenai penetapan hari jadi seorang pemuda yang mempunyai titisan Banyuwangi (Margana, dalam Lembaran dari Wong Agung Wilis dan melanjutkan Kebudayaan, 201224: 23-25). perjuangannya. Selanjutnya, Sayu Wiwit Seminar tersebut juga melahirkan adalah putri dari Wong Agung Wilis yang nama tiga orang yang kemudian diusulkan melakukan pemberontakan di Blambangan menjadi pahlawan Banyuwangi, yaitu bagian barat dan kemudian bergabung Wong Agung Wilis, Rempeg Jagapati, dan dengan pemberontakan yang dilakukan Sayu Wiwit. Terbitnya buku “Nagari oleh Rempek Jagapati, namun akhirnya Tawon Madu” yang berisi tentang keadaan tertangkap oleh VOC (2012: 14-20). politik di Blambangan pada abad ke-18 Dari beberapa kajian historis yang semakin menguatkan upaya tersebut, dilakukan oleh berbagai kalangan, baik bahkan kelompok-kelompok yang awalnya dari pihak pemerintahan daerah, sejarawan, bersikukuh dengan pendapat masing- budayawan, dan masyarakat umum, belum masing, melebur jadi satu mendukung ada kajian yang secara spesifik membahas pengusulan nama pahlawan Banyuwangi tentang gerakan sosial politik di (Sujana, 2001). Akan tetapi usulan ketiga Blambangan yang dilakukan oleh Wong nama tersebut ditolak, “karena belum ada Agung Wilis terhadap Kompeni Belanda. riwayat perjuangan lengkap yang disusun Oleh karena itu, perlu diadakan dalam bentuk kajian akademis, sehingga penelusuran lebih lanjut mengenai sumber yang digunakan hanya berdasarkan peristiwa tersebut. Bahkan berdasarkan babad dan sedikit sumber VOC”.1 Margana sumber VOC, perlawanan yang dilakukan dalam artikelnya yang berjudul Melukis oleh Wong Agung Wilis sangat berbahaya Tiga Roh: Stigmatisasi dan Kebangkitan jika dibandingkan dengan perlawanan yang Historiografi Lokal di Banyuwangi, juga dilakukan oleh Rempeg Jagapati dan Sayu menyepakati hal tersebut, dengan Wiwit, karena menguras banyak tenaga mengatakan bahwa “belum pernah dilaku- dan membutuhkan banyak biaya untuk kan kajian akademis terhadap tiga tokoh menumpasnya. Intensitas perlawanannya tersebut, setidaknya hingga tesis I Made juga berlangsung sengit, bahkan ketika Sujana tahun 1995” (Lembaran Wong Agung Wilis sudah diasingkan ke Kebudayaan, 201224: 8-9). Banda, mampu kembali ke Bali dalam Pada tahun 2012, disertasi S. keadaan selamat (Lekkerkerker, 1923: 37). Margana diterbitkan, dari disertasi ini Hal tersebut menimbulkan rasa penasaran terungkap gambaran yang lebih jelas yang mendalam, sehingga penulis memu- tentang peristiwa heroik yang terjadi pada tuskan untuk mengangkat topik ini untuk paruh ke-2 abad ke-18 yang menjadi titik diteliti. perdebatan hari jadi dan juga tokoh-tokoh Beberapa sejarawan juga mem- sejarah yang diajukan sebagai pahlawan. punyai pendapat yang berbeda mengenai Dengan menggunakan data naskah dan perlawanan Wilis. Seperti I Made Sujana, sumber VOC, Margana seolah mampu memandang perlawanan Wilis sebagai menghidupkan tokoh yang selama ini reaksi politik terhadap observasi VOC di dianggap fiktif. Misalnya, Wong Agung Blambangan, dan mengungkap tokoh sebagai panglima perang, adanya polemik 1 Wawancara dengan Nina Herlina Lubis, Tim politik sebagai pemicu perlawanan Pengusulan Pahlawan Banyuwangi, tersebut. Akan tetapi, dalam disertasi Bandung, 3 Februari 2017.

410 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Margana muncul kesan berbeda, yaitu sosial terjadi dan diakhiri tahun 1768 dengan menghadirkan faktor sosial dan setelah VOC berhasil melumpuhkan religi sebagai benih-benih perlawanan gerakan sosial-politik yang dipimpin oleh tersebut. Adapun pentingnya topik ini Wong Agung Wilis. Berdasarkan uraian di diangkat kembali adalah untuk melihat atas, pertanyaan-pertanyaan yang hendak perlawanan Wong Agung Wilis dari sudut dijawab adalah sebagai berikut: pandang gerakan sosial-politik. Sehingga 1. Mengapa muncul gerakan sosial-politik dapat memunculkan kesan berbeda dengan di Blambangan? hasil penelitian sebelumnya. 2. Bagaimana intensitas jalannya gerakan Hal lain yang menarik dari sosial-politik tersebut? fenomena sejarah Blambangan pada abad 3. Apa saja akibat dari gerakan sosial- ke-18 ini adalah tentang gerakan politik bagi Blambangan? masyarakatnya dalam upaya membangkit- kan historiografi lokal. Kemunculan kajian B. METODE PENELITIAN ilmiah, seperti karya I Made Sujana dan Sri Penelitian ini menggunakan Margana, turut serta dalam upaya metode sejarah. Metode sejarah adalah membangkitkan aktivitas penelusuran proses menguji dan menganalisis secara sejarah lokal dan artefak-artefak kritis rekaman dan peninggalan masa peninggalan sejarah. Misalnya, dengan lampau. Melalui metode sejarah, tulisan ini membangun monumen di tempat diharapkan mampu menampilkan suatu bersejarah, memburu dan mencari makam rekonstruksi sejarah dengan tingkat ketiga tokoh tersebut dan juga objektivitas semaksimal mungkin. Metode mevisualisasikan ketiga tokoh dalam sejarah terdiri atas 4 tahap, yaitu heuristik, bentuk lukisan (Margana, dalam Lembaran kritik, interpretasi, dan histriografi Kebudayaan, 201224: 7). Tidak berhenti (Garraghan, 1957: 34; Kosim, 1984: 36; pada makam dan lukisan, usaha Gottschalk, 1985: 32; Renier, 1997: 113; masyarakat Banyuwangi semakin melam- Lubis, 2015: 15). bung dengan menerbitkan buku biografi Heuristik sebagai tahap pertama tiga tokoh tersebut, melalui kerja sama dalam metode sejarah adalah kegiatan dengan sejarawan dan budayawan lokal.2 menemukan dan menghimpun sumber, Apa yang dipaparkan di atas informasi, dan jejak masa lampau. menimbulkan beberapa pertanyaan, Sumber-sumber yang dihimpun mengacu sehingga penulis tertarik untuk mencari pada tiga jenis sumber, yakni sumber penjelasan (eksplanasi) tentang peristiwa tertulis, lisan, benda (Garraghan, 1957: tersebut dan menuangkannya dalam sebuah 103; Gottschalk, 1985: 35-40; Renier, artikel yang berjudul ”Gerakan Sosial- 1997: 104; Kuntowijoyo, 2013: 73-76; Politik Masyarakat Blambangan Terhadap Lubis, 2015: 7). Sumber-sumber tertulis Kompeni di Blambangan Tahun 1767- dapat berupa arsip, sumber resmi tercetak, 1768”. Lingkup geografisnya adalah dokumen, artikel sezaman, tradisi lisan Blambangan, yang saat ini berada di baik tertulis maupun lisan, buku, disertasi, Kabupaten Banyuwangi. Sementara itu, tesis, skripsi, laporan penelitian, artikel tahun 1767 adalah tahun ketika gerakan yang dimuat dalam jurnal atau surat kabar. Sumber-sumber berupa arsip, sumber resmi tercetak, dokumen, artikel sezaman 2 Basri. H (ed), Pangeran Jagapati, Wong dapat ditelusuri di Arsip Nasional Agung Wilis, Sayu Wiwit (Tiga Pejuang Dari Blambangan), (Pemerintah Kabupaten Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta, Banyuwangi, 2006); Sundoro et al., Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Pangeran Rempeg Jagapati Pahlawan di Jakarta, dan melalui akses online pada Perjuangan Kemerdekaan di Tanah situs KITLV. Blambangan Tahun 1771, (Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, 2008). Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 411

Tahap kedua adalah kritik baik terlalu dekat dan menimbulkan bias. secara internal maupun eksternal. Kritik Dalam kedua cara tersebut ada berbagai sering disebut juga verifikasi jenis interpretasi, mulai dari interpretasi (Kuntowijoyo, 2013: 77; Lubis, 2015: 25). verbal, teknis, logis, psikologis, dan Kritik harus dilakukan agar penulis tidak faktual (Garraghan, 1957: 321-337; Lubis, menerima begitu saja apa yang tercantum 2015: 36-39). dan tertulis pada sumber-sumber tersebut Tahap keempat adalah penulisan (Sjamsuddin, 2012: 103). Dalam tahap ini, yang disebut historiografi yang merupakan ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, tahapan terakhir dalam metode sejarah meneliti otentisitas sumber atau keaslian (Gottschalk, 1985: 32; Lubis, 2015: 55). sumber disebut kritik eksternal. Kedua, Dalam tahap ini yang diperlukan adalah meneliti kredibilitas sumber yang disebut kemampuan menulis. Sebuah tulisan yang kritik internal (Kuntowijoyo, 2013: 77-78). kreatif tentu membutuhkan kecerdasan dan Kritik eksternal dilakukan untuk mencegah imajinasi. Kecerdasan di sini berarti sejarawan menggunakan sumber palsu atau bersikap kritis pada setiap sumber disertai menipu. Sementara dalam kritik internal dengan analisis yang tajam. Imajinasi di hanya dapat dilakukan terhadap penulisan sini berarti penulis harus mampu yang ada dalam dokumen-dokumen atau membayangkan bagaimana sebuah pada inskripsi pada monumen, mata uang, peristiwa terjadi sehingga menghasilkan medali, atau stempel (Renier, 1997: 116). sebuah historiografi yang baik. Setelah sumber-sumber tersebut Adapun untuk menjelaskan dikritik, sumber tersebut harus dikoro- permasalahan dalam kasus yang diteliti ini borasikan antara sumber yang satu dengan digunakan teori dari Neil J. Smelser, yang sumber yang lain sehingga melahirkan dikenal sebagai teori collective behaviour. sebuah fakta sejarah yang mendekati Yang dimaksud dengan collective kebenaran. Tidak hanya berhenti sampai di behaviour adalah tindakan yang dilakukan sana fakta tersebut tidak dapat berbicara oleh dua orang atau lebih. Sebagai contoh, sendiri tanpa adanya sentuhan dari penulis beberapa kegiatan yang termasuk dalam kecuali pada sumber yang tidak ada perilaku kolektif adalah kerja bakti, kontradiksi atau dikenal dengan sebutan gotong-royong, demonstrasi, pemberon- argumentum ex silentio (Garraghan, 1957: takan, dan revolusi. Menurut Smelser, ada 294; Gottschalk, 1985: 116; Lubis, 2015: enam determinan yang harus dipenuhi 34-35). untuk terjadinya sebuah gerakan sosial Tahap ketiga ini disebut (Smelser, 1969: 15-17) : interpretasi yang bisa dilakukan dengan 1. Structural conduciveness. dua cara, yaitu sintesis dan analisis. 2. Structural strain. Interpretasi sering disebut biangnya 3. Growth and spread of generalized subjektivitas karena dalam proses ini belief. masuk pemikiran-pemikiran penulis atas 4. The precipitating factor. suatu fakta sejarah. Fakta-fakta tersebut 5. Mobilization of participant for action. dirangkai menjadi suatu rentetan tak 6. The operation of sosial control. terputus dari suatu peristiwa. Dalam penulisan sejarah subjektivitas itu diakui C. HASIL DAN BAHASAN namun subjektivitas itu harus dihindari 1. Blambangan Periode Awal (Ankersmit, 1987: 331; Kuntowijoyo, Blambangan adalah sebuah 2013: 78). Interpretasi merupakan sebuah wilayah yang terletak di ujung timur Pulau tahapan yang cukup sulit karena penulis Jawa. Blambangan didirikan dan harus bersikap netral terhadap sumber berkembang bersamaan dengan Kerajaan yang ada. Oleh karena itu, penulis harus Hindu terbesar di Jawa, Majapahit. mengambil jarak dengan sumber agar tidak Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293, dengan dibantu oleh

412 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Arya Wiraraja. Arya Wiraraja adalah Sumber Babad Tawang Alun serta seorang senopati Madura yang berbagai kajian historis menyebutkan berkedudukan di Sumenep. Atas jasanya bahwa pada tahun 1665, Pangeran Tawang dan kesetiaannya kepada Majapahit, pada Alun II naik takhta, menggantikan tahun 1309, Raden Jayanegara yang ayahnya, dan Wila diangkat sebagai patih. merupakan putra dari Raden Wijaya, Pangeran Tawang Alun II memerintah memberi hadiah kepada Arya Wiraraja Blambangan selama 4 tahun, kemudian sebuah wilayah Kerajaan Majapahit bagian takhta diserahkan kepada Wila. Menurut timur. Di dalam kajiannya yang berjudul Babad Blambangan, penyerahan takhta Beknopte Geschiedenish van Indonesie tot terhadap adiknya dilakukan, karena aan de komst der Hollanders, Ennen Pangeran Tawang Alun II mendengar mengatakan bahwa, “De Koning bedacht desas-desus yang tidak menyenangkan zijn getrouwe helpers van vroeger goed. mengenai pemberontakan yang akan Wiraradja werd aangesteld als bestuurder dilakukan untuk menggulingkan jabatan- van Loemadjang, het latere Rijk van nya. Satu-satunya upaya untuk menghin- Blambangan3” (Ennen, 1930: 64). Di dari terjadinya pertumpahan darah, maka ia wilayah itulah Kerajaan Blambangan menyerahkan takhta tersebut kepada didirikan dan berkembang hingga abad ke- adiknya. Akan tetapi, Wikkerman menye- 18 (Lekkerkerker, 1923: 1032-1033; butkan bahwa sudah terjadi pemberontakan Nugroho, 2011: 139; Ricklefs, 2011: 26; yang dilakukan oleh Wila. Dua sumber ini Margana, 2012: 25; Rush, 2013: 2). tidak memiliki perbedaan yang signifikan Kerajaan Blambangan memang dan bertentangan, keduanya menyatakan sudah berdiri sejak kekuasaan Majapahit. bahwa terjadi perselisihan antara Wila dan Akan tetapi, puncak kejayaannya dialami Pangeran Tawang Alun II. Fakta mengenai ketika masa pemerintahan Pangeran perselisihan tersebut masih berupa desas- Tawang Alun II, yaitu pada tahun 1665- desus atau sudah terjadi pemberontakan, 1691. Berdasarkan sumber babad dan belum ada sumber yang menjelaskan sumber kolonial, kekuasaan dinasti namun informasi yang bisa diterima adalah Tawang Alun berawal pada abad ke-17, Pangeran Tawang Alun II memutuskan dengan ditandai adanya ibu kota baru untuk melepaskan takhtanya (Wikkerman Blambangan yang terletak di Kedawung dalam Lekkerkerker, 1923: 1041; Pigeaud, (Puger, Kabupaten Jember sekarang). Raja 1929 :100; Arifin, 1995: 105; Sujana, yang berkuasa adalah Tampa Una dan 2001: 28; Margana, 2012: 35). mempunyai gelar Pangeran Tawang Alun I Tidak lama setelah turun takhta, (Arifin, 1995: 105; Lekkerkerker, 1923: Tawang Alun pergi untuk mengasingkan 1045). Babad Tawang Alun menyebutkan, diri di hutan rimba Bayu. Di tempat ini dia mempunyai lima anak; dua putra, yaitu Tawang Alun membuka pemukiman baru. Mas Kembar (Tawang Alun) dan Mas Lambat laun pemukiman tersebut menjadi Wila, dan tiga putri, yaitu Mas Ayu ramai, karena penduduk dari Blambangan Tunjungsari, Mas Ayu Melok dan Mas berduyun-duyun pindah ke Bayu. Selama Ayu Gringsing. Putra pertamanya, Mas enam tahun penduduk Bayu semakin Kembar akan menggantikannya sebagai banyak jumlahnya. Keadaan ini membuat raja kelak ketika Tampa Una sudah Wila cemburu, dan marah karena sebagian meninggal, sedangkan putra kedua, Mas besar penduduknya memilih untuk pindah Wila akan mendampingi kakaknya selama ke Bayu. Akhirnya, Wila memutuskan bertahta sebagai patih (Arifin, 1995: 105). untuk melakukan penyerangan dan pengepungan atas Bayu. Akan tetapi, Wila 3 Raja berpikir bahwa pengikut yang setia harus mengalami kekalahan, dan terbunuh diperlakukan dengan baik. Wiraraja diangkat (Brandes, dalam Margana, 2012: 35). menjadi pemimpin Lumajang, kemudian Kerajaan Blambangan. Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 413

Kejadian tersebut membawa Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Tawang Alun menjadi satu-satunya Luasnya daerah pengaruh kekuasaan penguasa Blambangan dan berhasil Blambangan di ujung timur Jawa, membawa Blambangan menjadi kerajaan dikuatkan oleh pernyataan Vlekke bahwa yang berdaulat (Lekkerkerker, 1923: 1045- “Blambangan di ujung timur Pulau Jawa 1046). Sekitar tahun 1676, Tawang Alun itu yang masih bebas dari dominasi memutuskan untuk membebaskan diri dari Mataram. Penyerangan Mataram atas Mataram dengan cara menghentikan Blambangan berkali-kali gagal karena pemberian upeti serta kunjungan tahunan konflik Mataram dengan VOC” (Vlekke, ke Mataram. Kemudian memakai gelar 2008: 145-146). Dari pernyataan Vlekke Susuhunan Blambangan. Dari kumpulan tersebut, dapat kita ketahui bahwa sampai naskah VOC yang disusun ulang oleh De kira-kira akhir abad XVII, Blambangan Jonge, tulisan yang cukup jelas dari masih menguasai hampir seluruh ujung Brandes mengenai babad Blambangan, timur Jawa. Tahun 1691 Tawang Alun kajian Wikkerman yang ditulis berdasar- meninggal karena sakit. Babad Tawang kan keterangan penduduk lokal, karangan Alun menyebutkan, jasadnya dikremasi Krom mengenai peninggalan-peninggalan dan akhirnya mengalami moksa di Keraton kuno dari Kerajaan Blambangan, serta Macan Putih (Arifin, 1995: 280). kajian-kajian historis yang dilakukan Babad Blambangan menjelaskan sejarawan Indonesia, misalnya I Made bahwa setelah kematian Tawang Alun, Sujana, Sri Margana, Edi Burhan Arifin, Sasranagara, salah satu anak Tawang Alun, Moch Hadi Sundoro dan kajian filologi menobatkan dirinya sendiri menjadi raja yang dilakukan oleh Danusaprapta, tanpa melakukan perundingan dengan Winarsih Arifin, dapat diketahui bahwa keluarganya. Anak Tawang Alun yang pada zaman Pangeran Tawang Alun II, lain, Macanapura, tidak menerima daerah-daerah yang ada di bawah pengaruh keputusan sepihak yang diambil oleh kekuasaan Blambangan sangat luas. Sasranagara. Macanapura melakukan Daerah-daerah pengaruh kekuasa- pemberontakan dan berhasil menduduki an Blambangan, meliputi hampir seluruh takhta. Setelah memerintah selama enam Ujung Timur Jawa, yaitu dari Malang, tahun, terjadi perebutan kekuasaan lagi. Probolinggo, hingga Banyuwangi. Peperangan sengit terjadi antara Pangeran Macanapura melawan Mas Purba. Mas Purba ialah putra Sasranagara, usianya sekitar 13 tahun, namun berani memberontak karena dukungan dari ibunya yang meminta bantuan Bali. Mas Purba berhasil menang, sehingga kekuasaan mutlak menjadi miliknya dan dia dinobatkan sebagai Raja Blambangan dengan julukan Pangeran Adipati Danureja (Arifin, 1995: 281-282). Tahun 1736 ia Peta 1 Wilayah Kerajaan Blambangan Pada meninggal. Mengenai jasadnya juga masih Masa Tawangalun II misterius, sumber VOC mengatakan jasad Sumber: Diolah dari Babad Wilis. Danureja dibakar dengan sembilan orang istrinya menurut adat istiadat Blambangan, Berdasarkan ilustrasi peta di atas, dan dijuluki Dewa Nyurga oleh orang Bali selama mengalami golden age, terdapat 7 (Leckerkerker, 1923: 1040). Akan tetapi daerah di bawah kekuasaan Blambangan. Babad Tawang Alun mengatakan, jasad Negara daerah yang merupakan bagian Danureja dimakamkan di Tuban (Arifin, dari Kerajaan Blambangan, yaitu: Malang, 1995:109). Lumajang, Probolinggo, Jember,

414 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Kematian Danureja pada tahun b. Puger j. Rogojampi 1736 menjadikan Mas Sepuh naik takhta c. Tomogoro k. Genteng menjadi pangeran. Akan tetapi, salah satu d. Bayu l. Banyuwangi sumber menyebutkan bahwa usianya masih e. Songggon m. Gambiran terlalu muda (13 tahun) untuk memimpin f. Macan Putih n. Pakis sebuah kerajaan. Karena usianya masih g. Panarukan o. Ketapang terlalu dini untuk memegang takhta, h. Grajakan diangkatlah Ranggasatata, seorang Bali Selain mampu mempertahankan dari Klungkung, untuk mengatur wilayah kekuasaan yang luasnya tidak administrasi kerajaan (Lekkerkerker, 1939: mengalami perubahan. Adanya perkiraan 1050). Berdasarkan kajiannya mengenai jumlah penduduk pada tahun 1750 yang Babad Tawangalun, Pigeaud juga ditulis oleh Pieter semakin memperkuat mengatakan bahwa Ranggasatata dikirim keadaan Blambangan pada masa ke Blambangan dari Klungkung untuk pemerintahan Danuningrat. Pieter memelihara ketertiban dan mengambil alih menyebutkan bahwa terdapat sekitar kewajiban Danuningrat untuk sementara 20.000 orang penduduk Blambangan waktu (Pigeaud, 1929: 341). Pada tahun (Pieter, 1939: 40). Akan tetapi tidak 1745, Danuningrat mulai mengendalikan dijelaskan komponen laki-laki, perempuan, kekuasaannya sendiri. dewasa maupun anak-anak. Kajian I Made Sujana menyebut- Kedamaian pada masa pemerin- kan bahwa Kerajaan Blambangan tahan Danuningrat, berakhir pada tahun mengalami zaman kertayuga atau 1763. Penjelasannya dapat ditemukan ketenangan, bebas dari konflik fisik di dalam beberapa babad, misalnya Babad bawah pemerintahan Danuningrat (Sujana, Wilis dan Babad Mas Sepuh, sebagai 2001: 35). Hal ini dikuatkan oleh sumber lokal, sangat gamblang menjelas- Lekkerkerker dengan menyatakan bahwa kan keruntuhan pemerintahan Danuningrat “Sekarang terjadi ketenangan di daerah disebabkan oleh adanya konflik internal yang tadinya sering diancam bahaya yang terjadi antara Danuningrat dan Wong perang” (Lekkerkerker, 1923: 1051). Agung Wilis4. Konflik tersebut dimulai Berikut gambaran mengenai wilayah dari adanya fitnah yang didalangi oleh kekuasaan Pangeran Danuningrat selama Tepasana,5 yang menurut babad berwatak pemerintahannya. seperti Durno. Fitnah tersebut bermuara pada keputusan Danuningrat untuk memecat Wilis dari jabatannya sebagai patih, dan mengangkat Sutajiwa sebagai penggantinya. Atas kejadian tersebut, Gusti Agung Mengwi mengirim

4 Di dalam sumber Babad Blambangan dan Babad Tawang Alun disebutkan bahwa Wong Agung Wilis ketika masih kanak- Peta 2. Wilayah Blambangan Tahun 1736- kanak bernama Mas Sirna dan lahir di 1763 Blambangan. Berdasarkan silsilah yang Sumber: Diolah dari Babad Wilis, Babad ditemukan, Mas Sirna adalah keturunan dari Tawangalun, Nagari Tawon Madu. seorang penguasa Blambangan, Pangeran Danureja, yang memerintah pada tahun Peta di atas adalah ilustrasi 1697. Ibu Mas Sirna adalah seorang selir, kekuasaan Blambangan ketika pemerin- yang berasal dari Bali (Arifin, 1995: 109). 5 Tepasana adalah aristokrat dari Lumajang, tahan Danuningrat, yang meliputi: yang muncul sekitar tahun 1760-an, dan a. Nusa Barung i. Ulupampang menjadi mertua Danuningrat. Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 415 pasukannya yang dipimpin oleh Wilis membangun benteng tersebut” untuk menangkap Tepasana dan Sutajiwa (Margana, 2012: 45)6. di Blambangan. Pertempuran pun terjadi, Margana juga menegaskan bahwa namun Danuningrat mundur dan berhasil surat perjanjian tersebut ditulis langsung melarikan diri bersama Sutajiwa (Arifin, oleh Danuningrat. Kemudian Hendrik 1980: 33). Breton, Gezaghebber dari Surabaya segera Informasi lain mengenai penye- mengirimkan proposal tawaran pengajuan rangan Mengwi terhadap Blambangan kerja sama tersebut kepada VOC. Adanya dapat ditemukan pada Babad Tawang tawaran kerja sama yang dilakukan oleh Alun, selain adanya konflik internal antara Danuningrat juga dibenarkan oleh De Danuningrat dan Wilis, terdapat konflik Jonge. Ia mengatakan bahwa, “Pangeran eksternal yang terjadi di Kerajaan Patti lebih suka menyerahkan daerahnya Blambangan, yaitu adanya ambisi kepada Kompeni, daripada daerahnya itu Danuningrat yang ingin menjadikan tetap berada dibawah kekuasaannya orang kerajaannya independent. Keputusannya Bali, yang selalu berpura-pura baik dan untuk membunuh Ranggasatata, utusan selalu membantu rakyat Blambangan” (De Kerajaan Mengwi-Bali, dengan tidak Jonge, 1923: 3). didasari alasan yang logis, membuktikan Akan tetapi, respons dari Batavia bahwa ia ingin mewujudkan ambisinya. dan Semarang tidak sesuai dengan Atas kejadian tersebut, Kerajaan Mengwi ekspektasi Danuningrat dan Hendrik mengundang Danuningrat untuk Breton. Gubernur di Batavia secara terang- menghadap ke Mengwi sebanyak dua kali, terangan menolak tawaran kerja sama yang namun undangan tersebut diabaikan, diajukan oleh Danuningrat. De Jonge kemudian Mengwi memutuskan untuk mengungkap penolakan kerja sama menyerang Blambangan (Arifin, 1995: 14- tersebut dalam kajiannya dengan 21). menyatakan bahwa: Berdasarkan sumber babad dan “Daerah bagian selatan sudut timur sumber kolonial yang sudah dikaji oleh Jawa benar telah diserahkan pada Margana, ia menyebutkan bahwa selama kompeni, akan tetapi mereka yang meninggalkan istana Blambangan, menyerahkannya tidak pernah ber- Danuningrat meminta bantuan kepada kuasa sungguh-sungguh atas daerah Kompeni untuk merebut kembali Kerajaan tersebut, dan mereka yang sementara Blambangan dari Mengwi dengan memegang kekuasaan di daerah itu, membuat surat pernyataan yang isinya telah menolak untuk tunduk dan sebagai berikut: patuh”.7 “Danuningrat berjanji untuk mengirim Dari keterangan di atas dapat 600 koyan beras, sepuluh pikul lilin disimpulkan bahwa gubernur menganggap dan empat pikul sarang burung. Dalam daerah ujung timur Jawa, termasuk keadaan damai, jumlah itu akan Blambangan, sudah menjadi wilayah ditingkatkan. Dia juga meminta kekuasaan Kompeni. Sehingga Kompeni Kompeni untuk mendirikan sebuah tidak perlu mengadakan perjanjian dan benteng militer di Blambangan guna

mencegah invasi Bali di masa depan. 6 Dia bahkan menjanjikan untuk Informasi berdasarkan NA, Koleksi Engelhard 19a, Proposal tentang menyediakan bahan-bahan yang Blambangan oleh Hendrik Breton, Surabaya dibutuhkan sekaligus pekerjanya untuk 30 Oktober 1763, hlm. 152. 7 “De Oosthoek was haar wel afgestaan, maar zij die dien afstand deden hadden er geen gesag nitgeoefend, en zij die er het gezag in hadden hadden weigerden zich te onderwerpen” (De Jonge, 1923: 1).

416 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422 kesepakatan apa pun dengan Danuningrat. pindah ke Desa Seseh. Dari perintah kedua Akan tetapi, meskipun Kompeni merasa ini, Danuningrat baru menyadari maksud memiliki Blambangan sejak dikeluar- Gusti Agung Mengwi yang sesungguhnya, kannya Perjanjian Giyanti oleh Mataram, bahwa ia menginginkan kematiannya. hingga tahun 1764 Kompeni belum begitu Setelah sampai di desa Seseh, Danuningrat memperhatikan daerah tersebut. Wilayah diserang oleh penduduk dan prajurit yang timur yang diperhatikan oleh Kompeni dikirim oleh Gusti Agung Mengwi. baru melampaui Pasuruan. Danuningrat dan pengikutnya kalah, Atas penolakan tersebut, semuanya mati di Pantai Seseh. Danuningrat merasa kecewa dan Penjelasan dari Babad Wilis selanjutnya mengajukan bantuan kepada mengatakan bahwa setibanya di Bali, Kartanegara, Bupati Lumajang. Berdasar- Danuningrat yang berpakaian serba putih kan Babad Wilis, Gusti Agung Mengwi bertemu dengan Gusti Agung Mengwi dan mendengar kabar keberadaan Danuningrat sempat membuat beberapa pengakuan. di Lumajang, maka dengan segera Pengakuan Danuningrat mengenai peris- diutuslah beberapa duta dari Blambangan tiwa pemecatan Wilis dan pembunuhan dan Bali untuk membujuk Danuningrat Ranggasatata serta keputusan untuk kembali ke Blambangan. Danuningrat mau meninggalkan kerajaan membuat Gusti kembali ke Blambangan, kemudian Agung Mengwi terkejut dan tidak bisa bersama dengan Wilis, ia menghadap Gusti menahan amarahnya. Gusti Agung Agung Mengwi. Mengwi kemudian memutuskan untuk Babad Mas Sepuh mengemukakan menahan Danuningrat dan menyuruh dia bahwa setibanya di Bali, Danuningrat tidak tinggal di Seseh. Mendengar berita ini, bertemu dengan Gusti Agung Mengwi. Nawangsari, istri Danuningrat, dan anak- Gusti Agung Mengwi memerintahkan dia anaknya menyusul ke Seseh. Setelah tiba untuk tinggal di sebuah desa terpencil dan di Seseh, Danuningrat dibunuh oleh sudah lama tidak berpenghuni. pasukan Mengwi. Sementara istri dan Kemungkinan, perintah ini adalah sebuah anak-anak Danuningrat kembali ke hukuman yang diberikan oleh Gusti Agung Blambangan (Arifin, 1980: 37). Mengwi kepada Danuningrat, yang mana Walaupun sumber-sumber yang Danuningrat belum menyadarinya dan mengkisahkan kematian Danuningrat bahkan dengan suka rela membangun desa tergolong dalam jenis sastra, namun tersebut serta mendirikan puri Tanah Ayu, tidaklah mustahil pula bahwa sumber- untuk beribadah. Mengetahui hal ini, Gusti sumber tersebut masih menyimpan Agung Mengwi menjadi sangat marah dan peristiwa sejarah dari masa lampau. Karya memerintahkan rakyatnya untuk tidak Lekkerkerker juga mengulas sedikit kisah melakukan aktivitas apa pun ke desa tentang kematian Danuningrat oleh orang tempat Danuningrat dan keluarganya Bali (Lekkerkerker, 1923: 1041). Dengan tinggal (Arifin, 1995: 128). Hal ini demikian, bisa dikatakan bahwa peristiwa dilakukan supaya Danuningrat mengalami kematian Danuningrat pada tahun 1763 kesulitan memeroleh makanan dan menandakan bahwa berakhirnya eksistensi meninggal pelan-pelan. Dinasti Tawang Alun yang telah berkuasa Babad Mas Sepuh juga lebih dari seratus tahun lamanya di memberikan informasi bahwa ada salah Kerajaan Blambangan. Berikut bagan satu bangsawan Bali, yang bernama Gusti mengenai pohon keluarga keturunan Agung Kamasan Dhimandhe yang diam- Tawang Alun: diam memberi makanan Danuningrat beserta keluarganya. Mengetahui hal ini, Gusti Agung Mengwi memutuskan untuk mengusir Danuningrat dari desa itu dan Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 417

menjadi kota yang ramai dan pelabuhannya sering dikunjungi para pedagang, misalnya dari Cina, Bugis, Mandar, Melayu, dan lain-lain. Blambangan menjadi tidak kondusif. Kejadian tersebut mendorong VOC untuk menguasai Blambangan karena apabila dibiarkan dapat mengganggu eksistensi VOC di Pulau Jawa. Berkuasanya VOC di Blambangan menjadi sebab awal terjadinya gerakan sosial- politik di Blambangan. Berdasarkan informasi dari surat dinas Kapten Blanke yang dikirim ke Gubernur Johanes Vos di Batavia, pada akhir Maret 1767, bendera Belanda

Gambar 1. Pohon Keluarga Blambangan berhasil dikibarkan untuk pertama kalinya Sumber: Babad Blambangan. di Blambangan (VOC 3215, 1767: 131- 136). Gusti Ketut Kaba-Kaba dan Gusti Setelah Danuningrat meninggal, Kuta Beda berhasil disingkirkan dari Blambangan sepenuhnya dikuasai oleh Blambangan. Kejadian ini merupakan Kerajaan Mengwi. Gusti Agung Mengwi pertempuran awal yang terjadi antara menunjuk Gusti Ketut Kaba-Kaba dan masyarakat Blambangan terhadap VOC Gusti Kuta Beda untuk memimpin dalam memperebutkan kekuasaan politik Blambangan. Berdasarkan kajian Margana, di Blambangan. Sampai pada akhirnya dua pemimpin ini membentuk Blambangan meluas ke berbagai faktor dan mengkristal, menjadi kota perdagangan dengan kemudian bermuara pada berlangsungnya membiarkan para pedagang lokal dan asing gerakan sosial politik. mengunjungi Blambangan (Margana, Faktor politik, Kompeni menunjuk 2012: 48). Mas Anom dan Mas Uno untuk menjadi pemimpin baru di Blambangan. Selain itu 2. Penyebab Terjadinya Gerakan Sosial dari faktor religi, paksaan untuk memeluk Politik Blambangan Agama Islam sekaligus Kristen mulai Ada beberapa penyebab terjadinya terjadi di masyarakat Blambangan. gerakan sosial-politik yang dilakukan oleh Misalnya dengan menikahkan Raja Wong Agung Wilis terhadap Kompeni. Blambangan dengan anggota elite Islam Bermula ketika adanya laporan seorang dari wilayah Mataram yang didukung oleh mata-mata pribumi yang diutus oleh VOC, Belanda. Tentu saja hal tersebut memicu menyatakan bahwa pada bulan Agustus munculnya pertentangan dari penduduk 1766 terdapat tiga kapal besar Inggris yang lokal, yang memang sejak awal memeluk membawa para pelaut Bugis dan Madura agama Hindu (Lekkerkerker, 1923: 1060). tiba di Blambangan, di bawah komando Faktor ekonomi, VOC mulai Edward Coles, anggota English East India dengan semangat perdagangan yang Company (VOC 3186, 1766: 673-677). kemudian bermuara pada nafsu monopoli. Kedatangan EIC ke Blambangan bertujuan Berawal pada tahun 1699, Belanda untuk memasarkan senjata, opium, kapas, mengenalkan komoditas perkebunan pada dan kain yang harganya relatif murah. Blambangan. Bibit-bibit kopi, teh, tebu, Sedangkan pedagang lokal menawarkan dibawa ke daerah tersebut (Yahmadi, beras, garam, hewan ternak, dan kayu. 2000: 180). Lahirnya perkebunan Sehingga hubungan dagangnya bersifat mendatangkan penderitaan baru bagi barter. Keadaan ini membuat Blambangan

418 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422 rakyat Blambangan. Rakyat Blambangan 3. Intensitas Gerakan Sosial Politik hidup tertekan baik secara sosial maupun Kesan baik di mata masyarakat ekonomi. VOC memerintahkan rakyat menjadi modal utama bagi Wilis untuk untuk membuat jalan-jalan dan membabat menghimpun massa dan memeroleh pepohonan di hutan untuk ditanami dukungan dari daerah lain. Menurut Babad tanaman perkebunan. Akan tetapi VOC Wilis, langkah pertama yang dilakukan tidak menyediakan makanan bagi rakyat oleh Wilis adalah memengaruhi penduduk yang bekerja dalam kondisi kelaparan dan untuk tidak melaksanakan kerja wajib kekurangan serta kesengsaraan penyakit dalam pembangunan benteng Kompeni (Arifin, 1995: 93). Keberhasilan berdagang (Arifin, 1980: 31). Langkah selanjutnya melalui monopoli ini, kemudian digunakan dapat dilihat berdasarkan informasi dari VOC untuk memanjakan penguasa lokal surat Gubernur Vos, yang mengatakan dengan kenyamanan ekonomi, utamanya bahwa Wilis melakukan perjalanan untuk berperang meluaskan kekuasaan mengelilingi daerah dan membagi-bagikan menghadapi musuhnya. Cara ini uang Bali dan senjata-senjata buatan menciptakan jurang pemisah antara Inggris (De Jonge, 1923: 12). Sepertinya kehidupan penguasa dan rakyat. Sehingga dua langkah ini merupakan cara Wilis muncullah konflik sosial di masyarakat. untuk mengambil hati rakyat dan berusaha Bukan hanya tenaga yang diperas, menjauhkan rakyat dari Kompeni. tapi demi kepentingan VOC, para Berdasarkan kajian Margana, ia penguasa beroperasi ke pelosok-pelosok mengatakan bahwa Wilis juga mencari kampung untuk menyita semua beras dukungan dari para diaspora seperti Bugis, simpanan dan hasil panen, serta bahan Sumbawa, Melayu dan Cina (Margana, makanan lainnya dan mengangkutnya. 2012: 115). Berdasarkan laporan dari Vos Apabila tidak dapat diangkut, VOC kepada Gubernur Jenderal dan Dewan menyuruh membakarnya, kemudian Komisaris pada tanggal 20 Desember menyuruh rakyat menanam padi kembali 1767, pasukan yang berhasil dikumpulkan dengan perintah yang sangat memaksa. oleh Wilis, adalah sekitar 6000 orang. Vos Setelah panen, jerih payah penduduk disita juga mengatakan bahwa: lagi (Arifin, 1995: 12). “Yang pasti adalah di Kotalateng Pemerintahan Kompeni di terdapat sekelompok manusia Blambangan berjalan selama kurang lebih pungutan. Di situ terdapat orang Bali, enam bulan, kemudian setelah itu muncul Bugis, Mandar, Melayu, Punakawan situasi yang tidak kondusif, karena rakyat (yaitu yang lahir campuran antara Bali Blambangan merasa tertekan dengan dan Blambangan), Cina dan bahkan besarnya pajak dan kerja wajib yang harus juga Inggris” (Vos kepada Gubernur dilakukan untuk Kompeni. Menurut Babad Jendral dan Dewan Komisaris, 20 Wilis, “Lima puluh orang setiap hari Desember 1767).8 diwajibkan masuk kerja untuk Kompeni Kutipan tersebut di atas, menjelas- dan menyerahkan lembu dan sapi”. kan bahwa pasukan yang dihimpun oleh Kejadian-kejadian inilah yang Wilis berasal dari orang-orang Bali, Bugis, mengkristalkan dan mendorong tumbuh- Mandar, Melayu, Punakawan (yaitu yang nya kekuatan-kekuatan rakyat yang sudah lahir campuran antara Bali dan lemah untuk bersatu mengadakan gerakan sosial yang kuat dalam rangka 8 Zeker was te Cotta een zonderling menumbangkan kekuatan VOC. Terjadilah zamenraapsel bijeen. Men telde er gerakan sosial politik besar-besaran pada Balinezen, Boeginezen, Mandarezen, tanggal 18 Februari 1768 yang dipimpin Maleijers, Panakawangs (uit de vermenging oleh Wong Agung Wilis. van Baliers met Baloemboangers geboren), Chinezen, en zelfs Engelschen (Vos aan Gouvern. Gen. en Rade, 20 December 1767). Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 419

Blambangan), Cina, dan bahkan juga melaporkan terdapat 150 orang pasukan Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa Wilis tewas, sedangkan pasukan Kompeni betapa Wilis menjadi orang yang yang gugur di medan perang tidak mempunyai kedudukan penting di disebutkan jumlahnya. Pada pertempuran Blambangan. Terlepas bergabungnya pertama ini, pasukan Kompeni dinyatakan mereka menjadi pasukan Wilis karena kalah, ratusan pasukan Wilis yang terpaksa atau tidak, seperti yang dikatakan bergerak di bawah komando Encik Kamis oleh Vos, namun dengan adanya jumlah berhasil mengambil alih benteng Kompeni pasukan tersebut sudah membuktikan di Ulupampang dan memenggal beberapa bahwa Wilis mampu menjadi seorang mata-mata Kompeni di Ulupampang (VOC pemimpin. 3248: folio 9-16). Wilis berada pada Mendengar kabar bahwa Wilis puncak kejayaan untuk sementara waktu, membentuk pasukan dan akan melakukan Mas Anom dan Mas Weka, bupati gerakan sosial politik untuk merebut Blambangan yang ditunjuk oleh Kompeni, Blambangan dari Kompeni, Van Rijcke9 menyatakan bergabung dengan Wilis. memutuskan untuk mengunjungi dan Posisinya di kota semakin kuat karena mengadakan perundingan dengan Wilis di dukungan datang silih berganti. Selain Kutalateng. Kunjungan tersebut dimaksud- menguasai Ulupampang, pasukan Wilis kan agar Wilis mau mendukung juga ditugaskan untuk mengkondisikan pemerintahan Kompeni di Blambangan daerah sekitar Banyualit supaya pihak dan tidak terjadi pertumpahan darah. Wilis Kompeni kekurangan pasokan makanan di tidak menjanjikan apa pun kepada bentengnya sendiri. Kompeni, ia hanya mengatakan akan Dalam surat dinas Gubernur Vos berkunjung ke Banyualit pada hari ketiga yang diolah oleh De Jonge dijelaskan bulan Februari (Margana, 2012: 125). kondisi Van Rijcke dan pasukannya di Namun pada kenyataannya, Wilis tidak Benteng Banyualit semakin mengenaskan. pernah melakukan kunjungan ke Pasukannya menderita kelaparan dan Banyualit, sehingga terjadilah beberapa penyakit mematikan, bahkan dirinya kali pertempuran antara Wilis dan sendiri juga terserang penyakit. Rijcke Kompeni di Blambangan sepanjang tahun mengirim surat kepada Vos, menceritakan 1768. keadaannya dan memohon pengiriman Menurut laporan dari Rijcke kepada bantuan. Bantuan dikirim oleh Vos pada Gubernur Vos, pada tanggal 18 Februari tanggal 24 April 1768, di bawah komando 1768 Wilis melakukan serangan Gezaghebber Coop a Groen dengan pertamanya. Serangan ini difokuskan membawa 2.000 prajurit menuju untuk merebut benteng Kompeni di Banyualit. Bahkan Vos rela pindah ke Ulupampang. Kapten Maurer, Skipper Surabaya untuk memantau perkembangan Pietersz, Letnan Diest, dan Letnan Blambangan. Setelah pasukan sampai di Wipperman bersama pasukannya meng- Banyualit, Vos memerintahkan untuk hadapi Wilis dan pasukannya. Pertempuran menyusun strategi merebut Ulupampang ini terjadi pada musim hujan, sehingga kembali sebelum menyerang Kotalateng, Kompeni merasa kewalahan menghadapi tempat Wilis berada (De Jonge, 1923xi: Wilis dan sekutunya. Senjata api tidak bisa 13). digunakan secara total, pasukan Kompeni Berdasarkan kajian Lekkerkerker, mundur teratur ke Pagon, sebuah pedesaan pada tanggal 14 Mei 1768 Gezaghebber Islam dekat kota, dan membakar Coop a Groen melancarkan serangannya perkampungan di sekitarnya. Rijcke ke Ulupampang. Di sana pasukan Kompeni mendapat serangan yang sangat hebat di 9 Van Rijcke adalah panglima perang Kompeni bawah pimpinan Encik Kamis. Akan yang di tunjuk oleh Gubernur Jenderal dan tetapi, akhirnya Ulupampang dapat ditempatkan di Benteng Banyualit.

420 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422 ditundukkan. Para pasukan Wilis di semuanya diangkut sebagai tahanan ke jadikan tawanan. Pasukan yang menyerah Edam. dikirim ke Semarang. Namun Encik Kamis Berdasarkan kajian Lekkerkerker, berhasil melarikan diri, meskipun dalam pada tahun 1778, Wilis bersama dengan keadaan terluka (Lekkerkerker, 1923: putra-putranya berhasil melarikan diri dari 1052). Banda. Pernyataan tersebut didukung oleh Sasaran selanjutnya setelah laporan utusan Gezaghebber Van der menguasai Ulupampang, Gezaghebber Nieport Semarang yang ditugaskan Coop a Groen merencanakan penyerangan membeli budak ke Bali. Utusan tersebut tanggal 18 Mei 1768 ke Kotalateng. Akan melaporkan bahwa Wilis bersama dengan tetapi, belum sampai penyerangan anaknya dan empat orang lainnya, dilakukan, Kompeni mendapat serangan termasuk Mas Bagus Lumajang, Patih terlebih dahulu dari pasukan Wilis. Tidak Malang dan Antang, Natakusuma berhasil banyak prajurit Kompeni yang terluka dan membunuh para pengawal Kompeni, tewas dalam serangan dadakan tersebut. kemudian bertemu dengan seorang pendeta Sehingga Kompeni tetap melanjutkan dan berhasil membawa mereka ke Sasak, serangannya ke Kotalateng, petahanan Bali melalui Buton. Tidak lama setelah Wilis sangat kuat dengan pasukannya yang Wilis berada di Bali, dia mengalami sakit berjumlah 6.000 orang. Kompeni tidak dan akhirnya meninggal dunia. Jasadnya mungkin bisa menembus istana dimakamkan di Blambangan (VOC 3528, (Lekkerkerker, 1923: 1052). 29 Mei 1778, folio 151-152 dalam Berdasarkan laporan dari Margana, 2012: 153-154). Gezaghebber Coop a Groen terhadap Gubernur Vos, tiba-tiba terjadi 4. Dampak Gerakan pengkhianatan dari pasukan Wilis. Setelah Wilis dan pengikutnya Sutanagara dan 2.000 orang pasukannya berhasil dilumpuhkan, Gezaghebber Coop menyerang Wilis dari belakang. a Groen memutuskan untuk membumi- Pengkhianatan ini membuat pertahanan hanguskan Kotalateng, sebagai pusat kocar-kacir dan semakin lemah, istana terjadinya gerakan sosial-politik tersebut. terkepung. Pada tanggal 18 Mei 1768, Laporan Gezaghebber Coop a Groen Gezaghebber Coop a Groen berhasil kepada Vos menjelaskan tentang kebijakan mendobrak benteng Wilis, Kutalateng yang diambil pasca terjadinya gerakan. Isi dibakar dan sisa-sisa bangunan istana laporan tersebut yaitu: digunakan untuk membangun benteng baru “Saat ini saya tengah sibuk untuk pertahanan Kompeni, sekaligus membangun sebuah benteng kecil menunjukkan pada rakyat bahwa Kompeni untuk menunjukkan pada rakyat berhasil menguasai Blambangan. Blambangan bahwa kita akan Pengkhianatan terhadap Wilis, juga menduduki tempat ini. Kita mencari dilakukan oleh Mas Uno dan Mas Anom, tempat yang sehat di antara desa-desa yang dengan sengaja memberikan kecil dimana kita dapat mengen- informasi kepada Kompeni mengenai dalikannya. Saya ingin Vaandrig keberadaan Wilis sehingga Kompeni Guttenberger ditempatkan di sini dengan sangat mudah menangkap Wilis sebagai komandan. Saya harap dengan (VOC 3248, 18 Mei 1768: folio 13-14). didirikannya benteng kecil ini, Berdasarkan kajian Lekkerkerker, setelah beberapa perubahan dapat dilakukan. Wilis tertangkap, maka semua prajurit dan Saya sendiri telah meruntuhkan penduduk yang menjadi tawanan seluruh perkampungan di Kotalateng. dibebaskan dari tahanan dan mendapatkan Saat ini, kita masih disibukkan dengan pengampunan. Wilis, Anom, dan Uno pembakaran. Saya pikir hal itu akan menyebabkan para penduduk patah Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan…(Nurmaria) 421

semangat jika mereka melihat tidak keseluruhan. Sutanagara dipaksa memeluk hanya sebuah benteng kecil dibangun Islam dan mewajibkan rakyat Blambangan untuk mengepung mereka, namun meninggalkan Hindu dan memeluk Islam mereka juga akan mengerti bahwa (De Jonge, 1923xi: 242). Kotalateng telah dibumihanguskan Dampak terhadap aspek etnis dan tanpa seorang pun berkesempatan budaya dibuktikan dengan adanya untuk membangunnya lagi” (Surat penggantian elite birokrasi Blambangan, Gezaghebber Coop a Groen pada diganti dengan orang-orang Jawa dan Gubernur Vos, 25 Mei 1768 dalam beragama Islam. Unsur-unsur Bali, Margana, 2012: 131). dihilangkan dari Blambangan. Hal tersebut Pernyataan Gezaghebber Coop a terbukti pada keputusan Luzac untuk tetap Groen di atas, menunjukkan bahwa menghukum para tawanan yang berasal gerakan yang dipimpin oleh Wilis dari Bali meskipun tawanan tersebut berdampak secara nyata dalam hal adalah saudara Sutanagara. ekonomi, khususnya terkait dengan sandang, pangan, dan papan masyarakat D. PENUTUP Blambangan yang dibumihanguskan oleh Gerakan sosial-politik yang Kompeni. dilakukan oleh Wong Agung Wilis Secara mental, masyarakat bertujuan untuk membawa rakyat Blambangan juga dihantam habis-habisan. Blambangan menuju Blambangan yang Kompeni ingin membuat rakyat bebas dari tekanan mana pun. Wong Blambangan jera dan tidak lagi dapat Agung Wilis menginginkan Blambangan melakukan gerakan melawan pemerintah. lepas dari cengkeraman Bali, Jawa, dan Keamanan diperketat untuk mencegah Kolonial Belanda. Penolakan atas tawaran kemungkinan terjadinya ekor dari gerakan menjadi Pangeran Blambangan yang sosial-politik yang dilakukan Wilis. diberikan oleh Gusti Agung Mengwi Tindakan tersebut sangat merugikan rakyat setelah kematian Danuningrat, menunjuk- Blambangan yang tinggal di Kotalateng. kan bahwa Wilis adalah seorang tokoh Rakyat yang pro dengan Kompeni, yang memiliki loyalitas tinggi terhadap dipersilahkan untuk memulai kehidupan kerajaannya. Keberadaan Kolonial yang baru di Blambangan, wajib patuh dan awalnya dianggap sebagai harapan baru tunduk terhadap semua aturan Kompeni. yang bisa membawa Blambangan semakin Sedangkan keluarga Wilis dan rakyat biasa sejahtera, justru sebaliknya. Hal tersebut yang menjadi pendukung Wilis dan yang menjadi alasan kuat bagi Wilis untuk dicurigai menjadi penggerak, ditahan dan melangsungkan gerakan sosial-politik ada yang dijadikan budak. terhadap Kompeni, meskipun akhirnya Dampak gerakan tersebut dalam gerakan tersebut mengalami kegagalan dan segi politik, terlihat pada pengangkatan Wilis dapat dilumpuhkan. Sutanagara menjadi bupati baru Blambangan. Sutanagara dianggap sebagai DAFTAR SUMBER orang yang loyal terhadap Kompeni dan 1. Arsip tidak mempunyai garis keturunan pangeran Banyuwangi, 1691-1881: No. 1-6 Blambangan. Ayahnya adalah salah satu VOC 3186 orang kepercayaan Danuningrat yang VOC 3215, 1767 ditugaskan untuk mengurus administrasi VOC 3248, 18 Mei 1768 istana. Ibunya berasal dari Bali. VOC 3528, 29 Mei 1778 Dampak gerakan tersebut juga 2. Tesis, Disertasi dan Jurnal terjadi pada aspek religi. Gezaghebber Darusaprapta, 1984. Pieter Luzac membuat keputusan untuk Babad Blambangan: Pembahasan- mengislamkan Blambangan secara Suntingan Naskah- Terjemahan. Disertasi: Yogyakarta: FIB UGM.

422 Patanjala Vol. 9 No. 2 September 2017: 407 - 422

Made Sujana. 1995. Lekkerkerker, C. 1923. Nagari Blambangan. Tesis: Jakarta: Blambangan, de Indische Gids II. Fakultas Ilmu Budaya UI. Amsterdam: De Bussy. Margana, Sri. 2012. Lubis, Nina H. 1998. “Melukis Tiga Roh: Stigmatisasi dan Kehidupan Kaum Menak Priangan Kebangkitan Historiografi Lokal di (1800-1942). Bandung: Pusat Informasi Banyuwangi”. Jurnal. Banyuwangi: Kebudayaan Sunda. Lembaran Kebudayaan Volume 24. _____, 2015.

Metode Sejarah. Jawa Barat: Yayasan 3. Buku Sejarawan Masyarakat Indonesia. Ankersmit, F. R. 1987. Refleksi tentang Sejarah. Jakarta: Margana, Sri. 2012. Gramedia. Ujung Timur Jawa 1763-1813: Perebutan Hegemoni Blambangan. Yogyakarta: Arifin Burhan, Edi. 2006. Pustaka Ifada. Wong Agung Wilis. Banyuwangi: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten P. A, Winarsih. 1995. Banyuwangi. Babad Blambangan. Yogyakarta: Bentang. Arifin, Winarsih. 1980. Babad Wilis. Jakarta. Pieter van Dam. 1939. Beschijvinge van de Oost-Indische Fadhillah. 2006. Compagnie III. „s-Gravenhage. Gerakan Sosial. Malang: Averroes Press. Pigeaud, TH. 1932. Garraghan, Gilbert J. 1957. Aantekeningen Betreffende den A Guide To Historical Method. New Javaanschen Oosthoek. Amsterdam: De York: Fordham University Press. Bussy. Gottschalk, Louis. 1985. Renier, G. J. 1997. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Indonesia Press. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasan, Ali. 1997. Ricklefs, M.C. 2011. Sekilas Perang Bayu. A History of Modern Indonesia. Banyuwangi: Pemda TK II Kabupaten Yogyakarta: Gajah Mada University Banyuwangi. Press. Kartodirdjo, Sartono, 1978. Rush R, James. 2013. Protest Movements in Rural Java. New Jawa Tempo Doeloe: 600 Tahun Bertemu York: Oxford University Press. Dunia Barat 1330-1985. Depok. _____. 1984. Komunitas Bambu. Pemberontakan Petani Banten 1888. Sjamsuddin, Helius. 2012. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. _____. 1993. Smelser, Neil. J. 1969. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Theory of Collective Behaviour. USA: Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Collier-Macmillan Canada. Pustaka. Sujana,I Made. 2001. Kosim. E. 1984. Nagari Tawon Madu, Kuta-Bali. Bali: Metode Sejarah: Asas dan Proses. Larasan Sejarah. Bandung: Universitas Padjadjaran Fakultas Sastra. 4. Surat Kabar Kuntowijoyo, 2013. Bali Post, 19 November 1993. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kota Sukabumi…(Setia Nugraha, Nina H. Lubis) 423

KOTA SUKABUMI: DARI DISTRIK MENJADI GEMEENTE (1815-1914)

SUKABUMI CITY: FROM DISTRICT TO GEMEENTE (1815-1914)

Setia Nugraha dan Nina H. Lubis Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor e-mail: [email protected], [email protected]

Naskah Diterima: 24 Mei 2017 Naskah Direvisi:10 Oktober 2017 Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak Kota Sukabumi merupakan suatu wilayah di Jawa Barat yang mengalami perkembangan pesat dibanding daerah lainnya. Pada awalnya Sukabumi merupakan pemukiman penduduk bagian dari wilayah pemerintahan District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang. bagian dari Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger (Regeerings Almanaks tahun 1872). Andries Christoffel Johannes de Wilde, seorang berkebangsaan Belanda yang pertama kali mengenalkan nama Soekaboemi (Soeka Boemi) ke dunia luar. Awalnya ia menjelajah di Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang cocok bagi perkebunan. Dari sebuah pemukiman, selanjutnya Sukabumi mengalami perkembangan pesat melampaui Cianjur yang sebelumnya berada di depan garis pacu. Perkembangan ini menarik perhatian penulis. Untuk menjabarkan dinamika Kota Sukabumi (1914-1942), dilakukan kajian historis dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini memfokuskan perhatian pada asal-usul terbentuknya Kota Sukabumi, dinamika pemerintahan, sosial dan ekonomi Kota Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Kota Sukabumi berkembang pesat dari district menjadi gemeente.

Kata kunci: Kota Sukabumi, dinamika, sosial ekonomi.

Abstract The city of Sukabumi is a region in West Java that is experiencing rapid development compared to other regions. In the beginning, Sukabumi is a residential part of the district government area of District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang. Part of Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger. (Regeerings Almanaks in 1872). Andries Christoffel Johannes de Wilde, a Dutch nationality who first introduced the name Soekaboemi (Soeka Boemi) to the outside. Initially he explored in Sukabumi to find a suitable land for plantation. From a settlement, Sukabumi subsequently experienced a rapid development beyond Cianjur previously in front of the race line. This development attracts the author's attention. To describe the dynamics of Sukabumi City (1914-1942), a historical study was conducted using historical method consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This research focuses on the origin of Sukabumi city, the dynamics of government, social and economy of Sukabumi City and what factors cause the city of Sukabumi to grow rapidly from district to gemeente. Keywords: Sukabumi city, dynamic, socio-economy. 424 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

A. PENDAHULUAN (66,87%) atau seluas 3.210 ha merupakan Kota Sukabumi adalah kota tanah kering dan lain-lain. transit antara Bandung-Jakarta yang Fenomena yang terjadi di daerah sejuk dan nyaman untuk disinggahi. perkotaan menunjukkan bahwa luas lahan Kota ini terletak di bagian selatan Jawa sawah akan semakin berkurang sejalan Barat, berada di kaki Gunung Gede dan dengan banyaknya pembangunan di bidang Gunung Pangrango pada ketinggian 584 perumahan, perdagangan atau pun industri, meter di atas permukaan laut (koordinat sehingga fungsi lahan pertanian beralih 106˚45’50” Bujur Timur dan fungsi menjadi lahan pertanian. 106˚45’10” Bujur Timur, serta 6˚50’44” Pada awalnya Kota Sukabumi Lintang Selatan. Berjarak 120 km dari merupakan pemukiman penduduk ibukota negara (Jakarta) atau 96 km dari bagian dari wilayah pemerintahan ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). District Goenoeng Parang, Onder- Sebelah utara berbatasan dengan afdeeling Tjiheulang. Afdeeling Kecamatan Sukabumi Kabupaten Tjiandjoer, Residentie Preanger. Sukabumi, sebelah selatan berbatasan (Regeerings Almanaks tahun 1872). dengan Kecamatan Nyalindung Kabu- Dalam tata pemerintahan Hindia paten Sukabumi, sebelah barat Belanda, Sukabumi pada tahun 1913 masih berbatasan dengan Kecamatan Cisaat disebut sebagai ”hoofdplaats van het Kabupaten Sukabumi, dan sebelah timur district Goenoeng Parang”. (Encyclo- berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja paedie van Nederlandsch Indie) (ENI), Secara administratif, Kota hlm. 814 dan 815) Tahun 1914, nama Sukabumi terbagi ke dalam 7 (tujuh) Gunung Parang mendapat sebutan ganda. kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Selain disebut Gunung Parang disebut pula Puyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, Sukabumi. Hal ini terjadi ketika Gunung Baros, Lembursitu, dan Cibeureum. Parang berkembang menjadi pemukiman Jarak terjauh dari balai kota adalah berpenghuni pengusaha perkebunan Kecamatan Lembur Situ, yakni sejauh 7 berkebangsaan Belanda dan Cina (Mukhtar km (Bappeda Kota Sukabumi: 29). 2013:18). Status district (kewedanaan) Iklim dan curah hujan Kota Gunung Parang kemudian berubah menjadi Sukabumi sepanjang tahun 2013 Onderafdeeling Soekaboemi (Kecamatan cenderung basah. Berdasarkan hasil Sukabumi), Afdeeling Regentschappen pemantauan dari empat stasiun Tjiandjoer, Residentie Preanger, dengan pemantau, tiga di antaranya yakni luas wilayah sekitar 225 km2. Stasiun Cimandiri, Ciaul, dan Cisalada Pada tahun 1914 Pemerintah mencatat bahwa setiap bulan di Kota Hindia Belanda mengubah Onderafdeeling Sukabumi terjadi hujan dengan Soekaboemi menjadi Gemeente intensitas tertentu. Curah hujan tertinggi Soekaboemi (Kota Sukabumi) dengan terjadi pada bulan Januari di Stasiun status Burgerlijkbestuur (pemerintahan Cimandiri yakni sebanyak 461 mm3 sipil yang otonom atau kota swapraja). dengan jumlah hari hujan 26 hari. Dipimpin oleh seorang Burgemeester Penggunaan lahan di Kota (Walikota). Selama 12 tahun pemerintahan Sukabumi dibedakan menjadi lahan sawah belum berjalan karena belum ada pejabat dan lahan bukan sawah (lahan kering). yang diangkat. Lahan bukan sawah dibedakan atas lahan Pada bulan Oktober 1926 pekarangan/rumah, tegal/kebun, kolam/ Pemerintah Hindia Belanda mengangkat tebat/empang dan lahan lain-lain. Dari luas Mr. G.F. Rambonnet sebagai Eerste wilayah Kota Sukabumi yang 4.800 ha, Burgemeester Soekaboemi, merangkap 32,31%-nya atau sebesar 1.551 ha Sekretaris kota dengan 10 orang Anggota digunakan untuk tanah sawah dan sisanya Dewan Kota. Sesuai undang-undang, tiga Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 425 orang di antaranya adalah warga setempat penting dalam perekonomian Nusantara, dan satu orang warga keturunan Cina, nilai historis yang melekat namun sedikit yaitu: Raden Djajakoesoemah, Raden literatur tentang kota ini menjadikan rasa Sadeli, Raden Demang Karnabrata, dan penasaran dan motivasi penulis untuk Oeij Djin Tjiang. G.F. Rambonnet membahas Kota Sukabumi. Untuk menduduki jabatan walikota sampai melakukan memudahkan pemahaman, dengan tahun 1934. tulisan ini dibatasi pada dinamika sosial Dalam Regeerings Almanak dari ekonomi antara tahun 1914 s.d. 1942. tahun 1934 sampai dengan tahun 1940 Adapun permasalahan yang diteliti adalah tidak ditemui catatan mengenai siapa yang 1) Bagaimana asal mula terbentuknya Kota menggantikan Mr. Rambonnet sebagai Sukabumi; 2) Faktor apa saja yang walikota. Namun demikian, dalam buku menyebabkan Kota Sukabumi berkembang saku terbitan Bappeda Sukabumi tahun pesat dari district menjadi gemeente? 1981 disebutkan pengganti Rambonnet Adapun penelitian ini ditujukan untuk secara berturut-turut sampai tahun 1942 menjawab kedua permasalahan tersebut di adalah Ouwenkerk (1935-1939), A .L.A. atas. van Unen (1940-1941), dan terakhir W.J. Ada lima buku yang menjadi Ph. Van Waning (1942). acuan penulis dalam penelitian ini. Kelima Perkembangan kota dan struktur buku tersebut adalah: 1) Sejarah Kota-kota pemerintahan Sukabumi berjalan demikian Lama di Jawa Barat, karya Prof. Dr. Nina cepat melampaui Cianjur yang sebelumnya Herlina Lubis, M.S. dkk. Buku ini berada di depan. Pada tahun 1929, struktur memberi informasi awal pada penulis tata pemerintahan Hindia Belanda untuk tentang kota-kota lama di Jawa Barat wilayah yang menjadi Jawa Barat berubah. terutama Sukabumi yang pada awalnya Kata Preanger berganti Priangan. merupakan bagian dari Afdeeling Residenschap Priangan dibagi menjadi tiga Tjiandjoer. 2) Sejarah Provinsi Jawa afdeeling; Afdeeling West-Priangan Barat karya Prof. Dr. Hj. Nina Herlina dengan Sukabumi sebagai hoofdplaats Lubis dkk. Buku ini membahas sejarah (Ibukota), Midden-Priangan dengan Jawa Barat dari masa prasejarah sampai ibukota Bandung, dan Oost-Priangan zaman kolonial Belanda di Tatar Sunda. dengan ibukota Tasikmalaya. Dengan Selain itu disajikan juga informasi tentang demikian Sukabumi (dan Cianjur) Priangan sejak zaman Gubernur Jenderal tergabung dalam Afdeeling West-Priangan Daendels (1808-1811) hingga van den van de Provincie West-Java, dengan Bosch (1930-1933). Informasi tentang Hoofdafdeeling Mr. A.A. de Waas. Sukabumi dan perubahannya terangkum di Setelah Indonesia merdeka, buku ini. 3) Herinneringen aan berturut-turut terjadi perubahan nama dari Soekaboemi tulisan J.M. Knaud. Terbitan Gemeente Soeka Boemi (1914-1942) tahun 1980. Dalam buku ini termuat surat- menjadi Soekaboemi Shi (1942-11945), surat resmi dan catatan-catatan beberapa Kota Kecil Sukabumi (Undang-undang orang yang pernah jadi mukimin di Kota No. 17 Tahun 1950), Kota Praja Sukabumi Sukabumi dan terlibat dalam pemerintahan (UU No. 1 Tahun 1957), Kotamadya serta pekerjaan lainnya yang berkaitan Sukabumi (UU No. 18 Tahun 1965), dengan dinamika Kota Sukabumi. Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi Berbagai informasi seperti kehidupan (UU No. 5 Tahun 1974) dan akhirnya sosial budaya, perkembangan ekonomi, melalui Undang-undang No. 22 tahun politik dan pemerintahan juga tersaji di 1999, UU No 32 Tahun 2003 hingga buku ini. 4) Soekaboemi Tempo Doeloe sekarang menjadi Kota Sukabumi. terbitan Bagian Hukum Sekotda Kota transit yang menarik, Soekaboemi tahun 1984. Buku ini perkembangan yang pesat, posisi yang menyajikan perkembangan pemerintahan,

426 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438 sarana-prasarana serta daftar walikota yang memeroleh staatsblad tentang penetapan pernah menjabat di Kota Sukabumi, Sukabumi sebagai gemeente, besluit, dilengkapi dengan sumber-sumber doku- regerings almanak serta dokumen lain menter berupa foto. 5) Citra Kota yang mendukung tulisan ini. Sukabumi dalam Arsip terbitan Arsip Setelah sumber sejarah terhimpun, Nasional tahun 2013. Banyak informasi penulisan melangkah ke tahap berikutnya, yang tersaji, terutama arsip-arsip dan foto- yaitu tahap kritik sumber. Pada tahap ini foto tentang Kota Sukabumi. dilakukan dua jenis kritik, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern B. METODE PENELITIAN dilakukan untuk menentukan otentisitas Penelitian ini dilakukan atau keaslian sumber sejarah dengan menggunakan metode sejarah, yakni memberi penilaian terhadap fisik sumber proses menguji dan menganalisis secara tersebut seperti jenis kertas yang dipakai, kritis rekaman dan peninggalan agar tinta, tulisan, huruf, watermark, dan peristiwa masa lampau dapat dire- stempel yang digunakan. Kritik intern konstruksi secara imajinatif (Gottschalk dilakukan dengan cara penilaian intrinsik dalam Herlina 2014: 57). Tahapan yang terhadap sumber tersebut, misalnya dilalui ada empat yakni heuristik, kritik, menilai penulis atau penyusun sumber interpretasi dan historiografi. yang diperoleh. Selain itu akan dilakukan Tahap heuristik merupakan proses juga koroborasi, yaitu mempertentangkan mencari, menemukan, dan memproses data yang ada dalam sumber yang didapat sumber sejarah yang relevan. Terkait dengan sumber lain yang independen. dengan pelaksanaan heuristik, penulis Karena melalui proses ini akan diperoleh mendatangi Perpustakaan Fakultas Ilmu sumber yang dapat dipercaya atau kredibel. Budaya dan Universitas Padjadjaran. Di Tahap ketiga adalah tahap perpustakaan Unpad, Penulis mendapatkan interpretasi, yaitu proses menafsirkan starting point tentang sejarah kota-kota di berbagai fakta menjadi sebuah rangkaian Jawa Barat. Kemudian penulis ke kisah yang logis. Dalam tatanan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota operasionalnya interpretasi dilakukan Bandung dan Jawa Barat. Dari tempat ini secara analisis, yaitu menguraikan fakta diperoleh buku Sejarah Provinsi Jawa maupun secara sistesis atau menghimpun Barat dan Tradisi dan Transformasi fakta. Tahap terakhir adalah tahap Masyarakat Sunda. Selanjutnya ke historiografi, yaitu tahap penulisan Perpustakaan dan Arsip Kota Sukabumi. peristiwa masa lampau menjadi sebuah Di tempat ini penulis memeroleh beberapa kisah sejarah yang kronologis dan buku tentang Sukabumi dan data-data yang imajinatif. Untuk memudahkan pema- dapat mendukung bahasan perkembangan haman, historiografi yang dihasilkan Sukabumi. Di Sukabumi penulis pun dibagi ke dalam beberapa bab dan subbab mengunjungi komunitas Heritage yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Sukabumi yang memberi masukan data dan tempat-tempat bersejarah Sukabumi. C. HASIL DAN BAHASAN Kemudian penulis mengunjungi Perpusta- 1. Kondisi-kondisi Kota Sukabumi yang kaan Nasional dan Arsip Nasional. Dipertimbangan Menjadi Gemeente Di Perpustakaan Nasional penulis Sukabumi (Soekaboemi) adalah mendapatkan sumber-sumber berharga nama yang digunakan untuk menyebut dua berupa foto-foto. Selain foto diperoleh juga daerah administratif pemerintahan di Jawa buku Sejarah Sukabumi karya Suryatna Barat, yaitu Kota Sukabumi yang terletak Jaya, peta Sukabumi tahun 1921, 1999, di kaki Gunung Gede-Pangrango dan dan peta laporan Amerika, serta koran dan beribukota Cikole serta Kabupaten majalah. Di Arsip Nasional penulis Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 427

Sukabumi yang saat ini beribukota di Kebijakan Desentralisasi, Perubahan Pelabuhanratu. Pemerintahan Negeri (Bestuur Hervor- Dalam catatan arsip Hindia ming), dan keberadaan orang-orang Belanda, Nama Sukabumi pertama kali Belanda (Eropa) di Sukabumi. digunakan oleh Andries Christoffel Johannes de Wilde, seorang ahli bedah dan a. Perkebunan Teh administratur perkebunan kopi dan teh Kota Sukabumi berhubungan berkebangsaan Belanda (Preanger erat dengan perkembangan perkebunan Planter) tanggal 13 Januari 1815. Dia yang teh di Sukabumi. Berawal dari membuka lahan perkebunan di Kepatihan kedatangan Andries Christoffel Tjikole. Dalam laporan surveynya, De Johannes de Wilde, seorang berkebang- Wilde mencantumkan nama Soeka Boemi saan Belanda yang menjelajah di sebagai tempat ia menginap di Kepatihan Sukabumi untuk mencari lokasi tanah Tjikole. De Wilde lalu mengirim surat yang cocok bagi perkebunan teh. kepada temannya Nicolaus Engelhard yang Tanaman teh pertama kali mulai menjabat sebagai administrator Hindia dikenal di Pulau Jawa sekitar tahun 1690, Belanda. Ia meminta Engelhard untuk Camphuys, Gubernur Jenderal, Vereenigde mengajukan penggantian nama Tjikole Oost Indische Compagnie (VOC) ke-15 menjadi Soekaboemi kepada Thomas menanam teh di halaman rumahnya Stamford Raffles, Letnan Gubernur Hindia sebagai tanaman hias untuk kesenangan Belanda saat itu (Knaud, 1976:8). (hobi). Terdapat dua pendapat mengenai Jenis teh yang ditanam saat itu asal nama Sukabumi yang digunakan oleh adalah jenis Bohea (teh cina). Jenis teh ini De Wilde. Pendapat pertama mengatakan adalah satu dari dua jenis yang masuk bahwa nama Sukabumi berasal dari kata dalam species Camelia Sinensis yang bahasa Sunda, yaitu suka dan bumen kemudian dikenal sebagai teh jawa. Teh ‘menetap’, yang bermakna suatu kawasan Jenis lainnya adalah Assamica yang yang disukai untuk menetap, disebabkan dikenal sebagai teh assam. iklim Sukabumi yang sejuk. Pendapat Usaha pembudidayaan teh mulai kedua mengatakan bahwa nama Sukabumi dilakukan oleh Vereenigde Oost Indische berasal dari kata bahasa Sansekerta, yaitu Compagnie (VOC) pada tahun 1729. VOC suka (kesenangan, kebahagiaan, kesukaan) menganggap teh merupakan tanaman dan bhumi (bumi, tanah) sehingga nama produksi yang penting dan menguntung- Sukabumi memiliki arti "Bumi yang kan. Dewan Tujuh Belas orang (Heeren disenangi" atau "Bumi yang disukai", Dari XVII) pada tanggal 15 Maret 1728 menulis dua pendapat tersebut tampaknya pendapat surat kepada pemerintah VOC di Jawa, pertama lebih mendekati kebenaran karena tentang perlunya pembudidayaan teh, lebih jelas sumbernya, sementara pendapat Pemerintah VOC di Jawa kedua lebih mengarah pada perkiraan nampaknya tidak begitu tertarik pada (kirata atau dikira-kira tapi terasa dalam budidaya teh. Dalam menjawab surat dari kenyataan) mengingat Sukabumi kebetulan Dewan Tujuh Belas, pada bulan Desember berada di daerah Sunda dan kondisinya pemerintah VOC di Jawa menjanjikan nyaman untuk ditinggali. akan berusaha mengadakan percobaan budidaya teh. Namun usaha ini ternyata 2. Latar Belakang Terbentuknya Kota tidak memberikan hasil dan sampai tahun Sukabumi 1826, tidak nampak usaha yang sungguh Perkembangan Kota Sukabumi sungguh untuk memajukan budidaya teh. tidak dapat dilepaskan dari lima hal yakni Usaha pembudidayaan teh Perkebunan Teh, pembangunan rel kereta dilanjutkan Letnan Gubernur Jendral api jalur Batavia-Bogor-Cianjur-Bandung, Hindia Belanda, Hendrik Merkus de

428 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

Kock. Ia menindaklanjuti permintaan Perkembangan berikutnya Peme- direktur Kebun Raya, Dr. Carl Ludwig rintah Hindia Belanda secara terus Blume, seorang botaniwan Jerman- menerus menderita kerugian besar dalam Belanda. De Kock mengeluarkan surat mengusahakan perkebunan teh, maka keputusan Pemerintah Hindia Belanda pemerintah memutuskan untuk mengon- No, 6 tanggal 10 Juni 1824. Surat trakkan beberapa kebunnya pada Keputusan tersebut berisi permintaan usahawan-usahawan swasta sebagai kepada Kepala Perwakilan Pemerintah percobaan. Pengusaha-pengusaha ini men- Hindia Belanda di Jepang untuk dapat bantuan uang muka dari pemerintah menugaskan Mayor Dr. Philipp Franz untuk bekerja, sebagai konpensasinya Von Siebo1d agar mengirimkan mereka harus menyerahkan daun yang beberapa tanaman dari Jepang untuk telah diolah di kebun itu ke pabrik pusat di Negeri Belanda. Walaupun teh tidak Jatinegara dengan harga yang telah disebut dalam daftar lampiran surat ditentukan. keputusan tersebut namun Von Siebold Pada tahun 1841 di daerah mengirimkannya beserta tanaman yang Priangan terdapat delapan perkebunan teh diminta yaitu Cikajang, Jatinangor, Ciumbuleuit, Pada tahun 1826 Von Siebold Parakan Salak, Sinagar, Cisangkan (sekitar kembali melakukan pengiriman sesuai Garut), Cicurug, dan Rajamandala. Dua di pesanan Komisaris Jendral Leonard antaranya, yaitu Parakan Salak dan Sinagar Pierre Joseph Burggraaf du Bus de merupakan perkebunan teh yang terdapat Gisignies atas nasihat inspektur di Afdeeling Sukabumi. Walaupun hasil Budidaya, ahli fisika yaitu Diard. produksi perkebunan-perkebunan teh Hal penting dalam pembudi- makin lama makin baik, namun biaya dayaan teh di Hindia Belanda adalah produksinya tetap lebih tinggi daripada datangnya Jacobus Isidorus Loudewijk hasil penjualannya. Pada tahun 1849 Levian Jacobson, seorang ahli pencicip pabrik pusat di Jatinegara, yang didirikan teh (expert-theeproever) dari tahun 1838 ditutup dan kontrak-kontrak Nederlandsche Handel Maatschappij ke dengan perkebunan diubah, hasil kese- Jawa pada tanggal 2 September 1827. Ia luruhan harus diolah di kebun. Baru kemudian mengadakan beberapa kali setelah itu diserahkan kepada pemerintah perjalanan dari Jawa ke Cina untuk dalam keadaan jadi. mengumpulkan keterangan tentang Usaha tersebut di atas kurang penanaman dan pengolahan teh seperti berhasil memperbaiki keadaan, sehingga yang ditugaskan oleh pemerintah Hindia kerugian pemerintah semakin besar. Salah Belanda. satu sebabnya adalah karena setelah Ketika Jacobson menjadi inspektur produk itu disetor maka pemerintah budidaya teh, percobaan-percobaan pem- langsung membayar sesuai dengan harga budidayaan teh terus dilakukan di yang dicapai di pasaran Amsterdam. antaranya di daerah Priangan. Afdeeling Antara tahun 1848 dan 1853, pemerintah Sukabumi sebagai bagian dari Preanger rata-rata membayar 65,5 sen untuk setiap Regenschappen, merupakan salah satu setengah kilogram teh kepada para daerah percobaan perluasan budidaya teh. pengontrak. Sebelum dikirim teh tersebut Tidak ada keterangan tanggal yang pasti diperiksa terlebih dulu di pabrik Jatinegara. dimulainya budidaya teh di Afdeeling Menjelang tahun 1850, pemerintah Sukabumi. Namun dapat disimpulkan menentukan bahwa pemeriksaan dilakukan bahwa munculnya perkebunan teh di langsung di pabrik-pabrik pengontrak Sukabumi sejalan dengan adanya perluasan perkebunan oleh seorang pegawai yang budidaya teh yang dilakukan Jacobson diangkat pemerintah. Ternyata pemerik- pada tahun 1835. saan ini kebanyakan dilakukan oleh orang- Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 429 orang yang tidak kompeten tentang teh. setelah kebun-kebun teh pemerintah Hal ini terjadi karena belum banyaknya dihapuskan. ahli teh. Selain itu seringkali anggota Teh dari perkebunan-perkebunan komisi lebih tertarik dan terpengaruh oleh Afdeeling Sukabumi sudah dikenal di pesta penyambutannya daripada melaku- pasaran Amsterdam sejak sekitar tahun kan pengkajian teh. Demikian pula yang 1850-an. Dimulai dengan perkebunan terjadi dengan perkebunan teh di Afdeeling Sinagar pada tahun 1848 di bawah merek Sukabumi. perusahaannya, menyusul kemudian Menteri Jajahan De Greve pada Parakan Salak pada tahun 1852, keduanya bulan Juli 1858 mengatakan bahwa dikenal sebagai teh jawa. Harga teh pada pemeriksaannya pada umumnya dilakukan tahun 1857-1862, di pasaran Amsterdam tanpa membuka peti. Jadi berdasarkan untuk produksi perkebunan Parakan Salak nama jenis tehnya dan atas kepercayaan adalah f. 1,- dan untuk perkebunan saja. Para pengontrak Cina dari kebun Sinagar f. 0,89,- setiap setengah Sinagar pada waktu itu baru memper- kilogramnya. silahkan inspektur pemerintah memeriksa Sesudah tahun 1865 dimulailah tehnya setelah dijamu terlebih dahulu. masa budi daya teh kedua yang diusahakan Sudah barang tentu minuman keras yang oleh pengusaha-pengusaha swasta. Awal- disuguhkan mengakibatkan pandangan nya para pengusaha swasta mengalami inspektur itu terganggu dan tidak beberapa kesukaran karena bersaing mengherankan kalau kemudian ternyata dengan perusahaan pemerintah. Namun mutu teh itu berkurang. lambat laun para pengusaha teh swasta Pemerintah mengalami kerugian mulai eksis setelah perusahaan teh negara karena harga jual sebesar f. 1,40 sampai mengalami kerugian hingga enam juta f. 1,60 bruto dengan ongkos produksi gulden, akhirnya perkebunan teh berada di f. 1,40. Secara keseluruhan kerugian tangan pihak swasta. pemerintah antara tahun 1835 dan 1840 Perkembangan budi daya teh pada berjumlah f. 300.000,- dan pada tahun awalnya masih agak sukar karena ada rasa 1846 menjadi f. 500.000,-. Setelah itu naik takut pemerintah Hindia Belanda akan lagi menjadi dua kali lipat. Tahun 1860 pengaruh buruknya. Perluasan budi daya kerugian meningkat menjadi f. 6 juta. teh memerlukan banyak tenaga dan hal ini Dalam keadaan demikian atas usul dapat berpengaruh buruk terhadap budi menteri jajahan pada waktu itu, akhirnya daya kopi. Selain itu kesulitan terbesar diputuskan membebaskan perusahaan- adalah pengangkutan yang tidak memadai perusahaan teh untuk disewakan kepada dan mahal. Jalan-jalannya tidak baik pengusaha-pengusaha swasta dengan sehingga teh harus diangkut di atas harga antara f. 25 sampai f. 50,- tiap punggung kerbau dan kuda atau oleh kuli. baunya. Jumlah uang sewa ini ditentukan Dengan demikian perluasan perkebunan dengan penaksiran seorang ahli. Beberapa teh menjadi lambat, walaupun demikian kontrak langsung dibatalkan, yang lain hasil awal beberapa perkebunan tidak setelah jangka waktunya dinyatakan habis. dapat dikatakan buruk sama sekali. Dengan demikian pihak swasta mulai Misalnya saja pada tahun 1856, secara penuh mengelola perkebunan teh. Perkebunan Teh Sinagar dengan luas 250 Perkebunan Parakan Salak bau menghasilkan 213.000 pon. Namun disewakan kepada A.W. Holle pada tahun produksinya tidak stabil, bahkan cepat 1862. Kemudian menyusul perkebunan menurun, hal ini terjadi karena adanya Sinagar dan Cirohani kepada A. Holle kesalahan-kesalahan cara pemetikan dan pada tahun 1863. Dengan demikian pemangkasannya. keluarga Holle merupakan perintis dalam Setelah diberlakukannya Undang- pembudidayaan teh di Afdeeling Sukabumi Undang Agraria (Agrarische Wet) oleh

430 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

Menteri De Waal dalam tahun 1870, yang Weltervreden memberitahukan tentang hal memungkinkan pihak swasta mendapat ini. Ayahnya adalah seorang pedagang hak guna usaha selama 75 tahun, dan perantara dari Firma Dennyson & Co, yang kebebasan untuk perluasan perkebunan mendatangkan beberapa biji teh assam dan dengan tidak ada lagi ketergantungan dan menyemaikannya di perkebunan izin pegawai-pegawai yang mempunyai (Onderneming) Ciguntur dekat Pacet. Pada kepentingan pada budi daya kopi. Setelah tahun 1876 tanahnya beralih ke tangan itu lambat laun makin banyak didirikan orang lain dan tanaman tehnya menjadi perkebunan teh. Kontrak-kontrak sewa mati karena tidak terurus. Sementara itu L. yang ada diubah menjadi hak guna usaha. Baron Van Heeckeren tot Walian, seorang Walaupun demikian antara tahun 1870 pekebun senior dari S'Gravenhage, sampai tahun 1880-an merupakan suatu mengatakan bahwa masuknya biji-biji teh masa yang cukup sulit bagi budi daya teh, dari Assam ini terjadi pada tahun 1878, karena tidak semua tanah yang diberikan dengan perkebunan Sinagar-Tjirohani dalam hak guna usaha untuk pertanian itu (Munjul) yang terletak dekat Cibadak di ditanami teh. Afdeeling Sukabumi sebagai pelopornya. Para perantara yang berdagang teh A. Holle, direktur dari perkebunan tersebut dari Hindia Inggris banyak memberikan pada tahun itu menerima sejumlah biji keterangan yang diperlukan dan dengan (benih) teh assam dari John Peet. Biji-biji demikian dapat diketahui oleh para ini kemudian disebar untuk disemaikan. pengusaha teh di Jawa, bahwa Jawa Pada tahun 1879 diterima sejumlah ketinggalan dalam mutu, cara pengolahan biji teh, partai kedua, dari van Heeckeren maupun jenis tehnya. Salah seorang yang yang disemaikan di Sinagar. Sayang jenis memegang peranan penting dalam yang terakhir dikirim ini tidak begitu bagus pengembangan budi daya teh di Hindia kualitasnya. Biji yang menjadi benih teh Belanda adalah John Peet, orang Inggris, dari kebun Munjul kemudian dijual ke pendiri suatu firma menggunakan perkebunan-perkebunan lainnya. namanya. Dia mengetahui tentang Perkebunan Teh Sinagar yang persyaratan pasaran teh, pengolahan teh di terletak di Afdeeling Sukabumi menjadi Srilangka dan India. Dia menyampaikan contoh penanaman teh jenis assam yang pengalaman-pengalamannya kepada baik bagi perkebunan lainnya. Misalnya pengusaha-pengusaha teh di Jawa. saja bagi R.E. Kerkhoven administratur Pedagang-pedagang perantara dari Gambung (Bandung) yang Inggris berbaik hati menunjukkan mengunjungi perkebunan Sinagar pada kekuranganan-kekurangan dari produk teh waktu itu, dalam kurun waktu yang singkat jawa kepada para pengolah yang mengikuti jejaknya untuk mencoba berkepentingan, dengan disertai contoh- menanam teh jenis assam. Pada tahun 1877 contoh teh yang baik dari India. Akibatnya dan tahun berikutnya ia menerima biji teh beberapa pekebunan teh di Jawa terutama jenis assam dari Srilangka dan di Afdeeling Sukabumi mengubah cara menyemaikannya di kebunnya. Sayang kerjanya, dan pada tahun 1878 memesan percobaannya gagal karena teh dari biji teh dari Assam. Sejak itu jenis ini lebih Srilangka ini tidak banyak perbedaannya disukai, baik untuk perluasan dan dengan teh jawa atau teh cina. Oleh karena pergantian yang berangsur-angsur dari itu, percobaan ini kemudian dihentikan dan tanaman teh yang sudah ada, maupun baru dimulai lagi setelah Kerkhoven untuk perkebunan baru karena lebih cocok bersama pamannya, E.J. Kerkhoven dari dengan tanah dan iklim di Jawa. perkebunan Sinagar memangkas dan Percobaan penanaman teh assam mencabut tanaman tersebut. Pada tahun yang pertama dilakukan pada tahun 1872, 1882 satu partai biji teh jaipur dari Assam P. Bosch seorang pekebun senior dari didatangkan dan ditempatkan di kebunnya, Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 431 yang kemudian sukses menjadi tanaman misalnya saja pada tahun 1881 dibuka jalur teh yang baik dan subur. lalu lintas kereta api dari Bogor ke Cicurug Di Afdeeling Sukabumi sampai dan tahun 1882 Cicurug-Sukabumi. dengan tahun 1880 tercatat sekitar 24 buah Kemudian pada tahun 1883 dibuat jalur persil yang digunakan untuk perkebunan, Sukabumi-Cianjur. namun tidak semuanya ditanami teh. Faktor ketiga adalah terbentuknya Sebagian besar dari persil yang merupakan suatu sindikat perkebunan yang bernama tanah erpacht ini masih ditanami kopi dan Soekaboemische Landbouw Vereerigine; padi. Perkebunan teh saat itu kira-kira baru (SLV), tanggal 20 Desember 1891. SLV berjumlah enam buah. didirikan karena adanya kesadaran di Suksesnya penanaman teh jenis antara para pangusaha perkebunan assam mengakibatkan semakin bersema- (pekebun) untuk kerjasama menanggulangi ngatnya para pengusaha perkebunan di kesukaran-kesukaran yang ada. Di Afdeeling Sukabumi untuk mengelola antaranya adalah kemampuan teknis dalam perkebunan teh. Pada tahun 1880 untuk membudidayakan teh yang tidak sama pertama kalinya dilakukan impor biji antara perkebunan yang satu dengan (benih) teh dalam skala yang besar. John perkebunan yang lain, dan adanya Peet memesannya untuk Albert Holle dari beberapa ketidakpahaman para pekebun perkebunan (onderneming) Munjul, B.B.J. akan perkebunannya. Crone dari Tenjo-Ayu, E.J. Kerkhoven dari Antara tahun 1881-1883 beberapa Sinagar, G. Mundt dari Parakan Salak dan perkebunan di Afdeeling Sukabumi F. Philippeau dari Cisalak. Perkebunan terserang penyakit karat, di antaranya Teh Munjul berhasil mendapatkan biji-biji adalah Perkebunan Parakan Salak teh yang berkualitas sangat baik, dan sebanyak 60 bau, Sindengsari 45 bau dan seperti yang telah disebutkan di muka Tenjo-Ayu 30 bau. Oleh karena itu, Mundt menjadi perkebunan pertama yang berhasil pada tahun 1885 belajar ke Srilangka atas membudidayakan dan kemudian menjual- usul Parker yang berada di Colombo. nya kepada perkebunan lain yang Dengan menimba pengetahuan di sana, membutuhkannya. perbaikan demi perbaikan dan penelitian Setelah tahun 1880 perkebunan teh mengenai keadaan tanah, hama penyakit, di Afdeeling Sukabumi menjadi semakin pemupukan dan pengolahan yang baik banyak dan lebih berkembang. Beberapa akan teh terus dilakukan agar dapat dicapai faktor yang menyebabkannya: Pertama hasil yang lebih baik. Hal ini dibicarakan bahwa mulai sekitar tahun-tahun itu bibit dalam rapat-rapat SLV. teh assam yang ditanam ternyata lebih baik Pada tahun 1893 diadakan dibandingkan dengan teh jenis bohea persetujuan antara E.J. Kerkhoven yang (Cina) dan lebih cocok dengan kondisi pada waktu itu menjadi wakil ketua SLV alam dan iklim di Afdeeling Sukabumi dengan direktur Kebun Raya, Dr. Treub. khususnya dan di Hindia Belanda Persetujuan itu menetapkan bahwa bebe- umumnya. Teh jenis assam dapat tumbuh rapa perkebunan akan menyediakan dana lebih subur dan produksinya lebih baik dari untuk menggaji seorang asisten yang akan segi kualitas maupun kuantitasnya. Kedua, mempelajari hal-hal yang penting untuk semakin baiknya sarana dan sistem pembudidayaan teh, di laboratorium Kimia transportasi dari dan ke Afdeeling Pertanian Kebun Raya. Lohmann, sebagai Sukabumi. Hal ini menguntungkan bagi ahli kimianya diangkat pada tanggal Juni perkebunan teh yang memerlukan 1823 dan bekerja di bawah pimpinan dan transportasi yang murah dan cepat untuk kerja sama dengan Dr. Von Ronburgh. Ini menjual hasil perkebunannya ke pabrik merupakan permulaan dari Thee atau pun ke kota. Beberapa jalur lalu-lintas proefstation (Balai Penelitian Teh) yang dibuka dan yang sudah ada diperlebar, kemudian pada tahun 1902 menjadi

432 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

Proefstation Voor de Theecultuur (Balai didominasi oleh Afdeeling Sukabumi Penelitian Budidaya Teh). Balai ini (tahun 1921 sudah menjadi kabupaten). merupakan bagian khusus dari Kebun Dari sekian banyak perkebunan teh di Raya yang dikelola oleh suatu panitia yang Afdeeling ini ada beberapa perkebunan ditunjuk oleh SLV. Pada tahun 1905 atas yang sangat terkenal seperti Perkebunan kerja sama SLV dan prakarsa Firma Teh Parakan Salak, Sinagar-Cirohani, Dunlop Kolft, didirikanlah suatu badan Goalpara, Tenjo-Ayu, Perbawatie dan lain yang sangat penting untuk para Artana. pekebun teh, yaitu Thee Expert Bureau 1. Parakan Salak; terdiri atas kebun-kebun (Biro Ahli Teh), mula-mula di Bandung di atas tanah erfpacht Calorama 1, kemudian di Jakarta. Biro ini banyak seluas 688 bau, Calorama II 500 bau, berjasa dalam perbaikan produksi teh Calorama III 386 bau, dan tanah termasuk produksi dari Afdeeling erfpacht Pakuwon sebanyak 208 bau Sukabumi. jumlah luas keseluruhan perkebunan Dengan diperbaikinya teknik adalah 1.782 bau. Letaknya di distrik penanaman dan pengolahannya, teh dari Cicurug di lereng Gunung Perbakti dan Jawa lambat laun mulai disukai di pasaran Gunung Endut, termasuk wilayah London maupun Amsterdam. Hasil tiap vulkanik Gunung Salak. Perkebunan hektar makin lama makin hesar, yaitu teh Parakan Salak berada di atas sebesar 600-750 kg bahkan sampai 1.000 ketinggian 2.000 – 3.000 kaki. Jaraknya kg tiap bau di atas tanah yang baik dapat lebih kurang 7 paal dari halte kereta api dicapai. Tahun 1900 sampai dengan 1914 Parung Kuda. Parakan Salak merupakan masa emas perkebunan teh di merupakan perkebunan dari Cultuur Hindia Belanda. Produksinya yang pada maatschappi Parakan Salak. Pada tahun 1890 masih rendah menanjak dengan tahun 1929 dari luas keseluruhan kuatnya, sehingga produksi total dalam perkebunan, sebanyak 888 bau lebih tahun 1910 sudah mencapai 18.500.000 kg. ditanami dengan teh assam dan 545 bau Lambat laun jumlah perkebunan ditanami karet. bertambah hingga mencapai 200 buah pada tahun itu. Menjelang tahun 1910 keadaan budi daya dan harapan kemudian hari demikian besarnya sehingga terjadi semacam "boom” perkebunan-perkebunan bertambah banyak, pencarian tanah-tanah baru untuk ditanami teh dilakukan dengan giat. Di daerah Priangan boleh dikatakan sudah tidak tersedia tanah lagi. Pada tahun 1913 produksi total perkebunan teh Hindia Belanda mencapai 47.000.000 kg. Gambar 1. termasuk dari perkebunan teh di Afdeeling Suasana di Perkebunan Teh Sinagar 1890 Sukabumi. Sumber : Walaupun sempat tersendat karena https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLL pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914. ECTIE_TROPENMUSEUM_40jarige_agat Dalam masa emas 1900-1914, perkebunan hisaanplant_Sinagar_TMnr_10012884.jpg teh di Afdeeling Sukabumi meningkat diakses tanggal 2 Januari 2017. kembali dengan pesat. Sampai dengan tahun 1929 harga teh tetap tinggi, 2. Sinagar-Cirohani; terdiri atas tiga tanah demikian pula harga penjualan daun basah. erfpacht Sinagar-Cirohani 1-III, luas- Pembelian atau penjualan daun teh nya masing-masing 1.222 bau, 773 bau terbanyak antara tahun 1926-1940 dan 49 bau, jadi luas seluruhnya 2.044 Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 433

bau. Perkebunan ini terletak di Distrik Terdiri atas tanah erfpacht Tenjo-Ayu I Ciheulang di lereng Gunung Gede, dan II yang luasnya masing-masing 257 kurang lebih tiga paal dari Cibadak dan dan 52 bau. Perkebunan ini juga dekat Karang Tengah. Adapun Cirohani menerima daun teh dari perkebunan teh berada sekitar 1,5 paal dari Parung rakyat (kampung) Jayasari. Adminis- Kuda. Sinagar terletak pada ketinggian traturnya D. Van Strelendroft, mulai 503 meter sedangkan Cirohani pada mempunyai tanah erfpacht yang sah ketinggian 1.300-1.700 kaki, perke- pada 17 Januari 1878 dan 22 Februari bunan ini milik Cultuurmaatscappij 1882. Pada akhir tahun 1915, sekitar 77 Sinagar-Tjirohani. Administratur bau ditanami dengan teh assam. Sinagar yang terakhir menurut data 5. Perbawatie; terdiri atas kebun-kebun di tahun 1929 adalah F.W.H. Jacobs, tanah erfpacht Sukasari I dan II, sedangkan Cirohani adalah J.H. Otto. Cibunartani, Slabintana I-IV dan Tanah perkebunan ini dimiliki sebagai Wanasari I dan II. Perkebunan ini erfpacht untuk usaha per perkebunan terletak di Distrik Gunung Parang secara hukum. Mulai pada tahun 1841 (Sukabumi) dengan luas keselu- sampai dengan akhir tahun 1924 sekitar ruhannya berjumlah 1.114 bau. 638,36 hektar memproduksi teh, 561 Letaknya sekitar 7 paal dari Sukabumi, hektar tidak berproduksi dan sisanya berada di atas ketinggian 2.835-4.350 untuk tanaman hevea. kaki dari permukaan air laut. Nama 3. Goalpara; mempunyai banyak tanah perusahaannya adalah Cultuur (persil) sebagai erfpacht yaitu maatschappij Perbawatie, dengan Sukangangon I, II, III, Cineros I dan II, administraturnya sebelum depresi Pasir Tangkil I dan II, Tangsel I-IV dan ekonomi tahun 1930 adalah N.J. Gekbrong (Pasir Pogor I dan II) serta Weelburg. Mulai mempunyai tanah Pasir Kandang Kuda I dan II. Luas erfpacht secara sah untuk usaha masing-masing persil itu berturut-turut perkebunan berturut-turut tanggal 12 adalah 105, 25, 50, 467, 52, 11, 43, 60, Juni 1886, 15 September 1887, 4 1, 10, 340 dan 61 bau. Keseluruhannya Oktober 1887, 4 Desember 1884. berjumlah 1.225 bau tanah erfpacht, Agustus 1888 dan 2 Oktober 1890. 274 bau tanah sewaan, dan 25 bau Pada akhir tahun 1916 kebun yang merupakan tanah hak opstal. khusus ditanami teh seluas lebih kurang Perkebunan ini terletak di Distrik 612 bau. Gunung Parang (kemudian menjadi 6. Artana (Cibojong); terdiri atas kebun- Distrik Sukabumi). Administraturnya kebun di tanah erfpacht Artana I-IV, O.A. Van Polanel Petel. Perusahaan ini Cikerud, Cirajeg dan pasir Sarongge mulai memiliki tanah erpfacht pada 2 Perkebunan ini memproduksi teh dan Maret 1886, 13 Oktober 1884, 14 karet, luasnya 1.415 bau, terletak di Februari 1893, 10 April 1886, 24 distrik Jampang Tengah sekitar 26 paal Desember 1920, 31 Agustus 1886, 15 dari Sukabumi, dekat Kampung Agustus 1914, 12 Januari 1899, 15 Cimerang. Berada di atas ketinggian Agustus 1914, 27 Februari 1900 dan 15 1.500-3.000 kaki. Perusahaannya Agustus 1914. Pada akhir tahun 1927 bernama Cultuurmaatschappij Artana, tanah yang ditanami teh berjumlah administraturnya menurut data tahun 1.158 bau. 1929 adalah B.K. Hollander. Mulai 4. Tenjo-Ayu; perkebunan ini terletak di secara hukum mempunyai erfpacht Distrik Cicurug di lereng Gunung tanggal 10 Mei 1893, 4 Agustus 1894, Gedeh, lebih kurang 1,5 paal dari halte 23 November 1896, 11 September kereta api Cicurug dan berada di atas 1900, 11 November 1904, 25 ketinggian lebih kurang 1.600 kaki. September 1907. Di tahun 1927 sekitar

434 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

629 bau kebunnya ditanami teh didasarkan atas pertimbangan untuk sedangkan sisanya untuk penyemaian meningkatkan sarana transportasi tradisional benih teh dan perkebunan karet. berupa kereta yang ditarik sapi dan kerbau serta meningkatkan daya angkut bagi b. Jalan Kereta Api barang-barang ekspor (Reitsma, 1928: 7; Sarana transportasi kereta api Jellema, 1929: 10). mempunyai arti yang sangat penting Pada tahun 1846 Gubernur bagi kegiatan ekonomi di Sukabumi, Jenderal J.J. Rochussen (1845-1851) Angkutan kereta api diperlukan untuk mengusulkan kepada pemerintah kerajaan memindahkan barang maupun penum- di negeri induknya, Belanda, agar pang dari satu tempat ke tempat lain. menolak permohonan konsesi dari pihak Selain itu angkutan kereta api swasta yang waktu itu menampakkan dapat menjadi andalan dalam mening- ketertarikan penanaman modal di bidang katkan ekspor. Bagi masyarakat transportasi. 1a berpendapat bahwa Sukabumi kehadiran kereta api pengadaan alat transportasi kereta api memudahkan mobilisasi sehingga dapat hendaknya dilakukan oleh pemerintah. Untuk meningkatkan kehidupan ekonomi. itu ia mengajukan agar pemerintah Usulan pembangunan jalan menyediakan dana sebesar 2.500.000,00 kereta api untuk mengatasi kesulitan gulden untuk biaya pemasangan jalan rel prasarana dan sarana transportasi di Pulau antara Jakarta dan Bogor. Jawa untuk pertahanan, keamanan dan Bertolak belakang dengan usul ekonomi awal abad ke-19 muncul dari Rochussen, Gubernur Jenderal A.J. Kolonel Jhr. Van Der Wijk, seorang Duymaer Van Twist (1851-1856) militer pada tanggal 15 Agustus 1840. la malah mengajukan usul agar pemerintah mengusulkan agar di Pulau Jawa dibangun kerajaan di Belanda mempertimbangkan alat transportasi baru, yaitu kereta api. Ia usulan konsesi pihak swasta. Usul Twist menunjukkan bahwa kereta api di Eropa disetujui oleh parlemen Belanda yang telah berhasil mengatasi kesulitan serupa. Di didominasi kaum liberal yang mendukung Negeri Belanda sendiri telah dibangun peran swasta. Sebagai jawaban atas usul- jaringan rel yang membuktikan hasil usul tersebut, pada tanggal 31 Oktober 1852 yang cukup baik sebagai sarana pemerintah Kerajaan Belanda mengeluar- pengangkutan. Menurut dia, pemasangan kan surat keputusan (No. H22, Ind. Stbl. jalan rel di Pulau Jawa akan mendatangkan 1853 No. 4) yang menetapkan keuntungan yang tak ternilai harganya pemberian kemudahan-kemudahan bagi kepentingan. pertahanan. Yang bagi kalangan pengusaha swasta diusulkannya ialah jalan rel yang terbentang yang bermaksud untuk mendapat konsesi dari Surabaya ke Jakarta melalui Surakarta, (izin) pembukaan jalan rel atau usaha Yogyakarta dan Bandung beserta alat transportasi kereta api di Pulau simpangan-simpangannya (Reitsma, Jawa (Reitsma, 1928: 10; Jellema, 1929: 1928: 7). 17). Usulan tersebut didukung oleh Berdasarkan Surat Keputusan J. Trom, seorang insinyur kepala pada Raja Belanda tanggal 31 Oktober 1852, Bagian Pengairan dan Bangunan serta banyak kalangan pengusaha swasta dipandang baik, sehingga pemerintah mengajukan permohonan konsesi untuk Kerajaan Belanda mengeluarkan Surat membuka pengusahaan kereta api di Keputusan (Kotiinklyk Besluit) nomor 270 Pulau Jawa. Beberapa permohonan tertanggal 28 Mei 1842 yang menetapkan konsesi itu berasal dari perusahaan bahwa pemerintah akan membangun jalan perkebunan swasta yang sudah mulai rel dari Semarang ke Kedu dan bermunculan. Maksud mereka ialah agar Yogyakarta/Surakarta. Keputusan tersebut perusahaan mereka bisa lebih mampu Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 435 mengangkut basil produksi perkebunan jalur jalan rel Jakarta-Bogor itu mereka yang mulai melimpah. Sampai dipandang (1) mempunyai nilai ekonomi tahun 1861 permohonan konsesi yang cukup tinggi sebab bertalian erat kalangan pengusaha swasta itu tidak dengan pengangkutan hasil produksi satu pun diterima dengan pertimbangan- tanaman ekspor dari wilayah Priangan, pertimbangan sebagai berikut. seperti kopi, teh, kina; (2) penting 1) Belum ada kesepakatan di kalangan ditinjau dari sudut politik dan pemerintah, apakah pengusahaan komunikasi pemerintahan, sebab Bogor kereta api itu akan diserahkan kepada menjadi tempat kedudukan Gubernur pihak pengusaha swasta atau akan Jenderal dan pusat administrasi dikerjakan oleh pemerintah sendiri. pemerintahan. Begitu pentingnya 2) Kesulitan lapangan, karena belum kedudukan jalan rel ini sehingga ada peta yang dapat dipercaya pinjaman modalnya diberikan untuk sehingga harus melakukan penelitian jangka waktu 99 tahun, terhitung dari dan pemetaan terlebih dahulu. kereta apinya dioperasikan untuk umum 3) Anggaran biaya yang diajukan oleh (Oma Sutarma, 1988: 43-44). para pemohon konsesi masih Staatsspoorwegen (SS), perusa- merupakan perkiraan-perkiraan yang haan pemerintah mulai turut dalam belum nyata. pembangunan rel dan pengoperasian 4) Tidak ada data mengenai sarana kereta api. Antara tahun 1884 s.d. tahun transportasi, sehingga sulit memper- 1898 SS membuka 8 jalur kereta api, kirakan keuntungan yang bisa yakni (1) Pasuruan-Probolinggo tanggal diperoleh (Reitsma, 1928: 7 - 19). 03-05-1884, (2) Surabaya-Surakarta 5) Sulit menentukan tenaga kerja dan tahun 1884, (3) Sidoarjo-Madiun-Blitar upah kerja mereka (Gani, 1978: 31). tanggal 16-05-1884, (4) Bogor- Oleh karena itu, masih diragukan Bandung-Cicalengka tanggal 04-09- sumber pendapatan yang diperoleh dari 1884, (5) Cicalengka-Garut tahun 1896, pengoperasian kereta api yang berasal (6) Yogyakarta-Cilacap tahun 1887, (7) dari mobilitas penduduk dan angkutan Cicalengka-Cilacap dan (8) barang, apakah akan menguntungkan Wonokromo-Tarik tahun 1894. atau akan mendatangkan kerugian Pembukaan jalur kereta Api Pada tahun 1861 Gubernur Bogor-Bandung-Cicalengka yang melin- Jenderal Baron Sloet van den Beele atas tasi Sukabumi tanggal 4 September arahan Menteri Jajahan menyetujui 1884 membawa keuntungan bagi konsesi swasta. Setahun kemudian perkebunan teh yang memerlukan konsesi swasta dikabulkan Pemerintah transportasi yang murah dan cepat untuk Hindia Belanda. Tahun 1863 berdiri menjual hasil perkebunannya ke pabrik N.V. NISM (Naamlooze Venootschap ataupun ke kota. Nederlanssch-Indische Spoorweg Maats Beberapa jalur lalu-lintas dibuka chappy). dan yang sudah ada diperlebar, misalnya Pada tanggal 27 Maret 1864 saja pada tahun 1881 dibuka jalur lalu konsesi bagi pemasangan jalan rel dan lintas kereta api dari Bogor ke Cicurug pengoperasian alat angkut kereta api dan tahun 1882 Cicurug-Sukabumi. jalur Jakarta-Bogor diperoleh NISM Kemudian pada tahun 1883 dibuat jalur berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sukabumi-Cianjur. Jenderal Hindia Belanda (Gouvernenent atau GB) nomor 1 tanggal 19 Juni 1865 serta Surat Keputusan Raja Belanda (Koninklijk Besluit atau KB) tanggal 22 Juli 1868. Konsesi ini diberikan, karena

436 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438

perubahan yang dapat dimunculkan. Berbagai peraturan yang ber- kenaan dengan desentralisasi diundangkan antara tahun 1903 hingga 1905: 1) Decentralisatie Wet (Undang- Undang Desentralisasi) tanggal 23 Gambar 2. Stasiun kereta api Sukabumi Juli 1903 yang dimuat dalam (1880). Staatsblad van Nederlandsch Indie Sumber: Katam, Sudarsono.2014. Kereta Api No. 329. di Priangan Tempoe Doeloe. Bandung : 2) Decentratisatie Bestuit (Keputusan Pustaka Jaya Pemerintah tentang Desentralisasi) c. Desentralisasi yang dimuat dalam Staatsblad van Desentralisasi secara resmi diper- Nederlandsch Indie Tahun 1905 No. kenalkan dalam pemerintahan sejak tahun 137. 1903. Kebijakan ini merupakan 3) Locale Raden Ordonnantie konsekuensi dari Politik Etis (Ethische (Ordonansi tentang Dewan-Dewan Politiek) yang gencar dikampanyekan sejak Lokal) yang dimuat dalam Staatsblad akhir abad XX. Desentralisasi dipandang van Nederlandsch Indie Tahun 1905 perlu karena sistem sentralisasi yang No. 181. selama ini dipergunakan ternyata tidak mampu lagi melaksanakan pekerjaan- Implementasi dari Ordonansi pekerjaan yang bersifat lokal, Berdasarkan Dewan-Dewan Lokal adalah dengan sistem sentralisasi, pejabat-pejabat di pembentukan sejumlah gemeente daerah hanya melaksanakan tugas yang (kotapraja) di kota-kota besar di Jawa. diberikan oleh pusat. Tapi berhubung Sebuah gemeente diperintah oleh seorang dengan makin banyaknya urusan yang walikota (burgemeester) yang dalam harus dilayani, maka pekerjaan yang tugas-tugasnya didampingi oleh sebuah bersifat lokal dan sederhana pun harus Dewan Kotapraja (Gemeente Raad). diurus pemerintah pusat. Keadaan ini Yang patut disimak dalam hal membuat pemerintah pusat tidak mampu gemeente ini adalah bahwa pemben- lagi memikul beban tugas yang makin tukannya lebih dilandasi atas dasar besar- berat. Perlu memulai menyerahkan urusan kecilnya jumlah warga penduduk bangsa dan kepentingan lokal kepada pemerintah Eropa yang bermukim di suatu tempat. Oleh daerah setempat. Ketentuan ini kemudian karena itu, tidak mengherankan jika diundangkan dalam De Indische Sukabumi menjadi gemeente (kotapraja) Comptabiliteit Wet (1864). Undang- bersama Semarang, Bandung, Tegal, dan Undang Desentralisasi baru dapat Surabaya. Sebelumnya penetapan direalisasikan tahun 1903. gemeente ini menyusul Batavia yang menjadi kota pertama melalui Staatsblad Pada prinsipnya Undang-Undang van Nederlandsch Indie Tahun 1905 No. Desentralisasi bertujuan membuka kemung- 204, Meester-Cornelis (sekarang Jatinegara) kinan pembentukan daerah otonom dengan menurut Staatsblad Tahun 1905 No. 206 nama Locale Ressorten (diundangkan dalam dan Buitenzorg (sekarang Bogor) Staatsblad 1905 No. 181). Untuk (Staatsblad Tahun 1905 No. 208) 1 melaksanakan tugas-tugas lokal dibentuk- April 1905. Sejak saat itu berbagai kota lah Locale Raden (Dewan-Dewan Lokal). yang memiliki warga penduduk bangsa Dibentuknya dewan-dewan daerah, walau Eropa yang jumlahnya dianggap cukup pada tahun-tahun pertama undang-undang signifikan memeroleh status gemeente tersebut dijalankan tidak banyak (kotapraja). Kota Sukabumi…(Setia Nugraha dan Nina H. Lubis) 437

Pada Tahun 1926 Gemeente Dewan-dewan daerah lainnya, Sukabumi baru memiliki walikota seperti Dewan Kabupaten (Regents (Burgermeester). Seiring kebijakan chapsraad) dan Dewan Provinsi pemerintah yang menerapkan desentrali- (Provinciale Raad), dibentuk mengikuti sasi umum (tidak hanya bidang adanya perubahan pemerintahan tahun ekonomi), keluarlah Undang-Undang 1922. Perubahan Pemerintah (Bestuurs hervormingwet). Sukabumi akhirnya D. PENUTUP menjadi Stadsgemente (kotapraja). Pada Sukabumi berawal dari sebuah tahun 1939 telah terbentuk 32 kotapraja, district kemudian berkembang menjadi 19 di antaranya berada di Pulau Jawa. sebuah gemeente (kotapraja). Perkem- Tahun 1935 Gemeente Meester-Cornelis bangan ini dimungkinkan karena letak lain digabungkan dengan Batavia, maka wilayah Sukabumi yang strategis terutama artinya untuk wilayah Keresidenan setelah dibangun jalan raya pos oleh Batavia hanya ada satu kotapraja. Daendels. Keberadaan Perkebunan teh di Dewan Kotapraja (Gemeente Sukabumi menjadi faktor penarik Raad) adalah badan perwakilan pada penduduk di sekitar untuk datang ke tingkat kotapraja yang anggota- Sukabumi. Mereka datang mengadu nasib anggotanya dipilih untuk masa kerja untuk meningkatkan taraf hidupnya. empat tahun. Menurut Kiesordonnantie Akhirnya Sukabumi tumbuh menjadi pusat (Ordonansi tentang Pemilihan) yang perekonomian. Penduduk Sukabumi dapat dikeluarkan 1 Januari 1908, mereka memenuhi sebagian besar kebutuhan yang memiliki hak untuk memilih ekonominya di pasar lokal. Barang-barang adalah laki-laki, kawula Belanda itu harus dihasilkan oleh penduduk dari (Nederlandsch-onderdaan), berusia pedalaman dan diperjualbelikan di pasar. sekurang-kurangnya 21 tahun, dapat Sukabumi tumbuh. Wilayah ini akhirnya membaca-menulis bahasa Belanda tumbuh dengan sistem hukum dan (untuk pemilih bumiputra harus berkembang ke arah kosmopolitan seperti menguasai bahasa Melayu dan bahasa yang dikemukakan Weber. Kondisi ini daerah yang bersangkutan tinggal), menjadikan pertimbangan Pemerintah berdomisili di kotapraja tersebut, dan Hindia Belanda untuk membangun lintasan membayar pajak pendapatan minimal jalan kereta api yang menghubungkan sebesar 300 gulden per tahun. Syarat Batavia dengan Sukabumi. Dengan untuk menjadi anggota Dewan lintasan jalan kereta api ini kehidupan Kotapraja tidak jauh berbeda kecuali sosial ekonomi masyarakat semakin dari segi umur, yaitu harus minimal 25 berkembang. Pemerintah Hindia Belanda tahun, dan penguasaan bahasa Betanda juga membangun sejumlah irigasi untuk yang cukup. mengairi kegiatan pertanian di wilayah Melihat persyaratan tersebut di Sukabumi. Tidak kurang dari tujuh belas atas, baik untuk menjadi pemilih talang air melintas di atas jalan raya yang maupun calon anggota yang akan menghubungkan Bogor dengan Cianjur dipilih, dominasi penduduk warga melalui Sukabumi. Bangsa Eropa Eropa dalam keanggotaan Dewan berlomba datang ke Sukabumi untuk Kotapraja tampak jelas. Seperti terlihat berinvestasi. Kehadiran dan komposisi pada keanggotaan Dewan Kotapraja penduduk Eropa membawa dampak besar Batavia dari tahun 1905 sampai 1929, dalam perubahan Sukabumi menjadi ada 173 warga Eropa, 67 bumiputra, dan sebuah gemeente. Kebijakan Desentralisasi 19 warga Cina, serta 10 Timur Asing dan perubahan pemerintahan negeri yang umumnya adalah warga Arab. (bestuurshervorming) memberi ruang bagi mereka untuk menjadikan Sukabumi

438 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 423 - 438 sebagai daerah otonom. Arsip-arsip yang Knaud, J.M. 1980. tersedia menunjukkan bahwa geliat Herinneringen aan Soekaboemi. Den kehidupan ekonomi di wilayah Sukabumi Haag: Frans Coene. dikendalikan dari Kota Sukabumi. Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam UCAPAN TERIMA KASIH Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Penulis mengucapkan terima kasih Utama. kepada para staf Perpustakaan Nasional Lapian AB, dkk. 2012. Republik Indonesia (PNRI), Arsip Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 5. Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve. Perpustakaan FIB UNPAD, Perpustakaan Mukhtar, Asep Mawardi dkk. 2013. Citra Daerah Kota Bandung, Perpustakaan Kota Sukabumi dalam Arsip. Jakarta: Daerah Kota Sukabumi dan Perpustakaan Arsip Nasional RI. Daerah Provinsi Jawa Barat, dalam membantu penulis mendapatkan berbagai Pemerintah Dati II Kotamadya Sukabumi. 1984. sumber informasi dan dokumen yang Soekaboemi Tempoe Doeloe. dibutuhkan pada penelitian Sukabumi: Bappeda Sukabumi.

DAFTAR SUMBER Rahmat, Redi. 1990. 1. Arsip dan Dokumen Perkebunan Teh di Afdeeling Sukabumi Regeeringsalmanak voor Nederlandsch- Akhir Abad XIX – Awal XX (Skripsi). Indie. 1872 hal 254. Jakarta: Fasa UI. ____. voor Nederlandsch-Indie. 1872 hal Setyamidjaja. Djoehana. 1986. Budidaya 254. Teh. Bogor: C.V. Yasaguna.

Staatshlad 1914, no. 310 dan 311, tentang 3. Internet Pengesahan Status Sukabumi Kota Asal Usul Teh di Indonesia dari Menjadi Gemeente. Arsip Nasional http://www.tehgelas.com/artikel/asal- Republik Indonesia. usul-teh-di-indonesia/asal-usul-teh-di- indonesia/. 2. Buku Bappeda Kota Sukabumi. 2014. https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLE Basis Data Informasi dan Perencanaan CTIE_TROPENMUSEUM_40jarige_ag Kota Sukabumi 2014. Sukabumi: athisaanplant_Sinagar_TMnr_1001288 Bappeda. 4.jpg diakses tanggal 2 Januari 2017.

Budiardjo. Miriam. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni. Encyclopedie van Nederlands indie Derde Deel. 1818. S’Gravenhage Martinus Nijhoff. Herlina, Nina Lubis, dkk. 2000. Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat. Bandung: Alqaprint. ____. 2011. Sejarah Provinsi Jawa Barat Jilid I dan II. Bandung: Pemprov Jabar. Ekofeminisme…(Aquarin Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 439

EKOFEMINISME DAN GERAKAN PEREMPUAN DI BANDUNG ECOFEMINSME AND WOMEN’S MOVEMENT IN BANDUNG

Aquarini Priyatna Mega Subekti Departemen Susastra dan Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, UNPAD Indriyani Rachman Faculty of Environmental Engineering, Kitakyushu University e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Naskah Diterima: 2 Mei 2017 NaskahDirevisi: 25 Juli 2017 Naskah Disetujui: 21 November 2017

Abstrak Dengan menggunakan perspektif ekofeminisme, tulisan ini bertujuan untuk menggam- barkan kegiatan dan aktivisme gerakan perempuan di Bandung yang fokus pada persoalan lingkungan. Subjek penelitian adalah tiga perempuan yang terlibat aktif dalam komunitas lokal di Bandung dalam kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wawancara dan observasi langsung. Hasilnya didapatkan bahwa alih-alih menempatkan tiga perempuan itu sebagai objek, kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga memicu mereka untuk berperan sebagai subjek yang sadar lingkungan. Ketiganya menunjukkan bahwa pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan istri membuat mereka bergerak untuk mengatasi dan memperbaiki lingkungan yang ada di sekitar mereka. Meskipun acapkali dianggap sebagai sesuatu yang sederhana dan bersifat lokal, kegiatan dan aktivisme yang mereka lakukan bersama komunitasnya dapat dikategorikan sebagai sebuah gerakan ekofeminisme. Tidak saja karena posisi dan status mereka sebagai ibu rumah tangga akan tetapi juga karena kegiatan dan aktivisme itu mampu berdampak pada kelestarian lingkungan.

Kata kunci: ekofeminisme, gerakan perempuan, lingkungan.

Abstract By using ecofeminism perspective, this paper aims to describe the activity and activism of women's movement in Bandung that focuses on environmental issues. The subjects of this research are three women who pioneered environmental movements in urban communities in Bandung in their capacity as housewives. This research uses qualitative methods that produce descriptive data from interviews and direct observation. The results of research reveals that despite positioning themselves as objects, their status as housewives and their domestic/feminine roles have enabled them to act as environmentally conscious subjects. Though often regarded as simple and local, their activities and activism can be categorized as an eco-feminist movement. Not only because of their position and their status as housewives but also because of the activities and activism have obviously a direct positive impact on environmental sustainability and improvement, particularly in the area where they live. Keywords: ecofeminism, women’smovement, environment.

440 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

A. PENDAHULUAN hidup adalah bagian dari kesatuan sistem Terminologi “ekofeminisme” diaju- kehidupan yang tidak menciptakan kan pertama kali oleh Francoise pembedaan dan pemisahan tubuh secara D’Eaubonne melalui esainya La feminisme sosial seperti yang ada dalam sistem ou la mort– Feminisme atau Kematian patriarki. Sistem pembedaan seperti itulah (Eaubonne, 1974). Sebagai terminologi yang berujung pada munculnya pihak yang yang mengawinkan konsep ekologi dan mendominasi dan yang didominasi. Dalam feminisme, ekofeminisme oleh Warren, hal ini, para ekofeminis melihat bahwa sebagaimana dibahas Lorentzen dan Eaton perempuan dan alamlah yang menjadi (2002), diibaratkan sebuah filosofi yang pihak yang didominasi. memayungi atau menghubungkan ke- Pegiat ekofeminis umumnya meru- beragaman pendekatan feminisme dan pakan kaum perempuan yang memang lingkungan. Keterhubungan feminisme dan telah memiliki kesadaran akan posisi lingkungan ini tidak terlepas dari adanya strategis dan politis mereka terkait dengan kesamaan situasi dan posisi perempuan keterhubungan dengan alam. Banyak pihak dan alam yang selalu ditindas oleh yang menganggap keterikatan perempuan kekuatan patriarkal (Mies & Shiva, 2014). dengan alam lebih kuat daripada laki-laki. Ekofeminisme lebih berkembang di Bahkan Lorentzen dan Eaton (2002:2) Benua Amerika dan menjadi sebuah dengan lugas mengatakan“The fact that pergerakan baru pada tahun 1974. Seperti women are most adversely affected by disebutkan oleh Lafortune (1997), eks- environmental problems makes them better ploitasi terhadap alam dan perempuan qualified as experts on such conditions and menjadi dua isu mengkhawatirkan yang therefore places them in a position of mendorong lahir dan berkembangnya epistemological priviledge; that is, women gerakan ekofeminis di Amerika. Tak have more knowledge about earth systems berbeda jauh dengan apa yang disuarakan than men”. Dalam hal ini, perempuan D’Eaubonne, gerakan itu setidaknya berada dalam posisi istimewa untuk mampu menyuarakan tentang ketidak- mendorong menciptakan sebuah paradig- adilan dalam konsep hubungan antar ma intelektual dan praktis mengenai sesama manusia maupun antara manusia ekologi. dengan alam, yang disebabkan oleh Selain itu, peran perempuan yang kekuatan laki-laki, sistem hirarki, kekuatan secara biologis dapat “melahirkan” dominasi dan ketidakpekaan manusia dianggap memiliki kesamaan dengan alam. terhadap hidup atau lingkungan yang Di beberapa kebudayaan seperti Indonesia berkelanjutan. misalnya, acuan terhadap alam hampir Sebagai sebuah gerakan sosial, selalu bersifat feminin. Priyatna dan ekofeminisme berkembang pesat pada Subekti (2017: iv) mencatat dalam bahasa tahun 1980-1990-an. Ditandai dengan Indonesia bahkan bumi sering menyebut dilangsungkannya konferensi pertama sebagai “Ibu Pertiwi”. Peran sebagai mengenai “The Women and Life Earth: seorang ibu seperti itulah yang membuat Ecofeminisme in the Eighties” pada tahun perempuan akrab dengan kegiatan mera- 1980 di Amhrest, Hungaria (Lorentzen & wat, mengasuh atau menjaga lingkungan Eaton, 2002). Keduanya juga mencatat seperti yang mereka lakukan pada bahwa penyelenggaraan konferensi inilah anaknya. Setidaknya kegiatan seperti itu yang kemudian menginspirasi muncul dan jugalah yang dibutuhkan oleh alam yang berkembangnya aksi dan organisasi- sekali lagi dalam perspektif ekofeminis organisasi ekofeminis di berbagai tempat telah begitu lama dieksploitasi secara di dunia. masif, menjadi objek yang dikuasai dan Ekofeminisme sebenarnya menekan- didominasi. kan pada gagasan bahwa semua makhluk Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 441

Dalam perspektif ekofeminis, kultural terkait dengan cara pandang perempuan dengan segala kekhasan dan perempuan di masing-masing budaya pengetahuannya dituntut hadir dalam terhadap sistem patriarkal. Tak heran jika mengelola alam dan sumber-sumber pendekatan dan persoalan yang diper- kehidupan. Keterlibatan perempuan dalam juangkan perempuan pegiat ekofeminsme gerakan ekofeminis merupakan sesuatu di berbagai budaya pun akan bervariasi dan yang penting bukan saja karena persoalan kontekstual bergantung dari situasi politis, kekhasan mereka sebagai perempuan tapi ideologis serta kulturalnya masing-masing. juga karena keterlibatan mereka berperan Keterlibatan perempuan dalam untuk membongkar persoalan sistem pengelolaan lingkungan seperti dalam gender dalam pengelolaan lingkungan. konsep ekofeminisme setidaknya juga Seperti dikatakan Warren (2000:2), terlihat melalui aktivitas beberapa ekofeminisme sering (tapi tidak eksklusif) perempuan yang kami temui di Kota berfokus pada perempuan, “So, in order to Bandung. Meskipun (mungkin) sebagian unpack specific gender features of human dari mereka secara sadar akan menolak systems of domination, ecofeminists often disebut sebagai ekofeminis, para pegiat (but not exclusively) focus on women”. lingkungan di ibu kota Jawa Barat ini Ada keterhubungan yang kuat antara dapat dianggap sebagai perempuan yang women-other human dengan others-natur, memiliki kepedulian tinggi terhadap yang diterminologikan oleh Warren lingkungan atau setidaknya telah memiliki sebagai interconection. Dalam hal ini, kesadaran tentang peran strategis mereka perempuan merupakan pihak yang lebih sebagai perempuan dalam persoalan banyak menderita, berisiko dirugikan lingkungan. Beberapa di antaranya bahkan daripada kelompok manusia lainnya. telah diakui secara profesional oleh Persoalan perempuan dalam konteks komunitas dan anggota masyarakat lain ekofeminisme merupakan hal yang sebagai figur penting yang mampu kompleks, “multi-faceted, multi-located” menggerakkan kesadaran masyarakat. karena berhubungan dengan perspektif Paling tidak di lingkungan tempat gender yang acap kali berkelindanan tinggalnya untuk peka dan mampu terlibat dengan hal-hal yang bersifat politis, secara partisipatif terhadap persoalan ideologis, atau bahkan kultural. Seperti lingkungan di Kota Bandung pada diungkapkan Hobgood-Oster, 2006:2, umumnya. “Ecofeminist positions reflect varied Menjadi seorang perempuan pegiat political stances that may be, and usually lingkungan di Kota Bandung relatif tidak are, transformed through time and place. mudah. Kuatnya akar budaya patriarkal In other words, the political activisms and yang ada dalam sistem sosial masyarakat alliances stemming from ecofeminism telah mengharuskan mereka untuk mampu modify in relationship to the perceived membagi waktu antara berkegiatan di justice issues being confronted in differing dalam dan di luar rumah dengan sama cultural and historical settings.” baiknya. Terlebih bagi mereka yang Kompleksitas persoalan lingkungan dan berstatus sebagai seorang istri sekaligus perempuan dalam perspektif ekofeminis ibu. Tuntutan untuk tetap berada di rumah merupakan objek kajian yang potensial dan menuntaskan pekerjaan domestik menjadi terbuka untuk dibicarakan dalam berbagai lebih besar sekaligus penting dilakukan aspek. untuk menunjukkan eksistensi mereka Dalam hal ini, aspek ruang dan sebagai figur ibu atau pun istri yang “baik” waktu juga yang menyebabkan kajian dalam perspektif patriarkal. ekofeminisme tidak pernah bersifat statis, Dalam hal ini, negosiasi menjadi hal ia selalu membuka ruang untuk terus yang penting dilakukan, bukan saja pada berubah. Ditambah lagi dengan persoalan persoalan pembagian waktu antara menjadi

442 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454 ibu yang mengurusi pekerjaan domestik di in which we live and why things are rumah dan menjadi pegiat lingkungan di the way they are”. masyarakat tapi juga pada persoalan Terkait dengan pengumpulan data, bagaimana memosisikan diri sebagai dilakukan melalui teknik observasi seorang ibu, istri, pegiat lingkungan dalam lapangan dan wawancara langsung ruang dan waktu yang hampir bersamaan. terhadap tiga perempuan yang menjadi Lalu bagaimana perempuan-perempuan sumber lisan/informan dalam penelitian lokal tersebut dapat menjalankan aktivitas ini. Observasi lapangan dan wawancara mereka sebagai pegiat lingkungan lokal langsung dilakukan pada periode bulan dan seperti apa gerakan mereka sehingga Januari sampai Februari 2017 mengenai dapat dikatakan sebagai gerakan perem- kegiatan dan “aktivisme” mereka sebagai puan ekofeminis? Analisis dalam tulisan ibu rumah tangga sekaligus aktivis ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan (lingkungan). Data yang didapatkan dari itu. observasi dan wawancara itulah yang Ruang lingkup penelitian ini kemudian diolah secara sistematis, meliputi penggambaran keterlibatan dianalisis, dan diinterpretasikan untuk perempuan-perempuan tersebut dalam keperluan menjawab identifikasi masalah komunitas lokal yang ada di Bandung. yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk itu, setidaknya ada tiga hal yang Tiga perempuan yang dijadikan menjadi fokus utama yang dianalisis dalam sumber data acuan primer dalam penelitian penelitian ini. Yang pertama adalah ini, dalam komunitas dan lingkungan strategi yang mereka lakukan agar dapat tempat tinggalnya telah dianggap sebagai terlibat secara aktif dalam urusan publik figur penting yang telah mempelopori sembari tetap menyelesaikan tanggung gerakan dan terlaksananya kegiatan jawab mereka sebagai ibu rumah tangga. masyarakat di bidang lingkungan. Bersama Selanjutnya adalah pemaparan isu komunitas masing-masing, mereka juga lingkungan yang menjadi salah satu alasan dianggap telah mampu menggerakkan atau keterlibatan mereka dalam komunitas dan (setidaknya) mampu menularkan semangat yang terakhir adalah mengungkapkan untuk melibatkan anggota masyarakat lain dampak dari kegiatan dan aktivisme agar terlibat atau bahkan berpartisipasi mereka bersama komunitasnya masing- secara aktif dalam persoalan lingkungan di masing. daerah tempat tinggal masing-masing. Selain aspek kegiatan dan aktivisme B. METODE PENELITIAN dalam komunitas, pemilihan mereka Penelitian ini menggunakan metode sebagai informan yang dilakukan dalam kualitatif dengan menekankan pada penelitian ini juga mempertimbangkan pendekatan deskriptif analitik. Penelitian status sosial mereka sebagai seorang kualitatif sendiri dilakukan dengan tujuan perempuan yang telah menikah dan untuk menghasilkan data deskriptif melalui masing-masing telah memiliki anak. kata-kata lisan ataupun tertulis dan tingkah laku yang diamati dari orang yang diteliti. C. HASIL DAN BAHASAN Menurut Hancock dkk. (2009: 7), Pada bagian ini, fokus pembahasan penelitian kualitatif berkaitan dengan memang akan terpusat pada data yang usaha untuk memaparkan fenomena sosial didapatkan melalui hasil wawancara dan di masyarakat. Dia menyebutkan: observasi langsung pada tiga perempuan “Qualitative research is concerned yang menjadi sumber lisan/informan with developing explanations of social utama. Perempuan pertama bernama Tini phenomena. That is to say, it aims to Martini Tapran (48 tahun) yang tinggal di help us to understand the social world Kecamatan Sumur, Kota Bandung. Ibu dua anak ini adalah pendiri komunitas GSSI Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 443

(Generasi Semangat Selalu Ikhlas). Secara pekerjaan di luar rumah, maka istri atau umum, bersama komunitasnya Tini ibu sebaliknya pada persoalan domestik. memfokuskan diri pada gerakan sosial di Bagi ketiga perempuan yang Kota Bandung. Keaktifan Tini bersama diwawancarai Tini Martini Tapran komunitasnya membuat namanya cukup (selanjutnya disebut Tini), Isti Khairani dikenal sebagai aktivis perempuan di Kota (selajutnya disebut Isti), dan Dedah Bandung. Zubaedah (selanjutnya disebut Dedah), Selanjutnya ada Isti Khairani (37 persoalan pembagian tugas seperti itu tahun) yang tinggal di daerah Cisitu Indah, merupakan sesuatu hal yang lumrah dan Dago yang menjadi pendiri dari komunitas sangat kultural di masyarakat sosial Bumi Inspirasi. Komunitas ini fokus pada Bandung yang menganut sistem patriarkal. kegiatan edukasi mengenai persoalan Namun ternyata pada praktiknya, lingkungan terutama sampah dan edukasi pembagian seperti itu tidak dianggap finansial. Bersama Bumi Inspirasi, Isti ikut sebagai penghalang bagi mereka untuk mengkampanyekan dan mengedukasikan tetap menjadi perempuan yang memiliki program Bank Sampah. Yang terakhir kesibukan dan aktif dalam berkegiatan di adalah Dedah Zubaedah (40 tahun) luar rumah. Meskipun sebenarnya, seorang kader penggerak PKK RW 19 keterlibatan mereka sebagai ibu dan istri Sadang Serang, Coblong yang memiliki 3 dalam kegiatan di luar rumah harus orang anak. Tak berbeda dengan Tini dan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Isti, meskipun (hanya) berafiliasi dengan dan dukungan suami serta anggota komunitas lokal PKK tingkat RW, Dedah keluarga lain. Persetujuan dan dukungan pun secara aktif terlibat dalam kegiatan suami serta anggota keluarga lain bagi pemberdayaan perempuan dan lingkungan ketiga perempuan itu merupakan sesuatu di daerah tempat tinggalnya. yang penting didapatkan, agar nantinya Selain karena status mereka sebagai tugas yang diemban dalam ruang publik itu ibu rumah tangga yang mampu terlibat dapat mereka jalankan sepenuh hati. secara aktif dalam urusan domestik Meskipun berisiko untuk mengu- maupun publik, pemilihan ketiga rangi kuantitas waktu untuk mengerjakan perempuan itu dilakukan atas keberhasilan tugas domestik di rumah, pada kenya- mereka dalam menjalankan program dan taannya mereka mampu menjalankan dua aktivisme dalam hal lingkungan. Mengenai kegiatan tersebut sekaligus. Memang profil ketiga perempuan tersebut bersama dalam praktiknya, bukan perkara mudah dengan aktivitas mereka bersama komu- dijalankan, terkadang ada perasaan nitasnya akan dipaparkan lebih lanjut pada bersalah muncul dalam diri mereka karena subbab berikutnya. di satu sisi telah mengurangi kuantitas family time. Namun di sisi lain, muncul 1. Berafiliasi dalam Sebuah Komunitas: juga rasa puas dan bangga karena di tengah Sebuah Strategi Ideologis, Politis kesibukan mereka sebagai istri dan ibu di dan Kultural keluarga mereka tetap dapat berkontribusi Menjadi seorang istri dan ibu dalam positif. Tentu saja rasa puas dan bangga itu perspektif budaya patriarkal seolah juga didapatkan setelah melihat respons mewajibkan perempuan untuk berada di positif dari masyarakat terhadap apa yang rumah dan bertanggung jawab pada telah mereka lakukan. Kesemua itu, persoalan domestik. Dalam struktur perlahan membuat rasa bersalah mereka keluarga patriarkal bahkan secara kaku setidaknya berkurang atau bahkan hilang membuat pembagian tugas antara istri/ sama sekali. Apalagi jika anggota keluarga suami atau ayah/ibu. Jika suami atau ayah yang lain secara terang-terangan bertanggung jawab pada persoalan publik mendukung atau memahami konsekuensi yang membuat mereka terbiasa melakukan dari aktivitas yang dilakukan istri atau ibu

444 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454 mereka di luar rumah dan bahkan juga ikut sebenarnya tidak murni berasal dari anak terlibat di dalamnya. perempuannya, Aghnie Hasya Rif. Pada Risiko untuk berkurangnya kuantitas saat itu bernama GSSI (Garage Sale family time atau persoalan mengenai Sekolah Ibu) yang muncul sebagai sebuah potensi kegagalan mereka menjalankan gerakan kecil untuk mengumpulkan dana pekerjaan domestik sambil tetap bisa untuk membantu teman sekolah anaknya beraktivitas di luar rumah telah memaksa yang tidak mampu membeli buku, Tini, Isti, dan Dedah untuk mampu dibentuk bersama empat rekan Aghnie bersiasat dengan baik. Salah satunya yang lain; Fitri, Arisa, Rika dan Afni. Pada adalah dengan berafiliasi dalam sebuah saat itu GSSI hanya fokus untuk menjual komunitas. Jika Tini dan Isti mengawali barang-barang rumah tangga yang tidak kegiatan sosialnya dengan membentuk digunakan lagi dan keuntungan itulah yang komunitas yang mereka beri nama GGSI dimanfaatkan untuk membantu teman- dan Bumi Inspirasi maka Dedah secara teman Aghnie. sadar melibatkan diri dalam kegiatan PKK Selanjutnya, kegiatan GSSI Aghnie yang ada di lingkungan RW tempat dia pun berkembang lebih luas. Tidak lagi tinggal. Bagi ketiga perempuan itu, sekadar mengumpulkan kemudian menjual bergabung dalam sebuah komunitas barang-barang sumbangan donatur yang merupakan sebuah strategi cerdas karena semakin hari semakin besar jumlahnya dan nyatanya mereka bisa membagi peran dan menyalurkannya tapi juga pada layanan tanggung jawab sosial bersama anggota pendidikan alternatif dan pelatihan komunitas yang lain. Meskipun menjadi keterampilan anak. Memang pada saat itu, co-founder dan figur penting dalam pendidikan anak menjadi perhatian khusus komunitas masing-masing, pembagian komunitas ini seperti yang tertera pada peran dan tanggung jawab seperti itu misi mereka yakni menyediakan tentunya membuat pekerjaan mereka di lingkungan yang kondusif sehingga anak luar rumah menjadi relatif lebih ringan memiliki kesempatan untuk mengem- sehingga tidak terlalu membebani bangkan seluruh potensinya yang meliputi tanggung jawab mereka sebagai seorang aspek moral, nilai-nilai agama, sosial, ibu rumah tangga. Selanjutnya, subbab ini emosional dan kemandirian, kemampuan akan dibagi menjadi tiga bagian yang berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan masing-masing difokuskan pada seni. pembahasan yang komprehensif mengenai Tak berhenti pada pendidikan anak, komunitas, tempat berafiliasinya ketiga komunitas GSSI versi Aghnie kemudian perempuan yang dijadikan sumber menyasar para orang tua murid, terutama lisan/informan dalam penelitian ini dan ibu-ibu yang kebetulan anak mereka kegiatan yang mereka lakukan bersama bersekolah di tempat Tini mengajar. komunitas masing-masing. Memang sebagian besar anak yang bersekolah di tempat Tini mengajar berasal a. Semangat GGSI Menyebarkan golongan ekonomi rendah. Oleh GSSI, Good Practice ibu-ibu tersebut dikumpulkan dan Membentuk sebuah komunitas kemudian diberi bekal keterampilan untuk menjadi salah satu strategi politis dan mengkreasikan produk-produk kerajinan ideologis bagi Tini. Bukan sekadar untuk yang nantinya bisa dijual. Secara ekonomi, menyebarkan semangat “berbaginya” “kelas” itu memang sengaja dibentuk agar sebagai seorang perempuan kepada para ibu mempunyai penghasilan tambahan masyarakat di sekitarnya tapi juga untuk biaya sekolah anak-anaknya. Selain semangat ideologisnya tentang lingkungan. itu, secara khusus para ibu itu juga diberi Ide dasar membentuk komunitas GSSI edukasi melalui kelas parenting tentang yang dibentuk sekitar tahun 2010 cara mendidik anak agar nantinya anak Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 445 mereka mampu berkembang menjadi dengan lingkungan dan saling berinteraksi. generasi unggul. Berbagai kegiatan yang Hal yang sama juga berlaku pada misinya memang khusus diadakan untuk ibu-ibu yang menurut Tini dapat dibagi dalam tiga seperti belajar kerajinan yang bahannya poin penting yakni, mendorong terciptanya didapatkan dari hasil sampah dan barang lingkungan yang bersih dan sehat, bekas yang mereka kumpulkan. Hasil melibatkan pemuda sebagai agen produknya pun dijual di garage sale yang pembangunan, serta menumbuhkan budaya dikelola GSSI. literasi di masyarakat. Perluasan cakupan Hal kecil yang dikembangkan visi dan misi itu yang menjadi landasan anaknya itu ternyata menjadi inspirasi dan pergerakan GSSI sebagai sebuah komu- motivasi tersendiri bagi Tini untuk terjun nitas yang bergerak dalam bidang sosial. lebih dalam lagi pada kegiatan sosial Dia mengakui bahwa bersama lainnya, tentu saja tetap berada di bawah GSSI, pergerakannya sebagai aktivis payung GSSI. Fokus dan kesibukan relatif lebih mudah dilakukan. Masyarakat Aghnie pada kegiatan sekolah yang pun akan lebih mudah untuk mengenal membuat kuantitas waktunya untuk aktivitas yang dia lakukan bersama GSSI. mengelola kegiatan GSSI membuat Tini Sebagai warga Bandung, Tini berharap tergerak untuk mengambil alih dan agar dirinya dan GSSI dapat terus menjalankan GSSI sepenuhnya. Sejak berkontribusi bagi kemajuan dan dipegang oleh Tini, kegiatan GSSI pun kehidupan yang lebih baik bagi warga semakin berkembang lebih luas lagi tidak Bandung. hanya fokus pada persoalan pendidikan pada anak dan ibu tapi juga pada persoalan b. Komunitas Bumi Inspirasi dan sosial yang sifatnya lebih umum dan ruang Kampanye Edukasi Lingkungan lingkup wilayah yang lebih luas lagi, tidak Berafiliasi dengan komunitas seperti hanya persoalan sosial yang ada di sekitar yang dilakukan Tini dengan GSSI, juga tempat tinggalnya saja. Posisi dan peran dilakukan oleh informan kedua dalam sebagai perempuan dewasa (ibu rumah penelitian ini. Adalah Isti seorang ibu yang tangga dan istri) diyakini membuat bersama teman-temannya mendirikan perspektif Tini sebagai penerus kegiatan Bumi Inspirasi. Mereka terdiri atas GSSI Aghnie terkait dengan persoalan perempuan-perempuan yang memiliki sosial menjadi lebih sensitif dan “impian” yang sama yakni agar “Rumah” berkembang. Tini mampu melihat berbagai bisa menjadi tempat untuk berbagi persoalan sosial dari perspektifnya sebagai inspirasi kepada seluruh masyarakat. ibu rumah tangga yang banyak bergelut Impian itu yang kemudian diejawantahkan pada urusan domestik. dalam wujud mendirikan komunitas yang Berkembang dan lebih bervariasinya memiliki visi untuk mewujudkan Keluarga ruang lingkup kegiatan yang dilakukan Indonesia Cerdas Finansial, Ramah Tini dan GSSI tersebut berimplikasi Lingkungan, dan Ahlak Islami. membuat kepanjangan GSSI berubah, dari Sebagai sebuah komunitas yang yang sebelumnya Garage Sale Sekolah Ibu bersifat lokal (khusus Bandung), Bumi menjadi Generasi Semangat Selalu Ikhlas. Inspirasi memiliki misi yang memang Sebagai sebuah komunitas, perubahan secara umum ditujukan untuk peningkatan kepanjangan GSSI itu tentunya disertai kualitas hidup keluarga Indonesia. Untuk dengan perluasan cakupan visi dan misi itu, Bumi Inspirasi berupaya meningkatkan komunitas dari yang sebelum hanya peran ibu agar bisa menjadi seorang berfokus pada layanan pendidikan manajer keuangan keluarga yang baik, dan alternatif dan pelatihan keterampilan peran anak dalam membantu mewujudkan praktis menjadi lebih luas yakni tujuan keuangan keluarga, menjadikan menciptakan masyarakat yang bahagia Gaya Hidup Keluarga Ramah Lingkungan

446 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454 sebagai lifestyle yang bergengsi di kesadaran finansial keluarga, tidak saja masyarakat, meningkatkan akhlak Ibu dan pada masyarakat di sekitar tempat Anak sesuai Al-Quran dan yang terakhir tinggalnya tapi juga pada masyarakat yang adalah meningkatkan peran remaja sebagai ruang lingkupnya lebih luas lagi. Tak Agent of Change (agen pembawa heran jika akhirnya Isti bersama komunitas perubahan) yang senantiasa akan berbagi Bumi Inspirasi bisa menjalin kerja sama dan menularkan virus Gaya Hidup Cerdas dengan organisasi, institusi, ataupun Finansial dan Ramah Lingkungan kepada komunitas lain seperti di antaranya Institut masyarakat. Ibu Profesional (IIP) Bandung, Lembaga Isti mengatakan bahwa dirinya Pengembangan Teknologi Tepat (LPTT), banyak belajar dari ibunya yang juga bisa PD Kebersihan Kota Bandung, BPLHD dikategorikan sebagai seorang aktivis Provinsi Jawa Barat, Greenation, Green lingkungan yang bergerak dalam Citarum dan masih banyak lagi. komunitas Ibu Cisitu Indah Peduli (ICIP). Kolaborasi kerja sama itu membuka Meskipun ruang lingkup kegiatannya peluang untuk memperluas cakupan hanya di lingkungan tempat tinggal (RW wilayah dan warga yang bisa disasar Isti 04 Cisitu Dago,Kota Bandung) komunitas bersama komunitasnya. ibunya aktif dalam kegiatan sosial Tak hanya melakukan kegiatan bermasyarakat seperti subsidi silang nyata di lapangan, komunitas Bumi pemberian susu untuk balita, sunatan Inspirasi juga aktif memberikan edukasi massal, penggalangan dana untuk anak melalui internet dan jaringan media sosial. sekolah, penyediaan sembako murah. Salah satunya bisa diakses melalui laman Secara umum, sasaran kegiatan komunitas http://www.bumiinspirasi.or.id. Laman ini ibunya itu memang terlihat lebih secara aktif menampilkan kegiatan- difokuskan untuk menyasar pada persoalan kegiatan yang dilakukan Bumi Inspirasi. ekonomi keluarga yang biasanya dialami Tujuannya agar Isti dan komunitas Bumi ibu-ibu rumah tangga di lingkungan tempat Inspirasi dapat terus berkampanye secara tinggalnya. sehat, setidaknya memengaruhi pembaca Terkait dengan pergerakan komu- laman untuk melakukan perubahan positif nitas, Isti mengakui banyak hambatan, di untuk masyarakat. antaranya adalah persaingan dengan pengepul sampah di Cisitu serta masih c. PKK sebagai Ruang Aktualisasi Diri kuatnya budaya atau gaya hidup praktis Jika Tini dan Isti secara sadar anggota masyarakat. Masih banyak warga memutuskan untuk membuat komunitas yang belum memiliki kesadaran akan sebagai bagian dari perjuangan mereka bahaya penggunaan sampah plastik atau untuk menyebarkan kepedulian mereka pun stereofom bagi lingkungan. Oleh sebab pada lingkungan di sekitar tempat tinggal itu, kegiatan di komunitas Bumi Inspirasi mereka maka Dedah dengan sadar dan juga sebenarnya difokuskan untuk sukarela memutuskan untuk bergabung setidaknya mampu mengenalkan dan dalam sebuah komunitas PKK (Pember- membiasakan budaya atau gaya hidup dayaan Kesejahteraan Keluarga). Keterli- keluarga yang ramah dan sadar lingkungan batannya pada komunitas yang berang- serta menanamkan bahwa gaya hidup gotakan kaum perempuan yang sudah seperti itu merupakan gaya hidup yang menikah itu diakuinya telah membe- bergengsi. rikannya kesempatan untuk dapat ber- Komunitas Bumi Inspirasi yang interaksi dengan masyarakat sosial dan dibentuk bersama teman-temannya itu membuatnya dapat mengaktualisasikan diri membuat Isti menjadi lebih leluasa untuk sebagai seorang ibu maupun istri di ruang menyebarkan aktivismenya, tidak saja publik. mengenai persoalan lingkungan tapi juga Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 447

PKK sendiri merupakan komunitas yang didapatkan sebagai ketua sekaligus yang awalnya dibentuk pemerintahan Orde istri “pejabat RW” membuatnya lebih Baru sebagai wadah bagi perempuan untuk leluasa untuk mengontrol dan menentukan terlibat dalam pembangunan daerah. Pada kebijakan yang tepat bahkan menjadi suri saat itu, kegiatan PKK mencakup semua teladan yang menularkan good practice program pemerintah yang dikhususkan kepada masyarakat. untuk kaum perempuan. Akan tetapi pada Terlepas dari hal itu, sekali lagi praktiknya PKK lebih sering melakukan Dedah menegaskan bahwa kegiatan yang kegiatan-kegiatan yang bisa dikategorikan dilakukannya bersama anggota tim PKK bersifat sangat domestik, seperti membuat dijalankan sepenuh hati, karena ia karangan bunga, jahit-menjahit, masak- menyukai kegiatan yang membuatnya memasak, mengikuti penataran-penataran dapat berinteraksi dengan orang lain. indoktrinasi ideologi negara, dan siap Buktinya, banyak kegiatan yang telah membantu setiap saat pemerintah memer- dilakukan Dedah bersama tim penggerak lukannya (Wieringa, 34:2010). Tak heran PKK lainnya terutama yang berhubungan jika akhirnya tak sedikit orang yang dengan peningkatan kualitas hidup mencibir PKK sebagai salah satu program anggotanya melalui program mereka mulai pemerintah yang turut melegitimasi dari bidang lingkungan hidup, seperti “kewajiban” perempuan Indonesia dalam pembuatan bank sampah tingkat RW urusan domestik. Negara seolah meme- sampai pada urusan kesehatan melalui gang kontrol dan berusaha mengatur peran Posyandu. Program-program itu menurut kaum perempuan. Namun, tak sedikit pula Dedah, cukup efektif untuk menumbuhkan yang menganggap PKK sebagai wadah dan membangkitkan kesadaran masyarakat bagi para perempuan Indonesia untuk agar peduli pada kebersihan dan setidaknya belajar berorganisasi dan kelestarian lingkungannya minimal di terlibat secara aktif dalam ruang publik. tingkat keluarga. Hal itulah yang nantinya Dedah sendiri mengatakan bahwa akan berimplikasi pada peningkatan aktivitas yang telah dilakukannya bersama kualitas hidup anggota masyarakatnya. anggota tim PKK lainnya setidaknya telah Membentuk sebuah komunitas membuat dirinya bangga dan puas karena seperti yang dilakukan Tini dan Isti atau ternyata di tengah kesibukannya sebagai bergabung dengan komunitas yang telah ibu rumah tangga, dia tetap mampu ada sebelumnya seperti yang dilakukan berkontribusi dan berdedikasi kepada Dedah dirasa sangat memudahkan mereka warga. Keterlibatan Dedah di PKK telah untuk bergerak. Setidaknya, berada dalam dimulai sejak tahun 2008. Pada waktu itu jejaring komunitas membuat mereka suaminya menjabat sebagai sekretaris RW nyaman dan lebih leluasa untuk 19 di Kelurahan Sadang Serang, menjalankan kegiatan sesuai dengan Kecamatan Coblong sehingga mau tidak ideologi dan misi pribadi tentang mau sebagai istri, Dedah harus juga lingkungan masing-masing. Bersama melibatkan diri dalam struktur organisasi komunitas, mereka juga seolah memiliki pemerintahan desa. Begitu pula ketika kuasa dan legalitas lebih untuk dapat suaminya diangkat menjadi ketua RW, merangkul warga lain agar terlibat secara otomatis Dedah pun harus bersama-sama menjalankan kegiatan ter- mengemban tugas sebagai ketua PKK RW kait lingkungan yang digagas oleh 19. Dalam struktur organisasi PKK, komunitas. Seperti diakui Tini sendiri jabatan ketua biasanya otomatis diemban dalam Priyatna dan Subekti (2017: 30), oleh istri dari ketua RW, Lurah, Camat, “kegiatan menjaga lingkungan adalah kerja dan seterusnya. Meski pun keterlibatannya kolaborasi bukan kerja individu”. di PKK terkesan sangat politis, Dedah Berafiliasi dengan komunitas juga merasa bersyukur, karena ternyata “kuasa” menciptakan rasa aman secara psikologis

448 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454 sebagai perempuan, serta memudahkan tangga terbiasa mengurus sampah yang mereka untuk membangun relasi dan dihasilkan dari aktivitas domestik di berkolaborasi dengan institusi atau rumah. Keterkaitan seperti inilah yang lembaga lain seperti yang diakui Tini. membuat perempuan dianggap sebagai Bersama GSSI, dirinya dapat bekerja sama sosok yang paling bertanggung jawab dengan institusi maupun komunitas lain terhadap jumlah sampah domestik yang yang memiliki visi yang sama tentang dihasilkan di rumah. lingkungan. Dari pengamatan dan wawancara Sekali lagi, membentuk sebuah langsung yang dilakukan di lapangan, komunitas seperti yang dilakukan Tini dan terlihat ada kesamaan terkait dengan Isti atau pun bergabung dengan komunitas kegiatan lingkungan yang dilakukan Tini, yang sudah ada seperti Dedah merupakan Isti dan Dedah bersama komunitas masing- pilihan strategi yang terasa cukup politis masing, yakni kegiatan pengelolaan dan kultural. Seperti pada kasus Tini dan sampah. Faktor keterkaitan posisi dan Isti, keterlibatan mereka dapat dianggap status mereka sebagai ibu rumah tangga sebagai sesuatu yang ideologis. Dengan yang setiap hari berurusan dengan sampah semangat yang gigih mereka berusaha ditengarai menjadi salah satu alasan kuat untuk dapat selalu menyebarkan good yang membuat urusan itu menjadi isu practice mereka bersama komunitas penting yang harus dicari solusinya. masing-masing pada masyarakat. Terkait Program pengelolaan sampah dengan persoalan gender, pilihan mereka memang telah menjadi perhatian Pemkot untuk berafiliasi itu telah membuka Bandung sejak lama. Telah banyak peluang untuk dapat dengan leluasa program yang telah mereka luncurkan mengaktualisasikan diri mereka sebagai terkait dengan permasalahan sampah. ibu atau istri di ruang publik. Ruang yang Yang paling nyaring terdengar salah dalam budaya patriarkal sering diasosiasi- satunya adalah Bandung Green and Clean kan sebagai ruangnya laki-laki. Bergabung yang telah diluncurkan sejak tahun 2009 dengan komunitas juga membuka kesem- (Tempo.co, 2010). Program yang patan bagi mereka untuk berinteraksi dan menitikberatkan pada permasalahan berorganisasi dalam ruang sosial ataupun penghijauan dan kebersihan terutama sekadar interaksi dengan sesama sampah bertujuan pada perubahan sikap (perempuan lain) yang memiliki kesamaan masyarakat Kota Bandung dalam visi tentang lingkungan sekalipun. Selain menangani persoalan lingkungan hidup. itu berafiliasi dengan komunitas juga Seperti diakui oleh Isti, kegiatan sekiranya memudahkan mereka untuk komunitasnya dalam pengelolaan sampah bergerak lebih nyaman dan fleksibel dengan program Bank Sampah Bumi sebagai aktivis atau pegiat lingkungan dan Inspirasi merupakan salah satu berbagi ruang dengan perempuan lain pada pengembangan dari program Pemerintah konteks lokal. Kota Bandung yang mewajibkan RW-RW di Kota Bandung untuk memiliki dan 2. Pengalaman Domestik dan Perhatian mengelola bank sampah secara mandiri. tentang Persoalan Sampah Tapi sebelumnya, dalam diri Isti sendiri Dalam tradisi patriarki, pekerjaan memang telah muncul kesadaran dan domestik selalu dikaitkan dengan urusan kepedulian akan persoalan sampah di perempuan. Mulai dari memasak, lingkungannya. Terlebih volume sampah mengurus anak dan rumah, mencuci, yang tiap hari dihasilkan oleh warga berbelanja, dan lain sebagainya. Tanggung ternyata sudah tak mampu lagi ditampung jawab pada urusan domestik di rumah di tempat penampungan sampah sementara seperti itu membuat perempuan, terlebih tingkat RW. Selain itu Isti juga melihat lagi jika dia berposisi sebagai ibu rumah masih rendahnya kesadaran masyarakat Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 449 tentang pemanfaatan dan pengelolaan sehingga bisa dimanfaatkan menjadi pupuk sampah yang sebenarnya dapat disulap kompos. menjadi benda yang mempunyai nilai Terkait dengan kegiatan yang ekonomis. Bagi Isti, komunitas Bumi dikelola Tini dan OH DarLing, seperti Inspirasi, terutama program Bank Sampah diakui Tini, telah dilakukan pendekatan yang didirikan bersama dua rekannya kepada masyarakat yang mengacu pada diharapkan mampu menemukan solusi dari tiga program. Yang pertama adalah beragam persoalan sampah yang ada di kegiatan bank sampah yang secara rutin lingkungan tempat tinggalnya. dibuka tiap hari Kamis. Warga yang Tak berbeda jauh dengan Bumi menyerahkan sampahnya dianggap sebagai Inspirasi, salah satu kegiatan penting Tini nasabah yang kemudian diberikan buku dan komunitas GSSI-nya adalah tabungan. Pada buku tabungan itulah data pengelolaan sampah dan pengedukasian jumlah sampah yang mereka kumpulkan masyarakat tentang pengelolaan sampah. tertera sesuai dengan jenis sampah, berat Bagaimana memisahkan sampah yang dan harga per kilonya. Semakin banyak dihasilkan dari tiap rumah seperti plastik, sampah yang dikumpulkan maka semakin kertas, botol dan memanfaatkannya besar juga jumlah tabungan yang bisa menjadi benda yang mempunyai nilai mereka ambil sewaktu-waktu. Sistem ekonomis. Keterlibatan Tini dan GSSI pengelolaan yang mirip dengan bank pada urusan sampah memang tidak konvensional pada umumnya. Sistem yang terlepas dari peran yang diembannya dikelola Tini dan OH DarLing ini juga sebagai pendamping pengembangan desa. memiliki kemiripan dengan apa yang Peran itu diberikan oleh Badan Pengelola dilakukan Isti dan Dedah. Lingkungan Hidup Kota Bandung karena Selanjutnya adalah PasGeBer rekam jejak Tini yang telah teruji sebagai (Pasukan Gerakan Bersih) yang diperun- pegiat perempuan bersama GSSI. tukkan secara khusus untuk memfasilitasi Melalui program Kawasan Bebas ketertarikan anak-anak pada program OH Sampah yang menjadi program kerja DarLing. Oleh OH DarLing anak-anak BPLH, Tini dan GSSI berusaha tidak hanya dilibatkan sebagai “penonton”, menggandeng masyarakat setempat untuk tapi juga menjadi pegiat lingkungan cilik bergerak aktif membangun “kampung dengan membuat jadwal piket tetap untuk hijau”. Cibunut, Bagus Rangin, dan Maleer melakukan gerakan pungut sampah. menjadi kawasan kerja Tini dan GSSI. Program yang ketiga adalah pengolahan Masing-masing kawasan menurut Tini sampah menjadi benda yang bernilai memiliki persoalan dan pendekatan yang ekonomis berupa kerajinan tangan seperti berbeda-beda mengenai sampah. Jika di tas dan gaun. Kerajinan itulah yang Cibunut, Tini berhasil menginisiasi kemudian ditawarkan kepada para warganya untuk membuat Bank Sampah pengunjung yang datang untuk melihat bersama komunitas baru yang dibentuknya aktivitas pengelolaan sampah yang bersama warga Cibunut yang diberi nama dilakukan oleh warga. OH DarLing (Orang Hebat Sadar Seperti Isti, Dedah dan tim PKK Lingkungan), maka di Maleer Tini berhasil RW 19 juga mengelola bank sampah yang menyebarkan good practice-nya kepada mereka namakan “Binangkit”. Bank ibu-ibu PKK setempat untuk belajar sampah itu dikelola bersama masyarakat mengelola sampah sendiri secara yang didominasi oleh ibu-ibu dan sederhana. Sedangkan di kawasan selanjutnya sampah yang sudah dipisahkan Bagusrangin, persoalan sampah difokuskan tersebut diserahkan ke pengepul Hijau pada proses pengelolaan sampah untuk Lestari. Selain itu dirinya juga memberikan bisa diolah dalam mesin komposter edukasi tidak hanya pada anggota timnya tapi juga ibu-ibu rumah tangga di RW 19

450 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454 untuk menyediakan minimal tiga tempat tergerak untuk melakukan kegiatan serupa sampah di rumah masing-masing. Tiga bersama komunitas masing-masing. tempat sampah itu dimaksudkan untuk Sebagai ibu rumah tangga mereka memisahkan jenis sampah agar nantinya mempunyai perspektif yang sama tentang memudahkan untuk diolah kembali. Cara bagaimana cara untuk memanfaatkan dan ini juga, menurut Dedah dinilai cukup mengelola sampah yang diproduksi di efektif untuk mengedukasi anak-anak tingkat rumah tangga. Perspektif yang bahkan yang masih balita untuk mulai sedikit banyak membuat masyarakat belajar memilah sampah sejak dini. terutama ibu-ibu dapat ikut terlibat dalam Kegiatan terkait lingkungan yang program pengelolan sampah. Baik Tini, dilakukan Tini, Isti, maupun Dedah Isti dan Dedah percaya, jika para ibu di tersebut memang tidak lepas dari masing-masing keluarga sudah terlibat kepentingan mereka sebagai perempuan akan lebih mudah untuk mengajak anggota yang dalam berbagai mitos sering keluarga lainnya untuk terlibat dalam hal dianggap sebagai pihak yang memproduksi yang sama. sampah terbesar. Memang secara historis dan kultural konstruksi masyarakat di 3. Perempuan-Perempuan Penggerak Indonesia, khususnya di Bandung Perubahan menempatkan perempuan sebagai pihak Seperti yang telah diungkapkan di yang paling bertanggung jawab dalam subbab sebelumnya, masing-masing dari urusan domestik yang sekali lagi tiga perempuan yang diwawancarai dimitoskan sebagai ruang yang terkait memegang peranan tertinggi dalam dengan proses produksi sampah rumah struktur organisasi di komunitasnya tangga. Atas dasar itu pula sekiranya masing-masing. Peran seperti itu membuat kegiatan-kegiatan tentang lingkungan yang mereka punya kuasa untuk menentukan dilakukan oleh ketiga perempuan itu arah kebijakan komunitas yang tentunya menyasar ibu-ibu rumah tangga dan juga berimplikasi pada bergeraknya anggota anak-anak. Dalam hal ini, anak-anak harus yang berada di bawahnya. Mereka juga diberikan edukasi sejak dini agar ke dapat dengan leluasa mengajak orang- depannya diharapkan mereka dapat orang yang memiliki kepentingan yang tumbuh menjadi generasi yang sadar sama untuk terlibat secara aktif dalam lingkungan. setiap kegiatan. Tak salah jika figur ketiga Menginisiasi pendirian bank sampah perempuan yang dijadikan informan dalam menjadi salah satu strategi yang dirasa penelitian ini dianggap sebagai perempuan sesuai dan kontekstual dengan situasi dan luar biasa. keadaan sosial masyarakat di tempat- Alih-alih menjadi objek, peran aktif tempat Tini, Isti, dan Dedah memfokuskan mereka sebagai istri dan ibu rumah tangga kegiatan mereka. Nilai ekonomi yang dalam ruang domestik justru malah didapatkan dari kegiatan menabung membuka kesadaran mereka untuk dapat sampah dirasa cukup berhasil dalam berbuat sesuatu yang kontributif kepada menggerakkan (terutama) ibu-ibu rumah masyarakat terkait dengan lingkungan. tangga dan anak-anak untuk merasa Seperti yang dialami oleh Isti, salah satu bertanggung jawab dengan jumlah dan pendiri Bumi Inspirasi. Sebelum jenis produksi sampah yang dihasilkan di mendirikan Bumi Inspirasi, Isti merupakan rumah mereka masing-masing. salah satu karyawati mapan disebuah Selain karena memang sampah di perusahaan besar. Niatannya untuk Bandung telah menjadi persoalan bersama, berhenti salah satunya karena ingin fokus kedekatan ibu rumah tangga seperti Tini, mengurus anak yang mulai beranjak besar. Isti dan Dedah terhadap persoalan sampah Tak lagi bekerja di kantor membuat Isti telah membuat ketiga perempuan itu memiliki lebih banyak waktu untuk Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 451 keluarga dan orang-orang terdekatnya dan diterapkan Tini dalam komunitasnya. Hal kembali akrab dengan urusan rumah itu juga terlihat melalui misi komunitasnya tangga yang bersifat domestik. Dari situlah GSSI yakni mendorong terciptanya Isti kemudian tersadar bahwa ada lingkungan yang bersih dan sehat, persoalan sampah di lingkungan tempat melibatkan pemuda sebagai agen tinggalnya dan akhirnya tergerak untuk pembangunan dan menumbuhkan budaya mengajak tetangga dan ibu rumah tangga literasi. Misi tersebut mulai dieja- lain untuk mencari solusinya. wantahkan dengan membentuk kelompok Isti menyadari bahwa kegiatan bank bermain (Kober GSSI) yang pada mulanya sampah tidak mungkin dapat berjalan didedikasikannya untuk anak-anak di sendiri tanpa didukung oleh masyarakat lingkungan tempat tinggalnya sendiri. sekitarnya. Dalam berbagai kesempatan, Kegiatan Kober GSSI pun banyak diisi dia selalu berupaya merangkul remaja- dengan kegiatan pembelajaran yang remaja di lingkungannya untuk terlibat disisipkan edukasi tentang lingkungan. menjadi pengurus bank sampah. Meski Konsistensinya mengelola GSS dan Kober tidak digaji, tak kurang dari 15 remaja membuat Pemkot Bandung memilihnya mulai dari tingkat SMP sampai pada untuk menjadi pendamping pengembangan mereka yang sudah bekerja berhasil diajak Desa Cibunut yang sebelumnya dikenal untuk mengelola bank sampah secara masyarakat sebagai kawasan “beling” mandiri. Setelah berhasil diajak, tak lupa karena tingginya kasus premanisme dan para remaja itu diberi pelatihan kenakalan remaja di sana. pengetahuan dan keterampilan dalam Seperti diakui Tini, awalnya mengelola sampah hingga akhirnya memang tak mudah untuk mengubah pola diharapkan mereka dapat menularkan pikir warga Cibunut tentang lingkungan. informasi dan pengetahuan yang mereka Sebagai kawasan kumuh, padat, dan dapatkan kepada orang-orang terdekat. langganan banjir, warga di sana telah Seperti diakui Isti, gerakan yang terbiasa dengan pola hidup yang tidak dikampanyekan komunitasnya memang sehat. Pendekatan ke warga pun menjadi fokus menyasar ibu dan anak. Seorang ibu, hal yang tak mudah dilakukan dan dalam struktur keluarga patriarkal membutuhkan usaha yang keras dan memegang peran penting dalam urusan strategi yang tepat. Awalnya, Tini sempat domestik. Mereka biasanya bertanggung harus bermalam dan membersihkan jalan- jawab dalam urusan sampah rumah tangga. jalan di gang-gang sempit seorang diri Selain itu, seorang ibu dianggap memiliki hanya untuk mendapatkan simpati warga akses yang lebih besar untuk menularkan di Cibunut. Perlahan tapi pasti banyak semangat menjaga kebersihan kepada warga yang simpati melihat strategi anggota keluarga yang lain termasuk anak pendekatannya hingga akhirnya tergerak dibandingkan dengan ayah. Jika produksi untuk berpartisipasi dan diedukasi untuk sampah dari tiap rumah dapat ditekan dan menjaga kebersihan lingkungan, mera- dikontrol, maka volume sampah di ling- watnya dan mempercantik lingkungan kungannya pun dapat ditekan sedemikian tempat tinggalnya. rupa. Sedangkan edukasi pada anak Khusus untuk anak-anak, dibuatkan diharapkan dapat menumbuhkembangkan komunitas kecil yang diberi nama sikap atau karakter peduli lingkungan sejak PasGeber (Pasukan Gerakan Bersih) yang dini sehingga mereka mampu menjadi diberi tugas piket untuk menyapu dan agen cilik yang dapat menularkan karakter membersihkan sampah di lingkungan berwawasan lingkungan mereka pada tempat tinggalnya. Sementara para remaja orang-orang terdekatnya. “dipaksa” untuk bergabung di Karang Proses edukasi yang menyasar ibu Taruna dan bersama komunitas Oh dan anak seperti dilakukan Isti juga DarLing menyelenggarakan kegiatan rutin

452 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454 terkait dengan lingkungan. Tak heran jika Posisi sentral mereka sebagai ibu di kawasan Cibunut sangat mudah ditemui rumah tangga membuka peluang bagi pemuda-pemuda yang sadar lingkungan, mereka untuk dapat berbagi pengetahuan bahkan dengan sukarela mereka ikut dan kesadaran tentang lingkungan dengan terlibat dalam kegiatan kerja bakti yang ibu-ibu yang lainnya. Mereka bukan saja rutin dilakukan seminggu dua kali. Selain telah memberikan teladan tapi juga faktor lingkungan, keterlibatan para menjadi agen yang mampu menggerakkan pemuda itu juga dimaksudkan untuk orang-orang di sekitar mereka untuk mengubah stigma negatif masyarakat yang melakukan hal yang sama dengan yang kadung melekat sebagai kawasan kumuh mereka lakukan. Setidaknya mereka yang padat dan tidak produktif. mampu menularkan semangat untuk Tak berhenti di Cibunut, Tini menjaga kelestarian lingkungan. dengan GSSI-nya juga pernah diminta Dari gambaran di atas terlihat bantuan lagi-lagi oleh Pemkot Bandung dampak dari kegiatan dan aktivisme yang untuk mengembangkan potensi desa yang dilakukan oleh ketiga perempuan itu. Jika memiliki persoalan yang sama dengan Tini dianggap mampu menularkan Cibunut. Tini diminta untuk fokus pada semangat dan perhatiannya pada warga persoalan kesehatan lingkungan dan masyarakat di daerah Cibunut hingga meningkatkan kreativitas warganya, seperti akhirnya masyarakat di sana menjadi sadar di Kelurahan Maleer, Bagusrangin, Lebak akan pentingnya proses pengelolaan Gede, dan lain-lain. Mulai dari sampah. Maka Isti bersama Bumi memberikan edukasi pada anak-anak dan Inspirasinya dan Dedah dengan kelompok ibu-ibu tentang pentingnya kesadaran PKK-nya dianggap mampu memengaruhi lingkungan sampai pada pendampingan masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga membuat komunitas lokal kecil yang dan anak-anak untuk terlibat dalam berwawasan lingkungan. program bank sampahnya. Keterlibatan Tak jauh berbeda dengan Isti dan masyarakat dalam program Bank sampah Tini, Dedah pun dianggap berhasil yang dikelola Isti dan Dedah turut menggerakkan dan memotivasi anggota membuktikan bahwa setidaknya ada tim PKK lain serta ibu-ibu yang tinggal di perubahan paradigma masyarakat tentang lingkungannya untuk sadar dan peka sampah dan keinginan untuk menciptakan terhadap persoalan lingkungan. Meskipun lingkungan yang lebih asri dan sehat. saat ini posisi Dedah sebagai ketua tim penggerak PKK telah digantikan oleh D. PENUTUP penerusnya setidaknya semangat untuk Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tetap menjaga kelestarian lingkungan di Isti, Tini, maupun Dedah mungkin oleh tempat tinggal Dedah tetap terjaga. sebagian orang dianggap sebagai sesuatu Menurut Dedah, mengubah yang sederhana. Sederhana karena ruang paradigma dan tata laku masyarakat lingkupnya hanya bersifat lokal, hanya tentang lingkungan tidaklah mudah. sebatas di lingkungan tempat tinggal dan Bahkan untuk sekadar mengubah juga jarang terpublikasikan. Sederhana paradigma kader-kader PKK lain yang karena hanya menyasar orang-orang secara struktur organisasi berada di bawah terdekat dan sederhana karena hanya Dedah. Butuh kerja ekstra dan pendekatan mengurusi persoalan domestik yang yang persuasif serta intensif agar tingkat memang dalam budaya patriarkal acapkali kesuksesannya jadi lebih besar. Untuk dicap sebagai sesuatu yang kurang penting. itulah dibutuhkan dukungan semua pihak Tapi kesederhanaan kegiatan dan termasuk (yang paling penting) anggota aktivisme yang mereka lakukan sebagai keluarga. perempuan ibu rumah tangga itu pada praktiknya lebih berdampak positif untuk Ekofeminisme…(Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indrayani Rachman) 453 melahirkan perubahan. Setidaknya mengu- sembari tetap melaksanakan tanggung bah cara pandang segelintir orang tentang jawab mereka sebagai istri dan ibu rumah lingkungan atau setidaknya mengubah tangga. Oleh karena itu, keberhasilan dan perilaku segelintir orang untuk dapat kesuksesan kegiatan yang mereka lakukan memanfaatkan dan mengelola sampah pun sebenarnya tidak seharusnya diukur untuk mendapatkan nilai tambah secara dengan seberapa banyak warga yang ekonomi. Dalam perspektif ekofeminsime, terlibat untuk menjadi relawan. kegiatan yang mereka lakukan itu dapat Mereka memang hanya tiga orang dikategorikan sebagai gerakan ekofeminis ibu rumah tangga yang karena yang memang berorientasi pada pengalamannya berurusan dengan hal-hal pergerakan perempuan dan lingkungan dan domestik menjadi sadar bahwa gerakan karena itu, dalam perspektif ini, mereka yang mereka mulai dari diri sendiri sebagai bisa dianggap sebagai aktivis ekofeminis. ibu rumah tangga dan istri mampu Tidak saja karena posisi dan status mereka membawa perubahan pada cara pandang sebagai perempuan ibu rumah tangga tapi dan tata laku masyarakat tentang juga aktivisme yang secara nyata akan lingkungan. Identitas komunitas yang berdampak langsung terhadap kelestarian melekat pada diri mereka sebagai pegiat atau keberlangsungan lingkungan. lingkungan memang hanya bersifat lokal Keputusan untuk mendirikan tapi semangat mereka untuk terus komunitas lokal seperti dilakukan Isti dan menyebarkan good practice akan tetap Tini atau bergabung dalam komunitas bertahan. Seperti disebutkan Rootes, lokal seperti yang dilakukan Dedah dengan sebagaimana dibahas oleh Mihaylov & PKK-nya menjadi suatu pilihan logis di Perkins, (2015: 126), aktivisme lingkungan tengah tuntutan dan kewajiban patriarkal lokal ada di mana-mana dan dapat terus sebagai ibu maupun istri. Sebuah negosiasi bertahan hidup bahkan di waktu-waktu cerdas yang di satu sisi menunjukkan ketika isu lingkungan tidak lagi dianggap pilihan strategi politis, ideologis, dan penting dalam agenda nasional. kultural mereka agar dapat tetap ikut aktif dalam kegiatan di luar rumah sekaligus UCAPAN TERIMA KASIH juga tetap memikirkan dan bertanggung Penulis mengungkapkan terima jawab pada urusan domestik di keluarga kasih kepada SUMITOMO FOUN- masing-masing. Berafiliasi dengan DATION yang telah memberikan hibah komunitas juga membuat posisi tawar penelitian Sumitomo 2016 untuk melak- mereka sebagai gerakan lokal ke institusi sanakan penelitian ini. Selain itu ucapan lain atau bahkan ke masyarakat umum terima kasih juga disampaikan kepada tiga semakin besar hingga membuka informan yang telah bersedia memberikan kemungkinan terciptanya kerja kolaborasi segala informasi yang penulis butuhkan yang dapat membuat ruang lingkup sasaran serta berbagai pihak yang telah kegiatan menjadi semakin luas. memberikan bantuan pada saat penelitian Tulisan ini memang tidak ditujukan ini dilakukan. secara khusus untuk mengukur besar kecilnya kiprah ketiga perempuan tersebut DAFTAR SUMBER dalam pemeliharaan lingkungan di Kota 1. Jurnal, Makalah dan Laporan Bandung melainkan pada keberhasilan Penelitian mereka sebagai perempuan yang mampu Eaubonne, F. d. 1974. terlibat secara aktif dalam urusan publik Le Feminisme ou la mort,éd. P. Horay In: yang berkaitan dengan lingkungan. Mereka Les Cahiers du GRIF, n°4, 1974. terbukti dapat mengerjakan urusan publik L'insécurité sociale des femmes. hlm. 66- yang dalam tradisi patriarkal acapkali 67. distereotipkan sebagai urusan laki-laki

454 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 439-454

Lafortune, A. 1997. Martini, Tini T. 2016. “Asiknya Kegiatan Écologie, féminisme, écoféminisme et Komunitasku”, diakses dari http://cerita théologie. L’autre Parole: mamihaghluth.blogspot.co.id/2016/, Écofeminsme,hlm. 4-8. tanggal 16 April 2017, pukul 12.45 WIB. Mihaylov, N. L., & Perkins, D. D. 2015. Tempo.co. 2010. Local environmental grassroots activism: https://m.tempo.co/read/news/2010/06/03/ contributions from environmental 178252385/bandung-luncurkan-program- psychology, sociology and politics. green-and-clean, diakses tanggal 17 April Behavioral sciences (Basel, Switzerland), 2017, pukul 09.40 WIB. 5(1), hlm. 121-153. 4. Sumber Lisan/Informan 2. Buku Khairani, Isti (37 thn). 2017. Founder Bumi Mies, M., & Shiva, V. 2014. Inspirasi Bandung, Januari 2017. Ecofeminism. London: Zed Books. Martini, Tini Tapran. 2017. Ketua GSSI Priyatna, A., & Subekti, M. 2017. Bandung, Januari 2017. Kearifan Lokal dan Peran Perempuan dalam Memelihara Lingkungan Hidup di Zubaedah, Dedah (40 thn). 2017. Kader Jepang dan Indonesia. Medan: Obelia. penggerak PKK RW 19 Sadang Serang, Bandung, Januari 2017. Warren, K. 2000. Ecofeminist philosophy: a western perspective on what it is and why it matters. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers. Wieringa, S. 2010. Pasang Surut Gerakan Perempuan Indonesia. In Rumadi, W. R. Fathurahman, B. S. Fata, & D. Madanih (Eds.), Perempuan dalam Relasi Agama dan Negara (hlm. 26-35). Jakarta: Komnas Perempuan.

3. Internet Bumi Inspirasi. 2015. “Bank Sampah Bumi Inspirasi”, diakses dari //www.bumiinspirasi.or.id/p/gallery.html, tanggal 16 April 2017, pukul 12.30 WIB. Hancock, Beverley. 2009. “An Introduction to Qualitative Research”, diakses dari https://www.rds-yh.nihr.ac.uk/wp- content/uploads/2013/05/5_Introduction- to-qualitative-research-2009.pdf, tanggal 21 Juli 2017, pukul 20.00WIB. Hobgood-Oster, L. (2006). “The Encyclopedia of Religion and Nature”, diakses dari http: //www.clas.ufl.edu/users/bron/PDF- Christianity/Hobgood-Oster-Ecofeminism- International%20Evolution.pdf, tanggal 27 Maret 2017, pukul 10.00 WIB. Lorentzen, L. A., & Eaton, H. (2002). “Ecofeminism: An Overview”, diakses dari http://fore.yale.edu/disciplines/gender, tanggal 26 Maret 2017, pukul 14.00WIB. Tinjauan Buku 455

Tinjauan Buku

Judul Buku: Ekologi Manusia & Pembangunan Berkelanjutan

Penulis : Oekan S. Abdoellah Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Kota : Jakarta Tahun : 2017 Halaman : xxi + 256 hlm

Meneropong Pembangunan Melalui Kacamata Ekologi Manusia Ekologi manusia mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Sebagai suatu bidang ilmu yang interdisipliner, ekologi manusia mengitegrasikan ilmu alam dan ilmu sosial. Sejak awal, pembaca diingatkan bahwa buku ini ditulis sebagai buku pengantar dalam bidang ekologi manusia. Buku ini menawarkan sebuah pengantar yang cukup komprehensif dalam bidang kajian ekologi manusia. Pemaparan dan diskusi konseptual-teoritis yang dipadukan dengan berbagai contoh analisis- empiris, membuat penjelasannya cukup mudah dipahami. Melalui uraiannya yang padat dan jelas, penulis mengajak pembacanya memahami apa itu bidang kajian ekologi manusia. Dimulai dengan landasan filosofis, konsep dasar, teori dan pendekatannya. Lebih lanjut diuraikan pula beberapa contoh hasil kajian dalam bidang ekologi manusia yang menggunakan beberapa konsep kunci dan penerapan analisisnya. Hasil kajian yang dipaparkan merupakan kajian di Indonesia yang dilakukan sendiri oleh penulis maupun ditulis bersama koleganya. Lebih dari itu, penulis yang merupakan Profesor dalam bidang Ekologi Manusia (Human Ecology) pada Program Studi Antropologi Universitas Padjadjaran, memerikan bagaimana ekologi manusia dapat diterapkan dalam upaya untuk mengatasi masalah-masalah pembangunan. Dengan bahasa yang bernas, penulis memperkenalkan bidang kajian ekologi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Rujukan penulisannya diambil dari buku-buku kunci dalam bidang ekologi manusia; serta pengalaman penulis yang telah berkecimpung dalam bidang hubungan manusia dan lingkungan beserta berbagai permasalahannya selama lebih dari 25 tahun. Buku ini ditulis dalam dua bagian. Bagian pertama membahas mengenai dasar-dasar ekologi manusia yang terbagi dalam tiga bab. Bab pertama menjelaskan mengenai landasan filosofis ekologi manusia. Salah satu bahasan 456 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017:455 - 457 dalam bab ini ialah adanya dua pandangan (world view) yang saling bertolak belakang melihat kaitan interaksi manusia dengan alam. Pertama ialah pandangan imanen yang menganggap manusia sebagai bagian dari eksosistemnya; kedua ialah pandangan transenden yang menganggap manusia tidak bergantung pada alam dan berada di luar lingkungan alam. Kedua pandangan ini, pada tataran praktis berimplikasi pada perlakuan manusia dalam memanfaatkan alam. Dengan berpedoman pada pandangan imanen, kegiatan manusia mengolah alam dilandasi perilaku dengan tujuan untuk memelihara keseimbangan ekosistem alam. Di lain pihak, dengan berpedoman pada pandangan transenden, manusia mengeksploitasi alam untuk keperluan material dan tidak memerhatikan pemeliharaan lingkungan sehingga terjadi kerusakan lingkungan. Dalam pandangan imanen terkait erat dengan kebijakan ekologis masyarakat tradisional atau yang lebih kita kenal dengan pengetahuan lokal yang berkelindan dengan pengaturan organisasi sosial dalam masyarakat. Pengetahuan lokal tersebut penting untuk kita pelajari dan manfaatkan. Di sisi lain, pengetahuan lokal ini sering kali dibalut dengan penjelasan yang irasional (takhyul) dalam bentuk tabu dan larangan, namun terbukti efektif dalam menjaga kelestarian alam. Dalam kaitamya dengan hal tersebut, penulis menyarankan agar “kita tidak sepenuhnya menggantungkan pengelolaan alam saat ini kepada pengetahuan lokal karena tidak seluruh pengetahuan lokal dapat diterapkan dan adaptif terhadap perubahan zaman” (hal.12). Dalam konteks inilah salah satu tugas ilmuwan untuk mengetahui dan menjelaskan landasan rasional dan praktis dari kepercayaan non-ilmiah tersebut. Hal ini berarti memadukan antara pengetahuan lokal yang dalam bahasa penulis disebut „Ilmu Kampung’ dengan Ilmu Pengetahuan atau „Ilmu Kampus’, sehingga mampu mendukung terhadap pembangunan berkelanjutan. Dalam khazanah Antropologi, kategori pertama dikenal dengan istilah emik (pengetahuan dari tineliti) dan etik (ilmu pengetahuan peneliti) untuk kategori kedua. Konsep-konsep dasar ekologi manusia diuraikan dalam bab dua. Konsep- konsep kunci tersebut di antaranya ialah ekosistem, adaptasi, evolusi, habitat dan relung ekologis (niche) serta daya dukung Lingkungan. Terkait dengan ekosistem ialah pembahasan mengenai arus energi, materi dan informasi. Sementara itu, dijelaskan pula mengenai faktor yang memengaruhi proses adaptasi manusia berupa faktor biogeofisik dan juga faktor sosial budayanya Pada bab tiga dipaparkan mengenai beberapa teori dan pendekatan yang biasa digunakan dalam bidang kajian ekologi manusia. Pendekatan yang dibahas ialah determinasi lingkungan, kementakan pengaruh lingkungan, ekologi budaya, pendekatan ekosistem dan ekologi politik. Sebagaimana kita ketahui dalam perkembangan suatu ilmu pengetahuan, suatu teori berfungsi untuk menjelaskan fenomena yang tejadi. Munculnya teori-teori baru merupakan reaksi terhadap teori sebelumnya yang dianggap tidak mampu menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi. Maka dari itulah dalam perkembangan disiplin ilmu ekologi manusia, muncul beberapa teori dan pendekatan dalam menjelaskan fenomena yang ada. Dalam teori determinasi lingkungan diasumsikan bahwa faktor lingkungan alam, sepenuhnya akan menentukan bentuk kehidupan sosial budaya manusia. Adapun dalam teori kementakan pengaruh lingkungan, memandang manusia mampu Tinjauan Buku 457 memanfaatkan alam dalam batas-batas tertentu. Alam dipandang sebagai salah satu faktor pengaruh saja, bukan penentu dan memandang manusia sebagai faktor yang aktif. Sementara pendekatan ekologi budaya menitikberatkan pada kajian terhadap proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungan. Pendekatan ekosistem dipinjam dari konsep biologi untuk mengkaji kebudayaan dan pendekatan ekologi politik melihat kaitan antara faktor-faktor politik, ekonomi dan sosial dengan persoalan lingkungan dan perubahannya. Selanjutnya pada bagian kedua buku ini ditampilkan isu-isu terkait bidang ekologi manusia terkait dengan pembangunan. Bagian ini berisi kajian-kajian yang telah dilakukan dalam bidang ekologi manusia. Tulisan-tulisan yang ada merupakan contoh penerapan konsep dasar dan analisis sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bagian sebelumnya. Terdapat lima kajian yang dipaparkan dalam buku ini sebagai bentuk penjelasan mengenai penerapan analisis bidang ekologi manusia. Pada bagian ini, setiap kasus ditulis dalam bab-bab tersendiri. Dimulai dengan bahasan mengenai Perubahan ekosistem pekarangan di hulu daerah aliran Sungai Citarum; Pekarangan dan kebun talun (sistem agroferestri) dalam konteks perubahan; Kerusakan lingkungan daerah aliran sungai, Adaptasi transmigran di daerah pasang surut di Kalimantan Selatan; serta Permukiman kembali dan adaptasi. Sayangnya, dalam bagian kedua buku ini, tidak disertakan contoh kajian yang menggunakan pendekatan ekologi politik. Pada bab terakhir dibahas mengenai analisis dan refleksi penulis terkait peran ekologi manusia dalam pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan generasi mendatang harus ditopang oleh kelanjutan ekologis, ekonomis dan sosial. Dalam konteks inilah penulis berpendapat bahwa “Pemahaman tentang ekologi manusia sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam meniti pembangunan berkelanjutan di Indonesia secara benar dan bertanggung jawab, tak hanya terhadap kepentingan manusia Indonesia, tetapi juga kepentingan lingkungan yang kelak diwariskan kepada generasi mendatang” (hlm. 219-220). Membaca buku ini tidak saja memberikan gambaran bagaimana interaksi manusia dengan lingkungannya, namun juga menunjukkan bagaimana dimensi kemanusiaan berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia (Arief Dwinanto).

Biodata Penulis

BIODATA PENULIS

AAM AMALIAH RAHMAT, lahir di Bandung pada 3 Juli 1990. Memeroleh gelar sarjana Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2013. Menyelesaikan jenjang S2 Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran pada tahun 2017. Saat ini bekerja sebagai Asisten Dosen di Universitas Pendidikan Indonesia. Karya yang pernah diterbitkan, di antaranya: Peristiwa 27 Juli 1996 (Konflik Partai Demokrasi Indonesia antara Kubu Megawati dengan Kubu Soerjadi); Profil Desa Panjalu; dan Penelusuran Sejarah Cimahi.

ALI GUFRON, lahir di Yogyakarta 16 Oktober 1979. Memeroleh gelar Sarjana Antropologi pada Universitas Padjadjaran tahun 2006. Mulai Bekerja di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bandung pada tahun 2010. Sekarang menduduki jabatan sebagai Peneliti Muda di BPNB Jawa Barat. Adapun hasil penelitian yang pernah dipublikasikan antara lain: Sistem Pengetahuan Tradisional Masyarakat Petani Desa Cijagang Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur (2012) ; Pasar Tradisional: Studi Kasus Pasar Wisata 46 dan Pasar Wisata Cibiru, Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru (2014); dan Pengetahuan Lokal Masyarakat Nelayan Desa Gebang Mekar (2015).

ANI ROSTIYATI,lahir di Surabaya pada tanggal 24 November 1962. Memeroleh gelar sarjana Antropologi pada 1987 di UGM. Sejak tahun 1992 hingga sekarang menjadi peneliti di BPNB Jawa Barat. Sebelumnya, bekerja di BPSNT Yogyakarta sejak tahun 1988. Hampir 24 tahun menjadi peneliti dan sekarang menduduki jabatan fungsional Peneliti Utama. Karya ilmiah yang pernah ditulis dan sudah diterbitkan antara lain: Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni di Desa Dangiang Kabupaten Garut (2010); Sakai Sambaian: Sistem Gotong Royong di Lampung Timur (2012); Tipologi Rumah Tradisional Kampung Wana di Lampung Timur (2013); dan Perempuan Punk: Budaya Perlawanan terhadap Gender Normatif (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung) (2017).

AQUARINI PRIYATNA adalah pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Aquarini memeroleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) yang diperolehnya dari Center for Women’s Studies and Gender Research, Monash University, Australia. Ia telah menerbitkan buku Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra dan Budaya Pop (2006); and Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Femininitas dan Globalitas dalam Iklan Sabun (2003; edisi revisi tahun 2013), dan buku Perempuan dalam Tiga Novel Karya Nh. Dini (2015).

EVA NUR AROVAH lahir di Balerante-Palimanan, Cirebon pada 25 Mei 1975. Pendidikan S1ditempuh di jurusan Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dilanjutkan dengan jenjang S2 di jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada. Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 jurusan Sejarah Universitas Padjajaran. Bersama Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM dan Netherland Institute for War Documentation (NIOD) pernah melakukan riset tentang Simbol Kota (2004-2005); bersama pusat Studi Sejarah Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya UGM meneliti Sejarah Sosial Ekonomi Wakaf di Indonesia 1900-2006 (2006); dan bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat, pernah menulis buku Cirebon dalam Lima Zaman (2012). Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

HEKSA BIOPSI PUJI HASTUTI, lahir di Bogor pada 6 Oktober 1972. Memeroleh gelar Magister Humaniora di Universitas Halu Oleo, Kendari. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Pertama Bidang Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian yang pernah diterbitkan di antaranya: Karakter Tokoh Perempuan dalam Mitos “Wekoila” (2013); Bahasa Tolaki dari Generasi ke Generasi: Pergeseran Penggunaan Bahasa Daerah dalam Kegiatan Mendongeng pada Keluarga Suku Tolaki (2012); Laku Dramatis Tiga Tokoh Perempuan dalam Cerpen “Lelaki dengan Bibir Tersenyum”: Sebuah Kajian Feminis (2011); dan Mitos Oheo dan Asas Hubungan dalam Konsep O Rapu Menguak Posisi Perempuan dalam Keluarga Suku Tolaki (2014).

NURMARIA, lahir di Bojonegoro pada 1 November 1992. Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Jember (UNEJ) dengan skripsi berjudul The Effect of Blawan Plantation Towards The Social Economy of The People in Kalianyar Village, Sempol Subdistrict, Bondowoso Regency in 1998-2012. Saat ini tinggal di Kabupaten Bojonegoro, JawaTimur.

SETIA NUGRAHA, lahir di Bandung pada 30 Maret 1971. Memeroleh gelar Sarjana (S1) pada program ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran tahun 1996. Menyelesaikan jenjang S2 pada Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran pada tahun 2017. Saat ini bekerja sebagai Guru SMAN 11 Bandung.

Judul Artikel… (nama penulis)

PANDUAN BAGI PENULIS JURNAL PATANJALA (font Berlin Sans FB 16, bold, spasi 1. Judul harus mencerminkan inti dari isi tulisan, bersifat spesifik, efektif, dan panjangnya maksimal 11 kata. Judul ditulis dengan huruf kapital tebal)

GUIDELINES FOR AUTHORS OF PATANJALA JOURNAL (font Berlin Sans FB 12, italic, spasi 1)

Nama Penulis (Times New Roman 11, Bold, spasi 1, tanpa menyebut gelar) Afiliasi lembaga (nama lembaga tempat penulis bekerja, alamat lembaga, tanpa nomor telp/fax lembaga) Alamat e-mail penulis (Times New Roman 10, spasi 1, spacing after 6 pt)

Abstrak (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, before 0 pt, after 6 pt) Abstrak diletakkan di bawah email pribadi. Abstrak bukan ringkasan, melainkan esensi isi keseluruhan tulisan yang di dalamnya memuat: (1) tujuan penelitian; (2) metode yang digunakan; (3) pernyataan singkat hasil yang diperoleh dari lapangan; (4) kesimpulan. Panjang abstrak antara 100 sampai 150 kata, 1 spasi, dan ditulis dalam bentuk 1 paragraf. Di bawah abstrak dituliskan kata kunci antara 3-5 kata. Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata majemuk. Kata kunci: panduan, penulis, artikel.

Abstract (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, before 0 pt, after 6 pt) Abstract put under the email of author. Abstract is a not a summary, but the essence of the entire article that contains: (1) research purposes, (2) the methods that used, (3) a brief statement of the results obtained from the field; (4) conclusion. Abstract length between 100 to 150 words, 1 space, and written in one paragraph. Under the abstract, write down keyword between 3-5 words. Keywords can be single word and compound words. Keywords: guidelines, author, article.

A. PENDAHULUAN B. METODE PENELITIAN (jenis huruf Albertus Extra Bold (Albertus Extra Bold 10) ukuran 10) Metode Penelitian memuat metode Pendahuluan memuat latar belakang, yang digunakan dan proses penelitian. permasalahan, tinjauan pustaka, teori, Metode Penelitian menggunakan font konsep-konsep, tujuan, dan ruang lingkup Times New Roman 11, spasi 1. (materi dan wilayah). Tinjauan pustaka tidak sekadar menilai isi buku, tetapi apa C. HASIL DAN BAHASAN yang membedakan artikel penulis dengan (Albertus Extra Bold 10) kajian terdahulu. Unsur-unsur dalam 1. Subbab Pendahuluan tersebut tidak perlu Subbab menggunakan angka: 1, 2, 3, dieksplisitkan. Panjang bagian selanjutnya a, b, c, dst. Selanjutnya 1), 2), Pendahuluan sekitar 2-3 halaman. Bagian 3), 4) dst. Selanjutnya a), b), c), d) dst. Pendahuluan menggunakan font Times Selanjutnya (1), (2), (3), dst. New Roman 11, spasi 1. Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 1 - 16

Hasil dan Bahasan, memuat uraian Tabel 1. Jumlah Perusahaan Industri dan data hasil lapangan dan analisisnya. Hasil Tenaga Kerja di Provinsi Lampung dan Bahasan menggunakan font Times Tahun Industri Besar New Roman 11, spasi 1.

2. Acuan Sumber (Albertus Extra Bold 10) Industri Tenaga Acuan sumber harus dicantumkan di kerja dalam teks. Acuan sumber di dalam teks, 1984 74 10.258 dicantumkan dalam kurung, dengan 1985 74 10.258 susunan: nama belakang penulis, tahun terbit, dan nomor halaman yang dikutip. 1986 76 11.925 Catatan kaki (footnote) berisi penjelasan tentang teks dan diketik di bagian bawah Sumber: Bappeda Tk.I Lampung, 1992. dari lembar teks yang dijelaskan. Khusus untuk sumber internet diletakkan di Penyajian instrumen pendukung footnote. dimaksudkan sebagai sarana informasi dalam melengkapi dan mendukung 3. Instrumen Pendukung (Albertus Extra deskripsi tulisan. Semua unsur dalam Bold 10) instrumen pendukung dapat terbaca dengan Instrumen pendukung dapat berupa jelas. gambar, foto, grafik, bagan, tabel, dan sebagainya. D. PENUTUP (Albertus Extra Bold 10, spasi 1) a. Instrumen Foto Penutup, memuat simpulan dan (Albertus Extra Bold 10) saran. Unsur-unsur dalam penutup tersebut Untuk instrumen pendukung berupa tidak perlu dieksplisitkan. foto, keterangan dan sumber dicantumkan di bawah foto. Penulisannya menggunakan huruf kapital di awal judul. UCAPAN TERIMA KASIH (Albertus Contoh foto: Extra Bold 10, spasi 1) Ucapan terima kasih kepada pihak atau institusi yang secara signifikan membantu penelitian. Dalam hal ini dinyatakan nama, tempat kerja, dan jenis bantuan yang diberikan. Ucapan terima kasih sifatnya tidak wajib.

DAFTAR SUMBER (Albertus Extra Bold 10, spasi 1) Jumlah acuan sumber minimal Gambar 5. Piduduk sepuluh, terdiri atas 80 persen sumber Sumber: Wajidi, 2014. primer (antara lain: jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi) dan 20 persen sumber b. Instrumen Tabel (Albertus Extra Bold 10) sekunder dan diwajibkan menggunakan Untuk instrumen pendukung berupa lima sumber terbaru (sepuluh tahun tabel, judul tabel dicantumkan di atas. terakhir). Derajat kebaruan tulisan yang Adapun sumber tabel dicantumkan di diacu dengan melihat proporsi terbitan bawah tabel. Tabel hanya menggunakan mutakhir merupakan tolok ukur mutu garis horizontal. Contoh Tabel: berkala ilmiah yang penting. Hal tersebut merupakan bagian dari state of the art ilmu

Judul Artikel… (nama penulis) dan kebaruan temuan bagi ilmu (novelties, Bunga Rampai Kehidupan Sosial new to science). Budaya Masyarakat Sumedang. Bandung: Balai Pelestarian Nilai 1. Jurnal, Makalah, Laporan Budaya Bandung. Penelitian, Skripsi, dan Tesis (Albertus Extra Bold 10, spasi 1) 3. Surat Kabar dan Majalah Abdalla, Ulil Abshar. Penulisan daftar sumber menggunakan huruf “Serat Centhini, Sinkretisme Islam dan Times New Roman, Ukuran 10. Untuk sumber Dunia Jawa”. Kompas, 4 Agustus 2000, berupa blog/internet tidak dapat dijadikan hlm. 27. rujukan utama. 4. Internet Anatona. “Antara Buruh dan Budak: Nasib Hardjasaputra, A. Sobana. “Dinamika Kuli Kontrak Perkebunan di Sumatera Kehidupan Sosial Ekonomi di Priangan Timur pada Akhir Abad ke-19 Hingga 1870-1906”,diaksesdari http://resources Awal Abad ke-20”, Makalah dalam .unpad.ac.id, tanggal 24 April 2011, Konferensi Nasional Sejarah IX, Pukul 9.14 WIB. Jakarta, 5-7 Juli 2011.

Damayanti, S. 2000. 5. Sumber Lisan/Informan Perbandingan Ibing Pencak Silat dan Kherustika, Zuraida (53 tahun). 2012. Pencak Silat Gaya Cimande dan Gaya Kepala Museum Negeri Provinsi Cikalong dan Sanggar Pager Kencana Lampung Ruwa Jurai. Wawancara, dan Sanggar Panglipur Bandung. Bandar Lampung, 26 November 2012. Skripsi. Bandung: FPBS UPI. Kuswandi Md (68 tahun). 2013. Purnama, Yuzar. “Fungsi dan Simbol Batik Pensiunan Sekretaris Direksi PTPN VIII. Wawancara, Bandung, 18 Juni Khas Lampung” dalam Patanjala Vol. 5 2013. No. 3. September 2013. Hlm. 505-519. Somantri, Ria Andayani dan Nina Merlina. Catatan: “Upacara Baritan pada Masyarakat  Redaksi menerima artikel hasil Betawi di Jakarta Timur” dalam penelitian sejarah dan nilai budaya di Patanjala Vol. 6 No. 3. September wilayah kerja BPNB Jawa Barat (Jawa 2014. Hlm. 381-396. Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung) khususnya, dan umumnya 2. Buku di Indonesia. Ekadjati, Edi S. 1984.  Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia Masyarakat Sunda dan Kebudayaan. atau bahasa Inggris dan ditik 1 spasi. Jakarta: Girimukti Pusaka. Banyaknya halaman adalah 16 (termasuk daftar sumber) dan dicetak Lubis, Nina H., Ade Makmur, Abdurrachman, pada kertas A4, dengan ketentuan Patji, Awaludin Nugraha. 2003. sebagai berikut: jenis huruf Times New Kota Bontang Sejarah Ekonomi. Roman ukuran 11, margin kiri 4 cm, Bandung: Satya Historika. margin kanan 3 cm, margin atas 4 cm, margin bawah 3 cm. Jumlah halaman Scott, James C. 1993. tersebut dalam format template (2 Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: column). Tiap alinea menjorok 10 Yayasan Obor Indonesia. ketukan spasi atau satu ketukan tab.

Thee, Kian Wie. 1981.  Penulis dapat melakukan copy-paste Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan. artikel ke dalam template Panduan Jakarta: Sinar Harapan. Jurnal Patanjala terbaru. Bagian yang di-copy dari artikel kemudian di-paste Muhsin, Mumuh dan Bambang Rudito (eds). 2014. Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 1 - 16

special, dan pilih menu unformatted text. File template disediakan redaksi.

 Untuk penulisan nama-nama lokal yang belum terdaftar KBBI (upacara, permainan, judul, kesenian, lagu) menggunakan huruf kecil dan miring.  Artikel yang masuk akan diedit oleh Dewan Redaksi terkait dengan format penulisan dan ditinjau substansinya oleh Mitra Bestari yang sesuai dengan kepakarannya. Dewan Redaksi berhak menolak artikel yang formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan, gaya selingkung dan substansinya tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil telaah Mitra Bestari.  Penulis melampirkan biodata meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, pendidikan terakhir, jabatan fungsional dalam instansi, 3 (tiga) judul hasil penelitian dalam 3 tahun terakhir. Biodata dilengkapi pasfoto yang diserahkan dalam bentuk file.

Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

LEMBAR ABSTRAK

penggabungan antara keduanya. Dulu, ketika DDC: 909.825 982 172 batik hanya diproduksi untuk lingkungan keraton, pembuatnya masih terbatas. Miftahul Falah, Nina Herlina dan Kunto Manakala batik keluar dari lingkungan Sofianto keraton, pembuat batik meluas. Itu dulu, Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur zaman di mana orang masih memiliki banyak pada Abad XX– XXI; Studi Kasus Kota waktu luang dan jenis pekerjaan belum Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya beragam. Saat ini apabila di antara sejumlah orang masih ada yang mendedikasikan dirinya Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 1-14 untuk menggeluti batik sebagai pengrajinnya, tentu ada alasan yang melatarinya. Penelitian Tulisan ini akan mengkaji perubahan ini bertujuan untuk mengetahui cara Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur pada perekrutan pengrajin, pengetahuan membatik, Abad XX-XXI dengan memfokuskan pada Kota kondisi pengrajin, serta konsep kerja Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya. Untuk pengrajin. Penelitian ini menggunakan metode mencapai tujuan itu, dalam penelitian ini kualitatif dengan hasil penelitiannya digunakan metode sejarah yang meliputi dituangkan secara deskriptif. Hasil penelitian empat tahap yakni heuristik, kritik, menunjukkan bahwa dedikasi menjadi interpretasi, dan historiografi. Hasil pengrajin batik dilatari oleh rasa tanggung penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jawab dan kecintaan yang mendalam dengan morfologi kota dengan mengkaji tata ruang dunia perbatikan. Dapatlah disimpulkan dan infrastruktur kota, simbol kota, bangunan, bahwa tanpa adanya keterlibatan hati, sulit dan ruang terbuka di Kota Garut, Ciamis, dan bagi seseorang untuk dapat bertahan menjadi Tasikmalaya menunjukkan kecenderungan pengrajin. Mengingat, banyak jenis pekerjaan yang berbeda. Pada awalnya, struktur dan lain yang besaran penghasilannya lebih pola kota ketiganya menunjukkan menjanjikan. kecenderungan yang sama karena mendapat Kata kunci: aktor, selembar batik. pengaruh struktur kota tradisional. Akan tetapi, dalam perkembangannya menunjukkan perbedaan yang terlihat dari struktur dan pola DDC: 392.598 21 kota Tasikmalaya yang cenderung mengabaikan struktur dan pola kota Nandang Rusnandar, Sri Sulastri, dan Yani tradisional. Unsur-unsur kota kolonial di Achdiani ketiga kota tersebut cukup nampak sehingga terjadi perpaduan antara kota tradisional dan Pranata Pendidikan pada Upacara kota kolonial yang salah satunya terlihat dari Ngeuyeuk Seureuh, Upacara Masa bangunan yang mendapat pengaruh budaya Kehamilan, dan Ngasuh Budak indis. Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 31-44 Kata kunci: Morfologi Kota, Garut, Ciamis, Tasikmalaya. Dalam pranata pendidikan dibahas mengenai pendidikan informal dalam keluarga di masyarakat Sunda. Tulisan ini DDC: 751.459 816 menguraikan tentang bagaimana pendidikan Ria Intani Tresnasih informal diterapkan dalam sebuah keluarga dan mensosialisasikan nilai-nilai kehidupan Aktor di Balik Selembar Batik kepada anak-anak mulai dari masa kanak- (Studi Kasus di Lembur Batik Cimahi) kanak melalui kegiatan ngasuh budak, memasuki masa perkawinan melalui ngeuyeuk Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 15-30 seureuh, dalam rangka mempersiapkan anak menjadi pasangan suami istri, dan pada masa Batik adalah selembar kain yang kehamilan dengan serangkaian upacara adat dibuat secara ditulis, dicap, atau Lembar Abstrak kehamilannya, sehingga suami istri siap kolonial mencerminkan statusnya sebagai dalam menghadapi masa kehamilan dan pegawai pemerintah dan pemimpin sukunya menjadi orang tua. Dalam perjalanan waktu, masing-masing, sedangkan gaya hidup elite pendidikan informal pada keluarga intelektual lebih banyak menyerap budaya mengalami perubahan seiring dengan Barat. Meskipun demikian, baik elite perubahan struktur keluarga dan cara tradisional maupun elite intelektual tetap pandang terhadap pranata pendidikan. Hal itu menunjukkan cirinya sebagai orang dipangaruhi oleh tumbuhnya pranata sosial Minangkabau, dapat diperhatikan dari agama pendidikan sejenis pada masa kini, baik pada dan tradisi adat yang tetap dilakukan hingga lingkup nasional maupun global. Tujuan saat ini. penelitian ini adalah untuk mendapatkan Kata kunci: elite tradisional Minangkabau, gambaran secara utuh dan mendalam tentang elite intelektual, Afdeeling Agam. pranata pendidikan di masyarakat Sunda. Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik DDC: 930.598 3 pengumpulan data melalui observasi langsung dan wawancara. Dari hasil penelitian, Halwi Dahlan diketahui bahwa pranata sosial merupakan Konfrontasi Republik Indonesia dengan himpunan norma yang mengatur kehidupan Militer Jepang Menjelang Masuknya manusia secara bersama, tentunya dalam Sekutu 1945-1946 budaya Sunda memiliki beberapa pranata. Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 61-76 Kata kunci :Pranata Pendidikan, Ngeuyeuk Seureuh, Ngasuh Budak, Upacara Kehamilan. Perlawanan pejuang (laskar, BKR kemudian TKR) dengan militer Jepang di Indonesia ditandai dengan peristiwa perlucutan senjata oleh pejuang tersebut. DDC: 909.815 981 3 Berbagai insiden terjadi disebabkan baru saja Dwi Vina Lestari, Nina Herlina Lubis, dan Jepang memperlihatkan sikap tegas dalam R.M. Mulyadi menjajah, tiba-tiba semua berubah dengan sikap menyerah kepada Sekutu. Bagi Gaya Hidup Elite Minangkabau Indonesia kondisi ini sebenarnya merupakan di Afdeeling Agam (1837-1942) peluang untuk melengkapi diri dari segi peralatan perang yang akan menjadi aset bagi Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 45-60 pasukan perangnya. Tetapi hal itu menjadi sulit karena sesuai aturan hukum perang Elite Minangkabau di Afdeeling Agam internasional tentang tawanan perang, selain mengalami perubahan, baik meliputi status, pasukan Jepang turut diserahkan seluruh kekuasaan, maupun sumber penghasilan. Hal peralatan perangnya. Beberapa daerah tersebut terjadi bersamaan dengan sempat menerima atau pun merampas ditetapkannya kebijakan politik Pemerintahan persenjataan tersebut, namun kemudian Hindia Belanda di Sumatera Barat (1837- direbut kembali oleh Militer Jepang. Militer 1942). Untuk menjabarkan persoalan tersebut Jepang yang mempertahankan senjata mereka diperlukan kajian historis menggunakan dan patuh pada konvensi Jenewa 1929, metode sejarah, terdiri atas heuristik, kritik, berhadapan dengan semangat kemerdekaan interpretasi, dan historiografi. Selain itu, dari seluruh rakyat Indonesia. Di Jawa Barat untuk menghasikan karya yang bersifat insiden perlucutan senjata tersebut sempat analitis, dilakukan pendekatan ilmu terjadi tetapi tidak meluas, berbeda dengan di antropologi dan sosiologi politik. Berdasarkan Jawa Timur yang hampir seluruh pejuangnya penelitian yang dilakukan, gaya hidup elite memiliki senjata rampasan. Perbedaan Minangkabau di Afdeeling Agam pada 1837- tersebut ternyata terletak pada lambatnya 1942 tidak mengalami perubahan seutuhnya, informasi yang sampai dari pemerintah pusat melainkan terjadi akulturasi budaya asli kepada pemerintah daerah. Jawa Barat Minangkabau dengan budaya Barat. diuntungkan karena jaraknya yang relatif Umumnya, gaya hidup elite tradisional dekat dengan Jakarta sehingga dengan cepat Minangkabau yang menduduki jabatan pemerintah daerah dan pimpinan BKR/TKR Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 dapat mengkonsolidasi anggota pasukannya. Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 95-110 Penulisan ini menggunakan metode kepustakaan dan historiografi yang dihasilkan Cetik/gamolan pekhing merupakan bersifat deskriptif analisis. Untuk mendukung alat musik yang berasal dari Provinsi penulisan ini digunakan teori konfrontasi. Lampung khususnya Kabupaten Lampung Barat. Cetik terbuat dari bambu, alat musik Kata kunci: Konfrontasi, pejuang, Indonesia, ini hanya digunakan untuk keperluan upacara Jepang, Sejarah. adat dan pengiring dalam penyambutan tamu, karena cetik sulit untuk dipelajari. Pengrajin DDC: 930.159 818 3 cetik di Provinsi Lampung jumlahnya relatif tidak banyak, mereka tetap menggeluti Lia Nuralia & Iim Imadudin pekerjaan tersebut walaupun hasilnya tidak mencukupi. Hal inilah yang menarik bagi Pengaruh Akulturasi Budaya Terhadap penulis untuk meneliti tentang pengrajin cetik Dualisme Sistem Ekonomi Masyarakat dan alat musik cetik. Penulisan ini bertujuan Kampung Tua di Kecamatan Abung untuk mendapatkan informasi yang jelas Timur, Kabupaten Lampung Utara tentang alat musik cetik dan pengrajinnya. Penulisan ini dibatasi dalam bentuk Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 77-94 pertanyaan, apa cetik itu? Bagaimana membuatnya? Bagaimana perkembangannya? Tulisan ini bertujuan mengungkap Bagaimana sosok Antoni sebagai pengrajin sejarah dan budaya masyarakat adat cetik? Apakah memiliki etos kerja? Penelitian Kampung Tua di Lampung. Sumber tulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan merupakan hasil penelitian dengan pendekatan kualitatif. Kesimpulan penelitian, menggunakan metode survey, dan teknik cetik mengalami kesulitan untuk dipelajari pengumpulan data melalui studi literatur, dan dimasyarakatkan, setelah dimodifikasi observasi langsung, dan wawancara. Kajian dari pentagonis menjadi diatonis, cetik lebih dilakukan dengan menerapkan konsep-konsep mudah dipelajari. Namun, cetik asli tetap ilmu sosial, yaitu konsep akulturasi budaya dipertahankan dan dilestarikan. Pengrajin dan sistem ekonomi dualistis (tradisional dan cetik harus begulat antara kebutuhan hidup modern), menghasilkan sistem nilai yang unik dengan tanggung jawab sebagai penerus dan menjadi pedoman dalam kehidupan leluhur untuk melestarikan warisan budaya. sehari-hari masyarakat Kampung Tua. Perjuangan hidup pengrajin cetik yang Akulturasi budaya tampak pada gaya dilematis menciptakan etos kerja yang dapat bangunan rumah tinggal dan dua sistem adat diadopsi oleh generasi penerus bangsa. lama (pepadun dan sebatin), beserta benda- benda upacara adat Begawi, sedangkan Kata kunci: Antoni pengrajin cetik, alat musik sistem ekonomi dualistis dengan keberadaan cetik, Lampung Barat, dan nilai etos kerja. umbulan dan kuwayan. Tata nilai yang berlangsung mengalami perubahan dalam berbagai segi kehidupan, tetapi tetap DDC: 394.259 821 85 berpedoman pada nilai-nilai kehidupan lama Risa Nopianti yang masih bertahan sampai sekarang. Perekonomian tradisional di wilayah umbulan Makna Ritual Mulud dalam Mewujudkan dan kuwayan tergantikan dengan masuknya Popularitas Golok Ciomas perekonomian modern. Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 111-126 Kata kunci: akulturasi budaya, dualisme ekonomi, Kampung Tua. Penelitian difokuskan pada ritual Mulud golok Ciomas yang diselenggarakan DDC: 658.559 818 setiap tanggal 12 Mulud. Ritual ini berfungsi sebagai ajang silaturahmi para pemilik golok Yuzar Purnama Ciomas, hingga golok Ciomas akhirnya dapat Antoni Pengrajin Cetik dari Kabupaten dikenal dan mengharumkan nama Ciomas. Lampung Barat; Kajian Nilai Etos Kerja Prosesi ritual ngoles/ngulas pada golok Ciomas yang telah jadi, dan tempa pada besi Lembar Abstrak bakal pembuatan golok Ciomas, merupakan DDC: 808.835 986 11 filosofi bertemunya antara guru dan murid Salmin Djakaria yang hanya terjadi satu tahun sekali yaitu pada bulan Mulud. Pertanyaannya kemudian Tahuli dan Tahuda: Tradisi Lisan dan bagaimana ritual tersebut diselenggarakan Pembentuk Karakter Bangsa di hingga menarik minat masyarakat, kemudian Masyarakat Gorontalo faktor-faktor apa saja yang ada dalam sistem ritual Mulud, yang menjadikan golok Ciomas Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 147-162 begitu populer di mata masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Sastra dan tradisi lisan selalu memiliki kualitatif dengan pendekatan etnografis. pengaruh tersendiri dalam pola pikir setiap Adapun data diperoleh melalui proses individu, tidak terkecuali sastra dan tradisi wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. lisan Tahuli dan Tahuda di Gorontalo, Akhirnya penelitian ini menemukan bahwa warisan sastra sebagai pembentuk karakter bangsa, meskipun dalam lingkup lokalitas kepopuleran golok Ciomas dicapai karena adanya usaha dan kerja sama yang erat kedaerahan. Tujuan dari kajian ini untuk antara beberapa stakeholder yang ada di menunjukkan bahwa sastra dan tradisi lisan lingkaran golok Ciomas yaitu pande golok, dapat menjadi salah satu alternatif wadah untuk pembentukan karakter bangsa. Tulisan pemimpin ritual, dan pemegang pusaka godam Si Denok. ini menggunakan metode deskriptif-analisis. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa Kata kunci: golok, Ciomas, ritual Mulud. sastra dan tradisi lisan menjadi salah satu pendukung pembentukan karakter bangsa di

masyarakat Gorontalo yang sesuai dengan DDC: 930.59821 pedoman “Adat bersendikan syara‟, syara‟ bersendikan Kitabullah”. Nandang Firman Nurgiansyah & Miftahul Falah Kata Kunci: Sastra, Tradisi Lisan, Pembentukan Karakter Bangsa Gedung Merdeka Sebagai Objek Wisata di Kota Bandung DDC: 909.598 21

Hary Ganjar Budiman Patanjala Vol. 9, No 1, Maret 2017: 127-142 Modernisasi dan Terbentuknya Gaya Penelitian ini bertujuan untuk Hidup Elit Eropa di Bragaweg (1894-1949) menjelaskan upaya yang diperlukan bagi pengembangan fungsi Gedung Merdeka Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 163-180 sebagai objek wisata. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri Penelitian ini menguraikan perubahan atas tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan Bragaweg dari 1894 hingga 1949. Selain itu, historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini menguraikan bentuk aktivitas Gedung Merdeka belum dimanfaatkan secara golongan Eropa di Jalan Braga yang optimal sebagai daya tarik wisata dan merepresentasikan nuansa modern di masa kurangnya fasilitas wisata di gedung tersebut. kolonial. Metode sejarah digunakan untuk Oleh sebab itu, perlu optimalisasi fungsi mengkontruksi kisah Braga. Untuk menunjang komplek Gedung Merdeka sebagai daya tarik analisis, penelitian ini, penulis memakai wisata. konsep modernisasi yang digunakan Lawrence V. Stockman. Menurutnya, modernisasi tidak Kata Kunci: Gedung Merdeka, menciptakan sesuatu yang baru tetapi pengembangan, dan pariwisata menerima sesuatu yang baru dari bangsa atau

negara lain yang lebih maju. Pada awalnya

elit Eropa berusaha beradaptasi, kemudian

mengupayakan terbentuknya kehidupan khas

Eropa di negeri jajahan. Bragaweg adalah

gambaran suksesnya upaya elit Eropa

tersebut. Transformasi Bragaweg merepresen- Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 tasikan pertumbuhan ekonomi di kawasan DDC: 385.259 821 tersebut; dari munculnya toko kebutuhan Lasmiyati pokok hingga munculnya toko barang mewah dan industri. Kesan modern terlihat dari gaya Transportasi Kereta Api di Jawa Barat hidup yang dipraktikkan elit Eropa serta Abad Ke-19 (Bogor-Sukabumi-Bandung) lengkapnya sarana dan teknologi di kawasan Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 197-212 Bragaweg. Pada masa perang kemerdekaan, suasana gemerlap Eropa redup dan Kopi merupakan jenis tanaman yang digantikan dengan suasan perang. laku di pasaran Eropa. Kopi yang pernah diuji coba ditanam di Batavia dan Karawang Kata Kunci: Bragaweg, modern, gaya hidup, hasilnya kurang memuaskan dibandingkan elit Eropa. dengan kopi yang ditanam di dataran Sukabumi. Selain kopi, tanaman yang laku di DDC: 709. 598 217 9 pasaran Eropa adalah teh, kapas, dan nila. Dengan produk hasil bumi yang melimpah Anggi Agustian Junaedi, Nina Herlina, dan laku di pasaran Eropa tersebut belum Kunto Sofianto didukung adanya sarana transportasi yang mamadai, pasalnya jenis transportasi yang Kesenian Sisingaan Subang: ada masih menggunakan hewan beban, dan Suatu Tinjauan Historis sarana jalan yang ada masih jalan setapak. Dari permasalahan tersebut, para pemilik Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 181-196 perkebunan memikirkan adanya jenis transportasi kereta api yang dapat Kesenian Sisingaan merupakan mengangkut hasil bumi dari gudang kesenian yang berasal dari daerah di sebelah penyimpanan ke pelabuhan. Penelitian ini utara Provinsi Jawa Barat bernama dilakukan untuk mengetahui transportasi di Kabupaten Subang. Sampai saat ini, kesenian Jawa Barat (Bogor-Sukabumi-Bandung) pada sisingaan dipersepsikan oleh banyak orang abad ke-19. Metode yang digunakan adalah sebagai bagian dari perjuangan rakyat yang metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, dalam hal ini perlawanan terhadap tuan tanah interpretasi, dan historiografi. Dari hasil atau penjajah. Namun, pendapat ini perlu penelitian yang dilakukan, diperoleh ditinjau ulang mengingat beberapa pakar informasi bahwa jalur transpotasi kereta api kesenian seperti Edih dan Armin Asdi yang dari Bogor-Sukabumi-Bandung dibangun mengatakan bahwa pada awalnya kesenian ini untuk mengangkut hasil perkebunan yang berfungsi sebagai alat untuk mengarak anak- ternyata pembangunan jalur transportasi anak yang akan dikhitan. Maka, untuk tersebut telah membawa dampak pada menjabarkan persoalan tersebut peneliti pertumbuhan wilayah dan pergerakan menggunakan metode sejarah yang terdiri penduduk dari desa ke kota. atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan penelitian yang Kata kunci: Transportasi Kereta Api, Bogor- dilakukan, kesenian sisingaan tidak lahir Sukabumi-Bandung, Pertumbuhan Kota. sebagai aksi perlawanan karena sebelum aksi tersebut terjadi, kesenian ini telah ada dan beberapa kali digelar pada acara khitanan. Setidak-tidaknya ada dua indikator yang DDC: 303.4 dapat dikemukakan untuk menjelaskan latar Ezzah Fathinah, Aquarini Priyatna, belakang terbentuknya sisingaan. Pertama, ia Muhamad Adji merupakan bagian integral dari proses islamisasi di Subang. Kedua, sebagai bentuk Maskulinitas Baru dalam Iklan Kosmetik penghormatan kepada P.W. Hofland karena Korea: Etude House dan Tonymoly telah berjasa membangun Subang beserta Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 213-228 penduduknya. Kata kunci: kesenian sisingaan, historis, Penelitian ini membahas maskulinitas Subang. dalam iklan produk kecantikan Korea Etude House dan TonyMoly. Iklan-iklan ini Lembar Abstrak menampilkan laki-laki cantik yang merawat pola konsumsinya bersifat primer bagi sang diri dan mementingkan penampilan. Laki-laki pengrajin. Kesimpulan dari penelitian ini tersebut ditampilkan ramah dan membawa bahwa ada satu mata rantai dalam pembuatan atribusi „cantik‟, yang digemari serta terompet, yakni antara percetakan, pengepul diidolakan beberapa kelompok perempuan cones, distributor lem, toko grosir mainan, tertentu di Indonesia. Hal ini sangat berbeda dan pengrajin terompet. dengan konsep maskulinitas yang menjadi Kata kunci: pengrajin terompet, sistem standar ideal konstruksi sosial budaya di ekonomi. Indonesia, yang cenderung kaku, kuat dan otoriter. Artikel ini berargumentasi bahwa kecenderungan itu juga dipengaruhi media, DDC : 615.839 863 salah satunya iklan, sehingga representasi serta opini publik mengenai maskulinitas S. Dloyana Kusumah hegemonik terekonstruksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika Barthes, Pengobatan Tradisional dengan mengkaji tanda-tanda pada iklan di Orang Bugis-Makassar dalam data tekstual maupun visual. Dari data yang dianalisis, ditemukan adanya Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 245-260 maskulinitas baru yang bersifat lebih cair, di mana laki-laki tidak harus mengikuti standar Sesungguhnya, masyarakat Bugis- ideal maskulinitas hegemonik. Makassar sebagaimana halnya suku-suku bangsa lain di Indonesia, sejak lama telah Kata kunci: maskulinitas, laki-laki, iklan, memiliki sistem pengetahuan tentang kosmetik. pengobatan tradisional yang bersumber dari kearifan lokal mereka. Namun sangat disayangkan pengetahuan tersebut kini hanya DDC: 331.7 diketahui oleh kalangan terbatas yaitu orang tua, sementara tulisan yang ada masih dalam Ria Intani T. bahasa dan aksara daerah. Oleh karena itu Perjalanan Seorang Pengrajin Terompet sedikit sekali yang memahami pengetahuan dalam Kajian Sistem Ekonomi tentang pengobatan tradisional. Dengan tujuan untuk mengkaji sistem pengetahuan Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 229-244 pengobatan tradisional Bugis-Makassar dan menyediakan alternatif pilihan bagi warga Terompet identik dengan tahun baru. untuk pengobatan penyakit. Penelitian ini Kehadirannya di penghujung tahun tidak lain dilaksanakan dengan menggunakan metode untuk merayakan pergantian tahun. etnografi, sebagai cara untuk memahami Fenomena ini sudah lama terjadi. Namun sistem budaya dan model perawatan nyaris orang tidak tahu bagaimana kegiatan kesehatan mereka, pengumpulan data juga pengrajin terompet di belakang layar. dilakukan dengan studi kepustakaan, Bagaimana pola produksi, pola distribusi, observasi, dan wawancara mendalam. pola penyimpanan, dan pola konsumsi Diketahui bahwa hingga kini masyarakat pengrajin terompet. Sehubungan dengan itu, Bugis Makassar masih memegang teguh penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tentang pengobatan tradisional sistem ekonomi seorang pengrajin terompet. sebagai bagian dari sistem budaya mereka. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan hasil Kata kunci: kearifan lokal, pengobatan penelitiannya dituangkan secara deskriptif. tradisional, orang Bugis-Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini, pembuatan terompet tidak dimonopoli oleh DDC: 304. 259 821 6 tukang terompet itu sendiri. Ada bagian- bagian tertentu yang dihasilkan oleh orang Ani Rostiyati dan Aquarini Priyatna lain yang sebagian darinya bersifat pabrikan. Distribusi ada tiga macam, dilakukan oleh Perempuan Punk: Budaya Perlawanan penjaja terompet eceran, oleh grosir, dan Terhadap Gender Normatif oleh pengrajin terompet itu sendiri. Adapun (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung) Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 261-276 kuliner tradisional Kabupaten Purwakarta dengan menitikberatkan pada sisi sejarah Punk merupakan sekelompok orang berikut asal mula penamaan sate maranggi, yang memiliki budaya tersendiri, berbeda proses pembuatan dan upaya pelestarian yang dengan budaya yang lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dipraktikkan orang. Punk dicirikan sebagai Purwakarta. Diperoleh data di lokasi bentuk budaya tanding yakni perlawanan penelitian sebuah hasil yang cukup positif dari terhadap budaya dominan. Tulisan ini upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh bertujuan untuk mengemukakan cara Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta perempuan punk mengidentifikasi dirinya sehingga nama sate maranggi sudah bergaung melalui makna penampilan dan fashion yang dari tingkat nasional hingga ke mancanegara. dikenakan, sehingga terungkap ide, gagasan, Upaya kreatif baik dari segi variasi rasa, pola dan cara pandang mereka dalam meresistensi sajian, dan promosi yang gencar terbukti diri dari kontruksi gender normatif. Hasil ampuh untuk mengangkat salah satu warisan penelitian terungkap bahwa dalam estetika budaya tak benda yang ada di Kabupaten punk, mereka berupaya untuk menghilangkan Purwakarta. diri dari budaya dominasi dan gender Kata kunci: Sate maranggi, kuliner, khas, normatif yang diresepkan. Mereka keluar dari Purwakarta. pusat patriarki dan menentang ide-ide feminitas. Penelitian ini berupa studi kasus terhadap 5 (lima) perempuan punk di DDC: 709. 598 21 Ujungberung Bandung dan dikaji secara mendalam dengan menggunakan pendekatan Teguh Vicky Andrew, Riama Maslan kualitatif utuk memeroleh data akurat, Sihombing, Hafiz Aziz Ahmad menyeluruh, dan detail mengenai makna penampilan perempuan punk. Jenis penelitian Musik, Media, dan Karya: bersifat analisis deskriptif yakni menganalisis Perkembangan Infrastruktur dan menyajikan fakta sehingga lebih mudah Musik Bawah Tanah (Underground) di untuk dipahami dan disimpulkan. Adapun Bandung (1967-1997) pengambilan data melalui observasi, wawancara mendalam, foto, dan studi Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 293-308 pustaka. Tren musik populer dari tahun ke tahun Kata kunci: perempuan punk, budaya semakin menguntungkan aliran musik bawah perlawanan, gender normatif. tanah (underground). Infrastruktur musik yang mandiri dan fleksibel, baik dalam tataran produksi, distribusi, dan konsumsi, DDC: 641.359 821 81 menjadi kunci sukses aliran musik bawah tanah. Hal ini berlaku pula di Bandung. Irvan Setiawan Namun pencapaian musik bawah tanah saat Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupaten ini sebenarnya telah dirintis sejak 1970. Oleh Purwakarta karena itu, penelitian ini mencoba menelaah rintisan infrastruktur musik bawah tanah yang Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 277-292 memiliki kontribusi bagi generasi sekarang. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan Istilah khas pada sate maranggi adalah menggunakan metode sejarah dengan pisau cara halus untuk menyembunyikan kata analisis skena musik dan musik bawah tanah. tradisional yang terkadang dimaknai secara Berdasarkan telaah yang dilakukan, sensitif oleh sebagian kalangan khususnya infrastrukstur musik yang dibangun pada pada jenis kuliner tradisional. Strategi ini periode 1967-1990 tidak saja terkait dengan tidak lain diarahkan pada upaya mengundang aliran dan grup musik belaka, tetapi juga daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara beragam media (cetak dan radio) dan album untuk datang dan menikmati sate maranggi di independen. Infrastruktur ini kemudian Kabupaten Purwakarta. Penelitian yang dijadikan model dan dikembangkan dalam menggunakan metode deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mengangkat salah satu Lembar Abstrak sistem yang lebih kompleks sesuai dengan tren DDC: 409.598 64 musik bawah tanah di Bandung. Heksa Biopsi Puji Hastuti Kata kunci: musik bawah tanah, infrastruktur, Kalimat Penobatan Raja: media, karya musik. Logika Semiotik Orang Moronene di Pulau Kabaena DDC: 901.598 21 Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: 327-342 Agung Purnama, Nina Herlina Lubis, Widyonugrahanto Kalimat penobatan Raja Moronene di Kabaena cikal bakalnya adalah pesan Pergulatan Pemikiran Kiai Nahdlatul perpisahan Tebota Tulanggadi kepada Ulama Dengan Kaum Modernis Islam di putranya yang terdapat dalam legenda Jawa Barat (1930-1937) “Donsiolangi dan Wa Lu Ea”. Penelitian ini Patanjala Vol. 9, No 2, Juni 2017: 309-324 mengangkat permasalahan tentang bagaimana pandangan filosofis orang Nahdlatul Ulama adalah organisasi Moronene di Kabaena terhadap posisi raja bercorak Islam tradisional yang dibentuk sebagai pemimpin tertinggi negeri, yang pada tahun 1926 di Surabaya Jawa Timur. tercermin dari kalimat penobatan raja yang Selanjutnnya NU menyebar luas ke wilayah ada dalam legenda ini. Data berupa lima lain di Pulau Jawa. Sementara itu, Jawa Barat kalimat perpisahan raja dan anaknya diambil adalah sebuah wilayah yang pada dekade dari kisah legenda “Donsiolangi dan Wa Lu 1920-1930-an merupakan lahan subur tempat Ea”. Data dianalisis secara deskriptif- tumbuh dan berkembangnya organisasi Islam kualitatif dengan pendekatan semiotika. Hasil bercorak modernis Di sana banyak analisis data menunjukkan bahwa pandangan bermunculan tokoh-tokoh pembaharu yang filosofis orang Moronene di Kabaena “agresif” dalam berdakwah menentang terhadap seorang raja adalah bahwa: Raja amaliah-amaliah keagamaan masyarakat harus amanah dan mutlak berlaku adil pada Islam tradisional. Oleh karena itu, ketika NU rakyatnya; Raja harus berhati-hati dan penuh masuk ke Jawa Barat, sangat mungkin akan pertimbangan dalam mengambil putusan; disertai “gesekan” dengan organisasi Islam Tanggung jawab sebagai raja dapat modernis setempat. Dalam mengkaji membalikkan kejadian; Kebijakan raja sangat permasalahan ini penulis menggunakan berdampak bagi negerinya, baik dampak metode sejarah yang terdiri atas empat tahap; positif maupun negatif; dan Raja harus selalu heuristik, kritik, interpretasi, dan siap menjawab pertanyaan dan mencari solusi historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bagi segala permasalahan rakyatnya. bahwa di Jawa Barat kerap terjadi pergulatan Kata kunci: Kalimat penobatan raja, pemikiran dalam masalah sumber penetapan Moronene, logika semiotika. hukum agama. Bagi para kiai NU taqlid kepada hasil ijma‟ para ulama mazhab hukumnya boleh, tetapi bagi kaum modernis DDC: 928. 598 2172 perilaku bermazhab adalah haram. Umat Islam wajib kembali kepada Al-Qur‟an dan Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, Hadis sebagai sumber hukum utama. Selain Widyonugrahanto itu, yang menjadi topik perdebatan adalah Peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat permasalahan bid‟ah atau sunnah-nya tradisi- dalam Pembangunan Kabupaten tradisi keagamaan yang berkembang di Tasikmalaya 1908-1937 masyarakat sejak lama. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Kata kunci: kiai NU, kaum modernis, 343-358 pegulatan pemikiran, perdebatan, Jawa Barat.

Tulisan ini membahas tentang

peranan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam

membangun Kabupaten Tasikmalaya.

Perkembangan tersebut meliputi bidang

pendidikan, infrastruktur, agama, pertanian, Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 dan ekonomi. Ada tiga hal yang dipersoalkan simbol kehidupan dianggap menjadi penanda yaitu (1) bagaimana kondisi sosial, ekonomi utama gender acts yang membentuk dan pemerintahan sebelum R.A.A. identitasnya dalam wilayah gagasan Wiratanuningrat memerintah? (2) siapakah keperempuanan yang serba simbolis. R.A.A. Wiratanuningrat? (3) bagaimana Penampilan dalam ritual juga memegang kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan peranan signifikan seperti tampak pada rias ketika R.A.A. Wiratanuningrat memerintah? wajah, perilaku, dan pakaian. Performativitas Adapun metode yang digunakan untuk dalam penampilannya itu lebih disebabkan menjawab pertanyaan tersebut yaitu aturan adat yang hegemonik dan memaksa menggunakan metode sejarah yang terdiri dirinya agar mendapatkan pengakuan di atas heuristik, kritik, interpretasi dan masyarakat. Kajian ini menggunakan historiografi. Kabupaten Tasikmalaya pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya memang pada mulanya bernama Kabupaten tentang etnografis feminis, studi mengenai Sukapura. Perpindahan ibukota dari perempuan dalam praktik budaya. Penggalian Manonjaya ke Tasikmalaya boleh dikatakan data melalui wawancara mendalam dan studi sebagai tonggak awal untuk melakukan pustaka. Kajian ini menggunakan analisis pembangunan di Tasikmalaya walaupun Butler tentang performativitas dan identitas memang perpindahan ini tidak terjadi pada dari Hall. masa Wiratanuningrat memerintah. Meskipun Kata kunci: peran perempuan, upacara Bupati R.A.A. Wiratanuningrat bukan tradisional rahengan. keturunan langsung dari dinasti

“Wiradadaha” tetapi R.A.A. Wiratanuningrat DDC: 306.6 dapat memperlihatkan kemajuan di Kabupaten Tasikmalaya baik dari segi fisik Eva Nur Arovah, Reiza D. Dienaputra, maupun nonfisik sehingga sampai sekarang Widyo Nugrahanto dikenal sebagai bapak pembangunan dan bapak irigasi. Wèwèkas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Jati Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an Kata kunci: R.A.A. Wiratanuningrat, Tasikmalaya, Bupati, Kabupaten. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: 375-390

Tidak ada yang menyangsikan peran DDC: 392. 598 216 Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok penting dalam penyebaran Islam di Jawa Ani Rostiyati khususnya. Dan tidak ada yang menyangsikan

kehebatannya dalam kancah politik Peran Perempuan pada Upacara tradisional, karena berhasil membawa Tradisional Rahengan di Desa Citatah, Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda dan Kabupaten Bandung Barat mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan 359-374 sebagai wali, yang menguasai sebagian wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus Tujuan kajian ini melihat peran mengajak dan menyemangati sisi spiritual perempuan dalam upacara rahengan di Desa warganya dalam memeluk Islam. Salah satu Citatah, bagaimana performativitas wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut perempuan membentuk konstruksi identitas tertuangkan dalam bentuk wèwèkas dan ipat- perempuan di masyarakat. Performativitas ipat (perintah dan larangan) atau nasihat dipahami sebagai identitas yang dibentuk yang berhubungan dengan persoalan agama, melalui wacana tindakan yang dilakukan maupun persoalan sosial-kemanusiaan. secara berulang dan memberi efek diterima Dengan menggunakan pendekatan sejarah secara sosial sebagai penanda identitas. Hasil pemikiran serta langkah-langkah dalam penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran penelitian filologi, penelitian ini berusaha perempuan yang menonjol dilihat dari mengkaji bagian Pangkur naskah Cirebon struktur ritual yakni perempuan lebih banyak yang berjudul Sejarah Peteng (Sejarah Rante memegang peranan dari sejak persiapan Martabat Tembung Wali Tembung Carang ritual hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai Satus-Sejarah Ampel Rembesing Madu Lembar Abstrak

Pastika Padane) di mana di dalamnya DDC: 361.259 824 terdapat gambaran tentang wèwèkas dan ipat- Nurmaria ipat Sunan Gunung Jati serta mencari kesesuiannya dengan Al-Qur‟an dan nilai- Gerakan Sosial Politik Masyarakat nilai kemanusiaan. Blambangan Terhadap Kompeni di Kata kunci: wèwèkas, ipat-ipat, Sunan Blambangan Tahun 1767-1768 Gunung Jati, Al-Qur‟an, Kemanusiaan. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: DDC: 392. 598 18 407-422

Ali Gufron Kajian ini membahas tentang Tradisi Lisan Hahiwang pada Perempuan gerakan sosial politik di Blambangan pada di Pesisir Barat Lampung masa Pemerintahan Kolonial. Sekarang, Blambangan dikenal dengan Kabupaten Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Banyuwangi. Letaknya strategis, perbatasan 391-406 antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga sering terjadi konflik. Salah satu konflik Artikel ini bertujuan menguraikan tersebut berupa gerakan sosial politik yang bagaimana tradisi hahiwang berkembang dilakukan oleh Wong Agung Wilis terhadap pada masyarakat 16 marga di Kabupaten Pemerintah Kompeni pada tahun 1767-1768. Pesisir Barat, Lampung, yang dibagi menjadi Melalui penggunaan metode sejarah, tulisan empat bagian. Bagian pertama membahas ini bertujuan untuk mengkaji munculnya, hahiwang sebagai salah satu bentuk tradisi intensitas dan akibat gerakan sosial politik lisan. Bagian kedua membahas sistem tersebut. Berbagai perspektif mengenai kekerabatan yang bersifat patrilineal dan gerakan ini dibangun dengan memanfaatkan konsep patriarki pada masyarakat Pesisir sumber-sumber VOC, babad dan kajian Barat. Bagian ketiga membahas tentang historis mengenai Blambangan. Berdasarkan bentuk dan struktur hahiwang. Dan, bagian penelitian yang dilakukan, gerakan sosial terakhir membahas hahiwang dan dominasi politik di Blambangan terjadi karena adanya laki-laki. Metode penelitian yang digunakan beberapa alasan, dari segi politik, sosial, adalah deskriptif kualitatif. Adapun teknik etnis, agama maupun ekonomi. Gerakan untuk menjaring data dan informasi adalah tersebut sebenarnya tidak pernah berakhir, wawancara dan observasi. Hasilnya, bahkan ketika pemimpin gerakan tersebut menunjukkan bahwa hahiwang lahir akibat (Wilis) dibunuh oleh Kompeni, para dominasi patriarki yang mensubordinasikan pengikutnya masih melanjutkannya. Akhirnya, perempuan Lampung Saibatin dalam bentuk Kompeni melakukan berbagai strategi baik aturan adat. Hahiwang merupakan ungkapan kompromi dengan pemimpin gerakan, pengalaman dan perasaan jiwa perempuan mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Lampung Saibatin atas ketidakberdayaannya Madura maupun melakukan gencatan senjata dalam menghadapi dominasi laki-laki. untuk menghentikannya. Hahiwang tidak bertujuan untuk Kata kunci: gerakan sosial, Wong Agung menggulingkan kekuasaan patriarki, Wilis, VOC, Blambangan. melainkan hanya sebagai ungkapan atas ketertindasan perempuan dalam bentuk ratapan yang dilantunkan. Namun dalam DDC: 930.598 214 perkembangan selanjutnya, hahiwang dieksploitasi kaum patriaki menjadi sarana Setia Nugraha dan Nina H. Lubis siar agama, pelengkap begawi adat, dan bahkan penarik simpatisan dalam Pemilihan Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi Umum Kepala Daerah. Gemeente (1815-1914)

Kata kunci: hahiwang, perempuan, tradisi Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: lisan, sistem kekerabatan, patriarki. 423-438

Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

Kota Sukabumi merupakan suatu yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wilayah di Jawa Barat yang mengalami wawancara dan observasi langsung. Hasilnya perkembangan pesat dibanding daerah didapatkan bahwa alih-alih menempatkan tiga lainnya. Pada awalnya Sukabumi merupakan perempuan itu sebagai objek, kapasitasnya pemukiman penduduk bagian dari wilayah sebagai ibu rumah tangga memicu mereka pemerintahan District Goenoeng Parang, untuk berperan sebagai subjek yang sadar Onderafdeeling Tjiheulang. bagian dari lingkungan. Ketiganya menunjukkan bahwa Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger pengalaman domestik/feminin sebagai ibu dan (Regeerings Almanaks tahun 1872). Andries istri membuat mereka bergerak untuk Christoffel Johannes de Wilde, seorang mengatasi dan memperbaiki lingkungan yang berkebangsaan Belanda yang pertama kali ada di sekitar mereka. Meskipun acapkali mengenalkan nama Soekaboemi (Soeka dianggap sebagai sesuatu yang sederhana Boemi) ke dunia luar. Awalnya ia menjelajah dan bersifat lokal, kegiatan dan aktivisme di Sukabumi untuk mencari lokasi tanah yang yang mereka lakukan bersama komunitasnya cocok bagi perkebunan. Dari sebuah dapat dikategorikan sebagai sebuah gerakan pemukiman, selanjutnya Sukabumi mengalami ekofeminisme. Tidak saja karena posisi dan perkembangan pesat melampaui Cianjur yang status mereka sebagai ibu rumah tangga akan sebelumnya berada di depan garis pacu. tetapi juga karena kegiatan dan aktivisme itu Perkembangan ini menarik perhatian penulis. mampu berdampak pada kelestarian Untuk menjabarkan dinamika Kota Sukabumi lingkungan. (1914-1942), dilakukan kajian historis dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri Kata kunci: ekofeminisme, gerakan atas heuristik, kritik, interpretasi, dan perempuan, lingkungan. historiografi. Penelitian ini memfokuskan perhatian pada asal-usul terbentuknya Kota Sukabumi, dinamika pemerintahan, sosial dan ekonomi Kota Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Kota Sukabumi berkembang pesat dari district menjadi gemeente.

Kata kunci: Kota Sukabumi, dinamika, sosial ekonomi.

DDC: 302.359 821 Aquarini Priyatna, Mega Subekti, Indriyani Rachman

Ekofeminisme dan Gerakan Perempuan di Bandung

Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: 439-454

Dengan menggunakan perspektif ekofeminisme, tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kegiatan dan aktivisme gerakan perempuan di Bandung yang fokus pada persoalan lingkungan. Subjek penelitian adalah tiga perempuan yang terlibat aktif dalam komunitas lokal di Bandung dalam kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

ABSTRACT SHEET

makers were expanding. That was then, an era DDC: 909.825 982 172 where people still had a lot of spare time and the type of work had not been varied. Today, if Miftahul Falah, Nina Herlina, Kunto among a number of people consist of people Sofianto who dedicate themselves as batik craftsmen, Cities Morfologi in East Priangan of The absolutely there is a reason behind of it. This 20th and 21 St Century: A Case Study of study aims were to determine how the Garut, Ciamis and Tasikmalaya recruitment, knowledge, the condition, and working concept of batik craftsmen. This study Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 1-14 uses qualitative research and the findings are outlined descriptively. The results shows that This paper examines the morphology the dedication of batik craftsmen is backed by changes of Cities in East Priangan in the 20th a sense of responsibility and a deep love with and 21st century by focusing on the city of the world of batik. It can be concluded that Garut, Ciamis and Tasikmalaya. To achieve without the involvement of their love, it is that goal, this study uses historical method difficult for a person to be able to survive into which includes four stages of heuristics, a batik craftsman. Bearing in mind,there are criticism, interpretation, and historiography. many other types of work that have more The results showed that the growth of the city promising incomethe amount of income is by studying morphology and spatial more promising. infrastructure of the city, a symbol of the city, Keywords: Actor, Piece of Batik. buildings and open spaces in the city of Garut, Ciamis and Tasikmalaya shows a different trend. At first, the structure and pattern of the DDC: 392.598 21 three cities showed the same tendency as Nandang Rusnandar, Sri Sulastri, Yani under the influence of traditional city Achdiani structures. However, in its development shows the differences seen from the structure and Education Institutions on Ngeuyeuk Seureuh pattern of Tasikmalaya which tends to Ceremony, Pregnancy Ceremony, and undermine the structure and pattern of Ngasuh Budak (Child Care) traditional town. The elements of the colonial city in the three cities are quite visible, Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 31-44 causing a blend of traditional and colonial city. One of which is visible from the building In educational institutions it is that received cultural influences of Indies. discussed about informal education in the Keywords: Morphology City, Garut, Ciamis, family of in Sundanese society. This paper Tasikmalaya. describes on how informal education is are implemented in a family and how to socialize DDC: 751.459 816 the values of life to children ranging from infancy through ngasuh budak/childbearing, Ria Intani T. entering a period of marriage through ngeuyeuk seureuh, in order to prepare children Actor Behind a Piece of Batik to become husband and wife, and during a Case Study in Batik Village, Cimahi pregnancy with a series of pregnancy ceremonies, so that husband and wife are Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 15-30 ready to face the pregnancy and parenthood. In the course of time, the informal education Batik is a cloth made in written, printed, on family changes along with the changes in or a combination between the two. In the past, family structure and the perspective of the when batik was only produced for the , educational institutions. It is influenced by the the makers were still limited. Another case growth of similar social education institutions with when batik came out of the palace, batik at the present time, both national and global. Abstract Sheet

The purpose of this study is to get a full and DDC: 930.598 3 depth picture of educational institutions in the Halwi Dahlan Sundanese society community.The research method is qualitative method with descriptive Confrontation of Indonesia Republic With approach. The data are collected through Japanese Military Ahead of The Entry of The direct observation and interviews The result Allies 1945-1946 shows that the social order is a set of norms that govern human life together, and Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 61-76 Sundanese culture has several institutions that govern human life in their society. The resistance of fighters (paramilitary troops, BKR then the TKR) with the Japanese Keywords: education institution, ngeuyeuk military in Indonesia was marked by events of seureuh, pregnancy ceremony, ngasuh budak disarmament by fighters. Various incident (child bearing). occurred just due to Japan showed a firm

stance in colonizing, suddenly all changed

with the attitude of surrender to the Allies. For DDC: 909.815 981 3 Indonesia, this condition was actually an Dwi Vina Lestari, Nina Herlina Lubis, dan opportunity to equip themselves in terms of R.M. Mulyadi armaments that became an asset to the troops for war. But it was difficult because according The Life Style of Minangkabau Elite in to the rules of international law concerning Afdeeling Agam (1837-1942) prisoners of war, not only Japanese forces but also entirety of the war equipment were also Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 45-60 should be handed. Some areas could receive or seize such weapons, but was later Minangkabau Elite in Afdeeling recaptured by the Japanese military. Japanese Agam has been changed, including status, military retained their weapons and abided by power, and income sources. It coincided with the 1929 Geneva Convention, dealing with the the enactment of the Dutch East Indies spirit of independence of the entire people of government policy in West (1837- Indonesia. In West Java, the disarmament 1942). To describe these issues, it needs incident had occurred but did not extend, historical study by using the historical unlike in East Java, where nearly all of the method; it consists of heuristics, criticism, fighters had looted weapons. The difference interpretation, and historiography. In lied in the slow of turning up information from addition, to generate the analytical work, the central government to the regions. West Java writer does anthropology and political had benefit because it was relatively close to sociology approach. Based on the research, the Jakarta, so the local government and the Minangkabau elite lifestyle in Afdeeling Agam leadership of BKR / TKR could quickly in 1837-1942 did not change completely, but consolidate the fighters. This study uses there were an acculturation between native literature and historiography that produces a Minangkabau and Western culture. Generally, descriptive analysis. To support this study, the the traditional Minangkabau elite lifestyle theory of confrontation is used. which has colonial positions reflected its Keywords: Confrontation, fighters, Indonesia, status as government officials and leaders of Japan, History. their own people. Meanwhile, the intellectual elite lifestyle absorbed Western culture. Nonetheless, both the traditional elite and DDC: 930.159 818 3 intellectual elite continued to show the character as the Minangkabau, it can be Lia Nuralia & Iim Imadudin considered from the religious and customary traditions which are still being done until The Effect on Culture Acculturation Toward today. The Dualism of Kampung Tua Community Economic System In Eastern District of Keywords: Minangkabau Traditional elite, Abung, North District Lampung intellectual elite, afdeeling Agam. Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 77-94 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

This paper aims to reveal the history The conclusion of this research is cetik faces a and culture of indigenous people in Kampung problem to be studied and promoted. After it is Tua of Lampung. The writing source is the modified from pentatonic be diatonic, cetik is result of research by using survey method, and easier to be learnt. However, the original cetik the data is collected through the study of is still maintained and preserved. Cetik literature, direct observation, and interviews. craftsmen must struggle between the The study is conducted by applying the necessities of life with the responsibility as a concepts of social sciences, acculturation, and successor to the ancestors for preserving dualistic economic systems (traditional and cultural heritage. Life struggle of cetik modern), it produces a unique value system craftsmen dilemma created a work ethic that and guide people's daily lives of Kampung can be adopted by the next generation. Tua. Acculturation can be seen from the style Keywords: Antoni, a cetik craftsman, cetik of houses and two old custom system (pepadun musical instruments, West Lampung, and the and sebatin), along with the customary value of work ethic. ceremonial objects of Begawi. Meanwhile, the dualistic economic system can be seen from DDC: 394.259 821 85 the existence of umbulan and kuwayan. The lasting value changes in various aspects of Risa Nopianti life, but remain guided by the values of the old life until now. Traditional economy in the The Ritual Meaning of Mulud in Ciomas region of kuwayan and umbulan is replaced by Machete Popularity the entry of modern economy. Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 111- Keywords: acculturation, economic dualism, 126 Kampung Tua. The study focuses on the Mulud ritual

of Ciomas machete held annually on 12 of DDC: 658.559 818 Mulud. This ritual serves as a gathering place Yuzar Purnama of Ciomas machete owners, and then Ciomas machete finally can be popular and becomes Antoni, A Cetik Craftsman From District of the icon of the Ciomas. Ritual procession of West Lampung; A Study On The Work Ethic ngoles or ngulas of finished Ciomas machete, Value and wrought iron of Ciomas machete

designate, become a meeting philosophy Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 95-110 between teachers and students that only

happens once in a year, i.e. in Mulud. The Cetik / gamolan pekhing is a musical question is then how the ritual is held to instrument that originated from province of attract people, and then what factors are Lampung, especially in West Lampung presented in the system of Mulud ritual which District. Cetik is made from bamboo; this makes Ciomas machete, becomes so popular. instrument is used only for ceremonial This research is conducted by applying a purposes and accompanist in welcoming qualitative method with ethnographic guests, because cetik is difficult to learn. Cetik approach. The data is obtained through Craftsmen in Lampung Province relatively few interviews, observation, and literature study. in number, they still wrestle the job although Finally, it is found that the Ciomas machete the results are not sufficient. This is achieved popularity for the efforts and close interesting for the writer to investigate about cooperation between multiple stakeholders in cetik craftsmen and cetik musical instruments. the circle of Ciomas. It is Pande, a leader of This research aims to obtain clear information the ritual, and the holder of the heritage about cetik musical instruments and sledgehammer, Si Denok. craftsmen. The writing is restricted in the following questions: What is cetik? How to Keywords: machete, Ciomas, Mulud ritual. make it? What about its progress? How to figure Antoni as a cetik craftsman? Does he have work ethic? This research uses descriptive method with qualitative approach. Abstract Sheet

Keywords: literature, oral tradition, national DDC: 930.59821 character.

Nandang Firman Nurgiansyah & Miftahul Falah DDC: 909.598 21

Hary Ganjar Budiman Merdeka Building as A Tourism Object in Bandung Modernization and Form The Lifestyle of The European Elite in Bragaweg Patanjala Vol. 9, No 1, March 2017: 111- (1894-1949) 126 Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 163-180 This research purpose is to explain the will or effort to develop the function of This study describes the Bragaweg Merdeka Building as tourism object. This changes from 1894 to 1949. In addition, this research use historical method which consist study describes the form of activity European of several steps, there are; heuristic, critics, people in Braga Street that represents the interpretation, and historiography. The result modern nuances of the colonial period. The of the research proved that the building not historical method is used to construct the yet optimized as one of the magnet of tourism Braga story. To support the analysis of this because of lack of tourism facilities. study, the author uses the concept of Therefore, the building area (inside/outside) modernization of Lawrence V. Stockman. He need to optimize to attract the tourist and to stated that modernization does not create acknowledge it as one of the tourism object. something new but accept something new from another nation or other developed country. At Keywords: Merdeka Buildings, development, first the European elite tried to adapt, then and tourism. seek the formation of a typical European life

in the colony. Bragaweg is a picture of the

success of the European elit. The Bragaweg DDC: 808.835 986 11 transformation represents economic growth in Salmin Djakaria the region; From the emergence of staple stores to the rise of luxury and industrial Tahuli and Tahuda: Oral Tradition and goods stores. Modern impression is seen from Shaping Society National Character in the lifestyle practiced by the European elite Gorontalo and the full range of facilities and technology in the Bragaweg region. In the war of Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 147-162 independence, the sparkling atmosphere of Europe was dimmed and replaced by the atmosphere of war. Literature and oral tradition has always had its own influence in the mindset of Keywords: Bragaweg, modern, life style, each individual, is no exception literature and European elite. oral tradition tahuli and tahuda in Gorontalo, the literary heritage as forming the character DDC: 709. 598 217 9 of the nation, although within the scope of regional locality. The purpose of this study to Anggi Agustian Junaedi, Nina Herlina, show that literature and oral tradition can be Kunto Sofianto an alternative container to the formation of national character. This script uses a A Sisingaan (Lion) Dance Art Subang: A descriptive-analytic methods. The results of Historical Review this study showed that literature and oral Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 181-196 tradition became one of supporting the establishment of a national character in Sisingaan (lion dance) is an art that society in accordance with guidelines comes from the area in the north of West Java Gorontalo society “Adat bersendikan syara’, Province; Subang Regency. Until now, the syara’ bersendikan Kitabullah”. Sisingaan has been defined as a part of Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 people’s struggle against the landlords or the out the construction of the transportation line colonialists. However, this opinion needs to be has had an impact on the growth of the region reviewed considering some art experts such as and the movement of villagers to the city. Edih and Armin Asdi who said that firstly this Keywords: train transportation, Bogor- art is served as a tool to parade children who Sukabumi-Bandung, city growth. will be circumcised. Therefore, to describe the problem, researchers use historical methods consisting of heuristics, criticism, DDC: 303.4 interpretation and historiography. Based on research conducted, Sisingaan was not born Ezzah Fathinah, Aquarini Priyatna, as an action of resistance because before the Muhamad Adji action occured, this art has existed and several times held at circumcision event. New Masculinity in Korean Cosmetic There are at least two indicators that can be Advertising: Etude and Tonymoly put forward to explain the background of the formation of Sisingaan. First, it is an integral Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 213-228 part of the Islamization process in Subang. Second, as a form of respect to P.W. Hofland This research discusses masculinity in the advertisement of beauty products of for his contribution in building Subang and its residents. Korean Etude House and TonyMoly. These ads feature beautiful men who look after Keywords: sisingaan, historic, Subang. themselves and concerned with appearances. The man is shown friendly and carries the 'beauty' attribution, which is liked and idolized DDC: 385.259 821 by certain groups of women in Indonesia. This Lasmiyati is very different from the concept of masculinity which becomes the ideal standard Train Transportation in West Java in 19th of socio-cultural construction in Indonesia, Century (Bogor-Sukabumi-Bandung) which tends to be rigid, strong and authoritarian. This article argues that the Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 197-212 trend is also influenced by the media, one of it is advertising, and hence the representation Coffee is a plant that sells in the and public opinion about hegemonic European market. Coffee ever tested planted masculinity is reconstructed. This research in Batavia and Karawang but the result is less uses Barthes's semiotic approach through satisfactory compared to the coffee grown in examining the signs on the ads in textual data the plains of Sukabumi. Beside coffee, the as well as visual. From the data analyzed, new plants that sell well in the European market masculinity is found that is more lithe, in are tea, cotton, and nila. This abundant which men do not have to follow the ideal produce of crops and products which is sold in standard of hegemonic masculinity. the European market has not been supported by the well transportation. The transportation Keywords: masculinity, men, advertising, is still using load animals, and the existing cosmetics. road facilities are still paths. From these problems, plantation owners think of the kind DDC: 331.7 of rail transport that can transport crops from the warehouse to the harbor. This research Ria Intani was conducted to know the transportation in The Journey of The Trumpet Craftsmen West Java (Bogor-Sukabumi-Bandung) in the Leader in Economic System Review 19th century. The method that used is a historical method that includes heuristics, Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 229-244 criticism, interpretation, and historiography. From the results of the research, obtained Trumpet identical to the new year. Its information that the railway transportation presence at the end of the year and is nothing from Bogor-Sukabumi-Bandung was built to but celebrating the turn of the year. This transport the results of plantations that turned phenomenon has long been happening. But Abstract Sheet almost no one knows how the activity of Keywords: local wisdom, traditional medicine, trumpet craftsmen behind the scenes. How the Bugis-Makassar people. pattern of production, distribution patterns, patterns of storage, and patterns of consumption of trumpet craftsmen. DDC: 304. 259 821 6 Accordingly, this study aims to determine the economic system of a trumpet craftsman. The Ani Rostiyati dan Aquarini Priyatna method used in this research is qualitative method with the result of the research is Punks Women: Counter Culture Against written descriptively. The results show that Normative Gender (A Study Case In Cijambe currently, the manufacture of trumpets is not Village, Ujungberung) monopolized by the trumpet himself. There are certain parts produced by others that are part Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 261-276 of it are manufacturer. Distribution is of three Punk is a group of people who have kinds, done by retail trumpeter, by wholesalers, and by trumpet artisans their own culture, unlike the more widely themselves. The pattern of consumption is practiced cultures. Punk is characterized as a primary for the craftsmen. The conclusion form of sparring culture that is the opposition to a dominant culture. Counter culture from this research that there is one link in making trumpet, between printing, collector of movements are expressed in various forms of cones, distributor of glue, toy wholesaler shop, identity,such as, work, and lifestyle to show and trumpet craftsman. their ideology and ideals. This paper aims to reveal women punk, based on their Keywords: trumpet craftsmen, economic appearance or fashion that has a symbolic system. meaning as a form of resistance to normative gender that tends to be established. A dirty,

dull punk, a "sneaky" behavior shows DDC : 615.839 863 resistance against something considered ideal. This paper also wants to find out how punk S. Dloyana Kusumah women identify themselves through the The Traditional Medicine of Bugis-Makassar meaning of appearance and fashion, so that People their ideas, and perceptions are expressed in self-respecting of normative gender Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 245-260 constructions. The results reveal that in a punk aesthetics, they seek to remove Indeed, Bugis-Makassar society as well themselves from the normative dominance as other tribes in Indonesia has long had a culture and gender that are prescribed. They system of knowledge of traditional medicine emerge from the patriarchal center and sourced from their local wisdom. But, oppose the ideas of femininity. Punk women unfortunately the knowledge is now only have different gender experiences and known by the limited circles, while the existing relationships with women in general, this can writing is still in the language and local script. be seen from gender acts (gender aesthetics). Therefore, very few understand the knowledge Punk women exhibit gender acts subjectively of traditional medicine. In order to assess the that are not subject to social rules as their traditional Bugis-Makassar treatment system identity. This research is a case study of 5 and provide alternative options for citizens for (five) punk women in the Edge of Bandung health care, this study was conducted by using and studied in depth using qualitative ethnographic methods, as a way of approach. With a qualitative approach, it will understanding their cultural systems and obtain accurate, comprehensive and detailed health care models, data collection was also data about the actions and the meaning behind done by literature study, observation , And in- the appearance of punk women. The type of depth interviews. It is known that until now the research is descriptive analysis which Bugis-Makassar people still hold the firm analyzes and presents facts systematically. knowledge of traditional medicine as part of Therefore, it is easier to understand and their cultural system. concluded. The data collection through Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 observation, in-depth interview, photo and Independent and flexibel musical literature study. infrastructure, in term of production, distribution, and consumption, becomes key Keywords: Punk Women, counter culture, and success for underground music. This also normative gender. applies in Bandung. However, the current achievement of underground music acctually DDC : 641.359 821 81 was began since 1970. Therefore, this research tries to analyze infrastructure Irvan Setiawan formation in underground music that has contributed for the current generation. For Maranggi Sate: A Culinary From that reason, this research was conducted by Purwakarta Regency using historical method with music scene and underground music concept. Based on the Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 277-292 analysis, the musical infrastructure that built in 1967-1990, not only related to the genre Typical term on sate Maranggi is a and music grup, but also various media (print subtle way to hide the traditional word that is and radio) and independent album. The sometimes interpreted sensitively by some infrastructure subsequently became raw model circles, especially on traditional culinary type. and developed in more complex system in This strategy is directed to invite the attraction accordance with the underground music trend of local and foreign tourists to come and enjoy in Bandung. sate Maranggi in Purwakarta Regency. The research uses qualitative descriptive method Keywords : underground music, which is aimed to lift one of traditional infrastructure, media, musical work.. culinary in Purwakarta District with emphasizing on the history of naming sate

Maranggi, the process of making it and DDC: 901.598 21 conservation efforts conducted by the Regional Government of Purwakarta Regency. Agung Purnama, Nina Herlina Lubis, The data obtained in the research location Widyonugrahanto showed a positive result of the empowerment The Thought of Struggle of Nadhlatul Ulama efforts undertaken by the Regional Kyai with Islam Modernist In West Java Government of the District of Purwakarta. (1930-1937) Hence the name of sate Maranggi has well- known both national and international. Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 309 – 324 Creative efforts both in terms of taste variations, dish patterns, and promotions are Nahdlatul Ulama is a traditional vigorous proven to lift one of the cultural Islamic organization formed in 1926 in heritage in Purwakarta District. Surabaya East Java. NU then spread widely to other regions on the island of Java. In the Keywords: Sate Maranggi, Culinary, Typical, 1920 to the 1930s, West Java is a region Purwakarta. which was an appropriate land for the growth and development of modernist Islamic DDC: 709. 598 21 organizations. There were many emerging reformers who are "aggressive" in preaching Teguh Vicky Andrew, Riama Maslan against the religious amaliah of traditional Sihombing, Hafiz Aziz Ahmad Islamic society. Therefore, it is possible that

the development of NU in West Java will be Music, Media, and Works; Infrastructure accompanied by "friction" with the local Development Underground Music in modernist Islamic organization. In studying Bandung (1967-1997) this problem the author uses a historical

method consisting of four stages; Heuristics, Patanjala Vol. 9, No 2, June 2017: 293 - 308 criticism, interpretation, and historiography.

The results show that in West Java there is Popular music trend from year to often a struggle of thought between the NU year more prospering for underground music. kyai with the modernists in the issue of the Abstract Sheet source of the determination of religious law. DDC: 928. 598 2172 For the NU kyais, taqlid to the result of ijma Aam Amaliah Rahmat, Nina H. Lubis, 'the scholars of the legal school may be, but Widyonugrahanto for the modernists the behavior of the schools of thought is haram and the Muslims are The Role of Regent R.A.A Wiratanuningrat obliged to return to the Qur'an and Hadith as in Development of Tasikmalaya Regency the main source of law. In addition, the topic 1908-1937 of the debate between NU kyais and modernists is the heresy or sunnah of religious Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: traditions that have developed in society for a 343-358 long time. The struggle of thought between the This paper discusses the role of Regent of NU kyai and the modernist was raised several R.A.A. Wiratanuningrat in building times in the forums shown to the public. Tasikmalaya Regency. These developments Keywords: kyai NU, modernist, thought include education, infrastructure, religion, struggle, debate, West Java. agriculture, and economics. There are three points in question, namely (1) how social, economic and governance conditions before DDC: 409.598 64 R.A.A. Wiratanuningrat ruled? (2) who is R.A.A. Wiratanuningrat? (3) how the Heksa Biopsi Puji Hastuti economic, social, and governance conditions when R.A.A. Wiratanuningrat ruled? The The King Coronation Speech: method used to answer the question are using Semiotic Logics of Moronene People in historical method consisting of heuristics, Kabaena Island criticism, interpretation and historiography. Tasikmalaya Regency was originally named Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Sukapura Regency. The transfer of capital 327-342 from Manonjaya to Tasikmalaya may be regarded as an early milestone for The Moronene king coronation development in Tasikmalaya although indeed speech in Kabaena was sourced form the this movement did not occur during the reign farewell messages of Tebota Tulanggadi to his of Wiratanuningrat. Although the R.A.A. sons which is contained in the legend Regent Wiratanuningrat is not a direct "Donsiolangi and Wa Lu Ea". This research descendant of the dynasty "wiradadaha" but concerns issues on Moronene philosophical R.A.A. Wiratanuningrat can show a progress point of view upon a king as top leader in a in Tasikmalaya Regency both physically and country, which represented in king’s non-physically, so well known as the father of coronation speech. The data was taken from development and the father of irrigation. “Donsiolangi dan Wa Lu Ea” legend that was Keywords: R.A.A. Wiratanuningrat, told by Ilfan Nurdin, S.Ag. Analysis data were Tasikmalaya, Regent, Regency. committed by using qualitative-descriptive method with semiotics approach. The result of DDC: 392. 598 216 data analysis shows that Moronene’ philosophical views upon king is that a king Ani Rostiyati requarely to be trust and fair to his people. The Role of Women in Traditional Ceremony The king must be careful and considerate in of Rahengan in Citatah Village, taking decisions. Responsibility as a king can West Bandung Regency reverse any circumstances; The king's policis greatly affected his country, both positive and Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: negative; And the king should always be ready 359-374 to answer questions and seek solutions to all the problems of his people. The purpose of this study is to look at Keywords: King coronation speech, the role of women in the Rahengan ceremony Moronene, semiotic logics. in Citatah Village, how the performativity of women formed the construction of women's identity in the community. Performativity is Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 understood as an identity that is formed approach of thought and the steps in through the discourse of repeated actions and philological research, this research tries to gives socially acceptable effects as identity study the Cangkebon script of Pangkur script markers. The results showed that there is a entitled The History of Peteng (History of prominent female role seen from the ritual Rante Martabat Tembung Wali Tembung structure, that women play more roles than Carang Satus-History of Ampel Rembesing ever since the preparation of rituals till post- Madu Pastika Padane) in which there is a ritual. Dewi Sri as a symbol of life is picture of wèwèkas and ipat-ipat Sunan considered to be a major marker of the gender Gunung Jati as well as looking for conformity acts that form her identity within the area of with the Qur'an and human values. the all-symbolic womanhood. The appearance Keywords: Wewekas, Ipat-ipat, Sunan Gunung in the ritual also plays a significant role as Jati, Al-Quran, Humanity. seen on makeup, behavior, and clothing.

Performativity in his appearance was due to hegemonic custom rules and forced himself to gain recognition in society. This study uses a DDC: 392. 598 18 qualitative approach and its focus on feminist ethnographies, the study of women in cultural Ali Gufron practice. Digging data through in-depth interviews and literature study. This study uses Oral Tradition of Hahiwang of Women in Butler's analysis of Hall's performance and West Coast of Lampung identity. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Keywords: Women Role, Traditional 391-406 ceremony of Rahengan. This article aims to describe how the hahiwang tradition which develops in a community of 16 clan in West Coast District, DDC: 306.6 Lampung, which is divided into four parts. The Eva Nur Arovah, Reiza D. Dienaputra, first part discusses hahiwang as one form of Widyo Nugrahanto oral tradition. The second section discusses the patrilineal kinship system and the Wewekas and Ipat-Ipat (Command and patriarchal concept of the West Coast Prohibition) of Sunan Gunung Jati and The community. The third section deals with the Fitness with Holy Quran shape and structure of hahiwang. And, last Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: part discusses hahiwang and male 375-390 domination. The research method used is descriptive qualitative. The techniques getting No one doubts the role of Sunan the data and information are used interviews Gunung Jati as one of the important figures in and observation. The result shows that the spread of Islam in Java in particular. And, hahiwang were born due to patriarchal no one doubts his prowess in the traditional dominance that subordinating Lampung political arena, having succeeded in bringing Saibatin women in the form of custom rules. Cirebon "freedom" from the Kingdom of Hahiwang is an expression of experience and Sunda and establishing the Islamic Kingdom feelings of the female soul of Lampung of Cirebon. At this point, Sunan Gunung Jati Saibatin for his powerlessness in the face of is present as a king and as a Wali male domination. Hahiwang does not aim to (Missionaris), who controls some of the overthrow patriarchal rule, but only as an (present) region of West Java as well as expression of women's oppression in the form invites and encourages the spiritual side of its of laments sung. However, in later citizens in embracing Islam. One form of developments, hahiwang exploited the Sunan Gunung Jati's invitation is set forth in patriarchs to be a means of religious the form of wèwèkas and ipat-ipat (command broadcasting, supplements of traditional and prohibition) or advice relating to begawi, and even the pullers of sympathizers religious matters, as well as social- in the General Election of Regional Head. humanitarian issues. By using the historical Abstract Sheet

Keywords: Hahiwang, Womens, oral tradition, DDC: 930.598 214 kinship system, patriarchy. Setia Nugraha dan Nina H. Lubis

DDC: 361.259 824 Sukabumi City: From District to Gemeente (1815-1914) Nurmaria Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: Socio-Politics Movement of Blambangan 423-438 Society Against Kompeni in Blambangan (1767-1768) The city of Sukabumi is a region in West Java that is experiencing rapid Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: development compared to other regions. In the 407-422 beginning, Sukabumi is a residential part of the district government area of District This research will discuss about the Goenoeng Parang, Onderafdeeling socio-political movement that took place in Tjiheulang. Part of Afdeeling Tjiandjoer, Blambangan during the colonial period. Residentie Preanger. (Regeerings Almanaks in Today, Blambangan is known as Banyuwangi 1872). Andries Christoffel Johannes de Wilde, Regency. It is a border area between the a Dutch nationality who first introduced the island of Java and the island of Bali. Because name Soekaboemi (Soeka Boemi) to the of this strategic location it makes the area outside. Initially he explored in Sukabumi to often happened conflict. One of the conflicts find a suitable land for plantation. From a was a social-political movement by Wong settlement, Sukabumi subsequently Agung Wilis against the Government of the experienced a rapid development beyond Company in 1767-1768. Through the Cianjur previously in front of the race line. historical methods, this paper aims is to This development attracts the author's examine the emergence of social political attention. To describe the dynamics of movements in Blambangan and the Sukabumi City (1914-1942), a historical study achievements that achieved from the socio- was conducted using historical method political movement. Various perspectives on consisting of heuristics, criticism, the movement were built on the use of VOC interpretation, and historiography. This sources, chapters and several historical research focuses on the origin of Sukabumi studies on Blambangan. Based on research city, the dynamics of government, social and conducted, the social political movement in economy of Sukabumi City and what factors Blambangan occurred due to several reasons, cause the city of Sukabumi to grow rapidly both in terms of political, social, ethnic, from district to gemeente. religious and economic. The socio-political movement in Blambangan actually never Keywords: Sukabumi city, dynamic, socio- ended, even when the leader of the movement economy. (Wilis) was killed by the Kompeni, His followers continued the movement. Until the DDC: 302.359 821 end, the Company undertook various strategies either compromising with the Aquarini Priyatna, Mega Subekti, movement's leaders, bringing in war troops Indriyani Rachman from Java and Madura as well as conducting a ceasefire to stop it. Ecofeminsme And Women’s Movement in Bandung Keywords: social movement, Wong Agung Wilis, VOC, Blambangan. Patanjala Vol. 9 No 3, September 2017: 439-454

By using ecofeminism perspective, this paper aims to describe the activity and activism of women's movement in Bandung that focuses on environmental issues. The Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017 subjects of this research are three women who pioneered environmental movements in urban communities in Bandung in their capacity as housewives. This research uses qualitative methods that produce descriptive data from interviews and direct observation. The results of research reveals that despite positioning themselves as objects, their status as housewives and their domestic/feminine roles have enabled them to act as environmentally conscious subjects. Though often regarded as simple and local, their activities and activism can be categorized as an eco-feminist movement. Not only because of their position and their status as housewives but also because of the activities and activism have obviously a direct positive impact on environmental sustainability and improvement, particularly in the area where they live. Keywords: ecofeminism, women’smovement, environment.

Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017

INDEKS PENULIS JURNAL PATANJALA VOLUME 9, TAHUN 2017

Andrew, Teguh Vicky, Riama Maslan Sihombing dan Hafiz Aziz Ahmad. “Musik, Media, dan Karya: Perkembangan Infrastruktur Musik Bawah Tanah (Underground) di Bandung (1967-1997)”, 9 (2): 293-308. Arovah, Eva Nur., Reiza D. Dienaputra, dan Widyo Nugrahanto. “Wèwèkas dan Ipat- Ipat Sunan Gunung Jati Beserta Kesesuaiannya dengan Al-Qur’an”, 9 (3): 375- 390. Budiman, Hary Ganjar. “Modernisasi dan Terbentuknya Gaya Hidup Elit Eropa di Bragaweg (1894-1949)”, 9 (2): 163-180. Dahlan, Halwi. “Konfrontasi Republik Indonesia dengan Militer Jepang Menjelang Masuknya Sekutu 1945-1946”, 9 (1): 61-76. Djakaria, Salmin. “Tahuli dan Tahuda: Tradisi Lisan dan Pembentuk Karakter Bangsa di Masyarakat Gorontalo” 9 (2): 147-162. Falah, Miftahul, Nina Herlina dan Kunto Sofianto. “Morfologi Kota-Kota di Priangan Timur pada Abad XX– XXI; Studi Kasus Kota Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya”, 9 (1): 1-14. Fathinah, Ezzah., Aquarini Priyatna, dan Muhamad Adji. “Maskulinitas Baru Dalam Iklan Kosmetik Korea: Etude House dan Tonymoly”, 9 (2): 213-228. Gufron, Ali. “Tradisi Lisan Hahiwang Pada Perempuan di Pesisir Barat Lampung”, 9 (3): 391-406. Hastuti, Heksa Biopsi Puji. “Kalimat Penobatan Raja: Logika Semiotik Orang Moronene di Pulau Kabaena”, 9 (3): 327-342. Junaedi, Anggi Agustian., Nina Herlina, dan Kunto Sofianto. “Kesenian Sisingaan Subang: Suatu Tinjauan Historis”, 9 (2): 181-196. Kusumah, S. Dloyana. “Pengobatan Tradisional Orang Bugis-Makassar”, 9 (2): 245- 260. Lasmiyati. “Transportasi Kereta Api di Jawa Barat Abad Ke-19 (Bogor-Sukabumi- Bandung)”, 9 (2): 197-212. Lestari, Dwi Vina., Nina Herlina Lubis, dan R.M. Mulyadi. “Gaya Hidup Elite Minangkabau di Afdeeling Agam (1837-1942)”, 9 (1): 45-60. Nopianti, Risa. “Makna Ritual Mulud dalam Mewujudkan Popularitas Golok Ciomas”, 9 (1): 111-126. Nugraha, Setia. “Kota Sukabumi: Dari Distrik Menjadi Gemeente (1815-1914)”, 9 (3): 423-438. Indeks Penulis

Nuralia, Lia dan Iim Imadudin. “Pengaruh Akulturasi Budaya terhadap Dualisme Sistem Ekonomi Masyarakat Kampung Tua di Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara”, 9 (1): 77-94. Nurgiansyah, Nandang Firman dan Miftahul Falah. “Gedung Merdeka Sebagai Objek Wisata di Kota Bandung”, 9 (1): 127-142. Nurmaria. “Gerakan Sosial Politik Masyarakat Blambangan Terhadap Kompeni di Blambangan Tahun 1767-1768”, 9 (3): 407-422. Purnama, Yuzar . “Antoni Pengrajin Cetik dari Kabupaten Lampung Barat; Kajian Nilai Etos Kerja”, 9 (1): 95-110. Purnama, Agung., Nina Herlina Lubis dan Widyonugrahanto. “Pergulatan Pemikiran Kiai Nahdlatul Ulama dengan Kaum Modernis Islam di Jawa Barat (1930-1937)”, 9 (2): 309-324. Priyatna, Aquarini, Mega Subekti, dan Indriyani Rachman. “Ekofeminisme dan Gerakan Perempuan di Bandung”, 9 (3): 439-454. Rostiyati, Ani dan Aquarini Priyatna. “Perempuan Punk: Budaya Perlawanan terhadap Gender Normatif (Kasus di Desa Cijambe Ujungberung)”, 9 (2): 261-276. Rostiyati, Ani. “Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah, Kabupaten Bandung Barat”, 9 (3): 359-374. Rusnandar, Nandang., Sri Sulastri, dan Yani Achdiani. “Pranata Pendidikan pada Upacara Ngeuyeuk Seureuh, Upacara Masa Kehamilan, dan Ngasuh Budak”, 9 (1): 31-44. Setiawan, Irvan. “Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupaten Purwakarta”, 9 (2): 277-292. Tresnasih, Ria Intani. “Aktor di Balik Selembar Batik (Studi Kasus di Lembur Batik Cimahi)”, 9 (1): 15-30. Tresnasih, Ria Intani. “Perjalanan Seorang Pengrajin Terompet dalam Kajian Sistem Ekonomi”, 9 (2): 229-244.

. Patanjala Vol.9, No. 3, September 2017

INDEKS KUMULATIF SUBJEK JURNAL PATANJALA VOLUME 9, TAHUN 2017

A Bragaweg, 163, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, Abah Enceng, 364, 365 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179 Abah Engkus, 364, 365 Bubur lolos, 36, 37, 38, 42 Abdul Rojak, 10, 11 Budaya Dominan, 261, 262, 263, 265, 267 Aegyo, 223 Budaya Perlawanan,261, 263, 267 Afdeeling, 5 Budaya Tanding,262, 262, 263, 265, 267 Afdeeling Agam, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 55, 58 Bugis–Makassar, 245,246, 247,248, 252, 253, 254, Agus Salim, 47, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 60 255, 256, 257, 258 Ambon, 62 Bukit Tinggi, 47, 50, 52, 54, 55, 58, 59, 68 Ambu,360 Buku taun,364 Andreas Christoffel Johannes de Wilde, 423, 427 Angku Datuak Bandaharo Pandjang, 53 C Angku Datuak Batuah, 53 Cageur, 34, 39 Angku Datuah Kayo, 53 Cetik, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, Angku Mas Warido Tilatang, 53 106, 107, 108 Antoni, 95, 96, 97, 98, 99, 11, 101, 107, 108, 109 Ciamis, 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11,14, 18 Ardi Winangun, 73 Cianjur, 18 Armin Asdi, 181, 183, 185, 186, 189, 193 Ciawitali, 21, 24 Asmadi, 64, 66, 71, 72, 73, 74, 76 Cibungur, 278, 279, 283, 284, 287, 288 A.W. Holle, 429 Cijambe, 261, 262, 269 Cimahi, 15, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29,30, 63, 72 B Cirebon, 4, 18, 25, 26, 27, 277, 279, 281, 282, Baguer, 34 Cireundeu, 21 Balastrang, 286, 288, 289 Congcot, 364 Balikpapan, 62 C. P. Wolff Schoemaker, 130 Banda Neira, 62 Curug, 21, 24 Bandung, 2, 5, 6, 13, 14, 15, 18, 20, 24, 29, 31, 34, C.W.A. Abbenhuis, 66 44, 62, 63, 66, 67, 68, 71, 72, 73, 74, 76, 127, 128, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170,171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 197, 198, 199, D 200, 202, 204, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 230, Dai Toa Kaikan, 132 234, 243, 439, 441, 442, 443, 445, 446, 448, 449, Danuningrat, 347, 414, 415, 416, 417, 421 450, 451, 452, 453 Dataran Tinggi Agam, 48 Banjar, 350, 352 Datuak, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, Banten, 5, 6, 13, 62, 66 Datuk Djamin, 73 Banyumas, 4 Dawegan, 365 Banyuwangi, 407, 408, 409, 410, 413, 414, 421, Dedah Zubaedah, 443 422 Desa Citatah, 359, 360, 362, 363, 364, 369, 371, Batagak Pangulu, 54 372, 373 Batavia, 55, 59, 62, 65, 66, 67, 68, 69 Deta Saluak, 54 Batujajar, 20 Dikeprak, 35 Bener, 34 Dileumpeuh, 37 Blambangan, 407, 408, 409,410,411, 412, 413, District Goenoeng Parang, 423, 424 414, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 421, 422 Djaa Datuak Batuah, 47, 51, 56, 58 Bogor, 6, 18, 197, 198, 199, 200, 202, 204, 205, 206, 207, 209, 2010, 211, 347, 356 E Bohea, 427, 431 E.A. Voorneman, 66 Bonjol, 46, 47, 49, 60 Edih, 181, 183, 185, 194 Braga, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 171, 177, Eerste Burgemeester, 424 178, 179 Enen, 39 Indeks Kumulatif

Encik, 419, 420 Jayapura, 62 Eropa, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, Jenang, 364 171, 172, 173,174, 175, 176, 177, 178, 179 Jember, 412, 413 Jenderal A.J. Duymaer Van Twist, 434 F Jenderal Mabuci, 63, 74, 75 Fujinkai, 62 Jenderal Matsui Iani, 64 Jibakutai. 62 G Jimat, 37 Gadang Bagala, 50 John R.W Smail, 63 Gakkutotai, 62 Jukut Palias, 37 Gala Pusako, 50 Gamolan pekhing, 102, 105 K Garut, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 Kabupaten Bandung Barat, 359 Gawangan, 23 Kabupaten Barru, 247, 249, 250, 251, 258 Gedung Merdeka, 127, 128, 129, 130, 131, 133, Kabupaten Purwakarta, 277, 278, 279, 280, 281, 134, 136, 136, 137, 138, 139, 1401, 141 282, 283, 284, 289, 290, 291 Goalpara, 432, 433 Kaisar Hirohito, 65 Godam si Denok, 121,122, 125 Kalemba, 332, 335 Golok Ciomas, 111, 112, 113, 116,117, 118, Kamikaze, 69 119,120, 121, 122, 123, 124, 125 Kampar, 45 Golok sulangkar, 119, 120 Kanteh, 35 Gorontalo. 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, Karawang, 18 155, 156, 157, 158, 159 Karl Federick Holle, 11 Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele, Karl Jespers, 41 436 Karuhun, 34 Gusti Agung Kamasan Dhimande, 416 Keibodan, 62 Kelarasan, 49, 51 H Kelurahan Cijambe, 263 Hajat bangsal, 36, 38, 42 Kempeiho, 62 Harakiri, 69 Kendit, 37 Hatta, 70, 74 K.H. Anwar Sanusi, 313, 314 Hayang hade, 37 Khilafiyah, 310, 322 Heiho, 62, 71 Kidung, 35 Hendrik Merkus de Kock, 428 Kimung, 263, 266, 267, 276, 296, 303, 305, 308 Hideng, 34 Kokaha ndondouwa, 331, 332, 334 Hihid, 282, 284, 285, 290, Konferensi Asia Afrika, 128, 129, 130, 133, 134, Hindia Belanda, 163, 164, 165, 169, 170, 172, 173, 135, 138, 139, 141 174, 177 Ki Cengkuk, 120, 121, 123 Hirohito, 65, 69, 70 Kolonel Jhr. Van Der Wijk, 434 Hiroshima, 69 Kolonel Matsui, 6 Hitoshi Imamura, 68 Konfrontasi, 61, 62, 63, 66, 69, 70, 73, 74, 75 Hirup jeung hurip, 35 Korea, 213, 214,215, 216, 217, 223, 227, 228 H.W. Daendels, 66 Kotalateng, 418, 419, 420, 421 Koto, 48, 49, 50, 51, 53, 54, 56 I Koto Gadang, 47, 50, 51, 54, 55, 56, 59,60 Idang, 364, 365 Kuantan, 45 Idik, 364, 365 Kungku holue, 332, 337 Ijtihad, 314, 316, 317 Kuwayan, 77, 79, 80, 89, 90, 91, Indung beurang, 36, 37 ipat-ipat, 277, 278, 282, 283, 284, 285, 287, 288, L 289, 290, 291 Laksamana Madya Nagumo, 64 Isti Khairani, 443 Laksamana Nagamo Osami, 65 Laksamana Saetsugu Nobusama, 64 J Lampung Barat, 95, 96, 907, 98, 99, 100, 101, 102, Jakarta, 61, 69, 71, 72, 74, 76, 353, 357 104, 107, 108, 109 Jalan Pedati, 166, 167, 178 Lampung Utara, 77, 79, 81, 83, 91, 92 Jangjawokan, 366, 370 Laras, 46, 49, 50, 51, 52,53, 54 Patanjala Vol.9, No. 3, September 2017

Lasa ati, 252 Nyiram, 37 Lasa masobu, 252 Lasa rilaleng, 252 O Lasa talle, 252 Onderafdeeling, 49 Lasa tubuh, 252 Onghokam, 68 Lasa watakalle, 252 Otto Iskandan Dinata, 6 Lembang, 63, 68, 73 Oud Agam, 49, 51 Leupeut, 364, 365, 368 Limbangan, 345, 346 P Liwa, 97, 99,11, 105 Padalarang, 20 Lontarak (pabbura), 250, 256 Padang, 48, 54, 55, 56, 59, 60, 62 Luhak Agam, 48, 57 Padang Panjang, 50, 51, 53, 55 Padang Pariaman, 48 M Pancer, 365, 368 Macanapura, 413 Pangais,365, 367, 370, 371 Madoko, 252 Pangayun, 365, 370 Majalaya, 63, 73 Pangeran Tawang Alun II, 412, 413 Majalengka, 18 Pangeuyeuk, 35 Makassar, 62, 69 Panglay, 37 Makdokkong, 252 Pangradinan, 364, 365, 366, 368 Mak Eroh, 10, 11 Panimbang, 365, 370, 371 Malam, 16, 22, 23, 37, 38 Papais,364, 368 Malasa, 252 Papaypapayan, 39 Manado, 62 Paraji, 36 Manonjaya, 343, 345, 346, 347 Parakan Muncang, 5 Mapag, 365, 368, 369, 370 Parigi, 2 Mayang jambe, 35, 37 Parijs Van Java, 164, 171, 172, 179 Mbatik, 16 Pasaman, 48 Medan, 50,55, 57, 61 Payakumbuh, 51 Mepende, 39 P. Bosch, 430 Merauke, 62, 67 Penghulu Andiko, 47 Minangkabau, 45, 46, 47,48, 49, 50, 51, 52, 53, Perbawatie, 432, 433 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60 Perkebunan Parakan Salak,429, 431 Mohamad Rivai, 63 Perkebunan The Sinagar, 429, 430, 432 Mohammad Djamil, 50 Peta, 62, 71, 76 Mohammad Hatta, 6, 47, 50, 52, 54, 55, 58, 59 Pinter, 34 Mohawk, 267, 305 Preanger, 423, 424, 425, 427, 428 Mokole, 328, 329, 330, 331, 332, 333, 334,335, Proefstation Voor de Theecultuur, 432 342 Pulau Kabaena, 327, 328, 329, 330, 331, 332, 336, Mokuju, 62 337 Morfologi, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 13 Punk handcove, 267 Moronene, 327, 328, 329, 330, 331, 336, 340,341, Punk hardcore, 267 342 Punk rock, 267 Museum KAA, 135, 137, 138, 139, 141 Purwakarta, 18 P. W. Hofland, 181, 192, 193 N Nagari, 46, 49, 50, 55, 56 R Nagasaki, 69 R.A.A. Wiratanuningrat, 343 Nangkuban, 39 Raden Adipati Aria Martanegara, 347 Ngarajah, 366, 370 Raden Ayu Rajamerat, 347, 348, 349 Ngaruat Bumi, 186 Raden Demang Karnabrata, 425 Ngasuh budak, 31, 33, 34, 39, 43 Raden Djajakoesoemah, 425 Ngeunyeuk seureuh, 31, 33, 34, 40, 41, 43, 44 Raden Sadeli, 425 Ngider, 282 Rahengan, 359, 360, 362, 363, 364, 365, 366, 367, Ngupahan, 39 368, 369, 370, 371, 372, 373 Nino Oktorino, 64 Ranggasatata, 414, 415, 416 Nyagigir, 39 Rangkas bitung, 347 Indeks Kumulatif

Rempeg Jagapati, 408 Tangtang angin, 364 Remy Sylado, 300, 301, 307 Tanudireja, 185 Rereng Kujang, 21 Taqlid, 309, 310, 315, 316, 317, 319, 322 Residentie, 5 Tarakan, 62 Reuneuh Mundingeun, 37, 38, 42 Tarawangsa, 360, 362, 364, 365, 366, 367, 370, ritual Mulud golok Ciomas, 111, 112 371, 372 Ritual Mulud, 111, 112, 113, Tari, 332 R. Poeradiredja, 6 Tasik, 18 R.T. Prawiraadiningrat, 347 Tasikmalaya, 1, 2, 3, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 13, R.T. Wiriaadiningrat, 346 343,344, 345, 346, 347, 349, 350, 352, 353, 354, Rumah Gadang, 51 355,356, 357 Tebota Tulanggadi, 327, 329, 330, 331, 332, 333, S 334, 335, 336, 337, 340 Sabang, 62 Tebota Wulele Waru, 330, 332, 334, 335, 336, Sanro, 249, 250, 251, 253, 255, 256, 257,258 337, 340 Sanro pabbura-bura, 255 Teluk Benggala, 54 Sanro pajjappi, 255 Tenjo – Ayu, 431, 432, 433 Sanro pattirotiro, 255 Ter Poorten, 67, 68 Sanro pekdektek tilo, 255 Theeproefstation, 432 Sanro tapolo, 255 Timor, 62, 65 Sasranagara, 413 Tingkeb, 38 Seinendan, 62 Tini Martini Tapran, 442 Sejarah Peteng, 278, 279 Tjarda van Starkenborgh, 65, 66 Sisingaan, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 189, Toshinori Shoji, 68 190, 192, 193, 194, 195 Tri tangtu di buana, 34 Soceiteit Concordia, 131, 132, 165, 167, 175, 176, Tri tangtu di bumi, 34 177, 178 Tri tangtu di jalma rea, 34 Soekaboemi shi, 425 Tri tangtu di lamba, 34 Soekarno, 70, 74, 75 Tula-tula, 331 Sorong, 62 Stasiun Plered, 283, 284, 290 U Subang, 181,182,183,184, 185, 186, 187, 188, Ukat Mulyana, 181 189, 190, 191,192, 193, 194,195, 196 Ulupampang, 414, 419, 420 Sukabumi, 18, 197, 198, 199, 204, 205, 206, 207, Underground, 293, 294, 295, 297, 298, 300, 304, 208, 210, 212,347, 348 305, 306, 307 Sukapura, 5, 343, 344, 345, 346, 347, 348, 349, Urang cekkek, 253 354, 355,356, 357 Urang pella, 253 Sukarno, 6 Sulaeman Datuak Tumangguang, 47 V Sumedang, 18, 63, 72, 73, 345, 356 Van Gallen Last, 130 Sunan Gunung Jati, 277, 278, 280, 281, 282, 285, 288, 290, 291 U Sutan, 50, 51, 52, 55, 58 Umbulan, 77, 79, 86, 88, 89, 90, 91 Sutan Mohammad Salim, 51 Sutan Syahrir, 50, 51 W Sutanagara, 420, 421 Wanayasa, 280, 281, 283, 284, 286, 287 Sutardjo Kartohadikusumo, 73 Wewekas, 277, 278, 282, 283, 284, 285, 286, 287, Syarif Hidayatullah, 280, 281 288, 289, 290, 291 Wiraadegdaha, 346, 347 T Wiradadaha, 343, 345, 346, 347 Tahuda, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, Wong Agung Wilis, 407, 408, 409, 410, 414, 417, 156, 157, 159, 160 418 Tahuli, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 155, 157, 158, 159, 160 Y Takeyari, 62 Yahya Datuak Kayo, 47 Tanah Datar, 48 Tanggungan, 283