GAGASAN TASAWUF DALAM KUMPULAN CERPEN GODLOB KARYA DANARTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Muhamad Adi Alvian 1111013000062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2018 LEMBAR PENGESAIIAN PEMBIMBING SKRIPSI

GAGASAN TASAWI「 DALAM KUMPLAN CERPEN CaDZ" KARKYA DANARTO DAN IPTLIKASINYA TERIIADAP

PEMBELAJARAN SASi□ し仁DISEKOLAⅡ

Skripsi

Dittukan kepada Fakultas 1lmu Tarbiyah dan Keguruan untuk卜 femcnuhi Syarat Mccapai Gelar Sttana Pendidikan(S.Po

C)leh

NIP.197601182009121002

JURUSAN PENDIDttN BAHASA DAN SAS「 ⅡυLINDOⅢ SIA FAKIILTASILMU TARBIYAH DAN K=GURUAN LINIVERSITAS ISLAM NttGERI

SYARIF I‐ IIDAYATULLAH JAKARTA

2018 LEMBAR FENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

Skipsi berjudul "Gagasan Tasawuf dalam Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah", disusun oleh Muhamad Adi Alvian, NIM 1111013000062, diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada 16 Mei 2018, dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperol6h gelar Sarjana (S. Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, Mci 2018

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panttia(Kema Jums鋤 /stLldi) Tanggal Tanda Tangan

Dr.Makvun Subuki.M.Hum 1.〕ЧLえ .lcg NIP.19800305200901 1015

Sckretaris(Sekretaris Jurllsan)

Toto Edidarlno.ⅣLヽ t.i.. ).qr.tr. .?qE ` NIP.19760225200801 1020

PenguJl I NOvi Diah Haryanti.M.Hum !!..フ リン..%ぽ NIP.198411262015032007

Pengtti II M.Nida Fadlan.M.Hum 1.〕 ■|.P,ご NIP.

Keguruan KEMENTERIAN AGAPLA No Dokumcn : FITK― FR‐AKD‐089 UIN JAKARTA FORPI(FR) Tgl Terbit : 1]ν l征 et 2010 FITK No Revisi: : 01 J7″ ″′″認αめフ,C"″ ′ノ2La∽ ω "′ " Hal SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama Muhammad AdiAlvian Tempat/Tgl.Lahir Jakarta, 23 Oktober 1992

NIM r 1 r 013000062 Jurusan / Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra lndonesia

Judul Skripsi "Gagasan Tasawuf dalam Kumpulan Cerpen Godlob

Karya Danarto dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Sastra di Sekolah" Dosen Pembimbing Ahmad Bahtiar, M. Hum

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta,19 Fcbruari Mahasiswa Ybs.

Muhammad Adi Alvian NINII.1111013000062 ABSTRAK Muhammad Adi Alvian, 1111013000062, ”Gagasan Tasawuf dalam kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap Pembelajaaran Sastra di Sekolah.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Ahmad Bahtiar, M.Hum.

Kumpulan cerpen Danarto hadir dalam bentuk yang bernapaskan tasawuf. Ketika para sufi sudah mulai merasakan akan pentingnya tasawuf hadir ditengah- tengah kemajuan teknologi yang begitu canggihnya ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gagasan tasawuf yang berharap dijadikan materi pembelajaran di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan objektif yang menitik beratkan kajian karya itu sendiri dan menemukan gagasan tasawuf yang terdapat dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. Berdasarkan temuan dan hasil analisis yang dilakukan terhadap cerpen ini, dapat diketahui bahwa kumpulan cerpen Godlob ini mengandung gagasan tasawuf dalam peristiwa dan laku tokoh di dalamnya. Gagasan tasawuf itu meliputi: gagasan tentang keTuhanan, gagasan tentang kejiawaan; dan gagasan alam semesta. Permaslahan tersebut mencakup tentang ke-Tuhanan; kejiwaan, dan alam semesta. Mengenai implikasi terhadap pembelajaran sastra di sekolah, hasil penelitian ini diharapkakn dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan siswa tentang pentingnya gagasan tasawuf untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci : Gagasan Tasawuf, Kumpulan Cerpen Godlob, Danarto, Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah.

i

ABSTRACT

MUHAMMAD ADI ALVIAN, 1111013000012, "The Idea of Sufism in the collection of Godlob's Short Story of Danarto's Work and Its Implications on the Role of School Literature". Department of Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Advisor: Ahmad Bahtiar, M.Hum

A collection of short stories of Danarto comes in a breath-filled form of Sufism. When the Sufis have begun to feel the importance of Sufism in the midst of this sophisticated technological advance. This study aims to know the idea of Sufism that hopes to be a learning material in school. The method used in this study is a qualitative method with an objective approach that emphasizes the study of the work itself and found the idea of Sufism contained in a collection of short stories Godlob by Danarto. Based on the findings and the results of the analysis conducted on this short story, it can be seen that the collection of short stories Godlob contains the idea of Sufism in the events and behavior figures in it. The ideas of Sufism include: the idea of deity, the idea of the psyche; and the idea of the universe. Such issues include the deity; psychology, and the universe. Concerning the implications for literary learning in schools, the results of this study are expected to provide benefits and increase students' knowledge of the importance of Sufism ideas to live everyday life.

. Keywords: Ideas of Sufism, Collection of Short Stories Godlob, Danarto, Learning Indonesian Literature in School.

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarganya, para sahabatnya serta kepada umatnya hingga akhir zaman, amin. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Judul yang penulis ajukan adalah “Gagasan Tasawuf dalam Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.” Penulis mengambil judul tersebut awalnya karena ketidaksengajaan melihat banyaknya gagasan yang bernuansa laku sufi dalam setiap cerpen-cerpen Danarto. Berangkat dari hal tersebut, penulis memiliki ketertarikan terhadap kehidupan laku para sufi beserta aktifitas dalam mengamalkan dalam kekhidupan sehari-hari. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegururan Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., yang memimpin FITK hingga menjadi fakultas yang melahirkan pendidik yang profesional. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Makyun Subuki, M. Hum., yang selalu menyindir tentang gagasan tasawuf saya ini, baik itu di dalam kelas maupun di jurusan. Namun, hal itu menjadi motivasi saya pribadi untuk bisa menyelesaikan penelitian ini. 3. Dosen pembimbing skripsi Ahmad Bahtiar, M.Hum., yang telah dengan sabar membimbing dan membantu saya hingga bisa menyelesaikan penelitian ini hingga selesai.

iii

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selama ini telah mengajarkan dan mengampu saya supaya dapat bertindak hingga memiliki pola pikir. 5. Kedua orang tua yang selalu mensuport saya dari awal menginjakan kaki saya di UIN sampai saat dapat menyelesaikan pendidikan saya ini. Terutama untuk Ibu saya Almh. Hj. Ripah Binti H, Sairih yang sudah merawat saya mulai dari saya kecil sampai sedewasa ini. Pesanmu akan selalu aku ingat bahwa anakmu ini akan selalu berusaha menjadi orang yang sukses di dunia sampai di akhirat kelak.. Sedangkan untuk bapak saya H. Mashud, terimakasih untuk kesabarannya dan selalu mengingatkan untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Walaupun tidak secara langsung berbicara melalui perantara kakak-kakak saya ini hampir setiap kumpul pengajian selalu di doakan. Mudah-mudahan bapak selalu diberikan kesehatan dan diberikan panjang umur oleh Allah Swt. 6. Terimakasih untuk kakak-kakak serta saudara yang selalu menanyakan kapan lulus. Namun saya yakin itu semua bentuk dukungan secara tidak langsung agar adikmu ini segera menyelesaikan penelitian ini. 7. Keluarga Alumni MAN 11 Jakarta angkatan 2011 yang selalu memberikan semangat dan dukungan bahkan sampai larut malam sekalipun tetap setia untuk membantu saya menyelesaikan penelitian ini. Terutama Asyrofi, Puji Anugrah, Kemal, dan Devi, yang selalu mengingatkan dan banyak membantu memberi rujukan dalam penelitian ini. 8. Keluarga Besar MAN 11 Jakarta, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena terlalu banyak dari mereka yang membantu dorongan moral maupun hal lainnya dalam proses penelitian ini. 9. Keluarga Besar Pengajian Thariqah Hadrotiyyah pimpinan Kyai. Ahmad Syahroni bin H. Ahmad Ramli, yang selalu memberikan stimulus dan rangsangan sufistik dalam proses menyelesaikan penelitian ini. 10. Keluarga Besar Karang Taruna Rt 004 Rw 02 Kelurahan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan. yang sangat berperan dalam memberikan semangat untuk saya segera menyelesaikan penelitian ini.

iv

11. Keluarga Besar Radio CBB 105,4 fm, terimaksih telah memberikan kesempatan untuk saya bersiaran dan mengenal musik dangdut tidak hanya melalui musiknya namun para pendengar setia yang selalu mantengin dari Opening pagi dampai Closing masih tetap mantengin radio CBB Bandar Dangdut Jakarta. Tak lupa buat bang Biki Darma, bang Ali Alatas, dan partner siaran Lina Bemper yang selalu memberikan bahan-bahan pengalaman dalam hidup di sela-sela break siaran dan tak pernah menyerah sehingga memotivasi saya. 12. Teman-teman seperjuangan PBSI kelas B angkatan 2011 yang selalu membuat iri dengan memposting foto-foto mereka saat menggunakan toga bahkan menghadiri acara wisudanya. Tapi cara kalian sungguh luar biasa memotivasi saya untuk segera menyusul walaupun sedikit agak terlambat. 13. Terakhir, terimakasih untuk keponakan saya Aulia Anoer Lestari yang selalu memberikan bahan diskusi yang menarik dan rela membantu walaupun terkadang diselipkan curahan hati, tetapi hal itu tidak membuat terlena dalam pengerjaan penelitian ini. Nama-nama di atas merupakan orang-orang yang sangat berjasa membantu menyelesaikan penelitian ini. Untuk itu saya ucapkan terimakasih banyak. Pada akhirnya semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal dan selalu dicurahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Harapan yang tak kalah pentingnya, semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk diri saya pribadi, dan untuk pembaca umumnya.

Jakarta, 5 Februari 2018

Penulis,

Muhammad Adi Alvian

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ...... 1 B. Pembatasan Masalah ...... 4 C. Rumusan Masalah ...... 4 D. Tujuan Penelitian ...... 4 E. Manfaat Penelitian ...... 5 F. Metode Penelitian...... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Cerpen...... 9 1. Unsur Intrinsik Novel ...... 10 B. Gagasan Tasawuf ...... 16 C. Aspek Tasawuf ...... 18 D. Pembelajaran Sastra ...... 19 1. Hakikat Pembelajaran Sastra...... 21 E. E. Penelitian yang Relevan ...... 20

BAB III BIOGRAFI PENGARANG DAN SINOPSIS A. Biografi Danarto...... 23 1. Karya Danarto ...... 24 2. Penghargaan Danarto ...... 25 3. Pandangan Danarto terhadap Tasawuf ...... 25 B. Sinopsis Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto ...... 26

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis Intrinsik Kumpulan Cerpen Danarto ...... 29 B. Gagasan Tasawuf dalam Kumpulan Cerpen ...... 66 C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah ...... 76

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...... 79 B. Saran ...... 70

DAFTAR PUSTAKA ...... 81

LAMPIRAN- LAMPIRAN

vii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang lebih menekankan kepada dunia akhirat, yakni aspek spiritual Islam dibandingkan dengan kehidupan di dunia. Beberapa tokoh sufi memberikan definisi tasawuf dengan pengertian yang berbeda-beda. Salah satu diantaranya adalah definisi tasawuf menurut Al Junaid Al Baghdadi (w. 289 M), seorang tokoh sufi modern, mengatakan bahwa tasawuf ialah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, merupakan sifat basyirah (kemanusian), menjauhi bahwa nafsu memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabdiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji terhadap Allah Swt, dan mengikuti syariat Rasulallah Saw.1 Karya-karya ilmiah pada umumnya mendefinisikan tasawuf atau sufisme sebagai mistisme Islam,2 menekankan pada aspek kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dalam bentuk kontemplasi dan mengasingkan diri. Konsep tawawuf ini meluas bukan hanya pada pendefinisian karya ilmiah saja, tetapi karya seni pun ikut andil di dalam penyebaran konsep tasawuf salah satunya ialah karya sastra. Sastra menjadi sebuah medium dalam menghadirkan konsep tasawuf di dalam tokoh dan alur cerita yang disajikan pengarang. Di dalam kesusastraan Melayu, sastra tasawuf sudah dirintis oleh Hamzah Fansuri dan Samsuddin Pasai, pada abad ke 16 di Aceh, yang dipengaruhi oleh ajaran Wahdat al Wujud Ibnu Arabi dari sastra Arab. Ajaran ini merupakan Panteistis dan menemukan bumi suburnya di dalam sastra sufi.3 Hamzah Fansuri dianggap sebagai peletak dasar puitika dan estetia sastra Melayu yang mantap dan kukuh. Pengaruhnya masih terlihat sampai abad ke-20, khususnya dalam karya-karya penyair Angkatan Pujangga Baru, bahkan pengaruh itu pun juga terlihat pada sastrawan angkatan 70-an.

1 Permadi. Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta. Rineka Cipta, 2004) hlm. 28 2 Titus Burckhardt. Mengenal Ajaran Kaum Sufi (Jakarta. Dunia Pustaka Jaya. 1976) hlm. 24 3 Abdul Hadi W.M. Hamzah Fansuri; Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya.(Bandung. Benteng Budaya 1995) hlm. 12 1

2

Pada tahun 1970-an muncul karya-karya sastra yang berwawasan sufistik dan penghayatan baru dalam sastra Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh Abdul Hadi WM dalam wawancaranya dengan wartawan Minggu pagi, 31 Oktober 1987 memandang bahwa karya-karya sastra yang ditulis tahun 1970-an itu memiliki benang merah yang jelas dalam wawasan estetika, pandangan hidup, daerah penjelajahan, dan kesadaran zaman yang didominasi rasa rasionalisme, nasionalisme, dan teknologi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa karya sastra yang dijumpai antihero, menggarap arus kesadaran dalam pelakunya, tidak memperdulikan alur, dan mengembalikan realitas sastra kepada realitas imajiner. Dunia transenden digarap kembali sehingga muncul karya-karya sufistik dan ketasawufan dengan penghayatan baru.4 Salah satu tokoh penting dalam menghidupkan kembali karya sufistik dan ketasawufan yang menembus dunia transenden adalah Danarto. Melalui karya-karya fiksinya ia berhasil menyampaikan kesadaran akan faham-faham yang menembus dunia rasio yaitu pada tataran faham wahdatul wujud.5 Faham inilah yang menjadi dasar karya- karya yang dihasilkan Danarto dalam menyampaika pesan ketasawufan kepada para pembacanya. Dalam hal ini, penulis bermaksud menganalisis gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto yang terdapat sembilan cerita pendek, yaitu “Godlob”, “Rintrik”, “Sandiwara Atas Sandiwara”, “Kecubung Pengasihan”, “Armageddon”, “Nostalgia”, “Labyrinth”, “Asmaradana”, dan “Abracadabra”6. Dalam Godlob, Danarto secara bebas menyampaikan protes sosial, kata-kata mutiara, gagasan mistik, peribahasa, serta sarat makna filosofis yang mendalam bila kita menelaah lebih jauh terkait konsep tasawuf yang pernah disampaikan oleh para sufisme dengan konsep wahdat al wujud juga disajikan Danarto lewat kumpulan cerpennya Godlob. Secara harfiah dapat dikatakan bahwa konsep tasawuf dengan wahdat al wujudnya sama dengan konsep yang diungkapkan orang Jawa yaitu manunggaling kawula gusti, penyatuan makhluk dengan Tuhannya.7 Godlob merupakan buah pikir Danarto dalam

4 Cakrawala, dalam Minggu Pagi. Nomor 29, 31 Oktober 1987 5Jamal D. Rahman. Wahdatul Wujud di Indonesia Modern: Pantulan dari Cerpen-cerpen Danarto.http://jamaldrahman.wordpress.com/2008/10/24/wahdatul-wujud-di-indonesia-modern-pantulan-dari- cerpen-cerpen-danaro/. (Di unduh pada hari Senin, 2 Juli 2018 pukul 01.38 WIB) 6Danarto. Godlob.Cetakan Ketiga. (Jakarta. Pustaka Utama Grafiti 1987). 7Simuh, Sufisme Jawa; Transformasi Tasawuf ke Mistik Jawa. (Jogyakarta. Bintang Budaya. 1999). hlm.

3

mencari Tuhannya. Hal ini tergambar lewat salah satu cerpennya yang berjudul Asmaradana yang berarti “api cinta yang berkobar” dalam mencari sang penciptanya. Selain itu, pada saat yang bersamaan konsep tasawuf ini menjadi landasan bahwa manusia yang hidup di dunia ini pada hakikatnya harus kembali kepada sang pencipta, dengan demikian jiwa dan raga akan merasakan cinta yang hakiki dari Tuhannya. Penulis tertarik akan menganalisis tiga cerpen yang berjudul “Rintrik”, “Kecubung Pengasihan”, dan “Asmaradana”, karena kesamaan ide ceritanya, yaitu mistik yang digambarkan oleh tiap tokohnya sebagai manusia yang sangat merindukan Sang Kekasih, yang tak lain adalah Penciptanya Sendiri. Sesuai dengan studi atau kajian yang dilakukan oleh Siti Sundari Tjitrobusono dkk mengenai karya Danarto yang judul Memahami Cerpen-Cerpen Danarto (1985) dan Th. Sri Rahayu Prihatmi Fantasi dalam Kumpulan Cerpen Danarto: Dialog antara Dunia Nyata dan Tidak Nyata (1989)8. Bahwa secara keseluruhan di dalam kumpulan cerpen Danarto laku sufi sangat tergambar jelas melalui tokoh dan alur yang diceritakan dalam mencari Tuhannya. Kemajuan dan berkembang pesatnya teknologi sekarang ini membuat konsepsi tasawuf terkadang dipandang sebelah mata dan bahkan digadang tidak perlu ada pembelajarannya pun terlebih pada praktiknya. Hal ini berlandasan bahwa bukan waktunya untuk membahas konsepsi ini di zaman yang serba modern dan canggih ini. Akan tetapi, setelah tasawuf itu dikesampingkan ternyata manusia lebih kehilangan kepribadiannya sebagai manusia yang memiliki sikap yakni sopan dan santun (dalam konsep Islam dinamakan akhlak) kepada Tuhan dan manusia lain. Akhlak inilah yang menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan manusia dalam menjalani hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Kemudian penelitian ini berkaitan dengan pembelajaran sastra di sekolah khususnya dalam materi pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA), menunjukkan keterkaitan sistem pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, produktif, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

262-263 8 Tim Penerbit Angkasa. Ensiklopedia Sastra Indonesia. (Bandung: Titian Ilmu.2007). hlm.186

4

serta bertanggungjawab.9 Hal ini sudah diterapkan oleh pemerintah bidang pendidikan nasional hingga mengusung tema besar untuk peserta didik sebagai bentuk upaya mengontrol atas kemajuan teknologi ini dengan labelling Pembentukan Karakter (Character Building) kepada semua peserta didik sebagai penerus bangsa yang lebih baik dan kompetitif. Sebab, bila kepribadian sudah baik cita-cita bangsa pun akan terwujud yang makmur dan sejahtera.

Berdasarkan hal di atas, penulis berharap konsepsi tasawuf yang memang terdapat di dalam cerpen-cerpen Danarto dianggap perlu digalakan dalam materi pembelajaran sastra di sekolah. Secara Danarto di dalam karyanya tokoh dan alur yang diceritakan pun mengajak pembacanya untuk sadar menjalani hidup untuk senantiasa mendekatkan pribadi (makhluk) kepada sang pribadi (pencipta) dengan laku menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi larangannya. Tetapi konsep tasawuf yang ditawarkan Danarto dalam karya-karyanya tidak akan berhasil bila tidak diperkenalkan sejak dini kepada peserta didik yang akhirnya akan gagal menjadi oase dalam membangun sikap, karakter dan kepribadian bangsa. Berdasarakan hal tersebut, penulis akan menganalisis Gagasan Tasawuf yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Godlob karya Danarto dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah. B. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dibuat di atas, maka penulis menitikberatkan penelitian ini pada “Gagasan Tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob Karya Danarto terutama pada cerpen “Rintrik”, “Kecubung Pengasihan”, dan “Asmaradana” dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.” Penelitian ini akan untuk menyampaikan hasil pengamatan dan pandangan pembaca terhadap kumpulan cerpen Danarto, yaitu; Godlob. Serta implikasi terhadap pembelajaran sastra di sekolah. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah yang dibuat adalah; 1. Bagaimana gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah?

9 Undang-undang. Nomor 20. tahun 2003. pasal 3

5

2. Bagaimana implikasi gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto terhadap pembelajaran sastra di sekolah? D. Tujuan Penulisan Untuk mendekatkan akan hasil penelitian yang optimal maka penulis terlebih dahulu mengemukakan tujuan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini yaitu: 1. Untuk mengetahui gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. 2. Untuk mengetahui implikasi gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob terhadap pembelajaran sastra di sekolah

E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang dibuat di atas, maka manfaat dalam penelitian ini yaitu; 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dan pengalaman yang lebih, dalam aspek tasawuf pada pendidikan bahasa dan sastra Indonesia serta menambah wawasan dan pengetahuan peneliti, pembaca, dan penikmat sastra. b. Menambah wawasan pengetahuan dalam bidang kesusastraan yang nantinya akan berimbas dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Para penggiat sastra: Penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat bagi para penggiat sastra, khususnya bagi para pemula (pemula dalam hal menulis karya sastra dalam bentuk sufistik). Tasawuf dalam kajian sastra bisa menjadi teknik dalam mengembangkan ide-ide yang tersemat dalam pikiran para penulis. b. Guru: Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru-guru mata pelajaran Sastra Indonesia sebagai tambahan dalam pembahasan dalam pembelajaran di kelas. c. Siswa: Siswa dapat mempraktikkannya ke dalam tugas-tugas harian ataupun ujian praktek mata pelajaran Sastra Indonesia. F. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan objek kajian berupa karya prosa

6

yaitu kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. Tempat yang akan digunakan dalam penelitian tidak terikat pada satu tempat, karena objek yang dikaji berupa teks karya sastra yang yang terdapat pada buku kumpulan cerpen Godlob karya Danartoyang diterbitkan oleh PT Pustaka Grafitipers pada tahun 1987 cetakan pertama dengan tebal halaman 157 halaman. 2. Metode Penulisan Metode penullisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Fokus Penelitian Langkah awal sebagai sebuah penelitian adalah menentukan teks sastra yang akan dikaji dan diteliti, dan persoalan apa yang muncul yang kemungkinan bisa dijelaskan dan dicarikan solusi melalui penelitian. Langkah berikutnya setelah teks sastra dan permasalahan ditentukan adalah menentukan fokus penelitian. Secara umum penelitian sastra dapat dikatagorikan ke dalam empat fokus yang merujuk pada pendekatan abrams, yaitu: 1). Penelitian dengan fokus teks dan hubungannya dengan dengan penulis/penelitian genetik. 2). Penelitian dengan fokus teks dan hubungannya dengan pembaca. 3). Penelitian dengan teks itu sendiri. 4). Penelitian dengan fokus teks dan hubungannya dengan realitas.10 Berdasarkan keempat jenis fokus penelitian di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan fokus yang ketiga, yaitu penelitian dengan fokus teks itu sendiri. Fokus penelitian yang ketiga ini dilakukan dengan mangkaji teks itu dengan memandang teks itu sebagai objek yang harus diteliti. Penelitian dengan fokus ini penulis percaya bahwa objek kajian dapat dicapai jika peneliti memandang teks dengan mengaitkannya dengan penulis, realitas, atau teks lain. b. Bentuk dan Strategi Penelitian Metode penilitan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis dan studi kepustakaan. Pendekatan yang dilakukan adalah secara intrinsik (yaitu pendekatan melaui isi karya sastra itu sendiri), dan ekstrinsik (pendekatan melaui faktor luar yang mempengaruhi karya sastra).

10 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta, PT. Grasindo, 2008), hlm. 180

7

Menurut Nyoman Kutha Ratna, metode deskriptif analitik dilakukan denngan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Untuk lebih lanjut ia pun menjelaskan pengertian metode deskriptif sebagai berikut. Secara etimologis, deskripsi dan analisis berarti menguraikan, meskipus demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein (‘ana ‘= atas, „Lyein’ = lepas, urai), tidak diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Metode gabungan yang lain, misalnya deskriptif komparatif, metode dengan cara menguraikan dan membandingkan, dan metode deskriptif induktif, metode dengan cara menguraikan yang diikuti dengan pemahaman dari dalam keluar.11 Kemudian pendekatan intrinsik atau pendekatan melalui isi karya sastra itu sendiri yang disebut pendekatan objektif. “Pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada karya sastra.”12 Pendekatan objektif dengan demikian memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik. c. Prosedur Penelitian Adapun prosedur penelitian dalam penelitian ini menggunakan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Membaca kumpulan cerpen Godlob karya Danarto (Jakarta: PT Pustaka Grafitipers, 1987). 2. Menetapkan cerpen Rintrik, Kecubung Pengasihan, dan Asmaradana sebagai objek penelitian dengan fokus menemukan gagasan tasawuf yang tergambar dalam kumpulan cerpen tersebut. 3. Membaca ulang dengan cermat kumpulan cerpen Godlob karya Danarto untuk menentukan gagasan tasawuf apa yang terdapat di dalam kumpulan cerpen tersebut dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. 4. Menandai cerita dan peristiwa yang terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut yang mengandung unsur gagasan tasawuf.

11 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm 12 Wahyudi Siswato, Op.cit, hlm. 183

8

5. Mengklasifikasikan data dan menetapkan kriteria analisis. 6. Menganalisis data yang sudah diklasifikasikan dan melakukan pembahasan terhadap hasil analisis dengan interpretasi data. 7. Menyimpulkan hasil penelitian. d. Teknik Penulisan Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripisi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. e. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu suatu cara pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan berita online. f. Sumber Data 1. Data Primer Data primer merupakan literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. Penulis memilih karya tersebut sebagai sumber data primer karena sesuai dengan apa yang ingin diteliti, yaitu Gagasan Tasawuf dalaml kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. Cerpen ini merupakan terbitan dari PT Pustaka Grafitipers pada tahun 1987. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat untuk membantu penelitian, yaitu berupa buku-buku atau sumber-sumber dari penulis lain yang berbicara terkait dengan objek penelitian, seperti buku menegenai faham wahdatul wujud, tasawuf modern, artikel, dan buku pendukung lainya.

BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Cerpen 1. Pengertian Cerpen Kata cerita pendek atau biasa disingkat cerpen merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).2 Namun, kriteria penulisan cerpen bervariasi ada cerpen pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali, berkisar 500-an kata, adapula cerpen yang panjangnya cukup (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story) yang terdiri dari puluhan atau beberapa puluh ribu kata.3 Istilah pendek digunakan untuk membedakan prosa ini dengan novel, jika dibandingkan dengan novel yang memiliki alur konflik yang lebih rumit serta tokoh yang banyak, cerpen biasanya hanya mengisahkan satu penggalan kisah tentang kehidupan tokoh. Cerpen merupakan bagian dari prosa rekaan. Prosa rekaan dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat (folktale). Bentuk prosa rekaan modern dibedakan atas roman, novel, dan cerpen.4 Cerpen merupakan karya fiksi yang memiliki kepadatan cerita, sehingga peristiwa yang disuguhkan dalam cerpen menarik dan sederhana. Konflik yang terjadi dalam cerpen dibuat secara singkat dan lugas, namun tetap memiliki unsur-unsur yang menarik. Unsur-unsur dari cerpen sama seperti unsur-unsur yang dimiliki prosa rekaan lainnya, yaitu terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu karya hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.5 Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah

1 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013). hlm. 9 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008). hlm. 263 3 Nurgiyantoro, Op.Cit. hlm. 10 4 Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2007). hlm. 140 5 Nurgiyantoro, Op.Cit. hlm. 23 9

10

karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian dalam karya sastra.6 Oleh karena itu, unsur ekstrinsik memiliki pengaruh terhadap kekuatan pesan cerita yang akan disampaikan.

B. Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya satra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.7 Selain itu, kajian intrinsik membatasi diri pada karya sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya sastra itu. Dalam kajian intrinsik, sastra dianggap sebagai sebuah dunia otonom. Karena kajian intrinsik hanya memperhatikan karya sastra sebagai sebuah dunia otonom, maka yang dikaji adalah unsur-unsur sastra dalam karya sastra itu sendiri, antara lain adalah penokohan, alur, latar, tema, dan hal-hal semacam itu. Kejayaan sebuah karya sastra, dengan demikian, ditentukan oleh keberhasilan pengarang dalam mengolah unsur-unsur sastra itu.8 Berikut ini merupakan uraian-uraian dari unsur intrinsik dalam cerpen.

1. Tema Tema merupakan sesuatu yang penting dalam suatu cerita karena tema merupakan inti cerita yang penting dalam suatu cerita karena tema merupakan inti cerita yang mendasari suatu cerita. Bertolak dari inti cerita, pengarang akan mengembangkan ce rita menjadi suatu bentuk yang lebih luas.9 Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannnya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.10 Tema memiliki beberapa tingkatan menurut Shipley, diantaranya: pertama tema tingkat fisik (banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan), kedua tema tingkat organik (menyangkut masalah seksualitas), ketiga tema tingkat sosial (manusia sebagai makhlik sosial), keempat tema tingkat egoik (manusia sebagai individu), kelima tema tingkat divine

6 Ibid 7 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. (Gadjah Mada University press, cetakan kesembilan: Yogyakarta, 2012), hlm. 23 8 Budi Darma, Pengantar Teori Sastra, (Pusat Bahasa Depdiknas: Jakarta, 2004), hlm. 23 9 Sri Widati Pradopo, dkk, Struktur Cerita Rekaan Jawa Modern Berlatar Perang. hlm. 42 10 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (PT Grasindo: Jakarta,2008), hlm. 161

11

(masalah hubungan manusia dengan sang pencipta).11 Tema tingkat divine yang merupakan masalah hubungan manusia dengan sang pencipta tidak akan bisa lepas dari kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan menemukan jalannya untuk kembali kepada sang pencipta. Dan menemukan masalah-masalah yang ditemukan, baik itu masalah religiositas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan.12 Perlu diingat bahwa suatu cerpen akan dapat dianalisis dengan sejumlah besar tema yang berbeda atau bahkan saling terkait. Pembaca menentukan apa kekuatan dan kepentingan utama yang ada dalam cerpen tersebut. Artinya, dari sekian tema tersebut dapat ditarik agar ia memiliki tema besar yang dikandungnya. Kesimpulan dari berbagai pendapat di atas tema merupakan gagasan utama. Hampir semua gagasan yang ada dalam hidup ini bisa dijadikan tema, sekalipun dalam praktiknya tema-tema yang paling sering diambil adalah beberapa aspek atau karakter dalam kehidupan ini, seperti ambisi, kesetiaan, kecemburuan, frustasi, kemunafikan, ketabahan, dan sebagainya.

2. Alur Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Ada beberapa pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Tahapa-tahapan peristiwa tersebut antara lain: pengenalan, konflik, klimaks, penyelesaian.13 Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan alur. Agar menjadi sebuah alur, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan. Kegiatan ini dilihat dari sisi pengarang, merupakan pengembangan plot atau dapat juga disebut sebagai pemplotan, pengaluran. Kegiatan pemplotan itu sendiri meliputi kegiatan memilih peristiwa yang akan diceritakan dan kegiatan menata (baca: mengolah dan menyiasati) peristiwa-peristiwa itu ke dalam struktur linear karya fiksi.14 Alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur dan terorganisasi. Plot dalam pengertian ini dapat

11 Nurgiyantoro, Op.cit. hlm. 80 12 Ibid., hlm. 82 13 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Sinar Baru Algesindo, Bandung: 2014). hlm. 83. 14 Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 113.

12

dijumpai dalam cerpen bukannnya dalam kehidupan yang sewajarnya. Hidup memiliki cerita, tetapi cerpen memiliki cerita dan plot. Sebagaimana dikatakan oleh E.M. Forster, cerita adalah pengisahan peristiwa-peristiwa yang disusun berdasar urutan waktu, sedangkan plot adalah pengisahan peristiwa-peristiwa dengan penekanan kepada kausalitas.15 Alur merupakan salah satu unsur yang penting dalam suatu cerpen atau karya sastra lainnya di samping tema, penokohan, latar, dan unsur lain. Dalam suatu karya sastra, hal tersebut sebagai alur tidak sama dengan apa yang dikenal oleh orang awam sebagai cerita. Forster mengatakan bahwa sebuah cerita adalah suatu paparan peristiwa yang diatur menurut tahapan waktu. Alur di lain pihak, juga merupakan paparan peristiwa, tetapi tekanan jatuh pada hubungan sebab akibat. Rangkaian pola alur suatu cerita pada kenyataannya menampilkan susunan pola yang terdiri dari lima bagian.16 a) Situation: pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. b) Generating Circumstances: peristiwa mulai bergerak. c) Rising Action: keadaan mulai memuncak. d) Climax: peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. e) Denouement: pengarang memberikan pemecahan soal bagi semua peristiwa. Sesungguhnya gambaran apa yang dimaksudkan dengan plot atau alur akan menjadi jelas kalau kita menyadari bahwa cerita cerpen maupun novel dapat digolongkan dalam beberapa jenis, seperti: cerita ide, cerbung, cerpen. Dapat disimpulkan dari berbagai pendapat bahwa plot atau alur adalah rangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal-hal yang diderita dan dikerjakan oleh pelaku-pelaku sepanjang novel yang bersangkutan. Plot atau alur merupakan struktur penyusunan kejadian-kejadian dalam cerita tapi yang disusun secara logis.

3. Tokoh dan Penokohan Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan 17 kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. Penokohan adalah salah satu unsur yang penting dalam membina struktur. Penokohan sudah

15 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Ghalia Indonesia: Bogor, 2010), hlm. 68 16 Pradopo, dkk, op. cit., hlm. 62—63 17 Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 166

13

selayaknya ada dalam setiap cerkan, karena tanpa tokoh cerita tidak akan terbentuk. Stanton mengungkapkan bahwa kebanyakan cerita menampilkan satu tokoh utama yang berkaitan dengan setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita. Dikatakan pula bahwa setiap pengarang ingin pembacanya memahami tokohnya dan motivasi mereka melalui apa yang mereka 18 katakan dan lakukan. Cerita dalam sebuah cerpen tidak akan ada tanpa tokoh yang menggerakkan cerita dan membentuk alur dengan segala macam permasalahan yang dialaminya. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh merupakan hal penting dalam sebuah cerpen. Aspek penokohan dalam cerita sangatlah penting karena menggambarkan cara pengarang menampilkan tokoh. Penokohan berhubungan erat dengan perwatakan tokoh yaitu dari dokumen lain di luar karya sastra.19 Dengan kata lain, pembaca tidak perlu merujuk pada data di luar cerpen, karena segala perihal tokoh sudah dapat diketahui dari data yang ada dalam cerpen tersebut. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan mengenai tingkah laku tokoh dapat dihubungkan, dijelaskan, dan dipertimbangkan. Setelah itu dilakukan, barulah dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai perwatakan tokoh dalam suatu cerpen. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh dalam cerita dapat didefinisikan sebagai subjek dan sekaligus objek peristiwa dan kejadian, pelaku dan sekaligus sasaran kedua hal tersebut. Tanpa tokoh, tidak akan tercipta peristiwa. Tokoh selalu mempunyai identitas, mempunyai watak tertentu, yang menentukan tindakannya dan sikapnya terhadap lingkungan di sekitarnya, baik yang berupa tokoh-tokoh lain maupun yang berupa lingkungan benda-benda alam dan benda-benda budaya. Seorang tokoh tidak dapat berdiri sendiri atau berkelakuan sendiri tanpa kehadiran tokoh lain.

4. Latar Latar atau seting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.20 Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu,

18 Pradopo, dkk, op. cit., hlm. 84 19 Diah W indu Wulan, Aspek Keberagamaan Dengan Analisis Kata Hati Tokoh Utama Dalam Novel Atheis Dan Novel Kubah Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA, hlm.40 20 Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 216.

14

maupun peristiwa.21 Membaca sebuah novel kita akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lain-lain tempat terjadinya peristiwa. Di samping itu, kita juga akan berurusan dengan hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, pukul, saat bulan purnama, saat hujan gerimis diawal bulan, atau kejadian yang menyarankan pada waktu tipikal tertentu, dan sebagainya.22 Selain itu, latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.23 Kesimpulan dari keseluruhan kutipan-kutipan istilah latar atau setting ini berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari tempat dan waktu imajiner atau pun faktual. Dan yang paling menentukan bagi keberhasilan suatu latar, selain deskripsinya, bagaimana novelis memadukan tokoh-tokohnya dengan latar di mana mereka melakoni perannya.

5. Sudut Pandang Dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, terdapat tiga sudut pandang yakni sudut pandang persona ketiga “Dia”, sudut pandang persona pertama “Aku”, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi dua, yaitu “Dia” mahatahu dan “Dia” terbatas (sebagai pengamat). Sudut pandang orang pertama dibagi menjadi dua, yakni “Aku” tokoh utama 24 dan “Aku” tokoh tambahan. Siswanto menyatakan bahwa sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya mengenai tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu dengan gayanya sendiri.25

21 Aminuddin, op.cit., hlm. 67 22 Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 218. 23 Ibid., hlm. 219. 24 Ibid., hlm. 248 25 Siswanto, op. cit., hlm. 151.

15

Kesimpulan dari pendapat di atas sudut pandang adalah cara sebuah cerita dikisahkan. Segala sesuatu yang diceritakan menjadi kebebasan pengarang untuk berkreasi bahkan mampu memperlihatkan teknik pengarang dalam menggagas sesuatu. Sudut pandang dapat diketahui melalui unsur intrinsik lainnya, seperti percakapan antar tokoh, gerak-gerik tokoh, alur dalam cerita tersebut, dan gaya bahasa yang digunakan pengarang.

6. Gaya Bahasa 26 Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Aminuddin menyatakan bahwa gaya bahasa mengandung pengertian keindahan dan keharmonisan bahasa yang digunakan pengarang dalam menyampaikan cerita sehingga mampu menuansakan makna, menyentuh daya intelektual, 27 dan mampu menggugah emosi pembaca. Semi menyatakan bahwa gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa yang menjadikan sastra hadir. Pada dasarnya karya sastra merupakan salah satu kegiatan pengarang yang membahas atau menuturkan sesuatu kepada orang lain.28 Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang 29 baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Pada buku tentang pengajaran gaya bahasa ini, ada beberapa jenis gaya bahasa, diantaranya: majas hiperbola, personifikasi, dan klimaks. Majas hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, 30 meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Majas personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda 31 yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Majas klimaks adalah semacam gaya bahasa

26 Wijaya Heru Santosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Yuma Pustaka: , 2010), Cet. 1, hlm. 20. 27 Aminuddin, op. cit., hlm. 72. 28 Atar Semi, Anatomi Sastra, (tt.p.: Angkasa Raya, t.t.), hlm. 47. 29 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Angkasa: Bandung, 2009), hlm. 5 30 Ibid., hlm. 55 31 Ibid., hlm. 17

16

yang mengandung urutanurutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya 32 dari gagasan-gagasan sebelumnya.

Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya

bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk

tulisan atau lisan. Gaya bahasa merupakan ciri khas si pengarang dalam menggunakan bahasa

yang dipakai pada sebuah karyanya untuk menyampaikan sebuah pesan kepada si pembaca.

C. Gagasan Tasawuf

Penganut gagasan tasawuf merupakan suatu yang di pahami bahwa manusia harus mengenal dan kembali kepada Tuhan. Karena hakikatnya manusia yang hidup pasti akan kembali kepada sang penciptanya, itulah suatu pemikiran orang-orang yang memiliki paham tasawuf. Pengertian tasawuf dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah, “cara untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya” 33 Paham tasawuf sama halnya dengan panthaisme, yakni “Sesuai dengan arti istilah, panteisme dari pan (seluruh) dan theos (Tuhan), bahwa seluruh yang ada ini adalah Tuhan. Maka ciri khas dari keadaannya adalah dzat. Panteisme menekankan ketak-terbatasan serta kemutlakan Tuhan. Dengan demikian, manusia harus aktif menjadi kawula untuk menyatukan dirinya dengan Tuhan. Itulah sebabnya, pengejaran kepada sifat manunggal selalu di upayakan. Kemanunggalan diasumsikan sebagai pengidentikan dirinya terhadap Tuhan.34 Tasawuf pada dasarnya adalah ajaran untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga seseorang itu dapat melihat-Nya dengan mata hati, bahkan ruhnya dapat menyatu dengan ruh Tuhannya, lebih lanjut ia mengemukakan bahawa ada dua hal yang mendasari tasawuf. Pertama, Tuhan bersifat ruhani sehingga yang dapat mendekati-Nya adalah ruh, bukan jasmani. Kedua, Tuhan Mahasuci, sehingga yang dapat mendekati-Nya adalah ruh yang suci

32 Ibid., hlm. 79 33 Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi kelima), pusat bahasa (Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2016), Balai Pustaka. 34 Endaswara, Suwardi. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spritual Jawa. (Jogjakarta: Narasi. 2003).hlm. 62

17

pula.35 Sementara itu, Hasan dalam Simuh mengemukakan bahwa tujuan seseorang mengamalkan tasawuf adalah untuk sampai kepada zat al-haq atau mutlaq, yaitu Tuhan dan dapat bersatu dengan-Nya, atau disebut dengan makrifat.36 Di dalam tasawuf, untuk sampai pada makrifat itu, ada beberapa tahap yang harus ditempuh. Al Ghazali mengemukakan agar sebelum mempelajari dan mengamalkan tasawuf, seseorang itu harus memiliki yang cukup tentang pokok-pokok ajaran syariat serta menjalankan dengan penuh kesadaran dan ketaatan. Sesudah itu, barulah ditingkatkan ajaran tasawuf secara urut dan tertib agar pengalaman dan keyakinan agamanya semakin mantap.37 Mistik Jawa menekankan pada pencapaian insan kamil (manusia sempurna) yang dapat mencapai penyatuan dengan Tuhan (Manunggaling Kawula Gusti) karena penghayatan spritualnya. Ajaran ini hampir menjadi ajaran pokok dalam kepustakaan Islam kejawen. Ajaran mistik dalam kepustakaan Islam kejawen ini bersifat sinkretisme. Maksudnya, ajaran itu dipadukan dengan tradisi Jawa yang telah lama menerima pengaruh ajaran Hindu Budha. Di samping itu, mistik Jawa ini bersumber juga dari sikap para sastrawan dan bangsawan Jawa pada masa itu.38 Aktifitas Tasawuf dari satu masa ke masa yang lain sering memperlihatkan perbedaan. Bahkan antara sufi yang satu dengan sufi yang lain dalam satu masa pun kadang-kadang memperlihatkan adanya perbedaan itu. Hal ini dipandang biasa seperti dikemukakan Imam Junaid sebagaimana dikutip Siraj bahwa seorang sufi itu ibarat air. Ia tidak memiliki warna tertentu sehingga warnanya tergantung pada tempatnya. Bila air itu ditempatkan dalam bejana merah, ia akan tampak merah, dan bila ia berada dalam bejana hijau ia pun tampak hijau pula. Ia akan selalu menyesuaikan diri pada zamannya.39 Akhir-akhir ini sering disebut ada tasawuf modern yang dipertentangkan dengan tasawuf klasik. Tasawuf klasik lebih menekankan dimensi theo filosofis, membicarakan masalah ketuhanan dan menyatu dengan-Nya. Tasawuf ini jarang sekali membicarakan bagaimana membina moral umat. Para sufi cenderung menarik diri dari keramaian dunia dan menjauhi kekuasaan. Oleh sebab itu, tasawuf klasik ini sering diidentikkan dengan pelarian

35 Harun Nasution. Falsafah dan Mistisme dalam Islam. (Jakarta, Bulan Bintang). 1973 36 Simuh, Sufisme Jawa; Transformasi Tasawuf ke Mistik Jawa. (Jogyakarta. Bintang Budaya. 1999). hlm. 25 37 Ibid., hlm. 102-104 38 Ibid., hlm. 262-263 39 Said Aqil Siraj. Relevansi Tasawuf pada Era Global dalalm Sufi Menuju Jalan Ilahi. Nomor 3. Juli 2000. hlm. 46

18

dari dunia kasat mata ke dunia spiritual. Para sufi menjadi individu yang egois, lari dari dunia yang penuh kebengisan dan kezaliman.40 Sikap sufi seperti ini merupakan sikap protes terhadap kenyataan sejarah pada masanya berupa ketidakpuasan terhadap praktik Islam yang cenderung formalism dan legalisme, serta munculnya ketimpangan politik, moral, dan ekonomi dikalangan umat Islam, khususnya dikalangan penguasa. Protes yang dilakukan oleh para sufi ini dapat juga dikatakan sebagai tanggungjawab sosial.41

D. Aspek Tasawuf Dalam aspek ilmu tasawuf manusia memiliki dua rumah, satu rumah jasadnya, yaitu dunia rendah ini, yang lain rumah rohnya, yaitu alam yang tinggi. Tetapi karena hakikat manusia terletak pada rohnya, maka manusia merasa terasing di dunia ini, karena alam rohanilah tempat roh atau jiwa manusia yang sesungguhnya, karena Tuhan sebagai tujuan “akhir perjalanan manusia”bersifat rohani, manusia harus berjuang menembus rintangan- rintangan materi agar rohnya menjadi suci.42 Hamka berpendapat, bertasawuf bisa dilakukan sambil melakukan aktivitas duniawi, bahkan sambil berdagang sekalipun kita dapat bertasawuf pada saat yang sama. Junaid Al Bagdadi yang bergelar “Syaikh at Thifah” membuka kedai kain di tengah kota Bagdad, ia telah mempraktekan bertasawuf sambil berladang dan bekerja.43 Hamka melihat bahwa tasawuf beroleh sumbernya yang otentik dari ajaran-ajaran Islam sendiri. Tapi aliran-aliran tasawuf yang ada sering menyimpang dari paham ortodoksinya. Sebagaimana diketahui bahwa Hamka memang berusaha membersihkan tasawuf dari unsur yang bertentangan dengan tauhid. Namun, demikian ia memang memiliki apresiasi terhadap tasawuf dan berpandangan bahwa tasawuf diperlukan masyarakat. Terhadap tasawuf yang telah menyimpang dan mengalami deviasi, yang mengajarkan sikap-sikap yang mengharamkan pada diri sendiri dan terhadap barang yang dihalalkan Tuhan, Hamka mengakatakan bahwa tasawuf yang demikian tidaklah berasal dari Islam. Selanjutnya ia berkata bahwa zuhud yang melemahkan itu bukanlah bawaan Islam. Semangat Islam adalah semangat bekerja, berjuang bukan semangat malas, rapuh dan melempem.

40 M. Amin Syukur. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21. (Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 1997). hlm. 108-110 41 Ibid., hlm. 111 42 Aboebakar Atjeh, dkk. Dunia Tasawuf, (Sega Arsy; Bandung, 2016), hlm. 31 43 Hamka, Tasawuf Modern, (Republika Penerbit; Jakarta, 2018), cet. VIII. hlm. 49-50

19

Menurut Hamka maksud dari tasawuf yang sebenarnya adalah membersihkan jiwa, mendidik, dan mempertinggi derajat budi serta memerangi syahwat. Muhammad Solihin dalam bukunya Tasawuf Aktual mengutip pendapat Hasan Hanafi seorang pemikir islam kontemporer tentang istilah tasawuf progresif, aktif, dan produktif. Akibat dari pencerahan spiritualnya melalui aplikasi tasawuf setiap harinya. Sehingga tidak ada istilah tasawuf sebagai anti kemoderenan, penghambat kreativitas, dan penghalang kemajuan. Bahkan, menurut Hasan Hanafi tasawuf aplikatif, jika operasionalnya dilaksanakan secara benar, akan mampu membangkitkan semangat revolusioner, dalam produk pemikiran maupun aksi seorang muslim.44 E. Hakikat Pembelajaran Sastra Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang diberikan di sekolah formal, “belajar sastra pada dasarnya adalah belajar bahasa dalam praktek”. Belajar sastra harus selalu berpangkal pada realisasi bahwa setiap karya pada pokoknya merupakan kumpulan kata yang bagi siswa harus diteliti, ditelusuri, dianalisis, dan diintegrasikan.45 Sebagai sarana pendidikan, sastra memberikan pelajaran tentang arti bagi hidup diri sendiri dan orang lain (humanitas). Sastra sebagai sarana pendidikan informal memberikan pengayaan bagaimana memanfaatkan hidup tanpa menyia-nyiakannya.46 Sastra memperkaya kehidupan dan pengalaman kita dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sastra bisa menjadi pendidikan informal jika kita menggapnya serius, bukan sekedar sarana pengisi waktu luang tetapi sarana pendidikan yang membawa melihat jauh ke masa depan. Sastra mampu memberikan manfaat lebih ketika kita mampu lebih dari sekedar menjadi pembaca. Pembelajaran sastra akan memberikan dasar atau kriteria untuk dijadikan pegangan penilaian, di samping uraian-uraian mengenai nilai dalam karya yang sedang ditelaah. Dalam pembelajaran sastra, guru harus memperhatikan prinsip pembelajaran sastra. Mengenai hal ini dalam bukunya Djago Tarigan mengungkapkan: pertama pembelajaran apresiasi sastra berfungsi meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa, khususnya pada bidang kesenian. Kedua pembelajaran apresiasi sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan pada karya estetis melalui bahasa. Ketiga pembelajaran apresiasi sastra bukan

44 Muhammad Solikhin, Tasawuf Aktual, (Pustaka Nuun; Semarang, 2004), hlm. 10 45 Anonim, “Kasih sayang” di dalam http://bima-san.blogspot.com/2013/10/pengertiankasih- sayang.html (diunduh pada Minggu, 29 September 2017 pukul 21:00 WIB) 46 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Kanisius: Yogyakarta, 1988), hlm. 38

20

pengajaran tentang sejarah, aliran, dan teori tentang sastra. Keempat pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusian dari karya sastra tersebut.47 Di sisi lain hakikat pendidikan yaitu membina peserta didik ke arah pertumbuhannya menjadi manusia yang dapat bermasyarakat dengan baik. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran sastra merupakan bagian dari tujuan pendidikan secara keseluruhan karena proses belajar dan mengajarkakn sastra merupakan bagian dari proses pendidikan. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh jika mencakup empat manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta membentuk watak.48 Keempat hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Membantu Keterampilan Berbahasa Dalam pembelajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan membaca dengan membaca karya satra; melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru; melatih keterampilan berbicara dengan berdiskusi atau bermain peran berdasarkan karya sastra; atau dapat melatih keterampilan menulis dengan mendiskusikan karya sastra dan menuliskan hasil diskusi. 2. Meningkatkan pengetahuan budaya Kemajuan llmu pengetahuan membantu kita mengembangkan semacam budaya internasional dan salah satu tugas pengajaran sastra adalah mengenalkan peserta didik kepada dengan kemajuan yang telah dicapai tanpa merusak kebanggaan atas kebudayaannya sendiri. 3. Mengembangkan cipta dan rasa Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif, sosial, serta religius. Oleh karena itu pengajaran sastra dapat lebih mendekati arah dan tujuan pengajaran dalam arti yang sesungguhnya.

47 Nico A. Likumahua, Sastra Suatu Sarana Pendidikan Informal, (WS Press: Salatiga, Salatiga, 2001), hlm. 9 48 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 16

21

4. Membentuk watak Pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Dengan demikian, sastra sanggup memuat berbagai medan pengalaman yang luas.

F. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan berarti mencari persamaan atau perbedaan antara penelitian yang sedang dibuat dengan penelitian-penelitian sebelumnya atau terdahulu. Hal tersebut dilakukan untuk membandingkan penelitian satu dengan yang lainnya dan menghindari duplikasi dalam penelitian. Maka dari itu, perlu adanya beberapa penelitian yang relevan untuk mengetahui tinjuan hasil penelitian sebelumnya, di bawah ini ada 3 penelitian sebelumnya yang membahas karya-karya Danarto. Pertama tesis yang berjudul “Prilaku Ketasawufan dalam Gergasi Karya Danarto”, oleh Latifah Ratnawati, program studi Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (2000). Tesis ini dibatasi mengenai prilaku ketasawufan dalam Gergasi karya Danarto. Selain itu, penelitian ini berangkat dari masalah prilaku para tokoh yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Gergasi”. Serta teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah hermeneutik yang menekankan pada pendekatan meaning (arti) dan sense (makna), serta dengan memperhatikan tokoh, nada, dan sudut pandang pengarangnya. Kedua tesis yang berjudul “Gender dan Patriarki dalam Cerpen-cerpen Danarto” oleh Susilawati Endah Peni Adji, program studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (2000). Tesis ini dibatasi pada gambaran sikap dan posisi perempuan yang bertolak dari pandangan mistik untuk mengungkapkan kondisi faktual perempuan. Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan gambaran sikap dan posisi perempuan,; fungsi penggambaran posisi tinggi perempuan dalam supranatural, serta sikap implied author terhadap sistem patriarki dan isu gender dalam cerpen-cerpen Danarto. Ketiga skripsi yang berjudul “Metafora Sufistik dalam Kacapiring Karya Danarto” oleh Maharddhika, program studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (2000). Skripsi ini hanya dibatasi pada

22

pembahasan penggunaan metafora yang berhubungan dengan gagasan sufistik dalam kacapiring karya Danarto. Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori metafora konseptual Lakoff dan Johnson. Penelitian ini juga memaknai penggunaan metafora pada Kacapiring dengan menepatkannya dalam konstelasi sastra Indonesia pascareformasi. Berdasarkan pengamatan penulis, maka penilitian ini mengenai gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto, ini patut untuk dilakukan. Mengingat, dalam penelitian sebelumnya yang menggunakan objek yang sama yaitu “Prilaku Ketasawufan dalam Gergasi”, sedangkan penulis lebih berfokus pada gagasan tasawuf yang hendak disampaikan pengarang melalui karyanya Godlob. Dengan berfokus pada gagasan tasawuf, penulis mencoba memberikan pembaruan dalam aspek tasawuf bahwa selain konsep laduni pada umumnya yang dilakukan oleh pelaku tasawuf itu sendiri. Namun, di sisi lain pelaku tasawuf ini juga dapat bersikap progresif, aktif, dan produktif dalam konsep duniawi dengan pencerahan spiritual setiap harinya.

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG DAN SINOPSIS CERPEN

A. Biografi Danarto

Danarto adalah sastrawan dan pelukis terkemuka di Indonesia. Danarto dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1941 di Sragen, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Jakio Harjodinomo, seorang mandor pabrik gula. Ibunya bernama Siti Aminah, seorang pedagang di pasar. Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar (SD), ia melanjutkan pelajarannya ke sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, ia meneruskan sekolahnya di sekolah menengah atas (SMA) bagian Sastra di Solo. Pada tahun 1958--1961 ia belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta jurusan Seni Lukis. Pada tahun 1976 ia mengikuti lokakarya Internasional Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat, bersama pengarang dari 22 negara. Ia memang berbakat dalam bidang seni. Pada tahun 1958—1962 ia membantu majalah anak-anak Si Kuncung yang menampilkan cerita anak sekolah dasar. Ia menghiasi cerita itu dengan berbagai variasi gambar. Selain itu, ia juga membuat karya seni rupa, seperi relief, mozaik, patung, dan mural (lukisan dinding). Rumah pribadi, kantor, gedung, dan sebagainya banyak yang telah ditanganinya dengan karya seninya. Pada tahun 1969—1974 ia bekerja sebagai tukang poster di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Pada tahun 1973 ia menjadi pengajar di Akademi Seni Rupa LPKJ (sekarang IKJ) Jakarta. Pada tahun 1979—1985 bekerja di majalah Zaman. Danarto lebih gemar berkecimpung dalam dunia drama. Hal itu terbukti sejak tahun 1959—1964 ia masuk menjadi anggota Sanggar Bambu Yogyakarta, sebuah perhimpunan pelukis yang biasa mengadakan pameran seni lukis keliling, teater, pergelaran musik, dan tari. Dalam pementasan drama yang dilakukan Rendra dan Arifin C. Noor, Danarto ikut berperan, terutama dalam rias dekorasi.1 Pada tahun 1970 ia bergabung dengan misi Kesenian Indonesia dan pergi ke Expo 1970 di Osaka, Jepang. Pada tahun 1971 ia membantu penyelenggaraan Festival Fantastikue di Paris. Ia juga melakukan kegiatan sastra di luar negeri. Pada tahun 1983 ia mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda.

1 Ensiklopedia Kemendikbud, Danarto, Artikel diakses pada 28 Mei 2018 dari http://ensiklopedia. kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Danarto | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 23

24

Danarto, meninggal dunia pada hari Selasa, (10/4/2018) pkl. 20.54 WIB di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, akibat kecelakaan lalu lintas di Jalan Ir. Juanda, dekat UIN, Ciputat, Tangerang Selatan. Peristiwa meninggalnya ini mengagetkan seluruh penggiat sastra di Indonesia. Pasalnya kecelakaan yang dialami oleh Danarto membuat dirinya pergi menghadap kehadirat Tuhan untuk selama-lamanya. Danarto meninggal tepat pada usia 77 tahun (27 Juni 1940-10 April 2018) dan dimakamkan di Sragen, Jawa Tengah.2

Danarto, meninggal dunia pada hari Selasa, (10/4/2018) pkl. 20.54 WIB di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, akibat kecelakaan lalu lintas di Jalan Ir. Juanda, dekat UIN, Ciputat, Tangerang Selatan. Peristiwa meninggalnya ini mengagetkan seluruh penggiat sastra di Indonesia. Pasalnya kecelakaan yang dialami oleh Danarto membuat dirinya pergi menghadap kehadirat Tuhan untuk selama-lamanya. Danarto meninggal tepat pada usia 77 tahun (27 Juni 1940-10 April 2018) dan dimakamkan di Sragen, Jawa Tengah.3

Tulisannya yang berupa cerpen banyak dimuat dalam majalah Horison, seperti Nostalgia, Adam Makrifat, dan Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat. Di antara cerpennya, yang berjudul Rintrik, mendapat hadiah dari majalah Horison tahun 1968. Pada tahun 1974 kumpulan cerpennya dihimpun dalam satu buku yang berjudul Godlob yang diterbitkan oleh Rombongan Dongeng dari Dirah. Karyanya dengan pengarang lain, yaitu Idrus, Pramudya Ananta Toer, A.A. Navis, Umar Kayam, Sitor Situmorang, dan Noegroho Soetanto, dimuat dalam sebuah antologi cerpen yang berjudul From Surabaya to Armageddon (1975) oleh Herry Aveling. Karya Danarto juga ada yang dimuat dalam majalah Budaya dan Westerlu (majalah yang terbit di Australia). Karyanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, Inggris, Belanda, dan Prancis. Cerpennya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling diberi judul From Surabaya to Armagedonn (1976) dan Abracadabra (1978).

Dalam bidang film, ia pun banyak memberikan sumbangannya yang besar, yaitu sebagai penata dekorasi. Film yang pernah digarapnya ialah Lahirnya Gatot Kaca (1962), San Rego (1971), Mutiara dalam Lumpur (1972), dan Bandot (1978).

1. Karya Danarto Berikut ini merupakan karya-karya Danarto;

2 Dewan Kesenian Jakaarta. Berpulangnya Sastrawan Danarto artikel diakses pada senin 28 Mei 2018 dari https://dkj.or.id/berita/berpulangnya-sastrawan-danarto/ I Dewan Kesenian Jakarta – Jakarta Arts Council 3 Ibid

25

a. Novel 1. Asmaraloka (1999) b. Kumpulan Cerpen 1. Godlob (1975) 2. Adam Ma‘rifat (1982) 3. Berhala (1987) 4. Orang Jawa Naik Haji (1984) 5. Gergasi (1993) 6. Setangkai Melati di Sayap Zibril (2001) c. Drama 1. Obrok Owok-Owok, Ebrek Ewek-Ewek (1976) 2. Bel Geduwel Beh (1976) d. Kumpulan Esai 1. Gerak-Gerak Allah (1996)

2. Penghargaan Berikut ini merupakan beberapa karya Danarto yang telah mendapatkan penghargaan; 1. Hadiah dari majalah Horison tahun 1968 untuk cerpennya Rintrik. 2. Hadiah Sastra dari dari Dewan Kesenian Jakarta dan Hadiah dari Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 1982 atas cerpennya Adam Makrifat. 3. Hadiah dari Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1987 atas kumpulan cerpennya Berhala. 4. Penghargaan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand tahun 1988.4 3. Pandangan Danarto terhadap Tasawuf Titik tolak yang sangat penting bagi pandangan kerohanian Danarto terjadi pada tahun 1964 di Jakarta. Ketika itu dia melihat seorang bayi dalam kotak kayu. Bagi orang lain, bayi tersebut sesungguhnya biasa saja seperti umumnya bayi. Tapi entah kenapa bayi itu seakan menguasai perasaan Danarto dengan luar biasa. Ia secara ajaib menggoncang jiwa dan batin Danarto hingga ia merasa lemas kehabisan tenaga. Dia tergoncang hebat melihat bayi yang tergolek tak berdaya dalam kotak kayu itu dengan rasa takjub. Bagi Danarto, sang bayi tampak memancarkan cahaya kebesaran dan keagungan itu. Danarto menyebutnya ―bayi

4 Biografi Tokoh Ternama. Biografi Danarto – Penulis dan Sastrawan Indonesia. Artikel diakses pada sabtu 23 September 2017 dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/734/Danarto

26 yang Tuhan‖, yakni bayi yang mempertunjukkan padanya kebesaran dan keagungan Tuhan. Tentu ini satu bentuk pengalaman ekstatis, di mana momen kerohanian yang sangat penting dan menentukan sedang berlangsung. Pengalaman serupa terjadi lagi di tahun 1968 di Bandung. Ia melihat ―tukang kebung yang Tuhan‖, ―sopir yang Tuhan‖, ―binatang yang Tuhan‖. Akhirnya kata Danarto, ―Menurut perasaan saya apa yang terbentang mengisi seluruh hamparan, sudut, dan pelosok, tidak lain kecuali Tuhan.‖ Bagi Danarto pengalaman ekstatis yaitu, ―karunia yang –itu merupakan sebuah karunia sesungguhnya sulit saya katakana dalam bentuk kalimat-kalimat‖. Dan kelak dia menjadikan karunia tersebut sebagai wawasan estetiknya.5 Pengalaman itu bukan suatu kebetulan. Tumbuh dalam lingkungan jawa dengan dimensi mistiknya yang begitu kuat, bahkan dengan konsep manunggaling kawula gusti-nya, dalam bahasa Danarto sendiri ―sudah mendarah daging‖ ditambah dengan pergaulan spiritual dan intelektualnya dengan para sufi Islam terutama Al-Hallaj, Danarto seakan menyiapkan diri memasuki dimensi-dimensi sangat sublim dari dunia kerohanian dan kosmologi. Dia cukup sering menyebut Al-Hallaj, yang dengan demikian sufi Persia itu pastilah merupakan satu pesona sekaligus salah satu sumber inspirasi intelektual dan spritualnya.6

B. Sinopsis Cerpen

1. Rintrik

Cerpen dengan judul gambar jantung yang ditusuk panah, lebih dikenal dengan sebutan Rintrik mengisahkan perempuan buta penggali kubur yang secara suka rela bekerja menguburkan bayi-bayi yang meninggal mengenaskan oleh kejahatan sosial. Dengan tangannya yang sudah renta dan buta pula, dia terus bekerja dengan penuh cinta di tengah badai yang menghancurkan desa. Dia amat dicintai penduduk desa, tapi dibenci oleh Sang Pemburu. Rintrik dituduh mengacaukan suasana, pandangannya tentang Tuhan dan alam semesta dipandang membahayakan rohani. Sebab, Rintrik mengaku Tuhan. Hidupnya berakhir di tangan Sang Pemburu beserta kawan-kawannya di hadapan para petani dan penduduk yang mencintai Rintrik. Sebelum penembakan terjadi Rintrik mengungkapkan akan cita-citanya bertemu dengan Tuhan. 2. Kecubung Pengasihan

5 Jamal D. Rahman. Wahdatul Wujud di Indonesia Modern: Pantulan dari Cerpen-cerpen Danarto. http://jamaldrahman .wordpress.com/2008/10/24/wahdatul-wujud-di-indonesia-modern-pantulan-dari-cerpen- cerpen-danarto/. diakses pada hari senin, 23 Januari 2018 pukul 01.28 WIB 6 Ibid

27

Mengisahkan seorang gelandangan wanita yang hanya mendapatkan makanannya dari bunga. Tak seorang pun dapat memahami wanita ini. Dia dianggap gila karena tidak pernah berinteraksi dengan orang sekitar. Ia hanya berbicara pada kembang- kembang di taman. Kembang-kembang berebutan supaya dimakan Wanita agar dapat mempercepat masa renkarnasi, sehingga dapat pula ada disisiNya dan menyatu di jantungNya. Setelah wanita itu menyadari bahwa memakan kembang itu berarti membunuh, maka ia tidak makan apapun. Ia tetap bersabar dalam menghadapi segala cobaan. Sampai pada akhirnya ia mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan terlihat saat ia bertemu dengan orang-orang yang istimewa yang berniat untuk menyuntingnya. Penderita. Keikhlasan dan kepasrahannya dalam menerima hidup, membuat kerinduanyya terhadap Tuhan pun akhirnya terkabul. Ia akhirnya meninggal dan bertemu dengan Tuhan.

3. Asmaradana

Salome memiliki cita-cita teguh untuk dapat melihat wajah Tuhan. Keinginan tersebut dikemukakan langsung di hadapan orangtuanya. Kegelisahan Salome mencapai titik paling puncak. Akhirnya ia putus asa. Ia kabur dari kerajaan dan lari ke hutan. Salome akan memilih suami bagi siapa saja di antara perwira yang mampu mempertemukan dirinya dengan Tuhan. Namun tak satupun perwira yang dapat mewujudkan keinginannya, satu persatu perwira gugur dalam sayembara. Di puncak bukit Salome bagai petapa mencari wangsit. Ia mendapatkan ide gemilang agar Tuhan mau menampakkan wajahNya. Di depan para rakyatnya yang kelaparan Salome berdiri di atas pelana dan meliuk-liukkan tubuhnya; menari.

Kemudian satu-persatu pakaiannya ditanggalkan. Detak jantung beratus-ratus orang terangsang oleh polah Salome. Salome menantang Tuhan agar Tuhan dapat marah melihat tingkahnya. Untuk kedua kalinya Salome menantang Tuhan agar Tuhan dapat marah dan memberikan hukuman setelah melihat tingkahnya. Salome masih bergaun tidur mengomando pembagian gandum. Tapi yang terjadi jauh sebaliknya, rakyat yang berdesakan antri dalam pembagian gandum dibantai habis- habisan di bawah pimpinan Salome dengan dihujani anak panah. Salome menggunakan ‗senjata penghabisan‘, yaitu meminta agar kepala Yahya Pembaptis dipenggal. Setelah dipenggal, kepala Yahya Pembaptis dibawa ke loteng. Lalu Salome telanjang memacu kudanya mengelilingi kepala Yahya Pembaptis sambil

28 tertawa puas. Dengan alasan itu, Salome kembali menantang Tuhan. Sembilan bulan lamanya, Tuhan tidak juga mengirimkan atau menampakkan dirinya. Akhirnya Salome putus asa dan menyerah sambil tersedu-sedu memeluk kepala Yahya Pembaptis.

BAD IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Cerpen "Rintrik", "Kecubung Pengasuhan", dan "Asmaradana" Karya Danarto Unsur intrinsik karya sastra atau yang bisa disebut unsur pembangun karya sastra merupakan bagian intern ketika mengkaji sebuah karya sastra. Baik itu karya sastra berupa puisi, prosa, maupun naskah drama. Untuk itulah penjelasan terhadap unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra, haruslah ada disetiap pengkajian sebuah karya sastra. Oleh karenanya, dalam karya ilmiah ini akan dijelaskan juga unsur intrinsik dari karya sastra yang dikaji dalam karya ilmiah ini, yakni kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. a. Tema Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. la selalu berkaitan dengan masalah kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, sosial, dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering, tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita.1 Oleh karena itu, tema dapatjuga disebut sebagai gagasan dasar umum yang menentukan akan dibuat seperti apa sebuah cerita oleh pengarang. Tema cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen Godlob karya Danarto adalah kerinduan dan mendambakan bertemu Tuhan. Atas dasar kasih sayang dan cinta membuat rasa rindu tak tertahankan lagi, untuk melihat dan bertemu wajah Tuhan. Hal ini terlukis di dalam cerpen "Rintrik", berikut kutipannya;

Justru aku memperlihatkan Pribadi Mahatunggal yang senyata-nyatanya. Ini! Serupa permata cahaya yang jelas menyelimuti kita. Saking jelasnya hampir-hampir mata kim bias merabanya. Kita renangi permata cahaya ito hingga kita sampai pada langitnya, pada jurangnya, pada pojoknya dan tikungannya dan kita dapati semuanya wajah Tuhan.2

1 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), him. 32. 2 Danarto. God/ob (Pustaka Grafitipers: Jakarta.1g87). him. 30

28 30

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana kerinduan tokoh Rintrik kepada Tuhan walaupun dalam keadaan yang buta dan tertekan oleh sang Pemburu. Namun, tidak mengurangi rasa kerinduannya untuk bisa melihat wajah Tuhannya. Namun, di lain sisi untuk bertemu Tuhan tidak semudah ketika berbicara. Dalam praktiknya banyak rintangan dan cobaan serta ujian yang harus dilalui oleh pengemban jalan menuju Tuhan. Ketika Tuhan memberikan ujian kesengsaraan, kemelaratan, bahkan keragu- raguan dalam mengenal zat-Nya. Sekalipun begitu konsep ini merupakan hal yang wajar dalam proses Tanajul kepada Tuhan, karena dianggap sebagai bentuk dari rasa kecintaan-Nya pada hamba-hambanya. Hal ini pun terlukis di dalam sebuah cerita “Asmaradana” yang dijelaskan bahwa tokoh Salome sangat ingin sekali bertemu dengan Tuhannya. Hal ini tertuang dalam kutipan berikut: “O, Junjunganku. Kalau tidak rasa rinduku yang terdalam bertalu-talu, seolah-olah menggapai-gapai dasar lautan, tidaklah aku selalu memanggil-manggil-Mu. Kemurunganku yang tanpa sebab selalu dating tiba-tiba, mengejutkan aku dalam pesta atau dalam kesenangan yang lai. Kenapa. Telah kuresapi segala musik ekstasi dan puisi-puisi makrifat seperti meresapnya bumbu masak pada makanan. Telah kuhayati firman-firman-Mu yang dibagi-bagikan secara gratis kepada siapa pun, sehingga seolah-olah aku selalu berdiri dijenjang pembasuhan. Tetapi rindu ini tak mau padam juga. Kenapa. Engkau yang bicara pada siapa pun, tetapi tidak menampakkan wajah kepada siapa pun, kecuali para nabi. Ada suara tanpa rupa. Kenapa. Apakah orang-orang biasa seperti aku ini memiliki kerinduan yang sia-sia? Kerinduan yang tak perlu? Tuhan, katakanlah terus terang kepadaku.”1

Kutipan di atas memberikan penjelasan bahwa seseorang yang sudah berkeinginan sekali bertemu dengan wajah Tuhan, bahkan sampai segala sesuatunya pun dilakukan demi bisa tercapainya makrifat. Dalam Islam konsep seperti ini dinamakan mahabbah yang begitu dalam untuk segera bertemu dengan Tuhan. Dan di sisi lain kutipan di atas menjelaskan pula hal yang sangat menarik bahwa proses mengenal Tuhan bukanlah hal yang mudah dan mengalir dengan begitu saja tanpa perjuangan dan usaha yang keras untuk sampai pada konsep bertemu dan menyatu pada Tuhan. Sama kaitannya dengan cerita “Kecubung Pengasihan” yang sebagaimana digambarkan seorang tokoh perempuan yang sedang hamil dan kelaparan, hingga perempuan dapat berkomunikasi

1 Ibid., hlm. 122A

31

dengan para kembang-kembang yang digambarkan melalui dunia imijanatif penulisnya yang dibangun melalui penamaan tokoh-tokohnya. Selain itu, banyak hal-hal yang menggambarkan keadaan kondisi penderitaan yang dialami seseorang untuk bertemu dengan Tuhannya. Hal ini pun tergambar dalam kutipan cerpen “Kecubung Pengasihan”, sebagai berikut. “O, kematian yang kurindukan. Maut dan reinkarnasi yang kerja sama, mendekatlah! Cabutlah nyawaku! Cukup kau sentil saja dan kau mendapatkan jiwa yang paling bagus,” kata Melati.2

Kutipan di atas menggambarkan dengan segala bentuk keterbatasan inderawi di dunia ini untuk menuju dan bertemu Tuhan harus melalui proses kematianlah baru bisa tercapai bertemu dengan wajah Tuhan. Selain kematian, reinkarnasi juga menjadi salah satu metode yang diyakini untuk bisa bertemu dengan Tuhan. Dalam konsep umum, reinkernasi merupakan konsep kelahiran kembali sesudah fase kematian. Namun, lain halnya menurut konsep Islam bahwa reinkarnasi merupakan bentuk perwujudan dari lahirnya kembali wujud yang telah lama berada di dalam jasad dan akhirnya dihidupkan kembali atas ijin Allah yang berupa ruh manusia itu sendiri. a. Latar/Seting Latar merupakan unsur intrinsik dalam sebuah cerpen yang memberikan pijakan cerita secara jelas sehingga memberi kesan realistis dan menciptakan suasana tertentu seolah-olah benar terjadi. Berikut ini merupakan pemaparan analisis latar dalam cerpen Rintrik. 1) Cerpen “Rintrik” Latar yang terdapat dalam cerpen “Rintrik”, yaitu a. Lembah dan Lereng Gunung Latar dalam cerpen “Rintrik” terdapat sebuah lembah di mana tempat tersebut dijadikan sebagai tempat bertemu bagi orang-orang yang berpasang-pasangan. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. Ada sebuah lembah yang indah di lereng gunung. Para pelancong banyak yang berlibur ke sana. Mereka berpasang-pasangan3

2 Ibid.,hlm. 58

32

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana kondisi alam ciptaan Tuhan yang begitu indah hingga banyak orang-orang yang berdatangan walaupun hanya sekedar untuk menikmati keindahan dan keasrian ciptaan alam-Nya. Selain itu, banyak yang datang ke lereng itu juga untuk menuntaskan rasa cintanya bersama pujaan kekasihnya. Secara implisit hal ini menggambarkan bagaimana kondisi tempat yang sejuk dan asri menandakan sebuah simbol tempat ketika kondisi ruh bertemu dengan sang pencipta harus dalam keadaan bersih dan tidak ternodai oleh bentuk hal yang lain kecuali hanya dirinya dan Tuhan.

b. Pondok Latar berikutnya yang terdapat dalam cerpen “Rintrik” adalah sebuah pondok tempat menetap dan berlindung dari cuaca panas dan hujan. Hal ini tertuang dalam kutipan berikut. Setelah selesai menguburkan bayi terakhir hari itu, ia hentap- hentapkan tangannya dari lumpur dan ia cuci dengan air hujan. Ia menghampiri pondoknya. Dijulurkannya kakinya ganti-berganti keluar untuk menangkap air yang jatuh dari genting dan setelah bersih ia hampiri pianonya.4

Kutipan di atas menggambarkan suatu tempat yang yang dijadikan oleh tokohnya sebagai tempat untuk menguburkan bayi-bayi yang dibuang setiap harinya oleh orang tua yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, pondok ini juga dijadikan sebagai tempat berteduh sekaligus tempat tinggal Rintrik untuk beristirahat dan bernaung dari panas dan hujan. Oleh sebab itu, digambarkan dalam kutipan di atas tokoh Rintrik yang membersihkan tangannya yang kotor dan penuh lumpur sehabis mengubur bayi-bayi itu. Ada sisi lain yang digambarkan dalam kutipan tersebut, selain dijadikan tempat bernaung dan berteduh dari panas dan hujan, pondok tersebut pun juga dijadikan tempat menghibur diri Rintrik dengan memainkan piano.

c. Luar Pondok

3.Ibid.,hlm. 12 4 Ibid., hlm. 17

33

Latar yang berikutnya yaitu luar pondok yang dijadikan tempat eksekusi untuk Rintrik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para pemburu. Sebagaimana kutipan berikut. Rintrik yang buta diseret ke luar oleh dua orang yang erat memegangi kedua belah tangannya. Rintrik terhuyung tetapi tersenyum dan gerombolan para petani yang tidak tahu-menahu itu menyibak diterjang oleh para pemburu. Rintrik memaksa dua orang yang menyeretnya untuk berhenti di hadapan petani-petani itu.5

Pada kutipan ini penulis ingin melukiskan bagaimana keadaan diri tokoh pada saat itu yang memang sangat tertekan oleh kedatangan dua orang pembunuh yang tidak dikenalinya. Hingga gerombolan pembunuh itu pun memaksa dengan menarik-narik tangan Rintrik untuk ikut dan menyetujui keinginan si pembunuh untuk mengakui bahwa dirinya tidak suci dan sama seperti manusia yang lainnya. Danarto membuat cerpen “Rintrik” di Lele, Garut, 11 Desember 1967 tertulis jelas pada akhir ceritanya. Latar waktu dalam cerpen tersebut dapat dilihat pada kutipan, a. Subuh Latar waktu pertama dalam cerpen “Rintrik” adalah waktu subuh, sebagaimana digambarkan dalam kutipan berikut. Pada suatu hari pada suatu subuh. Rintrik Yang Buta mengangkat kepalanya perlahan-lahan. Ia semaleman tidur dan sembahyang dengan duduk di depan pianonya. Ia bamgkit dan menengok ke luar, sambil bibirnya secara sendirinya bergetar terus, menyebut: Allah. Allah. Ia sendiri pernah mengajarkan orang kepada orang-orang yang datang kepadanya bahwa sembahyang yang baik itu cukup dengan menyebut satu perkataan saja, yaitu asma Yang Mahakuasa: Allah.6

Kutipan ini mencoba merefresentasikan bagaimana suasana seseorang di pagi hari yang baru bangun dari tidur di waktu subuh yang pada umumnya masih belum tercemari oleh hal keduniawian. Namun, tokoh Rintrik di waktu subuh, ketika umumnya orang baru bangun tidur dalam keadaan akal dan pikiran manusia yang masih bersih dan belum tercemari oleh hal keduniawian, sudah menyebut asma Allah di dalam bangun tidurnya. Hal ini, penulis mencoba untuk

5 Ibid., hlm. 29 6 Ibid., hlm. 19

34

memberikan sebuah gagasan kepada pembaca, bahwa seseorang yang memang dalam konteksnya dekat kepada Allah (makrifat), bagaimana keadaannya, dalam kondisi apapun akan selalu teringat dan menyebut-nyebut nama-Nya, serta selalu mengagungkan Asma-Nya.

Selanjutnya ketika seseorang yang memang sudah mencapai pada tingkatan makrifat, tanpa ada paksaan di dalam dirinya akan menyebarkan ilmu yang di dapatnya kepada orang lain. Tujuannya supaya orang lain pun dapat merasakan bagaimana kenikmatan dan keindahan kehidupan bila sudah dekat kepada sang pencipta-Nya yaitu Allah Swt.

b. Sore hari Latar waktu yang berikutnya terdapat pada sore hari, ketika Rintrik menyudahi pekerjaannya untuk mengubur bayi-bayi yang dibuang. Hal ini tergambar berdasarkan kutipan berikut. ketika matahari sudah condong ke barat, Rintrik menyudahi pekerjaannya. Rupanya, kali ini tidak banyak yang ia kuburkan. Kemudian ia mencuci tangannya. Dihampiri pianonya. Kembali jari- jarinya yang runcing itu menari-nari di atas biji-biji nada dengan lincahnya. Kalau orang mendengarkan permainannya dengan nada yang tersendat-sendat itu, pastilah orang akan membayangkan seorang gadis cantik rambutnya hitam panjang dengan gaun sutera ungu dengan kepala yang bergoyang-goyang.7

Kutipan ini sangat jelas sekali bagaimana seseorang yang menjalani tasawuf selalu di awali dengan hari yang sudah gelap. Hal ini melambangkan ke fanaan diri pada saat diri berkonsentrasi menghadap Tuhan, karena konsep tidak ada yang lain selain Tuhan, itu dilambangkan sebuah tabir kegelapan yang penuh misteri. Hingga orang tersebut sampai pada cahaya yang suci dan makrifat menyatu dengan Tuhannya. Hingga semuanya terlihat terang benderang tidak ada lagi yang tersembunyi dan menjadi misteri baik itu yang terlihat secara langsung maupun yang tidak langsung. Seiringan dengan hal tersebut ada sebuah sikap prinsipil yang selalu dan rutin dilakukan oleh Rintrik yaitu bermain piano. Dalam

7 Ibid., hlm. 20

35

kaitannya dengan hal ini, Danarto coba melukiskan bagaimana orang-orang yang menjalani rutinitas mendekatkan diri kepada Tuhannya harus selalu istikqomah dan konsisten dalam malakoni laku yang menjadi rutinitasnya dengan beribadah dan mujahadah untuk sampai pada tingkatan tertinggi yaitu tajalli Allah Swt. 2) Cerpen “Kecubung Pengasihan” Khusus cerpen ini terdapat beberapa latar tempat yang diceritakan melalui cerpen tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam cerpen tersebut. a. Taman Bunga Latar tempat yang pertama dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” adalah taman bunga, yang dijadikan tempat melepaskan kegelisahan atas kehidupan yang dijalani oleh perempuan hamil. Hal ini tergambar dalam seperti kutipan berikut. Kembang-kembang di taman bunga yang indah harum semerbak itu pun jauh-jauh sudah menyambut perempuan bunting yang berjalan gontai seolah-olah beban diperutnya lebih berat dari keseluruhan tubuhnya hingga orang melihatnya terkesan bahwa ia lebih tampak menggelinding daripada berjalan dengan kedua belah kakinya.8

Kutipan di atas merupakan hal yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang ketika sedang dilanda kegelisahan menyoal kehidupan biasanya pergi ke taman untuk menikmati kembang-kembang yang bermekaran dan semerbak harum mewangi. Dalam hal ini Danarto seperti sedang menggambarkan sebuah surga tempat seorang ahli ibadah yang mendapatkan imbalan atas ketaatannya dan ketekunan di dunia menjalani segala yang diperintahkanNya dan menjauhi segala yang dilarangNya. b. Di bawah Kolong Jembatan Latar tempat yang berikutnya dalam cerpen ini adalah Di bawah kolong jembatan, hal ini seperti yang terdapat dalam kutipan berikut. Dini hari itu aku merasakan kesyahduan yang sangat. Hingga terasa olehku kolong jembatan itu adalah gereja-masjidku yang penuh harapan dimasa depan.9

Kutipan di atas merupakan sebuah simbol dari ketuduhan rumah-rumah ibadah yang dijadikan tempat untuk melakukan ibadah dalam rangka mendekatkan diri

8 Ibid., hlm. 51 9 Ibid., hlm. 54

36

kepada Tuhan. Selain itu, di rumah ibadah itulah mereka yang meniti jalan kepada Tuhan dapat menyaksikan secara langsung bentuk keteduhan dan ketenangan dalam proses menjalani hidup dan kehidupan. Rumah-rumah ibadah itu disimbolkan sebagai tempat bersemayamnya Tuhan itu berada.

Danarto menulis cerpen “Kecubung Pengasihan” di Bandung, 12 Maret 1968, latar waktu yang terdapat dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” karya Danarto, yaitu: a. Siang Latar waktu yang tergambarkan dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” ini adalah pada waktu siang hari, hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Selamat siang, perempuan bunting,” sambut kelompok-kelompok kembang itu bersama-sama, seperti anak-anak sekolah kepada ibu gurunya.10

Kutipan di atas menjelaskan waktu siang yang digambarkan dalam cerpen tersebut seperti suasana pagi hari, yang menandakan suatu kebagaian dan kesenangan dalam bertemu seseorang bahkan seperti menyambut seorang tamu penting yang baru datang untuk memberikan pencarahan atau ilmu. b. Sore Latar waktu yang berikutnya yaitu pada sore hari. Hal ini tergambar dalam kutipan di bawah ini. Matahari sudah condong ke Barat. Sudah banyak orang yang tidur di bangku-bangku.11

Kutipan ini menjelaskan ketika petang mulai datang menandakan bahwa aktifitas kita sudah berakhir dan bersiap-siap untuk pulang dan kembali ke rumah untuk istirahat. Namun, hal ini tidak dapat ditafsirkan secara harfiah begitu saja, karena banyak sekali keyakinan yang berkembang bahwa ketika matahari sudah mulai condong berarti menandakan bahwa masa kehidupan kita di dunia ini telah berakhir dan saatnya untuk pulang kehadirat Tuhan. Maka dari itu kalimat terkahir pada kutipan di atas Danarto menuliskan kata tidur yang mengisyaratkan

10 Ibid. hlm. 52 11 Ibid. hlm. 56

37

bahwa tidak ada lagi aktifitas kehidupan pada saat itu, kecuali hanya ruh dan alam bawah sadar yang dapat dialami oleh orang tersebut.

c. Pagi Latar yang terakhir dalam cerpen ini adalah pagi hari, yang menggamabarkan suasana cerah dan segar suasana di dalamnya. Sesuai dengan kutipan berikut. Pagi hari. Matahari cerah. Langit cerah. Udara segar. Suasana segar. Kembali kota menjadi hiruk-pikuk dan menggairahkan.12

Kutipan di atas menggamabarkan suasana gembira dan senang pada saat menyambut awal hari. Setelah beristirahat mulai kembali dengan aktifitas yang baru dan kondisi yang baru. Hal ini pun tidak lepas dari kondisi tubuh yang sudah sudah prima pasca istirahat. Di balik itu, ada sebuah pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh penulis bahwa keadaan seseorang yang baru terlahirkan ke dunia dengan keadaan senang dan bahagia untuk siap melakukan proses dan perjuangan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. 3) Cerpen “Asmaradana” Latar tempat yang terdapat dalam cerpen “Asmaradana” karya Danarto, yaitu: a. Istana Latar tempat pertama yang terdapat dalam cerpen “Asmaradana” yaitu istana tempat Salome tinggal bersama orangtuanya. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. Salome, sweetseventeen, sebenarnya bisa saja tentram tinggal di istana bapak tirinya, Herodes, tapi sayangnya ia seorang anak yang cerdas, punya cita-cita tinggi, hingga ia gelisah adanya. Tidak sesuatu pun bisa memuaskan dia, manusia juga tidak.13

Kutipan di atas latar tempat yang digambarkan mengandung unsur kemegahan dan kemawahan, yang pada dasarnya segala apapun yang diminta pasti akan terpenuhi. Namun, tidak segera terlena dengan kemegahan dan kemewahan yang memang sifatnya majazi. Konsep ini sama halnya dengan seseorang yang sedang melakukan pendekatan diri kepada Allah akan selalu berfokus pada satu tujuan yaitu sampai pada makrifat. Namun, hal itu tidaklah semudah yang diucapkan.

12 Ibid., hlm. 63 13 Ibid., hlm. 121

38

Banyak ujian dan cobaan yang diberikan hingga sampai nantinya pada saat yang ditunggu-tunggu yaitu bertemu dengan wajah Tuhan. b. Hutan Latar tempat berikutnya yaitu Hutan, yang dijadikan tempat Salome untuk berdiam diri menghabiskan waktunya untuk dapat bertemu dengan wajah Tuhan. Hal ini sesuai dengan kutipan di bawah ini. Tiap hari ia memacu kuda putihnya menyusup hutan perburuan sendirian tempat ia duduk sedih berpangku tangan di atas pelana.14

Kutipan ini melukiskan bagaimana hutan ini menjadi suatu tempat yang sangat asri dan indah tanpa adanya kehidupan manusia lain. Kecuali hanya ada ciptaan Tuhan yang berbentuk pohon-pohonan dan tumbuh-tumbuhan serta binatang yang secara akal indrawi tidak memiliki tingkatan yang mulia. Selain itu, simbol kuda putih yang ditunggangi oleh Salome ini pun merupakan penanda dari kekuasaan yang bersifat bersih.

c. Puncak bukit Latar tempat yang selanjutnya berada di puncak bukit yang dijadikan sebuah simbol ketinggian hingga bisa untuk menyaksikan apapun yang ada di bawahnya. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut. Di puncak bukit berhari-hari, siang dan malam, Salome duduk di atas kudanya, hingga merupakan monumen yang menarik di tengah panas terik, hujann deras dan dingin malam. Makan, tidur, dan menangis ia kerjakan sepanjang waktu.15

Kutipan ini mencerminkan bahwa seseorang yang sedang menjalni rutinitas mendekatkan diri kepada Allah, selalu dilakukannya baik siang maupun malam. Bahkan bisa sampai berjam-jam da berhari-hari orang tersebut berdiam diri untuk menemukan yang diinginkan. Rutinitas ini dilakukan sepanjang waktu sampai pada tahap yang diinginkannya. Walaupun banyak yang datang menghampiri semuanya tak dihiraukan, orang tersebut akan tetap teguh dan istiqomah dalam menjalni proses mendekatkan diri kepada Allah.

14 Ibid., hlm. 122 15 Ibid., hlm. 128

39

d. Danau Latar tempat selanjutnya adalah sebuah danau, tempat Salome mandi membersihkan badannya yang kotor. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. Pagi hari Salome dan kudanya mandi di Danau. Siang hari ia pacu kudanya pulang kembali ke istana. Kali ini membuang jauh-jauh gundah-gulananya. Sepanjang jalan Salome tertawa-tawa. Benar-benar hari ini ia dipenuhi kegembiraan.16

Kutipan ini mengisyaratkan bahwa seseorang yang telah pergi jauh, suatu saat nanti pasti kembali. Konsep kembali inilah yang menjadi titik tolak awal untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki. e. Pasar Latar tempat terakhir adalah pasar yang merupakan tempat Salome merasa keheranan dengan aktifitas orang-orang yang melihatnya datang. Hal ini tertuang dalam kutipan berikut. Di pasar, kelihatan laki-laki, mempersiapkan sesuatu. Salome mengerem kudanya dan disuruhnya jalan pelan-pelan menuju istana, keadaan agak gaduh oleh orang-orang yang berlari-larian ke sana ke mari. Di pasar, kelihatan laki-laki, mempersiapkan sesuatu. Salome mengerem kudanya dan disuruhnya jalan pelan-pelan untuk memperhatikan segalanya.17

Kutipan di atas merupakan sebuah hal yang sangat diluar kebiasaan, bagaimana seseorang yang sudah lama tidak terlihat, muncul kembali di tengah keramaian orang. Secara tidak langsung Danarto ingin melukiskan seseorang yang sedang menjalani proses pencarian Tuhan akan selalu menemukan keanehan dengan lingkunga sekitar. Hingga menyebabkan orang-orang mulai tidak menyukai keberadaan orang yang dalam proses mencari Tuhan itu berada di tengah-tengah kermaian orang. Hal ini, sesuai dengan beberapa temuan orang- orang yang seperti Salome mulai dijauhi dan bahkan sampai diasingkan dari kehidupan keramaian orang banyak. Karena dikhawatirkan dapat mengancam dan mengganggu ketenangan dan kerukunan lingkungan tersebut.

16 Ibid., hlm. 129 17 Ibid., hlm. 130

40

Adapun latar waktu yang terdapat dalam cerpen “Asmaradana” karya Danarto, yaitu: a. Subuh Latar waktu yang pertama dalam cerpen “Asmaradana” adalah waktu subuh, saat orang-orang sudah mulai sibuk untuk menjalni aktifitasnya di awal hari. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. Hari Subuh, ribuan orang dengan tempat gandum masing-masing, telah antre dan gaduh di depan pintu gudang.18

Kutipan di atas memberikan sebuah gambaran tentang aktifitas yang dilakukan seseorang sudah dimulai sejak pagi hari sekali. Ketika orang yang lain masih sibuk dengan tidurnya ada orang-orang yang sudah mulai antri menunggu untuk mendapatkan pahala di awal pagi. b. Pagi Latar waktu berikutnya yaitu pagi hari, yang sesuai dengan kutipan berikut. Pagi hari mereka baru pulang, dengan tangan hampa.....19 Kutipan di atas dapat ditafsirkan bahwa seseorang yang sudah mengantri sejak subuh tidak mendapatkan hasil apapun ketika pekerjaan mengantri yang dilakukan tidak tulus dan ikhlas karena Allah. Karena proses untuk mendekat kapada Allah itu bukan hanya bernilai pada praktik. Namun, dalam tahap keyakinanlah orang tersebut dapat meraih sebuh keberuntungan untuk bisa bertemu dengan Tuhan. c. Siang Latar waktu yang selanjutnya adalah siang hari, hal ini dapat tergamabarkan dalam kutipan berikut. Di puncak bukit berhari-hari, siang dan malam, Salome duduk di atas kudanya, hingga merupakan monumen yang menarik di tengah panas terik, hujann deras dan dingin malam.20

Kutipan di atas merupakan sebuah simbol perjuangan yang dilakukan oleh seorang pencaru Tuhan,yang tidak ada kata lelah sampai bisa bertemu dengan

18 Ibid., hlm. 135 19 Ibid., hlm. 124 20 Ibid., hlm. 128

41

Tuhan. Selain itu, monumen yang dimaksud Danarti dalam hal ini merupakan sebuah perantara untuk menggambarkan sebuah keabadian dari monumen tersebut. Hingga dalam kondisi apapun dan keadaan apapun tidak ada yang bisa untuk mengubah dan menghancurkan monumen tersebut. Monumen yang ditafsirkan oleh penulis adalah zat Allah itu sendiri yang abadi, tidak ada mampu merubah dan menghancurkanNya. d. Sore Latar waktu yang berikutnya adalah sore hari, hal ini tergambar pada kutipan di bawah ini. Sore harinya sembilan belas perwira itu kena damprat habis-habisan oleh Herodes....21 Kutipan di atas merupakan bentuk dari kecerobohan yang dilakukan oleh kesembilan belas perwiranya yang tidak dapat membawa pulang Salome. Bila ditafsirkan secara harfiah mungkin tidak tegambar jelas pesan yang ingin disampaikan, selain seorang penguasa yang menyalahi dan memarahi bawahannya, karena tidak mampu menyelesaikan tugasnya untuk membawa Salome kembali. Tetapi ada sebuah pesan yang bisa di relevansikan dengan kehidupan seorang pencari Tuhan adalah. Sehebat apapun orang-orang yang ingin mengubah dan menghambat orang yang sedang mencari Tuhan itu tudak akan mampu sampai orang tersebut sadar dan mau untuk kembali pulang. e. Malam Latar waktu yang terakhir adalah waktu malam hari, sesuai dengan kutipan yang di bawah ini. Malam hari ternyata Salome belum pulang juga.....22 Kutipan di atas menggambarkan bagaimanapun dan keadaan apapun tidak bisa seseorang kembali kepada Tuhan selagi masih belum secara ikhlas melepas keinginan-keinginan untuk dekat kepada Allah. Karena pada dasarnya Allah lah yang memberikan ijin untuk bisa langsung bertemu denganNya. Tanpa ada izin dari Tuhan tidak akan bisa makhluk sampai kepada tajalli Allah.

21 Ibid., hlm. 124 22 Ibid., hlm. 124

42

b. Alur Alur yang digunakan dalam cerpen “Rintrik”, “Kecubung Pengasihan”, dan “Asmaradana” karya Danarto adalah alur maju. Di mana terlihat dalam tahapan alur berikut: 1) Cerpen “Rintrik” a. Tahap Penyituasian Gambaran latar dan pengenalan tokoh utama, digambarkan keadaan lembah yang sedang diterpa badai dan penggambaran sosok Rintrik. Perempuan itu adalah penggali kubur yang secara suka rela bekerja menguburkan bayi-bayi dan dicintai para petani. Hujan deras disertai angin kencang, disertai petir yang melengking- lengking, merupakan badai yang dahsyat yang menyapu bersih segala kehiduan lembah itu. Tetapi diseberang sana, seorang perempuan tua yang buta yang rambutnya terurai panjang, yang badannya kurus tinggal kulit pembalut tulang, yang compang-camping, sedang melakukan suatu pekerjaan yang tenang. Perawakannya tinggi, kulitnya hitam, matanya yang buta itu cekung ke dalam, hidungnya mancung, bibirnya tipis, dan keseluruhan wajahnya tampak bersih dan bahkan mencerminkan suatu kecermelangan.Ia seorang penggali kubur tanpa bayaran. Penggali kubur bagi bayi-bayi.23

Kutipan ini menjelaskan seseorang yang baru saja dilihatnya terlihat agak aneh pada saat proses terjadinya badai ada seseorang yang sedang asiknya menggali lubang kuburan yang digambarkan dalam lembah. Ia sangat menekuni dan menikmati pekerjaannya tersebut untuk menguburkan bayi-bayi yang dibuang oleh orangtuanya. Pekerjaan mengubur bayi-bayi ini menjadi sebuah petanda bahwa jasad yang lahir kea lam dunia harus dikubur dan dilenyapkan untuk sampai pada tahap manunggalnya diri kepada zat Allah. Selain itu, digambarkan di atas pula, bagaimana bayi-bayi yang disimbolkan datang silih berganti yang jumlahnya sampai puluhan banyaknya, bahkan sampai ada yang masih merah warna kulitnnya. Pada tahap ini pula yang mulanya lembah yang asri dan sejuk mulai dipenuhi oleh bayi-bayi yang dibuang, yang akhirnya mulai kembali terasa hidup

23 Danarto, op.cit., hlm., 10-12

43

lembah tersebut setelah datangnya seorang perempuan buta yang tidak diketahui asal-usulnya dari mana perempuan datang untuk merawat lembah tersebut.

b. Tahap Pemunculan Konflik Datangnya seorang pemuda yang menggendong bayi dan datang lagi seorang gadis yang tak lain adalah ibu si bayi. Sebagaimana seperti kutipan berikut. Tiba-tiba datang seorang pemuda menggendong bayi menangis, menegurnya tiba-tiba.24Sekonyong-konyong berhamburlah di hadapan pemuda itu seorang gadis yang cantik dengan rambut terurai dan air mata berlelehan. Napasnya panjang terengah-engah. Matanya tajam menatap pemuda itu.”Di mana anakku?25

Pemunculan konflik ini terletak pada kehadiran seorang gadis yang mengeledah menanyakan bayinya ada di mana kepada pemuda yang sedang berada di dalam bersama Rintrik. Isak tangis pun terjadi di dalam ruangan itu. Hingga perempuan itu tak sanggup lagi untuk bertemu dengan bayinya. Akhirnya perempuan tersbut pun menemukan bayinya dengan keadaan yang baik serta dalam keadaan sehat. Perempuan itu pun bertambah senang jadinya. Hingga sang Ayah menanyakan kepada gadis tersebut keadaan bayi dan anaknya. c. Tahap Peningkatan Konflik Rintrik dituduh mengacaukan suasana oleh Sang Pemburu, pandangannya tentang Tuhan dan alam semesta dipandang membahayakan rohani. Sebab, Rintrik mengaku Tuhan. Sudah lama kuketahui ia meracuni masyarakat. Sudah lama kuincar karena mengacaukan suasana. Sudah lama kudengar kata-katanya berbahaya bagi rohani. Seorang antisosial yang ateis.26 “Aku bukan Rintrik Yang Buta. Akulah Tuhan,” kata Rintrik. Ketika ditanya berapa anaknya, Rintrik menjawab, “Aku tak beranak dan tak diperanakkan. Dari sabda aku lahir. Aku bukan manusia. Namaku benda mati atau debu atau batu tak berwarna tak berbau. Dan manakala perjalananku sampai di jantung-Nya, di situlah aku sesungguhnya menyatu. Aku lenyap. Alam semesta lenyap. Seluruhnya diserap

24 Ibid., hlm. 21 25 Ibid., hlm. 23 26 Ibid., hlm. 29

44

lenyap.” Rintrik dituduh mempertuhan diri. Tentu saja Rintrik membela keyakinannya27

Tahap konflik ini semua yang ada di dalam ruangan tersebut mulai merasa keheran ketika Rintrik mengaku sebagai Tuhan yang pada dasarnya terlihat dia adalah seorang yang lemah dan buta. Bagaimana seorang yang lemah dan buta bisa menjadi Tuhan. Orang-orang yang yang ada di dalam tidak bisa untuk menerima perkataan ini yang keluar dari seorang perempuan buta dan lemah.

d. Tahap Klimaks Rintrik yang diikat di tonggak di hadapan para petani dan orang-orang desa telah dihadapkan dengan senapan oleh Sang Pemburu dan kawan-kawannya dalam suasana tegang. Ketika barisan penembak sudah berderet-deret di depan Rintrik, orang- orang yang bergerombol di belakang Rintrik pada bubaran dan mernyisih di kanan-kiri. Tangis orang-orang tambah keras.28 Dan undurlah Sang Pemburu untuk berderet bersama-sama para jago tembak telah siap dengan senapan-senapannya. Suasana tegang dan jerit-menjerit menyayat-nyayat.29

Tahap klimaks dalam cerpen ini yaitu ketika Rintrik tidak mau mengakui bahwa dirinya adalah manusia dihadapan orang-orang yang memegang senjata. Tidak ada lagi rasa ketakutan dirinya akan dosa dan juga kematian yang sudah sangat dekat menghampiri. Pada saat yang bersamaan para pembunuh sempat memberika kesempatan kepada Rintrik untuk menarik kembali perkataannya yang mengaku dirinya Tuhan. Namun, hal ini tidak digubrisnya yang membuat para pembunuh sudah merasa semakin kesal dan jengkel. Akhirnya menimbulkan kesan bahwa perkataan yang diungkapkan oleh Rintrik ini dapat menyesatkan orang banyak.

e. Tahap Penyelesaian

27 Ibid., hlm. 30 28 Ibid., hlm. 29 29 Ibid., hlm. 32

45

Seorang Rintrik mengutarakan apa keinginannya selama ini yaitu ingin melihat wajah Tuhan dan pada akhirnya meninggal. “Untuk terakhir kalinya, apa keinginanmu?” “Syahwat yang besar sekali” “Apa itu?” “Melihat wajah Tuhan.” “Maka, menggergarlah seluruh lembah itu. Orang-orang menjerit-jerit dan Rintrik Yang Buta terkulai, dengan tersenyum.30

Pada tahap terakhir ini yaitu penyelesaian akhirnya Rintrik merasaka kebahagian yang tiada tara. Karena Rintrik berakhir dengan senyuman yang menandakan bahwa tugasnya sudah selesai dan akhirnya dapat melihat sebuah kebahagian yaitu bertemu dengan wajah Tuhan.

2) Cerpen “Kecubung Pengasihan” a. Tahap Penyituasian Tahap ini seorang perempuan hamil yang hidup sebatangkara tanpa ditemani seorang suami ataupun keluarga. Seorang perempuan hamil ini selalu berkunjung ke taman untuk bertemu dengan para kembang-kembang ditaman. Namun dalam perjalanannya sebelum sampai di taman, banyak sekali yang menarik perhatian terhadap perempuan hamil ini, mulai dari laki-laki, anak-anak sampai wanita pun tak luput dari perhatiannya. Seperti dalam kutipan di bawah ini; Kembang-kembang di taman bunga yang indah harum semerbak itu pun jauh-jauh sudah menyambut perempuan bunting yang berjalan gontai seolah-olah beban diperutnya lebih berat dari keseluruhan tubuhnya hingga orang melihatnya terkesan bahwa ia lebih tampak menggellinding daripada berjalan dengan kedua belah kakinya, yang tentulah merupakan pemandangan yang jenaka, mana pula berusaha menutupi perutnya yang bundar dan buncit itu dengan selayaknya, hingga ia jalan-jalan raya, restoran-restoran, di pasar, di stasiun, di tong-tong sampah, membangkitkan gairah orang-orang untuk meletuskan hasrat hati yang peka seperti senar-senar lembut: laki-laki tersenyum kurang ajar, anak-anak tertawa mengejek, wanita-wanita melengos.31

30 Ibid., hlm. 32 31 Ibid., hlm. 51

46

Tahap penyituasian ini sudah di awali dengan kereragisan seoraang perempuan hamil yang memang hidup sebatang kara. Hidupnya sangat menderita tidak ada kebahagian, walaupun demikian perempuan hamil ini memililki suatu tujuan yaitu dapat bertemu dengan wajah Tuhan. Akan tetapi, proses yang dilalui perempuan ini tidaklah mudah banyak sekali hambatan baik itu secara langsung oleh manusia baik itu laki-laki yang menggodanya, anak-anak yang mengejeknya, sampai perempuan yang sangat anek melihat perempuan hamil ini.

b. Tahap Pemunculan Konflik Tahap pemunculan konflik ini berawal ketika Perempuan hamil itu menyelesaikan ceritanya kepada kelompok kembang-kembang dan mulai merasakan lapar. tapi sekarang, kata perempuan itu kepada kelompok kembang- kembang. datanglah laparku. Maka sekianlah ceritaku. Aku harus makan sekarang. Maafkan.32

Tahap pemunculan ini hadir ketika perempuan yang sudah hampir lelah bercerita kepada kembang-kembang di taman. Ia merasakan lapar dan berniat untuk memakan kembang-kembang yang ada dihadapannya. Kembang-kembang yang ada dihadapannya itu siap itu dimakan oleh perempuan hamil ini. Sebagai bukti bahwa setelah terjadi pemakanan tersebut, kembang ini bisa bertemu dengan Tuhannya. c. Tahap Peningkatan Konflik Tahap peningkatan konflik muncul pada saat kelompok kembang melakukan peperangan dengan dengan kelompok kembang yang lainnya. Maka, peperangan pun pecahlah. Dahsyat. Gempar mengerikan. Senjata-senjata diasah untuk memenggal kepala. Siasat-siasat diatur untuk memenggal kepala.33

Peningkatan konflik terjadi setelah mengetahui bahwa semua kembang merasa bahwa salahsatu kembanglah yang akan dimakan oleh perempuan hamil ini. Segala

32 Ibid., hlm. 56 33 Ibid., hlm. 63

47

bentuk dilakukan yaitu dengan jalan peperangan. Namun, semua sia-sia, karena peperangan itu tidak menimbulkan harapan dan kebahagian pada perempuan hamil itu, karena perempuan hamil itu memilih salahsatu kembang untuk dimakannya yang akhirnya perempun hamil itu kembali pulang. d. Tahap Klimaks Tahap klimaks muncul ketika perempuan hamil itu sudah lama tidak datang lagi ke taman, ia merasa terkejut dan keheranan dengan situasi taman yang ia lihat di sekelilingnya. Taman seakan telah hancur dengan berantakan seperti telah terjadi peperangan. Ia keheranan. Lari ke sana ke mari mengitari tanaman-tanaman yang telah kering dan tinggal cabang-cabangnya saja dengan daun satu dua.34

Proses tahap klimaks ini menunjukkan bahwa perempuan hamil itu merasa anek dengan kondisi taman yang berbeda dengan terakhir ia kunjungi. Semua kembang-kembang yang sebelumnya menjadi teman mengobrolnya, ternyata sekarang sudah tiada.

e. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian ini di akhiri setelah kejadian di taman itu dan mengingat kolong jembatannya yang roboh, perempuan hamil itu akhirnya bertemu dengan yang di cita-citakannya yaitu pohon hayat. “O, Pohon Hayatku! O, Permata Cahayaku!” hati perempuan itu menyanyi. “Lihatlah! Lihatlah! Aku lari keharibaan-Mu! Aku memenuhi undangan-Mu! Aku terima pinangan—Mu! Sambutlah! Sambutlah!” Serta-merta perempuan itu jatuh di pangkuan-Nya sudah tak tertahan lagi. Ia menangis dengan hati yang menyanyi. Ia haru dengan rasa kebahagian yang tiada kentara.35

Tahap akhir dari cerpen “Kecubung Pengasihan” ini mejelaskan bahwa perempuan hamil ini berhasil bertemu dengan Tuhannya. Tapi sebelumnya perempuan hamil ini mengalami proses bertemu dengan para laki-laki yang sering

34 Ibid., hlm. 64 35 Ibid., hlm. 74

48

disebutkan dalam lamunannya bahwa mereka itu adalah utusan-utusanNya yang pernah sebelumnya diberikan tugas untuk menyebarkan gagasan dan metode untuk dapat bertemu dengan wahaj Tuhan. 3) Cerpen “Asmaradana” a. Tahap Penyituasian Tahap penyituasian berawal ketika digambarkan di awal cerita bahwa Salome adalah seorang gadis tujuh belas tahun yang mempunyai cita-cita yang tinggi, yaitu melihat wajah Tuhan. Salome, sweetseventeen, sebenarnya bisa saja tentram tinggal di istana bapak tirinya, Herodes, tapi sayangnya ia seorang anak yang cerdas, punya cita-cita tinggi, hingga ia gelisah saja adanya.” Lantas apa yang engkau maui, Salome?” tanya ibunya heran. Cita-citaku satu saja, melihat wajah Tuhan” jawab Salome.36

Tahap pembukaan cerpen ini sudah disajikan seorang yang bernama Salome seorang keturunan bangsawan yang sangat cerdas namun tidak menemukan kebahagian di dalam hidupnya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk melakukan perjalalnan supaya bisa mendapatkan ketenangan dan kebahagian seperti yang di cita-citakannya suatu kebahagian hakiki yaitu bertemu wajah Tuhan. b. Tahap Pemunculan Konflik Tahap ini muncul pada saat Salome merasakan kegelisahannya memuncak dan putus asa. Salome pergi dari istana ke hutan. Bagaimanapun juga resah gelisahnya Salome mencapai titik yang paling puncak. Akhirnya ia putus asa. Tiap hari ia memacu kuda putihnya menyusup hutan perburuan sendirian tempat ia duduk sedih berpangku tangan di atas pelana.37

Salome kesal karena tidak ada satupun perwira yang dapat menampakkan wajah Tuhan dihadapannya. Hingga akhirnya ia sendirilah yang langsung pergi untuk mencari wajah Tuhan. Hal ini mengandung sebuah simbol bahwa segala sesuatu apapun itu bentuknya, bila berasal dari keinginan nafsu untuk segera bertemu dengan Tuhan pasti tidak akan dapat bertemu. Namun, lain halnya bila hati seseorang itu bersih dan tidak ada pamrih kepada manusia bahkan kepada

36 Ibid., hlm. 121 37 Ibid., hlm. 122

49

Tuhan sekalipun, secara otomatis pasti akan diberikannya secara langsung. Hal ini pun diperkuat dalam kutipan berikut. Kalau kalian tidak pergi, aku benar-benar akan bunuh diri dengan pisau ini.” Seluruh perwira itu seperti dibalut kesunyian, menaiki kudanya masing-masing dan pergi perlahan.38

Jelas sudah ketermaksudkan Danarto memberikan gambaran kepada pembaca tentang gagasan sufistiknya yang digambarkan melalui tokohnya Salome dalam cerpen “Asmaradana”.

c. Tahap Peningkatan Konflik Salome menantang Tuhan agar marah dengannya dengan menari-nari sambil melepas pakaiannya di depan rakyatnya yang kelaparan. Serdadu-serdadu di atas benteng pun tercengang melihat pemandangan di bawah. Salome tersenyum kepada semuanya dan mulailah ia menari....”“Lalu ia tanggalkan satu persatu pakaiannya. Tinggallah kutang dan cawatnya. Orang-orang berdebar. Suasana tegang sekali. Detak jantung beratus-ratus orang itu seperti endapan lahar yang mendidih hendak menjebol ke atas. Lalu kutangnya ia buka pelan- pelan.39

Tahap ini karena rasa keputus asaan yang dialami oleh Salome akhirnya ia mengikuti bisiskan nafsunya untuk melakukan hal yang dilarang yaitu berbuat dosa, supaya Tuhan marah dan menunjukkan diri-Nya dihadapannya. Namun, semuanya itu sia-sia. Tuhan tidak marah da tidak pula menunjukkan dirinya. d. Tahap Klimaks Salome membunuh rakyat-rakyatnya yang kelaparan dengan menghujani mereka dengan anak panah. Salome terus melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Sudah tiba saatnya pintu gudang dibuka dan ribuan orang itu mulai berdesak-desakan dan ribut. Maka, dibukalah pintu itu dan dari dalam meluncurlah puluhan anak panah menyerang orang-orang yang berebutan tempay itu. Tidak pernah terbayang oleh mereka suatu pemenuhan janji yang begitu mengagetkan dan keji, mereka buyar ketakutan dan berteriak-teriak puluhan orang yang berada di depan berobohan.40

38 Ibid., hlm. 128 39 Ibid., hlm. 132 40 Ibid., hlm. 135

50

Karena rasa penasaran yang kunjung tiba akhirnya Salome mengalami stress hingga melakukan sebuah dosa besar supaya lebih meyakinkan Tuhan bahwa Salome telah melakukan dosa besar dalam hidupnya. e. Tahap Penyelesaian Salome memenggal kepala Yahya Pembaptis sebagai cara terakhirnya membuat Tuhan marah kepadanya. Kepala Yahya yang terpenggal pun dikelilinginya tanpa busana di atas kuda yang dipacunya sambil menantang- nantang Tuhan agar memperlihatkan dirinya. Setelah sembilan bulan Salome pun menyerah, Tuhan tidak juga menampak-nampakkan dirinya atau pun mengirimkan apa-apa padanya. Aku kalah, Tuhan. Aku menyerah...” tangis Salome tersedu-sedu sambil memeluk kepala Yahya Pembaptis.41

Tahap penyelesaian diakhiri dengan Salome menyerah dan meminta ampun seraya menyesal terhadap perbuatan yang dilakukannya itu, karena tidak membuahkan hasil apa-apa, selain dosa dan azab yang diterima selama proses pencarian menemukan wajah Tuhan. d. Tokoh dan Penokohan

1) Cerpen “Rintrik” a. Petani Petani memiliki sifat yang penakut dan mempercayai mistik, Sifat tersebut terlihat pada kutipan: Para petani yang bertempat tinggal seberang-menyeberang lembah itu merasa getir dan ketakutan. Tidak itu saja, bahkan mereka mengangkatnya sebagai sesepuh, yang bagi mereka artinya seseorang yang mau menjaga keselamatan mereka lahir batin, seorang pembebas dari ketakutan, yang dengan cinta kasihnya dilindunginya mereka dari malapetaka.42

Kutipan ini tergambar watak para petani ternyata masih mempercayai kekuatan mistik yang terdapat dalam diri seseorang yang menandakan bahwa

41 Ibid., hlm. 136 42 Ibid., hlm. 14

51

orang tersebut dapat membantunya menemukan keselamatan hidup, baik kesulitan, kelaparan, bahkan malapetaka yang datang. b. Rintrik Seorang perempuan tua yang buta yang rajin, patuh, tanpa bayaran, setia dan cinta pada pekerjaan bahkan tanpa pamrih serta memiliki sifat-sifat kewanitaan yaitu, kemurnian, kasih sayang, sifat memelihara dan mengasuh. Sifat tersebut terlihat pada kutipan: Ia menggali kubur! Seorang penggali yang rajin, patuh, tanpa bayaran. Ia seorang perempuan yang setia dan cinta kepada pekerjaannya. Itulah makanya ia selalu menekankan, jika seseorang mau memulai pekerjaannya, cintai dulu pekerjaan itu, lantas orang boleh menjenguk berapa bayarannya. Ia Seorang penggali kubur tanpa bayaran. Penggali kubur bagi bayi-bayi.43 Bayi itu haus. Kemarikan, aku susui.” Kata Rintrik seperti seorang ibu yang bijaksana. Engkau seorang ibu yang lembut, Rintrik.” Kata pemuda sambil menghela napas dalam-dalam.44 Semula para petani ketakutan dengan kehadirannya, tetapi lama-lama mereka mengetahuinya bahwa perempuan buta itu seorang perempuan yang baik hati, seorang tua yang pantas dihormati.45

Kutipan tersebut terlihat jelas bahwa watak seorang perempuan memang memiliki pribadi yang berbeda dengan laki-laki. Bagaimana laki-laki yang selalu mendahului segalanya sesuatunya berdasarkan akal sedangka perempuan melihat sesuatu itu dari perasaannya. Maka dari itu, timbullah kesan bahwa kepribadian perempuan itu lebih dominan dari seorang laki-laki. Hal ini pun sesuai dengan sikap laki-laki yang tidak memiliki belas kasih dalam menghabisi Rintrik di akhir ceritanya, yang diwakili oleh tokoh para pemuda, ayah, dan para pembunuh. c. Pemuda Pemuda memiliki sifat yang acuh tak acuh serta pemarah. Sifat tersebut terlihat pada kutipan: Disambut oleh pemuda itu dengan kekagetan sedikit dan secara acuh tak acuh diberikannya bayi itu kepadanya. “Cukup!” bentak pemuda

43 Ibid., hlm. 14 44 Ibid., hlm. 22 45 Ibid., hlm. 14

52

itu,“muak aku mendengarnya,” sambil pemuda itu menghantam dinding pondok itu. Napasnya tersengal-sengal; matanya liar.46

Kutipan tersebut terlihat sangat jelas sifat dominan yang dimiliki oleh seorang laki-laki melalui tokoh pemuda yang sangat acuh tak acuh dan sangat pemarah untuk mendapatkan hal yang diinginkannya. Watak yang tergambarkan bahwa tidak ada belah kasih dan rasa peduli terhadap sesama sampai apa yang diinginkan dapat terpenuhi. c. Gadis Gadis memiliki sifat yang lemah dan fanatik akan mistik. Sifat tersebut terlihat pada kutipan: Aku lemah dan aku seorang gadis dengan pikiran biasa.47 Ayah! Lembutlah sedikit kepadanya. Dia seorang suci.48

Kutipan ini menggambarkan bagaimana sifat perempuan yang memang sangat kuat unsur perasaan membuatnya mudah sekali sedih dan menangis. Di gambarkan dalam cerpennya pada saat gadis ini mencari bayinya yang hilang dan menanyakakn langsung kepada Rintrik yang memang pada dasarnya di dalam keseharian menguburkan bayi-bayi. Karena perasaan yang begit dominan pada sifatnya membuatnya sangat mudah sekali terpengaruh oleh faham-faham yang berkembang di masyarakat.

d. Sang pemburu Pemburu memiliki sifat penguasa dan otoriter. Sifat tersebut terlihat pada kutipan: Baiklah, Rintrik. Perkenalkan, aku Sang Pemburu. Seorang yang mempunyai daerah kekuasaan yang luas atas lembah-lembah, termasuk lembah ini. Apa maksudmu yang sesungguhnya dengan menetap di sini?49

46 Ibid., hlm. 22 47 Ibid., hlm. 25 48 Ibid., hlm. 29 49 Ibid., hlm. 27

53

Tetapi engkau berada di dalam daerah kekuasaanku! Engkau harus tundukkepadaku! Akulah sang Pemburu yang mahakuasa yang sebanrnya!50

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana tabiat seorang pemburu yang sangat tidak manusiawi dan menuruti segala perintah dari atasannya. Hal ini membuat cermin bagi diri pembenuh tersebut bahwa apa yang dilakukan berdasarkan perintah atasan akan berujung kepada nilai otoriter dan penguasa.

2) Cerpen “Kecubung Pengasihan” a. Perempuan Hamil

Perempuan hamil ini adalah sosok yang sangat baik hati dan periang, dan ia selalu diminta oleh para kembang-kembang untuk menceritakan perjalanannya sampai ke taman kepada kembang-kembang di taman itu. Memiliki sifat yang pasrah dan sabar, takut kawin dapat dilihat pada kutipan berikut “ada cerita baru buat kami?” tanya mawar “Ya, coba cerita tentang perjalananmu tadi sebelum sampai di sini?” kata melati. “Ah, Cuma seperti biasanya saja. Cerita yang itu-itu juga. Hari ini di jalan aku tidak menemukan kejadian baru.” Kata perempuan itu.51 “Aku diam saja atas penglihatan orang yang tajam itu. “Aku takut kawin, karena aku takut kesepian. “O, rumah Tuhanku. Akhirnya engkau roboh, karena semuanya lengah tidak memeliharamu. Juga aku. Tapi apa dayaku. Aku seorang perempuan yang lemah.52

Kutipan terebut tergambar penilaian bahwa perempuan pada dasarnya pering dan baik hati, walaupun terkadang perasaan tidak seperti terlihat tampak luarnya. Banyak hal yang disembunyikan di balik keriangannya itu.

b. Kembang Mawar Kembang mawar memiliki sifat semangat dan pemberani sesuai dengan warnanya yang merah yang menandakan semangat yang menggelora di dalam dirinya dan ia pun tidak ragu-ragu dalam bertindak. Sesuai dengan kutipan di bawah ini,

50 Ibid., hlm. 28 51 Ibid., hlm. 53 52 Ibid., hlm. 69

54

Pilih yang tegang! Itulah kepekaan!” teriak mawar dengan kepala putik yang tambah memerah. “serbu!” “Inilah kematian bagimu, wahai, kemuning!” “Mampus kau tukang ganggu!” “tidak dengarkah telingamu? Kami menyatakan perang terhadapmu!53

Dalam kutipan tersebut melambangkan warna yang ada pada kembang mawar yaitu berwarna merah, sesuai dengan warnanya segala perkataan dan sikap secara umum lebih bersifat pemberani terhadap siapapun itu.

c. Kembang Melati

Kembang Melati memiliki sifat penabur kebenaran dan selalu menentang segala sesuatu hal yang menurutnya buruk dan membela yang menurutnya baik. Siapa yang tahu timbangan kita? Mana yang lebih berat? Dosa atau kebaikan? kata melati. Tidak ada yang tahu tentang timbangannya. Pada suatu ketika seorang makhluk mau mati. Ia membayangkan nantinya akan di sisi Tuhan. Bahkan ia akan menyatu di jantung-Nya. Tapi demikianlah kenyataan? Meyedihkan.54

Kutipan tersebut tergambar sebuah nilai bahwa putih itu selalu menandakan sebuah kebaikan dan sikap positif dalam setiap perkataan dan sikapnya. d. Kembang Anggrek Kembang anggrek merupakan simbol sebuah kekayaan yang pada reallitasnya merupakan sebuah kembang yang termahal namun sengsara. Sesuai dengan kutipan di dalam cerpennya. Aku kembang termahal namun sengsara. Petiklah aku duluan,” kata anggrek.55

Kutipan di atas menunjukkan simbol bahwa segala bentuk yang bagus selalu mempunyai nilai jual yang tinggi. Selain itu, keindahan pun dapat menimbulkan sebuah citra yang negatif ketika salah dalam perbuatan. Tetapi nilai dari perbuatan yang dilakukan bila menimbulkan sikap positif, maka kebahagiaan yang di dapatkan pun akan melimpah ruah.

53 Ibid., hlm. 62 54 Ibid., hlm. 59 55 Ibid., hlm. 56

55

e. Kembang Sedap Malam

Kembang sedap malam memiliki sifat yang sangat baik dan sesuai dengan namanya ia selalu membayangkan akan hal-hal keindahan di malam hari terlebih pada sebuah kematian. Bukan main! Aduhai, sebuah bayangan yang menyenagkan. Ayolah,perempuan manis, cabutlah nyawaku lebih dulu. Aduhai sebuah bayangan yang menggairahkan, mendekatlah, manisku, mendekatlah!56

Kutipan di atas menggambarkan tokoh imajiner yang memiliki sikap baik dan berani. Berangkat dari penamaan imajiner yang dibuat oleh pengarang simbol sedap malam sangat mirip sekali dengan keadaan malam itu sendiri yang memiliki sebuah teka-teki yang dapat menghasilkan sebuah kesedapan di malam hari bagi mereka yang menjalani proses mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu, watak yang yang ditimbulkan adalah berani menghadapi bentuk apapun untuk bisa sampai pada kedekatan yang hakiki menuju makrifat. f. Kembang Kemuning Kembang kemuning memiliki sifat yang penuh belas kasih dan kasihan. Hal itu terbukti ketika peperangan antar kembang-kembang telah usai. Ia berkata dengan perempuan hamil itu, akan rasa kasihannya dan kehilangan dengan kelompok kembang yang mati dan gugur dalam peperangan itu. “O, mawarku. . . .” “Mawarku juga,” sambung kemuning. “O, Melatiku . . .” “Melatiku juga.” “O, segalanya. Segalanya. O, sahabatku dan korbanku.” “Ya, mereka sahabatku dan korban-korbanku juga,” sambung kemuning sambil tertunduk.57

Kutipan di atas dapat terlihat watak dari kemabng kemuning adalah penuh pengakuan dan penuh belas kasih. Hal ini tergambar melalui sebuah penyeselan yang datang setelah peperangan anatar kembang-kembang yang lain sebagai bukti

56 Ibid., hlm. 58 57 Ibid., hlm. 64

56

siapa yang terkuat dari sekian kembang-kembang yang ada, sebagai hadiahnya akan dimakan oleh perempuan hamil. g. Kembang Kamboja Merupakan simbolisasi dari sebuah kematian. Karena kembang ini selalu ada ketika acara pemakaman. kembang kematian tak pernah meneteskan air mata. Ambillah kami sebanyak-banyaknya,” kata kamboja.58

Kutipan di atas merupakan sebuah simbol yang sangat jelas sekali tentang keberadaan kembang tersebut yang digunakan dalam acara kematian. Selain itu, rekaan adegan yang disimbolkan melaui kutipan di atas membangun sebuah karakter yang khas tentang keberadaan nyatanya bahwa kembang tersebut memang selalu ada setiap prosesi pemakaman orang meninggal. 3) Cerpen “Asmaradana” a. Salome Salome adalah remaja berusia tujuh belas tahun yang memiliki sifat cerdas, mempunyai cita-cita tinggi, dan selalu gelisah hingga putus asa. Cita-cita tinggi Salome adalah melihat wajah Tuhan. Salome, sweetseventeen, sebenarnya bisa saja tentram tinggal di istana bapak tirinya, Herodes, tapi sayangnya ia seorang anak yang cerdas, punya cita-cita tinggi, hingga ia gelisah saja adanya. “Bagaimanapun juga resah gelisahnya Salome mencapai titik paling puncak. Akhirnya ia putus asa.“Lantas apa yang engkau maui, Salome?” tanya ibunya heran. “Cita-citaku satu saja, melihat wajah Tuhan” jawab Salome.“O, Junjunganku. Kalau tidak karena rasa rinduku yang terdalam bertalu-talu, seolah-olah menggapai-gapai dasar lautan, tidaklah aku selalu memanggil-manggil-Mu. Tetapi rindu ini tidak mau padam juga. Kenapa. Engkau yang bicara kepada siapa pun, tetapi tak menampakkan wajah kepada siapa pun, kecuali nabi. Ada suara tanpa rupa. Kenapa. Apakah orang-orang bisa seperti aku ini memiliki kerinduan yang sia-sia? Kerinduan yang tak perlu? Tuhan, katakanlah terus terang kepadaku.59

Ketika Salome mendapatkan ide yang dapat memaksa Tuhan menampakkan wajah-Nya ia merasa gembira. Salome tidak lagi murung dan gelisah bahkan ia dapat tertawa-tawa dan berjingkrak-jingkrak. Namun, perasaan yang sangat kuat

58 Ibid., hlm. 56 59 Ibid., hlm. 121-122

57

membangun sebuah watak tokoh yang sangat ambisius dalam meraih cita-citanya. Apapun dilakukan asal apa yang di harapkan bisa terlaksana. Kaitannya dengan kehidupan nyata dan dunia rekaan yang dibangun oleh Danarto ini menjadi sebuah temuan yang sering kita lihat di dunia nyata. Ketika ada seseorang yang berkehendak untuk meraih cita-citanya apapun dilakukan asal yang diharapkan bisa terwujud. Namun, tak jarang orang yang bisa tetap bertahan dan konsisten dalam mencari Tuhannya. Akan tetapi, mereka yang konsisten di jalannya pasti akan bertemu dengan Tuhannya. Inilah pesan yang ingin diberikan kepada pembaca soal seseorang yang menjalani kehidupan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui tokoh Salome. b. Herodiah Herodiah adalah ibu Salome, ia sangat mencintai Salome dan mencemaskan dan merindukan Salome ketika Salome pergi dari istana dan tak pulang. Malam hari ternyata Salome belum pulang juga. Herodes marah campur cemas. Herodiah mulai menangis....” Dengan harap-harap cemas Herodes dan Herodiah menanti mereka bercerita.Salome sudah kami temukan, tetapi ia tetap tidak mau pulang. Sepuluh orang di antara kami tinggal untuk menjaganya. Ia sehat walafiat, bahkan ia akan memilih siapa saja di antara kita menjadi suaminya.“Syukur” kata Herodes dan Herodiah dengan wajah cerah. Herodiah buru-buru turun dari chariot-nya. Dihampirinya Salome yang pelan-pelan turun dari kudanya. Keduanya berpelukan dengan mesra. Herodiah menatap wajah Salome lama sekali, penuh kerinduan dan kasih sayang. Herodes memegang pundak Salome sejenak.60

Kutipan di atas ini menggambarkan watak seorang ibu yang penyayang dan sangat mencintai anaknya, walaupun anaknya sendiri tidak menurut dan sering membantah setiap perkataan yang diucapkan oleh ibunya. Selain itu, inilah yang sering dialami seorang sufi dalam pencarian menemukan wajah Tuhan, sering menemukan penolakan-penolakan terhadap proses perjalanan yang dilalui untuk sampai pada tahap menemukan wajah Tuhan atau tajalli.

c. Herodes

60 Ibid., hlm 154-155

58

Herodes adalah ayah tiri Salome, ia sangat mencintai Salome dan mencemaskan dan mengkhawatirkan Salome, ketika Salome pergi dari istana dan tak pulang. Malam hari ternyata Salome belum pulang juga. Herodes marah campur cemas. Dengan harap-harap cemas Herodes dan Herodiah menanti mereka bercerita. Salome sudah kami temukan, tetapi ia tetap tidak mau pulang. Sepuluh orang di antara kami tinggal untuk menjaganya. Ia sehat walafiat, bahkan ia akan memilih siapa saja di antara kita menjadi suaminya.Syukur” kata Herodes dan Herodiah dengan wajah cerah. “Herodiah buru-buru turun dari chariot-nya. Dihampirinya Salome yang pelan-pelan turun dari kudanya. Keduanya berpelukan dengan mesra. Herodiah menatap wajah Salome lama sekali, penuh kerinduan dan kasih sayang. Herodes memegang pundak Salome sejenak.61

Kutipan di atas menggambarkan watak orang tua yang memang sangat mencintai anaknya, walaupun anak tersebut bukan anak kandungnya. Peranan Herodes dalam tokoh ini sangat baik sekali dalam menggambarkan sosok orang tua. Dengan segala sifat yang ceritakan dalam cerpen tersebut memberikan sebuah pesan moral bahwa orang tua akan selalu menyayangi anak-anaknya sampai kapan pun dan di mana pun. Hal ini sesuai dengan watak orang tua yang ada di dunia nyata. Sampai kapan pun dan di mana pun mereka akan selalu menyayangi anak-anaknya. d. Perwira-perwira Perwira-perwira kerajaan yang tampan-tampan digambarkan sangat mencintai Salome, perilakunya kurang sopan dan suka merayu Salome. Banyak perwira kerajaan yang ganteng-ganteng menginnginkan dia. Tetapi Salome ogah-ogahan, seolah-olah tidak ada kesempatan. Mula-mula para perwira itu agak segan-segan datang berbondong- bondong, jadi tak pantas merasa malu-malu. Ini tentulah suatu langkah yang bagus bagi suatu usaha percintaan yang dalam bayangan mereka tentulah akan menghasilkan buah-buah asmara yang bakal ramai diperebutkan, mengingat para pelomba banyak jumlahnya.”“Mulai salah seorang melepaskan panah rayuannya,“Salomeku, Sayang.“Aku tak suka senda gurau yang kurang sopan, seolah-olah kita mencemoohkan putri Baginda ini.”“Ah, jangan menjilat, Kawan” tukas seorang. “Tidak ada seorang pun dari kita yang tidak sopan. Kita tidak

61 Ibid., hlm. 125-126

59

pernah ada seorang pun dari kita yang tidak sopan. Kita tidak pernah ada perasaan sedikit pun untuk mencemoohkan putri kesayangan kita ini.62

Kutipan di atas mencerminkan watak seorang laki-laki yang selalu menggoda perempuan yang memiliki keteguhan hati. Segala bentuk dilakukan salah satunya dengan merayu agar perempuan takluk dengannya. Inilah yang mungkin ingin dibangun oleh Danarto lewat tokoh perwira-perwira. Umumnya disimbolkan perwira-perwira itu orang yang gagah, pemberani, dan tampan. Namun, dibalik itu ada sebuah celah kekosongan dalam hal perempuan. Maka dari itu, Danarto melalui tokoh perwira-perwira ini ingin mengangkat sebuah stigma dunia nyata bahwa perwira itu suka merayu perempuan yang kemudia diterapkan dalam dunia rekaan melalui cerpen, terlebih dalam tokoh perwira-perwira yang digambarkan melalui cerpennya ini. e. Jubil Jubil adalah seorang perwira tinggi berusia 45 tahun yang belum pernah menikah tetapi gemar sekali akan perempuan. Jubil mencintai Salome maka ia mengikuti sayembara untuk menampakkan wajah Tuhan agar bisa memperistri Salome. Salome. Perkenalkan, aku Jubil, perwira tinggi” kata seorang yang kemudian maju ke depan. “Umurku 45 tahun. Belum pernah nikah, tetapi gemar sekali akan perempuan. Aku kira aku mencintaimu. Aku tahu, aku tak mungkin mampu memenuhi syarat yang kau inginkan.63

Kutipan di atas menjelaskan watak seorang perwira yang memang usianya sudah tua namun tidak mengurangi hasrat untuk memiliki perempuan yang muda. Dari kutipannya jelas tokoh ini memiliki usia yang sudah lanjut, akan tetapi tidak menjadi sebuah jaminan orang tersebut bisa mengntarkan menuju bertemu dengan wajah Tuhan. Terbukti Salome tidak memilih untuk ikut bersamnya.

62 Ibid., hlm. 121-123 63 Ibid., hlm. 126

60

f. Noveh Noveh adalah seorang perwira yang juga mengikuti sayembara untuk menampakkan wajah Tuhan agar bisa memperistri Salome. Noveh berusia 49 tahun, ia sudah beristri dan mempunyai lima orang anak. Ia perwira yang sangat sibuk dan bertanggung jawab. Salome, akulah Noveh” kata seorang yang lain sambil maju. Empat sembilan. Seorang istri dan lima orang anak di rumah. Hidupku kasar dan buruk. Tetapi tugas-tugas yang dibebankan kepadaku selalu beres. Akulah perwira tinggi yang selalu mondar-mandir karena benar-benar sibuk. Aku tertarik kepadamu karena kau benar-benar cantik dan mungil, Salome.64

Kutipan di atas tercermin bagaimana seseorang yang bertanggung jawab untuk urusan dunia, akan tetapi belum tentu juga dapat bertanggung jawab kepada urusan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini senada dengan kutipannya bahwa dia selalu mondar-mandir ke sana ke sini untuk memenuhi tugas. Akan tetapi, untuk urusan mendekatkan diri kepada Tuhan tidak dihiraukannya dan hanya terfokus pada hal keduniawian. g. Hestro Bisaniah Hestro Bisaniah adalah seorang perwira menengah. Perwira berumur 29 tahun yang pandai menggunakan pedang, memiliki sikap disiplin dan sifat suka berfoya- foya. Ia juga mengikuti sayembara untuk menampakkan wajah Tuhan agar bisa memperistri Salome. Salome. Aku Hestro Bisaniah. Bujangan umur 29. Perwira menengah. Tangkas menggunakan pedang. Disiplin. Suka foya-foya. Falsafah yang kupegang: reguk tandaskan hari ini.65

Kutipan ini menjelaskan watak Hestro tidak konsisten, bahwa disiplin tidak menjadi ukuran seseorang bisa tetap konsisten untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, karena perbuatan baik selalu diiringi dengan perbuatan-perbuatan yang yang tidak baik. Inilah yang menyebabkan Salome tidak menginginkannya.

64 Ibid., hlm. 127 65 Ibid., hlm. 127

61

e. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan Danarto dalam cerpen “Rintrik”, “Kecubung Pengasihan”, dan “Asmaradana” adalah sudut pandang orang ketiga. Terlihat dalam gaya penceritaannya: 1). Cerpen “Rintrik” Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Rintrik” adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini tergambarkan lewat kutipan berikut. Seorang yang setiap bernapas menyebut kebesaran Tuhan. Hingga jadilah perempuan tua yang buta itu kekasih para petani. Tiap saat ada saja yang mengunjunginya. Ada yang ingin belajar ilmu tinggi-tinggi dari padanya. Ada yang ingin mendapat sorotan matanya yang buta itu, biar imannya kuat dan hidupnya sentosa. Ada juga yang hanya ingin melihat wajahnya yang luar biasa itu.66

Kutipan di atas merupakan peristiwa yang diceritakan oleh seseorang yang melihat yang tidak terlibat secara langsung ke dalam bagian cerita. Hal ini terlihat bagaimana kebaikan Rintrik dan keistimewaan yang dianugrahi oleh Tuhan digambarkan pengarangnya melalui kutipan di atas. Sehingga membuat para petani berdatangan untuk mengharap ajaran-ajaran yang diucapkan dari Rintrik yang buta. Oleh karena itu, pada cerpen Rintrik ini penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu, yang menceritakan persitiwa-peristiwa yang dilalui tokoh Rintrik.

2). Cerpen “Kecubung Pengasihan” Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” yaitu sudut pandang persona ketiga mahatahu. Hal ini terlihat di dalam cerita yang dikisahkan dari sudut pandang “ia”, sebagaimana kutipan berikut ini. Perempuan bunting itu sudah memasuki bagian taman bunga yang dikenalinya. Ia tiap hari kesitu. Ia makan kembang-kembang itu. Sebagai orang gelandangan ia paling sengsara. Ia kalah rebutan sisa-sisa makanan di tong-tong sampah,sebab pengemis-pengemis lain lebih

66 Ibid., hlm. 16

62

cekatan. Ia tak pernah mendapatkan apa-apa dalam bak-bak sampah itu. Kemudian diputuskannya untuk memakan kembang.67

Kutipan tersebut merupakan kisah yang diceritakan pengarang melalui tokoh perempuan bunting, segala bentuk yang diceritakan merupakan buah ide dari pengarang untuk menjabarkan tokoh perempuan bunting tersebut. Dari kisah yang dibentuk tersebut dapat diketahui sudut pandang yang digunakan penulis adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu dalam menceritakah tokoh perempuan hamil.

3). Cerpen “Asmaradana” Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam cerpen “Asmaradana” adalah sudut pandang orang ketiga mahatahu. Hal ini tergambar melalui kisahnya yang menceritakan Salome dengan dan menggunakan kata ganti “ia”, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut. Salome, sweetseventeen, sebenarnya bisa saja tentram tinggal di istana bapak tirinya, Herodes, tapi sayangnya ia seorang anak yang cerdas, punya cita-cita tinggi, hingga ia gelisah saja adanya. Tidak sesuatu pun bisa memuaskan dia, manusia juga tidak. Pernah Herodiah, ibunya, menyarankan supaya ia pacaran. Banyak perwira kerajaan yang ganteng-ganteng menginginkan dia. Tetapi Salome ogah-ogahan, seolah-olah tidak ada kesempatan. Ruang dan waktu memburu-buru. “Lantas apa yang engkau maui, Salome?” Tanya ibunya heran. “Cita-citaku satu saja, melihat wajah Tuhan,” jawab Salome.68

Kutipan di atas merupakan sudut pandang orang ketiga, ditandai dengan penggunaan kata ganti “ia” sebagai perwakilan pengarang dalam menceritakan kisah Salome dalam proses pencarian menemukan Wajah Tuhan. Oleh karena itu, sudut pandang dalam cerpen “Asmaradana” ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu yang menceritakan kehidupan para tokoh keluarga Herodes beserta anak tirinya Salome yang sangat ingin sekali bertemu dengan Wajah Tuhan.

67 Ibid., hlm. 52 68 Ibid., hlm. 121

63

f. Gaya Bahasa Mengenai gaya Bahasa, Burhan Nurgiantoro pernah mengungkapkan bahwa “Style atau gaya bahasa pada hakikatnya merupakan teknik, teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Teknik itu sendiri merupakan suatu bentuk pilihan, dan pilihan itu dapat dilihat pada bentuk ungkapan bahasa seperti yang dipergunakan dalam sebuah teks.”69 Pada kumpulan cerpen “Godlob”, Danarto lebih mengedepankan penggunaan kalimat retoris dan bahasa yang berirama dalam melukiskan suasana. Selain itu, digunakan juga pengulangan kata yang memperindah karya tersebut. Seperti pada kutipan berikut. Kembang-kembang di taman bunga yang indah harum semerbak itu pun jauh-jauh sudah menyambut bersama-sama dengan senyum mesra kepada perempuan bunting yang berjalan gontai seolah-olah beban di dalam perutnya lebih berat dari keseluruhan tubuhnya hingga orang melihatnya terkesan bahwa ia lebih tampak menggelinding daripada berjalan dengan kedua belah kakinya mana pula pakaiannya compang-camping hingga kerepotan sekali untuk berusaha menutupi perutnya yang bundar buncit itu dengan selayaknya, hingga ia di jalan- jalan raya, di restoran-restoran, di pasar, di stasiun, di tong-tong sampah, membangkitkan gairah orang-orang untuk meletuskan hasrat hati yang peka seperti senar-senar lembut: laki-laki tersenyum kurang ajar, anak-anak tertawa mengejek, wanita- wanita melengos.70

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana kekhasan seorang Danarto dalam membuat sebuah karya sangat memperhatikan keindahan disetiap diksi-diksi yang dipilihnya, yang berfungsi untuk melukiskan suatu suasana yang sedang dibangunnya. Selain itu, dalam rangka memperoleh aspek keindahan secara maksimal, peristiwa yang dibangun melalui medium bahasanya juga sangat kuat dan detail. Hal ini menunjukkan bahwa adanya konsep yang penuh dengan coretan, penghapusan, dan penggantian dengan kata-kata yang baru. Cara-cara yang dimaksudkan menandakan bahwa proses penulisan dilakukan dengan penuh kesadaran. Inspirasi tidak selalu terjadi secara tiba-tiba, secara serta merta.

69 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., hlm. 370 70 Danarto., Op.cit. hlm. 51

64

Inspirasi timbul dalam kaitannya dengan proses kreativitas, sehingga inspirasi dapat diproduksi dan dilipatgandakan.71 Selain menggunakan kalimat retoris dan bahasa yang berirama untuk memperindah suasana, kumpulan cerpen Godlob juga menggunakakn beberapa majas pada bagian ceritanya. Majas tersebut terdiri dari personifikasi, hiperbola, metafora, dan repitisi. Berikut akan diuraikan satu persatu kalimat yang menggunakan majas-majas tersebut. a. Personifikasi Personifikasi ialah semacam gaya bahasa kiasan yang memberikan kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa.72 Penggunaan gaya bahasa personifikasi dimaksudkan pengarang untuk membangkitkan daya khayal dan memeroleh efek estetis sehingga ceritanya lebih indah dan menarik. Penggunaan personifikasi dalam terlihat dalam kutipan berikut. Hujan deras disertai angin kencang, disertai petir yang melengking-lengking, merupakan badai yang dahsyat yang menyapu bersih segala kehidupan lembah itu.73

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana suatu suasana dibangun dengan begitu apiknya, sehingga para pembacanya diajak merasakan bagaimana kengerian suatu bencana ketika datang. Hal itu, ditunjukkan pada klausa disertai petir melengking-lengking pada baris pertama dan kedua, serta frasa menyapu bersih pada baaris ketiga. Suatu suasana yang coba dibangun di awal cerita untuk menarik pembaca mamasuki dunia imajinasinya. b. Hiperbola Hiperbola merupakan majas pertentangan. Tarigan dalam bukunya mengungkapkan bahwa hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya dan sifatnya dengan maksud penekanannya pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat,

71 Nyoman Kutha Ratna. Stilistik: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013. Cetakan Kedua). hlm. 161 72 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa. (Bandung: Angkasa, 2009). Edisi Revisi. Hlm. 17 73 Danarto. Op.cit. hlm. 10

65

meningkatkan kesan dan pengaruhnya.74 Penggunaan hiperbola ini dimanfaaatkan Danarto dalam agar gagasan yang disampaikan menjadi lebih ekspresif sehingga ceritanya lebih indah menarik. Berkaitan dengan majas tersebut, dapat dilihat pada kutipan berikut. Kalau pagi hari matahari menyinarinya dan lembah itu ditutup oleh segumpal kabut di atasnya, hingga sinar-sinar lembut yang menerobosinya, merupakan sutera-sutera lembut dengan warna biru- hijau-putih, merupakan pagar-pagar ranjang pengantin yang menggairahkan, demikian kata orang yang habis pergi ke sana. Sedang sore hari lembah itu kena pantulan merah langit, hingga menjadilah beledu ungu yang redup dan samar-samar membentang luas adalah taman surga tempat pasangan-pasangan asmara berkejar- kejaran dengan manja.75

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana sebuah tempat yang indah dilukiskan dengan pemilihan diksi yang cukup rapih, sehingga pesan yang ingin disampaikan terkait tempat tersebut tergambarkan secara jelas. Berkaitan dengan kutipan teks di atas Danarto berhasil membawa para pembacanya untuk menikmati suguhan imajinasinya melalui gaya bahasa hiperbola yang digunakannya dalam cerita yang ditulisnya. Seolah-olah pembaca hanyut dan lebur dalam cerita tersebut. c. Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora sebagi perbandingan langsung tidak menggunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, ibarat, dll, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. hal ini terdapat dalam kutipan berikut. “Siapakah akan menyangkal kalau aku mengatakan bahwa petani itu penyair, sebagaimana yang aku dengar barusan, budi bahasamu yang halus-tulus bagai batang padi yang kalian tanam,”76

Kutipan di atas menggambarkan seorang petani yang memiliki sebuah jiwa seni dan bertindak tutur yang baik seperti seorang penyair yang mampu

74 Tarigan., Op.cit. hlm. 55 75 Danarto., Op.cit. hlm. 13 76 Ibid., hlm. 15

66

membius setiap orang dengan perangainya dan sifat pembawaannya yang disampaikan melalui lisan maupun tulisan.

d. Repitisi

Gaya bahasa repitisi digunakan pengarang untuk menekankan gagasan yang penting. Berikut ini kutipan yang merupakan gaya bahasa repitisi. … dari pagi hingga petang dan pagi hingga petang. Kerja keras. Keras dank eras. Kalian tiduri istri-istri kalian hanya dalam sekejap. Kalian bermain dengan anak-anak kalian hanya sebentar. Esoknya kau harus pergi kerja lagi, keras, keras, dan keras.77 Kutipan di atas menjelaskan sebuah keadaan yang selalu diulang-ulang dalam kehidupan sehari-hari. Gaya bahasa repitisi mempunyai tipe atau bentuk. Bentuk repitisi pada kutipan di atas dikategorikan repitisi epizeuksis karena kata yang dipentingkan diulang-ulang secara langsung. Dan yang menjadi kata yang diulang-ulang pada kutipan di atas adalah kata keras. Yang merupakan suatu aktivitas yang dilakukan secara terus menerus dan sudah menjadi sebuah kebiasaan di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pergi bekerja setiap hari dengan tidak tidak memerhatikan keadaan fisik walaupun dalam keadaan senang, sedih, mapun berduka sekalipun harus tetap bekerja.

B. Gagasan Tasawuf dalam Cerpen “Rintrik”, “Kecubung Pengasihan”,dan “Asmaradana” Karya Danarto

Dalam penilitian ini, penulis mengambil tiga cerpen dari kumpulan cerpen Godlob karya Danarto. Cerpen yang akan diteliti adalah “Rintrik”, “Kecubung Pengasihan”, dan “Asmaradana”. Penulis akan memfokuskan analisis pada gagasan tasawuf terhadap ketiga cerpen ini. Pendekatan yang penulis gunakan untuk menganalisis adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Atau dengan kata lain pendekatan yang memusatkakn

77 Ibid., hlm. 19

67

perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi, analisis ergocentric, pembacaan mikroskopi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan mempertimbangkan keterjalinan antarunsur dari satu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak yang lain.78 Menurut Mulkhan di dalam bukunya mengatakan bahwa gagasan dalam tasawuf dibagi atas tiga hal, yaitu: 1). Gagasan tentang Ketuhanan. 2). Gagasan tentang Kejiwaan. 3). Gagasan Mengenai Alam Semesta.79 Ketiga konsep ini nantinya akan menjadi acuan utama untuk menganalisis bagaimana gagasan tasawuf dari cerpen-cerpen tersebut. Berikut ini pemaparannya. 1. Gagasan tentang Ketuhanan Danarto dalam menulis cerpen mengaku bahwa cerpen-cerpennya bertolak dari paham panteisme.80 Sesuai dengan arti istilah, panteisme dari pan (seluruh) dan theos (Tuhan), bahwa seluruh yang ada ini adalah Tuhan. Maka ciri khas dari keadaannya adalah zat. Panteisme menekankan ketak-terbatasan serta kemutlakan Tuhan. Dengan demikian, manusia harus aktif menjadi kawula untuk menyatukan dirinya dengan Tuhan. Itulah sebabnya, pengejaran kepada sifat manunggal selalu di upayakan. Kemanunggalan diasumsikan sebagai pengidentikan dirinya terhadap Tuhan.81 Konteks yang disajikan Danarto melalui cerpen-cerpennya tak lepas dari unsur mistisme jawa yang mungkin yang sangat kita kenal adalah konsep manunggaling kawula gusti. Yang dalam istilah Danarto sendiri itu “sudah mendarah daging” dalam

78 Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013). hlm. 73 79 Abdul Munir Mulkhan. Intisari Ajaran Syekh Siti Jenar: Wihdatul Wujud dalam Pemikiran Islam- Jawa (Yogyakarta: Narasi.2015). hlm. 67 80 Siti, Sundari, Dkk. Memahami cerpen Danarto. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985). hlm. 8 81 Endaswara, Suwardi. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spritual Jawa.(Jogjakarta: Narasi. 2003).hlm. 62

68

kehidupannya. Bahkan Danarto seakan menyiapkan diri memasuki dimensi-dimensi sangat sublime dari dunia kerohanian dan kosmologi.82 Berdasarkan pemaparan hal ini memang betul cerpen-cerpen yang terkumpul dalam kumpulan cerpen Godlob ini sangat menaruh perhatian pada bidang tersebut. Di dalam cerpen “Rintrik” saja sangat kental sekali kehidupan yang dibangun melalui tokoh Rintrik yang buta. Namun, banyak dicintai oleh lingkungan sekitar karena kehebatannya dalam berkata-kata. Hal ini tergambarkan dalam kisah Rintrik ketika sedang ditanya oleh sang pemburu. Rintrik mengaku bahwa dirinya Tuhan dan semua yang ada di dunia ini adalah Tuhan juga. Hal ini tergambarkan melalui kutipan berikut. “Salahkah aku kalau aku meningkatkan logikanya menjadi „manusia adalah Tuhan bagi manusia lainnya‟? Ya, aku adalah Tuhan. Amak sembahlah aku. Tetapi engkau juga Tuhan, dia juga, mereka juga dan kusembahlah semuanya. Hanya dengan demikianlah kita capai masyarakat yang penuh kasih sayang: penuh kemakmuran merata yang sebenarnya.83

Kutipan di atas bisa menjadi sebuah bentuk keganjalan bagi mereka yang belum memahami konsep manunggaling kawula Gusti. Bahkan dianggap orang gila yang menjalani bahkan meyakini kalimat tersebut dalam aplikasi kehidupan sehari- hari. Dan secara terang-terangan mengumumkan dirinya sebagai perwujudan Tuhan. Selanjutnya tokoh Rintrik menyamakan bentuk fisik bahwa semuanya adalah Tuhan tanpa terkecuali.

Cerita pendek yang berjudul “Kecubung Pengasihan”. Menurut kepercayaan orang Jawa, kecubung pengasihan adalah salah satu jenis batuan yang berkhasiat menimbulkan daya tarik atau cinta kasih dan sayang orang lain kepada pemilik atau pemakainya. Selain itu, memiliki arti tumbuhan yang bijinya memabukkan juga berarti semacam batuan berwarna ungu sampai lembayung yang dipandang sebagai batu perhiasan. Orang Yunani menganggap batuan itu dapat dipakai untuk menawarkan bahaya racun.84

82 Jamal D. Rahman. Wahdatul Wujud di Indonesia Modern: Pantulan dari Cerpen-cerpen Danarto. http://jamaldrahman.wordpress.com/2008/10/24/wahdatul-wujud-di-indonesia-modern-pantulan-dari-cerpen cerpen-danarto/. (Di unduh pada hari Senin, 28 Mei 2014 pukul 09.00 WIB) 83 Danarto., op.cit. hlm. 30 84Ibid,. hlm. 94

69

Konteks daya tarik atau cinta kasih ini pun tergambar di dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” yang di dalamnya menggambarkan daya tarik kembang-kembang kepada seorang permpuan hamil yang setiap saat datang ke taman untuk menghabiskan waktunya bersantai dan melepas rasa gelisah di dalam hatinya. Selain itu, kembang- kembang ini rela melakukan apa saja demi perempuan hamil itu. Hal ini terlihat ketika perempuan hamil itu merasakan lapar yang disebabkan kesedihan dan penderitaan yang sedang dihadapinya, kembang-kembang ini rela melakukan pertarungan dan peperangan dengan sesama kembang yang lainnya untuk mendapatkan perhatian dan pemenangnya dapat dimakan oleh perempuan hamil tersebut. Seperti dalam kutipan berikut. “Sepeninggalanmu mereka-marah-marah kepada kami, karena kami turut campur urusan mereka. Lalu mereka menyatakan perang terhadapa kami, segampang mengundang makan, hingga hampir-hampir kami tidak percaya akan mata, mulut, dan telinga kami. Lalu mereka asah perlatan perang meraka. Pedang, tombak, pisau, kemarahan, siasat, keganasan, dan semangat. Mereka menyerang kami, mengerubut kami. Keringat-keringat bercucuran. Pengap. Kacau balau. Tunggang langgang . . .. Dan apa yang telah kami saksikan, tak akan mau kami saksikan lagi . . .. Mereka menyerang mambabi buta tanpa mempergunakan pikiran. Apa selanjutnya? Setelah dekat benar, setelah berhadap-hadapan benar. Setelah ganas mata bertemu dengan ganas mata. Dengus hidung bertemu dengus hidung. Busa mulut bertemu busa mulut . . .. Allah!!! Mereka jatuhkan pedang mereka, lembing mereka, pisau mereka, perisai mereka, dan kebengisan mereka. Mereka ganti dengan senyum dan dibiarkannya kepalanya dipenggal, perutnya ditusuk, dadanya dibelah. Mereka licik. O, musuhku pemberani yang pengecut. Mereka telah melakukan bunuh diri masal”.85

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana konteks daya tarik di sini adalah seseorang akan akan melakukan apapun demi hal yang disayanginya bahkan bila perlu nyawa sekalipun yang menjadi taruhannya. Mungkin hal inilah gagasan sufi yang tergambar melalui cerpen Danarto ini. Seperti sebuah racun yang dapat membuat seseorang lupa akan dirinya dan akal sehat pun tidak lagi berfungsi untuk menalar segala yang terjadi di hidupnya. Inilah mungkin konteks mahabbah yang sering kita kenal dalam dunia sufi untuk mencapai tahap makrifat kepada Allah Swt.

85 Danarto. Op.cit. hlm. 63

70

Cerpen Danarto juga dipengaruhi jiwa senimannya. Di antara sembilan cerita pendek yang dibuat Danarto, hanya satu yang tidak berjudul dengan kata, yakni cerita pendek ini berupa gambar hati tertusuk anak panah yang meneteskan tiga tetes darah. Gambar itu melambangkan welas asih yaitu hati rindu karena tertusuk panah asmara. Rindu di sini adalah kerinduan atau keinginan “melihat wajah Tuhan”. Kegemarannya akan seni lukis ini agaknya menyebabkan Danarto menulis judul cerpen seperti itu.86 Konteks rindu yang diceritakan dalam cerpen “Asmaradana” ini bahwa seseorang yang sudah mencapai tingkatan bertemu dengan Allah merasakan ingin kembali bertemu, bahkan bila perlu bersatu dalam kemanunggalan yang sejati tanpa ada penghalang dan batasan penyatuannya itu. Hal ini sesuai dengan tokoh Salome yang digambarkan dalam cerpennya. Bagaimana sesosok yang tiada hentinya berbuat hal yang tidak biasa dilakukan oleh orang kebanyakan. Mulai dari menghabisi nyawa orang, bertelanjang bulat, bahkan membawa kepala Yahya Pembaptis. Hal ini sesuai dengan ktipan berikut.

Maka, seperti dilolosi kekuatannya, lemaslah Herodes. Hatinya berdukacita. Semua hadirin pun tertenduk. Semuanya sudah terlanjur. Apa boleh buat. Sumpah sudah diucapkan. Seluruh hadirin menjadi saksi. Lalu Herodes pun menitahkan algojo memancung kepala Yahya di dalam penjara dan kepala itu pun dibawa di dalam sebuah dulang dan diberikan kepada Salome. Buru-buru Salome membawanya ke loteng dengan berseri-seri. Herodiah mengawasi putrinya dengan wajah yang berseri-seri pula. Dan diletakkannya kepala itu dalam dulang di tengah- tengah loteng, lalu ia telanjang bulat memacu kudanya mengelilingi kepala Yahya itu sambil tertawa puas sekali.87

Kutipan di atas merupakan sebuah bentuk kerinduan yang sangat ekstrim dalam bentuk pembuktiannya. Karena hal ini disebabkan cinta yang terlalu dalam membuat akal tidak dapat lagi menalarnya dan bekerja sebagaimana mestinya. Hal ini juga yang membuat terkadang masyarakat sangat heran dalam melihat segala bentuk yang dilakukan oleh para pelaku sufi yang memang tidak bisa diterima oleh logika dan diterima akal. Karena dalam hal ini hati yang berperan dalam tindak laku seorang sufi.

86Siti Sundari Tjitrosubono, Dkk. Memahami Cerpen-Cerpen Danarto. (Yogyakarta: UGM. 1980.) hlm.92 87 Danarto. Op.cit., hlm 141

71

Menurut Mulkhan dalam bukunya yang menguraikan serat Syekh Siti Jenar mengungkapkan bahwa ketika sunan Bonang dan utusannya memanggil Syekh Siti Jenar untuk datang ke pengadilan Bintara. Syekh Siti Jenar hanya menjawab “Bonang, kamu mengundang saya datang ke Demak. Saya malas untuk datang, sebab saya merasa tidak di bawah atau diperintah oleh siapapun, kecuali oleh hati saya, perintah hati itu yang saya turuti, selain itu tidak ada yang saya patuhi perintahnya.”88 Ini merupakan jawaban atas tindak laku yang dilakukan oleh Salome yang diceritakan dalam cerpen “Asmaradana” bahwa bentuk kerinduan yang hakiki sebenarnya berasal dari hasratnya. Namun, sesungguhnya hati itulah yang bekerja dan memerintahkan segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh para pelaku sufi. Berlandaskan hal ini maka para sufi terkadang berlaku yang tidak sewajarnya menurut akal, akan tetapi tidak dengan hubungannya dengan Tuhan, bahkan tingkatan yang seperti inilah yang dianggap tingkatan paling tertinggi dalam dunia ketasawufan, terlebih dalam konteks keTuhanan. 2. Gagasan tentang Kejiwaan Krisis jiwa (mental) yang menimpa manusia, biasanya sebagai akibat dari terhalangnya seseorang dari apa yang di inginkan oleh salah satu motifnya yang sangat kuat, atau lemahnya krisis mental dipengaruhi oleh kondisi sosial dan moral dirinya sendiri. Seseorang akan menjadi sasaran kegalauan psikologis dan fisik, jika ia tidak mampu mengatasi krisis psikologis dengan cara yang cepat dan tepat. Baik secara hakiki ataupun ilusi. Sesungguhnya agama merupakan terapi bagi penyakit jiwa atau mental. Sebab ia bisa mengubah, memperbarui, dan memperbaiki jiwa. Agama juga memberi kekuatan penuh kepada manusia ketika ia berhadapan dengan kebimbangan keputusasaan dan agama memberi sifat kesabaran ketika manusia dilanda frustasi dan memberi ketenteraman ketika manusia ketakutan dan bahaya. Hanya melalui Aqidah dan keimanan jiwa akan hidup dan akal akan selamat. Selain itu fisik akan selalu sehat, karena keimanan merupakan tulang yang mampu membawa, manusia dari keputusasaan kepada semangat yang kuat dan dari kekacauan kepada ketenteraman. Seseorang yang beriman akan merasakan bahwa ketenteraman itu memenuhi ruang jiwanya.

88 Mulkhan. Op,cit. hlm 187

72

Menurut Hamka agama Islam adalah agama yang menyeru umatnya mencari rejeki dan mengambil sebab-sebab kemulian, ketinggian, dan keagungan dalam perjuangan hidup bangsa-bangsa. Bahkan, agama Islam menyerukan menjadi yang dipertuan di dalam alam dengan dasar keadilan, memungut kebaikan di manapun juga bersuanya, dan memperbolehkan mengambil peluang mencari kesenangan yang diizinkan.89 Dalam kaitannya dengan pernyataan Hamka ini dapat dikatakan bahwa agama menjadi sarana manusia untuk mencapai tahap kemulian, kebaikan, dan keadilan, bahkan agama Islam itu menjadikan para umatnya menjadi tentram dan damai dalam jiwanya. Hal inilah yang tergambar dalam cerpen-cerpen Danarto atau dalam bahasa Jamal D Rahman disebut pantulan cahaya Danarto yang bermuatan tasawuf untuk sampai mengenal dan bertemu dengan Tuhan guna mendapatkan ketenteraman, keselamatan, dan kedamaian dalam jiwa. Di dalam cerpen Rintrik terlihat jelas bagaimana aktifitas dan rutinatas tokoh Rintrik sangat menggambarkan aktifitas keadaan seseorang yang mendapatkan ketenangan dalam jiwanya, walaupun dalam keterbatasan penglihatan (buta). Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. Ia berada ditengah-tengah prahara itu dengan tenteram bagai bayi tidur dalam buaian, tidak terusik sedikit pun oleh para petir yang sambar- menyambar di atasubun-ubunnya. Ia bekerja dengan cekatan. Melihat cara kerjanya itu tentulah ia memeliki kekuatan jasmani yang luar biasa. Orang setua itu! Perempuan dan buta! Di dalam badai! Masih bekerja lagi! Kakinya yang runcing dalam-dalam mencengkeram tanah yang telah jadi becek dan jari-jari tangannya tajam-tajam mencakar-cakar tanah lumpur menggali lubang, hingga urat-uratnya yang biru itu tampak menegang-negang.90

Kutipan di atas menjelaskan aktifitas keadaan seorang perempuan buta yang sangat mencintai pekerjaannya sebagai pengubur bayi-bayi, walaupun dalam keadaan apapun dan kondisi seperti apapun, ia masih tetap bekerja dengan tenteram dan damai tidak memperdulikan keadaan sekitar yang memperhatikannya. Hal inilah yang sebenarnya ingin dijelaskan oleh para sufi kepada hal layak umum bahwa dengan segala kemegahan dan keindahan yang menghiasi kehidupan dunia butuh sebuah ketenteraman dan kedamaian di dalam jiwa, yang bertujuan untuk tidak membuat segmentasi antara kehidupan manusia yang satu dengan yang lainnya, tidak

89 Hamka, Tasawuf Modern. (Republika Penerbit, Jakarta: 2015). hlm. 5 90 Danarto. Op.cit. hlm. 12

73

meributkan perbedaan, dan sebagai bentuk untuk mencapai kualitas kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Seiring dengan hal ini Nasaruddin Umar di dalam bukunya mengatakan hal yang sama bahwa untuk merasakan rasionalitas dunia tasawuf, yang menekankan aspek humanity seperti mengedepankan persamaan, bukannya perbedaan. Selain itu, tasawuf mengedepankan kesatuan bukannya perpecahan, serta mengedepankan kelembutan dan feminity bukannya kekerasan dan masculinity. Melalui tasawuf, mereka mendapatkan penjelasan bahwa Tuhan itu imanen bukannya transenden seperti banyak dikesankan dunia fikih.91 Fenomena yang terjadi dikehidupan sering kali agak berbeda dengan apa yang dijelaskan dalam literatur tekstual. Hal ini yang menyebabkan orang banyak menyalah artikan makna tasawuf itu sendiri. Bahwa orang-orang yang melakukan aktifitas tasawuf dianggap mereka-mereka orang yang tidak rasional bahkan dianggap melenceng dari ajaran agama keturunannya. Banyak dari para pelaku sufi yang ditentang, dianggap menyimpang, bahkan sampai diasingkan dalam kehidupan bermasyarakat. Konteks tekstual inilah yang semestinya diluruskan dan di kedepankan bahwa tasawuf dalam praktiknya tidaklah demikian. Karena tasawuf menawarkan bentuk ketenangan dan kedamaian jiwa dalam proses kehidupan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasarudin Umar bahwa mereka tidak lagi cukup memahami agama dari sudut fikih yang dinilainya terlalu dogmatis, normatif, rutin, deduktif, dan terkesan kering. Mereka menginginkan sesuatu yang bersifat mencerahkan, menyejukkan, dan menyentuh aspek paling dalam di dalam batin mereka.92 Dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” dilukiskan kehidupan tokoh perempuan bunting yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Namun, lain halnya dengan kembang-kembang di taman bunga yang selalu memberikan ketenangan dan kedamaian kepada perempuan bunting tersebut. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

91 Nasaruddin Umar. Tasawuf Modern (Republika, Jakarta: 2014). hlm 5 92 Ibid. hlm. 4-5

74

KEMBANG-KEMBANG di taman bunga yang indah dan harum semerbak itu pun jauh-jauh sudah menyambut bersama-sama dengan senyum mesra kepada perempuan bunting yang berjalan gontai seolah- olah beban di dalam perutnya lebih berat dari keseluruhan tubuhnya hingga orang melihatnya terkesan bahwa ia lebih tampak menggelinding daripada berjalan dengan kedua kakinya, yang tentulah merupakan pemandangan yang jenaka, mana pula pakaiannya compang-camping hingga kerepotan sekali untuk berusaha menutupi perutnya yang bundar buncit itu dengan selayaknya, hingga ia di jalan- jalan raya, di restoran-restoran, di pasar, di stasiun, di tong-tong sampah, membangkitkan orang-orang untuk meletuskan hasrat hati yang peka seperti senar-senar lembut: laki-laki tersenyum kurang ajar, anak-anak tertawa mengejek, wanita-wanita melongos. Dan kembang- kembang di taman bunga yang menyambut perempuan bunting dengan senyum mesranya itu pun tentulah di hatinya terselip perasaan geli juga.93

Kutipan di atas menjelaskan bahwa tasawuf bukanlah sebagai pelarian dalam kesengsaraan dan kesedihan dalam hidup, akan tetapi merupakan sebuah jalan pilihan hidup untuk mencapai kebahagian dan kedamaian jiwa yang hakiki, yaitu dengan bertemu dengan Allah. Dengan permasalahan hidup yang datang silih berganti membuat seseorang lupa akan tujuan hidupnya di dunia ini yaitu mendekatkan diri kepada Allah yang pada tujuan akhirnya adalah mendapatkan kebahagian dan keselamatan hidup. Atas dasar inilah tasawuf dirasa perlu dikemban dan dijalani dalam hidup supaya menjadi oase ditengah-tengah permasalahan hidup yang muncul.

3. Gagasan Mengenai Alam Semesta Cerpen-cerpen Danarto harus dilihat sebagai lambang atau personifikasi dalam gagasan pengarang yang bersifat mistis Jawa dalam melihat kenyataan hidup, yaitu kerinduan makhluk untuk mencapai persatuan dengan Pencipta dalam “Asmaradana”. Pada Cerpen “Rintrik” pencapaian taraf pemudaran, yaitu tingkat telah diperolehnya pembebasan batin terlepas dari dunia jasmani atau dunia indrawi seperti tokoh Rintrik banggapan akan persatuan hakikat antara manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan benda sebagai pancaran Tuhan atau wakilnya sesuai dengan ajaran panteisme dalam “Kecubung Pengasihan.”

93 Danarto., Op.cit. hlm. 51

75

Danarto mencoba menghubungkan harmonisasi antara Jagat Gedhe dan Jagad Cilik yaitu berusaha menyatukan alam semesta (makrokosmos) dengan dirinya (mikrokosmos) bahwa alam semesta juga berada dalam dirinya, yang dituangkan ke dalam cerpennya. Konsep manunggaling kawula Gusti ini terlihat lewat ungkapan Danarto dalam cerpen “Kecubung Pengasihan.” Dulu aku mengira bahwa tumbuh-tumbuhan adalah benda mati dan kalian tak kuindahkan. Kalian makhluk rendah. Tapi ternyata kalian juga mengenal tawa dan tangis. Musik dan puisi. Ah! Manusia juga berasal dari batu dulu-dulunya. Dan batu-batu, kerikil-kerikil, pasir- pasir makhluk yang paling rendah itu terhantar di bawah kakiku ini, adalah nenek moyangku. “Aku tidak mempertuhankan diri. Aku hanya meningkatkan logika. Aku pernah dengar pepatah bahwa „manusia itu suci bagi manusia lainnya‟. Semua cendekiawan tahu bahwa yang suci hanya Tuhan. Salahkah aku kalau aku meningkatkan logikanya menjadi „manusia adalah Tuhan bagi manusia lainnya‟ ya, aku adalah Tuhan. Sembahlah aku. Tetapi engkau juga Tuhan, dia juga, mereka juga dan kusembahlah semuanya. Hanya dengan demikianlah kita capai masyarakat yang penuh dengan kasih sayang; penuh kemakmuran merata yang sebenar-benarnya”94 Kutipan cerpen “Rintrik” ini menjelaskan tentang konsepsi pemahamannya bersatu dengan Tuhan melalui ucapan Rintrik. Cara lain yang juga bagaiaman makhluk-makhluk yang lain pun merasakan hal yang sama seperti manusia pada umumnya. Bisa merasakan tawa dan tangis, konsep ini memang sudah pada tahap tajalli Af’al Allah95. Selain itu, tokoh Salome juga melakukan permohonan meminta Tuhannya lebih dekat kepadanya ialah dengan cara mencoba menantang Tuhan dan membuatnya murka. Hal ini terdapat dalam cerpen “Asmaradana” melalui ungkapan tokoh Salome. “Jangan salah lihat, Tuhan! Inilah utusan-Mu Yahya Pembaptis. Jikalau manusia yang paling Engkau kasih sayangi sudah bertekuk lutut di bawah telapak kakiku, lantas apa daya-Mu? Inilah panahku yang terakhir bagi-Mu. Inilah senjataku yang penghabisan dan kuharapkan paling ampuh. Ayo, Tuhan! Murkalah kepadaku! Tunjukkan wajah-Mu! Kirimkan banjir besar kepadaku! Kirimkan gempa bumi untuk kamarku! Ayo, Tuhan!”96 Menurut ajaran mistik kebatinan, manusia berasal dari Tuhan. Manusia diciptakan melalui proses tannazzul, semacam proses emanasi. Tuhan

94 Ibid., hlm. 30 95 Damar Shashangka. Induk Ilmu Kejawen: Wirid Hidayat Jati. (Dolphin, Jakarta: 2014). hlm. 62 96 Ibid., hlm. 141

76

mengejawantahkan atau menjelma kepada manusia. Tuhan bersemayam dalam diri manusia. Dengan kata lain, manusia merupakan wujud tajalli (penampakan diri) dari Tuhan. Seperti biasa yang dilakukan oleh golongan sufi, maka cerpen-cerpen Danarto pun memiliki prinsip “Mari mengarungi alam semesta seperti bayi dalam kandungan, dari tidak tahu apa-apa, kembali ke tidak tahu apa-apa. Dari tidak ada kembali ke tidak ada. Tetapi justru di dalam ketidakadaan kita ini, kita menjadi: „Yang Ada‟. Kita itu tidak ada, hanya Tuhanlah yang ada.” C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Menanamkan pembelajaran sastra di sekolah secara serius menjadi suatu keharusan bagi para pengajar. Mengingat tidak dapat dipungkiri bahwa keterampilan bersastra dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengajaran sastra di sekolah memiliki peluang besar untuk menigkatkan apresiasi dan keakraban siswa pada sastra. Peluang tersebut sejauh ini belum termanfaatkan di antaranya karena tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dengan kemampuan apresiasi siswa.97 Jadi dapat dikatakan harusnya pembelajaran sastra tidak hanya menghafal tentang teori-teori sastra, namun dengan praktik seperti membaca dan menikmati karya sastra secara langsung, kemudian memberi apresiasi terhadap karya sastra yang dibaca. Dari aktivitas membaca, siswa mampu menafsirkan dan memperoleh pengetahuan baru (kognitif). Segi apresiasi, respon dari siswa dapat diketahui adakah ketertarikan atau tidak setelah membaca karya sastra tersebut (afektif). Adanya penyerapan pesan setelah membaca karya sastra sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa (psikomotor). Tujuan pembelajaran sastra di sekolah adalah dikuasainya kompetensi sastra pada siswa, yaitu kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra melalui kegiatan mendengarkan, menyimak, membaca, dan melisankan hasil sastra; mendiskusikan, memahami, dan menggunakan pengertian teknis konvensi kesusastraan dan sejarah sastra, untuk menjelaskan, meresensi, menilai, dan

97 Agus R. Sardjono, Sastra dalam Empat Orba, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), hlm. 209.

77

menganalisis hasil sastra; dan mampu memerankan drama, serta menulis puisi, cerpen, novel, dan drama. Melalui kajian ilmiah yang dilakukan terhadap kumpulan cerpen Godlob karya Danarto, implikasinya pada pembelajaran sastra di sekolah adalah agar para siswa dapat memahami serta menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel tersebut. Melalui unsur intrinsik, siswa dapat mengetahui unsur apa saja yang ada di dalam kedua novel tersebut. Hal ini sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi, yakni siswa mampu menemukan unsur intrinsik novel berupa tema, latar, tokoh dan perwatakannya. Dapat dikatakan, jika pembelajaran sastra dikaitkan dengan kajian yang telah dilakukan terhadap cerpen-cerpen Danarto ini, maka siswa dapat mengetahui bagaimana unsur-unsur intrinsik dalam novel tersebut. Kemudian siswa dapat melihat pantulan gagasan tasawuf yang muncul dari kumpulan cerpen Godlob. Selanjutnya siswa dapat melihat bagaimana pengarang terpengaruh oleh paham-paham tasawuf dan fenomena yang dialaminya secara langsung, sehingga terciptalah cerpen-cerpen yang memiliki sebuah gagasan tasawuf yang besar pada proses penciptaannya. Disesuaikan dengan indikator maka selanjutnya siswa dapat mendiskusikan unsur-unsur intrinsik yang mereka temukan dari kumpulan Cerpen Godlob, sehingga dapat melihat gagasan tasawuf yang terkandung dari cerpen-cerpen tersebut. Dengan metode diskusi dapat mendorong siswa untuk memanfaatkan informasi, pemikiran dan gagasannya, sehingga siswa mampu menyelesaikan tugas mereka. Hasil yang akan didapatkan oleh siswa ialah di dalam kumpulan cerpen Danarto yang berjudul Godlob tersebut mengandung muatan tasawuf yang dimunculkan melalui gagasan dari cerpen-cerpen tersebut. Kemudian siswa mempresentasikan hasil diskusinya, dengan metode ini siswa akan semakin berani mengemukakan pendapat, saran, dan kritik terhadap hasil yang didapat oleh mereka. Tidak hanya pihak guru yang aktif mengajar tetapi siswa diharapkan setelah membaca dan memahami cerpen-cerpen tersebut diharapkan dapat lebih mendalam lagi dalam memahami karya sastra tidak hanya terpaku pada unsur intrinsik saja, melainkan unsur di luar karya sastra seperti pemikiran pengarang juga berpengaruh penting terhadap lahirnya sebuah karya sastra. Dari cerpen-cerpen ini juga siswa dapat mengetahui ajaran-ajaran hidup yang disampaikan di dalam cerpen, karena

78

cerpen-cerpen ini bermuatan tasawuf dan filosofi yang akan bermanfaat di kehidupan mereka. Sehingga siswa mampu mengaplikasikannya ke dalam masyarakat, seperti siswa dapat meneladani sikap dari sosok Salome yang sangat teguh dalam proses pencarian Tuhan. Ataupun sikap yang dimiliki oleh Rintrik yang memang sangat menunjukkan sikap ketuhan yang ada di dalam dirinya serta Perempuan Hamil yang dalam menjalani proses hidup dan kehidupannya selalu merindukan bertemu dengan wajah Tuhan.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai gagasan tasawuf dalam kumpulan cerpen Godlob, terdapat beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Cerpen-cerpen Danarto memang memiliki terobosan untuk mengenal gagasan tasawuf yang secara implisit diceritakan baik melalui tema, alur, latar, tokoh dan gaya penceritaan. Gagasan itu berupa gagasan tentang keTuhanan, gagasan tentang kejiawaan; dan gagasan alam semesta. Hubungan ini bisa dilihat dari ketiga tokoh utama yang diteliti dalam cerpen tersebut. Setiap tokoh memiliki gagasan sendiri-sendiri dalam menjalani proses laku sufi berharap bertemu dengan wajah Tuhan.

2. Gagasan tasawuf dalam cerpen-cerpen Danarto dapat diimplikasikan terhadap pembelajar sastra di sekolah. Terutama dalam membentuk karakter dan kecintaan siswa terhadap Tuhan. Karena seperti yang sama-sama diketahui, kecintaan siswa terhadap Tuhan sudah sangat menurun. Penyebab utamanya tak lain karena minimnya pembahasan-pembahasan sastra khususnya tentang dunia tasawuf dalam materi pembelajaran sastra di sekolah. Padahal gagasan-gagasan tasawuf yang tertuang dalam cerpen-cerpen Danarto itu sangat baik untuk dijadikan materi bahan ajar bagi peserta didik. Supaya peserta didik mengenal dan memahami hakikat diri dan Tuhan melalui cerpen-cerpen yang memiliki wawasan dan gagasan tasawuf.

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan melalui penelitian ini berdasarkan analisis dan implikasi adalah sebagai berikut:

1. Guru dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sudah semestinya meningkatkan minat baca peserta didiknya terhadap karya sastra yang bermutu dan memberi tugas kepada peserta didiknya untuk membaca dan membandingkan fenomena-fenomena yang terdapat dalam karya sastra yang dibacanya dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan nyata.

79

80

2. Selain nilai moral guru dalam pelajaran sastra dituntut untuk dapat menuntun peserta didiknya agar menangkap fenomena-fenomena tasawuf seperti apa saja yang terekam dalam karya sastra, dan diharapkan karya-karya Danarto yang kebanyakan berkaitan dengan dunia tasawuf bisa dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa dan Sasrtra Indonesia di sekolah-sekolah. 3. Selain guru, orang tua juga sudah selayaknya meningkatkan minat baca anaknya terhadap karya sastra yang bermutu dan memberikan pengarahan yang baik untuk pembentukan karakter si anak. 4. Terakhir, sebagai intelektual yang bergerak di bidang sastra dan juga calon pendidik, agar dapat memahami dan mampu meneliti dengan baik karya sastra melalui tinjauan objektivitas karya sastra dan juga ketika mengajarkan peserta didiknya di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2014.

Atjeh, Abu Bakar, dkk. Dunia Tasawuf. Bandung: Sega Arsy, 2016.

Barsany, Noer Iskandar. Tasawuf, Tarekat, dan Para Sufi. Jakarta: Raja Grafindo Pesada, 2001.

Darma, Budi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2003.

Danarto. Godlob. Cetakan Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987.

Endraswara, Suwardi. Teori Kritik Sastra: Prinsip, Falsafah, dan Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. 2003.

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.

Hadi, Abdul W.M. Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi- puisinya. Bandung: Benteng Budaya. 1995.

Hamka. Tasawuf Modern; Bahagia itu Dekat denngan Kita Ada di dalam Diri Kita. Jakarta: Republika. 2015.

Hamka. Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf; dari Masa Nabi Muhammad Saw. Hingga Sufi-sufi Besar. Jakarta: Republika. 2016.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kelima). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2016.

Mulkhan, Abdul Munir. Intisari Ajaran Syekh Siti Jenar: Wahdatul Wujud dalam Pemikiran Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi. 2015.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015. 81

82

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press. 2002.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012.

Permadi. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta. 2004

Rahmanto, B., Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisuis. 1988.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cetakan Kedua. 2013

Sardjono, Agus R., Sastra dalam Empat Orbaa. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 2001.

Shashangka, Damar. Induk Ilmu Kejawen: Wirid Hidayat Jati. Dolphin. Jakarta: 2014.

Simuh. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Bintang Budaya. 1999.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.

Solikhin, Muhammad, Tasawuf Aktual. Semarang: Pustaka Nuun, 2004.

Syukur, M. Amin. Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997.

Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa, 2009.

Umar, Nasarudin. Tasawuf Modern; Jalan Mengenal dan Mendekatkan Diri Kepada Allah Swt. Jakarta: Republika, 2014.

Undang-undang. Nomor 20. Tahun 2003. Pasal 3

83

Wellek, Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993.

Rahman, D. Jamal. Wahdatul Wujud di Indonesia Modern: Pantulan dari Cerpen-cerpen Danarto.http://jamaldrahman.wordpress.com /2008/10/24/wahdatul-wujud-di-indonesia-modern-pantulan- dari-cerpen-cerpen-danarto/

Sri Widati Pradopo, dkk. Struktur Cerita Rekaan Jawa Modern BerlatarPerang. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/734/Danarto http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Danarto

Dewan Kesenian Jakarta. Berpulangnya Sastrawan Danarto https://dkj.or.id/berita/berpulangnya-sastrawan-danarto/

Biografi Tokoh Ternama. Biografi Danarto – Penulis dan Sastrawan Indonesia.http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tok oh/734/Danarto

Lembar lJji Rcfrensi Nama : Muhammad Adi Alvian NIM : 1111013000062 Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia JudulSkrpsi : Gagasan Tasawuf dalam kumpulan Cerpen Godlob KaryaDanarto dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah DosGnPembimbing : Ahmad Bahtiar, M. Hum i No I Ret'rensi Halaman Paraf 1 Wellek Warren. Teori Kesusastraan. (Jakarta: Gramedia 3, 135 Pus taka, 1993) 9; 2 Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode, dan Teknik 73 Penelitian Sastra, (Y ogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) ~ Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra. (Jakarta: 161,151, 1 3 I Grasindo, 2008) I f-­ ~ 4 Burhan Nurgiyantoro. Teori Pengkajian File·d. 23, 32, 80, 82, 113, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012) 166,216,218,219, 248 fJ,

5 Danarto. Godlob. Cetakan Kedua. (Jakarta: 10,12,14,16,17,19, PustakaUtama Grafiti, 1987) 20, 21, 22, 23, 25, 27,28,29,30,32, 51, 52, 53, 54, 56, 58, 59, 62, 63, 64, 69,74,94, 121, 122, 122, 123, 124, 125, ~ 126, 127, 128, 129, 130, 132, 135, 136, 141,154 155, 6 Hamka. TasmAv,zifModern. (Jakarta: Republika. 2015) 5,49,50

~f 7 Harrm Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. 205, (Jakarta: UI Press. 2002) 57 8 Suwardi Endraswara, Teori Kritik Sastra.: Prinsl]). 62 Falsafah, dan Penerapan. (Yogyakarta: Caps, 2013) /; ______L----. ---_._­ 9 Abdul Munir Mulkhan. Illtisari Ajarwl Syekh Siti Jenar: 67, 187 Wahdatul Wujud dalam Pemikiran ls'lam Jawa. (Yogyakarta: Narasi. 2015) J) 10 Abuddin Nata. Akhlak Tasawu/ dan Karakter Mulia. 81 (Jakarta: Rajawali Pers, 2015) ~ 11 Nasarudin Umar. TasaWLifModern. (Jakarta: Republika, 4,5 2014) 5) 12 Damar Shashangka. Induk Ilmu Kejawen: Wirid Hidayat 62 Jati. (Dolphin. Jakarta: 2014) ~ 13 Pem1adi. Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta: Rineka 28 Cipta.2004 ~ 14 Titus Burckahdt. Mengenal Ajaran Kawn Sufi. (Jakarta: 24 Dun~aPustaka Jaya. 1976) ,q 15 Noer Iskandar al Barsany. Tasawuf, Tarekat, dan Para I Slifi. (Jakarta: Raja GrafindoPesada, 2001) 16 Abdul Hadi W.M. Hamzah Fansuri: Risalah Tasawlif 12 < dan Puisi-pltisinya. (Bandung: Benteng Budaya. 1995) ~ 17 Simuh. Slifisme Jmva: Trans/ormasi Tasc{wu/ke Mistik 14, 102, 104,262, Jcnva. (Y ogyakarta: Bintang Budaya. 1999) 263,25, 55 18 Tim Penerbit Angakasa. Ensiklopedia Sa5tra Indonesia. 186 (Bandung: Titian Ilmu. 2007) 0 19 Undang-undang. Nomor 20. Tahun 2003. Pasal 3 fZ. 20 Budi Darrna. PengantarTeoriSastra. (Jakarta: Pusat 23 Bahasa Depdiknas, 2003) ~ 21 Sri Widati Pradopo, dkk. StrukturCeritaRekaanJawa 42, 62, 63, 84, Modern BerlatarPerang. JS 22 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra. 67,72,83, (Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2014) 9; 23 Furqol1ul Aziez dan Abdul Hasim. iVienganalisis Fiksi. 68 (Bogor: Ghalia Indonesia. 2010) ~ 24 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, ( 5,17,55,79 Bandung: Angkasa, 2009) ~ 25 KamusBesar Bahasa Indonesia (EdisiKelima). (Jakarta: DepartemenPendidikanN asional. 2016) ~ 26 M. Amin Syukur. Menggugat TasawLif: Sufisme dan 108, 110, 111 / TanggungJawab Sosial Abad 21. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997) ~ 27 Abu Bakar Atjeh, dkk. Dunia TasaWLif, (Bandung: Sega 31 Arsy, 2016) ~ 28 Muhammad Solikhin, TasaWLif Aktual. (Semarang: 10 Pustaka Nuun, 2004) ~J 29 Agus R. Sardjono, SastradalamEmpatOrbaa. 209 (Y ogyakarta: YayasanBentengBudaya, 2001) ~ 29 B. Rahmanto, MetodePengajaranSastra, (Yogyakarta: 38 Kanisuis. 1988) J, 30 http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/ 734/0anarto ~ 31 Jamal D. Rahman. WahdatulWujud di Indonesia Modem: Pantulandari Cerpen -cerpenDanarto. http://jamaldrahman.wordpress.comI2008/10/24/wahdatu l-wujud-di-indonesia-modem-pantulan-dari-cerpen P-; cerpen-danarto/ RENCANAPELAKSANAANPEMBELAJARAN

Sekolah Mata Pelajaran Bahasa Indonesia KelasiSemester XI 1Ganjil Tahun Pelajaran 2017/2018 Materi Pokok eerpen Alokasi Waktu 4 Minggu x 4 Jam pelajaran @ 45 Menit

A. Kompetensi Inti • KI-l dan KI-l:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Menghayati dan mengamaikan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (sotong royons, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyat'8kat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional". • Kl3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metak:ognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang Umu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahk:an masalah • KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

B. K ompetensiDasar dan Indikator PencapJaian Idikan tor Kompetensl Dasar Pengetahuan Kompetensi Dasar K.eterampilan

3.8. Mengidentifikasi nilai-nilai kehldupan yang 4.8. Mendemonstrasikan salah satu nilai terkandung dalam ku kebidupan yang dipelajari dalam cerita 3.9. mpulan ceritapendek yangdibaca pendek IPK Pengetahllflll IPK KeterampUan

4.8.l. Menentukan unsur intrinsik, ekstrinsik, dan nilai- 4.8.2. Mempresentasikan dan memperbaiki nilai dalam cerpen serta menerapkan nUai-nUai basil kerja dalam diskusi kelas. dalam cerpen ke dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar Pengetahuan Kompetensl Dasar KeterampUan

3.9. Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek 4.9. Mengkonstruksi sebuah cerita pendek dalam buku kumpulan cerita pendek dengan memerhatikan unsur-unsur pembangun cerpen IPK Pengetahllflll iPK KetertlmpiIan

4.9.1. Mengidentifikasi cerpen dengan memerhatikan 4.9.3. Mempresentasikan, menanggapi, dan unsur-unsur pembangun cerpen merevisi hasil kerja dalam diskusi 4.9.2. Menyusun kembali cerpen dengan memerhatikan kelas. unsur-unsur~mban~ce~n c. Tujuan Pembelajaran Setelah kegiatan belajar mengajar selesai, peserta didik dapat : 1. Menghayati dan mengamalkan materi cerpen sebagai bentuk penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianutnya 2. Menguasai materi cerpen dengan menunjukkan perilakujujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong), kerja sama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusia, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetabuan procedural pada bidang kajian materi cerpen yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah kongkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari materi cerpen yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

D. Mauri PembelaJaran Fakta Topik : Cerpen • lsi cerpen Konsep Unsur Kebahasaan • Majas • peribahasa • ungkapan

Prinsip Fungsi Sosial • Nilai-nilai kehidupan dalam cerpen • Unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen

Prosedur Sturktur • Unsur-unsur pembangun cerpen • Merekonstruksicerpen.

E. Metode PembelaJaran Pendekatan : Scientific Learning Model Pembelajaran : Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan) dan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah )/ projek

F. Media Pembelajaran Media/Alat: » Worksheet atau lembar kerja (siswa) » Lembar penilaian » Penggaris, spidol, papan tulis » Laptop & infocus » Audio: kaset dan CD. » Audio-cetak.: kaset atau CD audio yang dilengkapi dengan teks. » Proyeksi visual diam: OUT dan film bingkaL » Proyeksi audio visual: film dan bingkai (slide) bersuara. » Audio visual gerak: VCD, DVD, dan W. » Visual gerak: film bisu. » Objek fisik: Benda nyata, model, dan spesimen. » Komputer. » Cetak: buku, modul, brosur, leaflet, dan gambar.

Baban: » Spidol I kapur berwarna

G. Sumber Belajar » Buku penunjang kurikulum 2013 mata peJajaran Bahasa IndonesiaKelas XI Kemendikbud, tabun 2013 » PengaJaman peserta didik dan guru » Manusia dalam lingkungan: guru, pustakawan, laboran, dan penutur nativ. » http://erny25.bJogspot.co.idl2015/1O/materi-bahasa-indonesia-kelas-xLhtml » http://mulianirahmahpbsLblogspot.co.idl2014/02/materi-cer.pen-kelas-xi-ipa.html » http://www.wartabahasa.coml2015/09/struktur-teks-cerpen-teks-cerita-pendek.html ~ https:!/www.academia.edul8340569IMATERI B. IND kelas XI STRUKTUR dan KEBAHASAAN CERPEN ~ http://budiangkasa.blogspot.co.idl20 13/04/pengertian-cerpen.html ~ http://www.infonnasibelajar.coml20 15/1Ilstruktur-teks-cer:pen-ciri-ciri-cerpen.html }> http://sekolah-daring.blogspot.coml20 15/09/struktur-teks-cemen-teks-cerita-pendek.html }> https;llwww.academia.edul9420289/Contoh Soal Bahasa Indonesia Kelas XI Kurikulum 2013 CE RPEN }> https:lligubprasetyo.wordpress.coml2014112105/soal-kelas-xi-kurikulum-2013/ ~ https:lliguhprasetyo.wordpress.coml2014/09/29/soal-kelas-xi-kurikulum-2013-cemenl

H. Ketdatan Pembelajaran Pertemuan Ke - 1 Materi : Cerpen

KEGIATAN PEMBELAJARAN Waktu

Sintak Model Pembelajaran 90 menit

KEGIATAN PENDAHULUAN 15 menit

Stimulation (stimullasil pemberian rangsangan)

Guru: Orientasi • Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk memulai pembelajaran • Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin • Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan pembelajaran. Apersepsi • Mengaitkan materiitemalkegiaJan pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik dengan materiJtemalkegiatan sebelumnya, yaitu : Membuat kesimpuIan buku norifiksj • Mengingatkan kembali materi prasyarat dengan bertanya. • Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang akan dilakukan. Motivasi • Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang akan dipelajari dalam kebidupan sehari-hari. • Apabila materi 1tema 1projek ini kerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh ini dikuasai dengan baik, maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan tentang materi isi cerpen • Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang berlangsung • Mengajukan pertanyaan. Pemberian Acuan • Memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan saat itu. • Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan KKM pada pertemuan yang berlangsung • Pembagian kelompok belajar • MenjeIaskan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesuai dengan langkah-Iangkah pembelajaran.

Problem Statemen (pertanyaan/ identulkasi masalah)

KEGIATAN LITERASI

Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin pertanyaan yang berkaitan dengan gambar yang disajikan dan akan dijawab melalui kegiatan belajar,

• Melihat (tanpa atau dengan alat) Pertemuan Ke - 1 Materi: Cerpen

Menayangkan gambar/foto/video tentang materi isi cerpen nApa yang katian plkirkan tentangjotolgambar tersebut?"

• Mengamati ~ lembar kerja materi isi cerpen ~ pemberian contoh-contoh materi isi cerpen untuk dapat dikembangkan peserta didik, dari media interaktif, dsb • Membaca (diJakukan di rumah sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung), membaca materi isi cerpen dari buku paket alau buku-buku penunjang lain, dari internet/materi yang berhubungan dengan lingkungan • Mendengar pemberian maIer; isi cerpen oleh guru

• Menyimak, penjelasan pengantar kegiatan secara garis besar/global tentang materi pelajaran mengenai materi isi cerpen, untuk melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. • Menulis Peserta didik menulis resume tentang apa yang telah dibaca, diamati dan didengarkan sebagai pembiasaan dalam membaca dan menulis (Literas£)

CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)

• Mengajukan pertanyaan tentang materi isi cerpen yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diarnati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) untuk mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Misalnya : ~ Apa yang dimaksud dengan isi cerpen? ~ Terdiri dari apakah isi cerpen tersebut? ~ Seper/i apakah isi cerpen tersebut? ~ Sagaimana isi cerpen itu bekerja? ~ Apajungs; isi cerpen? ~ Bagaimanakah materi is; cerpen itu berperan dalam kehidupan sehari-hari dan karir masa depan peserta didik?

~_G_lA__T_A__N_I_N_T__I______l._____6o__m:~t_____ Data Collection (pengumpulan data)

KEGlATAN LITERASI

Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab pertanyan yang telah diidentifikasi melalui kegiatan: • Mengamati obyek/kejadian, mengamati dengan seksama materi isi cerpen yang sedang dipelajari dalam bentuk gambar/video/slide presentasi yang disajikan dan mencoba menginterprestasikannya • Membaca sumber lain selain buku teks, mencari dan membaca berbagai rejerensi dari berbagai sumber guna menambah pengetahuan dan pemahaman tentang materi isi cerpen yang sedang dipelajari • Aktivitas menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi isi cerpen yang sedang dipelajari Pertemuan Ke - 1 Materi: Cerpen

• WawancaraItaDya jawab dengan nara sumber mengajukan pertanyaan berkaiatan dengan materi lsi cerpen yang tekah disusun da/am dqftar pertanyaan kepada guru

COLLABORATION (KERJASAMAl

Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk:

• Mendiskusikan Peserta didile dan guru secara bersama-sama membahas contoh dalam buku paut mengenai maIer; lsi cerpen • Mengumpulkan informasl mencatat semua itiformasi tentang materi isi cerpen yang ,e/ah dipero/eh pada buku catalan dengan tulisan yang rapi dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benor • Mempresentasikan ulang Peserta didik mengkomunllcasikan secora /isan atau mempresentasikan materl isi cerpen sesuai dengan pemahamannya

Data Processing (pengolahan Data)

COLLABORATION (KERJASAMA) dan CRITICAL TIDNKING (BERPIKIR KRITIIO

Peserta didik dalam kelompokoya berdiskusi mengolah data hasil pengamatan dengan cara :

• Saling tukar informasi tentang materi isi cerpen dengan ditanggapi aktif oleb peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleb sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian, dengan menggunakan metode ilmiah yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau pada lembar kerja yang disediakan dengan cennat untuk mengembangkan sikap teliti. jujur, sopan, menglwrgai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan bell\iar dan bell\iar sepanjang hayat. • Berdisknsi tentang data dari materi isi cerpen yang sudah dikumpulkan I terangkum dalam kegiatan sebelumnya. • Mengolab informasi dari materi isi cerpen yang sudah dikumpulkan dari hasil kegiatanlpertemuan sebelumnya mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi yang sedang berlangsung dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan pada lembar kerja. • Peserta didik mengerjakan beberapa soal mengenai materi isi cerpen

KEGIATAN PENUTUP I 15 menit Verification (pembuktian)

CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK) dan COMMUNICATION (BERKOMUNIKASn

Peserta didik mendiskusikan basil pengamatannya dan memverifikasi untuk menyimpulkan hasil pengamatannya dengan data-data atau teori pada buku sumber melalui kegiatan : • Menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan infonnasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan untuk mengembangkan silmp jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menempkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam membuktikan tentang materi : is; cerpen, antara lain dengan : Peserta didik dan guru secara bersama-sama membahas jawaban soal-soal yang telah dikerjakan oleh peserta didiIe. Pertemuan Ke - 1 Materl: Cerpen

• Menyampaikan basil diskusi tentang materi isi cerpen berupa kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya untuk mengembangkan silmp jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan sopan • Mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara klasikal tentang mteri : isi cerpen • Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan tentanag materi isi cerpen dan ditanggapi oleh kelompok yang mempresentasikan • Bertanya atas presentasi tentang materi isi cerpen yang dilakukan dan peserta didik lain diberi kesempatan untuk menjawabnya. • Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan berupa : Laporan hasil pengamatan secara tertulis tentang isi cerpen • Menjawab pertanyaan tentang isi cerpen yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan. • 8ertanya tentang hal yang belurn dipahami, atau guru melemparkan beberapa pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi isi cerpen yang akan selesai dipelajari • Menyelesaikan uji kompetensi untuk materi isi cerpen yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau pada lembar lerja yang telah disediakan secara individu untuk mengecek penguasaan siswa terhadap materi pelajaran

Generalizatio (menarik kesimpulan)

CREATIVITY (KREATIVITAS)

Peserta didik : • Membuat resume dengan bimbingan guru tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran is; cerpen yang barn dilakukan. • Mengagendakan pekerjaan rumah untuk materi pelajaran is; cerpen yang baru diselesaikan. • Mengagendakan materi atau tugas projek /produk /portofolio /unjuk kerja yang harus mempelajarai pada pertemuan berikutnya di luar jam sekolah atau dirumah. Guru: • Memeriksa pekerjaan siswa yang selesai langsung diperiksa untuk materi pelajaran isi cerpen. • Peserta didik yang selesai mengerjakan tugas projek /produk /portofolio /unjuk kerja dengan benar diberi paraf serta diberi nomor urut peringkat, untuk penilaian tugas projek /produk /portofolio /unjuk kerja pada materi pelajaran is; cerpen • Memberikan penghargaan untuk materi pelajaran is; cerpen kepada kelompok yang memiliki kinerja dan kerjasama yang baik

CATATAN:

Selama pembelajaran isi cerpen berlangsung, guru mengamati sikap siswa dalam menumbuhkembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecintaan kepada sesama manusia, bersahaja, disiplin, rasa percaya diri, berperilaku jujur, tangguh menghadapi masalah, tanggungjawab, rasa ingin tahu, peduli lingkungan, tanah air, dan bangsa Indonesia, serta kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat berni/ai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. (Karakter Kepramukaan, Kebangsaan, dan Kewirausahaan) I. Penilalan Sikap Jurnal LEMBAR PENILAIAN SIKAP • JURNAL

NamaSiswa Kelas ......

Sikap/PerUaku No. Hariffanggal Keterangan Positif Negatlf

Kesimpulan :

Penilaian Sikap • Jurnal

Nama Peserta Didik ...... ,...... Kelas : ...... ,...... Aspek yang diamati ......

Keterangan I No Hariltanggal Kejadian Tindak Lanjut 1 ..... Nilai jurnal menggunakan skala Sangat Baik (SB)= 100, Baik (B) = 15, Cukup (C) = 50, dan Kurang (K) = 25

Pengetahuan • Tertulis Pllihan Ganda (/ihal /ampiran) - Tertulis Uraian(/ihal/ampiran) - Tes Lisan I Observasi terbadap Diskusi Tanya Jawab dan Percakapan Praktek Monolog atau Dialog Pilien a an ASpelkPercaka.pan Aspekyang Skala Jumlab Skor Kode No Dinilai 2S SO 75 100 Skor Sikap Nilal 1 Intonasi 2 Pelafalan 3 Kelancaran 4 Ekspresi 5 Penampilan 6 Gestur

- Penugasan(/ihat lampiran) TugasRumah a) Peserta didik menjawab pertanyaan yang terdapat pada buku peserta didik b) Peserta didik memnta tanda tangan orangtua sebagai bukti bahwa mereka telah mengerjakan tugas rumah dengan baik c) Peserta didik mengumpulkan jawaban dari tugas rumah yang telah dikerjakan untuk mendapatkan penilaian Keterampilan - Penilaian Unjnk Kerja Contoh instrwnen penilaian unjuk kerja dapat dilihat pada instrwnen penilaian ujian keterampilan berbicara sebagai berikut: Instrumen Penllaian Sangat Knrang Tidak Balk No Aspek yang DinUal Balk Balk Balk (75) (100) (50) (1S) 1 Kesesuaian respon dengan pertanyaan 2 Keserasian pemilihan kata 3 Kesesuaian penggunaan tata bahasa 4 Pelafalan Kritena. pemlalan.. (skor) 100 = Sangat Baik 50 = Kurang Baik 75 = Baik 25 = Tidak Baik Cara mencari nilai (N) = Jumalah skor yang diperoleh siswa dibagi jumlah skor maksimal dikali skor ideal (100)

Instrumen Penllaian Diskusi No Aspek yang Dinilai 100 75 50 25 I Penguasaan materi diskusi 2 Kemampuan menjawab pertanyaan 3 Kemampuan mengolah kata 4 Kemampuan menyelesaikan masalah Keterangan : 100 = Sangat Baik 50 = Kurang Baik 75 = Baik 25 = Tidak Baik

- Penilaian Proyek(lihat lamp/ran) Membuat denah sekolah, jadwal kegiatan sekolah, dll - Penilaian Produk(lihat lampiran) - Penilaian portorouo Kumpulan semua tugas yang sudah diketjakan peserta didik, seperti catatan, PR, dll Instrumen Penilain No Aspek yang Dinilai 100 75 50 25 I 2 3 4

.•..•..•••.•••. , 18 Juli 2018

Mengetahui, Kepala MAN 11 Jakarta ...... Guru Mata Pelajaran

NIP. NIP.