KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA OBROG OWOK-OWOK EBREG EWEK-EWEK KARYA DANARTO DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh Chitra Nur Imaniar NIM: 1112013100005

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2019

′ LEⅣIBAR PENGESAHAN SKRIPSI

KRITIK SOSIAL DALAPI NASKAH DRAⅣ IA

OBRθG θ″り【 θ″りrttBREC E″ τr KARYA DANART0 "″ DAN IR/1PLIKASINYA PADA PEPIBELAJARAN BAⅡ ASA DAN SASTRA

INDONESIA DISEKOLAⅡ ⅣIENENGAⅡ ATAS(SPI劫

Skripsi

Dttukan kepada Fakultas 1lmu Tarbiytt dan Kcguruan untuk Memelluhi

Pcrsyaratan dalaln Melmperolё h Cclar Sttana PCndidikan(So Pd.)

01eh

Chitra rur lma亜ar NIPI:1112013000055

ⅣIe

NIP。 197710302008012009

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

, FAKULTASILPIU TARBIYAH DAN KEGURUAN ヽ

′ UNIVERSITAS ISLAⅣ I NEGERISYARIF ⅡIDAYATULLAⅡ JAKARTA 2019 LEPIBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

Skripsi berjudul Kritik Sosial dalam Naskah Dram.a Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya Danarto dan Implikasinya terhadap Pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di SMA disusun oleh Chitra Nur Imaniar, Nomor Induk Mahasiswa 1112013000055, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada29 April 2019, dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (S. Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, 2019

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Pttiua(Ketua Jurusan/Stud) Tallggal Tanda Tangan

Dr.Makvlllll Subuki3 M.Hum. a2Mθ ,ュοノθ NIP。 198003052009011015 sekraaris selC∝aris Jurusaly Prod) Toto Edidttmo,MA.

NIP.197602252008011020 %..照 グ.卸 .

PCnttiI A仙nad Btttiar、 M.Hulll. NIP.197601182009121002 e2 Mei 2619

PenguJl II No宙 Diah Harvanti,M.Hullll. Miei gate NIP。 198411262015032007 aB

Mengetahui, Tarbiyah dan Keguruan KEMENTERIAN AGAMA No Dokllmcn i FI・ rK‐ FR.AKD‐ ()89 TgL Terbit I Maret 20lu UIN JAttRTA FORIM(F]時 : IFITK No.Rcvisi: : 01 ″ //■ η凛,ヽ,ガ ぜ´″ 71イ プPルあ″ぶ● “ "′ `″ SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang beianda tangan di ba、 vah ini) Nama i Chitra Nurimaniar Tempat/T'gl.Lahir i Tangerang,19 Mei 1994 NIM :1112013000055

.lurusan I Prodi :Pendidikan 3ahasa dan Sastra 11ldoncsia

Jlldul Skripsi :“ lく ritik Sosial dalam Naskah Drama Obrok O、 ″ok…

o、、「ok Ebrck E、vck― cwck dan ilnplikasinya lPada

Pembclttaran Bahasa ttn Sattra lndonesia di SⅣ 独 ''

IDoscn Pcmbimbing :Rosida Erowati、 Ⅳl.lium dcngan ini lncnyatakall bah、 va skripsi yang saya buat benar― bcnar hasil kava scndiri dan saya bcftanggungiaヽ Vab sccara akadclnis atas apa yang saya tは lis

Pcrnyataan ini dilDutt scbagtt salah sttu syartt mcncmpuh Чian Munaqasyah

.lakarta,29 April 2019 Mahasiswa Ybs.

NIⅣI。 1112013000055 ABSTRAK Chitra Nur Imaniar (1112013000055), “Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya Danarto dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M. Hum. Karya sastra memiliki kecenderungan untuk mencerminkan kondisi sosial masyarakat yang dipotretnya. Oleh karena itu jika didalamnya terdapat kritik sosial, hal ini menandakan bahwa karya sastra tersebut menyikapi sebuah fenomena sosial. Naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya Danarto merupakan salah satu naskah drama yang mengandung kritik sosial di dalamnya. Dengan demikian peneliti menggunakan naskah tersebut sebagai objek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) merepresentasikan kritik sosial masa orde baru; (2) mengimplikasikannya ke dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Pendekatan yang digunakan sosiologi sastra yaitu pendekatan yang berupaya mengungkapkan hubungan antara karya sastra dengan kehidupan sosial masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat enam kritik sosial yang dikritik pengarang antara lain: (1) Kritik masalah politik terhadap Undang-Undang Permusikan, (2) Kritik masalah pendidikan terhadap rendahnya kreativitas dan mahasiswa yang tidak tahan kritik, (3) Kritik masalah agama terhadap kebobrokan iman, (4) Kritik masalah sosial budaya terhadap perseturuan antara budaya tradisi dan budaya modern, (5) Kritik masalah teknologi terhadap alat mengamen pengamen modern dan konvensional, (6) Kritik masalah moral terhadap keserakahan, penipuan, kebiasaan hidup satu atap tanpa hubungan pernikahan, dan poligami yang ada di masyarakat. Kata kunci: Kritik sosial, Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

i

ABSTRACT

Chitra Nur Imaniar, (1112013000055), “Social Criticism in Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek of Danarto and its Implications on Indonesian Language and Literature Learning”. Major Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Science and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor: Rosida Erowati, M. Hum.

A literary work has a tendency to reflect the social condition of the society it expresses. Therefore, if there's social criticism in it, this indicates that the literary work addresses a social phenomenon. The script of Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek written by Danarto is one of the drama scripts that contains social criticism in it. Thus, researchers use the text as the object of the research. The aims of this research are: (1) to represent social criticism during the new order; (2) to imply it in teaching Indonesian Language and Literature at school. The approach used in literary sociology is an approach that able to express the relationship between literary work and social life. The method used in this research is a qualitative method. The result of this research indicates that there are six social criticisms concerned by the authors, as following: (1) Criticism of political problems with the Permission Act, (2) Criticism of educational problems on low creativity and students who cannot stand criticism, (3) Criticism of religious problems against faith depravity, (4) Criticism of socio-cultural problems towards rivalry between traditional culture and modern culture, (5) Criticism of technological problems with modern and conventional busking buskers, (6) Moral criticism against greed, fraud, one-stop living habits without marital relations, as well as polygamy issues.

Keywords: Social Criticism, Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, Indonesian Language and Literature Learning in High School.

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirahim Syukur Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Swt., yang telah memberikan segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad Saw., keluarga, para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Skripsi berjudul “Kpitik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”, disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S-1 pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikan skripsi inidengan baik. Sebagai ungkapan rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Sururin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 3. Toto Edidarmo, M. A., selaku Sekretaris Jurusan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 4. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang membantu penulis dalam segala proses perkuliahan dan meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 5. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi demi kesuksesan penulis.

iii

6. Kepala sekolah, rekan guru, dan staf Homeschooling Primagama Meruya yang tiada henti mendukung dan memberi izin penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Bangkit Sanjaya, untuk diskusi dan saran kepada penulis. 8. Sahabat dan rekan pada periode sekolah dasar hingga perkuliahan Tibi, Lambe, Caduy, dan khususnya pada Mohammad Aulia Ramadhan atas bantuan dan dukungannya. 9. Teman-teman seperjuangan PBSI 2012 dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selalu membuat suasana kelas begitu hangat, dan penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kebersamaanya.

Akhirnya penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Penulis menerima kritik serta saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca serta kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, 29 April 2019

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 6 C. Batasan Masalah...... 6 D. Rumusan Masalah ...... 7 E. Tujuan Penelitian ...... 7 F. Manfaat Penelitian ...... 7 G. Metodologi Penelitian ...... 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Kritik Sosial ...... 11 1. Pengertian Kritik Sosial ...... 11 2. Kritik Sosial, Protes Sosial, dan Kreativitas ...... 12 3. Kritik Sosial dalam Sastra ...... 12 4. Kritik Sastra ...... 13 5. Jenis-Jenis Kritik Sosial ...... 13 B. Hakikat Sosiologi Sastra ...... 18 1. Pengertian Sosiologi Sastra ...... 18 C. Hakikat Drama ...... 20 1. Pengertian Drama ...... 20 2. Pengertian Naskah Drama ...... 21 3. Unsur Intrinsik Drama...... 22 D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ...... 30 E. Penelitian yang Relevan ...... 31 BAB III BIOGRAFI PENGARANG A. Biografi Danarto...... 34

v

B. Pandangan Danarto ...... 35 C. Karya Danarto ...... 37 D. Sipnosis ...... 38 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Unsur Intrinsik Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto ...... 41 1. Tokoh dan Penokohan ...... 41 2. Alur ...... 60 3. Latar dan Ruang ...... 62 4. Penggarapan Bahasa...... 65 5. Tema dan amanat ...... 69 B. Analisis Kritik Sosial terhadap Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto...... 73 1. Kritik Sosial Masalah Politik ...... 73 2. Kritik Sosial Masalah Pendidikan ...... 75 3. Kritik Sosial Masalah Agama ...... 77 4. Kritik Sosial Masalah Sosial Budaya ...... 79 5. Kritik Sosial Masalah Teknologi ...... 80 6. Kritik Sosial Masalah Moral ...... 83 C. Implikasi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ...... 92 BAB V PENUTUP A. Simpulan ...... 96 B. Saran ...... 97 DAFTAR PUSTAKA ...... 99 LAMPIRAN

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berbagai jenis karya sastra dibuat sastrawan sebagai bentuk “pemberontakan” terhadap fenomena kehidupan yang dianggap tidak wajar, dalam hal ini berarti menyanggah. Kondisi semacam ini membuat banyak pelaku seni mencoba “menipu” dengan cara menuangkan kritik dibalut dengan estetika seni yang menarik. Kritik sosial sebagai sarana kegelisahan masyarakat atau bahkan ungkapan kemarahan bertujuan untuk suatu perubahan yang lebih baik. Ia hadir di dalam sebuah karya sastra, sebagai bentuk sindiran dari suatu peristiwa yang dialami dan didengar oleh seorang pengarang terhadap lingkungan di sekitarnya yaitu berupa ketimpangan sosial yang menimbulkan masalah-masalah sosial. Oleh karena itu, karya sastra dianggap sebagai salah satu wadah yang paling ampuh untuk menyampaikan kritik sosial dimana seorang pengarang menyelipkan kritik melalui karyanya dengan tujuan untuk menyadarkan objek yang menjadi sasarannya. Wujud kehidupan sosial yang dikritik bermacam-macam. Salah satu peristiwa yang menarik perhatian beberapa sastrawan ialah mengenai keluarga, krisis kepercayaan sesama manusia, dan perselingkuhan.

Naskah drama sebagai karya sastra menjadi media penyampai representasi masyarakat. Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek (selanjutnya disebut OOEE) adalah naskah drama yang sudah cukup familiar di kalangan tokoh teater. Naskah drama ini merupakan naskah yang ditulis oleh Danarto pada tahun 1973 (masa awal Orde Baru) dan sudah dipentaskan oleh grup teater di Indonesia dengan tema yang cukup sederhana. Karya ini menceritakan permasalahan kehidupan yang dapat

1

2

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan perselingkuhan, permainan, dan kejiwaan tentu sudah sangat sering diangkat sebagai tema naskah drama, tetapi yang unik dan menarik di sini adalah bagaimana cerita tersebut disajikan melalui teks OOEE yang ringan, dan tidak terlalu rumit. Danarto sebagai sosok representasi yang menuangkan kritiknya dengan cara yang berbeda, ia menyuguhkan cara bercerita dengan campuran humor di dalamnya. Hal inilah yang kemudian diangkat oleh Danarto dalam naskah drama OOEE.

Permasalahan-permasalahan aktual di atas juga telah diangkat oleh beberapa sastrawan dalam penggarapan masalahnya. Dua diantaranya yakni Nano Riantiarno dalam karyanya Pelangi dan Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer. Pelangi karya Nano Riantiarno mengisahkan hancurnya sebuah keluarga karena faktor kemiskinan. Kehancuran keluarga itu menjadikan seorang kepala keluarga (ayah) mencari hiburan dengan perempuan lain yang justru memperburuk keadaan. Di akhir cerita sang kepala keluarga meninggal dunia.

Selanjutnya adalah Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer yang menggambarkan seseorang yang gila harta, tidak percaya kepada manusia, bahkan kepada keluarganya sendiri. Didasari oleh latar belakang salah satu tokoh yang trauma terhadap kemiskinan. Sebuah krisis kepercayaan terhadap sesama manusia yang harus berujung kembali pada agama sebagai solusi.

Sebagai pekerja seni, Danarto memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia. Karya-karyanya mampu mendudukannya dalam jajaran pengarang Indonesia kontemporer terpandang. Karya-karyanya terpilih karena dilihat menurut riwayat kreatif yang telah ia torehkan dalam sejarah kesenian (pertunjukan), orisinalitas

3

selera sastra, dan kecemerlangan idenya. Maka dari itu, ia berhasil meraih penghargaan FTI (Federasi Teater Indonesia) Award 2014.

Tiada hari tanpa menulis. Kreativitasnya terus mengalir. Usia senja tidak menghalanginya untuk terus berkarya. Danarto sosok sastrawan dan pelukis yang produktif di Indonesia. Sosoknya yang rendah hati telah memberikan kontribusi dalam perkembangan dunia sastra dan seni rupa di Tanah Air. Dengan apik ia menjadikan hiruk-pikuk Pasar Beringharjo sebagai penggambaran keadaan sosial masyarakatnya. Realitas sosial yang dimunculkan Danarto membuat pembaca menyadari bagaimana suasana Pasar Beringharjo yang melambangkan kehidupan manusia yang selalu berkutat pada permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup dan terkenal dengan harga barang yang murah dan batiknya yang berkualitas. Tidak hanya transaksi barang dan uang, juga transaksi nilai moral.

Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa naskah OOEE bukan hanya membicarakan masalah ruang, tapi juga waktu. Ada kesepekatan tentang waktu. Danarto menciptakan tokoh yang setiap saat bertambah muda, ruang waktu yang makin muda, dan sekian waktu itu di berbagai waktu yang berbeda dijadikan satu kepala, khayalan, dan mimpi. Danarto dalam OOEE bermain dengan ruang waktu yang berbeda namun tetap dalam satu panggung, saling sahut-menyahut, tapi pada kenyataannya, ruang dan waktunya berbeda. Khayalan menjadi kenyataan, mimpi seperti kenyataan, dan kenyataan tidak terlalu diambil serius. Danarto menghayati mistik dengan riang dan tidak ada penjelasan untuk sebuah keajaiban. Dunia nyata tetap bicara. Tidak mengorbankan seluruh kemurniannya dalam kesepakatan sehari-hari yang harus logis. Danarto tidak membedakan fakta dengan fiksi. Baginya, sastra adalah dirinya. Selanjutnya, Sapardi Djoko Damono juga mengakui keunikan sastrawan

4

yang pernah menjadi editor majalah dinding di fakultasnya ini. Naskah Danarto menarik untuk dibaca.1

Naskah drama OOEE ini sangat menarik untuk dibaca karena pembawaannya yang ringan dan Danarto menceritakannya seperti dongeng yang menampilkan khayalan, kenyataan, masa lalu, masa yang akan datang menjadi satu sehingga masih layak dibaca. Ia menggambarkan kondisi masyarakat dibumbui dengan komedi namun tetap serius. Terdapat pembelajaran hidup sehingga berkesan setelah membacanya. Kritik sosial yang timbul karena adanya masyarakat kelas menengah ke atas yang modern di zaman orde baru. Kritik yang disampaikan pun dengan kiasan yang lucu sehingga tidak membuat jenuh membacanya. Kepercayaan daerah yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa, hiruk pikuk permasalahan kebutuhan kehidupan di Yogyakarta, dan perselingkuhan. Hal inilah yang diangkat Danarto dalam naskah drama OOEE.

Naskah drama OOEE yang ditulis Danarto dalam waktu yang cukup lama ini merupakan drama yang mengungkapkan permasalahan pada masyarakat masa kini maupun pada masa drama ini dibuat. Dalam naskah dramanya, dikisahkan berbagai permasalahan kehidupan sosial masyarakat di Yogyakarta. Danarto mencoba mengkritisi kehidupan sosial masyarakat yang masih terbelenggu dengan hal-hal yang berbau suap- menyuap dan sikap mistis. Kalangan atas yang menjalankan perilaku tersebut, sedangkan kalangan bawah mengawasi kelakuan kalangan atas. Drama ini sekaligus mengupas berbagai fakta yang sering kita temui di sekitar kita: orang-orang ambisius yang menempuh berbagai cara untuk mencapai tujuan pribadinya.

Dewasa ini, pada realita yang terjadi di masyarakat tentang banyaknya orang yang egois, saling mencurigai, saling memeras, krisis

1Narasumber dalam acara diskusi dramaturgi Danarto pada acara penganugerahan tokoh FTI (Federasi Teater Indonesia) 2014 di Graha Bakti Budaya (GBB) TIM, Cikini.

5

kepercayaan, mengakibatkan malapetaka bagi diri mereka sendiri. Di kalangan pemerintah dan public figure pun demikian. Mereka menguasai media massa cetak maupun elektronik demi meraup keuntungan. Media massa menjadi alat kepentingan politik untuk berkuasa. Sindiran Danarto yang juga ia tampilkan di naskah drama ini tentang masalah pelanggaran norma di masyarakat. Dalam beberapa kasus seperti perselingkuhan dan kumpul kebo. Perselingkuhan di sini berasal dari seorang laki-laki yang mencintai dua wanita sekaligus dan tinggal satu atap dengan salah satu wanita yang ia cintai dan manfaatkan untuk mendapatkan uang. Permasalahan lain yang ditawarkan Danarto adalah bagaimana sesuatu yang modern dan tradisional menjadi bahan untuk bercerai-berai. Naskah drama OOEE ini memiliki cerita yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat nyata pada situasi aktual sekarang seperti sopir transportasi konvensional dengan sopir transportasi online, persaingan perdagangan, bahkan dalam hal pendidikan. Semua saling berseteru untuk tujuan yang sama: pemenuhan kebutuhan pokok.

Keberadaan naskah drama OOEEsebagai karya fiksi dapat menjadi pilihan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Pada hakikatnya, naskah OOEE turut memberikan pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter remaja, dikarenakan Danarto membahas persoalan-persoalan sosial yang tengah terjadi di masyarakat. Kritik sosial yang terkandung di dalamnya pun dapat merangsang pesertadidik untuk berpikir secara kritis dengan keadaan sosial yang terjadi di lapangan dewasa ini.

Pada pembelajaran sastra di SMA terdapat kompetensi dasar memahami dan menganalisis dari segi unsur intrinsik dan ekstrinsik naskah drama. Naskah-naskah yang berisi sindiran di dalamnya juga dapat mengajarkan siswa tentang norma masyarakat yang seharusnya dipatuhi sesuai aturan yang berlaku dan tidak dilupakan di era globalisasi yang semakin canggih, berpikir kritis agar tidak mudah tergerus oleh zaman dan

6

dengan mudahnya ikut budaya barat yang seharusnya bisa disaring secara dewasa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat skripsi yang berjudul “Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-owok, Ebreg Ewek-ewek karya Danarto serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)”

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu: a) Kurangnya pembahasan mengenai kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto; b) Kurangnya pengetahuan siswa mengenai kritik sosial; c) Rendahnya minat siswa mengapresiasi karya sastra, khususnya naskah drama; d) Kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur intrinsik karena dalam kegiatan belajar mengajar hanya sebatas mengidentifikasi; e) Kurangnya pemahaman siswa terhadap drama jika dikaitkan dengan situasi terkini.

C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah bertujuan untuk membatasi banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian ini. Pembatasan masalah juga dapat mempermudah peneliti agar objek yang diteliti lebih spesifik dan mendalam. Dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek terdapat banyak permasalahan, maka dari itu, penulis membatasi dan memfokuskan penelitian pada:

1. Kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek- Ewek karya Danarto

7

2. Implikasi kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto

D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembatasan masalah penelitian seperti yang telah dikemukakan di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana perwujudan kritik sosial yang terkandung dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto? b. Bagaimana implikasi kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok- Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto terhadap pembelajaran sastra di SMA?

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok- Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto. 2. Mendeskripsikan implikasi naskah Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek- Ewek karya Danarto terhadap pembelajaran sastra di SMA.

F. Manfaat Penulisan a) Manfaat Teoretis Untuk menambah keilmuan Bahasa dan Sastra Indonesia, memberikan manfaat pada semua pembaca dalam bentuk tergugahnya kesadaran bahwa kritik sosial menjadi sebuah hal yang penting untuk terus ditingkatkan di tengah derasnya arus pusaran keadaan saat ini yang terus menerus mengacu nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat.

8

b) Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sikap kritis pembaca mengenai hal-hal yang umum dalam kehidupan sehari- hari. b. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan pada dunia sastra khususnya dalam memahami kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto, yaitu: 1. Bagi peneliti, dapat memberikan motivasi untuk belajar menganalisis karya sastra, khususnya yang berhubungan dengan kritik sosial. 2. Bagi siswa, hasil penelitian ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan untuk mengapresiasi naskah drama.

G. Metodologi Penelitian 1. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini berupa naskah drama, yaitu naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto. Sedangkan, objek dari penelitian ini adalah berupa kritik sosial yang terkandung dalam naskah drama tersebut. 2. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini dibuat agar pembahasan lebih terarah dan tepat pada sasarannya, sehingga dapat dengan mudah diteliti dan dipahami dengan baik oleh para pembaca. Fokus dari penelitian ini adalah kritik sosial yang terkandung dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang berimplikasi terhadap pembelajaran sastra di SMA. 3. Sumber Data Penelitian Sumber data untuk analisis ini terdapat dua sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

9

a. Sumber Data Primer Sumber utama pada penelitian ini adalah naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, cetakan pertama karya Danarto diterbitkan oleh Nalar, di Yogyakarta, pada tahun 2014, dengan tebal 92 halaman. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yang digunakan berupa data yang berhubungan dengan analisis ini sebagai pelengkap dan penunjang seperti skripsi, buku, artikel, jurnal yang terkait dengan permasalahan yang ingin dibahas, dan penelitian lain yang relevan dengan analisis ini.

4. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif analisis dan studi kepustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi sastra.

5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik membaca dan mencatat. Adapun langkah-langkah pengumpulan datanya, dikelompokkan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebagai berikut: a. Mengadakan studi kepustakaan untuk pengumpulan bahan. Langkah awal penelitian ini adalah membaca pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian untuk mendapatkan konteks penelitian; b. Membaca naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto untuk menganalisis keterjalinan antar unsur intrinsik dalam drama tersebut;

10

c. Membaca naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto untuk menganalisis kritik sosial yang ada dalam naskah drama tersebut; d. Menyimpulkan hasil analis yang didasarkan pada analisis data secara keseluruhan.

6. Teknik Analisis data a) Mengkategorikan data berdasarkan unsur intrinsik yang terkandung dalam naskah drama tersebut dengan pendekatan objektif. b) Mengkategorikan hal-hal yang berkaitan dengan kritik sosial yang terdapat di dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek- Ewek karya Danarto dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. c) Mengimplikasikan kritik sosial yang terdapat di dalam naskah drama Obrog Owok-Owok, Ebreg Ewek-Ewek dengan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah yang dikhususkan pada tingkat SMA

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang kajian kepustakaan yang didasarkan pada teori- teori yang relevan, yang menyangkut pembahasan dalam penelitian ini. Teori- teori di sini tentang kritik sosial, naskah drama serta unsur intrinsiknya, implikasi naskah terhadap pembelajaran sastra, dan juga penelitian yang relevan. A. Hakikat Kritik Sosial 1. Pengertian Kritik Sosial Kritik berasal dari bahasa Yunani, krinien yang artinya mengamati, membanding, dan menimbang.1 Kata kritikos dalam bahasa Yunani kuno pada mulanya dipergunakan oleh kaum Pergamon pimpinan Crates untuk membedakan dengan kaum ahli tata bahasa. Kritik sastra merupakan cabang ilmu sastra yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian nilai-nilai sastra.2 Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Berbagai tindakan sosial ataupun individual yang menyimpang dari orde sosial maupun orde nilai moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan mengfungsikan kritik sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat.3

1 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1984), hlm.187 2 Yudiono K.S., Pengkajian Kritik Sastra Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 29- 30 3 Akhmad Zaini Akbar, “Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia”, (dalam Moh. Mahfud MD, dkk (editor), Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, (Yogyakarta: UII Press, 1999), Cet. 2, hlm. 47

11

12

Kritik sosial juga berarti sebuah inovasi sosial, di mana kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan-gagasan baru sembari menilai gagasan-gagasan yang lama untuk sebuah perubahan sosial. Kritik sosial dalam kerangka demikian berfungsi untuk membongkar berbagai sikap konservatif, status quo dan vested interest dalam masyarakat sauntuk perubahan sosial.4 Perspektif kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat bahwa kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial.5

2. Kritik Sosial, Protes Sosial, dan Kreativitas Berbicara mengenai kritik sosial, maka erat hubungannya dengan protes sosial dan kreativitas, terutama jika dikaitkan dengan karya sastra. Seperti yang dijabarkan Saini. K.M mengenai hubungan antara protes sosial dan kreativitas. Pertama, terdapat dua unsur yang menghasilkan kreativitas, yaitu kesadaran manusia dan realitas. Kesadaran manusia dapat berupa kepekaan pikiran maupun hasratnya. Realitas dapat berupa rangsangan, sentuhan-sentuhan, serta masalah- masalah yang melibatkan dan menjadi pemicu kesadaran manusia.6

3. Kritik Sosial dalam Sastra Karya sastra, melalui media bahasa figuratif konotatif memiliki kemampuan yang jauh lebih luas dalam mengungkapkan masalah- masalah yang ada di masyarakat.7 Pengarang berhak menuangkan kegelisahannya terhadap kondisi sosial masyarakat dalam bentuk karya sastra yang dibalut dengan kritik sosial sebagai perwakilan dari masyarakat. Menuangkan kritik sosial dalam karya sastra merupakan salah bentuk penyampaian kritik secara tidak langsung terhadap

4 Ibid., hlm. 48-49 5 Ibid., hlm. 49 6 Saini. K.M, Protes Sosial dalam Sastra, (Bandung: Angkasa, 1988), hlm. 2 7 Nyoman Kuta Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 23

13

fenomena sosial yang terjadi seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting, baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan.8

4. Kritik Sastra Kritik sastra adalah suatu penyelidikan yang langsung berurusan dengan suatu karya sastra tertentu. Di samping menimbang bernilai dan tidaknya suatu karya sastra, penyelidikan ini menjernihkan pula segala macam persoalan yang meliputi karya sastra itu dengan memberikan penafsiran, penjelasan, dan uraian.9 Definisi lain kritik sastra ialah ilmu sastra yang berusaha meyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis, memberi pertimbangan baik buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidak.10 Dari beberapa pemaparan di atas dapat dijelaskan secara singkat bahwa kritik sastra adalah suatu proses menimbang untuk mengetahui suatu karya layak diperhitungkan atau tidak.

5. Jenis-jenis Kritik Sosial Kritik sosial yang menjadi perhatian peneliti dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek, yakni kritik sosial masalah politik, pendidikan, agama, sosial-budaya, teknologi, dan moral.

8 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 334 9 Andre‟ Hardjana, Kritik Sastra: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm.37 10 Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm. 9

14

a. Kritik Sosial Masalah Politik Sumaadmaja mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk berpolitik karena manusia mempunyai kemampuan untuk mengatur kesejahteraan, keamanan, dan pemerintahan di kelompoknya. Manusia adalah makhluk yang dapat mengatur pemerintahan dan negaranya.11

b. Kritik Sosial Masalah Pendidikan Pendidikan secara luas, merupakan dasar pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi, dan kemajuan kehidupan sosial pada umumnya. Kemajuan ilmu telah mengubah cara berpikir manusia saat ini. 12

Definisi lain menurut Ahmadi dkk menjelaskan bahwa pendidikan pada hakikatnya suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada anak, sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita- citakan dan berlangsung terus-menerus.13

Dengan pendidikan, manusia dapat menghadapi masalah- masalah yang terjadi pada dirinya sendiri dan masyarakat. Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, sehingga pendidikan tidak dapat dipisahkan sama sekali dengan kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan bangsa dan negara.14

Lebih lanjut dikemukakan mengenai masalah-masalah pendidikan yang terjadi dalam masyarakat. Masalah-masalah

11 Nursid Sumaadmaja, Perspektif Studi Sosial, (Bandung: Angkasa, 1980), hlm. 42 12 Ibid, hlm. 89 13 Ahmadi, dkk, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 70 14 Ibid, hlm. 98

15

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidik, baik pendidik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat serta faktor masalah yang bersumber pada anak didik itu sendiri. Masalah-masalah yang disebabkan oleh faktor pendidik antara lain: masalah kemampuan ekonomi, kemampuan pengetahuan dan pengalaman, kemampuan skill, kewibawaan, kepribadian, attitud (sikap), sifat, kebijaksanaan, kerajinan, tanggung jawab, kesehatan, dan sebagainya. Adapun permasalahan yang berasal dari faktor peserta didik sendiri meliputi: masalah kemampuan ekonomi keluarga, intelegensi, bakat dan minat, pertumbuhan dan perkembangan, kepribadian, sikap, sifat, kerajinan dan ketekunan, pergaulan, dan kesehatan.15

c. Kritik Sosial Masalah Agama Selain melakukan hubungan secara horizontal, yaitu hubungan dengan sesama manusia, manusia juga melakukan hubungan secara vertikal, dalam hal ini adalah hubungan manusia dengan Tuhannya sebagai pencipta alam semesta. Hubungan tersebut diwujudkan dalam bentuk agama. Kata agama berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata: a yang berarti tidak, dan gamae yang berarti kacau, tidak teratur. Dari dasar pengertian ini selanjutnya terjadi pengertian agama. Agama adalah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Tuhannya. Norma tersebut bersifat kekal.16 Agama berfungsi mengisi memperkaya, memperhalus, dan membina kebudayaan manusia, tetapi kebudayaan itu sendiri tidak dapat memberi pengaruh apa-apa terhadap pengaruh pokok-pokok ajaran yang telah ditetapkan agama sebagai norma yang abadi

15 Ibid, hlm. 256 16 Burhanudin Salam, Etika Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 179

16

dapat berpengaruh terhadap perkembangan budaya dalam masyarakat, akan tetapi kebudayaan tidak dapat mempengaruhi ajaran agama. Ajaran agama digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan kebudayaan dan aspek kehidupan lainnya.17 Pada dasarnya sifat dan sasaran agama adalah meletakan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tercela. Ajaran tersebut bersifat memberi peringatan dan tidak memaksa.18 Secara ideal manusia sebagai makhluk Tuhan YME harus senantiasa taat dengan bertakwa kepada-Nya. Namun pada kenyataannya masih banyak orang yang menyalahkangunakan agama, karena sifat agama yang tidak memaksa dan memberi kebebasan kepada umatnya untuk menentukan sikap. Manusia yang memiliki iman yang kuat pasti akan berusaha menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Sebaliknya manusia yang tidak memiliki iman yang tidak cukup akan melakukan penyelewengan. Masalah ini timbul akibat lemahnya fondasi iman sehingga manusia tidak mampu menjalankan perintah-Nya, ketidakmampuan inilah yang mengakibatkan masalah sosial.

d. Kritik Sosial Masalah Budaya Masalah budaya adalah peristiwa atau kejadian yang timbul akibat interaksi sosial dalam kelompok masyarakat atau antara kelompok masyarakat atau antara kelompok masyarakat guna memenuhi suatu kepentingan hidup, yang dianggap merugikan salah satu pihak atau masyarakat secara keseluruhan. Masalah tersebut bersumber pada perbedaan sosial budaya yang dianggap merugikan kepentingan pihak lain, sehingga dapat memunculkan

17 Ibid, hlm. 182 18 Ibid, hlm. 183

17

konflik. Dengan demikian, moral selalu menunjukkan baik buruknya perbuatan atau tingkah laku manusia. Tolak ukur untuk menilai baik buruknya tingkah laku manusia disebut norma. Prinsip moral yang amat sangat penting adalah melakukan yang baik dan menolak yang buruk19 Dapat disimpulkan bahwa kritik dalam masalah sosial budaya merupakan kritik yang muncul akibat adanya masalah- masalah yang terjadi akibat penyimpangan terhadap unsur-unsur kebudayaan.

e. Kritik Sosial Masalah Teknologi Teknologi dipersepsikan sebagai pengetahuan untuk memecahkan masalah dalam bentuk peralatan, teknik, kerajinan. Selain itu teknologi juga berarti sistem dari suatu organisasi. Teknologi juga mempunyai keterkaitan dengan perubahan budaya. Sebagai contoh, kemunculan telepon seluler mengubah perilaku seseorang.20

Maka dari itu pada dasarnya teknologi diciptakan untuk kemudahan manusia melakukan sesuatu. Akan tetapi apabila manusia terlalu bergantung pada teknologi dan kurang memanfaatkan diri sendiri, maka akan menjadi bumerang bagi diri sendiri.

f. Kritik Sosial Masalah Moral Moral merupakan sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai tersebut terbentuk dari nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang

19 M. Abdulkadir, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 5 20 Dewi Salma Prawiradilaga, Wawasan Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), hlm. 15

18

diwariskan secara turun menurun melalui agama dan kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup21

Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Istilah “bermoral”, misalnya tokoh bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang terjaga dengan penuh kesadaran. Namun, tidak jarang pengertian baik buruk itu sendiri dalam hal-hal tertentu bersifat relatif. Pengertian baik buruk itu sendiri dalam hal-hal tertentu bersifat relatif. Artinya, suatu hal yang dipandang baik oleh orang yang satu atau bangsa pada umumnya, belum tentu sama bagi orang yang lain atau bangsa yang lain. Pandangan seseorang tentang moral, nilai-nilai, dan kecenderungan-kecenderungan tertentu, biasanya dipengaruhi oleh pandangan hidup, way of life, bangsanya.22

B. Hakikat Sosiologi Sastra 1. Pengertian Sosiologi Sastra Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Lalu mengalami perkembangan perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu.23 Menurut Wolf, sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak teridentifikasi dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general,

21 Burhanudin, Op.Cit, hlm. 3 22 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.), hlm. 429. 23 Nyoman Kuta Ratna, Op.Cit, hlm. 1

19

yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.24 Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya.25 Perspektif sosiologi sastra menurut Levin (Elizabeth dan Burns) dalam Suwardi Endraswara menjelaskan bahwa “literature is not only the effects of social causes but also the cause of social effects.” Sugesti ini memberikan arah bahwa penelitian sosiologi sastra dapat kea rah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra. Keduanya akan saling mempengaruhi dalam hal-hal tertentu yang pada gilirannya menarik perhatian sendiri.26 Nyoman Kutha Ratna menjelaskan sastra memiliki kaitan yang erat dengan masyarakat yaitu karena 1) karya satra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat 2) karya sastra juga hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat 3) sebagai medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan 4) berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika.

24 Faruq, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 4 25 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Medpress, 2008), Cet. IV, hlm. 77 26 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, 2011), hlm. 79

20

Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut 5) sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam sebuah karya.27 C. Hakikat Drama Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action, (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar penonton.28 1. Pengertian Drama Secara etimologis, kata “drama” berasal dari Yunani “dran” yang berarti berbuat. Orang Yunani menyebut kata drama “draomai” berarti perbuatan meniru. Menurut Morris dalam Emzir&Rohman, “drama term derived from greek verbs, „dran‟ meaning „act‟ to „do‟; maksudnya adalah drama dari kata kerja dran yang berarti berbuat.29 Drama adalah seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh.30 Suwardi Endraswara juga menjelaskan bahwa drama adalah karya yang memiliki daya rangsang, cipta, rasa, dan karsa yang amat tinggi. 31Aristoteles dalam Brahim pada buku Metode Pembelajaran Drama Suwardi Endraswara menyatakan bahwa drama adalah “a representation of an action” yang berarti adanya tindakan dan lakon.32 Berdasarkan kenyataan ini, drama adalah sesuatu perbuatan dan tindakan untuk dipertunjukkan yang mempunyai rasa di dalamnya. Ferdinand Brunetiere dan Balthazar Verhagen dalam Hasanudin berpendapat bahwa drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah

27 Nyoman Kutha Ratna, 2010, Op.Cit, hlm. 332-333 28 RMA. Harymawan, Dramaturgi, (Bandung: CV. Rosda Bandung, 1988), hlm. 1 29 Emzir& Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 262 30 Suwardi Endraswara, Metode Pembelajaran drama, (Yogyakarta: CAPS, 2011), Cet I, hlm. 11 31 Ibid, hlm. 13. 32 Ibid, hlm. 12.

21

hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.33 Brander Mathews berpendapat dalam Harymawan bahwa konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama.34 Drama merupakan kisah pertentangan yang saling beroposisi, di mana tiap kejadian dari kekuatan-kekuatan khusus action dapat diketahui pada tiap motif. Dengan demikian maka drama didasarkan atas human conflict.35 2. Naskah Drama Naskah berasal dari bahasa Inggris manuscript dan bahasa Perancis manuscript, karangan yang ditulis tangan atau diketik, yang dipergunakan sebagai dasar untuk mencetaknya.36 Naskah pada umumnya sebuah tulisan yang umumnya memuat sebuah tulisan panjang mengenai kehidupan. Naskah drama berisi percakapan antara lakon satu dengan lakon yang lain yang pada umumnya berupa tulisan atau ketikan yang dibukukan. Sebagai genre sastra, drama mempunyai unsur cerita yang ditulis seorang pengarang dalam bentuk dialog. Pengarang naskah drama menggunakan bahasa sebagai sarana untuk menyalurkan kreativitas dan imajinasinya yang dibentuk dalam dialog dan petunjuk pemanggungan. Dialog merupakan pemikiran tokoh yang ditampilkan dalam bentuk perkataan atau ujaran, sedangkan petunjuk pemanggungan merupakan tuntutan bagi pengaturan tingkah laku pemain.37 Sebagai genre sastra, secara umum dapat dikatakan drama mendekati, atau bahkan dapat diidentikkan dengan fiksi. Biasanya rumusan tentang keidentikan ini diperoleh dari penulusuran tentang bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan pengarang. Di dalam

33 Hasanuddin, Drama dalam Karya Dua Dimensi, (Bandung: Angkasa, 1996), hlm. 2 34 Harymawan, Op.Cit., h.1 35 Ibid, hlm. 16 36 Hasanuddin, Ensiklopedia Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), hlm. 532. 37 Attar Semi, Anatomi Sastra, (Bandung, Angkasa, 1988), hlm. 161

22

fiksi dapat ditemukan pemaparan tersebut tentang suatu peristiwa atau tentang seseorang. Pemeran tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga seolah-olah terjadi. Tokoh atau seseorang yang dipaparkan seolah-olah benar-benar ada dan pernah ada, atau akan ada nantinya. Padahal peristiwa hanya di dalam imajinasi dan pikiran pengarang semata. Tentu saja harus diingat bahwa pemaparan ini tidak mungkin terus imajinasi, karena jika terus imajinasi, fiksi tidak pula bisa dipahami. Unsur-unsur yang semacam ini – yang biasa dikenal dengan istilah fiksionalitas – di dalam drama.38 3. Unsur Intrinsik Drama a. Tokoh dan Penokohan Baldic dalam Nurgiantoro menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama, sedangkan penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya39 Tokoh-tokoh yang telah “dipilih” oleh pengarangnya biasanya telah “dipersiapkan” sedemikian rupa. Akan tetapi, bagaimana pengarang tetap akan menjaga agar “jalan keluarnya” sang tokoh tidak terlalu jauh. Maka, hal –hal yang melekat pada tokoh dapat dijadikan sumber data atau sinyal informasi guna membuka selubung makna drama secara keseluruhan. Faktor-faktor yang disebut melekat langsung pada tokoh adalah persoalan nama, peran, keadaan fisik, keadaan psikis, serta karakternya. Aspek- aspek yang penokohan ini akan saling berhubungan dan berkaitan dalam upaya membentuk dan membangun permasalahan dan konflik di dalam drama40 Nurgiyantoro mengkategorikan tokoh ke dalam:

38 Hasanuddin, Op.Cit, hlm. 58 39 Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit, hlm. 247 40 Hasanuddin, Op.Cit, hlm. 77

23

1) Tokoh utama dan tokoh tambahan

Pembedaaan tokoh ke dalam kategori ini didasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara keseluruhan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita, ada tokoh yang tergolong penting ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sebaliknya ada tokoh yang hanya dimunculkan sesekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan atau tokoh (peripheral character)41 Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sementara itu tokoh tambahan biasanya diabaikan, atau paling tidak, kurang mendapat perhatian.42

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Jika dilihat dari peran-peran tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis.43 Baldic dalam Nurgiantoro menjelaskan bahwa Tokoh Protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampikan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita

41 Nurgiyantoro, Op, Cit, hlm. 258 42 Ibid, hlm. 259 43 Ibid, hlm. 260

24

Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonist. Tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin. Secara umum dapat dikatakan bahwa kehadiran tokoh antagonis penting dalam suatu cerita fiksi, khususnya fiksi yang mengangkat masalah pertentangan antara dua kepentingan, baik-buruk, baik-jahat, benar- salah, dan lain-lain yang sejenis. Tokoh antagonislah yang menyebabkan timbulnya konflik dan ketegangan sehingga cerita menjadi menarik44

3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Perbedaan tokoh sederhana dan tokoh bulat dilakukan berdasarkan perwatakannya. Dengan mengkaji dan mendalami perwatakan para tokoh dalam suatu cerita fiksi, kita dapat membedakan tokoh-tokoh yang ada ke dalam kategori tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).45 Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki suatu kulitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi hidupnya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku seorang toko sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah

44 Ibid, hlm. 261 45 Ibid, hlm. 264

25

yang mendapat penekanan dan terus menerus terlihat dalam cerita fiksi yang bersangkutan.46 Tokoh bulat atau tokoh kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah tokoh yang yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin tampak bertentangan dan sulit diduga. Abrams dalam Nurgiyantoro menjelaskan perwatakan ini pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberi kejutan.47

4) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Altenbernd&Lewis dalam Nurgiyantoro menjelaskan bahwa berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh- tokoh dalam cerita fiksi, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tidak berkembang (static character) dan tokoh berkembang (developing character). Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlihat dan tidak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. Tokoh statis memiliki watak yang relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.

46 Ibid, hlm. 265 47 Ibid, hlm. 266-267

26

Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan alam, sosial, maupun yang lain yang semuanya mempengaruhi sikap wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian, akan mengalami perkembangan dan atau perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan logika cerita secara keseluruhan.48

b. Alur/ Plot Plot merupakan unsur fiksi yang terpenting. Hal ini disebabkan karena kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.49 Tahapan karakteristik alur drama yang dikemukakan Tafsir dalam Burhan Nurgiyantoro dibagi menjadi lima tahapan yakni : 1) Tahap penyituasian. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal yang berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. 2)Tahap pemunculan konflik. Tahap ini merupakan tahap awal pemunculan konflik, dan terus berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. 3) Tahap peningkatan konflik. Pada tahap ini peristiwa dramatis yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan semakin mengarah ke klimaks. 4) Tahap Klimaks. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. 5). Tahap Penyelesaian.

48 Ibid, hlm. 272-273 49 Ibid, hlm. 164

27

Konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri.50 c. Latar dan Ruang Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan dalam penokohan dan alur. Jika permasalahan drama sudah diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana, tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar ikut membangun permasalahan drama dan menciptakan konflik.51 Sedangkan ruang merupakan unsur lain drama yang jelas berkaitan dengan latar. Ruang juga menyangkut tempat dan suasana. Namun begitu, sukar untuk menganalisis ruang tanpa menghubungkannya dengan persoalan pementasan. 52

d. Penggarapan Bahasa Penggarapan bahasa di dalam drama akan memberikan indikasi lain tentang keberadaan unsur-unsur yang berikatan erat dengan latar drama, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan latar drama, dengan indikasi suasana, waktu dan tempat.53 Gaya penceritaan menurut Wahyudi Siswanto mencakup teknik penulisan dan teknik penceritaan. Teknik penulisan adalah cara yang digunakan pengarang untuk menulis karya sastranya. Sedangkan teknik penceritaan adalah cara yang digunakan oleh pengarang dalam menyajikan karya sastranya.54 Gaya bahasa cenderung dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu penegasan, pertentangan, perbandingan, dan sindiran. Sebagaimana di dalam karya sastra lainnya, di dalam drama para

50 Ibid., hlm. 209-210 51 Ibid., hlm. 94 52 Ibid., hlm. 97 53 Ibid., h. 101 54 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 162

28

pengarang pun memanfaatkan hal ini. Tentu dengan memperhatikan kekhususan karakteristik drama. Masing-masing jenis itu dapat pula diperinci lebih lanjut, misalnya metafora, personifikasi, asosiasi, paralel, dan lain-lain untuk jenis gaya bahasa perbandingan, ironis, sarkas, dan sinis untuk jenis gaya bahasa sindiran; pleonasme, repetisi, klimaks, retoris, dan lain-lain untuk jenis gaya bahasa penegasan, dan paradoks, antitesis, dan lain-lain, untuk jenis gaya bahasa pertentangan. Penggunaan jenis gaya bahasa ini akan membantu pembaca mengidentifikasi perwatakan tokoh. Tokoh yang menggunakan gaya bahasa penegasan dalam ucapan-ucapannya tentu akan berbeda letaknya dengan tokoh yang menggunakan gaya Bahasa sindiran ataupun pertentangan dan perbandingan.55 Penggarapan bahasa di dalam drama akan memberikan indikasi lain tentang keberadaan unsur-unsur yang berkaitan erat dengan latar drama, misalnya hal-hal berhubungan dengan latar drama, indikasi suasana, waktu, dan tempat. Jika di dalam teks drama ditemukan gaya sinisme yang digunakan pengarang, mungkin akan memberikan indikasi tentang suatu keadaan sewenang-wenangnya kekuasaan, ataupun gaya simbolisme yang berhubungan dengan suasana keprihatinan. Dengan begitu, suasana dan latar cerita dapat dikenali melalui gaya bahasa atau penggarapan bahasa yang dilakukan oleh pengarang melalui tokoh, apakah bersuasana komedi atau tragedi. Oleh sebab itu, penggarapan bahasa oleh pengarang di dalam drama merupakan bagian penting untuk diselidiki guna menunjang pemahaman informasi-informasi teks drama dengan baik dan benar.56

55 Hasanudin, Op.Cit, hlm. 100 56 Ibid. hlm. 101

29

e. Tema dan Amanat Tema merupakan dasar cerita, gagasan, sentral, atau makna cerita. Dengan demikian, dalam sebuah cerita fiksi, tema berfungsi mengikat dan menyatukan keseluruhan fiksi tersebut. Dalam kebanyakan cerita fiksi, tema umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit. Hal itu berarti pembacalah yang “bertugas” menafsirkannya.57 Tema adalah inti dari permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam karyanya. Oleh sebab itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan latar.58 Pengarang dalam menulis ceritanya bukan hanya sekadar ingin bercerita, tetapi juga ingin mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang ingin dikatakan itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semua didasari oleh ide pengarang tersebut. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema bisa hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan59 Amanat merupakan opini, kecenderungan, dan visi pengarang terhadap tema yang dikemukakannya. Amanat di dalam drama dapat terjadi lebih dari satu, asal kesemuanya itu terkait dengan tema. Pencarian amanat pada dasarnya identik atau sejalan dengan teknik pencarian tema.60 Ketut Dibia menjelaskan bahwa amanat merupakan unsur cerita yang berhubungan erat dengan tema. Amanat akan berarti apabila ada dalam tema, sedangkan tema akan sempurna apabila di dalamnya ada amanat sebagai pemecah jalan keluar bagi tema

57 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.), hlm. 255 58 Hasanuddin, Op.Cit, hlm. 103 59 Jakob Sumardjo& Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia), h. 56 60 Ibid, hlm. 103

30

tersebut. Sementara itu, Sudjiman dalam Alwi pada buku Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia Ketut Dibia menjelaskan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit jika jalan keluar atau ajaran moral disiratkan dalam tingkah laku menjelang cerita berakhir. Amanat dilukiskan secara eksplisit apabila pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, sebagainya.61

D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Pembelajaran sastra dinilai dapat membantu siswa dalam keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak62 Secara sederhana Horace dalam Ismawati mengatakan bahwa sastra itu dulce et utile, artinya indah dan bermakna. Sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau sebagai pengalaman kemanusiaan dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena bersifat koekstensif dengan kehidupan, artinya sastra berdiri sejajar dengan hidup. Dalam kesusastraan dapat ditemukan berbagai gubahan yang mengungkapkan nilai-nilai sosial budaya, di antaranya terdapat dalam drama. Pembahasan karya sastra yang terkait dengan kehidupan diarahkan pada pengajaran apresiasi sastra dan bagaimana menggunakan media yang berupa drama ini untuk mengungkapkan nilai-nilai kehidupan sesuai tema dalam karya tersebut. Sehingga fungsi pengajaran sastra dapat dikatakan sebagai wahana untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat dapat dalam karya sastra yang diajarkan, dalam suasana yang kondusif di bawah bimbingan guru di sekolah. Pembelajaran sastra dimungkinkan tumbuhnya sikap apresiasi terhadap hal-hal yang indah, yang lembut, yang manusiawi,

61 I Ketut Dibia, Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm. 113 62 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 16

31

untuk diinternalisasikan menjadi bagian dari karakter anak didik yang akan di bentuk.63 Mempelajari naskah drama adalah bentuk dari keterampilan berbahasa siswa yaitu membaca, menulis, menyimak, dan mendengarkan. Pembelajaran sastra menurut Wahyudi Siswanto keempat keterampilan tersebut meliputi: (1) keterampilan mendengar meliputi: mendengar, memahami, mengapresiasi ragam karya sastra baik asli, saduran aturan atau terjemahan sesuai kemampuan siswa. (2) keterampilan berbicara meliputi: membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra sesuai dengan isi konteks lingkungan dan budaya. (3) keterampilan membaca meliputi: membaca dan memahami ragam karya sastra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat. (4) keterampilan menulis meliputi: mengekspresikan karya sastra yang diminati dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang telah dibaca.64 Kegiatan pembelajaran sastra secara garis besar ini dapat menumbuhkan minat baca siswa dalam bentuk yang lain, yaitu teks drama.

E. Penelitian yang Relevan Adapun penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti menyontek karya orang lain dan sebagainya. Untuk menghindari hal-hal tersebut, akan penulis paparkan tentang perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas. Pertama, penelitian skripsi yang berjudul “Diksi dan Citraan dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto (Tinjauan Stilistika)”, yang diteliti oleh Dwi Fitri Wulandari Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada tahun 2011. Penelitian ini mendeskripsikan tentang diksi dan citraan yang

63 Esti Ismawati, Pengajaran Sastra, (Yogyakarta:Ombak, 2013), hlm. 3 64 Wahyudi Siswanto, Op. Cit., hlm. 171

32

terkandung dalam naskah drama OOEE karya Danarto ditinjau dari segi stilistika dan makna. Hasil penelitiannya meliputi Analisis diksi meliputi kata konkret, kata serapan dari bahasa asing, kata sapaan khas atau nama diri, kata seru khas Jawa, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam, dan kosakata bahasa Jawa. Analisis citraan meliputi citraan penglihatan (visual imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan peraba (tactile/thermal imagery), dan citraan gerak (movement/kinaesthetic imagery), dan analisis makna pada naskah drama OOEE karya Danarto. Dimensi kultural, terdiri atas kesenian kebudayaan bangsa yang berdimensi internasional, batik sebagai warisan budaya dunia. Dimensi sosial, terdiri atas empati masyarakat desa sebagai wujud kepedulian terhadap bangsa Indonesia,tolong-menolong terhadap relasi kerja. Dimensi moral, yaitu perbuatan positif dalam kehidupan masyarakat. Kedua, penelitian skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto”, yang diteliti oleh Andi Pratama mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 ini menghasilkan pembahasan mengenai ragam bentuk kesantunan berbahasa yang ada di dalam naskah drama OOEE dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kesantunan berbahasa terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa replika konstruksi sosial dalam naskah drama OOEE ini banyak tokoh yang melanggar daripada mematuhi kesantunan berbahasa. Seperti bentuk kalimat deklaratif dan interogatif, penggunaan sindiran, skala kemanasukaan, penggunaan sapaan, seperti sapaan formal dan non formal, dan pemarkah kesantunan. Ketiga, penelitian skripsi yang berjudul “Gagasan Tasawuf dalam Kumpulan Cerpen Godlob Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”, yang diteliti oleh Muhamad Ali Alvian mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun

33

2018 menghasilkan pembahasan mengenai gagasan tasawuf yang terdapat dalam naskah Danarto yang meliputi: gagasan tentang KeTuhanan, gagasan tentang kejiwaan; dan gagasan alam semesta melalui peristiwa dan laku tokoh di dalamnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang penulis paparkan di atas, skripsi berjudul kritik sosial dalam naskah drama Obrog Owok Owok Ebreg Ewek Ewek ini belum pernah ada yang menggunakan judul yang sama. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul tersebut sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana.

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG

A. Biografi Danarto H. Danarto dilahirkan pada 27 Juni 1940 di Sragen, Jawa Tengah. Iaadalah salah seorang pengarang terkemuka dewasa ini. Selain pengarang eksperimental, Danarto juga dikenal sebagai pelukis yang selalu menampilkan kebaruan. Pada tahun 1961 Danarto belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta jurusan seni lukis. Di samping itu, ia gemar sekali berkecimpung dalam lapangan drama. Danarto menjadi anggota Sanggar Bambu, kemudian membantu pementasan Rendra, Arifin C. Noer dan Sardono W. Kusumo. Ia sempat melawat ke luar negeri. Pada tahun 1970 menjadi designer Misi Kesenian Indonesia di Expo 1970 Osaka, Jepang. Pada tahun 1973 mengajar di Akademi Seni Rupa LPKJ. Karya-karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris antara lain “Armageddon”, “Godlob”, “Adam Makrifat”, dan lain-lain.1 Pada tahun 1976 Danarto mengikuti lokakarya International Writing Program di Iowa, Amerika. Perpaduan antara sikapnya sebagai seorang dramawan (art designer), pelukis, atau sastrawan, membuat karya sastranya sulit terjamah oleh manusia biasa.2 Penghargaan dan hadiah yang pernah ia raih antara lain, hadiah sastra majalah Horison untuk cerpennya Rintrik (1968), hadiah sastra Dewan Kesenian Jakarta (1983), hadiah Yayasan Buku Utama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk cerpennya “Adam Makrifat” (1983), dan hadiah sastra S.E.A Write (1988) dari kerajaan Thailand.3

1 Abdul Hadi W.M, WawancaradenganDanarto: Sastra PunyaAktualitasSendiri, BeritaBuana, 28 Juli 1981, hlm. 18. 2Anonim, MenyimakCerpen-CerpenDanarto. Dari AjaranMistik – Religius Hingga Kritik Sosial,Berita Buana, Selasa, 28 Juni1988, hlm. 4 3Kemendikbud, Danarto, (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh /734/Danarto), Diaksespadatanggal 5 Agustus 2017 pukul 12:39 WIB

34

35

Perjalanan hidup sastrawan putra keempat dari lima bersaudara ini cukup luar biasa. Dikenal sebagai sastrawan yang kalem, cenderung „absurd‟ dalam setiap karyanya. Lahir dari keluarga sederhana, ia berkembang dengan pesat. Pengalamannya baik di dalam maupun luar negeri sudah banyak ia kantongi. Selain sebagai sastrawan dan teatrawan, ia juga seorang pelukis yang suka mengadakan pameran di beberapa kota. Sastrawan yang mempertahankan bahasa daerah di setiap karyanya dan seseorang yang mencintai pekerjaannya yang dianggapnya menarik. Sebagai seorang budayawan dan penyair ia juga pernah mengikuti lokakarya penulisan di Iowa City dan program menulis Professional Fellowship dari Japan Foundation di Kyoto, Jepang. Di usianya yang sudah senja, ia pun masih aktif sebagai anggota sanggar Bambu. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan berkarya sampai di akhir hayat hidupnya.

B. Pandangan Danarto Selain pelukis dan penata panggung juga pengarang yang terkemuka, penggaliannya yang berhasil terhadap mistik Jawa atau Kejawen membuat karya-karyanya lain daripada yang lain. Baik dalam tema, pengolahan masalah, gaya bercerita, maupun penyusunan cerita.4 Arief Budiman mengatakan dalam Berita Buana bahwa karya Danarto lahir dalam suatu keadaan trance dan memberikan banyak hal-hal baru dibandingkan cerita-cerita lain yang pernah ada di Indonesia. Sapardi Djoko Damono menilai karya Danarto sebagai tren baru yang bernilai. Karyanya unik dan menonjol, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Sastra Indonesia modern semakin menarik dengan karya penulis seperti Danarto.5 Landung Simatupang mengatakan dalam pengantar naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto berpendapat bahwa

4AnonimdalamharianBeritaBuana, Danarto: Angkatan 70&SeniSebagaiEnlightment, 14 Februari1978, hlm. 6 5 Abdul Hadi W.M, Op. Cit., hlm. 18

36

alih-alih kisah petualangan cinta gombal Tommy, yang menonjol dalam lakon OOEE ini adalah sentilan-sentilan mengenai persoalan kebudayaan di Indonesia dalam era ketika lakon ditulis, awal 1970-an. Ketika yang tradisional atau jagad tradisional Jawa dengan batik dan gamelannya di salah satu pusat kebudayaan Jawa yaitu Yogyakarta mulai merasakan tantangan modernitas dan industrialisasinya. Istilah dan gagasan „pasar‟ mulai muncul dan secara sepenuh sadar diperhitungkan, bahkan dalam produksi barang seni yang semula seolah tak ada urusannya dengan jual- beli dan untung-rugi. Seiring itu, muncul pokok persoalan tentang bajak- membajak dan hak cipta serta kebutuhan pengaturan hukum.6 Bertitik tolak pada kehidupan setempat yaitu rakyat Yogyakarta, yang menggambarkan kehidupan kelas menengah ke atas yang tradisional dan masyarakat menengah keatas yang modern. Kedua kehidupan itu hidup berdampingan yaitu pedagang atau juragan (kebanyakan batik) bisa bekerja sama dengan kaum intelektual kecil.7 Seperti dalam cerpen-cerpen Danarto, cerita ini pun melantarkan ide-ide yang aneh, betapun segalanya dipersiapkan hanya untuk menggembirakan penontonnya. Satire atau lebih tepatnya dikatakan ejekan atau sindiran itu secara humoristis telah ditujukan kepada masyarakat sekarang yang sedang gila-gilanya. Ejekan-ejekan itu cukup menyentuh karena di dalamnya dilontarkan kritik mengenai sistem pendidikan, hidup bersama tanpa nikah, merosotnya kreativitas, undang-undang perkawinan, dan lainnya yang semuanya itu terjadi di sekitar kita.8 Danarto merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang beraliran sufisme dan mistik apabila dilihat dari karya-karyanya yang memiliki ciri abstrak, imajinatif, dan bersifat ketuhanan.Karya-karya Danarto dinilai orang berbau sufisme dan cenderung bergaya gelap. Pesona dari cerita

6Danarto, ObrogOwok-OwokEbregEwek-Ewek, (Nalar,2014) hlm. ix 7Muhammad Bilal, CampurBaur Antara Mistikdan Propaganda Lukisan Batik, Resensi Drama, Gg. Bunga, November 1973 8Jajak MD, Catatan dari Teater Alam Yogya: Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya Danarto, Sina rHarapan, 24 November 1973

37

yang terdapat sederhana, namun tidak jarang pula pengendapan pribadi lahir secara unik dan banyak hal perenungan memandang kehidupan teknologi sebagai hal yang ajaib. Danarto mengakui bahwa masa kecilnya memang mengalami hal-hal yang bersifat magis. Pernah mengalami dunia perdukunan tentunya banyak menggambari naluri pengobatan kala itu.9 Danarto sangat erat berhubungan dengan sang Pencipta. Karya Danarto merupakan kerinduannya dengan Tuhan. Ia berpikir bahwa seni berfungsi sebagai enlightment, sebagai penerang yang menyatukan diri kembali dengan Tuhannya. Danarto lahir ke dunia dengan latar belakang dunia Jawa. Oleh karena itu, sedikit banyak terlihat bahwa dunia Jawa yang cenderung mempermasalahkan kebatinan, sangat kuat memengaruhi Danarto. Danarto pun memiliki konsep pendekatan mistik secara islami.10

C. Karya Danarto

Karya-karya Danarto terdiri dari cerpen, naskah drama, novel, dan kumpulan esai. Kumpulan-kumpulan Cerpen Danarto antara l;ain yaitu Rintrik pada tahun 1968, Godlob pada tahun 1975 yang berisi 9 cerpen, From Surabaya to Armageddon pada tahun 1976, Adam Ma’rifat yang berisi 6 cerpen diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1982, Orang Jawa Naik Haji yang berisi catatan perjalanan naik haji Danarto yang diterbitkan oleh Grafiti Pers pada tahun 1984, Berhala yang berisi 13 cerpen yang diterbitkan oleh Firdaus pada tahun 1987, Gergasi pada tahun 1996 yang berisi 13 cerpen, Setangkai Melati di Sayap Jibril pada tahun 2000 berisi 28 cerpen, dan Kaca Piring pada tahun 2007. Selanjutnya naskah-naskah drama Danarto yang pernah ia buat adalah Obrog Owok- Owok Ebreg Ewek-Ewek pada tahun 1973, Bel Geduweh Beh pada tahun 1978, dan Bumi di Tangan Anak-Anak pada tahun 2004. Ia juga pernah

9DwiErySantoso, Harian Merdeka, SufismedanPesonaKekanak-KanakanDanarto, Minggu, 28 September 1986, hlm. 7 10BudoyoPracahyo, HarianPelita, MenangkapHubunganDanartodenganTuhan, 30 Agustus1989, hlm. 6

38

membuat novel yang berjudul Asmaraloka pada tahun 1999 dan membuat Kumpulan esai yang berjudul Gerak-Gerak Allah pada tahun 1996.

D. Sinopsis

Naskah drama ini menceritakan kehidupan seorang mahasiswa seni rupa yang bernama Tommy dimana ia menjalin hubungan dengan dua wanita sekaligus yaitu Sumirah (seorang juragan batik Pasar Beringharjo) dan Kusningtyas (Mahasiswi Kedokteran, anak dari Profesor, yang sekaligus dosen dari Tommy). Di dalam naskah drama ini Tommy memiliki maksud tersembunyi dalam menjalin hubungan dengan kedua wanita tersebut. Demi mencapai tujuan pribadinya, Tommy menjalankan lika-liku perselingkuhannya dengan penuh kehati-hatian. Maksud tersembunyi Tommy mencintai kedua wanita tersebut ialah urusan bisnis yang berhubungan dengan Sumirah. Sedangkan dengan Kusningtyas, ia ingin mengejar prestasi pendidikannya karena ia adalah mahasiswa bimbingan Profesor. Maksud buruk Tommy telah diketahui oleh Slentem yang merupakan tukang sapu pasar Beringharjo sehingga Slentem dapat menghasut Sumirah bahwa Tommy menduakannya. Tommy tak henti-hentinya menutup mulut Slentem dengan uang rokok namun keadaan ini dimanfaatkan oleh Slentem. Kedua kubu, baik kubu Sumirah dan kubu Profesor dan Kusningtyas sama-sama telah mengendus hal tersebut. Tetapi hanya seorang Slentem, yaitu seorang tukang sapu Pasar Beringharjo, yang menjadi juru kunci atas permasalahan ini. Slentem telah terlebih dahulu mengetahui perbuatan Tommy tersebut, tetapi menyimpannya sebagai rahasia, sehingga ketika Sumirah meminta Slentem untuk mengaku, Slentem tetap tidak mau. Begitu juga dengan Profesor yang juga mengetahui perbuatan Tommy melalui kawan dosennya yang mendengar pembicaraan Slentem saat makan burjo di salah satu pedagang di pasar Beringharjo.

39

Tommy dengan siasatnya berhasil mengelak dari tuduhan-tuduhan tersebut. Tetapi imbasnya, ketika Tommy melaksanakan ujian di rumah Profesor, ia sengaja tidak diluluskan oleh Profesor karena kecurigaan Profesor kepadanya tentang hubungannya dengan Sumirah. Tommy tidak mengetahui alasan Profesor tidak meluluskannya. Kedua kubu masih memiliki keterbatasan dalam memecahkan masalah tersebut. Tetapi di tengah cerita, Slentem tiba-tiba mengaku menjadi dukun kepada Sumirah dan Profesor, sehingga kedua kubu percaya dan berani membayar mahal Slentem hanya untuk sehelai rambutnya yang katanya memiliki khasiat dapat melihat jarak jauh dan mencubit jarak jauh. Padahal Slentem hanya berbohong. Tetapi entah kenapa pada malam harinya, yang dijanjikan oleh Slentem tersebut dapat benar-benar terjadi, sehingga meskipun terpisah jarak dan ruang, Sumirah dapat melihat Profesor, dan sebaliknya, Profesor dapat melihat dan mencubit Sumirah. Mengetahui hal tersebut, Slentem juga tidak percaya bahwa tipuannya dapat berhasil begitu saja. Intelektual profesor yang dipertanyakan dimana Profesor, seorang yang dikatakan sangat mengerti tentang pendidikan ternyata juga masih percaya terhadap hal-hal yang masih tabu misalnya percaya dukun dan piranti untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya Di hari yang lain, Slentem berpihak kepada Sumirah dan mengirimkan surat kaleng berisi ancaman kepada Profesor agar meluluskan Tommy, karena gelar kelulusan Tommy dapat berdampak pada usaha batik Sumirah. Tetapi setelah seminggu tidak ada respon dari Profesor, Slentem mendatangi rumah Profesor, dan akhirnya terkuaklah bahwa Slentem adalah pengirim asli dari surat itu. Kemudian terjadilah kejar-kejaran hingga set ditutup. Kisah berakhir dengan semua pemeran yang menua, Tommy menikah dengan Sumirah dan Kusningtyas dan memiliki banyak anak, Profesor dan istrinya yang semakin menua, tetapi Slentem, entah kenapa dengan pemikirannya, ia tetap menjadi Slentem muda.

40

Dalam kisah tersebut juga dibumbui dengan adanya tokoh-tokoh pengamen seperti Sariyem, dengan teman-teman pemusik tradisionalnya, dan Warti dengan cassette tape recorder-nya. Kedua pengamen pasar ini mendapat konflik ketika Warti mengamen dengan alat-alat yang sudah modern sedangkan Sariyem masih memakai alat-alat musik tradisional. Perilaku Warti ini lantas membuat Sariyem merasa sudah tidak mendapat keuntungan lagi dari kerjanya karena kemodernan yang telah dipakai oleh Warti.

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek Karya Danarto Di bawah ini akan dijelaskan unsur intrinsik dalam naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto sebagai berikut:

1. Tokoh dan Penokohan Dalam unsur intrinsik, tokoh dan penokohan merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah cerita. Danarto dalam OOEE menggambarkan tokohnya dengan cukup jelas. Hal ini terlihat melalui tindakan para tokoh serta pendeskripsian yang disampaikan oleh dialog antar tokoh dan narasi. Gambaran tokoh tercermin lewat dialog dalam naskah lakon OOEE karya Danarto, tergambar tokoh beserta wataknya. Tokoh biasanya ditandai dengan nama sedangkan penokohan tergambar melalui sikap dan watak. Dalam naskah OOEE karya Danarto, banyak terdapat tokoh yang terlibat di dalam jalan cerita diantaranya, Slentem, Profesor Seni Rupa, Nyonya Profesor Seni Rupa, Tommy, Kusningtyas, Sumirah, Ati, Sariyem, Tukang Kendang, Tukang Suling, Tukang Clempung, dan Warti. Dalam naskah OOEE yang menjadi peran utama adalah Tommy dan Slentem. Kedua tokoh ini mengalami konflik yang menegangkan. Masing-masing memiliki kepribadian dan watak yang berbeda. Tokoh utama merupakan tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita.

41

42

a) Tommy

Dilihat dari awal kemunculannya, Tommy termasuk salah satu tokoh yang utama. Hal ini dikarenakan Tommy memiliki peran krusial untuk mengetahui tema apa yang terkandung dalam naskah OOEE karya Danarto. Tommy digambarkan sebagai seorang mahasiswa Fakultas Seni Rupa yang cuek dan santai. Ia hadir sebagai sosok representasi kaum golongan menengah ke atas yang modern. Dilihat dari namanya, ia bukan masyarakat Jawa asli, namun seorang mahasiswa yang merantau untuk belajar di Yogyakarta. Gayanya yang nyeleneh dan ngetop dari cara berpakaian, berbicara, sampai pada penamaan batik yang menjadi karya andalannya.

Sumirah: Lha, ini loh Jeng Ati, yang kemarin sudah saya bilang, batik baru desain Tommy. Ati: Waduh ini baru lagi. Bagus betul. Namanya apa ini, Mbakyu Sumirah? Sumirah: ini karya Tommy yang paling lama ia kerjakan. Judulnya “Shadow of Your smile”1

Terdapat pada adegan pembuka cerita yaitu percakapan antara juragan batik (Sumirah) dan pedagang batik (Ati). Danarto membuat propaganda batik yang bertujuan untuk menarik minat orang membeli dan mencintai batik tradisional. Persaingan batik pun terasa di salah satu pusat batik di Yogyakarta yaitu Pasar Beringharjo. Tempat yang fenomenal pada masa penulisan naskah bahkan sampai sekarang. Disaat di sana kental dengan nama-nama motif klasik yang mengandung unsur Jawa, justru Tommy menciptakan motif yang “nyeleneh”.

1 Danarto, Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek, (Nalar, 2014), hlm. 3 43

Tommy: Bagaimana kata mereka? Sumirah: Apa? Ati: Itu lho, Mbak… Pak Suryo... Sumirah: Oh, iya… Kritikan mereka… Ya rutin seperti kata Slentem tadi. Tommy: Ah, begitu saja selalu dalam ngritik... Sementara desain batik maju pesat, kritikan-kritikan tak pernah maju- maju.2

Tommy juga digambarkan sebagai mahasiswa yang tidak suka dikritik, berpendirian keras, dan merasa bahwa ialah yang paling baik. Pada dasarnya ia membutuhkan kritik yang diharapkan untuk kemajuan batiknya, namun setelah diberikan komentar, ia tidak terima dan berdalih kritik yang diberikan selalu begitu saja.

Sementara itu, Tommy mengalami kegalauan dikarenakan mengalami kesulitan untuk mendapatkan kelulusan dari sang profesor. Kejadian tersebut membuat Tommy memanfaatkan anak perempuan profesor seorang mahasiswi kedokteran untuk mendekati keluarga profesor dengan harapan ia akan segera mendapatkan gelar yang menurutnya akan membuat perubahan dalam karirnya sebagai seorang pelukis.

Slentem: Kusningtyas, mahasiswi Fakulteit Kedokteran tingkat 3, putri pak profesor seni rupa.3

Cita-cita Tommy untuk lulus dari Fakultas Seni Rupa bergantung pada Kusningtyas anak sang profesor. Ia menjadikan Kus sebagai Tameng agar keluarga profesor luluh dan profesor bisa meluluskannya dengan mudah. Berbagai cara dan upaya dilakukan melalui berbagai tipu muslihatnya.

2 Ibid, hlm. 16 3 Ibid, hlm. 8 44

Di lain sisi, ia juga tinggal satu atap dengan memanfaatkan Sumirah, seorang juragan batik di Pasar Beringharjo untuk meraup keuntungan dalam karir, biaya hidup, serta biaya kuliahnya di Yogyakarta. Namun, apa yang ia lakukan dengan wanita-wanita tersebut diketahui dengan tokoh Slentem. Lalu ia menyuap tokoh Slentem agar diam dan menutup aibnya.

Sumirah: Tom, darimana dia garong itu? Padahal barusan dia merengek-rengek minta saya. Slentem: (Cepat-cepat berlalu) Tommy: Saya yang kena bajak tadi.4

Tommy sekuat tenaga berupaya membuat Slentem tidak membeberkan kenyataan bahwa ia menjalankan hubungan dengan anak profesor dimana Slentem sudah mengetahui perilaku Tommy di belakang Sumirah. Mereka pergi bersama untuk menonton bioskop dan boncengan dengan vespa tanpa sepengetahuan Sumirah.

Slentem: Apa yang musti saya ceritakan kalau tidak ada dongeng? Apa yang musti saya lihat kalau tidak ada pemandangan? Sumirah: Jangan pura-pura ya? Kamu katanya pernah lihat Tommy boncengan vespa sama Kus nonton di Rahayu?5

Kondisi di atas menjelaskan watak Tommy yang ceroboh, ia menghalalkan segala cara yang membuat dirinya terancam.

Profesor: Tom, kamu sudah membawa desain batik baru? Tommy: Shadow of your smile ini, Prof. NY. Prof: Wah hebat kamu, Tom. Ini bagus untuk Ibu, Tom. Tommy: Memang pantas untuk Ibu. NY. Prof: Terima kasih, Tom.

4 Ibid, hlm. 14-15 5 Ibid, hlm. 10 45

Tommy: Tetapi ini satu-satunya contoh yang ingin saya bawa ke Jakarta. Jadi bolehkah saya pinjam dulu nanti saya antar kembali ke sini? NY. Prof: Janji ya. Tommy: Ya, Bu. Saya pinjam dulu.6

Selanjutnya, Tommy juga hadir sebagai lelaki playboy dan gombal. Ucapan dan janji manisnya ia tuaikan kepada siapa saja dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, ia juga tidak mempunyai pendirian dan serakah.

Kus: Lama kamu gak kemari, kenapa? Tommy: Saya sibuk menciptakan desain baru, sayang. Kus: Mana untuk saya? Tommy: Ini untukmu, Kus. Shadow of Your Smile.7

Dalam kutipan di atas menunjukkan ketidakseriusan dan ketidakkonsistenan Tommy sebagai laki-laki. Ia berbohong kepada ketiga wanita sekaligus. Pertama, ia mengatakan batik itu untuk Sum, lalu Ny. Prof, dan setelahnya kepada Kus dalam kurun waktu yang sama. Ia tidak mempunyai rasa takut atas apa yang ia ucap dan perbuat. Semua mengalir begitu saja tanpa merasa bersalah.

Dari penjabaran tokoh Tommy di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Tommy termasuk tokoh utama yang bersifat antagonis karena sikapnya yang tidak diharapkan pembaca dan bertentangan dengan norma-norma yang ada. Ia juga masuk ke dalam tokoh kompleks dikarenakan sifatnya yang selalu di luar batas dan membuat para pembaca atau penonton geleng-geleng kepala dengan perilakunya yang semena-mena memperlakukan wanita, dan pendidikannya.

6 Ibid, hlm. 26 7 Ibid, hlm. 32 46

Dilihat dari kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan Tommy, ia merupakan tokoh statis dikarenakan dari awal sampai akhir cerita ia tetap konsisten dengan pendiriannya dan memilih untuk berpoligami dengan Kus dan Sumirah.

b) Slentem

Slentem seorang tukang sapu Pasar Beringharjo. Selain menjadi salah satu tokoh sentral, Slentem juga sekaligus hadir sebagai narator di dalam naskah drama ini. Ia adalah penghubung antar tokoh. Slentem digambarkan sebagai sosok yang sederhana, njawani, dan mewakili kaum menengah ke bawah pada zamannya. Berdasarkan namanya kita bisa mengetahui bahwa tokoh Slentem adalah penduduk asli Yogyakarta. Slentem dihadirkan untuk menciptakan konflik- konflik yang menyebabkan terjadinya permasalahan yang menarik dan dibungkus dengan humor yang cukup menggelitik. Ia hadir dengan karakter yang menyebalkan dan kerap hadir dimana-mana, ia menjadi pengendali dan penentu jalannya cerita.

Ati: Memang semuanya harus terinci dan tepat, Mbakyu. Profesor: Harus tepat. Sumirah: Dengan begitu bisa melahirkan satu karya yang bagus… Slentem: …dan harga yang mahal Sumirah: Sudahlah, Tem. Kamu pergi sana. Kerja!8

Slentem hadir sebagai penggerak cerita. Ia selalu menjadi pendengar dan ikut „nimbrung‟ apabila tokoh Sum dan Ati sedang berbincang. Slentem kerap menimpali dengan

8 Ibid, hlm. 5 47

kata-katanya yang ajaib dan selalu mau ikut campur urusan orang. Ia juga digambarkan sebagai sosok yang matre, berorientasi dengan uang, jahil dan suka menipu Profesor dengan ide-ide yang ajaibnya.

Profesor: Ongkosnya berapa, Mas? Slentem: Mahal. Profesor: Berapa sih? Slentem: Dua ribu lima ratus. Profesor: Sebanyak itu? Tapi benar-benar ces-pleng, Mas? Slentem: Tok-cer! Profesor: Jampi-jampinya apa itu? Slentem: Bayar dulu atau nggak usah saja.9

Ia berusaha menipu professor sebagai seorang dukun ketika professor berusaha mencarinya di pasar, namun bisa- bisanya ia mengelabui dan memanfaatkan professor yang datang menanyakan akan dirinya, justru ia mengaku dirinya sebagai seorang dukun yang mempunyai ilmu magis. Ia memberikan seutas rambutnya kepada profesor yang berharap bisa memata-matai Tommy dari jarak jauh. Dengan segala kemahirannya memainkan kata-kata serta kecerdasannya dalam mengelak segala kecurigaan yang datangnya padanya. Ia dihadirkan sebagai sosok yang pandai bersilat lidah dan menyembunyikan cerita.

Ati: Kalau kamu cepat ngaku dan menceritakan semua hubungan Tom dan Kus, itu lebih baik daripada kamu diam saja. Kalau begini terus dan berlarut-larut, semuanya akan menjadi gerah dan suasana menjadi panas. Senang kamu kalau udara menjadi umob?

9 Ibid., hlm. 44 48

Slentem: Apa yang musti saya ceritakan kalau tidak ada dongeng? Apa yang musti saya lihat kalau tidak ada pemandangan? Sumirah: Jangan pura-pura, ya? Kamu katanya pernah lihat Tommy boncengan vespa dengan Kus nonton di Rahayu.10

Pada kutipan dialog di atas Slentem berusaha untuk menutupi aib Tommy karena ia sudah disogok dengan rokok agar bungkam. Slentem bersikeras tidak mau mengakui kejadian yang sebenarnya karena merasa ia sudah diberi rokok dan harus menjaga rahasia dari Sumirah. Susah payah ia berusaha agar tidak kelepasan membocori perihal hubungan Kus dan Tommy. Pada akhir cerita digambarkan bahwa Slentem adalah orang yang „nyeleneh‟, dan idealis. Slentem memiliki kuasa penuh dan penggerak dalam cerita ini. Slentem sosok yang tidak mau diatur, berpendirian yang keras, keras kepala, dan mempunyai jalan hidupnya sendiri.

Slentem: Para penonton semuanya, inilah mereka yang bergerak maju terus: Mas Tommy, Yu Sumirah, Kusningtyas, Ati, Profesor, Nyonya Profesor, Sariyem, Warti, Tukang Kendang, Tukang Suling, Tukang Clempung. Tapi aku sendiri yang nggak mau, sementara mereka bertambah terus tiap 1 Januari, sedang aku nggak mau, aku selalu meloncat kembali ke Desember yang silam dan akhirnya kuputuskan untuk berhenti sama sekali. Bagi mereka, aku adalah masa silam mereka, sedang bagiku adalah masa akan datangku yang enggan aku jalani. Kok maunya mereka menjadi tua.11

Pada bagian epilog tersebut pun tergambar bahwa hanya Slentem yang tidak mau hidup maju, ia mau mengatur

10 Ibid., h. 10 11 Ibid, hlm. 82 49

jalan hidupnya sendiri. Disinilah tergambar sangat jelas dan lugas, bagaimana Danarto berhasil menempatkan Slentem sebagai lakon dan sebagai narator. Berdasarkan analisis tokoh Slentem, Slentem termasuk tokoh utama yang mempunyai sifat antagonis, dibuktikan dari perilakunya yang selalu tiba-tiba muncul dan membuat orang kesal di setiap adegannya. Dilihat dari perwatakannya, ia merupakan tokoh bulat yang selalu memberikan kejutan. Sementara itu dilihat dari sisi berkembang atau tidaknya, ia merupakan tokoh statis karena dari prolog sampai epilog ia memotori hidupnya sendiri dan teguh dengan pendiriannya. Ia tidak berubah dan tidak mengikuti arus cerita.

Selain tokoh utama, terdapat tokoh tambahan yang utama. Tokoh tambahan yang utama dalam naskah drama ini yaitu Profesor Seni Rupa, Ny.Profesor, Sumirah, Kusningtyas, Ati, Sariyem, dan Warti.

c) Profesor

Profesor merupakan seorang tenaga pengajar di Fakultas Seni Rupa Yogyakarta. Ia digambarkan sebagai tokoh yang kaku, jahil, kolot, mempunyai pendirian yang kuat, dan kleni. Ditelaah dari penyebutan tokohnya, hanya ia dan istrinyalah yang tidak diberi nama seperti tokoh-tokoh yang lain. Profesor sebagai sosok yang visioner, dan teoritis.

Profesor: Apakah soal ujian haruas tidak membingungkan? Tommy: Tetapi ini menggelikan. Professor bersenda gurau, ya? 50

Professor: Saya serius. Serius sekali12

Pada kutipan di atas menunjukkan sifat profesor yang masih menjaga kewibawaan dan keseriusannya sebagai tenaga pengajar. Di sisi lain pemikirannya yang visioner sebagai seorang profesor yang berpendidikan tinggi membuat ia terlalu teoritis, bosan dengan yang sudah ia biasa jalani sehari-hari dan ingin mencoba dengan hal yang menyimpang agama, yaitu percaya dengan hal mistis. Hal ini pun dapat wijarkan terlebih ia memang tinggal di lingkungan masyarakat jawa yang kental dengan hal-hal yang berbau mistis.

Profesor: jampi-jampinya apa itu? Slentem: Bayar dulu atau ngga usah saja Profesor: Baiklah, Mas, nih!13

Pada posisi mendesak dan kekhawatirannya kepada anaknya, profesor pun nekat melakukan sesuatu yang di luar nalar orang normal sewajarnya. Ia bersikukuh ingin membuktikan apa yang selama ini ia gelisahkan.

Berdasarkan analisis di atas tokoh profesor merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat antagonis, dilihat dari perilakunya yang tidak diharapkan pembaca. Dilihat dari sisi perwatakannya profesor termasuk ke dalam tokoh bulat yang melakukan hal-hal yang membuat kejutan. Sementara itu, ia merupakan tokoh berkembang karena pada akhir cerita ia menerima kenyataan bahwa anaknya dipoligamikan oleh tokoh Tommy.

12 Ibid, hlm. 31 13 Ibid, hlm. 42 51

d) Ny.Profesor

Tokoh tambahan utama yang selanjutnya adalah Ny. Profesor. Ny.Profesor merupakan istri sah dari Profesor seni rupa. Ia memiliki watak yang penyabar dan selalu berpikir positif, terutama kepada Tommy. Tidak sedikitpun ia berpikir negatif tentang Tommy dan cenderung membela Tommy apabila profesor berpikir yang tidak-tidak tentang Tommy.

Profesor: Aku dengar dia sudah pacaran, bahkan sudah lama hidup bersama dengan juragan batik Beringharjo. Ny. Prof: Ah mosok. Dengar dari siapa? Profesor: Dari kawan dosen Ny. Prof: Kus sudah dengar? Prof: Belum Ny: Jangan main tuduh loh, Pap, sebelum lihat sendiri buktinya dan jangan sampai terdengar oleh, Kus. 14

Pada kutipan di atas Ny.prof sangat pro kepada anaknya, Kusningtyas. Ia sangat menyayangi dan menerima pilihan anaknya apabila memang tulus mencintai Tommy tanpa embel apapun. Namun pada kenyatannya, justru anaknya lah yang diselingkuhi oleh orang kepercayaannya sendiri.

Berdasarkan analisis di atas tokoh Ny. Profesor merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonist, dilihat dari perilaku yang selalu sabar dalam menyikapi sesuatu, tidak gegabah, sikap seperti inilah yang diharapkan pembaca. Sosok Ny.Profesor sangat mewakili wanita jawa pada aslinya yang kalem, lemah lembut dalam

14 Ibid, hlm. 8 52

bertutur, menghargai orang, berpikiran positif, dan santai. Tidak terlihat juga ia seorang yang neko-neko didilik dari ucapan, tingkah lakunya walaupun ia seorang istri profesor. Dilihat dari sisi perwatakannya, Ny. Profesor termasuk ke dalam tokoh sederhana karena sifatnya yang datar dan monoton. Sementara itu, ia merupakan tokoh statis karena pada dari awal hingga akhir cerita ia tetap pada sikap yang sama. Menerima tommy menjadi mantunya.

e) Sumirah

Sumirah digambarkan sebagai tokoh yang kuat dalam mental dan pikirannya. Walau terdengar desas-desus ia tetap berpikir baik tentang Tommy.

Sumirah: Sudah lama sebenarnya, tapi sengaja saya diam saja, sebelum melihat sendiri buktinya.15

Dari kutipan di atas pada dasarnya Sumirah telah mengetahui hubungan Tommy dan Kus dari berbagai sumber yang ia dapat dan memberi tahu dirinya di pusat pertemuan orang dari berbagai kalangan dan rupa, Pasar Beringharjo. Namun ia tetap kuat seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan tidak mau menghakimi Tommy apabila ia belum menemukan bukti yang kuat perihal apa yang ia dengar dari orang-orang terhadap Tommy.

Ia juga tergambar sebagai sosok yang gigih dalam berusaha, ia mempunyai penderian dan tekat yang kuat. Apabila mempunyai suatu target dan keinginan harus tercapai. Tergambar pada kutipan di bawah ini.

15 Ibid, hlm. 8 53

Sumirah: Sebab, seluruh rencana sudah terpancang kuat-kuat antara kita berdua, sebab seluruh kekuatan, pikiran dan harta benda diarahkan untuk mencapai sasaran utama16

Pada kutipan di atas terlihat betapa ia mencintai sosok laki-laki pujaan yang telah hidup dua tahun bersama dengannya. Ia berpikir bahwa dengan titel yang didapatkan nantinya akan membawa kesuksesan yang lebih untuk usahanya dan Tommy. Harapan demi harapan sudah terpampang di depan mata. Maka ia sangat ambisius menginginkan Tommy lulus dari Fakultas Seni Rupa dan mendapat titel doktorandus.

Berdasarkan analisis, tokoh Sumirah merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonis, dilihat dari perilaku yang selalu sabar dalam menyikapi sesuatu, mempunyai mental yang kuat walaupun mau dibohongi dan dimadu. Kenyataan ini memang cukup miris, namun sikap seperti inilah yang diharapkan pembaca dalam menyikapi suatu permasalahan walaupun terkesan terlalu dibodohi oleh cinta buta. Sosok Sumirah dlihat dari sisi perwatakannya ia termasuk ke dalam tokoh sederhana karena sifatnya cukup datar dan konsisten. Sementara itu, ia merupakan tokoh statis karena pada dari awal hingga akhir cerita ia tetap pada sikap yang sama. Menerima dimadu dengan Tommy, kekasih kumpul keponya. Walaupun di akhir cerita ia dinikahi dan mempunyai 3 orang anak dengan Tommy.

16 Ibid, hlm. 51 54

f) Kusningtyas

Kusningtyas digambarkan sebagai tokoh yang manut, pendiam, dan gampang dibodohi. Ia sangat mengikuti alur cerita, namun tidak terlalu terlihat bagaimana wataknya dilihat dari kemunculannya yang tidak terlalu banyak dan tidak tergambar begitu gambling bagaimana perilakunya.

Kusningtyas: Aduh, darling, manis betul. Aku jahit saja sekarang untuk malam minggu nanti Tommy: Tentu, honey, cuma sebentar, izinkan saya pinjam barang dua tiga hari. Mau saya bawa ke Jakarta. Ada seorang kolektor yang kepingin lihat. Boleh, sayang? Kusningtyas: Tentu, baby.17

Pada kutipan di atas tergambar bagaimana ketulusan perasaan Kus kepada Tom tanpa embel-embel dibelakangnya yang sayangnya dimanfaatkan oleh Tommy. Ia sangat menaruh harapan kepada Tommy. Ia berpikir bahwa mereka adalah pasangan yang sangat cocok. Berdasarkan analisis di atas tokoh Kusningtyas merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonis, dilihat dari perilaku yang selalu sabar dalam menyikapi sesuatu, walaupun sama-sama mau dibohongi dan dimadu, namun tetap ikhlas menjalani kenyataan. Sosok Kusningtyas dilihat dari sisi perwatakannya ia termasuk ke dalam tokoh sederhana karena sifatnya cukup monoton, tidak ada kejutan yang berarti. Sementara itu, ia merupakan tokoh statis karena pada dari awal hingga akhir cerita ia tetap pada sikap yang sama. Menerima dimadu dengan Tommy, kekasihnya yang ia pacari dengan tulus

17 Ibid, hlm. 33 55

dan dengan cinta. Walaupun di akhir cerita ia dinikahi dan mempunyai dua orang anak yang lucu dengan Tommy.

g) Ati

Ati adalah sosok pedagang batik yang cukup mewakili representasi masyarakat jawa yang mencintai kebudayaan. Ia hadir sebagai penengah apabila Sumirah berselisih dengan Slentem.

Ati: Sudahlah, Mbak. Semuanya „kan belum pasti. Harus kita selidiki dulu.

Pada kutipan di atas terlihat sosok Ati yang mempunyai niat baik sesama rekan yang sama-sama mencari nafkah di tempat yang sama. Sosoknya yang setia kawan dan mau menolong Sumirah tanpa pamrih. Ati pun selalu menerima menjadi pendegar yang baik ketika Sumirah berkeluh kesah tentang apapun.

Ati sebagai sosok yang turut membela Tommy dan sangat mendukung hubungan Tommy dengan Sumirah. Ia sangat menyayangkan apabila mereka tidak bersama lagi.

Ati: Itulah, Mbakyu. Mas Tommy dan mbakyu sudah merupakan pasangan yang manis. Sayang kalau terjadi bentrokan-bentrokan. Mas Tommy seorang pelukis laris, sedang Mbakyu juragan yang bisa menghargai uang. Klop!

Sosok Ati yang menunjukan ketulusannya dalam berkawan dan mudah mengambil hati Tommy dan Sumirah lewat kata-katanya yang bernilai positif. Ia dengan senang hati membela dan tidak segan-segan melawan apabila 56

terdengar hal yang tidak baik datang pada Tom maupun Sum.

Ati: Kalau kamu cepat ngaku dan menceritakan semua hubungan Tom dan Kus, itu lebih baik daripada kamu diam saja.18

Dari kutipan di atas, Ati memang dihadirkan sebagai tokoh hero bagi Sumirah untuk membujuk dan merayu Slentem agar mereka mendapatkan berita mengenai kedekatan Tom dan Kus.

Ati: Ayolah, Tem. Kok kaya kita ini bukan kawan lama. Kalau kamu sedang repot sering dibantu Mbakyu Sum.19

Ati diposisikan sebagai orang yang terus membela Sumirah dan merasa tidak dihargai oleh Slentem sebagai teman yang sudah lama. Slentem pun sebagai tokoh yang kerap dibantu Sumirah tetap diam dan tidak mau bercerita.

Pada akhir cerita, usut punya usut ternyata Ati menyimpan perasaan kepada Slentem. Terlihat dari epilog Slentem di bawah ini.

Slentem: …sedang Ati sebenarnya menyimpan rasa dengan saya, tetapi saya menolak.20

Perseturuan Slentem, Sumirah, Ati dan intensitas pertemuan mereka sehari-hari yang memungkinkan Ati menyimpan perasaannya kepada Slentem walau pada

18 Ibid, hlm. 10 19 Ibid, hlm. 11 20 Ibid, hlm. 83 57

awalnya Ati sering merasa risih dan gemas terhadap kedatangan Slentem yang selalu tiba-tiba nimbrung percakapan, ikut campur, dan muncul di setiap saat. Berdasarkan analisis di atas tokoh Ati merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonis, dilihat dari kehadirannya sebagai penengah dan mencoba membuat energi yang positif di sekitarnya. Sosok Ati dilihat dari sisi perwatakannya ia termasuk ke dalam tokoh sederhana karena sifatnya cukup monoton, tidak ada kejutan yang berarti. Sementara itu, ia merupakan tokoh statis karena pada dari awal hingga akhir cerita ia tetap pada sikap yang sama.

h) Sariyem

Sariyem merupakan tukang ngamen yang biasa menembangkan lagu-lagu tradisionalnya. Dalam bahasa Jawa disebut ledek. Sariyem sebagai representasi masyarakat Jawa yang masih berpegang teguh kepada adat dan budaya Jawa dan tunduk akan aturan yang berlaku. Hidupnya tidak banyak macam-macam dan mengikuti alur.

Sariyem: Silakan! Silakan! Terus! Memangnya aku dianggap apa atas dasar ini semua. Pada hakikatnya kami adalah orang-orang yang menurut. Tetapi kalau dibeginikan terus, apa yo kuat! Ti, Warti!21

Di awal kemunculannya, Sariyem mengamuk dikarenakan ia melihat bagaimana kondisi Pasar Beringharjo tempat ia mencari makan menjadi didominasi oleh orang yang mengamen menggunakan tape recorder. Sebagai orang yang masih berpegang teguh pada tradisi

21 Ibid, hlm. 21. 58

jelas ia tersulut emosi karena merasa tersingkir dan tidak lagi mempunyai tempat.

Berdasarkan analisis di atas tokoh Sariyem merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat protagonis, tergambar dari kehadirannya sebagai sosok yang tidak neko-neko. Sosok Sariyem dilihat dari sisi perwatakannya termasuk ke dalam tokoh kompleks terbukti dari apa yang perseteruannya dengan Warti. Sementara itu, ia merupakan tokoh berkembang karena di awal kemunculannya ia bersikap baik-baik saja, hanya karena tersulut emosinya oleh Warti, dan di akhir cerita para pengamen hidup dengan tenang oleh undang-undang permusikan yang dibuat oleh Slentem walaupun pada akhirnya Sariyem juga mengikuti jejak Warti mengamen dengan tape recorder dikarenakan pita suaranya sudah habis dan tidak bisa menembangkan tembang lagi karena dimakan usia.

i) Warti

Warti digambarkan sebagai sosok kaum kelas menengah ke bawah yang modern dengan gayanya yang borju dan terbilang belagu. Ia merupakan seorang wanita pengamen dengan tape recorder. Warti sosok yang keras dan egois seperti kacang lupa kulitnya. Pendiriannya kuat dan berpegang teguh atas sesuatu yang telah menjadi prinsip hidupnya. 59

Warti: Aku adalah aku. Aku bertindak hanya karena disuruh. Kita memang teman. Dulu. Sekarang kita musuh.22

Pada kutipan di atas ia hidup dalam kendali orang dan ia harus memegang kemudi itu. Warti sebagai representasi kaum borjuis pada era orde baru pada dasarnya memiliki selera musik yang cukup bagus untuk orang-orang yang menyukai musik sejenisnya.

Warti: “When I First Saw You”, ada “Rolling Love”, ada. “Moonlight Country” ada23

Status Warti sebagai pengamen yang sudah tidak memegang teguh tradisi dan lebih memilih mengikuti zaman dan teknologi dengan menampilkan lagu-lagu barat ketimbang lagu tradisional. Warti telah mengeyampingkan budaya dimana ia pernah dibesarkan dari alat dan musik tradisional.

Berdasarkan analisis di atas tokoh Warti merupakan tokoh utama tambahan utama yang bersifat antagonis, dilihat dari kehadirannya sebagai penyulut emosi dan pendatang permasalah muncul antara dirinya dengan Sariyem. Sosok Warti dilihat dari sisi perwatakannya ia termasuk ke dalam tokoh kompleks karena perilakunya yang luar biasa. Sementara itu, ia merupakan tokoh berkembang karena pada akhir cerita semua pengamen hidup dengan rukun dan damai.

22 Ibid, hlm. 22 23 Ibid, hlm. 20 60

Sementara itu, tokoh utama tambahan (yang memang) tambahan adalah Tukang Cemplung, Tukang Kendang, dan Tukang Suling.

2. Alur/Plot Drama OOEE karya Danarto menggunakan alur maju tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Cerita dalam naskah ini terjadi dalam 1 babak. MASA LALU, MASA KINI, MASA YANG AKAN DATANG MENJADI SATU. RUANG DAN WAKTU KEMPAL DALAM SATU SUASANA DAN KEADAAN. PASAR BERINGHARJO ADALAH RUANG UJIAN, ADALAH KAMAR TIDUR, ADALAH TEMPAT NGAMEN, ADALAH HARI KETUAAN, MENANTI MAUT… ADALAH…24

Petikan prolog di atas menggambarkan tahap penyituasian. Prolog ini berisi pegenalan latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan pembukaan cerita dan pemberian informasi awal bahwa Pasar Beringharjo menjadi tempat saksi hidup berbagai generasi terjadinya transaksi uang dan juga moral. Tahap ini berfungsi untuk memberikan informasi kepada penonton, agar penonton mendapat gambaran mengenai jalannya cerita.

Tommy: Soalnya bukan serius atau tidak, tetapi bunyi kritikan itu selalu sama saja dari dulu sampai sekarang. Dan mereka senada. Aku telah berusaha keras untuk menciptakan motip- motip baru, warna-warna baru, dan tidak jarang aku bekerja terlalu lama.25

Petikan dialog di atas adalah tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Jadi tahap ini tahap munculnya konflik. Jika kita melihat ucapan Tommy

24 Ibid., hlm. 3 25 Ibid., hlm. 15 61

di atas hal ini dikarenakan Tommy marah dan gusar kepada orang- orang pasar yang berpendapat kurang baik tentang batiknya.

Profesor: Kamu tidak lulus, Tom. Tommy: (Kaget). Bagaimana, Prof? Profesor: Kamu tidak lulus.26

Kutipan dialog di atas termasuk ke dalam tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah dimuncukan pada tahap sebelumnya semakin berkembang. Peristiwa dramatik semakin mencekam. Peristiwa yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari dengan pernyataan profesor yang tiba-tiba menyatakan bahwa Tommy tidak langsung padahal belum melakukan apa-apa. Dimana peristiwa ini menambah sulutan amarah Tommy. Tommy semakin berapi-api. Tommy bersikeras dan tidak terima ia tidak diluluskan secara sepihak. Tommy berharap bahwa profesor hanya bergurau dan mengerjai saja karena Tommy merasa bahwa profesor bahkan belum memberikan ujian kepadanya.

Slentem: Aku akan ancam Profesor! Ati+Sumirah+NY. Prof+Prof: (kaget) Aaaaaaaaaaa… Ati+Sumirah: Ancam bagaimana? Slentem: Aku akan kirimi surat kaleng… Profesor: Aku tak mungkin diperas… Sumirah: Itu pikiran yang cemerlang, Tem. Slentem: Pokoknya kalau Mas Tommy tidak diluluskan, akan saya cegat di depan kantor pos.27

Petikan dialog di atas adalah terjadinya tahap klimaks. Tahap klimaks, atau pertentangan yang terjadi yang dilakukan atau ditimpakan kepada tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan dan penderita terjadinya konflik utama. Dialog di atas adalah

26 Ibid., hlm. 30 27 Ibid., hlm. 69 62

puncak dari masalah Tommy yang tidak diluluskan yang berimbas kepada kemarahan waga-warga pasar (re: Slentem, Sum, dan Ati) sehingga akhirnya kemarahan mereka sudah tidak tertahankan lagi.

Slentem: Tentu saja Profesor menjadi orang yang berbahagia. Beliau lepas dari surat kaleng saya ditambah lima orang cucu.28

Petikan epilog di atas menandakan terjadi tahap penyelesaian. Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Jalan keluar dan akhir cerita tersebut adalah bahwa Prof dan Ny. Prof akhirnya menerima Tommy sebagai menantunya dan di sisi lain ia juga menikahi Sumirah seorang juragan batik. Masing-masing dari mereka mempunyai anak. Tiga dari Sumirah dan dua dari Kusningtyas. Dengan demikian, alur pada cerita OOEE karya Danarto ini adalah alur kronologis karena rangkaian jalannya peristiwa sesuai runtutan cerita.

3. Latar/Ruang Latar nerupakan salah satu komponen penting dalam unsur intrinsik. Latar memiliki kaitan yang erat dengan penokohan dan alur karena ketiga komponen tersebut memilki hubungan dalam membangun permasalahan dan konflik. Tanpa adanya latar, tidak ada pijakan bagi tokoh dan alur dalam membangun cerita. Latar memberikan pijakan secara konkrit dan jelas, hal ini penting karena untuk menghadirkan kesan realistis bagi pembaca.

a. Latar tempat Secara garis besar latar tempat yang digunakan dalam naskah OOEE adalah Kota Yogyakarta, lebih tepatnya di Pasar

28 Ibid., hlm. 83 63

Beringharjo. Hal ini tidak terlepas dari Danarto yang cukup lama menghabiskan masa hidupnya di sana. MASA LALU, MASA KINI, MASA YANG AKAN DATANG MENJADI SATU. RUANG DAN WAKTU KEMPAL DALAM SATU SUASANA DAN KEADAAN, PASAR BERINGHARJO ADALAH RUANG UJIAN, ADALAH KAMAR TIDUR, ADALAH TEMPAT NGAMEN, ADALAH HARI KETUAAN MENANTI MAUT… ADALAH…29

Naskah drama menggunakan satu dialog untuk diucapkan dua bahkan tiga tokoh sekaligus. Menariknya, dua-tiga tokoh ini tidak berada dalam satu ruang dan waktu yang sama. Ini adalah naskah yang menyatukan dimensi ruang dan waktu. Di satu tempat adalah pasar Beringharjo, tetapi di situ juga rumah Profesor dan ruang tidur. Jadi tanpa disengaja, dialog-dialog mereka menjadi saling berkaitan. Latar yang berbeda ini juga ditempatkan dan dimainkan dalam satu panggung secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa naskah drama ini merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat saat ini dimana konflik setiap pribadi masyarakat akan cepat terdengar kepada masyaraka yang lain.

Pasar Beringharjo menjadi saksi bisu dimana terjadinya ketimpangan-ketimpangan sosial. Danarto nampaknya menorehkan kenangannya selama berkuliah dan aktif di Yogyakarta lewat karya OOEE ini. Ia mengangkat kota tempat dimana ia mengenyam pendidikan. Ini membuktikan bahwa Danarto bukanlah orang yang lupa akan dimana ia „dibesarkan‟.

b. Latar Waktu

Latar waktu dalam naskah ini dituliskan secara gamblang pada saat pembacaan Undang-Undang permusikan yang dibuat

29 Ibid., hlm. 3 64

oleh Slentem dan disepakati bersama oleh para pengamen Pasar Beringharjo seperti pada kutipan di bawah ini.

Sariyem+Warti+Tiga Orang Lainnya: Terima kasih. Sampai ketemu, Slentem. Pasar Beringharjo, 1973.30

Latar waktu yang tergambar pada naskah drama OOEE adalah pada tahun 1973 dimana pada saat itu terjadi awal masa orde baru.

Kemudian latar lainnya yang terlihat dalam naskah OOEE ialah siang hari dan malam hari. Latar waktu siang, malam pada naskah drama OOEE tidak terlalu banyak dalam menyebutkan waktu terjadinya peristiwa. Hanya beberapa bagian saja yang disebutkan dalam suatu adegan. Berikut kutipan-kutipan yang mengacu pada latar waktu tersebut:

1) Siang

Tommy: Selamat siang, Profesor. Profesor: Selamat atau bencana. Nyonya Profesor: Apa-apaan sih, Pap, kamu ini. Selamat siang Nak Tommy. Silakan-silakan.31

Pada kutipan dialog di atas, yang menunjukan latar waktu adegan tersebut adalah ucapan salam dari Tommy ketika hendak datang ke rumah Profesor yang hendak berniat untuk mengikuti ujian dengan profesor. Hal yang wajar dilakukan oleh seorang tamu yang datang ke rumah orang, yaitu mengucapkan salam. Sebuah ciri khas masyarakat Indonesia yang dikenal dengan keramahannya, kesopanannya, dan menghormati yang mempunyai rumah.

30 Ibid, hlm. 68 31 Ibid., hlm. 24 65

2) Malam

ADEGAN TEMPAT TIDUR. TOMMY DENGAN SUMIRAH DAN PROFESOR DENGAN NYONYA. SLENTEM TIDUR DI DEPAN.32

Pada kutipan di atas adalah latar waktu yang tersirat yaitu digambarkannya bagaimana suasana pada malam hari di tempat masing-masing ketika berisitirahat di malam hari setelah lelah beraktivitas di siang hari.

4. Penggarapan Bahasa Pembicaraan tentang penggarapan bahasa menyangkut kemahiran pengarang mempergunakan bahasa sebagai medium drama. Gaya bahasa cenderung dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu, penegasan, pertentangan, perbandingan, dan sindiran.

SELURUH PEMAIN BERDIRI SEPERTI MAU DIPOTRET. 33

Pada kutipan di atas, mengandung majas perumpamaan atau simile yang tergambar dalam kalimat berdiri seperti mau dipotret. Maksud dari kata seperti dalam kalimat tersebut adalah semua pemain sudah siap berdiri dan berpose seolah-olah ingin di foto.

Slentem: Ati dan Sumirah meronta seperti ditinggal kekasih- dramatis.34

Pada kutipan di atas juga mengandung majas simile. Pada kalimat meronta seperti ditingal kekasih mengandung arti bahwa mereka menangis tersedu-tersedu seolah-olah kehilangan kekasih.

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung

32 Ibid., hlm. 50 33 Ibid., hlm. 80 34 Ibid., hlm 76 66

menyatakan sesuatu dengan yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata- kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.35 Selanjutnya simile menurut Albertine Minderop menjelaskan bahwa simile adalah perbandingan langsung antara benda-benda yang tidak selalu mirip secara esensial.36

Slentem: (Naik pitam meledak). Seminggu yang lalu saya kirim surat kaleng yang isinya penuh ancaman untuk profesor!37

Pada kutipan di atas mengandung dua majas metafora. Terdapat pada kata naik pitam yang berarti marah dan surat kaleng yang berarti tidak diketahui siapa pengirimnya

Tommy: Kita akan bertengkar lagi. Sumirah: Bertengkar lebih baik Slentem: Daripada perang dingin38

Pada kutipan di atas juga mengandung majas metafora. Terdapat pada kata perang dingin yang berarti perang dalam wujud konflik batin antara Slentem dan Tommy.

Metafor adalah suatu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lainnya dengan benda lainnya secara langsung.39 Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Metafora tidak selalu harus menduduki fungsi predikat, tetapi dapat juga menduduki fungsi lain seperti subyek, objek, dan sebagainya.40

35 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 138 36 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Obor Indonesia, 2005), hlm. 52 37 Danarto, Op.Cit, hlm 79 38 Ibid, hlm. 54 39 Keraf, Op.Cit, hlm. 53 40 Minderop, Op.Cit, hlm. 139 67

Slentem: Manakah yang lebih luhur, menerima satu lontaran nasib buruk atau mengurangi lautan bencana dan memeranginya? Ati: Keadilan memang tidak datang begitu saja to, Mbak? Sumirah: Atau harus dibeli. Dia minta disogok berapa sih? Prof: Lha, mbok hartamu tumplek-blek di depan saya, tak bakalan Tommy saya luluskan. NY. Prof: Apa kamu setabah itu, Pap? Slentem: Prof tidak mungkin tidak butuh duit. Ati: Aku butuh duit, Tem? Slentem: Profesor itu pada dasarnya adalah seorang pemborong. Seorang pemborong kebenaran. Seorang pemborong malu menjilat ludahnya kembali.41

Pada kutipan di atas terdapat empat kalimat yang mengandung majas metafora yaitu lautan bencana, pemborong kebenaran, menjilat ludah, hartamu tumplek blek. Lautan bencana bermaksud banyak bencana dan hartamu tumplek blek mengandung arti berharta banyak. Menjilat ludah mengandung arti menarik kembali keputusannya, pemborong kebenaran orang yang merasa dirinya selalu benar sekaligus pada kalimat Profesor itu pada dasarnya adalah seorang pemborong. Seorang pemborong kebenaran. Seorang pemborong malu menjilat ludahnya kembali mengandung majas sindiran kepada orang-orang yang merasa dirinya selalu benar, tidak pernah salah.

Sumirah: Kalau begini saya jadinya malas untuk bekerja. Tubuh jadi pegel-pegel lungkrah. Ini juga banyak mempengaruhi usaha dagang. Jadi mundur. Pembeli jadi sedikit. Efeknya kantong juga hebat. Tiba-tiba jadi pemboros. Ini kan diluar pemikiran sama sekali. Inginnya jajan melulu, lha lama-lama kan bisa mobol-mobol. Ati: Sudahlah, Mbakyu. Pada hakekatnya ketenaran toh tak membutuhkan titel. Mas Tommy sudah tenar. Sudah jajah ke mana-mana, orang lupa melihat apakah ia bertitel atau tidak. Dan duit mengalir terus tak henti-henti.42

41 Danarto, Op.Cit, hlm. 58 42 Ibid., hlm. 59 68

Kutipan ini mengandung majas personifikasi dan hiperbola. Personifikasi adalah suatu proses penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda non-manusia. Termasuk abstraksi atau gagasan.43 Sementara Keraf menjelaskan bahwa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.44 Ditunjukan pada kalimat kantong juga hebat. Kata hebat biasa digunakan untuk menunjukan ungkapan sesuatu yang bagus dan duit mengalir tak henti-henti. Kalimat duit mengalir menunjukan sesuatu yang berlebihan.

Sumirah: Jadi kamu suka rokoknya aja to? Slentem: Soal saya suka rokok itu lain. Rokok dan sebuah kritik itu lain. Kondisinya lain. Jangan campur adukkan. Lah mbakyu apa nggak suka rokoknya Tommy?45

Kutipan ini mengandung majas sindiran (sarkasme). Sarkasme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.46 Disampaikan melalui Slentem yang bermaksud menyindir atau mengejek hubungan tanpa status Sumirah dengan Tommy.

Ati: Keadilan memang tidak datang begitu saja to, Mbak? Harus diperjuangkan. Sumirah: Atau harus dibeli. Dia minta disogok berapa sih?47

43 Minderop, Op.Cit, hlm. 53 44 Keraf, Op.Cit, hlm. 140 45 Danarto, Op.Cit. hlm. 62 46 Keraf, Op.Cit, hlm. 143 47 Ibid, hlm. 58 69

Kutipan di atas bermaksud menyindir para penegak hukum di Indonesia yang tidak adil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Masih bersifat tumpul ke bawah dan tajam ke atas.

5. Tema dan Amanat a. Tema Tema merupakan dasar cerita, gagasan, sentral, atau makna cerita. Dengan demikian, dalam sebuah cerita fiksi, tema berfungsi mengikat dan menyatukan keseluruhan fiksi tersebut.48 Tema merupakan salah satu unsur pembangun dalam sebuah cerita yang bisa ditemukan secara tersurat maupun secara tersirat dengan cara membaca naskah secara keseluruhan dan berulang-ulang. Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek sebuah judul yang unik yang tidak dapat secara langsung kita ketahui maknanya. Naskah drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek Ewek karya Danarto bertemakan perselingkuhan. Masalah perselingkuhan menjadi porsi utama dalam naskah ini. Naskah drama ini menceritakan ambisi seorang mahasiswa Seni Rupa untuk mencapai gelar sarjana dengan memanfaatkan juragan batik untuk biaya kuliahnya, dan di sisi lain ia juga memanfaatkan anak perempuan profesornya agar bisa diluluskan dengan mengandalkan ketampanannya. Krisis kepercayaan kepada sesama manusia juga menjadi masalah yang ditawarkan Danarto. Manusia saling mencurigai, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, memanfaatkan orang lain demi keutungan pribadi, memeras orang lain demi keuntungan pribadi, sifat egois yang besar, sehingga terciptalah

48 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.), hlm. 255 70

jarak dengan sesamanya dan berakibat menjadi bumerang bagi diri sendiri dan orang lain, batinpun menjadi tersiksa. Pada dasarnya kisah ini adalah sebuah perselingkuhan yang dilakukan Tommy dengan dua wanita sekaligus untuk mengeruk keuntungan pribadi. Ber-owok-owok dengan wanita yaitu Kusningtyas dan di sisi lain -ewek-ewek dengan juragan batik Sumirah.

Slentem: Hiyo-hiyo kalau ngga berlagak sekarang kapan lagi? Para penonton yang baik hatinya, demikianlah pada dasarnya orang berhati baik walau tahu kalau ditipu. Bagaimana mungkin mereka percaya saja dengan omongan saya, padahal semua itu akal bulus yang amat terlalu sering dilakukan orang.49

Terlihat sekali dalam petikan tersebut bagaimana tokoh Slentem mendeskripsikan betapa bobrognya kehidupan di Indonesia mengenai terjadinya kemerosotan moral bangsa. Orang-orang yang ingin menjadi konglomerat dengan berbagai cara agar semua usahanya tercapai. Kalangan atas yang menjalankan perilakunya dan kalangan bawah yang mengawasinya.

Slentem: Apa yang musti saya ceritakan kalau tidak ada dongeng? Apa yang musti saya lihat kalau tidak ada pemandangan?50

Tommy menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Padahal niat buruknya sudah diketahui Slentem namun Slentem tidak membocorkannya karena sudah disogok rokok oleh Tommy. Seperti kasus korupsi di tanah air, ulah kejahatan yang diketahui tidak di bungkam, justru kita yang mengetahuinyalah yang di bungkam.

49 Danarto, Op.Cit, hlm. 48 50 Ibid., hlm. 10 71

Slentem: Loh permisi bagaimana. Masak hak cipta nggak dikasih honorarium. Sini duit beli rokok.51 Slentem: O, alah Mbakyu ini kok tidak jelas-jelas, mbok ya saya ini cepat-cepat dilempar sepuluh rupiah biar cepat-cepat pergi.52

Kutipan di atas menggambarkan kasus pemerasan masyarakat kaum menengah ke bawah terhadap sesamanya yang biasa terjadi di Pasar Beringharjo. Inilah yang menunjukkan bahwa di Pasar bukan hanya terjadi transaksi barang, juga transaksi nilai moral.

Sumirah: Ingin rasanya saya menangis menjerit-jerit kalau begini ini. Tommy, oh Tommy. Ati: Sudahlah, Mbak. Semuanya, kan belum pasti. Harus kita selidiki dulu. Sumirah: Semuanya sudah jelas. Tommy sudah tak suka lagi kepada saya.53

Dari kutipan di atas bisa diambil kesimpulan bahwa tokoh Sumirah yang sudah tidak mempercayai pasangannya sediri dikarenakan desas-desus yang terdengar sampai ke telinga dan perilaku pasangannya (Tommy) yang mencurigakan membuat hati merasa resah dan galau.

Slentem: (Menirukan suara Profesor). Aku bisa membayangkan bagaimana si Tommy dan juragan batik itu berpelukan dengan mesranya, sementara ekor si Tommy menggayut-gayut di pinggang Kusningtyas. Ny. Profesor: Masya Allah, sampai demikian curigamu, Pap?54

Kutipan di atas mengambarkan bagaimana tokoh Profesor memikirkan hal yang tidak-tidak tentang hubungan

51 Ibid., hlm. 68 52 Ibid., hlm. 6 53 Ibid., hlm. 12 54 Ibid., hlm. 18 72

anaknya dengan Tommy dan Kus di mana kepercayaan itu hilang dikarenakan omongan-omongan yang terdengar sampai ke telinganya.

b. Amanat Pada dasarnya sebuah karya sastra mengandung pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca atau penonton. Naskah ini mengandung amanat tersirat dan tersurat.

Slentem+Profesor: Akan aku gebrak dia. Sekali mukul, ih mampus. Ati+NY. Profesor+Sumirah: Mbok ya tahu diri. Slentem+Prof: Biar tahu rasa. Biar berpikir seribu kali dia. Ati+Sumirah+NY. Profesor: Alah…. Slentem+Profesor: Aku bukan sembarang orang! Ati+Sumirah+NY. Profesor: Pasti kalah deh kamu.55

Pada kutipan di atas Danarto ingin menyampaikan pesan bahwa hendaknya sebagai manusia jangan takabur, keras kepala, egois, dan main hakim sendiri. Hadapilah setiap permasalahan dengan kepala dingin dan tidak gegabah. Karena sikap seperti itu hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ati: Jangan kayak orang kena sihir, Mbak. Sumirah: Biar saja, Jeng. Untuk iseng-iseng.56

Pada kutipan di sini ada pesan bahwa kita tidak boleh mempercayai hal mistis. Pada zaman dewasa ini yang sudah sangat canggih bagaimana bisa orang masih percaya dengan hal yang sangat tidak masuk akal dan dengan mudahnya saja mau membayar berapapun demi keinginannya tercapai. Ketika

55 Ibid., hlm. 72 56 Ibid., hlm. 47 73

seseorang sudah kepepet apapun dihalalkan. Tetaplah mengingat Tuhan dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi apapun. Perkuatlah iman agar tidak mempercayai hal-hal gaib.

B. Analisis Kritik Sosial terhadap Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto

Setelah melakukan pengkajian unsur intrinsik yang terkandung dalam naskah drama OOEE karya Danarto, penelitian ini menghasilkan data-data yang menggambarkan hiruk pikuk suasana Pasar Beringharjo dengan ketimpangan sosial yang ada di dalamnya. Kritik sosial yang yang terkandung dalam naskah drama OOEE merupakan perwujudan dari tanggapan terhadap tindakan penyimpangan yang kerap terjadi di latar tempat cerita. Wujud kritik sosial yang didapati dalam naskah drama OOEE di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kritik Sosial Masalah Politik

Kritik terhadap Undang-Undang Permusikan. Kritik ini menjadi salah satu masalah yang ditawarkan Danarto. Perselisihan para pengamen konvensional dan modern di Pasar Beringharjo membuat Slentem mengambil langkah seribu. Ia berinisiatif membuat Undang-Undang Permusikan bagi para pengamen yang terus berselisih mempermasalahkan cara mereka mengamen.

Slentem: Saya kira saya punya jalan keluar yang bisa saya tawarkan kepada saudara-saudara semua. Sariyem+Warti+Tk.ngamen lainnya: Bagaimana? Slentem: Saya mendapat ilham. Harus cepat ditelorkan sebuah undang-undang tentang ngamen57

57 Ibid, hlm. 66 74

Slentem pun membacakan poin demi poin aturan-aturan yang harus disepakati dan dijalani oleh para pengamen apabila masih ingin mencari nafkah di Beringharjo. Mereka sepakat untuk mengikuti undang-undang Slentem pada awalnya. Hingga di akhir pembacaan undang-undang ia meminta imbalan atas kreatifitas yang menurutnya telah ia torehkan.

Slentem: Lho permisi pigimana. Masak hak cipta nggak dikasih honorarium. Sini duit beli rokok.58

Uang dan politik menjadi hal yang sensitif bagi manusia. Ketika seseorang merasa dirinya telah menciptakan sesuatu maka ia berhak mendapatkan penghargaan atas apa yang telah ia lakukan. Pada awalnya mereka memang menyetujui apa yang telah disepakati. Namun, jika ditelusuri lebih tersirat justru isi UU permusikan yang dibuat oleh Slentem membelenggu dan membatasi para pengamen. Undang-undang itu berisi tiga poin yang berisi kesepakatan antar pengamen.

Slentem:…Satu: Yang ngamen dengan instrument hidup yang tradisonal misalnya kendamg, suling, dll hanya dibenarkan membawa gending-gending tradisional saja. Dua: Yang ngamen dengan dengan instrument hidup yang luar negeri, misalnya gitar, cello, dll hanya dibenarkan membawakan lagu-lagu yang berbahasa Indonesia saja. Tiga: Yang ngamen dengan Cassette Tape Recorder hanya dibenarkan membawakan lagu-lagu luar negeri saja59

Pada masa pembuatan naskah Danarto mengharapkan adanya pembuatan Undang-Undang yang diharapkan demi terciptanya kesejahteraan para pengamen pada masa itu. Pada gambaran saat ini, Rancangan Undang-Undang Permusikan (RUU) di Indonesia yang dicanangkan tim DPR menjadi hal yang sensitif dan lagi-lagi berbau politik. Pro dan kontra silih berganti. Di sisi lain, ada orang-orang yang

58 Ibid, hlm. 68 59 Ibid, hlm. 87 75

merasa dirugikan dengan adanya RUU Permusikan. Mereka merasa dibatasi dalam berkarya dan mempunyai tembok besar sebagai penghalang. Namun di lain hal ada saja yang menyetujuinya dengan berbagai alasan.

RUU yang diusulkan anggota DPR Anang Hermansyah dan dirumuskan oleh badan khusus pembuat UU memang sempat membuat ricuh jagat permusikan Indonesia. RUU ini berlandaskan aspirasi musik Ambon yang berisi 12 poin. Beberapa musisi yang pro merasa Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah dinilai tidak cukup. Salah dua pasal yang dikritik adalah pasal 5 yang dinilai membelenggu kebebasan bereskpresi para musisi dan pasal 52 yang berisi uji kompetensi yang dinilai ujian itu hanya untuk “proyek” semata bagi kaum tertentu untuk menguji mereka bagi yang belum menciptakan lagu mereka diharuskan mengikuti ujian yaitu memainkan lagu, membaca dan menulis not balok. Pada dasarnya, draft RUU yang berisi 54 pasal ini barulah rancangan semata yang bisa saja ditolak atau ditangguhkan dan UU adalah peraturan tertinggi yang lahir atas kesepakatan bersama yang bisa diperbaiki, ditambah, dan dihilangkan bagiannya. Namun, kecaman sudah datang silih berganti untuk menolak. Kalau ditelusuri lebih lanjut, tidak semua pasal yang isinya tidak bagus. Bukan berarti harus ditolak semua. Itupun kalau mereka dirasa peduli dengan kondisi musik Indonesia karena dinilai terkait dengan nasib standar pembayaran musisi daerah modern yang dianggap harus di Amini oleh stake holder seniman.

2. Kritik Sosial Masalah Pendidikan

Bobroknya sistem pendidikan dan pelajar yang anti kritik dan minim kreativitas. Inilah kritik yang ditawarkan pada kritik sosial masalah pendidikan oleh Danarto pada OOEE bagaimana seorang 76

pelajar yang bersifat tidak sopan kepada pengajarnya dan tidak mau dikritik.

Tommy: Aku tidak mau semuanya diujikan untuk saya seorang. Lagipula ujian ini curang, sembunyi-sembunyi. Profesor: Ini ujian terang-terangan dan kamu telah diberi undangan sebelumnya, mana mungkin ini ujian curang, sembunyi-sembunyi. Tommy: Ogaaaaaaah! Profesor: Kamu tidak lulus. Tommy: Saya menolak. Profesor: Silakan. Tommy: Saya protes. Profesor: Sama siapa?60

Pada zaman sekarang terdapat pula mahasiswa yang tidak mempedulikan permasalahan keaslian, kreativitas, hanya berorientasi pada nilai semata. Begitu pula yang menjadi prinsip para orang tua dan orang terdekat mereka. Nilai dan kelulusan menjadi patokan utama dalam sebuah kata kesuksesan.

Profesor: Tetapi, Tom, kamu ngga maju-maju. Begini-begini doing desainmu. Tommy: (Ingat kritikan di pasar jadi marah) Bapak juga ngga maju-maju. Begini-gini doing kritiknya. Profesor: Kamu bagaimana sih, dikritik begitu saja marah, seolah-olah bukan seniman saja61

Sudah pada dasarnya seorang seniman membutuhkan kritik untuk kemajuan dalam hasil karya dan kelancaran dalam perkuliahannya, tetapi tidak dengan Tommya. Ia tidak menerima kritikan keras yang ditujukan kepadanya. Tommy merasa dirinya paling hebat dan membutuhkan pengakuan pada karya yang telah ia torehkan. Peristiwa

60 Ibid, hlm. 30 61 Ibid, hlm. 26 77

ini menjadi konflik hebat yang membuat Tommy semakin gundah dan memancing amarahnya.

Tommy: Batik ini menurut dia juga jelek. Slentem+Prof: memang jelek Tommy: Ini yang paling bagus yang pernah saya cipta!62

Rendahnya kreativitas seorang mahasiswa yang tidak suka dikomentari dan merasa karya yang ia ciptakan sudah paling baik. Pada dasarnya sebuah karya seni adalah multitafsir yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain bisa saja berbeda. Sebagai pelajar sudah selayaknya menghargai dan menerima segala pendapat, saran, dan komentar demi kemajuan yang akan datang.

3. Kritik Sosial Masalah Agama Permasalahan yang rumit yang dialami oleh Profesor membuat profesor mudah putus asa dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Profesor dalam naskah ini diceritakan oleh Danarto seakan-akan menjual gelar profesornya. Tanpa diduga seorang Profesor yang memiliki gelar dalam pendidikan tinggi juga masih dapat mempercayai hal-hal yang bersifat mistis, bagaimana bisa kaum intelektual yaitu seorang Profesor menggunakan jasa dukun untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya. Apabila ia berpegang teguh pada nilai agama sebagai fondasi ilmunya, ia tentu tidak akan salah arah. Karena orang yang berpendidikan tinggi setidaknya memiliki dasar ilmu yang baik, mengetahui yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Pertentangan etika dalam dunia pendidikan jelas terlihat dalam adegan ini. Di mana banyak orang yang melihat jika seseorang yang sudah memiliki pendidikan tinggi apalagi seorang profesor sudah tidak percaya lagi akan hal-hal yang

62 Ibid, hlm. 39 78

bersifat mistis. Mengingat pemikiran orang yang sudah memiliki pendidikan tinggi adalah pemikiran orang yang sudah maju. Sedangkan orang biasa saja biasanya pemikirannya masih kalut akan pemikiran-pemikiran sederhana yang tidak jauh akan hal-hal mistis. Masyarakat nyata yang seperti ini sudah jelas terlihat di kehidupan nyata dan sehari-hari. Meskipun zaman sudah sangat modern masih banyak masyarakat yang masih percaya terhadap perdukunan. Bahaya perdukunan bagi kehidupan masyarakat adalah hilangnya kepercayaan manusia terhadap Tuhannya. Profesor dan seorang juragan batik sama-sama masih mempercayai tentang hal-hal mistis yang dikatakan Slentem. Sebagian masyarakat Indonesia baik masyarakat menengah maupun ke atas datang dari kalangan manapun sampai sekarang masih mempercayai hal-hal mistis seperti dukun, ramal, santet dan lain-lain.

Sumirah: Baiklah, Tem. Saya kepingin juga bisa melihat jarak jauh dan mencubit jarak jauh. Boleh? Slentem: Boleh. Ati: Jangan kayak orang kena sihir, Mbak. Sumirah: Biar saja, Jeng. Untuk iseng-iseng. Slentem: Tak boleh iseng-iseng. Harus percaya seratus persen dan dua ribu lima ratus bayar kontan. Sumirah: Oke! (Mengambil uang dan menyerahkan kepada Slentem).63

Pada kutipan ini adalah sebuah penggambaran seorang juragan batik yang mewakili kaum borjuis pada zamannya yang masih percaya hal-hal klenik.

Slentem: Percaya nggak. Kalau nggak, nih ambil uangnya kembali. Prof: Percaya. Slentem: Seratus persen. Prof: Seratus persen. Slentem: Saudara saya izinkan pergi sekarang. Prof: Nggak pakai do‟a?

63 Ibid, hlm. 46-47 79

Slentem: Kok, tanya saya. Percaya nggak? Prof: Percaya. Slentem: Yaudah pergi sana. Prof: Kapan saya membuktikannya? Slentem: Waktu tidur.64

4. Kritik Sosial Masalah Budaya Kritik sosial masalah budaya di sini adalah mengenai perseturuan antara budaya tradisi dan budaya modern. Antara lagu daerah dan lagu pop barat yang sampai saat ini permasalahan sejenis ini pun tidak pernah usai. Penggambaran dalam naskah yaitu pertikaian mereka seolah-olah seperti Perang Brontoyudo. Perang antara zaman pewayangan Pandawa dan Kurawa.

Slentem: Halo apa kabar? Brontoyudonya pigimana sih? Siapa yang kalah? Siapa yang menang? Kok loyo semuanya? Apa pada kena lesu darah, hiya?65

Pertikaian yang terjadi disebabkan Warti yang bersikap curang kepada teman sepengamenannya, Sariyem. Warti memilih untuk membawakan lagu-lagu pop barat ketimbang lagu-lagu tradisional melalui tap recorder (kaset) sedangkan Sariyem harus bersusah payah mengeluarkan suaranya.

Sariyem: Kita ini istirahat kecapaian Warti: Tiga hari bertempur terus66

Berhari-hari mereka berlarian kesana kemari dengan senjata andalan mereka menggambarkan betapa boboroknya sikap sosial-budaya yang terjadi pada masyarakat dalam menyelesaikan sebuah masalah. Kebiasaan seperti inilah yang menjadi suatu hal yang sulit dihilangkan

64 Ibid, hlm. 44 65 Ibid, hlm. 65 66 ibid 80

karena sudah menjadi bad habbit (kebiasaan buruk) yang tertanam di diri mereka sendiri dan terus berulang sepanjang zaman. Mirisnya, musik pop dianggap menjadi musik yang keren (kekinian) sedangkan musik tradisional dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Warti lebih memilih untuk meninggalkan budaya tradisi dan mengikuti arus globalisasi yang seharusnya disikapi dengan bijak. Warti berprinsip ia tidak perlu capai mengeluarkan suara, bermodal membawa kaset kemana-mana setelah itu ia bisa dengan mudah menghasilkan uang lebih banyak karena musik pop barat sudah banyak diminati dan digandrungi kalangan menengah atas maupun bawah.

5. Kritik Sosial Masalah Teknologi Kritik Sosial masalah teknologi disini terjadi karena adanya perselisihan antara Sariyem dan Warti dalam hal alat pekerjaan mereka. Pengamen dengan alat tradisonal dan kaset. Teknologi yang seharusnya diciptakan untuk memudahkan urusan manusia justru disalahgunakan dan menjadi perselisihan. Sariyem dan Warti yang saling berselisih dalam urusan pekerjaan ini menimbulkan kritik yang cukup mengundang tawa. Naskah drama ini memiliki kelebihan yaitu drama yang sarat akan kritik namun kritik tersebut dalam bentuk komedi yang jenaka. Warti yang mengamen di pasar dengan alat-alat musik yang sudah modern mengundang amarah Sariyem yang kala itu masih menggunakan alat-alat musik tradisional. Warti dianggap berkhianat kepada Sariyem karena pernah ada di posisi yang sama namun Warti menjadi pribadi yang berbeda dan beranggapan bahwa tindakannya akan menutup jalur rezekinya dalam bernyanyi.

Sariyem: Silakan! Silakan! Terus! Memangnya saya ini dianggap apa atas dasar ini semua. Pada hakikatnya kami adalah orang-orang yang menurut. Tetapi kalua dibeginikan terus, apa yo kuat! Ti! Warti! Mentang-mentang kamu 81

sugih, ya! Punya tape recorder! Memangnya aku ledek bulukan, kok main-mainkan terus. (Sariyem mematikan tape recorder) Sudah sejak…………. Dari prapatan Nggayam sampai peristiwa di Gampingan E… E. di Pasar Beringharjo ini, jebul kamu mengulang sejarah lagi. Tommy & Sumirah: Sabar, Yem, sabar. Sariyem: Diam kamu semua! Warti: Sebentar, Yem. Sariyem: Diam! Aku belum habis membeberkan fakta. Begitu ya tabiatmu. Padahal kita dulu temenan sekolah lho, Ti. Lha kok sekarang kamu berani nracak. Otakmu ini kamu mau taruh dimana to, Ti.67

Sebuah pertikaian yang tak bisa dihindari antara Sariyem dan Warti. Sariyem menumpahkan amarahnya dengan berapi-api namun dibalas dengan tanggapan Warti yang biasa saja. Kritik ini muncul karena adanya kelas menengah ke atas pada zaman orde baru. Kritik yang sesuai dengan undang-undang “pengamenan” yang dibuat oleh Slentem. Sebuah kritikan tentang betapa sengsaranya rakyat kecil yang hidup sebagai pengamen. Mereka harus gigit jari karena sumber nafkah mereka berkurang, orang-orang bisa mendengarkan tembangan lagu sudah bisa melalui tape recorder (kaset).

Sariyem: ……………………. Aku yang suaraku lebih bagus dari seluruh pita tapemu, gigi-gigiku lebih bagus, bibirku lebih bagus, lidahku lebih bagus, tenggorokanku lebih lebih bagus, lha kamu seenaknya saja membajak segala jerih payah kami. Kamu pada hakikatnya sudah bertindak tidak sopan. Benar-benar aku tidak mengira bahwa kamu berani bertindak sejorok itu. Warti! Warti! Edan tenan kowe! Warti: Aku adalah aku. Aku bertindak hanya karena disuruh. Kita memang teman sekolah. Dulu. Sekarang kita saingan.68

67 Ibid, hlm 21-22 68 Ibid, hlm. 22-23 82

Pada kutipan di atas Sariyem melakukan protes karena ia merasa dirugikan dan tidak diperlakukan secara adil dikarena ulah Warti. Sariyem bersusah payah harus mengeluarkan segenap tenaga untuk mencari nafkah namun Warti mencolong start dengan mudahnya

MULAILAH. SARIYEM MULAI NEMBANG. TAPI HANYA MULUTNYA YANG KELIHATAN CUMA MENGANGA DAN MENUTUP, TANPA ADA SUARA YANG KELUAR. Slentem: Kenapa mulutmu, Yem? Tk. Kendang: Karena sudah terlalu tua, suaranya nggak ada lagi.69

Pada akhir cerita, Sariyem putus asa dengan pekerjaannya tersebut dan Sariyem juga menggunakan alat-alat musik modern seperti Warti. Sariyem yang tua kemudian kehilangan suara sehingga mau tidak mau mengamen dengan modal kaset. Hal ini sangat banyak terjadi di masyarakat nyata khususnya pedagang-pedagang yang memiliki pesaing dalam melakukan perdagangan. Contohnya pedagang online dan pedagang konvensional. Pedagang konvensional yang belum memanfaatkan teknologi sudah dipastikan akan kalah dalam bersaing dengan penikmat belanja online. Mereka bersaing untuk mendapatkan pelanggan. Tidak hanya itu, pekerjaan lain dimanapun banyak terjadi persaingan perang dingin antar sesama pegawai. Menjatuhkan lawan, menghalalkan segala cara agar dapat lebih maju. Mereka menyalahgunakan teknologi yang ada. Bahkan dalam hal pendidikan, persaingan itu tak bisa dielakkan. Berita yang cukup viral hingga dewasa ini juga adalah kasus persaingan ojek online dan ojek pangkalan yang mirisnya sampai terjadi pertikaian fisik. Ojek online dianggap mematikan rezeki ojek pangkalan (opang) padahal mereka

69 Ibid, hlm. 81-82 83

mempunyai tujuan yang sama, yaitu adalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

6. Kritik Sosial Masalah Moral

Kritik sosial masalah moral yang pertama adalah tentang penipuan dan uang. Perilaku Slentem yang menghasut dan mengompori Sumirah bahwa Tommy melakukan perselingkuhan sangat lekat dengan keadaan masyarakat setiap zaman. Ada masanya seseorang tidak tahan jika menyimpan sebuah rahasia besar sendiri.

Profesor: Sama siapa? Slentem: Sama Kusningtyas. Sumirah: Lho, kamu tahu nama itu, Tem. Slentem: Saya tukang ngarang nama. Sumirah: Tak mungkin, tak mungkin.70

Hal ini kemudian diterapkan oleh Danarto di dalam naskah dramanya. Keadaan seperti ini masih dapat dilihat di masyarakat sekarang, meskipun seseorang itu hanya orang biasa yang menerima suapan setiap harinya untuk tutup mulut jika mereka mudah berdusta maka tak perlu ada lagi rahasia yang dipercayakan untuk mereka. Sikap Slentem ini kemudian menjadi yang paling menarik di dalam naskah drama ini. Slentem seakan-akan menjadi narator atas semua kejadian yang ada di dalam naskah. Tommy menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Padahal, niat buruknya sudah diketahui oleh Slentem. Namun, Slentem tidak membocorkannya karena telah disogok dengan rokok. Kasus di sini untuk menyindir orang-orang yang ingin menjadi konglomerat dengan berbagai cara dan upaya agar usahanya tercapai. Kalangan atas yang menjalankan perilaku dan kalangan bawalah yang mengawasinya.

70 Ibid, hlm. 30 84

Begitu halnya dengan masyarakat nyata, jika seseorang mengetahui banyak rahasia dari orang lain maka orang tersebut seakan memiliki peran penting dalam suatu lingkup masyarakat. Contohnya yang masih hangat sampai sekarang adalah pemegang akun Lambe Turah yang kerap menyebar berita dan aib-aib Public Figure masa kini. Admin-nya kerap menjadi sorotan karena dianggap mempunyai unsur politik atau orang dalam untuk menyebar setiap berita yang terbit di jejaring sosial akun tersebut. Manusia zaman sekarang pun banyak sekali yang tidak tahan menyimpan suatu rahasia besar, tidak tahan dan akhirnya terbongkar. Tidak jarang itu menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Seperti kasus korupsi pula dari tahun pembuatan naskah 1970-an sampai sekarang. Perilaku kejahatan tidak dibungkam, justru kita yang mengetahuinyalah yang dibungkam.

Ati: Keadilan memang tidak datang begitu saja to, Mbak? Harus diperjuangkan. Sumirah: Atau harus dibeli. Dia minta disogok berapa sih?71

Pada kutipan di atas Danarto mengkritisi sistem penetapan hukum yang ada di Indonesia. Bagaimana kasus penegakan hukum di Indonesia seperti tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Masyarakat menjadi gelisah akibat ulah penegak hukum yang terkesan tebang pilih. Kasus ini menjadi sindiran nyata bahwa keadilan di Indonesia lebih menohok kepada kaum menengah ke bawah, dimana yang menjadi penguasa, konglomerat akan “kebal” dan bebas dengan hukum. Kasus korupsi sebagai tindakan kejahatan luar biasa dan merugikan masyarakat se-Indonesia hanya dihukum beberapa tahun, dan bebas begitu saja, bahkan mereka dipenjarakan di tempat yang esklusif dan itu bukan rahasia umum lagi. Mereka membayar kepada petinggi lapas, hakim, jaksa agar mereka bisa terbebas dari hukum. Terlebih di zaman

71 Ibid, hlm. 58 85

sekarang mantan narapidana koruptur bisa dengan bebas hidup dan bekerja di luar sana dan bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui kasus perkara kecil tapi dibesar-besarkan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan sikap kekeluargaan, sementara itu narapidana koruptor bisa bebas berkeliaran dan tetap menikmati uang negara. Kasus-kasus kelalaian dalam berkendara yang melibatkan anak pejabatpun bisa menghilang seperti di telan bumi asalakan ada uang sebagai pelicin.

Kritik sosial masalah moral selanjutnya mengenai Slentem yang memanfaatkan keadaan Tommy ketika sedang gusar, untuk selalu dibelikan rokok, dengan cara itu Slentem akan tutup mulut dan tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Sumirah: Tem! Berapa kali aku peringatkan! Kenapa sih? Ada apa sih sukamu nrambul melulu? Slentem: Kita tidak berkawan dan tidak beromong lagi. (Mengeluarkan sebungkus rokok) Sumirah: Kamu hari ini kok perayaan betul? (Melihat rokok Slentem) Lho dari mana kau copet itu, ha? Slentem: (Bersiul-siul, berlagak, sambal menyulut rokoknya) Sumirah: Kamu nyolong dari mana, Tem? Wah drawasi ini. Slentem: kita tidak berkawan dan tidak beromong lagi. Ati: Wah Slentem mulai kumat. Slentem: Jangankan sebungkus, lha mbok sekarang seluruh kios rokok…. (Menepuk-nepuk sakunya) Sumirah: Tom, darimana dia garong itu? Padahal barusan dia merengek-rengek minta saya. Slentem: (Cepat-cepat berlalu) Tommy: Saya yang kena bajak tadi.72

Pada kutipan di atas tampak bahwa uang benar-benar mampu memegang kendali dalam kehidupan seseorang. Ketika melihat sejumlah uang yang banyak, seseorang akan tergiur dan goyah

72 Ibid, hlm. 14-15 86

pendiriannya. Hal inilah yang mendapat kritik oleh pengarang. Kesulitan ekonomi menjadikan seseorang mudah tergiur akan materi, bahkan ada yang sampai menipu dan merugikan orang lain. Permasalahan seperti ini sering ditemui di masa modern seperti sekarang. Demi memenuhi kebutuhan seseorang rela melakukan apa saja. Padahal dampak yang timbul akan menyulitkan mereka sendiri nantinya.

Sumirah:…Jangan banyak mbanyol kamu, Tem Slentem: Saya ngga butuh dipercaya. Saya butuh duit Sumirah: Hiya, tapi kalua nggak terbukti… Slentem: Duit kembali Sumirah: Awas kalau duitnya keburu kau habisin Slentem: Aku tak akan pernah kehabisan uang73

Pada zaman modern saat ini kemajuan dan keberhasilan menjadi prioritas utama. Manusia saling bersaing untuk menjadi yang terbaik, yang menjadi prioritas hanya diri sendiri sehingga mengeyampingkan aturan yang ada seperti tampak pada kutipan di bawah ini.

Sumirah: Gandrung sih boleh saja, angsal Tommy diluluskan dulu. Sebab seluruh rencana sudah terpancang kuat-kuat antara kita berdua, sebab seluruh kekuatan pikiran dan harta benda diarahkan untuk mencapai sasaran utama tahun ini, yaitu: titel Dokterandus, yang amat penting bagi usaha perluasan bisnis dan menunjang usaha-usaha yang lebih tinggi. Profesor ini keliwatan sentimennya. Sentimen ya mbok sentimen, angsal Tommy lulus. Apa dia tahu betapa pentingnya titel untuk tiap usaha apa saja.74

Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Jawa di Yogyakarta dipengaruhi oleh pola pikir bahwa kesuksesan bisa diraih dengan bertitel. Cara mendapatkan titel itu bisa dengan menghalalkan berbagai cara dengan mengebelakangkan logika dan norma-norma yang ada.

73 Ibid, hlm. 47 74 Ibid, hlm. 51-52 87

Profesor: Mas, saya mau bertanya. Slentem: (Menyanyi) Jangan ditanya ke mana aku pergi… Professor: Mas, saya mau bertanya betul-betulan. Slentem: Ya, cepat dong tanyanya! Apa? Professor: Mas kenal, Slentem? Slentem: Kenal….. Profesor: Di mana dia? Slentem: Ke luar negeri Professor: Ah mosok? Ke luar negeri? Dia tukang sapu pasar, „kan? Slentem: Tukang sapu pasar ngga boleh ke luar negeri? Professor: Boleh75

Profesor merupakan representasi kaum intelektual dan Sumirah seorang juragan batik yang percaya kepada Slentem dan telah ditipu Slentem, ketika Slentem mengelabuhinya dan ia mengaku sebagai seorang dukun yang bisa mencubit dengan jarak yang jauh dan berbeda tempat dengan membayar sejumlah uang.

Slentem: Ada perlu apa kok tanya Slentem? Profesor: Ngga perlu apa-apa Slentem: Kok tanya? Profesor: Apa ngga boleh? Slentem: Boleh, tapi harus bayar Prosefor: Memangnya Mas ini siapa? Tukang obat? Pantas banyak ngomong dengan para penonton. Slentem: Dukun Profesor: Dukun? Slentem: Yes Profesor: Wah kebetulan nih, e‟ siapa tahu, cocok Slentem: Ada apa? Profesor: Begini Mas. Saya itu kepengin lihat orang jarak jauh. Apa Mas bisa ngasih jampi-jampinya? Slentem: Bisa. Malah juga bisa nyubit jarak jauh76

75 Ibid, hlm. 43 76 Ibid, hlm. 43 88

Profesor dan Sumirah diharuskan membayar dua ribu lima ratus, kemudian Slentem memberikan sehelai rambutnya, lalu memerintahkan untuk dipraktikkan pada saat tidur nanti tanpa doa dan tanpa jampe-jampe. Sayangnya mereka dengan mudahnya tergiur dengan iming-iming Slentem. Tanpa pikir panjang mereka langsung mengiya-kan dan membawa pulang sehelai rambut Slentem.

Profesor: Ongkosnya berapa, Mas? Slentem: Mahal Profesor: Berapa sih? Slentem: Dua ribu lima ratus77

Pada fokus kritik di sini yang seharusnya seorang Profesor yang berpendidikan tinggi yang atau seorang juragan batik yang cukup hidup modern dan borjuis masih tergiur dengan hal-hal mistis seperti dukun yang menawarkan kemudahan untuk menyelesaikan segala permasalahan mereka.

Tommy: ….. Dan kamu harus percaya bahwa profesor-profesor memang demikian dan cerita-cerita tentangnya semuanya adalah benar: Pelupa, mau menang sendiri, lupa daratan78

Pada kutipan di sini Danarto menyinggung para bagi pendidik yang bersifat semena-mena kepada anak didiknya. Bahwa pengajar adalah dewa, tidak pernah salah, dan tidak mau disalahkan. Pelajar seolah- olah harus menurut dan seperti kerbau yang harus manut.

Masalah moral yang Danarto gambarkan selanjutnya adalah Profesor mendengar berita tentang kebobrokan Tommy yang berhubungan dan tinggal bersama dengan juragan batik Pasar Beringharjo dari rekan-rekan sesama dosen di kampus dan dari tukang bubur kacang ijo di Pasar Beringharjo. Maka, profesor tidak

77 Ibid, hlm. 44 78 Ibid, hlm. 53 89

meluluskan Tommy dikarenakan sakit hatinya pada Tommy yang menduakan anaknya (Kusningtyas). Seharusnya sebagai dosen yang baik harus tetap bersikap profesional dan objektif apapun yang terjadi, tidak boleh bersikap subjektif.

Sumirah: Tem! Ke sini Kalau kamu tidak ngaku, tau rasa! Slentem: Kecap! Saya tidak pernah ngomong apa-apa tentang apa-apa terhadap siapa-siapa. Sumirah: Kamu terus terang saja atau dipecat sebagai tukang sapu! Slentem: Ogah semuanya! Ati: Lho, bagaimana, to, kok Mbakyu bisa dengar Slentem, sedang Slentem ngelak? Sumirah: Slentem pernah ngomong-ngomong dengan Tukijo, itu yang jual burjo di Pintu Utara, tentang hubungannya Tommy dengan Kus. Dia tidak tahu kalua saya ada di balik pagar di took besi. Serta merta aku mendekat setelah dengar dia dengan Tukijo asyik sekali dan lama ngomong-ngomongnya!79

Perilaku Tommy yang memanfaatkan Kusningtyas untuk keperluan pendidikannya juga merupakan perilaku yang sangat disayangkan. Karena pada dasarnya untuk mendapat gelar dalam pendidikan itu tidak seharusnya menggunakan cara yang tidak lazim misalnya dengan mendekati anggota keluarganya. Dalam masyarakat nyata, drama ini banyak diterapkan dimana banyak orang yang memanfaatkan kedekatannya dengan salah seorang yang memiliki pengaruh penting dalam urusan pendidikan. Mereka memberikan sesuatu sebagai pelicin agar bisa lolos masuk sekolah atau keluar dari sekolah, universitas atau bahkan pekerjaan. Mereka menghalalkan cara apapun di saat kebutuhan sudah mendesak Tommy tidak lagi mempedulikan akal dan moral ketika ia sedang dalam tekanan. Ia bersikukuh bahwa ia telah melakukan yang terbaik. Manusia-manusia seperti inilah yang hadir pada zaman

79 Ibid, hlm. 9 90

pembuatan naskah dan bahkan sampai sekarang. Begitu banyak orang egois, menghalalkan segala cara, tidak mengikuti alur yang baik dan benar apabila sedang dalam kondisi kepepet. Kecurangan, pemberontakan, penyelewangan, itulah sikap-sikap yang muncul akibat dari ketimpangan sosial tersebut Tommy yang mencintai dua wanita sekaligus. Hal ini tentunya sudah sangat marak pada masyarakat zaman ini. Tommy yang mencintai Sumirah hanya untuk urusan bisnisnya dan mereka diceritakan dalam naskah bahwa mereka tinggal dalam satu rumah meskipun mereka belum ada ikatan pernikahan. Kejadian seperti itu memang sangat melanggar aturan dan norma kesusilaan yang ada di masyarakat. Tommy yang memanfaatkan Sumirah untuk keperluan bisnisnya sudah sangat marak di masa yang modern seperti saat ini. Perilaku Tommy ini tidak pantas untuk ditiru oleh kawula muda saat ini. Melihat pergaulan remaja yang bebas maka refleksi masyarakat dari perilaku Tommy dan Sumirah ini sedikit merugikan jika dilihat dalam kehidupan nyata. Di dalam kehidupan, manusia pada hakikatnya diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial untuk saling berpasangan dan ditakdirkan untuk bergantung pada orang lain karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Tuhan sudah menggariskan setiap jodoh, rezeki, dan maut. Manusianya sendiri lah yang tinggal menentukan pilihan hidupnya masing-masing. Sebagai manusia kita diciptakan memiliki nafsu. Tidak ada manusia di dunia ini yang merasa puas dengan apa yang diperoleh, mereka selalu menginginkan sesuatu yang lebih. Berbagai cara ditempuh untuk memuaskan ambisi manusia itu dengan tidak memperdulikan nilai norma dan tanpa pandang bulu. Pada naskah drama OOEE tokoh Tommy yang merupakan mahasiswa Seni Rupa yang mempunyai pekerjaan sebagai seorang pelukis batik. Sebagai seorang pelukis batik, ia memiliki hubungan dengan Sumirah yang merupakan juragan batik yang sukses. Namun di sisi lain 91

Tommy juga mendekati Kusningtyas yang merupakan putri dari profesor. Tommy merupakan mahasiswa dari Profesor dan memiliki tujuan agar ujiannya diluluskan.

Prof: Aku dengar dia sudah pacaran, bahkan sudah lama hidup bersama dengan juragan batik Beringharjo. Ny.Prof: Ah mosok, dengar dari siapa? Prof: Dari kawan dosen.80

Desas-desus memang sudah terdengar sampai seantero Pasar Beringarjo dan tercium sampai ke telinga Profesor mengenai latar belakang Tommy sebenarnya.

Sumirah: Buat apa? Dua tahun kita bina bersama. Berat dan penuh pertengakaran. Jika dia kesukaran aku sanggup membantunya. Sedang jika aku membutuhkan sesuatu Tommy bias mengatasi dengan baik.81

Pada kutipan ini menggambarkan sosok Sumirah dan Tommy yang sudah lama menjalin hubungan dan Sumirah kerap membantunya apabila ia mengalami kesulitan.

Profesor: Kuping kemana, ha?! Kupingmu tadi ke mana? Aku banyak sekali menyebut persoalan seni rupa yang tradisionil maupun kontemporer. Hubungan dengan pasar, koperasi dan pacaran dan hidup bersama.82

Kutipan di atas mengandung sindirian kepada orang-orang yang suka hidup bersama tanpa hubungan ikatan pernikahan yang resmi layaknya mengikuti budaya barat.

Tommy yang pada akhir cerita akhirnya menikahi dua orang wanita sekaligus yang telah ia manfaatkan untuk biaya kuliah dan demi kelulusannya yaitu Sumirah seorang juragan batik dan

80 Ibid, hlm. 8. 81 Ibid, hlm. 12 82 Ibid, hlm. 31 92

Kusningtyas seorang mahasiswa kedokteran. Penggambaran sosok yang ambisus dan serakah. Danarto ingin mengkritik orang-orang yang tidak pernah merasa cukup dengan apa yang mereka miliki, selalu merasa kekurangan.

Slentem: ……Tentu saja Profesor menjadi orang yang berbahahagia. Beliau lepas dari surat kaleng saya ditambah lima orang cucu, tiga dari Mbakyu Sumirah, dan dua dari Kusningtyas.83

Pada kutipan epilog di atas menyimpulkan bahwa bagaimana bobroknya sifat masyarakat Indonesia yang bisa hidup dengan perselingkuhan, hidup bebas bersama dengan wanita tanpa hubungan pernikahan, bahkan berpoligami, membagi cintanya kepada banyak orang (mempunyai istri banyak) dan mempunyai anak banyak.

C. Implikasi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek karya Danarto terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi sastra yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Melalui pendidikan semacam ini, peserta didik diajak langsung membaca, memahami, dan menganalisis karya sastra secara langsung. Mereka diajak berkenalan dengan sastra, tidak melalui hapalan nama-nama judul karya sastra atau sinopsisnya saja, tetapi langsung berhadapan dengan karya sastranya.84

83 Ibid, hlm. 83 84 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 168 93

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, drama merupakan bagian dari bahan ajar dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Keberadaan naskah drama OOEE sebagai bahan bacaan fiksi menjadi salah satu bacaan yang memberikan peserta didik pemahaman dan pengenalan terhadap nilai-nilai sosial yang terkandung dalam sastra. Analisis kritik sosial dalam naskah drama OOEE karya Danarto dapat pula diimplikasikan ke dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah, yaitu melalui materi unsur-unsur tersebut siswa dapat memahami kondisi dan masalah sosial yang terkandung dalam karya fiksi sehingga dapat mengembangkan diri pada peserta pada aspek afektif. Dalam silabus pembelajaran SMA/MA kelas XI semester ganjil terdapat aspek pembelajaran mendengarkan, standar kompetensi mampu mengkritisi teks drama, dengan kompetensi dasar yaitu siswa dapat memahami unsur struktur dan kaidah teks film/ drama baik melalui lisan maupun tulisan, dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif dan interaktif, contohnya diskusi dan saling menanggapi. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, strategi demikian bisa menggunakan metode pembelajaran dengan cara menjawab, ceramah, diskusi, kerja kelompok, dan presentasi. Di dalam pembelajaran sastra di sekolah standar kompetensi yang digunakan adalah menganalisis unsur intrinsik naskah drama. Jika dikaitkan dengan kompetensi dasar yaitu menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan naskah drama. Drama dalam OOEE dapat dijadikan bahan untuk mengetahui permasalahan kritik sosial. Terlebih tujuan pembelajaran pada materi tersebut adalah agar siswa mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari naskah drama yang dibaca dan mampu menjelaskan sifat dan karakter tokoh. Jika mengacu pada tujuan pembelajaran, maka guru diharapkan mampu memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana caranya menanggulangi masalah yang dihadapi oleh siswa. Setiap manusia pasti memiliki masalah, dan bagaimana 94

manusia tersebut mampu menelusuri akar dari penyebab permasalahan tersebut agar kita tahu bagaimana cara atau tindakan apa yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pembelajaran sastra dengan mengapresiasikan karya sastra dapat mengembangkan kompetensi siswa untuk memahami setiap unsur dalam karya sastra, dengan menghargai keindahan yang tercermin dalam setiap unsur drama, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik, siswa akan mengetahui apa pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Siswa juga tidak hanya diajak untuk membaca dan menganalisis karya sastra saja, akan tetapi siswa diajak untuk menanamkan sikap positif terhadap karya sastra sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan keterampilan siswa. Melalui pembelajaran sastra, siswa akan belajar percaya diri untuk tampil di muka umum dan akan mengasah kemampuan dari berbagai aspek, baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.85 Guru juga dapat memposisikan dirinya sebagai guru Bahasa Indonesia yang dapat mentransfer ilmu melalui pengalaman dan pendekatan yang menyenangkan terhadap siswa. Guru pun dapat membantu siswa menggali potensi yang dimilikinya, sehingga siswa dapat lebih bijaksana menghargai dirinya sendiri dan lingkungan. Selain itu, siswa juga dapat menanamkan nilai-nilai positif dalam hubungan bermasyarakat dan menjadi insan yang saling menghargai serta memiliki semangat untuk memperjuangkan hidup sejahtera.

Ketika di dalam kelas, guru harus menggunakan metode pembelajaran yang variatif agar siswa tidak merasa bosan dalam tiap pertemuan. Variasi metode bisa berupa bermain peran di dalam kelas, dimana setiap siswa dituntut untuk memilih karakter yang disukai dan kemudian memerankannya. Ketika sudah selesai, maka seluruh siswa kembali diperintahkan untuk memilih karakter yang tidak disukai

85 Emzir& Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 262 95

kemudian memerankannya. Metode seperti ini melatih siswa agar mampu merasakan menjadi orang lain. Dengan adanya variasi metode, siswa diharapkan lebih nyaman dan antusias dalam menerima pelajaran sehingga pesan yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Inilah yang menjadi indikasi tercapainya pembelajaran yang diharapkan oleh guru maupun siswa. Tahapan ketika diimplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Pertama, peserta didik diberikan naskah drama OOEE agar dibaca terlebih dahulu sebelum dibahas, kemudian dibuat kelompok secara acak. Kedua, ketika tiba waktunya guru membahas materi ini dan menjelaskan langkah-langkah menganalisis unsur intrinsik khususnya penokohan, guru dapat meminta peserta didik untuk menyimak dan memberi kesempatan untuk bertanya. Ketiga, setiap kelompok diminta untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur intrinsik yang ada di naskah OOEE. Keempat, setiap kelompok mengerjakan tugas yang sudah dipersiapkan guru di LKS (Lembar Kerja Siswa). Kelima, setelah selesai seluruh kelompok mempresentasikan di depan kelas secara bergiliran, kemudian kelompok lain menanggapi dan membuat kesimpulan hasil diskusi. Di akhir pembelajaran peserta didik diberikan pertanyaan lisan tentang untuk menilai pemahaman siswa. Melalui tahapan-tahapan pembelajaran di atas peserta didik dituntut untuk berwawasan lebih luas dan berpikir kritis lewat kritik sosial yang tertuang dalam naskah drama, sehingga diharapkan mampu lebih mengetahui norma-norma yang berlaku di masyarakat untuk pembelajaran dan bekal hidup di masa kini atau di masa depan agar tidak salah arah dan tujuan.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap naskah drama OOEE karya Danarto mengenai kritik sosial serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat enam kritik sosial yang dipresentasikan dalam naskah drama OOEE karya Danarto yang terlihat pada penggambaran tokoh dan peristiwa. Kritik pertama mengenai masalah politik terhadap Undang- Undang Permusikan yaitu Undang-Undang Permusikan yang dibuat oleh Slentem ditujukan agar para pengamen tidak berselisih terus menerus justru menjadi bumerang bagi para pengamen itu tersendiri, kedua kritik mengenai masalah pendidikan tentang rendahnya kreativitas dan mahasiswa yang tidak tahan kritik yaitu yang dialami oleh Tommy seorang mahasiswa Seni Rupa dalam hal menciptakan batik dan tidak suka dikritik oleh dosen dan sesama rekan pedagang batik, ketiga kritik mengenai masalah agama tentang kebobrokan iman, yaitu yang dialami oleh profesor dan juragan batik yang masih mempercayai hal mistis dimana mereka mempercayai seorang dukun yang dipercaya dapat mempermudah segala urusan hanya dengan seutas rambut dan melalui media cubit jarak jauh, keempat kritik mengenai masalah budaya tentang perseteruan antara budaya tradisi dan budaya modern, yaitu perseturuan yang tidak kunjung usai dialami Warti (pengamen modern) dan Sariyem pengamen tradisional dimana Sumirah merasa tersaingi oleh pengamen yang menggunakan kaset sedangkan dirinya hanya mengamen dengan menggunakan media pita suara, kelima kritik mengenai masalah teknologi tentang alat mengamen pengamen konvensional dan modern, yaitu melalui

96

97

media kaset dan tembang suara, dan keenam kritik mengenai masalah moral mengenai kritik terhadap penipuan yang dilakukan oleh Slentem kepada profesor dan Sumirah yang mengakui dirinya sebagai seorang dukun dan memerasnya, selanjutnya yaitu kritik terhadap kebiasaan hidup satu atap tanpa hubungan pernikahan yaitu hubungan kumpul kebo yang dilakukan oleh Tommy dan Sumirah, dan terakhir kritik terhadap keserakahan yaitu kasus poligami yang ada di masyarakat dimana pada akhir cerita digambarkan pada naskah Tommy berpoligami dengan Sumirah dan Kusningtyas. 2. Analisis kritik sosial dalam naskah OOEE karya Danarto dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia di SMA kelas XI semester ganjil dalam silabus Kurikulum 2013. Naskah drama ini dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sastra yang isinya banyak mengandung nilai-nilai sosial dan pendidikan moral dengan standar kompetensi mampu mengkritisi teks film/drama, dan kompetensi dasar memahami struktur dan kaidah teks film/drama baik melalui lisan maupun tulis serta mampu mengungkapkan kembali kaidah teks film/drama dan menginterpretasikan makna baik secara lisan maupun tulisan.

B. SARAN 1. Naskah drama OOEE karya Danarto dapat digunakan sebagai bahan untuk pembelajaran sastra di sekolah oleh guru, baik dalam materi sebagai unsur intrinsik drama, maupun pementasan drama karena mengandung nilai-nilai sosial serta pendidikan moral yang dapat menjadikan peserta didik lebih kritis dan menghormati keadaan sosial sekitarnya. 2. Melalui pembelajaran sastra, siswa dapat menanamkan sikap positif terhadap karya sastra dan mengambil intisari yang terkandung di dalamnya sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan siswa dalam kehidupannya.

98

3. Lewat kritik sosial yang tertuang dalam naskah drama OOEE karya Danarto, diharapkan siswa mampu memahami norma-norma bangsa dan menjadi pribadi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, M. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2005

Akbar, Akhmad Zaini. “Kritik Sosial, Pers, dan Politik Indonesia” (dalam Moh. Mahfud MD, dkk (editor), Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press, 1999.

Ahmadi, Abu. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anonim. Danarto: Angkatan „70 & Seni Sebagai Enlightment. Berita Buana, 14 Februari 1978.

Anonim. Menyimak Cerpen-Cerpen Danarto dari Ajaran Mistik - Religius hingga Kritik Sosial. Berita Buana, Selasa, 28 Juni 1988.

Bilal, Mohammad. Resensi Drama “Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek”. Gg. Bunga, November 1973.

Danarto. Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek. Yogyakarta: Nalar, 2014.

Dibia, I Ketut. Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Depok: Rajawali Pers. 2018.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress, 2008

______Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS, 2011

______Metode Pembelajaran drama. Yogyakarta: CAPS. 2011.

Faruq. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.

Hasanuddin, Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu, 2004.

Hardjana, Andre. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia, 1985.

Harymawan, RMA. Dramaturgi. Bandung: CV. Rosda Bandung, 1988.

W S. Hasanuddin. Drama dalam Karya Dua Dimensi. Bandung: Angkasa, 1996.

Ismawati, Esti. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak, 2013.

99

100

Kemendikbud. 2017. Danarto. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa /tokoh/734/Danarto. 5 Agustus 2018 pukul 12:39 WIB

K.M Saini. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung: Angkasa, 1988

K.S, Yudiono. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo, 2009.

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia, 1987

MD, Jajak. Catatan dari Teater Alam Yogya: Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek- Ewek Karya Danarto, Sinar Harapan, 24 November 1973

Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Obor Indonesia. 2005

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013.

Pracahyo, Budoyo. Menangkap Hubungan Danarto dengan Tuhan. Harian Pelita, 30 Agustus 1989.

Prawiradilaga, Dewi Salma. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia. 2012

Pradopo, Rachmat Djoko. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.

Rahmanto, Bernardus. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Ratna, Nyoman Kuta. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

______Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Rohman, Saifur& Emzir. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016

Salam, Burhanudin. Etika Sosial: Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

Santoso, Dwi Ery. Sufisme dan Pesona Kekanak-kanakan Danarto. Harian Merdeka, 28 September 1986.

Semi, Attar. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa. 1988.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.

101

Sumaadmaja, Nursid. Perspektif Studi Sosial. Bandung: Angkasa. 1980

Sumardjo, Yakob & Saini Kosim. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia, 1986.

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1984.

W.M., Abdul Hadi. Wawancara dengan Danarto: Sastra Punya Aktualitas Sendiri. Berita Buana, 28 Juli 1981.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

NAMA SEKOLAH SMAN 3Tangerang MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia KELAS /SEMESTER XI (sebelas) / 2 (dua) PROGRAM IPS ASPEK Membaca PEMBELAJARAN STANDAR 5.0 Memahami naskah drama KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 5.1 Mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakannya, dialog dan konflik pada pementasan drama

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI : No Indikator Pencapaian Kompet ensi Nilai Budaya Dan Kewirausahaan/ Karakter Bangsa Ekonomi Kreatif 1 Menentukan tokoh, peran, dan wataknya  Bersahabat/  Kepemimpinan 2 Menentukan konflik dengan menunjukkan komunikatif  Keorisinilan data yang mendukung  Kreatif  Percaya diri 3 Menentukan tema dengan alasan 4 Menentukan pesan dengan data yang mendukung

5 Merangkum isi drama berdasarkan dialog yang dibaca

6 Mengaitkan isi drama dengan kehidupan sehari-hari

ALOKASI WAKTU 2 x 45 menit ( 2 pertemuan)

TUJUAN PEMBELAJARAN TUJUAN  Mampu menentukan tokoh, peran, dan wataknya  Mampu menentukan konflik dengan data yang mendukung  Mampu menentukan tema dengan alasan  Mampu menentukan pesan dengan data yang mendukung  Mampu merangkum isi drama berdasarkan dialoh yang dibaca  Mampu mengaitkan isi drama dengan kehidupan sehari-hari MATERI POKOK Teks drama/ video rekaman pementasan drama PEMBELAJARAN Unsur intrinsik (tokoh, penokohan, alur, tema, amanat) teks drama Menginterpretasi makna pada teks drama

METODE PEMBELAJARAN v Presentasi v penugasan v Diskusi Kelompok v Tanya Jawab v Menyimpulkan

STRATEGI PEMBELAJARAN Tatap Muka Terstruktur Mandiri  Memahami teks film/  Menganalisis teks film/  Siswa dapat memahami drama drama berdasarkan unsur unsur intrinsik teks intrinsik yang film/drama serta terkandung mengkritisi teks yang telah  Masing-masing dipelajari kelompok dapat mengungkapkan pendapat dari hasil diskusi

KEGIATAN PEMBELAJARAN

ALOKASI KEGGIATAN KEGIATAN PEMBELAJARAN WAKTU PEMBUKA  Guru memberi salam dan memberi pertanyaan 20 Menit (Apersepsi) yang berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya tentang teks film/ drama serta bertanya kepada siswa mengenai karakter atau sifat teman sebangku.  Guru memutarkan rekaman beberapa cuplikan adegan pementasan drama. Video yang ditayangkan terdapat tokoh-tokoh perempuan.  Eksplorasi 70 Menit  Guru menjelaskan beberapa teknik yang sangat Kegiatan Inti : penting dalam mengkritisi teks drama. Setiap penjelasan langsung disertai contoh yang terdapat dalam teks drama  Guru membagi siswa menjadi lima kelompok  Elaborasi  Siswa membaca teks drama secara utuh. Dengan berdiskusi dengan teman kelompoknya, siswa menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik di dalamnya.  Siswa berdiskusi untuk merumuskan mengkritisi teks drama.

 Siswa mempresentasikan hasil diskusinya di 70 menit muka kelas dan ditanggapi secara kritis oleh anggota kelompok lain.  Guru mengobservasi kinerja dan keterlibatan setiap siswa dalam berdiskusi maupun presentasi  Guru mengamati bagian yang belum dipahami dan dapat didiskusikan kembali  Guru mengulas hasil presentasi setiap kelompok  Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:  Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui  Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui  Memberikan kata kunci kepada siswa terkait hasil diskusi akhir agar mudah diingat PENUTUP  Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan 20 Menit (Internalisasi memberikan pesan agar peserta didik selalu dan refleksi) belajar agar dapat menjawab soal-soal Kuis Uji Teori untuk mereview konsep-konsep penting tentang mengkritisi teks film/ drama yang telah dipelajari  Guru memberikan kuis berkenaan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan.  Guru memberikan arahan kegiatan berikutnya dan tugas pengayaan  Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran  Guru menyampaikan tugas mandiri (dikerjakan di rumah): mencermati teks. Pengamatan difokuskan pada karakter tokoh terutama tokoh perempuan

SUMBER BELAJAR V Pustaka rujukan Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik kelas XI SMA/SMK/MA/MAK semester 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013

Drama Karya dalam dua dimensi karya Hasanuddin W.S

Material: Naskah drama Obrog Owog Owog Ebrek Eweg-Eweg V Mediacetak dan Naskah / video pertunjukan drama elektronik Website internet Lingkungan Lingkungan masyarakat sekitar siswa

PENILAIAN V Tes Lisan V Tes Tertulis V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio TEKNIK DAN BENTUK V Pengukuran Sikap V Penilaian diri V Penilaian kelompok Tugas untuk menganalisis teks drama INSTRUMEN /SOAL Tugas untuk mendiskusikan dan mempresentasikan hasil analisis teks drama Daftar pertanyaan Kuis uji teori untuk mengukur pemahaman siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari RUBRIK/KRITERIA Blangko observasi dan penilaian kinerja siswa dalam PENILAIAN/BLANGKO mengikuti diskusi dan presentasi (terlampir di bawah) OBSERVASI

Mengetahui Tangerang, Juli 2017 Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

NIP. NIP.

KEMENttER:AN AGAMA No.Dokumen : FITK‐ FR‐ AKD-081 UIN JAKARTA FORM(FR) Tgl.Terbl , : l Maret 2010 F:丁 K No. Revisi: 01 ノ″″」 nda崎 95 crp″ far′ 5`ブ 2● donesla ツ Hal SURAtt B:MBINGAN SKRIPSl

Nomor : LIn.Q 1 /F. 1 /I(M.0 1 .3/ ...... 1201 6 Jakaia,Januari 2016 Lamp. :, Hal :BiyrbinganSkripsi

砕 pada Ytll,

Rosida Erowati,M.Hum。 Pembilnbing Skripsi :Fakultas 11lnu Tarbiyah dan Keguruan UIN SyarifI‐ Iidayatullah 」akarta.

` /ssαιαη,7♭ル′れιフスwb. “ Dengan inl diharapkan kesediaan Saudara untllk menjadi pembimbing UII (materi/teknis)penulisan skripsi mahasiswa:

Nama Chitra Nur lmaniar NIM ll12013000055 Jurusan Pendidikall Bahasa dan Sastra lndonesia

Semester 7←可uh) Judul Skripsi Kritik Sosial dalalll Naskah Drama Obrok Owok‐ owok Ebrek Ewek―

ewek Karya Danarto dan Implikasinya Terhadap Pembel ajaran Sastra di Sekolah

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 10 Desember 2015 , abstraksloutline terlampir. Saudara dapat melalukan pJrubaha-n redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu' alaikum wr.wb,

a.n. Dekan Kajur Pend. dan Sastra Indonesia

Subuki,ⅣI ギ讐 9800305200901 1015 て, 1ご Tembusan: l. Dekan FITK 2. Mahasiswa ybs. LEⅣIBAR UJI REFERENSI

Nama Chitra Nur Imaniar NIM 1112013000055 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas IImu Tarbiyah dan Keguruan Judul Skripsi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Obrok Owok-owok Ebrek Ewek-ewek Karya Danarto dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dosen Pembimbing Rosida Erowatio M.Hum

NO REFERENSI ⅡALAⅣIAN PASaF

1 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, 187

Bandung: Angkasa, 1984

つ 4 乙 Akhmad Zaini Akbar, "Kritik Sosial, Pers dan 48-49 Politik Indonesia", (dalam Moh. Mahfud MD, dkk (editor), Kritik Sosial dalam Wacona Pembangunan, (Yogyakarta: UIi Press, 1999

う D Andre' Hardjana, Kritik Sastrct: Sebuah Pengantar, 37 (Jakarla: Gramedia, 1 985) ′ 4. Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-prinsip Kritik 9 Sastra Teori dan Peneropannlta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994) 瀕 み / 5. Burhanudin Salam, Etika Sosictl, Asas Moral Dulam 179, t82 Kehidupan Manusict, (Jakarla: Rineka Cipta, 1997)

6. Keraf. Gorys. Diksi dan Galta Bahasa. Jakarla: 138. 53, 108, Crarnedia, 1987 140,143 潔 7. Mincierop, Albefiine. lvletode Koraliteri.;rtsi Telault 52.139. Fiksi. Jakarla: Obor Indonesia. 2005 』 111 Aa1 al 8. Ratna, Nyoman Kr.rta. !-eori. llctotle, cltrn Tel;nik JJj, JJJ, JJ+' Penelitittn Sostrtr. Yogyakarta: Pr-rstaka Pela;ar. 201 0 放 9. Wahyudi Siswanto. Pcngutttcu' Tcori Sastra, 152,171 (Jakafia: Grasindo. 200"q) 汐 う 10. Esti Ismar,vati, Pengajaran Sostra, D

(Yo gyakarla: Orr-rbak" 2 0 1,3 ) 滋 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, 16 (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 漢 12. Rohman, Saifur& Emzir. Teori dan Pengajaran 262 Sastra. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2016. 」

13. Jakob Sumardjo& Saini K.M, Apresiasi 56 Kesus as traan, (l akarta: Gramedia). 1 986. 滅 14. 255,247 , 764, 209,2r0,94, 97, 101,258, Burhan Nurgiyanto r o, T e o ri P en gkaj i an F i l{s i, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2013 259,260,261, 264,265,266" 』 267,272,273

15. 2, 58, 103,77 Hasanuddin, Drama dalam Karya Dua Dimensi, , (Bandung: Angkasa, 1996) 100,101,103 β 16. RMA. Harymawan, Dramaturgl (Bandung: CV. 16 Rosda Bandung. 1988) 17. Nyoman Kuta Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, 1,23 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) 』

18. Fatuq, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: 4

Pustaka Pelajar, 2016)

19. Abdul Hadi W.M, Wawancara dengan Danarto: 18 Sastra Punlta Aktualitas Sendiri, Berita Buana, 28 』 Juli 1981 " 20. Anonim. Menyimak Cerpen-Cerpen Danctrto. Dari 4 .,ljorun tV[istik - Religius Hinggct Kritik Sosial, Berita Buana. i3 Juni i988 』 , 一 Kernencli kbvcl, D an or to,

(http :i,&adanbahasa.kerndikbud. eo.id/lamanbahasa/to kohT34rDqnALto_), Diakses pada tanggal 5 Agustus ス 2017 pukul l2:39 WIB

つ つ 4 4 Anonim dalam harian Berita Buana, Danarto: 6 Angliatan 70c8 Seni Sebagui Enlightment, 14 必 Februari 1978 23. Danarto, Obrog Owok-Owok Ebreg Eweg-Eweg, lX 201 4, Yogyakarta: Nalar 洪

24. Semi,Attaro И″αわ″J Sas′rα .Bandung:Angkasa。 161 1988. メ 25. Dwi Ery santoso dalam Harian Merdeka,'Sufisme 7 dan Pesona Kekanak-kanakan Danarto, 28 September 1986 泌 26. Budoyo Pracahyo, Harian Pelita, Menangkap 6 Hubungan Danarto dengan Tuhan,30 Agustus 1989 漁 27 Dibia, I Ketut. Apresiasi Bahasa dan Sastra 113 Indonesia. Depok: Rajawali Pers. 2018. 脚

28 Abdulkadit n_I′ η2ν SosJα ′βッグανα」Dαsαr.Bandung: 5 PT.Citra Aditya Bakti。 2005 ハ

29 Ahmadi, Abu.Ihz Pθ 77グ″グノたακ.Jakarta: Rincka 70,98,256 Cipta ヌ 30 Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. 77 Yogyakarta: Medpress, 2008 詠 31 Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. 79 Yogyakarta: CAPS. 2011 訊 32 Endraswara, Suwardi. Metode Pembelajaran drama. Yogyakarta: CAPS. 2011. 訊 33 K.M Saini. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung: 2 Angkasa, 1988 』 34 Prawiradilaga, Dervi Salma. Wawasan Teknologi 15 Penclicliktm. Jakarla: Prenaclame dia. 201 2 腺 う く 0 フ Sr-rmaadmaja, Nursid. PersTteliti.f Sntdi Sosial. 42 Bandung: Angkasa. 19E0 訊 36 Hasarruddin. Ettsiklopaeliu Sastro Indonesict. 532 Bandung: Titian Ilmu. 20011. ス 37 Yudiono K.S., Pergkojian Kritik Sastra Indonesia, 29-30 (Jakarla: Grasindo, 2009) 詠

BIOGRAFI PENULIS

Chitra Nur Imaniar dilahirkan di Tangerang, 19 Mei 1994. Merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ridhuan Maulana dan Ibu Hj. Suhanah, memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari 12 pada tahun 1999. Setelah lulus Taman Kanak-Kanak ia melanjutkan pendidikannya di SD Negeri 7 Tangerang dari tahun 2000-2006, lalu melanjutkan pendidikan ke jenjang pertama di sekolah favorit berstandar Nasional SMP Negeri 3 Tangerang dari tahun 2006- 2009. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 10 Jakarta Barat pada tahun 2009-2012 sebelum memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak kecil, penulis bercita-cita menjadi untuk menjadi seorang tenaga pengajar sebagaimana obsesinya menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Itulah yang menjadi salah satu motivasi penulis untuk memilih Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pada periode awal perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi siswa yaitu Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) yang bergelut dalam bidang aksi, diskusi, dan advokasi. Penulis juga pernah berkecimpung dalam panitia penyelengaraan Federasi Teater Indonesia (FTI) award yang berfokus kepada parasastrawan dan tokoh-tokoh berpengaruh besar dalam dunia drama/teater. Penulis merupakan penikmat hidup, penikmat seni, dan mencintai dunia keguruan. Hal ini dapat dilihat dari kesehariannya yang cukup cuek, suka menonton drama/teater, dan hingga saat inipun keseharian penulis adalah menjadi salah satu guru homeschooling dan les privat.