<<

FORMULIR VALIDASI DATA WARISAN BUDAYA TAK BENDA (WBTB)

Nama Petugas : Supriyatno Tri Istiwahyuningsih Waktu : 10– 13 September 2019 Tempat : Dinas Kebudayaan Kota

A. IDENTITAS

1. Nama a. Nama di SK : b. Nama di Lapangan : Blangkon 2. Sebaran WBTB : Kota Yogyakarta 3. Tahun Penetapan : 2017 4. Domain : Kemahiran dan Kerajinan Tradisional 5. Deskripsi

Blangkon, kepala pria dalam tradisi busana Jawa. Terbuat dari jalinan kain polos atau bermotif hias (), dilipat, dililit, dijahit, sehingga menjadi semacam topi yang dapat langsung dikenakan oleh pemakainya. Blangkon kelengkapan pakaian tradisional Jawa, di fungsinya sebagai penutup kepala juga terkandung maksud simbolik berupa pengharapan dalam bobot nilai-nilai hidup. Masyarakat Jawa beranggapan bahwa kepala seorang lelaki mempunyai arti penting dan amat diutamakan, sehingga masyarakat Jawa kuno menggunakan Blangkon sebagai pakaian keseharian dan dapat dikatakan pakaian wajib. Riwayat blangkon, dapat dirunut panjang baik dalam lajur sejarah lisan, mitologi, babad, maupun sastra tulis. Pengenaan ikat kepala, berbentuk surban sudah dikenali sejak hikayat Ajisaka, pendatang yang mengenakan kain penutup kepala (surban) sebagaimana tradisi asalnya (masyarakat Keling, India). Ajisaka yang diyakini sebagai cikal bakal pengembang peradaban di Jawa salah satu yang disebut-sebut sebagai sumber muasal blangkon. Pada awalnya, penutup kepala dalam pakaian sehari-hari maupun resmi dalam masyarakat Jawa tengahan, sejatinya desain lilitan yang disusun dari lembaran kain segitiga. Hal demikian berbeda dengan penutup kepala masyarakat Jawa kuno yang cenderung sering digambarkan menggunakan gelung rambut panjang dan lembaran jamang yang dililitalikan di kepala tanpa menutup bagian atas kepala (rambut atas). Jamang terbuat dari kulit binatang (busana tradisi panjen atau gedhog). Dalam tradisi masyarakat Jawa tengahan (pasca Majapahit), dikenal penutup kepala yang tersusun dalam suatu desain lilitan kain yang menutup hingga semua bagian atas kepala, termasuk rambut (pria, yang pada waktu itu ditradisikan berambut panjang). Bahkan rambut termasuk yang ditekuk tali ke bagian belakang, yang nantinya terlilit lembaran kain sehingga membentuk tonjolan rambut tertali dan tertutup kain. Lembaran kain segitiga (gunung) tersebut disebut iket. Untuk kepraktisan maka iket dibuat menjadi blangkon. Iket lembaran berupa kain berbentuk segi tiga dengan alas memanjang. Berupa kain polos hitam, cokelat, biru, atau putih. Umumnya, berhias corak batik tertentu. Iket polos dan bercorak batik memiliki makna dan maksud tertentu. Sehingga warna dan corak ragam hias kain iket lembaran mengandung makna sebagai bagian dari maksud melestarikan nilai dan proses edukasi perilaku bagi pemakainya. Hal semikian terkait dengan nilai ajaran hidup dan harapan masa depan sebagaimana yang terdapat pada corak dan motif ragam hias pada kain batik sinjang (kain jarik) yang dikenakan sebagai bebet baik untuk pria dan terlebih-lebih kaum hawa. Kelahiran blangkon sering dikaitkan penambahan varian pengenaan iket lembaran dan iket tepen dalam tradisi busana Jawa, yang tercermin pula dalam busana tari klasik. Kelahiran blangkon secara masif diperkirakan bersamaan dengan beralihnya penutup kepala dari kain (iket tepen) ke penutup kepala dengan tropong dalam dunia pertunjukan wong. Dalam perkembangannya, blangkon membawa corak lokal, yaitu blangkon gaya Yogyakarta, gaya , dan gaya wilayah kultur lainnya, seperti Sunda, Semarangan, Pesisiran, dan Jawa Timuran. Pada hakikatnya, “blangkon” dalam arti penutup kepala dari lilitan kain tinggal pakai bak topi, menjadi kekayaan tradisi budaya yang menyebar dan dimiliki oleh masyarakat tradisi. Blangkon gaya Yogyakarta saat ini masih berkembang. Tidak saja dalam memenuhi kebutuhan tradisi melainkan juga sampai dengan mengisi ceruk bisnis turistik sebagai souvenir beridentitas Yogyakarta. Blangkon gaya Yogyakarta, masih terus diproduksi berikut desain khasnya beserta seluruh simbol, makna, dan ajaran nilai yang terkandung di dalamnya.

B. KETENAGAAN 1. Narasumber Nama ` : Marsudi TTL : Yogyakarta, 22 Desember 1975 Jenis Kelamin : Laki-laki No. Tel/Hp : 087739813481 Email : [email protected] Alamat : Bugisan WB III/584 Rt. 32 Rw. 06 Patangpuluhan, Yogyakarta 55251 Tempat mengajar : - Titik Koordinat Lokasi Maestro (sanggar/tempat tinggal) a. Lintang : -7.811727 b. Bujur : 110.350790 Sertifikat/Penghargaan (lampirkan) : -

C. INSTANSI 1. Kantor Dinas Kebudayaan Kab/Kota Nama Kantor : Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Alamat : Jl. Kemasan No 39 Purbayan Kecamatan : Kab/Kota, Prov : Kota Yogyakarta, D.I. Yogyakarta 55173 No. Telp Kantor : 0274-370188, Faks : 0274-370188 Email : [email protected] Website : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/ Titik Koordinat : Lintang : -7.822593 Bujur : 110.400801 Foto Papan Nama & Bangunan Kantor

2. BPNB (Balai Pelestarian Nilai Budaya) Nama Kantor : Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta Alamat : Jl. Brigjen Katamso No.139, Keparakan Kecamatan : Mergangsan Kab/Kota, Prov : Kota Yogyakarta, D.I. Yogyakarta 55131 No. Telp Kantor : (0274) 373241, Faks : Email : [email protected] Website : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/ Titik Koordinat : Lintang : -7.810863, Bujur : 110.369298 Foto Papan Nama & Bangunan Kantor