UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KAPANG ENDOFIT TANAMAN LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees

SKRIPSI

NURILLAH DWI NOVARIENTI NIM : 1113102000058

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA OKTOBER 2017

COVER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KAPANG ENDOFIT TANAMAN LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NURILLAH DWI NOVARIENTI NIM : 1113102000058

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA OKTOBER 2017

ii

ABSTRAK

Nama : Nurillah Dwi Novarienti Program Studi : Farmasi Judul : Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Kapang Endofit Tanaman Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan beragam berasal dari darat dan laut. Sumber daya alam hayati tersebut dapat dieksplorasi sebagai bahan obat, baik yang bersumber dari tanaman, hewan maupun mikroorganisme. Kapang endofit merupakan sumber daya mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tanaman yang dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tanaman inangnya. Tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees merupakan salah satu spesies Marchantia yang diketahui merupakan sebagai sumber antioksidan alami yang mengandung senyawa flavonoid, tanin dan senyawa fenolik. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkap atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi kapang endofit yang terdapat di dalam tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees dan menguji aktivitasnya sebagai antioksidan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu isolasi kapang endofit, pemurnian, karakterisasi, fermentasi, ekstraksi dan uji aktivitas antioksidan. Hasil dari penelitian diperoleh 6 isolat. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan vitamin C digunakan sebagai standar. Pengujian secara kualitatif menunjukkan bahwa seluruh ekstrak metanol, n-heksan dan etil asetat positif memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang baik secara kualitatif. Pengujian secara kuantitatif menunjukkan bahwa kapang endofit MEB1 memiliki nilai Inhibition Concentration (IC50) ekstrak metanol sebesar 720,45 ppm dan ekstrak etil asetat sebesar 48,02 ppm.

Kata Kunci: kapang endofit, tanaman lumut hati, Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees, aktivitas antioksidan, DPPH

vi

ABSTRACT

Name : Nurillah Dwi Novarienti Major : Pharmacy Title : Antioxidant Activities Evaluation of Isolates Endophytic Fungi of Liverworts Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees

Indonesia has abundant and diverse natural resources from land and sea. These biological natural resources can be explored as medicinal materials of a well sourced from , animals or microorganisms. Endophytic fungi is a microbial resource which grows in tissues that can produce compounds that have the same efficacy as the host plant. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees is one of the Marchantia species, which known to contain natural antioxidants, such as flavonoids, tannins and phenolic compounds. Antioxidants are compounds that capable of capturing or reducing the negative effects of oxidants in the body. This study aims to isolate the endophytic fungi which contained in the liverworts of Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees and evaluate their antioxidant activities. The method used in this study were isolation of endophytic fungi, purification, characterization, fermentation, extraction and evaluation antioxidant activities of isolates of endophytic fungi. The results of this study obtained 6 isolates. Antioxidant activities evaluation using 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) method and vitamin C used as standard. The qualitative evaluation showed that all methanol, n-hexane and ethyl acetate extracts have antioxidant activities. Endophytic fungi MEB1 extract has good qualitative antioxidant activities. The quantitative evaluation showed that endophytic fungi MEB1 have value of Inhibition Concentration (IC50) methanol extract is 720,45 ppm and ethyl acetate extract is 48,02 ppm.

Keywords: Endophytic fungi, liverworts, Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees, antioxidant activity, DPPH

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas keberkahan berupa limpahan rahmat, rezeki, hidayah dan pertolongan-Nya. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Kapang Endofit Tanaman Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyususan dan pembuatan skripsi ini mengalami kesulitan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang ditujukan kepada:

1. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah memberikan beasiswa penuh selama penulis menempuh masa perkuliahan. 2. Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt dan Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, memberikan ide, saran dan arahan, serta dukungan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes., selaku dekan Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku Sekretaris Program Studi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Hendri Aldrat, Ph.D., Apt dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku dosen penguji yang telah sangat membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

viii

6. Yang tercinta Bapak Sumartono dan Ibu Tutur, Mba Lina, Aji, Kurnia, Adon dan Sasa, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a, bantuan, dukungan, keceriaan dan semangat yang tiada henti-hentinya kepada penulis. 7. Bapak dan Ibu Dosen program studi farmasi yang telah membagikan ilmu dan pengetahuan yang sangat bermanfaat. 8. Ka Walid, Mba Rani, Ka Eris, Ka Tiwi, Ka Yaenab, dan Ka Rahmadi yang telah memberikan bantuan selama masa penelitian di laboratorium farmasi. 9. Teman-teman penelitian lumut Aisyah, Tika, Hasan khususnya endofit lumut Puspa dan Yaya yang selalu siap mendengarkan keluh kesah, memberikan saran dan semangat serta menjadi motivasi terbesar bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman penelitian mikrobiologi kaka Vita, Ajeng, Lisa Fizi, kaka Tewe, Aulia, Teh Anggi, Ghifar, Abbas, Rizal dan angkatan 2013 khususnya sahabat farmasiku Medika, Visa, Auliyani, Enjah, Riris, Upi, Lulu, dan Afri, yang telah membagikan ilmu serta membantu penulis selama perkuliahan dan penelitian. 11. Sahabat kecilku yuksok Novi dan ddcik Eka, bblku Icha, kaka Lisa, Revi, Amrilla, serta sahabat alumni MAN 1 Muba Suparlin, Defi, Egi, Miftah dan Jeri, yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis. 12. Keluarga As-Shof (SJD) Musi Banyuasin khususnya angkatan 2013 Fitria, Tiara, yuk Rani dan Sandy, yang telah menjadi teman dan keluarga diperantauan. 13. Terakhir semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan serta jauh dari kata sempurna. Namun penulis yakin skripsi ini adalah salah satu kebanggaan tersendiri bagi penulis dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, September 2017

Penulis

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…… ...... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... iv HALAMAN PENGESAHAN ...... v ABSTRAK ...... vi ABSTRACT ...... vii KATA PENGANTAR ...... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...... x DAFTAR ISI ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xiv DAFTAR TABEL ...... xv DAFTAR SINGKATAN ...... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...... xvii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Batasan dan Rumusan Masalah ...... 3 1.3 Tujuan ...... 3 1.4 Manfaat ...... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 4 2.1 Lumut Hati ...... 4 2.1.1 Morfologi Lumut Hati ...... 4 2.1.2 Habitat dan Penyebaran ...... 5 2.1.3 Aktivitas Biologi Lumut Hati ...... 5 2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ...... 6 2.2.1 Taksonomi (Goffinet & Shaw, ed., 2009) ...... 6 2.2.2 Morfologi ...... 6 2.2.3 Habitat dan Penyebaran ...... 7 2.2.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi ...... 7

xi

2.3 Mikroba Endofit...... 8 2.3.1 Definisi Mikroba Endofit ...... 8 2.3.2 Manfaat Mikroba Endofit ...... 9 2.4 Kapang Endofit ...... 10 2.4.1 Definisi Kapang Endofit...... 10 2.4.2 Isolasi dan Kultur Kapang Endofit ...... 10 2.4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ...... 11 2.4.4 Metabolit Sekunder Kapang Endofit ...... 12 2.5 Antioksidan ...... 12 2.5.1 Definisi Antioksidan ...... 12 2.5.2 Golongan Antioksidan...... 13 2.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil (DPPH) ...... 14 2.6 Fermentasi...... 16 2.7 Ekstraksi ...... 16 2.7.1 Pengertian Ekstraksi ...... 16 2.7.2 Metode Ekstraksi ...... 17 2.8 Pelarut ...... 17 2.9 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...... 18 2.10 Spektrofotometer UV-Vis ...... 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 21 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...... 21 3.2 Alat ...... 21 3.3 Bahan ...... 21 3.3.1 Tanaman Uji ...... 21 3.3.2 Bahan Sterilisasi Permukaan ...... 22 3.3.3 Media Pertumbuhan Mikroba...... 22 3.3.4 Bahan Kimia ...... 22 3.4 Prosedur Penelitian ...... 22 3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ...... 22 3.4.2 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ...... 23 3.4.3 Pemurnian Kapang Endofit ...... 24

xii

3.4.4 Karakterisasi Kapang Endofit ...... 24 3.4.5 Fermentasi ...... 25 3.4.6 Ekstraksi Hasil Fermentasi ...... 25 3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kualitatif dengan Metode DPPH ...... 25 3.4.8 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kuantitatif dengan Metode DPPH ...... 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 27 4.1 Determinasi Tanaman ...... 27 4.2 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit ...... 27 4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ...... 31 4.3.1 Isolat MEA1 ...... 31 4.3.2 Isolat MEA2 ...... 32 4.3.3 Isolat MEB1 ...... 33 4.3.4 Isolat MEC1 ...... 34 4.3.5 Isolat MEC2 ...... 35 4.3.6 Isolat MEC3 ...... 36 4.4 Fermentasi...... 37 4.5 Ekstraksi ...... 39 4.6 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif ...... 40 4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif ...... 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 49 5.1 Kesimpulan ...... 49 5.2 Saran ...... 49 DAFTAR PUSTAKA ...... 50 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...... 56

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees…………... 6 Gambar 2.2. Struktur senyawa marchantin A……………………...…… 7 Gambar 2.3. Struktur kimia DPPH dan reaksinya dengan antioksidan.. 14 Gambar 3.1. Sampel Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees….. 22 Gambar 4.1. Isolat MEA1 secara makroskopik.……………………...… 32 Gambar 4.2. Isolat MEA1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x. 32 Gambar 4.3. Isolat MEA2 secara makroskopik.……………...………… 33 Gambar 4.4. Isolat MEA2 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x. 33 Gambar 4.5. Isolat MEB1 secara makroskopik…………………………. 34 Gambar 4.6. Isolat MEB1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x. 34 Gambar 4.7. Isolat MEC1 secara makroskopik…………………………. 35 Gambar 4.8. Isolat MEC1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x. 35 Gambar 4.9. Isolat MEC2 secara makroskopik…………………………. 36 Gambar 4.10. Isolat MEC1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x. 36 Gambar 4.11. Isolat MEC3 secara makroskopik……...... 37 Gambar 4.12. Isolat MEC1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x. 37

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Penanaman sampel…………………...……………………… 28 Tabel 4.2. Hasil kontrol sterilisasi permukaan………………………… 29 Tabel 4.3. Hasil kapang endofit yang tumbuh………………………… 30 Tabel 4.4. Hasil isolasi dan pemurnian kapang endofit dari tanaman lumut hati (Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees)………………………………………………………… 31 Tabel 4.5. Perolehan bobot ekstrak…………………………………...... 40 Tabel 4.6. Hasil uji KLT ekstrak……………………………………...... 41 Tabel 4.7. Perhitungan nilai Rf (Retardation factor)...... 44 Tabel 4.8. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil Asetat secara kualitatif…………………………...... 46 Tabel 4.9. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat secara kuantitatif…………………………………...... 47 Tabel 4.10. Hasil uji aktivitas antioksidan Vitamin C secara kuantitatif……………………………………………………. 48

xv

DAFTAR SINGKATAN

AAI : Antioxidant activity index (indeks aktivitas antioksidan) BHA : Butylated hidroxyanisol BHT : Butylated hidroxytoluene DNA : Deoxyribonucleic acid DPPH : 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil GPx : Glutation peroksidase

IC50 : 50% Inhibitory Concentration (Konsentrasi Hambat 50%) KLT : Kromatografi Lapis Tipis LAFC : Laminar Air Flow Cabinet PDA : Potato Dextrose Agar PDB : Potato Dextrose Broth PDY : Potato Dextrose Yeast Rf : Retardation factor RPM : Revolution Per Minute PPM : Parts Per Million (µg/mL) SOD : Superoksida dismutase

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Tahapan Penelitian………...………………………….. 58 Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &Nees…………………………… 59 Lampiran 3. Skema Tahapan Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit……... 60 Lampiran 4. Skema Tahapan Karakterisasi Kapang Endofit……………….. 61 Lampiran 5. Skema Tahapan Fermentasi…………………………………... 61 Lampiran 6. Skema Tahapan Ekstraksi Hasil Fermentasi………...………... 62 Lampiran 7. Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif… 63 Lampiran 8. Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif.. 63 Lampiran 9. Hasil Fermentasi……………………………………………..... 64 Lampiran 10. Ekstrak………………………………………………………… 65 Lampiran 11. Panjang Gelombang Maksimum DPPH……………………..... 68 Lampiran 12. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Metanol Kapang Endofit MEB1………………………………….…….. 69 Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji Lampiran 13. Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit MEB1………………………………….…….. 70

Lampiran 14. Perhitungan Konsentrasi Hambat 50% (IC50) dan Indeks Aktivitas Antioksidan (AAI)…………………………….…..... 71 Lampiran 15. Kurva Persamaan Regresi Linear Vitamin C………………..... 72

xvii

BAB I 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini generasi ahli kimia bahan alam telah menerapkan kemampuan dan ilmunya terhadap puluhan ribu molekul yang berasal dari alam serta masyarakat mempercayai bahwa bahan alam berpotensi besar bagi kehidupan. Meskipun sekitar 200.000 senyawa alami yang berasal dari sumber-sumber alam seperti tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang saat ini dikenal, masih merupakan sebagian kecil untuk memperluas sumber daya alam yaitu hanya sekitar 5-15% dari hampir 250.000 tanaman tingkat tinggi dan kurang dari 1% dari mikroba telah dieksplorasi sejauh ini, namun sebagian besar sumber- sumber ini tetap belum dimanfaatkan (Brahmachari, 2012). Salah satu sumber daya mikroba, dikenal dengan sebutan mikroba endofit yang terdapat di dalam jaringan tanaman saat ini mulai banyak mendapat perhatian. Hal ini merupakan salah satu alternatif dalam pengendalian non kimiawi yang terus dikembangkan hingga sekarang. Menurut Tan & Zou (2001), endofit dapat menghasilkan senyawa fitokimia yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Senyawa fitokimia tersebut merupakan senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid, terpenoid, turunan isokumarin, kuinon, flavonoid, fenol dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif. Keunggulan lain dari mikroba endofit dalam pencarian sumber-sumber senyawa bioaktif baru adalah siklus hidup mikroba endofit yang singkat dan senyawa-senyawa yang dihasilkan dapat diproduksi dalam skala besar melalui proses fermentasi. Isolasi senyawa bioaktif dari tumbuhan banyak mengalami kendala dikarenakan jumlahnya yang terbatas dan siklus hidup tumbuhan yang relatif lama. Oleh karena itu, mikroba endofit memiliki prospek yang baik dalam penemuan senyawa-senyawa baru (Prihatiningtias & Wahyuningsih, 2006).

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2

Mikroba endofit yang paling umum ditemukan adalah endofit dari jenis fungi (Strobel, 2003). Fungi endofit yang tumbuh pada jaringan tumbuhan obat, juga dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tanaman inangnya, walaupun jenis senyawanya berbeda. Sementara itu, senyawa yang dihasilkan fungi endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan aktivitas senyawa dari tanaman inangnya (Prihatiningtyas, 2005 dalam Hasanah, dkk., 2015). Fungi endofit telah ditemukan dan diidentifikasi sejauh ini dalam jaringan semua garis turunan dari tanaman darat, termasuk lumut hati (Petrini & Petrini, 1985; Stone, dkk., 2000; Davis, dkk., 2003). Endofit dari beberapa spesies lumut hati terbatas dalam rhizoid, sedangkan dari spesies lumut hati lainnya dapat dideteksi tumbuh dalam talus (Davis, dkk., 2003). Lumut hati () memiliki minyak tubuh (oil bodies) berwarna biru, kuning atau tidak berwarna berasal dari senyawa-senyawa terpenoid, acetogenins, dan senyawa aromatik (bibenzil, bis-bibenzil, benzoat, sinamat, rantai panjang alkil fenol, naftalena, phthalide dan isokumarin), termasuk flavonoid dengan lebih dari 40 kerangka karbon baru telah diisolasi (Asakawa, dkk., 2013). Beberapa senyawa yang telah diisolasi dari lumut hati menunjukkan aktivitas sebagai antimikroba, antijamur, antivirus, sitotoksisitas, antifeedant serangga, antioksidan, relaksan otot dan sebagainya (Asakawa, dkk., 2013). Antioksidan memiliki kemampuan untuk meredam radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid sehingga dapat melindungi tubuh manusia dari serangan beberapa penyakit yang disebabkan oleh reaksi radikal (Septiana & Simanjuntak, 2017). Oleh karena itu, antioksidan menjadi topik yang menarik saat ini. Berdasarkan banyaknya penelitian menunjukkan bahwa lumut hati memiliki aktivitas antioksidan kuat. Seskuiterpen tipe humulane dan marchantin A (suatu bis-bibenzil eter siklik) telah diisolasi dan dikarakterisasi dari Marchantia emarginata. Marchantin A diketahui memiliki aktivitas terhadap radikal bebas. (Toyota, dkk., 2004; Huang, dkk., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Huang, dkk., 2010, marchantin A memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 20 µg/mL.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3

Penelitian dari tanaman lumut hati bisa dikatakan masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia, khususnya lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. Berdasarkan latar belakang bahwa fungi endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki khasiat sama dengan inangnya, maka perlu dilakukan isolasi kapang endofit dan uji aktivitas sebagai antioksidan dari tanaman lumut hati ini.

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diketahui bahwa belum ada penelitian yang berfokus pada kapang endofit tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees, maka dilakukanlah penelitian untuk mengisolasi kapang endofit yang ada di dalam jaringan tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees serta menguji aktivitasnya sebagai antioksidan.

1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees serta menguji aktivitasnya sebagai antioksidan.

1.4 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang bagaimanakah cara mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. dan bagaimanakah aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh isolat kapang endofit tersebut sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal khususnya dalam bidang farmasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lumut Hati Tanaman lumut (Bryophyta) terdiri dari 18.000 spesies diseluruh dunia dan secara taksonomi ditempatkan diantara alga dan paku-pakuan (pteridophyta) (Asakawa, 2004). Secara kolektif, tanaman lumut mewaili beberapa garis evolusioner yang terpisah dan dikelompokkan menjadi tiga koordinat filum: bryophyta (mosses/lumut sejati), Marchantiophyta (liverworts/lumut hati) dan Anthocerophyta (hornworts/lumut tanduk) (Asakawa, 2004). Marchantiophyta (liverworts) mencakup tiga kelas yaitu Haplomitriopsida, Marchantiopsida, dan , dengan 15 ordo, 82 famili, 316 genus dan 6.000 spesies. Kelompok tanaman kecil ini terdistribusi hampir di mana-mana di dunia (Asakawa, 2004).

2.1.1 Morfologi Lumut Hati Struktur dasar lumut hati cukup sederhana. Ada talus yang tumbuh dari sel apikal tunggal, dengan rhizoid uniseluler, papilla berlendir (slime papillae), dan gametangia jantan (male) dan betina (female) yang biasanya terbatas pada zona tertentu. Germinat spora dan protonema menghasilkan gametofit tunggal (Brown, 2002). Lumut hati memiliki 2 tipe yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan menggunakan rhizoid (Hasan dan Ariyanti, 2004). Lumut hati bertalus memiliki talus yang dikotomus bercabang, memiliki pori-pori dan pada umumnya terdiri dari beberapa sel yang tebal. Jaringan bagian atas (dorsal) bersifat longgar akibat dari ruang udara internal. Bagian permukaan bawah (ventral) biasanya memiliki dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan (Glime, 2017). Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler). Beberapa spesies memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi atas dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal atau bahkan tidak ada.

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5

Pada beberapa spesies, daunnya memiliki modifikasi membentuk cuping yang disebut lobule. Lobule adalah perluasan daun yang bisa menangkap atau menampung air yang berada di bagian ventral (Sulistyowati, dkk., 2014).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran Lumut hati (liverworts) telah disurvei terdapat pada habitat khusus tertentu, seperti hutan bakau dan hutan pesisir, tempat beriklim sedang, dan tempat hutan hujan tropis. Spesies Marchantiophyta dapat diamati di Pulau Yaku, Jepang dan di Selandia Baru. Selandia Baru merupakan Negara yang paling menarik untuk mengamati spesies Marchantiophyta yang sangat berbeda dengan yang ditemui di Asia, termasuk Jepang. Banyak spesies lumut hati telah ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara, Borneo, Sumatra dan Papua Nugini serta Kolombia, Ekuador dan Venezuela. Di Ekuador dan Kolumbia, spesies Marchantiophyta tumbuh di pegunungan tinggi lebih dari 2.000 meter (Asakawa, 2004; Asakawa, dkk., 2012).

2.1.3 Aktivitas Biologi Lumut Hati Beberapa konstituen kimia yang ada dalam lumut hati menunjukkan aktivitas biologis yang menarik seperti antimikroba, antijamur, sitotoksik, antifeedant serangga, insektisida, relaksan otot, serta aktivitas inhibisi enzim dan reduksi apoptosis (Asakawa, 2004). Spesies Marchantia telah digunakan sebagai obat herbal di Cina kuno. Spesies lumut hati yang memiliki aktivitas biologi beberapa diantaranya yaitu Frullania tamarisci: aktivitas antiseptik; Marchantia polymorpha: antipiretik, antihepatik, antidotal, diuretik, untuk menyembuhkan luka, patah tulang, gigitan ular berbisa, luka bakar dan luka terbuka; marginata: antimikroba, antioksidan, antijamur, sitotoksik dan aktivitas biologi penting lainnya (Ludwiczuk & Asakawa, 2008; Asakawa, 2004).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6

2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees 2.2.1 Taksonomi (Goffinet & Shaw, ed., 2009) Klasifikasi tanaman Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Marchantiophyta Kelas : Marchantiopsida Ordo : Marchantiales Famili : Marchantiaceae Genus : Marchantia Spesies : Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees

Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees (Sumber: Dokumentasi Pribadi, Februari 2017)

2.2.2 Morfologi M. emarginata menunjukkan variasi yang luas terhadap talus dan archegoniophore (receptacle female). Talus bisa atau tanpa dengan pita median pada bagian dorsal, berukuran kecil, dengan garis tepi keunguan, kemerahan, dan kadang-kadang berhialin. Archegoniophore sering melengkung ke arah tangkai dan kadang-kadang lurus; lobus bervariasi dari 5-3; permukaan dorsal datar dan sedikit asimetris hingga simetris. Puncak dari lobus archegoniophore bervariasi seperti berlekuk (emarginate), memotong (truncate) atau kadang-kadang bulat (rounded) (Siregar, dkk., 2013).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7

2.2.3 Habitat dan Penyebaran M. emarginata Reinw., Blume & Nees dapat ditemukan di tanah, batuan (basah, lembab atau basah, teduh, tempat semi terbuka, aliran sungai, anak sungai) dari ketinggian 870 hingga 1450 meter. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa M. emarginata Reinw., Blume & Nees tersebar di berbagai negara seperti Jepang, Korea, Cina, India, Sri Lanka, Andaman dan Pulau Nicobar, Thailand, Malaysia, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Bali, Maluku, Irian jaya), Borneo (Sabah, Sarawak), Filipina, Marianas, Guam, New Guinea, New Britain, Pulau Solomon (Siregar, dkk., 2013).

2.2.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi Marchantia sebagai salah satu genus dari lumut hati merupakan sumber antioksidan alami. Kandungan senyawa yang terdapat di dalam Marchantia seperti flavonoid, tanin dan senyawa fenolik memainkan peran utama sebagai penangkap radikal bebas, sehingga bertindak sebagai antioksidan alami (Potterat, 1997 dalam Gupta, dkk., 2015). Huang, dkk., (2010) menyebutkan bahwa spesies M. tosana koleksi Taiwan mengandung marchantin A dalam jumlah yang cukup tinggi. Marchantin A telah dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis, seperti antijamur, antimikroba, antiinflamasi, antioksidan, dan relaksan otot skeletal.

Gambar 2.2. Struktur senyawa marchantin A (Sumber: Huang, dkk., 2010)

Senyawa marchantin A yang diisolasi dari lumut hati M. emarginata subsp. Tosana memiliki aktivitas penangkap radikal bebas. Senyawa marchantin A juga dapat menghambat induksi pertumbuhan sel secara apoptosis pada MCF-7 sel kanker payudara manusia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8

Senyawa tersebut meningkatkan ekspresi gen P21 dan P27 ketika ekspresi gen cyclin B1 dan D1 menurun dengan cara direduksi (Huang, dkk., 2010). Selain itu, senyawa marchantin A dari M. emarginata menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri terhadap Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes faecalis, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, Bacillus subtilis, Cryptococcus neoformans, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium dan Staphylococcus aureus serta menunjukkan aktivitas sebagai antifungi terhadap Alternaria kikuchiana, Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Candida albicans, Microsporum gypseum, Penicillium chrysogenum, Piricularia oryzae, Rhizoctonia solani, Saccharomyces cerevisiae, Sporothrix schenckii, Trichophyton mentagrophytes and Trichophyton rubrum (Asakawa, 1995). Dalam ekstrak n-heksan dari M. emarginata subsp. Tosana diketahui terdapat senyawa (+)-delta-cadinene. Selain itu, ekstrak eter dari M. tosana koleksi Jepang dianalisis dengan GC/MS untuk mengidentifikasi senyawa isolepidozene menunjukkan hasil 49,0 dan 45,2% terdapat dalam ion kromatogram sampel tersebut (Asakawa, dkk., 2013). Senyawa sesquiterpen tipe humulane dan bis-bibenzil telah dilaporkan terdapat pada lumut hati M. tosana koleksi Jepang (Huang, dkk., 2010).

2.3 Mikroba Endofit 2.3.1 Definisi Mikroba Endofit Secara harfiah, kata endofit (endophyte) berarti “di dalam tanaman” berasal dari kata “endon” yang berarti di dalam dan “phyton” yang berarti tanaman (Schulz & Boyle, 2006). Mikroba endofit adalah mikroorganisme (bakteri atau jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Adanya aksi enzim yang menimbulkan kemungkinan bahwa terjadi pertukaran genetik (genetic recombination) antara endofit dengan inangnya secara evolusioner, sehingga mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder (Tan & Zou, 2001).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

9

Mikroba endofit yang ada di dalam jaringan tumbuhan terdapat beberapa bentuk yaitu fungi (kapang dan khamir), bakteri, dan actinomycetes (Strobel, 2003). Mikroba endofit terdapat di dalam jaringan hampir semua tanaman serta hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan inangnya, dimana tanaman menyediakan nutrisi untuk mikroba endofit sedangkan mikroba endofit menghasilkan senyawa aktif berupa metabolit sekunder yang menjaga inang dari serangan hama (penyakit) (Taechowisan, dkk., 2005).

2.3.2 Manfaat Mikroba Endofit Strobel & Daisy (2003) melaporkan bahwa endofit saat ini dianggap sebagai sumber baru dari senyawa metabolit sekunder yang menawarkan potensi dalam bidang medis, pertanian, dan industri. Apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen. Metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Radji, 2005). Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotika Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina, diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii. Mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sebagai antikanker seperti paclitaxel dan derivatnya pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman taxus. Sementara itu, endofit yang memproduksi antioksidan seperti pestacin dan isopestacin (metabolit sekunder), dihasilkan oleh endofit Pestalotiopsis microspore, endofit ini berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis, yang tumbuh di Papua New Guinea (Radji, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

2.4 Kapang Endofit 2.4.1 Definisi Kapang Endofit Kapang merupakan fungi yang bersifat heterotrofik (memerlukan senyawa organik untuk nutrisi). Kapang memiliki tubuh atau talus yang pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium dapat bersifat vegetatif atau reproduktif. Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filamen yang dinamakan hifa. Hifa memiliki lebar 5-10 µm dan terdapat sitoplasma. Morfologi hifa terbagi menjadi 3 macam yaitu aseptat atau senosit, septat dengan sel-sel uninukleat dan septat dengan sel-sel multinukleat (Pelczar & Chan, 2006). Radji (2005) melaporkan bahwa kapang adalah organisme yang sering diisolasi sebagai endofit. Kapang endofit dapat sebagai pelindung bagi tanaman inang dari stres lingkungan dan kompetisi mikroba yang diisolasi dari bunga, buah, batang, daun, akar dan biji (Hung, dkk., 2007). Sekitar 6500 kapang endofit dari tanaman herba dan pohon serta alga telah diskrining dan diisolasi untuk mengetahui aktivitas biologis serta menentukan struktur senyawa biologis aktif (Schulz, dkk., 2002).

2.4.2 Isolasi dan Kultur Kapang Endofit Pemilihan tanaman sampel yang akan digunakan untuk mengisolasi fungi endofit didasarkan pada pemilihan secara rasional dalam menyeleksi tanaman. Ada beberapa hipotesis yang menjadi dasar pemilihan tanaman sampel secara rasional, yaitu: tanaman tersebut dari lingkungan yang unik, terutama yang memiliki sifat biologi yang tidak biasa; tanaman tersebut memiliki riwayat etnobotani, misalnya tanaman tersebut digunakan oleh masyarakat adat sebagai obat; tanaman tersebut endemik pada suatu wilayah dan masa pertumbuhannya cukup lama; dan tanaman tersebut tumbuh di wilayah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (Strobel & Daisy, 2003). Menurut Noverita, dkk., (2009), isolasi kapang endofit dari tumbuhan akan bermanfaat untuk mencari jenis-jenis kapang endofit yang memiliki kemampuan spesifik dan unik. Berbagai jenis tumbuhan, dapat berpotensi sebagai sumber isolat kapang endofit. Kapang endofit dapat diisolasi dari bagian organ tumbuhan yang masih segar dan telah disterilkan permukaan (Agusta, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

Sterilisasi permukaan bertujuan untuk mengeliminasi mikroba yang terkandung pada permukaan tanaman. Sterilisasi permukaan dapat dilakukan dengan direndam dalam alkohol 70-75% dan direndam dalam NaOCl (Strobel, 2003). Media yang digunakan untuk isolasi jamur endofit umumnya adalah media potato dextrose agar (PDA), sedangkan media yang digunakan untuk fermentasi yaitu potato dextrose yeast (PDY) (Noverita, dkk., 2009; Hafsari & Asterina, 2013; Ariyono, dkk., 2014). Agusta (2009) melaporkan bahwa media yang digunakan dalam proses isolasi adalah media yang kaya nutrisi sehingga memungkinkan mempercepat perkembangan jamur endofit. Media PDA adalah media yang kaya nutrisi dan bersifat selektif terhadap jamur endofit. Karbohidrat dan senyawa yang terkandung dalam kentang mampu mendukung pertumbuhan jamur endofit. Media PDY merupakan media potato dextrose broth (PDB) yang seringkali dicampurkan dengan yeast extract (Strobel, 2003). Pada umumnya kapang yang telah diperoleh sebagai kultur murni dapat langsung dimanfaatkan dengan fermentasi untuk memperoleh metabolit lalu senyawa bioaktif diekstraksi (Strobel, 2003).

2.4.3 Karakterisasi Kapang Endofit Gandjar, dkk. (1999) berpendapat bahwa karakterisasi kapang endofit dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap morfologi kapang endofit secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis terhadap kapang endofit antara lain: 1. Warna dan permukaan koloni (granular; seperti tepung; menggunung; licin; ada atau tidaknya tetesan eksudat). 2. Ada atau tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni. 3. Lingkaran-lingkaran konsentris dalam cawan petri (konsentris atau tidak konsentris). 4. Pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap hari sampai koloni jamur mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan penggaris. Secara mikroskopis, kapang endofit diamati hifa (sekat, percabangan, dan warna) serta konidia (ada atau tidaknya dan bentuk) menggunakan mikroskop pada pengamatan terakhir (5 hingga 7 hari).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

Parameter warna hifa pada pengamatan mikroskopis meliputi hialin, transparan, atau gelap. Parameter bentuk konidia yang diamati yaitu bulat, lonjong, berantai, atau tidak beraturan.

2.4.4 Metabolit Sekunder Kapang Endofit Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit diduga sama seperti yang terkandung dalam tanaman inangnya karena adanya kemungkinan transfer genetik antara tanaman inang dan mikroba endofit. Oleh karena itu, zat-zat yang bermanfaat di tanaman juga dapat dihasilkan oleh mikroba endofitnya (Petrini, dkk., 1993). Mikroba endofit yang berpotensi memiliki metabolit yang sama dengan tanaman inangnya salah satunya kapang endofit. Endofit diketahui menghasilkan metabolit seperti alkaloid, terpenoid, steroid, kuinon, derivat isokumarin, flavonoid, fenol, asam fenolik, dan peptida (Zhang, dkk., 2013). Menurut Tejesvi, dkk., (2007), setiap mikroba dapat menghasilkan metabolit dengan bioaktivitas yang diinginkan. Jika metabolit mikroba dianggap sebagai calon obat, bahan tambahan yang diperlukan dapat diperoleh dengan fermentasi skala besar. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh endofit terkait dengan tanaman obat dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit. Pengembangan obat dari endofit dengan potensi tinggi dan durasi kerja yang wajar akan menawarkan banyak kebutuhan obat baru untuk penyakit akut dan kronis pada manusia.

2.5 Antioksidan 2.5.1 Definisi Antioksidan Secara biologis, antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkap atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi, 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

Radikal bebas merupakan atom molekul yang memiliki kereaktifan tinggi, hal ini dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan. Sumber radikal bebas dapat berasal dari sisa hasil metabolisme tubuh dan dari luar tubuh seperti makanan, sinar UV, polutan dan asap rokok (Fitriana, dkk., 2015).

2.5.2 Golongan Antioksidan Berdasarkan sifatnya antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis merupakan sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif dan bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Contoh antioksidan enzimatis yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan non enzimatis berupa antioksidan larut lemak (misalnya tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin) dan antioksidan larut air (misalnya asam askorbat, protein pengikat logam). Senyawa-senyawa itu berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi, 2007; Sayuti & Yenrina, 2015). Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi tiga macam yaitu (Sayuti & Yenrina, 2015): 1. Antioksidan Primer Antioksidan primer merupakan antioksidan yang bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas bereaksi. Antioksidan primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk awal. Contoh antioksidan primer adalah superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx), katalase dan protein pengikat logam. 2. Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak sebagai pro oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

Antioksidan sekunder berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau deaktivasi singlet oksigen. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, bilirubin dan albumin. 3. Antioksidan Tersier Antioksidan tersier bekerja dengan cara memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim-enzim yang memperbaiki DNA yaitu metionin sulfida reduktase. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah butylated hidroxyanisol (BHA), butylated hidroxytoluene (BHT), tert-butylated hidroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan alami mengandung senyawa- senyawa seperti fenol, polifenol, dan yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, flavonon dan katekin), turunan asam sinamat, tokoferol dan asam organik polifungsi. Senyawa-senyawa tersebut terdapat dalam tanaman pada seluruh bagian dari tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang dan sebagainya.

2.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil (DPPH) DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dan jika akan digunakan sebagai pereaksi cukup dilarutkan. Senyawa ini jika disimpan dalam keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil selama bertahun- tahun (Winarsi, 2007). Radikal DPPH adalah radikal nitrogen organik dengan warna ungu tua. Radikal DPPH tersedia secara komersial dan tidak harus diproduksi sebelum diuji. Bila larutan radikal DPPH dicampur dengan senyawa antioksidan/pereduksi, warnanya berubah dari ungu menjadi kuning dari hidrazin yang sesuai (Gambar 2.3).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

Kemampuan reduksi antioksidan terhadap DPPH dapat dievaluasi dengan memantau penurunan absorbansi pada 515-528 nm karena DPPH hidrazin yang terbentuk menghasilkan larutan kuning atau dengan resonansi putaran elektron (Pyrzynska & Pekal, 2013).

Gambar 2.3. Struktur kimia DPPH dan reaksinya dengan antioksidan (Sumber: Pyrzynska & Pekal, 2013)

Menurut Pine, dkk., (2008), metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur efektifitas antioksidan secara cepat, sederhana, dan tidak membutuhkan biaya yang mahal. DPPH telah digunakan secara luas untuk mengukur kemampuan suatu senyawa untuk menghambat radikal bebas atau sebagai pendonor hidrogen, dan juga untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam makanan (Pratama, dkk., 2016). Radikal DPPH memiliki warna ungu tua karena elektron tidak berpasangan. Pengujian dilakukan dengan cara yaitu campuran larutan uji diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dalam ruangan gelap. Absorbansi diukur pada 517 nm terhadap metanol sebagai blanko. Aktifitas untuk menangkap radikal bebas kemudian dihitung berdasarkan persamaan berikut (Huang, dkk., 2010; Komala, dkk., 2015). absorbansi kontrol absorbansi sampel nhibisi absorbansi kontrol

Nilai EC50 (efficient concentration) didefinisikan sebagai konsentrasi senyawa uji yang mampu menangkal 50% dari radikal bebas secara relatif dan mutlak. EC50 disebut juga dengan IC50 (50% inhibititory concentration) (Huang, dkk., 2010; Sebaugh, 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16

Aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan indeks aktivitas antioksidan (antioxidant activity index/AAI) dan dihitung berdasarkan persamaan berikut (Komala, dkk., 2015). konsentrasi akhir PP g m ) ndeks Aktivitas Antioksidan C g m )

2.6 Fermentasi Istilah "fermentasi" berasal dari kata latin fervere. Pengertian fermentasi berbeda untuk ahli biokimia dan ahli mikrobiologi industri. Pengertian fermentasi dalam biokimia berkaitan dengan proses penghasilan energi oleh katabolisme senyawa organik, sedangkan dalam mikrobiologi industri cenderung jauh lebih luas (Stanbury, dkk., 2017). Pengertian fermentasi menurut Muhiddin, dkk., (2001) yaitu aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Fermentasi dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan jenis media, yaitu fermentasi media padat dan fermentasi media cair. Fermentasi media padat adalah proses fermentasi dengan substrat tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Fermentasi media cair adalah proses fermentasi dengan substrat yang larut atau tersuspensi dalam fase cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi kultur terendam yang umumnya memerlukan aerasi dan agitasi. Pembentukan produk hasil fermentasi mikroba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti substrat dan nutrien, suhu, pH, aerasi dan agitasi (Kumala, 2014).

2.7 Ekstraksi 2.7.1 Pengertian Ekstraksi Ekstrak adalah material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut organik dari bahan kering (dikeringkan). Dari hasil tersebut kemudian pelarutnya dihilangkan dengan cara penguapan dengan alat evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya organik. Jika pelarutnya air, pada tahap akhir dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan freeze dryer (Saifudin, 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

Istilah ekstraksi secara farmasi merupakan pemisahan bagian jaringan tanaman dan/atau hewan yang aktif secara medis dengan menggunakan pelarut yang selektif melalui prosedur standar (Tiwari, dkk., 2011). Ada beberapa target ekstraksi meliputi senyawa bioaktif yang tidak diketahui, senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme dan sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara struktural (Seidel, 2006).

2.7.2 Metode Ekstraksi Beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan yaitu maserasi, perkolasi, ekstraksi soklet (soxhlet extraction), ekstraksi pelarut bertekanan (pressurized solvent extraction), ultrasound assisted solvent extraction, ekstraksi bawah reflux (extraction under reflux) dan destilasi uap. Untuk produk alami mikroba, isolasi mikroorganisme dan metode ekstraksi digunakan untuk mengambil metabolit (metabolites recovery) dari fermentasi. Metode yang digunakan bertujuan meminimalkan degradasi senyawa, pembentukan artefak, kontaminasi ekstrak dengan pengotor eksternal (Seidel, 2006).

2.8 Pelarut Pelarut adalah zat yang sering digunakan untuk melarutkan zat lain. Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas rendah, mudah menguap pada suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi (Tiwari, dkk., 2011). Pemilihan pelarut tergantung pada senyawa yang ditargetkan. Menurut (Sarker, dkk., 2006), pembagian pelarut berdasarkan kepolaran yang digunakan dalam ekstraksi meliputi: a. Pelarut polar: air, etanol, metanol (MetOH), dan sebagainya. b. Pelarut semi polar: etil asetat (EtOAc), diklorometana (DCM), dan sebagainya. c. Pelarut non polar: n-heksan, petroleum eter, kloroform (CHCl3), dan sebagainya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

2.9 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis melewati adsorben (Deinstrop, 2007). KLT akan memvisualisasikan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-sifatnya terutama polaritas (Saifudin, 2014). Berdasarkan Rubiyanto (2016), teknik dalam melakukan KLT meliputi: 1. Lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau aluminium berukuran 5 cm x 20 cm; 20 cm x 20 cm. Untuk plat aluminium, ukuran dapat diperkecil dengan memotongnya sesuai keinginan. 2. Tebal lapisan bervariasi tergantung tujuan penggunaan, adapun tebal lapisan yang standard untuk plat KLT yang diperdagangkan umumnya ± 250 µm. 3. Larutan campuran senyawa diteteskan pada jarak tertentu dari dasar plat (± 1,5 cm) dengan menggunakan pipet mikro atau siringe untuk analisis kuantitatif dan dapat menggunakan pipa kapiler untuk analisis kualitatif. 4. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel diuapkan dulu dengan membiarkan sejenak plat setelah ditotol dengan sampel sebelum dimasukkan ke dalam bejana pengembang (development chamber) yang berisi fasa gerak (eluen). 5. Plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya ke dalam bejana tersebut. Fasa gerak yang dipergunakan dapat terdiri atas satu macam atau lebih pelarut. 6. Komponen-komponen senyawa akan bergerak dengan kecepatan berbeda sesuai interaksi adsobsinya dengan fasa diam. 7. Kromatografi diakhiri ketika fasa gerak telah mencapai jarak tertentu dari ujing plat. Senyawa-senyawa yang berbeda satu sama lain memiliki perbandingan jarak tempuh senyawa terhadap jarak tempuh fasa gerak yang berbeda pula. Nilai perbandingan ini dinamakan Rf (Retardation factor).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19

a. Fase Diam Beberapa jenis adsorben dan penggunaannya antara lain silika gel (asam- asam amino, alkaloid, asam-asam lemak, dan lain-lain), alumina (zat warna, fenol-fenol, dan lain-lain), kielsghur (tanah diatomae) (gula, oligosakarida, trigliserida, dan lain-lain) dan selulosa (asam-asam amino, alkaloid, dan lain- lain) (Rubiyanto, 2016). Sebagai adsorben dan fase diam yang paling banyak digunakan dalam KLT adalah silika gel. Terkadang silika gel perlu ditambahkan senyawa fluoresensi dengan tujuan bila disinari sinar ultraviolet (UV) maka

dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silica gel GF254 yang berarti silika gel dengan fluoresen berpendar pada 254 nm (Sumarno, 2001). b. Fase Gerak Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fase gerak yang kompetitif untuk KLT antara lain parameter kelarutan (solubility parameter), indeks polaritas (polarity index), dan kekuatannya sebagai solvent (solvent strength). Parameter kelarutan menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan beragam pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang digunakan untuk mengukur ketertarikan antar molekul dalam solut dengan molekul solvent pada parameter kelarutan solvent yang bersangkutan dalam keadaan murninya (Rubiyanto, 2016). Berdasarkan Rubiyanto (2016), sifat-sifat ideal pelarut yang digunakan dalam KLT antara lain : 1. Tersedia dalam bentuk yang sangat murni dan harga yang memadai. 2. Tidak bereaksi dengan komponen dalam sampel maupun material fasa dalam. 3. Memiliki titik didih yang rendah untuk memudahkan pengeringan setelah pengembangan. 4. Memiliki kelarutan yang ideal pada berbagai campuran. 5. Tidak toksis dan mudah pembuangan limbahnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20

2.10 Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometer UV-Vis memiliki radiasi pada panjang gelombang 200- 700 nm yang dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang diserap (Watson, 2009). Komponen spektrofotometri UV-Vis terdiri dari sumber cahaya, monokromator dan detektor. Sumber cahaya yang biasa digunakan adalah lampu deuterium dan lampu tungsten. Monokromator merupakan diffraction grating yang berperan untuk menyebarkan sinar beam ke komponen panjang gelombang. Cahaya yang melalui sampel akan mencapai detektor yang merekam intensitas cahaya transmisi. Detektor yang sering digunakan untuk instrumen modern adalah fotoioda (Pavia, dkk., 2001). Pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Vis berdasarkan besarnya energi yang diabsorbansi atau diteruskan oleh suatu zat, sehingga larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap cahaya monokromatik akan mengakibatkan terjadinya pemantulan, penyerapan atau penerusan dari cahaya tersebut (Harmita, 2006). Panjang gelombang yang digunakan untuk uji antioksidan adalah panjang gelombang maksimum absorbansi. Variasi ukuran panjang gelombang maksimum yang digunakan untuk pengukuran adalah 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm dan 520 nm (Molyneux, 2004).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu dimulai dari Februari hingga September 2017.

3.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri (Anumbra), jarum ose, batang L, labu Erlenmeyer (Pyrex), pinset, magnetic stirrer, bunsen dan pemantik api, alumunium foil, karet, plastic wrap, plastik tahan panas, karet, gunting, sumbat kapas, kertas saring, sedotan steril, neraca analitik (AND GH-202), autoklaf (ALP Co., Ltd), mikropipet (Thermoscientific), hot plate (Cimarec), Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), Fermentation Shaker (IKA® KS 3000 i control), Vacuum rotary evaporator (Eyela), water bath (Eyela), kaca obyek dan cover glass, mikroskop cahaya (Shimadzu) , botol, corong pisah, statif, vial, pipa kapiler, cawan penguap, kaca arloji, pipet tetes, plat kromatografi lapis tipis (KLT), bejana KLT, lampu UV, Spektrofotometer Uv- Vis, dan alat-alat lainnya yang akan digunakan di laboratorium.

3.3 Bahan 3.3.1 Tanaman Uji Sampel tanaman uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanaman lumut hati M. emarginata Reinw., Blume & Nees yang diperoleh dari kawasan Air Terjun Cigamea, Desa Gunungsari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, diambil pada tanggal 02 Februari 2017 dan telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22

Gambar 3.1. Sampel Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees

3.3.2 Bahan Sterilisasi Permukaan Natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25% (Bayclean), etanol 70%, dan akuades steril.

3.3.3 Media Pertumbuhan Mikroba a. Media yang digunakan untuk isolasi kapang endofit yaitu Potato Dextrose Agar (PDA). b. Media yang digunakan untuk fermentasi yaitu Potato Dextrose Yeast (PDY).

3.3.4 Bahan Kimia Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu etil asetat teknis, n- heksan teknis, metanol teknis, plat KLT, metanol grade for analysis, akuades, DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (Sigma-Aldrich) dan vitamin C (Sigma- Aldrich).

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) Media PDA dibuat untuk isolasi kapang endofit. Media PDA dibuat dengan cara ditimbang 39 gram PDA, dan ditambahkan 1 liter akuades. Kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih sambil diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Setelah itu, media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit suhu 121°C. Media yang telah steril selanjutnya dituang ke dalam cawan petri sebanyak ± 10 mL secara aseptis dan dibiarkan memadat dalam suhu ruang (Ramadhan, 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23

b. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY) Media PDY dibuat untuk fermentasi kapang endofit. Media PDY dibuat dengan cara mencampurkan media PDB, yeast extract dan CaCO3. Media PDB dibuat dengan cara ditimbang 200 gram kentang yang telah dicuci bersih, lalu diiris dan direbus dalam 1 liter air. Setelah itu, ditambahkan 20 gram dektrosa ke dalam air hasil rebusan kentang (Zeng, dkk., 2011). Media PDB yang telah dibuat ditambahkan dengan 2g/L yeast extract dan CaCO3 (hingga pH = 6) (Kumala, dkk., 2007). Selanjutnya, media PDY disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit suhu 121°C (Ramadhan, 2011).

3.4.2 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit Tanaman lumut hati M. emarginata yang masih segar dan sehat dibersihkan dari tanah lalu dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Selanjutnya, M. emarginata disterilisasi permukaannya dengan cara direndam dalam etanol 70% selama 1 menit, kemudian dipindahkan ke dalam larutan NaOCl 5,25% selama 2 menit, lalu dipindahkan lagi ke dalam etanol 70% selama 30 detik (Hulikere, dkk., 2016 dengan modifikasi). Kemudian, M. emarginata dicuci secara menyeluruh 3 kali dengan akuades steril selama beberapa menit untuk menghilangkan larutan sterilisasi permukaan (surface sterilant) yang berlebihan. Selanjutnya, lumut hati diletakkan di atas kertas saring steril hingga kering (Kusari, dkk., 2014 dengan modifikasi). Untuk mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut hati ini, sampel yang telah kering dipotong ±1x1 cm menggunakan gunting steril. Kemudian diambil 3 potongan lalu ditanam pada media PDA yang sudah memadat. Isolasi kapang endofit dilakukan secara triplo. Isolasi kapang endofit dilakukan dalam keadaan aseptis, yaitu di dalam LAFC. Setelah itu, diinkubasi selama 14 hari pada suhu 27-30°C (Ariyono, dkk., 2014; Kumala & Pratiwi, 2014). Pada akuades bilasan terakhir digunakan sebagai kontrol dengan cara batang L steril dicelupkan ke dalam akuades dan diratakan ke permukaan media PDA lainnya. Apabila pada media PDA kontrol tumbuh kapang, maka kapang yang tumbuh bukanlah kapang endofit (Ariyono, dkk., 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

24

3.4.3 Pemurnian Kapang Endofit Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA kemudian dimurnikan ke media PDA lain secara aseptis, yaitu di dalam LAFC. Pemurnian berdasarkan kenampakan morfologi secara makroskopis yang meliputi warna dan bentuk. Pemurnian dilakukan secara berulang-ulang hingga didapatkan isolat kapang tunggal dan murni dengan cara masing-masing mikroorganisme diambil dengan jarum ose dan ditumbuhkan kembali pada cawan petri yang berisi media PDA (Ariyono, dkk., 2014). Isolat yang telah murni dipindahkan ke dalam dua jenis media kultur (stock culture ke dalam PDA lain dan working culture ke dalam PDA miring) (Kumala & Siswanto, 2007).

3.4.4 Karakterisasi Kapang Endofit Karakterisasi kapang endofit dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan isolat kapang endofit dilakukan berdasarkan Gandjar (1999). a. Secara Makroskopis Pengamatan secara makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular; seperti tepung; menggunung; licin; ada atau tidaknya tetesan eksudat), garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, dan lingkaran-lingkaran konsentris dalam cawan petri (konsentris atau tidak konsentris), serta pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap hari sampai koloni kapang mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan penggaris. b. Secara Mikroskopis Pengamatan secara makroskopik terlebih dahulu membuat preparat kapang. Disiapkan cawan petri yang berisi tisu, kaca objek dan cover glass dibungkus menggunakan kertas. Selanjutnya, cawan petri disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25

Setelah proses sterilisasi selesai di atas kaca objek ditetesi media PDA dan dibiarkan memadat. Kapang yang telah diisolasi pada media PDA diambil sedikit miseliumnya dengan menggunakan jarum ose steril kemudian diletakkan pada kaca objek yang telah ditetesi media PDA kemudian ditutup dengan menggunakan cover glass. Preparat diletakkan pada cawan petri yang telah diberi alas tisu steril lembab dan inkubasi selama 2-3 hari (Ariyono, dkk., 2014).

3.4.5 Fermentasi Terlebih dahulu isolat kapang endofit ditumbuhkan pada media PDA selama 7 hari dalam cawan petri. Saat usia isolat kapang endofit telah 7 hari diambil sebanyak 5 potong menggunakan sedotan steril berdiameter 1 cm. Kemudian, potongan kapang tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL yang berisi media fermentasi PDY steril sebanyak 50 mL dan difermentasi menggunakan fermentation shaker selama 14 hari pada suhu 28°C dengan kecepatan 130 rpm (Kumala, dkk., 2015 dengan modifikasi).

3.4.6 Ekstraksi Hasil Fermentasi Terlebih dahulu medium fermentasi (filtrat) dan biomassa dipisahkan dengan cara penyaringan (Guo, dkk., 2008). Selanjutnya dilakukan ekstraksi, pada biomassa dimaserasi dengan menggunakan metanol dan filtrat dipartisi cair-cair dengan menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n- heksan (non polar) dan etil asetat (semi polar). Perbandingan masing-masing filtrat:pelarut (1:1). Hasil ekstraksi kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator vaccum hingga didapatkan ekstrak kental atau pekat.

3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kualitatif dengan Metode DPPH Pertama-tama dibuat reagen larutan DPPH dengan cara melarutkan 8 mg serbuk DPPH ke dalam 20 mL metanol pro analisis (DPPH 0,04%). Pengujian dilakukan dengan cara ekstrak fermentasi dilarutkan dengan pelarut seperti yang digunakan pada ekstraksi, kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Plat yang sudah ditotol selanjutnya dielusi dengan eluen yang sesuai.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26

Selanjutnya disemprot dengan reagen DPPH hingga permukaan terbasahi secara menyeluruh dan dibiarkan selama beberapa menit pada ruangan tertutup. Setelah itu, bercak yang muncul diamati (Basma, dkk., 2011).

3.4.8 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kuantitatif dengan Metode DPPH Terlebih dahulu membuat reagen DPPH 0,25 mM dengan cara melarutkan sebanyak 4,9 mg DPPH ke dalam metanol 50 mL. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan cara membuat variasi konsentrasi (200, 100, 50, 25, 12,5, 6,25 μg ml) dari ekstrak fermentasi. Masing-masing konsentrasi di masukkan ke dalam labu ukur, ditambahkan metanol hingga 4 mL lalu ditambahkan 1 mL reagen DPPH 0,25 mM. Campuran yang telah dibuat tersebut kemudian dikocok dengan kuat dan diinkubasi di dalam kondisi gelap selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan pengukuran terhadap absorbansi dari masing-masing campuran menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Pada uji ini vitamin C digunakan sebagai standar (Huang, dkk., 2010; Komala, dkk., 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keaslian dan kebenaran tanaman. Hasil determinasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar tanaman lumut hati (Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees) dari suku Marchantiaceae (Lampiran 2).

4.2 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit Sampel yang digunakan sebagai sumber isolat kapang endofit berasal dari talus tanaman lumut hati M. emarginata Reinw., Blume & Nees. Tanaman lumut juga merupakan tempat bagi endofit dan endofit dari spesies lumut hati tumbuh di dalam talus (Davis et al., 2003; Kumala, 2014). Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria yaitu segar dan tidak layu; sehat (tidak menunjukkan adanya gejala penyakit) karena di dalam jaringan tanaman inang yang sakit biasanya didominasi oleh kapang patogen (Atika, 2007). Proses isolasi merupakan tahap pertama yang dilakukan untuk memperoleh kapang endofit dari sampel. Sebelum isolasi, sampel dicuci dengan air bersih mengalir untuk menghilangkan pengotor dan tanah yang menempel, lalu dilakukan sterilisasi permukaan untuk menghindari kontaminan atau adanya kapang lain yang tumbuh namun bukan berasal dari sampel. Permukaan sampel yang akan digunakan harus steril dan bebas dari kontaminasi sehingga kapang yang tumbuh pada media isolasi benar merupakan kapang endofit (Strobel, 2003). Pada penelitian ini, sterilisasi permukaan dilakukan dengan perendaman sampel dalam alkohol 70% dan NaOCl 5,25% (Hulikere, dkk., 2016). Alkohol 70% berfungsi untuk mendenaturasi protein, membran sel, merusak struktur lemak dan membran protein mikroba sehingga mikroba mengalami dehidrasi.

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28

NaOCl merupakan zat kimia yang termasuk golongan halogen yang akan melepaskan klor. Mekanisme kerja senyawa klor yaitu bergabung dengan protein membran sel dan enzim sehingga dapat terjadi oksidasi dan kerusakan organel terpenting dari sel mikroba (Pelczar, 1998; Pratiwi, 2008). Kombinasi dua pelarut tersebut digunakan untuk mensterilkan permukaan organ tanaman secara optimal (Zhang, dkk., 2006). Setelah proses dekontaminasi, dilakukan pembilasan dengan menggunakan akuades steril, tujuannya yaitu untuk menghilangkan sisa alkohol 70% dan NaOCl 5,25% yang menempel pada sampel. Cara yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi dari lingkungan yaitu pengerjaan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow cabinet pada proses sterilisasi permukaan dan isolasi kapang endofit (Radji, 2011). Isolasi dilakukan dengan cara triplo untuk mencegah kontaminasi dan dengan menggunakan metode direct seed planting yaitu sampel langsung ditempelkan pada media isolasi (Tabel 4.1). Potongan talus pada media isolasi kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama 14 hari dan pertumbuhannya diamati setiap hari.

Tabel 4.1. Penanaman sampel

Tampak Depan Tampak Sebalik

Keterangan: dalam satu petri ditanam 3 potongan talus

Media isolasi yang digunakan yaitu media PDA. Media PDA merupakan media yang umum digunakan untuk menumbuhkan kapang endofit dan media pemurnian kapang endofit. Media PDA kaya akan nutrisi yang mudah dicerna, sehingga memudahkan pertumbuhan kapang (Ariyono dkk., 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

Media PDA mengandung ekstrak kentang dan dekstrosa, sebagai sumber karbohidrat sebagai nutrisi untuk pertumbuhan kapang. Akuades bilasan terakhir pada proses sterilisasi permukaan digunakan sebagai kontrol dengan meneteskan di permukaan media PDA. Adanya kontrol bertujuan untuk memastikan keefektifan dari sterilisasi permukaan, jika tidak terjadi pertumbuhan kapang pada media kontrol maka hal tersebut membuktikan bahwa kapang yang tumbuh di sekitar sampel adalah benar kapang endofit (Ariyono dkk., 2014). Hasil kontrol sterilisasi permukaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil kontrol sterilisasi permukaan

Tampak Depan Tampak Sebalik

Keterangan: tidak ada mikroorganisme yang tumbuh

Kapang endofit yang berhasil tumbuh pada media isolasi diamati koloni kapangnya. Pengamatan koloni kapang dilakukan dengan menggunakan kriteria bahwa bentuk koloni yang berbeda dianggap sebagai isolat yang berbeda, kemudian setiap koloni dengan morfologi berbeda dipisahkan menjadi isolat tersendiri yang ditanam pada media PDA baru untuk memperoleh biakan kapang endofit yang murni. Hasil kapang endofit yang tumbuh dapat dilihat pada Tabel 4.3.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30

Tabel 4.3. Hasil kapang endofit yang tumbuh

Petri 1

Tampak Depan Tampak Sebalik Petri 2

Tampak Depan Tampak Sebalik Petri 3

Tampak Depan Tampak Sebalik Keterangan: Pada petri 1 tumbuh kapang di 2 talus, Pada petri 2 tumbuh kapang di 1 talus, Pada petri 3 tumbuh kapang di tiga talus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31

Tabel 4.4. Hasil isolasi dan pemurnian kapang endofit dari tanaman lumut hati (M. emarginata Reinw., Blume & Nees). Sampel Petri Jumlah Kode Isolat Petri 1 2 Isolat MEA1 MEA2 Tanaman lumut hati (M. emarginata Reinw., Petri 2 1 Isolat MEB1 Blume & Nees) Petri 3 3 Isolat MEC1 MEC2 MEC3

Hasil isolasi dan pemurnian yang dilakukan, didapatkan 6 isolat kapang endofit dengan perincian dapat dilihat pada Tabel 4.4. Keenam isolat tersebut kemudian dilakukan karakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik.

4.3 Karakterisasi Kapang Endofit 4.3.1 Isolat MEA1 Secara makroskopik isolat MEA1 yang berumur 7 hari memiliki diameter 6,7 cm. Tampak depan berwarna abu-abu kehijauan, permukaan rata dan tipis, terdapat tetesan eksudat tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki lingkaran- lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna abu-abu kehijauan, berbintik hitam, dan tepi berwarna putih. Secara mikroskopik isolat MEA1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia berbentuk lonjong dan bulan sabit. Hasil karakteristik isolat MEA1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.2.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32

(a) (b) Gambar 4.1. Isolat MEA1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik (Dokumentasi Pribadi, 2017)

a

c b

Gambar 4.2. Isolat MEA1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x (a) septat, (b) konidia lonjong, (c) konidia bulan sabit

4.3.2 Isolat MEA2 Secara makroskopik isolat MEA2 yang berumur 7 hari memiliki diameter 8,2 cm. Tampak depan berwarna putih keabu-abuan, dengan bagian tengah berwarna hijau, permukaan seperti kapas, tebal, tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna hijau kehitaman dengan tepi berwarna putih. Secara mikroskopik isolat MEA2 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEA2 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.4.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

(a) (b) Gambar 4.3. Isolat MEA2 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik (Dokumentasi Pribadi, 2017)

a

b Gambar 4.4. Isolat MEA2 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x (a) septat, (b) konidia lonjong

4.3.3 Isolat MEB1 Secara makroskopik isolat MEB1 yang berumur 7 hari memiliki diameter 9 cm. Tampak depan berwarna putih keabu-abuan, permukaan menggunung, tidak terdapat garis-garis radial, serta tidak terdapat lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna coklat kehijauan dan tepi tidak rata. Secara mikroskopik isolat MEB1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, hifa berwarna hijau kehitaman, dan terdapat konidia berbentuk tidak beraturan. Hasil karakteristik isolat MEB1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.6.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34

(a) (b) Gambar 4.5. Isolat MEB1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik (Dokumentasi Pribadi, 2017)

b

a

Gambar 4.6. Isolat MEB1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x (a) septat, (b) konidia tidak beraturan

4.3.4 Isolat MEC1 Secara makroskopik isolat MEC1 yang berumur 7 hari memiliki diameter 6,3 cm. Tampak depan berwarna putih, krem, dan hitam kehijauan; permukaan isolat berbintik hitam, tipis; terdapat garis-garis radial dari pusat koloni kearah tepi koloni; serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna kuning dan hitam kehijauan, tepi tidak rata berwarna putih. Secara mikroskopik isolat MEC1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, hifa berwarna hijau, dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEC1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.8.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35

(a) (b)

Gambar 4.7. Isolat MEC1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik (Dokumentasi Pribadi, 2017)

a

b

Gambar 4.8. Isolat MEC1 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x (a) septat, (b) konidia lonjong

4.3.5 Isolat MEC2 Secara makroskopik isolat MEC2 yang berumur 7 hari memiliki diameter 6 cm. Tampak depan berwarna abu-abu dan hitam kehijauan, permukaan rata dan tipis, terdapat tetesan eksudat, tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna abu-abu dan hitam kehijauan,berbintik hitam, serta tepi tidak rata berwarna putih. Secara mikroskopik isolat MEC2 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEC2 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.10.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36

(a) (b)

Gambar 4.9. Isolat MEC1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik (Dokumentasi Pribadi, 2017)

b

a

Gambar 4.10. Isolat MEC2 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x (a) septat, (b) konidia lonjong

4.3.6 Isolat MEC3 Secara makroskopik isolat MEC3 yang berumur 7 hari memiliki diameter 7,5 cm. Tampak depan berwarna putih, permukaan seperti kapas, memiliki garis- garis radial, serta tidak memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna putih dengan. Secara mikroskopik isolat MEC3 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, serta terdapat konidia berbentuk bulat. Hasil karakteristik isolat MEC3 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.12.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

37

(a) (b) Gambar 4.11. Isolat MEC3 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik (Dokumentasi Pribadi, 2017)

b

a

Gambar 4.12. Isolat MEC2 secara mikroskopik dengan perbesaran 400x (a) septat, (b) konidia bulat Berdasarkan hasil karakteristik kapang endofit, keenam isolat tersebut tidak memiliki kesamaan dari segi kenampakan morfologi antara satu isolat dengan isolat lainnya. Dengan demikian, keenam isolat tersebut dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

4.4 Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk mendapatkan metabolit sekunder dari kapang endofit. Pada Proses fermentasi digunakan media PDY yang diproses semi sintetik, yaitu dengan cara ekstrak kentang dibuat terlebih dahulu dan ditambahkan dekstrosa, kemudian yeast extract serta CaCO3.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38

Tujuan penambahan yeast extract ke dalam ekstrak kentang adalah agar nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang dapat terpenuhi sehingga kapang dapat tumbuh secara optimal, sedangkan tujuan penambahan CaCO3 yaitu untuk mengatur pH. PDY adalah medium yang mengandung karbon dalam jumlah yang banyak bersumber dari ekstrak kentang dan dekstrosa, serta mengandung nitrogen bersumber dari yeast extract (Kumala, dkk., 2015). Sel-sel mikroba sebagian besar terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen, sehingga sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen terpenting dalam medium pertumbuhan (Pratiwi, 2008). Karbohidrat merupakan senyawa struktural dan penyimpanan di dalam sel kapang serta memiliki peran penting dalam pertumbuhan juga dalam produksi senyawa metabolit sekunder yang berguna (Abo-Elmagd, 2014). Medium fermentasi yang mengandung sumber nitrogen dari yeast extract akan menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai antioksidan (Gazi, dkk., 2004). Selain nutrisi, pH substrat juga sangat penting untuk pertumbuhan, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu (Gandjar, dkk., 2006). Kapang cenderung menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai antioksidan pada kisaran pH asam dengan kondisi yang optimum terbentuknya senyawa aktif yaitu pada pH awal 7 (Gazi, dkk., 2004 dalam Septiana & Simanjuntak, 2017). Proses fermentasi dilakukan selama 14 hari pada suhu kamar dengan metode fermentasi goyang (shaking fermentation) menggunakan incubator shaker. Proses agitasi dan aerasi dalam fermentasi goyang menyebabkan efisiensi suplai oksigen lebih baik dan distribusi panas tersebar rata pada semua bagian substrat yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (Kumala dkk., 2015). Fermentasi kapang endofit menggunakan medium cair yang digoyang, setelah beberapa hari akan terlihat kapas-kapas kecil berwarna putih melayang-layang dalam medium. Medium fermentasi juga mengalami perubahan warna, sebagian media berwarna keruh dan sebagian lagi menjadi jernih.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39

Bentuk-bentuk seperti kapas tersebut adalah spora atau konidia tunggal yang sudah tumbuh menjadi miselium. Pemisahan miselium dari mediumnya harus melalui suatu penyaringan (Gandjar, dkk., 2006). Gambar hasil fermentasi kapang endofit dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.5 Ekstraksi Setelah mendapatkan hasil fermentasi, selanjutnya pemisahan biomassa dengan filtrat menggunakan alat corong Buchner. Hal tersebut bertujuan untuk memisahkan endapan dari suatu campuran larutan yang tidak larut. Prinsip kerja dari corong Buchner adalah menyedot udara di ruang corong, dengan demikian air dapat menetes dan menurun sedangkan zat yang tidak larut tetap di dalam corongnya. Filtrat diekstraksi dengan metode partisi cair-cair dan biomassa diekstraksi dengan metode maserasi. Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari fermentasi berdasarkan kepolarannya (Kumala & Pratiwi, 2014).

Filtrat dipartisi menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat berdasarkan perbedaan kepolarannya. Pelarut n-heksan akan menarik senyawa non polar dan etil asetat akan menarik senyawa semi polar. Ekstraksi ini dimaksudkan agar senyawa dalam kapang endofit diharapkan dapat terlarut dengan baik sesuai polaritasnya. Pada biomassa dilakukan proses penghalusan dengan menggunakan lumpang dan alu. Dengan adanya penghalusan maka memungkinkan terjadinya pemecahan sel yang dapat membantu proses maserasi. Ukuran zat yang semakin kecil akan meningkatkan luas permukaan sehingga proses ekstraksi akan semakin efektif (Handa, dkk., 2008). Maserasi dilakukan menggunakan pelarut metanol. Metanol dan golongan alkohol merupakan pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harborne, 1987).

Fraksi pelarut hasil partisi dan maserasi yang telah didapatkan, kemudian diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental atau kering. Perolehan jumlah bobot ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan ekstrak hasil ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 10.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40

Tabel 4.5. Perolehan bobot ekstrak Biomassa Medium Fermentasi (Filtrat) Kode Isolat Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat Ekstrak N-heksan (mg) (mg) (mg) MEA1 274,3 27 267,9 MEA2 82,2 23,3 67,3 MEB1 352,6 52,4 7,3 MEC1 566 126,9 52,6 MEC2 254,1 116,8 9,2 MEC3 188,1 12,8 5,9

4.6 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan metode DPPH. Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur efektifitas antioksidan secara cepat, sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang mahal (Pine, dkk., 2008). Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH berdasarkan hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan. KLT digunakan sebagai uji secara kualitatif untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak kapang endofit. Aktivitas antioksidan dari ekstrak ditunjukkan dengan perubahan warna pada plat KLT dari ungu menjadi kuning setelah disemprot larutan DPPH. Masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol dilarutkan sedikit ke dalam pelarutnya hingga homogen kemudian ditotolkan pada plat KLT. Plat KLT selanjutnya dielusi dengan eluen yang sesuai. Eluen yang digunakan untuk ekstrak n-heksan yaitu n-heksan:etil asetat dengan perbandingan 8:2, untuk ekstrak etil asetat yaitu etil asetat:n-heksan dengan perbandingan 8:2, dan untuk ekstrak metanol yaitu metanol:etil asetat dengan perbandingan 8:2. Setelah selesai dielusi, plat KLT disemprotkan dengan larutan DPPH 0,04%. Adanya aktivitas antioksidan dari ekstrak ditandai dengan hasil positif dari uji yang dilakukan, begitu sebaliknya. Hasil uji KLT dapat dilihat pada Tabel 4.6.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

41

Tabel 4.6. Hasil uji KLT ekstrak Hasil Uji Kualitatif Kode UV 254 nm UV 366 nm Ekstrak dengan DPPH Ket Metanol +

Etil asetat +

MEA1

N-heksan +

Metanol +

Etil asetat +

MEA2

N-heksan +

Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak. Semua ekstrak fermentasi isolat MEA1 dan MEA2 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

42

Hasil Uji Kualitatif Kode UV 254 nm UV 366 nm dengan DPPH Ket Metanol +

Etil asetat +

MEB1

N-heksan +

Metanol +

Etil asetat +

MEC1

N-heksan +

Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak. Semua ekstrak fermentasi isolat MEB1 dan MEC1 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

43

Hasil Uji Kualitatif Kode UV 254 nm UV 366 nm Ekstrak dengan DPPH Ket Metanol +

Etil asetat +

MEC2

N-heksan +

Metanol +

Etil asetat +

MEC3

N-heksan +

Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak. Semua ekstrak fermentasi isolat MEC2 dan MEC3 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

44

Tabel 4.7. Perhitungan nilai Rf (Retardation Factor) Isolat Ekstrak Jarak Bercak Jarak Elusi Nilai Rf (cm) (cm) Metanol 1 4 0,25 3,8 4 0,95 Etil Asetat 1,9 4 0,47 MEA1 3 4 0,75 N-heksan 1 4 0,25 2,3 4 0,57 3,1 4 0,77 Metanol 1,7 4 0,42 2,4 4 0,6 Etil Asetat 1,5 4 0,37 MEA2 3 4 0,75 3,8 4 0,95 N-heksan 2,6 4 0,65 3,3 4 0,82 Metanol 2,3 4 0,57 Etil Asetat 1,3 4 0,32 2,7 4 0,67 MEB1 3,5 4 0,87 N-heksan 1,2 4 0,3 2 4 0,5 Metanol 1,1 4 0,27 Etil Asetat 2,3 4 0,57 MEC1 N-heksan 2,1 4 0,52 2,6 4 0,65 Metanol 2,5 4 0,62 3,2 4 0,8 Etil Asetat 1,1 4 0,27 MEC2 2,7 4 0,67 3,6 4 0,9 N-heksan 1,8 4 0,45 3 4 0,75 Metanol 2,2 4 0,55 Etil Asetat 3,8 4 0,95 MEC3 N-heksan 2,5 4 0,62 3,2 4 0,8 Keterangan: hasil perhitungan nilai Rf dari masing-masing ekstrak fermentasi kapang endofit. Dengan nilai Rf menunjukkan keberadaan senyawa antioksidan dari masing-masing ekstrak.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

45

Secara umum, eluen yang digunakan belum mampu mendeteksi senyawa antioksidan, namun pada gambaran awal aktivitas antioksidan telah ditunjukkan pada penggunaan eluen tersebut (Sutomo, dkk., 2016). Hasil uji KLT memperlihatkan bahwa seluruh ekstrak fermentasi isolat kapang endofit positif memiliki aktivitas antioksidan. Hasil positif ditandai dengan adanya bercak kuning dengan latar belakang ungu yang semakin memudar setelah disemprot larutan DPPH. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh ekstrak fermentasi kapang endofit memiliki aktivitas antioksidan yang ditandai dengan hasil positif pada uji KLT. Dua senyawa atau lebih dapat dikatakan identik apabila mempunyai nilai Rf yang sama pada kondisi KLT yang sama (Rusnaeni, dkk.. 2016). Berdasarkan hasil nilai Rf pada masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa keberadaan senyawa antioksidan berada pada rentang nilai Rf 0,2 hingga 0,9. Hasil perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada Tabel 4.7. Ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang baik secara kualitatif dilihat dari profil KLTnya (Tabel 4.6). Dengan demikian, dilanjutkan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif.

4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif, ekstrak metanol dan etil asetat dari isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang baik (Tabel 4.8) dan dengan pertimbangan jumlah bobot ekstrak menjadi alasan pemilihan ektrak untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif. Jumlah bobot masing-masing ekstrak yaitu ekstrak metanol 352,6 mg, dan ektrak etil asetat 52,4 mg. Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat yang diujikan aktivitas antioksidannya secara kuantitatif, sedangkan ekstrak n-heksan tidak diujikan karena jumlah bobot ekstrak n-heksan 7,3 mg dan jumlah bobot ekstrak yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif yaitu 10 mg.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

46

Tabel 4.8. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat secara kualitatif Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat

Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil Optimasi panjang gelombang DPPH menunjukkan larutan DPPH terletak pada panjang gelombang maksimum 515,5 nm (Lampiran 11). Dengan demikian, semua pengukuran dengan metode DPPH dilakukan pada panjang gelombang tersebut. Pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis melibatkan pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515,5 nm dengan berbagai variasi konsentrasi sampel yang digunakan yaitu 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm, dan 6,25 ppm. Tiap konsentrasi diukur pada spektrofotometer UV-VIS dengan vitamin C sebagai pembanding (kontrol positif). Variasi konsentrasi vitamin C yaitu 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm. Semakin besar konsentrasi sampel maka nilai absorbansi akan semakin menurun. Aktivitas antioksidan dari sampel akan merubah warna larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna ungu berubah menjadi kuning (Molyneux 2004). Tabel absorbansi dan kurva persamaan regresi linear dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

47

Tabel 4.9. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat secara kuantitatif

Konsentrasi ∑ Absorbansi % Inhibisi IC50 (ppm) AAI (ppm) Ekstrak Metanol Blanko 0,588 - 200 0,504 14,285 100 0,540 8,163 50 0,559 4,931 720,4 0,13 25 0,570 3,061 12,5 0,578 1,70 6,25 0,584 0,68 Ekstrak Etil Asetat Blanko 0,418 - 100 0,062 85,167 50 0,168 59,808 48,02 2,04 25 0,272 34,928 12,5 0,329 21,291 6,25 0,361 13,636

Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai konsentrasi hambat 50%

(IC50). Dimana aktivitas antioksidan akan berbanding terbalik dengan nilai IC50.

Semakin tinggi aktivitas suatu sampel maka semakin rendah nilai IC50 dan sebaliknya (Pratiwi, dkk., 2013). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan bahwa masing-masing ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang bervariasi. Ekstrak metanol (biomassa) memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 720,45 ppm dan ekstrak etil asetat (filtrat) memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 48,02 ppm. Aktivitas antioksidan suatu bahan dikelompokkan ke dalam 4 kategori yaitu antioksidan kategori sangat kuat jika nilai IC50 <50 ppm , kategori kuat jika nilai IC50 50-100 ppm, kategori sedang jika nilai IC50 101-150 ppm dan kategori lemah jika nilai IC50 >150 ppm (Blois, 1958). Perhitungan nilai IC50 ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 13.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

48

Tabel 4.10. Hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C secara kuantitatif

Konsentrasi ∑ Absorbansi % Inhibisi IC50 (ppm) AAI (ppm) Blanko 0,598 - 1 0,568 5,066 2 0,467 21,881 3,74 26,19 3 0,393 34,354 4 0,281 53,062 5 0,159 73,385

Nilai AAI juga digunakan untuk menyatakan aktivitas Antioksidan. Aktivitas antioksidan berdasarkan nilai AAI suatu ekstrak atau senyawa dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori , sama halnya dengan kategori nilai IC50. Keempat kategori tersebut yaitu AAI <0,5 bermakna aktivitas antioksidan lemah, AAI 0,5-1 bermakna aktivitas antioksidan sedang, AAI 1-2 bermakna aktivitas antioksidan kuat, dan AAI >2 bermakna aktivitas antioksidan sangat kuat (Scherer dan Godoy, 2009). Indeks aktivitas antioksidan ekstrak metanol yaitu 0,13 menunjukkan bahwa ekstrak metanol kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan dengan kategori lemah. Indeks aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat yaitu 2,04 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan dengan kategori kuat.

Vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,74 ppm dan nilai AAI 26,19 (Tabel 4.8). Jika dibandingkan berdasarkan nilai AAI ekstrak etil asetat termasuk kategoti sangat kuat seperti vitamin C, sedangkan ekstrak metanol termasuk kategori lemah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Isolasi kapang endofit dari tanaman Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees pada media potato dextrose agar (PDA) diperoleh 6 isolat yaitu MEA1, MEA2, MEB1, MEC1, MEC2, MEC3. Ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang baik secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak metanol (biomassa) kapang endofit MEB1 memiliki nilai IC50 sebesar 720,45 ppm dan nilai AAI 0,13, ekstrak etil asetat

(filtrat) kapang endofit MEB1 memiliki nilai IC50 sebesar 48,02 ppm dan nilai AAI 2,04, sedangkan ekstrak n-heksan tidak dilakukan uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif. Vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,74 ppm dan nilai AAI 26,19.

5.2 Saran 1. Perlu dilakukan optimasi kondisi fermentasi dan ekstraksi terhadap isolat- isolat kapang endofit. 2. Perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui metabolit sekunder dari kapang endofit. 3. Perlu dilakukan uji terhadap aktivitas lain dari ekstrak fermentasi isolat kapang endofit. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk isolasi senyawa terhadap ekstrak fermentasi isolat kapang endofit Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees sehingga dapat diketahui jenis senyawa yang aktif sebagai antioksidan.

49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

50

DAFTAR PUSTAKA

Abo-Elmagd, H.I. 2014. “Evaluation and Optimization of Antioxidant Potentially of Chaetomium madrasense AUMC 9376”. J. Genet. Engineer. Biotechnol.12:21-26. Agusta, Andria. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: Penerbit ITB. Ariyono,R., dkk. 2014. "Keanekaragaman Jamur Endofit Akar Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) Pada Lahan Pertanian Organik dan Konvensional". Jurnal Hama Dan Penyakit Tanaman, 2(1), 1–10. Asakawa, Y. 1995. Chemical Constituent of The . (W. Herz, G. . Kirby, W. . Moore, & C. Tamm, Eds.). New York: Springer-Verlag/Wien. Https://Doi.Org/10.1007/978-3-7091-6896-7. Asakawa, Y. 2004. "Chemosystematics of The Hepaticae". 65, 623–669. Https://Doi.Org/10.1016/J.Phytochem.2004.01.003. Asakawa, Y., dkk. 2012. "Phytochemistry Phytochemical and Biological Studies of Bryophytes". Phytochemistry. Https://Doi.Org/10.1016/J.Phytochem.2012.04.012. Asakawa, Y., dkk. 2013. Progress In The Chemistry of Organic Natural Product. (A. Kinghorn, H. Falk, & J. Kobayashi, Eds.). New York Dordrecht London. Https://Doi.Org/10.1007/978-3-7091-1084-3. Atika, Dian. 2007. Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Kapang Endofit yang Diisolasi dari Akar, Batang, Daun Tanaman Garcinia fruticosa Lauterb Dan Garcinia latriflora Blume serta Akar dan Daun Tanaman Garcinia cowa Roxb. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia: Depok. Basma, A.A., dkk. 2011. "Antioxidant Activity and Phytochemical Screening of The Methanol Extracts of Euphorbia hirta L". Asian Pacific Journal Of Tropical Medicine, 4(5), 386–390. Https://Doi.Org/10.1016/S1995- 7645(11)60109-0. Blois, M.S. 1958. "Antioxidant Determination by The Use of Stable Free Radicals". Nature. 181:1199-2000. Brahmachari, G. 2012. "Natural Product In Drug Discovery: Impacts And Opportunities-An Assessment". Research Gate, 581–628. Https://Doi.Org/10.1016/S1572-5995(02)80015-1. Brown, E.A. 2002. "Bryophytes (Liverworts)", 1–7.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

51

Davis, E., dkk. 2003. "Endophytic Xylaria (Xylariaceae) Among Liverworts and Angiosperms: Phylogenetics, Distribution, and Symbiosis". American Journal Of Botany, 90(11), 1661–1667. Deinstrop, E.H. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography 2nd ed. Weinheim: John Wiley & Sons. Fitriana, W., dkk. 2015. "Uji Aktivitas Antioksidan Terhadap DPPH dan ABTS dari Fraksi-Fraksi Daun Kelor (Moringa oleifera)". SNIPS, 658. Gandjar, I., dkk. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Gandjar, I., dkk. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Gazi, M.R., dkk. 2004. "Optimization of Various Cultural Conditions on Growth and Antioxidant Activity Generation by Saccharomyces cerevisiae". IFO 2373. J. Biol. Sci. 4: 224-228. Glime, J. 2017. Marchantiophyta. 1(March), 1–24. Goffinet, B., dan Shaw, A. J., ed.. 2009. Biology 2nd ed.. New York: Cambridge University Press. Guo, L., dkk. 2008. "Chemical Composition, Antifungal and Antitumor Properties of Ether Extracts of Scapania verrucosa Heeg. and Its Endophytic Fungus Chaetomium fusiforme". Molecules 13(9), 2114–2125. Https://Doi.Org/10.3390/Molecules13092114. Gupta, S., dkk. 2015. "A Review on Some Species of Marchantia With Reference to Distribution, Characterization and Importance". World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, 4(04), 1576–1588. Handa, dkk. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Italy: UNIDO Hafsari, A & Asterina, I. 2013. "Isolasi Dan Identifikasi Kapang Endofit Dari Tanaman Obat Surian (Toona sinensis)". Vii(2), 175–191. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh K Radmawinata dan I,Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hasanah, R., dkk. 2015. "Uji Antijamur Patogen Ekstrak Metabolit Sekunder Jamur Endofit Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon)". Biosains, 1(2). Huang, W., dkk. 2010. "Marchantin A, A Cyclic Bis(Bibenzyl Ether), Isolated from The Liverwort Marchantia emarginata Subsp. Tosana Induces Apoptosis in Human MCF-7 Breast Cancer Cells". Cancer Letters, 291(1), 108–119. Https://Doi.Org/10.1016/J.Canlet.2009.10.006

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

52

Hulikere, M., dkk. 2016. "Antiangiogenic, Wound Healing and Antioxidant Activity of Cladosporium cladosporioides (Endophytic Fungus) Isolated From Seaweed (Sargassum wightii)". Mycology, 7(4), 203–211. Https://Doi.Org/10.1080/21501203.2016.1263688. Hung, P., dkk. 2007. "Isolation and Characterization of Endophytic Bacteria from Wild and Cultivated Soybean Varieties". Biology and Fertility of Soils, 44(1), 155–162. Https://Doi.Org/10.1007/S00374-007-0189-7. Komala, I., dkk. 2015. "Antioxidant And Anti-Inflammatory Activity of The Indonesian Ferns, Nephrolepis falcata And Pyrrosia lanceolata". 7(12), 12–15. Kumala, S., dkk. 2007. "Cytotoxic Secondary Metabolites from Fermentation Broth of Brucea javanica Endophytic Fungus" 1.2.11. Research Journal Of Microbiology 2 (8): 625-31. Issn 1816-4935. Kumala, S., dkk. 2015. "Antimicrobial Activity of Secondary Metabolites Produced by Endophytic Fungi Isolated from Stems of Jati Tree (Tectona grandis L.F)". International Journal Of Pharmaceutical Sciences And Research, 6(6), 2349–2353. Https://Doi.Org/10.13040/Ijpsr.0975- 8232.6(6).2349-53. Kumala, S & Pratiwi, A. 2014. "Efek Antimikroba dari Kapang Endofit Ranting Tanaman Biduri". Farmasi Indonesia, 7(2), 111–120. Kumala, S & Siswanto, E. 2007. "Isolation and Screening of Endophytic Microbes from Morinda citrifolia and Their Ability to Produce Anti- Microbial Substances". Microbiology Indonesia, 1(3), 3–6. Kusari, P., dkk. 2014. "Biocontrol Potential of Endophytes Harbored in Radula marginata (Liverwort) From The New Zealand Ecosystem". Antonie Van Leeuwenhoek, International Journal Of General And Molecular Microbiology, 106(4), 771–788. Https://Doi.Org/10.1007/S10482-014- 0247-8. Ludwiczuk, A & Asakawa, Y. 2008. Distribution of Terpenoids and Aromatic Compounds in Selected Southern(In Part Three : Liverwort Chemistry And Physiology), (47), 37–58. Molyneux, P. 2 4. “The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-Hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity”. Songklanakarin Journal of Science and Technology 26 (2): 211–19. Doi:10.1287/isre.6.2.144.

Muhiddin, N., dkk. 2001. "Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi". JMS, 6(1), 1–12. Noverita, dkk. 2009. "Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Jamur Endofit dari Daun dan Rimpang Zingiber ottensii Val". Farmasi Indonesia, Vol. 4(April), 171–176.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

53

Pavia, D., dkk. 2001. Introduction to Spectroscopy. (J. Vondeling & S. Kiselica, Eds.) (Third Edition). USA: Thomson Learning, Inc. Thomson. Pelczar, Michele J. Jr & E.C.S Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan Kesatu. Jakarta: UI Press. Petrini, L., & Petrini, O. 1985. "Xylariaceous Fungi As Endophytes". Sydowia, Annales Mycologici Ser. Ii, 38, 216–234. Retrieved From Http://Scholar.Google.Com/Scholar?Hl=En&Btng=Search&Q=Intitle:Xyl ariaceous+Fungi+As+Endophytes#0. Petrini, O., dkk. 1993. "Ecology, Metabolite Production and Substrate Utilization in Endophytic Fungi". Natural Toxin, 196(October 2015), 185–196. Https://Doi.Org/10.1002/Nt.2620010306. Pine, T.D., dkk. 2008. "Standarisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan Dengan Metode DPPH". Pratama, M., dkk. 2016. "Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Tomat Buah (Lycopersicon esculentum Mill, Var. Pyriforme Alef) dan Daun Tomat Sayur (Lycopersicon esculentum Mill, Var.Commune Bailey) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picryl Hydrazil)", 2(1), 76–82. Prihatiningtias & Wahyuningsih. 2006. "Prospek Mikroba Endofit Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif". Traditional Medicine Journal. Pyrzynska, K., & Pekal, A. 2013. "Application of Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl ( DPPH ) to Estimate Antioxidant Capacity of Food Sample. (June). Https://Doi.Org/10.1039/C3ay40367j. Radji, M. 2005. "Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal". Majalah Ilmu Kefarmasian, Ii(3), 113–126. Ramadhan, M. 2011. Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar ( Cassia siamea Lamk .). Skripsi. FMIPA UI. Depok. Rubiyanto, D. 2016. Teknik Dasar Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish. Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian (Edisi I). Yogyakarta: Deepublish. Sarker, S., dkk. 2006. Natural Products Isolation. Natural Product Isolation (Second Edition). Totowa, New Jersey: Humana Press. Https://Doi.Org/10.1007/978-1-59259-256-2_10. Sayuti, K & Yenrina, R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik (Cetakan I). Padang: Andalah University Press. Scherer & Godoy. 2009. "Antioxidant Activity Index (AAI) by The 2,2-Diphenyl-1- Picrylhydrazyl Method". Food Chemistry 112:654-658.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

54

Schulz, B & Boyle, C. 2006. "Microbial Root Endophyte", 9, 1–14. Https://Doi.Org/10.1007/3-540-33526-9. Schulz, B., dkk.. 2002. "Endophytic Fungi: A Source of Novel Biologically Active Secondary Metabolite"s. Mycological Research, 106, 996–1004. Sebaugh, J. 2011. "Guidelines for Accurate EC50/IC50 Estimation", (April 2010), 128–134. Https://Doi.Org/10.1002/Pst.426. Seidel, V. Initial and Bulk Extraction in Natural Products Isolation. Natural Product Isolation (Second Edition) (Editor: Sarker, dkk. 2006). Totowa, New Jersey: Humana Press. Https://Doi.Org/10.1007/978-1-59259-256- 2_10. Septiana, E & Simanjuntak, P. 2017. "Pengaruh Kondisi Kultur yang Berbeda Terhadap Aktivitas Antioksidan Metabolit Sekunder Kapang Endofit Asal Akar Kunyit". 22(April), 31–36. Siregar, E dkk. 2013. "The Liverwort Genus Marchantia (Marchantiaceae) of Mount Sibayak North Sumatra, Indonesia". Biotropia, 20(2), 73–80. Https://Doi.Org/10.11598/Btb.2013.20.2.3. Stanbury, P., dkk. 2017. Principle of Fermentation Technology. (F. Gerachty & M. Convey, Eds.) (Third Edition). Butterworth-Heinemann. Stone, J., dkk. 2000. "An Overview of Endophytic Microbes: Endophytism Defined". Microbial Endophytes, (January 2000), 3–29. Https://Doi.Org/10.1163/_Q3_Sim_00374 Strobel, G. 2003. "Endophytes As Sources of Bioactive Products". Microbes and Infection. 5(6), 535–544. Https://Doi.Org/10.1016/S1286-4579(03)00073- X. Strobel, G., & Daisy, B. 2003. "Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Product". Microbiology And Molecular Biology Review, 67(4), 491–402. Https://Doi.Org/10.1128/Mmbr.67.4.491. Sulistyowati, D., dkk. 2014. "Keanekaragaman Marchantiophyta Epifit Zona Montana di Kawasan Gunung Ungaran, Jawa Tengah", 16(1). Sumarno. 2001. Kromatografi Teori Dasar. Yogyakarta: Bagian Kimia UGM. Taechowisan, T., dkk. 2005. "Secondary Metabolites From Endophytic Streptomyces aureofaciens CMUAC130 and Their Antifungal Activity". Microbiology, 151(5), 1691–1695. Https://Doi.Org/10.1099/Mic.0.27758- 0. Tan & Zou. 2001. "Endophytes: A Rich Source of Functional Metabolites. Natural Product Reports", 18(March), 448–459. Https://Doi.Org/10.1039/B100918o.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

55

Tejesvi, M., dkk. 2007. "New Hopes from Endophytic Fungal Secondary Metabolites". Bol. Soc. Quím. Méx, 1(1), 19–26. Tiwari, P., dkk. 2011. "Phytochemical Screening and Extraction - A Review". Internationale Pharmaceutica Sciencia. 1(1), 98–106. Retrieved From Http://Www.Ipharmsciencia.Com. Toyota, M., dkk. 2004. "New Humulane-Type Sesquiterpenes from The Liverworts Tylimanthus tenellus and Marchantia emarginata Subsp. Tosana". Chemical & Pharmaceutical Bulletin, 52(4), 481–484. Https://Doi.Org/10.1248/Cpb.52.481. Watson, D,G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Farmasi. Diterjemahkan oleh Winny R, Syarif, Edisi kedua. Jakarta: EGC. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Zeng, P., dkk. 2011. "In Vitro Antioxidant Activities of Endophytic Fungi Isolated from The Liverwort Scapania verrucosa". Genetics and Molecular Research, 10(4), 3169–3179. Https://Doi.Org/10.4238/2011.December.20.1. Zhang, dkk. 2013. "Diversity and Cold Adaptation of Culturable Endophytic Fungi from Bryophytes In The Fildes Region, King George Island, Maritime Antarctica". Fems Microbiology Letters, 341(1), 52–61. Https://Doi.Org/10.1111/1574-6968.12090.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

56

LAMPIRAN Lampiran 1. Skema Tahapan Penelitian

Sampling Tanaman

Lumut Hati (Marchantia emarginata

Reinw., Blume & Nees

Determinasi

(LIPI, Cibinong, Bogor)

Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit

Pemurnian Kapang Endofit

Karakterisasi Kapang Endofit (Makroskopik dan Mikroskopik)

Fermentasi -Biomassa -Filtrat Ekstraksi Hasil Fermentasi

Ekstrak

Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Secara Kualitatif Secara Kuantitatif

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

57

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &Nees

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

58

Lampiran 3. Skema Tahapan Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit

Isolat murni

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

59

Lampiran 4. Skema Tahapan Karakterisasi Kapang Endofit

Makroskopik dan Mikroskopik Pembuatan Preparat Kapang

Lampiran 5. Skema Tahapan Fermentasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60

Lampiran 6. Skema Tahapan Ekstraksi Hasil Fermentasi

Hasil Fermentasi

Disaring

Biomassa Filtrat

-Dihaluskan

-Dimaserasi Dipartisi cair-cair

Metanol 1:1 N-heksan

Fraksi Air Fraksi Metanol Fraksi Air Fraksi N-heksan

Dipekatkan Dipekatkan

Ekstrak Metanol Ekstrak N-heksan 1:1 Etil Asetat

Fraksi Air Fraksi Etil Asetat

Dipekatkan

Ekstrak Etil Asetat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

61

Lampiran 7. Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif

Lampiran 8. Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

62

Lampiran 9. Hasil Fermentasi

Fermentasi Hari Ke-14 Isolat MEA1 Isolat MEC1

pH = 5-6 pH = 4-5

Isolat MEA2 Isolat MEC2

pH = 7-8 pH = 5-6

Isolat MEB1 Isolat MEC3

pH = 7-8 pH = 4-5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

63

Lampiran 10. Ekstrak

No Kode Isolat Fraksi Bobot (mg) Ekstrak Gambar Organoleptis Metanol 274,3 Coklat tua; kental 1

Etil Asetat 27 Hitam kecoklatan; kental MEA1

N-heksan 267,9 Kuning; kental

Metanol 82,2 Coklat tua; kental 2

MEA2 Etil Asetat 23,3 Hitam kecoklatan; kental

N-heksan 67,3 Coklat muda; kering, semi kental

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

64

No Kode isolat Fraksi Bobot (mg) Ekstrak Gambar Organoleptis Metanol 352,6 Coklat tua; kental 3

Etil Asetat 52,4 Hitam kecoklatan; MEB1 kental

N-heksan 7,3 Coklat muda; kering, semi kental

Metanol 566 Coklat tua; kental 4

Etil Asetat 126,9 Hitam kecoklatan;

kental MEC1

N-heksan 52,6 Coklat muda; kering, semi kental

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

65

No Kode isolat Fraksi Bobot (mg) Ekstrak Gambar Organoleptis Metanol 254,1 Coklat tua; kental 5

Etil Asetat 116,8 Coklat tua; kering, kristal

MEC2

N-heksan 65,4 Coklat muda; kering, semi kental

Metanol 188,1 Coklat tua; kental 6

Etil Asetat 34,8 Hitam kecoklatan; kental

MEC3

N-heksan 5,9 Kuning; kering, semi kental

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

66

Lampiran 11. Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) Area (Abs*nm) Valley (nm) Valley (Abs)

1 570.0 515.5 400.0 0.534 57.714 400.0 0.133

Keterangan : hasil pengukuran panjang gelombang maksimum DPPH yaitu pada 515,5 nm dengan absorbansi 0,534.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

67

Lampiran 12. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Metanol Kapang Endofit MEB1

Konsentrasi (ppm) Absorbansi ∑ Absorbansi % Inhibisi Blanko 0,587 0,592 0,588 0,586 200 0,502 0,497 0,504 14,285 0,513 100 0,536 0,547 0,540 8,163 0,538 50 0,563 0,549 0,559 4,931 0,565 25 0,570 0,568 0,570 3,061 0,572 12,5 0,576 0,582 0,578 1,70 0,577 6,25 0,584 0,583 0,584 0,68 0,585

Ekstrak Metanol 16 y = 0.068x + 1.009 14 R² = 0.9905

12

10 8

6 % Inhibisi% 4 2 0 0 50 100 150 200 250 Konsentrasi (ppm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

68

Lampiran 13. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit MEB1

Konsentrasi (ppm) Absorbansi ∑ Absorbansi % Inhibisi Blanko 0,455 0,413 0,418 0,388 100 0,066 0,061 0,062 85,167 0,060 50 0,149 0,184 0,168 59,808 0,171 25 0,268 0,263 0,272 34,928 0,285 12,5 0,334 0,329 0,329 21,291 0,325 6,25 0,366 0,360 0,361 13,636 0,357

Ekstrak Etil Asetat 100 90 y = 0.7582x + 13.586 80 R² = 0.9659

70 60 50 40 % Inhibisi% 30 20 10 0 0 20 40 60 80 100 120 Konsentrasi (ppm)

Lampiran 14. Perhitungan Konsentrasi Hambat 50% (IC50) dan Indeks Aktivitas Antioksidan (AAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

69

Ekstrak Persamaan Regresi Linear R2 Metanol y = 0,068x + 1,009 0,9905 Etil Asetat y = 0,758x + 13,586 0,9659

Ekstrak Metanol

IC50  y = 0,068x + 1,009 AAI  50 = 0,068x + 1,009

x = Konsentrasi DPPH = = 98 ppm

x = 720,445 ppm

AAI = = 0,136

Ekstrak Etil Asetat

IC50 y = 0,758x + 13,586 AAI  50 = 0,758x + 13,586

x = Konsentrasi DPPH = = 98 ppm

x = 48,039 ppm

AAI = = 2,040

Lampiran 15. Kurva Persamaan Regresi Linear Vitamin C

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

70

Vitamin C 80 y = 16.782x - 12.795 70 R² = 0.9932

60 50 40

30 % Inhibisi% 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 Konsentrasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta