145 Vol. XI No.2 Th. 2012 TARI PASAMBAHAN DAN FALSAFAH
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Vol. XI No.2 Th. 2012 TARI PASAMBAHAN DAN FALSAFAH MINANG DALAM PERSPEKTIF ALIM ULAMA KOTA PADANG Afifah Asriati Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang Email : [email protected] Abstract The article aims to reveal the Padang Alim Ulama perspective toward Pasambahan Dance, in the context of Adaik Basandi Syara‘, Syara‘ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) values. This research used qualitative approach based on teoritical perspective as conceptually embedded for reseach analysis. Interview and observation of some ulamas in Islamic organizations and higher institutions, as well as documentary techniques are used for data collecting. Data will be triangulated through member check and peer debriefing. The result shows that basically Pasambahan dance has been suited to the perspectives of the ulamas, based on the Minangkabau philosophy the ABS-SBK, both in the dancers‘ moves and uniforms, although several things still needed to be fixed. Key words: Pasambahan dance, Minangkabau philosophy ABS-BSK, Padang ulamas Pendahuluan laki, karena perempuan dianggap tidak baik Tari sebagai ekspresi budaya, keluar rumah. Apalagi memamerkan diri di mengkomunikasikan nilai-nilai budaya yang depan orang banyak. Dengan demikian tari- dianut pendukungnya (Afifah Asriati: 2000). tarian hanya dilakukan oleh penari laki-laki Tari adalah ungkapan budaya atau ekspesi saja, gerakannya cekatan dan keras. Ini budaya masyarakat dimana tari itu tumbuh dan disebabkan tari itu lahir bersama pencak. berkembang. Dengan menampilkan sebuah Sebagaimana Edi Sedyawati (1981: 72) tarian, orang akan mengenal dari mana tari itu menyebutkan bahwa antara tari dan pencak berasal, ”tunMukNan bagaimana engkau menari, tidak dapat dipisahkan, karena keduanya lahir saya akan mengetahui dari mana engkau“, Nata dari penggiat yang sama. Silat dan pencak itu Holt (1991). Gaya tari Minang pasti dalam budaya Minangkabau dilakukan oleh mengekspresikan nilai-nilai budaya Minang. laki-laki. Secara filosofis nilai budaya Minang itu Namun seiring perkembangan zaman, terkandung dalam falsafah Adaik Basandi sekarang justru yang banyak menari adalah Syara‘, Syara‘ Basandi .itabullah (ABS-SBK). perempuan. Sehingga yang nampak oleh kita Namun dalam praktiknya masih banyak yang sekarang adalah banyak tarian yang gerakannya memperdebatkan. Seperti Mochtar Naim (2004: sama saja antara laki-laki dan perempuan.—Tari 39-50) mensinyalir bahwa dalam aspek budaya Minang indak ado perbedaan gerak laki-laki jo orang Minang, belum terujud nilai ini dengan padusi, jadi samo sajo padusi bapakaian laki- baik, termasuk dalam seni. laki. Iko gerak laki-laki iko gerak padusi indak Menurut tradisi di Minangkabau, yang ado do, samo gerak sadonyo“ (Raudha Thaib, melakukan tarian itu adalah laki-laki. Ini wawancara, 2011). merupakan pengaruh dari sistem matrilineal dan Berbeda halnya dengan tari Pasambahan. nilai-nilai budaya adat yang Islami. Sistem Tari Pasambahan adalah satu tarian yang sangat matrilineal di Minangkabau memberi peluang popular saat ini di Sumatera Barat, khususnya tumbuhnya silat, pencak, tari dan seni lainnya. di kota Padang. Tari ini sering ditampilkan pada Dalam sistem budaya Minang tidak dikenal acara-acara seremonial pembukaan acara resmi wanita sebagai penari (Edi Sedyawati, 1981: pemerintah dan acara resmi lainnya. Tari ini 73). Kegiatan ini dilakukan hanya oleh laki- ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan, 145 Tari Pasambahan dan ... gerak laki-laki dengan perempuan berbeda, dikandungnya. Niat berseni baik mencipta seni, busananya menutup aurat, di atas pentas, membawakan karya seni atau menikmati seni. waktunya pagi, siang dan malam, penonton Allah menghendaki salam bagi hambanya. Seni laki-laki dan perempuan, musiknya musik adalah suatu unsur untuk pembinaan salam itu. tradisi Minang. Orang berseni meujudkan kesenangan dalam Sebagaimana diketahui saat ini bahwa kehidupan. Jadi seni Islam bukan seni untuk para ninik mamak, alim ulama dan cadiak seni. Islam menghendaki berseni itu diniatkan pandai di Sumatera Barat sedang bergiat untuk karena Tuhan (Sidi Gazalba, 1977: 53). Seni menerapkan falsafah ABS SBK ini dalam mengandung moral, tapi tidak mengajar moral. semua lini kehidupan, namun bagaimanakah Seni dan moral terjalin erat. Dengan meniatkan penerapannya dalam kesenian khususnya tari seni karena Tuhan, maka ia mengandung moral. Minanglabau? Apakah falsafah ini dapat Tuhan menyuruh kepada yang baik dan me- diterapkan pada tari? Khususnya tari larang kepada yang buruk. Islam menghendaki Pasambahan? Mochtar Naim (Haluan, 22 supaya berseni itu dijalankan dengan akhlak September 2012) menyebutkan: Islam (ibid 54). Rasulullah pernah menyaksikan ABS-SBK menyebutnya gampang. Tapi tarian dari beberapa orang Afrika di Madinah melaksanakannya? waw, konsekwensinya tanpa melarangnya (Abdullah bin Nuh dalam bukan main beratnya. Kalau sekadar Gazalba: 1977: 75). menyebut adat saja, tak masalah, dan tak Seni sebagai saluran (fitrah manusia) adalah ada yang akan ditakutkan.Tapi menyebut halal, tetapi bahan yang dimasukkan ke dalam —syarak“? tunggu dulu! Besar dan berat saluran itu dapat saja haram hukumnya. Kalau tantangannya. Apalagi dengan mengata- cara, pelaksanaan dan tindakan itu menyimpang kan: —Syarak dan basandi kitabullah“ atau berlawanan dengan apa yang telah di- Lalu, seluruhnya, apapun, berada di tetapkan Allah dan Rasulnya, sesuatu bisa bawahnya. haram. Islam melarang tarian yang dilakukan Berdasarkan fenomena tari Pasambahan bercampur antara lelaki dan perempuan. Tiap dan keadaan yang diungkapkan Mochtar Naim unsur seni adalah haram hukum mencipta- di atas, maka perlu kiranya mengetahui bagai- kannya, membawakannya atau menikmatinya mana pandangan alim ulama terhadap tari di apabila mendatangkan kerusakan, dan makruh Minangkabau, khususnya tari Pasambahan yang apabila mudaratnya hanya sekadar kemungkin- sekarang sedang eksis, karena yang banyak an saja. Etika atau akhlak Islamlah yang me- mengetahui tentang syarak itu adalah alim nentukan apakah sesuatu unsur atau karya seni ulama. Hal ini berguna untuk menata tari bernilai halal, makruh atau haram (Ibid 79). Pasambahan, supaya sinerji dengan nilai ideal Sekaitan dengan ini Toha Yahya Omar (1983: yang dianut masyarakat Minangkabau yaitu 57-58) menyimpulkan tentang hukum seni nilai falsafah ABS-SBK. Di sinilah letak musik, seni suara dan seni tari seperti berikut. pentingnya penelitian ini dilakukan. Bagaimana Hukum seni musik, seni suara, dan seni pandangan Alim Ulama terhadap tari Pasam- tari dalam Islam adalah mubah (boleh), bahan yang meliputi; penarinya (laki-laki dan selama tidak disertai dengan hal-hal lain perempuan), geraknya, busana yang digunakan, yang haram. Dan apabila disertai dan aspek-aspek tari Pasambahan lainnya, dengan hal-hal yang haram, maka dalam konteks nilai Adaik Basandi Syara‘, hukumnya menjadi haram pula. Begitu Syara‘ Basandi .itabullah (ABS-SBK) di Kota juga apabila disertai dengan hal-hal Padang? yang baik dan diridhai Allah, maka Secara teoritik dan konseptual, seni hukumnya menjadi sunat, seperti untuk adalah bidang kebudayaan dalam Islam, seperti merayakan pesta perkawinan, hari raya, juga sosial, ekonomi politik dan lain-lain. Dan khitanan, menyambut orang yang datang, seni itu adalah seni Islam, karena hanya seni hari kemerdekaan dan lain-lain sebagai- Islamlah yang terjalin dalam hubungan dengan nya; asal saja tidak disertai dengan hal- kebudayaan Islam. Seni bukan Islam, tidak hal dan perbuatan-perbuatan yang di- serasi (sumbang) bahkan mungkin bertentangan larang oleh Allah dan rasul-Nya. Jadi dengan kebudayaan Islam. Beda Seni Islam dan haramnya seni musik, seni suara, dan seni bukan Islam; pertama adalah niatnya, seni tari itu adalah disebabkan amrun sedangkan ke dua adalah nilai etika yang ”aradhiyun la dzaitun (disebabkan hal- 146 Vol. XI No.2 Th. 2012 hal lain, bukan karena zatnya sendiri). lalui mantera khusus selalu di bawah kendali Jacob Sumoharjo (2001:182) juga ber- dukun atau Kulipah (Desfiarni, 2001: 150). Tari kesimpulan bahwa para ulama Aceh telah ini jelas sebuah contoh tari yang dipengaruhi menyimpulkan tentang hakekat kesenian yaitu: oleh nilai Hindu yang memuja dewa. Hal ini Fungsi kesenian adalah untuk kesenang- tentu bertentangan dengan nilai ABS-SBK yang an, 2) kesenian adalah mubah (diboleh- ingin dikembangkan secara sistematik dalam kan dalam agama), kecuali kesenian budaya Minangkabau. yang merusak akhlak; 3) tarian, nyanyi- Adat Minangkabau yang asal adalah an, dan musik adalah sebahagian dari bersumber dari nilai filosofis kealaman (filsafat kesenian, mubah hukumnya, boleh di- alam). Alam dijadikan guru untuk menuju saksikan kecuali yang merusak; 4) pria kehidupan yang baik (Nasroen1971: 24). Fatwa dan wanita dalam hal ini sama dapat adatnya adalah —Panakiak pisau sirauik, memanfaatkan kesenian; 5) pada waktu- ambiak galah batang intabuang, salodaang waktu tertentu, hari raya, nikah, khitan, ambiak ka nyiru, Nan satitiak jadikan lauik, dan menyambut orang penting dan se- nan sakapa jadikan gunuang, alam takambang bagainya, maka hukum mubahnya Madikan guru“. Meskipun informasi dan data meningkat menjadi mustahab (digemari); yang didapat dan dilihat dari alam itu hanya 6) wallahu a‘alam. sedikit (satitiak, sakapa) akan tetapi hal itu Berdasarkan perspektif di atas, maka dikembangkan menjadi banyak, lebih berman- dapat diketahui bahwa ada berbagai perpektif faat dan dijadikan pijakan untuk kehidupan tentang status hukum kesenian dalam kajian (jadikan lauik, jadikan gunuang). Informasi ilmu keislaman. Ada yang bertatus mubah, alam itupun tersedia dengan