PERILAKU BERBURU ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) DAN ELANG-ULAR BIDO ( cheela Latham, 1790) DI SUAKA ELANG, CIGOMBONG, BOGOR, JAWA BARAT

PUTRI QUROTA AYUNI

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1436 H

PERILAKU BERBURU ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) DAN ELANG-ULAR BIDO (Spilornis cheela Latham, 1790) DI SUAKA ELANG, CIGOMBONG, BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PUTRI QUROTA AYUNI

NIM 1110095000038

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1436 H

PERILAKU BERBURU ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) DAN ELANG-ULAR BIDO (Spilornis cheela Latham, t790) DI SUAKA ELANG, CIGOMBONG, BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Putri Ourota Avuni

1 1 10095000038

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Paskal Sukandar. M.Si 969A3172003122001 NrP. 1 9s 1 1032519821 01 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Tekonologi

Dr. Dasumiati. M.Si

NIP. 1 9730923 1999032002 PENGESAIIAN UJIAN

Skripsi yang berjudul "Perilaku Berburu Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi Stresemann, 1924) Dan Elang-Ular Bido (Spilornis Cheela Latham, 1790) Di Suaka Elang, Cigombong, Bogor, Jawa Barat" telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 23 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (Sl) Jurusan Biologi.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

?fifir,nr Priyanti. M.Si NIP. 1 9750 526 2000t2 2001

Pembimbing I Pembimbing II

na^W"r(avanti. M.Si lPaskal Sukandar. M.Si 6903t7 200312200t NIP. 195 10325 1982101001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Biologi Fakultas S Teknologi Fakultas Sains dan Teknologi

Dr. DXsumiati. M.Si

NIP. t9720816t99903 1003 NIP. 1 9730923t999032002 PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2014

Putri Qurota Ayuni 1110095000038

ABSTRAK

PUTRI QUROTA AYUNI. Perilaku Berburu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) dan Elang-ular bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Suaka Elang, Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Di bawah bimbingan FAHMA WIJAYANTI dan PASKAL SUKANDAR.

Perilaku berburu merupakan salah satu perilaku yang menentukan keberhasilan pelepasliaran elang yang direhabilitasi ke alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku berburu Elang Jawa dan Elang-ular bido pada masa rehabilitasi di Suaka Elang. Metode yang digunakan adalah focal sampling dan ad libitum sampling, pengamatan dilakukan pada 08.00-16.00 WIB. Data yang dihasilkan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan rata-rata lama waktu yang digunakan pada setiap aktivitas, grafik persentase penggunaan waktu setiap aktivitas dan frekuensi relatif setiap aktivitas. Berdasarkan hasil pengamatan, perilaku berburu Elang Jawa, Elang-ular bido Tasikmalaya dan Elang-ular bido Pongkor yang meliputi aktivitas mengamati mangsa, terbang mengejar mangsa, menangkap mangsa, berjalan, terbang membawa mangsa, mencabut rambut, mencabik, dan menelan di kandang rehabilitasi Suaka Elang masih menyerupai perilaku berburunya di alam. Elang-ular bido Pongkor merupakan individu yang perilaku berburunya paling baik dari kedua elang lainnya.

Kata Kunci : Perilaku Berburu, Rahabilitasi, Elang Jawa, Elang-ular bido, Suaka Elang.

i

ABSTRACT

PUTRI QUROTA AYUNI. Hunting Behavior of Javan Hawk- (Nisaetus bartelsi) and Crested serpent eagle (Spilornis cheela) on Rehabilitation at Suaka Elang, Cigombong, Bogor, West Java. Supervised by FAHMA WIJAYANTI and PASKAL SUKANDAR.

Hunting behavior was the one of behavior which can determine to release rehabilitated eagle into the wild. The purpose of this observation were to find out the hunted behavior of Javan Hawk-eagle and Crested serpent eagle in rehabilitation period at Suaka Elang. Focal animal sampling and ad libitum sampling methods were used and the observations scheduled at 8.00 am until 4.00 pm. The results were analyzed by descriptively and shown with a graphs average of duration in each activities, percentage of time usage in each activities and also the relative frequency of each activities. The result showed that hunting behavior of Javan Hawk-eagle, Crested serpent eagle Tasikmlaya and Crested serpent eagle Pongkor such as prey inspection, flying while hunting, walked, fetching their prey, flying with carrying prey, peeling off prey’s hair, tearing off their prey and swallowing at Suaka Elang seems like in the wild. Hunting behavior of Pongkor Crested serpent eagle was the best than the others.

Keywords: Hunting Behavior, Rehabilitation, Javan Hawk-eagle, Crested serpent eagle, Suaka Elang.

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Perilaku Berburu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) dan Elang- ular bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Suaka Elang, Cigombong, Bogor,

Jawa Barat”. Shalawat serta Salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Besar

Muhammad SAW yang telah membawa kita (umatnya) dari zaman jahiliyah

(kebodohan) ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat-syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi. Suatu pencapaian tidak terlepas dari dukungan serta bantuan orang- orang sekitar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ytc. Kedua orang tua atas semangat, kepercayaan dan doa yang tiada

henti, serta kakak-kakak dan adik yang senantiasa memberikan motivasi

dan bantuan kepada penulis.

2. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah.

4. Dr. Fahma Wijayanti M.Si dan Drs. Paskal Sukandar M.Si selaku

pembimbing dan dosen yang telah membimbing dan memberikan saran

yang bermanfaat kepada penulis bagi kesempurnaan skripsi.

iii

5. Para Dosen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan nasehatnya kepada

penulis.

6. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kawasan Resort Salak I

dan juga Kepala Resort Salak I berserta staf yang senantiasa memberikan

bantuan dalam terlaksananya penelitian ini.

7. Pengurus lembaga konservasi Suaka Elang (Mas Gunawan, Kang Duduy,

Kang Opink, Mang Jamrud) yang senantiasa memberikan bantuan dalam

terlaksananya penelitian ini, serta menjadi teman diskusi dan memberikan

saran dalam penulisan skripsi ini.

8. Ranti dan Nani sebagai teman seperjuangan yang membantu dalam

memperoleh data di lapangan.

9. Sahabat terbaik Chaca, Jane, Farida, Wenni, Muflih dan Dina yang

senantiasa membantu dan selalu memberikan semangat dalam penulisan

skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Seluruh teman-teman Kelompok Pengamat Primata (KPP) Tarsius.

Penulis memohon maaf apabila dalam pembuatan skripsi ini terdapat kesalahan penulisan huruf, nama, gelar dan lainnya. Semoga skripsi ini dapat dijadikan referensi sebagai pembelajaran dan bermanfaat bagi pembaca.

iv

Jakarta, Januari 2014

Penulis

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...... i ABSTRACT...... ii KATA PENGANTAR...... iii DAFTAR ISI...... vi DAFTAR GAMBAR...... viii DAFTAR TABEL...... x DAFTAR LAMPIRAN...... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...... 1 1.2 Rumusan Masalah...... 3 1.3 Tujuan Penelitian...... 3 1.4 Manfaat Penelitian...... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Elang Jawa...... 4 2.1.1 Biologi Elang Jawa...... 4 2.1.2 Habitat Elang Jawa…………...... 5 2.1.3 Perilaku Elang Jawa ...... 6 2.1.4 Penyebaran Elang Jawa………………………...... 9 2.1.5 Sumber Pakan Elang Jawa...... 9 2.1.6 Sarang Elang Jawa...... 9 2.2 Elang Ular-bido…………………………...... 10 2.2.1 Biologi Elang Ular-bido...... 10 2.2.2 Habitat, Penyebaran dan Perilaku Elang Ular-bido..... 11 2.3.3 Sarang dan Sumber Pakan Elang Ular-bido ...... 12 2.3 Pengaruh Pengandangan terhadap perilaku satwa...... 13 2.4 Ancaman dan Status Hukum Burung Pemangsa...... 13

vi

2.5 Suaka Elang...... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian...... 20 3.2 Alat dan Bahan Penelitian…...... 20 3.3 Cara Kerja...... 21 3.4 Analisis Data……………………………………………… 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Berburu...... 24 4.1.1 Aktivitas mengamati mangsa...... 24 4.1.2 Aktivitas terbang mengejar mangsa...... 28 4.1.3 Aktivitas menangkap mangsa...... 31 4.1.4 Aktivitas berjalan...... 33 4.1.5 Aktivitas terbang membawa mangsa...... 35 4.1.6 Aktivitas mencabut rambut mangsa...... 37 4.1.7 Aktivitas mencabik mangsa...... 41 4.1.8 Aktivitas menelan...... 43 4.2 Persentase Penggunaan Waktu...... 45 4.3 Frekuensi Setiap Aktivitas...... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53 5.1 Kesimpulan...... 53 5.2 Saran...... 53

DAFTAR PUSTAKA...... 54 LAMPIRAN...... 57

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) pada saat terbang (a) dan pada saat bertengger (b)...... 5 Gambar 2. Elang-ular bido (Spilornis cheela) pada saat terbang (a) dan pada saat bertengger (b)...... 11 Gambar 3. Kandang transit (a), kandang sanctuary (b), kandang pre- release (c) dan kandang habituasi (d)...... 19 Gambar 4. Peta lokasi penelitian di kawasan Resort Salak I Taman Nasional Gunung Halimun Salak (daerah yang diberi lingkaran warna merah)...... 20 Gambar 5. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk mengamati mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 25 Gambar 6. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk terbang mengejar mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 29 Gambar 7. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular untuk menangkap mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 32 Gambar 8. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk berjalan dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 34 Gambar 9. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk terbang membawa mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 36 Gambar 10. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular untuk aktivitas mencabut rambut mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 38

viii

Gambar 11. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk mencabik mangsa dalam setiap kali pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 42 Gambar 12. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk menelan dalam setiap kali pemberian pakan di kandang rehabilitasi...... 44 Gambar 13. Persentase penggunaan waktu setiap aktivitas...... 46 Gambar 14. Frekuensi relatif setiap aktivitas elang...... 50

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data satwa objek penelitian...... 21

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur penanganan raptor di Suaka Elang...... 57 Lampiran 2. Tabel daftar pakan elang...... 58 Lampiran 3. Lama waktu (detik) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Jawa...... 59 Lampiran 4. Lama waktu (detik) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Tasikmalaya...... 60 Lampiran 5. Lama waktu (detik) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Pongkor...... 61 Lampiran 6. Frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Jawa..... 62 Lampiran 7. Frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Tasikmalaya...... 63 Lampiran 8. Frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Pongkor...... 64 Lampiran 9. Hasil perhitungan rata-rata lama waktu yang digunakan elang dalam setiap aktivitas...... 65 Lampiran 10. Hasil perhitungan persentase penggunaan waktu setiap aktivitas yang dilakukan oleh elang...... 70 Lampiran 11. Hasil perhitungan frekuensi relatif setiap aktivitas yang dilakukan oleh elang...... 73 Lampiran 12. Aktivitas mengamati mangsa pada Elang Jawa (a) dan Elang- ular bido (b)...... 78 Lampiran 13. Aktivitas Menangkap Mangsa Pada Elang-ular Bido Tasikmalaya...... 79 Lampiran 14. Perilaku melindungi mangsa pada Elang Jawa (a) dan Elang- ular bido (b) apabila merasa adanya ancaman...... 80 Lampiran 15. Aktivitas mencabik marmut pada Elang-ular Bido Tasikmalaya...... 81

xi

Lampiran 16. Aktivitas menelan mangsa kadal pada Elang Jawa (a) dan Elang-ular bido (b)...... 82

xii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia tercatat memiliki 1596 jenis burung. Jumlah tersebut menjadikan

Indonesia sebagai negara terkaya keempat di dunia akan jenis burungnya setelah

Columbia, Peru, dan Brazil. Berdasarkan jumlah tersebut, 75 jenis merupakan burung pemangsa dan 17 jenis diantaranya merupakan jenis burung pemangsa endemik

Indonesia (Sukmantoro dkk., 2007).

Burung pemangsa menempati posisi puncak atau disebut dengan top predator pada piramida makanan. Posisi tersebut menyebabkan burung pemangsa memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem karena mengendalikan jumlah hewan lain yang menjadi mangsanya. Hewan yang menjadi mangsanya di alam sangat beragam, mulai dari jenis reptil, burung dan mamalia (Prawiradilaga, 2006).

Elang Jawa dan Elang-ular bido merupakan jenis burung pemangsa yang keberadaannya di alam semakin terancam. Ancaman keberadaan elang di alam antara lain adalah perburuan liar, perdagangan ilegal dan pengurangan habitat

(Prawiradilaga, dkk., 2003). Hal ini dapat dilihat dari status keterancaman Elang Jawa berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List (2013) yaitu berada dalam kategori Endangered (genting) yang populasinya di alam semakin berkurang. Berbeda dengan Elang Jawa, Elang-ular bido termasuk dalam kategori

Least concern (resiko rendah) yang populasinya di alam masih stabil (IUCN Red list,

1 2

2013), namun bukan berarti status tersebut menghalangi konservasi bagi Elang-ular bido mengingat peranannya di alam sebagai burung pemangsa sangat penting.

Pentingnya peran burung pemangsa di ekosistem menjadi dasar perlu adanya perlindungan terhadap burung pemangsa.

Upaya perlindungan terhadap keberadaan elang di alam telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan menerbitkan undang-undang perlindungan terhadap burung pemangsa yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 7 dan 8 tahun 1999. Upaya konservasi elang juga dilakukan oleh Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) dan lembaga konservasi yang fokus terhadap rehabilitasi elang. Rehabilitasi yang dilakukan diperuntukkan bagi elang yang sebelumnya dipelihara oleh manusia.

Elang yang telah lama dipelihara manusia akan mengalami perubahan perilaku liarnya, maka perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan perilaku tersebut sehingga dapat dilepasliarkan. Salah satu lembaga konservasi yang fokus terhadap rehabilitasi elang adalah Suaka Elang. Suaka Elang resmi berdiri pada tahun

2008 dengan tujuan untuk melakukan upaya konservasi burung pemangsa terancam punah seperti Elang Jawa dan jenis burung pemangsa lainnya (Suaka Elang, 2010).

Individu elang memerlukan waktu 6 bulan sampai 2 tahun untuk rehabilitasi hingga layak dilepasliarkan. Ketentuan dalam penilaian elang yang akan dilepasliarkan antara lain perilaku berburu, perilaku umum seperti bertengger dan terbang dan perilaku sosial, yaitu terhadap individu lain/jenis lain/manusia

(Gunawan, wawancara pribadi). 3

Perilaku berburu elang selama masa rehabilitasi akan menentukan keberhasilan bertahan hidup di alam. Hal tersebut disebabkan oleh kehidupan elang setelah dilepasliarkan akan tergantung terhadap kemampuan dalam berburu mangsanya sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku berburu Elang Jawa dan Elang-ular bido pada masa rehabilitasi di Suaka

Elang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan berburu Elang Jawa dan Elang-ular bido pada masa rehabilitasi.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana perilaku berburu Elang Jawa dan Elang-ular bido pada masa rehabilitasi di Suaka Elang ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku berburu pada Elang

Jawa dan Elang-ular bido pada masa rehabilitasi di Suaka Elang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai perilaku berburu Elang Jawa dan Elang-ular

bido pada masa rehabilitasi di Suaka Elang.

2. Memberikan informasi tambahan mengenai konservasi elang, yaitu pada masa

rehabilitasi.

3. Dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian selanjutnya. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Elang Jawa

2.1.1 Biologi Elang Jawa

Elang Jawa dalam bahasa Inggris disebut Javan Hawk-eagle. Berdasarkan klasifikasi Elang Jawa termasuk dalam Filum: Chordata, Kelas: Aves, Ordo:

Falconiformes, Famili: , Subfamili: Aquilinae, : Nisaetus,

Spesies: Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924 (Lerner, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian molekuler filogeni oleh Gamauf dkk. (2005), ditemukan adanya perbedaan molekuler genus Spizaetus yang berada di Afrika,

Amerika Selatan, serta Tenggara. Gamauf dkk. menyarankan adanya perubahan taksonomi dari genus Spizaetus yang terdapat di Asia Tenggara menjadi genus Nisaetus. Hal ini menyebabkan Spizaetus bartelsi namanya menjadi Nisaetus bartelsi. Spesies lain yang termasuk dalam genus Nisaetus di

Asia Tenggara diantaranaya: Nisaetus nipalensis, Nisaetus alboniger, Nisaetus nanus, Nisaetus lanceolatus, Nisaetus pinskeri, Nisaetus philippensis dan Nisaetus chirratus.

Elang Jawa memiliki ukuran tubuh 60 – 70 cm dengan bobot tubuhnya berkisar 2,5 kg. Panjang rentangan sayap 110 – 130 cm dan panjang ekor 24 – 26 cm (Prawiradilaga, 2003). Kepala cokelat kadru, bagian tengkuk cokelat kekuning-kuningan dan selalu terlihat lebih terang dari warna bulu badannya yang lebih tua warnanya. Mahkota berwarna cokelat kehitaman. Bagian di sekitar mata berwarna cokelat tua kelihatan gelap, lingkaran mata (iris) berwarna kuning

4 5

terang. Paruhnya berwarna abu-abu tua sampai hitam. Dahinya berwarna abu-abu.

Jambul terdiri dari 2 - 4 bulu, dengan panjang 12 - 14 cm. Jambul di kepalanya jarang terlihat ketika posisi dalam keadaan terbang. Bagian leher putih pucat dibatasi kumis dan garis kumis mesial berwarna hitam. Punggung dan sayap bagian atas cokelat gelap dengan garis tepi bulu berwarna bungalan. Ujung sayap primer berwarna hitam, bagian sisi atas ekor cokelat tua denga 4 garis lebar cokelat. Kaki tertutup bulu hingga tungkai (tarsus) sama seperti genus Nisaetus lainya. Jari berwarna kuning dengan kuku cakar hitam (Nijman dkk., 1998).

70 cm

(a) (b)

Gambar 1. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) pada saat terbang (a) dan pada saat bertengger (b) (Mackinnon, 1984)

2.1.2. Habitat Elang Jawa

Elang Jawa menempati ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dpl dan kadang-kadang hingga ketinggian 3.000 m dpl (Balen dkk., 1999).

Habitat Elang Jawa pada umumnya sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktifitas manusia. Burung ini sangat tergantung pada keberadaan 6

hutan primer sebagai tempat hidupnya. Elang Jawa juga menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas (Sozer dkk., 2012).

2.1.3. Perilaku Elang Jawa

Perilaku adalah suatu aktivitas yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku dihasilkan dari gen dan faktor-faktor lingkungan, dengan kata lain perilaku merupakan campuran dari pengaruh genetik dan lingkungan (Campbell dkk., 2004). Beberapa perilaku Elang Jawa adalah sebagai berikut:

a. Perilaku bertengger

Perilaku yang dimasukkan ke dalam aktivitas bertengger adalah diam tanpa melakukan aktivitas khusus, berdiri tidak menggerakkan badan, menengok ke kiri dan ke kanan, menelisik, dan mengamati mangsa (Afianto dkk., 1999).

Elang Jawa dapat ditemukan bertengger pada dahan pohon tinggi di hutan maupun di tepi hutan (Prawiradilaga, 2006).

b. Perilaku terbang

Perilaku yang termasuk dalam aktivitas terbang adalah meluncur (gliding), terbang berputar tanpa mengepakkan sayap (soaring), dan terbang menggerakkan sayap (flapping) (Afianto dkk, 1999). Ketika cuaca cerah, aktivitas hariannya biasanya dimulai dengan soaring. Aktivitas terbang dapat terlihat ketika cuaca cerah dan angin bertiup sedang. Menurut Prawiradilaga (2006) ketika cuaca berawan, berkabut atau hujan Elang Jawa akan sedikit beraktivitas, mereka akan 7

lebih banyak menghabiskan waktu dengan bertengger dan bersembunyi pada kanopi.

c. Perilaku berburu

Elang Jawa memiliki mata yang tajam sebagai alat penting yang digunakan dalam berburu. Terdapat dua macam teknik berburu yang digunakan oleh Elang Jawa. Teknik yang pertama yaitu bertengger tenang dengan bersembunyi di antara kanopi dan menunggu mangsa datang. Ketika mangsa datang, Elang Jawa akan segera menyerangnya, namun apabila saat menunggu mangsa tidak muncul, Elang Jawa akan terbang dan berpindah bertengger ke dahan pohon terdekat dari pohon sebelumnya sekitar 10 - 20 m. Kegiatan berburu biasanya dimulai dengan meluncur dari atas tajuk pohon, kemudian bertengger pada dahan yang memliki pemandangan yang luas untuk mengamati pergerakan mangsa. Ketika keberadaan mangsa terlihat, seketika Elang Jawa akan menyerang dan menangkap mangsa tersebut dengan cakarnya yang kuat. Teknik kedua dengan cara terbang rendah dan berputar-putar (soaring) sambil mencari pergerakan mangsanya dari atas tajuk pohon. Apabila mangsa sudah terlihat maka

Elang Jawa akan segera menyerang mangsa yang berada di dahan pohon atau lantai hutan. Kegiatan berburu dapat terjadi antara pukul 07.00-16.30 WIB dan mencapai puncaknya sekitar pukul 07.00-11.00 WIB (Prawiradilaga, 2006)

Beberapa perilaku berburu Elang Jawa, berdasarkan Suparman, 2005 dalam Sinta, 2006 diantaranya adalah sebagai berikut:

- Perilaku mengamati mangsa, yaitu mencari suatu gerakan yang dicurigai

sebagai mangsanya dari dahan pohon (tempat bertengger) dengan cara 8

tengok kanan dan kiri serta bawah. Elang Jawa akan terus mancari mangsa

sampai benar-benar menemukan mangsanya.

- Diving (terbang menukik), yaitu terbang menukik secara tajam ke bawah

untuk menangkap mangsa saat Elang Jawa melihat mangsanya.

- Handling food, yaitu memegang mangsanya (setelah berhasil

menagkapnya) tanpa melakukan aktivitas lain. Proses membunuh mangsa

pada perilaku ini dilakukan sejak Elang Jawa berhasil memegang

mangsanya.

- Terbang membawa mangsanya ke dahan pohon, yang dilakukan beberapa

saat setelah Elang Jawa melakukan handling food.

- Memakan mangsa, setelah yakin mangsanya mati dan kondisi di

sekitarnya dalam keadaan aman, Elang Jawa baru memulai aktivitas

makannya. Perilaku ini dilakukan di dahan pohon, biasanya di epifit-epifit

pohon (anggrek pohon).

d. Perilaku berkembangbiak

Musim berbiak Elang Jawa hampir sepanjang tahun tapi biasanya antara bulan Januari sampai Juli (Gjershaug dkk., tidak diterbitkan dalam Prawiradilaga,

2006). Elang Jawa berbiak setiap 2 tahun sekali, biasanya Elang Jawa dapat berbiak pada umur 3 – 4 tahun. Telur yang dihasilkan berjumlah satu butir, yang dierami selama 44 – 48 hari (Andono, 2004).

2.1.4. Penyebaran Elang Jawa

Elang Jawa merupakan spesies endemik Pulau Jawa yang penyebarannya terbatas, dari ujung barat Taman Nasional Ujung Kulon hingga ujung timur 9

Taman Nasional Alas Purwo. Saat ini penyebaran Elang Jawa terbatas hanya di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Elang Jawa sebagian ditemukan di belahan selatan Pulau Jawa (Balen dkk., 2000).

Peralihan daerah penyebaran terjadi secara dramatis pada abad ke-19 dengan adanya perluasan daerah pertanian intensif pada jaman kolonial. Perluasan habitat yang ditempati meliputi 2.590 km² di daerah dataran rendah dan 2.460 km² di hutan lereng dan terus meluas di Jawa (Sozer dkk., 2012).

2.1.5. Sumber pakan

Elang Jawa menduduki posisi puncak dalam piramida makanan, yaitu sebagai pemakan hewan vertebrata lainnya. Pakan Elang Jawa terdiri dari beberapa macam spesies dengan ukuran yang beragam pula, seperti mamalia, burung dan juga reptil. Jenis mamalia mulai dari tikus sampai anak monyet.

Umumnya mangsa jenis burung lebih jarang dari jenis mamalia, sedangkan reptil merupakan jenis pakan yang paling jarang dijadikan mangsa (Prawiradilaga,

2006).

2.1.6. Sarang

Elang Jawa jantan dan betina bersama-sama memilih tempat untuk dijadikan sarang. Elang Jawa jantan biasanya berkontribusi dalam membawa material sarang sedangkan Elang Jawa betina menyusun material dan membangunnya. Sarang Elang Jawa tersusun dari dahan dan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi (Prawiradilaga, 2006). 10

Elang Jawa menggunakan sarang tetap pada musim kawin. Elang Jawa memilih pohon yang tinggi menjulang yang digunakan untuk mengincar mangsa ataupun sebagai sarang. Tercatat bahwa Elang Jawa membangun sarang di pohon

Rasamala (Altingia excelsa), Lithocarpus dan Quercus, Pinus (Pinus merkusii),

Puspa (Schima wallichii), Kitambaga (Eugenia cuprea). Jenis pohon tersebut juga banyak dijumpai di Gunung Sawal. Jenis-jenis dominan antara lain Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis agentea), Hantap (Sterculia sp), Jamuju

(Podocarpus imbricatus), Ipis kulit (Acmena acuminatissima), Manglid

(Magnolia blumeii). Umumnya sarang ditemukan di pohon yang tumbuh di lereng dengan kemiringan sedang sampai curam pada ketinggian diatas 800 m dpl, dengan dasar lembah yang memiliki anak sungai. Hal ini berhubungan dengan kesempatan memperoleh mangsa dan pemeliharaan keselamatan anak (Andono,

2004).

2.2. Elang-ular bido

2.2.1. Biologi Elang-ular bido

Elang-ular bido dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Crested serpent-eagle. Berdasarkan klasifikasi, Elang-ular bido termasuk Filum: Chordata,

Kelas: Aves, Ordo: Falconiformes, Famili: Accipitridae, Subfamili: Circaetinae,

Genus: Spilornis, Spesies: Spilornis cheela Latham, 1790 (Lerner, 2005).

Elang-ular bido memiliki ukuran tubuh dengan panjang 50–74 cm, rentang sayap 109-169 cm dan berat tubuh 420–1800 gram. Tubuhnya berwarna gelap.

Individu dewasa pada bagian atas berwarna cokelat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah berwarna cokelat. Perut, sisi tubuh dan lambungnya berbintik-bintik putih, 11

terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Ciri khasnya adalah kulit kuning tanpa bulu di antara mata dan paruh. Saat terbang terlihat garis putih lebar pada ekor dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Individu remaja mirip dengan dewasa, tetapi lebih cokelat dan lebih banyak warna putih pada bulu. Iris mata berwarna kuning, paruh cokelat abu-abu, kaki berwarna kuning. (Prawiradilaga dkk., 2003).

(a) 70 cm

(b)

Gambar 2. Elang-ular bido (Spilornis cheela) pada saat terbang (a) dan pada saat bertengger (b) (Mackinnon, 1984)

2.2.2. Habitat, penyebaran dan perilaku Elang-ular bido

Elang-ular bido sering terbang berputar di atas hutan, perkebunan, dan juga di padang rumput dengan pepohonan. Berdasarkan Purbahapsari (2013),

Elang-ular bido yang berada di kawasan Taman Nasional Halimun Salak paling banyak menghabiskan waktunya untuk beraktivitas di ladang. Persebaran Elang- ular bido secara global mulai dari , Cina selatan, Asia tenggara, , dan

Sunda Besar. Elang-ular bido dijumpai di ketinggian 1500–2000 m dpl, di

Indonesia Elang-ular bido paling umum dijumpai di daerah berhutan sampai ketinggian 1900 m (Prawiradilaga dkk., 2003). 12

Perilaku Elang-ular bido sering terbang sambil bersuara ribut. Kadang terlihat terbang berputar di atas hutan dan perkebunan. Elang-ular bido bertengger pada pohon kering di hutan yang teduh sambil mengamati permukaan tanah di bawahnya atau masuk di sela-sela tanaman teh untuk mengincar mangsa

(Prawiradilaga dkk., 2002).

Tipe berburu Elang-ular bido adalah perch hunter, yaitu dengan cara bertengger pada dahan pohon yang tinggi di daerah perburuan sambil mengamati pergerakan mangsa. Musim berbiak Elang-ular bido adalah November akhir sampai awal April. Masa pengeraman telur adalah 37 - 42 hari, hanya Elang-ular bido betina saja yang berperan pada saat pengeraman telur, sedangkan Elang-ular bido jantan berperan menjaga sarang ketika betinanya pergi mencari makan

(Gokula, 2012)

2.2.3. Sarang dan sumber pakan

Ukuran sarang Elang-ular bido relatif kecil yiatu dengan lebar 50 – 60 cm, kedalaman 10 – 30 cm, terdiri dari ranting-ranting dan pinggirannya disulam dedaunan hijau (Prawiradilaga dkk., 2003). Pakan Elang-ular bido sangat bervariasi seperti amfibi, reptil, mamalia kecil, burung, ikan, insekta, crustaceae, chilipoda, thelyphonida dan cacing tanah. Elang-ular bido juga memakan ular jenis viper Trimeresurus elegans (Sano, 2012). 13

2.3. Pengaruh Pemeliharaan di Dalam Kandang terhadap Perilaku Satwa

Satwa yang berada dalam pemeliharaan oleh manusia akan kehilangan kemampuan alaminya untuk mencari dan mendapatkan pakan karena pakan akan selalu disediakan oleh pemilik. Hal ini mengakibatkan satwa yang telah lama dipelihara tidak dapat langsung dilepasliarkan ke alam. Satwa tersebut baru dapat dilepasliarkan kembali setelah mendapatkan pelatihan dan perlakuan sehingga mampu mendapatkan dan mengelola pakan sendiri (Giron dkk., 1987 dalam

Gunawan, 2004).

Pemeliharaan terhadap satwa akan mengakibatkan kegemukan (obesitas) maupun kekurangan gizi (malnutrisi). Pengandangan yang terlalu lama juga dapat mengakibatkan satwa tersebut kehilangan kemampuan dan kekuatan untuk terbang, karena sayapnya yang tidak pernah digunakan dan dilatih untuk terbang.

Hal ini disebabkan oleh tulang sayap yang menjadi lebih berat dan otot sayap mengalami pengecilan (atropi). Selain itu ukuran kandang serta kebersihan kandang yang tidak sesuai dapat menyebabkan rusaknya bulu dan trauma fisik

(Flower, 1986 dalam Gunawan, 2004).

2.4. Ancaman dan Status Hukum Burung Pemangsa

Ancaman bagi burung pemangsa diantaranya adalah pengurangan habitat akibat aktivitas manusia, degradasi dan fragmentasi dari habitat yang tersedia, berkurangnya mangsa sebagai sumber pakan (khususnya mamalia), dan akibat adanya perburuan (Yong, 2010). Semua spesies burung pemangsa dimasukkan ke dalam daftar sebagai spesies yang dilindungi, termasuk juga Elang Jawa dan

Elang-ular bido. Perundang-undangan yang terkait yaitu: 14

a. Dierenbeschermings Ordonantie 1993 Staatsblad 1993 No 134, 266 jis.

1932 No. 28 das 1935 No. 523. 1931: tentang perlindungan Binatang

Liar. b. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 43 Tahun 1978 (Lembaran

Negara Tahun 1978 Nomor 51): 15 Desember 1978, tentang Pengesahan

Convention on International Trade of Endangered of Wild Fauna

and Flora (CITES) atau Konvensi tentang perdagangan Internasional

Satwa Liar dan Tumbuhan Alam yang Terancam Punah, yang

ditandatangani pada tanggal 3 Maret 1973 di Washington. c. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 775/Kpts/Um/12/1979:

Departemen Pertanian, 5 Desember 1979: tentang Penetapan Tambahan

Jenis-jenis Binatang Liar yang Dilindungi Berdasarkan

Dierenbeschermings Ordonantie 1931 jo Dierenbeschermings

Verordening 1931, Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

421/Kpts/Um/8/1970; Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 327/

Kpts/Um/7/1972; No. 66/Kpts/Um/2/1973 dan No. 35/ Kpts/Um/1/1975;

Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 90/ Kpts/Um/2/1997; Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 537/ Kpts/Um/12/1977; Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 327/ Kpts/Um/5/1978; Surat Keputusan

Menteri Pertanian No. 742/ Kpts/Um/12/1978 dan Surat Keputusan

Menteri Pertanian No. 247/ Kpts/Um/4/1979. d. Undang –undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990: 10 Agustus

1990: tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 15

(Lembaran Negara Tahun 1990 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No.

3419), dengan sanksi hukuman denda sebesar Rp. 100.000.000 dan

hukuman kurungan maksimum lima tahun penjara.

e. Surat Keputusan Menteri Kuhutanan No. 771/Kpts-II/1996: Departemen

Kehutanan, 17 Desember 1996: tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan

Satwa Liar dari Alam maupun dari Hasil Penangkaran.

f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999: Presiden

Republik Indonesia, 27 Januari 1999: tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa.

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 tahun 1999: Presiden

Republik Indonesia, tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar.

h. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1993: 3 Januari

1992: tentang Flora dan Fauna Nasional yang ditetapkan sebagai Spesies

Kebanggaan Nasional (Sozer dkk., 2012).

2.5. Suaka Elang

Suaka Elang merupakan Lembaga konservasi di Indonesia yang mengkhususkan pada usaha konservasi burung pemangsa dan habitatnya melalui rehabilitasi dan pendidikan konservasi. Suaka Elang dibangun dengan model kemitraan yang terdiri dari Pemerintah (Balai Taman Nasional Gunung Halimun

Salak, Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam Jawa Barat, Balai Besar

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Konservasi Alam), Lembaga 16

Swadaya Masyarakat (International Animal Rescue, Raptor Indonesia, Raptor

Conservation Society, PILI-Green Network, PPS Cikananga dan mataELANG) dan swasta (Chevron Geotermal Gunung Salak) dan Kelompok Swadaya

Masyarakat sebagai bentuk pelaksanaan kerjasama kolaborasi sebagaimana yang diamanatkan Pemerintah dalam Permenhut P.19/Menhut-II/2006 yang saling menguntungkan untuk pelestarian habitat dan konservasi spesies serta organisasi- organisasi yang terlibat dan diresmikan pada tanggal 25 November 2008.

Kemitraan Suaka Elang bertujuan untuk melakukan upaya konservasi spesies raptor terancam punah seperti Elang Jawa dan jenis burung pemangsa lainnya. Tingkat kemitraan yang dikembangkan adalah kolaborasi yang mengutamakan nilai-nilai partisipasi, kesetaraan, dan transparansi. Suaka Elang memiliki visi yaitu terwujudnya media pusat pendidikan dan konservasi burung pemangsa di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sebagai upaya keberlanjutan sebagai basis siklus ekologis yang dibutuhkan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan. Suaka Elang diharapkan dapat berkontribusi maksimal untuk kelestarian keragaman hayati, terutama spesies- spesies terancam punah dan dilindungi Negara dan Dunia seperti jenis burung pemangsa. Misi Suaka Elang untuk mewujudkan visi tersebut adalah sebagai berikut:

- Melakukan upaya perawatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa negara

(raptor) hasil pengambilan paksa oleh petugas yang sesuai dengan standar

IUCN dan peraturan resmi yang berlaku di Indonesia 17

- Melakukan upaya penyadartahuan masyarakat melalui upaya pendidikan

lingkungan dan wisata terbatas berbasis burung pemangsa.

Program yang dimiliki Suaka Elang diantaranya adalah rehabilitasi, sanctuary, pendidikan lingkungan, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat.

Program rehabilitasi dilakukan untuk elang yang baik secara fisik dan perilaku bisa dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya. Santuary adalah tempat untuk elang yang tidak bisa dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya, namun digunakan sebagai objek penelitian dan media pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan berbasis raptor dan habitatnya menjadi program unggulan Suaka

Elang bekerjasama dengan TNGHS. Penelitian merupakan bagian mendasar dari setiap pengambilan keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh Suaka Elang juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat, Universitas maupun Komunitas.

Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan Suaka Elang melalui peningkatan ekonomi alternatif untuk mendukung kesejahteraan ekonomi lokal. Menejemen penanganan raptor dan kandang di Suaka Elang dapat dilihat pada Lampiran 1. Kandang-kandang yang terdapat di Suaka Elang merupakan donasi dari PT. Chevron Geothermal Salak sebagai salah satu anggota dari

Perkumpulan Suaka Elang. Kandang-kandang tersebut yaitu:

a. Kandang transit

Bangunan kandang berukuran 3 m x 2 m x 2 m ini berguna untuk menampung raptor yang berasal dari rescue dan penyerahan langsung dari masyarakat. Rangka kandang ini terbuat dari besi galvanis, Atapnya terbuat dari fiber, lantai berupa keramik, dan setiap kandang dibatasi dengan jaring-jaring 18

yang berbahan nylon. Penempatan satwa di kandang ini sebelum disalurkan kepada lembaga lain yang mempunyai fasilitas kesehatan dan melakukan program rehabilitasi. Lokasi kandang ini bersifat tertutup untuk akses pengunjung karena satwa yang ada di kandang ini belum diketahui status kesehatannya [Gambar 3

(a)].

b. Kandang sanctuary

Kandang sanctuary merupakan kandang yang berfungsi untuk menempatkan satwa yang tidak mungkin lagi bisa dilepasliarkan. Misalnya adalah satwa yang telah mengalami cacat permanen, terlalu tua ataupun permasalahan lainnya. Rangka kandang ini terbuat dari besi galvanis, atapnya terbuat dari fiber, lantainya berupa tanah hutan dan setiap kandangnya dibatasi oleh jaring yang berbahan nylon. Kandang ini adalah satu-satunya yang bisa diakses oleh para pengunjung. Untuk mengurangi stres akibat pengunjung yang ingin melihat raptor di dalam kandang sanctuary maka pada salah satu sisi kandang ditutup menggunakan papan/triplek sehingga tidak terjadi kontak langsung antara satwa dan manusia [Gambar 3 (b)].

c. Kandang pre-realease

Kandang berukuran 8 x 20 m dengan ketinggian 2,5 – 8 m ini digunakan untuk satwa yang dirancang sedemikian rupa sebagai kandang rehabilitasi, sehingga sering disebut juga dengan kandang rehabilitasi. Kandang rehabilitasi dibatasi dengan jaring yang berbahan nylon, rangkanya terbuat dari besi galvanis, atapnya juga berupa jaring berbahan nylon, dan tanahnya berupa tanah hutan. 19

Kandang ini merupakan kandang pelatihan tahap akhir bagi satwa yang siap dilepaskan [Gambar 3 (c)].

d. Kandang habituasi

Kandang ini berguna untuk memulihkan kondisi satwa setelah perjalanan dan memperkenalkan satwa dengan kondisi lingkungannya yang baru, sebelum satwa tersebut dilepasliarkan. Kandang ini berukuran 3 m x 4 m x 2 m, terbuat jaring berbahan nylon dengan rangkanya berupa bambu dan bersifat dapat dibongkar pasang [Gambar 3. (d)]. Kandang habituasi ini berada di lokasi satwa yang akan dilepasliarkan (Suaka Elang, 2010). (b)

(a) (b)

(d)

(d) (c) Gambar 3. Kandang transit (a), kandang sanctuary (b), kandang pre-release (c) dan kandang habituasi (d) BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret–Mei 2014 di field project Suaka

Elang, Kawasan Resort Salak I, Taman Nasional Gunung Halimun Salak,

Kampung Loji, Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cigombong, Bogor, Jawa Barat.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian di kawasan Resort Salak I Taman Nasional Gunung Halimun Salak (daerah yang diberi lingkaran warna merah).

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, papan jalan, tabel pengamatan, jam digital Casio Illuminator, stop watch dan kamera Fujifilm

FinePix SL300. Objek yang digunakan adalah satu ekor Elang Jawa dan dua ekor

20 21

Elang-ular bido. Data satwa yang dijadikan sebagai objek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data satwa objek penelitian Nama Nama Nama Jenis Asal Tanggal No. Lokal Latin Inggris kelamin Kedatangan Biodata Elang Spizaetus Javan Jantan Penyerahan 17 September SE.N.b/03 Jawa bartelsi Hawk- dari Cianjur 2013 1 eagle Elang- Spilornis Crested Betina Penyerahan 1 Juli 2013 SE.S.c/03 ular cheela Serpent- dari 9 bido eagle Tasikmalaya Elang- Spilornis Crested Jantan Penyerahan 21 Januari SE.S.c/04 ular cheela Serpent- dari Pongkor 2014 1 bido eagle Sumber: Suaka Elang 2014

3.3. Cara Kerja

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan melakukan observasi langsung menggunakan teknik pengambilan data secara ad libitum sampling dan focal animal sampling. Teknik pengambilan data secara ad libitum sampling yaitu mengamati tingkah laku hewan dan mendeskripsikan tingkah laku yang teramati dan focal animal sampling yaitu mengamati suatu individu binatang dalam satuan waktu khusus dan mencatat perilaku atau aktivitas yang dilakukan (Altmann, 1974).

Pengamatan dilakukan secara terus menerus (continous sampling), yaitu pukul 08.00–16.00 WIB. Perilaku yang diamati dan dicatat pada lembar pengamatan hanya diutamakan pada aktivitas yang dilakukan pada saat berburu.

Pengamatan perilaku dilakukan di kandang pre-release selama 10 hari pada setiap individu elang (Sinta, 2006). Parameter yang diukur adalah waktu yang digunakan elang pada setiap aktivitas serta frekuensi setiap aktivitas pada saat berburu. 22

Perhitungan waktu pada setiap aktivitas dibantu dengan mengguanakan stop watch.

Pengamatan dilakukan ketika elang tersebut berada di dalam kandang rehabilitasi atau sering disebut dengan kandang pre-release yang berukuran 8 x

20 m dengan tinggi 2,5–8 m. Pengamatan dilakukan dengan berdiam diri dan harus meminimalkan pergerakan maupun suara, hal ini dilakukan agar proses pengamatan tidak mengganggu aktivitas elang.

3.4. Analisis Data

Analisis data perilaku berburu dilakukan secara deskriptif dengan menampilkan rata-rata lama waktu setiap aktivitas, persentase penggunaan waktu dan menampilkan frekuensi relatif setiap aktivitas. Frekuensi setiap aktivitas elang dianalisis menggunakan formula Sudjana (1992), sebagai berikut :

F = Fi1 + Fi2 + Fi3 + ....Fin

Keterangan :

F = Frekuensi

Fi1,i2,i3,...,in = Frekuensi suatu aktivitas a. Rumus untuk mengetahui rata-rata lama waktu setiap aktivitas

jumlah lama waktu suatu aktivitas Rata-rata lama waktu suatu aktivitas= jumlah hari pengamatan b. Rumus untuk mengetahui persentase penggunaan waktu setiap aktivitas

Jumlah lama waktu suatu aktivitas Persentase suatu aktivitas = x 100% Jumlah lama waktu seluruh aktivitas 23

c. Rumus untuk mengetahui Frekuensi relatif aktivitas

Frekuensi suatu aktivitas F = x 100% rel Frekuensi seluruh aktivitas BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perilaku Berburu

Perilaku berburu merupakan salah satu perilaku yang menentukan dapat atau tidaknya seekor elang rehabilitasi dapat dilepasliarkan. Pengamatan perilaku berburu telah dilakukan terhadap tiga individu elang, yaitu 1 ekor Elang Jawa dan

2 ekor Elang-ular bido pada saat elang berada di kandang rehabilitasi Suaka Elang yang berukuran 8 x 20 m dengan ketinggian 2,5 – 8 m. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan delapan aktivitas Elang Jawa dan Elang-ular bido yang dilakukan ketika berburu selama berada di kandang rehabilitasi. Aktivitas tersebut meliputi aktivitas mengamati mangsa, aktivitas terbang mengejar mangsa, aktivitas menangkap mangsa, aktivitas berjalan, aktivitas terbang membawa mangsa, aktivitas mencabut rambut, aktivitas mencabik, dan aktivitas menelan.

4.1.1. Aktivitas mengamati mangsa

Aktivitas mengamati mangsa dimulai ketika mangsa dimasukkan oleh petugas ke dalam kandang sampai elang akan mulai terbang dari tempat bertengger untuk mengejar mangsa. Elang Jawa dan Elang-ular bido merupakan burung pemangsa (raptor) diurnal yaitu burung yang melakukan aktivitasnya pada siang hari. Pemberian pakan kepada elang dalam kandang rehabilitasi disesuaikan dengan waktu berburunya di alam, yaitu antara pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan berburu di alam dapat terjadi antara pukul 07.00-16.30 WIB dan mencapai puncaknya sekitar pukul 07.00-11.00 WIB (Prawiradilaga, 2006). Frekuensi pemberian pakan adalah satu kali sehari. Pemberian pakan dilakukan tidak setiap

24 25

hari, hal ini dilakukan agar setelah elang dilepasliarkan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi di alam karena kebutuhan pakan di alam tidak dapat selalu terpenuhi (Djamaludin, wawancara pribadi). Jenis mangsa yang diberikan adalah marmut (Cavia sp.) dan kadal (Mabouya multifaciata). Jumlah pakan yang diberikan kepada elang yaitu kadal (Mabouya multifaciata) sebanyak 2 ekor dan marmut (Cavia sp.) 1 ekor.

Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap kali pemberian pakan (Lampiran

3,4,5), rata-rata lama waktu yang digunakan untuk mengamati mangsa oleh Elang

Jawa adalah 1,12 detik pada marmut dan 1,21 detik pada kadal. Elang-ular bido

Tasikmalaya adalah 2,36 detik pada marmut dan 20,55 detik pada kadal. Elang- ular bido Pongkor adalah 0,80 detik pada marmut dan 10,24 detik pada kadal.

Rata-rata lama waktu mengamati mangsa yang dilakukan Elang Jawa dan Elang- ular bido dapat dilihat pada Gambar 5.

Kadal, Elang-ular bido Tasikmalaya, 20.55

Kadal, Elang-ular bido Pongkor,

Lama waktu (detik) 10.24

Marmut, Elang- ular bido Marmut,Kadal, Elang Elang Jawa, Tasikmalaya, 2.36 Jawa, 1.12 1.21 Marmut Kadal 0,80 Jenis Elang

Gambar 5. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk mengamati mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi 26

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang digunakan elang untuk mengamati mangsa di kandang rehabilitasi dipengaruhi oleh ukuran dan pergerakan. Mangsa yang sering diberikan kepada elang adalah marmut

(Lampiran 2). Marmut memiliki ukuran tubuh yang relatif besar dan juga memiliki warna rambut yang terang. Selain itu, marmut juga memiliki pergerakan yang relatif lambat sehingga mudah terlihat oleh elang. Jenis pakan kadal memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dari marmut dan memilki warna tubuh yang gelap sehingga elang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat mengamati keberadaan kadal.

Pihak Suaka Elang sudah melakukan kerjasama dengan pihak lain

(suplier) dalam penyediaan pakan. Marmut yang diberikan sebagai pakan elang merupakan hasil ternakan yang didapat dari suplier, sedangkan kadal yang diberikan merupakan kadal liar yang sengaja dicari dan ditangkap untuk diberikan kepada elang sebagai pakannya. Pemilihan jenis pakan marmut dikarenakan mudah diperoleh di pasaran. Pemilihan jenis pakan marmut dan kadal juga untuk menghindari adanya penyakit apabila dibandingkan dengan jenis pakan yang diberikan adalah aves. Kenyataannya di alam, marmut bukan merupakan hewan asli yang berada di habitat alami elang di Indonesia. Marmut (Cavia sp.) atau yang dikenal dengan nama guinea pig merupakan hewan yang berasal pegunungan

Andes, Amerika Selatan (Silverman dan Isbell, 2008), sehingga keberadaanya di habitat alami Elang Jawa dan Elang-ular bido tidak ditemukan. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku berburu elang jika sudah dilepasliarkan karena belum secara langsung diperkenalkan dengan hewan-hewan yang berada di habitat 27

alaminya. Pemberian pakan yang dilakukan harus sesuai dengan hewan pakan yang berada di habitat alaminya, selain itu jenis pakan yang diberikan harus lebih bervariasi karena pakan elang di alam sangat bervariasi mulai dari mamalia kecil, burung dan reptil (Prawiradilaga dkk., 2003).

Berdasarkan hasil pengamatan, ketiga individu elang mengamati mangsa dari tempat bertengger buatan yang telah disiapkan di dalam kandang rehabilitasi

(Lampiran 12). Hal tersebut cukup sesuai dengan perilakunya di alam, karena salah satu teknik elang dalam berburu di alam adalah bertengger tenang dengan bersembunyi di antara kanopi dan menunggu mangsa datang. Kegiatan berburu di alam biasanya dimulai dengan meluncur dari atas tajuk pohon, kemudian bertengger pada dahan yang memliki pemandangan yang luas untuk mengamati pergerakan mangsa (Prawiradilaga, 2006). Elang memiliki indera penglihatan yang sangat tajam. Ketajaman penglihatan elang untuk melihat detail objek yang dilihatnya diklaim beragam yaitu dua sampai delapan kali ketajaman penglihatan manusia (Olsen, 2005). Elang yang telah yakin terhadap suatu objek yang dilihatnya adalah mangsa akan langsung mengambil posisi siap terbang dan beberapa saat kemudian akan langsung terbang untuk mengejar mangsanya.

Elang-ular bido Tasikmalaya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan Elang Jawa dan Elang-ular bido Pongkor pada saat jenis pakan yang diberikan adalah marmut. Hal ini menunjukkan bahwa bagi Elang-ular bido

Tasikmalaya, mangsa marmut dapat menumbuhkan keterampilan berburu di alam dibandingkan bagi kedua elang lainnya. Sementara bagi Elang Jawa dan Elang- ular bido Pongkor, jenis mangsa elang yang di berikan di Suaka Elang tidak 28

meningkatkan keterampilan dalam berburu. Hal tersebut ditunjukkan dengan waktu yang sangat singkat dalam mengamati mangsa. Kenyataannya, di alam bebas elang membutuhkan waktu untuk mengamati mangsa yang cukup lama, mengingat untuk mendapatkan mangsa diperlukan kemampuan mengamati mangsa dengan baik.

Berdasarkan hasil pengamatan, ketiga individu elang membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengamati mangsa jenis kadal dibandingkan mangsa jenis marmut. Lamanya waktu mengamati mangsa ini menununjukkan bahwa pemberian pakan jenis kadal lebih menumbuhkan keterampilan berburu bagi ketiga individu elang. Dari ketiga individu elang, Elang-ular bido Pongkor membutuhkan waktu yang paling banyak untuk mengamati mangsa dibandingkan dengan dua elang lainnya. Dengan demikian Elang-ular bido Pongkor memiliki keterampilan yang paling baik dalam mengamati mangsa pada saat perburuan dibandingakan dua elang lainnya di kandang rehabilitasi.

4.1.2. Aktivitas terbang mengejar mangsa

Aktivitas terbang mengejar mangsa dimulai saat elang terbang menukik ke bawah (diving) sampai akan menangkap mangsa. Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap pemberian pakan (Lampiran 3,4,5), rata-rata waktu yang digunakan

Elang Jawa untuk terbang mengejar mangsa adalah 0,73 detik pada marmut dan

0,41 detik pada kadal, Elang-ular bido Tasikmalaya adalah 0,83 detik pada marmut dan 0,60 detik pada kadal, Elang-ular bido Pongkor adalah 1,44 detik marmut dan 1,24 detik pada kadal. Rata-rata lama waktu terbang mengejar 29

mangsa yang dilakukan Elang Jawa dan Elang-ular bido selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.

Marmut, Elang- ular bido Kadal,Pongkor, Elang-ular 1.44bido Pongkor, 1.24 Marmut, Elang- (detik) ular bido Marmut, Elang Tasikmalaya, 0.83 Jawa, 0.75 Kadal, Elang Jawa, 0,60

Lama waktu 0.41

Jenis Elang

Marmut Kadal Gambar 6. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk terbang mengejar mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi

Elang akan segera terbang mengejar mangsanya ketika keberadaan mangsa terlihat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lama waktu ketiga individu elang untuk terbang mengejar mangsa dipengaruhi oleh kondisi mangsa. Mangsa yang paling sering diberikan adalah marmut (Lampiran 2). Marmut pada dasarnya memiliki pergerakan yang lambat dan juga warna kulit yang terang sehingga mudah terlihat oleh elang. Kondisi marmut yang diberikan sebagai pakan dalam keadaan sehat dan segar, namun dalam proses pemberian ke dalam kandang elang, marmut yang sudah mendengar suara elang aka n mulai mengalami stres. Hal tersebut ditandai dengan bergetarnya badan marmut (gemetar).

Berbeda dengan kondisi marmut, jenis pakan kadal yang diberikan pada saat tiba dari suplier dalam keadaan sehat dan lincah. Beberapa saat sebelum 30

diberikan kepada elang, kadal-kadal tersebut kondisinya dibuat lemah sampai pingsan. Kondisi ini sengaja dibuat untuk mempermudah pemberian pakan oleh petugas karena kadal memiliki pergerakan yang lincah dan cepat, sehingga tidak jarang kadal yang akan diberikan kepada elang lepas dari perangkap sebelum diberikan ke elang (Djamaludin, wawancara pribadi). Hal tersebut yang menyebabkan pada saat jenis pakan yang diberikan adalah kadal, elang lebih singkat menggunakan waktu untuk terbang mengejar mangsa.

Kondisi lain yang mempengaruhi lamanya waktu menangkap mangsa yaitu kondisi sayap. Berdasarkan pengamatan, Ketiga individu elang memiliki kondisi sayap yang sehat sehingga dapat digunakan dengan baik pada saat terbang mengejar mangsa. Hal-hal tersebut yang menyebabkan elang tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengejar mangsanya di kandang rehabilitasi. Kemampuan terbang sangat penting bagi elang karena berkaitan dengan kemahiran dalam berburu maupun menghindar dari gangguan. Elang yang terlalu lama dalam kandang kecil akan mengakibatkan otot-otot sayapnya tidak terbiasa lagi untuk digunakan terbang (Sinta, 2006). Cara melatih kemampuan terbang elang adalah dengan menempatkan elang pada kandang yang memiliki ukuran minimal panjang

6 m, lebar 4 m dan tinggi 3 m (Blair, 2001). Ukuran kandang rehabilitasi yang terdapat di Suaka Elang cukup sesuai untuk melatih kemampuan terbang elang, yaitu 8 x 20 m dengan tinggi 2,5 – 8 m.

Perolehan rata-rata waktu terbang mengejar mangsa yang semakin cepat menunjukkan bahwa perburuan dilakukan dengan mudah, untuk melatih kemampuan berburu sebaiknya diberikan mangsa yang merangsang elang terbang 31

lebih lama. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan waktu terbang mengejar mangsa jenis kadal, hanya memerlukan waktu yang singkat dibandingkan dengan mangsa marmut yang hidup. Dengan demikuan, perlu dicari mangsa alternatif lain yang memiliki kondisi sehat dan aktif bergerak. Adapun kadal yang diberikan sebaiknya dalam kondisi yang baik, untuk melatih ketahanan terbang elang dalam mengejar mangsa. Semakin lama waktu terbang mengejar mangsa menunjukkan semakin baik ketahanan terbang elang, sehingga semakin besar pula peluang bagi elang untuk dapat bertahan hidup di alam setelah dilepasliarkan.

4.1.3. Aktivitas menangkap mangsa

Aktivitas menangkap mangsa adalah saat mangsa terlihat tercengkram oleh elang (Lampiran 13). Elang memiliki kaki dan cakar yang sangat kuat untuk mencengkram dan mengatasi mangsa yang ditangkapnya di tanah maupun di dahan pohon (Ferguson dan Christie, 2001). Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap kali pemberian pakan (Lampiran 3,4,5), rata-rata lama waktu untuk menangkap mangsa yang dilakukan Elang Jawa adalah 0,26 detik pada marmut dan 0,21 detik pada kadal; Elang-ular bido Tasikmalaya adalah 0,27 detik pada marmut dan 0,13 detik pada kadal dan rata-rata lama waktu menangkap mangsa pada Elang-ular bido Pongkor adalah 0,40 detik pada marmut dan 0,16 detik pada kadal. Rata-rata lama waktu menangkap mangsa yang dilakukan Elang Jawa dan kedua Elang-ular bido dapat dilihat pada Gambar 7.

Lama durasi pada aktivitas menangkap mangsa dipengaruhi oleh kondisi mangsa dan juga tingkat akurasi elang dalam menangkap mangsa. Kondisi marmut yang diberikan masih berupa marmut yang hidup sedangkan kadal sudah 32

dalam kondisi yang sangat lemah. Kondisi tersebut menyebakan pergerakan marmut lebih banyak dibandingkan dengan kadal, sehingga waktu yang dibutuhkan elang lebih banyak untuk dapat menangkapnya. Selain kondisi mangsa, akurasi penangkapan mangsa juga mempengaruhi lama waktu untuk menangkap mangsa. Elang dengan tingkat akurasi penangkapan mangsa yang buruk akan menggunakan waktu yang lebih lama dalam menangkap mangsa.

Keakurasian dalam menangkap mangsa sangat penting bagi elang ketika berburu karena berkaitan dengan kompetisi perebutan pakan di alam dengan individu maupun jenis predator lain.

0,40 Marmut, Elang- Marmut, Elang ular bido Tasikmalaya, 0.27 Jawa,Kadal, 0.26 Elang Jawa, Kadal, Elang-ular 0.21 Kadal, Elang-ular bido Pongkor, bido Tasikmalaya, 0.16 0.13 Lama waktu (deyik)

Jenis elang

Marmut Kadal

Gambar 7. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular untuk menangkap mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa Elang Jawa dan kedua

Elang-ular bido memiliki akurasi penangkapan mangsa yang cukup baik. Selama pengamatan berlangsung, mangsa yang telah tercengkram oleh ketiga individu elang hampir tidak pernah terlihat lolos dari cengkraman. Elang yang sekali 33

terlihat mangsanya terlepas dari cengkraman yaitu hanya Elang-ular bido Pongkor pada hari kelima pengamatan. Keakurasian yang tinggi dalam menangkap mangsa pada ketiga individu elang menunjukkan ketiga individu elang tersebut masih memiliki perilaku berburu yang baik walaupun telah berada dalam pemeliharaan sebelumnya.

4.1.4. Aktivitas berjalan

Aktivitas berjalan merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan ketiga individu elang selama berburu di kandang rehabilitasi. Aktivitas berjalan yang dilakukan adalah ketika elang sudah berhasil menangkap mangsa, elang berjalan sambil membawa mangsanya ke tempat yang dianggap aman untuk dapat memakan mangsanya. Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap pemberian pakan, aktivitas berjalan sambil membawa mangsa tidak selalu dilakukan oleh ketiga individu elang. Hal tersebut karena elang seringkali langsung terbang membawa mangsanya. Rata-rata lama waktu yang digunakan ketiga individu elang untuk berjalan dari setiap kali pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar

8.

Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga individu elang di kandang rehabilitasi, aktivitas berjalan paling sering dilakukan pada saat jenis pakannya adalah marmut. Ketika pakan yang diberikan adalah kadal, terlihat hanya Elang- ular bido Tasikmalaya yang melakukan aktivitas ini. Elang-ular bido Tasikmalaya juga merupakan individu yang terlihat paling lama melakukan aktivitas berjalan dibandingkan dengan kedua individu elang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa elang tersebut mulai berkurang perilaku liarnya. Perilaku tersebut dapat 34

disebabkan oleh kondisi yang tanpa adanya kompetitor, sehingga elang merasa aman memakan mangsanya di tanah.

Marmut, Elang- ular bido Tasikmalaya, 7.29 Lama waktu (detik)

Marmut, Elang- Kadal, Elang-ular ular bido Pongkor, bido Tasikmalaya, 1.61 Marmut, Elang 1.16 Jenis elang Jawa, Kadal,0.68 Elang Jawa, Kadal, Elang-ular 0 bido Pongkor, 0 Marmut Kadal Gambar 8. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular untuk berjalan dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi.

Elang tidak banyak melakukan aktivitas berjalan di tanah hutan karena tipe kaki elang yang memiliki jari dengan cakar yang panjang dan kuat (Ferguson dan

Christie, 2001), sehingga menyulitkan jika digunakan untuk berjalan. Menurut

Afianto dkk., (1999) elang akan menggunakan sebagian besar waktunya antara pagi dan sore hari untuk bertengger. Semakin sedikit waktu yang digunakan elang untuk berjalan menunjukkan bahwa ketiga individu elang masih memiliki perilaku liar meskipun beberapa waktu sebelumnya berada dalam pemeliharaan manusia.

Perilaku liar elang di alam ketika berburu yaitu akan langsung menyambar mangsanya dari tempat bertenggernya dan kemudian akan terbang membawa mangsanya (Sözer dkk., 1999). 35

4.1.5. Aktivitas terbang membawa mangsa

Durasi yang dicatat untuk aktivitas terbang membawa mangsa adalah hanya pada saat elang terbang membawa mangsanya ke tempat elang akan memakannya selama berburu. Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap kali pemberian pakan (Lampiran 3,4,5), rata-rata waktu yang digunakan untuk terbang membawa mangsa oleh Elang Jawa adalah 6,18 detik pada marmu dan 5,10 detik pada kadal; Elang-ular bido Tasikmalaya adalah 2,35 detik pada marmut dan 2,00 detik pada kadal dan Elang-ular bido Pongkor adalah 3,17 detik pada marmut dan

4,11 detik pada kadal. Rata-rata lama waktu yang digunakan Elang Jawa dan

Elang-ular bido untuk terbang membawa mangsa dapat dilihat pada Gambar 9.

Berdasarkan pengamatan, Elang Jawa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbang membawa mangsa. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku

Elang Jawa yang lebih sensitif terhadap gangguan dibandingkan dengan Elang- ular bido. Perilaku tersebut menyebabkan Elang Jawa lebih selektif dalam memilih tempat untuk memakan mangsanya dibandingkan dengan Elang-ular bido. Elang Jawa selalu membawa mangsanya ke pojok kandang yang kondisinya tertutupi dengan tumbuhan bawah, sedangkan Elang-ular bido tidak terlalu memilih tempat yang tertutupi tumbuhan bawah. 36

Marmut, Elang Jawa, 6.18 5,10 Kadal, Elang-ular bido Pongkor, Marmut, Elang4.11- ular bido Marmut, Elang- Pongkor, 3.17 ular bido Tasikmalaya, 2.35 2,00 Lama waktu (detik)

Jenis elang

Marmut Kadal Gambar 9. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk terbang membawa mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketika elang telah berhasil menangkap mangsa ketiga individu elang hampir selalu terbang membawa mangsanya. Hal ini sesuai dengan perilaku liarnya, yaitu akan langsung menyambar mangsa dari tengggeran dan kemudian terbang membawa mangsanya

(Sözer dkk., 1999). Elang Jawa tidak pernah terbang membawa mangsanya ke dahan tempat bertengger yang telah disediakan melainkan ke lantai (tanah).

Perilaku Elang Jawa di dalam kandang rehabilitasi ini belum seperti perilaku liarnya di alam karena menurut Suparman (2005) dalam Sinta (2006), beberapa saat setelah Elang Jawa mencengkram mangsanya, Elang Jawa akan terbang membawa mangsanya ke dahan pohon (tempat bertengger). Hal tersebut dapat disebabkan oleh ukuran dahan tempat bertengger yang tidak cukup besar untuk menyangga mangsanya, sehingga perlu adanya perlakuan terhadap Elang Jawa. 37

Perlakuan terhadap Elang Jawa bisa dilakukan misalnya dengan menambahkan dahan sebagai tempat bertengger dengan ukuran diameter dahan yang lebih besar dan strata yang lebih rendah dari tempat-tempat bertengger buatan yang sudah ada di kandang rehabilitasi Elang Jawa. Kemampuan membawa dan memakan mangsa di atas (tempat bertengger) merupakan salah satu pertimbangan sehingga elang direkomendasikan untuk dapat segera dilepasliarkan (Gunawan, 2004).

Kedua individu Elang-ular bido juga terlihat seringkali terbang membawa mangsanya ke tanah. Hal tersebut tidak terlalu menjadi pertimbangan bagi Elang- ular bido segera dilepasliarkan karena menurut Sawitri dan Mariana (2010),

Elang-ular bido lebih menyukai membawa mangsanya dan memakannya di lantai

(tanah). Tipe berburu Elang-ular bido di alam juga seringkali mengatasi mangsanya dan memakannya di tanah (Hendry Pramono, wawancara pribadi).

Hasil pengamatan pada kedua Elang-ular bido tersebut menunjukkan bahwa kedua

Elang-ular bido perilaku berburunya sudah cukup baik.

4.1.6. Aktivitas mencabut rambut mangsa

Aktivitas mencabut rambut mangsa dilakukan saat mangsa yang diberikan adalah marmut. Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap kali pemberian pakan

(Lampiran 3,4,5), rata-rata lama waktu untuk mencabut rambut mangsa yang dilakukan oleh Elang Jawa adalah 571,26 detik, Elang-ular bido Tasikmalaya adalah 390,51 detik dan Elang-ular bido Pongkor adalah 66,60 detik. Rata-rata lama waktu tersebut dapat dilihat pada Gambar 10. 38

Marmut, Elang Jawa, 571.26 Marmut, Elang- ular bido Tasikmalaya, 390.51 Lama Lama waktu (detik) 66,60

Elang… Gambar 10. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular untuk aktivitas mencabut rambut mangsa dalam setiap pemberian pakan di kandang rehabilitasi.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa lamanya waktu yang digunakan elang untuk mencabut rambut dipengaruhi oleh selera makan dan ukuran marmut. Elang yang tidak berselera makan hanya akan memegangi mangsanya dalam cengkraman tanpa ada perlakuan mencabut rambut, sedangkan dari setiap pengamatan di kandang rehabilitasi ketiga individu elang memiliki selera makan yang baik. Ketiga individu elang setelah berhasil menangkap dan membawa mangsanya ke tempat yang aman, akan langsung membuat mangsanya tidak bisa berkutik dan memakannya. Ukuran marmut yang diberikan juga akan mempengaruhi lamanya waktu mencabut rambut mangsa yang dilakukan Elang

Jawa, sedangkan pada Elang-ular bido tidak. Hal tersebut karena Elang-ular bido cukup menyukai mangsanya yang berambut.

Mencabut rambut merupakan cara elang dalam mengelola mangsa sehingga nantinya mudah dicerna oleh tubuh karena burung pemangsa tidak memiliki gigi untuk mengunyah makanannya. Berdasarkan hasil pengamatan pada 39

saat jenis pakan yang diberikan adalah marmut, Elang Jawa selalu melakukan aktivitas mencabut rambut sebelum mencabik mangsanya, sedangkan kedua

Elang-ular bido Pongkor dan Elang-ular bido Tasikmalaya tidak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Elang Jawa lebih tidak menyukai mangsa yang berambut, sedangkan Elang-ular bido cukup menyukai mangsa yang berambut. Hal tersebut sesuai dengan Sawitri dan Mariana (2010), elang tidak menyukai mangsa yang berambut, sehingga rambut-rambut tersebut dibersihkan terlebih dahulu lalu kemudian dimakan. Namun apabila mangsa langsung dimakan tanpa adanya pembersihan terlebih dahulu, maka setelah kurun waktu kurang lebih lima jam, rambut-rambut tersebut dimuntahkan kembali bersama dengan bagian-bagian yang tidak dapat dicerna dalam bentuk padat, yaitu tulang.

Lamanya waktu mencabik juga dipengaruhi perilaku waspada elang terhadap lingkungan sekitarnya. Elang akan menghentikan aktivitasnya apabila merasa adanya gangguan di sekitarnya. Elang Jawa menunjukkan perilaku diam tanpa mengeluarkan suara sambil melindungi mangsa dengan menutupi mangsanya dengan sayapnya, sedangkan Elang-ular bido akan melindungi mangsanya dengan cara menutupi mangsanya dengan kedua sayapnya sambil mengeluarkan suara (Lampiran 14). Elang akan melanjutkan kembali aktivitasnya ketika merasa kondisi di sekitarnya telah aman. Menurut Sinta (2006), Elang Jawa akan sangat bersikap waspada terhadap segala sesuatu yang berada di sekitarnya, aktivitas makannya akan terhenti apabila melihat suatu gerakan ataupun mendengar suara yang mencurigakan dan kemudian akan melindungi mangsanya dengan kedua sayapnya. 40

Kondisi terancam yang mengakibatkan elang berhenti beraktivitas pada saat pengamatan disebabkan oleh kegiatan manusia yang terdapat di dekat kandang rehabilitasi. Bersamaan dengan waktu pengamatan sedang berlangsung kegiatan pembangunan kandang rehabilitasi yang baru sehingga menimbulkan suara-suara gaduh. Selain itu kawasan Resort Salak I, Kp. Loji juga merupakan kawasan wisata alam sehingga terdapat banyak pengunjung yang berdatangan ke kawasan ini. Beberapa pengunjung lokal yang sudah mengetahui keberadaan kandang rehabilitasi sering kali akan mengunjungi kandang rehabilitasi untuk melihat elang. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya penjagaan di kandang rehabilitasi sehingga pengunjung dengan mudah dapat melihat elang yang berada di kandang rehabilitasi.

Interaksi yang cukup tinggi dengan manusia dapat mengganggu dan mempengaruhi perilaku elang yang berada dalam proses rehabilitasi karena dapat menghambat munculnya perilaku liarnya. Pengaruh yang ditimbulkan antara lain elang tidak akan merasa asing dengan keberadaan manusia disekitarnya. Satwa liar yang berada di alam, umumnya akan berperilaku menjauh dari manusia karena kehadiran manusia dianggap ancaman bagi kelangsungan hidupnya.

Aktivitas mencabut rambut mangsa yang dilakukan oleh ketiga individu elang menunjukkan bahwa perilaku berburu di kandang masih terlihat seperti perilaku berburunya di alam. Hal tersebut karena perilaku mencabut rambut merupakan respon yang dilakukan elang dalam mengelola pakannya. Respon tersebut sangat baik mengingat jenis pakan di alam bukan daging yang telah dipotong-potong seperti halnya pakan yang diberikan pada saat berada dalam 41

pemeliharaan manuasia. Pakan sesungguhnya yang tersedia di alam adalah hewan hidup yang diantaranya adalah mamalia yang salah satu cirinya yaitu tubuhnya ditutupi oleh rambut.

Pakan yang tersedia di alam bagi elang tidak hanya mamalia melainkan terdapat beberapa kelompok satwa lain yang memiliki ciri khas tersendiri, diantaranya yaitu aves dan reptil. Oleh karena itu, perlu adanya variasi jenis pakan yang diberikan kepada elang di kandang rehabilitasi untuk melatih keterampilan elang dalam mengolah pakannya. Salah satunya dengan menambahkan jenis hewan lain, seperti aves sebagai salah satu jenis pakannya.

4.1.7. Aktivitas mencabik mangsa

Mencabik mangsa adalah aktivitas mencabik daging mangsa sehingga memudahkan elang untuk menelan mangsanya. Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap kali pemberian pakan (Lampiran 3,4,5), rata-rata waktu yang digunakan untuk mencabik mangsa pada Elang Jawa adalah 1954,77 detik pada marmut dan 231,85 detik pada kadal, Elang-ular bido Tasikmalaya adalah 2292,43 detik pada marmut dan 97,50 detik pada kadal, Elang-ular bido Pongkor adalah

2749,56 detik pada marmut dan 63,05 detik pada kadal. Rata-rata waktu untuk mencabik mangsa dari setiap pemberian pakan yang dilakukan oleh Elang Jawa dan Elang-ular bido di kandang rehabilitasi dapat dilihat pada Gambar 11. 42

Marmut, Elang- Marmut, Elang- ular bido ular bido Tasikmalaya, Pongkor, 2749.56 Marmut, Elang 2292.43 Jawa, 1954.77 Lama waktu (detik) Kadal, Elang Kadal, Elang-ular Jawa, 231.85 bido Pongkor, 97,50 63.05

Jenis elang

Marmut Kadal Gambar 11. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk mencabik mangsa dalam setiap kali pemberian pakan di kandang rehabilitasi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kedua Elang-ular bido lebih membutuhkan waktu mencabik yang lebih lama dibandingkan dengan Elang

Jawa. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku Elang-ular bido yang lebih menyukai mangsa yang berambut dibandingkan dengan Elang Jawa yang akan mencabuti rambut mangsanya terlebih dahulu. Pada saat jenis mangsa yang diberikan adalah kadal, Elang Jawa lebih banyak melakukan aktivitas mencabik dibandingkan dengan kedua elang lainnya. Hal tersebut karena kedua elang lainnya lebih menyukai untuk segera menelan kadal tersebut.

Lama waktu yang dibutuhkan dalam mencabik mangsa yang dilakukan

Elang Jawa dan Elang-ular bido juga dipengaruhi oleh selera makan. Elang yang tidak berselera makan hanya akan diam tanpa melakukan aktivitas apapun pada saat mangsa telah berada di dalam cengkramannya. Selera makan ini juga dapat dilihat dari porsi pakan yang dihabiskan. Porsi pakannya dilihat dari banyaknya 43

bagian mangsa yang tidak dihabiskan. Sama halnya dengan aktivitas mencabut rambut, pada aktivitas mencabik apabila elang merasa berada dalam kondisi yang terancam mereka akan berhenti mencabik dan kemudian akan melindungi mangsanya. Setelah merasa kondisi lingkungan di sekitarnya telah aman, elang akan melanjutkan aktivitasnya kembali.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada saat jenis pakan yang diberikan marmut bagian yang pertama dicabik adalah kepala, setelah itu baru mulai mencabik tubuhnya. Aktivitas mencabik mangsa juga dilakukan pada saat jenis pakan yang diberikan adalah kadal. Elang akan mencabik kepala kadal beberapa detik, baru kemudian akan langsung menelannya. Mencabik bagian kepala merupakan cara elang untuk membunuh mangsanya, setelah yakin mangsanya sudah mati, elang baru mencabik bagian badan. Aktivitas mencabik dilakukan ketiga elang di lantai (tanah) (Lampiran 15). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh ukuran dahan tempat bertengger yang tidak memungkinkan untuk dapat menopang ukuran mangsanya, mengingat mangsa yang lebih sering diberikan adalah marmut yang ukurannya cukup besar. Perilaku liar elang di alam dalam mencabik mangsa di tanah juga sering terjadi. Perilaku tersebut kemungkinan disebabkan oleh ukuran mangsa yang cukup besar sehingga cukup sulit bagi elang untuk dapat membawa mangsanya ke atas (dahan pohon), misalnya musang

(Hendry Pramono, wawancara pribadi).

4.1.8. Aktivitas Menelan

Aktivitas menelan mangsa dilakukan saat mangsa dimakan bulat-bulat oleh elang. Berdasarkan hasil pengamatan dari setiap kali pemberian pakan 44

(Lampiran 3,4,5), rata-rata lama waktu yang digunakan untuk aktivitas menelan mangsa pada Elang Jawa adalah 13, 67detik pada marmut dan 18,38 detik pada kadal, Elang-ular bido Tasikmalaya adalah 19,08 detik pada marmut dan 34,33 detik pada kadal dan Elang-ular bido Pongkor adalah 12,16 detik pada marmut dan 12,15 detik pada kadal. Rata-rata durasi aktivitas menelan mangsa pada Elang

Jawa dan Elang-ular bido dapat dilihat pada Gambar 12.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis pakan kadal akan langsung ditelan bulat-bulat oleh ketiga individu elang setelah dicabik beberapa saat

(Lampiran 16). Bagian tubuh yang dicabik hanya bagian kepala kadal, setelah itu elang akan langsung menelannya. Mangsa yang ukurannya besar akan dicabik terlebih dahulu hingga menjadi bagian yang lebih kecil dan kemudian baru akan langsung ditelan. Elang tidak memiliki gigi untuk mengunyah makanannya sehingga seringkali akan menelan makanannya secara utuh (Sawitri dkk., 2010).

Kadal, Elang-ular bido Tasikmalaya, 34.33 Marmut, Elang- ular bido Kadal, Elang Jawa, Tasikmalaya, 18.38 19.08 Marmut,Kadal, Elang Elang- -ular Marmut, Elang ular bidobido Pongkor, Jawa, 13.67 Pongkor, 12.1612.15 Lama waktu (durasi)

Jenis elang

Marmut Kadal Gambar 12. Rata-rata waktu yang digunakan Elang Jawa dan Elang-ular bido untuk menelan dalam setiap kali pemberian pakan di kandang rehabilitasi. 45

Berdasarkan hasil pengamatan, Elang-ular bido Tasikmalaya membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menelan mangsa dibandingkan dua elang lainnya. Elang terkadang terlihat kesulitan untuk langsung menelan mangsa, sehingga akan seperti mengeluarkan mangsanya kembali. Namun, terkadang elang dengan mudah akan langsung dapat menelan mangsanya. Hal tersebut dipengaruhi oleh ukuran pakan yang akan ditelan, semakin besar ukurannya makan akan semakin lama elang dapat langsung menelan mangsanya. Lama waktu menelan juga dipengaruhi oleh selera makan elang. Elang akan menunjukkan perilaku waspada ketika melihat ada pergerakan pada saat petugas pemberi pakan datang.

Seketika setelah petugas memasukkan pakan, elang langsung bereaksi untuk dapat menguasai mangsanya.

4. 2. Persentase Penggunaan Waktu

Persentase penggunaan waktu adalah pemanfaatan waktu yang digunakan elang pada saat berburu. Pemanfaatan waktu yang digunakan diantaranya yaitu dilakukan untuk mengamati mangsa, terbang mengejar mangsa, menangkap mangsa, berjalan, terbang membawa mangsa, mencabut bulu, mencabik, dan menelan. Persentase penggunaan waktu tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengunaan waktu terlama dari ketiga individu elang diantaranya adalah mencabik (Elang Jawa 77,25%; Elang- ular bido Tasikmalaya 91,10%; Elang-ular bido Pongkor 95,64%). Persentase kedua tertinggi adalah mencabut rambut (Elang Jawa 21,48%; Elang-ular bido

Tasikmalaya 6,30%; Elang-ular bido Pongkor 3,28%) (Lampiran 10). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Elang Jawa lebih menyukai pakannya jika 46

sudah tidak tertutupi rambut, sedangkan Elang-ular bido tidak begitu memperdulikan rambut yang menutupi tubuh mangsanya. Elang-ular bido akan langsung mencabik mangsanya setelah berhasil membawa mangsanya ke tempat yang di anggap aman. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pada Gambar 10, bahwa persentase penggunaan waktu aktivitas mencabik mangsa pada kedua Elang-ular bido sangat tinggi. - - ) 91.1 % ( Jawa, Jawa, 77.25 ular Bido ular Bido - ular Bido ase - - - - ular Bido Tasikmalaya , Mencabik mangsa, Elang ular Bido Pongkor,95.64 Mencabuti mambut Mencabik mangsa, Elang Mencabik mangsa, Elang Persent mangsa, Elang Jawa, 21.48 Pongkor,3.28 Tasikmalaya , 6.3 Mencabuti mambut Tasikmalaya , 1.52 0 Mencabuti mambut ular Bido ular Bido ular Bido ular Bido - - - mangsa, Elang - mangsa, Elang 0,6 Menelan, Elang ular Bido 0.07 - 0.54 0.02 ular Bido Jawa, Jawa, 0.01 Jawa, Jawa, 0.07 - ular Bido Pongkor, - ular Bido Pongkor, Elang - Elang Jawa, 0.04 Pongkor,0.05 Pongkor,0.17

JenisTasikmalaya , 0.05 Elang Tasikmalaya , 0.15 Tasikmalaya , 0.31 Terbang membawa Terbang membawa Elang Terbang membawa Menangkap mangsa, ular Bido Pongkor,0.17 ular Bido Tasikmalaya , Elang Tasikmalaya , 0.03 mangsa, Elang Elang Mengamati mangsa, Elang Terbang mengejar mangsa, Menangkap mangsa, Elang Berjalan, Elang Jawa, 0.03 Mengamati mangsa, Elang Berjalan, Elang Berjalan, Elang Terbang mengejar mangsa, mangsa, Elang Terbang mengejar mangsa, Menangkap mangsa, mangsa, Elang Jawa, 0.31 Mengamati mangsa Mengamati mangsa, Elang Terbang mengejar mangsa Menelan, Elang Jawa, 0.81 Menangkap mangsa Berjalan Terbang membawa mangsa Mencabuti mambut mangsa Mencabik mangsa Menelan

Gambar 13. Persentase penggunaan waktu setiap aktivitas

Aktivitas mencabik merupakan aktivitas yang selalu dilakukan oleh elang ketika mangsa yang didapatkan berukuran besar. Definisi mangsa berukuran besar disini adalah ukuran yang tidak memungkinkan bagi elang untuk dapat langsung ditelan. Penggunaan waktu terlama, yaitu mencabik mangsa disebabkan oleh kemampuan elang yang tidak bisa langsung menelan bulat-bulat mangsanya.

Ukuran tubuh mangsa yang cukup besar terutama marmut, tidak memungkinkan untuk dapat ditelan langsung oleh elang. Hal tersebut mengharuskan elang 47

mencabik mangsanya terlebih dahulu hingga menjadi bagian yang lebih kecil agar lebih mudah untuk ditelan. Penggunaan waktu pada aktivitas mencabik ini menunjukkan bahwa elang sudah mampu menangani dan mengolah pakan yang diberikan.

Persentase penggunaan waktu kedua tertinggi yaitu mencabut rambut.

Mencabut rambut mangsa juga merupakan cara elang dalam mengolah pakannya.

Jenis pakan marmut yang lebih sering diberikan menyebabkan elang melakukan aktivitas ini. Berdasarkan pengamatan Elang Jawa selalu melakukan aktivitas mencabut rambut, namun tidak pada kedua Elang-ular bido. Elang Jawa tidak menyukai mangsa yang berambut, sehingga rambut-rambut tersebut dibersihkan terlebih dahulu lalu kemudian dimakan. Menurut Sawitri dan Mariana (2010), apabila mangsa langsung dimakan tanpa adanya pembersihan terlebih dahulu, maka setelah kurun waktu kurang lebih lima jam, rambut-rambut tersebut dimuntahkan kembali bersama dengan bagian-bagian yang tidak dapat dicerna dalam bentuk padat, yaitu tulang.

Aktivitas dengan persentase penggunaan waktu terendah pada Elang Jawa dan kedua Elang-ular bido adalah aktivitas menangkap mangsa (Elang Jawa

0,01%; Elang-ular bido Tasikmalaya 0,03%; Elang-ular bido Pongkor 0,02%).

Perolehan hasil tersebut menunjukkan bahwa ketiga individu elang tidak membutuhkan banyak waktu untuk dapat dengan tepat menangkap mangsanya.

Hal ini berkaitan dengan keakurasian dalam menangkap mangsa yang cukup baik. ketiga individu elang masih memiliki perilaku liarnya yang cukup baik, karena 48

mampu menangkap mangsanya tanpa membutuhkan waktu yang lama sehingga mangsa berada di dalam cengkramannya.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketiga individu elang cukup baik dalam merespon keberadaan mangsa. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase penggunaan waktu yang rendah pada aktivitas mengamati mangsa, terbang mengejar mangsa dan menangkap mangsa. Elang Jawa memiliki persentase mengamati mangsa sebesar 0,07%, terbang mengejar mangsa 0,04%, dan menangkap mangsa 0,01%. Elang-ular bido Tasikmalaya memiliki persentase mengamati mangsa sebesar 0,54%, terbang mengejar mangsa 0,04%, menangkap mangsa 0,03%. Elang-ular bido Pongkor memiliki persentase mengamati mangsa sebesar 0,17%, terbang mengejar mangsa 0,07%, dan menangkap mangsa 0,02%.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, Elang-ular bido Tasikmalaya dan

Pongkor juga melakukan perburuan di luar waktu pemberian pakan. Elang ular- bido Tasikmalaya berhasil mendapatkan ular pada hari pegamatan ketiga, yaitu pada pukul 09.34 WIB sebelum pemberian pakan yang dilakukan pada pukul

10.00 WIB. Elang-ular bido yang saat itu sedang bertengger tiba-tiba terbang menukik dan setelah diamati ternyata elang tersebut telah berhasil menangkap seekor ular. Ular tersebut langsung ditelan di tempat elang mendapatkannya tanpa dibawa terbang terlebih dahulu, sehingga ular tersebut belum dapat diketahui jenisnya. Elang-ular bido Pongkor juga berhasil mendapatkan ular beberapa waktu kemudian setelah selesai menghabiskan pakan yang diberikan petugas pada hari pengamatan ketujuh pukul 13.47 WIB. Elang-ular bido Pongkor yang saat itu sedang bertengger tenang tiba-tiba terbang menukik dan di paruhnya terdapat 49

sesuatu yang terlihat akan ditelannya. Elang-ular bido Pongkor ternayata sedang mencoba menaklukan mangsanya, karena beberapa saat kemudian elang tersebut berhasil menelan ular tangkapannya yang berukuran 10-15cm. Berdasarkan info yang didapat dari pihak kemitraan Suaka Elang dan pihak Resort Salak I, di

Kawasan Resort Salak I TNGHS tersebut banyak ditemukan jenis ular dan salah satu diantaranya merupakan ular jenis viper. Dengan demikian diketahui, perilaku responsif kedua Elang-ular bido terhadap keberadaan mangsa disekitarnya menunjukkan bahwa insting sebagai predator untuk memburu mangsa masih baik.

4.3. Frekuensi Relatif Setiap Aktivitas

Frekuensi relatif setiap aktivitas yaitu untuk melihat aktivitas yang paling banyak dilakukan saat berburu. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi aktivitas mengamati mangsa, terbang mengejar mangsa, menangkap mangsa, berjalan, terbang membawa mangsa mencabut bulu, mencabik dan menelan dari ketiga individu elang. Frekuensi relatif yang didapatkan selama sepuluh hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12.

Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas yang paling banyak dilakukan

Elang Jawa diantaranya adalah aktivitas mencabut rambut (61,27%). Aktivitas dengan frekuensi relatif yang tinggi lainnya adalah mencabik mangsa (37,15%) dan menelan (0,68%). Berbeda dengan Elang Jawa, aktivitas yang paling banyak dilakukan kedua individu Elang-ular bido diantaranya adalah aktivitas mencabik

(Elang-ular bido Tasikmalaya 78,3% dan Elang-ular bido Pongkor 86,54%).

Frekuensi relatif tertinggi lainnya pada kedua Elang-ular bido aadalah mencabut rambut (Elang-ular bido Tasikmalaya 19,22% dan Elang-ular bido Pongkor 50

11,28%) dan menelan (Elang-ular bido Tasikmalaya 0,89% dan Elang-ular bido

Pongkor 0,73%) (Lampiran 11). Aktivitas yang paling banyak dilakukan ketiga individu elang tersebut merupakan aktivitas yang dilakukan dalam mengelola pakannya. ular ular - - 37.15 19.22 Elang Elang Jawa, 61.27 bidoPongkor, 86.54 ular ular bidoTasikmalaya , Mencabuti Mencabuti rambut mangsa, bido Tasikmalaya bidoTasikmalaya 78.30, - ular ular ular - ular Mencabik mangsa, Mencabik mangsa, Elang Mencabik mangsa, Elang - ular ular bidoPongkor, 11.28 - - - Mencabik mangsa, Mencabik mangsa, Elang Jawa, Mencabuti Mencabuti rambut mangsa, Elang Frekuensi Frekuensi relatif (%) Mencabuti Mencabuti rambut mangsa, Elang ular ular bido ular ular bido ular ular bido - - ular ular bido - - 0.32 0.32 ular ular bidoPongkor, 0.37 ular ular bidoTasikmalaya , Jawa, Jawa, 0.20 bidoPongkor, 0.34 - ular ular bidoPongkor, 0.36 Jawa, Jawa, 0.20 bidoPongkor, 0.28 - ular ular bidoTasikmalaya , - Jenis Elang Pongkor, 0.73 - Pongkor, 0.10 Elang Elang Jawa, 0.20 bido Tasikmalaya bidoTasikmalaya 0.32, Elang Elang Jawa, 0.20 bido Tasikmalaya bidoTasikmalaya 0.29, Tasikmalaya Tasikmalaya 0.89, Tasikmalaya Tasikmalaya 0.34, Terbang mengejar Terbangmengejar mangsa, Terbang membawa Terbangmembawa mangsa, Terbang membawa Terbangmembawa mangsa, Terbang mengejar Terbangmengejar mangsa, Elang Menangkap mangsa, Menangkap mangsa, Elang Elang Mengamati Mengamati mangsa, Elang Menelan, Menelan, Elang Mengamati mangsa Terbang mengejar mangsa Menangkap mangsaElang Menangkap mangsa, Menangkap mangsa, Elang Mengamati Mengamati mangsa, Elang Menelan, Menelan, Elang Berjalan,Elang Menelan, Menelan, Elang Jawa, 0.68 Elang Berjalan,Elang Berjalan, Elang Jawa, 0.10 Terbang mengejar Terbangmengejar mangsa, Terbang membawa Terbangmembawa mangsa, Menangkap mangsa, Menangkap mangsa, Elang Berjalan Mengamati mangsa, Elang Terbang membawa mangsa Mencabuti rambut mangsa Mencabik mangsa Menelan

Gambar 14. Frekuensi relatif setiap aktivitas elang

Mencabut rambut merupakan perilaku elang yang dilakukan pada saat jenis pakan yang diberikan adalah marmut. Mencabik merupakan cara elang untuk memudahkan elang menyantap mangsanya sehingga dapat ditelan dengan mudah.

Ukuran mangsanya yang cukup besar yaitu marmut, tidak memungkinkan bagi elang untuk dapat langsung memakannya secara utuh. Hal tersebut yang menyebabkan elang melakukan aktivitas mencabik dengan frekuensi yang tinggi.

Menelan dilakukan elang pada saat ukuran mangsanya memungkinkan untuk dapat ditelan langsung. Elang tidak memiliki gigi untuk mengunyah makanannya 51

sehingga seringkali akan menelan makanannya secara utuh (Sawitri dan Mariana,

2010).

Hasil pengamatan menunjukkan Elang Jawa dan Elang ular bido Pongkor memiliki frekuensi relatif terendah yang sama, yaitu 0,1% pada aktivitas berjalan.

Berbeda dengan frekuensi relatif terendah pada Elang Jawa dan Elang ular bido

Pongkor, Elang-ular bido Tasikmalaya memiliki frekuensi terendah 0,29% pada aktivitas mengamati mangsa. Elang Jawa dan Elang-ular bido Pongkor yang frekuensi relatif paling rendah, yaitu aktivitas berjalan karena kedua individu tersebut seringkali langsung membawa mangsanya terbang ke tempat yang dianggap aman untuk memulai memakan mangsanya. Frekuensi relatif berjalan pada Elang-ular bido Tasikmalaya sedikit lebih tinggi yaitu 0,34%, disebabkan oleh kondisi Elang-ular bido Tasikmalaya yang berada dalam satu kandang yang sama dengan Elang-ular bido Pongkor. Kondisi ini membuat kedua elang harus berbagi tempat. Elang-ular bido Tasikmalaya lebih sering menggunakan lahan yang dekat dengan lubang pemberian pakan, sedangkan Elang-ular bido Pongkor lebih sering menggunakan lahan yang berjauhan dengan lubang pemberian pakan.

Lahan yang berdekatan dengan luang pemberian pakan dan kondisi kandang yang mengharuskan berbagi lahan dengan Elang-ular bido Pongkor menyebabkan

Elang-ular Tasikmalaya lebih sering berjalan ketika telah berhasil menangkap mangsanya.

Frekuensi relatif terendah lainnya dari ketiga individu elang diantaranya adalah aktivitas mengamati mangsa, terbang mengejar mangsa, menangkap dan terbang membawa mangsa (Gambar 11). Rendahnya frekuensi relatif dari 52

aktivitas-aktivitas tersebut menunjukkan bahwa Elang Jawa dan kedua Elang-ular bido tidak melakukan banyak kali percobaan untuk mendapatkan mangsanya.

Dengan demikian, hasil pengamatan menunjukkan bahwa perilaku liar, khususnya perilaku berburu dari ketiga individu elang yang berada di kandang rehabilitasi

Suaka Elang masih seperti perilaku berburunya di alam. Perilaku berburu yang masih baik seperti perilaku berburu di alam tersebut menunjukkan bahwa ketiga individu sudah bisa dipertimbangkan untuk layak dilepasliarkan. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Perilaku berburu Elang Jawa, Elang-ular bido Tasikmalaya dan Elang-ular bido Pongkor yang meliputi aktivitas mengamati mangsa, terbang mengejar mangsa, menangkap mangsa, berjalan, terbang membawa mangsa, mencabut rambut, mencabik, dan menelan di kandang rehabilitasi Suaka Elang masih menyerupai perilaku berburunya di alam. Elang-ular bido Pongkor merupakan individu yang perilaku berburunya paling baik dari kedua elang lainnya.

5.2. Saran

1. Perlu adanya variasi jenis pakan elang selama masa rehabilitasi mengingat

jenis pakan di alam lebih bervariasi dan jenis pakan yang diberikan

disesuaikan dengan jenis pakan elang yang terdapat di habitat alaminya.

2. Perlu adanya perlakuan di dalam proses rehabilitasi pada Elang Jawa yaitu

dengan menambahkan dahan tempat bertengger dengan diameter yang

lebih besar di dalam kandang agar Elang Jawa membawa pakannya dan

memakannya ke dahan pohon tersebut.

3. Perlu adanya peningkatan penjagaan pada akses ke kandang rehabilitasi

agar para pengunjung tidak secara bebas dapat mengakses kandang

rehabilitasi yang berdampak pada perilaku elang yang sedang dalam

proses rehabilitasi.

53

DAFTAR PUSTAKA

Afianto, M.Y., J.B. Hernowo, dan D.M. Prawiradilaga. 1999. Aplikasi Penggunaan Radio Telemetry pada Pendugaan Karakteristik Wilayah Jelajah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) di Gunung Salak, Jawa Barat. Seminar Sehari Penerapan Sistem Informasi Geografi dan Radiotracking untuk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati, IPB-Darmaga, 26 Oktober 1999. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Altmann, J. 1974. Observational study of behavior. Sampling Methods. John Willeyand Son Inc, New York.

Andono, A. 2004. Pesona Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) di SM Gn Sawal. Pressrelease BKSADA Jabar II.

Balen, S. V., Nijman dan R. Sozer. 1999. Distribution and Conservation of Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. Conservation International 9: 333-349.

Balen S. V., V. Nijman, H. H. T. Prins. 2000. The Javan Hawk-Eagle: Misconceptions about Rareness and Threat. Biological Conservation 96: 297-304.

Blair, K. Sharon. 2001. Management and Release of Rescued . Bird Care and Conservation Society South Australia Inc.

Campbell, N.A., J.B. Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi. Terj.dari: Biology, Fifth edition, oleh W. Manalu. Penerbit Erlangga, Jakarta. Yong, D.L. 2010. An Introduction to the Raptor of Status, Identification, Biology and Conservation. Nature Society (Singapore), Bird Group and Southeast Asian Biodiversity Society. Asian Raptor Research and Conservation Network.

Ferguson-Lees, J & D.A. Christie. 2001. Raptors of The World. Christopher Helm. Great Britain. Fraser, A.F. 1980. Farm Animal Behaviour, Second Edition. Bailliere Tindall a division of Cassell Ltd. London.

Gamauf, A., J. O. Gjershaug, K. Kvaløy, N. Røv dan E. Haring. 2005. Molecular phylogeny of the hawk- (genus Spizaetus). Zoologische Leiden79-3. 21: 179-180.

54

55

Gokula, V. 2012. Breeding Ecology of The Crested Serpent Eagle Spilornis Cheela (Latham, 1790) (Aves: : Accipitridae) in Kolli Hills, Tamil Nadu, India. Taprobanica 4 (2): 77 – 82.

Gunawan. 2004. Perilaku Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster, J. M. Gmelin, 1778) di Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ). Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

IUCN. 2014. IUCN Red List of Threatened Species. Versi 2014.3. . Diakses pada tanggal 08 Januari 2015. Lerner, H. R. L dan D. P. Mindell. 2005. Phylogeny of Eagles, Old World Vultures, and Other Accipitridae Based on Nuclear and Mitochondrial DNA. Molecular Phylogenetics and Evolution 37: 327–346.

Mackinnon, J. 1984. Burung-Burung di Jawa dan . Gadjah Mada University Press, Bogor. Nijman, V. & Sözer, R. 1998. Field identification of the Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. Forktail 14: 13-16.

Oslen, P. 2005. Wedge Tailed Eagle. Csiro Publishing. Australia.

Prawiradilaga, D. M., S. Wijamukti, dan A. Marakarmah. 2002. Buku Panduan Identifikasi Burung Pegunungan di Jawa: Taman Nasional Gunung Halimun. Biodiversity Conservation Project – LIPI – JICA – PHKA.

Prawiradilaga, D. M., T. Muratte, A. Muzakir, T. Inoue, Kuswandono, A. A. Supriatna, D. Ekawati, M. Y. Afianto, Hasporo, T. Ozawa, dan N. Sakaguchi. 2003. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung- burung Pemangsa. PT. Binamitra Mega Warna. Jakarta.

Prawiradilaga, D.M. 2006. Ecology and Conservation of Endangered Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. The Ornithological Society of Japan 5:177- 186.

Purbahapsari, A. F. 2013. Penggunaan Habitat Elang-ular bido (Spilornis cheela, Latham, 1790) di Koridor Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sano, K. 2012. Crested Serpent Eagle. Bird Research News 8 (2): 4-5

Sawitri, R. & Mariana T. 2010. Pengelolaan dan Perilaku Burung Elang di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7 (3): 257-270.

56

Silverman, H & Isbell. W.H. 2008. Handbook Of South American Archaelogy. Springer. New York.

Sinta, K. 2006. Studi Perilaku Berburu dan Terbang Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) Betina dan Jantan Selama Masa Rehabilitasi di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.

Sozer, R., V. Nijman, I. Setiawan, dan Z. Rakhman. 2012. Panduan Inventarisasi Elang Jawa Nisaetus bartelsi. Raptor indonesia. Bogor. Tidak diterbitkan.

Suaka Elang. 2010. Annual Report Perkumpulan Suaka Elang. Bogor. Jawa Barat.

Sudjana, M.A. 1992. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp dan M. Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia No. 2. Bogor. Indonesian Ornithologists’ Union.

57

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur penanganan raptor di Suaka Elang

Asal kedatangan satwa: 1. PPS (Pusat Kandang display Fungsi 1. Pendidikan lingkungan Penyelamatan 2. Penelitian Satwa) 2. Serahan Masyarakat Translokasi: 3. Pengambilan paksa Kandang transit 1. PPS 2. Raptor center

Pelatihan: Kandang 1. Berburu rehabilitasi 2. Pengenalan Pakan Ketentuan raptor dapat dilepasliarkan: Kandang 1. Penilaian individu habituasi elang a. Kesehatan b. Perilaku 2. Penilaian habitat Pelepasliaran pelepasliaran a. Ketersediaan ruang b. Ketersediaan pakan Monitoring c. kompetisi

58

Lampiran 2. Tabel daftar pakan elang

Jenis Pakan Pengamatan Elang Ular-bido Elang Ular-bido Hari Ke- Elang Jawa Tasikmalaya Pongkor 1 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp. 2 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp. Mabouya Mabouya Mabouya 3 multifaciata multifaciata multifaciata Mabouya Mabouya Mabouya 4 multifaciata multifaciata multifaciata 5 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp. Mabouya Mabouya Mabouya 6 multifaciata multifaciata multifaciata 7 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp. 8 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp. 9 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp. 10 Cavia sp. Cavia sp. Cavia sp.

59

Lampiran 3. Lama waktu (detik) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Jawa

Aktivitas Elang Jawa Total Hari Terbang Terbang Jenis Pakan Mengawasi Menangkap Mencabut seluruh Ke- mengejar Berjalan membawa Mencabik Menelan /bertengger mangsa rambut aktivitas mangsa mangsa 1 Cavia sp. 1,22 0,88 0,25 0 3,28 286,05 2161,61 13,15 2466,44 2 Cavia sp. 1,66 0,80 0,22 0 13,68 375,15 1952,96 16,28 2360,75 Mabouya 3 1,38 0,33 0,16 0 4,95 0 158,66 22,42 187,9 multifaciata Mabouya 4 1,25 0,51 0,35 0 2,64 0 338,28 11,68 354,71 multifaciata 5 Cavia sp. 1,22 0,47 0,51 0 2,04 269,77 1899,17 12,49 2185,67 Mabouya 6 1,00 0,39 0,24 0 7,71 0 198,61 21,05 229 multifaciata 7 Cavia sp. 0,98 0,61 0,20 2,08 8,04 497,93 1907,24 13,88 2430,96 8 Cavia sp. 0,48 0,60 0,23 1,05 5,78 920,99 784,30 16,65 1730,08 9 Cavia sp. 0,95 0,90 0,22 0,97 3,82 852,68 2529,12 11,97 3400,63 10 Cavia sp. 1,31 0,99 0,19 0,66 6,62 796,25 2448,98 11,24 3266,24

60

Lampiran 4. Lama waktu (detik) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Tasikmalaya

Aktivitas Elang-ular bido Tasikmalaya Total Hari Terbang Terbang Jenis Pakan Mengawasi Menangkap Mencabut seluruh Ke- mengejar Berjalan membawa Mencabik Menelan /bertengger mangsa rambut aktivitas mangsa mangsa 1 Cavia sp. 2,40 2,21 0,28 1,89 0,97 212,31 1425,7 24,36 1670,12 2 Cavia sp. 0,84 0,76 0,32 0 1,00 0 1628,77 17,57 1649,26 Mabouya 3 8,42 1,07 0,10 3,47 0,54 0 96,91 23,22 133,73 multifaciata Mabouya 4 34, 50 0,31 0,14 0 1,65 0 112,22 37,01 151,33 multifaciata 5 Cavia sp. 5,86 1,01 0,27 3,62 1,87 0 3098,59 16,81 3128,03 Mabouya 6 18,72 0,42 0,15 0 3,81 0 83,36 42,77 149,23 multifaciata 7 Cavia sp. 3,12 0,25 0,22 0 3,85 568,71 1642,13 20,39 2238,67 8 Cavia sp. 1,85 0,59 0,24 42,21 2,77 0 2464,63 11,96 2524,25 9 Cavia sp. 1,44 0,77 0,21 2,07 3,28 0 2463,26 26,55 2497,58 10 Cavia sp. 1,00 0,23 0,32 1,24 2,73 0 3323,93 15,94 3345,39

61

Lampiran 5. Lama waktu (detik) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Pongkor

Aktivitas Elang-ular bido Pongkor Total Hari Terbang Terbang Jenis Pakan Mengawasi/ Menangkap Mencabut seluruh Ke- mengejar Berjalan membawa Mencabik Menelan bertengger mangsa rambut aktivitas mangsa mangsa 1 Cavia sp. 0,54 1,58 0,37 0,72 3,16 0 2333,92 13,53 2353,82 2 Cavia sp. 0,78 0,71 0,34 0 2,21 0 2343,04 11,09 2358,17 Mabouya 3 8,29 1,54 0,24 0 7,36 0 15,32 8,42 41,17 multifaciata Mabouya 4 16,81 1,92 0,13 0 1,01 0 34,48 14,31 68,66 multifaciata 5 Cavia sp. 0,35 0,52 1,09 0 5,86 0 3494,32 10,54 3512,68 Mabouya 6 5,62 0,28 0,12 0 3,97 0 139,36 13,71 163,06 multifaciata 7 Cavia sp. 1,14 0,61 0,27 0 4,06 173,04 2428,56 9,54 2617,22 8 Cavia sp. 1,03 2,77 0,24 0 1,25 105,93 1745,89 13,78 1870,89 9 Cavia sp. 1,08 3,00 0,28 5,08 3,38 187,24 3629,24 12,63 3841,93 10 Cavia sp. 0,71 0,88 0,22 5,49 2,30 0 3271,97 14,02 3295,59

62

Lampiran 6. Frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Jawa

Aktivitas Hari Terbang Terbang Menangkap Mencabut Total Ke- Mengawasi/bertengger mengejar Berjalan membawa Mencabik Menelan mangsa rambut mangsa mangsa 1 1 1 1 0 1 245 313 4 566 2 1 1 1 0 3 321 282 5 614 3 1 1 1 0 1 0 23 2 29 4 1 1 1 0 1 0 49 2 55 5 1 1 1 0 1 231 274 4 513 6 1 2 2 0 2 0 29 2 38 7 1 1 1 1 2 427 275 5 713 8 1 1 1 1 1 789 113 6 913 9 1 1 1 1 1 731 365 4 1105 10 1 1 1 1 1 681 354 4 1044

63

Lampiran 7. Frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Tasikmalaya

Aktivitas Elang-ular bido Tasikmalaya Hari Terbang Terbang Menangkap Mencabut Total Ke- Mengawasi/bertengger mengejar Berjalan membawa Mencabik Menelan mangsa rambut mangsa mangsa 1 1 1 1 1 1 181 238 5 429 2 1 1 1 0 1 0 272 3 279 3 1 1 1 1 1 0 16 2 23 4 1 2 2 0 2 0 19 2 28 5 1 1 1 1 1 0 517 3 525 6 1 1 1 0 1 0 14 2 20 7 1 1 1 0 1 488 274 4 770 8 1 1 1 7 1 0 411 2 424 9 1 1 1 1 1 0 410 5 420 10 1 1 1 1 1 0 554 3 562

64

Lampiran 8. Frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang-ular bido Pongkor

Aktivitas Elang-ular bido Pongkor Hari Terbang Terbang Menangkap Mencabut Total Ke- Mengawasi/bertengger mengejar Berjalan membawa Mencabik Menelan mangsa rambut mangsa mangsa 1 1 1 1 1 1 0 337 3 345 2 1 1 1 0 1 0 338 2 344 3 1 2 1 0 2 0 3 2 11 4 1 2 2 0 2 0 9 2 18 5 1 1 1 0 1 0 504 3 511 6 1 2 2 0 2 0 23 2 32 7 1 1 1 0 1 0 405 4 413 8 1 1 1 0 1 148 291 2 445 9 1 1 1 1 1 91 605 2 703 10 1 1 1 1 1 160 545 4 714

65

Lampiran 9. Hasil perhitungan rata-rata lama waktu yang digunakan elang dalam setiap aktivitas

A. Rata-rata waktu yang digunakan oleh Elang Jawa:

1. Aktivitas mengamati mangsa  Jenis pakan marmut

- = 1,12

 Jenis pakan kadal

- = 1,21

2. Aktivitas mengejar mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 0,75

 Jenis pakan kadal

- = 0,41

3. Aktivitas menangkap mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 0,26

 Jenis pakan kadal

- = 0,21

4. Aktivitas berjalan

 Jenis pakan marmut

- = 0,68

 Jenis pakan kadal

- = 0

5. Aktivitas terbang membawa mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 6,18

66

 Jenis pakan kadal

- = 5,10

6. Aktivitas mencabut rambut

 Jenis pakan marmut

- = 571,26

7. Aktivitas mencabik

 Jenis pakan marmut

- = 1954,77

 Jenis pakan kadal

- = 231,85

8. Aktivitas menelan

 Jenis pakan marmut

- = 13,67

 Jenis pakan kadal

- = 18,38

B. Rata-rata waktu yang digunakan oleh Elang-ular bido Tasikmalaya

1. Aktivitas mengamati mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 2,36

 Jenis pakan kadal

- = 20,55

2. Aktivitas mengejar mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 0,83

 Jenis pakan kadal

- = 0,60

67

3. Aktivitas menangkap mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 0,27

 Jenis pakan kadal

- = 0,13

4. Aktivitas berjalan

 Jenis pakan marmut

- = 7,29

 Jenis pakan kadal

- = 1,16

5. Aktivitas terbang membawa mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 2,35

 Jenis pakan kadal

- = 2,00

6. Aktivitas mencabut rambut

 Jenis pakan marmut

- = 390,51

7. Aktivitas mencabik

 Jenis pakan marmut

- = 2292,43

 Jenis pakan kadal

- = 97,50

8. Aktivitas menelan

 Jenis pakan marmut

- = 19,08

 Jenis pakan kadal

- = 34,33

68

C. Rata-rata waktu yang digunakan oleh Elang-ular bido Pongkor

1. Aktivitas mengamati mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 0,80

 Jenis pakan kadal

- = 10,24

2. Aktivitas mengejar mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 1,44

 Jenis pakan kadal

- = 1,24

3. Aktivitas menangkap mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 0,40

 Jenis pakan kadal

- = 0,16

4. Aktivitas berjalan

 Jenis pakan marmut

- = 1,61

 Jenis pakan kadal

- = 0

5. Aktivitas terbang membawa mangsa

 Jenis pakan marmut

- = 3,17

 Jenis pakan kadal

- = 4,11

69

6. Aktivitas mencabut rambut

 Jenis pakan marmut

- = 66,60

7. Aktivitas mencabik

 Jenis pakan marmut

- = 2749,56

 Jenis pakan kadal

- = 63,05

8. Aktivitas menelan

 Jenis pakan marmut

- = 12,16

 Jenis pakan kadal

- = 12,15

70

Lampiran 10. Hasil perhitungan persentase penggunaan waktu setiap aktivitas yang dilakukan oleh elang

Diketahui : Jumlah lama waktu seluruh aktivitas Elang Jawa = 1861,28 detik

Jumlah lama waktu seluruh aktivitas Elang-ular bido Tasikmalaya =

1785,69 detik

Jumlah lama waktu seluruh aktivitas Elang-ular bido Pongkor = 2032,3

detik

A. Persentase penggunaan waktu setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Jawa

1. Aktivitas mengamati mangsa

= 0,07%

2. Aktivitas terbang mengejar mangsa

= 0,03%

3. Aktivitas menangkap mangsa = 0,01%

4. Aktivitas berjalan = 0,03%

5. Aktivitas terbang membawa mangsa = 0,31%

6. Aktivitas mencabut rambut

= 21,48%

7. Aktivitas mencabik mangsa

= 77,25%

8. Aktivitas menelan

= 0,81%

71

B. Persentase penggunaan waktu setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Ular-bido Tasikmalaya

1. Aktivitas mengamati mangsa

= 0,54%

2. Aktivitas terbang mengejar mangsa

= 0,04%

3. Aktivitas menangkap mangsa

= 0,03%

4. Aktivitas berjalan = 0,31%

5. Aktivitas terbang membawa mangsa = 0,15

6. Aktivitas mencabuti rambut mangsa

= 6,30%

7. Aktivitas mencabik

= 91,10%

8. Aktivitas menelan

= 1,52 %

C. Persentase penggunaan waktu setiap aktivitas yang dilakukan oleh Elang Ular-bido Pongkor

1. Aktivitas mengamati mangsa

= 0,17%

2. Aktivitas terbang mengejar mangsa

= 0,07%

3. Aktivitas berjalan = 0,06%

72

4. Aktivitas terbang membawa mangsa = 0,17%

5. Aktivitas menangkap mangsa

= 0,02%

6. Aktivitas mencabut rambut mangsa

= 3,28%

7. Aktivitas mencabik

= 95,64%

8. Aktivitas menelan

= 0,60%

73

Lampiran 11. Hasil perhitungan frekuensi relatif setiap aktivitas yang dilakukan oleh elang

Rumus untuk mengetahui Frekuensi relatif aktivitas

A. Elang Jawa

1. Aktivitas Mengamati Mangsa

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1

Frel : = 0,2%

2. Aktivitas Terbang Mengejar Mangsa

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,1

Frel : = 0,2%

3. Aktivitas Berjalan

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 0,4

Frel : = 0,1%

4. Aktivitas Menangkap Mangsa

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,1

Frel : = 0,2%

74

5. Aktivitas Mencabut Rambut

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 342,5

Frel : = 61,27%

6. Aktivitas Mencabik Mangsa

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 207,7

Frel : = 37,15%

7. Aktivitas Menelan

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 3,8

Frel : = 0,68%

8. Aktivitas Terbang Mengepakkan Sayap

F : 5590

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,4

Frel : = 0,2%

B. Elang Ular-bido Tasikmalaya

1. Aktivitas Mengamati Mangsa

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1

Frel : = 0,29%

75

2. Aktivitas Terbang Mengejar Mangsa

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,1

Frel : = 0,32%

3. Aktivitas Berjalan

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,2

Frel : = 0,34%

4. Aktivitas Menangkap Mangsa

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,1

Frel : = 0,32%

5. Aktivitas Mencabut Rambut

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 66,9

Frel : = 19,22%

6. Aktivitas Mencabik Mangsa

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 272,5

Frel : = 78,3%

76

7. Aktivitas Menelan

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 3,1

Frel : = 0,89%

8. Aktivitas Terbang Mengepakkan Sayap

F : 3480

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,1

Frel : = 0,32%

C. Elang Ular-bido Pongkor

1. Aktivitas Mengamati Mangsa

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1

Frel : = 0,28%

2. Aktivitas Terbang Mengejar Mangsa

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,3

Frel : = 0,37%

3. Aktivitas Berjalan

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 0,3

77

Frel : = 0,1%

4. Aktivitas Menangkap Mangsa

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,2

Frel : = 0,34%

5. Aktivitas Mencabut Rambut

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 39,9

Frel : = 11,28%

6. Aktivitas Mencabik Mangsa

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 306

Frel : = 86,54%

7. Aktivitas Menelan

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 2,6

Frel : = 0,73%

8. Aktivitas Terbang Mengepakkan Sayap

F : 3536

Rata-rata aktivitas dalam kandang : = 1,3

Frel : = 0,36%

78

Lampiran 12. Aktivitas mengamati mangsa dari tenggeran buatan di kandang rehabilitasi yang dilakukan oleh Elang Jawa (a) dan Elang-ular bido Tasikmalaya (b)

1 : 21

(a)

1 : 12

(b)

79

Lampiran 13. Aktivitas menangkap mangsa yang dilakukan oleh Elang-ular Bido Tasikmalaya

1 : 14

Marmut

80

Lampiran 14. Perilaku melindungi mangsa yang dilakukan oleh Elang Jawa (a) dan Elang-ular bido (b) apabila merasa adanya ancaman

Marmut

1 : 18

(a)

Marmut

1 : 20

(b)

81

Lampiran 15. Aktivitas mencabik marmut yang dilakukan oleh Elang-ular Bido Tasikmalaya

Marmut 1 : 11

82

Lampiran 16. Aktivitas menelan mangsa kadal yang dilakukan oleh Elang Jawa (a) dan Elang-ular bido (b)

Kadal

1 : 9

(a)

Kadal

1 : 11

(b)