perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TUGAS AKHIR
DESAIN INTERIOR
“KERONCONG MUSIC CENTER”
DI SURAKARTA
( Lobby, Auditorium, Gallery, Cafe )
Dengan Pendekatan Sejarah Perkembangan (Periodisasi)
Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Di Susun Oleh :
ANGGRAYNI WULAN IDHA PRATIWI
C
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut
oleh manusia ialah menundukan diri sendiri.”
-Ibu R.A. Kartini-
“Berjuang untuk mendapatkan sesuatu, bukan menunggu untuk
mendapatkannya”
-Penulis-
“Banggalah pada dirimu sendiri, meski ada yang tak menyukai. Kadang mereka
membenci karena mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.”
-Penulis-
commit to user
v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada :
. Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia kepada hamba-Nya.
. Ibu dan Bapak tercinta yang telah
mencurahkan segalanya untuk
menjadikanku anak yang berbakti bagi
agama, guru, teman dan keluarga.
. Teman-temanku dan para sahabat yang
selalu mendukungku.
commit to user
vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan karunia
dan berkah yang melimpah, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan
Tugas Akhir ini.
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis tidak lupa untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada : . Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, P.hD, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta . Bapak Anung B Studyanto,S.Sn, MT, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa . Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, yang selalu memberi motivasi, senantiasa memperhatikan keadaan penulis . Bapak Drs. Ken Sunarko, M.Si selaku Dosen Pembimbing I Mata Kuliah Tugas Akhir . Bapak Andi Setiawan, S.Sn, M.Ds selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir
. Ibu Iik Endang S.W., S.Sn, M.Ds selaku Koordinator Tugas Akhir.
. Segenap keluarga besar Desain Interior FSSR UNS.
. Keluarga dan semua orang dekat penulis atas doa, kasih sayang, dorongan
serta perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan Tugas Akhir ini
masih terdapat kesalahan dan kekeliruan sehingga dengan sangat terbuka penulis
mengharapkan masukan dan kritikan demi kesempurnaannya.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Surakarta, Juli
commit to user Penulis
vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...... iii
PERNYATAAN ...... iv PERSEMBAHAN ...... v MOTTO ...... vi KATA PENGANTAR ...... vii DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR GAMBAR ...... xiii DAFTAR TABEL ...... xvi DAFTAR BAGAN ...... xvii ABSTRAK ...... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan Masalah ...... 5
C. Rumusan Masalah ...... 6
D. Tujuan ...... 6
E. Sasaran ...... 7
F. Manfaat ...... 8
G. Metode Desain ...... 9
H. Sistematika Penulisan ...... 12
I. Skema Pola Pikir ...... 13
BAB II KAJIAN LITERATUR ...... 14
A. Kajian Teori ...... 14
1. Pengertian Judul ...... 14
2. Tinjauan Musik Keroncong ...... 17 a. Sejarah Musik Keroncongcommit to user...... 17
viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Evolusi dan Revolusi Musik Keroncong ...... 18
c. Alat-alat Musik Keroncong ...... 21
1. Ukulele (Cuk) ...... 22
2. Ukulele (Cak) ...... 24
3. Gitar Akustik ...... 24
4. Biola ...... 25
5. Flute ...... 26 6. Cello ...... 27 7. Kontrabass ...... 28 d. Perkembangan Musik Keroncong ...... 28 1. Masa Keroncong Tempo Dulu (1880-190) ...... 31 2. Masa Keroncong Abadi (1920-1960) ...... 33 3. Masa Keroncong Modern (1960-2000) ...... 37 4. Masa Keroncong Millenium (2000-kini) ...... 40 e. Jenis Musik Keroncong ...... 41 f. Tokoh Keroncong ...... 44 g. Eksistensi Keroncong di Surakarta ...... 45 3. Tinjauan Musik Keroncong di Kampung Tugu ...... 46 a. Kampung Tugu ...... 46 b. Keroncong Tugu ...... 52
B. Pendekatan Desain ...... 55
1. Tinjauan Umum Music Center ...... 55
a. Pengertian Music Center ...... 55
b. Status Kelembagaan ...... 55
c. Jenis Aktivitas dan Kegiatan ...... 55
2. Tinjauan Sistem Lobby / Area Resepsionis ...... 57
a. Pengertian ...... 57
b. Fungsi Lobby ...... 57
c. Fasilitas Lobby ...... 58
3. Tinjauan Sistem Area Pertunjukan / Auditorium ...... 58
a. Persyaratan Umum ...... 58
b. Aktivitas Ruang commitPertunjukan to user ...... 59
ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Bentuk Ruang Pertunjukan ...... 60
d. Auditorium ...... 66
a) Area Panggung ...... 68
b) Area Penonton ...... 71
c) Akustika Luar Ruangan ...... 73
d) Akustika Dalam Ruangan ...... 74
e) Penyelesaian Akustik Lantai, Dinding dan Ceiling ...... 75 4. Tinjauan Sistem Galeri ...... 83 5. Tinjauan Sistem Music Memorabilia ...... 86 6. Tinjauan Sistem Cafe ...... 86 7. Tinjauan Sistem Shop ...... 88 8. Organisasi Ruang ...... 93 9. Pola Sirkulasi ...... 96 10. Warna ...... 99 11. Elemen Pembentuk Ruang ...... 104 12. Interior Sistem ...... 107 a. Sistem Penghawaan ...... 107 b. Sistem Pencahayaan ...... 109 c. Sistem Akustik ...... 111
d. Sistem Keamanan ...... 112
BAB III STUDI LAPANGAN ...... 116
A. Tinjauan Umum ...... 116
1. Kota Surakarta ...... 116
2. Letak Geografis Kota Surakarta ...... 116
3. Potensi Kota Surakarta ...... 118
4. Perkembangan Potensi Kota ...... 119
5. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Surakarta ...... 120
6. Penataan Bangunan Kota Surakarta ...... 122
B. Tinjauan Khusus ...... 124
1. Studi Auditorium commit ...... to user ...... 124
x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah ...... 124
b. Auditorium RRI Surakarta ...... 128
2. Studi Sistem Galeri ...... 132
Ruang Emas Museum Nasional Indonesia ...... 132
3. Studi Sistem Cafe ...... 136
a. Waroeng Djadoel ...... 136
b. Waroeng Solo ...... 140
BAB IV DESAIN INTERIOR KERONCONG MUSIC CENTER DENGAN PENDEKATAN SEJARAH PERKEMBANGAN (PERIODISASI) ...... 143 A. Definisi Proyek ...... 143 B. Asumsi Lokasi ...... 143 C. Programming ...... 145 1. Status Kelembagaan ...... 145 2. Strukstur Organisasi ...... 145 3. Program Kegiatan ...... 145 4. Alur Kegiatan ...... 148 5. Program Ruang ...... 149 6. Fasilitas dan Besaran Ruang ...... 150
7. Sistem Organisasi Ruang ...... 154
8. Sistem Sirkulasi ...... 154
9. Hubungan Antarruang ...... 155
10. Zoning dan Grouping ...... 156
D. Konsep ...... 159
1. Ide Gagasan ...... 159
2. Tema ...... 160
3. Karakter dan Suasana Ruang ...... 160
4. Pola Penataan Ruang ...... 161
5. Pembentuk Ruang ...... 161
6. Pengisi Ruang ...... 165
7. Sistem Interior ...... 169 commit to user 8. Sistem Keamanan ...... 172
xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP ...... 173
1. Kesimpulan ...... 173
2. Saran ...... 174
DAFTAR PUSTAKA ...... 175
GLOSARIUM ...... 177
LAMPIRAN …………………………………………………………….. .. 179
commit to user
xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Musik Ukulele Cuk ...... 22
Gambar 2.2 Alat Music Ukulele Cak ...... 24
Gambar 2.3 Alat Music Gitar Akustik ...... 25
Gambar 2.4 Alat Music Biola ...... 25
Gambar 2.5 Alat Music Flute ...... 26 Gambar 2.6 Alat Music Cello ...... 27 Gambar 2.7 Alat Music Kontrabass ...... 28 Gambar 2.8 Komedi Stamboel dengan Musik Keroncong sebagai Pengiring Pertunjukan ...... 30 Gambar 2.9 Album Keroncong Tempo Doeloe ...... 33 Gambar 2.10 Tokoh Keroncong Indonesia ...... 45 Gambar 2.11 Gereja Sion ...... 48 Gambar 2.12 Gereja Tugu ...... 49 Gambar 2.13 Lukisan karya F. Dancx (1703 M) ...... 50 Gambar 2.14 Ritual Mandi-mandi Kampung Tugu ...... 51 Gambar 2.15 Ilustrasi Orkes Keroncong Komunitas Indies di Batavia ...... 52 Gambar 2.16 Ilustrasi Orkes Keroncong Komunitas Indies di Batavia ...... 53
Gambar 2.17 Orkes Keroncong Poesaka Toegoe anno 1661 ...... 54
Gambar 2.18 Para Pemuda dan Putra Tugu ...... 54
Gambar 2.19 Ruang Pertunjukan Bentuk Segiempat ...... 60
Gambar 2.20 Ruang Pertunjukan Bentuk Kipas ...... 61
Gambar 2.21 Ruang Pertunjukan Bentuk Tapal Kuda ...... 62
Gambar 2.22 Auditorium 360o ...... 63
Gambar 2.23 Auditorium Transverse Stage ...... 64
Gambar 2.24 Auditorium 210o-220o ...... 64
Gambar 2.25 Auditorium Space Stage ...... 65
Gambar 2.26 Dinding dan Lantai Fleksibel ...... 67
Gambar 2.27 Skematik Model Panggung dalam Auditorium ...... 70
Gambar 2.28 Menentukan Lebar Panggungcommit to ...... user ...... 72
xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.29 Konstruksi Dinding Ganda dan Auditorium
Di dalam Ruang ...... 74
Gambar 2.30 Layout Dinding Panggung ...... 77
Gambar 2.31 Plafond Panggung Tinggi dan Membuka ke Arah Penonton . 78
Gambar 2.32 Bentuk Plafond Panggung disesuaikan dengan
Frekuensi Sumber Suara di Panggung ...... 78
Gambar 2.33 Lantai Area Penonton ...... 79 Gambar 2.34 Jarak Antarbaris Tempat Duduk ...... 80 Gambar 2.35 Rancangan Ceiling atau Plafond Auditorium ...... 83 Gambar 2.36 Sketsa Organisasi Ruang Terpusat ...... 93 Gambar 2.37 Sketsa Organisasi Ruang Linier ...... 94 Gambar 2.38 Sketsa Organisasi Ruang Radial ...... 95 Gambar 2.39 Sketsa Organisasi Ruang Cluster ...... 95 Gambar 2.40 Sketsa Organisasi Ruang Grid ...... 96 Gambar 2.41 Pola Sirkulasi Linier ...... 97 Gambar 2.42 Pola Sirkulasi Radial ...... 97 Gambar 2.43 Pola Sirkulasi Spiral ...... 98 Gambar 2.44 Pola Sirkulasi Grid ...... 98 Gambar 2.45 Pola Sirkulasi Network ...... 98 Gambar 2.46 Fire Estinguisher dan Hidrant Kebakaran ...... 114
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Surakarta ...... 117
Gambar 3.2 Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah ...... 125
Gambar 3.3 Area Duduk Penonton Teater Arena TBJT ...... 127
Gambar 3.4 Sistem Pencahayaan Teater Arena TBJT ...... 127
Gambar 3.5 Penggunaan Lantai Parket dan Semen Beton ...... 128
Gambar 3.6 Interior Lobby Auditorium RRI Surakarta ...... 129
Gambar 3.7 Furniture pada Lobby Auditorium RRI Surakarta ...... 129
Gambar 3.8 Sistem Pencahayaan Ruang Lobby Auditorium ...... 130
Gambar 3.9 Ruang Auditorium RRI Surakarta ...... 131
Gambar 3.10 Elemen Pembentuk Ruang Auditorium RRI Surakarta ...... 131
Gambar 3.11 Museum Nasional Indonesia ...... 133
Gambar 3.12 Main Entrace Ruangcommit Emas Museumto user Nasional Indonesia ...... 134
xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 3.13 Sistem Display Koleksi Ruang Emas
Museum Nasional Indonesia ...... 134
Gambar 3.14 Sistem Pencahayaan Ruang Emas
Museum Nasional Indonesia ...... 135
Gambar 3.15 Sistem Pencahayaan Ruang Emas
Museum Nasional Indonesia ...... 135
Gambar 3.16 Sistem Keamanan dan Pencahayaan Ruang Emas Museum Nasional Indonesia ...... 136 Gambar 3.17 Waroeng Djadoel ...... 137 Gambar 3.18 Area Makan Waroeng Djadoel ...... 138 Gambar 3.19 Area Open Kitchen Waroeng Djadoel ...... 138 Gambar 3.20 Area Kasir Waroeng Djadoel ...... 139 Gambar 3.21 Karakter dan Suasana Waroeng Djadoel ...... 140 Gambar 3.22 Waroeng Solo ...... 141 Gambar 3.23 Suasana Interior Waroeng Solo ...... 142 Gambar 4.1 Site Plan Lokasi Perancangan Keroncong Music Center ...... 144 Gambar 4.2 Sketsa Organisasi Ruang Radial ...... 154 Gambar 4.3 Pola Sirkulasi Linier ...... 155 Gambar 4.4 Zoning ...... 158 Gambar 4.5 Grouping ...... 158
Gambar 4.6 Analogi Bentuk F-Holes dengan Furniture
dan Bentuk Panggung ...... 167
Gambar 4.7 Analogi Bentuk Scroll dengan Ceiling Plan Galeri ...... 167
Gambar 4.8 Analogi Bentuk Sungai Bengawan Solo
dengan Ceiling Plan Open Cafe ...... 167
Gambar 4.9 Aspek Warna Keroncong Music Center ...... 168
Gambar 4.10 Aspek Material Keroncong Music Center ...... 168
commit to user
xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Analisa Kebutuhan Ruang Pengunjung ...... 149
Tabel 4.2 Analisa Kebutuhan Ruang Pengelola ...... 149
Tabel 4.3 Analisa Kegiatan dan Besaran Ruang ...... 150
Tabel 4.4 Analisa Penggunaan Material Lantai ...... 161
Tabel 4.5 Analisa Penggunaan Material Dinding ...... 163 Tabel 4.6 Analisa Penggunaan Material Ceilling ...... 164 Tabel 4.7 Analisa Sistem Pencahayaan ...... 169 Tabel 4.8 Analisa Sistem Penghawaan ...... 170 Tabel 4.9 Analisa Sistem Akustik Ruang ...... 171
commit to user
xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Keroncong Music Center ...... 145
Bagan 4.2 Pola Kegiatan Pengunjung ...... 148
Bagan 4.3 Pola Kegiatan Pengelola ...... 148
Bagan 4.4 Pola Hubungan Antarruang ...... 156
commit to user
xvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DESAIN INTERIOR
KERONCONG MUSIC CENTER DI SURAKARTA
DENGAN PENDEKATAN SEJARAH PERKEMBANGAN
(PERIODISASI)
Anggrayni Wulan Idha Pratiwi1, 2 Drs. Ken Sunarko, M.Si , Andi Setiawan, SSn,M.Ds 3
ABSTRAK
Anggrayni Wulan Idha Pratiwi. C0808015 2012. Desain Interior Keroncong Music Center. Pengantar Tugas Akhir : Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. ”Desain Interior Keroncong Music Center merupakan judul dari proyek perencanaan interior ini. Suatu wadah perkembangan komunitas penggemar Keroncong di Surakarta yang mempunyai konsep edukasi dan informasi yang bersifat menghibur sekaligus komersial. Lokasi perencanaan ini berada di kota Surakarta. Desain Interior Keroncong Music Center ini dibatasi pada ruang lobby, auditorium, gallery, cafe dan fasilitas pendukung yaitu souvenir shop dan mempertimbangkan tuntutan pelaku aktivitas yang dapat diwadahi sebagai daya tarik pengunjung. Rumusan masalah yang ditampilkan adalah bagaimana merancang interior Keroncong Music Center sebagai pusat musik yang mewadahi seluruh kegiatan pengguna yang sesuai dengan kebutuhannya, dan sesuai tema dengan menerapkan gaya tempo dulu sesuai konsep untuk dapat menumbuhkan minat dan
kecintaan masyarakat terhadap musik keroncong. Tujuan dari karya ini adalah merencanakan suatu comersial space yang
berada di Kota Solo dimana ditujukan bagi para penggemar musik keroncong yang sampai saat ini belum memiliki tempat khusus untuk mampu menggali ,mengupas, merumuskan dan memecahkan masalah dari perancangan interior
Keroncong Music Center untuk mengakomodir kebutuhan dari penggemar musik keroncong.
Sasaran desain dari perancangan ini adalah untuk penggemar maupun pegiat musik keroncong sebagai wadah berkumpul dan menambah ilmu mengenai musikalitas maupun sejarah dari Keroncong sebagai ikon musik tradisi Indonesia.
Desain Interior Keroncong Music Center ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat untuk dapat memberikan wawasan, hiburan dan pengetahuan tentang
musik keroncong.
1 Mahasiswa, Jurusan Desain Interior dengan NIM C0808015 2 Dosen Pembimbing 1 commit to user 3Dosen Pembimbing 2
xviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KERONCONG MUSIC CENTER
INTERIOR DESIGN IN SURAKARTA
WITH DEVELOPMENT HISTORY APPROACH
(PERIODIZATION)
Anggrayni Wulan Idha Pratiwi1, 2 Drs. Ken Sunarko, M.Si , 3 Andi Setiawan, SSn, M.Ds
ABSTRACT
Anggrayni Wulan Idha Pratiwi. C0808015 2012. Keroncong Music Center Interior Design. Introduction to Final Examination : Interior Design Field of Study Literature and Arts Faculty Sebelas Maret University. Keroncong Music Center Interior Design is a title of this interior planning project. It is a place for Keroncong fans community development in Surakarta which has information and education concept that has entertain and commercial characteristics. This planning location is in Surakarta. This Keroncong Music Center Interior Design is restricted in lobby, auditorium, gallery, café, and supporting facilities such as souvenir shop and considering the activists demand which can be organized as visitor attraction. The problem statement is how to design Keroncong Music Center interior as a music center which organizes all user activities as he or she needs, and makes it appropriate with the theme which apply the old style concept in order to grow
people’s interest and affection toward keroncong music.
The purpose of this project is planning a commercial space which is located in Solo that addressed to keroncong music fans who do not have any
special place until now for digging, peeling, formulating, and solving problems
from interior design of Keroncong Music Center to accommodate the needs and fans of keroncong music.
The target of this design is for fans and keroncong musicians as a place for gathering and enhancing knowledge about musicality and history of Keroncong as
an Indonesian tradition music icon.
This Keroncong Music Center Interior Design is expected to be advantageous for people to give perception, entertainment, and knowledge about
keroncong music.
1 Student, Interior Design Field of Study NIM C0808015 2Counselor Lecturer 1 3Counselor Lecturer 2 commit to user
xix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan negara dengan berjuta ragam seni dan
kebudayaannya. Dari berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia, salah
satu di antaranya adalah kebudayaan seni dalam bermusik. Seni musik di
Indonesia pun ada bermacam-macam yang kesemuanya itu dapat dipilah menjadi
dua jenis yaitu musik tradisional dan musik modern.
Dewasa ini sedang sering dibicarakan tentang bagaimana cara yang
dianggap baik untuk mematri, nguri-uri kesenian tradisional atau kesenian daerah
yang dihayati oleh rakyat banyak atau sekelompok penduduk di daerah tertentu.
Hal ini menyangkut nilai-nilai budaya yang pernah ada dan menjadi pedoman
peniruan bagi generasi penerus yang menjadi pewaris, sesuai dengan kepribadian
yang dimiliki. Salah satu dari fokus tersebut adalah adanya gejala perkembangan
musik tradisional yang disebut keroncong. Sebuah nama yang sepintas lalu tidak
menarik perhatian, tetapi apabila sudah melintas dalam alam pikiran kita, akan
mengundang banyak pertanyaan yang tidak mudah terjawab.
Seperti yang telah disebutkan bahwa musik keroncong adalah musik milik
bangsa Indonesia, dimana perkembangannya telah disempurnakan oleh musisi-
musisi bangsa Indonesia sendiri, dan sampai saat ini pun masih selalu disenangi
dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Gemar akan musik keroncong
disebabkan beberapa hal yang memungkinkan keroncong itu tetap berdiri dan
mandiri, di antaranya adalah adanyacommit apresiasi to user-apresiasi terhadap musik keroncong
Keroncong Music Center 1
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 2
itu sendiri dalam berbagai macam kegiatan seperti berbagai lomba dalam
bermusik keroncong dan penghayatan secara terus menerus serta adanya perhatian
terhadap perkembangannya. Sebab-sebab yang terlalu banyak itulah yang
dijadikan sebagai suatu pengertian dari mana kita akan memulai berpijak demi
melestarikan dan menjadikan musik tradisi itu tetap ada dan tetap berbobot. (WS.
Nardi; Apresiasi Musik, hal. 1; Perumahan RRI Jajar 52 Solo)
Musik Keroncong dapat dikatakan sebagai musik perjuangan, karena
musik ini lahir di masa penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa, dan sering
diperdengarkan lewat siaran-siaran radio pada waktu itu. Menurut sejarahnya,
musik ini sempat mengalami masa kejayaan dan masa keterpurukan dalam
perjalanannya. Untuk sebagian kalangan, keroncong merupakan musik jadul atau
kuno yang keberadaannya sering tidak dipedulikan. Musik Keroncong belum
mengalami pendalaman secara maksimal oleh masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Jawa, terlebih lagi jika mengingat semakin tersudutnya musik
keroncong sekarang ini akibat banyaknya berbagai jenis musik populer seperti
musik pop, rock, dangdut dan lain sebagainya yang bermunculan, seperti yang
terjadi pada awal tahun 70-an sampai awal tahun 90-an di mana musik keroncong
mengalami keterpurukan setelah masa kejayaannya di tahun 1960-an. Hanya
sedikit orang yang mengerti dan bertahan dengan musik tua ini. Menurut hasil
survei, sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui secara detail
informasi mengenai asal mula keroncong, siapa perintisnya, jenis-jenis keroncong,
dan lain-lain. Kebanyakan pula anak-anak muda jaman sekarang kurang merespon
keberadaan musik ini. Padahal masih banyak sisi menarik dari musik keroncong
yang perlu diketahui oleh masyarakat. Kebudayaan yang satu ini sebenarnya dapat commit to user dipelajari dan dipahami sebaik mungkin oleh masyarakat Indonesia terlebih untuk
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 3
para remaja, bahkan anak-anak Indonesia, sehingga musik keroncong dapat
dijadikan sebagai salah satu ikon seni yang patut dibanggakan dan diperkenalkan
pada masyarakat Indonesia bahkan sampai ke seluruh dunia.
Namun demikian, berdasarkan apa yang dikatakan oleh Waljinah, salah
satu penyanyi legendaris keroncong yang terkenal, bahwa di tengah-tengah
kemajuan teknologi modern sekarang ini, tidak sedikit pula para generasi muda
yang berkenan serta berminat untuk lebih mempelajari dan mengembangkan
kesenian keroncong. Hanya saja untuk mewadahi kegiatan berkeroncong tersebut
masih sangatlah minim. Pemusik-pemusik baru beraliran keroncong yang
bermunculan sudah selayaknya memerlukan sarana untuk mengekspresikan ide
seni mereka. Bibit-bibit baru yang mulai tumbuh memerlukan dukungan dan
dorongan untuk mengenal dunia musik keroncong itu sendiri. Hal ini semakin
menyadarkan kita akan kurangnya fasilitas pewadahan ide dan kreasi musik
khususnya untuk musik keroncong. Untuk dapat menghasilkan musik yang indah
dan bermakna perlu belajar dan berlatih. Untuk mempelajari, menambah
pengetahuan, dan mengembangkan dalam bidang musik tersebut, diperlukan
sarana untuk menimba ilmu dalam bermusik (pendidikan musik) yaitu lembaga
pendidikan musik. Lembaga pendidikan musik sebagai media pendidikan,
bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik / masyarakat
untuk mengembangkan bakat dan kemampuan secara optimal.
Perkembangan musik keroncong di Indonesia saat ini berkiblat pada
musik keroncong Solo yaitu keroncong asli, oleh sebab itu Kota Solo juga
ditetapkan sebagai Kota Keroncong. Menurut Ketua HAMKRI Kota Solo, Bapak
Willy Tandio Wibowo, saat ini musik keroncong semakin berkembang pesat baik commit to user di kalangan penggiat, komunitas maupun masyarakat pada umumnya, terutama di
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 4
Kota Solo. Dilihat dari antusias masyarakat khususnya di Kota Solo terhadap
musik keroncong, komunitas grup keroncong yang semakin meningkat tiap
tahunnya, tercatat sudah ada sekitar 80 grup keroncong di Surakarta sampai saat
ini, kemudian sering diadakannya pelatihan-pelatihan keroncong, pementasan atau
konser bertajuk keroncong, pengadaan lomba-lomba, siaran keroncong di stasiun
televisi daerah TATV dan lain sebagainya. Hal tersebut didasari atas keinginan
para penggiat keroncong untuk lebih mempromosikan kembali musik keroncong
dan sebagai upaya pelestarian genre musik keroncong itu sendiri. Mengingat
musik keroncong adalah sebagian warisan seni budaya dan begitu banyaknya
kegiatan permusikan keroncong, sudah seharusnya keroncong mendapat tempat
yang layak di kancah permusikan di Indonesia. Selama ini event-event keroncong
tersebut diadakan di tempat-tempat yang sekiranya mudah dijangkau oleh
masyarakat umum Kota Solo yang ingin menyaksikannya, antara lain di THR
Sriwedari, Balai Soedjatmoko (Gramedia), Taman Budaya Surakarta, dan
Ngarsopuro. Melihat antusias masyarakat yang sangat baik tersebut sangat
disayangkan apabila acara bertemakan keroncong ini hanya digelar di tempat yang
selalu berpindah-pindah di mana tempat yang disediakan berbanding terbalik
dengan kapasitas penonton yang sebegitu banyak tak terduga. Fasilitasnya pun
dirasa sangatlah kurang memadai untuk para penikmatnya. Selain itu, untuk para
komunitas keroncong pun sedikit sulit untuk menemukan satu wadah atau tempat
untuk mendapatkan informasi seputar keroncong, tempat berkumpul, berdiskusi
dan bertukar pikiran.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
sangatlah diperlukan adanya suatucommit wadah to user semacam pusat musik yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 5
menampung berbagai apresiasi para pegiat keroncong, serta dapat dijadikan
sebagai sarana informasi dan hiburan mengenai segala hal kaitannya dengan
musik Keroncong. Dari situlah tercetus ide untuk membuat karya Tugas Akhir
dengan judul Desain Interior Keroncong Music Center di Surakarta dengan
harapan musik keroncong mampu bertahan dan terus berlanjut dari generasi ke
generasi di masa lalu, masa sekarang dan masa depan.
Perancangan Keroncong Music Center diasumsikan di Surakarta.
Dipilihnya kota Surakarta karena selain Surakarta ditetapkan sebagai kota
Keroncong di mana pusat perkembangan musik keroncong berada di kota ini, kota
Solo atau Surakarta juga berpotensi sebagai kawasan kota pariwisata dan budaya
tradisional, sehingga sangat pantas untuk dibangun sebuah pusat-pusat
kebudayaan seperti pusat musik keroncong.
B. BATASAN MASALAH
Kegiatan dalam Keroncong Music Center umumnya digolongkan menjadi
lima jenis, yaitu : Koleksi, Pameran, Pementasan, Informasi serta Pendidikan.
Karena jumlah kegiatan yang begitu banyak dan komplek maka jumlah ruangan
yang dibutuhkan pun beragam. Pada perencanaan interior kali ini dibatasi pada
keluasan 1200m² sampai 1500m².
Adapun konsentrasi perancangan interior terletak pada fasilitas utama
untuk kegiatan informasi, pementasan dan koleksi. Fasilitas utama tersebut
meliputi :
a) Lobby (Area Resepsionis, Lounge, Announcement Board )
b) Galeri
c) Area Pementasan Konser Keroncongcommit to(Auditorium) user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 6
d) Live music & Cafe
e) Souvenir shop
C. RUMUSAN MASALAH
Ditinjau dari latar belakang dan batasan perancangan maka desain interior
Keroncong Music Center akan dirumuskan pada masalah :
1. Bagaimana merancang interior Keroncong Music Center sebagai pusat musik
yang mewadahi seluruh kegiatan pengguna dengan fasilitas ruang lobby,
ruang pementasan, ruang koleksi, area live musik & cafe dan ruang souvenir
shop ?
2. Bagaimana menciptakan interior Keroncong Music Center yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna akan informasi, edukasi dan entertainment
dengan ruang lingkup perancangan, pendisplayan, pengorganisasian ruang,
sistem sirkulasi ruang, dan interior sistem yang efisien dan fungsional,
sehingga tercipta suatu kenyamanan bagi pengguna ruang ?
3. Bagaimana merancang interior Keroncong Music Center yang sesuai tema
dengan menerapkan gaya tempo dulu menurut periodisasi perkembangan
musik keroncong dalam pengaplikasian interior pada bangunan ini ?
D. TUJUAN
Berkaitan dengan latar belakang dan batasan masalah yang telah
dirumuskan di atas maka perencanaan dan perancangan Keroncong Music Center
bertujuan untuk :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 7
1. Merancang interior Keroncong Music Center sebagai pusat musik yang
mewadahi seluruh kegiatan pengguna dengan fasilitas ruang lobby, ruang
pementasan, ruang koleksi, area live musik & cafe dan ruang souvenir shop
2. Menciptakan interior Keroncong Music Center yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna akan informasi, edukasi dan entertainment dengan ruang lingkup
perancangan, pendisplayan, pengorganisasian ruang, sistem sirkulasi ruang,
dan interior sistem yang efisien dan fungsional, sehingga tercipta suatu
kenyamanan bagi pengguna ruang ?
3. Merancang interior Keroncong Music Center yang sesuai tema dengan
menerapkan gaya tempo dulu menurut periodisasi perkembangan musik
keroncong dalam pengaplikasian interior pada bangunan ini
E. SASARAN
Sasaran dari perancangan Keroncong Music Center untuk :
1. Sasaran Pengunjung
Sebagai sasaran dari Keroncong Music Center ini antara lain untuk para
praktisi seni budaya, pengamat, akademisi, pelajar/mahasiswa, pecinta musik
keroncong, komunitas keroncong, kalangan umum dari anak-anak, remaja
dan dewasa, dengan kata lain sasarannya adalah seluruh lapisan masyarakat.
2. Sasaran Desain
a. Memperhatikan dan menyelesaikan kebutuhan interior dengan
pemperhatikan kenyamanan dan keamanan baik pengunjung dan
pengelola.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 8
b. Memperhatikan dan menyelesaikan hubungan elemen estetis yang
menyangkut tema dan gaya yang tercipta dari bentuk desain Keroncong
Music Center.
F. MANFAAT
1. Bagi Penulis/ Desainer
a. Mengenal dan menambah wawasan mengenai desain interior dan musik
Keroncong.
b. Mengembangkan daya imajinatif, ide dan gagasan mengenai system
interior yang berkaitan dengan bangunan kompleks edukatif dan
entertainment.
c. Mengembangkan kreatifitas dalam perancangan interior bangunan,
desain furniture, pemanfaatan ruang kosong, dan mengolah landscape
menjadi kesatuan yang estetis dan sesuai fungsinya.
2. Bagi Dunia Akademik
a. Memberikan informasi mengenai pentingnya melestarikan musik dalam
negeri.
b. Memberikan referensi baru dalam rancangan sebuah desain.
3. Bagi Masyarakat
a. Memberikan solusi tempat rekreasi edukatif baru dengan memunculkan
sebuah pusat musik.
b. Sebagai sarana nostalgia dan tempat berkumpul bagi para penggemar
musik Keroncong.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 9
G. METODE DESAIN
Metodologi adalah suatu cara atau jalan untuk memecahkan masalah yang
ada pada masa sekarang dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasi
serta menginterpretasikan data-data. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang
tujuannya adalah menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu
pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dengan menggunakan metode-
metode yang bersifat ilmiah.
Maka, pengertian metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk
memecahkan suatu masalah yang ada dengan cara mengumpulkan, menyusun
serta menginterpretasikan data guna menemukan, mengembangkan atau menguji
kebenaran suatu pengetahuan. Metode penelitian sangat menentukan dalam
sebuah penelitian ilmiah karena mutu dan validitas dari hasil penelitian ilmiah
sangat ditentukan oleh pemilihan metode secara tepat. (HB. Sutopo, 2002).
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Metode Pengumpulan Data
Data adalah suatu fakta atau keterangan dan obyek yang diteliti. Data yang
diperlukan merupakan data yang relevan dan menunjang untuk perencanaan
dan perancangan Keroncong Music Center, adapun jenis data yaitu :
a. Data Primer
Sejumlah keterangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian, melalui pihak-pihak yang terkait secara langsung. Penulis
melakukan metode wawancara langsung dengan Ibu Waljinah selaku
penyanyi legendaris musik keroncong, mengenai sejarah dan
perkembangan keroncong di Indonesia khususnya di daerah-daerah pulau commit to user Jawa. Penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Willy Tandio
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 10
Wibowo selaku ketua HAMKRI cabang Surakarta, mengenai program
kegiatan HAMKRI. Sebagai pendukung, penulis melakukan wawancara
mengenai pendapat dan saran masyarakat terhadap musik keroncong.
b. Data Sekunder
Sejumlah data yang secara tidak langsung diperoleh dari lapangan
penelitian, tetapi diperoleh melalui studi pustaka, majalah, internet.
Adapun metode pengumpulan data antara lain:
a. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan turun langsung ke lapangan. Dalam
perancangan interior Keroncong Music Center ini, penulis mengadakan
observasi di beberapa tempat, antara lain observasi mengenai pementasan
musik keroncong di Surakarta antara lain di THR Sriwedari dan di
Taman Budaya Jawa Tengah, observasi mengenai ruang auditorium di
Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta dan Galeri workshop alat
musik keroncong milik Bapak Tri Raharjo di Gandekan, Surakarta.
b. Studi Literatur
Mencari informasi melalui buku, majalah, artikel dan internet yang
berkaitan dengan musik keroncong, tata cahaya, tata akustik ruang,
material pendukung pembentuk ruang sesuai konsep untuk lobby, ruang
pertunjukan (auditorium), galeri, cafe.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait materi. Penulis
melakukan wawancara dengan beberapa pihak, di antaranya dengan Ibu
Waljinah, sebagai seorang penyanyi legendaris di jalur keroncong, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 11
dengan bapak Willy Tandio Wibowo selaku ketua HAMKRI cabang
Surakarta dan beberapa grup keroncong Solo.
2. Populasi
Teknik cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat purposive
sampling, karena sama sekali tidak membuat generalisasi hasil. Dalam hal ini,
penulis memilih informan yang dianggap mengetahui masalahnya secara
mendalam. Dalam hal ini penulis dapat mengambil keputusan sendiri saat
memiliki pemikiran tentang apa yang sedang diteliti, dengan siapa dan kapan
melakukan observasi, serta apa yang akan direview. (HB. Sutopo, 2002).
3. Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam pembahasan masalah adalah metode
pembahasan analisa interaktif, dimana ada tiga tahap pokok yang digunakan
oleh peneliti, yaitu :
a. Data Reduksi
Proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data.
b. Data Display
Merupakan suatu penyusunan informasi sebelum menyusun sebuah
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
c. Concludeing Drawing
Dari awal penelitian data penelitian sudah harus memulai melakukan
pencatatan peraturan, pola-pola pertanyaan, arahan sebab-akibat dan
proporsi-proporsi. (Sutopo HB, 1988,).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 12
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian tentang pengertian latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan, sasaran, manfaat, metode desain,
sistematika penulisan dan skema pola pikir.
BAB II : KAJIAN LITERATUR
Uraian tentang landasan teori yang dijadikan untuk mencapai tujuan
perancangan
BAB III : STUDI LAPANGAN
Uraian tentang data-data hasil survey lapangan yang berhubungan
dengan proyek interior yang akan dikerjakan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Uraian tentang programming dan ide atau gagasan yang akan melatar
belakangi terciptanya karya desain interior tentang proyek terkait.
BAB V : PENUTUP
Meliputi kesimpulan evaluasi konsep perancangan dan keputusan
desain serta saran-saran penulis mengenai perancangan interior
Keroncong Music Center di Surakarta.
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 13
I. SKEMA POLA PIKIR
(Sumber : Analisa Penulis)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN LITERATUR
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Judul
Pengertian judul “ Desain Interior Keroncong Music Center di
Surakarta dengan Pendekatan Sejarah Perkembangan (Periodisasi) “ adalah
sebagai berikut :
Desain :
1) Rancangan, rencana suatu bentuk dan sebagainya. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1993 : 138)
2) Suatu sistem yang berlaku untuk segala macam jenis perancangan
dimanan titik beratnya adalah melihat sesuatu persoalan tidak secara
tepisah atau tersendiri melainkan sebagai suatu kesatuan di mana satu
masalah dengan lainnya saling kait mengkait. (Desain Interior, 1999 :
12)
Interior :
1) Ruang dalam suatu bangunan, yang mengungkapkan tata kehidupan
manusia melalui media ruang. (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1991 :
197)
2) Bagian dalam gedung (ruang, dsb), tatanan perabot (hiasan, dsb) di
ruang dalam gedung. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1993 : 483).
commit to user
Keroncong Music Center 14
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 15
Desain Interior :
Karya arsitek atau desainer yang khusus menyangkut bagian dalam dari
suatu bangunan. (Desain Interior, 1999 : 11)
Keroncong :
Nama dari instrument musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari
jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrument musik
keroncong, flute, dan seorang penyanyi wanita. (Wikipedia Indonesia,
Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia)
Music :
Ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan
hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang
mempunyai kesatuan dan kesinambungan. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi III)
Center :
Pusat atau tempat berkumpul atau terhimpunya beberapa orang atau
sejumlah orang yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dan
juga kemungkinan suatu hobi atau kesenangan yang sama pula.
(John M. Echols & Hassan Shadily, 1982, hal 273).
Surakarta :
Disebut juga Solo atau Sala adalah kota yang terletak di Provinsi Jawa
Tengah Indonesia. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III)
Sejarah :
Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau
asal-usul. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2012) commit to user Sejarah mengandung 3 pengertian, yaitu : perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 16
a. Kesusasteraan lama, silsilah, dan asal usul
b. Kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau
c. Ilmu pengetahuan
(W.J.S Poerwodarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia)
Ada banyak cara untuk memilah informasi sejarah, misalnya :
a. Berdasarkan kurun waktu (kronologis)
b. Berdasarkan wilayah (geografis)
c. Berdasarkan negara (nasional)
d. Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis)
e. Berdasarkan topik/pokok bahasan (topikal)
(Syadiash, Definisi Sejarah dan Keterangannya, 2008)
Jadi pengertian Desain Interior Keroncong Music Center di Surakarta
dengan Pendekatan Sejarah Perkembangan (Periodisasi) adalah rancangan
suatu bentuk ruang dalam bangunan yang memiliki fasilitas untuk segala
aktivitas yang berkaitan dengan musik keroncong yang terletak di Surakarta
dan sebagai tolak ukur perancangannya adalah dengan menganalisa, memilih,
menseleksi segala informasi mengenai sejarah perkembangan musik keroncong
dalam hal ini secara kronologis, yang menunjukkan ciri dari perkembangan
keroncong yang merupakan hasil budaya masyarakat dalam kurun waktu yang
panjang (kronologis) . Atas dasar pemikiran inilah yang akan penulis jadikan
sebagai penentuan konsep, gaya, tema dan suasana interior yang akan
diterapkan pada pusat musik keroncong sebagai sarana informasi, dan hiburan
agar musik keroncong lebih berkembang dan diminati oleh seluruh lapisan
masyarakat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 17
2. Tinjauan Musik Keroncong
a. Sejarah Musik Keroncong
Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal
sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga
bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa)
masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh
para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17
di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini.
Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal Spanyol,
seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh Kusbini
disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Moresco, yang diiringi oleh
alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut
keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur
tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa
komponen gamelan.
Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di
banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya.
Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian
meredup akibat masuknya gelombang musik popular (musik rock yang
berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak
tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih
tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di
Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Nama Keroncong diambil dari bunyi crong, crong, crong yang commit to user dihasilkan oleh Ukelele. Alat tersebut dibawa masuk ke Indonesia oleh perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 18
para pedagang Portugis pada sekitar abad 16, dengan seperangkat musik
berdawai yang lain seperti bas, cello, gitar, biola, mandolin yang
dipadukan dengan sebuah seruling dan alat perkusi kecil seperti triangle
dan tambourine. Ketika seperangkat instrumen musik tersebut dibunyikan
bersama-sama, suara Ukelele yang dimainkan secara arpegio crong-crong
paling jelas terdengar, sehingga orang menyebutnya musik tersebut dengan
nama Keroncong.
(Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
b. Evolusi dan Revolusi Musik Keroncong
Kurun waktu panjang telah menjadikan perubahan dari musik
keroncong, terutama sekali pada alat musiknya dan akhirnya pada
bentuknya pula. Dimulai dengan ukulele pada saat masuknya para pelaut
Portugis dan seiring dengan masuknya agama Islam, maka alat musik
rebana juga masuk dalam golongan alat musik keroncong. Selain itu
terdapat pula alat musik mandolin. Bentuk ini bertahan hingga abad 19.
Pada dasawarsa abad ke 20, munculah berbagai orkes seperti Lief
Java yang didirikan oleh Wang Suwandi (1922), yang disusul oleh orkes
Melayang, Monte Carlo, dan Doodskoppen. Ada beberapa daerah sebagai
tempat berkembang suburnya musik keroncong, yang paling utama adalah
Solo dan juga Jakarta (daerah Tugu). Pada jaman itu keroncong masih
menuju ke bentuknya. Pada tahun 1930-an mulai ada penambahan melodi
harmonika bahkan juga sempritan burung. Baru secara bertahap muncullah
biola sebagai melodi.
Pada tahun 1930-an juga, Sastrodirono mengadakan revolusi commit to user keroncong dengan mengganti rebana dengan petikan gitar. Hingga pada perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 19
tahun 1934, Tjok Shinsu menggantikan gitar dengan cello yang dipetik
secara pizzicato (thumb stick). Sapari termasuk mengadakan revolusi
dengan mengganti fungsi mandolin dengan gitar tetapi tidak membawa
melodi pokok, tetapi berupa contra point yang terus bergerak lincah dari
awal hingga akhir lagu.
Dalam hal lagu juga terjadi revolusi lagu keroncong. Semula syair
lagu keroncong berupa pantun melayu atau parikan jawa. Tetapi pada
tahun 1935 terjadi perubahan besar dalam hal syair, yaitu dengan
munculnya lagu Rindu Malam.
Pada jaman pendudukan Jepang di Indonesia, keroncong yang
semula adalah musik kelas bawah menjadi naik derajat karena pada waktu
itu segala yang berbau barat dilarang oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Pada saat itu tak terjadi perubahan alat musik, tetapi ada perubahan dalam
cara petikan, antara lain cara petik cello yang semula seperti bunyi
kendang dalam gamelan berubah menjadi seperti sekarang ini. Lalu
ukulele yang semula hanya berfungsi sebagai rhythm menjadi bermelodi.
Dengan adanya angin segar dari penguasa pendudukan Jepang, maka
bermunculanlah seniman-seniman keroncong, antara lain Samsidi,
Gesang, Maryati, Suprapti. Pada saat itu terciptalah lagu-lagu antara
lain: Bengawan Solo (Gesang), Pulau Jawa, Swadesi (Mardjokahar/
Kamajaya).
Pada jaman kemerdekaan Indonesia, yang pada saat itu masih
terjadi perang disana-sini, maka lahirlah lagu-lagu keroncong dengan tema
perjuangan. Tokoh-tokoh keroncong pada saat itu antara lain: Kusbini, commit to user Amirah, Mardjokahar, dan Samsidi. Setelah Belanda meninggalkan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 20
Indonesia tahun 1950, maka keroncong mendapat tempat utama diatas
musik yang lain. Munculah penyanyi-penyanyi legendaries, antara lain :
Ismanto, Waldjinah ( menjadi juara festival/ bintang radio yang diadakan
oleh RRI pada tahun 1959), S. Dharmanto, Ping Astono.
Pada tahun 1960-an, timbulah fenomena baru, dengan hadirnya
irama langgam jawa, yang dipelopori oleh Andjar Any (Yen Ing
Tawang), yang diikuti oleh S Dharmanto (Lara Branta) dan juga
Ismanto (Wuyung). Irama inilah yang kemudian mendominasi musik
keroncong. Pada saat itupun munculah kelompok Tetap Segar yang
dipimpin oleh Jendral Pirngadi yang menggunakan alat-alat musik elektrik
dalam memainkan musik keroncong. Tetapi seiring dengan berkuasanya
orde baru, akhirnya keroncong mengalami kemunduran, karena belantika
musik dikuasai oleh musik dangdut, pop, rock, dan lain-lain. Perubahan
yang ada adalah masuknya alat musik keyboard.
Baru setelah tahun 1990-an, keroncong seolah lahir kembali
dengan munculnya musik campur sari sebagai kelanjutan keroncong tetapi
dengan corak yang baru, baik dari segi alat musiknya, cara penyajiannya
maupun syairnya. Contohnya adalah lagu Stasiun Balapan yang
dinyanyikan Didi Kempot. Selain itu keroncong juga coba dipadukan
dengan berbagai jenis musik, baik pop, dangdut, rock dan sebagainya.
Contohnya keroncong dipadukan dengan musik rock dan rap oleh Bondan
Prakoso dengan Keroncong Protol-nya. (Bambang Purnomo Sigit,
Keroncong – Sebuah Sejarah Panjang Musik Khas Indonesia, 2009)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 21
c. Alat-alat Musik Keroncong
Berbicara masalah keroncong, dengan sendirinya akan mencakup
beberapa aspek, yaitu :
a. Musik Keroncong adalah salah satu bagian dari jenis seni musik yang
lain, misalnya : musik gamelan, musik angklung, musik kulintang dan
sebagainya.
b. Irama Keroncong adalah irama gedukan atau irama gendangan yang
ditimbulkan oleh beberapa instrumen secara bergantian. Irama
keroncong merupakan irama yang santai, nglaras bertempo andante
atau lambat sedang dengan sukat 4/4. Namun kadang diselingi irama
yang lincah hasil perpaduan dari cello, keroncong, banyo serta gitar
melodi yang kadang-kadang dipukul dengan irama double.
c. Orkes keroncong adalah sebuah orkes yang memainkan lagu-lagu
keroncong atau lagu-lagu lain yang cocok dan dapat diiringi dengan
irama keroncong.
Orkes keroncong paling tidak terdiri dari 7 instrumen yaitu:
1. Ukelele 5. Banyo (cak, atau cak tenor)
2. Biola 6. Cello
3. Flute (Seruling) 7. Bas
4. Gitar
Ketujuh instrumen tersebut dibakukan menjadi alat keroncong.
Dalam bentuknya yang paling awal, moresco, diiringi oleh musik
dawai, seperti biola, ukulele, serta cello. Perkusi juga kadang-kadang
dipakai. Set orkes semacamcommit ini to masih user dipakai oleh keroncong Tugu, perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 22
bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak
Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang
kemudian berkembang ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh
orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun 1880-1920).
Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan
beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat orang Jawa. Pem-
”pribumi”-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-
alat musik seperti : sitar India; rebab; suling bambu; gendang, kenong,
dan saron sebagai satu set gamelan; serta gong.
Saat ini, alat musik yang digunakan dalam orkes keroncong
mencakup :
1. Ukulele (Cuk)
Gambar 2.1 Alat Musik Ukulele Cuk
(Sumber : www.Google.com)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 23
Alat musik petik sejenis gitar berukuran kecil, sekitar 20 inci,
berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E, merupakan alat
musik asli Hawai ditemukan sekitar tahun 1879.
Dalam musik keroncong menjadi alat musik utama dengan
suara crong, crong, crong, sehingga musik asli Indonesia tersebut
disebut keroncong sejak 1880. (http://id.wikipedia.org/wiki/Ukulele)
Secara umum, ukulele memiliki 4 ukuran yang berbeda (dari kecil
ke besar) :
a. Soprano, size ukulele yang paling kecil ini merupakan bentuk
tradisional dari ukulele lainya. Kecil, sehingga portable dan cocok
untuk dibawa kemanapun.
b. Concert, adalah model yang paling ideal di antara model lainnya,
dengan body, neck dan jumlah fret yang lebih besar atau lebih banyak
dari soprano dapat memudahkan jari untuk eksplorasi lebih jauh tanpa
meninggalkan suara asli dari ukulele.
c. Tenor, walau lebih besar sedikit dari concert di mana ukuran body dan
neck tidak jauh berbeda, tenor masih menjadi pilihan para pemain
professional karena jarak antar fret dengan lebar fretboardnya yang
lebih jauh atau besar. Suara lebih tebal sehingga cocok untuk
dimainkan solo.
d. Baritone, cocok untuk pemain gitar yang convert ke ukulele secara
instan. Karena pada umumnya ukuran ini memiliki tuning yang sama
4 senar bawah pada gitar : D-G-B-E sehingga chord yang dimainkan
sama dengan gitar. commit to user (http://www.kaskus.us) perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 24
2. Ukulele (Cak)
Gambar 2.2
Alat Musik Ukulele Cak
(Sumber : www.Google.com)
Berdawai 4 (string/baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi
ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada
tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F).
Perbedaan lainnya adalah pada lubang resonansinya, tidak berupa
satu lubang yang cukup besar, tapi berupa lubang kecil berjumlah banyak.
Mengingat kebiasaan pentas yang hanya menggunakan microphone, maka
Cak dapat dicustom dengan mengintegrasikan spull di dalamnya, sehingga
untuk kebutuhan pentas hanya cukup mencolokkan kabel saja.
3. Gitar Akustik
Fungsinya dalam keroncong sebagai gitar melodi, dimainkan
dengan gaya kontrapuntis (anti melodi). Instrumen yang penting
kontribusinya dalam perkembangan gitar adalah instrumen Cittern.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 25
Gambar 2.3
Alat Musik Gitar Akustik
(Sumber : www.Google.com)
4. Biola
Biola adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan cara
digesek. Biola memiliki empat senar (G-D-A-E) yang disetel berbeda satu
sama lain dengan interval sempurna kelima.
Gambar 2.4
Alat Musik Biola
commit to user (Sumber : www.Google.com) perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 26
5. Flute
Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu. Suara
suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya
dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas
atau campuran keduanya, sedangkan suling untuk pelajar umumnya
terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak. Suling konser
standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari
middle C.
Gambar 2.5 Alat Musik Flute
(Sumber : www.Google.com)
Pada Era Tempo Doeloe memakai Suling Albert (suling kayu hitam
dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief Java),
sedangkan pada Era Keroncong Abadi telah memakai Suling Bohm (suling
metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang
indah, contoh flutis Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta). commit to user (Nova Vannovelly) perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 27
6. Cello
Menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh
Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600, hanya saja dalam
keroncong dimainkan secara khas dipetik / pizzicato.
Gambar 2.6 Alat Musik Cello
(Sumber : www.Google.com)
Nama cello adalah singkatan dari kata dalam bahasa Italia
violoncello, yang berarti "violone kecil". Violone adalah sebuah instrumen
yang kuno, sebuah viol besar, yang mirip dengan bass modern. Cello
paling erat terkait dengan musik klasik Eropa. Ia adalah bagian dari
orkestra standar dan memberikan suara bas dalam sebuah kuartet gesek,
serta bagian dari banyak kelompok musik kamar.
Sejumlah besar concerto dan sonata telah digubah untuknya. Alat
musik ini kurang lazim dalam musik pop, namun kadang-kadang
ditampilkan dalam rekaman-rekaman pop dan rock. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 28
7. Kontrabass
Gambar 2.7
Alat Musik Kontrabass
(Sumber : www.Google.com)
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang
kontrapuntis dan cello yang ritmis mengatur peralihan akord. Biola
berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen bawah.
Flute mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang melodi
yang kosong.
Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang
menggunakan organ tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu
keroncong (di pentas pesta organ tunggal yang serba bisa main keroncong,
dangdut, rock, polka, mars).
d. Perkembangan Musik Keroncong
Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat
yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak
tiga macam keroncong, yangcommit dapat to user dikenali dari pola progresi akordnya. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 29
Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut.
Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.
Pada abad ke XX, musik keroncong ini berkembang di luar Jakarta.
Perkembangannya dipengaruhi oleh musik-musik tradisional setempat.
Di kota Ambon, musik keroncong dipengaruhi oleh musik hawaian
dengan penambahan instrumen gitar sebagai melodi.
Di daerah Makasar musik keroncong mendapat tambahan alat
musik tradisional yaitu Kecapi. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-
lagu daerah setempat. Sedangkan di Balikpapan alat-alat yang dipakai
dalam musik keroncong adalah : Biola mandolin yang disebut Gambus,
ukelele, banyo dan dua buah gendang. Lagu-lagunya diambil dari lagu-
lagu tradisional.
Di Jawa Tengah musik keroncong dipengaruhi oleh musik
gamelan, jenis musik yang memakai lima tangga nada atau Pentatonis.
Dengan percampuran antara ensamble keroncong tradisional Jakarta hasil
dari perkembangan intrumen musik Barat dengan musik gamelan maka
lahirlah istilah Langgam. Ada dua ciri khas langgam yaitu :
1. Teks dalam bahasa daerah (Jawa)
2. Tangga nada dan ritme diarahkan kedalam musik daerah
(gamelan).
Ada pararel yang jelas antara ensamble musik Keroncong
tradisional Jakarta dengan Gamelan antara lain : biola dengan rebab, flute
dengan suling, gitar melodi dengan siter, ukelele (keroncong) dengan
ketuk kenong, cello dengan kendang, bass dengan gong. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 30
Lain yang ada di Jawa Timur, perkembangan musik keroncong
dimulai dengan adanya teater rakyat komedi bernama Stambul. Peranan
musik keroncong ini selain sebagai selingan juga merupakan bagian dari
pentas pertunjukan stambul. sehingga munculah tipe keroncong dengan
nama Stambul. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Gambar 2.8 Komedi Stamboel dengan Musik Keroncong sebagai Pengiring Pertunjukan
(Sumber : http://newsletterskana.wordpress.com/tag/studiklub -
teater-bandung)
Komedie Stamboel adalah teater hibrida di zaman kolonial yang
dengan kompleks menggabungkan beragam teater, kesusastraan dan
estetika Eropa dan Asia. Sebagai satu genre pertunjukan populer di
Indonesia, asal muasalnya dapat ditelusuri dari pendirian satu kelompok
teater dengan nama yang sama di tahun 1891 di Surabaya, dengan aktor
Indo (Euroasia) yang didanai kongsi Tionghoa.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 31
Setelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang
Portugis di Indonesia (1522) dan pemukiman para budak di daerah
Kampung Tugu tahun 1661 , dan ini merupakan masa evolusi awal musik
keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun
belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan
suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong
belum lahir tahun 1661-1880. Dan akhirnya musik keroncong mengalami
masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini, dengan tiga
tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu perkiraan
perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak awal adalah pada
tahun 1879 , di saat penemuan ukulele di Hawai yang segera menjadi
alat musik utama dalam keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong),
sedangkan awal keroncong millenium sudah ada tanda-tandanya, namun
belum berkembang (Bondan Prakoso).
Empat tahap masa perkembangan tersebut adalah :
1) Masa tempo doeloe (1880-1920),
2) Masa keroncong abadi (1920-1960),
3) Masa keroncong modern (1960-2000),
4) Masa keroncong millenium (2000-kini)
1) Masa Keroncong Tempo Doeloe (1880-1920)
Ukulele ditemukan pada tahun 1879 di Hawaii, sehingga diperkirakan
pada tahun berikutnya Keroncong baru menjelma pada tahun 1880, di
daerah Tugu kemudian menyebar ke selatan daerah Kemayoran dan
Gambir (ada lagu Kemayorancommit to user dan Pasar Gambir, sekitar tahun perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 32
1913). Komedie Stamboel 1891-1903 lahir di Kota Pelabuhan Surabaya
tahun 1891, berupa Pentas Gaya Istambul, yang mengadakan
pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura dan Malaya lewat
jalur kereta api maupun kapal api. Pada umumnya pertunjukan meliputi
Cerita 1001 Malam (Arab) dan Cerita Eropa (Opera maupun Rakyat),
termasuk Hikayat India dan Persia. Sebagai selingan antara adegan
maupun pembukaan, diperdengarkan musik mars, polka, gambus, dan
keroncong. Khusus musik keroncong dikenal pada waktu itu Stambul I,
Stambul II, dan Stambul III.
Pada waktu itu lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120
untuk satu ketuk seperempat nada), di mana Warga Kampung Tugu
maupun Kusbini menyebut sebagai Keroncong Portugis,
sedangkan Gesang menyebut sebagai Keroncong Cepat, dan berbaur
dengan Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal para musisi
Indo, dan pemain biola legendaris adalah M. Sagi (rekaman Idris Sardi
main biola lagu Stambul II Jali-jali berdasarkan aransemen dari M.
Sagi).
Dari periode tempo doeloe ini lahir pula di Makassar bentuk
keroncong khas yang dikenal sebagai Musiq Losquin Bugis, misalnya
lagu Ongkona Arumpone yang dinyanyikan oleh Sukaenah B. Salamaki.
Irama keroncong ini tanpa seruling-biola-cello, tapi dengan melodi
guitar yang kental, mirip seperti gaya Tjoh de Fretes dari Ambon.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 33
Gambar 2.9
Album Keroncong Tempo Doeloe
(Sumber : www.Google.com)
Jika kita hubungkan kesemua ini, maka ada garis kesamaan
dengan Orkes Keroncong Cafrinho Tugu (Kr. Pasar Gambir) – Orkes
Keroncong Lief Java (Kr. Kali Brantas) – Losquin Bugis (Ongkona
Arumpone) – Orkes Hawaian Tjoh de Fretes (Pulau Ambon), yaitu
gaya era tempo doeloe dengan irama yang cepat sudah dengan
kendangan cello dan dengan guitar melodi yang kental.
2) Masa Keroncong Abadi (1920-1960)
Pada masa ini panjang lagu telah berubah menjadi 32 birama,
akibat pengaruh musik pop Amerika yang melanda lantai dansa di
hotel-hotel Indonesia pada waktu itu, dengan musisi didominasi dari
Filipina (seperti Pablo, Sambayon, dll), dan berakibat juga lagu pada
waktu itu telah 32 birama juga. Lagu Indonesia Raya (1924) pada
waktu itu juga sudah 32 birama. Selanjutnya pusat perkembangan
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 34
beralih ke Solo dan iramanya juga lebih lamban (sekitar 80 untuk
seperempat nada). Masa ini lahir para musisi Solo seperti Gesang.
Lagu Keroncong Abadi terdiri atas :
a. Langgam Keroncong
Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A – A – B –
A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop
: Verse A – Verse A – Bridge B – Verse A, panjang 32 birama. Beda
sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada
bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada
perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi
serba bisa Hetty Koes Endang misalnya, dia sering merekam lagu-
lagu non keroncong dan langgam menggunakan irama yang sama,
dan kebanyakan tetap dinamakan langgam.
b. Stambul Keroncong
Stambul Keroncong berbentuk (A-B-A-B‟) x 2 = 16 birama x 2
= 32 birama, merupakan modifikasi Stambul II yang 16 birama
menjadi 32 birama (menyesuaikan standar Keroncong Abadi yang
32 birama). Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya
diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19
hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi
stambul. Nama “stambul” diambil dari Istambul di Turki.
c. Keroncong Asli
Keroncong asli memiliki bentuk lagu A – B – B‟. Lagu terdiri
atas 8 baris, 8 baris xcommit 4 birama to user = 32 birama, di mana dibuka dengan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 35
prelude 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian
disisipi interlude standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara
instrumental juga. Keroncong asli diawali
oleh voorspel atau prelude, atau intro yang diambil dari baris 7 (B3)
mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh alat musik
melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar;
dan tussenspel atau interlude atau intermezzo di tengah-tengah
setelah modulasi/modulatie/modulation yang standar untuk semua
keroncong asli.
Kadensa Keroncong adalah suatu rangkaian harmoni sebagai
penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa
menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup
(sementara) melodi tersebut. Pada Masa Keroncong Abadi dikenal
rangkaian penutup I7-IV-V7-I.
Kadensa dengan rangkaian V7-I disebut sebagai Kadensa
Sempurna, karena sempurna menutup rangkaian tersebut dan terasa
berhenti sempurna.
Tetapi kalau akord X-V7 menjadi akhir rangaian, maka
disebut Kadensa Tidak Sempurna atau Setengah Kadensa,
misalnya rangkaian Super Tonik – Dominan Septim.
Kalau rangkaian harmoni diakhiri pada X-VI, maka
disebut Kadensa Terputus, misalnya Doninan Septim – Submedian.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 36
Dalam rangkaian IV-I disebut Kadensa Plagal, mempunyai sifat
sendu seperti kalau kita mengucap “Amin” dalam salat.
Lagu kunci minor ditutup pada kunci mayor, disebut Tierce de
Piecardy, jadi sebenarnya bukan kadensa, namun biasanya dipakai
dalam akhir lagu.
Kadensa Keroncong, khusus dikembangkan dalam musik
keroncong, yaitu rangkaian harmoni I7-IV-V7-I
Ismail Marzuki (1914-1958) , komponis Ismail Marzuki termasuk
hidup dalam Era Keroncong Abadi, namun lagu-lagunya sangat
modern pada zamannya, misalnya Sepasang Mata Bola ditulis dalam
kunci minor sehingga dapat dinyanyikan dengan iringan keroncong
seperti keroncong beat (1958).
Gambang Keromong Gambang Keromong adalah salah satu gaya
keroncong yang dikembangkan oleh Etnis Tionghoa (gambang
adalah alat musik bilah kayu seperti marimba, sedangkan keromong
adalah istilah lain dari kempul) yang dikembangkan sekitar tahun
1922 di Kemayoran Jakarta (tanjidor), namun kemudian berkembang
di Semarang sekitar tahun 1949 (ingat lagu Gambang Semarang –
Oey Yok Siang). Sebenarnya Gambang Keromong yang lahir di
Masa Keroncong Abadi 1920-1960 adalah cikal bakal Campursari
yang lahir pada Masa Keroncong Modern.
Masa Keemasan (The Golden Age). Pada tahun 1952, Radio
Republik Indonesia (RRI) menyelenggarakan perlombaan Bintang
Radio dengan 3 jeniscommit lomba toyaitu, user Keroncong, Hiburan dan Seriosa, perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 37
juga dilombakan mencipta lagu keroncong, salah satu pemenang
adalah Musisi Kusbini dengan lagu Keroncong Pastoral. Pada masa
akhir dari Keroncong Abadi (1920-1960) ini merupakan Masa
Keemasan (Golden Age) bagi musik keroncong.
3) Masa Keroncong Modern (1960-2000)
Perkembangan keroncong masih di daerah Solo dan sekitarnya,
namun muncul berbagai gaya baru yang berbeda dengan Masa
Keroncong Abadi (termasuk musisinya), dan merupakan pembaruan
sesuai dengan lingkungannya.
Mulai masa keroncong modern (1960-2000) semua aturan
baku (pakem) musik keroncong tidak berlaku, karena mengikuti aturan
baku (pakem) musik pop yang berlaku universal, misalnya tangga
nada minor, moda pentatonis Jawa/Cina, rangkaian harmoni diatonik
dan kromatik, akord disonan, sifat politonal atau atonal (pada
campursari), tidak mengenal lagi pakem bentuk keroncong asli atau
stambul, ada irama nuansa dangdut (congdut), mulai tahun 1998 musik
rap mulai masuk (Bondan Prakoso), dlsb.
a. Langgam Jawa
Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan
dikenal sebagai langgam Jawa, yang berbeda dari langgam yang
dimaksud di sini. Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada
penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa diwakili
dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron dan
adanya bawa atau sulukcommit berupa to user introduksi vokal tanpa instrumen perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 38
untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Tahun 1968
Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.
Umumnya mempunyai struktur lagu pop yaitu A – A – B – A
atau juga A – B – C – D dangan jumlah 32 birama. Lagu Langgam
Jawa yang terkenal di tahun 1958 adalah ciptaan Anjar Any (1936-
2008) : Yen Ing Tawang Ana Lintang (Tawang dalam Bahasa Jawa
berarti : awang-awang, langit, dan makna lain nama suatu desa di
Magetan, Kalau di Langit Ada Bintang). Langgam Jawa menjadi
terkenal oleh Waljinah yang pernah sebagai juara tingkat sekolah
SMP di RRI Solo tahun 1958.
b. Keroncong Beat
Dimulai oleh Yayasan Tetap Segar pimpinan Rudy Pirngadie, di
Jakarta pada tahun 1959 dan bisa mengiringi lagu barat pop (mau
melangkah lebih bersifat universal). Pada waktu itu Idris Sardi ikut
tour ke New York World‟s Fair Amerika Serikat dengan biola tahun
1964 dengan maksud mau memperkenalkan lagu pop barat (I left my
heart in San Fransico, pada waktu itu tahun 1964 lagu ini
merupakan salah satu hit di dunia) dengan iringan keroncong beat,
namun dia kena denda melanggar hak cipta akibat tanpa izin.
Dengan Keroncong Beat maka berbagai lagu (bukan dengan
rangkaian harmoni keroncong, termsuk kunci Minor) dapat
dinyanyikan seperti La Paloma, Monalisa, Widuri, Mawar Berduri,
dll.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 39
c. Campur Sari
Di Gunung Kidul (DI Yogyakarta) pada tahun 1968 Manthous
memperkenalkan gabungan alat gamelan dan musik keroncong, yang
kemudian dikenal sebagai Campursari. Kini
daerah Solo, Sragen, Ngawi, dan sekitarnya, terkenal sebagai pusat
para artis musik campursari. Bahkan Bupati Sukoharjo ikut
meramaikan bursa campursari.
d. Keroncong Koes-Plus
Koes Plus dikenal sebagai perintis musik rock di Indonesia,
pada sekitar tahun 1974 juga berjasa dalam musik keroncong yang
rock. Keroncong Pertemuan adalah Keroncong Koes Plus dengan
struktur bentuk campuran (dalam bahasa Belanda disebut Meng-
vorm atau Inggris Combine form) antara Stambul II dan langgam
Keroncong.
Seandainya band rock Indonesia bisa mengikuti jejak Koes-Plus
untuk melestarikan budaya sendiri seperti keroncong, maka betapa
indah musik rock Indonesia dapat ngetop dengan irama kampung
halaman, berarti musik keroncong jangan mati. (ucapan Gesang).
e. Keroncong Dangdut (Congdut)
Keroncong dangdut (Congdut) adalah jawaban atas derasnya
pengaruh musik dangdut dalam musik populer di Indonesia sejak
1980-an. Seiring dengan menguatnya campur sari di pentas musik
populer etnis Jawa, sejumlah musisi, konon dimulai dari Surakarta,
memasukkan unsur beat dangdut ke dalam lagu-lagu langgam Jawa commit to user klasik maupun baru. Didi Kempot adalah tokoh utama gerakan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 40
pembaruan ini. Lagu-lagu yang terkenal antara lain Stasiun Balapan,
Sewu Kuto.
Pada Masa Keroncong Modern adalah Masa Kejayaan Musik
Keroncong, di mana terdengar di mana-mana musik Langgam Jawa,
Keroncong Beat, Campursari, koes Plus dan terakhir dengan
Congdut dari Didi Kempot, hingga ke Suriname dan Belanda (2004-
2008). Rupa-rupanya ini merupakan puncak kejayaan Musik
Keroncong, sehingga Gesang khawatir bahwa Keroncong Akan Mati
(2008, ucapan beliau sebelum wafat).
4) Masa Keroncong Millenium (2000-kini)
Walaupun musik keroncong di era millenium (tahun 2000-an)
belum menjadi bagian dari industri musik pop Indonesia, tetapi
beberapa pihak masih mengapresiasi musik keroncong. Kelompok
musik Keroncong Merah Putih, kelompok keroncong berbasis
Bandung masih cukup aktif melakukan pertunjukan. Selain itu, Bondan
Prakoso dan grupnya Bondan Prakoso & Fade 2 Black, menciptakan
komposisi berjudul “Keroncong Prothol” yang berhasil memadukan
musik gaya rap dengan musik latar belakang irama keroncong. Di
tahun 2008 Solo International Keroncong Festival, Harmony Chinese
Music Group membuat suasana lain dengan memasukan unsur alat
musik tradisional Tionghoa dan menamainya sebagai Keroncong
Mandarin. (Wikipedia Bahasa Indonesia)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 41
e. Jenis Musik Keroncong
Lagu keroncong yang baku saat ini adalah yang disebut dengan
Keroncong Asli, Langgam Keroncong, Stambul, Lagu Ekstra dan
Langgam Jawa yang masing-masing memiliki bentuk dan ciri yang
berbeda.
1. Keroncong Asli. Diawali dengan intro (musik pembuka sebelum lagu) yang
merupakan improvisasi dari akor I, V dan berakhir di akor I. Ada
interlude/middel spell (musik penyela diantara lagu) pada birama ke
sembilan dan kesepuluh. Diakhiri dengan coda (musik akhir setelah
lagu) biasanaya merupakan iprovisasi akor I - IV - V dan kembali ke
akor I, masing-masing satu birama I.
2. Langgam Keroncong
Diawali dengan intro (musik pembuka sebelum vokal) yang
biasanya diambilkan dari empat birama terakhir. Lagu dinyanyikan
dua kali. Untuk putaran ke dua kalimat A dan A' dibawakan dengan
instrumental lagu mulai masuk pada kalimat B dan A".
Diakhiri dengan coda (musik akhir setelah vokal) yang
merupakan improvisasi akord I - IV - V dan kembali ke akor I,
masing-masing satu birama.I
3. Stambul
a. Stambul I
Jumlah birama 16 birama
Sukat 4/4 Bentuk kalimat commitA - B to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 42
Bersyair secara improvisasi
Intro merupakan improvisasi dengan peralihan dari akor tonika ke
akor Sub Dominan. Musik dan vokal saling bersautan. Dua birama
instrumental dan dua birama selanjutnya diisi oleh vokal, demikian
seterusnya sampai lagu berakhir.
b. Stambul II
Jumlah birama 32 birama
Sukat 4/4
Bentuk kalimat A - B
Bersyair secara improvisasi
Intro merupakan improvisasi dengan peralihan dari akor tonika ke
akor Sub Dominan. Biasanya diawali oleh vokal tanpa iringan. Iringan
baru dimulai setelah masuk birama ke dua yang jatuh pada akor IV.
4. Lagu Ekstra
Bentuknya bebas, tidak termasuk keroncong asli, langgam
maupun stambul. Lagu Ekstra mengutamakan suasana riang dan
jenaka.
Selain bentuk dari irama keroncong yang membedakan antara
jenis yang satu dengan jenis yang lain, dikenal pula adanya gaya.
Untuk istilah gaya keroncong ini titik beratnya mengarah pada
perbedaan irama dan peralatannya. Dari perbedaan gaya yang ada di
setiap daerah tempat keroncong hidup dan berkembang, terdapat dua
gaya yang mempunyaicommit perbedaan to user mencolok yaitu : perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 43
a) Irama keroncong gaya Jakarta
Instumen ukelele mempunyai empat tali dengan stem nada A - E -
C - G. Keempat tali tersebut dipukul secara bersama-sama sehingga
menimbulkan bunyi Kemprong-kemprong. Instrumen banyo
dimainkan dengan cara dipetik seperti ukelele gaya Surakarta,
namun juga sering dipukul bersama, satu kali dalam setiap ketukan.
Ada pula banyo gaya Jakarta ini bertali satu, dipetik satu nada dari
akor yang dimainkan.
b) Irama keroncong gaya Surakarta
Instrumen ukelele bertali tiga dengan stem nada E - B - G. Cara
memainkannya dipetik satu-persatu untuk mencari nada yang
serasi. Dan yang menjadi cirikhas gaya Surakarta ini adalah irama
Prolong. Irama yang ditimbulkan oleh bunyi ukelele dengan
mempergunakan pukulan-pukulan Trilen .
Instrumen Banyo (Cak tenor) bertali tiga dengan stem nada E
- B - G sama seperti ukelele atau dengan stem nada B - F# - D cara
memainkannya dipukul tiga tali bersama-sama untuk mendapatkan
bunyi akor lengkap. Antara ukelele dan banyo dipukul bergantian
saling mengisi sehingga ketika irama dipukul double kedua
instrumen tersebut membawa kelincahan irama yang
menggairahkan.
Selain kedua instrumen tersebut, perbedaan juga ada pada
instrumen lainnya, namun perbedaan tersebut tidaklah mencolok.
Hingga sekarang musik keroncong masih bertahan. Hidup dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 44
perkembanganya akan sangat tergantung kepada masyarakat
pendukungnya dan para pekerja seni yang menggelutinya.
(Sumber : Herjaka, Majalah Tembi)
5. Langgam Jawa
Atas instruksi presiden pada sekitar tahun 1958 yang melarang
lagu-lagu barat, maka bermunculan lagu-lagu daerah yang dikemas
dalam irama popular. Hal ini menjadikan tantangan para musisi
keroncong pada waktu itu untuk berkreasi ,maka munculah irama
langgam Jawa. Bentuk lagu dari Langgam Jawa ini ada yang
mendekati langgam keroncong dan ada pula yang mirip dengan
bentuk lagu ekstra. Yang perlu diperhatikan dalam langgam jawa
terdapat sifat ke-paralel-an dari alat musik /instrumen musik barat
terhadap instrument musik jawa (gamelan). Berikut ke-paralel-an
tersebut :
Biola – Rebab, Flute – Suling, Gitar - Celempung,gambang, Cuk
Kethuk,Bonang,Kromong, Cak – Kecapi, Cello - Kendhang
ciblon/batangan, Bas – Gong
(Buletin Tjroeng, Buletin Musik Keroncong,2 November 2008)
f. Tokoh Keroncong
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar
dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak Gesang . Lelaki asal
kota Surakarta (Solo) ini bahkan mendapatkan santunan setiap tahun dari
pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan musik keroncong di
sana. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 45
Di sisi lain nama Anjar Any (Solo, pencipta Langgam Jawa lebih
dari 2000 lagu, yang meninggal tahun 2008) juga mempunyai andil dalam
keroncong untuk Langgam Jawa beserta Waldjinah (Solo), sedangkan R.
Pirngadie (Jakarta) untuk Keroncong Beat, Manthous (Gunung Kidul,
Yogyakarta) untuk Campursari dan KoesPlus (Solo/Jakarta) untuk
Keroncong Rock, serta Didi Kempot (Ngawi) untuk Congdut.
(Wikipedia Bahasa Indonesia)
Gambar 2.10 Tokoh Keroncong Indonesia
(Sumber : www.Google.com)
g. Eksistensi Keroncong di Surakarta
Musik keroncong mulai dikenal di Surakarta sekitar tahun 1950-an.
Jenis musik ini mulai popular setelah didirikannya sebuah perusahaan
rekaman milik pemerintah yang bernama LOKANANTA yang berlokasi di
Kota Solo. LOKANANTA memproduksi lagu-lagu daerah dan tradisional.
Hingga tahun 1964, perusahaan yang memproduksi piringan hitam ini
tidak mengalami hambatancommit yang to user berarti kecuali pasar yang lambat perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 46
berkembang. Dengan sentuhan tangan dari para seniman music seperti
Andjar Any, Gesang, Waldjinah dan sebagainya, musik keroncong
dimodifikasi dalam bentuk langgam Jawa yang mampu mengambil hati
para penggemarnya. Sekitar akhir tahun 1960-an dan permulaan dekade
1960-an keroncong murni dan langgam Jawa berjalan beriringan dan
mampu menunjukkan keeksistensinya di jagad musik Indonesia khususnya
wilayah Surakarta, dan beberapa wilayah di sekitarnya.
Gejolak politik pada tahun 1960-an tidak begitu berpengaruh pada
perkembangan musik keroncong. Kebijakan dari Presiden Soekarno yang
anti barat sehingga melarang segala sesuatu yang berbau kebarat-baratan
di Indonesia sebenarnya dapat menjadi peluang musik keroncong untuk
dapat berkembang lebih maju lagi. Dengan berbagai bentuk modernisasi
yang diterapkan pada jenis musik ini diharapkan mampu mendatangkan
profit yang besar kepada insan pelakunya. Namun pada masa
pemerintahan Soeharto, pengaruh Barat dapat masuk secara bebas ke
Indonesia sehingga muncul aliran-aliran musik baru yang menggeser
eksistensi musik keroncong. Tidak banyak orang yang tertarik meneruskan
dan mengembalikan kejayaan musik keroncong di Indonesia, khususnya di
Kota Solo yang dikenal sebagai Kota Budaya. (Memik Zunainingsih,
2009)
3. Tinjauan Musik Keroncong di Kampung Tugu
a. Kampung Tugu
Kampung Tugu berlokasi di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan
Koja, Jakarta Utara, Propinsi Jakarta Utara. Kampung yang merupakan commit to user peninggalan sejarah Kota Batavia ini dikenal sebagai kampung yang perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 47
dihuni oleh tawanan portugis yang telah dibebaskan oleh Pemerintah
Belanda. Menurut riwayat, sejak VOC menaklukkan kekuasaan Bangsa
Portugis di Malaka pada tahun 1641 M, para tawanan dan budak Portugis
diboyong oleh Belanda ke pusat kota dagang baru di Batavia. Para budak
dan tawanan tersebut terdiri dari orang-orang Portugis dan orang-orang
dari daerah yang diduduki oleh Portugis kala itu seperti Goa, Malabar,
Bengal, dan Colomander. Rata-rata mereka beragama Katolik dan
menggunakan bahasa Portugis sebagai bahasa percakapan.
Namun semenjak berada di Batavia para budak dan tawanan
Portugis ini dimerdekakan oleh Belanda, dengan syarat berpindah agama
menjadi Protestan dan mengganti bahasa mereka dengan bahasa Belanda.
Istilah untuk menyebut para tawanan dan budak yang dimerdekakan itu
dikenal dengan nama kaum Mardjikers, yang berarti kaum yang
dimerdekakan (dekat dengan kata mardika atau merdeka). Sampai akhir
abad ke-18, Pemerintah Belanda di Batavia melarang agama Katolik
dipeluk oleh masyarakat Batavia. Baru semenjak penaklukan Perancis atas
Batavia pada masa Daendels (tahun 1808 M), Gubernur Batavia saat itu,
agama Katolik diperbolehkan.
Setelah memerdekakan para tahanan dan budak Portugis (kaum
Mardjikers), pengurus Gereja Batavia dengan persetujuan VOC
memindahkan kaum Mardjikers ke sebuah kampung yang berjarak sekitar
20 kilometer sebelah tenggara Batavia pada tahun 1661 M. Kampung
inilah yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Tugu. Tidak kurang
ada sekitar 22 kepala keluarga terdiri 150 jiwa dipindahkan ke Kampung commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 48
Tugu. Sejak itu, para Mardjikers menetap di Kampung Tugu dan
melakukan perkawinan dengan suku-suku lain yang beragama Kristen.
Ada beberapa versi tentang asal-usul nama Kampung Tugu.
Sejarawan Belanda, De Graff, menyebut nama Tugu berasal dari kata por
tugu ese (Portugis), sebutan orang Portugis yang tinggal di kampung itu.
Namun, ada juga versi lain yang mengatakan nama Tugu dikaitkan dengan
penemuan sebuah prasasti (tugu) batu bertuliskan huruf Pallawa dari masa
kekuasaan Raja Purnawarman, Kerajaan Taruma Negara, di sekitar
perkampungan tersebut. „Tugu„ sendiri berarti „tiang„, „batu bersurat„, atau
„batu peringatan„. Prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Tugu. Sejak
tahun 1911 M, Prasasti Tugu dipindahkan ke Museum Nasional (Museum
Sejarah Jakarta).
Gambar 2.11 Gereja Sion
(Sumber : www.Google.com)
Kampung Tugu dikenal oleh masyarakat Batavia salah satunya
karena keberadaan Gerejacommit Tugu to diuser kampung ini. Konon gereja ini perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 49
didirikan seiring dipindahkannya para Mardjikers dari Kota Batavia. Saat
di Batavia para Mardjikers biasanya beribadah di Gereja Sion dikenal
dengan sebutan gereja Portugis Luar Kota (di luar benteng Kota Batavia)
atau Gereja Portugis.
Namun semenjak pindah ke Kampung Tugu para Mardjiker
menggunakan Gereja Tugu sebagai sarana ibadahnya. Ada yang menaksir,
Gereja Tugu didirikan antara tahun 1676-1678 M bersamaan dengan
pendirian sekolah rakyat pertama kali di Hindia Belanda oleh Melchior
Leydekker, seorang doktor ilmu kedokteran dan teologi dari Belanda yang
ditempatkan di Kota Batavia.
Gambar 2.12 Gereja Tugu
(Sumber : www.Google.com)
Gereja inilah yang hingga sampai sekarang menjadi landmark
Kampung Tugu. Gereja yang dapat menampung sekitar 300 jemaat ini
terbilang unik, tidak seperti bangunan lain yang biasanya menghadap
jalan, gereja ini justru menghadap sungai Cakung. Hal Ini semakin commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 50
mengukuhkan bahwa dulu, Cakung merupakan jalur lalu lintas transportasi
air utama untuk menuju gereja. Sejak tahun 1970 daerah Kampung Tugu
berusaha dijaga kelestariannya oleh pemerintah DKI Jakarta melalui SK
Gubernur tahun 1970, yakni radius 600 meter dari Gereja Tugu.
Menyusuri serpih-serpih sejarah di Kampung Tugu seolah
membawa ke suasana Kota Batavia zaman dulu. Saat mulai masuk
perkampungan akan disuguhi suasana perkampungan dengan lanskap
bangunan-bagunan kuno, jalan, dan sungai/ kali. Kali ini oleh masyarakat
Tugu dan sekitar disebut Kali Cakung. Dulu, hingga tahun 1960 kali ini
masih dipakai untuk jalur transportasi dan masih dimanfaatkan untuk
mandi. Namun sekarang sungai ini tak lagi menjadi jalan transportasi,
karena telah mendangkal dan berlumpur. Meskipun begitu tetap saja
sungai ini memberi nuansa tersendiri bagi Kampung Tugu.
Gambar 2.13 Lukisan karya F. Dancx (1703 M), yang mengisahkan keluarga keturunan
Portugis di Kampung Tugu yang dilatarbelakangi Gereja Tugu.
(Sumber : Ensiklopedi Jakarta, Budaya & Warisan Sejarah) commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 51
Selain menikmati arsitektur gereja, di Kampung Tugu juga dapat
menikmati peringatan Ritual Mandi-mandi. Meski bernama “mandi”, tak
ada kegiatan mandi yang dilakukan dalam acara ini. Ritual Mandi-mandi
lebih merujuk pada upacara saling memaafkan di antara warga Kampung
Tugu yang dibumbui kegiatan mencorengkan bedak di antara para warga.
Ritual ini merupakan warisan kaum Mardjikers dan diselenggarakan setiap
perayaan tahun baru.
Gambar 2.14 Ritual Mandi-mandi Kampung Tugu
(Sumber : www.Google.com)
Wisatawan yang berkunjung ke Kampung Tugu juga dapat
menikmati kesenian musik khas bernama Keroncong Tugu. Kesenian ini
sering dipentaskan pada berbagai tempat dan kesempatan, seperti pesta
perkawinan, ulang tahun, peresmian, jamuan makan, menyambut tamu
asing, perayaan Natal, dan perayaan tahun baru. Konon, keroncong ini
telah dimainkan sejak tahun 1661 M, tahun kedatangan para Mardjikers di
Kampung Tugu. Pada saat itu, kesenian ini masih disebut keroncong asli, commit to user karena jenis irama yang masih dipengaruhi Keroncong Portugis. Namun, perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 52
seiring perkembangan zaman, keroncong ini telah banyak mengadopsi
beberapa elemen yang membuatnya berbeda. Hal ini misalnya dapat dilihat
pada jenis iramanya yang lebih cepat dan rancak, dikarenakan suara
ukulele yang dimainkan dengan cara menggaruk keseluruhan senar secara
cepat. Selain itu di Kampung Tugu juga masih bisa melihat beberapa
deretan rumah khas Batavia yang berusia ratusan tahun, atau juga beberapa
kuburan kuno peninggalan zaman Belanda. (Ensiklopedi Jakarta, Budaya
dan Warisan Sejarah)
Gambar 2.15 Ilustrasi Orkes Keroncong Komunitas Indies di Batavia
(Sumber : http://www.krontjongtoegoe.com/profile/28/)
b. Keroncong Tugu
Jatuhnya Malaka ke tangan Belanda mengakhiri dominasi dan
kekuasaan Portugis. Mereka (orang-orang Portugis), ditawan sebagai
tawanan perang. Kemudian orang-orang Portugis yang ditawan dibawa ke
Jawa (Batavia) dan ditempatkan disekitar Kampung Bandan. Mereka
dijadikan „budak‟ oleh bangsa Belanda. Sekitar tahun 1661, orang-orang
ini kemudian dibebaskan setelah terlebih dahulu diubah kepercayaannya
dari Katolik ke Protestan dancommit mengubah to user nama -nama mereka dengan nama perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 53
Belanda, dengan julukan sebagai mardjikers (orang-orang yang
dimerdekakan). Mereka ditempatkan di sebuah delta di tengah rawa dekat
dengan Cilincing, yang sekarang dikenal dengan 'Kampung Toegoe' .
Gambar 2.16
Sketsa Orkes Keroncong Komunitas Indies di Batavia
(Sumber : http://www.krontjongtoegoe.com/profile/28/)
Untuk mengisi waktu senggang, dalam keseharian mereka bermain
musik selepas berburu, bertani atau menangkap ikan. Dalam bermusik,
lama-kelamaan mereka berkelompok, menciptakan musik yang harmoni
dari berbagai alat musik yang dimainkan, yakni Prounga (Cak), Macina
(Cuk), Jitera (seperti gitar tapi lebih kecil) dan Biola. Tidak ketinggalan
Suling dan Rebana. Dari berbagai alat musik ini, suara yang paling
dominan terdengar adalah suara 'Crong-crong-crong' dari Prounga dan
Mancina yang saling bersautan. Karenanyalah, orang-orang lebih suka
menyebutnya dengan musik 'KERONCONG'. Dari kebiasaan ini,
kemudian terbentuklah group musik yang terorganisir. Pada tahun 1920
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 54
mereka membentuk group musik "Orkes Krontjong Poesaka Moresco
Toegoe".
Gambar 2.17
Orkes Keroncong Poesaka Toegoe anno 1661
(Sumber : Dokumentasi Cafrinho)
Gambar 2.18 Para Pemuda dan Putra Tugu
(Sumber : Dokumentasi Cafrinho)
Group ini berkembang dari tahun ke tahun dan dikenal cukup luas commit to user pada masa itu, terutama dikalangan orang- orang Indo Belanda. Tetapi perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 55
pada saat Jepang datang, kegiatan bermusik menjadi terhenti dan orang-
orang Toegoe banyak keluar meninggalkan kampung halamannya.
B. PENDEKATAN DESAIN
1. Tinjauan Umum Music Center
a. Pengertian Music Center
Music Center merupakan wahana pendidikan musik, penjualan,
promosi industri musik dan pagelaran musik.
Music Center merupakan suatu tempat kegiatan terpadu yang
digunakan untuk menampung beberapa aktivitas antara lain pendidikan
atau pelatihan tentang musik, pameran dan penjualan alat-alat musik dan
pementasan musik dengan segala aktivitas pendukungnya.
b. Status Kelembagaan
Suatu keberadaan pusat musik ini adalah sebagai lembaga swasta
baik di bawah naungan pemerintahan maupun non-pemerintah yang
bergerak dalam bidang musik.
c. Jenis Aktivitas dan Kegiatan
a) Pendidikan dan Pelatihan Musik
Bentuk pendidik adalah teori musik dan praktik musik,
dikelompokkan menjadi ada dua kelompok, yaitu :
1. Kelompok anak-anak (4-9 tahun)
(a) Kursus musik anak
(b) Kursus elektone anak
(c) Bina Vokal anak commit to user 2. Kelompok umum (remaja dan dewasa) perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 56
(a) Instrument solo
(b) Ansamble
(c) Bina Vokal
b) Promosi dan Produk Industri Musik
1) KegiatanPromosi dan Penjualan
Promosi yang dilakukan adalah promosi yang bersifat pasif
(pengunjung hanya melihat barang dalam ruang pamer atau
demo oleh staf pameran) dan promosi aktif di mana pengunjung
dapat langsung mencoba dan memainkan produk yanng
ditawarkan.
2) Fasilitas Ruang Pamer
(a) Ruang pamer tetap untuk peminat promosi dalam jangka
waktu yang cukup lama.
(b) Ruang pamer temporer, untuk menampung berbagai macam
acara promosi yang bertipe real show atau musik klinik
yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
c) Pagelaran Musik
Fasilitas pagelaran musik yang disediakan dapat digunakan untuk
kepentingan pendidikan musik serta digunakan untuk melayani sebuah
kota akan gedung pagelaran. Fasilitas pagelaran musik dapat juga
digunakan untuk umum.
d) Kegiatan Pengelolaan
Kegiatan pengelolaan merupakan fasilitas untuk pengelola
mengendalikan fasilitas pusat musik, termasuk juga kegiatan commit to user pengelolaan di setiap bagian fasilitas. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 57
Kegiatan yang dimaksud adalah :
1) Pengelolaan Administrasi
Meliputi pusat kegiatan administrasi, yaitu kegiatan pimpinan
utama, pengelolaan manajemen dan kegiatan administrasi
lainnya.
2) Pengelolaan Pendukung
Merupakan kegiatan untuk mendukung beroperasinya Music
Center beserta fasilitas di dalamnya agar dapat berfungsi dengan
optimal.
2. Tinjauan Sistem Lobby / Area Resepsionis
a. Pengertian
Reception adalah ruang untuk menerima tamu sebelum dipersilahkan
duduk di ruang tunggu. Reception berada di ruangan yang paling depan,
setelah pintu masuk.
b. Fungsi Lobby
Fungsi lobby dapat dibedakan atas fungsi umum dan khusus :
1. Fungsi umum
sebagai suatu tempat atau wadah seluruh karyawan pada kantor
dalam melaksanakan tugas mengurus serta mengelola segala macam
yang berhubungan dengan management di perusahaan tersebut.
2. Fungsi khusus
sebagai suatu wadah dari pihak perusahaan untuk penerimaan
awal pengunjung. Tempat memperoleh informasi dan melayani
segala macam keperluan dari pengunjung, tempat untuk bertemu commit to user janji. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 58
c. Fasilitas Lobby
Di dalam area lobby terdapat fasilitas sebagai berikut :
1. Area tempat duduk, yang berfungsi sebagai ruang duduk dan ruang
tunggu
2. Area komunikasi
3. Area resepsionis
Lokasi dari resepsionis harus dapat segera dilihat oleh tamu yang
masuk dan staf resepsionis harus dapat melihat dan mengontrol arah
masuk pengunjung. (Agri Primasari, 2011)
3. Tinjauan Sistem Area Pertunjukan / Auditorium
a. Persyaratan Umum Ruang Pertunjukan / Auditorium Beberapa persyaratan peruangan yang dibutuhkan pada sebuah ruang
pertunjukan adalah :
1) Lobby
Lobby merupakan tempat di mana penonton berkumpul sebelum
pertunjukan di mulai. Lobby harus memadukan semua fungsi di
dalamnya, yakni meliputi : Foyer, Cafetaria, Ticket box, Telephone
box, Ruang penitipan barang, Lavatory (Roderick Ham, 1974 : 213)
2) Ruang Produksi
Kelompok ruang yang digunakan untuk mempersiapkan sebuah
pagelaran musik secara teknis dengan pertunjukan meliputi : ruang
kontrol, ruang tata lampu, ruang tata suara, bengkel dan gudang
(Roderick Ham, 1974 : 198)
3) Ruang Administrasi
Kelompok ruang yang digunakan untuk melakukan kegiatan commit to user pengelolaan gedung secara keseluruhan, meliputi : kantor-kantor perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 59
(manager, asisten dan sekretaris, konduktor dan komposer, pers dan
publikasi), perpustakaan dan gudang (Roderick Ham, 1974 : 169)
4) Auditorium
Merupakan panggung pertunjukan atau stage yang harus mampu
menampung dan tidak membatasi ekspresi gerak pementas, dan juga
dapat dinikmati penonton secara visual dan pendengaran yang
nyaman dan merata. Jikaa ruang pertunjukan digunakan untuk
berbagai jenis pertunjukan, maka panggung harus bersifat fleksibel
dan dapat memenuhi semua jenis kebutuhan pementasan.
b. Aktivitas Ruang Pertunjukan Terdapat tiga aktivitas pokok dalam Gedung Pertunjukan, yaitu :
1) Pihak Penyelenggara
a. Melayani pengunjung, seperti pelayanan informasi, pembelian
tiket, kebersihan, dll.
b. Mengurus Administrasi
c. Mengatur secara teknis, yaitu perbaikan dan penyimpanan alat,
pengaturan tata lampu, suara dsb.
2) Pihak Seniman, Pemain atau Pengisi Acara
a. Melakukan persiapan seperti berhias, ganti kostum dan
sebagainya
b. Melakukan koordinasi dan latihan
c. Melaksanakan pentas
3) Pihak Pengunjung / Audiens
a. Membeli tiket commit to user b. Menonton acara perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 60
c. Bentuk Ruang Pertunjukan
Bentuk auditorium dipilih berdasarkan kebutuhan jumlah
pengunjung dan kualitas akustik serta visual. Menurut Leslie L. Doelle
(1993), bentuk ruang pertunjukan (auditorium) dapat dibagi berdasarkan
sistem akustiknya. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut :
1) Segiempat
Bentuk ini merupakan bentuk yang sederhana dari ruang teater.
Perletakan panggung pertunjukan berada di salah satu sisi dan ruang
penonton berada di sisi lain. Kondidi ini menyebabkan penonton di
area samping akan merasa kesulitan menikmati pertunjukan kesenian
karena arah hadapnya tidak lurus ke arah panggung pertunjukan
sehingga mengurangi rasa nyaman.
Gambar 2.19 Ruang Pertunjukan Bentuk Segiempat
(Sumber : Faril, 2011)
Dapat pula panggung pertunjukan berada di tengah-tengah ruang
penonton. Kondisi ini dapat menampung lebih banyak penonton,
tetapi tetap memiliki masalah yang sama. Bentuk ini sering digunakan
sebagai ruang seminar, workshop, rapat dan sebagainya.
1) Kipas (melingkar) commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 61
Bentuk kipas menjadikan ruang penonton melingkari panggung
pertunjukan. Dengan kondisi ini, kemampuan visual penonton
terhadap pertunjukan kesenian yang berlangsung tidak terganggu
dengan posisinya (pandangan penonton lurus ke depan, tidak perlu
menoleh terlalu banyak). Fokus pandangan di semua area penonton
tertuju ke sebuah pusat, yakni panggung pertunjukan.
Gambar 2.20 Ruang Pertunjukan Bentuk Kipas
(Sumber : Faril, 2011)
Menurut Doelle, theater dengan bentuk dasar berupa kipas lebih
cocok digunakan sebagai ruang pertunjukan dengan kapasitas
penonton yang berjumlah banyak (Doelle, Leslie L dalam Akustik
Lingkungan, 1990). Kondisi theater berbentuk kipas berupa
pandangan dari ruang penonton tertuju pada satu pusat (panggung
pertunjukan). Hal tersebut dapat mengurangi gangguan visual dari
ruang penonton, ruang di sekitar panggung pertunjukan dapat
digunakan sebagai ruang penonton yang terletak melingkari panggung
pertunjukan (bisa berupa ¼ lingkaran, ½ lingkaran atau ¾ lingkaran). commit to user Dengan demikian ruang penonton dapat menampung jumlah lebih perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 62
banyak dibanding dengan theater bentuk segiempat. Bentuk ini sering
digunakan sebagai pementasan teater, orkestra, sendratari, dan
sebagainya.
2) Bentuk tapal kuda
Bentuk ruang ini akan memantulkan gelombang bunyi secara
memusat di sisi tengah ruangan (terletak di sisi fokus cekung) karena
permukaan dinding yang berbentuk cekung. Keadaan ini dapat
membuat suara lebih jelas di bagian tengah ruangan, tetapi di bagian
lain akan kurang. Jika berlebihan, suara yang terdengar di titik fokus
pantulan akan terlalu keras.
Gambar 2.21 Ruang Pertunjukan Bentuk Tapal Kuda
(Sumber : Faril, 2011)
3) Bentuk tak beraturan
Bentuk ini tercipta karena untuk memenuhi aspek kenyamanan
visual, pencahayaan dan akustik. Dinding ruangan dibuat tak
beraturan (cekung dan cembung dengan perhitungan sistematis) agar
dapat menyerap bunyi (bunyi cacat akustik) ataupun memantulkan
gelombang bunyi yang dibutuhkan dengan baik.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 63
Di dalam buku Theater Planning, Ham Roderick (1972) membagi
ruang auditorium menjadi tujuh bentuk dasar auditorium. Bentuk dasar
tersebut adalah sebagai berikut :
o 1) Auditorium 360
Panggung pertunjukan berada di tengah, dengan ruang duduk
penonton terletak mengelilingi panggung pertunjukan. Dengan begitu,
ke mana pun arah hadap pementas, maka ia akan menghadap ke arah
penonton. Jalur sirkulasi pementas melewati auditorium. Bentuk ini
sering digunakan dalam pertunjukan konser musik (terutama band)
dan pertunjukan teatrikal. Tidak sesuai untuk pertunjukan sulap.
Gambar 2.22 Auditorium 360o
(Sumber : Faril, 2011)
2) Auditorium transverse stage
Bentuk ini sangat sederhana dengan meletakkan panggung
pertunjukan dan tempat duduk penonton saling berhadapan. Bentuk
ini tidak cocok untuk jumlah penonton yang banyak karena tingkat
visual penonton terhadap panggung yang kurang sempurna.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 64
Gambar 2.23
Auditorium Transverse Stage
(Sumber : Faril, 2011)
3) Auditorium 210o – 220o
Panggung berada di sebuah titik dengan tempat duduk penonton
berada mengelilinginya, tetapi tidak penuh satu lingkaran. Arah
pandangan visual penonton lurus ke depan, tidak perlu menengok
terlalu banyak untuk dapat menikmati pertunjukan. Bentuk ini cocok
untuk digunakan dalam pementasan seni teater, drama, konser musik,
tari, sendratari dan kegiatan lain yang sejenis.
Gambar 2.24 o o Auditorium 210 – 220
(Sumber : Faril, 2011)
4) Auditorium space stage
Dengan berbentuk elips, gelombang bunyi akan memantul ke
arah seluruh ruangan. Jika dihitung dengan benar, gelombang bunyi commit to user akan terpantul dan menyebar ke seluruh area auditorium. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 65
Gambar 2.25
Auditorium Space Stage
(Sumber : Faril, 2011)
5) Auditorium pengelilingan 180
Auditorium pengelilingan 180 telah digunakan sebagai tempat
pementasan teater sejak jaman Yunani kuno. Memiliki sifat hampir
sama dengan Auditorium 210o – 220o tetapi memiliki kapasitas
penonton lebih kecil. Bentuk ini sering digunakan sebagai tempat
pertunjukan konser musik.
6) Auditorium pengelilingan 90
Karakteristik dan sifat bentuk ini hampir sama dengan bentuk
Auditorium 210o – 220o. Hanya sudut di panggung pertunjukan lebih
kecil dan lebar tempat penonton yang juga lebih kecil. Kondisi ini
mengakibatkan arah pandang penonton menghadap ke panggung
sehingga lebih cocok untuk ruang pertunjukan. Bentuk ini lebih
dikenal dengan sebutan bentuk kipas.
7) Auditorium tanpa sudut pengelilingan
Panggung pertunjukan terletak di salah satu sisi ruang dan
tempat duduk penonton berada di sisi yang lain. Keduanya saling
berhadapan. Bentuk ini sering digunakan sebagai ruang rapat,
seminar, workshop dan kegiatan lain yang sejenis. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 66
d. Auditorium
Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium
(tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat
berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu.
Berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung di dalamnya,
maka suatu auditorium dibedakan jenisnya menjadi :
(a) Auditorium untuk pertemuan, yaitu auditorium dengan aktivitas
utama percakapan (speech), seperti untuk seminar, konferensi, rapat
besar dan lain-lain.
(b) Auditorium untuk pertunjukan seni, yaitu auditorium dengan
aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik, tari, dll. Secara
akustik, auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi
auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan yang
menampung aktivitas musik sekaligus gerak.
(c) Auditorium Multifungsi, yaitu auditorium yang tidak dirancang
secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun sengaja
dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran
produk, perhelatan pernikahan, ulang tahun dan lain-lain.
Supaya auditorium multifungsi dapat berfungsi maksimal bagi
bermacam-macam kegiatan, auditorium itu harus memiliki
penyelesaian interior yang fleksibel (dapat diubah-ubah) untuk
menyajikan waktu dengung ideal yang berbeda-beda. Bila hal ini
tidak terpenuhi, dapat dipastikan kualitas akustik pada setiap
aktivitas di dalam auditorium tidak akan maksimal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 67
Adapun tatanan interior fleksibel ini dapat ditempuh dengan
pelapis lantai, dinding dan plafon yang secara mudah dapat diganti
antara yang memiliki kemampuan pantul cukup tinggi dengan yang
memiliki kemampuan pantul rendah. Model yang dapat digunakan
adalah sistem geser (slidding), gulung (rolling), buka-tutup, atau
secara manual.
Demikian pula sebuah auditorium multifungsi umumnya
memerlukan penyelesaian lantai yang mendatar agar dapat
dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas. Keadaan lantai semacam ini
masih dapat berfungsi baik pada aktivitas percakapan seperti untuk
seminar, namun kurang nyaman untuk pertunjukan seni.
Gambar 2.26 Dinding dan Lantai Fleksibel
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 92)
Pada pertunjukan seni dengan jumlah penonton cukup banyak,
diperlukan penataan lantai yang miring atau bertrap agar penonton
pada bagian belakang mendapatkan sudut pandang yang baik ke arah
panggung. Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini pemakaian commit to user lantai bertrap yang fleksibel telah dimungkinkan. Namun demikian, perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 68
dari sisi kualitas akustik dan kekuatan strukturnya, lantai bertrap
fleksibel semacam ini masih berada jauh di bawah kualitas akustik
dan kekuatan struktur lantai bertrap permanen. (Christina E.
Mediastika, 2005 : 91)
a. Area Panggung
Panggung adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi
utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini dipruntukkan bagi
penyaji untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk
dan dimensi panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal
pula panggung permanen dan semi permanen, yaitu panggung
dengan bentuk, peletakan dan dimensi yang dapat diubah-ubah
sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini umumnya ditempakan
pada auditorium multifungsi. Menurut bentuk dan tingkat
komunikasinya dengan penonton, panggung dapat dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu :
1) Panggung Proscenium
Bentuk dan peletakan panggung proscenium adalah
peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan
penyaji dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan
penonton pada panggung semacam ini sangat minim.
Komunikasi yang dimaksud adalah tatapan mata, perasaan
kedekatan antara penyaji dengan penonton dan keinginan
penonton untuk secara fisik terlibat dengan materi yang
disajikan, misalnya ikut bergoyang, dsb. Panggung semacam ini commit to user lebih cocok dipergunakan untuk model sajian yang tidak perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 69
membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti
pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik.
2) Panggung Terbuka
Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap
bahwa semua auditorium yang tidak beratap adalah panggung
terbuka. Memang, pada auditorium tanpa atap, seringkali
panggungnya juga tidak beratap (meskipun ada juga yang
beratap, seperti misalnya panggung buatan yang diletakkan di
sebuah lapangan terbuka untuk pertunjukan tertentu dan diberi
atap, tetapi area penontonnya tidak beratap). Panggung terbuka
adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan
dari panggung proscenium yang memiliki sebagian area
panggung menjorok ke arah penonton, sehingga memungkinkan
penonton bagian depan untuk menyaksikan penyaji dari arah
samping, contohnya catwalk tempat peragaan busana.
Komunikasi antara penyaji dan penonton pada panggung
semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung
terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam
ruangan yang beratap.
3) Panggung Arena
Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-
tengah penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di
depan, di samping atau bahkan di belakang penyaji. Panggung
semacam ini biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah commit to user auditorium multifungsi. Komunikasi antara penyaji dan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 70
penonton dapat berlangsung dengan amat baik. Panggung arena
sangat cocok untuk penampilan kelompok musik (group band)
beraliran remaja, yang mungkin menyajikan seni musik
sekaligus atraksi panggung yang aktif atau lincah. Panggung
arena seringkali dibuat dapat berputar, sehingga semua penonton
pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut.
Bila panggungnya tidak berputar, penyaji harus berimprovisasi
agar ia secara aktif bergerak dan menghadap ke segala arah
sehingga, semua penonton mendapat kesempatan melihat dari
sudut pandang yang baik.
Gambar 2.27 Skematik Model Panggung dalam Auditorium (a) Proscenium, (b) Terbuka, (c) Arena dan (d) Extended
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 94)
4) Panggung Extended
Bentuk panggung extended adalah pengembangan dari
panggung proscenium yang melebar ke arah samping kiri dan commit to user kanan. Bagian pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 71
dinding samping, sehingga penonton dapat menyaksikan penyaji
dari arah samping. Bentuk panggung semacam ini sangat cocok
digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari beberapa bagian
pertunjukan seperti misalnya, penganugerahan penghargaan,
yang terdiri dari acara penganugerahannya sendiri, sajian musik
dan mungkin pula dilengkapi dengan sajian lawak/komedi.
Masing-masing bagian sajian tersebut dapat menempati sisi
panggung yang berbeda, sehingga persiapan set (dekorasi)
masing-masing panggung tidak saling mengganggu.
(Christina E. Mediastika, 2005 : 93-95)
b. Area Penonton
Bentuk area penonton idealnya juga mengikuti aspek
kenyamanan secara audio-visual tersebut. Akibat terbatasnya
kemampuan mata manusia untuk melihat obyek secara langsung,
desain area penonton yang terlalu panjang ke arah belakan tidak
dianjurkan.
Adapun jarak maksimal bagi seseorang untuk masih dapat
melihat obyek dengan jelas adalah sekitar 25 meter sampai maksimal
30 meter. Oleh karena itu, ketika auditorium dirancang untuk
menampung ratusan penonton, dengan mengikuti batasan ini,
penonton kemudian ditempatkan pada bagian samping panggung.
Namun demikian, penempatan menyamping pun memiliki batas-
batas yang harus dipenuhi agar sudut pandang penonton cukup
nyaman. Kemampuan mata manusia untuk melihat dengan jelas dan commit to user nyaman tanpa perlu memalingkan muka berada pada sudut 20o ke perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 72
arah kiri dan 20o ke arah kanan atau total 40o. Oleh karena itu,
idealnya dibuat panggung yang lebarnya tidak melebihi lebar bagian
depan lantai penonton. Selanjutnya, posisi penonton untuk melihat
o dengan jelas dan nyaman ke arah panggung adalah sekitar 100 ke
kiri dan 100o ke kanan dari ujung depan kiri-kanan panggung.
Penonton yang berada pada sudut lebih besar dari 100o akan
mendapatkan sudut pandang yang kurang nyaman ke arah panggung.
Gambar 2.28 Menentukan Lebar Panggung
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 97)
Batasan-batasan area penonton yang diciptakan untuk
kenyamanan visual ini secara langsung juga mampu memberikan
kualitas audio yang baik, karena semakin kecil luas ruangan,
pemantulan yang tidak diperlukan dapat semakin diminimalkan.
Ketika area penonton masih dianggap belum mencukupi, dapat pula
dengan membangun lantai penonton di atas lantai pertama yang commit to user lazim disebut lantai balkon. (Christina E. Mediastika, 2005 : 96-97) perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 73
c. Akustika Luar Ruangan Auditorium (Eksterior)
Perancangan eksterior meliputi pengendalian kebisingan di
sekitar bangunan auditorium, agar kebisingan tersebut tidak masuk
atau mengganggu aktivitas di dalam auditorium. Prinsip perancangan
akustik eksterior meliputi :
1. Usaha menjauhkan bangunan dari sumber kebisingan. Hal ini
dapat diterapkan dengan meletakkan bangunan pada bagian
belakang lahan.
2. Bila kebisingan telah sedemikian tinggi, maka sebaiknya
dibangun penghalang ayau barrier dalam wujud yang tidak
mengganggu fasad bangunan secara keseluruhan. Agar
penghalang tidak terlampau tinggi, maka bisa disiasati dengan
menempatkan ruangan auditorium pada ketinggian yang lebih
rendah dari permukaan jalan.
3. Memilih konstruksi bangunan auditorium dari bahan yang
memiliki tingkat insulasi tinggi, sekaligus menempatkan model
lubang ventilasi yang mampu mengurangi kemungkinan
masuknya kebisingan ke dalam ruangan. Lubang ventilasi dapat
diletakkan pada selubung bangunan secara keseluruhan. Namun
ruang auditorium sendiri idealnya dirancang menggunakan
penghawaan buatan, sehingga peletakan lubang ventilasi tidak
perlu memiliki dimensi yang signifikan. Meski harus terlindungi
dari kebisingan, ruang auditorium tetap memerlukan lubang-
lubang yang berfungsi untuk memberikan pencahayaan dan commit to user penghawaan alami sekiranya aliran listrik terhenti. Lubang ini perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 74
dapat diletakkan pada posisi yang jauh melebihi ketinggian
manusia dengan dimensi tidak terlalu besar untuk
meminimalkan masuk keluarnya kebisingan. Bila diperlukan
sistem struktur diskontinu dan pemakaian lantai, dinding dan
plafon ganda dapat menjadi pilihan. Sistem lantai ganda (raised
floor) akan mengurangi masuknya getaran dari kebisingan di
luar bangunan ke dalam bangunan dan sebaliknya. Sistem
dinding ganda (double wall) berfungsi meningkatkan tingkat
insulasi dinding. Pemakaian dinding ganda dapat merupakan
aplikasi dari arti dinding ganda sesungguhnya atau penciptaan
ruang auditorium di dalam ruang lain. Ruang antara yang
tercipta dapat dimanfaatkan untuk ruang pendukung atau selasar
yang tidak memerlukan penyelesaian akustik yang cermat.
(Christina E. Mediastika, 2005 : 92)
Gambar 2.29
Konstruksi Dinding Ganda dan Auditorium di dalam Ruang
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 93)
d. Akustika Dalam Ruangan Auditorium (Interior)
Secara garis besar ruang-ruang di dalam auditorium dapat commit to user dibedakan menjadi : perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 75
1. Ruang-ruang utama yang meliputi : ruang panggung dan ruang
penonton, baik ruang penonton lantai satu maupun lantai balkon
2. Ruang-ruang pendukung yang meliputi : ruang persiapan
pementasan, toilet, kafetaria, hall, ruang tiket, dll.
3. Ruang-ruang servis yang meliputi : ruang generator, ruang
pengendali udara, gudang peralatan, dll.
Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung
untuk menampung aktivitas yang terjadi dalam auditorium. Namun
demikian, hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian
akustik secara mendalam. Meski demikian, sangat disarankan agar
ruang-ruang servis yang menghasilkan kebisingan tambahan
diletakkan terpisah atau cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan
untuk ruang pendukung, peletakannya secara umum selalu
berdekatan dengan ruang auditorium. Kebisingan dari ruang-ruang
pendukung masih berada pada taraf yang dapat dikontrol oleh
pengelola auditorium. Oleh karenanya, peletakan yang berdekatan
dianggap tidak menimbulkan kebisingan yang berarti. Peletakan ini
juga akan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung ketika
mereka membutuhkan ruang-ruang tersebut. (Christina E.
Mediastika, 2005 : 93)
e. Penyelesaian Akustik Lantai, Dinding dan Ceiling Auditorium
1. Area Panggung
a. Lantai
Lantai panggung biasanya dibuat lebih tinggi dari pada commit to user lantai penonton yang paling bawah. Perbedaan ketinggian ini perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 76
sebaiknya hanya berkisar setengah ketinggian badan manusia
pada umumnya, yaitu sekitar 80 – 90 cm.
Pada panggung yang terletak di dalam ruang tertutup
(berada dalam ruang) dan digunakan untuk menyajikan acara
yang menghasilkan bunyi berisik seperti pada sajian yang
sifatnya kolosal, lantai panggung sebaiknya dilapisi dengan
bahan tebal lunak yang mampu meredam bunyi, seperti karpet
tebal.
Untuk panggung di luar ruangan, dapat menggunakan
jenis lantai baik yang menyerap maupun memantulkan, sebab
efek pantul tidak akan terlalu terasa oleh karena ketiadaan
bidang-bidang batas yang akan memantulkan, seperti dinding
dan plafon permanen. (Christina E. Mediastika, Akustik
Bangunan, 2005 : 95)
b. Dinding
Pada bentuk panggung proscenium, terbuka, dan extended,
memiliki dinding pembatas, yaitu bagian belakang serta
sampingkiri dan kanan.
Dinding bagian belakang panggung sebaiknya
diselesaikan dengan bahan yang menyerap suara, agar tidak
memantulakn suara kembali ke penyaji, yang dapat
menimbulkan suara bias, begitu pula dengan penyelesaian pada
dinding samping kiri-kanan panggung.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 77
Gambar 2.30
Layout Dinding Panggung
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 96)
Panggung yang dinding sampingnya membuka ke arah
penonton, dapat dimanfaatkan untuk memantulkan suara ke
arah penonton, sehingga memperkuat suara yang terjadi,
terutama pada penyajian tanpa bantuan peralatan listrik.
(Christina E. Mediastika, 2005 : 96)
c. Ceiling
Ketinggian plafon panggung sangat bermacam-macam dan
biasanya bergantung pada dimensi ruang auditorium secara
keseluruhan. Peletakan plafon yang terlalu rendah kurang baik
bagi lantai penonton yang dibuat bertrap.
Plafon ruang panggung sebaiknya diselesaikan dengan
bahan yang memantulkan, agar pada keadaan tanpa bantuan
alat elektronik (sound system) suara dari penyaji dapat
disebarkan ke arah penonton.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 78
Gambar 2.31
Plafond Panggung Tinggi dan Membuka ke Arah Penonton
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 94)
Gambar 2.32 Bentuk Plafond Panggung disesuaikan dengan Frekuensi Sumber Suara di Panggung
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 95)
Namun demikian, posisi plafon panggung yang memantul
harus diatur sedemikian rupa agar tidak ada suara yang justru commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 79
memantul kembali ke penyaji. Bila hal ini terjadi pada penyaji
yang kebetulan menggunakan bantuan mikrofon, maka justru
yang terjadi adalah bias, karena suara pantul masuk ke dalam
mikrofon sepersekian detik setelah suara asli.
(Christina E. Mediastika, 2005 : 96)
2. Area Penonton
a. Lantai
Lantai penonton dapat diselesaikan sebagai lantai
mendatar. Keuntungan dari penyelesaian lantai mendatar
adalah kemungkinan digunakannya auditorium untuk berbagai
aktivitas (kemultifungsian). Namun pada lantai semacam ini,
terutama ketika jumlah penonton cukup banyak, sebagian besar
penonton akan mendapatkan kualitas visual yang amat rendah.
Gambar 2.33 Lantai Area Penonton
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 97)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 80
Oleh karena itu, idealnya lantai didesain sedemikian rupa
agar penonton yang berada semakin ke belakang masih dapat
melihat ke arah panggung dengan baik. Sistem penataan lantai
miring (sloped) atau bertrap (inclined) dapat membantu
menunjukkan hal ini.
Desain lantai yang lebih sering digunakan adalah lantai
bertrap atau berundak. Sebaiknya diusahakan agar perbedaan
ketinggian antar-trap sama dan umumnya dibuat setinggi 15 -
25 cm.
Gambar 2.34 Jarak Antarbaris Tempat Duduk
(Sumber : Christina E. Mediastika, 2005 : 98)
Jumlah ideal kursi penonton untuk ditata berjajar adalah
12 sampai 15 buah, dengan asumsi bahwa penonton yang
duduk di tengah-tengah tidak berjalan terlalu jauh ke arah
selasar utama. Jarak antarkursi dalam baris (depan-belakang)
standartnya adalah 86cm, namun untuk kenyamanan penonton
yang kemungkinan besar keluar masuk dari kursinya, maka
jarak dapat dibuat selebar 115cm, sehingga penonton yang
sedang duduk tidak perlu berdiri ketika ada penonton lain yang commit to user akan melewatinya. Desain kursi yang dipilih adalah yang dapat perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 81
dilipat atau terlipat secara otomatis ketika tidak digunakan,
atau kursi permanen yang tidak dapat dilipat.
Lantai area penonton sebaiknya dilapisi dengan bahan
lunak yang mampu menyerap kebisingan yang terjadi di area
penonton, seperti langkah kaki atau hentakan kaki penonton
yang hanyut dalam acara yang disajikan.
(Christina E. Mediastika, 2005 : 98)
b. Dinding
Pada auditorium yang banyak menyajikan acara tanpa
bantuan peralatan listrik atau auditorium dengan kapasitas
penonton kecil, dinding area penonton seyogyanya juga
dirancang untuk memantulakan suara dari penyaji kepada
penonton. Namun demikian, agar pemantulan yang
dikehendaki berada pada batas-batas bunyi dengung, tidak
semua bagian dinding dirancang untuk memantulkan bunyi.
Adapun bagian yang umumnya tidak memantulkan bunyi
adalah dinding yang berada di dekat area penonton bagian
belakang dan dinding bagian belakang penonton.
Pemantulan yang terjadi oleh dinding sebaiknya dapat
disebarkan secara merata sehingga ada kemungkinan desain
dinding tidak lurus atau melengkung dengan permukaan rata,
tetapi dibuat bergerigi. Posisi gerigi ini dapat diatur
sedemikian rupa agar pemantulan yang tersebar menempuh
jarak yang sama sehingga kualitas bunyi yang diterima commit to user penonton juga sama. Bagian depan gerigi yang menghadap ke perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 82
arah sumber, sebaiknya diselesaikan untuk menyerap bunyi
agar tidak memantulkan bunyi kembali ke arah panggung
sehingga tidak menghasilkan bunyi bias.
Salah satu bagian lain dari dinding yang rawan kebisingan
adalah pintu. Oleh sebab itu, idealnya pintu dirancang
sedemikian rupa agar kebisingan yang merambat dapat
diperkecil. Misalnya dengan merancang pintu rangkap yang
memiliki ruang antara di dalamnya.Ruang antara ini tidak
perlu dibuat terlalu luas, agar tidak menjadi tempat berkumpul
orang, sehingga justru menjadi sumber kebisingan. Ruang
antara yang cukup dengan lebar sekitar 80 – 150 cm pada
sebuah auditorium, akan menahan kebisingan dari luar ketika
pintu luar di buka, dan menahan kebisingan dari dalam ketika
pintu dalam dibuka.
(Christina E. Mediastika, Akustik Bangunan, 2005 : 100)
c. Ceiling
Penonton yang duduk pada jarak sekitar 12 m dari
panggung dapat mendengarkan bunyi asli / langsung dengan
baik, sedangkan yang duduknya lebih dari 12 m diperkirakan
membutuhkan bantuan pemantulan untuk dapat mendengar
bunyi asli dengan lebih jelas. Agar pemantulan yang terjadi
diterima dengan kualitas yang sama oleh penonton, baik yang
duduk di depan maupun belakang, maka sebaiknya jarak
pemantulannya dibuat sama dan merupakan bunyi dengung. commit to user Hal ini bisa diselesaikan dengan merancang letak plafond perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 83
sedemikian rupa, seperti model plafond yang membentuk
gerigi. Peletakan model gerigi ini diawali pada plafond yang
menghadap penonton (berada di atas panggung), kemudian
berlanjut pada plafond di atas penonton untuk memantulkan
bunyi ke arah penonton yang duuk pada bagian belakang.
Gambar 2.35 Rancangan Ceiling atau Plafond Auditorium
(Sumber : Christina E. Mediastika, Akustik Bangunan, 2005 : 100)
Sementara itu agar tidak terjadi pemantulan kembali ke
arah panggung yang akan membiaskan suara penyaji, pada
plafond yang dirancang dengan sistem gerigi, bagian plafond
yang menghadap ke panggung sebaiknya diselesaikan dengan
bahan yang menyerap.
(Christina E. Mediastika, Akustik Bangunan, 2005 : 98-99)
4. Tinjauan Sistem Galeri
a. Pengertian Galeri
Gallery atau galeri berasal dari kata latin galeria. Yang berarti
sebagai ruang beratap dengan satu sisi terbuka. (Ensiklopedi Nasional
Indonesia 1989).
Museum dan galeri merupakan suatu tempat yang digunakan sebagai commit to user sarana koleksi, mendokumentasi, memajang, riset, interpretasi dan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 84
pameran terhadap obyek-obyek khusus. Karena kompleksnya aktifitas
yang dijalankan, maka sebuah galeri membutuhkan banyak bidang
keahlian dalam mengelola sebuah museum dan galeri. (Subiyantoro,
Standart Ruang Arsitektur; Museum dan Galeri, 2008)
Menurut John F Pile, 2003, gallery yang bersifat milik pribadi
untuk menjual barang seni, sebagian besar memiliki skala ruang yang lebih
kecil dari museum dan tidak disiapkan untuk menerima pengunjung dalam
jumlah besar. Dalam gallery yang harus diperhatikan adalah perencanaan
ruang, pencahayaan, dan warna harus baik sehingga mendukung obyek
yang dipamerkan.
b. Tujuan dan Fungsi Galeri
Tujuan dari sebuah pendirian galeri menurut kakanwil perdagangan
adalah memberikan informasi mengenai benda-benda dan hasil karya seni,
baik yang merupakan hasil karya para seniman maupun produk industri
terhadap para pengunjung dengan jalan memamerkan barang-barang
tersebut dalam peragaan yang sesungguhnya.
Sedangkan fungsi galeri adalah sebagai wadah komunikasi antara
konsumen dengan produsen, yang mempunyai beberapa fungsi sebagai
berikut :
1. Sebagai wadah promosi barang-barang seni.
2. Sebagai wadah pembinaan bagi para seniman dalam mengembangkan
dan memasarkan hasil karya seninya.
3. Sebagai sarana komunikasi antara pengelola dengan pengunjung di
dalam suasanan yang rekreatif. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 85
c. Macam-macam Showroom
1. Vitrine
Menggunakan pelindung tertutup (vitrine) untuk benda-benda yang
berdimensi kecil maupun yang sedang. Penggunaan vitrine pada area
penjualan koleksi tetap membutuhkan perawatan yang serius.
2. Tempel dan Panil
Panil digunakan sebagai tempat memamerkan materi koleksi dan
difungsikan sebagai penyekat ruang pada area penjualan.
3. Sistem gantung
Khususnya untuk koleksi materi fashion yang bersifat „ fancy‟.
Kelemahan sistem ini ialah penataan terlihat kurang rapih.
4. Island Display
Produk-produk terbaru, sebagai point of interest dari ruang, karena
posisinya yang sentries dan lebih hidup sehingga dapat mengundang
pengunjung untuk dapat melihat langsung.
5. Table Fixture
Sebagai wadah display khususnya accessories seperti giwang, cincin,
kalung, dan sebagainya.
6. Cases Fixture
Rak terbuka atau transparan sebagai wadah display barang-barang
millineries seperti sepatu, tas dan lain-lain.
7. Panel Fixture
Penyajian khusus millineries seperti ikat penggang, dasi dan
accessories yang berukuran kecil. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 86
8. Box Fixture
Kotak terbuka sebagai wadah display perlengkapan fashion seperti
payung, scraf dan lain sebagainya.
(Agri Primasari, 2011)
5. Tinjauan Sistem Music Memorabilia
a. Pengertian Memorabilia
Memorabilia memiliki pengertian dasar sama dengan souvenir,
sebuah benda yang mengandung unsur kenangan. Memorabilia memiliki
nilai lebih kerena berhubungan dengan sejarah, budaya maupun hiburan.
Benda-benda memorabilia dapat berbentuk apa saja, namun biasanya
berupa poster, foto dan lainnya.
b. Tujuan
Ruangan memorabilia memiliki tujuan untuk menghadirkan
kembali kenangan atau memori mengenai musisi yang memiliki barang
yang dipajang tersebut. Agar penggemarnya atau orang awampun dapat
ikut merasakandan mengenang sosok idola mereka melalui barang
peninggalannya.
c. Kegiatan
Ruangan ini berfungsi sebagai ruang pamer dimana barang-barang
yang dipajang merupakan barang yang sebelumnya merupakan milik
musisi (Keroncong). Barang-barang tersebut dapat berupa alat musik,
pakaian, aksesoris dan lainnya. (Dec Nyta W.K., 2012)
6. Tinjauan Sistem Cafe commit to user a. Pengertian Cafe perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 87
Kata “café” secara etimologi berasal dari kata “khave” dalam
bahasa Turki, yang sama halnya “coffe” dalam bahasa Inggris atau “kopi”
dalam bahasa Indonesia. Café dalam Kamus Besar Indonesia diartikan
sebagai tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan sajian
musik dan juga diartikan sebagai tempat makan dan minum (Jakarta-
Jakarta 11 Mei 1996).
Sedangkan menurut Marsum. W. A dalam bukunya Restoran dan
Pemahamannya, Café yaitu suatu restoran kecil yang mengutamakan
penjualan cakes (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi, dan teh. Pilihan
makan yang terbatas dan tidak menjual minuman beralkohol.
Cafe adalah usaha di bidang makanan yang dikelola secara
komersial yang menawarkan makanan/makanan kecil serta minuman
kepada para tamu dengan pelayanan dalam suasana yang tidak formal,
tanpa diikuti aturan service yang berlaku ( Sugiarta, 1996: 93).
b. Sistem Pelayanan
1. Table Service
Konsumen langsung memesan makanan pada waiters, setelah waiters
menghidangkan dan konsumen tersebut menikmati hidangan tersebut,
konsumen langsung membayar sendiri pada cashier atau melalui
waiters.
2. Counter Service
Pelaksana counter service pada counter bar, dimana konsumen
menikmati hidangan langsung dihadapan counter.
3. Tray Service commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 88
Penyajian makanan dan minuman dengan menggunakan nampan/baki,
dimana konsumen memesan langsung kepada pelayan di counter, dan
pelayan menyajikan langsung pesanannya.
c. Jenis Menu menurut waktu penyajian
1. Ala Carter Menu
Daftar hidangan terdiri dari berbagai pilihan makanan dengan harga
masing-masing. Makanan yang dipilih disajikan ke meja sesuai
dengan urutan penyajian.
2. Table D‟hote menu/Set Menu
Daftar hidangan yang terdiri dari satu paket makanan dengan harga
keseluruhan, disajikan satu demi satu.
3. Blue Plate Menu
Daftar hidangan terdiri dari satu paket makanan dengan pilihan soft
drink. Harga keseluruhan, semua disajikan di atas meja tamu.
4. Buffet Menu
Daftar beberapa paket untuk dipilih. Makanan disajikan di atas meja
panjang yang didesain semenarik mungkin, pengunjung tinggal
memilih sendiri hidangan yang akan dinikmati sesuai dengan selera
masing-masing. (Soekrisno, 1996:70-71)
(Agri Primasari, 2011)
7. Tinjauan Sistem Shop
a. Pengertian
Shop adalah suatu tempat jual beli suatu barang dimana menjual
barang-barang kusus untuk mendukung suatu bangunan dengan luas area commit to user yang tidak terlalu besar. Oleh karena itu dengan keterbatasan lahan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 89
biasanya retail shop memilki desain interior yang ergonomis supaya para
pengunjung lebih nyaman dan dapat melakukan aktifitas belanja dengan
mudah.
b. Sistem Pelayanan
1. Self Service
Adalah sistem pelayanan dimana pengunjung bebas memilih dan
mengambil produk yang mereka inginkan, kemudian membawanya ke
kasir untuk pembayaran.
2. Self Selection (Swa Seleksi)
Adalah jenis sitem pelayanan dimana pengunjung juga dapat memilih
dan mengambil produk yang mereka inginkan, kemudian dengan
dibantu oleh pramuniaga, produk dibawa ke bagian kasir untuk
pemabayaran.
3. Personal
Adalah jenis sitem pelayanan tertutup dimana segala bentuk
pembelian dilayani oleh pramuniaga, baik dalam pemilihan maupun
pengambilan produk. Dalam sistem ini, dari proses pemilihan,
pengambilan sampai dengan pembayaran semua dilayani pramuniaga
sepenuhnya.
c. Sistem Display
1. Serambi Pamer
Untuk menarik perhatian, pada area penjualan biasanya dilengkapi
dengan serambi pamer. Pemilihan barang yang dipajang dengan
mempertimbangkan musim atau gaya. Suatu serambi pamer dapat commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 90
memberikan kesan yang efektif, kesan tersebut tentu saja berhubungan
dengan berbagai ide dan harga.
2. Display Interior
Delbert J. Duncan dan Stanley D. Hollander mengelompokkan display
interior menjadi :
a. Merchandise Display, meliputi :
1) Open Display
Merupakan bentuk display yang memberikan kemungkinan
pada pembeli untuk mengamati barang dagangan tanpa
bantuan pelayan took.
2) Closed Display
Berisi barang dagangan yang diperlihatkan dalam almari
dinding (wall case). Keuntungan utamnya adalah terjaganya
barang dagangan dari pencurian dan menjaga kondidi siap
jual.
3) Architectural Display
Display ini memerlukan ketepatan penyusunan guna
menunjukkan bermacam-macam barang dagangan sesuai
dengan bangunan, seperti model bangunan perumahan, dapur,
kamar mandi secara menyeluruh. Keuntungan utamanya
adalah dapat memberikan gambaran yang utuh dan nyata
lewat peragaan dalam display ini.
b. Vendor Display
Terkenal sebagai bentuk display untuk pengiklanan tempat commit to user penjualan. Terdiri dari tulisan, spanduk dan rak pajang. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong digilib.uns.ac.idMusic Center 91
c. Store Sign and Decorations
Istilah Store Sign meliputi tanda pembayaran, kartu hadiah/harga,
hiasan tergantung, poster, bendera, spanduk dan alat serupa. (
Delbert J. Duncan & Stanley D Hollander, 1977 : 468 ).
d. Perlengkapan Display
Dalam area penjualan sebagian besar pendisplayannya berupa
etalase dan showroom.
Macam-macam Etalase :
1. Etalase Sistem Terbuka.
Etalase tanpa pembatas antara ruang display dengan ruang pemasaran
sehingga dari luar akan terlihat keseluruhan interior ruang dalamnya.
Penataan display tidak ada penghalang kasat mata dan arah pandangan
kurang terfokus.
2. Etalase Sistem tertutup
Etalase mempunyai pembatas antara ruang display dengan ruang
pemasaran. Interior area penjualan tidak terlihat, dan mempunyai
pandangan visual lebih terfokus.
3. Etalase Khusus
a. Etalase Sudut
Etalase yang dimiliki bangunan yang terletak di persimpangan
jalan dan posisinya tepat di sudut.
b. Etalase Atas
Etalase yang terletak diatas lantai dasar dari bangunan bertingkat.
Etalase ini berfungsi sebagai papan reklame. commit to user c. Benam perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 92
Merupakan Etalase yang memiliki lantai lebih rendah daripada
lantai disekitarnya.
d. Etalase bertingkat
Etalase penggabungan antara etalase atas dan etalase benam dan
lebih lagi dengan sistem etalase terbuka. Sudut pandang kurang
sesuai dengan sudut pandang pengamat.
e. Etalase Arcade
Etalase menjorok ke dalam ruang akibat bangunan yang
memanjang ke belakang dengan bagian muka yang sempit,
sehingga ada ruang yang kurang efisien.
e. Prinsip Desain Sarana Penjualan
Desain sarana penjualan harus disederhanakan dan tak dipaksakan.
Maksudnya adalah dalam mendisplay materi, jika perlengkapannya lebih
menarik perhatian ini akan mengurangi daya tarik materi koleksi dan
melemahkan penjualan. (William P. Spence, 1979 : 412)
Sistem display pada ruang pamer menyangkut beberapa hal,
diantaranya :
1. Faktor Penglihatan
Penampilan materi selain dipengaruhi faktor teknis, juga dipengaruhi
faktor penglihatan yaitu mudah tidaknya materi dapat
dilihat/dinikmati. Hal ini dipengaruhi oleh :
a. Ukuran barang detail krisisnya
b. Kontras benda-benda dengan latar belakangnya dan kontras
sekitarnya commit to user c. Penerangan dan kecerahan benda tersebut. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 93
d. Warna cahaya yang menerangi benda tersebut
e. Waktu saat melihat. (Ahmad Natahamijaya, 1979:24)
2. Sistem Penyajian Materi Koleksi dan Penjualan
Pengelompokan benda-benda menurut jenis dan bentuknya dapat
mempermudah pemilihan sistem penyimpanan yang sesuai. Kelompok
yang ada misalnya : foto/lukisan, film/video kaset dan lain-lain.
Berapa banyak yang perlu untuk setiap kelompok tergantung dari
jumlah benda yang ada atau yang akan ada.
(Agri Primasari, 2011)
8. Organisasi Ruang
Berbagai macam pengorganisasian ruang menurut Francis.D.K. Ching
antara lain sebagai berikut :
a. Terpusat
Gambar 2.36 Sketsa Organisasi Ruang Terpusat
(Sumber : Ching, 2000, hal 189)
Suatu ruang dominan, dimana pengelompokan sejumlah ruang
sekunder dihadapkan. Organisasi terpusat merupakan komposisi terpusat
dan stabil yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder, dikelompokkan
mengelilingi sebuah ruang pusat yang luas dan dominan.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 94
Apabila bentuk organisasi terpusat bersifat tidak berarah, kondisi-
kondisi pencapaian dan jalan masuk harus dikhususkan menurut tapak dan
ketegasan salah satu ruang sekunder sebagai gerbang masuk.
Pola sirkulasi dan pergerakan dalam suatu organisasi terpusat mungkin
berbentuk radial, lup atau spiral. Walaupun hampir dalam setiap kasus pola
tersebut akan berakhir di dalam atau di sekeliling ruang pusat.
b. Linier
Gambar 2.37 Sketsa Organisasi Ruang Linier
(Sumber : Ching, 2000, hal 189)
Suatu urutan linier dari ruang-ruang yang berulang. Organisasi
linier pada dasarnya terdiri dari sederetan ruang. Ruang-ruang ini dapat
berhubungan secara langsung satu dengan yang lain atau dihubungkan
melalui ruang linier yang berbeda dan terpisah.
Organisasi linier biasanya terdiri dari ruang-ruang yang berulang
serupa dalam hal ukuran, bentuk dan fungsi. Organisasi ini juga dapat
terdiri dari ruang linier tunggal yang menurut panjangnya mengorganisir
sederetan ruang-ruang sepanjang bentangnya yang berbeda ukuran, bentuk
atau fungsi. Dalam kedua kasus di atas, tiap-tiap ruang di sepanjang
rangkaian tersebut memiliki hubungan dengan ruang luar.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 95
c. Radial
Gambar 2.38
Sketsa Organisasi Ruang Radial
(Sumber : Ching, 2000, hal 190)
Sebuah ruang pusat yang menjadi acuan organisai ruang yang linier
berkembang menurut bentuk jari-jari.
Organisasi ruang radial memadukan unsur-unsur baik organisasi
terpusat maupun linier. Organisasi ini terdiri dari ruang pusat yang
dominan di mana sejumlah organisasi linier berkembang menurut arah
jari-jarinya.
d. Cluster
Gambar 2.39
Sketsa Organisasi Ruang Cluster
(Sumber : Ching, 2000, hal 190)
Ruang-ruang dikelompokan berdasarkan adanya hubungan atau
bersama-sama memanfaatkan ciri atau hubungan visual. Ruang-ruang
kelompok atau cluster dapat diorganisir terhadap suatu titik tempat masuk commit to user ke dalam bangunan atau sepanjang alur gerak yang rnelaluinya. Ruang-ruang perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 96
dapat jug dikelompokkan berdasarkan luas daerah atau volume ruang
tertentu. Pola ini serupa dengan organisasi terpusat, tetapi kurang dalarn
hal kepadatan dan keteraturan geometri akhirnya. Ruang-ruang suatu
organisasi kelompok dapat juga dimasukkan dalam suatu daerah atau
volume ruang yang telah dibentuk.
e. Grid
Gambar 2.40 Sketsa Organisasi Ruang Grid
(Sumber : Ching, 2000, hal 190)
Ruang-ruang diorganisir dalam kawasan grid struktural atau grid tiga
dimensi lain. Organisasi grid terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang
dimana posisinya dalam ruangan dan hubungan antar ruang diatur oleh pola atau
bidang grid tiga dimensi
Sebuah grid diciptakan oleh dua pasang garis sejajar yang tegak
lurus yang membentuk sebuah pola titik-titik teratur pada pertemuannya.
Apabila diproyeksikan dalam dimensi-ketiga, maka pola grid berubah
menjadi satu set ruang unit modular berulang.
9. Pola sirkulasi
Sirkulasi menurut Francis.D.K. Ching dalam bukunya “Bentuk Ruang
dan Susunannya”, adalah :
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 97
a. Linear
Gambar 2.41
Pola Sirkulasi Linear
(Sumber : Ching, 2000, hal 221)
Semua jalan adalah linier, jalan -jalan yang lurus dapat menjadi unsur
pengorganisir yang utama untuk satu deretan ruang. Sebagai tambahan,
jalan dapat melengkung atau terdiri atas segmen-segmen, memotong jalan
lain, bercabang-cabang, membentuk kisaran.
b. Radial
Bentuk Radial memiliki jalan yang berkembang dari atau berhenti
sebuah pusat, titik bersama.
Gambar 2.42
Pola Sirkulasi Radial
Sumber : Ching, 2000, hal 221
c. Spiral
Sebuah bentuk Spiral adalah sesuatu jalan yang menerus yang berasal commit to user dari titik pusat, berputar mengelilinginya dengan jarak yang berubah. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 98
Gambar 2.43
Pola Sirkulasi Spiral
Sumber : Ching, 2000, hal 221
d. Grid
Gambar 2.44 Pola Sirkulasi Grid
Sumber : Ching, 2000, hal 221
Bentuk Grid terdiri dari dua set jalan-jalan sejajar yang saling
berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau
kawasan-kawasan ruang segi empat.
e. Network
Gambar 2.45
Pola Sirkulasi Network
commit to user
Sumber : Ching, 2000, hal 221
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 99
Satu bentuk jaringan terdiri dari beberapa jalan yang menggabungkan
titik-titik tertentu didalam ruang.
f. Komposit
Untuk menghindarkan orientasi yang membingungkan, suatu susunan
herarkis diantara jalur-jalur jalan bisa dicapai dengan membedakan skala,
bentuk dan panjangnya.
10. Warna
Melihat warna adalah pengalaman visual yang sangat menarik. Dalam
banyak hal, warna perlu dipertimbangkan secara seksama, demikian pula
ketika menata interior, warna menjadi pertimbangan penting. Di pihak lain,
warna merupakan media yang paling mudah diterapkan bila ingin mengubah
atau menciptakan suasana ruang interior.
a. Asosiasi dan Psikologi Warna
1) Merah
Warna merah merangsang cepatnya aliran darah dan
menaikkan kecepatan detak jantung. Warna ini sangat efektif dalam
memotivasi orang untuk mengerjakan sesuatu lebih cepat secara
spontan dan mampu membuat orang memutuskan sesuatu tanpa
berpikir panjang terlebih dahulu. Tak heran apabila warna ini sering
digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan tujuan promosi dan
penjualan terutama yang bersifat impulsif, seperti brosur komersil,
interior toko retail, dan restoran cepat saji.
Positif : hidup, cerah, pemimpin, gairah, kuat
Negatif : panas, bahaya, emosi yang meledak, agresif, brutal commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 100
2) Jingga
Warna jingga diasosiasikan pada kejangatan alam, khususnya
warna khas sore pada saat matahari terbenam di iklim tropis. Dari sisi
psikologis, jingga merupakan lambang persahabatan. Warna ini dapat
memecah kekakuan dan mennciptakan rasa akrab. Pada otak manusia,
jingga mampu merangsang kreativitas dan daya cipta, sehingga cocok
diaplikasikan untuk ruang kerja bagi mereka yang berprofesi di dunia
desain dan seni.
Positif : muda, kreatif, keakraban, dinamis, persahabatan
Negatif : dominan, arogan
3) Kuning
Dalam psikologi warna, kuning dikaitkan dengan kecerdasan,
ide baru serta kepercayaan terhadap potensi diri. Warna ini adalah
warna yang sangat positif sehingga dapat dipakai untung
menghilangkan keragu-raguan, melambangkan kejujuran,
mengeliminasi pemikiran negatif dan memberi semangat. Kuning juga
sangat membantu orang dalam menghadapi rasa takut dan depresi.
Warna ini banyak digunakan pada ruang-ruang pemulihan rumah sakit
atau pusat rehabilitasi dan ruang penerimaan komersial.
Positif : segar, cepat, jujur, adil, tajam, cerdas
Negatif : sinis, murah / tidak eksklusif, kritis
4) Hijau
Warna hijau adalah warna yang langsung mengasosiasikan kita
akan pemandangan alam. Hijau muda yang cerah mengandung banyak commit to user kuning akan berkesan segar, ringan dan menyenangkan. Sedangkan perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 101
hijau tua mengandung banyak biru berkesan sejuk cenderung dingin.
Hijau tua ini identik pula dengan keberuntungan dan kesejahteraan.
Banyaknya varian warna hijau membuat warna ini cocok diterapkan
hal apa saja tergantung intensitas warnanya.
Positif : sensitif, stabil, formal, toleran, harmonis, keberuntungan
Negatif : pahit
5) Biru
Warna biru mengasosiasikan kita terhadap air dan sesuatu yang
bersifat dingin. Biru adalah warna yang paling sering digunakan untuk
hal-hal yang memerlukan ketenangan.Warna biru memiliki efek yang
mampu menurunkan tekanan darah dan detak jantung sehingga kita
bergerak lebih lambat dan berhati-hati. Dalam penerapan interior, biru
yang bersifat tenang cocok diterapkan di ruang-ruang yang
membutuhkan konsentrasi tinggi dalam jangka waktu lama.
Positif : kebenaran, kontemplatif, intelegensi tinggi, damai, meditatif
Negatif : emosional, egosentris, racun.
6) Ungu
Warna ungu tua identik dengan kemurungan dan kesedihan
yang mendalam. Penggunaan warna ini secara dominan dapat
memberikan kesan melelahkan. Di sisi lain, warna ungu terang adalah
warna yang glamor dan mewah dalam suasana pesta yang elegan
terutama jika dikombinasi dengan nuansa keemasan. Sedangkan
warna ungu muda yang mengarah ke merah jambu berkarakter lebih
feminin, ringan dan lembut. commit to user Positif : artistik, personal, mistis, spiritual perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 102
Negatif : angkuh, sombong, diktaktor
7) Pink
Warna pink identik dengan wanita atau karakter feminin.
Warna pink tua adalah warna yang dinamis, selalu dapat menjadi
pusat perhatian, memberi kesan sangat modern sekaligus
menggambarkan sensualitas.
8) Cokelat
Warna cokelat identik dengan warna tanah dan warna kayu,
sehingga penggunaan warna cokelat memberi perasaan dekat dengan
lingkungan alam seperti halnya warna hijau. Cokelat lebih memiliki
karakter yang hangat. Cokelat juga merupakan salah satu warna netral
sehingga warna ini dapat dengan mudah diterapkan untuk seluruh
ruangan, gtreutama melalui material kayu dan material alami lainnya.
Warna kecokelatan juga identik dengan produk daur ulang yang
cenderung tidak cerah, tidak bersih dan tidak steril. Namun kekhasan
kelusuhan warna serta kekasaran teksturnyalah yang justru menjadi
daya tariknya.
Cokelat juga warna yang mencerminkan tradisi dan segala
sesuatu yang berbau kebudayaan. Rempah-rempah, ukiran kayu yang
cantik, kain batik yang klasik dengan perhiasan emas dan keindahan
latar bangunan-bangunan tua adalah visualisasi lain dari warna ini.
Dalam desain interior, warna ini sering digunakan untuk mendapatkan
nuansa etnik dan eksotik.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 103
9) Putih
Secara psikologis, putih melambangkan kejujuran, ketulusan
dan keikhlasan. Warna ini juga mengasosiasikan kita terhadap rasa
bersih atau higienis dan klinis.
Positif : jujur, bersih, innocent, higienis
Negatif : monoton, kaku, tidak terkontrol
10) Hitam
Hitam menggambarkan keheningan, kematangan berpikir dan
kedalaman akal yang menghasilkan karya. Terutama karya-karya yang
bernilai seni. Hitam memiliki asosiasi yang kontradiktif. Penggunaan
warna hitam akan menciptakan fokus. Suara gemercik air dan musik
akan lebih terasa keras di dalam ruang yang hitam.
Positif : kuat, kreativitas, magis, kedalaman berpikir, idealis, fokus
Negatif : terlalu kuat, superior, merusak, menekan
b. Pembentuk Warna
Elemen arsitektur seperti dinding, lantai dan plafon adalah sumber
warna. Demikian pula dengan elemen bangunan seperti rangka pintu,
jendela dan tangga. Tentu saja elemen interior seperti furnitur, finishing
dan soft furnishings sampai ke aksesori atau pernak-pernik interior juga
merupakan elemen-elemen penting yang dapat membentuk warna dalam
ruang. Selain itu jangan melupakan sumber cahaya dan penerangan seperti
lampu dan sinar matahari.
(Imelda Akmal, 2006)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 104
11. Elemen Pembentuk Ruang
1) Lantai
Persyaratan lantai:
1) Lantai harus kuat dan dapat menahan beban diatasnya.
2) Mudah dibersihkan
3) Kedap suara
4) Tahan terhadap kelembaban
5) Memberikan rasa hangat pada kaki dan sebagainya
Berdasarkan karakteristiknya lantai terbagi menjadi empat, yaitu :
1) Lantai lunak, terdiri dari semua tipe permadani dan karpet.
Pemberian karpet pada lantai dapat menunjang penyerapan bunyi,
sbb:
a) Jenis serat, praktis tidak mempunyai pengaruh pada penyerapan
bunyi.
b) Pada kondisi yang sama tumpukan potongan (cut piles)
memberikan penyerapan yang lebih banyak di bandingkan
dengan tumpukan lembaran (loop piles).
c) Dengan bertambahnya berat dan tinggi tumpukan, dalam
tumpukan potongan kain, penyerapan bunyi akan bertambah.
d) Makin kedap lapisan penunjang (backing), makin tinggi
penyerapan bunyi.
2) Lantai Semi Keras, terdiri dari pelapisan lantai seperti vinyl, aspal
dan cor.
3) Lantai Keras, terdiri dari semua jenis batuan dan logam yang commit to user dipakai sebagai bahan lantai. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 105
4) Lantai Kayu (parquet), terdiri dari berbagai jenis dan motif bahan
lantai yang terbuat dari kayu.
Dalam pameran, lantai berperan untuk memberi petunjuk arus lalu
lintas agar pengunjung tidak bingung dan dapat melihat seluruh stand
partision ataupun barang-barang yang sedang dipamerkan. Pada daerah
pertokoan lantai dipasang pada jalur lintas orang berjalan (hall) dengan
motif yang berbeda-beda agar member kesan adanya perbedaan antar
ruang-ruang yang ada di dalam kompleks tersebut. ( Pamudji Suptandar,
1999 )
2) Dinding
Dinding pada suatu wadah kegiatan dapat sebagai struktur atau
hanya sebagai pembatas ruang saja, tergantung dari sistem struktur yang
dipakai dalam perencanaannya (Djoko Panuwun, 1995 : 56).
Fungsi dan bentuk dinding terbagi menjadi 2 bagian :
1. Struktur, misalnya :
a) Bearing wall : dinding yang dibangun untuk menahan tepi
dari tumpukan/ urugan tanah.
b) Load bearing wals : dinding untuk menyokong/ menopang balok,
lantai, atap dan sebagainya.
c) Foundation wall : dinding yang dipakai di bawah lantai,
tingkat dan untuk menopang balok-balok
lantai pertama.
2. Non struktural, misalnya : commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 106
a) Party wall : dinding pemisah antara dua bangunan yang
bersandar pada masing-masing bangunan.
b) Fire wall : dinding yang digunakan sebagai pelindung
dari pancaran kobaran api.
c) Certain or Panels wall : dinding yang digunakan sebagai pengisi
pada suatu konstruksi rangka baja atau
beton.
d) Partition wall : dinding yang digunakan sebagai pemisah
dan pembentuk ruang yang lebih kecil
didalam ruang yang besar.
( Pamudji Suptandar, 1999 : 145 )
3) Langit-langit (ceiling)
Dasar pertimbangan dalam perencanaan langit-langit adalah :
1) Fungsi langit-langit
Fungsi dari langit-langit selain sebagai penutup ruang juga sebagai
pengatur udara dan ventilasi.
2) Penentuan ketinggian
Penentuan ketinggian didasari oleh pertimbangan fungsi, proporsi
ruang, kegiatan ruang, konstruksi dan permainan ceiling.
3) Bentuk penyelesaian
Bentuk dan penyelesaian dapat dilakukan berdasarkan fungsinya
seperti melengkung, berpola, polos, memperlihatkan struktur, dan
sebagainya. (Djoko Panuwun, 1999 : 72) commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 107
Dengan melajunya kemajuan teknologi, dan penemuan-penemuan
baru di bidang industri bahan bangunan tercipta berbagai material ceiling
yang memungkinkan untuk memenuhi segala macam jenis fungsi ruang
antara lain :
a) Untuk mencapai kesan alamiah, kayu, anyaman bambu, rotan, dan
lain-lain
b) Untuk gaya klasikal, plat-plat gibs bermotif
c) Untuk mencapai kesan glamour, kaca (antique glass ceiling), kain
beludru
d) Pada rumah-rumah sederhana, eternit polos (bermotif), tripleks
(multipleks), dan berbagai jenis softboard/akustik tile
e) Pada bangunan-bangunan utilitas, beton exposed
f) Pada bangunan-bangunan umum, alumunium, fiber glass sebagai
skylight, kaca timah pada gereja-gereja.
(Pamudji Suptandar, 1999 : 166)
(Ristika Maharani, 2011)
12. Interior Sistem
a. Sistem Penghawaan
1) Pengkondisian udara
Ventilasi buatan atau penghawaan buatan (Artificial
ventilation/Forced ventilation/Mechanical ventilation) adalah
penghawaan yang melibatkan peralatan mekanik. Penghawaan buatan
sering juga disebut Pengkondisian Udara (Air Conditioning) yaitu
proses perlakuan terhadap udara didalam bangunan yang meliputi commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 108
suhu, kelembaban, kecepatan dan arah angin, kebersihan, bau, serta
distribusinya untuk menciptakan kenyamanan bagi penghininya.
Dengan demikian, pengkondisian udara tidak hanya berarti
menurunkan suhu (Cooling), tetapi juga menaikkan suhu (Heating).
Di daerah tropis lembab yang suhu rata-ratanya tinggi, pengkondisian
udara (atau penghawaan buatan) diasosiasikan dengan penyejukan
udara oleh mesin penyejuk udara atau mesin pengkondisian udara
yang dikenal luas dengan intilah Air Conditioner (AC). Kipas angin
listrik (electric fan) tidak menurunkan udara, tetapi hanya
menggerakkan udara saja. Kipas angin listrik ada diantara
penghawaan alami dan buatan.
2) Keuntungan penggunaan AC
Penghawaan buatan dengan AC, jika dirancang dengan benar
akan memberikan banyak keuntungan, yaitu:
a) Suhu udara lebih mudah disejukkan dan diatur.
b) Kecepatan dan arah angin mudah diatur.
c) Kelembaban mudah diatur.
d) Kebersihaan udara dapat dijaga.
Karena ruang AC tertutup, maka diperoleh keuntungan sampingan
yaitu kenyamanan akustik dan ketenangan.
a) AC keluaran baru dilengkapi dengan pembangkit ion negatife
(ionizer) yang dapat membunuh bakteri, jamur, dan mengikat
biang bau, serta memberikan efek segar pada udara ruang.
b) Karena ruang tertutup, bau didalam ruang mudah diatur dan commit to user dipertahankan, misalnya dengan wewangian. perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 109
b. Sistem Pencahayaan
Secara garis besar, sumber cahaya dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Pencahayaan alami (natural light)
Sumber cahaya terbesar di bumi adalah matahari. Cahaya
matahari dalam jumlah yang cukup dapat menyehatkan fisik dan
psikis.
Ada beberapa keuntungan dan kerugiannya jika kita
menggunakan sumber cahaya ini yaitu:
a) Cahaya alam murah dan mudah didapat.
b) Memberikan efek sehat bagi tubuh kita baik secara fisik maupun
psikologis.
c) Menghasilkan penampakan obyek yang jelas dan tegas
d) Pencahayaan alami (matahari) mempunyai keterbatasan waktu.
e) Mempunyai tingkat cahaya yang berbeda tergantung dengan
musim.
f) Untuk mengurangi panas berlebih perlu dibutuhkan perangkat
penghalang.
2) Pencahayaan buatan (artificial light)
Pencahayaan buatan adalah segala bentuk cahaya yang
bersumber pada alat yang diciptakan oleh manusia seperti lampu pijar,
lilin, lampu minyak tanah, dan obor.
Fungsi utama pencahayaan buatan adalah memberikan cahaya
yang menggantikan sinar matahari ketika malam hari. Pencahayaan
buatan dapat dirancang sedemikian rupa untuk menciptakan suasana commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 110
dan atmosfer tertemtu. Meski tidak ekonomis cahaya ini membarikan
beberapa keuntungan, yaitu:
a) Penerangan dapat dilakukan sepanjang hari.
b) Memberikan fleksibelitas perencanaan kebutuhan cahaya dalam
ruang.
c) Dapat memberikan efek-efek estetis pada ruang.
Sedang dilihat dari segi pengarahan cahaya, kita mengenal dua
macam arah cahaya yaitu :
1) Pencahayaan langsung (direct lighting)
Yaitu pencahayaan dengan mengarahkan sinar langsung ke
bidang kerja atau obyek.
2) Pencahayaan tak langsung (indirect lighting)
Yaitu pencahayaan dengan cara memantulkan sinar lebih dulu
(misalnya ke langit-langit atau kearh dinding). Pencahayan tak
langsung sangat baur sehingga menimbulkan suasana lembut.
Berdasarkan cakupannya dikenal istilah:
a. Pencahayaan umum (general lighting)
Yaitu pencahayaan merata untuk seluruh ruangan dan
dimaksudkan untuk memberikan terang merata, walau mungkin
minimal, agar tidak terlalu gelap.
b. Pencahayaan kerja (task lighting)
Yaitu pencahayaan fungsional untuk kerja visual tertentu,
biasanya disesuaikan dengan standart kebutuhan penerangan bagi
jenis kerja bersangkutan. commit to user c. Pencahayaan aksen (accent lighting) perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 111
Yaitu pencahayaan yang secara khusus diarahkan ke obyek
tertentu untuk memperkuat penampilannya (fungsi estetik).
(Imelda Akmal, 2006)
c. Sistem Akustik
Ruang yang baik adalah ruang yang sesuai menjawab
kebutuhannya dari salah satu faktornya adalah mengenai gangguan seperti
bsising, gema, gaung dan sebagainya. Penanganan gangguan yang terjadi
dalam ruang menjadikan menjadikan perlunya kualitas akustik yang
sebaik-baiknya. Akustik dapat mengatasi maslah teknis yang berhubungan
langsung dengan suatu desain interior, antara lain tingkat bunyi yang
berlebihan, perlindungan privasi ruang, tingkat kejelasan pencakupan
dengan latar belakang suara dan pengadaan suara latar yang sesuai dengan
situasi tertentu (John F. Pile, 1980, hal. 421).
Tujuan dari akustik adalah meniadakan dan mengurangi bunyi yang
sifatnya mengganggu, kemudian mengatur sistem bunyi tata suara agar
bunyi yang dikehendaki terdengar jelas tanpa gangguan, serta menjaga
kontinuitas bunyi dan perambatannya dalam ruang-ruang khusus yang
menghendaki sistem akustik spesifik.
Dalam pengaturan penyebaran bunyi di dalam suatu ruang terdapat
3 faktor yang harus diperhatikan yaitu :
1. Bunyi Langsung, yaitu bunyi yang berasal dari sumber suara yang
berjalan langsung mencapai pendengaran
2. Bunyi Pantul, yaitu bunyi yang berasal dari sumber suara yang
dalam pencapaian sebelum ke pendengaran, lebih dahulu mengenai commit to user bidang pantul perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 112
3. Bunyi Serap, yaitu bunyi yang mengalami penyerapan karena
material absorbsi
(Prasasto Satwiko, 2004, hal.129)
Kualitas dan kuantitas suara dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu:
a) Permukaan pantul. Baik permukaan lantai, dinding, plafon, dan
benda-benda dalam ruang.
b) Konstruksi dan bahan bangunan.
c) Luas dan fungsi ruang.
d) Pengaruh lingkungan.
Untuk mengatasi suara yang tidak kita inginkan dapat mengunakan
peredam suara yaitu dengan cara menggunakan perangkat alat untuk
mengurangi arau menghambat getaran suara. Saat ini cara yang paling
efektif atau umum untuk meredam kebisingan adalah dengan mencegat
atau memutus perambatan bunyi. Meskipun demikian baru-baru ini telah
diketemukan teknologi baru yang meredam bunyi justru dengan
menimbulkan bunyi lain.
d. Sistem Keamanan
Sistem pengamanan terhadap kegiatan yang berlangsung
menggunakan sistem sekuriti, CCTV ( Closed Circuit Television ) dan
Heavy duty door contact (sensor yang dipasang pada pintu). CCTV
(Closed Circuit Television) adalah suatu alat yang berfungsi untuk
memonitor suatu ruang melalui layar televisi/monitor, yang menampilkan
gambar dari rekaman kamera yang dipasang pada setiap sudut ruangan commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 113
(biasanya tersembunyi) yang diinginkan oleh bagian keamanan. Semua
kegiatan dapat dimonitor di ruang khusus.
Pada sistem pengamanan terhadap fisik bangunan berupa :
1) Sistem pengamanan terhadap bahaya kebakaran adalah :
a. Sistem pendeteksi awal
- Smoke detektor. Alat ini bekerja bila suhu mencapai 700C.
- Fire alarm sistem. Alarm yang otomatis akan berbunyi jika ada
api atau panas pada suhu 1350C - 1600C
b. Fire estinguisher
c. Sprinkler
Penempatan titik – titik sprinkler harus disesuaikan dengan
standar yang berlaku dalam kebakaran ringan. Setiap sprinkler
dapat melayani luas area 10-20 m dengan ketinggian ruang 3 m.
Ada beberapa cara pemasangan sprinkler seperti dipasang di bawah
plafon atau di pasang pada dinding. Kepala sprinkler yang dipasang
dekat dinding, harus mempunyai jarak tidak boleh lebih dari 2,25 m
dari dinding.
d. Hidrant Kebakaran
Hidrant kebakaran adalah suatu alat untuk memadamkan
kebakaran yang sudah terjadi dengan menggunakan alat baku air.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 114
Gambar 2.46
Fire Estinguisher dan Hidrant Kebakaran
Sumber : www.webdesign.com
Dalam usaha memadamkan kebakaran selain api faktor utama
yang harus diperhatikan adalah asap. Untuk mancegah mengalirnya
asap kemana-mana diperlukan alat-alat seperti :
a. Fire damper
Alat untuk menutup pipa ducting yang mengalirkan udara supaya
asap dan api tidak menjalar kemana-mana. Alat ini bekerja secara
otomatis, kalau terjadi kebakaran akan segera menutup pipa-pipa
tersebut.
b. Smoke & heat ventilating
Alat ini dipasang pada daerah-daerah yang menghubungkan udara
luar. Kalau terjadi kebakaran, asap yang timbul segera dapat
mengalir keluar, sehingga para petugas pemadam kebakaran akan
terhindar dari asap-asap tersebut.
c. Vent & exhaust
Dipasang di depan tangga kebakaran yang akan berfungsi commit to user menghisap asap yang akan masuk pada tangga yang akan dibuka perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 115
pintunya. Dapat pula dipasang di dalam tangga, secara otomatis
berfungsi memasukkan udara untuk memberikan tekanan pada
udara di dalam ruang tangga.
Macam-macam system pemadaman yaitu sebagai berikut:
a) Penguraian, yaitu memisahkan atau menjauhkan benda-benda
yang dapat terbakar.
b) Pendinginan, yaitu penyemprotan air pada benda-benda yang
terbakar.
c) Isolasi atau lokalisasi, yaitu dengan cara menyemprotkan
bahan kimia CO2.
d) Blasting affect system, yaitu dengan cara memberikan tekanan
yang tinggi, misalnya dengan jalan meledakkan bahan peledak.
Sistem keamanan dari ancaman kejahatan manusia
2) Sistem keamanan dari ancaman kejahatan manusia (pencurian)
diterapkan dengan :
a. Sistem security
b. CCTV (Close Circuit Television) dan CCTV putar
c. Heavy duty door contact (sensor yang dipasang pada pintu)
d. Signal sensor
e. Infrared camera
f. Metal detector, dll.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
STUDI LAPANGAN
A. TINJAUAN UMUM
1. Kota Surakarta
Kota Surakarta adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Kota ini juga dikenal dengan nama Solo, Sala, dan Salakarta.
Nama yang terakhir tidak dipakai lagi. Di Indonesia, Surakarta merupakan
kota peringkat kesepuluh terbesar (setelah Yogyakarta). Sisi timur kota ini
dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan
Solo.
Kota ini pernah menjadi tempat kedudukan dari residen, yang
membawahi Karesidenan Surakarta hingga tahun 1950-an. Kota Surakarta
memiliki semboyan “Berseri” yang menjadi akronim dari “Bersih, Sehat,
Rapi, dan Indah”. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil
slogan pariwisata Solo the Spirit of Java yang diharapkan bisa membangun
citra kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.
2. Letak Geografis Kota Surakarta
Kota Solo terletak sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km
tenggara Semarang. Lokasi kota ini berada di dataran rendah (hampir 100m di
atas permukaan laut) yang diapit Gunung Merapi di barat dan Gunung Lawu
di timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di sebelah timur
mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe yang
merupakan bagian dari Daerahcommit Aliran to Sungai user Solo. Kota Surakarta terletak di
Keroncong Music Center 116
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 117
antara: 110 45’ 15”- 110 45’35” Bujur Timur, 70 36’ - 70 56’ Lintang
Selatan. Keadaan Cuaca Kota Solo yakni suhu udara maksimum 32,4 C dan
suhu udara minimum 21,6 C sedangkan tekanan udara rata-rata adalah
1008,74 mbs dengan kelembaban udara 79 %. Kecepatan angin berkisar 4
knot dengan arah angin 188 serta beriklim panas. (www.surakarta.go.id)
Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang
tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik kedua gunung api yang telah
disebutkan di atas. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang
cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk
budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu.
Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata
berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk
kegiatan industri dan perumahan penduduk.
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Surakarta
(Sumber : travel2leisure.comcommit) to user )
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 118
3. Potensi Kota Surakarta
a. Potensi Ekonomi
Kota Surakarta merupakan bagian dari 35 Dati II di Propinsi Jawa
Tengah. Persisnya, terletak di bagian Selatan. Areal wilayah merupakan
daerah penghubung antara Propinsi Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa
Barat maupun DKI Jakarta. Persisnya, terletak di sebelah Selatan.Daerah
ini, menempati posisi letak yang sangat strategis. Jalur transportasi darat,
sebagai penghubung ibukota Dati II maupun propinsi yang lain. Jalur
Kereta Api (KA), sebagai penghubung kota besar di Pulau Jawa. Belum
lagi, posisi ini ditunjang dengan pengembangan Bandara Adi Sumarmo
ditingkatkan dari penerbangan domistik menjadi ke Internasional. Tidak
aneh, bila kota Surakarta semakin hari bertambah padat dari berbagai
aktivitas manusia. dengan jumlah penduduk 550.251 jiwa berdasar sensus
tahun 2000. Tingkat pertumbuhan 0,77% per tahun. Kepadatan rata-rata
117 jiwa per ha. Sedang tingkat kemakmuran tercermin dalam income per
kapita Rp. 2.147.830.
b. Potensi Iklim dan Cuaca
1) Suhu Udara kota
Surakarta termasuk dalam kelompok iklim tropis panas pada
0 0 daerah equator 7,5 LS, 111 BT. Perbedaan temperatur pada wilayah
equator pada umumnya berkisar antara 80 C dengan maksimal
temperatur pada siang hari berkisar 300 C dan malam hari 240 C. suhu
0 rata-rata tercatat pada tahun 1995 maksimal 32,64 C dan minimal
19,820 C. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 119
2) Curah Hujan
Curah hujan yang tejadi pada wilayah tropis equator pada
umumya antara 2000 – 5000 mm/th dengan maksimal curah hujan
sebesar 500 mm/bl pada musim penghujan, dan 50 mm/bl pada musin
kemarau . Pada tahun 1994 di Surakarta banyaknya curah hujan
maksimal adalah 2790 mm/ bulan dan minimal 30 mm/ bulan.
3) Kelembaban Udara
Kelembaban udara relatif umumnya berkisar 75 % dan dapat
terjadi antara 55 – 100 % yang relatif basah. Pada tahun 1995
kelembaban udara yang terjadi di kota surakarta adalah 74 %. wilayah
kota Surakarta adalah 44.04km2 .
4. Perkembangan Potensi Kota
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk Surakarta yang besar, bidang
perekonomian juga tumbuh pesat. Untuk mendukung pesatnya aktivitas
ekonomi tersebut, di Surakarta telah tersedia sarana dan prasarana seperti
jalan yang panjang keseluruhan mencapai 591 Km yang pada umumnya
dalam kondisi baik. Pusat-pusat perekonomian dan fasilitas komersial yang
terdapat di Surakarta dapat dikelompokkan antara lain :
a. Fasilitas Perdagangan
Meliputi fasilitas pertokoan, pasar skala kota dan supermarket.
Kegiatan ini tumbuh dan berkembang di jalur-jalur pergerakan lalulintas
kota yang kemudian berfungsi sebagai jalur ekonomi kota.
1) Pertokoan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 120
Tumbuh di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Jalan Yosudarso, Jalan
Diponegoro, Jalan Dokter Rajiman, Jalan Honggowongso, Jalan
Kapten Mulyadi, Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, kawasan Secoyudan,
pusat grosir dan perbelanjaan Beteng.
2) Pasar skala kota
Pasar Klewer, Pasar Gede, Pasar Kliwon, Pasar Kadipolo, Pasar
Hardjodaksimo, Pasar Legi, Pasar Gading.
3) Supermarket
Kawasan Purwasari, kawasan Secoyudan ( singosaren ), Jalan
Honggowongso, Jalan Jend. S. Parman, Jalan Gading barat.
b. Fasilitas Jasa Komersial
Meliputi fasilitas-fasilitas akomodasi ( hotel, losmen ), jasa keuangan
atau perbankan, serta perkantoran perdagangan.
c. Sarana lain yang cukup penting
Adanya terminal angkutan darat dan bandara Adi Sumarmo yang telah
mulai dipersiapkan untuk penerbangan internasional.
5. Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Surakarta
Menurut Permendagri no.2 tahun 1987 yang dimaksud dengan
rencana pemanfaatan ruang kota mencakup arahan pemanfaatan ruang yang
menggambarkan lokasi intensitas tiap penggunaan, baik kegiatan fungsi
primer dan fungsi sekunder yang ada di dalam kota sampaiu akhir tahun
perencanaan. Jadi dalam hal ini mencakup materi yang berupa pengaturan
lokasi dan luas lahan yang dirinci dalam Sub Wilayah Pembangunann (SWP),
untuk kegiatan primer maupuncommit sekunder. to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 121
Dasar dan arah pemanfaatan ruang di wilayah kota Surakarta
dipertimbangkan atas kenyataan fisik, sodial, ekonomi dan budaya
masyarakat dan kotanya, agar dicapai suatu perimbangan penggunaan ruang
yang efisien, harmonis dan wajar. Secara lebih konkret, konsep rencana
pemanfaatan ruang kota akan disusun dengan mempertimbangkan potensi
setiap lokasi terhadap kegiatan yang ada sekarang dengan mengingat :
a. Ketersediaan lahan kota.
b. Keterkaitan antar kegiatan.
c. Sifat fleksibilitas suatu kegiatan.
d. Peranan dan fungsi kawasan tersebut terhadap kota.
e. Karakteristik budaya masyarakat.
f. Peninggalan budaya dan sejarah kota.
Adapun kegiatan-kegiatan yang disediakan ruangnya didalam wilayah
kota Surakarta mengacu pada pengembangan fungsi-fungsi kota Surakarta di
masa mendatang (2013), yakni :
a. Penyediaan areal pusat pariwisata.
b. Penyediaan areal pusat pengembangan kebudayaan.
c. Penyediaan areal olahraga.
d. Penyediaan areal relokasi industri.
e. Penyediaan areal perluasan dan pembangunan pendidikan.
f. Penyediaan areal pusat perdagangan, pertokoan dan perbelanjaan.
g. Penyediaan areal pusat perkantoran/pusat administrasi.
h. Penyediaan areal lingkungan perumahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 122
Kedelapan fungsi kota yang akan dikembangkan sampai dengan tahun
2013 ini merupakan aktivitas-aktivitas primer bagi kota Surakarta.
6. Penataan Bangunan Kota Surakarta
a. Penataan Lingkungan dan Bangunan
Penataan kepadatan bangunan pada penggal jalan utama untuk tiap SWP di
kota Surakarta :
1) Kawasan peruntukan Angka Lantai Dasar (ALD) tinggi (>75%),
untuk bangunan dengan Ketinggian Bangunan (KB) maks. 4 Lantai,
yang berfungsi komersial di daerah perdagangan.
2) Kawasan peruntukan Angka Lantai Dasar (ALD) sedang (50 - 75%),
untuk bangunan dengan Ketinggian Bangunan (KB) maks. 8 Lantai,
yang berfungsi komersial di daerah perdagangan, serta KB maks. 2
Lantai untuk perumahan.
3) Kawasan peruntukan Angka Lantai Dasar (ALD) rendah (20 - 50%),
untuk bangunan dengan Ketinggian Bangunan (KB) min. 9 Lantai,
yang berfungsi komersial di daerah perdagangan, serta KB maks. 2
Lantai untuk industri.
b. Penataan Bangunan Bertingkat banyak
1) Sangat Potensial
Sepanjang jalan Slamet Riyadi, Urip Sumoharjo, Sudirman, Yos
Sudarso, Gatot Subroto, dan Dr. Rajiman (Coyudan)
2) Potensial
Sepanjang jalan A. Yani, Kapt. Mulyadi, Gajah Mada, Sutan Syahrir,
S. Parman, Sudiarto, Veteran, Honggowongso, dan Kol. Sutarto. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 123
3) Cukup Potensial
Sepanjang jalan R.M Said, Akhmad Dahlan, Juanda Teuku umar,
Ronggowarsito, Kartini, Monginsidi, Dr. Rajiman (Laweyan), Adi
Sucipto, Dr. Moewardi, dan Katamso.
4) Kurang Potensial
Sepanjang jalan Kyai Mojo, Cokroaminoto, Suryo, Yosodipuran,
Bhayangkara, Perintis Kemerdekaan, Dr. Wahidin, Hasanuddin, MT
Haryono, Ir. Sutami, dan Sugiyono
5) Tidak Potensial
Sepanjang jalan Cipto Mangun Kusumo, Sugiyopranoto, Prof. Dr.
soeharso, Mangun Sarkoro, Adi Sumarmo, dan Ki Hajar Dewantara.
c. Penataan Perpetakan Bangunan jalan-jalan Utama
1) Kawasan peruntukan dan penggal jalan dengan petak > 5000 m2 untuk
KB min. 9 lantai.
2) Kawasan peruntukan dan penggal jalan dengan petak 2000 - 5000 m2
untuk KB max. 8 lantai.
3) Kawasan peruntukan dan penggal jalan dengan petak 1000 - 2500 m2
untuk KB max. 4 lantai.
2 4) Kawasan peruntukan dan penggal jalan dengan petak < 1000 m untuk
KB max. 2 lantai.
d. Penataan Ketinggian Bangunan
Materi atau kirteria perancangan yang diatur dalam penataan
ketinggian bangunan adalah jumlah lantai ketinggian bangunan maksimum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 124
pada jalan-jalan utama di tiap Sub Wilayah Pengembangan Kota Surakarta
yaitu:
1) Ketinggian bangunan sangat rendah, yaitu blok dengan bangunan
tidak bertingkat maksimum 2 lantai dengan tinggi puncak dasar dan
dengan Angka Luas Lantai = 2 x Angka Lntai Dasar
2) Ketinggian Bangunan Rendah, yaitu blok dengan bangunan bertingkat
maksimim 4 lantai dengan tinggi puncak maksimum 20m dan
minimum 12m dan lantai dasar dan dengan Angka Luas Lantai
maksimum =4xAngka Lantai Dasar.
3) Ketinggian Bangunan Sedang, yaitu blok dengan bangunan bertingkat
maksimum 8 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimim 36m
dan minimum 24m dari lantai dasar dan Angka Luas Lantai
maksimum =8xAngka Lantai Dasar. Ketinggian Bangunan Tinggi,
yaitu blok dengan bangunan bertingkat minimum 9 lantai dengan
tinggi puncak bangunan minimum 40m dari lantai dasar dan Angka
Luas Lantai minimum=9xAngka Lantai Dasar, maksimum 20 lantai
dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84m dari lantai dasar dan
Angka Luas Lantai =20xAngka Lantai Dasar.
B. TINJAUAN KHUSUS
1. Studi Auditorium
a. Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT)
Studi lapangan Teater Arena TBJT dilakukan untuk mengamati
sistem penataan ruang lobby, area penonton dan panggung, serta system commit to user pencahayaan yang diterapkan.
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 125
a) Lokasi
Taman Budaya Jawa Tengah yang beralamat di Jalan Ir.
Sutami No. 57 ini memiliki ruang yang terbilang komplit bagi para
pegiat seni. Teater Arena terletak di sebelah barat Pendopo Agung
Taman Budaya Jawa Tengah. Gedung pertunjukan Teater Arena
Taman Budaya Jawa Tengah menghadap ke sisi tenggara dengan
papan nama besar “TEATER ARENA” tertera di tembok lobi. Area
parkir mobil terletak di sisi selatan gedung Teater Arena Taman
Budaya Jawa Tengah di bagian yang lebih tinggi dan area parkir
motor biasanya di sebelah timur gedung atau di jalan antara Teater
Arena dan Pendopo Agung.
Gambar 3.2 Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012 ) )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 126
b) Fasilitas Teater Arena
Di antara ruang-ruang yang tersedia dalam komplek Taman
Budaya Jawa Tengah adalah gedung pertunjukan Teater Arena Taman
Budaya Jawa Tengah.
Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah adalah satu-satunya
gedung pertunjukan di dalam komplek Taman Budaya Jawa Tengah.
Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah bisa dibilang sudah
memiliki fasilitas pendukung yang memadahi seperti area lighting dan
sound system control yang berada di atas dan berhadap-hadapan
dengan panggung. Selain itu tersedia juga di belakang panggung ruang
ganti juga ruang akses untuk properti juga toilet. Untuk pintu masuk
dan keluar penonton, semua melalui satu pintu yang berada di lobi
gedung.
Daya tampung Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah
berkisar antara 250-300-an penonton dengan kursi kayu yang terbagi
dalam tiga bagian. Panggung pertunjukan yang berada di sisi utara
menjorok hingga ke tengah-tengah bagian gedung. Sementara itu
ketiga sisi lain digunakan sebagai tempat duduk penonton. Sudut
paling enak untuk menikmati pertunjukan dalam Teater Arena Taman
Budaya Jawa Tengah adalah sudut tengah atau tempat duduk sisi
selatan dengan urutan tempat duduk dari nomor dua hingga empat.
Acara yang pernah digelar dalam Teater Arena Taman Budaya Jawa
Tengah adalah REVOLUSEE Pesta Film Solo 2012 oleh KINE Klub
FISIP UNS beberapa waktu yang lalu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 127
Gambar 3.3
Area Duduk Penonton Teater Arena TBJT terbagi menjadi 3 bagian,
Kursi Penonton terbuat dari Kayu
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012) )
Gambar 3.4 Sistem Pencahayaan Teater Arena TBJT menggunakan Downlight Lamp dan Spotlight Lamp
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 128
Gambar 3.5
Penggunaan Lantai Parket pada Area Penampil dan Semen Beton pada
Area Penonton
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012 ) ) b. Auditorium RRI Surakarta (Auditorium Sarsito Mangoenkoesoema)
a) Lokasi
Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta merupakan salah
satu kantor berita radio nasional atau lembaga penyiaran publik yang
terletak di Jl. Aburachman Saleh No. 51, Solo, Jawa Tengah.
b) Auditorium RRI Surakarta
Auditorium RRI Surakarta atau yang sekarang dinamakan
Auditorium Sarsito Mangoenkoesoema merupakan satu dari beberapa
fasilitas yang dimiliki oleh RRI Surakarta. Auditorium RRI Surakarta
terletak di sebelah Barat lobby utama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 129
Gambar 3.6
Interior Lobby Auditorium RRI Surakarta
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012) ) Terdapat dua kolom beton berpadu dengan ukiran kayu.
Lantainya sudah dirombak dengan menggunakan keramik. Pada
dinding menggunakan elemen panel kayu dang terdapat ornamen
relief dari batu.
Gambar 3.7
Furniture Meja Resepsionis, Etalase Radio Kuno dan Lemari Penyimpanan Penghargaan pada Lobby Auditorium RRI Surakarta
commit to user
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012) )
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 130
Gambar 3.8
Sistem Pencahayaan Ruang Lobby Auditorium
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012) ) Sistem pencahayaan pada ruang lobby auditorium
menggunakan sistem pencahayaan alami sinar matahari pada siang
hari melalui bukaan jendela, kaca dan ventilasi ruang, serta
menggunakan sistem pencahayaan buatan berupa lampu downlight
dan lampu gantung hias.
Ruang Auditorium mampu menampung penonton sebanyak
±650 kursi, dengan sebuah panggung pertnjukan 1 meter lebih tinggi
daripada lantai paling depan area penonton. Auditorium ini berbentuk
persegi. Elemen pembentuk ruang terdiri dari lantai, dinding dan
plafond dengan penyelesaian sistem akustik di dalamnya. Pada lantai
menggunakan material tegel semen abu-abu polos ukuran 20x20cm
dengan kenaikan level lantai ber-trap setinggi 20cm. Pada dinding
menggunakan material gypsum board akustik dengan aksen panel
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 131
kayu. Untuk plafond menggunakan material gypsum board dengan
sistem ber-trap.
Gambar 3.9
Ruang Auditorium RRI Surakarta
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012) ) Gambar 3.10 Elemen Pembentuk Ruang Auditorium RRI Surakarta
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 132
2. Studi Sistem Galeri
Ruang Emas Museum Nasional Indonesia
Studi lapangan Ruang Emas Museum Nasional Indonesia
dilakukan untuk mengamati sistem display koleksi, system pencahayaan
terhadap koleksi dan sistem keamanan koleksi.
a) Lokasi
Museum Nasional Indonesia terletak di Jl. Merdeka Barat No 12,
Jakarta Pusat.
b) Museum Nasional Indonesia
Museum Nasional Indonesia atau yang dikenal sebagai
Museum Gajah, memiliki icon patung gajah yang berada di depan
bangunan museum. Dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah
Belanda, Museum ini terpelihara dengan baik hingga sekarang.
Museum Nasional dikenal sebagai Museum Gajah sejak
dihadiahkannya patung gajah perunggu oleh Raja
Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei 1979,
namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia.
Kemudian pada 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan
Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan Museum kepada
pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu pengelolaan museum resmi
oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum
Nasional berada di bawah pengelolaan Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 133
Museum Gajah banyak mengkoleksi benda-benda kuno dari
seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca
kuno, prasasti, benda-benda kuna lainnya dan barang-barang
kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam
etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik
sejarah, dan benda berharga. Sumber koleksi banyak berasal dari
penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan
pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di
museum ini terbanyak dan terlengkap di dunia. Museum ini
merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.
Gambar 3.11 Museum Nasional Indonesia
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) ) c) Interior Ruang Emas Museum Nasional Indonesia
Berikut adalah beberapa spot yang dapat diambil pada saat
dilakukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 134
Gambar 3.12
Main Entrace Ruang Emas Museum Nasional Indonesia dilengkapi
dengan Metal Detector
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) )
Gambar 3.13 Sistem Display Koleksi Ruang Emas Museum Nasional Indonesia memanfaatkan Tempered Glass 10mm
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011)
)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 135
Gambar 3.14
Sistem Pencahayaan dengan menggunakan Track Lamp untuk Backdrop
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) )
Gambar 3.15 Sistem Pencahayaan Hidden Halogen Lamp pada Vitrin
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011)
)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 136
Gambar 3.16
Sistem Keamanan dan Pencahayaan pada Ceiling
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) ) 3. Studi Sistem Cafe
a. Waroeng Djadoel
a) Lokasi
Waroeng Djadoel terletak di alamat : Jl. Honggowongso No.
38, Pasar Kembang, Surakarta, dengan posisi bangunan menghadap ke
arah Timur Laut. Letaknya di sebelah kanan jalan searah dari Utara,
sehingga agak sulit bagi siapa saja yang ingin mendatangi Warung
tersebut karena harus menyeberang. Namun dalam hal ini, letak
Waroeng Djadoel yang berada di sudut jalan lantai 2 ini, menjadikan
warung ini mempunyai view yang bagus karena dari atas pengunjung
dapat melihat hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang. Selain itu
anginnya yang semakin berhembus membuat udara di sekitar ruangan
cukup sejuk tanpa adanya AC. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 137
Gambar 3.17
Waroeng Djadoel
.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) ) b) Waktu Kegiatan
Waroeng Djadoel buka setiap hari dengan jam buka sebagai
berikut :
Hari Senin – Jumat buka pukul : 09.00 – 22.00 WIB
Hari Jumat ada organ tunggal
Hari Sabtu – Minggu buka pukul : 09.00 – 23.00 WIB
c) Fasilitas
Waroeng Jadoel terdiri dari beberapa ruang dan dibagi dalam 3
lantai, yang semuanya bersifat public
a. Ruang Umum, terdiri atas area makan, dan toilet
b. Ruang Pelayanan, terdiri atas Open Kitchen, dan Kasir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 138
Gambar 3.18
Area Makan Waroeng Djadoel
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) )
Gambar 3.19 Area Open Kitchen Waroeng Djadoel
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 139
Gambar 3.20
Area Kasir Waroeng Djadoel
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) ) d) Tema dan Gaya
Waroeng Djadoel ini berkonsep etnik Jawa gaya Tempo
Doeloe. Fasilitas yang ada di warung ini adalah ruang makan bagi
pengunjung dengan total kapasitas 120-150 orang. Furnitur, meja dan
kursi makan dengan gaya sederhana terbuat dari kayu jati utuh tertata
rapi di ruang ini. Dilengkapi dengan pajangan benda-benda antik dan
kuno serta patung-patung sebagai elemen estetisnya, sehingga
menambah aksen ruangan menjadikannya lebih indah dengan nuansa
jaman dulu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 140
Gambar 3.21
Karakter dan Suasana Waroeng Djadoel
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) ) Waroeng Djadoel juga difasilitasi dengan adanya studio musik
di lantai atasnya, karena memang sebelumnya tempat ini hanya
digunakan untuk studio musik. Di lantai paling atas, bagian atas
bangunan (outdoor) juga dimanfaatkan sebagai area makan bagi
mereka yang ingin makan dengan sejuknya angin yang berhembus,
sambil memandangi jalan-jalan di sekitar, dari atas bangunan.
b. Waroeng Solo
a) Lokasi
Warung Solo berlokasi di Jeruk Purut, Kemang, Jakarta Selatan
b) Waktu Kegiatan
Warung Solo ini buka dari Pukul 09.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB,
dan warung ini akan memberikan alternatif menu makanan yang
berbeda dari yang lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 141
c) Fasilitas
Rumah makan ini memiliki daya tampung lebih dari 50 orang.
Selain untuk tempat makan, warung ini juga dapat dijadikan tempat
perayaan ulang tahun dan arisan.
Sesuai dengan arsitektural bangunan rumah berbentuk joglo,
menu makanan serta minuman di sini pun khas Jawa. Yang pada
umumnya rasanya cenderung manis. Masakan ala Warung Solo ini
pun demikian. Tito menambahkan, yang menjadi andalan di rumah
makan ini adalah selat Solo, Gudeg, Mangut, Timlo dan Nasi Liwet.
Dari sekian banyak menu makanan, yang paling laris adalah
Nasi Liwet. Racikan nasi komplet gaya Solo ini memang bisa bikin
kangen. Nasinya pulen, rasansanya makin gurih bila disiram sambal
goreng labu. Diatasnya dilengkapi irisan telur pindang plus opor
ayam.
Gambar 3.22
Waroeng Solo
commit to user (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011) )
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 142
Selain makanan, rumah makan ini juga menyajikan minuman
tradisional seperti es kelapa muda gula merah, wedang Jahe, Gula
Asem, beras kencur, dan susu jahe.
d) Tema dan Gaya
Sepintas terlihat bangunan rumah makan ini seperti rumah
tinggal bernuansa Joglo, begitu masuk ke dalam ruangan lebih jauh,
kita akan dihadapkan sebuah suasana Jawa Tempo Dulu. Rumah
makan ini lebih mirip museum advertorial tahun 60-an. Interiornya
unik dengan berjejernya foto-foto kota Jawa tempo dulu dan sederet
poster-poster iklan vintage.
Gambar 3.23 Suasana Interior Waroeng Solo
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011)
)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keroncong Music Center adalah pusat rekreasi, informasi, edukasi dan
entertainment dengan fasilitas dan sarana yang kompleks meliputi Lobby,
Auditorium, Gallery, Souvenir Shop, dan Live Music Cafe bagi para penikmat,
penggemar dan pegiat musik Keroncong yang dibalut nuansa interior tempo dulu
dengan memunculkan atmosfer interior melalui analisa sejarah perkembangan
(periodisasi) musik keroncong, dengan maksud dan tujuan agar pengunjung bisa
mengetahui alur perjalanan musik keroncong sesuai dengan jaman atau
tahapannya, serta mengajak pengunjung seolah-olah merasakan suasana pada
masa itu. Ketiga tahapan tersebut adalah Masa Keroncong Tempo Dulu (1880-
1920), Masa Keroncong Abadi (1920-1960) dan Masa Keroncong Modern (1960-
2000).
Masa Keroncong Tempo Dulu, diaplikasikan sebagai ide gagasan untuk
menciptakan atmosfer interior Lobby dan Auditorium. Masa Keroncong Abadi
diaplikasikan sebagai ide gagasan untuk menciptakan atmosfer interior Cafe dan
Souvenir Shop. Masa Keroncong Modern diaplikasikan sebagai ide gagasan untuk
menciptakan atmosfer interior Gallery. Konsep tersebut dirancang sebagai wujud
apresiasi bagi musik keroncong sebagai musik tradisional asli Indonesia.
Site plan Keroncong Music Center akan diasumsikan di Surakarta tepatnya
di sebelah Timur THR Sriwedari, Solo. Lokasi ini berada di Jl. Brig. Jend. Slamet
Riyadi. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut karena Jalan Slamet Riyadi commit to user
Keroncong Music Center 173
perpustakaan.uns.ac.id Keroncong Musicdigilib.uns.ac.id Center 174
merupakan pusat keramaian siang dan malam maupun jalan utama kota Solo,
lokasi tersebut tidak jauh dengan kebiasaan para penggemar keroncong
berkumpul baik saat diadakan pementasan maupun tidak yaitu THR Sriwedari,
serta lokasi tersebut merupakan salah satu titik konsentrasi massa di kota Solo.
Alasan tersebut semakin diperkuat dengan keberadaan kota Surakarta
sebagai kota yang sangat berpotensi dalam meningkatkan citra sebagai kota
budaya, kota pariwisata sekaligus kota keroncong.
B. SARAN
Perlu peninjauan lebih dalam lagi mengenai sistem akustik pada
perancangan sebuah Auditorium dan sistem pendisplayan pada perancangan ruang
Galeri. Selain itu, perlu diperhatikan pula jarak antara furniture satu dengan yang
lain untuk mencapai kenyamanan dalam sistem sirkulasi ruang.
Secara umum, Desain Interior Keroncong Music Center ini diharapkan
mampu memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya serta dapat
dijadikan sebagai tolak ukur ataupun pertimbangan-pertimbangan dalam
meningkatkan perkembangan apresiasi desain interior dalam kebutuhan hidup
sehari-hari.
commit to user