Identitas Orang Tugu Sebagai Keturunan Portugis Di Jakarta* Identity of Tugu People As Portuguese Descent in Jakarta

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Identitas Orang Tugu Sebagai Keturunan Portugis Di Jakarta* Identity of Tugu People As Portuguese Descent in Jakarta Identitas Orang Tugu…(Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 169 IDENTITAS ORANG TUGU SEBAGAI KETURUNAN PORTUGIS DI JAKARTA* IDENTITY OF TUGU PEOPLE AS PORTUGUESE DESCENT IN JAKARTA Risa Nopianti1, Selly Riawanti2, Budi Rajab3 BPNB Jawa Barat1, Pasca Sarjana Fisip Unpad2, Pasca Sarjana Fisip Unpad3 e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Naskah Diterima: 5 Februari 2019 Naskah Direvisi: 30 Mei 2019 Naskah Disetujui:28 Juni 2019 DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.490 Abstrak Orang Tugu di Kelurahan Semper Barat merupakan sebuah komunitas keturunan Portugis yang memiliki akar budaya dan sejarah yang cukup campuran sejak tahun 1661. Mereka berusaha untuk tetap bertahan dengan melestarikan aspek-aspek kebudayaan yang dimilikinya melalui beragam aktivitas dan tindakan-tindakan sosial sebagai upayanya untuk mendapatkan pengakuan akan identitas mereka sebagai Orang Tugu. Penelitian secara kualitatif dengan metode etnografi dan extended case method, digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Paparan data menjelaskan bahwa interaksi sosial Orang Tugu dengan kelompok-kelompok lainnya dilakukan sebagai upaya mereka untuk mempertahankan identitasnya. Hal tersebut memunculkan dua kelompok utama yaitu, kelompok penting (significant others) hubungan di antara mereka didasari oleh adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang sifatnya saling menguntungkan, yaitu salah satunya berkaitan dengan eksistensi musik keroncong. Ada pula kelompok umum lainnya (generalized others) hubungan mereka bersifat saling membutuhkan. Kelompok yang dikategorikan dalam hubungan saling menguntungkan adalah pemerintah daerah, komunitas pemerhati budaya dan sejarah, serta penanggap keroncong. Adapun kelompok-kelompok yang dibutuhkan oleh Orang Tugu dalam kehidupan sehari-hari adalah tetangga Betawi, dan jemaat gereja. Kata kunci: interaksi sosial, Orang Tugu, identitas etnis. Abstract The Tugu people in Semper Barat Village are a community of Portuguese descent who has quite mixed cultural and historical roots since 1661. They try to stay afloat by preserving their cultural aspects through various activities and social actions as an effort to get recognition of their identity as Tugu People. Qualitative methods with ethnographic approaches and extended case method are used as tools to collect and analyze data. The results explain that the social interaction of Tugu People with important groups (significant others) is carried out because of the existence of certain interests which are mutually beneficial, but there are also those that are mutually needed, namely those in other general groups (generalized others). Groups that are categorized as mutually beneficial relationships are local governments, cultural and historical observer communities, and keroncong appreciators. The groups needed by Tugu People in their daily lives are neighbors from Betawi ethnic group, and church members. Keywords: social interaction, Tugu People, ethnic identity. A. PENDAHULUAN Tugu di Jakarta, bisa dikatakan sebagai Penelitian ini mencoba untuk salah satu kelompok minoritas1. Mereka melihat ekistensi identitas Orang Tugu dalam hubungannya dengan interaksi sosial yang mereka bangun dengan * Artikel ini merupakan bagian dari naskah kelompok lain di lingkungannya. Orang tesis Risa Nopianti, Program Studi Antropologi, Pasca Sarjana Fakultas Ilmu 170 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 memiliki latar belakang sejarahnya yang Jakarta sebagai ibu kota negara unik sebagai masyarakat keturunan memiliki keberagaman etnis dan kelompok Portugis, yang mana identitas mereka yang sangat tinggi dibandingkan dengan senantiasa terkait dengan nilai-nilai budaya wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. dan sejarah mereka sebagai masyarakat Beragam etnis tinggal dan hidup di Jakarta kreol2. dengan membawa keanekaragaman Keberadaan Orang Tugu di Jakarta budayanya masing-masing. —MereNa sudah ada sejak masa pemerintahan berkumpul, tinggal, dan hidup bersama- kolonial. Pada masyarakat pascakolonial sama yang kemudian saling memengaruhi adanya pengakuan terhadap identitas suatu satu sama lain dan melebur secara kelompok berpotensi untuk meningkatkan akulturatif, sehingga tumbuh semacam dan mengembangkan potensi integrasi prototipe dari suatu masyarakat. Prototipe transetnis dan kesadaran akan identitas baru ini akhirnya menjadi suatu tipe yaitu nasionalnya yang terbentuk pada masa yang mengkristal menjadi suatu bentuk setelah kolonialisme (Knorr, 2014:2). etnis dinamaNan Betawi“ (Ahmed, 2011). Begitu pula halnya dengan Indonesia pada Menurut Knorr, Betawi muncul pada era pascakolonial, keragaman etnis yang abad ke-16 hingga ke-17 melalui proses menjadi dasar terbentuknya negara kreolisasi pada masa penjajahan Belanda. kesatuan Republik Indonesia memerlukan Proses kreolisasi secara kultural terjadi di adanya pengakuan akan identitas-idantitas antara orang-orang asli khususnya orang etnis yang ada sebagai penguat integritas Sunda dengan para pendatang seperti negara yang baru terbentuk. Ambon, Cina, India, dan lain-lain. Setelah Sejak awal dimukimkan Belanda di tinggal menetap di Jakarta, mereka Batavia, Orang Tugu sebagai sebuah kemudian mengidentifikasi dirinya sebagai kelompok minoritas berusaha untuk selalu Orang Betawi. (Knorr 2007:7-8, Knorr mempertahankan identitas mereka sebagai 2014:10). keturunan Portugis dengan Pada masa kolonial Orang Betawi memperlihatkan ciri budayanya yang khas. dengan kebudayaannya merupakan Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kelompok etnis yang dianggap rendah, keberadaan mereka semakin lama semakin karena status sosial mereka yang secara terdesak oleh perubahan dan kelompok stereotype dianggap sebagai budak atau mayoritas lain yang ada di Jakarta. Hal ini pelayan Belanda. Tingkat pendidikan yang menyebabkan eksistensi mereka cukup rendah, serta mayoritas kepercayaan sulit dikenali bila dibandingkan dengan sebagai muslim menjadi identitas Orang Orang Jakarta pada umumnya. Betawi di masa lalu (Knorr, 2014:60-62). Hal yang sama juga rupanya terjadi pada Orang Tugu, yang sejak dimerdekakan Sosial dan Ilmu Politik, Universitas oleh Belanda memilih untuk berasimilasi Padjadjaran, 2019. kepada kebudayaan Betawi, sebab etnis 1 Kelompok minoritas adalah kelompok yang Betawilah yang pada saat itu intensif secara sosial terdiskriminasi dan memiliki berinteraksi dengan Orang Tugu karena kedudukan yang tidak menguntungkan, mereka mereka tinggal di lingkungan yang sama. memiliki solidaritas kelompok yang kuat, Beberapa ciri budaya Orang Betawi namun merasa berbeda dari kelompok diadopsi oleh Orang Tugu, sehingga mayoritas, dan secara fisik lingkungan sosial terkesan mereka menjadi Orang Betawi. mereka terisolasi (Fadhli, 2014:356) 2 Hanya saja terdapat perbedaan mendasar Masyarakat kreol adalah mereka yang dalam hal kepercayaan yaitu mayoritas tercabut akarnya dari negara atau dunia lama mereka beragama Kristen, serta memiliki mereka, kemudian mereka memiliki negara beberapa penanda etnis yang khas. baru atau dunia baru, dan memiliki kepribadian kontras yang berbeda, mendalam, dan berakar Perbedaan inilah yang kemudian dari asal usul mereka (Ericksen, 2007:155). menjadi sebuah batas yang menempatkan Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 171 Orang Tugu berbeda pada beberapa aspek mengenai identitas Orang Tugu tidak dengan Orang Betawi. Perbedaan tersebut menyentuh konteks eksternal dari juga menjadi penanda identitas bagi Orang eksistensi Orang Tugu dalam hubungannya Tugu, yang tetap dipertahankan hingga dengan kelompok-kelompok lainnya yang saat ini. Identitas mereka sebagai Betawi- juga cukup memberi pengaruh terhadap Portugis ada, bukan hanya karena ada pengakuan identitas mereka. klaim sepihak oleh mereka sendiri, Berdasarkan latar belakang di atas, melainkan perlu adanya dukungan dari permasalahan penelitian yang akan kelompok-kelompok lainnya yang diajukan dalam penelitian ini adalah mengakui eksistensi mereka. Hal ini perlu —Eagaimana interaksi sosial yang dilakukan diusahakan guna menjamin kehidupan Orang Tugu dalam mewujudkan Orang Tugu, sehingga dapat tetap bertahan identitasnya sebagai komunitas keturunan di tengah heterogenitas Jakarta yang Portugis di Jakarta? kelompok-kelompok semakin kompleks, yang suatu waktu mana sajakah yang dianggap penting dan dapat mengancam keberadaan dan berpengaruh terhadap eksistensi identitas eksistensi mereka. mereka sebagai Orang Tugu keturunan Penelitian-penelitian mengenai Portugis"“ Orang Tugu dengan kebudayaannya telah banyak ditulis oleh para peneliti Indonesia B. METODE PENELITIAN maupun asing. Seperti tema sejarah Desain penelitian yang dilakukan keberadaan dan perkembangan musik berupa penelitian kualitatif dengan metode Keroncong Tugu yang ditulis oleh Darini dan teknik etnografi yang digunakan untuk (2012) —Keroncong : Dulu dan Kini“, dan melihat, menggambarkan, dan menganalisa Ganap (2011) yang EerMudul —Krontjong kehidupan sosial budaya Orang Tugu. Toegoe“. Tema musik keroncong dalam Etnografi yaitu suatu cara untuk konteksnya sebagai sebuah elemen budaya memperoleh data dengan sumber data Orang Tugu ditulis oleh Pelawi (2015) utama adalah masyarakat. Metode —Tradisi Musik Keroncong Tugu Sebagai etnografi bertujuan untuk mendeskripsikan Identitas Budaya Masyarakat Kampung masyarakat dari sudut pandang masyarakat Tugu“, Riyanto (1996) —Eksistensi (emik) (Spradley,1997:3). Penelitian ini Keroncong Tugu dalam Aktivitas juga diperkuat oleh metode kasus diperluas .ehidupan 0asyaraNat .ampung Tugu“, (extended case method) untuk dapat dan Destiana (2012)
Recommended publications
  • Jakarta Heritage, Kampung Tugu Drs Dirk Teeuwen Msc
    Jakarta heritage, Kampung Tugu drs Dirk Teeuwen MSc 1. Front of Tugu Church, 2006 Kampung Tugu is located south from Tanjung Priok Port in the Dustrict of Cilincing Jakarta, formerly Batavia. The Dutch founded modern Jakarta in 1619, named it Batavia on March 13th , 1619. Tugu Village is a community of Portuguese descendents. Because they were, or became, of mixed blood, the Dutch called them “Black-Portuguese”. These Portuguese were taken prisoner of war in India, Malaysia and Ceylon, now Sri Lanka, during the seventeenth and eighteenth century. At first they were kept as slaves by the Dutch. But - after accepting the Christian protestant faith and after expressing their loyalty to the Dutch government - they could become free citizens. Dirk Teeuwen, Holland 1 Like I said, after doing so they got their merdeka, which means freedom. Because of that those Black Portuguese were also called “Mardijkers”, free people. A corruption of this Bahasa Indonesia word “merdeka”. The Mardijkers were not the only prisoners of war category in those days in and around Batavia. The Dutch took prisoner “black Spaniards” from the Philipines, from districts north from Manilla. They served mostly as soldiers, so-called Papangers, in the army of the Dutch East-Indian Company and specially as soldiers, encamped in the Company’s Batavia Castle (demolished about 1800, the castle I mean). After 1800, until 1907, Papangers served as ceremonial military guards in front of the Amsterdam Gate. This gate was only castle gate left from the olden days. Papangers merged more with the Batavian population than Mardijkers did. 2.
    [Show full text]
  • Por-Tugu-Ese? the Protestant Tugu Community of Jakarta, Indonesia
    School of Social Sciences Department of Anthropology Por-Tugu-Ese? The Protestant Tugu Community of Jakarta, Indonesia. Raan-Hann Tan Thesis specially presented for the fulfilment of the degree of Doctor in Anthropology Supervisor: Brian Juan O’Neill, Full Professor ISCTE-IUL March, 2016 School of Social Sciences Department of Anthropology Por-Tugu-Ese? The Protestant Tugu Community of Jakarta, Indonesia. Raan-Hann Tan Thesis specially presented for the fulfilment of the degree of Doctor in Anthropology Jury: Dr. Shamsul Amri Baharuddin, Distinguished Professor, Institute of Ethnic Studies, National University of Malaysia Dr. Maria Johanna Christina Schouten, Associate Professor, Department of Sociology, University of Beira Interior Dr. Ema Cláudia Ribeiro Pires, Assistant Professor, Department of Sociology, University of Évora Dr. António Fernando Gomes Medeiros, Assistant Professor, Department of Anthropology, School of Social Sciences, ISCTE- University Institute of Lisbon (ISCTE-IUL) Dr. Marisa Cristina dos Santos Gaspar, Research Fellow, Orient Institute, School of Social and Political Sciences, University of Lisbon (ISCSP-UL). Dr. Brian Juan O’Neill, Full Professor, Department of Anthropology, School of Social Sciences, ISCTE-University Institute of Lisbon (ISCTE-IUL) March, 2016 ABSTRACT Por-Tugu-Ese? The Protestant Tugu Community of Jakarta, Indonesia Keywords: Mardijkers, Betawi, Portuguese identity, Christian village, Keroncong Tugu Although many centuries have passed since Portugal’s Age of Discoveries, enduring hybrid communities are still surviving in places where the Portuguese had been present. Portuguese identity in Malacca, Larantuka, and East Timor, for example, has always been associated with Catholicism. But in Batavia, the Portuguese-speaking population (the Mardijkers, slaves, and Burghers) was converted to Calvinism under Dutch colonization, forming the Protestant Portuguese community in Indonesia.
    [Show full text]
  • Cultural Interaction of Portuguese Moresco and Cafrinho; (3) a Christian Minority Group Who Historically Owned the Church Established by Justinus Vinck in 1748
    Krontjong Toegoe in Tugu Village: Generic Form of Indonesian Keroncong Music1 by Victor Ganap Abstract Keroncong music today has been considered as one of the Indonesian musical mainstreams, but the historical background of how the music emerged remains a mystery. The only keroncong known from the past is Krontjong Toegoe, developed in Tugu village since the seventeenth century as a hybrid genre of Portuguese sojourn. This article aims to discuss the musical style of Krontjong Toegoe and the origin of its supporting community in Tugu village north of Jakarta. While Krontjong Toegoe is still alive up to now, its historical relationships to the sixteenth century Portuguese music and to the Indonesian keroncong music today are of important and interesting discourse. Introduction So far there were very few articles on keroncong music that have been written by musicologists, and this article opens the discussion by quoting their opinions, which are of important points in reviewing the position and legitimacy of keroncong music. In the following discourse, Australian musicologist Bronia Kornhauser was among few scholars who have visited and conducted field research in Tugu village (kampung) in 1973. Her essay entitled In Defence of Kroncong has been an important source and widely quoted in today keroncong publications. After her visit to the village, she admitted that Krontjong Toegoe played by the Tugu musicians which lasted for more than three centuries have been an important evidence to the investigation on Portuguese musical legacy in Indonesia. Tugu holds a unique place in the history of kroncong. It is living proof of the Portugis- Indonesian heritage of this music.
    [Show full text]
  • Studi Pada Keroncong Tugu Cafrinho Tahun 2006-2019
    AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 10, No. 3 Tahun 2021 PAGUYUBAN KERONCONG KAMPUNG TUGU, JAKARTA UTARA: STUDI PADA KERONCONG TUGU CAFRINHO TAHUN 2006-2019 Putri Perwira Feriyansah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected] Artono S-1 Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas mengenai Keroncong Tugu di Jakarta Utara. Keroncong Tugu merupakan warisan musik tradisi Kampung Tugu yang masih dipertahankan oleh orang-orang Tugu. Keroncong Tugu disebut mendapat pengaruh dari Portugis karena orang-orang Tugu dipercaya merupakan tawanan Portugis yang dibebaskan oleh Belanda. Salah satu kelompok keroncong Kampung Tugu adalah Keroncong Tugu Cafrinho. Keroncong Tugu Cafrinho dipimpin Guido Quiko sejak Tahun 2006 menggantikan ayahnya. Selama pimpinan Guido, perkembangan Keroncong Tugu semakin signifikan karena perhatiannya terhadap keroncong cukup besar. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan sejarah latar belakang munculnya Keroncong Tugu Cafrinho; (2) Untuk mendeskripsikan perkembangan paguyuban Keroncong Tugu Cafrinho pada Tahun 2006-2019; (3) Untuk menganalisis posisi musik keroncong Tugu dalam belantika musik di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah, terdiri dari heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber-sumber yang digunakan yaitu narasumber, koleksi pribadi (foto/dokumentasi), piagam, peninggalan alat musik macina, buku dan sumber relevan lainnya. Hasil penelitian ialah latar belakang munculnya keroncong di Kampung Tugu berawal dari permainan musik yang diciptakan untuk hiburan. Dalam perkembangannya, musik tersebut mulai dikenal masyarakat luas dengan sebutan Keroncong Tugu. Keroncong Tugu mengalami peningkatan dimulai dari pimpinan Samuel Quiko dan berkembang semakin signifikan pada masa Guido Quiko.
    [Show full text]
  • Provinsi Nama Merchant Alamat
    Provinsi Nama Merchant Alamat Jabotabek + GraPARI Banten Jakarta Timur Jl.Pemuda No.66 Rawamangun Jakarta 13220 Jakarta Utara Maspion Plaza Gunung Sahari lt.1 Jl.Gunung Sahari Raya Kav.18 Jakarta Utara 14430 Jakarta Barat Wisma Slipi lt. 1(Priority Lounge) dan Lt. 5 (GraPARI), jl. Letjend S. Parman kav 12 Jakarta 11480 Jakarta Selatan Gedung Wisma Mulia Lt G, Jl. Gatot Subroto No.42 Jakarta 12710 Jakarta Selatan Gandaria Gandaria Mall Lt.1 unit 187-141 Jl. K.H. Syafi'i Hazami 8 Jakarta Selatan Jakarta Pusat Wisma Alia Lt.1-2, Jl. M. Ridwan Rais 10-18 Jakarta Pusat 10110 Bekasi Gedung Bekasi Cyber Park, Jl KH Noer Ali No. 177, Bekasi Selatan 17144 Tangerang, BSD Graha Telekomunikasi Lt.Dasar Jl Raya Serpong Sektor IV BSD Tangerang 15322 Bogor Jl. Raya Pajajaran No. 3 Bogor 16143 Sukabumi Jl. RE. Martadinata No. 71 Sukabumi 43113 Cilegon Graha Sucofindo Lt.1 Jl. Jendral A. Yani No.106 Cilegon 42426 Serang Jl.Raya Cilegon,Km2-Kepandean,Serang Karawang Jl Galuh Mas Raya, Ruko Broadway Blok 2 No. 1 Karawang 41361 GeraiHALO Cikupa Perum citra raya Blok.B 05B, JL. Raya serang KM.14,7 Rangkasbitung Komp Harco Mangga Dua E15 Serang JL. Ahmad Yani No.57 Serang Mitra Tektaya CV. Mulya Komplek Pasar Pamarayan No. 1 Serang Banten Encup Supratman Taman Raya Cilegon Blok C 3 No 21 Iis Iskandar (Kiki Yudarfi) Jl. Kenari Perumnas Bck Blok A6/8 Iis Iskandar (Mohamad Hanafi) Kp. Dahu Timur Iis Iskandar (Sobriah) Jl. Imam Bonjol Link Baru Sambirata No. 13 Iis Iskandar (Solihin) Kampung Domas Kopegtel Ranggon Jl.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keroncong
    1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keroncong diyakini berasal dari Portugis, berdasarkan fakta sejarah, pertama pada abad ke-16 para pelaut Portugis pernah singgah di kepulauan Nusantara. Kedua cavaquiho adalah instrumen tradisional Portugis, dimana di Indonesia disebut dengan ukulele atau secara sederhananya disebut keroncong. Ketiga repertoar keroncong seperti, Moresco, Cafrinho, Prounga adalah nyayian fado orang-orang Portugis pada abad ke-16 dimana di Indonesia dikenal sebagai Kr. Moritsko, Kaparinyo. Empat istilah Portugis “coracao” (dalam hati) merupakan ekspresi khusus yang juga ditemui dalam menyanyikan keroncong, seperti cengkok. Lima keroncong Toegoe sudah dianggap sebagai genre pertama aliran musik keroncong di Indonesia (Ganap, 2006. hlm. 1). Sejak tahun 1620 an, VOC membuang, mengusir atau membantai seluruh penduduk Pulau Banda untuk membasmi penyelundupan, sebagai tindak perlawanan penduduk Banda terhadap monopoli perdagangan rempah-rempah oleh VOC. Akibatnya banyak penduduk Banda yang ditawan ke Batavia, atau sebagian berhasil melarikan diri ke pulau-pulau di dekatnya. Dalam upaya melarikan diri ke Malaka, sebuah kapal yang ditumpangi tentara Portugis beserta keluarga mereka asal Banda mengalami kerusakan dan karam di lepas pantai Marunda. Mereka kemudian ditangkap oleh VOC dan pada tahun 1661 dibuang ke wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Tugu Cilincing, Jakarta Utara. Mereka membentuk komunitas Portugis yang mereka buat sendiri (Ricklefs, 2010. hlm. 45). Melalui komunitas itu musik Portugis tersebar ke Batavia, dan melahirkan apa yang dinamakan genre Kerontjong Toegoe, yang akan menjadi cikal bakal musik Keroncong di Indonesia. Selama masa Hindia-Belanda, musik keroncong dapat bertahan disebabkan kedudukannya sebagai ars nova, musik yang egaliter (non-religius) bagi masyarakat Batavia, yang berbeda dari musik klasik barat dan musik gamelan tradisi kaum pribumi.
    [Show full text]
  • Keroncong Tugu: the Beat of Nationalism from Betawi, Jakarta, Indonesia
    Prosiding The 4th International Conference on Indonesian Studies: “Unity, Diversity and Future” KERONCONG TUGU: THE BEAT OF NATIONALISM FROM BETAWI, JAKARTA, INDONESIA Chysanti Arumsari Faculty of Humanities, University of Indonesia [email protected] Abstract Among Betawi cultural products, some of Betawi's traditional music are quite well known, such as Tanjidor and Gambang Kromong. Aside from those two music, Betawi has one less popular music called Keroncong Tugu. The development of Keroncong tugu is centered in Tugu village, North Jakarta with two Portuguese-surname families managing the learning centre of this music. The strong influence of Portuguese music, has once made the status of this music as a Betawi traditional music debated, but the musicians keep on playing the music and introduce it as Betawi cultural heritage. In this paper, Keroncong Tugu is analyzed as a traditional music of Betawi that has potentials to strengthen nationalism spirit of Jakarta Residents. Keroncong Tugu's marginal position within Betawi culture does not limit its spirit to inspire people and spread the spirit of nationalism, because since Netherlands' colonialism era, it has brought nationalism spirit to Indonesian. Using cultural, identity, and nationalism approaches, the history, the development and the role of this music within the society are investigated. This paper also shows the need of people to appreciate this music due to Keroncong Tugu's contribution for Jakarta society and Indonesia. Keywords: Keroncong Tugu, Betawi culture, Nationalism, Identity, Music I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya Betawi adalah budaya yang beranekaragam. Masing-masing budaya tersebut memberikan sumbangsih bagi eksistensi Betawi itu sendiri. Masyarakat mengenal beberapa kesenian pertunjukan Betawi seperti seni peran, seni musik, seni tari, dan seni suara.
    [Show full text]
  • Acculturation and Socio-Cultural Interactions Between the People of Betawi Tribe and Portuguese Descents in Kampung Tugu Koja, North Jakarta
    769 International Journal of Progressive Sciences and Technologies (IJPSAT) ISSN: 2509-0119. © 2020 International Journals of Sciences and High Technologies http://ijpsat.ijsht-journals.org Vol. 22 No. 2 September 2020, pp. 157-164 Acculturation and Socio-Cultural Interactions between the People of Betawi Tribe and Portuguese Descents in Kampung Tugu Koja, North Jakarta Rika Yessica Rahma and Rahmadya Putra Nugraha Mercu Buana University Abstract – Culture is the root of our social life. Every individual has the culture he was born with, which is passed down from the ancestors to the next generation. All societies and cultures in this world are always moving, changing and developing. Bringing a new culture to a new environment is not necessarily well received. Therefore, from ancient times there has been a process of acculturation or a merging of two cultures without eliminating the original cultural identity, such as the interaction of Portuguese culture and Betawi Tribe culture existing in Kampung Tugu - Koja, North Jakarta. Literature review in this study consists of concepts as the thinking and theoretical basis, which includes concepts regarding Intercultural Communication as well as concepts that explain Acculturation, Cultural Adaptation, and Cultural Elements, equipped with the concept of Community Socio-Cultural Interaction which is used in accordance with the focus of this study. This was a descriptive study with a qualitative approach. The study method used here was a case study by conducting in-depth interviews with the informants and also observations and documentation. Based on the results of the study, the cultural acculturation in the socio-cultural interaction between the Portuguese descents and the culture of the Betawi tribe in Kampung Tugu-Koja, North Jakarta showed mutual respects and they maintained social and religious order and harmony and worked together in conducting long-established social systems.
    [Show full text]
  • “Keroncong Music Center”
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR “KERONCONG MUSIC CENTER” DI SURAKARTA ( Lobby, Auditorium, Gallery, Cafe ) Dengan Pendekatan Sejarah Perkembangan (Periodisasi) Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Di Susun Oleh : ANGGRAYNI WULAN IDHA PRATIWI C FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO “Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri.” -Ibu R.A. Kartini- “Berjuang untuk mendapatkan sesuatu, bukan menunggu untuk mendapatkannya” -Penulis- “Banggalah pada dirimu sendiri, meski ada yang tak menyukai. Kadang mereka membenci karena mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.” -Penulis- commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan kepada : . Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia kepada hamba-Nya. Ibu dan Bapak tercinta yang telah mencurahkan segalanya untuk menjadikanku anak yang berbakti bagi agama, guru, teman dan keluarga. Teman-temanku dan para sahabat yang selalu mendukungku. commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum. Wr. Wb Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan karunia dan berkah yang melimpah, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak.
    [Show full text]
  • AKADEMIKA 89(2)00Kand1
    Akademika 89(2), Julai 2019: 123-137 https://doi.org/10.17576/akad-2019-8902-10 Masyarakat Perkampungan Portugis di Jakarta: Persanakan, Petempatan dan Penamaan The Portuguese Village in Jakarta: Kinship, Residence and Naming Raan Hann Tan ABSTRAK Walaupun Portugis tidak pernah menjajah Batavia (Jakarta), tetapi jejaknya masih dapat dilihat. Sebagai contoh, kewujudan Kampung Tugu yang juga dikenali sebagai Perkampungan Portugis di Jakarta Utara. Mengikut sejarah, golongan Mardijker (orang merdeka)adalah sebuah kelompok masyarakat yang memperolehi kemerdekaan daripada bekas penjajah Belanda. Kelompok ini adalah pengasas Kampung Tugu sejak tahun 1661 dan merupakan nenek moyang orang Tugu. Selama beberapa dasawarsa, orang Tugu masih merujuk diri mereka sebagai “keturunan Portugis”. Sehingga ke hari ini, kajian dan laporan media mengenai Kampung Tugu lebih terarahkepada muzik tradisional mereka, iaitu Keroncong Tugu. Meskipun pelbagai kajian dan laporan telah dihasilkan, kekurangan penyelidikan melalui kaedah etnograf mengenai Kampung Tugu dapat dikesan. Justeru,makalah ini bermula daripada konteks masyarakat Batavia, Kaum Mardijkers dan seterusnya mendalami aspek kekeluargaan orang Tugu pada zaman ini. Metodologi kajian adalah berdasarkan data primer melalui kerja lapangan di Jakarta dan data sekunder dari naratif sejarah serta kajian linguistik. Kajian ini menunjukkan bahawa bukan sahaja di Kampung Tugu, tetapi komuniti Portugis juga wujud di Pejambon, Jakarta Pusat—akibat daripada diaspora yang berlaku pada tahun 1950-an. Kajian ini mendapati bahawa, salasilah keluarga sering digunakan dalam wacana orang Tugu sebagai penjelasan terhadap dakwaan mereka yang dikatakan mempunyai talian persaudaraan dengan keturunan Portugis atau “Orang Tugu Asli.” Namun begitu, hasil temubual, kajian salasilah keluarga, tinjauan isi rumah, istilah kekeluargaan dan penamaan menunjukkan bahawa orang Tugu merupakan sebuah masyarakat yang majmuk.
    [Show full text]
  • Laporan Penelitian
    1 LAPORAN PENELITIAN Rencana Induk Pelestarian Kebudayaan Betawi Sumber Dana : PT. Maton Selaras 2018 Kode : 123-FEUP Daftar Isi Daftar Isi .............................................................................................................................. i Daftar Tabel ....................................................................................................................... iv Daftar Gambar .................................................................................................................... v Bab - 1 Pendahuluan ........................................................................................................ 1-1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1-1 1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................. 1-2 1.3. Maksud dan Tujuan.................................................................................. 1-4 1.3.1. Maksud ....................................................................................... 1-4 1.3.2. Tujuan ........................................................................................ 1-4 1.4. Target/Sasaran ........................................................................................ 1-4 1.5. Ruang Lingkup/Lokasi Kegiatan ............................................................... 1-4 Bab - 2 Metode Pelaksanaan............................................................................................ 2-1 2.1. Kerangka
    [Show full text]
  • Nama-Nama Tempat Di Jakarta Dan Kaitannya Dengan Masa Kolonial
    Nama-nama Tempat di Jakarta dan Kaitannya dengan Masa Kolonial Lilie Suratminto UI/UBD6 What is in a name? Kata Shakespeare yang sangat terkenal itu. Yang jelas bahwa di balik suatu nama ada makna tertentu. Ada apa yang terkandung dari sebuah nama. Kehadiran sebuah nama yang Peirce menyebutnya sebagai representamen yang untuk mengetahui maknanya diperlukan proses semiosis (Hoed 2011). Sebuah representamen yang ditangkap indera dicerap ke dalam otak (kognisi) berupa konsep yang dalam semiotik pragmatik disebut objek. Namun hal ini belum sempurna karena apa yang dicerap otak perlu diproses lebih lanjut dalam tingkat interpretant. Salah satu proses semiosis yang dipergunakan oleh Danesi dan Peron (1998) antara lain proses sinkronis, diakronis dan dinamis dengan kata lain melalui pendekatan semasa, antarmasa dan dinamika, karena proses tersebut akan terus berlanjut. Dalam makalah ini dibahas toponimi nama-nama tempat di Jakarta yang dipilah menjadi tiga kelompok yakni nama-nama tempat pemukiman, nama-nama jalan, nama-nama sungai dan nama-nama pulau di Kepulauan Seribu, seperti Kampung Bandan, Sungai Kali Besar dan Pulau Damar. Dari penelitian menunjukkan bahwa bahasa Melayu (baca: bahasa Indonesia) lebih kuat pengaruhnya daripada bahasa penguasa kolonial yaitu bahasa Belanda. Yang menjadi pertanyaan yaitu apakah ke depan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional pengaruhnya di Jakarta lebih kuat daripada bahasa Indonesia? Kata kunci: toponimi, proses semiosis, semiotik pragmatik Latar belakang Jakarta adalah nama ibu kota Republik Indonesia. Nama kota ini bisa ditelusuri secara sinkronis dan diakronis. Secara sinkronis nama kota ini dapat dilihat setiap masa tertentu dengan nama tertentu pula. Sebelum ada Kerajaan Pakuan, nama kota ini adalah Sunda Kelapa; pada saat orang Portugis pertama kali mengunjungi Pakuan (1511) dalam laporannya yang disimpan di Torre de Tombo Lisabon (Portugal) menyebut Kalapa (Heuken 2000).
    [Show full text]