Identitas Orang Tugu…(Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 169

IDENTITAS ORANG TUGU SEBAGAI KETURUNAN PORTUGIS DI * IDENTITY OF TUGU PEOPLE AS PORTUGUESE DESCENT IN JAKARTA

Risa Nopianti1, Selly Riawanti2, Budi Rajab3 BPNB Jawa Barat1, Pasca Sarjana Fisip Unpad2, Pasca Sarjana Fisip Unpad3 e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Naskah Diterima: 5 Februari 2019 Naskah Direvisi: 30 Mei 2019 Naskah Disetujui:28 Juni 2019

DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.490

Abstrak Orang Tugu di Kelurahan Semper Barat merupakan sebuah komunitas keturunan Portugis yang memiliki akar budaya dan sejarah yang cukup campuran sejak tahun 1661. Mereka berusaha untuk tetap bertahan dengan melestarikan aspek-aspek kebudayaan yang dimilikinya melalui beragam aktivitas dan tindakan-tindakan sosial sebagai upayanya untuk mendapatkan pengakuan akan identitas mereka sebagai Orang Tugu. Penelitian secara kualitatif dengan metode etnografi dan extended case method, digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Paparan data menjelaskan bahwa interaksi sosial Orang Tugu dengan kelompok-kelompok lainnya dilakukan sebagai upaya mereka untuk mempertahankan identitasnya. Hal tersebut memunculkan dua kelompok utama yaitu, kelompok penting (significant others) hubungan di antara mereka didasari oleh adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang sifatnya saling menguntungkan, yaitu salah satunya berkaitan dengan eksistensi musik keroncong. Ada pula kelompok umum lainnya (generalized others) hubungan mereka bersifat saling membutuhkan. Kelompok yang dikategorikan dalam hubungan saling menguntungkan adalah pemerintah daerah, komunitas pemerhati budaya dan sejarah, serta penanggap keroncong. Adapun kelompok-kelompok yang dibutuhkan oleh Orang Tugu dalam kehidupan sehari-hari adalah tetangga Betawi, dan jemaat gereja. Kata kunci: interaksi sosial, Orang Tugu, identitas etnis. Abstract The Tugu people in Semper Barat Village are a community of Portuguese descent who has quite mixed cultural and historical roots since 1661. They try to stay afloat by preserving their cultural aspects through various activities and social actions as an effort to get recognition of their identity as Tugu People. Qualitative methods with ethnographic approaches and extended case method are used as tools to collect and analyze data. The results explain that the social interaction of Tugu People with important groups (significant others) is carried out because of the existence of certain interests which are mutually beneficial, but there are also those that are mutually needed, namely those in other general groups (generalized others). Groups that are categorized as mutually beneficial relationships are local governments, cultural and historical observer communities, and keroncong appreciators. The groups needed by Tugu People in their daily lives are neighbors from Betawi ethnic group, and church members. Keywords: social interaction, Tugu People, ethnic identity. A. PENDAHULUAN Tugu di Jakarta, bisa dikatakan sebagai Penelitian ini mencoba untuk salah satu kelompok minoritas1. Mereka melihat ekistensi identitas Orang Tugu dalam hubungannya dengan interaksi sosial yang mereka bangun dengan * Artikel ini merupakan bagian dari naskah kelompok lain di lingkungannya. Orang tesis Risa Nopianti, Program Studi Antropologi, Pasca Sarjana Fakultas Ilmu 170 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 memiliki latar belakang sejarahnya yang Jakarta sebagai ibu kota negara unik sebagai masyarakat keturunan memiliki keberagaman etnis dan kelompok Portugis, yang mana identitas mereka yang sangat tinggi dibandingkan dengan senantiasa terkait dengan nilai-nilai budaya wilayah-wilayah lainnya di . dan sejarah mereka sebagai masyarakat Beragam etnis tinggal dan hidup di Jakarta kreol2. dengan membawa keanekaragaman Keberadaan Orang Tugu di Jakarta budayanya masing-masing. —Mereka sudah ada sejak masa pemerintahan berkumpul, tinggal, dan hidup bersama- kolonial. Pada masyarakat pascakolonial sama yang kemudian saling memengaruhi adanya pengakuan terhadap identitas suatu satu sama lain dan melebur secara kelompok berpotensi untuk meningkatkan akulturatif, sehingga tumbuh semacam dan mengembangkan potensi integrasi prototipe dari suatu masyarakat. Prototipe transetnis dan kesadaran akan identitas baru ini akhirnya menjadi suatu tipe yaitu nasionalnya yang terbentuk pada masa yang mengkristal menjadi suatu bentuk setelah kolonialisme (Knorr, 2014:2). etnis dinamakan Betawi“ (Ahmed, 2011). Begitu pula halnya dengan Indonesia pada Menurut Knorr, Betawi muncul pada era pascakolonial, keragaman etnis yang abad ke-16 hingga ke-17 melalui proses menjadi dasar terbentuknya negara kreolisasi pada masa penjajahan Belanda. kesatuan Republik Indonesia memerlukan Proses kreolisasi secara kultural terjadi di adanya pengakuan akan identitas-idantitas antara orang-orang asli khususnya orang etnis yang ada sebagai penguat integritas Sunda dengan para pendatang seperti negara yang baru terbentuk. Ambon, Cina, India, dan lain-lain. Setelah Sejak awal dimukimkan Belanda di tinggal menetap di Jakarta, mereka Batavia, Orang Tugu sebagai sebuah kemudian mengidentifikasi dirinya sebagai kelompok minoritas berusaha untuk selalu Orang Betawi. (Knorr 2007:7-8, Knorr mempertahankan identitas mereka sebagai 2014:10). keturunan Portugis dengan Pada masa kolonial Orang Betawi memperlihatkan ciri budayanya yang khas. dengan kebudayaannya merupakan Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kelompok etnis yang dianggap rendah, keberadaan mereka semakin lama semakin karena status sosial mereka yang secara terdesak oleh perubahan dan kelompok stereotype dianggap sebagai budak atau mayoritas lain yang ada di Jakarta. Hal ini pelayan Belanda. Tingkat pendidikan yang menyebabkan eksistensi mereka cukup rendah, serta mayoritas kepercayaan sulit dikenali bila dibandingkan dengan sebagai muslim menjadi identitas Orang Orang Jakarta pada umumnya. Betawi di masa lalu (Knorr, 2014:60-62). Hal yang sama juga rupanya terjadi pada Orang Tugu, yang sejak dimerdekakan Sosial dan Ilmu Politik, Universitas oleh Belanda memilih untuk berasimilasi Padjadjaran, 2019. kepada kebudayaan Betawi, sebab etnis 1 Kelompok minoritas adalah kelompok yang Betawilah yang pada saat itu intensif secara sosial terdiskriminasi dan memiliki berinteraksi dengan Orang Tugu karena kedudukan yang tidak menguntungkan, mereka mereka tinggal di lingkungan yang sama. memiliki solidaritas kelompok yang kuat, Beberapa ciri budaya Orang Betawi namun merasa berbeda dari kelompok diadopsi oleh Orang Tugu, sehingga mayoritas, dan secara fisik lingkungan sosial terkesan mereka menjadi Orang Betawi. mereka terisolasi (Fadhli, 2014:356) 2 Hanya saja terdapat perbedaan mendasar Masyarakat kreol adalah mereka yang dalam hal kepercayaan yaitu mayoritas tercabut akarnya dari negara atau dunia lama mereka beragama Kristen, serta memiliki mereka, kemudian mereka memiliki negara beberapa penanda etnis yang khas. baru atau dunia baru, dan memiliki kepribadian kontras yang berbeda, mendalam, dan berakar Perbedaan inilah yang kemudian dari asal usul mereka (Ericksen, 2007:155). menjadi sebuah batas yang menempatkan Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 171

Orang Tugu berbeda pada beberapa aspek mengenai identitas Orang Tugu tidak dengan Orang Betawi. Perbedaan tersebut menyentuh konteks eksternal dari juga menjadi penanda identitas bagi Orang eksistensi Orang Tugu dalam hubungannya Tugu, yang tetap dipertahankan hingga dengan kelompok-kelompok lainnya yang saat ini. Identitas mereka sebagai Betawi- juga cukup memberi pengaruh terhadap Portugis ada, bukan hanya karena ada pengakuan identitas mereka. klaim sepihak oleh mereka sendiri, Berdasarkan latar belakang di atas, melainkan perlu adanya dukungan dari permasalahan penelitian yang akan kelompok-kelompok lainnya yang diajukan dalam penelitian ini adalah mengakui eksistensi mereka. Hal ini perlu —bagaimana interaksi sosial yang dilakukan diusahakan guna menjamin kehidupan Orang Tugu dalam mewujudkan Orang Tugu, sehingga dapat tetap bertahan identitasnya sebagai komunitas keturunan di tengah heterogenitas Jakarta yang Portugis di Jakarta? kelompok-kelompok semakin kompleks, yang suatu waktu mana sajakah yang dianggap penting dan dapat mengancam keberadaan dan berpengaruh terhadap eksistensi identitas eksistensi mereka. mereka sebagai Orang Tugu keturunan Penelitian-penelitian mengenai Portugis?“ Orang Tugu dengan kebudayaannya telah banyak ditulis oleh para peneliti Indonesia B. METODE PENELITIAN maupun asing. Seperti tema sejarah Desain penelitian yang dilakukan keberadaan dan perkembangan musik berupa penelitian kualitatif dengan metode Keroncong Tugu yang ditulis oleh Darini dan teknik etnografi yang digunakan untuk (2012) —Keroncong : Dulu dan Kini“, dan melihat, menggambarkan, dan menganalisa Ganap (2011) yang berjudul —Krontjong kehidupan sosial budaya Orang Tugu. Toegoe“. Tema musik keroncong dalam Etnografi yaitu suatu cara untuk konteksnya sebagai sebuah elemen budaya memperoleh data dengan sumber data Orang Tugu ditulis oleh Pelawi (2015) utama adalah masyarakat. Metode —Tradisi Musik Keroncong Tugu Sebagai etnografi bertujuan untuk mendeskripsikan Identitas Budaya Masyarakat Kampung masyarakat dari sudut pandang masyarakat Tugu“, Riyanto (1996) —Eksistensi (emik) (Spradley,1997:3). Penelitian ini Keroncong Tugu dalam Aktivitas juga diperkuat oleh metode kasus diperluas Kehidupan Masyarakat Kampung Tugu“, (extended case method) untuk dapat dan Destiana (2012) —Keroncong Stamboel melakukan observasi kepada masyarakat sebagai Bentuk Akulturasi Budaya secara lebih luas, memperluas observasi ke Urban“. Terakhir genre musik Keroncong ruang waktu, memperluas proses ke Tugu sebagai produk kesenian oleh penekanan, dan memperluas teori Ayunda (2013) —Gaya Menyanyi pada (Burawoy, 1998:16-22). Penekanan Musik Keroncong Tugu“, Widjadjadi penelitan ini ada pada perluasan observasi (2005) yang mencoba —Menelusuri Sarana ke ruang dan waktu sebagai referensi untuk Penyebaran Musik Keroncong“, dan Tan memahami kehidupan Orang Tugu secara (2016) yang melihat pengaruh agama lebih mendalam. Kristen sebagai pengikat identitas etnis 1. Interaksi Sosial Orang Tugu. Untuk memahami fenomena Disertasi Tan (2016) yang berfokus interaksi sosial yang dilakukan Orang pada bagaimana proses integrasi identitas Tugu dengan kelompok lainya dalam kultural dapat bertahan pada masyarakat upaya mereka mempertahankan Tugu, dengan memperhatikan peran dan identitasnya, terlebih dahulu perlu praktik keagamaan lokal, dimensi silsilah, diketahui bahwa identitas dapat pakaian, dan musik dari kelompok kreol didefinisikan dengan —bagaimana kita Tugu, memiliki kedekatan konteks dengan sebagai individu melihat atau menganggap penelitian ini. Hanya saja pemaparan Tan

172 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 diri kita unik atau berbeda dari yang lain“ gerak orang lain dengan sedemikian rupa, (Bhurga, dkk., 2005:21). Pada lingkup sehingga reaksi-reaksi itu bercocokan dan yang lebih luas identitas diartikan terbagi serasi dengan gerak yang ditujukan kepada menjadi identitas kultural dan identitas saya“ (Bachtiar, 2010: 247-248). Dengan etnis. Identitas kultural merujuk pada hasil demikian individu akan melakukan kata- dari proses identifikasi dengan akal fikiran kata maupun gerakan yang dianggap kelompok tertentu berdasarkan berbagai penting bagi mereka karena didasarkan kategori budaya yang mereka ketahui, pada sudut pandang orang lain secara termasuk didalamnya kebangsaan, etnis, umum. ras, gender, dan agama (Chen, 2014: 1). Tindakan yang dilakukan oleh diri Sedangkan identitas etnis berfokus pada sebelumnya telah melalui proses aspek perasaan subjektif, pemikiran, pengertian dan penafsiran, sehingga persepsi terhadap suatu nilai yang senantiasa disesuaikan dan diserasikan dirasakan oleh suatu kelompok etnis dengan harapan orang lain. Pada titik disebut sebagai identitas etnis“ (Phinney, inilah sebuah proses interaksi terjadi. dkk., 2001: 495). Tindakan-tindakan yang dilakukan Interaksi sosial merupkan sarana individu dalam konteks interaksi selalu bagi kelompok untuk mendapatkan berada dalam lingkup masyarakat. pengakuan terhadap identitas mereka. Masyarakat yang diartikan Mead (1934) Interaksi sosial adalah —cara dimana merupakan sebuah struktur mikro, yaitu individu, kelompok, atau sistem sosial organisasi sosial tempat akal budi (mind) bertindak menuju dan saling memengaruhi serta diri (self) berada. satu sama lain“ (Bardis, 1979). Dengan Dalam hubungannya dengan demikian dalam konteks tersebut terdapat interaksi kelompok, konsep Mead (1934) sebuah hubungan yang bersifat timbal mengenai interaksi simbolik ini dapat balik dari individu-individu ataupun dimaknai sebagai upaya individu-individu kelompok-kelompok yang melakukan dalam masyarakat untuk mereferensikan hubungan sosial (social relasionship). tindakan dirinya sebagai bagian dari Aktivitas yang tercipta dari sebuah sebuah kelompok yang mengacu pada interaksi sosial mengandung unsur simbol, tindakan kelompok lainnya. Untuk kerja yaitu terciptanya tanda-tanda yang saling sama yang efektif, seseorang harus dipertukarkan baik terwujud secara fisik memiliki simbol-simbol yang dengannya maupun hanya berupa isyarat. Hal ini tanggapan dapat dilakukan. Hal ini disebabkan interaksi memberikan kesan dilakukan supaya kelompok etnis dapat dalam pikiran seseorang, untuk kemudian memaknai sikap, perilaku, keinginan, menentukan tindakan apa yang akan tujuan, dan kepentingan dari kelompok dilakukannya. Menurut Blumer (1969) lainnya, sebagai dasar dari tindakan yang yang dikutip dari Schaefer (2012: 115) mereka lakukan. Referensi kelompok lain —interaksi antarmanusia adalah manusia dalam konteks interaksi antarkelompok, menginterpretasi atau mendefinisikan memunculkan adanya institusi sosial yang tindakan sesamanya, bukan semata-mata dianggap penting (significant) dan bereaksi terhadap tindakan pribadi“. kelompok yang umum lainnya Cara manusia mengartikan dunia (generalized others) dengan sifat-sifatnya dan diri sendiri berhubungan erat dangan tersendiri, bisa jadi stereotif yang bersifat masyarakatnya. Menurut Mead pikiran tidak fleksibel atau progresif yang bersifat (mind) dan kedirian (self) menjadi bagian fleksibel. dari perilaku manusia, yaitu bagian Komunitas atau kelompok sosial interaksinya dengan orang lain. Berpikir yang terorganisir yang memberikan adalah interaksi yang dilakukan oleh diri individu kesatuan terhadap penilaian yang bersangkutan dengan orang lain. dirinya dapat disebut "yang umum" —Diri saya mengatur reaksi-reaksi atas lainnya (generalized others) (Ritzer, 2014). Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 173

Dalam generalized others, proses sosial oleh kelompok lainnya yang menandakan memengaruhi perilaku individu-individu, bahwa mereka berbeda satu sama lainnya. yaitu bahwa masyarakat melakukan 2. Batas Sosial pada Kelompok Etnis kontrol atas perilaku para anggotanya. Menurut Barth, batas adalah konsep Dengan demikian tidak ada lagi peranan tertentu yang terkadang membuat orang individu lain, yang ada adalah kelompok terkesan dengan dunianya. Dalam umum lainnya (Mead, 1934). Dengan kata pengertian lain batas berarti sebuah konsep lain bahwa generalized others merupakan yang menempatkan seseorang atau sebuah kelompok yang umum lainnya sekelompok orang dalam ruangnya sendiri yang dinilai oleh kelompok sebagai yang memberinya jarak dengan orang atau kelompok yang dianggap penting dalam kelompok lainnnya. Suatu batas yang mengontrol sikap dan perilaku anggotanya. digunakan oleh kelompok etnis dapat Adapun significant berangkat dari mengidentifikasi sumber makna dan arti- konsep significant symbols yang menurut pentingnya bagi mereka (Barth, 2001:19- Mead (1934: 288) 20). Menurut Barth —gestur bertindak sebagai simbol yang —batas adalah model budaya yang membangkitkan respons yang sama sangat kompleks. Dia menandakan baik di gestur maupun responden sindrom gagasan, mulai dari garis dalam percakapan. Kami imajiner yang digambar di tanah, mengembangkan repertoar simbol- melalui berbagai pemisahan abstrak simbol penting dengan menyimpulkan dan perbedaan dalam bidang sikap orang lain yang digeneralisasi organisasi politik dan sosial, hingga dalam proses percakapan kami“. skema untuk Kesimpulannya bahwa bahasa merupakan mengkonseptualisasikan gagasan faktor significant dalam berinteraksi. tentang perbedaan“ (ibid: 20). Apabila dihubungkan dengan kelompok significant, maka mereka adalah kelompok Batas-batas yang dibangun oleh yang keberadaannya cukup penting bagi masing-masing kelompok ini merupakan sebuah kelompok dalam membuat simbol- batas sosial, bukan hanya sekadar batasan simbol tindakan yang bermakna bagi teritorial. Kontak sosial yang mereka kelangsungan identitas kelompoknya. lakukan secara positif, dapat menciptakan Dalam konteks identitas, maka saling ketergantungan yang saling bahasa merupakan salah satu dari melengkapi (ibid:20). Apabila tidak ada perwujudan identitas pada sebuah saling ketergantungan ini, maka tidak akan kelompok. Adapun wujud identitas disebut ada interaksi, juga tidak akan ada juga sebagai penanda etnis (ethnic marker) pengaturan batas etnis. atau atribut identitas yang menurut Barth Menurut Barth (2001) Adanya Barth (2001) bahwa kelompok etnis saling ketergantungan antarkelompok mengidentifikasi dirinya, maupun dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama diidenitifikasi oleh kelompok etnis lain adalah perspektif ekologi. Lingkungan berdasarkan sekumpulan karakter yang merupakan faktor yang cukup penting bagi ditransmisikan secara budaya seperti kelompok-kelompok etnis yang berbeda bahasa, gaya berpakaian, ritual, dan untuk melakukan adaptasi di suatu tempat. masakan, sebagai simbol penanda etnis“. Dengan adanya proses adaptasi antara Dengan demikian status identitas etnis kelompok etnis dengan lingkungannya, yang menempatkan kelompok etnis pada mereka kemudian mengembangkan sebuah posisi dalam masyarakat, akan kebudayaan-kebudayaan khasnya yang mewujudkan identitasnya supaya disesuaikan dengan kondisi lingkungan keberadaan mereka dapat diidentifikasi tempat mereka tinggal. Dalam perspektif lain lingkungan juga memiliki peran yang

174 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 cukup besar dalam mendukung proses Semper Barat, Kecamatan , Kota akulturasi kebudayaan kelompok- Jakarta Utara. kelompok etnis yang ada. Nama Tugu menurut Ganap Perspektif kedua adalah perspektif (2011:3) berasal dari situs ditemukannya demografi. Variabel demografi yang prasasti konikal bertuliskan huruf mencakup penghitungan kuantitatif Sansekerta yang diduga merupakan ternyata dapat memengaruhi struktur suatu prasasti peninggalan Kerajaan kelompok. Faktor internal seperti Tarumanaraga pada abad kelima. Pendapat kelahiran, kematian, dan migrasi dalam lain mengatakan bahwa kata Tugu berasal variabel demografi merupakan penyebab dari bahasa Portugis untuk por Tugu ese terjadinya perubahan sosial dalam yang berarti orang Portugis. Wilayah ini kelompok etnis bersangkutan. Adapun dahulunya merupakan sebuah area hutan faktor eksternal bagi perubahan sosial pada rawa yang cukup luas membentang hingga kelompok etnis dapat terjadi karena adanya ke Teluk Jakarta. kontak-kontak budaya yang dilakukan Saat ini Orang Tugu sudah tinggal agent of change. menyebar, namun sebagian besar Menurut Barth (2001: 35) terdapat terkonsentrasi di dua kecamatan yaitu tiga strategi dasar yang dilakukan agent of Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing. change dalam menjalin relasi sosial. Di Kecamatan Koja, Orang Tugu banyak Pertama, usaha mereka untuk membangun yang tinggal di Kelurahan Tugu Utara dan jaringan relasi ditujukan supaya mereka Kelurahan Tugu Selatan, sedangkan di dapat masuk ke dalam kelompok Kecamatan Cilincing, Orang Tugu masyarakat lain; kedua, berusaha untuk terkonsentrasi di Kelurahan Semper Timur mengurangi dan membatasi ego budayanya dan Kelurahan Semper Barat. dengan menerima status minoritas terhadap Di Kelurahan Semper Barat ini dirinya; strategi ketiga para agent of Orang Tugu tinggal menyebar namun change berusaha untuk menonjolkan konsentrasi terbanyak berada di Kampung identitas etnisnya dan posisinya manakala Tugu (Tugu Indah), dan Kampung Kurus. melakukan kegiatan yang belum terjamah Jumlah populasi Orang Tugu yang tercatat oleh kelompok mayoritas. dalam organisasi IKBT (Ikatan Keluarga Makna batas yang terkandung dalam klaim Besar Tugu) sekitar 300 KK (kepala batas-batas bisa beragam tergantung situasi keluarga) atau sekitar 1.200 orang, yang dan kondisi yang mendukung proses klaim tersebar di Jabodetabek. Sementara yang tersebut bisa berupa batas territorial, menetap di Kampung Tugu kurang lebih namun bisa juga berupa batas sosial. 150 KK. Namun data sensus Tan (2016) di Dengan demikian secara imajinatif 'batas' Kampung Tugu dan Pejambon, tercatat digunakan sebagai metafora untuk jumlah keluarga Orang Tugu di Kampung menandai dan memisahkan kategori Tugu berjumlah 128 KK, dan 30 KK di abstrak, kelas, dan jenis. Pejambon.

2. Sejarah Orang Tugu C. HASIL DAN BAHASAN Kedatangan Orang Tugu di Jakarta 1. Lokalitas Orang Tugu tidak dapat dilepaskan dari sejarah Orang Tugu yang tinggal di kedatangan Orang Portugis di Nusantara. Kampung Tugu berjumlah kurang lebih Sejarah mencatat awal kedatangan Orang 500 orang (150 KK). Mereka menyebut Portugis dimulai pada tahun 1510-1511 diri mereka sebagai ”Orang Portugis pada saat Alfonso de Albuquerque (Tugu)‘ dan percaya bahwa mereka adalah menaklukkan Goa (1510) dan Malaka keturunan bangsa Portugis (Abdurachman, (1511). Di tempat lain yaitu Sunda Kelapa, 2008: 23). Saat ini Kampung Tugu masuk kedatangan Orang Portugis diinisiasi oleh ke dalam wilayah adminitratif Kelurahan Tome Pires (1513), dalam perjalanan Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 175 mencari rempah-rempah antara Malaka Portugis yang kemudian dikenal dengan dan Maluku. nama Gereja Sion atau Portugeesche Sejak kedatangan Belanda pada Buitenkerk4. Gereja Sion merupakan gereja tahun 1959, kekuatan Portugis di reformasi Protestan. Sekalipun sebagian Nusantara yang awalnya berkembang besar dari para tawanan Portugis ini melalui kegiatan perdagangan rempah- beragama Katholik, namun mereka tetap rempah dan penyebaran agama Katholik, beribadah di sana sebab gereja tersebut semakin melemah. Kekuasaan Portugis masih menggunakan tata cara dan bahasa semakin terdesak oleh kekuatan kerajaan- Portugis cristão dalam pelayanannya kerajaan Islam, dan secara eksternal invasi (Ganap, 2011:37). Belanda ke Malaka yang berujung Sejak 1661, atas desakan Gereja penaklukkan Malaka (Erwantoro, dkk., Portugis di Batavia, para tawanan perang 2016:18). Portugis dari Malaka yang diperbudak Orang-orang Portugis yang Belanda ini, kemudian dibebaskan ditaklukkan Belanda di Malaka kemudian sehingga mereka berstatus sebagai orang dibawa ke Batavia untuk dijadikan bebas. Mereka disebut sebagai kelompok tawanan perang. Mereka inilah yang di merdequas, atau mardijkers menurut lafal kemudian hari menjadi nenek moyang Belanda, berasal dari istilah Sansekerta Orang Tugu saat ini. Sebenarnya para maharddhika, yang secara harfiah berarti tawanan Portugis ini tidak murni keturunan orang yang bebas atau merdeka (Ganap, Portugis, sebab di Malaka mereka telah 2011:2). menjadi etnis campuran, antara orang Kebebasan para mardijkers ini Portugis dengan orang-orang Coromandel, ternyata harus ditebus dengan berpindah Benggali, Maluku, dan Goa-India3. keyakinan dari sebelumnya Katholik Adapun di Batavia, tawanan perang menjadi Protestan (Ganap, 2011: 4). Sejak Portugis dari Malaka ini diperlakukan saat itu, para tahanan keturunan Portugis sebagaimana layaknya seorang budak dan memeluk agama Kristen Protestan dan pekerja. Status sosial mereka lebih rendah disebut sebagai De Mardijkers, yang dari orang Belanda dan orang-orang Eropa artinya bebas dari perbudakan atau lainnya. Selain itu status mereka sebagai menjadi orang yang dimerdekakan. Proses tawanan, dan fenotip pada tubuh mereka pembaptisan secara Protestan menunjukkan ciri-ciri kulit lebih gelap, menghilangkan identitas Portugis mereka sehingga mereka lebih dikenal dengan yang tersemat pada nama mereka. sebutan Portugis Hitam, yang berbeda dari Sejak dimerdekakan pada 1642, baru Portugis asli yang belum mengalami pada 1815 para mardijkers ini terdaftar perkawinan campur (Abeyasekere, sebagai bagian dari masyarakat Batavia 1987:28). dengan status Inheemsche Christenen atau Mereka tinggal di luar benteng orang pribumi beragama Kristen (Ganap, utama Batavia yang ditempati oleh orang- 2011:4). Dengan demikian status sosial orang Belanda. Di tepi Jembatan Kali mereka sama dengan etnis pribumi lainnya Besar, mereka mendirikan sebuah gereja yang ada di Batavia. Paska pembebasannya kaum 3 Setelah Malaka jatuh ke tangan VOC, mardijkers tinggal secara terpencar, ada Portugis tetap berkuasa di Goa, India. Sejak abad keenambelas wilayah Goa memang merupakan basis koloni Portugis yang paling 4 Pada abad ke-15 Portugeesche Buitenkerk kokoh di Timur, sedangkan Coromandel pada atau Gereja Sion dibangun untuk menggantikan waktu itu adalah nama sebuah pantai di timur rumah ibadah para Portugis Hitam yang terbuat India, bagian wilayah raja-raja Cola dari dari pondok kayu sederhana yang sudah tidak Kerajaan Colamandala pada abad kesepuluh, memadai lagi. Peletakan batu pertama yang sekarang dikenal sebagai daerah Madras dilakukan Pieter van Hoorn pada 19 Oktober (Chennai) (Ganap, 2011:2). 1693 dan selesai tahun 1695 (Ganap, 2011:37)

176 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 yang masih berada di Batavia, namun ada di Kampung Tugu dikelompokkan pada juga yang pindah ke tempat lain yang populasi lokal yaitu etnis Betawi. disebut Kampung Tugu saat ini. Dari Terus berambahnya jumlah Orang ribuan orang Portugis yang ada di Batavia, Tugu menunjukkan bahwa mereka hanya 23 famili mardijkers saja yang memiliki daya tahan yang cukup baik memilih untuk pindah ke Kampung Tugu, dalam menghadapi berbagai tantangan selebihnya mereka memilih untuk tetap lingkungan fisik dan politik. Di sana berada di Batavia5. mereka berusaha bertahan hidup dengan Kondisi mardijkers yang memilih berburu binatang liar, menangkap ikan, untuk berpindah ke Kampung Tugu cukup dan mengumpulkan hasil hutan. Seiring beruntung, dibandingkan dengan waktu mereka kemudian membuka lahan mardijkers lainnya yang pindah ke tempat hutan rawa untuk ditanami padi dan aneka lain. Jatuhnya reputasi para mardijkers di jenis tanaman kebun lainnya (Ganap, Batavia tidak berdampak besar pada 2011:65). kelompok mardijkers lainnya yang tinggal Sebagai bentuk dan rasa syukur di Kampung Tugu. Alih-alih mengikuti kepada Tuhan atas hasil panen padi dan nasib kelompok mardijkers di Batavia, aneka tanaman kebun lainnya, Orang Tugu mardijkers di Kampung Tugu tetap biasa melakukan acara pesta panen yang mempertahankan kelangsungan hidup digelar setiap tahunnya. Kegiatan ini mereka, dengan mempertahankan bahasa dikoordinir oleh Gereja Tugu, sehingga cristão Portugis, dan juga warisan musik setiap warga Tugu memberikan sebagian Portugis, dalam hal ini terutama hasil panen dan buruannya ke gereja, menyangkut repertoar lagu, ekspresi kemudian gereja melelangnya kembali musik, dan pengerjaan organisasional alat kepada mereka, dan penjualannya musik (Ganap, 2013:6). digunakan untuk kepentingan gereja. Kegiatan pesta panen ini masih terus 3. Kreol Portugis di Kampung Tugu dilaksanakan hingga tahun 1980-an. Kedua puluh tiga orang yang Tradisi, agama, dan ritual bermukim di Tugu pada tahun 1661, kepercayaan merupakan hal-hal yang tidak bertambah menjadi 50 orang pada tahun dapat dilepaskan dari identitas Orang 1676. Jumlah mereka terus bertambah pada Tugu, dengan demikian mereka senantiasa tahun 1680 dan 1690. Pada pertengahan terikat oleh satu sikap hidup religius abad ke-19 jumlah mereka menjadi 263 sebagai bagian komunitas Kristen orang (Niemeijer dikutip dari Tan, Protestan di lingkungannya (Suratminto, 2016:49). Pada tahun 1735 terdapat 134 2011: 7). Pesta tradisi rabo-rabo dan orang dewasa di Kampung Tugu, hingga mandi-mandi merupakan ritual tahunan pada tahun 1937 jumlahnya menjadi 800 yang mengiringi ritual keagamaan utama jiwa (Abdurachman, 2008:33). Status yaitu natal dan tahun baru. Rabo-rabo Orang Tugu yang telah ditetapkan Belanda yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Januari, sebagai pribumi (inlander) menyebabkan serta mandi-mandi pada minggu pertama perhitungan jumlah penduduk yang di bulan Januari, menjadi bagian dari dilakukan oleh Belanda sejak tahun 1930 identitas yang tetap ditonjolkan oleh Orang Tugu. Bahkan saat ini pesta tradisi tersebut 5 Menurut catatan sejarah yang ditulis menjadi sebuah atraksi wisata yang Abeyasekere (1987) kaum mardijkers di menjadi andalan Orang Tugu setiap Batavia pada tahun 1673 berjumlah 5.362. tahunnya. Sedangkan menurut Niemeijer (2000) pada Selain itu mereka tetap tahun 1679 ada sekitar 5.348 orang atau mempertahankan kebudayaannya dengan 16,64% dari keseluruhan penduduk Batavia. menjaga bahasa Portugis Cristo atau Jumlah mereka lebih banyak daripada orang Belanda (2.024 jiwa) dan orang Eropa lainnya penduduk setempat menyebutnya bahasa (726 jiwa) di Batavia. —Portugis kreol“. Bahasa Portugis Cristo Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 177 yang dulu digunakan sebagai bahasa sosial IKBT (Ikatan Keluarga Besar Tugu), sehari-hari oleh Orang Tugu, benar-benar hanya saja yang membedakan Tugu hilang di akhir abad ke-19. Setelah itu pendatang dan Tugu asli adalah bahwa mereka menggunakan bahasa Melayu, dan mereka tidak memeroleh hak untuk saat ini mereka hanya bisa berbahasa menjadi ketua IKBT. Indonesia dengan dialek Betawi (Ganap, 4. Interaksi Sosial Orang Tugu dan 2011:63-64). Kelompok Lain Kebudayaan Orang Tugu tercermin a. Tetangga Orang Betawi pula dari kesenian keroncong yang mereka Keakraban antara Orang Tugu dan miliki. Repetoar musik khas Orang Tugu Orang Betawi tercipta hanya sebatas yang lahir dari cavaquinho, sebuah alat hubungan sosial. Apabila ada Orang Tugu musik Portugis berbentuk gitar kecil yang yang meninggal biasanya mereka dibawa oleh para keturunan Portugis Goa berkunjung ke rumah keluarga untuk ke Malaka, Maluku, hingga Batavia. mengucapkan belasungkawa, begitu pula Selanjutnya di Tugu alat musik ini dikenal sebaliknya bila ada orang Betawi dengan nama prounga dan macina, yang meninggal Orang Tugu datang, merupakan ensambel utama pembentuk Orang Tugu dan Orang Betawi juga musik keroncong, di samping biola, cello, biasa saling berkunjung ketika sedang gitar, dan biola. Keroncong Tugu di klaim merayakan hari-hari besar keagamaan, sebagai tempat lahirnya semua genre sekadar untuk bersilaturahmi atau musik keroncong yang ada di Indonesia mengantarkan dan mencicipi hidangan saat ini. Tercatat saat ini sudah ada 4 grup khas hari raya. Bahkan sebelum hari raya musik keroncong di Kampung Tugu yaitu berlangsung mereka saling membantu Kerontjong Toegoe, Keroncong Cafrinho membuat kue-kue natal atau lebaran khas Tugu, Keroncong Muda Mudi Cornelis, Betawi seperti akar kelapa, rengginang, dan Keroncong D‘Mardijkers.Jr, sebagai opak, dan dodol. generasi lanjutan dari Orkes Kerontjong Pada penyelenggaraan Festival Poesaka Moresko Toegoe yang lahir pada Kampung Tugu tahun 2008 lalu grup tahun 1920. Marawis yang pemusiknya merupakan Secara fisik penampilan anak-anak Orang Betawi pernah diikutsertakan dalam Tugu di abad ke-18 juga berbeda dari kegiatan tersebut, khususnya untuk orang Betawi kebanyakan. Mereka berkulit melakukan penyambutan tamu-tamu sawo matang, ada juga yang berkulit penting yang hadir ke acara festival. Hal kuning dengan rambut berwarna coklat tersebut juga dimaknai bahwa antara (Ganap, 2011:64). Penampilan mereka Orang Tugu dan Orang Betawi di sekitar yang berbeda dari penduduk asli karena Kampung Tugu terlah terjadi hubungan mereka adalah orang-orang campuran yang toleransi dan kekerabatan yang terjalin lahir dari proses kawin mawin atara Orang dengan baik sejak dahulu. Pada dasarnya Tugu asli dengan etnis pendatang. acara Festival Kampung Tugu bukan Sehingga di Tugu dibedakan kategori merupakan acara keagamaan Orang Orang Tugu asli dan Orang Tugu Kristen Tugu, melainkan pesta budaya, pendatang yang menikah dengan Tugu asli. sehingga ketika ditawari untuk ikut Nama-nama fam mereka berbeda seperti berpartisipasi mereka tidak keberatan. Orang Tugu asli Hendriks, Michiels, Perbedaan keyakinan antara Orang Solomons, Abrahams, Broune, Quiko, Tugu Kristen dan Orang Betawi muslim Seymons, Cornelis, dan Andries. Adapun pada dasarnya tidak menjadi halangan bagi fam Tugu pendatang adalah Corua, mereka untuk berinteraksi dan Sopalehuwakan, Yunus, Formes, Sepang, bersosialisasi layaknya hubungan dan sebagainya. pertetanggaan yang terjalin dengan erat. Keberadaan Orang Tugu pendatang, Tolerasi terhadap kehidupan beragama memang diakui dalam sistem organisasi

178 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 masing-masing dilakukan dengan baik. b. Penanggap Keroncong Keakraban hubungan sosial yang dibangun Mereka yang biasa menggunakan atas dasar nilai-nilai budaya dan tradisi jasa hiburan keroncong, saya sebut mengikat kedua kelompok ini dalam penanggap keroncong. Para penanggap ini sebuah komunitas di wilayah Kampung sebagian besar adalah orang luar yang Tugu yang ternyata bukan didominasi oleh memanggil mereka untuk tampil Orang Tugu, melainkan berbagai etnis lain manggung dalam beragam acara. yang tinggal di dalamnya, termasuk Orang Nyatanya hal tersebut cukup mampu Betawi. memberi nafkah keluarga para pemain Bagi Orang Tugu menjadi bagian musik keroncong, selain sebagai bentuk dari Orang Betawi semacam guratan takdir apresiasi orang lain terhadap musik mereka, sebab pada zaman mardijkers Keroncong Tugu. mereka memutuskan untuk memilih Pada dasarnya musik Keroncong menjadi Betawi daripada Orang Belanda Tugu memiliki nilai religius yang sifatnya yang notabene pernah merampas tidak komersil, yang sering dimainkan kebebasannya. Selanjutnya dalam dalam acara-acara kerohanian terutama kehidupan sosial mereka berusaha oleh grup Muda Mudi Cornelis yang menyesuaikan diri dengan kebiasaan memang memiliki jadwal rutin pada acara Orang Betawi, beberapa di antaranya kebaktian gereja. Sebagaimana yang melalui bahasa dan pakaian. diuraikan Riyanto (1996:167), —eksistensi Penggunaan bahasa Betawi hampir Keroncong Tugu terasa sekali pada setiap tidak ada bedanya dari Orang Betawi ibadah, peristiwa tradisi maupun pada kebanyakan, dialek Betawi yang kental kedua-duanya“. Namun bertahannya musik menjadi bahasa keseharian mereka, seakan keroncong mampu menjadi mata mereka sudah melupakan bahasa Portugis pencaharian utama para musisi keroncong kreol yang merupakan bahasa moyangnya justru datang berkat adanya para dahulu. Hal itu bisa terjadi karena penutur penanggap keroncong. bahasa Portugis kreol dari generasi ke Terdapat berbagai kategori generasi semakin berkurang dan saat ini penanggap keroncong yang dapat penulis sudah tidak ada sama sekali. simpulkan, di antaranya adalah : 1) Adapun pakaian Orang Tugu secara penanggap keroncong untuk acara hiburan simbolik mencirikan mereka sebagai dan komersil keluarga seperti pesta Orang Betawi, meskipun digunakan hanya pernikahan, khitanan, bisnis hiburan, live pada waktu-waktu tertentu saja misalnya performance TV dan radio; 2) penanggap ketika bermain keroncong. Kostum Betawi keroncong untuk acara-acara musik seperti dengan model celana batik, dan baju putih festival atau pertunjukan musik, panggung atau mereka menyebutnya baju sadariyah, hiburan, pesta kesenin, dan sebagainya; 3) menjadi penanda bahwa Orang Tugu penanggap keroncong untuk acara-acara adalah Orang Betawi. Hanya saja karena formal seperti penyambutan tamu, hiburan Orang Tugu mayoritas Kristen, maka kenegaraan, festival budaya yang mereka mengganti sarung dengan shawl diselenggarakan pemerintah, dan kuliah dan peci dengan topi baret. Shawl dan topi umum; 4) penanggap keroncong untuk baret merupakan asesoris Orang Tugu acara kerohanian. yang masih mencirikan keportugisan Acara-acara yang mereka hadiri dari mereka. Sebagaimana yang diungkapkan berbagai kategori penanggap saat ini, Jay Huygen van Linscoten (1955) (dirujuk sebagian besar diperantarai oleh pihak Abdurachman, 2008:34) bahwa —pembeda ketiga atau event organizer (EO), sehingga utama antara orang Portugis dan penduduk tidak ada interaksi langsung dari pihak asli (Betawi) adalah bahwa mereka penanggap dengan grup keroncong. menggunakan topi“. Penampilan mereka di atas panggung diatur oleh pihak penyelenggara dalam hal Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 179 ini EO, dari mulai konfirmasi kesediaan c. Pemerintah Daerah Jakarta tampil, waktu dan tempat, kostum, lagu- Pada tahun 2011 Pemerintah Daerah lagu yang akan dinyanyikan, hingga honor Jakarta Utara melalui Suku Dinas manggung. Kebudayaan dan Pariwisata telah Selain untuk acara-acara hiburan menetapkan 12 Jalur Destinasi Wisata dan komersil, kegiatan lain yang sifatnya Pesisir Jakarta Utara berdasarkan Surat lebih apresiatif seperti festival-festival Keputusan Walikota No. 345/2011. musik dan acara-acara formal yang bersifat Adapun ke-12 yang ditetapkan menjadi kelembagaan, tidak lepas dari campur Jalur Destinasi Wisata Pesisir di Jakarta tangan EO. Seperti misalnya Festival Utara adalah 1). Masjid Islamic Center; 2) Kampung Tugu tahun 2008 hingga 2013 Gereja Tugu; 3) Rumah Pitung; 4) Masjid yang merupakan hajat Pemda DKI Jakarta Al-Alam; 5) Stasiun Kereta Api Tanjung yang dilaksanakan oleh Sudin Budpar Kota Priok; 6) Hotel Horison; 7) Taman Impian Jakarta Utara, mereka menggandeng pihak Jaya Ancol; 8) Museum Bahari; 9) Mega ketiga dengan menggunakan mekanisme Mall Pluit; 10) WTC Mangga Dua; 11) lelang sesuai dengan prosedur yang Kawasan Belanja ; 12) berlaku. Pelabuhan Sunda Kelapa. Kesuksesan Festival Kampung Tugu Gereja Tugu sebagai salah satu dari yang diklaim sebagai hajat besar IKBT 12 Jalur Destinasi Wisata Pesisir Jakarta tidak terlepas dari jasa EO yang menjadi Utara, secara tidak langsung memberikan rekanan Sudin Budpar saat itu yaitu FKAI pengakuan akan eksistensi identitas Orang (Forum Kajian Antropologi Indonesia). Tugu sebagai komunitas pemilik Gereja Adanya kepedulian untuk mengangkat Tugu. Sebelum ditetapkan sebagai jalur Orang Tugu yang identitasnya destinasi wisata pesisir, Sudin Budpar terpinggirkan dari identitas Orang Betawi Jakarta Utara pernah menggelar kegiatan pada umumnya, menjadi titik awal Festival Kampung Tugu pada tahun 2008 dibuatnya acara tersebut oleh pemerintah, hingga tahun 2013. Penyelenggaraan dengan harapan supaya Kampung Tugu Festival Kampung Tugu pada tahun 2010 lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan dan 2011 yang di prakarsai Sudin Budpar segala keunikan budaya dan sejarahnya. Jakarta Utara merupakan bagian dari Tidak hanya acara festival musik kegiatan Pagelaran Kesenian di 12 Jalur dan pesta-pesta hiburan lainnya, kegiatan- Destinasi Wisata Pesisir. kegiatan formal yang diselenggarakan oleh Kontribusi lain pemerintah daerah lembaga-lembaga, seperti yang pernah di Jakarta Utara untuk mengangkat Kampung hadiri oleh grup Kerontjong Toegoe yang Tugu sebagai daerah tujuan wisata adalah diselenggarakan oleh Pemda Jakarta Utara, dengan memperbaiki sarana dan prasarana Pemda DKI Jakarta, Kantor Kepresidenan, kawasan cagar budaya Gereja Tugu. LPS, Kementerian KKP, Kementerian Bantuan Pemda Jakarta Utara tahun 2009 Perindustrian, Pelindo, Bank Indonesia, diperuntukkan bagi renovasi fisik dan Pelni, Garuda Indonesia juga diperantarai revitalisasi kawasan Gereja Tugu serta oleh pihak ketiga. Alasan yang diberikan pembuatan bangunan panggung apresiasi pihak ketiga untuk mendatangkan grup seni. Keroncong Toegoe dalam pelaksanaan Meskipun tidak secara rutin, Pemda kegiatan mereka, selain untuk memberikan setempat juga pernah beberapa kali hiburan kepada peserta acara, juga sebagai mengenalkan budaya Tugu khususnya ajang apresiasi terhadap kebudayaan keroncong pada event-event yang tradisional Indonesia yang masih bertahan, dilaksanakan di lingkungan pemerintahan salah satunya seperti Keroncong Tugu. sebagai kesenian yang mewakili Kota Jakarta Utara supaya lebih dikenal oleh masyarakat secara luas, seperti kegiatan JKPI (Jaringan Kota Pusaka) dan APEKSI

180 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184

(Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh sebanyak 325 KK berasal dari kelompok Indonesia). etnis lain. Apresiasi dan dukungan secara Dengan demikian wajar apabila materi maupun non-materi oleh pemerintah fokus pelayanan ibadah GPIB Tugu saat kepada masyarakat Kampung Tugu, ini tidak hanya dikhususkan bagi Orang merupakan bukti pengakuan terhadap Tugu saja, melainkan kepada berbagai eksistensi kebudayaan Orang Tugu yang kelompok etnis lain yang merupakan masih dapat dilihat dari Keroncong Tugu kelompok jemaat terbesar di Gereja Tugu. sebagai sebuah kesenian yang menjadi Hal ini berimbas pada mekanisme bagian tidak terpisahkan dari Orang Tugu kegiatan-kegiatan gereja di luar ibadah sebagai pemilik budayanya. Begitu pula rutin yang lebih menonjolkan sisi dengan diangkatnya Kawasan Gereja Tugu keberagaman jemaatnya. sebagai situs cagar budaya lengkap dengan Acara puncak ulang tahun Gereja kegiatan penataan dan renovasi yang Tugu yang rutin digelar setiap bulan Juli, dilakukannya supaya cagar budaya Tugu tidak hanya menampilkan identitas dapat memiliki nilai lebih sebagai salah kebudayaan Orang Tugu, tetapi satu destinasi wisata sejarah di Jakarta. dimeriahkan juga oleh acara multikultur yang digagas oleh berbagai kelompok etnis d. Jemaat Gereja Tugu yang ada dalam Pelkat Gereja Tugu. Bagi Orang Tugu, tetangga Kesepuluh kelompok Pelkat yang ada merupakan orang terdekat yang harus biasanya membuat acara-acara tradisi mereka hormati dan hargai keberadaaanya. kedaerahan yang dibuat secara tematis Bukan hanya Orang Betawi, tetapi juga sesuai dengan kelompok etnis yang ada di berbagai macam etnis lainnya yang saat ini sana. Mereka merencanakan dan menghuni wilayah Kampung Tugu. Di melakukan latihan tarian dan nyanyian antara berbagai golongan dan etnis yang yang akan ditampilkan, lengkap dengan ada di Kampung Tugu, selain sebagai kostum tradisional yang akan dikenakan. tetangga juga merupakan sesama jemaat Namun demikian acara yang digelar Gereja Tugu. tetap mengedepankan unsur budaya Orang Tugu dan kelompok etnis lain Portugis Tugu, seperti tarian Portugis, seperti Ambon, Kupang, Batak, China, pagelaran musik keroncong, hingga Mando, dan Nias, yang menjadi jemaat pameran sejarah Tugu. Hal tersebut Gereja Tugu senantiasa melaksanakan merupakan bukti bahwa Orang Tugu masih ibadah bersama. Mereka biasa terikat kuat dengan identitas leluhur melaksanakan pelayanan kategorial mereka yang tetap setia mereka bersama-sama, yang dijadwalkan secara pertahankan. Dalam hal peribadatan, tidak rutin baik itu Pelkat (Persekutuan ada hal istimewa yang ditonjolkan oleh Kategorial), PKP, PKB, pemuda dan Orang Tugu kepada kelompok lainnya remaja, dan lain-lain. Keberadaan ibadah sesama jemaat Gereja Tugu. Hal ini karena bersama secara rutin di luar ibadah ibadah merupakan sebuah kegiatan yang Minggu, dianggap menambah kuatnya sarat akan nilai-nilai sakral yang universal ikatan persaudaraan dan kekerabatan bagi penganutnya, sehingga sudah mereka. selayaknya menghilangkan unsur-unsur Jemaat Gereja Tugu saat ini lebih perbedaan yang ada di antara para didominasi kelompok etnis lain yang jemaatnya. secara jumlah kelompok-kelompok etnis tersebut lebih banyak daripada Orang Tugu e. Kelompok Pemerhati sendiri. Dari total jumlah jemaat gereja Sejak ditetapkan sebagai salah satu sebanyak 439 KK, hanya 114 KK yang dari 12 Jalur Destinasi Wisata Pesisir oleh tercatat sebagai Orang Tugu, sisanya Pemda Jakarta Utara pada tahun 2010 lalu, Kampung Tugu ramai dikunjungi oleh Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 181 berbagai komunitas, lembaga, media, pisang udang, ketan unti, Poertuegese egg maupun perorangan yang tertarik akan tart, dan apem kinca. budaya dan sejarah Orang Tugu dengan Sebagai dearah tujuan wisata, mengeksplor berbagai hal terkait keunikan- Kampung Tugu telah memberikan keunikan Orang Tugu seperti Gereja Tugu, pengalaman yang berharga kepada para rumah tua, kuliner, keroncong, dan tradisi tamu yang berkunjung ke daerahnya. pesta rabo-rabo dan mandi-mandi. Begitu pula sebaliknya Kampung Tugu Mereka yang datang ke Tugu memeroleh keuntungan dengan semakin biasanya mengikuti paket-paket perjalanan dikenalnya budaya dan sejarah Orang wisata yang ditawarkan melalui media- Tugu, sehingga mereka memiliki alasan media daring, ataupun kumpulan anggota- untuk tetap mempertahankan anggota komunitas budaya dan sejarah. komunitasnya dengan segala keunikan Adapun perorangan biasanya datang dari yang mereka miliki. kelompok-kelompok profesional, para 5. Interaksi Sosial dalam Penetapan travel blogger, ataupun media yang Batas Etnis Orang Tugu memiliki agenda acara untuk meliput Interaksi sosial yang dilakukan oleh kegiatan-kegiatan Orang Tugu. Orang Tugu dengan kelompok atau Para tamu ini bisa datang kapan saja komunitas lain menghasilkan reaksi-reaksi baik itu pada hari biasa ataupun hari besar yang timbul dari individu-individu maupun seperti pada saat perayaan rabo-rabo atau komunitas-komunitas, terhadap tindakan- mandi-mandi. Pada perayaan tersebut tindakan yang dilakukan individu atau cukup banyak tamu yang datang demi kelompok lainnya. Tindakan yang berbeda menyaksikan perayaan tradisi unik Orang kepada kelompok yang berbeda, karena Tugu yang hanya digelar satu tahun sekali. masing-masing kelompok yang Mereka bisa berpartisipasi di dalamnya berinteraksi dengan Orang Tugu memiliki seperti dengan ikut mengoleskan bedak karakteristik yang berbeda pula. Tindakan pada pesta mandi-mandi. terhadap kelompok lain juga dipengaruhi Orang Tugu melayani para tamunya oleh adanya unsur kepentingan, keinginan dengan mengajak mereka keliling dan tujuan yang berbeda dari masing- kampung, mengunjungi beberapa tempat masing kelompok yang berinteraksi bersejarah dan atraksi budaya, seperti dengan Orang Tugu. Gereja Tugu, rumah tua keluarga Michiels, Seperti misalnya tetangga Betawi pertunjukan musik Keroncong Tugu, dan dan jemaat Gereja Tugu. Mereka adalah mencicipi aneka ragam kuliner khas kelompok yang memiliki intensitas Kampung Tugu. Arthur Michiels, dengan interaksi paling tinggi dengan Orang Tugu, kemampuannya menuturkan sejarah Orang disebabkan mereka tinggal dalam satu Tugu, biasa menjadi pemandu wisata. wilayah yang sama yaitu di Kampung Dengan beliau menjelaskan sejarah Orang Tugu. Interaksi yang terjadi dalam Tugu, Gereja Tugu dan rumah tua kehidupan sehari-hari antara Orang Tugu keluarganya yang saat ini sudah menjadi dengan para tetangga Betawi mereka, benda cagar budaya. dapat dinilai bahwa tetangga Betawi Adapun tour keroncong dan kuliner merupakan kelompok umum lainnya biasanya dipusatkan di gazebo keluarga (generalized others) dalam referensi Guido Quiko, selaku pimpinan Keroncong hubungan sosial Orang Tugu. Kepada Cafrinho Tugu. Para tamu juga bisa ikut kelompok inilah Orang Tugu menari bersama-sama tarian Portugis folk mereferensikan orientasi kebudayaannya dance yang diiringi oleh musik keroncong. sebagai Orang Betawi umumnya. Sebagai penutup acara, para tamu Begitu pula halnya dengan mencicipi aneka makanan khas Tugu yang kelompok jemaat gereja yang sama-sama sudah disediakan di antaranya adalah kue memiliki unsur kepentingan sebagai

182 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184 sesama jemaat Gereja Tugu. Keberadaan Begitu pula halnya dengan mereka cukup penting dalam menjaga komunitas pemerhati budaya yang ramai keberlangsungan pelayanan ibadah. mengunjungi Tugu setelah ditetapkan Mereka tidak bisa berdiri sendiri sebagai salah satu tujuan dari 12 Jalur melainkan membutuhkan orang atau Destinasi Wisata Pesisir. Kedatangan kelompok lain untuk berinteraksi mereka sebagai tamu yang berkunjung menjalankan proses-proses peribadatan. untuk menikmati nostalgia masa lalu Hal ini sejalan dengan pemikiran Ritzer dengan Orang Tugu sangat penting dalam (2014) bahwa —suatu kelompok mendukung eksistensi identitas etnis membutuhkan individu untuk mereka. Komunitas ini yang secara tidak mengarahkan aktivitasnya sesuai dengan langsung memberikan pengakuan bahwa sikap orang lain secara umum“. Pelayanan- identitas Orang Tugu sebagai etnis pelayanan peribadatan gereja dilakukan keturunan Portugis berbeda dan unik, bersama-sama tanpa dibeda-bedakan, oleh dibandingkan dengan kelompok lainnya karenanya mereka berusaha untuk yang tidak memiliki identitas seperti meminimalkan perbedaan-perbedaan etnis mereka. mereka dalam setiap pelayanan ibadah. Para aktor yang ada di grup musik Kedua kelompok tersebut tetangga keroncong, sebagai representasi identitas Betawi dan jamaat gereja, sebagai Orang Tugu, berusaha untuk senantiasa kelompok umum lainnya bagi Orang Tugu menonjolkannya melalui musik keroncong memiliki beberapa kriteria dalam pola yang mereka bawakan pada berbagai acara. interaksinya; pertama, hubungan sosial Selain sebagai bentuk representasi identitas mereka bersifat kekeluargaan dan intensif etnis, orderan manggung keroncong sehingga interaksi mereka senantiasa menjadi salah satu tujuan mereka dalam terlihat guyub satu sama lain; kedua, melebarkan sayap bisnis entertainment hubungan sosial yang intensif membawa keroncong supaya lebih banyak dikenal konsekuansi akan adanya saling dan lebih sering dinikmati oleh masyarakat ketergantungan di antara sesama kelompok luas, dalam rangka memperkenalkan sebagai usaha untuk mempertahankan budaya Tugu. kehidupan sosial mereka; ketiga, penanda- Penanggap keroncong dan Sudin penanda etnis tidak tampak kentara dalam Budpar merupakan kelompok apresiator interaksi sosial mereka, oleh karenanya yang memberi kesempatan kepada Orang indentias etnis tidak terlalu berperan dalam Tugu dalam hal ini grup keroncong Tugu situasi hubungan sosial mereka. untuk menampilkan pertunjukan musik Kelompok lainnya yang juga sering keroncong yang menjadi sebuah penanda berinteraksi dengan Orang Tugu dalam identitas bagi Orang Tugu. Dengan kapasitasnya sebagai kelompok seniman demikian mereka cukup diuntungkan keroncong, adalah penanggap keroncong, karena dapat lebih dikenal oleh masyarakat kelompok pemerhati, serta pemerintah secara lebih luas, dan musik keroncong daerah setempat dalam hal ini adalah Sudin tetap dapat dilestarikan sekalipun dengan Budpar Jakarta Utara. Sudin Budpar peminat yang semakin terbatas. memiliki kepentingan tersendiri kepada Pemerintah Daerah, penanggap Orang Tugu dalam upayanya melestarikan keroncong, dan kelompok pemerhati dapat keberadaan cagar budaya Tugu, dan dianggap sebagai kelompok penting dan kebudayaan masyarakat pendukungnya. significant bagi Orang Tugu dalam Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Sudin menunjukkan identitas ke-Tugu-an Budpar memberi peluang kepada mereka. Kelompok-kelompok significant kelompok-kelompok keroncong untuk ini memberikan pengaruh yang menunjukkan identitas Tugu mereka menguntungkan terhadap eksistensi melalui musik Keroncong Tugu. identitas etnis Orang Tugu. Hal ini disebabkan pengakuan terhadap identitas Identitas Orang Tugu… (Risa Nopianti, Selly Riawanti, Budi Rajab) 183 etnis Orang Tugu nyatanya tidak dapat senantiasa menyesuaikan dengan dilakukan sendiri, namun mereka kelompok umum lainnya, yaitu dengan membutuhkan kelompok lain untuk cara meminimalkan identitas etnis mereka mengakuinya supaya keberlangsungan supaya dapat lebih dalam berinteraksi identitas mereka dapat terjaga. Sikap dan secara wajar dalam suasana pertetanggaan tindakan yang dilakukan Orang Tugu dan kekerabatan. Dengan demikian dapat terhadap kelompok-kelompok yang dikatakan mereka tidak membawa identitas dikategorikan penting atau significant etnis dalam berinteraksi dengan para dalam tataran konseptual, memiliki kelompok umum lainnya tersebut. beberapa ciri khas nya tersendiri. Pertama, Sebaliknya kepada kelompok lain dari hubungan sosial Orang Tugu dengan ranah significant others seperti pemerintah kelompok-kelompok significant bersifat daerah, penanggap keroncong, dan para formal dan kaku, sehingga hubungan yang komunitas pemerhati budaya, mereka tercipta di antara mereka terbatas dan tidak berusaha untuk selalu menonjolkan mendalam; kedua, Orang Tugu cenderung identitas etnisnya, sebagai bukti bahwa menunjukkan identitas etnis mereka dalam mereka ada untuk diakui, diberdayakan, berinteraksi dengan kelompok significant, dan dilestarikan. sebagai upaya untuk menujukkan ke- Tuguan mereka; ketiga, hubungan sosial DAFTAR SUMBER yang dibangun di antara Orang Tugu 1. Jurnal, Makalah, Laporan dengan kelompok-kelompok significant Penelitian, Skripsi, dan Tesis cenderung bersifat saling membutuhkan, Ayunda, Pinta Resti., Gustina, Susi., Virgan, sebagai upaya memeroleh pengakuan dari Henry. 2013. masyarakat luar terhadap eksistensi Gaya Menyanyi pada Musik Keroncong identitas etnis dan budaya mereka. Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels). Skripsi : Universitas Pendidikan D. PENUTUP Indonesia. Orang Tugu dengan identitasnya Bardis, Panos D. 1979. —Social Interaction and sebagai keturunan Portugis, merupakan Social Processes“. Social Science, Vol. sebuah komunitas yang memiliki identitas 54, No. 3. Hlm. 147-167. kultural mapan, sehingga mereka dapat Bhurga, Dinesh., dan Becker, Matthew. A., dibedakan dari kelompok lainnya dalam 2005. —Migration, cultural bereavement kerangka batas sosial. Identitas Orang and cultural identity“. World Tugu yang unik dan berbeda ini Psychiatry. Vol. 4, No.1. Hlm. 18-24. semestinya dijaga keberadaannya demi kelangsungan hidup kelompoknya. Dengan Burawoy, Michael. 1998. —The Extende Case Method“. Dalam Sosiological Theory. demikian interaksi dengan kelompok lain Vol.16, No.1. Hlm. 4-33. yang memiliki peran significant penting dilakukan, supaya ada pengakuan dari Chen, Vivian Hsueh-Hua. 2014. —Cultural kelompok lain akan eksistensi mereka. identity. Key concepts in intercultural Hubungan tersebut dibangun atas dasar dialogue“, No. 22. Hlm. 1. hubungan timbal balik yang tercermin Darini, Ririn. 2012. —Keroncong Dulu dan melalui respon-respon sosial mereka. Kini“. Dalam Mozaik, Vol.6, No.1. Menurut pandangan penulis respon Hlm.. 19-31. Orang Tugu dalam kerangka hubungan Destiana, Evie. 2012. —Keroncong Stamboel sosialnya dengan para tetangga Betawi sebagai Bentuk Akulturasi Budaya dan jemaat gereja sebagai kelompok umum Urban“. Dalam Jurnal Pedagogia, Vol. lainnya (generalized others), adalah 1, No. 2. Hlm.153-159. hubungan saling membutuhkan yang tidak Erwantoro, Heru, Nina Merlina, Risa Nopianti, dapat dilepaskan dalam kehidupan mereka Hary Ganjar Budiman. 2016. Sejarah sehari-hari. Respon sosial mereka Perkembangan Masyarakat Tugu di

184 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 169 -184

Jakarta Utara. Bandung : Balai Abeyasekere, Susan. 1987. Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat. Jakarta A History. New York : Oxford University Press. Fadhli, Yogi Zul. 2014. —Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif Bachtiar, Wardi. 2010. HAM dan Perlindungan Hukumnya di Sosiologi Klasik : Dari Comte hingga Indonesia“. Jurnal Konstitusi, Vol.11, Parsons. Bandung : Remaja No. 2. Hlm. 352-370. Rosdakarya. Knorr, Jaqueline. 2007. —Creole Identity and Barth. Fredrick. 2001. Postcolonial Nation-Building Example Kelompok Etnik dan Batasannya. from Indonesia and Sierra Leone“. Jakarta : UI Press. Dalam Série Antropologia. Vol. 416. BPS. 2010. Hlm 1-19. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Pelawi, Shelly C.K.Br. 2015. Tradisi Musik Agama, dan Bahasa Sehari-hari Keroncong Tugu sebagai Identitas Penduduk Indonesia (Hasil Sensus Budaya Masyarakat Kampung Tugu, 2010). Jakarta : Badan Pusat Statistik. Tugu Utara Koja, Jakarta Utara. Skripsi Eriksen, Thomas Hylland. 2007. : Universitas Sumatera Utara. Creolization in Anthropological Theory Phinney, Jean.S., Horenczyk, Gabriel., and in Mauritius. Stewart, C. (ed.). Liebkind, Karmela., Vedder, Paul. 2001. Creolization : History, Ethnography, —Ethnic identity, immigration, and well- Theory. Hlm. 153-177. California : Left being : an interactional perspective“. Coast Press, Inc. Journal of Social Issues. Vol. 57, No. 3. Mead. George Herbert. 1934. Hlm. 493-510. Mind, Self, and Society. Chicago : Riyanto, Ahmad. 1996. Eksistensi Keroncong University of Chicago Press. Tugu dalam Aktivitas Kehidupan Ganap, Van. 2011. Masyarakat Kampung Tugu. Skripsi : Krontjong Toegoe. Yogyakarta : BP ISI Institut Seni Indonesia. Yogyakarta. Suratminto, Lilie. 2011. —Creol Potuguese of Knorr, Jacqueline. 2014. the Tugu Village: Colonial Heritage in Creole Identity in Postcolonial Jakarta Based on the Historical and Indonesia. New York : Berghahn Books. Linguistic Review“. Tawarikh International Journal for Historical Ritzer, George. 2014. Studies, Vol. 3, No.1. Hlm. 1-30. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenanda Media Grup. Tan, Ran Han. 2016. Por-Tugu-Ese? The Protestant Tugu Community of Jakarta, Schaefer, Richard T. 2012. Indonesia. Disertasi : Instituto Sosiologi. Edisi 12. Jakarta : Salemba Universitario de Lisabon. Humanika. Widjadjati, R. Agoes Sri. 2005 —Menelusuri Spradley. James P.1997. Sarana Penyebaran Musik Keroncong“. Metode Etnografi. Marzali, A Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. (Translator) Yogya : Tiara Wacana Vol. 6. No. 2. Hlm. 1-7. Yogya.

2. Buku 3. Website Abdurachman, Paramita, R. 2008. Ahmed, Adi. —Betawi Terbentuk oleh Bunga Angin Portugis di Nusantara : Akulturasi Banyak Daerah“ dalam Jejak-jejak Kebudayaan Portugis di https://www.kompasiana.com/adyahmed Indonesia. Jakarta : LIPI-Asosisasi /betawi-terbentuk-oleh-akulturasi- Persahabatan dan Kerjasama Indonesia banyak- Portugal-Yayasan Obor Indonesia. daerah_5500c396a333113e09510697 diakses tanggal 10 Oktober 2018, Pukul

11.00 WIB.