SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 - 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PULAU SUMATERA

PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

JUDUL: Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera

PEMBINA: Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah: Ir. Rido Matari Ichwan, MCP.

PENANGGUNG JAWAB: Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR: Ir. Harris H. Batubara, M.Eng.Sc.

PENGARAH: Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.

TIM EDITOR: 1. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc. 2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi.

PENULIS: 1. Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT. 2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc. 3. Pejabat Fungsional Perencana: Ary Rahman Wahyudi, ST., MUrb&RegPlg. 4. Pejabat Fungsional Perencana: Zhein Adhi Mahendra S, SE. 5. Staf Bidang Penyusunan Program: Wibowo Massudi, ST. 6. Staf Bidang Penyusunan Program: Slamet Febrianto, ST. 7. Staf Bidang Penyusunan Program: Nuryayan Andri Suhendri, SE.

KONTRIBUTOR DATA: 1. Hafnita Linda Liza Mona, ST. 2. Ayu Listiani, ST. 3. Slamet Febrianto, ST. 4. Ma’rifatul Hayati, ST.

DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK: 1. Wantarista Ade Wardhana, ST. 2. Wibowo Massudi, ST.

TAHUN : 2017 ISBN : ISBN 978-602-61190-2-5 PENERBIT : PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR, BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT.

i KATA PENGANTAR Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.

Tahun 2017 adalah tahun ketiga perwujudan Nawa Cita yang merupakan penjabaran visi dan misi pemerintahan Kabinet Kerja Joko Widodo – Jusuf Kalla (2014-2019) menuju yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan berlandaskan gotong royong. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu fokus utama yang ingin diamanatkan dalam Nawa Cita yang diharapkan dapat mewujudkan 4 (empat) hal penting terkait dengan penyediaan infrastruktur PUPR, yaitu: (1) membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, (2) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, (3) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional, dan (4) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. World Economic Forums (WEF) tahun 2016 menunjukkan indeks daya saing global Indonesia menempati peringkat 41 dan indeks daya saing infrastruktur Indonesia menempati peringkat 60. WEF menekankan bahwa perlu perbaikan penyelenggaraan infrastruktur dan perwujudan birokrasi yang lebih efisien. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, kita masih dihadapkan pada keterbatasan kapasitas pendanaan, SDM, penguasaan teknologi, dan kesenjangan wilayah. Untuk mengatasi tantangan tersebut, perlu upaya bersama terpadu (terintegrasi) dan sinkron sehingga pemanfaatan sumber daya dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur dapat lebih optimal dan efisien.

Sebagai salah satu institusi strategis dalam perencanaan dan pemrograman terkait infrastruktur PUPR, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dituntut dapat memberikan solusi dan inovasi dalam penyelenggaraan infrastruktur PUPR. BPIW sendiri telah memperkenalkan konsep pendekatan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) sebagai salah satu terobosan strategi untuk memadukan pengembangan wilayah dengan pembangunan infrastruktur PUPR. WPS diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan antara pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR, meningkatkan sinkronisasi program dan

ii pembiayaan program pembangunan infrastruktur PUPR, peningkatan kualitas pekerjaan konstruksi, hingga peningkatan kualitas monitoring dan evaluasi.

Pada buku ini ditampilkan program jangka pendek 3 (tiga) tahunan (2018-2020) pada setiap kawasan, WPS (antar kawasan), dan antar WPS didalamnya menggunakan data yang bersumber dari UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Direktif Presiden, Peraturan Menteri PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR, serta berbagai produk perencanaan BPIW yang terkait yang disusun berdasarkan arahan program dalam Master Plan dan Development Plan yang diintegrasikan dengan Rencana Induk Pulau. Selain itu, penyusunan program juga berpedoman kepada prioritas pembangunan pemerintah yang ditetapkan oleh Bappenas untuk mewujudkan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur baik antar wilayah ataupun antar tingkat pemerintahan.

Dalam proses penyusunan program 3 (tiga) tahunan tersebut, berbagai program dianalisis untuk menentukan prioritas program berdasarkan kriteria pemrograman. Hasil analisis tersebut berupa matriks program jangka pendek yang terbagi berdasarkan 3 (tiga) sumber pembiayaan, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Saya menyadari bahwa peningkatan kualitas perencanaan maupun pemrograman membutuhkan proses yang berkelanjutan dan buku ini merupakan salah satu upaya untuk keberlangsungan proses tersebut. Semoga buku ini dapat menjadi media diseminasi yang efektif kepada para akademisi serta praktisi di bidang perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR.

Akhir kata, apresiasi setinggi-tingginya secara tulus saya sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan buku ini, baik di lingkungan Kementerian PUPR, maupun di lingkungan pemerintah daerah di seluruh pelosok Indonesia.

Jakarta, Desember 2016 Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR

(TTD)

Ir. Harris Hasudungan Batubara, M.Eng.Sc.

iii KATA PENGANTAR

Kepala Bidang Penyusunan Program Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.

Indonesia merupakan negara berkembang dimana infrastruktur yang terbangun memainkan peranan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perencanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dilakukan secara terpadu menggunakan pendekatan pengembangan wilayah.

Tantangan pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini, coba dijawab melalui pembentukan Badan Pembangunan Infrastruktur Wilayah (BPIW) yang memiliki peranan penting dalam memadukan pembangunan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah melalui pendekatan 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). Pembangunan berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan antara pengembangan wiayah dengan “market driven” mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta memfokuskan pengembangan infrastruktur pada suatu wilayah strategis dalam rangka mendukung percepatan pertumbuhan kawasan strategis dan mengurangi disparitas antar kawasan di dalam WPS. Dalam konsep pengembangan wilayah, diperlukan keterpaduan perencanaan antara infrastruktur dengan kawasan pertumbuhan di dalam kawasan pertumbuhan, antar kawasan pertumbuhan (WPS), antar WPS, selanjutnya dilakukan sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pembangunan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR untuk meningkatkan sinergi terkait fungsi, lokasi, waktu, besaran, dan dana.

Berbagai dokumen perencanaan dan pemrograman telah dihasilkan BPIW untuk mendukung pengembangan wilayah di 35 WPS. Upaya mengintegrasikan perencanaan dijabarkan melalui Master Plan, Development Plan, RIPP (Rencana Induk Pengembangan Pulau), serta dokumen lainnya yang pada intinya menjadi dasar penyusunan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR (khususnya

iv jalan dan jembatan, sumber daya air, keciptakaryaan, dan penyediaan perumahan).

Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, kami menyusun program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR Tahun 2018 – 2020 dengan melakukan Analisis Kelayakan untuk menentukan program infrastruktur PUPR yang secara terpadu mendukung pengembangan kawasan/wilayah. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan Kawasan Terdukung, Fungsi Kawasan Terdukung, Jangka Waktu Berfungsinya Kawasan, Potensi dari Kawasan Terdukung, Tantangan dan Isu Kawasan Terdukung. Proses penyusunan program juga mempertimbangkan Kriteria Penyusunan Program yaitu: (a) Fungsi Kawasan Terdukung; (b) Lokasi Program Jangka Pendek (kabupaten/kota); (c) Waktu Pelaksanaan Program Jangka Pendek; (d) Besaran Program Jangka Pendek; (e) Biaya Program Jangka Pendek; (f) Kewenangan (pusat/provinsi/ kabupaten/kota/swasta); (g) Kesiapan/Readiness Criteria (Kesesuaian RTRW, FS, DED, Dokumen Lingkungan, dan Kesiapan Lahan).

Akhirnya, atas izin dari Allah SWT, serta segala upaya dari seluruh jajaran Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kami harapkan dengan terbitnya buku ini dapat memberikan manfaat dan menjadi acuan dalam penyusunan program tahunan yang selanjutnya menjadi bahan referensi di forum-forum koordinasi pemrograman seperti Konsultasi Regional Kementerian PUPR, Musrenbang, dan forum-forum lainnya. Kami juga menyadari, kehadiran buku ini masih jauh dari sempurna dan untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai masukan dan saran untuk perbaikan ke depan.

Jakarta, Desember 2016

Kepala Bidang Penyusunan ProgramTTD)

Sosilawati, S.T., M.T.

v KATA SAMBUTAN Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, buku Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek 3 (tiga) Tahun Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di 6 (enam) pulau dan kepulauan dapat diterbitkan.

Buku ini, menjabarkan proses sinkronisasi program dan pembiayaan, yang dimulai dari perencanaan infrastruktur PUPR di tingkat pulau dan kepuluan, perencanaan 35 (tiga puluh lima) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang mencangkup kawasan- kawasan prioritas, kawasan perkotaan dan perdesaan strategis, yang kemudian menghasilkan program-program prioritas jangka pendek. Buku ini, menjadi acuan dalam upaya BPIW melakukan penajaman sinkronisasi program dan pembiayaan yang selanjutnya menjadi materi program untuk dibahas dalam berbagai rapat koordinasi dan konsultasi terkait pemrograman baik ditingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota (Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), Konsultasi Regional (Konreg), Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek), dan lain sebagainya.

Buku ini bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan dan kesinkronan program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Melalui buku ini, program pembangunan

vi infrastruktur PUPR yang menggunakan sumber daya yang dikelola oleh pemerintah, khususnya melalui APBN, dapat terselenggara secara optimal dan efisien serta mendukung berbagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diamanatkan dalam Nawa Cita.

Proses penyusunan buku ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perencanaan dan pemrograman baik di internal BPIW maupun seluruh kerabat perencanaan dan pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR. Selain itu, dalam prosesnya juga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) daerah baik ditingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, serta dinas yang membidangi urusan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Saya mengharapkan buku ini dapat menjadi referensi penting tidak hanya bagi praktisi/pelaku perencanaan dan pemrograman di Kementerian PUPR, namun juga dapat memberikan gambaran proses pelaksanaan perencanaan dan pemrogaman infrastruktur PUPR bagi kalangan akademisi dan pemerhati infastruktur PUPR, baik di pusat maupun di daerah.

Jakarta, Desember 2016 Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Ir. Ridho Matari Ichwan, MCP.

vii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR ...... II KATA PENGANTAR KEPALA BIDANG PENYUSUNAN PROGRAM ...... IV KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH ...... VI DAFTAR ISI ...... VIII DAFTAR GAMBAR ...... X DAFTAR TABEL ...... XIV BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Profil Pulau Sumatera ...... 3 1.1.1. Gambaran Umum Pulau Sumatera ...... 3 1.1.2. Gambaran Umum Provinsi Aceh ...... 9 1.1.3. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ...... 12 1.1.4. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat ...... 15 1.1.5. Gambaran Umum Provinsi Riau ...... 18 1.1.6. Gambaran Umum Provinsi Jambi ...... 20 1.1.7. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Selatan ...... 22 1.1.8. Gambaran Umum Provinsi Bengkulu ...... 24 1.1.9. Gambaran Umum Provinsi Lampung ...... 27 1.1.10. Gambaran Umum Provinsi Bangka Belitung ...... 29 1.1.11. Gambaran Umum Provinsi Kepulauan Riau ...... 31 1.2. Kondisi Umum Infrastruktur di Pulau Sumatera ...... 33 1.2.1. Sektor Sumber Daya Air ...... 33 1.2.2. Sektor Bina Marga...... 35 1.2.3. Sektor Cipta Karya ...... 37 1.2.4. Sektor Penyediaan Perumahan ...... 39 1.3. Kebijakan Pembangunan Pulau Sumatera ...... 41 1.3.1. Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang ...... 41 1.3.2. Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah ...... 43 1.3.3. Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian dan Lembaga ...... 44 1.3.4. Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ...... 48 1.4. Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera ...... 53 BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ...... 57 2.1. Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman ...... 57

viii

2.2. Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR ...... 58 2.3. Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR...... 60 2.4. Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ...... 64 2.5. Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ...... 67 BAB III SINKRONISASI PPROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 – 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ...... 71 3.1. Profil WPS dan Kawasan dalam WPS...... 71 3.1.1. Profil Wilayah Pengembangan Strategis di Pulau Sumatera ...... 72 3.1.2. Profil Kawasan dalam Wilayah Pengembangan Strategis ...... 84 3.2. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Pulau Sumatera...... 111 3.2.1. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Dalam Kawasan ...... 112 3.2.2. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan ...... 150 3.2.3. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS ...... 151 3.3. Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Pulau Sumatera ...... 165 3.4. Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera ...... 174 3.4.1. Program Jangka Pendek dalam Kawasan ...... 174 3.4.2. Program Jangka Pendek antar Kawasan ...... 205 3.4.3. Program Jangka Pendek antar WPS ...... 214 3.5. Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Pulau Sumatera ...... 227 3.5.1. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera Tahun 2018 - 2020 ...... 228 3.5.2. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera untuk Mendukung Kawasan, Antar Kawasan dan Antar WPS ...... 231 3.5.3. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera untuk Mendukung Prioritas Nasional ...... 233 BAB IV PENUTUP ...... 235 DAFTAR PUSTAKA ...... 237

ix DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta Pulau Sumatera ...... 4 Gambar 1.2 Grafik Indeks Pembangunan Manusia ...... 6 Gambar 1.3 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Aceh ...... 10 Gambar 1.4 Grafik PDRB Provinsi Aceh (dalam miliar rupiah) ...... 11 Gambar 1.5 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Utara ...... 13 Gambar 1.6 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Utara (dalam miliar rupiah) ...... 14 Gambar 1.7 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat ...... 16 Gambar 1.8 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Barat (dalam miliar rupiah) ...... 16 Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau ...... 18 Gambar 1.10 Grafik PDRB Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ...... 19 Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jambi ...... 20 Gambar 1.12 Grafik PDRB Provinsi Jambi (dalam miliar rupiah) ...... 21 Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Selatan ...... 23 Gambar 1.14 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Selatan (dalam miliar rupiah) ...... 24 Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bengkulu...... 25 Gambar 1.16 Grafik PDRB Provinsi Bengkulu (dalam miliar rupiah) ...... 26 Gambar 1.17 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung ...... 27 Gambar 1.18 Grafik PDRB Provinsi Lampung (dalam miliar rupiah) ...... 28 Gambar 1.19 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bangka Belitung ...... 29 Gambar 1.20 Grafik PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (dalam miliar rupiah) ...... 30 Gambar 1.21 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau ...... 31 Gambar 1.22 Grafik PDRB Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliar rupiah) ...... 32 Gambar 1.23 Sungai Way Sekampung yang akan dibendung ...... 34 Gambar 1.24 Rencana Pembangunan Jalan Ring Road Kecil Mandeh – Sungai Pinang ...... 36 Gambar 1.25 Konstruksi Tol Trans Sumatera Ruas Bakauheni – Terbanggi Besar di Kalianda ...... 37 Gambar 1.26 Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Agropolitan Tilatang Kamang Kab. Agam ...... 38 Gambar 1.27 Pembangunan Rumah Khusus di Provinsi Sumatera Barat ...... 40 Gambar 1.28 Luas Kawasan Kumuh Perkotaan ...... 40 Gambar 1.29 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis ...... 51 Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah ...... 60 Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR ...... 63

x

Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ...... 65 Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman Pembangunan Nasional ...... 66 Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek ...... 68 Gambar 3.1 Profil WPS 1 Sabang-Banda Aceh-Langsa ...... 73 Gambar 3.2 Profil WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – ...... 75 Gambar 3.3 Profil WPS 3 Batam – Tanjung Pinang ...... 77 Gambar 3.4 Profil WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu ...... 79 Gambar 3.5 Profil WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan ...... 81 Gambar 3.6 Profil WPS Merak – Bakauheni – Palembang – Tanjung Api – Api ...... 83 Gambar 3.7 Kawasan (1.1) Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang ...... 84 Gambar 3.8 Kawasan (1.2) Industri Lhokseumawe Bireuen ...... 85 Gambar 3.9 Museum Tsunami di Kawasan (1.3) Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam ...... 85 Gambar 3.10 Peta Kawasan (1.4) Lumbung Pangan Peureulak ...... 86 Gambar 3.11 Peta Kawasan di WPS 1 Sabang Banda Aceh - Langsa ...... 88 Gambar 3.12 Peta Kawasan (2.1) Metropolitan Mebidangro ...... 89 Gambar 3.13 Pabrik Unilever dalam Kawasan (2.2) Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung ...... 90 Gambar 3.14 Peta Kawasan (2.3) Strategis Pariwisata Danau Toba - Samosir ...... 91 Gambar 3.15 Peta Kawasan (2.4) Industri Dumai ...... 92 Gambar 3.16 Kawasan (2.5) Pertumbuhan Utama Pekansikawan ...... 93 Gambar 3.17 Peta Kawasan WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru ...... 94 Gambar 3.18 Peta Kawasan (3.1) Strategis Perindustrian Batam ...... 95 Gambar 3.19 Kawasan (3.2) Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang ...... 96 Gambar 3.20 Peta WPS 3 Batam – Tanjung Pinang ...... 97 Gambar 3.21 Kawasan (4.1) Perkotaan Sibolga ...... 98 Gambar 3.22 Perkotaan di Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi ...... 99 Gambar 3.23 Kawasan (4.3) Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait ...... 100 Gambar 3.24 Peta Kawasan WPS 4 Sibolga – Padang - Bengkulu ...... 101 Gambar 3.25 Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi ...... 102 Gambar 3.26 Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api - Api ...... 103 Gambar 3.27 Kawasan (5.3) Maritim Pangkal Pinang ...... 104 Gambar 3.28 Pantai Tanjung Kelayang di Kawasan (5.4) Strategis Pariwisata Belitung ...... 105 Gambar 3.29 Peta Kawasan 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan ...... 106

xi

Gambar 3.30 Kawasan (6.1) Ekonomi Terpadu Tanjung Api - Api ...... 107 Gambar 3.31 Kawasan (6.2) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang...... 108 Gambar 3.32 Lahan Cetak Sawah di Kawasan (6.3) Lumbung Pangan Mesuji ...... 109 Gambar 3.33 Kawasan (6.4) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung ...... 110 Gambar 3.34 Peta Kawasan di WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api-api ...... 111 Gambar 3.35 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang ...... 175 Gambar 3.36 Program Jangka Pendek Kawasan Industri Lhokseumawe - Bireuen ...... 176 Gambar 3.37 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam ...... 178 Gambar 3.38 Program Jangka Pendek Kawasan Lumbung Pangan Peureulak ...... 179 Gambar 3.39 Program Jangka Pendek Kawasan Mertropolitan Mebidangro ...... 180 Gambar 3.40 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung...... 182 Gambar 3.41 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba - Samosir ...... 183 Gambar 3.42 Program Jangka 2018 Pendek Kawasan Industri Dumai ...... 184 Gambar 3.43 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Utama Pekansikawan ...... 186 Gambar 3.44 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Perindustrian Batam ...... 187 Gambar 3.45 Program Jangka Pendek Kawasan Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang .... 188 Gambar 3.46 Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Sibolga ...... 190 Gambar 3.47 Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Palapa ...... 191 Gambar 3.48 Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Tapan dan Perdesaan Terkait ...... 192 Gambar 3.49 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi ...... 194 Gambar 3.50 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api ...... 195 Gambar 3.51 Program Jangka Pendek Kawasan Maritim Pangkal Pinang ...... 196 Gambar 3.52 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Pariwisata Belitung...... 198 Gambar 3.53 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadi Tanjung Api – Api ...... 199 Gambar 3.54 Program Jangka Pendek Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang ...... 201 Gambar 3.55 Program Jangka Pendek Kawasan Lumbung Pangan Mesuji ...... 202 Gambar 3.56 Program Jangka Pendek Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung ...... 204 Gambar 3.57 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Aceh ...... 206 Gambar 3.58 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Sumatera Utara ...... 207

xii

Gambar 3.59 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Sumatera Barat ...... 208 Gambar 3.60 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Riau ...... 210 Gambar 3.61 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Jambi ...... 211 Gambar 3.62 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Sumatera Selatan ...... 212 Gambar 3.63 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Lampung ...... 213 Gambar 3.64 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Aceh ...... 215 Gambar 3.65 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Sumatera Utara ...... 216 Gambar 3.66 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Sumatera Barat...... 218 Gambar 3.67 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Riau ...... 219 Gambar 3.68 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Kepulauan Riau ...... 220 Gambar 3.69 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Jambi ...... 222 Gambar 3.70 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Bengkulu ...... 223 Gambar 3.71 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Sumatera Selatan ...... 225 Gambar 3.72 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Lampung ...... 226

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kota Besar di Sumatera Berdasarkan Jumlah Populasi 2014 ...... 5 Tabel 1.2 Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2015-2030 (ribu jiwa) ...... 5 Tabel 1.3 Nilai PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Per Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2013 (dalam miliar rupiah) ...... 8 Tabel 1.4 Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sumatera ...... 9 Tabel 3.1 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan Ekonomi ..... 167 Tabel 3.2 Perkiraan Indikasi pagu KPJM dan Program New Development Tahun 2018 – 2020 ...... 227 Tabel 3.3 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera tahun 2018 ...... 228 Tabel 3.4 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera tahun 2019 ...... 229 Tabel 3.5 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera tahun 2020 ...... 230 Tabel 3.6 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Kawasan Pengembangan tahun 2018 – 2020 ...... 231 Tabel 3.7 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Kawasan Pengembangan tahun 2018 – 2020 ...... 233

xiv

BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I PENDAHULUAN

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan geografis secara terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan konsep pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kondisi nyata wilayah bersangkutan.

Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada dapat optimal mendukung peningkatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran program pembangunan yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.

Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral. Pengembangan wilayah lebih berorientasi pada isu-isu dan permasalahan pokok wilayah yang saling berkaitan, sedangkan pembangunan sektor berorientasi pada tugas dan fungsi yang bertujuan untuk mengembangkan aspek atau bidang tertentu, tanpa memperhatikan keterkaitan dengan sektor lainnya. Meskipun dua konsep itu berbeda dalam prakteknya keduanya saling melengkapi. Artinya pengembangan wilayah tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral secara terintegrasi. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan menghasilkan suatu perencanaan sektoral yang tidak optimal dan dapat menyebabkan konflik antarsektor.

Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan luas sekitar 443.065,8 km2 dan merupakan pulau dengan perkembangan ekonomi terpesat kedua setelah Pulau Jawa. Kegiatan ekonomi yang cukup pesat di pulau ini didukung oleh potensi sumber daya alam wilayahnya yang melimpah serta lokasinya yang sangat strategis. Terletak di ujung barat wilayah kesatuan Indonesia yang berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Samudera Hindia, Pulau Sumatera memiliki akses yang sangat baik sehingga menjadi gerbang utama Indonesia di bagian barat.

1 Sumber daya alam yang terkandung di dalamnya memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga pengembangannya sangat cocok untuk sektor perindustrian dan perdagangan. Potensi wilayahnya yang sudah terkenal antara lain kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara, dan gas alam. Hal ini menjadi daya tarik bagi para investor, baik lokal maupun mancanegara, untuk menanamkan modalnya di pulau ini.

Kegiatan ekonomi yang tinggi menuntut suatu daerah untuk dapat menyediakan infrastruktur memadai yang mampu mendukung kelancaran aktivitas atau dapat pula berlaku sebaliknya, dimana ketersediaan infrastruktur yang memadai mampu memicu perkembangan ekonomi. Pada intinya adalah infrastruktur memegang peranan vital dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Di Pulau Sumatera sendiri, infrastruktur dasar yang ada masih kurang memadai untuk pengembangan industri, seperti kondisi jalan yang sempit dan rusak, rel kereta api yang sudah rusak dan tua, pelabuhan laut yang kurang efisien, serta kurangnya tenaga listrik yang dapat melayani industri .

Penyusunan Rencana Jangka Pendek 2018 - 2020 Pulau Sumatera dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan kawasan strategis, kawasan perkotaan, dan kawasan lainnya. Pengembangan kawasan yang akan didukung antara lain Kawasan Binjai-Medan- Pekanbaru-Dumai, serta Kawasan Merak-Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang- Tanjung Api-Api (MBBPT), yang termasuk di dalamnya terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Tanjung Api-Api.

Penyusunan Rencana Jangka Pendek 2018 - 2020 Pulau Sumatera juga merupakan bentuk komitmen Bangsa Indonesia dalam kerjasama ekonomi sub-regional dengan negara tetangga. Kerjasama ekonomi yang dibangun antara wilayah Sumatera bagian utara dengan negara tetangga melalui kerjasama ekonomi sub-regional disebut dengan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Dukungan infrastruktur dalam mendukung IMT-GT diantaranya adalah Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi serta Jalan Tol Medan-Binjai sebagai bagian dari Jalan Trans Sumatera. Mendahului kerjasama IMT-GT, ada kerjasama SIJORI (-Johor-Riau) pada awal tahun 1990. Kerjasama ini berkembang pesat sehingga cakupannya diperluas dalam wilayah Sumatera bagian tengah dalam bentuk kerjasama IMS-GT.Dukungan infrastruktur dalam mendukung IMS- GT diantaranya adalah Jalan Nasional Pekanbaru-Medan dan Jalan Tol Pekanbaru-Kandis- Dumai yang menjadi bagian dari Jalan Trans Sumatera.

Untuk itu, dalam rangka mendukung peran penting Pulau Sumatera dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang dinilai mampu menjadi salah satu kontributor utama perekonomian Indonesia di masa depan, pemerintah perlu terus melakukan penyediaan dan peningkatan kualitas infrastruktur, termasuk pengelolaan sumber daya air, pembangunan jalan dan jembatan, peningkatan kualitas permukiman serta penyediaan

2 rumah layak huni yang merupakan tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

1.1. Profil Pulau Sumatera

1.1.1. Gambaran Umum Pulau Sumatera Pulau Sumatera, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatera atas dua bagian, Sumatera belahan bumi utara dan Sumatera belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, membentang sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan. Di bagian utara Pulau Sumatera berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatera ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gunung berapi yang tertinggi di Sumatera adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Aceh dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatera Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatera merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatera; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatera. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di Pulau Sumatera.

A. Kondisi Geografi Pulau Sumatera Pulau Sumatera terletak dibagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Secara Geografis Pulau Sumatera berada di posisi 6°LU-6°LS dan antara 95°BB-109°BT. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, , di sebelah selatan berbetasan dengan Selat Sunda dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia.

Sumatera dengan luas 473.481 km², terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sana, antara lain Asahan (Sumatera Utara), Sungai Siak (Riau), Kampar, Inderagiri (Sumatera Barat, Riau), Batang Hari (Sumatera Barat, Jambi) , Musi, Ogan, Lematang, Komering

3

(Sumatera Selatan), Way Sekampung, Way Tulangbawang, Way Seputih dan Way Mesuji (Lampung). Sementara beberapa sungai yang bermuara ke pesisir barat pulau Sumatera di antaranya Batang Tarusan (Sumatera Barat) dan Ketahun (Bengkulu).

Di bagian barat pulau, terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari barat laut ke arah tenggara dengan panjang lebih kurang 1.500 km. Sepanjang bukit barisan tersebut terdapat puluhan gunung, baik yang tidak aktif maupun gunung berapi yang masih aktif, di Pulau Sumatera juga terdapat beberapa danau, di antaranya Danau Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Talang (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi) dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).

Gambar 1.1 Peta Pulau Sumatera B. Kondisi Demografi Pulau Sumatera Penduduk perkotaan terbesar pada tahun 2014 berada di kota Medan dengan jumlah penduduk 2.097.610 jiwa, selanjutnya diikuti penduduk kota Palembang dengan jumlah penduduk sebesar 1.763.475 jiwa dan urutan ke 3

4 dimiliki kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 1.093.416 jiwa. Sebagian besar penduduk berada di bagian timur utara pulau Sumatera, berikut ini tabel jumlah penduduk di Pulau Sumatera.

Tabel 1.1 Kota Besar di Sumatera Berdasarkan Jumlah Populasi 2014 No. Kota Provinsi Populasi (Jiwa) 1 Medan Sumatera Utara 2,097,610 2 Palembang Sumatera Selatan 1,763,475 3 Pekanbaru Riau 1,093,416 4 Batam Kepulauan Riau 1,035,280 5 Bandar Lampung Lampung 923,970 6 Padang Sumatera Barat 876,678 7 Jambi Jambi 722.298 8 Bengkulu Bengkulu 373,243 9 Banda Aceh Aceh 287,769 10 Pangkal Pinang Bangka Belitung 187,908

Pulau Sumatera 8,640,071 Sumber : Diolah dari BPS, 2015

Tabel 1.2 Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2015- 2030 (ribu jiwa)

Provinsi 2015 2020 2025 2030 Aceh 5.002,00 5.459,90 5.870,00 6.227,60 Sumatera Utara 13.937,80 14.703,50 15.311,20 15.763,70 Sumatera Barat 5.196,30 5.498,80 5.757,80 5.968,30 Riau 6.344,40 7.128,30 7.898,50 8.643,30 Jambi 3.402,10 3.677,90 3.926,60 4.142,30 Sumatera Selatan 8.052,30 8.567,90 9.000,40 9.345,20 Bengkulu 1.874,90 2.019,80 2.150,50 2.264,30 Lampung 8.117,30 8.521,20 8.824,60 9.026,20 Kep. Bangka Belitung 1.372,80 1.517,60 1.657,50 1.788,90 Kepulauan Riau 1.973,00 2.242,20 2.501,50 2.768,50

5

Provinsi 2015 2020 2025 2030 Pulau Sumatera 55.272,90 59.337,10 62.898,60 65.938,30 Sumber: Diolah dari Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035, BPS, 2015

Jumlah penduduk yang cukup besar di Pulau Sumatera dapat menjadi potensi ataupun permasalahan jika tidak dibarengi dengan kualitas yang baik. Pembangunan manusia menjadi satu diantara tolak ukur pembangunan yang ada di suatu wilayah. Dengan demikian maka indeks pembangunan manusia merupakan alat ukur yang sangat baik untuk melihat pembangunan di suatu wilayah. Berikut adalah nilai indeks pembangunan manusia di Pulau Sumatera : 73,75 70,84 69,98 69,51 69,45 69,05 68,89 68,59 67,46 66,95

Total

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.2 Grafik Indeks Pembangunan Manusia

Pada grafik Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Sumatera pada tahun 2015 terlihat bahwa Provinsi Kepulauan Riau memiliki tingkat pembangunan manusia tertinggi di Pulau Sumatera dengan angka yang mencapai 73,75 menjadikan Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang terdepan dalam membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi. Faktor yang menjadikan tingkat Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau yang mendominasi adalah pertumbuhan pendidikan dan pertumbuhan hidup layak serta angka kesempatan untuk hidup di Provinsi Kepulauan Riau cukup tinggi. Selanjutnya faktor yang mempengaruhi tingkat pembangunan manusia menjadi tinggi adalah letak geografis Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura menjadikan pembangunan

6

manusia sebagai prioritas utama untuk pembangunan daerah tersebut. Kondisi berbeda dialami oleh Provinsi Lampung yang mendapat predikat sebagai provinsi paling rendah dalam hal Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Sumatera dengan angka 66,95 yang diperoleh, menjadikan Provinsi Lampung menempati posisi paling bawah dalam hal pembangunan manusia pada tahun 2015. Faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut adalah rendahnya angka harapan hidup serta terbatasnya akses dari beberapa daerah terpencil yang berdampak pada tingkat pendidikan yang rendah. Pembangunan infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan yang ada di provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap wilayah negara Indonesia.

C. Kondisi Perekonomian Wilayah Wilayah Pulau Sumatera memiliki posisi yang cukup strategis baik ditinjau dalam lingkup nasional, regional ASEAN, maupun global. Dalam lingkup nasional, wilayah Pulau Sumatera merupakan sentra produksi (karet dan kelapa sawit) dan pengolahan hasil bumi serta lumbung energi (pertambangan dan batubara) nasional. Secara geografis dalam lingkup regional ASEAN, Wilayah Pulau Sumatera menjadi salah satu pintu gerbang Indonesia untuk negara-negara yang berada di ASEAN. Dalam lingkup global, secara geostrategis wilayah Pulau Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional untuk mencapai Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia. Dalam Lingkup Nasional (Indonesia) potensi utama untuk mengembangkan perekonomian di Pulau Sumatera, yaitu sebagai berikut: a. Sentral produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional; b. 70% lahan penghasil kelapa sawit; c. Produsen 65% karet; d. 5% Produksi hulu karet untuk industri hilir; e. 52,4 miliar ton batu bara berada di Sumatera; f. Produsen 8% cadangan bijih besi primer. Kemudian berdasarkan data PDRB tahun 2009-2013, perekonomian Pulau Sumatera sebagian besar disumbang oleh Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Utara merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar 25,76%, kemudian Provinsi Riau 19,71% dan Sumatera Selatan 13,81%. Sedangkan kontribusi PDRB yang relatif rendah adalah dari Provinsi Bengkulu, Bangka Belitung dan Jambi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 per provinsi di Pulau Sumatera.

7

Tabel 1.3Nilai PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Per Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009- 2013 (dalam miliar rupiah)

No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 1 Aceh 32,219,00 33,103,00 34,705,00 36,488,00 38,013,00 2 Sumut 111,559,00 118,719,00 126,588,00 134,462,00 142,537,00 3 Sumbar 36,683,00 38,862,00 41,293,00 43,926,00 46,640,00 4 Riau 93,786,00 97,736,00 102,666,00 106,299,00 109,073,00 5 Kepri 38,319,00 41,076,00 43,810,00 46,797,00 49,667,00 6 Jambi 16,275,00 17,472,00 18,964,00 20,374,00 21,979,00 7 Sumsel 60,453,00 63,859,00 68,008,00 72,096,00 76,410,00 8 Bangka Belitung 10,270,00 10,885,00 11,593,00 12,257,00 12,905,00 9 Bengkulu 7,860,00 8,340,00 8,879,00 9,465,00 10,052,00 10 Lampung 36,256,00 38,390,00 40,859,00 43,527,00 46,123,00 Pulau Sumatera 443,680,00 468,442,00 497,365,00 525,691,00 553,399,00 Sumber : Diolah dari BPS, 2014

Pengembangan kegiatan ekonomi di Pulau Sumatera erat kaitanya dengan memberdayakan masyarakat berbasis potensi ekonomi wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan yang dilakukan melalui: a. Menyiapkan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api sebagai sentra pengolahan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet menjadi produk bernilai tambah tinggi, serta pusat logistik; b. Mengembangkan industri-industri pengolahan kelapa sawit, karet, serta perikanan dan sumberdaya laut menjadi produk bernilai tambah tinggi berorientasi ekspor; c. Meningkatkan produktivitas komoditas unggulan kelapa sawit dan karet baik di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun di sekitar wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (kebun rakyat); d. Mengembangkan industri manufaktur unggulan kawasan berorientasi ekspor di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, serta industri pariwisata di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dengan memanfaatkan fasilitas perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; serta e. Menyiapkan sarana dan prasarana perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Sementara itu berdasarkan hasil Kajian Growth Diagnostic yang dilakukan oleh Bank Indonesia di 24 Provinsi dari total 34 Provinsi yang ada pada tahun 2015, ketersediaan listrik menjadi the most binding constraint hampir di semua

8

provinsi yang menjadi obyek studi. Hasil ini menunjukan bahwa kebutuhan energi listrik sudah sangat mendesak. Tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, listrik juga sangat dibutuhkan untuk industri. Untuk mengembangkan industri di wilayah luar Jawa, ketersediaan pasokan listrik menjadi salah satu syarat utama.

Adapun hambatan utama lainnya seperti masalah kualitas jalan, kapasitas pelabuhan, birokrasi yang terkait dengan proses perijinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia juga dirasakan mendesak untuk diperbaiki di beberapa provinsi. Adapun hasil kajian Growth Diagnostic Bank Indonesia di Wilayah Sumatera adalah sebagai berikut:

Tabel 1.4 Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sumatera Provinsi Faktor Penghambat Utama 1. Listrik Aceh 2. Pungutan liar 3. Kurangnya fasilitas pendukung pasar 1. Kualitas jalan Sumatera Utara 2. Listrik 3. Korupsi 4. Kriminalitas 1. Kurangnya jalur kereta api Sumatera Barat 2. Listrik 3. Masalah tanah ulayat 4. Minimnya dukungan Pemda terhadap investasi 1. Human capital Sumatera Selatan 2. Kualitas jalan

3. Listrik

4. Korupsi 1. Kapasitas pelabuhan Kepulauan Riau 2. Listrik 3. Kemudahan berbisnis 4. Birokrasi 1. Listrik Riau 2. Kapasitas pelabuhan 3. Korupsi 4. Birokrasi 1. Irigasi Bengkulu 2. Kualitas jalan

3. Masalah pembiayaan 1. Kualitas jalan Lampung 2. Listrik

3. Human capital Sumber : Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur Pulau Sumatera

1.1.2. Gambaran Umum Provinsi Aceh Provinsi Aceh terletak antara 01º 58' 37,2" - 06º 04' 33,6" Lintang Utara dan 94º 57' 57,6" - 98º 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125

9

meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2012 Provinsi Aceh dibagi menjadi 18 Kabupaten dan 5 kota, terdiri dari 289 kecamatan, 778 mukim dan 6.493 gampong atau desa. Luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan Provinsi Sumatera Utara. Dalam aspek perekonomian juga sangat bergantung pada konektivitas dengan Provinsi Sumatera Utara. Ketergantungan ini semakin tinggi dikarenakan hampir seluruh kebutuhan pokok bagi masyarakat Aceh dipasok melalui Provinsi Sumatera Utara.

69,45 70 IPM 2010 68,81 69 68,3 IPM 2011 67,81 67,45 68 67,09 IPM 2012 67 IPM 2013

66 IPM 2014

65 IPM 2015 Aceh

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.3 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Aceh Grafik Indeks Pembangunan Manusia dalam kurun waktu 2010 – 2015 di Provinsi Aceh mengalami tren positif dalam setiap tahunnya. dengan angka yang menunjukan rata–rata kenaikan setiap tahunnya 0,69 poin, pembangunan manusia diukur dengan angka harapan hidup, tingkat pendidikan dan standar hidup layak. Sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan adanya kebijakan wajib sekolah 9 tahun, turut mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Aceh. Selanjutnya fasilitas kesehatan yang terus disediakan oleh Pemerintah sampai tingkat kelurahan dapat berkontribusi sebagai pendukung angka harapan hidup manusia pada wilayah pedesaan.

10

Produk domestik regional bruto Provinsi Aceh atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 2,07%. Meskipun demikian, beberapa lapangan usaha bergerak secara fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan beberapa diantaranya adalah industri pengolahan dan pertambangan. Industri pengolahan bergerak secara fluktuatif disebabkan adanya perubahan iklim tahunan yang mempengaruhi kegiatan produksi di Provinsi Aceh sehingga penurunan produksi signifikan terjadi antara tahun 2014 dan 2015 dengan angka yang mencapai 21,33%. Selanjutnya pertambangan yang menjadi nilai produksi andalan di setiap daerah dimulai dari tahun 2010 sampai 2015 mengalami penurunan rata – rata sebesar 9,27% yang diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Sektor primer masih menjadi tulang punggung utama perekonomian di Provinsi Aceh. Namun perlahan, sektor sekunder mulai mampu tumbuh dan dapat berkontribusi pada PDRB Provinsi Aceh.

35000 30000 Tahun 2010 25000 20000 15000 Tahun 2011 10000 5000 Tahun 2012 0 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.4 Grafik PDRB Provinsi Aceh (dalam miliar rupiah) Aceh memasuki masa transisi ekonomi dimana kegiatan ekonomi sekunder mulai mengalami peningkatan. Proses transisi ini memberikan dampak pada alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman, perkantoran, pertokoan dan pusat pusat komersial lainnya. Demikian juga halnya dengan fungsi lahan hutan yang mengalami perubahan menjadi lahan perkebunan dan penggunaan lainnya yang tidak sesuai dengan RTRW Aceh.

Tantangan utama dalam pengembangan perekonomian di Provinsi Aceh adalah meningkatnya kegiatan eksploitasi sumber daya alam seperti kegiatan penambangan liar dan alih fungsi lahan hutan menyebabkan degradasi

11

lingkungan yang dicirikan semakin luasnya lahan kritis dan lahan terlantar. Hal ini juga dipicu dengan adanya kebijakan dan implementasinya yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan.

Selain itu juga untuk melaksanakan pembangunan daerahnya, pembiayaan pembangunan di Provinsi Aceh juga masih tertumpu pada pendanaan yang bersumber dari pemerintah sehingga kebutuhan pendanaan pembangunan dalam jumlah besar seperti infrastruktur tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal. Dalam konteks ini, peran dunia usaha untuk mendukung pendanaan pembangunan masih belum memungkinkan karena belum adanya regulasi yang mengatur peran dunia usaha dalam pendanaan pembangunan Aceh.

1.1.3. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara memiliki ibukota Medan, terletak antara 10 - 40 LU, 980 – 1000 B.T. Batas wilayahnya sebelah utara Provinsi Aceh dan Selat Sumatera, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Riau, sedangkan sebelah timur dibatasi oleh Selat Sumatera. Daerahnya terdiri atas pantai dan dataran rendah di sebelah timur dan barat provinsi ini, dan dataran tinggi yang terdapat di dataran tinggi Karo, Toba dan Humbang. Gunung-gunungnya antara lain Sibayak, Sinabung, Martimbang, Sorik Marapi dan lain-lain. Kemudian sungai-sungainya adalah sungai Wampu, Batang Serangan, Deli, Asahan dan lain-lainnya. Kekayaan alam yang dimiliki Sumatera Utara adalah minyak bumi, batu bara, belerang, emas dan sebagainya yang merupakan hasil tambang. Flora ada bermacam-macam, dari tanaman yang ada di hutan dengan hasil hutan kayu, damar dan rotan, juga tanaman yang diusahakan oleh penduduk seperti padi, sayur-sayuran dan tanaman perkebunan lainnya.

12

70 69,51 69,5 68,87 IPM 2010 69 68,36 IPM 2011 68,5 67,74 IPM 2012 68 67,34 67,5 67,09 IPM 2013 67 IPM 2014 66,5 IPM 2015 66 65,5 Sumatera Utara

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.5 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Utara Grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Utara menunjukan bahwa dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 bergerak dengan tren positif dengan ditandainya peningkatan indeks pembangunan manusia dengan rata – rata peningkatan setiap tahunnya mencapai 0,71 poin yang diakibatkan oleh kondisi pendidikan yang terus meningkat dan angka harapan hidup yang baik serta tingkat standar hidup layak di Provinsi Sumatera Utara. Indeks pembangunan manusia sebagai tolak ukur keberhasilan pemerintah daerah merupakan angka yang menggambarkan kondisi masyarakat di daerah tersebut. selanjutnya kondisi peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2014 – 2015 yang mencapai 0,93 poin pada Provinsi Sumatera Utara.

13

100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 Tahun 2012 20000 10000 Tahun 2013 0 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.6 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Utara (dalam miliar rupiah) Produk domestik regional bruto Provinsi Sumatera Utara atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya PDRB dari tahun 2012 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 5,07% setiap tahunnya. Sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama bagi PDRB Sumatera Utara dengan peningkatan pertumbuhan rata – rata setiap tahunnya mencapai 3,25% serta sektor konstruksi yang mencapai nilai pertumbuhan setiap tahunnya rata – rata sebesar 6,15%. Sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan kontributor utama bagi PDRB Sumatera Utara untuk kedepan, mengingat beberapa kawasan industri baru telah dibangun salah satunya adalah Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei yang diharapkan menjadi kontributor bagi PDRB Provinsi Sumatera Utara. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang sangat dominan di Provinsi Sumatera Utara. Dominasi ini menjadikan Provinsi Sumatera Utara menjadi pusat kegiatan industri di Pulau Sumatera sehingga membutuhkan dukungan infrastruktur. Selain itu juga Provinsi Sumatera Utara sedang bersiap untuk memperbesar sektor industri pengolahannya dengan pengembangan KEK Sei Mangkei dan keberadaan Pelabuhan Kuala Tanjung. Sementara itu kendala dan tantangan yang dihadapi Provinsi Sumatera Utara dalam pengembangan wilayah, yakni: a. Suplai air untuk kebutuhan domestik, perniagaan dan industri terutama di kota-kota besar masih kurang; b. Maraknya alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan sawit; c. Okupasi terhadap sempadan sungai;

14

d. Degradasi lingkungan (lahan kritis meningkat, kekeringan, banjir di beberapa DAS) akibat alih fungsi lahan dan sedimentasi; e. Kerusakan jaringan irigasi; f. Meningkatnya sedimentasi di sungai dan muara sungai mulai mengganggu alur lalu lintas perairan; g. Meningkatnya pantai yang kritis yang diakibatkan adanya perambahan dan perubahan hutan mangrove; h. Kelestarian lingkungan Danau Toba yang mulai terganggu; i. Kebutuhan pengembangan infrastruktur SDA (daerah irigasi) untuk mendukung kedaulatan pangan.

1.1.4. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Sumatera dengan Padang sebagai ibu kotanya. Sesuai dengan namanya, wilayah provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah dan sejumlah pulau di lepas pantainya seperti Kepulauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km² ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Sumatera Barat berpenduduk sebanyak 4.846.909 jiwa dengan mayoritas beretnis Minangkabau. Provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai) dinamakan sebagai nagari.

Tantangan utama pembangunan daerah Sumatera Barat adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang memungkinkan peningkatan ekspor nonmigas, dan perluasan lapangan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.

Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Barat dalam kurun waktu 2010 – 2015 pembangunan manusia disetiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata – rata kenaikan mencapai 0,80 poin per tahun . Hal demikian merupakan dipengaruhi oleh angka harapan hidup dan tingkat pendidikan serta standar hidup layak pada Provinsi Sumatera Barat. Pembangunan infrastruktur merupakan sektor yang mempunyai pengaruh terhadap indeks pembangunan manusia, sebagai contoh penyediaan infrastruktur jalan sebagai akses menuju fasilitas – fasilitas pendidikan di daerah tersebut.

15

69,98 69,36 IPM 2010 70 68,91 69 68,36 IPM 2011 67,81 68 67,25 IPM 2012 67 IPM 2013 66 IPM 2014 65 IPM 2015 Sumbar

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.7 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat Produk domestik regional bruto Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2014 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata sebesar 6,16% setiap tahunnya. Sektor Pertanian dan Perhutanan menjadi kontributor terbesar terhadap PDRB dengan nilai rata- rata peningkatan setiap tahunnya yang mencapai 4,14%. Sektor perdagangan dan jasa perusahaan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir mengalami peningkatan dengan masing – masing mempunyai rata – rata peningkatan setiap tahunnya sebesar 7,07% dan 5, 95%.

12000 10000 Tahun 8000 2010 6000 Tahun 4000 2011 2000 0 Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.8 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Barat (dalam miliar rupiah)

16

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di sektor nonpertanian, khususnya sektor industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah, memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Provinsi Sumatera Barat kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga kerja yang berkualitas, khususnya dalam sektor ekonomi yang cepat pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat, tantangannya adalah membentuk serta mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang produktif dan berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha.

Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat tersebut membutuhkan dukungan prasarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan telekomunikasi. Meskipun telah meningkat, ketersediaan prasarana dasar daerah Sumatera Barat belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Sumatera Barat, diperlukan suatu sistem transportasi antarmoda yang merupakan sistem transportasi regional yang meliputi transportasi darat, laut, dan angkutan udara perintis, serta sistem transportasi darat yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi barang, dan jasa diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain ada keterbatasan kemampuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan keter-sediaan dan kualitas serta memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya air bersih, dan tenaga listrik serta sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha.

17

1.1.5. Gambaran Umum Provinsi Riau Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sumatera. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatera, yaitu di sepanjang pesisir Selat Malaka. Ibukota dan kota terbesar Riau adalah Pekanbaru. Kota besar lainnya antara lain Dumai, , Bagansiapiapi, Bengkalis, Bangkinang dan Rengat.

70,84 71 70,33 70,5 IPM 2010 69,91 70 IPM 2011 69,5 69,15 IPM 2012 68,9 69 68,65 IPM 2013 68,5 IPM 2014 68 IPM 2015 67,5 Riau

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau Grafik di atas menunjukan bahwa indeks pembangunan manusia dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 di Provinsi Riau terus mengalami peningkatan. hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat partisipasi pendidikan dan kesehatan yang semakin baik serta standar hidup layak pada Provinsi Riau. Indeks pembangunan manusia sebagai tolak ukur kemajuan suatu daerah menjadi penting sebagai upaya untuk mengelola sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Produk domestik regional bruto Provinsi Riau atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2013 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan selama 2 tahun terakhir sebesar 0,22% setiap tahunnya. Sektor pertanian dan perhutanan menjadi kontributor terbanyak terhadap PDRB Provinsi Riau dengan peningkatan pertumbuhan di Tahun 2014 – 2015 yang mencapai 0,35% menjadikan sektor pertanian dan kehutanan merupakan penyumbang terbesar. Sektor pertambangan yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Riau mengalami

18 penurunan dalam 3 Tahun terakhir, tercatat pada tahun 2014 – 2015 sektor tersebut mengalami penurunan penurunan yang mencapai 1,63%.

140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 Tahun 2013 0 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.10 Grafik PDRB Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) Riau saat ini merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, dan sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160.000 ha hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta ha pada tahun 2009. Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun, dan menjalar ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kendala dan tantangan yang dihadapi Provinsi Riau dalam pengembangan wilayah, yakni: a. Degradasi Lingkungan (lahan kritis meningkat, kekeringan, banjir di beberapa DAS) akibat alih fungsi lahan; b. Kerusakan jaringan irigasi; c. Pendangkalan alur sungai akibat dari tingginya sedimentasi, yang disebabkan oleh tingginya erosi lahan akibat dari kerusakan lahan di daerah hulu; d. Banjir di daerah hilir;

19

e. Kerusakan pantai; f. Kualitas air baku (sungai) semakin menurun; g. Perlu pemantapan sistem pengamanan danau atau waduk; dan h. Kegiatan PETI dan bahan galian golongan C /komoditas tambang yang tidak mematuhi aturan / prosedur.

1.1.6. Gambaran Umum Provinsi Jambi Secara geografis Provinsi Jambi terletak pada 0º 45’-2º 45’ Lintang Selatan dan 101º 10’-104º 55’ Bujur Timur di bagian tengah Pulau Sumatera, sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, Sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan dan Provinsi Kepulauan Riau, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Posisi Provinsi Jambi cukup strategis karena langsung berhadapan dengan kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMS-GT (Indonesia, Malaysia, Singapura Growth Triangle). Luas wilayah Provinsi Jambi sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 1957, tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112) adalah seluas 53.435,72 km2 dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan luas perairan 3.274,95 km2.

68,89 69 68,24 67,76 68 IPM 2010 66,94 IPM 2011 67 66,14 IPM 2012 66 65,39 IPM 2013 65 IPM 2014 IPM 2015 64

63 JAMBI

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jambi Pada Provinsi Jambi grafik indeks pembangunan dalam kurun waktu 2010 – 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata setiap tahunnya

20 mencapai 1,05 poin. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam hal meningkatkan pendidikan dengan mewajibkan 9 tahun sekolah serta dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur yang berdampak pada meningkatnya standar hidup layak pada daerah tersebut. Tingkat indeks pembangunan manusia tertinggi pada Provinsi Jambi berada antara tahun 2012 – 2013 dengan angka pertumbuhan mencapai 1,22 poin.

35000 30000 25000 Tahun 2010 20000 15000 Tahun 2011 10000 Tahun 2012 5000 0 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.12 Grafik PDRB Provinsi Jambi (dalam miliar rupiah) Produk domestik regional bruto Provinsi Jambi atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 6,66% setiap tahunnya. Hal demikian dikarenakan kontribusi dari sektor pertanian dan perhutanan yang mencapai rata – rata pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 6,81% serta sektor pertambangan yang mencapai rata – rata pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 5,03% meskipun dalam kurun waktu 2 tahun terakhir sektor pertambangan mengalami penurunan tepatnya pada tahun 2014 – 2015 yang mencapai penurunan 0,22%. Sektor primer masih menjadi tulang punggung perekonomian di Provinsi Jambi, sementara sektor lainnya masih belum mampu menyaingi dominasi sektor primer. Sektor sekunder masih jauh tertinggal sehingga perlu adanya diversivikasi pengembangan sektor ekonomi agar Provinsi Jambi tidak hanya bergantung pada hasil buminya. Eksploitasi berlebihan untuk mengejar ketertinggalan ekonomi sebaiknya dihindari agar dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan.

Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat membutuhkan dukungan prasarana dan sarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan tele-komunikasi. Meskipun telah meningkat,

21

ketersediaan prasarana dasar daerah Jambi belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Jambi, diperlukan sistem transportasi darat, sungai, laut, dan angkutan udara perintis secara terpadu serta sistem transportasi darat yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi barang dan jasa diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain, ada keterbatasan kemampuan Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam rangka membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan ketersediaan dan memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya air bersih dan tenaga listrik serta sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha.

1.1.7. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak antara 1º - 4º Lintang Selatan dan 102º - 106º Bujur Timur dengan luas daerah seluruhnya 87.017.41 km². Batas batas wilayah Provinsi Sumatera Selatan sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.

Secara administratif Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 13 (tigabelas) Pemerintah Kabupaten dan 4 (empat) Pemerintah Kota, dengan Palembang sebagai ibukota provinsi. Pemerintah Kabupaten dan Kota membawahi Pemerintah Kecamatan dan Desa / KelurahanKabupaten. Ogan Komering Ilir menjadi Kabupaten dengan luas wilayah terbesar dengan luas 16.905,32 ha, diikuti oleh Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas wilayah sebesar14.477 ha.

22

67,46

67,5 66,75 67 66,16 IPM 2010 66,5 65,79 66 IPM 2011 65,12 65,5 IPM 2012 65 64,44 IPM 2013 64,5 64 IPM 2014 63,5 IPM 2015 63 62,5 Sumsel

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Selatan dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 rata-rata pertumbuhan mencapai 0,92 poin per tahun. Pembangunan manusia merupakan tolak ukur sebagai dampak dari tingkat kontribusi pendidikan yang baik, standar hidup layak dan angka harapan hidup di daerah tersebut. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada tahun 2014 – 2015 dengan angka yang mencapai 1,06 poin yang dipengaruhi oleh kondisi pembangunan infrastruktur yang turut berkontribusi pada terlaksananya pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Selatan.

Sebagai provinsi yang cukup berkembang perekonomiannya di pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Selatan sangat berpotensi untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Dikembangkannya Pelabuhan Boom Baru di Kota Palembang juga menjadi pemicu bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Walaupun masih sangatt bergantung pada sektor primer yaitu pertambangan dan pertanian, namun sektor sekunder seperti industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi mulai menunjukan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan yang berjalan secara konsisten dari tahun 2010 – 2015 menunjukan perekonomian Sumatera Selatan terus tumbuh dan masih terus dapat berkembang.

23

60000 50000 40000 Tahun 2010 30000 20000 Tahun 2011 10000 Tahun 2012 0 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.14 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Selatan (dalam miliar rupiah) Produk domestik regional bruto Provinsi Sumatera Selatan atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 5,54% setiap tahunnya. Sektor pertambangan, industri pengolahan serta pertanian dan kehutanan yang merupakan kontributor terbesar dengan rata – rata peningkatan sebesar 4,13% pertambangan, 5, 16% industri pengolahan serta 4,85% sektor pertanian dan perhutanan. Sektor industri pengolahan menjadi salah satu kontributor untuk tahun selanjutnya mengingat adanya beberapa kawasan industri baru di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Dukungan yang besar dalam penyediaan infrastruktur di Provinsi Sumatera Selatan menunjukan adanya keinginan untuk mengarahkan perekonomian ke sektor sekunder untuk menghindari eksploitasi alam secara berlebihan.

1.1.8. Gambaran Umum Provinsi Bengkulu Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang lebih kurang 525 kilometer. Bagian timur Bengkulu berbatasan dengan dataran tinggi yang subur, sedangkan bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan diselingi daerah yang bergelombang. Tidak hanya itu, Provinsi Bengkulu memiliki beberapa pulau kecil baik yang berpenghuni seperti Pulau Enggano, serta pulau-pulau yang tidak berpenghuni seperti Pulau Mega dan pulau-pulau kecil lainnya.

24

Secara astronomis, Provinsi Bengkulu terletak di pantai barat Pulau Sumatera pada garis lintang 2°16´ – 3°31’ LS dan garis bujur 101°1´ – 103°41’ BT. Secara administrasi pemerintahan, dari luas wilayah Provinsi Bengkulu adalah 19.919,33 km² yang terbagi menjadi 9 kabupaten dan 1 kota, yang terdiri dari 127 kecamatan dan Jumlah desa / kelurahan 1,517 desa / kelurahan.

68,59 69 68,06 67,5 IPM 2010 68 66,61 IPM 2011 67 65,96 IPM 2012 66 65,35 IPM 2013 65 IPM 2014 64 IPM 2015 63 Bengkulu

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bengkulu Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu 2010 – 2015 menunjukan bahwa pembangunan manusia mengalami tren positif dengan ditandainya peningkatan setiap tahunnya mencapai angka rata – rata 0,97 poin. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat partisipasi pendidikan dengan mewajibkan sekolah 9 tahun dan pembangunan infrastruktur yang berpengaruh pada standar hidup layak, menjadikan indeks pembangunan manusia pada tahun 2012 – 2013 mencapai angka tertinggi dengan angka mencapai 1,34 poin. Indeks pembangunan manusia yang merupakan tolak ukur capaian pemerintah untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, diharapkan dapat menjadi kontributor dalam kemajuan bangsa.

Beberapa hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan di Bengkulu memiliki potensi untuk dikembangkan dan diolah dalam industri olahan, seperti minyak kelapa sawit, rotan, kayu lapis.dan olahan untuk bahan furniture, crumb rubber, udang beku dan pengolahan ikan dalam kaleng. Daerah Bengkulu juga menghasilkan sayur-sayuran, seperti lombok, tomat, kacang kedelai, kacang hijau, kancang panjang, terong, kubis, sawi, wortel, lobak, dan buah-buahan seperti durian, mangga, pepaya, dan pisang.

25

12000 10000 8000 Tahun 2010 6000 4000 Tahun 2011 2000 Tahun 2012 0 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.16 Grafik PDRB Provinsi Bengkulu (dalam miliar rupiah) Produk domestik regional bruto Provinsi Bengkulu atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 6,07%. Hal demikian terjadi dikarenakan beberapa sektor mengalami peningkatan salah satunya adalah sektor pertanian dan perhutanan yang memiliki nilai rata – rata peningkatan setiap tahunnya mencapai 3,7%. Hal tersebut dikarenakan sektor pertanian dan perhutanan berperan penting yang menjadi salah satu sektor yang berkontribusi terhadap PDRB Provinsi Bengkulu.

Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat membutuhkan dukungan prasarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan telekomunikasi. Meskipun telah meningkat, ketersediaan prasarana dasar daerah Bengkulu belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Bengkulu, diperlukan suatu sistem transportasi darat, laut, dan angkutan udara yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar dan untuk meningkatkan efisiensi distribusi barang dan jasa. Di pihak lain, ada keterbatasan kemampuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan ketersediaan kualitas serta memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya

26

air bersih dan tenaga listrik, serta sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha.

1.1.9. Gambaran Umum Provinsi Lampung Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera, Indonesia, ibukotanya terletak di Bandar Lampung. Sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan. Provinsi Lampung memiliki Pelabuhan utama bernama Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan di Telukbetung, Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung. Bandar udara utama adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari "Branti", 28 km dari ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi, dan tiga Bandar udara perintis yaitu : Bandar Udara Pekon Serai di Krui, Pesisir Barat, Bandar Udara Gatot Soebroto di Kabupaten Way Kanan dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra. Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103º 40' - 105º 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada antara : 6º 45' - 3º 45' Lintang Selatan.

66,95 66,42 IPM 2010 67 65,73 IPM 2011 66 64,87 65 64,2 IPM 2012 63,71 64 IPM 2013 63 IPM 2014 62 IPM 2015 Lampung

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.17 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung Pembangunan manusia sebagai tolak ukur penunjang kemajuan di suatu wilayah merupakan indikator utama dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan, hal demikian terjadi pada grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Lampung dengan ditandainya laju pembangunan manusia setiap tahun terus mengalami peningkatan mencapai rata – rata 1 poin setiap tahunnya. Hal demikian diakibatkan angka harapan hidup yang lebih tinggi mengingat fasilitas kesehatan yang semakin baik dan kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan yang mewajibkan sekolah sampai 9 tahun

27

serta pembangunan infrastruktur yang berpengaruh terhadap standar hidup layak menjadikan indeks pembangunan manusia di Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan, peningkatan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2012 – 2013 yang mencapai 1,33 poin.

70000 60000 50000 40000 30000 Tahun 2011 20000 10000 Tahun 2012 0 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.18 Grafik PDRB Provinsi Lampung (dalam miliar rupiah) Walaupun merupakan pintu gerbang bagi Pulau Sumatera dari Pulau Jawa, Provinsi Lampung masih mengandalkan sektor primer sebagai sektor utamanya. Sektor lainnya belum mampu berkembang dengan baik. Namun dalam tahun – tahun terakhir, sektor industri pengolahan menunjukan perkembangan yang cukup baik. Hal ini dikarenakan dibukanya beberapa lokasi perindustrian di Provinsi Lampung. Diharapkan kedepannya sektor ini akan terus berkembang seiring dengan dibukanya Kawasan Industri Maritim Tanggamus yang diprioritaskan secara nasional.

Produk domestik regional bruto Provinsi Lampung atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2011 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 5,60% setiap tahunnya. Sektor pertanian dan Kehutanan menjadi salah satu kontribusi terbesar untuk PDRB Provinsi Lampung dengan peningkatan rata – rata setiap tahunnya yang mencapai 3,91%. Selanjutnya sektor industri pengolahan yang

28

merupakan salah satu sektor baru di provinsi tersebut menempati urutan kedua dalam hal kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi Lampung dengan peningkatan nilai rata – rata setiap tahunnya mencapai 7,26% menjadikan sektor pengolahan industri sebagai sektor yang akan terus berkontribusi untuk daerah setempat.

1.1.10. Gambaran Umum Provinsi Bangka Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (disingkat Babel) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Mendanau dan Pulau Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan.

70 69,05 68,27 IPM 2010 69 67,92 IPM 2011 68 67,21 66,59 IPM 2012 67 66,02 IPM 2013 66 IPM 2014 65 IPM 2015 64 Babel

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.19 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bangka Belitung Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Bangka Belitung dalam kurun waktu 2010 – 2015 menunjukan tren positif dengan angka rata – rata pertumbuhan mencapai 0,90 poin. Dengan tingkat pembangunan manusia tertinggi pada provinsi tersebut mencapai 1,14 poin pada antara tahun 2014 – 2015. Hal demikian dipangaruhi oleh tingkat harapan hidup dengan semakin banyaknya fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur turut mempengaruhi dalam indeks pembangunan manusia sebagai contoh pembangunan perumahan dan perbaikan lingkungan hidup

29

terus dilakukan dengan harapan akan berdampak pada standar hidup layak pada daerah tersebut.

Provinsi Bangka Belitung merupakan provinsi yang memiliki potensi pada sub sektor perikanan, pertambangan terutama timah, dan pariwisata serta ekonomi kreatif. Akan tetapi, dengan adanya keterbatasan pada infrastruktur penunjang kegiatan dan belum meratanya kualitas sumber daya manusia, maka potensi sumber daya alam dan pariwisata yang ada belum dapat dikembangkan secara optimal.

12000 10000 8000 6000 4000 Tahun 2010 2000 Tahun 2011 0 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.20 Grafik PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (dalam miliar rupiah) Produk domestik regional bruto Provinsi Bangka Belitung atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2014 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 5,57%. Pada sektor pertambangan peningkatan produksi bergerak fluktuatif dengan ditandainya di tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0,64%. Selanjutnya industri pengolahan menunjukan tren baik setiap tahunnya dengan menyumbangkan kontribusi terhadap PDRB di Provinsi Bangka Belitung dengan rata – rata pertumbuhan setiap tahunnya 2,89%.

Provinsi Bangka Belitung menjadi satu – satunya provinsi dengan sektor yang memiliki sumbangan terbesar bagi PDRB adalah industri pengolahan.

30

Besarnya kontribusi sektor industri pengolahan ini dipengaruhi oleh keberadaan industri pengolahan timah dan Kawasan Industri Bangka. Kedepannya sektor konstruksi, transportasi dan perdagangan diharapkan mampu berkembang seiring dengan perkembangan sektor pariwisata di Provinsi Bangka Belitung.

1.1.11. Gambaran Umum Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Kepulaan Anambas. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 Kabupaten dan 2 Kota, 47 Kecamatan serta 274 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 30% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km2, di mana sekitar 96% – nya merupakan lautan dan hanya sekitar 4% merupakan wilayah darat. Letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan dan Selat Malaka) dengan potensi alam yang sangat potensial. Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan.

73,75 IPM 2010 73,4 74 73,02 72,36 IPM 2011 73 71,61 72 71,13 IPM 2012 71 IPM 2013 70 IPM 2014 69 IPM 2015 Kepri

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.21 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan angka Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Pulau Sumatera. Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Kepulauan Riau setiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan mencapai 0,73 poin dan tingkat pembangunan manusia mencapai nilai tertinggi pada tahun 2011 – 2012 dengan tingkat pembangunan mencapai 1 poin. Hal tersebut

31

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kondisi pembangunan infrastruktur yang tarus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing. Selanjutnya pembangunan manusia yang berkelanjutan akan berdampak pada kemajuan daerah tersebut sehingga menjadikan daerah tersebut sebagai daerah yang produktivitasnya sangat tinggi dan berdaya saing tinggi baik dalam skala domestik maupun internasional.

30000 25000 20000 15000 10000 Tahun 2010 5000 Tahun 2011 0 Tahun 2012 Tahun 2013

Sumber : Diolah dari BPS, 2015 Gambar 1.22 Grafik PDRB Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliar rupiah) Produk domestik regional bruto Provinsi Kepulauan Riau atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2013 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 6,54% setiap tahunnya. Sektor industri pengolahan menjadi penyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan rata – rata peningkatan setiap tahunnya mencapai 5,96%. Selanjutnya sektor perdagangan yang merupakan sektor andalan di Provinsi Riau menjadi kontribusi terbesar kedua dengan nilai rata – rata peningkatan setiap tahunnya mencapai 8,21%.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi yang memiliki jangkauan besar terhadap perdagangan internasional karena posisinya yang berbatasan langsung dengan negara Singapura karena berada pada jalur pelayaran

32

internasional. Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di provinsi ini disokong oleh kegiatan industri terutama di Kota Batam. Provinsi Kepulauan Riau memiliki sumber daya alam yang beragam baik hasil bumi maupun hasil tambang, kekayaan yang dimiliki ini harus dapat dikelola dengan baik, sehingga dapat menggerakkan sektor industri dan memacu pertumbuhan serta menggerakkan perekonomian daerah.

1.2. Kondisi Umum Infrastruktur di Pulau Sumatera

1.2.1. Sektor Sumber Daya Air Dengan predikatnya sebagai negara maritim, Indonesia menjadi negara dengan cadangan air terbesar ke-5 di dunia, yang memiliki cadangan air sebesar 3.906 Miliar m³/tahun. Di samping itu, Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik. Namun, dari potensi air sebesar 3.906 Miliar m³/ tahun tersebut, hanya 17% (691,3 Miliar m3/tahun) saja yang dapat dimanfaatkan, sedangkan 83% air lainnya tidak dapat dimanfaatkan. Selanjutnya, dari 691,3 Miliar m3/tahun yang dapat dimanfaatkan, hanya 25% yang berhasil termanfaatkan hingga saat ini, baik untuk domestik, perkotaan dan industri, serta irigasi.

Kewenangan pengelolaan sumber daya air berada pada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pengelolaan sumber daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Satu diantara infrastruktur Sumber Daya Air yang ada di Pulau Sumatera adalah waduk/bendungan. Hingga saat ini Indonesia memiliki 286 buah bendungan dengan volume tampungan sekitar 14.925,72 Miliar m3, dimana yang telah dimanfaatkan untuk PLTA sebesar 4.092,3 MW dan air baku dengan kapasitas 21.321 l/detik. Dari sekitar 286 bendungan tersebut, kapasitas tampungan air dan pemanfaatan airnya belum mencapai angka 10% dari total kebutuhan air irigasi teknis dan belum mencapai angka 7% dari seluruh potensi pembangkit listrik tenaga air. Sementara itu 8 diantaranya berada di Pulau Sumatera yaitu Way Jepara (Lampung), Siguragura (Sumut), Siruar, Tangga, Koto Panjang (Riau), Makonaning, Duriangkang (Kepulauan Riau), Way Rarem (Lampung). Kondisi saat ini dimana sebagian besar bendungan berada dalam kondisi kritis karena sedimentasi mengakibatkan daya tampung air waduk menjadi berkurang dan

33

tidak mampu menahan air banjir pada musim hujan. Selain itu kapasitas daya tampung waduk menjadi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan air baku baik untuk air minum, industri, maupun irigasi. Sementara itu beberapa waduk yang direncanakan akan dibangun di Pulau Sumatera hingga tahun 2019 adalah Bendungan Way Sekampung, Bendungan Segalamider dan Bendungan Sukaraja Tiga di Provinsi Lampung. Kemudian di Provinsi Sumatera Selatan akan dibangun Bendungan Tiga Dihaji di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Di Provinsi Riau akan dibangun Bendungan Rokan Kiri di Kabupaten Rokan Hulu. Provinsi Kepulauan Riau, akan dibangun Dam Estuari Sei Gong untuk memenuhi kebutuhan air di Kota Batam. Kemudian di Provinsi Sumatera Utara akan dibangun Bendungan Lausimeme di Kabupaten Deli Serdang untuk memenuhi kebutuhan air di Kawasan Metropolitan Mebidangro. Terakhir di Provinsi Aceh akan dibangun tiga bendungan yaitu Bendungan Paya Seunara di Kota Sabang, Bendungan Rukoh, Bendungan Rajui dan Bendungan Tiro di Kabupaten Pidie, Bendungan Keureuto di Kabupaten Aceh Utara. Seluruh bendungan tersebut diharapkan mampu menjamin ketersedian air untuk mendukung perwujudan Pulau Sumatera sebagai lumbung pangan nasional serta mendukung pengembangan industri di Pulau Sumatera.

Sumber : Dokumentasi Penulis Gambar 1.23 Sungai Way Sekampung yang akan dibendung

34

1.2.2. Sektor Bina Marga Infrastruktur transportasi berupa jalan dan jembatan merupakan objek vital dalam pembangunan suatu wilayah. Jalan dan jembatan menjadi sarana penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang memberikan akses dan kemudahan bagi mobilitas manusia, barang, dan jasa. Berdasarkan statusnya, jalan dibedakan menjadi Jalan Nasional (termasuk jalan tol), Jalan Provinsi, dan Jalan Daerah (kabupaten dan kota). Hingga akhir tahun 2013 Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah membangun jalan nasional sepanjang 38.569,82 km. Untuk meningkatkan mobilitas di daerah maka Pemerintah Daerah telah menyediakan jalan provinsi sepanjang 46.164,43 km dan jalan daerah (kabupaten/kota) sepanjang 376.102,17 km pada tahun 2013.

Sementara itu terdapat jalan nasional sepanjang 13.691,34 km di Pulau Sumatera. Kondisi jairngan jalan tersebut masih memerlukan banyak peningkatan, baik dari aspek kapasitas maupun kualitas. Jalan nasional terpanjang di Pulau Sumatera terdapat pada Provinsi Sumatera Utara, yaitu sepanjang 2.249,65 km, dengan kondisi kemantapan jalan 81,51% mantap. Kondisi tersebut merupakan kondisi paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Sementara itu, provinsi dengan tingkat kemantapan jalan paling tinggi adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang pada tahun 2013 memiliki jalan nasional sepanjang 509,59 km, dengan rincian sebesar 99,94% panjang jalan dalam kondisi mantap dan hanya 0,06% dalam kondisi tidak mantap. Oleh karena itu terdapat rencana pembangunan Jalan Nasional Non Tol yaitu : a. Pembangunan Jalan Ring road kecil Mandeh-Sungai Pinang; b. Pembangunan Jalan Sudirman pandan perawas; c. Pembangunan Jalan Manggopoh Batas Kota Pariaman; d. Pembangunan Jalan Kambang – Inderapura; e. Pembangunan Jalan Kuraitaji – Lubuk Alung.

35

Sumber : Dokumentasi Penulis Gambar 1.24 Rencana Pembangunan Jalan Ring Road Kecil Mandeh – Sungai Pinang Saat ini pembangunan ruas jalan di Pulau Sumatera difokuskan untuk pembangunan Jalan Bebas Hambatan (Jalan Tol). Pembangunan jalan tol ini dimaksudkan untuk meningkatkan konektivitas yang pada akhirnya akan mempu meningkatkan perekonomian di Pulau Sumatera dan mengejar ketertinggalan dengan Pulau Jawa. Terdapat 25 ruas tol sepanjang 2.865 km yang terdiri dari 2.048 km Koridor Bakauheni – Banda Aceh dan Feeder 792 km yaitu ruas Tebing Tinggi – Sibolga, Pekanbaru – Padang dan Palembang – Bengkulu. Kemudian terdapat 10 ruas tol sepanjang 820,6 km yang diprioritaskan pembangunannya hingga tahun 2019 yaitu: a. Terbanggi Besar – Bakauheni (150 km); b. Pematang Panggang – Terbanggi Besar (100 km); c. Kayu Agung – Pematang Panggang (85 km); d. Palembang – Indralaya (24,48 km); e. Betung – Palembang – Kayuagung (111,69 km); f. Palembang – Tanjung Api-api (76 km); g. Dumai – Kandis – Pekanbaru (135 km); h. Tebing Tinggi – Kisaran (60 km); i. Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi (61,7 km); j. Medan – Binjai (16,72 km).

36

Sumber : Dokumentasi Penulis Gambar 1.25 Konstruksi Tol Trans Sumatera Ruas Bakauheni – Terbanggi Besar di Kalianda

1.2.3. Sektor Cipta Karya Dalam RPJMN 2015 – 2019, target pembangunan infrastruktur permukiman atau cipta karya antara lain: (1) peningkatan akses air bersih/minum dan sanitasi; (2) pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat/PNPM perkotaan; dan (3) peningkatan penataan bangunan dan perencanaan lingkungan. Sesuai dengan target MDGs, diharapkan bahwa jumlah penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar menurun 50% dari angka pada tahun 2009. Dengan kata lain diharapkan pada tahun 2015 jumlah penduduk yang dapat mengakses air minum layak dan sanitasi menjadi sebesar 68,87%. Selanjutnya pada tahun- tahun berikutnya diharapkan terus meningkat, pada tahun 2020 sebesar 85%, dan tahun 2025 telah terfasilitasi seluruhnya yaitu 100%.

Secara nasional, akses penduduk terhadap air minum layak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dalam periode 2009-2013, dimana pada tahun 2013 telah mencapai 61,83%. Pencapaian tersebut dinilai baik karena hampir mendekati target MDGs tahun 2015 sebesar 68,87% atau masih terdapat gap sebesar 7,04%. Dengan rata-rata kenaikan sebesar 3,53% pertahun maka target MDG’s tersebut sangat mungkin tercapai ditahun 2015. Jika dilihat pada masing-masing provinsi berdasarkan data olahan BPS dari Kementerian Pekerjaan Umum, proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sumber air bersih. Provinsi Jambi memiliki angka tertinggi dalam proporsi jumlah rumah tangga dengan akses berkelanjutan air bersih yaitu

37

45%, sementara Provinsi Kepulauan Riau menjadi yang terendah di Indonesia yaitu dengan angka 17,80%. Masalah penyediaan air bersih di Provinsi Kepulauan Riau telah menjadi masalah yang terus menerus terjadi mengingat sumber air baku yang ada di provinsi ini juga sangat terbatas jumlahnya.

Sementara itu, jumlah PDAM dengan kondisi sehat di Pulau Sumatera masih menempati peringkat ketiga secara nasional dan menjadi pulau dengan jumlah PDAM sakit terbanyak. Jika ditinjau per wilayah, PDAM sehat terbanyak berada di Wilayah II (Pulau Jawa) sebanyak 86 PDAM, diikuti oleh Wilayah III (Pulau Kalimantan dan Sulawesi) sebanyak 44 PDAM, Wilayah IV (Papua, Maluku, dam Nusa Tenggara) sebanyak 25 PDAM, dan Wilayah I (Pulau Sumatera) sebanyak 21 PDAM. Sementara itu di Wilayah I dan III memiliki PDAM sakit terbanyak, yaitu berturut-turut 31 PDAM dan 23 PDAM.

Sumber : Dokumentasi Penulis Gambar 1.26 Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Agropolitan Tilatang Kamang Kab. Agam Tidak berbeda dengan infrastruktur air bersih, cakupan pelayanan sanitasi juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Cakupan pelayanan pada tahun 2009 masih 51,19%, kemudian meningkat menjadi 58,6% pada tahun 2013; perkotaan 74,38% dan perdesaan 43,12%. Jika dilihat per provinsi, di Pulau Sumatera, Bangka Belitung menempati posisi tertinggi dalam cakupan pelayanan sanitasi, yaitu mencapai 74,41% dan berada di atas rata – rata nasional. Sementara yang terendah terdapat di Provinsi Bengkulu yang termasuk dalam lima terbawah cakupan sanitasi dalam peringkat nasional dengan persentase cakupan hanya 42%.

38

1.2.4. Sektor Penyediaan Perumahan Tingginya angka backlog menurut perkiraan Kementerian PUPR mencapai angka 13,5 juta unit pada tahun 2015 membuat Pemerintah harus hadir dalam mengatasi permasalahan ini. Kebutuhan akan perumahan setiap tahun mencapai 8 ratus ribu unit per tahun, sedangkan kemampuan pemerintah dan pengembang hanya pada angka 400 ribu unit per tahun. Bila kondisi ini tidak mengalami perubahan, maka backlog perumahan nasional akan semakin tinggi, belum ditambah dengan angka pertumbuhan penduduk rata – rata di indonesia yang mencapai 1,49% tiap tahunnya. Target utama Kementerian PUPR hingga tahun 2019 adalah menurunkan angka backlog dari 13,5 juta unit menjadi 6,8 juta unit. Kemudian menurunkan angka Rumah Tidak layak Huni (RTLH) dari 3,4 juta unit menjadi 1,9 juta unit. Terdapat beberapa kendala dalam menyediakan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai berikut : a. Ketimpangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand); b. Keterbatasan kapasita spengembang (developer) yang belum didukung oleh regulasi yang bersifat insentif; c. Rendahnya keterjangkauan (affordability) MBR ,baik membangun atau membeli rumah salah satu penyebab masih banyaknya MBR belum tinggal di rumah layak huni (Potensi perumahan dan permukiman kumuh); d. Pembangunan perumahan, khususnya di area perkotaan (urban area) terkendala dengan proses pengadaan lahan; e. Peran pemerintah pusat dan daerah sebagai enabler masih lemah. Untuk mengatasi backlog yang terjadi, maka Pemerintah mencanangkan program di bawah ini : a. Pelaksanaan pilot project pendayagunaan tanah wakaf dalam pembangunan perumahan rumah susun sewa/milik secara masif di perkotaan; b. Reformasi kebijakan nasional percepatan pembangunan perumahan rakyat; c. Integrasi tabungan perumahan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); d. Pembentukan sistem informasi perumahan; e. Industrialisasi perumahan yang tanggap kondisi dan kebutuhan lokal; f. Pembangunan perumahan sebagai bagian dalam penanganan permukiman kumuh.

39

Sumber : Dokumentasi Penulis Gambar 1.27 Pembangunan Rumah Khusus di Provinsi Sumatera Barat Masalah yang ada di sektor penyediaan perumahan, bukan hanya terletak pada usaha untuk mengurangi backlog namun juga mencegah dan mengurangi permukiman kumuh. Mengurangi permukiman kumuh dapat dilakukan dengan penanganan rumah tidak layak huni (RTLH) khususnya di kawasan perkotaan. Secara keseluruhan, luas permukiman kumuh adalah sebesar 38.431 ha. Sementara di Pulau Sumatera terdapat 8815,15 ha kawasan kumuh yang menampung 1.310.393 rumah tangga. Luas permukiman kumuh tersebut yang mencapai hampir seperempat jumlah permukiman kumuh nasional menunjukan bahwa masalah ini tidak dapat dikesampingkan.

Sumber : Bappenas (2015) Gambar 1.28 Luas Kawasan Kumuh Perkotaan

40

Provinsi Riau menempati posisi tertinggi dari luas permukiman kumuh dengan 1095,68 ha, sementara yang terendah adalah Bengkulu dengan luas hanya 425,46 ha. Sementara jumlah rumah tangga yang tinggal di RTLH terbanyak ada di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 358.980 rumah tangga, dan yang terendah ada di Provinsi Bangka Belitung yaitu 14.200 rumah tangga. Dengan demikian maka penanganan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni harus berjalan berdampingan. Selain itu harus dibarengi dengan pemenuhan kebutuhan perumahan untuk mencegah munculnya permukiman kumuh baru. Dalam menangani rumah tidak layak huni, langkah – langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan seluruh proses penanganan perumahan dan permukiman kumuh; b. Pemerintah pusat berperan sebagai pendamping dengan menciptakan kondisi yang kondusif melalui berbagai program dan kebijakan. c. Penanganan perumahan dan permukiman kumuh harus terintegrasi dengan sistem kota; d. Menyelesaikan berbagai permasalahan kumuh dari berbagai sektor, baik fisik maupun non fisik melalui kolaborasi antar sektor dan antar pelaku dalam perencanaan yang terpadu; e. Pendekatan partisipatif untuk keberhasilan program dan kesinambungan hasil; f. Menjamin keamanan bermukim yang berarti program yang dijalankan harus mampu menjamin keamanan, keselamatan, dan kesehatan bermukim (ada kepastian hukum, tidak ada bahaya, bebas bencana dan bebas penyakit).

1.3. Kebijakan Pembangunan Pulau Sumatera Kebijakan pembangunan selain menjadi panduan dalam pelaksanaan pembangunan, juga menjadi dasar dalam penentuan kebijakan di bawahnya. Oleh karena itu kebijakan yang disusun juga harus terintegrasi antar satu kebijakan dengan kebijakan lainnya. Bagian ini akan menjelaskan keterpaduan kebijakan yang nantinya akan dituangkan menjadi program jangka pendek 2018 – 2020.

1.3.1. Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia memiliki rencana pembangunan jangka panjang yang dinamakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang didukung oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana - rencana ini akan menjadi panduan utama dalam

41

melaksanakan pembangunan nasional. Visi dari pembangunan nasional yang harus dicapai adalah “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR” Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut: 1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila; 2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; 3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan; 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; 8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Saat ini RPJPN sudah mencapai tahapan RPJMN ketiga (2015 – 2019). Prioritas tahap ketiga yaitu untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Daya saing perekonomian Indonesia semakin kuat dan

42

kompetitif dengan semakin terpadunya industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan; terpenuhinya ketersediaan infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia usaha, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan dan penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa prioritas pembangunannya adalah meningkatkan potensi yang dimilikis sehingga juga memiliki daya saing dengan negara lain.

1.3.2. Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Berdasarkan RPJPN 2005 – 2025, saat ini sedang berlangsung rencana pembangunan jangka menengah tahap ke 3, yaitu dari tahun 2015 – 2019. Rencana pembangunan jangka menengah yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 yang didasarkan pada visi dan misi Presiden Joko Widodo yang disebut Nawacita. Dalam pembangunan infrastruktur yang dijalankan, kebijakan pemerintah untuk pembangunan jangka menengah saat ini adalah membangun Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam keranga Negara Kesatuan. Kebijakan tersebut akan diaplikasikan melalui peletakan dasar – dasar desentralisasi asimetris. Peletakan dasar – dasar desentralisasi asimetris ini dilaksanakan dalam beberapa hal yaitu :

1. Pengembangan kawasan perbatasan; 2. Pengembangan daerah tertinggal; 3. Pembangunan Perdesaan; 4. Penguatan tata kelola pemerintah daerah; 5. Penataan daerah otonom baru untuk kesejahteraan rakyat. Sementara itu untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing diantaranya adalah dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan. Keseimbangan pembangunan ini sangat erat kaitannya dengan pengembangan kawasan pinggiran yang juga menjadi prioritas utama dalam RPJPN. Dengan demikian terlihat keselarasan, bahwa aspek utama yang harus dibangun adalah pemerataan yang berkeadilan dengan mulai menerapkan desentralisasi asimetris dan membangun Indonesia dari pinggiran.

43

Dalam konteks pengembangan wilayah mengingat sangat luasnya wilayah nasional Indonesia, maka untuk memudahkan pengelolaannya, pengembangan wilayah dibagi menurut wilayah Pulau/Kepulauan yang dikelompokkan ke dalam beberapa tipe wilayah pengembangan yang diistilahkan “Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)” yang di dalamnya melingkupi kawasan perkotaan, kawasan industri, dan kawasan maritim berdasarkan pada tema atau potensi per pulau. Untuk pulau Sumatera adalah:

“Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan energi nasional, diarahkan untuk pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, serta industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin.”

Berdasarkan RPJMN tersebut, maka tema besar pengembangan wilayah Pulau Sumatera adalah: a. Salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional; b. Lumbung energi nasional termasuk pengembangan energi terbarukan biomas; c. Pengembangan hilirisasi komoditas batu bara; d. Industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin; e. Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan, pariwisata bahari, industri perkebunan, dan industri pertambangan. 1.3.3. Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian dan Lembaga Dalam proses penyusunan program jangka pendek, diperlukan keterpaduan lintas kementerian dan lembaga. Kebijakan terkait keterpaduan pengembangan lintas K/L telah menjadi fokus dalam pelaksanaan pembangunan nasional saat ini. Oleh karena itu disusunlah Masterplan dan Development Plan untuk menciptakan keterpaduan di seluruh sektor. Kebijakan pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Sumatera diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis produksi dan pengolahan hasil bumi serta menjadi lumbung energi nasional. Persebaran kawasan strategis berada di beberapa

44 provinsi, meliputi: Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri Sei Mangkei, Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api, Kawasan Industri Langsa, rencana pengembangan Kawasan Industri Kuala Tanjung di Provinsi Sumatera Utara, Kawasan Industri Tanggamus di Provinsi Lampung, pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang, serta pengembangan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya di Provinsi Aceh. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Pulau Sumatera Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis erat kaitanya dengan memberdayakan masyarakat berbasis potensi ekonomi wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan yang dilakukan melalui: a. Menyiapkan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api sebagai sentra pengolahan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet menjadi produk bernilai tambah tinggi, serta pusat logistik; b. Mengembangkan industri-industri pengolahan kelapa sawit, karet, serta perikanan dan sumberdaya laut menjadi produk bernilai tambah tinggi berorientasi ekspor; c. Meningkatkan produktivitas komoditas unggulan kelapa sawit dan karet baik di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun di sekitar wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (kebun rakyat); d. Mengembangkan industri manufaktur unggulan kawasan berorientasi ekspor di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, serta industri pariwisata di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dengan memanfaatkan fasilitas perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; serta e. Menyiapkan sarana dan prasarana perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya meliputi: a. Pengembangan dan pembangunan pelabuhan Pelabuhan Tanjung Api-Api sebagai Pelabuhan Internasional, dan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai Hub Internasional; b. Pengembangan dan pembangunan terminal peti kemas di Tanjung Api-Api, Belawan, terminal peti kemas di Kuala Tanjung;

45

c. Pengembangan dan pembangunan pelabuhan Batu Ampar dan Pelabuhan Tanjung Sauh di Batam; d. Pembangunan jalur kereta api ruas Bandar Tinggi-Kuala Tanjung, ruas Tanjung Enim-Tanjung Api-Api, ruas Spoor Simpang (Gunung Bayu)-Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei; e. Pengembangan Pelabuhan Malahayati; f. Peningkatan Bandara Sultan Iskandar Muda; g. Peningkatan kapasitas jalan ruas Palembang-Tanjung Api-Api, Simpang Inalum-Kuala Tanjung; ruas Ujung Kubu-Kuala Tanjung, ruas Simpang Sei Balai-Ujung Kubu, ruas Tanjung Kubah-Kuala Indah, ruas Simpang Mayang-Sei Mangkei-Simpang Pasar Baru- Boluk, ruas Simpang Pasar Baru-Pasar Baru-Dusun Pengkolan- Tinjoan-Sei Mejangkar, ruas Bts Simalungun-Silimbat-Bts Taput, ruas Tanjung Morawa-Saribudolok-Tongging; h. Pembangunaan akses jalan ruas kawasan industri menuju pusat- pusat distribusi logistik (pelabuhan) dan menuju pusat-pusat kegiatan terdekat; i. Pembangunan jalan tol Batu Ampar-Muka Kuning-Hang Nadim; j. Pembangunan ruas jalan jalan penghubung kawasan-kawasan strategis; k. Pengembangan jaringan jalur kereta api di pesisir timur; l. Pembangunan dan peningkatan bendung dan jaringan irigasi; m. Pembangunan Bendungan Lausimeme; serta n. Pembangunan PLTU di Sumatera Selatan dengan kapasitas 300 MW.

c. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014, arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Sumatera adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa dan kawasan perdesaan diarahkan pula untuk membangun keterkaitan ekonomi local antara perkotaan dan perdesaan melalui integrasi kawasan perdesaan pada 8 kawasan pertumbuhan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan termasuk di

46

kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah Sumatera akan dilakukan: 1. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa termasuk permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografisnya; 2. Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi; 3. Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi; 4. Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi; 6. Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota. d. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Sumatera Peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Sumatera diarahkan dengan memperkuat 8 pusat pertumbuhan, yaitu Kawasan Peureulak dan sekitarnya (Provinsi Aceh), Sidikalang dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara), Tapan dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Barat), Batik Nau dan sekitarnya (Provinsi Bengkulu), Baturaja dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Selatan), Mesuji dan sekitarnya (Provinsi Lampung), Tanjung Siapi-api dan sekitarnya (Provinsi Sumatera Selatan), serta Toboali dan sekitarnya (Provinsi Bangka Belitung). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Kebijakan untuk meningkatkan keterkaitan desa-kota diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan perdesaan menjadi pusat pertumbuhan baru terutama di desa-desa mandiri. Adapun prioritas strategi yang dilaksanakan sebagai berikut: 1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa; 2. Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desa-kota melalui pengembangan kluster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi; 3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota. e. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan mendorong

47

masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan akan aktif dalam membantu pembangunan, upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik dan pengembangan perekonomian masyarakat yang berbasis energi dan hasil bumi yang didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah pinggiran, seperti daerah tertinggal dan kawasan perbatasan ke pusat pertumbuhan. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi: (i) Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar; (ii) Pengembangan Ekonomi Lokal; (iii) Penguatan Konektivitas dan Sislognas; (iv) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK; (v) Penguatan Regulasi dan Insentif; (vi) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan. Berikut adalah peta sebaran daerah tertinggal di wilayah Pulau Sumatera tahun 2015 – 2017. f. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Sumatera difokuskan untuk meningkatkan peran sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara Malaysia, Singapura, Thailand, India, Vietnam. Fokus Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Sumatera diarahkan pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di Wilayah Sumatera, yaitu PKSN Sabang, PKSN Ranai, PKSN Batam, PKSN Dumai, PKSN Lhokseumawe, PKSN Medan, PKSN Terempa, dan PKSN Bengkalis serta mempercepat pembangunan di Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) tahun 2015-2019. Strategi pengembangan kawasan perbatasan diarahkan untuk mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan pengelolaan sumber daya darat dan laut untuk menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat. Strategi tersebut meliputi: (i) Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan kawasan perbatasan Sumatera; (ii) Pengembangan Ekonomi Lokal; (iii) Penguatan Konektivitas dan Sislognas; (iv) Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek; (v) Penguatan Regulasi dan Insentif. 1.3.4. Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian PUPR yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri PUPR nomor 13.1/PRT/M/2015, pembangunan infrastruktur ke depan perlu diarahkan tidak hanya dititik beratkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah (engine of growth), namun perlu lebih bersinergi dengan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan. Hal ini mengingat pembangunan infrastruktur merupakan pemicu (trigger)

48 terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru (new emerging growth center) yang menjadi cikal bakal lahirnya kota-kota baru/ pusat permukiman baru yang dapat menjadi penyeimbang pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Selain itu pembangunan infrastruktur disamping diarahkan untuk mendukung pengurangan disparitas antar wilayah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan), juga untuk pengurangan urbanisasi dan urban sprawl, peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar, serta peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional.

Oleh karena itu pembangunan infrastruktur perlu berlandaskan pada pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor yang bertitik tolak dari sebuah rencana yang sinergi dan mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah. Dengan kata lain pembangunan wilayah perlu didukung kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan melibatkan pihak swasta, mengingat pada kenyataanya kawasan yang sudah berkembang akan lebih menarik banyak investor daripada kawasan yang belum berkembang.

Tahun 2015 merupakan awal tahun perencanaan jangka menengah, awal dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2015-2019 maupun dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Oleh karena itu sebagai langkah awal menetapkan kebijakan, diperlukan identifikasi terhadap isu – isu strategis yang akan diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur 2015 – 2019. Secara lebih rinci, penjabaran isu-isu strategis terkait dengan pembangunan infrastruktur adalah sebagai berikut: a. Disparitas antar wilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI); b. Urbanisasi yang tinggi (meningkat 6 kali dalam 4 dekade) diikuti persoalan perkotaan seperti urban sprawl dan penurunan kualitas lingkungan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan kawasan perdesaan sebagai hinterlan belum maksimal dalam memasok produk primer; c. Belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di darat dan laut, serta pengembangan kota maritim/pantai;

49

d. Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan pangan dan kemandirian energi; e. Pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang; f. Belum terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan penyeberangan maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR; g. Sinergi pembangunan infrastruktur belum optimal terkait dengan batasan kewenangan pusat dan daerah. Seluruh pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut harus melalui pendekatan yang holistik-tematik, integratif dan spasial. Dengan demikian, dalam mengarahkan pembangunan infrastruktur PUPR di Pulau Sumatera dalam kurun waktu 2015 – 2019, maka masing – masing unit organisasi dalam lingkup Kementerian PUPR memiliki kebijakan pengembangan wilayah yang akan mendukung terwujudnya target dalam Rencana Strategis. Kebijakan Pengembangan Wilayah tersebut kemudian akan disebut sebagai WPS (Wilayah Pengembangan Strategis). Pengembangan WPS tersebut berazaskan pada efisiensi yang berbasis daya dukung, daya tampung dan fungsi lingkungan fisik terbangun, manfaat dalam skala ekonomi (economic of scale) serta sinergitas dalam menyediakan infrastruktur transportasi untuk konektivitas dalam lingkup nasional maupun internasional, mengurangi kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi terbarukan untuk tenaga listrik, pemenuhan kebutuhan layanan dasar permukiman yang layak bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, serta meningkatan keandalan dan keberlanjutan layanan sumber daya air baik untuk pemenuhan air minum, sanitasi, dan irigasi guna menunjang ketahanan air dan pangan dengan mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) pada setiap WPS.

50

Gambar 1.29 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis Konsepsi pengembangan WPS diilustrasikan yaitu pembangunan infrastruktur wilayah PUPR pada setiap WPS diarahkan untuk mempercepat pembangunan fisik di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kawasan sesuai dengan klusternya, terutama WPS di luar Jawa (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur dalam kawasan, antar kawasan maupun antar WPS. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral, regional dan makro ekonomi. Setiap WPS akan dikembangkan dengan mempertimbangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, industri manufaktur, industri pangan, industri maritim, dan atau pariwisata.

51

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan dari wilayah pengembangan strategis tersebut, akan diukur aspek-aspek yang terkait dintaranya: pengurangan gap pertumbuhan antara kawasan yang sudah berkembang dengan yang belum berkembang, tingkat keterpaduan perencanaan pemrograman dengan pelaksanaan (deviasi), tingkat sinkronisasi program (waktu, fungsi,lokasi, besaran), disparitas kebutuhan dengan pemrograman, tingkat pemberian bimbingan teknis kepada pemerintah daerah.

Konsep WPS bukanlah suatu konsep yang berjalan sendirian, namun juga membutuhkan dukungan dari seluruh pihak khususnya unit organisasi di lingkungan Kementerian PUPR. Oleh karena itu, di bawah ini adalah strategi kebijakan sebagai wujud dukungan kepada WPS dari masing – masing bidang PUPR untuk Pembangunan Infrastruktur di Pulau Sumatera :

a. Pengelolaan Sumber Daya Air Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air adalah agenda mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk mewujudkan hal tersebut, bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah melalui pengelolaan sumber daya air yang terpadu untuk mewujudkan Ketahanan Air, Kedaulatan Pangan, dan Ketahanan Energi, yang akan diwujudkan melalui sasaran strategis: (1). Meningkatnya dukungan ketahanan air (2). Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi, dengan sasaran program: (a). Meningkatnya layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku, (b). Meningkatnya kapasitas tampung sumber-sumber air, (c). Meningkatnya kinerja layanan irigasi, (d). Meningkatnya kapasitas pengendalian daya rusak air, (e). Meningkatnya upaya konservasi SDA, (f). Meningkatnya potensi energi dna sumber-sumber air. b. Penyelenggaraan Jaringan Jalan Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dicapai salah satunya dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan. Selain itu untuk mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional mendukung sislognas dan konektivitas nasional serta membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus, Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor ekonomi. Sasaran kebijakan yang ditetapkan adalah (a) Menurunnya waktu tempuh pada koridor utama dari 2,7 Jam per 100 km menjadi 2,2 Jam per km; (b) Meningkatnya pelayanan jalan nasional

52

dari 101 Milyar Kendaraan km menjadi 133 Milyar Kendaraan km; dan (c) Meningkatnya fasilitasi terhadap kemantapan jalan daerah untuk mendukung kawasan dari 0% menjadi 100%. c. Peningkatan Kualitas Permukiman Peningkatan kualitas permukiman dilakukan dengan mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk semua’. Dengan sasaran program yaitu: (1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; (2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak (pengurangan permukiman kumuh); (3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat. d. Pengurangan Backlog Perumahan dan Rumah Tidak layak Huni Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan perumahan adalah Agenda No. 5 Nawacita yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Agenda prioritas pembangunan nasional tersebut akan diwujudkan melalui: 1) Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan; 2) Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan, dengan sasaran program menurunnya kekurangan tempat tinggal (backlog) dan menurunnya rumah tidak layak huni. Penyediaan perumahan diharapkan dapat memperluas akses terhadap tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi (1) Pengendalian Perumahan Komersial, (2) Penguatan Perumahan Umum, (3) Pemberdayaan Perumahan Swadaya, (4) Fasilitas Perumahan Khusus, dan (5) Pengelola Rumah Negara.

1.4. Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera Kawasan perbatasan negara di Pulau Sumatera seluruhnya terletak di laut. Kegiatan lintas batas melalui laut lebih intensif terjadi di Provinsi Riau, hal ini dapat diperhatikan dari jumlah pelabuhan laut yang dapat memfasilitasi lintas batas terutama dalam mendukung kerjasama regional IMS – GT dan IMT – GT yang meliputi pelabuhan sebagai berikut:  Pelabuhan Malahayati – Banda Aceh dan Pelabuhan Lhokseumawe di Provinsi Aceh;  Pelabuhan Tanjung Balai Asahan/Kuala Tanjung – Kisaran dan Pelabuhan Belawan – Medan di Provinsi Sumatera Utara;

53

 Pelabuhan Sekupang – Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Pelabuhan Tanjung Pinang, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Selat Kijang – Kijang, Pelabuhan Nongsa, Pelabuhan Telaga Pungkur, Pelabuhan Bandar Banten Telani, Pelabuhan Bandar Seri Udana;  Pelabuhan Teluk Bayur di Provinsi Sumatera Barat;  Pelabuhan Palembang di Provinsi Sumatera Selatan;  Pelabuhan Panjang di Provinsi Lampung;  Pelabuhan Jambi di Provinsi Jambi; dan  Pelabuhan Pulau Baai di Provinsi Bengkulu. Sedangkan bandar udara yang dapat memberikan pelayanan lintas batas negara di Pulau Sumatera meliputi bandar udara:

 Sultan Iskandar Muda – Banda Aceh di Provinsi Aceh;  Polonia – Medan dan Binaka – di Provinsi Sumatera Utara;  Hang Nadim – Pekanbaru dan Simpang Tiga – di Provinsi Riau;  Tabing – Padang di Provinsi Sumatera Barat; dan  Sultan Machmud Badaruddin II – Palembang di Provinsi Sumatera Selatan; Beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pembangunan provinsi di Pulau Sumatera antara lain adalah:

a. SUMBER DAYA MANUSIA, yang ditunjukkan antara lain oleh rendahnya jumlah dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang panjang, yang berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal; selain itu banyaknya TKI yang bekerja di negara tetangga sebagai pekerja kasar seperti buruh perkebunan, bangunan, dan pembantu rumah tangga, juga turut menurunkan harkat bangsa; b. SUMBER DAYA BUATAN (PRASARANA), yang tingkat pelayanannya masih sangat terbatas, seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pasar, sehingga penduduk daerah perbatasan masih cenderung untuk berorientasi kepada negara tetangga yang tingkat aksesibilitas fisik dan informasinya relatif lebih tinggi; c. PENATAAN RUANG DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM, yang ditunjukkan antara lain oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang (lahan) baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan yang berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat. d. PENEGASAN STATUS DAERAH PERBATASAN, yang berupa penetapan wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, persetujuan lintas batas kedua negara (terutama berkaitan dengan larangan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan penyangga sepanjang garis perbatasan);

54

e. KETERBATASAN SUMBER PENDANAAN, dimana pembangunan daerah perbatasan kurang diberikan prioritas dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga semakin memperlebar tingkat kesenjangan antardaerah; f. TERBATASNYA KELEMBAGAAN DAN APARAT yang ditugaskan di daerah perbatasan, dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai. Tantangan pengembangan kawasan perbatasan antara lain yang mencakup delapan aspek sebagai berikut:

a. ASPEK GEOGRAFIS, yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu (airstrip), dan sarana komunikasi serta sarana perhubungan lainnya yang memadai untuk keperluan pembangunan daerah perbatasan antar negara; b. ASPEK DEMOGRAFIS, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan sistem hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan permukiman kembali (resettlement) penduduk setempat; c. ASPEK SUMBER DAYA ALAM, yang meliputi survei dan pemetaan sumber daya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya; d. ASPEK POLITIK, yang meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintahan yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat; e. ASPEK EKONOMI, yang meliputi pembangunan kesatuan wilayah ekonomi yang dapat sinkron dengan kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya; f. ASPEK SOSIAL BUDAYA, yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai sosial budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing; g. ASPEK HANKAM, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan sabuk pengamanan (security belt), dan pembentukan kekuatan pembinaan teritorial yang memadai. Dalam membangun pulau Sumatera juga tidak terlepas dari tantangan dan hambatan berikut ini hal-hal yang menjadi masalah dalam pembangunan di pulau Sumatera yang berkaitan dengan tantangan alam. Pada bagian pantai barat Sumatera rawan terhadap bencana Tsunami dan gempa bumi tektonik, sudah tercatat gempa dan tsunami besar di Aceh pada tahun 2004 dan gempa besar di Padang pada tahun 2009. Pada bagian tengah pulau Sumatera berjajar pegunungan Bukit Barisan mulai dari provinsi Aceh hingga provinsi Lampung, terdapat beberapa gunung api aktif diantaranya Gunung Leuser, Gunung Sibayak, Gunung Sinabung, Gunung Merapi, Gunung Kerinci dan Gunung Dempo yang semuanya berpotensi menimbulkan bencana gunung meletus, gempa vulkanik dan tanah longsor. Selain itu bencana banjir bandang yang sering terjadi akibat rusaknya hutan yang ada pada kawasan tersebut. Dibagian timur pulau Sumatera khususnya di provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan pada kawasan ini sangat didominasi rawa-

55 rawa dan gambut. Pada kawasan ini kendala dalam penyediaan air bersih karena kondisi air baku yang payau, asin dan air gambut.

56 BAB II

MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PUPR

BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN

DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR

Pada bab II ini akan dijelaskan definisi umum dari perencanaan dan pemrograman serta proses yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) cq Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dalam mewujudkan keterpaduan pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR. Secara khusus, bab ini juga menjelaskan (1) bagaimana pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan, dan evaluasi dalam pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR, (2) bagaimana pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, dan (3) bagaimana pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR.

2.1. Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman Perencanaan dan pemrograman adalah 2 (dua) istilah yang umum digunakan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Secara semantik, istilah perencanaan memiliki beberapa pengertian. Pertama, perencanaan adalah suatu proses untuk membentuk masa depan, menentukan urutan, dengan memperhitungkan ketersediaan sumber daya. Kedua, perencanaan dipahami sebagai proses pengambilan keputusan terhadap sejumlah kegiatan untuk menentukan masa depan, dengan memperhitungkan kapan, bagaimana, dan siapa yang akan melakukan (Rasyidi et al. 2016).

Sama halnya dengan perencanaan, kata pemrograman juga memiliki beberapa penafsiran. Penafsiran pertama, pemrograman adalah suatu proses pengelolaan instrumen kebijakan, yang terdiri dari satu atau lebih kegiatan, dilakukan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan yang melibatkan pengalokasian anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Kedua, pemrograman dipahami sebagai rangkaian pengelolaan kegiatan yang saling berkaitan, terpadu, dan

57

menyeluruh/komprehensif untuk mencapai tujuan dan sasaran perencanaan yang ditentukan, yang dirinci berdasarkan waktu, besaran biaya, besaran volume, kewenangan, pelaku (actor), serta kriteria kesiapan (readiness criteria) (Rasyidi et al. 2016).

2.2. Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR Pada tataran operasional, perencanaan maupun pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR cq BPIW senantiasa mengacu pada berbagai produk hukum yang berlaku. Produk hukum dimaksud mulai dari yang tertinggi, yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, hingga yang terendah seperti tingkat III (desa). Meski jarang terjadi, ketika ada pertentangan substansi diantara produk hukum tersebut, “lex superiori derogat legi inferiori” menjadi asas hukum yang digunakan BPIW dalam menterpadukan perencanaan maupun mensinkronkan program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR. Sebuah asas dimana produk hukum yang secara hirarkis lebih tinggi menegasi produk hukum yang lebih rendah.

Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) (Pemerintah Republik Indonesia 2004) secara garis besar mengatur penyelenggaraan perencanaan makro pada setiap fungsi pemerintahan, di setiap bidang kehidupan, yang dilakukan secara terpadu dalam lingkup wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang SPPN dijabarkan menjadi (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan.

Produk hukum yang menjadi acuan berikutnya adalah UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. RPJPN secara sederhana dipahami sebagai dokumen perencanaan dengan masa berlaku 20 (dua puluh) tahun. Untuk periode perencanaan RPJPN saat ini adalah dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Secara garis besar, substansi RPJPN menjabarkan berbagai tujuan/target dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, melalui rumusan visi, misi serta arah pembangunan nasional. RPJPN sebagai produk perencanaan nasional juga dijadikan acuan dalam penyusunan RPJP Daerah.

Pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah kemudian berupaya menjalankan amanat pembangunan yang dikenal dengan sebutan Nawa Cita, atau 9 (sembilan) agenda prioritas, yang kemudian dijabarkan secara lebih detail dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015-2019, perpres ini merupakan tahap ketiga dari

58 pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Perpres ini menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun rencana strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Di tingkat kementerian/lembaga, dalam hal ini Kementerian PUPR, ditetapkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019. Permen ini mendetailkan apa yang dijabarkan dalam RPJMN 2015-2019, berisi tentang arah kebijakan serta strategi pembangunan infrastruktur PUPR untuk periode perencanaan 2015-2019. Pada permen PUPR ini, Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) diperkenalkan sebagai salah satu strategi Kementerian PUPR untuk menterpadukan pengembangan wilayah dengan pembangunan infrastruktur PUPR.

Selain mengacu pada berbagai produk hukum, BPIW juga mengacu pada berbagai produk perencanaan, baik yang terdokumentasi secara legal maupun yang berupa naskah akademis. Diantara produk perencanaan tersebut adalah dokumen Rencana Induk Pengembangan Pulau / RIPP, Rencana Utama (Masterplan/MP), dan Rencana Pengembangan (Development Plan/DP). Adapun penjelasan masing-masing produk perencanaan adalah sebagai berikut.

1. RIPP adalah produk perencanaan yang merupakan rencana pembangunan Infrastruktur dengan masa perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Substansi RIPP secara umum berisikan keterpaduan rencana pembangunan infrastruktur PUPR dengan lokus spasial pulau/kepulauan, dengan pertimbangan- pertimbangan seperti ketersediaan sumber daya, kearifan lokal, dan potensi wilayah setempat. Dokumen ini dirancang sebagai panduan perencanaan jangka panjang infrastruktur pulau/kepulauan di lingkungan Kementerian PUPR (Rasyidi et al. 2016). 2. Masterplan (MP) Pembangunan Infrastruktur, secara umum dipahami sebagai produk perencanaan yang berfungsi sebagai komplementer atau pelengkap produk perencanaan telah berlaku, dengan durasi waktu perencanaan sepanjang 10 (sepuluh) tahun. Substansi kedua jenis produk perencanaan ini berisikan keterpaduan rencana pembangunan infrastruktur PUPR dengan non infrastruktur PUPR dengan basis spasial WPS. Masterplan Pembangunan Infrastruktur ditetapkan oleh Menteri PUPR (Rasyidi et al. 2016). 3. Development Plan (DP) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) adalah rencana pengembangan yang terdiri atas berbagai program pembangunan infrastruktur PUPR yang berbasis pendekatan WPS, rencana pengembangan juga dapat diartikan sebagai program pembangunan infrastruktur dalam rentang waktu 5 (lima) tahun (Rasyidi et al. 2016).

59

Antara produk hukum serta produk perencanaan dan pemrograman sebagaimana penjelasan di atas, dirancang untuk memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, dengan demikian amanat pembangunan atau agenda prioritas nasional yang telah dicanangkan oleh presiden dan wakil presiden terpilih dapat berjalan dengan semestinya.

2.3. Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR Sebelum beranjak pada pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan, dan evaluasi pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR, ada baiknya para pembaca terlebih dahulu mengenal dan memahami apa dan bagaimana struktur badan yang bekerja dalam lingkup perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR di lingkungan Kementerian PUPR.

Gambar 1.30 Struktur Lembaga Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah BPIW adalah sebuah unit organisasi (unor) di lingkungan Kementerian PUPR. Sesuai khittahnya, BPIW dibentuk untuk menterpadukan rencana serta mensinkronkan program pembangunan infrastruktur PUPR dalam upaya mendukung perwujudan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, penguatan konektivitas nasional, permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, penyediaan jasa konstruksi dan sistem investasi infrastruktur yang memadai, fasilitasi penyediaan rumah, pengusahaan penyediaan pembiayaan, membina sumber daya manusia konstruksi dan aparatur di lingkungan Kementerian PUPR. Berbagai tujuan pembangunan nasional tersebut tersurat secara gamblang dalam Undang-Undang

60

No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden No. 165 tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, dan Keputusan Presiden No. 121/P tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2015-2019

Secara hierarki, unor yang dipimpin oleh Kepala Badan ini berkedudukan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri PUPR. Adapun tugas dan fungsi dari badan ini, sebagaimana diatur dalam Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PUPR, diamanatkan untuk menyusun berbagai kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Dalam menjalankan amanat tersebut, BPIW didukung dengan beberapa fungsi yakni (a) penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, (b) penyusunan strategi keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, (c) pelaksanaan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, (d) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan keterpaduan rencana dan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, serta (e) pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan oleh Menteri. Mengimplementasi berbagai tugas dan fungsi tersebut, BPIW didukung oleh 5 unit organisasi eselon 2 (dua), yakni 1 sekretariat dan 4 Pusat (Kementerian PUPR 2015). Secara rinci, unit organisasi dimaksud terdiri dari (1) Sekretariat Badan, (2) Pusat Perencanaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, (3) Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR, (4) Pusat Kawasan Pengembangan Kawasan Strategis, dan (5) Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan. Ilustrasi terkait struktur kelembagaan BPIW dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Adapun informasi mengenai tugas dari masing-masing unor eselon 2 (dua) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Sekretariat Badan, yang umumnya dikenal dengan sebutan Setba, bertugas dalam pemberian dukungan pengelolaan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPIW. Kedua, Pusat Perencanaan Infrastruktur PUPR, yang umum diketahui dengan sebutan Pusat 1 (satu), bertugas dalam menyusun kebijakan teknis, strategi, rencana strategis, analisis manfaat, serta rencana keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Ketiga, Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau lebih dikenal dengan sebutan Pusat 2 (dua) memiliki tugas dalam sinkronisasi program, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Keempat, Pusat Pengembangan Kawasan Strategis, dikenal dengan Pusat 3 (tiga), memiliki tugas

61 dalam penyusunan kaebijakan teknis, rencana dan program, pengembangan area inkubasi di kawasan strategis pada wilayah pengembangan strategis yang menterpadukan antara pengembangan kawasan dan infrastruktur PUPR, serta fasilitasi pengadaan tanah. Terakhir dan kelima, Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, dikenal dengan sebutan Pusat 4 (empat), memiliki tugas dalam penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program, dan pengembangan area inkubasi di kawasan perkotaan yang menterpadukan antara pengembangan berbagai kawasan dan infastruktur PUPR di kawasan perkotaan, serta keterkaitan antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan.

Setelah mampu memahami apa dan bagaimana struktur kelembagaan BPIW, selanjutnya adalah memahami bagaimana alur atau pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan, dan evaluasi pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR di lingkungan BPIW. Pada Gambar 2.2 berikut di bawah, menjabarkan secara baku alur atau pola kerja tersebut.

Penjelasan alur atau pola kerja gambar di atas, diawali dengan penetapan wilayah/kawasan pertumbuhan prioritas oleh Pusat 1. Hasil penetapan wilayah/kawasan pertumbuhan prioritas tersebut ditindak lanjuti dengan penyusunan Masterplan (MP) Pembangunan Infrastruktur di WPS dan kawasan pertumbuhan prioritas tersebut dan dilanjutkan dengan penyusunan Development Plan (DP) Pembangunan Infrastruktur PUPR di Wilayah Pengembangan Strategis dan Kawasan Pertumbuhan dilaksanakan oleh Pusat 3 dan Pusat 4 dimana Pusat 4 menyiapkan Masterplan dan Development Plan untuk kawasan pekotaan, perdesaan dan metropolitan sedangkan Pusat 3 menyiapkan Masterplan dan Development Plan untuk kawasan strategis dan antar kawasan strategis. Masterplan Pembangunan Infrastruktur merupakan produk perencanaan dengan jangka waktu selama 10 tahunan (2015-2025) untuk 35 WPS dan 97 kawasan pertumbuhan.

62

Gambar 1.31 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR Development Plan Pembangunan Infrastruktur PUPR merupakan dokumen perencanaan hasil penjabaran dari Masterplan Pembangunan Infrastruktur dengan jangka waktu 5 tahun (2015-2019) untuk 35 WPS dan 97 Kawasan Pertumbuhan. Arahan perencanaan dalam Masterplan dan Development Plan tersebut dipadukan kedalam dokumen perencanaan infrastruktur pengembangan pulau (RIPP) yang kemudian hasilnya digunakan sebagai masukan atau input dalam proses penyusunan perencanaan keterpaduan pengembangan kawasan, antar kawasan, antar WPS dengan Infrastruktur PUPR yang dilakukan oleh Pusat 1. Rencana tersebut kemudian dijabarkan berdasarkan lokus penanganannya yaitu pulau dan kepulauan. RIPP ini terdiri dari 6 (enam) Pulau dan Kepulauan yakni (1) RIPP Sumatera, (2) RIPP Jawa dan Bali, (3) RIPP Kalimantan, (4) RIPP Sulawesi, (5) RIP Kepulauan Maluku dan Papua, dan (7) RIPP Nusa Tenggara.

Selain RIPP, Pusat 1 juga menghasilkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR, Rencana Aksi (Tematik), Penyaringan Prioritas Program, dan Kerjasama Regional serta Global (lihat Gambar 2.2). Khusus penyaringan prioritas program, Pusat 1 menentukan peringkat berbagai program pembangunan infastruktur PUPR yang akan masuk dalam produk perencanaan jangka panjang dan menengah, yang

63

kemudian hasilnya akan disinkronkan oleh Pusat 2 untuk kemudian disaring menjadi prioritas program dan pembiayaan jangka pendek (3 (tiga) tahunan) dan tahunan.

Dari hasil penyaringan tersebut, kemudian dikoordinasikan dan disinergikan dengan Biro Perencanaan Anggaran dan KLN Sekretariat Jenderal untuk pengalokasian anggaran. Sementara itu Bidang Pemantauan dan Evaluasi Program melakukan pemantauan program infrastruktur bidang PUPR serta melakukan evaluasi keterpaduan rencana, kesinkronan program, dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan bidang PUPR berdasarkan: (i) rencana pengembangan; (ii) pemrograman pembangunan; dan (iii) pelaksanaan pembangunan fisik.

2.4. Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Dalam struktur kelembagaan BPIW, pusat yang secara khusus melakukan sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infastruktur PUPR adalah Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau pusat 2. Adapun tugas pusat ini adalah untuk melaksanakan sinkronisasi program, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR. Fungsi yang dimiliki pusat ini meliputi:

1. Koordinasi dan penyusunan sinkronisasi program pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; 2. Koordinasi dan penyusunan sinkronisasi serta penyusunan program tahunan pembangunan infrastruktur bidang PUPR; 3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kebijakan dan program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; 4. Pelaksanaan penyusunan program dan anggaran serta urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR.

64

Gambar 1.32 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Beranjak dari tugas dan fungsi tersebut, alur atau pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR diawali hasil perencanaan yang dilakukan oleh pusat 1, dalam hal ini RIPP dan REPIT. Substansi inti dari kedua produk perencanaan tersebut adalah program pembangunan infrastruktur PUPR jangka panjang dan dan jangka menengah. Kompilasi program tersebut kemudian dianalisis manfaat serta biayanya, dan diseleksi atau diurutkan berdasarkan prioritas untuk selanjutkan dilegalkan kedalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun. Seluruh proses penyusunan produk perencanaan tersebut telah disesuaikan dan memperhitungkan berbagai produk perencanaan yang berlaku, diantaranya seperti RPJPN/D, RPJMN/D, Perpres, Direktif Presiden, Renstra SKPD, dan RTRW. Hasil dari program prioritas tersebut kemudian diserahkan ke pusat 2 (dua) atau Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR untuk

65

diproses menjadi program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dan tahunan.

Dalam proses pemrograman, berbagai program prioritas tersebut kemudian dianalisis bagaimana kelayakannya serta dianalisis berdasarkan kriteria pemrograman dengan hasil program jangka pendek pembangunan infrastruktur PUPR yang terbagi berdasarkan 3 (tiga) sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dari hasil tersebut, secara tahunan akan disinkronkan program dan pembiayaannya menjadi program arahan keterpaduan pengembangan wilayah dengan infrastruktur PUPR tahun t+1. Melalui kegiatan Pra Konsultasi Regional dan Konsultasi Regional (Konreg) yang melibatkan unor eselon 1 (satu) di lingkungan Kementerian PUPR, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, serta Dinas Provinsi yang membidangi pekerjaan umum dan perumahan rakyat, program arahan tersebut disepakati dan akan menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Seluruh proses pemrograman tersebut di atas, menyesuaikan menyesuaikan dengan jadwal perencanaan dan pemrograman pembangunan nasional sebagaimana tergambar berikut dibawah ini.

Gambar 1.33 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman Pembangunan Nasional Lain halnya dengan sumber pembiayaan APBN di atas, untuk DAK, program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR akan disinkronkan melalui kegiatan Konsultasi dan Harmonisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan hasil akhir berupa

66

Matriks Program Tahunan yang dibiayai DAK. Adapun jenis program pembangunan infrastruktur PUPR yang didukung melalui sumber pembiayaan ini adalah program- program pembangunan infrastruktur PUPR kewenangan daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) yang mendukung agenda prioritas pembangunan nasional.

Untuk KPBU, secara tahunan, program dan pembiayaan akan disinkronkan melalui rapat koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Badan Pengusahaan Jalan Tol (BPJT), Badan Pendukung Sistem Penyediaan Air Minum (BPSPAM), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jenis program pembangunan infrastruktur PUPR yang didukung melalui sumber pembiayaan ini adalah program- program pembangunan yang memiliki kelayakan finansial yang tinggi.

2.5. Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Secara kelembagaan, unit organisasi yang secara aktif melakukan sikronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek adalah bidang penyusunan program. Bidang Penyusunan Program adalah satu dari 4 (empat) Unit Kerja Eselon III di lingkungan Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR yang mempunyai tugas: melaksanakan penyiapan dan penyusunan program sinkronisasi pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR. Adapun fungsi dari bidang Penyusunan Program adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan analisis kelayakan dan kriteria program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; 2. Penyusunan program jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; dan 3. Pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan jangka pendek infrastruktur bidang PUPR Proses sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR, diawali dengan menelaah berbagai sumber data dan informasi, diantaranya adalah (i) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025; (ii) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019; (iii) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016; (iv) Direktif Presiden; (v) Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR; (vi) RIPP ; (vii) REPIT; (viii) Program Jangka Panjang Infrastruktur PUPR; dan (ix) Program Jangka Menengah Infrastruktur PUPR. Berbagai data dan informasi tersebut diinvetarisasi

67

dan diolah sehingga menjadi rancangan awal Program Jangka Pendek Tahun n+2, n+3, dan n+4.

Gambar 1.34 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek Rancangan awal program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek tahun n+2, n+3, dan n+4 kemudian dikoordinasikan dan dikonfirmasi kepada para stakeholders (Unor Teknis, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya) melalui Rapat Konsultasi Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek yang diselenggarakan di seluruh provinsi. Dalam rapat konsultasi, proses sinkronisasi program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan (readiness criteria), dalam hal ini (i) kesesuaian RTRW; (ii) Feasibilty Study; (iii) Dokumen Lingkungan; (iv) Detailed Engineering Design; dan (vi) lahan. Selain melaksanakan rapat konsultasi, dalam memverifikasi kebenaran program tersebut dilakukan kunjungan lapangan, khususnya pada kawasan-kawasan yang menjadi prioritas nasional.

68 Setelah melakukan berbagai rangkaian rapat konsultasi serta kunjungan lapangan tersebut, proses selanjutnya adalah melakukan rangkaian analisis, seperti analisis kelayakan dan analisis berdasarkan kriteria pemrograman. Pemeringkatan program pembangunan infrastruktur PUPR pun kemudian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek quick yield, rounding up, dan highest leverage. Hal ini dilakukan dengan alasan terbatasnya pagu dalam kantong anggaran (resources envelope) untuk pembangunan infrastruktur PUPR baru (new infrastructure development). Hasil akhirnya adalah dokumen rancangan akhir program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek tahun n+2, n+3, dan n+4. Dokumen tersebut selanjutnya di-input kedalam Sistem Informasi Pemrograman (SIP). selanjutnya disetujui menjadi output bidang Penyusunan Progam yaitu Program Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Tahun n,+2, n+3, n+4. Lebih jelasnya mengenai alur atau pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dapat dilihat pada Gambar 2.5.

69

BAB III

SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 - 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR

2 BAB III SINKRONISASI PPROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 – 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR

Pembangunan infrastruktur ke depan perlu diarahkan tidak hanya dititikberatkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah (engine of growth), namun perlu lebih bersinergi dengan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan. Hal ini mengingat pembangunan infrastruktur merupakan pemicu (trigger) terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru (new emerging growth center) yang menjadi cikal bakal lahirnya kota-kota baru/pusat permukiman baru yang dapat menjadi penyeimbang pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Selain itu pembangunan infrastruktur disamping diarahkan untuk mendukung pengurangan disparitas antar wilayah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan), juga untuk pengurangan urbanisasi dan urban sprawl, peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar, serta peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang pada ahirnya untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur perlu berlandaskan pada pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor yang bertitik tolak dari sebuah rencana yang sinergi dan mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah. Dengan kata lain pembangunan wilayah perlu didukung kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan melibatkan pihak swasta, mengingat pada kenyataanya kawasan yang sudah berkembang akan lebih menarik banyak investor daripada kawasan yang belum berkembang.

3.1. Profil WPS dan Kawasan dalam WPS Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) dan kawasan dalam WPS merupakan pusat – pusat pertumbuhan utama yang diharapkan akan mampu menggerakan perekonomian sehingga pada akhirnya akan menimbulkan trickle-down effect ke daerah – daerah sekitarnya. Di bawah ini adalah profil WPS dan Kawasan dalam WPS di Pulau Sumatera.

71

3.1.1. Profil Wilayah Pengembangan Strategis di Pulau Sumatera Terdapat 6 WPS di Pulau Sumatera. 3 diantaranya merupakan WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu sedangkan sisanya adalah WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang. WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru, WPS 3 Batam – Tanjung Pinang dan WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Tanjung Api – Api adalah WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu yang diharapkan sudah mandiri dan dapat mengandalkan kemampuan swasta serta meminimalisir intervensi pemerintah. Sementara itu WPS 1 Sabang – Banda Aceh – Langsa, WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu dan WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan adalah WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang yang masih membutuhkan dukungan dari pemerintah. Di bawah ini adalah profil dari WPS yang terdapat di Pulau Sumatera.

A. WPS 1 Sabang – Banda Aceh – Langsa WPS 1 Sabang – Banda Aceh - Langsa merupakan WPS dengan kategori pusat pertumbuhan sedang berkembang dimana seluruh kawasan di dalam WPS ini masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh. Wilayah Pulau Sumatera memiliki posisi yang cukup strategis baik itu pada koridor nasional, regional ASEAN, dan global. Dalam konteks nasional, Wilayah Pulau Sumatera merupakan sentra produksi (Karet dan Kelapa Sawit) dan pengolahan hasil bumi serta lumbung energi (Pertambangan dan Batubara) bagi nasional. Dalam konteks global, secara geostrategis Wilayah Pulau Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional untuk mencapai Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia. Berdasarkan potensi-potensi tersebut, pengembangan pembangunan Provinsi Aceh sebagai salah satu provinsi di Pulau Sumatera diarahkan ke sektor pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, perindustrian.

Pada WPS ini terdapat 4 kota dan 6 kabupaten, diantaranya Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Utara., perikanan dan pertambangan mineral. Kemudian di bawah ini adalah Profil Masterplan dan Development Plan Pengembangan WPS 1 Sabang – Banda Aceh – Langsa :

72

Langsa - Banda Aceh - rofil rofil WPS 1 Sabang P

1 . 2 Gambar

73

B. WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru WPS 2 (Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru) merupakan WPS dengan kategori pusat pertumbuhan terpadu dimana kawasan-kawasan di dalam WPS ini masuk ke dalam dua provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Riau. Pengembangan pembangunan pada WPS ini diarahkan ke sektor pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, perindustrian, perikanan dan pertambangan mineral. WPS ini melingkupi 5 kota dan 12 kabupaten yaitu Kota Medan, Kota Binjai, dan Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo, Kabupaten balige, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasudutan, dan Kabupaten Dairi di Provinsi Sumatera Utara; Kota Dumai, Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan di Provinsi Riau. Fokus utama pengembangannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan Kawasan Pantai Timur Sumatera. Hal ini dilakukan dengan cara menciptakan titik – titik potensial untuk investasi seperti KI Sei Mangkei dan KI Pelintung (Dumai). Selain itu kawasan ini didukung dengan keberadaan pelabuhan – pelabuhan yang menunjang kegiatan industri seperti Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Dumai. Kawasan ini menjadi prioritas karena juga akan dilalui oleh Jalan Tol Trans Sumatera yang saat ini sedang dalam perencanaan. Kemudian di bawah ini adalah Profil, Masterplan dan Development Plan Pengembangan WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru :

74

Pekanbaru

– Dumai Dumai

Tebing Tinggi

– Profil WPS 2 Medan

2 . 2 Gambar

75

C. WPS 3 Batam – Tanjung Pinang Wilayah pengembangan strategis 3 merupakan WPS yang berada di Provinsi Kepulauan Riau. Provinsi Kepulauan Riau sebagai provinsi yang menjadi wajah dari Republik Indonesia karena terletak di perbatasan dan berhadapan langsung dengan Singapura, membutuhkan dukungan yang sangat besar di bidang infrastruktur terkhusus untuk mendukung fungsinya sebagai Free Trade Zone (FTZ) dan kawasan perbatasan. Selain itu keberadaan banyak industri di Pulau Batam dan Pulau Bintan jelas menjadi potensi yang harus mendapatkan perhatian. Fokus pengembangan kawasan ini adalah pengolahan industri pengolahan, baik industri manufaktur ataupun industr lainnya. Wilayah tersebut memerlukan pembangunan untuk mendukung beberapa kawasan yang ada di dalam WPS. WPS 3 sangat membutuhkan dukungan. Dukungan terutama sangat dibutuhkan untuk pengembangan 2 pulau utama yaitu Pulau Batam dan Pulau Bintan dimana terdapat tiga wilayah administratif yaitu Kabupaten Bintan, Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang. Selain itu yang juga tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah keberadaan pulau – pulau kecil terluar yang termasuk dalam WPS 35 yang juga membutuhkan dukungan di bidang infrastruktur. Kemudian di bawah ini adalah Profil, Masterplan dan Development Plan Pengembangan WPS 3 Batam – Tanjung Pinang :

76

Tanjung Pinang

– Profil 3 WPS Batam

3 . 2 Gambar

77

D. WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu WPS Sibolga – Padang – Bengkulu merupakan WPS dengan kategori pusat pertumbuhan sedang berkembang dimana kawasan-kawasan yang terdapat di dalam WPS ini masuk ke dalam tiga provinsiyaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Pengembangan pembangunan pada WPS ini diarahkan ke sektor pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, perindustrian, perikanan dan pertambangan mineral. WPS ini melingkupi 6 kota dan 5 kabupaten yaitu Kota Sibolga, Kota Padang Sidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kabupaten Mandailing Natal yang terletak di Provinsi Sumatera Utara; Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Padang Pariaman yang terletak di Provinsi Sumatera Barat; Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara yang terdapat di Provinsi Bengkulu. Kemudian di bawah ini adalah Profil, Masterplan dan Development Plan Pengembangan WPS 4 Sibolga – Padang - Bengkulu :

78

Bengkulu

– Padang

Profil WPS 4 Sibolga

4 . 2 Gambar

79

E. WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan WPS 5 merupakan wilayah yang memfokuskan pada pusat pengolahan hasil tambang, wilayah tersebut memerlukan pembangunan untuk mendukung beberapa kawasan yang ada di dalam wilayah pengembangan strategis. WPS 5 yang di dalamnya meliputi Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Beberapa kawasan yang memerlukan dukungan infrastruktur adalah KSPN Muaro Jambi, KEK Tanjung Api-Api, Kawasan Industri Bangka, Pelabuhan Tanjung Kalian, KTM Batu Betumpang, Bendungan Pice Besar, dan Pelabuhan Tanjung Pandang. Berikut adalah peta Wilayah Pengembangan Strategis. WPS ini melingkupi: 1 kota dan 2 kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yaitu Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Banyuasin; 1 kota dan 1 kabupaten yaitu Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi; 1 kota dan 6 kabupaten yaitu Kota Pangkal Pinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung, dan Kabupaten Belitung Timur. Kemudian di bawah ini adalah Profil, Masterplan dan Development Plan Pengembangan WPS 5 Jambi – Palembang - Pangkal Pinang – Tanjung Pandan :

80

Tanjung Pandan

– Pangkal Pinang

Palembang

– Profil WPS 5 Jambi

5 . 2 Gambar

81

F. WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api – Api WPS Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api- api merupakan WPS dengan kategori pusat pertumbuhan terpadu dimana kawasan-kawasan yang terdapat di dalam WPS ini masuk ke dalam wilayah administrasi yang berbeda-beda yaitu Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan. Pengembangan pembangunan pada WPS ini diarahkan ke sektor pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, perindustrian, perikanan dan pertambangan mineral. WPS ini melingkupi total 4 kota dan 8 kabupaten yaitu Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ilir yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan; Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan yang terletak di Provinsi Lampung; dan Kota Cilegon yang terletak di Provinsi Banten. Salah satu kawasan yang dapat diidentifikasi pada WPS ini adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api-api yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Untuk mendorong pengembangan kawasan KEK Tanjung Api-api, maka dibutuhkan dukungan infrastruktur seperti air baku, sumber energi, serta moda transportasi. Kemudian di bawah ini adalah Profil, Masterplan dan Development Plan Pengembangan WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api - Api :

82

Api

– Tanjung Api

– Palembang

Bakauheni

– Profil MerakWPS

6 . 2 Gambar

83

3.1.2. Profil Kawasan dalam Wilayah Pengembangan Strategis Kawasan dalam wilayah pengembangan strategis adalah kawasan – kawasan potensial yang dapat menjadi pemicu dalam pengembangan ekonomi wilayah berbasis market driven. Dengan demikian kawasan – kawasan ini menjadi prioritas dalam pengembangan sehingga nantinya dapat juga mengembangkan daerah – daerah disekitarnya.

A. Kawasan (1.1) Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang Kawasan strategis pariwisata dan maritim sabang merupakan sebuah kawasan kepulauan yang terdiri dari Kota Sabang yang merupakan kota administrasi dan Pulau Weh yang merupakan pulau terbesar diantara Pulau Rubiah dan Seulako di kawasan tersebut. Kepulauan yang kaya akan ekosistemnya ini ditetapkan oleh pemerintah sebagai suaka alam dengan luas wilayah 60 km2. Pulau yang terkenal sebagai satu - satunya habitat katak “Bufo Valhallae” yang statusnya terancam ini merupakan kawasan dengan potensial hasil perikanan dan pariwisata bahari yang menjadi andalan untuk pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.

Gambar 2.7 Kawasan (1.1) Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang Kawasan Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKSN dan PKW Sabang b. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang c. Bendungan Paya Seunara B. Kawasan (1.2) Industri Lhokseumawe – Bireuen Kawasa industri Lhokseumawe – Bireuen merupakan kawasan industri yang mencakup 2 wilayah administrasi yaitu Kota Lhoseumawe dan Kabupaten Bireuen sebagai pusat administrasi di kawasan industri tersebut. kawasan industri Lhokseumawe – Bireuen merupakan kawasan industri terbesar di Provinsi Aceh dengan adanya industri pengolahan gas alam cair seperti PT. Arun LNG, pabrik kertas Kraft Aceh, Aceh Asean

84

Fertilizer, dan Pupuk Iskandar serta beberapa perusahaan besar menjadikan kawasan tersebut sebagai penggerak roda pertumbuhan di Provinsi Aceh.

Gambar 2.8 Kawasan (1.2) Industri Lhokseumawe Bireuen Kawasan Industri Lhokseumawe – Bireuen terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Kota Lhokseumawe b. Kawasan Industri Lhokseumawe c. KPS Teupimane C. Kawasan (1.3) Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam Kawasan ekonomi terpadu Banda Aceh Darussalam merupakan pusat kawasan perkotaan sekaligus sebagai pusat administrasi Ibu Kota Provinsi Aceh yang mempunyai potensi pariwisata kota dengan landmark Masjid Raya Baiturrahman sebagai titik sentral. Kawasan perkotaan dengan luas 61,36 km2 merupakan kawasan pusat administrasi, politik, sosial, pariwisata dan perniagaan merupakan kota yang memiliki sejarah panjang.

Gambar 2.9 Museum Tsunami di Kawasan (1.3) Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam

85

Kawasan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. Pelabuhan Umum Malahayati b. PKW Banda Aceh c. Bendungan Rajui d. Bendungan Keureuto e. Bendungan Tiro f. Bendungan Rukoh g. Kapet Banda Aceh Darussalam h. Pelabuhan Penyeberangan Ulele (Ulee Lheue) D. Kawasan (1.4) Lumbung Pangan Peureulak Kawasan Lumbung Pangan Peureulak merupakan kawasan pertanian penghasil padi, kedelai, dan jagung dengan luas lahan pertanian padi 35.065 ha dan 15.000 ha lahan pertania kedelai serta 15.000 ha Lahan pertanian Jagung sebagai produk komoditi unggulan di Kabupaten Aceh Timur. Hasil pertanian di kawasan lumbung pangan Peureulak sebagai pendukung kebutuhan baik untuk kawasan regional Kabupaten Aceh Timur dan Kota Langsa maupun Nasional. Bukti bahwa kawasan tersebut memiliki potensial untuk lumbung pangan adalah tercermin dari penghargaan peringkat ke 6 pada tahun 2015 dalam hal memenuhi kebutuhan produk komoditas Nasional.

Gambar 2.10 Peta Kawasan (1.4) Lumbung Pangan Peureulak

86

Kawasan Lumbung Pangan Peureulak terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKW Langsa b. KPPN Idi Rayeuk, Peunaron, Peureulak, Rantau Peureulak

87

Langsa

- Peta Kawasan di WPS 1 Sabang Banda Aceh Aceh Banda 1 Sabang di WPS Kawasan Peta

11 . 2 Gambar Gambar

88

E. Kawasan (2.1) Metropolitan Mebidangro Kawasan Metropolitan Mebidangro adalah kesatuan kawasan yang terdiri dari 2 Kota dan 2 Kabupaten administrasi diantaranya Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo yang merupakan konsep keterpaduan perkotaan metropolitan yang mengusung kota metropolitan yang cerdas dan memperhatikan lingkungan. Kawasan andalan perkotaan medan masih menjadi daya tarik bagi masyarakat urban baik di Provinsi Sumatera Utara maupun Pulau Sumatera. Dengan konsep pembangunan kawasan Metropolitan yang cerdas dan memperhatikan lingkungan diharapkan kota metropolitan Mebidangro menjadi contoh sebagai alat pertumbuhan baru untuk menjadikan pusat – pusat pertumbuhan disekitarnya.

Gambar 2.12 Peta Kawasan (2.1) Metropolitan Mebidangro

89

Kawasan Metropolitan Mebidangro terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. Pelabuhan Umum Belawan b. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan c. Bandar Udara Kargo Kualanamu d. PKN Kawasan Perkotaan Mebidangro e. Bendungan Lausimeme f. Pelabuhan laut Tanjung Beringin F. Kawasan (2.2) Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung Kawasan Pertumbuhan Sei Mangkei – Kuala Tanjung merupakan kawasan ekonomi khusus yang bergerak dibidang industri pengolahan dan Pelabuhan, dengan pusat administrasi Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Batubara menjadikan Kawasan tersebut merupakan kawasan andalan industri di Sumatera Utara dengan adanya parbrik Unilever, Oleo Nusantara, JVL Nusantaradan lainnya menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan baru dengan dukungan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai alat pendukung distribusi untuk kawasan tersebut.

Gambar 2.13 Pabrik Unilever dalam Kawasan (2.2) Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung Kawasan Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKW Kota Tebing Tinggi b. Pelabuhan Kuala Tanjung c. KI Kuala Tanjung d. KI Sei Mangkei e. KEK Sei Mangkei

90

G. Kawasan (2.3) Strategis Priwisata Danau Toba – Samosir Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba – Samosir adalah kawasan yang yang mencakup 6 Kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, Kumbang Hasundutan, Samosir, Toba Samosir dan Karo. Danau toba sebagai sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional merupakan dana tekto vulkanik dengan ukuran luas 1.130km2 dan lebar 30 km yang merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Menjadikan Danau Toba sebagai Landmark Provinsi Sumatera Utara dan Pulau Samosir sebagai potensi kebudayaan setempat.

Gambar 2.14 Peta Kawasan (2.3) Strategis Pariwisata Danau Toba - Samosir

91

Kawasan Pariwisata Danau Toba – Samosir terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKW Balige b. PKW Sidikalang c. PKW Pematangsiantar d. KSPN Danau Toba e. KPPN Sidikalang f. Kawasan Ekosistem Leuser H. Kawasan (2.4) Industri Dumai Kawasan Industri Dumai adalah kawasan industri yang didominasi oleh pertambangan dan ekspor minyak dan gas bumi menjadikan Kota Dumai dikenal sebagai Kota Minyak. Kota industri berskala besar ini merupakan kota yang mempunyai potensi sebagai kota berpenghasilan hasil pengolahan pertanian dan perikanan

Gambar 2.15 Peta Kawasan (2.4) Industri Dumai Kawasan Industri Dumai terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Dumai b. PKSN Dumai c. KTM Pulau Rupat d. PKW Bengkalis e. PKW Bagan Siapi – Api I. Kawasan (2.5) Pertumbuhan Utama Pekansikawan Kawasan pertumbuhan utama Pekansikawan merupakan kawasan yang meliputi Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kampar. Pekan Baru yang merupakan kawasan perkotaan

92 perdagangan dan jasa dengan tingkat urbanisasi yang tinggi mendorong konsep Metropolitan sebagai solusi untuk meningkatkan pusat – pusat pertumbuhan baru. Kawasan Pertumbuhan Utama Pekansikawan terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Pekanbaru b. PKW Siak c. PKW Pangkalan Kerinci d. PKW Bangkinang e. Pelabuhan Penyeberangan Mengkapan

Gambar 2.16 Kawasan (2.5) Pertumbuhan Utama Pekansikawan

93

Pekanbaru

– Dumai

– Tebing TinggiTebing

– Peta Kawasan WPS WPS Kawasan 2 Medan Peta

17 . 2 Gambar Gambar

94

J. Kawasan (3.1) Strategis Perindustrian Batam Kawasan strategis perindustrian Batam merupakan kawasan industri yang terbagi menjadi industri berat dan ringan dengan didominasi oleh industri berat galangan kapal, industri fabrikasi, industri baja dan logam. Sedangkan industri ringan didominasi oleh manufaktur, industri elektronik, industri garment dan industri plastik. Kawasan tersebut merupakan kawasan andalan industri di Provinsi Kepulauan Riau dengan beberapa kawasan pendukung disekitarnya.

Gambar 2.18 Peta Kawasan (3.1) Strategis Perindustrian Batam

95

Kawasan Perindustrian Batam terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Batam b. PKSN Batam c. Pelabuhan Batu Ampar d. Pelabuhan ASDP Telaga Punggur e. Bendungan Estuari Sei Gong f. Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdaganan Bebas Batam, Bintan, Karimun K. Kawasan (3.2) Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang Kawasan Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang merupakan kawasan dengan potensi pariwisata dan hasil perikanan laut yang menjadikan Tanjung Pinang sebagai pusat alternatif wisatawan yang berkunjung ke Batam. Saat ini beberapa kawasan pariwisata bahari terutama pada KSPN Lagoi dengan potensi keindahan alam membuat kawasan tersebut menjadi destinasi baru bagi wisatawan mancanegara. Selain itu, Kawasan pariwisata perkotaan dan maritim menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi Kota yang menjadi Pusat Administratif di Provinsi Kepulauan Riau ini.

Gambar 2.19 Kawasan (3.2) Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang Kawasan Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKW Kota Tanjung Pinang b. Pelabuhan Tanjung Mocoh c. KSPN Lagoi

96

Tanjung Pinang Tanjung

– Peta WPS 3 Batam WPS Peta

20 . 2 Gambar Gambar

97

L. Kawasan (4.1) Perkotaan sibolga Sibolga merupakan salah satu kotamadya di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera. Kota yang berhubungan langsung dengan Padang Sidimpuan ini merupakan Kota pesisir yang mempunyai banyak potensi salah satunya adalah pariwisata Pulau Poncan Gadang yang merupakan salah satu destinasi wisata bahari yang menjadi daya tarik untuk wisatawan dalam negeri dan luar negeri. Kawasan Perkotaan sibolga terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PPN Sibolga b. PKW Padang Sidimpuan c. PKW Sibolga d. Pelabuhan Laut Labuhan Angin (PR) e. Pelabuhan Laut Parlimbungan Ketek (Pelabuhan Pengumpul)

Gambar 2.21 Kawasan (4.1) Perkotaan Sibolga M. Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi Kawasan Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi merupakan kawasan Metropolitan yang terdiri dari Kota Padang, Lubuk Kalung dan Pariaman dengan dukungan kawasan pariwisata perkotaan Bukittinggi

98

diantaranya danau maninjau dan danau singkarak serta wisata perkotaan yang merupakan potensi untuk dikembangkan sebagai kota metropolitan yang terintegritas. Kawasan Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. Pelabuhan Umum Teluk Bayur b. PPS Bungus c. KSPN Mandeh d. KPPN IV Jurai, Koto XI Tarusan, Lunang Silaut (Tapan) e. KTM Lunang Silaut f. Kawasan Metropolitan Palapa g. PKN Padang h. PKW Bukittinggi i. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang j. PKW Pariaman k. Terminal Tipe A Padang

Gambar 2.22 Perkotaan di Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi N. Kawasan (4.3) Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait Kawasan Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait merupakan kawasan perkotaan yang menjadi satu kesatuan kawasan dengan berbagai potensi di dalamnya sehingga aktivitas disuatu kawasan tersebut saling terkait dengan yang lainnya mengakibatkan konsep pengembangan kawasan sekitar diarahkan untuk mendukung perekonomian di kawasan tersebut. sehingga antara perkotaan dan perdesaan bisa menjadi pendorong kemajuan perekonomian di Provinsi Bengkulu. Kawasan Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait terdiri dari sub

99

kawasan sebagai berikut: a. KPPN Ketahun, Agramakmur, Padang Jaya (Batiknau) b. KTM Legita c. PKW Bengkulu d. PKW Muko – Muko e. Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat

Gambar 2.23 Kawasan (4.3) Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait

100

Bengkulu

- Padang

– Peta Kawasan WPS WPS Kawasan 4 SibolgaPeta

24 . 2 Gambar Gambar

101

O. Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi merupakan kawasan potensial pertumbuhan ekonomi pada sektor pariwisata dengan potensi wisata sejarah Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Menjadikan kawasan tersebut memiliki daya tarik untuk wisatawan untuk mengetahui sejarah kebudayaan daerah setempat.

Gambar 2.25 Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi

Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Jambi b. Pelabuhan Talang Duku c. KSPN Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi d. Kawasan Taman Nasional Berbak P. Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api merupakan kawasan ekonomi khusus yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 sebagai kawasan yang fokus pada kegiatan industri pengolahan karet, kelapa sawit dan petrokimia. Kawasan tersebut merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya untuk menumbuhkan perekonomian di daerah sekitar.

102

Gambar 2.26 Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api - Api

Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. Pelabuhan Umum Palembang Boom Baru b. Pelabuhan ASDP Tanjung Api – Api c. KPPN Air Salek, KPPN Banyuasin d. KPPN Muara Telang e. Kawasan Metropolitan Patung Raya Agung f. KEK Tanjung Api – Api Q. Kawasan (5.3) Maritim Pangkal Pinang Kawasan Maritim Pangkal Pinang merupakan kawasan pesisir pantai dengan kota administrasi Kota Pangkal Pinang sebagai salah satu Kota di Provinsi Bangka Belitung sekaligus Ibu Kota Provinsi dengan potensi beberapa kawasan pariwisata disekitarnya seperti pantai pasir padi,

103

pantai sempur dan pantai telapak kaki dewa menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Bangka Belitung.

Gambar 2.27 Kawasan (5.3) Maritim Pangkal Pinang Kawasan Maritim Pangkal Pinang terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKW Pangkal Pinang b. Pelabuhan Tanjung Kelian c. Pelabuhan Perkanan Nusantara Sungai Liat d. KI Bangka e. KPPN Pualu Besar f. KTM Batu Betumpang g. PKW Muntok R. Kawasan (5.4) Strategis Pariwisata Belitung Kawasan Strategis Pariwisata Belitung merupakan kawasan pariwisata dengan daya tarik pantai dan batu yang merupakan kawasan andalan di Pulau Belitung dengan letak pulau diapit oleh selat Gaspar dan selat Karimata menjadikan kawasan tersebur sebagai kawasan strategis pariwisata nasional dengan kawasan andalan seperti KSPN Tanjung Kelayang.

104

Gambar 2.28 Pantai Tanjung Kelayang di Kawasan (5.4) Strategis Pariwisata Belitung Kawasan Pariwisata Belitung terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PPN Tanjung Pandan b. KSPN Tanjung Kelayang c. KPPN Selat Nasik (Tanjung Pandan) d. KPPN Manggar e. PKW Tanjung Pandan f. PKW Manggar

105

Tanjung Pandan Tanjung

– gkal Pinang gkal Pinang Pan

– Palembang

– Peta Kawasan 5 Jambi Kawasan Peta

29 . 2 Gambar Gambar

106

S. Kawasan (6.1) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api merupakan kawasan ekonomi khusus yang bergerak di bidang industri dengan area seluas 2.300 ha yang dikelola oleh perusahaan joint venture antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui BUMD dan PT. Hutama Karya (Persero) dengan tujuan membangun pertumbuhan baru dengan cara menyediakan kawasan khusus industri di daerah administrasi Kabupaten Banyuasin tersebut.

Gambar 2.30 Kawasan (6.1) Ekonomi Terpadu Tanjung Api - Api Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. Pelabuhan ASDP Tanjung Api – Api b. KPPN Air Salek, KPPN Banyuasin c. KPPN Muara Telang (Tanjung Siapiapi) d. KEK Tanjung Api – Api T. Kawasan (6.2) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang merupakan kawasan dengan konsep metropolitan masa depan yang memperhatikan

107

lingkungan. Kawasan yang terdiri atas beberapa Kota dan Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan tersebut merupakan upaya pemerintah dalam menciptakan pusat – pusat pertumbuhan baru.

Gambar 2.31 Kawasan (6.2) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Palembang b. Pelabuhan Boom Baru c. Kawasan Metropolitan Patungraya Agung d. KTM Parit Rambutan U. Kawasan (6.3) Lumbung Pangan Mesuji Kawasan Lumbung Pangan Mesuji merupakan kawasan dengan potensi andalan sektor pertanian padi sebagai sektor yang menjadi nilai ekonomis. Disebut kawasan lumbung pangan Mesuji karena kawasan tersebut sebagai upaya pemerintah setempat untuk mendorong bahwa sektor pertanian adalah hal utama bagi perkembangan kabupaten yang berada pada wilayah terluar Provinsi Lampung Tersebut. Kawasan Lumbung Pangan Mesuji terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. KI Tulang Bawang b. KTM Mesuji c. KPS Gunung Sugih

108

Gambar 2.32 Lahan Cetak Sawah di Kawasan (6.3) Lumbung Pangan Mesuji V. Kawasan (6.4) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung merupakan kawasan perkotaan metropolitan dengan cakupan wilayah administrasi diantaranya adalah Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Pesawaran, Lampung Selatan dan Lampung Timur. Kawasan yang merupakan mempunyai fasilitas yang memadai untuk aktivitas sosial dan ekonomi. dengan mengusung Kota Metropolitan yang efisien, Cerdas dan memperhatikan Lingkungan. Sebagai kota metropolitan masa depan, Kota metropolitan tersebut adalah upaya Pemerintah untuk mengatasi persoalan urbanisasi yang tinggi mengakibatkan peta sebaran aktivitas nasional hanya tersebar dibeberapa kawasan. Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung terdiri dari sub kawasan sebagai berikut: a. PKN Kota Bandar Lampung b. KI Tanggamus c. Pelabuhan ASDP Bakauheni d. Pelabuhan Panjang e. KTM Rawapitu f. PKW Metro g. PKW Kalianda h. PKW Kota Agung i. Bendungan Segala Mider j. Bendungan Sukaraja Tiga

109

Gambar 2.33 Kawasan (6.4) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung

110

api - Tanjung Api

– g Palemban

– Bandar Lampung

– Bakauheni Bakauheni

– Peta Kawasan di WPS 6 Merak

34 . 2 Gambar Gambar

111 3.2. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Pulau Sumatera Analisis kelayakan program jangka pendek adalah analisis terkait kebutuhan infrastruktur PUPR seluruh kawasan – kawasan strategis baik yang ada dalam kawasan, antar kawasan, ataupun antar WPS dalam program pembangunan jangka pendek 2018 – 2020. Merujuk pada pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan program yaitu (1) identifikasi kawasan terdukung sesuai dengan program prioritas yang telah diarahkan oleh pusat perencanaan infrastruktur PUPR, (2) identifikasi fungsi kawasan terdukung, (3) identifikasi jangka waktu berfungsinya kawasan terdukung, (4) potensi, dan (5) tantangan. Berdasarkan kriteria- kriteria tersebut akan dihasilkan indikasi program yang selanjutkan diintegrasikan dengan kriteria pemrograman.

Pada bagian ini, analisis kelayakan akan terbagi kedalam 3 (tiga) bagian yaitu (1) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek dalam Kawasan, (2) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek Antar Kawasan dalam WPS, dan (3) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar WPS. Berikut merupakan analisis kelayakan program pembangunan jangka pendek 2018-2020 keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR

3.2.1. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Dalam Kawasan Analisis kelayakan program jangka pendek dalam kawasan adalah program – program jangka pendek yang ada di setiap kawasan dalam WPS. Pembahasan terkait kebutuhkan program disusun dalam rangka mendukung kebutuhan masing – masing sub kawasan yang ada.

A. Kawasan (1.1) Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang 1) PKSN dan PKW Sabang Kota Sabang sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional untuk mendukung pengembangan industri pariwisata dengan keunggulan pariwisata diwilayah pesisir dan laut berupa kawasan terumbu karang; pantai pasir putih dan lokasi perairan pantai yang baik untuk berselancar (surfing), ski air, serta kegiatan rekreasi air lainnya. Sumberdaya perikanan laut yang terdiri dari ikan palagis kecul, ikan demersal, udang, lobster dan cumi – cumi. Selain itu untuk perikanan budidaya juga mengalami peningkatan, antara lain ikan kerapu,

112

rumput laut, kerang mutiara, ikan hias dan ikan nila. Adapun tantangan yang dihadapi adalah ketersediaan air baku untuk kebutuhan kota Sabang masih terkendala penyelesaian waduk dan jaringan distribusi dan masih perlu ditingkatkannya penunjang transportasi antar pulau dari dan menuju Kota Sabang. Dengan demikian maka indikasi program utama yang dibutuhkan adalah pembangunan infrastruktur penampung air baku dan pembangunan fasilitas infrastruktur penunjang kegiatan pelabuhan. 2) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Pengembangan Pelabuhan Sabang sebagai pelabuhan utama di Indonesia yang melayani angkutan laut luar negeri (internasional) sekaligus mendukung pengembangan Pelabuhan Sabang menjadi pelabuhan bebas. Kawasan Sabang diarahkan untuk kegiatan perdagangan dan investasi serta kelancaran arus barang dan jasa. Pelabuhan Bebas Sabang diarahkan sebagai salah satu Kawasan Niaga dan Wisata Terkemuka Dunia yang dimulai dari kawasan Asia Selatan, dan juga berada di persimpangan jalur distribusi barang dari Benua Eropa dan Afrika menuju Benua Amerika dan Australia. Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang adalah ksesibilitas jalan nasional yang masih belum seluruhnya terhubung (sisi selatan pulau menuju Pelabuhan Penyeberangan Balohan). Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan jalan nasional yang menghubungkan seluruh sentra ekonomi dan sentra kegiatan masyarakat. 3) Bendungan Paya Seunara Dengan sumber air dari anak sungai Alur Paya Seunara, bendungan ini memiliki luas tangkapan air 4.5 km2 yang mampu mengairi lahan irigasi seluas 275 ha dan menghasilkan air baku 0.48 m3/detik. Untuk mengembangkan potensi besar dari keberadaan bendungan ini, terdapat tantangan yaitu penyaluran air bersih dan penanganan masalah sanitasi yang belum merata. Dengan demikian indikasi program utama adalah pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM dan penataan lingkungan kumuh. B. Kawasan (1.2) Industri Lhokseumawe – Bireuen 1) PKN Kota Lhokseumawe Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di provinsi Aceh, Indonesia. Kota ini berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur

113

vital distribusi dan perdagangan di Aceh. Pengembangan industri MIGAS, perikanan, dan pupuk urea. Terdapat PT. Arun NGL Co yang melakukan eksplorasi terhadap gas alam dan kondesat. Tantangan yang dihadapi dalam pengembangannya adalah ketersediaan air baku untuk kebutuhan kota Lhokseumawe dan kawasan industri sekitarnya. Indikasi program utama yang dibutuhkan adalah pembangunan infrastruktur distribusi air baku. 2) Kawasan Industri Lhokseumawe PT. Kertas Kraft Aceh (PT. KKA), PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Asean Aceh Fertilizer dan EXXON Mobil - Arun berada di sekitar kota ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari pabrik-pabrik besar yang dimiliki kota Lhokseumawe, namun tak juga mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian besar penduduk asli Lhokseumawe dari bawah garis kemiskinan. Potensi Sektor perikanan: produksi ikan tangkap sebanyak 9.294 ton pertahun. Untuk pariwisata, Kota Lhokseumawe memiliki beberapa pantai yang menjadi daya tarik wisatawan, antara lain Pantai Reulebung Manyang, Pantai Ujung Blang Bireuen, Pantai Dakuta Bungkah, Pantai Lhokseumawe, Pantai Sawang, Pantai Meuraksa, dan Pantai Ulee Rubek. Terdapat 2 tantangan yang dihadapi dalam pengembangan KI Lhokseumawe yaitu ketersediaan air baku untuk pemenuhan kebutuhan industri di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya. Kemudian belum meratanya penyaluran air bersih dan penanganan sanitasi serta terbentuknya kantong – kantong permukiman kumuh. Untuk mengatasi tantangan tersebut maka indikasi program yang disusun adalah pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM dan Persampahan, kemudian peningkatan kualitas dan pencegahan permukiman kumuh. C. Kawasan (1.3) Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam 1) Pelabuhan Umum Malahayati Saat ini Pelabuhan Malahayati memiliki dermaga sepanjang 384 meter, yang dapat disandari secara bersamaan oleh kapal ukuran 100 meter. Selain itu, di dermaga yang memiliki kedalaman 9,5 meter itu, Pelindo juga menyediakan tiga unit forklift dan enam truk pengangkut peti kemas. Pelabuhan Malahayati merupakan bagian program tol laut, yang menggagas jaringan maritim nasional sehingga pelabuhan ini termasuk dalam pelabuhan strategis. Tantangan yang dihadapi dalam Pembangunan Pelabuhan malahayati adalah Aksesibilitas antara daerah penghasil bahan baku-pengolahan dan bahan jadi-distribusi.

114

Dengan demikian perlu adanya pembangunan fasilitas infrastruktur penunjang kegiatan antar wilayah. 2) PKW Banda Aceh Kota Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) serta pusat pemerintahan Aceh sekaligus sebagai pusat koleksi dan distribusi skala regional untuk produksi pertanian, pariwisata, perikanan laut. Potensi terbesar Kota Banda Aceh berada di sektor perdagangan dan jasa. Potensi lainnya adalah potensi pariwisata yang meliputi wisata alam, budaya dan religi. Potensi perikanan terpusat di Ulee Lheue, Alue Naga dan Meuraxa yang dikembangkan menjadi perikanan budi daya. Adapun tantangan yang dihadapi PKW Banda Aceh adalah ketersediaan air baku untuk kebutuhan kota Banda Aceh yang terus berkembang dan banjir akibat luapan sungai dan abrasi pantau di kawasan muara. Untuk menjawab tantangan pengembangan PKW Banda Aceh, maka indikasi program utama yang disusun adalah pembangunan infrastruktur penyediaan air baku dan infrastruktur pengendali banjir dan abrasi. 3) Bendungan Rajui Dengan sumber air dari sungai Kr. Rajui, bendungan ini memiliki luas tangkapan air 1.9 km2 yang mampu mengairi lahan irigasi seluas 1000 ha dan menghasilkan air baku 0.64 m3/detik. Bendungan ini untuk mendukung Pengembangan agroindustri padi, kelapa sawit, karet, kopi dan lada. Permasalahan yang dihadapi adalah Aksesibilitas antar kawasan yang masih perlu ditingkatkan kapasitasnya. Dengan demikian perlu adanya peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan untuk mengakes potensi yang ada. 4) Bendungan Keureuto Bendungan Kreung Keureuto akan memiliki kapasitas 167 juta kubik, dengan genangan seluas 900 ha direncanakan menampung air irigasi Alue Bay 4.438 ha, dan menambahkan suplai air irigasi di sekitar Krueng Pase. Dengan potensi bendungan tersebut, diperkirakan waduk terbesar di Sumatera ini bisa menjadi hidro power Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang bisa menghasilkan 7 mega watt (MW), dan ini mencukupi aliran listrik cukup untuk Aceh Utara. Waduk Krueng Keureutoe juga dengan genangan 900 ha tadi. Bendungan Keureuto masih dalam tahap pembangunan dan masih memerlukan

115

beberapa tahun penyelesaian pekerjaan sebelum dapat berfungsi optimal. Dengan demikian pembangunan infrastruktur penampung air baku sebagai langkah persiapan untuk memanfaatkan bendungan ini. 5) Bendungan Tiro Dengan sumber air dari sungai Krueng Tiro, bendungan ini mampu mengairi lahan irigasi seluas 6.330 ha. Sementara itu terdapat masalah untuk distribusi air bersih dari bendungan ini. Dengan demikian perlu adanya pembangunan instalasi air bersih dan penunjangnya. 6) Bendungan Rukoh Dengan sumber air dari sungai Krueng Rukoh, bendungan ini mampu mengairi lahan irigasi seluas 11.950 ha. Di sekitar bendungan ini masih banyak terdapat rumah tidak layak huni yang harus ditingkatkan kualitasnya menjadi rumah sehat. Dengan demikian masalah ini dapat di atasi melalui stimulan rumah sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 7) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam Pengembangan industri prioritas: Industri Kimia Dasar Berbasis MIGAS dan Batubara, Industri Hulu Agro, Industri Tekstil, Alas Kaki dan Aneka, Industri Pangan, Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong, dan Jasa Industri, Industri Elektronika dan Telematika, Industri Alat Transportasi. Kawasan ini berguna untuk Pengembangan koridor ekonomi Banda Aceh - Medan - Dumai - Palembang dan koridor ekonomi internasional Ranong - Phuket -Aceh. Tantangan utama dalam pengembangannya adalah ketersediaan air baku bagi Kapet Banda Aceh. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur penampungan dan penyaluran air baku primer. 8) Pelabuhan Penyeberangan Ulele (Ulee Lheue) Pelabuhan Penyeberangan yang menghubungkan Kota Banda Aceh dengan Kota Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas. Pelabuhan yang dibangun kembali di tahun 2005 ini sekarang melayani hingga 4 penyeberangan dalam satu hari dari dan ke Pelabuhan Balohan di pulau Weh. Masih memungkinkan untuk dikembangkan hingga melayani pelayaran ke kota-kota lain di Provinsi Aceh. Tantangan yang dihadapi adalah inefisiensi aksesibilitas antar wilayah akibat pola kota Banda Aceh yang memusat. Dengan demikian perlu adanya pembangunan jalan lingkar yang menghubungkan simpul – simpul dan meningkatkan efisensi konektivitas di Kota Banda Aceh dan sekitarnya.

116

D. Kawasan (1.4) Lumbung Pangan Peureulak 1) PKW Langsa Kota Langsa mempunyai luas wilayah 262,41 km2, yang terletak pada posisi antara 04° 24’ 35,68’’ – 04° 33’ 47,03” Lintang Utara dan 97° 53’ 14,59’’ – 98° 04’ 42,16’’ Bujur Timur, dengan ketinggian antara 0 – 25 m di atas permukaan laut. Kota Langsa sebagai wilayah utama KPP Langsa memiliki potensi utama di sektor perkebunan. Pemrosesan hasil perkebunan seperti sawit dan karet juga memiliki peluang untuk dikembangkan di Kota Langsa. Sektor perikanan merupakan sektor unggulan di Kota Langsa, terutama budidaya tambak. Luas area tambak di Kota Langsa mencapai 2.374 ha. Hal ini karena adanya dukungan pelabuhan Kuala Langsa yang memiliki kegiatan intensifikasi dan pemrosesan perikanan beku baik hasil tambak maupun hasil laut. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi yaitu meningkatnya kebutuhan air baku untuk memenuhi berkembangnya kebutuhan irigasi pertanian, kemudian penyaluran air bersih dan penanganan sanitasi yang belum merata, serta penyediaan perumahan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan Kota Langsa. Dengan demikian indikasi program yang dibutuhkan adalah pengembangan jaringan/daerah irigasi serta pembangunan waduk dengan kapasitas besar, pembangunan Infrastruktur IPAL, SPAM dan persampahan serta terakhir adalah pembangunan rumah baru dan stimulan pembangunan rumah layak huni. 2) KPPN Idi Rayeuk, Peunaron, Peureulak, Rantau Peureulak Kawasan Pedesaan Prioritas Nasional yang menjadi pusat pertumbuhan program pemerintah pusat meliputi di antaranya kawasan Kecamatan Idi Rayeuk, Peunaron, Peureulak, Peureulak Barat, Peureulak Timur dan Rantau Peureulak. kawasan lumbung pangan nasional, pengembangan agroindustri padi, kelapa sawit, karet dan kopi. Meningkatnya kebutuhan air baku untuk memenuhi berkembangnya kebutuhan irigasi pertanian adalah tantangan yang harus dihadapi. Dengan demikian pengembangan jaringan daerah irigasi serta pembangunan waduk adalah kebutuhan bagi pengembangan kawasan ini. E. Kawasan (2.1) Metropolitan Mebidangro 1) Pelabuhan Umum Belawan Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan yang terletak di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dan merupakan pelabuhan terpenting di

117

pulau Sumatera. Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan tingkat kelas utama yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia I. Dalam rangka pengembangan Pelabuhan Belawan dibutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan demikian akan menciptakan backlog hunian akibat pertumbuhan penduduk. Dibutuhkan pembangunan hunian yang dapat menampung tenaga kerja tersebut. 2) Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan PPS Belawan terletak pada posisi yang cukup strategis, berada di antara perairan pantai timur Sumatera dan Selat Malaka. Juga berada di perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia dan Laut Cina Selatan, yang merupakan pintu masuk bagi kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia. Dalam rangka pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan dibutuhkan banyak tenaga kerja. Dibutuhkan pembangunan hunian yang dapatmenampung tenaga kerja tersebut. 3) Bandar Udara Kargo Kualanamu Fasilitas yang menjadi bagian dari Bandara Internasional Kualanamu dengan luas area terminal mencapai 1,3 ha. Kebutuhan utama bagi pengembangan Bandar Udara Kargo Kualanamu adalah kebutuhan penyediaan air bersih, drainase kawasan dan penataan kawasan. Dengan demikian indikasi program yang dibutuhkan adalah pembangunan infrastruktur air minum, drainase kawasan dan penataan kawasan. 4) PKN Kawasan Perkotaan Mebidangro Kawasan Metropolitan Mebidangro seluas 301.697 ha, meliputi Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Kawasan Mebidangro memiliki kedudukan strategis terhadap pengembangan Segitiga Ekonomi Regional Indonesia - Thailand - Singapura (IMS-GT). Tantangan pengembangan PKN Kawasan Mebidangro adalah adanya banjir tahunan dan perlu ditingkatkannya jaringan distribusi air baku. Selain itu aksesibilitas antar kawasan masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian maka dibutuhkan pembangunan Infrastruktur pengendali banjir dan jaringan distribusi air baku serta pembangunan infrastruktur jalan penunjang aktivitas kawasan. 5) Bendungan Lau Simeme Bendungan Lau Simeme seluas 17 ha termasuk dalam daftar prioritas 9 bendungan yang akan dibangun tahun 2017. Permasalahan terkait

118

pembangunan Bendungan Lau Simeme ini adalah belum adanya transmisi distribusi air baku serta jaringan irigasi yang dapat digunakan ketika bendungan lausimeme selesai dibangun. Dengan demikian perlu adanya pengembangan jaringan irigasi dan jaringan air baku. 6) Pelabuhan laut Tanjung Beringin Pelabuhan yang dibangun sejak tahun 2009 yang diproyeksikan sebagai pelabuhan pendukung tapi hingga saat ini masih belum difungsikan dan bahkan banyak mengalami kerusakan. Distribusi air baku yang masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur pengendali abrasi dan distribusi air baku. F. Kawasan (2.2) Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung 1) PKW Kota Tebing Tinggi Kota Tebing Tinggi terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Parapat, Balige dan Siborong-borong. Untuk mengembangkan PKW Tebing Tinggi terdapat tantangan yaitu aksesibilitas kawasan yang masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan dan peningkatan infrastruktur jaringan jalan. 2) KI Kuala Tanjung Kawasan industri yang berada di Kab. Batubara dan Kab. Deli Serdang yang terintegrasi dengan pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung. Kawasan terpadu industri ini sangat penting untuk mengembangkan WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru, khususnya Kawasan Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung. Tantangan pengembanga KI Kuala Tanjung adalah rentan terhadap banjir, longsor dan perlu peningkatan distribusi air baku. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur penahan abrasi, pengendali banjir, penampung air baku berikut jaringan distribusi primer. 3) KI Sei Mangkei Kawasan Industri Terpadu Kuala Tanjung-Sei Mangkei dengan luas area mencakup 7.000 ha dan merupakan bagian dari KEK Sei Mangkei. Merupakan kawasan strategis bagi pengembangan WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru, khususnya Kawasan Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung. Perlu adanya penanganan secara komprehensif di KI Sei Mangkei.

119

Penataan kawasan industri dan pembangunan infrastruktur air bersih, persampahan dan pengolahan limbah adalah penanganan yang dibutuhkan. 4) KEK Sei Mangkei Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2012 pada tanggal 27 Februari 2012 dan merupakan KEK pertama di Indonesia yang diresmikan operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Januari 2015. Kawasan ini masih sangat membutuhkan aksesibilitas kawasan yang perlu ditingkatkan. Dengan demikian perlu adanya perencanaan dan pembangunan serta peningkatan infrastruktur jalan. G. Kawasan (2.3) Strategis Priwisata Danau Toba – Samosir 1) PKW Balige Balige sebagai ibu kota Kabupaten Toba Samosir, memiliki luas wilayah 91.05 km², yaitu 4.50 % dari total luas Kabupaten Toba Samosir. Secara astronomis berada di 2º 15' LS - 2º 21' Lintang Utara dan 99º 00' - 99º 11' Bujur Timur. Sesuai dengan letak astronomis, Kecamatan Balige yang terletak pada wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 905 – 1.200 meter, tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah. Masalah utama di PKW Balige adalah distribusi air minum yang belum merata. Oleh karena itu diperlukan pembangunan dan peningkatan infrastruktur air minum. 2) PKW Sidikalang Sidikalang adalah nama sebuah kecamatan di kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Sidikalang yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Dairi ini secara Geografis berada di barat laut Provinsi Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 191.625 ha atau sekitar 2,67% dari luas keseluruhan provinsi Sumatera Utara. Tantangan utama adalah Penanganan limbah dan persampahan kawasan masih belum optimal. Dengan demikian dibutuhkan pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah (IPAL) dan persampahan yang lebih optimal. 3) PKW Pematangsiantar PKW Pematangsiantar berada Kota Pematangsiantar merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Kota Medan. Karena letak Kota Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera. Kota Pematangsiantar terletak pada garis 2° 53’ 20” - 3° 01’ 00” Lintang Utara dan 99° 1’00” - 99° 6’ 35” Bujur Timur, berada di

120

tengah–tengah wilayah Kabupaten Simalungun. Memiliki potensi dari sektor industri yang sedari dulu telah menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Selain itu sektor perdagangan dan jasa pun salah satu sektor lain yang berpotensi untuk kedepannya. Terdapat tantangan terkait konektivitas yaitu jalur lintas timur yang rawan kerusakan jalan akibat tonase dan tingginya arus kendaraan dan barang yang bermuatan melebihi kapasitas jalan. Oleh karena itu indikasi program yang disusun adalah peningkatan kapasitas jalan, perbaikan drainase jalan. 4) KSPN Danau Toba KSPN Danau Toba merupakan salah satu daya tarik wisata alam yang berbasis potensi keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah daratan yang berupa perairan sungai dan danau. Posisinya yang strategis dalam peta kepariwisataan nasional mampu menarik minat wisatawan domestik dan mancanegara serta menjadi motor penggerak ekonomi pada skala lokal, wilayah dan nasional. Pengembangan KSPN Danau Toba sangat rentan terhadap adanya bahaya banjir dan longsor. Maka diperlukan pembangunan infrastruktur pengendali banjir dan longsor. 5) KPPN Sidikalang KPPN Sidikalang adalah kawasan Perdesaan Prioritas Nasional yang terdapat di Kabupaten Dairi. Seperti kawasan perdesaan lainnya, aksesibilitas masih menjadi permasalahan yang harus ditangani. Oleh karena itu diperlukan peningkatan infrastruktur jalan. 6) Kawasan Ekosistem Leuser Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan salah satu wilayah konservasi paling penting di muka bumi. Terletak di dua provinsi paling utara Sumatera (Aceh dan Sumatera Utara), dengan luas 2,6 juta ha yang sangat kaya keanekaragaman hayati. KEL ini terbentang di 13 Kabupaten (Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang) di Provinsi Aceh dan 4 Kabupaten yaitu Langkat, Dairi, Karo dan Deli Serdang di Provinsi Sumatera Utara. Tantangan utama yang dihadapi berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan kawasan ini secara berkelanjutan.

121

H. Kawasan (2.4) Industri Dumai 1) PKN Dumai Potensi pengembangan secara terpadu kawasan pesisir pantainya sebagai kawasan tangkap dan budidaya keramba komoditas unggulan ekspor ikan hidup seperti kerapu, kakap putih, kepiting rajungan dan bawal melalui pemulihan fungsi hutan mangrove. Selain itu dumai juga memiliki potensi wisata budaya dan belanja serta merupakan gerbang menuju Malaysia dan Provinsi Kepulauan Riau. PKN Dumai memiliki potensi pengembangan pariwisata seperti wisata alam, budaya dan belanja. PKN Dumai berkembang pesat sebagai kawasan industri karena letaknya yang strategis dan menjadi muara bagi distribusi minyak bumi dari Duri. 2) PKSN Dumai Memiliki potensi wisata budaya dan belanja serta merupakan gerbang menuju Malaysia dan Provinsi Kepulauan Riau. PKSN Dumai memiliki potensi pengembangan pariwisata seperti wisata alam, budaya dan belanja. Beberapa daerah wisata di antaranya kawasan konservasi di Kecamatan Sungai Sembilan, hutan wisata di Kecamatan Dumai Barat dan Dumai Timur, kawasan pantai Teluk Makmur di Kecamatan Medang Kampai dan Tasik Bunga Tujuh di Kecamatan Dumai Timur. Sebagai gerbang utama untuk memasuki Riau Daratan, beberapa turis sudah berulang kali mengunjungi Dumai, terutama yang ingin mengunjungi Malaka. Sebagian besar wilayah bergambut, langka air bersih karena pengaruh air asin dan gambut. Indikasi program yang dibutuhkan untuk pengembangan PKSN Dumai adalah pembangunan perkuatan tanggul pantai dan bibir sungai, pembangunan jembatan dan duplikasi, pembangunan air baku dan jaringan, pembangunan pengolahan sampah dan limbah (IPAL). 3) KTM Pulau Rupat Pulau Rupat merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Malaysia dan dekat dengan PKN Dumai. Memiliki potensi alam sawit, karet, pertanian, perikanan laut dan perikanan budidaya. Selain itu terdapat potensi wisata di Rupat Utara, namun masih minim fasilitas. Pulau Rupat sebagian besar lahan gambut/kubah gambut, jaringan jalan perlu ditingkatkan, sumber air baku dan pengolahan air bersih, pantai rawan abrasi. Maka dibutuhkan Peningkatan jalan lingkar pulau menuju ke pelabuhan, pembangunan sumber air bersih, SPAM, instalasi jaringan, pengolahan sampah dan pembangunan tanggul

122

pengaman pantai.PKW Bengkalis Pusat pemerintahan kabupaten Bengkalis, kawasan perkotaan dan permukiman, pusat jasa dan perdagangan Kabupaten Bengkalis. Kawasan strategis menghubungkan menuju ke Karimun, Batam, Bintang, dan pulau lainnya di Kepulauan Riau. Pulau Bengkalis sebagian besar lahan gambut/kubah gambut, jaringan jalan perlu ditingkatkan, sumber air baku, pengolahan air bersih, pengolahan sampah perkotaan, limbah, pantai rawan abrasi. Maka dibutuhkan Peningkatan jalan lingkar pulau menuju ke pelabuhan, pembangunan sumber air bersih, SPAM, instalasi jaringan, pengolahan sampah, dan pembangunan perlindungan pantai. 4) PKW Bagan Siapi – Api PKW Bagan Siapi – Api adalah pusat jasa dan perdagangan di Kabupaten Rokan Hilir dan merupakan kawasan permukiman dan perkotaan. Berada di muara Sungai Rokan dan merupakan sentra perikanan, perbaikan dan pembuatan kapal tradisional. Tanah gambut dan rawa adalah tantangan dalam pembangunan karena butuh tanah urug. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah Peningkatan jaringan jalan, pembangunan sumber air baku, dan pembangunan pengaman pantai. I. Kawasan (2.5) Pertumbuhan Utama Pekansikawan 1) PKN Pekanbaru Kota Pekanbaru adalah ibu kota Provinsi Riau. Kota ini merupakan kota perdagangan dan jasa, termasuk sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi. Disamping itu Kota Pekanbaru juga merupakan pusat perdagangan dan jasa bagi Provinsi Riau, bahkan menjadi destinasi belanja dan wisata bagi provinsi lain seperti Sumatera Barat, Jambi dan Kepulauan Riau.

Tantangan yang dihadapi Kota Pekanbaru adalah Sebagian wilayah merupakan lahan gambut sehingga terdapat kubah gambut dalam, rawan banjir, kebakaran lahan gambut (bahaya asap) yang mengakibatkan bandara sebagai urat nadi bagi arus penumpang dan barang menjadi tertutup. Selain itu terdapat masalah dalam penyediaan sumber air bersih, jaringan perpipaan ke Rumah Tangga, IPAL, kebutuhan rumah susun untuk pekerja, perlu ditingkatkannya jalan dan jembatan serta jalan lingkar untuk kawasan metropolitan Pekansikawan. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan

123

adalah Peningkatan jalan dan jembatan, pembangunan jaringan perpiapaan air bersih, pengolahan persampahan, Pembangunan Rusunawa Pekerja, dan pembangunan sumber air baku (embung). 2) PKW Siak Secara geografis Kabupaten Siak terletak pada koordinat 10 16’ 30” — 00 20’ 49” Lintang Utara dan 100 54’ 21” 102° 10’ 59” Bujur Timur. Secara fisik geografls memiliki kawasan pesisir pantai yang berhampiran dengan sejumlah negara tetangga dan masuk kedalam daerah segitiga pertumbuhan (growth triangle) Indonesia - Malaysia - Singapura. Bentang alam Kabupaten Siak sebagian besar terdiri dari dataran rendah di bagian Timur dan sebagian dataran tinggi di sebelah barat. Lahannya subur untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan perikanan. Sungai Siak merupakan sungai terdalam di tanah air, memiliki nilai ekonomis yang tinggi terutama sebagai sarana transportasi dan perhubungan. Namun potensi banjir diperkirakan juga terdapat pada daerah sepanjang Sungai Siak, karena morfologinya relatif datar. Selain Sungai Siak, daerah ini juga dialiri sungai-sungai lain, yaitu: Sungai Mandau, Sungai Gasib, Sungai Apit, Sungai Tengah, Sungai Rawa, Sungai Buantan, Sungai Limau, dan Sungai Bayam. Sedangkan danau- danau yang tersebar di daerah ini adalah Danau Ketialau, Danau Air Hitam, Danau Besi, Danau Tembatu Sonsang dan Danau Pulau Besar. Dilewati sungai Siak yang merupakan sungai dengan kedalaman yang mampu dilewati kapal besar sampai ke kota Pekanbaru, kawasan ini memiliki potensi perkebunan sawit terbesar, hutan tanaman industri (HTI) dan kebun karet. Kawasan ini memiliki situs sejarah yaitu istana kesultanan Siak Sri Indrapura yang masih berdiri terawat hingga saat ini. Tantangan yang dihadapi adalah banjir sekitar DAS Sungai Siak, pengaruh pasang air laut, kebakaran hutan dan lahan gambut. Dengan demikian dibutuhkan Pembangunan pengaman banjir, perkuatan tebing/ turap sungai, pemipaan air bersih, IPAL dan peningkatan jalan. 3) PKW Pangkalan Kerinci Pangkalan Kerinci adalah ibu kota Kabupaten Pelalawan, Riau. Kecamatan ini memiliki potensi pengembangan karena terletak di Jalan Raya Lintas Sumatera.Kawasan perkantoran baru di Pangkalan Kerinci ini telah dikembangkan dan dibangun di kawasan Bukit Seminai

124

yang terletak di arah timur dari kota lama Pangkalan Kerinci tersebut. Kota lama Pangkalan Kerinci semenjak awal perkembangannya telah terpola untuk berkembang secara linier sepanjang tepi kiri kanan jalan yang mengarah ke utara-selatan. Di sebelah barat dari kota lama Pangkalan Kerinci terdapat kawasan perumahan dan industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang merupakan salah satu industri penghasil bubur kertas dan produk kertas terbesar di dunia yang bahan bakunya diantaranya dipasok dari Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jenis kayu Akasia. Potensi HTI untuk industri kertas (bubur kertas dan kertas), selain itu perkebunan sawit dan karet juga berkembang. Tantangan terbesar adalah lahan gambut, daerah rawa-rawa . Pada saat musim hujan wilayah DAS Sungai Kampar rawan banjir dan pada saat musim kemarau lahan gambut dan hutan rawan kebakaran. Maka dibutuhkan Pembangunan pengendali banjir, perkuatan/pengaman tebing, pembangunan embung untuk sumber air (cadangan air), dan peningkatan jaringan jalan. 4) PKW Bangkinang Bangkinang adalah ibu kota Kabupaten Kampar, Riau yang berjarak 60 km dari Kota Pekanbaru (ibu kota provinsi Riau). Sebagai ibu kota kabupaten yang berdekatan dengan ibu kota provinsi dan menjadi daerah penghubung menuju Provinsi Sumatera Barat. Mayoritas penduduk Bangkinang beragama Islam. Daerah ini awalnya merupakan bagian dari Sumatera Barat, namun setelah penjajahan Jepang, dengan pembagian distrik yang ditentukan oleh Jepang, maka Bangkinang dipindahkan ke dalam Provinsi Riau bersama Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hulu. PKW Bangkinang merupakan kawasan yang memiliki potensi perkebunan sawit dan karet terbesar di Riau, seperti Kabupaten Kampar memiliki luas perkebunan sawit 450.000 ha. Potensi lainnya adalah budidaya perikanan di waduk Koto Panjang dan wilayah sungai Kampar. Tantangan terbesar adalah lahan gambut, daerah rawa-rawa dan tanah longsor yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Pada saat musim hujan di wilayah DAS Sungai Kampar banjir dan tanah longsor kerap terjadi sehingga jalan nasional penghubung Pekanbaru - Padang terputus. Selain itu juga seringkali terjadi kebakaran lahan gambut dan hutan yang mengakibatkan polusi udara hingga asapnya

125

ke negara tetangga Singapura dan Malaysia. Dibutuhkan Pembangunan pengendali banjir, perkuatan/pengaman tebing, pembangunan embung untuk sumber air (cadangan air) dan peningkatan jaringan jalan. 5) Pelabuhan Penyeberangan Mengkapan Di pelabuhan ini terdapat moda transportasi penyeberangan roro menuju berbagai daerah di Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu juga terdapat beragam moda transportasi laut (kapal feri) menuju daerah- daerah di sekitar riau pesisiran yang menjadikan pelabuhan penyebrangan mengkapan sangat penting di Kabupaten Siak. Bertolak belakang dengan hal tersebut pelabuhan penyebrangan mengkapan masih miskin fasilitas umum. Tantangan pengembangan pelabuhan mengkapan adalah masih minimnya fasilitas (sarana dan prasarana) pelabuhan, seperti ruang tunggu, toilet umum dan kamar mandi. Maka dibutuhkan Pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan dan peningkatan jaringan jalan menuju pelabuhan. J. Kawasan (3.1) Strategis Perindustrian Batam 1) PKN Batam PKN Batam berpotensi sebagai pusat kegiatan transportasi internasional, nasional dan regional yang merupakan simpul transportasi udara di Bandara Hang Nadim, dan simpul transportasi laut dengan fungsi utama transportasi dengan cakupan pelayanan internasional dan fungsi pendukung pelayanan perpindahan penumpang selain itu Peningkatan akses pelayanan jaringan jalur kereta api dengan bandar udara dan pelabuhan. Perlu adanya peningkatan jaringan jalan penghubung, pada kawasan industri pada jam sibuk sering terjadi kemacetan di Kota Batam, selain itu meningkatnya jumlah penduduk di kota Batam mengakibatkan rawannya ketersediaan air bersih pada tahun mendatang. Oleh karena itu dibutuhkan Peningkatan jalan dan jembatan, pembangunan flyover, pembangunan sumber air baku (waduk), IPAL, dan rumah susun. 2) PKSN Batam PKSN Batam memiliki potensi sebagai sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara, simpul promosi dan pemasaran, serta simpul transportasi kawasan perbatasan dan diarahkan untuk pengembangkan atau peningkatkan fasilitas Custom, Immigration, Quarantine, and Security (CIQS). Kurangnya prasarana pengendali

126

banjir yang baik dan beberapa titik seperti kawasan batu aji yang rawan akan banjir. Maka dibutuhkan pembangunan pengendali banjir di kawasan rawan banjir. 3) Pelabuhan Batu Ampar Berpotensi sebagai pelabuhan peti kemas yang mengirim barang langsung menuju tempat yang dituju sehingga dapat menekan biaya pengiriman logistik. Selain itu pula berpotensi mengembangkan sektor ekonomi karena menarik banyak investor untuk berinvesatasi di kota Batam. Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya kelengkapan sarana dan infrastuktur dikawasan pelabuhan. Dengan demikian diperlukan peningkatan prasarana infrastruktur yang menunjang aktivitas pelabuhan. 4) Pelabuhan ASDP Telaga Punggur Pelabuhan Telaga Punggur adalah pelabuhan yang berada di pantai timur Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pelabuhan Domestik Telaga Punggur memiliki potensi sebagai pelabuhan utama penghubung kawasan perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam dengan Pelabuhan Bulang Linggi serta Pelabuhan Tanjung Pinang di Pulau Bintan. 5) Bendungan Estuari Sei Gong Bendungan Estuari Seigong akan dibangun dengan tubuh bendungan setinggi 15 meter dan membentang sepanjang 310 meter. Adapun luas area genangan mencapai sekitar 258 ha dan dapat menampung air sebanyak 11,3 juta meter kubik. Dengan kapasitas tersebut sebanyak 0,482 meter kubik per detik air dapat dialirkan untuk kebutuhan air baku. Sebagai bangunan air yang membendung muara (estuari) maka diperlukan perkuatan tanah dan pembangunan jaringan instalasi air bersih untuk distribusi air bersih ke masyarakat yang membutuhkan. 6) Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdaganan Bebas Batam, Bintan dan Karimun. Kabupaten Bintan memiliki luas wilayah administratif terbesar (baik wilayah darat maupun lautnya), dibandingkan 3 Kabupaten/Kota lain yaitu Kabupaten Karimun, Kota Tanjung Pinang dan Kota Batam. Adapun Kota Batam dan Kabupaten Karimun memiliki wilayah daratan yang hampir sama luasnya, namun demikan Kabupaten Karimun memiliki wilayah laut yang hampir dua kali lebih luas.

127

Kawasan yang mencakup 3 Kabupaten/Kota ini memiliki potensi jalur perdagangan internasional yang menjadikannya sebagai pintu gerbang masuk barang dan penumpang ke Indonesia, sehingga sangat berpengaruh terhadap sektor perekonomian. Beberapa isu yang perlu diantisipasi adalah perlunya penanganan pantai yang rawan abrasi karena tergerus ombak laut, potensi bencana longsor akibat kegiatan pengambilan batu granit untuk dijadikan batu pecah (split) yang berlebihan. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah pembangunan penahan ombak/pengaman pantai, pembangunan waduk/embung sumber air baku, dan peningkatan jalan. K. Kawasan (3.2) Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang 1) PKW Kota Tanjung Pinang Kota ini memiliki cukup banyak daerah pariwisata seperti Pulau Penyengat yang tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Laut Tanjungpinang danPelabuhan Sri Bintan Pura, Pantai Trikora dengan pasir putihnya terletak kurang lebih 65 km dari kota, dan pantai buatan yaitu Tepi Laut yang terletak di garis pantai pusat kota sebagai pemanis atau wajah kota (waterfront city). Kawasan kota lama Tanjung Pinang kaya akan bangunan bersejarah (heritage). Namun demikian Kota Tanjung Pinang rawan terhadap abrasi pantai, kekurangan air baku akibat penduduk yang terus bertambah sehingga dibutuhkan pembangunan pengaman pantai dan penyediaan air baku untuk masyarakat. 2) Pelabuhan Tanjung Moco Pelabuhan Laut Tanjung Moco adalah salah satu pelabuhan yang memiliki fungsi memuat bauksit ke tongkang serta memilliki potensi untuk melayani pelayaran internasional sebagai penggerak perekonomian untuk mensejahterakan masyarakat. Akan tetapi terdapat potensi bahaya pencemaran dan abrasi pantai sehingga indikasi program yang dibutuhkan yaitu pembangunan pengaman pantai dan IPAL kawasan. L. Kawasan (4.1) Perkotaan sibolga 1) PPN Sibolga PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Sibolga mengusahakan Pelayanan Jasa Kepelabuhanan serta usaha dan pelayanan jasa lainnya untuk menunjang kelancaran arus kapal, bongkar muat barang dan arus penumpang di Pelabuhan Umum Sibolga. PPN Sibolga membutuhkan peningkatan aksesibilitas kawasan antara lain melalui pembangunan infrastruktur jalan penunjang aktifitas kawasan.

128

2) PKW Padang Sidimpuan Kota Padang Sidimpuan secara keseluruhan dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan yang dulunya merupakan kabupaten induknya. Kota ini merupakan persimpangan jalur darat untuk menuju Kota Medan, Kota Sibolga, dan Kota Padang (Sumatera Barat) di jalur lintas barat Sumatera. PKW Padang Sidimpuan masih membutuhkan aksesibilitas kawasan yang perlu ditingkatkan. Dengan demikian pembangunan infrastruktur jalan penunjang aktifitas kawasan adalah indikasi program yang perlu dilaksanakan. 3) PKW Sibolga Kota Sibolga adalah salah satu kotamadya di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan Teluk Tapian Nauli. Jaraknya ±350 km dari kota Medan (8 jam perjalanan). Kota ini hanya memiliki luas ±10,77 km² dan berpenduduk sekitar 84.481 jiwa. PKW Sibolga masih membutuhkan aksesibilitas kawasan yang perlu ditingkatkan. Dengan demikian pembangunan infrastruktur jalan penunjang aktifitas kawasan adalah indikasi program yang perlu dilaksanakan. 4) Pelabuhan Laut Labuhan Angin (PR) Pelabuhan ini merupakan pelabuhan Kargo yang telah dibangun dalam 7 tahun terakhir di Angin, Kecamatan Tapian Nauli, dan direncanakan akan mulai beroperasi tahun 2017. Pelabuhan ini membutuhkan peningkatan kualitas dan kapasitas jalan akses. Dengan demikian pembangunan infrastruktur jalan penunjang aktivitas kawasan adalah indikasi program yang perlu dilaksanakan. 5) Pelabuhan Laut Parlimbungan Ketek (Pelabuhan Pengumpul) Pelabuhan Parlimbungan Ketek di Madina merupakan bagian dari pembangunan wilayah pantai barat dalam rangka peningkatan konektivitas antar pelabuhan di Pulau Sumatera. Pelabuhan Laut Parlimbungan Ketek masih membutuhkan peningkatan kualitas dan kapasitas jalan akses. Dengan demikian pembangunan infrastruktur jalan penunjang aktifitas kawasan adalah indikasi program yang perlu dilaksanakan. M. Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi 1) Pelabuhan Umum Teluk Bayur Pelabuhan Teluk Bayur merupakan pelabuhan samudera yang terbuka untuk kegiatan perdagangan internasional yang berlokasi di Provinsi

129

Sumatera Barat. Pelabuhan ini memiliki beberapa kawasan yang merupakan sentra kegiatan ekonomi di Sumatera Barat meliputi Muara Padang dan Air Bangis. Pelabuhan Teluk Bayur telah dilengkapi dengan peralatan modern yang mampu menangani pengangkutan berbagai jenis barang antara lain barang curah seperti batu bara, semen, klinker, CPO serta komoditas yang menggunakan peti kemas seperti kayu manis, teh, moulding, furnitur dan karet yang merupakan komoditas unggulan ekspor ke Amerika Serikat, Eropa, Asia, Australia dan Afrika. Strategisnya Pelabuhan Umum Teluk Bayur yang menyerap banyak tenaga kerja menyebabkan terbentuknya kantong-kantong kumuh di kawasan yang berdekatan dengan pusat perkembangan ekonomi. Untuk itu dibutuhkan penanganan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh melalui pembangunan infrastruktur yang komprehensif. 2) PPS Bungus Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus terletak di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Kondisi perairan PPS Bungus sangat tenang. Letak geografis sangat strategis berada di pertengahan Pulau Sumatera, berada dekat dengan daerah penangkapan ikan, sehingga mutu ikan hasil tangkapan dapat dipertahankan. Keberadaan PPS Bungus di Kota Padang sangat penting karena memudahkan nelayan memperoleh kebutuhan melaut seperti BBM, air tawar, es, ransum, maupun logistik lainnya. Sebagai pelabuhan perikanan, ketersediaan air bersih sangat dibutuhkan untuk berbagai kegiatan perikanan. Namun demikian distribusi air bersih dan penanganan limbah belum merata. Dengan demikian dibutuhkan pembangunan jaringan SPAM dan IPAL kawasan serta fasilitas persampahan. 3) KSPN Mandeh Mandeh merupakan kawasan wisata yang terletak di Kecamatan Koto XI Tarusan dan berbatasan langsung dengan Kota Padang. Kawasan ini hanya berjarak 56 km dari Padang dengan Luas ± 18.000 ha dengan waktu tempuh sekitar 56 menit. Kawasan Wisata Mandeh melingkupi 7 Kampung di 3 nagari yang dihuni oleh 9.931 jiwa penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Kawasan Mandeh oleh pemerintah pusat masuk dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) mewakili Kawasan Barat Indonesia. Terdapat permasalahan sepanjang pesisir pantai rawan abrasi dan

130

perlu dilakukan tindakan konservasi sumber daya alam kawasan pesisir. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur penahan abrasi dan konservasi kawasan pesisir. 4) KPPN IV Jurai, Koto XI Tarusan, Lunang Silaut (Tapan) Kawasan Perdesaan Potensial Nasional untuk wilayah Provinsi Sumatera Barat yang meliputi wilayah kecamatan IV Jurai, Koto XI Tarusan dan Lunang Silaut. Sektor perkebunan terutama perkebunan sawit mulai berkembang pesat sejak sepuluh tahun terakhir, yang berlokasi di Kecamatan Pancung Soal, Basa Ampek Balai dan Lunang Silautyang melibatkan beberapa investor nasional dengan pola perkebunan inti dan plasma. Di Kec. Pancung Soat telah berdiri industri pengolahan minyak sawit CPO dengan kapasitas produksi sebesar 4.000 ton per hari yang mengakibatkan tingginya kebutuhan air baku yang untuk mendukung pengembangan pertanian, perkebunan, perikanan dan juga pengembangan kawasan wisata. Maka dibutuhkan pengembangan infrastruktur distribusi air baku. 5) KTM Lunang Silaut Kawasan Kota Terpadu Mandiri Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan mencakup Kecamatan Lunang Silaut. Sedangkan jumlah desa yang masuk dalam Kawasan Kota Terpadu Mandiri Lunang Silaut yaitu sebanyak 25 desa, yang terdiri dari 12 desa eks UPT (Unit Permukiman Transmigrasi), 13 desa lokal. Kawasan Lunang Silaut merupakan permukiman transmigrasi pola TUPS. Selama lebih dari 6 tahun mereka gagal membangkitkan ekonomi wilayah berbasis pangan. Kendalanya adalah gambut tebal dan kadang juga belum matang. Sekarang masyarakat beralih ke tanaman kelapa sawit dan sejauh ini menunjukkan perkembangan yang baik. Permasalahannya adalah konektivitas antar kawasan yang terkendala dengan keberadaan Taman Nasional Kerinci Seblat. Dengan demikian pembangunan infrastruktur jalan pendukung aksesibilitas kegiatan pertanian dan perkebunan. 6) Kawasan Metropolitan Palapa Palapa (akronim dari Padang–Lubuk Alung–Pariaman) adalah sebuah wilayah metropolitan di Provinsi Sumatera Barat yang meliputi Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Pariaman. Wilayah ini merupakan program strategis pemerintah pusat yang tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional 2015-2019.

131

Dikembangkannya Padang Industrial Park (PIP) sebagai pusat kawasan industri pusat industri manufaktur dan industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan kawasan pengolahan hasil laut dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditas yang dihasilkan dari wilayah Provinsi Sumatera Barat, yang terletak di pinggir jalan By Pass antara Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman, memiliki total luas kawasan kurang lebih 484 ha, yang didominasi di Kabupaten Padang Pariaman seluas 284 ha (214 ha PIP dan 70 ha perumahan), dan 200 ha di Kota Padang. Seluas 45 ha (dari total) di antaranya telah siap dibangun. Aksesibiltas di beberapa simpul terkendala macet akibat banyaknya persimpangan dan lebar badan jalan yang sudah tidak memenuhi kebutuhan. Serta dibutuhkannya aksesibilitas yang memadai untuk menunjang pengembangan kota baru dan kawasan metropolitan PALAPA. Dengan demikian dibutuhkan pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan. 7) Kota Baru Padang Merupakan pengembangan Kota Padang untuk menjadi kawasan perkotaan baru di Pesisir Barat Sumatera. Diproyeksikan sebagai Kawasan Pengembangan Prioritas untuk pengembangan perkotaan dan pariwisata, serta sebagai pusat permukiman baru yang layak huni dan didukung oleh fasilitas ekonomi dan sosial budaya yang lengkap guna mencegah terjadinya permukiman tidak terkendali (urban sprawl) akibat urbanisasi di kota otonom terdekatnya. Untuk mendukung hal tersebut diperlukan penanganan sumber air baku dan distribusinya dalam rangka menunjang industri dan pengembangan kawasan metropolitan PALAPA. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur distribusi air baku dan penunjangnya. 8) PKN Padang Kota terbesar di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatera, merupakan Pusat kegiatan Nasional (PKN) yang berorientasi pada pengembangan sektor produksi prioritas antara lain Industri, Perikanan laut, Pariwisata, perdagangan dan jasa. PKN ini diproyeksikan sebagai kawasan pengembangan prioritas untuk mengembangkan perkotaan dan pariwisata, serta sebagai pusat permukiman baru yang didukung oleh fasilitas ekonomi dan sosial budaya guna mencegah terjadinya permukiman tidak terkendali (urban sprawl) akibat urbanisasi di kota otonom terdekatnya. Terdapat tingkat abrasi yang tinggi di sepanjang

132

pesisir pantai barat Pulau Sumatera dan banjir tahunan akibat luapan air sungai. Maka diperlukan pembangunan infrastruktur pengendali banjir dan abrasi di sepanjang pantai Kota Padang. 9) PKW Bukittinggi Merupakan poros barat – timur di Pulau Sumatera yang mempunyai pergerakan ekonomi (barang dan jasa) dengan frekuensi yang paling tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah belahan barat. Kawasan strategis poros barat-timur tersebut berada pada jalur koridor jalan Negara Padang – Bukittinggi – Payakumbuh – Batas Provinsi Riau. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kota Bukittinggi, hal ini didukung oleh banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki sebagai "kota wisata". Pada tahun 2012, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota ini mencapai 26.629 orang. PKW Bukittinggi juga menjadi pusat perdagangan bukan hanya skala lokal tetapi juga skala internasional yang didukung oleh tiga pasar utama yaitu Pasar Ateh, Pasar Louih Galuang dan Pasar Aur Kuning Tantangan. Tantangan dalam pengembangan PKW Bukittinggi adalah Banjir tahunan akibat luapan sungai Batang Sianok serta kebutuhan air baku yang terus meningkat. Dengan demikian dibutuhkan pembangunan infrastruktur pengendali banjir dan infrastruktur penampung dan distribusi air baku. 10) Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang adalah salah satu stasiun pengamat terletak dekat dengan Equator (katulistiwa) di Kototabang Kec. Palupuh Kab.Agam Sumatera Barat dengan posisi 100,32 BT 0,23 LS dan ketinggian 900 m di atas permukaan laut. Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang menpunyai tugas melaksanakan pengamatan, pengolahan, perekaman dan pelaporan data meteorologi parameter klimatologi, atmosfer, Ionosfer, Geomagnet dan pemeliharaan alat agar dapat beroperasi sebaik mungkin. Terdapat Aksesibiltas di beberapa simpul terkendala macet akibat banyaknya persimpangan dan lebar badan jalan yang sudah tidak memenuhi kebutuhan. Dengan demikian dibutukan pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan. 11) PKW Pariaman Kota Pariaman memiliki luas wilayah sekitar 66,06 km2, dengan

133

panjang garis pantai 12,00 km2. Luas daratan daerah ini setara dengan 0,17% dari luas daratan wilayah Provinsi Sumatera Barat. Sektor perdagangan merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Kota Pariaman, yang disusul oleh sektor jasa, di mana pada kota ini terdapat 3 buah pasar tradisional. Sektor industri cukup berkembang di kota ini terutama industri kimia dan logam.Selain itu sektor pertanian masih menjanjikan bagi masyarakat setempat di mana sampai tahun 2007 luas areal persawahan yang masih dimiliki kota ini adalah 36.81 % dari total luas wilayahnya dan memberikan konstribusi paling besar yaitu sebesar 27.06 % dari total PDRB Kota Pariaman. Terdapat kebutuhan air baku yang tinggi dan memerlukan pendistribusian yang merata untuk mendukung pengembangan pertanian, perkebunan, dan perikanan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur distribusi air baku. 12) Terminal Tipe A Padang Terminal tipe A ini akan digunakan sebagai terminal akhir dari semua terminal termasuk terminal tipe B Bukit Putus serta terminal di Banda Buek. Terminal type A Anak Aia juga menjadi terminal bagi angkutan umum dengan trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Program yang diperlukan adalah penanganan permukiman kumuh di sekitar terminal melalui penataan kawasan permukiman kumuh. N. Kawasan (4.3) Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait 1) KPPN Ketahun, Agramakmur, Padang Jaya (Batiknau) Kawasan Ketahun dan Lais Giri Kencana sebagai kawasan strategis provinsi bidang ekonomi, khususnya subbidang pertanian (Kota Terpadu Mandiri/KTM). Kawasan Strategis Kota Tani Mandiri LAGITA (Lais, Giri Kencana dan Ketahun) sebagai awasan strategis bidang Ekonomi berfungsi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Pembangunan infrastruktur secara keseluruhan sempat terhenti karena kurangnya koordinasi dan dukungan antar sektor. Diperlukan dukungan utama terutama dalam penyediaan air baku untuk kegiatan pertanian. 2) KTM Legita KTM Lagita sebagian besar terletak pada dataran dengan ketinggian dibawah 150 m dpl, di bagian barat membujur searah pantai dari Selatan ke Utara. Secara administratif kawasan tersebut masuk kedalam 5 kecamatan yaitu Kecamatan Ketahun, Napal Putih, Giri Mulya, Batik Nau dan Padang Jaya. KTM Lagita terletak di bagian Utara

134

Kabupaten Bengkulu Utara, dengan total luas 99.251 ha. Kawasan KTM Lagita masuk Wilayah Pengembangan Ketahun dan sekaligus menjadi pusat WP, dengan fungsi utama sebagai wilayah pengembangan kegiatan perekonomian dan produksi, dengan hasil produksi pertanian dan pertambangan yang menonjol antara lain perkebunan kelapa sawit dan karet, Pertanian tanaman pangan terutama padi dan pertambangan batubara (dalam kondisi downward). Terdapat permasalahan tingkat abrasi yang tinggi di sepanjang pesisir pantai serta distribusi air bersih dan pengolahan limbah kawasan belum sepenuhnya tertangani dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur pengendali abrasi pantai serta penyediaan infrastrutkur SPAM dan IPAL Kawasan. 3) PKW Bengkulu Kota Bengkulu adalah ibu kota Provinsi Bengkulu dengan luas wilayah 151,70 km², yang terletak di pantai barat pulau Sumatera dengan panjang pantai sekitar 525 km. Kawasan kota ini membujur sejajar dengan pegunungan Bukit Barisan dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Kawasan Strategis Kota Bengkulu dan sekitarnya sebagai Kawasan Strategis bidang Ekonomi. Kawasan ini diarahkan sebagai pusat pertumbuhan wilayah Provinsi yang berfungsi sebagai pusat produksi dan distribusi untuk mendukung sektor produksi wilayah sekitarnya seperti pertanian, perkebunan, agro industri dan peternakan.Pengembangan Kawasan Strategis ini diarahkan untuk mendukung fungsi Kota Bengkulu sebagai kota PKN. Terdapat Tingkat abrasi yang tinggi di sepanjang pesisir pantai yangberhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Dengan demikian dibutuhkan pembangunan infrastruktur pengendali abrasi pantai. 4) PKW Mukomuko Ditinjau dari posisi geografisnya, Kabupaten Mukomuko berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan (Provinsi Sumatera Barat) di sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara di sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia di sebelah barat, serta di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin (Provinsi Jambi). Bagian timur di Kabupaten Mukomuko merupakan daerah perbukitan dengan dataran tinggi yang subur, sedangkan di bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit. Lokasi Mukomuko yang strategis, yang terletak di

135

tengah-tengah jalan lintas dua kota besar yaitu Kota Padang dan Kota Bengkulu. Infrastruktur yang mendukung, kualitas sumber daya manusia, potensi sektor manufaktur, perdagangan dan jasa yang sedang berkembang karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi Terutama daerah-daerah sekitarnya, menjadikannya sebagai sebuah kota yang menarik dan berdaya jual bagi para investor. Untuk pengembangan PKW Mukomuko Perlu ditingkatkannya penyediaan air baku untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan perikanan. Perlu adanya pembangunan infrastruktur pendukung penyediaan air baku. 5) Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat meliputi wilayah Kab. Bungo, Kab. Kerinci dan Kab. Merangin. Taman nasional terbesar di Sumatera yang telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO, memiliki luas wilayah sebesar 13.750 km². Taman nasional ini merupakan wilayah dataran tertinggi di Sumatera dengan puncak tertinggi Gunung Kerinci (3.805 m). Taman nasional ini juga memiliki mata air panas, sungai-sungai beraliran deras, gua, air terjun dan danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara. Selain itu taman ini memiliki beragam flora dan fauna, terdapat sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia Arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional antara lain Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies burung. Isu yang mengemuka adalah kerusakan akibat perambahan hutan, illegal logging, pengalihan fungsi lahan menjadi perkebunan kopi, eksploitasi sumber daya alam tanpa izin yang mengakibatkan terganggunya fungsi ekologi dan hidrologis yang kemudian berdampak pada wilayah lain di sekitarnya. O. Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi 1) PKN Jambi Kota Jambi sebagai ibu kota Provinsi Jambi dengan luas wilayah ± 205,38 km² terletak di tengah-tengah pulau Sumatera. Secara geomorfologis Kota Jambi terletak di bagian Barat cekungan Sumatera bagian selatan yang disebut Sub-Cekungan Jambi, yang merupakan dataran rendah di Sumatera Timur. Kota Jambi adalah daerah yang menghubungkan lintas tengah dan lintas timur Pulau Sumatera dan

136

sangat berpotensi menjadi simpul perdagangan regional karena letak geografisnya. Disamping aksesnya yang mudah ke kota-kota utama di Sumatera, Kota Jambi juga berdekatan dengan pusat pertumbuhan regional Batam, Singapura dan Johor. Oleh karenanya, dimasa yang akan datang, daerah ini diproyeksikan untuk memainkan peranan penting sebagai daerah pendukung utama (main hinterland) dalam kerjasama ekonomi regional IMS-GT (Indonesia, Malaysia and Singapore - Growth Triangle). Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan PKN Jambi adalah tingginya tingkat kerusakan akibat banjir dan abrasi dari Sungai Batanghari yang membelah kota Jambi hingga ke muara laut serta masih belum memadainya ketersediaan air baku untuk pemenuhan kebutuhan Kota Jambi. Dengan demikian dibutuhkan pembangunan infrastruktur penahan abrasi dan pembangunan infrastruktur penampung dan distribusi air baku. Kemudian terkait keberadaan Bandar Udara Sultan Mohammad Thaha dibutuhkan peningkatan infrastruktur jalan agar dapat meningkatkan aksesibilitas menuju Bandara. 2) Pelabuhan Talang Duku Pelabuhan seluas 271 ha yang rata-rata tiap bulan melayani pengiriman hingga 3.000 unit peti kemas komoditi pertanian Provinsi Jambi. Pelabuhan ini berfungsi melayani bongkar muat peti kemas dan juga terdapat kapal layar motor yang membawa logistik seperti pupuk, gula, beras dan lainnya dan beroperasi selama 24 jam. Tantangan yang dihadapi adalah kerusakan akibat banjir dan abrasi dari Sungai Batanghari yang mempengaruhi daerah sepanjang aliran sungai tersebut di Kab. Muaro Jambi. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur penahan abrasi. 3) KSPN Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi Dalam KSPN ini terdapat kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kawasan strategis pariwisata nasional untuk jenis wisata budaya dan religi. Tantangan dalam pengembangan kawasan ini adalah aksesibilitas jalan yang harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan terutama yang terkait dengan aktivitas pelabuhan. 4) Kawasan Taman Nasional Berbak Taman Nasional Berbak seluas 162.700 ha sebagai salah satu kawasan

137

pelestarian alam yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pelestarian flora, fauna dan ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya. Tantangan yang dihadapi adalah Masih belum memadainya ketersediaan air baku untuk pemenuhan kebutuhan di Kab. Muaro Jambi yang terkait pengembangan lahan pertanian dan perkebunan baru sehingga dibutuhkan pembangunan infrastruktur penampung dan distribusi air baku. Selain itu masih diperlukan perumahan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang diwujudkan melalui pembangunan rusun dan rumah khusus. P. Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api 1) Pelabuhan Umum Palembang Boom Baru Pelabuhan Boom Baru, Palembang di sungai musi, adalah pelabuhan sungai terbesar di wilayah Pulau Sumatera yang memilki potensi sebagai tumpuan urat nadi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Pelabuhan ini merupakan pusat bongkar muat kapal kargo, tongkang, dan kontainer serta tempat melintas menuju Batam dan kota Bangka, selain itu juga potensi ini juga didukung oleh beberapa sektor lainnya meliputi pertanian, pertambangan dan industri. Tantangan dan potensi kerusakan adalah adanya endapan lumpur yang dibawa sungai Musi dan dapat mempengaruhi kedalaman pelabuhan. Dukungan program yang dibutuhkan adalah program pengerukan pelabuhan berkala, perkuatan pengaman sungai, penyedian sumber air baku untuk kapal yang berlabuh dan pemipaan serta peningkatan jalan menuju pelabuhan. 2) Pelabuhan ASDP Tanjung Api – Api Saat ini telah disiapkan 9 kapal fery oleh PT. ASDP untuk melayani rute pelayaran Pelabuhan Tanjung Api-api - Pelabuhan Tanjung Kalian (Bangka). Pelabuhan ini berpotensi untuk menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Bangka dikarenakan arus laut yang tidak begitu besar karena diapit 2 pulau. Tantangan yang dihadapai adalah kerusakan dikarenakan adanya endapan lumpur yang dibawa sungai Musi sehingga pelabuhan menjadi dangkal. Oleh karena itu perlu adanya Program pengerukan pelabuhan berkala, perkuatan pengaman pantai, penyediaan sumber air baku dan perpipaan. 3) KPPN Air Salek, KPPN Banyuasin Kawasan perdesaan prioritas nasional ini menghasilkan produk

138

unggulan pertanian pangan (padi, sayur mayur, serta budidaya perikanan) dan didukung oleh sumber air yang cukup untuk pertanian serta sistem irigasi yang memadai. Terdapat beberapa tantangan berupa pengaruh pasang air laut, potensi kerusakan pintu air sistem tata kelola air, jaringan jalan dan jembatan untuk membawa hasil produk unggulan. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah program peningkatan sistem irigasi, sumber air baku serta peningkatan jaringan jalan dan jembatan 4) KPPN Muara Telang KTM Telang mempunyai luas 95.940 ha dengan 34 desa. Jumlah penduduk di kawasan tersebut mencapai 86.665 jiwa. Komoditas unggulan Telang meliputi tanaman pangan, perkebunan, pengembangan budidaya sapi dan ikan air tawar. Terdapat permasalahan kerusakan jalan dan jembatan sehingga mengurangi konektivitas. Oleh karena itu dibutuhkan adanya peningkatan jaringan jalan dan jembatan. 5) Kawasan Metropolitan Patung Raya Agung Kawasan Metropolitan Patungraya Agung (Palembang, Betung, Indralaya, Kayu Agung) meliputi wilayah Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Kawasan ini memiliki keunggulan menjadi gerbang ekonomi selatan Pulau Sumatera sebagai pusat perdagangan dan jasa, kawasan permukiman perkotaan, kawasan industri, pusat pertumbuhan, dan sebagai outlet barang unggulan (Batubara, Sawit, Karet dan hasil pertanian). Tantangan yang dihadapi berupa jaringan transportasi jaringan jalan, kereta api, terminal, dan pelabuhan untuk menyalurkan sektor unggulan (batubara, karet, sawit dan hasil pertanian) menuju pelabuhan dan kota-kota di Sumatera yang masih belum memadai, kondisi jalan yang kelebihan beban, kurangnya sumber air bersih, penangganan limbah dan persampahan. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah pembangunan jalan tol dan penghubung menuju dan keluar tol, peningkatan jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, pembangunan sumber air baku dan jaringan, pembangunan sistem IPAL, dan pembangunan pengolahan persampahan. 6) KEK Tanjung Api – Api Kawasan Ekonomi Khusus ini kaya akan potensi pengembangan sawit,

139

karet, batu bara dan kilang minyak. Banyak negara yang tertarik untuk menginvestasikan di kawasan ini antara lain perusahaan Tacitus dari London, Inggris dan perusahaan Baracca Far FZE, Dubai. Tantangan yang dihadapi berupa perlu adanya peningkatan jaringan transportasi jaringan jalan, kereta api, terminal, dan pelabuhan untuk menyalurkan sektor unggulan (batubara, karet, sawit dan hasil pertanian) menuju pelabuhan. Dengan demikian maka indikasi program yang dibutuhkan adalah Peningkatan jaringan jalan, Pembangunan jaringan air bersih dan IPAL. Q. Kawasan (5.3) Maritim Pangkal Pinang 1) PKW Pangkal Pinang Kota Pangkalpinang berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas - batas : Utara - Desa Pagarawan, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka; Selatan - Desa Dul, Kecamatan Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah; Barat - Desa Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka; Timur - Laut Cina Selatan. Luas wilayah Kota Pangkalpinang adalah 118,41 km2. Kota Pangkalpinang juga merupakan pusat aktivitas bisnis/perdagangan dan industri di Bangka Belitung selain sebagai pusat kegiatan memiliki sektor-sektor lain yang dapat berkembang dengan baik seperti sektor wisata alam maupun buatan dan potensi sumber daya perikanan laut yang sangat besar yakni 93 ribu ton per tahun untuk perikanan tangkap dan lebih dari 100 ribu ha lahan untuk budidaya komoditas perikanan laut seperti kerapu, mutiara, teripang, dan lain-lain. Perkembangan kota yang meningkat membutuhkan infrastruktur perkotaan yang baik, kekurangan air bersih, sistim IPAL, bahaya abrasi pantai, masalah persampahan. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan pengaman pantai, jaringan air bersih dan sumber air baku, IPAL, TPA, dan Penyedian perumahan serta peningkatan jaringan jalan. 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungai Liat PPN Sungailiat berada di pulau bangka dan berhadapan langsung dengan daerah penangkapan ikan, selat karimata, Laut natuna, dan laut cina selatan (WPP 711) sehingga potensi besar untuk pengembangan perikanan di daerah, dengan mencanangkan program minapolitan dapat menjadi sentra produksi ikan tangkap yang merambah ke luar daerah dari hal ini dapat menjadi nilai tambah dalam sektor industri perikanan tangkap sehingga mampu membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Terdapat potensi

140

Pencemaran laut akibat kegiatan penambangan, kerusakan pantai akibat abrasi laut. Untuk menangulangi potensi pencemaran dan kerusakan yang terjadi maka dibutuhkan Pembangunan pengaman pantai, air bersih, IPAL dan peningkatan jalan menuju ke pelabuhan perikanan. Tantangan alam yang dihadapi adalah abrasi bibir pantai akibat ombak serta kurangnya air baku. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan pengaman pantai, dan penyediaan sumber air baku. 3) KPPN Pulau Besar Kecamatan Pulau besar ini merupakan sebuah kecamatan baru di Kab. Bangka Selatan dan memiliki 6 desa yang terletak di pinggir pantai, dengan potensi objek wisata dikarenakan keindahan alam yang dimilikinya. Salah satu agro wisata yang ada adalah salah pondoh. 4) KTM Batu Betumpang Batu Betumpang adalah kecamatan di Kabupaten Bangka Selatan. KTM Batu Betumpang yang dikembangkan pada lahan transmigrasi dengan Luas lahan 5.000 ha dan dihuni oleh hampir 150 ribu jiwa, hal ini merupakan potensi menjanjikan untuk mengembangkan komoditi unggulan dalam memenuhi skala ekonomis. Dengan dibukanya sentra-sentra agribisnis dan agroindustri yang mampu menarik investasi swasta dalam menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi transmigrasi dan penduduk sekitar KTM sehingga dapat membuka peluang usaha dan kesempatan kerja agar kesejahteraan masyarakat lebih meningkat dan lebih baik. Terdapat tantangan pengembangan yaitu berkurangnya air untuk pertanian, abrasi pantai dan pencemaran dari kegiatan pertambangan. Dengan demikian untuk mengatasi tantangan tersebut maka dibutuhkan pembangunan pengaman pantai dan penyediaan sumber air baku. 5) PKW Muntok Kabupaten Bangka Barat merupakan salah satu bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. wilayah ini memiliki potensi pertambangan bijih timah yang dikelola PT. Timah Tbk, swasta dan masyarakat, selain itu perkebunan dan pertanian sebagai pendukung yang memiliki potensi cukup besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pemerintah juga akan membangun terminal tipe C, perbaikan pasar, penyediaan sarana kesehatan yang memadai, peningkatan jalan dan lainnya agar warga yang berada di pelosok mudah menjangkau pusat-pusat pelayanan masyarakat. Adapun

141

permasalahan yang ada adalah aktivitas pertambangan yang meninggalkan kolam bekas galian, abrasi pantai akibat gelombang ombak laut, pencemaran dan berkurangnya ketersediaan air bersih. Oleh karena itu dibutuhkan Program pengaman pantai, penyediaan sumber air bersih, waduk, embung, IPAL, jaringan air bersih, persampahan dan peningkatan jaringan jalan. R. Kawasan (5.4) Strategis Pariwisata Belitung 1) PPN Tanjung Pandan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tanjungpandan yang mulai dibangun sejak tahun 1975/1976, di atas tanah seluas 5 ha, semula merupakan Pelabuhan Perikanan Pantai dan sejak tahun 2011 pelabuhan ini ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 26.I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan. PPN Tanjungpandan merupakan sentra kegiatan nelayan yang mengakomodasikan kegiatan perikanan tangkap di wilayah ini. Keberadaan PPN Tanjungpandan yang berlokasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan 2 (WPP 2) Laut Cina Selatan dengan potensi lestari sebesar 1,2 juta ton/tahun. Sebagai prasarana penunjang ekonomi perikanan, pelabuhan ini berpotensi untuk dikembangkan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Belitung. Terdapat permasalahan pencemaran pantai, abrasi, kerusakan terumbu karang. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan pembangunan pengaman pantai, SPAM dan IPAL. 2) KSPN Tanjung Kelayang Tanjung Kelayang adalah salah satu pantai terindah di Belitung, pusat rekreasi pantai ini juga secara periodik disinggahi oleh ratusan perahu yacht dari manca negara dalam event Sail Indonesia. Tempat ini juga merupakan pelabuhan yang digunakan wisatawan dalam melakukan tour island hopping. Pantai ini terletak 27 km di Utara kota Tanjungpandan. Tanjung Pandan dengan keindahan alamnya berpotensi besar dalam pengembangan pariwisata Provinsi Bangka Belitung. Beberapa permasalahan dalam pengembangan KSPN Tanjung Kelayang adalah minimnya saran dan prasarana wisata, kurang terawat dan sampah yang timbul akibat aktivitas wisata. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan Pembangunan fasilitas dan sarana pariwisata, penyediaan air bersih, peningkatan jaringan jalan, IPAL,TPA dan pengolahan sampah.

142

3) KPPN Selat Nasik (Tanjung Pandan) Kawasan yang memiliki potensi perikanan tangkap dan kawasan pariwisata yang didukung pulau-pulau kecil. Terdapat Ancaman abrasi pantai, pencemaran dan kekurangan air bersih. Oleh karena itu diperlukan pembangunan pengaman pantai, IPAL dan penyediaan air baku. 4) KPPN Manggar Manggar adalah sebuah kecamatan dan sekaligus sebagai Ibu kota di Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung. Kota ini sebagai pusat kegiatan jasa, perdagangan dan pemerintahan Belitung Timur. Potensi wisata yang dekat antara lain Pantai Nyiur Melambai, Pantai Serdang, Pantai Keramat dan banyak lagi. Besarnya potensi perikanan dikarenakan lokasi daerah ini secara geografis dikelilingi oleh laut dan selat. Selain perikanan laut potensi perikanan juga meliputi kegiatan budidaya air tawar yaitu budidaya kolam dan tambak. Komoditas produk konsumsi yang dibudidayakan terdiri dari ikan Nila, Lele Dumbo, Patin, Betutu, Gabus, Tapa, dan Bawal serta mulai dikembangkannya budidaya Lobster Air Tawar di Desa Senyubok Kecamatan Kelapa kampit. Sedangkan komoditas produk non konsumsi yang telah lama dibudidayakan dan termasuk ikan lokal yaitu ikan Arwana Silver yang dalam bahasa lokal seringkali disebut ikan Tekelesak. Terdapat ancaman abrasi pantai dan kurangnya sumber air baku. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dibutuhkan pembangunan sarana pengaman pantai dan penyediaan air bersih melalui SPAM. 5) PKW Tanjung Pandan Tanjungpandan merupakan pusat kegiatan perekonomian Pulau Belitung yang berpusat pada perdagangan, perhotelan, kuliner, dan pendidikan walaupun luas wilayah tanjungpandan hanya 16,5% dari total luas Pulau Belitung. Kawasan ini memiliki pantai berpasir putih nan lembut dan batu-batu granit besar di pantai yang menarik wisatawan mancanegara. Tanjungpandan juga berpotensi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus yang di dukung oleh terbangunnya kelengkapan infrastuktur. Perlu adanya penataan kota, jaringan jalan, sarana dan prasarana publik, serta terdapat masalah persampahan, pencemaran, abrasi pantai, kurangnya cadangan air bersih. Indikasi program adalah Penataan kota, RTH, sarana dan prasarana publik,

143

IPAL, pengelolaan sampah, TPA, jaringan air bersih, sumber air baku, dan pengaman pantai. 6) PKW Manggar Manggar adalah sebuah kecamatan sekaligus Ibu kota Kabupaten Belitung Timur. Memiliki keunggulan di berbagai sektor yaitu sektor pariwisata yang menarik banyak wisatawan mancanegara, perikanan yang melimpah karena berdekatan dengan laut dan selat, selain itu memiliki potensial di bidang pertambangan karena terdapat mineral biji timah dan bahan galian yang tersebar merata di Pulau Belitung. PKW Manggar adalah Kota baru yang masih banyak butuh pembenahan, serta terdapat ancaman abrasi pantai, kurangnya cadangan air sumber air baku. Dengan demikian dibutuhkan Peningkatan infrastruktur perkotaan, jaringan air bersih dan IPAL. S. Kawasan (6.1) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api 1) Pelabuhan ASDP Tanjung Api – Api Sudah dijelaskan pada 3.2.1.P.2. 2) KPPN Air Salek, KPPN Banyuasin Sudah dijelaskan pada 3.2.1.P.3. 3) KPPN Muara Telang (Tanjung Siapiapi) Sudah dijelaskan pada 3.2.1.P.4. 4) KEK Tanjung Api – Api Sudah dijelaskan pada 3.2.1.P.6. T. Kawasan (6.2) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang 1) PKN Palembang Memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai Pusat Pertumbuhan di Sumatera bagian Selatan yang akan meningkatkan daya saing antar wilayah lainnya, dan terdapat empat kegiatan untuk mendukung peningkatan kawasan perkotaan Palembang yaitu Pertama, pemantapan Rencana Tata Ruang. Kedua, penyusunan Draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang, Ketiga, Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. Dan Keempat, Penyusunan RDTR pada dua lokasi terpilih. Pusat perdagangan dan jasa Sumatera Bagian selatan, tempat kegiatan olahraga nasional maupun regional ASEAN. Terdapat tantangan pengembangan berupa kekurangan air baku karena pengaruh intrusi air laut, pembuangan limbah yang belum terkelola dengan baik, lahan gambut, kebakaran lahan gambut, banjir dan kerusakan jaringan jalan akibat beban lintas barang yang melebihi kapasitas, dan perlu peningkatan jaringan jalan dan jalur kereta api.

144

Kemudian untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan indikasi program yaitu pembangunan jalan tol dan penghubung menuju dan keluar tol, peningkatan jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, pembangunan sumber air baku dan jaringan, pembangunan air baku dan sistem perpipaan, sistem IPAL, pembangunan pengolahan persampahan, penyediaan perumahan, pembangunan transportasi masal yang ramah lingkungan, peningkatan jalan (tol trans Sumatera), dan peningkatan jalur kereta api untuk mengangkut komoditas unggulan. 2) Pelabuhan Boom Baru Sudah dijelaskan pada 3.2.1.P.1. 3) Kawasan Metropolitan Patungraya Agung Sudah dijelaskan pada 3.2.1.P.5. 4) KTM Parit Rambutan KTM Parit Rambutan berada di Kabupaten Ogan Ilir dan merupakan salah satu program KTM Provinsi Sumatera Selatan yang akan dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan secara berkelanjutan. KTM ini diharapkan menjadi pusat pertumbuhan baru yang memiliki fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Sifat dan karakteristik perkotaan dalam kawasan KTM mengharuskan pembangunan berbagai fasilitas penunjang, baik untuk kegiatan perekonomian, industri maupun jasa. Dalam kawasan tersebut juga akan dibangun satu pusat pengembangan hulu yang disesuaikan dengan potensinya yaitu sektor-sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Terdapat tantangan yaitu perlu peningkatan jaringan jalan dalam menunjang distribusi hasil pertanian, pembangunan jaringan air bersih dan persampahan, diperlukan juga pergudangan/terminal barang untuk pendistribusian hasil pertanian. Oleh karena itu dibutuhkan indikasi program berupa Pembangunan peningkatan jalan, pembangunan air baku dan jaringan, pembangunan sistem persampahan, pembangunan pergudangan untuk menyimpan hasil pertanian. U. Kawasan (6.3) Lumbung Pangan Mesuji 1) KTM Mesuji Kawasan KTM dengan luas 108.097,98 ha ini meliputi 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Mesuji dengan Ibu kota Wiralaga, Kecamatan Mesuji Timur dengan Ibu kota Tanjung Mas Makmur, Kecamatan Tanjung Raya dengan Ibu kota Brabasan, dan Kecamatan Simpang Pematang

145

dengan Ibu kota Simpang Pematang. Lokasi transmigrasi yang termasuk KTM adalah Kawasan Transmigrasi Mesuji Atas yang terdiri dari Satuan Pemukiman (SP) 1 s/d 13, dan Kawasan Mesuji F terdiri dari Satuan Pemukiman (SP) 1 s/d 3, serta Kawasan Mesuji A, B, C, D dan F. Wilayah ini cukup berpotensi untuk pengembangan tanaman jeruk. Tanaman jeruk pada saat ini telah diusahakan menjadi perkebunan oleh investor swasta. Hasil jeruk yang diperoleh memang sejauh ini cukup baik, bahkan jeruk dari wilayah ini dikenal memiliki citarasa yang khas. total lahan perkebunan di kawasan ini adalah 38.087 ha, sehingga masih terdapat lahan berpotensi yang belum dimanfaatkan seluas 109.989 ha atau 74,28 %. Pada kawasan ini bibit kelapa sawit dan karet tersedia di kecamatan Tanjung Raya yang masih bisa terus di kembangkan. Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor perikanan adalah sebanyak 524 orang, diantaranya 309 orang sebagai nelayan sungai/rawa dan 215 orang sebagai petani ikan kolam. Dengan melihat data-data ini, terlihat bahwa sektor perikanan yang bisa menjadi salah satu potensi di wilayah ini adalah perikanan darat. Tedapat tantangan pengembangan yaitu rusaknya ekosistem alam, kualitas air menurun, rawan bencana gempa bumi dan tanah longsor. Dengan demikian untuk pengembangan KTM Mesuji maka diperlukan Pembangunan jaringan irigasi, embung, waduk dan peningkatan jaringan jalan perdesaan. V. Kawasan (6.4) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung 1) PKN Kota Bandar Lampung Secara geografis Kota Bandar Lampung berada pada Teluk Lampung di ujung selatan pulau Sumatera. Sektor lainnya yang prospektif bagi Bandar Lampung adalah pariwisata, baik dalam rangka menunjang pembangunan pariwisata di sumatera bagian selatan maupun mendayagunakan potensi keindahan alam Kota Bandar Lampung. Pengembangan obyek wisata pantai dan laut serta perbukitan dalam Kota Bandar Lampung menciptakan daya tarik bagi wisatawan mancanegara maupun nusantara. Kota Bandar Lampung berpeluang untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan yang berperan dalam sistem ekonomi regional IMS-GT maupun menjadi bagian dari koridor kegiatan ekonomi Indonesia yang terbesar, yaitu Sumatera Selatan – Lampung – Banten – Jabotabek. Dalam sektor ekonomi, Kota Bandar Lampung memiliki peluang yang besar untuk memantapkan diri menjadi pusat perdagangan dan jasa pada skala Sumatera bagian

146

Selatan. Terdapat ancaman Bencana alam karena berada di jalur patahan dan vulkanik Gunung Krakatau, rusaknya jalan penghubung akibat kelebihan beban kendaraan. Dengan demikian maka dibutuhkan peningkatan jalan penghubung antar kota (Jalan Tol), Jembatan dan fasilitas publik, pengaman pantai, pembangunan sistem mitigasi bencana (tsunami), jaringan air bersih, IPAL, persampahan dan penyediaan rumah susun. 2) KI Tanggamus Kabupaten Tanggamus mempunyai luas wilayah 2.855,46 km² untuk luas daratan ditambah dengan daerah laut seluas 1.799,50 km² dengan luas keseluruhan 4.654,98 km², dengan topografi wilayah bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2.115 meter. potensi industri maritim akan dikembangkan menjadi beberapa industri mengingat Provinsi Lampung dekat dengan kawasan jakarta, provinsi ini mendukung sistem logistik nasional yang bermanfaat untuk mendukung industri manufaktur dan industri berat lainnya. Terdapat potensi ancaman berada dijalur patahan, rawan bencana gempa bumi, tanah longsor, bahaya tsunami dan abrasi pantai. Dalam pengembangan KI Tanggamus, maka diperlukan Pembangunan pengaman pantai, peningkatan jaringan jalan, pembangunan IPAL, pembangunan jaringan air bersih. 3) Pelabuhan ASDP Bakauheni Pelabuhan penyeberangan yang berada di Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan. Pelabuhan Bakauheni menghubungkan Sumatera dengan Jawa via perhubungan laut. potensi sebagai penghubung antar kegiatan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang dapat menampung kendara-kendaraan besar untuk melintas juga adanya aktivitas muat barang yang beroperasi selama 24 jam. Terdapat permasalahan yaitu Berada di jalur rawan gempa bumi, ancaman tsunami dan gunung meletus (gunung anak Krakatau), abrasi pantai, tanah longsor. Maka dibutuhkan Pembangunan akses penghubung jalan tol, pembangunan pengaman pantai, pengaman tebing, jaringan air bersih, dan air baku untuk pengembangan kawasan.

147

4) Pelabuhan Panjang Pelabuhan Panjang adalah pelabuhan internasional yang terletak di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Lampung. Pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan besar di Indonesia, saat ini Pelabuhan ini sedang memperluas area dermaga dengan mereklamasi pantai serta revitalisasi jalur kereta api Pidada. Pelabuhan ini berpotensi menjadi pelabuhan ekspor-impor terbesar di Sumatera bagian Selatan dengan memanfaatkan peluang limpahan daya tampung Pelabuhan Tanjung Priok, bahkan dapt menciptakan pelayanan yang bersaing dengan Pelabuhan Bojonegara dan Palembang hingga menjadi alternatif pilihan bagi aliran barang ke dan dari negara lain. Potensi bencana alam karena berada di jalur patahan dan vulkanik gunung Krakatau, ancaman tsunami, tanah longsor, abrasi pantai. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan penghubung ke jalan tol, peningkatan jalan menuju pelabuhan, bangunan pengaman pantai dan jaringan air bersih. 5) KTM Rawapitu Rawa Pitu Kabupaten Tulang Bawang. Dimana Kawasan Terpadu Mandiri ini menopang 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Rawa Pitu, Gedung Aji, Meraksa Aji, Penawar Aji, Gedung Aji Baru dan Penawar Tama. Kecamatan Rawa Pitu sebagai pusat pupuk granular terbesar di Provinsi Lampung. Selain potensi pertanian, KTM Rawa Pitu Lampung juga memiliki potensi peternakan sapi dan kambing. Terdapat tantangan rusaknya sistem irigasi karena kurang pemeliharaan dan rusaknya jalan penghubung dan jembatan. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yaitu pembangunan jaringan irigasi teknis, pembangunan waduk/embung dan peningkatan jaringan jalan. 6) PKW Metro Kota Metro terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Metro Pusat, Metro Utara, Metro Barat, Metro Timur, dan Metro Selatan seluas 68,74 km2, Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Metro Utara (19,64 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Metro Barat (11,28 km2). Potensi wilayah yang terdapat di Kota Metro adalah perkebunan, peternakan, dan perikanan. Tantangan Kota Metro adalah sanitasi yang rendah, kebutuhan air bersih meningkat, membutuhkan penyediaan rumah untuk pekerja. Solusi yang dibutuhkan adalah pembangunan hunian

148

untuk pekerja, peningkatan jaringan jalan, pembangunan IPAL dan Pembangunan jaringan air bersih. 7) PKW Kalianda Kalianda adalah Ibukota Kabupaten Lampung Selatan memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan merupakan pusat kegiatan barang dan jasa serta pusat pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan yang kaya akan hasil bumi dan pertanian, terkenal dengan olahan pisang lampung, letaknya strategis sebagai urat nadi penghubung Sumatera-Jawa. Tantangan untuk mengembangkan PKW Kalianda adalah Berada di jalur rawan gempa bumi, ancaman tsunami dan gunung meletus (gunung anak Krakatau), abrasi pantai, tanah longsor. Dengan demikian maka dibutuhkan Pembangunan akses penghubung jalan tol, pembangunan pengaman pantai, pengaman tebing, jaringan air bersih,dan penyediaan air baku. 8) PKW Kotaagung Kotaagung adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kabupaten Tanggamus, Lampung, Indonesia. Kotaagung terletak di bawah kaki Gunung Tanggamus dan di sisi pantai Teluk Semangko. Kotaagung berpotensi untuk menjadi pusat pemerintahan,kawasan perdagangan dan jasa, perikanan juga industri. Terdapat tantangan untuk mengembangkan Kotaagung yaitu berada di jalur rawan gempa bumi, ancaman tsunami dan gunung meletus (gunung anak Krakatau), tanah longsor. Untuk mengatasi tantangan tersebut maka indikasi program yang diperlukan adalah sebagai berikut Pembangunan pengaman tebing, peningkatan jaringan jalan, IPAL dan pembangunan jaringan air bersih. 9) Bendungan Segala Mider Bendungan Segala Mider berada di kelurahan Segala Mider yang berada di kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung. Bendung ini akan menampung air dari sejumlah anak sungai, yang diperkirakan mampu mengairi sawah sedikitnya mencapai 5.000 ha. Sangat berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat dan menunjang Provinsi Lampung sebagai lumbung padi nasional. Terdapat tantangan yatu kerusakan bendungan dan rusaknya kualitas daerah tangkapan air (catchment area). Dengan demikian maka indikasi program yang dibutuhkan adalah Pembangunan jaringan irigasi, pintu air dan pemeliharaan bendungan.

149

10) Bendungan Sukaraja Tiga Berada di kecamatan Margatiga, Lampung Timur dengan Luas daerah pengaliran sungai 1.758 km2, debit banjir maksimum (QPMF) 9209,67 m3/det. Potensi mengairi lahan pertanian dan sumber air baku untuk ketahanan pangan serta kebakaran hutan. Terdapat tantangan yaitu kerusakan bendungan, rusaknya kualitas daerah tangkapan air (catchment area). Dengan demikian maka indikasi program yang dibutuhkan adalah Pembangunan jaringan irigasi, pintu air dan pemeliharaan bendungan.

3.2.2. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan Analisis kelayakan program jangka pendek antar kawasan adalah program – program jangka pendek yang ada di kawasan prioritas yang ada di antar kawasan dalam Wilayah pengembangan strategis. Pembahasan terkait kebutuhkan program disusun dalam rangka mendukung kebutuhan masing – masing sub kawasan yang ada.

A. PKW Rantau Prapat (Antar Kawasan (2.3) Strategis Pariwisata Danau Toba – Samosir dan Kawasan (2.4) Industri Dumai) PKW Rantau Prapat berada di Kecamatan Rantau Prapat yang merupakan merupakan ibu kota Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, Indonesia. Rantau Prapat dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera. Rantau Prapat juga merupakan kelurahan di kecamatan Rantau Utara. Tantangan yang dihadapi adalah sarana jalan antar wilayah yang belum memenuhi kebutuhan antar wilayah. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah perbaikan dan peningkatan kualitas jalan. B. Pelabuhan Laut Teluk Tapang (Antar Kawasan (4.1) Perkotaan Sibolga dan Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Bukittinggi) Pelabuhan Laut Teluk Tapang (PR) di Kab. Pasaman Barat dipersiapkan untuk angkutan bongkar muat hasil bumi terutama CPO. Potensi yang dimiliki adalah sumber daya alam seperti kelapa sawit, karet, jagung, nilam, dan komoditas lain. Tantangan yang dihadapi adalah masih perlu ditingkatkannya distribusi air baku untuk mendukung kegiatan pertanian, perkebunan, dan perikanan. Dengan demikian dibutuhkan indikasi program yaitu pembangunan infrastruktur distribusi air baku. C. PKW Sekayu (Antar Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi dan Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api) Potensi Sektor pertambangan dan energi merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Musi Banyuasin yaitu 66,86%, setelah

150

itu disusul pertanian 12,35%. Berdasarkan penelitian Dinas Pertambangan masih banyak potensi migas dan batubara yang belum dieksplorasi, terdapat 2.374.508 MSTB minyak yang belum berproduksi, dan 16.209 TSCF batu bara yang belum diproduksi. Sementara Deposit batubara dan Coal bed Methane (CBM) sebagai energi unggulan mempunyai cadangan batubara sebanyak 3,5 miliar ton dan CBM sebesar 20 TCF yang belum dimanfaatkan. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan alam akibat eksploitasi tambang dan rusaknya badan jalan akibat truk pengangkut batubara. Perlu adanya indikasi program berupa pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan.

3.2.3. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS Analisis kelayakan program jangka pendek Antar WPS adalah program – program jangka pendek yang ada di setiap sub kawasan yang tidak masuk ke dalam WPS namun berada diantar WPS. Pembahasan terkait kebutuhkan program disusun dalam rangka mendukung kebutuhan masing – masing sub kawasan yang ada.

A. Antar WPS 1 Sabang – Banda Aceh – Langsa dan WPS 2 Medan Tebing Tinggi Dumai – Pekanbaru 1) PKW Takengon Kabupaten Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Ibu kotanya adalah Takengon, sebuah kota kecil berhawa sejuk yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatera. Terdapat danau air tawar yang menjadi sumber air baku untuk Kabupaten Aceh Tengah dan sekitarnya. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Aceh Tengah berprofesi sebagai petani dan pekebun. Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis kopi arabika terbaik di dunia dengan luas lahan mencapai 48.300 ha, dengan rata-rata produksi per ha sebanyak 720 kilogram. Komoditas penting selain kopi adalah tebu dengan luas areal 8.000 ha, serta kakao seluar 2.322 ha. Terdapat beberapa tantangan yaitu kualitas danau air tawar yang terus menerus menurun dan membutuhkan tindakan konservasi di kawasan danau dan Aksesibilitas yang masih perlu ditingkatkan untuk menopang aktivitas kawasan. Oleh karena itu dibutuhkan indikasi program berupa Konservasi sumber air baku dan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.

151

2) PKW Meulaboh Terletak di pantai barat, PKW Meulaboh menjadi pusat kegiatan wilayah yang menghubungkan kota-kota di sisi barat dengan wilayah timur. Kota Meulaboh juga berada di jalur pengembangan wilayah pantai barat pulau Sumatera. PKW Meulaboh memiliki kerawanan terhadap bencana gempa dan abrasi pantai. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur pelindung pantai dan pengendali abrasi. 3) Pelabuhan ASDP Meulaboh Potensi pelabuhan sebagai penghubung antara kawasan, yang saat ini pelabuhan telah di ujicoba untuk menguji jalur trayek Meulaboh - Sinabang sehingga dengan adanya pelabuhan ini membuka jalur untuk dapat menjangkau kawasan lain. Seperti PKW Meulaboh, pelabuhan ASDP Meulabih memiliki kerawanan terhadap bencana gempa dan abrasi pantai. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan infrastruktur pelindung pantai dan pengendali abrasi. 4) Terminal Tipe-A Meulaboh Terminal tipe A berfungsi melayani kendaraan umum secara nasional seperti angkutan antarkota, antarprovinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Terminal tipe A Meulaboh belum dioperasionalkan karena terkendala oleh sarana infrastruktur memasuki lokasi terminal (jalan akses). Dengan demikian dibutuhkan pembangunan jalan akses menuju Terminal Tipe A Meulaboh. 5) Pelabuhan Singkil (PP) Pelabuhan Singkil adalah pelabuhan transit untuk jalur barat Pulau Sumatera. Pelabuhan ini adalah pelabuhan prioritas untuk menunjang konektivitas jalur laut di Pantai Barat Sumatera. Tantangan yang harus dihadapi adalah kurangnya konektivitas untuk menopang aktivitas kawasan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan. B. Antar WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru dan WPS 3 Batam – Tanjung Pinang 1) PKW Daik Lingga PKW Daik Lingga, potensi untuk sub sektor perikanan di Kabupaten Lingga pada umumnya adalah perikanan laut. Pada tahun 2009 volume produksi perikanan laut sebesar 18.310,988 ton, pada tahun 2010 bertambah menjadi 21.560,931 ton atau mengalami

152

peningkatan sebesar 17,7%. Tantangan yang dihadapi adalah mempercepat konektivitas penghubung antar pulau. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan penahan ombak/pengaman pantai, pembangunan waduk/embung sumber air baku dan peningkatan jalan. 2) PKW Dabo – Pulau Singkep PKW Dabo - P. Singkep memiliki potensi tambang timah, pariwisata maritim dan perikanan tangkap yang cukup tinggi. Selain itu Kabupaten Lingga sendiri juga memiliki potensi wisata yang tinggi dan pemanfaatannya baru 2-3% untuk wisata pantai dan 5% untuk wisata terumbu karang. Karena itu PKW Dabo dan Daik dalam konteks pengembangan potensi kelautan dan perikanan lebih diarahkan untuk menjadi sentra produksi perikanan. Selain itu dengan modal infrastruktur transportasi yang dimiliki maka di PKW Dabo dan Daik dapat dikembangkan untuk pembangunan pusat promosi wisata dan pengembangan paket-paket wisata untuk menikmati keindahan pantai dan terumbu karang di Kabupaten Lingga. Tantangan yang dihadapi adalah mempercepat konektivitas penghubung antar pulau. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan penahan ombak/pengaman pantai, pembangunan waduk/embung sumber air baku dan peningkatan jalan 3) Pelabuhan ASDP Penarik Pelabuhan ASDP Penyeberangan Penarik, Rute penghubung lalu lintas darat melalui Pelabuhan Roll On Roll Off (Roro) Penarik Kabupaten Lingga, Pelabuhan Penarik dilayani KMP Sembilang dengan durasi 2 kali seminggu, Fasilitas penunjang Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan (ASDP) tersebut, memiliki tipe Dolpin, dimana spesifikasi bobot sandarnya 500 GT. Panjang pelabuhan Roro Penarik 600 meter, yang pada sisi darat dilengkapi fasilitas ruang tunggu, mushola serta kantor. Dengan diaktifkannya pelabuhan ini, diharapkan dapat menjadi sarana penghubung lalulintas darat antar pulau, baik dalam maupun luar daerah. Keberadaan akses Roro Jagoh-Penarik berperan cukup vital bagi peningkatan arus barang dan orang di Kabupaten Lingga. Tantangan yang dihadapi adalah mempercepat aktifnya konektivitas darat antara Kabupaten Lingga dengan Kuala Tungkal, Jambi. Oleh karena itu diperlukan Pembangunan penahan ombak/pengaman pantai, pembangunan sumber air baku, peningkatan jalan, serta peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan.

153

4) PKW Tanjung Balai Karimun Tantangan yang dihadapi oleh PKW Tanjung Balai Karimun adalah pantai rawan abrasi tergerus ombak laut, daerah darat potensi menjadi kurang akibat abrasi, pengambilan batu granit untuk dijadikan batu pecah (split) yang berlebihan dapat merusak alam rawan longsor. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan penahan ombak/pengaman pantai, pembangunan waduk/embung sumber air baku, peningkatan jalan. C. Antar WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru dan WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu 1) PKW Sawahlunto Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya". Namun terdapat tantangan yang dihadapi yaitu Belum meratanya distribusi air bersih, penanganan limbah dan persampahan di seluruh kawasan. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan jaringan SPAM dan IPAL Kawasan serta fasilitas persampahan. 2) Pelabuhan ASDP Penyeberangan Kampung Balak (Kepulauan Meranti) Potensi pelabuhan penyeberangan roll on roll off (roro) di Desa Kampung Balak, Kecamatan Tebingtinggi Barat yang menghubungkan Kepulauan Meranti dan Dumai. Tantangan akses roro memberikan kemudahan bagi masyarakat menuju penyeberangan itu. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Riau akan terus meningkatkan berbagai bidang pembangunan guna menunjang kehadiran fasilitas umum itu. Oleh karena itu dibutuhkan Pembangunan jaringan jalan dan sarana prasarana pendukung menuju ke Pelabuhan. 3) PKW Pasir Pangarayan PKW Pasir Pangarayan, berada Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau dengan ibu kotanya terletak di Pasir Pangaraian. Kabupaten Rokan Hulu memiliki luas wilayah sebesar 7.588,13 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 513.500 jiwa. Secara administratif, kabupaten ini memiliki 16 daerah kecamatan, 7 daerah kelurahan dan 149 daerah desa. Kabupaten

154

Rokan Hulu dikenal dengan sebutan "NEGERI SERIBU SULUK". Tantangan wilayah adalah banjir meluapnya sungai rokan, rusaknya wilayah hulu sungai dan kebakaran hutan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan kanal – kanal pengendali banjir. 4) Bendungan Rokan Kiri Bendungan Rokan Kiri berada pada Kabupaten Rokan Hulu dan memiliki wilayah yang terdiri dari 85% daratan dan 15% daerah perairan dan rawa. Di Kabupaten Rokan Hulu terdapat beberapa sungai, 2 diantaranya adalah sungai yang cukup besar yaitu Sungai Rokan Kanan dan Sungai Rokan Kiri. Selain sungai besar tersebut, terdapat juga sungai-sungai kecil antara lain Sungai Tapung, Sungai Dantau, Sungai Ngaso, Sungai Batang Lubuh, Sungai Batang Sosa, Sungai Batang Kumu, Sungai Duo (Langkut), dan lain-lain. Kabupaten Rokan Hulu memiliki potensi untuk pengembangan Pembangkit Energi Listrik Tenaga Air (PLTA), serta bisa dimanfaatkan mengairi lahan persawahan di daerah tersebut. Melihat adanya potensi tersebut kawasan yang didkung program pemerintah di bangunlah PLTA yang bakal menjadi pembangkit terbesar di Provinsi Riau, dibantu juga dengan bendungan, di beberapa titik kawasan lainnya. 5) PKW Teluk Kuantan PKW Teluk Kuantan, Berada di Kabupaten Kuantan Singingi secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur tengah lintas sumatera dan berada dibagian selatan Provinsi Riau, yang mempunyai peranan yang cukup strategis sebagai simpul perdagangan untuk menghubungkan daerah produksi dan pelabuhan, terutama pelabuhan kuala enok. Dengan demikian Kabupaten Kuantan Singingi mempunyai potensi dan peluang untuk mengembangkan sektor- sektor pertanian secara umum, perdagangan barang dan jasa, transportasi dan perbankan serta pariwisata. Tantangan dan potensi kerusakan adalah abrasi sepadan sungai Kuatan akibat aliran sungai dan banjir, kebakaran hutan. Oleh karena itu dibutuhkan pengaman bibir sungai dan talud, serta bangunan pengendali banjir. 6) PKW Rengat PKW Rengat, berada di Kabupaten Indragiri Hulu meliputi 8.198,26 km² (819.826 Ha) yang terdiri dari daratan rendah, daratan tinggi rawa-rawa dengan ketinggian 50-100 m di atas permukaan laut.

155

Tantangan yang dihadapi adalah banjir akibat meluapnya sungai Indragiri, rusaknya wilayah hulu sungai, kebakaran hutan. Oleh karena itu dibutuhkan bangunan pengendali banjir. 7) Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh Kawasan Hutan Lindung Batabuh merupakan koridor yang menghubungkan Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh menopang kelangsungan hidup berupa sumber makanan dan reproduksi bagi harimau sumatera. Jumlah luasan kawasan konservasi 3 (tiga) kawasan hutan mencapai 322 ribu ha. Taman Nasional Bukit Tigapuluh seluas 144 ribu ha, Suaka Rimbang Baling seluas 136 ribu ha dan Hutan Lindung Bukit Batabuh seluas 47 ribu ha. Hutan Lindung Bukit Batabuh semula berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 73 Tahun 1984, memiliki luas 82.300 ha. Namun, kini tutupan hutan yang tersisa tinggal 25.000 ha. Sedangkan, sekitar 57.300 ha telah rusak akibat perambahan hingga beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit dan perumahan. 8) Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) terletak di Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir di Provinsi Riau serta Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung di Provinsi Jambi. Luas keseluruhan Taman Nasional Bukit Tigapuluh ini awalnya adalah 127.698 ha berdasarkan SK Menteri Kehutanan. Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan kawasan hutan yang berbukit di tengah-tengah hamparan dataran rendah bagian Timur Sumatera, dan mempunyai potensi keanekaragaman jenis tumbuhan/satwa endemik yang bernilai cukup tinggi. Ekosistem di TNBT sangat berbeda dengan ekosistem taman nasional lainnya karena ekosistem TNBT merupakan hutan hujan tropika daratan rendah dan merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan yang terpisah yang terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan. Lahan Taman Nasional rawan terhadap perambahan dan illegal logging karena kurangnya tanda batas hutan, perlu adanya waduk/kanal-kanal air untuk cadangan air penangulangan kebakaran hutan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan pos keamanan, tanda batas hutan, serta pembangunan waduk/embung cadangan air.

156

D. Antar WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu dan WPS 35 Pulau – Pulau Kecil Terluar 1) Pelabuhan ASDP Nias Selatan Sebagai daratan yang dibatasi laut maka dibutuhkan akses transportasi laut untuk menujang perekonomian. Potensi pelabuhan tidak hanya sebagai transportasi tetapi juga pada potensi pengembangan perikanan laut. Pemerintah Daerah Nias Selatan akan melengkapi segala kekurangan fasilitas pelabuhan yang memengaruhi kelayakan sandar kapal Fery dengan berkoordinasi kepada dinas terkait untuk melakukan pembenahan pelabuhan. Namun yang perlu dipersiapkan adalah penyediaan air baku untuk kebutuhan kegiatan pelabuhan. 2) PKW Gunung Sitoli Potensi yang ada di wilayah ini adalah batu bara, dapat dikembangkan untuk pengadaan tenaga listrik mencapai 500 mega watt; Pertanian yaitu di daerah Alo'oa dan Idanoi dengan lahan pertanian mencapai ratusan ha dengan hasil dapat mencapai 9.000 ton perpanen dengan kondisi itu dapat swasembada pangan; potensi selanjutnya ikan tuna dimana Gunung Sitoli mempunyai laut dengan kedalaman sampai 3.000 meter. Perihal ini masuk dalam wewenang pemerintah pusat karena termasuk pada rute perintis.sarana prasarana pendukung belum siap untuk mendukung pelabuhan ini. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan Sarana Dan Prasarana pelabuhan jalan dan kapal. E. Antar WPS 3 Batam – Tanjung Pinang dan WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan 1) PKW Kuala Tungkal PKW Kuala Tungkal berada di Kab. Tanjung Jabung Barat memiliki potensi sumber daya alam migas seperti yang ditemukan di kecamatan Betara yang berpotensi produksi hingga 10.000 barrel per hari, ditambah dengan hasil perkebunan primadona berupa kelapa sawit dan perikanan laut, serta budidaya sarang walet. Permasalahan aksesibilitas khususnya Aksesibitas menuju kawasan dari ibu kota provinsi masih memerlukan peningkatan kualitas. Dengan demikian kebutuhan indikasi program adalah pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan. 2) Pelabuhan ASDP Kuala Tungkal Terdapat Pelabuhan Penyeberangan Kuala Tungkal, dermaga yang memiliki kapasitas sandar kapal hingga bobot 800 dwt ini, setiap

157

harinya melayani lalu lintas hydrofoil (speed-boat) yang menghubungkan Kuala Tungkal (Jambi) dengan Batam, Tanjung Pinang dan kepulauan lainnya di Provinsi Kepulauan Riau. Dermaga ini juga merupakan tempat berlabuhnya nelayan pencari ikan di daerah yang terkenal dengan kontribusi hasil perikanan lautnya tersebut. Permasalahan yang perlu di atasi di kawasan ini adalah Ketersediaan air bersih masih belum memadai, sebagian warga masih menampung air hujan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih mereka. Indikasi program yang disusun untuk pengembangan Pelabuhan ASDP Kuala Tungkal adalah penyediaan sumber dan distribusi air baku. 3) Pelabuhan Laut Ujung Jabung (PP) Pelabuhan di Tanjung Jabung Timur diproyeksikan sebagaidermaga laut terbesar di Provinsi Jambi, yang dapat disandari kapal berbobot hingga 5.000 dwt. Dermaga yang berhadapan dengan Selat Berhala yang terhubung lansung ke Selat Malaka ini, rencananya akan ditingkatkan hingga mampu disandari kapal yang berbobot hingga 15.000 dwt. Salah satu perusahaan yang menggunakan fasilitas area di dermaga ini adalah PetroChina International Jabung Ltd. yang Terminal 3 Asam Pipih dalam aktifitas operasional eksport LPG dan LNG mereka dari FPU ke kapal tanker di laut lepas. Terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi yaitu Masih diperlukannya perencanaan tata kelola air untuk pemanfaatan pengembangan kawasan, kemudian Rentan terhadap abrasi di sepanjang aliran sungai dan pesisir pantai, serta pendangkalan di muara, Aksesibilitas menuju pelabuhan yang belum seluruhnya terbangun karena kendala status jalan dan kondisi lahan yang membutuhkan penanganan khusus dan Masih terdapat hunian yang perlu ditingkatkan kualitasnya menjadi rumah layak huni. Oleh karena itu indikasi program yang disusun adalah Perencanaan tata ruang air dan kawasan, Pembangunan infrastruktur penahan abrasi dan normalisasi sungai, Pembangunan infrastruktur penahan abrasi dan normalisasi sungai dan Pembangunan perumahan baru dan stimulan rumah layak huni. F. Antar WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu dan WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan 1) PKW Muarabungo Kabupaten ini memiliki kekayaan alam yang melimpah di antaranya sektor perkebunan yang ditopang oleh karet dan kelapa sawit dan sektor pertambangan ditopang oleh batubara. Selain itu Kabupaten

158

Bungo juga kaya akan emas yang tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bungo. Permasalahan yang ada di kawasan ini adalah Rawan abrasi dan banjir terutama di kawasan yang berada dekat dengan aliran sungai. Dengan demikian indikasi program yang disusun adalah pembangunan infrastruktur pengendali banjir dan abrasi. 2) PKW Muara Bulian PKW Muara Bulian adalah ibu kota Kabupaten Batang Hari terletak di bagian tengah Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5.180,35 km2. Dalam lingkup provinsi letak Kabupaten Batang Hari berada di wilayah bagian tengah provinsi dan merupakan daerah perbukitan. Berada di lintasan sungai Batanghari dan anak-anak sungainya, membuat PKW Muara Bulian rawan abrasi dan banjir terutama di kawasan yang berada dekat dengan aliran sungai. Dengan demikian indikasi program yang disusun adalah pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Selain itu terdapat tantangan penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian yang sudah ada dan pembukaan lahan pertanian baru. Oleh karena itu perlu adnaya pembangunan infrastruktur penampung air baku dan infrastruktur distribusinya. 3) PKW Sarolangun Sarolangun merupakan kabupaten yang dilalui oleh jalur Jalan Lintas Sumatera. Karena letaknya yang strategis tersebut, maka kabupaten ini menjadi suatu tempat yang bisa diperhitungkan untuk membuka lahan usaha. Perekonomian kabupaten ini sabagian besar berasal pertanian dan sumber daya alam yang berupa minyak bumi, batu bara, dan emas. Terdapat ancaman Rawan abrasi dan banjir terutama di kawasan yang berada dekat dengan aliran sungai. Dengan demikian indikasi program yang disusun adalah pembangunan infrastruktur pengendali banjir. 4) KPPN Baturaja Potensi pariwisata di daerah saya sudah cukup berkembang. Beberapa destinasi wisata yang dapat dikunjungi diantaranya Goa Putri, Goa Harimau, Batu Lesung Bintang, Air Terjun Kambas, Air Panas Gemuhak dan Rantau Kumpai. Tantangan pada ruas jalan terjadi longsor, pengaman tebing/talud jalan, belum tersedianya sarana dan prasarana pendukung pariwisata. Indikasi program yang disusun adalah Peningkatan jaringan jalan dan sarana prasarana pendukung wisata.

159

5) PKW Baturaja Potensi perkebunan rakyat mencapai 97.280 ha. Pertanian masih menjadi orientasi pekerjaan masyarakat terutama sawit dan karet. Tantangan yanag dihadapi adalah perlunya peningkatan jaringan jalan, pembangunan jembatan yang rusak, pengamanan ruas jalan yang rawan longsor pada tebing dan talud yang berbatasan dengan sungai, masalah air bersih pada kawasan perkotaan, masalah persampahan, dan perumahan. Oleh karena itu indikasi program yang disusun adalah Peningkatan standar jalan, duplikasi jembatan, pembangunan jaringan air bersih perkotaan, pembangunan persampahan dan penyediaan perumahan. 6) PKW Muara Enim Potensi unggulan daerah Kabupaten Muara Enim lebih didominasi sektor primer yaitu sektor pertanian (perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan), kehutanan, pertambangan dan Energi. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor unggulan di Kabupaten Muara Enim dengan komoditas utama yang dikembangkan melalui perkebunan rakyat, perkebunan besar negara maupun perkebunan besar swasta, yaitu karet dan kelapa sawit. Pada tahun 2011 untuk komoditas karet, potensi luas areal perkebunan karet rakyat mencapai 219.978 ha, dengan produksi sebesar 399.560 ton, potensi luas areal Perkebunan Besar Negara (PBN) mencapai 6.759 ha, dengan produksi sebesar 16.088 ton dan potensi luas areal Perkebunan Besar Swasta (PBS) mencapai 222 ha, dengan produksi sebesar 583 ton. untuk komoditi kelapa sawit, potensi luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai 24.057 ha, dengan produksi sebesar 420.540 ton. Tantangan dan Potensi Kerusakan yang terdapat di kabupaten Muara Enim adalah, lahan kritis dan kebakaran hutan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan penampung air (embung atau situ) untuk memudahkan pemadaman kebakaran hutan yang terjadi. 7) KPPN Sikap Dalam KPPN Sikap Dalam adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten Empat Lawang adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, ibu kota kabupaten ini terletak di Tebing Tinggi, yang merupakan pemekaran dari kabupaten Lahat. Memiliki banyak potensi dari bidang pariwisata yang

160

dapat menunjang perkembangan kota salah satu tujuan pariwisatanya adalah Curug tanjung alam, air terjun tujuh panggung selain itu terdapat potensi sumber daya alam yang menghasilkan beberapa hasil kebun yang unggul seperti nanas, pisang, kelapa sawit, kakao, karet, kelapa, kayu manis, kemiri, lada dan nilam. Tantangan dan potensi adalah kerusakan longsor dan kerusakan jaringan jalan, topografi berbukit, lahan kritis, pergerakan tanah, gempa bumi. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah peningkatan jaringan jalan, pembangunan pengamanan tebing dan talut, pembangunan drainase dan pembangunan jembatan. 8) Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat Sudah dijelaskan pada 3.2.1.N.5. 9) PKW Lubuk Linggau PKW Lubuklinggau berada di Kota Lubuklinggau (Dahulu Daerah Tingkat II berstatus Kota Madya) merupakan salah satu kota setingkat kabupaten paling barat wilayah provinsi sumatera selatan dan berbatasan langsung dengan kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Kota Lubuklinggau berpotensi dikembangkan menjadi kawasan industri utamanya kawasan industri pergudangan. Kawasan ini diarahkan sebagai penyedia barang dan proses produksi serta industri guna mendukung kawasan perdagangan dan jasa. Pengembangan kawasan Kota Mandiri diprioritaskan di Kecamatan Lubuklinggau Utara I. Topografi di daerah ini relatif landai hingga perbukitan landai sangat baik diarahkan menjadi kota mandiri selain itu di dalamnya terdapat fungsi perkantoran, permukiman, perdagangan dan jasa, taman dan sebagainya. Ruas jalan potensi mengalami kerusakan akibat topografi dan drainase jalan yang tidak baik, perlu pembangunan waduk/embung sebagai sumber air baku, masalah persampahan di kawasan perkotaan, masalah penyediaan rumah susun pekerja dan pembangunan rumah yang tidak layak huni. Dengan demikian dibutuhkan indikasi program berupa Peningkatan ruas dan jaringan jalan, pembangunan drainase jalan, pembangunan talud/pengamanan tebing, pembangunan sistem persampahan perkotaan, pembangunan jaringan air bersih dan penyedian rumah susun dan pembangunan rumah yang tidak layak huni. 10) PKW Lahat PKW Lahat berada di Kabupaten Lahat yang merupakan jalur

161

transportasi Nasional Lintas Tengah Sumatera (Trans Jakarta- Lampung-Baturaja-Muara Enim-Lahat-Tebing Tinggi-Lubuk Linggau- Bengkulu dan Padang). Berdasarkan arahan Penataan ruang wilayah kabupaten diarahkan mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Lahat yang produktif sesuai dengan potensinya. Salah satu potensi dari Kabupaten Lahat ini adalah sektor energi, pertambangan dan migas yang sekarang dalam tahap pengembangan untuk pemenuhan energi baik untuk kawasan Kabupaten Lahat ataupun untuk kawasan- kawasan yang ada di Provinsi Sumatera. Masih terdapat hunian yang perlu ditingkatkan kualitasnya menjadi rumah layak huni. Potensi kerusakan pada jaringan jalan akibat peningkatan tonase kendaraan, drainase yang kurang baik, masalah persampahan perkotaan dan jaringan air bersih, Pembangunan perumahan baru dan bantuan stimulan rumah layak huni. Dengan demikian dibutuhkan indikasi program berupa Peningkatan ruas dan jaringan jalan, pembangunan drainase jalan, pembangunan talud/pengamanan tebing, pembangunan sistem persampahan perkotaan, pembangunan jaringan air bersih dan penyediaan rumah susun dan pembangunan rumah yang tidak layak huni. 11) PKW Curup Curup adalah ibu kota Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia. Curup merupakan kota terbesar ke-2 di provinsi Bengkulu. Curup merupakan daerah penghasil beras, kopi dan sayur-sayuran utama di Provinsi Bengkulu, yang hasilnya dikirim hingga ke Palembang, Jambi, Padang, Lampung, dan Jakarta. Beberapa tempat wisatanya yang terkenal adalah Suban Air Panas, Pematang Danau, Gunung Kaba, Air Terjun di Kepala Curup, Tabarena dan situs-situs prasejarah seperti Batu Panco. Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan PKW Curup adalah Aksesibilitas antar kawasan yang masih perlu ditingkatkan untuk mendukung keterhubungan antar kawasan. Dengan demikian indikasi program yang dibutuhkan adalah pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan. G. Antar WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu dan WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api – Api 1) PKW Manna Kabupaten Bengkulu Selatan dan ibu kotanya Manna mempunyai 159 Desa/ Kelurahan dan 11 kecamatan. Diantaranya : Kecamatan Manna, Kecamatan Kota Manna, Kecamatan Kedurang, Kecamatan Bunga

162

Mas, Kabupaten Pasar Manna, Kecamatan Kedurang Ilir, Kecamatan Seginim, Kecamatan Air Nipis, Kecamatan Pino, Kecamatan Pinoraya, dan Kecamatan Ulu manna. Komoditi unggulan Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu sektor pertanian dan jasa. Sektor pertanian komoditi unggulannya adalah sub sektor tanaman perkebunan dengan komoditi Kelapa sawit, kakao, kelapa, Kopi, Lada dan Karet. Sub sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa komoditi jagung dan Ubi kayu. Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan PKW Manna adalah Aksesibilitas antar kawasan yang masih perlu ditingkatkan untuk mendukung keterhubungan antar kawasan. Dengan demikian indikasi program yang dibutuhkan adalah Pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan. 2) Bendungan Tiga Dihaji Bendungan Komering II / Tiga Dihaji berpotensi untuk mengurangi degradasi dasar sungai Selabung, pemenuhan kebutuhan air baku untuk Kecamatan Tiga Dihaji, Kecamatan Sendang Aji, dan Kecamatan Muara Dua, PLTM dengan daya 2,3 MW dan dapat di manfaatkan untuk PLTA dengan daya maksimal 74 MW dan mampu mengairi irigasi seluas 25.000 ha dan pariwisata. Permasalahan utama yang dihadapi adalah masalah ganti rugi lahan. Selain itu juga belum adanya saluran irigasi teknis yang disiapkan untuk mengalirkan air dari bendungan Tiga Dihaji. Oleh karen itu indikasi program yang dibutuhkan adalah pembangunan jaringan irigasi teknis. H. Antar WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan dan WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api – Api 1) PKW Prabumulih Penduduk Kota Prabumulih yang bekerja dibidang sekunder yaitu perdagangan dan industri dibandingkan disektor pertanian dan jasa tidak dapat dilepaskan dari keberadaan industri migas yang memberikan alternatif lapangan pekerjaan selain sektor pertanian. kehadiran pertaminan menjadikan kota ini mengandalkan perekonomiannya disekitar kegiatan perusahaan migas. kehadiran migas ini juga mendorong migrasi ke prabumulih untuk bekerja di sektor industri dan perdagangan. Keberadaan industri migas, bahaya yang ditimbulkan adalah kebakaran, limbah dan persampahan dari sektor perdagangan dan jasa. Oleh karena itu dibutuhkan Peningkatan jaringan jalan dan sarana perkotaan, taman, pedestrian, peningkatan

163

penyediaan air bersih, sanitasi (CK) dan penyediaan perumahan untuk pekerja. 2) KPPN Belitang, Buay, Pemuka Beliung KPPN Belitang, Buay, Pemuka Beliung (Kab. Ogan Komering Ulu) Potensi alam yang dimiliki sangat beragam antara lain adalah panorama alam yang indah dan seni budaya yang beragam baik seni tari, seni kerajinan, adat upacara perkawinan dan adat upacara penyambutan tamu. Tantangan jalur lintas tengah dan jalan penghubung kawasan wisata perlu di tingkatkan, tidak adanya sarana dan prasarana pendukung seperti rest area bagi wisatawan, rawan longsor pada badan jalan. Selain itu indikasi program yang disusun adalah peningkatan ruas jalan, pengamanan tebing/talud badan jalan, pembangunan rest area pendukung wisata. 3) PKW Liwa PKW Liwa, memiliki potensi antara lain; Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Kawasan ini memiliki tipe ekosistem terlengkap dan merupakan kawasan konservasi terbesar di Asia Tenggara. Kebun Raya Liwa. Kawasan ini berfungsi sebagai tempat pelestarian alam endemis dan menjadi wahana pendidikan serta rekreasi masyarakat juga peneliti. Kawasan Agropolitan. Kawasan ini terletak di Kecamatan Way Tenong sebagai pusat agropolitan yang didukung lima kecamatan sekitarnya (Gedung Suriah, Air Hitam, Sumber Jaya, Kebun Tebu, Sekincau dan Pagar Dewa). Komoditi inti kawasan ini adalah Kopi Robusta. Kawasan ini juga sebagai sentra klaster industri kopi Lampung Barat. Kawasan Panas Bumi Suoh. Potensi panas bumi yang dimiliki mencapai 430 MW. Saat ini sedang dalam tahap persiapan eksplorasi oleh PT. Chevron. Tantangan yang dihadapi adalah jalur lintas barat yang rawan longsor, bencana gempa dan tsunami. Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan ruas jalan nasional dan provinsi, pengamanan badan jalan dari longsor, tanah bergerak dan tsunami dan pembangunan pengamanan banjir. 4) PKW Kotabumi potensi Bendungan Way Raremterletak di Desa Pekurun, Kecamatan Abung Barat atau 36 km dari Kotabumi, atau 113 km dari Bandar Lampung. Obyek Wisata Way Rarem memiliki luas 49,2 ha tinggi bendungan 59 m dan kedalaman air 32 m, luas genangan 1.200 ha. Disamping untuk Obyek Wisata, Bendungan Way Rarem juga berfungsi

164

sebagai irigasi yang dapat mengairi seluas – 22.000 ha, untuk Kecamatan Abung Timur, Tulang Bawang Tengah, Tulang Bawang Udik dan Kotabumi. Terdapat beberapa spesies ikan hias air tawar khas seperti ikan Sumatera dll. Lingkungan alam dan suasana perkampungan merupakan ciri khas lokasi ini. Tantangan yang dihadapi adalah tingginya volume kendaraan dengan tonase besar yang mengakibatkan rusaknya jalan penghubung antar kawasan, pembangunan jalan tol menjawab permasalahan dengan tantangan teknis pembangunan di daerah rawa dan gambut. Oleh karena itu dibutuhkan program peningkatan jalan standar nasional dan provinsi, pembebasan lahan jalan tol, pemeliharaan, penggantian dan duplikasi jembatan pada beberapa ruas jalan nasional, serta penanganan daerah-daerah rawan bencana/longsor. 5) Bendungan Way Sekampung Potensi Bendungan Way Sekampung dibangun untuk meningkatkan ketersediaan air untuk melayani kebutuhan air bagi di Way Tebu seluas 500 ha dan Sekampung Selatan dan meningkatkan elevasi Muka Air Tanah bagi upaya konservasi air dan sarana pariwisata di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pringsewu serta Pengembangan Daerah Irigasi Rumbia seluas 17.334 ha. Permasalahan utama yang dihadapi adalah masalah ganti rugi lahan. Selain itu juga belum adanya saluran irigasi teknis yang disiapkan untuk mengalirkan air dari bendungan Way Sekampung. Oleh karena itu indikasi program yang dibutuhkan adalah pembangunan jaringan irigasi teknis.

3.3. Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Pulau Sumatera Mengintegrasikan analisis kelayakan yang telah dibahas pada subab sebelumnya dengan kriteria pemrograman pada bagian ini adalah dengan mendeskripsikan serta merinci indikasi program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek menggunakan kriteria (1) lokasi dimana pembangunan inrfastruktur PUPR itu diprogramkan, (2) kapan waktu pelaksanaan program, (3) berapa besaran volume, (4) berapa besaran biaya, dan (5) kewenangan pembangunan dilakukan oleh siapa.

Pada bagian ini, kriteria pemrograman akan terbagi kedalam 3 (tiga) bagian yaitu (1) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek dalam Kawasan, (2) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka

165

Pendek antar Kawasan dalam WPS, dan (3) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar WPS.

Berikut adalah salah satu contoh kriteria program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek 2018-2020 Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi. Informasi rinci terkait dengan keseluruhan analisis kriteria program jangka pendek pembangunan infrastruktur PUPR 2018-2020 Pulau Sumatera dapat dilihat pada buku 2.

166

v 2020 2020 Lahan

ap

Lar

ing Dokl 2018 2018

Readines Criteria

DED 2019 2019

v v v v FS

an nang Pusat Pusat Pusat Pusat Kewe

n n km Satuan dokume dokume

2020

2019 1

Output

Besaran

3 v 1 2018

2020

2019 Waktu

2018

Ekonomi

Kota Kota Kota Kota Jambi Jambi Jambi Jambi Lokasi

) l.

SDA -

Multi Multi

Pembangunan Pembangunan Program Pembangunan Prasarana Pengendaian Banjir Sungai Batanghari Ke Tanjung Johor Kota Jambi Prasarana Pengendalian Banjir Kota Jambi ( Years Contract Pembangunan Prasarana Konservasi Danau Sipin Kota Jambi Turap Pelindung Tebing Dokumen lingkungan Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Batanghari Ds Terusan Kab Batanghari

an

Pembangunan Pembangunan jaringan SPAM dan IPAL Kawasan serta fasilitas persampah Indikasi Program Utama

Pembangunan Pembangunan infrastruktur abrasi penahan Pembangunan infrastruktur penampung dan distribusi air baku Peningkatan infrastruktur jalan

Kawasan PKN Jambi Terdukung

Fungsi kawasan

Pengembangan

5.1 Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata JAMBI

5

WPS WPS

Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan

1 . 2 Tipe Keterpaduan

Strategis danStrategis Pariwisata Jambi Tabel Tabel Provinsi Jambi

167

v v v 2020 2019 2019 Lahan

ap

Lar

v v v ing

Dokl 2018 2018 2018

Readines Criteria

v v v

DED 2019 2019 2019

v v v v FS

2018 2018

an nang Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Kewe

n n n ha en lt/dt Dokum Satuan dokume dokume dokume

1 3 4 , 2 5 v 2020

2019 1 1

Output

Besaran

1 2018

2020

2019 Waktu

2018

Kota Kota Kota Kota Kota Kota

Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Lokasi an

mbi CIPTA KARYA Program DED Prasarana Pengendali Banjir Sungai Batanghari Ds Terusan Kab Batanghari Pembebasan lahan Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Batanghari Ds Terusan Kab Batanghari SID Potensi Pembangunan Kolam Retensi di Kota Jambi SID Pengembangan Danau Teluk di Kota Jambi SID Pengembangan Danau Kenali di Kota Ja Pengembangan dan Peningkatan Unit Distribusi Air Minum

Indikasi Program Utama Pembangunan dan peningkatan infrastruktur penunjang kegiatan pariwisata

Kawasan Terdukung

Fungsi kawasan

Pengembangan

WPS

Tipe Keterpaduan

168

g 2019 2019 2019 2019 2019 Lahan Eksistin

ap

Lar

ing Eksi sting Dokl 2018 2018 2018 2018 2018

Readines Criteria

ting DED 2019 2019 2019 2019 2019 Eksis

FS ting 2018 2018 2018 2018 2018 Eksis

an nang Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Kewe

a ha en en en unit unit Dokum Dokum Dokum Satuan Kab/Kot

1 1 2020

1 9

1 v 2019

Output

Besaran

1 9

2018 1 1

2020

2019 Waktu

2018

Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Lokasi

bangan

ngembangan Program FS Pengem dan Peningkatan Unit Distribusi Air Minum AMDAL Pengembangan dan Peningkatan Unit Distribusi Air Minum DED Pe dan Peningkatan Unit Distribusi Air Minum Pembebasan Lahan Pengembangan dan Peningkatan Unit Distribusi Air Minum Supervisi Pengembangan dan Peningkatan Unit Distribusi Air Minum Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh di Kota Jambi Pembangunan TPA Kota Jambi

Indikasi Program Utama

Kawasan Terdukung

Fungsi kawasan

Pengembangan

WPS

Tipe Keterpaduan

169

2017 2019 2019 2019 2019 2017 2019 Lahan

ap

Lar

ing

Dokl 2018 2018 2018 2018 2018

Readines Criteria

DED 2019 2019 2019 2019 2019

FS

2018 2018 2018 2018 2018

an nang Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Kewe

en en en Ha unit Paket Lokasi Dokum Dokum Dokum Satuan

1 2020

1 0

2019 1 1 v

Output

Besaran

1 1 2018 1 0

2020

2019 Waktu

2018

Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota

Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Lokasi

RUMAHAN

PE PENYEDIAAN PENYEDIAAN hap 1 hap Program 1 Tahap FS Pembangunan TPA Kota Jambi 1 Tahap AMDAL Pembangunan TPA Kota Jambi Ta DED Pembangunan TPA Kota Jambi 1 Tahap LARAP Pembangunan TPA Kota Jambi 1 Tahap Pembebasan Lahan Pembangunan TPA Kota Jambi 1 Tahap Supervisi Pembangunan TPA Kota Jambi 1 Tahap Bantuan stimulan PSU rumah umum

Indikasi Program Utama

Kawasan Terdukung

Fungsi kawasan

Pengembangan

WPS

Tipe Keterpaduan

170

v 2018 2016 2020 2018 Lahan

ap

Lar

ing

Dokl 2017 2018

Readines Criteria

DED 2017 2019

v v v v v FS

an nang Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Kewe

ha en TB km Dokum Satuan

2020

1 , 5 5 0 0

v 2019

Output

Besaran

1 , 5 v 5 3 6 2018 1

2020

2019 Waktu

2018

Kota Kota Kab. Kab. Kab. Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Muaro Muaro Muaro Lokasi

SDA b b

Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Pembangunan Rumah Susun Pekerja Kota Jambi Pembangunan Sarana/Prasaran a Pengendalian di Banjir Kabupaten Muaro Jambi Pembebasan lahan Sistem Pengendali Banjir di Kab Muaro Jambi Konstruksi Sistem Pengendali Ka di Banjir Muaro Jambi

Pembangunan Pembangunan perumahan khusus bagi MBR Indikasi Program Utama Peningkatan infrastruktur jalan Pembangunan Pembangunan infrastruktur abrasi penahan Pembangunan infrastruktur penampung dan distribusi air baku

Kawasan Terdukung

Pelabuhan Umum Jambi Talang Duku Situs KSPN Purbakala Kompleks Percandian Muara Jambi Kawasan Taman Nasional Berbak

Fungsi kawasan

Pengembangan

5.1 Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata JAMBI

5

WPS WPS

Tipe Keterpaduan

171

v v 2020 2018 2018 2020 Lahan

ap

Lar

v ing

Dokl 2018 2018

Readines Criteria

v

DED 2019 2019

v v v v v v FS

t

at

an nang Pusat Pusat Pusat Pusa Pusat Pus Kewe

n ha ha en Km Dokum Satuan dokume

v

2020

1 v

2019

Output

Besaran

v 0 , 2 1 2018 1

2020

2019 Waktu

2018

. Kab. Kab Kab. Kab. Kab. Kab. Kab. Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Muaro Muaro Muaro Muaro Muaro Muaro Muaro Lokasi

Program Dokumen lingkungan Retarding Basin di Kab Muaro Jambi DED Retarding Basin di Kab Muaro Jambi Pembebasan lahan Retarding Basin di Kab Muaro Jambi Pembebasan lahan Embung di Kab Muaro Jambi Konstruksi Embung di Kab Muaro Jambi Pembangunan Prasarana Pengendaian Banjir Sungai Batanghari Kec. Sekernan Kab. Muaro Jambi SID Potensi Pembangunan Kolam Retensi di Kab. Muaro Jambi

Indikasi Program Utama

Kawasan Terdukung

Fungsi kawasan

Pengembangan

WPS

Tipe Keterpaduan

172

2017 2017 Lahan

ap

Lar

0 0 ing

Dokl

Readines Criteria

DED 2017 2012

- FS

2013

an nsi nsi Provi Provi nang Kewe

km km Satuan

2020

2019 Output

Besaran

2018

2020

2019 Waktu

2018

Kab. Kab. Jambi Jambi Muaro Muaro Lokasi

-

h BM

-

- Program Pembangunan Perubahan Trase Jalan Lingkar Jambi Talang Duku (diusulkan melalui DAK krn jalan kabupaten) Pelebaran Jalan Prov Talang Duku melalui DAK) Suakandis Muara Sabat (diusulkan

Indikasi Program Utama

Kawasan Terdukung

Fungsi kawasan

Pengembangan

WPS

Tipe Keterpaduan

173

3.4. Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera Pembangunan infrastruktur PUPR dilaksanakan dengan mengacu kepada dokumen perencanaan yang telah disusun secara terpadu. Selanjutnya dokumen perencanaan baik jangka panjang dan jangka menengah perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam program yang disusun untuk jangka pendek (3 tahun dan tahunan). Pada bagian ini, akan dijabarkan Program Jangka Pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR di Pulau Sumatera yang dibagi ke berdasarkan dukungan terhadap pengembangan kawasan, antar kawasan dalam WPS dan antar WPS untuk jangka waktu 2018 - 2020.

3.4.1. Program Jangka Pendek dalam Kawasan Program Jangka pendek dalam kawasan adalah program – program yang disusun untuk mendukung kawasan – kawasan prioritas yang telah ditetapkan dalam Wilayah Pengembangan Strategis.

A. Kawasan (1.1) Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang Beberapa infrastruktur yang dibutuhkan dalam pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang diantaranya adalah Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Weh untuk meningkatkan konektivitas menunjang pariwisata. Kemudian Penataan Bangunan Kawasan Destinasi Wisata Pulau Weh yang akan digunakan untuk mendukung pengembangan pariwisata. Selanjutnya juga direncanakan pembangunan rumah khusus untuk mengurangi backlog di Kota Sabang, dan bantuan stimulan rumah swadaya untuk mengurangi jumlah rumah tidak layak huni. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang dapat terlihat pada Gambar 3.29. B. Kawasan (1.2) Industri Lhokseumawe – Bireuen Infrastruktur yang direncanakan dalam Program Jangka Pendek dimaksudkan untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri Lhokseumawe – Bireuen. Pembangunan Rumah Susun di Pusang, Banda Sakti dimaksudkan untuk menyediakan tempat tinggal bagi pekerja industri. Sementara intake dan jaringan pipa transmisi air baku dibangun untuk menjamin ketersediaan air baku di KEK Lhokseumawe. Pembangunan intake ini dimulai dengan penyusunan DED di tahun 2018, kemudian Amdal tahun 2019 dan dikonstruksikan tahun 2020. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Industri Lhokseumawe – Bireuen dapat dilihat di Gambar 3.30.

174

s Pariwisata dan Maritim Sabang

Program Strategi PendekProgram Kawasan Jangka

35 . 2 Gambar Gambar

175

Bireuen

- Program Lhokseumawe Industri PendekProgram Kawasan Jangka 36 2 . Gambar Gambar

176

C. Kawasan (1.3) Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam Beberapa program infrastruktur yang dibutuhkan dalam kawasan ekonomi terpadu Banda Aceh Darussalam untuk menunjang kebutuhan di dalam kawasan tersebut seperti pembangunan Bendungan Rukoh dan pembangunan infrastruktur permukiman kumuh Kota Banda Aceh untuk mendukung ketersediaan air baku di perkotaan dan mendukung Kota Layak Huni yang sehat dan nyaman untuk ditinggali. Sementara di sektor Bina Marga program pelebaran Jalan A. Majid Ibrahim mejadi fokus utama untuk meningkatkan peningkatan kapasitas jalan yang mulai ramai akibat volume kendaraan serta pembangunan program pembangunan rumah khusus beserta pasilitas sarana umum di Kota Banda Aceh menjadi program utama untuk menyediaakan kawasan permukiman untuk masyarakat perkotaan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam dapat dilihat pada Gambar 3.31. D. Kawasan (1.4) Lumbung Pangan Peureulak Beberapa program jangka pendek di kawasan lumbung pangan Peureulak diantaranya pembangunan jaringan irigasi Idi menjadi program jangka pendek sebagai dukungan ketersediaan air untuk kawasan pertanian dan akses untuk pengiriman hasil produksi pertanian. Selanjutnya pembangunan SPAM untuk kawasan langsa timur merupakan upaya pemerintah untuk mendukung pada kawasan tersebut untuk menyediaan sistem penyediaan air minum dan meningkatan kualitas hidup untuk masyarakat sekitar. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Lumbung Pangan Peureulak dapat terlihat pada Gambar 3.32. E. Kawasan (2.1) Metropolitan Mebidangro Beberapa program jangka pendek pada kawasan Metropolitan Mebidangro adalah upaya pemerintah untuk mendukung kawasan perkotaan diantaranya adalah Pembangunan Bendungan Lau Simeme sebagai pendukung tersedianya air baku untuk kawasan perkotaan metropolitan dan rekonstruksi jalan batas Kota Lubuk Pakam – Serdang Bedagai sebagai akses konektivitas di dalam kawasan metropolitan tersebut. Pada sektor Cipta Karya Pembangunan SPAM di Kecamatan Biru – Biru dan Lau Bolong serta pembangunan Rusunawa untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di kawasan perkotaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.33.

177

Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam Aceh Banda Ekonomi PendekProgram Kawasan Jangka Terpadu

37 . 2 Gambar Gambar

178

ngka Pendek Kawasan Lumbung Pangan Lumbung ngka Pendek Kawasan Peureulak Program Ja Program

38 . 2 Gambar Gambar

179

Program Mebidangro Mertropolitan PendekProgram Kawasan Jangka 39 2 . Gambar Gambar

180

F. Kawasan (2.2) Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung Beberapa program jangka pendek pada kawasan pertumbuhan baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung diantarnya adalah pembangunan penyediaan air baku untuk kawasan industri Sei Mangke dan pembangunan flyover Sei Mangke untuk mengatasi akses volume kendaraan ke kawasan industri maupun ke Pelabuhan Kuala Tanjung. Pada sektor CIpta karya dan Perumahan, pembangunan intake dan transmisi air bersih di Sei Mangke dan program bantuan stimulant Perumahan swadaya merupakan program untuk mendukung pemanfaatan air bersih dan peningkatan kualitas hidup pada kawasan tersebut. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung dapat dilihat pada Gambar 3.34. G. Kawasan (2.3) Strategis Priwisata Danau Toba – Samosir Beberapa program jangka pendek pada kawasan strategis pariwisata Danau Toba – Samosir diantaranya adalah pembangunan intake dan jaringan pipa transmisi air baku untuk menunjang kegiatan pariwisata Danau Toba dan Pembangunan Jembatan Tano Ponggol sebagai akses utama bagi wisatawan yang berkunjung pada kawasan tersebut. Selanjutnya pembangunan Tempat Pembuangan Akhir di Desa Bintang dan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya merupakan program untuk mendukung kawasan pariwisata dalam hal kebersihan dan menjadikan daerah sekitar mempunyai kualitas hidup yang baik. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba – Samosir dapat dilihat pada Gambar 3.35. H. Kawasan (2.4) Industri Dumai Beberapa program pembangunan infrastruktur di Kawasan Industri Dumai diantaranya pembangunan air baku Kota Dumai untuk mengatasi masalah kebutuhan air perkotaan dan program pembangunan jalan Simpang Kulim – Pelabuhan Dumai yang merupakan program pemerintah dalam upaya mendukung akses kendaraan di kawasan industri sampai ke Pelabuhan. Program pembangunan permukiman kumuh pada kawasan Dumai TImur dan pembangunan rumah khusus nelayan merupakan suatu upaya untuk menangani permasalahan perkotaan untuk meningkatkan kualitas hidup yang baik dan menyediakan tempat tinggal layak huni untuk nelayan sekitar Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Industri Dumai dapat dilihat pada Gambar 3.36.

181

Kuala Tanjung

– Program Baru Mangkei Pertumbuhan Sei PendekProgram Kawasan Jangka 40 Gambar 2 . Gambar

182

Samosir

- Program Pariwisata Danau Strategis Pendek Toba 41 Program Kawasan Jangka 2 . Gambar Gambar

183

endek Kawasan Industri Dumai Industri Kawasan endek P

Program 201842 Program Jangka Gambar 2 . Gambar

184

I. Kawasan (2.5) Pertumbuhan Utama Pekansikawan Beberapa program pembangunan jangka pendek 2018 – 2020 pada kawasan pertumbuhan utama Pekansikawang adalah pembangunan yang memfokuskan pada permasalahan di kawasan perkotaan diantaranya adalah pembangunan pompa banjir parit belanda sektor 3 untuk mengatasi Banjir di Kawasan Perkotaan. Pembangunan Infrastruktur Permukiman Kumuh Kawasan Tualang dan Pembangunan Rumah Susun MBR merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan – permasalah seperti kawasan kumuh dan kebutuhan tempat tinggal yang sering terjadi di Kawasan Perkotaan pada umumnya. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Pertumbuhan Utama Pekansikawan dapat dilihat pada Gambar 3.37. J. Kawasan (3.1) Strategis Perindustrian Batam Upaya pemerintah untuk menjadikan Batam sebagai Kawasan Strategis Perindustrian bisa kita lihat pada program prasarana pengendali Banjir Batu Aji dan Pelebaran Jalan Simpang Kabil – Muka Kuning – Jl Ahmad Yani sebagai pendukung untuk mengatasi banjir dan padatnya volume kendaraan di kawasan tersebut. Pembangunan SPAM di Ngenang, Nongsa Kota Batam dan Pembangunan Rusun Pekerja Sekupang merupakan beberapa program untuk mengatasi permasalahan ketersediaan akses air minum dan tempat tinggal untuk para pekerja industri di kawasan tersebut. Peta sebaran program jangka pendek di Kawasan Strategis Perindustrian Batam dapat dilihat pada Gambar 3.38. K. Kawasan (3.2) Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang Tanjung Pinang yang merupakan kawasan pusat administrasi di Provinsi Kepulauan Riau merupakan Kota yang memiliki daya tarik sebagai destinasi pariwisata dan maritim. Beberapa program jangka pendek 2018 – 2020 di kawasan tersebut diantaranya adalah Pembangunan Bendungan Dompak sebagai upaya tersedianya air baku untuk kawasan perkotaan dan pembangunan Flyover Senggarong sebagai upaya untuk menanggulangi padatnya volume kendaraan pada kawasan tersebut. selanjutnya program pembangunan rumah susun masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Tanjung Pinang merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi kebutuhan tempat tingggal di kawasan perkotaan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Strategis Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang dapat dilihat pada Gambar 3.39.

185

Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Utama Pekansikawan Pertumbuhan Kawasan Pendek Jangka Program 43 . Gambar 2 Gambar

186 2.44 Program Batam Perindustrian Strategis Pendek Program Kawasan 2.44 Jangka Gambar Gambar

187

ng

Program Pariwisata dan Maritim PendekProgram Kawasan Jangka Pina Tanjung

45 Gambar 2 . Gambar

188

L. Kawasan (4.1) Perkotaan Sibolga Beberapa program infrastruktur Jangka Pendek Pada Kawasn Perkotaan Sibolga diantaranya adalah Pelebaran Jalan Batang Taru Batas Kota Padang Sidimpuan yang merupakan kawasan dengan padatnya volume kendaraan pada jalur tersebut. selanjutnya program pembangunan SPAM di Kecamatan Sarkam Barat, Kecamatan Sukabangun, Kecamatan Lumut dan Kecamatan Kolang merupakan program pemerintah untuk mengatasi akses air minum untuk kawasan perkotaan. Peta sebaran program Jangka Pendek Perkotaan Sibolga dapat dilihat pada Gambar 3.40. M. Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi Beberapa program infrastruktur jangka pendek pada kawasan Perkotaan Palapa diantaranya adalah Pembangunan Intake Air baku Kampuang Kota dan Pembangunan Jalan Akses Terminal Tipe A Padang yang merupakan program untuk mendukung tersedianya air baku untuk kawasan perkotaan dan akses jalan baru untuk angkutan umum antar Kota dan Provinsi di Kota Padang. Pembangunan SPAM Lubuk Alung dan Pembangunan Rumah Baru MBR merupakan program untuk mendukung tersedianya air minum untuk kawasan perkotaan dan tersedianya tempat tinggal untuk kawasan tersebut. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi dapat dilihat pada Gambar 3.41. N. Kawasan (4.3) Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait Pembangunan Infrastruktur di kawasan perkotaan Tapan dan Perdesaan Terkait program – program di dalamnya antara lain Pembangunan Banunan Pengaman Pengaman Pantai Pulau TIkus Kabupaten Bengkulu Utama yang dan pembangunan SPAM IKK Atma Jaya di Kabupaten Bengkulu yang merupakan program kebutuhan untuk mengatasi banjir dan tersedianya sistem penyediaan air minum untuk kawasan tersebut. Selanjutnya Program peningkatan kapasitas jalan Bengkulu – Mukomuko dan pembangunan rumah khusus kampung melayu merupakan upaya untuk meningkatkan akses jalan dari Bengkulu menuju Provinsi Sumatera Barat serta menyediakan tempat tinggal untuk masyarakat perkotaan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait dapat dilihat pada Gambar 3.42.

189

Program Sibolga Perkotaan PendekProgram Kawasan Jangka 46 Gambar 2 . Gambar

190

Program Palapa Perkotaan PendekProgram Kawasan Jangka 47 Gambar 2 . Gambar

191

Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Tapan dan Perdesaan Terkait dan Tapan Perkotaan Perdesaan PendekProgram Kawasan Jangka 48 Gambar 2 . Gambar

192

O. Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi Beberapa program infrastruktur jangka pendek di kawasan ekonomi dan strategis pariwisata Jambi diantaranya pembangunan prasarana pengendalian banjir kota Jambi dan pelebaran jalan Provinsi Talang Duku – Suakandis – Muara Sabat merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan banjir di perkotaan Jambi dan meningkatkan akses untuk daerah sekitar. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir dan pembangunan rumah susun pekerja Kota Jambi merupakan program untuk mengatasi permasalahan sampah dan tempat tinggal untuk masyarakat perkotaan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Strategis Pariwisata Jambi dapat dilihat pada Gambar 3.43. P. Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api Beberapa program infrastruktur jangka pendek di kawasan ekonomi terpadu Tanjung Api – Api diantaranya adalah pembangunan intake dan jaringan pipa transmisi air baku di KEK Tanjung Api – api dan peningkatan infrastruktur pengolahan air limbah di Kecamatan Banyuasin II sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air baku untuk kawasan industri dan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat di kawasan tersebut. Selanjutnya pembangunan rumah susun untuk tenaga medis rumah sakit umum daerah Kabupaten Banyuasin merupakan program pemerintah dalam upaya untuk menyediakan tempat tinggal bagi para pekerja yang berada pada kawasan tersebut. Peta sebaran program di Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api dapat dilihat pada Gambar 3.44. Q. Kawasan (5.3) Maritim Pangkal Pinang Pembangunan infrastruktur terutama pada program jangka pendek di Kawasan Maritim Pangkal Pinang diantaranya adalah Pembangunan Tanggul sungai Rangkui di Kota Pangkal Pinang sebgai upaya untuk mengatasi banjir di kawasan Kota Pangkal Pinang. Selanjutnya pembangunan Jalan Trans Bangka merupakan program pembangunan akses jalan untuk menghubungkan seluruh daerah yang ada di pulau Bangka. Peta sebaran program di Kawasan Maritim Pangkal Pinang dapat terlihat pada Gambar 3.45.

193

Program Ekonomi PendekProgram Kawasan Pariwisata Jangka Jambi dan Strategis 49 2 .

Gambar

194

Api

– Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api Tanjung Ekonomi Pendek50 Program Kawasan Jangka Terpadu 2 . Gambar Gambar

195

Pinang Program Maritim PendekProgram Kawasan Pangkal Jangka 51 Gambar 2 . Gambar

196

R. Kawasan (5.4) Strategis Pariwisata Belitung Beberapa program pembangunan infrastruktur jangka pendek pada kawasan strategis pariwisata Belitung diantaranya adalah pembangunan Talud Pengaman Pantai Pengantungan di Kabupaten Belitung dan Pembangunan Jalan Trans Belitung yang merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan Banjir yang diakibatkan oleh air laut serta akses jalan yang menghubungkan beberapa kawasan di Pulau Belitung. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Strategis Pariwisata Belitung dapat dilihat pada Gambar 3.46. S. Kawasan (6.1) Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api Pembangunan infrastruktur di kawasan ekonomi terpadu Tanjung Api – api yang merupakan pendukung bagi kawasan tersebut diantaranya pembangunan intake dan jaringan pipa transmisi air baku untuk menunjang kebutuhan air baku pada kawasan tersebut. pembangunan akses jalan tol Palembang – Tanjung Api – api merupakan upaya pemerintah untuk mendukung kawasan industri tersebut dapat terhubung pada kota – kota sekitar sehingga produksi langsung bisa didistribusikan pada konsumen di kawasan Perkotaan. Selanjutnya program peningkatan pengolahan limbah di Kecamatan Banyuasin merupakan program permerintah dalam upaya mengatasi air limbah industri dengan cara melakukan pembangunan tempat pengolahan air limbah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api dapat terlihat pada Gambar 3.47.

197

Program Pariwisata Belitung Strategis PendekProgram Kawasan Jangka 52 Gambar 2 . Gambar

198

Api

– Program Api Ekonomi PendekProgram Tanjung Kawasan Jangka Terpadi 53 Gambar 2 . Gambar

199

T. Kawasan (6.2) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang Pembangunan infrastruktur di kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang mempunyai arah pembangunan yang memperhatikan lingkungan sebagai upaya memelihara keberlangsungan ekosistem yang ada di perkotaan. Kota metropolitan sebagai basis pusat kegiatan pertumbuhan ekonomi mempunyai beberapa program diantaranya adalah pembangunan sarana penyediaan air baku Indralaya di Kabupaten Ogan Ilir sebagai upaya untuk terpenuhinya kebutuhan air baku di kawasan perkotaan Metropolitan Palembang dan pembangunan Flyover Keramasan sebagai upaya untuk menanggulangi volume kendaraan yang melintasi pada kawasan tersebut. Selanjutnya pembangunan instalasi pengolahan air limbah di Kabupaten Ogan Ilir merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi ekosistem yang ada di kawasan perkotaan serta pembangunan rumah susun untuk mahasiswa yang merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi kebutuhan tempat tinggal sementara di kawasan perkotaan metropolitan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang dapat terlihat pada Gambar 3.48. U. Kawasan (6.3) Lumbung Pangan Mesuji Beberapa program infrastruktur jangka pendek di kawasan lumbung pangan Mesuji diantaranya adalah pembangunan Bendungan Sukaraja dan Rekonstruksi Jalan Pematang Panggang – Simpang Pematang yang merupakan upaya pemerintah untuk mendukung tersedianya air baku dan akses jalan pada kawasan pertanian Mesuji yang merupakan salah satu titik lumbung pangan nasional. Selanjutnya pembangunan rumah khusus nelayan merupakan program pemerintah dalam upaya menyediakan tempat tinggal yang layak huni untuk nelayan di kawasan tersebut. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Lumbung Pangan Mesuji dapat dilihat pada Gambar 3.49.

200

dan Ekonomi Terpadu Palembang dan Ekonomi Terpadu

Program Metropolitan PendekProgram Kawasan Jangka 54 Gambar 2 . Gambar

201

Program Jangka Pendek Kawasan Lumbung Pangan Mesuji 55 Gambar 2 . Gambar

202

V. Kawasan (6.4) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung Pembangunan infrastruktur jangka pendek pada kawasan metropolitan dan ekonomi terpadu Bandar Lampung sebagai wujud terlaksananya pembangunan nasional beberapa program pembangunan diantaranya adalah pembangunan Rawa Pisang yang merupakan program untuk mendukung kawasan produksi hasil pertanian. Rekonstruksi Jalan Prof. DR. IR Sutami merupakan program pembangunan jangka pendek dalam upaya membangun kawasan metropolitan yang terintegrasi. Selanjutnya pembangunan fasilitas rumah umum merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan tempat tinggal untuk masyarakat perkotaan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung dapat dilihat pada Gambar 3.50.

203

Program Lampung Metropolitan PendekBandar Program dan Ekonomi Kawasan Jangka Terpadu 56 2 . Gambar Gambar

204

3.4.2. Program Jangka Pendek antar Kawasan Program Jangka pendek antar kawasan adalah program – program yang disusun untuk mendukung kawasan – kawasan prioritas yang telah ditetapkan di antar kawasan dalam WPS.

A. Provinsi Aceh Pembangunan infrastruktur 2018 – 2020 antar kawasan di Provinsi Aceh diantaranya Program pembangunan Bendungan Keureto di Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menyediakan air baku untuk kawasan baik perkotaan maupun dukungan untuk sektor pertanian di kawasan tersebut. selanjutnya program pemasangan jaringan pipa distribusi instalasi penyediaan air samudera merupakan beberapa program pemerintah dalam upaya membuka akses ke pelosok dan menyediakan air untuk masyarakat di Provinsi Aceh. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 3.51. B. Provinsi Sumatera Utara Beberapa program pembangunan jangka pendek antar kawasan di Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah program pengendalian dan normalisasi Sungai Batang Taru sebagai upaya pemerintah untuk mengembalikan sungai sesuai dengan fungsinya. Selanjutnya program pelebaran jalan Batas Kabupaten Tapanuli Tengah – Batang Taru merupakan program untuk mendukung aksesibilitas dan meningkatkan kapasitas jalan pada kawasan tersebut. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 3.52. C. Provinsi Sumatera Barat Beberapa program jangka pendek pembangunan infrastruktur antar kawasan di Provinsi Sumatera Barat diantaranya adalah Pembangunan intake air baku Kampuang Kota dan Pembangunan Kolam Retensi Air Pocoh merupakan program pemerintah untuk mendukung tersedianya air baku untuk kawasan sekitar. Pembangunan Baru Rumah untuk MBR adalah upaya pemerintah untuk menyediakaan fasilitas air minum pada kawasan tersebut dan mengurangi backlog di Provinsi Sumatera Barat. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.53.

205

ngka Pendek Antar Kawasan Provinsi Aceh Kawasan Antar Pendek ngka Program Ja Program

57 . Gambar 2 Gambar

206

Program Provinsi Utara Kawasan PendekProgram Antar Sumatera Jangka 58 Gambar 2 . Gambar

207

Program Provinsi Barat Kawasan Pendek59 Program Sumatera Antar Jangka Gambar 2 . Gambar

208

D. Provinsi Riau Beberapa program pembangunan infrastruktur jangka pendek antar kawasan di Provinsi Riau diantaranya adalah Pelebaran jalan Rumbai Jaya – Bagan Jaya yang merupakan jalan nasional dengan volume kendaraan yang semakin padat, menjadi program pemerintah dalam pengembangan wilayah di Provinsi Riau. Selanjutnya pembangunan bendungan Rokan Kiri yang merupakan proyek strategis nasional menjadi penunjang ketersediaan air baku untuk beberapa kawasan di Provinsi Riau. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Riau dapat dilihat pada Gambar 3.54. E. Provinsi Jambi Upaya pemerintah dalam menjamin kemudahan akses di beberapa daerah terlihat dengan adanya program penanganan jalan nasional pada ruas Bangko – Sei Manau yang merupakan jalan strategis di Provinsi Jambi. Program tersebut diharapkan menjadi pendukung kawasan – kawasan yang ada di Provinsi Jambi untuk mewujudkan kemudahan akses bagi masyarakat sekitar. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Jambi dapat terlihat pada Gambar 3.55. F. Provinsi Sumatera Selatan Pembangunan infrastruktur antar kawasan di Provinsi Sumatera Selatan beberapa diantaranya adalah Rekonstruksi Jalan Betung – Batas Kota Palembang yang merupakan program jangka pendek 2018 – 2020. Program peningkatan penyediaan tempat tinggal di Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu upaya untuk mengurangi permasalahan backlog di Provinsi Sumatera Selatan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Sumatera Selatan dapat terlihat pada Gambar 3.56. G. Provinsi Lampung Pembangunan infrastruktur nasional yang merupakan tolak ukur kemajuan suatu negara tidak terlepas dari beberapa program yang akan dilakukan kedepan. Program pembangunan infrastruktur jangka pendek antar kawasan di Provinsi Lampung beberapa diantaranya seperti Pelebaran Jalan Gedong Dalam – Kota Sukadana dan Pembangunan Bendungan Way Sekampung merupakan contoh dari program pembangunan nasional untuk mendukung akses jalan dan tersedianya air baku untuk kawasan – kawasan yang ada di Provinsi Lampung. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar kawasan di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 3.57.

209

gka Pendek Antar Kawasan Provinsi Kawasan gka Pendek Antar Riau Jan 60 Program Gambar 2 . Gambar

210

Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Jambi Kawasan Antar Pendek Jangka Program 61 . Gambar 2 Gambar

211

Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Kawasan Antar Pendek Jangka Program 62 . Gambar 2 Gambar

212

Antar Kawasan Provinsi Kawasan Antar Lampung

Program PendekProgram Jangka 63 Gambar 2 . Gambar

213

3.4.3. Program Jangka Pendek antar WPS Program Jangka pendek antar WPS adalah program – program yang disusun untuk mendukung kawasan – kawasan prioritas yang telah ditetapkan melalui peraturan tertentu namun terletak di antar WPS.

A. Provinsi Aceh Pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh yang merupakan program jangka pendek antar WPS beberapa diantarnya adalah program pembangunan drainase induk Meulaboh dan pelebaran jalan lingkar Pulau Simeulue sebagai upaya untuk meningkatkan sistem drainase di Provinsi Aceh dan akses untuk kawasan pariwisata di Pulau Simeulue. Selanjutnya program pembangunan Instalasi Pengolahan Air di Singkohor dan pembangunan rumah susun di Kampung Kota Lintang merupakan program pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan tersedianya tempat tinggal untuk masyarakat di Provinsi Aceh. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 3.58. B. Provinsi Sumatera Utara Program pembangunan infrastruktur jangka pendek antar WPS di Provinsi Sumatera Utara beberapa diantaranya adalah pembangunan pengaman pantai di Pulau Nias dan Pelebaran jalan pada ruas Dalak Sanggul – Sibarang Barang yang merupakan upaya untuk melindungi banjir akibat meluapnya air laut pada daerah tersebut dan meningkatkan kapasitas jalan akibat volume kendaraan yang terus meningkat. Kedepan program pengembangan dan peningkatan distribusi air minum di Kecamatan Bawaata menjadi fokus utama dalam memenuhi kebutuhan air minum di daerah tersebut. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 3.59.

214

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi WPS PendekProgram Aceh Antar Jangka 64 Gambar 2 . Gambar

215

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Utara WPS PendekProgram Sumatera Antar Jangka 65 Gambar 2 . Gambar

216

C. Provinsi Sumatera Barat Pembangunan infrastruktur antar wilayah pengembangan strategis di Provinsi Sumatera Barat beberapa program diantaranya adalah Pembangunan Daerah Irigasi Batang Sinamar merupakan upaya mendukung sektor pertanian di Provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya Pembangunan SPAM regional di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Payahkumbuh upaya untuk mendukung tersedianya air minum untuk skala perkotaan. Sedangkan program pembangunan rumah baru untuk masyarakat berpenghasilan rendah merupakan salah satu upaya untuk mengurangi backlog di Provinsi Sumatera Barat. Program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.60. D. Provinsi Riau Dalam perkembangannya pembangunan infrastruktur merupakan salah satu tolak ukur untuk mewujudkan pertumbuhan baru di wilayah yang masih terisolir baik dari akses jalan maupun informasi. Beberapa program pembangunan dalam program jangka pendek antar Wilayah Pengembangan Strategis di Provinsi Riau diantaranya pelebaran jalan Sorek I – Batas INHU dan pembangunan intake jaringan pipa transmisi merupakan upaya pemerintah dalam meningkaatkan kapasitas jalan dan menyediakan air baku untuk mendukung kawasan – kawasan di luar deliniasi wilayah pengembangan strategis sehingga dapat terselenggaranya pemerataan pembangunan. Selanjutnya pembangunan rumah khusus diharapkan dapat mengurangi backlog di Provinsi Riau. Program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Riau dapat terlihat pada Gambar 3.61. E. Provinsi Kepulauan Riau Di dalam WPS deliniasi wilayah hanya mencakup pulau Batam dan Bintan. Beberapa program pembangunan infrastruktur jangka pendek 2018 – 2020 antar wilayah pengembangan strategis di Provinsi Kepulauan Riau diantaranya pelebaran jalan simpang Sekunyam di Pulau Natuna yang menjadi daerah terluar merupakan program untuk meningkatkan kapasitas jalan di kawasan tersebut. pembangunan pengaman pantai di Pulau Semiun merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan infrastruktur sebagai alat pelindung bagi masyarakat yang tinggal di pesisir serta pembangunan sistem pengolahan air minum di Pulau laut yang menjadi kebutuhan dasar dari daerah kepulauan. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Kepulauan Riau dapat terlihat pada Gambar 3.62.

217

i Sumatera Barat i Sumatera Program Jangka Pendek Antar WPS Provins WPS PendekProgram Antar Jangka 66 2 . Gambar Gambar

218

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi WPS PendekProgram Riau Antar Jangka 67 Gambar 2 . Gambar

219

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi WPS PendekProgram Kepulauan Antar RiauJangka 68 2 . Gambar Gambar

220

F. Provinsi Jambi Pengembangan yang dilakukan dengan pendekatan wilayah pengembangan strategis diharapkan mampu menjawab sebuah permasalahan dalam pemerataan pembangunan. Hal demikian terlihat bahwa perhatian pemerintah terhadap daerah yang tidak dilintasi oleh wilayah pengembangan strategis tetap menjadi fokus utama dalam pembangunan infrastruktur dasar untuk menunjang aktivitas kegiatan di daerah tersebut. beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR terutama program jangka pendek 2018 – 2020 antar WPS di Provinsi Jambi diantaranya adalah pembangunan akses jalan Pelabuhan Nipah Panjang di Kabupaten Tanjung Jabung dan pembangunan pengendali banjir di Kabupaten Batanghari merupakan upaya pembangunan akses jalan dan pengaman pantai untuk daerah – daerah yang dirasa memerlukan perhatian pemerintah untuk mendukung aktivitas kegiatan di wilayah tersebut. selanjutnya beberapa program seperti rumah khusus bencana dan pembangunan tempat pembuangan akhir merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi backlog dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Jambi. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Jambi dapat terlihat pada Gambar 3.63. G. Provinsi Bengkulu Pembangunan infrastruktur PUPR dalam program jangka pendek 2018 – 2020 diantaranya adalah peningkatan kapasitas jalan Bengkulu – Kaur dan pembangunan intake dan jaringan pipa transmisi air baku untuk mendukung terselenggaranya kapasitas jalan dan tersedianya air baku di kawasan tersebut. selanjutnya pembangunan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Lebong dan penyediaan rumah khusus di Lebong merupakan upaya untuk menyediakan kebutuhan air minum dan mengurangi permasalahan backlog di Provinsi Bengkulu. Oleh karena itu, Pemerataan pembangunan infrastruktur menjadi fokus utama di dalam wilayah pengembangan strategis. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Bengkulu dapat terlihat pada Gambar 3.64.

221

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi WPS PendekProgram Jambi Antar Jangka 69 Gambar 2 . Gambar

222

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi WPS PendekProgram Bengkulu Antar Jangka

70 2 .

Gambar

223

H. Provinsi Sumatera Selatan Pembangunan Bendungan Komering II atau saat ini disebut sebagai bendungan Tiga Dihaji merupakan wujud dukungan infrastruktur untuk menjamin ketersediaan air bersih dalam rangka menjadikan Provinsi Sumatera Selatan sebagai Lumbung Pangan Nasional. Kemudian terdapat pembangunan Flyover Bantaian dan Gelumbang di Kabupaten Muara Enim sebagai wujud peningkatan konektivitas menuju Kota Palembang. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Sumatera Selatan dapat terlihat pada Gambar 3.65. I. Provinsi Lampung Sebagai pintu masuk utama menuju Pulau Sumatera dari Pulau Jawa, Provinsi Lampung memiliki posisi yang sangat strategis. Selain itu juga provinsi ini dijadikan sebagai lumbung pangan nasional. Untuk mendukung hal tersebut, maka dibangunlah Bendungan Sukoharjo/Way Sekampung, yang akan membendung Sungai Way Sekampung. Bendungan ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan pertanian di Provinsi Lampung. Kemudian terdapat rekonstruksi ruas jalan Penawar – Gedong Aji – Rawa Jitu yang akan meningkatkan konektivitas menuju KTM Rawa Pitu/Mesuji. Kemudian juga untuk mengatasi backlog di Provinsi Lampung khususnya bagian tengah, maka direncanakan akan dibangun Rumah Susun yang diperuntukan bagi PNS di Kabupaten Lampung Barat. Peta sebaran program jangka pendek (2018 – 2020) di wilayah antar WPS di Provinsi Lampung dapat terlihat pada Gambar 3.66.

224

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Selatan WPS PendekProgram Sumatera Antar Jangka 71 Gambar 2 . Gambar

225

Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi WPS PendekProgram Lampung Antar Jangka 72 Gambar 2 . Gambar

226

3.5. Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Pulau Sumatera Dalam melakukan pemrograman jangka pendek Tahun 2018 – 2020, Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR cq Bidang Penyusunan Program mengacu kepada pagu Kementerian PUPR dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) yang telah disusun oleh Kementerian Keuangan. Hal ini dipandang sangat strategis agar penyusunan program yang diusulkan juga memperhatikan kemampuan pendanaan.

Saat ini perencanaan program/kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR terfokus pada 4 (empat) Unor yang melakukan pekerjaan konstruksi yaitu: (i) Ditjen Sumber Daya Air, (ii) Ditjen Bina Marga, (iii) Ditjen Cipta Karya, dan (iv) Ditjen Penyediaan Perumahan.

Program/Kegiatan yang disusun dalam buku ini merupakan program/kegiatan yang bersifat pembangunan baru/New Development dimana program/kegiatan tersebut adalah program/kegiatan yang bukan merupakan manajemen aset (pemeliharaan berkala/rutin dan rehabilitasi mayor/minor) dan juga mengesampingkan program/kegiatan yang bersifat committed program (Multi Years Contract lanjutan dan yang pendanaannya bersumber dari P/HLN). Agar Program/Kegiatan tersebut di atas dapat dialokasikan, dilakukan perkiraan pembiayaan dengan mempertimbangkan kapasitas yang tercermin dari KPJMN.

Mengingat Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk belanja modal dibandingkan Ditjen Cipta Karya dan Ditjen Penyediaan Perumahan maka dilakukan asumsi perhitungan yang berbeda untuk setiap Unor dalam menentukan besarnya kapasitas pembiayaan terhadap program/kegiatan yang bersifat new development.

Tabel 2.2 Perkiraan Indikasi pagu KPJM dan Program New Development Tahun 2018 – 2020

2018 (Rp. Juta) 2019 (Rp. Juta) 2020 (Rp. Juta) UNOR KPJM New Dev KPJM New Dev KPJM New Dev Unor Lainnya (Setjen, Itjen, Ditjen Bina Konstruksi, Ditjen 2.712.331 - 2.805.348 - 2.890.002 - Pembiayaan Perumahan, BPSDM, BPIW, Balitbang)

227

2018 (Rp. Juta) 2019 (Rp. Juta) 2020 (Rp. Juta) UNOR KPJM New Dev KPJM New Dev KPJM New Dev

Ditjen Sumber Daya Air 34.424.275 6.884.855 35.625.045 7.125.009 36.694.848 7.338.970 Ditjen Bina Marga 42.838.917 10.709.729 44.334.462 11.083.616 45.665.480 11.416.370 Ditjen Cipta Karya 16.491.869 12.368.902 17.067.698 12.800.774 17.580.086 13.185.065 Ditjen Penyediaan 8.570.397 5.999.278 8.870.110 6.209.077 9.136.278 6.395.395 Perumahan SubTotal (4 Unor) 102.325.458 35.962.764 105.897.315 37.218.475 109.076.692 38.335.799 Pagu Total PUPR 105.037.789 108.702.663 111.966.694

Sumber: Hasil Analisis Di bawah ini akan dijabarkan terkait pembiayaan pembangunan program jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR di berdasarkan pembagian 4 Unor di setiap provinsi di Pulau Sumatera berdasarkan tipologi kawasan, dan berdasarkan dukungan terhadap prioritas nasional. 3.5.1. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera Tahun 2018 - 2020 Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang terus membaik membutuhkan dukungan penyediaan infrastruktur yang memadai. Namun di sisi lain, sumber daya bagi penyediaan infrastruktur masih begitu terbatas. Oleh karena itu dilakukan pemrograman untuk menentukan alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan yang ada untuk tahun 2018 – 2020.

Tabel 2.3 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera tahun 2018

SDA BM CK PnP PROVINSI JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

Aceh 0 - 15 1.184.210 50 145.636 0 - Sumatera Utara 68 1.157.680 64 511.405 49 216.270 8 236.000 Sumatera Barat 17 520.704 9 965.000 46 279.715 13 97.150 Riau 11 83.000 15 342.515 19 298.500 6 135.750 Jambi 0 - 8 8.000 18 80.800 0 - Bengkulu 6 81.234 5 453.341 19 989.234 3 79.000 Sumatera Selatan 14 450.195 15 477.344 48 384.500 8 166.000 Lampung 1 200.000 16 598.903 13 30.500 2 22.350 Kep. Bangka Belitung 6 7.500 17 1.019.927 35 66.100 0 -

228

SDA BM CK PnP PROVINSI JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

Kep. Riau 25 841.306 7 69.676 14 13.900 19 198.139 Total 148 3.341.619 171 5.630.320 311 2.505.155 59 934.389 Anggaran daam Jutaan Rupiah Sumber : Program Jangka Pendek 2018 - 2020 Data di atas menunjukan bahwa prioritas pembangunan di Pulau Sumatera pada tahun 2018 adalah sektor Sumber Daya Air dan Bina Marga. Pembiayaan terbesar terserap untuk pembangunan bendungan – bendungan khususnya di provinsi Sumatera Utara yaitu pembangunan Bendungan Lausimeme dan di Lampung pembangunan Bendungan Way Sekampung. Pembangunan infrastruktur ini dimaksudkan sebagai dukungan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan energy. Kemudian sektor berikut dengan anggaran terbesar adalah Bina Marga. Dukungan dimaksudkan untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah sehingga dapat menggerakan roda perekonomian di Pulau Sumatera.

Tabel 2.4 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera tahun 2019

SDA BM CK PnP PROVINSI JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA Aceh 32 602.370 13 411.369 60 174.800 16 303.652 Sumatera Utara 53 484.056 34 2.165.790 30 103.100 5 49.500 Sumatera Barat 31 699.750 6 1.182.000 11 127.500 46 315.780 Riau 28 1.396.660 17 480.500 10 151.050 6 111.250 Jambi 105 435.483 14 500.000 20 12.000 12 161.942 Bengkulu 43 443.272 1 100.000 7 18.444 34 459.809 Sumatera Selatan 16 23.000 4 218.000 42 54.500 3 42.000 Lampung 15 1.124.052 15 275.923 10 10.000 30 327.350 Kep. Bangka Belitung 38 141.600 14 1.910.958 33 28.000 1 700 Kep. Riau 29 344.030 3 46.423 9 38.500 23 275.273 Total 390 5.694.274 121 7.290.963 232 717.894 176 2.047.256 Anggaran dalam Jutaan Rupiah Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Kemudian pada tahun 2019 sektor yang paling banyak menyerap anggaran adalah sektor Bina Marga. Penguatan sektor Bina Marga dimaksudkan untuk meningkatkan konektivitas agar menggerakan perekonomian di Pulau Sumatera. Dibarengi dengan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera, diharapkan nantinya seluruh wilayah di Pulau Sumatera dapat terkoneksi dengan baik dan

229

meminimalkan biaya transportasi. Selain itu juga terdapat pembangunan jalan akses KSPN Mandeh di Provinsi Sumatera Barat sebagai bagian dari pengembangan pariwisata prioritas nasional. Provinsi dengan kebutuhan pembiayaan Bina Marga terbesar adalah Provinsi Bangka Belitung, dimana akan dibangun Jalan Trans Bangka dan Jalan Trans Belitung yang akan sangat mendukung pengembangan KSPN Tanjung Kelayang. Kemudian di Provinsi Sumatera Utara, kebutuhan pembiayaan terbesar di sektor Bina Marga dimaksudkan untuk mendukung pengembangan KEK Sei Mangkei dan KSPN Danau Toba. Sementara itu pada sektor SDA kebutuhan pembiayaan terbesar terdapat pada Provinsi Riau dimana akan dibangun Bendungan Rokan Kiri untuk mendukung penyediaan air di Regional Durolis (Dumai, Rokan, Bengkalis) dan Kawasan Industri Pelintung (Dumai).

Tabel 2.5 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera tahun 2020

SDA BM CK PnP Provinsi JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA Aceh 10 599.200 1 525.000 15 117.350 0 - Sumatera Utara 26 118.450 4 - 8 69.495 5 48.000 Sumatera Barat 6 57.500 6 1.199.000 4 12.800 37 258.000 Riau 2 6.250 6 314.600 8 226.050 1 23.000 Jambi 7 1.200 7 340.000 14 121.550 3 49.694 Bengkulu 6 84.397 0 - 2 4.200 20 190.325 Sumatera Selatan 14 227.475 3 168.000 23 134.569 2 14.000 Lampung 2 31.000 5 199.223 6 20.000 8 90.550 Kep. Bangka Belitung 18 246.000 5 3.468.855 29 58.890 1 700 Kep. Riau 15 295.298 12 522.421 4 27.500 16 166.575 Total 106 1.666.769 49 6.737.099 113 792.404 93 840.844 Anggaran dalam Jutaan Rupiah Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Selanjutnya pada tahun 2020, pembangunan tetap difokuskan pada pengembangan konektivitas antar wilayah mengingat kebutuhan Pulau Sumatera yang begitu luas dan penyediaan air baku untuk mendukung program lumbung pangan nasional.

230

3.5.2. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera untuk Mendukung Kawasan, Antar Kawasan dan Antar WPS Peran infrastruktur sangat signifikan dalam mendukung pengembangan kawasan. Alokasi anggaran akan sangat berkaitan dengan arah pengembangan kawasan sehingga akan menciptakan new development program. Adanya program arahan pengembangan wilayah ini diharapkan mampu menyediakan program pembangunan yang efektif dan efisien sehingga dapat menunjang percepatan pengembangan kawasan. Berikut adalah besaran pembiayaan program jangka pendek untuk masing – masing kawasan, antar kawasan dan antar WPS.

Tabel 2.6 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Kawasan Pengembangan tahun 2018 – 2020

2018 2019 2020 NO DUKUNGAN KAWASAN JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA 1.1 Kawasan Strategis Pariwisata Dan 20 45.000 26 53.891 8 47.100 Perdagangan & Pelabuhan Bebas Sabang 1.2 Kawasan Ekonomi Terpadu Banda Aceh 24 1.123.896 38 819.436 14 229.200 Darussalam 1.3 Kawasan Industri Lhokseumawe Dan 8 8.000 17 179.000 18 2.553.405 Sekitarnya 1.4 Kawasan Pengembangan Pusat 10 86.050 16 191.979 5 192.750 Kegiatan Wilayah Langsa 2.1 Kawasan Megapolitan Mebidangro 70 1.483.625 31 374.377 17 121.539 2.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Sei 48 161.275 56 1.783.769 5 435.000 Mangkei Kuala Tanjung 2.3 Kawasan Strategis Pariwisata Danau 29 120.500 16 119.400 7 326.480 Toba – Samosir 2.4 Kawasan Industri Dumai 21 282.000 26 440.420 6 52.500 2.5 Kawasan Pertumbuhan Utama 23 361.250 19 458.040 9 151.094 Pekansikawan 3.1 Kawasan Strategis Perindustrian Batam 21 89.670 12 95.827 0 - 3.2 Kawasan Pariwisata Dan Maritim 27 924.835 13 105.248 3 28.954 Tanjung Pinang 4.1 Kawasan Perkotaan Sibolga 22 83.000 8 189.900 19 177.697 4.2 Kawasan Perkotaan Palapa Dan 75 1.792.569 53 2.032.965 14 339.322 Strategis Pariwisata Bukittinggi 4.3 Kawasan Perkotaan Tapan Dan 31 1.462.843 60 457.236 7 64.750 Perdesaan Terkait 5.1 Kawasan Ekonomi Jambi 6 63.000 28 84.173 8 689.300

231

2018 2019 2020 NO DUKUNGAN KAWASAN JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA 5.2 Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api 24 587.100 16 85.000 8 189.420 Api 5.3 Kawasan Maritim Pangkalpinang 21 733.718 46 1.343.598 8 185.028 5.4 Kawasan Strategis Pariwisata Belitung 37 359.808 40 737.661 16 77.810 6.1 Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api 24 587.100 16 85.000 8 189.420 Api 6.2 Kawasan Metropolitan Dan Ekonomi 53 606.107 30 47.500 6 76.195 Terpadu Palembang 6.3 Kawasan Metropolitan Dan Ekonomi 20 755.528 46 932.548 11 277.110 Terpadu Bandar Lampung – Mesuji 35.1 Kawasan Perbatasan Laut Pulau Batu 11 93.225 9 72.445 5 120.658 Kecil 35.2 Kawasan Perbatasan Laut Pulau Damar 4 27.238 4 47.750 2 20.000 35.3 Kawasan Perbatasan Laut Pulau Iyu 2 20.238 17 181.332 0 - Kecil 35.4 Kawasan Perbatasan Laut Pulau 11 61.041 7 196.250 0 - Sekatung 35.5 Kawasan Perbatasan Laut Pulau 2 20.000 2 20.000 31 1.440.050 Sibarubaru 35.6 Kawasan Perbatasan Laut Pulau 1 30.000 0 - 1 - Simeulucut 35.7 Kawasan Perbatasan Laut Pulau Simuk 2 1.700 1 10.000 18 111.035 35.8 Kawasan Perbatasan Laut Pulau Wunga 2 10.500 2 25.750 35 1.221.040 Total Dalam Kawasan 618 10.736.340 625 11.039.493 281 9.127.437 Total Antar Kawasan 16 113.632 72 757.435 6 51.600 Total Antar WPS 48 904.136 208 3.907.458 74 858.080 Grand Total 689 12.411.483 919 15.750.386 361 10.037.117 Anggaran dalam Jutaan Rupiah Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Kebutuhan pembiayaan pada masing – masing kawasan berbeda – beda tergantung pada kebutuhan dan kesiapan (readiness criteria) dari tiap kegiatan. Kebutuhan di tiap kawasan berbeda sesuai dengan arahan pengembangan wilayahnya dan tingkat prioritas yang disesuaikand dengan prioritas pembangunan nasional tiap tahunnya. Walaupun demikian, seluruh program sebisa mungkin memperhatikan aspek keadilan dan pemerataan agar kemajuan yang ada dapat dilaksanakan secara bersama – sama.

232

3.5.3. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera untuk Mendukung Prioritas Nasional Sub bab ini akan menjelaskan mengenai pembiayaan program jangka pendek berdasarkan prioritas nasional yang telah disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas. Adanya prioritas nasional sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pemrograman merupakan wujud dari usaha menciptakan keterpaduan. Berikut adalah pembiayaan program jangka pendek untuk mendukung prioritas nasional :

Tabel 2.7 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Kawasan Pengembangan tahun 2018 – 2020

2018 2019 2020 DUKUNGAN KAWASAN JML BIAYA JML BIAYA JML BIAYA

Infrastruktur, Konektivitas dan Kemaritiman 112 3.927.953 69 3.433.506 28 2.693.760 Ketahanan Energi 4 453.000 5 1.351.182 0 - Ketahanan Pangan 15 255.261 22 1.299.030 5 112.200 Pembangunan Wilayah 257 4.464.704 364 6.188.007 143 5.521.877 Penanggulangan Kemiskinan 20 212.320 49 370.735 34 300.080 Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata 91 453.183 70 508.241 49 343.020 Perumahan dan Permukiman 178 1.933.687 274 2.130.337 102 1.066.180 Grand Total 677 11.700.108 853 15.281.036 361 10.037.117 Anggaran dalam Jutaan Rupiah Sumber : Program Jangka Pendek 2018 - 2020 Konektivitas tetap menjadi prioritas utama dalam pengembangan Pulau Sumatera. Tujuan pengembangan Sumatera yang diharapkan mampu menyaingi Pulau Jawa dalam sumbangannya terhadap PDB pada tahun 2019, maka aksesibilitas untuk seluruh wilayah harus diprioritaskan. Konektivitas ini juga tekait dengan visi kemaritiman yang akan menghubungkan seluruh wilayah di Pulau Sumatera baik melalui jalur darat ataupun jalur laut. Kemudian untuk mendukung terwujudnya lumbung pangan nasional dalam menciptakan ketahanan pangan, maka anggaran yang dialokasikan semakin besar. Sebagian besar anggaran ini digunakan untuk membangun waduk, jaringan irigasi dan penyediaan air baku.

Kebutuhan pembiayaan di masing – masing Provinsi berbeda – beda tergantung dengan kebutuhan masing – masing dan arah pengembangan wilayah. Oleh karena itu kebutuhan tahunan pun berbeda – beda di masing – masing provinsi. Prioritas pembangunan pun berpengaruh besar dalam penentuan program yang

233 akan dibangun. Dengan demikian kebutuhan pembiayaan di masing – masing provinsi bergerak secara fluktuatif dan berbeda satu sama lainnya. Selanjutnya detail Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Pulau Sumatera dapat dilihat pada Buku II.

234 BAB IV PENUTUP

3 BAB IV PENUTUP

Penyusunan Sinkronisasi Program & Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek (2018 – 2020) Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR merupakan sebagian upaya yang dilakukan untuk menciptakan sinkronisasi baik antar tingkat pemerintahan ataupun antar sektor di lingkungan Kementerian PUPR. Program jangka pendek ini juga menjadi muara bagi Rencana Induk Pulau, Masterplan, dan Development Plan yang telah disusun. Serta menjadi input bagi disusunnya rencana tahunan untuk dimasukan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 – 2020. Dalam proses penyusunannya, pembagian peran antar tingkat pemerintahan ataupun antar sektor baik dalam wewenang ataupun pembiayaan telah diklarifikasi sedetail mungkin untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih program. Penajaman yang telah dilakukan juga memperhatikan proyeksi pembiayaan yang dapat dilakukan melalui sumber APBN, DAK, maupun KPBU. Kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dengan demikian seluruh program yang disusun harus dapat efektif dan efisien sehingga mampu memberikan dampak luas bagi pengembangan wilayah. Selain itu diperlukan kreativitas dalam menemukan sumber – sumber pembiayaan lainnya agar pembangunan infrastruktur tidak seluruhnya dibebankan pada APBN.

Pengembangan Pulau Sumatera melalui dukungan Program Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR juga menempatkan isu – isu strategis menjadi prioritas. Isu utama yang dijadikan dasar dalam pembangunan infrastruktur di Pulau Sumatera adalah peningkatan konektivitas antar wilayah, serta ketahanan pangan. Oleh karena itu program – program yang ada diharapkan mampu mendukung isu tersebut. Selain itu terdapat isu strategis yang merupakan turunan dari isu utama yaitu rekonstruksi dan rehabilitasi dalam rangka mitigasi bencana di Provinsi Aceh. Kemudian dalam pengembangan perekonomian wilayah juga terdapat dukungan pengembangan terhadap kegiatan – kegiatan di sektor Industri diantaranya Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei bersama Pelabuhan Kuala Tanjung, Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api – Api, dan Kawasan Industri Tanggamus. Khusus dalam peningkatan konektivitas, dukungan infrastruktur dilakukan dengan kostruksi 10 ruas Tol Trans Sumatera di Provinsi Lampung – Sumatera Selatan dan Provinsi Riau sampai Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya dalam mendukung ketahanan pangan nasional dan usaha mewujudkan Pulau Sumatera menjadi lumbung pangan nasional, maka dibangun waduk

235 untuk menjamin ketersediaan air baku. Secara keseluruhan akan dibangun 11 waduk baru di Pulau Sumatera. Dalam rangka pengembangan pariwisata, terdapat KSPN Prioritas yang didukung dengan penyediaan infrastruktur diantaranya KSPN Sabang, KSPN Danau Toba, KSPN Mandeh dan KSPN Tanjung Kelayang.

Selain itu juga pembangunan difokuskan pada pengembangan pulau – pulau kecil terluar dan terdepan, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Dukungan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas dan memenuhi kebutuhan dasar seperti penyediaan air bersih dan akses terhadap sanitasi serta penyediaan perumahan dan permukiman layak huni di Kepulauan Anambas dan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Dukungan ini merupakan wujud nyata dari komitmen Pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Keseluruhan dukungan tersebut merupakan bagian dari Program Jangka Pendek yang telah disusun, dan diharapkan mampu mendukung pengembangan ekonomi wilayah yang akhirnya dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada dasarnya seluruh infastruktur yang direncanakan harus dapat diprogramkan dengan tetap memperhatikan seluruh sumber daya dan hambatan dalam pelaksanaannya. Selanjutnya, program tersebut harus mampu dilaksankan sehingga tercipta pembangunan. Infrastruktur yang telah dibangun harus mampu menjadi solusi dari permasalahan dan mampu mendukung pengembangan potensi wilayah di Pulau Sumatera. Program Jangka Pendek (2018 – 2020) yang telah disusun dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi perumusan program pembangunan jangka pendek Wilayah Pengembangan Strategis di Pulau Sumatera sehingga dapat mendorong dan memperluas percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur wilayah baik secara hirarki vertikal maupun hirarki horizontal serta mengurangi disparitas antar wilayah. Secara lebih luas, Program Jangka Pendek ini juga akan berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana pembangunan sehingga dapat memperoleh manfaat sebesar – besarnya bagi masyarakat di Pulau Sumatera.

236 DAFTAR PUSTAKA

4 DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang - Undangan Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan. Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Undang-Undang No. 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Undang-Undang No. 12 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan tahun 2010 – 2025. Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2011 tentang Penyelenggaran Kawasan Ekonomi Khusus. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol. Peraturan Presiden No.32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Peraturan Presiden No. 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional.

237

Keputusan Presiden No. 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2015 – 2019. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 248/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya sebagai Jalan Arteri (JAP). Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 290/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Ruas Jalan dan Statusnya Sebagai Jalan Nasional.

Buku dan Dokumen Lainnya Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Nasional Indonesia. Jakarta. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Aceh dalam Angka. Banda Aceh. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Sumatera Utara dalam Angka. Medan. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Sumatera Barat dalam Angka. Padang. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Riau dalam Angka. Pekanbaru. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Jambi dalam Angka. Jambi. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bengkulu. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Sumatera Selatan dalam Angka. Palembang. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Lampung dalam Angka. Bandar Lampung. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Angka. Pangkal Pinang. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Kepulauan Riau dalam Angka. Tanjung Pinang. BPS. Simanjuntak, Entatarina et al (2015). Profil Investasi Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum. Jakarta. Pusat Kajian Strategis Kementerian Pekerjaan Umum. Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas. (2015). Penyediaan Hunian Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta.

238 Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. (2015). Program Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera. Kementerian PUPR Jakarta. Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur Pulau Sumatera. Kementerian PUPR . Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Perkotaan BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Perdesaan Pulau Sumatera. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Perkotaan BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Mebidangro. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Perkotaan BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan Pekanbaru. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Perkotaan BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan Baru Sei Mangkei. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia – Laut Cina Selatan di Natuna. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Inkubasi Danau Toba. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Metropolitan Medan – Tebing Tinggi – Dumai - Pekanbaru. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Pengembangan Kawasan Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api-Api. Kementerian PUPR. Jakarta. Rasyidi, M.S. et al., 2016. Kamus Istilah Pengembangan Wilayah 1st ed., Jakarta, Indonesia: Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

239