Bab Ii Kajian Teori A. Tinjauan Umum Pusat Jamu
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
14 BAB II KAJIAN TEORI A. TINJAUAN UMUM PUSAT JAMU 1. Pengertian Obat Tradisional Obat bahan alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sejalan dengan tren „back to nature‟ yang berkembang pada masyarakat saat ini, penggunaan berbagai tumbuhan serta bahan alam lainnya sebagai altenatif obat terus berkembang semakin besar, baik untuk pengobatan suatu penyakit maupun pemeliharaan kesehatan. Obat tradisional telah lama digunakan dan dikenal oleh masyarakat di Indonesia untuk tujuan pengobatan maupun perawatan kesehatan. Bentuk ramuan-ramuan tradisional merupakan pengembangan obat tradisional yang berkembang di masyarakat, kemudian menjadi suatu ramuan yang diyakini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh manusia. Sejak saat itu obat–obat tradisional Indonesia mendapatkan perhatian oleh masyarakat Indonesia (Hendri Wasito, 2011 : 1-10). 2. Perkembangan Obat Tradisional Indonesia Penggunaan obat tradisional atau obat herbal di tingkat global terus meningkat, baik di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia maupun di negara maju. Nenek moyang bangsa Indonesia telah mewariskan 15 banyak obat–obatan yang telah teruji khasiatnya dan tetap lestari hingga saat ini dengan didukung oleh pembuktian ilmiah melalui uji pra-klinik dan uji klinik. a. Penggolongan Obat Tradisional Indonesia Menurut peraturan badan pengawasan obat dan makanan (Badan POM) Indonesia, obat bahan alam di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga golongan yakni jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu adalah ramuan dari bahan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus tetap dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya (safety) dengan khasiat jamu sebagai obat tradisional didasarkan pada pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan diuji praklinis, dan bahan bakunya telah terstandardiasi. Sedangkan fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan diuji praklinis dengan hewan percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku dan produknya telah terstandardisasi. Sehingga dari ketiga golongan obat tradisional ini saling terkait satu sama lain, hanya beda dikelengkapan proses pembuatannya. Pada umumnya jamu dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang diracik dari berbagai tanaman obat berkhasiat. Jumlah bahan 16 yang digunakan cukup banyak sekitar 5-10 macam tanaman bahkan lebih. Bentuk sediaan jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai klinis, namun cukup dengan bukti empiris dari pengalaman penggunaan di masyarakat. Gambar 2.1 Logo Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka yang Terdapat Dalam Kemasan Obat Tradisional (Sumber: Hendri Wasito, 2011, Scan Buku “Obat Tradisional Kekayaan Indonesia”) b. Perkembangan Penelitian Obat Tradisional Indonesia Penelitian tentang upaya pengembangan obat tradisional banyak dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun swasta serta lembaga perguruan tinggi. Penelitian-penelitian tersebut seperti penelitian kandungan kimia tanaman yang berkhasiat sebagai obat, penelitian analisis kimia kandungan bahan aktif tanaman, penelitian farmakologi dan toksikologi, pembuatan ekstrak tanaman skala industri, standardisasi ekstrak bahan alam, formulasi ekstrak ke bentuk sediaan obat, penelitian toksisitas formulasi, dan penelitian analitis produk formulasi. c. Perkembangan Industri Obat Tradisional Indonesia Obat tradisional pada awalnya dibuat oleh masyarakat serta tradisional untuk pengobatan tersendiri atau pada lingkungan yang terbatas, kemudian berkembang menjadi industri rumah tangga dan selanjutnya sejak 17 pertengahan abad ke-20 telah diproduksi secara massal baik oleh industri kecil obat tradisional (IKOT) maupun industri obat tradisional yang lebih modern dengan mengikut perkembangna teknologi dalam pembuatan obat tradisional. Dalam rangka pengembangan ekonomi, sosial, budaya, serta ilmu dan teknologi diperlukan penyediaan obat yang aman, benar khasiatnya, serta mempunyai mutu yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Pengembangan industri obat dapat tersebar secara luas dan terjangkau oleh masyarakat dalam jumlah maupun jenis sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan (Hendri Wasito, 2011: 11- 26). Gambar 2.2 Arah Pengembangan Obat Tradisional Indonesia (Sumber: Hendri Wasito, 2011, Scan Buku “Obat Tradisional Kekayaan Indonesia”) 3. Jenis Bentuk Sediaan Obat Tradisional Beberapa bentuk sediaan obat tradisional Indonesia yang banyak beredar dimasyarakat antara lain berbentuk rajangan, serbuk, pil, dodol atau jenang, pastiles, kapsul, tablet, cairan obat dalam, cairan obat luar, sari jamu, salep atau krim, koyok, parem, pilis, dan tapel. 18 a. Sediaan Padat/ Kering Obat Tradisional Salah satu bentuk sediaan obat tradisional yang disajikan dalam bentuk kering atau padat adalah rajangan. Bentuk sediaan rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas. Bentuk persediaan ini merupakan bentuk sedian yang paling sederhana dan tidak membutuhkan teknologi yang tinggi. Gambar 2.3 Bentuk Sediaan Rajangan Obat Tradisional (Sumber: Hendri Wasito, 2011, Scan Buku “Obat Tradisional Kekayaan Indonesia”) Bentuk sediaan kering obat tradisioanal yang banyak beredar di pasaran adalah dalam bentuk serbuk. Sediaan serbuk dapat dibuat dari bagian tumbuh–tumbuhan yang dikeringkan secara alami atau merupakan campuran dari dua atau lebih bahan dalam perbandingan tertentu. Bentuk sediaan serbuk biasanya dicampukan dengan air panas, atau dicampur dengan minuman lainnya. Kekurangan dari bentuk sediaan ini adalah apabila obat terbuat dari bahan yang pahit maka akan terasa kurang enak serta sediaannya mudah terurai karena higroskopis. Untuk mengatasinya, dapat ditambahkan bahan 19 pemanis serta dibungkus dengan pembungkus yang berkualitas agar tidak mudah terkena paparan udara dari luar. Sediaan obat tradisional juga banyak kita jumpai dalam bentuk pil. Pil merupakan sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat dimana bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya. Sediaan pil biasanya digunakan secara oral atau ditelan. Pil dibuat dengan mencapurkan bahan obat tradisional dengan bahan pengisi pil yang sesuai seperti bahan pengisi dan pengikat yang cocok. Pastiles merupakan bentuk sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih umumnya berbentuk segi empat dimana bahan bakunya campuran serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campuran keduanya. Proses pembuatannya hampir mirip dengan pembuatan pil, hanya bentuk akhirnya berupa lempengan pipih yang biasanya berbentuk segi empat. Bentuk sediaan obat tradisional yang lebih modern adalah kapsul. Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak dengan bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. Cangkang kapsul biasanya terbuat dari campuran gelatin, gula dan air, warnanya jernih atau dengan tambahan warna yang disesuaikan dan pada dasarnya tidak memiliki rasa. 20 Gambar 2.4 Kapsul Dan Tablet, Salah Satu Alternative Bentuk Sediaan Obat Tradisional (Sumber: Hendri Wasito, 2011, Scan Buku “Obat Tradisional Kekayaan Indonesia”) Selain bentuk sediaan obat tradisional yang berbentuk kering atau padat yang digunakan sebagai obat dalam atau diminum, terdapat bentuk sediaan lainnya yang digunakan sebagai obat luar untuk dipakai dipermukaan tubuh atau kulit. Beberapa bentuk sediaan tersebut yang banyak beredar di masyarakat adalah berupa koyok, parem, pilis, dan tapel. Bentuk sediaan pemakaian luar ini ditujukan untuk menghasilkan efek lokal atau fisik, pelindung kulit, pelincir, pelembut, atau untuk efek lokal khusus sesuai dengan bahan berkhasiat yang digunakan. Koyok adalah sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang dilapisi dengan serbuk simplisia dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai obat luar dan pemakaiannya ditempelkan pada kulit. Parem, pilis, dan tapel merupakan sediaan pada obat tradisional yang bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya dan digunakan sebagai obat luar. Bahan–bahan simplisia atau bahan yang digunakan harus dicampur hingga homogen terlebih dahulu kemudian dibuat menjadi adonan dan kemudian dikeringkan untuk selanjutnya dikemas. 21 Bentuk sediaan ini biasanya digunakan dengan dibalutkan pada tempat yang hendak diobati dimana sebelumnya massa obat tersebut harus diencerkan atau dibasahi dengan air terlebih dahulu. Sediaan paem, pilis, dan tapel biasanya digunakan untuk obat luar untuk mengobati memar, nyeri otot, demam, menghaluskan kulit dan penyakit pada permukaan kulit. Gambar 2.5 Tempat Penyimpanan Simplisia Dalam Pembuatan Obat Tradisional (Sumber: Hendri Wasito, 2011, Scan Buku “Obat Tradisional Kekayaan Indonesia”) b. Sediaan Semisolid Obat Tradisional Sediaan obat tradisional juga dapat dibuat dalam bentuk semi padat