SAPTA DARMA” (Studi Kasus Di Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

SAPTA DARMA” (Studi Kasus Di Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal) KEBERADAAN ALIRAN KEJAWEN “ SAPTA DARMA” (Studi Kasus di Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal) SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Pada Universitas Negeri Semarang Oleh Mega Rumawati NIM 3501405015 FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI 2011 i PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada: Hari : Tanggal : Pembimbing I Pembimbing II Drs. Totok Rochana, M.A Kuncoro Bayu P, S.Ant. M.A. NIP. 19581128 1985 031 002 NIP. 19770613 2005 001 002 Mengetahui Ketua Jurusan Sosiologi dan Antropologi Drs. M.S. Mustofa, M.A. NIP. 19630802 1988 031 001 ii ii PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada : Hari : Tanggal : Penguji Skripsi Drs. M.S. Mustofa, M.A. NIP. 19630802 1988 031 001 Anggota I Anggota II Drs. Totok Rochana, M.A Kuncoro Bayu P, S.Ant. M.A NIP. 19581128 1985 031 002 NIP. 19770613 2005 001 002 Mengetahui : Dekan Fakultas Ilmu Sosial Drs. Subagyo, M. Pd NIP. 19510808 198003 1003 iii iii PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, 2011 Mega Rumawati NIM. 3501405015 iv iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Tidak ada kepastian dalam hidup ini, yang ada hanyalah kesempatan (Douglas MacArthur) Sesungguhnya tidak ada kebetulan dalam hidup ini, semuanya adalah rencana Tuhan. PERSEMBAHAN Tanpa mengurangi rasa syukurku kepada Allah SWT, karya ini saya persembahkan teruntuk: 1. Bapak dan ibu tercinta yang tak pernah letih berdoa, terimakasih atas pengorbanan, perhatian, semangat, dan kasih sayang yang tidak dapat tergantikan oleh apapun. 2. Saudara-saudaraku tersayang Mbak Nana, Mas Sunan, Dheni, Boyke, Ony, dan Wulan yang selalu setia mendukungku dan memberikan semangat. 3. Radhita, terimakasih untuk selalu setia menemani dan mendukungku. 4. Sahabat – sahabatku Dian, Vava, Ria, Anggi, Krey, Hana, Sukma yang sudah mendoakan dan menyemangatiku. 5. Teman-teman Sos-Ant’05. 6. Almamater Universitas Negeri Semarang. v v PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Keberadaan Aliran Kejawen “Sapta Darma” (Studi Kasus di Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal) sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa hal ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Subagyo, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang atas sarana parasarana yang diberikan, sehingga membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Drs. M.S. Mustofa, M.A, Ketua Jurusan Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian dan penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Totok Rochana, M.A. Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. vi vi 5. Kuncoro Bayu P, S.Ant, M.A. Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat pada skripsi ini. 6. Ketua Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal, Bapak Soepandi yang telah memberikan izin dan kemudahan saat melakukan penelitian. 7. Pengurus dan anggota Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan terima kasih dan doa, semoga apa yang telah diberikan tercatat sebagai amal baik dan mendapat balasan dari Tuhan YME. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Semarang, 2011 Penyusun vii vii SARI Mega Rumawati. 2011. Keberadaan Aliran Kejawen “Sapta Darma” (Studi Kasus di Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal). Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Drs. Totok Rochana, M.A. Kuncoro Bayu P, S. Ant. M.A. 78 halaman. Kata Kunci: Pandangan, Aliran Kejawen, Sapta Darma Di Kabupaten Kendal terdapat banyak aliran kejawen, diantaranya adalah aliran Kejawen Sapta Darma. Sapta Darma merupakan salah satu aliran besar Kejawen yang pertama kali dicetuskan oleh Hardjosapuro yang kemudian disebut Sri Gautama dan selanjutnya disebarkan hingga meninggalnya pada 16 Desember 1964. Setelah Hardjosapuro meninggal, kepemimpinan Sapta Darma digantikan oleh Ibu Suwartini yang kemudian disebut Sri Pawenang. Nama Sapta Darma diambil dari bahasa Jawa: Sapta berarti tujuh dan Darma berarti kewajiban suci. Jadi, Sapta Darma berarti tujuh Kewajiban Suci. Sapta Darma adalah aliran kepercayaan meski banyak buku yang menyebutnya sebagai agama. Warga sapta memiliki pandangan sendiri dalam memaknai ajaran-ajaran dalam Sapta Darma. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah pandangan-pandangan anggota Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Kabupaten Kendal tentang aliran Sapta Darma, (2) apa saja kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh anggota Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Kabupaten Kendal. Penelitian ini bertujuan : (1) mengetahui pandangan anggota Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Kabupaten Kendal tentang aliran Sapta Darma, (2) mengetahui kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh anggota Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Teknik pengumpulan data melalui metode wawancara, metode observasi, dan metode dokumentasi. Untuk menguji validitas data digunakan teknik Triangulasi. Hasil penelitian menunjukan : (1) Pandangan anggota Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) tentang aliran Sapta Darma yaitu bahwa setiap Warga Sapta wajib untuk mengamalkan wewarah tujuh. Sapta Darma mempunyai tujuan untuk memayu-hayuning bagya buwana yang artinya membimbing hidup manusia untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di alam langgeng/akhirat (mencapai kebahagiaan hidup jasmani dan rohani), namun ajaran Sapta Darma lebih menekankan pada keselamatan hidup di dunia, (2) kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) diantaranya adalah: a) sujud, merupakan wujud peribadatan warga Sapta Darma kepada Allah Hyang Maha Kuasa, warga Sapta Darma diwajibkan untuk melakukan sujud paling sedikit satu kali dalam sehari, b) racut merupakan memisahkan rasa, fikiran, atau ruh dari jasad tubuhnya untuk menghadap Allah Hyang Maha Kuasa, c) hening merupakan menenangkan pikiran sehingga hanya tertuju pada Allah Hyang Maha Kuasa, d) sarasehan merupakan agenda pertemuan para penuntun pembina, dan anggota guna mengetahui perkembangan Sapta Darma, e) sanggaran, yaitu pertemuan rutin yang dilakukan oleh anggota Persatuan Warga Sapta Darma untuk melakukan ibadah bersama di sanggar- sanggar yang ada di Kabupaten Kendal. viii viii Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Persatuan Warga Sapta Darma Kabupaten Kendal tidak pernah memaksa orang lain untuk mengikuti ajarannya. Selain itu Warga Sapta Darma juga ada dua macam yaitu penghayat utuh atau penghayat total yang hanya menjalankan ajaran Sapta Darma, tidak memeluk atau meyakini ajaran agama lain dan ada pula Warga Sapta Darma yang memeluk agama lain dan menjalankan ajarannya, misalnya memeluk agama Islam. Warga Sapta Darma berusaha untuk berpikiran positif terhadap pandangan-pandangan miring dari sebagian masyarakat terhadap ajaran-ajaran Sapta Darma. Warga Sapta Darma selalu mengamalkan wewarah tujuh dan menjalankan sujud setiap hari. Hal ini dilakukan untuk membentengi diri mereka dari perbuatan buruk. Warga Sapta Darma merefleksikan diri mereka dengan simbol kepribadian manusia yang merupakan simbol Sapta Darma. Saran dari penelitian ini yaitu: (1) bagi anggota Warga Sapta Darma tetap konsisten dalam menjalankan ajarannya supaya aliran Sapta Darma tetap terjaga keberadaannya, (2) bagi Pemerintah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata diharapkan dapat mengkoordinir aliran-aliran kepercayaan yang ada. Hal ini bertujuan untuk melestarikan kebudayaan asli Indonesia, khususnya budaya Jawa. ix ix DAFTAR ISI JUDUL SKRIPSI ......................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................. ii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii PERNYATAAN ........................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v PRAKATA ................................................................................................... vi SARI............................................................................................................. viii DAFTAR ISI................................................................................................
Recommended publications
  • Pangestu) in Indonesia
    AL ALBAB: Volume 9 Number 2 December 2020 https://doi.org/10.24260/alalbab.v9i2.1477 THE INGENIOUS CITIZENSHIP OF THE PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL (PANGESTU) IN INDONESIA Laela Fitriani Sahronie Center for Religious and Cross-Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada Email: [email protected] ABSTRACT This paper examines the practice of ingenious citizenship of an Indonesian spiri- tual group called Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), between their politics of religion (agama) and belief (kepercayaan). With the passing of the Constitution- al Court Decision No. 97, 2017, the Indonesian government recognizes belief as another form of religious expression besides religion. Therefore, spiritual groups that are unable to be accommodated by religious or belief institutions have had difficulty accessing organizational rights, as they are considered ‘abject’ citizens. Even so, Pangestu has emerged as a spiritual group considered ‘abject citizens’ in the eyes of the state that has managed to survive. This paper will focus on two main questions: 1) How does the Indonesian government regulate citizens through the definition of religion and belief? 2) How does Pangestu respond to limited space for spiritual organizations between the recognition of religion and belief, by practicing ingenious citizenship? With these two formulations, this pa- per shows the relationship between the Indonesian government as an institution of control, and the spiritual organization of Pangestu as ingenious citizens. There will also be elaboration on strategies and unique tactics practiced by Pangestu to cope with the limited space given by the government. Keywords: Paguyuban Ngesti Tunggal, politics of religion, governmentality, abject, ingenious citizenship INTRODUCTION Religion in Indonesia has been used as a tool of political control since the colonial period.
    [Show full text]
  • Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau Dalam Novel
    KRITIK BUYA HAMKA TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Filsafat Islam Oleh: Kholifatun NIM 11510062 PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 MOTTO Kehidupan itu laksana lautan: “Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi”. (Buya Hamka) vi PERSEMBAHAN “Untuk almamaterku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam program studi Filsafat Agama” “Untuk kedua orang tuaku bapak Sukasmi dan mamak Surani” “Untuk calon imamku mas M. Nur Arifin” vii ABSTRAK Kholifatun, 11510062, Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015/2016. Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat menjadi suatu cara untuk menyampaikan ideologi seseorang. Pengarang menciptakan karyanya sebagai alat untuk menyampaikan hasil dari pengamatan dan pemikirannya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara penyampaian serta gaya bahasa yang ia gunakan dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pemikiran Hamka di balik novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan latar belakang seorang agamawan, bagaimana Buya Hamka menyikapi adat Minangkabau yang bersistem matrilineal. Untuk menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.
    [Show full text]
  • What Is Indonesian Islam?
    M. Laffan, draft paper prepared for discussion at the UCLA symposium ‘Islam and Southeast Asia’, May 15 2006 What is Indonesian Islam? Michael Laffan, History Department, Princeton University* Abstract This paper is a preliminary essay thinking about the concept of an Indonesian Islam. After considering the impact of the ideas of Geertz and Benda in shaping the current contours of what is assumed to fit within this category, and how their notions were built on the principle that the region was far more multivocal in the past than the present, it turns to consider whether, prior to the existance of Indonesia, there was ever such a notion as Jawi Islam and questions what modern Indonesians make of their own Islamic history and its impact on the making of their religious subjectivities. What about Indonesian Islam? Before I begin I would like to present you with three recent statements reflecting either directly or indirectly on assumptions about Indonesian Islam. The first is the response of an Australian academic to the situation in Aceh after the 2004 tsunami, the second and third have been made of late by Indonesian scholars The traditionalist Muslims of Aceh, with their mystical, Sufistic approach to life and faith, are a world away from the fundamentalist Islamists of Saudi Arabia and some other Arab states. The Acehnese have never been particularly open to the bigoted "reformism" of radical Islamist groups linked to Saudi Arabia. … Perhaps it is for this reason that aid for Aceh has been so slow coming from wealthy Arab nations such as Saudi Arabia.1 * This, admittedly in-house, piece presented at the UCLA Colloquium on Islam and Southeast Asia: Local, National and Transnational Studies on May 15, 2006, is very much a tentative first stab in the direction I am taking in my current project on the Making of Indonesian Islam.
    [Show full text]
  • Buya Hamka Dan Mohammad Natsir Tentang Pendidikan Islam Abdul Nashir*
    Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam Abdul Nashir* Abstrak Pendidikan Islam dewasa ini ditengarai banyak pihak masih bersifat parsial, karena belum diarahkan kepada pembentukan insan kamil. Perhatian yang kurang terhadap keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual menyebab- kan produk pendidikan saat ini belum bisa dianggap sebagai manusia yang seutuhnya melainkan manusia yang individualis, materialis, dan pragmatis. Di samping itu sistem Pendidikan Islam sering kali berjalan apa adanya, alami, dan tradisional, karena dilakukan tanpa perencanaan konsep yang matang. Akibatnya, mutu Pendidikan Islam kurang menggembirakan. Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep Pendidik- an Islam menurut dua orang pemikir Pendidikan Islam yaitu Buya Hamka dan Moh. Natsir. Mereka mempunyai latar belakang yang berbeda meskipun hidup di zaman yang sama. Persamaan dan perbedaan konsep pendidikan menurut Buya Hamka dan Moh. Natsir, serta kontribusi pemikirannya bagi dunia Pendidikan Islam di Indonesia saat ini sangat menarik untuk dicermati. Kata Kunci: Konsepsi, dikotomi, intelektualitas, spiritualitas, islamisasi Muqoddimah Pendidikan pada akhir-akhir ini memiliki beberapa permasalahan. Pendidikan kurang menekankan adanya keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual. Sehingga, manusia sebagai produk pendidikan saat ini bukanlah utuh layaknya khalifah di bumi, melainkan manusia yang individualis, materialis, pragmatis. Akibatnya yang kuat menindas yang lemah, yang berwenang sewenang-wenang dan yang berkuasa bertindak tanpa ingat dosa dan siksa.1 * Alumni FT PAI ISID Gontor (2006) 1Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustka Pelajar, 1995) p. 3 59 Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam Oleh karena itu perlu diadakan rekonstruksi pendidikan dengan mengadakan perubahan dalam sistem pendidikan guna menghasilkan perubahan pada masyarakat. Sehingga pada akhirnya tercapai tujuan utama yaitu membentuk masyarakat muslim, mu’min, muhsin, kafah yang layak menjadi khalifah di bumi Allah.
    [Show full text]
  • Konsep Ibadah Dalam Hindu
    Konsep Ibadah Dalam Hindu Oleh: abu bakar Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau abstract Dalam agama Hindu mempunyai lima keyakinan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Orang-orang Hindu, sangat berpegang teguh dengan konsep dalam agamanya yakni, meyakini adanya Tuhan (Dewa), adanya jiwa setiap makhluk, mempercayai hukum sebab akibat, mempercayai proses kelahiran dan kematian, keyakinan tertinggi adalah tujuan akhir manusia, dimana manusia mencapai Moksa. Key words: Ibadah, Keyakinan dan Hindu A. Pendahuluan Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang, merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang prose perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Banyak para ahli bidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam-macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahlil untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti. Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menulis tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama hindu. Sebagai contoh: “Masih banyak para ahli menuliskan agama Hindu adalah agam yang Polytheistis. Dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu”. Disamping itu dikalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan.
    [Show full text]
  • Jailangkung: Indonesian Spirit-Basket Divination
    Singapore Management University Institutional Knowledge at Singapore Management University Research Collection School of Social Sciences School of Social Sciences 9-2018 Jailangkung: Indonesian spirit-basket divination Margaret CHAN Singapore Management University, [email protected] DOI: https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199935420.013.69 Follow this and additional works at: https://ink.library.smu.edu.sg/soss_research Part of the Asian Studies Commons, and the Religion Commons Citation CHAN, Margaret. (2018). Jailangkung: Indonesian spirit-basket divination. In Oxford Handbook of Religion Online (pp. 1-28). New York: Oxford University Press. Available at: https://ink.library.smu.edu.sg/soss_research/2834 This Book Chapter is brought to you for free and open access by the School of Social Sciences at Institutional Knowledge at Singapore Management University. It has been accepted for inclusion in Research Collection School of Social Sciences by an authorized administrator of Institutional Knowledge at Singapore Management University. For more information, please email [email protected]. Jailangkung: Indonesian Spirit-Basket Divination Oxford Handbooks Online Jailangkung: Indonesian Spirit-Basket Divination Margaret Chan Subject: Religion, Ritual and Performance Online Publication Date: Sep 2018 DOI: 10.1093/oxfordhb/9780199935420.013.69 Abstract and Keywords Chinese spirit-basket divination, which dates to the fifth century, would have been lost to the world had it not been reincarnated as Indonesian jailangkung. The term is the homophonic rendition of the Chinese cai lan gong [菜篮公, vegetable basket deity] and unambiguously links the Indonesian practice with the Chinese. Contemporary Chinese divinatory methods have replaced the clumsy basket planchette with the handier triforked branch or a pen held in the medium’s hand, but a spirit basket still features in jailangkung and remains the key element in involutions of the prototype.
    [Show full text]
  • Aliran Kepercayaan & Kebatinan
    ALIRAN KEPERCAYAAN & KEBATINAN: Membaca Tradisi dan Budaya Sinkretis Masyarakat Jawa Oleh : Jarman Arroisi Dosen Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UNIDA Universitas Darussalam Gontor Ponorogo Email: [email protected] Abstrak Tradisi dan budaya sinkretis dalam masyarakat Jawa merupakan khazanah warisan lama agama asli Indonesia (animesme dan dinamesme) dan agama Hindu yang kemudian menyatu dengan nilai-nilai ke-Islaman. Menyatunya beberapa nilai tersebut, bukanlah berlangsung secara tiba- tiba, melainkan adanya unsure kesengajaan yang dilakukan oleh para da‟i untuk memasukkan nilai-nilai ke-Islaman, kedalam agama asli Jawa itu. Pada saat itu, para da‟i enggan menolak secara tegas tradisi dan budaya local dan juga tidak percaya diri untuk menyebarkan ajaran Islam yang asli secara langsung. Para da‟i lebih memilih jalan damai ketimbang harus bersikeras melawan arus tradisi dan budaya yang ada. Hasilanya, tidak dipungkiri, bahwa dengan kelenturan sikap tersebut, terbukti Islam secara cepat tersebar keseluruh pelosok tanah Jawa dan Indonesia secara umum. Namun yang perlu dicatat adalah Islam yang dikenalkan dan masuk ke Indonesia dan lebih khusus ke masyarakat Jawa saat itu hingga sekarang ini, merupakan Islam yang memiliki kepribadian ganda. Kendati masyarakat Jawa telah beragama Islam dan menjalankan syariatnya, akan tetapi pada saat yang sama mereka juga tidak mampu meninggalkan kebiasaan lamanya, seperti selamatan yang diwariskan oleh agama Hindu, bahkan mereka tetap semangat menguri-uri tradisi dan budaya lamanya itu hingga saat ini. Sinkretisme, akhirnya tak dapat dihindari, bahkan masih tetap berjalan sampai saat ini. Yang lebih memprihatinkan lagi, ada sebagian mereka yang dengan sengaja memprakarsai dan menghidupkan kembali tradisi sinkretis itu, dengan dalih menggali potensi tradisi dan budaya bumi pertiwi untuk meningkatkan nilai wisata religi, meskipun sesungguhnya nilai komersialnya jauh lebih tingi.
    [Show full text]
  • Kawistara, Vol. 2, No. 2, 17 Agustus 2012: 121-139
    Kawistara, Vol. 2, No. 2, 17 Agustus 2012: 121-139 INTRODUCTION In the Indonesian context, some would A mid-sixteenth century law text mindlessly say that “agama” refers to the from Java was labeled The agama. In their six “official” religions of Islam, Catholicism, study, M.C. Hoadley and M.B. Hooker Protestantism, Hinduism, Buddhism and refer to “agama” as “traditional learning Confucianism and in the same breath (overgelevered leer) which could apply consider “agama” to be the equivalent in equally to any law book”, drawing particularly meaning to “religion” in general. Although upon Hindu law following J. C. G. Jonker’s we may be able to analyze “agama” in argument (Hoadley and Hooker, 1981: 57- terms of other concepts, such as Judaism or 58). In this regard, “agama” is generally communism, the use of “agama” implies understood as a body of prescriptions. The that all Indonesians acknowledge and accept meaning of “agama” shifted and there was its official meaning, whether they belong to already a binary relationship between the these six formalized religions or not. Such a concepts of “agama” and “adat”: “agama” circumstance cries out for an explanation. here refers to a ‘unified’ Javanese Court legal In the past, to say that something was prescription as opposed to the diverse “adat” “agama” was not there simply to be found; of local peripheries. This reasonable first crack the word “agama” does not occur in all would soon give way to the triadic sphere ethnic societies in Indonesia. There is barely of “agama”, “adat” and “kepercayaan” a vocabulary available in great numbers of discussed later.
    [Show full text]
  • Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 7%
    Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 7% Date: Sunday, April 26, 2020 Statistics: 4606 words Plagiarized / 65308 Total words Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- VEDANTA & METODE PEMAHAMAN FILSAFAT HINDU Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Penerbit PÀRAMITA Surabaya VEDANTA & METODE PEMAHAMAN FILSAFAT HINDU Oleh: Ni Kadek Surpi Aryadharma Katalog Dalam Terbitan (KDT) Surabaya: Pàramita, 2019 xvi+288 hal ; 155 mm x 235 mm ISBN: 978-602-204-699-8 Penerbit & Percetakan : “PÀRAMITA” Email: info@penerbitparamita. com http://www. penerbitparamita. com Jl. Menanggal III No. 32Telp. (031) 8295555, 8295500 Surabaya 60234 Fax : (031) 8295555 Pemasaran “PÀRAMITA” Jl. Letda Made Putra 16BTelp. (0361) 226445, 8424209 DenpasarFax : (0361) 226445 Cetakan 2019 Penerjemah : Ni Kadek Surpi Aryadharma Layout : Agung Surya Cover : Hasan VEDANTA & METODE PEMAHAMAN FILSAFAT HINDU VEDANTA & METODE PEMAHAMAN FILSAFAT HINDU v KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT HINDU Jln.
    [Show full text]
  • 1 Pengaruh Agama Dan Kepercayaan (Sekte)
    1 PENGARUH AGAMA DAN KEPERCAYAAN (SEKTE) TERHADAP POLA PIKIR MASYARAKAT, DALAM PENGUNGKAPAN SISTEM DESA TENGANAN Oleh: I Wayan Runa Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur Unwar ABSTRAK Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara agama dan kepercayaan masyarakat dengan pembentukan sistem desa Tenganan Pagringsingan. Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui “perbandingan” antara data sekunder dengan data primer (fisik dan non fisik). Dibandingkan dengan desa-desa lain, perbedaan yang terdapat pada kehidupan agama Hindu di desa Tenganan meliputi jenis upacara, waktu pelaksanaan upacara, jenis tarian, sistem penguburan mayat dan bentuk bangunan suci. Perbedaan itu dapat terjadi karena adanya berbagai aliran (kepercayaan) yang mempengaruhi pelaksanaan agama Hindu pada desa-desa di Bali. Faktor yang menimbulkan perbedaan adalah adanya kepercayaan kepada Dewa Indra sebagai Dewa perang, Dewa keindahan/tarian, Dewa hujan dan Dewa tertinggi atau terpopuler di antara Dewa-dewa Hindu yang lain. Kata kunci: Hindu dan Indra. I. LATARBELAKANG Bagi masyarakat Indonesia umumnya dan Bali khususnya, konsepsi alam pikiran prasejarah merupakan landasan yang kuat bagi perkembangan agama Hindu selanjutnya. Pada masa bercocok tanam mulai berkembang tradisi penghormatan kepada roh nenek moyang atau orang tua yang menjadi pemimpin. Juga telah berkembang kepercayaan bahwa kehidupan setelah meninggal akan berpengaruh terhadap kehidupan di dunia ini. Berdasarkan kepercayaan itu, maka orang yang meninggal diberikan perawatan yang baik disertai upacara penguburan dan diberi bekal kubur. Gunung dianggap merupakan tempat tinggal roh leluhur, hal ini terbukti dengan letak kepala sarkofagus selalu mengarah ke gunung yang terdekat. Untuk roh nenek moyang biasanya dibuatkan bangunan yang disebut menhir dan umumnya berdiri di atas bangunan teras piramida. Berdasarkan bukti-bukti arkeologi, perkembangan agama Hindu di Bali merupakan kelanjutan dari perkembangan agama Hindu di Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
    [Show full text]
  • Peran Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1860-1916 M) Dalam Islamisasi Nusantara
    PERAN SYEKH AHMAD KHATIB AL-MINANGKABAWI (1860-1916 M) DALAM ISLAMISASI NUSANTARA Skripsi Nadia Nur Indrawati NIM. 14123151175 Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon 2016 M/1437 H ABSTRAK Nadia Nur Indrawati. 14123151175. “Peran Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi (1860-1916 M) dalam Islamisasi Nusantara”. Skripsi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam. Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah. IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Ahmad Khatib adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram Mekah sekaligus menjadi mufti madzhab Syafi‟i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke 20. Ia adalah guru dari ulama-ulama Indonesia yang pergi belajar ke Mekah. Selain itu, ia juga aktif menulis kitab, bahkan beliau tergolong sebagai muallif (pengarang) yang produktif, ia menulis bukan saja dalam bahasa Arab, melainkan juga dalam bahasa Melayu. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan perjalanan hidup Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan menjelaskan peran Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi terhadap Islamisasi Nusantara. Penelitian ini menggunakan empat metode ialah sebagai berikut: Pertama, pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, dan lisan yang boleh jadi relevan (heuristik). Kedua, menyingkirkan bahan-bahan (atau bagian-bagian daripadanya) yang tidak otentik (kritik). Ketiga, menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang otentik (interpretasi). Keempat, penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya itu menjadi sesuatu informasi atau penyajian yang berarti (historiografi). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ahmad Khatib merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Minang sekaligus ulama terpandang. Akan tetapi, unsur ulama akan memainkan peranan lebih penting dalam hidupnya. Sejak berumur 11 tahun Ahmad Khatib memperdalam pendidikan keislaman di Mekah.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia baik dalam hal rohani maupun jasmaniah, yang dapat dilakukan secara bertahap melalui proses demi proses dengan mendapatkan arah tujuanakhir perkembangannya sehingga dapat tercapai suatu kematangan yang bertitik akhir kepada optimalisasi perkembangannya. Pendidikan merupakan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia baik dari aspek rohani maupun jasmani yang dilakukan secara bertahap, sebab suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan, baru dapat dicapai apablia dilakukan melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangnannya (Arifin M. , 2010). Dan Pendidikan adalah bagian dari pembelajaran kepada peserta didik dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan serta memperbaiki akhlak peserta didik tersebut (Qomari, 2019). Pengertian pendidikan ini, tidak jauh berbeda dengan pengertian pendidikan Islam, namun dalam pendidikan Islam lebih menekankan kepada hal nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam adalah usaha dalam mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya, kehidupan bermasyarakatnya, kehidupan dengan alam sekitarnya melalui proses pendidikan. Perubahan trsebut dilandasi dengan proses dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah dan akhlak al-karimah (Arifin M. , 2012). Sedangkan menurut Salahudin (2011) memaparkan “pendidikan suatu hal dengan usaha dengan upaya guru dalam pendidikan dalam meningkatkan dan mengembangkan serta memajukan kecerdasan
    [Show full text]