Pemanfaatan Basis Data Untuk Mewujudkan Pelindungan Hukum Pengetahuan Dan Seni Tradisional Indonesia Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pemanfaatan Basis Data Untuk Mewujudkan Pelindungan Hukum Pengetahuan Dan Seni Tradisional Indonesia Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual PEMANFAATAN BASIS DATA UNTUK MEWUJUDKAN PELINDUNGAN HUKUM PENGETAHUAN DAN SENI TRADISIONAL INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DISERTASI untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum untuk Dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara Oleh: MUHAMMAD CITRA RAMADHAN 108101002 (S3-HK) PROGRAM DOKTOR (S3) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Universitas Sumatera Utara PEMANFAATAN BASIS DATA UNTUK MEWUJUDKAN PELINDUNGAN HUKUM PENGETAHUAN DAN SENI TRADISIONAL INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ABSTRAK M. Citra Ramadhan1 Agus Sardjono2 Runtung3 Tan Kamello4 Eksistensi PST Indonesia terancam oleh klaim HKI dan ketidakpedulian bangsa. Upaya hukum menjadi tidak tersedia, karena minimnya dokumentasi PST, sementara penegakan hukum membutuhkan data serta informasi. Masalah dalam penelitian ini mencakup: pemanfaatan basis data sebagai pelindungan hukum PST di dunia internasional dan di Indonesia, faktor-faktor yang menyebabkan belum dapat dimanfaatkannya basis data di Indonesia saat ini, serta cara membangun basis data agar dapat dimanfaatkan sebagai pelindungan hukum PST Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan sifat yang eksploratif. Temuan dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, dalam dunia internasional, basis data bermuatan PST dimanfaatkan untuk pelindungan hukum positif dan defensif. Kedua, Indonesia juga membangun basis data untuk dimanfaatkan sebagai pelindungan hukum PST secara positif dan defensif sebagaimana upaya yang dilakukan oleh pemangku kepentingan, baik Pemerintah maupun non Pemerintah. Ketiga, basis data yang ada di Indonesia belum dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan pelindungan hukum, karena tidak ada sinergitas antara pembangunan, pemanfaatan dan tujuan pelindungan hukum PST yang hendak dicapai. Keempat, mewujudkan pelindungan hukum PST Indonesia dengan memanfaatkan basis data dapat dilakukan dengan mensinergikan setiap kegiatannya, bahkan harus dimulai sejak awal proses pembangunan. Rekomendasi yang diajukan meliputi: pelindungan hukum PST disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat pengemban; negara membentuk satu lembaga khusus yang menangani PST di Indonesia; basis data disesuaikan dengan standar minimum dokumen pembanding dalam pemberian HKI internasional dan memperluas akses basis data PST dengan jaminan kerahasian; serta menginisiasi pembentukan lembaga manajemen kolektif yang menangani PST. Kata kunci: Pengetahuan dan seni tradisional, basis data, pelindungan hukum. 1 Advokat. 2 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 3 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara THE USE OF DATABASES TO REALIZE LEGAL PROTECTION FOR THE INDONESIAN TRADITIONAL KNOWLEDGE AND ARTS FROM THE PERSPECTIVE OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS ABSTRACT M. Citra Ramadhan15 Agus Sardjono26 Runtung37 Tan Kamello48 The existence of the Indonesian Traditional Knowledge and Arts (TKA) is endangered by the claims of Intellectual Property Rights (IPR) and the nation’s indifference. Legal efforts cannot be taken due to lack of documentation of the TSA because law enforcement requires data and information. The problems of the present research cover: the use of databases as means of legal protection for the TKA at the international level and in Indonesia, the factors why these databases cannot be used in Indonesia for the time being, and how to build databases that can be used to give legal protection for the Indonesian TKA. This is normative legal research which is exploratory in nature. Findings of the research are: First, at the international level, databases of the TKA are used to provide positive and defensive legal protection. Second, Indonesia also establish databases to be used to provide positive and defensive legal protection for the TKA just like attempts made by stakeholders, both the government and non-government parties. Third, the existing databases in Indonesia still cannot be utilized to realize legal protection due to the absence of synergy between the establishment, use, and objective to be achieved of such legal protection for the TKA. Fourth, such legal protection for the TKA of Indonesia using databases can be realized by putting each of the activities in synergy, even it should begin since the beginning of the establishment process. The recommendations offered are: the legal protection for the TKA should accommodate the interests and needs of the related community; the state is required to establish a special agency to deal with the TKA of Indonesia; databases should be adjusted to the minimum standards of the documents being compared in terms of provision of IPR and expand their access by ensuring confidentiality; as well as establishment of collective management agencies dealing with the TKA should be initiated. Keywords: The traditional knowledge and arts, database, legal protection. 1 Indonesian Advocates. 2 Professor of the Faculty of Law, University of Indonesia. 3 Professor of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara. 4 Professor of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan semesta alam, Allah Jalla Jalaluhu atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat merampungkan disertasi ini. Shalawat beriringkan salam juga dicurahkan kepada Asyraful Anbiya’i wal Mursalin yang menjadikannya rahmat bagi sekalian alam, Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam. Tulisan ini diilhami dari maraknya kasus penyalahgunaan atas PST yang ada di Indonesia. Hukum positif yang diharapkan dapat melindungi HKI masyarakat pengemban di Indonesia tersebut, malah turut andil dalam mengancam eksistensinya. Dialektika ini kemudian menghasilkan essay yang dituangkan berdasarkan pengalaman beberapa negara berkembang dalam memanfaatkan basis data sebagai pelindungan hukum defensif. Lebih dari itu, keberhasilan basis data dalam memecahkan masalah-masalah sentral dalam pelindungan hukum atas PST telah memperkuat posisinya sebagai sintesis dari dialektika ini. Rangkaian proses studi pada Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara hingga rampungnya disertasi ini menjadi semakin mungkin diselesaikan tentunya juga berkat andil dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1. Yang terhormat dan amat terpelajar, Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Universitas Sumatera Utara Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Di samping itu, di sela-sela kesibukannya, beliau selaku Kopromotor telah membimbing dan menumpahkan pemikirannya dengan memberi pencerahan dan memperluas wawasan kepada penulis sehingga disertasi ini dapat rampung; 2. Yang terhormat dan amat terpelajar, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan studi Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Di samping itu, beliau juga telah memberikan ilmu dan motivasi yang berguna saat proses belajar mengajar pada saat studi ini berlangsung; 3. Yang terhormat dan amat terpelajar, Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH, selaku Ketua Program Magister dan Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Di samping itu, selaku Penguji luar komisi, beliau dengan penuh perhatian memberikan masukan yang berguna, baik itu saran maupun kritik, bahkan motivasi kepada penulis selama merampungkan disertasi ini; 4. Yang terhormat dan amat terpelajar, Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS, selaku Sekretaris Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Kopromotor atas curahan pemikirannya dalam Universitas Sumatera Utara memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan disertasi ini. Demikian pula atas semangat beliau, tanpa mengenal lelah beliau tetap menyempatkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis; 5. Yang terhormat dan amat terpelajar, Prof. Dr. Agus Sardjono, SH., MH, selaku Promotor atas sikap lunak namun keras, lembut namun tegas dalam membimbing penulis dengan ngerti, ngrasa dan ngelakoni (kognitif, afektif dan psikomotorik), sehingga selepas diskusi ada sejuta cipta, rasa, dan karsa yang berkutat dalam diri penulis. Demikian pula kemudahan yang diberikan kepada penulis, dari memberikan literatur, menyertakan penulis dalam beberapa kegiatan ilmiah, hingga rela menjadwalkan janji temu antara penulis dengan setiap informan dalam penelitian ini. Permohonan maaf juga disampaikan atas segala kekurangan, kelalaian dan kehilafan penulis selama merampungkan disertasi ini. Penulis tidak dapat membalas semua ilmu dan kebaikan yang telah dicurahkan, kecuali dengan memanjatkan doa semoga Allah Jalla Jalaluhu selalu menempatkan beliau dan keluarga besarnya selalu dalam keadaan baik; 6. Yang terhormat dan amat terpelajar, Prof. Dr. Hendra Tanu Atmadja, SH,
Recommended publications
  • Cross-Gender Attempts by Indonesian Female Impersonator Dancer Didik Nini Thowok
    Cross-Gender Attempts by Indonesian Female Impersonator Dancer Didik Nini Thowok Madoka Fukuoka Graduate School of Human Sciences, Osaka University, Japan [email protected] ABSTRACT This article examines the creative stages of Didik Nini Thowok (1954‒), a female impersonator and cross-gender dancer based in Java, Indonesia. In addition, it discusses his endeavours of crossing gender boundaries by focusing on his use of costumes and masks, and analysing two significant works: Dwimuka Jepindo as an example of comedic cross-gender expression and Dewi Sarak Jodag as an example of serious cross-gender expression. The findings indicate three overall approaches to crossing gender boundaries: (1) surpassing femininity naturally expressed by female dancers; (2) mastering and presenting female characters by female impersonators and cross-gender dancers; and (3) breaking down the framework of gender itself. Keywords: Didik Nini Thowok, cross-gender, dance, Java, Indonesia © Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2014 58 Wacana Seni Journal of Arts Discourse. Jil./Vol.13. 2014 INTRODUCTION This article examines the creative stages of Didik Nini Thowok (1954‒), a female impersonator and cross-gender dancer based in Java, Indonesia.1 In addition, it discusses his endeavours of crossing gender boundaries by focusing on the human body's role and Didik's concept of cross-gender dance, which he has advocated since his intensive study of the subject in 2000. For the female impersonator dancer, the term "cross-gender" represents males who primarily perform female roles and explore the expression of stereotypical femininity. Through his artistic activity and unique approach, Didik has continued to express various types of femininity to deviate from stereotypical gender imagery.
    [Show full text]
  • Masyarakat Kesenian Di Indonesia
    MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial.
    [Show full text]
  • Strategi Kolaborasi Dalam Seni Pertunjukan Tradisional Di Kabupaten Subang
    1 STRATEGI KOLABORASI DALAM SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL DI KABUPATEN SUBANG COLLABORATION STRATEGIES IN TRADITIONAL PERFORMING ARTS IN SUBANG Oleh Irvan Setiawan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Jln. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung Email: [email protected] Naskah Diterima: 28 Februari 2013 Naskah Disetujui: 2 April 2013 E Abstrak Kesenian tradisional memegang peranan dalam pencirian dan menjadi kekhasan suatu daerah. Bagi wilayah administratif yang menjadi cikal bakal suatu kesenian daerah tentu saja tidak sulit untuk menyebut istilah kesenian khas dan menjadi milik daerah tersebut. Lain halnya dengan wilayah administratif yang tidak memiliki kesenian daerah sehingga akan berusaha menciptakan sebuah kesenian untuk dijadikan sebagai kesenian khas bagi daerahnya. Beruntunglah bagi Kabupaten Subang yang menjadi cikal bakal beberapa kesenian yang terlahir dan besar di daerahnya. Tidak hanya sampai disitu, Pelestarian dan pengembangan kesenian tradisional tampak serius dilakukan. Hal tersebut terlihat dari papan nama berbagai kesenian (tradisional) di beberapa ruas jalan dalam wilayah Kabupaten Subang. Seiring berjalannya waktu tampak jelas terlihat adanya perubahan dalam pernak pernik atau tahapan pertunjukan pada beberapa seni pertunjukan tradisional. Kondisi tersebut pada akhirnya mengundang keingintahuan mengenai strategi kolaborasi apa yang membuat seni pertunjukan tradisional masih tetap diminati masyarakat Subang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang didukung dengan data lintas waktu baik dari sumber sekunder maupun dari pernyataan informan mengenai seni pertunjukan tradisional di Kabupaten Subang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kolaborasi yang dilakukan meliputi kolaborasi lintas waktu dan lintas ruang yang masih dibatasi oleh seperangkat aturan agar kolaborasi tidak melenceng dari identitas ketradisionalannya. Kata kunci: Strategi kolaborasi, pertunjukan tradisional Abstract Traditional arts play a role in the characterization of a region.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • ADS-Vol.52 2017
    Arts and Design Studies www.iiste.org ISSN 2224-6061 (Paper) ISSN 2225-059X (Online) Vol.52, 2017 FOLK DANCE IN A FOLK RITUAL :::Case Study on Tari Topeng (Mask Dance) and Tari Ronggeng (Ronggeng Dance) in Ngunjung and Ngarot Ritual Lina Marliana Hidayat Dance Department, Faculty of Performing Arts, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Jalan Buahbatu No 212 Bandung, Jawa Barat, Indonesia Abstract A folk dance as a folk performing art always has position and function in a folk ritual, generally in West Java, especially in Indramayu and Cirebon Regency. A folk dance for the case study here is Tari Topeng and Tari Ronggeng in the ritual of Ngunjung and Ngarot. The study uses qualitative method. The analysis applies Edi Sedyawati views on typology of performing arts. Tari Topeng and Tari Ronggeng can be seen from aesthetic elements, social function, and dramatization. To be seen from social function, the Dalang of Topeng and Ronggeng is believed as Shaman. It is also found that Tari Topeng and Ronggeng are not categorized as dramatization dance. Keywords : folk dance, folk ritual, typology of performing arts. 1. Folk Ritual in Cirebon and Indramayu West Java Performing arts in various cultural regions in Indonesia always relate to the cultural tradition of its people. Indonesia owns various ethnics and sub-ethnics having respective distinctiveness. They spread out in every regions from Sabang to Merauke. Likewise, West Java occupied by Sundanese ethnic also has characteristic as the influence of its nature. The living traditions are folk rituals containing folk performing arts which become the manifestation of gratitude toward God for having given fertile nature.
    [Show full text]
  • Asia Society Presents Music and Dance of Yogyakarta
    Asia Society Presents Music and Dance of Yogyakarta Sunday, November 11, 2018 7:00 P.M. Asia Society 725 Park Avenue at 70th Street New York City This program is approximately ninety minutes with no intermission In conjunction with a visit from Hamengkubuwono X, the Sultan of Yogyakarta in Indonesia, Asia Society hosts a performance by the court dancers and musicians of Yogyakarta. The Palace of Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat is the cultural heart of the city. From generation to generation, the Sultans of Yogyakarta are the traditional governors of the city and responsible for passing on art and culture heritage. The entire royal family is involved in preserving these art forms, and the troupe must perform with a member of the royal family present. The dances from Yogyakarta will be accompanied by gamelan music native to Java. Program Golek Menak Umarmaya Umarmadi Dance Masked Dance Fragment (Wayang Wong) “Klana Sewandana Gandrung” Bedhaya Sang Amurwabhumi About the forms: Golek Menak The golek menak is a contemporary example of the seminal influence exerted by the puppet theater on other Javanese performing arts. This dance was inspired by the stick–puppet theater (wayang golek), popular in the rural area of Yogyakarta. Using the three dimensional rod-puppets, it portrays episodes from a series of stories known as menak. Unlike the high-art wayang kulit (shadow puppets), it is a village entertainment, and it did not flourish at the court. As a dance drama, golek menak focuses on imitating this rod-puppet theater with amazing faithfulness. Human dancers realistically imitate the smallest details of puppet movement, right down to the stylized breathing of the puppets.
    [Show full text]
  • The Value of Yogyakarta Palace Dances : Relevance to the Nation Character Nurturing
    The Value ofYogyakarta Palace Dances... 377 THE VALUE OF YOGYAKARTA PALACE DANCES : RELEVANCE TO THE NATION CHARACTER NURTURING Sunaryadi Institut Seni Indonesia Email: [email protected] Abstrak Tan Keraton Yogyakarta bukan sekedar tontonan tetapi adalah sebuah media yang mengandung tuntunan. Bukan hanya bagi semuayang terlibat dalam pementasan tari, tetapi juga tuntunan bagi yang menonton Patokan bak.u dalam tari keraton yang hersumber pada nilai tata krama keraton merupakan etika moralitas, sebagai sarana penanaman karakter. Nilai-nilai tersebut terumuskan dalam empat prinsip yang wajib dimiliki penari yaitu sawiji, greget, sengguh, dan ora mingkub (falsafah Joged Mataram). D ikaji dari aspek aksiologis, tari keraton mengandung ajaran yang menempatkan \rasa sebagai rub’ dan 'pengendalian diri sebagai in ti’. Aspek rasa sertapengendalian diri ini labyang memiliki relev ansi bagi pembangunan karakter bangsa saat ini. .wjELlujI j 6J_aLi*u> ^ (jjSjLivXI .lr>a 9 lSengguh t g reg et^ sawiji 05&J ^.iEs <xjjI J (^jjl j^ai y * Joged mingkuh (Ijjlj L i us LftjLltlj ii i II ,k> t*b _j •S^JU ftJLa aju& ^ Keywords, tari keraton, Joged Mataram, penanaman karakter. 378 Millah Vol. XU, No. 2, Februari 2013 A. Introduction Indonesian society now days has many colored multiple conflicts, demonstrations, religious conflict, the position seizure, and the seizure of property rights indigenous territories. Regrettably, all of them tend to be wild and brutal. Violence happens everywhere, attitudes of tepa slira are scarce, sincere attitude has been hard to find. Many cultural roots reflected in Pancasila has been abandoned, as if the nation has lost the identity and lost the spirit of the cultural life of the nation adhesive.
    [Show full text]
  • Materi+DRAMA+JAWA 0.Pdf
    BAB I SELUK BELUK DRAMA A. Antara Drama, Sandiwara, dan Teater Banyak orang berasumsi, drama itu sekedar tontonan. Memang tidak keliru anggapan ini. Hampir semua drama dipentaskan memang untuk ditonton. Apalagi kalau dirunut dari aspek etimologi, akar tunjang dari istilah "drama" dari bahasa Greek (Yu- nani kuna) drau yang berarti melakukan (action) atau berbuat sesuatu (Muhsin, 1995). Berbuat berarti memang layak dilihat. Wiyanto (2002:1) sedikit berbeda, katanya drama dari bahasa Yunani dram, artinya bergerak. Kiranya, gerak dan aksi adalah mirip. Kalau begitu, tindakan dan gerak yang menjadi ciri drama. Tiap drama mesti ada gerak dan aksi, yang menuntun lakon. Aristoteles (Brahim, 1968:52) menyatakan bahwa drama adalah “a representation of an action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting. Drama pasti ada akting. Dalam drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau lakon. Jadi ciri drama harus ada akting dan lakon. Permainan penuh dengan sandi dan simbol, ayng menyimpan kisah dari awal hingga akhir. Daya simpan kisah ini yang menjadi daya tarik drama. Drama yang terlalu mudah ditebak, justru kurang menarik. Dalam bahasa Jawa, drama sering disebut sandiwara. Kata sandi artinya rahasia, wara (h) menjadi warah berarti ajaran. Sandiwara berarti drama yang memuat ajaran tersamar tentang hidup. Sandiwara dan drama sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Keduanya memuat kisah, yang bercirikan dialog. Baik drama maupun sandiwara sama- sama menjadi guru kehidupan ini. Drama itu suguhan seni yang hidup, penuh fantasi. Drama menjadi tafsir kehidupan, yang kadang-kadang melebihi dunia aslinya. Siapapun sesungguhnya dapat bergulat dengan drama. Muhsin (1995) juga banyak mengetengahkan berbagai kelebihan drama. Biarpun bagi seseorang kadang-kadang enggan tampil dan malu-malu menjadi pemain, drama tetap genre sastra yang menarik.
    [Show full text]
  • The Legitimacy of Classical Dance Gagrag Ngayogyakarta
    The Legitimacy of Classical Dance Gagrag Ngayogyakarta Y. Sumandiyo Hadi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Jalan Parangtritis Km 6,5, Sewon, Bantul Yogyakarta ABSTRACT The aim of this article is to reveal the existence of classical dance style of Yogyakarta, since the government of Sultan Hamengku Buwono I, which began in 1756 until now in the era the government of Sultan Hamengku Buwono X. The legitimation of classical dance is considered as “Gagrag Ngayogyakarta”. Furthermore, the dance is not only preserved in the palace, but living and growing outside the palace, and possible to be examined by the general public. The dance was fi rst considered as a source of classical dance “Gagrag Ngayogyakarta”, created by Sultan Hamengku Buwono I, i.e. Beksan Lawung Gagah, or Beksan Trunajaya, Wayang Wong or dance drama, and Bedaya dance. The three dances can be categorized as a sacred dance, in which the performances strongly related to traditional ceremonies or rituals. Three types of dance later was developed into other types of classical dance “Gagrag Ngayogyakarta”, which is categorized as a secular dance for entertainment performance. Keywords: Sultan Hamengku Buwono, classical dance, “gagrag”, Yogyakarta style, legitimacy, sacred, ritual dance, secular dance INTRODUCTION value because it is produced by qualifi ed Yogyakarta as one of the regions in the artists from the upper-middle-class society, archipelago, which has various designa- and not from the proletarians or low class. tions, including a student city, a tourism The term of tradition is a genre from the city, and a cultural city. As a cultural city, past, which is hereditary from one gene- there are diff erent types of artwork.
    [Show full text]
  • Garap Tepak Kendang Jaipongan-Asep.Pdf
    GARAP TEPAK KENDANG JAIPONGAN DALAM KARAWITAN SUNDA Penulis: Asep Saepudin Perancang sampul: Teguh Prastowo Perancang isi: Haqqi & Korie Ilustrasi cover Suwanda koleksi penulis, 2007. Hal cipta dilindungi undang-undang © 2013, Asep Saepudin Diterbitkan oleh: BP ISI Yogyakarta Jln. Parangtritis KM. 6,5 Yogyakarta 55001 Tlp./Fax. (0274) 379133, 371233 E-mail: [email protected] Katalog dalam Terbitan (KDT) Saepudin, Asep. Garap Tepak Kendang Jaipongan dalam Karawitan Sunda; Yogyakarta; BP ISI Yogyakarta; 2013; Cetakan Ke-1; 155 x 230 mm; xxi + 262 hal ISBN 978-979-8242-58-8 Prakata Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, bahwasannya penulisan buku berjudul Garap Tepak Kendang Jaipongan dalam Karawitan Sunda ini akhirnya dapat diselesaikan. Atas izin dan ridho-Nya penulis diberikan kekuatan serta kesehatan untuk menyelesaikan penulisan buku ini. Buku ini mengungkap riwayat hidup Suwanda terutama kaitannya dengan proses penciptaan tepak kendang Jaipongan. Suwanda memiliki andil besar dalam seni pertunjukan Indonesia khususnya di Jawa Barat yakni dengan menciptakan tepak kendang Jaipongan pada tahun 1980-an. Kehadiran karya Suwanda ‘tepak Jaipongan’ sudah cukup lama, namun belum ada yang mengungkap secara rinci tentang kesenimanan serta proses garapnya dalam menciptakan tepak kendang Jaipongan. Informasi tentang Suwanda belum banyak diketahui oleh masyarakat dan dikaji lebih dalam sebagai bahan penelitian atau bahan bacaan umum. Sampai dengan saat ini belum banyak diketahui bagaimana peranan Suwanda dalam Jaipongan, bagaimana caranya beragam tepak kendang Jaipongan diciptakan, dari mana sumber tepak kendang Jaipongan berasal, apa konsep garap yang digunakan untuk membuatnya, untuk apa diciptakan, serta fakor apa yang mendorong keberhasilan penciptaannya. Berbagai persoalan tersebut dikupas dalam buku ini karena sangat penting untuk diketahui publik mengingat kehadiran tepak kendang Jaipongan sudah tiga puluh tahun lebih mengisi kehidupan karawitan Sunda.
    [Show full text]
  • Indonesian Journal of Social Sciences Volume 4, Nomer 1, Cultural
    Indonesian Journal of Social Sciences Volume 4, nomer 1, Cultural System of Cirebonese People: Tradition of Maulidan in the Kanoman Kraton Sistem Budaya Masyarakat Cirebon: Tradisi Maulidan dalam Kraton Kanoman Deny Hamdani1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Abstract This paper examines the construction of Maulidan ritual in the commemoration of Prophet Muhammad’s birth at the Kanoman’s palace (kraton) Cirebon. Although the central element of the maulid is the veneration of Prophet, the tradition of Maulidan in Kanoman reinforced the religious authority of Sultan in mobilizing a massive traditional gathering by converging Islamic propagation with the art performance. It argues that the slametan (ritual meal with Arabic prayers), pelal alit (preliminary celebration), ‘panjang jimat’ (allegorical festival), asyrakalan (recitation of the book of maulid) and the gamelan sekaten can be understood as ‘indexical symbols’ modifying ‘trans-cultural Muslim ritual’ into local entity and empowering the traditional machinery of sexual division of ritual labour. The study focuses on the trend of Muslim monarch in the elaboration of maulid performance to demonstrate their piety and power in order to gain their legitimacy. Its finding suggests that religion tends to be shaped by society rather than society is shaped by religion. I emphasize that the maulidan tradition is ‘capable of creating meaningful connections between the imperial cult and every segment of ‘Cirebon people’ other than those Islamic modernists and Islamists who against it in principle. Based on the literature, media reports and interview materials, I argue that the meaning of rites may extend far beyond its stated purpose of venerating the Prophet since the folk religion has strategically generated the “old power” and religious authority.
    [Show full text]
  • Rasinah: Maestro Tari Topeng Indramayu
    Rasinah : Maestro Tari Topeng… (Lasmiyati)) 475 RASINAH: MAESTRO TARI TOPENG INDRAMAYU RASINAH: MAESTRO OF TOPENG DANCE OF INDRAMAYU Lasmiyati Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung, Jl. Cinambo 136 Ujungberung Bandung e-mail: [email protected] Naskah Diterima: 21 Juni 2013 Naskah Direvisi: 22 Juli 2013 Naskah Disetujui: 1 Agustus 2013 Abstrak Rasinah adalah maestro yang peduli pada kesenian tradisional Topeng Indramayu. Ia lahir dari keluarga seniman, ayahnya seorang dalang wayang kulit dan ibunya seniman ronggeng. Ia penari topeng yang handal. Kiprahnya di dunia topeng dikenal ke mancanegara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui siapakah Rasinah dan bagaimana kiprahnya sebagai penari topeng di Indramayu. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa Rasinah lahir di Pamayahan Lohbener Indramayu tanggal 5 Januari 1929. Ia dalang topeng turunan dari neneknya. Ayahnya merupakan dalang wayang kulit dan dalang topeng, ibunya seniman ronggeng. Ia belajar menari topeng sejak usia tiga tahun. Tahun 1960-an Rasinah mengalami masa kejayaan, namun tahun 1970-an, ia mengalami masa surut seiring penggemar tari topeng beralih ke jenis kesenian organ tunggal dan tarling. Tahun 1994 ia bertemu Endo Suanda, kiprahnya sebagai penari topeng kembali bangkit. Ia dipromosikan tampil di beberapa negara. Sabtu 15 Maret 2008 Rasinah mewariskan Topengnya kepada cucunya, Aerli Rasinah. Tanggal 7 Agustus 2010 Rasinah meninggal dunia. Ia mendapat penghargaan sebagai penari dan pelestari Topeng Indramayu, di antaranya Lifetime Achievement dalam Festival Topeng Nusantara 2010. Kata kunci: Rasinah, maestro topeng, Indramayu. Abstract Rasinah was a maestro who has great concern about Indramayu traditional arts of Tari Topeng or the Mask Dance.
    [Show full text]