KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahuwata’la yang maha Rahman dan Rahim, buku ini ditulis dan diterbitkan dalam rangka memperingati Ulang Tahun Tenggara yang ke 50. Buku ini berisi refleksi jalannya roda pembangunan sejak Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri sendiri sebagai daearah otonom terpisah dari Provinsi induk Sulawesi Selatan dan Tenggara. Banyak hasil yang telah dicapai, namun masalah dan tantangan pembangunan kedepan juga semakin kompleks. Oleh karena itu buku ini selain memuat tentang hal diatas, juga disajikan tentang kosep-konsep dan pendekatan yang dapat dipilih oleh para penerus pembangunan Sulawesi Tenggara. Masalah yang paling mendasar yang harus diatasi ke depan adalah bagaimana Sulawesi Tenggara mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan ekonomi. Bukti empiris menunjukkan bahwa kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tenggara setelah 50 tahun membangun, hanya sekitar 0,52 % dari Produk Domestik Bruto Indonesia/ nasional. Tingkat Pendapatan Perkapita hanya sekitar separuh dari tingkat pendapatan nasional, dihadapkan dengan kekayaan alam atau potensi ekonomi Sulawesi Tenggara sangat melimpah. Dengan hadirnya buku ini, diharap masyarakat Sulawesi Tenggara akan lebih aktif dan termotivasi untuk membangunan daerah, mengejar ketertinggalan dibawah kendali pemimpin Sulawesi Tenggara sekarang H. Nur Alam. SE.M.Si dan seluruh kepala Daerah Kabupaten dan Kota . Selamat membaca, dirgahayu Sulawesi Tenggara yang ke 50, semoga akselerasi pembangunan dapat terwujud

Penulis

i

SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Buku Setengah Abad Sulawesi Tenggara Membangun, memuat geliat pembangunan di wilayah Sulawesi Tenggara dibawah kepemimpinan 8 (delapan) Gubernur. Buku ini berisi tentang langkah-langkah strategis yang dilakukan para Gubernur dalam membangun Sulawesi Tenggara dan hasil-hasil pembangunan yang dicapai disertai hasil analisis yang mendalam. Buku ini juga menyajikan beberapa konsep, pendekatan dan model pembangunan yang dapat menjadi rujukan bagi para calon Gubernur Sulawesi Tenggara masa depan dalam menyusun visi dan misi serta langkah-langkah strategis yang akan dilaksanakan. Kepada seluruh aparat di daerah provinsi dan kabupaten/kota ,Saya menyarankan untuk memiliki dan membaca buku ini sebagai rujukan dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengontrol pembangunan di wilayah saudara masing-masing dengan baik, dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat Sulawesi Tenggara yang adil dan merata.

ii

Akhirnya saya menyambut baik karya dan upaya Prof Dr.H.Muh.Jusuf Abadi.SE.M.S. menulis dan menerbitkan buku ini dalam rangka Ulang Tahun Provinsi Sulwesi Tenggara yang ke 50, meskipun saya tahu beliau masih dalam kondisi kesehatan yang belum prima. Selamat Ulang Tahun Sulawesi Tenggara yang ke 50.

Kendari 27 April 2014 GUBERNUR

H. NUR ALAM. SE.M.Si

iii

SAMBUTAN KETUA DPRD PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, atas terbitnya Buku Setengah Abad Sulawesi Tenggara Membangun yang ditulis sdr. Prof.Dr.H.Muh.Jusuf Abadi,SE.M.Si dalam memperingati Ulang Tahun Provinsi Sulawesi Tenggara yang ke 50. Buku ini disusun dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh setiap orang yang membacanya. Buku ini memaparkan bagaimana kiat-kiat para Gubernur Sulawesi Tenggara melakukan berbagai kebijakan dan program pembangunan dalam rangka percepatan pembangunan di Sulawesi Tenggara. Pendekatan dan model pembangunan wilayah yang dipilih masing-masing Gubernur berbeda-beda tetapi semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat lapis bawah. Saya mengharapkan buku ini dibaca oleh para calon legislatif dan anggota legislatif sebagai masukan dalam upaya memperluas wawasan tentang manajemen pembangunan, kususnya pembangunan di Sulawesi Tenggara.

iv

Semoga kita semua dapat menarik manfaat dari buku ini.

Selamat Ulang Tahun Sulawesi Tenggara yang ke 50.

Kendari, 27 April 2014

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara Ketua,

L.M. RUSMAN EMBA.S.T

v

SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS HALU OLEO

Atas berkat Rahkmat Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu Wata’ala Yang Maha Rahman dan Rahim, buku SETENGAH ABAD SULAWESI TENGGARA MEMBANGUN hadir dihadapan kita tepat pada Ulang Tahun Sulawesi Tenggara ke 50. Buku ini berisi berbagai pendekatan dan strategi pembangunan yang diemban masing-masing Gubernur Sulawesi Tengara. Pilihan pendekatan dan strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi objektif dan situasi yang dihadapi pada saat itu. Buku ini juga memuat tentang konsep, pendekatan dan model pembangunan wilyah yang banyak diterapkan di Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dan Sulawesi Tenggara pada khususnya Hasil pembangunan yang dicapai masing-masing Gubernur disajikan secara objektif berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dengan bahasa ilmiah popular. Oleh karena itu buku ini baik dibaca

vi

oleh semua lapisan masyarakat khusnya praktisi pembangunan, mahasiswa strata satu, dua dan tiga untuk menjadi rujukan dan masukan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pembagunan Sulawesi Tenggara. Bagi dosen buku ini dapat memperkaya khasanah perbendaharaan dalam kegitan pengajaran. Kepada sdr. Prof. Dr. H. Muh. Jusuf Abadi.SE. MS, saya ucapkan selamat dan sukses atas karya dan penerbitan buku yang sangat berharga bagi seluruh Rakyat Sulawesi Tenggara. Akhirnya Dirgahayu Sulawesi Tenggara yang ke 50.

Kendari, 27 April 2014 REKTOR,

PROF. DR. IR. H. USMAN RIANSE

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i KATA PENGANTAR PENULIS...... i SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA ...... ii SAMBUTAN KETUA DPRD PROVINSI SULAWESI TENGGARA ..... iv SAMBUTAN REKTOR UNVERISITAS HALU OLEO...... vi DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR GAMBAR ...... xi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

BAB II KONSEP, PENDEKATAN DAN STRATEGI PENGEMBA .... 4 GAN WILAYAH 2.1. Pendekatan Sosial Budaya ...... 5 2.2. Pendekatan Pembangunan Ekonomi Wilayah ...... 5 a. Pendekatan Sektoral ...... 6 b. Pendekatan Wilayah Terpadu ...... 6 c. Pendekatan gabungan dari dua pendekatan...... 7 sebelmnya 2.3 Pendekatan Pembangunan Sosial ...... 8 2.4 Pendekatan Pemerataan dengan Pertumbuhan ...... 8 2.5 Pendekatan Kebutuhan Dasar Manusia ...... 8 2.6 Pendekatan Kutub Pertumbuhan dan Pusat ...... 9 Pertumbuhan

BAB III IMPLEMENTASI, PENDEKTAN, MODEL DAN STRAT - .... 12 EGI PEMBANGUNAN WILAYAH YANG DIPILIH MASING-MASING GUBERNUR 3.1 Masa Pemerintahan J.Wajong (27 April 1964-18 Juli1965) . 13 3.1.1 Masalah Yang Dihadapi ...... 13 3.1.2 Impilkasi Masalah ...... 14 3.1.3 Konsep dan Strategi Pembagunan ...... 15 3.1.4 Hasil Yang dicpai ...... 15 3.2 Masa Pemerintahan Gubernur La Ode Hadi ...... 16 ( 3.2.1. Masalah Yang Dihadapi ...... 17 3.2.2. Implikasi Permasalahan ...... 17 3.2.3. Strategi dan Program Kerja ...... 17 3.2.4. Hasil yang Dicapai ...... 17 3.3 Masa Pemerinthan Gubernur Brigjen H. Eddy Sabara ...... 18 (1965-1978)

viii

3.3.1. Masalah Yang Dihadapi ...... 19 3.3.2. Implikasi Permasalahan ...... 19 3.3.3. Pendekatan, Model dan Strategi Pembangunan ..... 19 yang dipilih 3.3.4. Hasil Pembangunan Yang di Capai ...... 21 3.4. Masa Pemerintahan Gubernur Drs. H. Abdullah ...... 23 Silondae (1978 – 1982) 3.4.1. Masalah Pembangunan Yang Dihadapi ...... 24 3.4.2. Impliksi Permasalahan...... 24 3.4.3 Implementasi Strategi dan Pendekatan ...... 25 Pembangunan yang ditempuh 3.4.4 Hasil Pembangunan yang dicapai ...... 27 3.5. Masa Pemerintahan Gubernur Ir.H.Alala (1982-1992) ..... 31 Silondae (1978 – 1982) 3.5.1. Masalah Pembangunan Yang Dihadapi ...... 32 3.5.2. Impliksi Permasalahan...... 32 3.5.3 Implementasi Konsep dan Strategi ...... 34 Pembangunan yang di Pilih 3.5.4 Hasil Pembangunan yang Dicapai ...... 37 3.6. Masa Pemerintahan Gubernur Drs.H. La Ode Kaimuddin ...... 39 (1992-2002) 3.6.1. Masalah Pembangunan Yang Dihadapi ...... 40 3.6.2. Impliksi Permasalahan...... 40 3.6.3 Konsep, Strategi dan KebijakanPembangunan ...... 42 Yang ditempuh 3.6.4 Hasil Pembangunan Yang Dicapai ...... 52 3.7. Masa Pemerintahan Gubernur Ali Mazi.SH (2003-2008)..... 59 3.7.1. Masalah-masalah Pembangunan Yang Dihadapi .... 60 3.7.2. Impliksi masalah ...... 60 3.7.3 Implementasi Konsep, Pendekatan dan Strategi ..... 62 Pembangunan Yang Diplih 3.7.4. Hasil Yang Dicapai ...... 63 3.8. Masa Pemerintahan Gubernur H.Nur Alam, SE. M.Si. .... 70 (2008 - 2013 dan 2013 - 2018) 3.8.1. Masalah Pembangunan Yang Dihadapi ...... 77 3.8.2. Impliksi masalah ...... 71 3.8.3 Implementasi Konsep, Pendekatan dan Strategi ..... 74 Pembangunan Yang Diplih 3.8.4. Hasil Pembangunan Yang Dicapai ...... 82

ix

BAB IV KONDISI OBJEKTIF DAN ANALISIS ...... 95 4.1. Latar Belakang ...... 95 4.2. Kondisi Objektif Sulawesi Tenggara ...... 97 a. Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam ...... 97 b. Bidang Infrastruktur Wilayah ...... 103 c. Bidang Lingkungan Hidup ...... 107 d. Bidang Pemerintahan atau Layanan Publik ...... 107 e. Bidang Sumberdaya Manusia...... 109

BAB V PENUTUP ...... 111 DAFTAR PUSTAKA ...... 113

DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Keterangan Halaman

Grafik 1 Perkembangan IPM 2005 – 2012 ...... 83 Grafik 2 Perkembangan DAU 2005 – 2011 ...... 87 Grafik 3 Perkembangan PDRB Tahun 2002 – 2012 ...... 97 Grafik 4 Perkembangan APBD Tahun 2005 – 2012 ...... 98 Grafik 5 Perkembangan Pendapatan Perkapita Tahun 2005 – 2011 ... 98

x

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Daftar Gambar Halaman Gambar 1 J. Wayong (Gubernur Sultra Periode 27 April ...... 12 1964 – 18 Juli 1965) Gambar 2 Laode Hadi (Gubernur Sultra Periode 28 Juli 1965 ...... 16 – 5 Oktober 1966)) Gambar 3 Brigjen H. Eddy Sabara (Gubernur Sultra Periode Tahun . 18 1965 – 1978) Gambar 4 Drs. H. Abdullah Silondae (Gubernur Sultra Periode ...... 23 Tahun 1978 – 1982) Gambar 5 Gedung Rektorat Universitas Halu Oleo ...... 29 Gambar 6 Ir. H. Alala (Gubernur Sultra Periode 1982 – 1992) ...... 31 1964 – 18 Juli 1965) Gambar 7 Bendungan Wawotobi di Unaaha ...... 37 Gambar 8 Drs. H. La Ode Kaimuddin (Gubernur Sultra Periode ...... 39 Tahun 1992 – 2002) Gambar 9 Pintu Gerbang Kota Kendari Sebagai Kota Tujuan Wisata . 46 Gambar 10 P2ID Kota Kendari ...... 55 Gambar 11 Pelabuhan Penyeberangan Torobulu ...... 58 Gambar 12 Ali Mazi. SH (Gubernur Sultra Tahun 2003 – 2008) ...... 59 Gambar 13 Tugu Persatuan di Kota Kendari ...... 68 Gambar 14 Menara Persatuan dan Pelataran Eks. MTQ ...... 68 Gambar 15 H. Nur Alam, SE, M.Si (Gubernur Sultra Periode Tahun .. 70 Gambar 16 Fakultas Kedokteran UHO ...... 85 Gambar 17 RSU. Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara ...... 86 Gambar 18 Kapal Pelni di Pelabuhan Kendari ...... 88 Gambar 19 Bandar Udara Halu Oleo Kendari ...... 91 Gambar 20 Pelabuhan Kontainer Kendari ...... 91 Gambar 21 Jalan Penghubung Kota Kendari ke Pelabuhan Kontainer 92 Gambar 22 Pelabuhan Kontainer Bungkutoko (Dalam tahap ...... 93 pembangunan) Gambar 23 Kondisi Jalan Tanah ...... 103 Gambar 24 Kondisi Jalan Aspal Berlubang ...... 104 Gambar 25 Kondisi Jalan Provinsi Aspal ...... 104 Gambar 26 Kondisi Jalan Nasional yang sudah di Aspal...... 105

xi

xii

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tanggal 27 April 1964 setengah abad yang lalu Sulawesi Tenggara resmi berdiri sebagai daerah otonom terpisah dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara yang selanjutnya dalam Perpu no 2 tahun 1964 disebut dengan Provinsi Sulawesi Tenggara disaat Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat parah. Harga-harga barang dan jasa sangat tinggi, sementara pendapatan masyarakat terbatas. Laju inflasi mencapai 600% sehingga daya beli masyarakat menjadi sangat lemah. Mulai saat itu, Provinsi Sulawesi Tenggara memasuki babak baru sebagai suatu daerah otonom yang akan merencanakan, mengorganisir, melaksanakan dan mengontrol pembangunannya sendiri sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku. Pada mulanya, secara admistrasi Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 4 Kabupaten yakni Kabupaten Buton, Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Muna. Sekarang Provinsi Sulawesi Tenggara sudah terdiri dari 14 Kabupaten Kota. Keempat belas Kabupaten Kota tersebut adalah Kota Kendari sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota , Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Muna. Selama 50 tahun, Provinsi Sulawesi Tenggara telah dipimpin sebanyak 8 orang Gubernur yang bertindak sebagai penanggung jawab dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Konsep dan model perencanaan dan strategi aplikasi pembangunan yang dijalankan oleh masing-masing gubernur dijelaskan secara berurut pada bab berikutnya.

1

Berbagai fakta menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara sejak 50 tahun yang lalu sampai sekarang, banyak mengalami kendala atau keterbatasan dalam upaya percepatan pembangunan. Oleh karena itu para Gubernur berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan akselerasi pembangunan melalui aplikasi strategi, konsep pendekatan dan model perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat sesuai dengan kondisi objektif yang dihadapi. Pilihan konsep, pendekatan dan model perencanaan pembangunan yang diimplementasikan masing-masing Gubernur telah berhasil merubah keadaan masyarakat Sulawesi Tenggara dari masyarakat yang sebagian besar bersifat statis - tradisional menjadi masyarakat dinamis-inovatif, dari wilayah yang terisolir secara pisik mejadi wilayah yang terbuka dan mudah dijangkau, demikian pula keterisolasian dari sisi sosial seperti kesehatan dan pendidikan keduanya sudah dapat diakses dengan mudah. Namun, secara objektif harus diakui bahwa masih banyak kendala dan masalah pembangunan yang harus dibenahi secara lebih fokus, terutama dalam bidang ekonomi agar Provinsi Sulawesi Tenggara ke depan memiliki daya saing yang tinggi dalam rangka percepatan pembangunan disegala bidang. Dalam era globalisasi ekonomi dan informasi tantangan pembangunan semakin berat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan memerlukan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, kreatif-inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efesieni dalam setiap kegiatan pembagunan. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya alam yang besar tetapi belum dapat diolah secara optimal dalam upaya meningkatkan nilai tambah yang akan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto dan pendapatan perkapita masyarakat/penduduk. Kontribusi PDRB Sulawesi Tenggara dalam Produk Domestic Bruto Indonesia hanya sekitar 0,51 persen. Sementara Pendapatan perkapita penduduk Provinsi Sulawesi

2

Tenggara relative masih rendah yakni hanya setengah setengah dari pendapatan perkapita nasional. Di ujung setengah abad (50 tahun) Provinsi Sulawesi Tenggara atau pada tahun 2013 Gubernur Sulawesi Tenggara H.Nur Alam,SE.;MSi telah bertekat untuk mengatasi kendala dan hambatan pembangunan di bidang ekonomi. Kendala utama dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Tenggara dan merupakan masalah klassik dalam pembangunan Sulawesi Tenggara adalah masih terbatasnya infrastruktur wilayah sebagai insentif masuknya investor atau pemilik modal untuk menanamkan modalnya. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2013-2018) Periode ke dua H.Nur Alam,SE.;MSi telah mengisyaratkan hal tersebut. Strategi dan Pendekatan Program BAHTRMAS masih akan terus dilanjutkan dengan penyempurnaan aplikasinya, karena Pendekatan dan program BAHTRAMAS telah terbukti mampu melakukan akselerasi pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dapat dibaca pada analisis hasil pembangunan Periode Gubernur H.Nur Alam,SE.M.Si

3

BAB II

KONSEP DAN PENDEKATAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Terdapat banyak konsep dan pendekatan perencanaan pembangunan wilayah yang dapat dipilih oleh pengambil keputusan. Dalam buku ini adalah Gubernur untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya dalam upaya mempercepat pembangunan disemua bidang. Todaro dalam Jusuf Abadi (1996) mengatakan bahwa paling tidak ada lima (5) pertimbangan yang diperhatikan dalam memilih model perencanaan pengembangan wilayah yakni: 1. Tahapan pembangunan yang telah dicapai 2. Struktur kelembagaan 3. Ketersediaan dan mutu informasi statistik 4. Kendala-kendala operatif 5. Prioritas dan tujuan Selain dari lima hal diatas, pemilihan konsep, pendekatan dan model perencanaan pembangunan wilayah tersebut. ditambahkan 6 hal berikut ini yaitu: 1. Harus berdasar pada potensi sumberdaya yanga ada 2. Posisi wilayah dalam wilayah yang lebih besar 3. Kebijakan nasional 4. Perkembangan ekonomi internasional 5. Faktor-faktor non ekonomi seperti politik, budaya dan kearifan lokal serta norma dan peraturan yang berlaku. 6. Visi dan misi masing-masing gubernur atau kepala daerah (Jusuf Abadi.M. 1996).

Aplikasi Pendekatan Perencanaan Pembangunan wilayah di Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan oleh para Gubernur Sulawesi Tenggara menggunakan konsep, pendekatan dan model

4 yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut sesuai dengan beberapa pertimbangan di atas, namun semuanya bermuara pada tujuan yang sama yaitu percepatan pembangunan wilayah Sulawesi Tengggara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan sasaran utama adalah masyarakat yang berpendapatan rendah. Berikut ini akan disajikan beberapa konsep dan pendekatan perencanaan pengembangan wilayah yang dapat dipilih untuk diaplikasikan di Sulawesi Tenggara atau dimanapun dengan memperhatikan pertimbangan yang telah dikemukakan sebelumnya.

2.1. Pendekatan Sosial Budaya.

Pada suatu daerah yang mengalami depresi ekonomi yang dalam dibarengi dengan krisis politik dan moral, maka pembangunan tidak hanya diarahkan dalam upaya pemulihan ekonomi, perbaikan infrastruktur wilayah dan penciptaan iklim yang kondusif bagi berkembangnya mekanisme pasar dengan baik, tetapi perencanaan pembangunan harus difokuskan pada perencanaan perbaikan mental dan kultur masyarakatnya. Menurut Pye (1966) dalam Riyadi dan Bratakusumah (2005) mengatakan bahwa pembangunan politik dapat diartikan sebagai pembinaan lembaga-lembaga dan pembinaan kewarganegaraan. Pembangunan politik merupakan proses pembinaan bangsa yang tidak hanya bertujuan melakukan perubahan institusional dalam sistem pemerintahan dan politik, tetapi juga dalam sistem kelembagaan sosial dan ekonomi suatu bangsa. 2.2. Pendekatan Pembangunan Ekonomi Wilayah. Pendekatan pembangunan ekonomi yang banyak digunakan dibeberapa Negara di dunia terdiri dari tiga pendekatan, ketiga pendekatan dimaksud adalah pendekatan sektoral, pendekatan wilayah pembangunan dan pendekatan antar wilayah dan antar sektor.

5 a. Pendekatan sektoral, yaitu pendekatan pembangunan dengan memperhatikan salah satu atau beberapa sektor yang kurang berkembang untuk mendapat perhatian dalam perencanaan. Pendekatan perencanaan pembangunan sektoral ada yang bersifat parsial dan ada yang bersifat multi sektor atau keterkaitan antar sektor. Perencanaan pembangunan antar sektor mengisyaratkan pembangunan hanya difokuskan pada sektor yang memiliki pengganda pendapatan dan pengganda kesempatan kerja yang tingi dan sektor yang memiliki keterkaitan kedepan dan keterkaitan kebelakang yang tinggi pula. Dengan kata lain sektor yang mendapat perhatian lebih dari sektor lainnya adalah sektor yang mempunyai kofisien efek pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi (Ricardson, 1972). Perencanaan pembangunan sektoral ini memerlukan data statistik yang bermutu dan valid, karena perencanaan ini memerlukan bantuan matematik berupa matrik yang biasa disebut dengan Input-Output table. Selain itu perencanaan parsial memerlukan bantuan statistik seperti regresi dan fungsi cob-Doglas (Miller and Blair,1985) b. Pendekatan wilayah terpadu. Pendekatan ekonomi wilayah selain memperhatikan sektor-sektor ekonomi dalam suatu wilayah, pendekatan ini lebih menekankan pada ruang yang ada. Pendekatan ini menggunakan konsep-konsep aglomerasi, klaster dan daerah pengaruh atau hinterkand dari suatu wilayah pengembangan (Miller and Blair, 1985). Kegiatan bisnis sering mengelompok pada suatu tempat (aglomeri) akan memberikan keuntungan lokasi dari kegiatan bisnis di wilayah tersebut (Sjafrizal, 2005). Selain itu, dengan adanya keterbatasan sumberdaya, pendekatan wilayah terpadu juga menggunakan

6

pengelompokan wilayah-wilayah yang homogen baik dilihat dari kondisi fisik wilayah juga bisa homogen karena keadaan sosial-budaya penduduknya serta potensi wilayah tersebut. Pendekatan wilayah terpadu bertujuan selain mempercepat pertumbuhan atau memajukan wilayah bersangkutan juga mengharapkan adanya efek positif atau spread effect terhadap daerah-daerah pengaruh atau daerah belakang (hinterland). c. Pendekatan penggabungan dua pendekatan sebelumnya. Pendekatan ini, selain membangun secara parsial juga secara bersama sektor-sektor ekonomi dalam wilayah, juga memperhatikan pengaruh keterkaitan antar wilayah. Pendekatan perencanaan ini memerlukan bantuan matimatik yang didukung oleh data statistik yang akurat dan baik. Teknik perencanaan ini menggunakan table I – O antar wilayah (Jusuf Abadi,M,1996). Perencanaan diatas, selain menganalisis keterbaitan antar sektor dalam satu wilayah, juga akan menganalisis keterkaitan antar wilayah (jusuf Abadi, 1999). Aplikasi model IRIO (interregional input output) ini di Indonesia ditemukan bahwa terjadi ketimpangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah yakni terjadi ketimpangan pembangunan antara wilayah Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia (Jusuf Abadi,M, 1999). Selain itu melalui pendekatan IRIO penulis juga menemukan adanya squizing (pengisapan) wilayah perkotaan terhadap wilayah pedesaan yang berakibat pembangunan wilayah perkotaan akan lebih cepat dibanding wilayah pedesaan (Jusuf Abadi,M, 1996). Pendekatan I-O antar wilayah ini, dapat juga mengungkapkan adanya kebocoran regional (regional linkage ) suatu wilayah (Jusuf Abadi.M,1996) dan Sondak.L (2008).

7

2.3. Pendekatan Pembangunan Sosial. Tujuan pendekatan pembangunan sosial adalah untuk menciptakan hasil-hasil pembangunan yang berkeadilan. Teknik yang dipakai dalam menilai hasil pembangunan adalah distribusi pendapatan. Pendekatan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan sering menghasilkan ketidak merataan pembangunan antar wilayah, antar sektor dan antar penduduk, atau dengan kata lain sering terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan. Pengalaman Indonesia dalam pembangunan ekonomi selama lebih kurang 30 tahun(1967-1997) menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan yakni rata-rata diatas 7,1% pertahun oleh Bank Dunia sebagai miricale country (Negara ajaib). Dibalik itu penduduk miskin masih cukup tinggi sekitar 21 %, pengangguran yang juga relatif tinggi sekitar 16,2% dan produktivitas tenaga kerja juga relatif rendah (Jusuf Abadi, 1999). 2.4 Pendekatan Pemerataan dengan Pertumbuhan. Pendekatan pemerataan dengan pertumbuhan dimaksudkan bahwa pemerintah harus berusaha menemukan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan untuk percepatan pembangunan, tetapi pemerataan pembangunan juga perlu. Pembangunan yang tidak merata, baik antar penduduk, antar sektor dan antar wilayah, dapat menimbulkan instabilitas dalam suatu Negara atau wilayah. Kerusuhan antar penduduk antar etnis dan antar wilayah akan sering terjadi. Kecemburuan dan kerawanan sosial akan meningkat dan keamanan menjadi tidak stabil/terganggu. 2.5. Pendekatan Kebutuhan Dasar Manusia Pendekatan Kebutuhan Dasar Manusia merupakan pendekatan yang menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan manusia yang paling mendasar. Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah pangan, sandang, perumahan, air bersih, sanitasi, 8 kesehatan dan pendidikan. Oleh kerena itu fokus perhatian ditujukan pada masyarakat kecil yang kurang beruntung untuk menentukan startegi dan kebijakan yang tepat. Implementasi pendekatan ini tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus berjalan bersama dengan pendekatan laian dengan cara memperhatikan faktor ekonomi, stabilitas sosial dan politik dan faktor-faktor lainnya (Jusuf Abadi.M. 1996)

2.6. Pendekatan Kutub Pertumbuhan dan Pusat Pertumbuhan Menurut Ferreoux dalam (Jusuf Abadi.M, 1993) pendekatan Kutub pertumbuhan dan pusat-pusat pertumbuhan menggunakan konsep industri utama dan perusahaan pendorong; konsep polarisasi dan konsep spread-backwash effect. Konsep industri utama dan perusahaan mengasumsikan bahwa perusahaan utama dan pendorong akan mendominasi unit- unit ekonomi lainnya. Hal ini berarti akan tumbuh suatu gugus perusahaan atau industri di Kutub Pertumbuhan dan di pusat-pusat pertumbuhan. Konsep Kutub pertumbuhan dalam implementasinya dapat disusun secara hiraarki yaitu kutub pertumbuhan mempunyai beberapa daerah belakang pusat pertumbuhan dan pusat-pusat pertumbuhan mempunyai beberapa daerah belakang (hinterland) berupa sub-pusat pertumbuhan (Jusuf Abadi,M. 2000). Kalau pendekatan ini dikombinasi dengan konsep perwilayahan berdasarkan pendekatan administrasi, maka kutub pertumbuhan adalah ibu kota provinsi, pusat pertumbuhan adalah ibu kota kabupaten dan kota, dan sub pusat pertumbuhan adalah ibu kota kecamatan dan desa Jusuf Abadi.M.1993) Konsep polarisasi dimana pertumbuhan industri utama dan perusahaan pendorong akan menimbulkan polarisasi unit-unit usaha ekonomi lainnya ke Kutub pertumbuhan, Pusat Pertumbuhan sub-pusat pertumbuhan. Kondisi ini akan mebuat aglomerasi ekonomi yang ditandai dengan economic internal to firm, yang

9 dicirikan dengan biaya produksi rata-rata rendah, yang ditimbukan oleh produksi dalam skala besar, spesialisasi dan efisiensi Richardson,1972).

Aglomerasi ini juga ditandai dengan economic external to the firm but internal to industry yang dapat menurunkan biaya tiap unit produkksi karena lokasi tertentu dari industry tersebut. Aglomerasi ini juga ditandai dengan economic internal to industry but internal to urban area, yang dicirikan olah adanya perubahan penurunan biaya produksi rata-rata tiap perusahaan karena banyaknya industri yang tumbuh pada suatu tempat atau kota. Pendekatan Kutub Pertumbuhan dan Pusat pertumbuhan merupakan salah satu strategi pembangunan wilayah yang diterapkan oleh banyak Negara atau wilayah pembangunan. Pendekatan ini menarik perhatian para birokrat atau penentu kebijakan pembangunan karena beberapa pertimbangan antara lain: a. Berbagai aglomerasi ekonomi cenderung menjadi jalan yang efisien dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan. b. Konsentrasi investasi dititik pertumbuhan yang spesifik menjadi lebih murah, khususnya pembiayaan pemerintah, dari pada tersebar diwilayah-wilayah yang lebih luas. c. Spread effect akan mengimbas ke daerah sekitar titik-titk pertumbuhan yang akan mengurangi masalah-masalah di daerah blakang (Friedman et.al 1964 dalam Jusuf Abadi.M. 1996). Dari beberapa pendekatan diatas, masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan, tergantung apakah asumsi dapat dipenuhi atau tidak. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari setiap konsep, model dan strategi di atas, dalam prakteknya dapat dilakukan kombinasi dua atau lebih pendekatan

10

BAB III

IMPLEMTASI PENDEKATAN, MODEL DAN STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH YANG DI PILIH MASING- MASING GUBERNUR

3.1 Masa Pemerintahan Gubernur J. Wayong (27 April 1964 - 18 Juli 1965).

Gambar 1. J. WAYONG GUBERNUR SULTRA PERIODE 27 April 1964 - 18 Juli 1965

12

3.1.1. Masalah Yang Dihadapi a. Krisis ekonomi dan moneter yang sangat dalam dan berkepanjangan b. Stabilitas keamanan kurang kondusif. c. Sarana dan prasarana pemerintahan sangat terbatas d. Sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial sangat terbatas e. Sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi masih sangat terbatas. f. Kualitas sumberdaya manusia masih sangat terbatas. g. Produksi dan produktivitas masih sangat rendah.

3.1.2. Implikasi Masalah. Kondisi ekonomi Indonesia mengalami depresi yang dalam selama lebih kurang 15 tahun (1950-1965). Depresi ekonomi ditandai dengan daya beli masyarakat yang sangat rendah, inflasi mencapai 600 persen. Rakyat benar-benar tidak berdaya. Keamanan masih menggangu sebagai dampak dari gangguan DI- TII ditahun 50-an. Di tengah-tengah depresi ekonomi yang sangat dalam dan pemberontakan DI TII Kahar Muzakkar lahirlah Provinsi Sulawesi Tenggara. Ini berarti duka dan penderitaan membawa hikmah tersendiri bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Sebagai daerah yang baru berdiri sebagai daerah otonom, keterbatasan dihampir semua hal merupakan tantangan utama. Kelengkapan administrator dan adminsitasi pemerintahan memerlukan penanganan yang serius. Sarana dan prasarana perkantoran masih sangat terbatas. Jumlah dan kualitas pegawai masih sangat terbatas. Infrastrutur pisik seperti jalan dan jembatan banyak yang mengalami kerusakan sebagai akibat dari pemberontakan DI TII, sehingga mobilitas barang dan jasa sangat terbatas. Harga barang dan jasa sulit terjangkau terlebih karena pada saat itu krisis

13 ekonomi dan moneter yang sangat dalam dan berkepanjangan melanda Indonesia. Masyarakat sebagian besar masih hidup terisolasi baik secara fisik maupun secara sosial ekonomi. Pendidikan dan kesehatan masih sangat rendah. Produksi dan produktivitas masyarakat masih sangat rendah yang pada gilirannya pendapatan masyarakat juga masih sangat rendah.

3.1.3 Konsep dan Strategi Pembangunan. Wayong Gubernur pertama yang bertugas sebagai peletak dasar pemerintahan belum dapat menyususun suatu pendekatan, model dan strategi pembangunan wilayah yang baik karena: a. Masa jabatan yang sangat singkat, sebagai pejabat yang ditunjuk untuk mempersiapkan infrstruktur pemerintahan dan pemilihan Gubernur definitif. b. Kondisi ekonomi nasional mengalami depresi yang dalam dan situasi keamanan pasca pemberontakan DI TII yang belum stabil.

Seperti dikemukakan diatas, dalam kurun waktu 15 tahun Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang sangat dalam. Harga barang-barang secara umum naik mencapai 600 % (super inflasi). Akibatnya pemerintah terpaksa melakukan shanering atau pemotongan nilai uang selama 3 kali. Shanering pertama tanggal 19 Maret 1950 dikenal dengan gunting Safruddin. Shanering kedua tanggal 25 Agustus 1959 dari Rp.1.000,- menjadi Rp.100, dan shanering ketiga tanggal 13 Desember 1965 dari Rp.1.000,- menjadi Rp.1. Shanering adalah salah satu kebijakan moneter yang terburuk dari berbagai kebijakan yang dikenal dalam teori maupun praktek moneter. Kebijakan ini diambil bila memang kebijakan lain tidak memungkinkan karena krisis moneter yang terlalu parah. Kebijakan ini dapat menghilangkan kepercayaan dunia terhadap mata uang

14 rupiah, yang dapat berakibat tidak ada Negara yang mau bekerja sama dengan kita dibidang ekonomi dan perdagangan. 3.1.4. Hasil Yang dicapai. Selama kurang lebih 446 hari menjabat sebagai Gubernur I Provinsi Sulawesi Tenggara, J.Wajong telah meletakkan dasar- dasar manajemen pemerintahan dan mempersiapkan pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara yang definitif. Gubernur definitif terpilih adalah La Ode Hadi sebagai Gubernur II Provinsi Suawesi Tenggara.

15

3.2 Masa Pemerintahan Gubernur La Ode Hadi (28 Juli 1965 - 5 Oktober 1966).

Gambar 2. LA ODE HADI GUBERNUR II SULTRA PERIODE 28 Juli 1965 - 5 Oktober 1966 16

3.2.1 Masalah yang dihadapi. a. Krisis ekonomi dan moneter yang sangat dalam. b. Krisis politik yang sangat parah. c. Sarana dan prsarana dasar, pisik, ekonomi dan sosial masih sangat terbatas. d. Kualitas sumberdaya manusia rendah e. Produksi dan produktivitas sangat rendah sebagai akibat dari pengaruh krisis ekonomi dan moneter serta kualitas SDM yang rendah. 3.2.2 Implikasi masalah. Gubernur La Ode Hadi adalah Gubernur definitif yang diangkat berdasarkan hasil pemilihan DPRD. Masa jabatan beliau tidak berlangsung lama karena keadaan politik (krisis politik) yang sangat buruk. Pada tanggal 5 Oktober La Ode Hadi diberhentikan sebagai Gubernur Tamburaka et.all.2004) 3.2.3 Startegi dan Program Kerja. Sebagaimana halnya dengan Gubernur I Provinsi Sulawesi Tenggara J. Wayong; Gubernur La Ode Hadi belum sempat menyusun strategi pembangunan karena alasan jabatan yang sangat singkat dan situasi politik (krisis politik yang dalam) dan kondisi ekonomi dan moneter juga masih sangat parah, sebagiamana yang dikemukakan sebelumnya. 3.2.4. Hasil Yang Dicapai Pembangunan ekonomi berjalan sangat lambat sebagai dampak dari krisis ekonomi, moneter dan poltik.

17

3.3 Masa Pemerintahan Gubernur Brigjen Eddy Sabara (1965 -1978).

Gambar 3.

BRIGJEN H. EDDY SABARA GUBERNUR III SULTRA PERIODE TAHUN 1965-1978

18

3.3.1 Masalah yang Dihadapi a. Krisis ekonomi dan moneter belum pulih b. Krisis politik dan keamanan sedang berlangsung c. Penyebaran penduduk tidak merata d. Kebutuhan dasar masih terbatas e. Infrastruktur wilayah masih sangat terbatas f. Sarana dan prasarana transportasi serta perhubungan masih terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. g. Masyarakat sebagian besar masih hidup terisolasi secara fisik maupun ekonomi. 3.3.2 Implikasi masalah Di awal pemerintahan Gubernur Brigjen H. Eddy Sabara, keadaan ekonomi dan politik nasional masih krisis. Daya beli masyarakat sangat rendah diperhadapkan dengan tingkat produksi pertanian dalam arti luas dan industri yang juga rendah. Kebutuhan masyarakat Sulawesi Tenggara akan barang- barang konsumsi, masih banyak tergantung pada produk-produk barang dan jasa dari luar Sulawesi Tenggara. Pada hal sesungguhnya produk-produk tersebut bisa diproduksi di Sulawesi Tenggara seperti bahan makanan beras dan sayur-sayuran dan lain sebagainya. Infrastruktur fisik, ekonomi dan sosial relative masih terbatas, di samping banyak infrastruktur yang rusak sebagai dampak dari pemberontakan DI TII Kahar Muzakkar. 3.3.3 Implementasi Pendekatan, model dan strategi Pembangunan. Pada awal pemerintahan Brigjen H. Eddy Sabara, program kerjanya dititik beratkan pada bidang pertanian (Tamburaka dkk,2004) Bidang keamanan juga menjadi prioritas, karena pada awal pemerintahan Brigjen.H. Eddy Sabara dampak pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang terkenal dengan peristiwa G 30 S ( Gerakan tiga puluh September) PKI (Partai Komunis Indonesia) juga dirasakan diseluruh pelosok tanah air. Gubernur H. 19

Eddy Sabara yang berlatang Belakang ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dengan piawai dapat meredam keadaan tersebut secara berangsur-angsur sehingga pada periode kedua beliau sudah dapat menetapkan strategi yang sesuai keadaan pada waktu itu. Pada periode kedua pemerintahan Gubernur H. Eddy Sabara, pembagunan diarahkan pada pembangunan spasial (tata ruang wilayah) dengan tujuan untuk memamfaatkan lahan-lahan tidur (absently land) dalam upaya meningkatkan produksi hasil pertanian di Sulawesi Tenggara. Program pembangunan berbasis pemanfaatan tataruang wilayah dengan prioritas pembangunan sektor pertanian, maka program utama beliau adalah Resettlement Desa yaitu program penyebaran penduduk ke daerah-daerah yang subur dan memiliki potensi untuk pengembangan sektor pertanian terutama padi, plawija, holtikultura dan perkebunan. Program resettlement Desa sejalan dengan program nasional yaitu Transmigrasi. Sulawesi Tenggara adalah salah satu daerah penerima transmigrasi di Indonesia. Prasarana pisik seperti jalan dan jembatan, pelabuhan dan Bandar udara termasuk telekomunikasi. mendapat perhatian dalam program pembangunan Gubernur H.Eddy Sabara. Kebijakan tersebut menurut teori ekonomi adalah tepat, karena sarana dan prasarana pisik adalah faktor pengungkit atau penggerak dalam pembangunan ekonomi. Sejalan dengan pembangunan infrastruktur wilayah, Gubernur H. Eddy Sabara selanjutnya mengembangkan sektor- sektor ekonomi seperti pertanian tanaman pangan dan perkebunan, perikanan laut dan darat, peternakan dan kehutaanan atau dengan kata lain sektor pertanian dalam arti luas. Disamping membangun sektor-sektor kemakmuran, beliau juga memperhatikan bidang kesejahteraan rakyat yaitu pendidikan, kesehatan, agama, dan sosial.

20

Dalam upaya mengsukseskan program tersebut, Gubernur H Eddy Sabara menata sistem pemerintahan yang baik. 3.3.4. Hasil Pembangunan Yang Dicapai Pada tahun 1969/1970 - 1974/1975, Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pertama dimulai dengan fokus pada stabilitas nasional (Trilogi Pembangunan yang terdiri dari Stablitas, Pertumbuhan dan Pemerataan). Stabilitas menjadi fokus utama tanpa mengabaikan pertumbuhan dan pemerataan. Indikator keberhasilan pembangunan mulai terukur. Pada periode kedua Gubernur H. Eddy Sabara, Repelita I dimulai, stabilitas ekonomi, kemanan dan politik secara berangsur membaik. Pembangunan ekonomi mulai menggeliat, pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun 7,35% diatas pertumbuhan nasional 7,12 %. Pemerataan distribusi pendapatan lebih baik dari nasional diukur dari Ratio Gini. Pada tahun 1975, GR (Gini Ratio) Sulawesi Tenggara sebesar 0,32 sedangkan nasional sebesar 0,39. Gini Ratio bergerak dari 0 – 1. Bila GR sama dengan 1, berarti distribusi pendapatan timpang sempurna dan bila GR sama dengan 0 berarti distribusi pendapatan merata sempurna. Secara lebih rinci ukuran distribusi pendapatan dengan menggunakan ukuran Gini Ratio adalah sebagai berikut: - Bila indeks GR sama dengan 1 berarti distribusi pendapatan timpang sempurna. - Bila indeks GR 0,70 – 0,99 berarti distribusi pendapatan timpang mendekati sempurna. - Bila indeks GR 0,50 – 0,69 berarti distribusi pendapatan ketimpangan tinggi - Bila indeks GR 0,36 - 0,49 berarti distribusi pendapatan ketimpangan sedang. - Bila indeks GR 0,20 – 0,35 berarti distribusi pendapatan ketimpangan rendah.

21

- Bila indeks GR 0,10 – 0,19 berarti distribusi pendapatan ketimpangan rendah. - Bila indeks GR 0,00 – 0,09 berarti distribusi pendapatan merata atau tidak timpang. Perlu dijelaskan mengapa distribusi pendapatan di Sulawesi Tenggara lebih baik dibanding nasional. Tingkat pendapatan masyarakat Sulawesi Tenggara relatif sama. Tidak banyak kelompok konglomerat atau kelompok pengusaha kaya raya yang berdomisili di Sulawesi Tenggara pada masa itu yang mempunyai pendapatan yang sangat tinggi sementara tidak ada rakyat Sulawesi Tenggara yang tinggal dibawah kolong jembatan dililit dengan kefakiran. Dengan kata lain distribusi pendapatan penduduk Sulawesi Tenggara pada masa itu relatif merata atau ketimpangan pendapatannya rendah. Jarak atau kesenjangan pendapatan masyarakat antara golongan berpendapatan tinggi dengan golongan masyarakat yang berpendapatan rendah tidak terlalu lebar. Singkatnya Gubernur H.Eddy Sabara berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang baik, mewujudkan stabilitas ekonomi, kemanan dan politik, penataan ruang wilayah melalui program resettlement desa dan transmigrasi, membangun sektor- sektor unggulan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan membangun jaringan transportasi, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan infrastruktur pendidikan dan kesehatan.

22

3.4. Masa Pemerintahan Gubernur IV Drs.H. Abdullah SilondaE (1978 -1982).

Gambar 4. DRS. H. ABDULLAH SILONDAE GUBERNUR SULTRA PERIODE TAHUN 1978-1982

23

3.4.1. Masalah Pembangunan yang dihadapi. a. Banyak lahan tidur. b. Kualitas sumberdaya manusia relatif rendah c. Sarana dan prasarana transportasi, perhubungan dan kebutuhan dasar masih terbatas baik jumlah maupun kualitasnya. d. Produksi dan produktivitas hasil pertanian masih rendah. e. Pendidikan Tinggi Negeri belum ada di Sulawesi Tenggara. 3.4.2. Implikasi Permasalahan Gubernur H. Eddy Sabara telah berhasil menata ruang wilayah dengan melakukan penyebaran penduduk melalui program resettlement desa dan transmigrasi nasional dan transmigrasi lokal. Program resettlement desa dan transmigrasi tidak serta merta diikuti dengan pemanfaatan lahan untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian secara optimal. Sebagian penduduk kembali ke daerah asal terutama penduduk yang tidak memiliki latar belakang bertani. Demikian pula penduduk lokal sisipan banyak yang menjular rumah dan lahannya. Penduduk Sulawesi Tenggara yang hidup dari keterisolasian fisik dan sosial, menyebabkan kualitas sumberdaya manusia relatif rendah. Mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi yang dapat melanjutkan studi atau pendidikan ke luar Sulawesi Tenggara. Sementara mereka yang tidak mampu menjadi putus sekolah meskipun mereka memiliki kecerdasan yang baik. Biaya melanjutkan pendidikan keluar Sulawesi Tenggara cukup mahal terutama pendidikan tinggi. Terbatasnya sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara menyebabkan mobilitas barang, jasa dan modal tidak maksimal. Sarana dan prasarana transportasi merupakan prime mover (penggerak utama) dalam memutar roda perekonomian suatu daerah/ negara. 24

Pembangunan jalan dan jembatan ke kantong-kantong produksi sangat terbatas kualitasnya, rusak sampai rusak berat. Kendaraan pengangkut hasil pertanian tidak dapat beroperasi dengan baik. Biaya angkutan menjadi tinggi yang pada akhirnya menyebabkan harga pokok penjualan menjadi tinggi pula. Produk hasil pertanian Sulawesi Tenggara tidak dapat bersaing dengan produk dari luar. Akibatnya petani tidak termotivasi untuk meningkatkan produksinya, karena pasar terbatas. Sarana dan prasarana dasar air minum dan listrik sangat terbatas. Di Kota-kota, sebagian besar penduduk belum terlayani air bersih dan listrik; apalagi di wilayah pedesaan. Terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, perhubungan dan kebutuhan dasar listrik menyebabkan investor domestik maupun asing tidak tertarik masuk ke Sulawesi Tenggara. Secara kumulatif dari masalah pembangunan yang dihadapi, menyebab geliat pembangunan di Sulawesi Tenggara berjalan lambat dibanding dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. 3.4.3. Implementasi Strategi dan Pendekatan Pembangunan yang Ditempuh. Dengan memperhatikan capaian pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Gubernur pendahulunya dan masalah pembangunan yang dihadapi, maka strategi pembangunan yang ditempuh oleh Gubernur Drs. H. Abullah SilondaE adalah Strategi Peningkatan Produksi Hasil Pertanian yang didukung oleh peningkatan Kualitas Sumberdaya Manuisia dan pembangunan Infrastrujur wilayah. Aplikasi strategi di atas di jelaskan sebagai berikut: Bidang Pertanian.

Lahan yang sudah didistribusikan kepada penduduk melalui program resettlement desa dan transmigrasi lokal dan nasional oleh Gubernur pendahulu beliau (H.Eddy Sabara) yang belum optimal pemanfaatannya oleh masyarakat, maka untuk kesinambungan 25 pembangunan, Gubernur H.Abdullah SilondaE membuat program 5 K ( Kopi, kelapa, Kapas, Kakao dan Kedele). Lima jenis produk tersebut pada waktu itu memiliki nilai tambah dan harga cukup baik di pasar domestik. Disamping 5 produk di atas, produk pertanian lainnya termasuk perikanan tangkap dan perikanan darat dalam upaya memenuhi kebutuhan lokal juga terus dikembangkan. Bidang Kualitas Sumberdaya Manusia Pembangunan dibidang sektor pendidikan mendapat perhatian yang sangat serius dari Gubernur H. Abdullah SilondaE. Sejalan dengan pembangunan sekolah-sekolah Inpres khususnya pada tingkat sekolah dasar yang mendapat perhatian secara nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Repelita kedua, pembangunan sekolah lanjutan SLTP dan SLTA terus dikembangkan. Pengembangan sekolah dasar dan menengah tidak diikuti dengan pengembangan perguruan tinggi, sementara yang paling dibutuhkan pada saat itu adalah pendidkan tinggi yang murah. Memperhatikan kondisi pada saat itu, maka Gubernur H, Abdullah SilondaE dengan gigih memperjuangkan adanya perguruan tinggi negeri di Sulawesi Tenggara. Dalam kondisi kurang sehat, beliau tetap memaksakan diri memimpin pertemuan-pertemuan dengan panitia persiapan pendirian unversitas negeri di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Panitia pendirian Universitas Negeri dimaksud diketuai oleh Prof.Dr.A. Amiruddin, mantan Rektor Universitas Hasanuddin dan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan yang ditunjuk oleh Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Bidang Sarana dan Prasarana Wilayah Sejalan dengan program pembangunan pada Repelita II, Gubernur H. Abdullah SilondaE terus mendorong pembangunan infrastruktur wilayah, seperti pembukaan jalan darat baru yang terdiri dari jalan nasional, provinsi dan Kabupaten serta jalan desa

26 dan jalan usaha tani, pembangunan irigasi tehnis, semi tehnis maupun pengairan desa, pembangunan dan perluasan dermaga, memfungsikan bandara udara Wolter Monginsidi sebagai bandara TNI AU menjdi lapangan udara komersil (sharing penggunaan) atas persetujuan Panglima TNI AU. Penambahan pembangunan pembangkit listrik tenaga disel dibangun di pusat-pusat perkotaan (Kendari, Kolaka, Raha dan Baubau). Selain sarana dan prasarana fisik di atas, pada Repelita II dan awal Repelita III terus dibangun sarana dan prasaraana sosial dan agama seperti rumah sakit dan masjid, gereja dan pure.

3.4.4. Hasil Pembangunan yang dicapai Berdasarkan implemntasi strategi dan pendekatan pembangunan yang dilaksanakan, hasil-hasil pembangunan yang dicapai adalah sebagai berikut: Bidang pertanian. Pembangunan dibidang pertanian telah mampu meningkatkan produksi produktivitas. Kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Sulawesi Tenggara cukup besar. Data statistik menunjukkan bahwa, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB rata-rata sebesar 46 %. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian dalam upaya memenuhi kebutuhan lokal, domestik dan ekspor cukup bermakna. Produktivitas tanaman padi mengalami peningkatan dari rata- rata 1,96 ton per ha meningkat menjadi 2,34 ton per ha. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan penggunaan pupuk dan pestisida sebagai dampak dari adanya program pengangkatan dan penyebaran tenaga penyuluh pertanian ke wilayah kecamatan dan desa. Selain itu, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa sistem pengairan yang semakin baik, sawah tadah hujan sudah mendapatkan pengairan. Pakar ekonomi mengatakan bahwa bila suatu Negara atau daerah dimana kontribusi sektor primer (pertanian dan

27 pertambangan) masih besar dalam PDB atau PDRB, itu berarti Negara/daerah tersebut dalam proses sedang berkembang ( Negara/daerah sedang berkembang). Kondisi tersebut sesuai dengan keadaan Sulawesi Tenggara pada saat itu yakni provinsi yang relatif baru memulai pembangunannya secara berencana. Rentang kendali yang sudah tidak terlalu luas lebar; efisien dan efektif pengendaliaannya sejak berdiri sebagai daerah otonom 18 tahun yang lalu. Pertumbuhan sektor pertanian rata-rata sebesar 12,87 %. Sementara pertumbuhan ekonomi regional rata-rata sebesar 8,12 % diatas pertumbuhan ekonomi nasional yakni rata-rata 8,0% pada periode yang sama. Perdagangan antar pulau juga mengalami peningkatan khususnya kopra/kelapa, hasil hutan dan hasil perikanan. Perdagangan antar pulau tumbuh sebesar 8,4 % pertahun. Bidang Pembangunan Sumberdaya Manusia Pembangunan sumberdaya manusia khususnya di bidang pendidikan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sekolah- sekolah Inpres ( SD) terus berkembang. Demikian pula SLTP dan SlTA. Daya tampung sekolah dasar mencapai 85 %. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sudah mencapai sekitar 65 % dan daya tampung SLTA mencapai 45,75 %. Daya tampung PerguruanTinggi sangat terbatas. Untuk itu pada tanggal 19 Agustus 1981 berdiri satu Perguruan Tinggi negeri di Kendari diberi nama Universitas Haluoleo. Universitas Haluoleo milik Yayasan Pendidkan Tinggi Sulawesi Tenggara yang dibina Pemda dilakukan pashing out, mahasiswa UNHOL secara berangsur pindah dan diditerima di Universitas Haluoleo negeri melanjutkan pendidikan. Perlu dijelaskan bahwa pada waktu itu bukan menegrikan Universitas Haluoleo swasta menjadi universitas Haluoleo negeri, tetapi mendirikan Universitas Haluoleo negeri. Karena bukan penegrian maka tidak semua Fakultas yang ada di UNHOl juga ada di UNHALU. Fakultas Hukum tidak masuk di dalamnya. 28

Gambar 5. Gedung Rektorat Universitas Halu Oleo Pada awal berdirinya, Universitas Haluolleo hanya memiliki 4 Fakultas yakni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Fakultas pertanian. Sekarang ini (2014), Unhalu telah memiliki 14 Fakulltas yakni 1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2) Fakultas Ekonomi, 3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4) Fakultas Pertanian, 5) Fakultas Matematika dan Ilmu Pasti Alam, 6) Fakultas Kedokteran, 7) Fakultas Hukum, 8) Fakultas Teknik, 9) Perikanan, 10) Fakultas Peternakan, 11) Fakultas Kehutanan, 12) Fakultas Ilmu Budaya, dan 13) Fakultas Kesehatan Msyarakat dan 14 Fakultas Farmasi. Dengan demikian semakin banyak disiplin ilmu yang ditawarkan. Universitas Haluoleo juga telah memiliki Program Pasca Sarjana Strata S2 dan S3. Fakultas Ekonomi juga membuka Program Magister Manajemen. Dewasa ini tidak perlu lagi putra-putri Sulawesi Tenggara melanjutkan studinya diluar Sulawesi Tenggara untuk program studi yang telah ada di Universitas Haluoleo. Mereka yang melanjutkan studi diluar Sulawesi Tenggara adalah mahasiswa 29 undangan dari beberapa Perguruan Tinggi besar di Jawa dan Sulawesi Selatan. Atau mahasiswa yang memilih Program studi yang belum ada di Universitas Haluoleo dan memiliki kemampuan ekonomi. Setelah Universitas Haluoleo berdiri, Perguruan Tinggi Swasta mulai tumbuh di Sulawesi Tenggara. Bidang Pembangunan Sarana dan Prasarana Wilayah.

Pembangunan Sarana dan Prasarana wilayah terus dibangun sejalan dengan program pembangunan pada Pelita II dan Pelita III. Jalan lingkar jazirah Sulawesi Tenggara yang dulunya sebagian sudah ada tetapi dihancurkan oleh pemberontak DI TII, menjadi perhatian untuk direhabilitasi sambil membuka jalan-jalan dan jembatan baru. Selaian jalan dan jembatan yang menjadi perhatian Gubernur H.Abdullah SilondaE juga dibangun infrastruktur wilayah lainnya seperti dermaga pada setiap kutub dan pusat pembangunan, irigasi teknik, semi teknik dan irigasi desa di wilayah yang mempunyai potensi pengembangan padi sawah. Pembangunan pembangkit tenaga listrik dan sumber air bersih diupayakan terus melalui kerja sama Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara dengan Perusahaan Listrik Negara. Selanjutnya Gubernur H. Abdullah SilondaE mendorong setiap ibu kota Kabupaten untuk mendirikan perusahaan daerah air minum. Selanjutnya infrastruktur wilayah berkembang sesuai dengan tahap- tahap pembangunan.

30

3.5. Masa Pemerintahan Gubernur ke V, Ir. H.Alala (1982- 1992)

G a m b g Gambar 6. IR. H. ALALA GUBERNUR SULTRA PEROIDE 1982-1992 31

3.5.1. Masalah Pembangunan yang Dihadapi. Berdasarkan tahapan pembangunan yang telah dicapai sebelumnya oleh para pendahulu Gubernur H. Ir.Alala dan kondisi objektif Sulawesi Tenggara di awal tahun 1983 masalah pembangunan yang dihadapi adalah: a. Tingkat pendapatan dan produktivitas pertanian relatif rendah b. Sikap mental sebagian masyarakat yang masih statis- tradisional c. Tingkat pengetahuan, keahlian dan keterampilan penduduk relatif rendah d. Sarana dan Prasarana fisik, ekonomi dan sosial masih terbatas baik jumlah maupun kualitasnya e. Koordinasi dan keterpaduan pembangunan antar sektor dan antar wilayah belum berjalan baik. 3.5.2. Implikasi Permasalahan. Upaya maksimal yang dilakukan oleh Gubernur pendahulu belum mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi sesuai yang diharapkan mengingat perubahan yang terus terjadi terutama mengenai tuntutan pembangunan yang terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan peradaban masyarakat. Pembangunan adalah suatu proses yang tidak mungkin dapat dilakukan semudah membalikkkan tangan dan tidak akan berujung. Tingkat pendapatan perkapita masyarakat Sulawesi Tenggara berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan perkapita penduduk Sulawesi Tenggara hanya berkisar 49,87 % atau setegah dari tingkat pendapatan perkapita nasional yakni sebesar Rp. 8.175.200,-. Sementara pendapatan perkapita nasional sebesar Rp.16.010.215,- (Sultra Dalam Angka ,1984). Produktivitas penduduk khususnya di wilayah pedesaan masih rendah sebagai dampak dari sikap mental masyasyarakat

32 yang masih statis-tradisional dan tingkat pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang rendah. Pendekatan pembangunan yang diterapkan pada REPELITA adalah pendekatan sektoral dengan titik berat pada pembangunan ekonomi. Hasilnya cukup menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 8,12 % pertahun, namun distribusi pendapatan tidak merata. Distribusi pendapatan antara kota dan desa maupun antara desa yang satu dengan desa lainnya dalam suatu wilayah pembangunan tidak merata. Pada hal potensi dan tingkat kesuburan lahan relatif sama. Tingkat kemakmuran antar desa berbeda-beda. Hal terebut dapat menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat ( terjadi kecemburuan sosial). Perbedaan tersebut disebabkan tingkat pengetahuan, keahlian dan keterampilan penduduk yang berbeda. Pendidikan formal menjadi prioritas pada masa lalu, sementara pendidikan nonformal dan pengalaman merupakan kebutuhan yang mendesak kurang mendapat perhatian. Petani pada masa itu tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bibit, pupuk dan pestisida. Lembaga-lembaga keuangan mikro belum berkembang dengan baik. Pengijon dan rentenir tumbuh sumbur ditengah-tengah masyarakat karena mereka mudah diakses oleh petani dan masyarakat. Sementara lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan belum tertarik masuk ke wilayah pedesaan. Keadaan curah hujan di wilayah Sulawesi Tenggara relatif rendah dan tidak merata disepanjang tahun. Hal ini mempengaruhi produksi dan produktivitas tanaman, khususnya padi dan palawija. Pembangunan irigasi skala besar relatif masih terbatas baik kualitas maupun kapasitasnya. Sementara lahan pertanian padi sawah cukup luas terutama diwilayah Kabupaten Kendari (sekarang Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Konawe Utara). Potensi lahan tambak di sepanjang garis pantai Sulawesi Tenggara belum dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk.

33

Penduduk tidak memiliki modal untuk membuka lahan tambak baru maupun pembukaan lahan sawah baru. Mobilitas penduduk, barang dan jasa dari dan ke wilayah pedesaan relatif terbatas karena kualitas jalan rusak sampai rusak berat. Bahkan ada desa yang belum dapat diakses dari ibu kota kabupaten atau kecamatan. Industri besar, kecil dan rumah tangga belum berkembang baik. Sumber tenaga listrik masih sangat terbatas. Biaya pengolahan hasil-hasil industri tidak mampu bersaing dipasar karena biaya produksi yang tinggi. Barang-barang kebutuhan penduduk berupa hasil-hasil pengolahan sebagian besar masuk dari daerah lain. Meskipun sesungguhnya paroduk tersebut bisa di hasilkan di Sulawesi Tenggara karena bahan baku dan tenaga kerja cukup tersedia. 3.5.3. Implementasi Konsep dan Strategi Pembangunan yang dipilih. Berdasarkan masalah dan implikasi permasalahan pembangunan yang dihadapi Sulawesi Tenggara pada saat itu, serta kesinambungan pembangunan sebagaimana yang digariskan dalam GBHN dan Pola Dasar Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara, maka konsep pembangunan yang dipilih Gubernur Ir.H. Alala yang memiliki latar belakang pendidikan pertanian adalah Pembangunan Desa Terpadu dengan fokus pertanian dalam arti luas. Konsep dan Pendekatan Pembangunan Desa Terpadu disusun dalam bentuk Strategi Gerakan Desa Makmur Merata disingkat GERSAMATA. Pendekatan dan Strategi GERSAMATA disahkan sebagai Peraturan Daerah oleh DPRD Sulawesi Tenggara Nomor 6 Tahun 1986, tanggal 28 April. Dasar falsafah GERSAMATA tercermin dalam nama Gerakan Desa Makmur Merata. Gerakan, dimaksudkan bahwa pembangunan memerlukan adanya langkah yang dinamis dalam menggairahkan peranserta masyarakat pedesaan dalam pelaksanaan pembangunan, dijiwai 34 rasa kebersamaan atau gotong royong. Jiwa dan semangat gotong royong merupakan dasar kehidupan masyarakat pedesaan yang harus terus dijunjung tinggi. Inisiatif pembangunan harus bermula dari rakyat dan berakhir untuk kepentingan rakyat. Desa, menunjukkan bahwa orientasi pembangunan dititik beratkan pada wilayah pedesaan yang merupakan wilayah terluas, potensi yang sangat besar, namun belum dikembangkan secara optimal. Makmur, merupakan tujuan akhir dari suatu proses pembangunan yang harus dicapai, melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat desa lahir dan bathin tercermin dalam terpenuhinya: a. Kebutuhan pokok. b. Tersedianya lapangan kerja yang cukup. c. Meningkatnya aktivitas perekonomian masyarakat pedesaan. d. Tersedianya fasiltas pendidikan, kesehatan, hiburan dan lingkungan hidup yang semakin baik. e. Rasa aman, tentram dan tertib yang semakin baik dan meningkat dalam kehidupan masyarakat. Merata, mengandung makna untuk melaksanakan trilogi pembangunan khususnya dalam menciptakan pemerataan hasil- hasil pembangunan sesuai dengan falsafah pancasila pada sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Implentasi strategi Gerakan Desa Makmur Merata mempunyai lima (5) sasaran utama: a. Peningkatan produksi pertanian dalam arti luas. b. Penyediaan dan peningkatan sarana, prasarana fisik , ekonomi dan social. c. Pengembangan dan penerapan teknologi pedesaan d. Peningkatan kualitas lingkungan hidup. e. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pedesaan.

Pada awal pelaksanaan strategi GERSAMATA, diluncurkan program pengembangan komoditas yang berorientasi pasar seperti

35 kedele, kakao, kapas, bunga matahari, jambu mete, udang, lada dan cengkeh. Bibit dibagikan kepada masyarakat dalam bentuk subsidi pemerintah daerah. Pengembangan komditi di atas tidak didasarkan pada hasil-hasil penelitian tetapi didasarkan pada pengalaman petani, oleh Gubernur Ir.H. Alala disebut dengan istilah people science. Selama dua tahun pelaksanaan sebagai tahap percobaan, tanaman kadele, kapas dan bunga matahari kurang berhasil, sehingga motivasi petani untuk mengembangkan komoditi tersebut berkurang. Komoditi kakao, lada, cengkeh, jambu mete dan udang terus dikembangkan karena memiliki prospek yang cukup baik di masa mendatang. Strategi Gersamata berjalan searah dan seirama dengan pembangunan wilayah terpadu bantuan CIDA bekerja sama dengan Pemerintah Pusat di wilayah Kecamatan Gu, Lakudo dan Mawasangka (GULAMAS). Dalam upaya pemerataan pembangunan wilayah sesuai dengan karakteristik wilayah, Sulawesi Tenggara dibagi dalam 5 wilayah pengembangan yakni Wilayah Pengembangan I Kendari sebagai pusat pertumbuhan yang didukung oleh pusat wilayah pengembangan Laenia, Punggaluku dan Kasipute. Wilayah Pengembangan II Unaaha didukung oleh wilayah pengembangan Lasolo. Wilayah Pengembangan III Kolaka didukung oleh subwilayah pengembangan Lasusua, Rate-rate dan Buapinang. Pusat Wilayah Pengembangan IV Baubau didukung oleh sub- wilayah pengembangan Wanci, Pasarwajo dan Lombe. Pusat Wilayah Pengembangan V Raha didukung sub-wilayah pengembangan Kulisusu, Maligano,dan Lasihao. Pusat dan sub- pusat wilayah pengembangan tersebut dimaksudkan sebagai pusat akumulasi dan distribusi barang dan jasa hasil-hasil pertanian. Untuk mendukung pembangunan pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan padi sawah,jagung dan palawija pada Periode Gubernur Ir. H. Alala, melalui bantuan pemerintah pusat

36 dirampungkan pembangunan irigasi teknis Wawotobi di Unaha yang mempunyai kapasitas yang sangat besar.

Gambar 7. Bendungan Wawotobi di Unaaha

3.5.4. Hasil Pembangunan yang dicapai. Implementasi strategi GERSAMATA selama dua periode masa jabatan Guberur Ir. H. Alala, banyak hasil yang dicapai. Kondisi objektif Sulawesi Tenggara pada akhir periode pemerintahan Ir. H. Alala adalah sebagai berikut. a. Pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun (1984 – 1993),sebesar 11,24 % (persen) di atas pertumbuhan rata- rata ekonomi nasional sebesar 8,35 % b. Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 1993 sebesar Rp. 745.312,45; sementara untuk harga konstan sebesar Rp.416.079,00. (Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 1994). c. Ketimpangan pendapatan atau distribusi pendapatan diukur dengan Ratio Gini sebesar 0,36 yang berarti ketimpangan pendapatan relatif rendah.

37 d. Jumlah desa yang tergolong desa swasembada sebanyak 402 desa atau sekitar 49,69 % dan desa swakarya sebanyak 407 desa atau 50,31 %. e. Pembangunan di bidang pendidikan mengalami peningkatan yang signifikan ditandai dengan tingkat buta huruf sisa 17,11 %, atau melek huruh sudah mencapai 82,89 %. f. Umur harapan hidup rata-rata 61,4 tahun. Laki-laki 60 tahun dan perempuan 63 tahun. g. Penduduk miskin sekitar 201.102 jiwa atau 15,84 %. h. Luas areal tanaman jambu mete sekitar 105.453 ha i. Luas areal kakao sekitar 59.876 ha j. Luas areal tanaman kelapa 50.447 ha k. Luas areal tanaman cengkeh 7.544 ha l. Luas areal tanaman kopi 14.072 ha m. Luas areal tanaman lada 2.355 ha. n. Sarana dan prasarana pertanian secara berangsur bertambah jumlah dan kualitasnya. o. Jalan dan jembatan penyeberangan berupa jalan nasional, provinsi, kabupaten dan jalan desa atau usaha tani mengalami peningkatan jumlah dan kualitasnya.

38

3.6. Masa Pemerintahan Gubernur Drs.H. La Ode Kaimuddin (1992 – 2002).

Gambar 8. DRS.H. LA ODE KAIMUDDIN GUBERNUR SULTRA PERIODE TAHUN 1992 – 2002

39

Gubernur Drs.H.La Ode Kaimuddin memerintah selama dua periode. Periode pertama 1992-1997 dan periode kedua 1997-2002. 3.6.1. Masalah pembangunan yang dihadapi. a. Jumlah desa dan penduduk miskin relatif banyak, setelah dilakukan pemutahiran data. b. Produksi hasil pertanian relatif rendah c. Pasar komoditas hasil-hasil pertanian terbatas d. Investasi masuk ke Sulawesi Tenggara kurang. e. Kualitas sumberdaya manusia rendah f. Sarana dan prasarana jalan dan jembatan terbatas jumlah dan kualitasnya. g. Terjadi kerusakan/degradasi lingkungan. 3.6.2. Implikasi Permasalahan Gubenur Drs.H. La Ode Kaimuddin adalah birokrat tulen, tetapi tipikal beliau sesungguhnya adalah seorang ilmuan. Kalau Gubernur H.Alala menggunakan nalurinya dalam membanguan pertanian menggunakan people science, maka Gubernur H.La Ode Kaimuddin sebelum menyusun strategi dan kebijakan pembangunan yang akan ditempuh, terlebih dahulu beliau membutuhkan dukungan data yang objektif dari suatu hasil penelitian ilmiah. Penulis dipanggil beliau pertama kali sebagai pribadi meminta tanggapan tentang data hasil-hasil pembangunan yang berasal dari instansi dalam lingkungan pemerintah daerah Sulawesi Tenggara seperti data tipoligi desa yang disusun oleh BANGDES, data kemiskinan dari Kantor wilayah Sosial dan data dari BPS Sultra. Beliau mengatakan kepada penulis saya ragu tentang data tipologi desa dan kemiskinan serta data pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Penulis bertanya mengapa Bapak mengatakan begitu. Beliau menjawab dewasa ini menurut pengalaman saya (Gubernur Drs,H La Ode Kaimuddin) sejak dari sampai di Sultra saya selalu jadi pejabat (ketua Bappeda, Bupati, Wakil 40

Gubernur Wilayah Daratan dan Kepulauan), dimana saya sering menerima laporan atau data dari bawahan selalu baik-baik saja, sementara kenyataan dilapangan tidak seperti itu. Laporan bawahan ASAL BAPAK SENANG. Pada saat itu dibentuklah tim pemutahiran data. Penulis dipercaya sebagai ketua tim pemutahiran data tipologi desa dan kemiskinan. Hasil kerja tim menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata atau signifikan antara hasil pemutahiran dengan data sebelumnya. Data itulah yang menjadi dasar Gubernur Drs.H.Laode Kaimuddin menyusun strategi dan kebijakan pembangunan di Sulawesi Tenggara. Desa dan penduduk miskin di Sulawesi Tenggara banyak disebabkan adanya keterisolasian penduduk baik secara fisik maupun ekonomi dan sosial. Pada waktu krisis ekonomi dan moneter terjadi di tahun 1998, jumlah penduduk dan desa miskin miskin semakin bertambah. Sarana dan prasarana jalan, jembatan dan dermaga masih sangat terbatas. Demikian pula sarana ekonomi seperti pasar, pergudangan, industri pengolahan dan lainnya. Sarana kesehatan dan pendidikan juga relatif terbatas. Investor atau pemilik modal dari luar enggan masuk menanamkan modalnya di Sulawesi Tenggara. Biaya produksi dan investasi di Sulawesi Tenggara cukup tinggi sebagai dampak dari terbatasnya sarana dan prasarana pendukung investasi, termasuk pengurusan izin yang berbelit-belit, mahal dan lama. Maskapei penerbangan yang melayani rote Kendari-Makassar masih terbatas, termasuk frekuensi penerbangan. Demikian pula halnya pelayanan Kapal Ferry Kolaka-BajoE masih kurang baik. Hubungan darat Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Selatan melalui Kabupaten Luwu (Malili) belum dapat dilalui karena kondisi jalan yang rusak berat. Kapasitas rumah sakit, puskesmas, perawat, dokter spesialis dan peralatan masih sangat terbatas. Masayarakat yang sakit

41 sebagian harus dirujuk ke Makassar atau rumah sakit di Jawa dengan biaya yang cukup besar. Sarana dan prasarana pendidikan relatif terbatas, sementara biaya pendidikan masih dirasa cukup tinggi. Jumlah dan jenis program studi yang ditawarkan oleh Perguruan Tinggi yang ada di Sulawesi Tenggara masih terbatas. Anak-anak yang lulus SLTA sebagian besar masih harus melanjutkan pendidikannya di luar Sulawesi Tenggara. Sementara biaya kuliah bila keluar Sulawesi Tenggara cukup besar. Akhirnya hanya anak-anak yang orang tuanya mampu secara ekonomi yang dapat melanjutkan studi di luar Sulawesi Tenggara. Kehadiran Universitas Haluoleo sebagai Universitas negeri turut mengatasi masalah pendidikan di Sulawesi Tenggara secara berangsur. Sekolah-sekolah binaan masyarakat juga mulai tumbuh secara bertahap meskipun secara umum daya tampunya masih terbatas. Meningkatnya permintaan komoditi-komoditi andalan Sulawesi Tenggara seperti cengkeh, kakao, udang, ikan bandeng menyebabkan banyaknya petani yang merambah hutan di gunung- gunung pada kemiringan yang melampaui batas yang diperbolehkan ( diatas 15 derajat). Lahan di hulu dan di pinggir sungai juga dirambah. Demikian pula dengan hutan mangrove (bakau) mengalami deforestasi yang cukup serius. Penggunaan pukat harimau dan bom ikan masih cukup banyak di gunakan diperairan Sulawesi Tenggara dan sekitarnya. Tindakan masyarakat seperti di atas menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup serius, longsor dan banjir sering mengancam kehidupan masyarakat, pendangkalan teluk Kendari terus meningkat. 3.6.3. Konsep, Strategi dan Kebijakan Pembangunan yang ditempuh. Berdasarkan permasalahan dan kondisi objektif yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada waktu itu, maka pada periode I Gubernur Drs.H.La Ode Kaimuddin adalah Konsep dan Strategi 42

Kutub, Pusat dan Sub-pusat Pertumbuhan. Konsep ini didukung hasil penelitian penulis yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah tahun 1992/1993. Berdasarkan konsep, pendekatan dan strategi kutub Pertumbuhan, Sulawesi Tenggara ruang wilayah dibagi menurut khirarki pelayanan sebagai berikut. Terdapat satu (1) kutub pertumbuhan yang dalam implementasi kebijakan, juga berfungsi sebagi pusat pengembangan. Kutub pertumbuhan dan juga berfungsi sebagai pusat pengembangan yaitu kota Kendari. Terdapat tiga (3)) pusat pertumbuhan lainnya yang dalam implementasinya disebut dengan pusat pengembangan yaitu Kota Kolaka, Kota Raha, dan Kota Bau-bau. Terdapat dua puluh satu (21_) sub-pertumbuhan yang dalam implementasi disebut sub-pusat wilayah pengembangan. Untuk pusat pengembangan Kendari, kota Kendari didukung enam (6) sub-pusat wilayah pengembangan yakni Unaaha, Lasolo, Lapuko, Ponggaluku , Kasipute dan Langara. Pusat Pengembangan Kolaka didukung lima (5) sub-pusat wilayah pengembangan terdiri dari sub-pusat pengembagan Pakue, Sub-pusat wilayah pengembangan Wolo, Sub-pusat wilayah pengembangan Pomala/Towari, Sub-pusat wilayah pengembangan Buapinang dan sub-pusat wilayah pengembangan Rate-rate. Pusat Pengembangan Raha didukung 5 (lima) sub-pusat wilayah pengembangan yakni sub-pusat wilayah pengembangan Maligano, sub-pusat wilayah pengembangan Bonegunu, sub-pusat wilayah pengembangan Wakurumba Selatan, sub-pusat wilayah pengembangan Lasihao dan sub-pusat wilayah pengembangan Tikep. Pusat Pengembangan Bau-bau Buton didukung 5 (lima) sub- pusat wilayah pengembangan Wanci, sub-pussat wilayah pengembangan Pasarwajo, sub-pusat wilayah pengembangan Lombe, sub-pusat wilayah pengembangan Dongkala, dan sub-pusat wilayah pengembangan Karing-karing/ Lawele.

43

Dipilihnya pendekatan Kutub pertumbuhan yang dalam aplikasinya di Sulawesi Tenggara oleh Bapak Gubernur Drs.H. La Ode Kaimuddin disebut dengan hirarki pusat wilayah pengembangan. Sub-pusat wilayah pengembangan berfungsi sebagai pusat akumulasi produksi hasil pertanian dan perikanan hasil olahan masyarakat. Disamping itu pusat dan sub-pusat wilayah pengembagan juga berfungsi sebagai pusat distribusi barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Dalam ekonomi wilayah pusat dan sub- pusat wilayah pengembangan disebut juga dengan istilah kota-kota pasar. Produksi yang meningkat di tingkat petani sebagai hasil dari penerapan Strategi GERSAMATA belum mampu secara optimal memberikan kontribus dalam mendorong kenaikan pendapatan dan kesejahteraan petani dan nelayan sebab nilai tambah yang dihasilkan relatif rendah sebagai akibat terbatasnya pasar/ permintan (hukum ekonomi yang berlaku). Oleh karena itu pendekatan pusat dan sub-pusat pertumbuhan adalah upaya meningkatkan nilai tambah produksi masyarakat. Strategi ini untuk menjaga kesinambungan strategi sebelumnya. Jadi tidak benar kalau ada masyarakat yang berpendapat bahwa ganti pimpinan (peralihan dari Gubernur Ir. H. Alala ke Gubernur Drs.H. Laode Kaimuddin) ganti kebijakan sehingga tidak terjadi kesinambungan pembangunan. Sesungguhnya yang terjadi adalah strategi yang dipilih oleh masing-masing Gubernur adalah strategi yang mampu memelihara kesinambungan pembangunan. Kalau strataegi dan kebijakan pembangunan Gubernur sebelumnya tidak dilanjutkan, karena hal itu dianggap sudah cukup untuk ditindak lanjuti oleh masyarakat sendiri. Pemerintah berikutnya perlu menyusun suatu strategi baru untuk menjadi pengungkit dan motivasi dalam melanjutkan pembangunan tahap berikutnya. Percepatan pembangunan adalah pilihan utama kebijakan pembangunan yang ditempuh oleh Gubernur Drs. H. La Ode Kaimuddin.

44

Kebijakan Pusat dan sub-pusat pengembangan program peningkatan sana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial terus mendapat perhatian pemerintah Daerah Sulawesi Tenggaradi era Drs.H.La Ode Kaimuddin. Pembangunan jalan darat terus ditingkatkan, termasuk pembangunan dan peningkatan kapasitas dermaga penyeberangan antar provinsi dan antar kabupaten di Sulawesi Tenggara. Jalan di wilayah perkotaan khususnya jalan dalam kota Kendari sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara terus dibangun dengan jaringan dan ruas jalan yang lebar-lebar. Terobosan yang dilakukan Gubernur Kaimuddin merubah wajah kota Kendari dari kota satu jalur jalan menjadi kota yang memiliki jaringan jalan sarang laba-laba. Kota ditata sedemikian rupa untuk menciptakan kota Kendari menjadi Kota Dalam Taman. Visi Kota Dalam Taman dicetuskan beliau pada waktu peresmian Kota Kendari sebagai salah satu kota Tujuan Wisata di Indonesia. Acara dilaksanakan di Jalur jalan pinggir pantai Arah Anduonohu (sekarang Jln Brigjen Sugianto) di depan Rumah Sakit Abunawas sekarang. Peresmian itu dihadiri menteri Pariwisata Marzuki Usman.MA, yang hadir di Kendari dalam rangka melantik Pengurus Masyarakat Pencinta Wilasata Sulawesi Tenggara. Penulis ditunjuk sebagai Ketua, sementaraWakil Ketua adalah Drs.Ek.Buhari Matta dan Sekretairis Drs. Salili Zailan. Anggotanya terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, pengusaha hotel dan restoran serta perusahaan biro perjalanan. Pintu gerbang kota Kendari dibangun sebagai ikon pintu gerbang kota tujuan wisata. Setiap tamu agung atau pejabat yang datang ke Kendari melewati Pintu Gerbang ini disambut dengan tarian dan meninggalkan bekas telapak kaki di satu wadah yang telah disiapkan.

45

Gambar 9. Pintu Gerbang Kota Kendari sebagai kota tujuan wisata. Strategi Pusat dan Sub-pusat pengembangan dimaksudakan agar antara pusat dan sub-pusat pertumbuhan terjadi spread effect atau efek penyebaran pembangunan ke daerah belakang. Implikasi yang diharapkan dari implementasi strategi ini adalah agar terjadi pemerataan antara daerah pusat dengan daerah belakangnya (hinterland). Daerah pusat atau sub-pusat pertumbuhan akan berfungsi sebagai pusat industri pengolahan yang mendapat pasokan bahan baku dari daerah belakang. Hasil olahan yang berbentuk barang jadi atau setengah jadi dijual kepada konsumen di wilayah hinterland. Sementara produk setengah jadi dikirim ke khirarki yang lebih tinggi (Pusat atau kutub pertumbuhan) untuk diolah menjadi barang yang siap dikonsumsi atau dipasarkan secara lokal, domestik dan diekspor. Perekonomian wilayah akan dinamis, pertumbuhan ekonomi akan meningkat, distribusi pendapatan dan pembangunan akan merata, penduduk dan wilayah/desa miskin akan berkurang. Periode II Gubernur Drs.H.La Ode Kaimuddin Konsep dan strategi Pusat Pertumbuhan masih diteruskan dengan melakukan penajaman program. Berhubungan dengan hal tersebut, strategi dipertajam melalui implementasi Ekonomi 46

Kerakyatan yang selanjutnya disebut Lima Sehat Empat Penyempurna (Penulis telibat sebagai konseptor dalam penyusunan konsep tersebut dibantu, Drs.Ek. Buhari Matta, Ir. La Pariki dan kawan-lawan). Pemilihan konsep dan pendekatan ekonomi kerakyatan berdasarkan kondisi objektif pada saat itu, dimana pada tahun 1998, Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi dan moneter, kemudian disusul dengan krisis politik, krisis moral dan krisis kepercayaan. Puncaknya terjadi pada akhir tahun 1998 yang memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya dan menyerahkan kepada Prof.Dr. Ir. B.J. Habibie. Kriisis Ekonomi dan moneter menyebabkan para Konglomerat atau pengusaha besar banyak yang gulung tikar. Sekitar 90% pengusaha besar yang collaps (tutup). Sementara pengusaha menengah,kecil, dan koperasi, sebagian masih tetap bertahan ( sekitar 60%). Keadaan ini memberikan inspirasi kepada Gubernur Drs.H.La Ode Kaimuddin bahwa pelaku ekonomi menengah, kecil dan Koperasi yang banyak melibatkan rakyat dalam kegiatannya lebih mampu bertahan dari pengaruh krisis ekonom dan moneter dibanding perusahaan besar. Di Sulawesi Tenggara, krisis moneter memberikan dampak positif bagi petani. Pendapatan petani meningkat tajam sebagai akibat dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dari Rp.2.500,- per US$ 1,- menjadi Rp.20.000,- per US% 1,- Petani tambak, cengkeh dan kakao mendapat kenaikan pendapatan berlipat ganda. Terdapat satu desa di wilayah Kabupaten Kolaka (sebelum mekar), pendapatan perkapitanya melebihi pendapatan perkapita Amerika Serikat pada waktu itu yakni sebesar US$ 55,000.- pertahun (thn 1998 dan thn 1999). yaitu desa Lapai. Ekonomi kerakyatan dibangun diatas 4 (empat) pilar yakni: 1. People oriented (berorientasi pada rakyat). Ekonomi kerakyatan melibatkan rakyat dalam berbagai kegiatan

47

ekonomi. Potensi sumberdaya alam yang melimpah diolah oleh rakyat dan dimanfaatkan oleh rakyat. Dengan kata lain aktivitas ekonomi di suatu wilayah atau Negara diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat/rakyat, demikian pula hasilnya dinikmati oleh masyarakat/rakyat. 2. Resourse based oriented (berorientasi pada sumberdaya lokal). Kegiatan ekonomi memanfaatkan potensi sumberdaya lokal/domestik. Bahan baku yang dibutuhkan bersumber dari potensi lokal, sedapat mungkin menghindari penggunaan bahan baku impor. Demikian halnya dengan kebutuhan tenaga kerja seharusnya menggunakan tenaga kerja lokal/domestik, bukan tenaga kerja asing. Industri yang menganut paham ekonomi kerakyatan akan mampu bertahan dari goncangan krisis moneter atau ekonomi. Melemahnya nilai rupiah tidak akan menyebabkan biaya produksi naik, tetapi industry tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi untuk meningkatkan volume ekspor. Itulah sebabnya mengapa pada saat krisis ekonomi dan moneter pelaku ekonomi kecil dan menegah sebagian besar tisak ambruk (collaps) karena mereka dalam mengelola usahanya berdasarkan potensi sumberdaya lokal/domestik. 3. Community managed (pengelolaan masyarakat). Pengeloaan berbagai kegitan ekonomi dimulai dari merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengarahkan serta mengendali harus melibatkan masyarakat atau rakyat. Perencanaan bersifat bottom-up, rakyat atau staf dilibatkan dalam proses penyusunan rencana. Perencanaan bukan monopoli atasan. Pengorganisasian dilakukan secara terbuka atau transparan. Memilih pemimpin didasarkan pada aspirasi masyarakat atau staf. Tidak menetapkan pimpinan atas dasar suka atau tidak suka, tetapi didasarkan pada kompetensi, moral dan akhlak. Organisasi disusun tidak didasarkan kebutuhan pimpinan tetapi organisasi disusun berdasarkan

48

kebutuhan organisasi atau kompeksitas masalah yang dihadapi masyarakat. Pelaksanaan kegiatan melibatkan masyarakat atau rakyat. Sumberdaya ekonomi yang diolah disuatu wilayah harus dalam bentuk kepemilikan bersama. Sistem plasma dalam pertanian merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal dengan petani. Beban ditanggung bersama, namun tidak dalam arti sama rata dan sama rasa (konsep Partai Komunis Indonesia tempo doeloe). Tetapi lebih cocok disebut dengan sistem syariah. Pengendalian dalam sistem ekonomi kerakyatan belibatkan rakyat. Hal ini tidak berarti bahwa semua rakyat turut mengendalikan, tetapi melalui perwakilan atau lembaga-lembaga yang dibentuk oleh masyarakat/rakyat. Dewan perwakialan Rakyat yah! Tetapi harus betul-betul berfungsi sebagai wakil rakyat. Demikan pula organisasi kemasyarakatan lainnya seperti Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) dan lain-lain. 4. Eco-managed (memelihara lingkungan hidup). Pengelolaan sumberdaya alam untuk menciptakan nilai tambah tidak mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Memanfaatkan hasil hutan dan tambang tidak menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan seperti tandus, longsor dan banjir serta pendangkalan sungai, telauk dan laut. Memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui sepert penangkapan ikan dan penebangan kayu di hutan dilakukan dengan prinsip maximum sustainable yiels yaitu mengambil hasil laut atau hutan tidak melebihi kemampuan regenerasinya. Limbah pabrik diharapkan tidak mencemari lingkungan. Setiap kegiatan ekonomi pada skala tertentu harus memiliki analisis kelayakan lingkungan. Implementasi kebijakan ekonomi kerakyatan yang ditetapkan oleh Gubernur Kaimuddin dikenal dengan kebijakan lima (5) sehat dan empat (4) penyempurna.

49

Kebijakan lima sehat tersebut adalah 1. Pengentasan kemiskinan. Upaya penanggulan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya termasuk periode I Gubernur Kaimuddin mengalami penurunan namun jumlah penduduk miskin di Slawesi Tenggara kembali mengalami peningkatan sejak krisis ekonomi dan moneter tahun 1997/1998. Penduduk miskin pada tahun 1998 sebanyak 405,176 jiwa (Jusuf Abadi.M., 1999). 2. Peningkatan daya serap wilayah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendorong peningkatan investasi di Sulawesi Tenggara namun minat investor masuk untuk menanamkan modalnya diberbagai sektor ekonomi seperti perkebunan, perikanan, perkebunan, peternakan, pertambangan, pengangkutan dan usaha perdagangan (retailer) namun belum berhasil dengan baik. Kendalanya adalah dukungan sarana dan prasarana ekonomi yang tidak memadai. Urusan perizinan usaha berbelit-belit, mahal dan lama. Lembaga keuangan belum berkembang secara optimal. Selain itu jaminan usaha untuk bertahan hidup kurang kondusif. Kasus-kasus pertanahan marak terjadi, tidak hanya pada milik pengusaha swasta, tetapi bahkan tanah yang dimiliki pemerintah dan tanah pemerintah di serobot dan klaim masyarakat sebagai miliknya. 3. Penciptaan lapangan kerja. Akibat terbatasnya investasi maka lapangan kerja menjadi terbatas. Disamping itu penduduk tidak memiliki tingkat pendidikan, keterampilan dan pengalaman yang memadai untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Produktivitas tenaga kerja Sulawesi Tenggara relative rendah dibanding dengan tenaga kerja yang berassal dari luar Sulawesi Tenggara. Sejalan dengan jumlah penduduk miskin yang mengalami peningkatan setelah krisis ekonomi dan moneter, jumlah penganggur juga mengalami peningkatan. Perusahaan-perusahaan besar yang pusatnya di pulau Jawa/ dan cabangnya ada di Sulawesi Tenggara

50

mengalami collaps atau tutup. Dengan demikian terjadi pemutusan kerja atau dirumahkan untuk sementara waktu. 4. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Banyaknya penduduk miskin, daya serap wilayah yang terbatas dan penganguran bertambah dicerminkan oleh kualitas sumberdaya manusia. Penduduk Sulawesi Tenggara masih banyak yang hidup terisolasi secara sosial. Fasilitas pendidikan keterampilan dan kesehatan masih terbatas. Biaya pendidkan dan kesehatan relative tinggi sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Akibatnya rantai kemiskinan akan menjadi semakin panjang. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memutus rantai kemiskinan tersebut. 5. Peningkatan penghayatan dan pengamalan sikap disiplin. Produktivitas kerja masyarakat termasuk produktivitas aparat pemerintah relative rendah sebagai akibat dari rendahnya kesadaran tentang disiplin dan etoskerja aparat pemerintahan. Demikian pula rusaknya lingkungan dan kebersihan lingkungan sebagai akibat dari kurangnya disiplin masyarakat. Pelanggaran lalu lintas dan sebagainya juga disebabkan rendahnya penghayatan dan pengamalan disiplin. Ketidak disiplinan ini berawal dari tingkat ketaatan masyarakat menjalankan syariat agamanya khususnya yang beragama islam. Penduduk Sulawesi Tenggara mayoritas beragama islam.

Selanjutnya kebijakan 5 sehat di atas harus dilengkapi dengan 4 penyempurna yang merupakan sikap mental masyarakat yakni:

1. Setiap aktitas pelaku ekonomi dan aparat pemerintah harus menciptakan nilai tambah. Upaya penciptaan nilai tambah akan mendorong pertumuhan dan pergerakan ekonomi wilayah sehingga 5 unsur sehat di atas dapat dilaksanakan dengan baik. 2. Perlu dilakukan terobosan-terobosan atau inovasi-inovasi baru dalam meciptakan nilai tambah ekonomi. Terobosan dan

51

inovasi terbatas sebagai akibat dari sikap mental sebagian masyarakat Sulawesi Tenggara yang masih bersifat statis tradisional. 3. Keberanian. Masyarakat harus beraani dalam mengambil tindakan. Kegagalan dalam bertindak dan berusaha adalah sesuatu yang biasa. Keberanian mengambil resiko adalah suatu sikap professional dari setiap individu. Sikap profesional tentu bardassarkan perhitungan yang matang kondisi objektif yang dihadapi. Keberanian dalam bertindak akan menentukan tingkat kepercayaan diri (kredibilitas) dan kepercayaan masyarakat. 4. Tanggung jawab. Setiap masyarakat terutama pemimpin/pejabat memiliki tanggung jawab dalam setiap langkahnya. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Setiap pemimpin atau pejabat tidak boleh lari dari tanggung jawab. Kegagalan dan kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas tidak boleh dibebankan pada orang lain.

Demikianlah arah pemikiran dan kebijakan Gubernur Drs.H. La Ode Kamimuddin dalam memimpin Sulawesi Tenggara pada periode kedua. 3.6.4. Hasil Pembangunan Yang Dicapai Dua (2) periode Drs H.La Ode Kaimuddin menjadi Gubernur di Sulawesi Tenggara. Banyak prestasi yang dicapai, namun secara jujur di akui bahwa masih banyak tantangan dan masalah yang dihadapi Sulawesi Tenggara berikutnya sebagai dampak krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998. Selain itu tuntutan masyarakat dan pembagunan semakin beragam. Beberapa hasil pembangunan yang dicapai dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selama periode pemerintahan Drs H.La Ode Kaimuddin mengalami perlambatan. Hal tersebut

52

disebabkan kondisi ekonomi nasional sedang mengalami krisis. Pada tahun 1993 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,85 %, pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi negatif sebesar -5,26 ), kemudian pada tahun 1999 sudah positif sebesar 2,55 % dan pada tahun 2002 menjadi 6,49 %. Kalau angka ini dibanding dengan pertumbuhan ekonomi sejak awal berdirinya Sulawesi Tenggara sampai dengan 1992 yakni diatas 8,5 % memang rendah. Namun kalau dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara nomor dua (2) tertinggi pada tahun 2002. Provinsi tertinggi adalah sebesar 8,71%. Menurunnya pertumbuhan ekonomi disemua provinsi di Indonesia bahkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi semua provinsi negative dan nasional - 12,67 %. Sebagai dampak krisis ekonomi dan moneter yang sangat dalam, diikuti krisis politik ditandai dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden R,I. yang juga dibarengi dengan krisis moral, penjarahan, pembakaran dan pemerkosaan di Jakarta. 2. Pendapatan perkapita. Meskipun pertumbuhan ekonomi relatif rendah pada periode pemerintahan Drs.H.La Ode Kaimudin dibanding dengan keadaan sebelumnya, namun pertumbuhan pendapatan perkapita terus meningkat tajam yakni pada tahun 1993 pendapatan perkapita Sulawesi Tenggara sebesar Rp.745.312,08 dan pada tahun 2002 pendapatan perkapita menjadi Rp.4.152.586,- Berdasrkan indikator ekonomi fakta ini menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan pendapan 5,57 kali yang berarti daya beli masyarakt meningkat dan kesejahteraan juga meningkat. 3. Nilai tambah yang tercipta pada tahun 2002 sebesar Rp.1,89 trilyun sementara pada tahun 1993 baru mencapai Rp. 652,- milyar. Meskipun selama pemerintahan Drs.H.La Ode Kaimuddin, Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjanagan selama kurun waktu 10 tahun tetapi

53

nilai tambah atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) naik hampir dua kali lipat. 4. Kontribusi PDRB Sulawesi Tenggara terhadap PDB nasional sedikit bergeser dari 0,51 pada tahun 1993 menjadi 0,52 pada tahun 2002. 5. Jumlah penduduk miskin berkurang hingga sisa 21 % dari sekitar 30,07% pada tahun 1998. 6. Jumlah pengangguran absolut menurun hingga sisa 10,22 %). 7. Pembangunan sarana dan prasarana fisik dan ekonomi. Pembanagunan jalan terus dilakukan dan ditingkatkan. Pembangunan dermaga Ferry Torobulu-Tampo yang menghubungkan Jazirah Sulawesi Tenggara dan P. Muna dibangun dan berfungsi hingga sekarang. Pembangunan demaga Ferry yang menghubungkan P. Muna dengan Kota Bau-bau (WamengkoliBaubau) dibangun dan berfungsi hingga sekarang. Pembangunan jalan lingkar Sulawesi Tenggara dari perbatasan Malili Sulawesi Selatan melalui Kolaka- Buapinang- Kasipute- Kendari- Asera tembus Sulawesi Tengah terus dibangun sebagai jalan nasional. Jalan-jalan dalam kota Kendari sebagai ibu kota provinsi dibangun dan diperluas jaringannya. Jalan lingkar teluk Kendari dibangun dan ditingkatkan. Jalan-jalan dibangun lebar-lebar untuk persiapan dua jalur dan disetiap perempatan dibangun bundaran besar-besar (bundaran Kaimuddin). Sebaiknya bundaran-bundaran yang ada di jalan dalam kota Kendari jangan dibongkar karena ini adalah karya salah satu putra terbaik Sulawesi Tenggara. Pembangunan sarana dan prasarana ekonomi terus dibangun seperti pasar dan pusat Promosi dan Informasi Daerah (P2ID) dikota Kendari. Sebaiknya bangunan ini dipertahankan keberadaanya dan difungsikan dengan baik. 8. Kepada masyarakat atau oknum yang mengaku ada keterkaitan dengan lahan P2ID supaya mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan diri sendiri.

54

Gambar 10. P2ID Kota Kendari

9. Pembangunan Pendidikan. Program nasional Wajib belajar 9 tahun sukses di wilayah Sulawesi Tenggara. Perguruan Tinggi swasta bermunculan sebagai dampak dari iklim pendidikan yang semakin baik. 10. Kegiatan Bisnis dan Keuangan. Dengan semakin kondusifnya iklim investasi di wilayah Sulawesi Tenggara, investor dan modal mulai masuk ke Sulawesi Tenggara. Lembaga keuangan bertumbuh cepat baik itu milik Negara (BUMN) maupun swasta murni atau masyarakat. Dengan meningkatnya aktivitas ekonomi maka pendapatan asli daerah juga mengalami peningkatan. 11. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Sejalan dengan konsep dan strategi Kutub pertumbuhan yang dalam implementasinya disebut dengan Pusat dan Sub-pusat wilayah pengembangan, pemerintah pusat menetapkan wilayah BUKARI (Buton-Kolaka- Kendari) yaitu wilayah intersep dari ketiga Kapupaten tersebut), sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). KAPET bukan pendekatan administrasi pemerintahan, tetapi pendekatan spasial yang 55 didasarkan pada homogenitas dari karakteristik wilayah. Kutub pertumbuhan KAPET BUKARI di Bambaeya Kecamatan Buapinang. Wilayah ini nantinya akan menjadi threshold atau pintu masuk-keluar modal, barang dan jasa ke wilayah Sulawesi Tenggara terutama diwilayah KAPET tersebut. Wilayah KAPET BUKARI memiliki potensi sektor perimer yang besar (Pertanian dan pertambangan). Potensi pertanian diwiayah KAPET BUKARI adalah peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan laut dan darat, dan tanaman pangan. Sementara potensi pertambangan adalah emas dan batu permata yang telah teridentifikasi pada waktu itu). KAPET akan berfungsi sebagai pusat informasi business dan pasar yang memiliki akses masuk keluar. Buapinag memiliki posisi pelabuhan laut yang mudah diakses dari wilayah luar Sulawesi Tenggara. KAPET BUKARI juga memiliki potensi pembuatan lapangan udara di Pakjongan (sudah ada bekas lapangan udara dimasa penjajahan). Sayangnya visi ini sulit terwujud karena kondisi ekonomi dan politik Indonesia yang kurang kondusif sehingga koordinator pengelolaan KAPET- KAPET di Indonesia dialihkan dari Pemerintah Pusat ( Kementerian PU dan Kementerian Ristek) ke masing-masing Pemerintah Daerah. KAPET BUKARI mengalami hambatan untuk berkembang karena keterbatasan sarana dan prasarana pendukung. Lain halnya dengan KAPET BITUNG di Sulawesi Utara dan KAPET PAREPAE di Sulawesi Selatan yang berkembang baik meskipun belum optimal. Sarana dan Prasarana pisik dan ekonomi KAPET BITUNG sudah memadai sebelum dipilih sebagai KAPET, sementara KAPET BUKARI sarana dan prasarana fisik dan ekonomi belum ada. Ada beberapa pengamat yang mengatakan pemilihan lokasi KAPET BUKARI salah dengan alasan keterbatasan sarana dan prasarana pendukung. Sesungguhnya maksud dari pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara (Era

56

Gubernur H.Alala pembahasan KAPET sudah dimulai dan penulis diundang ikut dalam Seminar di Kementerian Ristek tahun 1988. Pada saat yang bersamaan dengan ditetapkannya Kebijakan PAKTO atau Paket Oktober tentang penetapan nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat). Dalam rancangan ditetapkan wilayah KAPET BUKARI di wilayah sebagian besar masuk wilayah Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan sekarang, agar pemerintah pusat nantinya akan menyalurkan dananya lewat APBN untuk penyediaan sarana dan prasarana melalui sektor-sektor secara terpadu. Namun niat ini tidak terwujud karena alasan yang sudah disampaikan sebelumnya. Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara (Gubernur selaku koordinator ex-opisio) tidak memiliki kemampuan pendanaan, sementara bantuan pendanaan dari pusat melalui sektor-sektor terkait juga sulit diwujudkan sekarang dengan adanya otonomi daerah. 12. Pembangunan Lingkungan Hidup. Gubernur Drs.H.La Ode Kaimuddin sangat inten dalam memperhatikan tentang lingkungan hidup. Pelestarian hutan dan biota laut menjadi fokus kebijakan pemerintahannya. Pulau Hoga dan sekitarnya di Kabupaten Buton (sekarang Kabupaten Wakatobi) akan dijadikan objek wisata laut, Kota Kendari akan dijadikan kota dalam Taman, teluk Kendari diatasi proses pendangkalannya) dan lainnya. Program penghijauan terus digalakkan. Setiap kegiatan ekonomi skala menengah sampai besar harus memiliki kelayakan lingkungan. 13. Pembangunan Pariwisata. Sejalan dengan pembangunan dibidang lingkungan hidup, Sulawesi Tenggara menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Gubernur Drs,H. La Ode Kaimuddin mengundang menteri Pariwisata H.Marzuki Usaman.MA datang ke Kendari meresmikan Kota Kendari sebagai Kota Dalam Taman dan juga melantik Masyarakat Pencinta Wisata Sulawesi Tenggara (Penulis sebagai Ketua), serta pengukuhan wilayah Sulawesi

57

Tenggara sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia. Di Kabupaten Buton juga dibentuk pengurus Masyarakat Pencinta Wisata yang diketuai oleh Drs.M.Nasir.A.Baso (pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Pariwisata Kabupaten Buton, sekarang menjabat sebagai Ketua Bapeda Sultra). Impian Bapak Gubernur Drs.H.La Ode Kamimuddin sudah terwujud menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai salah satu tujuan wisata di Indonesia. Pembangunan industri pendukung pariwisata terus berkembang, seperti hote- hotel berbintang, restoran dan rumah makan, kerajian daerah dan sebagainya. 14. Pembangunan sarana dan prasarana perkantoran. Fasilitas Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara di Jalan Abdullah Silondae sudah tidak memadai, selanjutnya dibangun Kantor Gubernur Bumi Praja di Anduonohu yang luas dan megah. Kantor Gubernur lama diserahkan ke Walikota menjadi kantor Walikota Kendari.

Gambar 11. Pelabuhan Penyeberangan Torobulu

58

3.7. Masa Pemerintahan Gubernur ke VII Ali Mazi. SH (2003- 2008).

Gambar 12. ALI MAZI. SH GUBERNUR SULTRA PERIODE TAHUN 2003-2008

59

Ali Mazi.SH menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara yang ketuju (VII) setelah mendapat mandat dari rakyat Sulawesi Tenggara melalui pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara. Banyak Masalah yang dihadapi untuk mewujudkn pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata, aman dan demokratis, serta maju dan berkembang secara berkelanjutan. 3.7.1. Masalah-masalah pembangunan yang dihadapi. 1. Kondisi ekonomi belum pulih dari krisis ekonomi dan moneter sebagai akibat dari krisis multi dimensi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. 2. Pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan 3. Jumlah penduduk miskin relatif masih banyak 4. Pengangguran terbuka relatif tinggi. 5. Sikap mental masyarakat sebagian besar masih statis tradisional 6. Sarana dan sarana fisik, ekonomi dan sosial belum memadai (masalah klassik) 7. Investasi masih terbatas 8. Birokrasi belum optimal dalam memberikan pelayanan. 3.7.2. Implikasi masalah Pengaruh krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan malanda Indonesia sejak tahun 1998, masih terasa pengaruhnya terhadap perekonomian wilayah Sulawesi Tenggara. Para investor belum tertarik menanamkan modalnya di Sulawesi Tenggara. Selain pengaruh situasi ekonomi nasional yang masih terpuruk, faktor penunjang daya tarik investasi di Sulawesi Tenggara belum kondusif. Investor yang datang untuk mencari informasi dan mengurus izin berusaha di Kendari membutuhkan waktu yang lama dan kurang nyaman. Penerbangan pesawat dari Kendari ketempat tujuan seperti Jakarta, frekuensinya masih terbatas. Disamping frekuensi terbatas 60 jalur penerbangan ke Kendari bagaikan masuk di jalan/ lorong buntu. Belum ada penerbangan lanjutan. Hotel-hotel berbintang relative masih terbatas. Selain itu jaminan berusaha serta sarana dan prasarana ekonomi seperti daya listrik masih sangat terbatas. Permintaan penggunaan listrik lebih besar dari pasokan atau daya yang tersedia Jumlah penduduk miskin dan penganggur terbuka relatif masih tinggi. Tingkat kesejahteraan masyarakat relatif rendah. Bila diukur dengan indikator pendapatan perkapita, pendapatan rata-rata perkapita Sulawesi Tenggara hanya separuh dari pendapatan perkapita nasional. Pendapatan perkapita Sulawesi Tenggara tahun 2002 baru sebesar Rp.972.155,- sementara pendapatan perkapita nasional sudah mencapai Rp. 2.005,300,- Indeks pembangunan manusia (IPM) relatif rendah dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia. IPM Sulawesi Tenggara pada tahun 2002 sebessar 64,1 urutan ke 25 dari 32 provinsi pada waktu itu, sementara IPM nasional sebesar 65,8. Indikator IPM meliputi indikator pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Indikator pendidikan diukur dari jumlah penduduk yang telah bisa baca tulis, indikator kesehatan dilihat dari rata-rata umur harapan hidup dan tingkat kematian bayi, sementara ekonomi diukur dari pengeluaran perkapita. Sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial masih terbatas (masalah dari sejak Gubernur pertama). Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa hambatan pembangunan ekonomi di Sulawesi Tenggara adalah terbatasnya infrastruktur. Sulawesi Tenggara memikiliki potensi yang besar dibidang pertanian dalam arti luas, pertambangan, tetapi belum mampu memberikan nilai tambah yang optimal. Produk dari hasil pertanian sebagian besar dijual dalam bentuk gelondongan. Industri hilir belum berkembang karena daya saing wilayah dalam menarik investor masih sangat rendah. Hasil tambang aspal Buton pemanfaatannya di daerah masih sangat terbatas.

61

Tingkat kesejahtraan pegawai pemerintah daerah dan guru relatif rendah. Motivasi kerja juga relatif rendah sebagai akibT terbatasnya insentif financial maupun non finansial. Sehingga kualitas pelayanan kepada masyarakat menjadi tidak optimal. Pengusaha kecil dan sektor informal sulit mengakses kredit pada lembaga-lembaga keuangan formal. Birokrasi pengurusan kredit di lembaga keuangan formal tidak familiar dengan pengusaha kecil dan informal. Koperasi belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Rentenir masih tumbuh subur karena mereka lebih familiar dengan rakyat. 3.7.3. Implementasi Konsep, Pedekatan dan Strategi Pembangunan yang di pilih. Gubernur Ali Mazi.SH, memiliki konsep pembangunan yang cukup komprehensif. Konsep tersebut dipaparkan di depan sidang DPRD pada waktu penjaringan pemilihan Gubernur. Wajar bila wakil-wakil rakyat memilih Ali Mazi.SH menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara yang ke VII. Konsep dan Pendekatan yang dipilih adalah Pembangunan Yang Berorientasi pada Tujuan atau Visi. Tujuan atau Visi pembangunan jangka panjang yang di usung Gubernur Ali Mazi.SH adalah Sultra Raya 2020 yakni terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata, aman dan demokratis, serta maju dan berkembang pada tahun 2020. Dalam upaya mewujudkan Visi Sultra Raya 2020, disusun empat (4) pendekatan, sebelas (11) strategi masing-masing sebagai berikut: A. Pendekatan Perubahan Kebudayaan dan peradaban dengan strategi 1. Pemajuan teologi dan sikap religiusitas masyarakat 2. Pengembangan pendidikan beroriientasi sain dan teknologi 3. Pengembangan ekonomi berbasis sain dan teknologi

62

B. Pendekatan Pembangunan yang berbasis pada kepentingan sosial ekonomi kerakyatan dengan tiga (3) strategi yakni 1. Stelsel Masyarakat Sejahtera (SMS) 2. Badan Hukum Milik Masyarakat (BHMM) 3. Redistribusi Asset. C. Pendekatan Pembangunan berbasis investasi yang didukung dua (2) strategi yakniyakni 1. Strategi peningkatan investasi 2. Strategi Pengembalian Anggaran dan Bunga (PAB) atau Repayment Of Fund and Intrest (ROFI). D. Pendekatan Meritokrasi birokrasi didukung dengan tiga (3) strategi yakni 1. Peningkatan kesejahteraan pegawai 2. Double layer bureaucracy 3. Padu serasi antara pemerintah daerah Sulawesi Tenggara.

3.7.4. Hasil Yang Dicapai. Sikap masyarakat yang sebagian masih statis-tradisional salah satu penyebabnya adalah rendahnya pemahaman dan pengamalan sikap religiusitas masyarakat. Gegiatan-kegiatan keagamaan ditingkatkan melalui gerakan masyarakat sendiri seperti menggiatkan kelompok pengajian. Membangunn rumah-rumah ibadah melalui prakarsa bersama. Bantuan pemerintah merupakan pengungkit atau sekedar motivasi untuk maju selanjutnya. Anak- anak sekolah Dasar sudah harus mampu baca tulis alquran sebelum tamat. Pendidikan wajib belajar 9 tahun terus digalakkan dengan membangun fasilitas pendidkan atau pendidikan altrnatif disetiap wilayah pembangunan. Upaya peningkatan kesejahteraan guru terus dilaksanakan. Siswa aktif mengikuti lomba sain dan teknologi mulai dari tingkat sekolah, kabupaten, provinsi sampai tingkat nasional. Rendahnya nilai tambah ekonomi dari produk-produk hasil pertanian dan pertambangan Sulawesi Tenggara karena dijual

63 dalam bentuk gelondongan. Pemerintah aktif menarik investor dan pemilik modal untuk menanamkan modalnya dalam membangun industri pengolahan. Namun hambatan yang dihadapi adalah terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi yang dapat menekan biaya produksi sehingga perusahaan bisa bersaing dalam pasar regional, domestik dan manca Negara. Masyarakat didorong untuk melakukan inovasi-inovasi baru melalui bantuan hasil penelitian dari perguruan tinggi dan lembaga- lembaga penelitian yang dibentuk masyarakat dan dunia usaha. Program pemberdayaan ekonomi rakyat melalui Stelsel Masyaraakat Sejahtera (SMS) diarahkan pada peningkatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara swadaya, pendidikan alternaaif, kesehatan masyarakat, tekhnologi tepat guna, kependudukan dan keluarga sakinah, lingkungan hidup, sosial budaya dan spritualisme. Masing-masing sektor mengambil peran sesuai porsi masing-masing. Program-program pemberdayaan masyarakat digulirkan berupa program pemenuhan dasar masyarakat seperti air bersih, sanitasi lingkungan, dan bantuan modal. Upaya penarikan investasi dengan membangun dan meningkatkan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial. Peningkatan jalan lingkar Sulawesi Tenggara terus dibenahi. Hubungan darat Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Selatan sudah dapat dilalui. Peningkatan kualitas dan pembukaan jalan baru terus dibenahi. Pembangunan bandara Wolter Monginsidi ditingkatkan. Kelayakan Pembangunan Bandara tersebut dibuat oleh penulis (Prof.Dr.H.Muh.Jusuf Abadi,SE.M.S,bersama Ir. Hado Hasina.M.Tp (sekarang Kadis PU di Kabupaten Buton Utara). Dengan dibangunnya Bandara tersebut frekuensi kedatangan dan keberangkatan pesawat mulai naik. Jumlah perusahaan maskapei penerbangan bertambah. Banyak investor domestik maupun asing mulai melirik Sulawesi Tenggara.

64

Keterbatasan modal bagi pelaku ekonomi menengah mendapat bantuan skim permodalan yang disebut dengan Pengembalian Anggaran dan Bunga (PAB) atau bahasa kerennya ROFI (repayment of fund and interest). Sistem proyek pembangunan dirubah menjadi sitem investasi. Dana pemerintah daerah tidak habis sampai pada tahun anggran tersebut tetapi dikembalikan untuk kegiatan investasi berikutnya. Program ini memacu perekonomian rakyat dan dunia usaha (Sultra incorporated). Penulis diangkat sebagai konsultan Keuangan Daerah pada tahun 2005. Dalam upaya meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai, insentif berupa tunjangan kinerja diberikan. Pemerintah Daerah juga menyiapkan dana pendamping untuk kegiatan TNI dan Polri dalam menjalankan tugasnya. Koordinasi pembangunanan antara pemerintah Provinsi dengan pemerintah Kabupaten dan Kota dilakukan melalui Sultra Development Board (Badan Pembangunan Sultra). Hasil nyata yang dicapai dijelaskan berikut ini, 1. Bidang Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi regional meningkat secara konsisten dan relatif tetap selama 5 tahun pemerintahan Ali Mazi. Rata-Rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7,71 %. Jelasnya 2003 sebesar 7,87%, tahun 2004 sebesar 7,81 %, tahun 2005 sebesar 7,31 %, tahun 2006 sebesar 7,68 % dan pada tahun 2007 sebesar 7,86%. Sementara kontribusi PDRB Sulawesi Tenggara terhadap nasional sedikit naik dari 0,50 pada tahun 2003 naik menjadi 0,51 pada tahun 2007. Pendapatan perkapita dalam lima tahun naik hampir dua (2) kali lipat yakni pada tahun 2003 sebesar Rp.4.643.134,- menjadi Rp. 8.837.210,-pada tahun 2007.

2. Pembangunan Sumberdaya Manusia. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Sulawesi Tenggara selama pemerintah Ali Mazi.SH, sedikit mengalami 65

peningkatan dari 64,1 pada tahun 2002, menjadi 68,32 pada tahun 2007. Kenaikan ini belum mampu merubah status Sulawesi Tenggara dengan IPM tingkat rendah ke IPM yang golongan menengah. IPM Relatif menengah bila sudah lebih besar atau sama dengan 70. Posisi Sulawesi Tenggara dalam urutan nasional masih pada urutan ke 26 dari 33 provinsi. Ada tiga variabel yang dipertimbangkan dalam mengukur IPM yaitu kesehatan yang diukur dengan umur harapan hidup dan tingkat kematian bayi yang lahir, pendidikan diukur dengan tingkat melek huruf dan ekonomi diukur dengan pengeluaran perkapita. Umur harapan hidup penduduk Sulawesi Tenggara laki-laki 63 tahun dan wanita 65 tahun. Melek huruf penduduk Sulawesi Tenggara sudah mencapai 92,65 %. Sementara pengeluaran perkapita sebesar Rp.452.125,12. Produksi hasil pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan terus meningkat. Sektor perdagangan meningkat rata-rata dalam kurun 5 tahun sebesar 12,5 %. Pertambangan tumbuh rata-rata 8,95 % meskipun keadaan dari tahun ke tahun berfluktuasi. Industri pariwisata yang terdiri dari hotel, rumah makan, biro perjalan dan transportasi tumbuh rata-rata 6,7 %. Pergerakan orang dan barang melalui udara terus meningkat rata-rata 5,5 % pertahun. Demikian pula kegiatan bongkar muat terus meningkat rata-rata 7,2 % pertahun.

3. Pembangunan Infrastruktur. Dalam upaya menarik investor masuk ke Sulawesi Tenggara, pemerintah daerah diera Ali Mazi terus melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Untuk perhubungan udara Gubernur Ali Mazi melalui izin TNI melakukan pemindalan afron atau tempat parkir pesawat yang lebih

66

representatif dan megah (kelayakan pembangunan lapangan udara Wolter Monginsidi di buat penulis). Di bidang pembangunan jalan raya dan pelabuhan Ferry terus ditingkatkan. Panjang jalan nasional yang diaspal mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2002 panjang jalan nasional yang diaspal 585,11 km dan pada tahun 2007 sepanjang 1.064,34 km. Panjang jalan provinsi yang diaspal mengalami penurunan dari 834,34 km pada tahun 2002, menjadi 401,12 km. Penurunan panjang jalan yang diaspal terjadi sebagai akibat kerusakan jalan dan tidak ditindak lanjuti dengan pemeliharaan secara intensif. Kerusakan jalan disebabkan oleh meningkatnya kegiatan ekonomi pengguna jalan. Kenderaan yang melewati jalan tidak sesuai dengan daya dukung jalan. Pelabuhan peyeberangan terus ditingkatkan sehingga prekuensi ferry yang datang dan berangkat juga mengalami peningkatan. Perhubungan laut juga mengallami peningkatan. Pelabuhan Kendari sudah mulai berfungsi sebagai pelabuhan kontainer, meskipun kapasitas pelabuhan relatif terbatas. Pembangunan pembangkit tenaga listrik tenaga uap di Soropia sudah dibuat persiapannya, Sementara kapasitas pembangkit listrik tenaga disel terus ditingkatkan. Permintaan pengguna listrik terus meningkat melebihi kemampuan PLN menyediakan pelayanan/daya. Pembangunan sarana dan prasarana air bersih terus ditingkatkan oleh pemerintah kota dan kabupaten. Bantuan- bantuan Lembaga swadaya masyarakat masuk ke desa-desa terpencil dan pesisir.

4. Pembangunan Keagamaan. Pembinaan keagamaan Periode kepemimpinan Ali Mazi.SH diSulawesi Tenggara mampu memberikan keyakinan pemerintah pusat sehingga Sulawesi Tenggara dipercaya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagaaman. Kegiatan

67

Musabaqah Tilawatil Quran Tingkat Nasional yang ke… diselenggarakan di Kota Kendari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2006 dengan moto sukses prestasi dan sukses penyelenggaraan. Pertemuan antara umat beragama juga diselenggarakan di Kendari Sulawesi Tenggara. Penyelenggaraan iven-iven dilaksanakan di pelataran Tugu Persatuan, meskipun Tugu Persatuan itu belum rampung tetapi telah menjadi daya tarik tersendiri bagi mayarakat kota kendari, Sulawesi Tenggara dan Indonesia pada umumnya.

Gambar 13. Tugu Persatuan di Kota Kendari

Gambar 14. Menara Persatuan dan Pelataran Eks. MTQ 68

5. Pembangunan Wilayah. Pembangunan wilayah di Sulawesi Tenggara cukup baik ditandai dengan munculnya beberapa daerah pemekaran. Dimasa pemerintahan Drs. H.La Ode Kaimuddin pemekaran wilayah sudah dirintis melalui Konsep dan pendekatan Pusat dan Sub-pusat pertumbuhan. Tahun 1995 Kota Administratif Kendari dimekarkan menjadi Kota. Ibu Kota Kabupaten Kendari (sebelum berubah nama) pindah ke Unaha. Selanjutnya pada tahun 2003 Kabupaten Konawe Selatan berdiri sebagai daerah otonom. Pada tahun 2006 Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka Utara berdiri sebagai daerah otonom. Wilayah lain yang sementara dalam pengusulan adalah Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Buton Utara. Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Kolaka Timur. Kabupaten Buton Barat, dan Provinsi Buton Raya.

69

3.8. Masa Pemerintahan Gubernur H.Nur Alam.SE.M.Si 2008 -2013 dan 2013 - 2018,

Gambar 15 H. NUR ALAM, S.E., M.Si. GUBERNUR SULTRA PERIODE TAHUN 2008 - 2018

70

H.Nur Alam SE.M.Si menjadi Gubernur yang ke VIII Provinsi Sulawesi Tenggara dan merupakan Gubernur yang pertama dipilih secara langsung oleh rakyat. Banyak masalah yang menantang dihadapi oleh H.Nur Alam.SE.M.Si., yang merupakan akumulasi dari masalah-masalah pembangunan yang belum dapat diatasi pada masalalu. 3.8.1. Masalah Pembangunan yang dihadapi. Berdasarkan kondisi objektif pada awal dilantik H.Nur Alam.SE.M.Si., sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara ke VIII, masalah-masalah pembangunan yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Dampak negatif dari krisis ekonomi dan moneter, krisis politik, dan krisis moral, yang berkepanjangan 2. Tantangan dan peluang globalisasi ekonomi. 3. Kualitas sumberdaya manusia yang relatif masih rendah. 4. Potensi sumberdaya alam belum dimanfaatkan secara optimal. 5. Sarana dan prasarana diwilayah pedesaan dan infrastruktur wilayah pada umumnya relatif masih terbatas (masalah klasik). 6. Kegiatan ekonomi sektor hilir belum berkembang baik 7. Daya saing wilayah rendah untuk menarik investor masuk ke Sulawesi Tenggara. 8. Rakyat dan pelaku usaha mikro (baca sektor informal, usaha kecil dan menengah) belum memiliki kemampuan mengakses lembaga keuangan formal. 9. Terjadinya degradasi lingkungan hidup.

3.8.2. Implikasi masalah. Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998 belum pulih, disusul dengan krisis ekonomi di dibeberapa belahan dunia seperti krisis ekonomi Yunani, Eropa, Amerika Serikat, dan krisis politik di Timur Tengah berpengaruh pada perekonomian Indonesia dan Sulawesi Tenggara. 71

Ekspor Sulawesi Tenggara mengalami fluktuasi naik- turun, roda perekonomian daerah kurang dinamis karena kepastian berusaha kurang terjamin, khususnya kegiatan investasi jangka panjang. Dalam situasi seperti itu pemerintahan H. Nur Alam,SE.M.Si akan berusaha untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menjadikan tantangan sebagi peluang untuk membangun. Ketergantungan Sulawesi Tenggara terhadap produk-produk impor terutama pertanian harus dijadikan peluang bagi petani untuk meningkatkan produksi subtitusi impor melalui pemberian stimulus oleh pemerintah. Banyak produk-produk subtitusi impor yang bisa dihasilkan Sulawesi Tenggara dengan biaya yang bersaing. Produk- produk subtitusi impor yang dimaksud adalah jagung, beras, kedele, dan daging sapi. Arus globalisai tidak terbendung lagi. Mobilitas barang, jasa dan modal dari satu Negara ke Negara lain semakin meningkat. Kegiatan dan transaksi perdagangan tidak hanya terjadi di pasar- pasar tradisional (street market), pusat-pusat perbelajaan lainnya seperti di mall, swalayan, tetapi juga sudah bisa dilakukan melaui dunia maya. Dalam menghadapi situasi seperti ini upaya peningkatan daya saing wilayah merupakan keharusan agar masyarakat Sulawesi Tenggara tidak hanya jadi sasaran produ- produk murah dari luar negeri atau daerah sebagai konsumen, tetapi masyarakat Sulawesi Tenggara harus bisa menjadi produsen- produsen barang dan jasa yang memiliki kualitas internasional . Kalau Sulawesi Tenggara mempunyai komoditas yang memiliki daya saing internasional, maka tanpa diundang investor akan masuk ke Sulawesi Tenggara membawa modalnya. Komoditi yang menjadi inceran investor asing dan domestik adalah komoditas hasil sektor primer ( pertambangan dan pertanian dalam arti luas) mulai dari hulu sampai hilir. Dalam upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif, dukungan sarana dan prasarana fisik, eknomi dan energi harus ditingkatkan. Sarana dan prasarana transportasi harus terus

72 ditingkatkan baik jumlah, kapasitas maupun kualitasnya. Demikian halnya dengan sumber-sumber energi murah. Pembangkit listrik tenaga air, angin dan panas bumi harus diupayakan sebab potensi tersebut tersedia melimpah di wilayah Sulawesi Tenggara. Faktor penunjang lainnya yang dibutuhkan pelaku ekonomi informal, kecil dan mikro yang mayoritas jumlahnya di Sulawesi Tenggara adalah lembaga keuangan mikro yang mudah diakses oleh pelaku ekonomi di atas. Lembaga keuangan formal berkembang dengan pesat di wilayah perkotaan namun pengusaha informal, kecil dan mikro sulit mengaksesnya. Kalau potensi sumberdaya alam yang dimiliki Sulawesi Tenggara dapat dimanfaatkan secara optimal, maka nilai tambah akan meningkat. Kontribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sulawesi Tenggara terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional tidak lagi hanya berkisar 0,51 %. Demikian pula pendapatan perkapita tidak lagi hanya setengah dari pendapatan pekapita nasional tetapi akan meningkat mendekati pendapatan perkapita nasional. Tingkat kesejahteraan dilihat dari indikator ekonomi akan meningkat. Peluang investasi di Sulawesi Tenggara adalah industry pengolahan dari beberapa komoditi andalan Sulawesi Tenggara. Industri pengolahan yang potensial untuk dibangun di Suawesi Tenggara adalah industri pengolahan kakao, industri pengolahan cengkeh, lada, industry pengolahan rumput laut, industri bahan dari nikel, industri pengolahan kelapa, industri makanan dari ikan, industri bahan makanan dari beras, jagung dan buah-buahan. Semetara sektor primer tambang dan pertanian adalah, pertambangan emas, marmar, nikel (bertumbuh bagaikan jamur), peternakan, kelapa sawit, dan tebu atau industri gula. Selain iti, industri pariwisata dan penunjang pariwisata juga memiliki prospek yang sangat menguntungkan dikembangkan di Sulawesi Tenggara seperti, usaha pengangkutan udara, laut dan darat, hotel, restoran dan rumah makan, dan industri souvenir lainnya.

73

Kualitas sumberdaya manusia yang rendah seperti tingkat pendidikan formal dan nonformal, serta kualitas kesehatan berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat. Sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan relatif terbatas. Masyarakat yang akan melajutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi harus keluar daerah terutama program studi yang belum ditawarkan oleh Universitas Haluoleo. Biaya pendidikan relatif masih tinggi. Sarana dan prasarana kesehatan juga relatif masih terbatas. Fasilitas atau alat medis masih terbatas demikian pula dengan dokter ahli dari berbagai penyakit masih sangat terbatas. Masyarakat yang memerlukan pengobatan secara lebih intensive belum dapat dilayani di Sulawesi Tenggara. Penyakit-penyakit kronis terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap ke Makasar, Surabaya, Jakarta dan bahkan ke luar negeri. Bagi masyarakat yang mampu, tidak jadi masalah tetapi masyarakat yang berpendapatan menengah kebawah, ya harus pasrah dan berserah diri pada yang maha kuasa. Kemiskinan dan pelaksanaan pembangunan yang tidak terkendali dengan baik, menyebabkan rusaknya lingkungan. Banjir, longsor, menurunya jumlah tangkapan ikan dan produksi hasil pertanian, meningkatnya berbagai penyakit akibat polusi berupa limbah padat, cair dan udara, menjadi ancaman dan pembatas dalam pembangunan di Sulawesi Tenggara. 3.8.3. Implentasi Konsep dan Strategi Pembangunan yang dipilih. Berdasarkan masalah dan implikasinya dalam pembangunan di Sulawesi Tenggara, maka Gubernur H.Nur Alam,SE.M.Si menetapkan visi pembangunan Sulawesi Tenggara adalah MEMBANGUN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SULAWESI TENGGARA TAHUN 2008-2013. Visi tersebut masih tetap diusung hingga tahun 2018 akhir periode kepemimpinan Gubernur H.Nur Alam,SE.M.Si periode ke II. Rumusan visi di atas dapat disusun sebagai berikut, yakni TERWUJUDNYA MASYARAKAT SEJAHTERA SULAWESI TENGGARA PADA TAHUN 2018. 74

Dalam upaya mewujudkan visi tersebut diatas maka ditetapkan misi pembangunan Sulawesi Tenggara adalah: 1. Membangun kualitas sumberdaya manusia 2. Melakukan Revitalisasi Pemerintahan Daerah 3. Membangunan Ekonomi 4. Membangun kebudayaan. 5. Meningkatkan dan mempercepat pembangunan infrastruktur fisik, ekonomi dan social. Berdasarkan visi dan misi tersebut maka konsep dan pendekatan pembangunan yang dipilih adalah konsep PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (BASIC HUMAN NEEDS) dipadu serasikan dengan PENDEKATAN KEBUTUHAN POKOK TERDESENTRALISASI dan PENDEKATAN PEMBANGUNAN YANG BERORIENTASI PADA TUJUAN. Sejalan dengan misi yang ditetapkan diatas, maka implementasi startegiyang akan dilaksanakan adalah, 1. Orientasi pembangunan adalah manusia atau rakyat (people oriented development). Ada empat prinsip yang mendasari strategi tersebut sesuai dengan hasil scenning yang ada yakni. a. Produktivitas. Sasaran pembangunan yang bertumpuh pada manusia adalah upaya meningkatkan produktivitas sehingga tercipta nilai tambah dalam upaya peningkatan pendapatan penduduk dan PDRB Sulawesi Tenggara. Orang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dibarengi dengan ethos kerja yang tinggi pula akan mudah mendapatkan pekerjaan atau terserap dalam pasar tenaga kerja yang formal atau pekerjaan dengan upah yang tinggi. Manusia dengan tingkat produktivitas kerja yang tinggi akan mampu mandiri dan mensejahterakan dirinya, masyarakat dan bangsa. Dalam

75

konteks pembangunan daerah dan nasional, produktivitas mempunyai korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Artinya semakin tinggi produktivitas manusia/masyarakat akan mendorong semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau nasional. b. Ekuitas. Hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara adil. Pembangunan yang akan dilakaukan harus dapat menghilangkan keterisolasian masyarakat/ rakyat terhadap peluang ekonomi, politik dan sosial. Penerapan ekonomi kerakyatan menjadi pilihan utama dalam membangun ekonomi daerah. Pendidikan poitik harus terus dikembangkan. Demikian pula halnya pelayanan pendidikan dan kesehatan harus dapat terjangkau, merata dan adil. c. Kesinambungan. Pembangunan adalah suatu proses yang tidak akan pernah berkesudahan. Apa yang telah dicapai dalam proses pembangunan sebelumnya akan terus dilanjutkan demi terwujudnya kesejahteraan masyrakat yang berkesinambungan. Orientasi pembangunan daerah Sulawesi Tenggara adalah jangka panjang. Dalam kaitan itu maka pemanfaatan sumberdaya alam, manusia dan sumberdaya buatan manusia harus dikelola secara baik dan bermartabat. d. Pemberdayaan. Masyarakat yang kurang beruntung sebagai dampak negatif dari liberalisasi pembangunan harus berpartisipasi dalam pembangunan. Pendekatan community managed harus dilakukan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian harus melibatkan masyarakat. Penerapan fungsi-fungsi manajemn dalam pembangunan bukan hanya monopoli pejabat tetapi juga harus melibatkan

76 masyarakat secara keseluruhan, tentu dalam bentuk perwakilan. e. Strategi Pusat Pertumbuhan (growth pole strategy). Strategi ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kegiatan ekonomi dengan jalan mendekatkan pusat-pusat pelayanan dan industri dengan sumber bahan baku. Pusat pertumbuhan juga dimaksudkan sebagai kota-kota pasar yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi barang dan jasa. Pusat pertumbuhan akan mendorong daya sebar (spread effect) ke wilayah atau daerah belakang sehingga mempercepat pertumbuhan daerah pusat dan daerah belakangnya. Dalam konteks pembangunan Sulawesi Tenggara dilakukan pemekaran wilayah (pendekatan administratif) kabupaten/kota, kecamatan dan wilayah desa. Daerah belakang merupakan kantong-kanton produksi hasil- hasil pertanian dalam arti luas ( tanaman pangan, holtikultura, palawija, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan). Pusat pertumbuhan akan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan produksi untuk pengolahan lebih lanjut. Pusat pertumbuhan juga akan menjadi pusat industry pengolahan. Selain itu dari sisi supply, pusat pertumbuhan akan berfungsi sebagai pusat distribusi barang dan jasa kebutuhan masyarakat atau daerah belakang. Bila pusat pertumbuhan berfungsi dengan baik, maka dinamika ekonomi akan terjadi yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekononi daerah dan nasional. Selanjutnya dari sisi pemerintahan pusat pertumbuhan juga berfungsi sebagai pusat pelayanan. Dengan semakin dekatnya pusat pelayanan dengan rakyat maka kegitan ekonomi, sosial dan pemerintahan akan berjalan seirama, yang pada gilirannya berikutnya akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Di pusat pelayanan didirikan pusat pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan serta tempat-tempat rekreasi.

77

2. Strategi Pembangunan yang berwawasan Lingkungan dan Pembangunan berkelanjutan. Kondisi objektif Sulawesi Tenggara menunjukkkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan. Teluk Kendari telah mengalami proses pendangkalan dan pencemaran yang telah melampaui ambang batas, tanah longsor, ancaman banjir menurunnya produksi hasil tangkapan ikan dan meningkatnya penyakit akibat dari pencemaran lingkungan. Dengan kondisi seperti itu, maka pembangunan diberbagai sektor harus berdasarkan prinsip pelestarian lingkungan atau yang biasa dikenal dengan pembangunan berkelanjutan. 3. Strategi Pengarus utamaan Gender. Pelaku pembangunan harus mengutamakan kesejajaran peran antara perempuan dan laki-laki sesuai dengan kodrat, kompetensi, nilai luhur dan budaya. Pembangunan seyogianya memberi kesempatan kepada perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan peran yang juga dilakukan oleh kaum laki-laki tanpa melupakan kewjibannya sebagai kaum perempuan (kodratnya). Pembangunan yang berwawasan kesetaraan jender tidak juga harus diartikan sebagai bagi-bagi kekuasan atau pekerjaan yang sama tanpa mempertimbangkan kompetensi. Partisipasi kaum perempuan dalam pembangunan sangat diperlukan dalam hampir semua kegiatan pembangunan. Implementasi strategi pembangunan dikemas dalam lima (5) agenda pembangunan daerah adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Pengembangan kualitas sumberdaya manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan atau hak dasar manusia dibidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan setiap anak usia sekolah dapat dengan mudah mengakses pendidikan dengan biaya murah,

78 mulai dari pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Pendidikan dasar sampai pendidikan menengah atas dibebaskan dari pembayaran sumbangan pendidikan. Sekolah diberi bantuan biaya operasional pendidikan. Guru diberi insentif agar termotivasi dalam meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Pada tingkat pendidikan tinggi diberi bantuan pembangunan gedung seperti Unhalu dibantu mendirikan gedung Fakultas Kedokteran dan biaya pendidikan selama beberapa angkatan. Bea siswa diberikan kepada mahasiswa yang menempuh pendidikan di luar Sulawesi Tenggara. Dibidang kesehatan, sarana dan prasarana kesehtan ditingkatkan dengan membangun rumah sakit berkualitas internasional dan juga menjadi rumah sakit pendidikan tempat mahasiswa dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo. Rumah sakit Umum BAHTRAMAS akan menjadi rumah sakit rujukan dari rumah sakit Kabupaten/Kota dan bahkan dari kawasan Timur Indonesia nantinya. Pemberian insentif berupa tunjangan kinerja bagi dokter-dokter akhli, perawat dan paramedis lainnya. Masyarakat miskin diberi pelayanan kesehatan yang baik dengan bantuan pengobatan dan rawat inap secara gratis. 2. Revitalisasi Pemerintahan Daerah. Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, reformasi birokrasi dilakukan untuk menciptakan pemerintah dan pemerintahan yang baik (Good Government Governance), melalui pengembangan kapasitas manajemen pemerintahan daerah, peningkatan kualitas sumberdaya aparatur, peningkatan akuntabilitas penyelengaraan pemerintahan daerah. Remunerasi diberikan kepada staff dan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik. Menciptakan ligkungan kerja harmonis dan nyaman sehingga produktivitas kerja meningkat. 79

3. Pembangunan Ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah diarahkan pada upaya menekan jumlah penduduk miskin, pengangguran dan keterisolasian masyarakat dalam mengakses sumber-sumber dana yang tersedia pada lembaga-lembaga keuangan formal. Perbaikan atau peningkatan pendapatan buruh dan karyawan akan ditingkatkan melalui perbaikan sistem pengupahan. Upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum sektoral ditingkatkan sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup layak (KHL), perkembangan usaha marginal, laju inflasi, tingkat produktivitas pekerja, baik secara individu maupun makro, dan upah yang berlaku didaerah tetangga. Upaya peningkatan pendapatan petani, nelayan, peternak dilakukan dengan meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Pemberian subsidi pupuk, pembasmi hama, peremejaan pohon dan bantuan tekhnis akan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Usaha informal, kecil, mikro dan menengah serta koperasi terus ditingkatkan kemampuannya dalam menciptakan keuntungan dan survive melalui penciptaan iklim berusaha yang baik, bantuan permodalan, pelatihan kewirausahaan, membangun lembaga keuangan yang mudah diakses oleh pelakuk ekonomi kecil, mikro, koperasi dan usaha informal. Iklim investasi terus ditingkatkan dalam rangka menarik investor masuk menenmkan modalnya diberbagai kegiatan ekonomi. Masuknya investor domestik dan asing dimaksudkan untuk menggali potensi sumberdaya alam dengan membangun kemitraan dengan pengusaha lokal atau masyarakat. 4. Pembangunan Kebudayaan. Pembangunan kebudayaan diarahkan pada upaya menggali dan mempertahankan budaya-budaya lokal yang beragam. Perbaikan ketahanan budaya lokal akan mampu

80

menyaring arus budaya asing yang masuk melalui kemajuan teknologi dan mobilatas manusia sebagai dampak dari globalisasi ekonomi dan informasi. Dalam rangka itu Universitas Haluoleo membuka Fakultas Budaya untuk mendukung program pemerintah daerah dan nasional. Budaya yang baik dan unik dapat dijual melalui kegiatan atau pengembangan sektor pariwisata. Budaya merupakan salah satu komoditas jasa yang memiliki nilai tambah yang sangat tinggi untuk dijual. Sulawesi Tenggara sebagai salah satu daerah tujuan wisata mempunyai peluang yang baik untuk pemasaran budaya. 5. Strategi Percepatan Pembangunan Infrastruktur Wilayah. Pembangunan infrastruk wilayah adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan menciptakan iklim yang kondusif dan murah bagi masuknya investor ke wilayah Sulawesi Tenggara. Keterbatasan infrastruktur wilayah ini, merupakan masalah klassik di Sulawesi Tenggara. Sejak Gubernur pertama hingga 50 tahun Sulawesi Tenggara berdiri masih tetap menjadi masalah, yang merupakan penyebab keterisolasian masyakat dalam mengakses hasil-hasil pembangunan dan engganya pemilik modal menanamkan modalnya di Sulawesi Tenggara. Selama infrastruktur wilayah tidak tersedia secara baik, potensi ekonomi atau sumberdaya alam yang melimpah tidak akan dapat dimanfaatkan untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan tersedianya infrastruktur wilayah yang menjangkau seluruh pelosok pedesaan, daya saing dan daya serap wilayah akan meningkat, sehingga visi mewujudkan Sulawesi Tenggara yang sejahtera akan terwujud melalui MEMBANGUN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (BAHTRAMAS). 3.8.4. Hasil Pembangunan Yang Dicapai

81

Berdasarkan implemntasi starategi yang diwujudkan melalui berbagai program pembangunan (lihat RPJM Sultra), maka hasil yang dicapai selama Pemerintahan Gubernur H.Nur Alam.SE.M.Si adalah sebagai berikut: 1. Bidang Pembangunan Sumberdaya manusia. Program pembagunan BAHTRAMAS di bidang sumberdaya manusia bertujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan dasar berusa social -ekonomi yakni pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar minimum. Dari indicator tersebut hasilnya akan tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Hasil pembangunan sosial ekonomi Sulawesi Tenggara telah mampu meningkatkan taraf hidup manusia Sulawesi Tenggara dari IPM realatif rendah (IPM < 70) ke IPM yang menengah (IPM>70). Dimana IPM Sulawesi Tenggara pada tahun 2007 sebesar 67,8 dan pada tahun 2011 sudah mencapai 70,55. Diperkirakan pada tahun 2012 sudah mencapai 71,0. Meskipun kalau diurut berdasarkan nilai IPM tertinggi ke terendah di 33 Provinsi di Indonesia, Sulawesi Tenggara masih tetap berada pada urutan ke 25. Namun bukan urutannya yang terpenting tetapi nilainya yang sudah meningkat setara dengan nasional dan provinsi lainnya di Indonesia yakni sudah berada pada provinsi yang mencaipai IPM tingkat MENENGAH. IPM nasional sebesar 72,77 pada tahun yang sama. Berbagai ulasan di internet dan tulisan dikoran nasional dan lokal mengatakan bahwa ada trde off atau hubungan berlawanan arah antara IPM dengan alokasi DAU (Dana Alokasi Umum). Mereka mengatakan bahwa apabila IPM meningkat akan mengurangi alokasi DAU. Logikanya bisa benar bahwa bila kehidupan manusia sudah baik, untuk apa dibantu. Tetapi secara empirik dan dibuktikan secara ilmiah ternyata pendapat terebut tidak berlaku untuk Sulawesi Tengara.

82

Di Sulawesi Tenggara yang benar adalah IPM mengalami peningkatan, alokasi DAU juga meningkat, demikian pula sebaliknya. Hasil analisis dengaan menggunakan regresi ternyata bahwa IPM Sulawesi Tenggara dan DAU Sulawesi Tenggara berhubungan searah atau positif, dengan nilai koofisien korelasi sebesar 0,965 atau 96,5 %. Artinya IMP meningkat akan diikuti dengan peningkatan DAU atau sebaliknya DAU meninkat akan meningkatkan IPM. Rumus alokasi DAU yang diterima oleh setiap provinsi bukan hanya ditentukan oleh IPM tetapi masih banyak indikator lain seperti jumlah penduduk, luas wilayah, kontribusi PDRB terhadap PDB nasional, daya serap anggaran, efektivitas dan efesiensi penggunaan anggaran dan kemampuan Pemerintah Daerah meyakinkan pemerintah pusat. Sekedar mengingatkan pembaca bahwa indikator yang digunakan dalam menghitung IPM adalah umur harapan hidup, tingkat kematian bayi, tingkat kemampuan baca tulis (melek huruf) dan pengeluaran perkapita. Berdasarkan data empiric yang diumumkan BPS, IPM Sulawesi Tenggara pada tahun 2005 sebesar 66,7 dan pada tahun berikutnya terus meningkat mencapai 70,55 pada tahun 2011. Secara grafik dapat dilihat perkembangannya berikut ini.

Grafik 1. Perkembangan IPM 2005 – 2012

83

Sementara alokasi DAU Sulawesi Tenggara pada tahun yang sama pada tahun 2005 sebesar Rp.254,2 milyar, terus meningkat sampai Rp. 708,8 M pada tahun 2011. Secara grafik dapat dilihat berikut ini

Grafik 2. Perkembangan DAU 2005 – 2011 Jumlah sekolah dan murid, SD,SLTP dan SLTA mingkat secara signifikan. Jumlah sekolah SD pada tahun 2008 sebanyak 2.173 buah meningkat menjadi 2.268 pada tahun 2012. Jumlah murid pada tahun yang sama dari 336.737 murid pada tahun 2008 menjadi 350.672 murid pada tahun 2012. Sekolah lanjutan pertama (SMP sederajat) jumlah sekolah sebanyak 543 buah pada tahun 2008, naik menjadi 669 buah pada tahun 2012, murid sebanyak 112.547 murid pada tahun 2008, naik menjadi 119.255 murid pada tahun 2012. Sekolah lanjutan atas (SMA sederajat) jumlah sekolah 294 buah pada tahun 2008 naik menjadi 348 buah pada tahun 2012. Murid pada tahun 2008 sebanyak 83.532 murid, naik menjadi 98.567 pada tahun 2012. Daya tampung UHO/UNHALU setiap tahun juga mengalami peningkatan. Jumlah Fakultas terus bertambah dari 4 Fakultas pada awal mula berdiri sekarang sudah menjadi 14 Fakultas dan 1 Program Pasca Sarjana (S2 dan S3). Gedung perkuliahan Fakultas kedokteran dibangun dari dana bantuan Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Kota. Mahasiswa kedokteran sebagian mendapatkan beasiswa dari 84

Pemerintah Daerah Provinsi, kabupaten dan Kota sejak tahun 2008 atau berdirinya Fakultas Kedokteran. Selain Uhalu juga berdiri beberapa perguruan tinggi swasta. Universitas negeri juga akan bertambah dengan dinegriknnya USN Kolaka.

Gambar 16. Fakultas Kedokteran UHO

Rumah sakit pada tahun 2008 sebanyak 22 buah, turun menjadi 21 buah pada tahun 2012 tetapi daya tampung dan kualitas pelayanan mengalami kenaikan tetapi belum optimal. Demikian pula Puskesmas dari 238 buah pada tahun 2008, naik menjadi 252 pada tahun 22012. Yang masih dirasakan terbatas adalah jumlah dokter. Pada tahun 2012 dokter spesialis baru mencapai 89 orang, dokter umum 530 orang dan dokter gigi sebanyak 98 orang. Jumlah dokter akan mengalami peningkatan pada tahun 2014, karena Universiatas Haluoleo sudah akan megahasilkan tenaga dokter. Diharapkan semua lulusan UHO/UNHALU akan terserap dan bekerja/mengabdi di Sulawesi Tenggara.

85

Gambar 17. RSU. Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

2. Bidang Ekonomi Pembangunan ekonomi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2012 menunjukkan kecenderungan yang semakin baik ditandai dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 8,5 % pertahun. Meskipun krisis ekonomi dan moneter masih masih mendera perokomian nasional sebagai dampak krisis ekonomi Eropa, Amerika Serikat dan krisis politik di Timur Tengah. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 sebesar 7,27 %, terus naik hingga 10,41 % pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti dengan kenaikan pendapatan perkapita secara signifikan yakni sebesar Rp.15,8 juta atau sekitar Rp. 1.316.667,00 perbualan pada tahun 2012. Pendapatan perkapita tersebut bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita nasional masih relatif rendah. Pendapatan perkapita nasional pada tahun yang sama sudah mencapai Rp. 29,7 juta. Dengan kata lain pendapatan perkapita penduduk Sulawesi Tenggara hanya separuh dari pendapatan perkapita nasional. Keadaan ini akan menjadi pekerjaan yang cukup berat pada periode pemerintahan berikutnya. 86

Program utama BAHTRAMAS yang berfokus pada sektor kesehatan, pendidikan dan pembangunan wilayah pedesaan, telah mampu mendorong perbaikan taraf hidup masyarakat Sulawesi Tenggara yang tercermin dari kenaikan IPM yang telah di uraikan sebelumnya. Secara empirik dibuktikan dengan pendekatan ilmiah bahwa koefisien korelasi antara Program BAHTRAMAS dengan IPM sebesar 0,98 dengan nilai t-hitung sebesar 11,057 pada taraf signifikan 0,00 atau taraf keyakinan mendekati sempurna 100%. Artinya Program BAHTRAMAS dengan 3 subsektor utama yakni kesehatan, pendidikan dan pembangunan wilyah pedesaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perbaikan taraf hidup/kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara. Indikator lain yang dapat dijadikan sebagai ukuran bahwa pembangunan ekonomi di Sulawesi Tenggara adalah bertambahanya jumlah bank yang beroperasi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2008 ke tahun 2012. Pada tahun 2008 jumlah bank yang ada di Sulawesi Tenggara sebaganyak 95 buah dan pada tahun 2012 menigkat menjadi 151 buah bank, atau sebesar 159%. Secara sederhana teori yang dikembangkan oleh para bankers mengatakan bahwa bank follow the trade. Bank berkembang mengikuti kegiatan perekonomian atau perdagangan. Terdapat hubungan positif antara pertambahan jumlah bank dengan meningktnya kegiatan ekonomi. Kredit yang disalurkan juga terus meningkat. Pada tahun 2008 jumlah pinjaman yang disalurkan sebayak Rp.3,83 trilyun, dan pada tahun 2012 sebesar Rp. 8,23 trilyun. Sementara jumlah hunian hotel juga mengalami peningkatan. Lama rata-rata tamu hotel brmalam untuk tamu domestic pada tahun 2008 sebanyak 2 malam, tamu asing selama 3 malam, meningkat pada tahun 2012 rata-rata lama bermalam untuk tamu domestic 3 malam dan tamu asing 4 malam ( dilakukan pembulatan ke atas). Hotel non berbintang lama hunian pada tahun 2008 selama 2 malam dan pada tahun 2012 selama 3 malam.

87

Jumlah penumpang pesawat juga mengalami peningkatan. Padatahun 2008 penumpang datang sebanyak 426.837 orang, berangkat sebanyak 429.707 orang, meningkat pada tahun 2012 penumpang datang sebanyak 555.810 orang dan berangkat 561.349 orang. Indikator lain yang dapat dijadikan ukuran kemajuan pembangunan ekonomi adalah jumlah barang yang masuk keluar di Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2008, jumlah barang yang dibongkar/masuk adalah 2.017.320 ton, naik pada tahun 2012 sebanyak 3.424.851 ton. Sedangkan barang keluar atau muat pada tahun 2008 sebanyak 690.070 ton, naik menjadi 23.009.126 ton. Hal ini menunjukkan bahwa pelayaran ke Sulawesi Tenggara sudah tidak lagi disebut sebagai jalur pelayaran kurus. Kapal yang datang tidak lagi kembali kosong, tetapi sudah penuh dengan muatan barang-barang hasil bumi/perdagangan.

Gambar 18. Kapal Pelni di Pelabuhan Kendari

Barang yang banyak diangkut ke luar Sulawesi Tenggara adalah seluruh hasil tambang. Hasil/produk tambang aspal tahun 2008 sebanyak 56.647 ton dan pada tahun 2012 sebanyak 342.427 ton. Hasil produk kakao juga diangkut keluar Sulawesi Tenggara 88 secara gelondongan pada tahun 2008 sebanyak 115.898 ton, dan pada tahun 2012 sebesar 140.645 ton. Di samping itu hasil laut dan hutan banyak yang diangkut ke lar Sulawesi Tenggara.

3. Bidang Sarana dan Prasarana wilayah. Penyediaan sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan social merupakan masalah klasik yang dihadapi Sulawesi Tenggara hingga 50 tahun Sulawesi Tenggara membangun. Infrastruktur adalah merupaakan faktor pengungkit atau leverage dalam pembangunan. Sementara pada satu sisi infrastruktur memerlukan investasi yang cukup besar. Pemerintah daerah tidak cukup dana untuk pembangunan infrstrutur yang memeadai. Namun H. Nur Alam.SE.M.Si Gubernur Sulawesi Tenggara terus berupaya meningkatkan ifrastruktur fisik seperti jalan, jembatan dan rumah sakit dan lainnya dengan cara meminjam kepada pemerintah pusat melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Kebijakan yang ditempuh oleh Gubernur H.Nur Alam.SE.M.Si adalah tepat dalam rangka akselerasi pembangunan di wilyah Sulawesi Tenggara. Utang Pemerintah daerah bukan sesuatu yang dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang dilakukan melalui perencanaan penggunaan yang matang. Susun Cash flow (aliran kas) dengan baik untuk melihat kemampuan daerah dalam membayar kembali utangnya pada saat jatuh tempo, atau dengan kata lain likwiditas keuangan daerah harus dijaga. Artinya pengeluaran pemerintah yang mendesak lainnya tidak terganggu. Kalau itu dilakukan dengan baik kehawatiran berbagai pihak bahwa pinjaman pemerintah daerah akan mengganggu APBD tidak akan terbukti. Kebijakan Gubernur H.Nur Alam.SE.M.Si justru memperbaiki struktur pengeluaran pemerintah melalui APBD. Perbaikan struktur pengeluaran pemerintah daerah dimaksud adalah bahwa kalau selama ini struktur pengeluaran pemerintah lebih besar digunakan untuk pengeluaran rutin dibanding dengan pengeluaran pembangunan, maka dengan kebijakan Gubernur tersebut pengeluaran pembangunan akan lebih besar dibanding pengeluaran rutin. Hal tersebut sudah sesuai dengan harapan 89 masyarakat dan pemerintah pusat. Menteri Dalam negeri menegaskan dalam pengarahannya di awal tahun anggaran 2014, bahwa dalam penggunaan anggaran pemerintah daerah jangan sampai pengeluaran rutin lebih besar dari pengeluaran pembangunan. Maksimum pengeluaran rutin sebesar 50% daritotal anggaran yang ada. Pembangunan rumah sakit BAHTRAMAS atau rumah sakit umum daerah provinsi terus ditingkat hingga nantinya menjadi rumah sakit pendidikan yang akan dimanfaatkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Halu oleo untuk mencetak dokter. Akreditasinya sudah dilakukan, tinggal menunggu hasilnya. Tetapi yang terpenting bahwa Rumah Sakit BAHTRAMAS akan menjadi rumah sakit yang canggih di kawasan Timur Indonesia dan melayani berbagai penyakit ringan sampai kronis dan pasien tidak perlu dirujuk ke rumah sakit lainnya di Indonesia. Selain pembangunan rumah sakit, pembangunan dan peningkatan jalan terus ditingkatkan. Pada tahun 2012 jalan Negara sepanjang 1.397,50 km diaspal telah mencapai 82,7 %, kerikil 6,1 % dan tanah sekitar 11,17 %. Sementara jalan provinsi sepanjang 906,09 km yang diaspal sekitar 54,5 %, kerikil/pengerasan sepanjang 28,78 % dan tanah sekitar 16,72 %. Jalan kabupaten yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota sepanjang 7.709,44 km, yang diaspal sepanjang 30,69 %, kerikil atau pengerasan 51,99 % dan tanah sekitar 15,63 %. Atau secara keseluruhan panajng jalan di Sulawesi Tenggara pada tahun 2012 sepanjang 10.012,58 km, diaspal telah mencapai 40,40 %, kerikil 43,49 % dan sisanya tanah sekitar 16,11 %. Pembangunan Bandar udara HALUOLEO (dulu Woltermonginsidi) terus ditingkatkan kapasitas dan kualitasnya serta pelayanannya. Frekuaensi penerbangan dari dan ke Kendari terus meningkat seperti telah diuraikan sebelumnya pada bidang ekonomi. Demikian pula jumlah penunpang yang datang dan

90 berangkat terus mengalami peningkatan. Penerbangan langsung Kendari Jakarta dan Jakarta Kendari sudah dapat diakses 2 kali sehari tidak melalui Makassar. Harapan masyarakat penerbangan langsung lainnya seperti ke Kawasan Timur dan Barat lainnya terus ditingkatkan.

Gambar 19. Bandar Udara Haluoleo Kendari

Pembangunan pelabuhan kontainer di Kota Kendari terus dilakukan dan diharapakan sudah dapat beroperasi di tahun 2014 tepat 50 tahun Sultara membangun.

91

Gambar 20. Pelabuhan Kontainer Kendari Pembangunan gedung-gedung sekolah mulai dari tingkat Sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi terus dilakukan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya pada paragraph pembangunan sumberdaya manusia.

Gambar 21. Jalan Penghubung Kota Kendari ke Pelabuhan Kontainer 4. Bidang Pembangunan Wilayah Strategi pembangunan wilayah yang diterapkan Gubernur H.Nur Alam .SE.M.Si yang sebelumnya telah dirintis Gubernur Drs.H. La Ode Kaimuddin melalui pendekatan kutub pertumbuhan atau pengembangan pusat dan sub-pusat pertumbuhan telah mampu mendekatkan pusat-pusat pelayanan, distribusi dan pasar kepada masyarakat yang selama ini terisolasi sescara pisik, sosial dan ekonomi. Strategi ini sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat melalui pemekaran wilayah. Pada Periode Gubernur Drs.H.La Ode Kaimuddin, telah dimekarkan kota administratif Kendari menjadi Kota otonom dan sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi. Selanjutnya Kabupaten Konawe (Kendari) memekarkan Kabupaten Konawe Selatan. Pada Periode Gubernur Ali Mazi, kota 92

Bau-bau dimekarkan. Akibatnya ibukota Kabupaten Buton pindah ke Pasarwajo. Kabupaten Wakatobi, Kolaka Utara dan Bombana menyusul kemudian. Pada periode pemerintahan Gubernur H.Nur Alam.SE.M.Si meyusul dimekarkan Kabupaten Buton Utara, Konawe Utara, Kolaka Timur dan Konawe Kepulauan.

Gambar 22. Pelabuhan Kontainer Bungkutoko (Dalam Tahap Pembangunan) Sementara dalam pengusulan untuk dimekarkan adalah Provinsi Buton Raya, Kota Raha, kabupaten Buton Barat, Kabupaten Konawe Timur, Muna Barat, dan Buton Tengah. Tidak tertutup kemungkinan beberapa sub pusat pertumbuhan lainnya seperti Buapinang, Dongkala,Lasihao, Lawele dan Wolo akan ikut dimekarkan. Konsep awal yang dikemukakan penulis sebanyak 4 Pusat pengembangan dan 21 Sub-pust pertumbuhan pada waktu pemerintahan Gubernur Drs.H. La Ode Kaimuddin. Dua belas (12) diantaranya sudah mekar jadi Ibu kota Provinsi, Kabupaten dan kota. 5. Bidang Pembangunan Lingkungan Hidup. 93

Tidak dapat dimungkiri bahwa kerusakan lingkungan telah meresahkan masyarakat. Banjir, tanah longsor, tercemarnya air sungai, pendangkalan teluk Kendari, menurunya produksi ikan, semua ini merupakan bukti nyata menurunnya kualitas lingkungan hidup. Pemerintah daerah dibawah pimpinan Gubernur H.Nur Alam.SE.M.Si secara terus menerus melaksanakan program penghijauan dan pencegahan setiap kegiatan yang dapat merusak lingkungan hidup. Setiap instansi pemerintah maupun mayarakat dan komponen masyarakat lainnya dihimbau untuk melakukan kegiatan penanaman pohon pada daerah-daerah yang telah mengalami degradasi dan deforestasi. Analisis dampak lingkungan untuk setiap kegiatan pembagunan terus ditingkatkan dan dalam pengawasan yang ketat. Beberapa kota dan kabupaten telah mendapatkan penghargaan Piala Adipura dari pemerintah pusat sebagai bukti keberhasilan pemerintah daerah menangani masalah kebersihan, kebakaran dan keindahan.

94

BAB IV

KONDISI OBJEKTIF DAN ANALISIS

4.1. Latar Belakang Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi Jazirah Pulau Sulawesi dan pulau pulau kecil disekitarnya yakni pulau Buton. P Muna, gugusan pulau Wakatobi, pulau Wawonii, P. Kabaena dan lain lain. Luas perairan sekitar 114 879 km2 dan wilayah daratan seluas 38 140 km2. Jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 2 230 569 jiwa yang merupakan hasil sensus dengan pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Secara administrasi provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 14 kabupaten dan kota yakni Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, dan Kabupaten wakatobi. Pada tahun 2008 Sulawesi Tenggara mengalami pergantian Gubernur dari Ali Masi SH ke H. Nur Alam SE,MSi. Nur Alam berhasil memenangkan PILKADA I Sulawesi Tenggara menjadi Gubernur berkat Visi dan Misi yang diembannya yakni Membangun Kesejahteraan Masyarakat ( BAHTRAMAS) yang sesuai dengan kondisi objektif Sulawesi Tenggara pada saat itu ( 2007). BAHTRAMAS kemudian menjadi program utama dalam pembangunan wilayah Sulawesi Tenggara dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat/rakyat Sulawesi Tenggara. Lima tahun Program BAHTRAMAS berjalan bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan pertama Gubernur Sulawesi Tenggara H.Nur Alam SE;MSi. Banyak kemajuan pembangunan yang telah dicapai, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 sebesar 10,4 % lebih tinggi pertumbuhan nasional. Sementara 95 kondisi ekonomi nasional masih dipengaruhi krisis ekonomi global. Negara-negara Eropa, dan Amerika Serikat mengalami krisis ekonomi yang cukup parah disamping krisis politik Timur Tengah juga berpengaruh pada perekonomian nasioanal. Pertumbuhan ekonomi nasional hanya sebesar 5,6 % pada tahun 2012. Dibalik pertumbuhan ekonomi yang relativ tinggi, masih banyak masalah yang dihadapi terutama upaya peningkatan pendapatan perkapita, kelancaran distribusi, sumberdaya alam yang belum terkelola dengan optimal, investasi rendah, infrastruktur wilayah yang terbatas jumlah dan kualitasnya, tingginya kebocoran regional tinggi, produksi, produktivitas dan efsiiensi kerja rendah, sektor hilir belum berkembang, kualitas sumberdaya manusia relative masih rendah, degradasi lingkungan tinggi dan lain-lain. Pada awal tahun 2013 H. Nur Alam kembali dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin Sulawesi Tenggara 5 tahun ke depan 2013 – 2018 dengan tetap mengusung Program BAHTERAMAS sebagai program utama dan pembangunan infrastruktur wilayah menjadi prioritas. Berdasarkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan masih banyaknya hambatan yang dihadapai dalam upaya mewujudkan kesehateraan masyarakat khususnya dalam menyiapkan infrastruktur wilayah. Atau dengan kata lain masih dirasakan adanya kesenjangan yang signifikan antara potensi sumberdaya alam yang melimpah tetapi masyarakat masih hidup dengan kesejahteraan yang rendah yang ditandai dengan pendapatan perkapita yang relatif rendah pula yakni hanya separuh dari pendapatan perkapita nasional. Pendapatan nasional rata-rata sebesar Rp.31.500.000,- dan Sulawesi Tenggara hanya sebesar Rp.16.357.000,-. Selain itu, meskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, namun kontribusi PDRB Sulawesi Tenggara terhadap PDB Indonesia masih sangat rendah yakni hanya sekitar 0,52 %. Dalam memperingati setengah abad atau 50 tahun Sulawesi tenggara menjadi Provinsi otonom terlepas dari Provinsi Sulawesi

96

Selatan dan Tenggara, berikut ini akan dikemukakan kondisi objektif Sulawesi Tenggara. 4.2. Kondisi Objektif Sulawesi Tenggara. a. Bidang Ekonomi dan Sumberdaya alam. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dari periode ke periode pemerintahan Gubernur mulai dari J. Wayong sampai H. Nur Alam sekarang bahwa Sulawesi Tenggara memiliki potensi Sumberdaya Alam yang melimpah tetapi masyarakatnya hidup masih serba kekurangan. Dengan kata lain tingkat kesejahteraan penduduk masih terbatas. Ini kondisi yang belum dan tidak dapat diterima dengan akal sehat. Kontribusi PDRB Sulawesi Tenggara terhadap PDB Indonesia kurang dari 1 % atau hanya sekitar 0,52 %. Artinya dilihat dari kaca mata perekonomian nasional,

Grafik 3. Perkembangan PDRB Tahun 2002- 2012

Sumbangan Sulawesi Tenggara kurang bermakna/signifikan dalam memberikan sumbangan atau kontribusi kepada perekonomian nasional. Dalam kalkulasi ekonomi wajar bila Sulawesi Tenggara kurang mendapat perhatian dan kucuran dana pembangunan dari pemerintah pusat.

97

Grafik 4. Perkembangan APBD Tahun 2005-2012

Grafik 5. Perkembangan Pendapatan Perkapita Tahun 2005- 2011 Bukti lain menunjukkan bahwa pendapatan perkapita penduduk Sulawesi Tenggara sangat rendah yakni hanya sekitar 0,51 %. Artinya bahwa tingkat kesejahteraan atau kemampuan daya beli masyarakat Sulawesi Tenggara hanya separuh dari kemampuan daya beli penduduk Indonesia. Kalau data yang disajikan BPS di atas benar (hampir semua data yang digunakan penulis dalam buku ini bersumber dari BPS ( Biro Pusat Statistik Sultra dan pusat), Maka Pemerintah dan masyarakat Sulawesi Tenggara masih harus

98 berjuang meningkatkan nilai tambah ekonomi disemua sektor. Penulis berharap data yang disajikan BPS Pusat dan pengguna data lain seperti BI tidak didasarkan atas rasionalilasi data terhadap seluruh data yang masuk dari berbagai provinsi atau disesuikan dengan kondisi ekonomi nasional. Penggunaan istilah data sangat sementara dan data sementara sebaiknya dihindari, karena ini bisa mengarah pembuat data menjadi taller made tukang jahid, bekerja berdasarkan pesanan). Peneliti dan ilmuan harus bebas nilai (free value). Kalau memang data objektif Sultra menunjukkan pertumbuhan ekonomi tinggi atau rendah ya… sajikan seperti itu, demikian pula tentang nilai PDRB. Kalau data yang disajikan tidak benar maka analisis yang disampaikan oleh pengguna data juga menjadi tidak benar. (garbage in garbage out). Jangan salahkan analistnya kalau hasil analisnya ngaur.

Mengapa PDRB, pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara rendah dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber daya alam belum dikelola secara optimal, banyak lahan tidur yang sangat potensial untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan peternakan. Potensi perairan dan pesisir pantai belum di optimal pemanfaatannya, dan juga terjadi kebocoran regional. Kebocoran regional dimaksud adalah banyak hasil-hasil laut atau tangkapan di wilayah Sulawesi Tenggara yang di ambil oleh nelayan-nelayan domestik dan atau asing. Demikian pula nilai tambah dari hasil pertanian lainnya dan tambang tidak dihitung sebagai produksi atau nilai tambah Sultra tetapi masuk nilai tambah daerah lain karena diekspor dan dikelola lebih lanjut oleh daerah lain. Sektor hilir atau industri pengolahan bahan baku yang dihasilkan Sulawesi Tenggara belum berkembang. Termasuk sektor pertambangan. Pembangunan smelter belum menyelesaikan masalah. Sebaiknya smelter harus diikuti pengembangan industri

99

pengolahan bahan nikel lebih lanjut. Sebagai contoh Tambang Pomalaa tidak memiliki pengganda pendapatan dan kesempatan kerja kedepan ( Foreward lingkage), karena hasil tambang atau nikel belum diolah lebih lanjut di wilayah Sulawesi Tenggara berupa industri stanless steel dan industri lainya yang memanfaatkan nikel sebagai bahan baku.

2. Tambang aspal Buton juga tidak kurang member kontribusi terhadap pembangunan wilayah dan nasional. Pemerintah tidak memiliki konsistensi dalam pemanfaatan aspal Buton. Pulau Buton merupakan penghasil aspal alam terbesar di dunia, tetapi wilayah sekitar dan daerah hinterland-nya jalanannya hampir separuh tidak di aspal. Di Sulawesi Tenggara Total jalan sepanjang 10.012,58 km, yang diaspal hanya 40,04 %. Pertanyaannya dimana keberpihakan Pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam memajukan ekonominya melalui potensi SDA yang dimilikinya. Sudah ada kesepakatan (political will) Pemerintah daerah pada waktu pemerintahan Gubernu Ali Mazi sampai Gubernur H. Nur Alam.SE.M.Si, tetapi implementasi pada tingkat pelaksanaan tidak konsisten dengan kesepakatan yang sudah ada, dengan berbagai alasan tehnis yang sebenarnya sudah gugur dengan adanya kemajuan tekhnologi. Alasan ini sama dengan kasus impor beras, jagung, daging, kedele, bawang di Indonesia, dimana harga lokal dan dalam negeri lebih tinggi dibanding harga impor. Produk lokal/dalam negeri lebih besar/tinggi biaya produksinya, sehingga tidak efisien penggunaanya. Aspal Buton juga demikian, biaya produksi dan penggunaanya tinggi, seperti pengepakan kurang baik dan alasan lainnya yang dicari-cari pengusaha kontraktor jalan, dalam upaya mendapatkan keuntungan yang lebih besar melalui kerja sama dengan pimpinan proyek.

100

3. Biji atau Fero nikel, kakao, ikan, rumput laut dan hasil pertanian lainnya umumnya dijual secara gelondongan ke luar Sulawesi Tenggara (ekspor dan antar pulau). Ini berarti nilai tambah yang diperoleh dari perut bumi Sulawesi Tenggara relative kecil, jadi wajar kalau PDRB Sulawesi Tenggara masih kecil yaitu baru sekitar Rp. 40 trilyun dan ini hanya sekitar 0,32 dari PDB Indonesia/nasional. Mengapa industri penglolahan atau sektor hilir tidak atau belum berkembang? Yang mengakibatkan kebocoran regional tinggi. Penjelasannya sebagai berikut: Industri pengolahan belum atau tidak berkembang dengan baik di wilayah Sulawesi Tenggara adalah karena investor enggan menanamkan modalnya disektor hilir karena tidak tersedianya infrastruktur ekonomi yang cukup dan murah. Daya saing Sulawesi Tenggara sebagai tempat pembangunan industri pengolahan sangat rendah. Untuk membangun suatu industri perlu ada sumber energy yang cukup dan murah, bahan baku yang berkualitas dan jumlahnya cukup dan berkesinambungan dan tenaga kerja yang terampil dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Sarana dan prasarana perhungan/transportasi yang cukup dan baik. Jalan, jembatan dermaga kontainer, pangkalan udara ke dan dari pusat-pusat pembangunan belum memadai untuk mewujudkan efesiensi ekonomi. Iklim usaha dalam hal kepastian hukum dan administrasi belum mendukung. Birokrasi masih panjang berbelit-belit dan mahal. Perlu adanya taxholiday bagi industri-indstri baru. Upaya dan kebijakan peningkatan PAD sebaiknya ditunda hingga perekonomian menggeliat. Pada saat ekonomi sudah menggeliat secara dinamis PAD pasti meningkat. Banyak hasil-hasil penelitian di Indonesia dan Sultra menyatakan hal seperti itu. Lihat saja DKI dan kota-kota atau daerah lainya di Indonesia yang sudah menggeliat ekonominya, PADnya besar melebihi pengeluran rutinnya.

101

Bukan dibalik, PAD dulu ditingkatkan akibanya kebijakan yang ada pungut sana pungit sini yang menyebabkan investasi menjadi mahal. Saya mendukung Pemerintah pusat (Mendagri) melakukan evauasi dan membatalkan PERDA-PERDA yang t idak memberikan insentif bagi investor dan masyarakat untuk menanamkan modalnya di daerah. PAD perlu uantuk membiayai keperluan kepala daerah dan legislative. Gaji, tunjangan dan honor kepala daerah, pimpinan dan anggota legislatif disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Bila roda ekonomi sudah menggeliat, PAD meningkat, maka wajar bila kesejahteraan atau gaji, tunjangan dan honor kepala daerah dan legislative ditingkatkan. Di bidang kepastian berusaha/perlindungan hukum juga belum kondusif masuknya investor ke Sulawesi Tenggara. Masalah kepemilikan lahan menjadi keluhan utama bagi investor. Pembebasan tanah tidak pernah tuntas. Jangankan investor mengeluh tentang masalah pembesan tanah. Pemerintah saja menyerah melihat prilaku oknum masyarakat tertentu. Lihat saja kasus pemilikan lahan P2ID tidak pernah tuntas sejak Bapak Gubernur Drs.H. Kaimudidin, Bapak Gubernur Ali Mazi,SH, sampai Bapak Gubernur H.Nur Alam,SE.M.Si, sehingga ada kesan bahwa Gubernur setelah Drs.H. Kaimuddin sengaja tidak mau melajutkan program yang sudah ada (dipolitisasi). P2id adalah asset daerah yang harus diselamatkan. Lahan Unhalu atau UHO ex-SPG di perempatan Wuawua, Kampus Hijau Tridharma Anduonuhu/Kambu, lahan perkebunan di Kecamatan Moramo juga digugat dan diserobot oknum warga yang mengaku sebagai pemilik lahan. Kasus diatas sekedar contoh belum kondusifnya iklim investasi di Sulawesi Tenggara. Sebagian produk unggulan Sulawesi Tenggara belum memiliki daya saing yang tinggi bila dilihat dari sisi biaya produksi. Hal tersebut disebabkan produktivitas masih rendah.

102

Contoh produktivitas lahan sawah dan tambak di Sulawesi Tenggara relative rendah sehingga biaya produksi perunit menjadi lebih tinggi/mahal. Harus diakui bahwa tingkat kesuburan lahan Sulawesi Tenggara lebih rendah bila dibanding dengan tingkat kesuburan lahan di pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Pengelolaan lahan sawah dan tambak perlu campur tangan teknologi yang tepat dan murah. Semua hal yang dikemukan di atas menjadi pekerjaan yang berat bagi Gubernur pasca 50 tahun Sulawesi Tenggara. b. Bidang Infrstruktur wilayah. Kondisi infrstruktur wilayah seperti fisik berupa jalan, jembatan, Bandar udara, pelabuhan, sekolah, rumah sakit belum memadai untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi yang masih terbatas. Panjang jalan di Sulwesi Tenggara sekitar 10.012,58 km, diantaraanya yang diaspal sekitar 40,4 %, kerikil atau pengerasan sekitar 43,5 km, dan tanah sekitar 16 %. Sementara jembatan penyeberangan atau fery jumlah dan kapasitasnya masih terbatas.

Gambar 23. Kondisi Jalan Tanah 103

Gambar 24. Kondisi Jalan Aspal Berlubang

Gambar 25. Kondisi Jalan Provinsi Aspal

104

Gambar 26. Kondisi Jalan Nasional Yang Sudah di Aspal

Jembatan penyeberangan yang menghubungkan pulau-pulau kecil perlu dibangun untuk meningkatkan mobilitas barang dan jasa di wilayah Sulawesi Tenggara. Sementara kapasitas jembatan penyeberangan Kolaka-BadjoE, Lasusua-Wajo, Torobulu-Tampo, Wamengkoli-Bau-bau, Kendari-Wawonii, Raha–Maligano, Mawasangka –Dongkala masih perlu ditingkatkan. Sementara pelabuhan container di Kendari dipercepat pembangunannya karena pelabuhan yang ada sudah tidak memadai menampung container yang dibongkar dan dan yang akan diangkut. Demikian pula pembangunan pelabuhan container di Baubau segera direalisasikan pembangunannya. Pelabuhan lainnya seperti pelabuhan Raha perlu ditingkatkan. Pelabuhan Wanci, Ereke perlu segera dibangun dengan kapasitas yang memadai untuk kepentingan jangka panjang. Lapangan udara Haluoleo perlu terus ditingkatkan kualitas, panjang dan luas landasannya. Langan parker pesawat juga masih perlu ditingkatkan. Demikian halnya dengan Bandar udara Betoambari di Babu-Bau, Wanci di Wangiwangi, Kolaka.

105

Kebutuhan akan pembangkit tenaga listrik untuk menambah kapasitas pasokan listrik di setiap ibu kota provinsi, dan kabupatan menjadi prioritas yang utama bila ingin meningkatkan daya tarik investor masuk ke wilayah Sulawesi Tenggara. Sulawesi Tenggara memiliki potensi pembangkit listrik tenaga air, tenaga uap, tenaga angin, panas bumi yang tersebar dihampir seluruh Kabupaten dan kota. Permintaan dan penawaran tenaga listrik tidak seimbang. Permintaan listrik lebih besar dari pasokan listrik atau daya yang tersedia. Pasokan tenaga listrik yang cukup dan murahakan meningkatkan investasi disemua sektor, terutama sektor industri manufactur kerajinan rakyat. Sarana dan prasarana kesehatan, rumah sakit puskesmas merupakan kebutuhan mendasar dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Jumlah rumah sakit dan muskesmas relatif masih kurang, demikian pula halnya dengan daya tampung ruang perawatan, rawat inap, jumlah dan kualitasnya masih relatif terbatas. Gedung-gedung sekolah sudah banyak yang harus direhabilitasi atau membuat bangunan baru. Banyak bangunan sekolah yang sudah tidak layak lagi digunakan sebagaimana mestinya. Upaya pemerintah mendorong berdirinya sekolah- sekolah binaan masyarakat perlu ditingkatkan, mengingat daya tamping sekolah-sekolah milik pemerintah semakin terbatas. Rumah-rumah ibadah jumlahnya sudah relatif banyak, tetapi kualitas dan fasiltas pendukung masih memprihatinkan. Membangun rumah ibadah yang berkapasitas besar dan indah merupakan keharusan bagi setiap umat manusia dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan taqwa. Infrastruktur telekomunikasi di Sulawesi Tenggara relative berkembang baik, terutama dengan meningkatnya penggunan telepon seluler (mobile phone). Pembagunan BTS tersebar diseluruh pelosok wilayah Sulawesi Tenggara, sehingga komunikasi dengan mobile phone sudah menjadi konsumsi utama masyarakat.

106

c. Bidang Lingkungan Hidup Degrasi lingkungan hidup di wilayah Sulawesi Tenggara cukup memprihatinkan dan meresahkan masyarakat. Ancaman longsor, banjir, menurunya produksi dan produktivitas hasil pertanian dan perikanan telah terjadi. Pendangkalan teluk, sungai dan menurunya kualitas air juga merupakan bukti semakin menurunnya kualitas lingkungan. Deforestasi atau penggundulan hutan sulit dihindari sebab ada yang terjadi karena direncanakan dan ada juga yang terjadi karena tidak direncanakan. Deforestasi yang direncanakan misalnya pertambangan, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur. Sementara deforestasi yang tidak direncanakan seperti kebakaran hutan, pembalakan dan illegal loging. Pulau Muna yang terkenal sejak masa penjajahan sebagai penghasil jati (grandis) alam terbesar tinggal menjadi kenangan. Demikian pula halnya dengan rotan dan kayu hitam (ebony) yang dulunya merupakan hasil hutan yang terkenal dari Sulawesi Tenggara sekarang sudah menjadi barang langkah dan sulit ditemukan sekarang (punah). Pencemaran udara juga semakin meningkat dengan meningkatnya industry dan rumah tangga yang mengeluarkan pullutan gas melebihi ambang batas yang diperkenankan. Termasuk penggunaan kenderaan bermmotor dan alat kecantikan dan pembasmi hama yang sudah melebihi ambang batas yang dibolehkan. d. Bidang Pemerintahan atau Layan Publik Secara umum pembangunan dibidang pemerintahan sudah baik meskipun masih belum memuaskan terutama dalam pelayanan public. Kendala-kendala dalam upaya peningkatan pelayanan public pemerintah daerah (aparat pemerintah provinsi, kabupaten dan kota) Sulawesi Tenggara antara lain:

107

1. Kurangnya komitmen dari aparatur pelayanan 2. Kurangnya pemahaman tentang manajemen kualitas 3. Ketidak mampuan merubah kultur atau perilaku yang kurang mendukung 4. Kurang akuratnya perencanaan kualitas 5. Kurang efektifnya pengembangan kualitas SDM 6. Sistem dan struktur kelembagaan kurang kondusif 7. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung 8. Lemahnya system insentif khususnya yang bersifat nonfinasial 9. Penerapan system manajemen kualitas belum efektif 10. Layanan public umumnya berorientasi jangka pendek 11. System informasi kinerja pelayanan belum dikembangkan 12. Lemahnya integritas aparat 13. Berorientasi status quo

Dalam upaya peningkatan kualitas layanan public dikemukakan beberapa konsep untuk di ketahui, dipahami dan di implementasikan oleh apatur pemerintah didaerah adalah sebagai berikut:

1. Reliability, mencakup dua hal yakni kinerja dan kemampuan untuk dapat dipercaya. 2. Responsivenes, mencakup kemauan dan kesiapan para aparatur Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas 3. Competence, mencakup kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh aparat pemberi layanan 4. Acces, mencakup kemudahan layanan dan ketrjangkauan lokasi pelayanan 5. Cpurtesy, mencakup sikap sopan santun dan keramahan aparat pemberi pelayanan 6. Communication, mencakup pemberian informasi yang dapat dipahami oleh masyarakat yang dilayani 7. Credibility. Mencakup sifat jujur, dan dapat dipercaya yang dimiliki aparatur pemberi layanan

108

8. Security, mencakup kemanan, bahaya, da resiko yang akan dihadapi oleh masyarakat. 9. Understanding, mencakup usaha untuk memahami kebutuhan masyarakat. 10. Tangible, mencakup bukti fisik layanan yang diberikan kepada masyarakat seperti peralatan, fasilitas ruangan atau gedung, dan lain-lain. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63/KEP/M.Pan/7/2003, menyatakan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pelayanan public, Pemerintah Pusat dan Daerah diwajibkan untuk memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Kesederhanaan 2. Kejelasan 3. Kepastian waktu 4. Akurasi 5. Keamanan 6. Tanggung jawab 7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana 8. Kemudahan akses 9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan 10. Kenyamanan. e. Bidang Sumberdaya Manusia Pembangunan sumberdaya manusia di Sulawesi Tenggara cukup baik dan enunjukkan ada peningkatan kualitas. Indeks pembangunan manusia (IPM) Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan meskipun belumterlalu signifikan. Program BAHTRAMAS yang berfokus pada pendidikan, kesehatan ekonomi lapis bawah telah mendorong peningkatan IPM secara terus menerus. IPM Sultra tahun 2012 sebesar 70, 89 atau sudah berada pada kualitas sumberdaya manusia tingkat menengah (kriterianya < 60 rendah, 60 – 80 menengah, > 80 tinggi). Kalau dilihat dari urutan IPM 33 provinsi, Sulawesi Tenggara berada urutan ke 25. 109

Hasil analisis menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan antara IPM dengan DAU adalah positif di Sulawesi Tenggara. Tidak negative seperti yang kemukakan beberapa pengamat termasuk pembuat data (BPS) yang bisa dibaca lewat internet dan Koran-koran nasional maupun daerah. Koofisien korelasi IPM terhadap DAU sebesar 0.985, artinya bahwa bila IPM meningkat, maka DAU juga meningkat atau sebaliknya bila DAU ditingkatkan IPM meningkat. Data BPS menunjukan IPM Sultra dari tahun 2004 -2011 terus mengalami peningkatan, dibarengi dengan peningkatan DAU dari tahun yang sama juga terus mengalami peningkatan. Jadi untuk kasus Sulawesi Tenggara peningkatan IPM tidak akan mengurangi DAU karena hubngan tidak negative. Kalau koofisien korelasi negative berarti apabila IPM meningkat maka DAU akan menurun. Karena adanya analisan dan informasi seperti ini ada kecenderungan beberapa Pemerintah Daerah yang tidak berusaha meningkatkan IPM-nya, sebab takut DAU-nya dikurangi. Indikator alokasi DAU tidak didasarkan semata-mata pada IPM, tetapi alokasi DAU didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, kontribusi daerah terhadap pemerintah pusat, pajak dan daya saing wilayah dan kemampuan negosiasi politik. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, namun jumlah, kualitas guru dan dosen relatif masih rendah. Demikiam pula jumlah dan kualitas serta insentif dokter khususnya dokter ahli, dan paramedis relatif masih rendah. Pendidikan alternative relative masih rendah. Balai latihan kerja dan Diklat-diklat sudah dikurangi bahkan ada yang pelaksanaanya ditarik ke pemerintah pusat. Demikian kondisi objektif Sulawesi Tenggara yang maih perlu mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat setelah 50 tahun Sultra membangun.

110

BAB V

PENUTUP

Setengah Abad Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri, terpisah dari provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara. Selama 50 tahun Sulawesi Tenggara membangunan, sudah banyak kemajuan yang telah dicapai, namun saat ini dan kedepan masih terbentang setumpuk masalah yang masih harus di atasi dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Pada awal mula berdiri sebagai Provinsi otonom, Negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat dalam dan berkepanjangan, diikuti oleh krisis politik pemberontakan G.30 PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965 serta dampak pemberontakan DI-TII Kahar Muzakkar. Sekitar 4 (empat tahun pertama berdirinya Provinsi Sulawesi Tenggara, belum banyak aktivitas pembangunan terutama pembangunan ekoomi dilakukan oleh Gubernur pendahulu. Pada tahun 1969/1970 awal pembangunan berencana dimulai atau Repelita I Indonesia, barulah geliat pembangunan mulai nampak. Rezim Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Soeharto menyusun Rencana Jangka Panjang Garis-Garis Besar Haluan Negara, kemudian Rencana jangka menengah Rencana Pembangunan 5 tahun (REPELITA) dilaksanakan. Dalam kurun waktu 50 tahun pertumbuhan ekonomi yang dicapai rata-rata 7,89 % pertahun di atas pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 7,1 %. Meskipun pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, namun bila dilihat dari pendapatan perkapita, IPM, dan kontribusi PDRB Sulawesi Tenggara terhadap PDB nasional masih jauh tertinggal.

111

Sulawesi Tenggara memiliki potensi Sumber Daya Alam yang melimpah didukung oleh sumberdaya manusia yang banyak dan berkualitas, yang merupakan modal dasar untuk melakukan akselerasi pembangunan di masa yang akan datang. Bila tidak, maka Provinsi Sulawesi Tenggara akan tetap tertinggal. Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara ke depan mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memajukan rakyat Sulawesi Tenggara sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yakni bangsa yang sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 45.

112

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1984. Sulawesi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara, BPS Sulawesi Tengara.

______, 1988. Sulawesi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara.

______, 1994. Sulawesi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara.

______, 1999. Sulawsi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara.

______, 2003. Sulawesi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara.

______, 2010. Sulawesi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara.

______, 2013. Sulawesi Tenggara Dalam Angka, BPS Sulawesi Tenggara.

______,2008. Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tenggara, BPS Sulawesi Tenggara.

______,2012. Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tenggara, BPS Sulawesi Tenggara.

Anonim,2008. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2013, PERDA No.7 Tahun 7 Tahun 2008.

Jusuf Abadi,M. 1993. Kajian Pusat dan Sub-Pusat Pertubuhan di Sulawesi Tenggara. Penelitian Kerja Sama antara Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara dengan Ikatan

113

Cendekiawan Muslim seIndonesia (ICMI) Korwil Sultra dan Universitas Haluoleo.

______1996. Analisis Keterkaitan Pembangunan Anatara Kota dan Desa Di Sulawesi Tenggara. Disetasi Doktor. Universitas Hasanuddin.

______,1998. Analisis Keterkaitan Pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia. Jurnal IPS. Universitas Negeri Malang.

______, 2000. Analisis Keterkaitan Pembanguna antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Jurnal IPS. Universitas Negeri Malang.

______. 1999. Ekonomi Kerakyatan dan Implikasinya. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kemiskinan di Indonesia pasca krisis Ekonomi dan Moneter. Bapenas. Jakarta tanggal 10-11 Oktober.

______, 2003. Ekonomi Kerakyatan. Makalah disajikan pada kegiatan Sosialisasi Ketahan Nasional oleh Badan Kesatuan Bangsa Sulawesi Tenggara di Kendar tanggal 16 November

______,2006. Potensi dan StrategiPengembangan Ekonomi Kerakyatan di Sulawesi Tenggara. Peringatan Seperempat Abad Unhalu Percikan Pemikiran dan Karya. Unhalu Press.

Miller.E.R and Blair P.D. 1985. Input-Output Analysis. Foundations and Eextensions. Englewood New Jersy.

Riyadi dan Bratakusumah. D.S. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Gramedia Jakarta.

Richardson.H.W. 1972. Input-output and Regional Economics. John Wiley & Sons. New York. 114

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Praninta Offset. Padang

Tamburaka. R.E. et al,. 2004. Sejarah Sulawesi Tenggara dan 40 Tahun Sultra Membangun. Hasil Penelitian. Unhalu Kendari

115