1
TRADISI SAMA’ (MENYIMAK) DI INDONESIA STUDI KASUS; RITUAL TARI DARWIS BERPUTAR TAREKAT NAQSYABANDI HAQQANI RABBANI DI JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
oleh
Indah Rahmawati
NIM: 104022000801
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 2
ABSTRAK
Secara literer, makna sama’ yakni mendengarkan. Istilah tersebut dipakai oleh kaum sufi untuk menyebut ritual menyimak syair yang dinyanyikan atau dibacakan dengan atau tanpa iringan musik. Penekanannya adalah lebih pada pengalaman menyimak (syair) daripada menikmati pertunjukkan musiknya. Tujuan dari ritual ini adalah ketenangan jiwa. Sebagian tarekat memasukkan unsur tari didalamnya. Adapun ritual sama’ dengan tari yang masih bertahan hingga kini adalah Tari Darwis Berputar, karya Jalaluddin Rumi sekaligus pendiri tarekat Mawlawiyyah. Sebagian kaum syariat melarang praktek ritual ini, karena dinilai bid’ah. Memang dalam aturan sufi, praktek ritual ini sebenarnya dilarang bagi masyarakat umum yang tidak mengerti ritual ini. Tetapi dalam perkembangannya, tari ini dipentaskan sebagai sebuah karya seni ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dalam pertunjukkan-pertunjukkan pentas, tari ini berubah fungsi menjadi media dakwah tersendiri, menawarkan sudut pandang sosial berbeda, bahkan memberikan corak baru dalam dinamika budaya di Indonesia. Di Indonesia, tradisi ini dipertahankan oleh Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani dan Anand Ashram. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana dan seperti apa tradisi sama’ tari ini berkembang di Indonesia melalui tarekat Naqsyabandi Haqqani. Bagaimanakah posisinya dalam tradisi budaya yang religius di Indonesia, bagaimana masyarakat social pada umumnya menilai tradisi sama’ tari ini, dan sejauh mana kontribusinya dalam dakwah Islam di Indonesia khususnya Jakarta. Metode penelitian yang akan digunakan dalam pembahasan tulisan ini adalah metode historis yang menggunakan pendekatan social-antropologi. Sedangkan subjek dari tulisan ini adalah tradisi ritual sama’ Tari Darwis Berputar yang dilakukan oleh sebuah tarekat Naqsyabandi di Indonesia. Naqsyabandi terbagi menjadi Mujadiyyah, Khalidiyyah, Mazhariyyah, dan Haqqani. Naqsyabandi sendiri sebenarnya merupakan tarekat yang sejak lama berpengaruh di Indonesia. Di Indonesia, Naqsyabandi termasuk salah satu tarekat yang taat syariah. Sedangkan Terekat Naqsyabandi yang melaksanakan tradisi sama’ tari ini ialah Naqsyabandi Haqqani Rabbani. 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan juga nikmat yang begitu banyak sehingga dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad saw dan seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.
Penulis tentu tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik bantuan moral maupun material, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Abd. Chair, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA., selaku Ketua Jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam serta Bapak Usep Abdul Matin, SAg., MA., MA.,
selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
3. Bapak Dr. Sudarnoto Abdul hakim, MA, selaku dosen Pembimping
Skripsi yang telah memberikan motivasi untuk menyelesaikan skrpsi
ini dengan baik
4. Bapak Drs. Saidun Derani, MA, selaku dosen Pembimbing Akademik
yang telah membantu proses skripsi ini dan Bapak H. Nurhasan, SAg,
MA., selaku dosen Seminar Skripsi.
5. Bapak-bapak serta ibu-ibu dosen Fakutas Adab dan Humaniora,
terutama kepada dosen Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang 4
telah memberikan ilmunya selama masa kuliah, serta staf-staf pegawai
akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun
pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
staf-stafnya yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi
penulis untuk mendapat buku-buku bacaan pada saat masa kuliah dan
saat menyelesaikan skripsi ini.
7. Para Syekh serta anggota, baik pengikut maupun partisipan Tarekat
Naqsyabandi Haqqani Kampung Melayu, dan Tarekat Naqsyabandi
Haqqani Rabbani di Bulungan dan Cinere yang telah memberikan
informasi dan data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi
ini.
8. Orang tua tercinta bapak Subarno dan ibu Suci Utami yang telah
mendidik dan membesarkan penulis, terima kasih yang tak terhingga
atas doa yang tak henti-henti serta ridhonya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kakak serta adik penulis, Rachmat Fadillah dan Aulia Istita’ah
Zahriani yang tutut memotivasi penulisan skripsi ini, serta teman-
teman Fuad Adrian Salasa, Muhammad Khamdi, Fahmi Irfani,
Nurendah Muthiah, Cenun, Muthmainnah, Setyadi Sulaiman,
Rahmiwati, Khairuddin, Aini, Fatimah, Siti Rohimah, Marni, Anita,
Munah, Maria, Glen, Syarif, Tia, Endah, Ida, Nengkomariah dan
teman-teman mahasiswa jurusan SPI lainnya angkatan 2004. 5
Demikianlah ucapan terima kasih penulis, semoga Allah SWT membalas amal kebaikan mereka dengan berlipat ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang memerlukannya.
Ciputat, 20 Juni 2009
Indah Rahmawati 6
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………….1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………7
C. Tujuan Penulisan………………………………………...... 8
D. Tinjauan Pustaka.……………………………………………………...8
E. Metodelogi Penulisan ………………………………………………..10
F. Sistematika Penulisan………………………………………………...14
BAB II. SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDI
HAQQANI RABBANI DI JAKARTA
A. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandi Haqqani
di Jakarta……………..………………………………………………16
B. Karakteristik Tarekat Naqsyabandi Haqqani ……………………….23
C. Munculnya Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani………………...35
BAB III. SEJARAH PERKEMBANGAN TRADISI SAMA’
A. Pengertian Sama’………………………………………………...... 41
B. Unsur Tari dalamSama’……………………………………...……....46
C. Kronologi Sejarah Tradisi Tari Darwis Berputar…………..………...50
D. Beberapa Kasus Ritual Tari Darwis Berputar di Indonesia………….53 7
BAB IV. TRADISI TARI DARWIS BERPUTAR TAREKAT
NAQSYABANDI HAQQANI RABBANI DI JAKARTA
A. Pertunjukan Tari Darwis Berputar sebagai bagian dari Komunitas
Zikir Kota ……………………………………………………………65
B. Fungsi Tradisi Tari Darwis Berputar pada Lingkup Sosial- Budaya.. 71
C. Tari Sufi dalam Pentas Seni sebagai Dakwah Sufistik Baru……….. 76
D. Redefinisi Praktik Spiritual dalam Pentas Tari Darwis Berputar…… 79
E. Reaksi Masyarakat dan Pandangan Kaum Syari’at………………….82
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………… ….……………………….. 87
B. Saran…………………………………………………………………88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 25 Oktober 2007, untuk kesekian kalinya Tari Darwis Berputar kembali terlihat dipentaskan di salah satu kota besar di Indonesia, Jakarta.
Bertempat di Taman Ismail Marzuki, ternyata tarian sufi ini dibawakan dalam rangka memperingati 800 kelahiran Jalaluddin Rumi.1 Beberapa kedutaan untuk
Indonesia seperti Iran dan Turki, turut menghadiri acara tersebut. Tidak hanya itu saja, badan PBB, UNESCO selain mengangkat ketika itu tahun 2007 sebagai tahun Rumi, juga menyatakan Tari sufi Darwis Berputar sebagai salah satu karya seni terbesar dunia.2
Tari Darwis Berputar, kini menjadi karya seni Islam kelas dunia yang layak mendapat perhatian dari seluruh masyarakat di dunia. Baik muslim atau non-muslim dapat melihat tari sufi ini sebagai sebuah tradisi ritual, atau karya seni religius yang menceritakan sisi lain dari Islam. Meskipun begitu, pada kenyataannya, tradisi tari melibatkan unsur musik dan syair masih merupakan persoalan di dunia Islam sendiri.
1 Nama lengkapnya Jalaluddin Muhammad bin Husyain al-Khatibi al-Bahri. Nama Rumi, merupakan julukan karena ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Konya, yang ketika itu termasuk kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Abdul Hadi W. M, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas: Esai-Esai Sastra Sufistik Dan Seni Rupa, (Matahari : 2003, Yogyakarta)hal. 145 Rumi juga dikenal sebagai mistikus islam terbesar di dunia, karena hingga kini syair- syairnya berhasil mempengaruhi perkembangan sastra dunia, termasuk di Barat. Kajian tentang hidup dan karyanya masih berlangsung hingga saat ini. Idris Syah, Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifat terj. Jok S. Kahhar dan Ita Masyita, (Risalah Gusti: 1999, Jakarta) hlm 114
2 Lihat makalah Abdul Hadi, “Rumi dan Relevansi Sastra Rumi”, 07 Mei 2007. disampaikan pada acara Bulan Sastra di fak. Adab UIN Jakarta. Pada tanggal 07 Mei 2007 9
Musik, syair, dan tari memang merupakan aspek yang populer dalam dunia sufisme, terutama kaitannya dengan ritual Sama’. Kekhusyukan Sama’ diyakini mampu membawa jiwa sang sufi untuk menyatu dengan jiwa Tuhannya. Sama’ merupakan penawar rasa rindu manusia kepada Tuhan yang melewati batas hubungan antara hamba dengan Tuhan itu sendiri, bahkan melebihi ibadah wajib lain seperti solat. Dengan kata lain, dalam Sama’ sebenarnya, musik dan syair merupakan kesatuan mekanisme zikir dalam rangka mendekatkan diri kepada
Tuhan. Sedangkan gerakan tubuh (tari) merupakan sebuah ekspresi lahiriyah yang lahir dari gerakan trance spontan menuju gerakan-gerakan ritual terkontrol.
Adapun Tari Darwis Berputar, merupakan salah satu contoh tradisi Sama’ yang disertai dengan gerakan fisik (tari), yang masih bertahan hingga kini, dan bahkan diamalkan pula dalam upacara-upacara Sama’ tarekat-tarekat yang tidak begitu ortodoks, seperti Alawiyah, Chistiyyah, dan Ni’matullah. 3
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sebenarnya perkembangan tari sufi ini dalam wilayah intern Islam, tidak semulus perkembangannya seperti pada wilayah ekstern. Reaksi yang ditimbulkan dari pentas-pentas tari sufi di Eropa mampu menyajikan pertumbuhan tradisi tari sufi yang dinamis. Sedangkan dalam dunia Islam sendiri, perdebatan fiqih mengenai tradisi ini masih berlangsung hingga kini. Reaksi paling keras datang dari kaum ortodoks yang mengharamkan musik, irama, dan apapun yang mengikutinya, termasuk tarian. Berangkat dari kenyataan bahwa memang terdapat dalil Al-Qur’an dan Hadist yang memojokkan posisi musik,4 karena mengambil sikap wara`(hati-hati), maka para ulama
3 Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, terj. Arif Anwar, (Pustaka Sufi : 2003, Jogjakarta) hlm.238 4 (QS. Luqman: 5), Hadits Nabawi. Dalam salah satu Hadits yang shahih ada disebutkan tentang hal-hal yang dianggap sebagai dalil pengharaman 10
muta`akhirin dengan melihat kerusakan yang timbul di masanya akhirnya mengharamkan alat musik serta yang mengikutinya.
Sedangkan bagi kaum sufi, Sama’ merupakan penyaluran bagi rasa keagamaan orang saleh dan unsur musik dalam tarikan-tarikan inilah yang menarik khalayak banyak. Barangsiapa menginginkan bentuk ibadah emosional yang tidak dapat diberikan oleh shalat, dapat menemukannya dengan mendengarkan musik atau ikut serta dalam gerakan tari. Mayoritas membolehkan
Sama’ sebagai sarana untuk membuka hati bagi masuknya pengetahuan dan kesadaran.5
Para sufi mendasarkan pendapatnya tersebut kepada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw pernah mengatakan kepada sepupu belia, Ja’far, bahwa di antara semua keluarga beliau yang menyerupai beliau dalam banyak hal adalah Ja’far Ibn Abi Thalib. “Kau adalah seperti aku dalam air muka maupun dalam sifat”, demikian kata beliau kepada Ja’far. Mendengar ucapan itu, tak terkira senangnya Ja’far, dan dia menari-nari di hadapan Nabi saw sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan. Demikian pula, tari-tarian yang pernah dilakukan oleh utusan dari Habsyi di hadapan Nabi di dalam masjid di Madinah6
Menurut Jalaluddin Rumi, posisi tarian dalam Sama’ di hadapan syariat, diumpamakan seperti seorang yang lapar, tetapi tidak menemukan sesuatupun nyanyian dan musik, ‘‘Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan’’. (HR Bukhari) keterangan diperoleh dari sufiews.com, diakses pada 02 Maret 2004
5 Abdul Hadi W. M, Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus : 2000, Jakarta) hlm. 427
6(Lebih jauh tentang keabsahan riwayat dalil-dalil Sama’, baca misalnya, karya Ahmad al-Ghazali (adik kandung al-Ghazali) dalam Bawariq al-Maariq). Keterangan tersebut berasal dari sufinews.com di akses pada tanggal 02 Maret 2004. 11
untuk dimakan, sehingga makanan harampun menjadi boleh demi menyelamatkan nyawa. Maka, jika tubuh jasmani saja diperbolehkan untuk memakan sesuatu yang haram, begitupun dengan tubuh ruhani. Itupun seandainya tarian itu diharamkan.7
Dinamika tari sufi memang tak lepas dari dimana ia dipelihara. Seperti kasus yang sama di kota-kota Eropa, ketika pentas tari sufi berlangsung di tengah kota, maka dengan sendirinya, urusan fiqih menjadi tiada. Pada mulanya ritual tari sufi ini merupakan praktik spiritual tertutup, sakral, hanya boleh diikuti oleh sesama kaum sufi karena ini merupakan konsumsi kaum sufi, tetapi kini tidak lagi.
Beberapa zawiyah Rumi di Jakarta amat terbuka menerima berbagai golongan masyarakat yang ingin mempelajari atau hanya sekedar tahu tradisi tari sufi ini.
Dalam aturan tasawwuf, ekstase tidak boleh diperlihatkan di depan khayalak ramai yang tidak mengerti mengenai makna ekstase itu sendiri. Itu sebabnya
Sama’ termasuk tari sufi, sebenarnya harus dilaksanakan secara tertutup. Hal tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai penafsiran miring di masyarakat. Indonesia sebenarnya telah memiliki pengalaman tersebut sejak abad enam belas. Bermula dari perseteruan dua ulama besar berbeda aliran, yakni ketika ar-Raniri membakar karya-karya Hamzah Fansuri di depan masjid Bait ar-
Rahman karena karya-karya tersebut penuh dengan ungkapan ekstase. Begitupun pada kasus eksekusi Syekh Siti Jenar oleh Walisanga karena berani menebarkan secara liar paham kesatuan wujud. Seperti halnya al-Hallaj yang juga dieksekusi ketika meneriakkan ucapan-ucapan ekstase di depan masyarakat awam.
7 .Lihat “Manifestasi Nilai-NIlai Tasawuf dalam Sejarah”, Majalah Sufi, Menuju Jalan Ulahi, Seri A 09, 7 Dzulqaidah-4 Zulhijah 1421 H, hlm 52 12
Kini, dengan atau tanpa ekstase, tari sufi Darwis Berputar telah memiliki banyak peminat, khususnya para penduduk kota besar. Seperti yang dikatakan
Idries Syah, masyarakat Barat yang hidup di kota-kota besar cenderung mudah menerima nilai-nilai spiritual yang bersifat tidak mengikat seperti ibadah wajib, apalagi melalui karya seni seperti tari sufi.8 Begitupun di Indonesia, tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani membuka kelas tari sufi baik berupa praktek ritual atau kajian rutin, memperkenalkan tari ini pada masyarakat kota dari berbagai kalangan dan lapisan, dalam rangka menarik masyarakat untuk kembali pada ibadah dan religiusitas. Tentunya hal tersebut kemudian mampu mengingatkan kita pada metode dakwah Walisanga, yang menggunakan seni sebagai daya tarik bagi masyarakat untuk mengenal Islam lebih jauh. Ketika tradisi Sama’ tari sufi ini lantas dibawakan dalam sebuah pentas seni, maka ia pun berubah fungsi dari sebuah ritual sakral menjadi sebuah gerakan dakwah sufistik.
Maka berangkat dari beberapa persoalan di atas penulis bermaksud mengangkat judul dalam penelitian ini, Tradisi Sama’ (Menyimak) Di Indonesia
Studi Kasus Ritual Tari Darwis Berputar dalam Tarekat Naqsabandi Haqqani
Rabbani di Jakarta.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah Penulis dalam penulisan ini mengidentifikasikan beberapa masalah yang akan diangkat antara lain mengenai perkembangan tradisi Sama’ yang merupakan awal mula terciptanya ritual tari ini. Begitu pula informasi mengenai tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Meskipun kaum sufi terkenal toleran, tetapi tiap
8 Idries Syah, Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifa,t terj. Jok S. Kahhar dan Ita Masyita, (Risalah Gusti : 1999, Jakarta) hlm.10 13
tarekat tetap memiliki metode dan doktrin khas masing-masing yang dapat diketahui dari nama pendiri tarekat tersebut. Misalanya, Naqsyabandi Haqqani
Rabbani, yang didirikan oleh Syekh Nadzim Haqqani. Dikemukakan oleh Ernest,
Naqsyabandiyyah termasuk salah satu tarekat taat syariat, tetapi salah satu alirannya yakni Haqqani Rabbani, kini justru mengembangkan tradisi tari sufi yang oleh kaum syariat dianggap bid’ah secara fiqih.
Selanjutnya, penulis akan membatasi penelitian tentang tradisi ritual tari sufi ini pada wilayah Indonesia, melalui tarekat Naqsybandi Haqqani Rabbani di
Jakarta. Sehingga ritual ini akan terlihat keberadaannya dalam keberagaman praktek-praktek sufisme kota lainnya sejak ia mulai muncul pada awal tahun
2000 hingga saat ini.
Oleh sebab itu, penulis akan merumuskan penelitian ini dalam beberapa pertanyaan mendasar, yang akan dijadikan acuan dalam proses penulisan nanti.
Berikut beberapa pertanyaan tersebut:
1. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya tradisi ritual Sama’
Tari Darwis Berputar di Indonesia?
2. Seperti apa ritual Sama’ Tari Darwis Berputar diadakan oleh tarekat
Naqsybandi Haqqani Rabbani?
3. Untuk apa sajakah tari sufi dilakukan di Jakarta?
4. Bagaimana reaksi masyarakat Jakarta terhadap tradisi tari sufi ini?
C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dinamika sebuah tradisi ritual tari tasawuf yang dilahirkan abad ke- 13 dan masih berlangsung hingga kini di berbagi pelosok dunia yang dalam penulisan ini dalam kontes kewilayahan 14
Jakarta. Secara khusus, penulisan ini juga bertujuan untuk mencari tahu bagaimana dan seperti apa tradisi Sama’ tari ini berkembang di Jakarta melalui tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Bagaimanakah posisinya dalam tradisi budaya yang religius di Indonesia, berasal dari lapisan masyarakat mana para peminat tari ini, dan bagaimana pula kontribusinya dalam dakwah sufistik di
Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Tulisan mengenai tradisi Sama’ telah banyak dilakukan oleh para penulis
Eropa ataupun Indonesia sendiri. Kebanyakan, Tari Darwis Berputar ini dikaji sebagai sebuah tari regional berdampingan dengan musik qawwali dan tarekat yang bersangkutan. Seperti yang ditulis oleh Carl W. Ernest, dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Ajaran dan
Amaliyah Tasawuf, yang diterjemahkan oleh Arif Anwar, Tari Darwis berputar dibahas dalam salah satu bab mengenai Musik dan Tari Tasawwuf. Ernest menjelaskan tentang tatacara ritual Sama’ tari ini pada abad 13, kronologi singkat, dan perkembangannya saat ini di Barat dengan kacamata budaya yang kental.
Dalam pembahasannya, ritual Sama’ tari Darwis Berputar merupakan satu- satunya bentuk tari sufi yang diminati oleh masyarakat Eropa dan Amerika. Musik dan syair yang digunakan dalam ritual tari ini, bahkan mempengaruhi industri musik dan sastra di antara lain di Amerika dan Prancis. Ernest juga mengemukakan, bahwa pada tingkat tertentu, ritual tari yang dibawakan dalam konsep pertunjukkan pentas justru mengakibatkan terjadinya redefinisi praktik 15
spiritual. Sayangnya, penelitian Ernest terhadap perkembangan tari Darwis
Berputar di Timur hanya mencapai wilayah Asia Selatan. 9
Karya tulis berjudul Gerakan Tasawuf di Turki Abad ke-13 studi kasus
Tarekat Mawlawiyyah karya Matroji pada perpustakaan Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta, cukup memberikan analisis mengenai makna simbolik pada gerakan tari ritual ini. Dijelaskan dalam karyanya, bahwa tari sufi ini diamalkan oleh para anggota tarekat Mawlawiyyah yang berpengaruh terhadap kesultanan ketika itu di Turki.10 Sedangkan karya tulis karya Sulistiana yang berjudul Berdiri dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandi Haqqani di Jakarta berhasil mengupas tradisi zikir Naqsyabandi Haqqani, tetapi tidak memuat analisis khusus mengenai perkembangan tradisi ritual tari ini di Indonesia.11 Padahal, tarekat Naqsyabandi
Haqqani Rabbani juga menggunakan tradisi tari sufi ini sebagai media dakwah.
Abdul Hadi WM, pada kumpulan artikelnya dalam buku yang berjudul
Cakrawala Estetik dan Budaya dapat mengkaji tardisi musik dan tari tasawwuf dengan sudut pandang seni dan budaya sebagai sebuah karya yang penuh nilai estetis ketuhanan yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Meski begitu, tetap tidak ditemukan informasi mengenai perkembangannya di Indonesia secara spesifik.12
9 Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, terj. Arif Anwar, (Pustaka Sufi : 2003, Jogyakarta) hlm.238
10 Matroji, Gerakan Tasawuf Di Turki Abad Ke-13 Studi Kasus Tarekat Mawlawiyyah, (Skripsi) Jakarta, 2007
11 Sulistiana, Berdiri dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandi Haqqani di Jakarta, (skripsi) Jakarta, 2008
12 Abdul hadi WM, Cakrawala Estetik dan Budaya, (Pustaka Firdaus: 2000, Jakarta) hlm 424 16
Dari hasil tinjauan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa penelitian mengenai tradisi Sama’ di Indonesia khususnya tradisi Sama’ Tari Darwis
Berputar pada Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani patut dilaksanakan, karena sepanjang yang penulis ketahui, belum terdapat karya tulis yang membahas tema tersebut secara lengkap dan dengan memakai perspektif sejarah.
E. Metodologi Penulisan William James berpendapat bahwa semakin lama peradaban manusia akan semakin mengantarkan umat manusia pada kebutuhan akan spiritualisme.13
Ditambahkan oleh Ali Syariati, asketisme yang terdapat dalam sufisme dapat mengimbangi lingkungan materialistis yang terutama dialami oleh masyarakat industri maju atau masyarakat yang hidup di kota-kota besar.14 Kaum sufi sendiri selain terkenal sebagai kaum asketis juga dijuluki sebagai kaum estetik terutama dari syair-syair mereka. Imam al-Ghazali dalam bukunya Kimia Kebahagiaan, mengatakan bahwa makin tinggi nilai kandungan spiritualitas dalam sebuah karya seni, maka makin tinggi pula peringkat estetisnya. Maka peringkat keindahan tertinggi adalah Keindahan Ilahi.15 Tari Darwis Berputar sendiri sebenarnya merupakan sebuah ritual berisi gerakan tubuh yang lahir dari irama. Tari ini merupakan ekspresi lahiriyah yang berasal dari kondisi jiwa yang mistik dalam ungkapan religius atau spiritual, yang pada selanjutnya dibawakan dengan
13 Haidar Bagir, Buku Saku Tasawwuf, (Jakarta: 2003, Mizan) hlm.32
14 Elizabeth Siriyyeh, Sufi – Anti-sufi, peny. Sibawaihi, (Yogyakarta:2003, Pustaka Sufi.) hlm.241
15 Abdul Hadi W.M. Hermenetika, Estetika, dan Religiusitas: Esai-Esai Sastra Sufistik dan Seni Rupa., (Yogyakarta: 2004 , Mahatari) hlm.41 17
komposisi musik yang indah dan dalam rangkaian ritual yang lebih terstruktur.
Maka, nilai estetik religius yang ada dalam ritual inilah yang menjadikannya karya seni. Menurut Abdul Hadi WM, seni tidak bisa diharamkan.16 Dengan kata lain, sebenarnya secara syariat tari sufi dibolehkan. Ciri esketik kaum sufi yang mulai diperkenalkan pada masyarakat kota Jakarta melalui nilai-nilai estetik tari ritual tersebut menempatkan penelitian ini dalam wilayah sosial dan budaya, yang tetap dikaji dengan perspektif sejarah. Menurut Helius Sjamsuddin, ilmu-ilmu sosial dapat memberikan teori-teori untuk membantu peneliti sejarah memahami persoalan sosial yang sinkronik, untuk mengemasnya secara diakronik.
Penggunaan ilmu-ilmu sosial membuat banyak pertanyaan penelitian yang bisa diajukan yang pada gilirannya jawaban-jawaban yang bisa diberikan. 17
1. Penggalian data Langkah pertama yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah mencari semua informasi yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Data-data tersebut dapat berupa buku-buku, artikel, arsip, foto, dan kaset. Sayangnya, penulis tidak memiliki sumbet-sumber primer mengenai tradisi Sama’ Tari
Darwis Berputar, disebabkan tidak terjangkaunya wilayah tempat bukti tersebut berada,18 serta keterbatasan penulis menterjemahkan teks-teks berbahasa asing.
Begitu juga dengan sumber-sumber primer tertulis mengenai tarekat Naqsyabandi
Haqqani Rabbani. Meskipun begitu, data-data primer mengenai berjalannya
16 Dijelaskan pada www.islamlib.com, dan di akses pada O2 Desember 2001
17 Helius Sjamsuddin, Metodelogi Sejarah, , (Yoyakarta: 200, Ombak) hlm. 268
18 Teks asli Masnawi yang berisi syair-syair tulisan asli Jalaluddin Rumi yang memuat gagasan tari sufi dalam bahasa Persia berada di Turki. Begitu juga karya mengenai Sama’ tari sufi Darwis Berputar dari Syekh Nazim yang berada di Sypruss, juga dalam bahasa Syprus. Penulis hanya mendapatkan terjemahannya yang diterjemahkan oleh Yayasan Haqqani Indonesia di Jakarta 18
tradisi tari sufi di Naqsyabandi Haqqani di Jakarta masih dapat diperoleh penulis melalui proses wawancara dengan pimpinan tarekat, pengurus zawiyyah, penari- penari tari sufi, dan orang-orang yang terkait dalam persoalan tersebut.
Tempat-tempat di mana pementasan tari sufi diadakan atau pihak penyelenggara pentas tari sufi (salah satu contoh Taman Ismail Marzuki), serta di zawiyah-zawiyah Rumi di Jakarta, juga dapat membantu penulis menyediakan sumber-sumber sekunder, berupa dokumen-dokumen pementasan, baik yang tertulis, atau yang terekam dengan video recorder.
Sebagian besar sumber yang berhasil dikumpulkan penulis merupakan sumber-sumber ketiga atau keempat, yang telah mengalami beberapa proses penulisan ulang. Sumber-sumber ini dapat dengan mudah penulis peroleh di perpustakaan UIN Syahid.
Maka dari itu, selain pengadaan kajian pustaka, obeservasi amat penting bagi penulis dalam proses penggalian data. Dalam observasi, selain melakukan wawancara, penulis dapat melakukan pengamatan langsung di lokasi dan memperoleh dialog dan pendekatan yang lebih mendalam pada pengurus zawiyyah, penari-penari tari sufi, pengajar, pembicara dalam berbagai kajian tari, anggota-anggota tarekat, termasuk simpatisan tarekat tersebut
2. Analisa data
Terdapat beberapa langkah yang harus dilalui penulis dalam proses analisa data, yakni, interpretasi( penafsiran), eksplanasi(penjelasan), dan penyajian(ekspose).19 Pada tahap yang pertama, penulis menggunakan ilmu-ilmu social lain sebagai ilmu bantu dalam menafsirkan fakta-fakta yang telah
19 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yoyakarta: 2007, Ombak) hlm.17 19
terkumpul. Dari berbagai cabang ilmu social, penulis memakai pendekatan antropologi untuk menjelaskan masalah-masalah tradisi dan juga pendekatan sosiologi untuk membahas persoalan tentang masyarakat.
Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis persoalan, yakni tradisi Sama’ dan tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Karena tradisi termasuk kajian bidang antropologi, maka data-data mengenai tradisi disebut data antropologis. Data antropologis dan metodenya dapat dipergunakan dalam penulisan sejarah melalui metode asimilasi, dengan penjelasan-penjelasan sebab akibat.20 Sebagai contoh, ketika tari sufi hadir sebagai tradisi baru yang dapat diterima entah sebagai salah satu tradisi Sama’ yang memang sejak dulu sudah ada, atau sebagai karya seni yang memiliki fungsi dakwah. Sedangkan tarekat, ia termasuk kajian bidang sosial. Adapun model penjelasan yang dapat digunakan ialah model sistematis, model ini biasa dipergunakan untuk menelusuri sejarah masyarakat dalam konteks perubahan sosial.21contoh, ketika masyarakat kota mengalihkan kebutuhan akan hiburannya pada ritual-ritual religius.
Tahap terakhir, yakni tahap penyajian (ekspose). Penulis memakai metode deskriptif-analisis untuk menuliskan penelitian yang tidak cukup dengan pertanyaan ‘seperti apa’, melainkan ‘mengapa’ atau ‘bagaimana’, sehingga ilmu sejarah lebih memiliki arti.22
F. Sistematika Penulisan
20 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: 1999, Logos). hlm. 16
21 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: 1999, Logos) hlm.14
22 Helius Sjamsuddin, Metodelogi Sejarah, (Yoyakarta: 2007, Ombak) hlm 237-238 20
Penulis membagi penulisan ini menjadi lima bab. Dalam pendahuluan tulisan ini, bab pertama memuat latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metodelogi penelitian. Dalam bab kedua memuat sejarah perkembangan tarekat Naqsyabandi Haqqani di Jakarta yang terbagi dalam pembahasan mengenai berdirinya tarekat Naqsyabandi
Haqqani Rabbani di Jakarta sebagai awal mula masuknya pemikiran-pemikiran
Syekh Nazim Haqqani, karakteristik tarekat ini, dan munculnya Tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani Sedangkan dalam bab ketiga, penulis bermaksud menyampaikan sejarah dan perkembangan Sama’ dalam sub-bab mengenai
Pengertian Sama’, Unsur Tari Dalam Sama’, kronologi Tarian Darwis Berputar dan beberapa kasus praktek Sama’ tari di Indonesia.
Pertunjukkan Tari Darwis Berputar sebagai bagian dari komunitas zikir kota, fungsi tradisi Tari Darwis Berputar dalam lingkup sosial, tari sufi dalam pentas seni sebagai dakwah sufistik baru, redefinisi praktik spiritual dalam pertunjukkan tari sufi dibahas dalam bab keempat yang berjudul Tradisi Sama’ dalam Tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani di Jakarta. 21
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYABANDI HAQQANI RABBANI DI JAKARTA
A. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandi Haqqani di Jakarta.
Tarekat merupakan cara, metode, untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui amalan yang telah ditentukan dan dicontohkan Muhammad saw, dikerjakan oleh para sahabat dan tabi’in, dan kemudian secara sambung menyambung diteruskan oleh guru-guru tarekat. Kata tarekat berasal dari bahasa
Arab, yakni Thariqah, yang secara harfiah berarti jalan. Kata tersebut mempunyai makna yang sama dengan Syari’ah, Shirath, Sabil, dan Minhaj. Adapun secara istilah, tarekat mengandung arti, jalan menuju Tuhan guna mendapatkan ridha-
Nya dengan menaati ajaranNya.23 Istilah tarekat dalam Tasawuf, sering dihubungkan dengan dua istilah lain, yakni Syari’at dan Hakikat. Syari’at digunakan untuk menggambarkan peringkat awal penghayatan seorang muslim, sedangkan tarekat sebagai jalan untuk memperoleh hakikat, sebagai tahap tertinggi perjalanan spiritual seorang muslim.
Muslim diharuskan mengerjakan amalan-amalan wajib seperti yang tertera dalam Rukun Islam (solat lima waktu, puasa Ramadhan, serta zakat-zakat yang diwajibkan). Ini merupakan lingkup syari’at. Jika telah menyempurnakan tingkat ini, maka ia berhak ke tingkat penghayatan yang kedua, yakni tarekat. Tarekat mengajarkan bahwa amalan-amalan wajib seorang muslim semestinya diiringi dengan amalan-amalan sunnah, dengan tujuan tidak lagi semata-mata untuk
23 Sokhi Huda, Memahami Dunia Tasawuf, Fenomena Solawat Wahidiyyah, Lkis, Jogjakarta: 2008. hal. 61 22
menuntaskan yang wajib, tetapi dalam rangka pendekatan diri kepada Tuhan.
Pada tingkat ini pula, muslim bersentuhan dengan tasawuf. Mereka melaksanakan sebuah disiplin ke-Sufi-an, walau para sufi tidak pernah menegaskan bahwa mereka seorang sufi.24 Sedangkan peringkat ketiga, adalah hakikat, realitas Tuhan itu sendiri.
Secara historis, tarekat merupakan lembaga pengajaran tasawuf yang harus disertai dengan silsilah Mursyid. Pengajaran tasawuf oleh para mursyid, menimbulkan komunitas-komunitas sufi yang berbeda menurut pemikiran mursyidnya. Proses tersebut dimulai pada abad sepuluh di Irak dan Persia, berkembang ke Spanyol, Afrika Timur, Asia Tengah, dan India.25 Tetapi pada perkembangannya, makna tarekat mengalami pergeseran makna, istilah tarekat digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologis yang dilakukan oleh guru tasawuf kepada muridnya untuk mengenal Tuhan secara mendalam. Melalui metode psikologis tersebut, murid dilatih mengamalkan syariat dan latihan-latihan keruhanian secara ketat sehingga ia mencapai pengetahuan tentang Tuhan.
Disiplin ketat beserta amalan-amalan dalam tasawuf, tak jarang menimbulkan kritik cukup tajam. Tuduhan diarahkan pada kaum sufi mengenai ketidakpedulian mereka pada permasalahan sosial dan tenggelamnya mereka pada ibadah-ibadah personal yang eksklusif. Dalam karya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Ali Syariati, seorang revolusioner Iran, melukiskan secara negatif persoalan ini melalui kasus al-Hallaj, seseorang yang Syahid karena
24 Orang yang mengakui bahwa diri mereka adalah sufi, dan tengah melakukan serangkaian disiplin dalam tasawuf, berarti ia mengakui bahwa dirinya sedang berada dalam salah satu Maqam spiritual, dan hal tersebut merupakan suatu bentuk riya yang akan mengurangi kebersihan hatinya, dan menyebabkan maqamnya turun. Carl W.Ernest, Ajaran dan Amaliah Taswuf, terj. Arif Anwar. Pustaka Sufi, Jogjakarta : 2003. hal.32
25 Carl, W. Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, hal.153 23
cintanya sendiri kepada Tuhan, tetapi tidak mempunyai tanggung jawab sosial:
“al-Hallaj terus menerus tenggelam dalam doa berapi-api terhadap Tuhan, inilah sumber pemujaan sejati baginya. Tetapi bayangkan jika masyarakat Iran terdiri dari 25 juta al Hallaj. Maka, Iran bukanlah apa-apa melainkan sebuah rumah sakit jiwa yang amat luas’’. Ali Syariati yang hidup pada masa dilematik Rakyat Iran antara modernitas ala Barat dengan perjuangan melindungi Islam, ketika itu menilai bahwa asketisme kaum sufi tak ada bedanya dengan materialisme, bahwa keduanya adalah sama-sama tragedi sejarah, karena yang dibutuhkan sebenarnya adalah keseimbangan antara keduanya. Pada konteks ini kaum sufi, menurutnya telah salah melangkah, karena mereka gagal menjalankan peran pertamanya dalam kewajiban-kewajiban kemanusiaannya untuk tanggung jawab di dunia ini dan memilih kehidupan pengasingan total.26
Abu al-A’la Mawdudi, seorang revivalis muslim kontemporer paling terkemuka di Asia Selatan mengurai kembali syair Rumi yang berisi tentang ke-
Fana-an kaum sufi. Dalam syairnya di Diwan i-Syam i Tabriz, Rumi berkata:
“Wahai kawan, jika kau seorang pecinta, maka jadilah seperti lilin. Larut di sepanjang malam, membara dalam kesenangan, hingga pagi datang!”27. Rumi bercerita tentang peniadaan diri oleh cinta kepada Tuhan, bahwa jika seseorang mencintai Tuhannya, maka ia akan terus khusyuk mengingat Tuhannya, seperti seperti lilin yang menghabiskan dirinya dalam panas api hingga api tersebut habis dan tidak diperlukan lagi karena telah ada matahari. Matahari sebagai simbol
26 Dikutip dari, Elizabeth Siriyyeh. Sufi dan Anti-sufi, peny. Sibawaihi, Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2003. hal.244
27 Jalaluddin Rumi, Kisah Keajaiban Cinta. Peny. Ashad Kusuma Djaya. Kreasi Wacana Jakarta: 2001. hal. 93 24
cahaya abadi pengganti lilin. Tetapi menurut Mawdudi sebaliknya, konsep tentang peniadaan diri dalam rasa cinta kepada Tuhan, semestinya direalisasikan dalam bentuk yang lebih kongkrit bagi nilai-nilai kemanusiaan. Fana’ dapat terwujud melalui bentuk ketenggelaman diri pada keTuhanan melalui aktivitas religius baru di dunia ini. Dalam syairnya Maududi berkata, “Engkau mempunyai api yang tersembunyi dalam dirimu, maka engkau tidak lagi membutuhkan lilin, Hai, keinginan ngengat yang terbakar menjadi nyala api yang menyinari dirimu”. 28
Tetapi pada kenyataannya, tidak semua kasus yang diperlihatkan kaum sufi menunjukkan nilai buruk pada asketisme kaum sufi. Kelompok-kelompok tarekat pada masa kontemporer membuktikan, bahwa kaum sufi sebenarnya memiliki kepedulian dan kerja sosial yang baik. Salah satu tarekat yang mempunyai citra positif mengenai kepedulian dan kerja sosial dalam sejarah yakni Tarekat
Naqsybandiyah yang juga merupakan salah satu tarekat sunni. Tarekat ini lahir pada abad enam belas oleh Khaja Bahauddin Naqsyabandi.29 Dalam sejarah, para mursyid Tarekat Naqsyabandiyah telah banyak membuktikan kepedulian mereka pada persoalan kehidupan umat. Bahkan Imam Shamil, pemimpin ordo
Naqsyabandiyah di Dagestan, bersama para pengikut tarekatnya telah berjuang dalam bidang politik untuk membendung imperium Rusia yang terus mencaplok negeri-negeri muslim di Kaukasus. Ia dianggap sebagai figur paling romantik di
28 Dikutip dari Elizabeth Siriyyeh,.Sufi dan Anti-sufi, terj. Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2004. hal. 240
29 Khaja Bahauddin Naqsyabandi (w.1389) adalah salah satu murid dari sebuah sekolah darwis yang dinamai Khajagan. Ia belajar dan melewati maqam-maqam spiritual di bawah bimbingan Baba as-Samasi. Tarekat yang ia bawa awal mulanya bernama Siddiqiyah. Ia lalu menambahkan Zikir Khatm Khawajagan dalam tarekat tersebut hingga namanya berganti menjadi Naqsyabandiyah, sesuai dengan namanya. Syah, Idries. Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifat, terj. Jok S. Kahhar dan Ita Masyita, Risalah Gusti: Jakarta, 1999. hal. 167 25
abad sembilan belas. Kepedulian dan kerja mursyid Naqsyabandi juga diperlihatkan oleh Syekh Sa’id di Turki pada pertengahan abad dua puluh ketika rezim sekuler menyudutkan kehidupan umat Muslim. Menurut Zurcher, meskipun gagal, Naqsyabandi dan tarekat-tarekat lain (termasuk pula
Mawlawiyyah) di Turki ketika itu, secara psikologis telah memberikan dimensi mistis dan emosional yang tidak terdapat dalam agama para ulama dan pada waktu yang sama mereka berfungsi sebagai jaringan-jaringan yang memberikan kohesi, proteksi, dan mobilitas sosial.30 Selain karena kerja-kerja sosial yang dipimpin para mursyidnya, anggota Naqsyabandi juga tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, baik dari penampilan, ataupun praktek- praktek sufi, sehingga penganut Naqsyabandi Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai ummat Muslim yang taat.31
Setelah peristiwa pelarangan segala praktek religius sebagai salah satu langkah sekulerisme di Turki, Syekh Nazim Haqqani, salah satu pengikut
Naqsybandi yang juga merupakan keturunan Jalaluddin Rumi (pendiri tarekat
Mawlawiyyah di Turki) kemudian meluaskan jaringannya di Amerika, Eropa, dan
Asia. Syekh Nazim Haqqani merupakan pemegang otoritas mursyid tujuh tarekat besar di dunia, diantaranya Naqsybandiyyah, Mawlawiyah, Chistiyyah,
Syadziliyah, Qadiriyah.32 Gelarnya, Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh
Muhammad Nazim Adil Al Haqqani. Ia adalah mursyid ke 40 dalam mata rantai
30 Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, terj. Karsidi Diningrat R, Gramedia, Jakarta: 2003. hal.249
31 Idries Syah, Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifat. hal. 167
32 Nizam Haqqani, Sema Rumi, Whirling Dervhises, terj, Arief L. Hamdani dkk, Haqqani Sufi Institut of Indonesia, Jakarta: 2009. hal.20 26
emas33 tarekat Naqsybandi. Uniknya, Syaikh Naqsyabandi ini justru menggunakan Tari Darwis Berputar sebagai media dakwah di Barat, termasuk beberapa daerah di Jakarta, Indonesia.
Nama lengkapnya ialah Muhammad Nadzim Adil ibn al-Sayyid Ahmad ibn
Hasan Yashil Bash al-Haqqani al-Qubrusi al-Salihi al-Hanafi. Lahir di Larnaka,
Siprus, pada 22 April 1922, dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya
Tatar. Dari sisi ayah, ia merupakan keturunan Syekh Abdul Qadir Jailani, pendiri tarekat Qadiriah. Dari sisi ibunya, Syekh Nazim adalah keturunan Jalaluddin
Rumi, yang juga adalah keturunan Hassan Hussein, cucu Muhammad saw. Ini menjadikannya sebagai keturunan dari Nabi Muhammad saw, dari sisi ayahnya, dan keturunan dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, dari sisi ibundanya. Ia memperoleh ijazah dalam Fiqh Hanafi dari Syaikh Muhammad Ali Uyun al-Sud dan Syaikh Abd al-Jalil Murad dan ijazah dalam ilmu Hadits dari Muhaddits
Syaikh Abd al-Aziz ibn Muhammad Ali Uyun al-Sud al-Hanafi Ia juga belajar
Tarekat Naqsybandi dari Syekh Sulayman Arzarumi (wafat 1368H/1948M).34
Melalui dirinya, kemudian tarekat ini dinamai Naqsyabandi Haqqani.35
33 Rantai Emas merupakan silsilah mursyid tarekat Naqsyabandi Haqqani. Dalam tradisi sufi, seseorang tidak dibenarkan mengamalkan tarekat tanpa bimbingan seorang mursyid yang terpercaya dan yang sudah di akui kewenangannya dalam mengajarkan tarekat. Kewenangan untuk mengajarkan tarekat bagi seorang mursyid diperoleh dari gurunya secara mutawatir sehingga membentuk mata rantai guru-guru tarekat yang disebut silsilah tarekat. Hal tersebut berguna untuk menjamin secara syriat amalan-amalan dalam tarekat yang bersangkutan. Nizam Haqqani, Sema Rumi, Whirling Dervhises, hlm 20.
34 http://naqsybandi.web.id/tentang/syekh-nazim
35 Nama sebuah tarekat biasanya dinisbatkan dari tokoh pendiri atau pembawa. Misalnya tarekat Naqsyabandi didirikan oleh Bahauddin Naqsyabandi. Ketika di Indonesia, ketika tarekat tersebut dibawa olah kembali ke Indonesai oleh Syekh Nazim Haqqani, maka namanya menjadi Naqsyabandi Haqqani. Beberapa aliran lain dalam tarekat Naqsyabandi di Indonesia yakni; Mujadiyyah, Khalidiyyah, dan Mazhariyyah. 27
Awal mula dakwahnya di Indonesia diawali dengan perkenalannya melalui jaringan internet dengan sekelompok mahasiswa Universitas Indonesia, yang merupakan murid Syekh Mustofa Mas’ud. Informasi mengenai muslim di
Indonesia juga diperoleh dari diskusi-diskusinya dengan beberapa mahasiswa
Indonesia di London. Proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan kunjungannya pertama kali ke Indonesia yang diwakili oleh Syekh Hisham Kabbani36 pada tahun
1998. Semenjak itu perjalanan dakwah Tarekat Naqsyabandi Haqqani di
Indonesia dimulai dan berjalan dengan baik ditandai dengan didirikannya
Zawiyah Naqyabandi Haqqani pertama kalinya di wilayah Kampung Melayu,
Jakarta, yakni kediaman Syekh Mustofa Mas’ud. Sedangkan pada tahun 2000, secara resmi Yayasan Haqqani Indonesia didirikan sebagai cabang Haqqani
Foundation International yang sudah tersebar di beberapa negara. Syekh Hisham
Kabbani kemudian mempercayakan perkembangan tarekat ini di Indonesia kepada
Syekh Mustofa Mas’ud.
Yayasan Haqqani Indonesia disamping mempunyai fungsi sebagai payung kegiatan yang bersifat spiritual dan non-spiritual juga sebagai wadah seluruh keanggotaan Tarekat Naqsyabandi Haqqani di Indonesia. Sampai saat ini, anggota tarekat Naqsyabandi Haqqani tersebar di Bandung, Jakarta, Cililin, Nagrek, dan
Pekalongan, Batam, kota-kota di Sumatra, dan Bali. Beberapa pondok pesantren
36 Syekh Hisham Kabbani sebenarnya merupakan murid sekaligus menantu dari syekh Nazim Haqqani. Pada tahun 1991 ia diperintahkan syekhnya untuk pindah ke Amerika dan mendirikan yayasan tarekat Naqsybandi di sana. Sejak saat itu, beliau membuka 13 pusat sufi di Kanada dan Amerika Serikat. Beliau mengajar di sejumlah universitas, seperti: the University of Chicago, Columbia University, Howard, Berkeley, McGill, Concordia, dan Dawson College, demikian pula dengan sejumlah pusat keagamaan dan spiritual di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Jauh dan Timur Tengah dan akhirnya sampai ke Indonesia. http://naqsybandi.web.id/tentang/syekh-hisham 28
beserta santrinya seperti Pondok Pesantren di Cililin (AI-Bidayah),
Nagrek/Cicalengka (AI Falah), dan Wonopringgo, Pekalongan (At Taufiqy) juga telah menjadi anggota tarekat ini melalui bai'at Tarekat Naqsybandi Haqqani kepada Syekh Hisam Kabbani, atas nama syekh Muhammad Nadzim Adil
Haqqani An-Naqsyabandi.37
Di tangan Syekh Mustofa Mas’ud, Naqsyabandi Haqqani di Indonesia menjadi salah satu tarekat yang cukup besar di Indonesia. Menurut Syekh
Mustofa, tarekat adalah jalan mendekatkan diri pada Tuhan dengan segala perbuatan yang datang dari hati. Dalam dakwahnya, ia lebih banyak menggunakan pedekatan hati (batin) dan mengajak seseorang menyadari fitrah mereka sebagai manusia, yakni sebagai kekasih Allah. Sampai saat ini, kegiatan mereka berjalan dengan teratur. Para anggotanya mengadakan pertemuan setiap minggu untuk mengadakan zikir Khatm Khawajagan,38 dan mendiskusikan kegiatan-kegiatan ketarekatan.
B. Karakteristik Tarekat Naqsyabandi Haqqani
Tema utama dari ajaran tarekat ini sebenarnya cinta, dan amalan terpenting didalamnya adalah mengingat Allah (zikir). Tetapi pada umumnya setiap tarekat menekankan beberapa konsep tertentu dalam deskripsi kaum sufi, yang secara tidak langsung menjadikan gambaran tersebut sebagai ajaran dan amalan.
37 http://naqsybandi.web.id/kontak/zawiyah
38 Khatm Khawajagan ialah zikir yang dikembangkan oleh Tarekat ini. zikir ini diciptakan oleh Baha’uddin Naqsyabandi, yang dianjurkan kepada tiap anggota tarekat secara sendiri atau berjamaah. http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat- naqsyabandi/ 29
Beberapa konsep tersebut terdapat dalam istilah-istilah, yakni diantaranya: ibadah, etika, pengetahuan, pengembaraan, cinta, mabuk, ke-mursyid-an, dan kewalian.39
1. Ibadah
Tidak ada hakikat tanpa syariat, dan tidak akan diterima amalan sunah sebelum amalan wajib terpenuhi. Kaum sufi disebut sebagai hamba yang saleh dan taat beribadah. Mereka melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah, serta menambahkannya lagi dengan amalan-amalan zikir demi menjaga kedekatan mereka dengan Tuhan. Mengenai ibadah, Syekh Mustofa berpendapat, bahwa sebenarnya adanya hukum-hukum ibadah seperti Wajib, Sunnah, Makruh, Mubah,
Haram tidak lain hanyalah bentuk toleran Tuhan pada hambaNya. Hukum-hukum yang wajib hingga haram hanyalah bentuk ketaatan yang secuil dibanding kebesaran Tuhan sendiri. Wajib diciptakan untuk kelalaian, dan haram diciptakan sebagai simbol kesucian manusia itu sendiri. Semua definisi tersebut menurutnya pula, tercermin dalam solat. Solat menurutnya, dilakukan bukan sekedar untuk menuntaskan yang wajib. Dalam solat, manusia harus melakukan redefinisi untuk dirinya sendiri, artinya, sadar akan dirinya, asalnya, dan tujuan hidupnya di dunia ini hanyalah untuk mencintai Tuhannya.40
Walau maksud dari syariat adalah untuk manusia itu sendiri, tarekat
Naqsyabandi tetap meminta perlindungan Tuhan dalam doa-doa Zikir Khatm
Khawajagan, agar terhindar dari kesesatan, khususnya yang tidak disengaja, “aku memohon ampun kepada Allah atas segala dosa dan kemaksiatan, yang
39 Ernest mencoba menjelaskan sufisme melalui sampling tentang istilah-istilah yang diatur menurut kategori umum praktik religius yang dinamakan dengan masing-masing istilah tersebut dari karya seorang penulis besar Persia Sa’di (w.1292) dari Syiraz, yang berjudul Gulistan (Taman Mawar), dalam bab “Moral para Darwis”.Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf. hal. 31-37
40 Ceramah Syeikh Mustofa pada acara Maulid Nabi, di zawiyah Kp.Melayu, tanggal 22 Maret 2009 30
bertentangan dengan agama Islam, syariat, tarekat, hakikat, Azimah, dan
Ma’rifat41. Zikir tersebut dilaksanakan berlandaskan prinsip Naqsybandi yakni: a. Wukuf Zamani, yang berisi bahwa tiap-tiap dua atau tiga jam seorang salik harus memperhatikan kembali keadaan jiwanya, jika dalam waktu itu dia teringat kepada Tuhan lalu bersyukur kepadanya, jika terlupa harus meminta ampun.42 b. Wukuf Qalb, yang artinya menghilangkan fikiran lebih dahuludaripada segala perasaan, kemudian dikumpulan segala tenaga dan panca indrauntuk melakukan tawajuh dengan segala mati hati yang hakiki untuk menyelami ma’rifat
Tuhannya.43 Hal tersebut sebagai bentuk evaluasi diri, sekaligus benteng, karena selama di dunia, manusia tetap sebagai mahluk yang lalai dan lemah disebabkan kebenaran dan kekuasaan hanyalah dimiliki oleh Tuhan.
2. Etika
Menurut Ernest, istilah paling kuno bagi praktek etika yang dimaksud adalah zuhd, yang berarti asketisisme dan pengesampingan kesenangan duniawi. Ciri asketis paling kuat di antara tarekat-tarekat yang berada di bawah naungan syekh
Nazim Haqqani, ialah Chistiyyah.44 Berkaitan dengan ibadah, pengikut Chisytiyah memenuhi hidup mereka dengan berbagai amalan wajib dan sunnah seakan-akan mereka tidak menginginkan hidupnya untuk kesenangan duniawi. Pembacaan surah-surah al Qur’an, shalawat, doa, zikir, nama-nama Allah dapat dilakukan
41 Amalan Shalat Harian Naqsyabandi. Haqqani Sufi Institut of Indonesia. hal. 141
42 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/
43 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/
44 Tarekat Chisytiyah dibawa oleh Abu Ishaq Chisyti, yang lahir abad sepuluh. Pengikut- pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru (Khwaja), yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah (‘Orang-Orang Bertujuan’) Idries. Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifat. hal.133 31
berpuluh-puluh kali dalam sehari.45 Terdapat salah satu prinsip tarekat
Naqsyabandi yang sesuai untuk menggambarkan etika anggota tarekat ini yakni
Khalwat Dar Anjuman atau “sepi di tengah keramaian”. Khalwat bermakna menyepinya sesorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu.
Beberapa orang mengartikan prinsip ini sebagai aktivitas menyibukkan diri dengan terus menerus membaca zikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang Ada pula yang mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut pada Tuhan dan selalu
Wara’ dengan begitu hatinya tidak akan tertarik oleh dunia. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan dengan mengacu kepada asas ini.46
Asketisme, menurut Syekh Nazim Haqqani tidak akan menghilangkan sedikitpun kemuliaan sufi tersebut di dunia maupun akhirat. Justru, karenanya seorang sufi telah mengambil langkah yang pandai dengan tidak terlena pada kehidupan dunia yang sebentar bahkan dunia dijadikan persiapan menuju hari akhir, hari yang penuh kemuliaan bagi yang beruntung.47 Salah satu prissip dasar
Naqsyabandiyah Nigah Dasyt yakni “waspada” menekankan penjagaan pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan zikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan
45 Carl W Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf. hal.109-111
46 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/
47 Nazim Haqqani, Sema Rumi, Whirling Dervhises, …hlm.62 32
Tuhan serta untuk memelihara pikiran dan prilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimat tersebut.48
2. Pengetahuan
Terdapat dua jenis pengetahuan yakni pengetahuan internal dan pengetahuan spiritual. Pengetahuan internal diperuntukkan bagi ummat manusia pada umumnya. Pengetahuan ini lingkupnya syari’at. Sebagian besar orang menghabiskan waktunya untuk mempelajari ilmu ini. Pengetahuan syariat dilaksanakan oleh sikap dan tingkah laku, dan akan mengajarkan disiplin pada bentuk lahiriyah. Sedangkan pengetahuan spiritual berujung pada hakikat atau realitas. Ilmu ini tidak dibuka Tuhan pada sembarang orang, karena memang tidak diperuntukkan bagi dunia.49 Hal senada diisyaratkan pula oleh Syekh Nazim, yakni menurutnya, umat manusia kini sangat tertipu dengan merasa cukup puas dengan kemajuan teknologi dan segala kemudahan yang diberikannya. Padahal, sisi spiritual manusia dapat lebih jauh bermanfaat bagi umat manusia itu sendiri.50
Kaitan antara asketisme kaum sufi sering dinilai bertolak belakang dengan pengetahuan kaum sufi. Sisi negatif asketisme adalah menjadikan ketidakpedulian kaum sufi cenderung menjadi ketidak-pedulian sosial. Ketidak-pedulian sosial mengisyaratkan tidak perlunya pengetahuan umum bagi seseorang. Padahal,
Syekh Mustofa menegaskan, bahwa Naqsyabandi Haqqani merupakan tarekat yang menekankan keseimbangan akal dan hati. Ia mencontohkan Syekh Nazim
48 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/
49 Hisham Kabbani, Mengenal Tariqah Naqshbandi Haqqani, Haqqani Sufi Institut of Indonesia, Jakarta: 2009. hal 43-52
50Nazim Haqqani, Sema Rumi, Whirling Dervhises. hal 29 33
dan Syekh Hisham sebagai sosok manusia yang mempunyai keseimbangan akal dan hati, hingga ilmu yang dimilikinya telah sampai pada tingkat suprarasional.51
Seorang pemimpin sufi menurut Syekh Hisham harus memiliki Ilmul Yaqin,
Aynul Yaqin, dan Haqqul Yaqin. Tingkat pertama, yakni pengetahuan tentang kepastian, dapat diraih dengan mendengar dan memenuinya dengan tindakan.
Dalam tarekat Naqsyabandi kepatuhan berasal dari pendengaran. Disinilah letak kepatuhan murid pada mursyid. Dalam tahap tahap pertama pengetahuan ini, hampir tidak terdapat demokrasi. Pilihan seorang murid hanya dua, yakni mematuhi atau keluar dari jalan. Tingkat yang kedua yakni aynul yaqin, yaitu penglihatan yang benar yang akan mengantar pada realitas dari kebenaran, haqqul yaqin.52
3. Pengembaraan
Safar Dar Watan, merupakan salah satu prinsip dasar Tarekat Naqsybandiyah, yakni melakukan perjalanan, baik secara batin, maupun lahir. Maksud dan tujuannya adalah untuk meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia, atau dengan penafsiran lain yakni suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negri, untuk mencari mursyid yang sejati, yang akan menjadi perantaranya dengan
Allah.53
Syekh Nazim telah banyak melakukan perjalanan dakwahnya ke hampir seluruh dunia sambil melakukan pentas-pentas tari sufi. Kaum sufi-pun
51 Wawancara pada acara Maulid Nabi, pada Zawiyah Kp.Melayu, tanggal 22 Maret 2009
52Hisham Kabbani, Mengenal Tarekat Naqsyabandi Haqqani. terj, Arief L. Hamdani dkk, Haqqani Sufi Institut of Indonesia, Jakarta:; 2009. hal 39-41
53 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/ 34
digambarkan sebagai kaum yang suka mengembara. Dari perjalanan tersebut para sufi memperoleh suatu usaha pendisiplinan diri, dengan memposisikan diri sendiri pada situasi (nasib) yang tidak pasti. Syekh Mustofa menggambarkan perjalanan sebagai pengorbanan seorang sufi. Ketika Syekh Nazim mendapat tugas untuk memimpin tarekat Naqsyabandi, dan memegang otoritas tujuh tarekat besar dunia, maka iapun segera melakukan perjalanan, dan melepaskan gelar dan karir bidang
Kimia yang ia tekuni. Hal yang sama juga dilakukan Syekh Hisham dan Syekh
Mustofa. Seluruh hidup mursyid tak lain untuk Tuhan, melalui pengabdiannya pada murid dan tarekat (jalan).54
Pengembaraan atau perantauan juga diartikan tentang kedudukan manusia yang pada hakikatnya merupakan orang asing yang sedang merantau untuk mengumpulkan bekal (amal saleh dan amal ibadah) yang nantinya akan dibawa pulang ke kampung halamannya di akhirat. Di hadapan Tuhannya dia seorang fakir (tidak memiliki apapun) dan di dalam hidupnya hanya memerlukan (fukara)
Dia.55
4. Cinta
Rupanya, Syekh Nazim Haqqani, tidak hanya mewarisi darah keturunan
Jalaluddin Rumi, tetapi ia juga menunjukkan minatnya yang besar pada ajaran- ajaran cinta Rumi. Ia sadar, bahwa dalam ajaran cinta Rumi, mengandung nilai- nilai humanis dan universal yang sesuai bagi dakwahnya pada kota-kota Barat.
Semangat humanis dan universal dalam ajaran cinta Rumi terkandung dalam misi yang dibawa oleh Naqsyabandi Haqqani dalam rangka menyebarkan ajaran
54 Ceramah Syekh Mustofa pada acara Maulid Nabi, pada Zawiyah Kp.Melayu, tanggal 22 Maret 2009
55 Abdul Hadi, Hermeneutia, Estetika, dan Religiusitas. hal.102 35
sufi. Ajaran sufi yang ia bawa, dilakukan dalam konteks persaudaraan umat manusia dan kesatuan dalam kepercayaan kepada Tuhan yang terdapat dalam semua agama dan jalur spiritual di negara-negara maju atau pada negara-negara yang penduduk Muslimnya masih minoritas, seperti di Amerika. Usaha para pemimpin tarekat ini, diarahkan untuk membawa spektrum keagamaan dan jalur- jalur spiritual yang beragam ke dalam keharmonisan dan kerukunan, dalam rangka pengenalan akan kewajiban ummat manusia sebagai kalifah Tuhan di bumi ini.
Salah satu syair Rumi yang terkenal yakni; “aku bukan Kristen, bukan Majusi, bukan Kristen, atau Islam, bukan dari Timur ataupun Barat, …bukan dari India,
Cina, Bulgaria, Saqseen: bukan dari kerajaan Iraq ataupun Khurasan,…tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak…baik raga maupun jiwaku; semuanya adalah kehidupan kekasihku…”56
Rumi sendiri, pada masa hidupnya, merupakan guru besar Islam. Karena ajaran cinta Tuhannya, yang terefleksikan dalam nilai-nilai humanistis dan universal, tak jarang, tuduhan tentang panteisme dialamatkan kepada makna syair- syairnya. Padahal, dalam syairnya yang lain, Rumi menegaskan bahwa hanya ada satu kebenaran hakiki. Naqsyabandi Haqqani sendiri, menindak tegas, jika terdapat anggota tarekat, yang terseret pada ajaran pemahaman panties, apalagi jika sampai mengesampingkan syariat Islam, sebagai dasar keimanan dan identitas seorang muslim. Maka dalam konteks dakwah di Jakarta, yang mayoritas penduduknya sudah muslim, alasan yang melatarbelakangi didirikannya tarekat ini di Jakarta, yakni untuk menciptakan corak spiritualis melalui penganalan tasawuf dalam Islam pada masyarakat kota.
56 Idries Syah, Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifat. hal. 106 36
6. Mabuk
Salah satu prinsip dasar Naqsyabandiyah yang mengisyaratkan mabuk adalah
Yad Dasyt atau “mengingat kembali”. Orang yang mengalaminya mempunyai penglihatan yang diberkahi, yakni secara langsung dapat menangkap zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya dan mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Maha Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak terhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dapat tercapai dalam keadaan Jadzabah, derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.57
Peristiwa diatas dapat juga disebut mabuk Tuhan, yang biasanya disebut
Fana’. Fana’ menurut Syekh Hisham merupkan keadaan yang tidak permanent.
Seperti halnya iman, fana’ melibatkan wilayah hati, yang sulit sekali untuk
Istiqamah. Karenanya, orang yang fana’ atau mabuk ketika ia menyatu dengan
Tuhannya, bukan berarti ia adalah Tuhan, sehingga ia patut disembah. Fana’ bukan merupakan tahapan spiritual tertinggi, melainkan sebuah proses untuk meraih hakikat tertinggi. Fana’ membutuhkan tahapan-tahapan yang terdiri dari
Mahabbah-Hudur-Fana. Fana terdiri dari Fana fi Syekh, Fana fi Rasul, dan Fana fi Illah. Tujuan fana’ ialah ketenangan jiwa yang diperoleh pergulatan rasa ilahiyah.58
Dalam syair-syair cinta Syekh Nazim, begitu jelas bahwa beliau amat dipengaruhi gaya syair Rumi. Syair Rumi mempunyai karakter pembebasan ekspresi dan kedalaman makna yang dalam. Di Indonesia, gaya syair sufistik
57 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/
58 Wawancara dengan Arief Hamdani, di Café Rumi, 30 Mei 2009 37
Rumi ini diawali oleh Hamzah Fansuri. Salah satu karya Hamzah Fansuri59 yang berjudul Syarabul Asyiqin pada bab tujuh menjelaskan tentang cinta dan syukur.
Kecintaan Tuhan untuk hambanya tidak berbatas sehingga menjadikan pengungkapannya pun seakan tidak mau dibatasi. Pembebasan-pembebasan ekspresi cinta melalui syair tersebut seperti kondisi sedang mabuk Tuhan. seorang hamba digambarkan kehilangan akal budi karena pancaran Cinta hingga mengeluarkan kata-kata rahasia seperti yang dilakukan Al Hallaj.60
Menurut Abdul Hadi, persamaan syair-syair Hamzah Fansuri dan Jalaluddin
Rumi terletak pada penekanan terhadap individualitas atau kesadaran diri, untuk mengungkapkan pengalaman di sekitar makrifat, fana’ dan wajd (kegairahan mistik). Dalam salah satu puisinya, syair-syair Hamzah Fansuri kerap kali menggemakan kata-kata yang digunakan Rumi dalam Mastnawi: “Manusia diciptakan dari akal dan nafsu, separuh ular, separuh ikan. Sifat ikan menarik dia ke laut, sedangkan sifat ular menarik ke darat”. Sedangkan kata Hamzah Fansuri:
Ikan tingkol bernama fadhil, Dengan air da’im ia washil, Ishqinya terlalu kami, Di dalam laut tiada bersahil, /Ikan itu terlalu ‘ali, Bangsanya nur al-rahmani,
Angganya rupa insani, Da’im bermain di laut baqi (ikatan-ikatan XXV)61
7. Kemursyidan
59 Hamzah Fansuri merupakan penyair besar melayu abad enam belas yang berasal dari Barus, salah satu daerah di Sumatra. Selain menyumbangkan pemikirannya di dunia tasawuf , sumbangannya yang juga besar bagi kesastraan Indonesia adalah bentuk puisi empat baris dengan pola sajak AAAA. Hadi, W Abdul. Hermenutika, Estetika, dan Religiusitas, Esai-Esai Sastra Sufistik dan Senirupa,…hlm.101
60 Bani Sudardi, Sastra Sufistik, Internalisasi Ajaran-Ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia. Tiga Serangkai, Solo: 2003. hlm,46
61 Hadi, W Abdul. Hermenutika, Estetika, dan Religiusitas, Esai-Esai Sastra Sufistik dan Senirupa,…hlm 113 38
Menurut Syekh Nazim Haqqani, meraih hakikat tanpa disertai keberadaan mursyid, sama saja menyia-nyiakan sebagian besar waktu hidup seorang hamba pada pencarian tanpa arah. Hal tersebut ditegaskan dengan perkataan Bayazid
Bistami bahwa hamba yang tidak memiliki mursyid, maka pembimbingnya adalah setan. Begitu pentingnya keberadaan seorang mursyid, Syekh Nadzim Haqqani mengemukakan, bahwa seorang murid harus menjadi mayat di depan mursyidnya.
Mursyid bebas memperlakukan murid dan murid harus percaya sepenuhnya terhadap mursyid, seperti Khidir kepada Musa. Pengabdian berada dalam hubungan timbal balik antara mursyid dengan muridnya. Mursyid mempunyai kode etik untuk tidak sedikitpun lengah terhadap perkembangan spiritual atau keadaan jiwa muridnya. Atas itu, mursyid menjadi penanggung jawab atas perkembangan spiritual murinya. Menurut Syekh Nazim, untuk mengetahui bahwa seseorang merupakan guru sejati, adalah bahwa calon murid akan dapat langsung mempercayainya, ”Hati kalian akan memberikan sinyal akan hal itu, dan hati tak pernah salah. Ketika seseorang duduk bersama mursyid sejati, ia akan merasakan kedamaian, ketenangan dan kepuasan, serta amat bahagia. Inilah tandanya. Orang itu akan melupakan seluruh masalah-masalahnya dalam hadirat sang mursyid, dan merasa bagaikan seekor ikan dalam samudra”.62
8. Kewalian
Tarekat Naqsyabandi Haqqani, seperti tradisi Naqsyabandi dahulu, mempercayai konsep Syafaat, Tawassul, dan Tabarruk. Hal tersebut pula yang mendukung betapa pentingnya silsilah mursyid, yang akan menghubungkan
62 Hisham Kabbani, Mengenal Tarekat Naqsyabandi Haqqani. hal. 70-71 39
seorang murid sufi pada wali dan nabi Muhammad SAW. Dalam doa dan zikir kaum sufi selalu membawa nama Rasulullah, Wali, dan mursyid. Kesempurnaan
Nabi Muhammad saw dan kesucian para wali dan mursyid membawa pengaruh yang besar dalam tiap lafaz doa dan zikir yang diucapkan, ketika lafaz tersebut sampai kepada Tuhan. Menurut Syekh Hisham, syafaat berfungsi menggenapkan kebaikan, menyempurnakan permohonan, mendekatkan seseorang pada pengabulan doa. Sedangkan tawassul kepada Nabi Muhammad saw dan orang- orang suci merupkaan bentuk penghormatan dan ungkapan cinta mendalam terhadap mereka.63
Karamah yang dimiliki oleh para wali dapat diartikan sebagai bentuk kemuliaan yang diberikan Allah kepada kekasihNya dan para waliNyadengan berbagai macam hal di luar kebiasaan manusia sekaligus sebagai pembuktian atas kekuasaan Allah. Tujuannya adalah untuk menmbah iman orang-orang yang beriman. Menurut Ibn Arabi, terdapat dua macam karamah, yakni indrawi dan maknawi. Orang awam hanya mengetahui karamah indrawi saja seperti membaca pikiran orang lain, memberitahukan yang gaib-gaib pada masa lalu, berjalan di atas air, dan lain sebagainya. Sementara karamah maknawi tidak diketahui kecuali oleh orang-orang khusus saja di antara hamba-hamba Allah, yakni penjagaan terhadap penyimpangan terhadap syariat, taufik untuk selalu berahlak baik, serta kesucian hati.64 Kecenderungan awam lebih menyukai karamah indrawi, yang dapat diperoleh dari amalan terus-menerus. Tetapi, Syekh Nazim
63 Hisham Kabbani, Ensiklopedi Akidah Ahlusunnah: Syafaat, Tawassul dan Tabarruk. Serambi, Jakarta: 2007
64 Abdul Qadir Isa. Hakikat Tasawuf. terj. Khairul Amru HArahap dkk. Qisthi Press, Jakarta : 2005. hal.335-338 40
berujar keras, bahwa bahwa jika seseorang berharap dengan tarekat maka ia akan menjadi seseorang yang hebat (memperoleh karomah) maka ia (Syekh Nazim) akan mengetahuinya, dan justru akan membuatnya menjadi bukan siapa-siapa
(sia-sia).65
C. Munculnya Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani
Dalam situs Naqsyabandi, para pengunjung awam mungkin tidak segera menyadari bahwa terdapat perbedaan antara Yayasan Naqsyabandi Haqqani dengan Yayasan Rabbani, karena keduanya hampir mirip karena memang berasal dari Mursyid yang sama.. Perbedaan tersebut baru jelas terlihat dalam jadwal lokasi zikir zawiyah-zawiyah Naqsyabandi Haqqani di seluruh Indonesia.
Ternyata, khusus di kawasan Jabodetabek, terdapat sembilan Zawiyah
Naqsyabandi Haqqani Rabbani, dan empat Zawiyah Naqsyabandi Haqqani
Rabbani di kota-kota besar di Pulau Jawa, yang berbeda dari lima puluh tujuh
Zawiyah Naqsyabandi Haqqani di seluruh Indonesia. Sembilan Zawiyah
Naqsyabandi Haqqani Rabbani ini antara lain; Zawiyah Depok, Zawiyah Cinere,
Zawiyah Pondok Labu, Zawiyah Limo Cinere, Zawiyah Pangkalan Jati, Zawiyah
Pasaraya Sarinah Blok M, Zawiyah Sanggar Bulungan Csw, Zawiyah Cikarang
Baru, Zawiyah Puspitek Serpong. Cabang-cabang ini mempunyai nama belakang tambahan Rabbani , menjadi Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Sama seperti gelar
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani.66
65 Amalan Shalat Harian Naqsybandi. Haqqani Sufi Institut of Indonesia .hal 186
66http://naqsybandi.web.id/kontak/zawiyah 41
Kedelapan Zawiyah Naqsyabandi Haqqani Rabbani ini dipayungi oleh
Yayasan Rabbani Sufi Institut Indonesia, yang resmi didirikan pada 11 Desember
2006 di Jl. Villa Terusan Cinere Mas No. 16, Pondok Cabe. Berdirinya Yayasan
Rabbani dipelopori oleh Dicky Aryo Seno atau Syekh Zulfikar yang kemudian ditunjuk sebagai pemimpin atau Amir dari Yayasan Rabbani Sufi Institut
Indonesia, Eri Barkah Saridria atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Barkah,
Zalyati atau yang lebih dikenal dengan Mbak Yati dan Dono Indarto atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Abu Thufail.67 Berikut ini merupakan kegiatan- kegiatan dalam zawiyah-zawiyah Naqsyabandi Haqqani Rabbani:
1. Zikir Khatmu'l-Khwajagan merupakan praktik yang penting yang ( ﺧَﺘ ْﻢُ اﻟﺨَﻮاﺟَ ﻜﺎنِ ) Zikir Khatm Khwajagan tidak boleh ditinggalkan oleh murid. Zikir Khatm Khwajagan dilakukan dengan posisi duduk bersama syekh dalam suatu majelis. Zikir ini dilakukan seminggu sekali, khususnya pada Kamis atau Jumat malam, dua jam sebelum matahari terbenam. Zikir Khatm Khwajagan terdiri atas dua kategori, yaitu: khatm panjang dan khatm pendek.68
Zikir Khatm Khawajagan, beserta zikir-zikir lain dalam Tarekat Naqsyabandi
Haqqani maupun Naqsyabandi Haqqani Rabbani haruslah berdasar pada prinsip yad kard, yakni “ingat”, ialah menyebut terus menerus mengulangi nama Allah, zikir tauhid (berisi formula la ila ha ilallah) atau formula zikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu bagi
67http://www.haqqanirabbani.asia/foundation-id.html
68 http://naqsybandi.web.id/amalan/tnh/zikir/khatm-khwajagan/ 42
penganut Naqsyabandiyah, zikir itu tidak dilakukan sebatas berjamaah atau sendrian sehabis solat, tetapi harus terus-menerus, agar daalm hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanent.69
Bagi anggota tarekat ini, zikir juga berfungsi untuk mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur). Caranya, murid harus membaca setelah zikir tauhid atau ketika berhenti sebenbtar di antara dua nafas, formula “ilahi anta maqsudi wa ridakamathlubi” (ya Tuhanku, engkaulah tempatku memohon dan keridhaanmulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan zikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata. Ini adalah prinsip Baz gasyt yakni “kembali” atau “memperbaharui” dalam pokok ajaran tarekat Naqsyabandiyah. 70
2. Hadrah.
Hadrah merupakan sebuah pesta penyambutan Muhammad saw di zamannya.
Upacara ini dilakukan hampir tiap hari dan juga pada zikir regular di zawiyah- zawiyah Rabbani. Hadrah berisi lantunan shalawat yang dibawakan dengan suka cita dan bersemangat. Pelantunan shalawat tersebut disertai dengan gerakan dan hentakan “Ya Hayy!” yang berarti “hidup”. Gerakan dan hentakan ini dimaksudkan untuk membangunkan seluruh sel-sel di tubuh kepada kecintaan untuk kembali kepada Allah dan Muhammad. Karena ketika ruh atau spiritual terbangun, maka pancaran Cahaya Illahi akan tertuang pada masing-masing orang
69 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/
70 http://quantumillahi.wordpress.com/2009/02/16/genosis-tarekat-naqsyabandi/ 43
yang melakukan hadrah tersebut. Kebahagiaan yang hakiki akan mengalir dari hati memenuhi ruang-ruang yang terasa kosong. 71.
3. Manaqib
Manaqib merupakan pembacaan kisah-kisah perjalanan hidup menuju Cinta
Ilahi dari Syekh Bahauddin Naqshaband dan Syekh Abdul Qadir Jaelani yang tertulis dalam kitab-kitab kuno. Kisah-kisah ini dibacakan setiap bulan pada tanggal 10 Hijriah. Manaqib dilakukan dengan tujuan menyampaikan petuah dan membagi rasa yang dirasakan oleh kedua Syekh yang dimuliakan ini. Selain itu hal yang paling penting dalam pembacaan manaqib ini adalah transmisi cinta yang amat besar akan terjadi pada setiap pembacaan kisah. Adapun pembacaan kisah dari Shaykh Bahauddin Naqshabandi, berfungsi untuk mendatangkan kekuatan spiritual atau Cinta Illahiah, dan pembacaan kisah dari Shaykh Abdul Qadir
Jaelani adalah untuk memudahkan dunia, namun tidak menimbulkan kesan pada dunia.72
Adab dalam menjalani manaqib ini adalah pendengar sebaiknya benar-benar mendengarkan pembacaan kitab-kitab tersebut dengan seksama. Selain itu untuk dapat menyimak kisah-kisah Cinta ini dengan benar, sebaiknya pendengar tidak berbicara, makan, minum atau terlalu banyak melakukan gerakan. Karena selain berdampak tidak baik pada diri sendiri, aktifitas-aktifitas tersebut juga akan mengganggu konsentrasi pendengar lain yang berada di dekatnya. Adab seperti ini
71 http://www.haqqanirabbani.asia/heavenonearth-id.html
72 http://www.haqqanirabbani.asia/heavenonearth-id.html 44
sebaiknya dijaga sepanjang pembacaan, untuk menjaga Transmisi Cinta Ilahiah yang sedang disalurkan.73
5. Maulid Nabi
Syair-syair tua shalawat yang berisi puji-pujian kepada Sayyidina Rasulullah
Muhammad saw merupakan ungkapan rasa rindu, rasa syukur dan rasa cinta yang hampir tak mampu terungkapkan, yang ditulis oleh penyair-penyair Sufi yang selama hidupnya mabuk akan Muhammad saw. Diiringi dengan alat musik tabuh- tabuhan, pembacaan shalawat ini menjadi begitu hidup dan penuh energi.
Pembacaan serial syair-syair kisah yang merayakan kelahiran Nabi Muhammad saw Mawlid ad-Dayba'i ini dilakukan oleh Yayasan Rababni Indonesia setiap hari kamis pukul 20.00-22.00 WIB.74
3. Whirling Dervishes
Whirling Dervishes atau Tari Darwis Berputar adalah tarian yang sangat dikenal sebagai tarian cinta dari kaum sufi. menurut Traekat ini, tarian ini pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad saw sendiri kepada Abu Bakar Shiddiq yang kemudian dipopulerkan oleh Mawlana Jalaluddin Rumi. Menurut Syekh Nazim, tarian ini adalah gerakan yang dilakukan atas nama cinta, dengan cinta dan membawa cinta. Penyerahan diri yang seutuhnya dan keyakinan yang teguh adalah dua hal mendasar yang dibutuhkan dalam menarikan tarian ini. Karena hanya dengan berbekal kedua hal tersebutlah maka tarian yang berputar dari arah kiri ke kanan ini akan menghasilkan pusaran rasa cinta serta kebahagiaan yang kemudian terpancar dari si penari ke seluruh ruang dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Pada saat-saat seperti itulah maka akan terasa kesatuan antara makhluk
73http://www.haqqanirabbani.asia/heavenonearth-id.html
74 http://www.haqqanirabbani.asia/heavenonearth-id.html 45
dan penciptanya. Kesadaran bahwa pencipta dan ciptaan tidak akan pernah berpisah sampai kapanpun, selalu bersama, layaknya sepasang kekasih.75
Whirling Dervishes merupakan ciri khas yang membedakan amalan-amalan dalam Tarekat Naqsyabandi Haqqani dengan Tarekat Naqsyabandi Haqqani
Rabbani. Meskipun keduanya berasal dari mursyid yang sama, namun unsur ajaran-ajaran Rumi lebih kental pada Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani.
Penyebaran Tarekat Haqqani Rabbani belum seluas Tarekat Naqsyabandi
Haqqani. Zawiyah-zawiyah Naqsyabandi Haqqani Rabbani tersebar baru sampai wilayah kota-kota besar di pulau Jawa, tidak seperti Zawiyah Naqsyabandi
Haqqani yang telah hampir meluaskan jaringannya ke selruh Indonesia. Zawiyah
Naqsyabandi Haqqani Rabbani yang sudah secara rutin mengadakan Whirling
Dervishes hanya Zawiyah Cinere dan Zawiyah Bulungan (Rumi Café).
75 Nazim Haqqani,. Whirling Dervishes, hal. 39 46
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN TRADISI SAMA
A. Pengertian Sama’
Sejarah telah memperlihatkan bahwa perbincangan mengenai musik dalam
Islam telah berlangsung cukup lama serta melibatkan wilayah praktek kaum sufi yang cukup luas. Kehati-hatian dalam praktek keislaman dicontohkan oleh para ulama dalam kehidupan muslim sehari-hari, berupa fatwa-fatwa yang melarang musik secara tegas.76 Tetapi tentunya, disamping terdapat alasan-alasan syari’at yang menolak, peran musik dalam kehidupan umat Islam tidak dapat disangkal pula dari fakta-fakta sejarah, bahwa musik selain merupakan media untuk bertaqarrub, juga berfungsi sebagai media penyebaran Islam. Dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, Walisongo, misalnya selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang dan musik gamelan. Sebagai contoh, Sunan Bonang merupakan pencipta Gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran
Islam di pesisir utara Jawa Timur, Sunan Drajat menciptakan Tembang Jawa, yakni Tembang Pangkur, Sunan Kudus melalui Gending Maskumambang dan
Mijil, Sunan Muria menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti. Melalui syair lagu Gamelan tersebut, para Wali menyampaikan pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya. Setiap bait lagu diselingi syahadatain, dan gamelan yang mengirinya disebut sekaten. Jadi, para da’i
76Sebagian kelompok yang mengharamkan musik berargumen berdasarkan riwayat dari Ibn Mas’ud dan Ibnu Abbas serta tabi’in bahwa diharamkannya nyanyian berdasarkan firman Allah swt, surat Luqman ayat 6, al Qashas ayat 55, hadist-hadist riwayat Ashabus Sunan, Bukhari, Nafi’ tetapi mengandung Ihtirab dan hadist Aisyah. Simak lebih lanjut pada Yusuf Qadharwi, Islam Bicara Seni. terj. Wahid Ahmadi dkk, , Intermedia, Solo: 1998. hal.39-52 47
terdahulu tidak memerintahkan masyarakat untuk meninggalkan adat mereka, tetapi secara bertahap memperkenalkan karakter Islam melalui pertunjukan- pertunjukan wayang atau musik. Maka, hujatan terhadap posisi musik dalam
Islam tidaklah seimbang jika dibandingkan fungsinya secara historis.77
Pendekatan sufistik pada penyebaran Islam di Pulau Jawa, merupakan sebuah pendekatan yang penuh dengan nilai-nilai toleransi terutama pada konsep cinta dalam tasawuf. Dalam ajaran sufi, keikhlasan seorang Muslim terletak pada kecintaannya kepada Tuhannya yang akan mengantarkannya pada solusi-solusi hidup bermasyarakat. Cinta atau kasih merupakan salah satu pancaran nama
Jamal Allah dalam Asmaul Husna. Jalan cinta dan kelembutan, menjadikan segala sesuatu cenderung dapat diterima, karena sulit apabila cinta dibahas dengan menggunakan aturan-aturan baku. Sedangkan keadilan Allah tercermin dari aturan-aturan dalam Islam. Agama membedakan mana yang beribadah, mana yang tidak, mana yang baik, mana yang jahat. Maka tidaklah salah jika jalan ini baru dapat ditempuh jika seorang sufi menguasai dan memenuhi tingkat syari’at.
Praktek tasawuf yang mengandung unsur musik adalah sama’. Menurut
Oliver Leaman, sama’ secara harfiah berarti audisi, dan dalam tradisi sufi, Sama’ mengacu pada pendengaran dengan hati, semacam meditasi. Tujuannya adalah mendapatkan apa yang diwakili oleh melodi musik dalam sama’ tersebut.78
Ernest berpendapat, bahwa istilah sama’ dipakai kaum sufi untuk menyebut ritual menyimak syair yang dinyanyikan atau dibacakan dengan atau tanpa iringan alat musik. Secara literer sama’ artinya mendengarkan. Sama’ juga merupakan salah
77 M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Rajawali Press, Jakarta: 2005. hal.115-130
78 Oliver Leamen. Estetika Islam, Menafsiran Seni dan Keindahan. Mizan, Jakarta:2005. hal. 192 48
satu metode zikir, yang berguna dalam proses penghayatan mencapai fana’.79
Dengan pengertian lain, sumber sama’ adalah rasa terpesona atau ketertarikan hati
(Jazb) kepada Tuhan. Rasa ini adalah suatu energi yang tak pelak lagi mengarahkan seseorang kepadaNya. Zu an-Nun al Misri berkata, sama’ adalah rasa terpesona terhadap Tuhan yang mendorong hati seseorang kepada Allah.80
Unsur utama dari praktek sama’ suara. Bahkan sebetulnya sama’ dapat berlangsung hanya dengan pembacaaan syair saja dengan irama yang indah, asal dapat menimbulkan efek mabuk Tuhan. Kekuatan suara dalam membangkitkan emosi telah ada dalam teori-teori sufi sejak dulu. Banyak cerita yang sudah dikemukakan untuk mengilustrasikan kekuatan suara, mulai dari pengaruh suara pembacaan al-Qur’an, suara zikir al-Asma al-Husna, hingga syair-syair religius.
Sebaliknya, suara yang buruk cenderung dihindari. Dalam Al Qur-an, Tuhanpun berfirman, yang artinya ”dan sederhanalah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (Q.S.31:19)
Sama’ ada empat macam. Pertama, yang sesuai dengan hukum Islam, dimana sang pendengar benar-benar rindu kepada Tuhan, dan sama sekali tidak merindukan mahluk. Kedua, yang diperbolehkan, yakni ketika sang pendengar sangat rindu kepada Tuhan dan hanya sedikit merindukan mahluk. Ketiga, yang makruh, dimana sang pendengarnya lebih rindu kepada mahluk daripada rindu kepada Tuhan. Keempat, yang diharamkan, yakni ketika tak ada lagi kerinduan kepada Tuhan karena semuanya sudah ditunjukkan kepada mahluk. Namun pendengar harus mengetahui perbedaan antara yang sesuai dengan hukum, yang
79 Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Rajawali Press, Jakarta: 2002. hal. 112 80Carl W. Ernest. Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2003 hal. 238 49
dilarang, yang diperbolehkan, dan yang tidak disukai. Ini merupakan rahasia
Tuhan dengan sang pendengar itu sendiri.81
Sama’ kategori pertama hukumnya sunnah. Rindu kepada Tuhan diawali dengan mengingat Tuhan, dan mengingat tuhan merupakan arti dari istilah zikir.
Zikir dimaksudkan sebagai Tasbih, Tahlil, dan Takbir, serta shalawat kepada nabi.
Inti zikir adalah melafazkan nama Tuhan baik dengan seperti dalam Al-Qur’an surat ke-33 ayat 41 dan 42, yang artinya,“ hai orang-orang yang beriman, berzikirlah dengan (menyebut nama Allah), zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbilah kepadaNya di waktu pagi dan petang”.82
Zikir merupakan hal yang paling penting dalam tasawuf. Bagi kaum sufi, zikir adalah sebuah pintu yang paling besar (untuk mencapai Fana’ dan Makrifat) pada Allah. Munculnya tarekat-tarekat juga dikarenakan banyaknya metode zikir yang dikembangkan sebagai jalan mendekati dan menacapai Tuhan. menurut
Simuh, begitu pentingnya zikir dalam kehidupan sufi, sampai-sampai kuantitas amalan zikir menjadi lebih besar daripada solat lima waktu, karena Zikir dijadikan wasilah untuk mencapai penghayatan Fana’. al Qusyairi mendefinisikan zikir secara mendalam, zikir adalah menenggelamkan ingatan dalam penyaksian terhadap yang diingat (Allah swt), kemudian menghanyutkannya dalam wujud yang diingat sehingga tidak ada bekas apapun yang tersisa dari diri yang berzikir .
83
Di Indonesia, ritual-ritual dalam tarekat berisi zikir dan shalawat terkadang diiringi tabuhan Rebana dan alat musik lainnya. Maulidan, merupakan salah satu
81 Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, hal. 234
82 Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, terj. terj. Khairul Amru Harahap dkk, Qisthi Press, Jakarta: 2005 hal. 92 83 Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya . hal. 99-114 50
festival keislaman di Indonesia yang telah ada sejak dulu. Acara ini dibuat semeriah mungkin minimal dengan tabuhan-tabuhan rebana yang berirama.
Kemeriahan tersebut dimaksudkan tak lain ialah untuk menciptakan kembali peritiwa beratus tahun lalu ketika Nabi Muhammad saw dilahirkan. Bayangan bahwa Nabi Muhammad turut hadir saat acara tersebut berlangsung, merupakan tujuan terpenting acara tersebut. Suasana haru menyelimuti orang-orang yang benar-benar khusyuk ketika Sama’. Tetapi bagi sebagian besar orang, ritual tersebut hanya merupakan acara budaya keislaman yang mengumpulkan sejumlah besar ummat muslim, untuk berkumpul dan bersilaturahmi.
Dalam maulidan, atau sekatenan, seseorang yang berhasil larut dalam praktek sama’ bercampur dengan seseorang yang mungkin baru saja menonton ritual semacam itu, karena di Jawa, kegiatan semacam ini umumnya terbuka untuk masyarakat umum. Bagi penonton yang masih baru, akan tertarik secara budaya dan seni. Tetapi ekspresi yang dikeluarkan sebagian lain yang betul-betul larut dalam ritual Sama’ ini, tentu akan membingungkan penonton yang masih baru, karena memang dalam syariat tidak dijelaskan ekspresi-ekspresi semacam itu.
Praktek Sama’ di Timur tengah oleh tarekat Rifa’iyah, bahkan memperlihatkan ekspresi-ekspresi yang ekstrem dan menimbulkan kesalahpahaman dalam ilmu pengetahuan. Para sufi Rifaiyah seringkali menguji tingkat khusyuk zikir yang sedang dilaksanakan sufi murid Rifaiyah dengan cara menguji ketahanan jasmaniyah sufi tersebut.84 Sayangnya kegiatan tersebut justru berkembang ke arah negatif dan merugikan pengertian mengenai sufisme ketika dipertontonkan secara umum. Para orientalis menganggap praktek tersebut ,semacam debus, yang
84 Misalnya dengan cara memaku kepala, memakan api, menusuk leher, dan berbagai bentuk penyiksaan diri lainnnya. Carl. W. Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf….hlm xxviii 51
tidak masuk akal dan aneh. Contoh tersebut kemudian menyeret praktek-prektek zikir tarekat-tarekat lain untuk dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan dari kemurnian agama oleh para ahli syariat.
Padahal, berbagai ekspresi dari Sama’ dipelajari dalam lingkup tasawuf.
Tasawuf dalam Islam merupakan ilmu yang cenderung rahasia dan samar-samar, bahkan Nabi tidak pernah membahas lingkup tersebut secara jelas dalam hadist- hadistnya. Dalam perjalanan spiritual seorang sufi, hanya dirinya, mursyid- mursyidnya dan Tuhannya yang dapat mengerti apa yang ia jalani dalam tarekat.
Tetapi tarekat membuka jalannya bagi siapa saja yang ingin meraih Hakikat.
Ekspresi-ekspresi yang timbul dalam sama’, dapat terjadi di manapun dan kapanpun seseorang merasa amat larut dalam zikir melalui Sama’. Zikir dalam
Sama’ dimulai dengan zikir lisan, yakni mendengarkan syair-syair tauhid dan shalawat yang didendangkan, lalu secara perlahan-lahan, akan masuk dalam zikir hati, yang akhirnya terus akan mengantarkan sufi pada kondisi ekstase.
Menurut Al Qusyairi, ”Jika seorang salik ingat kepada Allah swt, dengan sebanyak-banyaknya melalui hatinya, maka berarti ia beralih ke pada fase baru, yakni zikir anggota badan (jawarih). Maka ketika hamba memulai dzikir dengan segenap anggota badan, ia akan menemukan gerak dalam setiap anggota badan sehingga dalam daging dan tulangnya tidak ada lagi selain gerakan dan getaran.
Kemudian gerakan dan gerakan tersebut semakin menguat dan jadilah suara dan kalimat yang muncul dari seluruh angota badan dan persendian selain lidah, dalam hal demikian lidah tidak dapat berkata.
Gambaran perumpamaan tersebut disimbolkan pada putaran terus-menerus
Tari Darwis Berputar yang dilakukan pertama kali oleh Jalaluddin Rumi. Gerakan 52
tari berputar-putar (hanya satu gerakan berpuar dalam tari) merupakan gerakan tawaf mengelilingi ka’bah yang juga dilakukan tiap planet dalam rotasinya dan revolusinya mengelilingi matahari. Ketika tubuh berputar, maka seluruh sel dan atom sebagai bagian terkecil dalam tubuh ikut berputar. Putaran yang dilakukan seluruh alam semesta adalah putaran mengelilingi yang Satu.85
Batas paling tinggi dari sama’ ialah ketika orang-orang seperti dalam kelompok pertama tadi begitu khusyuk, dan asik dengan kondisi spiritualnya sendiri. Dalam istilah tasawuf, keadaan yang dialami hamba yang bersangkutan secara terus-menerus akan berujung pada fana’. Maka dari itu, sama’ yang sifatnya lebih khusus, biasanya dibedakan dari ritual-ritual keislaman lain yang juga menggunakan alat-alat musik dan nyanyian-nyanyian zikir dan shalawat.
Sama’ yang ideal merupakan sebuah ritual eksklusif yang penuh dengan aturan- aturan mengenai tempat, waktu, dan pemilihan melodi, dan adab pelaksanannya.
Sama’ betul-betul diperuntukkan bagi para salik yang ingin mencapai fana’ atau setidaknya meraih kepuasan sampai batas yang ia mampu. Ketika sama’ini berlangsung, tiap hamba biasanya dibebaskan berekspresi dengan keadaan spiritual yang tengah dialaminya, karena hamba tersebutpun akan kehilangan kesadaran bagaiamana dan seperti ia mengekspresikan mabuknya ketika itu.
Lukisan-lukisan tasawuf tidak jarang digambarkan dengan seorang sufi yang sedang memegang tambolin dan beberapa sufi lain membaca syair, serta beberapa sufi lain menari-nari seperti dalam keadaan mabuk. 86
85 Wawancara dengan Syahdan, koordinator pelaksanaan Tari Darwis Berputar di Zawiyah Rabbani Cinere pada 25 April 2009 86 Misalnya dalam lukisan miniature Dinasti Mughal, tahun 1595 M. Lihat Abdul Hadi, Cakrawala Estetik Budaya. Pustaka Firdaus, Jakarta: 2000. hlm 431 53
B. Unsur Tari dalam Sama’
Fana dapat menghasilkan berbagai ekspresi di luar kesadaran, yang terkadang tidak dapat dimengerti. Bayazid Bustami mengeluarkan kata-kata ekstasis ketika fana. Ketika Haviz dan Rumi menulis syair-syair indah pun, dalam keadaan fana. Kata-ata mereka merupakan penyampaian dari apa yang sedang mereka rasakan, meskipun tidak sepenuhnya dimengerti, karena umumnya memang sangat sukar dipahami, bahkan sebagian ada yang dinyatakan menyimpang. Maka tidak heran ketika seorang Salik ingin mencapai fana melalui sama’, terkadang ekspresi mereka terungkap melalui gerakan-gerakan tubuh.
Para sufi Chistiyah, dalam ektasis mereka ketika sama’, memperlihatkan gerkan trance mengangkat tangan mereka dan menari ekstasis.87 Tetapi tari ekstasis yang paling teratur, adalah tari sufi dari Mawlawiyyah. Dalam tarekat sufi lainnya tidak ada gerakan berputar cepat yang diatur dan dilembagakan seperti dalam tarekat Mawlawiyah, dimana ia merupakan ritual yang dikembangkan dengan cermat sehingga tak memberikan ruang bagi gerakan estatik tetapi dibangun atas harmoni yang sempurna, bersama setiap gerakan yang mempunyai makna khusus.88 Gerakan berputar cepat justru menjadi ekstatik karena nyanyian dari syair-syair Rumi. Tetapi paduan antara syair, musik dan gerakan tersebut tetap menjadi kesatuan sebuah tari yang dapat ditafsirkan dari sudut pandang seni
Islam. Berbagai tafsiran mengenai makna gerakan-gerakan berputar atau unsur- unsur lain di dalamnya menjadikan tari ini layak disebut sebagi karya seni.
87 Carl. W. Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf,… hal. 237
88 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi, Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, peny. Sabrur R. Sunardi. Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2001. hal. 241 54
Seni merupakan persoalan yang memerlukan pemikiran yang mendalam karena terkait dengan simbol-simbol abstrak yang diciptakan oleh imajinasi manusia. Karya seni dapat menggambarkan moral penciptanya. Karya seni adalah sesuatu yang dapat menyenangkan indra, seperti gerakan tari yang merangsang indra visual, dan musik merangsang indra pendengaran, tetapi sasaran seni lebih dalam dari sekedar kesenangan indrawi.89
Tari ini diawali dengan irama lembut perlahan dari Ney, hampir tidak kaya nada, tetapi alunan sederhana tersebut disengaja, dan amat penting untuk membawa emosi para penyimak memasuki relung jiwa yang paling dalam. Ketika itu, para penari telah siap dengan jubah hitam dan sikke. Selanjutnya tabuhan gendang dijadikan tanda untuk para penari melepaskan jubah hitam dan digantikan baju mereka yang seluruhnya berwarna putih. Sesi ini amat penting dan bermakna. Secara garis besar, berbagai tafsiran cenderung mengatakan hal tersebut dinilai dari konteks spiritual merupakan sebuah kematian awal menuju kehidupan baru yang lebih abadi, atau akhir kehidupan duniawi yang kelam dan awal mula pertemuan dengan Hakikat yang Satu. Awal mula pertemuan tersebut kemudian mulai membawa para penari untuk perlahan-lahan berputar melawan arah jarum jam, atau perlahan-lahan memasuki ruang pertemuan dengan Sang
Hakikat. Maka ketika para penari semakin larut dalam Hakikatnya sendiri, putaran mereka pun semakin cepat. Puncak tari ini adalah kondisi ekstasis penari itu sendiri.
Tugas mursyid berada di tengah-tengah penari dan memastikan para murid penarinya melawati prosesi tari dengan semestinya yakni, meraih fana’ hingga
89 Oliver Leman, Estetika Islam, Menafsirkan Seni dan Keindaha ,terj. Irfan Abu Bakar, Mizan, Bandung: 2005 hal. 134-139 55
prosesi selesai dan kembali dalam kondisi sadar dengan baik. Suatu kasus pernah menyebabkan meninggalnya Qutb ad-Din Bakhtiyar Kaki pada akhir sebuah praktik sama’ yang diadakan di Delhi pada tahun 1235. Dia memasuki ekstase ketika para penyanyi melantunkan sebuah syair Persia Ahma-I Jam; “mereka yang terbunuh oleh pisau memasuki penyerahan diri (kepada tuhan) / menemukan kehidupan abadi di alam Baka”. Di kalangan ini, ada ketentuan bahwa ketika seseorang mengalami ekstase dalam suatu sesi, maka bait yang menjadi pintu masuk orang tersebut harus diulang-ulang sampai orang tersebut menjadi sadar.
Namaun semakin lama para penyanyi melantunkan bait tersebut Qutb ad-Din
Bakhtiyar kaki justru semakin kehilangan kesadaran. Ia justru sadar di bait selanjutnya yang berbunyi “menemukan kehidupan kembali di alam Baka”.
Akhirnya murid-murid Qutb ad-Din Bakhtiyar menyuruh musik tersebut diberhentikan setelah berlangsung selama tiga hari. Sayangnya, para penyanyi berhenti di tengah-tengah syair, maka berhentilah sang Wali. Hal tersebut menandakan batapa pentingnya teman atau pendamping (dalam hal ini yang paling amn adalah yang ilmu spiritualnya lebih tinggi, yaitu mursyid) untuk memantau jalannya sama’ dalam keadaan spiritual seorang sufi.90.
Pengalaman penari ketika fana’ adalah rahasia Tuhan, Mursyid, dengan penari itu sendiri . Apa yang dapat diamati adalah ketika kesadaran penari terlihat benar-benar hilang sehingga ia tidak bisa merasakan apa yang seharusnya dialami oleh orang yang sadar ketika melakukan gerakan berputar cepat seperti yang dilakukannya.
90 Dikutip dari Carl W. Ernest, Ajaran dan Amaliah Taswuf, hal. 240. 56
Syekh Nazim Haqqani, menafsirkan rangakain tari darwis berputar sebagai perjalanan spiritual manusia dengan akal dan cinta dalam menggapai kesempurnaan. Bermula dari melangkah menuju kebenaran, didukung oleh menumbuhkan cinta, mengesampingkan ego, menemukan kebenaran dan akhirnya sampai pada kesempurnaan, kemudian kembali dari perjalanan spiritual ini sebagai manusia yang telah mencapai kematanagan dan lebih sempurna serta memiliki cinta, siap untuk melayani seluruh ciptaan, seluruh mahluk tanpa membedakan ras, derajat dan bangsanya.91
C. Kronologi Sejarah Tarian Darwis Berputar
Tari Darwis Berputar merupakan reaksi spontan Jalaluddin Rumi ketika mendengar seorang tukang besi sedang menempa besinya. Zikir hati Rumi ketika itu seketika terasa selaras dengan irama sederhana tempaan besi sahabatnya.
Seketika itu juga Rumi berputar-putar hingga ekstase. Sejak itu, ia dan para sahabatnya sering melakukan tari itu dimanapun mereka merasa terpanggil.
Tema sama’ tampak dalam karya-karya syairnya yang begitu banyak dan rumit. Pada masa hidupnya majlis-majlis wirid dan tari Mawlawi masih belum merupakan pertunjukan-pertunjukan yang terstruktur, dengan makanan dan minuman yang disajikan bersama musik, dan musisinya lebih cocok disebut para pekerja professional, dalam arti yang sebenarnya, ketimbang Darwis. Ketika ia wafat, barulah putranya, Sultan Walad, mendirikan tarekat Mawlawiyah pada akhir 13. Pertunjukkan wirid Mawlawi yang kompleks, kemudian diperkenalkan pada masa-masa setelahnya, dan mulai menemukan bentuknya pada abad 17.
91 Nazim Haqqani, Sema’ Rumi, Tari Darwis Berputar Dervishes, Haqqani Sufi Institut Press, Jakarta: 2007 . hal. 22 57
Ketika tarekat ini berkembang, suatu struktur pertunjukan yang formal juga mulai terbentuk, dimana syair-syair Persia karya Rumi dinyanyikan dengan iringan musik bersama syair-syair shalawat dan ayat-ayat al-Quran. Para pemula selama latihan mereka yang berlangsung 1001 hari, memperlajari syair-syair tersebut sebagaimana mereka dilatih menari, belajar untuk berputar di tempat dengan cara berputar-putar di dekat sebuah paku besar yang diletakkan di antara jari jempol kaki kiri. Iringan musik yang mereka gunakan berupa tambur, rebab, dan tentu saja seruling bamboo (ney), yang memiliki peran simbolik sangat penting dalam syair-syair Rumi.92
Pada abad delapan belas, Salim III seorang Sultan Usmani menjadi anggota tarekat Mawlawiyah dan kemudian dia menggubah sebuah karya musik seremonial yang kemudian diterima di tarekat tersebut. Musik-musik tersebut digunakan untuk upacara-upacara Mawlawiyah dan terus terkenal sejak akhir abad
18 hingga awal abad 20.
Selama abad sembilan belas, Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar sembilan belas aliran sufi yang aktif di Turki. Sedangkan di seluruh wilayah kerajaan Turki Usmani ketika itu terdapat tigapuluh tujuh tarekat. Dari sekitar tiga ratusan tekke sufi yang ada di Istambul, hanya empat diantaranya yang menjdi milik orang-orang Mawlawi. Sekalipun demikian, orang Barat, dari dulu hingga sekarang tetap menganggap Darwis Berputar sebagi representasi Sufisme secara keseluruhan. Ini disebabkan oleh adanya seting Galata Mevlevihane di Istambul yang telah menjadi situs tekke Mevlevi selama berabad-abad. Sejak abad sembilan belas, Bukit Galata di Tanduk Emas telah menjadi tempat tinggal yang mapan
92 Carl W. Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf. hal. 246 58
bagi para saudagar dan peziarah, serta menjadi tempat tinggal kaum Mawlawi.
Pertunjukan Tari Darwis Berputar yang diselenggarakan tiap dua kali seminggu akhirnya menjadi atraksi yang menarik bagi para turis pada pertengahan abad itu.
Akses ke tempat ini menjadi semakin mudah dengan dibangunnya jalan kereta api listrik, atau tunnel, pada 1875, yang menuju ke puncak bukit, selain didirikannya sebuah restoran Prancis didekatnya. Ketika itu banyak sekali buku Eropa yang berisi gambar-gambar darwis, dan yang paling menonjol adalah adalah tarian berputar milik Mawlawiyah. Karena perlindungan dari Sultan ketika itu,
Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengaruh di seluruh kerajaan dan prestasi kultural mereka di anggap sangat murni. Kelompok tersebut menjadi terkenal di Barat, dan di Eropa serta Amerika, pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian masyarakat umum.93
Situasi berubah setelah didirikannya Republik Turki Sekuler pada tahun
1922. Pada tahun 1925, tarekat Mawlawiyah dipaksa membubarkan diri mereka
Turki, setelah Kemal Attaturk, pendiri modernisasi Turki, melarang semua kelompok Darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu, makam Rumi di Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum
Negara, walaupun tidak mempengaruhi banyaknya pengunjung yang datang walau sekedar ingin menghormati Rumi meskipun secara sembunyi-sembunyi.94
Motivasi utama Attaturk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala Barat. Bagi Attaturk tarekat sufi menjadi ancaman bagi modernisasi
93 Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf,… hlm.247
94 Ernest, Ajaran dan Amaliah Tasawuf,… hlm 248 59
Turki. Pada saat itulah syekh Nadzim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di Syprus, Turki. Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak Attaturk melarang mereka.95
D. Beberapa Kasus Tradisi Sama’ Tari Darwis Berputar di Indonesia
1. Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani
Dalam prosesi Tari Darwis Berputar yang biasa diadakan oleh tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani di Indonesia, tari Sama’ ini biasanya dilakukan dalam Majelis Dzikir Khatam Kawajagan. Ritual ini dimulai terlebih dahulu dengan tawasul atau menyatukan hati dan memohon dukungan 40 Guru Rantai
Emas Naqsybandi Haqqani, dan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani sebagai Mursyid Naqsybandi Haqqani untuk wilayah Indonesia.96
Ritual dimulai dengan pujian-pujian untuk para nabi. Memuji mereka berarti sama dengan memuji Tuhan yang Maha Pencipta. Kemudian setelah menyelesaikan tahapan Zikir Adab dan masuk dalam dzikir Laa ilaa ha ilallah maka para Darwis memohon ijin kepada syaikhnya untuk melakukan Sama’.
Tabuhan gendang sesudahnya digambarkan sebagai simbol perintah Tuhan pada
MahlukNya, kun fa ya Kun (jadi, maka Jadilah) Tambahan instrument pada musik dari Ney menunjukkan hembusan nafas kehidupan pada semua mahluk.97
95 Nazim Haqqani, Sema’ Rumi, Tari Darwis Berputar Dervishes, hal. 33
96 www.haqqani rabbani.com
97 Nazim Haqqani, Sema’ Rumi, Tari Darwis Berputar Dervishes. hlm 21 60
Bagian berikutnya adalah berputar. Terdiri dari empat salam. Salam pertama adalah kelahiran kesadaran dan ras manusia atas kebenaran. Penerimaan yang utuh atas keberadaan Tuhan sebagai pencipta dan diri manusia sebagai ciptaan.
Salam kedua menggambarkan kelemahan kelemahan manusia yang menyaksikan kemegahan penciptaan di depan keagungan Tuhan dan kemurahannya. Sedangkan salam ketiga adalah transformasi dari kelemahan menjadi cinta sehingga menjadikan akal tunduk pada cinta. Pada putaran ketiga Syekh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami mati sebelum mati, kelahiran kembali. Ketika Syekh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari. Putaran sama’ kebalikan dari putaran jarum jam. Putaran sama’ seperti putaran Tawaf yang merupakan putaran langit.98
Ini adalah bentuk utuh berserah diri, pemusnahan diri dalam zat yang dicintai, suatu peleburan. Bentuk ekstase ini dalam ajaran Islam adalah tingkat tertinggi yang disebut dengan fanatillah. Akan tetapi derajat tertinggi dalam Islam adalah derajat Nabi Muhammad Saw, yang menurut Syekh Nizam lebih layak disebut sebagai hamba atau pelayan Tuhan, baru kemudian disebut sebagai utusan
Tuhan.99 Tujuan tari Sama’ adalah bukanlah ekstase tak berujung dan hilangnya kesadaran pikiran. Pada masa penggantian selama ini, penari mengenali keberadaannya, tangan bersilang menunjukkan kesadaran dan kemengertian ke-Maha Esa-an Tuhan. Maka Darwis Penari memulai dengan tiga putaran awal secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang
98 Nizam Haqqani, Sema Rumi, Tari Darwis Berputar Dervhises. hal. 26
99 Nizam Haqqani, Sema Rumi, Tari Darwis Berputar Dervhises. hal. 35 61
membawa manusia menemui Tuhannya, lahir, hidup dan mati. Pada tiga putaran awal yang lambat, posisi tangan disilangkan di atas dada, kemudian perlahan memulai putaran cepat dengan posisi tangan kanan ke atas yang menyimbolkan aliran hidayah dari Allah swt yang kemudian disalurkan melalui tangan kiri ke arah bawah, untuk menyebarkan hidayah itu kepada umat manusia. Beberapa penari yang mengalami dzawq atau extase akan menyebarkan energi positif yang menggerakkan ruh untuk membersihkan diri. Dzikir Laa ilaa ha ilallah sangat kuat untuk menghancurkan, hawa nafsu syahwat dan ego.
Salam keempat seperti sebagaimana Nabi saw sampai ke singgasanan Arsyi dan kemudian kembali ke bumi menjalankan tugasnya. Penari darwis mencapai kondisi fanatillah, kembali dalam tugasnya sebagai ciptaan pada kondisi kehambaan setelah berakhirnya perjalanan spiritualnya. Dia menjadi pelayan
Tuhan, kitab-kitab-Nya, para nabi-Nya dan pelayan bagi ciptaannya. Ritual ini diakhiri dengan pembacaan Al Qura’an, khususnya surat Al Baqarah ayat 115:
“dan milik Allah Timur dan Barat. Kemananpun kamu menghadap disanalah wajah Allah. Sungguh Allah Maha Luas, Maha Mengeahui”. Selain pembacaan surah al Qura’n ritual ini juga ditutup oleh doa untuk para arwah nabi dan mukminin.100
Hati ibarat ka’bah atau matahari, telapak tangan keatas ibarat bulan yang memutari matahari. Mawlana Jalaludin Rumi ketika melakukan Sama’ selalu dalam keadaan cinta yang sangat tinggi, dimana rasa cinta atau dzawq ini menyebabkan tubuhnya menjadi ringan seperti helium. Sehingga tubuh Rumi dapat terangkat setinggi satu meter dan berputar di udara. Ketika tubuh telah
100 Nizam Haqqani, Sema Rumi, Tari Darwis Berputar Dervhises,…hlm 33-35 62
terlepas dari ego dan nafsu yang rendah, maka dia terbebas dari gravitasi bumi.
Gravitasi sanggup menarik tubuh karena ego demikian kuatnya menguasai tubuh.
Ada tiga bagian utama, ruh, nafs dan tubuh fisik. Dalam prosesi dzikir Khatam
Kawajagan tarekat Naqsyabandi Haqqani, terdapat dzikir Huu yang merupakan dzikir untuk ruh, kemudian dzikir haqq untuk nafs dan dzikir Hayy untuk badan fisik. Tarian Sama ini lebih memiliki kekuatan dengan iringan dzikir Khatam
Khawajagan dibandingkan dengan musik lainnya. Para penari sama’ bisa berjam- jam berputar dengan kecepatan tinggi tanpa merasa kelelahan. Mawlana Syaikh
Hisyam mengatakan ketika mencapai dzawq maka tubuh digerakkan oleh ruh, secara sukarela yang berasal dari para mursyid. Salah satu penari Sama’,
Muhammad Nur, ketika berputar tubuhnya demikian ringan sehingga seperti terbang. Gerakan Sama’ yang dilakukan asimetris yang memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi, pada saat itu dia tidak menyadari semua gerakannya karena telah dalam keadaan fana. Ketika tarian hampir usai maka syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutupan dan pembacaan ayat suci Al-Quran.101
Tari Darwis Berputar, merupakan bagian penting dari tarekat
Naqsabandiyah Haqqani Rababni. Sepekan sekali diadakan zikir dengan tarian khusus itu. Seorang yang ingin berputar diwajibkan berwudu. Setelah itu, ia harus melakukan salat sunah dua rakaat syukur wudu, lantas dilanjutkan dengan salat sunat dua rakaat tawasul. Lalu duduk berzikir Allahu Akbar.
Semua serba terukur, begitu pula pakaiannya. Mula-mula sang penari menggunakan setelan koko putih. Kemudian gaun putih panjang yang disebut
101 Nizam Haqqani, Sema Rumi, Tari Darwis Berputar Dervhises,…hlm 26-28 63
tenure, diletakkan dengan posisi terbalik, bagian dalam di luar. Sebelum memakai, sang penari mencium bagian kerah. Kemudian, Tennure yang panjangnya lebih dari tinggi sang penari pun dipakai. Setelah dipakai, ditarik setinggi telinga dan pinggang diikat dengan tali putih. Tali pinggang kemudian ditutup sabuk hitam.
Penari lantas mengenakan jubah hitam tanpa lengan. Terakhir adalah topi panjang atau sikke yang dibalut dengan sorban.Seluruh elemen pakaian ini merupakan simbol. Sikke, yang aslinya berwarna abu-abu, menurut Arief, merupakan simbol batu nisan. Lilitan sorban pertanda orang-orang siddiq. Tennure putih merupakan simbol kain kafan. Sedangkan ikat pinggang dan jubah hitam menandakan kelamnya alam kubur. ”Pakaian ini bermakna kita mengalami kematian di kala hidup. Makna ini penting untuk menemukan diri kita. Karena, dengan menemukan diri kita, barulah kita bertemu dengan Sang Pencipta,” tutur Arif.102 a. Zawiyah Haqqani Rabbani Sanggar Bulungan CSW
Zawiyah ini lebih dikenal dengan nama Café Rumi. Café Rumi merupakan nama sebuah tempat yang memiliki konsep café dan galeri karena selain berfungsi seperti café, yakni sebagai ajang pertemuan santai yang terbuka untuk umum, tempat ini juga berfungsi sebagai galeri, yang menampilkan berbagai karya para mursyid tarekat Naqsyabandi, juga segala keperluan yang dibutuhkan oleh anggota Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Zawiyah rabbani yang satu ini juga merupkan zawiyah yang paling sering mengadakan diskusi formil tentang sufisme, terutama kajian tentang Rumi. Mulyadi Kartanegara dan Kaustar Azhari
Noer termasuk ilmuwan tasawuf yang pernah mereka undang untuk menjadi pembicara. Tari Darwis Berputar disini dikembangkan secara serius selain sebagai
102 www.haqqanirabbani.com 64
ekspresi keilahian juga sebagai program meditasi. Kajian tentang meditasi sufi
Tari Darwis Berputar dilakukan rutin dalam seminggu.
Di zawiyah ini, seseorang yang ingin membawakan Tari Darwis Berputar diwajibkan melaksanakan adab sebelum Tari, yakni berwudu, salat sunah dua rakaat syukur wudu, salat sunat dua rakaat tawasul, dan duduk berzikir Allahu
Akbar. Zawiyah ini juga menyediakan kelas tari, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Artinya terdapat latihan-latihan untuk mendapatkan bentuk tari yang baik, disamping itu sudah berjalannya kelas tari bagi perempuan berarti akan menghasilkan calon penari dari kelompok perempuan.
Latihan Tari Darwis Berputar awalnya belajar berputar dengan kedua tangan disilang di depan dada. Gerakan ini dilakukan 20 menit selama 40 hari.
Kemudian pelajaran meningkat, kedua tangan dikembangkan ke atas. Waktunya pun sama, 20 menit selama 40 hari. Gerakan terakhir adalah tangan kanan tetap menghadap ke atas sementara tangan kiri turun sejajar bahu. Putarannya kembali dilakukan 20 menit selama 40 hari.
Menurut Arief Hamdani, kesulitan utama bukan terletak apda latihan- latihan berputar untuk mencapai keteraturan putaran, melainkan pada kebersihan ruhani peserta tari. Ketika para peserta latihan terjatuh dalam kisaran 1-2 menit, penyebab utamanya adalah kondisi ruhani yang masih dipenuhi oleh ego. Ego dapat menahan tubuh sehingga tubuh terasa berat untuk berputar. Menurutnya pula, ego dapat hilang dengan latihan, tetapi umumnya memakan waktu yang tidak sebentar. Zikir yang keras sembari berdiri pun diyakini Arief mampu menghancurkan ego. ”Maulana (Rumi) pernah berkata bahwa zikir dengan Tari 65
Darwis Berputar dan dengan suara keras akan memberikan energi yang lebih besar untuk membersihkan hati ketimbang zikir dengan duduk dan dengan suara pelan,” ujar Arief. b. Zawiyah Haqqani Rabbani di Cinere
Zawiyah Haqqani Rabbani di Cinere merupakan Zawiyah yang mempelopori
Tari Darwis Berputar di tarekat Naqsyabandi Haqqani di Indonesia. Kegiatan didalamnya dikoordinatori oleh tiga orang yakni; Syekh Barkah, dan Syekh Abu
Thufail.103 Pelaksanaan Tari Darwis Berputar di zawiyah ini tergolong bebas. Para penari tidak perlu latihan melalui tahapan-tahapan tertentu, baik latihan fisik maupun mental. Syarat utama bagi yang ingin menari adalah memiliki niat dan luapan parasaan keilahian yang memuncak, sehingga dapat disalurkan melalui
Tari Darwis Berputar.104
Para penari diperbolehkan memakai aksesoris yang secara adab keislaman seharusnya tidak diperkenankan. mereka berpakaian seadanya ketika menari, dan mereka dapat berputar secara bebas baik tua atau muda, bahkan anak kecil sekalipun dapat melakukan Tari Darwis Berputar disini. Para perempuan bermodal luapan rasa cinta ilahi juga dapat berteriak histeris atau bersuka cita dengan riang. Tabrakan antara gerakan berputar para penari amat mungkin terjadi, bahkan antara anak kecil dengan orang dewasa.105 Keteraturan putaran justru didapati di dalam atas panggung pentas. Ekspresi penari jauh lebih teratur. Jika
103 Wawancara dengan Syahdan, di Zawiyah Cinere pada 25 April 2009
104 Wawancara dengan Syahdan, di Zawiyah Cinere pada 25 April 2009
105 Observasi pada perayaan Ulang Tahun Syekh Nazim di Zawiyah Cinere pada 25 April 2009 66
anak-anak kembali di lepas diantara para penari yang berputar tersebut, tidak akan menyebabkan tabrakan. Tari Darwis Berputar dilaksanakan secara khusus setiap
Rabu pada pengajian laki-laki. Pada acara-acara tetentu, jemaat laki-laki dan perempuan dipertemukan, tetapi tidak terdapat satupun jemaat perempuan yang melakukan Tari Darwis Berputar.
Haqqani Rabbani Whirling Dervishes akhirnya dibentuk sebagai kelompok penari Tari Darwis Berputar professional, yang diiringi oleh Haqqani Rabbani
Band. Haqqani Rabbani Band bahkan telah merilis album shalawat, yang salah satunya berjudul Dzikrullah telah mengiringi tim Haqqani Rabbani Whirling
Dervishes ketika pentas live di salah satu stasiun televisi swasta. Tentu saja, Tari
Darwis Berputar tidak dibawakan dalam beberapa sesi seperti yang seharusnya, karena akan memakan waktu yang cukup lama. Tetapi pentas tari tetap dikawal oleh mursyid.106
2. Tradisi Tari Darwis Berputar di Yayasan Anand Ashram
Meski adab tari Darwis Berpuatar yang asli terasa rumit, tarian Rumi pada
Tarekat Haqqani terbuka bagi siapa pun. Hal berbeda justru terjadi di padepokan
Anand Ashram. Untuk belajar tarian Rumi, tak semua orang dapat melakukannya.
”Biasanya kami melakukan evaluasi awal, apakah orang tersebut berminat dan cukup mampu untuk menerima pelatihan sufi,” ujar Anand Krishna, pendiri
Anand Ashram.107
106 www.haqqanirabbani.com
107 www.anandashram.com 67
Proteksi ini terpaksa dilakukan Anand karena ia mensinyalir tingginya minat mempelajari tasawuf, baik meditasi maupun Tari Darwis Berputar, sekadar upaya pelarian dari masalah sehari-hari. Anand mengingatkan bahwa Kemal Attaturk, bapak pendiri Republik Turki, pernah selama puluhan tahun melarang praktek sufi di negaranya. 108 Pasalnya, dalam Tari Darwis Berputar, kata Anand, manusia dapat mencapai ekstase. Efek sampingnya, menurut Anand, ada dua. Yang pertama, sesorang bisa menjadi sangat egois, merasa diri paling benar, karena sudah merasa mencapai tingkat yang luar biasa. Yang kedua, sesorang justru dapat terlampau acuh, sebagai bentuk pelarian diri, karena merasakan dunia ini kacau disebabkan juga karena merasa diri paling benar. 109
Bentuk proteksi yang dilakukan Anand yakni, sebelum mengikuti kelas sufi, peserta diharuskan mengikuti program dasar stress management. Stress management akan mempersiapkan sesorang untuk dapat mandiri menghadapi kekhawatiran terbesar dalam dirinya. Kecemasan akan kekhawatiran dapat menekan psikologis seseorang sehingga tidak dapat menangkap jalan keluar yang sebetulnya telah ada di alam bawah sadarnya. Stress Management akan melatih orang bagaimana melepskan konsentaerasi dan mencapai tingkat dekonsentrasi, sehingga kesadaran diri dapat meningkat. Menurut Anand Krishna, stres dibutuhkan, tanpa stress, orang akan menjadi bodoh. Negri menjadi terpuruk karena masyarakatnya kurang stress, kurang gairah. Stress adalah energi, setiap konflik menimbulkan energi, yang bisa membuat kita menjadi prodiuktif. Jika
108 www.ackbali.com
109 www.anandashram.com 68
dikelola, stress akan menimbulkan kreatifitas. Salah satu cara untuk menjadi kreatif, adalah mencari lingkungan yang di dalamnya penuh dengan orang-orang kreatif.110
Biasanya hanya 30 persen dari lulusan program ini yang diterima untuk meng- ikuti program lanjutan meditasi sufi. Setelah mengikuti program manajemen stres, zikir dalam program sufi akan menjadi lembut. Bila emosi belum seluruhnya tersalurkan dalam program dasar, zikir dan Tari Darwis Berputar yang dilakukan peserta pasti akan bernuansa tangis dan ledakan emosi. ”Banyak orang bilang, kalau dengan berteriak keras dan menangis, zikir baru afdal. Buat saya tidak,” kata Anand.111
Tahap meditasi sufi di Anand Ashram terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah zikir dan Tari Darwis Berputar. Sama dengan metode tarekat sufi, zikirnya pun dengan Laa Ilaha Ilallah. Setelah selesai Tari Darwis Berputar, peserta mulai tafakur. Tafakur berguna untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Total kegiatan berlangsung satu jam.112 Selain mendekatkan diri pada Sang Pencipta, menurut Anand Krisna, dapat meningkatkan kesehatan peserta. ”Bila dilakukan dengan benar, Tari Darwis Berputar dapat memberikan energi ekstra hingga dua pekan lamanya,” ujar Anand.113 Tari Darwis Berputar bagi Anand Krisna tidak hanya sampai pada ekstase. Ketika menari, seseorang akan sampai pada alam kesadaran supra yang akan menimbulkan kasih saying terhadap sesame. Inti tarian
110 www.ackbali.com
111 www.anandashram.com
112 www.anandashram.com
113 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/09/2 69
menurut Anand ialah menyebarkan getaran kasih kepada orang yang menikmati tarian... Ekstase merupkan perasaan yang bisa di alami tiap orang yangbelajar tari meskipun mereka berasal dari ras, budaya, dan agama yang berbeda.
Aspek Tari Anand Zawiyah Café Rumi Ashram Cinere musik Shalawat Shalawat Shalawat zikir Tahlil Khatm Khatm khawajagan khawajagan Penekanan antara Musik dan Syair Syair Syair Musik Pakaian pentas Khas india Tenure Ternure berwarna berwarna Selera musik penari - Pelan Riang Adab - Ada Ada Latihan Ada Tidak ada Ada Penari perempuan Ada Belum ada Ada Penari anak-anak Tidak ada Ada Ada Tim penari dalam pentas Laki-laki dan Laki-laki Laki-laki perempuan perempuan terpisah 70
BAB IV
TRADISI SAMA’ TARI DARWIS BERPUTAR DI JAKARTA
A. Pertunjukan Tari Darwis Berputar sebagai bagian dari Komunitas
Zikir Kota
Sejak tahun 2005, tiap senin malam, jalan-jalan lalu lintas sekitar Masjid
Raya al-Munawar dipadati ribuan masyarakat yang mengikuti acara pengajian
Majelis Rosulullah.114 Peserta pengajian ini bahkan melebihi kapasitas masjid sehingga peserta masih memadati jalan-jalan di sekitar masjid beberapa puluh meter dari masjid. Penampilan mereka sangat kompak karena hampir seluruh peserta memakai jaket seragam khas Majelis Rasulullah beserta kain sarung dan kopiah putih. Sesuai dengan namanya, ajaran yang disampaikan dalam Majelis
Rasulullah yakni seputar kepribadian Muhammad saw. Majelis Rasululloh dalam dakwahnya menggunakan pendekatan melalui profil Muhammad saw sebagai pribadi yang paripurna. Misinya yakni, menumbuhkan kecintaan kepada
Muhammad saw di sanubari masyarakat, yang otomatis akan mendatangkan kepatuhan dan ketaatan pada apa yang dicontohkan dari prilaku dalam diri
Muhammad.115
Bentuk aktivitas keagamaan seperti ini berupa zikir berjamaah dan semacamnya, sebetulnya diaktifkan kembali pasca Orde Baru oleh Arifin
114 Majlis Rosulullah dipimpin oleh Habib Munzir Al Musawa lulusan Darul Mustafa pimpinan al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh Tarim Hadramaut,Yaman. Beliau memulai merintis dakwahnya sejak 1998. kegiatan Majelis zikir ini berpusat di Masjid Al Munawar, Pancoran. Majlis Rosulullah tersebar di sepanjang pantai Pulau Jawa dan Pantai Selatan, Bali, Mataram, bahkan sampai ke Singapura, Johor dan Kuala Lumpur. www.majelisrasulullah.org
115 www.majelisrasulullah.org 71
Ilham.116 Berbeda dengan zikir berjamaah Majelis Rasulullah, Zikir Akbar Arifin
Ilham dilakukan seringkali pada pagi hari. Panitia menyarankan pesertanya memakai baju muslim putih-putih, sebagai simbol kesucian. Acara zikir ini sempat ditayangkan selama beberapa episode oleh stasiun televisi swasta.
Kelebihan zikir yang dibawakan Arifin Ilham adalah sangat sederhana dan mudah dipahami semua orang. Ciri khas zikir akbar ini, di penghujung acara, Arifin
Ilham selalu mengajak pesertanya untuk bermuhasabah, yakni mengkoreksi diri sendiri atas kesalahan dan dosa, khususnya penyakit hati yang merupakan awal dari segala perbuatan tercela. Diharapkan dari aktivitas ini, umat muslim dapat terbekali dengan nilai-nilai tauhid yang kokoh untuk menghadapi kehidupan sosial sehari-hari. Arifin Ilham dalam bukunya tentang hikmah zikir mengungkapakan tujuan dari zikir akbar yang sebenarnya adalah menciptakan pribadi Muslim yang berorientasi kepada spiritualitas. Ada lima sebab utama kenapa Zikir Arifin segera menasional. Pertama, zikirnya lepas, tidak terikat dengan pakem dan tarekat tertentu,sehingga setiap orang bisa mengikuti tanpa harus dibai’at (ambil sumpah). Kedua, cara berzikirnya mudah di ikuti oleh orang awam sekalipun, karena setiap kali selalu di terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Ketiga, zikirnya itu bukan sekedar zikir tapi ada muhasabahnya, yaitu usaha mengevaluasi sehingga setiap orang bisa langsung tersentuh. Keempat, zikirnya ini bukan sekedar zikir lisan , tapi sampai ke hati, sehingga semua orang bisa menangis karenanya. Kelima. Zikirnya itu bisa diikuti oleh semua orang dari semua golongan.117
116 Arifin Ilham berasal dari Banjarmasin, ia merupakan tamatan Pesantren Darunnajah serta alumnus Universitas Borobudur, jurusan hubungan internasional. Ia menjadi da’I dan mengembangkan zikir berjamaah sejak tahun 1997. www.swaramuslim.com 117 www.suaramuslim.com 72
Tingkat partisipasi masyarakat umum yang tinggi terhadap aktifitas keagamaan yang dilakukan Majelis Rasulullah dan Arifin Ilham yang dilakukan di tengah hiruk pikuk kota merupakan bentuk penyaluran dari kebutuhan religius yang memang tidak cukup dari sekedar ibadah personal. Di satu sisi yang lain, aktivitas ini juga memancing tumbuhnya komunitas zikir lain yang mempunyai karakter dan metode berbeda. Komunitas zikir yang kini mulai berkembang adalah majelis-majelis zikir yang diadakan oleh zawiyah-zawiyah Naqsyabandi
Haqqani dan Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Zawiyah-zawiyah Naqsyabandi ini tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Seperti yang telah diketahui, tarekat
Naqsyabandi masih mempertahankan tradisi Zikir Khatm Khawajagan. Beberapa
Zawiyah Naqsyabandi Haqqani Rabbani bahkan menggabungkannya dengan sama’ Tari Darwis Berputar. Pelaksanaan zikir yang digabung dengan sama’ tari sufi membuat bentuk penyaluran rasa religius menjadi optimal dan lengkap.
Karagaman metode zikir yang dikembangkan berbagai majelis-majelis zikir menjadikan bentuk aktivitas keagamaan di Jakarta juga semakin beragam.
Bagaimanapun, cara orang memenuhi kebutuhan spiritualnya berbeda-beda. Hal tersebut terkait dengan selera tiap muslim untuk mendekatkan dirinya kepada
Tuhan di luar ibadah wajib yang masih dalam batas koridor syariah.
Untuk membedakan identitas, kelompok-kelompok zikir ini mempunyai simbol yang memperlihatkan identitas masing-masing. Simbol yang paling mudah adalah bendera, atau seragam yang biasanya dikenakan oleh peserta atau anggota majelis zikir. Majelis Rasulullah contohnya, dalam konfoi motor para anggotanya yang diadakan setelah zikir, menggunakan bendera putih bertuliskan nama Majelis Rasulullah untuk membedakan mereka dari komunitas zikir lain di 73
Jakarta.di sepanjang jalan sekitar Masjid Raya al-Munawar terpasang bendera hijau kuning betuliskan nama Majelis Rasullullah dan Habib Muzir al-Musawa.
Ciri identitas lain misalnya terlihat dari jaket hitam bertuliskan
“www.majelisrasulullah.com” di bagian punggung, yang hampir semua peserta acara zikir mengenakannya. Tak lupa bagi yang laki-laki mengenakan kopiah putih. Dalam iringan kendaraan mereka, jalan raya menjadi padat , tak jarang hal tersebut manimbulkan kemacetan dan sebetulnya, juga pelanggaran lalu lintas karena hampir para peserta iring-iringan motor tersebut yang sebagian besar adalah anak remaja, tidak memakai helm.
Zikir Akbar yang dipimpin Arifin Ilham tidak begitu mencolok seperti majelis-majelis zikir lain, karena majelis zikir sifatnya lebih mengikat daripada zikir-zikir yang dipimpin ustadz perorangan. Tetapi ketika terdapat acara Zikir
Akbar dan seluruh pesertanya memakai baju muslim berwarna putih, masyarakat dapat menebak bahwa acara tersebut adalah zikir berjamaah yang tengah dipimpin oleh Arifin Ilham.
Komunitas zikir lain yang berada di sebuah institusi keagamaan seperti tarekat Naqsyaband Haqqani dan Naqsyabandi Haqqani Rabbani di Jakarta, simbol-simbol identitas dapat dijumpai pada aksesoris yang digunakan. Tetapi lebih mencolok pada anggota tarekat yang laki-laki. Murid Naqsyabandi dianjurkan untuk mengikuti apa yang dilakukan mursyidnya, termasuk pakaian.
Pertama, penutup kepala. Setiap orang diyakini memiliki pancaran agung cahaya dan energi dari Ilahi. Kepala harus dilindungi keselamatannya dari energi negatif yang mencoba untuk merebut energi (Ilahiah) tersebut. Taj atau topi segitiga di bawah kain turban menuding ke langit, memperlihatkan bahwa Islam-Iman 74
menggiring kepada Ihsan. Agama ditambah Iman menghasilkan akhlak mulia.
Kain turban adalah cabikan kuburan dari murid untuk mengingatkan bahwa hidup ini hanyalah sementara dan bahwa akhirat adalah tempat tinggal yang abadi. Yang kedua, tongkat yakni berfungsa untuk mangirim energi negatif ke tanah. Tongkat terlihat banyak di pakai para syekh dan guru. Yang ketiga, ta’wiz. Ta’wiz adalah simbol spiritual yang sangat penting, yang menunjukkan bahwa seseorang terhubung dengan Kerajaan Ilahiah. Para pengikut Syekh Nazim Haqqani di anjurkan menampilkan ta`wiz ini atau yang serupa dengannya. Ta’wiz dapat digunakan selain pada diri pribadi (dalam bentuk bandul kalung) serta pada barang-barang pribadi di rumah dan di sudut kanan setiap jendela. Anggota tarekat Naqsyabandi Haqqani yang laki-laki juga mempunyai gaya berpakaian yang khas, yang mereka gunakan terutama ketika mengikuti zikir. Selanjutnya sepatu. Sepatu kulit yang tipis berwarna hitam juga menjadi bagian dari kostum para penari Darwia Berputar. Kesemua bagian dari penampilan ini, hanya diiperuntukkan bagi laki-laki, kecuali ta’wiz.118 Pakaian tersebut merupkan pakaian sehari-hari yang digunakan dalam berbagai kegiatan ketarekatan, termasuk mengaji. Berbeda lagi dengan yang mereka gunakan ketika menari di pentas.
Di sisi lain, penampilan atau simbol-simbol identitas lainnya dapat semakin memperjelas perbedaan yang ada pada komunitas-komunitas zikir tersebut, yang jika salah penempatannya justru akan menimbulkan fanatisme dan eksklusifisme. Di sinilah gunanya Haqqani Rabbani Whirling Dervishes dan
Haqqani Rabbani Band. Musik religius terbuka bagi seluruh muslim, sedangkan
118 http://adabnaqsybandi.blogspot.com/ 75
tari merupakan karya seni yang dapat dinikmati oleh tiap golongan. Pakaian khusus yang dikenakan para penari atau personel band, memang masih mencirikan komunitas mereka, tetapi dalam situasi seperti pentas atau konser, pakaian tersebut dapat diterima sebagai kostum. Dengan kedua media tersebut, tarekat Naqsyabandi Haqqani dengan komunitas zikirnya menjadi komunitas zikir paling terbuka sekarang ini di Jakarta.
Rumi Café, adalah salah satu tempat zawiyah tarekat Naqsyabandi
Haqqani di Jakarta yang didirikan untuk semakin meyakinkan masyarakat, bahwa tarekat ini memang dapat dimasuki oleh siapa saja. Rumi Café yang sebenarnya memiliki konsep bangunan gabungan cafe sekaligus galeri ini terbuka untuk umum, masyarakat yang ingin mengunjunginya tidak harus menggunakan simbol- simbol identitas yang mereka kenakan atau bergabung dalam kegiatan ketarekatan yang berada di lantai dua cafe. Masyarakat yang datang dapat menyaksikan diskusi-diskusi ketarekatan, pelatihan tari, Zikir Khatm Khawajagan tanpa harus ikut bergabung, atau sekedar mengamati berbagai karya Tarekat Naqsyabandi
Haqqani antara lain lukisan, handcraft, buku-buku yang berada di lantai dasar.
Fungsi komunitas zikir bagi masyarakat adalah sebagai wadah untuk mempertemukan muslim dalam suatu kegiatan ibadah yang terkontrol. Maka dari itu, komunitas zikir di Jakarta sebisa mungkin harus dapat menempatkan posisinya senetral mungkin untuk menghindari pemahaman yang negative mengenai persatuan umat Islam. Pengadaan simbol-simbol untuk identitas harus disesuikan dalam situasi dan kondisi agar tidak justru semakin membingungkan masyarakat. Sekali lagi, karena komunitas zikir manapun sudah seharusnya dapat diterima dan menerima muslim dari berbagi golongan dan pemahaman. 76
B. Fungsi Tradisi Tari Darwis Berputar pada Lingkup Sosial-Budaya
Dalam lingkup sosial, Tari Darwis Berputar memiliki tiga konsep utama.
Pertama, Tari Darwis Berputar sebagai produk budaya, yakni melahirkan tradisi yang diikuti sekelompok masyarakat turun menurun. Kedua, Tari Darwis
Berputar termasuk kategori ibadah sunnah, karena zikir-zikir di dalamnya dilakukan untuk mengingat Tuhan. Ketiga, Tari Darwis Berputar merupakan karya seni, karena dapat memberi efek menyenangkan bagi panca indra, dan dapat merangsang tafsiran-tafsiran terhadap nilai estetika di dalamnya.
Yang pertama, Tari Darwis Berputar sebagai produk budaya. Tari Darwis
Berputar yang tercipta di Turki, pada mulanya menjadi tradisi kelompok
Mawlawiyah, kemudian diikuti pula oleh Tarekat Naqsyabandi Haqqani, serta oleh sufi yang berasal dari tarekat lain untuk menghormati Mawlana Rumi.
Meskipun dalam kelompok tarekat terkadang terdapat perbedaan metode yang cukup signifikan, tetapi pada umumnya, sufi mengembalikan perbedaan tersebut pada tujuan utama. Ketika Tari Darwis Berputar masuk dalam keragaman budaya keagamaan di Jakarta, maka posisi Tari Darwis Berputar sebagi budaya luar tidak lagi dapat memaksakan bentuk pelaksanaannya yang asli. Contohnya, perbedaan selera pada jenis melodi mengharuskan Tari Darwis Berputar mengalah untuk diiringi oleh musik Indonesia yang umumnya lebih riang. Menurut Arief
Hamdani, strategi tersebut dilakukan karena kaum muda di Jakarta pada umumnya menyukai musik yang riang, yakni musik yang dapat menggambarkan 77
kebahagiaan dan keceriaan. Maka dari itu, musik yang kembangkan di Tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani di Jakarta, umumnya riang.119
Oleh pengikut Tarikat Naqsyabandi Haqqani di Jakarta, budaya sama’ ini dilakukan minimal satu kali dalam satu minggu atau setelah zikir Khatam
Khawajagan sebagai sarana untuk tawajjud para anggotanya. Tari sufi ini juga dilakukan untuk merayakan hari-hari bergembira seperti ulang tahun, perkawinan, dan sebagainya. April lalu, zawiyah Cinere mengadakan sama’ untuk merayakan ulang tahun Syekh Nazim, Mursyid Naqsyabandi Haqqani. Para anggota tarekat laki-laki, termasuk anak kecil menarikan Tari Darwis, bercampur baur dalam kemeriahan hadrah yang dibawakan anggota laki-laki dan perempuan.120 Di zawiyah Cinere, tari Darwis Berputar dilakukan lebih ekspresif. Kerinduan, dan segala bentuk perasaan yang meluap-luap (ilahiah) dapat dituangkan dengan berputar di tengah-tengah kegiatan bermusik. Sedangkan di Café Rumi, karena tempatnya lebih formil, biasanya orang justru akan sungkan untuk langsung menari. Bagi masyarakat yang belum dapat menari, dapat menggunakan jasa tim penari mereka untuk merayakan acara-acara bahagia, contohnya apa yang dilakukan oleh personil Band Dewa 19, Ahmad Dhani, ketika merayakan ulangtahun salah satu putranya. Tradisi Tari Darwis Berputar di Café Rumi juga telah diikuti oleh kaum perempuan.Dengan begitu, Tari Darwis Berputar dapat diharapkan menjadi salah satu ragam bentuk budaya yang memperkaya tradisi budaya keagamaan di Jakarta.
119 Wawancara dengan Arif Hamdani di Café Rumi, tanggal 31 Mei 2009
120 Hadrah dilakukan dalam satu ruangan tanpa sekat, tetapi tidak membaur. Kelompok laki- laki disebelah kanan, dan perempuan di sebelah kiri. Observasi pada 22 April 2009 78
Yang kedua, Tari Darwis Berputar sebagai ibadah. Tari Darwis Berputar merupakan zikir, dan tujuannya adalah kehadiran Tuhan yang akan membawa ketentraman hidup serta mengantarkan pada perbaikan prilaku. Ratna, salah satu peserta zikir tari sufi di zawiyah Cinere, mengaku merasa tenang ketika berada di zawiyah, “Kalau sudah berada di sini (zawiyah), masalah sebanyak apapun dapat saya lupakan. Disini saya bisa ikut berzikir dan bershalawat, meskipun saya hanya mendengarkan”.121 Ahmad Rizal Tarigan, pengunjung rutin Rumi Cafe setiap
Kamis malam menegaskan hal yang sedikit berbeda, ”Dengan berzikir, kita mengendalikan ego.”, kenangnya. Dalam Sama’ yang diadakan tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani di Jakarta, masyarakat diajak untuk berzikir baik zikir khatam khawajagan, atau zikir-zikir yang lain. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk bershalawat, mengungkapakan kerinduan dan kecintaan ilahiah lewat syair-syair pujian, dan mengasahnya dalam musik-musik sama’. Dari proses keseluruhan tersebut, maka sama’ akan menimbulkan emosi yang meluap untuk disalurkan pada putaran yang teratur. Kesimpulannya, dengan tari darwis berputar ini, masyarakat dapat berzikir dengan kecintaan dan keikhlasan, sehingga kebutuhan spiritual mereka dapat tersalurkan sekaligus dengan suatu pencapaian keadaan jiwa yang damai.
Pemenuhan dahaga spiritualitas melaui zikir serta praktek-praktek bernuansa tasawuf memang tengah berkembang di Jakarta. Perkembangan tersebut menurut Komaruddin Hidayat, disebabkan oleh factor-faktor yakni: pertama, sufisme diminati oleh masyarakat perkotaan karena menjadi sarana pencarian makna hidup, kedua, sufisme menjadi sarana pergulatan dan pencerahan
121 Wawancara dengan Ratna, salah satu peserta pengajian perempuan dan zikir Whirling di zawiyah Cinere. 79
intelektual; ketiga, sufisme menjadi sarana pergaulatan dan pencerahan intelektual; ketiga,sufime sebagai sarana terapi psikologis; dan keempat, sufisme sebagai sarana untuk mengikuti trend dan perkembangan wacana keagamaan.122
Yang terakhir, Tari Darwis Berputar sebagai karya seni. Tari Darwis
Berputar merupakan produk budaya sekaligus tradisi sufi yang memiliki nilai estetika. Karena bagaimanapun, Tari Darwis Berputar dengan mudah dapat dibedakan dari temuan-temuan para orientalis tentang Istidraj. Karya ini lahir dari tokoh mistik terbesar dalam Islam. Karya seni tari ini diperkenalkan di Jakarta oleh Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani melalui Haqqani Rabbani Whirling
Dervishes dalam berbagai acara kesenian, dan kemanusiaan. Contohnya yakni penampilan mereka pada tahun 2007 pada acara Tahun Rumi yang diadakan
UNESCO serta pada Urban Sufism Days 2009 oleh Universitas Paramadina. Tari
Darwis Berputar pada kedua acara tersebut dibawakan sebagai Karya seni Islam yang mewakili tasawuf di Jakarta.
Dalam sebuah wawancara JIL, Abdul Hadi mengomentari bahwa tari
Darwis Berputar sebagai karya seni dapat berfungsi sebagai Tarajjud, yakni menyatu dengan keabadian yang abadi. selain itu, tari Darwis berputar sebagai karya seni berfungsi sebagai sarana efektif untuk menyebarkan gagasan, pengetahuan, Informasi yang berguna bagi kehidupan seperti pengetahuan dan informasi mengenai sejarah, geografi, hukum, undang-undang, adab, pemerintahan, politik, ekonomi dan gagasan keagamaan. Para ilmuwan, ahli adab, ulama fiqih dan ushuluddin, serta ahli taswuf berpegang pada pendapat ini.123
122 http://indonesianmuslim.com/37.html
123 Abdul Hadi W.M, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas. Pustaka Firdaus, Jakarta: 2000. hal. 237 80
Republika, dalam salah satu artikelnya tahun 2009 menuliskan, tari Darwis
Berputar, merupakan buah karya Jalaluddin Rumi yang kini tersebar di seluruh dunia. Tarian ini masih dilakukan para pengikut Syekh Nazim Haqqani, salah satunya sebagai bentuk kecintaan kepada sang guru dalam menemukan Tuhan.124
Melalui tari sufi ini, telah banyak pesan dan informasi yang bisa digali. Ia turut menyumbangkan perkembangan sejarah seni Islam di Jakarta, dan menghasilkan banyak penafsiran sehingga merangsang berkembangnya ilmu tasawuf dan fiqih, serta membawa pesan kemanusiaan dimanapun tari ini dibawakan. Dalam salah satu pentasnya baru-baru ini di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Haqqani Rabbani Whirling Dervishes mengemukakan bahwa pesan utama tari sufi sebagi karya seni, adalah cinta. Penyebab gerakan berputar atom, planet, dan tarian ini adalah cinta. Cinta akan menyebabkan sang pencinta enggan menjauh dan terus tertarik pada objek cintanya. Sang pencinta akan senantiasa mencintai apapun yang dicintai objeknya. Maka radius putaran adalah cinta yang disebarkan kepada sekitar, sebagai simbol penyebaran cinta terhadap sesama.125
Jika kebudayaan dalam bentuk seni merupakan ekspresi kesadarn yang paling jelas, maka seni adalah pintu yang paling penting bagi usaha menyadari realitas tertinggi yaitu Tuhan. seni merupakan bukti bahwa tuhan berhubungan dengan manusia denganmelalui budaya . dari sini, kebudayaan harus di letakan fungsinya sebagai bentuk penerobosan batas–batas realitas ,sehingga tuhan dan manusia terhubungkan, dan manusia bisa mendekati penciptanya.126
124 Republika, Islam Diggest, Ahad, 15 Maret 2009. tanpa halaman
125 Observasi, 3 Juni 2009 di UIN Syahid.
126 Abdul Munir Mulkhan. Dari Semar ke Sufi. Al Ghiyats, Yogyakarta: 2003. hal. 37 81
C. Tari Sufi dalam Pentas Seni sebagai Dakwah Sufistik Baru
Pendekatan sufistik merupakan faktor yang paling kuat melatarbelakangi penyebaran Islam di Indonesia. Ajaran Islam yang disampaikan oleh para sufi, dibawakan dengan nuansa sufistik hingga menampilkan islam yang akomodatif, toleran, fleksibel, dan santun terhadap tradisi dan budaya masyarakat setempat.
Kini, dakwah Sufistik kembali marak di Jakarta. Ada yang dilakukan dengan berceramah, zikir dan doa bersama, ada pula yang menggunakan seni, seperti sastra, musik, dan tari.
Dalam sastra Indonesia modern, paham sufistik telah dianggap sebagai gaya. Beberapa nama seperti Sutardji Calozoum Bachri, Goenawan Moehammad,
Abdul hadi W.M.,Kuntowijojo, Danarto, dan Emha Ainun Nadjib, merupakan sastrawan-sastrawan dengan gaya sufistik yang karyanya sering terlihat dalam koran-koran ibukota diantaranya Kompas dan Republika.
Sedangkan Dakwah musik dan tari sufi, dikembangkan oleh tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani. sebagai langkah utama, tarekat ini kemudian mendirikan Haqqani Rabbani Band dan Haqqani Rabbani Whirling Dervishes untuk mengadakan pentas-pentas tari Darwis Berputar. Menurut Arif Hamdani, dakwah melalui musik dan tari diamanatkan langsung oleh Syekh Hisham,
“lihatlah kalian di luar sana banyak orang mengajak orang kepada islam di rumah, masjid, sekolah, pesantren, maka turunlah kalian ke jalan-jalan dengan musik dan tari”.127
Pada sebuah acara Pesta Cinta yang diselenggarakan oleh Tarekat
Haqqani Rabbani pada 2 September 2007, Naqshbandi Haqqani Rabbani Whirling
127 Wawancara dengan Arif Hamdani, pimpinan café Rumi, 31 Mei di café Rumi 82
Dervishes of Indonesia melakukan pagelaran upacara Sema’ resmi di depan
Syaikh Hisyam Kabbani. Pertunjukan ini dibawakan oleh sebelas penari dan satu orang mursyid. Acara ini bertema Cinta, yakni sebuah upacara yang dilakukan atas nama Cinta, dengan Cinta dan Membawa Cinta. Hall besar kampus STEKPI di bilangan Kalibata ketika itu dipenuhi dengan pengunjung yang berjumlah lebih dari 6000 orang yang secara antusias mengikuti keseluruhan prosesi hingga selesai. Tidak hanya Whirling Dervishes, pesta ini juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi-puisi Cinta, Dzikir Khatamul Khawajagan dan ditutup dengan
Hadrah.
Tari Darwis berputar juga dipentaskan dalam video klip Dewa yang berjudul Laskar Cinta. Corak sufistik makin serasi dengan lirik lagu sufistik yang dicipta Ahmad Dhani tersebut, “Laskar cinta, sebarkanlah virus-virus Cinta, karena Cinta adalah Hakikat”. Tari sufi yang terdapat dalam video klip band yang tidak termasuk Band Islam (contohnya Debu), membuat tari ini memiliki peluang yang cukup besar untuk turut dinikmati penonton non-Muslim sekaligus di
Jakarta.
Dalam dakwah sufistik Tari Darwis Berputar di Jakarta, syair merupakan salah satu unsur dalam pentas Tari Darwis Berputar yang mempunyai posisi paling sentral.karena biasanya, ketika pentas, zikir khatam Khawajagan di Jakarta tidak dilakukan di depan penonton secara penuh. Penari langsung menari dengan iringan musik. Musik bersifat universal, tetapi syair dapat menegaskan makna apa sebenarnya yang ingin disampaikan dalam sama’. Apa yang terjadi dalam video klip Dewa, mungkin akan menarik masyarakat umum dari berbagai golongan, tetapi belum tentu mereka mengetahui bahwa sebetulnya tari tersebut dan lirik 83
dewa bernilai sufistik. Lain halnya pentas tari Darwis Berputar memakai musik iringan yang berisi syair shalawat dan zikir. Jadi, Musik dan gerakan Tari berfungsi untuk menarik masyarakat umum secara audiovisual. Tetapi syair lebih mempunyai pesan identitas ketika Tari Darwis Berputar. Berikut syair yang terdapat dalam lagu dzikrullah, salah satu lagu pengiring Tari darwis Berputar di
Jakarta yang dicipta oleh Haqqani rabbani Band;
“Subhanallah/Walhamdulillah/Wa Laaila Ha Ilallah Hu Allahu Akbar/Ya Rabbi bil Mustafa/Balighmaqasidana/Waghfirlana Mamadho/Ya Wasyi’al-Karomi”.
Salah satu faktor tarekat Naqsyabandi Haqqani dapat melancaran dakwah musik dan tarinya yakni corak musik Haqqani Rabbani Band yang dikemas dengan modern, namun tetap menjaga unsur tradisional yang identik dengan bunyi-bunyi tetabuhan, chanting juga ney.
Haqqani Rabbani Band terdiri dari:
Irfan Chasmala : Music Director, Keyboards & Programming Iwan Wiradz : Lead Vocal Shopian : Vocal & Lyric Tohpati : Acoustic Guitar on Khatm Khawajagan Adi Dharmawan : Bass Guitar on Thola’al Badru Alayna Saat Borneo : Suling Sangkan Cordova : Electric Guitar on Thola’al Badru Alayna Chandika : Violin on Thola’al Badru Alayna Eddy Kemput : Acoustic Guitar on Thola’al Badru Alayna Wim : Electric Guitar on Allah Hu Allah
Menurut Wendi Putranto, Editor Rolling Stone Indonesia, musik Haqqani
Rabbani Band memiliki roots musik Qawwali yang kuat dengan pengaruh moderen yang hadir berkat masuknya instrumen-instrumen musik barat seperti gitar elektrik, bass elektrik, keyboard dan biola. Para kontributor musik album ini pun tidak sembarangan. Tercatat nama-nama hebat seperti Tohpati, Edddy 84
Kemput, Iwan Wiradz, Adi Dharmawan, Irfan Chasmala yang bekerja sebagai music director album ini. Maka tidak heran, jika Haqqani Rabbani Whirling
Dervish dengan Haqqani Rabbani Band pernah tampil di stasiun-stasiun TV di
Jakarta seperti RCTI, TPI, SCTV, dan TV ONE.
D. Redefinisi Praktik Spiritual dalam Pertunjukan Tari Sufi
Sebuah pertunjukan Sama’ tari darwis berputar membutuhkan beberapa pesyaratan yang diadakan untuk betul-betul memperoleh tujuan yang diinginkan.
Persyaratan tersebutpun yakni tempat, waktu dan teman, mempunyai beberapa kriteria yang kesemuanya ditujukan untuk memperoleh pengalaman spiritual tertinggi bagi tiap peserta sama’. begitupun pertunjukan-pertunjukan sama’ yang diadakan di zawiyah-zawiyah tarekat naqsyabandi Haqqani rabbani di Jakarta, bahkan mempunyai adab sebelum sama’ yang dilakukan untuk menjaga syariah sama’ ini.
Ketika pertunjukan sama diadakan dalam sebuah pentas, tentunya persiapan yang dibutuhkan menjadi lebih beragam. Persiapan tersebut meliputi hal-hal yang memang harus dipenuhi layaknya sebuah pentas akan diadakan. Segala proses harus berjalan sesuai rencana layakanya sebuah pagelaran tari sehingga masyarakat diharapkan akan terarik ketika melihat tarian ini, sehingga pesan yang terdapat dalam tari dapat sampai pada penonton sebagai tujuan utama dari dakwah tarekat Naqsyabandi haqqani Rabbani.
persoalan yang muncul ketika para darwis penari ini menari dalam panggung pentas adalah ternyata, pengalaman spiritual yang ingin dicapai pada mulanya oleh para penari tidak dapat diperoleh secara maksimal. Para penari terjebak 85
dalam suasana pertunujukkan pentas tari yang orientasinya adalah animo penonton. Seorang penari mungkin dapat membawa perasaannya hanyut pada
Susana estetik yang ia bawakan sendiri, dan tidak akan terganggu dengan suasana di sekelilingnya. Tetapi apa yang dikemukakan salah satu penari dari rumi café, widia, berikut ini dapat membuktikan bahwa memang terdapat pengaruh yang mereduksi kualitas sama’ ketika dibawakan dalm pertunujkan pentas. Aura berbeda ia rasakan tatkala menari kala berzikir dan untuk manggung. ”Kala zikir, tarian ini terasa nikmat sekali. Saya tak pernah merasa pening karena aura positif yang ditebar sesama jemaah memberikan energi tersendiri. Namun situasi berbeda terjadi ketika Widia menari di atas panggung. ”Saat menari di panggung, kami tentu ditonton banyak orang, tak hanya aura positif yang menerpa, biasanya lebih banyak yang negatif. Aura negatif ini pula yang membuat tubuh terasa berat ketika berputar,” tuturnya.128
Untuk menjaga kondisi perasaan religious para penari, juga pemain musik dan pembaca syair, tim Haqqani Rabbani Tari Darwis Berputar Dervishes dan
Haqqani Rabbani Band melakukan Zikir Khatm Khawajagan sebelum Tari Darwis
Berputar, termasuk dalam pentasnya. Tradisi ini sesuai dengan apa yang menjadi selera sufi penari di Indonesia, bahwa syair akan lebih berpengaruh daripada musik. zikir khatam khawajagan dilakukan sebelum musik, berarti syair berupa zikir merupakan gerbang pertama sebelum musik yang mengantarkan psikologis sufi dalam Tari Darwis Berputar menuju perasaan ketuhanan.
Bagaimanapun, sufi penari tersebut dibesarkan dalam tradisi Naqsyabandi.
Meskipun apa yang mereka lakukan adalah tradisi Mawlawi, karakter
128 www.haqqani.com 86
Naqsyabandi tetap berperan dalam psikologis mereka. Naqsyabandi Haqqani
Rabbani, dalam tradisi Tari Darwis Berputar yang dilakukan di zawiyah- zawiyahnya membebaskan siapa saja yang ingin menari berputar. Kapanpun, dimanapun, seperti apapun, para ‘penari bebas’ boleh berputar. Tetapi ketika pentas, para guru naqsyabandi Haqqani rabbani tidak ingin para penari terjebak dalam situasi pentas yang dapat mempenagruhi kondisi mental spiritual penari, maka mereka mengganti warna tenure sesuai dengan kecenderungan letak substansi kelembutan yang dimiliki para penari. Adapun metode ini dikembangkan dari system sederhana Naqsyabandiyah tradisional.
Enam Substansi kelmbutan dalam system sederhana Naqsyabandi
diambil dari Zaqwi Syah, Sirr-i Dilbaran129
No. Substansi Warna
1. Hati Merah
2. Ruh Putih
3. Jiwa Kuning
4. Suara hati Hijau
5. Rahasia Biru
6. Hal-hal Ghaib Hitam
Penari yang substansi kelembutannya terletak pada hatinya, maka akan diberi kostum merah. Jika terletak pada jiwanya, maka kostumnya kuning. Jika pada ruhnya maka kostumnya tetap berwarna putih, dan seterusnya. Kebanyakan penari Naqsyabandi Haqqani Rabbani Whirling Dervishes di Jakarta masih
129 Carl W. Ernest. Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2003. hal. 135 87
memakai kostum asli warna putih. Tetapi, beberapa ada yang selain berwarna selain putih, salah satunya seperti kostum berwarna merah milik Widia, penari perempuan dari café rumi, serta kostum berwarna hijau milik Fani penari dari zawiyah Cinere. Warna kostum penari dapat berubah tergantung pergantian letak substansi kelembutan dalam tubuh penari. Strategi inilah yang digunakan Haqqani
Rabbani Whirling Dervishes untuk menghindari redefinisi tari sufi ketika pentas.
E. Reaksi masyarakat dan Pandangan Kaum Syari’at
Sejak tahun 1997, Syekh Hisham Kabbani terus memperkenalkan tarekat
Naqsyabandi haqqani ke daerah-daerah di Indonesia. Tercatat, dalam sepuluh tahun, ia telah mengunjungi, Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden RI ), Jusuf
Kalla (wakil presiden RI), Gusdur (mantan presiden RI), Abah Anom (pemimpin tarekat nasqabandi qadiriah), Din Syamsudin (tokoh muhammadyah), Said Agil
Siraj (anggota tarekat nasqabandi khalidiah) , Ustad Jefri, Arifin Ilham, dan pimpinan majelis Zikir Nurul Mustafa baru-baru ini,Habib Ali bin ja’far Assegaf , untuk memperkanal kan tarekat nasqabandi haqqani rabbani di Indonesia.
Haqqani rabbani whirling dervhised bahkan akrab dengan manajeman musik
Republik cinta milik Ahmad Dani . Dalam beberapa acara Republik Cinta ,
Haqqani Rabbani whirling dervised kerap kali terlihat diadakan .Bahkan komunitas fans Dewa , yakni Baladewa, turut memberikan dukungan pada tradisi tari inidi Jakarta.Tari ini di pandang sebagai sebuah karya seni yang mengandung nilai-nilai spiritual yang di bawakan oleh tarekat Nasqabandi Haqqani Rabbani di
Jakarta. 88
Berbeda dengan respon positif yang di berikan baladewa di Jakarta, Habib
Munzir, pimpinan majelis Rasulullah berpendapat bahwa tari sufi tidak mempunyai landasan syariah yang kuat. menurut habib munzir, telah banyak tarekat yang telah menyimpang, yang lebih mengutamakan hakikat, dan menyepelekan syari’at. Akibatnya, karena pada awalnya pimpinan tarekat-tarekat tersebut tidak mempunyai ilmu syariat yang cukup, maka praktik-praktik yang dilakukan dalam tarekat tersebut terkadang keluar dari jalur syariah sehingga menjadikan tarekat tersebut sesat. Salah satu praktek tasawuf yang menurut Habib
Munzir tidak mempunyai landasan dalil yang kuat yakni zikir sambil menari yang dilakukan baik pria maupun wanita. Adapun gerakan kepala yang bergoyang keras dalam zikir masih ditolelir dan tidak melanggar syariah, sebagaiman yang tarekat
Naqsyabandi, Syadzili, dan Samaniyah lakukan. Begitupun dengan zikir dengan suara keras, terdapat dalil syar’i yang membenarkannya. Juga syair Pujian pada
Allah dan Muhammad yang dilakukan di Masjid adalah berlandaskan Hadis
Shahih Bukhari. Serta Istighasah, tawasul juga berlandasan Bukhari. Maka apabila tarekat tidak mempunyai landasan terhadap praktek-praktek yang berada di dalamnya, maka dapat dikatakan tarekat tersebut terkecoh pada ajaran setan.130
Sama’, termasuk Tari Darwis Berputar, sebetulnya memiliki beberapa persyaratan mutlak yakni, waktu yang tepat, tempat yang tepat, dan sahabat yang tepat. Yang pertama yakni waktu yang tepat adalah ketika hati pendengar terbuka dan siap mengapresiasi apa yang mereka dengar sehingga musik dan syair bisa ditampilkan tiap waktu. Artinya, tidak diperkenankan jika memang hati pendengar tidak terpanggil atau tidak merindukan Tuhan, atau hanya sedikit merindukan
130 MajelisRasululloh.Org 89
Tuhan. Sama’ merupakan pengantar bagi kerinduan yang apabila telah diisi dengan solat rindu tersebut masih belum mereda, apabila berzikir sendirian, rindu tersebut masih juga belum mereda, sehingga pada akhirnya ia membutuhkan suatu pelampiasan emosi tersebut, dan gerbangnya adalah musik dan syair, bentuknya adalah Tari. Yang kedua adalah tempat yang tepat, yakni tidak harus di tempat yang khusus, tetapi tempat yang memungkinkan seseorang bisa menempatkan dirinya dalam bingkai pikiran yang tepat. Dewasa ini, aspek kedua ini, telah banyak mendapatkan toleransi yang cukup besar. Akibatnyapun terjadi di wilayah intern maupun ekstren kelompok sufi penari. Meskipun dalam wilayah dakwah
Tari Darwis Berputar di tempat umum dapat diandalkan, kerinduan ilahiah para penari tidak tercapai, dan Tari Darwis Berputar terlanjur dikenal dan dipraktekkan secara bebas. Yang ketiga sahabat yang tepat sangat penting, ketika seseorang perlu ditemani ketika oleh orang-orang yang telah mencapai taraf spiritual yang sama tingginya. Kemudian, apakah lawan jenis dapat dijadikan teman yang tepat?
Pertanyaan tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan apakah perempuan boleh sema’ Tari Darwis Berputar? Atau apakah dalam fana’, baik laki-laki maupun wanita masih dapat terpengaruh dengan lawan jenisnya?
Salah satu anggota tarekatnaqsyabadihaqqani Rababni, syahdan, berpendapat bahwa baik pria maupun wanita memeiliki hak akan kerinduannya di hadapan Tuhannya. wanita diperbolehkan berzikir termasuk sama’. Rumi café bahkan mempunyai penari wanita yang ikut menari yang ikut menari bersama penari pria dalam pertunjukan-pertunjukan pentas. Dalam pertunjukan sama’ di
Universitas Islam Negri syarif Hidayatullah, sama’ ditampilkan dalam lingakran hadrah yang dibawakan oleh kaum wanita dari majlis taklim Darul Falah. Jadi 90
pertunjukan sperti ini, terlihat tidak terdapat kesan negative. Para penari tetap dalam kekhusyuannya masing-masing, karena meskipun penari laki-laki dan perempuan menari bersama dalam satu panggung, namun meeka tidak berpasangan. Dalam tari Darwis Berputar, pasangan bagi para penari adalah kehadiran Tuhan
Suasana pertunjukan-pertunjukan pentas yang dibawakan Haqqqani
Whirling Dervishes di Jakarta selalu penuh dengan kegembiraan ilahiah dan keceriaan agama. memang, unsure kebudayaan sangat kental, karena memang tari darwis ataupun Hadrah meruakan produk budaya Timur tengah. Dalam pendapat yang dialamatkan sejumlah penagkses video Tari darwis di Indonesia dalam You
Tube, sebagian berpendapat bahwa karena tari Darwis Berpuatr merupakan produk budaya, maka ia cenderung pada kesesatan. Tetapi tampaknya, sebagian besar pengakses lain cenderung berpendapat bahwa Tari Darwis Berputar mempunyai peran yang besar bagi perkembangan seni Islam, tari sufi juga mampu sudut pandang lain mengenai Islam yang indah, lembut, dan kaya budaya.
Abdul Hadi W.M dalam wawancaranya dengan JIL mengemukakan bahwa
Tari Darwis Berputar merupakan sarana untuk tarajjud, yakni pembebasan jiwa dari alam benda melalui sesuatu yang berada di alam benda itu sendiri.
Menurtnya, kaum sufi merupakan kaum yang memperhatikan seni, karena kaum sufi berfikir,kalau orang lebih mengahrgai syari’at, maka orang akan melupakan akidah, ibadah, dan ahlak. Kaum sufi, memakai seni sebagai media untuk meningkatkan pengalaman-penaglaman kerohanian dan keagamaan, yang tidak diperoleh melalui ritual-ritual lainnya. Sedangkan syari’ah adalah wadah dari pengalaman-pengalaman kerohanian itu. Seni tidak dapat dibicarkan alam wilayah 91
fiqih. Yang membiicarakan seni dalam Islam adalah tasawuf, atau wilayah estetika dan metafisika Islam. Karena itu yang berbicara dan mempraktekkan seni adalah kaum sufi yang memilki hubungan dengan tarekat-tarekat sufi yang telah dilaksanakan secara turun-menurun dalam waktu yang lama. Termasuk tarekat
Naqsyabandi Haqqani Rabbani yang melanjutkan tradisi Sama’ Tari Darwis
Berputar di Jakarta. 92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi Sama’ Tari Darwis Berputar telah masuk sejak tahun 1990-an oleh
Anand Krisna. Tetapi Tari Darwis Berputar yang membawa jatidiri Islam sebenarnya dibawa Syekh Nazim Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani melalui
Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani, sejak tahun 2003. Ajaran Syekh Nazim
Haqqani masuk di Jakarta melalui tarekat Naqsyabandi Haqqani tahun 1998.
Kebebasan untuk mengembangkan ekspresi-ekspresi kecintaan dan kerinduan
Illahiah terutama ketika zikir-zikir Naqsyabandi Haqqani berlangsung, mendorong
Syekh Hisham untuk mengembangkan tradisi tari darwis berputar sebagai bentuk lain dari penyaluran ekspresi kerinduan Ilahiah tersebut.
Terdapat dua zawiyah tareat Naqsyabandi Haqqani Rabbani yang mempunyai corak berbeda dalam pelaksaaan ritual ini. Zawiyah di Bulungan, atau yang dikenal dengan Rumi Café, mengembangkan latihan-latihan teratur bagi masyarakat yang ingin mempelajari tari sufi. Selain itu, zawiyah ini seringkali menggelar forum diskusi mengenai sufisme, Rumi, dan Sama’ Tari Darwis
Berputar, sehingga tradisi Tari Darwis Berputar di zawiyah ini terkesan formil dan ilmiah sebagai bentuk proteksi akan kesalahpahaman masyarakat awam.
Sedangkan Zawiyah Haqqani Rabbani di Cinere justru sebaliknya, kesan yang timbul dari kondisi yang diciptakan para anggota Haqqani Rabbani di zawiyah ini begitu natural, sehingga zawiyah ini sekilas seperti sanggar seni. Di zawiyah ini masyarakat yang ingin menari dipersilahkan menari tanpa harus mempelajari 93
teorinya terlebih dahulu. Dengan demikian Zawiyah Cinere memiliki karakter rasa yang kuat serta tidak dibatasi.
Ritual tari darwis berputar tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani tidak jauh berbeda dengan yang dikembangkan Syekh Nazim dan Syekh Hisham dalam tur- tur tari mereka di barat. Selain sebagai tawajjud pertunjukkan tari sufi tarekat
Naqsyabandi haqqani Rabbani di Jakarta juga dipentaskan untuk kepentingan dakwah. Melalui Naqsyabandi Haqqani Whirling Dervishes dan Haqqani Rabbani
Band, tarekat ini berusaha mengenalkan Islam dari wajah sufistik yang berbeda di
Jakarta, yakni melalui wajah Naqsyabandi.
Reaksi pro dan kontra kemudian bermunculan. Dukungan bagi cara dakwah mereka sebagian besar datang dari kelompok seniman, budayawan, dan cendikia
Menurut kelompok ini, tari Darwis berputar tarekat Naqsyabandi Haqqani memuat nilai seni yang kaya serta mudah menarik masyarakat Jakarta untuk mau mengenal tasawuf. Sedangkan reaksi kontra datang dari kelompok yang beranggapan bahwa Tari Darwis Berputar merupakan produk budaya dan sama sekali tidak memiliki akar-akar ajaran Islam sehingga tidak layak untuk diikuti atau dinikmati. Kelompok ini tidak mengkritik musik dan syair tari ini, tetapi gerakannya. Tari bagi kelompok ini malah akan mencoreng citra agama.
B. Saran
Penelitian mengenai Sama’ Tari Darwis Berputar dengan sudut pandang historis masih dapat dikembangkan mengingat keberlangsungan tradisi ini pada tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani di Jakarta masih tergolong muda. Hingga penulis menyelesaikan penelitian ini, perbincangan mengenai Tari Darwis 94
Berputar masih terus berlangsung dan tentunya menimbulkan semakin banyak pendapat dan reaksi yang berasal dari berbagai kelompok dengan sudut pandang yang berbeda di Jakarta.
Makadari itu, meskipun penelitian ini sebetulnya merupakan penelitian mengenai tradisi dan kebudayaan, yang melibatkan institusi keagamaan tradisional, penelitian Tari Darwis Berputar ini akan semakin baik jika difokuskan dinamikanya pada masyarakat modern di perkotaan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat modern di perkotaan memiliki keberagaman pola pikir dan sudut pandang dalam menilai dan menerima sebuah produk budaya dibanding masyarakat pedesaan yang lebih tradisional dan tentuya dikarenakan keterbatasan akses untuk memperoleh informasi.
Selanjutnya, sampai saat ini, Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani masih terus mengembangkan tradisi ini di Indonesia dengan menyisipkan formula- formula tradisonal Naqsyabandiyah. Para pengikut Syekh Nazim dan Syekh
Hisham masih terus mengumpulkan dan membukukan pemikiran-pemikiran mursyid mereka ini, terutama dari ceramah-ceramah kedua tokoh tersebut. Hal tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi penelitian selanjutnya yakni tersedianya kesempatan dan kemudahan dalam melacak pengaruh ajaran-ajaran tradisional tarekat Naqsyabandiyah dalam Tari Darwis Berputar. 95
WAWANCARA DENGAN ARIEF HAMDANI (Pimpinan Rumi Café) Bulungan, 30 Mei 2009
Bagaimana sejarah berdirinya Rumi Café? Syekh Hisham datang tahun 1997, awal mula tradisi whirling saya alami sendiri langsung, sejak pertama kali saya whirling saya sama sekali tidak pusing dan tidak jatuh. Kata Syekh Hisham bakat yang diberikan pada Allah berbeda tiap orang melebihi iman dan Islam. Awalnya saya bingung apa makna perkataan beliau? Tak lama ia menyeru agar kami turun ke jalan dan menyebarkan Islam lewat musik dan whirling disamping orang-orang yang berdakwah lewat rumah, masjid, sekolah dan pesantren. Dalam whirling tedapat pesan akan kekuatan cinta. Ilmu ilmiah mengatakan penyebab planet berputar pada orbitnya adalah karena adanya kekuatan. Tapi menurut Syekh Hisham, kekuatan tersebut sebetulnya cinta. Cinta yang mendorong mereka untuk tidak mau menjauhi Satu titik yang di cintainya. No love, no movement.
Zawiyah cinere merupkan zawiyah pertama yang mengadakan whirling, sejak tahun 2003. Pengikut tarekat ini kemudian berkembang dan diikuti puluhan ribu orang dalam zawiyah-zawiyah yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Sasaran utama sebetulnya kaum muda. Ahmad Dhani, Padi, Ivan Casmala dan band-band ternama kini telah bergabung bersama kami. Pada umumnya mereka yang mudah bergabung dengan kami adalah mereka yang sudah mengenal dan mencintai Rumi. Pertama kali kami membawakan pentas whirling bersama CakNun, lalu Dhani Ahmad, baru kemudian berangsur-angsur seluruh televisi menayangkan tari ini. Majalah dan koran bahkan saluran televisi asing sempat mewawancarai kami. Dari situlah awal titik terang dakwah kami.
Banyak orang tertarik bagaimana whirling dibawakan oleh Tarekat Naqsyabandi. Sebetulnya karena Syekh Nazim adalah cucu dari Jalaluddin Rumi. Syekh Nazim adalah Guru dari Syekh Hisham. Dia pemegang otoritas tujuh tarekat besar. Bahkan dapat dikatakan ialah kini yang memegang power untuk whirling seluruh 96
dunia dimiliki Naqsyabandi. Karena rahasia ajaran-ajaran tarekat sebetulnya ada di Naqsyabandi.
Demi dakwah, segala upaya kami lakukan. Dahulu zikir sambil duduk sudah cukup. Tapi kini, zikir sambil berdiri lebih kuat energinya. Tradisi Whirling disini diadakan sore hari kaum perempuan di bawah, laki-laki di lantai atas. Yang di tengah whirling dikelilingi hadrah. Whirling yang dilakukan di zawiyah berbeda dengan whirling yang dilakukan di luar (pentas). Karena whirling yang dilakukan di zawiyah lebih mengandung muatan spiritual dan mengandung keberkahan Syekh Hisham. Bagaimana konsep hubungan manusia dengan Tuhan? Cinta. Apa pentingnya gerakan-gerakan tanpa cinta. Sebetulnya whirling dan solat sama-sama cinta. Rumi berkata tiap satu putaran whirling berarti satu rakaat solat. Whirling seperti solat adalah pertemuan hamba dengan Tuhan. Muhammad berkata tidak ada cinta maka tidak ada iman. Kunci istiqamah adalah cinta. Buat apa dengan takut. Sekarang ini Islam modern kelihatannya ingin memutuskan tali cinta. Jika kita bershalawat maka akan dikatakan kita memutus tali cinta. Kita mencintai guru kita, mereka bilang bid’ah, takliid buta atau kultus. Padahal jika diingat, tanpa cinta Muhammad, sahabat-sahabat pasti akan pergi. Maka Muhammad berkata, jika engkau belum mencintaiku melebihi cintamu pada sahabatmu, keluargamau, orangtuamu, maka kamu belum disebut beriman. Itulah tasawuf yang diperkenalkan Rasulullah. Bagaimana dengan fana atau wahdatul wujud? Fana’ dimuali dari mahabbah. Sebelum mahabbah terdapat maqam-maqam diantaranya gawths, sirr, sirr a-sirr, kaffah, dsb. Ketika dimulai dengan cinta, maka kita akan mengkloning Rasulullah mulai dari cara beliau tidur, makan, dan seterusnya. Yang seperti itu disebut sunnah. Sunnah disini diaktakan sebagai meditasi. Meditasi sesungguhnya adalah observasi untuk mencontoh semua tindakan. Selanjutnya adalah hudur. Hudur berarti selalu terbayang wajah kekasih. Jadi tahapannya Mahabbah-Hudur-Fana. Fanapun dimulai dari Fana fi Syekh, Fana fi Rasul, Fana fi Allah. Fana’ adalah kondisi yang tidak permanent seperti Nabi Isa dalam anggapan Kristiani. Dalam salah satu ceramahnya, Syekh 97
Hisham pun berkata, no wahdatul wujud. Maksudnya, bukannya tidak ada wahdatul wujud yang seperti Nabi Saleh alami, fana itu seperti iman. Naik turun. Tidak permanen. Tidak selamanya Tuhan. Ketika anda whirling, mana bagi anda yang lebih berpengaruh, syair, atau musik? Sebetulnya musik. Terutama isyarat yang dibawakan gendang dan ney. Rumi pun sebetulnya pertama whirling karena ketukan bunyi, irama. Barulah disaat dia whirling, dia menciptakan syair-syair indah Mastnawi. Itulah maksudnya musik adalah gerbang keabadian
Musik ada yang haram ada yang halal. Selama digunakan untuk mengingat Allah dan Rasul, ia menjadi halal. Bagi Rumi bahkan musik menjadi wajib. kerena apa yang ditimbulkan dari musik tersebut ternyata mendatangkan syafa’at. Musik jadi sunnah ketika musik menjadikan hatinya melembut melihat dalam dirinya dan mengharu mengingat Tuhannya. dan musik menjadi haram ketika musik membangkitkan egonya sehingga melakukan maksiat. Sebaiknya untuk whirling musik yang pelan atau yang riang? Kita punya berbagi macam jenis musik untuk whirling. dalam adab whirling sebetulnya musiknya sentimental. Tetapi kalau kita whirling di tengah-tengah anak muda, biasanya kita memakai musik yang riang, karena, Rasulullah pernah berkata, bicaralah dengan bahasa yang mereka mengerti. Apa yang dapat memecah konsentrasi sewaktu whirling? Sebetulnya hal tersebut tidak akan terjadi jika adab whirling sepenuhnya dilakukan. Terdapat 20 adab zikir. Yang terdiri dari 5 adab sebelum whirling, 12 adab selagi whirling, dan 3 adab setelah whirling. Whirling paling berat dilakukan di situasi yang tidak spiritual. Karena ada energi negatif yang begitu besar. Contonya pasar, makanya pasar dibilang tempat setan. Maka tempat yang akan digunakan untuk whirling sebaikany dibesihkan terlebih dahulu. Itu termasuk dalam adab sebelum whirling, atau sebelum zikir. Selanjutnya cahaya. Sebetulnya cahaya yang digunakan untuk main meditation ialah menutup mata. Itu gunanya untuk menutup indra lahiriyah dan membuka indra batiniyah. Makanya sebaiknya whirling dilakukan di kondisi ruangan yang gelap. Selanjutnya bau. Wewangian 98
akan mengusir energi buruk dan mendatangkan energi baik. Adab yang lain adalah berwudhu, tetapi sebetulnya adab yang terpenting adalah menghubungkan hati ke Syekh. Pernahkah musik berhenti tiba-tiba ketika whirling? Pernah, dan kita terus menari dan berhenti pelan-pelan. Apa tujuan dari modifikasi warna kostum ketika pentas? Syekh Hisham yang menyuruh seperti itu. Katanya, buatlah dunia berwarna- warni. Sebetulnya warna mempunyai makna. Warna kuning itu tingkatannya Qalb, untuk membersihkan hati, warna merah untuk tingkatan sirr. Tiap warna mempunyai penyembuhan tertentu. Apakah musik atau syair yang anda paling anda sukai? Saya menyukai apa yang Syekh Hisham sukai.
Jakarta, 30 Mei 2009
ARIF HAMDANI 99
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Cet.II, Logos, Jakarta: 1999
Bisri, Hasan Cik, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan
Skripsi, Bidang Ilmu Agama Islam, Cet I, Logos, Jakarta: 1999
Ernst, W. Carl, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2003
Hadi, Abdul, Islam, Cakrawala Estetik dan Budaya, Pustaka Fiordaus, Jakarta:
2000
______, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas, Matahari, Yogyakarta:
2004
Kabbani, Hisham, Sema’ Rumi Whirling Dervishes, terj.Arief Hamdani dkk,
Haqqani Sufi Institut of Indonesia, Jakarta: 2009
Kabbani, Hisham, Mengenal Tariqah Naqshbandi Haqqani, terj.Arief Hamdani
dkk, Haqqani Sufi Institut of Indonesia, Jakarta: 2009
Isa, Qadir Abdul, Hakekat Tasawuf, peny.Taufik Damas, Qisthi Press, Jakarta:
2005
Krishna, Anand, Masnawi, Bersama Jalaluddin Rumi Menggapai Langit Biru Tak
Berbingkai, cet.I, Gramedia, Jakarta: 2001
Leaman, Oliver, Estetika Islam, Mizan, terj. Irfan Abu Bakar, Bandung: 2005
Mulkhan, Munir Abdul, Dari Semar ke Sufi, Al-Ghiyats, Yogyakarta: 2003
Nicholson, A. Reynold, Gagasan Personalitas dalam Sufisme, peny. Sabrur R.
soenardi, Pustaka Sufi,Yogyakarta: 2002
Rumi, Jalaluddin, Mastnawi, Senandung Cinta Abadi, terj. Abdul Hadi W.M,
Bentang, Jakarta: 2006 100
Rumi, Jalaluddin, Yang Mengenal Dirinya, Yang Mengenal Tuhannya, terj.
Anwar, cet IV, Kholid, Pustaka Hidayah, Bandung: 2004
Schimmel, Annemarie, Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, peny. Sabrur R.
Soenardi, Pustaka Sufi, Yogyakarta: 2002
Shah, Idries, Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma’rifat, terj. Joko s. Kahar dan Ita
Masyita, cet.II, Risalah Gusti, Surabaya: 2001
Simuh, Tasawuf, dan Perkembangannya Dalam Islam, cet.II, Rajawali Press,
Jakarta: 2002
Sirriyeh, Elizabeth, Sufi dan Anti-sufi, peny. Sibawaihi, Pustaka Sufi, Yogyakarta:
2003
Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Ombak, Yogyakarta: 2003
Qardhawi, Yusuf, Islam Bicara Seni, terj. Wahid Ahmadi dkk, Intermedia, Solo,
1998
Zurcher, J. Erik, Sejarah Modern Turki, terj. Karsidi Diningrat, gramedia, Jakarta:
2003 101
WAWANCARA DENGAN SYAHDAN (Koordinator Tari Darwis Berputar di Zawiyah Cinere) Cinere, 22 April 2009
Bagaimana asal sejarah berdirinya Tarekat Naqsyabandi Haqqani Rabbani di zawiyah ini? Tarekat ini dibentuk tahun 2003. Dinamai Naqsyabandi Haqqani Rabbani karena Rabbani merupakan gelar dari Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani. Sebelumnya ini zawiyah Naqsyabandi Haqqani. Bagaimana hubungan antara Naqsyabandi Haqqani dengan Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Apakah Naqsyabandi Haqqani Rabbani kemudian berada di bawah naungan Naqsyabandi Haqqani Indonesia? Naqsyabandi Haqqani Rabbani setara dengan Naqsyabandi Haqqani, seperti misalnya Haqqani Rabbani Semarang, Jogja, dan lain-lain. Disini juga Zawiyah Naqsyabandi Haqqani, tetapi diubah oleh Syekh Hisham menjadi Naqsyabandi Haqqani Rabbani. Mengapa tarekat ini memakai nama Naqsyabandi? Karena tarekat ini berada di bawah jalur Syekh Naqsyabandi. Awalnya adalah Siddiqiyah, pada zaman Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq. Lalu menjadi Mujaddidiyah, lalu Khalidiyah pada zaman Khalid al-Baghdadi lalu sampai ke Syekh Nazim Haqqani hingga namanya Naqsyabandi Haqqani. Syekh Naqsyabandi sendiri meminta dibuatkan tarekat pada Allah yang katanya kalau orang berjalan di atasnya (tarekat) maka akan berujung ke Allah. Jadi kenapa tarekat ini disebut tarekat Naqsyabandiyah karena jalurnya memang dari Syekh Naqsyabandi. Bagaimana hubungan tarekat lain yang berada di bawah otoritas Mursyid Syekh Nazim? Syekh Nazim bergelar Sultan Awliya. Yakni pemimpin dari para pemimpin. Garis kepemimpinan tarekat lain saat ini telah terputus, jadi mursyid bukan diturunkan berdasarkan keturunan keluarga. Tarekat-tarekat yang terputus garis kepemimpinannya kemudian dibawahi Syekh Nazim agar para murid tarekat- tarekat tersebut masih dapat tersambung garis kemursyidannya. Syekh Nazim memiliki ijazah semua tarekat tersebut, maka berarti Syekh Nazim memiliki garis 102
mursyid dari tarekat-tarekat tersebut. Jadi kalau dikatakan sebuah tarekat mempunyai amalan khusus, maka Naqsyabandiyah ini tidak mempunyai amalan khusus, hubungan menuju Allah dalam Naqsyabandiyah bukan berdasar amalan tetapi cinta dan kepatuhan. Hal tersebut yang diutamakan, karena kadang-kadang, orang yang punya banyak amalan justru menjadikan dirinya merasa sombong. Naqsyabandi di Indonesia terkenal sebagai tarekat yang coraknya tipikal al- Ghazali. Nah, bagaimana dengan Naqsyabandi Haqqani Rabbani sendiri? Sebetulnya Imam Ghazali, Syaikh Abdul Qadir Jailani sebenarnya adalah wali- wali Allah, Awliya, yang mana mereka memberikan sedikit cupilikan dari apa yang mereka buat. Apa yang mereka sampaikan merupakan pengalaman yang dapat membantu jalan kita. Mutiara nasihat yang bukan menjadi batasan ajaran Bagaimana hubungan Tuhan dan manusia dalam Naqsyabandiyah Haqqani? Tuhan adalah Tuhan, manusia adalah hamba Apakah mengakui konsep kesatuan wujud? Kesatuan itu bukanlah mengatakan bahwa dalam diri ada Allah. Allah menciptakan manusia dari diriNya. Artinya dari semua tarekat sebenarnya mengajarkan hakikat kalimat tauhid. Laa ila ha ilallah. Bukan berarti di tiap manusia itu Allah. Kita ini tiada, yang ada Allah. Dia yang menciptakan, Dia yang mengambil. Terserah Allah. Kebanyakan manusia saat ini merasa bahwa ia ada, Tuhan tidak ada. Itu yang lebih parah. Sebetulnya kita ini tak ada. Dalam hidup kita harus mengerti apa yang kita cari. Kita adalah hamba yang harus menjalankan apa yang Allah mau, bukan apa yang kita mau. Kata-kata ekstase yang diucapkan Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak dosa. Tetapi kalau saya yang mengatakan,”ana al Haqq”, maka saya dosa. Karena saya yang mengatakan sedangkan Siti Jenar yang mengatakan adalah Allah. Siti Jenar sudah tak ada. Yang dibicarakan disini adalah satu, bukan kesatuan. Kesatuan berarti dua jadi satu. Itulah yang diajarkan sebetulanya di semua tarekat. Hanya saja orang karap kali cepat menyimpulkan karena tidak mengalami prosesnya Naqsyabandiyah dikenal sebagai tarekat yang tidak begitu menyukai musik, bahkan zikir dalam ajaran mereka pun ialah zikir sirr. Lalu kenapa Naqsyabandi Haqqani Rabbani justru melaksanakan sama’ whirling? 103
Itu berkaitan dengan budaya. Amalan yang berkembang di tiap tarekat berkembang seiring keadaan yang berlangsung di daerah yang bersangkutan. Kata Rosul Muslim itu harus menjadi air. Kalau dimasukkan ke botol menjadi botol. Tetapi zatnya tetap air. Dulu di zaman dimana Naqsyabandiyah melaksanakan zikir sirr, karena memang disana banyak sekali alim ulama. Maka aneh kalau kita masuk dengan musik. Tetapi zaman sekarang kalau kita masuk dengan sirr, tiak ada yang mau datang. Tidak ada yang mau mengenal Allah. Dulu di Turki, Persia, terkenal dengan tari perut. Maka Jalaluddin Rumi pun whirling dengan musiknya tari perut tersebut. Dengan apapun kita berdakwah, musik, puisi, pantun, tetap yang dibawa Allah dan RosulNya. Begitupun dengan dakwah Walisongo ketika menyajikan wayang dalam rangka menyebarkan nilai-nilai dan ajaran Islam di Jawa. Sebenarnya metode ini juga yang dipakai oleh barat untuk memasuki budaya kita melalui fashion, dan lain-lain yang berbau materialisme. Apa makna tari secara singkat? Makna inti dari whirling adalah mengingat Allah. Adab yang paling penting adalah bagaimana menari tetapi bukan dia yang menari. Karena sebetulnya bumi juga berputar menurut kehendak Allah. Begitupun matahari. Orbitnya yang menenutkan Allah. Bagaimana menyadari bahwa diri kita ini sebenarnya diatur atau digerakkan oleh Allah Sebenarnya adakah peraturan tertentu yang harus dilakukan sebelum menari semisal wudhu atau yang lainnya? Kalau menurut adab ya. Karena segala seseuatu yang mengingat Allah disebut ibadah. Seperti solat kita mesti wudhu. Bukan berarti whirling ini sama dengan solat. Menghadap Allah harus denagn jasad dan hati yang bersih. Hati yang bersih maksudnya tidak lagi memikirkan tujuan lain selain Allah. Contohnya Haqqani Rabbani Band. Ketika mereka naik ke atas panggung mereka berpenampilan Jakarta_ berwudhu, karena diniatkan hendak beribadah, mengingat Allah. Lebih baik bermusik tetapi khusyuk daripada solat wajib tetapi dalam pikiran yang tidak Jakar ke Allah Bolehkah perempuan menari? Boleh, karena pada dasarnya semua orang boleh mengingat Allah Adakah penari perempuan di zawiyah ini ? 104
Di zawiyah ini belum ada Adakah penari dibawah 17 tahun atau dari kalangan anak-anak? Bebas. Ada. Bahkan disini ada tim whirling anak-anak. Ada yang mulai 6 tahun mereka sudah bisa whirling. Mereka tidak ada yang melatih. Beda dengan whirling di Turki. Disana ada latihannya. Makanya yang boleh menari hanya mereka yang sudah dilatih. Sedangkan disini konsepnya kita merasa digerakkan, ditarikan. Bukan kita yang merasa ingin menari. Semua berdasarkan rasa. Kata Syekh Hisham yang paling sulit adalah mendapatkan rasa karena bentuk mudah dicari. Di Turki, bentuk mudah dicari tetapi rasa sulit didapat. Disini justru sebaliknya. Shalawat, atau bacaan zikir apa saja yang biasanya digunakan untuk mengiringi Tari Darwis Berputar disini? Apa saja. Bebas. Bahkan puisi juga bisa. Semua yang menggambarkan rasa cinta kepada Tuhan dapat digunakan untuk whirling. Kisah Laila Majnun memberikan kita pelajaran bahwa bahkan melalui cinta pada seorang perempuan, seseorang juga dapat menemukan sisi spiritualitas tertingginya. Bagaimana dengan alat musik? Juga dibebaskan. Bahkan kadang tidak pakai musik, dengan syair, kita bisa whirling Bersal dari zawiyah mana saja para penari Whirling Haqqani Rabbani? Ada dua, Haqqani Rabbani Whirling Dervishes dengan Haqqani Rabbani Band. Yang pertama khusus tim tari. Yang kedua khusus band (musik). Apa tujuan dari modifikasi warna pakaian tari menjadi merah, hijau, dan lain-lain? Yang aslinya putih. Modifikasi warna seperti itu memang ada makna spiritual. Yang menentukan guru. Yang pasti tiap orang warna bajunya disesuaikan dengan dirinya dan ditentukan oleh guru.
Jakarta, 22 April 2009
Syahdan 105
WAWANCARA DENGAN FANIA (Penari laki-laki dari Zawiyah Cinere) Cinere, 22 April 2009
Sejauh mana musik dan syair mempengaruhi anda sewaktu whirling? Musik dan syair merupakan pengantar untuk mendapatkan rasa khusyuk Berapa lama biasanya anda whirling? Tergantung. Paling lama satu setengah jam Lebih baik whirling dengan syair atau whirling dengan musik? Whirling dengan syair. Apa syair faforit anda ketika whirling? Apa saja. Yang penting bisa mewakili rasa cinta dan rindu saya untuk Tuhan. Apa yang dapat memecah konsenterasi anda ketika whirling? Tidak ada. Kalau sudah whirling sudah lupa segalanya Ketika anda sudah larut, tempo putaran whirling anda benarkah akan semakin cepat? Tergantung. Bisa pelan bisa cepat Kalo anda pribadi? Tergantung jenis rasa dan musik. Jika yang dirasa menggebu-gebu maka putarannya semakin cepat. Anda lebih suka musik yang pelan atau riang ketika whirling? Pelan Jika pelan apakah tempo putaran anda cepat? Tergantung. Tidak berpengaruh pada putaran. Yang penting rasa Apa yang terjadi jika sedang whirling tiba2 musik berhenti? Tetap berputar. Apakah anda bisa menyadari musik tersebut atau syair tersebut berhenti? Sadar. Tetapi musik dan syair hanya pengantar. Jika sudah dapat rasanya. Maka keduanya sudah tidak begitu penting Apakah berpengaruh pada tempo putaran? Tidak. Tergantung pada rasa yang sudah di dapat Jika keduanya berhenti. musik dan syair dihentikan apakah anda juga ikut berhenti? 106
Ya Tetapi pernah suatu ketika di zawiyah sedang zikir. Lalu saya whirling. Ketika saya selesai whirling ternyata zikir telah selesai Apa bedanya whirling di zawiyah dengan di panggung pentas? Di zawiyah saya bisa lepas. Tetapi kalau di panggung harus terjaga dan hati-hati Apakah rasa masih dapat diraih ketika whirling di atas panggung pentas? Isyaallah dapat. Karena sebelum pentas whirling, tim selalu mengadakan zikir khtam khawajagan Apa warna baju anda di panggung pentas? Hijau Siapa yang menentukan? Syaikh Abu Tufail (Baba)
Jakarta, 22 April 2009
FANIA