Kidung Sekaten Antara Religi Dan Ritus Sosial Budaya
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
KIDUNG SEKATEN ANTARA RELIGI DAN RITUS SOSIAL BUDAYA Hadawiyah Endah Utami Institut Seni Indonesia Surakarta, Jl. Ki Hadjar Dewantara No. 19 Surakarta (Solo) E-mail: [email protected] Abstrak Kidung Sekaten merupakan karya tari yang dipentaskan pada upacara gerebeg Sekaten di depan Masjid Agung Surakarta. Perkembangan pengaruh Islam di pu- sat kerajaan relatif menggunakan sarana adat yang telah dipelihara masyarakat se- cara turun-temurun. Masyarakat setempat menerima kehadiran Islam sebagai suatu pelengkap kebutuhan rohaniah sehingga tercapai keseimbangn hidup. Perayaan Sekaten sebagai salah satu wujud percampuran budaya menyangkut berbagai aspek multidimensi. Islam menyatu dengan kebudayaan setempat dengan cara elastis, baik yang berhubungan dengan pengenalan simbol-simbol Islami maupun ritus-ritus keagamaan. Kidung Sekaten merupakan salah satu garapan tari un- tuk mendukung upacara ritual pengucapan shahadatain di depan Masjid Agung Surakarta dengan memanfaatkan bunyi gamelan sekaten, keramaian bunyi rebana, orang mengaji, santiswaran, Kidungan, mainan gasingan, sebagai iringan tari yang diselenggarakan bersamaan dengan gerebeg Maulud. Sekaten Chants between Relligion and Socio-cultural Rite Abstract Sekaten chants constitute a dance performed during Gerebeg Sekaten ceremony in front of Grand Mosque of Surakarta. The development of Islamic influence in Surakarta royal pal- ace relatively used custom rites that have socially been maintained throughout the genera- tions. Local people accepted Islamic religion as their spiritual need for achieving life balance. Sekaten celebration as one of acculturation forms encompasses many kinds of multidimen- sional aspects. Islam elastically blends into local cultures, either in Islamic symbols or reli- gious rites. Sekaten chants is one of dancing performances to endorse the ritual ceremony of Shahadatain articulation in front of the Grand Mosque by making use of Sekaten traditional musical orchestra, the jingling of tambourine, man’s praying voice, santiswaran, chants, spinning a top, as the dance accompaniment along with Gerebeg Maulud. Kata kunci: kidung sekaten, ritus sosial budaya, akulturasi, Islam PENDAHULUAN peristiwa budaya. Sekaten secara historis telah dikenal Pada upacara grebeg Maulud dila- sejak zaman kekuasaan Kerajaan Majapa- kukan pula sekatenan, yaitu suatu bentuk hit. Pada masa itu, makna dan perayaan upacara untuk mengiringi pengucapan Sekaten mengacu pada kata sekati yaitu ‘Syahadatain’.Perayaan sekaten kompleks satuan berat 680 kilogram sebagai ilustra- dengan beberapa kepentingan, merupa- si dari beratnya perangkat gamelan yang kan sebuah aktifitas yang bermula dari digunakan, kemudian mengalami trans- religi yang berkembang menjadi sebuah formasi bentuk menjadi Sekaten yang me- 153 154 HARMONIA, Volume 11, No.2 / Desember 2011 rujuk pada kata dalam bahasa Arab Islam rangkung, sebutan ini diambil dari nama ”Syahadatain” yang mulai dilestarikan bangsa jin yang mengagungkan Islam. pada zaman Kerajaan Islam pertama di Rambu dan rangkung mengandung Jawa, yaitu Kerajaan Demak. Perubahan makna simbolis konsep pemikiran masya- makna dalam transformasi konotatifnya rakat Jawa, yaitu bahwa manusia sebagai bila ditilik dan ditelusuri semenjak zaman makhluk hidup harus menghormati yang Majapahit hingga Demak berkisar pada agal dan alus, artinya tidak hanya meng- pemaknaan dan asal kata Sekaten – hal ini hormati dan menghargai yang kelihatan, mengakibatkan perubahan bentuk sub- akan tetapi juga menghargai yang gaib stansial menghasilkan perubahan signifi- agar seimbang (Magnis-Suseno, 1985:37). kan seiring proses konversi (Arif Lukma- Dalam perkembangannya sekarang ga- nul Hakim, 2007: 4) melan sekaten menyajikan gending-gen- Perayaan sekaten di Surakarta ada- ding baru dengan pola sekatenan. lah dua bentuk kebudayaan yang terpadu, Perayaan sekaten di Surakarta mem- yaitu kebudayaan kraton Hindu - Jawa pergunakan dua perangkat gamelan, yaitu dengan kebudayaan Islam. Hubungan an- yang di sebelah selatan Kiai Guntur Madu tara budaya Jawa dan Islam merupakan sebagai lambang ‘Syahadat Tauhid’, dan se- konfigurasi dalam bentuk perayaan seka- belah utara Kiai Guntur Sari yang melam- ten, dengan menampilkan gamelan hasil bangkan ‘Syahadat Rosul’ (Prabu Winata, budaya masyarakat Jawa dengan isi serta wawancara, 13 Februari 2003) sifatnya yang merupakan tuntunan agama Dengan demikian, Islam yang ter- Islam. sebar senantiasa mengalami penyesuaian Keberadaan Gamelan Sekaten yang dengan lingkungan peradaban dan kebu- berada di lingkungan Masjid Agung, me- dayaan setempat. Dalam Sekaten terjadi rupakan sebuah konsep yang berkaitan percampuran budaya Islam Jawa. erat dengan kesakralan Gerebeg Maulud. Perayaan Sekaten di Surakarta seba- Hal ini menjadi bagian dari “Ritual Seka- gai peristiwa multi dimensi. Selain seba- ten”, yang berarti konfigurasi antara ri- gai media dakwah Islam, juga sebagai sa- tual dari kekuatan Gamelan Kiai Guntur rana ekonomi, sarana hiburan dan sarana Madu dan Kiai Guntur Sari, dengan ritual wisata. Keraton memiliki tanggung jawab Islam yang dilakukan oleh umat di Mas- moral untuk mengembangkan kebuda- jid Agung. Keberadaan gamelan sekaten yaan dan syiar agama. di Surakarta, yaitu Kiai Guntur Madu dan Sebagai pendukung dan pelindung Kiai Guntur Sari tidak dapat dipisahkan agama, Kraton wajib menyemarakkan satu dengan yang lainnya karena mempu- syiar Islam. Para Sunan dan Sultan senan- nyai makna saling berkaitan. Madu dan tiasa berusaha menyelaraskan lingkungan sari berasal dari kembang atau bunga, ar- budaya dengan membangun berbagai sa- tinya kembang tanpa madu berarti kembang rana, baik yang bersifat struktural mau- tanpa sari. Gamelan sekaten diciptakan pun kultural demi tercapainya syiar Islam didasari sifat lahiriah dan batiniah. Sifat (Dipo Kusuma, wawancara, 15 Mei 2003). lahiriah berupa budaya gamelan atas nalar Dalam Sekaten masyarakat Islam melaku- dan dasar batin menurut kepercayaan kan ritual sesuai ajarannya, misalnya pe- Jawa berarti manembah, semedi dan berta- ngajian, syiar melalui ceramah, pertunjuk- pa. Wujud gamelan dinamakan yasan ar- kan rebana dengan menyajikan syair-syair tinya ciptaan, yang dianggap mempunyai Islami, sholat berjama’ah, dan pameran daya magis, karena didorong sikap untuk buku-buku Islam. Dengan demikian seka- manembah pada Sang Pencipta (Puger, wa- ten memberi arti penting dalam perkem- wancara, 17 Mei 2003) bangan dakwah Islamiyah, terutama kepa- Sebutan nama gending sekaten di da masyarakat yang masih peka terhadap kraton Kasunanan Surakarta pada da- tradisi kejawen, dapat lebih mengenal dan sarnya ada dua macam, yaitu rambu dan memahami ajaran-ajaran Islam. Hadawiyah Endah Utami, Kidung Sekaten Antara Religi 155 Di sisi lain kehadiran gamelan se- si dan asilimilasi sebagai warisan sejarah katen oleh sebagian masyarakat masih dan budaya masa lalu. diyakini dapat memberi ‘berkah’ dalam Runtuhnya Majapahit pada era pe- kehidupannya, bahkan dikeramatkan. merintahan raja Kerta Bumi, merupakan Tersedianya seperangkat sesaji yang be- titik awal perkembangan Islam di Jawa raneka ragam bentuknya, misal berupa oleh para Wali Sanga dan salah satu put- makanan, bunga-bungaan, bahkan terda- ra Majapahit yaitu Raden Patah. Perkem- pat bedak dan pewangi lainya merupa- bangannya dilakukan mulai dari wilayah kan bukti atas kedalaman penghayatan pesisir utara Jawa, dan kemudian berpusat keagamaanya. Sebagian masyarakat ma- di Kesultanan Demak yang dipimpin oleh sih meyakini apabila mendapatkan salah Sultan Patah (Hamzah, 2001:4) satu dari sesaji , akan mendapatkan berkah Sejak berdirinya kerajaan Demak yang bermacam-macam, misalnya awet pada abad ke 14 Masehi, mulai tumbuh muda, panennya subur, banyak rezeki, akulturasi kebudayaan istana yang bersi- panjang umur dan berbagai bentuk berkah fat Hindu-Jawa dengan kebudayaan pe- lainnya. santren. Dalam hal ini para sastrawan dan Aktivitas mencari berkah dalam budayawan Jawa bertindak aktif, mereka upacara shahadatain merupakan bentuk mempelajari dan mentransfer unsur-unsur akulturasi budaya Islam-Jawa secara nyata kebudayaan pesantren untuk memperka- yang masih berjalan dan berkembang. Ke- ya dan meningkatkan warisan budaya is- nyataan mencari berkah terlihat dari seba- tana masa lalu. gian masyarakat yang berusaha mengais Penyebaran Islam di seluruh Jawa rezeki dengan berjualan makanan berupa dan kemudian ke kepulauan lain di Indo- sego liwet, cabuk rambak yang kemudian nesia, dilakukan oleh mereka para ulama menjadi bagian tradisi sekaten. Sebagian yang tergabung dalam Wali Sanga. kelompok pedagang sengaja berjualan se- Kehadiran Wali Sanga merupakan tiap tahunnya untuk mendapatkan ‘berkah- awal masuknya Islam dalam budaya Nu- Nya’ pada upacara sekaten, pada hal hi- santara, kebudayaan Islam berkembang dup kesehariannya mereka bertani, usaha di pusat-pusat pemerintahan. Salah satu pande, pedagang hewan dan bermacam wali yang terkenal bagi orang Jawa ada- usaha lainnya. lah Sunan Kalijaga, seorang ulama yang Kehadiran Kidung Sekaten tari ritual sakti dan cerdas, budayawan yang santun garapan baru sebagai pelengkap upacara dan seniman yang hebat. Bahkan sebagi- dapat dipandang perkembangan bentuk an orang Jawa menganggap sebagai guru syiar ajaran Islam melalui pendekatan bu- agung dan suci di tanah Jawa (Purwadi, daya. Banyak simbol dan perilaku simbo- 2003:150). lis yang menyertainya. Dakwah Sunan Kalijaga dalam pe- Karya seni yang otentik merupakan nyebaran ajaran Islam adalah dengan cerminan dari diri senimannya. Suatu kar- pendekatan sosial budaya, seperti pertun- ya seni