GERAKAN HIJRAH KAUM MUDA MUSLIM DI KOTA MEDAN ( STUDI KASUS GERAKAN KOMUNITAS SAHABAT HIJRAHKUU )

TESIS

OLEH:

SAHRAN SAPUTRA 167047005

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara GERAKAN HIJRAH KAUM MUDA MUSLIM DI KOTA MEDAN ( STUDI KASUS GERAKAN KOMUNITAS SAHABAT HIJRAHKUU )

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sosial dalam Program Studi Sosiologi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAHRAN SAPUTRA 167047005

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : GERAKAN HIJRAH KAUM MUDA MUSLIM DI KOTA MEDAN ( STUDI KASUS GERAKAN KOMUNITAS SAHABAT HIJRAHKUU ) Nama Mahasiswa : Sahran Saputra Nomor Pokok : 167047005 Program Studi : Magister Sosiologi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dra. Pujiati, M.Soc.Sc, PhD) (Drs. Muba Simanihuruk, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Rizabuana Ismail, M.Phil., PhD) (Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si)

Tanggal Lulus: 28 Maret 2019

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada Tanggal : 28 Maret 2019

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Pujiati, M.Soc Sc, PhD Anggota 1. Drs. Muba Simanihuruk, M.Si 2. Prof. Rizabuana Ismail, M.Phil, PhD 3. Prof. Lusiana Andriani Lubis, MA, PhD

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

Judul Tesis

“GERAKAN HIJRAH KAUM MUDA MUSLIM DI KOTA MEDAN ( STUDI KASUS GERAKAN KOMUNITASSAHABAT HIJRAHKUU )”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syaratuntuk memperoleh gelar Magister Sosial pada Program Sosiologi SekolahPascasarjana

Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasilkarya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian- bagiantertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telahpenulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, danetika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atausebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri, atau adanya plagiatdalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksipencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnyasesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Maret 2019

Penulis,

Sahran Saputra

Universitas Sumatera Utara GERAKAN HIJRAH KAUM MUDA MUSLIM DI KOTA MEDAN ( STUDI KASUS GERAKAN KOMUNITAS SAHABAT HIJRAHKUU )

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu sebagai gerakan sosial baru kaum muda muslim di Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang mendukung proses gerakan hijrah dengan menggunakan teori gerakan sosial baru dengan tiga faktor utama pada gerakan sosial; struktur kesempatan politik, teori mobilisasi sumber daya, dan teori pembingkaian aksi kolektif, mengetahui pola- pola gerakan ditemukan melalui beberapa tipologi artikulasi gerakan sosial , serta tujuan perubahan sosial politik yang ingin dicapai dengan menggunakan perspektif Islam populisme dan post-Islamisme. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian didapati bahwa gerakan hijrah merupakan rentetan dari kesadaran kolektif yang terjadi dikalangan kaum muda muslim Kota Medan pasca gerakan aksi bela Islam. Struktur dan kesempatan politik yang terbuka di era reformasi telah memberikan kesempatan lebih kepada komunitas Sahabat Hijrahkuu untuk menyebarkan ide, gagasan, dan ideologinya secara bebas kepada khalayak. Organisasi digunakan sebagai kendaraan kolektif dalam memobilisasi dan meredistribusi seluruh akses sumber daya dalam mendukung gerakan. Jaringan sosial dari para mitra dan donatur dibangun untuk memberikan dukungan dana sebagai sumber daya terpenting, pemanfaatan basic skills para relawan disinergikan dengan kebutuhan gerakan, serta dukungan media partner dalam dukungan kampanye dan publikasi program yang dijalankan. Framing ideologi gerakan tercermin dalam moto “apapun harokahmu, aku saudaramu” yang diwujudkan ke dalam bentuk tindakan secara kolektif, seperti pengajian, aksi kemanusiaan, serta media framing dalam bentuk channel Youtube dan akun Instagram. Dari segi tipologi artikulasi gerakan sosial Islam, pola gerakan hijrah lebih tepat diposisikan sebagai gerakan sosial berbasis religiusitas, yang dilandasi oleh sikap religiusitas para penggeraknya, sebagai respon spiritual atas kondisi sosial dan spiritual kaum muda muslim di Kota Medan. Tujuan perubahan sosial politik dalam gerakan hijrah adalah mengembalikan identitas kaum muda muslim sebagai khairul ummah serta membangun tumbuh kembangnya kaum muda muslim sebagai muslim civil society dengan menghidupkan kembali mesjid menjadi ruang publik, ruang diskusi, dan negosiasi dalam gerakan serta pusat peradaban umat dan sentral aktifitas gerakan hijrah.

Kata kunci :Hijrah, Gerakan Sosial Baru, Tipologi Gerakan Sosial, Islam Populisme, Post-Islamisme

i

Universitas Sumatera Utara MIGRATION MOVEMENT OF YOUNG MUSLIMS IN MEDAN (A CASE STUDY ON SAHABAT HIJRAKUU COMMUNITY MOVEMENT)

ABSTRACT

The research is about migration movement by Sahabat Hijrakuu community as a new social movement of young Muslims in Medan. The objective of the research was to find out dominant factors which supported the process of this migration movement by using the theory of new social movement consisted of political opportunity structure, resource mobilization, and collective action frame and to find out its patterns through some articulation typology of Islamic social movement and the aim of socio-political change, using the Islamic perspective of populism and post-Islamism. The research used qualitative method, and the data were gathered by conducting observation, interviews, and library research. The result of the research shows that the development of migration movement is the series and the collective awareness of young Muslims in Medan in the post-Islam Defense Action movement. Open political structure and opportunity in the reformation era has given more opportunity to Sahabat Hijrakuu community to spread their ideas, and ideology to the people. Organization is used for political awareness in mobilizing and redistributing all accesses to resources in supporting it. Social network from partners and donors is developed for funds, campaign, and program and the use of basic skills of volunteers is synergized with the need of organization. Processing movement ideological framingn which appreciating ‗harokah‘ reflected in the motto, ‗whatever your harokah is, you‘re my brother‘ is realized in the collective actions such as Islamic discussion, human action, and framing media in the form of You tube channel and instagram. Referring to articulation typology of Islamic social movement, it is probably accurate if its pattern is positioned as religion based-social movement since its idea is based on religious attitude of its initiators as a spiritual response to social and spiritual condition of young Muslims in Medan. Its objective in socio-political change is to make young Muslims go back to ‗khairul ummah‘ and to develop them as civil society Muslims by breathing new life into Mosques as public spaces for discussion and negotiation in the movement and as the center of civilization for the people and of migration movement activities.

Keywords:Migration, New Social Movement, Social Movement Typology,Islamic Populism, Post-Islamism

ii

Universitas Sumatera Utara KATAPENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‗alamin, puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta‟ala, atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beserta salam kepada Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam. Sesungguhnya penyusunan tesis ini bukanlah hanya sebagai syarat akademik untuk menyelesaikan studi, namun jauh lebih dalam menuntun saya menjadi pribadi yang terus belajar khususnya dalam kajian Sosiologi. Selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah banyak membantu dan memberikan kontribusinya dalam merampungkan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dra. Pujiati, M.Soc.Sc, Ph.D, selaku dosen pembimbing I (satu) dan juga Bapak Drs, Muba Simanuhuruk, M.Si, selaku dosen pembimbing II (dua) yang sudah memberikan kontribusi baik itu masukan, kritik, gagasan, dan dorongan semangat dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Rizabuana Ismail, M.Phil, PhD selaku ketua program Magister Sosiologi FISIP USU dan Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si selaku sekretaris program Magister Sosiologi FISIP USU, Ibu Prof. Lusiana Andriani Lubis, MA, PhD sebagai penguji yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan penyusunan tesis ini. Terima kasih juga kepada segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus kepada Ibunda (Rusmiati & Paulina Batubara) dan Ayahanda (Arsyad Tami & Mara Alam Pohan), atas do‟a, cinta, dan kasih sayang yang tidak terhingga. Kepadan istri tercinta, Lidia Yunita, SE.MM yang selalu setia mendampingi dan memberikan dorongan semangat dalam pengerjaan penelitian ini dari awal hingga akhir. Ananda tercinta Alfatih Syahtami yang selalu menghadirkan semangat dan keceriaan saat rasa penat melanda, serta kakak, abang, dan adik-adik yang telah memberikan dukungan semangat serta do‟a yang senantiasa mengiringi penulis.

iii

Universitas Sumatera Utara Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kawan-kawan Magister Sosiologi angkatan 2016, Bang Donald, Kak Jenny, Riki, Rizki, dan Septy yang telah bersama-sama membulatkan tekad untuk menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu, namun kesibukan dan keterbatasan ruang dan waktu jugalah yang akhirnya mempengaruhi tekad kita, semoga sukses selalu meyertai kita. Terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada seluruh informan dalam penelitian ini, yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi dalam penyempurnaan penulisan tesis ini, terkhusus kepada seluruh kawan-kawan relawan dan pejuang dakwah di komunitas Sahabat Hijrahkuu yang telah memberikan inspirasi bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, hal ini juga memungkinkan bgai penulis untuk menerima masukan dan kritikan yang membangun dalam berbagi pengetahuan dengan penulis lainnya yang berada pada pembahasan yang sama. Penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Medan, Maret 2019 Penulis

Sahran Saputra

iv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii GLOSARIUM ...... ix BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian...... 1 1.2. Rumusan Masalah ...... 12 1.3. Tujuan Penelitian...... 12 1.4. Manfaat Penelitian...... 13 BAB II KAJIAN LITERTUR ...... 14 2.1. Teori Gerakan Sosial ...... 14 2.2. Gerakan Sosial Baru (New Social Movement) ...... 17 2.3. Faktor Perkembangan Gerakan Sosial ...... 23 2.3.1. Struktur Kesempatan Politik (Political opportunity structure) ...... 24 2.3.2. Teori Mobilisasi Sumber Daya(Resource Mobilization Theory) ...... 25 2.3.3. Pembingkaian Aksi Kolektif(Collective Action Frames) ...... 28 2.4. Aspek Organisasi Gerakan Sosial ...... 29 2.5. Gerakan Sosial Islam ...... 32 2.6. Tipologi Artikulasi Gerakan Sosial Islam ...... 37 2.7. Gerakan Sosial dalam Perspektif Islam Populisme dan Post-Islamisme ...... 42 2.8. Hijrah ...... 47 2.9. Hijrah : Semangat Perubahan Untuk Kalangan Muda ...... 52 2.10. Kaum Muda Islam ...... 54 2.11. Kaum Muda Islam Sebagai Kelas Menengah Muslim ...... 56 BAB III METODE PENELITIAN...... 61 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...... 61 3.2. Lokasi Penelitian ...... 63 3.3. Teknik Pengumpulan Data ...... 63 3.3.1. Observasi ...... 63

v

Universitas Sumatera Utara 3.3.2. Wawancara ...... 64 3.4. Teknik Pengambilan Informan ...... 65 3.5. Analisis Data ...... 66 3.6. Teknik Validasi Data ...... 67 BAB IV PROFIL KOMUNITAS SAHABAT HIJRAHKUU ...... 70 4.1. Sejarah Berdirinya Komunitas Sahabat Hijrahkuu ...... 70 4.2. Visi dan Misi Komunitas Sahabat Hijrahkuu ...... 72 4.2.1. Visi ...... 72 4.2.2. Misi ...... 72 4.3. Logo Komunitas Sahabat Hijrahkuu ...... 73 4.4. Struktur Organisasi ...... 76 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...... 77 5.1. Faktor Dominan Dalam Terbentuknya Gerakan Hijrah Kaum Muda Islam ... 77 5.1.1. Struktur Kesempatan Politik Gerakan Hijrah ...... 77 5.1.2. Mobilisasi Sumber Daya ...... 109 5.1.3. Membangun Framing Gerakan Hijrah ...... 119 5.2. Hijrah Dalam Tipologi Artikulasi Gerakan Sosial ...... 133 5.2.1. Hijrah dan Gerakan Sosial Fundamentalis-Radikal...... 133 5.2.2. Hijrah dan Gerakan Sosial Formalis-Simbolik ...... 137 5.2.3. Hijrah dan Gerakan Sosial Rasional-Inklusif...... 144 5.2.4. Hijrah dan Gerakan Sosial Emansipatoris-Transformatif ...... 149 5.2.5. Hijrah Sebagai Gerakan Sosial Berbasis Religiusitas ...... 156 5.2.6. Hijrah dalam Perspektif Islam Populisme dan Post-Islamisme...... 168 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...... 181 6.1. Kesimpulan ...... 181 6.2. Saran ...... 184 DAFTAR PUSTAKA ...... LAMPIRAN ......

vi

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Komparasi Islam Populis dan Post-Islamisme ...... 47 5.1. Komparasi Tipologi Artikulasi Gerakan Sosial Islam dan Gerakan Hijrah ...... 154 5.2. Perubahan Sosial Politik Gerakan Hijrah dalam Perspektif Islam Populisme dan Post- Islamisme ...... 180

vii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Gerakan Hijrah ...... 60 4.1. Logo Sahabat Hijrahkuu ...... 73 4.2. Struktur Organisasi Sahabat Hijrahkuu ...... 76

5.1. Poster informasi program Kajian Pra dan Pasca Nikah ...... 103

5.2. Screenshot video seruan Ahmad Kamal sebagai ketua komunitas Sahabat Hijrahkuu untuk deklarasi gerakan #2019gantipresiden di Medan ...... 104

5.3. Poster Program Kelas Olahraga Panah ...... 125

5.4. Video Live Streamingdi Channel Youtube Sahabat Hijrahkuu ...... 127

5.5. Akun Instagram Sahabat Hijrahkuu Medan dan ProfilChannelYoutube Sahabat Hijrahkuu 128 ......

5.6. Program sosial kemanusiaan komunitas Sahabat Hijrahkuu berbagi sembako dan tenda becak motor ...... 150

5.7. Flyer himbauan donasi program sosial Sahabat Hijrahkuu berbagi dengan Yatim dan Dhuafa ...... 152

5.8. Bagan Alur Gerakan Hijrah ...... 167

viii

Universitas Sumatera Utara

GLOSARIUM

„Illat Dikalangan ulama Ushul Fiqh, „illat itu diartikan dengan sesuatu yang menjadipautan hukum. Dengan kata lain, „illat itu ialah sesuatu yang menjadi alasan ataudasar yang melatarbelakangi penetapan hukum syara‟(Al-Ghazali, 1971).

Akhwat Saudara perempuan / kelompok perempuan

Amal Jama‟i Gerakan bersama, secara bahasa berarti sekelompok manusia yang berhimpun bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama

Amal Jariyah Perbuatan baik yang mendatangkan pahala bagi yang melakukannya, meskipun ia telah berada di alam akhirat. Pahala dari amal perbuatan tersebut terus mengalir kepadanya selama orang yang hidup mengikuti atau memanfaatkan hasil amal perbuatannya ketika di dunia

Amar ma'ruf nahi munkar Frasa dalam bahasa Arab yang maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam syariat Islam hukumnya adalah wajib

Asbabun nuzul Ilmu yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al- Qur'an diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat itu

Batiniyah Sesuatu yang berhubungan dengan batin (jiwa atau hati); mengenai batin

Bid‟ah Perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan.Secara linguistik,

ix

Universitas Sumatera Utara istilah ini memiliki arti inovasi, pembaruan, atau doktrin sesat

Darul Islam Negara Islam

Do‟a Qunut Do'a yang di baca seorang muslim dalam sholat dengan berdiri lama, diam, selalu taat, tunduk, doa dan khusu'. Misalnya Qunut Subuh, yang di baca dalam sholat subuh pada i'tidal rakaat akhir

Dzahiriyah Sesuatu yang teramati atau yang nampak

Fardhu „ain Status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu yang telah memenuhi syaratnya. Dalam Islam, meninggalkan aktivitas yang hukumnya fardu „ain akan menyebabkan pelakunya mendapatkan dosa

Fardhu kifayah Status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur. Contoh aktivitas yang tergolong fardu kifayah: Menyalatkan jenazah muslim

Fastabiqul khairat Sebuah ajakan yang artinya berlomba-lombalah berbuat kebajikan

Fath al-Makkah Pembebasan Mekkah, yaitu peristiwa yang terjadi pada tahun 630M tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8H, di mana Nabi Muhammad beserta pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikitpun, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka'bah

Futur Kehilangan gairah, berasal dari rasa malas, lesu, kendor, bosan, dan berlambat-lambat dan puncaknya adalah berhenti dari aktivitas sama sekali

x

Universitas Sumatera Utara Ghirah Perasaan cemburu dalam bentuk semangat yang menggeloraatas dasar iman dan kecintaan terhadap Islam.

Hablum minallah Secara bahasa, arti Hablum Minallah adalah hubungan dengan Allah. Sedangkan secara syari'ah, artinya adalah perjanjian dengan Allah yakni masuk dalam islam dan beriman dengan islam dimana iman ini adalah jaminan keselamatan di dunia dan akhirat

Hablum minannas Hubungan dengan sesama manusia

Harokah Langkah-langkah, usaha-usaha dan gerakan- gerakan yang bersifat Islami, yaitu berdasarkan asas-asas, aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, baik dalam tujuan, aqidah dan sikap atau suluknya

Ibrah Melihat sesuatu lalu mengambil pelajaran dari sesuatu yang dilihatnya

Ijma‟ Kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Al- Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara yang terjadi

Ijtihad Sebuah usaha yang sungguh-sungguh untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Ikhtilaf Istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti perbedaan, perselisihan, dan pertukaran

Ikhwan Saudara laki-laki / kelompok laki-laki

Insilakh Lepasnya seorang da‟i dari ikatan dakwah,yang menunjuk pada sikap mental yang bermasalah dalam dinamika dakwah

Istiqomah Tetap dalam ketaatan dan di atas jalan yang

xi

Universitas Sumatera Utara lurus dalam beribadah kepada Allah

Jahiliyah Konsep dalam agama Islam yang menunjukkan masa di mana penduduk Mekkah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan)

Kaffah Kaffah secara bahasa artinya keseluruhan. Muslim yang kaffah berarti mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Dengan demikian, Muslim yang kaffah tidak berhenti pada ucapan kalimat syahadat saja. Muslim yang kaffah tidak berhenti pada ritual- ritual keagamaan saja, tetapi sudah menjajaki substansi dari ritual-ritual tersebut.

Kafir harbi Orang kafir yang memerangi kaum Muslimin dan halal darahnya untuk ditumpahkan (dibunuh/ diperangi)

Kaum Mushtad‟afin Kaum lemah, kaum yang secara ekonomi miskin, dan secara politik dikebiri hk-haknya, sehingga banyak hak-hak dasarnya yang tidak diberikan oleh Negara

Kejumudan Perihal jumud; kebekuan; kemandekan. Kata jumud diartikan sebagai hilangnya masa keemasan Islam menjadi masa kefakuman total

Kelompok haloqah Kelompok pengajian dimana orang-orang yang ikut dalam pengajian itu duduk melingkar. Dalam bahasa lain bisa juga disebut majelis taklim, atau forum yang bersifat ilmiyah

Kelompok Mutasyaddid Kelompok yang terkenal keras dan mudah mengkritik perawi hadits dengan sebab-sebab yang menurut para imam lainnya tidak mempengaruhi kedudukan seorang perawi

Khairu ummah Umat terbaik yang menjadi teladan, umat yang sejahtera, umat yang menjadi panutan manusia seluruhnya

Khilafiyah Perbedaan pandangan di antara ulama terhadap suatu persoalan hukum. Khilafiyah juga dapat

xii

Universitas Sumatera Utara terjadi pada aspek lain seperti politik, dakwah.

Khulafaurrasyidin Empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam

Mahdhah Penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung

Manhaj Kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap pelajaran-pelajaran ilmiah, seperi kaidah-kaidah bahasa arab, ushul „aqidah, ushul fiqih, dan ushul tafsir di mana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar

Mazhab Kata "mazhab" berasal dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkret maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya

Muamalah Sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat,karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri.

Sedangkandalam arti khusus muamalah adalah aturan dari Allah dengan manusia lain dalam hal pengembangan harta benda.

xiii

Universitas Sumatera Utara Mudzakarah Pertukaran pikiran tentang suatu masalah

Pakaian syar‟i Merujuk pada kode etik pakaian dalam ajaran Islam, yaitu berpakaian sesuai tuntutan syariat, bahwa siapapun diantara umat Islam, harus berpakaian dengan menutupi auratnya.

Qiyas Menggabungkan atau menyamakan artinyamenetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama

Rahmatan lil alamin Rahmat untuk seluruh alam

Ruhiyah Kekuatan inti dari seseorang dalam menunaikan kerja kerja amal dakwah dan ruhiyah itu tercermin dari pada keteduhan diri, ibadah, tilawah Quran, puasa sunnah, qiyamullail dan ibadah – ibadah lainnya

Sunnah Jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan.

Syahadat Sebuah pernyataan kepercayaan sekaligus pengakuan akan keesaan Tuhan (Allah) dan Muhammad sebagai rasulNya.

Syahid Seorang Muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah

Syara‟ Seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam

xiv

Universitas Sumatera Utara Syura Sebuah proses yang dilakukan oleh sebuah majelis atau perkumpulan dari sebuah organisasi ataupun masyarakat yang anggotanya dipilih untuk mementukan keputusan atas suatu hal.

Ta‟aruf Proses penjajakan atau mengenal calon pasangan hidup dengan bantuan dari seseorang atau lembaga sebagai mediator dalam memilih pasangan sesuai kriteria yang diinginkan, yang merupakan proses awal menuju jenjang pernikahan

Ta‟ashub Fanatik buta

Tabligh akbar Acara pengajian Al-qur'an bersklala besar atau pertemuan keagamaan yang diadakan secara masal. Acara ini sering menyertai khutbah, zikir, dan dakwah.

Takfiri Sebutan bagi seorang Muslim yang menuduh Muslim lainya sebagai kafir dan murtad. Tuduhan itu sendiri disebut takfir, berasal dari kata kafir (kaum tidak beriman), dan disebutkan sebagai "orang yang mengaku seorang Muslim tetapi dinyatakan tidak murni Islamnya dan diragukan keimanannya.

Taushiyah Merujuk kepada kegiatan siar agama (dakwah) yang disampaikan secara tidak resmi (informal), berbeda dengan tabliq, ceramah, orasi, atau kotbah yang lebih berkonotasi kepada pidato serius yang dihadiri oleh ribuan bahkan puluhan ribu jamaah.

Ukhuwah insaniyyah Persaudaraan sesama umat manusia

Ukhuwah Islamiyah Konsepsi Islam yang menyatakan bahwa setiap muslim dengan muslim lainnya pada hakikatnya adalah saudara

Ulama fuqaha Fuqaha adalah kata majemuk bagi faqih, yaitu seorang ahli fiqih. Fiqih adalah bidang jurisprudence atau hukum-hakam menyangkut peribadatan ritual baik perseorangan, atau di

xv

Universitas Sumatera Utara dalam konteks sosial umat Islam.

Ulama mu‟tabarah Ulama yg diperhitungkan dan dipercaya tingkat keilmuannya

Ushul fiqh Ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.

Wasilah Wasilah secara bahasa (etimologi) berarti segala hal yang dapat menyampaikan serta dapat mendekatkan kepada sesuatu. Yaitu mengamalkan suatu amalan yang dengannya ia dapat mendekatkan diri kepada Allah, sebagai perantara. Selain itu wasilah juga mempunyai makna yang lainnya, yaitu kedudukan di sisi raja, derajat dan kedekatan(al-Albani, 1985).

xvi

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Globalisasi dengan visi multi-kultural dan multi-religiusnya adakalanyadianggap dapat mengancam pelbagai identitas lokal dan primordial.

Tidak sedikitorang yang mengalami krisis identitas dan kehilangan orientasi nilai- nilai moral,etika, dan spiritual. Dalam konteks ini muncul peluang bagi lahirnya gerakan-gerakansosial yang terbuka dengan luas. Gerakan sosial biasanya berkembang sesuai dengan kecendrungan orientasi pembangunan dan modernisasi yang sedang berlangsung dalam suatu negara.

Globalisasi dan modernisasi memang telah membuka ruang bagi berkembangnya gerakan sosial. Wujudnya pun sangat bervariasi sesuai dengan kecendrungan yang terjadi dalam masyarakat. Kemunculan gerakan sosial ini tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk menawarkan kerangka pemecahan masalah yang berada diluar skenario negara atau mencari gagasan alternatif bagi proses pembangunan, baik fisik maupun sosial.

Umumnya, gerakan sosial lahir dan diinisiasi oleh beberapa individu atau kolektif dalam masyarakat, semisal kaum intelektual, cendekiawan, kelompok atau organisasi yang memiliki kesadaran berikut perhatian khusus terhadap masyarakat dan lingkungannya. Tegas dan jelasnya, berbagai pihak pencetus gerakan sosial tersebut tidak terintegrasi oleh mainstream sistem politik yang berlaku dan bukan pelaku pemerintahan. Namun, ada kalanya pula ketika elit

1

Universitas Sumatera Utara pemerintahan membelot dan menggandeng masyarakat untuk melakukan perubahan, dapat dikategorikan sebagai bentuk gerakan sosial, mengingat terdapat keterlibatan sipil didalamnya.

Disepanjang tahun 2017, kaum muda Islam Indonesia diramaikan oleh salah satu trend yang tergolong baru, yaitu sebuah gerakan dakwah bernama

“Hijrah”.Belakangan ini marak ditemui kampanye gerakan hijrah di media sosial.

Di Instagram misalnya, sampai dengan tulisan ini dibuat, jika kita menuliskan tagar #hijrah di kolom pencarian, maka akan ditemukan lebih dari 4,5 juta kiriman tentang topik ini. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan hijrah sejatinya merupakan gerakan yang dilakukan secara masif.

Namun, walaupun gerakan ini dilakukan secara masif, gerakan hijrah hanya populer di kalangan anak muda kelas menengah perkotaan. Hal ini terjadi karena memang kampanye hijrah paling masif dilakukan di media sosial, dimana pengguna terbesarnya adalah anak muda kelas menengah perkotaan.

Kaum muda memang selalu penuh dengan kejutan. Dalam waktu singkat, sebuah perubahan bisa mengantarkan petualangan diri mereka pada titik berdiri yang jauh bertolak belakang dari posisi sebelumnya. Dari seorang yang acuh, seketika mereka dapat menjadi begitu peduli. Dari yang asalnya mencaci, lompatan sikap bisa membuatnya begitu mencintai. Tentu semua pasti ada sebabnya. Namun, seringkali pula, sebab itu sukar bisa dipahami secepat perubahannya. Perubahan ini erat kaitannyadengan sebuah proses pergumulan mereka dengan agama. Intensitas kajian keagamaan yang mereka ikuti, membawa semangat perubahan yang diklaim sebagai usaha perbaikan kualitas diri.

2

Universitas Sumatera Utara Pembahasan mengenai kesalehan dan dinamika keberagamaan kaum muda muslim, khususnya mereka yang berada pada generasi milenial memang menarik untuk diteliti. Faisal (2017) dalam penelitiannya mendapati adanya semangat keagamaan yang sedang menguat pada generasi phi sejak tahun 2003. Generasi muslim Indonesia ingin menjadi saleh, lebih baik, dan memiliki pemahaman agama. Menurutnya, bagi generasi milenial, perilaku menjadi saleh, rajin beribadah, dianggap sesuatu yang anti-mainstream dan sesuatu yang dianggap keren. . Hijrah menjadi kata kunci untuk memahami fenomena ini.

Hijrah secara etimologis diartikan sebagai perpindahan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam lanskap historis, hijrah sangat identik dengan sebuah proses meninggalkan kehidupan jahiliahmenjadi kehidupan lebih baik pada jaman kenabian(Abidin, 2017). Hijrah memiliki makna ruhiyah, yaitu seseorang yang meninggalkan perbuatan maksiat dan tidak menoleh pada hal-hal yang menyebabkan Allah murka(Muhammad, 2014).Sehingga, hijrah menjadi kata yang spesifik untuk bisa menggambarkan sebuah aktivitas dengan nuansa yang cukup profetik.Berhijrah dimaknai sebagai proses mendekatkan diri dengan kebaikan.

Hal yang menarik pada gerakan hijrah adalah bahwa gerakan hijrah sama sekali tidak terorganisir dan terpusat secara nasional. Sangat berbeda dengan kecendrungan yang selama ini terjadi, dimana biasanya sebuah gerakan sosial yang terjadi secara nasional dan berdampak besar, dapat dipastikan gerakan tersebut terorganisir dengan baik dan terpusat. Seperti aksi bela Islam pada akhir tahun 2016 silam misalnya.

3

Universitas Sumatera Utara Namun demikian, gerakan hijrah mulai terlihat begitu masif pasca gerakan aksi bela Islam di akhir tahun 2016.Pasca aksi bela Islam, banyak komunitas– komunitas yang muncul melakukan gerakan hijrah dengan didominasi kaum muda muslim sebagai anggotanya. Yang membedakannya dengan gerakan aksi bela

Islam, bahwa gerakan ini tidak memiliki ketua, koordinator, atau penanggung jawab utama secara nasional yang bertugas memastikan gerakan ini berjalan dengan baik. Padahal, gerakan hijrah dilakukan dalam skala lokal di hampir semua kota di Indonesia. Dan, di setiap kota pun gerakan ini tidak terpusat pada satu komunitas saja. Bisa ada puluhan komunitas hijrah di tiap kota, yang antara komunitas satu dengan yang lain boleh jadi tidak saling mengenal.

Setelah 18 tahun usia reformasi, tepatnya di penghujung tahun 2016, muncul sebuah corak baru perkembangan budaya organisasi Islam berwajah tak biasa. Perubahan tersebut bisa dilihat dari gerakan aksi damai 411 (November

2016) dan 212 (Desember 2016) yang menghadirkan wajah masyarakat muslim yang berbeda dari sebelumnya. Ini menandakan bahwa masyarakat muslim di era reformasi sangat dinamis, namun juga terdapat kemungkinan sebagai tanda bahwa umat Muslim tengah bergerak ke arah yang berbeda dari organisasi masyarakat tradisional semisal NU dan .

Aksi bela Islam sendiri merupakan rangkaian aksi unjuk rasa sebagai reaksi atas pernyataan gubernur DKI , Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengeluarkan pernyataan yang dianggap menistakan agama dalam kunjungan kerjanya ke Kepulauan Seribu. Namun aksi tersebut bukanlah aksi unjuk rasa dengan kekerasan anarkis melainkan dengan aksi long march, unjuk rasa yang

4

Universitas Sumatera Utara berjalan damai serta berdoa, tausyiah, dan sholat jumat berjamaah yang terorganisir.

Aksi damai 212 sebenarnya merupakan puncak dari aksi yang memperlihatkan bertemunya berbagai elemen sipil Islam yang tidak membawa bendera formal apapun. Solidaritas elemen-elemen ini muncul sebagai bentuk akumulasi kekecewaan pada penegakan hukum yang terkait dengan ketersinggungan umat Muslim baik kepada Ahok atau pada periswa-peristiwa hubungan antara umat beragama yang mereka rasakan tidak ada penegakan hukum yang adil.

Gerakan aksi ini merupakan gerakan yang dilakukan masyarakat secara kolektif, khususnya sebagian besar umat muslim di Indonesia dari berbagai latar belakang yang berbeda, atas gerakkan masyarakat muslim dan berbagai elemen keagamaan dengan tujuan bersama yaitu penegakan hukum atas pernyataan Ahok dalam menjaga hak pribadi masyarakat dalam hal ini muslim di Indonesia.

Adanya partisipasi dan loyalitas yang ditunjukkan dengan demikian banyaknya muslim dalam aksi damai bela Islam ditenggarai banyak dipengaruhi sentimen agama. Agama itu masalah yang sangat prinsip dan bahkan sakral dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, walaupun keikutsertaan dalam aksi damai tidak bisa secara sederhana menjadi parameter dalamnya iman dan taqwa seseorang, tapi secara umum orang yang terlibat dalam aksi dianggap mempunyai komitmen Islam yang lebih tinggi. Keikutsertaan dalam masa aksi damai bela

Islam sangat berkaitan dengan kesadaran identitas.

5

Universitas Sumatera Utara Melalui gerakan aksi bela Islam ini, kaum muda Muslim Indonesia menemukan satu titik dimana mereka memahami arti penting dari kerja kolektif

(amal jama‘i). Kesadaran ini akan berdampak elementer bagi dunia gerakan pemuda dan mahasiswa, salah satunya semakin banyaknya publik muslim yang berpihak pada agenda gerakan Islam. Kesadaran kolektif akan identitas diri sebagai bagian dari Islam ini lah yang dimanfaatkan oleh para relawan dakwah komunitas hijrah untuk terus mengembangkan misi organisasinya dengan merekrut para relawan yang umumnya berasal dari kalangan kaum muda Muslim terdidik.

Dalam komunitas hijrah yang dibentuk, mereka kaum muda Muslim selalu terhubung satu sama lain dalam kesadaran yang serupa terhadap apa yang disepakati dan mereka yakiniakan makna hijrah dalam sebuah konteks peradaban sosial hari ini, sehingga terdapat benang merah dalam tercapainya kesadaran kolektif. Adanya interaksi sosial yang terus menerus berpotensi menciptakan kesadaran kolektif, seperti mendengar khutbah, tausiah, dan diskusi-diskusi dalam setiap pengajian rutin yang mereka lakukan. Hubungan antar kesadaran tiap individu inilah yang disebut kesadaran kolektif.

Disisi lain, gejala islamophobia sedikit banyak telah merasuk kedalam jiwa umat Islam, banyak diantaranya yang justru takut terhadap ajaran agamanya sendiri. Islamophobia berujung pada bentuk perasangka dan diskriminasi terhadap

Muslim dan ajarannya. Istilah islamophobia ini sebenarnya sudah populer sejak tahun 1980, namun lebih populer sejak terjadi serangan di WTC Amerika Serikat pada 11 september 2001.

6

Universitas Sumatera Utara Islamophobia yang menjangkiti Amerika dan Eropa ternyata kini juga telah merambah ke Indonesia. Hal ini sangat mengherankan, mengingatkan Indonesia berstatus sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia. Merupakan sebuah hal yang dipandang ganjil ketika di dalam komunitas Islam, terjadi ketakutan akan Islam itu sendiri.

Di Indonesia, gejala islamophobia yang berwujud pada kecemasan dan tuduhan negatif terhadap Islam ini mulai terjadi sejak peristiwa Bom Bali pada tahun 2002 silam. Sejak kejadian itu, terdapat sejumlah rentetan penangkapan tersangka yang semua tersangkanya berpenampilan Muslim. Kondisi ini kemudian membuat masyarakat Indonesia mulai menaruh pandangan miris padalaki-laki Muslim berjenggot lebat, jidat bertanda hitam, bercelana cingkrang dan bergamis panjang, begitu pula dengan wanita bercadar dan berjubah hitam.

Para kaum muda Muslim yang memutuskan untuk berhijrah, sebagian besar dari mereka menampilkan cara berpakaian dan berpenampilan seperti apa yang selama ini di persepsikan orang terhadap ciri-ciri pakaian seorang teroris, yakni berjenggot lebat dan bercelana cingkrang serta berjubah pada laki-laki, dan bercadar serta berhijab pada peremuan. Ketakutan ini juga berasal dari para orang tua yang anaknya menjalani proses hijrah. Banyak para orangtua yang khawatir begitu melihat anaknya berubah menjadi baik. Seorang ibu ketakutan saat melihat perubahan anaknya yang signifikan setelah mengkuti pengajian dan ber-hijrah, karena melihat pakaian putrinya itu sangat rapi, menutup aurat sesuai syariat

Islam. Gejala islamophobia dengan segala isu dan stereotip terhadap gerakan keislaman tentu menjadi kendala tersendiri bagi perkembangan gerakan hijrah yang saat ini tengah digandrungi oleh kalangan kaum muda Muslim.

7

Universitas Sumatera Utara Seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, fenomena gerakan hijrah ini juga terjadi di Kota Medan yang juga didominasi oleh anak anak muda dari kalangan intelektual, termasuk pelajar dan mahasiswa.Sebuah fenomena gerakan sosial yang didasari kesadaran kolektif akan identitas diri sebagai bagian dari

Islam, memberikan kontribusi terhadap kesadaran kaummudaMuslim. Berangkat atas kesadaran identitas inilah, kian banyak kaum muda Muslimyang peduli dengan sesamanya dan yang terpenting pada agamanya.

Di Kota Medan sendiri terdapat ragam organisasi komunitas gerakan hijrah yang telah memberi warna baru bagi dunia pergerakan sosial kaum muda Muslim, diantaranya Komunitas Sahabat Hijrahkuu, Komunitas Sahabat Istiqomah,

Komunitas Kawan Hijrahkuu, Sahabat Fillah Medan,Laskar Hijrah, Pejuang

Hijrah, Pejuang Subuh Medan, dan lain sebagainya. Namun dalam penelitian ini peneliti akan menjadikan Komunitas Sahabat Hijrahkuu sebagai objek penelitian, hal ini peneliti lakukan karena selain agar penelitian ini lebih fokus dan mendalam, juga karena berdasarkan pengamatan peneliti bahwa Komunitas

Sahabat Hijrahkuu merupakan komunitas hijrah yang paling aktif diantara komunitas hijrah lainnya yang ada di Kota Medan.

Dalam pengamatan peneliti, gerakan hijrah yang mereka bangun setidaknya mampu mengalirkan kebermanfaatan secara sosial. Isu-isu ketimpangan sosial terkait terbatasnya akses pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat miskin, dan isu distribusi kesejahteraan secara adil, merupakan beberapa isu strategis yang juga menjadi perhatian dari semangat perubahan yang dibangun dalam gerakan komunitas anak muda yang berhijrah.

8

Universitas Sumatera Utara Ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang gerakan hijrah yang dilakukan oleh kaum muda Muslim. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh

Lucky Tyaz Fadilah dan O Hasbiansyah(2018)terkait dengan aktifitas dakwah komunitas The Shift Gerakan Pemuda Hijrah di Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui motif didirikannya komunitas The Shift Gerakan

Pemuda Hijrah, mengetahui aktifitas komunitas dalam berdakwah dikalangan pemuda di Kota Bandung, serta mengetahui makna komunitas bagi para anggotanya.Penelitian ini mengunakan teori fenomenologi dan teori interaksional simbolik. Hasil penelitian menunjukan bahwa motif didirikan komunitas The Shift

Gerakan Pemuda Hijrah adalah untuk merangkul orang-orang yang mereka kategorikan sebagai ring 3 (netral, tidak mendukung dakwah, tetapi juga tidak mengganggu) dan orang-orang yang berada pada ring 4 (islamophobia) agar mau belajar ilmu agama Islam. Aktifitas dakwah komunitas The Shift Gerakan Pemuda

Hijrahmayoritas berbasis di media sosial. Sedangkan makna komunitas The Shift

Gerakan Pemuda Hijrahbagi para anggotanya adalah sebagai wadah wasilah atau wadah untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama.

Studi mengenai gerakan hijrah kaum muda Muslim lainnya dilakukan oleh

Ditha Prasanti dan Sri Seti Indriani(2017)terkait dengan interaksi sosial anggota komunitas Let‟s Hijrah dalam media sosial group Line.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :(1) Mengetahui interaksi sosial anggota komunitas Islam Let‟s

Hijrah dalam media sosial group LINE. (2)Mengetahui topik yang dibicarakan anggota komunitas Islam Let‟s Hijrah dalam media sosial group LINE. (3)

Mengetahui efek interaksi sosial anggota komunitas Islam Let‟s Hijrah dalam media sosial group LINE, bagi kehidupan pribadi masing-masing. Hasil penelitian

9

Universitas Sumatera Utara menunjukan bahwa: (1) Interaksi sosial yang terjadi pada anggota komunitas Let‟s

Hijrah dalam media sosial group LINE sering memicu timbulnya perdebatan yang mengarah pada persepsi negatif bagi para anggotanya; (2) Topik yang dibicarakan dalam media sosial LINE tentang apapun yang berhubungan dengan fiqih Islam ada perbedaan pandangan terhadap agama yang tampak dalam gerakan keagamaan.

Selain studi terkait gerakan hijrah, ada beberapa studi lain mengenai gerakan sosial Islam, diantaranya penelitianyangpernah dilakukan oleh Dady

Hidayat(2012), yang meneliti tentang gerakan dakwah Salafi di Indonesia pada era reformasi. Penelitian ini berfokus pada kerangka gerakan sosial yang mencoba melihat perkembagannya melalui tiga faktor,yaitu political opportunity structures, framing process, dan resources mobilization. Dengan ketiga faktor tersebut, penelitian ini mencobamelihat fenomena struktural yang memunculkan dan memberikankesempatan kepada Salafi untuk berkembang dan mendeskripsikanperan aktor dalam mengemas ideologi (framing) serta memobilisasisumber daya yang dimiliki (resources and mobilization).

Studi lainnya tentang gerakan sosial Islam juga dilakukan oleh Abdullah

Sattar(2013)terkait dengan fenomena sosial fundamentalisme Islam. Penelitian ini hendak melihat akar-akar sosial politik muncul danberkembangnya fenomena fundamentalisme dalam dunia Islam.Gerakan fundamentalisme Islam setidaknya memiliki empat motif yangmenjadi arah gerakannya: sebagai gerakan pembaruan, reaksi terhadaparus modernitas, reaksi terhadap westernisasi, dan keyakinan terhadapagama sebagai teologi alternatif. Berpegang pada prinsip- prinsipperlawanan (oppositionalism), penolakan terhadap hermeneutika,penolakan

10

Universitas Sumatera Utara terhadap pluralisme dan relativisme, serta penolakanterhadap perkembangan historis dan sosiologis, gerakan fundamentalisberkembang dari gerakan keagamaan menjadi gerakan politik-ideologis. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa kemunculan fundamentalisme di dunia Islam disebabkanoleh beberapa faktor, yaitu adanya represi (penindasan) politik,kegagalan rezim sekular dalam merumuskan kebijakan danmengimplementasikannya di dalam kehidupan masyarakat, responterhadap Barat (rasionalisasi, modernisasi, sekularisasi dan kapitalisme),respon atas situasi politik internasional yang sering membuat duniaIslam tersudut atau bahkan teraniaya, serangan kultural (budaya)terhadap masyarakat Islam dan terakhir kegagalan negara-negaradengan mayoritas penduduk beragama Islam dalam mensejahterakanmasyarakatnya.

Fenomena hijrah dan pola gerakan sosial komunitas pemuda hijrah di Kota

Medan menjadi menarik untuk dikaji guna mendapatkan gambaran yang jelas, khususnya menyangkut dengan capaian perubahan dan pola gerakan sosial yang dibangun dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji “gerakanhijrah sebagai gerakan sosial baru kaum muda Muslim di

Kota Medan”. Pada penelitian ini, peneliti akan menelaah gerakan hijrah dengan menggunakan pendekatan teori gerakan sosial baru, dan melihat tujuan perubahan sosial dan politik dalam perspektif IslamPopulisme dan Post-Islamisme.

11

Universitas Sumatera Utara 1.2. Rumusan Masalah

Fokus bahasan pada penelitian ini menitik beratkan pada gerakan hijrah dalam perspektif Islam Populisme dan Post Islamisme sebagai gerakan baru kaum muda Muslim di Kota Medan.

Penelitian ini memiliki beberapa uraian pertanyaan berkaitan dengan hijrah dan gerakan sosial kaum muda Muslim di Kota Medan, antara lain :

1) Apa yang menjadi faktor dominan dalamterbentuknyagerakan hijrah kaum

muda Muslim?

2) Apa saja pola-pola gerakan dan tujuan perubahansosial politik yang ingin

dicapai dalam gerakan hijrah kaum muda Muslim?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pertanyaan padarumusan masalah penelitian, ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini:

1) Menjelaskan faktor dominan dalam terbentuknya gerakan hijrah kaum muda Muslim 2) Menjelaskan pola-pola gerakan dan tujuan perubahan sosial politik yang

ingin dicapaidalam gerakan hijrah yang dilakukan oleh kaum muda

Muslim

12

Universitas Sumatera Utara 1.4. Manfaat Penelitian

Hasil akhir penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembang ilmu, khususnya ilmu sosiologi. Maka dari itu, kegunaan penelitian ini dibagi menjadi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

fenomena hijrah sebagai gerakan sosial baru kaum muda Muslim di Kota

Medan

2) Diharapkan berguna bagi kajian ilmu sosiologi dalam kaitannya dengan

fenomena hijrah sebagai gerakan sosial baru kaum muda Muslim di Kota

Medan

3) Penelitian ini dapat melengkapi kepustakaan mengenai fenomena hijrah

sebagai gerakan sosial baru kaum muda Muslim di Kota Medan

Manfaat Praktis

1) Penelitian ini dapat memberikan masukan dan pengetahuan bagi

masyarakat umum terkait fenomena hijrah sebagai gerakan sosial baru

kaum muda Muslim di Kota Medan

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

pertimbangan mengenai dampak baik dan dampak buruk dari fenomena

hijrah sebagai gerakan sosial baru kaum muda Muslim di Kota Medan

13

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN LITERTUR

2.1. Teori Gerakan Sosial

Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk utama dari perilaku kolektif.

Secara formal gerakan sosial didefinisikan sebagai suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri. Batasan yang sedikit kurang formal dari gerakan sosial adalah suatu usaha kolektif yang bertujuan untuk menunjang atau menolak perubahan.Giddens(2003)mengatakan bahwa gerakan sosial merupakan suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama, atau gerakan untuk mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif di luar lingkup lembaga- lembaga yang mapan. Hal serupa juga dirumuskan oleh seorang teoritis terkemuka Tarrow (1998), gerakan sosial adalah tentangan-tantangan kolektif yang didasarkan pada tujuan-tujuan bersama dan solidaritas sosial, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan para elit, penentang, dan pemegang wewenang. Dari dua definisi ini, gerakan sosial merupakan gerakan kolektif yang bersifat menentang untuk tujuan kolektif pula.

Ini merupakan definisi yang luas, karena gerakan sosial memiliki ragam variatif. Gerakan sosial bisa memiliki partisipan yang sangat sedikit hingga ribuan bahkan jutaan orang. Gerakan sosial bisa pula beroperasi dalam batas-batas

14

Universitas Sumatera Utara legalitas suatu masyarakat, namun bisa juga bergerak secara ilegal atau kelompok

“bawah tanah” (undergound group)(Suharko, 2006).

Dalam perkembangan gerakan sosial hingga saat ini, terdapat tiga tipe gerakan sosial. Singh menjelaskan secara garis besar tipe gerakan sosial, yaitu tipe klasik, neo-klasik dan gerakan sosial baru(Singh, 2001).

Pertama: Tipe klasik. Gerakan sosial tipe klasik dilatarbelakangi oleh adanya pertentangan ideologi yaitu antara ideologi Kapitalis dan Marxis. Faktor pendorong utama gerakan ini adalah dominasi para pemilik modal atas kaum buruh, di mana berbagai sarana produksi dikuasai oleh kaum pemodal. Dominasi ini melahirkan kemiskinan dan kesengsaraan bagi kaum buruh. Tokoh gerakan ini,

Karl Marx menganjurkan cara revolusi untuk memulihkan hak-hak kaum proletar.

Sasaran akhir perjuangannya adalah terciptanya masyarakattanpa kelas.

Kedua: Tipe Neo-klasik, beberapa ciri menonjol dalam gerakan sosialtipe ini adalah:

1) Berada dalam kerangka dialektis Marxis, yang dielaborasi dalam formasi

kelas, historis materialistis dan materialisme deterministis.

2) Gerakan dilandasi oleh rangsangan–rangsangan emosional seperti:

kegelisahan, kegembiraan, stress dan ketergantungan, sehingga melahirkan

perilaku spontan.

3) Ada nuansa politis, karena ada unsur perlawanan terhadap kelas tertentu.

4) Para aktor yang melibatkan diri dalam gerakan bukan orang-orang yang

secara objektif kekurangan.

15

Universitas Sumatera Utara Faktor pendorong terjadinya gerakan adalah ketimpangan kekuasaan yangtelah melahirkan ketegangan struktural. Ketimpangan terjadi karena ada dominasidari salah satu pihak yang melahirkan pula ketegangan status dan perasaan terampassecara relatif (deprivasi relatif). Isue perjuangan yang dikembangkan adalah: hargadiri, revitalisasi dan munculnya “Ratu Adil”. Metode perjuangannya adalah denganpengerahan massa (crowd, riot, rebellion) atau aksi kolektif.

Ketiga: Tipe gerakan sosial baru (New Social Movement).

Sasaranperjuangannya adalah membangun “Civil Society”, sedangkan faktor pendorongutama gerakan ini adalah kontrol atau campur tangan negara yang terlalu besar atasrakyatnya. Kontrol yang ketat yang telah mempersempit ruang publik dan untukmembukanya perlu dikembangkan wacana otonomi dan kebebasan individu,kolektivitas dan identitas. Beberapa ciri yang melekat pada gerakan ini antara lain:

1) Tidak mengikatkan diri pada ideologi tertentu.

2) Bersifat transnasional.

3) Menghasilkan “ends”

4) Aktor-aktor non-segmental, berasal dari grass root segala segmen.

5) Menolak pendekatan “collectivebehavior”

6) Organisasi dan komunikasi canggih (information is power).

7) Melawan diskriminasi

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori gerakan sosial baru untuk melihat secara gamblang proses gerakan hijrah kaum muda muslim di Kota

16

Universitas Sumatera Utara Medan. Teori gerakan sosial baru dipergunakan untuk memahami dan menjelaskan karakter-karakter menonjol yang dimiliki gerakan hijrah tersebut.

2.2. Gerakan Sosial Baru (New Social Movement)

Dalam satu dekade terakhir ini, perspektif gerakan sosial didominasi oleh pendekatan political approach. Pendekatan ini melihat gerakan sosial dalam kerangka state-centerdness, menjadikan negara sebagai target dari gerakan sosial, karena negaralah satu satunya otoritas (source of power)(Armstrong, 2006).

Pandangan ini menjadi dominan karena sejalan dengan perkembangannya, gerakan sosial yang bermunculan memang secara tidak langsung bersinggungan dengan kepentingan negara, misalnya gerakan buruh, gerakan mahasiswa, serta civil rightsandanti-war movements(Porta, 2006).

Namun, pandangan ini mendapatkan banyak kritikan, terutama sejak mulai berkembangnya apa yang disebut Tilly(1998) sebagai new social movements, yaitu gerakan-gerakan yang berbasis pada isu-isu seperti lingkungan, preferensi seksual, dan gender. Gerakan-gerakan tersebut tidak semata-mata menjadikan negara sebagai target, sehingga hadirlah berbagai definisi baru mengenai gerakan sosial.

Salah satunya adalah yang dibawakan oleh Snow(2004), yang mengatakan bahwa gerakan sosial dapat menjadi suatu tumpang tindih kolektivitas yang bertindak dengan beberapa tingkatan organisasi dan kesinambungan diluar jalur institusi dan organisasi sebagai otoritas murni yang melakukan penentangan dan pembelaan terhadap sesuatu yang ada, baik secara institusi atau kultural, dalam kelompok organisasi, masyarakat, budaya, atau di tatanan dunia manapun.

17

Universitas Sumatera Utara Dari pernyataan itu, Snow mendefinisikan gerakan sosial sebagai gerakan kolektif yang terorganisasi dan berkelanjutan, yang bertujuan untuk menentang otoritas yang ada, baik secara institusi maupun kultural. Penjelasan Snow menunjukkan bahwa negara bukanlah satu-satunya source of power and authority.

Gerakan sosial tidak hanya menjadikan negara sebagai targetnya, tetapi juga berbagai otoritas lain dari berbagai insititusi dan cultural meaning yang menjadi bagian dari masyarakat. Bagi Snow, gerakan sosial itu menentang apa yang disebut sebagai institutional authority, baik yang berada pada area politik seperti negara maupun yang lainya seperti korporasi, agama atau dunia pendidikan atau bentuk-bentuk culturalauthority seperti sistem kepercayaan atau praktik dari sistem kepercayaan tersebut(Snow, 2004).

Definisi diatas merupakan salah satu definisi saja dari sekian banyak definisi yang ada mengenai gerakan sosial. Bahkan Opp(2009) menyebutkan perlunya suatu usaha yang lebih untuk mendefinisikan gerakan sosial, mengingat terlalu banyak pemikiran yang berkembang tentang hal itu. Meski banyak definisi yang dibangun mengenai gerakan sosial, semuanya biasanya melingkupi karakter- karakter dari gerakan sosial secara umum, seperti tindakan kolektif, terorganisasi, memiliki kontinuitas, serta memiliki tujuan (change-oriented goals or claims)

(Benford, 2000)

New Social Movement Theory merupakan konsep teoritentang gerakan sosial baru (GSB),denganmenggunakan kelompok (organisasi) sebagai unitanalisis, keterlibatan anggota juga diperhitungkan, namun dengan batasan tertentu.Dalam perkembangannya, para ahli telah memperluas kajiannya ke berbagai negara sedang berkembang, dan menemukan tipe gerakan sosial yang

18

Universitas Sumatera Utara kurang lebih sama(Singh, 2001). Merujuk pada Pichardo dan Singh, menurut

Suharko(2006) bahwa ciri menonjol GSB yang dianggap membedakannya dari gerakan sosial “lama” atau tradisional, dapat diformulasikan sebagai berikut:

Pertama, ideologi dan tujuan. GSB menanggalkan orientasi ideologis yang kuat melekat pada gerakan sosial lama, sebagaimana sering terungkap dalam ungkapan-ungkapan “anti kapitalisme”, “revolusi kelas”. GSB menepis semua asumsi Marxian bahwa semua perjuangan dan pengelompokan didasarkan atas konsep kelas. Dengan penekanan pada isu-isu spesifik dan non materialistik, GSB tampil sebagai perjuangan lintas kelas. Singhmenambahkan bahwa GSB pada dasarnya merupakan bentuk respon terhadaphadir dan menguatnya dua institusi yang menerobos masuk ke hampir semua relung kehidupan warga, yakni negara dan pasar(Singh, 2001). Karena itu, GSB membangkitkan isu “pertahanan diri” komunitas dan masyarakat untuk melawan ekspansi aparat negara dan pasar yang makin meningkat. Ekspresi terjelasnya mewujud dalam lahirnya agen-agen yang memperjuangkan pengawasan dan kontrol sosial, kaum urban marginal, aktivis lingkungan, kelompok anti otoritarian, kaum anti rasisme, dan juga para feminis.

GSB melawan tata sosial dan kondisi yang didominasi oleh negara dan pasar dan menyerukan sebuah kondisi yang lebih adil dan bermartabat.

Kedua, taktik dan pengorganisasian. GSB umumnya tidak lagi mengikuti model pengorganisasian serikat buruh industri dan model politik kepartaian. GSB lebih memilih saluran diluar politik normal, menerapkan taktik yang mengganggu, dan memobilisasi opini publik untuk mendapatkan daya tawar politik. Para aktivis

GSB juga cenderung mempergunakan bentuk-bentuk demonstrasi yang sangat

19

Universitas Sumatera Utara dramatis dan direncanakan matang sebelumnya, lengkap dengan kostum dan representasi simboliknya.

Ketiga, struktur. GSB berupaya membangun struktur yang merefleksikan bentuk pemerintah representatif yang mereka inginkan. GSB mengorganisir diri dalam gaya yang mengalir dan tidak kaku untuk menghindari bahaya oligarkisasi.

Mereka berupaya merotasi kepemimpinan, melakukan pemungutan suara untuk semua isu, dan memiliki organisasi ad hoc yang tidak permanen. Mereka juga mengembangkan format yang tidakbirokratis sambil berargumen bahwa birokrasi modern telah membawa kepada kondisi dehumanisasi. Singkatnya, mereka menyerukan dan menciptakan struktur yang lebih responsif kepada kebutuhan- kebutuhan individu, yakni struktur yang terbuka, ter-desentralisasi, dan non khirarkhis.

Keempat, partisipan atau aktor. Partisipan GSB berasal dari berbagai basis sosial yang melintasi kategori-kategori sosial seperti gender, pendidikan, okupasi dan kelas. Mereka tidak terkotakkan pada penggolongan tertentu seperti kaum proletar, petani, dan buruh, sebagaimana aktor-aktor gerakan sosial lama yang biasanya melibatkan kaum marginal dan teralienasi. Para aktor GSB juga berbeda dari gerakan sosial lama yang biasanya melibatkan kaum marginal dan teralienasi.

Ada kesan yang kuat bahwa partisipan GSB umumnya berasal dari kalangan kelas menengah baru sebuah strata sosial yang muncul belakangan yang bekerja di sektor-sektor non-produktif. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini umumnya tidak terikat oleh motif-motif keuntungan korporasi. Mereka umumnya bekerja di sektor-sektor yang sangat bergantung pada belanja negara seperti kaum

20

Universitas Sumatera Utara akademisi, seniman, agen-agen pelayanan kemanusiaan, dan mereka umumnya merupakan kaum terdidik(Pichardo, 1997).

Kelima, medan atau area. Medan atau area aksi-aksi GSB juga melintasi batas-batas region dari arus lokal hingga internasional. Isu-isu yang menjadi kepedulian GSB melintasi sekat-sekat bangsa dan masyarakat. Dalam hal ini GSB menunjukkan wajah trans manusia dengan mendukung kelestarian alam dimana manusia merupakan salah satu bagiannya. Ini secara jelas terpantul dari gerakan- gerakan anti nuklir, ekologi, perdamaian, dan sebagainya, yang menghemparkan kebersamaan warga dari beragam nasionalitas, kebudayaan dan sistem politik

(Singh, 2001)

Dengan ciri-ciri tersebut diatas, GSB menampakkan wajah gerakansosial yang plural. Pluralitas ini terpantul jelas dari bentuk-bentuk aksi GSByang menapaki banyak jalur, mencita-citakan beragam tujuan, danmenyuarakan aneka kepentingan. Medan atau arena aksi-aksi GSB juga melintasi batas-batas region, dari tingkat lokal hingga internasional, sehingga mewujud menjadi gerakan transnasional. Karena itu pula strategi dan cara mobilisasi mereka pun bersifat global. GSB menampakkan wajah trans-manusia dengan mendukung kelestarian alam, dimana manusia merupakan salah satu didalamnya. Ini secara jelas terpantul dalam gerakan-gerakan anti nuklir, lingkungan atau ekologi, perdamaian, dan sebagainya, yang menghamparkan kebersamaan warga dari beragam nasionalitas, kebudayaan dan sistem politik (Singh, 2001).

Salah satu wajah atau tampilan GSB tersebut mungkin bisa ditemukan dalam gerakan hijrah kaum muda Islam di Kota Medan, yang merupakan bagian

21

Universitas Sumatera Utara dari gerakan hijrah yang terjadi di Indonesia yang mulai berkembang sejak akhir tahun 2016 hingga sekarang.

Suharko (2006) memaparkan bahwa istilah gerakan sosial baru (GSB) dipergunakan secara luas untuk merujuk pada fenomena gerakan sosial yang dimulai pada pertengahan era 1960-an dan setelahnya, terutama dinegara-negara maju yang telah memasuki era ekonomi pasca-industrial (post-industrial economy). Ini merupakanperiode dekonstruksi yang menyoroti fenomena gerakan sosial terkait denganstruktur-struktur individual dan sosial yang tidak selalu memiliki unsur-unsurbaku seperti gerakan fundamentalis (Islam, Hindu, Kristen), gerakan kanan baru,politik identitas dan politik rasial, gerakan sosial baru dan sebagainya. Parasosiolog gerakan sosial menangggapi kenyataan baru itu dengan teori dan konsepkebudayaan, pembingkaian dan konstruksi identitas(Mirsel, 2004

).

Pada dasarnya GSB muncul sebagai respon terhadap peralihan bentuk- bentuk gerakan sosial kontemporer dinegara-negara Barat yang berkait dengan berkembangnya suatu dunia pasca-modern atau pasca-industrial (Pichardo, 1997).

Gerakan sosial tradisional biasanya dicirikan secara kuat oleh tujuan ekonomi- material sebagaimana tercermin dari gerakan kaum buruh. Sementara GSB lebih berpusat pada tujuan-tujuan non-material. GSB biasanya menekankan pada perubahan-perubahan dalam gaya hidup dan kebudayaan dari pada mendorong perubahan-perubahan spesifik dalam kebijakan publik atau perubahan ekonomi, sebagaimana tercermin dari gerakan lingkungan, anti perang, perdamaian, feminisme, dan sejenisnya(Nash, 2005).

22

Universitas Sumatera Utara Para ahli telah mengamati gejala sosial ini secara intens, hasilnya adalah bahwa dalam komunitas ilmu sosial, GSB dipahami sebagai dua hal, Pertama,

GSB dipahami sebagai suatu tipe gerakan sosial yang memiliki tampilan karakter yang baru dan bahkan mungkin unik. Kedua, akumulasi pengetahuan yang dihasilkan dari riset tentang GSB telah membawanya kepada status sebagai suatu paradigma dalam memahami kenyataan sosial itu sendiri(Pichardo, 1997).

Penelitian ini mendasarkan rujukannya pada pemahaman yang pertama yang menempatkan GSB sebagai tipe gerakan sosial. Ataumerujuk ke Pichardo(1997) bahwa GSB merupakan sekedar kisah tambahan yang muncul belakangan dalam episode yang disebut gerakan sosial (the repertoire of social movements)

2.3. Faktor Perkembangan Gerakan Sosial

Gerakan sosial memiliki semacamsiklus kehidupan, yakni diciptakan, tumbuh, mencapai sukses ataugagal, terkadang bubar, dan berhenti atau hilangeksistensinya. Gerakan sosial dari berbagai prespektif kurang lebihmemiliki semacam titik temu bahwa setidaknyaditemukantiga faktor (variabel) yang bisamenjelaskan siklus gerakan sosial tersebut (reason for sustainability).Para ahli memahami bahwa gerakan sosial merupakan gejala yang begitu kompleks.

Pemahaman ini mengantarkan pentingnya pembahasan yang bersifat komprehensif dan integral antara political opportunity structure (SKP), resources mobilization theory, dan collective action frames (McCarthy, 1977). Ketiga hal tersebut merupakan faktor dari muncul dan berkembangnya suatu gerakan sosial.

23

Universitas Sumatera Utara 2.3.1. Struktur Kesempatan Politik (Political opportunity structure)

Struktur Kesempatan Politik (SKP)merupakan sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi struktur politik dalam hal tertentu memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan suatu gerakan sosial. Jadi, suatu gerakan sosial tergantung pada keadaan SKP itu sendiri. Dalam hal ini, SKP menjadi ruang multidimensi yang gerakan sosial dan tindakannya bisa saja dimudahkan (facilitated) atau bisa saja direpresi (dihambat), sehingga tak bisa berkembang (repressed) (Oliver, 1998).

Secara umum, hambatan atau kesempatan politik bagi suatu gerakan sosial dapat dipilah ke dalam dua kategori: pola hubungan tertutup dan pola hubungan terbuka. Pola tertutup menciptakan hambatan bagi gerakan sosial, sedangkan pola terbuka membuka kesempatan bagi munculnya gerakan akibat dari politik yang lebih kompetitif antara elite, antara partai politik, dan juga antara kelompok kepentingan. Semakin terbuka iklim politik, semakin memberikan kesempatan untuk muncul dan berkembangnya gerakan sosial; dan sebaliknya, semakin tertutup iklim politik, semakin tertutup kesempatan muncul dan berkembangnya suatu gerakan sosial(Muhtadi, 2011).

Mc Adam(1997) menjelaskan bahwa SKP adalah pola hubungan antara elite politik, antara partai politik, antara kepentingan dan semua ini dengan masyarakat sebagai konstituen. Kemudian dia menghimpun empat dimensi struktur politik, yaitu (1) keterbukaan dan ketertutupan relatif sistem politik, (2) stabilitas atau instabilitas jejaring keterikatan elite, (3) adanya atau tiadanya aliansi-alaiansi elite,

(4) kapasitas dan kecenderungan negara untuk melakukan represi.

24

Universitas Sumatera Utara Hubungan antara struktur kesempatan politik dan kemunculan gerakan sosial tidaklah bersifat linear, tetapi kurvalinear. Suatu gerakan sosial sangat mungkin muncul dalam sistem politik yang menandai adanya pencampuran diantara keterbukaan dan ketertutupan kesempatan SKP. Karena itulah menjadi tidak mudah untuk memberikan batasan derajat keterbukaan dalam SKP yang memunculkan suatu gerakan sosial(Peter, 1973).

2.3.2. Teori Mobilisasi Sumber Daya(Resource Mobilization Theory)

Smelser seperti dikutip dalam Sanderson(1995), menjelaskan beragam tindakan dalam gerakan sosial terjadi karena adanya mobilisasi atas dasar sistemkeyakinan yang mengalami proses generalisasi yang terdiri dari hal-hal yangbersifat histeria, keinginan, norma dan nilai. Perspektifsumber daya mobilisasi menunjukkan beragam tindakan partisipan dalam gerakansosial.

Sumber daya mobilisasi sebagai sejumlah cara kelompok gerakan sosialmelebur dalam aksi kolektif termasuk di dalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial(Zald, 1977).

Tilly dikutip oleh Muhtadi(2011) mengatakan bahwa salah satu sumber daya yang paling penting adalah jaringan informal dan formal yang menghubungkan individu-individu dengan organisasi gerakan sosial. Jaringan yang dijelaskan oleh Klandermans, seperti dikutip kembali oleh Muhtadi(2011) sebagai struktur sosial, yaitu serangkaian hubungan sosial yang mendorong dan menghambat perilaku, sikap dan kemungkinan partisipan untuk terlibat dalam suatu gerakan sosial. Klandermans, kemudian menjelaskan pentingnya kepemimpinan dalam menetapkan sumber daya bagi para pastisipan suatu gerakan

25

Universitas Sumatera Utara sosial. Sedangkan Maguire, membagi sumber daya kedalam dua kategori, yaitu tangibleyang mencangkup uang, ruang, perlengkapan dan seterusnya. Sedangkan intangibleyang mencangkup kapasitas kepemimpinan, manajerial, dan pengalaman organisasi, justifikasi ideologis, taktik dan semacamnya. (Muhtadi,

2011).

Mc Carty(1977) menjelaskan dua kategori dalam dalam membangun struktur mobilisasi, yaitu struktur formal dan struktur informal. Dalam struktur mobilisasi informal yang identitik dengan gerakan lokal, jaringan kekerabatan, dan persaudaraan menjadi dasar bagi rekruitmen gerakan. Konsep struktur mobilisasi informal kian berkembang menjadi luas ketika dihubungkan dengan mobilisasi gerakan. Situmorang(2007) mengutip Woliver yang menekankan pentingnya ingatan komunitas sedangkan Gamson dan Schmeidler mengidentifikasikan beberapa faktor jaringan struktur informal seperti, perbedaan dalam sub kultur dan infrastruktur protes serta Mc Adam menjelaskan hubungan formal dan informal antara masyarakat dapat menjadi sumber solidaritas dan memfasilitasi struktur komunikasi (Situmorang, 2007).

Mc Carty(1977) melihat gerakan sosial yang mempergunakan struktur informal sebagai dasar analisis, belum mampu memetakan struktur informal secara mendalam. Struktur sumber daya mobilisasi merupakan serangkaian posisi sosial dan lokasi dalam masyarakat untuk dapat dimobilisasi dalam suatu gerakan sosial. Kelompok atau organisasi formal memainkan peranan penting dalam membentuk struktur mobilisasi yang kemudian disebut sebagai gerakan sosial.

Selanjutnya, setiap gerakan sosial tentunya membutuhkan sumber daya untuk bisa menjalankan aktivitas kolektifnya. Dalam hal ini, gerakan sosial

26

Universitas Sumatera Utara memiliki beberapa tugas penting seperti memobilisasi pendukung, mengorganisasi sumber daya, yang dalam level yang lebih jauh berdampak pada munculnya simpati elit-elit dan masyarakat secara umum terhadap cita-cita gerakan. Inilah konsep yang disebut resources mobilization (Opp, 2009). Konsep ini secara mendasar berusaha mengetahui bagaimana sebuah kelompok mengupayakan resources yang mereka miliki untuk bisa melakukan perubahan sosial dan tercapainya tujuan kelompok (Edwards dan McCarthy 2004). Konsep ini berusaha melihat dorongan upaya, baik secara kolektif maupun individual, yang muncul sebagai bagian dari pencapaian tujuan yang dimiliki oleh gerakan sosial.

Resources sendiri sebenarnya memiliki makna yang begitu luas. Resources dapat terdiri dari kekuatan finansial, akses terhadap media, dukungan simpatisan, loyalitas grup. Ia juga bisa terdiri dari kepemilikan ruang/gedung, pengetahuan

(stock of knowledge), dan skill (keahlian) yang dimiliki oleh aktor (Opp 2009), termasuk didalamnya ideologi dan nilai gerakan.

Resources adalah “goods” dalam terminologi ekonomi. Hanya saja hal itu dimaknai dalam arti yang lebih luas, yakni sesuatu yang memiliki nilai manfaat

(utility).Tetapi tidak semua hal yangmemiliki nilai manfaat bisa disebut sebagai resources. Hal itu baru bisa disebut sebagai resources ketika individu atau aktor kolektif bisa mengontrolnya dan memanfaatkannya guna tercapainya tujuan gerakan.

Kerangka resources mobilization ini menjelaskan dua aspek sekaligus.

Pertama, mengenai sumberdaya fisik, non-fisik, ataupun finansial yang dimiliki oleh sebuah gerakan seperti bangunan, uang, pengetahuan, atau keahlian tertentu.

Sumber daya tersebut bisa dikontrol baik secara individual maupun kolektif oleh

27

Universitas Sumatera Utara kelompok. Kedua, mobilisasi merupakan suatu proses tidak terpisahkan yang para aktornya berusaha memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan dari gerakan.

2.3.3. Pembingkaian Aksi Kolektif(Collective Action Frames)

Kondisi struktural yang kondusif tidaklah cukup bagi perkembangan suatu gerakan sosial. Gerakan sosial juga memerlukan apa yang disebut sebagai bagian dari pengemasan ideologi untuk dapat diterima berbagai pihak. Inilah yang disebut collective action frames yang merupakan bagian dari sebuah proses framing dalam gerakan sosial, yakni semacam skema intepretasi yang merupakan sekumpulan beliefs and meanings dan berorientasi pada aksi yang menginspirasi dan melegitimasi aktivitas sebuah organisasi gerakan sosial. Dalam hal ini, kerangka (frame) dibangun untuk memberikan makna dan menginterpretasi kejadian atau kondisi tertentu, yang dimaksudkan untuk memobilisasi potensi pengikut, serta untuk mendapatkan dukungan berbagai pihak (Benford, 2000).

Berkaitan dengan proses framing, Benford dan Snow menyebutkan tiga hal yang menjadi perhatian utama, yang disebut core framing tasks. Pertama adalah diacnostic framing, yaitu yang dikonstruksikan dalam sebuah gerakan sosial guna memberikan pemahaman mengenai situasi dan kondisi yang sifatnya problematik.

Kondisi mengenai apa atau siapa yang disalahkan, sehingga membutuhkan adanya suatu perubahan (Benford dan Snow 2000). Dalam level ini, aktor-aktor gerakan sosial mendefinisikan permasalahan-permasalahan apa saja yang menjadi isu utama yang membuat mereka menginginkan adanya perubahan.

Kedua, prognostic framing, yaitu artikulasi solusi yang ditawarkan bagi persoalan-persoalan yang sudah diidentifikasikan sebelumnya. Dalam aktivitas

28

Universitas Sumatera Utara prognostic framing ini gerakan sosial juga melakukan berbagai penyangkalan atau menjamin kemanjuran dari solusi-solusi yang ditawarkan (Benford dan Snow

2000). Terakhir adalah motivational framing, yaitu elaborasi panggilan untuk bergerak atau dasar untuk terlibat dalam usaha memperbaiki keadaan melalui tindakan kolektif.

2.4. Aspek Organisasi Gerakan Sosial

Organisasi gerakan sosial memiliki beberapa aspek yang secara utuh guna memahami suatu hubungan organisasinya. Menurut Lofland (1996) terdapat enam aspek penting, yaitu :

Pertama, aspek kepercayaan. Aspek ini mengandung makna sebagai hal-hal yang dianggap benar, dimana anggapan tersebut digunakan sebagai penggerak untuk menentang realitas, termasuk didalamnya doktrin, ideologi, pandangan hidup, harapan, kerangka berpikir, dan wawasan. Substansi kepercayaan gerakan sosial lebih banyak berbicara tentang lokasi sosial (social location) di mana kepercayaan itu hidup, daripada substansi atau karakter gerakan karena aliran utama (mainstream) selalu berada dalam konteks sosial tertentu. Tidak selamanya isu-isu yang telah diterima luas di negara-negara maju dapat dengan mudah diterima dinegara-negara berkembang, karena itu harus dikoreksi, dimarginalkan, dan dihilangkan dalam percaturan wacana karena dianggap bertentangan dengan budaya suatu masyarakat dan keyakinan umum warga. Gerakan yang mengandalkan keyakinan dan ideologi tertentu selalu berorientasi pada perubahan norma-norma dan nilai-nilai yang sangat mungkin tidak sejalan dengan nilai-nilai

29

Universitas Sumatera Utara yang sudah mapan dalam masyarakat dan membuat formulasi untuk melakukan perlawanan konsepsi terhadap gagasan yang sudah mapan.

Kedua, organisasi gerakan sosial. Upaya pelembagaan gerakan sosial merupakan sarana efektif untuk mencapai tujuan. Adanya organisasi sebagai cara untuk menggerakkan orang-orang yang mempunyai kepercayaan yang sama, agar mau melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi gerakan sosial akan ditentukan oleh jenis kelembagaan yang dibentuk dan tujuan yang hendak dicapai. Keanggotaan organisasi juga memiliki kriteria-kriteria tertentu, hanya mereka yang menyetujui visi-misi gerakan itu yang dapat menjadi anggota gerakan sosial. Selain itu organisasi gerakan sosial memerlukan pemimpin gerakan dan aspek pendanaan atau sumber keuangan yang dapat menopang kegiatan-kegiatan gerakan dalam mencapai tujuan. Gerakan sosial yang independen dan mandiri biasanya memiliki unit-unit usaha mandiri yang menjadi sumber pembiayaan gerakan. Meski demikian, dalam perkembangan mutakhir, gerakan sosial juga lebih banyak menjadi “agent-agent” dari kepentingan pihak luar, karena memperoleh dukungan pendanaan dari pihak luar.

Ketiga, sebab-sebab timbulnnya gerakan sosial. Sebagian besar dari gerakan sosial yang tumbuh dan berkembang pesat lahirnya dari tradisi, budaya dan mempunyai sistem kepercayaan dan doktrin, setidaknya terdapat ideologi yang dipegang teguh oleh para aktor gerakan yang kemudian mendorong mereka untuk bergerak. Tetapi juga harus disadari bahwa terdapat juga gerakan sosial yang tumbuh dengan motiv ekonomi dan tidak mempunyai doktrin yang jelas, dan umumnya gerakan sosial seperti ini mudah terpengaruh dan tidak memiliki pendirian yang jelas, akibatnya gerakan mereka lebih ditentukan oleh perhitungan

30

Universitas Sumatera Utara ekonomi dan keuntungan apa yang dapat dinikmati dari aktivitas pergerakannya.

Banyak contoh kasus dari gerakan sosial yang muncul dari akibat kuatnya keyakinan dan ideologi yang dimilikinya dan mereka secara sungguhnya untuk memperjuangkan cita-cita mereka agar dapat terwujud. Demikian pula, gerakan sosial yang muncul akibat kuatnya motif dan kepentingan ekonomi. Model kedua ini banyak ditemukan diberbagai daerah, gerakannya muncul bukan atas dasar keyakinan dan pendirian ideologi yang jelas, tetapi lebih karena adanya peluang- peluang ekonomi politik yang dapat diperoleh dari adanya gerakan sosial (Jurdi,

2010).

Keempat, keikutsertaan. Setiap gerakan sosial memerlukan adanya keikutsertaan dalam gerakan. Ketika banyak orang yang merasa tidak puas dan kecewa atas perlakuan tidak adil, ketimpangan sosial dan ekonomi, kebijakan yang diskriminasi atau adanya gangguan dalam keyakinan individu, mereka berusaha mencari upaya yang bermakna agar kondisi dan keadaan yang mereka hadapi dapat diubah yang dimanifestasikan dalam bentuk gerakan, baik individual maupun kolektif. Untuk tindakan yang bersifat kolektif, terdapat tindakan yang lepas kontrol (spontan) dan ada pula yang terorganisir dengan membentuk wadah untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Dalam pengorganisiran yang terakhir ini lah banyak orang yang direkrut menjadi anggota dan pengikut.

Tingkat partisipasi atau keikutsertaan dalam gerakan dapat dibagi berdasarkan intensitasnya dalam mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi, mulai dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Tingkat kekuatan mereka didalam organisasi gerakan sangat tergantung pada motivasi dan pemahamannya terhadap arah dan tujuan gerakan.

31

Universitas Sumatera Utara Kelima, strategi. Setiap gerakan sosial mempunyai sasaran gerakan yang bersifat jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Untuk mencapai tujuan gerakan, keterlibatan individu, baik secara pribadi maupun secara kelembagaan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan gerakan. Setiap gerakan sosial memiliki strategi yang variasi untuk mencapai tujuannya, ada gerakan social yangmengandalkan orientasi kerjanya pada wilayah yang bersifat nonpolitik, tetapi juga banyak gerakan sosial yang mengaitkan diri secara langsung dengan kegiatan-kegiatan politik praktis.

Keenam, efek gerakan. Gerakan sosial yang membuat agenda gerakan yang jelas, tentu akan berhasil merekrut anggota yang banyak dan efek dari pengorganisasian itu adalah terjadi perubahan dan cara pandang pihak-pihak yang dianggap kompeten untuk merespon tuntutan aktor-aktor gerakan sosial. Setiap gerakan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap anggota gerakan, dan apabila agenda gerakan yang diperjuangkan menyangkut kepentingan umum warga, maka pengikutnya semakin banyak dan efek yang dihasilkan juga akan lebih besar dirasakan oleh warga (Lofland, 1996).

2.5. Gerakan Sosial Islam

Gerakan sosial Islam hadir untuk merespons berbagai kondisi sosial politik dan ekonomi yang dihadapi umat Islam. Kemunculan gerakan sosial Islam (GSI) merupakan manifestasi dari panggilan untuk terlibat secara aktif dalam proyek kemanusiaan untuk mentransformasi kehidupan sosial masyarakat menjadi lebih berkualitas, lebih beradab dan merefleksikan nilai-nilai profetik Islam (Jurdi,

2013). Sejarah panjang gerakan sosial di berbagai belahan dunia, umum hadir

32

Universitas Sumatera Utara untuk menyikapi keterpurukan umat Islam, misalnya kemunculan Ikhwanul

Muslimin di Mesir merupakan respons atas runtuhnya khilafah Turki Usmani, kemunculan Hizbut Tahrir di Palestina juga dipandang sebagai respons terhadap ekspansi Zionis dan Barat yang begitu kuat ke jantung umat Islam, hal yang sama juga dialami oleh gerakan sosial di Pakistan, hadir untuk merespons peluang politik yang tersedia pasca berpisah dari India.

GSI tersebut bersinergi dengan meningkatnya jumlah kaum terpelajar di kalangan muslim, khususnya di negara-negara yang memiliki umat Islam mayoritas seperti halnya Indonesia. Munculnya GSI awal abad ke-20 di Nusantara sebagai konsekuensi logis meningkatnya jumlah kaum terpelajar, munculnya

Sarekat Dagang Islam (SDI) 1905 sebagai embrio GSI yang disusul dengan berdirinya tahun 1912 (SI dianggap sebagai kelanjutan dari SDI) dan Muhammadiyah 1912 merupakan respons atas kondisi internal umat Islam yang nyaris sempurna kolaps serta penetrasi pihak luar melalui kolonialisme dan imperialisme Barat. Untuk visi yang sama, lebih dari satu dekade kemudian, berdiri Persatuan Islam (Persis) pada 1923 di Bandung dan Nahdatul Ulama (NU) pada 1926 di Surabaya juga dideklarasikan. Kemunculan GSI dianggap sebagai kebangkitan kelompok sarungan yang mengadaptasikan konsep-konsep Islam yang bersifat ekslusif dengan pemikiran modern yang bersifat rasional dan fungsional (Jurdi, 2013).

Senada dengan kemuncuan gerakan sosial lainnya, kemunculan GSI juga mengalami eskalasi dalam situasi politik yang tidak stabil (terjadi distorsi identitas, krisis sosial, krisis politik) termasuk di dalamnya berkembangnya

33

Universitas Sumatera Utara konflik dalam suatu negara sebagai akibat dari pemberontakan dan gerakan teror yang hadir dalam situasi politik yang berubah.

GSI merupakan rangkaian pemanfaatan peluang kesempatan politik dalam rangka merestorasi sistem sosial, politik, budaya dan pembentukan ulang identitas umat Islam. GSI dapat dimasukkan dalam kelompok masyarakat yang tersingkir, kemudian melakukan pengorganisasian diri untuk menyatakan eksistensinya

(Jurdi, 2013). Suatu aksi sosial kolektif dalam bentuk gerakan dapat dipandang sebagai bentuk ekspresi aktor GSI untuk mencari identitas dan pengakuan melalui aksi ekspresif, melalui tuntutan universalistik. Tuntutan ini dengan melibatkan banyak aktor gerakan secara langsung dalam aksi ekspresif. Konstruksi solidaritas melalui sejumlah media dan arena yang tersedia, baik gerakan sosial maupun kekuatan politik mendukung agenda dan isu gerakan, inilah arena mobilisasi sumber daya dapat digalakkan (Jurdi, 2013). Dengan cara ini, aktor gerakan dapat menjadi mediator bagi tuntutan mereka, apa yang oleh Melucci sebutkan sebagai proses negosiasi tuntutan mereka dan karakter partisipasinya jadi terwakilkan, representasional (Singh, 2002).

Selain itu, GSI juga muncul atas dasar kalkulasi dan asumsi rasional mengenai peta politik global, kebijakan ekonomi politik negara-negara maju terhadap dunia Islam yang tidak adil, diskriminasi serta kolonialisme dan imperialisme dalam berbagai bentuknya, termasuk imperialisme akademik- intelektual menjadi penyebab utama bangkitnya GSI di sejumlah negara. Gerakan yang berhaluan politik seringkali hadir sebagai reaksi atas penindasan terhadap umat Islam yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan asing yang disertai dengan penindasan identitas sosialnya.

34

Universitas Sumatera Utara Secara universal, GSI merupakan rangkaian protes sosial atas perasaan teringkari umat Islam terhadap eksistensi hidup mereka serta teka teki bagaimana perasaan itu diartikulasikan dalam kehidupan sosial politik menjadi pilihan bebas yang sebagian dimanifestasi dengan mengorganisir diri untuk melakukan transformasi sosial dan emansipasi masyarakat.

Dengan menggunakan perspektif teori gerakan sosial kontemporer, kemunculan GSI sebagai bentuk pendekatan jalan tengah antara realitas sosial umat Islam dengan harapan-harapan ideal mengenai bentuk masyarakat yang dikehendaki. Kemunculan GSI di berbagai negara dapat dipandang dalam pendekatan struktural dengan fokus pada negara dan keterlibatan pihak asing yang membangkitkan tindakan kolektif dan pilihan-pilihan rasional yang dipandang efektif untuk mempertahankan identitas sosialnya.

Kemunculan berbagai gerakan sosial Islam di sejumlah negara secara umum merupakan manifestasi dari perubahan sosial dan struktur peluang politik yang berimplikasi pada perubahan struktur politik internasional. Struktur peluang politik bisa diperoleh dari berbagai sumber, termasuk dari dunia internasional.

Sebagai contoh sederhana yang menegaskan masalah ini adalah tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan sosial Islam Indonesia pasca Orde Baru yang memanfaatkan struktur peluang politik dibuka dan diinisiasi oleh kaum kapitalis, meski dalam kenyataannya, kaum Islamis mempersoalkan kapitalisme dan varian- variannya (Wiktorowics, 2012)

Eskalasi GSI, selain struktur peluang politik, juga didukung oleh struktur mobilisasi yang dipergunakan, selain mobilisasi sumber daya, mobilisasi media gerakan, dan mobilisasi jaringan efektif mendorong eskalasi gerakan. Melalui

35

Universitas Sumatera Utara jaringan ini, gerakan akan mengalami peningkatan kapasitas dan kemampuan untuk menggerakkan gerakannya. Mobilisasi tidak berlangsung tanpa disertai dengan penguatan identitas gerakan dan akar sosial yang menjadi dasar kemunculan dan perkembangan GSI.

Dalam konteks kemunculan Ikhwanul Muslimin di Mesir misalnya, variabel eksternal dan kondisi umat Islam menjadi akar sosial kemunculannya, runtuhnya khilafah Islam di Turki (Turki Usmani) dianggap sebagai salah satu faktor pendorong pelembagaan gerakan dengan memobilisasi sumber daya secara efektif. Secara umum Ikhwan merupakan organisasi GSI modern yang dipimpin oleh kaum terpelajar sebagaimana halnya dengan kemunculan HAMAS di

Palestina yang secara umum merupakan fenomena perkotaan, bahkan gerakan ini dipimpin oleh kader-kader yang berpendidikan Barat dengan keterlibatan ulama yang sedikit (Robinson, 2012).

Pola hubungan yang bersifat simbiosis mutualismeyang dikembangkan oleh sejumlah GSI di berbagai negara memiliki agenda pentahapan gerakan yakni melakukan islamisasi masyarakat melalui pendidikan dan pembentukan komunitas-komunitas religius yang dikondisikan menjadi komunitas yang taat terhadap prinsip-prinsip hidup islami. Untuk beberapa kasus, strategi gerakan semacam itu, juga pernah dipergunakan oleh GSI yang eksis di Nusantara seperti yang dilakukan Muhammadiyah pada akhir 1920-an dan awal 1930-an dengan menerima subsidi pemerintah atas sekolah-sekolah yang dikelolanya (Jurdi,

2010).

GSI melakukan framing gerakan dengan menekankan pada penguatan identitas keagamaan dan orientasi pada hal-hal yang bersifat teologis, kendatipun

36

Universitas Sumatera Utara dalam perkembangannya strategi tersebut dipandang berhasil membangun basis dasar kesadaran sosial jamaahnya. Proses pembingkaian gerakan sebagai target untuk melakukan ekspansi pada upaya pembentukan karakter jamaah dengan mendorong mereka melakukan amal saleh atau orientasi spiritual menjadi ciri umum GSI, baik GSI yang lahir pra kemerdekaan maupun GSI yang tumbuh dan berkembang belakangan ini. Pembentukan GSI pada prinsipnya merupakan pembentukan blok politik kalangan islamis dengan melakukan ekspansi ke jantung masyarakat, target utamanya adalah merespons kolonialisme, imperialisme, modernisme dan rezim otoriter (Jurdi, 2013).

2.6. Tipologi Artikulasi Gerakan Sosial Islam Indonesia

Ideologi atau sumber keyakinan pada Al-Qur‟an dan Hadits tidak secara langsung berpengaruh pada proses menafsirkan teks-teks Islam itu secara seragam. Keragaman penafsiran teks-teks Islam dalam konstruksi GSI melahirkan berbagai model artikulasi gerakan yang secara umum dapatdipisahkan antara satu dengan yang lain. Tipologi artikulasi GSI akan termanifestasi dalam berbagai kegiatan atau cara merespons suatu kondisi sosial politik dan keagamaan bangsa.

Secara sosiologis dan historis, tipologi artikulasi GSI di Indonesia dapat dikelompokan ke dalam lima tipologi artikulasi, tipologi yang didasarkan kondisi obyektif masyarakat Indonesia.

Dalam pengelompokkan ini, mengikuti pola yang dilakukan oleh Syafii

Anwar yang membagi tipologi artikulasi Islam politik Indonesia (Anwar, 1995).

Pengelompokan ini bersifat longgar dan terbuka untuk dipersoalkan, diperbaiki baik dikurangi atau ditambahkan sesuai dengan fenomena GSI di Indonesia.

37

Universitas Sumatera Utara 1) Tipologi artikulasi GSI fundamentalis-radikal. Kelompok GSI kategori ini

berada pada absolutisme pemikiran yang mendasarkan diri pada teks

klasik Islam, karena penekanan pada teks semacam itu mempunyai

implikasi langsung terhadap tindakan sosial politiknya, karena orientasi

keberagamaannya sangat mengutamakan skripturalisme absolut, sikap

mereka umumnya sangat ekstrem. Tindakan-tindakan dari kelompok ini

selain mengedepankan simbol-simbol keagamaan tetapi juga sering

bersifat “anarkhis”. Fenomena dari artikulasi kelompok ini tergambar,

ketika radikalisme massa di Jawa Timur yang menggunakan simbol

“jihad” berani mati demi seseorang, atau juga dengan begitu tampak dari

artikulasi terhadap sweeping “buku-buku yang dianggap kiri di

Yogyakarta 2001”, kelompok ini berlindung di balik Tap MPRS 1966.

Umumnya kelompok ini menghendaki penampilan yang secara simbolik

seperti keharusan memakai celana yang memperlihatkan mata kaki bagi

lelaki. Model artikulasi kelompok ini biasanya diwakili oleh semacam

gerakan salafiyah. Menurut Horace M Kalle, radikalisasi adalah

merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Biasanya

respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan

perlawanan. Penolakan terhadap masalah yang terjadi bisa berwujud

dalam bentuk ide, nilai atau lembaga-lembaga yang dapat dipandang

sebagai yang bertanggungjawab terhadap kondisi yang ditolak tersebut.

Seruan jihad pendukung Presiden (Gus-Dur) pada

tahun 2001 bisa dimaknai sebagai respons atau reaksi terhadap kelompok-

kelompok yang ingin menjatuhkan Presiden. Radikalisasi pendukung Gus-

38

Universitas Sumatera Utara Dur adalah reaksi konkret untuk merubah arus politik yang menggoyang

Gus-Dur. Resolusi jihad tentu saja merupakan alat legitimasi bagi para

pendukung Gus-Dur untuk melakukan perlawanan dengan dalih agama.

2) Tipologi artikulasi GSI formalis-simbolik.Kelompok Islam ini

menghendaki penampilan idiom-idiom atau simbol-simbol Islam secara

formal dalam kehidupan publik atau politik, seperti istilah negara Islam,

khilafah Islamiyah, dan kelembagaan negara yang Islami. Bentuk konkrit

dari model artikulasi kelompok ini, tergambar dengan jelas pada gerakan

politik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kekuatan GSI yang berorientasi

legal-formal lebih banyak motif politiknya daripada upaya sadar dan serius

membangun kesadaran keagamaan umat Islam. Hal penting yang harus

dicatat dari model artikulasi ini adalah sekalipun mereka berjuang itu

gagal, tetap menempuh jalur-jalur konstitusional dan tidak dalam bentuk

kekerasan dan anarkhis.

3) Tipologi artikulasi GSI rasional-inklusif. Kelompok ini lebih menekankan

pada pemahaman ajaran Islam secara terbuka. Dengan keterbukaan itu

Islam akan mampu menjadi “rahmat bagi seluruh alam”. Sebagaimana

diidealkan dalam kitab suci, bahwa Nabi Muhammad itu mendapat gelar

“al-amin” yaitu orang yang dipercaya, baik oleh kaumnya maupun oleh

umat yang bukan Islam. Bagi kelompok ini kemenangan Islam adalah

“kemenangan ide”, bukan kemenangan pribadi atau kelompok tertentu

atau kemenangan politis, artinya Islam harus menjadi agama yang dapat

dimengerti oleh semua umat manusia, karena Islam adalah risalah terakhir

yang menjadi tuntunan bagi umat manusia. Mereka yang terwakili dalam

39

Universitas Sumatera Utara kelompok ini memberi peluang dan apresiasi terhadap pluralisme agama-

agama, dan Islam diharapkan dapat didefinisikan secara inklusivistik, tidak

harus terpaku secara rigid dan literalis sesuai yang tertuang dalam kitab

suci, tetapi harus mampu diterjemahkan pada kehidupan kemanusiaan

secara konkrit. Sehingga dengan demikian simbol-simbol Islam harus

terbuka dan dimengerti oleh kalangan Muslim maupun non-Muslim.

Representasi dari kelompok ini dapatlah disebut adalah komunitas

Paramadina Mulya (Nurcholis Madjid), Maarif Institute (Syafii Maarif),

Wahid Institute (Abdurrahman Wahid), LSAF (Dawam Rahrdjo) dan

kelompok Islam inklusif lainnya.

4) Tipologi artikulasi GSI emansipatoris-transformatif. Kelompok ini lebih

menekankan pada misi Islam yang paling utama adalah kemanusiaan dan

pemberdayaan. Oleh karenanya Islam harus menjadi kekuatan yang dapat

memotivasi secara terus-menerus dan mentransformasikan masyarakat

dengan berbagai aspeknya yang bersifat normatif dan etis. Perhatian utama

kelompok ini bukanlah pada permasalahan teologi, politik, tetapi lebih

berorientasi pada masalah sosial, ekonomi, pengembangan masyarakat,

penyadaran hak-hak politik rakyat. Maka diperlukan pendekatan yang

mampu “menghidupkan kembali semangat profetis Islam” untuk

mewujudkan peranan GSI dalam proses perubahan masyarakat secara

lebih mendasar, dengan pendekatan historis-struktural serta kultural,

berorientasi kerakyatan dan menggunakan metode yang “praktis”.

Kelompok ini lebih banyak berjuang dan bekerja diluar institusi negara

dan mereka berada dalam memperkuat civil society, sebagai entitas yang

40

Universitas Sumatera Utara tidak harus menjadi lawan atau musuh bagi negara melainkan saling

memberi dukungan untuk membuka peluang bagi tranformasi dan

pemberdayaan. Represetnasi GSI jenis dapat dilihat dari Pusat

Pengembangan dan Masyarakat (P3M), Dompet Dhuafa, Lazis,

ACT dan berbagai organisasi pemberdayaan masyarakat.

5) Tipologi artikulasi GSI liberal. Model artikulasi kelompok ini melihat

Islam sebagai komponen dan pengisi kehidupan bermasyarakat, dan oleh

karenanya harus diarahkan sebagai faktor yang komplementer, dan

bukansebagai faktor yang disintegratif terhadap negara atau komunitas

lain. Islam bagi kelompok ini tidak terkait langsung dengan kekuasaan

politik dan urusan yang sungguh-sungguh bersifat negara, karena dalam

Islam tidak terdapat sistem politik yang berdasarkan agama, tetapi agama

berperan mengatur kehidupan umat manusia, Nabi Muhammad juga tidak

mendirikan negara Islam, malah justru mendirikan negara kota Madinah

yang pluralistik dengan keragaman suku, agama dan keyakinan

masyarakat yang berada di wilayahnya. Jadi dapat dijelaskan, bahwa

potret negara Madinah yang dibangun oleh Nabi bukan negara Islam,

karena itu tidak ada contoh langsung dari Nabi yang mengatur tentang

negara Islam. Kelompok ini dapat dianggap sebagai kebalikan dari

kelompok yang pertama dan kedua dan bahkan dalam beberapa hal

kelompok ini “memusuhi” agenda-agenda politik rekan mereka yang

termasuk dalam kelompok pertama dan kedua. Representasi kelompok ini

dapat diwakili misalnya oleh JIL, organisasi feminis-jender “liberal” yang

tumbuh dalam tradisi Islam dll.

41

Universitas Sumatera Utara Pengelompokan diatas bukan merupakan pemetaan Islam, Islam hanya ada satu tetapi respons, gerakan, dan berbagai bentuk pemikiran sangat beragam, karena itu tidak ada istilah Islam telah terkotak-kotak, melainkan respons yang merupakan hasil interpretasi terhadap teks Islam yang dipahaminya yang melahirkan perbedaan. Bahwa teks Islam terbuka untuk ditafsir sesuai konteks perubahan sosial politik itulah yang berbeda. Tetapi artikulasi GSI pada level politik merupakan upaya simbolik untuk “mengawal” proses perubahan politik nasional menuju kepada sebuah sistem politik yang mencerminkan “keridhaan”

Tuhan, bahwa yang daulat menurut kelompok Islam formalis-simbolik adalah

Tuhan dan bukan rakyat, karena itu demokrasi pada prinsipnya tidak bertentangan dengan Islam, meskipun demokrasi dalam pemahaman rakyat saat ini menekankan pada kedaulatan rakyat.Islam menjadiidentitas yang bisa dinegosiasikan dengan negara seraya masihmempertahankan identitas Muslim mereka (Jati, 2015).

2.7. Gerakan Sosial dalam Perspektif Islam Populisme dan Post-Islamisme

Pengertian Islam Populisme secara sederhana dapat diartikansebagai Islam yang merakyat. Pengertian tersebut sebenarnyamerupakan bagian dari dua fenomena penting, yakni: pertama adanyaupaya untuk menginklusifkan Islam sebagai agama publik karenaIslam selama ini menjadi agama ekslusif bagi segelintir orang. Agamabukannya sebagai pengikat kebersamaan, namun justru menjadialat penindas untuk melanggengkan adanya legitimasi kekuasaandengan menghasilkan adanya rezim. Kedua Islam sebagai identitaspembebasan untuk melawan ketimpangan dan ketertindasan yangselama ini terjadi. Hal itulah yang

42

Universitas Sumatera Utara kemudian mendorong terjadinyagerakan politik dengan membawa Islam sebagai identitas kolektif (Jati, 2016).Kedua penyebab munculnya Islam populisme itu berimplikasipenting terhadap pilihan strategi perubahan sosialpolitik yangakan digunakan. Jati (2016) menambahkan, pengertian lain mengenai Islam populisme adalahIslam pembebasan. Istilah ini merupakan padanan kata yangterinspirasi semangat teologi pembebasan yang berkembang dalamkasus Amerika Selatan.

Pembebasan tersebut terkait dengan upayamembebaskan kemiskinan maupun ketimpangan yang terjadi dalammasyarakat.

Islam populisme secara harfiah dapat diartikan sebagai usahauntuk mempopulerkan Islam dalam skala luas. Namun berbedadengan istilah Islam populer yang lebih cenderung mempopulerkanIslam ruang publik dalam bentuk produk budaya populer. Istilahpopulisme yang disematkan dalam Islam merupakan bagian dariupaya menunjukkan eksistensi sekaligus pula koeksistensi diridengan komunitas masyarakat lainnya (Jati, 2016). Eksistensi itu memangberakar pada masalah ketimpangan dan alienasi kelas yangterjadi karena akumulasi kapital yang tidak adil. Kondisi tersebutmendorong adanya pergolakan kelas yang cukup massif untukmelawan rezim otoritarianisme. Oleh karena itulah, gerakanpopulisme sebenarnya merupakan bagian dari gerakan kiri baruyang melanda kelas menengah muslim. Perspektif kiri ditempatkansebagai bentuk usaha penyadaran politik bahwa kemunduran kelasmenengah muslim sebagai ummah adalah ketiadaan akses danredistribusi ekonomi yang tidak adil (Jati,

2016). Hal itulah yang kemudianmendorong adanya semangat pembebasan untuk melawan haltersebut.

43

Universitas Sumatera Utara Kemunculan Islam populisme dapat dilihat dari dua hal,Pertama, perkembangan industrialisasi dan kapitalisme yang tidakseimbang. Kehidupan perekonomian sendiri secara tidak berpihakpada masyarakat kelas menengah muslim, namun justru padakelas borjuasi yang didominasi kepentingan Barat maupun jugaTionghoa. Kedua, rezim pemerintahan yang otoriter telah memberanguskehidupan masyarakat dengan menciptakan prinsip monoloyalitasterhadap rezim (Jati, 2016).

Kedua kondisi itulah yang melatarbelakangihadirnya politik Islam sebagai bentuk ketimpangan kelas danpolitik yang dialami oleh kelas menengah muslim selama ini. Islam populis juga merupakan bentuk responsterhadap kontradiksi pembangunan kapitalisme yang selama inimengalienasikan masyarakat kelas menengah muslim (Hadiz, 2010). Hal itulahkemudian menciptakan adanya usaha untuk mempopulerkan Islamsebagai identitas politik kolektif yang ditujukan sebagai alatperjuangan politik (political struggle).Diskursus mengenai politik

Islam tersebut kemudian diperkuat legitimasi secara teologisbahwa keterbelakangan umat Islam dikarenakan adanya dominasiekonomi-politik Barat yang menindas sehingga perlu untuk dilawan.Dari situlah soliditas maupun solidaritas masyarakat Muslim kelas menengah menjadi kunci penting dalam membangkitan semangatummah dalam level global (Jati, 2016).

Hadiz (2016) lebih menegaskan kemunculan gerakan populis sebagai produk perjuangan dan pertarungan kontemporer atas kekuasaan dan sumber daya material sekaligus sebagai resultat dari konflik yang terjadi dalam berbagai konteks sosial dan historis.Hadiz memaparkan kemunculan populisme Muslim sebagai warisan dari kebangkitan gerakan Pan-Islamisme yang muncul pada awal Abad 20 seiring dengan

44

Universitas Sumatera Utara memudarnya Kekaisaran Utsmaniyah. Tema sentral dari gerakan tersebut adalah pembangunan ummat demi munculnya jaman kejayaan Islam. Hadiz menggarisbawahi bahwa kemunculan gerakan tersebut sebagai reaksi terhadap dua hal. Pertama, “Dominasi Barat” yang pada saat itu direpresentasikan oleh masifnya kekuasaan kolonial negeri-negeri Eropa yang menjajah Afrika dan Asia. Kedua,

“Pengaruh Barat” dalam bentuk gaya hidup, sistem nilai bahkan ideologi dan sistem politik dan ekonomi seperti kapitalisme, sekularisme, pluralisme dan demokrasi.

Perspektif Islam populisme menempatkan dimensi keadilansosial (social justice) sebagai basis penting dalam membangkitkanidentitas kelas menengah.

Maka dalam perkembangan selanjutnya,Islam populisme kemudian bercabang dalam dua haluan utama,yakni kebutuhan akan membentuk negara Islam ()dan membentuk masyarakat muslim (ummah). Pada model Islampopulisme klasik, alienasi terhadap masyarakat muslim tersebutditunjukkan dengan cara defensif, yakni mendirikan suatu negaraatau komunitas kolektif yang mewajibkan umat Islam tergabung didalamnya (Hadiz, 2016).

Urgensi terbentuknya negara Islam tersebut merupakanjawaban atas ketimpangan kelas yang dialami oleh kelasmenengah Muslim tesebut. Dengan mendirikan negara Islam, makakeadilan sosial yang menjadi esensi dasar Islam populisme akantercapai dengan mudah. Hal itulah yang mendasari adanya perlawananbersenjata yang cenderung mengarahkan pada ekstrimisme maupunradikalisme. Namun strategi tersebut tidak berhasil untuk diterapkansecara sepenuhnya (Jati, 2016).

Berbeda halnya dengan Islamisme yang menekankan adanyaideologi kolektif komunitas dalam memformalisasikan agamasebagai aturan sehingga

45

Universitas Sumatera Utara berdampak pada pembentukan negara. Post-islamismemenekakankan pada adaptasi Islam dengan sekulerisme,liberalisasi, dan demokrasi (Bayat, 2013).

Ideologi ini lebih menawarkan adanyareligiositas Islam dalam ruang publik sehingga mudah diterimaoleh masyarakat.

Pemahaman Post-Islamismediinisiasi oleh Asef Bayat untuk melihat perubahan signifikandalam masyarakat muslim paska revolusi seperti yang terjadi dalamstudi kasus Mesir, Turki, Tunisia, maupun Indonesia.Pada awalnya, Post-

Islamisme hanya wujuddalam bentuk teori semata dan bukannya dalam bentuk praktikal. MenurutBayat (2013) Post-Islamisme sebagai bentuk strategi golongan

Islamis untuk bertahan dalam meneruskanperjuangan Islam dalam politik.

Menurut Dagi (2013), beliau mengulas Post-Islamisme sebagai satu perubahan strategipolitik Islam dengan meninggalkan ide fundamental yang bersifat teori negaraIslam menuju ide yang lebih realistik.

Berbeda dengan Islam populisme yang mengarahkan kepadaperubahan sosial-politik yang mengarahkan kepada aksi kekuasaandan gerakan konfliktual.

Post-Islamisme lebih menyarankan adanyaperubahan sosial politik dimulai dari pembentukan ruang publik.Ruang publik tersebut ditujukan untuk sebagai ruang negosiasi,ruang diskusi, maupun ruang adaptasi. Hal tersebut sebenarnyaselaras dengan tujuan Post-Islamisme yakni untuk mengintegrasikantataran demokrasi, liberalisme, dan Islamisme dalam satu ruang (Jati, 2016).Kebutuhan ruang publik tersebut meningkat seiring dengankebutuhan kelas menengah untuk menunjukkan ekspresi danartikulasi identitas yang mereka inginkan. Munculnya kelompokdiskusi seperti halnya Paramadina, Maarif, dan lain sebagainyamerupakan bagian dari proses post-islamisme tersebut.

46

Universitas Sumatera Utara Secara garis besar pembabakan garis perubahansosial politik yang terjadi dalam Islam Populisme maupun Post-Islamisme dapat dijelaskan dalam tabulasi sebagai berikut.

Tabel 2.1 : Komparasi Islam Populis dan Post-Islamisme

No Parameter Perubahan Sosial Islam Populisme Post-Islamisme Politik 1 Tujuan perubahan sosial Eksistensi dan Adaptasi dan negosiasi kelas politik representasi kelas menengah muslim dalam menengah muslim demokrasi, liberalisme, dan sebagai ummah sekulerisme 2 Genealogi perubahan sosial Ketimpangan dan alienasi Otoritarianisme politik kelas 3 Cara mencapai perubahan Membentuk gerakan Membentuk partai politik sosial politik politik 4 Ciri perubahan sosial politik Perubahan radikal Perubahan transformatif 5 Arah peruahan sosial politik Membentuk masyarakat Membentuk kesalehan sosial muslim kolektif dalam masyarakat 6 Relasi dengan negara Negara dipandang dalam Negara dipandang dalam relasi konfliktual relasi kolegial 7 Segmentasi kelas menengah Kalangan borjuasi, Intelektual, rumah tangga, intelektual, birokrat birokrat Sumber : (Jati, 2016, hal. 140)

2.8. Hijrah

Latar belakang hijrahnya nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah (waktu itu masih bernama Yastrib) didorong oleh makin tingginya tekanan dari orang- orang Mekah terhadap aktifitas dakwah yang dilakukan oleh nabi Muhammad.

Selama tiga tahun, Muhammad hanya berdakwah kepada teman-teman dan rekan dekat beliau. Lalu, sekitar 613 M beliau mulai berdakwah didepan publik. Seiring dengan bertambahnya pengikut-pengikut baru, pihak penguasa Mekah mulai menganggapnya sebagai gangguanberbahaya. Pada 622 M, karena khawatir dengan keselamatannya, beliau mengungsi ke Madinah. Disaat bersamaan, orang- orang Yastrib juga meminta nabi Muhammad untuk datang ke kampung mereka

47

Universitas Sumatera Utara dan menyampaikan kebenaran Islam di sana (H.Hart, 2009). Dalam kondisi seperti demikian nabi Muhammad kemudian mengganti strategi dakwah dengan memilih untuk hijrah dari Mekah ke Yastrib. Dengan melakukan hijrah dari

Mekah ke Yastrib, Islam memungkinkan untuk dikembangkan dari Yastrib.

Dalam peristiwa hijrah, proses perpindahan dari Mekah ke Madinah tidak hanya dilakukan oleh nabi Muhammad, akan tetapi melibatkan dan mengajak semua ummat Islam yang semakin hari semakin ditekan oleh penguasa di Mekah saat itu. Banyak catatan penting yang dapat dijadikan sebagai sebuah renungan dalam peristiwa penting perjalanan Islam itu.

Pertama,hijrah merupakan perjalanan batin, di mana setiap manusia yang berhijrah dapat memaknai hijrah dengan makna masing-masing. Hijrah memiliki makna yang lebih luas seperti yang diutarakan oleh Khalid (2014) bahwa Utsman bin Affan (yang merupakan muhajir pertama) mengatakan, hijrah bukanlah perjalanan fisik atau perpindahan dari sebuah negeri ke negeri yang lain semata, tetapi hijrah memiliki makna yang lebih besar. Utsman menambahkan hijrah adalah perjalanan ruhani dan kehidupan. Demikianlah makna hijrah sebelum dimaknai perjalanan secara fisik. Selain itu, sahabat Rasul ini mengatakan hijrah adalah perjalanan melewati batas-batas di dalam diri, sebelum dimaknai perjalanan melintasi batas-batas geografis dan daerah. Hijrah adalah suatu perjalanan ruhani, dalam meninggalkan keburukan demi kehidupan yang lebih baik,di mana setiap manusia dapat memaknainya secara berbeda sesuai dengan keadaan rohani yang ia rasakan (Setiawan, 2017).

Kedua, hijrah juga merupakan pengalaman tentang pembebasan, baik secara historis maupun spiritual (Ramadhan, 2007). Perbedaan pengalaman itu pula yang

48

Universitas Sumatera Utara membuat manusia memiliki makna tersendiri pada hijrah. Hijrah adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik, hijrah pun tidak diartikan secara sempit melalui gaya penampilan seseorang, melainkan memiliki definisi yang sangat luas dan beragam di mana pemaknaan hijrah dapat berbeda-beda pada setiap manusia yang melaksanakannya tergantung pada pengalaman, tujuan hidup, alasan, situasi, dan kondisi seseorang.

Ketiga, dan yang paling penting adalah niat atau dalam bentuk yang lebih luas adalah visi. Tanpa visi atau niat yang matang, hijrah tentu tidak dapat dilakukan secara fokus dan optimal, karena yang menjadi niat seseorang dalam melakukan hijrah maka, itu yang akan didapatkan oleh mereka yang hijrah.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatakan oleh Imam Bukhari dalam kitab al-Aiman wa an-Nudzur, Nabi mengatakan :

“Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnyauntuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnyaadalah kepada apa yang ia hijrahi”. (HR. Bukhari, hadits no.6689)

Dengan mengikuti apa yang disabdakan Nabi, penting untuk menentukan niat sebelum melakukan hijrah. Maka, di sini sesungguhnya urgensi dari hijrah.

Bahwa hijrah tidak hanya semata-mata sebagai sebuah aktifitas dalam rangka strategi dan pengorbanan, namun jauh di balik itu, niat menjadi faktor utama.

Dimana apa yang diniatkan dalam proses hijrah merupakan konsekuensi yang akan ditanggung oleh seseorang yang melakukan hijrah.

49

Universitas Sumatera Utara Secara Terminologi, kata hijrah berarti memutuskan hubungan (Munawwir

A. W., 1997). Menurut Ibn al-Manzur (1993), kata hijrah mempunyai makna al-

Khuruj min al-Ard ila al-Ard, berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.

Sedangkan secara Etimologi, hijrah adalah berpindahnya seseorang dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu daerah ke daerah yang lain yang mempunyai tujuan untuk kebaikan (Al-Qurtubi, 2006).Pendapat lain mengatakan

Hijrah (the Flight) secara etimologis diartikan sebagai perpindahan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Sedangkan menurut Islam, hijrah diartikan sebagai keluarnya Rasulullah dari Mekah sebagai kota kelahirannya, menuju

Yatsrib/Madinah, suatu daerah yang lain, dengan niat dan maksud keselamatan dirinya serta pengembangan ajaran Islam yang wajib disiarkannya, dan akan kembali lagi pada suatu waktu kemudian (Harapan, 1999).

Hijrah adalah sebuah perpindahan dan sebagai titik tolak perubahan umat

Islam menuju kebangkitan Islam sebagai acuan bagi dunia pendidikan untuk mengambil ibrah dari peristiwa itu, untuk mau bangkit dari semua kejumudan dan membangun civil societyyaitu masyarakat yang madani (Abidin, 2017).

Dari beberapa pengertian hijrah yang telah disebutkan di atas dapat diambil suatu pemahanan bahwa hijrah itu pada dasarnya mencakup tiga aspek. Pertama, segala sesuatu yang harus dihindarkan. Kedua, segala sesuatu yang harus ditegakkan, dan ketiga, segala sesuatu yang harus dijalankan secara konsisten dan tidak keluar dari batas-batas yang telah ditentukan. Secara operasional hijrah dapat dirumuskan sebagai upaya meninggalkan segala kesulitan menuju berbagai kemudahan serta tidak keluar dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari‗at, baik secara dzahiriyah maupun batiniyah (Aswadi, 2011).

50

Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain bahwa hijrah adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam menjauhkan diri dari berbagai bentuk penyimpangan menuju tata aturan secara benar dan konsisten. Di sisi lain, hijrah dalam perspektif historis dapat dimaknai sebagai tindakan pragmatis monumentalis yang di dalamnya juga mencakup nilai-nilai normatif. Karena itu, kajian hijrah tidak cukup hanya dilihat pada dimensi historis saja, melainkan harus terisi dengan nilai-nilai normatif yang bersumber pada Al-Qur‟an maupun Hadits.

Paling tidakada lima makna yang amat strategis yang terkandung dalam momentum hijrah Nabi, yang dalam tingkat tertentu dapat direfleksikan pada kehidupan Muslim kontemporer (Harapan, 1999).

Pertama, hijrah sebagai strategi perjuangan Nabi Muhammad. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana Nabi Muhammad membangun basis dan kekuatan umat

Islam dari bawah yaitu membangun Masjid Quba. Sebab masjid dapat di pandang sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam. Strategi tersebut dapat pula dilihat secara kronologis gagasan-gagasan Nabi dalam membangun masyarakat di

Madinah. Strategi Nabi tersebut dapat juga dilihat bagaimana Nabi mengembangkan jangkauan pemahaman dan pengamalanIslam dari ibadah hingga keaspek yang lebih luas dari kehidupan, yaknimasalah sosial, ekonomi, politik.

Kedua, penegasan identitas umat Islam. Peristiwa ini menguji sampai di mana orang beriman dapat menegaskan identitasnya. Kalau pada masyarakat

Mekah, mereka sulit menegaskan identitasnya dalam berbagai aspek kehidupan, maka di Madinah umat Islam berani menegaskan identitas keimanan dan ke-

Islaman mereka. Jadi mereka membangun konsep masyarakat Islam yang kaffah(menyeluruh). Penegasan identitas itu juga dapat dilihat bagaimana Nabi,

51

Universitas Sumatera Utara setelah Fath al-Makkah, pertama kalinya memberikan kebebasan setiap umat untuk menganut agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

Ketiga, membangun peradaban. Dipilihnya Madinah sebagai tempat tujuan berarti bahwa hijrah juga bermakna pembangunan tahta peradaban (sebagaimana makna dari kata madinah). Untuk membangun tahta perabadan umat Islam itu,

Nabi membangun tiga orientasi umat Islam, yaitu: orientasi budaya, orientasi kerja, orientasi kapital. Yang ketiganya merupakan masalah pembangunan peradaban muslim saat ini, yang penegakannya harusdibangun di atas keyakinan agama yang kuat (Abidin, 2017).

Keempat, konsep persatuan. Hijrah juga merupakan penegasan konsep persatuan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah), sebagaimana diperankan

Muhajirin dan Anshar, dan bahkan melalui Piagam Madinah, Nabi memberi contoh bagaimana mengatur kehidupan masyarakat yang pluralistik (ukhuwah insaniyyah).

Kelima, konsep masyarakat egalitarian. Hijrah juga merupakan strategi membangun masyarakat yang egaliter (penuh kebersamaan). Membangun kebersamaan yang dipraktekkan oleh Nabi dan para sahabat, saling menasehati dan mengingatkan dalam pembangunan Islam (Abidin, 2017).

2.9. Hijrah: Semangat Perubahan Untuk Kalangan Muda

Hijrah secara harfiah diartikan dengan berpindah atau migrasi. Jika pemaknaan tersebut lebih diperluas, maka dapat difahami bahwa hijrah tersebut tidak hanya dalam bentuk pindah secara fisik. Seperti yang disinggung di atas

52

Universitas Sumatera Utara bahwa hijrah dapat dilihat sebagai sebuah strategi dan pengorbanan, maka dalam hal ini hijrah tidak jauh dari semangat perubahan. Dimana dalam hal ini perubahan dimaknai sebuah sebagai usaha kolektif untuk menegakkan terciptanya tata kehidupan yang baru (Blummer, 1955)

Dalam konteks perubahan, Sztompka (2007) menyebutkan bahwa dalam aktor individual untuk melakukan perubahan, terdapat tiga tipe berlainan; tipe pertama adalah orang-orang biasa saja yang mengikuti rutinitas kehidupan sehari- hari seperti bekerja, makan, istirahat dan sebagainya. Tipe kedua terdiri dari individu yang karena kualitas pribadinya yang khas (pengetahuan, kecakapan, bakat, keterampilan, kekuatan fisik, kecerdikan atau kharisma dan sebagainya).

Tipe kedua ini adalah orang-orang yang biasanya bertindak mewakili orang lain atas nama mereka, atau untuk kepentingan mereka. Mereka ini dapat mencakup pemimpin, nabi, ideolog, kepala suku, negarawan dan sebagainya. Tipe kedua ini dapat muncul dari individu-individu yang ada dalam tipe pertama. Tipe ketiga terdiri dari orang yang menduduki posisi luar biasa karena mendapatkan hak istimewa tertentu. Peran mereka memungkinkan dan bahkan memerlukan tindakan yang berakibat terhadap orang lain, menentukan nasib orang lain dan lain-lain. Mereka ini adalah semisal raja, eksekutif, legislatif, manajer dan sebagainya. Mereka dapat muncul dari individu-individu tipe pertama atau individu-individu tipe kedua (Sztompka, 2007).

Melakukan perubahan untuk kondisi yang lebih baik merupakan hal yang penting sekaligus sebagai merupakan tantang bagi setiap orang. Dia merupakan sebuah pilihan hidup yang sekaligus mengorbankan. Dalam banyak perubahan sering dibidani oleh kalangan muda yang sering kita sebut dengan pemuda dalam

53

Universitas Sumatera Utara dinamika kehidupan bangsa. Mereka menghiasi berbagai sisi kehidupan yang tidak bertapal batas. Dengan segala kelebihan dan kemampuan yang dimiliki, pemuda mengisi berbagai sisi kehidupan di tengah-tengah masyarakat.

Namun demikian, pertanyaan pentingnya yang muncul kemudian adalah sejauh mana kalangan muda memaknai dan menggunakan spirit hijrah untuk melakukan suatu perubahan dalam dinamika kehidupan sosial. Karena sebuah aktifitas tanpa spirit akan menjadi suatu rutinitas semata.

2.10. Kaum Muda Islam

Dalam kosakata indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda memiliki terminologi yang beragam. Untuk menyebut pemuda, digunakan istilah young human resources sebagai salah satu sumber pembangunan. Mereka adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan keterampilan yang didukung penguasaan iptek untuk dapat maju dan berdiri dalam keterlibatannya secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya guna penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi bangsa(Hasibuan, 2008).

Secara umum kaum muda dapat dikatakan sebagai orang yang belum luas kemajuan dalam hidup, belum tua umurnya, penuh semangat, belum dewasa, dan belum berpengalaman (Fowler, 1956).

Ada pula yang mendefinisikan pemuda sebagai individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami pertumbuhan jasmani dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional. Dengan begitu, kaum muda merupakan

54

Universitas Sumatera Utara sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun kelak. Terutama sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya

(Hasibuan, 2008).

Sedikitnya ada tiga pendekatan untuk mendefenisikan istilah kaum muda, yaitu : pendekatan biologis, psikologis, dan organisatoris. Pertama, berdasarkan pendekatan biologis bahwa yang disebut kaum muda adalah mereka yang berusia

14 sampai 29 tahun, yang kemudian diperluas sampai 35 tahun (Pangkahila,

1998). Batasan pemuda berdasarkan umur cenderung memiliki keragaman. World

Health Organization (WHO) mendeffinisikan pemuda sebagai seseorang yang berusia antara 10 tahun – 24 tahun. Batasan paling tinggi 24 tahun dengan katagori remaja berusia antara 13 tahun – 19 tahun, dan dewasa muda berusia antara 20 tahun – 24 tahun sesuai perkembangan sosial, psikologi, dan kesehatan

(Supenti, 2008).

Kedua, berdasarkan pendekatan psikologis bahwa yang disebut kaum muda adalah seseorang yang secara individu dalam proses kematangan jiwa dan kedewasaan diri. Lebih lanjut dikatakan bahwa yang disebut kaum muda adalah seseorang yang belum memasuki alam perkawinan. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa kaum muda itu adalah kondisi antara anak-anak dan dewasa

(Soeprapto, 1984). Dan Ketiga, berdasarkan pendekatan organisatoris, bahwa kaum muda adalah mereka yang berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, pemuda, dan sarjana.

Intisari dari tiga pendekatan tersebut diatas adalah bahwa kaum muda mengandung arti mereka yang berumur 13 sampai 35 tahun, dan dalam proses

55

Universitas Sumatera Utara pematangan jiwa dan pendewasaan diri serta menyandang atribut sebagai pelajar, mahasiswa, pemuda dan sarjana.

Kaum muda Muslim adalah generasi global yang lahir dalam kurun waktu

30 tahun belakangan. Berbeda dengan generasi muda agama lain yang cenderung berpaling dari agama, generasi Muslim milenial justru kian mendekatkan diri pada agama. Mereka beranggapan, agama dan kehidupan sehari-hari adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan (Janmohamed, 2017).

Kaum muda Islam dalam penelitian ini adalah mereka yang tergabung dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu,yaitu organisasi yang melibatkan remaja, mahasiswa, dan pemuda sebagai pengurus atau aktivisnya. Komunitas Sahabat

Hijrahkuu memiliki cakupan pada organisasi dan komunitas yang berafiliasi pada gerakan hijrah kaum muda Islam.

2.11. Kaum Muda Islam Sebagai Kelas Menengah Muslim

Alienasi terhadap muslim, rezim otoritarianisme, maupun juga ketimpangan ekonomi-politik menjadi sumber pemicu penting munculnya kelas menengah muslim. Hal yang perlu diingat adalah kelas menengah muslim sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kelompok kelas menengah pada umumnya. Kelas menengah merupakan kelas masyarakat baru yang menampilkan sisi rasionalitas, material, maupun intelektualitas dari adanya kehidupan perekonomian yang semakin baik.

Namun demikian, identitas sebagai muslim inilah yang membedakannya dengan kelas menengah pada umumnya dibentuk dan dipelihara oleh negara. Kelas menengah muslim terbentuk karena proses negosiasi dan adaptasi untuk

56

Universitas Sumatera Utara menempatkan diri dalam relasi negara-masyarakat. Kebutuhan akan rekognisi dan representasi menjadi kelas adalah hal yang urgen dan signifikan, disamping tetap mempertahankan adanya identitas sebagai muslim (Jati, 2016).

Sekulerisasi dan demokrasi merupakan tantangan yangdihadapi oleh kelas menengah muslim dalam upaya meneguhkanposisinya dalam relasi negara- masyarakat paska otoritarianisme.Kedua hal itulah yang penting untuk dinegosiasikan dan diafirmasioleh kelas menengah muslim untuk mereduksi pandangan publikyang skeptis terhadap Islam. Adanya semangat post-Islamisme danjuga kesalehan sosial merupakan strategi kunci dalam menginisiasimunculnya kelas menengah muslim (Jati, 2016).

Mandaville (2014)mengatakan bahwakelasmenengah yang terlahir dari proses post-Islamisme merupakanbentuk dari implikasi modernisasi yang menggejala masyarakatkelas menengah muslim justru mengarahkan kepada bentukprivatisasi kesalehan maupun juga sekulerisasi. Dengan kata lain,kelas menengah muslim menampilkan wajah masyarakat Muslimyang mencoba menempatkan Islam sebagai politik identitas, dantidak menggunakannya sebagai aktivisme politik secara spartan.

Munculnya kelas menengah Muslim di Indonesia dapat dilacakdari munculnya relasi kelompok borjuasi dan intelektual dalammasyarakat Muslim untuk bangkit melawan ketidakadilan terhadapmereka. Adanya marjinalisasi dan alienasi terhadap kelompok Muslim yang kasusnya tidak hanya di Indonesia, namun juga dibelahan dunia Islam lainnya menimbulkan adanya kebangkitan dansolidaritas bersama (Jati, 2015). Kasus kebangkitan kelas menengah

MuslimIndonesia dapat dilihat dari berbagai fase mulai dari perjuanganpolitik

57

Universitas Sumatera Utara hingga perjuangan eksistensi diri dan juga mulai dari isukhilafah Islamiyah menuju Islam populer. Dengan kata lain bahwa kelompok kelas menengah

Muslim di Indonesia sendiri menginginkanadanya ruang-ruang ekspresi sehingga nilai-nilai Islam kemudianpopuler di kalangan masyarakat (Jati, 2015). Oleh karena itulah, baik Islampopulisme maupun post-Islamisme yang menjadi rujukan kelas menengah Muslim Indonesia dalam melakukan perubahan. Hal itudijalankan secara signifikan dalam melakukan perubahan politik.

Dikala di negeri ini isu kebangkitan Islam Kanan atau Fundamentalis semakin meninggi. Ada sebuah perkembangan dalam generasi muda Muslim dengan genre yang berbeda. Mereka adalah generasi muda Muslimyang terbuka terhadap unsur-unsur budaya dari luar mereka. Mereka ini hidup dan berkreativitas dalam arus modernitas, dan mereka ini malah sebagai agen Islam yang mengkampanyekan Islam yang ramah dan terbuka terhadap dunia modern.Mereka adalah Generasi M, seperti yang diuraikan oleh Janmohammed

(2017)bahwa generasi muda Muslim ini lahir dari depresi paska peristiwa teroris

11 September WTC dan penembakan brutal para teroris kepada 11 pegawai Charlie Hebdo di Perancis pada 2015 lalu. Mereka merasa ter- stereotype sebagai seorang Muslim yang diidentikkan dengan terorisme dan kolot.

Peristiwa besar ini banyak membentuk jiwa keberislaman mereka. Mereka ingin menunjukkan, bahwa Islam tidak sebagaimana dituduhkan dalam isu-isu

Islamophobia. Janmohamed mengupas sisi lain generasi muda, khususnya generasi Muslim yang turut serta membangun masyarakat. Apa yang mereka lakukan adalah salah satu bentuk partisipasi yang layak diapresiasi, karena semua

58

Universitas Sumatera Utara itu demi kepentingan umat, terutama sejak citra Islam tercoreng pasca peristiwa

11 September.

Lazim diketahui, generasi muda adalah penerus cita-cita bangsa. Semangat dan loyalitasnya sangat dibutuhkan di masa yang akan datang. Karena itu, sudah seharusnya generasi muda untuk turut berpartisipasi dalam pelbagai kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan bersama. Generasi M adalah populasi Muslim muda yang terus bertumbuh, dan percaya akan iman dan modernitas

(Janmohamed, 2017).

Generasi M merupakan sebuah komunitas yang benar-benar bisa diperhitungkan, terutama di era digital ini. Kiprah mereka menjadi garda depan bagi berkembangnya sebuah generasi yang mandiri dan berkualitas. Apalagi, saat ini memang berkembang berbagai macam komunitas di belahan dunia, termasuk

Indonesia yang terus melakukan inovasi di berbagai bidang. Janmohamed (2017) menjelaskan generasi muda Muslim cenderung ingin menampakkan identitas diri mereka. Mereka ingin dunia tahu identitas mereka, dan inilah yang membedakan dengan generasi muda lainnya.

Misi dan gerakan yang diusung oleh Gennerasi M ini adalah meliputi memetakan pasar muslim global, menyediakan gambaran dan komoditas Islam, sekaligus menghadapai tantangan yang muncul. Selain itu, Generasi M juga menguatkan kampaye peneguhan perjuangan yang berimplikasi perubahan positif kehidupan masyarakat sehari-hari. Generasi M adalah populasi Muslim muda yang terus bertumbuh, dan percaya akan iman dan modernitas (Janmohamed,

2017). Terutama untuk di Indonesia yang bisa jadi penggerak untuk Generasi M ini terus tumbuh, karena didasari dengan jumlah populasi Muslim yang tinggi di

59

Universitas Sumatera Utara dunia. Kesejahteraan demografis generasi muda Muslim dunia yang terus tumbuh merupakan bagian dari gambaran besar pertumbuhan kelas menengah Muslim yang mungkin saja akan menggeser poros ekonomi menjauh dari Barat

(Janmohamed, 2017).

Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Gerakan Hijrah

60

Universitas Sumatera Utara

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi fenomenologi.

Analisis permasalahan dalam penelitian ini menggunakan orientasi pendekatan sociologic phenomenologic. Fenomena hijrah kaum muda Islam dalam konteks ini, dipakai dalam memaknai suatu proses gerakan sosial ini bersifat menyeluruh menyangkut aspek fisik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena sesuai dengan sudut pandang dalam penelitian kualitatif, yaitu bahwa suatu gejala sosial adalah bersifat holistic

(menyeluruh tidak dapat di pisah-pisahkan), sehingga dalam penelitian kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang di teliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono,

2012). Selain itu, fenomena hijrah yang ada di Kota Medan tentu saja juga akan memberi pengaruh terhadap pola perilaku kaum muda Islam dan juga masyarakat terdampak, maka sangat sesuai jika penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif mempunyai pengertian yang berbeda-beda untuk setiap momen, namun secara umum dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam fokus, yang melibatkan suatu

61

Universitas Sumatera Utara pendekatan interpretatif dan wajar terhadap setiap pokok permasalahannya. Ini berarti penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami, yang berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepada peneliti. Penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh keterangan yang deskriptif analisis di lapangan yakni dengan penggambaran atau representasi objektif terhadapfenomena yang ada (Hadi, 1995). Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, instropeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual: yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif

(Salim, 2002).

Penelitian ini juga dikatakan fenomenologis, karenaberusaha memahami arti dari peristiwa, kejadian yang terjadi dilapangandan kaitannya terhadap orang- orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu dan mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa, sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian tujuannya adalah untuk mengungkap peristiwa riil di lapangan yangmelalui informasi yang diperoleh dari individu maupun kelompok, secara tertulis maupun secara lisandengan berusaha mempertahankan keutuhan objek yang diteliti (Moleong, 2013).

Dalam penelitian ini peneliti berusaha masuk kedalam dunia konseptual dari subjek penelitian. Bagaimana kaum muda Islam memahami hijrah dan seperti apa pola-pola gerakan hijrah yang mereka bentuk adalah paradigma yang

62

Universitas Sumatera Utara dipakai oleh peneliti, kemudian dari pemahaman subjek tentang fenomena perubahan ini, oleh peneliti disusun sebuah hasil penelitian dalam bentuk deskripsi. Peneliti berusaha memahami bentuk gerakan sosial yang dilakukan komunitas dari sudut pandang pemaknaan kaum muda Islam.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dengan sebaran beberapa mesjid yang sering di jadikan ruang publik untuk aktifitas kajian rutin komunitas hijrah.

Diantaranya Mesjid Aljihad, Jl. Abdulah Lubis dan Mesjid Alfalaah, Jl. Alfalaah

Raya Kota Medan, serta sekretariat komunitas Sahabat Hijrahkuu yang terletak di

Jl.Perjuangan No 2B Kelurahan Tanjung Rejo Kota Medan. Lokasi ini peneliti ambil karena di tiga lokasi ini merupakan lokasi yang selalu dijadikan tempat untuk pelaksanaan program rutin oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi. Metode tersebut masing-masing dapat dijelaskan demikian:

3.3.1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling alamiah danpaling banyak digunakan tidak hanya dalam dunia keilmuan namun juga dalamberbagai aktivitas kehidupan. Secara umum observasi berarti

63

Universitas Sumatera Utara pengamatan,penglihatan. Sedangkan secara khusus, dalam dunia penelitian observasi adalahmengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencaribukti terhadap fenomena sosial-keagamaan (perilaku, kejadian, keadaan, bendadan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhifenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam, memotret fenomenatersebut guna penemuan data analisis.

Observasi yang peneliti lakukan ialah observasi partisipasi yakni peneliti ikut terlibat langsung dilapangan. Proses pengamatan dilakukan dengan cara mengamati ruang dan tempat, siapa saja pelaku yang terlibat, instrumen yang digunakan, hasil nyata program kerja, pola perilaku interaksi sesama anggota komunitas dan masyarakat serta aktivitas kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh komunitas hijrah Kota Medan.

3.3.2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang yaitu pewancara (interviewer) yang memberikan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan pertanyaan tersebut. (Moleong, 2013).

Wawancara merupakan metode penggalian data yang paling banyak dilakukan, baik untuk tujuan praktis maupun ilmiah, terutama untuk penelitian sosial yang bersifat kualitatif. Adapun yang menjadi tujuan wawancara secara umum adalah untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari perilaku subjek yang diteliti.

64

Universitas Sumatera Utara Wawancara dalam melakukan penelitian ini adalah wawancara mendalam, yaitu peneliti dan informan berinteraksi satu sama lain dengan waktu yang relatif lama sehingga peneliti dapat membangun rapport dengan informan.

Wawancara yang digunakan dalam metodologi fenomenologi mengunakan wawancara semi bestruktur yang berusaha seminimal mungkin mempengaruhi dan mengarahkan informan ini dalam menjawab.Dengan mengunakan wawancara yang seperti ini diharapakan peneliti mampu menangkap pengalaman dan pengetahuan informan secara lebih utuh dibandingkan dengan mengunakan wawancara uang sifatnya lebih formal atau kaku. Dengan begitu informan juga akan lebih bebas dalam mengekpresikan pengalamannya atau pengetahuannya.

Wawancara dilakukan dengan waktu dan tempat yang disepakati olehpeneliti dengan informan. Untuk menjaga agar wawancara tetap pada fokuspenelitian, peneliti akan menggunakan interview guide sehingga pertanyaan- pertanyaanyang akan diajukan tetap terarah dan tidak lari dari fokus penelitian.Selain menggunakan interview guide, peneliti juga akan menggunakan recorderuntuk merekam proses wawancara informan untuk memperkuat akurasi data.

3.4. Teknik Pengambilan Informan

Penelitimembagi informan menjadi dua jenis yaitu : informan kunci dan informan biasa. Berikut beberapa kreteria informan yang digunakan dalam metodelogi fenomenologi.

65

Universitas Sumatera Utara 1) Informan harus mengalami langsung situasi atau kejadian yang berkaitan

dengan topik penelitian. Agar untuk mendapatkan diskripsi dari sudut

pandang orang pertama. Ini salah satu kreteria utama yang harus ada dalam

metodelogi fenomenologi. Maka itu dalam penelitian ini mengambil pengurus

aktif komunitas sebagai informan, karena pengurus komunitas adalah subjek

yang secara langsung terlibat dalam proses aktifitas gerakan hijrah.

2) Informan bisa dan mampu mengambarkan kembali kejadian atau fenomena

yang telah dialaminya. Terutama dalam sifat alamiah dan maknanya. Dengan

begitu diharapkan hasil yang diperoleh data yang alamiah dan refleksi

mengambarkan keadaan yang sebenarnya.

3) Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian yang mungkin

membutuhkan waktu yang relatif lama.

4) Yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah founderkomunitas

Sahabat Hijrahkuu, selain pendiri, ia juga berperan sebagai ketua komunitas

yang terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh komunitas.

5) Yang menjadi informan pendamping dalam penelitian ini adalah anggota dan

pengurus komunitas Sahabat Hijrahkuu serta pihak luar yang dianggap

memahami dan mengetahui permasalahan yang diteliti, sehingga mampu

memberikan informasi terkait yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.5. Analisis Data

Proses analisis data dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan pengumpulan data kemudian dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai dilakukan. Di dalam melakukan analisis data, peneliti mengacu

66

Universitas Sumatera Utara kepada tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman (2009) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: Reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan, biasa dikenal dengan model analisis interaktif.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dalamwawasan yang tinggi(Sugiyono, 2013),kemudian reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Proses reduksi berlangsung terus- menerus selama penelitian ini berlangsung. Penyajian data secara naratif setelah data diperoleh dari lapangan melalui wawancara dan dokumen. Penarikan kesimpulan yang pada prinsipnya sudah dilakukan daripermulaan pengumpulan data, dimana seorang penganalisis mulai mencari kesimpulan dengan longgar dan terbuka kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Ketiga proses tersebut berlangsung secara simultan sebagai kegiatan konfigurasi yang utuh saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data(Huberman, 2009).

3.6. Teknik Validasi Data

Dalam menganalisis data, peneliti juga harus menguji keabsahan data agar memperoleh data yang valid. Untuk memperoleh data yang valid, maka dalam penelitian ini digunakan lima teknik pengecekan dari sembilan teknik yang dikemukakan oleh Moleong yang dikutip Arikunto (1991), kelima teknik tersebut adalah: 1) Observasi yang dilakukan secara terus menerus (persistent observation), 2) Trianggulasi (trianggulation) sumber data, metode, dan

67

Universitas Sumatera Utara penelitian lain, 3) Pengecekan anggota (member check), 4) Diskusi teman sejawat

(reviewing), dan 5) Pengecekan mengenai ketercukupan referensi(referential adequacy check). Penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut:

1) Observasi secara terus menerus

Langkah ini dilakukan dengan mengadakan observasi secara terus menerus

terhadap subyekyang diteliti, guna memahami gejala lebih mendalam,

sehingga dapat mengetahui aspek-aspek yang penting sesuai dengan fokus

penelitian

2) Trianggulasi

Yang dimaksud trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu, tekniknya dengan pemeriksaan

sumber lainnya (Moleong, 2013). Hamidi (2004)menjelaskan teknik

trianggulasi ada lima, yaitu: 1) Trianggulasi metode, 2) Trianggulasi peneliti,

3) Trianggulasi sumber, 4) Trianggulasi situasi, dan 5) Trianggulasi teori.

3) Pengecekan anggota

Langkah ini dilakukan dengan melibatkan informan untuk mereview data,

untuk mengkonfirmasikan antara data hasil interpretasi peneliti dengan

pandangan subyek yang diteliti. Dalam member check ini tidak diberlakukan

kepada semua informan, melainkan hanya kepada mereka yang dianggap

mewakili

4) Diskusi teman sejawat

68

Universitas Sumatera Utara Dilaksanakan dengan mendiskusikan data yang telah terkumpul dengan

pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang relevan, seperti

pada dosen pembimbing, pakar penelitian atau pihak yang dianggap

kompeten dalam konteks penelitian, termasuk juga teman sejawat.

5) Ketercukupan referensi

Untuk memudahkan upaya pemeriksaan kesesuaian antara kesimpulan

penelitian dengan data yang diperoleh dari berbagai alat, dilakukan

pencatatan dan penyimpanan data dan informasi terhimpun, serta dilakukan

pencatatan dan penyimpanan terhadap metode yang digunakan untuk

menghimpun dan menganalisis data selama penelitian.

69

Universitas Sumatera Utara BAB IV

PROFIL KOMUNITAS SAHABAT HIJRAHKUU

4.1. Sejarah Berdirinya Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Aksi bela Islam yang terjadidiakhir tahun 2016 telah membuka ruang bagi dunia gerakan kaum muda Islam, meskipun berdampak secara tidak langsung, khususnya terhadap anak-anak muda kelas intelektual dan aktivis gerakan.Kesadaran kolektif akan identitas diri sebagai bagian dari Islam, memberikan kontribusi terhadap kesadaran politik umat Islam. Berangkat atas kesadaran identitas serta semangat untuk turut ambil bagian dalam perjuangan dakwah dan syiar Islam, Komunitas Sahabat Hijrahkuudiinisiasi olehAhmad

Kamal berdiri pada tanggal 18 oktober 2016di Kota Medan,Provinsi Sumatera

Utara.

Berdirinya komunitas Sahabat Hijrahkuu bukanlah semata-mata sebagai organisasi gerakan yang lahir dari dampak gerakan aksi bela Islam yang terjadi di akhir tahun 2016, namun juga sebagai bentuk tanggung jawab sebagai kaum muda yang terdidik untuk turut ambil bagian dalam perjuangan dakwah dan syiar Islam yang meretas perbedaan pandangan pemahaman dan orientasi ke-Islaman.

Komunitas Sahabat Hijrahkuu hadir sebagai organisasi yang mampu merangkul berbagai kaum muda Islam tanpa melihat latar belakang harokah nya. Mereka yang tergabung di komunitas Sahabat Hijrahkuu berasal dariharokahdan orientasi ke-Islaman yang berbeda-beda, selagi hal itu tidak bertentangan dengan Al-

Qur‟an dan Hadits. Baik itu Salafi, Tasauf, Jamaah Tabligh, Majelis Rasulullah,

70

Universitas Sumatera Utara maupun organisasi Islam mapan lainnya seperti Muhammadiyah, Al-wasliyah,

Nahdatul Ulama, dan sebagainya. Mereka bergabung dengan sukarela tanpa harus merasa yang paling benar dan paling bagus kelompok kajiannya, atauyang merasa paling sunnah kelompok kajiannya. Padahal tujuannya sama, yaitu mengajak orang pada kebaikan. Inilah cerminan dari tagline komunitas Sahabat Hijrahkuu, yaitu “apapun harokahmu, aku saudaramu”.

Ide untuk meretas perbedaan harokahini merupakan ideologi pokok yang dicetuskan oleh Kamal yang kemudian menjadi ideologi gerakan komunitas dalam merangkul relawan dakwah. Ide ini sendiri berawal dari rencana Kamal untuk menikah di tahun 2012 yang gagal karena tidak mendapat restu dari orang tua, hal ini menjadikan pria kelahiran Panyabungan 8 desember 1990 ini memahami bahwa mungkin ini adalah cara Allah menegurnya agar memahami terlebih dahulu ilmu tentang pernikahan sebelum memulai untuk membangun bahtera rumah tangga. Sejak saat itu beliau mulai mempelajariilmu agama Islam secara lebih serius, terlebih ilmu tentang pernikahan dan tertarik untuk menjalani proses pernikahan malalui jalan ta‘aruf. Beliaupun bergabung sebagai anggota komunitas di Klinik Nikah Medan di angkatan kedua, dan terpilih sebagai ketua angkatan.

Selama masa pelatihan,ia mencoba merangkul semua teman-teman satu angkatan yang notabenenya berasal dari latar belakang kajian dan harokah yang berbeda-beda. Interaksi dalam lingkar persahabatan itupun berlangsung sangat harmonis, diselingi dengan diskusi ringan tentang keislaman, tanpa melihat perbedaan pandangan, harokah dan orientasi keislaman satu sama lain. Jika ditemukan perbedaan pandangan, maka terjadi diskusi yang baik antara mereka

71

Universitas Sumatera Utara dan bukan malah saling menyalahkan dan menghakimi satu sama lain. Mereka berkomitmen bahwa perbedaan pandangan tidak untuk saling mengkafirkan, dan merusak ukhuwah, tapi merupakan bagian dari kekayaan pandangandalam orientasi keislaman.

Kedekatan hubungan persahabatan yang berasal dari perbedaan kajian ini menjadi motivasi awal Kamal untuk membentuk sebuah komunitas, untuk merawat dan meyebarkan hubungan tanpa melihat perbedaan. Agar semua orang bisa merasakan persahabatan dan persaudaraan tanpa memandang perbedaan. Ia ingin orang lain juga dapat merasakan apa yang mereka rasakan dalam hubungan persahabatan dan persaudaraan itu. Itulah yang menjadi sumber inspirasi tagline komunitas Sahabat Hijrahkuu “ apapun harakahmu, aku saudaramu”.

4.2. Visi dan Misi Komunitas Sahabat Hijrahkuu

4.2.1. Visi

Sebagai kaum muda Islam terdidik yang memantapkan niat untuk turut ambil bagian dalam jalur dakwah, maka komunitas ini juga harus dikelola secara profesional, hal inilah yang tertuang dalam visi komunitas Sahabat Hijrahkuu, yaitu “menjadi sebuah komunitas dakwah profesional berbasis Al-Qur‟an dan

Hadits yang bermanfaat untuk agama Allah”.

4.2.2. Misi

Dalam menjalankan aktifitas gerakan, ada empat hal yang menjadi misi gerakan dakwah komunitas Sahabat Hijrahkuu, yaitu :

1) Menjadi wadah pemersatu umat Islam

72

Universitas Sumatera Utara 2) Membina dan memberikan kajian Islam kepada masyarakat

3) Manghapus sekat perbedaan antar harokah tanpa melanggar syari‟at

4) Memberikan ilmu dan skill kepada masyarakat sesuai nilai-nilai Islam dan

syari‟at Islam.

4.3. Logo Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Gambar 4.1 : Logo Sahabat Hijrahkuu

Dalam logo Sahabat Hijrahkuu, terdiri dari tiga elemen gambar, yang masing-masing memiliki makna yang secara keseluruhan menjadi nilai simbolik bagi gerakan komunitas Sahabat Hijrahkuu, yaitu :

1) Masjid dan Kubah

Masjid merupakan rumah ibadah bagi pemeluk agama Islam, selain itu,

masjid berperan sebagai basis pembangunan masyarakat madani yang begitu

menonjol, baik pada awal kebangkitan Islam maupun pada masa

pengembangan dan penyebaran Islam. Masjid bukan hanya semata-mata

73

Universitas Sumatera Utara dijadikan sarana ibadah mahdhah, melainkan ia menjadi sarana dan sekaligus

kekuatan dalam membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan

pembaharuan kehidupan umat. Sehingga perubahan dalam konteks politik

kebangsaan secara luas, bukan hanya perubahan dalam arti struktur dan

sistem politik, namun jauh dari itu adalah perubahan terhadap nilai-nilai

dankebudayaan politik yang dibangun melalui basis masjid.

Kubah merupakan elemen bangunan yang memberikan energi positif pada

bangunan dan bagi orang yang ada di dalamnya. Denganadanya energi

tersebut, orang yang ada di dalamnya akan lebih leluasa, lapang, dan tenang

dalam menjalankan ibadah. Energi positif tersebut muncul dari representasi

simbol kubah. Keberadaan kubah dalam desain arsitektur masjid merupakan

simbol dari kekuasaan, dan kebesaran Allah.

Peletakan kubah yang berada di atas bangunan dan menjadikannya sebagai

titik tertinggi memberikan arti simbolik dari kekuasaan Allah, ini juga

merupakan simbol dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah

(hablum minallah).Sedangkan tangkup kubah yang melebar mengartikan

kebesaran Allah, sehingga pesan kekuasaan dan kebesaran Allah akan turut

dirasakan mereka yang beribadah, ini juga merupakan simbol hubungan

umuat muslim secara horizontal antar sesama manusia (hablum minannas).

2) Dua orang sahabat yang merangkul dan menghadap ke Mesjid

Ini menggambarkan bahwa komunitas Sahabat Hijrahkuu hadir sebagai

organisasi yang mampu merangkul berbagai kaum muda Islam tanpa melihat

latar belakang harokah nya. Perbedaan cara berpakaian dua orang yang

terlihat pada gambar, dimana yang satu memakai pakaian putih dan memakai

74

Universitas Sumatera Utara kopiah, sementara yang satunya mamakai baju hijau dengan sorban dililit di

leher. Ini menggambarkan bahwa mereka yang tergabung di komunitas

Sahabat Hijrahkuu berasal dari harokahdan orientasi ke-Islaman yang

berbeda-beda, namun tetap saling merangkul dan saling menguatkan. Posisi

tubuh yang menghadap ke arah mesjid merupakan simbol utama gerakan,

yaitu gerakan hijrah, Hijrah dalam konteks Islam berarti memutuskan atau

meninggalkan apa yang dibenci Allah menuju apa yang dicintai-Nya, yakni

hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi

Muhammad shalallahu alaihi wasallam yang disampaikan ketika beliau hijrah

dari Mekah ke Madinah: ―Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung

niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya

kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya.

Barangsiapa hijrahnyauntuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita,

maka hijrahnyaadalah kepada apa yang ia hijrahi‖. (HR. Bukhari, hadits

no.6689).

3) Teks Sahabat Hijrahkuu

Merupakan nama dari komunitas, yang merupakan intisari dari gabungan

makna dua simbol sebelumnya.

75

Universitas Sumatera Utara 4.4. Struktur Organisasi

KETUA PEMBINA 1. UST. QOSIM NURSEHA ZULHADI AHMAD KAMAL 2. UST. RUDIAWAN SITORUS

SEKRETARIS BENDAHARA ADMINISTRASI ADE NOVRI IRIANA WAN ELYDA ICHWANI HAIRESTY FEBRIANTI PUTRI

DIVIS DANA & DIVISI SYIAR DIVISI SOSIAL TEAM MEDIA DIVISI LASKAR USAHA ROZI IQSAN ADJIE YUNI IQSAN

KOORD. EVENT ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA 1. JULIA 1. NURR 1. MUBASSYIR IRIANA FIKRI 2. JERRY 2. SILVIAYAA 2. QODRI FEBRIANTI 3. SULIANA 3. HAFIZA 3. RAUDAH 4. AFRI 4. RIFQY 4. MUTI 5. KEKET 5. RAYEN 5. NITA 6. ADI 6. JALI 6. DINDA ANGGOTA 7. DESI 7. RUBIAN 7. SITI 1. SADAD 8. YULI 8. IRSYA 8. YULI 2. SURYA 9. NADIA 9. NADIA 9. LISMA 3. AYU 10. UTHA 10. NEVI 4. AYU NINGTYAS 11. BOWO 5. KARIM 12. OZI 6. BUDI 13. BUNGA 7. FERRY 8. RIZKY 9. BRAM 10. DEA 11. DIANA 13. TIA 14. RAHMADANI HRP 15. RIRIN 16. VIRA 17. BILA

Gambar 4.2 : Struktur Organisasi Sahabat Hijrahkuu

76

Universitas Sumatera Utara BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Faktor Dominan Dalam Terbentuknya Gerakan Hijrah Kaum Muda

Islam

Konseptualisasi gerakan hijrah merujuk pada suatukonsepsi gerakan sosial baru yang membedakannya dengan konsep gerakan sosial yang lama, dimanagerakan sosial lama cenderung politis, melibatkan aksi massa serta berorientasikelas. Gerakan sosial baru cenderung dipahami sebagai gerakan yang cenderungkultural, tidak melibatkan aksi massa, lebih dekat dengan isu sehari-hari

(Porta dan Diani 2006). Gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat

Hijrahkuu dapat diurai melalui pendekatan political opportunity structure, resources mobilization theory, dan collective action frames(McCarthy, 1977).

Pendekatan ini dibahas secara integraldan komprehensif untuk melihat karakter- karakter dari gerakan sosial secaraumum, seperti tindakan kolektif, terorganisasi, memiliki kontinuitas, sertamemiliki tujuan (change-oriented goals or claims)

(Snow, 2004).

5.1.1. Struktur Kesempatan Politik Gerakan Hijrah

Gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu tidak bisa dilepaskan dari konteks struktur makro baik sosial, ekonomi, maupun politik.

Gerakan hijrah ini merupakan salah satu dampak turunan dari kebijakan pemerintah di masa lalu. Heryanto (2015)menyatakan bahwa telah terjadi

77

Universitas Sumatera Utara kebangkitan Islamisasi menjelang berakhirnya kekuasaan Orde Baru. Kelompok

Islam yang sebelumnya dianggap sebagai ekstrem kanan, kemudian dirangkul dan dijadikan sekutu baru pemerintahan Soeharto untuk memperkuat posisi politiknya yang saat itu tengah melemah. Itulah masa ketika penggunaan jilbab tidak lagi dilarang, dan kelompok-kelompok Islam mulai menyatakan aspirasi politiknya secara terbuka tanpa perlu takut ditindas oleh rezim penguasa.

Dimasa Orde Baru rezim Soeharto membuat kebijakan yang memasung tumbuh berkembangnya gerakan Islam politik, dimulai dari penolakan rehabilitasi

Partai Masyumi dan puncaknya penerapan Asas Tunggal Pancasila. Berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru yang menutup kran bagi tumbuh kembangnya

Islam Politik menyadarkan bahwa jalur politik-struktural tidak memungkinkan terus dipaksakan sebagai alat tempuh untuk merealisasikan berbagai agenda dan aspirasi umat Islam.

Ketika runtuhnya orde baru, hal ini menjadi titik awal yang menjadikan era reformasi menjadi struktur kesempatan politik (political opportunity structure) bagi umat Islam Indonesia untuk terlibat aktif dalam pembentukan kembali negara-bangsa Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh beberapa kelompok umat Islam untuk mendapatkan eksistensinya seperti wacana syari‘ah

Islam, khilafah, hingga maraknya perda syari‘ah diberbagai daerah. Shohibul

Anshor Siregar (61 tahun) mengatakan :

“Di Indonesia, sejak Soeharto berkuasa, secara perlahan, terminologi agama difahami oleh banyak orang sekaligus tidak elok, kalau bukan pantang berpolitik. Mereka yang masih belum sadarperubahan yang terjadi di kalangan umat Islamlah yang tetap menganggap kesadaran berpolitik yang paralel dengan kesadaran beragama sebagai suatu masalah besar. Setelah reformasi ratusan partai yang dibentuk. Meski hanya 48 yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, tetapi di

78

Universitas Sumatera Utara antaranya partai berbasis agama pun ada. Partai Islam ada, partai Katholik ada, partai Protestan pun ada. Jika belakangan yang tersisa hanyalah partai Islam, itu tidak otomatis menjadi dasar bagi pendapat bahwa politik SARA dilarang di Indonesia.” (Siregar, dalam wawancara pada 24 Januari 2019 di Kampus UMSU Pukul 21.07 WIB)

Menjelang priode terakhir kekuasaannya, tepatnya pada tahun 1993,

Soeharto mengambil kebijakan politik yang lebih lunak terhadap kalangan Islam.

Soeharto saat itu mulai melakukan pendekatan terhadap kalangan Islam, termasuk kiprahnya dalam membentuk ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia),

Bank Muamalat dan kabinet ijo royo-royo. Walaupun sebenarnynya, Soeharto berubah bukan untuk Islam, tapi lebih untuk kepentingan politiknya. Hal ini karena sikap pengekangan terhadap kalangan Islam masih terasa.

Menurut Siregar (61 tahun), turunnya Soeharto pada 1998, membuat ormas- ormas Islam lebih leluasa menyuarakan tuntutan. Masa reformasi menjadi titik balik penguatan dan peningkatan gerakan Islam baik struktural maupun kultural.

Tipikal pertama ditandai dengan maraknya pendirian partai-partai Islam, meskipun hanya PKB, PKS, PAN, PPP, dan PBB yang survive hingga kini, namun begitupunmereka belum mampu memainkan peranan yang cukup signifikan. Tipikal kedua ditandai dengan menjamurnya sejumlah gerakan Islam, baik yang dikategorikan radikal, maupun tipikal gerakan yang sifatnya trans- nasional bertipe harokah juga semakin marak. Gerakan ini memiliki komitmen yang kuat dan daya jelajah tinggi di masyarakat.

. Setelah periode pasca-Reformasi, kelompok-kelompok dakwah Islam semakin menggunakan posisi dominan mereka di ruang-ruang publik muslim sebagai wahana untuk mengubah pola pikir kaum muda Muslim guna mendukung

79

Universitas Sumatera Utara tafsir yang lebih eksklusif tentang Islam. Dalam perjalanannya gerakan dakwah harokah yang telah mewarnai dinamika gerakan dan organisasi Islam baik dari segi wacana narasi keislaman, produk budaya, dan eksistensi pengakuan keberislaman yang semakin kuat di Indonesia. Kini, kelompok-kelompok dakwah seperti gerakan hijrah berkembang dikalangan kaum muda muslim, khususnya dikota-kota besar. Menurut Siregar (61 tahun) perkembangan gerakan itu pun tidak terbatas di kota Medan, malah makin besar kotanya makin besar pula komunitas hijrahnya, hal ini karena dukungan ketersediaan sumberdaya yang semakin besar pula.

Pada era ini, perkembangan gerakan hijrah sangat terlihat mulai dari banyaknya pengajian-pengajian, munculnya komunitas-komunitas hijrah, dan berfungsinya mesjid sebagai ruang publik yang dijadikan sentral gerakan dalam menyampaikan semangat hijrah ke publik muslim. Era reformasi merupakan sebuah bagian dari struktur kesempatan politik bagi gerakan hijrah untuk muncul dan berkembang serta bisa dengan bebas menyebarkan pandangan-pandangannya kepada masyarakat.

5.1.1.1. Kesadaran Kolektif Pasca Gerakan Aksi Bela Islam

Setelah 18 tahun usia reformasi, tepatnya di penghujung tahun 2016, muncul sebuah corak baru perkembangan budaya organisasi Islam berwajah tidak biasa. Perubahan tersebut bisa dilihat dari gerakan aksi damai 411 (4 November

2016) dan 212 (2 Desember 2016) yang menghadirkan wajah masyarakat muslim yang berbeda dari sebelumnya. Ini menandakan bahwa masyarakat muslim di era reformasi sangat dinamis, namun juga terdapat kemungkinan sebagai tanda bahwa

80

Universitas Sumatera Utara umat Muslim tengah bergerak ke arah yang berbeda dari organisasi masyarakat tradisional semisal NU dan Muhammadiyah.

Melalui gerakan aksi bela Islam ini, kaum muda Islam Indonesia menemukan satu titik dimana mereka memahami arti penting dari kerja kolektif

(amal jama‘i). Kesadaran ini akan berdampak elementer bagi dunia gerakan pemuda dan mahasiswa, salah satunya semakin banyaknya publik muslim yang berpihak pada agenda gerakan Islam. Kesadaran kolektif akan identitas diri sebagai bagian dari Islam ini lah yang dimanfaatkan oleh para relawan dakwah komunitas Sahabat Hijrahkuuuntuk terusmengembangkan misi organisasinya dengan merekrut para relawan yangumumnya berasal dari kalangan kaum muda muslim terdidik. Komunitas Sahabat Hijrahkuu berdiri pada tanggal 18 oktober

2016 diinisiasi oleh Ahmad Kamal sebagai inisiator awal pembentukan komunitas ini. Ahmad Kamal (28 tahun) mengatakan :

“Maraknya perkembangan komunitas hijrah terjadi diakhir tahun 2016,hal ini dipicu dengan adanya aksi-aksi bela Islam. Kita sendiri waktu itu berdiri di tanggal 18 oktober 2016 namun mulai digagas itu sejak Ramadhan, perkiraan itu sekitar bulan bulan juli 2016.Ini saya katakan, perkembangan Islam akhir-akhir ini luar biasa, dan tuduhan- tuduhan dan fitnahan-fitnahan terhadap Islam itu sendiri itu juga lebih luar biasa lagi. Tapi semakin Islam ini dihina dan dilecehkan, maka akan semakin membakar dan meningkatkan ghirah kita dan kecintaan kita terhadap Islam” (Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Ahmad Kamal (28 tahun), tindakan diskriminatif dan penistaan terhadap Islam menjadi salah satu fakor yang memicu ghirah keislaman umat, hal itu akan membuat umat Islam semakin cinta dan peduli dengan agamanya. Ini adalah bentuk dari kesadaran kolektif umat Islam. Kesadaran kolektif akan

81

Universitas Sumatera Utara identitas diri sebagai bagian dari Islam, memberikan kontribusi terhadap kesadaran politik umat Islam.

Semangat hijrah diawali akan kesadaran kolektif akan keprihatinan terhadap isu-isu diskriminatif terhadap Islam. Namun hal ini justru membakar ghirah keislaman hingga berdampak pada perubahan diri ke arah yang lebih baik.

Berubah dari pribadi yang gemar bermaksiat menjadi pribadi yang lebih taat.

Berevolusi dari seseorang yang mengabaikan syariat menjadi pribadi yang memiliki kesadaran beragama.

Berangkat atas kesadaran identitas inilah, kian banyak masyarakat peduli dengan sesamanya dan yang terpenting pada agamanya. Aksi bela Islam yang telah sampai ke beberapa jilid ini setidaknya memberikan angin segar bagi dunia gerakan kaum mudaIslam, khususnya terhadap anak-anak muda kelas intelektual dan aktivis gerakan untuk membentuk wadah baru dalam menyalurkan ekspresi ke-Islamannya. Terbentuk dan bergabungnya kaum muda Islam kota Medan dalam gerakan hijrah yang dibangun komunitas Sahabat Hijrahkuu merupakan rentetan dari kesadaran kolektif yang terjadi dikalangan kaum muda Islam kota

Medan.

Sebagai gerakan sosial, kesadaran politik umat Islam yang dikemas melalui gerakan hijrah komunitas Sahabat Hijrahkuu ini menjadi cerminan tumbuhnya partisipasi politik kaum muda Muslim Kota Medan yang juga bagian dari kelas menengah Muslim Indonesia secara keseluruhan. Hal ini penting mengingat pada pascapemilu 2014, pola partisipasi politik semakin mengalami penguatan di kalangan kelas menengah Muslim Indonesia. Selain itu, faktor kuat lain yang memengaruhi adalah Islam di Indonesia tidaklah selalu menjadi kekuatan politis

82

Universitas Sumatera Utara secara utuh, namun juga bisa berarti kekuatan sosial yang menyeluruh (Jati,

2016).

Partisipasi politik menjadi penting bagi gerakan umat mengingat sistem demokrasi yang mendorong adanya saluran aspirasi politik. Hal tersebut juga berlaku bagi gerakan yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam upaya mengartikulasikan aspirasi politiknya. Karakter demokrasi Indonesia menunjukkan adanya relasi antara ranah pribadi dan kewargaan melalui penegakan aturan hukum; kaitan antara ranah politik dan masyarakat dengan membuka organisasi sipil maupun juga organisasi politik, serta relasi antara ranah politik maupun juga negara (lembaga trias politikadan partai politik) yang semakin padu (Abdurrahman, 2003). Dengan kata lain, keterbukaanpolitik formal dalam ranah negara perlu diimbangi dengan adanya saluran partisipasi politik informal publik. Dalam membangun saluran partisipasi politiknya, komunitas

Sahabat Hijrahkuu memberikan dukungan partisipasi politiknya melalui partai politik yang meraka anggap berada pada kelompok yang membela Islam dalam kelompok aksi bela Islam 212.

Kegetiran masyarakat atas berbagai persoalan terutama dalam hal ekonomi, politik, dan degradasi moral menjadikan masyarakat mencari alternatifbaru. Salah satunya adalah munculnya berbagai pemikiran politik Islam yang kemudian melahirkan banyak gerakan. Konsolidasi ditingkatan negara terus dilakukan, namun pada saat yang sama, terdapat konsolidasi internal di kalangan umat Islam.

Fenomena ini dapat dibaca dari munculnya gerakan politik Islam dengan berbagai isu aktual. Penegakan syariat, negara Islam, khilafah Islamiyah, masyarakat madani, dan gerakan-gerakan pelegal-formalan Islam dalam kehidupan

83

Universitas Sumatera Utara politik.Hadirnya komunitas Sahabat Hijrahku dengan gerakan sosial berbasis religius yang mereka bangun juga merupakan salah satu gerakan yang lahir akibat munculnya berbagai pemikiran politik Islam tersebut.

Adanya konteks yang teristimewakan dan tertindas kemudian mendorong adanya bentuk partisipasi politik kelas menengah Muslim Indonesia dalam penciptaan wacana baru: modernisme alternatif (Wichelen, 2010). Pengertian modernisme alternatif tersebut dapat dianalisis sebagai bentuk pencarian jalur modernisme lain yang tidak hanya mengandalkan adanya linearitas ekonomi, namun juga perbaikan moralitas. Kondisi itulah yang mendorong modernisme baru berlandaskan nilai-nilai agama. Hal itu juga berarti adanya komoditisasi nilai-nilai agama dalam bentuk konsumerisme. Dengan kata lain, Islam menerima adanya konsumerisme yang kemudian dipraktikkan dalam konteks produk syariah. Komunitas Sahabat Hijrahku bahkan memiliki badan amal usaha yang memproduksi pakaian Islami guna mendukung gerakan modernisme yang berlandaskan nilai-nilai Islami ini. Melalui hal ini, mereka berharap dapat membangun sebuah komunitas kaum muda modern yang bermoral.

Sedangkan dalam konteks “Muslim demokratis” secara sederhana dapat disimpulkan sebagai bentuk penerimaan umat Islam terhadap demokrasi sebagai sistem politik. Nilai-nilai demokrasi dalam Islam dikenal dalam berbagai istilah seperti halnya syura, ikhtilaf, ijtihad, dan juga ijma merupakan mekanisme pencapaian permusyawaratan dalam Islam. Selebihnya Islam tidak mengenalkan adanya liberalisme dan lebih percaya konsep ummah (Mujani, 2007). Dalam gerakan politiknya, komunitas Sahabat Hijrahkuu menerima sistem demokrasi sebagai wadah dalam menyalurkan partisipasi politik. Dengan kata lain, kaum

84

Universitas Sumatera Utara muda Muslim ini masih memiliki esklusivitas dan kolektivitas sebagai suatu kelompok yang kemudian merumuskan partisipasi politik dengan lebih memilih jalur moderat, namun tetap kritis dengan negara.

5.1.1.2. Islamophobia Sebagai Penghambat Perkembangan Gerakan Hijrah

Pada saat awal-awalberdirinya komunitas Sahabat Hijrahkuu, masih ada terjadi penolakan dari masyarakat karena dianggaporganisasi yang menyebarkan faham radikal. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan stereotipikal Islam danjuga bangkitnya kembali gelombang Islamophobia, baik dalam hal agama, budaya, maupun politik. Berbagai stigma dilekatkan bahwa Islam identik dengan radikalisme, terorisme, dan kekerasan. Stigma ini seakan menjadi hambatan utama terhadap perkembangan gerakan hijrah.

Salah satu penolakan datang dari orang tua yang terkejut dengan perubahan tingkah laku dan cara berpakaian anaknya setelah berhijrah. Yang perempuan merubah tampilan dengan berpakaian syar‘i dengan jilbab besar bahkan beberapa ada yang bercadar, sementara yang laki-laki mulai memelihara janggut, bercelana cingkrang, dan rutin ikut pengajian yang di adakan oleh komunitas.

Apa yang disampaikan oleh Kamal terkait dengan penolakan ini sejalan dengan pemikiran apriori dan fenomena Islamophobia yang terjadi saat ini.

Fenomena ini seolah mengaminkan apa yang diasumsikan sebagai simbol Islam seperti memanjangkan jenggot, bercelana komprang, jidat hitam, jilbab besar, dianggap sebagai simbol kaum radikal. Sehingga, tidak sedikit umat Islam yang terkontaminasi dengan stigma negatif ini, lalu mencukur jenggotnya.Begitu pun

85

Universitas Sumatera Utara wanita-wanita Muslimah yang mengenakan jilbab besar, bercadar, sering dianggap simbol radikal, terlebih pasca pelarangan memakai cadar di Universitas

Islam Negeri Yogyakarta.

Terkait dengan memakai pakaian dengan simbol Islam ini, tentu ini bukanlah sebagai bentuk politik kesalehan (politic of piety) seperti yang digambarkan oleh Saba Mahmoud yang dikutip oleh Aziz (2017), dimana hal tersebut dijadikan untuk mengkontruksi diri dengan korelasi langsung atas modal- modal yang menyangga personal sebagai agensi. Selanjutnya strategi itu menjadi sistem yang mengkonsepsi tubuh untuk membentuk citra yang diinginkan. Dalam ruang politik kesalehan, ada sebuah usaha “pembalikan wacana” sebagai bagian untuk mengkontruksi identitas dan citra diri dengan mengubah sikap, melakukan perang wacana ataupun melekatkan simbol baru sebagai bagian personal (Aziz,

2017).

Mutia (25 tahun) mengatakan bahwa dirinya merasa lebih nyaman ketika menggunakan jilbab besar yang sesuai dengan anjuran Islam, dimana dirinya merasa lebih terjaga dari pandangan buruk laki-laki terhadap beberapa bagian dari tubuhnya yang bisa saja mengandung unsur sensualitas sehingga memancing nafsu laki-laki yang memandangnya. Hal ini dia sadari ketika mencoba untuk membandingkan dirinya dengan temannya yang masih menggunakan jilbab “segi tiga” yang berukuran lebih kecil dari jilbab yang ia pakai, dimana beberapa bagian sensitif seperti dada dan pinggul tidak tertutupi sehingga masih terlihat bentuk lekukannya.

Hal senada juga disampaikan oleh Dinda (21 tahun) yang mengungkapkan alasan dirinya untuk mengenakan cadar. Menurut Dinda, tidak hanya pada bagian

86

Universitas Sumatera Utara dada dan pinggul, pada bagian wajah seorang wanita juga ada beberapa bagian yang bisa saja dapat menimbulkan nafsu bagi laki-laki yang memandangnya.

Dalam wawancara dengan peneliti, Dinda mengatkan :

“Saya bercadar supaya lebih menjaga pandangan para ikhwan, karena di wajah kita ada beberapa bagian yang bisa menarik untuk dipandang para ikhwan, maka lebih baik ditutup, dan saya merasa lebih tenang ketika bercadar dari pada sebelumnya. Sebelumnya saya punya pengalaman buruk terkait pelecehan sebelum saya bercadar, dan tidak lagi setelah bercadar” (Dinda, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.00 WIB).

Menurutnya, bercadar dapat melindungi dirinya dari godaan laki-laki, sebab dengan melihat wajah saja laki-laki bisa saja tergoda, terpesona, dan akhirnya merayu atau berbuat jahat kepada wanita.Sehingga menggunakan jilbab besar yang menjulur menutupi dada dan pinggul serta memakai cadar dapatmembantu kaum pria untuk menjaga pandangan terhadap wanita, sehingga mereka tidak terfitnah, tidak tergoda maupun terpesona olehnya.

Menurut Foucault yang dikutip King (2004), bahwa tubuh perempuan dianggap sebagai“other‖.Artinya, tubuh perempuan dinilai berbeda dengan tubuh laki-laki. Perempuan memilikibagian-bagian tubuh tertentu yang lebih menonjol ketimbang laki-laki, seperti payudara,pinggul dan bokong. Hal ini lah yang kemudian membuat tubuh perempuan menjadi sasaran eksploitasi dan seringkali dijadikan objek visual bagi memenuhi hasrat nafsu laki-laki.

Kesan sensual pada diri seorang wanita memang dapat muncul melalui beberapa ekspresi wajah. Bagianwajah berupa bibir dan mata dinilai memberikan kontribusi yang besar dalam membentuksensualitas seorang perempuan. Bibir yang sedikitterbuka atau mengangadapatmenimbulkan kesan sensual terutama

87

Universitas Sumatera Utara pada perempuan.Peasedan Pease (2004), menjelaskan bahwa ekspresiwajah perempuan dengan bibir menganga merujuk pada ekspresi sensual yang menunjukkankekuatan seksual seorang perempuan.Kesan sensual semakin kuat manakalaekspresi wajahdenganbibiryang sedikit menganga tersebut dikaitkan dengan ekspresi ketika perempuanmengalami orgasme saat berhubungan intim.

Bagi anggota komunitas Sahabat Hijrahkuu, ada beberapa hal yang menjadi alasan dasar mereka menggunakan jilbab besar (hijab) dan cadar, diantaranya; pertama, hijab sebagai pelindung. Mereka merasa terlindungi setelah memakai hijab karena terhindar dari gangguan danpandangan nafsu laki-laki. Kedua hijab sebagai penyempurna pakaian muslimah, karena untuk menutupi aurat. Hal ini sangat sejalan dengan apa yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur‟an surah Al-

Ahzab ayat 59. Ketiga, hijab sebagai identitas. Karena memperoleh pembentukan identitas sebagai muslimah berhijab dan sudah berhijrah dari keburukan sifat masa lalu yang kembali pada kebaikan ajaran agama Islam.

Al-Qur‟an memang tidak mewajibkan satu model tertentu dalamberpakaian, termasuk model jilbab yang harus dipakai, karena ayat 59 dari surat Al-Ahzab tidak memberikanketegasantentang model tersebut. Dalam Al-Qur‟an surat Al-

Ahzab ayat 59 disebutkan :

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS. Al Ahzab: 59).

Dalam ayat ini disebutkan bahwa, “yang demikian (pakai jilbab) itusupaya merekalebih mudah untuk dikenal”. Penggalan ayat tersebut mengandung arti,

88

Universitas Sumatera Utara bahwa untuk ukuranbangsa Arab pada masa itu model jilbab lebih mudah untuk membedakanantara perempuan merdeka dari budak, sehingga mereka tidak digangguoleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Pada tempatlain, atau di kalangan masyarakat tertentu, bisa sajamodel pakaianwanitanyatidak serupa dengan model jilbab tersebut, maka boleh saja memakaiberbagai model pakaian yangdisukai, selama pakaian tersebut dapat menutup aurat. Artinya,pakaian tersebut selain longgar tidak pula tipis, sehingga bentuk tubuhdan warna kulit tidak kelihatandari luar (Shihab, 2002).

Jika dilihat dari asbabun nuzul ayat ini, ada peristiwa yang tampak dengan jelas bahwa ayat ini turunbukan khusus berkenaan dengan konteks menutup aurat perempuan,tetapi lebih dari itu, yakni agar mereka tidak diganggu oleh pria- prianakal atau usil. Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka ataubudak, yang baik-baik atau kurang sopan hampir dapat dikatakansama.Karena itu lelaki usil seringkali mengganggu wanita-wanita khususnyayang mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya (Sidiq, 2012).

Dengan demikian, baik dulu maupun sekarang bila dijumpai kasus yang samakriterianyadengan peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayatitu, maka hukumnya adalah sama sesuai dengan kaedah ushul fiqih:hukum-hukum syara‘ didasarkan pada „illat (penyebabnya) adaatau tidak ada „illat tersebut. Jika ada, maka ada pula hukumnya. Sebaliknyajika tidak ada „illat maka tidak ada hukumnya. Berdasarkankaedah itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berjilbab hukumnyawajib (Shaleh, 2007).

Baberapa hal yang diurai diatasmerupakan alasan kuat bagi Dinda (21 tahun) dan Mutia (25 tahun) untuk menggunakan hijab dan cadar. Hal ini mereka

89

Universitas Sumatera Utara lakukan ketika berhijrah dan bergabung dengan komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Dari sisi lain, penggunaan cadar memang masih bermasalah dari segi penerimaan social (social acceptance). Secara sosiologis, bercadar bagi perempuan masih belum dianggap sebagai praktik dan norma yang lazim di kalangan masyarakat

Indonesia yang sangat majemuk dan cenderung mengembangkan ekspresi kultural-keagamaan yang berbeda dengan kecenderungan di tempat lain, terutama di Timur Tengah/Arab di mana bercadar mungkin mempunyai akar budaya yang lebih kuat.

Selama menjalani proses hijrah, baik Dinda maupun Mutia juga mengalami bebera kendala, termasuk cibiran dan pandangan negatif yang justru berasal dari teman-temannya terkait cadar yang mereka kenakan.

“Awal mula saya bercadar dan bertemu dangan teman-teman, ada yang mengejek, mengucapkan cie,,bercadar, atau mengucap salam tapi dengan cara mengejek dan tertawa setelahnya. Tidak hanya itu, saya juga pernah di bilang teroris oleh teman saya yang justru seorang muslim, dia mencecar saya dengan pertanyaan kenapa berhijab, bercadar, dan berwarna hitam. Tapi hal itu tidak menyurutkan saya untuk tetap istiqomah dalam berhijrah, dan tidak pula memutuskan hubungan pertemanan dengan mereka, bahkan saya berupaya memberi pemahaman pada mereka dan mengajak mereka untuk hijrah” (Dinda, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.00 WIB).

Mutia (25 tahun) mengatakan :

“Awal mula setelah bercadar, teman-teman merasa keheranan dengan perubahan tampilan saya, setelah itu mereka bisa memahami. Tapi ada juga teman yang membatasi diri karena saya bercadar sementara dia belum berhijab” (Mutia, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.30 WIB).

Bagi mereka anggota komunitas Sahabat Hijrahkuu, fase-fase sulit telah lewat, dimana ketika bercadar dipandang oleh orang lain sebagai sesuatu yang

90

Universitas Sumatera Utara identik dengan terorisme dan bom. Sehingga image yang berkembang di masyarakat bahwa cadar adalah pakaian teroris atau istri seorang teroris. Bagi

Dinda (21 tahun) dan Mutia (25 tahun), bercadar justru akan menyelamatkan pandangan para lelaki terhadap para wanita dari nafsu sebagai “panah iblis”.

Menurut Kamal (28 tahun), diskriminasi, dan pandangan negetif yang ditujukan pada mereka yang berhijrah dan memakai pakaian islami ini terjadi karena perbuatan orang-orang yang hanya punya semangat dalam beragama tetapi tidak berlandaskan ilmu. Bom dan jihad seperti yang mereka agung-agungkan bukanlah bagian dari ajaran Islam. Sumber ajaran mereka adalah paham takfiri, yaitu mudah mengkafirkan orang lain sehingga jika sudah kafir maka halal darah dan hartanya.

Belakangan ini pemakaian cadar memang sudah tidak asing lagi di beberapa tempat di kota Medan. Sekarang sudah menjadi pemandangan biasa wanita keluar lengkap dengan seperangkat pakaian yang serba besar dan menutup aurat secara sempurna. Bagi Dinda (21 tahun), sekarang dirinya tidak perlu resah lagi ketika keluar rumah, karena ia bisa menjumpai beberapa wanita bercadar di tempat- tempat umum seperti pasar, kampus, kantor dan pusat kegiatan lainnya. Ia tidak lagi merasa sendiri dan terasing dengan pakaian yang dianggapnya mulia sebagai upaya dalam menjalankan perintah agama.

Opini tentang Islamophobia yang menggiring masyarakat secara bertahaptapi pasti,hasilnya sangat merugikan generasi muda Muslim. Menurut

Kamal (28 tahun), para orangtua banyak yang khawatir begitu melihat anaknya berubahmenjadi baik. Seorang ibu ketakutan saat melihat perubahan anaknya

91

Universitas Sumatera Utara yang signifikan setelah mengkuti pengajian dan ber-hijrah, karena melihat pakaian putrinya itu sangat rapi, menutup aurat sesuai syariat Islam.

Munculnya kekhawatiran yang berlebihan ini merasuki pemikiran dan sikap para orangtua. Dan anehnya, para orangtua lebih nyaman melihat anaknya bergaul tanpa batas, dan itulah yang dianggap wajar. Mereka senang melihat anaknya yang sedang kasmaran, menghabiskan waktu untuk melamun, duduk-duduk di kafe, bergaul dijalanan hingga larut malam, dan hal ini dipandang wajar karena dianggap sedang puber.

Selain dari para orang tua anggota komunitas, hambatan lain juga datang dari pihak aparat kepolisian yang mencurigai gerakan yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuusebagai gerakan yang berbau radikal dan cenderung berpolitik, Kamal (28 tahun) mengatakan :

“... disaat kita membuat kajian, banyaknya pantauan-pantauan ke kajian kita, atas dasar tujuan ketika itu menyebarkan paham radikalisme menyebarkan kebencian, padahal tidak.Dituduh berpolitik di Masjid,padahal tidak.Jadi, kita dipantau, kajian kita di pantau, ini maksudnya apa buat kajian ini? karena mohon maaf, pantauan itu dari pihak aparat. Jadi, tuduhan radikalisme, tuduhan teroris, ini semua jadi penghambat, dan itu menjadi ketakutan orang tua untuk membiarkan anaknya berubah, takut membiarkan anaknya untuk ikut-ikut kajian”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Apa yang disampaikan oleh Kamal terkait ketakutan tersebut bukan tanpa alasan. Jika kita melihat semangat keagamaan di berbagai negara memang kerap kali diwarnai dengan sikap berlebihaan dan ekstrem. Pasca penyerangan World

Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001, tuduhan terhadap agama Islam sebagai agama yang menganjurkan kekerasan dan terorisme memang kerap kali selalu terdengar.Sejarah kekerasan dan radikalisme memang sering kali

92

Universitas Sumatera Utara membawa nama agama. Hal ini dapat dipahami karena agama memiliki kekuatan yang dahsyat, yang melebihi kekuatan politik, sosial, dan budaya. Agama bahkan bisa diangkat sampai pada tingkat supranatural. Atas nama agama, kemudian radikalisme diabsahkan dalam berbagai tindakan. Mulai dari mengkafirkan orang- orang yang tak sepaham (takfir) sampai melakukan pembunuhan terhadap musuh yang tidak seideologi dengannya.

Banyak faktor yang menyebabkan tumbuh dan berkembangnya gerakan radikal yang mengatasnamakan agama. Salah satunya, menurut Fealy dan Hooker

(2006), adalah akibat terbukanya kran demokratisasi pasca reformasi. Sementara itu, menurut Huntington (1993), sumber konflik yang dominan saat ini bukan bersifat kultural, bukan ideologis, ataupun ekonomis. Konflik akan terjadi antara negara dan kelompok yang memiliki peradaban yang berbeda. Huntington mendefinisikan peradaban sebagai entitas kultural tertinggi dan identitas terbesar yang dimiliki manusia. Lebih jauh, ia juga mengidentifikasi tujuh peradaban besar, yaitu Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Slavia-Ortodoks, dan

Amerika Latin. Menurutnya, dari ketujuh peradaban besar itu, Islam-lah yang paling potensial untuk mengancam peradaban Barat yang kini sedang berada di puncak kekuasaannya (Huntington, 1993).

Walaupun faktor-faktor munculnya radikalisme beragama sangat kompleks dan beragam, namun sebagaimana diungkapkan oleh Esposito (2003)bahwa peperangan dan kekerasan dalam agama selalu bermula dari faktor keimananan manusia. Menurut Al-Qaradhawi (2001), faktor utama munculnya radikalisme dalam beragama adalah kurangnya pemahaman yang benar dan mendalam atas esensi ajaran agama Islam itu sendiri dan pemahaman literalistik atas teks-teks

93

Universitas Sumatera Utara agama. Menurut Arkoun (1997), Al-Qur‟an telah digunakan Muslim untuk mengabsahkan perilaku, menjustifikasi tindakan peperangan, melandasi berbagai apresiasi, memelihara berbagai harapan, dan memperkukuh identitas kolektif.

Banyaknya gerakan-gerakan atau kelompok garis keras yang mengatasnamakan dirinya gerakan dakwah saat ini menjadi tantangan tersendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Paham tersebut cenderung meniadakan perbedaan. Paham radikalisme muncul setidaknya dari adanya gerakan yang memahami konteks al-Quran secara sebagian, rigid , dan literalis.

Menurut kaum radikal doktrin yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah adalah doktrin yang bersifat universal dan telah mencakup segala aspek kehidupan manusia tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu (Umar, 2014). Padahal tokoh pergerakan Islam seperti Sayyid Quthub menyatakan, jihad merupakan suatu keharusan, namun bukan berarti perang (qital) dan membuat teror tanpa hak.

Islam adalah agama damai dan perdamaian. Sedang perang adalah suatu keterpaksaan (dlaruriah), pengecualian (al-istisna), dan merupakan tuntunan yang mendesak (Quthub, 1992).

Adanya gerakan-gerakan kelompok garis keras yang mengatasnamakan dirinya dakwah sedikit tidaknya merusak nilai-nilai substansi luhur Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Munculnya paham radikalisme yang berujung terorisme dan pengrusakan menjadi tugas dan tanggung jawab yang besar bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu sebagai pelaku dakwah untuk mampu menjawab dan memberikan solusi nyata bagi dunia Islam, komunitas Sahabat

Hijrahkkuu memandang bahwa aksi terorisme tidak ada hubungannya dengan

94

Universitas Sumatera Utara agama manapun, tetapi yang jelas radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama yang membutuhkan solusi dari seluruh elemen masyarakat.

Meskipun aksi terorisme bukanlah merupakan ajaran Islam, namun prasangka dan prejudise ini sulit untuk dilepas, mengingat para pelaku teroris biasanya adalah muslim dan bermotif jihad. Di sinilah peran komunitas Sahabat

Hijrahkuu untuk menyampaikan dakwah Islam yang toleran, untuk mengkonter stigma miring tentang Islam dan teroris ini.

Sebagai komunitas dakwah yang notabenenya beranggotakan kaum muda muslim didalamnya, menempatkan komunitas Sahabat Hijrahkuu sebagai ujung tombak penyeru Islam, sebagai para juru dakwah, mereka harus tetap konsisten berdakwah dengan toleran sebagai usaha nyata menepis stigma tersebut. Dengan dakwah yang toleran itu diharapkan citra Islam dan kaum Muslim bisa pulih kembali dan dapat dirasakan dampaknya sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

Demi menjawab stigma negatif dan tuduhan radikalisme tersebut, maka komunitas Sahabat Hijrahkuu terus berupaya untuk mampu menghadirkan strategi dakwah yang lebih efektif. Di tengah gejala islamophobia yang semakin menyudutkan Islam, harus ada reformulasi strategi dakwah yang mampu menghadirkan karakteristik Islam yang sesuai dengan tujuan semestinya. Dalam gerakannya, Sahabat Hijrahkuuberkeinginan untuk menghadirkan dakwah Islam secara ramah. Ada beberapa hal yang menjadi strategi mereka dalam membangun dakwah ramah ini.

95

Universitas Sumatera Utara Pertama, prinsip keteladanan. Dalam gerakan dakwahnya, seluruh anggota komunitas Sahabat Hijrahkuudiharuskan untuk menata sikap dan prilaku sebagai citra diri seorang muslim yang rahmatan lil alamin. Menurut Ichsan (27 tahun),

Ketika seseorang mampu menghias dirinya sebagai individu ataupun komunitas yang baik, maka orang akan simpati dan pada akhirnya mengikutinya.

Menurutnya, nabi Muhammad adalah contoh konkrit dalam kaitannya dengan hal ini. Karena akhlak Rasulullah adalah akhlak yang bersumber dari Al-Qur'an.

Dalam Al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 159 dijelaskan bahwa, seandainya

Rasulullah itu tidak lemah lembut, maka orang-orang pasti akan lari meninggalkannya.

Dengan kelembutan, tanpa kekerasan, dan kasih sayang, maka akan menstimulus orang untuk semakin mendekat dan simpati padagerakan yang mereka bangun, hal ini dibuktikan dengan jumlah anggota komunitas yang semakin besar. Sebaliknya,dakwah dengan kekerasan, walaupun berdalih amar ma'ruf nahi munkar hanya akan menjadikan orang lain semakin apatis dan menjauh. Islam yang ramah harus diawali dari membangun diri untuk menjadi suri tauladan bagi orang lain.

Kedua, prinsip toleran. Toleransi merupakan penghargaan terhadap orang lain atas perbedaan yang ada. Dalam era "benturan peradaban" seperti yang dijelaskan oleh Huntington (1993), maka toleransi adalah upaya untuk menunjukkan bahwa benturan antara Islam dan Barat masih bisa dihindari.

Menurut Mutia (25 tahun), Jika Islam mau keluar dari 'yang tertuduh' maka Islam harus menunjukkan niat baik untuk hidup bersama dengan siapapun. Lebih lanjut,

Kamal mengatakan :

96

Universitas Sumatera Utara “Islam mengajarkan kita tentang toleransi terhadap umat agama lain, bersosialisasi dengan mereka, memberikan kenyamanan dan keamanan pada mereka dilingkungan kita, dan tetap saling membantu pada hal-hal yang memang sewajarnya dibantu” (Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, kasus-kasus kekerasan yang mengatas namakan Islam, mulai dari gerakan kekerasan berdalih amar ma'ruf nahi munkarsampai dengan bom yang berkedok jihad, harus ditepis dengan semangat toleransi ini. Namun menurut Kamal (28 tahun), sikap toleransi bukanlah bersikap menyama-ratakan nilai kepercayaan, hal-hal yang berkaitan dengan aqidah dan peribadatan tidak bisa dicampur-adukkan dengan toleransi dalam hal duniawi.

Sikap toleransi yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu tercermin dalam beberapa kegiatan sosial mereka ketika melakukan aksi sosial bagi korban bencana, dan program rutin Jum‟at berbagi yang rutin mereka lakukan, penerima manfaat program bisa saja berasal dari mereka yang beragama non muslim, terkecuali program santunan untuk anak yatim yang memang dikhususkan bagi mereka yang muslim. Begitu pula dengan bantuan kemanusiaan dalam hal bencana alam yang terjadi di Lombok dan Palu akhir-akhir ini.

Cerminan sikap toleransi lainnya bisa dilihat dari hubungan pertemanan beberapa anggota komunitas Sahabat Hijrahkuu yang berteman dengan non muslim. Dinda (21 tahun), sampai saat ini ia masih berteman akrab dengan temannya yang beragama nasrani, untuk menjaga keharmonisan dalam pertemanannya, ia tidak pernah menyebut kata kafir bagi temannya yang non muslim, dan tidak pernah membahas tentang perbedaan keyakinan yang mereka anut. Begitu pula dengan Mutia (25 tahun),ia mengatakan :

97

Universitas Sumatera Utara “,,sejak saya bercadar dia awalnya merasa takut, dan kami pernah berdiskusi tentang pandangan saya terhadap kata kafir. Hubungan kami sempat renggang terkait kata kafir yang mencuat pada saat Pilkada SUMUT, tapi saya menjelaskan bahwa perbedaan agama bukan menjadi pemecah hubungan kita, dan kita tetap memiliki rasa sayang sebagai sahabat satu sama lain, dan penjelasan saya ini bisa diterima baik olehnya. Bagi saya selagi tidak melecehkan agama satu sama lain, maka tidak ada masalah, dan hingga kini hubungan kami tetap baik dan kami saling menjaga dan menghormati kepercayaan selagi tidak berkaitan dengan aqidah”(Mutia, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.30 WIB).

Ketiga, prinsip dialogis. Strategi ini merupakan anjuran Al-Qur'an dalam melakukan dakwah. Disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125 yang berkaitan dengan hal ini adalah "wajadilhum billati hiya ahsan"(bantahlah mereka dengan cara yang terbaik). Komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam gerakan dakwahnya selalu berupaya menampilkan wajah Islam yang ramah dan bijaksana.

Dialog merupakan salah satu jalan dakwah yang saat ini sedang dikuatkan dalam gerakan mereka.

Dialog mempunyai tujuan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Dalam dakwah tidak harus memposisikan diri sebagai 'yang benar' sedangkan orang lain sebagai 'yang salah'. Dengan dialog, maka tidak akan terjadi kekerasan, pengeroyokan, razia dan lain sejenisnya, karena hal itu justru akan semakinmendiskreditkan Islam itu sendiri. Hal ini tercermin dalam moto gerakan mereka yang meretas perbedaan harokah dalam menjalani gerakan hijrah.

Bagi komunitas sahabat hijrahkuu, perbedaan harokah bukan untuk mencari harokah mana yang paling baik, tapi merupakan sebuah kekayaan dalam menjalani ibadah. Ichsan (27 tahun) mengatakan :

“Di SHKUU kita tidak memandang harokah, mazhabapa dan ngaji pada ustadz siapa, yang penting masih sholat, masih Allah sebagai

98

Universitas Sumatera Utara Tuhan yang sama, Muhammad sebagai Rasul yang sama, dan Al- Qur‟an sebagai kitab yang sama. Untuk mewujudkan hal ini, sebisa mungkin tidak menyinggung hal-hal yang terkait perbedaan harokah dalam pembahasan maupun diskusi anggota dan pengurus. Dalam memilih tema program kajianpun, kita akan bahas dalam bentuk diskusi dialogis di semua pengurus, hal ini untuk penghindari perselisihan, agar tema kajian yang diangkat dapat diterima oleh semua harokah yang ada”(Ichsan, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 14.30 WIB).

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, dalam gerakan ini diperlukan kreatifitas, bukan hanya dalam berdakwah tapi juga dalam beragama. Merupakan sebuah hal yang penting untuk menyesuaikan pola gerakan yang mereka bangun dengan generasi milenial. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kebekuan dan kekakuan dalam pola keberagamaan.

Strategi yang dilakukan oleh Walisongo adalah bukti, bagaimana dakwah

Islam bisa dilakukan secara ramah dan toleran. Strategi ini menjadi inspirasi bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam memberikan perhatian terhadap komunitas generasi millenial, dan menjadikan dakwah Islam semakin arif.Meskipun para wali menggunakan metode dan strategi dakwah yang berbeda, namun mereka mempunyai tujuan yang sama, menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada.

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, gerakan hijrah yang mereka bangun harus mampu menghadirkan wajah Islam secara baik dan ramah. Di tengah isu benturan peradaban, yang memposisikan Islam sebagai tertuduh, gerakan hijrah kaum muda harus mampu menarik simpati dan pemahaman yang benar orang lain terhadap Islam. Hingga akhirnya, Islam yang rahmatan lil alamin ini akan mampu membumi, tentunya melalui dakwah Islam yang rahmah pula.

99

Universitas Sumatera Utara Terkait dengan isu radikalisme, Mr.X, salah seorang anggota kepolisian yang bertugas khusus mengamati pergerakan organisasi Islam di kota Medan membenarkan apa yang dikatakan oleh Kamal, bahwa memang komunitas

Sahabat Hijrahkuu merupakan salah satu komunitas Islam yang dipantau pergerakannnya oleh kepolisian. Namun pengawasan ini dilakukan bukan bermaksud untuk membatasi dan mengintimidasi gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Ada dua alasan yang sangat mendasar kenapa komunitas Sahabat Hijrahkuu berada dalam pengawasan kepolisian. Pertama, pihak kepolisian mensinyalir bahwa ada terduga teroris yang mencoba mendekatkan diri dengan komunitas

Sahabat Hijrahkuu, dan pernah beberapa kali berkomunikasi langsung dengan

Kamal sebagai ketua komunitas. Maka pemantauan terhadap komunitas dilakukan demi alasan penjegahan dini agar gerakan hijrah yang dilakukan komunitas

Sahabat Hijrahkuu tidak terpapar oleh pengaruh faham terorisme.

Kedua, pasca pembubaran HTI karena ditetapkan sebagai salah satu organisasi terlarang di Indonesia, pihak kepolisian mensinyalir adanya anggota

HTI yang ikut bergabung sebagai anggota di komunitas Sahabat Hijrahkuu. Pihak kepolisian khawatir jika nantinya gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas

Sahabat Hijrahkuu tersusupi oleh kepentingan HTI.

Dua alasan itulah yang menjadi dasar pihak kepolisian untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap gerakan yang dilakukan oleh komunitas

Sahabat Hijrahkuu. Namun, hingga tulisan ini dibuat, berdasarkan hasil pengamatan dan pantauan pihak kepolisian, gerakan yang dilakukan oleh

100

Universitas Sumatera Utara komunitas Sahabat Hijrahkuu terbukti bersih dari faham radikal, terorisme, maupun pengembangan ideologi HTI.

Gerakan hijrah yang dilakukan komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam wujud program-program kajian, lebih mengarah pada ajaran normatif untuk perbaikan diri sesuai dengan ide gerakan komunitas yaitu hijrah, maninggalkan kebiasaan lama yang jauh dari kebaikan menuju perubahan diri kearah kebaikan sesuai ajaran agama Islam.

5.1.1.3. GerakanPolitik Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Berkaitan dengan gerakan politik, komunitas Sahabat Hijrahkuu mengambil peran dalam agitasi akan nilai-nilai politik identitas. Hal ini disampaikan melalui jalur dakwah lewat kajian-kajian politik Islam yang disampaikan oleh ustadz- uztadz yang juga menjadi pembina organisasi.

“...kita sampaikan kepada jamaah, bahwasannya dalam politik sendiri Islam sudah mengatur kita seperti ini, termasuk dengan landasan daripada Almaidah : 51. Kita masuk dengan cara jalan dakwah”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal (28 tahun), secara kelembagaan sikap politik yang dibangun dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu berpedoman pada Al-Qur‟an dan Hadits, salah satunya adalah apa yang di urai dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 51.

Komunitas Sahabat Hijrahkuu secara tegas menolak non-Muslim untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat Muslim. Komunitas juga secara tegas memiliki sikap politik untuk tidak memberikan dukungan politiknya pada partai politik yang berpihak pada kelompok yang mereka anggap telah melakukan penistaan terhadap

101

Universitas Sumatera Utara Islam.Sikap ini bersumber dari penafsiran mereka yang cenderung tekstual terhadap beberapa ayat Al-Qur‟an.

Sebenarnya, permasalahan pelarangan memilih pemimpin non-Muslim ini bukanlah suatu perdebatan yang baru. Memang, di Indonesia hal ini kembali mencuat setelah kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Pembahasan mengenai hal ini telah jauh dilakukan oleh masyarakat Islam. Hanafi (2011) menjelaskan bahwa kata pemimpin dalam Al-Qur‟an terdapat enam macam, yaitu khalifah, amir, uul al-amr, sultan, mulk dan awliya. Kesemua kata itu memiliki makna yang sepadan, tapi sekaligus perbedaan dari segi penafsiran. Perbedaan dari segi pandangan penafsiran inilah yang memicu perdebatan panjang mengenai penafsiran kata awliya yang terdapat pada surat Al-Maidah ayat 51. Namun dalam hal ini peneliti tidak akan lagi mengurai perbedaan tafsir tersebut, dan memilih untuk tidak terjebak pada perdebatan. Peneliti hanya akan berfokus pada gerakan politik yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Sikap politik tegas yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu ini bukan tanpa alasan yang kuat pula. Selain karena menjalankan perintah Allah yang tertuang dalam Al-Qur‟an, sikap ini juga memiliki tujuan politik untuk kepentingan eksistensi komunitas. Menurut Kamal (28 tahun) ada dua tujuan dalam gerakan politik mereka yang dibangun.Pertama, secara umum mereka berharap bahwa partai politik serta elit politik yang mereka usung mampu memperjuangkan dan membela kepentingan umat Islam, memberikan pembelaan dan perlindungan umat Islam dari stigma negatif terkait gerakan radikalisme dan teroris. Kedua, secara khusus mereka berharap bahwa jika elit partai politik yang duduk dipemerintahan merupakan bagian dari kelompok pembela Islam, maka

102

Universitas Sumatera Utara akan lebih mudah bagi komunitas untuk beraktifitas, tanpa ada intimidasi dan tuduhan negatif terhadap gerakan dakwah yang mereka lakukan.

Meskipun dalam gerakan agitasi yang dilakukan sangat kental dengan muatan politik, namun komunitas Sahabat Hijrahkuu tidak memiliki ikatan politik dengan partai politik manapun, sekalipun pada saat ini salah satu ustadz pembina komunitas Sahabat Hijrahkuu, yakni Ustadz Rudiawan Sitorus menjadi salah satu calon legislatif untuk DPRD kota Medan dari partai PKS daerah pemilihan I kota

Medan.

Namun demikian, dalam pengamatan lapangan yang peneliti lakukan,komunitas Sahabat Hijrahkuu memberikan panggung lebih bagi Ustadz

Rudiawan Sitorus dalam program kajian yang mereka susun. Saat ini komunitas

Sahabat Hijrahkuu memiliki program Kajian Pra dan Pasca Nikah, yang diadakan setiap jum‟at malam di mesjid Al Jihad.Dalam program kajianini, Ustadz

Rudiawan Sitorus berperan sebagai pemateri yang mengisi kajian tersebut.

Gambar 5.1 Poster informasi program Kajian Pra dan Pasca Nikah (sumber : Instagram @sahabathijrahkuu)

103

Universitas Sumatera Utara Mesjid Aljihad terletak di Jl. Abdulah Lubis kecamatan Medan Baru, dimana Kecamatan ini merupakan daerah pemilihan Ustadz Rudiawan Sitorus.

Dari pengamatan lapangan yang peneliti lakukan dengan beberapa kali mengikuti program kajian ini, peneliti tidak menemukan adanya bentuk kampanye terbuka.

Dimana, baik dari komunitas Sahabat Hijrahkuu maupun Ustadz Rudiawan

Sitorus tidak pernah mensosialisasikan Ustadz Rudiawan Sitorus sebagai salah satu calon legislatif. Namun demikian, program kajian yang dilakukan rutin setiap jum‟at malam ini bisa saja berdampak pada popularitas Ustazd Rudiawan Sitorus yang secara politis akan berdampak pada elektabilitasnya sebagai salah satu kandidat calon legislatif pada Pemilu 2019.

Hal lainnya terkait dukungan politik, dapat dilihat dari keterlibatan komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam deklarasi #2019gantipresiden yang berlangsung di Medan pada tanggal 22 juli 2017. Gerakan ini awalnya diperkenalkan oleh Mardani Ali Sera yang juga merupakan politikus dari PKS.

Gambar 5.2Screenshot video seruan Ahmad Kamal sebagai ketua komunitas Sahabat Hijrahkuu untuk deklarasi gerakan #2019gantipresiden di Medan(sumber : Instagram @sahabathijrahkuu)

104

Universitas Sumatera Utara Dari beberapa temuan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara tersirat sebenarnya komunitas Sahabat Hijrahkuu tetap memberikan dukungan politik, baik ke partai politik maupun ke figur personal politisi. Shohibul Anshor Siregar

(61 tahun) mengatakan :

“Karena itu, sekiranya gairah hijrah bagi sejumlah anak muda di Medan lebih dimaksudkan untuk menghadapi pilpres 2019, hal itu pun tidak begitu aneh dan jika dikaitkan ke peristiwa 212, tentu saja itu harus dilihat sebagai implementasi saja.” (Siregar, dalam wawancara pada 24 Januari 2019 di Kampus UMSU Pukul 21.07 WIB)

Sebagai sebuah gerakan yang muncul sebagai akibat elementer pasca aksi bela Islam, tentu saja dapat dipastikan bahwa gerakan ini akan memberikan dukungan politik ke pasangan Prabowo-Sandi, sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia dengan nomor urut 2 (dua). Terlebih lagi, kelompok alumni 212 dan GNPF-Ulama telah resmi memberikan dukungan politiknya ke pasangan calon tersebut. Selain itu, Ahmad Kamal sebagai ketua sekaligus pendiri komunitas Sahabat Hijrahkuu juga merupakan bagian dari pengurus GNPF-Ulama Sumatera Utara.

Gerakan hijrah sebagai gerakan sosial kaum muda muslim memang mengalami reorientasi menjelang Pilpres 2019. Hal ini dapat dipahami dari pandangan, sikap, dan tujuan politik para penggagasnya yang juga merupakan bagian dari gerakan 212. Secara semiotis tampak bahwa gerakan 212 telah mengalami reorientasi jika dibandingkan dengan 2017 lalu. Sebelumnya, baik secara simbol maupun narasi, tampak bahwa gerakan 212 pada awalnya merupakan gerakan keagamaan yang didedikasikan sebagai bagian dari proses politik praktis, yakni Pilkada DKI 2017.Meskipun pada akhirnya gerakan tersebut

105

Universitas Sumatera Utara mengalami moderasi yang mengubah arah orientasi gerakan 212 menuju pada orientasi yang lebih luas.

Menurut Siregar (61 tahun), dukungan politik ini tentu tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa gerakan hijrah adalah gerakan politik, ini hanya merupakan sebagian dari implementasi tujuan gerakan saja. Terlebih lagi, mereka yang tergabung dalam gerakan hijrah juga merupakan bagian dari gerakan 212 dan GNPF-Ulama. Dalam menghadapi pemilu serentak di Indonesia, adanya pembelahan partai yang salah satunya disebut kelompok partai penista Islam yang juga menjadi framing gerakan GNPF-Ulama pasca aksi 212. Bagi komunitas hijrah dan umat Islam Indonesia yang segaris dengan gerakan GNPF-Ulama,

Prabowo memang bukanlah pilihan ideal, tetapi memberikan dukungan politik pada Prabowo sudah menjamin suatu capaian lolos sementara dari sebuah keadaan buruk di tangan Jokowi, dan mereka menilai tidak ada harapan apa pun pada

Jokowi.

Dengan mengamati berbagai proses keterlibatan politik komunitas Sahabat

Hijrahkuu, Peneliti mencoba membuat beberapa model keterlibatan komunitas dalam politik.

Pertama, terlibat secara langsung sebagai praktisi dan aktor politik yang terjun sebagai pengurus dan calon legislatif dari partai politik tertentu. Hal itu secara langsung melibatkan elite komunitas, yakni ustadz Rudiawan Sitorus yang merupakan pembina komunitas Sahabat Hijrahkuu. Keterlibatan secara langsung memberikan peluang politik yang lebih besar bagi komunitas untuk memiliki nilai tawar poilitik yang lebih baik. Posisi legislatif tersebut diharapkan mampu

106

Universitas Sumatera Utara memberikan ruang politik untuk memperjuangkan kepentingan umat dan kepentingan eksistensi komunitas.

Kedua, sebagai kekuatan pendukung partai politik tertentu dengan cara memberikan dukungan di balik layar. Komunitasmampu menginisiasi berbagai kegiatan keagamaan yang secara bersamaan juga merupakan mobilisasi masa pemilih. Hal ini dapat dilihat ketika beberapa kali komunitas Sahabat

Hijrahkuuterlibat dalam menggelar even keagamaan yang melibatkan umat Islam dalam jumlah besar, namun pagelaran tersebut sarat dengan muatan politik walau tidak dilakukan secara terbuka. Hal itu antara lain tecermin dari penyelenggaraan

Malam Bina Iman dan Taqwa (MABIT) dan subuh akbar bersama Sandiaga

Salahuddin Uno yang dilaksanakan pada tanggal 16 september 2018 di Mesjid Al

Jihad, Jl. Abdullah Lubis Medan.

Sebagai komunitas hijrah yang beranggotakan kaum muda Islam, basis argumentasi politik komunitas Sahabat Hijrahkuu bersandar pada pemahaman keagamaan yang kuat. Pemahaman tersebut disarikan dari penjelasan Al-Qur‟an dan Hadits serta paparan ulama-ulama yang dijelaskan dalam berbagai kitab yang sering diulas dalam program kajianyang diadakan oleh komunitas. Komunitas

Sahabat Hijrahkuu memandang bahwa politik merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran Islam.

Bernegara mempunyai koherensi dengan beragama yang direfleksikan dari pemikiran bahwa pendirian negara sesuai konsensus (ijma‘) ulama hukumnya fardhu kifayah. Dalam teori politik Islam, pemahaman seperti itu lebih dikenal dengan paham akomodasionis yang memandang politik sebagai bagian dari ajaran agama yang tidak dapat dipisahkan (Syamsuddin, 1993).

107

Universitas Sumatera Utara

5.1.1.4. MitraPendukung Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Situasi politik saat ini yang terbuka juga memberikan peluang tersendiri bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, hal ini dapat dilihat dari kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan komunitas dan lembaga sosial lainnya serta para donatur dari pengusaha muslim yang menjadi mitra komunitas dalam menjalankan aktifitas gerakan, baik dalam program kajian rutin, ,kegiatan amal kemanusiaan, dan lain sebagainya.

Mitra komunitas yang menjadi donatur diantaranya ialah Medan Napoleon,

Duren Awak, Joko Solo Group, Medan Par Par, RM. JM Bariani, Mie Ayam

Mahmud, Notaris Muslim, Maidani Pancake Durian, dan beberapa pengusaha muslim lainnya yang mau mendukung setiap aktifitas gerakan dakwah yang dilakukan komunitas Sahabat Hijrahkuu. Sementara organisasi yang menjadi mitra, selain bekerjasama dengan sesama komunitas hijrah yang ada, Sahabat

Hijrahkuu juga bekerja sama dengan organisasi sosial lainnya seperti ACT, DT

Peduli, Dompet Duafa, dan organisasi sosial lannya.

Hubungan timbal balik yang terjalin antara komunitas Sahabat Hijrahkuu dengan mitranya baik donatur maupun lembaga sosial, bukanlah dalam bentuk hubungan yang transaksional seperti halnya hubungan sponsorship antara penyelenggara kegiatan dengan pihak sponsor. Tapi lebih pada semangat membangun ukhuwahdan amal jariyah. Hal ini menunjukkan bahwa, secara kelembagaan komunitas Sahabat Hijrahku memiliki kesempatan politik yang sangat terbuka saat ini.

108

Universitas Sumatera Utara 5.1.2. Mobilisasi Sumber Daya

5.1.2.1. AksesSumber Dana Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Salah satu sumber daya paling penting bagi sebuahgerakan adalah uang.

Seberapa besar pun sumber daya lain yang dimiliki, aktivitas gerakan tidakakan bisa berjalan kalau tidak ada yang membiayai (McCarthy,2004). Dalam menjalankan aksinya, setiap gerakan hampir dapat dipastikanmemerlukan biaya.

Maka dari itu, masing-masing gerakan berupaya semaksimalmungkin mencari cara untuk mengakses sumber-sumber dana.

Untuk mengakses dan melakukan redistribusi sumber daya dalam sebuah gerakan, maka dipandang perlu untuk membentuk sebuah komunitas yang terstruktur secara organisasi. Selain untuk mendapatkan legitimasi, dalam tingkat tertentuhal tersebut juga dijadikan wahana untuk menyelenggarakan aktivitas gerakan, termasukpendanaan. Mc Adam, Mc Carthy dan Zald berpendapat bahwa sebuah sistempolitik yang terlembaga merangsang terbentuknya prospek membangun aksi-aksikolektif dan pilihan bentuk gerakan. Mereka mendefinisikan struktur mobilisasisebagai kendaraan kolektif baik formal dan juga informal.

Melalui kendaraan ini,masyarakat memobilisasi dan berbaur dalam aksi bersama.

Konsep iniberkonsentrasi kepada jaringan informal, organisasi gerakan sosial dan kelompok-kelompokdi tingkatan meso (Situmorang, 2007).

Ahmad Kamal, (28 tahun) menyebutkan sumber utama pendanaan komunitas Sahabat Hijrahkuuberasal dari donatur yang berasal dari donatur perorangan, mitra, infaq jamaah, dan iuran anggota, baik iuran mingguan maupun bulanan.Penggalangan donasi biasanya dilakukan pada saat diadakan program kegiatan, baik program kajian rutin, tabligh akbar, maupun program sosial

109

Universitas Sumatera Utara kemanusiaan. Pada saat diadakan kajian, pengutipan donasi dilakukan dengan menjalankan kotak infaq. Donasi infaq yang terkumpuldigunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional program, termasuk untuk biaya akomodasi dan transportasi jika menghadirkan ustadz-ustadz skala nasional.

Donasiyang diberikan oleh para donatur jumlahnya cukup bervariasi, namun berapapun jumlahnya, para donatur tetap secara sadar dan ikhlas memberikan donasinya. Bagi mereka, mereka hanya ingin berkontribusi untuk turut ambil bagian dalam jalan dakwah. Ahmad Kamal (28 tahun) mengatakan :

“...mereka yang mendukung kegiatan kita tidak hanya memikirkan untung, tetapi juga menekankan apa fungsi keberadaan mereka disini terhadap Islam, terhadap gerakan-gerakan Islam, itu sudah kita buktikan dan mereka sudah membuktikan bahwa diri mereka seperti itu, kalau yang lain kan banyak nggak mau tau, nggak peduli, dan Alhamdulillah sampai hari ini mereka masih tetap eksis mendukung gerakan. Dan kita juga sering bertukar pikiran dengan pemiliknya seperti halnya adalah ada landasannya di Surat Muhammad ayat 7 yang artinya itu “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Ahmad Kamal (28 tahun), para donatur selalu bersedia untuk berkontribusi memberikan bantuan dana untuk menutupi biaya operasional dari setiap program kajian yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Menurutnya para donatur merasa bahwa rezeki mereka semakin lancar ketika turut berkontribusi dalam aktifitas dakwah, dan menambah keyakinan mereka terhadap apa yang di sebutkan di dalam Al-Qur‟an surah Muhammad ayat 7.

Menurut Ibnu Katsir (Katsir) dalam tafsirnya pada juz 26, ia mengatakan bahwa makna ayat ini sama dengan firman Allah yang lainnya dalam Surah Al-

Hajj ayat 40 ―Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong

110

Universitas Sumatera Utara (agama)-Nya‖. Bagaimana ciri-ciri mereka sehingga disebut dengan penolongagama Allah,ia mengaitkan dengan surah Al-Hajj ayat 41 ―(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma‘ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan‖.

Jika melihat ayat ini, yang dimaksud dengan penolong agama Allah dapat dikelompokkan menjadi dua katagori ; Pertama, perintah yang sifatnya individu seperti ; melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. Artinya melaksanakan perintah-perintah yang bersifat individu, sebagai wujud tanggungjawab seorang hamba atas kewajiban yang diamanahkan. Dari pelaksanaan ibadah yang individu inilah, seseorang dapat diketahui loyalitasnya seperti apa, dan dari sini pula seseorang akan dikenali bagaimana mereka loyal kepada tanggung jawab yang bersifat memiliki tujuan untuk kepentingan umum. Hal ini mengingatkan kepada beban kewajiban yang juga bersifat fardhu ‗ain dan fardhu kifayah.

Kedua, di dalam ayat tersebut terkandung kewajiban untuk menolong agama

Allah dengan beban tugas yang bersifat kolektifitas, yaitu amar ma‘ruf nahi munkar. Didalam kewajibanya untuk menolong agama ini, setiap individu diberi tugas untuk senantiasa mengajak yang baik dan mencegah kemungkaran. Perintah ini, dalam agama Islam biasa disebut dengan da‟wah.

Qutb (2003) mengatakan, Q.S. Muhammad:7 adalah isyarat untuk berjihad dengan jiwa dan harta untuk membela Islam dan kaum Muslim.Menolong agama

Allah juga bermakna dakwah, menyebarkan Islam, dan menerapkan syariat Islam

111

Universitas Sumatera Utara dalam seluruh aspek kehidupan. Berjuang mendakwahkan dan membela Islam bisa dilakukan dengan ragam cara, termasuk dengan harta, jiwa, dan juga lisan.

Sedangkan makna dari―niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu‖ yang disebutkan dalam Q.S.Muhammad:7 tersebutmaksudnya adalah diteguhkan dalam kemenangan dan berbagai pembiayaannya.Karena kemenangan bukanlah akhir peperangan antara kufur dengan iman, antara batil dan hak, dan untuk menang memerlukan pembiayaan dalam setiap jiwa maupun dalam realita kehidupan. Untuk menang memerlukan pembiayaan yaitu tidak sombong dan tidak menganggap remeh. Banyak orang yang mungkin saja mampu untuk tetap teguh terhadap suatu ujian dan cobaan namun sedikit sekali orang yang tetap teguh terhadap kemenangan dan kenikmatan. Keshalehan dan keteguhan hati diatas kebenaran setelah kemenangan merupakan derajat lain dibalik kemenangan, dan barangkali inilah yang ditunjukkan oleh ungkapan yang ada didalam Al-Qur‟an (Qutb, 2003).

Pertolongan Allah agar tetap istiqomah serta mampu tetap teguhterhadap suatu ujian dan cobaan dalam proses hijrah, dan tetap istiqomah juga tetap teguh pada saat diberi kemenangan dan kenikmatan, inilah yang diharapkan oleh para mitra dan para relawan Sahabat Hijrahkuu untuk tetap turut ambil bagian dalam suksesi setiap kegiatan yang dilakukan komunitas.

Diantara para mitra yang menjadi donatur tetap komunitas Sahabat

Hijrahkuu tersebut adalah Medan Napoleon, Duren Awak, Joko Solo Group,

Medan Par Par, RM. JM Bariani, Mie Ayam Mahmud, Notaris Muslim, Maidani

Pancake Durian, ada beberapa para pengusaha yang memberikan dukungan secara

112

Universitas Sumatera Utara personal. Sahabat Hijrahkuu sendiri tidakmemantokkan berapa donasi yang harus diberikan oleh para donatur.

Donasi yang dikumpulkan oleh relawan Sahabat Hijrahkuu ini dibagi menjadi dua jenis,pertama, donasi yang diperuntukkan untuk dana amal dan dakwah. Dana ini yang bersumber dari para donatur mitra dan infaq dari jamaah, dan digunakan untukkegiatan amal dan kajian saja.Kedua, dana diperuntukkan untuk dana adminstrasi operasional untukmembayar operasional kantor seperti tagihan listrik, internet, air dan operasional kantor lainnya. Sumber dana ini berasal dari iuran anggota. Karena sumber dana terbesar komunitas bersumber dari mitra donatur dan infaq jama‟ah, maka laporan keuangan juga disampaikan secara transparan kepada jamaah dan diumumkan pada setiap kegiatan kajian.

Selain dari para donatur, sumber pendanaan lainnya adalah amal usaha komunitas yang bernama Sahabat Hijrahkuu Store, dimana hasil dari penjualannya itu akan dialokasikan untuk kebutuhan operasional komunitas. Amal usaha ini dikelola oleh divisi DANUS (Dana dan Usaha) yang bertugas mencari donatur dan mengelola amal usaha. Saat ini Sahabat Hijrahkuu Store menjual product fashion dan merchandise dengan brand Sahabat Hijrahkuu, diantaranya

Ada yang product jacket, baju koko, kaos, gantungan kunci, stiker dakwah, dan mug. Selain itu, juga bermitra dengan relawan yang memiliki product sejenis denga sistem bagi hasil.

113

Universitas Sumatera Utara 5.1.2.2. KeanggotaanKomunitas Sahabat Hijrahkuu

Sampai saat ini, kurang lebih ada 700 orang anggota komunitas yang sudah terdaftar sebagai anggota komunitas Sahabat Hijrahkuu, baik pengurus maupun relawan, namunjuga terdapat turn offer (keluar masuk). Hal ini karena terkait dengan motivasi untuk bergabung yang beragam, sehingga ekpektasinya tidak terpenuhi ketika menjalankan aktifitas dikomunitas.Diantara ragam motivasi tersebut antara lain adalah untuk mencari jodoh danmempromosikan usaha. Faktor lainnya juga dipengaruhi oleh perbedaan pandangan, faham, harokahdan hal khilafiyah. Untuk mengantisipasi hal ini, pada saat penerimaan anggota, maka pengurus akan menginformasikan bahwa komunitas Sahabat Hijrahkuu sangat plural dan egaliter terhadap pemahaman, harokah, mazhab dan orientasi ke-

Islaman masing-masing anggota, sehingga jika ada anggota yang merasa dirinya paling sunnah dan paling benar serta mem-bid‘ah-kan yang lainnya maka pengurus akan mengeluarkannya dari komunitas.

Komunitas Sahabat Hijrahkuu sangat plural terhadap perbedaan pandangan harokah, hal ini tercermin dari motto komunitas Sahabat Hijrahkuu yaitu “apapun harokahmu, aku saudaramu”. Ahmad Kamal (28 tahun) mengatakan :

“Komunitas Sahabat Hijrahkuu berusaha untuk merangkul semua lintas harokah, “apapun harokahmu, aku saudaramu”. Itulah landasan kita, dan semua pengurus dan relawan harus bisa menerima perbedaan harokah itu. Karena kita sering dikotak-kotakkan, ada diantara kita yang tidak menerima harokah, mereka hanya fokus pada hal-hal sunnah, padahal mereka sendiri tidak begitu memahami sunnah”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, komunitas Sahabat Hijrahkuu adalah wadah untuk sama- sama belajar untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri pada agama, tanpa merasa

114

Universitas Sumatera Utara diri paling benar dan tanpa memberikan label bid‘ah pada teman yang tidak sefaham. Karena hal ini justru akan semakin mempertajam perpecahan di internal

Islam itu sendiri. Hal inilah yang menjadi landasan awal berdirinya komunitas

Sahabat Hijrahkuu dan diinternalisasikan pada setiap anggota yang tergabung dalam komunitas.

Disisi lain dalam Islam sendiri tidak dapat dipungkiri bahwa memang terdapat perbedaan yang telah berjalan belasan abad, terutama sejak syahid-nya

Ali bin Abi Thalib. Perbedaan dalam masalah manhaj (pola/prosedur) atau thariqoh (metode), seringkali menimbulkan perpecahan dan persengketaan, walaupun itu tidak semua demikian. Karena kenyataan di lapangan tidak setiap perbedaan itu menimbulkan perpecahan, akan tetapi setiap perpecahan pasti diawali dengan perbedaan. Perbedaan inilah yang menimbulkan banyak bermunculannya harokah-harokah Islamiyah.

Sikap plural yang terjadi di komunitas Sahabat Hijrahkuu bukanlah plural dalam arti yang luas, namun plural dalam hal khilafiyah, yang dimaksud khilafiyah di sini adalah perselisihan fiqih yang termasuk kategori ikhtilaf tanawwu‘ (perbedaan variatif), bukan perselisihan aqidah yang termasuk ikhtilaf tadhadh (perselisihan kontradiktif). Hal ini pun disadari oleh anggota komunitas

Sahabat Hijrahkuu, bahwa bagi mereka perbedaan harokah dan perbedaan hal khilafiyah tidak seharusnya menjadi pemecah belah antar umat. Dinda (21 tahun) mengatakan :

“Saya sendiri berasal dari Muhammadiyah, menurut saya selagi tidak keluar dari syariah, saya tidak ada masalah, misalnya perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU terkait do‘a qunut pada shalat subuh, keduanya dibenarkan, jadi bagi saya itu tidak menjadi masalah

115

Universitas Sumatera Utara perbedaan yang harus memecah belah” (Dinda, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.00 WIB).

Dalam menghimpun para relawan, komunitas Sahabat Hijrahkuu memanfaatkan jaringan dan relasi keluarga, kerabat hingga rekan bisnis untuk diajak masukdan terlibat menjadi seorang relawan atau menjadi donatur. Maka tidak heran jikajaringan pengusaha muslim menjadi salah satu sumber utama pendanaan untuk memfasilitasigerakan sosial komunitas ini. Jaringan ini merupakan unsur pentingdalam konseptualisasi gerakan sosial (Diani, 2003). Mc

Carty (1977) menjelaskan bahwa dalam struktur mobilisasi informal yang identitik dengan gerakan lokal, jaringan kekerabatan, dan persaudaraan menjadi dasar bagi rekruitmen gerakan. Konsep struktur mobilisasi informal kian berkembang menjadi luas ketika dihubungkan dengan mobilisasi gerakan. Relasi- relasi sosial yangdidapat melalui wadah komunitas Sahabat Hijrahkuu juga membuka peluang bagi mereka untukberbisnis dengan memanfaatkan relasi sosial ekonomi.

Para relawan yang tergabung dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu berasal dari latar belakang profesi dengan soft skill yang berbeda-beda, diantaranya guru, karyawan, pengusaha UMKM, mahasiswa, bahkan ada yang masih pelajar tingkat

SMA, dan semuanya terlibat aktif dalam kegiatan komunitas tanpa menghambat aktifitas kesehariannya. Pembagian peran, tugas dan fungsi relawan akan disesuaikan berdasarkan latar belakang profesi dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing anggota komunitas. Pembagian peran ini bisa dilakukan permanen dalam struktur pengurus maupun tentatif pada saat kegiatan program berjalan.

116

Universitas Sumatera Utara Proses bergabungnya para anggota komunitas Sahabat Hijrahkuu biasanya terjadi secara alamiah melalui jaringan sosial anggota yang sudah bergabung didalam komunitas, dan tidak diberikan amanah dan tugas khusus dalam melakukan perekrutan anggota komunitas, walaupun sesekali dilakukan rekruitmen terbuka bagi kaum muda yang ingin bergabung dalam komunitas.

Ichsan (27 tahun) mengakui bahwa ketertarikannya pada komunitas Sahabat

Hijrahkuu karena ia memang senang dengan kegiatan sosial kemasyarakatan.

Sebelumnya ia juga telah bergabung di komunitas lain, dan ia tertarik ketika pertama kali melihat kegiatan SHKUU di ramadhan 2016, dan merasa cocok dengan kegiatan yang dilakukan oleh komunitas komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Ichsan (27 tahun) mengatakan :

“Saya sebelumnya aktif di remaja mesjid, dan beberapa komunitas Islam lainnya, tapi untuk kegiatan dakwah lebih aktif dikomunitas SHKUU. Bergabung disini mulai januari 2017. Saya dengan Kamal sebelumnya aktif di SJP (Sidik Jari Pejuang) saya tertarik ketika pertama kali melihat kegiatan SHKUU di ramadhan 2016, dan saya merasa cocok dengan kegiatan yang dilakukan komunitas, saya sendiri senang dengan kegiatan dimasyarakat”(Ichsan, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 14.30 WIB).

Sementara Mutia (25 tahun) mengatakan bahwa ketertarikannya untuk bergabung ke komunitas Sahabat Hijrahkuu karena tertarik ketika beberapa kali mengikuti program kajian rutin yang diadakan oleh komunitas, ia mengatakan :

“Kebetulan Kamal adalah kakak kelas saya disekolah, dan ketemu tidak sengaja di Mesjid Aljihad setelah lama tidak ketemu, karena mama saya suka ikut pengajian, saya minta informasi jadwal pengajian ke Kamal, dan nomor saya di gabungin ke WA Groupnya SHKUU. Akhirnya setelah beberapa kali mengikuti kajian, saya melihat ada kekompakan dan satu visi yang sama antar anggota dalam komunitas, hingga saya tertarik untuk bergabung. Ini adalah komunitas pertama yang saya ikuti. Saya sendiri dari NU” (Mutia,

117

Universitas Sumatera Utara dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.30 WIB).

Dalam upaya memobilisasi sumber daya untuk mendukung gerakannya, komunitas Sahabat Hijrahkuu juga bekerjasama dengan beberapa media partner.

Diantara media partner tersebut yaitu channel youtube GNPF Media (GNPF TV), akun-akun buzzer instagram seperti Info Kajian Medan, Aku Asli Anak Medan, serta media milik komunitas hijrah lainnya. Menurut Kamal (28 tahun)sebagai sesama komunitas hijrah, memang ada kecendrungan untuk saling membantu mempublikasikan program kerja komunitas satu dengan lainnya. Hal itu karena hubungan yang terjalin antara komunitas satu dengan yang lainnya bukanlah bentuk hubungan competitor, namun hubungan sebagai mitra yang saling membantu dan bahu-membahu dalam membangun ukhuwah Islamiyah yang kuat.

Beberapa komunitas hijrah tersebut diantaranya adalah Komunitas Berani Hijrah,

Komunitas Kawan Hijrahku, Komunitas Go Hijrah, Sahabat Fillah Medan, Laskar

Hijrah, Sahabat Istiqomah, Pejuang Subuh Medan, One Day One Juz, Satu

Sajadah, Gerakan Pemuda Cinta Mesjid, dan komunitas hijrah lainnya.

Uraian diatas menunjukkan bahwa setiap gerakan sosial tentunya membutuhkan sumber daya untuk bisa menjalankan aktivitas kolektifnya. Dalam membangun gerakannya, komunitas Sahabat Hijrahkuu memiliki beberapa tugas penting seperti memobilisasi pendukung dan mengorganisasi sumber daya, yang dalam level yang lebih jauh berdampak pada munculnya simpati elit-elit dan masyarakat secara umum terhadap cita-cita gerakan. Mobilisasi sumberdaya merupakan pemanfaatan sumberdaya yang ada dilingkungan sekitar baik yang sifatnya internal maupun ekternal untuk mendukung dan mengembangkan

118

Universitas Sumatera Utara suatu gerakan sosial. Pendayagunaan mobilisasi sumberdaya seperti yang telah dipaparkan diatas menjadikan gerakan hijrah komunitas Sahabat Hijrahkuu ini dapat bertahan dan diterima oleh masyarakat.

5.1.3. Membangun Framing Gerakan Hijrah

Gerakan hijrah tidak saja dibentuk oleh kondisikesempatan politikdan memobilisasi sumber daya, tetapi keberhasilan aksi gerakan hijrah memerlukan proses pengemasan ideologi untukdapat meyakinkan dan dapat diterima di kalangan partisipangerakan hijrah. Proses ini yang disebut oleh Benforddan Snow

(2000) sebagai framing (pembingkaian) yang merupakan bagian dari skema prosesframing dalam teori gerakan sosial.

Sahabat Hijrahkuu sebagai sebuah organisasi yang membangun gerakan sosial memiliki framingdalam pengemasan ideologinya. Framing juga sekaligus menjadi penanda bagiaktivitas-aktivitas para aktor relawan gerakan Sahabat

Hijrahkuu di Kota Medan. Berkaitan dengan proses framing, Benford dan Snow

(2000) menyebutkan tiga hal yang menjadi perhatian utama, yang disebut core framing tasks, yaitu diacnostic framing, prognostic framing, dan motivational framing.

5.1.3.1. DiagnosticFraming Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Dalam setiap periodesasi, gerakan sosial Islam tidak lahir dalam ruang hampa tanpa dinamikapolitik di dalamnya. Dinamika politik yang ada padazamannya menjadi alat dalam proses pembingkaianuntuk merumuskan

119

Universitas Sumatera Utara ideologi dan keyakinan. Namundemikian, pada umumnya ada titik temu yang samaterkait proses pembingkain bagi gerakan sosial berbasisIslam, yaitu isu marginalisasi Islam politik.Wacana marginalisasi Islam politik menjadi arus utamabagi aktivis gerakan sosial berbasis Islam untuk dijadikandasar perlunya melakukan perlawanan dan menjadikanIslam sebagai solusi.

Dalam kasus gerakan hijrah yang diteliti, gerakan hijrah juga memperlihatkanmasalah bahwa Islam sedang diancam atau diserang.Pada awalnya dalam berbagai aksi yang dikenal dengan aksi bela Islam, yang dipicu oleh dugaanbahwa Al-Quran dihina dan dinista oleh Ahok dalampidatonya di

Pulau Seribu. Dalam perjalanan, lewatberbagai ceramah dikatakan bahwa sedang terjadi upayamemecah-belah Islam dengan membenturkan kelompokIslam fundementalis dan tradisional serta upayakriminalisasi ulama Islam.Tampak jelas juga bahwa Islam,Al-Qur‟an dan para ulama ditampilkan sebagai korbanketidakadilan. Kondisi inilah yang menjadi titik awal kesadaran kolektif yang kemudian semakin memperkuat ghirah ke-Islaman dikalangan umat Islam, khususnya dikalangan kaum muda Islam.

Menurut Kamal (28 tahun), kaum muda Muslim harus sadar dan peduliterhadap fenomena sosial dan politik yang terjadi saat ini. Kondisi sosial dan politik yang terjadi merupakan salah satu isu utama yang selalu menjadi pembahasan di komunitas Sahabat Hijrahkuu. Kamal (28 tahun) mengatakan :

“...apa peran keberadaan kita terhadap fenomena sosial dan politik yang terjadi saat ini, dan ini tersinergi dengan rencana kajian yang akan dilakukan, dari mulai tema kajian, ustadz nya siapa,terus mendatangkan ustadz dari luar untuk membakar ghirah ke-Islaman jamaah”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

120

Universitas Sumatera Utara

Menurut Kamal, ghirahke-Islaman kaum muda penting untuk dibangkitkan, karena hal itu akan membangkitkan kepedulian dan kesadaran mereka terhadap

Islam. (1984) menjelaskanpengertian ghirah dengan suatu pengertian yang sederhana, yaitu 'cemburu'. Ghirah adalah konsekuensi iman itu sendiri,yaitu perasaan memiliki dan mencintai agamasecara mendalam yang kemudian terwujud dalam pembelaan yang kuat ketikaagamanya dihina,orang yang beriman akan tersinggung jika agamanya dihina, bahkan agamanya itu akan didahulukan daripada keselamatan dirinya sendiri.

Tumbuhnya ghirah ke-Islaman dikalangan kaum muda menjadi semangat awal bagi mereka untuk berhijrah. Kaum muda memang selalu penuh dengan kejutan. Dalam waktu singkat, sebuah perubahan bisa mengantarkan petualangan diri mereka pada titik berdiri yang jauh bertolak belakang dari posisi sebelumnya. Dari seorang acuh, seketika mereka dapat menjadi begitu peduli dengan agamanya. Perubahan ini erat kaitannya dengan sebuah proses pergumulan mereka dengan agama. Intensitas kajian keagamaan yang mereka ikuti, membawa semangat perubahan yang diklaim sebagai usaha perbaikan kualitas diri. Hijrah menjadi kata kunci untuk memahami fenomena ini.

Ada sebuah ungkapan yang mengatakan ―hijrah itu mudah, yang berat istiqomah‖. Ungkapan inipun memang benar adanya, dan hal ini pulalah yang menjadi perhatian selanjutnya yang juga selalu dibahas di komunitas Sahabat

Hijrahkuu. Menurut Kamal (28 tahun) tantangan selanjutnya setelah seseorang ber-hijrah ialah berusaha untuk tetap istiqomah dalam hijrahnya dan menghindari ke-futur-an. Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da'i dan penuntut ilmu. Sehingga menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan, misalnya futur

121

Universitas Sumatera Utara dalam menuntut ilmu syar'i, futur dalam aktivitas dakwah, futur dalam beribadah kepada Allah dan lainnya (Nuh, 1995).

Futur merupakan salah satu “penyakit” yang kerapkali dijumpai pada orang yang ber-hijrah.Dalam kadar yang normal seorang yang hijrah bisa saja mengalami kondisi seperti ini. Namun menjadi berbahaya bila keadaan ini terus berlarut-larut tanpa ada usaha dari individu yang bersangkutan untuk terus memperbarui iman dan semangatnya. Futur yang terus terjadi tanpa ada usaha untuk meperbaiki diri dapat mengarahkan seseorang yang sudah hijrah pada insilakh (keluar) dari jamaah dakwah.Tingkatan futur paling rendah adalah kemalasan, menunda-nunda atau berlambat-lambat. Sedangkan puncaknya bila sudah kronis dan menahun adalah terputus atau berhenti sama sekali setelah sebelumnya rajin dan terus bergerak (Nuh, 1995).

5.1.3.2. PrognosticFraming Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Tugas berikutnya adalah menemukan solusi dari permasalahan- permasalahan hijrah yang dihadapi oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu, tahapan ini disebut prognostic framing,yaitu menawarkan kemungkinan solusi atas masalahatau rencana untuk menghadapi masalah, sertastrategi untuk melaksanakannya (Benford & Show,2000).

Untuk menjaga agar para relawan tidak mengalami futur selama proses hijrah, hal yang dilakukan oleh para relawan Sahabat Hijrahkuu adalah dengan aktif mengikuti program-program kajian yang setiap hari dilaksanakan oleh komunitas. Kamal (28 tahun) mengatakan :

122

Universitas Sumatera Utara “...bukan cuma ikut komunitas nya doang, tapi mau ngaji. Karena ada sebagian yang cuma pengen ikut-ikut, rame-ramein di group, cari kawan. Maka diwajibkan untuk anggota untuk ikut kajian, dan tidak harus semuanya, pilih minimal satu dintaranya, satu dalam seminggu. Tapi lebih baik lagi jika tiap program ia datang, untuk men-charge semangatnya, nge-charge imannya, kenapa..? kita nggak tau futur itu setiap saat datang”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal (28 tahun), sangat penting bagi orang yang sudah hijrah untuk rutin mengikuti kajian serta senantiasa bergabung dengan orang-orang shaleh. Hal ini penting, karena menurutnya futur itu bisa datang kapan saja, godaannya bisa datang dari segi ekonomi, keluarga, godaan kawan-kawan lama yang belum hijrah, dan godaan pacaran bagi yang belum menikah serta godaan dari hal-hal duniawi lainnya. Menurut Kamal, dengan mengikuti kajian rutin setiap hari dan intensitas untuk berkumpul bersama dalam berbuat kebaikan akan menjaga mereka dari sifat futur, karena dengan begitu mereka akan dapat saling mengingatkan dan menjaga diri dari ke-futur-an.

Kendala lain yang kemudian muncul adalah penyesuaian waktu masing- masing untuk mengikuti program kajian, karena memang para relawan yang bergabung dalam komunitas berasal dari latar belakang profesi yang berbeda- beda. Menanggapi hal ini, komunitas Sahabat Hijrahkuu membuat program kerja yang dilakukan selama enam hari dalam seminggu, hal ini agar relawan dapat menyesuaikan waktunya untuk mengikuti program minimal satu kali dalam satu minggu berjalan. Program tersebut antara lain : Kajian Rutin (Kantin) dihari senin, Kajian Bareng (kabar) dihari selasa, rabu khusus agenda rapat rutin pengurus dan relawan, Kajian Rutin dihari kamis, latihan olahraga panahan,

123

Universitas Sumatera Utara jum‟at berbagi, dan kajian pra nikah dihari jum‟at, dan terakhir ada kajian weekend zaman now dihari sabtu.

Ketika bergabung di komunitas Sahabat Hijrahkuu, Ichsan (27 tahun) mendapati satu hal yang tidak didapatinya dikomunitas lain yang pernah ia ikuti sebelumnya. Ichsan (27 tahun) mengatakan :

“Di SHKUU untuk event dakwah lebih rutin, dan punya kegiatan rutin harian. Dan SHKUU punya kegiatan sosial rutin tiap minggu, sementara komunitas lain untuk kegiatan sosial hanya karena momentum., ghiroh di SHKUU antar anggota lebih kuat, merasa saling memiliki satu sama lain, tidak ada sekat antara anggota maupun pengurus, dan rasa persaudaraan yang kuat untuk saling mengingatkan pada kebaikan, kalau ada satu teman yang tidak hadir, merasa kecarian”(Ichsan, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 14.30 WIB).

Hal senada juga dikatakan oleh Dinda (21 tahun) terkait alasannya untuk bergabung di komunitas Sahabat Hijrahkuu setelah beberapa kali mengikuti kajian yang dilakukan rutin oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu, ia mengatakan :

“Di komunitas Sahabat Hijrahkuu, ghirah lebih menggebu dibanding komunitas yang lain. Komunitas lain biasanya banyak anak muda yg masih SMA, yang cara bergaulnya juga berbeda jauh dengan kita, mereka seolah tidak ada batasan antara ikhwan dan akhwat, malah ada yang berboncengan dengan lawan jenis, padahal belum muhrim, sementara disini, hal yang berkaitan dengan syariat harus kita jalani dengan tegas.” (Dinda, dalam wawancara pada 19 Oktober 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 15.00 WIB).

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, diperlukan kreatifitas dalam menyusun setiap program yang mereka jalankan. Hal ini dilakukan selain agar menghindari kejenuhan bagi anggota yang sudah bergabung, tapi juga sebagai daya tarik tersendiri bagi orang yang ingin bergabung dengan komunitas. Bagi mereka berdakwah bukan hanya berkhutbah dan berceramah dengan pola satu arah, tapi

124

Universitas Sumatera Utara juga tentang bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan, dengan menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada.

Maka merupakan sebuah hal yang penting untuk menyesuaikan pola gerakan yang mereka bangun dengan generasi millenial. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya ke-futur-an bagi mereka yang sudah hijrah. Komunitas

Sahabat Hijrahkuu berupaya memberikan perhatian khusus terhadap kaum muda muslim yang notabene juga merupakan bagiandarigenerasi millenial.Salah satu program rutin yang sangat menarik yang dilakukan oleh komunitas Sahabat

Hijrahkuu dapat dilihat pada program kelas olahraga panahan yang dilakukan rutin pada setiap hari jum‟at di mesjid Al Falaah, Jl. Alfalaah Raya Medan.

Panahan merupakan olahraga yang mengandalkan kemampuan fokus tinggi dan beban fisik pada pundak. Menggunakan busur untuk menembakkan tepat pada titik tujuan sasaran. Olahraga panahan umumnya dilakukan oleh kaum lelaki.

Gambar 5.3Poster Program Kelas Olahraga Panah (sumber : Instagram @sahabathijrahkuu)

125

Universitas Sumatera Utara Memanah merupakan salah satu olahraga sunnah Rasul selain berenang dan berkuda, sesuai yang disebutkan dalam hadist riwayat sahih Bukhari dan Muslim

"Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah“. Hadist tersebut menjadi cikal bakal bagi kegiatan komunitas ini, untuk mengamalkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah.

Olahraga panahan memiliki banyak manfaat, seperti melatih kefokusan dan kesehatan mental. Selain itu manfaat yang didapat adalah meningkatkan koordinasi tangan dan mata, keseimbangan, lalu meningkatkan fleksibilitas tangan dan jari serta membangun kekuatan tubuh. Memanah mampu melatih kesabaran dan merelaksasi tubuh melalui berbagai gerakan

Saat ini, oahraga panahan merupakan salah satu olahraga yang sangat diminati dikalangan pemuda muslim. Tidak hanya dikalangan laki-laki, namun juga dari kalangan wanita. Kini kegiatan memanah menjadi salah satu olahraga yang sangat digemari oleh kaum hawa (akhwat) yang bergabung di komunitas

Sahabat Hijrahkuu. Uniknya, dalam mengikuti olahraga panahan ini, mereka tetap menggunakan pakaian syar‘i dan cadar. Kegiatan rutin ini dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari sabtu dan minggu yang bertempat di halaman mesjid Al-Falah, Jl Alfalaah raya, kelurahan Glugur Darat, Kecamatan Medan

Timur.

Tidak hanya sampai disitu, untuk lebih menarik minat kaum muda muslim dalam berhijrah, komunitas Sahabat Hijrahkuu juga menggagas kajian lewat jaringan online melalui live streeming di instagram serta channel youtube dengan nama TV Sahabat Hijrahkuu. Mereka berharap, melalui hal ini orang yang tidak

126

Universitas Sumatera Utara hadir mengikuti kajian secara offline dapat mengikutinya secara online baik melalui live streeming di instagram maupun tayangan ulang di channel youtube.

Menurut Kamal (28 tahun) melalui jalur online, komunitas Sahabat

Hijrahku telah merambah ladang dakwah yang luas dan tidak terbatas, berbeda jika berdakwah di mesjid yang hanya diikuti oleh segelintir orang yang saat itu berada di mesjid tersebut. Komunitas Sahabat Hijrahkuu memanfaatkan instagram dan youtube sebagai media framing dalam mendukung aktifitas gerakan mereka.

Media framing pada dasarnya adalah framing berita yang mencerminkanproduk media sekaligus produk dari para wartawannya ketika harusmengidentifikasi, mengklarifikasi, dan kemudian menyampaikan informasi danopini kepada khalayak. Dengan kata lain, media framing pada hakikatnyamerupakan konstruksi atau pendefinisian oleh media mengenai realitas atauperistiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu,media framing mempengaruhi secara sistematik bagaimana khalayak memahamiperistiwa - peristiwa, atau untuk lebih luasnya adalah realitas (Sobur,

2006).

127

Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4. Video Live Streamingdi Channel Youtube Sahabat Hijrahkuu Sampai saat ini (14 november 2018) akun instagram komunitas Sahabat

Hijrahkuu dengan nama Sahabat Hijrahkuu Medan telah diikuti oleh

20.300follower. Jika dibanding dengan satu bulan sebelumnya, jumlah follower pada 11 September 2018 berjumlah 17.600 follower, artinya dalam jangka waktu satu bulan, ada peningkatan angka follower yang cukup signifikan, yaitu 2700 follower.

Sementara channel youtube dengan nama Sahabat Hijrahkuu telah diikuti oleh 1.771 subscriber dengan jumlah penayangan 110.745 kali penayangan. Jika dibanding dengan satu bulan sebelumnya, jumlah subscriber pada 11 September

2018 berjumlah 1.551 subscriber, artinya dalam jangka waktu satu bulan, ada peningkatan angka subscriber yang cukup signifikan, yaitu 200 subscriber.

Gambar 5.5. Akun Instagram Sahabat Hijrahkuu Medan dan Profile Youtube Channel Sahabat Hijrahkuu (14 november 2018)

Dengan menggunakan akun media sosial sebagai media framing, komunitas

Sahabat Hijrahku telah merambah ladang dakwah yang luas dan tidak terbatas,

128

Universitas Sumatera Utara dengan komunitas kaum muda milenial sebagai sasaran utamanya. Namun yang menarik, melakukan kampanye atau program digital bagi generasi milenial tidak cukup hanya bermodalkan pada pengetahuan tentang teknologi mobile dan aplikasi digital saja. Sebab, kultur media sosial yang dibentuk oleh generasi milenial sangat unik dan dinamis. Aspek sosial lebih banyak berkontribusi terhadap prilaku generasi ini di media sosial dibandingkan aspek fisik perantinya

(Faisal, 2017).

Komunitas Sahabat Hijrahkuu dituntut untuk bisa memahami kultur sosial generasi milenial dalam kontent media sosial yang dijadikan sebagai media framing gerakan. Dengan demikian, kontent media sosial yang dipublish mampu menyasar nilai sosial dari generasi muda Islam yang notabenenya merupakan generasi milenial.

Generasi muda Muslim saat ini memang memiliki kecendrungan untuk menyimak isu-isu keagamaan di media sosial. Keberadaan dakwah virtual seolah menjadi literasi alternatif ke-Islaman pemuda Muslim millenial. Dakwah virtual biasanya berisi konten yang bersifat skriptual yang memahami agama dengan merujuk Al-Qur’an dan hadis tanpa interpretasi. Konten yang dikemas dengan video menjadi strategi komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam berdakwah.

Dalam riset yang telah dirilis oleh tim dari UIN Sunan Kalijaga, CONVEY

Indonesia, PPIM UIN Syarif Hidayatullah, dan UNDP menemukan bahwa generasi Muslim millenial lebih tertarik dengan bacaan-bacaan Islamis populer.

Generasi Muslim millenial saat ini lebih suka mengakses pengetahuan ke-Islaman dari karya-karya yang ditulis oleh para penulis Muslim Indonesia yang mengapropriasi ide-ide Islamis dan selanjutnya mengemas ke dalam bentuk

129

Universitas Sumatera Utara tulisan populer, novel, dan komik. Tak sedikit bahkan mengakses sumber-sumber lain melalui aplikasi facebook, instagram, line, youtube, whatsapp, dan website bacaan lainnya. Hal itu memberikan pola baru produksi bacaan dari versi cetak ke versi digital.

Namun hal ini kemudian bisa saja berdampak pada kedangkalan pemahaman tentang agama. Peneliti menemukan beberapa akun media sosial ustadz kondang, dan hal ini memicu sikap fanatisme dan paham toleransi skriptual Muslim millenial saat ini. Beberapa kali event keaagamaan yang dilakukan oleh komunitas Sahabat hijrahkuu, sangat terlihat kontras crowd audience yang hadir antara ustadz kondang di media sosial dengan “ustadz lokal”.

Fenomena ini memang menjadi problem tersendiri bagi komunitas Sahabat

Hijrahkuu, Kamal (28 tahun) mengatakan :

“,,terkadang jamaah ini banyak tergantung siapa ustadz yang datang, kalau hal ini terjadi terkadang bisa rusak niatnya, niatnya bukan ngaji tapi nengok ustadznya secara langsung, misalnya yang datang Muzammil, Taki malik, maka ramai anak muda yang datang, tapi apakah berdampak belum tentu, tapi setidaknya disaat jamaah ramai, maka disitulah kesempatan kita untuk mensugesti jamaah untuk juga mengikuti kajian-kajian harian kita yang diisi oleh ustadz-ustadz lokal” (Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, ramainya jamaah yang datang bukanlah indikator utama keberhasilan gerakan yang mereka lakukan, keberhasilan dakwah yang mereka jalani adalah ketika ada penambahan orang yang berhijrah, bukan hanya sekedar meramaikan mesjid oleh orang-orang yang memang sudah biasa datang ke mesjid.

Untuk perubahan ini, maka baiknya mengkuti kajian dengan kurikulum yang

130

Universitas Sumatera Utara sudah terstruktur, dan diisi oleh ustadz-ustadz lokal. Yang dipandang bukanlah siapa ustadz nya, tapi muatan keilmuan dari kajian yang disampaikan.

5.1.3.3. MotivationalFraming Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahkuu

Agar dapat menggerakan orang, framingselanjutnya yang harus dimiliki oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu adalah peran motivasional (motivational framing),yaitu menyediakan alasan untuk terlibat dalam gerakanbersama untuk memperbaiki situasi, termasuk didalamnya menciptaan kosa kata dan jargon yang cocokuntuk memotivasi.Motivational framingadalah bentuk elaborasi panggilan untuk bergerak atau dasar untuk terlibat dalam usaha memperbaiki keadaan melalui tindakan kolektif(Benford & Show, 2000).

Tahap ini merupakan tanggamenuju tercapainya sebuah cita-cita gerakan.

Aktivitas ini adalah aksi yangmelampaui diagnosis dan prognosis sebelumnya.

Komunitas Sahabat Hijrahkuu merekrut relawan atasdasar sukarela, motivasinya adalah memperbaiki diri untuk kembali pada ajaran agama sesuai tuntunan Al-

Qur‟an dan Hadits.Membangun nilai-nilai ke-Islam-an sebagai semangat hijrah menjadi komitmen dan nilai bersama(shared values) organisasi dan seluruh pengelolanya. Nilai-nilai organisasi dankomitmen tersebut nampaknya bermuara pada spirit voluntarisme relijius.Voluntarisme memang sering menjadi penggerak gerakan sosial, terlebih lagiketika voluntarisme tersebut didasari oleh kesadaraan keberagamaan. Gerakan hijrah sendiri merupakan gerakan sosial yang berdasarkan religiusitas. Ahmad Kamal (28 Tahun) dengan tegas menyatakan tidak ada imbalan materi yang bisadidapatkan oleh para pengurus maupun relawan. Mereka beranggapan aktifitas mereka dalamgerakan hijrah adalah ladang

131

Universitas Sumatera Utara amal dan pengabdian yang karena itumembutuhkan keikhlasan, keyakinan, dan doa.

Selain itu komunitas Sahabat Hijrahkuu merupakan komunitas hijrah yang terbuka kepada siapa saja yangingin bergabung tanpa memandang perbedaan harokah dan hal khilafiyah. Konsep seperti ini menjadi daya tarik dan simpati tersendiri bagi kaum muda muslim untuk bergabung di komunitas Sahabat

Hijrahkuu.

Sikap plural terhadap perbedaan harokah ini juga merupakan salah satu hal yang membedakan komunitas Sahabat Hijrahkuu dengan beberapa kelompok

Islam lainnya yang masih kaku menghadapi perbedaan.Kamal (28 tahun) mengatakan :

“Kita meretas perbedaan harakah, tidak saling menyalahkan dan menyerang perbedaan, perbedaan pandangan bukan berarti menjadikan kita untuk berpecah belah, karena kalau kita ribut, saling serang, maka yang tertawa adalah orang kafir”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal Dalam menanggapi keberagaman harokahtersebut, kearifan dalam bersikap dan keluwesan dalam bertindak sangat perlu dimiliki. Sehingga perbedaan ini dapat memacu mereka untuk fastabiqul khairat, mudzakarah, musyawarah dan taushiyah. Komunitas Sahabat Hijrahkuu mengedepankan penghargaan terhadap sesama tanpa melihat perbedaan harokah serta latar belakang pemahaman seseorang terhadap Islam. Seseorang yang hijrah harus tercermin dalam sikap beragama yang ramah, yang menyejukkan, bukanyang menakutkan apalagi menyalahkan dan menuding bid‘ah pada orang yang tidak sepemahaman.

132

Universitas Sumatera Utara 5.2. Hijrah Dalam Tipologi Artikulasi Gerakan Sosial

Jika kemudian dicari jawaban atas pertanyaan gerakan hijrah itu tipologi gerakan sosial apa,maka dalam referensi teoritik gerakan sosial, agak sulit untuk menemukan jawaban yang tepat. Dalam hal ini peneliti mencobamengikuti pola yang dilakukan oleh Anwar (1995) yang membagi tipologi artikulasi Islam politik

Indonesia, ia membagi gerakan sosial Islam (GSI) dalam 5 tipologi, yaitu tipologi artikulasi GSI fundamentalis-radikal, tipologi artikulasi GSI formalis-simbolik, tipologi artikulasi GSI rasional-inklusif, tipologi artikulasi GSI emansipatoris- transformatif, dantipologi artikulasi GSI liberal.

5.2.1. Hijrah dan Gerakan Sosial Fundamentalis-Radikal

Jika gerakan hijrah diposisikan sebagai bentuk tipologi artikulasi GSI fundamentalis-radikal. Kelompok ini berada pada absolutisme pemikiran yang mendasarkan diri pada teks klasik Islam, karena penekanan pada teks semacam itu mempunyai implikasi langsung terhadap tindakan sosial politiknya, orientasi keberagamaan pada kelompok ini sangat mengutamakan skripturalisme absolut, sikap mereka umumnya sangat ekstrem, termasuk dalam kelompok ini mereka yang melakukan tindakan teror. Tindakan-tindakan dari kelompok ini selain mengedepankan simbol-simbol keagamaan tetapi juga sering bersifat “anarkhis”.

Dalam hal ini, peneliti akan melihat bagaimana komunitas Sahabat

Hijrahkuu memahami teks klasik Islam dalam gerakan hijrah yang mereka bangun. Salah satu contohnya adalah bagaimana sikap mereka dalam memahami nilai-nilai jihad dalam gerakannya. Ahmad Kamal (28 tahun) mengatakan :

133

Universitas Sumatera Utara “Jihad itu juga sudah diatur dalam Islam, dan makna jihad itu sendiri luas, belajar itu juga jihad, menuntut ilmu jihad, mencari nafkah juga jihad. Nah, konsep jihad yang kita laklukan sejauh ini adalah jihad dalam belajar menuntut ilmu agama, sebab perlu dipaksakan diri ini untuk terus belajar, dan jihad lainnya adalah untuk melakukan dakwah, termasuk diantaranya membuat program-program dakwah, program kajian-kajian ini”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, apa yang mereka fahami tentang jihad ialahberjuang atau berusaha dengan keras, namun bukan harus berarti perang secara fisik. Jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai perjuangan untuk agama, itu tidak harus berarti perjuangan fisik. Jika yang dimaksud disini jihad dalam artian perang, maka Islam tidak mengajarkan untuk memulai peperangan, dan harus juga memperhatikan hal apa yang memicu perang itu terjadi, bukan atas dasar fanatik buta seperti yang tercermin dalam kelompok fundamentalis-radikal.

Makna jihad memang sedikit atau banyak mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan konteks dan lingkungan masing-masing pemikir. Secara etimologi, kata jihad berasal dari bahasa Arab, jihad adalah bentuk isim mashdar dari kata jaahada-yujaahidu-jihaadan-mujahadah.Kata ini merupakan derivasi darikata jahada-yajhadu-jahdan. Secara etimologi, jihad berarti mencurahkan usaha, kemampuan, dan tenaga. Dengan kata lain, ia berarti bersungguh-sungguh

(Al-Qardhawi, 2010).

Zuhaeli (2006), mendefinisikan jihad dengan mengerahkan segenap kemampuan untuk memerangikaum kafir dan berjuang melawan mereka dengan jiwa, harta, dan lisan mereka.Definisi ini menyamakan jihad dengan perang (al-

Qital) didasarkan hanya pada pemahamanbahwa qital adalah tingkatan jihad yang paling tinggi. Defenisi jihad seperti ini yang menjadi landasan kelompok

134

Universitas Sumatera Utara fundamentalis-radikal dalam misi jihadnya. Mereka seringkali menyamakan antara jihad denganal-qital, atau perang.Padahal secara bahasa dan syariat jihadbukan sekedar perang, secara bahasa dan syariat jihad dan qital maknanya berbeda.Qitaladalah bentuk mashdar dengan wazn (timbangan) fi‘al dari qatala- yuqatilu-qitalan-muqatalan,dan bentuk musytaq dari kata qatala-yaqtulu-qatlan yang berarti menghilangkan jiwa oranglain (Al-Qardhawi, 2010).

Secara konfrehensif Yusuf Al-Qardhawi (2010) mendefinisikan jihad sebagai mencurahkan segenap upaya di jalan Allah untukmelawan keburukan dan kebatilan. Dimulai dengan jihad terhadap keburukan yang ada di dalamdiri dalam bentuk nafsu dan godaan syetan, dilanjutkan dengan melawan keburukan disekitarmasyarakat, dan berakhir dengan melawan keburukan di manapun sesuai kemampuan. Ia jugamenjelaskan bahwa jihad melibatkan aktifitas hati berupa niat dan keteguhan, aktifitas lisanberupa dakwah dan penjelasan, aktifitas intelektual berupa pemikiran dan ide, serta aktifitastubuh berupa perang dan lain sebagainya.

Jihad yang difahami oleh Sahabat Hijrahkuu adalah jihad dalam proses istiqomah ketika hijrah, dengan mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apayang dicintai Allah dan menolak semua yang dibenci Allah

(Taymiah, 2007). Jihad dengan mencurahkan kemampuan untuk menyebarkan dan membela dakwah Islam dengan upaya yang terarah dan terusmenerus untuk meciptakan perkembangan Islam.

Didalam Al-Qur‟an, kata hijrah cenderung selalu diikuti dengan kata jihad.

Kata hijrah disebutkan dalam 18 surah di dalam Al-Qur‟an, dan 6 surah selalu diikuti dengan kata jihad, yaitu pada surah Al-Baqarah ayat 218, surah Al-Anfaal ayat 72, surah Al-Anfaal ayat 74, surah Al-Anfaal ayat 75, surah At-Taubah ayat

135

Universitas Sumatera Utara 20, surah An-Nahl ayat 110. Dalam ajaran Islam, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah dan memperoleh kemenangan jika telah memiliki dan mengamalkan tiga perkara, yaitu iman, hijrah dan jihad.Iman tidak bisa dilepaskan dari hijrah dan jihad.

Menurut Kamal (28 tahun) orang yang berhijrah akan mengalami proses ujian setelah hijrahnya, ia akan melewati ujian itu untuk memperkuat keimanannya, dan itu adalah bentuk jihad setelah berhijrah. Hal ini senada dengan makna jihad juga disampaikan oleh Shihab (2007), menurutnya kata jihad diambil dari kata jahd, yang berarti letih atausukar.Karena jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Jihad juga bisa bermakna juhd,yang berarti kemampuan.Jihad memang menuntut kemampuan, dan harus sebesar kemampuan.

Dari kata yang sama, tersusun ucapan jahida bir-rajuulyang artinya seseorang sedang mengalami ujian. Terlihat bahwa kata ini mengandung maknaujian dan cobaan, hal yang wajar jika seseorang yang berhijrah harus menghadapi ujian dan cobaan untuk meningkatkan keimanannya. karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitasseseorang (Shihab, 2007).

Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, memasukkan gerakan hijrah dalam kelompok tipologi gerakan yang fundamentalis-radikaltentu sangat tidak tepat. karena gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat

Hijrahkuu tidak mendasarkan pemahaman agama pada teks klasik yang sangat mengutamakan skriptualisme absolut, sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh kelompok fundamentalis-radikaldalam gerakan sosial yang mereka lakukan.

136

Universitas Sumatera Utara 5.2.2. Hijrah dan Gerakan Sosial Formalis-Simbolik

Jika gerakan hijrah diposisikan sebagai bentuk tipologi artikulasi GSI formalis-simbolik. Kelompok Islam ini menghendaki penampilan idiom-idiom atau simbol-simbol Islam secara formal dalam kehidupan publik atau politik, seperti istilah negara Islam, khilafah Islamiyah, dan kelembagaan negara yang islami.

Dalam hal ini, peneliti akan melihat bagaimana komunitas Sahabat

Hijrahkuu memandang khilafah dan sistem demokrasi. Kamal (28 tahun) mengatakan :

“Karena memang negara kita ini bukan negara yang menganut sistem Islam, melainkan sistem demokrasi, sah-sah saja. Namun semoga negara ini tidak anti dengan Islam dan syariat Islam, sebab negara kita adalah salah satu negara paling besar penduduk Islamnya”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, bahwa komunitas Sahabat Hijrahkuu tidak mempermasalahkan sistem demokrasi yang dianut dalam pemerintahan Indonesia, sebagai warga negara, mereka harus tunduk pada sistem tersebut.Walaupun dalamkonstitusi negara Indonesia tidak disebutkan bahwa Indonesia adalah negaramuslim, namun pada kenyataannya Islam cukup mengambil peranan pentingdalam kehidupan sosial politik di di negara ini. Hal ini tentunya dikarenakan Indonesiaadalah negara mayoritas muslim dan banyak pemikir- pemikir Islam yang turutandil dalam percaturan politik nasional, walaupun tidak berada dalam sebuahsistem politik Islam namun tetap saja simbol-simbol Islam dinilai penting sebagai suatu bentuk eksisitensi dalam kancah politik Indonesia.

137

Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan khilafah Islamiyah, Kamal (28 tahun) mengatakan bahwa mereka memandang sistem khilafah adalah sistem yang baik, dimana aturan hidup yang Islami benar-benar ditegakkan. Khilafah merupakan sistem yang dahulu diterapkan masa kejayaan Islam dimulai dari Rasulullah dan Khulafaurrasyidin.

Kata khilafah dalam gramatika bahasa Arab merupakan bentuk kata bendaverbal yang mensyaratkan adanya subyek atau pelaku yang aktif yang disebutkhalifah. Kata khilafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan yangdilakukan oleh seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalifah.

Oleh karena itutidak akan ada suatu khilafah tanpa adanya seorang khalifah(Shitu-

Agbetola, 1991). Kata khalifah sendiri berasal dari akar kata khalafa, yang berartimenggantikan, mengikuti, atau yang datang kemudian (Munawwir A. ,

1984).Menurut Ganai (2001), secaraliteral khilafah berarti penggantian terhadap pendahulu, baik bersifat individualmaupun kelompok. Sedangkan secara teknis, khilafah adalah lembaga pemerintahanIslam yang berdasarkan pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Khilafah merupakan mediumuntuk menegakkan din (agama) dan memajukan syariah.

Namun perkembangannya, makna Khilafah disebut juga “negaraIslam”

(addawlah al islamiyah) atau “sistem pemerintah Islam” (nizham al hukm fi al islam). Pandangan ini dirumuskan dalam kalimat ―Al Islam diin wa minhu ad daulah‖ (Islam adalah agama, di antaranya adalahajaran tentang bernegara). Ini berbeda dengan konsep sekularisme dariBarat yang memisahkan agama dan negara (fashlud diin ‗an ad daulah) (Baidhowi, 2016).Pemahaman Agama dan negara dalam ajaran Islam tidak terpisah,paling tidak ada dua sebab berikut :

138

Universitas Sumatera Utara Pertama, karakter Nabi Muhammad yang menyatukan fungsikenabian

(nubuwwah) dan kepemimpinan (ri`asah). Setelah hijrah keMadinah (622 M),

Nabi Muhammad bukan hanya berkedudukan sebagai Nabi (penyampai risalah), namun juga berkedudukan sebagai kepalanegara (ra`is ad dawlah). Terbukti Nabi

Muhammad menjalankan fungsi-fungsikepala negara, seperti mengadakan perjanjian, mengumumkanperang, mengirim atau menerima duta besar, dan seterusnya. Setelah Nabi Muhammad wafat, fungsi kenabian berakhir, yakni tidak ada Nabi lagi, tapi fungsi kepemimpinan tetap diteruskan olehpara khalifah selanjutnya (Zallum, 2002).

Kedua, karakter agama Islam itu sendiri yang bersifatkomprehensif

(syumuliah), yaitu tidak hanya mengatur aspek ibadahritual, tapi mengatur segala aspek kehidupan. (Lihat Q.S. Al Ma`idah :3, Q.S. An Nahl : 89). Karenanya Islam membutuhkan eksistensinegara atau kekuasaan untuk menjalankan hukum-hukum

Islam secaramenyeluruh (Maushili).

Berdasarkan prinsip-prinsip realitas kenegaraan yang terkandung di dalam

Al-Qur‟an, Nabi Muhammad pernah membangun suatu Daulah Islamiyah (negara

Islam). Watt (1969)menyatakan bahwa negara Islam yang dibangun Nabi

Muhammad itu merupakan suatunegara yang penduduknya terdiri dari percampuran berbagai suku bangsa Arab. Mereka, parasuku itu bercampur dengan tujuan untuk mengadakan persekutuan dengan Nabi Muhammad. Wilayah kekuasaan Nabi Muhammad ini pada mulanya sekitar Mekah dan Madinahsaja, yang kemudian setelah melakukan perluasan wilayah, kekuasaanya melebar keseluruhjazirah Arab. Tolak ukur Watt (1969) menilai kekuasaan Nabi

Muhammad sebagai negara Islam adalah karena telah terdapatnya perangkat-

139

Universitas Sumatera Utara perangkat dasarpemerintahan yang ternyata telah memenuhi persyaratan sebagai suatu negara Modern.

Persyaratan pokok tersebut antara lain ; adanya kelompok manusia, adanya ketaatan kepadasuatu aturan tertentu, mempunyai wilayah tertentu, mempunyai pemerintahan, memiliki ikatanbersama.Semua jaminan hak asasi ini ditetapkan dengan terlebih dahulu yang menentukan antarahak dan kewajiban mereka didalam suatu konstitusi atau undang-undang tertulis. Misalnya,seperti yang tercantum dalam sebuah konstitusi yang dikenal dengan Piagam Madinah.

Menurut para ilmuwan politik, Piagam Madinah merupakan konstitusi tertulispertama didunia (First Written Constitution in the World). Nabi

Muhammad menandatanganipiagam ini pada tahun 1 hijriah (622 M) sebagai lahirnya negara Islam pertama (Adhayanto, 2011). Namun demikian,sebagai konstitusi pertama negara Islam Piagam Madinah tidak mencantumkan negara

Islam didalamnya (Sjadzali, 1993). Kehidupan bermasyarakat, sosial dan politik saat itu berjalan dengan baik, berbagai persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah dan berdasarkanketentuan hukum Islam. Jadi dengan kata lain bukan hanya konsep demokrasiyang memiliki gagasan musyawarah, dalam Islam ternyata juga memiliki nilai-nilaipersamaan, keadilan dan lain sebagainya.

Berdasarkan kenyataan historis ini, Watt (1969), Arnold Toynbee, dan

Michael Hartsampai pada kesimpulan bahwa Nabi Muhammad tidak hanya merupakan seorang Nabi(the prophet) tetapi juga seorang negarawan (the statesmen) yang berhasil.

140

Universitas Sumatera Utara Khilafah bukan istilah asing bagi umat Islam. Nyaris di seluruh dunia meyakininya sebagai ajaran sentral yang termaktub di dalam dua sumber utama hukum Islam, Al-Qur‟an dan Hadits. Hanya saja penafsiran khilafah kian berkembang dan beragam. Manusia adalah khalifah, khalifah fil ardh, wakil

Tuhan di muka bumi. Hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama, baik ulama pramodern maupun modern. Pada praktiknya, manusia bertugas membawa misi keilahian untuk membangun bumi termasuk mengembangkan peradaban demi kemaslahatan umat manusia. Namun ketika khilafah dipahami sebagai kekuasaan politik, maka disinilah terjadi perbedaan pendapat dari para ulama.

Penafsiran khilafah sebagai strategi politik lahir pasca bubarnya kekhalifahan Utsmani di Turki pada tahun 1924. Di dalam sejarahnya, beberapa ulama mendorong pengertian khilafah sebagai lembaga politik-pemerintahan.

Beberapa di antaranya adalah pemikir Islam Rasyid Ridha, Abul Kalam Azad dan pendiri Hizbut Tahrir (HT) Taqiyuddin An Nabhani.

Di era modern, konsep politik khilafah sejatinya malah semakin kabur.

Ketidakrealistisan itu terletak kepada fakta bahwa negara-negara muslim yang ada hari ini masing-masing sudah membentuk negara bangsa. Apalagi dengan bentuk dan sistem negara yang beragam.

Ahmad Kamal (28 tahun) tidak memungkiri bahwa dalam gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu, mereka juga turut ambil bagian dalam menegakkan khilafah. Namun bukan dalam gerakan mendirikan negara Islam secara formal, tapi sebuah gerakan penyadaran lewat jalur dakwah untuk mendekatkan ummat pada ajaran Islam, salah satunya adalah gerakan meramaikan mesjid, dengan mengajak orang untuk shalat berjamaah di mesjid.

141

Universitas Sumatera Utara Mereka meyakini, bahwa Islam akan bangkit melalui mesjid, dan salah satu tanda kebangkitan itu adalah jika jumlah jamaah shalat subuh itu sama dengan jamaah shalat jum‟at.

Ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Dr.

Watni Marpaung, M.A, menilai bahwa makna khilafah yang difahami oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu yang terimplementasikan dalam menjemput kejayaan Islam dengan menghidupkan mesjid menjadi pusat peradaban, sangat kontekstual dan sungguh menarik. Ia mengatakan :

“Apa yang mereka fahami tentang konsep khilafah ini justru bisa mensintesiskan apa yang ada di NKRI ini, bahwa bukan mau menentang pancasila dan sistem yang ada di NKRI, tapi mengisi kekosongan yang belum ada. Jadi khilafah itu tidak musti merubah tatanan sistem bernegara ini. Mereka bisa merumuskan arah baru tentang khilafah, jika ini tersosialisasikan secara luas, maka orang tidak akan lagi merisaukan dan mempersoalkan khilafah, karena maknanya bukan lagi pada persoalan ingin makar”. (Marpaung, dalam wawancara pada 28 Januari 2019 di Gedung Rektorat UINSU Pukul 09.00 WIB).

Gerakan yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu berorientasi pada upaya sadar dan serius membangun kesadaran keagamaan umat Islam, khususnya dikalangan kaum muda Muslim.Khilafah yang difahami oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu bukanlah gerakan untuk mengingkari, mengubah, atau mengganti sistem politik dan pemerintahan serta Pancasila sebagai ideologi bangsa. Namun justru gerakan memupuk persatuan dan kebersamaan muslim dalam kemajemukan, hal ini tercermin dari framing utama gerakan yang mereka bangun dengan meretas perbedaan harokah. Berbeda dengan kolompok gerakan formalis-simbolikyang menghendaki penampilan idiom-idiom atau simbol-simbol

Islam secara formal dalam kehidupan publik atau politik, seperti istilah negara

142

Universitas Sumatera Utara Islam, khilafah Islamiyah, dan kelembagaan negara yang islami, dimana gerakan yang mereka bangun berorientasi pada legal-formal serta lebih banyak motif politiknya daripada upaya sadar dan serius membangun kesadaran keagamaan umat Islam.

Menurut Marpaung (37 tahun), walaupun demikian, tidak bisa dinafikan bahwa khilafah ini adalah sebuah sistem, dimana Islam pernah jaya dengan kekuatan politik dan ekonomi dibawah sistem ini, dengan sistem sosial yang juga berjalan dengan baik. Menurutnya, jika dilihat lebih lanjut,sebenarnya undang- undang perkawinan, dan beberapa produk undang-undang lainnya yang kini diterapkan di Indonesia merupakan produk hukum Islam, dan itu adalah produk dari sistem khilafah. Kontekstualisasi makna khilafahyang dijalankan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu menunjukkan adanya perubahan pandangan strategis pada hal fiqihiyah terkait khilafah.Dan ini sungguh berbeda dengan apa yang di tonjolkan HTI dengan konsep khilafah yang mereka usung.

Maka di dalam konteks ini perlu dilakukan kontekstualisasi dan penafsiran baru terhadap semboyan khilafah. Khilafah sebaiknya bisa dipahami sebagai konsep yang membawa pesan kesatuan, persatuan, dan kebersamaan umat Islam secara nasional. Manifestasi kekhilafahan hari ini baiknya dihadirkan dalam bentuk semangat keumatan dan persaudaraan. Jargon khalifah, tidak seharusnya mengganggu sistem politik dan bentuk pemerintahan yang sah. Hadirnya jargon khilafah tidak boleh mengingkari, mengubah, atau mengganti sistem politik dan pemerintahan yang ada, yakni Pancasila. Khilafah harusnya justru bisa memupuk persatuan dan kebersamaan muslim dalam kemajemukan.

143

Universitas Sumatera Utara 5.2.3. Hijrah dan Gerakan Sosial Rasional-Inklusif

Kemudian jika gerakan hijrah diposisikan sebagai bentuk tipologi artikulasi

GSI rasional-inklusif. Kelompok ini lebih menekankan pada pemahaman ajaran

Islam secara terbuka. Dengan keterbukaan itu Islam akan mampu menjadi

―Rahmat bagi seluruh alam‖.Mereka yang terwakili dalam kelompok ini memberi peluang dan apresiasi terhadap pluralisme agama-agama, dan Islam diharapkan dapat didefinisikan secara inklusivistik, tidak harus terpaku secara rigid dan literalis sesuai yang tertuang dalam kitab suci, tetapi harus mampu diterjemahkan pada kehidupan kemanusiaan secara konkrit. Sehingga dengan demikian simbol-simbol Islam harus terbuka dan dimengerti oleh kalangan

Muslim maupun non-Muslim.

Dalam hal ini, peneliti akan melihat bagaimana komunitas Sahabat

Hijrahkuu menerapkan konsep “rahmatan lil‘alamin” dalam gerakannya.Kamal

(28 tahun) mengatakan :

“Rahmatan lil‘alamin itu rahmat bagi sekalian alam, dalam hal ini adalah Islam mengajarkan kita tentang toleransi terhadap umat agama lain, bersosialisasi dengan mereka, memberikan kenyamanan dan keamanan pada mereka dilingkungan kita, dan tetap saling membantu pada hal-hal yang memang sewajarnya dibantu. Islam sudah cukup sempurna mengajarkan cinta, kasih sayang dan toleransi kepada kita umat Islam, cukup itu jadi landasan bukan menyama-ratakan agama, agama jelas tidak sama. Kalau kita ikut-ikutan mengatakan sama, maka aqidah kita pun rusak. Rahmatan lil‘alamin yang harus kita terapkan itu adalah kita biarkan mereka beribadah sesuai agama mereka, biarkan mereka beribadah dengan nyaman tanpa merasa terganggu asal prosesi peribadatannya juga tidak mengganggu ibadah kita”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, rahmatan lil‘alamin itu bukan berarti sikap toleransiyang berlebih-lebihan dengan komunitasnon-Muslim. Ini berangkat dari kenyataan

144

Universitas Sumatera Utara bahwa rahmatan lil‗alamin sangat erat kaitannyadengan kerasulan Nabi

Muhammad. Islam tidak melarang umatnya berinteraksidengan komunitas agama lain. RahmatAllah yang diberikan melalui Islam, tidakmungkin dapat disampaikan kepada umatlain, jika komunikasi dengan mereka tidakberjalan baik. Karena itu, para ulamafuqaha dari berbagai mazhab membolehkanseorang Muslim memberikan sedekahsunnah kepada non-Muslim yang bukankafir harbi.

Demikian pula sebaliknya,seorang Muslim diperbolehkan menerimabantuan dan hadiah yang diberikan olehnon-Muslim. Para ulama fuqaha jugamewajibkan seorang Muslim memberinafkah kepada istri, orang tua, dan anak-anakyang non-

Muslim (Ramli, 2011).

Maka seorang Muslim, dalam menghayatidan menerapkan pesan Islam rahmatan lil‗ala min tidak boleh menghilangkan misidakwah yang dibawa oleh

Islam itu sendiri. Misalnya, memberikan khotbah dalam acara kebaktian agama lain, mengikuti acara ritualagama lain, atau doa bersama lintas agamadengan alasan itu adalah Islam rahmatan lil‗alamin. Kegiatan-kegiatansemacam itu justru mengaburkan makna rahmatan lil‗alaminyang berkaitan erat dengan misi dakwahIslam. Menurut Kamal (28 tahun) hal ini jelas salah dan dapat merusak aqidah.

Islam rahmatan lil‘alamin selanjutnya dapat dilihat dalam praktek ajaran

Islam dalamrealitas sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para pengikutnyagenerasi pertama. Nabi Muhammad senantiasa berpihak kepada kaum mushtad‘afin,kepedulian sosial, fakir, miskin dan orang-orang yang terkena musibah. Guna menjaminterpeliharanya hak-hak asasi manusia lebihlanjut dapat dibaca dalam Piagam Madinah yangdibuat oleh Nabi Muhammad semasa di

145

Universitas Sumatera Utara Madinah dan disepakati oleh seluruh perwakilankomunitas penduduk Madinah.

Isi Piagam Madinah yang sebanyak 47 pasal itu antara lainmengandung visi etis, solidaritas, persatuan, kebebasan, pengakuan supremasi hukum, keadilan,serta kontrol sosial untuk mengajak kepada kebaikan dalam mencegah kemungkaran

(Pulungan, 2002).

Dalam konteks Islam sebagai rahmatan lil‘alamin, Islam telah mengatur segala tata hubungan, baik aspek teologis, ritual, sosial danmuamalah, dan humantis dan kemanusian. Pertama, aspek teologi. Dalamurusan teologis, Islam memberikan rumusan jelas, hal-hal yang diyakinidan memaknai ketauhidan secara komprehensif, meliputi keyakinanumat Muslim di dalam berdakwah kepada umat non-Muslim (Rasyid, 2016).

Di satu sisi, semangat ketauhidan yang kehilangan panggungnyamembuat problem teologis tersendiri bagi kaum muda Islam saat ini. Penyegaran inidiperlukan sebagai bentuk upaya implementasi ajaran Islam secara baikdan benar kontekstual, namun tidak kehilangan asasnya dan setiap orangmampu membawa Islam dengan semangat kemanusiaan. Semangat inilah yang dibawa komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam gerakan-gerakan dakwahnya.

Kedua, aspek-aspek ritual ibadah dalam kehidupan sehari-sehari,baik di dalam al-Qur‟an dan hadis tidak boleh menjadikan sesama Islamsaling bermusuhan. Aturan operasionalnya sudah terdapat pada keduanyadan untuk urusan kontemporer maka tetap berpijakan pada kedua sumber,dilengkapi dengan ijma ulama mu‘tabarah (terkenal dan terpercaya) danqiyas(Rasyid, 2016).

146

Universitas Sumatera Utara Perpecahan merupakan akibat dari perselisihan, sekalipuntidak semua perselisihan itu perpecahan. Perpecahan adalah sebuahkepastian. Ada beberapa fenomena yang terjadidi Indonesia, yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam internalIslam, yaitu: berlebih-lebihan (tasyaddudi) dalam beragama dan terlalumenyepelekan dan memudahkan (tasyahhuli) asas-asas agama Islam,fanatik buta terhadap salah satu ulama dalam menjadikannya sebagaipayung dalam beragama, kurangnya memahami pola bermazhab danber-istinbat dengan baik dan benar. Akhirnya, masalah-masalah ijtihadiahdialihkan dan diangkat menjadi masalah ajaran Islam paling tinggi.

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, Perselisihan dan perbedaan adalah rahmatdari Allah. Perbedaan-perbedaan khilafiahakan memperkaya keilmuan dan keyakinan mereka dalam memahami Islam. Bagi mereka ini lah yang dinamakan dengan pluralisme terhadap perbedaan harokah. Dan hal ini tercermin dalam motto gerakan mereka yaitu ―apapun harokahmu, aku saudaramu‖.

Ketiga, aspek sosial dan muamalah. Dalam konteks ini, Islam hanyaberbicara ketentuan-ketentuan dasar dan pilar-pilarnya saja. Operasionaldan pelaksanaannya diserahkan kepada kesepakatan bersama dan lokalitastempat tumbuh kembangnya sebuah hukum (Muzadi, 2002). Bagi komunitas Sahabat

Hijrahkuu, untuk urusan muamalah, selagi tidak merusak aqidah, tetap harus menjalin hubungan dengan non-muslim, dan boleh saja melakukan jual beli dengan mereka. Di sisi lain, karena seorang Muslimbertanggung jawab menerapkan basyiran wa nadziran lil‗alamin (pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada seluruh alam). Islam melarangumatnya berinteraksi

147

Universitas Sumatera Utara dengan non-Muslimdalam hal-hal yang dapat menghapus misidakwah Islam terhadap mereka, yaitu hal-hal yang dapat merusak aqidah.

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, toleransi yang terimplementasi dari konsep rahmatan lil‘alamin bahwa Islam menghargai perbedaan agama, tetapi bukan berarti dalam melaksanakan toleransi ini denganmencampur adukkan antara kepentingan sosial dan aqidah. Dalam melaksanakantoleransi ada batasan- batasan tertentu.Toleransi antar umat beragama bukan sinkretisme, seperti yang telahdijelaskan di atas. Toleransi tidak dibenarkan dengan mengakui kebenaran semuaagama. Sebab menurut Kamal (28 tahun) orang sering salah kaprah dalam mengartikan dan melaksanakan toleransi. Toleransi antar umat beragama yang diharapkan di sini adalahtoleransi yang tidak menyangkut bidang aqidah atau dogma masing-masingagama. Melainkan hanya menyangkut amal sosial antar sesama insan sosial,sesama warga negara sehingga tercipta persatuan dankesatuan.

Sikap plural yang terjadi di komunitas Sahabat Hijrahkuu bukanlah plural dalam arti yang luas, namun plural dalam hal khilafiyah, yang dimaksud khilafiyah di sini adalah perselisihan fiqih yang termasuk kategori ikhtilaf tanawwu‘ (perbedaan variatif), bukan perselisihan aqidah yang termasuk ikhtilaf tadhadh (perselisihan kontradiktif).

Jika dilihat dari pemahaman komunitas Sahabat Hijrahkuu terkait dengan isu-isu toleransi, maka gerakan sosial yang dibangun oleh komunitas Sahabat

Hijrahkuu bisa saja dimasukkan dalam kelompok tipologi artikulasi GSI rasional- inklusif. Namun, gerakan yang mereka bangun tidak hanya sebatas pada gerakan meraih “kemenangan ide” seperti halnya yang dilakukan oleh kelompok rasional-

148

Universitas Sumatera Utara inklusif. Namun diluar itu ada banyak pola-pola gerakan lainnya yang juga dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu. Gerakan rasional-inklusif ini hanya sebagian dari gerakan yang dibangun oleh komunitas sahabat hijrahkuu, sehingga memasukkan gerakan hijrah yang mereka bangun kedalam kelompok gerakan rasional-inklusif menurut peneliti juga belum begitu tepat.

5.2.4. Hijrah dan Gerakan Sosial Emansipatoris-Transformatif

Kemudian jika gerakan hijrah diposisikan sebagai bentuk tipologi artikulasi

GSI emansipatoris-transformatif, Kelompok ini lebih menekankan pada misi

Islam yang paling utama adalah kemanusiaan dan pemberdayaan.Perhatian utama kelompok ini bukanlah pada permasalahan teologi, politik, tetapi lebih berorientasi pada masalah sosial, ekonomi, pengembangan masyarakat, penyadaran hak-hak politik rakyat.

Dalam hal ini, peneliti akan melihat program-program sosial dan kemanusiaan yang pernah dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.Kamal

(28 tahun) mengatakan :

“Program sosial kita termasuk ikut membantu santunan anak yatim, kemudian aksi ke panti asuhan, terus kepanti jompo, terus kepedulian terhadap mualaf, dan untuk kegiatan sosial ini sendiri kita tidak semuanya bergerak sendiri, kita juga bergandengan tangan dengan komunitas yang lain serta lembaga-lembaga sosial yang adadi Kota Medan. Misal ada ACT, Dompet Duafa Peduli, Darut Tauihd Peduli, IZI. Ada juga aksi sosial untuk Palestina”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, program sosial kemanusiaan yang mereka bangun adalah wujud dari implementasi konsepHaablum Minallah wa Hablum Minannas, yaitu

149

Universitas Sumatera Utara hubungan manusia dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia.

Memperbaiki hubungan dengan Allah lewat proses kajian demi kajian. Dan menjalin hubungan dengan manusia lewat proses kegiatan sosial. Membangun rasa peduli orang-orang dan mengajak mereka turut ambil bagian dalam program sosial dan kemanusiaan yang terjadi dilingkungan kita.

Gambar 5.6. Program sosial kemanusiaan komunitas Sahabat Hijrahkuu berbagi sembako dan tenda becak motor(sumber : Instagram @sahabathijrahkuu)

Nilai-nilai yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (hablum minannas) merupakan nilai-nilai yang mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan antar manusia dan bertujuan untuk tercapainya kehidupan yang harmonis. Nilai tersebut mencakup masalah muamalah, yaitu hal-hal yang termasuk urusan bermasyarakat yang penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut rambu-rambu dalam kehidupan bermasyarakat, seperti masalah ekonomi, tolong menolong, pernikahan, pergaulan antara laki- lakidan perempuan, dan lain-lain.

150

Universitas Sumatera Utara Untuk menelusuri masalah ini, peneliti akan mencoba untuk menelaah konsep Islam tentang kebajikan ataukedermawanan (sadaqah, charity, philanthropy dan padanan katalainnya). Terkait dengan prinsipkebajikan atau kedermawanan, Islam menempatkannya sebagaibagian penting dari sistem kepercayaan (Mutaqin, 2015).

Bahkan, masalah kebajikandan kedermawanan ini menjadi bagian dari

Rukun Islam,yang di antaranya ditunjukkan oleh konsep zakat. Di dalam

Islamterdapat lima pilar utama atau disebut Rukun Islam, yaitusyahadat, shalat lima waktu, zakat, puasaselama Ramadhan dan menunaikan ibadah Haji ke

Mekkah.

Perlu ditekankan di sini bahwa kata zakatberulang kali disebutkan di dalam

Al-Qur‟an, dan penyebutankata tersebut sering dipersandingkan dengan kata shalat. Hal itu menandakan bahwa Al-Qur‟an memberikan penekanan yangsama tentang kewajiban manusia terhadap Allahharus diikutidengan kewajiban kepada sesama manusia(Mutaqin, 2015).

Selain mengeluarkan amal wajib berupa zakat, doktrin Islamjuga menyebutkan sedekah atau kontribusi sukarela dimanaumat Islam dapat menyumbangkan setiap jumlah kekayaan merekasetiap saat. Selain sedekah, terdapat konsep yang lain, yaitu wakaf dan tindakan lainamal sukarela yang disebut infaq. Dari uraian ini, dapat dipahamibahwa tujuan utama dari semua tindakan kemanusiaandan amal kebajikan adalah untuk membantu orang lain dan meringankanbeban penderitaan mereka dalam kondisi normal maupundarurat.

151

Universitas Sumatera Utara Konsep-konsep Islam tentang kebajikan atau kedermawanan di atas menjadi landasan bagi kaum kaum muda Muslim yang tergabung dalam komunitas

Sahabat Hijrahkuu dalam menjalankan aksi kemanusiaan. Dalam gerakannya, mereka berpedoman pada ajaran keagamaan tentang kewajiban untuk membantu orang yang berada dalam kesulitan, baik dalam situasi normal maupun krisis, yang dihadapkan pada masalah tertentu.

Gambar 5.7. Flyer himbauan donasi program sosial Sahabat Hijrahkuu berbagi dengan Yatim dan Dhuafa (sumber : Instagram @sahabathijrahkuu)

Dari uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sama halnya dengan gerakan sosial rasional-inklusif, bentuk artikulasi gerakan sosial emansipatoris- transformatif juga merupakan bagian dari gerakan hijrah yang diakomodir oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu. Artikulkasi gerakan tersebut tercermin dari gerakan-gerakan sosial kemanusiaan yang juga merupakan program rutin dari gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

152

Universitas Sumatera Utara Selanjutnya jika gerakan hijrah yang dilakukan oleh kaum muda Muslim yang tergabung dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu ini diposisikan sebagai bentuk tipologi artikulasi gerakan sosial yang liberal.Kelompok ini dapat dianggap sebagai kebalikan dari kelompok yang pertama dan kedua dan bahkan dalam beberapa hal kelompok ini “memusuhi” agenda-agenda politik rekan mereka yang termasuk dalam kelompok pertama dan kedua. Representasi kelompok ini dapat diwakili misalnya oleh JIL, JIMM, organisasi feminis-jender

“liberal” yang tumbuh dalam tradisi Islam.

Memasukkan gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat

Hijrahkuu dalam kelompok gerakan sosial Islam yang liberal tentu tidak tepat, karena prasarat liberal tidak terpenuhi pada gerakan hijrah yang mereka lakukan.

Secara garis besar, pembahasan perbedaan pola gerakan yang terjadi antara beberapa tipologi artikulasi gerakan sosial Islam dan gerakan hijrah kaum muda muslim dapat dijelaskan dalam tabulasi sebagai berikut :

153

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1 : Komparasi Tipologi Artikulasi Gerakan Sosial Islam dan Gerakan Hijrah

Tipologi Gerakan Parameter Artikulasi dalam No Gerakan Hijrah Kesimpulan Sosial Islam Gerakan Sosial Gerakan Sosial 1 Fundamentalis Kelompok GSI kategori ini a Jihad difahami dengan mengerahkan a Jihad yang difahami oleh Sahabat Gerakan hijrah bukan Radikal berada pada absolutisme segenap kemampuan untuk Hijrahkuu adalah jihad dalam proses merupakan bagian dari pemikiran yang memerangi kaum kafir dan berjuang istiqomah ketika hijrah, dengan bertahan tipologi gerakan sosial mendasarkan diri pada teks melawan mereka dengan jiwa, harta, menghadapi berbagai cobaan yang fundamentalis radikal klasik Islam, orientasi dan lisan mereka. dihadapi setelah proses hijrah keberagamaannya sangat mengutamakan b Kelompok ini menyamakan jihad b Jihad dengan mencurahkan kemampuan skripturalisme absolut, sikap dengan perang (al-Qital) didasarkan untuk menyebarkan dan membela mereka umumnya sangat hanya pada pemahaman bahwa qital dakwah Islam dengan upaya yang terarah ekstrem. adalah tingkatan jihad yang paling dan terus menerus untuk meciptakan tinggi. perkembangan Islam, serta senantiasa konsisten untuk belajar mendalami ilmu agama.

2 Formalis Simbolik Kelompok GSI ini a Gerakan mengupayakan simbol- a Khilafah bukanlah dengan gerakan Gerakan hijrah bukan menghendaki penampilan simbol Islam secara formal dalam mendirikan negara Islam secara formal, merupakan bagian dari idiom-idiom atau simbol- kehidupan publik atau politik, seperti tapi sebuah gerakan yang berorientasi tipologi gerakan sosial simbol Islam secara formal istilah negara Islam, khilafah pada upaya penyadaran lewat jalur formalis simbolik dalam kehidupan publik Islamiyah, dan kelembagaan negara dakwah untuk mendekatkan ummat pada atau politik. Kelompok ini yang Islami ajaran Islam. berorientasi pada gerakan legal-formal yang lebih b Dalam gerakan politiknya, kelompok b khilafah dimaniestasikan dalam gerakan banyak motif politiknya ini menolak dan menentang sistem memupuk persatuan dan kebersamaan daripada upaya sadar dan demokrasi. muslim dalam kemajemukan harokah. serius membangun kesadaran keagamaan umat c Membangun gerakan meramaikan mesjid Islam serta menjadikan mesjid sebagai pusat peradaban dan sentral aktifitas gerakan

154

Universitas Sumatera Utara Tipologi Gerakan Parameter Artikulasi dalam No Gerakan Hijrah Kesimpulan Sosial Islam Gerakan Sosial Gerakan Sosial 3 Rasional Inklusif Kelompok ini lebih a Kelompok ini memahami toleransi a Islam harus menjadi rahmat bagi Artikulasi gerakan menekankan pada dan pluralisme sebagai implementasi sekelilingnya. Islam tidak melarang sosial rasional-inklusif pemahaman ajaran Islam konsep rahmatan lil 'alamin umatnya berinteraksi dengan komunitas ini merupakan bagian secara terbuka. Bagi agama lain. Rahmat Allah yang diberikan dari gerakan yang kelompok ini kemenangan melalui Islam, tidak mungkin dapat dibangun dalam Islam adalah “kemenangan disampaikan kepada umat lain, jika gerakan hijrah ide”, bukan kemenangan komunikasi dengan mereka tidak pribadi atau kelompok berjalan baik tertentu atau kemenangan b Kelompok ini memberi peluang dan b Islam menghargai perbedaan agama, politis. apresiasi terhadap pluralisme agama- tetapi bukan berarti dengan mencampur agama, dan Islam diharapkan dapat adukkan antara kepentingan sosial dan didefinisikan secara inklusivistik, aqidah. Toleransi hanya dibatasi pada hal tidak harus terpaku secara rigid dan mu'amalah. literalis sesuai yang tertuang dalam c Sikap pluralitas tercermin dalam hal kitab suci, tetapi harus mampu meretas perbedaan harokah dalam tujuan diterjemahkan pada kehidupan bersama geakan kemanusiaan secara konkrit.

4 Emansipatoris Kelompok ini lebih a Perhatian utama kelompok ini a Konsep-konsep Islam tentang kebajikan bentuk artikulasi GSI Transformatif menekankan pada misi bukanlah pada permasalahan teologi, dan kedermawanan menjadi landasan emansipatoris- Islam yang paling utama politik, tetapi lebih berorientasi pada bagi gerakan hijrah dalam menjalankan transformatif juga adalah kemanusiaan dan masalah sosial, ekonomi, aksi kemanusiaan. Membangun rasa merupakan bagian dari pemberdayaan. Oleh pengembangan masyarakat, peduli orang-orang dan mengajak mereka gerakan hijrah yang karenanya Islam harus penyadaran hak-hak politik rakyat turut ambil bagian dalam program sosial tercermin dari gerakan- menjadi kekuatan yang dan kemanusiaan yang dijalankan. gerakan sosial dapat memotivasi secara kemanusiaan yang juga terus-menerus dan merupakan program mentransformasikan b Memperkuat civil society, sebagai b Gereakan hijrah menjalankan program rutin dari gerakan masyarakat dengan berbagai entitas yang tidak harus menjadi sosial kemanusiaan sebagai wujud dari hijrah yang dilakukan aspeknya yang bersifat lawan atau musuh bagi negara implementasi konsep Haablum Minallah oleh komunitas normatif dan etis melainkan saling memberi dukungan wa Hablum Minannas. Sahabat Hijrahkuu. untuk membuka peluang bagi tranformasi dan pemberdayaan.

155

Universitas Sumatera Utara 5.2.5. Hijrah Sebagai Gerakan Sosial Berbasis Religiusitas

Gerakan hijrah sebagai gerakan sosial baru kaum muda Muslim mungkinlebih tepat jika diposisikan sebagai Gerakan Sosial Berbasis Religiusitas

(GSBR). Disebut GSBR karena ide gerakan yang dilakukan oleh kaum muda

Muslim yang tergabung dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu ini dilandasi oleh sikap religiusitas para penggeraknya.Sebagai respon spiritual atas kondisi sosial dan spiritual kaum muda Muslim di Kota Medan.

Jika dilihat melalui pendekatan teori gerakan sosial, Smelser (2011) memasukkan kategori GSBRkedalam gerakan sosial berorientasi nilai.

Sementara Weber (2014) mencirikan gerakan sosial yang berorientasi nilai ditentukan oleh keyakinan secara sadar terhadap nilai etika, keindahan dan agama. Smelser (2011)menambahkan bahwa GSBR adalah suatu fenomena perilaku kolektif yang berorientasi nilai yang berupaya untuk melakukan suatu perubahan, merestorasi, memproteksi dan memodifikasi sistem nilai untuk suatu keyakinan yang digeneralisir. Keyakinan ini berupa ide, wahyu, maupun kepercayaan yang bersifat mistis. Namun,keyakinan ini tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan semua komponen tindakan sosial dan mengharapkan suatu perubahan sistem nilai, norma, motif dan fasilitas-fasilitas.

Gerakan hijrah yang dilakukan oleh kaum muda Muslim di Kota Medan jelas merupakan sebuah gerakan yang berorientasi nilai, gerakan mereka diawali oleh keyakinan secara sadar terhadap nilai-nilai ke-Islaman yang mereka yakini, yang bersumber pada Al-Qur‟an dan hadits.

Salah satu karakteristik untuk menunjukan bahwa gerakan hijrah adalah gerakan sosial berbasis religiusitas diantaranya nampak pada militansi yang

156

Universitas Sumatera Utara berbaur dengan sikap voluntary (ikhlas) yang terlihat pada perilaku para relawan gerakan hijrah. Penerapan konsep Islam tentang kebajikan ataukedermawanan dalam setiap program yang mereka lakukan adalah fakta militansi dan keikhlasan yang dilakukan dengan kesadaran yang tinggi dan tulus atas dasar religiusitas mereka.

Komunitas Sahabat Hijrahkuu merekrut relawan atasdasar sukarela, motivasinya adalah memperbaiki diri untuk kembali pada ajaran agama sesuai tuntunan Al-Qur‟an dan Hadits. Membangun nilai-nilai ke-Islam-an sebagai semangat hijrah menjadi komitmen dan nilai bersama(shared values) organisasi dan seluruh pengelolanya. Nilai-nilai organisasi dankomitmen tersebut bermuara pada spirit voluntarisme religius.

Voluntarisme memang sering menjadi penggerak gerakan sosial. Terlebih lagiketika voluntarisme tersebut didasari oleh kesadaraan keberagamaan. Ahmad

Kamal (28 Tahun) dengan tegas menyatakan tidak ada imbalan materi yang bisadidapatkan oleh para pengurus maupun relawan. Mereka beranggapan aktifitas mereka dalam gerakan hijrah adalah ladang amal dan pengabdian yang karena itumembutuhkan keikhlasan, keyakinan, dan doa.

Religiusitas merujuk pada serangkaian tindakan manusia, baik individu maupun kolektif yang menunjukkan tendensi untuk memperlihatkan identitas keagamaannya, terutama dalam aktivitas kultural dan ritual keagamaanya.

Tindakan menunjukkan tendensi untuk memperlihatkan identitas keagamaan sebagai bagian dari Islam ini tercermin jelas dalam gerakan hijrah.Salah satu ilmuwan sosial, Stolz (2009), mengartikan religiusitas sebagai preferensi, emosi,

157

Universitas Sumatera Utara kepercayaan dan tindakan individu yang merujuk pada sebuah agama yang ada

(self-made).

Gerakan religiusitas yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu dapat dimaknai sebagai tindakan untuk mengungkapkan identitas diri, yang beberapa tahun terakhir ini telah termarjinalisasi dan teropresi oleh ketidakadilan dimata hukum.

Adapun kausalitas sosial atau mekanisme yang melandasi sebuah religiousitas, antara lain (1) kesepakatan, norma, dan sumber daya kultural di sebuah situasi; (2) tindakan rasional yang didasarkan pada kepercayaan dan preferensi oleh masing-masing individu menanggapi suatu situasi; dan (3) fakta- fakta tersebut memiliki beragam reaksi yang berakibat secara disengaja dan tidak disengaja (Esser 2000).

Pengalaman keseharian para relawan yang bergelut dengan semangat hijrah telah memperkuat kesadaran akan pemaknaan kembali makna religiusitas mereka sebagai bagian dari Islam.

Semangat gerakan religiusitas yang dilakukan oleh Komunitas Sahabat

Hijrahkuu ini memiliki dua basis, yaitu basis teoritik dan basis aksi.

Basisteoritiknya adalah Iqra‘, yakni suatu pembacaan rasional yang berbasis realitas dan ilmupengetahuan. Karena itu seorang seluruh anggota komunitas jugadituntut untuk jihad dalam menuntut ilmu, dalam artikapasitas dan kapabilitas ilmiah sesuai dengan bidang dan kebutuhan masing-masingsesuai konteks ruang dan waktu; juga sensibilitas dan sensitivitas atas realitas hidup dankehidupan yang

158

Universitas Sumatera Utara dihadapi dan diperlukan pemecahannya. Bersamaan dengan itu, relawan juga dituntut untuk berpikir dan bersikap rasional, bebas dari mitologi danmukjizat.

Basis gerakannya adalah Nur, yaitu kesadaran transformatif untuk bergelutdalam melakukan perubahan dari kegelapan menuju kejayaan, dari kezaliman menuju keadilan, dari kebodohan menuju kemajuan, dari ketertindasan menuju kemerdekaan, danseterusnya. Kesadaran transformatif inilah yang menjadi bagian dari gerakan hijrah.

Disisi lain, gerakan sosial berbasis religiusitas yang dilakukan komunitas

Sahabat Hijrahkuu ini juga menjadi tanda munculnya konsep “politik agama modern“. Menurut Hibbard (2000), politik agama modern ditandai dengan munculnya sejumlah gerakan keagamaan, partai politik berbasis agama, hingga ekstremis agama. Ini adalah fenomena menguatnya religiusitas umat Islam.

Fenomena yang sering ditengarai sebagai kebangkitan Islam (Islamic revivalism) ini muncul dalam bentuk meningkatnya kegiatan peribadatan, menjamurnya pengajian, merebaknya busana yang Islami, serta munculnya partai-partai yang memakai platform Islam. Terkait fenomena kebangkitan Islam ini, Siregar (61 tahun) mengatakan :

“Abad XV Hijriyah dinyatakan sebagai era kebangkitan Islam. Sebetulnya jika diukur secara objektif capaian umat Islam selama abad XV H itu belumlah menggembirakan. Dalam laporan-laporan para analis dan lembaga-lembaga survey moderen di Barat, kekhawatiran gelombang baru kesadaran umat Islam yang mendunia dianggap sebagai fenomena yang amat serius dan penting. Negeri- negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia pastilah menjadi sorotan” (Siregar, dalam wawancara pada 24 Januari 2019 di Kampus UMSU Pukul 21.07 WIB)

159

Universitas Sumatera Utara Hal senada juga diungkapkan Watni Marpaung (37 tahun) terkait beberapa pandangan yang mengatakan bahwa kekuatan Barat itu tidak lagi bertahan lama, dan diprediksi ada dua kelompok besar yang bisa menggantikan posisi Barat secara politik dan ekonomi, yaitu Islam dan Cina. Lebih lanjut ia mengatakan :

“...namun demikian, secara politik dan ekonomi, saat ini Islam belum siap, ditambah lagi dengan beberapa permasalahan internal Islam saat ini. Saat ini, Cina lah yang memungkinkan jika dilihat dari kekuatan politik dan ekonominya, dan dapat kita ihat sekarang ini. Tapi secara sosiologis, perkembangan umat Islam memang tidak bisa dinafikan, di Eropa bahkan di Amerika pun pertumbuhan mesjid dan Islamic Centre sungguh luar biasa. Bahkan ada kelompok Nasrani yang menjual gerejanya pada umat Islam dan di jadikan mesjid. Artinya, gejala gerakan hijrah ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di berbagai belahan dunia”. (Marpaung, dalam wawancara pada 28 Januari 2019 di Gedung Rektorat UINSU Pukul 09.00 WIB).

Islam memang terlihat mulai bangkit di beberapa negara di dunia.

Memasuki abad ke-15 H, isu tentang gejolak kebangkitan Islam semakin santer.

Hal ini ditandai dengan banyaknya kelompok muslim melakukan berbagai aktivitas demi tercapainya era kebangkitan yang tentu sangat diidam-idamkan setiap muslim diseluruh penjuru dunia.

Disisi lain, isu kebangkitan Islam ini digambarkan oleh Barat dan musuh- musuh Islam sebagai sebuah ancaman. Menurut Siregar (61 tahun), Negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia pastilah menjadi sorotan. Tetapi seburuk apapun perlakuan yang dirancang untuk mempersulit umat Islam

Indonesia untuk mengekspresikan kesadarannya, bahkan ternyata di benua lain seperti Eropa dan Amerika, perkembangan Islam yang didorong oleh kadar intelektualitas begitu menakjubkan. Sampai-sampai orang menjuluki London kini menjadi Londonistan karena fenomena Islam yang terjadi di luar dugaan.

160

Universitas Sumatera Utara Gerakan hijrah kaum muda Muslim menunjukkan ciri kebangkitan Islam kontemporer yang tidak hanya sekedar bermodalkan semangat, ungkapan verbal, dan selogan, melainkan kebangkitan yang benar-benar didasarkan pada komitmen terhadap Islam dan menjalankan perintah-perintah agama.

Gerakan hijrah merupakan bentuk implementasi pandangan dari kaum muda muslim bahwa Islam menjadi penting kembali, mendapatkan kembali prestise dan harga dirinya. Pandangan mereka terhadap nilai-nilai Islam selalu dikaitkan dengan kebenaran masa lalu, jalan yang ditempuh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat mempengaruhi pemikiran umat mereka. Disisi lain, Islam juga dipandang sebagai alternative, dan oleh karena itu pula dipandang sebagai ancaman bagi pandangan hidup atau idiologi lain yang sudah mapan, khusunya idiologi Barat.

Dalam menyongsong era kebangkitan Islam ini, maka kini dapat dijumpai berbagai kelompok kelompok halaqah dan harokah serta komunitas-komunitas hijrah pemuda muslim yang tumbuh menjamur di kota-kota besar di Indonesia, tak terkecuali kota Medan. Bahkan menurut Siregar (61 tahun) semakin besar kotanya, maka semakin banyak dan besar pula komunitas hijrah yang terbentuk, hal ini karena semakin besar pula ketersediaan sumber daya pendukungnya.

Komunitas hijrah inipun diisi oleh generasi Islami yang berkomitmen terhadap

Islam dan tampil dengan ghirah yang membara.

Faisal (2017) mengungkapkan bahwa sejak 2013, semangat keagamaan

(ghirah) pada generasi phi memang sedang menguat. Generasi phi muslim

Indonesia ingin menjadi saleh, lebih baik, dan memiliki pemahaman agama.

Dalam survey yang dilakukannya bersama Youthlab pada tahun 2015 dan 2016,

161

Universitas Sumatera Utara ditemukan bahwa isu keagamaan atau religiusitas merupakan isu yang utama dibanding isu lainnya yang dianggap penting dalam kehidupan pemuda. Dan gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu merupakan bagian dari bentuk fenomena menguatnya religiusitas umat Islam tersebut.

Generasi phi adalah generasi yang lahir antara tahun 1989 hingga tahun

2000(Faisal, 2017). Dan generasi ini pulalah yang saat ini mendominasi dalam melakukan gerakan hijrah yang ada di Kota Medan, dan komunitas Sahabat

Hijrahkuu merupakan salah satu didalamnya.

Meskipun tidak diragukan lagi bahwa semangat menyongsong kebangkitan

Islam dari kalangan kaum muda muslim melalui gerakan hijrah mempunyai kelebihan dan keseriusan, namun ada beberapa catatan (kritik membangun) yang disampaikan oleh MUI Kota Medan terhadap beberapa hal yang mungkin saja terjadi dalam gerakan hijrah. Beberapa catatan tersebut disampaikan oleh Watni

Marpaung (37 tahun) sebagai berikut :

1) Potensi tersusupi faham radikal. Mengingat banyaknya faham, mazhab,

kelompok harokah dalam tubuh Islam, dimana beberapa diantaranya bereaksi

secara radikal, MUI Kota Medan memiliki kekhawatiran tersendiri dengan

gerakan hijrah kaum muda muslim. Ketika anak muda memiliki ghirah dan

semangat tinggi untuk kembali pada kebaikan ajaran Islam, jangan sampai

ghirah yang tinggi ini ternodai oleh faham radikal, karena itu sangat sektarian

dan kelompok, dan gerakan ini justru tidak akan membawa pemuda pada

ajaran Islam yang sebenarnya, karena hanya bersifat sektarianisme dan

kepentingan kelompok tertentu.

162

Universitas Sumatera Utara 2) Munculnya sifat ta‘ashub(fanatik buta) pada faham yang mereka temui saat

hijrah. Menurut Marpaung (37 tahun), Hal ini mungkin saja terjadi walaupun

pada prakteknya mereka tidak tergolong radikal.Terkait hal ini, pada

prinsipnya MUI Kota Medan sangat mendukung semangat hijrah yang tengah

digandrungi oleh kaum muda muslim, tapi dalam konteks hijrahnya harus ada

pengawalan dan pencerahan. Dalam pengamatan yang dilakukan, MUI Kota

Medan menemukan kasus dimana ada orang yang hijrah dan baru satu-dua

bulan belajar agama, tapi kemudian menyalahkan, mem-bid‘ah-kan, bahkan

meyatakan kafir pada orang lain yang tidak sefaham. Fatalnya lagi,

perdebatannya bukan hanya menyalahkan dilevel mereka yang awam

terhadap agama, tapi sampai pada level menyalahkan ulama. Menurut

Marpaung, hal ini juga dapat berdampak pada merusak ukhuwah. Misalnya

dijumpai ada orang yang berhijrah tapi kemudian hubungannya pada orang

tuanya jadi rusak, karena menganggap apa yang dilakukan orang tuanya

salah, dan merasa yang paling benar. Ini adalah bentuk fanatik buta terhadap

kelompok, dan hal ini adalah sebuahkesalahan.

3) Kelompok Mutasyaddid. Dalam pantauan MUI Kota Medan, didapati sebuah

fakta yang menarik bahwa mereka yang hijrah ini tidak melalui rekrutan

khusus, tapi masuk melalui mendengar kajian dari kelompok kelompok

dakwah, sehingga tertarik untuk bergabung. Ada kekhawatiran ketika mereka

masuk pada kelompok yangmutasyaddid, yaitu kelompok fundamentalis yang

sifatnya terlalu keras dan kaku. Kelompok ini kerap kali mencampur-adukkan

hal yang fiqih dan aqidah, sehingga mudah sekali untuk mengatakan kafir

(takfiri) pada kelompok lain yang tidak sefaham. Dan sudah menjadi tugas

163

Universitas Sumatera Utara MUI Kota Medan dalam mengawal gerakan ini agar jangan sampai malah

menjadi persoalan baru yang muncul ditengah-tengah masyarakat.

4) Berdialog dengan cara yang kasar. Mereka yang hijrah seringkali tidak

dibelaki dengan cara menyampaikan dakwah yang santun dan ramah,

sehingga terkesan kasar dan malah menyalahkan orang yang berada diluar

kelompoknya, termasuk orang tuanya sendiri. Tanpa pemahaman yang kuat

dalam menyampaikan dakwah secara santun, justru akan membawa mereka

pada sifat yang cenderung emosional dan kaku terhadap orang yang

menentang pendapatnya. Sikap ini merupakan konsekuensi logis dari sikap

kaku yang tidak mau mengakui pendapat orang lain, picik, dan su‘udzon.

Padahal yang harus diingat adalah bahwa Islam yang rahmatan lil‘alamin itu

adalah meyampaikan syiar Islam dengan senyum, dan keteduhan.

5) Interaksi sosial yang tertutup. MUI Kota Medan menjumpai fenomena ini

pada beberapa orang yang merubah gaya dan penampilannya setelah hijrah.

Yang dulunya berpakaian dan berpenampilan biasa saja, namun setelah hijrah

lalu memelihara janggut, bercelana tidak isbal(cingkrang), bercadar, dan

sebagainya. Hal ini kemudian memunculkan masalah interaksi dengan orang

lain, karena kemudian orang lain membatasi diri untuk bergaul dengannya,

dan dirinya juga membatasi diri untuk bergaul hanya pada orang yang

sefaham, karena orang yang diluar kelompoknya itu dianggap salah. Hal

dikhawatirkan akan memunculkanfriksi baru. Menurut Marpaung (37 tahun),

ukhuwah Islamiah itu akan kuat jika orang yang belajar agama itu luwes

dalam hal harokah, sehingga dapat menunjukkan bahwa khilafiah dan

164

Universitas Sumatera Utara keberagaman faham dalam Islam itu bukan untuk perpecahan, tapi sebagai

rahmat untuk memperkaya khasanah pemahaman kita akan Islam.

Beberapa catatan terkait gerakan hijrah diatas merupakan beberapa hal yang terjadi dan didapati pada kaum muda yang melakukan proses hijrah. Namun, tentu saja temuan-temuan dalam catatan ini tidak bisa digeneralisir dalam menyimpulkan gerakan hijrah yang saat ini digandrungi oleh kaum muda muslim.

Marpaung (37 tahun) mengatakan bahwa MUI Kota Medan sangat menyambut baik dan memberikan apresiasi pada semangat dan ghirah kaum muda muslim yang ber-hijrah.

Beberapa kasus yang terjadi dalam catatan diatas tentu masih bisa dibenahi dengan memberikan pengarahan dan perhatian serta pendekatan yang komperhensif pada mereka yang melenceng dari semangat hijrah, yaitu adanya keinginan yang kuat untuk kembali pada fitrah ajaran Islam. Sebagai lembaga keagamaan, maka sudah menjadi tugas MUI dalam membina, mengarahkan, dan meluruskan langkah-langkah gerakan hijrah yang disinyalir sebagai tanda kebangkitan Islam ini.

Kepada mereka kaum muda yang dalam proses hijrahnya sudah terpapar faham mutasyaddid, tentu pendekatan yang dilakukan tidak dengan sikap yang keras pula, dan tidak pula membangun permusuhan terhadap mereka. Karena sikap yang keras akan membuat mereka semakin keras, dan memusuhi mereka akan membuat mereka justru semakin menjauh.Solusi yang paling tepat adalah dengan melakukan pendekatan persuasif dan komperhensif, yaitu dengan memahami posisi dan pemikiran mereka, berprasangka baik terhadap niat dan tujuan mereka, menghilangkan jurang pemisah, mencegah perselisihan dengan

165

Universitas Sumatera Utara meretas perbedaan harokah, dan mengadakan kesepakatan-kesepakatan dalam hal-hal yang diperselisihkan. Dan hal ini dapat ditemukan pada gerakan hijrah yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

MUI Kota Medan menilai bahwa, gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu ini justru sangat menarik, karena mereka sangat membuka diri terhadap perbedaan harokahyang ada. Marpaung (37 tahun) mengatakan :

“Justru itulah luar biasanya Islam, perbedaan pada umat itu adalah rahmat. Maka pola yang mereka (Sahabat Hijrahkuu) lakukan ini menarik. Maka kami berharap pola ini dapat mereka tularkan pada kelompok-kelompok lainnya, khususnya pada kelompok yang mutasyaddid yang fundamental itu. Karena perbedaan pada penampilan, faham, harokah, ini bukan lah persoalan untuk merusak ukhuwah. Yang masalah itu ketika perbedaan ini kemudian mengarah pada saling menyalahkan dan saling mem-bid‘ah-kan bahkan meng- kafir-kan. Dalam konteks sosiologis, maka keragaman yang harmonis ini jadi indah, apa yang dilakukan Sahabat Hijrahkuu ini menunjukkan bahwa umat Islam sudah memahami arti keragaman dalam Islam itu”. (Marpaung, dalam wawancara pada 28 Januari 2019 di Gedung Rektorat UINSU Pukul 09.00 WIB).

Lebih lanjut Marpaung menganalogikan perbedaan dan keberagaman harokah ini seperti sebatang pohon kayu. Aqidah itu adalah akarnya, lalu ibadah adalah batangnya, dan cabang serta ranting adalah warna-warni corak keberagaman model beribadah (harokah). Maka point pentingnya adalah, ketika beragamnya umat Islam dalam cara beribadah, namun tetap bersatu dalam satu jamaah yang kokoh, itu adalah sesuatu yang mahal. Hal ini karena perbedaan harokah justru akan mengayakan pemahaman dan pandangan akan Islam, karena semua faham memiliki rujukan yang benar pula.

166

Universitas Sumatera Utara Terkait dengan gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat

Hijrahkuu ini, MUI Kota Medan merekomendasikan bahwa apa yang mereka lakukan dalam membangun gerakan hijrah, layak menjadi model fokus bagi komunitas hijrah yang lainnya. Marpaung (37 tahun) mengatakan bahwa hal ini penting agar jangan sampai pemuda yang hijrah ini kemudian justru membentuk kelompok yang kontra dengan kelompok Islam yang lain.

Secara garis besar, kerangka alur model gerakan sosial yang terjadi dalam pola gerakan hijrah kaum muda muslim yang tergabung dalam komunitas Sahabat

Hijrahkuu dapat dijelaskan dalam bagan alur sebagai berikut :

Al-Qur‟an & Al Hadits

Struktur Internalisasi Kesempatan Politik H I Gerakan Sosial  Voluntarisme Mobilisasi J Tipologi Berbasis  Religiusitas Sumber Artikulasi Religiusitas Eksternalisasi R Gerakan  Pengungkapan Daya (GSBR) identitas diri A H Pembingka ian Aksi Gerakan Objektivasi

 Mengembalikan identitas kaum muda muslim sebgai khairul ummah, dan mengawal tumbuh kembangnya kaum muda muslim sebagai muslim civil society  Menghidupkan kembali mesjid sebagai ruang publik yang ditujukan sebagai ruang negosiasi, diskusi, maupun ruang adaptasi. Dimana mesjid akan dijadikan sebagai pusat peradaban umat, dan sentral aktifitas gerakan hijrah. Termasuk didalamnya sebagai ruang mobilisasi kekuatan politik dan ekonomi umat.

Gambar 5.8. Bagan Alur Gerakan Hijrah

167

Universitas Sumatera Utara 5.2.6. Hijrah dalam Perspektif Islam Populisme dan Post-Islamisme

Topik mengenaipopulisme dalamIslam merupakan narasi dan analisisyang menarik dalam kajian sosialpolitikIndonesia dewasa ini. Hal tersebut kian“mengental” setelah berlangsungnya serangkaianaksi protes massal jalanan

(mobocracy)saat menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017silam yang mengatasnamakan “Aksi BelaIslam”.

Secara lebih spesifik, peneliti akan mengurai karakter pola gerakan hijrah dalam perspektif Islam populis dan post-islamisme serta implikasinya dalam perubahan sosial dan politik gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas

Sahabat Hijrahkuu.

Dalam gerakan hijrah, kaum muda Muslim yang juga merupakan bagian dari kelas menengah muslim menempatkan Islam dalam dua hal, yakni sebagai modal kultural dan praktik kelas. Islam sebagai modal kultural berarti komoditisasi nilai, norma, dan perilaku Islam sebagai modal sosial. Sedangkan

Islam sebagai praktik kelas berarti upaya menjaga konteks ummah dalam eksklusifitas maupun juga komunalitas (Jati, 2017).

Dalam gerakan hijrah yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu, terlihat ada kecendrungan untuk menjaga eksistensi dan representasi kaum muda

Muslimsebagai ummah. Ahmad Kamal (28 tahun) mengatakan :

“Fokusnya kita adalah pembinaan jamaah, gerakan kita bukan berarti memisahkan diri dari orang lain, siapapun yang layak kita rangkul, maka akan kita rangkul, kita tidak boleh menganggap orang diluar kita yang belum hijrah itu tidak bagus, tugas kita mengingatkan mereka jika mereka masih dijalan yang salah”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

168

Universitas Sumatera Utara Menurut Kamal (28 tahun), generasi Muslim telah mengalami problematika secara struktural dan mendasar sehingga berdampak kepada permasalahan cabang yang saat ini mereka hadapi. Sistem sekuler telah menghipnotis para generasi muda tanpa terkecuali generasi muda Islam, sehingga kaum muda Muslim kehilangan identitas sebagai khairu ummah.

Dalam kata "umat" terselip makna-makna yang cukup dalam.

Umatmengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas,serta gaya dan cara hidup. Untuk menuju pada satu arah, harusjelas jalannya, serta harus bergerak maju dengan gaya dan caratertentu, dan pada saat yang sama membutuhkan waktu untuk mencapainya (Shihab, 2000). Syariati (2000) menyebutkankeistimewaan kata ini dibandingkan kata semacam nation atauqabilah (suku). Pakar ini mendefinisikan kata umatdalamkonteks sosiologis sebagai himpunan manusiawi yang seluruhanggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, danbergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama.

Gerakan hijrah yang diusung oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu sangat peduli terhadap tumbuh kembangnya kaum muda Muslim sebagai Muslim Civil

Society, mereka adalah bagian dari kelas menengah baru Muslim. Namun eksistensi dan peran civil society di banyak bagian Dunia Islam jugamasih sangat terbatas. Civil Society masih dianggap sebagai produk Barat yangtidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam beberapa kasus, kehadiran civil society dianggap sebagai oposisi yang menciptakan instabilitas keamanan danmengancam legitimasi kepemimpinan. Jika civil society eksis, perannya masihterbatas pada aktivitas filantrofis karitatif yang belum menghasilkan efekpemberdayaan dan

169

Universitas Sumatera Utara penguatan elemen masyarakat yang memiliki civic culturedan civility

(Syamsuddin, 2018).

Membangun civil society merupakan sasaran perjuangan dalam gerakan sosial baru. Komunitas Sahabat Hijrahkuu sendiri dapat dikategorikan sebagai civil society dan gerakansosial. Civil society sebagai aktor dipahami dari dua perspektif. Perspektif pertamamemahami civil society sebagai ruang sosial (civil sphere) di luar negara danpasar tempat anggota-anggota masyarakat melakukan aktualisasi diri untukkepentingan anggota-anggota masyarakatnya. Penekanan pada posisi di luarnegara dan pasar di sini terlihat ingin menunjukkan kemandirian aktifitas kolektifmasyarakat tersebut dari pengaruh dan kepentingan kekuasaan politik sertakepentingan pemodal besar(Hikam, 1996).

Perspektif kedua melihat civil society sebagai aktor sosial di dalam ruangcivil society tersebut yang relatif terorganisasi dan mandiri dari pengaruh negaradan pasar yang bekerja untuk kepentingan masyarakat luas atau kelompok- kelompokdalam masyarakat (public goods). Mereka dicirikan sebagai kelompokyang mandiri, voluntaristik, dan tidak berorientasi profit(Morris, 2000).

Konteksummahadalah bentuk populismeumat di tingkat global dengan mengambil kacamata Islam versus Barat sebagai pertarungan klasik. Selain dilihat sebagai kontestasi Islam versus Barat, sebenarnya ada upaya lain yang tengah ditonjolkan yakni adanya Pan-Islamisme yang ingin dikuatkan kembali olehummah ini dalam bentuk entitas organik. Sebenarnya menjadi konteksummahadalah bagian upaya membangun konektivitas isu sama yang tujuannya membangun solidaritas dan kohesivitas sosial akan kepentingan sama

(Jati, 2017).

170

Universitas Sumatera Utara Gerakan hijrah kaum mudaMuslim sebagai bentuk umat sendiri terbentuk secaraby incidentyakni melihat momentum politik terlebih dahulu untuk memunculkan dan mencuatkan Islam sebagai identitas politik. Narasi utama yang dibangun secara jelas adalah aliansi kepentingan kelas dengan menempatkan kata

“umat” sebagai alat penyugesti dan persuasif. Narasi lainnya yang dibangun dalam gerakan hijrah adalah heroisme, karena telah menolong agama Allah.

Kondisi tersebut yang secara tidak langsung menjadi faktor simbolik dan atraktif bagi kaum mudaMuslim untuk bergerak. Hal tersebut yang berimplikasi secara dogmatif mendorong kaum mudaMuslim untuk hadir merapatkan barisan, karena ada Al-Qur‟an dan Hadist yang menjadi dasar sehingga mengesankan ini adalah perintah agama.

Posisi dan istilah ulama pun menjadi penting guna memberikan legitimasi secara teologis mengenai gerakan populisme yang dimaksud. Posisi ulama sebenarnya adalah broker kultural, namun justru berkembang menjadi broker politik dengan mencampuradukkan agama dalam masalah politik. Populisme

Islam yang berkembang dalam bentuk umat justru berkembang menjadi aksi chauvinistik yang mengedepankan Islam sebagaikaffah(Jati, 2017).

Dalam gerakan hijrahnya, komunitas Sahabat Hijrahkuu menjadikan Islam sebagai satu-satunya ideologi dan problem solving umat secara global dan menyeluruh. Menurut Kamal (28 tahun) kaum muda Islam di masa lalu unggul karena mereka memeluk Islam secara kaffah, lurus aqidahnya dan taat pada syariat. Untuk membangkitkan umat, diperlukan pemuda-pemuda yang mau bergerak secara ikhlas dan sungguh-sungguh untuk meraih kembali kejayaan

Islam. Pemuda yang dibutuhkan adalah para pemuda Islam sekualitas para sahabat

171

Universitas Sumatera Utara yang memiliki tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran serta memiliki ketaatan pada Islam.

Dengan dorongan peran kaum muda inilah maka perjuangan penegakan kembali aturan Allah di muka bumi ini akan berlangsung dengan giat sehingga

Islam kembali tegak. Semangat untuk menyongsong kebangkitan Islam ini menjadi salah satu tujuan utama dari gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Kamal (28 tahun) meyakini bahwa kebangkitan Islam di masa mendatang dimanifestasikan oleh pemuda, dengan syarat mereka mempunyai kesadaran dan kecintaan penuh pada Allah dan Rasul-Nya, tidak berkompromi dengan hukum jahiliyah. Oleh karena itu, komunitas Sahabat Hijrahkuu berusaha merangkul kaum muda Muslim untuk bersama-sama bergerak menyatukan diri dalam barisan terdepan dengan kesiqahan dan keistiqamahan dalam jalan hijrah menuju kebenaran, karena sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan.

Namun harus diakui pula bahwa Islam masih menjadi alat politik identitas yang sifatnya sensitif, namun efektif untuk menjadi faktor determinan dalam konstelasi politik Indonesia. Terlebih lagi kalau itu kemudian digerakkan dalam massa besar. Maka bisa dikatakan bahwa populisme Islam juga bagian dari bentuk eskapisme terhadap akses formal kekuasaan bagi kaum mudaMuslim untuk bangkit (Jati, 2017).

172

Universitas Sumatera Utara Dalam perspektif Post-Islamisme, lebih menyarankan adanyaperubahan sosial politik dimulai dari pembentukan ruang publik.Ruang publik tersebut ditujukan untuk sebagai ruang negosiasi,ruang diskusi, maupun ruang adaptasi.

Kamal (28 tahun) mengatakan :

“Bersama meramaikan mesjid, karena kebangkitan Islam itu berasal dari mesjid, dan penggeraknya adalah pemuda, Yang menjadi perubahan politiknya ialah tentang keadilan, keadilan terhadap Islam”(Kamal, dalam wawancara pada 20 Juli 2018 di Sekretariat SHKUU Pukul 10.30 WIB).

Menurut Kamal, tujuan dari gerakan hijrah yang mereka lakukan ialah keinginan untuk menghidupkan kembali mesjid sebagai ruang publik, mesjid diyakini sebagai pusat peradaban umat, komunitas Sahabat Hijrahkuu meyakini bahwa kebangkitan Islam akan dimulai dari mesjid, itulah kenapa mesjid akhirnya menjadi salah satu sentral aktifitas gerakan hijrah yang mereka bangun.Perubahan yangdiinginkan dalam gerakan hijrah adalah membangun masyarakatMuslim terintegrasi dengan komunitas masyarakat lainnya. Haltersebut sebenarnya untuk menepis adanya anggapan adanya Islamyang dianggap sebagai Islam yang eklektik. Semangat mendirikanmasyarakat muslim itu merupakan bagian dari proses revivalisme kaum muda sebagaikelas menengah muslim.

Bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, ekspresi identitas ke-Islamantetap diperlukan seraya membutuhkan platform kuat untukmempertahankan identitas tersebut, seraya menghormati adanyakomunitas masyarakat lainnya. Oleh karena itulah, demokrasikemudian masih dapat dipakai sebagai alat perubahan sosial politik tersebut, gunamenciptakan adanya terminologi masyarakat muslim yang demokrat.

173

Universitas Sumatera Utara Munculnyaistilah muslim demokrat sendiri juga bagian dari perkembanganintelektualisme kelas menengah muslim bahwa perubahan sosialpolitik kini tidak lagi mengandalkan hanya sekedar pada aksigerakan fisik, namun lebih mengarahkan pada gerakan intelektual.Dengan kata lain, perubahan sosial politik dimulai dengan caraedukasi yang mengajarkan akan pentingnya nilai demokrasi danIslam (Jati, 2016).

Ruang publik dilihat sebagai sarana tepat dalam menciptakanmuslim yang demokratis tersebut di kalangan kelas menengah muslim (Jati, 2016).Kebutuhan ruang publik tersebut terus meningkat seiring dengankebutuhan kaum muda muslim untuk menunjukkan ekspresi danartikulasi identitas ke-Islaman yang mereka inginkan. Munculnya kelompokdiskusi dan komunitas-komunitas hijrah seperti halnya komunitas Sahabat Hijrahkuu dan lain sebagainyamerupakan bagian dari proses post-islamisme tersebut.

Wasisto Raharjo Jati (2016) menjelaskan, perspektif Islam populisme menempatkan dimensi keadilansosial (social justice) sebagai basis penting dalam membangkitkanidentitas kelas menengah. Maka dalam perkembangan selanjutnya,Islam populisme kemudian bercabang dalam dua haluan utama,yakni kebutuhan akan membentuk negara Islam (darul islam)dan membentuk masyarakat muslim (ummah). Sebelumnya peneliti telah menguraikan bahwa gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu tidak berorientasi pada pembentukan negara Islam, bahkan mereka cenderung menerima sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia.

Dalam gerakan hijrah, dimensi keadilan tidak dijadikan esensi dasar dengan mendirikan negara Islam, seperti halnya kecendrungan yang dilakukan dalam

174

Universitas Sumatera Utara gerakan Islam populisme. Dimana hal itulah yang kemudian mendasari adanya perlawananbersenjata yang cenderung mengarahkan pada ekstrimisme maupunradikalisme (Jati, 2016). Namun, dalam gerakan hijrah yang dibangun oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu, dimensi keadilan dijadikan esensi dasar untuk membangkitkan semangat kesadaran kolektif akan identitas ke-Islaman di kalangan kaum muda Muslim. Menurut Kamal (29 tahun) gerakan politik yang dibangun dalam gerakan hijrah adalah gerakan penyadaran, agar orang sadar dan perduli terhadap Islam.

Hal itulah yang kemudian menciptakan adanya usaha untuk mempopulerkan

Islamsebagai identitas politik kolektif kaum muda muslim yang ditujukan sebagai alatperjuangan politik (political struggle). Diskursus mengenai politikIslam tersebut kemudian diperkuat legitimasi secara teologisbahwa keterbelakangan umat Islam dikarenakan adanya dominasiekonomi-politik Barat dan Cina yang menindas sehingga perlu untuk dilawan dengan gerakan kolektif.Dari situlah soliditas maupun solidaritas kaum muda muslim menjadi kunci penting dalam membangkitan semangatummah dalam level global.

Perkembangan politik, ekonomi, dan agama di Indonesia cukup unik karena saling berkaitan, menilik dari sejarah pergerakan masyarakat sipil terutama pada segmen tertentu yaitu organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan di Indonesia memiliki hubungan yang lebih dekat dan lebih dalam dengan negara daripada segmen yang lain (Epley, 2004).

Dalam gerakan hijrah, keyakinan terhadap agama dalam hal ini Islam merupakan sesuatu yang melekat dalam diri seorang muslim. Praktek-praktek keagamaan dilakukan karena ajaran agama yang mengikat dan mendorong

175

Universitas Sumatera Utara keinginan seseorang untuk berafiliasi dengan kelompok yang berorientasi agama.

Sebagaimana Geertz (1992) mengatakan bahwa agama telah membentuk suatu struktur psikologisdalam benak manusia yang membentuk pandanganhidupnya, yang menjadi sarana individu ataukelompok individu yang mengarahkan tingkah laku. Begitu pula halnya dengan gerakan hijrah komunitas Sahabat Hijrahkuu, dimana keyakinan terhadap Islam telah membentuk suatu struktur psikologis yang kemudian membentuk pandangan hidup para anggotanya.

Kaum muda Islam menjadi tumpuan harapan untuk menjadi bagian dari solusi ketimbang bagian dari persoalan. Pilihan sederhana ini pun tidak gampang dipahami oleh kalangan kaum muda karena kegagalan atauketidakmampuan mendefinisikan apa itu “masalah”. Itulah yang menjadi tugas edukasi komunitas

Sahabat Hijrahkuu sebagai bagian dari kelompok sipil Islam.

Dalam gerakannya, komunitas Sahabat Hijrahkuu memiliki semangat dan kepercayaan bahwa kebangkitan Islam memiliki potensi besar untuk gerakan transfomatif dalam kerangka kerja masyarakat sipil Islam (Islamic Civil Society) sebagaimana optimsinya Hefner (2000) yang menyatakan Islam di Indonesia sebagai kekuatan utama perubahan politik.

Selain itu, bagi komunitas Sahabat Hijrahkuu, membuktikan bahwa gerakan hijrah yang mereka bangun ini dapat menerima demokrasi adalah pukulan telak bagi kelompok anti Islam yang menuding gerakan mereka sebagai gerakan radikal yang anti Pancasila dan demokrasi. Menurut Kamal (28 tahun), ajaran Islam yang meliputi berbagai aspek, seperti hukum (fiqih), keimanan (tauhid), etika dan sikap hidup, menampilkan kepedulian yang sangat besar kepada unsur-unsur utama dari

176

Universitas Sumatera Utara kemanusiaan. Prinsip-prinsip ajaran Islam seperti inilah yang coba diimplementasikan dalam gerakan hijrah yang mereka bangun.

Menurut kamal (28 tahun), dalam gerakannya, komunitas Sahabat

Hijrahkuu memiliki kebutuhan untuk terus menerus memperbaharui model, startegi, karakteristik gerakan dan fenomena sosial yang ada di masyarakat.

Pembaharuan ini penting untuk merawat daya tahan dan pertahanan melawan kelompok status quo yang sinis terhadap berbagai agenda transformasi yang diusung oleh komunitas hijrah kaum muda Islam. Agenda perubahan transformatif ini merupakan cerminan ciri perubahan sosial-politik dalam perspektif post-

Islamisme.

Terkait dengan pemikiran transformati ini, menurut Kamal (28 tahun) bahwa selain hubungan ibadah manusia dengan Allah (Hablum Minallah), hubungan kemanusiaan (Hablum Minannas) juga merupakan hal yang utama dalam ajaran Islam. Oleh sebab itulah, komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam gerakan hijrahnya haruslah menjadi penggerak pemberdayaan masyarakat

(empowerment) dan community development sehingga Islam mengarah pada pembebasan manusia dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan dan seterusnya.

Gerakan hijrah yang dibangunoleh komunitas Sahabat Hijrahkuu tidak hanya berkutat pada soal-soal internal agama, tapi sudah bergerak melampaui agenda-agenda yang sifatnya humanis. Harus ada desain besar mengenai spesialisasi gerakan sosial baru, gerakan sosial dan kemanusiaan sepertibantuan sosial, bantuan kemanusiaan, gerakan tanggap bencana, gerakan melek media, gerakan anti hoax, dan sebagainya, adalah model gerakan yang melintas dari

177

Universitas Sumatera Utara berbagai aspek kelompok. Ini merupakan bibit-bibit gerakan sosial baru yang aktual. Interseksi dengan berbagai ideologi, suku, agama, kelompok dan kalangan adalah kekuatan yang sangat penting dalam membangun gerakan ini.

Agenda gerakan hijrah yang bersifat humanis ini merupakan bentuk arah perubahan sosial politik dalam perspektif post-Islamisme, yaitu gerakanmembentuk kesalehansosial dalammasyarakat. Adapun premis Post-

Islamisme menurut Bayat (2007)adalahtransformasi dalam islamisasi, yang awalnya mengarah padapembentukan negara Islam, kini lebih merujuk pada pembentukansikap kesalehan sosial baik secara individu, kolektif, humanitarianisme,dan deradikalisasi.Sikap kesalehan sosialindividu dan kolektif ini dapat dilihat dari gerakan humanis yang dilakukan oleh kaum muda muslim yang tergabung dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Secara sederhana, pengertian kesalehan sosialdimaknai sebagai ekspresi dan praktik perilaku orang-orang Islam yang peduliterhadap nilai-nilai Islam secara sosial, seperti halnya menyumbang dana bantuanberupa infaq, shadaqah, maupun amal jariyah (Jati, 2015).

Munculnya gerakan kesalehan sosial yang dilakukan oleh komunitas

Sahabat Hijrahkuuini tidak terlepas dariproses revitalisasi Islam sebagai kekuatan politik maupun juga kekuatan kultural.Dari situlah kemudian proses pembentukan nilai, norma, prinsip Islamkemudian mengalami institusionalisasi sekaligus pula intimisasi. Pola institusionalisasitersebut mengarahkan adanya terbentuknya pengaturan kesalehansosial secara otoritatif baik melalui negara maupun ulama.

Sedangkan pola intimisasitersebut mengarahkan pada bentuk pembentukan

178

Universitas Sumatera Utara komuntas kelas menengah muslim yang terikat pada ajaran agama sebagai pedoman (Jati, 2015).

Menurut Latief (2015), Jika dilihat dari segi intimitas, ritual kesalehan sosial bagi kelompok kelas menengah muslim sendiri dibentuk berdasarkan prinsip al- maslahah al-ammah (kebajikan untuk umat). Proses kebajikan untuk umat pada dasarnya merupakan bentuk spiritual sebagai ummah untuk saling tolong- menolong satu sama lainnya. Hal itulah yang kemudian banyak mendorong kegiatan humanitarian dan filantropis yang dilakukan oleh berbagai kelompok kelas menengah muslim pasca Orde Baru dengan terbentuknya berbagai macam lembaga donor sosial seperti halnya komunitas Sahabat Hijrahkuu.

Melalui terbentuknya Sahabat Hijrahkuu sebagai sebuah komunitas, maka proses intimisasi kaum muda muslim yang tergabung didalamnya kemudian dikuatkan sebagai suatu kekuatan. Hal ini membuat komunitas Sahabat Hijrahkuu juga memiliki pengaruh terhadap tersebarnya ritual sosial tersebut ke segmen kaum muda lainnya. Dengan demikian, melalui aktifitas kesalehan sosial, komunitas Sahabat Hijrahkuu mencoba untuk mendeskripsikan bahwa Islam sendiri adalah universal dan diterima bagi semua golongan.

Secara garis besar, peneliti mentabulasi bentuk perubahan sosial politik dalam perspektif Islam Populisme dan Post-Islamisme disandingkan dengan gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu dalam tabulasi sebagai berikut :

179

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2 : Perubahan Sosial Politik Gerakan Hijrah dalam Perspektif Islam Populisme dan Post- Islamisme

Parameter Perspektif Perspektif No Perubahan Islam Gerakan Hijrah Gerakan Hijrah Post-Islamisme Sosial Politik Populisme

Menghidupkan kembali Mengembalikan mesjid sebagai ruang Adaptasi dan identitas kaum muda publik, ditujukan untuk Eksistensi dan negosiasi kelas Muslim sebagai sebagai ruang Tujuan representasi menengah khairul ummah, dan negosiasi, ruang 1 perubahan kelas menengah muslim dalam tumbuh kembangnya diskusi, maupun ruang sosial politik muslim sebagai demokrasi, kaum muda Muslim adaptasi. Mesjid ummah liberalisme, dan sebagai Muslim Civil sebagai pusat peradaban sekulerisme Society umat, dan sentral aktifitas gerakan hijrah Berafiliasi dan Cara Melakukan gerakan memberikan dukungan mencapai Membentuk Membentuk 2 penyadaran akan politik kepada partai perubahan gerakan politik partai politik identitas kolektif politik yang dianggap sosial politik "pro Islam" Menjadikan Islam sebagai satu-satunya kebutuhan untuk terus ideologi dan problem menerus Ciri solving umat secara memperbaharui model, Perubahan Perubahan 3 perubahan global dan startegi, karakteristik radikal transformatif sosial politik menyeluruh, gerakan dan fenomena sehingga berpotensi sosial yang ada di kearah pembentukan masyarakat negara Islam Menstimulus praktik Mempopulerkan perilaku kepedulian islam terhadap nilai-nilai sebagai identitas Arah Membentuk Membentuk Islam secara sosial, politik kolektif yang 4 perubahan masyarakat kesalehan sosial seperti halnya ditujukan sebagai sosial politik muslim kolektif dalam masyarakat menyumbang dana alat bantuan berupa infaq, perjuangan politik shadaqah, maupun amal (political struggle ) jariyah Menempatkan Kaum Muda menjadi Demokrasi dipandang Negara Negara Relasi dengan bagian gerakan masih dapat dipakai 5 dipandang dalam dipandang dalam negara massal dalam sebagai alat perubahan relasi konfliktual relasi kolegial kontestasi sosial politik kepentingan Islam

180

Universitas Sumatera Utara BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Tulisan ini berisikan interpretasi terhadap gerakan hijrah sebagai gerakan sosial baru kaum muda muslim di kota Medan yang dilakukan oleh komunitas

Sahabat Hijrahkuu. Dengan merujuk pada teori gerakan sosial dan karekeristik gerakan sosial baru, sejumlah catatan dapat ditarik sebagai penyimpul dalam penelitian ini.

Yang menjadi faktor dominan dalam terbentuknya gerakan hijrah kaum muda Muslim adalah :

1) Semangat hijrah diawali dengan kesadaran kolektif akan keprihatinan kaum

muda Muslim terhadap isu-isu diskriminatif terhadap Islam. Namun hal ini

justru membakar ghirah keislaman hingga berdampak pada perubahan diri

ke arah yang lebih baik. Pasca gerakan aksi bela Islam, kaum muda Islam

Indonesia menemukan satu titik dimana mereka memahami arti penting dari

kerja kolektif (amal jama‘i). Kesadaran ini akan berdampak elementer bagi

dunia gerakan pemuda dan mahasiswa, salah satunya semakin banyaknya

publik muslim yang berpihak pada agenda gerakan Islam. Kesadaran

kolektif akan identitas diri sebagai bagian dari Islam, memberikan

kontribusi terhadap kesadaran politik umat Islam. Terbentuk dan

bergabungnya kaum muda Islam kota Medan dalam gerakan hijrah yang

181

Universitas Sumatera Utara dibangun komunitas Sahabat Hijrahkuu merupakan rentetan dari kesadaran

kolektif yang terjadi dikalangan kaum muda Muslim di kota Medan.

2) Sebagai sebuah gerakan sosial, gerakan hijrah memiliki kapasitas ide dan

gagasan yang menjadi penuntun dalam setiap tindakan. Untuk itu

dibutuhkan sebuah kesempatan untuk kaum muda menyebarkan ide,

gagasan, dan ideologinya secara bebas kepada khalayak. Struktur dan

kesempatan politik yang lahir dari reformasi ibarat sebuah ruang yang lebih

terbuka, yang memberikan kesempatan lebih kepada gerakan hijrah

komunitas Sahabat Hijrahkuu.

3) Jaringan sosial yang dibangun juga memberikan dukungan dana sebagai

sumber daya terpenting gerakan untuk dimobilisasi. Dukungan dana dari

para donatur, dan mitra, membantu gerakan hijrah komunitas Sahabat

Hijrahkuu untuk bisa melakukan berbagai kegiatan dakwah dan program

sosial lainnya. Pada titik ini terlihat bahwa jaringan sosial memiliki peran

strategis bukan hanya sebagai sebuah fasilitator bagi gerakan hijrah untuk

mengakses sumber daya strategis, tapi juga secara tidak langsung

memberikan dampak bagi ekspansi gerakan hijrah. Melalui komunitas yang

terstruktur secara organisasi, komunitas Sahabat Hijrahkuu menggunakan

organisasi sebagai kendaraan kolektif dalam memobilisasi dan

meredistribusi seluruh akses sumber daya dalam mendukung gerakan.

Selain sumber daya keuangan, sumber daya lainnya yang terhimpun ialah

pemanfaatan basic skills yang dimiliki para relawan untuk disinergikan

dengan kebutuhan gerakan, serta dukungan media partner dalam dukungan

kampanye dan publikasi program yang dijalankan.

182

Universitas Sumatera Utara 4) Pengemasan ideologi yang baik mampu menggiring ide-ide dan tujuan

gerakan hijrah yang diusung bisa diterima oleh masyarakat. Pengemasan

ideologi yang dimaksud adalah framing bahwa seseorang yang hijrah harus

tercermin dalam sikap beragama yang ramah, yang menyejukkan, bukan

yang menakutkan apalagi menyalahkan dan menuding bid‘ah pada orang

yang tidak sepemahaman. Komunitas Sahabat Hijrahkuu mengedepankan

penghargaan terhadap sesama tanpa melihat perbedaan harokah serta latar

belakang pemahaman seseorang terhadap Islam. Ideologi ini tercermin

dalam moto gerakan hijrah komunitas, yaitu ―apapun harokahmu, aku

saudaramu‖. Pembingkaian semacam ini diwujudkan kedalam bentuk-

bentuk tindakan secara kolektif, seperti pengajian, aksi kemanusiaan, serta

menerbitkan channel Youtube dan akun Instagram.

Pola dan tujuan perubahan sosial politik gerakan hijrah kaum muda Muslim adalah :

1) Merujuk pada tipologi artikulasi gerakan sosial baru, gerakan hijrah kaum

muda Muslim lebih tepat diposisikan sebagai Gerakan Sosial Berbasis

Religiusitas (GSBR). Disebut GSBR karena ide gerakan yang dilakukan

oleh kaum muda Muslim yang tergabung dalam komunitas Sahabat

Hijrahkuu ini dilandasi oleh sikap religiusitas para penggeraknya, sebagai

respon spiritual atas kondisi sosial dan spiritual kaum muda Muslim di Kota

Medan. Komunitas Sahabat Hijrahkuu merekrut relawan atas dasar sukarela,

motivasinya adalah memperbaiki diri untuk kembali pada ajaran agama

sesuai tuntunan Al-Qur‟an dan Hadits. Membangun nilai-nilai keislaman

sebagai semangat hijrah menjadi komitmen dan nilai bersama (shared

183

Universitas Sumatera Utara values) organisasi dan seluruh pengelolanya. Nilai-nilai organisasi dan

komitmen tersebut bermuara pada spirit voluntarisme religius.

2) Jika melihat tujuan perubahan sosial politik yang ingin dicapai dalam

gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu, gerakan

hijrah yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai bentuk gerakan Islam

Populisme sekaligus gerakan Post-Islamisme, karena terdapat irisan dari

kedua perspektif ini. Pertama, tujuan perubahan sosial dan politik dalam

perspektif Islam Populisme ditandai dengan adanya eksistensi dan

representasi kelas menengah muslim sebagai ummah. Dalam gerakan hijrah,

hal ini tercermin dalam bentuk tujuan untuk mengembalikan identitas kaum

muda muslim sebgai khairul ummah, dan mengawal tumbuh kembangnya

kaum muda muslim sebagai muslim civil society. Kedua, tujuan perubahan

sosial dan politik dalam perspektif Post-Islamisme ditandai dengan adanya

adaptasi dan negosiasi kelas menengah muslim dalam demokrasi. Dalam

gerakan hijrah, hal ini tercermin dalam bentuk tujuan untuk menghidupkan

kembali mesjid sebagai ruang publik yang ditujukan sebagai ruang

negosiasi, diskusi, maupun ruang adaptasi. Dimana mesjid akan dijadikan

sebagai pusat peradaban umat, dan sentral aktifitas gerakan hijrah.

Termasuk didalamnya sebagai ruang mobilisasi kekuatan politik dan

ekonomi umat.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, peneliti mencoba memberikan saran kepada masyarakat yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menangkal

184

Universitas Sumatera Utara kesalahpahaman dalam menilai gerakan hijrah yang dilakukan oleh kaum muda

Islam.

1. Kontruksi makna hijrah yang dibangun oleh kaum muda Islam yang

tergabung dalam komunitas Sahabat Hijrahkuu sebaiknya bisa dijadikan

sebagai model baru dalam upaya penyelamatan generasi muda muslim

dari pengaruh buruk modernisasi.

2. Pola gerakan hijrah yang dilakukan oleh komunitas Sahabat Hijrahkuu,

layak menjadi model fokus bagi gerakan serupa yang dilakukan oleh

komunitas hijrah yang lainnya.

3. Bagi masyarakat luas, sebaiknya untuk tidak mudah percaya akan isu-

isu radikalisme yang tersemat pada gerakan hijrah kaum muda muslim.

4. Bagi peneliti sendiri, dapat dilakukan penelitian lanjutan yang lebih

mendalam terkait gerakan sosial yang dilakukan oleh kaum muda

Muslim di Indonesia.

185

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Islam sebagai Kritik Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga. Abidin, M. T. (2017). Kontekstualisasi Hijrah Sebagai Titik Tolak Pembaharuan Pendidikan. Suhuf, Vol.29, No.1 , 50-65. Adhayanto, O. (2011). Khilafah dan Sistem Pemerintahan Islam. Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1 , 80-98. al-Ashfahany, a.-R. Mu‘jam Mufradat Alfaadz al-Qur‘an. Beirut : Dar al-Fikr. al-Qaradhawi, Y. (2001). As-Sahwah al-Islamiyyah bayna al-Juhud wa at- Tatarruf. Kairo: Dar asy-Syuruq. (2010). Fiqh Jihad. Bandung: Mizan. Al-Qurtubi. (2006). al-Jami‘ Li Ahkam Al-Quran, Juz. 3. Libanon: Muassasah al- Risalah. Amrullah, H. A. (1984). Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam. Pustaka Panjimas. Anwar, S. (1995). Negara, Masyarakat dan Artikulasi Politik Islam Orde Baru. In N. Ali-Fauzi, ICMI Antara Status Quo Dan Demokrtisasi. Bandung: Mizan. Arikunto, S. (1991). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rieneka Cipta. Arkoun, M. (1997). Berbagai Pembacaan al-Qur‘an, terj. Machasin. Jakarta : INIS. Armstrong, E. d. (2006). Culture, Power,and Institutions : A Multi-Institutional Politics Approach to SocialMovements. Sociological Theory 1 , 74-94. Aswadi. (2011). Reformulasi Epistemologi Hijrah dan Dakwah. Jurnal Islamica, UIN Surabaya, Vol. 5, No.2 , 341-342. Aziz, M. (2017). Merawat Kebinekaan; Pancasila, Agama, dan Renungan Perdamaian. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Baidhowi. (2016). Khilafah dalam Konteks Negara Pancasila. Seminar Nasional Hukum, Volume 2 Nomor 1 , 497-516. Bayat, A. (2007). Making Islam Democratic: Social Movement and The Post- Islamist Turn. Stanford: Stanford University Press. (2013). Post-Islamis at large. In A. Bayat, Post-Islamism The Changing Faces of Political Islam (pp. 3-32). New York: Oxford University Press.

Universitas Sumatera Utara (2013). Post-Islamisme : The Many Faces of Political Islam. Oxford: OUP USA. Benford, R. d. (2000). “Framing Process and Social Movements: An Overview and Assesment”. Annual Review of Sociology, 26 , 611-639. Bukhari. al-Aiman w an-Nudzur. Dagi, I. (2013). Post-islamism a la turca. In A. Bayat, Post Islamism The Changing Faces of Political Islam (pp. 71-108). New York: Oxford University Press. Epley, J. (2004). Development Issues and the Role of Religious Organizations in Indonesia. Studies On Asia Series III. 1 , 39-52. Esposito, J. L. (2003). Unholy War: Teror atas Nama Islam. Yogyakarta: Ikon. Fadilah, O. H. (2018). Aktiitas Dakwah Komunitas The Shift Gerakan Pemuda Hijrah. Prosiding Manajemen Komunikasi Volume 4 No.1 , 123-130. Faisal, M. (2017). Generasi Phi ; Memahami Milenial Pengubah Indonesia. Jakarta: Republika Penerbit. Fowler, H. F. (1956). The Concise Oxford Dictionary. London: Oxford University Press. Ganai, G. N. (2001). Muslim Thinkers and Their Concept of Khalifah. Hamdard Islamicus: Quartely Journal of Studies and Research in Islam, Vol. XXIV, No. 1 January-March , 59. Geertz, C. (1992). Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Giddens, A. (2003). The Constitution of SoSociety: Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial. Yogyakarta: Pedati. H.Hart, M. (2009). 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah. Jakarta: Hikmah. Hadi, S. (1995). Metodologi research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Hadiz, V. (2016). Islamic Populism in Indonesia and the Middle East. Cambridge: Cambridge University Press. (2010). Political Islam, in Post-Authoritarian Indonesia. Oxford: University of Oxford : Cener for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity. Hamidi. (2004). Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembutan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press. Hanafi, M. M. (2011). Al-Qur'an dan Kenegaraan : Tafsir Al-Qur'an Tematik. Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur'an. Harapan, S. (1999). Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Universitas Sumatera Utara Hasibuan, M. A. (2008). Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hefner, R. (2000). Civil islam: Muslim and Democratization in Indonesia. Oxford: Princeton University Press. Heryanto, A. (2015). Identitas dan Kenikmatan : Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Hibbard, S. W. (2000). Religious Politics and Secular States : Egypt, India, and the United States. Maryland: John Hopkins University Press. Hidayat, D. (2012). Gerakan Dakwah Salafi di Indonesia pada Era Reformasi. Jurna l Sosiologi MASYAR AKAT Vol. 17, No. 2, Juli 2012 , 115-133. Hikam, A. (1996). Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES. Hooker, G. F. (2006). Voices of Islam in Southeast Asia: a Contemporary Sourcebook. : ISEAS. Huberman, M. B. (2009). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Huntington, S. P. (1993). Benturan Peradaban, Masa Depan Politik Dunia. (S. Muzani, Ed.) Ulumul Qur‘an: Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Vol. 4, No. 5 , 11-25. Janmohamed, S. (2017). Generation M. Yogyakarta: Bentang Pustaka. Jati, W. R. (2017). Dari Umat Menuju Ummah : Melacak Akar Populisme Kelas Menengah Muslim Indonesia. MAARIF Vol. 12, No. 1 — Juni , 22-36. (2015). Islam Populer Sebagai Pencarian Identitas Muslim Kelas Menengah Indonesia. Teosofi : Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam. Vol.5 No.1 , 139- 163. (2015). Kesalehan Sosial Sebagai Ritual Kelas Menengah Muslim. Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 13, No. 2, Juli - Desember , 336-348. (2016). Memaknai Kelas Menengah Muslim Sebagai Agen Perubahan Sosial Pilitik Indonesia. Al-Tahrir, Vol.16 No.1 , 133-151. (2016). Membangun Pertisipasi Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia. Epistemé Vol. 11, No. 2, Desember , 375-400. (2017). Politik kelas menengah Muslim Indonesia. Jakarta: LP3ES. (2015). Tinjauan Perspektif Intelegensia Muslim Terhadap Genealogi Kelas Menengah Muslim di Indonesia. ISLAMICA : Jurnal Studi Keislaman Vol9 No.1 , 23. Jurdi, S. (2010). 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Sosial Kemanusiaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Universitas Sumatera Utara (2013). GERAKAN SOSIAL ISLAM : Kemunculan, Eskalasi, Pembentukan Blok Politik dan Tipologi Artikulasi Gerakan. Jurnal Politik ProfetikVolume 1 Nomor1 , 1-24. (2010). Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Katsir, I. I. Tafsir Ibnu Katsir Juz 26. Sinar Baru Algensindo. King, A. (2004). The Prisoner of Gender : Foucault and the Disciplining of the Female Body. 4. Latief, H. (2015). Islam and Humanitarian Affairs: The Middle Class and New Pattern of Social Activism. In W. R. Jati, Kesalehan Sosial Sebagai Ritual Kelas Menengah Muslim (p. 344). Jakarta: Jurnal kebudayaan Islam. Lofland, J. (1996). Social Movement Organizations. New York: Guide to Research on Insurgent Realities Aldien de Gruyter. Mandaville, P. (2014). Islam and Politics. London: Routledge. Mandzur, I. (1993). Lisan al-Arab, juz 5. Beirut: Dar Shadr. Maushili, S. M. Hablul I'tisham wa Wujub Al Khilafah fi Diinil Islam. Mc Adam, D. d. (1997). Special Movement : Reading on their emergence, mobilization and dynamic. US: Roxbury Publishing Company. McCarthy, J. D. (1977). Resource Mobilization and Social Movement: A Partial Theory. American Journal of Sociology 6 , 1212-1241. Mirsel, R. (2004 ). Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta: Insist. Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Morris, S. (2000). Defining Non-profit Sector, some Lessons From History. Voluntas: International Journal of Voluntary and Non Profit Organization, Vol. 11, No. 1 . Muhammad, A. A. (2014). Strategi Hijrah : Prinsip-prinsip dan Ilmiah Tuhan. Solo: Tiga Serangkai. Muhtadi, B. (2011). Demokrasi Zonder Toleransi: Potret Islam Pasca Orde Baru. Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia. Jakarta: Komunitas Salihara. Mujani, S. (2007). Muslim Demokrat ; Islam, Budaya Demokrasi dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. In W. R. Jati, Membangun Partisipasi Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia (pp. 27-28). Jakarta: Gramedia. Munawwir, A. (1984). Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir.

Universitas Sumatera Utara (1997). Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif. Mutaqin, H. L. (2015). Islam dan Urusan Kemanusiaan: Konflik, Perdamaian, dan Filantropi. Jakarta: PT SERAMBI ILMU SEMESTA. Muzadi, A. H. (2002). Mengembangkan NU Melalui Penyembuhan Luka Bangsa. Jakarta: PBNU. Nash, J. (2005). Social Movement, An Anthropological Reader. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Nuh, S. M. (1995). Terapi mental aktifis harakah : telaah atas penyakit mental dan sosial kontemporer para da'i. Solo: Pustaka Mantiq. Oliver, P. E. (1998). Diffusion Models of Cycles of Protest as a Theory of Social Movements. Congress of the International Sosiological Association. Montreal. Opp, K. D. (2009). Theories of Political Protest and Social Movements: a Multidiciplinary Introduction, Critique, and Synthesis. London: Routledge. Pangkahila, W. (1998). Kabut Kehidupan. Jakarta: Gaya Favorit Press. Pease, A. &. (2004). The Definitive Book of Body Language. Australia: McPherson. Peter, E. (1973). The Conditions of Protest Behavior in American Cities. America: Political Scince Review. Pichardo, N. A. (1997). New Social Movement : A Critical Review. Annual Review Sociology Vol.23 , 30-441. Porta, D. d. (2006). Social Movement an Introduction (2nded.). . Victoria, Malden, Oxford: Blackwell Publishing. Prasanti, S. S. (2017). Interaksi Sosial Anggota Komunitas Let's Hijrah Dalam Media Sosial Group Line. Jurnal The Messenger, Volume 9, Nomor 2, Edisi Juli , 143-152. Pulungan, S. (2002). Universalisme Islam. Jakarta: Moyo Segoro Agung. Qutb, S. (2003). Fi Zhilalil-Qur'an (Dibawah Naungan Al-Qur'an) terjemahan As'ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani Press. (1992). al-Salam al-Alami wa al-Islam. Beirut: Dar al-Syuruq. Ramadhan, T. (2007). Muhammad Rasul Zaman Kita. Jakarta: Serambi. Ramli, M. I. (2011). Rahmatan Lil'alamin dan Toleransi. Islamia, Jurnal Pemikiran Islam Republika, Desember , 25. Rasyid, M. M. (2016). Islam Rahmatan Lil'alamin Perspektif KH.. Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni , 93-116.

Universitas Sumatera Utara Robinson, G. E. (2012). Hamas sebagai Gerakan Sosial. In Q. Wiktorowics, Gerakan Sosial Islam, (pp. 221-265). Yogyakarta: DagingPusblishing dan Yayasan Wakaf Paramadina. Salim, A. (2002). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Sanderson, S. K. (1995). Sosiologi Makro : Sebuah Pendekatan dalam realitas sosial. Jakarta: Rajawali Press. Sattar, A. (2013). Fenomena Sosial Fundamentalisme Islam. Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 3, No.1, April , 1-16. Setiawan, E. e. (2017). Makna Hijrah pada Mahasiswa Fikom Unisba di Komunitas ('followers') Akun 'LINE@DakwahIslam. Media Tor, Vol 10, No.1 , 97-108. Shaleh, K. d. (2007). Asbabun Nuzul. Bandung: Diponegoro. Shihab, Q. (2002). Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. (2000). WAWASAN AL-QURAN : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. (2007). Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan. Shitu-Agbetola, A. (1991). Theory of al-Khilafah in The Religio-Political View of Sayyid Qutb. Hamdard Islamicus: Quartely Journal of Studies and Research in Islam, Vol. XIV, No. 2 , 25. Sidiq, U. (2012). Diskursus Makna Jilbab Dalam Surat Al-Ahzab Ayat 59 ; Menurut Ibnu Kathir dan M. Quraish Shihab. Kodifikasia, Volume 6 No. 1 , 161-183. Singh, R. (2001). Social Movement, Old and New, A Post-modernist Critique. New Delhi: Sage Publication. (2002). Teori-teori Sosial Baru. Jurnal Ilmu Sosial Transformasi Insist, Edisi 11 Tahun III , 26. Situmorang, A. W. (2007). Gerakan Sosial: Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sjadzali, H. M. (1993). Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran edisi 5. Jakarta: UI Press. Smeller, N. J. (2011). Theory of Collective Behavior. Quid Pro Books. Snow, D. (2004). Framing Process, Ideology and Discursive Fields. The Blackwell Companion to Social Movements . Sobur, A. (2006). Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Simiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Universitas Sumatera Utara Soeprapto, R. (1984). Citra Pemuda Indonesia. Jakarta: Pemda DKI Jakarta. Stolz, J. (2009). Explaining Religiousity : Toward A Unified Theoritical Model. The British Journal of Sociology, vol 60, issues 2 , 347. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. (2013). Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D. Bandung: Alfabeta. Suharko. (2006). Gerakan Sosial Baru di Indoneisa : Reportor Gerakan Petani. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 10, Nomor 1 , 1-34. Supenti, T. (2008). Kondisi Tenaga Kerja Pemuda. In M. U. Hasibuan, Revolusi Politik Kaum Muda (p. 4). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Syamsuddin, M. D. (1993). Usaha Pencarian Konsep Negara dalam Pemikiran Politik Islam. Jurnal Ulumul Qur‘an No. 2, Vol.4 . (2018). Wasatiyyat Islam Untuk Peradaban Dunia: Konsepsi Dan Implementasi. Bogor: Kantor Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban. Syariati, A. (2000). Al-Ummah wa Al-Imamah. In Q. Shihab, WAWASAN AL- QURAN : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. Sztompka, P. (2007). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. Tarrow, S. (1998). Power in Movement, Social Movements and Contentius Politics. Cambridge: Cambridge University Press. Taymiah, I. (2007). Majmu Fatawa, jilid X. In Y. b. Jawas, kedudukanJihad Dalam Syariat Islam (p. 17). Bogor: Pustaka at-Taqwa. Tilly, C. (1998). Social Movements and (All Sorts of) Other Political Interactions - Local, National,and International Including Identities. Theory and Society Vol. 27, No. 4 Special Issue on Interpreting Historical Change at the End of the Twentieth Century . Umar, N. (2014). Deradikalisasi Pemahaman Al-Quran dan Hadits. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, Kompas-Gramedia,. Watt, M. (1969). Muhammad Prophet and Statesman. London: Oxford. Weber. (2014). Economy and Society. In T. Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstruksi Identitas Pasca Konflik Poso (p. 41). Salatiga: UKSW. Wichelen, S. v. (2010). Religion, Politics and Gender in Indonesia: Disputing the Muslim Body. In W. R. Jati, Membangun Partisipasi Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia (p. 70). New York: Routedge.

Universitas Sumatera Utara Wiktorowics, Q. (2012). Gerakan Sosial Islam. Yogyakarta: Daging Pusblishing dan Yayasan Wakaf Paramadina. Zald, M. N. (1977). Resource Mobilization and Social Movement : A Partial Theory. American Journal of Sociology 6 , 1212-1241. Zallum, A. Q. (2002). Nizham Al Hukm fi Al Islam. Zuhaeli, W. (2006). Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu. In A. Husaeni, Hegemoni Kristen Barat Dalam Studi Perguruan Tinggi (p. 13). Jakarta: Gema Insani Press.

Universitas Sumatera Utara