1

STATUS HUKUM PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN SEMPADAN

PANTAI OLEH INVESTOR BIDANG PARIWISATA

DI KAWASAN SENGGIGI BARAT

JURNAL ILMIAH

Oleh :

Andre Aldy Ilyawan D1A015022

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS

MATARAM

2019 2

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

Judul

STATUS HUKUM PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN SEMPADAN

PANTAI OLEH INVESTOR BIDANG PARIWISATA

DI KAWASAN SENGGIGI LOMBOK BARAT

Oleh :

Andre Aldy Ilyawan D1A015022

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

Dr. H. Arba, SH., M.Hum. NIP. 19621231 198903 1 018

STATUS HUKUM PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN SEMPADAN PANTAI OLEH INVESTOR BIDANG PARIWISATA DI KAWASAN SENGGIGI LOMBOK BARAT

ANDRE ALDY ILYAWAN D1A015022

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Keci yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai dan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011-2031. Status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi secara hukum adalah dikuasai Negara dan pihak investor harus memiliki izin pengelolaan dalam pemanfaatan sempadan pantai.

Kata kunci : Penguasaan dan Pemanfaatan, Sempadan Pantai.

ABSTRACT

LEGAL CERTAINTY ON AUTHORIZATION AND UTILIZATION OF BEACH BORDER BY INVESTORS ON TOURISM FIELD AT SENGGIGI, WEST LOMBOK

This research aims to analyze the law certainty which is dealing with the authorization and utilization of beach borders throughout the Senggigi coasts. The method of research used in this analyzation is based on the empirical law analyzation. The result of this research is to strict the regulation on authorization and utilization of beach borders as stated on UU No. 27 in 2007 as it contains the order of Preservation of Beach Coasts and Small Islands which is amended byUU No. 1 in 2014, UU No.5 in 1960 about Basic Rule on Agricultural Main Law or known as UUPA, PP (Presidential Policy) No. 51 in 2016 about The Beach Borders and Region Policies of No. 11 in 2011 about The Spatial Arrangement of West Lombok Regency in 2011-2031. Law certainty on authorization and utilization of Senggigi borders legally has to be the authorization of National Ownership and the tourism investor must have a management permit to organize and utilizing the coastal area.

Keywords: Authorization and Utilization, Beach Borders i

I. PENDAHULUAN

Pulau Lombok merupakan tempat yang menarik dan memiliki banyak aktivitas wisata, seperti berselancar, memancing dan berpetualang. Aktivitas tersebut menunjang untuk dilakukan di tempat-tempat wisata yang ada di Lombok, karena

Lombok memiliki destinasi wisata gunung, air terjun, danau, pulau kecil gili dan pantai. Destinasi yang sangat terkenal untuk dikunjungi di pulau Lombok adalah destinasi wisata pantai, salah satunya adalah pantai Senggigi.

Kawasan pantai Senggigi ialah destinasi pariwisata yang berlokasi di

Lombok Barat, dimana pariwisata pantai telah menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Oleh karena itu, para investor bidang pariwisata berlomba-lomba untuk membuka peluang usaha di kawasan pantai seperti membangun hotel, villa, restoran, serta masyarakat sekitar juga memanfaatkan kawasan wisata dengan membuka usaha kecil seperti penyewaan kano, tikar, dan warung makan. Dikawasan Senggigi sendiri, pembangunan hotel, restoran dan villa tiap tahunnya terus menagalami peningkatan. Sehingga perlu adanya pengelolaan dan pengawasan pembangunan serta menjaga kelestarian lingkungan pantai termasuk kawasan sempadan pantai. Agar tidak terjadi penyalahgunaan hak atas sempadan pantai karena sempadan pantai merupakan tanah yang dapat menjadi

”fungsi sosial yang merata dari berbagai kalangan masyarakat maka dari itu lapisan masyarakat adat juga ikut serta dalam upaya hukum ataupun norma dalam menangani fungsi sosial tanah dengan norma dan peraturan adat ii

wilayah setempat, peran hukum masyarakat adat setempat di wilayah tertentu digunakan sebagai pertimbangan karena “hukum agrarian mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat di samping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat.”1

Maksud dari Undang-Undang Republik Nomor 1 Tahun 2014 dan

Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 sempadan atau pesisir pantai semata-mata digunakan untuk fasilitas umum bukan digunakan hanya dari sepihak orang atau tidak ada batasan dalam penggunaan maupun pemanfaatannya. Namun, dikawasan pantai senggigi pemanfaatan dan penguasaan sempadan pantai dibatasi oleh investor bidang pariwisata contohnya investor hotel yang membatasi wisatawan umum untuk berwisata di sempadan pantai yang terletak di belakang hotel sehingga wisatawan umum terbatas untuk mengunjungi serta memanfaatkan sempadan pantai tersebut, hal itu dilakukan oleh pihak hotel untuk menjaga agar kenyamanan tamu hotel tidak terganggu dengan aktivitas wisatawan umum yang hendak berkunjung di sempadan pantai yang terletak dibelakang hotel.

Oleh karena itu perlu adanya peninjauan mengenai Status Hukum Penguasaan dan Pemanfaatan Sempadan Pantai oleh Investor Bidang Pariwisata di Kawasan

Senggigi Lombok Barat.Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka timbul beberapa permasalahan didalam penelitian hukum ini, yaitu bagaimana pengaturan hak penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai dikawasan pesisir pantai Senggigi, bagaimana pelaksanaan penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan

1 M. Arba, Hukum Agraria Indonesia, Cet.1, Sinar grafika, Jakarta, 2005, hlm. 16-17 iii

pesisir pantai Senggigi, dan bagaimana status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa penulisan karya ilmiah memiliki tujuan yang akan dicapai, oleh karena itu penulisan skripsi ini bertujuan : a. Untuk mengetahui pengaturan hak penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi; b. Untuk mengetahui pelaksanaan penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi; c. Untuk mengetahui status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi.

Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat yang cukup berarti bagi semua pihak yang berkepentingan, manfaat yang dapat diambil adalah : a. manfaat teoritis b.manfaat praktis.

Untuk menjawab rumusan permasalahan di atas digunakan jenis penelitian hukum empiris, dengan menggunakan tiga metode pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sosiologis. Analisis bahan hukum yang digunakan yaitu menggunakan metode kualitatif serta cara penyimpulan data secara deduktif.

iv

II. PEMBAHASAN

Pengaturan Hak Penguasaan dan Pemanfaatan Sempadan Pantai di Kawasan

Pesisir Pantai

Pengaturan Penguasaan Sempadan Pantai

Pengaturan hak penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai tertinggi didasarkan pada Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (3). Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun

2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Undang-Undang

Pesisir), menimbang bahwa :

“Wilayah pesisir dan pulau –pulau kecil dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Negara memberikan wewenang dalam penguasaan sempadan pantai kepada pemerintah daerah, seperti yang dijelaskan dalam undang-undang sebagai Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Undang-

Undang Pesisir) Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa :

“Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antar sektor, antara ekosistem darat dan laut, serta v

antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Batas

Sempadan Pantai Pasal 2 Ayat (2) menjelaskan bahwa :

“Pemerintah daerah/ Kabupaten/Kota yang mempunyai sempadan pantai wajib menetapkan batasan sempadan pantainya dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota”

“Menguasai negara adalah memberikan kewenangan kepada negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeli-haraan bumi, air, dan ruang angkasa. Hak menguasai negara bukanlah berarti negara yang memiliki tanah, tetapi memberikan kewenangan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa

Indonesia pada tingkatan tertinggi untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. Selain itu, negara juga memiliki kewenangan untuk menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumi, air, dan ruang angkasa serta menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antar orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur”2

Pengaturan Izin Penguasaan dan Pemanfaatan Sempadan Pantai

Pengaturan Mengenai Izin Penguasaan dan Pemanfaatan Sempadan Pantai diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

2 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Cet.1, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 14. vi

Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-

Pulau Kecil (Undang-Undang Pesisir), Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara

Barat Nomor 12 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2037.

Mengenai pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir wajib memiliki izin lokasi dan yang menjadi dasar pemberian izin pengelolaan tertuang dalam Pasal

16 ayat (1), (2), Pasal 22B dan Pasal 22C Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Undang-Undang Pesisir).

Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 12 Tahun 2017 tentang

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Nusa Tenggara

Barat Tahun 2017-2037 mengatur mengenai perolehan izin ada pada Pasal 67, pengaturan mengenai jangka waktu ada pada Pasal 69, bentuk kegiatan yang diperbolehkan melalui izin pengelolaan ada pada Pasal 70, pengaturaan mengenai syarat untuk mendapatkan izin ada pada Pasal 81, peraturan mengani wewenang pemerintahan tentang izin ada pada Pasal 50 Ayat (1), (2), (3). Pengaturan mengenai sanksi bila terjadi pelanggaran ada pada Pasal 71 Ayat (1), (2), (3) dan (4).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-

Pulau Kecil (Undang-Undang Pesisir).

vii

Pengaturan Pemanfaatan Sempadan Pantai

Pengaturan Pemanfaatan Sempadan Pantai diatur dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun

2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Undang-Undang

Pesisir) Pasal 23 Ayat (1), (2), (3), Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 Tentang

Penatagunaan Tanah Pasal 15, Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2002

Tentang Pengelolaan Sempadan Pantai Pasal 13 dan Pasal 14 dan Peraturan Daerah

Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011-2031 Pasal 18 dan Pasal 42.

Pelaksanaan Penguasaan dan Pemanfaatan Sempadan Pantai di Kawasan

Pesisir Pantai Senggigi

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan yang telah dilakukan di sempadan pantai di kawasan Senggigi di beberapa lokasi yang didirikan bangunan dekat sempadan pantai telah melanggar Pasal 18 Pasal 42 ayat (4) huruf c Peraturan

Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011-2031 yang mengatur mengenai batas sempadan pantai untuk wilayah sempadan pantai Lombok barat adalah 30-250 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat serta larangan mendirikan bangunan permanen di kawasan sempadan pantai, namun beberapa hotel memiliki bangunan permanen yang kurang dari 30 meter dan termasuk mendirikan bangunan di sempadan pantai. viii

Berdasarkan hasil observasi di sempadan pantai wilayah Senggigi Lombok

Barat beberapa hotel masih menerapkan pembatasan hak pemanfaatan terhadap sempadan pantai yang terletak di belakang hotel, yaitu membatasi masyarakat dan wisatawan selain tamu hotel untuk mengakses dan memanfaatkan sempadan pantai.

Hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan sempadan pantai yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah Pasal 15 serta bertentangan dengan Pasal 42 ayat (4) huruf c Peraturan Daerah Lombok Barat

Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok

Barat Tahun 2011-2031. Pemerintah harus bertindak tegas atas pelanggarn tersebut karena menurut Achmad Ali pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah sebagai berikut :

“Profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam penegakan perundang-undangan tersebut.”3

Penegakan hukum dilihat juga dari kepatuhan yang dicapai baik dari penegak hukum dan masyarakat, menurut Soerjono Soekanto bahwa “taraf kepatuhan yang tinggi adalah indikator suatu berfungsinya sistem hukum. Dan berfungsinya hukum merupakan pertanda bahwa hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.”4

3 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm 379. 4 Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karja Bandung, hlm 7 ix

Status Hukum Penguasaan dan Pemanfaatan Sempadan Pantai di Kawasan

Pesisir Pantai Senggigi

Status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai oleh investor bidang pariwisata yang menjadi dasar hukum bahwa wilayah sempadan pantai merupakan kawasan yang dikuasai oleh negara diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD

1945 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-

Pulau Kecil (Undang-Undang Pesisir), menimbang bahwa :

“Wilayah pesisir dan pulau –pulau kecil dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Status tanah Negara pada kawasan tersebut mengisyaratkan bahwa negara dalam hal pemerintah yang berhak menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan fungsinya. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pantai semata-mata difokuskan untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi konservasinya serta harus steril atau terbebas dari kegiatan pembangunan di atas sempadan pantai.

Status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan

pesisir pantai oleh investor bidang pariwisata adalah pihak investor diberikan hak

oleh Pemerintah Daerah Lombok Barat untuk memanfaatkan kawasan sempadan

pantai yang berada sekitar kawasan bangunan yang didirikan investor jika pihak

x

investor telah memporoleh izin lokasi serta izin pengelolaan. Pemeberian izin tersebut juga diberikan dengan syarat dan ketentuan tetap menjaga kelestarian dan keasrian sempadan pantai sesuai dengan fungsinya dan tidak mendirikan bangunan permanen di sempadan pantai sesuai dengan peraturan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah sempadan pantai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah

Daerah Senggigi Lombok Barat.

Untuk status hukum penguasaan dalam artian penguasaan yang tidak bersifat dimana investor tidak memiliki atau diberikan hak milik atas kawasan sempadan pantai karena kawasan sempadan pantai merupakan kawasan yang dikuasai oleh negara dan merupakan ruang publik, namun pihak hotel memiliki

Izin Pengelolaan terhadap sempadan pantai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan antara pihak hotel dengan pemerintah daerah setempat.

Adanya pembangunan di sepanjang kawasan sempadan pantai, seperti pembangunan oleh pihak investor bidang pariwisata menyebabkan kesenjangan masyarakat maupun wisatawan yang selain pengunjung hotel untuk mengakses pantai yang berlokasi sekitar bangunan yang didirikan investor. Banyak masyarakat maupun wisatawan yang tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak untuk mengakses sempadan pantai tersebut, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. xi

III. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Peraturan Daerah Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011-2031 pada Pasal 18 mengatur mengenai batas sempadan pantai yang diterapkan di kawasan Lombok Barat dan

Pasal 42 Ayat (4) huruf C yang mengkaji mengenai pengaturan zonasi tentang pemanfaatan sempadan pantai. 2. Pelaksanaan penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan Senggigi oleh investor bidang pariwisata yaitu beberapa investor yang memiliki bangunan permanen antara sempadan pantai memiliki jarak bangunan dengan sempadan pantai tidak sesuai dengan peraturan Daerah Lombok

Barat atau telah melanggar peraturan mengenai batasan sempadan pantai yang telah ditetapkan oleh pemerintah Lombok. 3. Status hukum penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai di kawasan pesisir pantai Senggigi merupakan kawasan yang secara hukum dikuasai oleh Negara dan dapat dimanfaatkan oleh warga Negara Indonesia karena kawasan sempadan pantai merupakan ruang publik dengan akses terbuka bagi siapapun sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penguasaan dan pemanfaatan sempadan xii

pantai oleh investor bidang pariwisata dapat dilaksanakan jika investor telah memiliki

Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan yang diberikan oleh Pemerintah dengan tidak membatasi hak masyarakat dan wisatawan umum.

Saran

1. Diharapkan mengenai pengaturan penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai lebih diperjelas, dipertegas dan diperhatikan oleh pemerintah, bagaimana peraturan- peraturan mengenai sempadan pantai dapat diterapkan dengan benar oleh investor bidang pariwisata. 2. Diharapkan Pemerintah dapat mengawasi dan menindak lanjuti bagi investor pariwisata yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai, seperti menertibkan bangunan permanen yang didirikan melebihi batasan kawasan sempadan pantai, menertibkan investor pariwisata yang masih menerapkan batasan hak akses dan pemanfaatan terhadap sempadan pantai. 3. Diharapkan kepada pihak investor bidang pariwisata untuk tidak melakukan batasan dalam penguasaan dan pemanfaatan sempadan pantai dan tetap memperbolehkan masyarakat lokal maupun wisatawan umum untuk dapat mengakses dan memanfaatkan sempadan pantai.

xiii

DAFTAR PUSTAKA

Buku Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Ali Achmad Chomzah, 2003, Hukum Pertanahan, Cet.1, Prestasi Pustaka, Jakarta.

M. Arba, 2005, Hukum agraria Indonesia, Cet.1, Sinar grafika, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karja Bandung.

Peraturan-Peraturan

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No.1 Tahun 2014

Indonesia, Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sempadan Pantai

Indonesia, Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

Indoneisa, Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 12 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-2037

Indonesia, Peraturan Daerah Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011-2031