PENGARUH MATA KULIAH MADZÂHIB AT-TAFSÎR TERHADAP PEMAHAMAN DAN SIKAP TOLERAN MAHASISWA IAT (Studi Kasus di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) , Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (IPTIQ) Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok)

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nur Mahbubah NIM. 15210683

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1440 H/2019 M PENGARUH MATA KULIAH MADZÂHIB AT-TAFSÎR TERHADAP PEMAHAMAN DAN SIKAP TOLERAN MAHASISWA IAT (Studi Kasus di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (IPTIQ) Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok)

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nur Mahbubah NIM. 15210683

Pembimbing

Ali Mursyid, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1440 H/2019 M

MOTTO

ALL IS WELL

“Tak ada masalah yang cocok untuk seorang hamba yang dipenuhi dengan CINTA”

“Lakukanlah hal GILA, maka SUKSES-mu pun akan meng-GILA”

iv

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk kedua orang tua tercinta;

Saiful Jinan dan Siti Nur Halimah

Dan kepada sidang pembaca sekalian.

v

. .   KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah sang Maha Pencipta yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih bisa hidup dalam keadaan yang penuh berkah.

Shalawat serta salam senantiasa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang berilmu pengetahuan seprti halnya sekarang ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena atas pertolongan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr Terhadap Pemahaman dan Sikap Toleran Mahasiswa IAT”. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih yang terdalam kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Rektor Instiitut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta beserta seluruh jajarannya yang telah berjasa dalam kemajuan perguruan tinggi ini. 2. Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA sebagai dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah yang telah memberikan kemudahan dan semangat untuk mahasiswinya. 3. Ali Mursyid, MA. dosen pembimbing yang luar biasa sabar dan perhatian, yang memberikan banyak waktu, pikiran, tenaga dan semangat untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

vi

4. Bapak dan Ibu dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis serta mengajarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. 5. Staf Fakultas Ushuluddin terima kasih atas semua waktu, semangat dorongan dan motivasinya. Dan juga kepada Staf perpustakaan IIQ Jakarta. 6. Ucapan terimakasih kepada Instruktur Tahfidz Ibu Hj.Muthmainnah, Ibu Arbiyah, dan Ibu Istiqomah terimakasih atas waktu dan motivasi luar biasa kepada penulis untuk lebih dekat dengan Al-Qur‟an. 7. Terimkasih kepada kedua orang tua yang tercinta Bapak Saiful Jinan dan Ibu Siti Nur Halimah, beliaulah cahaya kehidupan yang tak pernah lupa melafadzkan nama penulis di dalam do‟a-do‟anya. Terima kasih atas setiap tetesan peluh dan keringat yang tak akan bisa terbalas dengan hal apapun. Dari keduanya penulis belajar kuat- dan sabar dalam keadaan apapun. Semoga Allah memberikan kesehatan, kebahagiaan, perlindungan dan keselamatan dunia dan akhirat kepada kedua cahaya kehidupan penulis. Aamiin. 8. Terimakasih kepada kakak kelas tercinta, mbak Isyroqotun Nashoiha, sebagai inspirator penulis dalam menemukan ide penelitian ini, semoga Allah membalas kebaikannya dengan sebaik- baiknya balasan. 9. Terimakasih kepada Achmad Chasani, sahabat rantau yang sudah membantu penulis hingga mempermudah jalannya wawancara dan observasi dalam penelitian ini. 10. Terimakasih kepada Aisyah Zuhdi, Ni‟matillah Arifin, Yasirotul Umuri, Siti Khalidah, dan Fatimatuzzahro yang tetap setia dan menemani penulis hingga pada titik ujung yakni tugas akhir perkuliahan ini.

vii

11. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan kebaiakan yang berlipat ganda. Aamiin.

Jakarta, 04 Agustus 2019

Penyusun

Nur Mahbubah

viii

DAFTAR ISI

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... i

SURAT PENGESAHAN ...... ii

PERNYATAAN PENULIS ...... iii

MOTTO ...... iv

PERSEMBAHAN ...... v

KATA PENGANTAR ...... vi

DAFTAR ISI ...... ix

ABSTRAK ...... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...... xiv

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Permasalahan ...... 7 1. Identifikasi Masalah ...... 7 2. Pembatasan Masalah ...... 8 3. Rumusan Masalah ...... 8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 9 D. Tinjauan Pustaka ...... 9 E. Metodologi Penelitian ...... 12 1. Jenis Penelitian ...... 12 2. Sumber Data ...... 13 3. Teknik Pengumpulan Data ...... 13 F. Metode Analisis Data ...... 16 G. Teknik dan Sistematika Penulisan ...... 17

ix

BAB II: MADZÂHIB AT-TAFSÎR DAN TOLERANSI A. Madzâhib at-Tafsîr 1. Pengertian Madzâhib at-Tafsîr ...... 2. Katagorisasi Madzhab at-Tafsîr ...... 3. Signifikiansi Kajian Madzâhib at-Tafsîr ...... 4. Faktor-faktor Munculnya madzhab-madzhab tafsir .... B. Toleransi 1. Pengertian Toleransi...... 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Toleransi ...... 3. Toleransi Sepanjang Sejarah ...... 4. Toleransi di ...... 5. Ayat-Ayat tentang Toleransi ...... 6. Hadis-Hadis tentang Toleransi ...... 7. Indikator Toleransi ......

BAB III: PROFIL MATA KULIAH MADZÂHIB AT-TAFSÎR DI IIQ JAKARTA, PTIQ JAKARTA, DAN STKQ AL-HIKAM A. Profil IIQ Jakarta ...... 1. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr ...... 2. Sejarah Berdirinya IIQ Jakarta ...... 3. Visi, Misi, dan Tujuan ...... 4. Susunan Pembina dan Pengurus Yayasan IIQ Jakarta periode 2018-2023 ...... 5. Sarana dan Prasarana ...... B. Profil PTIQ Jakarta ...... 1. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr ...... 2. Sejarah berdirinya PTIQ Jakarta ...... 3. Nilai dasar, visi, misi, dan tujuan ......

x

institut PTIQ Jakarta ...... 4. Struktur organisasi pimpinan institut PTIQ jakarta ...... 5. Profil fakultas Ushuluddin ...... C. Profil STKQ al-Hikam Depok ...... 1. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr ...... 2. Sejarah berdirinya STKQ Al-Hikam ...... 3. Visi, misi, dan Tujuan STKQ Al-Hikam ...... 4. Struktur Kurikulum STKQ Al-Hikam ......

BAB IV: ANALISIS HASIL WAWANCARA DI IIQ JAKARTA, PTIQ JAKARTA, DAN STKQ AL-HIKAM DEPOK

A. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr di IIQ Jakarta ...... B. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr di PTIQ Jakarta ...... C. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr di STKQ al-Hikam Depok ...... D. Analisis Perbandingan 1. Perbedaan ...... 2. Persamaan ......

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...... B. Saran ......

DAFTAR PUSTAKA ...... LAMPIRAN......

xi

ABSTRAK

Nur Mahbubah, NIM 15210683, Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr Terhadap Pemahaman dan Sikap Toleran Mahasiswa IAT (Studi Kasus di Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (IPTIQ) Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur‟an (STKQ) Al-Hikam Depok) Al-Qur‟an adalah tunggal, namun penafsiran Al-Qur‟an tidak tunggal, sebab metode yang digunakan oleh para ulama berbeda-beda dalam memahami Al-Qur‟an. Sekarang ini di media umum dan media sosial, muncul perkembangan sikap beragama yang kurang toleran, dimana banyak tokoh atau pihak yag dituduh kurang benar hanya karena melakukan hal-hal diluar apa yang pada umumnya dilakukan banyak orang. Ini di antaranya karena bahwa dalam Islam banyak madzhab fiqih dan banyak madzhab tafsir, madzhab akidah, madzhab tasawuf yang kurang dipahami masyarakat luas, sehingga orang yang berbeda dianggap dengan mudah sebagai pihak yang salah. Sikap membenarkan satu madzhab saja lalu menafikkan madzhab-madzhab fiqih dan tafsir yang lain adalah contoh orang yang memahami bahwa tafsir Al-Qur‟an itu tunggal, hal ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan dan kualitatif, penelitian lapangan (field research) yaitu Suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data yang ada di lapangan. penelitian kualitatif. Dimana menurut Bodgan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati. Pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mengetahui pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta, dan (STKQ) Al-Hikam Depok. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr sangat mempengaruhi pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta dan PTIQ Jakarta, namun untuk mahasiswa dengan latar belakang keluarga dan lingkungan yang kurang toleran, tidak sepenuhnya menjadi toleran. Sedangkan di STKQ al-Hikam untuk mahasiswa yang tidak menyelesaikan mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr hingga akhir ternyata juga berpengaruh terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa.

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI Transliterasi ini berpedoman pada buku penulisan skripsi, tesis, dan disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini: 1. Konsonan No. Arab Latin No. Arab Latin 1. A 16. Th ط ا

2. B 17. Zh ظ ب

3. T 18. „ ع ت

4. Ts 19. Gh غ ث

5. J 20. F ؼ ج

6. H 21. Q ؽ ح

7. Kh 22. K ؾ خ

8. D 23. L ؿ د

9. Dz 24. M ـ ذ

10. R 25. N ف ر

11. Z 26. W ك ز

xiii

12. S 27. H ق س

13. Sy 28. , ء ش

14. Sh 29. Y م ص

15. Dh ض

2. Vokal Vokal Tunggal Vokal panjang Vokal Rangkap

Fathah : a : ȃ .. : ai ىَ ٍمْ آ

au: .. ىَك ȋ : م Kasrah : i ȗ : ك Dhammah : u

3. Kata Sandang .qamariyah (اa. Kata sandang yang diikuti alif lam (ؿ

qamariyah di (اKata sandang yang diikuti alif lam (ؿ

transliterasikan sesuai dengan bunyinya.Contoh : al-Madȋnah :املدينة al-Baqarah : البقرة

syamsiah (اb. Kata Sandang yang diikuti oleh (ؿ

xiv

syamsiah (اKata sandang yang diikuti alif lam (ؿ

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

as-Sayyidah: السيدة ar-rajul :ْالرجل

ad-Dȃrimȋ: الدارمي asy-syams :الشمش

c. Syaddah (Tasydȋd) Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang

sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan ( و ) هََ نَْ huruf, yaitu dengan cara menggandengkan huruf yang bertanda tasydȋd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydȋd yang berada di tengah kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Contoh:

Ȃmannȃ billȃhi wa ar-rukka’i : ً ً : ىكالُّرٌكًعْ ءىىمنٌآْبااللٌهْ Ȃmannȃas-Sufahȃ’u ً ً :Innaal ladzȋna : ء الذيٍ ىنْ ْإ فْ ىَاىم ىنْال ُّسىفهآءْي

(ة) d. Ta Marbȗthah

apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh (ة) Ta Marbȗthah kata sifat (na’at),maka huruf tersebut diaksarakan menjadi huruf “h”. Contoh:

al-Af’idah : اىٍْلىفٍئًىدًةْ

xv

al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah : ً ً اى ٍْلىامىعةيْا ًإل ٍسىَلميىةْي -yang diikuti atau disambungkan (di (ة) Sedangkan ta marbuthah

washal) dengan kata benda (ism) maka dialih aksarakan menjadi huruf ”t”. Contoh:

.Ȃmilatun Nȃshibah„ : ً ً ً ىعاملىةهْالنىاصبىةْ

: al-Ȃyat al-Kubra اىٍْْلىيىةىْالٍ يكبػٍىرل e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf capital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat,huruf awal, nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: „Ali Hasan al-„Ȃridh, al-Ȃsqallȃnȋ, al-Farmawȋ dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf capital. Contoh: Al- Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fȃtihah dan seterusnya.

xvi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Madzhab, ternyata tidak hanya ada dalam sejarah fiqih, tetapi juga dalam sejarah perkembangan tafsir, bahkan dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan. Mempelajari Madzâhib at-Tafsîr, sesungguhnya menelusuri sejarah dinamika perkembangan tafsir, dimana objek formal atau hal yang menjadi fokus kajian adalah mengenai epistem (cara berpikir), aliran, corak, kecenderungan, dan bahkan paradigma yang ada dalam produk-produk tafsir. Asumsinya adalah bahwa masing-masing produk tafsir dalam setiap kurun waktu tertentu, memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya.

Munculnya berbagai Madzhab dalam penafsiran Al-Qur’an yang dikenal dengan istilah Madzâhib at-Tafsîr adalah dilatar belakangi oleh aneka ragam keahlian yang dimiliki para mufassir disamping setting sosial yang mmpengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan pula berbagai macam corak tafsir yang berkembang dalam beberapa referensi kitab tafsir, baik tafsir klasik, maupun tafsir kontemporer. Madzâhib at-Tafsîr yang merupakan salah satu pokok bahasan dalam Studi Al-Qur’an sangat urgen untuk dikaji, karena dapat memberikan peluang dan wawasan yang luas bagi para pakar tafsir, disamping akan memiliki sikap toleransi terhadap sikap dan perndapat yang berbeda.1

1 Sja’roni, “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”, http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/download/1816/1343/, diakses tanggal 22 Juni 2019

1

2

Istilah Madzâhib at-Tafsîr merupakan susunan idlâfah, terdiri dari kata madzâhib dan at-Tafsîr . Kata madzâhib adalah bentuk jamak dari kata madzhab, dalam bahasa Arab berarti jalan yang dilalui atau yang dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang, baik konkrit maupun abstrak.2 Sesuatu dikatakan madzhab bagi seseorang, jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama, yang dinamakan madzhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya, menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan- batasannya, bagian-bagiannya, dibangun diatas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah. Dengan kata lain, madzhab adalah aliran pemikiran (school of thought) atau madrasah fikriyyah, berisi tentang hasil-hasil ijtihad, berupa penafsiran atau pemikiran para ulama dengan metode dan pendekatan tertentu, yang kemudian dikumpulkan dan biasanya diikuti oleh orang-orang berikutnya. Sementara itu, kata tafsîr secara bahasa merupakan bentuk

isim mashdar dari fassara-yufassir-tafsîran yang berarti menjelaskan sesuatu (bayan al-syai’ wa idlâhuhu). Kata tafsir dapat pula berarti al-ibânah (menjelaskan makna yang masih samar), al-kasyf (menyingkapkan makna yang masih tersembunyi), dan al-izh-hâr (menampakkan makna yang belum jelas). Dari tinjauan makna bahasa tersebut, maka tafsir secara istilah dapat diartikan sebagai suatu hasil pemahaman atau penjelasan seorang penafsir, terhadap

2 Abdul Mustaqim, Aliran-Aliran Tafsir, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Cet. Ke-1, h. 1 3

Al-Qur’an yang dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu.3 Sejauh pembacaan penulis, istilah Madzâhib at-Tafsîr tersebut digunakan pertama kali oleh Ignaz Goldziher dalam bukunya, Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung, yang diterjemahkan oleh Dr. Ali Hasan Abdul Qadir, menjadi Madzâhib at-Tafsîr Al- Islâmî (1955).

Tentang istilah Madzâhib at-Tafsîr, Ignaz Goldziher sendiri tidak mendefinisakan secara eksplisit, namun dengan melihat tema- tema pembahasan yang ada didalamnya, tampak bahwa dengan kitab yang diberi judul Madzâhib at-Tafsîr, ia sebenarnya ingin menjelaskan bagaimana dinamika sejarah tafsir Al-Qur’an sejak era Nabi Saw hingga era moderen, yang di dalamnya termuat juga aliran- aliran, madzhab-madzhab, kecenderungan-kecenderungan yang dipilih seorang mufassir ketika mentafsirkan Al-Qur’an.4

Pembelajaran Madzâhib at-Tafsîr sudah mulai dikenalkan di berbagai madrasah atau perguruan tinggi di Indonesia, seperti di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok. Tiga lembaga tersebut adalah objek dalam penelitian pada skripsi ini, dengan pembatasan yang sudah penulis tentukan yakni penelitian ini akan dilakukan terhadap mahasiswa IAT. Munculnya berbagai aliran dalam penafsiran Al-Qur’an atau Madzâhib at-Tafsîr adalah dilatar belakangi oleh aneka ragam

3 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an Studi Aliran-aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan hingga Modern-Kontemporer (Yogyakarta: Idea Press, 2016) cet. 2, hal: 1-3 4 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an Studi Aliran-aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan hingga Modern-Kontemporer, cet. 2, hal. 5

4

keahlian yang dimiliki para mufassir disamping setting sosial yang mempengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan pula berbagai macam corak tafsir yang berkembang dalam beberapa referensi kitab tafsir, baik tafsir klasik, maupun tafsir kontemporer. Madzâhib at- Tafsîr yang merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Al- Qur’an sangat urgent untuk dikaji, karena dapat memberikan peluang dan wawasan yang luas bagi para pakar tafsir, disamping akan memiliki sikap toleransi terhadap sikap dan pendapat yang berbeda. Al-Qur’an adalah tunggal, namun penafsiran al-Qur’an tidak tunggal, sebab metode yang digunakan oleh para ulama berbeda-beda dalam memahami Al-Qur’an. Pendekatan yang dipakai juga tidak sama, pendekatan bahasa, filsafat, sejarah, logika, sufistik atau pendekatan fiqih, hasil penafsiran dengan beda pendekatan dapat dipastikan hasilnya juga akan berbeda. Karena tentang tafsir yang beragam madzhab, tentang fiqih yang nyatanya ada beragam madzhab, masyarakat luas belum tahu seluruhnya, maka muncul pro kontra tentang wudhu Sandiaga Uno yang mencelupkan tangan beberapa kali ke dalam gayung berisi air. Vidio wudhu Sandiaga Uno itu direkam saat berziarah ke makam KH. Muhammad Thoha Imam Lapeo, Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Cara wudhu demikian memicu perdebatan publik karena ada sebagian muslim Indonesia yang merasa cara tersebut tak lazim. Namun di sisi lain bukan hanya mantan Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, rupanya tokoh NU Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir juga sependapat soal cara wudhu Sandiaga Uno. Sama seperti penjelasan Mahfud MD, menurut Gus Nadir, air bekas wudhu tidak lagi suci mensucikan menurut pendapat yang utama dalam madzhab Syafi’i dan Hanafi, 5

sementara ada madzhab yang membolehkan yakni Maliki, dan satu riwayat dari Imam Ahmad. Rupanya, tidak semua setuju dengan pernyataan Gus Nadir, ada netizen yang membandingkan dengan pernyataan Ustad Yusuf Mansur soal wudhu Sandiaga Uno tersebut. Menurut cerita Ustad Yusuf Mansur hal ini seperti orang yang tayamum, dan kalau itu tayamum, justru tidak memerlukan air. Tayamum adalah pengganti wudhu ketika hendak sholat saat dalam kondisi perjalanan.5 Pandangan perbandingan madzhab fiqih mengenai wudhu menggunakan air musta’mal berbeda, Imam madzhab Hanafi berpandangan bahwa air musta’mal adalah air yang membasahi anggota wajib bersuci saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah, air tersebut langsung memiliki status hukum musta’mal saat menetes dari gota wajib bersuci sebagai sisa wudhu atau mandi besar. Kemudian air yang masih dalam penampungan tidak menjadi air musta’mal, status hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan maksudnya air tersebut tetap suci tidak najis tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu atau mandi besar. Iman Madzhab Maliki senada dengan pendapat Imam Madzhab Hanafi dalam pengertian air musta’mal. Namun ada titik perbedaan dalam penggunaan air musta’mal kembali untuk berwudhu dan mandi besar. Air musta’mal menurut Imam Maliki tetap suci dan mensucikan maksudnya air tersebut bisa dan sah digunakan lagi untuk berwudhu atau mandi besar selama air tidak berubah zatnya. Dalam pandangan Imam madzhab Syafi’i sebagaimana diikuti mayoritas muslim Indonesia

5 https://bogor.tribunnews.com/amp/2018/12/31/niat-meluruskan-video-cara- wudhu-sandiaga-uno-gus-nadir-disindir-soal-kesaksian-ustaz-yusuf-mansur?page=all, diakses tanggal 8 Agustus 2019

6

bahwa air musta’mal adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam berwudhu dan mandi besar. Termasuk juga dalam air musta’mal dalam pandangan Imam Syafi’i air mandinya orang muallaf, mandinya mayit dan mandinya orang yang sembuh dari gila, air tersebut baru digolongkan dikatakan musta’mal jika sudah terlepas dan menetes dari tubuh manusia6. Kemudian kasus mengenai tuduhan terhadap Quraish Shihab yang dituduh sebagai orang yang bermadzhab Syiah hanya karena mengutip Tafsîr al-Mîzân karya Muhammad Hussein Thabathaba’i dalam tafsirnya, misal Jonru Ginting menuding Quraish Shihab orang syi’ah dan sesat lantaran mengomentari pernyataan mantan menteri agama tersebut dalam tayangan Tafsîr al-Misbâh yang disiarkan metro TV pada edisi Sabtu tanggal 12 Juli 2019. Jonru berani menggugat pendapat mufassir terkemuka ini karena menyebut bahwa Nabi Muhammad saw. tidak mendapat jaminan tempat di surga. Dan Jonru pun menyatakan bahwa dia bukanlah orang pertama yang menyatakan bahwa Quraish Shihab adalah orang Syi’ah dan sesat.7 Sedangkan Nadirsyah Hosen sangat membantah tudingan Jonru Ginting, menurutnya kekaguman Quraish Shihab terhadap karya Thabathaba’i itu sudah sejak dulu. Itu sebabnya kitab Tafsîr al- Misbâh banyak mengutip Tafsîr al-Mîzân, alasan kedua Quraish Shihab pun tidak hanya merujuk pada Tafsîr al-Mîzân, tetapi juga merujuk pada tafsir lain semisal Tafsîr al-Wasith karya Sayid Thantawi dan juga kitab tafsir klasik semisal Tafsîr al-Qurtubi.

6https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/harislana/5c2ad85867 7ffb2d4e58d6b9/sandiaga-uno-air-musta-mal-dan-wudhu, diakses tanggal 9 Agustus 2019

7 https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/n8sjii, diakses tanggal 8 Agustus 2019 7

Adapun alasan lainnya adalah meskipun beliau mengutip Tafsîr al- Mîzân, namun dalam beberapa pembahasan Quraish Shihab terang- terangan menunjukkan perbedaan pandangan beliau dengan Thabathaba’i. Dari alasan-alasan tersebut tudingan Quraish Shihab sebagai orang Syi’ah terbantahkan.8 Sikap membenarkan satu madzhab saja lalu menafikkan madzhab-madzhab fiqih dan tafsir yang lain adalah contoh orang yang memahami bahwa tafsir Al-Qur’an itu tunggal, hal ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu penulis sangat antusias untuk menjadikan rasa penasaran ini menjadi sebuah karya ilmiah yaitu skripsi untuk menganalisis semua permasalahan yang tersebut di atas.

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Dari judul yang telah dipaparkan oleh penulis dapat ditemukan beberapa masalah yang patut untuk dibahas. Diantara masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: Pertama, dari data yang menyebutkan bahwa terjadi banyak perpecahan dikarenakan adanya perbedaan memahami tafsir Al-Qur’an, sehingga banyak yang saling mengkafirkan jika tidak mempunyai pendapat atau pemikiran yang sama. Kedua, Sekarang ini di media umum dan media sosial, muncul perkembangan sikap beragama yang kurang toleran, dimana banyak tokoh atau pihak yag dituduh kurang benar hanya

8 https://www.nu.or.id/post/read/74905/habib-prof-quraish-shihab-dan-tafsir-al- mizan-syiah, diakses tanggal 8 Agustus 2019

8

karena melakukan hal-hal diluar apa yang pada umumnya dilakukan banyak orang. Ini di antaranya karena bahwa dalam Islam banyak madzhab fiqih dan banyak madzhab tafsir, madzhab akidah, madzhab tasawuf yang kurang dipahami masyarakat luas, sehingga orang yang berbeda dianggap dengan mudah sebagai pihak yang salah. Ketiga, tersebarnya kampus-kampus Islam yang mempelajari tentang berbagai macam madzhab, apakah hal tersebut tidak mempengaruhi terhadap pemahaman dan sikap tolerannya? Keempat, apakah adanya mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr yang diajarkan pada mahasiswa IAT berpengaruh terhadap pemahaman dan sikap tolerannya?

2. Pembatasan Masalah Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum dalam identifikasi masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan masalah. Hal ini dilakukan agar permasalahan penelitian tidak minimbulkan kerancuan, maka permasalahan penelitian ini adalah tentang “Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap Pemahaman dan Sikap Toleran Mahasiswa IAT di tiga perguruan tinggi Islam, yaitu Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok”.

3. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di dalam latar belakang masalah di atas, permasalahan-permasalahan yang akan diangkat dalam 9

penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an Al-Hikam Depok?”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok.

2. Kegunaan penelitian a. Kegunaan Teoritis Penelitian ini sebagai media sumbangsih dari peneliti untuk memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran keislaman dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, khususnya dalam ranah studi kasus dan untuk dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya. b. Kegunaan Praktis Penelitian ini ditujukan untuk menambah wawasan, pemikiran dan motivasi kepada peneliti dan para pelajar pada khususnya, tentang pentingnya mempelajari mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr dalam hidup untuk saling bertoleransi terhadap siapapun.

10

D. Tinjauan pustaka Tinjauan kepustakaan adalah suatu tinjauan yang menjelaskan dan mengkaji buku-buku, karya-karya, pemikiran- pemikiran dan penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan pembahasan skripsi. Tema mengenai Madzâhib at-Tafsîr bukanlah bahasan yang baru dalam dunia pengetahuan, tema ini sering menjadi bahan penelitian di dunia akademik, akan tetapi untuk membahas mengenai pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok, penulis tidak menemukan penelitian yang sama. Baik penelitian di perguruan tinggi lain, maupun di IIQ (Institut Ilmu Al-Qur’an) Jakarta sendiri. Terlihat ada beberapa skripsi yang hampir sama mengenai tema ini. Misalnya skripsi milik Muamar Maulana yang berjudul “Konsep Toleransi Antar-Madzhab dalam Risalah Amman” tahun 2006, skripsi ini membahas bagaimana sejarah terbentuknya risalah Amman dan esensi dari risalah tersebut serta konsep toleransi antar madzhab dalam risalah tersebut, sehingga persamaan dengan skripsi ini adalah mengenai tentang hubungan toleransi dengan adanya berbagai madzhab. Juga skripsi milik Dadang Syarif al-Huda yang berjudul “Madzhab-Madzhab Tafsir” yang merupakan skripsi di UIN Yogyakarta tahun 2017. Skripsi ini fokus membahas tentang beragamnya Madzâhib at-Tafsîr. Perbedaan dengan skripsi ini adalah penulis lebih meneliti pada pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran, sedangkan skripsi milik Dadang hanya menjelaskan aneka ragam madzhab yang ada. 11

Adapun skripsi milik Siti Ana Mariyam fakultas Uhuludin di UIN Jakarta dengan judul “Studi Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Perkembangan Tafsir bi Al-Matsur” tahun 2016, skripsi ini fokus membahas tentang pemahaman Ignaz Goldziher tentang tafsir bi al-Ma’tsur yang juga ada kaitannya dengan penelitian yang sedang penulis teliti dalam skripsi ini, namun sangat beda dengan fokus penelitian yang penulis ambil. Saat ini jurnal yang memiliki kesinambungan dengan permasalahan skripsi ini adalah jurnal karya Sja’roni, dosen sekolah tinggi agama Islam Pencawahan Bangil, dengan judul “Madzâhib at-Tafsîr Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an” tesisnya berisi tentang pengenalan Madzâhib at-Tafsîr, dari pengertian hingga aliran dan corak tafsir, ia menjelaskan faktor-faktor munculnya aneka ragam corak dan aliran tafsir itu sendiri. Pada bagian abstrak jurnal ini juga dikatakan bahwa Madzâhib at-Tafsîr memiliki pengaruh terhadap sikap toleran. Dan ini sejalan dengan asumsi dasar penelitiian yang akan digarap dalam rangka penyusunan skripsi kali ini. Sedangkan pembahasan Madzâhib at-Tafsîr tersendiri, penulis sangat terbantu dengan karya Dr. H . Abdul Mustaqim dalam bukunya “Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an”, dalam buku tersebut diuraikan pengertian Madzâhib at-Tafsîr, menjelaskan secara jelas dan lengkap studi aliran-aliran tafsir dari periode klasik, pertengahan hingga moderen-kontemporer. Dari beberapa karya dan buku di atas, memang beberapa membahas tentang madzhab, namun untuk membahas pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran, penulis tidak menemukan satu pun pembahasan seperti penelitian yang akan penulis teliti ini.

12

Penelitian ini adalah kelanjutan dari semua penelitian- penelitian sebelumnya, karena dengan kata pemahaman maka akan mencakup sudut pandang yang luas. Dengan harapan, hasil penelitian ini akan menjadi sebuah dasar agar lebih dalam dan semangat lagi dalam mempelajari ilmu Madzâhib at-Tafsîr, dan harapan besar akan adanya mata kuliah ini di seluruh perguruan tinggi keagamaan islam.

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) yaitu Suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data yang ada di lapangan9.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana menurut Bodgan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.10

Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai

9 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Research, (Tarsoto: Bandung, 1995), Hal. 58 10 Sri Mamindi dan Hang Rahardjo, Teknik Menyusun Karya Ilmiah, (Jakarta, 1995), hal. 23 13

dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generelasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.11

Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mengetahui pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok.

2. Sumber data

Untuk mendapatkan data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan sumber data yang relevan dengan skripsi ini. Adapun sumber primer dari penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil di lapangan melalui observasi di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok, dan wawancara langsung kepada mahasiswa IAT di tiga perguruan tinggi Islam tersebut, juga dosen IAT yang mengampu Madzâhib at-Tafsîr untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif.

Sedangkan sumber sekunder seperti dalam majalah, jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah skripsi ini. Data- data yang telah didapatkan selanjutnya akan ditelaah secara mendalam yang kemudian akan dikelompokkan sesuai dengan bab dan sub bab dari urutan skripsi ini.

11 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), hal. 209

14

3. Teknik pengumpulan data a. Observasi Pengumpulan data dalam penelitian Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr Studi Kasus Mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok, peneliti menggunakan teknik observasi, yakni observasi tidak terlibat (not participant observation) peneliti tidak terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati dan hanya sebagai pengamat independen12 keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti dalam penelitian ini. Dalam metode observasi tidak terlibat ini dilaksanakan dengan cara peneliti berada di lokasi penelitian, dan hanya pada saat melaksanakan penelitian, dan tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Observasi yang dilakukan selain untuk menjadi data secara umum, juga untuk memperoleh informasi tentang siapa saja narasumber yang layak diwawancarai pada perguruan tinggi yang menjadi objek dalam penelitian ini. b. Wawancara Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan teknik “semi structured”, dalam hal ini maka mula-mula interviwer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu-persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan

12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Alfabeta: Bandung, 2012), hal. 145 15

demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.13 Adapun narasumber dalam wawancara ini adalah mahasiswa IAT IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok. Penulis akan melakukan wawancara secara langsung kepada narasumber dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr dan pengaruhnya dalam mempelajari ilmu Madzâhib at-Tafsîr. Karena ini adalah penelitian kualitatif, maka untuk menentukan narasumber yang layak diwawancarai yakni melalui observasi di lapangan. c. Dokumentasi Selain kedua teknik pengumpulan data diatas, terdapat pula teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, dokumentasi dalam penelitian merupakan alat bukti tentang sesuatu baik berupa catatan, foto, rekaman, atau vidio yang dialkukan peneliti.14 peneliti melakukan pengumpulan data yang relevan dengan penelitian, data-data tersebut meliputi arsip-arsip dan dokumen dari setiap perguruan tinggi yang menjadi objek penelitian skripsi ini, buku-buku yang digunakan sebagai refrensi penelitian pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr, transkrip hasil wawancara, juga dilengkapi dengan foto kegiatan saat penelitian berlangsung

13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998) cet. 11, Hal.232 14 Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), cet. 1, hal 96

16

seperti foto saat wawancara. Hal ini dilakukan untuk menambah informasi dan melengkapi data-data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data sebelumnya.

F. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data penelitian dipergunakan metode kajian secara kualitatif dari berbagai data yang telah terkumpul. Metode yang digunakan adalah analisa deskritif, komparatif, dan triangulasi data.

1) Metode Deskritif dalam penelitian ini hanya ingin menggambarkan pengaruh pembelajaran Madzâhib at- Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an Al-Hikam (STKQ) Depok, dari beberapa data yang telah dikumpulkan, yaitu data yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara. 2) Metode Komparatif dalam penelitian ini berbentuk persamaan dan perbandingan. Yakni untuk melihat persamaan dan perbandingan pengaruh adanya mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di tiga perguruan tinggi Islam yang menjadi objek khusus pada skripsi ini. 3) Metode Triangulasi data yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda dalam metode kulaitatif melalui wawancara terhadap mahasiswa IAT di 17

tiga perguruan tinggi Islam yang menjadi objek khusus pada skripsi ini.

G. Teknik dan sistematika penelitian

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada pembuatan skripsi yang berjudul: Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta (edisi revisi) yang diterbitkan oleh IIQ Press, cetakan ke-2 tahun 2011.

Untuk mempermudah penulisan, maka pembahasan skripsi dibagi dalam beberapa bab dengan rincian sebagai berikut: Bab pertama, bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penelitian.

Bab kedua, penulis akan menjelaskan secara lengkap pengertian Madzâhib at-Tafsîr dan tokoh-tokoh yang berpengaruh besar terhadap pembelajaran Madzâhib at-Tafsîr, serta pembagian Madzâhib at-Tafsîr, Penulis juga menjelaskan secara rinci mengenai toleransi dan indikator toleransi.

Bab ketiga, pada bab ini penulis akan mendeskripsikan profil mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr serta objek yang penulis teliti yaitu, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an Al-Hikam Depok.

Bab keempat, berisi hasil analisis penulis tentang pengaruh pembelajaran Madzâhib at-Tafsîr tehadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT sertapersamaan dan perbedaan pengaruhnya

18

di tiga perguruan Islam yaitu IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok.

Bab kelima, pada bab ini berisi penutup, mencakup kesimpulan dan saran-saran, diakhiri dengan lampiran-lampiran hasil observasi penelitian.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr mempengaruhi pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta, dan STKQ al-Hikam. Hal ini diperkuat oleh pengakuan semua narasumber yang mengatakan merasa lebih terbuka dan toleran setelah mempelajari mata kuliah ini. Namun penulis juga menyimpulkan bahwa latar belakang awal narasumber juga sangat mempengaruhi pemahaman dan sikap toleran, jika mahasiswa berangkat dari keluarga yang kurang toleran atau pemahaman yang sempit, maka setelah mempelajari mata kuliah ini pemahamannya mulai terbuka dan mulai menerima pemahaman dan banyaknya perbedaan terkhusus dalam madzhab tafsir meskipun tidak bisa berpengaruh 100% langsung, sedangkan mahasiswa yang berangkat dari keluarga dengan pemahaman luas dan sikap toleran yang tinggi, setelah mempelajari mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr sikap tolerannya lebih baik lagi dan pemahaman lebih luas lagi karena menambah khazanah pengetahuannya. Tidak menyelesaikan mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr hingga akhir ternyata juga sangat berpengaruh terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa, mahasiswa yang mempelajari Madzâhib at- Tafsîr setengah-setengah memiliki pemahaman yang sempit dan sikap yang tidak toleran. Perbedaan yang penulis dapat dari hasil wawancara adalah bahwa mahasiswa IIQ dan PTIQ cenderung lebih toleran dibanding

121

122

mahasiswa STKQ al-Hikam, dan hal ini sangat terlihat dari pandangan mahasiswa STKQ al-Hikam yang kaku mengenai perbedaan madzhab fiqih maupun madzhab tafsir. Namun pemahaman mereka yang tertutup ini pun bukan tanpa sebab, melainkan karena belum menyelesaikan mata kuliah Madzâhib at- Tafsîr hingga akhir. Sedangkan untuk persamaannya yaitu seluruh narasumber merasakan pengaruh positif yang didapatkan dalam pembelajaran mata kuliah ini, pengaruh positif ini termasuk pada sikap toleran dan pemahaman yang mulai terbuka dengan perbedaan, namun meski 100% narasumber merasa lebih terbuka setelah mempelajari Madzâhib at-Tafsîr, pengaplikasian di masyarakat belum sepenuhnya toleran dan terbuka.

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Saran bagi Pembaca dan Peneliti Selanjutnya. a. Bagi pembaca yang sedang melakukan penelitian dengan tema atau objek yang serupa, hendaknya agar melakukan riset berdasarkan data yang ada, jika memang sudah tersedia. Akan lebih baik apabila dilakukan bersamaan dengan data angket, jika memungkinkan. b. Hendaknya bagi pembaca yang menelaah penelitian ini menyadari bahwa ilmu Madzâhib at-Tafsîr sangat penting dan berpengaruh pada pemahaman dan sikap toleran. Ada baiknya untuk merujuk kepada penelitian ini, jika sedang mencari latar belakang mahasiswa memiliki sikap toleran.

123

2. Saran bagi Mahasiswa a. Hendaknya mahasiswa memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya belajar madzhab tafsir dengan sungguh-sungguh. Karena selepas selesainya pendidikan dengan gelar S.Ag, yang paling dibutuhkan oleh masyarakat adalah individu yang mumpuni di bidang keagamaan serta penafsiran al-Qur’an yang benar dengan keilmuan yang mumpuni. b. Hendaknya mahasiswa meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemahaman luas dan sikap toleran yang tinggi saat berada di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada perpecahan yang ditimbulkan dari dalam islam sendiri disebabkan pemahaman yang sangat kaku dalam menafsirkan al-Qur’an dan keyakinan bermadzhab.

3. Saran bagi kampus yang memiliki prodi IAT a. Hendaknya seluruh prodi IAT menjadikan Madzâhib at-Tafsîr sebagai mata kuliah wajib di kampus, setelah melihat begitu penting dan memiliki pengaruh besar dalam pemahaman dan sikap toleran mahasiswa. b. Hendaknya tema Madzâhib at-Tafsîr yang akan diberikan pada mahasiswa strata S1 adalah mengenai pengertian dan historitas Madzâhib at-Tafsîr berikut dengan memperkenalkan macam-macam madzhab tafsir dengan pemikiran dan arah alirannya secara jelas dan mendalam, agar pemahaman mahasiswa sangat mumpuni dan tidak mudah menafikkan madzhab lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet. 11, 1998. Al-Dzahabi, Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Cairo: Daar al- Kutub al-Haditsah, 1962. Apriansyah, Rizqi, http://www.klikberita.co.id/opini/diskriminasi-dalam- masyarakat-ini-tips-menghindarinya.html, diakses pada 23 Juni 2019. Djalal, Abdul, H.A, Urgensi Tafsir Nawdhu’i pada masa kini, Jakarta: Kalam Mulia, 1990. Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1999. Fitriani, Dini, http://diarytoleransidini.blogspot.com/?m=1, diakses pada 23 Juni 2019. Federspial, Howard M, Kajian Al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab, Bandung: Penerbit Mizan, cet. 1, 1996. Ghazali, Abd Moqsith, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur`an. Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Djajamurni, 1967 http://www.markijar.com/2015/11/toleransi-antar-umat- beragamalengkap.html diakes pada 23 Juni 2019. https://ptiq.ac.id/ , diakses tanggal 1 Agustus 2019. https://walisongoonline.com/stkq-alhikam/ diakses pada tanggal 1 Agustus 2019 https://walisongoonline.com/pmb-stkq-alhikam-2019/, diakses pada tanggal 1 Agustus 2019.

Izzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, 2007.

125

126

Izad, Rohmatul, http://www.nu.or.id/post/read/87806/toleransi-dalam- masyarakat-indonesia, diakses pada 23 Juni 2019.

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, cet. 1, 2015. Khaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004. Misrawi, Zuhairi, Al-Qur`an Kitab Toleransi; Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, Jakarta: Fitrah, 2007. Mansur, Sufaat, Toleransi Dalam Agama Islam, Yogyakarta: Harapan Kita, 2012. Maraghi, Muhammad Musthofa, Tafsir al-Maraghi, Mesir: Musthofa al-Babi al-Halabi, vol. 2, 1962. Mustaqim, Abdul, Aliran-Aliran Tafsir, Yogyakarta: Kreasi Wacana, Cet. Ke-1, 2005. Mamindi, Sri dan Hang Rahardjo, Teknik Menyusun Karya Ilmiah, Jakarta, 1995 Misrawi, Zuhairi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian, Jakarta; Penerbit Buku Kompas, 2010. Mursyid, Ali, https://iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=2&id=86, diakses pada 22 Juni 2019. Mufidah, Laila, “Tingkat Self Efficacy Mahasantri Terhadap Kemampuan Tahfidz Al-Qur’an”, Skripsi, Jakarta: Perpustakaan IIQ Jakarta, 2018.

Musa, Ali Masykur, Membumikan : Respons Islam terhadap Isu-Isu Aktual, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2014.

Muslim, Imam, Shahih Muslim, vol.1, Mesir: Isa al-Babi al-Halabi,t.t.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. 127

Pohan, Rahmad Asri, Toleransi Inklusif, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014 Rohan, Abujamin, Ensiklopedi Lintas Agama, Jakarta: Emerland, 2009. Sja’roni, “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”, http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/ download/1816/1343/, diakses tanggal 22 Juni 2019

Syukur, M. Asywadie, Perbandingan Madzhab, Surabaya: Pt. Bina Ilmu, 1982. Sudarno, Jaja, https://bengkulu.kemenag.go.id/artikel/42737-tri-kerukunan- umat-beragama, diakses pada 23 Juni 2019. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1995. Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: Royandi, 1985. Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis, Depok: Gema Insani, 2006 Ulfa, AM, http://eprints.walisongo.ac.id/6995/3/BAB%20ll.pdf, diakses pada 23 Juni 2019. Wawancara dengan dosen pengampuh madzahibut tafsir IIQ Jakarta, Muhammad Ulinnuha, Ciputat, 4 Juli 2015. Wawancara dengan Mahasiswi IIQ Jakarta, Latifatur Rohimah, Kampung Utan, 9 Juli 2019. Wawancara dengan pasca sarjana IIQ Jakarta, Isyroqotun Nashoiha, Wates, 11 Juli 2019. Wawancara dengan mahasiswi IIQ Jakarta, Ulya, Legoso, 9 Juli 2019. Wawancara dengan dosen pengampuh madzahibut tafsir PTIQ Jakarta, Abdul Kholiq, 9 Juli 2019. Wawancara dengan mahasiswa PTIQ Jakarta, Ahmad Muntaha, Cirendeu, 24 Juli 2019. 128

Wawancara dengan mahasiswa PTIQ Jakarta, Achmad Chasani, Ciputat, 11 Juli 2019. Wawancara dengan mahasiswa PTIQ Jakarta, Muhammad Ade Sevtian, Gaplek, 11 Juli 2019. Wawancara dengan dosen pengampuh madzahibut tafsir STKQ al-Hikam, Yusni, Depok, 12 Juli 2019. Wawancara dengan mahasiswa STKQ al-Hikam, Reza, Depok, 13 Juli 2019. Wawancara dengan mahasiswa STKQ al-Hikam, Reva, Depok, 13 Juli 2019. Wawancara dengan pasca sarjana STKQ al-Hikam, Nasril, Depok, 13 Juli 2019. Zen, Muhaimin, Mengenang Gagasan DR. K.H. ACHMAD HASYIM MUZADI, Depok:Fazaprinting, 2017.

Transkrip Wawancara

Narasumber : Dr. M. Ulinnuha Khusnan, MA Tempat : Kampus IIQ Jakarta Waktu : 4 Juli 2019 Pertanyaan : Mulai kapan madzahib tafsir dijadikan sebuah mata kuliah di kampus ini? Dan sejak kapan bapak mengampuh mata kuliah madzahib tafsir? Jawaban : Madzahibut tafsir dijadikan mata kuliah di kampus IIQ sudah lama, sejak adanya Ushuluddin berdiri pertama kali, namun untuk nama mata kuliahnya tidak pure madzahib tafsir tapi manahibut tafsir dan madzahibuhu, dan akhirnya dijadikan madzahibut tafsir. Saya agak lupa tahun kapan mulai mengampu madzahib tafsir, perkiraan 2014 atau 2016, dan mata kuliah ini untuk semester 7, namun dari tahun kemarin sudah dimulai dari semester 6 Pertanyaan : Tujuan perkuliahan ini apa? Apakah tujuan tersebut sudah terlaksana? Jawaban : Pertama karena ada di silabus, intinya untuk mengenalkan mahasiswa tentang keragaman madzhab-madzhab tafsir al- Qur’an, setelah mereka paham, selanjutnya diharapkan mereka mempunyai cakrawala pengetahuan mengenai keberbagaian dan kewarna-warnian itu, sehingga terakhir harapannya mereka bisa hidup saling menghargai dan bertoleransi, tidak mengklaim dia benar dan yang lain salah. Secara Kognitif sepertinya sudah terlaksana, selama kehidupan di kampus sepengetahuan saya mereka sudah toleran, namun untuk diluar kampus saya tidak mengetahui. Pertanyaan : Apa latar belakang adanya mata kuliah ini? Jawaban : Indikasinya adalah selain karena alasan akademik, bahwa ini adalah bagian yang penting untuk diberitahu dan diajarkan kepada mahasiswa, alasan yang kedua adalah untuk menanggulangi fenomena banyaknya klaim kebenaran yang dilakukan banyak orang, ada sih beberapa mahasiswa yang mengklaim bahwa pandangannya benar dan yang lain salah, tapi hal ini tidak mayoritas. Pertanyaan : Apakah anda merasa mahasiswa IAT setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir lebih bertoleran ketika berdiskusi atau bermusyawarah bahkan berdebat karena adanya sebuah perbedaan? Jawaban : Yang saya rasakan lebih bertoleran, diskusi sewajarnya, namun jika untuk mahasiswi yang pernah mempunyai kasus fanatik sebelumnya hanya diam saat di kelas, jadi memang agak susah untuk menentukan dia sudah toleran atau belum. Memang butuh untuk langsung di wawancarai saja. Pertanyaan : Apakah ada mahasiswa bapak yang telah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir, namun masih sempit pemahamannya sehingga mudah untuk menyalahkan orang yang berbeda pendapat dengannya? Jawaban : Jika memang ada, itu pun mahasiswi yang sama sekali belum mempelajari mata kuliah ini, sejauh ini untuk mahasiswi yang sudah mempelajari madzahibut tafsir tidak ada yang pemahamannya justru lebih sempit, setelah belajar sepertinya terbuka, tentu terbukanya wawasan itu tidak langsung 100%, karena pembelajarannya hanya satu semester, dari yang misalnya tertutup sama sekali akhirnya sudah mulai bisa angin masuk, dan yang sudah bertoleran atau terbuka maka lebih sangat terbuka dengan toleran dan wawasan yang lebih luas lagi. Pertanyaan : Apa keistimewaan atau kelebihan mata kuliah madzahib tafsir di IIQ dibanding dengan mata kuliah tersebut di kampus lain? Jawaban : Kalau madzahib di iiq itu saya mengkombinasi dari berbagai aspek, madzahib tafsir kan ada macam-macam, ada madzhab berdasarkan tipologi geografik per daerah, misalnya tafsir hijazi, tafsir madani, tafsir indonesi dan seterusnya itu satu madzhab, ada madzhab tafsir lain yang tidak berdasarkan geografik tapi berdasarkan madzhab pemikiran dalam ilmu kalam, tafsir jabari, tafsir qodari, tafsir asyari, taafsir maturidi. Lalu ada tafsir-tafsir alaa madzhab fuqoha, tafsir hanafi, tafsir hambali, tafsir syafii dan seterusnya. Nah di IIQ saya coba untuk mix, dalam 16 kali pertemuan disitu kita mencoba mempelajari dari aspek madzhab kalam, madzhab kaidah lalu madzhab fiqih, dan aspek yang tidak masuk dalam kaidah atau fiqih, tapi issue pergerakan, misalnya madzhab tafsir wahabi atau madzhab tafsir ikhwan muslimin. Jadi keistimewaan silabus di mata kuliah ini yaitu kombinasi beberapa kecenderungan yang berbeda-beda lalu kemudian kita mix dalam satu mata kuliah. Pertanyaan : Sejauh ini apakah ada konflik atau permasalahan yang ditimbulkan karena adanya perbedaan madzhab di kampus ini? Jawaban : Sependek pengetahuan saya tidak ada. Pertanyaan :Setelah saya observasi di kampus-kampus lain terkhusus prodi IAT, ternyata tidak semua mahasiswa mempelajari ilmu ini, menurut bapak apakah ilmu madzahib tafsir ini harus dijadikan sebuah mata kuliah yang wajib di prodi IAT? Apa alasannya? Jawaban : Iya, apalagi dilihat konteks kehidupan masyarakat dengan issue yang berkembang adalah tentang politik identitas, gerakan klaim kebenaran, semangat untuk berislam secara formalitas tanpa mempelajari alquran mendalam, jadi islam hanya di pelajari pada aspek simbol-simbol, berjilbab contohnya, tapi apakah hatinya fikirannya sudah berjilbab jarang disentuh. Contoh lagi pakai simbol laa ila ha illallah, seakan-akan yang memakai jubah atau simbol tulisan laa ila ha illallah adalah yang paling islam, sedangkan yang lain tidak. Nah ditengah wacana keagamaan yang sangat dangkal ini saya kira mata kuliah madzahibut tafsir menjadi sangat penting, karena ini membicarakan tentang keragaman mujtahid dari kalangan mufassirin untuk memahami isi al- Qur’an.

Narasumber : Yusni, MA Tempat : Masjid Al-Hidayah (Limo, Kota Depok) Waktu : 12 Juli 2019 Pertanyaan : Mulai kapan madzahib tafsir dijadikan sebuah mata kuliah di kampus ini? Dan sejak kapan bapak mengampuh mata kuliah madzahib tafsir? Jawaban : Saya kurang tau masalah sejak kapan, dan saya masih baru di STKQ kemudian langsung mengampuh mata kuliah madzahibut tafsir ini, memang di alhikam sendiri tidak sama dengan kampus lain, alhikam hanya mempunyai satu prodi yaitu IAT, dan setiap angkatan hanya ada satu kelas saja, berjumlah 30an mahasiswa. Pertanyaan : Tujuan perkuliahan ini apa? Apakah tujuan tersebut sudah terlaksana? Jawaban : Saya ingin dengan madzahibut tafsir yang saya ampuh ini, temen-temen STKQ mendapat wawasan metodologis dari peneliti barat dalam upaya mereka membaca perkembangan ulama-ulama atau para mufassir dari masa ke masa dengan berbagai macam kelas atau strata, intelektualnya sehingga itu menambah pengetahuan mahasiswa menjadi komrehensif, tafsir ini dari abad ke abad kan mempunyai semacam perkembangan yang berjalan secara periodik, kalau Husen ad- Dhahabi kita paham sekali pembagiannya, tafsir pada masa sahabat, tafsir pada masa thabiin, pengaruhnya dan hanya seputar israilliyat, qira’at, i’rab. Nah pembagian Husen Ad- Dhahabi ini kan sangat populer untuk kalangan IAT, mudah masuk dan mudah untuk dipahami, kalau tafsir orientalis ini kan agak rumit, sebagian berdasarkan periode sebagian lagi berdasarkan corak misalnya, ini yang terkadang sulit. tapi semakin kesini akhirnya bisa kebaca arah pemikiran Ignaz Goldziher. Jadi dengan mengetahui itu, mereka dapat membaca kitab tafsir sebagai prodak budaya, dialognya seperti apa, dialognya dengan keadaan teksnya, misal saat disebutkan tafsir Ibn Katsir mereka langsung terbayang tafsirannya ini tafsir abad keberapa, sehingga sudut pandang mereka terhadap kitab tafsir itu mapan, mapan disini maksudnya tidak hanya berkutat dengan teks didalamnya, akhirnya mereka benar- benar paham bahwa tafsir itu pun berdialog mengenai budaya. Dengan begitu semakin luas sudut pandangnya sehingga membantu mereka menafsirkan nantinya, contohnya dia sadar sekarang dia hidup di abad 14H corak pemikiran penafsir seperti apa, sadar pula bahwa dia berada di nusantara dan lain sebagainya, itu berangkat dari mereka belajar mata kuliah madzahibut tafsir. Dan dalam setengah tahun ini saya melihat antusias belajar mereka. Tujuan khususnya membantu mereka mudah menafsirkan Al-Qur’an dan melahirkan tafsir yang kontekstual. Tafsir ini kan diharapkan adanya perubahan, perubahan dalam pemahaman masyarakat, perubahan umat islam khususnya yang membaca tafsir tersebut. Perubahan disini masyarakat lebih toleran. Sehingga al-Qur’an ini menjadi hidup didalam kehidupan masyarakat. Pertanyaan : Apa latar belakang adanya mata kuliah ini? Jawaban : Yang saya lihat mereka ini awalnya masih terkungkung dalam tafsir model klasik yang kecenderungannya tekstual, cara pandang tafsir klasik ini memang tidak bisa lepas dalam penafsiran namun untuk menghidupkan al-Qur’an untuk seluruh zaman yaa harus ikut dengan adanya culture atau budaya. Jadi nilai tafsir itu menjadi tidak liberal, kecenderungannya akhirnya moderat, klasiknya di pakai, metode barat, dialognya dengan budaya setempat muncul. Akhirnya mereka sadar dengan madzhabnya, bahwa mereka ada di madzhab kontemporer dan di nusantara, karena seorang mufassir harus sadar banget dengan zamannya. Pertanyaan : Apakah anda merasa mahasiswa IAT setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir lebih bertoleran ketika berdiskusi atau bermusyawarah bahkan berdebat karena adanya sebuah perbedaan? Jawaban : Saya yakin mata kuliah yang mereka dapatkan selain saya itu banyak, dan memang teman-teman ini sangat terbuka, tidak antipati dengan hal baru yang mungkin baru mereka dengar, malah justru mereka sangat senang dengan pemahaman- pemahaman madzhab yang baru mereka ketahui, antusias sekali dan menerima pengetahuan di mata kuliah madzahibut tafsir, saya rasa 80% mahasiswa STKQ ini toleran, mereka seolah-olah dari sorot matanya mengatakan, saya akan berusaha menggunakan metodologi ini, saya ingin menafsirkan al-Qur’an dengan sangat sadar zaman dan culturenya. Pertanyaan : Apakah ada mahasiswa bapak yang telah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir, namun masih sempit pemahamannya sehingga mudah untuk menyalahkan orang yang berbeda pendapat dengannya? Jawaban : Saya tadi mengatakan 80% mahasiswa STKQ toleran, untuk yang 20% ini bukan tidak terbuka atau toleran melainkan tidak aktif dalam kelas, atau malah tidak masuk saat mata kuliah ini. Atau juga karena adanya teman-teman yang merasa terlalu banyak kegiatan di alhikamnya sehingga dalam kampus beberapa mahasiswa merasa mata kuliah ini lumayan berat karena adanya banyak istilah asing, sehingga ketinggalan dalam penjelasan saya. Pertanyaan : Apa keistimewaan atau kelebihan mata kuliah madzahib tafsir di IIQ dibanding dengan mata kuliah tersebut di kampus lain? Jawaban : Saya kurang tahu madzahibut tafsir di kampus lain, hanya saja saya pribadi ingin madzahibut tafsir di STKQ ini mengajak teman-teman untuk sadar mereka berada di madzhab apa setelah belajar beberapa macam klasifikasi madzhab yang disampaikan oleh timur barat, timur tengah, indonesia. Jadi saya sengaja menggabungkan pemikiran dari barat, timur dan indonesia sendiri. Keistimewaanya lebih komprehensif, jadi lebih mencakup. Pertanyaan : Sejauh ini apakah ada konflik atau permasalahan yang ditimbulkan karena adanya perbedaan madzhab di kampus ini? Jawaban : Tidak ada, saya tidak pernah menemukan hal tersebut. Pertanyaan : Setelah saya observasi di kampus-kampus lain terkhusus prodi IAT, ternyata tidak semua mahasiswa mempelajari ilmu ini, menurut bapak apakah ilmu madzahib tafsir ini harus dijadikan sebuah mata kuliah yang wajib di prodi IAT? Apa alasannya? Jawaban : Jadi seperti yang saya ucapkan tadi, STKQ ini mempunyai visi misi untuk menjadi sekolah tinggi tafsir terdepan dan melahirkan mufassir, karena itu untuk masuk STKQ harus hafal Al-Qur’an, kemudian mereka dicekokin dengan ilmu- ilmu lain agar dapat menjadi kader mufassir kedepan. Jadi saya sangat mengharuskan mata kuliah madzahibut tafsir di prodi IAT, karena ilmu ini adalah ilmu wajib juga untuk seorang kader mufassir.

Narasumber : Abdul Kholiq, MA. Tempat : Kediaman pengampuh (Pondok Cabe) Waktu : 9 Juli 2019 Pertanyaan : Mulai kapan madzahib tafsir dijadikan sebuah mata kuliah di kampus ini? Dan sejak kapan bapak mengampuh mata kuliah madzahib tafsir? Jawaban : Saya alumni PTIQ, saya masuk tahun 2007, ketika saya di PTIQ sudah ada mata kuliah ini, kalau sejarahnya sudah mulai dari awal ushuluddin berdiri, Cuma memang diajarkan di semester atas, semester 6 dan kemarin sempet di semster 8. dan dari awal saya mendapat mata kuliah ini memang namanya madzahibut tafsir. Saya sendiri mengampuh madzahibut tafsir masih dua tahun ini, sebelumnya mengampuh mata kuliah fiqih, ushul fiqih, tafsir klasik dll. Pertanyaan : Tujuan perkuliahan ini apa? Apakah tujuan tersebut sudah terlaksana? Jawaban : Madzhab kan diambil dari kata dzahaba berarti kita berjalan, atau bisa diartikan sebagai at-thoriqoh atau jalan yang digunakan seseorang untuk memahami al-Qur’an, dan madzahibut tafsir itu mulai ada ketika orientalis Ignaz Goldziher memperkenalkannya. ketika saya lihat seperti yang di almufassirun, disitu dijelaskan ada banyak madzhab- madzhab tafsir, tetapi kecondongan ali yazid ini tidak pada teologi, melainkan madzhab tafsir pemahaman terkait penafsiran yang berbeda-beda. Tafsir bil ma’tsur seperti yang kita tahu tafsir yang diambil dari perkataan nabi, sahabat dan tabi’in, walaupun kebanyakan orang salah pemahaman juga, mereka mengira tafsir bil ma’tsur ini tidak pakai akal, padahal tafsir bil ra’yi maupun bil ma’tsur dua-duanya juga memakai ijtihad atau akal. Saya lebih menangkap ternyata saya lebih suka untuk memberikan definisi terkait bil ma’tsur dan bi ra’yi ini mengenai masa, pada waktu. Jadi tafsir bil ra’yi adalah karya tafsir setelah masa Nabi, sahabat, dan tabi’in. Tujuan mata kuliah ini selama ini yang saya gunakan di PTIQ yang pertama untuk mencegah, karena beberapa hari ini banyak aliran-aliran yang kurang toleran atau radikal, sedangkan di PTIQ kan moderat, dan beberapa mahasiswa yang menunjukkan gerakan kesitu, makanya ushuluddin sebagai yang berkecimpung pada aliran-aliran itu, saya juga andil, maka dari itu untuk madzahibut tafsir saya tidak membahas tafsir tentang tafsir madzhab sunni, syi’i, atau mu’tazili, tetapi saya lebih membahas tentang isyari, fiqih ataupun ijtima’i dan sebagainya. Karena kalau saya membahas tentang teologi lagi, semester pertama sudah ada ilmu kalam, takutnya ada pengulangan pelajaran disini. Karena di PTIQ ada mata kuliah tafsir klasik dan tafsir kontemporer, nah di tafsir klasik ini nanti akan ada penjelasan teologi itu tadi. Dan yang pasti tujuan lain untuk memperkuat pemahaman keislaman kemudian yang kita kuatkan sikap-sikap moderatnya. Dan tujuan khususnya untuk menambah khazanah terkait penafsiran mulai awal penafsiran hingga sekarang. Dan yang saya rasakan semua tujuan ini sudah terlaksana. Pertanyaan : Apa latar belakang adanya mata kuliah ini? Jawaban : kalau untuk alumninya secara garis besar berada di tengah ahlus sunnah wal jama’ah, karena beberapa ada mahasiswa saya dulu meninggal karena menjadi relawan ISIS sekitar tahun 2015, dan mahasiswa ini belum mengikuti mata kuliah madzahibut tafsir. Pertanyaan : Apakah anda merasa mahasiswa IAT setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir lebih bertoleran ketika berdiskusi atau bermusyawarah bahkan berdebat karena adanya sebuah perbedaan? Jawaban : kita tidak merundingkan pada teologi, jadi ketika di ruang belajar, semuanya bertoleransi. Pertanyaan : Apakah ada mahasiswa bapak yang telah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir, namun masih sempit pemahamannya sehingga mudah untuk menyalahkan orang yang berbeda pendapat dengannya? Jawaban : Ketika kita membuka wawasan, otomatis wawasan mereka bertambah, dan semakin wawasan bertambah maka mereka akan lebih bertoleran atau moderat, kecuali kalau dari awal ada yang mengajar dengan niatan mempersempit pemahamannya sendiri, jadi yang seharusnya islam menjadi agama yang rahmatan lil alamin, jadi rahmatan lil madzhab. Pertanyaan : Apa keistimewaan atau kelebihan mata kuliah madzahib tafsir di PTIQ dibanding dengan mata kuliah tersebut di kampus lain? Jawaban : Diawal keinginannya itu bagaimana mahasiswa tidak awam dari karya-karya tafsir yang mana disitu banyak juga madzhab-madzhab apapun, dari situ kemudian semua mata kuliah yang saya ampuh yang terkategori tafsir atau penafsiran lebih pada contohnya, misal kita membahas tafsir fiqih, kemudian yang diambil al-badhawi diambil dari arabnya, kemudian mereka disuruh membaca dan menerjemahkan, jadi sambil memahami madzahibut tafsir mereka juga belajar penafsiran dari mufassir. Pertanyaan : Sejauh ini apakah ada konflik atau permasalahan yang ditimbulkan karena adanya perbedaan madzhab di kampus ini? Jawaban : Sepengetahuan saya tidak pernah. Pertanyaan :Setelah saya observasi di kampus-kampus lain terkhusus prodi IAT, ternyata tidak semua mahasiswa mempelajari ilmu ini, menurut bapak apakah ilmu madzahib tafsir ini harus dijadikan sebuah mata kuliah yang wajib di prodi IAT? Apa alasannya? Jawaban : Kalau konsennya di IAT ya madzahibut tafsir menjadi mata kuliah yang wajib, bukan hanya institut tertentu tetapi itu menjadi program yang harus. Karena munculnya tafsir-tafsir yang berbeda itu dengan latar belakang yang berbeda pula, dari sana muncul penafsiran dan pemahaman yang berbeda-beda, saya kira harus diajarkan karena menjadi pengetahuan yang wajib diketahui.

Narasumber : Latifatur Rohimah Tempat : Pesantren Takhassus IIQ Jakarta Waktu : 9 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : iya Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Pengertian dan historisitas Madzahib at-Tafsir, tafsir sunni, tafsir Syi’ah, Tafsir Khawarij, tafsir Muktazilah, tafsir Sufi, Tafsir Bathiniyah, Tafsir Qodyaniyah dan Baha’iyah/Babiyah, Tafsir Hanafiyah, Tafsir Malikiyah, Tafsir Syafi’iyah, Tafsir Hanabilah, Tafsir Zhahiriyah. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Simple saja, adanya perbedaan madzhab fiqih itu menimbulkan keberkahan. Kenapa membawa keberkahan karena dengan adanya madzhab fiqih kita bisa memilih salah satu madzhab yang akan kita ikuti sesuai dengan keadaan dan kondisi yang ada. Maka dari itu saya menyimpulkan pula bahwa adanya perbedaan madzhab fiqih sangat memberikan kemudahan. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Saya pribadi sangat bersyukur, karena madzhab satu dengan madzhab yang lain dapat saling melengkapi, pastinya satu madzhab tafsir tidak mampu mencakup aspek-aspek diluar madzhab itu tadi, jadi saya sangat bersyukur dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Sikap saya terhadap perbedaan tersebut berusaha untuk lebih terbuka, dengan cara tidak menyalahkan madzhab tafsir yang tidak sesuai dengan keinginan atau pemikiran kita, karena setiap madzhab memiliki idiologi atau tuntunan masing-masing. Selama hasil penafsiran tidak keluar dan menyalahkan syariat, al- dan hadits maka perbedaan dalam penafsirannya aman saja. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Menurut saya ayat tersebut lebih fokus pada pengertian pemimpin, namun tidak ada salahnya jika sebagian lain mengartikan teman, yang di permasalahkan adalah pah ahok ini mengatakan tentang sesuatu yang bukan pada ranahnya. dan menurut saya itu adalah sebuah penistaan. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Saya sangat suka berdiskusi dan membagi pemahaman kepada yang lain, jadi saya sangat menerima saran dan perbedaan terkhusus dalam bermadzhab. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Saya akan mengungkapkan apa yang butuh saya ungkapkan, dan tidak akan mengungkapkan yang tidak seharusnya diungkapkan. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Tidak ada. Karena memang tidak menemukan, bukan berarti tidak mau untuk berteman dengan orang yang bermadzhab lain. Namun saudara saya ada yang LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) satu aliran yang dapat dikatakan fanatik, dan hubungan saya dengannya baik-baik saja. Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Karena saya tumbuh dalam keluarga yang notabene ibu saya NU tulen dan ayah saya Muhmmadiyah tulen, sehingga saya terbiasa hidup dalam toleransi yang tinggi, maka dari itu saya tidak pernah mempermasalahkan pertemanan yang berbeda madzhab. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : kalau menurut saya pribadi beliau bukan syiah, dilihat dari penafsirannya malah cenderung kepada sunni, hanya satu hal tentang hijab ini memang beliau syiah banget, dan hal ini wajar karena dalam doktornya beliau mengkaji tentang kitab syiah, jadi sedikit banyak mempengaruhi pola pikiran beliau. Dan saya menerima dengan seluruh penafsirannya, terkhusus untuk hijab saya menerima namun tidak mengaplikasikan tafsiran tersebut. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Lebih banyak berdiskusi, ajak obrol dan tetap tidak memaksa argumen saya. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Khawatir, apalagi dewasa ini kabar ini masih sangat hangat tentang sekte-sekte di indonesia, sebut saja yang melarang ustad hannan attaki untuk ceramah, bukan menolak penceramahnya, namun isi dari ceramahnya membawa atau seakan-akan mengajak pada islam yang keras, hal ini melampaui batas BANSER, seharusnya ini urusan POLRI. Hal-hal seperti ini akan mengakibatkan pemecahan umat. Itu sangat membuat saya khawatir. Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Kalau menurut saya beberapa aliran mempunyai kadar toleransi tersendiri. Namun jika harus disuruh memilih, saya merasa yang paling toleran adalah sunni alasannya mungkin karena belum mendalami aliran yang lainnya. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Sedikit banyak iya, namun selebihnya karena lingkungan keluarga saya sudah mengajarkan saya toleran sejak kecil.

Narasumber : Isyroqotun Nashoiha Tempat : Pesantren Takhassus IIQ Jakarta Waktu : 11 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Yes dong Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Pengertian dan historisitas Madzahib at-Tafsir, tafsir sunni, tafsir Syi’ah, Tafsir Khawarij, tafsir Muktazilah, tafsir Sufi, Tafsir Bathiniyah, Tafsir Qodyaniyah dan Baha’iyah/Babiyah, Tafsir Hanafiyah, Tafsir Malikiyah, Tafsir Syafi’iyah, Tafsir Hanabilah, Tafsir Zhahiriyah. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Sebenarnya perbedaan itu semua dari segi fur’i, misalkan madzhab syafii dalam segi wudhu, yang dibasuh tangannya adalah pergelangan tangan sampai siku-siku, tapi yang pokok dari wudhu di tangan itu adalah tangan itu sendiri bukan batasannya, nah perbedaan dari madzhab fiqih dari segi fur’i itu adalah pembahasan batasannya. Jadi bukanlah sebuah permasalahan adanya perbedaan madzhab fiqih, tergantung dimana kita berada dan dimana kita menerapkannya, jika kita menerapkannya di tempat yang awam dalam bermadzhab fiqih maka akan menjadi sebuah permasalahan, yakni kesalah pahaman di masyarakat tersebut. Selebihnya saya sangat tidak mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang berada di madzhab fiqih itu sendiri. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Bagus dan dengan banyaknya perbedaan itu justru menimbulkan hal-hal yang positif. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Bukan penistaan, itu hanya kesalahan pemahaman kontekstual mereka yang kurang mengetahui asbabun nuzul dari ayat tersebut. Karena ayat itu masih berkaitan dengan ayat sebelumnya. Dan jika dipenggal hanya satu ayat tersebut maka berakibat fatal bagi yang memahaminya. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : kalau dulu saya syafi’iyah banget dan menolak yang lain, tapi semenjak mempelajari madzahibut tafsir saya sangat terbuka dan tidak menafikkan madzhab yang lain. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Saya akan mengungkapkannya namun tidak ngotot dalam pendapat saya. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Tidak, teman-teman pasca saya malah lebih bisa bikin kita moderat karena berbeda madzhab, tapi jangan terlalu moderat itu tidak baik juga. Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Mendengarkan argumennya dan tetap butuh filter untuk mengantongi yang dipahami sehingga tidak menafikkan kepercayaan madzhab yang lain. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Tidak, saya tidak setuju jika beliau dinobatkan menjadi aliran syiah. Memang yang saya baca penafsiran beliau ada yang merujuk pada thaba thaba’i, namun bukan berarti beliau iu penganut syiah. Dan mengenai penafsiran hijab, saya pernah mendengarkan dari guru saya yang sanadnya jelas sampai pada pak Quraish, bahwa beliau pernah menyuruh anak-anaknya untuk berhijab, namun karena sekarang anaknya sudah bersuami maka lepas-lah tanggung jawab untuk menyuruhnya dan diserahkan pada suaminya, jadi salah jika ramai orang berbicara bahwa beliau tidak pernah menyuruh anak-anaknya untuk berhijab. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Saya ajak diskusi, jika memang sudah tidak bisa sepemahaman setelah diskusi tersebut maka saya akan membiarkan pemahamannya dengan dirinya, dan pemahaman saya dengan diri saya, karena semua yg bernama pemaksaan itu tidak enak. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : khawatir karena takut menyesatkan satu sama lain, biasanya kan orang kalau sudah kekeuh dengan pemahamannya akan menyalahkan pemahaman yang lain, namun untuk selebihnya semua perbedaan itu bagus dan sangat positif. Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Menurut saya madzhab syafi’i adalah yang paling toleran, namun sebenarnya semua madzhab sesuai dengan buku atau kitab atau pedoman yang dianut oleh mereka, misalnya madzhab hanafi pasti ada kitabnya sendiri, jadi semua madzhab itu benar, disesuaikan dengan tempat yang ditempati. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Sangat iya.

Narasumber : Ulya Tempat : Pesantren Takhassus IIQ Jakarta Waktu : 9 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Sudah Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Pengertian dan historisitas Madzahib at-Tafsir, tafsir sunni, tafsir Syi’ah, Tafsir Khawarij, tafsir Muktazilah, tafsir Sufi, Tafsir Bathiniyah, Tafsir Qodyaniyah dan Baha’iyah/Babiyah, Tafsir Hanafiyah, Tafsir Malikiyah, Tafsir Syafi’iyah, Tafsir Hanabilah, Tafsir Zhahiriyah. Tafsir wahhabiyah, Tafsir Ikhwanul Muslimin Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Sebagai muslim kita hidup seharusnya dengan kehidupan yang syari’ah, ketika kita mentaati syariah berarti kita harus terpaut pada al-Qur’an dan as-Sunnah, al-Qur’an sendiri sudah banyak yang menafsirkan dan untuk as-Sunnah itu dari perilaku atau ucapan Rasulullah, bahkan satu hadits pun bisa diartikan dengan banyak pengertian oleh para mufassir dan hal ini nanti akan turun menjadi fiqih, misalnya tentang sholat itu kan nanti banyak perbedaan pendapat, jika mengikuti syafi’i, ya harus istiqomah dengan syafi’i, berpegang teguh dengan syafi’i namun tidak menafikkan yang lain. Karena madzhab hanafi juga punya dalil, hambali dan maliki pun demikian. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : - Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Lafadz auliya’ itu musytaroq kan, bisa diartikan pemimpin atau teman setia, mau diartikan pemimpin atau teman tetap saja intinya tidak boleh, khawatirnya apabila yang memimpin ibu kota bukan muslim pasti mempengaruhi daerah-daerah sekitarnya, misalnya ketika ada undang-undang dilegalkan miras, efeknya daerah-daerah pun mengikuti. Diakibatkan pemimpin yang bukan muslim sedangkan mayoritas rakyatnya muslim malah dikhawatirkan tidak ada pengertian tentang muslim itu sendiri, yang boleh apa atau sebaliknya. Dan Terbukti pula ketika Rasulullah memimpin di zamannya sangat bisa menaungi nasrani, majusi dan lainnya. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Kalau dulu, pengetahuan saya kan masih berhenti di bacaan buku dan lain-lain, kalau ternyata ada madzhab dhohiri dan sebagainya, masih belum pernah ketemu, masih kebayang aja bukan prakteknya. Nah setelah mempelajari mata kuliah ini dan melihat sekeliling masyarakat memang ada, jadi lebih menambah khazanah pengetahuan dan menerima semua hal yang ada tersebut. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Saya pribadi masih pemalu, jadi lebih kayak diem saja. Tapi kalau hanya sedang berdua atau bertiga saya akan mengungkapkan. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Ada, dia sunni tapi yang salafi jadi agak fanatik. Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Rasa ego atau fitrah manusia ya pinginnya orang ikut sama kita, tapi kalau sudah mulai terbuka Saya akan lebih ngobrol biasa, tapi kalau masuk dalam pemikiran, aku tetap dengan pemikiranku dan dia dengan pemikirannya. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya?

ِ Jawaban : Itu saat menafsirkan al-ahzab ayat 59, ada kata ذَل َك أَْد ََن أَ ْن sepemahan dan sepengetahuan ulya, itu kan ي ُْعَرفْ َن فَََل ي ُْؤذَيْ َن beliau menafsirkan bahwa ketika hijab itu fungsinya agar perempuan itu dikenal dan tidak diganggu itu bisa di ganti dengan konteks Indonesia yang beragam ini, kemanannya bisa terjamin, terus untuk bisa dikenal jadi kita bisa dengan KTP atau identitas lain. Melihat mufassir-mufassir lain yang mewajibkan jilbab, di tambah lagi dengan hadits-hadits Nabi, pun juga sudah menjadi identitas muslimah, jadi menurut saya penafsirannya kurang tepat mengenai jilbab ini. Namun untuk penafsiran yang lain tidak ada masalah dalam pandangan saya, jadi saya sangat setuju beliau adalah mufassir dengan keilmuan yang mumpuni. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Selama dia masih membuka, ya saya coba untuk bertukar pemahaman, tapi kalau sudah dari merekanya menutup, ya sudah jalan sendiri-sendiri tapi tetap dengan kemanusiaan, saling sapa dan ngobrol biasa. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Khawatirnya begini, mungkin jika dia benar-benar orang muslim, belajar di keilmuan muslim, lahir dari keluarga yang benar-benar muslim, dan benar-benar mempelajari agama dengan baik dan benar, kemudian dia menafsirkan ya kita bisa lihat tafsiranya akan baik, kekhawatirannya ada orang-orang yang menyamar. Misalnya tafsir bathiniyah, dhohiriyah itu kan dari agama yang menyembah dewa, menyembah selain Allah terus dia pura-pura masuk islam atau benar-benar masuk islam tapi masih membawa agamanya dan dia menafsirkan al-Quran dengan pemahamannya dia yang sangat kurang akan ilmu penafsiran. Jadi akhirnya perilakunya bukan islam tapi yang tercoreng islamnya. Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Menurut ulya yang paling toleran adalah sunni karena memang kita berada di lingkungan yang sangat sunni. Kalau lihat syiah atau khawarij itu kayaknya ekstrem banget, dan dari tafsir-tafsir atau dalil-dalil yang diambil tidak memperhatikan keketatan jadi terlihat seperti asal gitu. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Iya ada pengaruh karena kita bisa lihat bagaimana tafsir syi’ah, tafsir bathiniyah dan tafsir-tafsir lainnya, jadi lebih membuka khazanah pengetahuan dan lebih menerima adanya mereka.

Narasumber : Achmad Chasani Tempat : Rumah Makan (Hosen) Waktu : 11 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Pernah, Alhamdulillah Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Definisi madzhab tafsir, perbedaan antara madzhab, manhaj, thariqoh, ittijah dan laun, perbedaan karakteristik tafsir dan takwil, sejarah munculnya madzhab tafsir, tokoh di bidang madzhab tafsir, urgensi dan out put mempelajari madzhab tafsir, pengertian tafsir nabi dan sahabat, karakteristik tafsir- tafsir nabi dan sahabat, sumber penafsiran sahabat, tokoh- tokoh tafsir pada masa sahabat, karya tafsir pada masa tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir tabi’in, sumber- sumber penafsiran tabi’in, karakteristik tafsir tabi’in, kualitas tafsir tabi’in, tokoh-tokoh tafsir tabi’in, karya tafsir pada masa tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir bil ma’tsur, pengertian tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir Fiqh, tafsir Isyari, Tafsir Ilmi, tafsir Lughawi. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Perbedaan itu rahmat, meskipun ucapan tersebut ada yang mengatakan itu bersumber dari hadis kemudian ada yang men-dhoif-kan hadis tersebut, tapi saya setuju dengan perkataan itu, karena memang yang saya rasakan perbedaan itu rahmat, karena dengan perbedaan itu kita dapat mengambil islam yang rahmatan lil alamin, punya banyak sudut pandang dalam menanggapi suatu hal, misal wudhu, madzhab mailiki, hanafi, hambali, dan syafi’i punya syarat wajib, syarat sah, dan berbagai macam komponen dalam wudhu yang berbeda- beda. Nah kenapa saya bilang menjadi rahmat, misal ketika kita berada di tempat yang minim air, kita bisa menggunakan cara wudhu dengan mengikuti madzhab hambali atau maliki, tidak bisa memaksakan mengikuti syafi’i yang dalam tanda kutip boros air. Jadi saya sangat menerima dan bersyukur dengan adanya perbedaan ini. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Selama orang yang mengemukakannya capable otomatis saya dapat mendengar perkataan tersebut, bahkan bukan hanya mendengar melainkan menjadikan sebuah refrensi tersendiri bagi saya. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Orang yang fanatik dalam bermadzhab menurut saya adalah orang yang kurang ngopi, kurang main dan kurang baca, jadi sikap saya kepada mereka adalah diajak main, diajak ngopi, diajak diskusi. Ada buku yang menarik yang dapat dibahas tentang tafsir al- Maidah ayat 51, yaitu buku Quraish Shihab yang baru-baru ini di terbitkan, nah dari penjelasan penafsirannya saya beranggapan bahwa yang dilakukan Ahok ini bukan penistaan melainkan hanya pada titik politik saja. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Sangat, saya itu tipe orang yang sangat suka perbedaan, jadi jika ada perbedaan didepan saya, justru saya sangat semangat untuk mempelajari dan menuntaskan perbedaan itu, menuntaskan disini bukan untuk memaksa salah satu diantara kami harus mengikuti keinginan yang satunya, melainkan lebih seperti saling memberikan argumen, berdiskusi, dan pastinya lebih menambah wawasan. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Ya saya akan omongin, itu ruang musyawarah ya harus bicara apapun yang ada di kepala. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Sampai saat ini belum ada Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Saya dari SMA pingin banget ketemu orang-orang yang berbeda madzhab bahkan yang sampai fanatik gitu, tapi ya nggak ketemu-ketemu, jadi masih hanya sekedar denger cerita-cerita. Kalau sikap ya enjoy saja. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Bukan syi’ah, kita itu tidak boleh menghukumi 100% orang tersebut syiah, atau khawarij, atau sunni hanya dengan dari pandangan satu tafsirannya tersebut, contohnya pak Quraish kalau mengutip tafsiran pak Quraish sendiri kita bisa lihat beliau mengakomodir banyak sekali madzahib tafsir, tidak hanya sunni atau syi’ah. Jadi saya sangat tidak setuju dengan orang yang beranggapan bahwa beliau adalah syi’ah, karena banyak hal ketika kita melihat rekamannya beliau di youtube, kita bisa menggaris bawahi bahwa gak mungkin beliau syi’ah namun pandangannya tidak fanatik hanya dengan syiah. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Tetap diskusi, dan menerima semua perbedaan. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Enjoy, ada perkataan yang menarik dari Sabrang, vokalisnya Letto anaknya cak Nun, dalam suatu sesi diskusi, dia menerangkan bahwa permasalahan diisyaratkan misal kambing, perbedaan ini diibaratkan orang yang motret kambing tersebut dari berbagai sisi, mereka yang motret kambing dari sisi matanya, ya akan terlihat matanya saja, mereka yang motret dari sisi kakinya maka yang terlihat kakinya saja, bahkan mohon maaf yang motret kotorannya pun akan terlihat kotorannya saja. Tapi di foto-foto tersebut mereka tidak melihat secara utuh kambing tersebut sehingga menghasilkan foto yang berbeda-beda, seperti itulah perbedaan, mereka memang tidak sama namun secara hakikat secara kesejatian merekaitu sebenarnya satu bagian yang utuh, hanya saja dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda, semakin banyak perbedaan semakin kita melihat kesejatian. Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Mohon maaf mereka yang membawa nama islam secara mayoritas itu malah yang paling kurang toleran menurut saya, jadi saya lebih condong pada yang paling minoritas adalah yang paling toleran. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Iya.

Narasumber : Ahmad Munthaha Tempat : Cirendeu Waktu : 24 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Iya Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Definisi madzhab tafsir, perbedaan antara madzhab, manhaj, thariqoh, ittijah dan laun, perbedaan karakteristik tafsir dan takwil, sejarah munculnya madzhab tafsir, tokoh di bidang madzhab tafsir, urgensi dan out put mempelajari madzhab tafsir, pengertian tafsir nabi dan sahabat, karakteristik tafsir- tafsir nabi dan sahabat, sumber penafsiran sahabat, tokoh- tokoh tafsir pada masa sahabat, karya tafsir pada masa tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir tabi’in, sumber- sumber penafsiran tabi’in, karakteristik tafsir tabi’in, kualitas tafsir tabi’in, tokoh-tokoh tafsir tabi’in, karya tafsir pada masa tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir bil ma’tsur, pengertian tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir Fiqh, tafsir Isyari, Tafsir Ilmi, tafsir Lughawi. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Perbedaan dalam madzhab fiqih yang saya pahami dilatar belakangi adanya nalar yang berbeda, saya berikan contoh, Ada satu kebenaran yang bisa dijadikan objek, misal kita ibaratkan objek tersebut adalah bunga, bunga dipotret dari kanan bunga, dari kiri juga hasilnya bunga, atas atau bawah tetap bunga, namun tetap terlihat dari sisi yang berbeda, itu masih dari sisi belum tentang perbedaan dalam revolusi kameranya, nah dari contoh tersebut sering sekali saya jadikan contoh buat orang yang menjustifikasi kebenarannya sendiri. Dari situ kita bisa menarik pada perbedaan fiqih, yang pertama dari segi cara penarikan hukumnya, suatu contoh famsahu bi ru’u sikum itu juga banyak perbedaan, ada yang mengatakan bahwa itu cuma sebagian saja yang dibasuh, ada juga yang mengatakan keseluruhan kepala. Selanjutnya dari segi geografis, ada sebagian dari negara panas yang menganut madzhab membasuh keseluruhan kepala agar mendapatkan kesejukan tersendiri, ada pula negara yang dingin banget mereka mengambil sebagian kepalanya saja. Pada intinya perbedaan itu adalah sebuah kewajaran. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Menurut saya adanya perbedaan madzhab tafsir karena dilatar belakangi satu kalam yang mereka pegang, kemudian akan melahirkan syiah, sunni dan lain-lainnya. Yang kedua karena pandangan fiqih yang berbeda juga yang dijadikan rujukan mereka, sehingga akan menghasilkan karya tafsir yang berbeda. Dan menurut saya perbedaan madzhab itu sangat wajar ya.. tidak mungkin kita bisa menyatukan pemahaman satu dunia ini. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Baik, Madzhab yang begitu banyak akan menimbulkan banyak perbedaan, sampai situ saya setuju, namun jika kalimatnya diteruskan dengan menimbulkan permasalahan, maka saya rasa perlu dikaji ulang, karena menurut saya perpecahan atau pemasalahan itu bukan diakibatkan karena adanya banyaknya madzhab tafsir namun karena kurangnya pemahaman orang, kurangnya minat baca masyarakat justru disitu yang akan mengakibatkan permasalahan. Saya tidak menganggap itu penistaan, justru saya melihat dari sisi pandang yang lain, yang awalnya banyak orang tidak mengetahui surat al-Maidah ayat 51, bahkan saya sendiri yang awalnya masih asing dengan ayat ini, lantas dengan adanya kasus ini malah membuat kita mengenal dengan ayat tersebut, itu cara Allah menyentil kita. Penistaan itu kalau yang ngomong orang islam terus omongannya tidak mengindahkan al-Qur’an. Sedangkan jika ditanya tentang sikap saya terhadap orang yang fanatik terhadap penafsiran ayat tersebut, maka saya akan katakan kepada mereka untuk membaca dan lebih banyak membaca tentang penafsiran ayat tersebut di banyak refrensi. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Jadi sebelum saya masuk ke PTIQ ini, saya masih mengembara selama 6 tahun pasca lulus dari SMA, dengan perjalanan itu membuat saya sebelum mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir saya sudah melihat banyak perbedaan, saya juga sudah membaca beberapa buku, itu membuat saya berkesimpulan “oh ternyata seperti ini toh”, pernah ngaji tafsir juga, saya juga punya pengalaman menarik bahwa dulu saat saya belajar tafsir di menara kudus itu neranginnya simple banget, ternyata setelah perjalanan yang saya lalui saya sadar bahwa beliau menjelaskan sebuah tafsir dengan kata yang simple itu karena beliau melihat murid- muridnya yang kebanyakan awam, nah dari sini akhirnya saya juga punya pemikiran, pasti akan ada perbedaan dalam penafsiran nantinya, entah satu kata, satu kalimat bahkan satu ayat. Saya juga sebelum masuk PTIQ sudah membaca ulumul qur’an karya Lirboyo, dan disana saya sudah mengetahui tentang aliran syi’ah yang ta’wilnya jauh banget. Nah setelah itu dari semester 6 akhirnya saya mendapatkan mata kuliah madzahibut tafsir yang lebih menambah hasil mengembara saya ini. Jadi saya sudah terbuka dan menerima saran atau perbedaan sudah sejak sebelum mengenal mata kuliah ini. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Saya tetap akan kekeuh untuk adu argument dengan apa yang saya yakini, karena saya paham betul bisa jadi argumen saya salah dan argumen teman yang lain ada kemungkinan benar, atau sebaliknya. Jadi saya akan ungkapkan, karena kalau saya pendam sendiri maka saya akan merasa itu benar selamanya, dan saya akan rugi karena belum tentu yang saya rasa benar itu benar. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Ada Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Saya tetap berinteraksi dengan baik dengan mereka yang jelas syi’ah atau wahabi, dan saya tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Kurang baca aja sih mereka. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Tidak juga, kita mempunya bacaan buku sendiri-sendiri, mempunyai kapasitas pemahaman sendiri, punya kapasitas daya nalar sendiri-sendiri, dan justru jika saya memaksakan untuk sama itu bukan saya. Bahwa saya kekeuh dengan argumen saya itu bukan untuk memaksa mereka mengikuti pemahaman atau argumen saya. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Santai, dengan adanya perbedaan itu adalah untuk memperkaya kita dalam menghadapi orang, menghadapi diri sendiri, mengajarkan pada orang lain, dan itu sangat asik sekali kalau kita sudah menguasai perbedaan itu. Dengan perbedaan itu kita lebih arif dalam menghadapi orang. Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Untuk saat ini saya belum membaca banyak tentang madzhab-madzhab tafsir, tapi secara subjektif yang saya anggap paling toleran itu sunni. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Pasti, tapi tidak sebesar pengaruh ketika saya mengembara 6 tahun sebelum masuk PTIQ.

Narasumber : Muhammad Ade Sevtian Tempat : KFC Gaplek Waktu : 11 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Pernah Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Definisi madzhab tafsir, perbedaan antara madzhab, manhaj, thariqoh, ittijah dan laun, perbedaan karakteristik tafsir dan takwil, sejarah munculnya madzhab tafsir, tokoh di bidang madzhab tafsir, urgensi dan out put mempelajari madzhab tafsir, pengertian tafsir nabi dan sahabat, karakteristik tafsir- tafsir nabi dan sahabat, sumber penafsiran sahabat, tokoh- tokoh tafsir pada masa sahabat, karya tafsir pada masa tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir tabi’in, sumber- sumber penafsiran tabi’in, karakteristik tafsir tabi’in, kualitas tafsir tabi’in, tokoh-tokoh tafsir tabi’in, karya tafsir pada masa tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir bil ma’tsur, pengertian tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir Fiqh, tafsir Isyari, Tafsir Ilmi, tafsir Lughawi. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Semuanya benar, mereka untuk menemukan sebuah masalah telah melewati proses yang panjaaaang, ijtihad yang sungguh- sungguh, jadi semuanya tidak ada masalah, hanya saja kita tidak boleh memakai 4 madzhab langsung, jadi harus bisa menggunakan satu madzhab dengan istiqomah, kecuali dalam keadaan atau situasi darurat sehingga menyebabkan harus menggunakan madzhab yang lain. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Perbedaan adalah rahmat, bahkan bagi saya sih malah kalau tidak ada perbedaan itu al-Qur’an seakan-akan baku. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Auliya’ itu berdampingan, sejalan. Menurut saya kasus ahok ini termasuk penistaan, tapi lebih ke etika sih. Seakan-akan beliau tidak mengindahkan ayat tersebut dan juga pastinya karena kekurangan pemahaman Ahok sendiri. Untuk sikap saya, ya tetap sama dengan yang lainnya, selama yang fanatik tidak mengganggu kehidupan saya, ya semua sikap saya akan biasa saja, tidak ada yang harus di takutkan atau di spesialkan. Gak ada yang salah jika kefanatikannya tidak mengganggu. Yang salah itu kalau kita merasa paling benar. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Iya, dari dulu sebenarnya sudah enjoy dan nyaman aja sama semua perbedaan-perbedaan, ditambah belajar madzahibut tafsir kan menambah khazanah, jadi semakin santai aja melihat perbedaan yang beredar. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : ya harus di ungkapkan, diajukan bahkan dimusyawarahkan. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Banyak, saya pernah di Lipia dan disana juga banyak yang berbeda madzhab, dan saya tetap berteman akrab dengan mereka. Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Bagaimana ya.. begini SD saya dulu itu gabung sama orang- orang china, islamnya minoritas, nah disanalah kita belajar bagaimana hidup rukun dalam beragama, dan ketika idul fitri mereka ke rumah kita, dan kita juga ke rumah mereka. Makanya saya sangat enjoy dengan semua perbedaan apalagi Cuma perbedaan madzhab yang pada intinya sama, satu islam. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Saya tidak setuju kalau beliau dituduh syi’ah, kan itu hanya penafsiran satu hal, bukan berarti dengan satu tafsirannya yang menurut orang kurang tepatlah anggap saja begitu lantas kita harus menafikkan penafsiran yang lain. Kan tidak bisa begitu, misal tafsir sya’rawi itu kan dikenal tarbawi karena disitu dominannya menampilkan dari segi tarbawi sendiri, misal lagi Wahbah Zuhaili itu kan dikenal dengan tafsir adabul ijtima’i karena memang kondisi ayat-ayat yang ditelusuir orang-orang menyatakan penafsirannya lebih pada adabul ijtima’i. Jadi saya sangat menerima dan sangat ta’dim pada mufassir indonesia yaitu pak Quraish. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Saya bukan tipe orang yang kekeuh bikin orang ikut sama pemahaman saya. Tujuan hidup saya itu hanya ada dua, pertama mengharap ridha Allah, dan yang kedua bermanfaat dengan orang lain. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Enjoy dan Khawatir, saya enjoy karena perbedaan itu rahmat, kata pak Ahsin Sakho al-Qur’an itu adalah berlian, bisa dipandang di segala sudut, dan dari sudut manapun akan terpancar cahaya yang indah, itulah mengapa saya enjoy. Khawatirnya adalah takut adanya orang-orang yang menafsirkan al-Quran namun ilmunya belum mumpuni, sehingga banyak penafsiran salah tersebar. Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Sunni, dan saya tidak menyalahkan yang lain. Alasannya karena saya masih belum punya banyak ilmu terhadap madzhab yang lain. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : iya, karena disitu kita mengetahui banyaknya perbedaan, jadi lebih membuka mata kita untuk melihat bahwa dunia ini begitu banyak yang perlu dipandang lagi, tidak hanya satu sudut yang kita percaya saja. Nah hal ini akhirnya menimbulkan toleran dalam diri kita.

Narasumber : Reza Tempat : Masjid STKQ Al-Hikam Waktu : 13 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Iya pernah di semester 6, tapi masih belum kelar, masih kurang 7 SKS. Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Madzhab Tafsir Kategori Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir kategori J.J.G Jansen, Madzhab Tafsir Kategori Hussein Adz- Dzahabi, Madzhab Tafsir kategori Amina Wadud, Madzhab Tafsir kategori Abdul Mustaqiem, madzhab tafsir kategori Masdar F. Mas’udi Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Madzhab Fiqih itu dalam tafsir berarti mereka mencari ayat yang berkaitan dengan fiqih, kemudian mereka menjelaskan ayat tersebut sehingga sesuai dengan fiqih yang mereka amalkan atau yakini. Untuk perbedaan saya rasa sangat wajar, Karena terkadang alasan yang diungkapkan madzhab syafi’i itu lebih rasional, kadang madzhab yang alin yang lebih rasional di waktu atau situasi yang berbeda. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : kalau menurut saya tidak masalah, karena nanti tujuan masing-masing biasanya positif, sehingga dengan keberagaman tersebut akan di sesuaikan dengan kondisi masing-masing Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Auliya’ disini penafsirannya sangat umum, termasuk pemimpin, teman menyimpan rahasia, termasuk juga teman setia atau dekat, dan menurut saya kasus ini adalah penistaan, karena dia mengatakan bahwa orang-orang di bohongi dengan surat al-Maidah ayat 51, sementara dia tidak pantas untuk mengatakan hal itu. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Masih menerima dan tetap diskusi, tapi keinginan untuk membuat dia sepemahaman dengan pemahaman saya tetap ada. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Mengutarakan, alasannya agar ilmu yang ada itu biar mereka tahu dan kita punya amanah untuk menyampaikan itu. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Ada Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Kalau saya pribadi untuk pergaulan tidak perlu ada pembatasan Cuma untuk kita menerima semua yang dia sampaikan harus dibatasi, kemudian kalau bisa kita jelaskan supaya dia bisa paham apa yang kita pahami itu. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Yang saya tahu mengenai penafsiran pak Quraish tentang hijab ini, beliau Cuma mengutarakan ukuran jilbab itu ulama berbeda pendapat, yang mana intinya adalah pakaiannya harus sopan dan rapi, tapi beliau tidak ada bicara bahwa jilbab itu tidak wajib. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa pak Qurais ini syi’ah. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Saya biarkan pemahaman dia setelah saya mencoba untuk menyampaikan pemahaman yang menurut saya benar pastinya. Dan juga harus mengayomi pemahaman dia juga, tidak menerang terus, jadi diskusinya lebih terbuka. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Sangat lebih khawatir, seperti tadi jadinya ada konflik akhirnya menjadikan masing-masing merasa paling benar, seharusnya semuanya itu merucut pada satu titik yang sama atau pemahaman yang sama sehingga tidak ada konflik yang menyebabkan merasa paling benar, maksudnya disini merucut pada satu madzhab yaitu sunni. Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Menurut saya Sunni, kalau aliran yang lain kurang benar jadi kurang mengayomi. Aliran yang sangat salah itu adalah qodariyah, jabariyah dan mu’tazilah. Syi’ah pun sangat menyimpang karena ketika mereka menafsirkan suatu ayat pendekatannya itu tidak tepat. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Merasa lebih luas wawasannya, lebih terbuka dan lebih paham kenapa masih ada orang yang sempit pemikirannya, jadi semakin saya mempelajari madzahibut tafsir, saya semakin memahami dan mempunyai keterbukaan dalam pemikiran maupun sikap.

Narasumber : Reva Tempat : Masjid STKQ Al-Hikam Waktu : 13 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Iya, saya sudah masuk 5x pertemuan dalam mata kuliah ini. Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Madzhab Tafsir Kategori Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir kategori J.J.G Jansen, Madzhab Tafsir Kategori Hussein Adz- Dzahabi, Madzhab Tafsir kategori Amina Wadud, Madzhab Tafsir kategori Abdul Mustaqiem, madzhab tafsir kategori Masdar F. Mas’udi Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Kalau kita ahlus sunnah wal jama’ah berarti kita wajib NU, madzhabnya syafi’i, mempercampurkan madzhab itu gak boleh, kecuali dalam keadaan darurat. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Sebenarnya setiap orang meneliti sesuatu pasti ada latar belakangnya, madzhab-madzhab itu kan diawali dengan ketidakpuasan suatu putusan, misalnya politik aja itu kan pasti ada tujuannya, karena munculnya perbedaan berawal dari ketidakpuasan apalagi kalau masuk dalam penafsiran, bisa jadi penafsirannya malah ada asbab tujuan tertentu secara pribadi. Itu garis besar negatif dari sebuah perbedaan, namun tidak semua aliran madzhab seperti itu. Jika saya ditanya tentnag NU atau maka saya akan jawab jika bukan NU maka saya Muhammadiyah, karena madzhab selain dua madzhab itu sangat keras. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Secara garis besar yang saya pahami auliya’ itu adalah pemimpin, tapi kebanyakan orang kurang memahami pemimpin ini bukan hanya sekedar presiden, gubernur atau pangkat negara yang lain, melainkan setiap orang itu adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, dalam Q.S Yasin ayat 65, dan pada hari itu semuanya akan berbicara, semuanya akan memberikan kesaksian apa-apa yang telah dikerjakan, nah dari kasus Ahok seharusnya umat mulim lebih sibuk dengan intropeksi diri. Untuk kasus Ahok ini, menurut saya setiap orang berbeda sikap jika dalam keadaan marah atau dalam keadaan santai, dan saya melihat ketika pak ahok mengatakan hal tersebut dalam keadaan marah dan ada unsur ketidaksengajaan, jadi bukan penistaan. Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Jadi saya masuk sini itu bukan untuk dibilang alim atau dipandang alim, namun saya ingin menjadi salah satu saksi tentang keluasan ilmu Allah, maka dari itu tidak wajar jika sombong apalagi hanya untuk dipandang karena sebuah gelar. Justru setelah saya mempelajari matkul ini saya semakin bahagia, lebih menambah wawasan dan terbuka. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Dalam konsep diskusi itu saya lebih mengambil jalan tengah, saya tidak mengutarakan pemahaman saya. Tapi dalam diskusi saya mengiyakan namun tidak membenarkan hasil atau apa-apa yang berada dalam diskusi tersebut. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Tidak, ada PERSIS Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Jangankan yang sesama islam, yang non muslim pun masih saya temani, jadi konsep saya itu begini “dalam hal yang sama, mari kita kerjasama, dalam hal yang beda, mari kita sama-sama kerja” Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Kita lihat dulu latar belakang beliau, seorang mufassir dengan karya hebatnya al-Misbah, seorang profesor pernah belajar di berbagai universitas ternama, sedangkan saya itu apa hingga berani mengkritik beliau, kan gitu ya.. jadi dalam konsep penafsiran pak Quraish itu pada dasarnya orang-orang kurang paham, dalam urusan jilbab memang sedikitnya tafsir almisbah mengutip thaba thab’i yang syiah itu, malah menurut saya pak Quraish ini sangat moderat, makanya mengambil dan belajar berbagai macam kitab tafsir, jadi gak semena-mena mengambil sebuah refrensi untuk penafsirannya. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Dalam sebuah hadits bahwa islam itu seperti bangunan, apabila yang satu disakiti maka yang lainnya ikut sakit, jadi selama tidak mengusik ya tidak ada masalah, dan tidak harus menyamakan pemahaman. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Ada dua pandangan, pertama saya enjoy karena saya bukan orang pertama yang mempelajari tafsir, jadi banyak yang sebelum saya mempelajari tafsir dan mereka aman-aman saja, saya bisa menyaksikan perbedaan itu bentuk rahmat Allah. Kedua khawatir, sekarang ini sudah zaman modern adanya hp ini artinya dunia sudah ada di genggaman, takutnya banyaknya orang-orang yang baru hijrah lantas dengan mudah menyebarkan hadits atau dalil tanpa memeriksa kembali kebenaran atau sanadnya, sehingga akan banyak korban hoax dan ini menjadi sebuah problem yang besar untuk kesejahteraan islam tersendiri. Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Sunni Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Banyak, tambah wawasan dalam kajian tafsir membuat saya tidak mudah menyalahkan pemahaman orang lain, jadi saya semakin ada ghirah untuk lebih belajar mengenai madzahibut tafsir. Dan lebih objektif dalam menilai sesuatu.

Narasumber : Nasril Tempat : Perpustakaan STKQ Al-Hikam Waktu : 13 Juli 2019 Hasil Wawancara Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Sudah Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini? Jawaban : Madzhab Tafsir Kategori Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir kategori J.J.G Jansen, Madzhab Tafsir Kategori Hussein Adz- Dzahabi, Madzhab Tafsir kategori Amina Wadud, Madzhab Tafsir kategori Abdul Mustaqiem, madzhab tafsir kategori Masdar F. Mas’udi Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab fiqih? Jawaban : Perbedaan dalam madzhab fiqih ini menjadi rahmat dan menjadi solusi, jadi sifatnya ini akan bermanfaat sekali terhadap konteks-konteks yang mungkin pada madzhab syafi’i tidak bisa dilaksanakan tetapi pada madzhab lain bisa dilaksanakan. Kenapa dikatakan menjadi solusi, karena madzhab yang 4 ini sekalipun berbeda mereka mempunyai landasan yang diakui. Mereka mempunyai kerangka teori, landasan yang bisa dikatakan benar, makanya dari itu perbedaan-perbedaan madzhab yang 4 ini bisa dijadikan solusi. Contoh yang paling dekat adalah misalkan ketika di madzhab syafi’i itu bersentuhan dengan perempuan tidak boleh, berarti ketika kita umroh yang bersentuhan pun tidak boleh, kita akan terasa rigit dan kaku agama itu, tapi ketika kita lari ke madzhab maliki disana boleh, disitulah rahmat itu ada. Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam madzhab tafsir? Jawaban : Iya kalau perbedaan-perbedaan dalam madzhab tafsir itu ada yang bisa dimasukkan sebagai pendapat yang boleh diterima ada juga pendapat yang perlu di selektif, kenapa? Karena lagi- lagi datanya kurang kuat, tidak bersumber dari data yang otoritatif, nah itu yang kemudian perbedaan justru tidak menjadi solusi, malah menjadi fitnah. Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta (Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat 51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat tersebut? Jawaban : Kalau kita lihat di vidio itu secara verbal bisa masuk dalam penistaan agama, karena ukurannya itu dikembalikan pada si pemilik agama itu sendiri, ketika suatu ucapan kemudian diarahkan pada orang lain, dan orang lain itu tersinggung tentu ada ukurannya, dan itu masuk dalam kasus penistaan Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan dalam bermadzhab? Jawaban : Sangat, setelah saya dikirim ke Riau, disana saya melihat perbedaan madzhab yang saya pelajari di kampus, lebih lagi pada teologinya, nah dari sana akhirnya saya lebih bisa membuka mata dan pemikiran saya, bahwa perbedaan ini nyata, perbedaan itu adalah keniscayaan. Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau memilih diam? Jawaban : Saya sering berbeda di kelas berdasarkan argumen saya sendiri, dan saya tetap mengungkapn yang saya fikirkan. Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu madzhab dengan anda? Jawaban : Tidak ada, tapi saya pernah berhadapan dengan orang yang sedemikian fanatik akan madzhab, waktu itu saya pernah dikirim ke Natuna kepulauan Riau, saya mendapatkan banyak pemikiran-pemikiran seperti itu, misalnya wahabi. Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman anda tidak sama dengan anda? Jawaban : Saya termasuk karakter yang memilih pendekatan dengan bertukar pikiran, jadi untuk sikap sama saja tidak ada yang harus dikhawatirkan. Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak penafsirannya? Jawaban : Kembali lagi, bagaimana seharusnya kita melebarkan pemikiran dan memperluas khazanah, sehingga tidak melihat atau menilai sesuatu hanya dalam satu sisi yang mungkin bahkan kita tidak tau ilmunya. Jadi oknum-oknum seperti ini harus lebih diwaspadai bukan malah didukung atau ikut men- judge seorang mufassir yang sudah jelas mumpuni dalam bidangnya. Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk satu pemahaman madzhab dengan anda? Jawaban : Saya lebih suka diajak dialog, selama dia masih bisa diajak dialog maka saya akan ajak berdialog, namun ketika dia sudah melangkah pada sikap yang mengganggi orang lain, maka saya pun juga harus ambil sikap, seperti kita ajak, lalu kita dudukkan, namun jika masih dalam pemikiran lebih sampai pada dialog saja. Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir? Jawaban : Dalam bidang akademik itu adalah suatu kajian ya, suatu kajian yang cukup membantu untuk berfikir, karena memang kita tidak bisa membendung mereka yang ingin berbeda tetapi dari situlah kemudian kita berfikir dan menilai adanya perbedaan itu, mana sih ukurannya yang bisa diterima dan mana ukurannya yang masuk dalam agama kita sesuai dasar- dasar yang benar, karena kita tidak bisa mengatakan kepada orang lain “kenapa kamu begini” karena mereka berbeda pun mempunyai landasan pikiran sendiri. Jadi saya lebih tenang, karena kita itu harus menciba tidak antipati dengan perbedaan. Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran? Alasannya? Jawaban : Jadi madzhab itu memiliki porsi masing-masing, kalau ditanya yang paling toleran maka itu relatif, tergantung permasalahan dan konteksnya, kita bisa mengatakan yang lebih pada sosial adabi ijtima’i, mungkin iya, hal itu bisa menjawab permasalahan yang ada pada saat ini. Jadi madzhab tafsir yang paling toleran itu relatif. Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir? Jawaban : Salah satunya bisa dikatakan seperti itu, dulu dalam konteks fiqih saya syafi’i sekali dan tidak mau melihat mereka, nah ketika saya mencoba mendapatkan mata kuliah yang beragam, bahkan sesuatu yang unik yang saya dapat adalah “jangan membaca madzhab lain dengan kacamata kita”, misal mu’tazilah itu kan selalu kita salahkan, tetapi coba baca mu’tazilah dari kacamata orang-orang mu’tazilah itu sendiri. Nah berangkat dai mata kuliah seperti madzahibut tafsir ini membuat saya lebih tidak kaku dalam melihat perbedaan madzhab yang lain.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

Nama : Nur Mahbubah

Tempat tgl lahir : Lumajang, 22 Desember 1994

Alamat Asal : Griya Djatiroto Permai Blok C no 1 Perumnas Djatiroto Lumajang

Alamat Domisili : Pisangan Timur

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 24 Tahun

Agama : Islam

Status : Single / Belum Menikah

Hp : 0812-3399-6994

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan : TK Dharmawanita Lumajang (1999-2000)

SDN KALOR 04 Jatiroto Lumajang (2001-2006)

SMPN 01 Jatiroto Lumajang (2007-2010)

SMA AL-Amien Prenduan Sumenep Madura (2010- 2015)

Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta (2015-2019)