EKSTRAPOLASI KONSEP BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI DOKTRIN POLITIK KERAJAAN DALAM RANAH PENDIDIKAN

Mohammad Imam Farisi

Universitas Terbuka UPBJJ-UT Surabaya, Kampus C Unair Mulyorejo-Surabaya 60115 e-mail: [email protected]

Abstract: An Extrapolation of ‘Bhinneka Tunggal Ika’ Concept as Kingdom Political Doctrin in Education. is a political product of dynasty/state for building a religious tole- rance. This paper analysed and described about the concept of unity in diversity in elementary social studies textbooks by using a qualitative-interpretive method. It focused on to the content analyses of textual narrations in the six electronic textbooks of elementary social studies, which had been evaluated and justified by National Education Standards Agency (BSNP) and Ministry of Education and Culture as the student’s handbook. The results of analyses indicated that the ele- mentary social studies textbooks had made conceptual and functional extrapolations about the concept of unity in diversity in terms of economic, culture, and arts aspects in personal, family, school, surround community, and the nation and state live. It had also been able to change the con- cept from a dynasty/state political doctrine to the educational doctrine and from an ideological concept for dynasty purposes to a pedagogical concept for citizenship education purposes.

Keywords: bhinneka tunggal ika, dynasti political doctrine, educational doctrine, social studies

Abstrak: Ekstrapolasi Konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai Doktrin Politik Kerajaan dalam Ranah Pendidikan. Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah produk politik kerajaan/negara untuk membangun toleransi kehidupan beragama. Artikel ini menganalisis dan mendeskripsikan tentang pembelajaran Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat di dalam buku-buku teks Ilmu Pengetahuan So- sial Sekolah Dasar (IPS SD). Analisis menggunakan metode kualitatif interpretif yang menfokus- kan pada analisis isi “narasi-narasi tekstual” di dalam enam buku teks elektronik IPS SD kelas I-VI SD/MI yang telah dinilai dan ditetapkan kelayakannya oleh BSNP-Kemendikbud sebagai buku pegangan siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa buku-buku teks IPS SD telah melakukan eks- trapolasi konseptual dan fungsional tentang Bhinneka Tunggal Ika pada aspek sosial, ekonomi, bu- daya, dan seni di dalam kehidupan personal, keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, dan negara- bangsa. Ia juga mampu mengubahnya dari sebuah doktrin politik kerajaan/kenegaraan menjadi se- buah doktrin pendidikan; dan dari konsep ‘ideologis’ untuk kepentingan dan tujuan politik kera- jaan/kenegaraan, menjadi konsep ‘pedagogis’ untuk kepentingan dan tujuan pendidikan kewarga- negaraan.

Kata-kata Kunci: bhinneka tunggal ika, doktrin politik kerajaan, doktrin pendidikan, ilmu pengetahuan sosial

Bhinneka Tunggal Ika atau Unity in Diversity dimulai pada abad 8 dan 9 Masehi, pada masa (Santoso, 1975:578) yang bermakna “walaupun kekuasaan dinasti Sailendra (Buddha) dan San- berbeda-beda tetapi satu juga” adalah semboyan jaya (Hindu) yang kemudian disimbolisasi mela- kebangsaan tentang arti penting persatuan dan lui pembangunan dua candi kerajaan, kesatuan dalam keberagaman. Dalam historio- (Hindu) dan (Buddha) (Fahruddin, grafi sejarah nasional , prinsip tersebut 2013: 245). Menurut ahli sejarah, masa pemerin-

193

194 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 3, Oktober 2013, hlm.193-205 tahan dinasti Sailendra dan Sanjaya merupakan keagamaan, Kertanegara, raja terakhir Singosari periode dimana keduanya agama tersebut hidup (1268-1292 M), adalah penganut Buddha Tantra- berdampingan dan bekerjasama secara damai yana, tetapi dia juga melakukan upacara-upacara (peaceful coexistence). Borobudur adalah simbol Siwa upacara puja kepada Siwagni dan Camundi tempat peristirahatan terakhir raja-raja Dinasti ketika dia merasa terancam oleh raja Kubilai Sailendra yang saat wafatnya diyakini menyatu Khan dari Cina (Fahruddin, 2013:244). Pada ma- dengan Buddha, sedangkan kompleks Pramba- sa kerajaan , terutama masa pemerinta- nan adalah simbol tempat peristirahatan terakhir han Rajasanagara Dyah Hayam Wuruk (1351- raja-raja Dinasti Sanjaya (Network Indonesia, 1389 M), seperti dituturkan di dalam Negarakre- 2002: 6). Menurut teori terbaru dinyatakan bah- tagama pupuh LXXXI, bahkan berupaya keras wa Mataram Kuno dikuasai oleh anggota wangsa untuk menyatukan tiga aliran agama di wilayah- Śailendra. Di antara anggota-anggotanya ada nya, Siwa, Buddha, dan Brahma, yang disebut yang beragama Buddha Mahayana dan ada pula ‘tripaksa’. Hindu Siwa sebagai agama resmi per- yang memeluk Hindu Siwa (Munandar, 2010:1- tama, dan Buddha sebagai agama resmi kedua. 2). Sementara karena pemeluk agama Brahma terla- Prinsip ini dilanjutkan pada masa peme- lu kecil, tidak dimasukkan ke dalam ‘tripaksa’ rintahan Airlangga di Kahuripan, seperti terdapat (Mulyana, 2006:198-199, 314). Namun demiki- di dalam kakawin Arjuna Wiwāha atau Arjuna an, kedua kekuatan agama resmi kerajaan terse- Wijaya yang digubah oleh Mpu Kaṇwa sekitar but Hindu Siwa dan Buddha masih terus saling tahun 1030 Masehi. Airlangga sendiri oleh Mpu berebut pengaruh dan bertentangan, karena aga- Kanwa di dalam gubahannya dinyatakan sebagai ma Hindu Siwa lebih bebas dan leluasan menye- ‘titisan Dewa Wishnu’ yang turun ke dunia da- barkan agama ke seluruh wilayah kerajaan, se- lam rangka menunaikan tugasnya merestorasi ke- mentara agama Buddha dibatasi hanya pada dae- adaan yang sedang keos di seluruh tanah Jawa rah-daerah tertentu (Mulyana, 2006:199). Untuk (Supomo, 1972:290). Sumber lain juga menyata- menghindari berlanjutnya pertentangan yang bisa kan bahwa Airlangga dikunjungi 1.010 brahmana merusak dan menimbulkan situasi yang tidak dan memintanya untuk merestorasi kerajaan. Tu- menguntungkan bagi kerajaan Majapahit, Raja- gas tersebut berhasil dilaksanakan tahun 1037 M, sanagara memerintahkan Mpu Tantular untuk setelah mendirikan sebuah Śrīvijayāśrama tahun menggubah sebagai sebuah 1.035 M (Robson, 2008: 2-3). Berikut adalah ‘doktrin politik kerajaan” tentang toleransi ber- prinsip bhinneka tunggal ika di dalam kutipan agama di lingkungan kerajaan Majapahit antara sloka kakawin Arjuna Wiwāha bait 27.2. Hindu Siwa dan Buddha (Suramang, 2013:2; “ndan kantênanya, haji, tan hana bheda saò Mastuti & Bramantyo, 2009:503-505). Berikut a- hyaò, hyang Buddha rakwa Śiwa-ràjadewa, dalah kutipan syair kakawin Sutasoma pupuh 139 kàlih sameka sira saò pina-keûþi dharma, bait 5. riò dharma sìma tuwi yan lêpas adwitìya”. “Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa. [demikian kenyataannya, tuanku raja, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwano- tidak ada bedanya Hyang Buddha dengan sen. Mangka ng Jinatwa kalawan Siwata- Hyang Śiwa, keduanya adalah Esa, yang twa tunggal. Bhinnêka tunggal ika tan hana diwujudnyatakan dalam dharma, dan di dharma mangrwa.” [Konon Buddha dan dalam dharma juga akan mencapai hake- Siwa merupakan dua zat yang berbe-da. kat-Nya yang Esa] (Zoetmulder 1983, 415- Mereka memang berbeda, tetapi 437; Wiryamartana 1990, 124-182; Titib, bagaimanakah bisa dikenali? Sebab 2004:9-10; Mertamupu, 2011:1). kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa ada- Pada masa dinasti atau wangsa Rajasa lah tunggal berbeda-bedalah itu, tetapi (Singosari-Majapahit), prinsip tersebut tetap di- satu jualah. Tidak ada kerancuan dalam pertahankan, Buddha dan Siwa menjadi agama kebenaran]. (Santoso 1975:578; Mastuti & resmi kerajaan dan ‘menyatu’ di dalam diri raja- Bramantyo, 2009: 503,505). raja Singosari-Majapahit seperti terwujud pada Menurut Esink (1974:195-196), Sutasoma arca-arca perwujudan para raja wangsa Rajasa merupakan salah satu dari lima karya agung yang dan para permaisurinya. Hal ini dapat diketahui diapresiasi oleh para sastrawan Bali selain dari isi pupuh XL:4; XLIII:5; Ramayana, Bharata yuddha, Arjuna vivaha, dan XLVI:2; XLVIII:3; LXI:1-4; LXVII:3; dan LX- Bhoma kavya, karena dipandang memiliki kuali- IX:1-2 (Fahruddin, 2013:248; Mulyana, 2006: tas khusus dan terbaik tentang pendidikan keaga- 197, 293, 295-297, 304, 308). Di dalam praktik maan, tentang percampuran antara Hindu-Siwa dan Buddha, bahkan pada tingkatan yang lebih

Farisi, Ekstrapolasi Konsep Bhineka Tunggal Ika.… 195 dalam, dan melebihi Nagarakretagama karya luasan makna, tidak hanya digunakan dalam kon- Mpu Prapanca. Sutasoma adalah sebuah ‘literary teks toleransi beragama, tetapi juga dalam kon- masterpiece’ tentang sinkretisme ajaran dan teks toleransi dalam keberagaman fisik, budaya, praktik Hindu dan Buddha, dan bahwa Hindu bahasa, sosial, politik, ideologi dan/atau psiko- dan Buddha pada esensinya saling berbagi dok- logi menuju sebuah persatuan dan kesatuan yang trin yang sama tentang kebenaran. Karena itu ke- lebih kompleks berdasarkan sebuah pengertian duanya tidak berbeda, melainkan sebuah kesatu- bahwa “keberagaman memperkaya interaksi ma- an dalam keberagaman (Zuriati, 2010:2). Kare- nusia” (Lalonde, 1994: 1-8). Namun demikian, nanya, Sutasoma adalah kakawin yang sangat untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai menarik perhatian, karena menunjukkan secara kesadaran, sikap dan perilaku budaya bangsa sempurna bagaimana Hindu dan Buddha me- yang semakin kompleks, perlu dilakukan sejak nyatu di dalam dunia Jawa Kuno, dan menjadi dini. Dalam konteks ini, pendidikan sebagai pro- unsur penting dalam menata kehidupan beraga- ses pembudayaan dan pemberdayaan memiliki ma di tanah Jawa (Van der Meij, 2011:328). Jika arti penting untuk memperkuat persepsi dan demikian, benar seperti dikatakan oleh Widnya membangun kesadaran individu melalui pembe- bahwa momentum sejarah yang menjadikan Hin- rian contoh-contoh nyata kesatuan dalam keraga- du dan Buddha semakin kuat, semakin rekat, dan man, dan mengkomunikasikan keuntungan dan mencapai puncak evolusinya sebagai agama keunggulannya dalam praktik (Mohammed, tunggal, baru tercipta di Jawa Timur pada Zaman 2009: 1-7). Majapahit. Menurut Widnya, puncak evolusi sin- Tulisan ini menganalisis atau mengkaji kretisme antara kedua agama tersebut terjadi ka- konten (content analysis) buku-buku teks IPS SD rena beberapa alasan seperti peran raja yang me- kelas I-VI tentang bagaimana buku-buku teks nganut kedua agama tersebut; berkembangnya a- membelajarkan kepada peserta didik tentang jaran tantra yang banyak mempengaruhi dan makna dan perwujudan prinsip Bhinneka Tung- menjadi medium penyatuan Śiwaisme dan Bud- gal Ika di dalam berbagai realitas lingkungan ke- dhisme; intermarriage; dan persamaan-persama- hidupan: keluarga, kelas/sekolah, bangsa negara an antara kedua sistem tersebut baik dalam tata- untuk memperkuat persepsi dan membangun ke- ran filsafat, etika maupun upacara keagamaan; sadaran peserta didik. Juga dianalisis makna dan disamping faktor sosial keagamaan seperti kerja- perwujudan dalam praktik upacara-upacara ke- sama dalam mendirikan bangunan-bangunan suci agamaan, dan desain arsitektural mesjid, keraton (Widnya, 2008a:3; 2008b:42). dan makam. Selain itu, juga dianalisis dan dides- Adalah Sawitri (Suramang, 2013:3-4) yang kripsikan tentang ”gotong-royong” yang meru- kemudian melakukan ekstrapolasi konseptual pakan sebuah kasus spesifik Indonesia dalam doktrin politik keagamaan Sutasoma untuk mewujudkan prinsip persatuan dalam keberaga- mengkritisi realitas kehidupan beragama di Indo- man dalam kehidupan kolektif komunitas keluar- nesia saat ini. Khususnya dalam konteks toleran- ga, sekolah, lingkungan sekitar, dan bangsa-ne- si antara agama minoritas Hindu Bali dengan Is- gara. lam sebagai agama mayoritas penduduk Indone- Kajian buku teks tentang Bhinneka Tung- sia; juga toleransi antara ‘kelompok atas’ yang gal Ika ini sangat penting mengingat bahwa berada di lingkaran istana kekuasaan dengan ‘ke- bangsa Indonesia sangat rentan terhadap perpe- lompok bawah’ sebagai penduduk mayoritas. cahan yang disebabkan oleh SARA (Suku, Aga- Bahwa agama-agama mayoritas/besar tidak sela- ma, Ras, dan Antar Golongan). Karena itu, studi yaknya menghancurkan agama kecil, melainkan ini dapat dipandang sebagai ikhtiar untuk men- belajar untuk mentoleransi dalam semangat ke- deskripsikan bagaimana buku-buku teks IPS bhinekaan seperti yang dihembuskan oleh Suta- menjadi medium pendidikan kebangsaan /kewar- soma. Pesan-pesan doktrinal ini pula yang akhir- ganegaraan untuk membangun persatuan dalam nya menginspirasi Muhammad Yamin untuk me- keberagaman dari 300 kelompok etnik di Indone- ngusulkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai prinsip sia; dan bagaimana buku-buku teks IPS dapat dasar untuk membangun toleransi antaragama menjalankan fungsi-fungsi pedagogisnya di da- dan antar kepercayaan bagi bangsa Indonesia lam mewahanai fungsi Pendidikan IPS agar pe- modern, dan kemudian secara resmi menjadi sa- serta didik berpartisipasi aktif dalam upaya pem- lah satu pasal di dalam UUD 1945 pasal 36A. bangunan jati diri bangsa berbasis pada kearifan Dewasa ini, doktrin politik toleransi ber- lokal yang dimiliki oleh setiap masyarakat (Dep- agama model Sutasoma tersebut mengalami per- diknas, 2007:1). 196 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 3, Oktober 2013, hlm.193-205

Selain itu, kajian buku teks juga penting Tunggal Ika yang terdapat di dalam buku-buku karena buku teks juga memiliki kedudukan dan teks; (2) identifikasi dan analisis setiap muatan peran penting dan strategis sebagai referensi bagi ’narasitekstual’ yang dipandang penting dan me- siswa untuk memperoleh pemikiran dan penger- miliki makna terkait Bhinneka tunggal ika; (3) tian awal tentang konsep-konsep baru yang akan kodifikasi, klasifikasi atau kategorisasi konten dipelajari (Hay-dey, Zakaluk, & Straw, 2010:13). teks secara sistematis hasil temuan dan analisis Bahkan, buku teks juga merupakan determinan narasi tekstual (Stemler, 2012:2-4); (4) kons- penting tentang apa yang siswa pikirkan dan pe- truksi pola-pola logika internal dan makna-mak- lajari tentang konsep, keterampilan dan sikap na esensial yang dipandang “menonjol” (emer- (Kolovou, dkk., 2009:31). Historisitas buku teks gent) atau “paling bermakna” (the most signifi- sekolah terutama buku-buku teks IPS juga tak cant) yang terungkap dari gagasan dan pemikiran dapat dipisahkan dari dinamika perjuangan, ke- buku-buku teks tentang Bhinneka tunggal ika; pentingan, dan tujuan-tujuan keilmuan, ideologi, (5) deskripsi lengkap (thick description) yang politik, sosial, budaya, dan/atau ekonomi oleh re- bersifat kualitatif (Miles & Huberman, 1992:392- zim politik dan/atau kelompok-kelompok kepen- 393) muatan-muatan tekstual tentang Bhinneka tingan tertentu, akademisi dan/atau non akade- Tunggal Ika dalam aspek-aspek sosial, ekonomi, misi (Mulder, 1997; Crawford, 2003a-b; Ni- budaya, dan seni di dalam kehidupan personal, cholls, 2005; Repoussi & Tutiaux-Guillon, 2010; keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, dan nega- Ruminiati, 2010; Khine, 2013). Pergulatan ke- ra-bangsa. pentingan ini, bagaimanapun akan melahirkan Untuk keperluan validitas dan reliabilitas buku-buku teks yang tidak hanya memuat stan- data, digunakan sistem kodifikasi, klasifikasi dar-standar isi, atau tujuan-tujuan kurikuler yang atau kategorisasi dengan sistem ”coding sheets” diharapkan, melainkan juga tujuan-tujuan ‘kuri- model Miles dan Huberman (1992:86-105); tri- kuler tersembunyi’ berupa nilai-nilai, yang akhir- angulasi multi sumber dan teori; dan ’audit- nya akan mempengaruhi harapan, sikap, opini, ability’, yaitu menemukan ’kaitan antar bukti’ bahkan menjadi ideologi siswa bila kelak ia de- (chain of evidence atau decision trail) berdasar- wasa (Setyowati & Jatiningsih, 2007:28). kan hasil kodifikasi, klasifikasi atau kategorisasi (Stemler, 2012: 10; McMillan & Schumacher, METODE 2001: 408-409).

Analisis menggunakan metode kualitatif HASIL DAN PEMBAHASAN atau ”interpretif” (Gall, Gall & Borg, 2003) de- ngan pendekatan analisis isi (content analysis), Berikut disajikan hasil-hasil analisis dan khususnya berkenaan arah, kecenderungan, dan/ pembahasan tentang bagaimana buku-buku teks atau misi pembelajaran tentang konsep Bhinneka membelajarkan kepada peserta didik tentang tunggal ika melalui dokumen buku-buku teks makna dan perwujudan prinsip Bhinneka Tung- IPS SD (Stemler, 2012:1). gal Ika di dalam berbagai realitas lingkungan ke- Sumber data adalah enam buku teks hidupan keluarga, kelas/sekolah, bangsa-negara; elektronik IPS-SD kelas I-VI SD/MI yang diun- praktik-praktik upacara keagamaan, desain arsi- duh dari http://bse.kemdikbud.go.id/. Keenam tektural mesjid, keraton dan makam; serta di da- buku tersebut adalah karya dari Muh. Nursa’ban lam aktivitas ’gotong-royong” yang merupakan dan Rusmawan (kelas I-III) (Nursa’ban, & Rus- sebuah kasus spesifik Indonesia dalam mewu- mawan. 2008; 2010a; 2010b); dan karya Suranti judkan prinsip persatuan dalam keberagaman da- dan Eko Setiawan Saptriarso (kelas IV-VI) (Su- lam kehidupan kolektif komunitas keluarga, se- ranti, & Saptriarso, 2009a; 2009b; 2009c). Kee- kolah, lingkungan sekitar, dan bangsa-negara. nam buku teks PIPS SD yang dianalisis telah di- nilai dan ditetapkan kelayakannya oleh Badan Bhineka Tunggal Ika di Lingkungan Keluarga Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Ke- Keluarga adalah komunitas pertama dalam mendikbud di dalam Peraturan Menteri Pendidi- pola pengorganisasian pengalaman belajar peser- kan Nasional Nomor 22 tahun 2007, Nomor 34 ta didik berdasarkan ’pendeka tan lingkungan dan 69 tahun 2008. masyarakat yang semakin meluas’ (expanding Prosedur analisis isi sebagai berikut: (1) community approach, widening horizon, atau unitisasi data dalam unit-unit analisis yang ter- spiral curriculum approach) (Ellis, 1998:7-12; kait dengan unsur-unsur substantif Bhinneka

Farisi, Ekstrapolasi Konsep Bhineka Tunggal Ika.… 197

Taba, 1967:19-32). Keluarga adalah lingkaran itu indah, hidup rukun semua menjadi lancar” komunitas pertama dan utama bagi individu (1:58-60). sebagai warga masyarakat negara untuk menda- Buku teks juga mendeskripsikan kebera- patkan pendidikan kewarganegaraan sebagai tu- gaman asal-usul etnik dan bahasa orang tua, “Ibu juan akhir IPS. Karena itu, buku teks IPS SD me- berasal dari suku jawa, ayah berasal dari suku ngajarkan Bhinneka Tunggal Ika untuk pertama sunda”, tetapi kedua orang tua mereka saling kalinya di kelas I dengan mengintegrasikannya menghormati perbedaan suku, adat, dan bahasa, ke dalam pengalaman nyata peserta didik di da- dan masing-masing berusaha mempelajarinya (1: lam kehidupan keluarga. Khususnya dalam topik 60-61). Ini juga realitas yang dialami dan diha- ‘hidup rukun dalam keluarga’. Ditegaskan oleh dapi peserta didik di dalam kehidupan keluarga. Lalonde (1994:7), jika umat manusia ingin me- Sikap kedua orang tua mereka untuk menggu- nemukan kedamaian dengan dirinya sendiri, ia nakan bahasa Indonesia dalam komunikasi ke- perlu melakukan sebuah transformasi besar da- luarga, juga memberikan wahana pedagogis bagi lam cara manusia berhubungan satu sama lain peserta didik tentang makna Bhinneka Tunggal baik secara individu di tingkat kehidupan keluar- Ika dalam kehidupan keluarga. Bahwa dalam ke- ga dan komunitas lokal dan di dalam institusi-in- berbedaan etnik dan bahasa, ada ruang untuk ber- stitusi nasional dan internasional yang sengaja komunikasi bagi terciptanya keutuhan, dan keru- dikembangkan untuk mengorganisasi interaksi kunan keluarga. Untuk menegaskan contoh nyata manusia dalam skala yang lebih luas. keberagaman dalam kesatuan di dalam kehidu- Di dalam topik itu dideskripsikan bentuk pan keluarga, buku teks juga menyajikan gambar keberagaman hobi, kesenangan, kesukaan, kegi- tempat-tempat ibadah agama-agama resmi di In- atan, atau pekerjaan setiap anggota keluarga donesia. Tempat-tempat ibadah tersebut diletak- (aku, ayah, ibu, kakak, dan adik), sikap individu kan berdampingan untuk menunjukkan keruku- “aku” terhadap hal itu, serta implikasinya terha- nan dalam kehidupan beragama (1: 63). dap hubungan antar anggota, keutuhan, kebersa- Sebagai penegasan, buku teks memberkan maan, kerukunan dan kedamaian keluarga. Mela- sebuah wawasan secara konseptual tentang Bhin- lui cara tersebut, buku teks berupaya mendidik neka Tunggal Ika dan maknanya bagi kehidupan peserta didik sejak awal bahwa Bhinneka Tung- keluarga dan bagi bangsa-negara Indonesia seca- gal Ika bukan hanya sebuah semboyan, melain- ra keseluruhan. Bahwa konsep tersebut bukan kan sebuah realitas sosial yang bisa dialami, di- hanya sebuah “semboyan” abstrak, melainkan praktikkan, dan dikembangkan di dalam kehidu- sesuatu yang nyata, bisa dialami dan dipraktik- pan keluarga sebagai unit komunitas terkecil da- kan oleh peserta didik di dalam kehidupan lam masyarakat. Bahwa perbedaan atau kebera- keluarga, tanpa harus mengabaikan keunikan dan gaman hobi, kesenangan, kesukaan, kegiatan, a- perbedaan setiap anggota keluarga. tau pekerjaan setiap anggota keluarga bukan ha- “(1) setiap orang mempunyai perbedaan; langan untuk menciptakan kesatuan dan keruku- (2) hidup rukun akan menjadikan suasana nan. Sebaliknya, hal itu merupakan bagian dari tenang, (3) pertengkaran tidak akan terja- dinamika kehidupan keluarga menuju tercapai- di kalau kita hidup rukun, (4) berdamai adalah salah satu bentuk hidup rukun, (5) nya tujuan bersama, yaitu keluarga yang utuh, (*) dalam keluarga perlu dibiasakan hidup damai, rukun, dan harmonis (1: 56-57). Apa- rukun (…). Kerukunan menjadi dasar hi- pun perbedaan pekerjaan, tidak boleh saling dup bangsa kita, seperti tampak pada mengganggu, melainkan tetap harus saling to- semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka long-menolong untuk memudahkan pekerjaan Tunggal Ika” yang berarti berbeda beda atau tugas. Demikian pula perbedaan kesukaan tetapi tetap satu jua” (1:64). terhadap makanan, bukan alasan yang membe- Bhineka Tunggal Ika di Lingkungan narkan terjadinya pertengkaran, karena “rukun Kelas/ Sekolah

Sekolah atau kelas adalah masyarakat, dan

pendidikan adalah institusi layanan kepada ma- (*) Kode rujukan ini, dan kode-kode rujukan selanjutnya di dalam artikel merupakan hasil analisis dan tafsir atas mate- syarakat luas yang memilikinya (Reuben, 1997: ri-materi (teks atau gambar) yang terdapat pada buku-buku 401). Sebagai masyarakat, sekolah/kelas adalah teks yang menjadi sumber data. Penulisan kode (1:56-57) laboratorium sosial bagi pendidikan demokrasi, berarti merujuk pada materi yang terdapat pada buku teks ruang sosial bagi individu mendapatkan haknya IPS SD ‘kelas 1” hala-man 56-57. Semua buku teks IPS SD yang dirujuk tercantum di dalam Daftar Pustaka. mendapatkan latihan menjadi warga negara yang 198 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 3, Oktober 2013, hlm.193-205 baik” (Field & Nearing, 2007: v). Karena itu, jak dahulu, dan bahwa keanekaragaman yang di- sekolah/kelas adalah lingkungan komunitas ke- miliki bangsa Indonesia harus dipelihara dengan dua setelah keluarga sebagai konteks nyata baik karena merupakan identitas bangsa (4:73; 5: kehidupan sosial bagi peserta didik untuk belajar 75). Hidup berdampingan secara damai juga di- dan mengalami secara langsung perwujudan contohkan dari kehidupan penduduk di pesisir makna Bhinneka Tunggal Ika. pantai Ambon yang berasal dari campuran bera- Buku teks membelajarkan bahwa setiap gam suku pendatang seperti suku Jawa, Bugis, anggota kelas juga berasal dari beragam asal-usul dan Makassar (4:88). etnik, budaya, adat istiadat, bahasa adat, dan aga- Bhinneka Tunggal Ika juga dikaitkan de- ma. Mengenal, menyikapi, dan menghargai kebe- ngan filsafat, ideologi dan dasar negara Panca- ragaman sesama teman di sekolah juga penting sila, konstitusi Negara Undang-undang Dasar dipelajari oleh setiap peserta didik bagi tercip- 1945, juga simbol-simbol pemersatu bangsa ne- tanya kerukunan, persatuan dan kesatuan kelas. gara Indonesia seperti bendera, lagu, bahasa, se- Persatuan perlu diutamakan meskipun diantara jarah perjuangan Indonesia merebut kemerdeka- mereka berbeda-beda, dengan tetap menghargai an, dan Sumpah Pemuda. Hal ini dimaksudkan perbedaan yang ada. Keanekaragaman bangsa, untuk memberkan penguatan konseptual, dan da- baik budaya, adat istiadat, bahasa, dan agama sar-dasar ideologis kepada peserta didik, bahwa yang dimiliki bangsa Indonesia bukan merupa- Bhinneka Tunggal Ika telah menyatu di dalam kan penghalang untuk mewujudkan persatuan kehidupan dan kepribadian bangsa-negara Indo- dan kesatuan. Persatuan dan kesatuan perlu dipu- nesia. Ia adalah jiwa dan kepribadian bangsa-ne- puk dan dijaga melalui kerja sama diberbagai bi- gara Indonesia (4:76). Banyaknya penduduk dan dang tanpa memandang perbedaan yang ada suku bangsa memang mempunyai potensi terjadi (4:76). perpecahan. Tetapi, menghindari segala hal yang memicu perpecahan Negara Kesatuan Republik Bhinneka Tunggal Ika dalam Kehidupan Indonesia (NKRI) merupakan sebuah kenisca- Bangsa Negara yaan sosio historis. NKRI harus tetap dijaga oleh Di kelas-kelas IV-VI pembelajaran tentang seluruh rakyat Indonesia sesuai cita-cita awal perwujudan makna Bhinneka Tunggal Ika sema- pendirian bangsa ini yang tertulis dalam Pembu- kin meluas dalam konteks kehidupan bangsa- kaan UUD 1945 (4:75). Buku teks juga membe- negara Indonesia. Penjelasan buku teks pun lebih rikan tuntunan pedagogis kepada peserta didik abstrak dan konseptual, tetapi tetap memiliki tentang makna sikap saling menghargai dan kaitan fungsional dengan pengetahuan dan menghormati perbedaan atau keberagaman, se- pengalaman peserta didik sebelumnya. Berbagai hingga konflik-konflik antar suku bangsa atas na- contoh keberagaman suku, budaya, dan pakaian ma “perbedaan” dapat dihindari. Perbedaan atau dari kelompok-kelompok etnik di bumi Nusan- keberagaman bukanlah halangan dalam memba- tara secara tekstual dan visual menjadi bahan ajar ngun bangsa. Sebaliknya, ia adalah sumber keka- di dalam buku teks tentang perwujudan makna yaan dan kekuatan untuk membangun bangsa. Bhinneka Tunggal Ika dalam konteks kehidupan Egoisme individu atau kelompok (rasa kesukuan berbangsa dan bernegara Indonesia. Hidup ru- atau kedaerahan) perlu dihindari, dengan mengu- kun, berdampingan secara damai tanpa permusu- tamakan tujuan bersama bangsa-negara (4:97). han, dan saling menghargai tradisi masing-ma- Bhinneka Tunggal Ika dalam Upacara sing adalah hakikat kehidupan berbangsa dan Keagamaan bernegara Indonesia yang perlu dijaga dan diles- tarikan (4:80,87; 6:23). Dalam historiografi kuno Indonesia, Sejarah Bhinneka Tunggal Ika sebagai kemampuan atau daya kreasi suku-suku semboyan negara juga dijelaskan, untuk menun- bangsa Indonesia untuk mengakulturasi pa- jukkan bahwa kerukunan hidup di Indonesia su- ham-paham agama dan ritual-ritualnya seca- dah hidup, dipraktikkan, dan berkembang sejak ra damai oleh Rassers, Krom, dan Zoetmul- zaman kerajaan-kerajaan . Dalam kai- der disebut ‘syncretism’, Kern menyebut tan ini, buku teks menjelaskan makna Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana ditulis oleh Mpu Tan- ‘vermenging’, Gonda menyebut ‘coalition’, tular di dalam kakawin Sutasoma. Hal ini untuk dan Pigeud menyebut sebagai “paralelisme”. menunjukkan kepada peserta didik bahwa keru- Tradisi akulturasi ini menurut Rasser, tidak kunan hidup di Indonesia sudah berkembang se- sepenuhnya pengaruh India, tetapi dapat di-

Farisi, Ekstrapolasi Konsep Bhineka Tunggal Ika.… 199 telusuri pada kebudayaan jawa yang lebih gama), dan dilarang, namun dalam praktik kehi- tua, misalnya pada cerita tentang dua bersau- dupan masyarakat Indonesia, hal itu tetap mereka dara, Bubuksah (pendeta Siwa) dan Gagang- lakukan. Dalam kehidupan Muslim di Jawa, ani- aking (pendeta Buddha) (Fahruddin, 2013: misme, Hinduisme, Buddhisme, dan Islam telah 244). menyatu di dalam sistem budaya mereka, seperti pada kasus Wali Sanga yang menunjukkan seca- Buku teks IPS SD kelas IV beragam ra nyata bagaimana para ulama Islam secara arif contoh praktik upacara keagamaan dalam dan terbuka mengakomodasi Islam dengan tradi- bentuk praktik-praktik mistik dan ritual-ritu- si-tradisi lokal. Walaupun lebih terkesan dan al animisme suku-suku bangsa oleh pendu- cenderung legalistik, dan tidak semajemuk di Ja- duk Islam, Katolik, Protestan, maupun Hin- wa, hal sama juga terjadi di Sulawesi, seperti di- du, seperti mambo, pelebegu dan selametan, lakukan oleh Syeikh Yusuf. Karena itu, lokalisa- juga menjadi bahan pembelajaran. si Islam adalah ciri tetap dalam penyebaran Islam ”Suku Minangkabau menganut ajaran Is- di Indonesia melampaui tanah Arab, termasuk A- lam, tetapi tetap melaksanakan upacara sia Tenggara (Ali, 2011:1-2) adat seperti upacara turun mandi dan Secara sosioantropologis fenomena per- upacara turun tanah (...). Agama Suku campuran praktik-praktik ritual semacam itu, di Minahasa adalah Kristen Protestan, Kato- satu sisi dipandang sebagai reaksi atas ancaman lik, atau Buddha, tetapi mereka masih modernisasi terhadap budaya Jawa, atau sebuah percaya pada roh-roh nenek moyang. Su- ku Minahasa juga masih mengenal banyak upaya dari sebagian kelompok abangan untuk upacara adat yang disebut mambo (...). memelihara gagasan-gagasan spiritual Jawa (Ba- Agama suku Nias adalah Kristen Protes- tubara, 1999:75). Di sisi lain hal itu telah menja- tan, Katolik, Islam, dan Buddha. Suku di simbol kesatuan dan integrasi sosial bagi ma- Nias masih menganut suatu kepercayaan syarakat Indonesia yang tak mudah dihilangkan menyembah roh nenek moyang atau oleh arus modernisasi (Geertz, 1983). pelebegu (...). Agama yang dipeluk seba- gian besar suku Sunda adalah Islam. Pada Bhinneka Tunggal Ika dalam Arsitektur malam Jumat mereka sering mengadakan Mesjid, Keraton, dan Makam upacara terpenting bagi suku Sunda, yaitu upacara Selamatan (...). Agama Islam Dalam bidang karya seni arsitektural, bu- berkembang dengan baik di kalangan ma- ku teks menggambarkan perwujudan prinsip syarakat Jawa. Namun demikian, keperca- Bhinneka Tungga Ika dalam beragam contoh seni yaan tentang adanya arwah atau roh arsitektur mesjid, keraton, dan makam Islam de- leluhur dan makhluk halus yang dianggap ngan unsur-unsur budaya Hindu. Berbagai arsi- bisa mengganggu kehidupan manusia ma- tektur Islam khas Indonesia tidak dapat dipisah- sih melekat, sehingga masyarakat Jawa kan dari peran para ulama Islam dikenal sebagai sering melakukan upacara selamatan. Dalam upacara selamatan, selalu dibuat ’Wali Songo’. Menurut Ali (2011:14) kisah-kisah sesajen yang diletakkan pada tempat- tentang mereka dan para pendakwah lokal lain- tempat tertentu, seperti di sumur, pintu, nya telah menyarankan bahwa sinkretisme ma- dan perempatan jalan. Contoh upacara se- syarakat Jawa adalah norma, lebih dari sekadar lamatan adalah khitanan, pernikahan, dan sebuah eksepsi. Karena itu, dalam periode ini, tingkeban (pada usia kehamilan tujuh bu- sinkretisme sangat dominan di pedalaman Jawa lan untuk mohon keselamatan waktu me- daripada daerah pesisir. Perpaduan arsitektural i- lahirkan) (...). Agama yang dianut oleh ni juga telah menjadi karakteristik utama dari sebagian besar penduduk Papua adalah mesjid-mesjid di Indonesia (Pijper 1984, 14-66). Kristen, tetapi kepercayaan kepada roh- roh leluhur tetap masih ada (4:88-93). Di dalam doktrin Islam hal seperti itu sangat di- Melalui contoh-contoh tersebut peserta mungkinkan, karena ”Islam bersifat demokratis didik diharapkan dapat memperoleh pengertian dan tidak mengenal perbedaan sosial atau dera- dan contoh konkret bahwa Bhinneka Tunggal Ika jat” (4:31). dapat diwujudkan dalam berbagai aspek kehi- Buku teks kelas IV dan V memberikan dupan masyarakat, termasuk dalam praktik ri- contoh beberapa mesjid di Indonesia yang me- tual-ritual keagamaan. Diakui, bahwa dalam hu- madukan unsur arsitektur kebudayaan Hindu, kum Islam (syari’ah), praktik-praktik seperti itu dan budaya asli Islam, seperti Mesjid Raya Bai- dianggap haram, bid’ah (perkara baru dalam a- turrahman di Aceh yang menampilkan bentuk dan corak arsitektural perpaduan unsur Islam dan 200 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 3, Oktober 2013, hlm.193-205

Hindu; Masjid Agung di Banten dengan kekha- jaan secara bersama-sama atau komunal, tanpa san atapnya yang berbentuk bujur sangkar de- mengenal perbedaan dan lapisan masyarakat. ngan puncak berundak. Masjid Kudus di Jawa Gotong royong merupakan salah satu elemen Tengah, dengan coraknya yang sangat unik, se- modal sosial yang perlu dikuatkan oleh peran-pe- perti tampak pada menaranya yang berbentuk se- ran kepemimpinan, karena memiliki nilai strate- perti candi di Jawa Timur yang diberi atap tum- gis bagi pengembangan model pemberdayaan pang dan dibangun dari bata merah, merupakan masyarakat pedesaan bagi tujuan-tujuan pengem- paduan antara unsur-unsur budaya Islam dan bangan wilayah pedesaan secara berkelanjutan, Hindu (4:115-117). Hal yang sama juga ditun- serta elemen kunci dalam sistem kekuatan buda- jukkan melalui bangunan keraton Kaibon di ya dan politik Indonesia, bahkan di era digital Banten, yang memadukan corak budaya Islam (Pranadji, 2006). Namun demikian, menurut dan Hindu. (4:120). Buku teks juga memberikan Koentjaraningrat (Pasya, 2013:4), dalam perkem- contoh-contoh perpaduan arsitektural antara co- bangan selanjutnya, gotong royong memiliki dua rak budaya Islam, Hindhu, dan Megalitik pada pengertian: (1) kerjasama yang timbul dari inisia- makam-makam Islam, seperti makam Sunan Ba- tif atau swadaya warga sendiri, dan (2) kerjasama yat di Klaten, Jawa Tengah yang mempunyai ke- yang dipaksakan dari atas. Makna tipe kedua ini- istimewaan pada gapura masuk makam yaitu me- lah yang menyebabkan gotong royong kehila- nyerupai candi Hindu, yaitu Candi Bentar (4: ngan hakikat aslinya, tetapi juga menyebabkan 121). Secara umum, juga dijelaskan bahwa arsi- gotong royong menjadi salah satu kekuatan sis- tektur makam Islam di Indonesia terdiri dari tiga tem budaya dan politik Indonesia. Dikatakan o- unsur, yaitu cungkup (cupola), kijing (graves- leh Bowen (1986:545), bahwa ada tiga proses tone), dan nisan (headstone). ’Cungkup’ meng- berkelanjutan dalam gotong royong sebagai ke- gambarkan gunung, lokasi tertinggi, tempat yang kuatan sistem budaya dan politik Indonesia: (1) paling dihormati di dalam tradisi agama Hindhu; kesalahan mengenal (misrecognition) realitas bu- ’Kijing’ berbentuk punden berundak (stone stair- daya lokal yang justru memperoleh dukungan a- case) sebagai batu penutup makan adalah wari- tau motivasi dari penguasa; (2) tradisi nasional san Megalitik; dan ’Nisan’ sebagai batu penanda yang dikonstruksi atas dasar kesalahan menge- yang diletakkan di bagian atas/kepala makam, nal; dan (3) inklusi representasi budaya negara berbentuk seperti lingga (the phallic symbol of sebagai bagian strategi intervensi di dalam sektor God Śiva) (5:38). pedesaan dan mobilisasi buruh desa. Para ahli mengakui bahwa kemampuan- Buku-buku teks IPS SD menjabarkan kemampuan tersebut merupakan salah satu ben- makna dan contoh gotong royong lebih pada tuk kearifan lokal (local genius) bangsa Indone- makna pertama, gotong royong dalam makna- sia dalam mengakulturasi berbagai unsur kebu- nya yang asli. Bahkan, dalam pemikiran buku dayaan menjadi suatu kebudayaan yang khas, ke- teks, gotong royong dapat dipandang sebagai sa- budayaan Indonesia, dalam beragam karya seni lah satu bentuk penundukan egopribadi atau dis- arsitektur (Lestari 2000:29-37; Budiqiyanto torsi personalitas atas nama “tertib sosial” (Mul- 2005: 24-35; Budi-qiyanto, 2011:17-29). Dalam der, 2000; Frank, 1944), karena egoisme individu kaitan ini, Brandes (Munandar 2005:1) di dalam berpotensi merugikan diri sendiri, orang lain dan teorinya ”Brandes Tien Puten” mengidentifikasi komunitasnya (1:20-21, 26-28). Pada tingkat ne- 10 jenis kearifan lokal bangsa Indonesia, yaitu gara bangsa, egoisme yang berlebihan bahkan bi- pertanian, seni (tulis, , , ornamen, sa melahirkan ‘chauvinisme’. Sebuah sikap yang arsitektur, logam), alat ukur atau metrik, astro- dipandang sangat membahayakan, menimbulkan nomi, sistem kemasyarakatan, pelayaran, alat tu- persaingan, pertentangan, bahkan penjajahan, kar, kepercayaan, dan sebagainya. Kesepuluh dan karenanya harus dijauhi, dihindari (4:133). kearifan lokal bangsa Indonesia tersebut menjadi Egoisme atas nama perbedaan identitas, status, simbol kebanggaan bangsa, dan dikagumi oleh dan peran individu yang berujung pada perteng- masyarakat dunia. karan, konflik, atau pengingkaran atas perintah a- tau aturan sosial pun harus dihindari (1:56). Per- Gotong Royong: Kerja Sama dalam bedaan dan keberagaman individu bukan untuk Keberagaman dipertentangkan, atau menjadi sumber perteng- Gotong royong (Jawa) atau ‘Raron atau karan, melainkan wahana untuk menciptakan Marsiurupan’ (Batak-Karo) adalah tradisi asli “hidup rukun, saling menghormati perbedaan”. bangsa Indonesia di dalam menyelesaikan peker- Individu harus saling membantu, menghargai,

Farisi, Ekstrapolasi Konsep Bhineka Tunggal Ika.… 201 berbagi suka, dan patuh, saling mengasihi dalam Dalam kehidupan masyarakat, saling tolong me- segala perbedaan dan keberagaman suku, adat, nolong dan bekerja sama dengan teman atau o- bahasa, atau kebiasaan (1:44-61). rang-orang di lingkungan sekitar kita merupakan Buku-buku teks IPSSD menggambarkan sebuah kewajiban sosial (2:64). Tujuannya ada- berbagai contoh gotong-royong dalam kehidu- lah untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan, pan komunitas keluarga, sekolah, masyarakat se- menghemat tenaga, mempererat persaudaraan, kitar, dan bangsa negara. dan terciptanya rasa aman” (2:76-77). Pertukaran ekonomi dan sosial memiliki perbedaan. Pertuka- Gotong Royong di Keluarga ran sosial melibatkan relasi dengan orang lain a- Gotong royong di keluarga dilaksanakan tas dasar kepercayaan, bukan sebuah obligasi le- melalui berbagai aktivitas seperti menjaga keber- gal, lebih fleksibel, dan jarang melibatkan tawar- sihan lingkungan rumah dan halaman agar ling- menawar secara eksplisit. Gotong royong sebagai kungan rumah bersih, sehat, rapi, nyaman, dan ti- salah satu bentuk pertukaran sosial adalah sebuah dak mebosankan (1:103-110). Gotong royong di gerakan sumber-sumber nilai melalui proses so- keluarga dilaksanakan berdasarkan kepercayaan, sial. Artinya, sebuah sumber nilai akan terus me- kejujuran, kasih sayang, keikhlasan, dan atas da- ngalir hanya jika ada ‘pengembalian nilai’ yang sar peran masing-masing anggota keluarga. Anak besar kecilnya bergantung pada nilai awal yang wajib taat, dan membantu orang tua menyele- diterima. Dalam psikologi pengembalian nilai se- saikan tugas-tugas di rumah; ayah berkewajiban macam ini dinamakan ‘penguatan kembali’ (re- mencari nafkah untuk keluarga; dan ibu berperan inforcement), dan dalam ekonomi dinamakan mengurus keluarga. Tujuannya adalah mengem- ‘pertukaran’ (exchange) (Emerson, 1976:359). bangkan rasa tanggung jawab setiap anggota ke- Buku teks menggambarkan gotong ro- luarga; dan menciptakan rasa kebersamaan, ke- yong atau kerja sama di masyarakat sekitar da- keluargaan, kesatuan dan kerukunan antarang- lam empat tipe, dilihat dari jumlah orang yang gota keluarga sehingga tercipta kehidupan ke- terlibat atau berpartisipasi dan tujuannya. luarga yang utuh, damai, rukun dan harmonis (1: Pertama, tipe ‘one-to-one assistance’, yai- 39). Jika masing-masing anggota keluarga berpe- tu suatu bentuk kerja sama perorangan antara dua ran dengan baik, maka akan tercipta keharmoni- orang bertetangga. “Sesama tetangga harus san dalam keluarga (2:44). saling menolong. jika kita berbuat baik pada hari ini, suatu saat kita akan ditolong” (2:70). Kegia- Gotong Royong di Sekolah tan ini dilakukan berdasarkan prinsip “saling Gotong royong di sekolah dilaksanakan memberi dan menerima” (take and give) dengan melalui berbagai aktivitas seperti membersihkan tujuan untuk saling meringankan pekerjaan atau halaman sekolah, ruang kelas, papan tulis, mera- saling membantu antarindividu tetangga yang wat bunga di taman sekolah, dan peralatan-pera- membutuhkan, mempererat dan meningkatkan latan di kelas. Kegiatan dilakukan secara berke- persaudaraan, cinta sesama, empati, dan perspec- lompok sesuai jadwal giliran piket kelas (2:67- tive taking. Contoh tipe ini adalah membantu te- 69; 3:10-11, 26). Tujuannya adalah mengem- tangga mengangkat barang (2:63), memperbaiki bangkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki atap rumah (2:68), saling membantu apabila ada dari setiap peserta didik terhadap kelas/sekolah; tetangga yang membutuhkan sesuatu/barang (2: dan menciptakan rasa keakraban, kebersamaan, 71), atau mengantar tetangga ke rumah sakit (3: persatuan dan kerukunan antar peserta didik se- 28). “Tetangga kita seperti saudara kita sendiri, hingga tercipta kehidupan sekolah damai, rukun Jika kita sedang kesusahan, kita bisa minta to- dan harmonis. long pada tetangga kita. Begitu juga jika tetangga kita kesusahan kita harus membantu mereka. Ki- Gotong Royong di Komunitas Sekitar ta harus bisa bekerja sama dengan tetangga kita ”(2: 70; 3: 27-28). Sinoman, sambatan, tanggung Gotong royong di masyarakat sekitar renteng, rembug desa, adalah contoh lain gotong (bertetangga) dilaksanakan sebagai bentuk pertu- royong atau kerja sama tipe ini. karan sosial (social reciprocity, social exchange) Kedua, tipe ‘one-to-many assistance’, yai- antar individu anggota masyarakat berdasarkan tu suatu bentuk kerja sama individu untuk ko- persaudaraan, sukarela (egalitarian dan komuni- munitas, seperti ronda malam atau siskamling tarian), tidak ada paksaan, saling menguntungkan untuk keamanan lingkungan” (2:74-75; 3:31). Ti- secara timbal-balik, bukan dalam arti ekonomi. pe kerja sama ini dilakukan atas dasar kedekatan, 202 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 3, Oktober 2013, hlm.193-205 sukarela (egalitarian dan komunitarian), tidak a- dakan gerakan sosial yang diikuti semua agama; da paksaan, dan bertujuan untuk mempererat dan mengembangkan dan memperkenalkan budaya meningkatkan rasa persaudaraan, kesadaran ling- daerah sebagai budaya nasional; dan pembangu- kungan, dan menciptakan rasa aman semua war- nan nasional yang merata di seluruh wilayah (4: ga lingkungan sekitar (2:76-77), dan tanggung 76). jawab individu terhadap tujuan bersama. Buku teks juga mengemukakan bentuk Ketiga, tipe ‘many-to-one assistance’, yai- gotong-royong atau kerja sama dalam kehidu- tu suatu bentuk gotong royong atau kerja sama pan perekonomian nasional, yaitu “Koperasi”, komunitas untuk individu, seperti membantu suatu organisasi ekonomi kerakyatan yang ber- salah seorang warga yang terkena musibah, ru- watak sosial dan berdasar atas asas kekeluargaan, mahnya tertimpa pohon tumbang (2:72-74; 3:29- seperti koperasi sekolah, dan koperasi unit desa 30) atau musibah kematian (2:72). Tipe kerja sa- /KUD (3:53; 4:168; 5:87). Koperasi merupakan ma ini juga dilakukan atas dasar kedekatan, em- tulang punggung perekonomian rakyat Indonesia pati, sukarela (egalitarian dan komunitarian), ti- dan sudah ada sejak masa penjajahan (4:163). dak ada paksaan. Tujuannya adalah untuk meri- Koperasi dibedakan berdasarkan jenis usaha dan ngankan beban penderitaan orang lain (tetangga), keanggotaannya. Berdasarkan jenis usahanya, mempererat dan meningkatkan rasa persauda- koperasi terdiri dari koperasi konsumsi, produk- raan, empati, perspective taking, dan cinta antar- si, dan simpan-pinjam; dan berdasarkan keang- sesama manusia. Dengan bergotong-royong se- gotaannya koperasi terdiri dari koperasi sekolah, mangat persaudaraan, persatuan, dan kesatuan koperasi pegawai negeri, koperasi pasar, kopera- dapat terus terjalin. Gotong royong merupakan si unit desa, dan koperasi karyawan (4:170-173). ciri khas bangsa Indonesia (3:30). Selain tipe-tipe umum gotong-royong atau Keempat, tipe ‘many-to-many assistance’, kerja sama di atas, beberapa suku bangsa di In- yaitu suatu bentuk gotong royong atau kerja donesia masih melestarikan dan mengembang- sama komunitas untuk komunitas, seperti kerja kannya dalam bentuk “Tari Piring” (plate dance) bakti membersihkan dan memperbaiki jalan pada suku Minangkabau Sumatra Barat. Tarian kampung, membangun jembatan, atau fasilitas ini bermakna “kegotongroyongan dalam bekerja- lingkungan sekitar, misalnya untuk menyambut sama” (4:34, 81); dan raron atau marsiurupan peringatan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 A- pada suku Batak di Sumatera Utara (4:89). gustus (2:78; 3:30-31). Gotong royong tipe ini dilaksanakan berdasarkan kedekatan, empati, su- SIMPULAN karela (egalitarian dan komunitarian), keikhla- san, tidak ada paksaan. Tujuannya adalah untuk Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah dok- mengembangkan rasa tanggung jawab setiap trin politik kerajaan untuk membangun toleransi anggota komunitas terhadap tujuan bersama; dan kehidupan beragama (Hindu Buddha), yang menciptakan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kemudian dikukuhkan secara resmi sebagai sem- kesatuan dan kerukunan antar anggota warga se- boyan Negara Indonesia. Sejalan dengan kom- tempat sehingga tercipta kehidupan komunitas pleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara, yang utuh, damai, rukun dan harmonis. makna dan cakupannya mengalami perluasan, tidak hanya dalam konteks toleransi beragama, Gotong Royong dalam Kehidupan tetapi juga dalam konteks toleransi dalam kebe- Bangsa-Negara ragaman fisik, budaya, bahasa, sosial, politik, i- Gotong royong atau kerja sama di dalam deologi dan/atau psikologi menuju sebuah per- kehidupan bangsa negara diupayakan oleh Nega- satuan dan kesatuan yang lebih kompleks. Dalam ra atau pemerintah melalui berbagai aktivitas na- kaitan ini, peran dan fungsi IPS sangat strategis sional. Tujuannya adalah untuk membangun ke- untuk memperkuat persepsi dan membangun ke- bersamaan, dan mewujudkan persatuan dan kesa- sadaran peserta didik tentang persatuan dalam tuan bangsa negara. Buku teks mencontohkan keberagaman melalui pemberian contoh-contoh beberapa kegiatan yang diupayakan oleh peme- nyata, dan mengkomunikasikan keuntungan dan rintah/negara untuk meningkatkan semangat go- keung-gulannya dalam praktik, dalam rangka tong royong atau kerja sama di tingkat kehidupan menyiapkan mereka untuk berpartisipasi aktif berbangsa dan bernegara, seperti: menyelengga- dalam upaya pembangunan jati diri bangsa ber- rakan pekan olahraga nasional dan daerah; me- basis pada kearifan lokal. Salah satu unsur pen- ngadakan jambore nasional dan daerah; menga- ting mewahanai hal itu adalah buku teks sebagai

Farisi, Ekstrapolasi Konsep Bhineka Tunggal Ika.… 203 psychological tool dan medium pedagogis bagi suatu yang bermuatan “pedagogis”, sebagai wa- IPS untuk menjalankan peran dan fungsinya se- hana sistemik pendidikan kewarganegaraan. bagai pendidikan kebangsaan/ kewarganegaraan. Untuk lebih memantapkan hasil-hasil ana- Hasil analisis menunjukkan bahwa buku- lisis ini, studi lanjutan pada tataran praksis buku teks IPS SD dipandang cukup berhasil penting dilakukan, untuk memperoleh perspektif melakukan ekstrapolasi secara konseptual dan dari dalam (perspective within) konteks pembe- fungsional tentang Bhinneka Tunggal Ika melalui lajaran, baik dari perspektif guru maupun siswa paparan konsep dan contoh-contoh konkret da- sebagai penggunanya. Penelitian Tindakan Kelas lam praktik kehidupan pribadi, keluarga, sekolah, (PTK) adalah instrumen yang cukup efektif un- masyarakat sekitar, dan negarabangsa. Buku-bu- tuk keperluan ini, sebagai salah satu metode dan ku teks IPS SD juga mampu mengubahnya dari prosedur uji kontekstual efektivitas buku teks da- sebuah doktrin politik kerajaan/kenegaraan men- lam realitas konteks pembelajaran, dan bagi pe- jadi sebuah doktrin pendidikan, sehingga Bhin- ningkatan kualitas pembelajaran di sekolah seca- neka Tunggal Ika tidak hanya dipahami sebagai ra keseluruhan. Selain itu, perlu transformasi pe- jargon politik, melainkan sesuatu yang nyata, ak- ran dan fungsi pedagogis guru dari seorang ‘pe- tual, dan dekat dengan kehidupan keseharian sis- ngabar materi buku paket’ (text book presenter) wa. Ia bisa dialami dan dipraktikkan oleh siswa, menjadi ‘pengorganisasi dan pengembang materi serta menjadi bagian tak terpisahkan di dalam ajar’ (textbook organizer and developer) untuk konteks kehidupan pribadi, keluarga, sekolah, memperluas wawasan peserta didik, sehingga masyarakat sekitar, dan negara bangsa. Buku-bu- mereka mampu melakukan ‘ekspansi’ intelek- ku teks IPS SD juga tidak hanya mendeskrip- tual, sikap, dan kesadarannya tentang esensi sikannya sebatas sebagai sebuah paham tentang Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan masya- toleransi beragama, tetapi secara terbuka mampu rakat. Akhirnya, kebijakan nasional tentang eva- mengejawantahkan dalam berbagai aspek kehi- luasi kelayakan buku teks perlu terus dilakukan dupan, baik sosial, budaya, seni, ekonomi, dan dan ditingkatkan kualitasnya, termasuk mengin- sebagainya. Dengan kata lain, konstruksi buku- fusikan unsur-unsur ‘penilaian kualitatif’ untuk buku teks IPS SD tentang Bhinneka Tunggal Ika memberikan bobot yang lebih substantif pada as- telah mengubahnya dari konsep ”ideologis” un- pek-aspek penilaian kuantitatif. tuk kepentingan politik kenegaraan, menjadi se-

DAFTAR RUJUKAN Ali, M. 2011. Muslim Diversity: Islam and Local bangan Rumah Tradisional Jawa. Gelar: Jurnal Tradition in Java and Sulawesi, Indonesia. Seni dan Budaya, 9(1): 17-29. Indonesian Journal of Islam and Muslim Crawford, K. 2003a. The Role and Purpose of Societies, 1(1): 1-35. Text books. International Journal of His- Batubara, C. 1999. Islam and Mystical Move- torical Learning, Teaching and Research, ments in Post Independence Indonesia: 3(2): 5-10. Susila Budhi Dharma (Subud) and Its Crawford. K. 2003b. Culture Wars: Serbian His- Doctrines. A thesis submitted to the Fa- tory Textbooks and the Construction of culty of Graduate Studies and Research in National Identity. International Journal of partial fulfillment of the requirements of Historical Learning, Teaching and the degree of Master of Arts. Mon-treal, Research, 3(2): 43-52. Canada: McGill University. Depdiknas. 2007. Naskah Akademik Kajian Ke- Bowen, J. R. 1986. On the Political Construction bijakan Kurikulum Mata Pelajaran Ilmu of Tradition: Gotong Royong in Indonesia. Pengetahuan Sosial (IPS). Jakarta: Balit- Journal of Asian Studies, XLV(3): 545-561. bang Pusat Kurikulum, Depdiknas. Budiqiyanto, J. 2005. Tinjauan tentang Perkem- Ellis, A. K. 1998. Teaching and Learning Ele- bangan Pengaruh Local Genius dalam Seni mentary Social Studies (Sixth Edition). Bangunan Sakral (Keagamaan) di Boston: Allyn & Bacon. Indonesia. Ornamen, 2(1): 24-35. Emerson, R. M. 1976. Social Exchange Theory. Budiqiyanto, J. 2011. Tinjauan Historis Perkem- Annual Review of Sociology, 2: 335-362. 204 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46, Nomor 3, Oktober 2013, hlm.193-205

Esink, J. 1974. Sutasomas Teachings to Gajavak- Miles, M. B. & Huberman, A. M. 1992. Analisis tra: The Snake and the Tigress. Bij-dra-gen Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang tot de Taal, Landen Volkenkunde, Metode-Metode Baru (Terjemahan oleh 130(2/3): 195-226. Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakata: UI-Press. Fahruddin, A. 2013. Saiwasiddhanta: Penelusu- Mohammed, S. K. 2009. The Role of Perception ran Aliran Siwaisme di Jawa Timur Pe- in Fostering or Impeding the Unity riode Klasik. Avatara, 1(2): 241-254. through Diversity. Proceedings of the Euro Mediterranean Student Research Field, J. & Nearing, S. 2007. Community Civics. Multiconference Unity and Diversity of (Online), (http://www.archive.org/deta- Euro Mediterranean Identities. Nablus, ils/communitycivics00fieliala. Diakses 25 Palestine, 9 June 2009. Agustus 2013). Mulder, N. 1997. Individu, Masyarakat dan Seja- Frank, L.K. 1944. What Social Order. American rah. Diterjemahkan A. Widyamartaya. Journal of Sociology, 49(5): 470-477. Yogyakarta: Kanisius. Gall, M.D., Gall, S.P. & Borg, W.R. 2003. Edu- Mulyana, S. 2006. Nagara Kretagama dan Tafsir cational Research: An Introduction. Bos- Sejarahnya. Jakarta: Bharata-Karya Ak- ton: Pearson Education, Inc. sara. Geertz, C. 1983. Abangan, Santri, Priyayi dalam Munandar, A. A. 2005. Kesejajaran Arsitektur Masyarakat Jawa. (Terjemahan Aswab Bangunan Suci India dan Jawa Kuna. Mahasin). Bandung: PT. Pustaka Jaya. Makalah Simposium tentang Ikatan Ke- Haydey, D.C., Zakaluk, B.L., & Straw, S.. 2010. budayaan antara Indonesia dengan India, The Changing Face of Content Area Tea- diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan ching. Journal of Applied Research on India Jawaharlal Nehru bekerja sama Learning, 3, Article 3: 1-29. dengan Universitas Indonesia dan Khine, M. S. (Ed.). 2013. Critical Analysis of Bhaskara, di Auditorium Erasmus Huis Science Textbooks: Evaluating instruc- Jakarta pada tanggal 30 Maret 2005. tional effectiveness. New York Heidel- Munandar, A.A. 2010. Gaya Arsitektur Candi di berg: Springer. Jawa Abad ke-815 M. Majalah Arkeo-logi Kolovou, A., Heuvel-Panhuizen, M. & Bakker, Indonesia. (Online), (https:// hura- A. 2009. Non-Routine Problem Solving hura.wordpress.com/2010/04/19/gaya- Tasks in Primary School Mathematics arsitektur-candi-di-jawa-abad-ke-8-15-m/ Textbooks A Needle in a Haystack. Me- diakses 29 Oktober 2013) diterranean Journal for Research in Ma- Network Indonesia. 2002. Central Java from the thematics Education, 8(2): 31-68. 8th to the 10th Century. (Online), (http:// Lalonde, R. 1994. Unity in Diversity: Acceptan- users.skynet.be/network. Indone- ce and Integration in an Era of Intole- sia/ni4001c4.htm, diakses 28 Mei 2013). rance and Fragmentation. M.A. Thesis, Nicholls, J. 2005. The Philosophical Underpin- Ottawa, On-tario: Department of nings of School Textbook Research. Pa- Geography, Car-leton University. radigm, 3(1): 24-35. Lestari, W. 2000. The Role of Local Genius in Nursa’ban, N., & Rusmawan. 2008. Ilmu Penge- The Local Art. Harmonia: Jurnal Penge- tahuan Sosial 3 untuk Sekolah Dasar dan tahuan dan Pemikiran Seni, 1(2): 29-37. Madrasah Ibtidaiyah Kelas III. Ja-karta: Mastuti, D. W. R., & Bramantyo, H. 2009. Mpu Pusat Perbukuan Depdiknas. Tantular, Kakawin Sutasoma. Depok: Nursa’ban, N., & Rusmawan. 2010. Ilmu Penge- Komunitas Bambu. tahuan Sosial 1 untuk Sekolah Dasar dan Mertamupu. 2011. Bhineka Tunggal Ika Asli Madrasah Ibtidaiyah Kelas I. Jakar-ta: Konsep Ketuhanan. (Online), (http:// fil- Pusat Perbukuan Kemendiknas. safat.kompasiana.com/2011/11/26/bhineka Nursa’ban, N., & Rusmawan. 2010. Ilmu Penge- -tunggal-ika-asli-konsep ketuhanan- tahuan Sosial 2 untuk Sekolah Dasar dan 416296.html. diakses 29 Oktober 2013).

Farisi, Ekstrapolasi Konsep Bhineka Tunggal Ika.… 205

Madrasah Ibtidaiyah Kelas II. Jakar-ta: tot de Taa, Landen Volkenkunde, 128 (2/ Pusat PerbukuanKemendiknas. 3): 281-297. Pasya, G. K. 2013. Gotong Royong Dalam Kehi- Suramang, A. 2013. Kebhinekaan dalam Suta- dupan Masyarakat. (Online), (http:// soma. (Online), (http://www.indone-sia- sosiologi.upi.edu/artikelpdf/gotongroyong. seni.com/index.php?option=com_content& pdf , diakses 30 Oktober 2013), 1-8. view=art..., diakses 25 Agustus 2013). Pijper, 1984. Beberapa Studi tentang Sejarah Is- Suranti, & Saptriarso, E.S. 2009. Ilmu Pengeta- lam di Indonesia 1900-1950. Jakarta: huan Sosial 4 untuk Sekolah Dasar dan Universitas Indonesia Press. Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. Pranadji, T. 2006. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan da- Suranti, & Saptriarso, E.S. 2009. Ilmu Pengeta- lam Pengelolaan Agroekosistem Lahan huan Sosial 5 untuk Sekolah Dasar dan Kering, Jurnal Agro Ekonomi, 24(2), 178- Madrasah Ibtidaiyah Kelas V. Jakarta: 206. Pusat Perbukuan Depdiknas. Suranti, & Saptriarso, E.S. 2009. Ilmu Pengetahu-an Repoussi, M., & Tutiaux-Guillon, N. 2010. New Sosial 6 untuk Sekolah Dasar dan Trends in History Textbook Research: Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI. Jakarta: Issues and Methodologies toward a School Pusat Perbukuan Depdiknas. Historiography. Journal of Edu-cational Media, Memory, and Society, 2(1): 154- Taba, H. 1967. A Teacher’s Handbook To Ele- 170. mentary Social Studies. Palo Alto, CA: Addison Wesley. Reuben, J. A. 1997. Beyond Politics: Commu- nity Civics and the Redefinition of Citi- Titib, I. M. 2004. Dimensi Etika dan Moralitas zenship in the Progressive Era. History of Masa Depan Kebangsaan Indonesia. Education Quarterly, 37(4): 399-420. (Online), (http://www.parisada.org/ in-dex. Robson, S. 2008. Arjunawiwāha: The Marriage php?option=com_content&task = view& of Arjuna of Mpu Kanwa. Leiden: KITLV id= 505&Itemid=29, diakses 29 Oktober Press. 2013). Ruminiati. 2010. Implikasi Teori Sosiobiologis Van der Meij, D. 2011. Kakawin Sutasoma and dan Budaya Patriarkhi dalam Pembela- Kakawin Nāgara Kŗtāgama. Bijdragen tot jaran IPS SD Berbasis Jender. Pidato de Taal, Landen Volkenkunde, 167(2-3): Pengukuhan Guru Besar. Malang: FIP- 322-332. UM. Widnya, I. K. 2008a. The Worship of Shiva- Santoso, S. 1975. Sutasoma: A Study in Old Ja- Buddha in the Balinese Hindu Commu- vanese Wajrayana. : Interna- nity, Journal of Religious Culture, 101: 1- tional Academy of Indian Culture. Śata- 12. pitaka, Indo-Asian Literatures 213.] Widnya, I. K. 2008b. Pemujaan Siva-Buddha Setyowati, N. & Jatiningsih, O. 2007. Pendidikan dalam Masyarakat Hindu di Bali. Mudra: Jender Bagi Calon Guru SD Dalam Jurnal Seni Budaya, 22(1): 39-54. Rangka Penyiapannya Menjadi Agen So- Wiryamartana, I. K. 1990. Arjunawiwāha. Trans- sialisasi Jender di Sekolah Dalam Rang-ka formasi Teks Jawa Kuna Lewat Tangga- Pendekonstruksian Nilai Jender Pada Anak pan dan Penciptaan di Lingkungan Sas-tra Menuju Tatanan Kehidupan yang Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana U- Egalitarian. Jurnal Pelangi Ilmu, 1(1): 27- niversity Press. 49. Zoetmulder, P. J. 1983. Kalangwan. Sastra Jawa Stemler, S. 2012. An Overview of Content Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djam- Analysis. Practical Assessment, Re-search batan. & Evaluation, 7(17): 1-10. Zuriati. 2010. Resensi Buku Kakawin Sutasoma. Supomo, S. 1972. Lord of the Mountains in the Jurnal Wacana, 12(2): Fourteenth Century Kakawin. Bijdragen