ISSN : 1979 – 679X E-ISSN : 2528 - 7141

Buletin Palma (Bulletin of Palmae) Volume 18 No. 1, Juni 2017 Terakreditasi No. 625/AU3/P2MI-LIPI/03/2015, Tanggal 15 April 2015

Buletin Palma memuat artikel hasil-hasil penelitian kelapa dan palma lainnya. Buletin ini diterbitkan dua kali setahun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Redaksi menerima sumbangan tulisan dari luar. Naskah yang diterima adalah yang belum pernah dipublikasikan di media cetak lain dan hendaknya mengacu pada Pedoman Menulis yang terdapat pada sampul belakang di bagian dalam. Redaksi berhak untuk menyunting naskah tanpa mengubah isi dan makna tulisan atau menolak suatu naskah. Naskah yang tidak diterbitkan tidak akan dikembalikan kepada penulis.

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Director Indonesian Center for Estate Crops Research and Development)

Tim Penyunting Ahli Ketua : Prof.Dr.Ir. Novarianto Hengky, MS (Pemuliaan/Breeding)

Anggota : 1. Dr.Ir. Meldy L.A. Hosang, M.Si (Entomologi/Entomology) 2. Prof.Dr.Ir. Elna Karmawati, MS (Entomologi/Entomology) 3. Prof.Dr.Ir. Supriadi, M.Sc (Fitopatologi/Fitopathology) 4. Dr.Ir. Ismail Maskromo, M.Si (Pemuliaan/Breeding) 5. Ir. Nurhaini Mashud, MS (Fisiologi/Physiology) 6. Ir. Lay Abner, MS (Pasca Panen/Postharvest) 7. Ir. Jelfina C. Alouw, M.Sc. PhD (Entomologi/Entomology) 8. Dr. Steivie Karouw, S.TP. M.Sc (Pasca Panen/Postharvest)

Penyunting Pelaksana : 1. Djunaid Akuba, S.Sos 2. Alfred Manambangtua, SP 3. Adhitya Yudha Pradana, M.Si

Diterbitkan oleh : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor

Alamat Redaksi : Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado. Jln. Raya Mapanget, PO. Box 1004, Manado-95001 Telepon : (0431) 812430, Fax. (0431) 812017 E-mail : [email protected] Homepage : http://www.balitka.litbang.pertanian.go.id

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN Jl. Tentara Pelajar No. 1 Cimanggu, Bogor 16111 Telp. (0251) 8336194, 8313083 – Fax (0251) 8336194 E-mail : [email protected]

ISSN : 1979 – 679X E-ISSN : 2528 - 7141 Buletin Palma (Bulletin of Palmae) Volume 18 No. 1, Juni 2017

DAFTAR ISI

Halaman Karakteristik Biodagradable Film Pati Sagu dengan Penambahan Gliserol, CMC, Kalium Sorbat dan Minyak Kelapa 1 - 7 Steivie Karouw, Rindengan Barlina, Maria L. Kapu’allo, dan Jerry Wungkana

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di Maluku 9 - 21 Rein Estefanus Senewe, Hermanu Triwidodo, Pujianto, dan Aunu Rauf

Keragaman Karakter Agronomi pada Populasi Intra dan Inter Famili Dura Elit Koleksi Taman Buah Mekarsari 23 - 32 Azis Natawijaya, Sintho WA, Ismail Maskromo, M. Syukur, Alex Hartana, dan Sudarsono

Ulat Bulu sp. (: : ), Hama Potensial pada Tanaman Kelapa Sawit 33 - 42 Meldy L.A. Hosang, Jelfina C. Alouw, dan Fadjry Djufry

Variabilitas Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit Asal Angola dan Seleksi Genotipe Berbasis Famili dan Individu untuk Pembentukan Breeding Population Baru 43 - 51 Ismail Maskromo, Azis Natawijaya, Syafaruddin, Fadjry Djufry, dan M. Syakir

ii

Karakteristik Biodegradable Film Pati Sagu dengan Penambahan Gliserol, CMC, Kalium Sorbat dan Minyak Kelapa Properties of Sago-Based Biodegradable Film Prepared by Addition of Glycerol, CMC, Potassium Sorbate and Coconut Oil

STEIVIE KAROUW, RINDENGAN BARLINA, MARIA L. KAPU’ALLO DAN JERRY WUNGKANA

Balai Penelitian Tanaman Palma Jln. Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 E-mail: [email protected]

Diterima 9 Januari 2017 / Direvisi 27 Maret 2017 / Disetujui 8 Mei 2017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, warna dan laju transmisi uap air serta sifat antimikroba biodegradable film pati sagu dengan penambahan gliserol, carboxymethyl cellulose (CMC), kalium sorbat dan minyak kelapa. Penelitian ini terdiri atas dua tahap, pada tahap pertama gliserol dan CMC digunakan beberapa konsentrasi berturut-turut, yaitu (1%, 1,5%, 2,0% dan 2,5 %) dan (0,75%, 1,0%, 1,25% dan 1,5%). Kombinasi perlakuan terbaik tahap pertama digunakan untuk penelitian tahap kedua. Pada penelitian tahap kedua dilakukan penambahan bahan antimikroba kalium sorbat dan minyak kelapa pada beberapa konsentrasi, berturut-turut (1,0; 1,5 dan 2%) dan (0,3 dan 0,6%). Hasil penelitian menunjukkan bertambahnya konsentrasi gliserol menghasilkan biodegradable film dengan kuat tarik yang makin tinggi dan daya mulur makin turun. Pada konsentrasi gliserol yang tetap, nilai kuat tarik meningkat dan daya mulur menurun dengan bertambahnya konsentrasi CMC. Biodegradable film yang diproses menggunakan 1,0% gliserol dan 1,0% CMC memiliki daya mulur terendah hanya 109,90%. Kombinasi gliserol dan CMC ini selanjutnya digunakan untuk pembuatan biodegradable film yang ditambahkan minyak kelapa dan kalium sorbat. Biodegradable film yang diproses dengan penambahan minyak kelapa memiliki plastisitas yang lebih baik dibanding dengan penambahan kalium sorbat. Warna biodegradable film cenderung lebih kuning dibanding tanpa penambahan kalium sorbat. Biodegradable film yang dihasilkan dengan penambahan kalium sorbat dan minyak kelapa belum menunjukkan penghambatan terhadap Eschericchia coli dan Staphylococcus aureus.

Kata kunci: Biodegradable film, pati sagu, gliserol, carboxymethil cellulose, kalium sorbat, minyak kelapa.

ABSTRACT

The objectives of the research was to evaluate physical properties, color, water vapor transmission rate and antimicrobial activity of sago-based biodegradable film made by adding of glycerol, carboxymethyl cellulose (CMC), potassium sorbate and coconut oil. The research was conducted on two steps which did continuosly. During the first step the research was held on various of concentration of glycerol (1, 1.5, 2.0 and 2.5%) and concentration of carboxymethil cellulose (CMC) (0.75; 1.0; 1.25 and 1.5 %). The formula which produced the best characteristic of biodegardable film was then used in the second step. In the second step of study, the antimicrobial material (coconut oil and potassium sorbate) were utilized in processing of sago-based biodegradable film. The concentration of potassium sorbate and coconut oil were (1.0, 1.5 and 2.0%) and (0, 0.3 dan 0.6%), respectively. The research results showed that, the biodegradable film obtained on 1.0% of glycerol and 1.0% of CMC having lowest elongation around 109.90%. It was then used for the second step for preparation of biodegradable film. Biodegradable film which were resulted by additon of coconut oil having plasticity better than the ones using potassium sorbate. Addition of pottasium sorbate effected the yelllow color of the biodegradable film. The biodegradable film prepared by utilized of potassium sorbate and oil were found not effectively to inhibit Eschericchia coli dan Staphylococcus aureus.

Keywords: Biodegradable film, sago starch, glycerol, carboxymethyl cellulose, potassium sorbate, coconut oil.

PENDAHULUAN negatif yang ditimbulkannya. Kemasan plastik tidak dapat diurai oleh mikroba, sehingga Plastik merupakan salah satu jenis kemasan merusak lingkungan. Saat ini telah berkembang yang sangat populer di masyarakat. Pemakaian penggunaan kemasan ramah lingkungan, di kemasan plastik yang makin meluas tidak antaranya kemasan yang mudah terurai dibarengi dengan kesadaran terhadap dampak (biodegradable film) (Talja et al., 2007).

1

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 1 - 7

Bahan dasar untuk pembuatan biodegradable edible film dengan menambahkan bahan anti- film adalah hidrokoloid dan lipid. Hidrokoloid mikroba alami dari ekstrak galangal sebanyak yang digunakan dapat berupa protein dalam 0,6-0,9%. Asam laurat merupakan asam lemak bentuk gelatin atau karbohidrat seperti pati, dominan pada minyak kelapa yang terbukti alginat, pektin, gum arab dan modifikasi karbo- memiliki kemampuan sebagai antimikroba (Enig, hidrat lainnya. Berbagai jenis bahan yang memiliki 1999). Kandungan asam laurat minyak kelapa kandungan pati tinggi telah digunakan sebagai sekitar 48,24% (Karouw et al., 2013) memungkin- bahan dasar pembuatan biodegradable film. Pati kan untuk digunakan sebagai bahan antimikroba sagu memiliki kelebihan sebagai bahan dasar pada pembuatan biodegradable film dari pati sagu. pembuatan biodegradable film karena mudah ter- Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui sifat fisik, gelatinisasi pada suhu rendah, memiliki viskositas warna dan laju transmisi uap air serta sifat yang tinggi, mudah untuk dicetak dan sineresis- antimikroba biodegradable film pati sagu dengan nya rendah (Anggraeni, 2011). penambahan gliserol, carboxymethyl cellulose Karakteristik biodegradable film sangat (CMC), kalium sorbat dan minyak kelapa. dipengaruhi oleh bahan dasar pati dan komposisi campurannya. Film berbahan pati dan pektin BAHAN DAN METODE memiliki elastisitas tinggi, tetapi bersifat rapuh sehingga mudah patah (Abdorreza et al., 2011) dan hidrofilik (sangat sensitif terhadap air). Karakter Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret- tersebut menyebabkan masalah apabila akan Desember 2015. Preparasi biodegradable film digunakan sebagai pengemas. Solusi yang dapat dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Balai dilakukan untuk memperbaiki sifat rapuh film Penelitian Tanaman Palma Mando. Analisis sifat berbahan pati, yaitu penambahan plasticizer yang fisik, warna dan laju transmisi uap air dilakukan di memiliki berat molekul rendah dan non volatil. Laboratorium Rekayasa, Jurusan Pengolahan Hasil Penambahan plasticizer dapat memperbaiki flek- Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, sibilitas dan kapasitas peregangan (stretch ability) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pengujian serta meningkatkan permeabilitas. Abdorreza et al. sifat antimikroba menggunakan Eschericchia coli (2011), menggunakan gliserol dan sorbitol pada dan Staphylococcus aureus dilakukan di Laborato- pembuatan film berbahan sagu. Hidrofobisitas film rium mikrobiologi Pusat Antar Universitas, dapat diperbaiki dengan cara mencampur pati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. dengan biopolimer yang bersifat hidrofobik. Penelitian dilakukan dalam bentuk Selulosa alami menjadi pilihan tepat untuk Rancangan Acak Lengkap dan dilakukan dalam digunakan pada preparasi biodegradable film. Hal dua tahap. Pada tahap pertama, Faktor A adalah ini disebabkan karena pati dan selulosa alami konsentrasi plasticizer gliserol yang terdiri atas memiliki kemiripan kimiawi sehingga keduanya 1%, 1,5%, 2,0% dan 2,5% dan Faktor B adalah dapat berinteraksi dengan baik. Penambahan konsentrasi CMC yang terdiri atas 0,75%, 1,0%, selulosa terbukti dapat meningkatkan resistensi 1,25% dan 1,5%, sehingga terdapat 16 kombinasi terhadap air (Lu et al., 2005). Ma et al. (2008) perlakuan. Penelitian tahap kedua perlakuannya, melaporkan bahwa carboxymethyl cellulose konsentrasi kalium sorbat, yaitu 1,5% dan 2,0% (CMC), dapat memperbaiki sifat mekanik film serta 0,3% dan 0,6% minyak kelapa. Data yang yang dihasilkan, aman penggunaannya sehingga diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS, dapat digunakan pada produk pangan, kosmetik apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dan farmasi. dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Penggunaan biodegradable film diharapkan Test). mampu melindungi bahan yang dikemas dari Penelitian terdiri atas dua tahap, yaitu tahap kerusakan oleh mikroba. Untuk mengatasi hal pertama mendapatkan formula yang sesuai pada tersebut pada proses pembuatan biodegradable film kombinasi konsentrasi gliserol dan carboxymethyl ditambahkan bahan antimikroba. Bahan anti- cellulose (CMC) untuk menghasilkan biodegradable mikroba yang dapat digunakan pada pembuatan film dengan sifat fisik terbaik. Hasil terbaik dari biodegradable film seperti kalium sorbat (Shen et al., tahap pertama selanjutnya digunakan untuk 2010), asam sorbat (Campos et al., 2011), minyak formulasi tahap kedua. Tahap kedua yaitu men- esensial dari oregano, rosemary dan garlic (Seydim dapatkan formula terbaik dengan penambahan dan Sarikus, 2006). Kalium sorbat pada konsentrasi kalium sorbat dan minyak kelapa sebagai anti- >15% efektif menghambat pertumbuhan E. Coli mikroba. Pembuatan biodegradable film mengacu pada edible film dari pati ubi jalar (Shen et al., 2010). pada Shen et al. (2010). Penelitian tahap pertama, Mayachiev et al. (2010) melakukan pembuatan pati sagu dipanaskan sampai tergelatinisasi,

2

Karakteristik Biodegradable Film Pati Sagu dengan Penambahan Gliserol, CMC, Kalium Sorbat dan Minyak Kelapa (Steivie Karouw et al.)

kemudian ditambahkan gliserol dan CMC sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN gelling agent. Perlakuan konsentrasi gliserol adalah 1%, 1,5%, 2,0% dan 2,5%, sedangkan CMC di- Karakteristik biodegradable film dengan variasikan 0,75%, 1,0%, 1,25% dan 1,5%. Campuran penambahan gliserol dan carboxymethyl dituang ke dalam cetakan kemudian dikeringkan cellulose dalam oven pada suhu 40°C selama 5 jam. Biodegradable film yang diperoleh selanjutnya Kuat tarik dianalisis sifat fisiknya. Kombinasi gliserol dan Kuat tarik merupakan gaya maksimum CMC yang menghasilkan sifat fisik terbaik yang diperlukan untuk memutuskan biodegradable digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pada film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap kedua pati sagu dipanaskan sama dengan biodegradable film yang dihasilkan memiliki kuat tahap pertama, setelah pati sagu tergelatinisasi, tarik berkisar 0,15-2,80 MPa (Tabel 1). Nilai kuat ditambahkan gliserol dan CMC berdasarkan sifat tarik tertinggi dihasilkan dari pengolahan fisik terbaik, selanjutnya ditambahkan bahan biodegradable film menggunakan 1,0% gliserol dan antimikroba, yaitu minyak kelapa dan kalium 1,5% CMC, sedangkan terendah dihasilkan dari sorbat. Konsentrasi kalium sorbat, yaitu 1,0%, 1,5 pengolahan biodegradable film menggunakan 2,5% dan 2% tanpa ditambahkan minyak kelapa dan gliserol dan 1,50% CMC. Nilai kuat tarik terlihat konsentrasi minyak kelapa 0,3% dan 0,6%. makin rendah dengan bertambahnya konsentrasi Perlakuan tanpa penambahan kalium sorbat dan gliserol. Penambahan gliserol akan mengurangi minyak kelapa digunakan sebagai kontrol. gaya antar molekul sepanjang rantai polisakarida, Campuran dituang ke dalam cetakan kemudian sehingga menghasilkan biodegradable film dengan dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 5 kuat tarik yang rendah (Lestari, 2008). Hasil pene- jam. Hasil yang diperoleh selanjutnya diuji sifat litian yang diperoleh sejalan dengan penelitian fisik dan antimikrobanya. Parameter yang diamati Zhang dan Han (2006) yang menyatakan bahwa adalah sifat fisik meliputi kekuatan tarik, daya kuat tarik film akan menurun dengan mening- mulur, ketebalan, warna dan laju transmisi uap air katnya konsentrasi gliserol. Wattimena et al. (2016) serta sifat antimikroba. Kekuatan tarik, daya melaporkan pada edible film berbahan pati sagu mulur, dan ketebalan diuji menggunakan alami dan pati sagu fosfat, peningkatan konsen- Universal Testing Instrumen Tipe 1000s, Lloyd trasi gliserol menyebabkan penurunan nilai kuat England. Warna diukur menggunakan alat tarik. kolorimeter yang dilengkapi dengan integritas Data yang diperoleh menunjukkan bahwa langsung untuk konversi nilai L, a, b, yaitu sistem pada konsentrasi gliserol yang tetap, nilai kuat penentuan warna dengan notasi Hunter. Masing- tarik meningkat dengan bertambahnya konsentrasi masing notasi dengan kisaran 0-100. Notasi L CMC. Pola yang berbeda diperoleh pada menyatakan parameter kecerahan (light). perlakuan 1,5% gliserol + 1,5% CMC dan 2,5% Parameter L mem-punyai nilai 0 (hitam) sampai gliserol + 1,5% CMC, karena nilai kuat tariknya 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul cenderung menurun dengan makin bertambahnya yang menghasilkan cahaya pantul yang konsentrasi CMC. Hal ini kemungkinan disebab- menghasilkan warna akro-matik putih abu-abu kan karena adanya interaksi dengan gliserol. dan hitam. Nilai a menya-takan warna kromatik Ghanbarzadeg et al. (2011) melaporkan bahwa kuat campuran merah hijau, dengan nilai +a (positif). tarik film berbahan pati jagung cenderung Nilai 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a meningkat dengan bertambahnya konsentrasi (negatif) yaitu 0 sampai -80 untuk warna hijau. CMC. Kuat tarik film berbahan pati jagung tanpa Notasi b menyatakan warna kromatik campuran penambahan CMC sebesar 6,57 MPa meningkat biru kuning. Warna kuning dengan nilai +b menjadi 16,11 MPa dengan penambahan 10,0% (positif), yaitu 0 sampai 80. Nilai–b (negatif), CMC. yaitu 0 sampai 70 untuk warna biru (Yuwono dan Zulfiah, 2015). Laju transmisi uap air diukur sesuai Daya mulur metode dari Shen et al. (2010) dan sifat antimikroba Daya mulur menunjukkan perubahan dianalisis mengacu pada metode dari Mayachiev panjang maksimum biodegradable film saat et al. (2010). memperoleh gaya tarik sampai biodegradable film putus dibandingkan dengan panjang awalnya. Nilai daya mulur tertinggi, yaitu 202,91% pada biodegradable film yang diolah menggunakan 1,0% glierol + 0,75% CMC dan terendah, yaitu 109,90%

3

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 1 - 7 pada perlakuan 1,0% glierol + 1,0% CMC (Tabel 1). biodegradable film dengan penambahan kalium Pada konsentrasi CMC yang sama, peningkatan sorbat dan minyak kelapa. konsentrasi gliserol menghasilkan biodegradable Ketebalan film dengan nilai daya mulur yang cenderung menurun. Hasil yang diperoleh berbeda dengan Ketebalan biodegradable film adalah sifat fisik yang dilaporkan oleh Lestari (2008) pada edible film yang akan mempengaruhi laju transmisi uap pati butirat yang menyatakan bahwa penambahan air, gas dan senyawa volatil. Biodegradable film gliserol menghasilkan film dengan kuat tarik yang yang dihasilkan memiliki ketebalan 0,03-0,10 mm rendah, tetapi daya mulurnya meningkat. (Tabel 1). Nilai ketebalan terendah (0,03 mm), Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena yaitu biodegradable film yang diolah menggunakan adanya efek penambahan CMC. Daya mulur 1,0% CMC. Faktor yang dapat mempengaruhi biodegradable film terlihat sangat tinggi diban- ketebalan biodegradable film adalah konsentrasi dingkan film dari bioselulosa nata de coco hanya padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan 25,30-33,21% (Rindengan et al., 2014). ukuran plat pencetak. Ketebalan cenderung Berdasarkan hasil yang diperoleh, meningkat dengan bertambahnya konsentrasi. biodegradable film yang diproses menggunakan Makin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka 1,0% gliserol dan 1,0% CMC memiliki daya mulur ketebalan film akan meningkat. Makin tebal film, terendah, yaitu 109,90%. Kombinasi gliserol dan maka akan meningkatkan ikatan hidrogen dengan CMC ini selanjutnya digunakan untuk pembuatan molekul amilosa. Kondisi ini akan menyebabkan

Tabel 1. Kuat tarik, daya mulur dan ketebalan biodegradable film yang dihasilkan pada variasi konsentrasi gliserol dan CMC. Table 1. Tensile strength, elongation and thickness of sago-based biodegradable film prepared on various concentration of glycerol and CMC. Perlakuan Kuat tarik Daya mulur (%) Ketebalan Treatment (MPa) Elongation (%) (mm) Tensile strength Thickness (MPa) (mm) 1,0% gliserol + 0,75% CMC 1,40 e 202,91 c 0,03 a 1.0% of glycerol + 0.75% of CMC 1,0% gliserol + 1,0% CMC 1,53 e 109,90 a 0,06 c 1.0% of glycerol + 1.75% of CMC 1,0% gliserol + 1,25% CMC 1,21 de 113,47 a 0,07 d 1.0% of glycerol + 1.25% of CMC 1,0% gliserol + 1,50% CMC 2,80 f 170,14 bc 0,07 d 1.0% of glycerol + 1.50% of CMC 1,5% gliserol + 0,75% CMC 0,29abc 143,41 ab 0,07 d 1.5% of glycerol + 0.75% of CMC 1,5% gliserol + 1,0% CMC 0,76 cd 157,43 abc 0,07 d 1.5% of glycerol + 1.0% of CMC 1,5% gliserol + 1,25% CMC 0,76 cd 153,25 abc 0,10 i 1.5% of glycerol + 1.25% of CMC 1,5% gliserol + 1,50% CMC 0,61abc 126,63 ab 0,08 ef 1.5% of glycerol + 1.50% of CMC 2,0% gliserol + 0,75% CMC 0,23 ab 128,44 ab 0,075 de 2.0% of glycerol + 0.75% of CMC 2,0% gliserol + 1,0% CMC 0,67 abc 158,76 abc 0,08 ef 2.0% of glycerol + 1.0% of CMC 2,0% gliserol + 1,25% CMC 0,67 abc 158,76 abc 0,08 ef 2.0% of glycerol + 1.25% of CMC 2,0% gliserol + 1,50% CMC 0,70 bc 121,40 ab 0,09 gh 2.0% of glycerol + 1.50% of CMC 2,5% gliserol + 0,75% CMC 0,33 ab 169,09 bc 0,095 hi 2.5% of glycerol + 0.75% of CMC 2,5% gliserol + 1,0% CMC 0,60 abc 118,48 ab 0,04 b 2.5% of glycerol + 1.0% of CMC 2,5% gliserol + 1,25% CMC 1,24 de 163,17 abc 0,085 fg 2.5% of glycerol + 1.25% of CMC 2,5% Gliserol + 1,50% CMC 0,15 a 144,70 ab 0,08 ef 2.5% of glycerol + 1.50% of CMC Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. Notes: Numbers followed by different letter at the same column are significantly difference at 5% of DMRT.

4

Karakteristik Biodegradable Film Pati Sagu dengan Penambahan Gliserol, CMC, Kalium Sorbat dan Minyak Kelapa (Steivie Karouw et al.)

Tabel 2. Kuat tarik, daya mulur, laju transmisi uap air dan tebal biodegradable film pada variasi konsentrasi kalium sorbat dan minyak kelapa. Table 2. Tensile strength, elongation, water vapor transmission rate (wvtr) and thickness of sago-based biodegradable film prepared on various concentration of potassium sorbate and coconut oil. Kuat tarik Daya mulur Laju transmisi uap Tebal Perlakuan (MPa) (%) air (mm) Treatment Tensile strength Elongation (%) (g/m2/24 jam) Thickness (MPa) Wvtr (mm) (g/ m2/24 hrs)

Kalium sorbat (%) Potassium sorbate (%) 1,0 2,47 b 89,81 a 29,02 ab 0,04 c 1,5 2,01 b 99,48 a 28,22 a 0,02 a 2,0 2,16 b 93,34 a 28,58 a 0,07 e Minyak Kelapa (%) Coconut oil (%) 0,3 0,46 a 98,01 a 33,85 c 0,03 b 0,6 0,18 a 132,94 a 33,67 c 0,06 d Kontrol 1,81 b 100,50 a 31,92 bc 0,02 a Controlle Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. Notes : Numbers followed by the different letter at the same column are significantly difference at 5% of DMRT. peningkatan kristalinitas polimer, sehingga laju yang lebih tinggi dibanding tanpa penambahan transmisi uap airnya akan makin rendah. Nilai laju kalium sorbat. Sebaliknya peningkatan konsentrasi transmisi uap air yang rendah akan memper- minyak kelapa menghasilkan biodegradable film panjang jarak yang ditempuh uap air untuk yang memiliki daya mulur dan laju transmisi uap berdifusi, sehingga memperlambat laju transmisi air yang lebih tinggi dibanding tanpa penam- uap air melewati film (Lestari, 2008). bahan minyak kelapa. Kuat tarik berkaitan dengan plastisitas. Makin tinggi kuat tarik, maka Karakteristik biodegradable film dengan plastisitas film makin menurun. Hasil penelitian penambahan kalium sorbat dan minyak kelapa menyatakan bahwa, biodegradable film yang diberi Karakteristik biodegradable film yang penambahan minyak kelapa bersifat lebih plastis dihasilkan, yaitu kuat tarik, daya mulur, laju dibanding yang diberi kalium sorbat. Tebal biodegradable film transmisi uap air (water vapor transmission bertambah dengan meningkatnya rate/wvtr), ketebalan dan warna disajikan pada konsentrasi kalium sorbat dan minyak kelapa, Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibanding kontrol hanya 0,02 mm. biodegradable film yang dihasilkan dengan penambahan kalium sorbat memiliki kuat tarik

Tabel 3. Warna biodegradable film pada variasi konsentrasi kalium sorbat dan minyak kelapa. Tabel 3. The color of sago-based biodegradable film prepared on various concentration of potassium sorbate and coconut oil. Warna Perlakuan Color Treatment L a b Kalium sorbat (%) Potasssium sorbate (%) 1,0 48,14 b 0,04 d 6,68 d 1,5 45,45 ab -0,33 bc 8,11 e 2,0 45,29 ab -0,80 a 5,94 c Minyak kelapa (%) Coconut oil (%) 0,3 43,78 a -0,04 cd 3,75 b 0,6 45,47 ab -0,58 ab 2,13 a Kontrol 44,79 ab -0,29 bc 2,25 a Controlle Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. Notes: Numbers followed by the same letter at the same column are not significantly difference at 5% of DMRT.

5

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 1 - 7

Hasil penelitian diperoleh biodegradable film Eschericchia coli dan Staphylococcus aureus. Shen yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan yang et al. (2010) melaporkan kalium sorbat pada lebih tinggi dengan meningkatnya konsentrasi konsentrasi lebih dari 15% efektif menghambat kalium sorbat (Tabel 3). Penambahan kalium pertumbuhan E. Coli pada edible film dari pati ubi sorbat menghasilkan biodegradable film dengan jalar. Pada penelitian ini penambahan konsentrasi tingkat kekuningan yang lebih tinggi diban- kalium sorbat yang lebih tinggi menyebabkan dingkan tanpa penambahan kalium sorbat. Hasil terbentuknya biodegradable film yang mudah patah. pengujian tingkat kekuningan sesuai dengan hasil pengamatan visual bahwa warna biodegradable film KESIMPULAN cenderung lebih kuning dibanding tanpa penam- bahan kalium sorbat (Gambar 1). Bertambahnya konsentrasi gliserol meng- hasilkan biodegradable film dengan kuat tarik yang makin tinggi dan daya mulur makin turun. Pada konsentrasi gliserol yang tetap, nilai kuat tarik meningkat dan daya mulur menurun dengan bertambahnya konsentrasi CMC. Biodegradable film yang diproses dengan penambahan minyak kelapa memiliki plastisitas yang lebih baik dibanding dengan penambahan kalium sorbat. Warna biodegradable film cenderung lebih kuning dibanding tanpa penambahan kalium sorbat. Biodegradable film yang diolah menggunakan A B beberapa konsentrasi kalium sorbat dan minyak kelapa belum menunjukkan penghambatan terhadap Eschericchia coli dan Staphylococcus aureus. Gambar 1. Biodegradable film yang diproses dengan penambahan kalium sorbat (A) dan minyak kelapa (B). UCAPAN TERIMA KASIH Figure 1. The color of sago-based biodegradable film formulated with pottasium sorbate (A) and Ucapan terima kasih kepada Rachmat coconut oil (B). Teguh Sutrisno yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian. Aktivitas antimikroba

Hasil pengujian sifat antimikroba menun- DAFTAR PUSTAKA jukkan bahwa sampel biodegradable film pada semua konsentrasi minyak kelapa belum menunjukkan penghambatan terhadap Eschericchia Abdorreza, M.N., L.H. Cheng and A.A. Karim. coli dan Staphylococcus aureus. Asam laurat (C-12) 2011. Effects of plasticizers on thermal merupakan komponen utama dalam minyak properties and heat sealability of sago starch kelapa dapat mencapai 46,64 - 48,80 % (Marina films. Food Hydrocolloids 25: 56-60. et al., 2009). Asam laurat dalam tubuh akan diubah Anggraeni, F.D. 2011. Karakterisasi Edible Film dan menjadi monolaurin. Monolaurin bersifat Kapsul Berbahan Dasar Pati Sagu dengan antivirus, antibakteri dan antijamur. Asam laurat Penambahan Gliserol dan Karaginan. TESIS. tidak aktif dalam bentuk trigliseridanya, seperti Program Pasca Sarjana, Fakultas Teknologi halnya dalam penelitian ini. Cara yang dapat Pertanian, Universitas Gadjah Mada, dilakukan yaitu menghidrolisis minyak kelapa Yogyakarta. menjadi derivat aktif, yaitu monogliserida Campos, C., L. Gerschenson, and S. Flores. 2011. (monolaurin) dan asam lemaknya (asam laurat). Development of edible films and coatings Verallo-Rowell (2017) membuktikan bahwa bentuk with antimicrobial activity. Food and aktif monolaurin dan asam laurat mempunyai Bioprocess Technology 4: 849-875. kemampuan sebagai antimikroba, lebih baik Enig, M. 1999. Coconut : In Support of Good Health dibanding antibiotik. in the 21st Century. Paper presented on Konsentrasi kalium sorbat sampai 0,6% APPC’S XXXVI session and 30th belum menunjukkan penghambatan terhadap 6

Karakteristik Biodegradable Film Pati Sagu dengan Penambahan Gliserol, CMC, Kalium Sorbat dan Minyak Kelapa (Steivie Karouw et al.)

Anniversarry in Pohnpei, Federated States Seydim, A.C. and G. Sarikus. 2006. Antimicrobial of Micronesia, 27-28 September 1999. activity of whey protein based edible films Ghanbarzadeh, B., H. Almasi and A.A. Entezami. incorporated with oregano, rosemary and 2011. Improving the barrier and mechanical garlic essensial oils. Food Research properties of corn starch-based edible films: International 39(5): 639-644. effect of citric acid and carboxymethyl Shen, X.L., J.M. Wu, Y. Chen and G. Zhao. 2010. cellulose. Industrial Crops and Products 33: Antimicrobial and physical properties of 229-235. sweet potato starch films incorporated with Karouw, S., Suparmo, P. Hastuti. dan T. Utami. potassium sorbate or chitosan. Food 2013. Sintesis ester metil rantai medium dari Hydrocolloids 24: 285-290. minyak kelapa dengan cara metanolisis Talja, R.A., H. Helen, Y.H. Roos and K. Jouppila. kimiawi. Agritech 33(2): 182-188. 2007. Effect of various polyols and polyol Lestari, R.B. 2008. Karakteristik Edible Film Pati contents on physical and mechanical Garut Butirat sebagai Pengemas Bubuk Mi properties of potato stach-based film. Instan. TESIS. Program Studi Ilmu dan Carbohydrate Polymers 67(3): 288-295. Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Vermén M. Verallo-Rowell. 2017. “Lauric, other Pertanian, Universitas Gadjah Mada, fatty acids, their monoglycerides: A review Yogyakarta. of lipid antimicrobials and the worldwide Lu, Y.S., L.H. Weng, and X.D. Chao. 2005. problem of antibiotic resistance. Paper Biocomposites of plasticized starch presented at The Second International reinforced with cellulose crystallites from Conference on Coconut Oil, Bangkok cottonseed limter. Macromol. Bioscience 5: Thailand, 15-18 March 2017. 1101-1107. Yuwono, S.S. dan A.A. Zulfiah, 2015. Formulasi Ma, X., P.R. Chang and J. Yu. 2008. Properties of beras analog berbasis tepung mocaf dan biodegradable thermoplastic pea maizena dengan penambahan CMC dan starch/carboxymethyl cellulose and pea tepung ampas tahu. Jurnal Pangan dan starch/mocrocrystalline cellulose Agroindustri 3(4): 1465-1472. composites. Carbohydrate Polymers 72: 369- Zhang, Y. and J.N. Han. 2006. Mechanical and 375. thermal characteristic of Pea starch film Marina, A.M., Y.B. Che Man and S.A.H. Nazimah. plasticized with monosaccharides and 2009. Chemical properties of virgin coconut polyols. Journal Food Science 71(2): E109- oil. Journal of the American Oil Chemists’ 118. Society 86: 301-307. Wattimena, D., L. Egad dan F.J. Polnaya. 2016. Mayachiew, P., S. Devahastin, B. M. Mackey and Karakteristik edible film pati sagu dan pati K. Niranjan. 2010. Effects of drying methods sagu fosfat dengan penambahan gliserol. and conditions on antimicrobial activity of Agritech. Jurnal Teknologi Pertanian 36(3): edible chitosan films enriched with galangal 247-252. extract. Food Research International 43: 125- 132. Rindengan, B., M. Kapu’Allo dan E. Goniwala. 2014. Pengaruh lama penundaan dan inkubasi air kelapa terhadap karakteristik bioselulosa untuk bahan baku edible film. Buletin Palma 15(2): 134-140.

7

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku Community of Hymenopterous Parasitoid on Sago Forest Area (Metroxylon spp.) in Maluku

REIN ESTEFANUS SENEWE1, HERMANU TRIWIDODO2, PUDJIANTO2 DAN AUNU RAUF2

1Sekolah Pascasarjana Program Studi Entomologi, Peneliti BPTP Maluku Departemen Proteksi Tanaman IPB Bogor 2Komisi Pembimbing, Staf Pengajar Entomologi Departemen Proteksi Tanaman IPB Bogor Jln. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 E-mail: [email protected] Diterima 16 Januari. 2017 / Direvisi 3 April 2017 / Disetujui 9 Mei 2017

ABSTRAK

Sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman sosial, budaya dan ekonomi di Maluku dengan potensi hutan sagu cukup tersedia. Teridentifikasi gejala kerusakan empulur pati dan tajuk tanaman sagu akibat serangga. Kebijakan pengendalian hayati melalui pelepasan parasitoid dalam sistem aplikasi Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu alternatif. Hymenoptera parasitoid pada ekosistem hutan sagu penting untuk dipelajari morfospesiesnya sebagai data dan informasi ilmiah dalam menunjang program pengembangan agens hayati dalam pengelolaan serangga herbivor tanaman sagu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada hutan sagu di Maluku. Dalam penelitian ini dipilih tiga lokasi di Pulau Ambon dan tiga lokasi di Pulau Seram, kemudian masing-masing lokasi dipilih tiga rumpun sagu contoh secara acak. Setiap rumpun sagu dalam lingkaran radius 5m dari pohon sagu utama seluas 100m2 dilakukan pengambilan serangga melalui jaring serangga, perangkap lubang, dan perangkap nampan kuning, sedangkan perangkap lampu dilakukan pada satu titik disetiap lokasi. Pengambilan serangga dilakukan pada musim kemarau dan hujan dibulan September 2015 – Oktober 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada enam lokasi hutan sagu diperoleh sebanyak 14 famili dan 30 morfospesies. Kekayaan morfospesies disetiap lokasi berkisar antara 5-21 morfospesies, dengan proporsi koleksi serangga melalui penggunaan jaring serangga lebih tinggi. Indeks keanekaragaman tinggi (2.18 – 3.55) per lokasi, kelimpahan individu di Ariate dan kekayaan morfospesies di Tulehu masing-masing lebih tinggi dari lokasi lainnya. Rata-rata kelimpahan relatif famili Scelionidae, Scoliidae, dan Ichneumonidae masing-masing 26.46%, 15.95%, dan 10.89%. Terdapat 12 spesies unik masing-masing Ariate (dua spesies), Eti (dua spesies), dan Tulehu (delapan spesies). Scelionidae, Scoliidae, Ichneumonidae dan Eulophidae merupakan kelompok parasitoid telur-larva potensial yang terindikasi berasosiasi dengan serangga herbivor pada tanaman sagu dari ordo Coleoptera dan Orthoptera.

Kata kunci: kemerataan spesies, kekayaan spesies, hymenoptera, parasitoid, sagu.

ABSTRACT

Sago (Metroxylon spp.) is a social, cultural and economic plant in Maluku with enough available potential sago forest. Symptoms of damage to starch pith and canopy of sago plants has been identified caused by . Biological control policy through the release of parasitoids in Integrated Pest Management (IPM) application system is one of the control alternatives. The morphospesies Hymenopterous parasitoid in sago forest ecosystem is important to be studied as data and scientific information to support of development program of biological agent in management of herbivor of sago plant. This study aimed to examine the diversity of Hymenoptera parasitoids in sago forests in Maluku. In this study in three selected locations on the island of Ambon and three selected locations on the island of Seram, then in each location was selected three random sampling of sago tree clumps. From every clump of sago within a circle of 5m radius from the main sago tree around 100m2, insects were taken through insect net, yellow pan traps and pitfall traps, while light trap were performed at one point in each location. Insect collection was conducted during dry season and rainy season from September 2015 to October 2016. The results showed that the abundance of Hymenopterous parasitoid at the six sampling area sago forest was obtained as much as 14 families and 32 morphospecies. The morphoses of morphospecies were diverse in each location, ranged from 5 to 21, with the highest proportion of insect was collected by insect net method. The high diversity index (2.18 - 3.55) per location, hence individual abundance of Ariate is higher than other villages, morphospesies diversity of Tulehu is the highest. The average relative abundance of Scelionidae, Scoliidae and Ichneumonidae families was 26.46%, 15.95%, and 10.89%, respectively. There are 12 unique species distributed in Ariate (two species), Eti (two species), and Tulehu (eight species). Scelionidae, Scoliidae, Ichneumonidae

9

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 9 - 21 and Eulophidae are groups of potential egg-larvae parasitoid indicated to associate with herbivorous insects in sago plants, for instance from order Coleoptera and Orthoptera.

Keywords, species evenness, species richness, parasitoid, hymenopterous, sago.

PENDAHULUAN yang berasosiasi dengan tajuk tanaman sagu. Serangga-serangga yang berperan sebagai herbivor yaitu Rhynchophorus ferrugineus Sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman (Coleoptera: Curculionidae), Oryctes rhinoceros yang memiliki nilai sosial-ekonomi penting di (Coleoptera: Scarabaeidae), Sexava nubila Asia Tenggara (Abdorreza et al., 2012) serta simbol (Orthoptera: Tettigoniidae), Catantops brachypterus budaya di Maluku. Varietas-varietas penting (Orthoptera: Acrididae), Oxya chinensis dalam golongan sagu Hepaxanthic yang (Orthoptera: Acrididae), Diapheromera femorata mempunyai nilai ekonomis penting karena (Phasmatodea: Diapheromeridae), Brontispa kandungan patinya lebih banyak yaitu M. rumphii longissima (Coleoptera: Chrysomelidae), dan Mart (Sagu Tuni), M. sagus Rottb. (Sagu Molat), Plesispa reichei (Coleoptera: Chrysomelidae), serta M. silvester Mart. (Sagu Ihur), M. longispium Mart. seerangga predator Forficula sp. (Dermaptera: (Sagu Makanaru), dan M. micracantum Mart. (Sagu Forficulidae). Setiap serangga herbivor menim- Rotan). Dari kelima varietas ini, yang memiliki bulkan kerusakan yang berbeda pada tajuk arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan tanaman sagu, sedangkan R. ferrugineus merupa- Molat (Bintoro et al., 2010), dan banyak ditemukan kan serangga utama yang merusak dan meman- di Maluku. Tegakan batang sagu memiliki potensi faatkan pati sagu untuk perkembangan dan empulur pati 250 kg tepung produktivitas 15-40 reproduksi. Kerusakan tanaman sagu yang di- ton pati kering/ha/tahun (Bintoro et al., 2010). sebabkan oleh serangga hama yang banyak Botanri (2010) menyatakan bahwa tanaman sagu ditemukan adalah kumbang O. rhinoceros L., R. di Maluku tersebar pada kondisi lahan dengan ferrugineus Oliver., dan Sexava spp. Bintoro et al. ciri-ciri, yaitu: 1) lahan datar-curam, 2) dekat (2010); Mazza et al. (2014) menyatakan meskipun pesisir, 3) dekat sungai, 4) pada tanah-tanah intensitas serangan hama-hama ini pada tanaman aluvial (Entisol dan Inceptisol), dan 5) pada sagu belum banyak dikaji, tetapi dampak ketinggian 0-250 m dpl. Data BPS Maluku (2013), kerusakan pada daun, bunga, buah muda, batang, perkiraan luas areal sagu di Maluku sekitar 53.866 dan pucuk tanaman sagu dapat mematikan ha yang tersebar di delapan Kabupaten/Kota, tanaman sagu. Novarianto (2013) melaporkan dengan produktivitas tepung basah 1.088.887 ton/ adanya serangan hama di perkebunan sagu ha/thn. Pati sagu sebagai sumber pangan pokok Selatpanjang Meranti Riau oleh kumbang setelah beras karena kandungan karbohidrat yang O. rhinoceros L., dan R. ferrugineus Oliver dan tinggi dan diolah menjadi sumber makanan belum pernah dilaporkan masyarakat menyebab- seperti “papeda” yang banyak dikonsumsi pen- kan kerugian yang berarti. duduk Maluku, Papua, dan Sangihe Talaud. Pati Kerusakan tajuk dan pati tanaman sagu sagu juga dapat digunakan sebagaimana tepung telah menunjukkan bahwa tindakan pengelolaan beras, jagung, gandum, tapioka, dan kentang serangga hama sedini mungkin perlu diantisipasi sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan agar tidak terjadi eksplosi hama. Sistem pengen- tepung sagu di Maluku lainnya dalam bentuk dalian hama secara hayati oleh musuh alami kering seperti sinoli, sagu lempeng, tutupoli, sagu merupakan suatu sistem yang biasa terjadi di gula, kue sarut, bagea, sagu mutiara, dan sagu alam. Kelompok musuh alami dari ordo tumbuk sebagai bahan makanan yang langsung Hymenoptera merupakan salah satu ordo terbesar dikonsumsi atau dapat disimpan lama. serangga. Ordo ini terdiri atas serangga fitofag, Tanaman sagu di Maluku telah menunjuk- serangga sosial, lebah, tabuhan soliter dan kan berbagai tipe gejala kerusakan pada tajuk parasitoid. Walaupun lebah, tabuhan dan semut tanaman. Setiap fase pertumbuhan tanaman sagu umumnya lebih dikenal dalam ordo Hymenoptera telah ditemukan gejala kerusakan meliputi: akan tetapi Hymenoptera parasitoid mempunyai 1) bentuk guntingan pada daun, 2) lubang pada keanekaragaman yang tinggi di dalam ordo ini. pelepah daun dan serangga masuk ke bagian Keseimbangan alami hutan sagu akibat adanya dalam (5-12 cm), pelepah kering dan patah, interaksi antara tanaman sagu, hama, dan musuh 3) bentuk lidi pada daun atau daun tua digigit, alami. Parasitoid merupakan salah satu kelompok bergerigi, berlubang dan ujung anak daun terkulai, musuh alami yang berperan dalam membantu dan 4) bercak coklat memanjang pada kuncup pertahanan tanaman. Mekanisme pertahanan daun. Terdapat beberapa jenis serangga utama

10

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku (Rein Estefanus Senewe et al.) kimia dapat melibatkan organisme lain dalam sedangkan perangkap lampu dilakukan pada satu pertahanan tanaman melalui rekrutmen musuh titik di antara rumpun sagu. Sampel serangga alami. Parasitoid mampu mengendalikan hama dilakukan dua kali pengambilan, yakni pada secara spesifik dan populasinya di lapangan relatif musim kemarau dan musim hujan. cukup tinggi. Keanekaragaman Hymenoptera Jaring serangga digunakan untuk menang- parasitoid mengikuti keanekaragaman serangga kap serangga yang aktif terbang. Perangkat alat fitofag yang menjadi inang parasitoid dan ke- jaring ayun terdiri dari kain organdi putih/bening, anekaragaman serangga fitofag bergantung pada tongkat panjang 85 cm, dan lingkaran kawat besi tumbuhan yang tersedia di ekosistem. Komunitas diameter 40 cm. Penjaringan serangga dilakukan Hymenoptera parasitoid pada areal sagu belum dengan mengayunkan jaring ke kiri dan ke kanan banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk sambil berjalan mengelilingi di sepanjang radius mengkaji keanekaragaman Hymenoptera parasi- 5m dalam rumpun sagu sebanyak dua kali toid pada hutan sagu di Maluku. Hasil penelitian putaran. Hasil penjaringan serangga dimasukkan ini diharapkan dapat memberikan data dan ke dalam separator setiap 10 kali ayunan ganda, informasi ilmiah tentang jenis dan jumlah dikoleksi pada pukul 08.00-10.00 WIT. Hymenoptera parasitoid pada hutan sagu dalam Perangkap lubang (pitfall trap) digunakan menunjang pengelolaan serangga hama tanaman untuk memerangkap serangga yang aktif pada sagu mendatang. permukaan tanah. Jumlah perangkap tanah yang dipasang di sepanjang radius 5m dalam rumpun sagu adalah 15 buah dengan jarak antara perang- BAHAN DAN METODE kap tanah 1,5 m. Perangkap tanah yang digunakan terbuat dari wadah plastik berbentuk gelas dengan Penelitian dilakukan di Desa Rutong dan diameter atas 10 cm dan tinggi 4 cm. Perangkap Tawiri Kotamadya Ambon, Desa Tulehu, tanah diletakkan dalam lubang ukuran sama Kabupaten Maluku Tengah serta Desa Ariate, Desa dengan ukuran perangkap tanah, dimana bagian Eti, dan Desa Waisamu Kabupaten Seram Bagian atas perangkap tanah sejajar dengan permukaan Barat Provinsi Maluku. Identifikasi serangga tanah agar serangga yang aktif di permukaan dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian tanah mudah terperangkap. Setelah perangkap Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Maluku, tanah diletakkan di tanah, larutan deterjen di- Laboratorium Biosistematika Serangga, Depar- masukkan sebanyak setengah dari tinggi perang- temen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, kap tanah. Larutan deterjen digunakan untuk Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bidang mengurangi tegangan permukaan air sehingga Zoologi Puslit Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan serangga akan tenggelam dan akhirnya mati. Indonesia, Cibinong. Penelitian dilaksanakan Serangga yang terperangkap di dalam perangkap mulai bulan September 2015 sampai Oktober 2016. tanah diambil setelah 1 x 24 jam. Perangkap nampan kuning digunakan Penentuan Lokasi dan Tanaman Sampel untuk memerangkap serangga yang tertarik pada warna kuning. Jumlah nampan kuning yang Lokasi penelitian ditentukan dengan me- dipasang di sepanjang radius 5m dalam rumpun milih masing-masing tiga lokasi hutan sagu di sagu adalah 15 buah dengan jarak antara Pulau Ambon (Desa Rutong, Tulehu, dan Tawiri) perangkap tanah 1,5 m. Perangkap tanah yang dan Pulau Seram (Desa Ariate, Eti, dan Waisamu). digunakan terbuat dari wadah plastik berbentuk Setiap lokasi memiliki kepadatan sagu dan piring dengan diameter atas 18 cm dan tinggi terdapat rumpun sagu dengan fase-fase partum- 8 cm. Nampan kuning diletakkan di atas permu- buhan (fase semai, anakan, sapihan, batang/ kaan tanah yang terbuka agar mudah dilihat oleh pohon, dan masak tebang). serangga. Setelah nampan kuning diletakkan di atas permukaan tanah, larutan deterjen dimasuk- Koleksi Serangga kan sebanyak setengah dari tinggi nampan Setiap lokasi penelitian ditentukan tiga kuning. Serangga yang terperangkap di dalam rumpun sagu dengan jarak 50 m. Koleksi serangga nampan kuning diambil setelah 1 x 24 jam. dilakukan pada setiap plot pengamatan rumpun Perangkap lampu digunakan untuk me- sagu dalam lingkaran radius 5m dari pohon sagu merangkap serangga yang aktif terbang dan ter- utama dengan luas 100m2. Koleksi serangga di tarik cahaya lampu di malam hari. Setiap lokasi masing-masing lokasi penelitian dilakukan dengan hutan sagu dipasang satu unit perangkap lampu jaring ayun, perangkap tanah, dan perangkap yang diletakkan di antara rumpun sagu. nampan kuning pada rumpun yang sama, Perangkap lampu terdiri dari kain putih ukuran

11

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 9 - 21

2.5 m x 2.5 m, mesin generator ET 950, lampu 150 menunjukkan komunitas berada pada kondisi Watt 2 buah dan kabel 25 m. Kain putih dibuat labil, dan E (0.75 < E ≤1.00) menunjukkan komuni- layar menggantung setinggi 2 m, lampu diletakkan tas berada pada kondisi stabil. pada bagian tengah dan kabel dihubungkan Indeks dominansi/kekayaan jenis spesies dengan generator sejauh 35 m. Proses pema- Simpson (C) menurut Margalef (1958), sebagai sangan perangkap lampu dari pukul 17.30 – 06.00 berikut: WIT seiring dengan pengambilan serangga yang C = ∑(ni/N)2 tertarik cahaya dan terperangkap/menempel pada kain dengan botol koleksi yang berisi alkohol 70%. Keterangan : C = Indeks dominansi Simpson Identifikasi Serangga ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah individu seluruh spesies Serangga hasil tangkapan di lokasi pene- Kategori Indeks : 0.00

H’ = Indeks keanekaragaman jenis. Proporsi dan Dominansi Hymenoptera Parasitoid pi = Proporsi spesies ke-i terhadap total jumlah contoh (n/N). Kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada Sebaran keanekaragaman Shannon dihitung enam areal sagu di Maluku berkisar 20 – 76 dengan rumus sebagai berikut: individu. Dari total 257 individu teridentifikasi masuk dalam 14 famili dengan rata-rata kelim- E = H’/ln S pahan relatif tertinggi adalah famili Scelionidae E = Sebaran keanekaragaman jenis (26.46%), Scoliidae (15.95%) dan Ichneumonidae S = Jumlah spesies yang diperoleh (10.89%) (Tabel 1). Sedangkan kelimpahan Hymenoptera parasitoid berdasarkan penggunaan Nilai H’ meningkat dengan meningkatnya perangkap atau alat koleksi serangga diperoleh jumlah spesies dalam komunitas/plot peng- hasil yaitu jaring serangga 36%, perangkap lampu amatan. Nilai tersebut berkisar antar 1.5-3.5. 26%, nampan kuning 24% dan perangkap tanah Semakin tinggi H’ berarti keragaman spesies 14% dari total individu (Gambar 1). semakin tinggi pula. Perbandingan antara nilai Koleksi serangga melalui penggunaan keragaman yang diperoleh dengan nilai ke- perangkap merupakan salah satu metode untuk ragaman maksimum adalah nilai evenness (E). memperkirakan kelimpahan dan memprediksi Nilai E berkisar antara 0 dan 1. Nilai satu terjadi dinamika populasi. Tinggi rendahnya hasil apabila spesies memiliki kelimpahan yang sama. tangkapan dan koleksi serangga tergantung luas Nilai E (0,00

12

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku (Rein Estefanus Senewe et al.)

Tabel 1. Kelimpahan individu (N) dan kelimpahan relatif (%) Hymenoptera parasitoid pada masing- masing areal hutan sagu. Table 1. Abundance of individuals (N) and relative abundance (%) of parasitoid Hymenopterous in each sago forest area. Lokasi Total Total Famili Location Individu % Family Ariate Eti Waisamu Rutong Tawiri Tulehu Total of Total N % N % N % N % N % N % individuals % Bethylidae 2 2,63 4 6,25 0 - 0 - 5 20,83 2 3,85 13 5,06 Braconidae 2 2,63 4 6,25 0 - 2 9,52 2 8,33 10 19,23 20 7,78 Ceraphronidae 0 - 2 3,13 0 - 0 - 0 - 0 - 2 0,78 Chalcididae 2 2,63 1 1,56 0 - 0 - 0 - 2 3,85 5 1,95 Diapriidae 0 - 8 12,50 2 10,00 0 - 3 12,50 5 9,62 18 7,00 Encyrtidae 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 3 5,77 3 1,17 Eulophidae 8 10,53 4 6,25 2 10,00 0 - 0 - 11 21,15 25 9,73 Eurytomidae 1 1,32 0 - 2 10,00 0 - 2 8,33 1 1,92 6 2,33 Ichneumonidae 14 18,42 6 9,38 5 25,00 0 - 0 - 3 5,77 28 10,89 Mymaridae 0 - 3 4,69 0 - 0 - 0 - 2 3,85 5 1,95 Platygasteridae 0 - 12 18,75 0 - 0 - 0 - 0 - 12 4,67 Pteromalidae 0 - 2 3,13 0 - 4 19,05 1 4,17 4 7,69 11 4,28 Scelionidae 17 22,37 18 28,13 2 10,00 15 71,43 11 45,83 5 9,62 68 26,46 Scoliidae 30 39,47 0 - 7 35,00 0 - 0 - 4 7,69 41 15,95 Total 76 64 20 21 24 52 257

waktu pengambilan yang tepat dalam waktu yang relatif panjang, maka semakin banyak individu yang terkoleksi. Tinggi rendahnya populasi arthropoda dalam suatu ekosistem dipengaruhi tingkat kepadatan, distribusi, natalitas, mortalitas, struktur umur, dan kecenderungan populasi. Sedangkan tipe alat perangkap disesuaikan dengan tujuan dan target penelitian. Hymenoptera parasitoid seperti jenis tawon (Eulophidae) pada areal sagu dapat terkoleksi dengan alat perangkap lubang, meskipun populasi Formicidae dan Collembola lebih efektif dengan perangkap lubang. Fungsi perangkap lubang adalah untuk mengumpulkan arthropoda yang aktif dipermukaan tanah. Kumbang tanah (Coleoptera: Carabidae), laba-laba (misalnya Araneae: Lycosidae dan Clubionidae), dan semut (Hymenoptera: Formicidae) sangat aktif dan sebagian besar polifagus dan predator inver- tebrate. Gullan and Cranston (2010) menyatakan Gambar 1. Proporsi Hymenoptera parasitoid permukaan tanah berasal dari bahan vegetasi atau berdasarkan metode koleksi serangga. disebut sampah yang membusuk dan diperkaya Figure 1. Proportion of Hymenopterous parasitoid base dengan tanah humus organik sebagai substrat on methode of insect colects. dimanfaatkan oleh serangga dan hexapoda lainnya yang tinggal di tanah seperti kelompok Penggunaan jaring serangga dan separa- Collembola, Protura, Diplura, Archaeognatha, tornya dengan target berbagai jenis serangga Zygentoma, Blattodea, Dermaptera, Coleoptera, Hymenoptera parasitoid yang aktif terbang di dan Hymenoptera khususnya semut dan beberapa sekitar rumpun sagu dan vegetasi bawah tawon. (understory). Cara mengayunkan jaring mengitari

13

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 9 - 21 rumpun sagu pada pagi hari memberikan peluang bar di semua areal sagu, meskipun demikian lebih banyak mengumpulkan serangga. Keter- beberapa famili seperti Braconidae, Eulophidae, sediaan makanan seperti pollen, nektar, madu, dan Ichneumonidae dan lainnya teridentifikasi menye- aktivitas serangga inang parasitoid pada pagi hari bar di beberapa areal sagu (Tabel 2). Kondisi lebih tinggi dibandingkan siang dan sore hari. habitat masing-masing lokasi penelitian bisa Perangkap cahaya dianggap efektif untuk me- dikatakan homogen, tetapi penyebaran serangga nangkap kumbang dan ngengat yang tertarik sinar antara lain dipengaruhi oleh keanekaragaman lampu pada malam hari, contohnya parasitoid habitat dan struktur lanskap. Kelimpahan Scolia soror (Scoliidae) yang keluar dari batang Scelionidae berkaitan dengan kepadatan inangnya. sagu yang telah membusuk. Perangkap nampan Scelionidae merupakan jenis parasitoid generalis kuning efektif untuk menarik imago serangga yang memarasit telur serangga dan laba-laba parasitoid, karena penglihatan serangga lebih sehingga mempunyai potensial inang yang luas. tertarik pada bunga kuning tanaman. Kelimpahan Scelionidae lebih tinggi pada kondisi ekosistem yang terbuka seperti habitat padang Kekayaan Morfospesies dan Keanekaragaman rumput (Masner 1993). Areal sagu yang daerahnya Hymenoptera Parasitoid terbuka dengan didominasi tumbuhan bawah Penyebaran Hymenoptera parasitoid di memberikan ruang jenis parasitoid ini untuk analisis berdasarkan kekayaan morfospesies di berkembang. Ketertarikan Hymenoptera parasi- masing-masing areal sagu. Dari total 30 mor- toid untuk mendiami suatu ekosistem dikarenakan fospesies yang diidentifikasi, terdapat 4 kesesuaian mikrohabitat, ketersediaan makanan morfospesies dari famili Scelionidae yang menye- (pollen, nektar, dan embun madu) dan keterse- diaan inang parasitoid yang berasosiasi dengan Tabel 2. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada masing-masing areal sagu. Table 2. Diversity of Hymenopterous parasitoids in each sago area. Superfamili/ Kekayaan morfospesies Total Famili The morphoses of morphospecies morfospesies Superfamily/ Total of Ariate Eti Waisamu Rutong Tawiri Tulehu Family morphospecies Chrysidoidea

Bethylidae 1 2 0 0 1 1 2 Ichneumonoidea

Braconidae 1 2 0 1 1 3 5 Ichneumonidae 4 1 1 0 0 2 4 Ceraphronoidea

Ceraphronidae 0 1 0 0 0 0 1 Chalcidoidea

Chalcididae 1 1 0 0 0 1 2 Encyrtidae 0 0 0 0 0 1 1 Eulophidae 1 1 1 0 0 4 4 Eurytomidae 0 0 1 0 1 1 1 Mymaridae 0 1 0 0 0 1 1 Pteromalidae 0 1 0 2 1 2 2 Proctotrupoidea

Diapriidae 0 1 1 0 1 1 1 Platygastroidea

Platygasteridae 0 1 0 0 0 0 1 Scelionidae 2 2 1 2 2 3 4 Vespoidea

Scoliidae 1 0 1 0 0 1 1 Total 11 14 6 5 7 21 30

14

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku (Rein Estefanus Senewe et al.) jenis tanaman tertentu di suatu ekosistem. sagu tersebut memiliki tipe ekosistem yang ber- Vegetasi bawah yang berbunga menjadi salah satu beda atau rumpun sagu dengan tipe kepadatan faktor melimpahnya berbagai jenis parasitoid, rendah. Terdapat jenis pohon buah-buahan antara lain A. optabilis (Mymaridae). Walaupun (langsat, durian, mangga, kelapa, aren) serta Anagrus sp. merupakan parasitoid proovigenik, berdekatan dengan lahan usahatani tanaman namun untuk kelangsungan hidupnya membutuh- pangan. Dalam situasi dan kondisi tertentu, setiap kan sumberdaya karbohidrat yang lain dan hal ini populasi memiliki batas geografi dan juga ukuran didapatkan salah satunya dari nektar (Farrell populasi atau jumlah individu. Walaupun ter- 2013). Selain menyediakan sumber karbohidrat, dapat dua pertanaman yang saling berdekatan, nektar juga berfungsi memperpanjang lama hidup akan tetapi terdapat juga spesies yang hanya dari musuh alami yang berada pada suau habitat ditemukan pada masing-masing pertanaman (Lee & Heimpel 2007). tersebut (Proches & Cowling 2007). Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada enam lokasi areal memiliki tingkat Tabel 3. Perbandingan kekayaan spesies (S), keanekaragaman sedang sampai tinggi (Magurran kelimpahan individu (N), indeks 1988), atau nilai H' pada masing-masing lokasi keanekaragaman Shannon-Wiener (H') berada direntang 2.18 – 3.55. Indeks kemerataan dan indeks kemerataan spesies Hyme- spesies atau nilainya >1 menunjukkan kondisi noptera parasitoid (E) pada enam areal komunitas Hymenoptera parasitoid di semua areal hutan sagu di Maluku. sagu lebih stabil (Tabel 3). Jika nilai E semakin Table 3. Comparison of wealth of species (S), individual mendekati satu artinya jumlah individu setiap abundance (N), Shannon-Wiener diversity jenisnya hampir merata (Margalef 1958). index (H ') and evenness index of Meskipun nilai kelimpahan individu (N) di lokasi Hymenopterous parasitoid (E) species in six areal sagu Ariate lebih tinggi, tetapi lokasi Tulehu sago forest areas in Maluku. memiliki nilai kekayaan spesies (S) lebih tinggi (21 individu). Struktur vegetasi dan ketersediaan Lokasi S N H' E pakan pada habitat merupakan faktor utama yang Location mempengaruhi keanekaragaman jenis di suatu Ariate 12 76 2.91 1.17 habitat. Hasil pengamatan menunjukkan adanya Eti 14 64 3.50 1.33 Waisamu 6 20 2.18 1.22 spesies unik atau Hymenoptera parasitoid yang Rutong 5 21 2.33 1.45 hanya ditemukan pada areal hutan sagu tertentu. Tawiri 7 24 2.89 1.48 Spesies unik pada hutan sagu Ariate, yaitu Tulehu 21 52 3.55 1.17 Enicospilus sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Ichneumon sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae), Eti Konversi hutan alam menjadi hutan yaitu Doryctobracon sp. (Hymenoptera: Braconidae) tanaman industri menyebabkan timbulnya dan Aphanogmus sp. (Hymenoptera: goncangan keseimbangan ekologis. Tanaman Ceraphronidae), dan Tulehu yaitu Cardiochiles sp. pendamping dapat menyediakan sumber daya (Hymenoptera: Braconidae), Spinaria sp. tidak hanya untuk musuh alami tetapi juga untuk (Hymenoptera: Braconidae), Chalcis sp. spesies hama, yang dapat menyebabkan (Hymenoptera: Chalcididae), Acerophagus sp. peningkatan populasi herbivora dan kerusakan (Hymenoptera: Encyrtidae), Eulophus sp. tanaman (Kishinevsky et al., 2017). Gangguan (Hymenoptera: Eulophidae) Pteromalus sp. yang terjadi akibat kanopi terbuka pada areal (Hymenoptera: Pteromalidae), Macroteleia sp. hutan, secara langsung mengubah gradien suhu, (Hymenoptera: Scelionidae) dan Scelio sp. cahaya dan kelembaban yang mempengaruhi (Hymenoptera: Scelionidae). Sedangkan Desa kelimpahan dan distribusi, antara lain serangga Waisamu, Rutong dan Tawiri tidak ditemukan (Schowalter 2012). Perbandingan nilai indeks dan spesies unik. Morfospesies unik Hymenoptera kekayaan jenis dipengaruhi oleh kondisi parasitoid yang terdapat pada masing-masing tipe agroekosistem areal hutan sagu yang sebagian areal sagu menandakan bahwa morfospesies terdapat tanaman pangan, perkebunan, dan buah- tersebut terbatas hanya pada ekosistem itu. buahan. Semakin beragam spesies tumbuhan Morfospesies unik Hymenoptera parasitoid pada maka makin beragam serangga herbivor yang areal hutan tersebut tinggi disebabkan oleh jenis merupakan inang yang umum diparasit oleh tumbuhan dan serangga yang lebih beragam. Hymenoptera parasitoid. Morfospesies unik yang terdapat pada ketiga areal Komposisi tegakan hutan dengan jumlah yang terbatas, akibatnya tanaman menjadi rawan

15

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 9 - 21 terhadap gangguan hama. Jenis tumbuhan dan takan bahwa bau-bauan dari tanaman sehat tidak arsitektur tumbuhan yang kompleks pada suatu menunjukkan keberadaan inang secara jelas, ekosistem dengan sistem tumpang sari atau tanaman menyediakan informasi yang lebih baik tanaman sela akan meningkatkan keanekaragaman bagi parasitoid melalui interaksi tanaman dan dan kekayaan jenis Hymenoptera parasitoid. herbivor. Proses pencarian inang, parasitoid Keanekaragaman hayati dapat meningkatkan atau dihadapkan pada reliability-detectability problem menstabilkan serangga musuh alami dan terhadap berbagai rangsangan kimiawi disekitar penyerbuk dalam suatu ekosistem (Mody et al., habitat inang. Nilai informasi kimia yang 2017). Komunitas Hymenoptera parasitoid pada dihasilkan oleh tanaman inang (Habitat Location hutan mempunyai keanekaragaman jenis lebih Hypothesis) maupun informasi kimia yang tinggi dibandingkan dengan komunitas-komunitas dihasilkan tanaman sebagai akibat adanya yang dipengaruhi oleh gangguan tertentu seperti interaksi antara hama (inang) dengan tanaman pada agroekosistem atau lahan terganggu (Maeto (Host Location Hypothesis) membuktikan bahwa et al. 2009; Ruiz-Guerra et al., 2015). Parasitoid interaksi tersebut bermanfaat bagi tanaman untuk sensitif terhadap perubahan dan kerusakan habitat mengatasi serangan hama dengan pertahanan sehingga ekosistem yang berbeda tersebut dapat tidak langsung oleh parasitoid (Vet et al.,1991). mempengaruhi keanekaragaman spesies Hyme- Parasitoid telur famili Trichogrammatidae, noptera parasitoid yang hidup di dalamnya Scelionidae, Eulophidae dan Mymaridae sangat terutama kekayaan spesies (Sharkey 2007). berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai agens Yaherwandi et al. (2007) melaporkan bahwa pengendalian biologi. Genus Trichogramma keanekaragaman Hymenoptera parasitoid Westwood dan Trichogrammatoidea Girault dipengaruhi oleh tipe lanskap pertanian, yaitu merupakan eksklusif parasitoid telur dan genera lanskap pertanian dengan struktur yang kompleks. penting lainnya seperti Oligosita, Telenomus dan Tingginya nilai indeks keanekaragaman Anagrus (Mawela et al., 2013). Parasitoid telur hymenoptera parasitoid serta kekayaan spesies dari genus Telenomus (Hymenoptera: Scelionidae: menunjukkan kestabilan ekosistem hutan sagu Telenominae) paling menjanjikan, juga parasitoid atau mengalami keseimbangan akibat faktor Trichogramma pada masa lalu secara terpadu telah pengendali alami seperti parasitoid. Pemahaman banyak digunakan dengan tingkat parasitasi tinggi rantai trofik dengan prinsip menjaga stabilitas terhadap telur serangga dari ordo Lepidoptera ekosistem harus lebih diutamakan agar populasi (Tavares et al., 2009; Guz et al., 2013). Parasitoid hama tetap dijaga dalam batas keseimbangannya. Scelio sp (Scelionidae) dapat ditemukan pada inang Stabilitas ekosistem yang terbentuk berhubungan (telur) serangga ordo Orthoptera dan Mantodea. dengan faktor terpaut kerapatan (density Parasitoid telur Telenomus podisi Ashmead dan dependent), salah satu di antaranya adalah musuh Trissolcus erugatus Johnson (Hymenoptera: alami (Trisawa et al., 2007). Scelionidae) digunakan untuk mengendalikan hama invasif Halyomorpha halys (Stål) (Heteroptera: Spesies Hymenoptera Parasitoid Potensial Pada Pentatomidae) di Amerika Utara (Tognon et al., Areal Sagu 2017). Parasitoid Trissolcus grandis efektif menye- Parasitoid Telenomus sp. (Scelionidae), rang telur hama Eurygaster integriceps Puton Stictopisthus sp. (Ichneumonidae) dan Chrysocharis (Hemiptera: Scutelleridae) pada kondisi iklim et al sp. (Eulophidae) lebih dominan pada setiap tipe kering sampai musim dingin (Yasemi ., 2016). Trissolcus koleksi serangga (Tabel 4). Keberadaan jenis Komposisi spesies parasitoid telur parasitoid dan dominansi dari spesies tertentu sangat bervariasi berdasarkan distribusi temporal pada areal sagu menunjukkan adanya interaksi dan geografis (Tarla dan Kornosor 2009). Tawon Eulophid Aprostocetus sp. (Hymenoptera: antara tanaman sagu dan serangga hama. Kumbang R. ferrugineus dan O. rhinoceros, Eulophidae) adalah parasitoid telur Nilaparvata beberapa jenis belalang S. nubila, C. brachypterus, O. lugens yang selalu ditemukan areal padi sawah chinensis, D. femorata, kumbang B. longissima, dan dan telah banyak dikembangkan sebagai agens kumbang P. reichei teridentifikasi banyak hayati (Vongpa et al., 2016). menimbulkan kerusakan pelepah daun sagu. Famili Ichneumonidae, Eulophidae, Ditemukan juga predator Forficula sp.,pada Pteromalidae, Braconidae, Eucoilidae, Diapriidae, kuncup daun sagu dan investasi larva R. Chalcididae, Scoliidae, Platygasteridae dan ferrugineus pada tual sagu. Faktor ini akan Bethylidae merupakan kelompok Hymenoptera menimbulkan respon parasitoid untuk mene- parasitoid yang banyak berasosiasi dengan larva- mukan target inangnya. Dicke et al. (2009) menya- pupa serangga herbivor. Parasitoid larva-pupa Ichneumonid yang penting dalam pengendalian

16

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku (Rein Estefanus Senewe et al.) biologis serangga hama dan merupakan salah satu 2003. Sejak 1980, kumbang ini menyerang famili yang paling beragam dari ordo tanaman astragalus (Chinese milk vetch) atau Hymenoptera. Stictopisthus sp. (Ichneumonidae) sejenis kacang polong untuk bahan produksi susu dikenal sebagai hiperparasitoid dari Brachimeria vetch di Jepang. Pada tahun 1998 dan 1999, yang memarasit pupa/cocoon. Disamping itu persentase parasitisme sebagian besar kurang dari famili Hymenoptera yang ditemukan mengalami 5% namun pada tahun 2003 dengan cepat tingkat superparasitisme di antaranya adalah famili parasitasi terhadap larva H. postica menjadi sekitar Braconidae (Montoya et al., 2012), Ichneumonidae 40% dan penurunan tingkat kerusakan dari tahun (Zhang et al., 2010), Eulophidae (Cheong et al., 2001- 2004. 2010), Pteromalidae (Kraft dan Van Nouhuys, Eulophidae (Chalcidoidea) adalah salah satu 2013), dan Trichogrammatidae (Shoeb dan El- kelompok famili terbesar dengan 3.977 spesies Heneidy 2010). Shoubu at al. (2005) melaporkan yang telah teridentifikasi, sebagian besar spesies bahwa penggunaan parasitoid Bathyplectes anurus Eulophidae adalah serangga yang berguna, seperti (Ichneumonidae) dalam program pengendalian tawon parasitoid yang memberikan kontrol biologis terhadap hama kumbang Hypera postica biologis, namun beberapa spesies adalah (Coleoptera: Curculionidae) selama tahun 1998- pemangsa. Parasitoid Chrysocharis sp. (Eulophidae)

Tabel 4. Kekayaan spesies hymenoptera parasitoid berdasarkan metode/teknik koleksi serangga di areal sagu Maluku. Table 4. The richness of hymenopterous parasitoid based on methods/techniques of insect collection in the area of sago Maluku

Perangkap Nampan Jaring serangga Perangkap lubang lampu kuning Famili Insect net Pitfall trap Light trap Yellow pan trap Family Spesies Species Bethylidae Goniozus sp., Goniozus sp. Sclerodermus sp. Sclerodermus sp. Braconidae Doryctobracon sp. Cardiochiles sp. Microgaster sp. Microgaster sp. Phanerotoma sp. Phanerotoma sp. Spinaria sp. Ceraphronidae Aphanogmus sp. Chalcididae Brachymeria femoralis Brachymeria femoralis Chalcis sp. Diapriidae Polypeza sp. Polypeza sp. Polypeza sp. Trichopria sp.

Encyrtidae Acerophagus sp. Eulophidae Chrysocharis sp. Chrysocharis sp. Chrysocharis sp. Diglyphus sp. Diglyphus sp. Eulophus sp. Tamarixia radiata Tamarixia radiata Eurytomidae Sycophila sp. Ichneumonidae Chlorocryptus sp. Chlorocryptus sp. Stictophistus sp. Stictopisthus sp. Stictopisthus sp. Enicospilus sp. Ichneumon sp. Mymaridae Anagrus sp. Anagrus sp. Platygasteridae Platygaster sp. Pteromalidae Habrocytus sp. Habrocytus sp. Panstenon sp. Panstenon sp. Pteromalus sp. Scelionidae Calliscelio sp. Calliscelio sp. Calliscelio sp. Calliscelio sp. Macroteleia sp. Telenomus sp. Telenomus sp. Scelio sp. Telenomus sp. Scoliidae Scolia soror

17

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 9 - 21 pada areal sagu berhubungan erat dengan pertumbuhan semai, anakan, sapihan, batang/ ketersediaan inang atau larva serangga herbivor pohon, dan pohon masak tebang, secara tidak kelompok Agromyzidae (Diptera). Larva lalat langsung keberadaan parasitoid dipengaruhi oleh Agromyzidae banyak ditemukan menyerang daun umur/fase pertumbuhan sagu tersebut. Faktor tanaman sayuran dan tanaman gulma lainnya. lain juga terkait tumbuhan bawah (vegetasi Kesuksesan parasitoid dari famili Eulophidae understory) atau vegetasi di bawah tegakan dan antara lain, dari genus Elasmus sebagai ekto- sekitar rumpun sagu. Jenis tumbuhan yang lebih parasitoid larva atau pupa dari Lepidoptera serta beragam akan menyediakan lebih beragam beberapa spesies sebagai ektoparasitoid (hyper- serangga serta musuh alami. Semakin banyak parasitoids) larva dari Hymenoptera, Braconidae, vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu Ichneumonidae dan Bethylidae (Kim et al., 2016). habitat, maka semakin banyak pula sumber nutrisi Vongpa et al., 2016 melaporkan bahwa E. japonicas dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh Ashmead (Eulophidae) dan E.polistis Burks musuh alami untuk dapat melangsungkan (Eulophidae) dapat di rearing dengan tingkat kehidupannya (Putra et al., 2012). Batang dan tual keberhasilan tinggi pada serangga Polistes sagu yang tidak dimanfaatkan, menarik serangga (Hymenoptera: Vespidae) untuk pengembangan herbivor, predator, dan detritivor yang memung- agens hayati. Cheong et al. (2010) melaporkan kinkan tersediannya telur, larva, pupa, dan imago bahwa famili Eulophidae diketahui menyerang sebagai inang parasitoid. Kualitas nutrisi herbivor ulat kantung pada tanaman kelapa sawit dengan dipengaruhi kualitas nutrisi tanaman, sedangkan tingkat parasitisasi 67.4%. tingkat parasitasi dipengaruhi oleh kualitas Famili Braconidae banyak ditemukan inangnya. Tscharntke et al. (2016) menyatakan berperan sebagai parasitoid dari hama tanaman bahwa habitat alami gagal untuk mendukung kelapa sawit, serta dominan ditemukan baik dari pengendalian hama secara biologis, yakni: 1) segi jumlah spesies maupun kelimpahannya. Zhu populasi hama tidak memiliki musuh alami yang et al. (2017) menyatakan terdapat sekitar 50 spesies efektif di wilayah tersebut, 2) habitat alami adalah Hymenoptera parasitoid pada serangga Drosophila, sumber hama yang lebih besar daripada musuh yang termasuk dalam famili Braconidae dan alami, 3) tanaman menghasilkan lebih banyak Eucoilidae (parasitoid larva) serta Diapriidae dan sumber daya untuk musuh alami daripada habitat Pteromalidae (parasitoid pupa). Parasitoid soliter alami, 4) habitat alami tidak mencukupi untuk Theocolax elegans (Westwood) (Hymenoptera: menyediakan populasi musuh alami yang cukup Pteromalidae) menyerang larva kumbang jagung besar yang dibutuhkan untuk pengendalian hama, Sitophilus zeamais (Motschulsky) (Coleoptera: dan 5) praktik pertanian yang menghambat Curculionidae) (Sitthichaiyakul dan Amornsak pembentukan musuh alami dan pengendalian 2017). Cephalonomia tarsalis Ashmead (Hymenop- biokonversi yang disediakan oleh habitat alami. tera: Bethylidae) ektoparasitoid larva kumbang Biokontrol dalam habitat alami dapat bervariasi Oryzaephilus sp. (Coleoptera: Silvanidae) tergantung jenis tanaman, hama, predator, (Eliopoulos dan Kontodimas, 2016) serta potensi pengelolaan lahan, dan struktur lansekap. Variasi tawon Scoliidae atau tawon kecil yang berperan ini perlu dipertimbangkan saat merancang sebagai parasitoid dan penyerbuk (Zhang et al., langkah-langkah untuk meningkatkan layanan 2015). Parasitoid Platygaster oryzae Cameron biokontrol melalui pemulihan atau pemeliharaan (Hymenoptera: Platygasteridae) melimpah apabila habitat alami. Tingkat parasitasi berbagai letak pertanaman kelapa sawit yang berdekatan Hymenoptera parasitoid potensial yang terdapat dengan pertanaman pertanian. P. oryzae dikenal pada areal sagu penting untuk dikaji lebih lanjut sebagai salah satu parasitoid penting yang mengenai teknik perbanyakan, pelepasan dan terdapat pada area pertanian dan menjadi konservasi musuh alami. parasitoid potensial untuk mengendalikan hama pertanian (Ogah et al., 2009). Scolia erratica Smith KESIMPULAN (Scoliidae) ditemukan di Malaysia sebagai parasitoid R. ferrugineus yang bersifat ektoparasit larva Scarabaeidae dan Curculionidae (Mazza Kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada et al., 2014). enam lokasi hutan sagu diperoleh sebanyak 14 Ketersediaan dan dominansi jenis-jenis famili dan 30 morfospesies. Kekayaan Hymenoptera parasitoid pada areal sagu ini, serta morfospesies disetiap lokasi berkisar antara 5-21 tergolong dalam kelompok parasitoid potensial morfospesies, dimana proporsi koleksi serangga dipengaruhi oleh keberadaan inang utama dan melalui penggunaan jaring serangga lebih tinggi. inang alternatifnya. Rumpun sagu terdiri dari fase Indeks keanekaragaman sedang-tinggi (2.18 – 3.55)

18

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku (Rein Estefanus Senewe et al.) per lokasi, kelimpahan individu di Ariate dan Dicke, M., J.J.A. van Loon, R. Soler. 2009. kekayaan morfospesies di Tulehu masing-masing Chemical complexity of volatiles from lebih tinggi dari lokasi lainnya. Rata-rata plants induced by multiple attack. Nature kelimpahan relatif famili Scelionidae, Scoliidae, Chemical Biology. 5:317-324. dan Ichneumonidae lebih tinggi yaitu masing- Eliopoulos, P.A., D.C. Kontodimas. 2016. Thermal masing 26.46%, 15.95%, dan 10.89%. Terdapat 12 development of Cephalonomia tarsalis spesies unik masing-masing Ariate (dua spesies), (Hymenoptera: Bethylidae) parasitoid of Eti (dua spesies), dan Tulehu (delapan spesies). the saw-toothed stored product beetles of Scelionidae, Scoliidae, Ichneumonidae dan the genus Oryzaephilus sp. (Coleoptera: Eulophidae merupakan kelompok parasitoid telur- Sylvanidae). Journal of Thermal Biology 56: larva potensial yang terindikasi berasosiasi dengan 84-90. serangga herbivor pada tanaman sagu dari ordo Farrell, S.L. 2013. The effect of floral nectar feeding Coleoptera dan Orthoptera. on the parasitoid Anagrus spp.(Hymenoptera: Mymaridae). Spring. 1- 18. UCAPAN TERIMA KASIH Gullan, P.J., P.S. Cranston. 2010. Ground-Dwelling Insects: Di dalam Gullan PJ, Cranston PS, Penulis menyampaikan banyak terima kasih Editor. The Insects: An Outline of kepada Sekolah Pascasarjana Program Studi Entomology. fourth edition Wiley- Entomologi Departemen Proteksi Tanaman Institut Blackwell, Oxford, pp. 242–256. Pertanian Bogor (IPB Bogor) yang telah membantu Guz, N., E. Kocak, N. Kilincer. 2013. Molecular pelaksanaan study dan penelitian, serta Badan phylogeny of Trissolcus species Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan (Hymenoptera: Scelionidae). Biochemical Litbang Pertanian) Kementerian Pertanian yang Systematics and Ecology 48: 85–91. telah membiayai study dan penelitian. Kim, I.K., O. Kwon, M.B. Choi. 2016. Two species of Elasmus japonicas Ashmead and Elasmus polistis Burks (Hymenoptera: Eulophidae) DAFTAR PUSTAKA reared from nests of Polistes (Hymenoptera: Vespidae) in Korea. Journal Abdorreza, M.N., M. Robal, L.H. Cheng, A.Y. of Asia-Pacific Biodiversity 9: 472-476. Tajul, A.A. Karim. 2012. Physicochemical, Kishinevsky, M., T. Keasar, A.R. Harari, E. Chiel. thermal, and rheological properties of 2017. A comparison of naturally growing acid-hydrolyzed sago (Metroxylon sagu) vegetation vs. border-planted companion starch M.N. Food Science and Technology plants for sustaining parasitoids in 46:135-141. pomegranate orchards. Agriculture, Bintoro, M.H., M.Y.J. Purwanto, S. Amarillis. 2010. Ecosystems and Environment 246 (2017) 117– Sagu di Lahan Gambut. IPB Press, Bogor. 123. 169 hal. Kraft, T.S., S. Van Nouhuys. 2013. The effect of Botanri, S. 2010. Distribusi Spasial, Autekologi dan multi-species host density on Biodiversitas Tumbuhan Sagu superparasitism and sex ratio in a (Metroxylon spp.) di Pulau Seram, gregarious parasitoid. Ecol Entomol. 38:138- Maluku. [Disertasi]. Bogor: Sekolah 146. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lee, J.C., G.E. Heimpel. 2007. Effect of floral nectar, [BPS Maluku] Badan Pusat Statistik Maluku. 2013. water and feeding frequency on Cotesia Maluku Dalam Angka. BPS Provinsi glomerata longevity. Biocontrol. 53:289-294. Maluku. Maeto, K., W.A. Noerdjito, S.A. Belokobylskij, K. Cheong, Y.L., A.S. Sajab, N.M. Hafidzi, D. Omar, F. Fukuyama. 2009. Recovery of species Abod. 2010. Outbreaks of bagworm and diversity and composition of braconid their natural enemies on an oil palm, Elaeis parasitic wasps after reforestation of gueineensis, plantation at Hutan Melintang, degraded grasslands in lowland East Perak, Malaysia. J Entomol 7(3):141-151. Kalimantan. J Insect Conserv. 13(2):245-257. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Magurran, A.E. 1988. Ecological diversity and its Research Organization. 1991. The Insect of measurements. London: Croom Helm Australia: A Teexbook for Students and Limited. London. Research Workers. Second Edition. Margalef, D.R. 1958. Information theory in ecology. Melbourne University Press. Victoria. Gen Syst 3:36–71.

19

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 9 - 21

Masner, L. 1993. Superfamily Platygastroidea. Di in southern Mexico. Rev Mexi Biodivers. dalam: Goulet H, Huber JT, 86(1):164-171. editor.Hymenoptera of the World: An Schowalter, T.D. 2012. Insect Responses to Major Identification Guide to Families. Ottawa Landscape-level Disturbance. Annu. Rev. (CA): Canada Communications Group. Entomol. 57, 1–20. hlm 558-565. Sharkey, M.J. 2007. Phylogeny and classification of Mawela, K.V., R. Kfir, K. Krüge. 2013. Effect of Hymenoptera. Zootaxa. 1668:521-584. temperature and host species on Shoeb, M.A, A. El-Heneidy. 2010. Incidence of parasitism, development time and sex superparasitism in relation to some ratio of the egg parasitoid biological aspects of the egg parasitoid, Trichogrammatoidea lutea Girault Trichogramma evanescens West. (Hymenoptera:Trichogrammatidae). (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Biological Control. 64: 211–216. Egyptian J of Biol Pest Control. 20(1):61-66. Mazza, G., V. Francardi, S. Simoni, C. Benvenuti, Shoubu, M., M. Okumura, A. Shiraishi, H. Kimura, J.R. Faleiro, E. Llácer, S. Longo, R. M. Takagi, T. Ueno. 2005. Establishment Nannelli, R. Cervo, E. Tarasco, P.F. of Bathyplectes anurus (Hymenoptera: Roversi. 2014. An overview on the natural Ichneumonidae), a larval parasitoid of the enemies of Rhynchophorus palm weevils, alfalfa weevil, Hypera postica (Coleoptera: with focus on R. ferrugineus. Bio Con. Curculionidae) in Japan. Biological Control 77:83–92. 34:144–151. Mody, K., J. Collatz, A. Bucharova, S. Dorn. 2017. Sitthichaiyakul, S., W. Amornsak. 2017. Host- Crop cultivar affects performance of substrate preference of Theocolax elegans herbivore enemies and may trigger (Westwood) (Hymenoptera: Pteroma- enhanced pest control by coaction of lidae), a larval parasitoid of the maize different parasitoid species. Agriculture, weevil, Sitophilus zeamais (Motschulsky) Ecosystems and Environment 245: 74–82. (Coleoptera: Curculionidae). Agriculture Montoya, P., G. Perez-Lachaud, P. Liedo. 2012. and Natural Resources 51: 36-39. Superparasitism in the fruit fly parasitoid Tarla, S., S. Kornosor. 2009. Reproduction and Diacashmimorpha longicaudata survival of overwintered and F1 (Hymenoptera: Braconidae) and the generation of two egg parasitoids of sunn implications for mass rearing and pest, Eurygaster integriceps Put. augmentative release. Insects. 3:900911. (Heteroptera: Scutelleridae). Turk. J. Agric. Novarianto, H. 2013. Potensi sagu Kepulauan 33, 257–265. Riau. Warta Penelitian dan Pengembangan Tavares, W.S., I. Cruz, F. Petacci, S. Lourenc, A. Pertanian. 35(1):1-3. Júnior, S.S. Freitas, J.C. Zanuncio, J.E. Ogah, E.O., F.E. Nwilene, M.N. Ukwungwu, A.A. Serrão. 2009. Potential use of Asteraceae Omoloye, T.A. Agunbiade. 2009. extracts to control Spodoptera frugiperda Population dynamics of the African rice (Lepidoptera: Noctuidae) and selectivity to gall midge O. oryzivora Harris and Gadge their parasitoids Trichogramma Pretiosum (Diptera: Cecidomyiidae) and its (Hymenoptera: Trichogrammatidae) and parasitoids in the forest and southern Telenomus remus (Hymenoptera: Guinea savanna zones of Nigeria. Int J Scelionidae). Industrial Crops and Products Trop Inst Sci. 29(2):86-92. 30 : 384–388. Proches, S., R.M. Cowling. 2007. Do insect Tognon, R., J.R. Aldrich, M.L. Buffington, E.J. distributions fit our biomes? South African J Talamas, J.S. Ana, F.G. Zalom. 2017. Sci. 103:258-261. Halyomorpha halys (Heteroptera: Putra, E.T.S., A.F. Simatupang, Supriyanta, S. Pentatomidae) egg surface chemicals Waluyo, D. Indradewa. 2012. The growth inhibit North American Telenomus and of one-year old oil palm intercropped with Trissolcus (Hymenoptera: Scelionidae) soybean and groundnut. J Agric Sci. parasitism. Biological Control 114: 39–44. 4(5):169-180. Tscharntke, T., S. Karp, C. Kramer, P. Batáry, Ruiz-Guerra, B., J.C. López-Acosta, A. Zaldivar- FabriceDeClerck, C. Gratton, L. Hunt, A. Riverón, N. Velázquez-RosasN. 2015. Ives, M. Jonsson, A. Larsen, E.A. Martin. Braconidae (Hymenoptera: Ichneumo- 2016. When natural habitat fails to enhance noidea) abundance and richness in four biological pest control – Five hypotheses. types of land use and preserved rain forest

20

Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku (Rein Estefanus Senewe et al.)

Biological Conservation. Volume 204, Part Yaherwandi, S. Manuwoto, D. Buchori, P. Hidayat, B, Pages 449-458. L. Budiprasetyo. 2007. Kenaekaragaman Trisawa, I.M., A. Rauf, U. Kartosuwondo. 2007. komonitas Hymenoptera parasitoid pada Biologi Parasitoid Anastatus dasyni Ferr ekosistem padi. J HPT Tropika 7(1): 10 – 20. (Hymenoptera: Eupelmidae) pada Telur Yasemi, M., A. Sarafrazi, M. Shojaii. 2016. Dasynus piperis China (Hemiptera: Geographical distribution of Trissolcus Coreidae). HAYATI Journal of Biosciences, grandis (Scelionidae), egg parasitoid of Vol. 14, No. 3. p 81-86. sunn pest, Eurygaster integriceps Puton Usmani, M.K. 2012. Biological Investigations on (Hemiptera: Scutelleridae) in Iran. Journal Some species of Anagrus (Hymenoptera, of Asia-Pacific Entomology 19:127–132. Mymaridae), Egg Parasitoids of Zhang. J.H., L.Q. Gu, C.Z. Wang. 2010. Leafhoppers (Hemiptera). APCBEE Superparasitism behavior and host Procedia 4: 1 – 5 discrimination of Campoletis chlorideae Vet, L.M., F.L.Wtickers, M. Dicke. 1991. How to (Ichneumonidae: Hymenoptera) toward hunt for hiding hosts: the reliability- Mythimna separata (Noctuidae: detectability problem in foraging Lepidoptera). Environ Entomol. 39(4): 1249- parasitoids. Netherlands Journal of Zoology. 1254. 41: 202-213. Zhang, Q., H. Zhang, A.P. Rasnitsyn, E.A. Vongpa, V., W. Amornsak, G. Gordh. 2016. Jarzembowski. 2015. A new genus of Development, reproduction and longevity Scoliidae (Insecta: Hymenoptera) from the of Aprostocetus sp. (Hymenoptera: Lower Cretaceous of northeast China. Eulophidae), an egg parasitoid of the Cretaceous Research, Vol 52, Part B, Pages Brown planthopper, Nilaparvata lugens 579-584. (Stål) (Hemiptera: Delphacidae). Zhu, C.J., J. Li, H. Wang, M. Zhang, H.Y. Hu. 2017. Agriculture and Natural Resources 50: 291- Demographic potential of the pupal 294. parasitoid Trichopria drosophilae (Hyme- noptera: Diapriidae) reared on Drosophila suzukii (Diptera: Drosophilidae). Journal of Asia-Pacific Entomology 20 (2017) 747–751.

21

Keragaman Karakter Agronomi pada Populasi Intra dan Inter Famili Dura Elit Koleksi Taman Buah Mekarsari Variability of Some Agronomic Traits Within and Between Family of Mekarsari Elite Dura Population

AZIS NATAWIJAYA1,2, SINTHO WA3, ISMAIL MASKROMO4, M. SYUKUR3, ALEX HARTANA5, SUDARSONO3

1Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana, IPB 2PT. Sasaran Ehsan Mekarsari, Taman Buah Mekarsari, Jl. Raya Cileungsi-Jonggol, Bogor, jawa Barat 3Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Darmaga Bogor, Jawa Barat 4Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (BALITPALMA), Manado, Sulawesi Utara 5Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat Jln. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 E-mail: [email protected] Diterima 4 Januari 2017 / Direvisi 3 April 2017 / Disetujui 29 Mei 2017

ABSTRAK

Variabiltas genetik merupakan dasar untuk perbaikan genetik tanaman. Evaluasi variabilitas genetik pada populasi kelapa sawit membantu pemulia dalam menentukan karakter dan kriteria seleksi, menentukan metode seleksi yang tepat, dan mengidentifikasi famili-famili potensial yang memiliki karakter harapan. Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi keragaman beberapa karakter agronomi pada populasi kelapa sawit dura elit. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2016 di Kebun Percobaan PT. Sasaran Ehsan Mekarsari. Total 287 individu yang berasal dari 18 latar belakang genetik yang berbeda digunakan sebagai bahan tanaman untuk penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter agronomi pada populasi dura koleksi Mekarsari menunjukkan keragaman yang tinggi baik intra maupun inter famili. Karakter rasio mesocarp dan jumlah biji per tandan memiliki variasi fenotipe yang terluas dan famili atau genotipe yang memiliki semua karakter unggul belum ada. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pemuliaan untuk menghimpun sifat-sifat baik ke dalam satu populasi atau memfiksasi gen-gen yang tersebar di antara famili atau genotipe ke dalam satu populasi

Kata kunci : Variabilitas genetik, ragam intra dan inter famili, pemuliaan konvergen.

ABSTRACT

Genetic variability is a basis for plant genetic improvement. Evaluation of genetic variability in oil palm populations helps breeders in determining traits for selection, determining appropriate selection methods, and identifying promising families. The study was aimed to evaluate the genetic variability within and between family in elite dura population. The research was conducted from January 2014 until December 2016 at Mekarsari Research Station. A total of 287 individuals from 18 different genetic backgrounds were used as research materials. The results showed that the phenotypic variability within and between family are wide. No single family or genotype has any superior characters yet. So a breeding approach is needed to converge all good traits into one genotype or population.

Keywords : Genetic variability, trait for selection, convergent breeding.

23

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 23 - 32

PENDAHULUAN heritabilitas suatu karakter secara akurat melalui metode regresi tetua turunan. Strategi pemuliaan kelapa sawit yang Populasi kelapa sawit yang umum dibudi- ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dayakan merupakan populasi F1 hasil persilangan tanaman per satuan waktu dan luas, serta untuk genotipe-genotipe dura dengan genotipe-genotipe memperpanjang umur produktif tanaman di- pisifera pada spesies Elaeis guineensis. Genotipe- arahkan melalui upaya perbaikan dan seleksi genotipe dura digunakan sebagai tetua betina dan karakter komponen hasil dan karakter-karakter genotipe-genotipe pisifera digunakan sebagai sekunder pendukungnya. Karakter komponen tetua jantan. Kedua genotipe ini umumnya hasil yang dapat meningkatkan produktivitas diseleksi dengan karakter seleksi yang berbeda tanaman, yaitu karakter bobot tandan, jumlah (Noh et al., 2014). Proses seleksi kedua populasi tandan, bobot rata-rata per buah, jumlah biji per tetua tersebut dilakukan secara terpisah tandan, rasio mesocarp, rasio kernel, dan menggunakan pendekatan seleksi berulang timbal arsitektur tajuk yang kompak. Karakter sekunder balik (Reciprocal Recurrent Selection/RRS) dan yang dapat meningkatkan umur produktif seleksi individu dan famili (Family and Individual tanaman yaitu karakter pertumbuhan meninggi Selection / FIS) (Bakoume et al., 2010). yang lambat. Makin lambat tanaman bertambah Keberhasilan perakitan varietas kelapa sawit tinggi, makin lama umur produktif tanaman unggul ditentukan oleh ketersediaan sumber karena makin mudah untuk dipanen. Karakter lain, genetik dan variabilitas genetiknya yang luas. seperti karakter panjang tangkai tandan (long Plasma nutfah kelapa sawit yang bervariasi secara peduncle) merupakan karakter penting untuk genetik merupakan dasar dalam upaya merakit memudahkan pembungkusan bunga pada saat varietas unggul baru berdaya hasil dan berkadar produksi benih DxP dan memudahkan panen minyak tinggi, memiliki kecepatan pertumbuhan tanpa merusak pelepah. tinggi yang lambat, berstruktur tajuk kompak, dan Evaluasi keragaman karakter-karakter agro- memiliki karakter-karakter spesifik yang me- nomi pada populasi dura elit generasi baru koleksi mudahkan dan efisiensi panen (Cadena et al., 2013; PT. Sasaran Ehsan Mekarsari belum dilakukan. Barcelos et al., 2015). Plasma nutfah kelapa sawit Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan yang pertama kali dimiliki oleh Indonesia berasal tujuan untuk mengevaluasi keragaman karakter dari zuriat empat tanaman dura yang diintroduksi agronomi pada populasi dura elit, mempelajari dari Mauritius dan ditanam di kebun Raya Bogor. pola penyebaran genotipe berdasarkan karakter Turunan dari keempat tanaman dura yang agronomi, dan menyeleksi genotipe-genotipe ditanam di kebun Raya Bogor tersebut menyebar unggul berbasis informasi famili dan individu. ke Sumatera, terutama di daerah Deli, Sumatera Populasi dura elit yang diteliti merupakan famili- Utara dan dikenal luas sebagai deli dura. Pada saat famili hasil perbaikan dari populasi deli dura ini, sekitar 13 sub populasi deli dura dikem- turunan Elmina 206 yang diintroduksi dari PT. bangkan secara terpisah di beberapa lembaga Sasaran Ehsan Utama, Malaysia. Informasi yang penelitian kelapa sawit dan telah digunakan secara diperoleh diharapkan menjadi dasar penentuan luas sebagai tetua betina di seluruh dunia strategi pemuliaan yang tepat untuk perbaikan (Rosenquist, 1986). generasi berikutnya. Evaluasi keragaman dan studi genetik pada tanaman kelapa sawit banyak dilakukan (Zulkifli et al., 2012; Singh et al., 2013; Tasma dan Arumsari BAHAN DAN METODE 2013; Montoya et al., 2014; Tinche et al. 2014; Ukoskit et al. 2014; Bakoume et al., 2015; Lee et al., Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015; Roberdi et al., 2015; Sayekti et al., 2015; 2014 sampai dengan Desember 2016 di Kebun Taeprayoon et al. 2015). Namun informasi tentang Percobaan PT. Sasaran Ehsan Mekarsari, keragaman tingkat fenotipe pada populasi dura Cileungsi-Jonggol, Jawa Barat dengan luas areal dan populasi pisifera baik pada kelapa sawit E. pengamatan 11 hektar. Total individu yang guineensis maupun E. oleifera (Priwiratama et al., diamati dalam penelitian ini 287 individu berasal 2010; Pandin dan Matana 2015; Caicedo dan Perez dari 18 latar belakang genetik yang berbeda (18 2017) masih kurang. Selain untuk tujuan seleksi, famili). pengamatan secara langsung keragaman fenotipe Karakter agronomi yang diamati meliputi tetua dan turunannya bermanfaat untuk mem- (1) karakter pertambahan tinggi tanaman per pelajari pola segregasi karakter, menentukan tahun, (2) panjang daun, (3) panjang pelepah, (4) konstitusi genetik tetua, dan mengestimasi lebar dasar pelepah, (5) jumlah tandan, (6) bobot

24

Keragaman Karakter Agronomi pada Populasi Intra dan Inter Famili Dura Elit Koleksi Taman Buah Mekarsari (Azis Natawijaya et al.) tandan buah segar, (7) panjang tangkai tandan, (8) akan menghasilkan benih DxP yang lebih banyak. bobot rata-rata per buah, (9) rasio kernel, dan (10) Oleh karena itu, seleksi genotipe untuk kedua rasio mesocarp. Prosedur pengamatan masing- karakter tersebut cukup prospektif untuk masing karakter sesuai dengan panduan perbaikan dura generasi berikutnya. Descriptors for Oil palm (IBPGR 1989). Informasi keragaan dan keragaman famili Sepuluh karakter agronomi yang diamati yang disajikan pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan pada 287 individu dura dianalisis menggunakan bahwa (1) terdapat variasi keragaan dan perangkat lunak Minitab 16 untuk melihat keragaman antar famili pada semua karakter yang keragaman karakter, keragaan dan keragaman diamati, (2) tidak ada famili yang memiliki famili, pola penyebaran individu dan famili keragaan terbaik untuk semua karakter dengan berdasarkan analisis komponen utama. keragaman famili yang rendah, (3) karakter rasio tandan memiliki keragaman intra famili yang tinggi namun inter famili yang rendah, (4) rata- HASIL DAN PEMBAHASAN rata karakter hasil, yaitu bobot tandan, jumlah biji per tandan, dan bobot rata-rata per buah masih Keragaan dan keragaman intra dan inter famili bervariasi dalam famili dan antar famili namun terdapat famili-famili memiliki keragaan tertinggi Hasil pengamatan beberapa karakter dengan ragam famili rendah. Keadaan ini agronomi pada populasi dura menunjukkan mengindikasikan tingkat keseragaman genetik bahwa terdapat keragaman pada semua karakter antar individunya. yang diamati. Karakter rasio mesocarp dan jumlah Rata-rata semua individu yang tersebar biji per tandan merupakan dua karakter yang dalam 18 famili memiliki kecepatan pertambahan memiliki keragaman morfologi yang terluas (Tabel tinggi tanaman yang lambat, yaitu di bawah 50 cm 1). Pada umumnya genotipe-genotipe kelapa sawit yang memiliki rasio mesocarp yang tinggi, per tahun (Gambar 1). Namun beberapa famili hampir semua individunya memiliki keragaan memiliki kandungan minyak yang tinggi karena tinggi tanaman yang lebih ekstrim atau super karakter ini menjadi salah satu karakter penentu untuk mengestimasi karakter kadar minyak (oil to dumpy dibanding famili yang lain, yaitu famili bunch). Dura-dura yang memiliki karakter rasio Dura3, Dura5, Dura7, Dura9, Dura16, dan Dura17. Ketujuh famili ini, umumnya berpostur pendek mesocarp yang tinggi jika disilangkan dengan juga memiliki struktur tajuk yang lebih kompak pisifera akan menghasilkan F1 DxP atau tenera yang mesocarpnya lebih tebal dibanding tenera- dibanding famili yang lain. Famili-famili tersebut tenera dari persilangan standar (standard cross). memiliki prospek untuk dikembangkan lebih lanjut. Dura-dura yang memiliki jumlah biji per tandan yang banyak jika digunakan sebagai tetua betina

Tabel 1. Keragaan dan keragaman karakter agronomi populasi dura elit. Table 1. Performance and variability of agronomic traits in elite dura population. SD Karakter Rataan SE Ragam KKF Min Max Standard of Traits Mean Standard of error Variance CPV Min Max deviation PTT 29,79 1,14 8,36 69,95 28,07 18,13 50,74 PD 545,70 6,22 45,72 2089,91 8,38 474,25 687,00 LP 17,12 0,22 1,62 2,63 9,47 14,00 21,67 JT 8,84 0,24 1,75 3,05 19,76 5,20 12,33 PT 16,22 0,22 1,61 2,58 9,90 13,17 22,20 RT 0,63 0,02 0,14 0,02 22,16 0,25 0,84 BT 17,27 0,69 5,09 25,90 29,46 10,00 28,33 JB 761,80 35,40 260,20 67701,20 34,16 330,00 1266,70 BB 13,25 0,53 3,87 14,98 29,21 5,82 25,31 RK 0,40 0,01 0,08 0,01 20,65 0,24 0,67 RM 0,30 0,02 0,13 0,02 41,64 0,03 0,59 Keterangan : Karakter PTT = Pertambahan Tinggi Tanaman, PD = Panjang Daun, LP = Lebar Pelepah, JT = Jumlah Tandan, PT = Panjang Tangkai Tandan, RT = Rasio Tandan, BT = Bobot Tandan, JB = Jumlah Biji per Tandan, BB = Bobot rataan per buah, RK = Rasio Kernel, RM = Rasio Mesocarp, SE = standar error, SD = Standar Deviasi, Var = Ragam, KK = Koefisien Keragaman, Min = nilai minimal, Max = nilai tertinggi. Notes : PTT =height increment, PD = length of rachis, LP = wide of petiole base, JT = bunch number, PT = peduncle length, RT = sex ratio, BT = bunch weight, JB = seed number per bunch, BB = individual fruit weight, RK = kernel ratio, RM, mesocarp ratio, SE = standard of error, SD = standard of deviation, CPV = coeffecient of phenotypic variance,

25

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 23 - 32

Tabel 2. Keragaan dan keragaman intra dan inter famili dura elit berdasarkan karakter pertambahan tinggi tanaman, panjang daun, jumlah tandan, rasio tandan dan panjang tangkai tandan. Table 2. Performance and variability within and between elite dura families on height increment, length of rachis, bunch number, sex ratio, and length of peduncle.

Famili PTT PD JT RT PT Family Rataan KK Rataan KK Rataan KK Rataan KK Rataan KK Mean CPV Mean CPV Mean CPV Mean CPV Mean CPV Populasi Dura 1 30,31 20,42 572,50 9,89 9,95 3,08 0,58 37,43 17,08 10,80 Populasi Dura 2 33,63 41,62 529,10 9,38 9,16 5,22 0,65 35,57 19,80 14,48 Populasi Dura 3 26,44 15,77 530,70 7,25 8,65 3,07 0,54 47,44 16,90 16,12 Populasi Dura 4 27,90 23,61 542,60 10,82 9,45 20,93 0,51 51,00 16,75 13,15 Populasi Dura 5 24,81 21,44 593,10 8,51 8,08 15,57 0,53 48,79 16,92 15,83 Populasi Dura 6 37,48 26,23 560,60 10,83 11,93 3,12 0,71 13,91 15,25 10,35 Populasi Dura 7 25,24 16,88 513,30 8,71 8,63 11,98 0,74 24,76 15,75 14,47 Populasi Dura 8 37,33 24,06 575,80 9,06 9,42 10,41 0,54 48,31 16,27 11,86 Populasi Dura 9 24,00 22,75 508,70 8,22 7,02 32,91 0,61 31,77 14,30 9,02 Populasi Dura10 26,10 16,37 547,30 7,39 8,62 24,35 0,58 44,88 15,25 18,17 Populasi Dura11 29,20 18,21 532,00 9,75 8,07 11,64 0,62 27,55 17,21 17,61 Populasi Dura12 29,49 18,39 555,70 8,76 9,98 18,87 0,64 36,76 14,17 12,29 Populasi Dura13 34,92 30,33 518,50 8,82 9,09 19,70 0,64 47,45 14,21 7,58 Populasi Dura14 33,79 38,53 540,40 12,90 8,81 22,88 0,68 29,90 16,29 8,87 Populasi Dura15 26,72 28,24 564,50 27,08 7,76 29,68 0,69 32,46 16,00 12,54 Populasi Dura16 25,02 16,31 521,00 13,74 6,68 19,78 0,69 30,32 17,50 23,31 Populasi Dura17 29,49 9,07 570,85 5,49 8,50 5,39 0,58 28,79 16,63 12,04 Populasi Dura18 33,67 38,36 544,21 6,73 9,24 31,49 0,75 20,05 15,60 11,89 Keterangan : KK = Koefisien Keragaman Karakter PTT = Pertambahan Tinggi Tanaman, PD = Panjang Daun, JT = Jumlah Tandan, PT = Panjang Tangkai Tandan (peduncle), RT = Rasio Tandan. Notes : CPV = coeffecient of phenotypic variance, PTT = height increment, PD = length of rachis, JT = bunch number, PT = peduncle length, RT = sex ratio.

Tabel 3. Keragaan dan keragaman intra dan inter famili karakter bobot tandan, jumlah biji per tandan, bobot per buah, rasio kernel, rasio mesocarp. Table 3. Performance and variability within and between elite dura families on bunch weight, number of seed per bunch, individual fruit weight, kernel ratio, mesocarp ratio.

Famili BT JB BB RK RM Family Rataan KK Rataan KK Rataan KK Rataan KK Rataan KK Mean CPV Mean CPV Mean CPV Mean CPV Mean CPV Populasi Dura1 18,89 37,73 830,00 43,14 17,99 35,48 0,32 31,81 0,43 47,40 Populasi Dura2 20,56 29,45 910,00 18,95 13,82 2,52 0,48 9,04 0,14 57,91 Populasi Dura3 16,78 14,65 757,22 15,43 14,79 17,16 0,43 7,34 0,27 20,80 Populasi Dura4 24,00 25,34 1094,22 14,06 9,15 56,59 0,43 12,08 0,21 48,78 Populasi Dura5 19,22 32,22 819,44 39,82 10,16 35,37 0,55 30,28 0,15 30,20 Populasi Dura6 16,78 42,90 751,11 55,70 11,03 8,12 0,27 11,59 0,49 17,95 Populasi Dura7 16,78 24,68 771,67 28,20 9,87 31,99 0,36 13,49 0,35 20,95 Populasi Dura8 17,33 39,27 796,67 34,68 10,63 38,01 0,37 3,23 0,36 22,69 Populasi Dura9 13,22 30,09 514,44 43,49 12,43 8,37 0,42 14,17 0,27 32,00 Populasi Dura10 12,67 29,89 533,33 30,37 18,03 16,36 0,42 4,26 0,33 27,85 Populasi Dura11 17,67 27,78 891,67 29,30 13,93 13,51 0,34 17,26 0,34 37,23 Populasi Dura12 16,89 10,88 824,11 8,08 15,30 46,68 0,43 12,97 0,26 34,59 Populasi Dura13 15,33 20,76 767,11 30,50 11,30 30,67 0,36 7,17 0,37 4,49 Populasi Dura14 17,00 15,56 705,55 21,47 15,80 8,08 0,34 9,19 0,32 39,61 Populasi Dura15 14,11 16,77 491,11 26,66 13,67 14,00 0,38 14,95 0,35 27,48 Populasi Dura16 15,33 30,65 507,78 15,06 15,53 28,21 0,43 4,21 0,22 6,02 Populasi Dura17 20,78 46,11 943,89 50,62 12,40 7,69 0,43 26,06 0,29 59,14 Populasi Dura18 17,56 19,20 802,22 24,26 12,63 9,54 0,40 3,76 0,29 12,01 Keterangan : KK = Koefisien Kegaraman BT = Bobot Tandan, JB = Jumlah Biji per Tandan, BB = Bobot rataan per buah, RK = Rasio Kernel, RM = Rasio Mesocarp. Notes : CPV = coeffecient of phenotypic variance, BT = bunch weight, JB = seed number per bunch, BB = individual fruit weight, RK = kernel ratio, RM = mesocarp ratio.

26

Keragaman Karakter Agronomi pada Populasi Intra dan Inter Famili Dura Elit Koleksi Taman Buah Mekarsari (Azis Natawijaya et al.)

55

) n

u 50

h

a

t

r e

p 45

m

c

(

n 40

a

m

a

n a

t 35

i

g

g

n

i t

30

n

a

h a

b 25

m

a

t

r e

P 20

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16 D17 D18

25

)

r g

( 20

h

a

u

b

r

e

p

a t

a 15

r

-

a

t

a

r

t

o

b o

B 10

5 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16 D17 D18

Gambar 1. Keragaman18 Famili Dura berdasarkan karakter pertambahan tinggi dan bobot rata-rata per buah. Figure 1. Variation within and between 18 dura families based on height increment and individual fruit weight.

elit Mekarsari terdapat satu famili memiliki rasio Rata-rata famili dura yang diamati memiliki mesocarp tinggi yaitu famili Dura6 yang memiliki rasio tandan yang tinggi dengan variasi rasio mesocarp 0.49, artinya perbandingan keragaman rasio tandan antar familinya. Hal ini mesocarp per buah total (endocarp, mesocarp, dan berarti bahwa jumlah bunga betina atau tandan kernel) 49 persen atau mendekati 50 persen dari pada hampir semua individu dura lebih banyak total bagian buah. Dura-dura yang memiliki dibanding bunga jantan, namun dalam famili atau mesocarp tebal jika disilangkan dengan pisifera populasi ketersediaan bunga jantan untuk proses akan menghasilkan tenera (DxP) yang memiliki penyerbukan masih cukup. Famili Dura2 memiliki mesocarp lebih tebal dibanding tenera standar. tangkai tandan terpanjang dibanding famili lain dengan koefisien keragaman rendah, yang berarti bahwa rata-rata individu pada famili Dura2 Pengelompokkan genotipe dan famili berdasar- memiliki tangkai tandan yang panjang. Pada kan analisis komponen utama umumnya famili-famili yang memiliki jumlah biji Kedua komponen utama pertama, yaitu per tandan yang banyak, memiliki ukuran buah KU1 dan KU2 yang digunakan untuk mempelajari individual kecil yang dicirikan oleh bobot rata-rata pola penyebaran genotipe-genotipe dura per buah yang rendah. Namun, ada dua famili menjelaskan 74.4% dari total keragaman. Individu- yang memiliki jumlah biji per tandan banyak individu dura tersebar di empat kuadran, namun dengan ukuran buah individual yang relatif besar, pada umumnya sebagian individu dura berada di yaitu famili Dura2 dan Dura17. Kedua famili titik tengah kuadran yang mengindikasikan tersebut mampu menghasilkan benih DxP per kedekatan fenotipe agronominya. Beberapa tandan yang lebih banyak dibanding famili yang individu berbeda dengan individu-individu yang lain. lain, yaitu individu L6/15 dari populasi Dura15, Kelapa sawit tipe dura umumnya memiliki L6/14 dari populasi dura14, L1/1 dari populasi endocarp atau cangkang buah tebal dengan dura1, dan J4/16 dari populasi dura16 (Gambar 2). mesocarp yang tipis. Namun, pada populasi dura

27

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 23 - 32

7 L6/15 6

5 L6/14

)

% 9

. 4

1

3

(

I

I J7/2 3 L2/15 L1/1 a L1/6 J6/18 m J2/2 J6/13 L5/15 L12/4 L14/8 a J1/18 LJ23//164 L13/8

t L4/15 L4/14 L1/1L15/6 L16/8

u 2

L6/1 J1/8 J3/8 J5/18 J6/6 J2/18 L2/6 n J4/2 L2/1 J5/2

e L8/4 J5/12 K4/18 JJ35//168 L16/166 L2/17/13 K2/11 K5/13

n J5/8 L4/12 L8/5JJ3L1/1/1522/8 J4/6LL143//15 JL65/1/J1627/3 K3/17L7/11 L20/13

o 1 J3/2 L3/14 L24/13 L6/12 JL27//81L75/1L4J4/1/86 J7/1L8J/41J/721/L133/12JJ12L//51K/6145K4//21/018 K1K/51/86 L4/9 p L11/L810/4 L1/12 L4/17 L7/2 K2/13 K2/14 J3/13 J4/1L33/L1J945//410 J5/17L9/11 L5/14 L4/7L4/14L2/16KLKL6216K////14912/065 K2/2

m L3/1J83/4 L5/18 L23/13 K5/7 J5/13 L1L43//515 J4L/61/017 J3LJ/21/15/11 K4L/41L/12JK/1613/K/4/1485/L95K/17/6K5L/15L1/63KK/212/6L/172/18 K4/15 o KJ34//111 J3/15LK16/7/4 L1/3 K3/13 K4/12 0 L7/5 J4K/K1K26/61//917 L3KJ/2LL3/31/79/1/61J3J163//157LKK7K5/26/3//81100 J6/1L65/9 K K4/8 K5/J147/K127K/5/K1KL62J44/K6/6//431/71KJ15L//331/410 J5/K11K5K/336//61KK16/1/74 JK32//190L1/L152/1K21/1L71/15 LJ52//21JK611/1/13 K6K/K32/11/410 K1/15 KL59K//51J/6583/5L2/9 J6/15 K5/5 LK63//134K1K/1K1K/LK25843/1//1/6281K1/7L1/18 JK15//7K23/1K51/4 K6/15 J4/16 -1 J5/3 J4/3 K4JJ/651L//62K4/231/K014L56//410 J4/15 J1/15J3/11J5L/KJ16511//292 KJ56//175 K3/8 K4/7 JK33//9J126/K43/2 J1/9 K1/16 J5/1 K4/13 K3/11J1/16 K6/14 -2 K6/5 J1/4 J4/9 K4/3 J2/9

-3 -2 -1 0 1 2 3 4 Komponen utama I (42.5%)

Gambar 2. Pola penyebaran genotipe-genotipe dura berdasarkan analisis komponen utama 1 dan 2. Figure 2. Pattern of genotypes distribution based on principle component analysis.

Pola penyebaran famili-famili dura ber- dan panjang daun disajikan pada Gambar 4. dasarkan dua komponen utama pertama disajikan Genotipe-genotipe dura yang memiliki karakter pada Gambar 3. Famili-famili tersebut tersebar di pertambahan tinggi yang lambat dengan tanaman empat kuadran. Famili-famili yang mengelompok yang kompak berada di kuadran VII. Genotipe- dalam satu kuadran memiliki kemiripan sifat yang genotipe ini dapat digunakan sebagai bahan lebih tinggi dibanding dengan famili-famili yang genetik untuk merakit varietas komersil yang berada pada kuadran yang lain. Dari 18 famili dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih yang dipelajari, diketahui ada 1 famili yang rapat, sehingga jumlah populasi per hektar lebih terpisah dari famili-famili yang lain, yaitu famili banyak dibanding varietas standar. Dura6. Famili dura6 merupakan famili dura yang Pola penyebaran genotipe-genotipe dura individu-individunya merupakan hasil silang berdasarkan karakter jumlah tandan dan bobot balik generasi kedua dari E. guinensis dengan tandan disajikan pada Gambar 5. Genotipe- E. oleifera, sehingga secara morfologi individu- genotipe yang memiliki bobot tandan yang tinggi individu pada famili ini berbeda dengan individu dan jumlah tandan yang banyak berada di dari famili yang lain. kuadran II dan VI. Genotipe-genotipe ini dapat Pola penyebaran genotipe-genotipe dura ber- digunakan sebagai sumber tetua untuk merakit dasarkan karakter pertambahan tinggi tanaman varietas unggul berdaya hasil tinggi.

5

D6

4 )

% 3 I II

8

.

7 2

( Pertambahan tinggi tanaman

2 I

I D8 D1 D13 Rasio mesocarp Jumlah tandan a D18

m 1 D14 Panjang daun a

t Lebar pelepah u

Rasio tandan D12 Jumlah biji per tandan n

e 0 D7 D11 Bobot tandan buah segar n D17 o Bobot rata-rata per buah p D4 D15 Panjang peduncle m D3

o -1 D10 D2 K D9 Rasio kernel -2 D16 D5 III IV -3 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Komponen utama I (30.8%)

Gambar 3. Pola penyebaran famili-famili dura berdasarkan analisis komponen utama 1 dan 2. Figure 3. Pattern of family distribution based on principle component analysis.

28

Keragaman Karakter Agronomi pada Populasi Intra dan Inter Famili Dura Elit Koleksi Taman Buah Mekarsari (Azis Natawijaya et al.)

L6/14 II I III 60 J7/2

) J5/18 n J3/6L4/14 u J2J/52/J133/8 h J6/6 LJ62//134

a J4/2 J1/18 t

J6/18 r J3/2J51/82

e 50 J5J/36/13 p

J324/183 J4/6

m J4/8 J2/8

c J2/13 J3/12 (

J5/2 L8/4

n L5/L66/1L1/11 a L5/14 L2/1 L51L/011L/41/82/4 L13/8 m 40 J6/12L6/6 L2/15

a L6/15 L2L/64/1 L5/15 n J5/3 L1/12 L164//8 L1/6 a L1/15J3/1L011/11 L3/14 L15/8 t L6/1L74/15 J5/L124/13 L3/15 i L17K/573/1L14KL/27/91L18L/9L1L/7741//151J65/10

g L4/1J73/1 L1/16 K2J/21/411 KJ41//K1L531K2/141L//71853/1L71L4L9/L1/5134//15

g L7/17 IV L76L/61L/84166/KL1532K//KL67941L//8/31L/231L/221J/4475/107 J5/12 L8/5 n KL5KJ2/430///1K1513/6K6/9 VI i LL24L//5131/64132 J6/3 t 30 L6/K23KK/16J4/6/1/6KJ3116K1//11K4/7261LK/7565/1/140 LK35//213 K5K/31/78 L5L/49K/K29K/2L15L/12/K1/89349/J/14J3/41/711 n K1/L42K3K4//L3111/331/L136L8K/221J/K/109158K/JKL/36K142K1//5/4123/17/8112JK816J//411J/J4712/2/15

a K6/16L4K/32/1 K6/14 JK13//116K15K/41/K51642KK//67312/K/1L312/J/1651/0K45LK/3K46/4/1/K96140/18 h JJ31K/K/95L15KL/K35/1K3J/4L56/34/821/53/4//07LJ1/5/4373625107//8JL532J22///71146 J7/1

a L2/10 KK51J/J4/711/K/15K71J51J6/J/2K1J/6K2/106L4/14/5/1/45K/671L289/1/108 b K1/16 J6/7 J5/15 J4/16 K2/KJK2J5K43//3/1//121514K61K/4K1/231/K635/5

m K5/2

a 20 K3/15 K3/5 t

r J2/9 J1/9

e IX J5/9 K2/5 P J4/9 K4/5 VII K6/15 VII 10 I 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 Panjang daun (cm)

Gambar 4. Pola penyebaran genotipe-genotipe dura berdasarkan karakter pertambahan tinggi tanaman dan panjang daun. Figure 4. Pattern of dura genotypes distribution based on height increment and length of rachis.

L4/4 L9/4 35 I II III K5/7 L7/4 L7/5 30 L7/8 L11/5 L2/17 L15/8 L11/8 L5/1 LL21//155 L2/4 V

) L9/17 IV L3/15 L4/1 L5/12 g LK188//1183 L6/1

K VI

( L10/4 L7/1 L4/2 K5/15L10/8 L12/4KLK1593///487 L1/4 n 25 L17/11 L1L85/151 L9/5 a L3/6 L26/13 L12/5

d L12/8 L5/17LL12//157 L6/5 L7/2K3/6 n L3/17L6/15K34/141 J11/16 L6/4 a L5/3 K1/5L1/15K3/17 t L1/18 L16/8 L15/11 KL53//157 L13/4 L3/4 L5/10 K10/7L1/12 L8/1 t L10/12 J2/16LKL9648///15867L45/175K6/9KLL811/2/1/673 L1LK465//1631K1/17 L16/4 o L6/9 L2/10L46/150L7/17L13/5LL144//75J9/16J2/18LKL145/3163 b 20 J2/17LK42//162JL73//136LK53//158KL26/12 L9/11KJ37//148JK170//1146K8/10 J6/12 o K5/10 L1/7 L1/16L4/16LLK1153//12143 K12/18K8/8L7/11J64/174 K11/14 B K9/18 JJK13251///11541L616/1K1K162/314 KKL6349///18395L19/13KJL517/0/1/38 K68/69 K2/7 J6/10 LJ198/1/85KLLK7381///14731 LK1L6052//11843L4/11KK151//1188KJ583//1728J10/12K7/9 L1/2 L5/2 KK111//38L6/18K2/16 LKK1L19012//11894083 L5/6 L8/2 L3/9 LJ245/1810JL13//177LK7539//17924LL16//131KL63/23 LK614//1873LKJ7932//1826 LK4//67K6/10J2/14JJ1651//11313 J9/13LK313/4/1/1809LJ160/1/96KLK58426//1462135LL33//123J5/13LK31/311//19KK1142//188J1/12J10/13LJ53//12 J7/13 K1/15 L12/12 L3/16LK1K1541///1473K45/94KLJL321///197435KJ61//118L17/13K3/4 L2/12KK726//1210K6/12KK125//87 15 KL246/1641 KLLK1L485243///11841L38K2LK146///118703LJ182//81L1J2L136//11733LJ171/1/48JK21//162JL89//188KKL427///1680 K2/1 LKK11061//11867L2/11KJ542//1451LK5//798LL21986//1133J3/103LJ133/1/8KJ27//183 J1/18 LJ56//162LJ25/145KL6/171JK44//115J24/130K2/18L11/9K4/6L22/13 VII LKL2L121701///19834LJL372//1920LKJ951///192KK14//151LL150//1131K2/14 K5/14 L14/8 JL863//1165KLL65//1948 J10/10J1/14 L4/18 K10/9 IX 10 L4/9 K3/13 J1/9 VIII K5/12 J9/10 J2/10 0 5 10 15 20 Jumlah tandan per tahun

Gambar 5. Pola penyebaran genotipe-genotipe dura berdasarkan karakter jumlah tandan dan bobot tandan per tahun. Figure 5. Pattern of dura genotypes distribution based on number of bunches, and weight of bunch.

L4/4 L9/4 II III 35 I K5/7 L7/4

L11/8 L7/5 30 L11/5 L2/15 L7/8 L5/12 LL125//187 V LL12//54 L9/17

) L5/1 L10/4 L18/13 L3/15

g K4/17 L6/5 L6/1 L4/1 VI L7/1

K ( IV L2/5 L10/8 LKK11/534/LK/1L179542/L//8254/4 K8/18 n 25 J3/14 J9/16 L16/4 L5/L59/5 L1L71/181/11 a L12L/35/6

d L7/L26/4 L12/8 K6/15 L5/10L1/18L3/4 L5/17 L1/17 K3/6 n K3/14 L6LK/514/53/11 K3/17 a L9/11 K1/5J11/16 L1/15 t L26/1K35/17 LL1635//8411 K7/18 L1/12 K10/7

t L3/5 K11/14 L56L//419LLK/5K695161/L//7L/12839816/8L//4751J/LL/23186/1/1/167L10/12 L3/17 o LL4L1L/14723//L/35LJ81562/0//1108LL47K//L5111/5764/13 K1/17 b 20 K5/2 K9/9 KL24//J6120LJK/371L8//653/KJ1/12617L0/8/211/741 K3/5 o L1L/1134/1L3LJ4J67/4//1/161L7141/16 K6/2 K8/8

B L3/8 K1L21/194/13 K5/5 L18K/81JL/5JJ7LJ28/K151/1/K264/8217K1///21063871J6//21KJ8K9/3L1K6/7/21/4/13/4L1KK18JL3/598/2/K/1/1K64105/293//718 L1K1LL2/L711/8/01K/3K1//76123L21/1/319/4L8K8L4K9K5//51L/1/6101J/81J18068K//12/03L10/18 K12/18 K8/9 L7/1LJ86J3L/7//21K/L11/K763K61L3///3413/7KK//09J381JJ25LJ/14JJL/2J47519/L/36//1/21/6L17K/91450321934/8/1/74 K3/3 LKL1JL3193LJ8/2JL/5/1K/1/39/01K80L31/J/164/18391/L3/413KL823/61L1K4/30JL1/L/2195123////K1/1291532L8/51/16 L5/8 KL22K//116L3/21/KJLK21K332L//2KJ//K1346/16K7/12L4/51KL1KL6142//1479/K5/98/54/11/343K7/10 J5/12 L7/12 K15/7 15 L12/1K3K7LJL/1718/2/4K6/1/1JL8J81L/3K28LJK1/2/K/L8421601/4/L3/J68/1//6K724810L//643281/321K/151/31L19L/48/14 VII LL11J6JL3JK5/93/1J/L4/8/1732/1JL3/4L183K028K5/0K5/LJ1/2J/1/273/1/81/0/1J/01K/361341K/5871/189/8 L9/12 JJ42//1KL1JL36J4L13625/J/61//2K1/51/127K2/J01945/14/2116//31865 K4/1 LL32LK/L1JL213/50K1/1//K/9/5131841/23J1K/1/55142/1/9LL174//918 K6/8 L6/7 J7/10LL54/K9/K190L6/6391/184 IX L2/9 J6/15 K10/14 VIII 10 J9/10 K3/13 J2/10 K5/12 J8/16 500 750 1000 1250 1500 Jumlah biji per tandan

Gambar 6. Pola penyebaran genotipe-genotipe dura berdasarkan karakter jumlah biji per tandan dan bobot tandan. Figure 6. Pattern of dura genotype distribution based on number of seeds per bunch and weight of bunch.

29

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 23 - 32

Pola penyebaran genotipe-genotipe dura melalui seleksi yang berdasarkan marka genetik berdasarkan karakter jumlah biji per tandan dan (marker assisted selection/MAS). bobot tandan disajikan pada Gambar 6. Genotipe- Populasi dura koleksi Mekarsari yang genotipe yang berdaya hasil tinggi dan memiliki digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT. kapasitas produksi benih tertinggi sebagai tetua Sasaran Ehsan Utama, Malaysia. Upaya perluasan betina berada pada kuadran III dan VI. keragaman genetik populasi deli dura telah Program pemuliaan kelapa sawit yang dilakukan melalui introgresi genotipe dura dilakukan di PT. Sasaran Ehsan Mekarsari berpostur pendek dari Nigeria, Pobe dwarf, dan ditujukan untuk merakit varietas yang memiliki introgresi dari spesies E. oleifera (Noh et al., 2014). kombinasi (1) kecepatan pertambahan tinggi yang Program introgresi tersebut menyebabkan pening- sangat lambat, yaitu kurang dari 30 cm per tahun katan keragaman genetik populasi dura yang sehingga umur produktif tanaman dapat diting- berbasis dura deli. katkan dan memudahkan panen, (2) struktur Berdasarkan hasil evaluasi keragaan dan tajuknya kompak yang dicirikan oleh daun-daun keragaman famili pada penelitian ini diketahui yang berukuran lebih pendek sehingga jumlah bahwa umumnya masih terdapat keragaman tanaman yang dapat ditanam per satuan luas dalam famili. K eragaman intra dan inter famili dapat ditingkatkan, (3) Karakter bobot tandan merupakan ciri alami untuk tanaman-tanaman buah segar, jumlah tandan per tahun, bobot rata- menyerbuk silang, terutama tanaman tahunan rata per buah, dan rasio mesocarp yang tinggi yang memerlukan waktu lama untuk pemben- sehingga produktivitas tanaman per satuan waktu tukan populasi homozigot. Hasil penelitian ini dapat ditingkatkan, (4) introgresi karakter panjang memberikan gambaran bahwa estimasi herita- tangkai tandan untuk memudahkan proses pem- bilitas karakter berbasis rancangan tata ruang bungkusan bunga betina pada saat produksi benih (Okoye et al., 2009; Marhalil et al., 2013; Rafii et al., dan untuk memudahkan panen. 2013; Noh et al., 2014) yang melibatkan individu- Pada umumnya perbaikan genetik kelapa individu sebagai sampel pengamatan dapat bias sawit dilakukan menggunakan prosedur pemulia- dari nilai heritabilitas aktualnya. Hal ini disebab- an seleksi berulang timbal balik (Reciprocal kan individu-individu yang digunakan sebagai Reccurent Selection/RRS) dan seleksi berulang ulangan pada satu blok masih beragam secara yang dimodifikasi (Modified Recurrent Selection/ genetik. Untuk meningkatkan akurasi nilai herita- MRS). Kedua metode pemuliaan tersebut memiliki bilitas sebaiknya dilakukan pendugaan berbasis kelebihan dan kekurangannya masing-masing. rancangan persilangan atau estimasi berbasis Seleksi berulang timbal balik (RRS) yang diapli- regresi tetua turunan. kasikan pada kelapa sawit pertama kali diadopsi Dari semua informasi keragaan dan dari tanaman jagung. Seleksi berulang timbal balik keragaman famili yang diperoleh dalam penelitian digunakan untuk memperbaiki daya gabung ini menunjukkan bahwa belum ada famili yang umum dan daya gabung khusus pada populasi memiliki keragaan terbaik untuk semua karakter. untuk suatu karakter menggunakan tester Famili-famili yang memiliki keragaan terbaik genotipe heterozigot. Metode seleksi ini dikenal untuk karakter tertentu dapat disilangkan, dengan sebagai recurrent reciprocal half sib selection. Metode tujuan untuk mengkombinasikan sifat-sifat seleksi ini digunakan untuk memperbaiki karakter baiknya. Rancangan persilangan dialel merupakan yang poligenik dan seleksinya didasarkan kepada salah satu rancangan yang ideal untuk memun- penampilan test cross nya. Penerapan metode ini culkan semua kemungkinan tipe rekombinan, menghasilkan variabilitas genetik tetap terjaga namun diperlukan lahan yang luas untuk walaupun cenderung menurun. Metode pemulia- mengevaluasi zuriatnya. Pendekatan pemuliaan an RRS banyak digunakan oleh lembaga-lembaga untuk menghimpun sifat-sifat baik ke dalam satu penelitian kelapa sawit dalam negeri. Metode populasi atau memfiksasi gen-gen yang tersebar seleksi berulang yang dimodifikasi (MRS) diantara famili ke dalam satu populasi dikenal umumnya digunakan oleh pemulia-pemulia dengan pendekatan pemuliaan konvergen kelapa sawit di Malaysia yang ditujukan untuk (convergent breeding). Pendekatan pemuliaan kon- mempercepat proses seleksi karena tidak vergen yang dibantu menggunakan marka penye- melakukan uji projeni DxT dan TxP. Populasi uji leksi molekuler akan mempercepat perolehan projeni merupakan populasi komersial, yaitu DxP. genotipe harapan, seperti pembentukan populasi Seleksi genotipe-genotipe dura terpilih didasarkan MAGIC (Multi-parent Advanced Generation Inter- pada penampilan tetua secara langsung. Kedua Cross populations) pada beberapa komoditas metode pemuliaan tersebut dapat diakselerasi tanaman (Kover et al., 2009, Bandillo et al., 2013, Dell’Acqua et al., 2015, Huang et al., 2015).

30

Keragaman Karakter Agronomi pada Populasi Intra dan Inter Famili Dura Elit Koleksi Taman Buah Mekarsari (Azis Natawijaya et al.)

Keragaman fenotipe merupakan refleksi Bandillo, N., C. Raghavan, P.A. Muyco, M.A.L. dari keragaman genotipe. Namun untuk karakter Sevilla, I.T. Lobina .2013. Multi-parent kuantitatif, ekspresi gen-gen yang mengontrol advanced generation inter-cross (MAGIC) karakter tersebut dipengaruhi oleh lingkungan populations in rice: progress and potential dan interaksi antara genetik x lingkungan. Oleh for genetics research and breeding. Rice karena itu, evaluasi keragaman karakter agronomi Journal 6(1): 11. https://doi.org/10.1186/ pada genotipe dan famili yang dilakukan pada 1939-8433-6-11. penelitian ini belum dapat mengelompokkan atau Barcelos, E., S.A. Rios, R.N.V. Cunha, R. Lopes, S.Y. menentukan struktur genetik populasi. Marka- Motoike, E. Babiychuk, A. Skirycz, S. marka yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, Kushnir. 2015. Oil palm natural diversity seperti marka berbasis DNA masih diperlukan and the potential for yield improvement. sehingga dapat memilah genotipe-genotipe berda- Frontiers in Plan Science. Volume 6: Artikel sarkan kemiripan genetiknya. 190. doi: 10.3389/fpls.2015.00190. Cadena, T., F. Prada, A. Perea, H.M. Romero. 2013. Lipase activity, mesocarp oil content, and KESIMPULAN iodine value in oil palm fruits of Elaeis guineensis, Elaeis oleifera, and the interspecific Karakter agronomi pada populasi dura hybrid OxG (E. oleifera × E. guineensis). J. Sci. koleksi Mekarsari menunjukkan keragaman yang Food Agric. 93: 674–680. tinggi baik intra maupun inter famili. Karakter Caicedo, L.P.M., S.E.B. Perez. 2017. Morphological rasio mesocarp dan jumlah biji per tandan characterization of the American oil palm memiliki variasi fenotipe yang terluas. Belum ada collection Elaeis oleifera (Kunth) Cortes. Acta satu famili atau genotipe yang memiliki semua Agron. 66(1): 135-140. karakter unggul. Oleh karena itu, diperlukan Dell’Acqua, M., D.M. Gatti., G. Pea, F. Cattonaro, F. pendekatan pemuliaan untuk menghimpun sifat- Coppens, G. Magris, A.L. Hlaing, H.H. sifat baik ke dalam satu populasi atau memfiksasi Aung, H. Nelissen, J. Baute, E. Frascaroli, gen-gen yang tersebar diantara famili atau G.A. Churchill, D. Inze, Morgante., M.E. Pe. genotipe ke dalam satu populasi 2015. Genetic properties of the MAGIC maize population: a new platform for high definition QTL mapping in Zea mays. UCAPAN TERIMA KASIH Genome Biology. Vol. 16: 1-23. doi : 10.1186/s13059-015-0716-z Terima kasih disampaikan kepada Ir. Siti Huang, B.E., K. Verbyla, A. Verbyla, C. Raghavan, Hutami Endang Adiningsih, direktur utama PT. V. Singh, P. Gaur, H. Leung, Varshney., C.R. Sasaran Ehsan Mekarsari dan Gregori Garnadi Cavanagh . 2015. MAGIC populations in Hambali, M.Sc., direktur R&D Mekarsari yang crops: current status and future prospects. telah membantu membiayai dan menyediakan Theor Appl Genet. 128: 999–1017. fasilitas penelitian dan Plant Molecular Biology doi:10.1007/s00122-015-2506-0. Laboratory – AGH, IPB atas dukungannya dalam IBPGR. 1989. Descriptors for Oilpalm. Inter- penelitian ini. national Board for Plant Genetic Resources, Rome. DAFTAR PUSTAKA Kover, P.X., W. Valdar, J. Trakalo, N. Scarcelli, I.M. Ehrenreich, M.D. Purugganan, C. Durrant, R. Mott. 2009. A multiparent advanced Bakoume, C., M. Galdima, F.F. Tengoua. 2010. generation inter-cross to fine-map quanti- Experimental modification of reciprocal tative traits in Arabidopsis thaliana. PLoS recurrent selection in oil palm in Cameroon. Genet. 5(7): e1000551. doi.org/10.1371/ Euphytica 171:235–240. journal.pgen.1000551. Bakoume, C., R. Wickneswari, S. Siju, N. Lee, M., J.H. Xia, Z. Zou, J. Ye, Y. Rahmadsyah, J.J. Rajanaidu, A. Kushairi, and N. Billotte. 2015. Alfiko, J.V. Lieando, M.I. Purnamasari, C.H. Genetic diversity of the world’s largest oil Lim, A. Suwanto, L. Wong, N.H. Chua, G.H. palm (Elaeis guineensis Jacq.) field gene bank Yue. 2015. A consensus linkage map of oil accessions using microsatellite markers. palm and a major QTL for stem height. Genetic Resources and Crop Evolution Sci.Rep. 5: 8232. doi: 10.1038/srep08232. Journal. 62: 349–360. Marhalil, M., M.Y. Rafii, M.M.A. Afizi, I.W. Arolu, A. Noh, A.M. Din, A. Kushairi, A. Norziha,

31

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 23 - 32

N. Rajanaidu, M.A. Latif, M.A. Malek. 2013. Rosenquist, E.A.1986. The genetic base of oil palm Genetic variability in yield and vegetative populations. In: Proc Int Wkshp of Oil Palm traits in elite germplasm of MPOB-Nigerian Germplasm and Utilisation. Kuala Lumpur, dura AVROS pisifera progenies. J Food Agric Malaysia, pp 27-56. Environ. 11(2):515-519. Sayekti, U., U. Widyastuti, N. Toruan-Mathius. Montoya, C., Cochard, A. Flori, D. Cros, R. Lopes, 2015. Keragaman genetik kelapa sawit T. Cuellar. 2014. Genetic architecture of (Elaeis guineensis Jacq.) asal angola palm oil fatty acid composition in cultivated menggunakan marka SSR. Jurnal Agronomi oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) compared to Indonesia. 43(2):140-146. its wild relative E. oleifera (H.B.K) Cortes. Singh, R., E.T. Low, L.C Ooi, M. Ong-Abdullah, PLoS ONE. 9 : e95412. 10.1371/journal. N.C. Ting, J. Nagappan, R. Nookiah, M.D. pone.0095412. Amiruddin, R. Rosli, M.A. Manaf, K.L. Chan, Noh, A., M.Y. Rafii, A.M. Din, A. Kushairi, A. M.A. Halim, N. Azizi, N. Lakey, S.W. Smith, Norziha, N. Rajanaidu, M.A. Latif, M.A. M.A. Budiman, M. Hogan, B. Bacher, A. Van Malek. 2014. Variability and performance Brunt, C. Wang, J.M. Ordway, R. evaluation of introgressed Nigerian dura x Sambanthamurthi, R.A. Martienssen. 2013. Deli dura oil palm progenies. Genet Mol Res. The oil palm SHELL gene controls oil yield 13(2): 2426-2437. and encodes a homologue of SEEDSTICK. Okoye, M.N., C.O. Okwuagwu, M.I. Uguru. 2009. NATURE. 500 : 340-344. DOI: 10.1038. Population improvement for fresh fruit Taeprayoon, P., P. Tanya, S.H. Lee, P. Srinives. bunch yield and yield components in oil 2015. Genetic background of three palm (Elaeis guineensis Jacq.). Am-Euras J Sci commercial oil palm breeding populations Res. 4(2):59-63. in Thailand revealed by SSR markers. Pandin, D.S., Y.R. Matana. 2015. Karakteristik Australian Journal of Crop Science 9(4):281- tanaman muda plasma nutfah kelapa sawit 288. asal Kamerun. Buletin Palma 16(1): 8-22. Tasma, I.M., dan S. Arumsari. 2013. Analisis Priwiratama, H., J. Djuhana, S.P.C. Nelson, P.D.S. diversitas genetik aksesi kelapa sawit Caligari. 2010. Progress of oil palm breeding Kamerun berdasarkan marka SSR. J. Littri for novel traits: virescens, late abscission, 19:194-202. and long bunch stalk. Putri L.A.P. 2010. Tinche, D. Asmono, D. Dinarty, Sudarsono. 2014. Allelic diversity of 22 Sampoerna Agro’s oil Keragaman .genetik kelapa sawit (Elaeis palm pisifera based on microsatellite guineensis Jacq.) populasi nigeria markers. (Ed. D. Siahaan, Y. Samosir, T. berdasarkan analisis mark a SSR (Simple Herawan, S. Rahutomo, A. Jatmika, Sequence Repents). Buletin Palma 15(1): 14- Erwinsyah, A. Susanto, E.S. Sutarta, F.R. 23. Panjaitan, H.A. Hasibuan, A.S. Idris, L. Ukoskit, K., V. Chanroj, G. Bhusudsawang, K. Melling, F. Schuchardt, Chanprasert, W. Pipatchartlearnwong, S. Tangphatsornruang, Ajambang, J.C. Jacquemard) International S. Tragoonrung. 2014. Oil palm (Elaeis Oil Palm Conference 2010; 2010 Juni 1-3; guineensis Jacq.) linkage map, and Yogyakarta, Indonesia. Medan: IOPRI. Hlm quantitative trait locus analysis for sex ratio 397-404. and related traits. Mol breeding. 33(2): 415- Rafii, M.Y., Z.A. Isa, A. Kushairi, G.B. Saleh, M.A. 424. Latif. 2013. Variation in yield components Zulkifli, Y., I. Maizura, S. Rajinder. 2012. and vegetative traits in Malaysian oil palm Evaluation of MPOB Oil Palm Germplasm (Elaeis guineensis jacq.) dura × pisifera hybrids (E.guineensis) Populations Using EST-SSR. under various planting densities. Ind Crop Journal of Oil Palm Research 24: 1368-1377. Prod. 46:147-157. Roberdi, Sobir, S. Yahya, N.T. Mathius, T. Liwang. 2015. Identification of gene related to hard bunch phenotype in oil palm (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Agronomi Indonesia 43: 147-152.

32

Ulat Bulu Orgyia sp. (Lepidoptera: Erebidae), Hama Potensial pada Tanaman Kelapa Sawit Hairy Caterpillar, Orgyia sp. (Lepidoptera: Erebidae), Potential Pest on Oil Palm

MELDY L.A. HOSANG1, JELFINA C. ALOUW2 DAN FADJRY DJUFRY2

1Balai Penelitian Tanaman Palma. Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004, Manado 95001 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Jl. Tenrara Pelajar No. 1 Cimanggu, Bogor 16111 E-mail: [email protected] Diterima 17 Januari 2017 / Direvisi 17 Maret 2017 / Disetujui 22 Mei 2017

ABSTRAK

Ledakan serangan hama ulat bulu pada tanaman kelapa sawit, cukup parah di salah satu perkebunan sawit swasta di Papua Barat terjadi pada tahun 2016. Jenis ulat bulu dan tingkat kerusakannya belum diketahui secara pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis hama ulat bulu, tingkat kerusakan, populasi hama, dan musuh alaminya. Survei hama dilakukan di tiga lokasi di Distrik Marmare, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Pada masing-masing lokasi dipilih 30 pohon contoh secara acak pada lokasi serangan hama kemudian diestimasi tingkat kerusakan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis ulat yang menyerang tanaman kelapa sawit muda di PT Yongjing Investindo, Papua Barat adalah ulat bulu Orgyia sp. Dari 90 tanaman contoh, kerusakan ringan (5-20%) akibat serangan Orgyia sp. dapat mencapai 81,1% (73 tanaman) dan sebanyak 18,9% (17 tanaman), termasuk tingkat serangan sedang (30-40%). Serangan ulat bulu Orgyia sp. pada perkebunan sawit masih terbatas di Distrik Marmare, tetapi berpotensi meluas ke areal pertanaman sawit lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan monitoring dan pengendalian di lapangan untuk mencegah kerusakan lebih parah.

Kata kunci: Kelapa sawit, Orgyia. kerusakan tanaman.

ABSTRACT

The outbreaks of hairy caterpillar pests on oil palm plants that are quite severe in one of the estate oil palm plantations in West Papua occurred in 2016. Species of hairy caterpillar and the level of its damage are not known yet for certain. The purposes of this research were to identify the pest causing oil palm damage and to determine the level of palm damage, pest population and their natural enemies. Three locations were selected on the Marmare Sub District, Manokwari, West Papua. In each location, 30 plants were selected randomly in the area of the pest attack and the leaf damage was estimated. Identification result of the pest that attack young oil palm trees in PT Yongjing Investindo, West Papua was the hairy caterpillar called tusock , Orgyia sp. The pest caused low (5-20%) and moderate (30-40%) level of foliar damage found in 81.1% (73 plants) and 18.9% (17 plants) palm population respectively. Since palm damage potentially reduced oil palm production, regularly monitoring pest populations are needed to prevent pest outbreak.

Keywords: Oil palm, Orgyia, plant damage.

PENDAHULUAN di Wilayah Sumatera 6.803.547 ha (63,26 persen) kemudian Wilayah Kalimantan 3.451.949 ha (32,09 persen), Wilayah Sulawesi 354.704 ha (3,29 persen), Kelapa sawit merupakan salah satu Wilayah Maluku dan Papua 111.254 ha (1,03%), komoditas perkebunan yang dapat memberikan dan Wilayah Jawa 33.348 ha (0,31 persen). Luas kontribusi dalam pembangunan pertanian di areal kelapa sawit di Papua Barat 49.597 ha (0,46 Indonesia. Pada tahun 2014, volume ekspor kelapa persen) dengan produksi 73.991 ton (Dirjenbun, sawit 24.372.011 ton dengan nilai ekspor 2015). Pengembangan tanaman kelapa sawit dapat 19.005.312.000 US$. Di Indonesia tanaman kelapa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sawit sudah diusahakan pada 25 Provinsi, kecuali serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satu DKI Jakarta, Jateng, DI. Yogyakarta, Jatim, Bali hama yang dapat menyebabkan kerusakan daun NTB, NTT, Sulut, dan Malut dengan luas areal kelapa sawit adalah ulat bulu. 10.754.801 ha dan produksi 29.278.189 ton. Pada tanaman kelapa sawit, gejala serangan Tanaman kelapa sawit sebagian besar diusahakan ulat bulu hampir sama dengan serangan ulat api.

33

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 33 - 42

Pada serangan berat, daun kelapa sawit terlihat Pengambilan Contoh Hama hanya tinggal lidi saja. Di indonesia, hama ulat bulu terdiri dari beberapa jenis diantaranya Pada waktu pengambilan contoh, hama ini Dasychira spp, , Calliteara berada pada stadia larva tua, pupa dan imago. horsfieldii, Amathusia phidippus, Ambadra rafflesi, dan Larva, pupa dan imago Orgyia sp. yang ditemu- Pseudoresia desmierdechenoni. Amathusia phidippus kan pada daun kelapa sawit, dikoleksi kemudian tingkat populasi kritis adalah 2-5 ekor/pelepah dimasukkan dalam wadah plastik (Gambar 1) dan pada tanaman dewasa dan 1 ekor/bibit pada dibawa ke laboratorium. Larva atau pupa tersebut tanaman di pembibitan. Untuk jenis lain populasi dipindahkan dan dipelihara dalam kotak plastik kritis adalah 5-10 ekor pelepah (Anonim, 2015). sampai menjadi imago kemudian diidentifikasi. Hama ulat bulu Orgyia spp. dikenal dengan Dalam proses pemeliharaan, serangga tersebut tussock moth (ngengat tussock). Serangga ini bersifat diberi makan daun kelapa sawit segar. Peng- kosmopolitan, kecuali daerah neotropical. Orgyia gantian makanan serangga ini dilakukan setiap 1-2 Ochsenheimer, 1810 mempunyai beberapa hari. Sinonim sebagai berikut: Notolophus Germar, 1812; Orgyia Zetterstedt, [1839]; Walker, 1855; Clethrogyna Rambur, 1866; Thylacigyna Rambur, 1866; Trichosoma Rambur, 1832; Micropterogyna Rambur, 1866; Apterogynis Guenée, 1875; Hemerocampa Dyar, 1897; dan Telochurus Maes, 1984 (Anonim, 2017a). Pada bulan Juni 2016, ditemukan kerusakan tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh hama ulat bulu Orgyia sp. Serangan hama ulat bulu Orgyia sp. terjadi pada Perkebunan kelapa sawit PT. Yongjing Investindo di Kampung Nimbai, Distrik Marmare, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Serangan hama ini pertama kali Gambar 1. Hama Orgyia sp. yang dikoleksi dari dilaporkan pada pertanaman kelapa sawit di Perkebunan kelapa sawit PT. daerah tersebut. Hama ulat bulu Orgyia sp. belum Yongjing Investindo, Papua Barat pernah dilaporkan menyebabkan serangan serius Figure 1. Orgyia sp. pests were collected from oil palm pada tanaman kelapa sawit. Walaupun demikian, estate at PT. Yongjing Investindo, West perlu diantisipasi kedepan karena mempunyai Papua. potensi terjadi ledakan populasi di lapangan. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan Identifikasi Hama penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi jenis hama ulat bulu, tingkat kerusakan, populasi Identifikasi hama dan musuh alami di- hama, dan musuh alaminya. lakukan di laboratorium berdasarkan ciri-ciri morfologi larva, pupa dan imago (Hall dan Buss, 2014; Goodwin, 2008; Foltz, 2016). BAHAN DAN METODE Kerusakan Tanaman Penelitian dilaksanakan di lapangan dan Pada perkebunan kelapa sawit yang ter- laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan pada serang hama ulat bulu Orgyia sp., dipilih secara Perkebunan kelapa sawit PT. Yongjing Investindo sengaja tiga lokasi untuk estimasi persentase di Kampung Nimbai, Distrik Marmare, Kabupaten kerusakan daun. Jarak dari satu lokasi dengan Manokwari, Provinsi Papua Barat, sedangkan lokasi lainnya antara 400 – 500 m. Dari setiap penelitian laboratorium dilaksanakan di Laborato- lokasi dipilih secara acak masing-masing 30 pohon rium Terpadu Hama dan Penyakit, Balai Penelitian contoh. Dari setiap pohon diestimasi persentase Tanaman Palma pada bulan Juni dan Juli 2016. kerusakan mahkota daun kemudian disesuaikan Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan dengan skoring kerusakan seperti pada hama daerah serangan hama ulat bulu Orgyia sp. pada pemakan daun kelapa Sexava spp. Kriteria skoring tanaman kelapa sawit berumur sekitar empat kerusakan daun kelapa akibat serangan Sexava tahun. adalah sebagai berikut: 0 = sehat, 1 = ringan (ting-

kat kerusakan mahkota daun berkisar 1 – 25%),

34

Ulat Bulu Orgyia sp. (Lepidoptera: Erebidae: Lymantriinae), Hama Potensial pada Tanaman Kelapa Sawit (Meldy L.A. Hosang, et al.)

2 = sedang (tingkat kerusakan mahkota daun 2. Ekobiologi Hama Orgyia sp. berkisar 26 – 50%), 3 = berat (tingkat ke-rusakan 2.1. Biologi Hama Orgyia sp. mahkota daun berkisar 51 – 75%) dan 4 = sangat berat (tingkat kerusakan mahkota daun berkisar Hama ulat bulu Orgyia sp. (Lepidoptera: 76 – 100%) (Wagiman et al., 2012). Erebidae: Lymantriinae), mengalami metamorfosis sempurna dari stadia telur, larva, pupa dan imago. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Stadia Telur Telur diletakkan dalam satu massa di atas 1. Kondisi Agroekologi Tanaman Kelapa Sawit kepompong imago betina, dan ditutupi buih. Jumlah telur yang diletakkan dapat mencapai 300 Di Indonesia tanaman kelapa sawit di- butir telur (Anonim, 2017b). usahakan dalam bentuk Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara dan Perkebunan Swasta. b. Stadia Larva atau ulat Sistem penanaman kelapa sawit dilakukan secara Ulatnya dapat berkembang sampai men- monokultur dalam skala yang sangat luas capai panjang 1,25 inci dan unik karena terdapat mempunyai resiko terjadinya ledakan hama atau empat kelompok rambut atau bulu seperti sikat penyakit. Ketersediaan tanaman inang kelapa berwarna cokelat muda di bagian belakang (pada sawit secara terus menerus di lapangan dapat bagian atas dari ruas abdomen pertama sampai ke menjadi salah satu faktor yang dapat menunjang empat) dan titik/bintik merah (ruas abdomen ke terjadi ledakan hama, sehingga keberadaan hama enam dan tujuh). Selain itu, terdapat sepasang tidak selalu dipengaruhi lagi oleh musim kemarau kelompok rambut/bulu berwarna hitam yang atau musim hujan. Pada saat ini hama ulat api, panjang (ukurannya seperti pensil sehingga ulat kantong, dan ulat bulu menyerang kelapa disebut rambut pensil = pencil hairs) yang muncul sawit tanpa memandang musim (Susanto, 2014). pada bagian depan (pada prothorax) dan rambut Kondisi tanaman kelapa sawit yang ditanam pada halus (light-haired) pada bagian belakang (ruas Perkebunan kelapa sawit PT. Yongjing Investindo, abdomen kedelapan) dari tubuh larva. Secara Papua Barat, dilakukan secara monokultur, keseluruhan tubuhnya berwarna krem, memiliki tanaman terawat dengan baik dan di antaranya garis hitam lebar di bagian belakang dan garis Centrosema ditanam tanaman penutup tanah abu-abu lebih lebar pada setiap sisinya, dan kepala pubecense (Gambar 2). Kondisi seperti ini, kemung- berwarna merah oranye (Drees dan Jackman, kinan juga dapat menunjang perkembangan hama 1999). Beberapa inang dari hama Orgyia spp. Orgyia sp. di lapangan. adalah oak, cherry, hackberry, dan willow (Salix sp.) (Hall dan Buss, 2014). c. Stadia pupa

Ulatnya membuat kepompong berwarna keabu-abuan di celah-celah kulit kayu dan meng- gabungkan setae didalamnya. Stadia pupa selama 2 minggu (Anonim, 2017b). d. Serangga dewasa atau imago

Imago (ngengat) jantan berwarna abu abu dan sayap depan ditandai dengan garis ber- gelombang yang lebih gelap, dengan rentang sayap sekitar 1,25 inci. Imago betina berwarna putih sampai abu-abu dan tidak memiliki sayap atau sayap tidak berkembang penuh (Drees dan Gambar 2. Tanaman penutup tanah Centrosema Jackman, 1999). pubecense pada Perkebunan kelapa 3. Identifikasi Hama sawit PT. Yongjing Investindo, Papua Barat. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa Figure 2. Cover crops, Centrosema pubecense, at hama yang menyerang tanaman kelapa sawit the oil palm plantation PT. Yongjing muda di Papua Barat adalah hama ulat bulu Investindo, West Papua. Orgyia sp. (Gambar 3, 4). Serangga ini dikenal dengan ngengat tussock (tussock moth). Terdapat

35

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 33 - 42 beberapa jenis ngengat tussock antara lain Orgyia Beberapa literatur sebelumnya, menempat- leucostigma, , Orgyia australis, dan kan tussock pada Famili Liparidae kemudian Orgyia trigotephras, (Hall dan Buss, 2014; Meehan et pada Famili Lymantriidae. Sekarang ini dikla- al., 2009; Herbison-Evans dan Crossley, 2017; sifikasikan dalam Famili Erebidae dalam subfamili Slimane et al., 2014). Sekarang ini serangga Orgyia Lymantriinae (Beadle dan Leckie 2012 dalam Hall sudah dilaporkan terdiri dari 40 spesies (Lampiran dan Buss, 2014; Goodwin, 2006). 1) (Anonim, 2017). Ngengat Tussock termasuk Klasifikasi ulat bulu Orgyia sp. yang ditemu- dalam genus Orgyia, merupakan ngengat kecil kan merusak tanaman kelapa sawit di Papua Barat yang mudah dikenal karena larva-nya yang sebagai berikut (Anonim, 2017; Herbison-Evans menarik (Hall dan Buss, 2014). dan Crossley, 2017; Pinellas County, 2017):

A Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda

Subphylum: Hexapoda

Class: Insecta Order: Lepidoptera Superfamily: B Family: Erebidae Subfamily: Lymantriinae Tribe:

Genus: Orgyia

A

C D C

B

E F

Gambar 4. Ciri khas larva Orgyia sp. (a) Terdapat Gambar 3. Karakteristik larva, pupa dan imago empat kelompok bulu padat (tussocks) ulat bulu Orgyia spp. pada kelapa pada bagian punggung dan (b) ber- sawit di Papua Barat. (a) larva, (b) bulu halus pada bagian belakang, pupa, (c) imago jantan (bagian dorsal), beberapa berwarna hitam. (d) imago jantan (bagian ventral), Figure 4. Typical characteristics of Orgyia sp. (e) dan (f) antena dilihat dari arah larvae. (a) Four dense tufts of hair yang berbeda. (tussocks) on back and (b) fluffy tuft on Figure 3. Characteristic of larvae, pupae and male the rear and some hairs black in color. adult of hairy caterpillar Orgyia spp. on oil palms at West Papua. (a) larvae, (b) 4. Jenis-Jenis Ngengat Tussock pupae, (c) male adult (dorsal view), (d) male adult (ventral view), (e) and (f) Banyak jenis ngengat tussock yang sudah antenae of male adult in differnt view. dilaporkan diantaranya: (a) Orgyia leucostigma,

36

Ulat Bulu Orgyia sp. (Lepidoptera: Erebidae: Lymantriinae), Hama Potensial pada Tanaman Kelapa Sawit (Meldy L.A. Hosang, et al.)

(b). Orgyia detrita, (c) Orgyia definita, dan b. Hama Orgyia detrita (d) Orgyia australis. Berikut ini dikemukakan Orgyia detrita (Fir Tussock Moth) memiliki karakteristik morfologi dari empat spesies hama nama umum lainnya yaitu Live Oak Tussock Moth. Orgyia. Sinonim dan perubahan taksonomi dari Orgyia detrita Guérin-Meneville 1832 adalah Orgyia a. Hama Orgyia leucostigma inornata Beutenmueller 1890 dan Orgyia kendalli Ulat bulu whitemarked tussock moth Orgyia Riotte 1972 (Pinellas County, 2017). (= Hemerocampa) leucostigma (J.E. Smith, 1797), Larva atau ulat: Ulat Orgyia detrita hampir memiliki nama umum lain yaitu Rusty Vapor Moth. sama warnanya dengan Orgyia leucostigma tetapi Dalam bahasa Yunani: leuco = putih dan stigma = pada bagian sisi tubuhnya berwarna abu-abu dan tanda atau titik. Hal ini kelihatannya mengacu terdapat bintik supraspiracular berwarna oranye. pada bintik putih pada sayap depan imago jantan Garis hitam pada bagian middorsal diapit oleh (Anonim, 2016; Drees dan Jackman, 1999). Selain bintik-bintik berwarna kuning (Anonim, 2016). itu juga O. leucostigma memiliki beberapa Keunikan dari spesies ini adalah terdapat sinonim, yaitu Phalaena leucostigma Smith, 1797; bintik-bintik berwarna oranye di sepanjang Hemerocampa leucostigma; Cladophora leucographa punggung dan sisi samping. Ada bentuk ulat Geyer, 1832; Acyphas plagiata Walker, 1855; Orgyia bulu yang lebih gelap, hampir sama dengan wardi Riotte, 1971; Orgyia oslari Barnes, 1900; O. leucostigma. Ulat O. leucostigma sangat mirip tapi Orgyia libera Strecker, 1900 (Anonim, 2017b). tidak memiliki kutil berwarna oranye di sepanjang Telur: Pada daerah empat musim, fase telur sisi. Rambut dari ulat bulu dapat menyebabkan berlangsung pada musim dingin. Telur diletakkan iritasi pada kulit sensitif (Pinellas County, 2017). oleh imago betina setelah kopulasi. Satu imago Tanaman inang: Tanaman inang O. detrita betina dapat meletakkan sekompok telur sampai adalah pohon Oak dan bald cypress (Taxodium mencapai 300 butir telur (Anonim, 2016). distichum) (Hall dan Buss, 2014). Larva atau ulat: Ulatnya dapat dikenal dari Penyebaran: Pantai Atlantik dari Long kepala berwarna merah terang dan garis hitam Island ke Florida dan bagian barat Texas. Jenis ini lebar sepanjang bagian punggung yang diapit oleh lebih banyak ditemukan di Florida dibandingkan garis kuning pada masing-masing sisinya. Dua dengan O. leucostigma (Pinellas County, 2017). bagian berwarna merah pada ruas abdomen c. Hama Orgyia definita (Packard, 1864) keenam dan ketujuh, dan empat kelompok rambut (bulu) padat (kemungkinan berwarna putih, abu- Larva atau ulat: Ulat O. definita mudah abu atau kekuningan) pada ruas abdomen per- dikenal dari kepala, pelat prothoracic dan dorsal tama sampai empat yang umum terjadi pada glands yang berwarna kuning. Rambut pensil beberapa anggota genus. Penanganan ulat bulu kurang berkembang dibandingkan dengan spesies perlu mendapat perhatian karena kontak langsung lainnya. Bulu-bulu seluruh tubuhnya berwana dengan ulat bulu dapat menyebabkan alergi keputihan dan verrucae (struktur mirip kutil atau terutama pada bagian tubuh yang sensitif bintik-bintik di sepanjang tubuh) berwarna kuning (Anonim, 2016). muda. Bulu-bulu dari ulat ini dapat menyebabkan Imago: Imago betina, berwarna abu-abu iritasi pada kulit. pucat, tidak bersayap sehingga tidak dapat Imago: Sayap depan imago jantan berwarna terbang. Imago jantan adalah ngengat berwarna coklat keabu-abuan, sedangkan sayap belakang coklat muda dengan pola gelap yang berbeda dan berwarna cokelat tua, mendekati warna hitam. terdapat satu titik putih pada masing-masing Imago betina tidak bersayap. sayap depan (Anonim, 2016). Penyebaran: Umumnya terdapat di New Penyebaran. Serangga ini sangat umum dan England and Middle Atlantic states. tersebar luas di daerah hutan di bagian Timur Tanaman Inang: Tanaman inang O. definita Amerika Serikat, bagian Selatan Kanada sampai di Florida hanya willow (Salix sp.), tetapi ditempat ke Florida dan Texas (Anonim, 2016). lain dapat merusak tanaman oak, maple, hackberry, Tanaman inang. Orgyia leucostigma bersifat birch, dan willow (Hall dan Buss, 2014). polifag dan memakan 116 genus tumbuhan (Hall d. Hama Orgyia australis Walker, 1855 dan Buss, 2014). Jenis tanaman inang O. leucostigma diantaranya: apel, birch, black locust, ceri, elm, Larva atau ulat: Ulat O. australis mempunyai hackberry, hickory, oak, rose, willow.fir, hemlock, larch, dua warna, yang pertama berwarna coklat dan cemara dan tumbuhan lainnya. kedua memiliki tubuh berwarna kuning, coklat muda, dan kepala berwarna merah. Ulat ini

37

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 33 - 42 biasanya berbulu dengan empat kelompok bulu Darna bradleyi. Jenis ulat api yang paling merusak halus berwarna putih atau coklat di bagian dorsal di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, pada abdomen ruas pertama sampai ke empat, S. nitens dan D. trima (Haryono, 2011). Hama ulat dan dua kelompok bulu halus berwarna putih di bulu terdiri dari beberapa jenis di antaranya bagian lateral dari masing-masing sisi pada Dasychira spp, Orgyia leucostigma, Calliteara abdomen satu dan dua. Terdapat dua rambut horsfieldii, Amathusia phidippus, Ambadra rafflesi, pensil berwarna hitam di bagian kepala dan satu Pseudoresia desmierdechenoni dan jenis lainnya. Ulat di bagian abdomen. Rambut atau bulu dari ulat ini bulu Amathusia phidippus, tingkat populasi kritis dapat menyebabkan iritasi kulit pada orang yang adalah 2-5 individu/pelepah dan 1 individu/bibit. sensitif (Herbison-Evans dan Crossley, 2017). Untuk jenis lain populasi kritis adalah 5-10 Imago: Imago jantan memiliki sayap depan individu/pelepah (Anonim, 2015). berwarna coklat, dengan lebar sayap sekitar 3 cm. Larva atau ulat Orgyia sp. memakan anak Tanaman Inang: Ulat telah ditemukan daun (leaflets) mulai dari anak daun pada bagian makan pada berbagai tanaman termasuk: Bunga ujung pelepah (ciri khas serangan ulat bulu) Camellia (Camellia japonica, Theaceae), Mangrove hingga tinggal lidi saja (Gambar 5). Rata-rata sungai (Aegiceras corniculatum, Primulaceae), jumlah hama (ulat dan pupa) yang diamati per Tagasaste (Chamaecytisus palmensis, Fabaceae), pohon adalah > 5 ekor per pohon. Serangan hama Pelargonium (Pelargonium sp., Geraniaceae), Acacia ini merata hampir di seluruh areal kebun sawit. sp., Mimosaceae), Pinus radiata, Pinaceae), Bunga Schaefer dan Barth (2006) menyatakan bahwa Spider (Grevillea sp., Proteaceae) (Herbison-Evans hama Orgyia dapat dipelihara di Laboratorium. dan Crossley, 2017) dan rambutan (Nephelium Beberapa parasitoid dari ordo Hymenoptera telah lapaceum Linnaeus) (Thalib et al., 2017). ditemukan menyerang hama ulat bulu. Penyebaran: Ulat bulu ini sudah ditemukan di North of Western Australia, Queensland, New South Wales, Victoria, South Australia (Herbison- Evans dan Crossley, 2017) dan Sumatera selatan, Indonesia (Thalib et al., 2017). Berdasarkan karakteristik larva, pupa, dan imago O. leucostigma, O. detrita, O. definita, dan O. australis ternyata berbeda dengan Orgyia sp. yang ditemukan pada kelapa sawit di Papua Barat tetapi terdapat beberapa kesamaan sehingga di- identifikasi sampai pada taraf genus sebagai ulat bulu Orgyia sp. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk me- mastikan spesies ulat bulu yang menyerang kelapa sawit di Papua Barat dan ada kemungkinan sebagai spesies baru.

5. Gejala Serangan dan Kerusakan Tanaman

Hama ulat bulu Orgyia sp., merupakan hama yang baru pertama kali dilaporkan me- nyerang tanaman kelapa sawit di Papua Barat. Sudah dilaporkan bahwa hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang yang berbeda untuk setiap spesies. Ciri-ciri serangan dari hama ulat bulu hampir sama dengan serangan ulat api atau ulat siput (Lepidoptera: Limacodidae) yaitu merusak daun kelapa sawit, jika terjadi serangan berat Gambar 5. Kerusakan daun akibat serangan maka daun kelapa sawit terlihat tinggal lidi saja hama Orgyia sp. pada kelapa sawit di (Anonim, 2015). Oleh sebab itu penduduk dan Papua Barat petugas lapangan menyebutnya sebagai serangan Figure 5. Leaf damage caused by Orgyia sp. on oil ulat api. Ulat Limacodidae yang menyerang palm at West Papua tanaman kelapa sawit diantaranya Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan

38

Ulat Bulu Orgyia sp. (Lepidoptera: Erebidae: Lymantriinae), Hama Potensial pada Tanaman Kelapa Sawit (Meldy L.A. Hosang, et al.)

Berdasarkan hasil penelitian ternyata rata- 6. Pengendalian Hama Orgyia sp. rata kerusakan pertanaman dikategorikan sebagai Jika terjadi eksplosi hama Orgyia sp., maka serangan ringan dan sedang (kerusakan per- perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi dan tanaman bervariasi antara 5 – 40%). Hubungan teknik pengendalian lain yang sesuai seperti antara luas daun yang hilang akibat serangan aplikasi Bacillus thuringiensis (Hall dan Buss, 2014; hama dengan penurunan hasil kelapa dapat di- Goodwin, 2008) dan insektisida nabati serta estimasi berdasarkan hasil penelitian Balitka pemeliharaan tanaman kelapa sawit melalui (1990). Kehilangan luas daun kelapa yang di- pemupukan supaya dapat mempercepat recovary makan hama 5 – 40%, diperkirakan dapat menye- tanaman kelapa sawit di lapangan. babkan penurunan hasil sebesar 10 – 80%). Pada Minyak Eucalyptus globulus dan E. lehmanii beberapa jenis hama penurunan hasil baru terlihat dilaporkan dapat mempengaruhi sistem saraf dan sekitar satu tahun setelah terjadi kerusakan. menyebabkan mortalitas larva O. trigotephras. Setelah serangan berhenti, kelapa masih Senyawa volatil hydrocarbon sesquiterpenoid (1.8- memerlukan waktu sekitar 2-3 tahun untuk men- cineole, -pinene) merupakan senyawa utama capai tingkat produksi semula. pada minyak Eucalyptus sp. yang bersifat toksik Data kerusakan hama Orgyia sp. pada terhadap serangga hama termasuk O. trigotephras Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 90 tanaman (Slimane et al., 2014). Perangkap delta besar (large contoh, ternyata tanaman yang dikategorikan delta traps) efektif sebagai alat monitoring populasi serangan ringan 81,11 % dengan persentase dan sekaligus sebagai salah satu cara pengendalian serangan 5 – 20 % dan serangan sedang 18,89 % ulat bulu O. leucostigma yang menyerang tanaman dengan persentase serangan 30 – 40 % (Gambar 6). blueberry (Isaccs dan Van Timmeren, 2009). Dengan demikian kerusakan akibat serangan Perakitan perangkap yang spesifik untuk imago hama Orgyia sp. diperkirakan dapat menyebabkan Orgyia sp. yang menyerang kelapa sawit perlu penurunan produksi kelapa sawit sehingga perlu dilakukan untuk mencegah ledakan populasi dilakukan tindakan monitoring hama secara hama di lapangan. teratur untuk mencegah ledakan populasi di Baculovirus seperti DapuNPV dilaporkan lapangan. dapat menginfeksi larva dari hama Dasychira

pudibunda (Lepidoptera: Lymantriinae) dan Tabel. 1. Persentase kerusakan daun kelapa sawit sejumlah spesies hama dari subfamily akibat serangan Orgyia sp. Lymantriinae diinfeksi oleh jenis Baculovirus yang Table. 1. Persentage of leaf damage on oil palm caused spesifik untuk hama tersebut (Krejmer et al., 2015). by Orgyia sp. Bacillus thuringiensis Cry1A dilaporkan juga dapat Lokasi Pohon contoh Kerusakan daun (%) Leaf menginfeksi hama Douglas-fir tussock (Valaitis Location Sample plants damage (%) A 30 17,33 dan Podqwaite, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa hama Orgyia sp. dapat terinfeksi dengan B 30 16,67 jenis entomopatogen Baculovirus atau Bacillus. C 30 23,33 Pada Gambar 7, terlihat larva Orgyia sp. yang kemungkinan terinfeksi virus. Genom lengkap dari Orgyia leucostigma nucleopolyhedrovirus (OrleNPV) yang diisolasi dari whitemarked tussock moth (O. leucostigma) telah disequensi, dianalisis, dan dibandingkan dengan genom baculovirus lainnya, ternyata berdasarkan phylogenetic analysis dan gene arrangements, secara umum OrleNPV lebih dekat hubungannya dengan group II alphabaculoviruses Ectropis obliqua (EcobNPV), Apocheima cinerarium (ApciNPV), Euproctis pseudoconspersa (EupsNPV), dan Clanis bilineata (ClbiNPV). Data genomik OrleNPV ini dapat bermanfaat dalam analisis genom baculovirus berikutnya (Thumbi, et al., 2011). Gambar 6. Persentase serangan Orgyia spp. pada OrleNPV ini juga, kedepan dapat digunakan kelapa sawit. sebagai salah satu agens hayati yang dapat Figure 6. Percentage of Orgyia spp. attack on oil dikembangkan untuk pengendalian hama Orgyia palm. sp. di lapangan.

39

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 33 - 42

disampaikan juga kepada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan Dinas Perkebunan Papua

Barat atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian

di lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Hama Ulat Bulu. http://nup

lanters.com/hama-ulat-bulu/.

Anonim. 2016. Species Orgyia leucostigma - White-

marked Tussock Moth - Hodges#8316.

http://bugguide.net/node/view/521.

Anonim. 2017. Orgyia. https://en.wikipedia.org/

wiki/Orgyia.

Balitka. 1990. Pedoman pengendalian hama dan

penyakit kelapa. Badan Litbang Pertanian,

Balitka, FAO/UNDP, Ditjenbun, Direktorat Gambar 7. Gejala infeksi virus pada ulat Orgyia sp. Perlintan Perkebunan. (lihat anak panah) Drees, B.M. and J. Jackman. 1999. Field Guide to Figure 7. Symtomps of virus infected on caterpillars of Texas Insects. Gulf Publishing Company, Orgyia sp. (see arrow) Houston, Texas. Frank, J.H., and J.L. Foltz. 1997. Classical biological KESIMPULAN control of pest insects of trees in the Southern United States: a review and recomendations. Entomology and Nemato- Diidentifikasi satu jenis hama ulat bulu yang merusak daun kelapa sawit yaitu Orgyia sp. Hama logy Department, University of Florida, Gainesville, FL. 32611-0630. USDA, Forest ini pertama kali dilaporkan merusak tanaman Service, FHTET-96-20. kelapa sawit di Papua Barat dengan tingkat Foltz, J.L. 2016. Tussock moth caterpillars in north serangan ringan dan sedang. central Florida. Integrated Pest Management Pengendalian hama ini dapat dilakukan Florida. IFAS Extension. Univ. of Florida. secara terpadu dengan mengutamakan http://ipm.ifas.ufl.edu/community/Tussoc pengendalian yang ramah lingkungan seperti k_Moth_Caterpillars_in_North- central_ penggunaan insektisida nabati, pemanfaatan virus, Florida.shtml. pengendalian secara fisik melalui penggunaan Goodwin, C.M.G. 2008. Insect Pests Live Oak perangkap dan lem serangga. Jika terjadi ledakan Tussock Moth. Texas AgriLife Extension hama, maka dapat dilakukan secara kimia dengan Service; Galveston County Office; teknik aplikasi dan dosis yang sesuai diterapkan di Dickinson, TX 77539. lapangan. Hall, D.W. and L. Buss. 2014. Fir tussock moth Sistem monitoring hama yang teratur dapat Orgyia detrita Guérin-Méneville; white- dilakukan sebagai tindakan pencegahan sehingga marked tussock moth Orgyia leucostigma (J.E. tidak terjadi ledakan populasi di lapangan. Selain Smith, 1797); definite tussock moth Orgyia itu juga perlu dipelajari lebih lanjut peran musuh definita Packard, 1864 (Lepidoptera: alami virus sebagai salah satu agens hayati yang Erebidae: Lymantriinae). Introduction - dapat dikembangkan dalam pengendalalian hama Distribution - Description - Life Cycle and ulat bulu Orgyia sp. di lapangan. Biology – Host Plants - Medical Importance - Natural Enemies - Control – Cultural UCAPAN TERIMA KASIH Entomology - Selected References. UF/IFAS. University of Florida. Haryono, N. 2011. Hama dan Penyakit Kelapa Terima kasih disampaikan kepada Kepala Sawit. http://tehnikbudidayakelapasawit. Balai Penelitian Tanaman Palma, Puslitbang blogspot.co.id/2011/09/ hama-ulat-api- Perkebunan, dan Badan Litbang Pertanian, pada-sawit.html. Akses 26 September 2011. Kementerian Pertanian atas dukungan dana dalam Herbison-Evans, D. and S. Crossley. 2017. Orgyia pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih australis Walker, 1855 Lymantriidae,

40

Ulat Bulu Orgyia sp. (Lepidoptera: Erebidae: Lymantriinae), Hama Potensial pada Tanaman Kelapa Sawit (Meldy L.A. Hosang, et al.)

Noctuoidea. Courtesy of Coffs Harbour Thalib, R., Novizar, Siti Herlinda, Chandra Irsan, Butterfly House. http://lepidoptera. dan Triani Adam.2017. pesies Ulat Bulu dan butterflyhouse.com.au/lyma/australis.html. Tanaman Inangnya yang Ditemukan di Isacc, R., dan Van Timmeren, S. 2009. Monitoring Daerah Sumatera Selatan. Faperta, Univer- and temperature-based prediction of the sitas Sriwijaya. http://eprints. unsri.ac.id/ whitemarked tussock moth (Lepidoptera: 325/5/Rosdah_Thalib. Lymantriidae) in bluberry. Journal of Thumbi, D.K., R.J.M. Eveleigh, C.J. Lucarotti, R. entomology. 102(2): 637-645. Lapointe, R.I. Graham, L. Pavlik, H.A.M. Krejmer, M., Skrzecz I, Wasag, B., Szewczyk, B., Lauzon and B.M. Arif. 2011. Complete and Rabalski, L. 2015. The genome of Sequence, Analysis and Organization of the Dasychira pudibunda nucleopolyhedrosis Orgyia leucostigma Nucleopolyhedrovirus (DapuNPV) reveals novel genetic conection Genome. Viruses, 3, 2301-2327; doi: between baculoviruses infecting moths of 10.3390/v3112301 the Lymantriidae family. BMC genomics Valaitis, A.P., dan J.D. Podqwaite. 2013. Bacillus 16:759. DOI 10.1186/s12864-015-1963-9. thuringiensis Cry IA toxin-binding gly- Meehan, T.D., and R.L. Lindroth. 2009. Scaling of coconjugates present on the brush border individual phosphorus flux by caterpillars membrane and in the peritrophic membrane of the whitemarked tussock moth, Orgyia of the Douglas-fir tussock moth are peri- leucostigma. Journal of Insect Science 9:42. trophins. Journal of Invertebrate pathology Pinellas County. 2017. Species Orgyia detrita - Fir 112(1): 1-8. Doi: 10.1016/j/jip.2012.10.002. Tussock Moth - Hodges#8313. http:// Wagiman, F.X., M.L.A. Hosang, dan F. Lala. 2012. bugguide.net/node/view/6732. Copyright Dampak serangan hama belalang Sexava © 2017 Pabu, White-marked Tussock Moth? terhadap kerusakan bunga betina dan buah - Orgyia detrita, Pinellas County, Florida, kelapa.Makalah Seminar Nasional Hasil- USA. hasil Penelitian Pertanian dan Perikanan Schaefer, P.W and S. E. Barth. 2006. Non-diapause Tahun 2012. Fakultas Pertanian UGM, 5 in laboratory-reared North American Orgyia September 2012. spp. and australian Teia anartoides (Lepidoptera: Lymantriidae). Scientific Note. Entomological News. 117 (1):121-123. Slimane, B.B., Ezzine, O., Dhahri, S., and Jamaa, M,L.B. 2014. Essential oils from two Eucalyptus from Tunisia and their insecticidal action on Orgyia trigotephras (Lepidoptera, Lymantriidae). Biological Research 47(29): 1-8. http://www. biolres.com /content/47/1/29.

41

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 33 - 42

Lampiran 1. Jenis-jenis hama Orgyia. No. Spesies 1. Orgyia albofasciata (Schintlmeister, 1994) 2. Orgyia amphideta (Turner, 1902) 3. Orgyia anartoides (Walker, 1855) 4. (Linnaeus, 1758) – rusty tussock moth, vapourer moth 5. Orgyia antiquoides (Hübner, 1822) 6. Orgyia araea (Collenette, 1932) 7. Orgyia ariadne (Schintlmeister, 1994) 8. Orgyia athlophora Turner, 1921 9. Orgyia aurolimbata Guenée, 1835 10. Orgyia australis Walker, 1855 11. Orgyia basinigra (Heylaerts, 1892) 12. Orgyia cana H. Edwards, 1881 13. Orgyia chionitis (Turner, 1902) 14. Orgyia corsica (Boisduval, 1834) 15. Orgyia definita Packard, [1865] – definite tussock moth 16. Orgyia detrita Guérin-Méneville, [1832] – fir tussock moth 17. Orgyia dewara Swinhoe, 1903 18. Orgyia diplosticta (Collenette, 1933) 19. Orgyia dubia (Tauscher, 1806) 20. Orgyia falcata Schaus, 1896 21. Orgyia fulviceps (Walker, 1855) 22. Orgyia josephina Austaut, 1880 23. Orgyia leptotypa (Turner, 1904) 24. Orgyia leucostigma (Smith, 1797) – white-marked tussock moth 25. Orgyia leuschneri Riotte, 1972 26. Orgyia magna Ferguson, 1978 27. Orgyia osseana Walker, 1862 28. Orgyia papuana Riotte, 1976 29. Orgyia pelodes (Lower, 1893) 30. (Walker, 1855) 31. (McDunnough, 1921) – Douglas-fir tussock moth 32. Orgyia recens (Hübner, 1819) – scarce vapourer moth 33. Orgyia rupestris Rambur, 1832 34. Orgyia sarramea Holloway 35. Orgyia semiochrea (Herrich-Schäffer, [1855]) 36. Orgyia splendida (Rambur, 1842) 37. Butler, 1881 38. Orgyia trigotephras Boisduval, 1829 39. Orgyia turbata Butler, 1879 40. Orgyia vetusta Boisduval, 1852 –

42

Variabilitas Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit Asal Angola dan Seleksi Genotipe Berbasis Famili dan Individu untuk Pembentukan Breeding Population Baru Genetic Variability of Oil palm Germplasm from Angola and Genotype Selection Based on Family and Individual Performance for Formation a New Breeding Population

ISMAIL MASKROMO1, AZIS NATAWIJAYA2, SYAFARUDDIN3, FADJRY DJUFRY3, DAN M. SYAKIR4

1Balai Penelitian Tanaman Palma 2Mekarsari Research Station, PT. Sasaran Ehsan Mekarsari, Bogor, Indonesia 3Pusat Peneliitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor 4Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jln. Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 E-mail: [email protected]

Diterima 23 Januari 2017 / Direvisi 30 Maret 2017 / Disetujui 29 Mei 2017

ABSTRAK

Keberhasilan pengembangan varietas unggul kelapa sawit untuk program intensifikasi ditentukan oleh ketersedian material genetik dan variabilitas genetiknya yang luas. Variasi genetik pada plasma nutfah dapat berasal dari variasi antar individu dalam famili dan variasi antar famili. Karakterisasi plasma nutfah kelapa sawit asal Angola bertujuan untuk mengkarakterisasi plasma nutfah kelapa sawit asal Angola, mengidentifikasi genotype-genotipe yang memiliki karakter spesifik, serta seleksi genotype berbasis family dan individu untuk pembentukan breeding populations baru. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Sitiung, Sumatera Barat pada bulan Januari sampai Desember 2016. Semua individu pada semua famili di populasi dura dan tenera/pisifera digunakan sebagai bahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plasma nutfah kelapa sawit asal Angola memiliki variabilitas genetik yang luas. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi genotipe-genotipe yang memiliki karakter spesifik dan famili-famili terseleksi. Genotipe- genotipe tersebut dapat digunakan untuk merakit populasi baru untuk pemuliaan kelapa sawit tipe baru.

Kata kunci : Karakter spesifik, populasi pisifera, populasi dura, kelapa sawit tipe baru, perbaikan populasi.

ABSTRACT

Development a new oil palm variety is determined by the availablity of oil palm genetic materials. The genetic variability could be resulted from both intra and inter family variation. Angola oil palm germplasm is a new oil palm material which were collected from natural habitat in Angola, Africa by Indonesian oil palm qonsortium. The objective of this research were to identify genotypes which carrying any specific characters as well as genotypes-based selection of families and individuals for the formation of a new breeding population.. The research were conducted at Kebun Percobaan Sitiung, West Sumatra from January until Desember 2016. The result showed that the genetic variability within and among families are relatively high. There are some genotypes and families selected. The selected genotypes could be used for formation a new breeding population.

Keywords : Specific character, pisifera population, dura population, a new oil palm type, population improvement.

PENDAHULUAN masyarakat. Tanaman ini merupakan tanaman penghasil minyak sayur utama dunia. Perkebunan kelapa sawit tersebar di seluruh wilayah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Indonesia. Perkembangan luas areal sawit sangat merupakan salah satu komoditas perkebunan cepat, tahun 2013 mencapai 4926 ribu ha. Luas strategis Indonesia karena mampu menyumbang areal tersebut meliputi perkebunan rakyat 1.827 devisa negara dan menopang kesejahteraan ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 43

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 43 - 51

645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta nutfah kelapa sawit hasil eksplorasi di Angola seluas 2.765 ribu ha (52,8%). (Goenadi et al., 2005). yang terdiri atas 2 populasi, yaitu populasi dura Kebutuhan produk minyak sawit dan dan populasi tenera/pisifera. Pengamatan di- turunannya akan terus meningkat di tahun lakukan pada seluruh individu (1000 genotipe) mendatang seiring dengan meningkatnya populasi dari dua populasi tersebut. Karakter komponen dunia, sehingga pengembangan perkebunan hasil yang diamati, yaitu (1) jumlah tandan; (2) kelapa sawit harus terus dilakukan secara ber- bobot tandan; (3) jumlah bunga jantan. Karakter kesinambungan untuk meningkatkan kesejah- spesifik yaitu (1) warna kulit mesocarp; (2) ukuran teraan masyarakat baik petani maupun industri. buah (bobot buah individual); (3) panjang tangkai Pengembangan kelapa sawit di masa mendatang tandan; (4) panjang daun; (5) tinggi tanaman. tidak hanya diarahkan melalui pendekatan eksten- Prosedur pengamatan masing-masing karakter sifikasi dengan memperluas areal pertanaman, sesuai dengan panduan Descriptors for Oil palm namun dapat dilakukan dengan pendekatan (IBPGR 1989). intensifikasi. Pendekatan intensifikasi di masa Seleksi genotipe dilakukan berbasis famili mendatang merupakan pendekatan berkelanjutan dan individu menggunakan analisis multivariet. karena dapat mengurangi laju konversi lahan dan Seleksi berbasis famili didasarkan dua parameter mengurangi konflik dan isu lingkungan terkait populasi, yaitu nilai tengah dan keragaman. Famili keanekaragaman hayati Indonesia. yang terseleksi, yaitu famili-famili yang memiliki Untuk mengembangkan produksi kelapa keragaan yang tinggi (nilai tengah) dan keragaman sawit melalui pendekatan intensifikasi, diperlukan yang rendah yang berarti semua individunya varietas unggul kelapa sawit tipe baru. Kelapa homogen. Seleksi berbasis individu ditampilkan sawit tipe baru tersebut harus memiliki potensi dalam grafik biplot dengan selang kepercayaan hasil yang lebih tinggi per satuan hektar, lama sebagai pembatas antar kuadran. Data dianalisis produksi yang lebih panjang, dan umur panen menggunakan bantuan perangkat lunak Minitab yang lebih awal. Keberhasilan perakitan varietas 16.0. unggul ditentukan oleh ketersediaan materi genetik. Sejumlah peneliti telah melaporkan HASIL DAN PEMBAHASAN informasi keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit (Tasma dan Arumsari 2013, Tinche Hasil evaluasi dan karakterisasi morfologi et al., 2014, Sayekti et al., 2015, Taeprayoon et al., plasma nutfah kelapa sawit asal Angola memper- 2015). Namun demikian informasi mengenai lihatkan keragaman genetik yang tinggi. Gambar 1 keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit memperlihatkan keragaan dan morfologi genotipe asal Angola masih terbatas. kelapa sawit Angola yang memiliki karakter Badan Penelitian dan Pengembangan spesifik. Gambar 1a genotipe dura virescens, Pertanian Republik Indonesia melalui Balai Gambar 1b genotipe pisifera virescens, Gambar 1c Penelitian Kelapa dan Palma Lain memiliki koleksi genotipe tenera super dumpy yang diindikasikan plasma nutfah kelapa sawit hasil eksplorasi dengan jarak antar pelepah yang rapat, Gambar 1d Konsorsium Sawit Indonesia dari wilayah genotipe tenera virescens dan memiliki panjang Kamerun dan Angola. Karakterisasi, identifikasi tangkai tandan yang panjang, Gambar 1e dan 1f karakter spesifik, dan seleksi genotipe-genotipe genotipe-genotipe pisifera super dumpy. berbasis famili maupun individu pada populasi kelapa sawit asal Angola masih belum banyak Keragaman Fenotipe Populasi Dura dilaporkan (Sayekti et al., 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi plasma nutfah Sembilan karakter kuantitatif yang diamati kelapa sawit asal Angola, mengidentifikasi pada populasi dura plasma nutfah asal Angola genotipe-genotipe yang memiliki karakter spesifik, memiliki rentang nilai fenotipe yang luas (Tabel 1). serta seleksi genotipe berbasis famili dan individu Variabilitas fenotipe yang luas merupakan refleksi untuk pembentukan breeding populations. dari variasi genetik. Untuk karakter kuantitatif, pengaruh genetik berinteraksi dengan lingkungan BAHAN DAN METODE menghasilkan nilai fenotipe atau keragaan tanaman. Karakter-karakter yang memiliki variasi Karakterisasi morfologi dan identifikasi fenotipe terluas, yaitu karakter jumlah bunga karakter spesifik dilakukan di Kebun Percobaan jantan, bobot tandan, dan produksi tandan buah Sitiung, Sumatera Barat pada bulan Januari 2016 segar. Seleksi berdasarkan ketiga karakter tersebut sampai Desember 2016. Material genetik yang diduga akan menghasilkan kemajuan genetik yang digunakan dalam penelitian merupakan plasma tinggi.

44

Variabilitas Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit Asal Angola dan Seleksi Genotipe Berbasis Famili …….(Ismail Maskromo, et al.)

menyebar normal dengan sebaran yang kontinyu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter- karakter tersebut dikendalikan oleh gen-gen minor dengan pengaruh bersifat aditif dan dipengaruhi oleh lingkungan. Adam et al. (2011) dan Ajambang a b et al. (2015) melaporkan bahwa karakter rasio tandan, jumlah bunga betina, dan jumlah bunga jantan sebagai penentu karakter daya hasil diregulasi secara kompleks melalui peran serangkaian gen yang berinteraksi dengan faktor- faktor lingkungan dalam mengatur proses fisiologi c d dan metabolisme asimilat. Seleksi pada karakter- karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh gen minor pada kelapa sawit membutuhkan waktu yang lebih lama dengan ukuran populasi yang lebih besar.

Seleksi Individu dan Famili pada Populasi Dura e f Seleksi pada tanaman kelapa sawit saat ini Gambar 1. Genotipe-genotipe yang membawa tidak hanya didasarkan kepada karakter tunggal karakter spesifik (a) dura virescens; (b) saja, tetapi umumnya mempertimbangkan pisifera virescens; (c) tenera mesocarp beberapa karakter penting (Legros et al., 2009; Noh tebal dan buah besar; (d) tenera tangkai et al., 2014). Berdasarkan hasil seleksi sifat tandan panjang; (e dan f) pisifera super berganda (multivariet) menggunakan tampilan dumpy.. biplot, genotipe yang memiliki kombinasi karakter Figure 1. Genotypes having specific characters; (a) dumpy dan daya hasil tinggi belum diperoleh. virescens dura; (b) virescens pisifera; (c) thick Genotipe-genotipe yang pertambahan tingginya mesocarp and big fruit tenera; (d) long peduncle lambat umumnya berdaya hasil rendah sampai tenera; (e dan f) super dumpy pisifera. sedang, sedangkan genotipe yang berdaya hasil tinggi cenderung memiliki karakter pertambahan Sebaran keragaan karakter-karakter tinggi yang cepat (Gambar 3a). kuantitatif yang disajikan pada Gambar 2a, 2b, 2c, dan 2d menunjukkan bahwa semua karakter

Tabel 1. Karakteristik populasi dura Angola. Table 1. Characteristic of Angola dura population. Karakter Rataan SE Ragam Fenotipe KKF (%) Character Mean SE Phenotypic variance CPV (%) Panjang daun (cm) 396,33 2,61 2236,88 11,93 leaf length (cm) Panjang tangkai tandan (cm) 8,00 0,11 3,95 24,84 Peduncle length (cm) Bobot perbuah (g) 10,82 0,15 7,48 25,29 Weight of fruit (g) Jumlah bunga jantan 1,85 0,15 7,06 43,35 Number of male flower Jumlah bunga betina 13,74 0,22 15,56 28,71 Number of bunch Rasio sex 0,88 0,01 0,03 19,34 Sex ratio Bobot tandan (Kg) 3,85 0,09 2,39 40,19 Weight of bunch (Kg) Produksi tandan buah segar (Kg) 52,33 1,33 581,74 46,09 Fresh fruit bunch (Kg) Tinggi pohon (cm) 59,31 0,62 126,53 18,97 Plant height (cm) Keterangan: SE = Standar Error, KKF = Koefisien Keragaman Fenotipe. Note: SE = Standard of Error, CPV = Coefficient of Phenotypic Variance.

45

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 43 - 51

80 50 70

40 60

50

y

y

c c

n 30

n

e

e u

u 40

q

q

e

e

r

r

F F 20 30

20 10 10

0 0 1,5 3,0 4,5 6,0 7,5 9,0 3 6 9 12 15 18 b a Bunch Weight (Kg) Peduncle Length (cm)

50 70

60 40 50

y 30 y

c 40

n c

e n

u e

q u

e q r

e 30 r

F 20 F

20 10 10

0 0 d 200 240 280 320 360 400 440 30 40 50 60 70 80 90 100 c Rachis Length (cm) Plant Height (cm)

Gambar 2. Sebaran karakter-karakter kuantitatif plasma nutfah kelapa sawit asal Angola, karakter bobot tandan; (b) karakter panjang tangkai tandan, (c) karakter panjang daun, (d) karakter tinggi tanaman. Figure 2. Distribution of quantitative characters of Angola oil palm germplasm, (a) weight of bunch, (b) length of peduncle, (c) length of rachis, (d) plant height.

Genotipe-genotipe yang memiliki kom- Seleksi berbasis informasi keragaman dan binasi daya hasil tinggi dengan struktur tajuk keragaan beberapa karakter agronomi penting kompak berhasil diidentifikasi, yaitu genotipe ditujukan untuk menyeleksi famili-famili yang D037_5 (Gambar 3b). Genotipe dura yang berdaya memiliki keragaan tinggi dan seragam secara hasil tinggi dengan struktur tajuk yang kompak genetik. Famili-famili dura asal Angola umumnya dapat dikembangkan lebih lanjut dengan cara masih beragam secara genetik namun terdapat selfing untuk membentuk populasi tetua dura satu famili dura yang memiliki banyak berdaya hasil tinggi dan berstruktur tajuk kompak. keunggulan dan seragam secara genetik, yaitu Genotipe berarsitektur tajuk kompak merupakan D009 (Gambar 4). Famili Dura ini akan digunakan salah satu genotipe yang ditujukan untuk merakit dan dikembangkan untuk membentuk populasi varietas komersil yang dapat ditanam dengan baru yang digunakan untuk mempercepat jumlah populasi yang lebih banyak per hektar perakitan varietas unggul baru. sehingga mendukung program intensifikasi (Alvarado et al., 2010). Keragaman Fenotipe Populasi Tenera/Pisifera Gambar 3c menampilkan analisis biplot untuk karakter daya hasil dan panjang tangkai Sembilan karakter kuantitatif yang diamati tandan. Genotipe yang memiliki karakter tangkai memiliki rentang fenotipe yang luas. Jumlah tandan yang panjang akan sangat membantu bunga jantan, produksi tandan buah segar, jumlah untuk meningkatkan efisiensi dan memudahkan bunga betina, bobot tandan, dan bobot per buah panen terutama jika diintegrasikan dengan plasma merupakan karakter-karakter pada populasi nutfah dumpy. Dua genotipe yang memiliki tenera/pisifera yang memiliki keragaman fenotipe tangkai tandan yang panjang, yaitu satu genotipe terluas (Tabel 2). Karakter-karakter yang memiliki memiliki daya hasil medium dan genotipe yang keragaman fenotipe yang luas mengindikasikan lain memiliki daya hasil tinggi. Genotipe yang bahwa jika tekanan seleksi diarahkan untuk sifat- memiliki tangkai tandan yang panjang dengan sifat tersebut akan memberikan kemajuan genetik daya hasil medium, yaitu genotipe D066_6. yang lebih tinggi dibanding menggunakan Genotipe yang memiliki tangkai tandan yang karakter lain. panjang dengan daya hasil tinggi yaitu genotipe D110_5.

46

Variabilitas Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit Asal Angola dan Seleksi Genotipe Berbasis Famili …….(Ismail Maskromo, et al.)

140 D118_3 D110_5 D117_5 D037_5 120 D033_5 D019_9 D023_3 D088_2 D098_8 D111_1

) D054_D909769_83 D0D480_7579_D15100902_D13034_6 g 100 D05784_68 D023_D601841837_39 k D0141198_238 D088_1 ( D054_7 D088_D1044_2 D117_2 D01598_D81101348_24 h D046_2 D117_D1035_2

c D031_2 D009_4 D0D780_4D61_130_D3117_D7107_5 n 80 D01913645_74 D075D870_9325_2 u D0D330_349_8 D049_8 D017302710_D41520D936320_5D6240_32453_14 D075_9 B D071_2 D0D710_D9100_65658_D140D9703_3769_4 D020_1 D114_3 D0D942570_3D17680_438_7 D115_1 t D015027_D36093762_D45101D3120_D5670_433_8 D037_4 D0D830_314_3 i D02818_D5061_D1045_D20130185_D5374021_8 u D066_7 D01D90_D7467730_5D2780_3583893_D150183920897350_16732 D082_1 r D095_D40D090_D9180_D4710_314_5 D036_1 60 D040_D703821_D2019174_D640D3757490D_D70210359012_94511837490__D1517401090_38 F D03554_D35090_D2116_D9805079_D12107_D8008_1

D066_8 D057_4 D090_D9074_D702410D_D0480114D7432981045_D_D412315900_D4574530__D7139701_81734_D736041_4 h D047_5 D0D90_439_D60D340_D154530_5D3860_119_D60D70_D3470_417_3

s D032_3 D04563_D54093798_29 D073_2 D012135_2 D0D39700_36435315_D325015031491D_D65032014915386__D1354095_D609723_64 e D0D730_858_D40D3301_D9011680_D4510_56801D_305D30_D7100_832_3 D059_6

r D070_D2099_3 D0D630_1D350_566_6 D01416_D17056_5 D0D8631640_6D939280_D591270_4143_6 D100580_24

F D075_8 D046_D4047_4 D053_5 40 D015D_D5006D8610__7D411400_3392_D1077_D6101798D_29079_D1061_4 D054_D8090_D4015027_D29017040_D640D580_125_8 D098_9 D0490_D410DD92091207_D754980__5814610_D350173041_194 D075_5 D110_1 D077_D304998_D56118_D50D410_D45801_71463865_7216 D031_1 D0D5704_9D521_028D_D0107D4440__6130_1 D020_3 D066_6 D047_2 D097_D109386_D520975D_08748_10 D116_D6095_9 20 D034_7 D044_5 D0838_D21119_4 D108_4 D044_4 D081_D4074_D4098_4 DD003391__120 D092_7 D050_2 D050_1 D098_2 0 0 5 10 15 20 a Peduncle Length (cm)

140 D118_3 D110_5 140 D118_3 D110_5 D117_5 D117_5 D037_5 120 120 D037_5 D033_5 D033_5 D019_9 D023_3 D019_9 D023_3 D088_2 D11D1_0198_8 DD019181__81

) D088_2 D092_3D03D4_06D790_743798_1D5 100_1 D096_8 ) D0D3047_76_D1D04087_95_5 D0D9D61D_0087099_2_1_33

g D054_9 D054_9 100 D058_6D02D3_0674_8 D11D7_0343_9 g 100 D043D_0923_6 D075D48_18617_3 D088_3

D088_1 k D088_1

K D041_2 D119_3D048_8 D041_2 D048_8 D119_3 (

( D044_2D054_7 D088_1 DD008484__12 D054_7

D019_8 D05D8_01D381D_1471_124_2 D058_1D117_2 D038_4 D019_D8114_2 h h D046D_1217_1 D035_2 D088_3 D1D170_416_2 D035_2

DD0093_14_2 c D031_2 D009_4 c D078_6 D10DD71_015406__3D3117_7 D078_6 D046D_1307_5 DD11170__73 D057_2 D095_2 n D057_2 D095_2 n 80 D078_3D035D_4D11049_67_7 80 D035_4 D078_D3114_7 D096_7 D033_4D039_8 D049_8 u D033D_0449_8 D039_8 u D077_4DD0203D_304_D720_715_D9D09023_54_D1 019302610_6152 D052_4 D0D31D0_20137D_740_D240D9_D2D0_0704D53325_13_90_4102_5 D070_1 D096_6

D073_6 D0D580_D940_379_4 D090_6 B D090D_6039_4D058D_0473_6 D090_7 B D07210_1 D065_D1114_3D071_2 D07D1D0_62151_41_3 D071_1 D020_1 D038_D3 047_6 D048_7 D047_6D038_3 D048_7

D092_1 D115_1 D095_7 D092_1D115_1D095_7

D11D0_0632_6D01307_46DD04035_78_3 t D032D_06D3D170_74D_306_587_3 D110_6

t D072_1D083_1D032_D5 034_3 D096_4 D052_3 D034D_3072_D1D008532__13 D032_5 D096_4 D1D180_445_2D08681_51 D015_7 i D01651_71 DD004858__25 D118_4 i D021_8 D021D_0538_5 D108_3 DD012D0108_2_813_5D038_5 D0925739_D7150D830_558_D3038_1D07D7_02D4301_D60730_925_3 u DD06039_72_7 D038D_0123_1 DD040D358D0_93917_505_03D_2058_3 D077_2 u D082_D1066_7 DD01093_97_6 D088_1 D0D820_616_7 D019_7 D0D3098_86_1 D0D410_D9180_374_5 DD09053_D64_0109_1 r D034_5 DD0940813_671_D1095_4 D009_1 r 60 D10D0509_903D09_0835D9D_0D7D4000432_29517D1__2_015307D_D12D104058D_79149_01_12784D0_01497_6 60 D059D_3057_5 DDD0D00D0349720_4_D_93_270D1_50898_1D7_02D5D900_273197_D_10829D7_0D54D40_9117_46_4 DD111000__43 D009_2 F D009_2 F D090_2D1D160D_080_517_1D100375_8D3 116_9D054_5 D090_2D116_DD8003D05D80__5103175_641_95 D107_8 D04D91_2150_1DD050D72_104D_440_D7890_374_1 D0D40_656_8 D0D5072_14_4 D040D_0534D_1046906_D18D102057_91_7 D049_4D0781_23D0D4D10D_980140380_3D797_D0_3054143505__973D074_7 DD011194__160 D071_3 D049_4 D0D708D7_402_97D0_098D30_435D_D031D41504_5_D7360_199_1D0041_4 D100873_170 D049_6 D053_8 D047_5 D037_1 D019_6 h D049_6 D0D5034_78_5 DD003179__16 h D047D_03D560D_7910_1435_3 D034_4 D047_3 D090_3 D070_4D0D1055_63_1 D034_4 D073_2D0D45630_3D549_D09530683_242_3 D095_6D097_2 s D073_2 D043692_D593038D_2053_4 D056_D4095_6 D097_2 s D097823_364 D11D1_0D23701_3131D9_035D901D_01DD59600_5014454313_35_6_5132D0023_2 D061_2 D092D_069D80_631_2 DD005D74D3_0D_1624410359D0__920515D_39150714_352D_01303D_0331_3D116_5D115_2 D118_1D0D6D0105_733__1D50033_1 e D033_1 D118_D10D6015_D330_7130_5 e D059_6 D070_3 D0150D08_03596_D5088D_0441_8 D082_3 D059_6 D070_3 D05D0D0_8340218_D838_049D6_1508_5 D056_6 DD07009_92_D30D630_13D5_1616_7 r DD005760__62 DD1D100616_537__63 D099_3 r D0D560_9D58D_015004_64_D10180631864_329 D06937_14 D052_D1 043_6 D034_2 DD090DD850_06616_635D__D0915005_24D_104D3D0_046D861__0138_2D097_4

40 D0D470D_4460_543_5 D075_8D04801_91 F 40 D047_4 DD0045063__945 D081_1 D075_8 F D079D_01D7070_165D_D05037284__193DD006661__1D40119_2 D061D_04D7D700_3D762D80_1_7119D9__102066D_01704_3D015_5 D01558_82 D090_4 D0150D47_08998_9 D052_2D100_4D074_6 D015_8 D05D80_920_D4 098_9DD07045_26_2 D10DD00_154047__89 D075_5D092_5 D0D210D_D709407_55D96__D013100D93_011_1781408_145 D040_4 D099_4 D074_9 D075_5 D056_3D092D_05DD7D08D008_2041190__0_59_D410D7051_01D_00199_4 D031_4 D110_1 D041_5 D098D_6049_D50737_D73118_2D0D47861_1618_5D045_6 D041_5 D049D_0573_7 D048D_D0671D710_873_62_1 D11D8_0545D_0698_6 D050_5 D07D40_92741204_23 D063601_61D108_1 D074_10 D0D70D46_D0625_0D062_05_434_3 D09D20_62301_1 D108_1 D075_D7D004D4870__9125D0_1816_6D03D6D_029059_89D_5097_1 DD0D0403776_5_2_27 D095D_08D9089_5_D9048_10 D097D_1116_6 20 D108_4 D044_5 DD10018394__427 D088_1 20 D044D_15D1093_4_7 D108_4 D0D8088_31_2 D074_4 D098_4 D081_4D044_4 DD07049_84_4 D081D_0444_4 DD03015_02_D203D90_9120_7 D039D_01500_2 D092_7 D031_2 D050_1 D098_2 D098_2 D050_1 0 0 c 30 40 50 60 70 80 90 100 110 250 300 350 400 450 500 550 b Plant Height (cm) Leaf Length (cm)

Gambar 3. Grafik Biplot, (a) karakter produksi tandan buah segar dan tinggi tanaman, karakter produksi tandan buah segar dengan panjang daun, (c) karakter produksi tandan buah segar dan panjang tangkai tandan. Figure 3. Biplot of, (a) fresh fruit bunch and plant height, (b) fresh fruit bunch and length of leaf fresh fruit bunch and length of peduncle.

100 80 D117 D095 D052 90 D088 D019 D096 D043 80 D088 70 D114 D023 D117 D110 D110 D035 D019 D063 D100 D097 DD030596 D040 D058 D033 D033 70 D114 D079 D037 D066 D054 D038 D100 D009 D079D061 D090

D071 D054 D034_2 D119 D048 n n D095 D071

D057 D048 D05D7081 D037 D023 D020 a a D043 D034_D1045 D038 D0D98039

D009 D118 D107 D116 e e 60 D090 D077 60 D031

D107D046 D034_2 D108 M M D059 D098 D020 D021 D032 D041 D015 D07D7074 D034_1 D097 D052 D021 D039 D092 D032 D058 D07D0049 D118 D046 50 D045 D083 D044D070 D073 D061D063 D119 D090 D053 D047 D040 D056 D059 D015D11D6066 D031 D083 D041 D0D56090 D092 D050 40 D044 D074 50 D075 D108 D053 D050 D081 D073 D047 D049 D075 D098 30 D098 20 40 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 5 10 15 20 25 30 35 a Coefficient of Phenotypic Variance (%) Coefficient of Phenotypic Variance b

D092 D009 D058 D037 15 18 D049 D054 D107 D038 D032 D041 D047 D097 D020 D118 14 D041 D117 D023 D044 16 D088 D07D3053 D090D015 D070 D071 D040 D019 D077 D038 D117 D061 DD004339 13 D048 D0597 D0D31314 D079 D021 D019 D119 D044 D04D6081 D05D6035 D034_2 D066 14 D096 D045 D052 D083 D098 12 D070 D035

D063 D095 D021 n

n D107 D034_1 D052 D047 D037 D090 a

a D090 D057D043 D100 D095 D053 D039 e e D074

12 D098 D092 D071 D096 D033 D034_1 D073 M M D075 D110 11 D031 D1D11416 D046 D100 D050 D031 D05D4 110 D063 D058 D083 D045 D0D51918 D050 D074 10 D066 D048 10 D108 D023 D088 D098 D116 D009 DD009372 D056 D015 D061 D079 D040 D020 DD03049_02 D049 D108 D075 8 D119 9 D081 D077 D098 8 6 d 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 c Coefficient of Phenotypic Variance Coefficient of Phenotypic Variance (%)

Gambar 4. Identifikasi famili dura seragam, (a) karakter produksi tandan buah segar, (b) karakter tinggi tanaman, (c) karakter jumlah bunga betina, (d) bobot per buah. Figure 4. Identification of homogenous family, (a) fresh fruit bunch character, (b) plant height, number of bunch, (d) weight of individual fruit.

47

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 43 - 51

Tabel 2. Karakteristik populasi plasma nutfah tenera/pisifera asal Angola. Table 2. Characteristic of tenera/pisifera population from Angola oil palm germplasm. Karakter Rataan SE Ragam Fenotipe KKF(%) Character Mean SE Phenotypic Variance KKF (%) Panjang daun (cm) Length of leaf (cm) 428,57 3,30 1384,63 8,68 Panjang tangkai tandan (cm) Length of peduncle (cm) 8,516 0,162 3,333 21,44 Bobot per buah (g) Weight of individual fruit (g) 10,637 0,306 11,403 31,75 Jumlah bunga jantan Number of male flower 2,000 0,262 8,730 47,73 Jumlah bunga betina Number of bunch 12,850 0,413 21,684 36,24 Rasio sex Sex ratio 0,8603 0,0181 0,0414 23,65 Bobot tandan (Kg) Weight of bunch (Kg) 3,917 0,126 1,908 35,26 Produksi tandan buah segar (Kg) Fresh fruit bunch (Kg) 47,15 2,00 486,46 46,77 Tinggi tanaman (cm) Plant hight (cm) 73,26 1,23 190,72 18,85 Keterangan : SE = standar error, KKF = Koefisien Keragaman Fenotipe Note : SE = standard of error, CPV = Coefficient of Phenotypic Variance

Sebaran keragaan karakter-karakter Seleksi Individu dan Famili pada Populasi kuantitatif yang disajikan pada Gambar 5 Tenera/Pisifera menunjukkan bahwa semua karakter menyebar normal dengan sebaran yang kontinyu. Pola Seleksi simultan ditujukan untuk sebaran karakter-karakter kuantitatif pada mendapatkan populasi tetua yang memiliki sifat populasi ini sama dengan populasi dura yang ideal untuk semua karakter yang diamati. mengindikasikan adanya peran gen-gen minor Beberapa karakter target dalam pemuliaan kelapa yang bersifat aditif dalam mengendalikan sawit, yaitu : (1) karakter hasil minyak, (2) karakter-karakter tersebut. tanaman yang pendek, (3) peningkatan kualitas

25 25

20

20 y

y 15

c

c n

n 15

e

e

u

u

q

q

e

e

r

r F F 10 10

5 5

0 0 45 60 75 90 105 120 0 20 40 60 80 100 120 a Plant Height (cm) Fresh Fruit Bunch (kg) b

35 18

16 30 14 25

12

y y c

c 20 n

n 10

e e

u u

q q

e e r

r 15 8

F F

6 10 4 5 2 d 0 0 4 6 8 10 12 14 360 390 420 450 480 510 c Peduncle Length (cm) Leaf Length (cm) Gambar 5. Sebaran populasi untuk karakter kuantitatif, (a) karakter tinggi tanaman, (b) karakter produksi tandan buah segar, (c) karakter panjang tangkai tandan, (d) karakter panjang daun. Figure 5. Distribution of population for some quantitative characters, (a) plant height, (b) fresh fruit bunch, (c) length of peduncle, (d) length of leaf.

48

Variabilitas Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit Asal Angola dan Seleksi Genotipe Berbasis Famili …….(Ismail Maskromo, et al.) minyak, (4) ketahanan terhadap penyakit, (5) sifat- sawit Afrika secara umum dapat dipisahkan sifat fisiologis unggul dan efisiensi panen. Seleksi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok yang berbasis individu pada populasi tenera/pisifera berada di ujung barat Afrika, Afrika khatulistiwa berhasil menyeleksi genotipe-genotipe berdaya dan di Pulau Madagaskar (Bakoume et al., 2015). hasil tinggi, berstruktur tajuk kompak, tangkai Kelapa sawit Afrika memiliki warna exocarp tandan yang panjang dan memiliki pertumbuhan yang berbeda, yaitu nigrescens dan virescens. Tipe tinggi yang lambat. Genotipe-genotipe tersebut, nigrescens mengakumulasi banyak antosianin, yaitu T025_5 dan T003_7 (Gambar 6). yang menghasilkan warna ungu tua sampai hitam pada apeks buah. Buah yang bertipe virescens Seleksi Famili Tenera/Pisifera berwarna hijau ketika belum matang, dan berubah oranye pada saat matang akibat akumulasi Famili-famili yang terseleksi berdasarkan karotenoid dan degradasi klorofil yang ber- seleksi simultan, yaitu famili T022, T018, dan T003 hubungan dengan proses pemasakan. Lima alel (Gambar 7). Famili-famili tenera/pisifera terseleksi mutan dominan spontan pada gen VIRESCENS dapat digunakan sebagai tetua untuk membentuk menonaktifkan sintesis antosianin, sehingga populasi tenera/pisifera baru. menghasilkan tipe buah virescens (Singh et al., Mayoritas populasi kelapa sawit liar di 2014). Afrika tumbuh di dataran rendah tropis dengan Dua populasi plasma nutfah kelapa sawit curah hujan tahunan rata-rata sekitar 1780 - 2280 asal Angola yang digunakan dalam penelitian ini mm dan suhu berkisar antara 24 sampai 30°C. secara umum hanya dibedakan berdasarkan tipe Pohon kelapa sawit Afrika bisa mencapai cangkang yaitu populasi dura dan populasi ketinggian 15 - 18 meter, sampai 30 meter di hutan tenera/pisifera. Perbedaan tipe cangkang pada lebat alami. Panjang daunnya mencapai 8 meter. kelapa sawit dura (bercangkang tebal), pisifera Beberapa pohon kelapa sawit berumur lebih dari 200 tahun (Barcelos et al., 2015). Beberapa hasil (tidak bercangkang) dan tenera (bercangkang tipis sebagai hasil silangan dura x pisifera) hanya penelitian tentang analisis keragaman genetik disebabkan oleh perbedaan dua nukleotida pada spesies menunjukkan bahwa populasi liar kelapa

T003_7 T003_7 120 T025_5 120 T025_5

100 100 T018_1 )

) T003_6 T018_1 T003_6 g

g T121_2 T121_2 k

k T028_14 T022_1 T028_14 T022_1 (

( T028_15 T101_2 T0T2180_11_52

80 T106_3 T124_1 T105_3 80 T106_3 TT110254__31 h

h T051_T91T0040_39_10 T109_4 T105_5 TT105_15_9 T104_9 T003_10 T109_4 c

c T028_2T094_6 T100632_85 TT002682__T25103_8 T094_6 n

n T101_5 T105_4 T105_4 T101_5 u u T10053_T28018209756_T4732028_T1T121000213936__12130 T062_1 T106_2 T025_3 T08T9_0TT4810702_987__212 T0T116T0_513_023_10 T003_T8062_1T123_1

T051_10 T062_2 T10T9T0_093248__54 T062_2 T109_3 T028_4 T0T5019_41_05 B

B T022_2 TT000218__T110121_4 T101_4 T121_4 T028_T10T0012_21_02T101_4

T106_1 T106_1 t

t 60 T016_2 T109_1 60 T109_1 T016_2 i

i T051_6 T0895041_738 T06924_34 T028_5 T05T1_0828_5 T062_3 T080_7 T05T10_964_3 T094_4 u

u T089_T5106_T5123_T4003_9 T123_T41T060_859_5 T003_9 r

r T1T2019_43_T7016_6 T105_3 T105_3 T094T_0716_6 T121_3 F

F T025_T4127_1 T025_4 T127_1

T123_2 T055_3T028_11 T105_T4055_T1018_3 T123_2 T055_3 T105_4TT005258__111 T018_3 h

h T0T8190_23_T2080_T6025_2 T0T8092_53_2 T10T20_820_6 s

s 40 T012T_1087_T1T100849__T1208T60_856_3 T103_6 40 T089_2 T086_3 T104_10 T087_10 T086_T5T01023__16 e

e T104_T701501598_25 T105_5 T105_5 TT01084__27 T109_5 T055_2 r r T08T60_041_6 T00T10_866_4

T0180T04_0867_6 T1053_19 T01T80041_0865_1 T0T8170_36_9 F F T126_1 T12TT301_82501__1T10028_3 T0110641_483 T126_1 T121_1T123_5 T1T0T48T0_1018_2618_0_433 T0867_18 T121_T510T20_T85070_19_T7102_6 T087_8 T086_1 T00T1_271_5 T100827_69 T102_5 T051_7 T102_4 T001_8 T0T0015_18_7 T102_4 20 T025_1 T080_T9028_13 T001_9 T105_1 20 T025_T110T50_218_13 T080_9 T001_9 T062_4 T106_4 T103_7 TT110063__47 T062_4 T089_1 T089_1 T105_2 T105_2 0 0

40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 350 400 450 500 550 b Plant Height (cm) Leaf Length (cm) a

T003_7 120 T025_5

100 T018_1

) T003_6

g T121_2 k T028_14 T022_1 ( T101_2 T028_15 80 T105_3 T12046_13 h T105_5 T015014_9 T003_10 T109_4 c T028_2 T06924_56 T103_8 n T101_5 T105_4 u T025_3 T028_12 T01826932T_4106TT_121000835397__12870 T016_3 T028_4 T051_10 T062_2 T109_3 T094_5 B TT000218__110 T121_4 T022_2 T101_4 T106_1

t 60 T109_1 T016_2 i T094_3 T062_3 T0859014_7648 T028_5 u T123_4 T10063_59 T089_5 r T105_3 T016_6 T102914_37 F T127_1 T025_4 T123_2 TT00215885__1311 T01505_34 h T080_6 T102_2 T08295_32 s 40 T086_3 TT100849__120 T01826_15 T087_10 T103_6 e T018_2 T015059_25 T104_7

r T086_4 T001_6 T0807_86 T1043_69 T105_1 F T028_3 TT0182013__1150 T011061_43 T12064_18 T087_9 T100827_658 T0108216_715 T051_7 T102_4 T001_8 20 TT002285__113 T080_9 T001_9 T105_1 T106_4 T103_7 T062_4 T089_1 T105_2 0

5,0 7,5 10,0 12,5 15,0 Peduncle Length (cm) c

Gambar 6. Grafik biplot, (a) karakter produksi tandan buah segar dan tinggi tanaman, karakter produksi tandan buah segar dan panjang daun, (c) karakter produksi tandan buah segar dan panjang tangkai tandan. Figure 6. Biplot, (a) characters of fresh fruit bunch and plant height, (b) fresh fruit bunch and length of leaf, (c) fresh fruit bunch and length of peduncle.

49

Buletin Palma Volume 18 No. 1, Juni 2017: 43 - 51

10,0 20 T101 T018 T103 T001 T123 9,5 T016 T055 18 T089 T109 T104 T105 T003 T018 T022 9,0 T086 16 T08672 T094 T121 T102

8,5 T094 T028 n

n T003 T016 a a T101

14 T062 e e T0T5103 T105

T025 T028 T022 M M T109 8,0 T106 T105 T086 T123 T105 T001 T121 T051 T028 12 T025 T102 7,5 T104 T106 T080 T055 10 T080 7,0 T089 T028 T087 8 6,5 0 10 20 30 40 10 20 30 40 50 60 70 Coefficient of Phenotypic Variance (%) Coefficient of Phenotypic Variance (%) b a Gambar 7. Identifikasi famili tenera/pisifera seragam, (a) bobot per buah, (b) jumlah tandan. Figure 7. Identification of homogenous family of tenera/pisifera population, (a) weight of fruit, (b) number of bunches. gen regulator. Singh et al. (2013) menggunakan karakter spesifik baik pada populasi dura maupun metode homozigosity mapping by sequencing berhasil tenera/pisifera dapat digunakan untuk mem- menemukan dua mutasi yang terjadi secara bentuk breeding population baru. terpisah pada domain pengikatan DNA (DNA- binding domain) pada sebuah homolog gen MADS- KESIMPULAN box, SEEDSTICK (STK, yang juga dikenal dengan AGAMOUS-LIKE11) yang mengontrol perkem- bangan benih dan identitas ovul di Arabidopsis. Plasma nutfah kelapa sawit asal Angola Gen SHELL berperanan dalam menentukan memiliki variabilitas genetik yang luas. Genotipe- fenotipe dura, pisifera, dan tenera. Fenotipe dura genotipe yang memiliki kombinasi daya hasil homozigot dominan untuk tipe cangkang tebal, tinggi dengan struktur tajuk kompak pada genotipe pisifera homozigot resesif, dan genotipe populasi dura, yaitu genotipe D037_5. Genotipe tenera bersifat heterozigot. Pola pewarisan tipe yang memiliki tangkai tandan panjang dengan cangkang yang pertama kali ditemukan oleh daya hasil tinggi yaitu genotipe D110_5. Famili Beirnaert dan Vanderweyen (1941) menjadi dasar dura terseleksi yaitu famili D009. Genotipe- dalam perakitan varietas hibrida pada tanaman genotipe tenera/pisifera yang berdaya hasil tinggi, kelapa sawit dengan menyilangkan populasi dura berstruktur tajuk kompak, tangkai tandan panjang (D) dan populasi pisifera (P) menghasilkan dan memiliki pertumbuhan tinggi yang lambat, populasi F1 tenera (DxP). yaitu genotipe T025_5 dan T003_7. Famili-famili Hasil karakterisasi plasma nutfah Angola yang terseleksi pada populasi tenera/pisifera, baik pada populasi dura maupun tenera/pisifera yaitu famili T022, T018, dan T003. menunjukkan keragaman fenotipe yang luas pada Genotipe-genotipe dan famili terseleksi hampir semua karakter yang diamati. Hasil ini dapat digunakan untuk membentuk breeding sesuai dengan hasil studi keragaman genetik populations, untuk merakit varietas baru berdaya menggunakan marka molekuler SSR pada plasma hasil tinggi, berarsitektur tajuk kompak dan nutfah asal Angola yang dilaporkan oleh Sayekti pendek, serta mudah dipanen karena memiliki et al. (2015). Kegiatan penelitian identifikasi tangkai tandan panjang. genotipe-genotipe kelapa sawit yang memiliki karakter spesifik dalam upaya mendukung DAFTAR PUSTAKA program perbaikan hasil, kualitas hasil dan intensifikasi, berhasil menyeleksi genotipe- genotipe yang memiliki karakter super dumpy Adam, H., M. Collin, F. Richaud, T. Beule, D. Cros, yang berguna untuk memperpanjang umur A. Omore, L. Nodichao, B. Nouy, J.W. produktif tanaman dan memudahkan panen; Tregear. 2011. Environmental regulation of genotipe virescens baik dura maupun pisifera yang sex determination in oil palm: current berguna untuk meningkatkan efisiensi panen dan knowledge and insights from other species. mengurangi kehilangan hasil; genotipe tangkai Ann Bot 108: 1529-1537. tandan panjang yang berguna untuk memudahkan Ajambang W., S.W. Ardie, H. Volkaert, M. Madi, panen, genotipe buah besar yang berguna untuk Sudarsono. 2015. Massive carbohydrate meningkatkan kandungan minyak baik mesocarp assimilates delay response to stress in oil maupun kernel. Genotipe-genotipe yang memiliki palm (Elaeis guineensis Jacq.) caused by

50

Variabilitas Genetik Plasma Nutfah Kelapa Sawit Asal Angola dan Seleksi Genotipe Berbasis Famili …….(Ismail Maskromo, et al.)

complete defoliation. Emir J Food Agric 27: Noh, A., M.Y. Rafii, A.M. Din, A. Kushairi, A. 127-138. Norziha, N. Rajanaidu, M.A. Latif, M.A. Alvarado, A., R. Escobar, F. Peralta. 2010. ASD’s oil Malek. 2014. Variability and performance palm breeding program and its evaluation of introgressed Nigerian dura x contributions to the oil palm industry. ASD Deli dura oil palm progenies. Genet Mol Res. Oil Palm Papers 34, 1–16. 13(2):2426-2437. Bakoume, C., R. Wickneswari, S. Siju, N. Sayekti, U., U. Widyastuti, N.M. Toruan. 2015. Rajanaidu, A. Kushairi, and N. Billotte. 2015. Keragaman genetik kelapa sawit (Elaeis Genetic diversity of the world’s largest oil guineensis Jacq.) asal angola menggunakan palm(Elaeis guineensis Jacq.) field gene bank marka SSR. J Agron Indonesia. 43(2):140-146. accessions using microsatellite markers. Singh, R., E.T. Low, L.C. Ooi, M. Ong-Abdullah, R. Genet.Resour.Crop Evol. 62, 349– Nookiah, N.C. Ting, M. Marjuni, P.L. Chan, 360.doi:10.1007/s10722-014-0156-8 M. Ithnin, M.A. Manaf, J. Nagappan, K.L. Barcelos, E., S.A. Rios, R.N.V. Cunha, R. Lopes, Chan, R. Rosli, M.A. Halim, N. Azizi, M.A. S.Y. Motoike, E. Babiychuk, A. Skirycz, S. Budiman, N. Lakey, B. Bacher, A. Van Brunt, Kushnir. 2015. Oil palm natural diversity C. Wang, M. Higan, D. He, J.D. MacDonald, and the potential for yield improvement. S.W. Smith, J.M. Ordway, R.A. Martienssen, Front. Plant Sci. 6:190. doi: R. Sambanthamurthi. 2014. The oil palm 10.3389/fpls.2015.00190. VIRESCENS gene controls fruit colour and Beirnaert, A., R. Vanderweyen. 1941. Contribution encodesa R2R3-MYB. Nat. Commun. 5, a` l’e´tude ge´ne´tique et biome´trique des 4106.doi:10.1038/ ncomms5106 varie´tie´s d’Elaeis guineensis Jacq. Publ. Taeprayoon, P., P. Tanya, S.H. Lee, P. Srinives. Inst. Nat. Etude Agron. Congo Belge. Ser. 2015. Genetic background of three Sci. 27, 1–101. commercial oil palm breeding populations Goenadi, D.H., B. Dradjat, L. Erningpraja, B. in Thailand revealed by SSR markers. Hutabarat. 2005. Prospek dan Arah Australian Journal of Crop Science 9(4):281- Perkembangan Agribisnis Kelapa Sawit di 288. Indonesia. Badan Penelitian dan Tasma, I.M., S. Arumsari. 2013. Analisis diversitas Pengembangan Pertanian, Departemen genetik aksesi kelapa sawit Kamerun Pertanian. berdasarkan marka SSR. J. Littri 19:194-202. IBPGR. 1989. Descriptors for Oilpalm. International Board for Plant Genetic Tinche, D. Asmono, D. Dinarty, Sudarsono. 2014. Resources, Rome. Keragaman .genetik kelapa sawit (Elneis Legros, S., S.I. Mialet, J.P. Caliman, F.A. Siregar, guineensis Jacq.) populasi nigeria A.C. Vidal, D. Fabre, M. Dingkuhn. 2009. berdasarkan analisis mark a SSR (Simple Phenology, growth and physiological Sequence Repents). Buletin Palma 15(1): 14- adjustments of oil palm (Elaeis guineensis 23. Jacq) to sink limitation induced by fruit pruning. Ann Bot. 104(6):1183-1194.

51