ANGKRINGAN SEBAGAI UNSUR TRADISIONAL TEMPAT INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN

(Studi Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Sselatan)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Risyda Azizah NIM. 11100015000107

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2015 SUIIAT I}ERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di barvah ini :

Nama Risvda Aziza-h

NIM I I 10015000107

Jurusan PendidikanTlmu Pengetahuan Sosial (lPS)

Alamat Jl. Surya Kencana Gg Kemuning v No 14 RT 05/06 Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan

MENYATAKAN DENGAN SE SUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing I Dr. Ulfah Fajarini, M.Si

NIP 19670828 t99303 2 006

Jurusan/Program Pend idikan IPS/Sosiologi

Nama Pembimbing II Cut Dhien Nourwahida, MA

NIP 19791221 200801 2 016

Jurusan/Program Pend idikan IPS/Sosiologi

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakafta, 22 Januari2015

Yang Menyatakan LEMBAR PENGESAHAN

Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis Di Kecamatan Pamulang, Kota ' Tdngerang Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Risyda Azizah NIM: 1110015000107

Mengesahkan,

Pembimbing I

Dr. UlfaNFajarini, M.Si Cut Dhien Nourwahida, MA NrP. 19670828 199303 2 006 I\[P. 19791221 200801 2 016

Jurusan Pendidikan llmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2015 LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul ANGKRINGAN SEBAGAI UNSUR TRADISIONAL TEMPAT INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN (StUdi Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan) disusun oleh RISYDA AZIZAH NIM I I10015000107, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 24 Maret 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana Sl (S.Pd) dalam Pendidikan IPS. Jakafta,2 April2015 Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. Iwan Purwanto. Itzl.Pd

NIP: I 9730424200801 I 012

Sekertaris (Sekertaris Jurusan/Prodi) Drs. Svaripulloh. M.Si

NIP: I 9670909200701 I 033

Penguji I Maila Dinia Husni Rahim. MA.

NIP: I 97 803 I 42006042002 Penguji II '*:l:fly.,

NIP: I 976111 8201 I 0l I 006

Dekan u ruan ABSTRAK

Risyda Azizah (NIM: 1110015000107), Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan),

Penelitian ini menjelaskan angkringan sebagai usaha informal perkotaan yang menggunakan unsur-unsur tradisional. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan seperti apa dan bagaimana kuliner angkringan. Pada kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat untuk melepas dahaga dan lapar. Ada fungsi-fungsi sosial lain yang hadir di dalam angkringan, seperti tepo seliro atau tenggang rasa, serta melatih kejujuran masyarakat. Angkringan juga merupakan salah satu tempat terjadinya interaksi sosial secara tidak sengaja dan terjadi diantara para pengunjung angkringan yang memiliki berbagai macam latar belakang. Penelitian ini mengamati tiga angkringan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk menunjang proses pencarian data secara lebih mendalam. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara dan observasi yang dilakukan sejak Januari 2014. Wawancara dan observasi terutama dilakukan pada tiga pedagang yang terdiri dari dua pedagang angkringan tradisional dan satu pedagang angkringan modern. Serta sembilan orang keseluruhan informan yang diambil dari tiga orang pengunjung dari tiap-tiap angkringan Penelitian ini menyimpulkan bahwa angkringan merupakan tempat interaksi sosial masyarakat perkotaan yang mampu menimbulkan dan menunjukan bahwa pada dasarnya semua manusia itu sama dalam perbedaan-perbedaan yang dimiliki.

Kata Kunci : Angkringan, Unsur Tradisional, Interaksi Sosial

iii

ABSTRACT

Risyda Azizah (NIM: 1110015000107), Angkringan as The Traditional Elements of The Urban Communities Social Interaction (Descriptive Study Analysis in District of Pamulang, South Tangerang City). A Bachelor Thesis of Education Consentration at Tarbiyah and Teacher’s Training of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

This study describes Angkringan as the urban informal businesses that use traditional elements. This study seeks to describe what and how Angkringan culinary is. In fact Angkringan is not only a place to quench your thirst and hunger. But also having social functions that are present in Angkringan, such as teposeliro or tolerance, also habituating honesty in community. Angkringan also one of the places of ‘unintentional’social interaction which occurred among the visitors who have a wide variety of backgrounds. This study observed three Angkringan’s. this study used a qualitative research method, in order to process the data deeper. Data collection techniques in this study were using interviews and observations. The participants of this research are three merchants two traditional Angkringan vendors and a modern Angkringan merchant, And nine visitors of those three angkringan (three visitors per angkringan). This study concluded that Angkringan is a place where social interaction of urban comunities happened and giving an athmosphere of respect where equal. Keyword: Angkringan, Tradisional Element, Interaksi Sosial

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat Iman, Islam, serta nikmat sehat wal’afiat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan)”. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasullah SAW, keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini tidak mungkin selesai sebagaimana mestinya tanpa ada bantuan dari semua pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu peneliti menghaturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA serta para pembantu dekan. 2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS, Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd beserta seluruh staf. 3. Dosen pembimbing, Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si dan Ibu Cut Dhien Nourwahida, MA yang telah sabar membimbing dan memberikan ilmu dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmunya kepada peneliti, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat di kemudian hari. 5. Pakdhe Yono, mas Min dan Ibu Yanti yang telah memberikan izin dan membantu peneliti dalam proses penelitian skripsi ini. Semoga sukses selalu. 6. Staf dari KESBANGPOLINMAS Tangerang Selatan dan Staf Kecamatan Pamulang yang telah memberikan bantuan pada peneliti 7. Kedua Orangtua Bapak Agus Mukhtar Rosyidi dan Ibu Nur Izzah orangtua yang sangat super sekali sudah membesarkan peneliti dan dengan sabar serta tabah masih mengakui peneliti sebagai anaknya, terimakasih selalu

v

ada disaat peneliti membutuhkan dukungan baik moril, materil maupun spiritual. 8. Keluarga tercinta Adik-adik (dania dan imah), Dhika congor, Mbah Uti, Mbah Maya, om dan tante, bibi dan mamang, adik-adik sepupu semua. seluruh anggota Bani Tamim, Bani Anshor yang selalu mendoakan, memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta memberikan pertanyaan-pertanyaan kapan lulus dan kapan nikah kepada peneliti. 9. Keluarga besar SosioAntro 2010 terimakasih untuk semua pengalaman yang tak terlupakan semoga kita selalu dilindungi oleh Allah SWT 10. Muh Ria yang tidak bosan-bosannya membimbing, mensupport, memarahi, ketawa, berantem, musuhan, perhatian kepada peneliti dan semua keamazingan ini love you bang. Terimakasih sudah mencetuskan ide awal skripsi ini. Mama Ipeh my another mom. 11. Sahabat-sahabat di kampus (Celia, Ines, Ninna, Tuti, Nesa, Deli, Epi, Nadia, Embong). Professor Ibnu Mustaqim, dessti. 12. Anak untung-untungan sahabad di dalam dan luar lapangan futsal(Galuh, Movi, Dita Dini dan aul) yang hadir di saat-saat kritis penulis, makasih loh. Terus seru-seruan ya, udah lama ga ayo. Ditunggu terus sparingannya. 13. Stupweds kids (Momo, Ryouma, Ryota, Om Alice, Lore, Mela, Mekel) youre amazing, guys. 14. Seluruh anggota Ladies Futsal UIN Jakarta. Seluruh anggota Komunitas Sepeda Sehat UIN Jakarta yang sudah memberikan refreshing dan dukungan untuk peneliti. 15. Aqyal Kazhir dan ka Nani yang direcokin oleh peneliti. Geng Opek (Nunung, Lisa,Tari, Tias, Nopi, husnul, Jay, Dara) 16. Serta seluruh orang-orang yang telah dimintai doa nya oleh peneliti yang bahkan peneliti sendiri pun tidak mengingatnya karna terlalu banyak. Maaf bumi untuk kertas-kertas yang peneliti buang secara biadab nya.

vi

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan bahan referensi khususnya dibidang pendidikan sosiologi- antropologi. Namun, pada akhirnya peneliti ingin mengingatkan bahwa penelitian yang tersaji ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun peneliti butuhkan dan akan ditindaklanjuti demi kesempurnaan penelitian di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua yang telah membacanya.

Jakarta, Januari 2015

Risyda Azizah

vii

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...... i LEMBAR PENGESAHAN ...... ii ABSTRAK ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR DENAH ...... xi DAFTAR ISTILAH ...... xii BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 5 C. Pembatasan Masalah ...... 5 D. Perumusan Masalah ...... 6 E. Tujuan Penelitian ...... 6 F. Manfaat Penelitian ...... 6

BAB II: KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori ...... 8 1. Angkringan ...... 8 2. Interaksi Sosial ...... 13 a. Teori Perspektif tentang Interaksi Sosial ...... 13 1. Tindakan Sosial...... 13 2. Interaksionisme Simbolik ...... 13 b. Pengertian Interaksi Sosial ...... 14 c. Faktor-Faktor Interaksi Sosial ...... 17

viii

d. Syarat-Syarat Interaksi Sosial ...... 18 e. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ...... 20 3. Masyarakat Perkotaan ...... 24 a. Teori Perspektif tentang Masyarakat ...... 24 1. Perspektif Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik ...... 24 b. Pengertian Masyarakat ...... 24 c. Masyarakat Perkotaan ...... 26 4. Kebudayaan ...... 31 a. Teori Perspektif tentang Kebudayaan ...... 31 1. Perspektif Fungsionalis ...... 31 2. Perspektif Marxian ...... 32 b. Pengertian Kebudayaan ...... 32 c. Bentuk-Bentuk Kebudayaan ...... 33 d. Unsur Tradisional Kejawaan ...... 34 B. Hasil Penelitian yang Relevan ...... 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...... 46 B. Metode Penelitian ...... 46 C. Sampel dan Sumber Data Penelitian ...... 47 D. Teknik Pengumpulan Data ...... 49 E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...... 52 F. Pengecekan Keabsahan Data ...... 53

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pendahuluan ...... 55 B. Profil Tempat ...... 55 C. Informasi Partisipan...... 62

ix

1. Karakteristik Pedagang Angkringan ...... 62 2. Karakteristik Pembeli ...... 75 D. Paparan Hasil Penelitian...... 78

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 84 B. Saran ...... 85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbadingan Studi Pustaka Terdahulu dengan Penulis ...... 45 Tabel 4.1 Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangsel Penduduk di tiap RW ...... 55 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan ...... 56 Tabel 4.3 Panjang Jalan Menurut Kecamatan dan Kondisi Jalan Tahun 2013 ...... 57 Tabel 4.4 Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ...... 59 Tabel 4.5 Jumlah RT atau RW dan Nama Satuan Lingkungannya Tahun 2014 ...... 60 Tabel 4.6 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ...... 61 Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Kecamatan Pamulang Berdasarkan Agama ...... 66 Tabel 4.8 Usaha Kuliner Berbasis Kedaerahan di Jakarta...... 69 Tabel 4.9 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Pakde Yono ...... 78 Tabel 4.10 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Mas Min ...... 82 Tabel 4.11 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Ibu Yanti ...... 86

x

DAFTAR DENAH

Peta 3.1 Gambar Denah Lokasi Angkringan ...... 50

xi

DAFTAR ISTILAH

• Angkringan berasal dari Bahasa Jawa angkring yang memiliki arti duduk santai • Jagongan yang artinya ngobrol atau bercengkarama • ngogelke ilate yang artinya menggoyangkan lidah • Sego istilah dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti Nasi • Senthir istilah dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti lampu tempel yang menggunakan bahan bakar minyak tanah • Kethel istilah dalam bahasa jawa tempat menyimpan air minum terbuat dari tanah liat • Pakdhe panggilan dalam bahasa Jawa biasanya untuk laki-laki yang lebih tua • Tepo Seliro artinya tenggang rasa, saling menghargai • Istilah aja njiwit nek ora gelem dijiwit artinya jangan mencubit kalau tidak ingin dicubit • Ngapusi artinya curang

xii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Jakarta sebagai salah satu kota besar mempunyai daya tarik tersendiri bagi orang desa. Keterbatasan ekonomi menyebabkan tenaga kerja di desa harus mengambil pilihan rasional untuk mempertahankan hidup keluarganya. Maka hampir setiap tahunnya orang-orang dari desa berbondong-bondong pergi ke kota untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak di perkotaan. Walaupun pada kenyataannya kota Jakarta sangat sulit untuk memenuhi pelayanan masyarakat seperti perumahan, pekerjaan, dan transportasi yang memadai. Menurut Hartomo dan Arnicun Aziz, “Tak bisa dibantah, bahwa kaum pendatang di kota benar-benar miskin. Kendatipun demikian, keadaan para migran ini jauh lebih baik dari keadaan mereka di pedesaan.”1 Inilah yang menyebabkan gelombang migrasi masuk terus meningkat. Faktor utamanya adalah dari segi ekonomi yang menjadikan para migran ini melakukan migrasi. Pesatnya perkembangan kota Jakarta antara lain karena pengaruh globalisasi menarik imigran atau orang pendatang dari berbagai etnis yang ada di termasuk suku Jawa untuk mencoba mencari peruntungan dengan mencari peluang kerja di Jakarta. Kedatangan pendatang selain menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk setiap tahun di Jakarta, juga menambah ragam budaya dari berbagai etnis yang ada di Jakarta. Hal ini dikarenakan pendatang tersebut datang ke daerah yang di diami dengan membawa budaya lokalnya masing-masing dan budaya tersebut digunakan sebagai sarana untuk memperlihatkan bahwa mereka sebagai suatu kelompok etnis tertentu ada dan berkembang di lingkungan

1 Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 30

1

2

masyarakat perkotaan. Berbagai macam jenis pekerjaan yang terdapat di Jakarta baik dari pekerjaan yang bersifat formal dan informal. Salah satu peluang usaha yang dapat dikatakan tidak akan mati adalah usaha kuliner, seperti yang kita ketahui bahwa makan adalah kebutuhan sehari-hari yang penting bagi individu. Kuliner di sini dapat diartikan sebagai suatu kebutuhan hidup manusia yang berkaitan dengan kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi ini dapat bersifat kompleks ketika bersinggungan dengan identitas budaya suatu masyarakat tertentu. Semakin tingginya permintaan warga ibukota terhadap usaha kuliner maka, usaha kuliner dengan basis kedaerahan menjadi laku keras. Para pendatang ini biasanya rindu akan suasana dan masakan dari kampung halaman. Maka tidak jarang para pendatang mencari alternatif untuk mengatasi rindu akan kampung halaman dengan mengunjungi tempat makan yang menyajikan berbagai macam segala sesuatu yang terkait dengan daerahnya. Fenomena seperti yang dikemukan di atas adalah menjamurnya usaha informal di bidang kuliner yang menggunakan identitas daerahnya sebagai bentuk alternatif untuk bersaing dari restoran-restoran yang berasal dari luar Indonesia. Melahirkan kembali semangat tradisional di perkotaan yang notabene dikelilingi oleh budaya barat atau luar. Jakarta dibangun oleh para pendatang, sehingga tak heran jika Jakarta dikatakan sebagai kota pendatang. Banyak usaha kuliner tradisional yang sudah sejak lama ada di Jakarta dan berasal dari berbagai daerah, diantara yang sudah populer seperti Rumah Makan Padang, Warung Tegal (Warteg), Warung Sunda (Warsun), Sate Madura, Lamongan, dan sebagainya. Namun, akhir- akhir ini usaha kuliner informal yang sedang berkembang dengan pesat serta digemari kaum urban adalah angkringan atau lebih terkenal dengan sebutan sego kucing. “Angkringan merupakan kaki lima makanan khas di 3

Yogyakarta.”2 Tempat seperti ini sangat banyak ditemui di daerah Solo dan karena merupakan daerah asalnya. Seperti yang diketahui masyarakat Jawa adalah etnis yang paling banyak melakukan perpindahan dari desa ke kota. Dengan melihat peluang usaha angkringan sego kucing ini memiliki prospek untuk ke depannya akan bagus serta dapat dijadikan alternatif pekerjaan untuk mereka masyarakat Jawa yang merantau ke ibukota. Angkringan merupakan gerobak penjual sego kucing, namanya memang unik namun ini tidak ada kaitannya dengan kucing. Sego kucing merupakan perumpamaan orang untuk nasi yang dijual hanya sekepal lalu ditambah dengan oseng ikan teri, telur puyuh dan biasanya ditemani oleh minuman wedang jahe ataupun kopi joss serta es teh manis. Sego kucing sangat melegenda hal ini dikarenakan harganya yang murah, tempat berjualan yang unik serta waktu berdagang dimulai dari malam hari hingga menjelang subuh.

Suasana angkringan yang hangat menjadikan para pengunjung merasakan ingin kembali datang ke angkringan. Interaksi yang terjadi di angkringan pun begitu berbeda dari tempat-tempat makan pada umumnya. Di dalam angkringan pengunjung mendapat sensasi yang berbeda meski dengan fasilitas yang sangat sederhana. Para pengunjung angkringan merasakan ketika berada di dalam angkringan semua orang melebur menjadi satu, tidak ada yang sibuk dengan kebiasaan bermain gadget masing-masing seperti yang seringkali di temui bila berkunjung ke tempat makan modern.

Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan yang ada di tempat makan modern saat ini. Para pengunjung yang datang ke tempat seperti ini pada umunya datang dengan beberapa temannya kemudian mereka hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melibatkan orang

2 Klara Puspa Indrawati “Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta”,Skripsi pada Universitas Indonesia, 2012, h. 31, tidak dipublikasikan. 4

lain untuk berinteraksi. Pengunjung yang datang sendirian ke tempat ini hanya akan makan lalu pergi, karena akan terlihat aneh untuk seseorang yang datang sendirian lalu berlama-lama ditempat seperti ini.

Berdasarkan konsep kesederhanaannya angkringan menjadi salah satu ruang publik baru yang dimanfaatkan oleh warga kota untuk melakukan interaksi sosial dengan semangat kekeluargaan yang dimunculkan pedagang angkringan yang berasal dari Jawa dengan menggunakan simbol-simbol kedaerahan sehingga pengunjung yang juga kebetulan berasal dari Jawa dapat merasakan seperti berada di kampung halamannya.

Seringkali orang menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang diri mereka, begitupula dengan yang dilakukan oleh pedagang angkringan yang berada di Jakarta. Mereka menggunakan batik, blangkon, dan peralatan makan serta minum yang menunjukan bahwa mereka berasal dari Jawa. Selain simbol-simbol tersebut mereka juga masih menggunakan bahasa daerah asal mereka walaupun saat ini mereka sedang berada di Kota Jakarta. Dengan menggunakan atribut kedaerahan di Kota Jakarta menjadi salah satu upaya eksistensi para pedagang yang berasal dari luar Kota Jakarta, selain itu penggunaan atribut daerah dapat dijadikan daya tarik para pedagang angkringan untuk menarik para pelanggan karena umumnya penduduk Jakarta mayoritas orang Jawa sehingga akan membuat mereka untuk datang karena rindu suasana kampung halaman. Daerah Pamulang, kota Tangerang Selatan pun tak luput dari fenomena menjamurnya usaha informal dibidang kuliner. Saat ini banyak sekali usaha informal kuliner yang muncul di daerah pamulang. Bahkan tak jarang bila di malam hari jalanan di Pamulang macet, imbas dari banyaknya usaha kuliner yang ada di pinggir jalan. Angkringan di Pamulang saat ini sudah cukup banyak. 5

Tidak seperti 5 tahun yang lalu, hanya beberapa angkringan saja yang dapat dijumpai. Pertumbuhan yang sangat pesat ini terjadi setelah pemekaran Kota Tangerang Selatan dari Kabupaten Tangerang pada Oktober 2008. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hal diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan)”. B. Identifikasi Masalah Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Tidak ada satu penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus. Fokus itu pada dasarnya adalah sumber pokok dari masalah penelitian. Di dalam latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah yang diungkapkan. Akan tetapi, permasalahan hanya difokuskan pada masalah 1. Faktor-faktor yang menyebabkan tumbuhnya usaha angkringan di Tangerang Selatan sebagai usaha informal masyarakat kota. 2. Peran simbolisme kejawaan dalam angkringan di Tangerang Selatan. 3. Peran angkringan sebagai tempat interaksi sosial di masyarakat kota Tangerang Selatan. 4. Interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis merumuskan pembatasan masalah pada: 1. Peran angkringan sebagai tempat interaksi sosial 2. Interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan. 6

Sesuai dengan judul penelitian yaitu, Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan).

D. Perumusan Masalah Bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat perkotaan? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah, untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di angkringan yang merupakan tempat makan berunsur tradisional di Wilayah Kecamatan Pamulang. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai banyak manfaat, antara lain: 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS untuk memanfaatkan nilai-nilai interaksi sosial yang terdapat pada tempat-tempat yang sebelumnya banyak orang yang belum mengetahuinya secara luas kemudian menjadikannya contoh kasus berkaitan dengan pelajaran sosiologi. 2. Secara Praktis a. Bagi masyarakat Mencoba menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi usaha informal angkringan yang dapat mempertahankan nilai-nilai kejawaan di tengah-tengah masyarakat Kota Tangerang Selatan yang sudah semakin heterogen. b. Bagi Pemerintahan Daerah (Pemda) Mampu berkontribusi baik bagi semua pihak yang bersangkutan. Dengan tema dari penelitian ini semoga ini juga dapat bermanfaat bagi Pemda Tangerang Selatan mampu 7

menangani masalah-masalah sosial yang ada di Tangerang Selatan seperti kemiskinan, urbanisasi, penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai serta pengaturan dan pengembangan usaha-usaha informal. Bagi pengusaha kuliner informal dan pemerintah seharusnya bisa bekerjasama mengembangkan usaha-usaha kuliner berbasis kedaerahan guna menjadi salah satu daya tarik wisata di bidang kuliner bila ditata di tempat yang baik. c. Bagi Institusi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan keilmuwan sosial, baik bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun institusi-institusi lain, terutama studi tentang Sosiologi dan Antropologi. Sehingga secara umum dapat memberikan kontribusi bagi kajian Ilmu Pengetahuan Sosial. d. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi saya sebagai penulis untuk mengembangkan ilmu yang sudah penulis peroleh selama di perkuliahan. Dan dapat memberikan ilmu baru, berupa sebuah pengalaman yang berharga dan menambah wawasan peneliti dalam penggunaan metodologi penelitian, serta penelitian ini juga sebagai ajang sarana pelatihan diri untuk terbiasa meneliti masyarakat luar sebagai akademik di bidang Ilmu Pengetahuan Sosial.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Angkringan

Angkringan merupakan kaki lima makanan khas di Yogyakarta. “Angkringan merebak di Yogyakarta sebagai bentuk dari imbas krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998. Usaha ini termasuk dalam usaha informal, yang berjenis warung kaki lima, menggunakan gerobak, dan bersifat bergerak atau mobile.”1

Kata angkringan berasal dari bahasa pergaulan Jawa, angkring atau nangkring yang memiliki arti duduk santai dan lebih bebas. Para pembeli yang duduk di bangku kayu memanjang di sekitar gerobak angkringan dapat mengangkat atau melipat satu kaki naik ke atas kursi.

Angkringan merupakan salah satu bentuk variasi dari kaki lima. Penjual kaki lima yang menggunakan pikulan juga dapat ditemui di daerah-daerah lain. Kaki lima pikulan yang menjual makanan dengan harga murah seperti angkringan dapat pula ditemui di Solo dan Klaten. Menurut Klara, “Masyarakat setempat menyebut kaki lima tersebut dengan nama hik, (hidangan istimewa kampung). Istilah ini masih digunakan di Solo, tetapi istilah yang populer di Yogyakarta adalah angkringan.”2

Pada awalnya, penjual angkringan tidak menggunakan gerobak dorongan beroda dua, melainkan pikulan yang terbuat dari belahan

1 Hanum, Musyri’ah, Kiat Menekuni Bisnis Catering, Warung Tenda, Angkringan, (Yogyakarta: ABSOLUT, 2007), h. 198.

2 Klara Puspa Indrawati, “Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta”, Skripsi pada Universtas Indonesia, 2012, h. 31, tidak dipublikasikan

8

9

batang bambu. Di kedua ujungnya digantungkan dua set perangkat, serta dilengkapi sebuah bangku untuk penjual. Satu set angkringan dilengkapi alat dan bahan minuman yang akan diolah, termasuk anglo atau tungku berbahan bakar arang. Sementara, set yang lain memuat bahan makanan siap saji yang hanya perlu dibakar kembali di atas tungku. Perlengkapan kios berjalan ini masih sangat sederhana mengingat frekuensi perpindahannya cukup tinggi.3

Konsep angkringan yang kita kenal kini adalah gerobak dorong dari kayu dengan tungku arang. Di atasnya ceret besar berjumlah tiga buah sebagai alat utama untuk menghidangkan bahan minuman. Tak lupa yang menambah suasana remang-remang eksotis adalah lampu minyak kaca semprong (lampu teplok) menerangi di tengahnya. Tempat duduk menggunakan kursi kayu panjang mengelilingi sekitar gerobak yang dinaungi terpal plastik gulung sebagai tenda. Perpaduan bersahaja ini menjadi estetika angkringan yang terbentuk melawan waktu dan perkembangan jaman. Meski begitu, inilah yang menjadi daya tarik luar biasa dari warung angkringan.4

Dengan konsep kebersahajaan ini warung angkringan mencoba menghadirkan berbagai pilihan menu kuliner yang bersahaja pula. Pertama adalah makanan berupa sego kucing. Nasi bungkus daun pisang dan koran berisi nasi seukuran kepal tangan disajikan bersama oseng tempe, sambel teri atau sambel terasi dan yang lainnya yaitu, gorengan, sate usus dan sate telur puyuh. Kedua adalah minuman berupa wedang jahe, susu jahe, teh panas dan goreng-gorengan. Kita dapat menikmatinya di waktu sore hari hingga subuh dini hari. Tidak terlalu mahal namun dapat merasakan makanan enak khas Jawa.

3 Ibid,. 4 Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri Jakarta, 2013, h 49, tidak dipublikasikan. 10

Dalam masyarakat Jawa mengenal tiga pola makan yaitu, makanan pokok, makanan sambilan, dan makanan jajanan. Sego kucing yang biasa dijajakan di angkringan termasuk dalam makanan sambilan yaitu makanan yang dimakan sebagai selingan makanan pokok. Biasanya angkringan yang ada di daerah Pamulang baru mulai buka pukul 17.00 hingga pukul 03.00. Mereka yang datang keangkringan biasanya hanya untuk melepas lelah setelah satu hari beraktifitas.

Ketertarikan masyarakat pada angkringan bukan karena hanya semata-mata dengan makanannya namun mereka terkadang lebih menikmati suasana santainya dengan pilihan tempat duduk yaitu menggunakan kursi atau lesehan menggunakan terpal atau tikar yang sudah disediakan. Perilaku konsumen bermacam-macam. Terkadang ada pembeli yang sekedar mampir dan membeli beberapa makanan serta minuman untuk di bawa pulang.

Tetapi banyak pula yang sengaja untuk makan dan bersantai di angkringan. Ada pula pembeli yang datang untuk menikmati hiruk pikuk jalan raya sambil makan dan minum di angkringan. Bagi para anak kost angkringan merupakan tempat penyelamat mereka dari kelaparan tetapi tidak menguras uang, karena harga makanan yang ada di angkringan termasuk murah dan rasanya pun enak, pilihan makanan yang ada di angkringan pun beragam jenisnya.

Dahulu warung angkringan hanya dapat ditemui di daerah- daerah tertentu saja, namun pada realitanya sekarang ini eksistensi angkringan sudah dapat dijumpai di kota-kota besar. Salah satu hal yang menarik di warung angkringan ini adalah suasana jagongan (ngobrol) yang santai dan penuh humor disertai dengan diskusi tentang berbagai hal, utamanya topik yang sedang menjadi perbincangan publik saat itu. 11

Mereka dengan bebas dapat melakukan pembicaraan tentang apa saja yang mereka ingin bicarakan. Dari masalah pribadi hingga masalah politik yang sedang terjadi di negeri ini. Keberadaan angkringan dapat ditempatkan sebagai ruang publik masyarakat di perkotaan, ruang publik dapat dipahami sebagai kesatuan ruang privat dimana orang-orang yang terdapat di dalamnya datang bersama-sama sebagai publik.

Melakukan anggapan bahwa ruang tersebut syarat diatur berdasarkan otoritas mereka untuk berpartisipasi dalam debat mengenai berbagai macam kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan. Angkringan dijadikan ruang untuk mengutarakan dan membicarakan aspirasi masyarakat tentang berbagai hal yang ada. Angkringan yang terkesan pinggiran, kini menjadi penanda kehidupan malam di sebuah kota.

Tidak ada yang istimewa dari apa yang disajikan di angkringan dari jenis makanan atau minuman. Karena semua yang tersaji adalah makanan wong cilik yang apa adanya. Tapi memang keunikan, keramahan, dan kehangatan di angkringan yang coba ditawarkan di kota lain yang juga sangat menghargai tradisi dan kesederhanaan. Dan pastinya, selama tungku masih menyala selama minuman hangat siap selalu untuk disajikan, maka selama itu pula keramahan dan keakraban suasana malam akan kita dapatkan.

Jadi, sekarang memang sudah tidak penting lagi mau angkringan asli Jogja atau tidak, asal bisa menawarkan keramahan dan makanan serta minuman dengan harga murah maka para pembeli akan berdatangan. Di angkringan orang boleh makan sambil tiduran, sambil mengangkat kaki, teriak atau mengeluarkan sumpah-serapah. Tetapi tak jarang, angkringan jadi ajang diskusi. Angkringan lebih banyak dikelola dan dikunjungi oleh pria. 12

Sejalan dengan budaya Jawa di bidang pertanian, sejak pengolahan sawah hingga panen, terdapat pembagian kerja antara pria dan wanita. Pria bertanggung jawab dalam menyiapkan sawah untuk ditanami dan mengatur pengairan. Perempuan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang bersentuhan langsung dengan tanaman padi, misalnya menanam dan mengetam padi.

“Pembagian kerja ini berlanjut hingga proses pengolahan makanan dan minuman. Di keraton, setiap jam 11 akan muncul rombongan pelayan perempuan dengan membawa berbagai jenis makanan dan rombongan pelayan pria akan datang dengan membawa berbagai jenis minuman. Wanita memiliki kapasitas sebagai penopang kehidupan, dalam relasinya dengan Dewi Sri, sehingga mereka bertanggung jawab untuk mengolah makanan dalam rumah tangga yang bersifat domestik. Pria diasosiasikan dengan air dan sifat yang cair, mereka mendapat tanggung jawab mengolah minuman yang kemudian berhubungan erat dengan makna relasi sosial”.5 Sebagian besar pengunjung datang ke angkringan dalam jumlah lebih dari satu orang sebab angkringan juga merupakan tempat untuk makan malam bersama. Sajian yang menemani pengunjung selama berjam-jam adalah aneka minuman. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun hadir sebagai kawasan kuliner malam hari, angkringan bukanlah tempat mengenyangkan perut seperti tempat makan pada umumnya.

Angkringan lebih merupakan tempat berlangsungnya interaksi sosial. Ketika pergi ke angkringan, pengunjung tidak perlu memilih jenis makanan yang ingin dimakan melainkan angkringan mana yang membuatnya lebih betah untuk berkumpul. Seperti yang digambarkan oleh Revianto bahwa, “angkringan adalah tempat menjual fast food, dalam artian cepat sekali menyajikan sekaligus slow food dalam antrian durasi menikmatinya”.6

5 Ibid., h.45 6 Ibid., h. 46 13

2. Interaksi Sosial a. Teori Perspektif tentang Interaksi Sosial 1. Tindakan Sosial Max Weber melihat bahwa pokok pembahasan sosiologi adalah tindakan sosial. Menurut Weber tindakan sosial adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Namun, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain.7 Suatu tindakan sosial akan terjadi apabila terdapat reaksi dari orang lain. Hal ini bersandar kepada sosial yang merupakan hubungan yang terjadi diantara sesama manusia. Suatu tindakan yang tidak berorientasi terhadap perilaku orang lain tidak dapat dikatakan suatu bentuk tindakan sosial.

2. Interaksionisme Simbolik Teori interaksionisme simbolik ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago dan juga dikenal sebagai aliran Chicago. Tokoh utamanya berasal dari berbagai Universitas diluar Universitas itu sendiri. George Herbet Mead secara rinci membahas hubungan antara seseorang, dirinya, dengan masyarakat. Teori interaksionisme simbolik adalah setiap isyarat nonverbal (body language, gerak fisik, baju, dan status) dan pesan verbal (seperti kata-kata dan suara) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang

7 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004), h. 12 14

terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol mempunyai arti sangat penting.8 Suatu simbol mempunyai peranan penting, hal ini dikarenakan didalam suatu simbol terdapat makna yang terkandung. Bentuk-bentuk simbol terdapat dalam verbal dan nonverbal.

b. Pengertian Interaksi Sosial Setiap orang mudah bergaul dengan orang lain melalui berbicara atau komunikasi, bersalaman, bercanda, bahkan bermusuhan itu semua merupakan tindakan yang dinamakan interaksi sosial. Maka hal tersebut merupakan intisari kehidupan sosial. Artinya, kehidupan sosial tampak secara jelas dalam berbagai cara pergaulan seseorang dengan orang lain. Menurut Basrowi, “salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dan disitulah terjadi suatu hubungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginannya. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbal- balik.”9 Dengan demikian, hampir semua kegiatan manusia dilakukan dengan orang lain. Landasan dari adanya hasrat tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “interaksi adalah hubungan sosial yang dinamis antara orang perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok.”10

8 Ibid, h. 22 9 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.138 10 Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 542 15

Sedangkan menurut Gillin dan Gillin) yang dikutip oleh Soekanto, bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.11 Seperti yang dikutip Yusron Razak, menurut Bonner “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang lebih sehingga kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya.”12 Sedangkan menurut Young, “interaksi adalah kontak timbal balik antar dua orang lebih.”13 Dan menurut psikologi tingkah laku (behavioristic psychology), “interaksi sosial berisikan saling perangsang dan pereaksian antara kedua belah pihak individu.”14 Interaksi sosial bila di lihat lebih jauh lagi terbagi ke dalam beberapa jenis. Salah satunya adalah interaksi kultural seperti yang diungkapkan oleh Yusron Razak, “Interaksi kultural ialah hubungan seseorang dengan kebudayaan kelompoknya, artinya berhubungan dengan orang orang lain sambil mempelajari kebudayaan kelompok orang-orang itu.”15 Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Proses sosial yang terjadi terus menerus antar sesama manusia sehingga terjadinya aktivitas-aktivitas sosial dan ini merupakan bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan

11 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada). h.55 12Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008), h. 57 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Ibid, h. 58 16

antar perseorangan, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lainnya. Interaksi sosial merupakan kunci dalam sendi-sendi kehidupan sosial karena tanpa berlangsungnya proses interaksi tidak mungkin terjadi aktivitas dalam kehidupan sosial. Secara sederhana interaksi sosial dapat terjadi apabila dua orang saling bertemu, saling menegur, saling berkenalan, dan memengaruhi. Pada saat itulah interaksi sosial terjadi. Oleh karena itu, apapun yang dilakukan oleh individu di tengah masyarakat untuk menciptakan suatu kegiatan yang bisa bersatu dengan individu lainnya dan bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan bersama merupakan tindakan yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat secara umumnya. Maka hal itu bisa memungkinkan untuk terjadinya aktivitas-aktivitas di dalam masyarakat dan itu merupakan proses terbentuknya interaksi sosial. Interaksi sosial juga sangat berguna untuk mempelajari berbagai permasalahan masyarakat yang ada. Dengan mengetahui serta memahami pola interaksi yang sedang terjadi disuatu masyarakat maka akan tahu perihal kondisi-kondisi suatu masyarakat. Apakah masyarakat itu hidup dengan keadaan baik- baik saja atau sedang ada masalah yang terjadi. Interaksi sosial kelihatannya sederhana. Orang bertemu lalu berbicara atau sekedar bertatap muka. Padahal sebenarnya interaksi sosial merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Hal itu tergantung pada situasi dan kondisinya. Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Adanya pelaku dengan jumlah lebih dari satu b) Adanya komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol- simbol 17

c) Ada dimensi waktu yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung d) Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat.16

c. Faktor-Faktor Interaksi Sosial Ada beberapa faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial, yaitu:

1. Faktor Imitasi Faktor imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat membawa seseorang mematuhi kaidah- kaidah yang berlaku. 2. Faktor Sugesti Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dapat dirumuskan sebagai satu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa dikritik terlebih dahulu. 3. Faktor Identifikasi Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Di sini dapat mengetahui, hubungan sosial yang berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam daripada hubungan yang berlangsung atas proses-proses sugesti maupun imitasi. 4. Faktor Simpati Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada

16 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 139. 18

proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara tingkah laku menarik baginya.17

Dari keempat faktor diatas, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial dapat terjadi karena adanya faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati yang terdapat dalam suatu tindakan sosial yang kemudian berubah menjadi suatu interaksi sosial. Dari penjelasan faktor diatas interaksi merupakan kegiatan memengaruhi, mengubah dan memperbaiki kelakuan individu yang lain. Interaksi sosial terjadi tidak terlepas dari adanya proses timbal-balik yang mempengaruhi seseorang yang saling mengerti maksud serta tujuan masing-masing pihak saat proses itu terjadi. Cara mempengaruhi seseorang biasanya melalui kontak. Kontak disini biasanya berlangsung melalui kegiatan fisik, seperti dalam mengobrol, mendengar, melihat, memberikan isyarat-isyarat dengan menggerakkan badan dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui tulisan dan media-media komunikasi lainnya.

d. Syarat-Syarat Interaksi Sosial Dalam proses sosial, baru dikatakan terjadi interaksi sosial apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama, yaitu: a) Kontak sosial (social contact) Istilah kontak berasal dari kata Latin, yaitu crun atau con, yang berarti bersama-sama dan tangere yang berarti menyentuh. Secara harfiah, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Akan

17 Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media Gruop, 2007), h. 93 19

tetapi dalam pengertian sosiologis, dapat dikatakan bahwa bersentuhan tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yang pertama antara orang-perorangan. Proses ini terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru mempelajari nilai-nilai dan norma-norma di dalam masyarakat dimana dia menjadi anggota. Kedua ialah antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat. Dan yang ketiga antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

b) Komunikasi (communication) Arti terpenting komunikasi adalah suatu proses seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Melalui tafsiran pada perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh pihak lain itu. Dapat terwujud melalui pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.18

Dari penjelasan syarat-syarat interaksi sosial penulis dapat menyimpulkan bahwa, interaksi sosial terjadi apabila suatu kegiatan telah terdapat kontak sosial dan komunikasi didalamnya. Dengan adanya komunikasi tersebut, mereka yang ada di dalam komunikasi ini mampu memutuskan reaksi apa yang harus dilakukan karena sudah mengetahui sikap dan perasaan dari pihak lain. Meskipun begitu kontak dapat terjadi tanpa komunikasi.

18 Basrowi Op,cit., h. 140 20

e. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Dalam interaksi terdapat bentuk-bentuk yang terjadi, bentuk dari interaksi ini lahir karena interaksi itu sendiri di lakukan oleh dua belah pihak. Masing-masing pihak akan menunjukkan reaksinya masing-masing akibat adanya kontak serta komunikasi yang terjadi dalam interaksi sosial. Seperti yang diungkapkan Basrowi, “Bentuk-bentuk interaksi sosial secara mendasar ada empat macam bentuk interaksi sosial yang ada dalam masyarakat. 1) kerjasama (cooperation), 2) persaingan (competition), 3) akomodasi atau penyesuaian diri (accomodation), 4) pertentangan atau pertikaian (conflict).”19 Akan tetapi, bentuk pokok interaksi sosial tidak terjadi secara berkesinambungan. Bila melihat urutan bentuk interaksi sosial tersebut bisa dikatakan suatu interaksi dimulai dari adanya kerjasama, kemudian menjadi sebuah persaingan lalu akomodasi dan berakhir dengan pertentangan. Akan tetapi, semua itu bisa terjadi berdasarkan pada situasi atau kondisi tertentu. Ada pula bentuk suatu interaksi diawali dengan adanya persaingan. Lalu selanjutnya akan menjadi pertikaian dan terjadi akomodasi kemudian mengahasilkan kerjasama. Semua tergantung pada reaksi atau respon yang diberikan oleh pihak-pihak yang melakukan interaksi. Dalam penggolongan yang lebih luas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Ng Philipus dan Nurul Aini, bahwa Gillin dan Gillin melihat adanya dua macam proses yang timbul akibat terjadinya interaksi sosial. “pertama, proses asosiatif (processes of association) yang terbagi dalam tiga bentuk khusus: kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Kedua, proses yang

19 Ibid., h. 145 21

disasosiatif (processes of disasociation) yang terbagi lagi kedalam bentuk: persaingan, kontravensi dan pertikaian (conflict).”20 1. Proses asosiatif (association processes), yang mendukung seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Adapun proses ini dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: a. Kerjasama (cooperation) Para sosiolog menganggap bahwa kerjasamalah yang merupakan proses utama. Memahami kerjasama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerjasama.21 Betapa pentingnya fungsi kerjasama digambarkan oleh Charles H. Cooley di dalam bukunya Sociological Theory and Social Research. Yang dikutip oleh Soerjono Soekanto: “Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan- kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang terpenting dalam kerjasama yang berguna”.22 b. Akomodasi Akomodasi mengarah pada dua arti yang menunjuk suatu keadaan dan proses. Akomodasi yang menunjukkan suatu keadaan berarti ada suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara individu atau kelompok manusia dalam kaitannya

20 Ng. Philipus. Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 23 21 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 65 22 Ibid., h.66 22

dengan norma dan nilai sosial dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi yang menunjukkan usaha manusia untuk menyelesaikan suatu pertentangan yaitu usaha untuk mencapai suatu kestabilan.23 c. Asimilasi Asimilasi adalah proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan adanya usaha untuk mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok manusia. Meliputi usaha untuk meningkatkan semangat kesatuan dan persatuan diantara mereka dengan cara mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama. 24 2. Proses disasosiatif, dalam proses ini dibedakan menjadi 3 yaitu: a. Persaingan Persaingan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang kehidupan yang menjadi perhatian umum. Berbagai cara dilakukan dengan menarik perhatian publik atau membuat prasangka, sehingga mempertajam prasangka tanpa melakukan kekerasan. Ada beberapa tipe persaingan, yaitu: persaingan ekonomi, persaingan kebudayaan, persaingan kedudukan dan peranan, dan terakhir persaingan ras.25 b. Kontravensi Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan antara

23 Ng. Philipus, dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada), h.25 24 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo persada 1998), h.73 25 Ng. Philipus, dan Nurul Aini. loc.cit. h. 29

23

persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.26 c. Pertentangan Hal ini terjadi karena suatu pribadi atau kelompok menyadari adanya perbedaan tertentu yang terdapat diantara kelompok-kelompok masyarakat lain. Perbedaan ini meliputi ciri-ciri fisik, emosi, unsur kebudayaan, pola perilaku, perbedaan dalam tingkatan ekonomi, perbedaan agama dan perbedaan lainnya.27

Dalam kontak sosial dapat terjadi hubungan yang positif dan negatif, adapun kontak sosial yang bersifat positif terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak yang saling pengertian dan menguntungkan dari masing-masing pihak yang mengarah pada bentuk kerjasama. Sehingga, hubungan dapat berlangsung lebih lama dan bahkan berulang-ulang. Sedangkan kontak yang negatif sebaliknya terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak tidak pengertian atau merugikan salah satu pihak ataupun keduanya, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau konflik.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat simpulkan bahwa, bentuk-bentuk interaksi pada dasarnya adalah asosiatif dan disasosiatif. Asosiatif sendiri merupakan proses menuju terbentuknya persatan atau integrasi sosial. Disasosiatif merupakan proses perlawanan. Di dalam asosiatif mempunyai bentuk-bentuk antara lain, kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Dan

26 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 1998), h.87 27Ng. Philipus, dan Nurul Aini. loc.cit. h. 32 24

disasosiatif sendiri dibedakan kedalam tiba bentuk yaitu, persaingan, kontravensi, dan pertentangan.

3. Masyarakat Perkotaan a. Teori Perspektif Tentang Masyarakat 1. Perspektif Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik Perbedaan dalam pengelompokkan ini secara rinci dibahas oleh Emile Durkheim. Durkheim membedakan antara antara kelompok yang didasarkan solidaritas mekanik dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan ciri yang menandai masyarakat masih hidup sederhana. Dalam masyarakat solidaritas mekanik kelompok manusia tinggal secara tersebar dan hidup secara terpisah. Masing- masing kelompok dapat memenuhi keperluan mereka masing- masing tanpa memerlukan bantuan dari kelompok lain. Solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat masyarakat dan telah mengenal pembagian kerja secara rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian.28 Dapat disimpulkan bahwa, solidaritas mekanik merupakan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sedangkan, solidaritas organik merupakan masyarakat yang tinggal di perkotaan. b. Pengertian Masyarakat Masyarakat pada umumnya sudah memiliki kedekatan satu sama lain. Kedekatan ini terjadi dikarenakan mereka sudah lama mengenal masing-masing dan menjalani rutinitas kehidupan di dalam lingkungan yang sama. Ini yang menyebabkan mereka harus melakukan adanya interaksi satu sama lain. Tak jarang mereka sudah menganggap satu sama lain seperti saudara.

28 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004), h. 128 25

Menurut Basrowi, “Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti kawan.”29 Sedangkan menurut Koentjaraningrat, “Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi. Negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi.”30 Masyarakat memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Elly M. Setiadi beserta kawan-kawan, “ 1) kumpulan orang, 2) sudah terbentuk dengan lama, 3) sudah memiliki system social atau struktur sosial tersendiri, 4) memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama.”31 Seperti yang dikutip Basrowi dari pendapat Ralph Linton, “masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.”32 Di dalam masyarakat juga harus memiliki suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka. Menurut Koentjaraningrat bahwa, “Ikatan yang membuat suatu kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan

29 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 37 30 Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 115 31 Elly M. Setiadi. Rama Abdul Hakam. Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.80 32 Ibid., h. 38 26

itu. Lagipula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinu, dengan perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang khas.”33 Menurut Abu Ahmadi yang di kutip Basrowi, menyatakan bahwa “masyarakat harus mempunyai ciri-ciri: a) harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang. b) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu. c) adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.”34 Jadi dapat disimpulkan, masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan bukan hanya kumpulan atau kerumunan orang dalam waktu sesaat, seperti kerumunan orang di terminal atau pasar. Dan di dalam kebersamaan yang cukup lama terjadi interaksi sosial.

c. Masyarakat Perkotaan Antara desa dan kota secara secara sepintas kilas hanya mengenai perbedaan geografisnya saja, tetapi bila dilihat secara mendasar tidaklah demikian. Kota dan desa mempunyai perbedaan yang unik dan kompleks sekali. Baik dilihat dari segi jumlah penduduknya, sosial ekonominya, kebudayaan, tata nilai dan normanya. Kota adalah sebagai pusat pendomisian yang bertingkat- tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang bersangkutan. Di samping itu kota juga merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi. Sehingga dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang baik, tidaklah aneh kalau kota tersebut merupakan jaringan

33 Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 117 34 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 41 27

ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota itu sendiri bahkan negara pada umumnya. Maka dari itu bagi kota yang letaknya strategis baik dari lalu lintas darat, laut maupun udara, akan berkembang dengan pesat. “Seorang sosiolog Belanda merumuskan kota sebagai suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non-agraris dan tataguna tanah yang beraneka ragam, serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan.”35 Menurut S. Menno dan Mustaman Alwi, Dilihat dari segi fisik, “kota adalah suatu pemukiman yang mempunyai bangunan- bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan yang mempunyai sarana dan prasarana serta fasilitas-fasilitas yang relatif memadai guna memenuhi kebutuhan penduduknya. Rumusan ini terlepas dari besarnya jumlah penduduk. Yang utama disini ialah gedung-gedung dan bangunan-bangunan yang letaknya berdekatan, dan memiliki sarana dan prasarana umum serta lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan bersama penduduknya”.36

Pertambahan penduduk dan kemajuan teknik merupakan dua hal yang sangat besar pengaruhnya atas situasi dan perkembangan masyarakat. Perkembangan yang dimaksud adalah suatu pertumbuhan yang menjadikan masyarakat selalu berubah (bertambah). Makin besar pertambahan penduduk, makin nampak pula ciri perkotaan suatu tempat. Pertambahan penduduk ada dua kemungkinan, yaitu adanya kelahiran maupun perpindahan. Pertambahan karena perpindahan yang biasanya sangat kuat atau besar. Penduduk dari desa-desa sekitar kota tertentu banyak berdatangan untuk mencari pekerjaan dan nafkah di luar agraris. Sebab di kota dianggap dapat menciptakan berbagai pekerjaan,

35 S. Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, (Jakarta: CV Rajawali, 1992), h. 24 36 Ibid., 28

sehingga mengundang anggota masyarakat di sekitarnya untuk datang ke kota. Sehingga tidak aneh kalau di kota jumlah penduduk cepat bertambah. Semakin padat penduduk kota, maka berkurang kebebasan indvidu, semakin tajam persaingan antar manusia sehingga akan mendorong terciptanya organisasi-organisasi kolektif, demi terjaminnya kebutuhan hidup serta pembelaan kepentingan mereka. Ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan menjadi lemah, pudar, dan menghilang, sedang yang ada hanyalah organisasi kolektif dan organisasi resmi. Sebuah kota pada hakikatnya merupakan suatu tempat pertemuan antara bangsa. Di desa lapangan gerak tidak terlalu luas karena adanya ikatan adat serta sistem pengendalian sosial (social control) yang agak kuat. Sehingga hubungan antara kota dengan daerah sekitarnya di dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi mempunyai pengaruh yang aktif. Walaupun kota memiliki fungsi demikian terhadap daerah sekitarnya, akan tetapi kehidupan fisik kota tergantung pada daerah sekitarnya itu.37 Walaupun jumlah penduduknya padat, hidup berdekatan satu sama lain, tetapi hubungan diantara mereka terjadi sepintas kilas saja, kurang akrab dan dingin. Hidup di antara tetangga yang sangat berdekatan, tetapi terasa sepi dan hampa. Perasaan malu, enggan, gengsi dan takut menjiwai setiap anggotanya (masyarakat kota) dalam menjalin hubungan bertetangga. Semua tali hubungan dijalin secara formal dan kaku. Sifat kerukunan dan gotong royong yang asli dan menjadi tradisi telah menipis, yang diganti dengan sifat individualistis dan materialistis. Masyarakat kota lebih mengarah pada perhitungan rugi laba yaitu yang memberi keuntungan pada dirinya. Sifat gotong royong

37 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada 2005) h. 158 29

mereka ganti dengan uang, sedang ia sendiri akan melakukan pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Di dalam hidup bertetangga saling bersaing, yang diukur secara materi yang dimilikinya. Maka dari itu hidup di kota sebenarnya kurang aman atau tenteram, di samping individualistis dan kikir. Rasa suka atau duka harus dipikul sendiri oleh anggota masyarakat yang bersangkutan bersama keluarganya. Uluran tangan dari para tetangga sulit untuk diharapkan. Namun juga pernah kita jumpai ada anggota masyarakat yang juga dermawan tetapi itupun terjadi sangat jarang. Bahkan sifat dermawan tersebut kadang-kadang mempunyai maksud tertentu. Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (kehidupan magis religius), biasanya cukup terarah dan ditekankan pada pelaksana ibadah. Upacara-upacara keagamaan sudah berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya. Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, juga terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan-keperluan hidup. Di desa-desa yang utama adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama daripada kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, rumah dan sebagainya. Lain dengan orang- orang kota yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda. Soerjono Soekanto menjelaskan, ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu: 1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berpikir yang 30

rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat. 2. Orang kota pada umumnya, dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga. 3. Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup sendirian secara individualistis. 4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas. 5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. 6. Jalan kehidupan yang cepat dikota mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu. 7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar.38

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Sebenarnya perbedaan tersebut tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam masyarakat modern,

38 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 156- 157

31

seberapapun kecilnya desa pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan karena adanya hubungan konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme.

Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, egois, materialistis, penuh kemewahan, dikelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah dan pabrik-pabrik yang besar. Asumsi dasar kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang.

Dari penjelasan masyarakat perkotaan diatas, penulis dapat simpulkan bahwa masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan. Akan tetapi, kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang becak, penjual angkringan, tukang sapu jalanan, pemulung samapai pengemis. Bila kita telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.

4. Kebudayaan a. Teori Perspektif tentang Kebudayaan 1. Perspektif Fungsionalis Kalangan fungsionalis cenderung melihat perubahan kebudayaan sebagai bentuk disfungsional bagi sistem sosial. Fungsionalisme lebih melihat bagaimana komponen-komponen kebudayaan berjalan dalam masyarakat daripada menganalisa perubahan-perubahan kebudayaan. Kalangan fungsionalis mengutamakan solidaritas dalam hal perbedaan budaya dalam konteks bagaimana unsur-unsur 32

budaya bisa memperbaiki atau mempertahankan keseimbangan sosial.39

2. Perspektif Marxian Marxian berpendapat bahwa, “kebudayaan itu diciptakan oleh kelompok dominan dalam masyarakat yang memanfaatkan ide dan nilai-nilai kebudayaan untuk meningkatkan kepentingan diri mereka sendiri. Karena itu perspektif ini melihat kebudayaan sebagai salah satu alat unutk mendominasi”.40 Marxian menganggap perubahan kebudayaan sebagai aspek yang diharapkan dalam kehidupan sosial.

b. Pengertian Kebudayaan Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, “berasal dari kata Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.”41 Kebudayaan merupakan posisi penting dalam kehidupan manusia. Dengan begitu, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan begitupun sebaliknya, tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dimana masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya, sehingga fungsi kebudayaan itu sendiri dapat dijadikan sebagai faktor pendorong dalam perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau masyarakat dapat menentukan sikapnya sendiri terhadap dunia berdasarkan pada pengetahuan yang ada pada kebudayaan.

39 Ibid., h. 67 40 Ibid. 41 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 146 33

Seperti yang dikutip dalam buku karangan Abu Ahmadi, “masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pada manusia, karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat, yaitu hidup bersama-sama dengan manusia lain dan saling memandang sebagai penanggung kewajiban dan hak. Sebaliknya manusiapun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat menunaikan bakat-bakat kemanusiaannya yaitu mencapai kebudayaan. Dengan kata lain dimana orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan”.42

Dapat penulis simpulkan bahwa, kebudayaan merupakan sebuah pedoman menyeluruh bagi kehidupan yang kemudian digunakan untuk menginterpretasi dan memanfaatkan lingkungan beserta isinya bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup. c. Bentuk-Bentuk Kebudayaan Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menggambarkan. Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam alam pikiran warga masyarakat tempat kebudayaan itu hidup. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud dari kebudayaan ini disebut sistem sosial mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan dan bergaul satu sama lain selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.

42 Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (:C.V. Ramadhani, 1975), cet. 1, h.57. 34

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. 43

Dari penjelasan bentuk-bentuk kebudayaan diatas Koentjaraningrat menjelaskan bahwa, terdapat tiga wujud kebudayaan. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma. Wujud ini masih berupa pemikiran saja dan belum ada wujud fisiknya. Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola. Wujud ini berupa kebudayaan yang dituangkan menjadi suatu kegiatan kehidupan manusia. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. Wujud ini sudah sepenuhnya dapat kita lihat wujudnya karena sudah tertuang dalam suatu media atau karya manusia.

d. Unsur Tradisional Kejawaan Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa, kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang diluar warga masyarakat bersangkutan. Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk khusus atau karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial khusus. Dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus. Berdasarkan corak khusus, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain.44

43 Koentjaraningrat, op.cit., h. 150-151 44 Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri Jakarta, 2013, h 52, tidak dipublikasikan. 35

Kebudayaan dalam hal ini budaya Jawa merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan simbol-simbol tertentu, dikenal dan diketahui serta disebarkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Etnis Jawa merupakan salah satu etnis di Indonesia yang memiliki berbagai macam simbol untuk menunjukkan identitasnya sebagai masyarakat Jawa, seperti bahasa, tata busana, perilaku, dan cita rasa. Bahasa Jawa terdiri dari dua macam yaitu bahasa Jawa kasar dan bahasa Jawa halus. “Dengan mengingat budaya dianggap sebagai simbol, yang mengandung makna-makna tertentu, berarti ada sesuatu di dalam kebudayaan yang perlu dibaca, ditafsir maknanya sehingga pada gilirannya hasil pemaknaan dan penafsiran tersebut akan diketahui dan dibagikan kepada masyarakat serta diwariskan pada generasi sebelumnya.”45 Penggunaan bahasa Jawa yang dilakukan oleh para pedagang angkringan juga dapat menjadikan sebagai identitas mereka berasal, dan hampir seluruh pelanggan yang datang ke angkringan memanggil pedagang dengan sebutan pakde. Dalam kesehariannya pedagang angkringan masih sangat sering menggunakan bahasa Jawa untuk melayani para pelanggannya. Mulai dari para pelanggan datang sering kali mereka disambut dengan sapaan khas Jawa yaitu, monggo mas’e dan monggo mbak’e yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki arti silahkan mas yang merupakan sapaan untuk laki-laki dan mbak sapaan khas untuk perempuan. Dengan demikian pedagang angkringan menggunakan bahasa Jawa sebagai salah satu identitas yang digunakannya. Selain bahasa sebagai identitas adapula batik yang kerap digunakan oleh pedagang angkringan. Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan adanya

45 John Scott, Sosiologi the Key Concepts, (Jakarta: PT. Grafindo, 2011), h. 72. 36

warisan budaya ini seharusnya menjadi sebuah tantangan untuk seluruh masyarakat Indonesia bagaimana dapat mempertahankan dan melestarikan batik, karena dengan demikian batik dapat dijadikan salah satu identitas negara Indonesia pada umumnya atau menjadi identitas masyarakat Jawa pada khususnya. Thomas Kitley mengemukakan bahwa, “batik digemari dan dipakai, bahkan mampu bertahan sebagai busana keseharian, baik sebagai busana resmi ataupun untuk setengah resmi. Itulah mengapa batik memiliki status dalam masyarakat Jawa.”46 Perubahan dinamika dan perubahan pranata sosial memberikan dampak perilaku budaya terutama kebutuhan manusia. Batik dipakai sebagai busana yang dianggap mempunyai nilai status. Perkembangan batik saat ini sudah cukup pesat batik tidak hanya dipakai pria maupun wanita sebagai jarik (kain) seperti yang biasa dipakai orang-orang Jawa pada jaman dulu, namun berkembang dan dipakai sebagai batik lengan panjang, sebagai busana resmi dan harian. Hubungan timbal balik antara masyarakat, kebudayaan, perilaku budaya dan pranata-pranata sosial pada masyarakat tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Seiring berjalannya waktu kini batik dikonsumsi oleh semua kelompok masyarakat, baik kelompok masyarakat tradisional yang berada di pedesaan maupun kelompok masyarakat modern yang berada di perkotaan. Batik saat digunakan mencakup semua golongan bahkan batik tidak lagi hanya digunakan pada saat acara-acara resmi dan formal. Menurut Arbany Nurul Aini,

“Blangkon merupakan simbol dari kebudayaan Jawa selain bahasa dan kain batik. Blangkon adalah tutup kepala yang digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian

46 Dharsono, Budaya Nusantara, (Bandung:Rekayasa Sains, 2007), h. 10 37

tradisional Jawa. Modernisasi busana terjadi sejajar dengan perubahan fungsi-fungsi dalam masyarakat. Pada zaman dahulu, blangkon memang hanya dapat dibuat oleh para seniman ahli dengan pakem (aturan) yang baku. Semakin memenuhi pakem yang ditetapkan maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya. Blangkon terdiri dari beberapa tipe yaitu menggunakan mondholan, yaitu tonjolan pada bagian belakang blangkon yang berbentuk seperti onde-onde. Blangkon ini disebut sebagai blangkon gaya Yogyakarta. Model trepes, yang disebut dengan gaya . Gaya ini merupakan modifikasi dari gaya Yogyakarta yang muncul karena kebanyakan pria sekarang berambut pendek. Model trepes ini dibuat dengan cara menjahit langsung mondholan pada bagian belakang blangkon. Sedangkan model blangkon yang mempunyai sisa kain agak panjang merupakan ciri khas dari blangkon yang berasal dari wilayah Jawa Timur”.47 Identitas dapat dikategorikan sebagai ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang yang dijadikan jati diri, misalnya seorang kelompok dipersatukan oleh persamaan dan kesamaan yang dimiliki. Identitas merupakan bagaimana individu atau kelompok melihat dirinya sebagai konteks relasi sosial ataupun interaksi sosial. Tanpa melalui proses sosialisasi maka kebudayaan suatu masyarakat akan hilang sehingga identitasnya sebagai masyarakat yang memiliki kebudayaan tertentu akan hilang pula.

Proses dari identitas sosial merupakan proses yang mendasar untuk memahami perilaku kolektif. Hanya melalui pengkategorian orang ke dalam kelompok tertentu akan dapat menghasilkan perilaku intergroup dimana akan mencari pelayan angkringan yang hanya berasal dari orang Jawa. Dibanding suku lain sehingga kategori sosial tersebut akan menghasilkan identitas untuk mereka.

47 Arbany Nurul Aini, “Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta)”, Skripsi pada Universitas Negri Jakarta, 2013, h 65, tidak dipublikasikan. 38

Orang akan menerima keanggotaan dari pengkategorian itu sebagai sesuatu yang relevan dengan persepsi diri mereka sendiri dalam situasi tersebut. Identitas orang Jawa sebagai suatu pengungkapan diri terjadi pada dimensi budaya, identitas orang Jawa yang sangat jelas adalah batik dan blankon yang digunakan hampir sebagian besar dalam upacara adat Jawa seperti dalam acara pernikahan.

Identitas angkringan di Pamulang dapat dilihat dari atribut- atribut yang digunakan oleh penjualnya untuk menunjukan identitas asal daerahnya. Dengan adanya atribut-atribut demikian maka akan semakin menunjukan eksistensi etnis Jawa di Kota Tangerang Selatan. Identitas etnik adalah sebuah nilai kemasyarakatan yang dipaksakan dan begitu saja diterima oleh para anggota etnik tersebut dan proses sosialisasinya pada usia pertumbuhan.

Dengan adanya beberapa simbol kejawaan seperti kain batik, blangkon, kethel tanah liat yang digunakan oleh beberapa pedagang angkringan di Jakarta membuktikan bahwa mereka tidak melupakan dan meninggalkan kebudayaan walaupun berada di daerah yang bukan daerah asal mereka. Selain itu alat makan yang digunakan pun mencerminkan masyarakat Jawa.

Alat dapur yang digunakan angkringan yang berada di Pamulang juga menggambarkan bahwa mereka masih menggunakan alat dapur yang sederhana, yang berbeda dari rumah makan kuliner kedaerahan lainnya. Seperti gelas dan piring yang terbuat dari kaleng. Ketel minum yang terbuat dari tanah liat, serta piring yang terbuat dari rotan, memasak menggunakan arang. Dengan demikian angkringan masih mempertahankan 39

sebisa mungkin menggunakan alat dapur yang sama dengan angkringan yang berada di Jogjakarta.

Penggunaan simbol-simbol didalam angkringan dapat menunjukkan bahwa masyarakat Jawa pada khususnya bangga dengan kebudayaan yang mereka punya. Dapat terlihat bahwa saat ini batik bukan hanya diakui sebagai Indonesia Heritage tetapi sudah diakui sebagai world heritage. Masyarakat Jawa menunjukkan bahwa walaupun mereka adalah pendatang di kota Jakarta namun mereka memiliki cara agar diakui eksistensinya yaitu dengan penggunaan simbol-simbol kedaerahannya.

Penggunaan alat memasak yang masih menggunakan arang, serta alat makan yang tradisional dan tidak lupa sego kucing sendiri memberikan gambaran masyarakat Jawa merupakan orang-orang sederhana, hal ini dapat terlihat dari nasi kucing disajikan dengan porsi yang sedikit dengan lauk dan ikan teri mereka tetap dapat menikmati hidup.

Penduduk di Pamulang merupakan gabungan dari berbagai macam etnis. Salah satunya adalah etnis Jawa. Melihat banyaknya masyarakat Jawa yang berada di Pamulang, pedagang angkringan menggunakan bahasa Jawa ketika melayani pembeli yang juga berasal dari etnis Jawa. Dengan demikian dapat membuat interaksi sosial yang keakraban terjalin antara pembeli dengan pedagang angkringan karena dengan adanya perasaan sama-sama perantauan maka hubungan emosional terjalin, dari mulai membahas masalah sehari-hari, masalah kampung halaman, sampai dengan membicarakan wacana-wacana yang sedang hangat di masyarakat.

40

B. Hasil Penelitian yang Relevan Munculnya ide dan gagasan penelitian ini tak terlepas dari bantuan beberapa penelitian terdahulu, sejauh ini ada beberapa penelitian yang mengkaji tentang usaha angkringan serta interaksi sosial. Penelitian tesis milik Sadhi Sanggakala yang berjudul “Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas Sebagai Ruang Interaksi Sosial (Kasus Pemukiman Kampung Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan Perumnas II, kelurahan Baktijaya, Depok) Tahun 2006”.48 Penelitian ini berhasil mengidentifikasikan unsur-unsur pembentuk ruang interaksi pada ruang jalan. Secara terukur (fisik) unsur- unsur pembentuk ruang interaksi meliputi kualitas dan bentuk keterlingkupan, orientasi, tempat duduk, lantai, sinar matahari, iklim, sirkulasi, pejalan kaki, fungsi kegiatan hunian dan komersil, dan elemen pendukung kegiatan. Unsur-unsur fisik tersebut dikaji melalui intensitas interaksi yang terjadi dalam kerangka waktu, kegiatan yang terjadi serta jenis kelamin dan usia pelaku interaksi. Ditinjau dari segi titik-titik (spots) ruang kegiatan interaksi yang terjadi, terdapat perbedaan berdasarkan fungsi kegiatan hunian dan fungsi kegiatan komersial yang menjadi latar interaksi. Perbedaan ruang interaksi sosial antara pemukiman kampung dan perumnas mempengaruhi intensitas pembentukan ruang interaksi baik dari jumlah pengguna maupun lamanya waktu penggunaan ruang interaksi itu sendiri. Penelitian skripsi milik Lolita Susan Ginzel dengan judul skripsi “Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat) Tahun 1984”49. Penelitian ini mengungkapkan bahwa lapo tuak yang berada di Jakarta tidak hanya sekedar menjadi tempat makan, tetapi juga menjadi

48 Sadhi Sanggakala, “Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas Sebagai Ruang Interaksi Sosial”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006, tidak dipublikasikan 49 Lolita Susan Ginzel, “Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat)”, Skripsi pada Universitas Indonesia, 1984, tidak dipublikasikan 41

tempat untuk berkumpul. Lapo tuak tetap dibutuhkan bagi orang Batak di Jakarta, karena sekalipun merupakan rumah makan tetapi lapo tuak juga merupakan sarana untuk mempererat solidaritas masyarakat Batak melalui komunikasi tatap muka. Tidak hanya sekedar tempat untuk melepaskan rindu tetapi juga merupakan sumber informasi, sehingga dalam kesibukan kehidupan di kota hubungan antara keluarga masih bisa di bina lewat lapo tuak. Lapo tuak tidak lagi senegatif yang dibayangkan masyarakat di luar orang Batak. Namun, sekarang yang penting adalah peningkatan mutu , sehingga lapo tuak tidak hanya di kenal di kalangan orang Batak tetapi juga di kenal di tingkat masyarakat Indonesia umumnya. Penelitian skripsi milik Donovan Bustami dengan judul “Interaksi Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial) Tahun 1985”50. Dalam penelitian ini peneliti mengangkat masalah dampak dari adanya interaksi sosial antar penghuni dari berbagai suku bangsa, penganut beberapa agama dimana masing- masing mempunyai nilai, norma yang berbeda sehingga masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda pula. Dengan adanya beberapa kepentingan yang berbeda serta kepentingan dari beberapa pihak tersebut ingin mengutamakan kepentingannya sendiri, maka ini akan ada kecenderungan untuk timbul pertentangan sosial dan seringkali disertai dengan perkelahian antar penghuni asrama Daksinapati. Pada dasarnya pertentangan sosial bukan semata disebabkan oleh perbedaan nilai, norma, perbedaan agama ataupun perbedaan kebudayaan, akan tetapi sebenernya yang menyebabkan terjadinya pertentangan di asrama lebih banyak disebabkan karena sumber daya yang terbatas. Ada pihak yang ingin menguasai kamar tidur, ada pihak yang ingin mendapat pelayanan yang lebih dari yang lain, ada pihak yang ingin mendapatkan peranan dan status yang lebih dari yang lainnya. Pertentangan sosial juga dapat terjadi karena tidak ada komunikasi satu dengan yang lain. Artinya bahwa karena ada

50 Donovan Bustami, “Interaksi Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial)”, Skripsi pada Universitas Indonesia, 1985, tidak dipublikasikan 42

penafsiran yang salah dari simbol yang diungkapkan oleh lawan bicara. Jadi demikian, pertentangan sosial tidak saja terjadi karena adanya perbedaan agama, suku bangsa. Pada agama, suku bangsa yang samapun dapat terjadi pertentangan sosial. Penelitian skripsi milik Arbany Nurul Aini, dengan judul “Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta) Tahun 2013”51, Penelitian ini menjelaskan angkringan sebagai usaha informal perkotaan yang menggunakan simbol-simbol kedaerahan. Hal ini dilatarbelakangi oleh fenomena eksistensi kuliner di tengah gempuran modernisasi. Keberadaan kuliner eksis tersebut lekat dengan tema besar sebuah ideologi budaya yang mencerminkan identitas tertentu. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan seperti apa dan bagaimana kuliner angkringan. Juga berusaha menjawab wujud identitas kuliner kejawaan di tengah masyarakat Jakarta yang heterogen. Kuliner di sini dapat diartikan sebagai suatu kebutuhan hidup manusia yang berkaitan dengan kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi ini dapat bersifat kompleks ketika bersinggungan dengan identitas budaya suatu masyarakat tertentu. Karena, pada kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat untuk melepas dahaga dan lapar. Ada fungsi-fungsi sosial lain yang hadir di dalam angkringan, seperti tepo seliro atau tenggang rasa, serta melatih kejujuran masyarakat. Angkringan juga merupakan salah satu ruang publik masyarakat, dimana masyarakat mampu memberikan pendapat mereka mengenai isu-isu yang terkait dengan pemerintahan baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, serta politik.Penelitian ini menggunakan studi kasus tiga angkringan, sebagai tempat di mana terdapat simbol-simbol kedaerahan dan terwujudnya ruang publik sehingga demokrasi dapat terlihat berjalan di Angkringan. Dengan lokasi keberadaan Angkringan di wilayah Jakarta, sekiranya dapat menggambarkan proses pembentukan

51 Arbany Nurul Aini, “Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta)”, Skripsi pada Universitas Negri Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan 43

ruang publik masyarakat perkotaan namun tidak meninggalkan identitas kejawaan melalui simbol-simbol yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk menunjang proses pencarian data secara lebih mendalam. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berdasarkan studi pengamatan terlibat, dengan wawancara dan observasi yang dilakukan sejak Februari 2012. Wawancara dan observasi terutama dilakukan pada informan kunci yang berasal dari enam orang informan kunci, tiga berasal dari pedagang angkringan dan tiga yang lainnya berasal dari pengunjung angkringan yang berbeda di Jakarta. Juga berdasarkan informasi dari empat informan tambahan yang berasal dari pengunjung dari kelas sosial yang berbeda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa angkringan bukan hanya sekedar usaha informal yang dapat menjadi salah satu cara mengurangi pengangguran di Jakarta, namun juga angkringan sebagai usaha kuliner berbasis kedaerahan yang harus terus dijaga dari gempuran usaha kuliner yang berasal dari luar negeri. Angkringan juga merupakan ruang publik masyarakat perkotaan yang mampu menimbulkan dan menunjukan bahwa diskursus demokrasi terjadi di angkringan walaupun dalam skala yang masih kecil, namun walau demikian dapat terlihat bahwa sesungguhnya masyarakat indonesia masih perduli dengan keadaan negaranya. Penelitian skripsi milik Klara Puspa Indrawati dengan judul “Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta). Tahun 2012”52 Penelitian ini mengungkapkan dalam praktek spasial, ruang publik yang tidak berfungsi secara efektif ditransformasikan oleh masyarakat menjadi ruang yang digunakan secara kolektif. Masyarakat mendasarkan proses perancangan ruang kolektif pada budaya setempat agar ruang tersebut dapat berfungsi secara efektif. Relasi sosial antar pelaku di ruang kolektif menghasilkan jarak yang mendefinisikan batasan ruang. Ruang kolektif ini lalu menjadi

52 Klara Puspa Indrawati 2012 Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta, Studi Arsitektur Universtas Indonesia 44

ruang yang membuka kesempatan seluas-luasnya bagi partisipasi publik dalam operasinya.

Tabel 2.1 Perbandingan Studi Pustaka Terdahulu dengan Penulis

No Pustaka Sejenis Persamaan Perbedaan 1. Sadhi Sanggakala Interaksi sosial Lokasi penelitian Sadhi di “Penggunaan Jalan Di yang terjadi di tempat umum yang berupa Kampung Kota Dan tempat umum. jalan sedangkan penulis Perumahan Perumnas berada di angkringan. Sebagai Ruang Interaksi Sosial (Kasus Pemukiman Kampung Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan Perumnas II, kelurahan Baktijaya,Depok” 2. Lolita Susan Ginzel  Penelitian Lolita memilih objek “Lapo Tuak, Arena Interaksi bersifat penelitian pada lapo tuak Sosial Bagi Masyarakat Batak kualitatif yang merupakan usaha Toba (Studi Kasus: Lapo  Penelitian di tempat makan yang berasal Tuak Dame, Kelurahan tempat makan dari suku Batak sedangkan Harapan Mulia, Jakarta kedaerahan penulis berada di Pusat)”  Interaksi yang angkringan, usaha tempat terjadi di makan berasal dari suku tempat makan Jawa  Mengkaji Usaha Kuliner dengan Etnik tertentu

3. Donovan Bustami Interaksi sosial Donovan memilih asrama “Interaksi Sosial Penghuni Daksinapati menjadi Asrama Daksinapati tempat penelitiannya Universitas Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial)” 4. Arbany Nurul Aini  Penelitian di Arbany mengangkat “Angkringan: Arena angkringan permasalahan tentang Demokrasi Masyarakat  Penelitian arena demokrasi Pekotaan dengan Simbolisme bersifat masyarakaat perkotaan Kejawaan (Studi Kasus: Tiga kualitatif yang terjadi di angkringan Angkringan di Jakarta) deskriptif sedangkan penulis  Mengkaji mengangkat masalah 45

Usaha interaksi sosial yang Kuliner terjadi di angkringan dengan Etnik tertentu

5. Klara Puspa Indriwati  Kualitatif Penelitian Klara mengkaji “Pembentukan Ruang deskriptif ruang kolektif yang ada di Kolektif Oleh Masyarakat  Keterletakan angkringan (Studi Kasus : Angkringan objek pada Tugu Yogyakarta).” angkringan

Sumber: Diolah Berdasarkan Pustaka Sejenis, Tahun 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian : Tiga buah angkringan yang berada di kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Waktu Penelitian : 5 Januari 2014 – 18 Desember 2014

B. Metodologi Penelitian

Menurut Adi Prastowo “metode penelitian adalah strategi umum yang di anut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi.”1 Dengan menggunakan metode penelitian kita dapat mengetahui data yang kira cari untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

Imam Gunawan berpendapat “penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan dalam mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya, sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi kesejahteraan bersama.”2 Selain itu, berbeda dengan Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif yang dikemukakannya adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).”3 Jadi data yang diperoleh berupa kata-

1Adi Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011), h.8. 2Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), h.80-81 3Ibid., h.82

46

47

kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen, dll).

Pada penelitian ini informasi yang didapatkan adalah mengamati dan melihat seputar menjamurnya usaha angkringan di kota Tangerang Selatan, penulis mewawancarai tiga pedagang angkringan yang ada di kota Tangerang Selatan. Penulis menjadikan para pedagang sebagai informan kunci. Hal ini penulis lakukan untuk mendapatkan apa saja yang mendorong mereka untuk bermigrasi ke kota Tangerang Selatan dan membangun usaha kuliner angkringan, serta bagaimana strategi mereka untuk bersaing dengan usaha-usaha kuliner yang berasal dari luar. Penulis juga akan menggali informasi dari penikmat kuliner angkringan. Penikmat kuliner dijadikan sebagai informan pelengkap, penikmat kuliner yang akan dipilih sebagai informan pelengkap diutamakan dari pengunjung yang sering datang ke angkringan dan yang melakukan interaksi dengan pedagang dan para pengunjung lainnya. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode ini bertujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai fenomena realitas sosial yang menjadi tujuan penelitian ini. Sebagai acuan dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Sampel Sumber Data Penelitian Sampel menurut Irawan Soehartono adalah “suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya.”4 Penelitian ini dilaksanakan kepada tiga buah usaha kuliner angkringan yang berada di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang

4 Ibid.

48

Selatan. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Irawan Soehartono, “dalam teknik ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang menurut dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.”5 Maksud dari pertimbangan ini ialah supaya angkringan yang dipilih tetap menggunakan unsur tradisional sesuai dengan angkringan yang berada di kota Jogjakarta. Selain itu, penulis juga memilih angkringan yang benar-benar sederhana dengan menggunakan simbol-simbol kejawaan dalam penggunaan alat-alat makan seperti gelas dan piring yang terbuat dari kaleng, menggunakan arang dalam memasak. Dalam penelitian ini, peneliti memilih tiga buah angkringan yang akan dijadikan tempat penelitian. Ketiga buah angkringan terdiri dari dua buah angkringan yang masih bersifat tradisional dan satu buah angkringan yang sudah modern. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan yang terdapat diantara angkringan modern dan angkringan tradisional. Ketiga buah angkringan ini dipilih berdasarkan letaknya yang berada pada jalan utama dari Kecamatan Pamulang.

5 Ibid., h. 63

49

3.1. Gambar Denah Lokasi Angkringan

Denah di atas menggambar kan letak ketiga angkringan yang ada dalam penelitian ini. Ketiga jalan diatas adalah Jl. Surya Kencana, Jl, Pamulang Raya dan Jl. Dr. Setiabudi.

D. Teknik Pengumpulan Data Data merupakan sebuah hal yang sangat penting dan menjadi dasar keabsahan dan kekuatan sebuah penelitian. Pada awal pengumpulan data terlebih dahulu peneliti menjadi konsumen pedagang angkringan hingga keakraban terus terjalin antara penulis dengan pedagang angkringan. Setelah keakraban terjalin kemudian penulis mulai mencoba untuk melakukan wawancara pedagang angkringan tanpa menimbulkan kesan bahwa penulis sedang mengorek informasi dari informan. Hal ini dilakukan agar jawaban-jawaban yang di utarakan oleh informan valid dan tidak ada kesan yang ditutup- tutupi. Sumber dan jenis data terbagi menjadi: 1. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari informan yang ada di lapangan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

50

a. Wawancara (interview) Wawancara adalah “percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.”6 Kegiatan wawancara dilakukan secara mendalam hal ini dimaksudkan agar data yang diperlukan tidak bias dan valid. Untuk memperoleh informasi yang objektif, peneliti mengadakan wawancara langsung kepada 3 orang pedagang angkringan yang berada di daerah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Untuk informan, peneliti mewawancarai 3 orang pengunjung di setiap angkringan yang sudah menjadi pengunjung rutin tiap minggunya. b. Observasi (Pengamatan) Menurut Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, “istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.”7 Peneliti akan melakukan pengamatan terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi dilakukan untuk menemukan data dan informasi dari gejala atau fenomena secara sistematis dan didasarkan pada tujuan penyelidikan yang telah dirumuskan. Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai peneliti yang participant observation. Maka dari itu posisi peneliti juga sebagai penikmat hidangan kuliner angkringan yang membuat

6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.186 7 Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), h. 1

51

penulis dapat ikut merasakan kondisi serta suasana yang terdapat dalam angkringan, dengan demikian peneliti dapat menjalin hubungan komunikasi dan pendekatan dengan penjual angkringan serta sesama penikmat angkringan lainnya. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber ini adalah yang cukup mudah di dapat karena telah tersedia sehingga akan relatif murah pengeluaran biaya untuk memperolehnya. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya seseorang.8 Dengan demikian teknik ini digunakan untuk memperoleh data keadaan umum daerah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan dari Kantor Kecamatan Pamulang. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang di dapat dari dokumentasi dan tidak terjun secara langsung di lapangan pada saat penelitian dilakukan. Dokumentasi Menurut Imam Gunawan, “Merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi bagi proses penelitian.”9 Dalam pengumpulan data sangat dibutuhkan teknik yang tepat dan relevan dengan data yang dicari. Untuk data-data sekunder penulis peroleh melalui data statistik, literatur, laporan penelitian, buku-buku bacaan, dan lain-lain. Data sekunder tersebut berfungsi sebagai pendukung dan pelengkap dari data-data primer yang dikumpulkan melalui wawancara secara mendalam.

8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 329 9 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 178

52

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi hasil penelitian yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menyajikan gambaran berbagai variable yang diteliti. Sebagian data yang diperoleh dari hasil wawancara, kemudian dikategorikan sesuai dengan kebutuhan pembahasan. Data-data yang bersifat kualitatif dianalisis dengan cara dideskripsikan dengan narasi yang logis. Miles & Huberman mengemukakan, “tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu (1) reduksi data (data reduction); (2) paparan data (data display); dan (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verifying).”10 Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan mencari tema dan pola penelitian. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yakni dari pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Reduksi data dilakukan selama penelitian berlangsung, bahkan langkah ini dilakukan sebelum data benar-benar dikumpulkan. Penyajian data digunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman kasus dan sebagai acuan mengambil tindakan berdasarkan pemahaman dan analisis sajian data. Penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Penarikan kesimpulan tidak lepas dari fenomena permasalahan yang diteliti. Penarikan kesimpulan ini dilakukan sejak peneliti berusaha mencari makna dari data yang terkumpul, dalam hal ini tema hubungan dan kesamaan dari hal-hal yang sering timbul. Peneliti juga mengandalkan hasil dari wawancara mandiri, wawancara sambil lalu, data kependudukan dari Kecamatan Pamulang, buku, dan data dari Badan Pusat Statistik. Sebelum melakukan

10 Ibid. ,h. 210

53

wawancara, peneliti melakukan pendekatan secara personal kepada pedagang angkringan sebagai pembeli dan membaur dengan pembeli lain serta ikut melibatkan diri dalam perbincangan yang terjadi di angkringan. Hal ini dimaksudkan agar pedagang angkringan mengingat peneliti sebagai pelanggan nya. Sehingga saat wawancara dilakukan pedagang tidak merasa asing dengan peneliti dan dengan leluasanya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Pertama kali peneliti melakukan observasi, kegiatan ini meliputi memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut. Pengamatan awal digunakan untuk mengetahui angkringan yang dapat dijadikan tempat penelitian, setelah memutuskan angkringan yang dijadikan sebagai tempat penelitian selanjutnya peneliti melakukan pengamatan untuk melengkapi data, dan menyesuaikan antara keterangan yang diberikan informan dengan kenyataan yang ada. F. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data dimaksud untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang terpercaya dan valid. Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini meliputi triangulasi dan meningkatkan ketekunan. 11 Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Triangulasi Menurut Lexy J Moleong, Trianggulasi adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber

11 Ibid.,

54

lainnya”.12 Tujuan trianggulasi data dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan. Trianggulasi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan sumber dan metode,13 artinya peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan dan key informan. Trianggulasi data dilakukan dengan cara, pertama, membandingkan hasil pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya. Kedua, membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Membandingkan data hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan, pikiran semata-mata. Tetapi lebih penting lagi adalah bisa mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan. 2. Meningkatkan Ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.14 Pengujian keabsahan data dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan

12Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002), h.178 13Hudri, Said. “Keabsahan Data Instrumen Penelitian”, http://expresisastra.blogspot.com/2013/11/keabsahan-data-instrumen-penelitian.html, 05 Oktober 2014 14 Ibid., h. 124.

55

cara peneliti membaca seluruh catatan hasil penelitian secara cermat, sehingga dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya. Dengan demikian peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. 3. Member Check Tujuan mengadakan member check adalah agar informasi yang telah diperoleh dan yang akan digunakan dalam penulisan laporan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan, dan key informan. Untuk itu dalam penelitian ini member check dilakukan setiap akhir wawancara dengan cara mengulangi secara garis besar jawaban atau pandangan sebagai data berdasarkan catatan peneliti tentang apa yang telah dikatakan oleh responden. Tujuan ini dilakukan adalah agar responden dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka, mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member check dalam penelitian ini dilakukan selama penelitian berlangsung sewaktu wawancara secara formal maupun informal berjalan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pendahuluan Bab ini akan membahas hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap duabelas orang nara sumber yang peneliti sebut sebagai partisipan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder berasal daridata statistik, laporan penelitian, dan buku-buku bacaan. Partisipan yang diminta oleh peneliti untuk menjadi nara sumber adalah tiga orang pedagang angkringan dan sembilan orang pengunjung angkringan. Pada bab ini pembaca dapat mengetahui bagaimana deskripsi interaksi sosial yang terjadi didalam angkringan. Selain membahas hasil wawancara, bab ini juga membahas hasil obervasi yang dilakukan peneliti untuk mencari partisipan yang akan di wawancarai, observasi ini dilakukan di tiga angkringan yang berada di Pamulang dan juga membahas tentang informasi partisipan.

B. Profil Tempat 1. Kondisi Geografis Kecamatan Pamulang Kecamatan Pamulang terletak di selatan daerah Kota Tangerang Selatan, Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 26.82 Ha dan menjadi daerah perkantoran Pemerintahan Daerah (Pemda) Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang dibatasi oleh Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Sebelah Timur : Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta Sebelah Selatan : Kota Depok Provinsi Jawa Barat Sebelah Barat : Kecamatan Serpong, Setu

55

56

Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan, yaitu kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik, Pondok Cabe Ilir, Kedaung, Bambu Apus, Benda Baru. Kepadatan penduduk terbanyak per km2 adalah sebesar 10.859 jiwa yang terdapat di Kelurahan Benda Baru.1 Tabel 4.4 Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Pamulang Tahun 2013

No Kelurahan Luas Wilayah (Ha) 1 Pondok Benda 386 2 Pamulang Barat 416 3 Pamulang Timur 259 4 Pondok Cabe Udik 483 5 Pondok Cabe Ilir 396 6 Kedaung 256 7 Bambu Apus 220 8 Benda Baru 266 Sumber: Hasil Olah Potensi Desa Tahun 2006 dalam Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2013).2

Serta memiliki jumlah keseluruhan 819 RT dan 156 RW dari 8 kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Pamulang. Dengan rincian terdapat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.5 Jumlah RT/RW Tahun 2014 Jumlah No Kelurahan Rukun Rukun Nama Tetangga Warga 1 Pondok Benda 147 24 RT

1 http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 5 Desember 2014 pukul 22.00 WIB 2 http://labpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/RPJM-Keadaan-Geografis.pdf diakses pada tanggal 28 November 2014 pukul 1.12 WIB

57

2 Pamulang Barat 120 25 RT 3 Pamulang Timur 97 28 RT 4 Pondok Cabe 63 14 RT Udik 5 Pondok Cabe Ilir 54 12 RT 6 Kedaung 97 20 RT 7 Bambu Apus 76 9 RT 8 Benda Baru 165 24 RT Kecamatan Pamulang 819 156 RT Sumber: Hasil Olah Potensi Desa Tahun 2006 dalam Kompilasi Data untuk Penyusunan RT RW Kota Tangerang Selatan (2013).3

2. Kondisi Demografis Jumlah penduduk Kecamatan Pamulang hasil BPS Tangerang Selatan 314.931 jiwa tahun 2013. Terdiri dari laki-laki sebanyak 159.014 jiwa dan perempuan 155.917 jiwa. Tabel 4.6 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Penduduk Rasio No Kelurahan Laki- Jenis Perempuan Jumlah Laki Kelamin 1 Pondok 25 180 24 281 50 021 101,36 Benda 2 Pamulang 27 503 26 798 54 301 102,63 Barat 3 Pamulang 18 322 18 388 36 710 99,64 Timur 4 Pondok 11 817 11 652 23 469 101,42

3 http://labpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/RPJM-Keadaan-Geografis.pdf diakses pada tanggal 28 November 2014 pukul 1.12 WIB

58

Cabe Udik 5 Pondok 18 093 17 514 35 607 103,31 Cabe Ilir 6 Kedaung 23 287 22 581 45 868 103,13 7 Bambu 14 546 14 145 28 691 102,83 Apus 8 Benda 20 266 19 998 40 264 101,34 Baru Kecamatan 159 014 155 917 314 931 101,99 Pamulang Sumber: Proyeksi Kantor BPS Tangerang Selatan4

Kecamatan Pamulang merupakan Ibukota dari Kota Tangerang Selatan dan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki kepadatan tertinggi kedua di Kota Tangerang Selatan yaitu 108 jiwa/ha. Kecamatan Pamulang memiliki fungsi sebagai kawasan pemukiman dengan kepadatan tinggi. Pusat kota kecamatan Pamulang terletak pada persimpangan jalan yang mempertemukan Jl. Pajajaran, Jl. Siliwangi, dan Jl. Surya Kencana. Jl. Pajajaran dan Jl. Siliwangi merupakan jalan utama, sedangkan Jl. Surya Kencana merupakan jalan terusan dari Jl. Pajajaran. Ruas-ruas jalan tersebut juga merupakan luas jalan yang membelah wilayah kecamatan Pamulang dan merupakan ruas jalan utama dari wilayah-wilayah lain disekitarnya sehingga tingkat kepadatannya sangat tinggi. Tingkat mobilitas penduduknya pun sangat tinggi karena ruas-ruas jalan tersebut juga menghubungkan dengan jalan kolektor yang masuk menghubungkan ke wilayah permukiman. Jl. Pajajaran menghubungkan pusat kota kecamatan Pamulang dengan pusat kota kecamatan Ciputat dan DKI Jakarta.

4 www.tangselkota.bps.go.id diakses pada tanggal 28 November 2014 12.00 WIB

59

Sementara itu Jl. Siliwangi menghubungkan pusat Kecamatan Pamulang dengan kecamatan Serpong dan Kabupaten Tangerang. Jl. Surya Kencana merupakan jalan yang memiliki fungsi menghubungkan jalan-jalan utama, dalam hal ini Jl. Siliwangi dengan Jl. RE Martadinata dan Jl. Pondok Cabe Raya dengan Jl. RE Martadinata. Jl. RE Martadinata merupakan jalan utama yang menghubungkan pusat kota Kecamatan Pamulang dengan Kecamatan Parung dan Kabupaten Bogor, sedangkan Jl. Pondok Cabe Raya merupakan jalan yang menghubungkan pusat kota Kecamatan Pamulang dengan DKI Jakarta. Di Pamulang terdapat beberapa komplek perumahan seperti Pamulang Permai, Reni Jaya, Vila Pamulang, Griya Jakarta, Vila Pamulang Mas, Pamulang Estate (MA),BPI (Bukit Pamulang Indah), Permata Pamulang, Vila Dago dll. Komplek-komplek perumahan ini mulai berdiri tahun 1983. Tahun 1983 belum ada perumahan, Perumahan Pamulang Permai I ada pada tahun 1991, perumahan yang pertama di Pamulang adalah Pondok Benda Indah yang dibangun tahun 1990 berlokasi di rw 15 Kel. Pondok Benda, lokasinya sebelum pompa bensin pertigaan parakan Pamulang. Di Pamulang juga berdiri Superindo, Pamulang Square dan Carrefour yang menandakan pertumbuhan ekonomi di kecamatan ini sangat pesat. Dahulu sempat pula didirikan Alfa Toko Gudang Rabat, Dwima, serta Cinema 21. Di depan Pamulang Square, dan juga terdapat tomang tol namun hancur dibakar pasca kerusuhan Mei 1998. Pamulang juga merupakan daerah industri skala usaha kecil dan menengah (UKM), beberapa industri rumah tangga telah menjadi bagian dari pergerakan perekonomian makro masyarakat pamulang sejak dahulu hingga saat ini diantaranya industri kerajinan tangan, perhiasan, pernak pernik asesoris dan makanan kecil (camilan).

60

3. Kehidupan Sosial Ekonomi Sebagian besar matapencaharian masyarakat Kecamatan Pamulang adalah berdagang, wiraswasta, pelayanan jasa dan lain-lain. Pola perekonomian masyarakat Kecamatan Pamulang pada awalnya bergantung pada tanah yang mereka miliki. Tanah bagi mereka merupakan suatu sumber kehidupan bagi keluarga dan generasi penerus mereka sehingga pemanfaatan tanah digunakan sebagai sarana untuk bertani dengan menanam berbagai macam tanaman yang pada akhirnya hasilnya digunakan untuk dikonsumsi sendiri dan untuk dijual sebagai dana untuk memenuhi kehidupan lainnya. Hal ini telah berjalan turun temurun dari mulai nenek moyang masyarakat Kecamatan Pamulang. Tetapi sekarang lahan pertanian semakin menyempit karena banyak warga yang menjualnya ke para pendatang sehingga sebagian mereka beralih ke bidang lain yaitu berdagang di sekitar rumah mereka ataupun membuat kios di pinggir jalan.5 Pemanfaatan tanah sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup dalam perkembangan selanjutnya mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan zaman. Kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin meningkat mendesak masyarakat pribumi untuk memanfaatkan sebidang tanahnya untuk usaha lain selain bertani, sehingga hasilnya menjadi lebih besar dibanding dengan bertani dan berkebun misalnya dengan membangun rumah kontrakan, warung atau toko, yang dinilai lebih menguntungkan bila dibanding dengan menunggu penghasilan dari usaha bertani dan berkebun. Menurut pertimbangan secara ekonomis memang lebih menguntungkan karena tanah tersebut dapat menghasilkan uang banyak dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, walaupun dari segi kelestarian lingkungan tidak menguntungkan. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Pamulang bekerja di sektor formal maupun non formal yang sesuai dengan pendidikan yang

5 Data Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2014

61

mereka miliki, walaupun kadang-kadang pekerjaan dengan pendidikan tidak sesuai. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki warisan tanah dan juga tidak berpendidikan tinggi, mereka lebih memilih berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian dari para pedagang itu ada yang berjualan di pasar, yang letaknya tidak jauh dari Pamulang dan juga pedagang yang berjualan dengan membuka toko atau warung kecil-kecilan di sekitar rumahnya. 4. Kehidupan Sosial Keagamaan Jika dilihat dari keberagaman penduduk Kecamatan Pamulang, sebagian besar masyarakat menganut agama Islam yaitu sebanyak, 271362 orang, sedangkan sisanya menganut agama Budha sebanyak 1953 orang, Kristen Protestan 1831 orang, Kristen Katolik 7537 orang, Hindu 889 orang dan Konghucu 234 orang. Gambaran tentang keberagamaan masyarakat Kecamatan Pamulang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Hin Bud Kong No Kelurahan Islam Katolik Protestan du ha hucu 1 Pondok Benda 39687 1367 3763 168 348 5 2 Pamulang 43738 2266 4700 129 667 20 Barat 3 Pamulang 29503 1006 1725 130 175 12 Timur 4 Pondok Cabe 19178 501 1438 81 271 178 Udik 5 Pondok Cabe 36140 230 1107 78 62 - Ilir 6 Kedaung 47890 700 1843 115 103 5 7 Bambu Apus 21734 404 924 48 116 2

62

8 Benda Baru 33492 1063 2821 150 211 12 Kecamatan 27136 7537 1831 889 1953 234 Pamulang 2 Sumber : Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamulang6

Mengenai tempat peribadatan tercatat di wilayah Kecamatan Pamulang terdapat 146 buah Masjid, 317 buah Mushola, 1 buah Vihara, 2 buah Kelenteng, 15 buah Gereja. Dari data tersebut dapat dilihat betapa beragamnya komunitas keberagaman, hampir semua agama dan tempat ibadahnya yang ada di Indonesia dapat dijumpai di Kecamatan ini.

C. Informasi Partisipan 1. Karakteristik Pedagang Angkringan Pedagang Angkringan adalah orang yang menjual barang dagangannya dengan menggunakan gerobak serta lampu senthir. Pedagang angkringan ini sering disebut pula sebagai prembe (Jawa). Pedagang angkringan ini menjual barang dagangannya berupa makanan dan minuman dengan gerobak. Gerobak yang biasa digunakan oleh pedagang angkringan tersebut umumnya adalah milik pedagang sendiri. Waktu berdagang para pedagang angkringan dimulai dari sore hari sekitar pukul setengah lima dan selesainya pada dini hari sekitar pukul dua. Namun waktu tutup usaha angkringan ini tergantung dari keadaan berjualan saat itu. Apabila keadaan saat itu sedang ramai konsumen biasanya para pedagang angkringan ini akan tutup lebih awal dari pukul dua dini hari. Lokasi yang dijadikan tempat berjualan umumnya di pinggir- pinggir jalan utama, namun ada pula pedagang angkringan yang berjualan di sekitar perkantoran atau daerah perkampungan yang ramai serta dilalui oleh banyak orang. Barang yang ditawarkan oleh para

6 http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 25 Desember 2014 pukul 20.00 WIB

63

pedagang angkringan memang pada umumnya memiliki harga yang murah karena pangsa konsumennya yang dituju mereka yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Walaupun demikian, saat ini popularitas angkringan sedang menanjak, sehingga saat ini angkringan mudah ditemui di Pamulang yang merupakan bukan asal daerah asli dari Angkringan. Warung angkringan atau saat ini juga dikenal sebagai warung nasi kucing mempunyai daya tarik tersendiri sehingga diminati oleh konsumennya baik yang berasal dari mahasiswa, tukang ojek, buruh bahkan pegawai pemerintahan. Walaupun dari segi kualitas barang yang dijual sering dianggap memiliki kualitas rendah, namun ini tidak membuat daya tarik angkringan menurun. Angkringan merupakan salah satu wadah untuk masyarakat melakukan interaksi sosialnya. Di dalam angkringan tidak memiliki batasan atau mengenal perbedaan kelas sosial, ekonomi, agama dan ras. Dalam angkringan semua manusia sama sehingga ini yang membuat angkringan bertahan hingga saat ini. Karena tidak jarang para konsumen memiliki angkringan favoritnya masing-masing dan ini cenderung dengan pemilihan pedagang angkringannya enak atau tidak untuk diajak ngobrol. Angkringan di Pamulang terbagi menjadi dua model, yaitu model pertama adalah angkringan yang tradisional. Angkringan tradisional memiliki ciri-ciri seperti, gerobak yang menetap di tempat yang strategis, memasak masih menggunakan arang, serta masih menggunakan gerobak, untuk meja saji yang digunakan untuk menyajikan makanan hanya menggunakan papan yang menempel di gerobak serta tikar untuk pengunjung yang memilih untuk lesehan, dan untuk penerangan biasanya redup karna pedagang angkringan hanya menggunakan sambungan kabel lampu dari toko yang mereka tumpangi pelataran tempat parkirnya, pegawai yang membantu biasanya hanya berjumlah tiga orang paling banyak serta mereka masih memiliki hubungan saudara dengan pemilik angkringan.

64

Angkringan model kedua adalah model modern. Angkringan seperti yang dimiliki oleh Ibu Yanti adalah angkringan yang sudah memiliki tempat untuk menetap tidak lagi menggunakan gerobak. Selain itu meja panjang yang digunakan untuk menyajikan angkringan Ibu Yanti sudah memiliki tiga buah meja, Penerangannya juga sudah menggunakan lampu, selain itu untuk sumber daya manusia yang membantu, Ibu Yanti sudah memiliki enam orang pegawai, dan pegawainya bukan lagi dari anggota keluarga melainkan tetangga- tetangganya di kampung. Menu yang disediakan ketiga angkringan ini hampir sama, jumlahnya saja yang berbeda dan ketiga angkringan ini walaupun berada di Pamulang mereka masih memasukan simbol- simbol Kejawaan mereka. Berikut ini adalah profil ketiga pedagang angkringan yang menjadi informan di Pamulang: a. Angkringan Pakde Yono Pakde Yono adalah salah satu pedagang angkringan yang mencoba mengadu peruntungan di Pamulang, dengan modal yang seadanya Pakde Yono hijrah dari Pemalang ke Pamulang untuk mengikuti temannya yang ingin membuka usaha kuliner angkringan. Pada tahun 2004 Pakde Yono memutuskan untuk hijrah ke Jakarta bersama dua orang teman yang berasal dari Gunung Kidul untuk membuka Angkringan di Daerah Cinangka, Sawangan. Awalnya mereka bertiga menyewa sebuah kontrakan di daerah Cinangka sebagai tempat tinggal dan berjualan angkringan tidak jauh dari kontrakan tersebut. Melihat kerja Pakde Yono yang bagus teman Pakde pun memberikan saran untuk Pakde Yono untuk membuka usaha angkringan miliknya sendiri. Setelah mempertimbangkan tawaran temannya, Pakde Yono memutuskan untuk membuka angkringan. Langkah pertama yang dilakukan Pakde Yono adalah mencari-cari lokasi yang tepat untuk berjualan angkringan. Setelah mencari-cari akhirnya ditemui

65

sebuah lahan yang lapang di depan pertokoan dipinggir jalan yang terletak di persimpangan jalan Reni. Letak yang strategis dikarenakan dekat dengan Universitas Pamulang dan persimpangan jalan yang menghubungkan antara Pondok Cabe dan Reni ke arah Pamulang diharapkan pada saat itu angkringan milik Pakde Yono laku dan ramai dikunjungi oleh pembeli baik mahasiswa, warga sekitar, ataupun orang-orang yang pulang kerja untuk mampir. Letak berjualan yang strategis dan mudah dijangkau menjadi salah satu hal yang utama dalam menentukan lokasi berjualan bagi Pakde Yono. Modal usaha bagi pedagang kaki lima khususnya Pakde Yono diperoleh dari sisa tabungan sendiri yang dibawa dari kampung halaman dan pinjaman dari teman-teman Pakde Yono yang berada di Jakarta. Pada saat datang ke Pamulang Pakde Yono membawa uang sebesar lima juta rupiah yang diperolehnya dari hasil jual kerbau milik kedua orang tuanya. Uang sebesar lima juta rupiah tersebut Pakde Yono sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti membayar kontrakan rumah, makan, minum, dan lain-lain. Setelah itu Pakde Yono membuat sebuah gerobak yang kurang lebih berukuran 5x6 m². Pakde Yono memutuskan untuk memesan gerobak angkringan hal ini dikarenakan gerobak-gerobak yang sudah jadi tidak terdapat tempat untuk memasak wedang jahe, teh, dan air putih panas atau menghangatkan gorengan yang sebelumnya sudah dibuat setengah matang, sehingga bila ingin dinikmati harus dihangatkan terlebih dahulu. Pada umumnya penjual angkringan memiliki tempat berjualan yang menetap, untuk menutupi bagian atap biasanya ditutupi menggunakan terpal sehingga membentuk sebuah tenda. Kemudian memasang bangku di bagian dalam untuk tempat duduk para pembeli serta menggelar terpal untuk mereka yang ingin duduk secara lesehan. Gerobak angkringan biasanya pada bagian depan

66

terdapat tungku yang mengunakan bahan bakar arang untuk memasak air. Terdapat tiga buah teko atau ceret yang berisi air panas yang digunakan untuk wedang jahe, wedang teh serta teko yang satu lagi berisi air putih untuk minum. Untuk di meja panjang berisi makanan berupa nasi yang biasanya dibungkus kertas nasi atau daun pisang, disebut nasi kucing karena isinya relatif sedikit kira-kira hanya empat sendok makan dan sedikit seperti makanan kucing. Sego kucing biasanya berisi nasi dengan lauk sambal, nasi dengan secuil ikan bandeng, nasi dengan sedikit tempe orek. Serta nasi dengan secuil ikan teri dan gorengan aneka macam seperti tahu isi, tempe , sate usus, sate tutut, ceker ayam, pala ayam. Angkringan yang dimiliki oleh Pakde Yono termasuk angkringan model sederhana, karena angkringan Pakde Yono hanya memiliki satu buah meja panjang yang digunakan untuk menyajikan lauk-pauk untuk menemani makan nasi kucing dan berbicara bersama, selain itu Pakde Yono juga menyediakan tikar untuk para pembeli yang ingin duduk lesehan. Penerangan yang digunakan oleh Pakde Yono juga sangat sederhana yaitu hanya lampu bohlam yang hanya berdaya 5watt sehingga menimbulkan suasana yang remang-remang namun nyaman untuk berbincang. Angkringan Pakde Yono walaupun sederhana namun menu makanan dan minuman yang disajikan cukup bervariatif sehingga pembeli mempunyai banyak pilihan. Berikut adalah tabel daftar makanan yang disediakan oleh angkringan Pakde Wagio: Tabel 4.9. Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Pakde Yono No Makanan dan Minuman Harga 1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Rp Tempe Orek, OsengOseng,dan Ikan 2.500/bungkus Bandeng )

67

2 Sate Telur Puyuh 3 buah Rp 2.500/tusuk 3 Tempe dan Tahu Bacem Rp 2.000/buah 4 Sate Usus Rp 2.500/tusuk 5 Sate tutut (kerang sawah) Rp 2.500/tusuk 6 Gorengan Tahu, Tempe, dan Rp 1.000/buah 7 Wedang jahe Rp 3.000/gelas 8 Wedang susu jahe Rp 3.500/gelas 9 Es teh manis Rp 3.000/gelas 10 Sate kulit ayam Rp 2.500/tusuk 11 Kepala dan ceker ayam Rp 2.500/tusuk 12 Sate kerang Rp 2.500/tusuk 13 Sate kikil Rp 2.500/tusuk 14 Es teh susu Rp 3.500/gelas Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014 Berdasarkan tabel terlihat bahwa makanan dan minuman yang dijual di angkringan Pakde Yono relatif murah, dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, baik dari yang kelas menengah ke atas ataupun kelas menengah ke bawah. Seperti yang diutarakan oleh Maldi seorang mahasiswa Universitas Pamulang jurusan hukum yang hampir setiap minggu datang ke angkringan Pakde Yono, “Minimal gue seminggu sekali ke angkringan, disini tempatnya asik ya buat ngobrol, pakdhe Wagio sama bu Ina istrinya juga ramah banget dan yang penting harganya terjangkaulah untuk kantong mahasiswa.” 7 Walaupun menjual makanan dengan harga yang relatif murah namun Pakde Yono selalu mendapat keuntungan. Pada hari biasa pendapatan kotor yang diperoleh Pakde Yono sebesar Rp

7 Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014 pukul 21.15 WIB.

68

1.000.000,- dan bila sedang hari libur seperti malam minggu Pakde Yono bisa mendapat pendapatan kotor sebesar Rp 2.000.000,- hingga 3.000.000,- dengan keuntungan bersih bila sedang hari biasa sebesar Rp 500.000,- untung yang di dapat Pakde Yono digunakan untuk membayar kontrakan dan biaya untuk menghidupi istri beserta kedua anaknya. Dalam menyiapkan semua keperluan untuk berdagang, Pakde Yono memasak dengan dibantu istrinya yaitu ibu Ina, setiap pagi pukul 06.00 pakde dan ibu Ina pergi ke pasar Cimanggis untuk berbelanja, dan setelah berbelanja Pakde Yono dan istrinya memasak keperluan untuk berdagang. Semuanya dikerjakan secara bersama-sama. Sekitar pukul 18.00 mereka menyiapkan tenda dan menata angkringan. Bila sedang ramai sekali angkringan Pakde Yono bisa tutup lebih awal sekitar pukul 11.00 namun jika sedang sepi Pakde Yono tutup pada pukul 02.00 dini hari. b. Angkringan Milik Mas Warimin Mas Min adalah salah satu masyarakat Yogyakarta yang hijrah ke ibukota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari kehidupannya di desa. Mas Min berusia 32 tahun, dan dia merantau ke Jakarta pada saat usia 23 tahun. Mas Min datang ke Jakarta hanya bermodalkan uang sebesar lima ratus ribu dan Mas Min juga tidak memiliki keahlian khusus, dan pada tahun-tahun awal tinggal di Jakarta Mas Min mendapat pekerjaan menjaga sebuah toko di salah satu pusat perbelanjaan di Ibukota. Pekerjaan menjaga toko hanya bertahan kurang lebih satu tahun karena uang yang Mas Min dapatkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Setelah memutuskan untuk keluar Mas Min melamar pekerjaan untuk bekerja di pabrik di daerah Cililitan. Setelah tiga tahun bekerja dipabrik, Mas Min memutuskan keluar karena Mas Min merasa bosan dengan

69

pekerjaan yang monoton di pabrik. Seperti yang diungkapkan oleh Mas Min bahwa “saya kerja di pabrik tiga tahun, karena kerjaannya itu-itu saja jadi saya bosan dan memutuskan untuk keluar, lagipula masa depannya tidak menjanjikan.”8 Mas Min lalu berfikiran untuk berwirausaha, karena pada saat itu Mas Min sudah memiliki seorang istri yang bisa memasak. Akhirnya Mas Min dengan istrinya memutuskan untuk membuka usaha warung angkringan di daerah Pamulang. Pamulang dipilih setelah Mas Min dan istrinya mengunjungi kerabat yang tinggal di Pamulang dan mendapat berbagai masukan untuk pindah menetap dan membuka usaha angkringan disana. Setelah melihat berbagai lokasi Mas Min akhirnya mendapat tempat di depan sebuah toko di pinggir jalan yang berada di Jl. Dr Setiabudi, Pamulang, Tangerang Selatan. Dengan bermodal tujuh juta rupiah Mas Min menyiapkan segala macam kebutuhan untuk berdagang angkringan. Uang tersebut Mas Min gunakan untuk membeli gerobak sederhana dan keperluan-keperluan lainnya seperti ceret sebagai identitas angkringan yang berjumlah tiga buah, serta untuk membayar sewa depan toko sebesar empat ratus ribu perbulannya yang akan ia gunakan untuk berdagang. Mas Min sudah berdagang angkringan selama kurang lebih hampir lima dibantu 3 keponakannya untuk menyiapkan keperluannya berjualan. Istri Mas Min yang bertugas untuk berbelanja pada pagi hari dan memasak pada siang harinya sedangkan tugas Mas Min dan para keponakannya hanya yang berjualan. Mas Min berjualan dimulai pukul enam sore ketika toko tersebut sudah tutup. Bila sedang ramai angkringan Mas Min hanya

8Berdasarkan wawancara dengan Mas Min pada 22 Mei 2014 pukul 22.30 WIB.

70

sampai pukul 00.00 WIB. Namun bila sedang sepi Mas Min baru dapat menutup angkringannya pada pukul 02.00 dini hari. Angkringan yang dimiliki oleh Mas Min termaksud angkringan yang sederhana, dan angkringan ini dibuat agar semirip mungkin dengan angkringan yang berada di Jogjakarta. Di depan gerobak Angkringan Mas Min menyediakan bangku panjang yang dapat diduduki kurang lebih empat orang, dan untuk pembeli lainnya disediakan tikar dan meja kecil untuk duduk lesehan. Dengan bermodalkan angkringan yang sederhana Mas Min mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari untuk istri dan anaknya yang saat ini berusia dua tahun dan membayar upah untuk ketiga orang keponakannya. Setiap harinya Mas Min mampu untuk memperoleh penghasilan sebesar Rp 1.000.000,- perhari dengan keuntungan bersihnya Mas Min mampu memperoleh sehari kurang lebih Rp 600.000,-. Berikut ini adalah daftar masakan dan minuman yang disediakan di angkringan sederhana milik Mas Min. Tabel 4.10. Menu Makanan Minuman Angkringan Mas Min No Makanan dan Minuman Harga 1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Oseng- Rp 2.500/bungkus Oseng Sayur, dan Ikan Bandeng ) 2 Sate Telur Puyuh 4 buah Rp 2.500/tusuk 3 Sate Ati Ampela Rp 2.500/tusuk 4 Sate Paru Rp 2.500/tusuk 5 Sate Kikil Rp 2.500/tusuk 6 Tempe dan Tahu Bacem Rp 2.000/buah 7 Sate Usus Rp 2.500/tusuk 8 Gorengan Tahu, Mendoan Tempe dan bakwan Rp 1.000/buah 9 Sate Ceker Ayam Rp 2.500/tusuk 10 Kepala Rp 2.500/buah 11 Teh Manis Rp 3.000/gelas 12 Wedang Jahe Rp 4.000/gelas 13 Wedang Jahe dengan Susu Rp 4.500/gelas

71

14 Susu Teh Jahe Rp 4.500/gelas Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014. Menu makanan yang disediakan oleh Mas Min memang sederhana namun walaupun dengan demikian Mas Min sudah memiliki pelanggan setia yang setiap minggunya pasti datang untuk makan lalu mengobrol dengan Mas Min. Seperti penuturan Mas Min dengan membuka usaha angkringan ia mempunyai banyak teman baru untuk bercengkrama, sehingga walaupun harus menjaga angkringannya hingga dini hari tidak ada kejenuhan yang dirasakan oleh Mas Min. Pembeli yang datang silih berganti terkadang Mas Min duduk bersama pembeli di lesehan untuk bergabung mengobrol bersama. c. Angkringan Ibu Yanti Ibu Yanti adalah salah satu pemilik angkringan di Pamulang Permai, Tangsel. Angkringan milik Ibu Yanti termaksud angkringan yang modern dan sudah berkembang. letak khusus angkringan Ibu Yanti sangat strategis karena berada di pinggir Perumahan Griya Jakarta yang merupakan jalan raya yang tidak pernah sepi, Ibu Yanti awal membuka usaha angkringan pada tahun 2009. Awalnya Ibu Yanti hanya menyediakan satu meja untuk menaruh makanan, namun seiring berjalannya karena semakin ramai akhirnya Ibu Yanti saat ini memiliki tiga buah meja panjang untuk menaruh makanannya. Ibu Yanti memilih berjualan angkringan dikarenakan mendapat saran dari suaminya bahwa angkringan pada saat itu sedang menjadi trend baru di dunia kuliner. Dengan bermodal kurang lebih enam juta rupiah, Ibu Yanti beserta suaminya membuka usaha angkringan di depan emperan bengkel onderdil motor, dibantu oleh keponakan Ibu Yanti yang bernama Rohman. Pada tahun 2010 ada bengkel yang tutup sehingga Ibu Yanti memilih untuk menyewa bengkel yang sudah pindah, agar tidak lagi

72

menunggu untuk menjajakan dagangannya selepas bengkel tersebut tutup. Dalam hal permodalan khususnya menyewa tempat tersebut, Ibu Yanti terpaksa meminjam uang di salah satu Bank Swasta. Karena lokasi yang cukup strategis di pinggir Perumahan Griya Jakarta maka harga sewa toko tersebut menjadi mahal. Setidaknya setiap tahun Ibu Yanti harus mengeluarkan uang sebesar lima belas juta rupiah. Oleh karena itu, Ibu Yanti berusaha untuk membuat angkringan yang lebih besar dari awalnya sehingga Ibu Yanti dapat memutuskan untuk memanggil para tetangganya yang berada di Klaten. Dengan demikian, angkringan yang dibangun Ibu Yanti juga dapat memunculkan jaringan sosial. Jaringan sosial ini diwujudkan dengan suatu hubungan yang tercipta oleh Ibu Yanti dengan memperkerjakan para tetangganya yang berada di Klaten. Selain itu dengan adanya angkringan Ibu Yanti juga turut serta membantu membuka lapangan pekerjaan baru walaupun dengan skala yang masih kecil. Awalnya yang bekerja hanya Ibu Yanti, suami dan keponakannya yang bernama Rohman. Kemudian mereka mulai memperkerjakan orang lain untuk membantu usaha mereka. Perkembangan lainnya terlihat pada penetapan lokasi di satu tempat walau tetap dengan konsep gerobak tenda. Berkat perkembangan usaha yang pesat, gerobak tenda berganti menjadi toko luas yang disulap menjadi angkringan besar tanpa sepi pengunjung. Secara otomatis, bahan baku harus siap sedia melebihi jumlah yang ditargetkan bersama dengan media usaha lainnya yang dapat mendorong laju perkembangan usaha Sego Kucing. “Ibu baru angkat karyawan di tahun 2011. Itupun awalnya hanya dua orang saja, dan baru berani setelah terlihat cukup meyakinkan pada awal tahun 2012. Takutnya nanti kalau banyak-

73

banyak ndak bisa bayarnya. Ndak ada yang tau, toh, kalau usahanya sukses atau ndak kedepannya.”9 Perkembangan ekonomi yang terjadi dalam usaha angkringan tersebut dialami pula pada hal sumber daya manusianya. Awal mula hanya satu pekerja yaitu Rohman, kini berkembang menjadi tiga pekerja dan ibu Yanti kemudian menambah tiga orang lagi setelah itu. Sumber daya manusia yang diberdayakan sengaja tertuju pada generasi muda yang rata-rata memiliki semangat kerja maksimal. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Yanti bahwa. “Pekerja di sini rata-rata masih muda-muda mbak biar gesit melayani pembeli, saya meminta tetangga-tetangga saya di Klaten daripada bengong, mending kerja di Jakarta.”10 Waktu yang diperlukan dalam berbelanja, memasak, dan melayani pembeli itu harus serba cepat agar tidak ada yang kecewa. Selain itu semua orang yang terlibat dalam Angkringan Ibu Yanti harus dapat mempertahankan stamina dan semangat bekerja dalam waktu seminggu penuh tanpa jeda. Hal tersebut berlaku pula bagi anggota keluarga yaitu Rohman yang turut membantu. Karena Angkringan Ibu Yanti hanya libur pada saat libur nasional keagamaan khususnya Islam. Untuk menu makanan dan minuman yang disediakan oleh Ibu Yanti tidak berbeda dengan angkringan pada umumnya, hanya saja yang membedakan angkringan Ibu Yanti menyediakan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding angkringan lainnya. Jenis makanan yang disediakan di angkringan milik Ibu Yanti memang jauh lebih banyak dibanding dengan angkringan milik Pakde Yono dan Mas Min namun secara menu yang disediakan hampir sama ketiganya. Angkringan milik Ibu Yanti memang jauh

9 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yanti pada 4 September 2014, pukul 21.00 WIB. 10 Ibid.

74

lebih besar dibanding angkringan lainnya. Berikut ini adalah menu yang disediakan oleh angkringan Ibu Yanti. Tabel 4.11 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Ibu Yanti No Makanan dan Minuman Harga 1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Rp 3.000/bungkus Tempe Orek, Oseng-Oseng, dan Ikan Bandeng ) 2 Rp 5.000/bungkus 3 Sate Telur Puyuh 3 buah Rp 3.000/tusuk 4 Sate Udang Rp 4.500/tusuk 5 Sate Kulit Ayam Rp 3.000/tusuk 6 Sate Kikil Rp 3.500/tusuk 7 Baceman Tahu dan Tempe Rp 3.000/buah 8 Gorengan Tahu, Tempe mendoan dan Rp 1.500/buah bakwan 9 Sate Usus Rp 3.000/tusuk 10 Sate Ampela Rp 3.000/tusuk 11 Sate Ceker Ayam Rp 4.000/tusuk 12 Kepala Ayam Rp 4.000/tusuk 13 Wedang Jahe Rp 5.000/gelas 14 Susu Jahe Rp 6.000/gelas 15 Kopi Jahe Rp 5.500/gelas 16 Teh manis Rp 4.000/gelas 17 Teh Susu Rp 5.500/gelas 18 Minuman Kopi Susu Kemasan Rp 5.000/gelas Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014. Harga yang ditawarkan pada angkringan Ibu Yanti memang lebih mahal dibandingkan dengan harga angkringan milik Pakdhe yono dan Mas Min. Hal ini dikarenakan Ibu Yanti harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membayar harga sewa tempat serta membayar para karyawannya. Walaupun harga

75

yang cukup mahal untuk angkringan pada umumnya, tidak membuat pelanggan Ibu Yanti lantas pergi, hal ini dikarenakan harga sesuai dengan cita rasa yang ditawarkan, serta tempat duduk yang disediakan jauh lebih banyak menampung pembeli dibanding angkringan lainnya. 2. Karakteristik Pembeli Dalam upaya mencari bentuk interksi sosial yang terjadi di angkringan, Partisipan yang dijadikan sumber data penelitian keseluruhan sebanyak sembilan orang pengunjung angkringan dengan rincian setiap angkringan diambil tiga orang pengunjung. Penting sekali peneliti menjabarkan informasi dan latar belakang partisipan agar pembaca dan penguji dapat memahami konteks dan situasi penelitian. Pada penelitian kualitatif kesimpulan penelitian tidak bisa diterapkan secara umum, oleh karena itu siapa dan kapan yang diwawancarai sangatlah penting karena kesimpulan dari penelitian ini berbeda ketika mewawancarai orang yang berbeda dan dilakukan pada waktu yang berbeda juga. Karakteristik pembeli merujuk atas saran yang diberikan oleh pedagang angkringan. Pembeli adalah pengunjung yang secara rutin datang ke angkringan dan melakukan interaksi dengan pengunjung serta pedagang yang ada di angkringan itu. Pengunjung angkringan datang dari berbagai kalangan, ada mahasiswa, pegawai,tukang ojek, satu keluarga, pengusaha dan lain-lain. Untuk karakteristik pembeli yang pertama, pembeli hanya datang dan membawa pulang makanan yang dibeli. Pembeli hanya memanfaatkan angkringan sebatas sebagai tempat makan dan bentuk kepraktisan dan keefisienan waktu serta tenaga. Karena warga kota yang tidak sempat memasak. Menjumpai karakteristik pembeli yang membeli untuk dibawa pulang itu jarang sekali, pembeli tipe pertama hanya ditemui pada angkringan Ibu Yanti. Pembeli ini bernama Adi dengan status pelajar.

76

pembeli ini membeli makanan di angkringan untuk dinikmati di rumah bersama keluarga, hal ini dikarenakan di rumah hari itu tidak sempat memasak, jadi mereka memilih untuk membeli makanan jadi yang sudah matang, selain menghemat waktu dan energi, harga di angkringan juga tidak terlalu mahal. Seperti yang dilakukan oleh Adi yang diwawancarai oleh peneliti karena membeli makanan di angkringan lalu bergegas untuk pulang. “Disuruh mama beli makan soalnya mama ga masak.“11 Melihat penuturan Adi tersebut dapat terlihat dengan jelas hadirnya usaha kuliner di perkotaan juga dapat membawa keuntungan lainnya seperti sebagai bentuk dari kepraktisan dan keefisienan waktu untuk warga kota yang tidak sempat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dalam memasak dengan hadirnya usaha kuliner ini maka dapat menjadi alternatif lain. Semakin tingginya permintaan warga kota terhadap usaha kuliner maka, usaha kuliner dengan basis kedaerahan menjadi laku keras. Dengan demikian semakin tingginya kesibukan masyarakat perkotaan menyebabkan mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk memasak dan menyajikan masakan untuk anggota keluarga, sehingga mereka akan memilih untuk membeli makanan yang menjual menu makanan sehari-hari. Karakteristik pembeli yang kedua adalah mereka yang datang untuk makan sebentar lalu pulang, tanpa disertai bincang-bincang atau mengobrol terlebih dahulu, biasanya karakteriktik yang kedua ini tidak lebih dari tiga puluh menit untuk makan di angkringan. Hal ini dikarenakan biasanya mereka datang bersama keluarga ataupun pasangan kekasih, mereka setelah makan langsung segera pulang. Pembeli dengan karakteristik ini terdapat dua orang pada angkringan Mas Min, yaitu Hendra (Pegawai Swasta) dan Wati (Ibu Rumah Tangga). Satu orang pada angkringan Pakde Yon, yaitu Maldi

11 Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB.

77

(Mahasiswa). Dan satu orang pada angkringan Ibu Yanti, yaitu Movitri (mahasiswa). Dengan tipe pembeli yang pertama dan kedua jelas disini angkringan berfungsi sebagai salah satu usaha informal yang menyediakan kepraktisan waktu dan tenaga untuk masyarakat kota Tangerang Selatan yang tidak memiliki banyak waktu untuk memasak karena kesibukannya. Karakteristik pembeli angkringan yang ketiga adalah pembeli yang membeli kemudian berinteraksi dengan pembeli yang lainnya, pembeli yang mampu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol. karena dengan hadirnya angkringan disini mampu mengembalikan dan mengobati rasa rindu masyarakat Jawa yang tinggal di Pamulang. Pada angkringan Mas Min ada satu orang pembeli dengan karakteristik ini, yaitu Mardoyo (supir). Di angkringan Pakde yon ada dua orang yaitu, Sobani (Tukang ojek) dan Agung (pengangguran). Di angkringan Ibu Yanti ada satu orang yaitu, Lisa (pegawai kantor). “Namanya juga perantau, ada angkringan di sini bikin kita berasa di kampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama kaya yang di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung halaman.”12 Berdasarkan penuturan pak Mardoyo tersebut jelas bahwa angkringan dapat mengobati rasa rindunya terhadap Yogyakarta yang telah hampir dua tahun ia tidak pulang ke kampung. Kesamaan asal daerah yaitu Yogyakarta antara Pak Mardoyo dengan Pedagang Angkringan serta penggunaan bahasa Jawa saat mengobrol ini dapat membuat dan menjalin keakraban sehingga tidak canggung lagi Pak Mardoyo dan Mas Min bertukar cerita tentang berbagai macam hal mulai dari berbagi cerita selama di Pamulang hingga menanggapi Pemilihan presiden.

12 Berdasarkan wawancara dengan Pak Mardoyo pada 21 Oktober 2014 pukul 20.00 WIB.

78

Angkringan memang tempat yang nyaman untuk mengobrol baik mengenai kehidupan sehari-hari, hingga mengobrol mengenai isu publik yang sedang ramai dibicarakan di media massa. Terkadang interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan merupakan ketidaksengajaan yang terjadi. Melalui hal yang sangat sederhana sekali interaksi tersebut tercipta sesama antar pembeli. Bentuk dari interaksi sosial inilah yang menjadi fokus peneliti. Bentuk dari interaksi sosial yang terjadi di angkringan antara sesama pembeli yang merupakan masyarakat perkotaan. Kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat kuliner namun angkringan kini berfungsi sebagai ruang publik masyarakat perkotaan serta tempat interaksi sosial dengan unsur tradisional.

D. Paparan Hasil Penelitian Pada hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan data dan hasil penelitian terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu mendeskripsikan bagaimana interaksi sosial yang terjadi didalam angkringan yang berada didaerah Kecamatan Pamulang. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan jawaban partisipan pada saat diwawancarai dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti untuk mencari partisipan. Pada wawancara ini terdapat 19 (sembilan belas) pertanyaan kegiatan apa saja yang dilakukan ketika sedang berada di angkringan. Hasil wawancara lalu peneliti buatkan transkip, kemudian transkip tersebut peneliti olah dengan cara mereduksi data, menyajikan data/menyimpulkan data. Data yang di reduksi adalah informasi yang tidak berhubungan dengan penelitian. Data yang disajian di buat dalam bentuk- bentuk poin, berdasarkan pertanyaan wawancara. Baru setelah itu peneliti dapat menyimpulkannya secara deskriptif dan juga penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian, dan bagaimana data tersebut menjawab penelitian.

79

1. Hasil wawancara 1) Kenapa memilih untuk datang ke angkringan Pada pertanyaan ini enam informan menjawab alasan datang ke angkringan adalah untuk makan. Salah diantaranya mengemukakan bahwa, “datang ke angkringan sengaja dilakukan karena untuk makan makanan yang menunya beragam, harganya murah dan juga terjangkau.”13 Selain itu, satu orang menjawab untuk istirahat dengan alasan, “mau ngaso dulu abis dapet sewa barusan biar ga ngantuk ntar klo dapet sewa lagi”14 dan dua orang informan yang datang ke angkringan untuk main atau sekedar nongkrong. 2) Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Dalam pertanyaan ini ada tiga orang yang menjawab dua sampai tiga kali dalam seminggu mereka datang ke angkringan. Dua orang lainnya menjawab cukup sering mereka datang ke angkringan , dan empat orang menjawab satu minggu sekali datang ke angkringan. Namun, itu semua tidak merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para informan ini. Intensitas mereka untuk datang ke angkringan tergantung dari faktor-faktor lain yang mendukung. Seperti yang diungkapkan oleh Adi “klo mama ga masak biasanya kesini bisa tiga kali seminggu.”15 3) Dengan siapa biasanya anda datang? Dari pertanyaan ini terdapat tiga orang menjawab datang sendirian,ke angkringan, dua orang lainnya menjawab datang bersama keluarga, tiga orang dengan teman dan satu orang dengan semua golongan. Maksud dari semua golongan disini yaitu terkadang datang ke angkringan bersama teman, terkadang sendirian dan terkadang datang bersama keluarga untuk makan di angkringan.

13 Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014 14 Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014 15 Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014

80

4) Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Pada pertanyaan ini dua orang menjawab karena tempat angkringan yang nyaman dan penjualnya yang enak untuk diajak untuk ngobrol, tiga orang lainnya menjawab karena letak angkringan yang strategis. Faktor strategis yang dimaksud adalah letak angkringan yang tidak jauh dari rumah atau letak angkringan yang berada pada jalan yang dilalui pada saat pulang kantor, hal ini seperti yang diutarakan oleh Hendra “klo saya kesini gara-gara ini jalanan yang saya lewatin jadi sambil pulang kerja mampir kesini.”16 Dan empat orang menjawab karena faktor tempat angkringan yang nyaman untuk dikunjungi serta makanan yang enak. 5) Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Pada pertanyaan ini terdapat dua orang menjawab wedang jahe dan nasi kucing adalah makanan yang selalu dipesan bila datang ke angkringan, ada dua orang yang hanya nasi kucing saja dan lima orang menjawab lain-lain. Lain-lain disini adalah berbagai makanan yang tersaji di angkringan, terdiri dari gorengan serta sate-sate yang ada di angkringan dan berbagai minuman hangat maupun dingin. 6) Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Pada pertanyaan ini terdapat enam orang menjawab untuk makan dan mengobrol sama seperti tempat-tempat makan lainnya yang ketika datang dengan tujuan makan terkadang diselingi obrolan. Terdapat tiga orang yang menjawab hanya untuk makan. Untuk informan yang hanya makan di angkringan biasanya mereka tidak mempunyai waktu banyak atau bahkan mereka hanya sekedar mampir untuk makan, seperti penuturan dari Maldi “kesini buat makan, laper tadi abis ujian lagian klo mau langsung pulang males tuh masih macet pasti di depan kampus jadi kesini dulu deh.”17

16 Berdasarkan hasil wawancara dengan Hendra pada 19 Oktober 2014 17 Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014

81

7) Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Dari pertanyaan ini, seluruh informan menjawab topik apa saja dapat dibicarakan di angkringan selama tidak menyinggung siapapun dan tidak membicarakan hal-hal yang berbau porno serta sara. Seperti penuturan dari Mardoyo, wah banyak dek apa aja bisa diobrolin disini. Curhat sama si Min masalah kerjaan, masalah sehari- hari, atau engga apa aja yang lagi ada di tipi diobrolin disini. Kan klo engga ya cerita tentang kampung halaman, namanya juga perantau ada angkringan disini bikin kita berasa dikampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama kaya yang ada di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung halaman.18 8) Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Pada pertanyaan ini, lima orang menjawab angkringan hanya sebagai tempat makan, satu orang menjawab angkringan sebagai tempat mengobrol dan tiga orang menjawab angkringan sebagai tempat mengobrol dan tempat makan menjadi Satu. Seperti yang diungkapkan oleh Maldi, “ya angkringan tempat makan yang bisa dijadikan tempat ngobrol terus kita jadi bersosialisasi deh.”19 9) Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Pada pertanyaan ini, seluruh informan menjawab bahwa angkringan yang berada di Pamulang berharga murah. Seluruh informan membandingkan harga makanan yang ada di tempat makan lain yang berada di daerah Pamulang dengan harga makanan yang ada di angkringan. 10) Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkringan? Pada pertanyaan ini, empat orang menjawab mereka datang ke angkringan sekitar pukul tujuh hingga delapan malam. Sedangkan empat orang lainnya menjawab datang ke angkringan sekitar pukul delapan hingga sembilan malam. Dan satu orang menjawab datang ke angkringan diatas jam sembilan malam.

18 Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014 19 Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014

82

11) Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Dari pertanyaan ini, terdapat lima orang menjawab tidak merasa mengganggu dan empat orang menganggap biasa saja. Hal ini diakui oleh Maldi sebagai toleransi antar sesama pengunjung angkringan, “engga tuh, kita sadr diri aja. Terus yang udah ada di angkringannya juga toleransi lah kita gantian gitu.”20 12) Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Dari pertanyaan ini di dapati semua informan menjawab iya. Namun karena penjual yang merupakan orang Jawa terkenal dengan rasa cenderung memiliki sikap tidak enak hati takut menyinggung sehingga mereka lebih membiarkan Tuhan yang membalas. Selain itu masyarakat Jawa mempunyai prinsip nrimo segala sesuatu yang terjadi dan pasrah terhadap segala sesuatu yang terjadi. 13) Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Dari pertanyaan ini dapat diketahui bahwa dari semua informan mengetahui daerah asal tempat angkringan ini merupakan dari Jawa. Namun para informan tidak mengetahui daerah persis darimana angkringan ini berasal. 14) Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Dari pertanyaan ini semua informan menjawab terdapat perbedaan harga yang ada di angkringan di daerah Jogja dengan angkringan yang ada di daerah Pamulang. Seperti yang diutarakan oleh Maldi, “ya klo itusih pasti ada kan diliat dari biaya hidupnya disini lebih mahal dibanding biaya hidup disana.”21 15) Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Dari pertanyaan ini terdapat satu orang menjawab bahwa angkringan merupakan tempat mengasah tenggangrasa. Hal ini dutarakan oleh Mardoyo, kalau angkringan itukan tempat duduknya sedikit jadi ya harus saling mengertilah untuk mau

20 Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014 21 Ibd.,

83

dempet-dempetan atau sempit-sempitan jadi ya harus bisa numbuhin sifat tenggang rasa kalau menurut orang Jawa tepo seliro. Bisa nambah teman juga tukar fikiran juga bisa.22 Tujuh orang informan menjawab sebagai tempat untuk menambah teman. Hal ini didapatkan dari kegiatan para pengunjung angkringan yang suka mengobrol bebas dengan siapapun yang berada di angkringan kemudian terjadi ikatan pertemanan yang tidak disadari. Dan satu orang tempat yang menjadikan angkringan sebagai tempat untuk bernostalgia kampung halaman. Angkringan yang bernuansa sederhana mampu menciptakan kesan tersendiri bagi pengunjung yang merupakan perantau dari daerah jawa, seperti penuturan Wati “klo suami saya selalu ngomong klo dia ke angkringan itu kaya lagi di Jawa.”23 16) Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Pada pertanyaan ini semua informan menjawab bahwa pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung. 17) Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Dari pertanyaan ini, semua informan menjawab bahwa bentuk interaksi yang sering terjadi itu adalah mengobrol. Hal ini biasanya terjadi pada saat pengunjung yang datang seorang diri ke angkringan melakukan obrolan sengan sesama pengunjung atau keoada penjual dengan maksud agar tidak merasa sepi. Seperti penuturan Agung, “pas kesini sendirian kan daripada sengo ya ngobrol aja jadinya ama yang laen ama Pakde Yono juga.”24 18) Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Pada pertanyaan ini terdapat enam orang informan menjawab tidak pernah melihat atau terlibat konflik dengan sesama pengunjung angkringan. Seperti yang diutarakan oleh Sobani, “kaga pernah, apaan

22 Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014 23 Berdasarkan hasil wawancara dengan Wati pada 22 Oktober 2014 24 Berdasarkan hasail wawancara dengan Agung pada 27 Oktber 2014

84

yang mau diberantemin disini mah orang yang curang aja ama si Yono dibiarin aja kan biarin aja dah tuhan yang bales katanya.”25 Tiga orang informan tidak mengetahui apakah pernah terjadi konflik di angkringan. “saya sih ga pernah punya pengalaman seperti itu.”26

25 Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014 26Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014

BAB V PENUTUP

Pada bab lima, peneliti akan memaparkan lebih lanjut mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari dua yaitu kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan Pada bab I peneliti menjelaskan pertanyaan utama “Bagaimana interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat perkotaan di Kecamatan Pamulang?” maka pada bab ini, penulis akan menyimpulkan temuannya, yaitu:

1. Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada sembilan partisipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sembilan partisipan yang diwawancarai melakukan kegiatan interaksi yang tidak jauh berbeda. Para pengunjung angkringan melakukan interaksi terhadap pengunjung lainnya berdasarkan hal-hal kecil. Seperti, meminta tolong untuk mengambilkan sambal, atau tisu yang memang penjual hanya menyiapkan terbatas dan pengunjung di tuntut untuk saling tolong dan berbagi. Kemudian tidak jarang akan berlanjut dengan obrolan-obrolan hangat layaknya seperti dengan keluarga.

Aktivitas-aktivitas yang terbentuk sebagai akibat dari adanya interaksi sosial yang tejalin diantara para sesama pengunjung dan pedagang di dalam angkringan dapat diklasifikasikan ke dalam suatu bentuk proses asosiasi. Proses asosiasi ini dapat dilihat dalam bentuk interaksi yang tercipta di dalam suatu angkringan. Interaksi yang bersifat positif sudah terjalin di dalam suatu tempat makan tradisional bernama angkringan.

84

85

Mengambil dari pemikiran Gillin dan Gillin bahwa bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang0orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

2. Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada sembilan partisipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiga dari sembilan partisipan menjadikan angkringan sebagai tempat mengenang kampung halaman serta tempat mengobati kerinduan akan kampung halaman. Angkringan mampu menyajikan simbol unsur tradisional kejawaan. Dengan tetap menggunakan nama angkringan yang merupakan dari bahasa Jawa, konsep kesederhanaan dari cara berjualan sangat mengesankan cara orang Jawa hidup. Selain itu, alat serta atribut yang dipakai oleh pedagang angkringan merupakan simbol khas daerah Jawa. Angkringan mampu memberikan sensas lain dengan menggunakan bahasa Jawa untuk makanan yang dijual seperti nama sego kucing atau nasi kucing, banyak pengunjung yang awalnya datang ke angkringan hanya sebatas penasaran apa itu nasi kucing. Setelah mencoba kemudian menjadi pelanggan. Serta penggunaan penerangan yang minim mampu menciptakan suasana yang hangat.

B. Saran Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran dari hasil penelitian diantaranya: a. Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan Hasil Penelitian ini menjadi masukan untuk pimpinan, pembuat kebijakaan merujuk segi pemahaman sosiologi, kiranya pengembangan bisnis 86

kuliner itu, dapat memperhatikan faktor sosial setempat. Sehingga, pengembangan suatu budaya kuliner dapat terjadi tidak melalui sebuah produk budaya yang monoton. Melakukan, sebuah inovasi-inovasi dan penggunaansimbol-simbol yang terkait pengembangan kuliner untuk menjaga konsistensi bisnis kuliner yang diusung. Serta memperhatikan suara-suara masyarakat kelas menengah kebawah agar pemegang kekuasaan mengetahui fakta-fakta sosial yang tidak terblow-up.

b. Bagi penelitian selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan penelitian dengan topik yang sama, semoga penelitian ini bisa menjadi acuan dan bahan tambahan tentang interaksi yang terjadi di dalam angkringan. Selain itu disarankan untuk lebih mendetail lagi dalam melihat bagaimana suatu temoat publik mamu menjadi suatu arena terjadinya suatu proses sosial. c. Bagi Mahasiswa Agar mahasiswa dapat melihat serta tidak memandang sebelah mata lagi tempat-tempat yang dinilai rendahan selama ini ternyata banyak makna yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu, Pengantar Sosiologi, Semarang: CV Ramadhani, cet 1, 1975. Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Dharsono, Budaya Nusantara, Bandung: Rekayasa Sains, 2007. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Gunawan Imam, Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013. Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. James M, Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2007.

Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009

Moleong Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Mulder Niels, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Jakarta: PT Gramedia, 1983. Ng. Philipus, Nurul Aini, Sosiologi dan Politik Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Prasetyo Anindito, Batik, Karya Agung Warisan Budaya Dunia, Yogyakarta: pura Pustaka, 2010.

Prastowo Adi, Memahami Metode-Metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006.

Razak Yusron, Sosiologi Sebuah Pengantar, Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008. Rahayu Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara, Malang: Bayumedia Publishing, 2004. Setiadi Elly M. dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,Jakarta: Prenada Media Group, 2007.

Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.

S. Menno dan Mustamin, , Antropologi Perkotaan, Jakarta: CV Rajawali, 1992.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2012.

Sunarto Kamanto, Pengantar Sosologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004

Skripsi dan Jurnal

Aini Arbany Nurul, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan Bustami Donovan, Interaksi Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial), Skripsi pada Universitas Indonesia, 1985, tidak dipublikasikan Ginzel Lolita Susan, Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat), Skripsi pada Universitas Indonesia, 1984, tidak dipublikasikan Indrawati Klara Puspa, 2012 Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta, Studi Arsitektur Universtas Indonesia Sanggakala Sadhi, Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas Sebagai Ruang Interaksi Sosial, Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006, tidak dipublikasikan

KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-OB1 UIN JAKARTA 'l FORM (FR) Tgl. Terbit : Maret 2010 FITK No. Revisi: : 02 Jl. k. H. Juaftla No 95 Ciputat 15112 tndonesia Ha 1t1 SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/. ..../2014 Jakarta, 2 Desember 2Cl4 Lamp. : Hal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth. KESBANGPOLINMAS Kota Tangerang Selatan di Tempat

Assa lamu' alaikum wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Nama Risyda Azizah NIM 1 I 1001s000107 Jurusan Pendidikan IPS / Sosiologi - Antropologi Semester 9 (sembilan) Judul Skripsi Angkringan Seba-qai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Snrdi Deskriptif Alalisis Di Pamulang, Tangerang Selatan)

adalah benar mahasisrvi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang sedang lnen)rusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di Kantor Kecamatan Pamulang. Unhrk itu kami mohon Bapak/Ibu dapat mengizinkan mahasiswa tersebut melaksanakan penelitian dirnaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Was s al qmu' al aikum wr.wb.

a.n. Dekan

Kajur Pendidikan IPS

-.'-1 -/- l-,' -l- Dr. Iwan Purwanto, M.Pd NIP. 19730424200801 1 0t2 Tembusan: l. Dekan FITK 2. Pembantu Dekan Bidang Akademik 3. Mahasiswa yang bersangkutan KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-0Bl UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 'l Maret 2010 FORM (FR) FITK No. Revisi: : 02 Jl. lr. H. Juanda No 95 Cipulat 15112 lndonesia Ha 1t1 SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.0liF. l/KM.01.3/. ....12014 Jakarta, 2 Desember 2014 Lamp. : Hal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth. Kepala Kecamatan Parnulang Kota Tangerang Selatan di Tempat

Ass ql amu' alaikum wr.wb- Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Nama Risyda Azizah NIM I 1 10015000107 Jurusan Pendidikan IPS / Sosiologi - Antropologi Sernester 9 (sembilan) Judul Skripsi Argkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Analisis Di Pamulang, Tangerang Selatan)

adalah benar mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UN Jakarta yang sedang men),usun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di Kantor Kecamatan Famulang yang Bapak/Ibu pimpin. Untuk itu kami mohon Bapak/Ibu dapat mengizinkan mahasiswa tersebut melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, karni ucapkan terima kasih.

Was s al amu' a lai kum wr.wb. Dekan Kajur Pendidikan

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd NIP. 19730424 20080t I 012 Tembusan: l. Dekan FITK 2 Perrbantu Dekan Bidang Akadernik 3. Mahasiswa yang bersangkutan PEMERINTAH I(OTA TANGERANG SELATAN I}N DAN I{ESA'|UN N BANGSA I}OI.I'I'II( l: DAN PIIII,INI)(JNGAN MASYARAI(A'I' i,.r KEstsANGP@LE${rUAS - Jl.Puspitel( No.l,Kecarnatan Setu ISS"fS-,r g*UlCt a ra n _ p ro v s. ni".

.. sugrAT.tztNPENELtTtAN Nomor : 07 0 I p( lKesbangpolinrnas/20 1 4 MEMBACA H,Nomor : un.O1lF.1IKM.O1.3tx|i2014 MENGINGAT ohonan lzin penelitian. Nomor . 130 Tahrin 2003 tentang en Dalam Negeri. : SD.612112 Tanggat 5 Juti bkan melapor diri kepada J.^ uk. olltik Nomor : 14 Tahun 1gg1 tentang MEMPERHATIKAN Pro

MEMBERITAHUKAN BAHWA: NAMA Risyda Azizah NiM 1 1 1 001 5001 07 JURUSAN PENDIDIKAN IPS JUDUL PENELITIAN sebagai unsur Tradisional lnteraksi Sosja/ Masyarakat udi Deskriptip Analisis pamulang,Tangerang LOKASI PENELITIAN di Sehi;;) mulang LAMA PENELITIAN s.d Desember 2014 MAKSUD DAN Untuk MengetahLri seberapa pengaruh TUJUAN besar Angkringan sebagai unsur Tradisional lnteraksi sosiar Masyararat per"rotaan (Studi Deskriptip Anarisis di Pamulang,Tangerang Selatan) Sehubungan dengan maksud dan tujuan tersebut diatas dan berdasarkan pertimbangan kelengkapan penelitian, u'i"ngkutan unruk l.'J::lrfi #;T,nX-ilr:?r["i,ikd;.vung ;.];dk;^ peneririan di rokasi yans dituju densan

eritian harus meraporkan kedatangannya kepada warikota cq Kepara kkan surat pemberitahuan. Badan litian yang tidak sesuai/tidak ada kaitannya dengan judur peneritian dimaksud. dang-undanga erta menginianun-al jiitJo-ri p'r'r"n-*;;ffi,ir.,ut"rprt. - fm-aljgnsan penertian nu,.r, o,lli['f;nn;"T#, i:l*g6 bertim seresai, t asar dapat diseranr

Dikeluarkan di : Setu

BADAN KESBANGPOLINMAS TAI.IGERANG SELATAN TARIS BADAN

wi Tembusan. NNtP. t967o9o5ts93m r oos 1. Yth. Badan Kesbangpolinmas Kola Tangerang Selalan (Sebagai Laporan) 2. Ylh. Kecamatan pamulang Xon rong.ra'^g ;JrJrn, ; 3. Yang Bersangkutan; 4. Arsip PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN KECAMATAN PAMULANG Jl. Raya Siliwangi No.1 pamulang - Pamutang pos PSr?t - Kota Tangerang Setatan Kode 15417 / Telepon : (O21) 74703955

Pamulang, 16 Desember 2a14 Nomor 07O 1144-3 / Sekretariat Kepada : Sifat Penting Dgkan Fakultas Lampiran z1Yth. llmu Tarbiyah & Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Hal Jakarta PERSETUJU.AN !JIN di PENELTTIAN TEMPAT

Menindaklanjuti Surat Dinas dari Kepala Badan Kesbangpolinmas Kota Tangerang Selatan iiomor aToi42iiKesbangpoiinmas/20i4 tanggal 05 Desember 2014 perihal surat lzin Penelitian a.n. RtsyDA AztzAH NlM.111oO15oO107 dengan memperhatikan surat dari Kepala Jurusan pendidikan lps pada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan ulN syarif Hidayatuilah Jakarta Nomor Un'01/F'1lKM'01'31o12t2014 tanggal 02 Desember 2014 perihal permohonan tzin Penelitian dan permohonan Surat dari yang Bersangkutan, bersama ini disampaikan kepada saudara bahwa Kecamatan pamulang Kota Tangerang selatan menyetujui dan tidak berkeberatan menerima peneritian yang dilaksanakan bersangkutan dalam bentuk permintaan data potensi kewilayahan di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang selatan sebagai bahan studi deskriptif analisis skripsi Program Diploma Sosiologi-Antropologi sebagaimana format data yang dilampirkan, dengan ketentuan yang harus ditaati sebagai berikut : 1. sebelum melaksanakan Kunjungan Lapangan harus melaporkan kedatangannya kepada warikota Tangerang selatan cq. Kepara Badan Kesbangpolinmas Kota Tangerang Selatan dan camat pamulang Kota Tangerang seratan cq. Sekretaris camat dengan menunjukkan Surat Persetujuan ini; 2' Ticjak dibenarkan meiakukan Perrelitiarr i Studi Bancling i survey Data ipraktek Kerja Lapangan (PKL) / Magang diluar ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dan tidak sesuai dengan judul, maksud, dan tujuan permohonan Data yang telah diajukan; Selama menjalankan Penelitian wajib mematuhi segala aturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 4. Wajib menjaga sopan santun, etika, dan tatakrama dalam setiap tindakan, ucapan, cian perbuatan sesuai ciengan norma-norma hukum, agama, oan aciat istiadat yang berlaku; 5. Tidak dibenarkan menerima upah / honor / bayaran apapun dalam peneritian melaksanakan sebagaimana yang terah diajukan; a

6. Hasil Penelitian yang telah dilaksanakan dan terdokumentasikan wajib diserahkan 1 (satu) eksemplar kepada Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan pacja akhir tugas skripsinya; 7. Apabila masa berlaku lzin Penelitian dan Persetujuan ljin penelitian ini telah berakhir, sedangkan peraksanaan Kegiatannya berum memenuhi hasir yang diharapkarr dapat dirakukan perpanjangan kembari kepada lnstansi yang dituju sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan; B Surat Persetujuan ljin Penelitian ini dapat dicabut kembali secara sepihak oleh Kecamatan Kota Tangerang Selatan dan dinyatakan tidak berlaku, apabira ternyata pemegang Surat ini tidak mentaati dan mematuhi keientuan yang teiah ditetapkan sebagaimana tersebut diatas;

Demikian untuk menjadikan perhatian dan kerjasamanya terima kasih.

_".--..94U.{r PAMULAN

Pembina Tingkat I NtP. 19580129 198603 1 002

Tembusan disampaikan kepada : Yth. 1- sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan (sebagai Laporan); 2. Kepala BKpp Kota Tangerang Selatan; 3. Kepaia Badan Kesbangpoiinmas Kota Tangei-ang seiatan; Instrumen Wawancara Pedagang

I. Usaha angkringan 1. Berasal dari kota apa bapak/ibu? 2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta? 3. Mas tahu sejarah tentang angkringan tidak? 4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan? 5. Mengapa bapak memilih untuk berdagang angkringan? 6. Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan angkringan? 7. Modal berjualan angkringan di Jakarta? 8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan sampingan anda? 9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari? 10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa? 11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan? 12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan bapak/ibu? II. Unsur tradisional 1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan? 2. Mengapa bapak/ ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional? 3. Mengapa bapak/ibu menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli? 4. Dengan menggunakan simbol-simbol Kejawaan apakah menarik jumlah pembeli yang datang ke angkringan bapak/ibu? III. Karakteristik pembeli 1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak/ibu? 2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti pembeli tersebut dating keangkringan? 3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak/ibu ramai pembeli? 4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena system self service? 5. Bagaimana tindakan bapak/ibu dalam menangani pembeli yang curang? 6. Adakah kerugian dari sistem self service ini? 7. Apakah bapak/ibu berusaha mengganti system self service dengan membayar dahulu? 8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung? 9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung?

Instrumen Wawancara Pembeli Angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? 3. Dengan siapa biasanya anda datang? 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkirngan? 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung?

I. Identitas Informan ( Pedagang ) Nama : Mas Warimin Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat Lokasi Usaha : Jl. DR. Setia Budi- Pamulang Timur

II. Awal Mula membuka Usaha Angkringan ( wawancara tanggal 22 Mei 2014, Pukul 22.30 di Angkringan ) 1. Berasal dari kota apa bapak/ibu? Jawab: Jogjakarta 2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta? Jawab: mau mengadu nasib, di Jakarta uangnya banyak 3. Mas tahu sejarah tentang angkringan tidak? Jawab: Kalau sejarahnya sih saya kurang tahu ya mbak, soalnya sejak saya kecil sudah banyak sih angkringan di daerah Jogjakarta, mungkin kaya sejenis warteg kali ya, tapi bedanya kalo angkringan biasanya malam dan laki-laki yang melayani. 4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan? Jawab: Tahun 2009 5. Mengapa bapak memilih untuk berdagang angkringan? Jawab: Awalnya saya kerja di pabrik di Cililitan sana selama tiga tahun, saya memilih untuk keluar karena bosan, kalau di pabrik kan kerjanya sama mesin saja gak ngobrol sama orang, udah gitu ya kerjanya itu-itu saja dan masa depannya tidak menjanjikan karena saya hanya dikontrak terus tidak diangkat menjadi karyawan jadi ya lebih baik saya keluar, bikin usaha sendiri sama uang sewa tempat perbulan lima ratus ribu rupiah. 6. Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan angkringan? Jawab: Kira-kira lima tahun 7. Modal berjualan angkringan di Jakarta? Jawab: Saya modal lima juta, itu saya pinjam dari mertua saya sebagian, karena saya belum punya gerobak, piring-piring dan peralatan lainnya jadi ya harus bener-bener dari awal 8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan sampingan anda? Jawab: Tidak ada, saya dan istri saat ini hanya mengandalkan dari angkringan saja. 9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari? Jawab: Kalau per hari saya bisa dapat satu atau dua jutaan mba malah pernah sampe empat juta kalau sedang ramai, kalau sedang sepi ya hanya sekitar satu jutaan lah malah kadang bisa kurang, jadi ya bersihnya sehari bisa dapat lima ratus enam ratus ribu rupiah. 10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa? Jawab: Buka mulai pukul enam sore, kalau tutup sedang ramai jam dua belas malam sudah pulang, kalau sepi ya baru jam dua pagi pulangnya 11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan? Jawab: Paling kendalanya ya kalau sepi, jadi ga ada kerjaan. Sama klo pas lagi ujan itu, kasian yang makan di meja sini, untungnya sekarang yang punya toko ini udah boleh ngizinin yang beli buat makan di dalem teras toko itu jadi ga keujanan lagi 12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan bapak/ibu? Jawab: Saya berempat disini sama ponakan-ponakan saya yang dari kampung, sama istri saya yang masakin di rumah.

III. Unsur Tradisional 1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan? Jawab: Oh itu biasanya ni ada ini kita ga pake kompor mba yang dipake itu kompor areng buat ngehemat juga sama untuk bakar-bakar iku loh sate nya. Duduknya pake tiker ngono lesehan, makanannya masih makanan kampung ada nasi kucing, sate macem-macem isinya dari leher ayam, sayap ayam, telor puyuh, udang, kerang, tape goring ya makanan kaya gini lah mba. 2. Mengapa bapak/ ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional? Jawab: Kalau pakai ceret kan angkringan memang khasnya tiga ceretnya, yang satu berisi air putih panas, air teh hangat dan satu ceret lagi untuk wedang jahe. Terus ditaronya diatas tungku areng jadi panas terus airnya. 3. Mengapa bapak/ibu menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli? Jawab: Kalau ada yang beli sambil makan ngobrol-ngobrol kalau dia ngerti dan bisa bahasa Jawa ya pakai bahasa jawa ngobrolnya, kalau mereka gak bias ya saya pakai bahasa indonesia. 4. Dengan menggunakan simbol-simbol Kejawaan apakah menarik jumlah pembeli yang datang ke angkringan bapak/ibu? Jawab: Kurang tahu juga ya, tapi ya memang kebanyakan yang datang kesini awalnya orang jawa yang merantau juga, karena angkringan ini khas jawa

IV. Karakteristik Pembeli 1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak/ibu? Jawab: Kebayakan ya pegawai-pegawai yang lewat jalanan sini, atau ndak supir angkot anak mudanya paling anak sma 2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti pembeli tersebut dating keangkringan? Jawab: Wah mba saya ga apal’e itu siapa-siapa aja yang pernah kesini soalnya kan saya ngelayani buanyak pembeli. Tapi yo ono sing muka-muka nya aku hapal tapi namanya engga soalnya kan kadang ya namanya penjual ya suka ngobrol-ngobrol sama pembeli yang datang tapi kan mau nanya nama kan nanti jadi malah aneh toh 3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak/ibu ramai pembeli? Jawab: Paling biasanya ramai ya malam minggu, sekitar jam tujuh malam banyak anak muda yang nongkrong kalau malam minggu 4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena system self service? Jawab: Ya itusih pasti ada saja 5. Bagaimana tindakan bapak/ibu dalam menangani pembeli yang curang? Jawab: Ya saya sembari ngobrol menghapal dan merhatiin apa saja yang dimakan. 6. Adakah kerugian dari sistem self service ini? Jawab: Ya kalau banyak yang ndak jujur kalau usaha seperti ini bisa gulung tikar. 7. Apakah bapak/ibu berusaha mengganti system self service dengan membayar dahulu? Jawab: Wah ndaklah, nanti malah kabur pelanggannya kalau baru datang pilih makanan langsung di bayar. 8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Banyak kok itu pelanggan yang ngobrol-ngobrol disitu rame banget malah kadang seru jadi kitanya seneng 9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung? Jawab: Klo sampe yang berantem-berantem gitu ora ono mba, paling biasanya tuh ada yang baru dateng tapi udah nda kebagian meja sama tempat duduk saya yang ngeliatnya kasian malah udah dating eh ga jadi makan. Tapi yo mau ngusir yang udah selesai makannya supaya gentian ya ga tega juga, abis kebanyakan orang-orang yang kesini itu pada bilang enak klo makan terus duduk-duduk dulu sambil ngobrol, ada yang serasa lagi di kampungya, ya piye toh mba

Identitas Pembeli 21 Oktober 2014, Pukul 20.00

Nama : Mardoyo

Usia : 49 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : supir

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Oh saya emang lagi pengen kesini mau beli wedang jahe sama nyemil-nyemil 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Dalam seminggu sih biasanya dua sampai tiga kali, kalo pulang kerja ya capek banget ya mampir ke sini, minum wedang jahe. 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Sendirian aja dek 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Yang penting sih tempatnya enak sama penjualnya bisa diajak ngobrol, biasanya saya ke sini sendirian kalau nggak ngobrol masa makan sendirian, kan kalau begini enak sambil makan sambil ada yang ajak ngobrol 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Wedang jahe yang pasti sama nasi kucing 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Biasanya mah makan minum sama ngobrol aja sih 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Wah banyak dek, apa saja bisa diobrolin di sini, curhat sama si Min masalah kerjaan masalah sehari-hari, atau engga apa aja yang ada di tipi di obrolin di sini kan kalo engga ya cerita tentang kampung halaman, namanya juga perantau, ada angkringan di sini bikin kita berasa dikampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama kaya yang di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung halaman. 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Lagi pengen makan sambil nginget biar kaya suasana di kampung 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Kalau angkringan sebetulnya tempat ngobrol sambil nyemil, di Jogja banyak mahasiswa yang diskusi, ngerjain tugas di angkringan. 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Kalau harga disini emang cukup mahal sama yang dibandingin yang ada di Jogja dek, tapi masih murah untuk ukuran di Pamulang 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkringan? Jawab: Ngga tentu juga sih dek biasanya sepulangnya kerja aja yak klo ga jam 8 ya jam 9an 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Wah saya ga pernah dating ngerombong kaya gitu loh dek 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Yah dek klo yang kaya gitu sih pasti ada dimana- mana. Tapi ya gimana lagi 14. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Ngeliatnya dari yang angkringannya itu nyaman jadi supaya kaya lagi di Jogja sama penjualnya yang klo diajak ngobrol enak 15. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari Jogja dek kampung saya 16. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Ada dong kan beda daerah pasti yang disini juga lebih mahal 17. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Kalau angkringan itukan tempat duduknya sedikit jadi ya harus saling ngertilah untuk mau dempet-dempetan atau sempit-sempitan jadi ya harus bisa numbuhin sifat tenggang rasa kalau menurut orang Jawa Tepo Seliro. Bisa nambah teman juga tukar fikiran juga bisa. 18. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Pernah 19. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Ya paling kita ngobrol, apalagi klo dia itu datang sendirian juga terus duduk disini biasanya kita jadi ngobrol juga sama Min sama dia juga jadi suka jadinya ngobrol bareng-bareng 20. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Engga pernah

Identitas Pembeli 19 Oktober 2014, Pukul 20.00

Nama : Hendra

Usia : 27 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : pegawai swasta

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Mau makan dulu soalnya sebelum pulang kerja 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Lumayan sering sih 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Sendirian doang, klo kesini kan Cuma mampir buat makan doang dari kantor di daerah kuningan terus ngelewatin angkringan ini 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Apa ya, klo saya kesini gara-gara ini jalanan yang saya lewatin jadi sambil sekalian pulang kesininya 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Biasanya nasi kucing, gorengan sama sate-sate nya 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: makan 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Jarang ngobrol si sebenernya disini emang buat makan doang, tapi klo Cuma ngobrol sedikit-dikit paling sama si yadi nih ngomongin ya apa aja 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: makan 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Klo saya emang cuma buat makan kesini 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Murah klo segini di angkringan harganya cuma kisaran dua ribuan makanannya enak lagi. Ga banyak tempat kaya gini 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkirngan? Jawab: Ya jam pulang kantor gini deh 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Ga pernah datang rombongan 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Ada kali ya tapi saya belom pernah nemuin, emang jaman sekarang susah ya nyari orang yang jujur 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari jawa 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Oh jelas ada,apalagi di Jogja kan terkenal harga barang- barangnya yang murah-murah 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Ada, dapet makan bonus ngobrol asik disini jadi seru aja 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Pernah 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Ya itu tadi ngobrol 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Pengalaman saya belom pernah nemuin, tapi mungkin pernah kali ya

Identitas Pembeli 22 Oktober 2014, Pukul 19.00

Nama : Wati

Usia : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Nganter anak saya dia kan suka banget makan ceker sama sayap disini enak terus murah juga 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Seminggu satu kali lah kira-kira 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Sama anak kadang klo suami udah pulang kerja juga suka ikutan dia kita bertiga kesini 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Yang ga jorok tempatnya, makanannya juga enak klo itu selera orang kan beda-beda. Klo saya sama anak suka kesini soalnya menurut kita makanan disini enak 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Pasti itu ceker sama sayap buat anak saya kadang sama nasi kucingnya juga. Klo saya mah sate telor puyuhnya sama sate usus 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Makan, minum, terus ngobrol deh 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Tergantung ya sama siapa kita ngobrolnya, klo sama anak ya paling biasa deh antara ibu sama anak. Kadang juga suka ngobrol sama si mas nya ngomongin belanjaan ya apa aja diomongin macem-macem. 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Makan 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Lebih ke tempat makan ya, kan ini jualan makanan tapi juga bisa sambil ngobrol juga disini 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Termasuk murah disini ya makanannya aja harganya 2 ribuan, tapi ya jangan sering-sering juga kesininya jebol juga kantong klo makan disini. Abis kadang jadi suka lupa ngerasa makanannya murah maen ambil-ambil makanan aja kalap tau-tau pas bayar banyak juga haha 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkirngan? Jawab: Ya masih sore gini lah kan namanya bawa anak klo malem- malem ga boleh 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Kita klo pas dateng bertiga engga ngerasa begitu ya, pegertian aja sama yang laen namanya ini juga tempat sederhana terus seadanya 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Oh iya ada? Ya harusnya jangan gitu kali yak an kasian juga penjualnya dagangan kaya gini kecil 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari jawa, suami saya juga kan orang jawa 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Jogja? Ya jelas ada mengikuti daerahnya aja. Sama bahan- bahan buat makanannya kan itu yang bikin harga jual buat makannya itu murah atau mahal. 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Klo suami saya selalu ngomong klo dia ke angkringan itu kaya lagi di Jawa, dia juga sering kesini terus ngomong nya bahasa jawa sama Min karena sama-sama orang jawa 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Pernah 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Klo duduknya di bangku gini kan meja nya nyambung ya paling ngobrol atau misi-misi buat ngambil makanan yang ada nya di depan dia atau ga minta tolong diambilin sambel yang ada di deket dia. Ya klo orangnya ramah enak buat diajak ngobrol klo yang dia diem aja ya saya juga diem aja ga banyak ngomong nanti malah ganggu. 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Engga pernah deh saya ga pernah ke angkringan terus ada yang berantem, klo yang ngobrol banyak

I. Identitas Pembeli ( Pedagang ) Nama : Pakdhe Wagiyono (Yono) Usia : 45 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat Lokasi Usaha : Jalan Surya Kencana- Pamulang, Tangerang Selatan

II. Awal Mula membuka Usaha Angkringan (wawancara tanggal 1 Oktober 2014, Pukul 21.30 di angkringan) 1. Berasal dari kota apa Bapak/Ibu? Jawab: Pemalang 2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta? Jawab: Untuk usaha cari penghasilan 3. Bapak tahu sejarah tentang angkringan tidak? Jawab: Engga tau, aku tau angkringan dari temen aku yang orang Gunung Kidul dia ngajakin jualan angkringan waktu itu. 4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan? Jawab: 7 tahun yang lalu 5. Mengapa Bapak memilih untuk berdagang angkringan? Jawab: Ya itu tadi karena aku awalnya dikasih tau temen aku jadi lama-lama aku tau angkringan itu apa eh jualannya juga makanan yang biasa aku makan bikinnya gampang. 6. Sudah berapa lama Bapak berjualan angkringan? Jawab: 7 tahun. 5 tahun jualan di pertigaan sana trus kan itu tokonya mau di pake sama bogor katanya ke ganggu klo ada grobak ini jadi ya geser pindah kesini akhirnya udah 2 tahun ya jalan 8 taun lah aku itu jualan angkringan. 7. Modal berjualan angkringan di Jakarta? Jawab: Modal nya itu 7jt an lah mba buat gerobak sama isinya kaya piring-piring alat-alatnya lah gitu. 8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan sampingan Bapak? Jawab: Engga ada, Cuma ini doang usaha angkringan satu-satunya. Tapi sih punya rencana maunya nyabang juga di kampung klo yang disininya ada yang nungguin. Tapi sampe sekarang belom ada yang bisa ganti nungguin yang disininya jadinya itu masih ga tau kapan bisa nyabang 9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari? Jawab: Lumayan mba cukuplah buat kebutuhan sehari-hari. Klo dulu masih di pertigaan itu bisa sampe sebulannya itu 11-12jt an sebulannya tapi ini semenjak pidah kesini jadi agak turun untungnya tapi ya alhamdulilah disini masih rame juga kok. 10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa? Jawab: Bukanya itu abis maghrib biasanya tutup jam 1 atau setengah 2an tapi kadang juga klo dagangannya udah abis ya aku tutup angkringannya, pernah jam 11 udah abis ya aku tutup aja jadinya. 11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan? Jawab: Alhamdulillah engga ada sih mba, lancar-lancar aja selama ini mah. Aku mending bela-belain bayar sama izin ke rt sama ke yang punya toko ini buat izin biar ga bikin masalah kedepannya beda sama tukang-tukang jualan yang lainnya klo itu mah aku ga ngerti deh dia gimana izinnya. 12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan Bapak? Jawab: Klo dulu masih yang di pertigaan itu sampe 6 karyawan, semuanya keponakan yang di kampung aku ajakin kesini buat usaha bantu-bantu lah daripada di kampung juga kan. Klo disini kan bisa dapet penghasilan juga dia nya. Tapi klo pas udah pindah kesini aku cuma ditemenin sama istri aja berdua. Maunya sih klo ada ya nambah orang buat bantu-bantu disini abis kadang suka keteteran sih mba. 13. Apakah Bapak kenal dengan sesama penjual angkringan yang ada di Pamulang? Jawab: Engga mbak, paling sesama penjual angkringan yang itu temen aku sendiri baru aku kenal. Itu ada temen aku yang di cinangka sama pondok cabe itu doang paling yang aku kenal penjual angkringannya. 14. Apakah ada wadah untuk berkumpul antar sesama penjual angkringan yang ada di Pamulang? Jawab: Engga ada sih mbak setau saya yang kaya gitu-gituan.klo aku sih paling kumpulnya sama temen-temen yang jualan angkringan tapi ga di satu pamulang gitu ada dimana- mana. Aku kan klo hari minggu itu libur, biasanya aku ngumpul sama temen- temen ini biasanya cerita-cerita angkringannya gimana jualannya, suka tuker-tukeran menu juga ya pokoknya kita udah kaya sodara semua deh. Kan sesama penjual angkringan jadi yang dihadapinnya juga sama, tapi klo aku itu penjual angkringan yang makanannya kering soalnya ada juga angkringan yang jualnya itu makanan yang basah sama baceman. Jadi makanan yang di jual angkringan itu tergantung sama yang punya angkringannya mbak. Kan klo aku ini punya sendiri jadi ya terserah aku mau jualnya makanan yang kaya gimana. Ada angkringan yang makanannya itu di drop sama bos nya jadi dia tinggal ngejualin aja,tapi klo aku kan engga aku masak sendiri semuanya, ini aku rencananya mau nambah menu teh poci cuma masih liat kedepannya gimana.

III. Unsur tradisional 1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan? Jawab: Ya klo di angkringan itu khas nya nasi kucing sama wedang jae mba klo makanannya, terus juga klo di angkringan tuh duduknya lesehan, terus piring-piringnya kaleng kaya gini ini loh soalnya kan di kampung juga klo makan pake piring yang kaya gini ini. 2. Mengapa Bapak masih menggunakan alat makan yang tradisional? Jawab: Ya abis kan barang-barang ini yang biasanya di pake di angkringan jadi ya aku ngikut aja sama yang waktu itu di kenalin sama temen aku 3. Mengapa Bapak menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli? Jawab: Abis udah kebiasaan sehari-hari mba ngomong Bahasa Jawa jadinya kebawa deh pas lagi ngelayanin pembeli. Tapi ngomong pake Bahasa Jawa juga tergantung klo pembelinya orang Jawa baru bisa pake Bahasa Jawa klo bukan orang Jawa suka ga ngerti sih dia nya 4. Dengan menggunakan unsur tradisional Kejawaan apakah menarik jumlah pembeli yang datang ke angkringan Bapak? Jawab: Ohiya lah mba, jadi kan bikin orang-orang itu penasaran juga gitu. Ini aja kan aku pake blangkon ada aja yang nanyain, aku dibilang mirip kaya dalang jadinya. Ada yang nanya belinya dimana, ini aja blangkon aku beli mesen langsung mba dari solo asli makanya awet soalnya klo beli disini itu ga ada yang kaya gini susah juga nyarinya jadi ya aku bela-belain sampe mesen langsung gitu. IV. Karakteristik pembeli 1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak? Jawab: Wah banyak loh mbak, ada anak UIN, UNPAM, UMJ, anak Pondok Labu juga ada pokoknya dari mana-mana deh suka pada beli disini. Makanya rame ini angkringan Alhamdulillah. 2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti pembeli tersebut datang kesini? Jawab: Oh ada mbak biasanya itu anak-anak kuliahan dari kampus UNPAM, anak UIN juga banyak biasanya ya pokoknya banyak lah mbak. Aku klo sama pelanggan semua kenal tapi namanya aja yang aku ga tau klo muka semuanya aku kenal pasti. 3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak ramai pembeli? Jawab: Klo yang rame itu biasanya malem sabtu itu yang paling ramenya. Biasanya itu mulai rame jam 9 atau jam 10 ya jam jam bubaran anak kampus UNPAM deh sama kan ini klo udah jam 9 toko tutup jadi anak-anak bisa pada lesehan depan tokonya. Ini klo toko udah pada tutup mbak penuh ini sama anak-anak yang pada nongkrong. 4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena sistem self service? Jawab: Ya klo yang curang sih ada aja mbak, biasanya itu curangnya kan klo di sini itu ngambil sendiri jadi suka padahal ngambil dua tapi bilangnya cuma satu doang 5. Bagaimana tindakan Bapak dalam menangani pembeli yang curang? Jawab: Ya aku mah ikhlasin aja lah biar allah aja yang bales 6. Adakah kerugian dari sistem self service ini? Jawab: Ya ga sampe rugi juga mba tapi ya ada aja jadinya kurang setorannya,tapi aku mah ikhlasin aja biar bagi-bagi rejeki kan sedekah juga 7. Apakah Bapak berusaha mengganti sistem self service dengan membayar dahulu? Jawab: Mau diganti jadi apa mbak, enggaklah ga usah kan emang angkringan terkenalnya yang kaya ininya toh jadi yaudah ga usa aneh-aneh lah. 8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Maksudnya ngobrol-ngobrol ya mba, ya klo ngobrol-ngobrol semua ngobrol kok lah wong kan anak-anak emang biasanya klo ke angkringan itu ya buat ngobrol-ngobrol nongkrong, makan, ya banyak deh. Aku juga kan emang suka ngobrol jadi ya klo ada pembeli datang yang ngajak ngobrol ya aku malah seneng banget ya apa aja aku bahas biar ada aja yang bisa diobrolin sama dianya. Abis klo ga ngobrol juga aku kan klo pas lagi ga ada yang dilayanin lagi ya jadinya malah bikin ngantuk doang jadi ya mending ngobrol aja deh ngilangin ngantuknya.

9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung? Jawab: Ga pernah mbak, seumur-umur aku jualan disini ga pernah nemuin yang ada berantem-berantem gitu disini. Orang-orang disini damai kok akunya juga jualan nya santai jadi kita disini semua enak kok santai aja Identitas Pembeli 13 November 2014 pukul: 22.50

Nama : Sobani

Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tukang Ojek

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Mau ngaso dulu abis dapet sewa barusan biar ga ngantuk ntar klo dapet sewa lagi 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Kalo ke sini mah abang seminggu sekali, kadang bisa dua kali gak tentu sih abang mah deket juga ama pangkalan, kadang pulang ngojek mampir kesini juga ama temen 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Ya sendirian aja kan ini lagi kerja. Tapi kadang klo di pangkalan lagi pas ada yang mau ke angkringan juga mah ya ayo suka juga kaya begitu neng. 4. Faktor apa saja yang biasanya mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Yang penting sih murah, selama masih bisa abang beli mah abang datang namanya juga tukang ojek, paling berapa sih neng penghasilannya setiap hari. Yono-nya juga ramah banget sama pembeli jadi enak aja, pembeli kan demen sama penjual yang bae ramah. 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Gorengan paling dah ama kopi jahe dah biar ni anget badan. 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Ya makan neng, sambil ngobrol gini pulang ngojek makan sambil ngaso kan enak tuh kalo disini suasananya. 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Ya ngomongin apaan aja semua bisa diomongin disini mah bebas kan diangkringan. 8. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Ya karena tempat makan ya abang bilang mah ini tempat makan, kalo mau dibilang tempat nongkrong yang cocok banget sama yang kantongnya pas-pasan kalo punya duit mah noh nongkrongnya ga di sini tapi di mekdi ( mc donald ) 9. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Buat abang yang tukang ojek mah masih ke jangkau neng, ya berarti murah lah, tukang ojek aja bisa beli yang kadang dapet uangnya ga tentu, kadang banyak kadang sepi penumpangnya 10. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkringan? Jawab: Ya pulang ngojek aja neng gak tentu dah pokoknya, bisa jam lapan (8) atau engga jam sebelas (11) malem 11. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Et abang kaga pernah ngerombong kalo kemari mah paling banyak juga berapa tuh paling kita bedua terus ntar disini ngobrol be ama si Yono kan udah jadi temen dia mah. 12. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Ada kali mah ya si Yono kaga pernah ngeributin masalah beginian jadinya ya kaga tau dah ada apa engga. Tapi mah ada kali ya neng yang kaya begitu kaga tau apa ya nyari duit kaya gua ama yono ini susah banget pendapatan juga kaga seberapa. 13. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Noh dari kampungnya si Yono kan di Jawa sana. 14. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Ada kaga tuh Yon ya, kaga tau abang mah neng belom pernah ke Jogja abisnya 15. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Yaa bisa jadi tu. Soalnya kan yang kemari orang dari mana- mana ya terus pada ketemu dah disini pada makan sambil ngobrol- ngobrol. 16. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Abang mah ama siapa aja juga nyampur neng ikutan bae gitu. Tapi ya orang laennya tuh yang ntar ngeliat abang apansi cuma tukang ojek gini doang yekan. 17. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Ya palingan mah ngobrol-ngobrol dah 18. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Kaga pernah, apaan yang mau di berantemin disini mah orang yang curang aja ama si Yono di biarin aja kan biarin aja dah tuhan yang bales.

Identitas Pembeli 10 Oktober 2014, pukul 21.15

Nama : Maldi

Usia : 19 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Suka aja, soalnya beda dari tempat makan laen 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Hampir tiga kali setiap minggunya, biasanya pulang kuliah kesini. 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Sama temen-temen 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Kesini gara-gara angkringannya deket sama kampus. Nyari yang tempatnya santai. 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Sate tutut, gorengan, nasi kucing. 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Ya makan terus sambil ngobrol-ngobrol sama temen 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Ya ngobrolin apaan aja yang enak buat dimongin rame-rame gini biar seru juga kan. 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Makan, laper tadi abis ujian lagian klo mau langsung pulang males tuh masih macet pasti di depan kampus kesini dulu deh. 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Ya tempat makan yang bisa di jadiin tempat ngobrol terus kita jadi bersosialisasi deh 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Murah kok murah daripada di kantin atau di FM (family mart) mana rame gitu lagi disana. 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkirngan? Jawab: Jam seginian pas bubaran kuliah. 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Engga tuh,ya kita sadar diri aja. Trus yang udah ada diangkringannya juga toleransi lah. 13. Apakah ada pembeli yang curang? yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Ada ada, waktu itu temen gua pernah ngeh gitu klo tu orang pas mau bayar ke pakde yono dia ga nyebutin semua yg udah dimakan ada yang ga disebut gitu. Tapi pas temen gua bilang ke pakde yono malah katanya udah gapapa biarin aja. Padahal ini makanan udah murah juga masih aja kaya gitu. 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari Jogja kan 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Ya klo itu sih pasti ada kan diliat dari biaya hidup disini lebih mahal dibanding disana 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Kalo menurut gua sih ada ya. Angkringan tuh tempatnya bener-bener beda dari yang lain, suasananya ini yang serba sederhana yang bikin nyaman sampe bikin yang datang ke angkringan tuh mau ngomongin apaan aja disini sama yang ga kenal enak soalnya ya itu kita udah ngerasa nyaman duluan. Jadinya kita dapet obrolan baru dari orang yang belom kenal itu. 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Pernah kok sering malah klo pas lagi ngomongin hal yang menarik tapi ya gua ga tau tau nimbrung gitu ya 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Ngobrol 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Ngga pernah deh. Identitas Pembeli 27 Oktober 2014, Pukul 21.00

Nama : Agung

Usia : 16 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : Pengangguran putus sekolah

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Soalnya emang biasanya ni sama temen-temen berempat ini suka ke angkringan 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Berapa kali ya, ga tentu juga sih mbak. Kadang seminggu bisa nyampe dua kali nyampe empat kali juga pernah si haha soalnya pas lagi suka nongkrong ya kesini deh enak si abisnya klo nongkrong di angkringan. Tapi yang jelas sih kita tiap seminggu sekali pasti kesini 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Sama temen-temen nih kaya begini 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Biasanya kita nyari angkringan itu yang tempat buat lesehannya enak kaya gini terus juga ga di pinggir jalan bgt kan debu. Terus yang sate-sate nya enak ni kan tiap angkringan walaupun dagangan makanannya keliatannya mirip-mirip tapi tetep ada bedanya masing-masing dari angkringan itu. Sama yang jual nya itu yang ramah terus diajak ngobrolnya enak klo bisa mah yang lucu tuh kaya pakde yono, klo udah ngomong mah udah dah haha 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Klo pas lagi laper ngambilnya ada nasi kucingnya, klo ga laper ya ngambil ini ni paling sate sosis, sate kikil, sate otak-otak sama gorengan deh terus minumnya susu jahe 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Ya makan mbak sama minum haha kadang ni dia ni suka curhat. Ya nongkrong lah ngobrol-ngobrol. 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Banyak mbak namanya juga nongkrong jadi ngrobrolinnya mah topik apa aja diomongin. Ya mbak klo nongkrong gimana pasti ngomongin apa aja juga jadi di bahas sambil ngisi waktu kan buat refreshing juga abis seharian ngapa-ngapain tadi. 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Makan sambil nongkrong sama absen sama pakde Yono haha. 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Semuanya masuk deh itu kayanya mbak. Tempat makan ya iya, tempat ngobrol ya iya, tempat bersosialisasi juga iya 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Murah mbak 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkringan? Jawab: Biasanya paling jam 8an keatas, soalnya nungguin dia ni balik kerja dulu terus janjian disini. 12. Jika datang rombongan, biasanya suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Sadar diri aja sih mbak 13. Apakah ada pembeli yang curang? yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Gatau deh mbak, ada sih kayanya. Tapi kasian lah masa iya curang gitu. 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari Jawa kan klo ga salah tuh tapi daerah pastinya saya gatau. 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Gatau mbak haha belom pernah makan angkringan sampe ke Jogja segala, disini kan juga ada angkringan. 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Ada ga ya. Bingung juga sih mbak saya haha 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Klo interaksinya semacem ngobrol gitu pernah waktu itu. Pas kesini sendirian kan dari pada cengo ya ngobrol aja jadinya ama yang laen ama pakde Yono juga haha. 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Ya itu ngobrol tadi 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Konflik? Engga pernah deh seinget saya mah disini damai damai aja.

I. Identitas Informan ( Pedagang ) Nama : Ibu Yanti Usia : 46 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat Lokasi Usaha : Jalan Siliwangi- Pamulang, Tangerang Selatan

II. Awal Mula membuka Usaha Angkringan ( wawancara tanggal 4 September 2014, Pukul 21.00 di Angkringan )

1. Berasal dari kota apa Ibu? Jawab: Kalau Ibu sendiri asalnya dari Klaten, Suami Ibu yang orang Jogja 2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta? Jawab: Awalnya Ibu ikut suami yang hidup di Jakarta sekitar tahun 2006, awalnya Ibu sama suami bikin usaha , tapi karena sudah banyak yang berjualan usahanya tidak maju-maju akhirnya ganti usaha sego kucing, namanyakan aneh jadi orang-orang mau datang karena penasaran apasih nasi kucing itu. 3. Ibu tahu sejarah Angkringan tidak? Jawab: Wah kalau angkringan awalnya gimana Ibu kurang tahu, mungkin suami Ibu yang orang Jogja tahu, tapi sekarang suami Ibu sedang mudik mbak 4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan? Jawab: Ibu mulai berdagang nasi goreng tahun 2006, baru tahun 2009 pindah berdagang angkringan sego kucing ini 5. Mengapa Ibu memilih untuk berdagang angkringan? Jawab: Menurut suami Ibu masih sedikit yang tahu nasi kucing saat itu, di daerah sini juga belum ada yang berjualan nasi kucing, ya sudah Ibu akhirnya berganti saja kan suami Ibu juga dari Jogja yang tahu tentang angkringan Ibu hanya senang memasak jadi kalau usaha yang masak-masak Ibu suka. Kalau orang sekarang kan biasanya jarang yang suka masak, pada sibuk tapi karena Ibu dari masih muda suka masak, ya bikin usahanya pasti gak jauh-jauh dari apa yang Ibu suka dan bisa 6. Sudah berapa lama Ibu berjualan angkringan? Jawab: Sekitar sudah lima tahunan 7. Modal berjualan angkringan di Jakarta? Jawab: Awalnya Ibu tahun 2009, modalnya sekitar enam juta rupiah, untuk pertama buka Ibu menyewa sebesar lima ratus ribu rupiah perbulan untuk menyewa depan bengkel ini, Ibu biasanya harus nunggu sampai bengkelnya tutup. Kalau bengkelnya lagi rame ya Ibu jualannya agak malam, jadi pas tau bengkelnya pindah, Ibu dan suami memutuskan untuk nyewa bengkel ini, ya walaupun mahal tapi Ibu sama suami yakin usaha ini bisa maju karena lokasinya ramai. 8. Apakah Ibu mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan sampingan Ibu? Jawab: Tidak ada, Ibu dan suami hanya berjualan angkringan saja, lah ini saja sudah susah bagi waktunya 9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari? Jawab: Untuk setiap harinya Ibu minimal dapat dua juta rupiah, kalau lagi ramai sekali ya bisa tiga sampai empat juta rupiah. 10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa? Jawab: Pukul empat sore sudah siap-siap, rapihnya mulai pukul setengah lima. Kalau tutupnya tergantung habisnya paling cepat ya jam dua belas malam. 11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan? Jawab: Kalau kendala ya awal-awalnya harus nunggu bengkel tutup, lalu menyewa bekas bengkel ini biayanya mahal. 12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan Ibu? Jawab: Awalnya Ibu hanya bertiga, Ibu, suami, dan keponakan Ibu yang bernama Rohman. Anak-anak Ibu masih kecil jadi ndak bisa bantu. Ibu bagiannya memasak, Rohman dan Bapak yang menjaga dan melayani pedagang di angkringan. Ibu baru angkat karyawan di tahun 2011, itupun awalnya hanya dua orang saja untuk bantu-bantu Rohman. Ibu baru berani memanggil tiga orang lagi tetangga di kampung setelah melihat usaha ini benar-benar meyakinkan sekitar tahun 2012. Ndak ada yang tau toh, kalau usahanya akan sukses kedepannya. Ibu lebih suka memakai yang masih muda, biar gesit kalau melayani pembeli, daripada mereka bengong mending kerja di disini untuk bantu-bantu orangtua di kampung.

III. Unsur Tradisional 1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan? Jawab: Kata Bapak itu gerobak yang kaya gini sama ceret ini terus makanannya itu makanan ya orang kampong ya ceker, kepala, usus macem-macem lah. 2. Mengapa Ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional? Jawab: Ibu menggunakan piring rotan ini biar ndak ada piring yang pecah kalau piring beling, dan terlihat unik saja, ndak harus cuci piring juga. hehe 3. Mengapa Ibu menggunakan Bahasa Jawa dalam melayani pembeli? Jawab: Kalau ada pembeli yang menyapa menggunakan Bahasa Jawa ya jadi balasnya pakai Bahasa Jawa, jadi lebih deket saja. 4. Yang datang kebanyakan orang Jawa ya bu? Jawab: Yang datang sebenernya beragam, namun yang lebih banyak ngonbrol ya orang jawa, cerita tentang kampung halaman. 5. Dengan menggunakan unsur tradisional kejawaan apakah menarik jumlah pembeli yang datang ke angkringan ini? Jawab: Wah iya toh mba, wong pas awal-awal kita buka aja itu kan kita tulis nasi kucing orang-orang jadinya penasaran itu nasi kucing gimana bentuknya, makanannya kaya apa wah banyak lah yang penasaran nanya-nanya. Terus Bapak juga suka pake baju yang klo anak-anak muda kesini itu pasti nyebutnya jogja abis haha Ibu nda terlalu ngerti maksudnya itu apa awalnya tapi lama-lama jadi ngerti juga itu maksudnya. IV. Karakteristik Pembeli 1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Ibu? Jawab: Pelanggan biasanya macem-macem ya orang kantor, anak muda, Ibu-ibu jadi ya siapa saja yang datang supir angkot, tukang parkir, satpam komplek juga datang. 2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti membeli tersebut datang ke angkringan? Jawab: Oh ada itu, banyak malahan mba pada ketagihan klo kesini alhamdulillah 3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Ibu ramai pembeli? Jawab: Paling ramai ya malam minggu, penuh sama anak muda, sekitar jam delapan dan sembilan malam yang paling ramai, biasanya orang pulang kerja mampir kesini 4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena sistem self service? Jawab: Dulu sih ada yang curang, makan gorengan tiga dia bilang hanya dua, ya kalau di diamkan terus bisa rugi usaha Ibu. 5. Bagaimana tindakan Ibu dalam menangani pembeli yang curang? Jawab: Ya di diamkan saja ndak enak negurnya, Cuma kalau dia datang lagi kita lebih merhatiin apa saja yang dia makan. Tapi ya ada aja gitu orang yang untuk perutnya sendiri diisi makanan tidak halal. 6. Adakah kerugian dari sistem self service ini? Jawab: Kalau kerugian dulu ada tapi dikit, kalu sekarang sudah di kecilkan kerugiannya bahkan kalau bisa tidak rugi. 7. Apakah Ibu berusaha mengganti sistem self service dengan membayar dahulu? Jawab: kalau sekarang, pembeli yang baru datang ambil memilih makanannya lalu dibawa ke meja Ibu, untuk di catat dan di bayar, kalau minum kan bisa kelihatan dari gelasnya dia pesan apa. 8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Sering itu yang beli ngobrol-ngobrol rame-rame kan ya paling yang datang sekitaran sini jadi ternyata mereka kenal yaudah rame deh disini pada cerita-cerita terus ngobrol. 9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung? Selama Ibu buka angkringan yo nda ada mba Identitas Pembeli 7 Oktober 2014 pukul: 19.00

Nama : Adi

Umur : 16 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Disuruh mama beli makan soalnya mama ga masak 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Klo mama ga masak biasanya kesini bisa tiga kali seminggu 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Kadang sendiri, kadang sama mama, kadang bareng-bareng sama papa mama ade 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Kesini gara-gara deket dari rumah kan di dalem komplek tempatnya. Udah langganan juga kesini 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Nasi kucing nya, sate usus, sate telor puyuh, sayap ayam banyak sih kadang juga suka beli semua macem sate-satean 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Ya makan paling 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Jarang ngobrol klo kesini 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Beli makan mba laper 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Tempat makan mba 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Lumayan murah si asal jangan ngamuk aja makannya haha 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkirngan? Jawab: Biasanya abis solat isya 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Engga tuh 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Wah emang ada ya? Kasian bgt si ibu. Itu orangnya lagi kelaperan tapi ga punya uang kali tuh 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari Jogja 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Ada mungkin. Tapi kata papa sih klo di Jogja itu murah-murah 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Bisa nemu gebetan mba disini hahaha 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Pernah sih tapi jarang 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Bentuknya kaya senyum gitu kali ya terus klo lewat di depannya dia permisi dulu gitu deh 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Engga pernah ah Identitas Pembeli 26 November 2014 pukul: 20.00

Nama : Movitri Rosmela

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Untuk makan makanan yang menunya beragam, harganya murah dan juga terjangkau 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Engga sering, paling satu kali dalam seminggu 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Dengan teman 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Biasanya ngeliat dari rasa, harga, dan kenyamanannya 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Paling susu jahe dan sate usus 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Biasanya makan sekalian ngobrol 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawab: Klo itu ga tentu, paling sekitar aktivitas-aktivitas sehari-hari aja 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Mau makan dan juga ngobrol 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Kalo bagi saya angkringan lebih ke tempat makan 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Klo soal murah atau mahal kan itu relatif tapi klo di daerah sini menurut saya engga murah juga sih cenderung mahal malah 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkringan? Jawab: Biasanya jam 7 malam 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Engga juga sih biasanya saya mah biasa aja 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Klo itu saya ga pernah punya pengalaman seperti itu ya. Klo saya sih engga 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Setau saya Jogja 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Menurut saya iya, di Jogja itu saya pernah makan dan harganya lebih murah 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Ada, soalnya pas kita lagi ke angkringan itu biasanya kita ngobrol dan bersosialisasi dengan orang-orang disini 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Pernah 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Biasanya sih ngobrol atau nanya-nanya yang ringan aja tapi nanti klo nanya-nanya yang terlalu jauh takut dikira aneh malah ngeganggu yang ada 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Saya sih ga pernah punya pengalaman seperti itu Identitas Pembeli 13 September 2014 pukul: 19.30

Nama : Lisa Ulfah

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai Kantoran

Alasan ke angkringan

1. Kenapa memilih untuk datang ke angkringan? Jawab: Karna tempatnya asik untuk berkumpul bersama teman-teman. 2. Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan? Jawab: Tidak tentu, biasanya hanya sekali seminggu 3. Dengan siapa biasanya anda datang? Jawab: Dengan teman-teman 4. Faktor apa saja yang biasanya yang mendukung dalam memilih angkringan? Jawab: Harga makanannya murah dan tempatnya nyaman 5. Makanan apa yang selalu dipesan di angkringan? Jawab: Otak-otak dan nasi kucing 6. Apa saja yang biasanya di lakukan di angkringan? Jawab: Mengobrol dengan teman-teman. Karna biasanya ke angkringan janjian sama teman waktu sekolah dulu 7. Saat mengobrol topik apa saja yang dibicarakan? Jawaban: Tentang pekerjaan masing-masing teman, menceritakan pengalaman lucu serta kehidupan pribadi. Tapi lebih sering kita ngobrolin waktu kita masih jaman sekolah jadi nostalgia gitu deh haha 8. Apa tujuan anda datang ketempat angkringan? Jawab: Mempererat hubungan pertemanan dengan menghabiskan waktu di angkringan. Soalnya klo ga kaya gini kita ga ketemu-ketemu lagi makanya di sempetin buat kita kumpul-kumpul diangkringan. Kebetulan juga anak-anak pada suka makan yang kaya gini nih yang ada di angkringan. 9. Menurut anda angkringan lebih ke tempat makan, tempat ngobrol atau bersosialisasi? Jawab: Tempat ngobrol sih ya klo buat saya, ya karna itu kita ke angkringan emang buat ketemu terus ngobrol sambil makan 10. Kalau soal harga menurut anda murah apa mahal? Jawab: Ya ampun murah banget inimah disini 11. Biasanya pada pukul berapa anda menyempatkan diri untuk datang ke angkrirngan? Jawab: Jam 7an lah biasanya 12. Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Jawab: Engga ah biasa aja tuh 13. Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Jawab: Engga ada deh ya. Soalnya disini kan makanannya di catet dulu terus baru bayar langsung. Emang beda sih ya klo sama angkringan yg laen disini tuh 14. Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Jawab: Dari Jawa kan, padahal saya orang padang loh haha 15. Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Jawab: Duh ga tau deh saya soalnya belom pernah ke angkringan yang ada di Jogja 16. Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Jawab: Ada, kan ketemu banyak orang gini 17. Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Jawab: Engga deh kayanya 18. Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Jawab: Klo melototin orang termasuk bentuk interaksi juga ga tuh haha 19. Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Jawab: Engga deh ya

Angkringan Pakdhe Yono yng terletak di Jalan Surya Kencana

Pakdhe Yono dan Budhe Ina, istri dari Pakdhe Yono

Pakdhe Yono sedang menyiapkan minuman wedang jae atau air jahe yang merupakan minuman andalan dari angkringan

Beberapa jenis makanan yang tersedia di angkringan ini

angkringa Mas Min

Jenis makanan yang di tawarkan di angkringan Mas Min

Menjadi ciri khas angkringan tradisional menggunakan penerangan dengan menggunakan lampu berwatt kecil, karena hanya mengandakan sambungan listrik dari toko yang pelataran parkirannya di sewa.

Angkringan Ibu Yati

Sudah menggunkan bangku dan kursi sebagai fasilitas LEMBAR UJI REF'ERENSI

Nama Risyda Azizah

Nirn 1 1 I 001 5000 107

Juiusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Judul Skripsi Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan (Studi Deskr.iptii cli Kecarn trlan Pamulang, K ota Tangerang S elatan) I}AI} No Paraf Referansi Referensi Pernbimbins I 2 1 Hartomo dan Ar:ricun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarla: pT "i\"{ Bumi Aksara, 2008), h. 30 ,t'1 \ EI t Klara Puspa Indrai'ati "Pembentuku, @ Ntlasyarakat (Studi : 2 Kasus Angkringan Tugu Yogyakarta' , Sk'ipsi pada U,irzersitas Indo,esia, 2012, h. 31. tidak dipublikasikan. d,J 2 Klara Puspa indrawati, "pembentukan Rua,g Korektiroleh I Ivlasyarakat: Studi Kasus Angkringan Tugu yogyakar1a,,. Sh'ipsi pada Universitas Indonesia, Depo( 2}li,h3L

Klara Puspa ektif Oleh 2. Ivlasyarakal' akalta,,, Skripsi pada h.31. ,fil

Klara Puspa indrar.vati, "Pembentukan It,ang Kolektif oleh ..r{I 3. Masyarakat: Studi Kasus Angkringan Tugu yogyakarta,,. L Sblpsi pada Universitas 1 Indonesia, Depolg 2olr, h.45 1, dl

Klara Puspa indrawati, "pembentukan Ruang Korektif oleh 4. Masvarakat: Studi Kasrs Argkr-ingan Tugtr yogyakarta,,, ,ilr Skripsi pada l-thiversitas Indonesia. Depok ZOti, h. +e

Kanranato sunarto. P e ngantctr 5. so si ologi, (Jakarta: Lemtraga Penerbit Fakultas Ekonorni UI, 2004), h. 12 6* Kamanato Sunarto, P e ngantar Sosi ologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi IJI,2004),h. 22

Basror,r,i, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.138

Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesor Bahasa I ndon e s i a P u s at B ahas a, (I akarta: p'I' Gramedia pustaka Utam4 2008), h.542

Soerjono soekanto, sosiologi suatu pengantar. eakarta: pT Raja G'afrndo Persada). h.5-5

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah pengantar, (Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008),h. 57

Yusron Razak, Sosiologi Sebuoh Pengantar, (Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008),b. 57

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah pengantar, (Tangerarrg: r\.4itra Sejalrtera, 2008), h. 57

Yusron Razak, Sosiol,ogi Sebuah pengantar, (Ta,gerang: Ivlitra Sejahtera,2008), h. 58

Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. r39.

Elly I\4. Setiadi, KamaA. Haham, Ridr*an@ Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media Gruop. 2007),h. 93 Basrowi, Pengantar t6, Sosiologi, (Bogor: Ghalia Inclo,esia, 2005), h. 140 fi'l

Basro,vi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: 17. Ghalia Inclonesia, 2005), h. l4s ,h,,,[

Ng. Philipus. Nurul Aini, Soslologi politik,(Jakarta: pT 18. dan Raja Grafrndo Persada 2009),h.23 4,,[

S oerj ono soekarrto, s o s i qtu o lo gi su p engont ar, (J akafia: pT -.1q 19 i Raja Grafindo Persada, 20lZ),h.65 .{' fi,\

t Soerjono soekanto, ..Lr 20. sosiologi suaht pengantar, (JakNta: pT Raja Grafindo Persada, 2012), h.G6 k. .d^l 1 !

Ng, Philipus. politik, 21. dan Nurul Aini, sosiologi dan (Jakarta; pT Raja G'afindo Persada), h.25 dJ

Soerjorro soekanto, sosiologi suatu pT 22. pengantar, 1'Iakartq Raja Grafindo persada 1998), h.73 ,d'l

I Ng. Philipus, dan Nurul AinL sosiologi clan politik, (Jakarta; pT s-^ I 23. I Raja Grafrndo Persada), h. Zg 'i "..t' d,n

S oer;j ono soekanto. S o si ol Su p pT 24. ogi ata en gan t ar, (J akenlra:. Raja Grafindo Persada, 1998), h.87 .il^li

I Ng. Philipus. dan Nurul Aini, soslologi dan potitik, (Jakarla; pT 25 i. Raja Grafindo Persada), h. 32 "t ,*d

Kamanto Sunarto. 26. Pengantar Sosiologi^ (Jakarta: Lembaga *-l Penerbit Fakultas Ekonomi U\ 2004), h. l2g ,$, d^l Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia I,donesia, 2005), h.37

Ko entj ranin gr at, P e n ga nt a r I hn u A nt r op o lo gl, (Jakarla : p T Rineka Cipta, 2009),h. 1 15

Elly M. Setiadi. Rama Abdul I-Iakam. Ridivan Effendi,Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, ( Jakarta: Kencana prenada Meclia Group, 2011), h.B0

Elly M. Setiadi. Rama Abdul Hakam. Ridwan Effe:ndi.Ihnu Sosial dan Budaya Dasar, ( Jakarta: Kencana prenada Media Group, 2011), h. 38

Ko entj rarrin gr at, P en g an t a r I lmu A ntr o p ol o gi, ( Jakarta : pT Rineka Cipta, 2009), h. 117

Basroni, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia. 2005), h.4r

s. Meruro dan Mustamin Alwi, Antroporogi perkotaan (Jakarta: CV Rajawali, 1992), h. 24

s. Meruro da, Nrlustamin Ahvi. Antropologi perkotacm. (Jakarta: CV Rajawali, 1992), h.24

S oerj ono So ekanto, So s i olo gi Su atu p eng a nt ar., (Jakarla; pT Raja G'afrndo Persada 2005)h. 158

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu pengantar, (Jakarta: Rajavvali Pers, 2009), h. 1_56-157

Soerj ono Soekanto, Sosi olo gi Suatu p engant ar, (Jakarta: Rajar.vali Pers, 2009), h. 67 Soerj ono Soekanto, So s i ologi Su atr,t p engdnt ar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009). h. 67

Koentj araningrat, P engantar llmu Ant r op olo gi, ( Jakarta: pT Rineka Crpta,2009), h. 146

Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Sernarang: C.V. Ramadhani, 1975), cet. 1, h. 57

Koentj araningrat, P enga n tar llmu Antr op o/ogl, ( Jakarla: pT RinEka Cipta, 2009), h. 150-151

Dharsono, Budaya lthts antara, (Bandung :Rekayasa S ains, 2007), h.10

Sadhi Sanggakal4 "Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas Sebagai Ruang Interaksi Sosial,,, Tesis pada Pascasarjana Unirrersitas Indonesia, Depok, 2006, tidak dipublikasikan Lolita Susan Ginzel, "Lapo Tualg Arena@ Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan lvfulia, Jakarta pusat)',, Skripsi pada Universitas Indonesia, I 9 84, tidak dipublikasikan

f)onorra, Bustami, "Interaksi Sosial penghuni Asrama Daksinapati universitas Indonesia (studi Kasus fe,tang Pefientangan Sosial)", Skripsi pada Universitas I,donesia, 19g5, tidak diputrlikasikan

Arbany Nurul Aini, "Angkringan: Arena Derrrok usi Muryurakat Pekotaan dengan simbolisme Kejawaan (studi Kasus: Tiga ngan di Jakarta)", Skripsi pada Universitas Negri Jakarta. 2013, tidak dipublikasikan

Klara Puspa Indrar.vati 2012 pemltentukan Ructng Kotet{tif otetl 48. Masyarakr.ti (Studi Kasus : Angkringan Tugu yogyakartc, Strai Ars itektur Liniverstas Indones ia 4i 3

Adi Prastowo. 1. Memahami AIetode-l,Ietode P en eli ti an, (Jo gj akarta: Ar-Ruzz NIedia. 2 0 I I ), h. g. 4,7

u-.1 Imam Gunarvan, Arletode penelitian Kualitatif-: Teorr 2 dan 1 P raktik, (J akafia:Bumi Aksara, g0_ g 201 3). h. 1 'r-?, .flrt

Imam Gu.awan, penelitian 3. Metode Kualitatijl Teori dan Praktik, (Jakarla:Bumi Aksarq 2013), h.gZ ,t;

Irawan soehartono. penelitian 4. Metode sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 20ll),h, 57 ,li

Irawan Soehartono 5. , PT Remaja Rosdakarya, zOL l), h.57 dI

Irawan Soehartono, penelitian 6. Iuletode Sosial, (Bandung: pT Renraja Rosdakarya, 20ll), h. 63 ,il,r

f. Ii,{oleong. 7. l1xy ,-r*-, ,"-r,r-" *r, PT Remaja Rosdakarya. 2009), h.1g6 ,d,t

Iin Tri Rahayu t 8. da, Tristiadi fudi Ardani, Observasi dan ';Ll Waw ancara. (lr,,Ialang : Bayurnedia publishing, 200 4), h. I + ,t^ t

sugiyono, it[ etode P eneli p p 9. ti an endi dikan endekatan K uali tatiJ) KuantitatiJ- d an R& D, (Bandung: Alfabeta, 20 I2), h. 3Zg i ,fil ul Imanr Gunarvan, p"nulit@ 10 Metode Pralerift, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 17g 4^i Imanr Gunawan, luletode penel.itian 11 Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2OI3),h. ZIO M 4 Situs resmi kota Tangerang Selatan, wwrv. tangerangsel atankota. go. id di akses pada tanggal 5 Desember 2014 pukul21.00 WIB 4i

.) http ://tangselkota.bps. go. id/index.php ?hal:putrlikasi detil&id:B diakses padatanggal 5 Desember 2ll4pukul 22.00 WIB 4A

http ://labpm2.ipdn. ac. id/wp-content fuploads 201 3/0 5iRpJN,I_ a -)- Keadaan-Geografis.pdf diakses pada ta,ggal 2g Novernber 2014 pukul 1.12 WIB ,x)

http :i/labpm2. ipdn. ac.id/rvp-content/uploads/20 I 3 /0 5/RpJM_ 4. Ke adaan- Geo grafi s. g pdf diakses p ada ta,g gar 2 Nover,ber 20 1 4 pukul 1.12 WIB 4,t

www.tangselkota. bps. go. icl diakes pada g 5 tan ggal 2 Noverntrer 2014 puktrl 12.00 WIB d;

http ://tangselkota. bps. go. idlindex.php 6. ?hal:publikasi cletil&id:s diakses pada tanggal 25 Desember 2014 pukul 20.00 WIB 4i

Niels Mulder, 1983, Kebatinan tlan 7 Hidup Sehari-hari Orang Jaw,a, Jakarta: PT. Glamedia h. 40. ,fl,[

Niels ]vlulder, 1983, Kebatinan dan 8. Hidup Sehari_hari Orang Jan4,a, Jakarta: PT. Gramedia, h.42. ,/r

Klara Puspa indrawati, "Pembentukan Rrnng Kolektif Oleh 9. Masyaratriat: Sttrdi I{asus Angkr-ingan Tugu yo gyakarla.., Slcripsi pada Lhriversitas hrdonesia, Depolg 2012,1t.33 d* Berdasarkan hasil wawancara t0 dengan tr,rotdfiaai to okloue t, 2014 pukul21.15 WIB. .fi Berdasarkalt wawiulcara dengan Mas Min pada22 Mei 2014 pukul22.30WIB.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu yanti pada 4 Septerntrer 2014, pukul 2 1.00 WIB.

Berdasarkan hasil warvancara dengan Ibu yanti pada 4 September 2014. puktrl 21.00 WIB.

Berdasarkan hasil r.va*,ancara dengan Adi pada 7 oktober 2014 pukul 19.00 WIB

Berdasarkan hasil wawancara dengan pak Mardoyo pad,a2l Oktober 2014 pukul 20.00 WIB.

Berdasarkan hasil wau,ancara dengan Wati pada Rabu 22 Oktober pukul 19.00 WIB

Berdasarkan hasil warvancara Sobani pada 13 November 2014 pukul22.50 WIB

Berdasarkan hasil war.r,ancara dengan Ivlardoyo pada selasa 21 Oktober 2014 pukul 20.00 WIB

Berdasarkan hasil wawancar.a dengan pakde yono Rabu I Oktober 2014 pukul 21.30 WIR

Berdasarkan hasil r.varn ancara dengan Ibu yanti pada karnis 4 September 2014 pukul21.00 WIB

Berdasarkan hzusil \4/awancara dengan Wuti pudo Rnb" 22 Oktober pukul 19.00 WIB Berda.sarkan hasil wawancara dengan Agu,g pada27 oktober 2014 pukul21.00 WIB

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014 pukul22.50 WIB

Berdasarkan hasil rvarvancara dengan wati pacla 22 oklober 2014 pukul 19.00 WIB

Kamanto Sunarlo, P en gantar S o si ol.ogi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakrrltas Ekonomi 1J1,2004),h. 12

Berdasarkan hasil wawancara dengan pakde yono Rabu Oktober 2014 pukul21.30 WIB

Berdasarkan hasil rvawancara clengan lr{aldi pacla l0 oktober 2014 pukul21.15 WIB

Berdasarkan hasil wau,ancara dengan Mardoyo pad,a2r oktober 2014 pukul20.00 WIB

Berdasarkan hasil rryawancara dengan Iv{ardoyo pada2l oldober 201:1pukul20.00 WIB

Berdasarkan hasil wawancara dengan pakde yono pada I Oktober 2014 pukul 21.30 WIB

Berdasartan hasil wa,r,ancara dengan Ibu yarti Kamis 4 September 2014 pukul21.00 WIB

Berdasarka, hasil \ryawancara a.ngm ernber 2014 pukul21.00 WIB Berdasarkan hasil r,vawancara pakde yono 33. dengan pada 1 Oktober 2014 pukul 21.30 WIB 4i

Berdasarkan 34. hasil rryar,va,cara dengan Mas lVlin pada Kamis 22 Mei2014 pukul22.30 WIB ,il,t

Berdasarkan hasil r,r,awancara 35. dengan Mar-doyo pada2l oktober 2014 pukul20.00 WIB ,lr

Soerjono soekanto, pengantar, 36 Sosiologi Suaht (Jakarta: pT Raja Grafirrdo Persad4 1998). h.58 ,i],

Kamanto Sunarto, 37 Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Faktrltas Ekonomi U\ 2004),h. Zz di

Jakarta, ll Februari 2015

n Pembimbing I

rI lfah ltajarini, I\,LSi da, MA NIP. 19670828 199303 2 006 I 2 016 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Risyda Azizah, lahir di Jakarta pada 31 Juli 1992. Anak dari pasangan bapak Agus Mukhtar Rosyidi dan ibu Nur Izzah merupakan anak pertama dan mempunyai dua saudara perempuan. Meskipun lahir dan dibesarkan dari suku Jawa namun sangat menyukai masakan pedas. Masa- masa sekolahnya dihabiskan di sekolah MTsN 2 Pamulang kemudian dilanjutkan di MAN 4 Jakarta.

Sangat senang berolahraga, terbukti sejak masih menyandang status siswa di MAN 4 Jakarta tergabung dalam ekskul basket. Saat menjadi mahasiswi UIN Jakarta bergabung dengan ukm futsal UIN (ladies futsal) dan sepeda sehat UIN.

Judul dari skripsi ini diangkat karna pada dasarnya saya senang makan. Suatu ketika saya makan di angkringan saya sadar bahwa terdapat suasana yang sangat berbeda yang dapat dirasakan ketika berada di angkringan. Tak dipungkiri masih banyak orang yang belum mengetahui apa itu angkringan, namun disamping itu angkringan sudah banyak kita temui di pinggir-pinggir jalan, khususnya jalanan di Pamulang. Semoga para pembaca menjadi tahu apa itu angkringan serta tidak memandang miring lagi hal-hal sederhana.