Peranan H. Abdul Karim Amrullah Dalam Gerakan Pembaruan Islam Di Minangkabau Awal Abad XX
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Peranan H. Abdul Karim Amrullah dalam gerakan pembaruan Islam di Minangkabau awal abad XX Oleh : Rudi Sutrisna NIM K 4402514 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari permasalahan yang telah diuraikan di muka, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. H. Abdul Karim Amrullah dikenal sebagai Haji Rasul, lahir di sungai Batang, Maninjau pada tanggal 10 Febuari 1879 sebagai seorang anak dari ulama Syaikh Muhammad Amrullah gelar Tuanku Kisai. H. Abdul Karim Amrullah memperoleh pendidikan dasar secara tradisional diberbagai tempat di Minangkabau. Pada tahun 1894 H. Abdul Karim Amrullah pergi ke Mekah melanjutkan pelajarannya selama 7 (tujuh) tahun. Pada tahun 1903 H. Abdul Karim Amrullah pergi untuk kedua kalinya ke Mekah dan kembali tahun 1906. 2. H. Abdul Karim Amrullah beserta para pembaharu lainnya mempunyai gagasan dan pandangan untuk mengembalikan masyarakat Minangkabau kembali ke syariat Islam. Gagasan- gagasannya antara lain: mengecam keras terhadap kepercayaan orang Jepang bahwa Tenno Heika adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus disembah oleh bangsa Jepang dan semua bangsa yang mereka jajah. H. Abdul Karim Amrullah mengkritik keras dasar kepercayaan bangsa Jepang yang menurutnya bertentangan dengan agama Islam; Al-Qur’an dan Hadist sangat penting karena merupakan petunjuk untuk meninggalkan segala laranganNya dan menjalankan segala perintahNya; Mistik, H. Abdul Karim Amrullah mengajak para sufi untuk membersihkan hatinya dari semua sifat- sifat kotor, membersihkan imannya dari inovasi-inovasi yang tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadist dan membersihkan rahasia- rahasia tersembunyinya dari kemunafikan dan kecemburuan; Taqlid, H. Abdul Karim Amrullah mengajak kaum muda untuk menggunakan ‘aql (nalar, akal sehat); Kepemimpinan dalam masyarakat, H. Abdul Karim Amrullah menekankan agar para penguasa adat di Minangkabau terutama para penghulu agar tidak menyesatkan masyarakat perlu adanya peraturan dan hukum Islam yang dibimbing oleh para ulama; Hukum waris adat, H. Abdul Karim Amrullah menegaskan bahwa hukum waris berdasarkan garis ibu, yang dipraktekkan oleh Muslimin Minangkabau tidak adil karena ayah, ibu dan anak-anak yang berhubungan erat selama hidup baik fisik maupun spiritual tidak mewarisi apa pun bila salah seorang diantaranya meninggal. Sebaliknya keponakan yang pertalian darah jauh lebih renggang dan tidak begitu menderita dibandingkan anak-anak atau orang tua yang wafat, ditetapkan oleh hukum waris adat sebagai pewaris tunggal yang sah dari harta Paman mereka; dan gagasannya tentang perempuan H. Abdul Karim Amrullah berpendapat bahwa perempuan yang fisiknya lemah tidak bisa mempunyai hak yang sama seperti laki-laki yang oleh Tuhan diciptakan bertubuh kuat agar mampu melindungi dalam kehidupan. 3. Sumatra Thawalib merupakan Madrasah tradisional Minangkabau yang dulu bernama Surau Jembatan Besi. Sistem pendidikan yang dipakai Surau-surau di Sumatra Barat yaitu sistem halaqoh yaitu murid duduk bersila mengitari guru yang mengajar, diselenggarakan pagi sampai sore atau juga malam hari setelah Maghrib sampai waktu tidur tiba. H. Jalaluddin Thaib memperkenalkan cara-cara modern ke dalam Sumatra Thawalib yaitu dengan sistem berkelas yang lebih sempurna, pemakaian bangku-bangku dan meja, kurikulum yang lebih diperbaiki dan juga kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Majalah Al-Munir merupakan salah satu wadah atau alat yang sangat baik untuk memberikan pelajaran Islam kepada anggota masyarakat yang tidak sempat datang ke Surau melalui tulisan dan gambar yang mudah dimengerti. 4. Perjuangan H. Abdul Karim Amrullah melalui Sumatra Thawalib mulai menampakkan hasilnya yaitu lulusan dari Sumatra Thawalib banyak yang terjun ke masyarakat dan menjadi pemimpin yang dihormati. Kebanyakan para lulusan Sumatra Thawalib membuka sekolah sendiri di kampung dan mengajar disana serta menyatakan diri sebagai cabang dari Sumatra Thawalib. Pada tahun 1923 pengaruh paham komunis muncul di kalangan pelajar-pelajar Sumatra Thawalib sehingga perhatian sebagian besar pelajar dan guru sekolah bergeser dari usaha mempelajari soal-soal agama Islam kepada partisipasi kegiatan politik. Akhirnya ajaran komunisme dapat dibubarkan oleh Pemerintah Belanda. H. Abdul Karim Amrullah pada tahun 1925 memperkenalkan Muhammadiyah ke Minangkabau dan diterima spontan oleh mayoritas besar Muslimin di Minangkabau. B. IMPLIKASI 1. Implikasi Metodologis Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode historis. Pemilihan metode historis didasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji. Penggunaan metode historis ini bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali serta merekonstruksi fakta-fakta masa lampau menjadi suatu cerita sejarah melalui pemilihan prosedur yang sistematis dengan menggunakan tahap-tahap tertentu. Di dalam teknik pengumpulan data peneliti kesulitan dalam mengartikan bahasa Minang dan sukar mencari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian. 2. Implikasi Teoritis Perkembangan pembaruan Islam di Minangkabau dipelopori oleh Gerakan Wahabi yang dipimpin oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab yang bersemboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. H. Abdul Karim Amrullah ingin meniru semboyan tersebut yaitu dengan mengembalikan masyarakat Minangkabau menuju jalan yang diRidhoiNya. Untuk memajukan gerakan pembaharuan, H. Abdul Karim Amrullah membersihkan ajaran-ajaran agama dari segala macam kotoran yang melekat, memperbarui sistem pendidikan Islam khususnya Sumatra Thawalib dan menyediakan syarat yang tepat untuk perubahan sosial, untuk tujuan tersebut memperkenalkan organisasi Muhammadiyah. Islam cocok dengan tuntutan zaman dan keadaan dan Islam tidak pernah menutupi kemungkinan bagi pengikutnya untuk mencari pengetahuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. H. Abdul Karim Amrullah dikenal sangat rajin dan gemar pada ilmu pengetahuan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk kemajuan pendidikan khususnya di Minangkabau dan di Sumatra. 3. Implikasi Praktis H. Abdul Karim Amrullah banyak melakukan perubahan diberbagai bidang, khususnya dibidang pendidikan. Proses pendidikan melalui Surau-surau tradisional diubah menjadi sekolah modern dengan fasilitas yang memadai. Munculnya sekolah-sekolah modern mendorong para guru tradisional meninggalkan suraunya, karena sistem yang digunakan berbeda. Dengan adanya sekolah modern tersebut,membuat sistem lama ditinggalkan dan menggunakan sistem berkelas yang lebih efektif. Siswa tidak hanya belajar agama saja melainkan ilmu pengetahuan umum juga diajarkan. H. Abdul Karim Amrullah tokoh reformis muslim yang patut kita contoh oleh generasi penerus. C. SARAN 1. Bagi pembaca muslim hendaknya lebih memperdalam lagi pengetahuannya tentang peranan H. Abdul Karim Amrullah di Minangkabau yaitu dengan memperkuat tingkat keimanan kita, memperbanyak membaca dan mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits serta meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan agama. Hal itu dapat dilakukan dengan kegiatan kepustakaan seperti membaca buku-buku literatur tentang H. Abdul Karim Amrullah baik ke perpustakaan maupun di tempat lainnya. Perpustakaan yang menyediakan buku-buku literatur tentang peranan H. Abdul Karim Amrullah di Minangkabau antara lain Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Perbaikan sistem pendidikan perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintah karena pendidikan merupakan sarana yang penting untuk meningkatkatkan kecerdasan bangsa. Oleh sebab itu Pemerintah hendaknya berusaha melakukan Peningkatan sistem pendidikan yang dapat dilakukan dari berbagai aspek antara lain dengan: a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia lewat pelatihan dan pengembangan ketrampilan serta pengembangan kurikulum yang relevan. b. Peningkatan aspek fasilitas pendidikan dengan menaikkan anggaran pendidikan serta memperbaiki sarana dan prasarana yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar. c. Menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan secara kontinue. .