Kiai, Pesantren Dan Politik - 51 A
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal permohonan : EC00201816867, 4 Juli 2018 Pencipta Nama : Abdul Wahid Hasyim Alamat : Jl. Durian Raya Blok E 13/6 Pamulang Estate RT.001/013 Pamulang Timur, Pamulang, Tangerang Selatan – Banten, Tangerang Selatan, Banten, 15417 Kewarganegaraan : Indonesia Pemegang Hak Cipta Nama : Abdul Wahid Hasyim Alamat : Jl. Durian Raya Blok E 13/6 Pamulang Estate RT.001/013 Pamulang Timur, Pamulang, Tangerang Selatan – Banten, Tangerang Selatan, Banten, 15417 Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Ciptaan : Buku Judul Ciptaan : Sikap Kyai Terhadap Politik Era Reformasi Tanggal dan tempat diumumkan untuk : 31 Maret 2009, di Bekasi pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Nomor pencatatan : 000111028 adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon. Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS. NIP. 196611181994031001 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Sikap Kiai Terhadap Politik Era Reformasi Sikap Kiai Terhadap Politik Era Reformasi Penulis: Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA. Penerbit: Lembaga Penerbitan Pascasarjana Universitas Islam “45” Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi 17113 Telp. (021) 71685361 Fax. (021) 8801192 e-mail: [email protected] Hak Cipta dilindungi Undang-undang Copyright @ Abdul Wahid Hasyim Editor Naskah: Siti Asiah Perancang Sampul: Suswoyo Cetakan Pertama: Maret 2009 ISBN: 978-979-19414-6-4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL - i KATA PENGANTAR - iii DAFTAR ISI - viii BAB I PENDAHULUAN - 1 A. Latar Belakang Masalah - 1 B. Identifikasi Masalah - 24 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah - 26 D. Kajian Pustaka Terdahulu - 27 E. Metodologi Penelitian - 37 BAB II KIAI, PESANTREN DAN POLITIK - 51 A. Peran dan Fungsi Kiai Pesantren - 51 1. Bidang Sosial Keagamaan - 51 2. Bidang Sosial Budaya - 59 3. Tipologi Kiai dan Pesantren – 64 a. Tipologi Kiai – 64 b. Tipologi Pesantren - 82 B. Pesantren dan Perubahan Sosial - 89 1. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Keagamaan - 89 2. Pesantren Sebagai Lembaga Pencetak Ulama - 105 3. Pesantren Sebagai Lembaga Transmisi Nilai Tradisi Keagamaan - 109 4. Pesantren Sebagai Lembaga Sosial Ekonomi - 112 C. Pesantren dan Politik - 116 1. Pesantren dan Modernisasi Birokrasi - 116 2. Pesantren dan Partai Politik - 122 3. Sikap Politik Kiai Pesantren - 160 BAB III PESANTREN DAN DINAMIKA POLITIK NASIONAL ERA REFORMASI 1998-2004 - 165 A. Era Reformasi dan Kebijakan Politik Menuju Demokrasi - 165 B. Bangkitnya Ragam Partai Politik Dalam Bingkai Kekuasaan Era Reformasi - 208 C. Pesantren dan Pembentukan Partai Politik Nasional - 228 1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) - 228 2. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) - 256 3. Implikasi Kebangkitan PKB dan PKNU Terhadap Dunia Pesantren - 282 BAB IV KIAI PESANTREN DI JAWA TIMUR DALAM ARENA SOSIAL POLITIK 1998-2004 - 289 A. Biografi Sosial-Intelektual Kiai Pesantren – 289 1. Kiai Abdullah Faqih - 289 2. Kiai Muhammad Yusuf Hasyim - 309 3. Kiai Alawy Muhammad - 318 4. Kiai Muhammad As’ad Umar - 326 5. Kiai Muhammad Hasib Wahab - 341 B. Motif dan Konteks Sosial-Politik Kiai Pesantren - 354 BAB V POLITIK KIAI PESANTREN DI JAWA TIMUR 1998-2004 - 369 A. Kendaraan Politik Kiai Pesantren - 369 B. Peran Politik Kiai Pesantren pada Lembaga Negara - 378 1. Lembaga Legislatif - 378 2. Lembaga Eksekutif - 390 3. Lembaga Yudikatif - 412 C. Peran Politik Kiai Pesantren pada Organisasi Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) - 416 D. Implikasi Keterlibatan Politik Kiai bagi Dunia Pesantren - 550 BAB VI KESIMPULAN - 563 DAFTAR PUSTAKA – 568 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penghujung akhir abad XX, tepatnya tahun 1998, perpolitikan di Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, mengalami perubahan yang sangat dramatis. Krisis multidimensi, demonstrasi mahasiswa yang terjadi di berbagai daerah menuntut reformasi struktural di bidang ekonomi, hukum dan politik serta berbagai persoalah yang tidak terselesaikan, telah memaksa Presiden Soeharto yang telah memerintah negara berpenduduk lebih dari dua ratus juta jiwa, secara 2 Sikap Kiai terhadap Politik Era Reformasi otoriter dan represif, untuk periode yang ketujuh dalam waktu 76 hari, meletakkan jabatan. Dalam pidatonya, antara lain ia menyatakan sebagai berikut: Bahwa karena rencana pembentukan komite reformasi tidak terwujud, maka rencana perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi, sehingga sulit bagi saya untuk dapat menjalankan pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhati- kan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, maka saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis, 21 Mei 1998. Selanjutnya, sesuai Pasal 8 UUD 1945, Wapres Prof. Dr. B.J. Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/ Mandataris MPR periode 1998-2003.1 Dengan demikian, Prof. Dr. B.J. Habibie (nama selanjutnya penulis sebut B.J. Habibie), seorang teknokrat lulusan Jerman, kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936, mengucapkan sumpah jabatan Presiden/Mandataris MPR yang dilaksana- kan oleh Ketua Mahkamah Agung di hadapan para 1 Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, (Jakarta: THC Mandiri, 2006), h. 65-66. Pendahuluan 3 Anggota Mahkamah Agung lainnya.2 Sejak itu, B.J. Habibie resmi menjadi Presiden Republik Indonesia ke-3, menggantikan mentornya. Orde Baru tumbang dan digantikan dengan Era Reformasi,3 sebuah jargon populer yang sering diperbicangkan dan dikumandangkan dalam diskusi-diskusi di kampus- kampus di seluruh Indonesia. Tetapi, gonjang-ganjing mengenai perpolitikan di Indonesia belum juga reda dan surut, bahkan memanas. Pada tingkat tertentu, B.J. Habibie yang melanjutkan sisa waktu jabatan presiden yang ditinggalkan oleh gurunya memang sesuai dengan Pasal 8 UUD 1945, tetapi, bagi para demonstran, justru melukai hati mahasiswa. Pengangkatannya tidak mempunyai legitimasi. Dalihnya, ia tidak dipilih oleh wakil rakyat yang terpilih lewat pemilu yang jujur dan adil,4 sehingga 2 Karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR/MPR dan untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam pemerintahan Negara, maka pengucapan sumpah dilaksanakan di Istana Negara. Lihat Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim dari pada Soeharto, Rekaman Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. Ke-1, h. 206- 207. 3 Reformasi berasal dari bahasa Inggris Reform yang berarti memperbaiki atau memperbaharui. Kemudian, pengertian kata Reformation memiliki arti perubahan ke arah perbaikan sesuatu yang baru. Perubahan itu dapat meliputi segala hal, entah itu sistem, mekanisme, aturan, kebijakan, tingkah laku, kebiasaan, cara-cara atau praktik-praktik yang selama ini dinilai tidak baik dan diubah menjadi baik. 4 Agung Supriyo, Menimbang Keterlibatan Tiga Aktor Politik Dalam Pemilu Transisional, dalam Yopie Renyaan, Theodure B. dan Daniel P. Junaedi, (ed.), Transisi Demokrasi, Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pemilu 1999, (Jakarta: KIPP, 1999), h. 175. 4 Sikap Kiai terhadap Politik Era Reformasi jalan keluar dari krisis adalah “suksesi dua pintu”: di tingkat presiden dan wakil presiden sekaligus.5 Oleh karena itu, ada anggapan bahwa B.J. Habibie yang juga dianggap sebagai bagian dari Orde Baru tidak mampu bertahan lebih dari 100 jam. Ada pula yang sedikit optimistis meramalkan bahwa pemerintahan- nya tidak akan bertahan lebih dari 100 hari.6 Tetapi kenyataannya, pemerintahan B.J. Habibie mampu bertahan dalam waktu 512 hari, dan meskipun kekuasaannya sendiri dikategorikan sebagai pemerintahan transisi, ia bersama kabinet reformasi yang dibentuknya selama kurun waktu 17 bulan mampu membidani kelahiran reformasi bagi bangsa ini.7 Oleh karena itu, masanya dikenal sebagai awal Orde Reformasi, sebuah orde transisi menuju demokrasi berdasarkan ketentuan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai pemerintahan transisi, B.J. Habibie yang berperilaku, karakter dan sifat yang sangat bebas, terbuka dan transparan, tidak ragu-ragu untuk menindaklanjuti tuntutan reformasi yang diteriakkan 5 Musa Kazhim & Alfian Hamzah, 5 Partai Dalam Timbangan, Analisis dan Prospek, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. Ke-1, h. 32. 6 Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, (Jakarta: THC Mandiri, 2006), Cet. Ke-1, h. 76-77. 7 Ketika Teknokrat Memimpin Negara, Republika, (Jakarta), 22 September 2006, h. 24. Pendahuluan 5 oleh masyarakat, cendikiawan dan mahasiswa.8 Dalam tulisannya, B.J. Habibie antara lain menyatakan sebagai berikut: Saya memperhatikan dengan sungguh- sungguh dinamika aspirasi yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh, baik yang disampaikan oleh mahasiswa dan kaum cendekiawan, maupun yang berkembang di masyarakat