SOSOK PEREMPUAN DALAM NOVEL-NOVEL INDONESIA MODERN

Djoko Saryono Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang e-mail: [email protected]

Abstract This study aims to describe female Indonesian figures constructed in mod- ern Indonesian novels. The data sources were Indonesian novels presenting female main characters. The data were analyzed by means of a cyclical interactive analysis involving hermeneutic reading and understanding, holistic classification accord- ing to the research focus, and hermeneutic reinterpretation. The findings are as fol- lows. There are a variety of female Indonesian figures represented in several seri- ous Indonesian novels. Female figures’ physical-biological identity, ethnic identity, socio-economic identity, cultural orientation, worldview, life view, life attitude, and lifestyle are relatively varied. Basically, however, female figures from the modern upper-middle class are much more dominant and stronger than those from the tra- ditional lower class. Therefore, serious modern Indonesian novels seem to an arena of ideological introduction and operation for the interest of Indonesian middle and upper-middle classes.

Keywords: life-world, female Indonesian figures, modern Indonesian novels

PENDAHULUAN hidupan itulah sastrawan atau penulis Sastra dapat disikapi sebagai fiksi mengembangkan dan membeber- wacana yang mengatakan, membicara- kan kemungkinan-kemungkinan pola kan, dan atau mebahasakan peristiwa, penghayatan dan pemahaman tentang pengalaman, dan atau kenyataan hidup peristiwa, pengalaman, dan atau ke- dan kehidupan tertentu (Kleden, 1997). nyataan hidup dan kehidupan manusia Untuk itu, penulis sastra harus mem- dalam karya mereka. Tanpa model du- buat atau membangun sebuah model nia-kehidupan, hal tersebut niscaya ti- dunia-kehidupan (life world, lebenswelt) dak dapat dibentuk dan dikembangkan dalam karya mereka, yaitu model dunia serta dibeberkan oleh sastrawan – yang manusiawi dan teratur yang dihayati dampak ikutannya adalah bahwa wa- dan dialami oleh manusia. Menurut cana sastra tidak mungkin terbangun. Kayam (1987), pada dasarnya penulis Hal itu mengimplikasikan bahwa model certia selalu membangun atau mencip- dunia-kehidupan merupakan sebuah takan model dunia-kehidupan dalam conditio sine qua non dalam wacana sas- karya mereka. Untuk kepentingan itu tra. diciptakanlah tokoh-tokoh, berbagai Sebagai salah satu bentuk wacana kemungkinan hubungan antar-tokoh, sastra, dalam novel selalu terbangun berbagai latar situasi sosial dan budaya, model dunia-kehidupan tertentu. Se- dan lain-lain supaya model dunia-ke- bagai contoh, novel Layar Terkembang hidupan tersebut menjadi manifes, tam- (St. Takdir Alisjahbana) dan Sitti Nur- pak wujudnya. Dalam model dunia-ke- baya (Marah Rusli) serta Pada Sebuah

11 12

Kapal (Nh. Dini) terdapat model dunia- Sosok perempuan merupakan kehidupan tertentu. Novel Layar Terkem- salah satu unsur konstitutif model du- bang memuat dunia-kehidupan yang di- nia-kehidupan perempuan yang sangat hayati dan dialami oleh Maria, Tuti, dan strategis dan penting untuk dicermati. Yusuf. Novel Sitti Nurbaya mengandung Dikatakan demikian karena keberadaan, dunia-kehidupan sosok Sitti Nurbaya, kedudukan, dan peranan sosok perem- Datuk Meringgih, dan Samsjul Bachri. paun sangat strategis dan penting dalam Kemudian novel Pada Sebuah Kapal me- model dunia-kehidupan perempuan. nampilkan dunia-kehidupan Sri yang Bahkan dapat dikatakan, tanpa sosok seorang penari dan istri seorang di- perempuan, model dunia-kehidupan plomat asing. Tidak mengherankan, di perempuan tidak dapat terbangun dan dalam novel terdapat bermacam-macam berfungsi. Selain itu, sosok perempuan model dunia-kehidupan. Secara sosio- juga dapat menentukan keadaan dan kultural, dalam novel dapat terbangun kualitas keempat unsur lain model du- model dunia-kehidupan kelas bawah nia-kehidupan perempuan selain sosok (orang kecil), kelas menengah (priyayi), perempuan sepenuhnya dikendalikan dan kelas atas serta kombinasi antar- atau dibelenggu oleh empat unsur kons- ketiganya. Secara religiokultural, dapat titutif yang sudah dikemukakan di terbangun model dunia kehidupan muka. – misalnya – santri dan abangan. Selan- Sebagai ilustrasi, sosok perem- jutnya, secara gender, dapat terbangun puan Sitti Nurbaya dalam novel Sitti dunia-kehidupan perempuan dan laki- Nurbaya dan Yah dan Tini dalam no- laki. Pelbagai model dunia-kehidupan vel Belenggu mempunyai keberadaan, tersebut merupakan satu kesatuan yang kedudukan, dan peranan sangat stra- selalu dihayati, dialami, diikuti, dan tegis dan menentukan dalam dunia- bahkan dijalani oleh sosok-sosok yang kehidupan perempuan di dalam kedua terdapat di dalam dunia-kehidupan novel tersebut. Di samping itu, tokoh tersebut. Sitti Nurbaya, Yah, dan Tini menentu- Salah model dunia-kehidupan kan keadaan dan kualitas unsur konsti- yang terdapat dalam novel Indonesia tutif dunia-kehidupan perempuan lain- adalah model dunia-kehidupan perem- nya. Oleh karena itu, sosok perempuan puan. Model dunia-kehidupan perem- dalam dunia-kehidupan perempuan puan dalam novel Indonesia meru- yang tampil di dalam novel, menarik pakan gambaran mengenai (pelbagai) dicermati dan diketahui secara men- bentuk dunia-kehidupan perempuan dalam dan mendetail. Untuk itu, dapat yang secara nyata/real dihayati, dialami, dilakukan suatu penelitian tentang so- diikuti, bahkan dijalani oleh perempuan sok perempuan dalam dunia-kehidupan di dalam geografi imajinatif. Model du- perempuan yang tampil dalam novel nia-kehidupan perempuan dalam novel Indonesia. Indonesia tersebut mengandung atau Berdasarkan argumentasi terse- memiliki lima unsur konstitutif (pem- but penelitian bertajuk Sosok Perem- bentuk), yaitu (1) sosok perempuan, puan Indonesia dalam Novel Indonesia ini (2) interaksi atau hubungan gender, (3) dilaksanakan. Masalah yang dikaji di lingkungan fisikal/spasial/ geografis dalam penelitian ini adalah: (1) identi- perempuan, (4) lingkungan sosial bu- tas fisikal-biologis, (2) identitas etnis, (3) daya perempuan, dan (5) nilai-nilai bu- identitas sosial ekonomis, (4) orientasi daya yang dihayati, dialami, dan/atau budaya, (5) pandangan dunia, (6) pan- diikuti oleh perempuan. dangan hidup, (7) sikap hidup, dan (8)

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 13 gaya hidup tokoh-tokoh perempuan di dasarkan masalah, bukan berdasarkan dalam novel-novel Indonesia. Melalui masing-masing novel, (3) menafsirkan kajian tersebut diharapkan dapat dike- kembali secara hermeneutis seluruh tahui secara komprehensif profil atau data yang sudah diidentifikasi dan di- sosok perempuan Indonesia yang tampil klasifikasi, dan (4) mengulang kembali di dalam novel Indonesia. langkah-langkah tersebut apabila hasil analisis dipandang kurang memadai METODE dan mantap. Sumber data penelitian ini adalah novel-novel Indonesia sejak masa awal HASIL DAN PEMBAHASAN pertumbuhannya sampai dengan masa Yang dimaksud sosok perempuan kontemporer sekarang yang menampil- dalam model dunia-kehidupan perem- kan tokoh utama perempuan. Penen- puan yang terepresentasi di dalam no- tuan sumber data ini dilakukan dengan vel adalah gambaran wujud atau profil cara penyampelan internal (internal tokoh-tokoh perempuan yang berada, sampling), yaitu cara penentuan sampel mengada, dan hidup di dalam suatu du- yang didasarkan atas terwakilinya kon- nia-kehidupan perempuan tertentu yang struksi sosok perempuan yang terdapat terdapat dalam novel Indonesia. Dalam dalam novel, bukan jumlah novel. De- penelitian ini tokoh perempuan itu me- ngan cara demikian, diharapkan sum- liputi tokoh utama dan tokoh bawahan ber data dapat memberikan gambaran meskipun prioritas analisis hanya pada tentang sosok perempuan yang relatif tokoh utama. Sosok perempuan yang utuh dan lengkap. relatif utuh dan lengkap meliputi iden- Sesuai dengan masalahnya, data titas fisikal-biologis dan etnis, identitas penelitian ini terpusat atau terbatas sosial ekonomis, orientasi budaya, pan- pada tokoh utama dan tokoh bawahan dangan dunia, pandangan hidup, sikap perempuan dalam novel meskipun pri- hidup, dan gaya hidup tokoh-tokoh oritas analisis diarahkan pada tokoh perempuan di dalam wacana novel seri- utama perempuan. Data penelitian itu us Indonesia. Dengan kata lain, unsur- meliputi data identitas fisikal-biologis unsur tersebut membentuk setiap sosok dan etnis, identitas sosial ekonomis, ori- perempuan. entasi budaya, pandangan dunia, pan- dangan hidup, sikap hidup, dan gaya Identitas Fisikal-Biologis Perempuan hidup tokoh-tokoh perempuan di dalam Indentitas fisikal-biologis perem- wacana novel serius serius Indonesia. puan merupakan salah satu anasir so- Data-data tersebut dikumpulkan de- sok perempuan yang paling cepat dan ngan menggunakan teknik studi doku- mudah dilihat dan diketahui oleh orang mentasi yang dibantu instrumen berupa lain. Dikatakan demikian karena iden- kisi-kisi identifikasi dan klasifikasi data. titas fisikal-biologis kasat mata, dapat Selanjutnya, korpus data pene- dilihat atau diindera secara langsung litian tersebut dianalisis dengan meng- tanpa membutuhkan banyak perang- gunakan analisis interaktif yang siklis kat tafsiran. Yang dimaksud identitas (berputar). Langkah analisis dilakukan fisikal-biologis yang tidak banyak butuh dengan langkah-langkah: (1) mem- tafsiran ini bisa berupa umur, warna baca untuk menghayati dan mema- kulit, warna rambut, pakaian, aksesoris hami secara hermeneutis sumber data tubuh, dan cara berjalan. dan korpus data, (2) mengidentifikasi Identitas fisikal-biologis perem- dan mengklasifikasi seluruh data ber- puan seperti ini banyak terepresentasi

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 14 dalam wacana-wacana novel Indonesia lima. Jika ia minum, seakan-akan yang dijadikan sumber data. Dengan terbayanglah air yang diminum- kata lain, novel Indonesia banyak nya di dalam kerongkongannya. menginformasikan sekaligus merepre- Suaranya lemah-lembut, bagai sentasikan identitas fisikal biologis so­ bulu perindu, memberi pilu yang sok perempuan baik melalui deskripsi mendengarnya. Dadanya bidang, maupun cakapan-cakapan tokoh dan pinggangnya ramping. Lengan- lakuan-lakuan tokoh perempuan; baik nya dilingkari gelang ular-ular, secara mendetil maupun umum-selin- yang bermatakan beberapa bu- tas. Sebagai contoh, dapat diperhatikan tir berlian yang bernyala-nyala deskripsi Marah Rusli perihal identitas sinarnya. Pada jari manis tangan fisikal-biologis Sitti Nurbaya dalam no- kirinya yang halus itu, kelihatan vel Sitti Nurbaya. sebentuk cincin mutiara, yang besar matanya. Kakinya baik to- Alangkah elok parasnya anak kohnya maupun jalannya lemah perawan ini, tatkala berdiri se­ gemula. (SN:9--10) demikian! Seakan-akan dagang yang rawan, yang bercintakan Dalam kutipan novel Sitti Nurba- sesuatu, yang tak mudah di- ya di atas, identitas fisikal-biologis Sitti perolehnya. Pipinya sebagai pauh Nurbaya dideskripsikan oleh penga- dilayang, yang kemerah-merahan rang secara mendetil dan berkecil-kecil. warnanya kena bayang baju dan Sebaliknya, dalam novel serius Burung- payungnya, bertambah merah ru- burung Manyar, identitas fisikal-biologis panya, kena panas matahari. Apa- Larasati dideskripsikan oleh pengarang bila ia tertawa, cekunglah kedua secara umum-selintas di samping di- pipinya, menambahkan manis tunjukkan melalui lakuan Larasati dan rupanya; istimewa pula karena cakapan Mbok Naya dan Mbok Ranu, pada pipi kirinya ada tahi lalat kedua pengasuhnya. Ini dapat diperhati­ yang hitam. Pandangan matanya kan kutipan dari Burung-burung Manyar tenang dan lembut, sebagai janda berikut. baru bangun tidur. Hidungnya mancung, sebagai bunga melur, Wijen? Aduh cantiknya Den Rara Larasati! Wijen? dan Mbok Naya menyeka manja gadis cilik bibirnya halus, sebagai delima yang baru saja merebahkan diri merekah, dan di antara kedua duduk di atas amben dan yang ter- bibir itu kelihatan giginya, rapat senyum manis merayunya. Mbok berjejer, sebagai dua baris gad- Naya tertawa geli. ”Wijen untuk ing yang putih. Dagungnya seb- apa Den Rara?” agai lebah bergantung, dan pada ”Saya bukan Den Rara. Saya kedua belah cuping telinganya At-tik. Sudah.” kelihatan subang perak, yang Mbok Naya lebih ketawa lagi, bermatakan berlian besar, yang dan temannya Mbok Ranu di se- memancarkan cahaya air embun. belahnya, juga ikut tertawa, sama- Di lehernya yang jenjang, ter- sama terlonjak hati melihat noni gantung pada rantai emas yang Jawa dari Betawi itu begitu lucu, halus, sebuah dokoh hati-hati, lesung di pipi, berbahasa Jawa yang bermatakan permata de- kurang sempurna untuk ukuran

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 15

lingkungan pangeran karaton, dis-gadis remaja di lingkungan- Surakarta lagi. (BB:10) nya. (TM:217)

Dalam novel Indonesia yang di- Untuk kepentingan cerita, des- jadikan sumber data, terepresentasi kripsi, cakapan, dan lakuan yang bermacam-macam identitas fisikal-bio- menggambarkan identitas fisikal-biolo- logis perempuan. Secara umum, iden- gis perempuan tidak dikemukakan da- titas fisikal-biologis perempuan yang lam satu bagian tertentu, tetapi tersebar direpresentasikan meliputi kategori dalam berbagai bagian novel. Dengan (keadaan) umur, postur, keadaan, dan kata lain, identitas fisikal-biologis tidak aksesoris diri (tubuh dan wajah). Ka- dikemukakan sekaligus secara lengkap, tegori (keadaan) umur yang dimaksud tetapi tersebar dan bertahap secara be- di sini bisa berupa deskripsi, cakapan, rangsur-angsur. Hal ini terlihat dalam dan/atau penyebutan dengan istilah hampir semua novel yang diteliti walau- kunci, misalnya, umurnya 15 tahun (an), pun harus disadari ada keunikan pada umurnya 25 tahun (an); umurnya masih mu­ masing-masing (periode). Dapat dika- da, usianya setengah baya; (k)anak-(k)anak, takan, tidak ada satu pun novel yang anak (orang) muda, (orang) tua (bangka); menggambarkan identitas fisikal-bio- dan perempuan muda, perempuan tua. Se- logis perempuan secara serempak dan mentara itu, postur, keadaan, dan ak- sekaligus. sesoris diri (tubuh dan wajah) dapat ber- Sebagian besar novel yang diteliti upa deskripsi, cakapan, dan penyebutan merepresentasikan identitas fisikal-bio- dengan istilah kunci, misalnya, elok pa- logis perempuan muda dengan istilah rasnya, gadis, perawam, pipinya sebagai kunci, misalnya, perempuan muda/gadis/ pauh dilayang, perempuan muda bertubuh perawan muda/anak muda. Pendeknya, pahatan emas, cantiknya wajahnya, dan se- perempuan mudalah yang secara do- buah liontin melilit lehernya. Sebagai con- minan direpresentasikan oleh novel In- toh, di samping dua kutipan dari Sitti donesia. Novel Sitti Nurbaya, Layar Ter- Nurbaya dan Burung-burung Manyar di kembang, Andang Teruna, Burung-burung atas, perhatikan kutipan pendek dari Manyar, Raumanen, Kotbah di Atas Bukit, Kotbah di Atas Bukit berikut. Pada Sebuah Kapal, Ronggeng Dukuh Pa- ruk, Tirai Menurun, dan Saman, sebagai Sebenarnya, Barman tua suka contoh, menampilkan perempuan-pe- mempunyai kekasih semacam rempuan muda. Selain itu, kebanyak­ Popi. Ia akan memanggil-mang- an novel Indonesia merepresentasikan gil: ”Popi, sayang!” Lalu perem- perempuan muda berparas rupawan, puan muda bertubuh pahatan cantik, dan bersih. Ini juga tampak da- emas itu akan datang, mencium- lam novel yang sudah disebut di atas: nya dan berkata: ”Engkau dingin tokoh Sitti Nurbaya dalam Sitti Nurbaya, pap, kasihan”. (KAB:1). tokoh Tuti dan Maria dalam Layar Ter- kembang, tokoh Larasati dalam Burung- Perhatikan pula kutipan dari no- burung Manyar, tokoh Raumanen dalam vel serius Tirai Menurun berikut. Raumanen, tokoh Popy dalam Kotbah di Atas Bukit, tokoh Sri dalam Pada Sebuah ... Sumirat tumbuh bagikan Kapal, tokoh Srintil dalam Ronggeng Du- tanaman subur. Wajahnya me- kuh Paruk, tokoh Kedasih dan Sumirat nyinarkan kecerahan yang pasti. dalam Tirai Menurun, dan tokoh Yasmin Kulitnya bersih, tidak seperti ga- dan Shakuntala dalam Saman adalah

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 16 perempuan-perempuan berparas rupa- Indonesia. Di antaranya yang merepre- wan, cantik, dan bersih dalam lingkaran sentasikannya adalah novel Ibu Kita Ra- mereka masing-masing atau lingkungan minten, Burung-burung Manyar, dan Tirai mereka masing-masing. Menurun. Tokoh Raminten dalam Ibu Perempuan muda jelek atau ti- Kita Raminten, tokoh Mbok Naya dan dak terurus, kotor, dan kumuh sedikit Mbok Ranu, dan tokoh Simbok dalam (sekali) direpresentasikan oleh wacana- Tirai Menurun adalah perempuan tua, wacana novel Indonesia. Di antara yang berdandan kurang rapi, bahkan kurang sedikit itu adalah wacana novel Merah- terawat (karena mereka memang orang- nya Merah, Ibu Kita Raminten, Pengakuan orang kelas bawah. Pada umumnya me- Pariyem, dan Bekisar Merah: tokoh Maria reka merupakan tokoh-tokoh kurang da- dan Fifi dalam Merahnya Merah, tokoh lam keseluruhan cerita novel. Sebagian Raminten dalam Ibu Kita Raminten, dan besar novel yang diteliti tampaknya me- tokoh Pariyem dalam Pengakuan Pariy- mang menokohkan perempuan dewasa em serta tokoh Lasi dalam Bekisar Merah atau tua sebagai tokoh samping dan mi- digambarkan memiliki identitas fisikal nor. Misalnya, pembantu, gelandangan, tidak terurus, kotor, dan kumuh karena atau petani miskin di desa, sehingga mereka merupakan perempuan muda novel-novel itu merepresentasikannya kelas bawah dan perempuan jalanan dengan identitas-fisikal perempuan tua (gelandangan). atau dewasa yang jelek dan berdandan Identitas fisikal-biologis perem- kurang rapi/terawat. puan dewasa atau tua dengan istilah kunci, misalnya, perempuan tua/tua bang- Identitas Etnis Perempuan ka/isteri/wanita tengah baya tidak banyak Di samping identitas-identitas fi- direpresentasikan dalam wacana novel sikal-biologis tersebut, sosok perempuan Indonesia. Di antaranya novel Ibu Kita menjadi jelas dan tegas dengan identitas Raminten, Wanita itu adalah Ibu, Bukan etnis perempuan. Berdasarkan identitas Rumahku, Bumi Manusia, Burung-bu- etnisnya, dapat dikatakan bahwa dalam rung Manyar, Burung-burung Rantau, novel-novel yang dijadikan sumber data Ny. Talis, dan Aku Supiah Isteri Hardian. merepresentasikan perempuan-perem- Perempuan dewasa atau tua yang di- puan dari berbagai etnis di Indonesia, representasikan tersebut sebagian besar bahkan perempuan campuran (indo) adalah perempuan dewasa berparas can­ antara etnis di Indonesia dan etnis di tik, berdandan rapi, terawat, dan bersih Barat. Perempuan-perempuan dari etnis atau tidak kumuh-kotor. Tokoh Nuning Minangkabau, Sunda, Jawa, Bali, Dayak, dalam Wanita Itu adalah Ibu, Nyai On- Madano, dan sebagainya tersepresenta- tosoroh dalam Bumi Manusia, Marice si dalam novel yang diteliti. Brajabasuki dan Ibu Antana dalam Bu- Tokoh Sitti Nurbaya dalam Sitti rung-burung Manyar, Yuniati dalam Bu- Nurbaya, Asnah dan Asri dalam Salah Pi- rung-burung Rantau, Ny. Talis dalam Ny lih, Rapiah dalam Salah Asuhan, dan Ha- Talis, dan Supiah dalam Aku Supiah Is- limah dalam Sengsara Membawa Nikmat teri Hardian merupakan perempuan tua adalah contoh perempuan beretnis Mi- yang berdandan rapi, terawat, bersih, nangkabau. Contoh perempuan beret- bahkan relatif cantik. nis Sunda adalah Dirsina dan Nuraini Perempuan dewasa atau tua ber- dalam (Adinegoro), Kartini paras jelek, berdandan tidak rapi dan dalam Atheis, dan Fatimah dalam Royan tidak terawat, atau kumuh-kotor relatif Revolusi. Kemudian, Sukreni dalam Su- sedikit direpresentasikan dalam novel kreni Gadis Bali, Ni Rawit Ceti dalam Ni

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 17

Rawit Ceti Penjual Orang, dan Gusti Ayu dah Perang Kemerdekaan juga tampil Pandan Sari dalam Nusa Pedina merupa- sosok perempuan yang identitas etnis- kan contoh sosok perempuan beretnis nya tidak dikemukakan secara tersurat Bali. Raumanen (Manen) dalam Rauma- oleh pengarang baik dalam deskripsi, nen adalah contoh perempuan Madano. cakapan, maupun lakuan. Kenyataan Mariamin dalam Azab dan Sengsara me- itu mencerminkan bahwa novel-novel rupakan perempuan Batak sebagaima­ terbitan Sebelum Perang Kemerdekaan na dideskripsikan Marari Siregar: ”Dari sebagian besar merupakan ”novel novel pakaian Mariamin tahulah dia bahwa Sumatra” khususnya Minangkabau-Me- Mariamin orang Batak, seorang bang- layu, sedangkan terbitan Sesudah Pe- sanya” (ADS:159). Sementara itu, Wa- rang Kemerdekaan sebagian besar me- ning dalam Upacara dan Nori dalam Api rupakan ”novel-novel Jawa”. Sebagai Awan Asab merupakan dua contoh sosok catatan, novel terbitan Sesudah Perang perempuan beretnis Dayak. Kemerdekaan merepresentasikan sosok Bukan hanya perempuan etnis perempuan dengan identitas etnis lebih lokal Indonesia, dalam novel Indone- bervariasi daripada novel terbitan Sebe- sia juga terepresentasi sosok-sosok per­ lum Perang Kemerdekaan. empuan indo (etnis campuran lokal dan orang asing). Sebagai contoh, tokoh Identitas Sosial Ekonomis Corrie de Busse (campuran Minang dan Identitas sosial-ekonomis ma- Belanda) dalam Salah Asuhan, Annelies kin memperjelas dan memperkuat (campuran Jawa dan Belanda) dalam sosok perempuan dalam novel Indo- Bumi Manusia, dan Marice Brajabasuki nesia. Justru identitas sosial ekonomis (campuran Belanda dan Jawa) dalam perempuan selalu tampil lebih ajek, Burung-burung Manyar merupakan pe- kuat, dan dominan daripada identitas rempuan-perempuan indo. Contoh-con- fisikal-biologis dan etnis perempuan. toh tersebut menandakan bahwa identi- Dikatakan demikian karena identitas fi- tas etnis tokoh-tokoh perempuan relatif sikal-biologis, lebih-lebih identitas etnis, beragam. tidak selalu terepresentasi dalam novel, Berdasarkan analisis data diketa- sedangkan identitas sosial-ekonomis per­ hui bahwa etnis Minangkabau-Melayu empuan justru selalu dapat ditemukan dan Jawa terepresentasi secara domi- melalui deskripsi, cakapan, dan/atau la- nan. Identitas etnis Minangkabau-Me­ kuan walaupun tidak selalu lengkap. layu dan Jawa dilekatkan pada tokoh- Identitas sosial ekonomis perem­ tokoh perempuan yang ditampilkan puan yang dimaksud di sini meliputi: oleh sebagian besar novel. Tokoh pe- (a) status atau kedudukan sosial perem- rempuan beridentitas etnis Minangka- puan, (b) kelas/lapisan/golongan so- bau-Melayu secara dominan terepre- sial perempuan, (c) tingkat pendidikan sentasi dalam novel Indonesia terbitan perempuan, (d) jenis pekerjaan atau pro- Sebelum Perang Kemerdekaan. Seba­ fesi perempuan, dan (e) kemampuan/ke­ liknya, sebagian besar novel terbitan Se­ adaan ekonomi [kekayaan] perempuan. sudah Perang Kemerdekaan terpresen- Status atau kedudukan sosial seorang tasi sosok perempuan beridentitas etnis perempuan pada umumnya ditentukan Jawa secara dominan. Di samping itu, oleh tingkat pendidikan, pekerjaan atau sekalipun tidak dominan, juga terepre- profesi, dan kemampuan/keadaan eko- sentasi sosok perempuan beridentitas nomi perempuan di samping agama dan etnis Batak, Sunda, Bali, Madano, Bu- anasir biologis. Sementara itu, kelas/la­ gis, Dayak. Dalam novel terbitan Sesu­ pisan/golongan sosial perempuan pada

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 18 umumnya ditentukan oleh status sosial- berkemampuan ekonomi sangat baik di nya sehingga secara tidak langsung di- samping secara genealogis memiliki trah tentukan pula oleh tingkat pendidikan, priyayi. Demikian juga Ni (Subandini) pekerjaan atau profesi, dan kemampuan dalam novel serius Canting termasuk ekonomi. Secara umum kelas/lapisan/ golongan menengah-atas dan berstatus golongan sosial perempuan ini dapat sosial terhormat karena dia termasuk dibagi menjadi (a) golongan bawah, (b) kaya secara ekonomis, berpendidikan golongan menengah, dan (c) golongan tinggi (sarjana farmasi), dan berprofesi atas. Golongan bawah tentu saja status terhormat atau terpandang sebagai ju- sosialnya dipandang tidak terhormat, ragan batik di samping memang secara tidak terpandang, dan rendah pendidik­ genealogis keturunan priyayi. an serta lemah kemampuan ekonomi, Sebaliknya, Pariyem dalam novel bahkan juga tidak mandiri. Golongan Pengakuan Pariyem termasuk perempu- menengah status sosialnya dipersepsi an golongan bawah dan status sosial- relatif terpandang, terhormat, dan baik, nya kurang terpandang, sekalipun tetap bahkan umumnya dipandang memiliki terhormat secara moral-etis. Dikatakan kemandirian kuat. Adapun golongan demikian karena dia berpendidikan atas status sosialnya dipersepsi sangat rendah (tidak tamat SD), berprofesi se- terhormat, terpandang, dan sangat baik bagai pembantu rumah tangga, secara sebab pendidikannya tinggi, profesi ekonomis termasuk miskin, tidak me- atau pekerjaannya tidak mudah dima- miliki kemandirian, dan secara moral suki golongan lain, dan kemampuan ambivalen. Relatif sama dengan Pari­ ekonominya lebih dari pada memadai yem, Raminten dalam Ibu Kita Raminten [berlebih]. termasuk perempuan golongan bawah Identitas sosial ekonomis Tuti da- dan statusnya kurang terpandang ka- lam novel serius Sitti Nurbaya meliputi rena pendidikannya rendah, profesinya status sosial dan golongan sosial Tuti pemulung, kehidupan ekonomisnya dalam masyarakat. Tokoh Tuti termasuk pas-pasan, dan kemandiriannya lemah. perempuan golongan menengah-atas Hampir sama dengan Pariyem dan Ra- dan berstatus sosial terhormat karena minten, Simbok dalam Tirai Menurun pendidikannya tergolong tinggi pada termasuk golongan bawah dan status masanya, pekerjaan atau profesinya sosialnya kurang terpandang sebab terhormat atau terpandang dalam ma- pendidikannya rendah, pekerjaannya syarakat pada masanya, keadaan dan buruh tani, dan termasuk orang miskin. kemampuan ekonominya cukup, dan Novel- novel Layar Terkembang, kemandirian pribadinya sangat kuat. Salah Asuhan, Belenggu, Jalan Tak Ada Relatif sama dengan Tuti, Larasati (Atik) Ujung, Hati Yang Damai, Pada Sebuah Ka- dalam Burung-burung Manyar juga me­ pal, Pelabuhan Hati, Bumi Manusia, Durga nempati golongan sosial menengah-atas Umayi, Burung-burung Rantau, Saman, atau priyayi dan berstatus sosial sebagai dan Dari Lembah ke Coolibah, sebagai perempuan terhormat atau terpandang contoh novel terbitan tahun 1920-an dalam masyarakat luas. Dikatakan de- sampai dengan terbitan 1990-an, yang mikian karena ia berpendidikan doktor merepresentasikan perempuan-perem- (sangat tinggi bagi perempuan pada puan golongan menengah, menengah- masanya), pakar biologi yang sangat atas, dan atas kota atau modern. Se- piawai memadukan bidangnya dengan mentara itu, wacana novel serius Merah- filsafat manusia, berprofesi sebagai do- nya Merah, Telegram, Pengakuan Pariyem, sen sebuah universitas terkemuka, dan Ibu Kita Raminten, Ronggeng Dukuh Paruk

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 19

(Lintang Kemukus Dini Hari, Jantera Bi­ Sastrowardoyo mencontohkan, Chai- anglala), dan Tirai Menurun, sebagai con- ril Anwar memiliki orientasi budaya toh, merupakan sebagian wacana novel ke budaya Barat. Maksudnya, Chairil serius Indonesia yang secara kuat me- Anwar menjadikan budaya Barat, yang representasikan perempuan-perempu- notabene rasional, fungsional, material, an golongan bawah perkotaan (modern) dan modern, sebagai arah budaya yang dan perdesaan (tradisional). diikutinya. Berdasarkan analisis dapat disim- Atas dasar hal itu dapat dikata- pulkan bahwa sebagian besar novel In- kan bahwa orientasi budaya perempuan donesia merepresentasikan perempuan- berkaitan dengan tinjauan arah budaya perempuan yang pada masa masing- yang dianggap benar dan tepat oleh pe- masing menempati golongan sosial me­ rempuan, yang selanjutnya diikuti atau nengah atau menengah-atas dan golong- dianut oleh perempuan. Orientasi bu- an sosial atas. Perempuan-perempuan daya perempuan ini dapat dibedakan golongan bawah atau menengah-bawah menjadi orientasi: (1) budaya spiritual relatif sedikit direpresentasikan dalam dan/atau budaya material, (2) budaya novel Indonesia. Tampaknya, novel tradisi/tradisional dan/atau budaya mo- Indonesia secara dominan merepresen­ dern, (3) budaya mitis, budaya ontolo- tasikan gejala golongan sosial sekaligus gis, dan/atau budaya fungsional , dan status sosial perempuan perkotaan atau (4) budaya naif, budaya semitransitif, modern. Lebih jauh hal ini mengimpli- dan/atau budaya transitif (Geertz, 1983; kasikan bahwa berdasarkan golongan Kartodirdjo, dkk., 1987; Koentjaraning- sosial dan status sosial tokoh perempu- rat, 1984). an di dalamnya, novel Indonesia me- Dalam novel Canting ditemukan nampilkan perempuan perkotaan yang dua orientasi budaya perempuan: tokoh terpelajar, terdidik, berpenghasilan cu- Bu Bei (Sestrokusumo) mengikuti orien- kup, atau berkemampuan ekonomi cu- tasi budaya semi-spiritual, semi-tradi- kup. sional, semi-ontologis, dan semi-tran- sitif, sedangkan tokoh Ni (Subandini Orientasi Budaya Perempuan -- anak Bu Bei) mengikuti orientasi bu- Selain unsur identitas fisikal-bio- daya (sepenuhnya) material, modern, logis, etnis, dan sosial ekonomis yang fungsional, dan transitif. Dalam novel sudah dikemukan di atas, unsur kultural Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus khususnya orientasi budaya perempuan Dini Hari, dan Jantera Bianglala, sepe- semakin mempertegas sosok-sosok pe- nuhnya berorientasi budaya spiritual, rempuan dalam dunia-kehidupan pe- tradisional, mitis, dan naif. Adapun da- rempuan yang terepresentasi dalam no- lam novel Durga Umayi, Burung-burung vel Indonesia. Tokoh-tokoh perempuan Rantau, dan Saman, tokoh perempuan­ di atas makin tegas sosok keperempu- nya berorientasi budaya material, mo- anan mereka jika dilihat juga orientasi dern, fungsional, dan transitif. Ini men- budaya mereka. Dalam hal ini orientasi gimplikasikan, novel Indonesia tertentu budaya berkaitan dengan tinjauan arah atau beberapa novel Indonesia dapat budaya yang dianggap benar dan tepat merepresentasikan hanya orientasi bu- oleh kelompok atau golongan tertentu daya tertentu dari tokoh-tokoh perem- yang selanjutnya diikuti oleh golongan puan, dapat pula merepresentasikan itu (Sastrowardoyo, 1980). Suatu buda- berbagai orientasi budaya dari tokoh-to- ya dapat menjadi sumber budaya bagi koh perempuan. sekelompok atau segolongan orang.

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 20

Perempuan-perempuan yang hal-hal mistis, tidak memiliki kesadaran berorientasi budaya spiritual, tradisi/ akan nasibnya, jalan berpikirnya sangat tradisional, mitis, dan naif dalam no- sederhana, dan sangat percaya kepada vel Indonesia di antaranya Ken Dedes, perlambang-perlambang gaib. Selanjut- Mas Ayu Prabu atau Sayu Wiwit, Roro nya, sekalipun secara genealogis seba- Mendut, Sri Sumarah, Bawuk, Pariyem, gai priyayi yang memiliki kemampuan Raminten, Bu Bei, Ibu Sinder, Poppy, material cukup, Bu Bei dalam novel Srintil, Simbok, Kedasih, Sumirat, dan serius Canting dan Ibu Sinder dalam Lasi. Dalam novel Arok Dedes (Pramoe- novel serius Ibu Sinder masih menekan- dya Ananta Toer), Ken Dedes digambar- kan olah rohani, sangat percaya kepada kan selalu taat mengikuti ritual-ritual kekuatan-kekuatan supranatural, men- spiritual yang sudah mapan, taat kepa- gutamakan pengambilan keputusan da tata nilai yang berlaku, tidak memi- berdasarkan pertimbangan rasa, dan liki obsesi kepada hal-hal material atau sangat taat kepada tata nilai budaya sekular;tidak memiliki kesadaran un- Jawa mereka. Srintil dalam Ronggeng tuk menjaga jarak dengan alam semes- Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, ta. Mas Ayu Prabu dalam trilogi Gema dan Jantera Bianglala digambarkan tidak di Ufuk Timur, Tanah Semenanjung, dan pernah mampu menyadari hidup dan Banyuwangi digambarkan sedemikian nasibnya, hidupnya mengalir berdasar- taat kepada ajaran dan ritus Hindu yang kan garis nasib yang sudah ditetapkan diyakininya, kesadarannya menjaga ja- untuk dirinya, dan kesadarannya untuk rak dengan alam semesta tampak tidak menjaga jarak dengan alam semesta de- kuat, dan obsesi terhadap hal-hal mate- mikian rendah. rial dan sekular tak tampak kuat meski­ Perempuan-perempuan yang be- pun ketajaman politiknya baik. Demiki- rorientasi budaya spiritual, mitis, naif, an juga Roro Mendut dalam trilogi Roro dan atau tradisional tersebut meliputi Mendut, Lusi Lindri, dan Genduk Duku perempuan tua (Simbok, Sri Sumarah, (Mangunwijaya) digambarkan sede- Bu Bei, Ibu Sinder) dan perempuan mikian taat kepada tradisi budayanya muda (Srintil, Lasi, Kedasih, Sumirat). dan obsesi kepada hal-hal material dan Hal ini menandakan bahwa pemeluk- sekular relatif rendah meskipun memi- an orientasi budaya tersebut tidak liki keteguhan sikap yang mengagum- berkaitan dengan umur tokoh-tokoh kan. Kemudian Sri Sumarah dalam Sri perempuan;umur tidak mempengaruhi Sumarah digambarkan sedemikian taat orientasi budaya seorang perempuan. kepada tata nilai budaya Jawa priyayi Kemudian perempuan-perempu- yang sangat spiritual, tidak terobsesi an yang berorientasi budaya semi-mate- oleh hal-hal material dan sekular, dan rial (atau semi-spiritual), semi-modern alam pikirannya lebih meneladani alam (atau semi-tradisi), ontologis, dan semi- semesta sekalipun dia hidup di kota dan transitif di antaranya Mariamin, Sitti pernah bersuami seorang guru. Relatif Nurbaya, Maria, Fatimah, Bu Antana, sama dengan Sri Sumarah, Bawuk da- Yuniati, dan Supiyah. Mariamin dalam lam Bawuk digambarkan lebih banyak Azab dan Sengsara (Kisah Kehidupan Seo- menuruti hati nurani, bahkan mung- rang Anak Gadis) digambarkan sudah kin nalurinya; logika salah-benar tidak memiliki kesadaran akan hidup dan banyak dipakai untuk mempertimbang- nasibnya, mampu mengambil jarak de- kan pelbagai keputusannya. Bahkan Pa- ngan semesta, dan menjaga jarak de- riyem dalam prosa liris Pengakuan Pariy- ngan tradisi yang melingkupinya mes­ em digambarkan sangat percaya kepada kipun belum mampu mengatasi masalah

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 21 struktural dan tradisi yang membeleng­ kesadaran akan hidup dan nasibnya, gunya. Kemudian Sitti Nurbaya dalam mampu mengambil keputusan secara Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) digambar­ individual (sekalipun belum tentu be- kan sudah mampu berpikir logis, berpi- nar dan tepat), dan berada dalam ling- kiran cukup maju, memiliki kesadaran kungan modern yang menuntutnya ber- akan hidup dan nasibnya, dan menim- pikir rasional. Tokoh-tokoh perempuan bang-nimbang baik buruk suatu pilihan tersebut meliputi perempuan muda dan meskipun belum mampu melepaskan perempuan tua. Sebab itu, dapat dika- diri dari belenggu tradisi dan struktur takan, orientasi budaya semi-material, masyarakatnya. semi-modern, ontologis, dan semitransi- Demikian pula Maria dalam novel tif dapat diikuti oleh perempuan muda serius Layar Terkembang digambarkan le- dan tua. bih menuruti kata hati daripada berpikir Sementara itu, perempuan-pe- rasional meskipun sebenarnya dia su- rempuan yang secara kuat berorientasi dah mampu menyadari keberadaannya, budaya material (dan sekular), modern, memiliki pengetahuan modern, dan fungsional, dan transitif di antaranya mampu melepaskan diri dari kungkun- Tuti, Yah (Rochayah), Sri, Atik (Larasa- gan berpikir mitis. Fatimah dalam Jalan ti), Olenka, Nyai Ontosoroh, Iin Nu- Tak Ada Ujung mampu menghargai hal- samusbida, Anggraeni, Marinetti, Sha- hal bersifat material dan sekular (du- kuntala, Yasmin, dan Laila. Tokoh-tokoh niawi), mampu berpikir secara rasional, perempuan tersebut dapat dikatakan dan menyadari keberadaannya di dunia sepenuhnya mengikuti budaya modern, meskipun masih terjebak ke dalam lu- fungsional, dan transitif secara kuat dan bang-lubang persoalan yang mungkin total. Tuti dalam novel serius Layar Ter- tak disadarinya, misalnya berselingkuh kembang digambarkan berpikiran sangat dengan Hazil, sahabat suaminya Guru maju pada zamanya, bersikap sekali- Isa. Bu Antana dalam Burung-burung gus berpikiran kritis terhadap tradisi Manyar digambarkan memiliki kemam- dan kondisi masyarakatnya khususnya puan bertindak kritis terhadap tradisi kaum perempuan, mampu berpikir ra- priyayi Jawanya, menghormati hal-hal sional dan logis jauh melebihi perem- material dan sekular, berpikiran relatif puan sezamannya, dan gigih memper- maju berkat pendidikannya, dan memi- juangkan kebebasan dan kemerdekaan liki kemampuan berdebat dengan anak- kaum perempuan. Kemudian Sri dalam nya Larasati meskipun dia masih per- novel serius Pada Sebuah Kapal digambar­ caya kepada tradisi Jawanya dan sering kan memiliki kesadaran kuat akan hidup menggunakan kata hati. Selanjutnya, dan nasibnya, mampu berpikir rasio- Yuniati dalam Burung-burung Rantau nal dan logis (sekalipun tak selalu baik digambarkan sebagai perempuan kaya dampaknya), dan mampu melontarkan raya berkat jabatan suaminya (tanda kritik-kritik atas ketidakadilan yang penghormatan kepada hal-hal material ditimpakan kepadanya. Atik (Larasati) dan sekular), berpendidikan relatif baik dalam Burung-burung Manyar digam- (sehingga bisa kritis meskipun tetap bi- barkan berpikir sangat rasional (sebab jak), dan memiliki kemampuan berde- berpendidikan doktor), mampu mela- bat dengan anak-anaknya yang rata-rata kukan sofistikasi filosofis atas berbagai berpendidikan tinggi. Adapun Supiyah fenomena alam, mampu berdebat dan dalam Aku Supiyah Isteri Hardian dan melontarkan kritik kepada seseorang, Tersenyum pun Bukan Untukku Lagi (Titis menghargai profesi-profesi modern Basino) digambarkan sudah memiliki yang amat material, dan menjalani kehi-

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 22 dupan dalam lingkungan modern. Nyai semi-material, semi-modern, ontologis, Ontosoroh dalam novel serius Bumi Ma- dan semitransitif atau perempuan yang nusia digambarkan menghargai materi, berorientasi budaya spiritual, tradisi/ mampu berpikir rasional, mampu meng- tradisional, mitis, dan naif. Representa- evaluasi dan mengkritik pelbagai keti- si perempuan yang berorientasi budaya dakadilan yang dilakukan oleh kolonial spiritual, tradisi, mitis, dan naif malah Belanda, dan gigih memperjuangkan jauh lebih sedikit dibandingan dengan atau menolak ketidakadilan; dia tidak representasi perempuan yang orienta- pernah pasrah atas nasib dan hidupnya si budaya semi-material, semi-modern, meskipun perjuangannya untuk mem- ontologis, dan semi-transitif. Bahkan perbaiki nasib dan hidup belum tercapai dapat disimpulkan bahwa sebagian be- akibat masalah-masalah struktural. Iin sar novel Indonesia yang diteliti mere- Nusamusbida dalam Durga Umayi juga presentasikan perempuan yang bero- digambarkan sangat menghargai materi rientasi budaya modern, material, fung- (dia seorang konglomerat kelas kakap), sional, dan transitif. mampu berpikir sangat rasional, gigih mengubah nasib dan hidupnya ke arah Pandangan Dunia Perempuan lebih baik, dan mampu menentukan pi- Orientasi budaya yang dikemuka- lihan-pilihan hidupnya secara mandiri kan di atas akan menentukan pandang­ dan individual. an dunia (world view, weltanschauung) Selanjutnya, Anggreni dan dan pandangan hidup (world life, le- (Mari)netti dalam novel serius Burung- benschauung) tokoh-tokoh perempuan. burung Rantau digambarkan sebagai Sebagaimana dikemukakan Kleden perempuan yang sudah merantau ke (1987), pandangan dunia dan pandang- berbagai budaya modern, rasional, an hidup manusia pertama-tama ber- dan fungsional yang notabene budaya sumberkan budaya. Dengan kata lain, Barat: mereka adalah perempuan kos­ dalam novel Indonesia, pandangan du- mopolitan dan mondial yang mampu nia dan pandangan hidup perempuan melakukan perhitungan-perhitungan ditentukan oleh orientasi budaya mere- atas hidup dan nasib dirinya dan masya- ka. Pandangan dunia perempuan akan rakatnya. Adapun Shakuntala, Yasmin, memungkinkan seorang perempuan dan Laila dalam novel serius Saman di- mampu menangkap dunianya ke dalam gambarkan sebagai perempuan yang persepsinya (ontologi), dan menang- kritis, mampu berdebat dan melakukan kapnya sebagai sesuatu yang bermakna kritik, memiliki kemandirian dan ke- dan beraturan, bukan sebagai sesuatu bebasan individual sangat tinggi, dan yang kacau (kosmologi). Ontologi dari hidup dalam dunia internet dan digital pandangan dunia ini akan membuat yang pascamodern. Contoh-contoh ter- budaya menjadi realitas, sedangkan sebut menegaskan betapa orientasi bu- kosmologi dari pandangan dunia akan daya modern (bahkan sangat modern), membuat budaya menjadi sistem reali- material, fungsional, dan transitif juga tas dan sistem makna. banyak diikuti oleh para perempuan. Jika pandangan dunia perempu- Berdasarkan analisis data, di- an itu diterjemahkan atau dimanifestasi­ ketahui bahwa novel Indonesia lebih kan menjadi perangkat aturan bagi pe- banyak merepresentasikan perempuan rempuan atau tata tingkah laku bagi yang berorientasi budaya material, mo­ perempuan, maka akan didapatkan dern, fungsional, dan transitif daripada pandangan hidup perempuan. Pandan- perempuan yang berorientasi budaya gan hidup di sini menjadi manifestasi

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 23 dan operasionalisasi pandangan dunia. Pandangan dunia perempu- Sebagaimana dikemukakan oleh Mul- an yang pertama berkorelasi atau der (1986), di sini pandangan hidup berhubungan dengan orientasi budaya menjadi sebuah pengaturan mental dari perempuan yang spiritual, tradisi/tra- pengalaman. Pandangan hidup ini tidak disional, mitis atau pra-ontologis, dan hanya memungkinkan seorang perem- naif atau semi-transitif, sedangkan pan- puan mengetahui dan memahami, tetapi dangan dunia perempuan yang kedua juga mengambil sikap terhadap hal-hal berkorelasi atau berhubungan dengan yang diketahuinya dan dipahaminya. orientasi budaya perempuan yang ma- Dunia-kehidupan perempuan tak ha- terial, modern, fungsional, dan transitif. nya ditanggapi sebagai sesuatu yang Sebagai contoh, seorang perempuan -- ada (ontologi) atau sesuatu yang teratur katakanlah -- bernama Larasati yang be- dan bermakna (kosmologi), tetapi juga rorientasi budaya spiritual, tradisi, mitis sebagai sesuatu yang mengandung ni- atau pra-ontologis, dan naif cenderung lai-nilai dan aturan mengenai nilai-nilai memiliki pandangan dunia yang kos- (norma-norma). Di sinilah budaya seba­ mosentris, integratif, holistis-totalistis, gai sistem makna menjelma menjadi siklis, statis, dan hierarkis; sedangkan budaya sebagai sistem nilai dan sistem seorang perempuan bernama Aruming norma. Kinanti yang berorientasi budaya ma- Secara dikotomis pandangan du- terial, modern, fungsional, dan transitif nia perempuan dapat digolongkan men­ cenderung memiliki pandangan dunia jadi (1) pandangan dunia kosmosentris, yang antroposentris, atomistis, dinamis, integratif, holistis-totalistis, statis, siklis, linier, dan egaliter. spiritual, dan hierarkis; dan (2) pan- Tokoh-tokoh perempuan yang dangan dunia antroposentris, atomistis, ada dalam novel Indonesia digambarkan dinamis, linier, material, dan egaliter. ada yang memiliki pandangan dunia Yang pertama perempuan melihat dunia kosmosentris, integratif, spiritual, holis- secara luas, utuh, bulat, satu, dan tidak tis-totalistis, statis, siklis, dan hierarkis, dapat berubah. Selain itu, dunia juga ada pula yang memiliki pandangan du- dilihat dapat berulang, berputar, dan nia antroposentris, atomistis, material, tersusun secara berjenjang. Di sini ma- dinamis, linier, dan egaliter. Sebagai nusia, dalam hal ini perempuan, meng- contoh, tokoh perempuan bernama Tini anggap dirinya bagian kecil dari dunia (Sukartini) dalam Belenggu, Popi dalam dan menghayati dunia secara ruhaniah. Kotbah di Atas Bukit, Sri Sumarah dalam Materi tidak terlalu diutamakan dan di- Sri Sumarah, Pariyem dalam Pengakuan hormati. Sementara itu, yang kedua pe- Pariyem, Srintil dalam Ronggeng Dukuh rempuan melihat dunia secara terbatas, Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan terpilah-pilah, terbeda-bedakan, dan Jantera Bianglala, Bu Bei dalam Canting, dapat berubah-ubah. Selain itu, dunia Ngaisah dalam Para Priyayi, Ibu Sinder juga dilihat secara lurus (maju ke depan) dalam Ibu Sinder, Simbok, Kedasih, dan dan tersusun secara sistemis, tidak beru- Sumirat dalam Tirai Menurun, dan Lasi lang dan tidak berjenjang. Pada kondisi dalam Bekisar Merah merupakan perem- itulah manusia, dalam hal ini perem- puan-perempuan yang berpandangan puan, menganggap dirinya berhadapan dunia kosmosentris, integratif, holistis- dengan dunia dan menghayati dunia totalistis, statis, siklis, dan hierarkis. Mes- sebagai sesuatu yang material. Materi kipun sudah mulai memasuki dunia diperlakukan secara positif. modern, Tini dalam Belenggu dilukiskan sedemikian pasrah kepada nasibnya,

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 24 sangat taat (malah menghamba) kepada merasa sebagai bagian alam, menerima suaminya dokter Sukartono, dan meli- nasib masing-masing secara tabah dan hat dunia hidup sudah permanen, tidak senang, kurang mengejar kepentingan- berubah lagi. Demikian juga Popi da- kepentingan material, dan percaya keu- lam Kotbah di Atas Bukit memasrahkan tuhan sebagai segala-galanya. Dengan seluruh hidupnya kepada suaminya demikian, dapat dikatakan secara nega- yang sudah tua renta dan menganggap tif bahwa perempuan-perempuan terse- demikianlah jalan hidup yang harus but tidak melepaskan diri dari kekua- dilaluinya. Pariyem dalam Pengakuan saan alam, tidak berusaha mati-matian Pariyem malah digambarkan sangat mengubah hidup mereka masing-ma- mengutamakan kehidupan batiniah, sing, tidak memberikan dinamika pada menganggap dirinya hanya jagat cilik hidup mereka masing-masing, dan ti- yang berada dalam jagat gedhe, menya- dak menyadari kesederajatan dan kese- tupadukan alam manusia, alam semes- teraan antarmanusia. ta, dan alam adikodrati, merasa sudah Sementara itu, berbeda dengan takdir menjadi pembantu rumah tangga tokoh-tokoh perempuan yang dikemuka­ dan orang kecil, dan sebagainya. Rela- kan di atas, tokoh Tuti dalam Layar Ter- tif sama dengan Pariyem, Srintil dalam kembang, Rochayah dalam Belenggu, Sri Ronggeng Dukuh Paruk digambarkan dalam Pada Sebuah Kapal, Manen (Rau- sebagai perempuan yang sangat mene- manen) dalam Raumanen, Atik (Larasati) rima apa yang menimpa pada dirinya dalam Burung-burung Manyar, Iin Nusa­ (nrimo ing pandum), menerima nasibnya musbida dalam Durga Umayi, Marinetti sebagai ronggeng, menyadari tempat- dan Anggraeni dalam Burung-burung nya di dunia sebagai bagian kecil dunia, Rantau, Shakuntala, Laila, dan Yasmin sangat mempercayai hal-hal gaib dan dalam Saman, dan Supiyah dalam Aku mistis, dan sebagainya. Supiyah Isteri Hardian merupakan con- Demikian pula Bu Bei dalam Can- toh perempuan yang berpandangan du- ting digambarkan sebagai perempuan nia antroposentris, atomistis, material, yang harus seratus persen mengab- dinamis, linier, dan egaliter dalam arti di [malah menghamba] pada suami, sepenuhnya. Tuti dalam Sitti Nurbaya sangat menekankan kepentingan ke- merupakan perempuan yang sangat utuhan keluarga besar, dan mengang- percaya akan kemampuannya sebagai gap nasib manusia sudah digariskan manusia, sangat gigih memperjuangkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa meskipun perubahan nasib dan kedudukan kaum- dia sangat piawai berdagang dan memi- nya dalam masyarakat, sangat percaya liki cita-citra modern. Selanjutnya, Ibu akan pentingnya kemajuan bagi kaum Sinder dalam Ibu Sinder digambarkan perempuan, dan memperjuangkan masih sangat patuh kepada suaminya kesetaraan lelaki dan perempuan dalam tanpa reserve, mengutamakan keutuhan masyarakat. Kemudian Rochayah juga rumah tangga daripada memperjuang- merupakan protipe perempuan yang kan keadilan bagi dirinya, sedemikian menemukan individualitasnya, berpiki- pasrah menjalani dan menghayati ran visioner, progresif, dan maju pada hidupnya, dan tidak menolak kehidup- zamannya, memperjuangkan kesetera- an feodalistis dalam keluarnya meski- an dan keegaliteran gender, dan meman­ pun dia sudah mulai memiliki kesadar- dang kehidupan secara dinamis meski- an modern. Selanjutnya, Simbok, Keda- pun nasib dan hidupnya tidak memba- sih, dan Sumirat dalam Tirai Menurun wa keberuntungan. digambarkan sebagai perempuan yang

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 25

Sri dalam Pada Sebuah Kapal nya, Shakuntala, Laila, dan Yasmin digambarkan sebagai perempuan yang dalam Saman dapat dikatakan sebagai sudah menemukan keakuannya dan prototipe perempuan muda Indonesia individualitasnya, melihat kehidupan yang memiliki kemandirian sangat ting- secara dinamis, memihak dan meya- gi, pikiran sangat progresif dan mon- kini pentingnya kesetaraan gender, dan dial, pergaulan global dan kosmopolit- memandang kehidupan secara visioner an, dan bertindak kritis dan korektif atau maju ke depan. Sri bisa disebut terhadap realitas-realitas yang ditemui- prototipe perempuan Jawa yang ber- nya. Adapun Supiyah dalam Aku Supi- pandangan dunia antrosentris, dinamis, yah Isteri Hardian digambarkan sebagai dan egaliter. Sebagai mahasiswa, Manen perempuan yang tidak mau pasrah ke- dalam Raumanen digambarkan sebagai pada nasibnya, berani mengambil ke- perempuan yang aktif dalam berbagai putusan sendiri untuk permalahan pri- kegiatan kemahasiswaan, menyadari badi, berani bertindak atas nama dirinya individualitasnya, dan berpikiran ra- sendiri sehingga kehidupannya tampak sional-logis walaupun nasibnya sangat dinamis dan linier. Dapat dikatakan, tragis. Sebagai doktor biologi dan dosen tokoh-tokoh perempuan tersebut me­ sebuah perguruan tinggi terkemuka, to- rupakan representasi pandangan dunia koh Atik dalam Burung-burung Manyar modern yang antroposentris, dinamis, benar-benar prototipe perempuan Jawa linier, dan egaliter. yang mampu merengkuh pandangan Di samping kedua pandangan du- dunia antroposentris dan dinamis. Ke- nia tersebut, dalam novel Indonesia juga yakinan dirinya sangat kuat, kemandiri- ditemukan pandangan dunia perem- an dan individualitasnya sangat tinggi, puan yang peralihan atau transisional. berpikiran progresif dan visioner serta Peralihan atau transisi dari pandangan kosmopolitan, dan sangat percaya diri dunia kosmosentris, integratif, holistis- akan kemampuan manusia meskipun totalistis, siklis, statis, dan hierarkis ke kelembutannya sebagai perempuan ti- arah pandangan dunia antroposentris, dak pernah hilang. Iin Nusamusbida atomistis, dinamis, linier, dan egaliter. dalam Durga Umayi juga merupakan Tokoh bernama Mariamin dalam Azab prototipe perempuan Jawa yang sudah dan Sengsara, Sitti Nurbaya dalam Sitti masuk secara total dalam pandangan Nurbaya (Kasih Tak Sampai), Rapiah da- dunia antroposentris, dinamis, linier, lam Salah Asuhan, Siti Zaitun dalam Pa- dan egaliter. Pergaulannya dengan ber- sar, Astiti Rahayu dalam Astiti Rahayu, bagai kalangan baik pengusaha mau- Bu Antana dalam Burung-burung Ma- pun pejuang cerminan perempuan ka- nyar, dan Yuniati dalam Burung-burung rier zaman modern. Individualitasnya Rantau merupakan contoh perempuan dan pikiran progresifnya sebagai peju- yang pandangan dunia mereka berada ang dan penguasaha sedemikian maju dalam tahap peralihan atau transisional. dibandingkan perempuan sezamannya. Individualitas, kemandirian, dan pikir- Demikian pula Anggraeni dan an progresif mereka sudah tumbuh, Marinetti dalam Burung-burung Rantau tetapi semuanya belum mampu me- digambarkan memiliki individualitas neratas belenggu struktur dan budaya dan kemandirian sangat kuat, pikiran masyarakat. progresif dan kosmoplitan, mobilitas Di samping itu, mereka juga spasial yang mendunia, pergaulan glo- sudah mampu mengkritisi, bahkan bal, dan mampu hidup di dalam berba- mengevaluasi struktur dan budaya gai budaya modern di dunia. Selanjut­ masyarakatnya, tetapi mereka masih

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 26 mengikuti, bahkan menjalankan struk- dan egaliter. Sedang perempuan muda tur dan budaya masyarakat itu. Mereka dari golongan menengah-bawah dan juga menghendaki perubahan nasib perempuan tua (setengah baya) dari dan dinamika kehidupan, tetapi selalu golongan menengah-atas dan atas me- terbentur struktur sosial dan tata nilai miliki pandangan dunia peralihan atau budaya yang berlaku. Sebagai contoh, transisional. Adapun perempuan muda Sitti Nurbaya sudah merasakan ketida- dan tua dari golongan bawah dengan kadilan struktur sosial dan tradisi ma- status sosial tidak terpandang memi- syarakatnya, tetapi dia tidak berdaya liki pandangan dunia kosmosentris, melepaskan diri dari struktur sosial dan integratif, statis, siklis, dan hierarkis. tradisi tersebut. Dia masih menjadi kor- Kenyataan ini mengimplikasikan ba- ban struktur sosial dan tradisi masya- hwa novel-novel Indonesia telah men- rakatnya meskipun sudah melakukan jadi wacana sekaligus arena produksi perlawanan. Bu Antana juga demikian atau reproduksi dan distribusi pandang­ kritis terhadap budaya kepriyayiannya, an dunia modern. Bahkan modern Barat tetapi dia tetap mengukuhi berbagai pada satu sisi dan pada sisi lain menjadi nilai kepriyayian. Walaupun demikian, wacana dan arena artikulasi sekaligus tokoh-tokoh perempuan tersebut sudah resistensi pandangan dunia tradisional melangkah ke dalam pandangan dunia yang sudah tidak memadai lagi, harus antroposentris, dinamis, dan rasional diubah. Dengan demikian, novel Indo- meskipun belum masuk secara total ke nesia telah dijadikan penstabilan dan dalam pandangan dunia antroposentris, pengawetan pandangan dunia modern dinamis, dan rasional itu. Tampaknya, sekaligus diagnosis dan kritik-koreksi- dalam novel Indonesia, mereka menjadi negasi pandangan dunia tradisional. represent­si figur perempuan yang be- rada dalam masyarakat peralihan Indo- Pandangan Hidup Perempuan nesia. Pandangan hidup perempuan da- Dalam novel Indonesia yang dite- pat berupa pandangan hidup yang elitis, liti, digambarkan atau direpresentasikan aristokratis, feodal, borjuis, konservatif, bahwa sebagian besar tokoh perempuan egaliter, populis, demokratis, moderat- berpandangan dunia antroposentris, akomodatif, inklusif-terbuka, dan/atau atomistis, material, dinamis, linier, dan progresif-inovatif. Secara teoretis dan egaliter di samping pandangan dunia praksis, seorang atau segolongan pe- peralihan atau transisional. Perempuan rempuan dimungkinkan mengikuti dengan pandangan dunia kosmosen­ beberapa pandangan hidup tersebut, ti- tris, integratif, holistis-totalistis, sta­ dak selalu hanya satu pandangan hidup. tis, siklis, dan hierarkis tidak banyak Misalnya, seorang atau segolongan pe- direpresentasikan dalam novel Indo- rempuan menengah-atas tradisional nesia. Dibandingkan dengan perem- (priyayi, misalnya) bisa mengikuti pan- puan yang berpandangan dunia kos- dangan hidup elitis, aristokratis, feodal, mosentris, statis, siklis, dan hierarkis, dan konservatif secara serempak. Dapat perempuan dengan pandangan dunia pula seorang atau segolongan perem- peralihan juga lebih banyak direpresen­ puan menengah-atas modern meng- tasikan dalam novel Indonesia. ikuti pandangan hidup egaliter, populis, Pada umumnya perempuan muda demokratis, inklusif, dan terbuka secara dari golongan menengah, menengah- serempak. atas, dan ataslah yang berpandangan Tokoh Tuti dalam Layar Ter- dunia antroposentris., linier, dinamis, kembang berpandangan hidup egaliter,

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 27 populis, demokratis, inklusif, dan ter- cenderung cukup egaliter, inklusif, dan buka secara serempak meskipun berasal demokratis. dari golongan menengah-atas. Demikian Tokoh-tokoh perempuan yang pula Marinetti dalam Burung-burung cenderung berpandangan hidup elitis, Rantau berpandangan hidup sangat ega- aristokratis, feodal, paternalistis, dan liter, populis, demokratis, inklusif, dan konservatif di antaranya ialah Ibu Hana- terbuka meskipun berasal dari golong- fi dalam Salah Asuhan, Nyai Raden Tedja an menengah-atas dan secara ekonomis Ningrum (Ibu Suprapta) dalam Pertemu- sangat kaya. Sebaliknya, priyayi Bu Bei an Jodoh, Siti Mariama dan Puti Renosari dalam Canting berpandangan hidup dalam Anak dan Kemenakan, Sri Sumarah feodal, paternalistis, borjuis, dan sangat dalam Sri Sumarah, Ibu dalam Bawuk, konservatif meskipun dalam batas-ba- Ibu Bei Cokrosentono dalam Pengakuan tas tertentu cukup populis dan demo- Pariyem, dan Bu Bei Sestrokusomo da- kratis kepada para buruh pembatikan- lam Canting. Ibu Hanafi dapat dikatakan nya dan anak-anaknya; demikian pula berpandangan hidup elitis, aristokratis, Bu Cokrosentono dalam Pengakuan Pa- paternalistis, dan konservatif karena riyem berpandangan hidup sangat elitis, (antara lain) tidak berani berpendapat aristokratis, feodal, parternalistis, dan -- apalagi berdebat -- dengan suaminya, konservatif karena berasal dari keluarga menghendaki Hanafi kawin dengan Ra- priyayi luhur, sedang Pariyem dalam piah sebagai balas budi kepada orang Pengakuan Pariyem berpandangan hidup tua Rapiah, dan menikmati kehidupan feodal, paternalistis, dan konservatif se- kalangan menengah-atas Minangkabau. kalipun berasal dari kelas bawah. Dari Nyai Raden Tedja Ningrum tampak contoh ini juga dapat diketahui bahwa aristokratis, feodal, paternalistis, dan pada umumnya pandangan hidup pe- konvervatif ketika tampak melecehkan rempuan yang elitis dan aristokratis Ratna -- pacar anaknya -- yang berasal cenderung feodal, borjuis, paternalis- dari kalangan biasa, memaksa Suparta tis, dan/atau konservatif, sedangkan menikah dengan Nyai Raden Siti Hali- pandangan hidup perempuan yang ega- mah, dan mengagungkan kebangsawa­ liter dan populis cenderung demokra­ nannya. Siti Mariama dan Puti Renosari tis-terbuka, akomodatif, dan progre- serba mengikut segala kata dan perintah sif-inovatif. Meskipun demikian, dapat suami mereka (partenalistis), serba me- pula terjadi seorang atau segolongan ngagungkan kebangsawanan mereka, perempuan yang cenderung berpan- dan memandang manusia dari kelas lain dangan hidup elitis, aristokratis, feodal, (kelas bawah) sebagai bukan padanan dan paternalistis juga menampakkan mereka, dan menghendaki anak mereka kecenderungan pandangan hidup po- kawin dengan calon sepadan (konser- pulis dan inklusif. Bu Bei Sestrokusumo vatif). Meskipun sudah menikmati pen- dalam Canting digambarkan sebagai pe- didikan memadai pada zamannya dan rempuan priyayi yang cenderung feo- cukup berpandangan cukup maju, Sri dal, paternalistis, dan konservatif, tapi Sumarah digambarkan selalu tunduk juga cukup populis dan inklusif kepada kepada suami atau laki-laki (paternalis) buruh-buruh pembatikannya karena dan selalu menjaga dan mengikuti tra- asal-usulnya memang orang kampung disi kepriyayiannya sekalipun menuntut biasa. Demikian juga (Rochayah) Yah ongkos sosial ekonomis sangat besar dalam Belenggu digambarkan sebagai (aristokratis dan konservatif atau semi- perempuan menengah-atas yang cen- konservatif). Kutipan berikut memperli- derung elitis dan aristokratis, tetapi juga hatkan pandangan hidup Sri Sumarah.

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 28

Buat seorang priyayi Jawa - hidup egaliter, populis, demokratis, pro- - meskipun priyayi yang sudah gresif-inovatif, dan inklusif di antaranya jatuh miskin -- contoh apakah ialah Tuti dalam Layar Terkembang, Sri yang lebih agung daripada pe- dalam Pada Sebuah Kapal, Manen dalam ngorbanan Kunti, ibu para pan- Raumanen, (Atik) Larasati dalam Burung- dawa itu? (Sri tahu betul, bagai- burung Manyar, Iin Nusamusbida dalam mana wayang yang sudah mere- Durga Umayi, Marinetti dalam Burung- sap betul dalam tulang sumsum- burung Rantau, Shakuntala, Laila, dan nya. Tiap kali Sri pulang berlibur Yasmin dalam Saman, dan Supiyah da- ke desanya yang sunyi itu, sambil lam Aku Supiyah Isteri Hardian. Sebagai mengelus-elus rambut cucunya -- seorang aktivis organisasi Puteri Sedar, siapa tahu ada kutunya -- embah pada zamannya dan dalam masyarakat- itu dengan asyiknya bercerita ten- nya, Tuti jelas perempuan yang sangat tang wayang. (SS:12) egaliter, populis, progresif, inklusif, bahkan demokratis. Tuti menolak eli- Kemudian Bu Bei Cokrosentono tisme, aristokratisme, paternalisme, feo­ merupakan protipe perempuan priyayi dalisme, dan konservatisme yang diper­ Jawa yang sangat elitis, aristokratis, tahankan oleh kaum tua terutama laki- paternalistis, feodalis, dan konservatif laki. Cara yang ditempuh yaitu dengan karena dia sangat menikmati berbagai menyadarkan atau malah memberda­ keistimewaan priyayi, menjaga dan yakan sesama perempuan, membangun melaksanakan tradisi kepriyayiannya kemandirian-individualitas perempuan secara utuh dan tunduk secara total ke- dalam masyarakat, memperjuang­an pada Raden Mas Ngabehi Cokrosentono ruang publik lebih luas bagi perempu­ suaminya. Adapun Bu Bei Sestrokuso- an, dan memperjuangkan kesetaraan mo juga merupakan priyayi Jawa yang perempuan dengan laki-laki. paternalistis, feodalistis, dan konserva- tif meskipun cukup populis mengingat Sesungguhnya hanya kalau asal-usulnya sebagai perempuan kam- perempuan dikembalikan dera- pung sebelum dikawini oleh Raden Mas jatnya sebagai manusia, barulah Ngabehi Sestrokusumo. keadaan bangsa kita dapat beru- Dari contoh-contoh di atas tam- bah. Jadi, perubahan kedudukan pak bahwa pada umumnya perempuan perempuan dalam masyarakat tualah yang berpandangan hidup elitis, itu bukanlah semata-mata kepen­ aristokratis, feodalistis, paternalistis, tingan perempuan. Kaum laki- dan konvervatif yang memang bera- laki yang insaf akan kepentingan sal dari kelas menengah-atas dan atas. yang lebih mulia dari kepenting- Walaupun demikian, ada pula perem- an hatinya yang loba sendiri tentu puan muda dari kelas bawah yang ber- akan harus mengakui itu. pandangan hidup feodalistis, paterna­ Tetapi lebih-lebih dari segala- listis, dan konservatif, tetapi tidak eli- nya haruslah kaum perempuan tis dan aristokratis, misalnya Pariyem, sendiri insaf akan dirinya dan ber- Srintil, dan Lasi. Jumlah tokoh seperti juang untuk mendapat pengharga­ Pariyem, Srintil, dan Lasi ini hanya sedi- an dan kedudukan yang lebih kit dalam wacana novel serius Indonesia layak. Ia tiada boleh menyerah- yang diteliti. kan nasibnya kepada golongan Sementara itu, tokoh-tokoh pe- lain manusia, apalagi golongan rempuan yang cenderung berpandangan laki-laki yang merasa akan keru-

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 29

gian, apabila ia harus melepaskan yang pada umumnya orang muda (de­ kekuasaannya yang telah bera- wasa). Hanya sedikit sekali perempuan dab-abad dipertahankannya. Kita tua yang berpandangan hidup egaliter, harus membanting tulang sendiri demokratis, inklusif, dan progresif-vi- untuk mendapat hak kita seba- sioner. Demikian juga sedikit sekali gai manusia. Kita harus merintis perempuan dari golongan bawah yang jalan untuk lahirnya perempuan berpandangan hidup egaliter, nonpater- yang baru, yang bebas berdiri nalistis, demokratis, dan inklusif. menghadapi dunia, yang berani membentangkan matanya meli- Gaya Hidup Perempuan hat kepada siapa jua pun. Yang Secara semantis-denotatif gaya percaya akan tenaga dirinya dan hidup perempuan dapat didefinisi- dalam segala soal pandai ber- kan sebagai “pola tingkah sehari-hari diri sendiri dan berpikir sendiri. segolongan manusia di masyarakat”, Yang berani menanggung jawab dalam hal ini golongan perempuan di atas segala perbuatan dan buah dalam masyarakatnya. Secara sosiolo- pikirannya. Malahan yang hanya gis, mengikuti pendapat Kartodirdjo, akan melangsungkan sesuatu pe- dkk. (1987), gaya hidup perempuan ini kerjaan yang sesuai dengan kata dapat dikatakan sebagai suatu totalitas hatinya. Yang berterus terang dari pelbagai tata cara, adat kebiasaan, mengatakan apa yang terasa dan struktur kelakuan, kompleks lambang- terpikir kepadanya dengan suara lambang, sikap hidup, dan mentalitas yang tegas dan keyakinan yang dari golongan perempuan yang secara pasti. (LT:40) menyeluruh mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Relatif sama dengan Tuti, sebagai Sebagai sebuah totalitas, gaya contoh lain, (Atik) Larasati juga protipe hidup perempuan memiliki kekhasan perempuan yang sangat egeliter, popu- yang membedakan atau membuat tidak lis, demokratis, dan inklusif. Larasati sama dengan golongan (perempuan) bergaul setara dengan perempuan dan lain. Satu gaya hidup perempuan den- laki-laki dalam pelbagai lapangan ke- gan gaya hidup perempuan lain justru hidupan termasuk dengan para peng- dibedakan oleh adanya keekslusifan asuhnya, mempunyai kemampuan ber- (kekhasan). Keeksklusifan yang dimi- pikir sangat maju, memiliki ruang pu- liki perempuan golongan menengah- blik sangat luas, dan juga tidak pernah atas dengan keeksklusifan yang dimil- membanggakan asal-usulnya sebagai iki perempuan golongan bawah akan priyayi luhur. Lebih-lebih lagi Sri, Iin membedakan gaya hidup perempuan Nusamusbida, Shakuntala, Laila, dan golongan menengah-atas dengan gaya Yasmin merupakan prototipe perem- hidup golongan bawah. Keeksklusifan puan yang sudah sangat kerasan dalam tersebut dimungkinkan karena dalam dunia egaliter, demokratis, inklusif, dan batas-batas tertentu gaya hidup perem- populis sebab hal-hal yang masih diper- puan ditentukan dan dijiwai oleh kelas juangkan oleh Tuti justru sudah mereka sosial-ekonomis, status sosial-ekonomis, menikmati tanpa hambatan dan kenda- orientasi budaya, pandangan dunia, la berarti baik secara struktural maupun dan pandangan hidup perempuan yang kultural. Para perempuan tersebut ham- bersangkutan. Oleh karena itu, gaya pir semuanya berasal dari golongan me- hidup perempuan akan menopang ke- nengah, menengah-atas, dan/atau atas beradaan golongan-golongan perempu­

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 30 an sekaligus melanggengkan orde sosial perempuan mengikuti gaya hidup yang tempat mereka berada. menekankan prestasi-profesional, non- Berdasarkan unsur-unsur yang ritual atau nonseremonial, nonsimbolis menopang keberadaannya, ada seorang dan rasional, mitologi rasional, solidari­ atau sekelompok perempuan mengi- tas organis, dan sosialitas. Contohnya, kuti gaya hidup yang berorientasi pada Tuti dalam Layar Terkembang, Corrie de status askriptif, ritual atau seremonial, Busse dalam Salah Asuhan, Anni dalam religio-magisme, simbolisme dan mi- Muda Teruna, Rochayah (Yah) dalam tologi irasional, dan/atau solidaritas pri- Belenggu, Sri dalam Pada Sebuah Kapal, mordial/mekanis dan komunalitas (etos Larasati dalam Burung-burung Manyar, paguyuban) (Kartodirdjo, dkk., 1987: Iin Nusamusbida dalam Durga Umayi, Kuntowijoyo, 1983). Meskipun demiki- Siti Zaitun dalam Pasar, Anggraeni dan an, juga bisa terjadi hal sebaliknya, ada Marinetti dalam Burung-burung Ran- seorang atau sekelompok perempuan tau, dan Shakuntala, Yasmin, dan Laila yang justru menekankan gaya hidup dalam Saman. yang berorientasi pada status prestasi- Selain itu, ada pula tokoh profesional, tidak mengutamakan ritual perempuan yang gaya hidupnya tran- atau seremonial, mengutamakan antro- sisional dari yang menekankan status posentrisme-sekular, tidak menekankan askriptif, seremonial, mitologi irasional, simbolisme yang kompleks dan rumit, solidaritas mekanis, dan komunalitas ke lebih menekankan mitologi rasional, dan arah prestasi-profesional, nonseremoni- menekankan solidaritas organis dan so- al, mitologi rasional, solidaritas organis, sialitas (etos patembayan). Dua macam dan sosialitas. Contohnya, Mariamin gaya hidup perempuan itu sebenarnya dalam Azab dan Sengsara, Rapiah dalam bukan suatu polaritas, melainkan suatu Salah Asuhan, Sitti Nurbaya dalam Sitti kontinum atau suatu rentangan gaya Nurbaya, Nuraini dan Dirsina dalam hidup. Hal itu disebabkan pada umum- Asmara Jaya, Halimah dalam Sengsara nya manusia tidak mengenal polaritas Membawa Nikmat, Manen dalam Rau- dalam arti pemisahan secara ketat-tegas manen, Bawuk dalam Bawuk, Ibu Sinder (rigid). dalam Ibu Sinder, Bu Antana dalam Bu- Dua macam gaya hidup perem- rung-burung Manyar, Yuniati dalam Bu- puan tersebut diikuti oleh tokoh-tokoh rung-burung Rantau, dan Supiyah dalam perempuan yang terdapat dalam novel Aku Supiyah Isteri Hardian. Hal ini me­ Indonesia yang diteliti. Terdapat tokoh nunjukkan bahwa wacana-wacana no- perempuan mengikuti gaya hidup yang vel serius Indonesia merepresentasikan menekankan status askriptif, ritual atau berbagai gaya hidup perempuan. seremonial, simbolisme dan religioma­ Berdasarkan analisis data diketa- gisme, mitologi irasional, solidaritas hui bahwa sebagian besar tokoh perem­ mekanis, dan/atau komunalitas. Contoh­ puan yang ada dalam novel Indonesia nya, Nyai Raden Tedja Ningrum dalam digambarkan memiliki gaya hidup Anak dan Kemenakan, Siti Mariama dan yang menekankan prestasi-profesional, Puti Renosari dalam Pertemuan Jodoh, nonritual atau nonseremonial, nonsim­ (Tini) Sukartini dalam Belenggu, Pari- bolisme, rasionalitas, mitologi rasional, yem dan Bu Bei Cokrosentono dalam solidaritas organis, dan sosialitas. Di Pengakuan Pariyem, Sri Sumarah dalam samping itu juga gaya hidup transi- Sri Sumarah, Bu Bei Sestrokusumo sional dari yang menekankan status dalam Canting, dan Simbok dalam Tirai askriptif dan semonial ke arah prestasi- Menurun. Ada pula sebagian lain tokoh profesional dan rasional. Hanya sedikit

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009 31 perempuan yang digambarkan me­ lima unsur tersebut secara fenomenolo- miliki gaya hidup yang menekankan gis disebut utuh, bulat, lengkap, padu, status askriptif, ritual atau seremonial, dan saling terkait satu sama lain meski­ simbolisme, solidaritas mekanis, mi- pun secara analitis untuk analisis ilmiah tologi irasional, dan komunalitas. Itu- dapat dibedakan. lah sebabnya, dapat dikatakan bahwa Sosok perempuan yang direpre- mayoritas wacana novel serius Indone- sentasikan oleh novel Indonesia dapat sia merepresentasikan gaya hidup yang dibagi menjadi tiga macam, yaitu (1) so- menekankan prestasi-profesional, mi- sok historis, (2) sosok mitologis, dan (3) tologi rasional, solidaritas organis, dan sosok fiksional. Sosok historis ialah so- sosialitas; dan juga gaya hidup transi- sok perempuan yang direpresentasikan sional. Hanya sedikit novel Indonesia dalam novel itu ada dalam sejarah, bu- yang merepresentasikan gaya hidup kan semata-mata ciptaan novel seriusis yang menekankan status akriptif, mi- Sosok mitologis ialah bahwa sosok pe- tologi irasional, solidaritas mekanis/pri- rempuan yang direpresentasikan dalam mordial, dan komunalitas. Kenyataan novel itu merupakan sosok yang hidup tersebut mengimplikasikan bahwa novel dalam cerita-cerita masyarakat, bahkan Indonesia telah menjadi arena introduk- diyakini pernah ada meskipun susah se- si atau operasi ideologi kelas menengah- kali dibuktikan keberadaannya. Selan- atas mengingat. Hal itu dikarenakan jutnya, sosok fiksional ialah bahwa so- kelas menengah-atas-lah sebagian besar sok perempuan yang direpresentasikan tokoh perempuan yang memiliki gaya dalam novel hanyalah bersifat rekaan hidup yang menekankan prestasi-profe­ sekalipun bisa saja sosok itu meneladani sional, mitologi rasional, dan sosialitas sosok historis. dan gaya hidup transisional. Tokoh-tokoh perempuan yang direpresentasikan oleh novel Indonesia SIMPULAN yang diteliti mengikuti atau menganut Salah model dunia-kehidupan berbagai orientasi budaya tersebut. Da- yang terdapat dalam novel Indonesia lam novel Indonesia, ada perempuan adalah model dunia-kehidupan perem- yang direpresentasikan mengikuti orien- puan. Model dunia-kehidupan perem- tasi budaya spiritual, tradisi/tradisional, puan dalam novel Indonesia meru- naif, dan mitis. Ada tokoh perempu- pakan gambaran mengenai berbagai an yang direpresentasikan mengikuti bentuk dunia-kehidupan perempuan orientasi budaya transisional (tradisi ke yang secara nyata/real dihayati, dialami, modern), semi-material atau semi-spiri- diikuti, bahkan dijalani oleh perempuan tual, ontologis, dan semi-transitif. Ada di dalam geografi imajinatif. Model du- pula tokoh perempuan yang direpresen- nia-kehidupan perempuan dalam novel tasikan mengikuti orientasi budaya ma- Indonesia tersebut mengandung atau terial, modern, fungsional, dan transitif. memiliki lima unsur konstitutif (pem- Ketiga orientasi budaya perempuan ter- bentuk), yaitu (1) sosok perempuan, sebut dapat ditemukan dalam sebuah (2) interaksi atau hubungan gender, (3) novel, dapat pula ditemukan dalam dua lingkungan fisikal/spasial/ geografis novel atau lebih, setidak-tidaknya dua perempuan, (4) lingkungan sosial buda- novel berbeda. Hal itu sekaligus menun- ya perempuan, dan (5) nilai-nilai budaya jukkan bahwa dalam sebuah novel bisa yang dihayati, dialami, dan/atau diikuti ditemukan satu orientasi budaya perem- oleh perempuan. Sebagai unsur konsti- puan saja, yaitu semata-mata orientasi tutif dunia-kehidupan perempuan, ke­ budaya spiritual, tradisional, dan mitis

Sosok Perempuan Indonesia dalam Novel-novel Indonesia 32 atau semata-mata orientasi budaya ma- Kayam, Umar. 1989. “Transformasi terial, modern, dan fungsional. Budaya Kita”. Dalam Horison, Novel Indonesia melalui tokoh- Agustus, September, Oktober tokoh perempuannya telah menjadi 1989. instrumen reproduksi orientasi budaya Kartodirdjo, Sartono. 1987. Kebudayaan modern, material, fungsional, dan tran- Pembangunan dalam Perspektif sitif pada satu pihak dan pada pihak lain Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada menjadi instrumen resistensi orientasi University Press. budaya spiritual, tradisi, mitis, dan naif. Kartodirdjo, Sartono, dkk. 1987. Jadi, novel Indonesia dan tokoh-tokoh Perkembangan Peradaban Priyayi. perempuan di dalamnya telah menjadi Yogyakarta: Gadjah Mada arena pemapanan sekaligus pembong- University Press. karan orientasi budaya. Kleden, Ignas.1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. : LP3ES. UCAPAN TERIMA KASIH Koentjaraningrat. 1980. Kebudayaan, Artikel ini diangkat dari pene- Mentalitas dan Pembangunan. litian mandiri swadana yang dilak- Jakarta: PT Gramedia Pustaka sanakan pada tahun 2008-2009. Uca- Utama. pan terima kasih disampaikan kepada Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. para mahasiswa yang telah membantu Jakarta: PN . pelakasanan pengumpulan data dan Kuntowijoyo. 1989. Masyarakat dan kepada mitra sejawat yang telah mem- Budaya. Yogyakarta: Tiara bantu kegiatan verifikasi dan triangulasi Wacana. data dan hasil penelitian. Mulder, Niels. 2001. Mistisone Jawa: Ideologi di Indonesia. Jakarta: DAFTAR PUSTAKA Gramedia. Geertz, Hildred. 1985. Keluarga Jawa. Sastrowardoyo, Subagio. 1989. Jakarta: Grafiti Pers. Pengarang Indonesia sebagai Kayam, Umar. 1987. “Keselarasan dan Manusia Perbatasan. Jakarta: PN Kebersamaan: Suatu Penjelajahan Balai Pustaka. Awal” dalam Prisma, Maret 1987.

LITERA, Volume 8, Nomor 1, April 2009