LAPORAN KEGIATAN

SEMINAR PRAKAJIAN BALAI KONSERVASI TAHUN 2017

Oleh : Kelompok Kerja Kajian dan Pengembangan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN BALAI KONSERVASI BOROBUDUR 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga kegiatan Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 dapat terlaksana dengan lancar pada tanggal 8 - 10 Mei 2017 di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Daerah Istimewa Yogyakarta, Jl. Tortomartani, , Sleman, Yogyakarta. Kegiatan Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 dilaksanakan dengan maksud untuk memaparkan proposal rencana kajian. Tujuan dari seminar ini adalah memperoleh saran serta masukan dari narasumber dan peserta baik secara konseptual maaupun teknis pelaksanaan kajian yang akan dilaksanankan oleh masing-masing tim kajian. Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan seminar ini adalah adalah mendapatkan saran dan masukan yang lebih mendalam dari para narasumber dan peserta mengenai hal-hal yang berkaitan dengan topik atau judul kajian yang akan dilaksanakan oleh tim kajian Balai Konservasi Borobudur, sehingga kajian yang akan dilaksanakan lebih terarah, memberi hasil yang lebih berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta dapat menjadi pedoman bagi pelestarian cagar budaya. Dengan telah terlaksananya kegiatan tersebut, maka kami sampaikan laporan pelaksanaan kegiatan tersebut sebagai wujud pertanggungjawaban kami selaku panitia pelaksana. Semoga bermanfaat.

Borobudur, Mei 2017

Tim Pelaksana b

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... iii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Dasar ...... 1 B. Latar Belakang ...... 1 C. Maksud dan Tujuan ...... 2 D. Manfaat Kegiatan ...... 2 BAB II MATERI, NARASUMBER, PEMAKALAH, PESERTA, DAN PANITIA ...... 3 A. Materi ...... 3 B. Narasumber ...... 3 C. Pemakalah ...... 4 D. Peserta ...... 4 E. Panitia ...... 6 BAB III TEMPAT, WAKTU, DAN PELAKSANAAN KEGIATAN ...... 7 A. Tempat ...... 7 B. Waktu ...... 7 C. Pelaksanaan Kegiatan ...... 7 BAB IV KESIMPULAN...... 65 BAB IV PENUTUP ...... 66 LAMPIRAN ...... 67 Lampiran Foto Kegiatan Lampiran Jadwal Kegiatan Lampiran Daftar Terima Seminar Kit Lampiran Daftar Hadir Acara Pembukaan Lampiran Daftar Hadir Peserta Lampiran Daftar Hadir Narasumber Lampiran Surat Permohonan Narasumber Lampiran Surat Undangan Peserta Lampiran SK Narasumber dan Modertaor Lampiran SK Panitia Pelaksana Lampiran Surat Tugas Lampiran Materi Presentasi Narasumber dan Tim Kajian

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 iii

BAB I PENDAHULUAN

A. DASAR

Dasar hukum yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan “Seminar Prakajian” adalah; 1. Undang-undang Republik No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; 2. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan IV Peraturan Presiden 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah; 3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 Tanggal 9 Oktober 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur; 4. DIPA Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 Nomor DIPA- 023.15.2.427775/2017 tanggal 07 Desember 2016.

B. LATAR BELAKANG

Balai Konservasi Borobudur merupakan salah satu unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang konservasi dan pelestarian Candi Borobudur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja, Balai Konservasi Borobudur mempunyai tugas melaksanakan konservasi dan pelestarian Candi Borobudur dan kawasan cagar budaya Borobudur. Dalam melaksanakan tugas tersebut Balai Konservasi Borobudur menyelengggarakan fungsi sebagai berikut : 1. Pelaksanaan kajian konservasi terhadap aspek teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia dan arkeologi Candi Borobudur dan cagar budaya lainnya; 2. Pelaksanaan pengamanan, pemeliharaan, dan pemugaran Candi Borobudur, Candi , Candi , dan kawasan cagar budaya Borobudur; 3. Pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, dan kawasan cagar budaya Borobudur; 4. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, dan kawasan cagar budaya Borobudur; 5. Pelaksanaan kemitraan di bidang konservasi dan pelestarian Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, dan kawasan cagar budaya Borobudur; 6. Pelaksanaan pengembangan metode dan teknik konservasi cagar budaya; dan 7. Pelaksanaan urusan ketatausahaan Balai Konservasi Borobudur.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 1

Sebagai perwujudan program kegiatan dalam melaksanakan tugas dan fungsi Balai Konservasi Borobudur, pada tahun 2017 ini melaksanakan delapan kajian yaitu: 1. Kajian Konservasi Benteng Bau-Bau 2. Kajian Intensitas Suara terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu 3. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Sumba pada Perancangan dan Konservasi serta Ketahanannya terhadap Gempa 4. Kajian Konservasi Cagar Budaya Kayu Menggunakan Asap cair Tahap II 5. Kajian Konservasi Gua Gajah 6. Kajian Penanganan Konservasi Candi Mendut 7. Kajian Konservasi Tradisonal Menurut Tinjauan Naskah Kuno Tahap II 8. Kajian Penataan Vegetasi Kawasan Borobudur (Jenis dan Konteks Penggambarannya pada Candi Borobudur dan Candi Mendut)

Untuk meningkatkan mutu pelaksanaan hasil kajian Balai Konservasi Borobudur, dipandang perlu menyelenggarakan kegiatan Seminar Prakajian. Pelaksanaan Seminar Prakajian ini dilaksanakan untuk tiap-tiap kajian yang akan dilaksanakan.

C. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan Seminar Prakajian adalah untuk memaparkan proposal rencana kajian. Adapun tujuan dari seminar ini adalah memperoleh saran serta masukan dari narasumber dan peserta baik secara konseptual maaupun teknis pelaksanaan kajian yang akan dilaksanankan oleh masing-masing tim kajian.

D. MANFAAT KEGIATAN Manfaat dari kegiatan Seminar Prakajian adalah mendapatkan saran dan masukan yang lebih mendalam dari para narasumber dan peserta mengenai hal-hal yang berkaitan dengan topik atau judul kajian yang akan dilaksanakan oleh tim kajian Balai Konservasi Borobudur, sehingga kajian yang akan dilaksanakan lebih terarah, memberi hasil yang lebih berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta dapat menjadi pedoman bagi pelestarian cagar budaya.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 2

BAB II MATERI, NARASUMBER, PEMAKALAH, PESERTA, DAN PANITIA

A. MATERI SEMINAR

Materi yang didiskusikan dalam kegiatan Seminar Prakajian ini ada 8 (delapan) judul kajian yaitu: 1. Kajian Konservasi Benteng Bau-Bau 2. Kajian Intensitas Suara terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu 3. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Sumba pada Perancangan dan Konservasi Rumah Adat serta Ketahanannya terhadap Gempa 4. Kajian Konservasi Cagar Budaya Kayu Menggunakan Asap cair Tahap II 5. Kajian Konservasi Gua Gajah 6. Kajian Penanganan Konservasi Candi Mendut 7. Kajian Konservasi Tradisonal Menurut Tinjauan Naskah Kuno Tahap II 8. Kajian Penataan Vegetasi Kawasan Borobudur (Jenis dan Konteks Penggambarannya pada relief Candi Borobudur dan Candi Mendut)

B. NARASUMBER Narasumber yang dilibatkan dalam kegiatan seminar ini adalah akademisi yang berkompeten di masing-masing bidang kajian. Berikut narasumber yang diundang : 1. Aris Munandar 2. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si. (Jurusan Fisika F. Mipa UGM) 3. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D. (Jurusan Teknik Sipil, F. Teknik UGM) 4. Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc. (F. Kehutanan UGM) 5. Dr. Eng. Fikri Faris, S.T., M.Eng. (Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, F. Teknik UGM) 6. Dr. Kartika Setyawati (Jurusan Sastra , FIB UGM) 7. Dra. D.S. Nugrahani, M.A. (Jurusan Arkeologi, FIB UGM) Narasumber yang hadir dan memaparkan presentasinya sebanyak 6 orang. Narasumber yang berhalangan hadir yaitu Dr. Kartika Setyawati karena alas an kesehatan.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 3

C. PEMAKALAH

Pemakalah yang mempresentasikan hasil kajiannya adalah ketua dari masing-masing tim kajian, yaitu: 1. Ari Swastikawati, S.Si.,M.A 2. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si 3. Brahmantara, S.T 4. Moh. Habibi, S.Si 5. Yudi Suhartono, M.A 6. Joni Setiyawan, S.T 7. Isni Wahyuningsih, S.S 8. Hari Setyawan, S.S., M.T

D. PESERTA

Peserta dalam kegiatan seminar hasil kajian sebanyak 62 peserta yang terdiri dari undangan dari instansi terkait, undangan khusus, dan peserta dari Balai Konservasi Borobudur. ▪ Peserta dari Instansi terkait (24 orang), yaitu: 1. Dinas Kebudayaan Kabupaten Magelang (1 orang) 2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (2 orang) 3. Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I. Yogyakarta (2 orang) 4. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (2 orang) 5. Museum Benteng Vredeburg (1 orang) 6. Museum Sonobudoyo Yogyakarta (1 orang) 7. BPNB Yogyakarta (2 orang) 8. Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta (2 orang) 9. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, , dan Ratu Boko (1 orang) 10. Jurusan Arkeologi FIB UGM (1 orang) 11. Jurusan Geologi Fakultas Teknik UGM (1 orang) 12. Jurusan Teknik Sipil Universitas Tidar Magelang (1 orang) 13. Mahasiswa Arkeologi UGM (1 orang) 14. Mahasiswa Arsitek UGM (1 orang) 15. Mahasiswa Geologi (1 orang) 16. Mahasiswa Teknik Sipil UGM (1 orang) 17. Mahasiswa Fisika MIPA UGM (1 orang) 18. Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tidar Magelang (1 orang)

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 4

19. Mahasiswa Bahas Inggris Universitas Tidar Magelang (1 orang) ▪ Peserta undangan khusus (biaya ditanggung Instansi masing-masing) sebanyak 3 orang, yaitu: 1. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan (1 orang) 2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali (2 orang) ▪ Peserta dari Balai Konservasi Borobudur (35 orang), yaitu: 1. Drs. Marsis Sutopo, M.Si 2. Iskandar Mulia Siregar, S.Si 3. Wiwit Kasiyati, S.S., M.A 4. Yudi Suhartono, M.A 5. Ari Swastikawati, S.Si.,M.A 6. Sugiyono, S.H 7. Isni Wahyuningsih, S.S 8. Brahmantara, S.T 9. Lilis Retnowati, S.E 10. Joni Setiyawan, S.T 11. Henny Kusumawati, S.S 12. Dian Eka Puspitasari, S.T 13. Hari Setyawan, S.S., M.T 14. Winda Diah Puspita Rini, S.S 15. Leliek Agung Haldoko, S.T 16. Jati Kurniawan, S.S 17. Dhanny Indra Permana, S.Si 18. Moh. Habibi, S.Si 19. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si 20. Dimas Arif Primanda Aji, S.S 21. Arif Gunawan 22. Sri Wahyuni, A.Md 23. Siti Yuanisa, A.Md 24. Puji Santoso 25. Achmat Chabib Santoso 26. Heri Yulianto 27. Rifqi Kurniadi Suryanto, A.Md 28. Irawan Setiyawan 29. Ahmad Mudzakir, A.Md 30. Ari Kristiyanto, A.Md

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 5

31. Wahyudi 32. Ajar Priyanto 33. Basuki Rachmat 34. Pramudianto Dwi Hanggoro 35. Sukirna

E. PANITIA

Susunan panitia pelaksana kegiatan ini terdiri dari :

Penanggung Jawab : Iskandar Mulia Siregar, S.Si Ketua : Ari Swastikawati, S.Si., M.A Sekretaris : Henny Kusumawati, S.S Anggota : 1. Lilis Retnowati, S.E 2. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si 3. Ihwan Nurais Moderator : 1. Ari Swastikawati, S.Si, M.A

2. Henny Kusumawati, S.S 3. Winda Diah Puspita Rini, S.S 4. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 6

BAB III

WAKTU, TEMPAT, DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu Kegiatan Kegiatan Seminar Prakajian dilaksanakan selama 3 (tiga) hari yaitu pada tanggal 8 - 10 Mei 2017. Jadwal kegiatan lebih rinci dapat dilihat pada lampiran.

B. Tempat Kegiatan Kegiatan Seminar Prakajian dilaksanakan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Daerah Istimewa Yogyakarta, Jl. Tortomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.

C. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Seminar Prakajian telah terlaksana dengan baik dan lancar tanpa kendala yang berarti. Kegiatan seminar berlangsung selama 3 hari yaitu pada tanggal 8 – 10 Mei 2017. Narasumber yang hadir berjumlah 6 orang dan telah memberikan materi dengan baik. Peserta seminar sangat berantusias dan berpartisipasi aktif untuk berdiskusi memberikan saran dan masukan serta berbagi pengetahuan dan pengalaman. Jumlah peserta yang hadir mengikuti kegiatan Seminar Prakajian Tahun 2017 ini sebanyak 62 orang.

Berikut ini kami laporkan hasil pelaksanaan kegiatan Seminar Prakajian Tahun 2017 selengkapnya.

Notulen Seminar Prakajian

Senin, 8 Mei 2017

▪ Sesi Acara Pembukaan (13.00 – 13.30 WIB) 1. Pembukaan 2. Menyanyikan Lagu 3. Sambutan Ketua Panitia oleh Ari Swastikawati, S.Si., M.A • Assalamu’alaikum Wr. Wb. • Yang terhormat Kepala Balai Konservasi Borobudur, Kepala BPCB Yogyakarta, Kepala Balar Yogyakarta, Kepala Benteng Vredeburg, Kasubag TU BPCB Jawa Tengah dan para peserta Seminar Pra Kajian.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 7

• Kegiatan ini dilatarbelakangi tupoksi Balai Konservasi Borobudur yaitu melaksanakan kajian konservasi untuk mengembangkan pengembangan metode dan teknik konservasi cagar budaya dari aspek teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia dan arkeologi. • Pada tahun ini Balai Konservasi Borobudur melaksanakan delapan kajian yaitu: 1. Kajian Konservasi Benteng Bau-Bau oleh Ari Swastikawati. 2. Kajian Intensitas Suara terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu oleh Linus Setyo Adhidhuto. 3. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Sumba pada Perancangan dan Konservasi Rumah Adat serta Ketahanannya terhadap Gempa oleh Brahmantara. 4. Kajian Konservasi Cagar Budaya Kayu Menggunakan Asap Cair Tahap II oleh Moh. Habibi. 5. Kajian Konservasi Gua Gajah oleh Yudi Suhartono. 6. Kajian Penanganan Konservasi Candi Mendut oleh Fr. Dian Ekarini 7. Kajian Konservasi Tradisonal Menurut Tinjauan Naskah Kuno Tahap II oleh Isni Wahyuningsih. 8. Kajian Penataan Vegetasi Kawasan Borobudur (Jenis dan Konteks Penggambarannya pada relief Candi Borobudur dan Candi Mendut) oleh Hari Setyawan. • Kajian yang dilakukan didampingi oleh narasumber 1. Aris Munandar 2. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si. (Jurusan Fisika F. Mipa UGM) 3. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D. (Jurusan Teknik Sipil, F. Teknik UGM) 4. Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc. (F. Kehutanan UGM) 5. Dr. Eng. Fikri Faris, S.T., M.Eng. (Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, F. Teknik UGM) 6. Dr. Kartika Setyawati (Jurusan Sastra Nusantara, FIB UGM) 7. Dra. D.S. Nugrahani, M.A. (Jurusan Arkeologi, FIB UGM) • Adapun undangan peserta ada 60 peserta dari Balai Konservasi Borobudur 37 orang dan lainnya dari instansi terkait sebanyak 24 orang yaitu : 1. Dinas Kebudayaan Kabupaten Magelang (1 orang) 2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (2 orang) 3. Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I. Yogyakarta (2 orang) 4. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (2 orang) 5. Museum Benteng Vredeburg (1 orang) 6. Museum Sonobudoyo Yogyakarta (1 orang)

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 8

7. BPNB Yogyakarta (2 orang) 8. Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta (2 orang) 9. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (1 orang) 10. Jurusan Arkeologi FIB UGM (1 orang) 11. Jurusan Geologi Fakultas Teknik UGM (1 orang) 12. Jurusan Teknik Sipil Universitas Tidar Magelang (1 orang) 13. Mahasiswa Arkeologi UGM (1 orang) 14. Mahasiswa Arsitek UGM (1 orang) 15. Mahasiswa Geologi (1 orang) 16. Mahasiswa Teknik Sipil UGM (1 orang) 17. Mahasiswa Fisika MIPA UGM (1 orang) 18. Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tidar Magelang (1 orang) 19. Mahasiswa Bahas Inggris Universitas Tidar Magelang (1 orang) • Kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan selama 3 hari yaitu dari hari Senin sampai Rabu tanggal 8 – 10 Mei 2017. • Semoga kegiatan ini bisa memberikan manfaat untuk perbaikan kajian kami sehingga kajian lebih terarah dan terstruktur, dalam pelaksanaan bisa lebih sempurna optimal dan hasilnya dapat dimanfaatkan dalam pelestarian cagar budaya di Indonesia. • Demikian laporan kami dan kami mohon Bapak Kepala berkenan untuk membuka kegiatan Seminar ini. 4. Sambutan Kepala Balai Konservasi Borobudur (Drs. Maris Sutopo, M.Si) sekaligus membuka acara secara resmi • Assalamu’alaikum Wr. Wb. • Yang terhormat Kepala BPCB Yogyakarta, Kepala Balar Yogyakarta, Kepala Benteng Vredeburg, Kasubag TU BPCB Jawa Tengah, yang mewakili dari BPCB Bali dan Makasar, Dr. Niken dari Arkeologi UGM, dan para peserta Seminar Prakajian. • Tahun ini Balai Konservasi Borobudur akan melaksanakan 8 kajian yang sekarang baru tahap penyusunan proposal yang sudah disetujui dan sekarang dilaksanakan seminar ini untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak sehingga hasil kajian bisa lebih optimal. • Kami melaksanakan kajian sesuai dengan tusi kami dan tentunya dengan kajian ini yang pertama bisa menghasilkan metode dan teknik pelestarian cagar budaya yang bisa dihandalkan sesuai dengan kebutuhan jaman. Berbagai metode pelestarian khususnya konservasi bisa berkembang dari masa ke masa sesuai

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 9

kemajuan IPTEK. Yang kedua diharapkan kaijan bisa memberi pengetahuan baru bagi pengembangan pelestarian dan konservasi di Indonesia. Di luar negeri konservasi sudah sangat maju dan di Indonesia masih menggunakan metode tahun 70an. Yang ketiga tentunya kajian ini bisa menyelesaikan sebuah kasus atau permasalahan yang membutuhkan penanganan cepat, misalnya kajian Gua Gajah di Gianyar Bali yang kemarin sudah dilakukan survei awal sehingga didapat penanganan konservasi yang tepat. Selain itu ada kajian konservasi Benteng Baubau di Buton. Persoalan di sana adalah kaitannya dengan masalah tiang bendera yang lapuk. Kajian ini akan kerjasama dengan BPCB Makasar. Rencana akan segera dilakukan survei untuk menentukan model konservasi untuk kawasan benteng ini (selain tiang bendera ada masjid, benteng, dan rumah adat). Ada beberapa kajian dalam rangka pengembangan metode misalnya kajian asap cair untuk bahan konservasi, intensitas suara yang sering diperdebatkan dan belum ada hasil kajiannya. Yang terakhir menjadi perdebatan seperti masalah aksi jupiter aerobatik yang berasksi di kawasan cagat budaya. Dari 8 kajian ini akan dihasilkan metode dan teknik baru dalam konservasi. Pada tahun ini kami targetkan ada beberapa hasil kajian yang diajukan ke HAKI. Bulan Februari sudah mengundang dari HAKI bagaimana cara pengajuan agar kajian bisa diakui oleh HAKI sebagai hak kekayaan Balai Konservasi Borobudur. Diharapkan semakin meningkatkan kualitas hasil kajian Balai Konservasi Borobudur. Sebelum diajukan ke HAKI sudah banyak kajian yang dibukukan/diterbitkan dalam rangka sosialiasi atau penyebarluasan pengetahuan dan sudah dikirim ke beberapa instansi. • Mudah-mudahan apa yang akan didiskusikan dalam seminar ini akan membuahkan hasil untuk penyempurnaan pelaksanaan kajian pada tahun 2017. • Atas ijin panita, Kasi dan Kasubag seminar dibuka dengan bacaan Basmalah.

▪ Sesi I (13.30 – 15.00 WIB) Materi : Kajian Konservasi Tradisional Menurut Tinjauan Naskah Kuno Pemakalah : Isni Wahyuningsih, S.S (Ketua Tim Kajian) Moderator : Winda Diah Puspita Rini, S.S Notulen : Tim kajian • Isi Makalah - Praktek konservasi tradisional sampai sekarang masih ada di masyarakat, meskipun di era ini berkembang praktek-praktek konservasi modern yang cenderung menggunakan bahan kimiawi. Konservasi tradisional dapat kita

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 10

ketahui secara lisan secara turun temurun (folklor) maupun tulisan yang dimuat dalam naskah-naskah kuno. Naskah kuno merupakan warisan budaya tertulis karya masyarakat tradisional di masa lampau yang merekam berbagai aspek kehidupan. Naskah kuno juga sebagai bukti hasil kegiatan intelektual masyarakat tradisional di masa lampau dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan (local genius) antara lain dalam hal konservasi. - Indonesia kaya akan khazanah warisan budaya tertulis dalam bentuk naskah (manuskrip) yang berjumlah ribuan yang tersimpan di dalam negeri maupun di luar negeri, dimiliki oleh pemerintah maupun milik pribadi. Di Pulau Bali banyak naskah-naskah kuno ditulis pada rontal. Naskah-naskah tersebut merupakan hasil karya para pujangga kerajaan-kerajaan. - Untuk mengetahui konservasi tradisional yang telah dilakukan nenek moyang pada masa lampau maka diperlukan Kajian Konservasi Cagar Budaya Berbasis Kearifan Tradisional dari Tinjauan Naskah Kuno. Kajian tersebut bertujuan untuk mengungkap kembali bahan, alat, dan metode konservasi berbasis tradisional yang telah dicatat dan didokumentasikan dalam naskah kuno. Metode konservasi berbasis kearifan tradisional dari naskah kuno tersebut diharapkan dapat diaplikasikan pada cagar budaya, setelah melalui uji ilmiah (saintifikasi) melalui percobaan dan pengujian di laboratorium. Adapun permasalahan yang diajukan pada penelitian ini adalah bagaimanakah praktek-praktek konservasi yang termuat dalam teks yang termuat dalam naskah-naskah kuno? - Adapun tujuan dari kajian tersebut adalah sebagai berikut : ✓ Mengetahui praktek-praktek konservasi tradisional yang dahulu dilakukan oleh nenek moyang berdasarkan teks yang tertulis pada naskah-naskah kuno. ✓ Mengungkap kembali praktek-praktek konservasi tradisional dan mengilmiahkan apabila dimungkinkan dapat sebagai alternatif konservasi pada masa kini. - Manfaat dari kajian Konservasi Tradisional Menurut Tinjauan Naskah Kuno adalah terlestarikannya kekayaan bangsa berupa metode konservasi tradisional yang dalam naskah kuno agar dapat diregenerasikan. - Ruang lingkup dari kajian Konservasi Tradisional Menurut Tinjauan Naskah- Naskah Kuno adalah manuskrip yang merupakan hasil karya para pujangga pada masa kerajaan di Bali terutama yang terulis di lontar, khususnya yang tersimpan di Pusat Studi Lontar Bali. - Konservasi tradisional adalah tindakan konservasi yang menggunakan bahan dan peralatan tradisional, yang berpatokan pada local wisdom (kearifan lokal)

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 11

serta pengalaman yang yang terakumulasi dalam pengetahuan masyarakat setempat atau people knowledge. Praktek konservasi tradisional di dalamnya mengandung unsur bahan tradisonal dan peralatan tradisional. Bahan tradisional adalah bahan yang diperoleh dari lingkungan setempat atas dasar pengalaman turun temurun. Sementara peralatan tradisional adalah peralatan sederhana yang dibuat masyarakat dengan bahan yang diperoleh dari lingkungannya. Bahan serta peralatan konservasi tersebut yang menjadi pembeda antara konservasi tradisional dan konservasi modern (Sunarno dalam Swastikawati, 2015). Dalam arkeologi yang merupakan ilmu yang diantaranya adalah untuk mengetahui aspek perilaku manusia masa lampau melalui jejak-jejak yang ditinggalkan, yang berupa benda benda, baik yang berbentuk alat maupun bukan alat. Perilaku manusia yang telah menghasilkan tinggalan-tinggalan arkeologis mencakup 3 hal, yaftu 'buat, 'pakai', dan 'buang' (Sharer dan Ashmore, 1977). Hal yang bersangkut paut dengan proses buat dan proses pakai terhadap benda atau artefak akan terbentuk pola tingkah laku. Perlakuan yang dialami oleh suatu artefak dari saat dibuat hingga ditemukan oleh manusia masa kini, termasuk seluruh rangkaian prosesnya. Selanjutnya dia memperkenalkan suatu studi proses pembentukan budaya (Schiffer, 1976). Didalam perlakuan terhadap suatu benda yang dibuat manusia untuk memenuhi kebutuhan didalam kehidupan suatu masyarakat tertentu menghasilkan budaya tingkah laku yang mengandung kearifan lokal, termasuk di dalamnya upaya masyarakat dalam proses membuat dan merawat selama pemakaian suatu benda. ✓ Sumber data kajian Konservasi Tradisional Menurut Tinjauan Naskah Kuno ✓ Data primer berupa teks dari naskah kuno yang dijumpai mengandung unsur konservasi; dan hasil wawancara dengan narasumber serta tokoh yang memahami naskah-naskah kuno. ✓ Data sekunder berupa literatur yang terkait dengan naskah kuno, konservasi tradisional, atau dokumentasi tradisi yang terkait dengan konservasi tradisional. ✓ Data eksperimental adalah data eksperimen konservasi tradisional berdasarkan teks yang termuat dalam naskah kuno yang dikumpulkan berbasis uji laboratorium . - Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut : ✓ Pengamatan dilakukan dengan terhadap naskah-naskah kuno yang di dalamnya memuat atau mengandung unsur konservasi tradisional.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 12

Pengamatan dilakukan dengan membuat catatan salinan teks, daftar list, dan pendokumentasikan. ✓ Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dan lebih memantapkan dalam mengamati dan menelaah naskah-naskah kuno baik itu naskah asli ataupun yang sudah diterjemahkan. Wawancara dilakukan secara langsung dilakukan terhadap narasumber ataupun tokoh yang memahami naskah- naskah kuno. ✓ Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pengumpulan data literatur dan studi-studi terdahulu terkait dengan penelitian. Data sekunder didapatkan dengan cara menghimpun literatur terkait dan penelusuran data dan informasi yang telah didokumentasikan dalam berbagai bentuk, baik laporan, ataupun naskah buku yang memiliki relevansi dengan penelitian tersebut. - Analisis dilakukan terhadap data primer dan sekunder dengan didasarkan pada fakta yang diperoleh melalui pengamatan dan survei di lapangan, sehingga diharapkan akan mampu menjawab permasalahan yang ada sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan langkah-langkah berikut. ✓ Metode telaah kepustakaan dan kritik teks. Secara teknis, dalam upaya pengumpulan data dalam kajian ini akan dilakukan pengumpulan naskah yang diteliti, penerjemahan, wawancara, dan kritik teks yaitu memberi evaluasi, meenempatkan teks sewajarnya serta mengkaji lembaran naskah yang kemungkinan mengandung muatan konservasi tradisional. Untuk kemudian dijelaskan kembali sehingga bisa diterima atau dipahami secara umum, dan untuk mendukung penjelasan tersebut dapat disertai dengan gambar. Uraian yang dipaparkan sebagai hasil penelitian terdiri dari berbagai aspek sebagai berikut : ➢ Objek, bahan, dan alat konservan. ➢ Cara ataupun langkah-langkah dalam mengkonservasi. ✓ Metode analogi etnografi, merupakan analisis yang digunakan untuk membandingkan bahan, alat, dan metode konservasi (akan diproyeksikan untuk cagar budaya) tradisional yang termuat dalam naskah kuno dengan kondisi konservasi tradisonal yang masih bisa dijumpai di masyarakat pada saat ini. ✓ Pengujian sampel data konservasi tradisional yang telah diperoleh dari naskah kuno dengan menggunakan prosedur ilmiah di laboratorium. Uji

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 13

laboratorium ini sebagai tahap awal untuk kajian saintifikasi berikutnya yang lebih mendalam dan aplikasinya pada skala lapangan. ✓ Kesimpulan ditarik dari hasil analisis.

• Diskusi 1. Drs. Siswanto, M.A. (Balai Arkeologi Yogyakarta) Saya kira pembahasan kajian ini pada konservasi untuk naskah kunonya, ternyata yang dibahas konservasi yang ada dalam naskah kuno. Kalau boleh saya mengusulkan bagaimana untuk kedepannya, fisik dari naskah kunonya juga perlu dikaji. Bagaimana cara penyimpanannya, bagaimana cara mengganti lembar yang rusak dari naskah kuno itu sendiri. Pada masyarakat Bali sebagian besar menyimpan daun lontar itu di masing-masing rumah, dan mereka belum memahami bagaimana cara perawatan dan pemeliharaannya. Untuk penyebutan daun lontar itu yang benar adalah Ron (Jawa : daun ) dan Tal : pohon Tal). Tanggapan : Terimakasih atas masukannya, kedepan akan kami masukkan dalam perencanaan kajian kami untuk membahas juga mengenai konservasi dari fisik naskah lontar itu sendiri. Untuk kajian kami saat ini kami lakukan juga berdasarkan masukan dari berbagai pihak untuk mengkaji aspek konservasi yang termuat dalam naskah kuno, jadi apa yang dimuat dalam naskah kuno yang berkaitan dengan cara merawat suatu benda atau cara membuat suatu benda menjadi awet. 2. Dr. Niken Wirasanti, M.Si (Arkeologi UGM) Di dalam kajian ini sebaiknya perlu diberikan definisi atau pengertian apa itu preservasi dan konservasi, juga mengenai batasan antara preservasi dan konservasi. a. Untuk dimensi kajian (dimensi waktu) perlu di batasi untuk masa periode apa sampai apa? Jadi tidak terlalu luas. b. Bagaimana untuk contoh naskah kuno nya, ada pada naskah kuno apa? Karena masyarakat membuat suatu naskah pasti juga merawat naskah tersebut. Konservasi seperti apa yang akan di teliti? Tanggapan : Terimakasih untuk masukannya terkait dengan pengertian preservasi dan konservasi. Untuk batasan waktu kami coba akan batasi, tetapi dalam ruang lingkup kami batasi naskah kuno yang berupa lontar khususnya yang sudah ditelaah di pusat kajian lontar di Bali, salah satu naskah lontar yang memuat

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 14

untuk ilmu pengobatan adalah naskah Usada. Beberapa hal terkait dengan konservasi yang kami temukan dalam naskah misalnya daun bidara untuk mengusir ulat, minyak letung untuk membunuh ulat, lerak untuk mencuci kain , atau dalam serat Centhini supaya bangunan yang terbuat dari kayu menjadi awet adalah dilihat dari proses pembuatan, atau tata cara penebangan, pemilihan bahan dan waktu itu juga merupakan bagian dari konservasi itu sendiri. 3. Ery Sustiyadi, S.T., M.A ( Museum Sonobudoyo) a. Bagaimana untuk output hasil kajiannya, apakah hanya untuk koleksi data saja? b. Apakah ada kajian untuk lanjutannya? c. Ketika di publik terus kita ingin menerapkan sesuai yang ada di naskah itu dimana disaat sekarang sudah tidak sesuai dengan jamannya, apa yang harus dilakukan? Tanggapan : Terkait data yang ada di naskah kuno kita memang akan mengilmiahkan secara laboratorium tetapi tidak semua hanya beberapa dan akan diteliti lebih detail lagi. Memang apa yang ada di naskah kuno tidak semua bisa diterapkan lagi di zaman sekarang, tetapi akan kita bukukan sebagai salah satu cara agar generasi kedepan lebih menghargai jika sesuatu itu terlihat ilmiah. 4. Drs. Winston Mambo (BPCB DIY) Masukan : a. Saya melihat di Bali mereka yang membuat lontar melalui beberapa proses, ditulisi dan dioles dengan kemiri yang dibakar (hingga gosong) katanya merupakan salah satu cara pengawetan. Kemungkinan di Bali masih ada proses seperti itu dan banyak ditemukan juga untuk konservasi kayu b. Dari Lontar-lontar yang akan dikaji, lontar memang ada yang memuat tentang hal-hal yang terkait dengan konservasi. 5. Dra. Ni Komang Aniek Purniti, M.Si (BPCB Bali) Masukan : a. Dalam naskah kuno (Bali) juga memerlukan ritual untuk pemilihan kayu saat membuat rumah misalnya, karena ada kaitannya dengan penyakit tertentu yang akan hinggap di kayu. b. Masalah terkait penyimpanan lontar/rontal antara lain masalah kelembaban udara karena masyarakat Bali biasanya menyimpan di tempat-tempat rahasia dan jarang dibuka.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 15

6. Dra. Siti Rohyani, M.Hum (BPCB Jawa Tengah) Masukan : a. Harapan kami untuk juga dipikirkan bagaimana pengembangan pengawetan naskah-naskah kuno dalam arti si naskah kuno yang terbuat dari kertas bagaimana cara mengkonservasinya ketika dibuka lengket dan tinta mblobor. b. Selain itu juga perlu juga dilakukan pengembangan teknik konservasi kain selain konservasi kayu dan konservasi kertas.

▪ Sesi II (15.30 – 17.00 WIB) Materi : Kajian Konservasi Gua Gajah Pemakalah : 1. Yudi Suhartono, M.A (Ketua Tim Kajian) 2. Dr. Eng. Fikri faris, S.T., M. Eng (Narasumber) Moderator : Linus Setyo Adhidhuto, S.Si Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Yudi Suhartono, M.A (Ketua Tim Kajian) - Keberadaan Situs Gua Gajah didasarkan pada bukti-bukti tertulis dari masa pemerintahan kerajaan Bali Kuna pada rentang waktu abad IX – XIII Masehi. - Pura Gua Gajah ditemukan pertama pada tahu 1923 dan khusus bangunan kolam ditemukan pada tahun 1954 yang sudah pernah dipugar pada tahun 1975/1976 sampai dengan 1997/1998. - Dilihat dari karakteristiknya, batuan penyusun Gua Gajah merupakan endapan hasil aktivitas vulkanik yang tersusun dari campuran abu vulkanik (atau tuf ketika mulai membatu) yang tersortasi sangat buruk bersama dengan batuapung lapili, yang umumnya memiliki fragmen litik yang tersebar. Batuan penyusun Gua Gajah merupakan endapan yang belum terkonsolidasi. Bagian yang telah terlihat mengeras hanya pada permukaannya saja, itupun sangat tipis (1-5 mm) sedangkan bagian dalamnya masih merupakan tanah yang memadat. Kekerasan bagian permukaan yang telah mengeras pun cukup rendah, yaitu hanya 2 skala mohs. - Kondisi Gua Gajah telah banyak mengalami kerusakan dan pelapukan, baik kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis dan pelapukan biologis. Kerusakan dan pelapukan yang terjadi antara lain adalah retak, pecah, pengelupasan, penggaraman maupun pertumbuhan mikroorganisme seperti alga, lumut dan lichen. Pada bagian yang mengelupas biasanya ditumbuhi lumut maupun alga.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 16

- Kerusakan dan pelapukan pada Gua Gajah ✓ Kerusakan mekanis Kerusakan mekanis yang terjadi pada Situs Gua Gajah adalah retak dan pecah. Retakan banyak terdapat pada dinding gua sedangkan bagian yang pecah terlihat pada ornamen gua. Retakan yang terjadi pada dinding gua disebabkan oleh pembebanan maupun getaran. Kondisi retakan di beberapa tempat telah ditutup dengan mortar. Selain retakan, kerusakan mekanis yang terjadi adalah pecah. Bagian yang pecah terlihat pada ornamen gua. Kondisi ornamen gua yang pecah ini disebabkan karena efek getaran yang ditambah dengan kondisi material yang belum terkonsolidasi sehingga kekuatannya pun rendah. ✓ Pelapukan fisis Pelapukan fisis yang terjadi pada situs Gua Gajah adalah pengelupasan. Pengelupasan banyak terjadi pada dinding maupun ornamen pada bagian luar gua. Bagian yang mengelupas adalah lapisan tipis pada permukaan batuan penyusun gua yang telah mengeras. Pengelupasan ini disebabkan oleh adanya kapilarisasi air maupun air hujan yang merembes pada dinding gua. Pada bagian yang mengalami pengelupasan biasanya ditumbuhi lumut maupun alga. ✓ Pelapukan khemis Pelapukan khemis terjadi pada Situs Gua Gajah adalah penggaraman. Penggaraman pada permukaan dinding gua disebabkan oleh kandungan air yang ada pada pori-pori batuan. Akibat terjadinya penguapan, air yang ada pada pori-pori batuan akan keluar. Air keluar membawa mineral yang ada pada batuan sehingga ketika air menguap maka mineral yang terbawa akan tertinggal dan mengendap pada permukaan batuan. ✓ Pelapukan biologis Pelapukan biologis terlihat daridinding dinding gua yang ditumbuhi algae, lumut, maupun lichen. Hal ini dapat disebabkan karena kapilarisasi air maupun air hujan yang menjadikan dinding menjadi lembab sehingga ditumbuhi oleh algae dan lumut. Pada bagian yang relatif kering dan langsung terpapar oleh sinar matahari, algae bersimbiosis dengan jamur dan menghasilkan lichen. Selain itu pelapukan biologis yang terjadi adalah akar tumbuhan yang menembus dinding gua dan masuk ke dalam gua. Hal ini dikarenakan pada bagian atas gua ditumbuhi oleh banyak tanaman baik yang berakar serabut maupun tunggang.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 17

- Kerusakan dan pelapukan pada petirtaan di depan Gua Gajah ✓ Pada halaman di depan Gua Gajah terdapat petirtaan dengan ukuran panjang x lebar dalam = 26 x 13 x 3 meter. Petirtaan ini dibangun dengan tatanan blok batu. Jenis batu yang digunakan adalah breksi tuf. Pada dinding petirtaan, pagar petirtaan maupun pancoran sebagian besar permukaannya telah ditumbuhi organisme seperti lumut, algae dan lichen. Kondisi petirtaan yang lembab karena selalu terisi air ditambah dengan lokasinya yang ada di luar dan selalu terkena langsung sinar matahari menyebabkan organisme mudah tumbuh. ✓ Bagian tangga maupun lantai petirtaan juga telah banyak mengalami kerusakan dan pelapukan. Selain pertumbuhan organisme seperti lumut, alga dan lichen. Tangga maupun lantai petirtaan telah banyak mengalami keausan. Keausan terjadi akibat faktor manusia (pengunjung yang naik turun ke petirtaan) maupun karena fluktuasi suhu dan kelembaban material serta pertumbuhan organisme. Selain itu dari karakteristik batu yang kekerasannya hanya sekitar 2-3 skala mohs menyebabkan rentan mengalami keausan.

2. Dr. Eng. Fikri Faris, S.T., M. Eng (Narasumber) - Menurut catatan sejarah, manusia mulai membuat terowongan atau bangunan bawah tanah sejak lebih dari 2000 tahun sebelum Masehi ketika bangsa Babilonia membuat terowongan sepanjang ± 1 km di bawah sungai Efrat. - Keberadaan Gua Gajah sekitar abad ke-9. Kondisi gua sudah mengalami pelapukan secara fisis, khemis dan biologis. - Dalam membangun suatu konstruksi bawah tanah/ terowongan, insinyur masa lalu maupun masa kini selalu berhadapan dengan massa batuan. - Massa batuan: suatu volume material batuan yang besar yang terdiri dari bidang diskontinuitas berupa retakan, lipatan, perlapisan, kekar, patahan, kondisi pelapukan dan air tanah. - Batuan ditinjau dari kekuatan strukturnya dibagi menjadi 7 tingkat, yaitu : ✓ Sangat-sangat kuat : fresh basalt, chert, diabas, granit, kuarsit. ✓ Sangat kuat : amfibolit, batupasir, basalt, gabro. ✓ Kuat : batugamping, marmer, filit, sekis. ✓ Sedang : batulempung, batubara, batulanau. ✓ Lemah : chalk, batugaram, potash.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 18

✓ Sangat lemah : batuan yang mengalami pelapukan tinggi atau batuan teralterasi. ✓ Sangat-sangat lemah : batuan yang getas akibat sesar. - Klasifikasi massa batuan bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai komposisi dan karakteristik dari massa batuan sehingga dapat diestimasi sistem perkuatannya dan kekuatan serta properti deformasinya. - Beberapa sistem klasifikasi yang umum: ✓ RQD (Rock Quality Designation) ✓ RMR (Rock Mass Rating) ✓ Q-system (Rock Tunnelling Quality Index) - RQD (penanda kualitas batuan) mempunyai 5 klasifikasi : ✓ Sangat buruk : <5 % ✓ Buruk : 25-50 % ✓ Sedang : 50-75% ✓ Baik : 75-90% ✓ Sangat baik : 90-100% - Enam parameter berikut digunakan untuk mengklasifikasikan massa batuan dengan menggunakan sistem RMR, yaitu : ✓ Kekuatan tekan uniaxial material batuan. ✓ Penanda Kualitas Batuan (RQD). ✓ Jarak diskontinuitas. ✓ Kondisi diskontinuitas. ✓ Kondisi air tanah. ✓ Orientasi diskontinuitas. - Macam-macam perkuatan : ✓ Rockbolts Umumnya terdiri dari batang baja polos dengan jangkar mekanik di salah satu ujungnya serta pelat muka dan mur di ujung lainnya.Untuk aplikasi jangka pendek baut umumnya dibiarkan tidak beraturan. Sedangkan untuk aplikasi yang lebih permanen atau di tempat dimana batuan terdapat air tanah yang korosif korosif, ruang antara baut dan batu dapat diisi dengan semen atau resin. ✓ Shotcrete Perkuatan dengan menyemprotkan concrete ke dinding yang telah diberi perkuatan dengan semacam anyaman besi dengan tujuan untuk memberi perkuatan yang menyeluruh.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 19

✓ Steel sets Perkuatan dengan menggunakan baja yang dibuat untuk menyelimuti seluruh permukaan ruangan pada terowongan sehingga baban batuan dapat tertahan pada pelat baja.

• Diskusi 1. R. Wikanto Harimurti, S.Si., M.A (BPCB Yogyakarta) a. Kami mengharapkan sekali hasil kajian ini dapat dipublikasikan, utamanya pada upaya penanganan karena di area kerja kami juga terdapat 2 gua yang karakteristiknya mirip dengan Gua Gajah yang ada di Bali yaitu Gua Jepang dan Gua Sentono. Kerusakan dan pelapukan yang ada di Gua Jepang mirip dengan yang ada di Gua Gajah yaitu munculnya retakan pada dinding gua. Selain itu di bagian atasnya juga banyak ditumbuhi vegetasi. Gua ini juga selalu lembab walaupun tidak terjadi hujan. Sedangkan untuk Gua Sentono kondisinya lebih kering karena posisinya lebih di bawah. Karena itu hasil kajian ini kami harapkan bisa menjadi rujukan kami dalam melakukan konservasi di gua tersebut. b. Di kawasan kerja kami juga terdapat Gua Siluman. Gua Siluman merupakan terowongan yang di atasnya terdapat jalan raya. Pada gua ini juga banyak terdapat retakan. Tanggapan : Yudi Suhartono, M.A : Kondisi yang sama dengan Gua Gajah juga kami temui di Gua Jepang di Klungkung, Bali. Kondisi material dan kerusakan yang terjadi hampir sama dan kebetulan kami juga diberi tugas untuk melakukan kajian konservasi gua tersebut. Kami akan mengerjakan kajian ini dengan semaksimal mungkin. Dr. Eng. Fikri Faris, S.T., M.Eng : Ada macam-macam perkuatan yang bisa saja diaplikasikan, tetapi tergantung kondisi terowongan tersebut. 2. Dwi Astuti, S.T., M.Eng (BPCB Jawa Tengah) a. Sistematika kajian ini sudah baik, mulai dari penjelasan situs, observasi keterawatan, jenis kerusakan, penyebab kerusakan, tinggal nanti ditambah dengan rekomendasi penanganan. b. Observasi keterawatan situs juga sudah lengkap sehingga dapat diketahui gambaran kerusakan dari situs ini.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 20

c. Dari paparan Pak Yudi tadi dijelaskan sumber kerusakan gua adalah masalah kelembaban. Apakah sekiranya mungkin dilakukan pemindahan aliran air yang masuk ke dalam gua seperti diarahkan keposisi tertentu sehingga air yang masuk langsung dapat dialirkan keluar gua. Selain itu retakan-retakan yang ada apakah sebaiknya ditutup saja. d. Untuk kondisi petirtaan yang banyak ditumbuhi organisme, apakah ada jupel yang merawat Situs Gua Gajah? e. Vegetasi yang ada di atas gua seperti yang dijelaskan tadi merupakan salah satu sumber dari kelembaban. Sekiranya perlu dilakukan konservasi lingkungan agar adanya vegetasi tidak malah menyebabkan kerusakan pada gua. Tanggapan : Yudi Suhartono, M.A : Mengalirkan air keluar (merubah aliran air) bisa menjadi opsi untuk mengurangi kelembaban dalam gua. Untuk vegetasi, ini menjadi hal yang dilematis misalnya untuk menghilangkan pohon-pohon yang tumbuh di atas gua karena dengan tidak adanya vegetasi di atas gua bisa menyebabkan dampak negatif yaitu air hujan yang jatuh di atas gua akan mengalir dengan cepat sehingga dikhawatirkan akan mengikis tanag di atas gua. Di antara pohon-pohon yang tumbuh juga terdapat pohon keramat yaitu pohon Pule. Kondisi pohon sangat besar dan akarnya sampai ke dalam gua. Tetapi untuk menghilangkan pohon ini juga bisa menjadi masalah karena pohon ini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Pada Situs Gua Gajah terdapat 5 orang Juru Pelihara, tetapi memang belum maksimal dalam melakukan pemeliharaan utamanya pada petirtaan yang hampir seluruh permukaannya ditumbuhi organisme. 3. Dra. Ni Komang Aniek Purniti, M.Si (BPCB Bali) a. Kajian ini sangat membantu kami dari BPCB Bali dalam rangka konservasi Situs Gua Gajah dan menambah wawasan baru bagi kami. b. Permasalahan yang ada di Situs Gua Gajah ini sudah berlangsung . c. Untuk cagar budaya yang mempunyai permasalahan serupa tidak hanya Gua Gajah saja tetapi ada yang lain seperti Gua Jepang. d. Ada permasalahan lain yaitu retakan pada di atas pintu masuk. Retakan ini bisa membahayakan pengunjung dan saat ini telah dipasang besi penyangga tetapi kondisinya telah berkarat. Kami harap nantinya hal ini juga dibahas pada kajian ini.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 21

e. Kami juga memiliki rencana untuk memasang kembali reruntuhan yang ada di petirtaan bagian bawah. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah jika dipasang akan dapat menutup saluran air yang ada. f. Akar pohon yang masuk ke dalam gua dapat melapukkan dinding gua yang saat ini kondisinya adalah berupa tanah. Tanggapan : Yudi Suhartono, M.A : Kajian ini akan kami kerjakan dengan semaksimal mungkin dan hasilnya nanti akan kami presentasikan ke BPCB Bali. 4. Asmara Dewi, M.A (BPCB Jawa Tengah) Penanganan konservasi cagar budaya jangan sampai mengganggu nilai otentisitas dari cagar budaya tersebut. Intervensi sebaiknya dilakukan seminimal mungkin. Tanggapan : Yudi Suhartono, M.A : Untuk upaya penanganan akan kami lakukan dengan seminimal mungkin intervensi. Dr. Eng. Fikri Faris, S.T., M.Eng : Upaya perkuatan terowongan ada banyak cara. Sekiranya cara yang kami sampaikan dalam paparan tadi terlalu banyak merubah dari cagar budaya tersebut akan kita cari cara lain yang sekiranya akan seminimal mungkin intervensnya.

Selasa, 9 Mei 2017 ▪ Sesi I (08.00 – 09.30 WIB) Materi : Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Sumba pada Perancangan dan Konservasi Rumah Adat serta Ketahanannya terhadap Gempa Pemakalah : 1. Brahmantara, S.S (Ketua Tim Kajian) 2. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D (Narasumber) Moderator : Ari Swastikawati, S.Si. M.A Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Brahmantara, S.S (Ketua Tim Kajian) - Latar Belakang : ✓ Pembangunan rumah adat telah melalui proses yang sangat panjang sehingga dapat bertahan kuat sampai sekarang.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 22

✓ Rumah tradisional memiliki nilai ilmu pengetahuan seperti aspek perancangan, pemeliharaan/teknik konservasi, material penyusun, letak bangunan yang luar biasa. ✓ Paradigma pelestarian saat ini bergeser menggunakan metode konservasi berbasis kearifan lokal dan material tradisional. - Rumusan Masalah : ✓ Bagaimana metode kearifan lokal pada proses perancangan bangunan? ✓ Metode dan konservasi apa yang dilakukan masyarakat? Secara sadar atau tidak sadar yang mereka lakukan menjadi dukungan atas kelestarian bangunan. ✓ Bagaimana pengaruh gempa terhadap stabilitas struktur rumah adat Sumba? Hal tersebut dikarenakan intensitas gempa cukup tinggi dan bentuk bangunan juga memiliki dimensi yang tinggi. - Maksud dan Tujuan : ✓ Melakukan kajian terhadap nilai kearifan lokal terhadap teknologi perancangan dan konservasi rumah adat Sumba. ✓ Mengetahui nilai dari berbagai macam aspek rumah adat Sumba dan ketahanannya terhadap gempa. - Manfaat : ✓ Memperkaya pustaka arsitektur rumah tradisional nusantara. ✓ Memberikan hasil kajian yang berupa metode perancangan rumah adat Sumba berbasis kearifan lokal, metode konservasi penanganan kerusakan struktural, arsitektural dan material bangunan, dan analisa pengaruh gempa terhadap stabilitas bangunan. ✓ Mendapatkan informasi yang bisa digunakan untuk mengenal arsitektur rumah adat Sumba sehingga dapat digunakan untuk pengembangan metode konservasi.

2. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D (Narasumber) - Rumah adat Sumba dibangun dengan struktur yang unik, salah satunya bentuk atap yang menjulang tinggi. Secara umum rumah adat Sumba mirip Joglo tetapi dengan atap lebih tinggi. Dalam kajian ini perlu diketahui bahwa Sumba termasuk di jalur ring of fire jadi aspek gempa perlu diperhatikan. - Rumah yang memiliki struktur tinggi rentan terhadap gempa dan angin. Oleh karena itu analisis stabilitas perlu memperhitungkan juga faktor angin. Nanti perlu dicatat pengaruh angin terhadap rumah adat tersebut .

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 23

- Perlu diperhatikan juga teknik ikatan bahan rumbia dan ikatan atap rumah adat. Contoh kasus angin ribut juga dapat menanggalkan atap rumah joglo, sehingga perlu diamati bagaimana teknik yang dipakai pada atap rumah adat Sumba. Sistem ikatan antara batang rumbia, detail sambungan dan juga metode konstruksi (dapat diikat terlebih dahulu lalu dinaikkan atau sebalikknya). Metode-metode konstruksi semacam itu tentunya akan sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. - Selain kontruksi atap rumbia, detail konstruksi pada atap bawah dan atas juga perlu dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan mengamati titik-titik di atap terkait kekuatannya dalam menahan gempa dan angin. Kekakuan struktur akan dilihat dari soko. Ada sistem pengaku antara kolom dengan balok yang juga dapat terlihat pada bagian atap. Ada kolom-kolom yang berdiri stabil jika ada sistem pengaku. Kajian ini nantinya juga dapat menunjukkan bagaimana sistem pengaku yang dipakai di rumah tersebut. - Denah dan tata ruang, perlu diperhatikan seperti mobilitas, sistem ventilasi, kelembaban, pencahayaan, penghawaan, aksesibilitas dan aspek-aspek lainnya yang membuat rumah tersebut layak untuk dihuni. Diharapkan hasilnya nanti juga ada bentuk penjelasan komponen struktural/elemen, termasuk dimensi dan nama-nama local. - Aspek yang perlu diperhatikan : ✓ Bahan bangunan ✓ Struktur rangka bangunan ✓ Sistem sambungan ✓ Struktur penutup bangunan ✓ Bahan penutup atap ✓ Denah dan tata ruang ✓ Karakteristik kerusakan bangunan

• Diskusi 1. Dr. Niken Wirasanti, M.Si (Arkeologi UGM) a. Untuk tinjauan pustaka bisa dilengkapi asumsi-asumsi dan bagaimana konsep rumah adat/pemukiman. Sebelum berbicara mengenai rumah tentunya dapat dibahas mengenai pemukiman/tata ruang terlebih dahulu. Banyak variabel yang dapat dilihat, salah satunya kearifan lokal dalam hal pemulihan lokasi yang nanti terkait dengan ketahanan gempa. Dalam tata ruang akan terlihat sistem keruangan di lokasi sebelum menuju bangunan tertentu. Dalam sistem

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 24

keruangan ada hirarki dan pola yang berpengaruh banyak terkait dengan bentuk, status sosial atau nilai penting. Bangunan yang penting tentu memiliki pertimbangan yang lebih istimewa dengan rumah dusun. Mungkin pemilihan bahan dan teknologi-teknologi lainnya, sehingga wajar jika bangunan tersebut ketahanan karena nilai penting dalam ruang pemukiman. Mungkin dari aspek pemilihan lokasi, misal tempat paling tinggi nantinya akan berkaitan dengan ketahanan rumah tersebut. b. Tujuan kajian bukan semata membalik dari rumusan masalah. Tujuan lebih pada output kajiannya, mungkin sebuah model dalam menangani suatu kasus. Ada kemungkinan studi kasus tersebut hanya berlaku di tempat tertentu. Tujuan kajian ini mungkin bias dalam bentuk output desain, tipologi, model. Tanggapan : Brahmantara, S.T : a. Banyak referensi terkait kosmologi, kepercayaa dan hirarki tapi terkait nilai penting memang masih perlu diperkaya lagi. Dalam kajian rumah tradisional perlu digali lebih jauh. b. Pemilihan lokasi memang menjadi salah satu aspek penting kajian. Akan dicari data lapangan yang tentunya dapat berpengaruh langsung terhadap kondisi rumah tradisional. c. Tata ruang juga akan diperkaya lagi saat survei lapangan, informasi tersebut mungkin bisa diperoleh dari ketua adat setempat. 2. Aris Munandar a. Dalam kajian ini ada 3 aspek penting, yaitu struktur, keterawatan, dan gempa. Apakah dari struktur ada studi banding di tempat lain, mungkin di tempat lain selain Sumba yang pernah terjadi bangungan roboh karena gempa. Mungkin nanti bisa jadi pembanding dari struktur dan kekuatan gempa. b. Data gempa yang terjadi bisa dilengkapi lagi karena bisa berpengaruh terhadap analisisnya. Apakah bangunan tidak roboh karena perencanaannya atau karena kekuatan gempanya yang kurang signifikan. Kekuatan gempa maksimal dan minimal dapat dibuat dalam sebuah range skala gempa. c. Soal keterawatan, jenis, dan densitas yang dipakai mempengaruhi sifat kayu tersebut. Kemudian bahan apa yang dipakai juga dijelaskan di kajian ini? d. Untuk Pak Prapto masalah angin bisa dicari data salah satunya dari AWS. Kemudian terkait hal konstruksi apakah akan dibuat simulasi tahan

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 25

gempanya? Jika dimungkinkan memakai shaking table supaya prosesnya lebih dapat diamati secara visual. Tanggapan : Brahmantara, S.T : a. Untuk studi banding, keraton dapat menjadi data pembanding yang tentunya sudah banyak dikaji oleh peneliti lain dari akibat hingga perbaikannya. Selain itu juga rumah adat lain yang pernah terkena gempa sehingga menjadi bahan komparasi tentang struktur desain. b. Jenis kayu, kelas kuat, kelas awet akan diperdalam lagi pada saat pengambilan data di lapangan. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D : Data meteorologi akan dikumpulkan dan sangat perlu sebagai bahan pembanding antar variabel. Kemudian mengenai shaking table, diketahui bahwa shaking table yang ada berukuran kecil sehingga perlu dibuat miniatur. Memperkecil struktur tentunya akan ada sifat-sifat yang berubah sehingga hasilnya dikhawatirkan kurang valid. 3. Putri Novita Taniardi, M.A (Balar Yogyakarta) a. Kenapa aspek ketahanannya terhadap gempa yang dikaji. Apakah signifikan untuk mengatakan bahwa aspek tersebut menjadi bahan pertimbangan komunitas untuk membangun rumah adat sebagai bentuk adaptasi tertentu. Sebagai perbandingan di daerah Maumere, komunitas mengelompok di darat, sedangkan pesisir dihuni oleh pendatang-pendatang dari Bugis atau Bajo dan memiliki karakter rumah adat yang berbeda dari penduduk aslinya. b. Apakah struktur sosial menjadi bahan pertimbangan dalam kajian? Rumah seperti apa yang menjadi prioritas konservasinya. Sebagai bahan pertimbangan, Sumba masih memakai sistem klan yang tentunya terdapat rumah-rumah raja yang berbeda dari rumah lainnya. c. Pemukiman yang akan dikaji ada di pesisir atau daratan? Tanggapan : Brahmantara, S.T : Ada 2 lokasi berbeda di kajian ini, pemukiman di pantai dan perkotaan. 2 tipikal lokasi yang berbeda akan menjadi sumber informasi yang didata lebih rinci. Desain tipologi pemeliharaan yang berbeda juga. Potensi tersebut juga akan digali lebih lanjut, termasuk juga strata sosial. Strata sosial yang tinggi memiliki desain struktur yang lebih kompleks dan lebih memiliki unsur keruangan, dekoratif dan lain sebagainya.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 26

4. Hari Wibowo, S.S (Balar Yogyakarta) Judul kajian ini cenderung mengarah ke local wisdom atau dapat dikatakan lebih ke cocok menjadi kajian etnografi atau antropologi, tetapi dalam paparan terlihat kajian ini lebih mengarah ke hal teknis. Kajian ini mungkin lebih cocok menjadi kajian yang menghasilkan informasi dan cerita mengenai rumah adat Sumba. Tanggapan : Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D : Local wisdom dapat dilihat dari banyak aspek, bukan hanya dilihat dari satu sisi. Banyak kemampuan nenek moyang yang belum terungkap dan akan menjadi pengkaya khasanah rumah tradisional Nusantara. Kajian ini mengarah ke konservasi material dan bukan ke antropologi atau lainnya. Dengan adanya kajian ini dimaksudkan agar perancangan rumah adat tradisional dapat dibawa ke tahap uji sehingga dapat diketahui maksud dan tujuan nenek moyang yang akan menggambarkan local wisdom Sumba.

▪ Sesi II (10.00 – 11.30 WIB) Materi : Kajian Penanganan Konservasi Candi Mendut Pemakalah : 1. Joni Setiyawan, S.T (Ketua Tim Kajian) 2. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D (Narasumber) Moderator : Henny Kusumawati, S.S Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Joni Setiyawan, S.T (Ketua Tim Kajian) - Candi Mendut dikelola mulai 2012, sebelumnya dikelola oleh BPCB Jateng. Kegiatan pemantauan kerusakan dimulai pada tahun 2012. Pada tahun 2015 dilakukan penanganan kebocoran atap candi. Hingga saat ini masih ada kebocoran di dalam bilik. Pengukuran temperatur rata-rata 24-26°C. Hasil pengukuran kelembaban tahun 2014-2016 kelembaban tinggi berkisar 92- 99%. Kebocoran perlu ditangani, karena dapat mengakibatkan kelembaban yang tinggi. Penggelembungan pada dinding relief terjadi pada sisi timur dan utara, namun tidak termonitoring secara detail karena tidak terpantau. Yang menjadi pokok permasalahan yaitu kebocoran atap candi dan penggelembungan. - Laporan BPCB Jateng terdahulu, candi mengalami petir. Untuk penanganan lumut dengan menggunakan AC 322. Sedangkan untuk perbaikan batu diinjeksi dengan tanah liat.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 27

- Tahun 2002 dilakukan studi kebocoran karena susunan lantai atap tidak beraturan. Susunan batu tidak rata sehingga air merembes melalui nat-nat batu. - Tahun 2012 dilakukan rehabilitasi atap candi oleh BPCB Jateng, nat-antar batu digrouting dengan bligon. - Tahun 2015 dilakukan penanganan kebocoran oleh Balai Konservasi Borobudurdengan mengangkat lapisan atap III sedalam 6 cm, diisi dengan spesi, mortar, lapisan kedap air araldite tar, kemudian dikamuflase dengan sebaran pasir. - Tahun 2017 dilakukan pelapisan kembali atap III Candi Mendut yang mengalami retak-retak. - Observasi yang kami lakukan : ✓ Kebocoran pada bilik candi ✓ Penggelembungan relief sebelah utara dan timur ✓ Pengamatan terhadap beberapa batu rapuh ✓ Batu pecah, retak, karena beban yang terlalu berat ✓ Rongga antar batu yang terlalu lebar - Monitoring kemiringan dinding dan crackmeter : Pengukuran dinding 24 titik di kaki dan tubuh candi, pada kolom candi di tepi candi. - Membagi stabilitas kemiringan : Pengukuran crackmeter tahun 2015-2016 ada 2 sensor dipasang, sisi barat dan utara, tahun 2017 tambah 2 disisi timur dan dalam bilik candi. - Kegiatan yang akan dilaksanakan : ✓ Memetakan kerusakan yang terjadi. ✓ Mencari tahu mortar atap di candi atap 3, volume dan beratnya, fungsinya, apakah mortar yang menyebabkan menjadi berat dan menyimpan air. ✓ Melakukan scanning dengan Laser Scanner, terutama penggelembungan dinding candi. ✓ Analisa kerapuhan dengan analisis XRF dan XRD. ✓ Pengamatan dan pengukuran jarak candi yang dekat jalan raya. ✓ Pengukuran intensitas getaran dengan vibration meter dan accelerograph. ✓ Melakukan penyelidikan apakah candi sudah diberi perkuatan beton apa belum. ✓ Penyelidikan mortar di atap 3 ada beberapa lapis (spesi BPCB Jateng 1:1:2).

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 28

✓ Analisis karakteristik tanah untuk mengetahui struktur tanah dengan microtremor. Pengujian dilakukan di Fakutlas Sipil UGM. Dari analisis bisa diketahui karakteristik tanah tersebut. ✓ Analisis geolistrik untuk mengetahui sifat-sifat listrik pada lapisan batu, apakah bisa mengetahui beton dalam struktur candi. - Kendala-kendala yang dihadapi : ✓ Minimnya info tentang pemugaran Candi Mendut sejak zaman Belanda ✓ Minimnya data peta dan denah Candi Mendut

2. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D (Narasumber) - Kajian Penangan Konservasi Candi Mendut. Dari keilmuan sipil ada aspek material dan mekanika tanah, serta geologi. Kajian pengaruh getaran, melakukan kajian terkait dengan kualitas material terjadinya pelapukan pada batu, aspek fisik sehingga pekerjaan ini pekerjaan multi disiplin dalam upaya untuk memahami Candi Mendut. - Bangunan Candi Mendut secara struktural kokoh mendukung berat sendiri, karena relatif kecil, serta tidak begitu menjulang. Terhadap gempa tidak terjadi masalah saya kira. Memiliki dasar yang kuat pula dengan struktur lantai seperti itu. Ukuran blok batu lebih kecil dari Candi Borobudur. Ukuran akan menentukan tingkat stabilitas, apabila ada gaya-gaya lain misalkan dekat dengan jalan raya akan mempengaruhi stabilitasnya. - Aspek teknis yang perlu kita perhitungkan : ✓ Bahan material bangunan. ✓ Sistem strukturnya, ukuran seragam akan ada susunan batu yang tidak bisa saling mengkait. ✓ Pengaruh lingkungan : aspek kimiawi, fisik, dan kekerasan batuan dan kelembaban (infiltrasi air). ✓ Kerusakan existing candi. ✓ Sistem monitoring deformasi candi (mengevaluasi perubahan retakan pada candi-kecepatan perubahan dan besarannya). ✓ Identifikasi lokasi dan volume rembesan (pencatatan rembesan ketika hujan). ✓ Bahan material bangunan : jenis batu, porositas batu, kekerasan batu, dimensi batu dan variasi ukuran, karakteristik filler, sistem susunan batuan candi, jenis-jenis sambungan batu.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 29

- Sistem struktur bangunan : ✓ Susunan batu dengan ukuran tertentu. ✓ Antar batu diberikan filler. ✓ Terdapat bilik di dalam candi. ✓ Karakteristik struktural bangunan candi. ✓ Perbandingan lebar dan tinggi candi < 2 biasanya aspek pengaruh gempa ditiadakan. ✓ Kedalaman batuan fondasi candi, contoh ketika menggali di kompleks Candi Prambanan, di Candi Siwa itu ada proses perbaikan tanah ditemukan kerikil-kerikil bawah batu sebagai stabilitas. ✓ Daya dukung tanah (potensi kemelesakan) perubahan kemungkinan terjadi genangan mempengaruhi daya dukung. - Pengaruh lingkungan : ✓ Pengaruh hujan ✓ Polusi udara ✓ Penggunaan bahan kimia untuk konservasi ✓ Kelembaban ✓ Penggunaan semen - Kerusakan eksisting candi : ✓ Kerusakan material = lokasi, tingkat, dan perubahan tingkat kerusakan. ✓ Kerusakan struktural = bentuk, posisi dan deformasi struktur candi. ✓ Kelembaban ruang dan batuan = lapukan batuan, lumut dan kerak.

• Diskusi 1. Aris Munandar (Pakar Konservasi) Pada waktu dinas di Balai meneliti tujuannya bukan hanya kerusakan material dan struktur, supaya diperjelas. Kerusakan material ini jika kita lihat pada Candi Mendut itu kebocoran sama dengan Candi Kalasan, namun di Kalasan bedanya banyak penggaraman. Sedangkan di Mendut banyak senyawa karbonat, kalau di Kalasan ada sulfat. Tolong diteliti apakah ada sulfatnya.

Selain itu diukur kandungan CO2 Candi Mendut itu bisa minta data dari Dinas Lingkungan Hidup di Magelang. Cek rembesan Ph nya, basa netral atau asam, jika belum terjadi pembentukan asam biasanya masih karbonat, lakukan pengecekan permeabilitas semua material untuk mengisi nat. selain itu bisa kita lakukan pengolesan menggunakan water repellant.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 30

Untuk pengisian filler, contoh di Prambanan menggunakan pasir, zeolite sama kapur, kalau untuk filler ini tolong dicoba dimana rembesan berada, kita isi air lalu kita lihat kemana arah tetesannya. Kalau mau membongkar dilihat arah kebocorannya. Untuk water repellant yang bagus adalah Rhodosil, 10 tahun ketahanannya. Saya tidak merekomendasikan yang tidak belum saya coba. Untuk dinding cek ada perkuatannya atau tidak. Tanggapan : Joni Setiyawan, S.T : Terima kasih masukan dari Pak Aris. Bahan water repellant bisa kami coba untuk aplikasi Candi Mendut. 2. Dwi Astuti, S.T., M.Eng (BPCB Jawa Tengah) Sedikit cerita, memang tahun 2012 dilakukan perbaikan atap oleh BPCB Jateng, waktu itu menggunakan studi dari Pak Aris, tapi tidak dibongkar total hanya sementara, dan waktu itu memang kebocoran bagian atap ada tempat yang menyimpan air ketika musim hujan. Kemudian setelah perbaikan, masih menetes namun hanya sedikit, jadi hanya mengurangi kebocoran dan tetesan. Dilakukan monitoring kemiringan, apakah monitoring untuk mengetahui genangan air masih ada? Tentang penggaraman, sepertinya kajian ini belum disinggung analisis penggaraman. Paparan dari Pak Prapto, yang harus dilakukan tim, mungkin jika tidak bisa langsung dilakukan kajian maka dipersempit jika dirasa terlalu banyak, tapi jika mampu tentu bagus sekali. Tanggapan : Joni Setiyawan, S.T : Ada saran dan masukan untuk membatasi masalah. Kemiringan dinding sama dengan Candi Borobudur untuk memonitoring stabilitas candi apakah dinding mengalami perubahan atau tidak. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D : Tadi di awal disampaikan kegiatan ini cukup kompleks, karena mencakup berbagai aspek, sebenarnya ini bisa dibagi menjadi 2 bisa diarahkan pada aspek truktur, getaran dan rembesan, pelapukan, degradasi material, tapi jika mau dirangkul semua tentu lebih baik. Karena proses pelaksanaan tidak hanya pengumpulan data, tapi juga intepretasi data. Terkait dengan masalah rembesan di Mendut ada di atap, ada bagian yang bisa menyimpan air, rembesan terjadi jika ada genangan air, artinya solusi yang

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 31

mudah kita buat adalah yang menggenang ini dibuat miring. Kalau bisa memungkinkan pada bagian yang menimbulkan genangan dimiringkan, bagaimana caranya : dengan kajian selanjutnya. Tim kajian mengusulkan untuk menggunakan georadar untuk melihat sistem perkuatan, perlu diketahui untuk georadar ini hasilnya adalah spektrum warna apakah ada material yang berbeda, beton dan batu itu tentu sulit, karena memiliki berat jenis yang hamper sama, padahal spektrum berdasarkan berat jenis. Sulit mengidentifikasi mana batu dan beton. Intinya masih ada kesempatan teman-teman untuk mereformula lagi kajian ini. 3. Brahmantara, S.T (Balai Konservasi Borobudur) Permasalahan Mendut awalnya penanganan kebocoran dan swelling di bagian dinding. Tentunya apakah pergeseran dan pergerakan nat itu simultan dalam waktu berapa lama, kami bisa ditambahkan, Mbak Tutik. Kita sudah melakukan monitoring Candi Mendut dari beberapa aspek, keterawatan, stabilitas struktur, dll. Untuk melihat genangan di sisi barat bisa dilihat dari hasil crack monitoring. Memang banyak parameter, sebenarnya kita ada monitoring, data bisa diambil dari aktivitas tersebut. Ini bisa menjadi aktivitas yang ditumpangkan dalam monitoring. Tanggapan : Joni Setiyawan, S.T : Untuk monitoring ada yang mengalami kerusakan, kami akan melakukan koordinasi dengan tim monev yang lain untuk meminta data yang ada. 4. Asmara Dewi, M.A (BPCB Jawa Tengah) Saya menambahkan sedikit, terkait penggelembungan dan kemelesakan, Pak Prapto menyampaikan struktur mendut relative tahan gempa. Masalah daya dukung potensi kemelesakan menyatakan perkuatan apa, nah yang perlu saya sampaikan, mungkin perlu uji sondir untuk mengetahui kekuatan tanah, pengalaman kami sudah mencoba di Candi memungkinkan ada genangan air, apakah akan mempengaruhi kemelesakan itu bisa dilakukan dengan uji sondir. Tanggapan : Joni Setiyawan, S.T : Terima kasih, mungkin akan kami diskusikan dengan tim. Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D : Yang perlu dilakukan susunan batuan masih terpisah-pisah atau terikat dengan mortar. Karena itu akan menjawab banyak hal. Jika terikat artinya susunan batu

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 32

sudah massif, sehingga tidak akan menggelembung. Penggelembungan terjadi karena gempa dan transportasi lalu lintas. Lebih baik jika ada data lalu lintas. Filling saya mengatakan bahwa pengaruh lalu lintas sangat. Oleh karena itu catatan getaran tanah dan bangunan sangat membantu. Untuk menyamakan dengan Candi , mirip dengan Kalasan. Candi Mendut tidak sebesar itu, stabilitasnya Candi Mendut lebih stabil secara struktural.

▪ Sesi III (13.00 – 14.30 WIB) Materi : Kajian Intensitas Suara terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu Pemakalah : 1. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si (Ketua Tim Kajian) 2. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si (Narasumber) Moderator : Winda Diah Puspita Rini, S.S Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si (Ketua Tim Kajian) - Latar belakang : ✓ Candi-candi besar seperti Candi Borobudur dan Prambanan yang menjadi ikon kebudayaan mengakibatkan banyak pihak tertarik menyelenggarakan acara di tempat tersebut. ✓ Beberapa acara menggunakan sound system dengan daya besar. ✓ Pada beberapa kasus, suara dengan intensitas besar ini bahkan menggetarkan kaca-kaca yang berjarak cukup jauh dari sumber suara. ✓ Pengukuran intensitas suara yang telah dilakukan ternyata lebih besar dari baku tingkat kebisingan. - Tujuan kajian : ✓ Mengukur dan memetakan intensitas suara di lingkungan cagar budaya berbahan batu. ✓ Mengukur getaran yang timbul pada cagar budaya berbahan batu akibat terkena suara - Gelombang suara : ✓ Gelombang suara yang mengenai benda padat akan dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan. Ketika gelombang diserap dan ditransmisikan maka akan muncul getaran baru pada benda tersebut. ✓ Energi yang dimiliki oleh gelombang suara akan dikonversi menjadi energy panas dan energy kinetik.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 33

✓ Untuk energy panas dalam kajian kali ini akan diabaikan. ✓ Energi kinetic berupa getaran dan gelombang baru yang muncul pada batu candi. - Perbandingan intensitas suara dengan jarak : ✓ Semakin jauh jarak sumber suara maka intensitas suara semakin kecil. ✓ Jika jarak sumber suara menjauh sebesar 2 kali jarak semula maka intensitas suara turun 6 dB (dengan mengabaikan parameter lain). ✓ Selain jarak sumber suara ke penerima suara, suhu, tekanan udara, dan angin juga berpengaruh. - Baku tingkat kebisingan : Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor KEP- 48/MENLH/11/1996 untuk Cagar Budaya sebesar 60 dB. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. - Pengukuran intensitas suara tahun 2016 : ➢ Borobudur Jazz : Waktu pelaksanaan : 15 Mei 2016 Lokasi panggung : Intensitas rata-rata ketika music tidak dimainkan 56,53 dB. ➢ Waisak di Candi Mendut : Waktu pelaksanaan : 21 Mei 2016 Intensitas rata-rata ketika acara belum dimulai 69,79 dB. - Metode Penelitian : ✓ Studi referensi Mempelajari literature dan aturan baku tingkat getaran. ✓ Pengambilan data Mengambil data intensitas suara dan getaran pada event tertentu di Candi Borobudur, Mendut, dan Prambanan. ✓ Pengolahan Data Mengolah data yang telah diperoleh dan membandingkan dengan baku tingkat getaran dari Kementerian Lingkungan Hidup. - Pengambilan data : ✓ Suara ➢ Taraf intensitas diambil menggunakan sound level meter. ➢ Spektrum diambil menggunakan mikrofon dan laptop.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 34

✓ Getaran ➢ Pada lantai diambil menggunakan accelerograph. ➢ Pada dinding dan bagian lain diambil menggunakan vibration analyzer. - Pengolahan data : ✓ Data getaran yang diperoleh dari accelerograph berupa percepatan terhadap waktu. ✓ Date tersebut akan diolah menggunakan software dengan metode FFT (Fast Fourier Transform) sehingga diperoleh grafik amplitudo vs frekuensi. ✓ Dari grafik ini kemudian dibandingkan dengan baku tingkat getaran dari Kementerian Lingkungan Hidup.

2. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si (Narasumber) Teori Akustik dalam Medium Padat - Bunyi, manifestasi dari getaran, penjalaran dalam pola gelombang melalui padatan, cairan dan gas. - Gelombang, yang disebabkan oleh getaran dari molekul, mengikuti fungsi sinus, ditandai oleh amplitudo dan panjang gelombang (atau frekuensi). - Gelombang bunyi dengan amplitudo yang sama dengan frekuensi yang meningkat dari atas ke bawah. - Gelombang bunyi merambat karena kompresibilitas medium. - Akustik berhubungan dengan getaran dan gelombang dalam medium kontinu. - Gangguan berkurang secara bertahap ketika gangguan tersebut menjalar ke luar dari sumber, karena jumlah energy awal tersebar secara bertahap ke area yang lebih luas. Jika gangguan terbatas pada satu dimensi (tabung/batang tipis), gangguan tidak berkurang karena penjalarannya (kecuali kerugian pada dinding tabung). - Penjalaran Gelombang dalam Padatan Akustik adalah studi tentang deformasi yang bervariasi terhadap waktu, atau getaran, di media material. Semua zat material tersusun dari atom, yang mungkin dipaksa melakukan getaran terhadap posisi setimbangnya. Banyak berbagai pola gerak getaran mungkin adapada tingkat atom ini. - Noise/Kebisingan Bunyi tak menyenangkan, tidak diinginkan, mengganggu umumnya disebut sebagai kebisingan dan merupakan perasaan yang sangat subjektif. - Data dari Sampurno (1969):

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 35

Batuan penyusun Candi Borobudur adalah jenis Andesit berpori (32-46 %) denganTekanan minimum = 111 kg/m2 danTekananmaksimum = 281 kg/m2, dengan rapat jenis = 2,02 sd 2,23 gr/m3.

• Diskusi 1. Leliek Agung Haldoko, S.T (Balai Konservasi Borobudur) a. Untuk narasumber hitungan ambang batas 420 dB tersebut, angka itu akan menghancurkan material atau susunan sehingga jatuh dan hancur (menggeser batu)? b. Bagaimana pengaruh waktu kegiatan yang durasinya beda apakah bisa dihitung pengaruhnya dengan waktu pendek dB nya tinggi atau waktu lama dB nya rendah? Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Batunya jika 240 dB itu ambruk atau bergeser. Kuat tekanannya 66,2. Dengan asumsi tadi seperti batu ginjal jika diberi sinar akan hancur. Batu dengan tekanan sekian gelombang kejut 240 desibel itu langsung remuk. Apakah tumpukan batu itu porositasnya berlainan, itu yang belum saya ketahui. Jika ukuran batu berlainan maka bisa menjadi peredam. Tekanan minimum dan tekanan maksimum harus dikaji lebih dalam lagi. Kira-kira frekuensi getaran yang digunakan itu seperti apa? 2. Isni Wahyuningsih, S.S (Balai Konservasi Borobudur) a. Yang saya tanyakan untuk Pak Mitrayana, untuk pengukuran di mall itu pengukuran suara orang atau suara musik? Karena pengunjung jika peak season itu sangat banyak apakah akan menimbulkan dampak terhadap batu? Soal getaran itu yang paling berpengaruh yang berasal dari darat atau misal seperti di Borobudur itu sering dilewati oleh pesawat apakah getaran seperti itu akan membahayakan candi? b. Mas Linus apakah yang dikaji nanti suara seperti kegiatan musik atau juga getaran kendaraan lalu lalang? Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Terkait mall dan ramainya pengunjung ketika kita ukur di mall itu untuk intesitas total, bukan hanya suara game, tapi total semua sumber yang terukur. Yang kita takutkan ketika pengunjung banyak dan naik ke candi nanti ada pengunjung akan seragam dengan frekuensi batu maka bisa berbahaya terhadap batu.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 36

Mungkin sekarang sudah diluar batas kenyamanan manusia di Candi Borobudur. Getaran yang berbahaya dari udara, tanah atau darimana, getaran dari mana itu berbahaya jika mendekati frekuensi diri dari objek. Itu akan berdampak pada objek tersebut. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si : Sebenarnya kita sudah punya alat accelerograph untuk mengukur getaran gempa sebenarnya bisa untuk mengukur getaran kendaraan namun belum disetel sehingga tahun ini diadakan alat vibration meter bisa dilakukan pengukuran. 3. Ari Swastikawati, S.Si., M.A (Balai Konservasi Borobudur) Pertanyaan untuk Pak Mitrayana, kebetulan saya kos sejauh 500 m dari lokasi Candi Borobudur, ketika sore biasanya ada Mahakarya setahun bisa 5x selain Waisak. Sore biasanya itu pintu dari kaca bergetar. Jika suara bisa menimbulkan getaran, suara seberapa dan getaran seberapa yang bisa menimbulkan getaran ke batu? Penting untuk mengkaji berapa besar suara yang berpotensi terhadap candi. Output yang diharapkan ambang batas standar untuk besarnya suara ketika ada kegiatan. Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Batas ambang harus diambil dari intensitas batas minimum dari candi itu. 4. Tri Wahyu Handayani (BPCB Yogyakarta) Kepada Pak Mitrayana, bagaimana mengetahui frekuensi natural dari objek? Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Mengetahui frekuensi diri dilakukan dengan cara dipukul kemudian diukur. Bisa menggunakan ultrasonik juga untuk melihat struktur dalam batunya. 5. Aris Munandar (Pakar konservasi) Bahwa pernah disambar petir, batunya itu rontok. Rontoknya itu karena suara petir atau listriknya? Kalau suara petir itu kira-kira berapa dB? Kedua, masalah kerusakan batu itu sebenarnya kumpulan dari penyebab kerusakan. Seberapa jauh suara merusak batu yang segar, setengah rapuh, rapuh? Sehingga bisa membatasi suara konser. Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Yang membuat rusak itu petir atau listriknya. Yang merusak itu sebenarnya getaran kejutnya sehingga membuat batu ambruk.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 37

Kerapuhan batu itu yang merusak bangunan itu terikat oleh proton dan elektron. Secara alami tidak ada getaran juga bisa ambruk karena terstruktur bahan kimia. Getaran itu bisa mempercepat prosesnya. Bunyi dan frekuensi itu memang sama. Bunyi itu getaran, ada yang bisa didengar ada yang tidak bisa didengar manusia. Seismik tidak bisa terdengar manusia tapi getarannya bisa merusak batu. 6. Brahmantara, S.T (Balai Konservasi Borobudur) Kerusakan ketika mengenai material batu candi itu kalau di Kementerian Lingkungan Hidup itu untuk tingkat kebisingan. Rusaknya materialnya itu karena bisingnya atau getaran yang kemudian merusak candi? Aspek kedua harus diklasifikasi material yang kena efek kebisingan itu terdapat beberapa material dan pola susun harus dipertimbangkan aspek tersebut seperti desain dan strukturnya. Kemudian terkait dengan Kementerian Lingkungan Hidup itu dijelaskan bahwa pengukuran siang selama 16 jam, itu secara terus menerus atau juga tidak akan terus menerus. Merujuk pada getaran, kemudian getaran dari water presure itu juga besar saya pikir terkait getaran itu berasal dari berbagai sumber. Accelerograph itu memang kami pasang pasca erupsi Merapi, di lereng Merapi sendiri ketika itu masih menangkap getaran-getaran. Beberapa referensi di luar itu sudah banyak yang meneliti tentang vibration sendiri. Untuk mengetahui destruktif material kayu itu apakah bisa dilakukan pengembangan untuk mengukur kondisi kayu tanpa destruktif. Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Terkait peraturan pemerintah, biasanya susah diterapkan. Linus Setyo Adhidhuto, S.Si : Sebenarnya untuk getaran bisa direkam sekaligus. 7. Novi Fitriani (Mahasiswa Arkeologi UGM) Kepada Pak Mitrayana, kira-kira umur candi atau jenis batuan itu berpengaruh atau ga terhadap batu untuk meredam suara? Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Untuk candi sendiri semakin tua akan cenderung menyerap. 8. Drs. Marsis Sutopo, M.Si (Balai Konservasi Borobudur) Ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan dan butuh dukungan untuk kajian lebih lanjut mengenai ambang batas suara yang bisa diterapkan di Candi Borobudur. Apakah efek suara ini dipengaruhi oleh bentuk struktur bangunan?

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 38

Apakah 100 dB untuk Candi Borobudur dan Candi Prambanan itu berbeda? Kuat ikatnya antar komponen pembentuk bangunan sendiri itu beda atau tidak dengan batu yang disusun dan dikunci penguat? Jika kita mengetahui ambang batas maka bisa dilakukan kebijakan. Bukan masalah dB nya tapi juga kepantasannya. Pentas musik rock kira-kira pantas tidak? Musik dangdut pantas atau tidak? Candi Borobudur itu akan menjadi tempat favorit pentas musik. Karena ada relief alat musik di Candi Borobudur. Rekonstruksi alat-alat musik ini secara frekuensi apakah membahayakan atau tidak? Maksimal volumenya berapa? Yang ada ambang batasnya baru space capacity untuk candi. Kedepan berkaitan untuk masalah suara ini sehingga diperlukan kajian untuk menentukan ambang batasnya. Tanggapan : Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si : Frekuensi candi kurus tentu akan berbeda dengan candi gemuk berkaitan dengan ruang akustik.

▪ Sesi IV (15.00 – 16.30 WIB) Materi : Kajian Konservasi Cagar Budaya Kayu Menggunakan Asap Cair Tahap II Pemakalah : 1. Moh. Habibi, S.Si (Ketua Tim Kajian) 2. Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc (Narasumber) Moderator : Linus Setyo Adhidhuto, S.Si Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Moh. Habibi, S.Si (Ketua Tim Kajian) - Latar belakang : BCB kayu mudah terdegradasi terutama faktor biologis, bahan tradisional; kandungan asap cair. - Tahun ini fokus pada uji lapangan. - Hasil penelitian tahun 2016 dengan menggunakan tempurung kelapa dengan 5 konsentrasi dan hasilnya efektif menghambat pertumbuhan jamur dan rayap. - Analisis yang dilakukan tahun lalu : LC50 (Hubungan Probit Mortalitas dan Log 10 Kosentrasi). - Rumusan masalah, tujuan dan manfaat kajian. - Tinjauan pustaka. - Unsur kimia struktural asap cair.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 39

- Faktor perusak kayu : biologis dan non biologis. - Pengawetan kayu : faktor penting dalam pengawetan kayu. - Asap cair : sekam dan kayu jati. - Metode : oles atau semprot - Metode pengumpulan data : observasi, wawancara, dan eksperimen di lapangan. - Preparasi kayu (Graveyard test). Sumber: ASTM D 1758-06. - Analisis data: menggunakan Ms.Excel.

2. Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc (Narasumber) - Indonesia kaya dengan hasil kayu, mempunyai 4000 jenis kayu dengan 400 jenis kayu yang sudah komersil. - Indonesia mempunyai banyak etnik. Setiap etnik mempunyai jenis kayu yang berbeda di daerahnya. - Beberapa produk kayu di Indonesia. - Sifat utama kayu yaitu dapat dibiodegradasikan. - Sebagian besar tanaman berkayu komersil penting dibedakan dalam 2 kelompok : kayu lunak dan kayu keras. - Penampang lintang batang pohon penting diperhatikan. - Kadar air kayu, umur kayu, perlu diperhatikan. - Rumah Lamin - Kalimantan Timur dibuat dari kayu ulin. - Penampang kayu baik vertikal, horisontal (radial) ataupun tangensial (miring), perlu diperhatikan anatominya. - 15 tahun terakhir di Yogyakarta jati emas pertumbuhan diameter cepat (sekitar 3 cm). - Harus hati-hati dalam memugar cagar budaya. - Penyusutan dan pengembangan bahan kayu. - Keawetan alami kayu. - Kayu sebagai bahan pembuatan kapan. - Agen perusak kayu; pengaruh serangan kayu.

• Diskusi 1. Ery Sustiyadi, S.T., M.A (Museum Negeri Sonobudoyo) a. Serangga yang lain misalnya teter, ketika teter masuk dan meninggalkan telur bagaimana? Kalau yang dewasa mungkin bisa pergi. b. Apakah asap cair mempengaruhi kelembaban objek?

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 40

Tanggapan : Moh. Habibi, S.Si : Dari beberapa literature international lebih ke repellent. Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc : Meskipun asap cair lembab, kayu yang akan diberi perlakukan harus kering. Kisaran 12-17. Memang harus hati-hati pada musim hujan (lembab). 2. Dwi Astuti, S.T., M.Eng (BPCB Jawa Tengah) Halaman 2 masih terketik untuk menghilangkan hewan penggerek sebagai tujuan kajian kali ini. Namun dalam presentasi akan melakukan uji lapangan. Mana yang benar? Ada pula penggunaan sekam selain batok kelapa pada presentasi, namun di proposal belum disebutkan. Jadi ada ketidaksesuaian antara presentasi dengan proposal. Mohon penjelasan. Tanggapan : Moh. Habibi, S.Si : Kami memang membelokkan tujuan kajian. Proposal ada beberapa bagian yang masih belum diperbaiki. 3. Brahmantara, S,T (Balai Konservasi Borobudur) Ketika nanti sudah menjadi metode, apa sudah terpikirkan masalah aplikasi? Di rumah tradisional secara aplikasi bisa dilakukan untuk kayu yang mudah terlihat. Perlu dipertimbangkan aplikasi di lapangan. Tanggapan : Moh. Habibi, S.Si : Untuk bagaimana cara aplikasi di lapangan sudah kami pikirkan untuk struktur yang tidak bisa dibawa kemana-mana. Metode beberapa asap cair dan beberapa konsentrasi. 4. Leliek Agung Haldoko, S.T (Balai Konservasi Borobudur) Sebenarnya yang mau diuji sekam padi atau batok kelapa? Tanggapan : Moh. Habibi, S.Si : Untuk asap cair, kami akan menggunakan batok kelapa, sekam dan asap cair dari serbuk kayu. Di lab bisa dilakukan berbarengan dengan di lapangan. Kami uji lapangan lebih dahulu. Untuk penetrasi asap cair, hipotesis kami asap cair bisa lebh penetrasi ke asap kayu. 5. Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc Masukkan untuk tim kajian

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 41

Untuk penarian sampel kayu bisa saya dampingi. Pemilihan kayu harus memperhatikan kayu teras atau kayu gubal.

Rabu, 10 Mei 2017 ▪ Sesi I (08.30 – 09.30 WIB) Materi : Kajian Konservasi Benteng Baubau Pemakalah : 1. Ari Swastikawati, S.Si., M.A (Ketua Tim Kajian) 2. Aris Munandar (Narasumber) Moderator : Winda Diah Puspita Rini, S.S Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Ari Swastikawati, S.Si., M.A (Ketua Tim Kajian) Kompleks Benteng Keraton Buton Secara geografis Benteng Keraton Buton terletak pada 5˚26" - 5²26" Lintang Selatan dan 122˚30" - 122˚38". Secara administratif Benteng Keraton Buton berada di Kelurahan Melai, Kecamatan Betoambari, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.Pada Gambar 2.1 terlihat letak dan luas Benteng Keraton Buton yang diberi warna kuning pada peta. Menurut catatan MURI luas benteng mencapai 22,8 Ha dengan panjang keliling 2740 m, tinggi rata-rata 4 m dan lebar 2 m. Menurut Naskah Sejarah Darul Fii disebutkan tentang pembangunan Benteng Keraton Buton yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Buton IV, Sultan La Elangi yang bergelar Dayanu Ikhsanuddin yang memerintah tahun 1597-1631 M. Kemudian pembangunan benteng diselesaikan pada masa pemerintahan Sultan Buton VI, Sultan La Buke yang bergelar Gafur Wadudu yang memerintah tahun 1632-1645 M (Zahari, 1974 dalam Tim Zonasi, 2014 ). Pada masa Kesultanan Buton, benteng memiliki dua fungsi yaitu sebagai pembatas pusat lingkungan keraton dan sebagai media perlindungan dari serangan musuh. Benteng ini juga dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, sosial dan dakwah. Benteng Keraton Buton pada masa lampau merupakan sebuah Kawasan Keraton Kesultanan Buton, yang memiliki beberapa komponen kawasan yakni kamali, masjid, benteng,baruga pasar, permukiman kerabat dan pegawai kesultanan. Kamali merupakan tempat kediaman sultan, berupa rumah tradisional memiliki ciri khusus yang membedakan dengan rumah lainya yang terdapat dalam kawasan. Dalam Kawasan Keraton Buton terdapat dua masjid, yaitu Masjid Agung dan Masjid Kuba. Keberadaan masjid berkaitan dengan

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 42

fungsi kawasan selain sebagai pusat pemerintahan, kawasan juga berfungsi sebagai pusat penyebaran agama Islam di Pulau Buton.Baruga merupakan bangunan sebagai tempat pelaksanaan upacara adat dan tempat pegawai Kesultanan Buton menyampaikan pengumuman penting pada rakyatnya. Pasar tradisional terletak tak jauh dari Masjid Agung Keraton (Azizu, dkk.,2011: 83-84). Tiang Bendera Kesultananatau Kasulana Tombi Tiang bendera atau kasulana tombi merupakan salah satu simbol identitas dari kesultanan Buton yang menjadi tempat dikibarkannya bendera kesultanan. Fungsi utama tiang bendera ini adalah sebagai syarat utama sebuah kerajaan. Dahulu setiap Hari Jumat dipasang bendera kerajaan yang berwarna kuning, merah, putih, dan hitam pada tiang tersebut. Kasulana tombidibuat tidak lama setelah masjid dibangun sekitar abad ke-16. Tiang ini berdiri tepat di sebelah utara bangunan Masjid Keraton Buton. Masjid Keraton sendiri tidak memiliki menara layaknya masjid-masjid pada umumnya, namun ujung tiang bendera posisinya lebih tinggi dibandingkan puncak masjid. Material penyusun tiang bendera berasal dari kayu jati yang dibawa oleh pedagang beras dari Pattani, Siam. Tinggi tiang bendera dari permukaan tanah 21 m dan diameter tiang dari bawah ke atas semakin mengecil, diameter bagian bawah kurang lebih 70 cm, sedangkan diameter tiang bagain atas kurang lebih 25 cm. Kondisi tiang bendera apabila dilihat dari jauh terlihat masih utuh, walaupun sedikit miring. Namun, jika diihat lebih dekat menunjukan kondisi tiang bendera telah mengalami kerusakan dan pelapukan berat, dimana seluruh permukaannya ditumbuhi lichen dan jamur. Serta terdapat lubang-lubang pada hampir seluruh bagian (seperti terlihat pada Gambar 1.1). Tempat pijakan tiang bendera saat ini telah diberi perkerasan beton dan sekelilingnya dibiarkan bebas tanpa dipagari. Sehingga tidak dapat diketahui kondisi bagian bawah tiang yang tertanam dalam beton apakah masih utuh ataukah sudah keropos. Arsitektur Rumah Adat Buton Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang lahir dari suatu komunitas tertentu, dibuat oleh dan untuk suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu. Arsitektur Vernakular dibentuk berdasarkan kaidah-kaidah yang turun temurun dan kaidah- kaidah itu sudah ada dalam kognisi mereka dan meminta bantuan tukang untuk mewujudkannya. Arsitektur Vernakular terbagi atas tiga ketegorisasi yang diistilahkan sebagai:primitive, pre-industrial dan modern-vernakular. Arsitektur Vernakular tidak bisa lepas dari pemahaman tentang folk architecture, yaitu merupakan hasil penerjemahan kebutuhan, nilai, keinginan, impian dan

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 43

antusiasme manusia (kelompok manusia) secara langsung namun tidak secara sadar (consciouse) kedalam bentuk budaya fisik yaitu budaya yang termanifestasikan kedalam bentuk benda dan lingkungan fisik (Rapoport, 1969). Terkait dengan arsitektur vernakuler, arsitektur rumah tradisional masyarakat Buton merupakan rumah yang dibangun dengan segala bentuk dan ornamenya diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga saat ini dan masih tetap bertahan sebagai bangunan fungsional masa kini. Masyarakat Buton mengenal tingkatan sosial dalam masyarakat yaitu golongan Kaomu (bangsawan) dan golongan Walaka (masyarakat biasa) yang berada di dalam kawasan benteng keraton dan golongan papara berada di luar benteng kraton (Kadir, 2000). Ada tiga macam bentuk bangunan rumah tradisional Buton berdasarkan tingkatan social dalam masyarakat yaitu: (1) Banua tada dengan bentuk kambero, rumah untuk para pejabat kesultanan, (2) Banua tada, rumah untuk golongan walaka (masyarakat biasa), dan (3) Kamali atau Malige, rumah untuk golongan Kaomu (Bangsawan). Kamali merupakan tempat tinggal sultan, sedangkan Malige merupakan rumah yang memiliki atap bersusun dan merupakan rumah tempat tinggal kaum bangsawan (kaomu) (Andjo, 1993:43 dalam Kadir,I. 2008). Bentuk arsitektur rumah tinggal di lingkungan benteng kraton Buton merupakan bentuk arsitektur rumah panggung.Bahan utama penyusun rumah adat Buton adalah kayu jati dan wola (Suleman 2010).Meskipun didirikan hanya dengan saling mengait, tanpa tali pengikat ataupun paku, bangunan ini dapat berdiri dengan dengan kokoh dan megah di atas sandi yang menjadi landasan dasarnya. Bangunan terdiri dari empat tingkat atau empat lantai. Ruang lantai pertama lebih luas dari lantai kedua. Sedangkan lantai kedua lebih besar dari lantai ketiga, jadi makin keatas makin kecil atau sempit ruangannya. Tiang pada bagian depan terdiri dari 5 buah yang berjajar ke belakang sampai delapan deret, hingga jumlah seluruhnya adalah 40 buah tiang. Tiang tengah menjulang ke atas dan merupakan tiang utama disebut Tutumbu yang artinya tumbuh terus. Tiang-tiang ini berbentuk segi empat. Jumlah tiang samping menunjukan kedudukan si pemilik. Rumah yang memiliki tiang samping berjumlah 4 buah berarti rumah tersebut terdiri dari 3 petak merupakan rumah rakyat biasa. Rumah yang memiliki tiang samping berjumlah 6 buah maka mempunyai 5 petak atau ruangan, rumah ini biasanya dimiliki oleh pegawai sultan atau rumah anggota adat kesultanan Buton. Sedangkan rumah khusus

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 44

untuk sultan (kamali) memiliki tiang samping berjumlah 8 buah maka rumah tersebut memiliki 7 ruangan. Kayu dan Karakteristiknya Dalam kajian konservasi benteng Bau-Bau lebih difokuskan pada kajian konservasi tiang bendera pada Masjid Kuno Buton dan Rumah Adat Kamali yang berbahan dasar kayu. Oleh karena itu focus kajian lebih ditekankan pada konservasi material kayu. Sebelum melaksanakan kajian tentang konservasi kedua objek tersebut maka terlebih dahulu mengenal tentang kayu dan karakteristiknya.Kayu merupakan bahan salah satu bahan konstruksi pertama dalam sejarah umat manusia. Sebagai salah satu bahan konstruksi pertama maka teknik penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi pada jaman dahulu hanya didasarkan pada pengalaman dan intuisi (Felix Yap, 1999:1). Kayu adalah bahan organik yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggiatau pohon. Menurut jenisnya kayu dibagi dalam 2 kelompok yakni kayu keras atau kayu daun lebar (angiospermae) dan kayu lunak atau daun jarum (gynospermae). Adapun ciri-ciri pohon yang menghasilkan kayu keras adalah umumnya berdaun lebar, tajuk lebar, meranggas pada musim kemarau, pertumbuhan lambat, bentuk batang bercabang. Adapun ciri-ciri pohon yang menghasilkan kayu lunak daun umunnya berbentuk jarum, bentuk tajuk kerucut, umumnya tidak meranggas, pertumbuhan cepat, dan berbatang lurus dan tidak lurus (Budianto, D., 1996:17). Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda, bahkan kayu yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat yang berbeda. Sifat sifat tersebut antara lain menyangkut anatomi kayu, sifat-sifat fisik, sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat kimia kayu. Namun demikian, dari beberapa sifat-sifat yang berbeda satu sama lain ada sifat umum yang sama pada semua kayu (Dumanauw, 1999: 21).Sifat-sifat umum yang sama pada semua kayu meliputi: 1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, di mana susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia. 2. Kayu bersifat anisotropis yakni suatu sifat yang menunjukan perbedaan apabila kayu diuji menurut arah longitudinal, arah radial dan arah tangensial, baik dalam hal tegangan, penyusutan maupun deformasinya. 3. Kayu bersifat higroskopis, yaitu kelembaban kayu dapat bertambah atau berkurang akibat perubahan kelembaban dan suhu udara (Nurlina, S., 2006:7)

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 45

4. Kayu dapat diserang agen perusak kayu, dapat terbakar terutama kayu dalam kondisi kering (Dumanauw, 1999: 21). Sifat kimia kayu, secara umum komponen kimia kayu terdiri dari 3 unsur yakni (1) unsur karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa, (2) unsur non karbohidrat, yang terdiri dari lignin, (3)unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan yang disebut zat ekstraktif. Disamping senyawa organik, di dalam kayu juga terdapat zat an organik berupa abu berupa zat mineral yang akan tertinggal setelah lignin, dan selulosa terbakar habis. Sifat fisik kayu yang berpengaruh besar terhadap sifat mekanik kayu antara lain kadar air kayu, penyusutan kayu, dan berat jenis. Kadar air kayu adalah jumlah atau prosentase air yang terkandung di dalam kayu. Kadar air ditetapkan sebagai persentase berat air terhadap berat kering kayu (Nurlina, S., 2006:7). Menurut J.F Dumanauw (2001: 33), air yang ada dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat. (1) Air bebas Air bebas adalah air yang terdapat pada rongga-rongga sel (pada Gambar 2.2 arsiran berwarna biru). Air bebas merupakan air yang paling mudah dan lebih dahulu keluar. Air bebas umumnya tidak mempengaruhi sifat dan bentuk kayu kecuali berat kayu. (2) Air terikat Air terikat yaitu air yang berada dalam dinding sel kayu, sehingga sangat sulit untuk dilepaskan (pada Gambar 2.2 arsiran berwarna hijau). Zat cair pada dinding sel kayu inilah yang berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu (penyusutan). Klasifikasi kandungan air kayu berdasarkan keberadaan air bebas dan terikat sebagai berikut: (1) Kayu basah (green wood) Semua rongga pori dan dinding sel penuh terisi air bebas dan air terikat, kandungan air kayu dapat mencapai 200% (lihat Gambar 2.2). (2) Kayu setelah ditebang Dinding sel kayu tetap penuh kandungan air terikat, sedangkan rongga sel kandungan air bebasnya berkurang. Besarnya kandungan air kayu masih di atas 35 – 70% (lihat Gambar 2.3). (3) Titik jenuh serat Air bebas pada rongga kayu telah keluar semuanya. Kandungan air terikat dalam dinding sel masih tetap. Tingkatan titik jenuh serat untuk semua jenis

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 46

kayu, tidak sama, karena adanya variasi susunan kimia kayu, akan tetapi kadar air kayu umumnya berkisar antara 25% - 30% (lihat Gambar 2.4). (4) Kering udara atau titik kesetimbangan Pada kondisi ini kayu menyesuaikan diri dengan udara disekitarnya, sehingga kandungan air terikat dalam dinding sel yang berlebihan mulai menguap. Bentuk dimensi kayu mulai menyusut, kadar air kayu antara 12- 20% (lihat Gambar 2.5). (5) Kering tanur Rongga dan dinding sel kayu sudah tidak mengandung air sama sekali sehingga kadar air dalam kayu 0%. Pada kondisi ini kayu benar-benar mengalami penyusutan dan terjadi retakan (Budianto, 1996: 22). Kadar air kesetimbangan (equillibrium moiture content) menurut Dumanauw (2001:33), bergantung pada kelembapan nispi dan suhu udara di sekitarnya. Perubahan kadar air yang sangat besar terjadi pada permukaan kayu, dimana perubahannya berlangsung cepat. Sebaliknya di bagian dalam kayu, perubahan kadar air lebih lambat sebab waktu yang dibutuhkan oleh air untuk berdifusi dari dan ke bagian luar kayu lebih lama. Oleh karena itu dalam sepotong kayu, umumnya terdapat dua perbedaan kadar air kayu, yaitu kadar air yang rendah (kecil) pada permukaan kayu dan kadar air yang tinggi (besar) pada bagian dalam kayu. Di antara kedua titik perbedaan tersebut terdapat peralihan kadar air secara berangsur-angsur. Di dalam kayu, kecepatan gerakan air dalam berbagai arah terhadap sumbu kayu tidak sama. Pada arah longitudinal (arah memanjang kayu) gerakan air dalam bentuk uap lebih mudah keluar, karena struktur sel yang berbentuk tabung (buluh). Penambahan air atau zat cair pada dinding sel akan menyebabkan jaringan mikrofibil mengembang, keadaan ini berlangsung sampai titik jenuh serat tercapai. Keadaan ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai. Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan berpengaruh terhadap perubahan volume dinding sel, sebab air yang ditambahkan pada titik jenuh serat akan ditampung dalam rongga sel. Sebaliknya, jika kayu dengan kadar air maksimum dikurangi, maka pengurangan air pertama akan terjadi pada air bebas dalam rongga sel sampai mencapai titik jenuh serat. Pengurangan air selanjutnya di bawah titik jenuh serat, akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengkerut. Dalam kondisi ini dikatakan kayu itu mengalami penyusutan atau pengkerutan. Adapun rumus persentase penyusutan kayu sebagai berikut:

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 47

Sifat mekanik kayu adalah daya tahan kayu terhadap pengaruh pengaruh luar yang berupa beban-beban antara lain gaya tarik, gaya tekan, gaya lengkung maupun gaya geser. Kayu merupakan produk alami sehingga kekuatan mekaniknya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya. Faktor yang mempengaruhi kekuatan mekanis dikelompokkan menjadi : pengaruh dari luar dan pengaruh dari dalam. Pengaruh dari luar antara lain: pembebanan, kelembaban lingkungan, pengawetan kayu, pengeringan kayu, cacat kayu karena adanya serangan jamur serangga dan lain-lain. Sedangkan pengaruh dari dalam antara lain: berat jenis, kadar air, mata kayu, dan lain-lain (Nurlita, S., 2006:10-11). Kayu memiliki tiga bidang simetris elastis yakni aksial (sejajar serat), tangensial (mengikuti arah garis singgung cincin pertumbuhan) dan radial (mengarah ke pusat). Sifat-sifat arah tangensial dan radial tidak banyak berbeda sehingga tinggal arah sejajar serat (aksial) dan arah tegak lurus serat (tangensial dan radial). Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik sejajar arah serat daripada tegak lurus arah serat. Kayu lebih kuat mendukung tarikan dari pada mendukung desakan. Kayu lebih kuat mendukung gaya desak sejajar serat dari pada tegak lurus arah serat. Dan kayu lebih kuat mendukung gaya geser tegak lurus serat daripada sejajar arah serat. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan kayu dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor ekternal. Faktor internal dari faktor yang berasal dari kayunya itu sendiri antara lain umur kayu saat ditebang, umur pemakaian, jenis pohon pengahasil kayu, posisi kayu dalam struktur dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh faktor biotis atau mahluk hidup dan faktor abiotis (bukan mahluk hidup). Faktor biotis yang dapat berpengaruh terhadap kerusakan dan pelapukan kayu antara lain bakteri dan jamur pembusuk kayu serta serangga seperti rayap dan kumbang. Sedangkan faktor abiotis yang berpengaruh antara lain faktor cuaca yakni hujan, kelembaban udara, suhu udara, intensitas cahaya matahari dan polusi udara.

2. Aris Munandar (Narasumber) - Ada berbagai macam bangunan kayu: ✓ Tempat tinggal (rumah tradisional) ✓ Tempat peribadatan ✓ Istana ✓ Keraton

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 48

✓ Rumah tinggi ✓ Omo hada ✓ Benteng ✓ Balai adat, ✓ Kantor ✓ Rumah gadang ✓ Bangunan lain sejenis yang mempunyai nilai bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan - Sebelum studi teknis dilakukan terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan untuk menetapkan kelayakan pemugaran berdasarkan penilaian atas nilai sejarah dan kepurbakalaan yang terkandung dalam bcb dan langkah langkah penanganan sesuai kondisi teknis dan keterawatannya Kegiatan studi kelayakan : ✓ Identifikasi bagian bangunan dan lingkungannya ➢ Pemerian bagian bangunan dan lingkungannya ➢ Penelusuran sejarah ➢ Penilaian kondisi eksisting bangunan ➢ Komponen bangunan ( seluruhnya kayu atau atau ada bahan lain. ➢ komponen ruang (dinding, pintu, jendela, lantai, atap, plafond) ➢ elemen (bagian dari komponen ruang), ➢ detail (struktur, konstruksi, ornamen/dekorasi, ragam hias) ➢ finishing ➢ utilitas bangunan ➢ Mekanikal dan Elektrikal ➢ Pemotretan /pendokumentasian ✓ Pengukuran ➢ Detail bangunan ➢ Lahan (situasi) ➢ Penggambaran ➢ eksisting (denah, tampak, potongan, tapak) detail ✓ Analisis dan konsep pemugaran. ➢ Kajian kondisi eksisting bangunan (internal eksternal) ➢ Kajian bahan dan teknik pengerjaan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal ➢ Kajian terhadap otentisitas ➢ Konsep pemugaran

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 49

➢ Rekomendasi dan sosialisasi - Bila dari hasil analisis ,layak dipugar dilanjutkan dengan studi teknis. Studi tehnis : ✓ Studi tehnis Keterawatan Adalah tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui : ➢ Data historis arkeologi. Kondisi keterawatan bahan dan menetapkan tata cara perawatan/konservasi ➢ Kondisi lingkungan (makro, mikroklimatologi) ✓ Studi tehnis pemugaran Adalah tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui : ➢ Data historis arkeologis . Kondisi kerusakan arsitektural,struktural dan menetapkan tata cara pemugaran ➢ Kondisi lingkungan (tata guna lahan,topografis, flora,fauna,tata ruang ) - Kegiatan studi teknis meliputi kegiatan : ✓ Penelusuran historis dan nilai arkelogisnya ✓ Observasi ➢ Kondisi arsitektural ➢ Kondisi struktural ➢ Kondisi keterawatan bahan ➢ Lingkungan ✓ Identifikasi hasil observasi ✓ Konsep Penanganan ✓ Gambar perencaan teknis (detil) meliputi : gambar denah, tampak, potongan, (RKS) - Adapun yang dilakukan Observasi adalah : ✓ Observasi jenis kayu meliputi morfologi, kilap, struktur dan tekstur kayu. ✓ Observasi terhadap kerusakan dan pelapukan antara lain meliputi : kilap, perubahan warna, perubahan bentuk (melengkung, memuntir), retak, pecah, terbelah, noda, keropos, lapuk, busuk, lunak, rapuh, pertumbuhan jasad. ✓ Ukuran kayu, volume kerusakan/pelapukan. ✓ Detail nama bagian bangunan yang rusak/lapuk. ✓ Observasi kondisi dan bahan pelapis permukaan kayu. ✓ Observasi terhadap gejala dan tanda kehadiran agen perusak dan pelapuk kayu.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 50

✓ Observasi terhadap kondisi lingkungan klimatologi (suhu, kelembaban, curah hujan, penguapan) pada lingkungan mikro dan makro. - Adapun identifikasi tingkat keterawatan kayu : ✓ Kayu asli ➢ Analisis morfologi, kilap, struktur dan tekstur kayu untuk mengetahui jenis kayu (kayu jati , ulin, sono keling, merbau dll). ➢ Analisis faktor dan penyebab kerusakan dan pelapukan kayu. ✓ Kayu pengganti ➢ Analisis morfologi, kilap, struktur dan tekstur kayu untuk mengetahui jenis kayu. ➢ Analisis terhadap sifat fisika (kadar air, berat jenis, penyusutan dan pemuaian) dan mekanika kayu (kekuatan-kekuatan: lengkung statis, tekan, geser, tarik). - Adapun Identifikasi kerusakan struktur : ✓ Faktor internal : Jenis kayu, kelelahan kayu, gaya statis (beban), konstruksi bangunan. ✓ Faktor eksternal : letak geografi, topografi, gaya dinamis (gempa ), tata ruang , tata guna lahan, serangan agensia pelapuk kayu. - Konsep Penanganan : Rencana penanganan meliputi penentuan: prosedur, metode, teknik, bahan, peralatan, tenaga (jumlah dan kompetensi), dan biaya. - Jenis Penanganan bangunan kayu ✓ Penanganan unsur bangunan ( material kayu ) ➢ Pembersihan tradisional ➢ Pembersihan secara kering ➢ Pembersihan secara kimiawi ➢ Pengupasan cat ➢ Pengeleman ➢ Penambalan kayu ➢ Penambalan menggunakan epoxy resin ➢ Injeksi ➢ Penyambungan kayu ➢ Penggantian kayu ➢ Injeksi retakan ➢ Penyelarasan warna ➢ Konsolidasi

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 51

➢ Pengawetan ➢ Pelapisan bahan kedap air ✓ Penanganan struktur bangunan ➢ Pembongkaran (kodefikasi) ➢ Perkuatan struktur atas  Perkuatan tambahan dengan memperhatikan keaslian (retak, pecah, deformasi)  Penggantian kayu  Perbaikan dengan memperhatikan keaslian  Konsolidasi, dengan pertimbangan arkeologis ✓ Perkuatan struktur bawah ➢ Perbaikan pondasi ➢ Perbaikan pada tiang yang retak /pecah ➢ Penggantian kayu ➢ Konsolidasi ✓ Pemasangan kembali - Pembersihan ✓ Pembersihan kering Sasaran : debu , kotoran pada rangka atap dan kayu kayu yang akan ditreatmen Bahan : nihil Peralatan : sikat ijuk, kuas, penyedot debu, sapu ijuk Prosedur : ➢ Siapkan bahan dan peralatan. ➢ Bersihkan kotoran dan debu yang menempel dengan sapu atau sikat ijuk dan kuas perlahan lahan. ➢ Kemudian hisap dengan alat penyedot debu. ➢ Selanjutnya gunakan kompresor (bila diperlukan) agar benar benar bersih. ✓ Pembersihan secara tradisional Sasaran : kotoran yang menempel pada permukaan kayu (debu, mikroorganisme) Bahan : tembakau dan cengkih Alat : ember dan kain Prosedur : ➢ Siapkan bahan dan alat.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 52

➢ Rendam tembakau dan cengkeh kedalam air selama sehari semalam dengan perbandingan 10 gram tembakau : 10 gram, cengkeh : 1000 cc air. ➢ Gosokan menggunakan kain yang telah dibasahi air rendaman tembakau pada permukaan kayu secukupnya.

• Diskusi 1. Aris Munandar (Pakar konservasi) Dalam pelaksanaan pengambilan data lapangan diharapkan membuat tabel observasi yang terdiri dari tabel kerusakan dan tabel alternatif penanganan. 2. Dwi Astuti, S.T., M.Eng (BPCB Jawa Tengah) - Koreksi dalam pencantuman kata “Letak Astronomis” dan bukan “Letak Geografis”. Karena Letak Astronomis biasanya lebih detail. - Varian bahan konsolidan sebaiknya ditambah, sehingga kita dapat membandingkan/memilih bahan konsolidan yang tidak menimbulkan pewarnaan baru. - Bahan konsolidan “aceton + alkohol” apakah untuk semua jenis kayu? - Bagaimana rencana konservasi tiang bendera dengan ketinggian 21 m dan dilakukan dengan cara apa? Tanggapan : Ari Swastikawati, S.Si., M.A : - Terimakasih atas masukannya. - Penggunaan bahan konsolidan “aceton + alkohol” akan digunakan untuk kayu berpolar atau kayu-kayu yang berpembuluh. - Dalam pengamatan kondisi kayu tiang bendera yang mempunyai ketinggian 21 m akan dibantu dengan “drone” dalam pengamatan visualnya. 3. Dr. Niken Wirasanti, M.Si (Arkeologi UGM) - Bagaimana fungsi tiang bendera untuk sekarang ini? Masihkah bendera itu dikibarkan? - Apakah makna yang menjadi prioritas bagi masyarakat, tiang bendera ataukah bendera yang dikibarkan? - Apakah masalah persepsi tetap perlu diperhatikan? - Apakah makna kulturalnya perlu kita jaga? - Apakah asumsi-asumsi tersebut harus kita pakai? Tanggapan : Ari Swastikawati, S.Si., M.A :

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 53

- Berkaitan dengan konservasi “tiang bendera”, keberadaan tiang bendera itu hanya bersifat simbolik dan tidak mempunyai fungsi lagi, artinya tiang bendera tersebut tidak digunakan untuk mengibarkan bendera lagi. - Akan dilakukan sosialisasi penggantian tiang bendera dengan tiang bendera baru dan memuseumkan tiang bendera lama. 4. Muhammad Amin (Teknik Sipil Universitas Tidar Magelang) - Bagaimana teknis pelaksanaan konservasi dalam pengawetan kayunya? - Bagaimana kekuatan eksisting kayu tiang bendera sekarang ini? - Perlu dibuatkan museum Tanggapan : Ari Swastikawati, S.Si., M.A : - Teknis pelaksanaan pengawetan kayu dilakukan dengan teknik oles dan injeksi. - Belum dilakukan penelitian lapangan sehingga belum diketahui kekuatan kayu secara eksisting. 5. Asmara Dewi, M.A (BPCB Jawa Tengah - Bagaimana cara mengetahui kedalaman kayu yang terbenam? Berapa meter dan metode konservasinya apa? - Untuk merumuskan persepsi masyarakat, perlu dilakukan FGD mensosialisasikan penggantian tiang bendera tersebut. - Seberapa besar kekuatan kayu dan seberapa lama kayu tiang bendera tersebut setelah dikonservasi?

▪ Sesi II (10.00 – 11.30 WIB) Materi : Kajian Penataan Vegetasi Kawasan Borobudur (Jenis dan Konteks Penggambarannya pada relief Candi Borobudur dan Candi Mendut) Pemakalah : 1. Hari Setyawan, S.S., M.T (Ketua Tim Kajian) 2. Dra. D.S. Nugrahani, M.A (Narasumber) Moderator : Ari Swastikawati, S.Si., M.A Notulen : Tim kajian • Isi Makalah 1. Hari Setyawan, S.S., M.T - Dasar berpikir 1. Rekonstruksi proses budaya 2. Rekonstruksi sejarah budaya 3. Rekonstruksi cara hidup : Savah, Kbuan, Tgal, Gaga, Renek

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 54

- Latar belakang ✓ Candi Borobudur Warisan Budaya Dunia ✓ Sub Kawasan Pelestarian I, Perpres No. 58 Tahun 2014 ✓ Lansekap Budaya Kawasan Cagar Budaya Borobudur ✓ Penggambaran tanaman pada lingkungan Jawa Kuna - Rencana penataan vegetasi ✓ Identifikasi tanaman beserta konteks penggambarannya (Candi Borobudur) ✓ Identifikasi tanaman beserta konteks penggambarannya (Candi Mendut) ✓ Klasifikasi tanaman dan konteks penggambarannya ✓ Rencana penataan vegetasi (KCB Borobudur) - Tinjauan Pustaka ✓ Kajian terkait penggambaran tanaman pada relief candi ✓ Potensi dan pengelolaan sumber daya flora pada masyarakat Jawa Kuna (studi kasus relief Prambanan dan Sojiwan) ✓ Potensi dan pengelolaan sumber daya flora pada masyarakat Jawa Kuna (studi kasus relief Prambanan dan Sojiwan) - Metode

- Indentifikasi tanaman ✓ Relief yang digunakan sebagai data adalah relief cerita pada Candi Borobudur dan Candi Mendut. ✓ Merupakan relief tanaman yang bergaya naturalis, bukan simbolis seperti hiasan sulur-suluran, kalpataru, purnakalasa, maupun floral geometrical. ✓ Merupakan bagian dari relief cerita yang diambil dari naskah kesusastraan, karena relief cerita merupakan relief yang menggambarkan sebuah

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 55

tindakan, perjalanan, proses, maupun suatu aktivitas dari satu atau beberapa orang tokoh baik manusia atau hewan. Sehingga sangat diharapkan gambaran pada relief adalah gambaran yang sesungguhnya dari suatu jenis tanaman beserta konteks penggambarannnya. ✓ Menggambarkan bagian-bagian terpenting dari tanaman yang bersangkutan misalnya buah, batang, daun, maupun tulang daun atau bagian lain yang dapat menjadi petunjuk untuk mengidentifikasikan jenis tanaman dan konteks penggambarannya. ✓ Dalam melakukan identifikasi jenis tanaman terdapat berbagai kendala, karena jenis tanaman yang diamati merupakan relief candi dan bukan tanaman yang nyata. Pengamatan hanya dilakukan secara morfologis penggambarannya pada relief. Menurut van Steenis (2003) langkah yang dilakukan dalam identifikasi adalah metode laboratorium, yaitu mengambil sampel batang, daun, akar, bunga, atau buah dari tanaman yang bersangkutan untuk kemudian dilakukan pengamatan yang mendetail sampai pada organ-organ dalam tanaman tersebut dengan cara menyayat maupun membedahnya. Petunjuk yang diperoleh dari metode laboratorium tersebut digunakan sebagai dasar determinasi tanaman ke dalam genus dan spesies dengan berdasarkan pada aturan baku yang telah ditentukan (van Steenis,1993). - Penyajian data Penyajian data dengan membuat bagan atau denah letak dan posisi relief tanaman pada Candi Borobudur dan Candi Mendut.

2. Dra. D.S. Nugrahani, M.A (Narasumber) - Latar belakang ✓ Candi mempunyai lingkungan yang mendukung keberadaannya (Boechari, 1977; Wirasanti, 2015). ✓ Lingkungan alam yang terkait dengan sumber daya hayati : binatang dan tanaman. ✓ Kajian tentang tanaman yang ada di sekitar candi dapat dilakukan melalui : a. Relief b. Sumber tertulis c. Arkeobotani (pollen, starch, fitolit) - Gunanya untuk apa ? ✓ Merekonstruksikan jenis tanaman dan bagaimana tanaman dikelola, termasuk pemanfaatannya.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 56

✓ Perilaku manusia terhadap tanaman: apakah dimanfaatkan secara langsung atau diolah menjadi produk : makanan, kerajinan, bahan bangunan. ✓ Referensi untuk menata lingkungan candi. - Penataan lingkungan candi ✓ Bagaimana memanfaatkan referensi tanaman dari relief candi. ✓ Apakah semua akan digunakan, tentu tidak. ✓ Bagaimana memilih? - Bagaimana memilih ? ✓ Membangun konsep : penataan kawasan Borobudur yang seperti apa? Ada banyak konsep tentang penataan vegetasi (landscape and Gardening concepts), tetapi saya bukan ahlinya. Jadi saya akan melihat secara global: ➢ parsial : membuat taman, untuk keindahan. ➢ holistik : multi purposes, termasuk merangsang industry kreatif yang hulu-hilir. - Penataan yang multi purposes ✓ Tidak bias sembarangan, harus mempertimbangkan sifat dan latar belakang Borobudur. ✓ Kedudukan Borobudur sebagai World Heritage. ✓ Penataan vegetasi tidak boleh mendegradasikan nilai-nilai Borobudur. ✓ Manjupuria and Joshi (1988): Religious and Useful Plants in and Nepal. ✓ Bante Dhammika (nd): Trees in the Buddhist Scriptures. - Ada beberapa jenis tanaman yang penting dalam agama Buddha 1. Pohon Bodhi (Ficusreligiosa): 2. Sallow Wood/pohon Sal (Shorearobusta 3. Beringin/Aswantha (Ficusbengalensis) : simbol compassion /love dan menjadi rumah orang suci. 4. Sandalwood (Santalum album): mengusir roh jahat dan menyejukkan. 5. Lotus 6. Mangga (Mangiferaindica) : simbol prosperity and wealth, digunakan pula sebagai anti suffering. 7. Pisang (Musa acuminata) : simbol beauty and strenght, terkenal sebagai buah sesaji.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 57

- Penutup ✓ Penataan vegetasi di Kawasan Borobudur perlu mempertimbangkan nilai- nilai Borobudur ✓ Dapat mengembangkan nilai penting Borobudur ✓ Mendorong pengembangan industri kreatif hulu-hilir ✓ Memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, bahkan meningkatkan devisa negara

• Diskusi 1. Drs. Bambang H. Suta Purwana, M.Si (BPNB Yogyakarta) a. Tawaran tematik dari Ibu Nugrahani tadi sangat menarik, tapi kalau Mas Hari punya pemikiran pengembangan penataan flora Candi Borobudur dan Candi Mendut juga sangat menarik, untuk menggambarkan representasi konteks- konteks pemikiran orang-orang jaman dahulu, vegetasi ekologi masyarakat yang membangun Borobudur dan Mendut, Saya sarankan mempertimbangkan aspek tata ruang “”, tingkatan kesucian, tanaman yang punya makna kesucian. b. Raja sebagai gambaran dewa adalah pusat dari mandala mempunyai tanaman khusus di lingkungan suci, ini berbeda dengan konsep yang ada di masyarakat. c. Dihubungkan dengan dengan konsep perdagangan pasti ada konsep perdagangan/komersial. d. Tanaman pada masyarakat (perkebunan persawahan) kaum bangsawan biasanya ditentukan oleh raja atau penguasa yang mempunyai konsep- konsep (komersial) tertentu, petani tidak mempunyai konsep komersial, apalagi di daerah pedalaman, petani tidak punya konsep tersebut, ini yang membedakan itu, struktur ekonomi berputar berdasar jenis tanaman, untuk melihat strata-strata ekonomi yang berkaitan dengan jenis tanaman, mungkin itu yang saya sarankan. Tanggapan : Hari Setyawan, S.S., M.T : a. Konteks penggambaran tanaman yang berdasar dari penggambaran relief dan tidak bisa dikatakan aslinya/nyata yang bisa berkembang pada lingkungan itu, nantinya yang kita lakukan penataan vegetasi untuk merekomendasi saat itu.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 58

b. Tentu saja yang dilakukan sesuai dengan pelestarian borobudur itu sendiri, perlu kita ketahui bahwa Candi Borobudur sendiri sesuai MOUVI-nya merupakan candi dengan 10 teras denga lingkungan alam disekitarnya, kajian ini lebih fokus pada identifikasi tanaman, kalau untuk satu jenis tanaman bisa dilanjutkan pada tahap selanjutnya. c. Dari konsep mandala belum terpikirkan oleh kita karena berhubungan dengan kesakralan dari sistem tersebut, perlu kajian lebih lanjut. d. Dengan konsep komersial tanaman belum masuk, juga dengan konsep kekuasaannya terima kasih atas usulannya. e. Mengenai pertanyaan Pak Bambang tadi ada yang menarik dari kita belajar mengenai vegetasi yang dihubungkan dengan prasasti, bahwa yang namanya “buffer zone” itu sudah ada dalam prasasti watu kura, “sima”, yang berupa sima itu seperti kebun dan sawah, area yang sudah ditetapkan sebagai sima ini tidak bisa diganggu gugat, ini merupakan sebagai bagian dari konservasi kawasan bahwa sima untuk pemeliharaan bangunan suci, penataan kawasan (sima) itu sudah dipikirkan oleh nenek moyang kita sebagai “buffer zone” pemeliharaan bangunan suci yang ditetapkan oleh maharaja, kalau maharaja sudah menetapkan seperti yang dikatakan Pak Bambang tadi bahwa raja adalah dewa dan dewa itu raja sehingga tidak ada yang mengganggunya. f. Mengenai komersialisasi tanaman seperti yang disebut dalam prasasti kuti, bahwa sawah ladang bisa menghasilkan emas dan perak, jadi pengelolaan tanaman tadi yang menghasilkan emas dan perak, emas atau perak ini yang dijadikan upeti ataupun untuk kehidupan sehari-hari mereka. Dra. D.S. Nugrahani, M.A : a. Ekplorasi dulu itu perlu, setiap tanaman itu didukung oleh lingkungan. b. Cara kerja arkeologi itu basiknya dari data fisik, tidak semua tanaman yang ada pada relief itu akan direkronstruksi, setiap tanaman yang di relief tentu saja ada konteks-konteksnya, seperti; pekarangan, perumahan, hutan, persawahan, sungai dll, kira-kira ada tidak ya di sekitar Borobudur. c. Kalau kita berdasarkan prasasti sebetulnya setiap candi itu pasti didukung oleh satu lingkungan, satu komunitas tertentu, seperti sawah pada saat itu merupakan komunitas pemelihara candi, biksu dan cantrik-cantriknya, untuk mencukupi kesehariannya. d. Tetapi perdagangan jenis tanaman itu disebutkan dalam prasasti sangat banyak tetapi setelah saya amati tentu saja tanaman-tanaman itu sudah diolah sehingga tidak latah.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 59

e. Misal kapas, kapas itu bagian dari perdagangan, dari tanaman kapas kemudian dijual digunakan sebagai bahan kain untuk pakaian, dalam konteksnya perdagangan kain, memberi warna pada kain, jadi indigo dan sebagainya, dalam prasasti itu tidak disebutkan jual daun indigo tapi disebut jual pembuat indigo, jadi kita berasumsi bahwa tanaman-tanaman yang dijual di pasar itu adalah tanaman bahan untuk memproduksi bahan kain, karena kapas itu dibuat jadi benang, benang diberi warna dan menjadi kain. Mas Hari sudah lengkap sekali mendokumentasikan apa saja jenis tanaman sebagai bahan untuk pewarna tekstil baik indigo, blawe, ada kesumba jadi bahan- bahan itu dibeli oleh orang-orang manenum/menenun. Jadi sebagian besar tanaman-tanaman yang dijual itu digunakan untuk memproduksi barang lain. f. Perlu diketahui tadi bahwa yang dijual itu tidak tanaman-tanaman pangan tapi dimasukkan ke , nah tadi saya melihat dalam penelitiannya Mas Hari menemukan tanaman “suwek” dimana tanaman ini menjadi tanaman sangat penting dalam musim kering, dia akan bertahan dan menjadi cagak luweng. g. Nah bagaimana dengan hubungannya dengan mandala, saya pernah mengikuti diskusi pada beberapa waktu yang lalu, dalam konsep kawasan Borobudur itu dibagi dalam konsep-konsep mandala, tapi saya lupa-lupa ingat bagian mana dari mandala mana itu untuk pertania, akrab, perdagangan dan lain-lain, tapi itu menarik sekali dan Borobudur itu ada potensi, saya tadi menyebutkan tanaman mangga, dalam bahasa jawa kunonya adalah “poh” , di dekat Borobudur ada desa yang namanya Nglipoh, dalam pikiran ini merupakan kebun mangga, lalu salah satu di kota kerajaan yang membawahi Borobudur namanya medang dan disebut medang poh artinya medang yang kaya akan pohon poh/mangga, mungkinini bisa menjadi penataan bertema khusus, bukan hanya poh/mangga saja bisa tanaman yang lain seperti yang saya contohkan di atas. 2. Dr. Didit Hadi Barianto, S.T (Geologi UGM) a. Bila menggunakan pola bipoler untuk melihat jenis vegetasi sekitar Borobudur untuk saat ini kita agak sulit, karena set profil tanah saat kondisi Borobudur dibangun dan saat ini sudah sangat bercampur, yang paling gampang untuk mencari/melihat variasi vegetasi saat sebelum Borobudur dibangun. b. Ada yang sangat unik, pisang, tanaman pisang hidup pada kisaran 10o ke bawah kalau ke atas itu ke arah sub tropis agak sulit, sedangkan di India lintangnya itu memanjang sampai ke Himalaya jadi saya agak unik dengan

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 60

sebaran populasi pisang (tropis) yang sampai garis lintang tinggi tersebut, saya rasa ada yang unik di situ. Tanggapan : Hari Setyawan, S.S., M.T : a. Betul apa yang dikatakan Mas Didit. Kembali lagi di sini bahwa relief yang berdasarkan manuskrip India, tentu ada ciri-ciri khusus jenis tanaman tertentu, tetapi merupakan adegan dan tidak secara detail . b. Yang digunakan pemahat itu menggambarkan kawasan setempat, mereka hanya menerima manuskrip saja, seperti halnya seperti pada relief karmawibhangga, arsiteknya menuliskan manuskrip di atas panel sebagai panduan untuk pengerjaan para pemahat. Dra. D.S. Nugrahani, M.A : a. Sangat setuju. b. Pisang, bisa beda spesiesnya sehinggga beda pula habitatnya. 3. Drs. Mujijono, M.A (BPNB Yogyakarta) a. Saya berpikir rencana ini perlu suport dan apresiasi, satu langkah yang sulit, tidak hanya ini, saya usulkan setelah teridentifikasi kemudian harus dikaji terkait makna dan simbol dari tanaman tersebut? saat saya menulis buku “mabok dan mendem” ada dua tanaman yang ada dua makna, analoginya seperti air putih di depan kita (menyebut merk) konsepnya hanya sebagai air minum sam-sama air putih tapi ada air putih sebagai air suci, ini mempunyai makna yang berbeda, lebih baik tanaman-tanaman yang di relief ditelusuri tentang maknanya tentu saja dengan dukungan naskah-naskah yang ada. b. Sebagai contoh dilihat dalam serat centini jilid 7 atau 8 kalau tidak salah menyebutkan juga tentang tanaman dan kegunaannya. c. Seperti pengalaman saya waktu menulis buku di atas “mabok dan mendem”, ada tanaman kecubung yang sering digunakan oleh dukun pada waktu itu sebagai pengusir mahkluk halus, tapi pada literatur yang saya temukan di Cina itu (kecubung) sebagai pengusir binatang buas, maksud saya, apakah tanaman dalam relief itu ada makna lain? kalau sampai kajian ini seperti itu, kajian ini sangat luar biasa, saya hanya mengusulkan saja, terima kasih. Tanggapan : Hari Setyawan, S.S., M.T : a. Terima kasih Pak Muji, seperti yang saya sampaikan tadi terkait tanaman- tanaman dalam relief candi, beberapa tanaman memang funsinya bukan

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 61

simbolis tapi memang berdasarkan pengolahannya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitarnya dan juga korelasi dengan prasasti dan naskah, ada beberapa pengelolaan tanaman menjadi makanan dan minuman, ada dodol, tuak, sidu, minyak. b. Ada beberapa tanaman tersebut yang secara simbolis digunakan sebagai rutual dalam Jawa kuno, temtu saja dalam kajian ini kita berjalan secara naturalisme artinya belum masuk secara simbol, dan masih terbuka kajian ini untuk sampai pada makna dan simbol. c. Dalam prasasti jawa kuno juga ada beberapa bahwa mabok itu disebutkan dalam prasasti “manginum tuak, manginum sidu” setelah tanah dibebaskan dari pajak untuk pemeliharaan bangunan suci masyarakat pada minum tuak/sidu, itu merupakan ritual, masyarakat sudah diberi/berterima kasih pada raja. Setelah bebas dari pajak mereka akan mengolah banguna suci/tanah untuk berkah mereka sendiri, dan itu sebagai gambaran ajaran hindhu-budha dan akan menjadi acuan/diambil manfaatnya dalam kajian penataan vegetasi ini. Dra. D.S. Nugrahani, M.A : a. Mabok mendem itu pada itu memang ada, tidak mabok dan mendem seperti sekarang tidak seperti itu, tapi itu bagian dari ritual, panca maha tantra namanya, salah satunya yaitu madat/mabok adalah ritual mabok untuk menyatukan diri pada sang pencipta. b. Salah satu penganut panca maha tantra adalah kertanegara, dimana kertanegara melakukan ritual mabok untuk menyatukan jiwanya ke sang pencipta. c. Panca maha tantra 1) matsya, yaitu aliran tantra yang makan ikan, didalam ajaran budha tidak boleh makan mahkluk hidup, tapi aliran ini makan ikan dimana makan ikan merupakan simbol bahwa ikan itu sumber kebodohan, dengan makan ikan akan membunuh/menghilangkan kebodohan, 2) mamsa, makan daging secara simbol itu untuk membunuh nafsu binatang yang ada dalam diri manusia, 3) madha, 4) maithuna, 5) meditasi. Jadi mabok dan mendem itu memang ada dalam ritual.

▪ Sesi Penutupan (11.30 – 12.00 WIB) 1. Pembukaan 2. Laporan Ketua Panitia oleh Ari Swastikawati, S.Si., M.A • Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat siang.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 62

• Kegiatan ini telah dilaksanakan selama 3 hari yaitu dari tanggal 8 -10 Mei 2017. • Peserta yang hadir sebanyak 59 orang dan 1 orang yang tidak hadir yaitu dari PT Taman Wisata. Narasumber yang hadir sebanyak 6 orang dan 1 orang yang tidak bisa hadir yaitu Dr. Kartika Setyawati karena beliau sedang sakit. Peserta undangan khusus hadir sebanyak 3 orang (2 dari BPCB Bali dan 1 dari BPCB Makasar). • Pemaparan rencana kajian sudah mendapatkan masukan yang luar biasa dari peserta sehingga diharapkan rencana kajian semakin sempurna dan terarah sehingga nanti dalam pelaksanaan kajian akan lebih baik dan menghasilkan hasil kajian yang berkualitas dan dapat digunakan dalam pelestarian cagar budaya di Indonesia. • Pada hari pertama sudah dilaksanakan 2 presentasi, hari kedua sebanyak 4 presentasi dan hari ketiga sebanyak 2 presentasi. Oleh karena itu kegiatan ini sudah selesai dilaksanakan. Kami mohon pimpinan berkenan untuk menutup kegiatan in. • Panitia mengucapkan terima kasih kepada narasumber dan peserta. Kami juga mohon maaf apabila selama kegiatan ini ada yang tidak berkenan di hati bapak dan ibu sekalian. • Sekian terima kasih. 3. Sambutan Kasi Konservasi Balai Konservasi Borobudur (Iskandar Mulia Siregar, S.Si) sekaligus menutup acara secara resmi • Assalamu’alaikum Wr. Wb. • Yang terhormat narasumber dan peserta seminar prakajian. • Permohonan maaf dari Bapak Kepala tidak bisa menutup acara ini. • Alhamdulillah sudah dilaksanakan seminar prakajian walaupun agak terlambat baru bisa dilaksanakan di bulan Mei, idealnya di bulan Maret atau April karena banyak sekali kegiatan di Balai Konservasi Borobudur. • Diharapkan masukan yang ada dicatat dan ditindaklanjuti. Tahun ini ada 8 kajian dan mudah-mudahan hasilnya optimal dan bisa dimanfaatkan selain untuk konservasi Candi Borobudur juga pihak lain yang berkepentingan. • Sekarang ini kita sering melibatkan Universitas Tidar Magelang dalam rangka tugas kita di pendidikan dan kebudayaan yang berkaitan dengan pendidikan yaitu pendidikan karakter bangsa. Melalui Candi Borobudur dan kajian-kajiannya bisa mambantu dalam hal tersebut.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 63

• Terima kasih kepada narasumber, semua undangan dari UPT, dan panitia yang sudah menyiapkan acara ini. • Mohon maaf apabila banyak kekurangan selama kegiatan ini berlangsung dan mudah-mudah masukan yang sudah disampaikan oleh bapak dan ibu akan bermanfaat untuk perbaikan kajian ini. • Acara ditutup dengan bacaan Hamdalah. 4. Pembacaan Doa oleh Ahmad Mudzakkir, A.Md

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 64

BAB IV KESIMPULAN

Dari seluruh rangkaian kegiatan Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan kegiatan Seminar Prakajian telah berjalan dengan lancar dan sesuai dengan rencana. Seminar dilaksanakan selama 3 (dua) hari pada tanggal 8 – 10 Mei 2017 di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Daerah Istimewa Yogyakarta, Jl. Tortomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. 2. Narasumber yang hadir mengikuti kegiatan Seminar Prakajian ini sebanyak 6 orang dan peserta yang hadir sebanyak 62 orang. 3. Kegiatan Seminar Prakajian ini dilaksanakan dengan maksud untuk memaparkan proposal rencana kajian. Adapun tujuannya adalah memperoleh evaluasi, saran serta masukan dari narasumber dan peserta baik secara konseptual maaupun teknis pelaksanaan kajian yang akan dilaksanankan oleh masing-masing tim kajian, sehingga kajian yang akan dilaksanakan lebih terarah dan memberi hasil yang lebih berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta dapat menjadi pedoman bagi pelestarian cagar budaya.

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 65

BAB V PENUTUP

Demikian laporan kegiatan Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 ini kami susun. Laporan ini merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Seminar Prakajian yang telah diselenggarakan pada tanggal 8 – 10 Mei 2017, semoga bermanfaat. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Borobudur, Mei 2017

Mengetahui,

Kasi Konservasi Ketua Panitia

Iskandar M. Siregar, S.Si Ari Swastikawati, S.Si., M.A NIP. 19691118 199903 1 001 NIP. 19720104 200003 2 001

Menyetujui,

Kepala Balai Konservasi Borobudur

Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 66

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 67

FOTO KEGIATAN SEMINAR PRAKAJIAN BALAI KONSERVASI BOROBUDUR TAHUN 2017

Acara Pembukaan Laporan Ketua Panitia

Sambutan Kepala BK Borobudur Menyanyikan Lagu Indonesia Raya sekaligus Pembukaan Acara Seminar

Presentasi Tim Kajian Konservasi Tradisional Menurut Tinjauan Naskah Kuno

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 68

Sesi Diskusi

Presentasi Kajian Konservasi Gua Gajah

Sesi Diskusi

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 69

Presentasi Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Sumba pada Perancangan

dan Konservasi Rumah Adat serta Ketahanannya terhadap Gempa

Sesi Diskusi

Presentasi Kajian Penanganan Konservasi Candi Mendut

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 70

Sesi Diskusi

Presentasi Kajian Intensitas Suara terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu

Sesi Diskusi

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 71

Presentasi Kajian Konservasi Cagar Budaya Kayu Menggunakan Asap Cair Tahap II

Sesi Diskusi

Presentasi Kajian Konservasi Benteng Bau-Bau

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 72

Sesi Diskusi

Presentasi Kajian Penataan Vegetasi Kawasan Borobudur (Jenis dan Konteks Penggambarannya pada relief Candi Borobudur dan Candi Mendut)

Sesi Diskusi

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 73

Acara Penutupan Laporan Ketua Panitia

Sambutan Kepala Seksi Konservasi BK Borobudur sekaligus Penutupan Acara Pembacaan Doa

Seminar Prakajian Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017 74

JADWAL SEMINAR PRA KAJIAN BALAI KONSERVASI BOROBUDUR TAHUN 2017 Yogyakarta, 8 - 10 Mei 2017

No Waktu Acara Materi Penanggung Jawab 1. Senin, 8 Mei 2017 12.00 - 13.00 Registrasi Panitia 13.00 - 13.30 Pembukaan Kepala Balai Konservasi Borobudur Panitia Kajian Konservasi Tradisional Menurut Tinjauan Naskah Kuno (Isni Wahyuningsih, S.S.) M : Winda Diah Puspita Rini, S.S. 13.30 - 15.00 Presentasi Narasumber (Dr. Kartika Setyawati) N : Tim kajian 15.00 - 15.30 Coffee break Panitia Kajian Konservasi Gua Gajah (Yudi Suhartono, M.A.) M : Linus Setyo Adhidhuto, S.Si. 15.30 - 17.00 Presentasi Narasumber (Dr. Eng. Fikri Faris, S.T., M.Eng.) N : Tim kajian 2. Selasa, 9 Mei 2017 Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Sumba pada Perancangan dan Konservasi Rumah Adat serta M : Ari Swastikawati, S.Si., M.A. 08.00 - 09.30 Presentasi Ketahanannya terhadap Gempa (Brahmantara, S.T.) Narasumber (Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D.) N : Tim kajian 09.30 - 10.00 Coffee break Panitia Kajian Penanganan Konservasi Candi Mendut (Joni Setyawan, S.T.) M : Henny Kusumawati, S.S. 10.00 - 11.30 Presentasi Narasumber (Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D.) N : Tim kajian 12.00 - 13.00 Ishoma Panitia Kajian Intensitas Suara terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu (Linus Setyo Adhidhuto, S.Si.) M : Winda Diah Puspita Rini., S.S. 13.00 - 14.30 Presentasi Narasumber (Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si.) N : Tim kajian 14.30 - 15.00 Coffee break Panitia Kajian Konservasi Cagar Budaya Kayu Menggunakan Asap Cair Tahap II (Moh. Habibi, S.Si.) M : Linus Setyo Adhidhuto, S.Si. 15.00 - 16.30 Presentasi Narasumber (Prof. Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Agr.Sc.) N : Tim kajian 3. Rabu, 10 Mei 2017 Kajian Konservasi Benteng Bau-Bau (Ari Swastikawati, S.Si, M.A.) M : Winda Diah Puspita Rini, S.S. 08.00 - 09.30 Presentasi Narasumber (Aris Munandar) N : Tim kajian 09.30 - 10.00 Coffee break Panitia Kajian Penataan Vegetasi Kawasan Borobudur (Jenis dan Konteks Penggambarannya pada relief Candi M : Ari Swastikawati, S.Si., M.A. 10.00 - 11.30 Presentasi Borobudur dan Candi Mendut) (Hari Setyawan, S.S., M.T.) Narasumber (Dra. D.S. Nugrahani, M.A.) N : Tim kajian 11.30 - 12.00 Penutupan Kepala Balai Konservasi Borobudur Panitia