Lokasi Dan Kelompok Teater Indonesia 2001—2005 (Analisis Rubrik Teater Majalah Tempo)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Lokasi Dan Kelompok Teater Indonesia 2001—2005 (Analisis Rubrik Teater Majalah Tempo) LOKASI DAN KELOMPOK TEATER INDONESIA 2001—2005 (ANALISIS RUBRIK TEATER MAJALAH TEMPO) Location and Indonesian Theater Group 2001—2005 (An Analysis on Tempo’s Theater Column) Nurhadi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Tlp./Faks. 0274-548207, Pos-el: [email protected] (Makalah diterima tanggal 2 Februari 2010—Revisi tanggal 16 Mei 2010) Abstrak: Artikel ini bertujuan mendeskripsikan kelompok-kelompok teater yang berkecimpung dalam pementasan teater di Indonesia dan peta lokasi pementasan sebagaimana diulas dalam majalah Tempo tahun 2001—2005. Hasil penelitian ini menunjukan kelompok teater yang paling konsisten dalam mementaskan suatu naskah setiap tahunnya adalah Teater Koma. Kelompok teater berikutnya yang relatif banyak berkiprah dari tahun 2001—2005 berdasarkan artikel rubrik teater Tempo yaitu Teater Mandiri, Teater Garasi, dan Actors Unlimited Bandung. Kelompok teater pada jajaran berikutnya yang mementaskan lebih dari satu kali pada periode 2001—2005, yaitu Teater Gandrik, Bengkel Teater, dan Mainteater Jakarta. Lokasi pementasan teater selama 2001—2005 berdasarkan rubrik teater majalah Tempo sebagian besar berlang- sung di berbagai gedung teater di Jakarta. Perbandingan jumlah lokasi pertunjukannya adalah sebagai berikut: Jakarta (50 pementasan), Yogyakarta (6 pementasan), Surakarta (2 pementasan) dan Bandung (1 pementasan). Kata-Kata Kunci: lokasi pementasan teater, kelompok teater, majalah Tempo. Abstract: This article aims to describe the theater groups being active in theater performances in Indonesia and the performance location map as reviewed in Tempo magazine in 2001—2005. The research result has shown that the most consistent theater group in performing a script each year is Teater Koma. The next group which have relatively many performances in 2001—2005 according to Tempo’s articles are Teater Mandiri, Teater Garasi, and Actors Unlimited Bandung. The next level groups which have more than one performance in 2001—2005 are Teater Gandrik, Bengkel Teater, and Mainteater Jakarta. The theater performance locations in 2001—2005, according to Tempo’s articles, mostly took place in Jakarta’s theater houses. The ratio of performance locations amount is as follows: Jakarta (50 performances), Yogyakarta (6 performances), Surakarta (2 performances), and Bandung (1 performance). Key Words: theater performance location, theater group, Tempo magazine PENGANTAR perkembangan teater modern, dan (4) Perkembangan atau sejarah teater mo- teater Indonesia mutakhir. dern Indonesia sebetulnya diawali oleh Masa perintisan teater modern di- Komedi Stamboel pada tahun 1891. Me- tandai dengan sejumlah ciri teater nurut Sumardjo (1992:102), secara garis modern yang membedakannya dengan besar, sejarah teater modern Indonesia teater tradisional. Adapun ciri-ciri teater terbagi dalam empat periode: (1) masa modern, yaitu (1) pertunjukan dilakukan perintisan teater modern, (2) masa ke- di tempat khusus, (2) penonton harus bangkitan teater modern, (3) masa membayar, (3) fungsi untuk hiburan, (4) unsur ceritanya berkaitan erat dengan 15 peristiwa sezaman, (5) ungkapan bentuk Djien), seorang pemilik modal yang ter- teater sudah memakai idiom-idiom pelajar. Rombongan teater Orion telah modern, (6) memakai bahasa Melayu melakukan beberapa pembaharuan terha- Pasaran, dan (7) adanya pegangan cerita dap kelompok-kelompok teater sebelum- tertulis. Masa perintisan teater modern nya. Pembaharuan yang telah mereka la- terbagi pada tiga masa, yaitu (1) masa kukan, misalnya (1) pembagian episode teater bangsawan, (2) masa Komedi lebih diperingkas, (2) adegan memperke- Stamboel, dan (3) masa teater opera. nalkan diri tokoh-tokohnya dihapus, (3) Pada tahun 1885, Mamak Pushi selingan (berupa nyanyian/tarian) di membentuk rombongan teater berdasar- tengah adegan dihapus, (4) sebuah lakon kan properti dan idiom-idiom teater diselesaikan dalam satu malam saja, dan Wayang Parsi. Rombongan ini dinamai- (5) repertoire cerita mulai banyak cerita- nya Pushi Indera Bangsawan of Penang. cerita asli. Nama Miss Riboet’s Orion itu Mula-mula Pushi dan menantunya, sendiri merupakan gabungan nama dari Kassim, menempatkan teaternya di ru- kelompok ini dan nama bintang prima- mah-rumah bangsawan yang punya ken- donanya, yakni Miss Riboet. duri. Dari sinilah, muncul pengertian Kelompok Dardanella didirikan 21 teater bangsawan. Juni 1926 oleh A. Piedro (Willy Kehadiran rombongan Indera Klimanoff) di Sidoarjo. Mereka terobsesi Bangsawan mendapat sambutan baik untuk menyaingi kepopuleran Orion. Ke- masyarakat Melayu, baik di Malaysia, lompok ini memang akhirnya merajai Singapura, maupun di Sumatera. Kemu- dunia teater peride 1920—1930-an. dian, muncul kelompok-kelompok teater Dardanella sangat terkenal, terlebih lagi sejenis. dengan dimilikinya sejumlah bintang Komedi Stamboel didirikan sekitar primadonanya, seperti Tan Tjeng Bok tahun 1891 oleh August Mahieu (ketu- yang pintar bermain pedang, Dewi Dja, runan Indo-Perancis) kelahiran Surabaya dan Astaman. Bahkan, tahun 1934, to- (1860). Komedi Stamboel memperoleh koh-tokoh Orion seperti Nyoo Cheong sambutan hangat penonton di Surabaya. Seng dan istrinya Fifi Young (Tan Kim Kemudian, mereka mengadakan pertun- Nio) menyeberang ke Dardanella. Mere- jukan keliling Pulau Jawa. Mereka ka banyak mementaskan naskah asli dan mementaskan lakon-lakon Indonesia (lo- naskah asing. Sebelum akhirnya bubar, kal) dan lakon-lakon asing. Sepeninggal kelompok ini banyak melakukan pertun- Mahieu (1906), kelompok ini bubar. jukan di luar negeri. Tidak hanya di Sementara itu, para penerus Komedi negara-negara Asia saja mereka pentas, Stamboel terus berjalan di masyarakat. tetapi juga Eropa dan Amerika. Di lingkungan Cina Peranakan di Teater modern mulai berkembang Indonesia juga mulai muncul kegiatan sebetulnya sejak akhir abad XIX hingga teater. Sekitar tahun 1908, di kalangan sebelum masa Jepang. Pada periode ini, Cina Peranakan muncul “Opera Derma”. banyak ditulis naskah drama, seperti, Mereka berpentas untuk kegiatan amal Lalakon Raden Beij Soerio Retno (oleh sehingga para pemainnya kebanyakan F. Wiggers, 1901), dan Bebasari (oleh para amatir. Rustam Effendi, 1926). Setelah Darda- Masa kebangkitan teater modern nella, muncul sejumlah kelompok teater Indonesia terbagi dalam tiga masa, yaitu lain (daerah), seperti Miss Tjitjih (1) masa Miss Riboet’s Orion, (2) masa (Sunda), Sri Asih, Sandiwara Wargo The Malay Opera “Dardanella”, dan (3) (Jawa). Selain itu, juga muncul awal teater modern. Orion didirikan ta- kelompok-kelompok sandiwara amatir hun 1925 oleh T.D. Tio Jr (Tio Tik 16 yang tidak hanya sekadar mencari peng- pendidikan” teater, isu teater avant hasilan dari pementasannya. garde, dan zaman emas kedua teater In- Masa perkembangan teater modern donesia. Pada periode mutakhir ini, sebe- terbagi dalam tiga kategori waktu: (1) tulnya terbagi atas masa 1965-an, 1970- teater zaman Jepang, (2) teater Indonesia an, 1980-an, dan 1990-an yang masing- tahun 1950-an, dan (3) teater Indonesia masing mempunyai tokoh-tokoh teater tahun 1960-an. Pada zaman Jepang mun- (dan nama kelompok teaternya) yang cul kegiatan teater amatir di samping ke- menonjol, seperti Rendra (Bengkel giatan teater profesional yang sudah ma- Teater), Arifin C.Noor (Teater Kecil), rak berkembang. Pada periode ini, mun- Putu Wijaya (Teater Mandiri), dan Nano cul sejumlah kelompok teater profesio- Riantiarno (Teater Koma). nal dan amatir. Periode ini ditandai Selain keempat tokoh tersebut, ma- dengan adanya campur tangan Jepang sih banyak nama yang turut menghiasi terhadap bidang kesenian termasuk da- perkembangan teater modern Indonesia lam perteateran. mutakhir, seperti Teguh Karya (Teater Pada masa tahun 1950-an, muncul Populer), Suyatna Anirun (Studiklub pelopor sandiwara Maya, grup-grup Teater Bandung), Ikranegara (Teater teater permulaan, dan akademi teater. Saja), Wahyu Sihombing (Teater Lem- Pada masa inilah, muncul zaman emas baga), Teater Lisendra, Teater Kail, teater yang pertama. Usmar Ismail bersa- Road Teater, Teater Gelanggang Rema- ma Dr. Abu Hanifah membentuk kelom- ja Jakarta Timur, Art Study Club Jakar- pok teater Maya. Naskah yang pertama ta, Teater SAE, Teater Luka, Teater mereka pentaskan berjudul Nusa Laut Gandrik, Teater Gapit dan sebagainya. (karya Usmar Ismail) tanggal 27 Mei Kelompok-kelompok teater tersebut 1944. Kemudian diikuti oleh sejumlah banyak menampilkan lakon produksi pementasan lainnya. Maya, boleh jadi mereka sendiri, lakon tradisional yang merupakan “avantgarde theatre” Indo- dikemas secara baru, serta naskah asli nesia. Kelompok ini merupakan “ayah Indonesia atau naskah asing (baik dari kandung” dari tradisi teater modern Barat maupun Timur). Indonesia selanjutnya. Kemudian pada Berdasarkan latar belakang tersebut, tahun 1955, Usmar Ismail mendirikan masalah yang menjadi fokus penelitian ATNI (Akademi Teater Nasional ini adalah (1) kelompok teater apa saja Indonesia). yang mementaskan pertunjukannya da- Sementara itu, di Yogyakarta (1954) lam kurun tahun 2001—2005 dan (2) di muncul ASDRAFI. Banyak kelompok mana lokasi pementasan teater selama teater lainnya, seperti STB (Bandung), kurun tahun 2001—2005? Teater Bogor, Studi Grup Drama Djokja, dan sejumlah kelompok teater yang METODE berbasiskan universitas. Masa tahun Sumber data penelitian ini adalah maja- 1960-an diwarnai dengan kelanjutan lah Tempo dengan rentang waktu tahun zaman emas teater pertama, berbagai 2001—2005. Penelitian ini berupa pene- festival teater, teater keagamaan, orga- litian pustaka dan pengumpulan datanya
Recommended publications
  • Discourses Exploring the Space Between Tradition and Modernity in Indonesia
    In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA i Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). ii In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Pramudita Press iii In the 8th International Indonesia Forum Conference Sebelas Maret University, Solo, Indonesia 29 – 30 July 2015 Organized by: Sebelas Maret University and International Indonesia Forum DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Paper Contributor:
    [Show full text]
  • The Role of Ethnic Chinese Minority in Developntent: the Indonesian Case
    Southeast Asian Studies. Vol. 25, No.3, December 1987 The Role of Ethnic Chinese Minority in Developntent: The Indonesian Case Mely G. TAN* As recent writIngs indicate, the term Introduction more commonly used today is "ethnic Chinese" to refer to the group as a Despite the manifest diversity of the whole, regardless of citizenship, cultural ethnic Chinese in Southeast Asia, there orientation and social identification.2) is still the tendency among scholars The term ethnic or ethnicity, refers to focusing on this group, to treat them a socio-cultural entity. In the case of as a monolithic entity, by referring to the ethnic Chinese, it refers to a group all of them as "Chinese" or "Overseas with cultural elements recognizable as Chinese." Within the countries them­ or attributable to Chinese, while socially, selves, as In Indonesia, for instance, members of this group identify and are this tendency is apparent among the identified by others as constituting a majority population in the use of the distinct group. terms "orang Cina," "orang Tionghoa" The above definition IS III line with or even "hoakiau."D It is our conten­ the use in recent writings on this topic. tion that these terms should only be In the last ten years or so, we note a applied to those who are alien, not of revival of interest In ethnicity and mixed ancestry, and who initially do ethnic groups, due to the realization not plan to stay permanently. We also that the newly-developed as well as the submit that, what terminology and what established countries In Europe and definition is used for this group, has North America are heterogeneous socie­ important implications culturally, so­ ties with problems In the relations cially, psychologically and especially for policy considerations.
    [Show full text]
  • Semester 1 Menentukan Karakter, Bloking, Tata Rias, Tata Busana, Tata Pentas, Tata Cahaya, Tata Usaha, Dan Lain-Lain
    Seni Budaya Buku ini menyajikan pembelajaran aktivitas berapresiasi, berkarya, (berekspresi, bereksperimen) dengan pendekatan saintifik. Di bidang seni rupa menyajikan aspek konseptual, visual, dan operasional dalam pemberdayaan unsur rupa (noktah, garis, warna, tekstur, volume, dan ruang) dengan memperhatikan Seni Budaya prinsip estetik seperti keselarasan, keseimbangan, proporsi, irama, penekanan dalam penciptaan seni rupa murni, dan desain sesuai dengan potensi kreatif yang dimiliki masing-masing peserta didik. Pendekatan saintifik di bidang tari menyajikan ragam gerak tari tradisional, analisis, dan pengembangan ragam gerak berdasarkan unsur tenaga (lemah, sedang, kuat), ruang (sempit, sedang, luas), dan waktu (lambat, sedang, cepat) untuk aktivitas upacara, tari untuk penyajian estetis, maupun tari untuk hiburan. Pendekatan saintifik teater mengacu pada lintasan sejarah teater barat (tragedi, komedi, dan satyr) teater tradisional Asia (Cina, India, Jepang) teater tradisional Nusantara (Lenong, Longser, Ketoprak, Ludruk, Arja, Kemidi, Rudat, Kondobuleng, Dulmuluk, Randai, dan Makyong). Persiapan pementasan teater menyajikan masalah aktor, ● SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1 menentukan karakter, bloking, tata rias, tata busana, tata pentas, tata cahaya, tata usaha, dan lain-lain. Pendekatan saintifik bidang musik menyajikan pembelajaran dan latihan kemampuan apresiasif (mendengar, membaca, dan menulis musik) untuk pencapaian Seni Budaya kemampuan kreatif ditempuh melalui menggubah musik dan mencipta kembali (rekreatif) melalui aktivitas pementasan musik. ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4 ZONA 5 HET SMA/MA/ Rp14.600 Rp15.200 Rp15.800 Rp17.000 Rp21.800 SMK/MAK KELAS ISBN: 978-602-427-142-8 (Jilid Lengkap) 978-602-427-145-9 (Jilid 2a) XI Semester 1 Seni Budaya SMA/MA/ SMK/MAK KELAS XI Semester 1 Hak Cipta © 2017 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Disklaimer: Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013.
    [Show full text]
  • Ethnic Chinese Film Producers in Pre-Independence Cinema Charlotte SETIJADI Singapore Management University, [email protected]
    CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk Provided by Institutional Knowledge at Singapore Management University Singapore Management University Institutional Knowledge at Singapore Management University Research Collection School of Social Sciences School of Social Sciences 9-2010 Imagining “Indonesia”: Ethnic Chinese film producers in pre-independence cinema Charlotte SETIJADI Singapore Management University, [email protected] Thomas BARKER National University of Singapore DOI: https://doi.org/10.1386/ac.21.2.25_1 Follow this and additional works at: https://ink.library.smu.edu.sg/soss_research Part of the Asian Studies Commons, and the Film and Media Studies Commons Citation SETIJADI, Charlotte, & BARKER, Thomas.(2010). Imagining “Indonesia”: Ethnic Chinese film producers in pre-independence cinema. Asian Cinema, 21(2), 25-47. Available at: https://ink.library.smu.edu.sg/soss_research/2784 This Journal Article is brought to you for free and open access by the School of Social Sciences at Institutional Knowledge at Singapore Management University. It has been accepted for inclusion in Research Collection School of Social Sciences by an authorized administrator of Institutional Knowledge at Singapore Management University. For more information, please email [email protected]. Asian Cinema, Volume 21, Number 2, September 2010, pp. 25-47(23) DOI: https://doi.org/10.1386/ac.21.2.25_1 25 Imagining “Indonesia”: Ethnic Chinese Film Producers in Pre-Independence Cinema Charlotte Setijadi-Dunn and Thomas Barker Introduction – Darah dan Doa as the Beginning of Film Nasional? In his 2009 historical anthology of filmmaking in Java 1900-1950, prominent Indonesian film historian Misbach Yusa Biran writes that although production of locally made films began in 1926 and continued until 1949, these films were not based on national consciousness and therefore could not yet be called Indonesian films.
    [Show full text]
  • 10 Malang Mignon Cultural Expressions of the Chinese, 1940
    10 Malang mignon Cultural expressions of the Chinese, 1940-1960 Melani Budianta Malang, a hilly resort town in East Java, was from the 1950s to the 1960s a city alive with arts and cultural performances.1 Born in the 1950s and raised in a peranakan (culturally assimilated Chinese) culture that nurtured the taste for traditional dances and theatre, my three sisters and I were avid consumers of, and sometimes ama- teur participants in, the city’s cultural festivities.2 My father, as a board member of the Malang branch of an association of cigarette companies (Gabungan Perusahaan Rokok or GAPERO), often got free tickets to the best shows in town.3 Cigarette companies – along with other businesses owned by the Chinese – were regular patrons of such activities. There was a rich variety from which to choose, from our most favourite wayang orang Ang Hien Hoo, traditional Javanese theatre owned and played by the peranakan Chinese, to ludruk (a comic popular theatre form from East Java) and the Chi- nese puppet shows at the Malang Chinese temple. Modern and traditional dances from all parts of Indonesia, as well as ballet and folk dances from many countries were performed in cultural nights sponsored by the many competing political parties and cultural organizations. Towards the mid-1960s, however, when the ideological competi- tion between right-wing and left-wing politics was on the rise, we 1 I am indebted to Soebianto Hudyana (Liem Tiauw Bian), writer on Chinese Indonesian issues, for his encouragement and help in collecting research materials, checking the accuracy of my data, connecting me to resource persons, and for his assistance during interviews.
    [Show full text]
  • Bab 2 Sekilas Perkembangan Perfilman Di Indonesia 2.1
    BAB 2 SEKILAS PERKEMBANGAN PERFILMAN DI INDONESIA 2.1 Awal Perkenalan Awalnya masyarakat Hindia Belanda pada tahun 1900 mengenal film yang sekarang kita kenal dengan sebutan gambar idoep. Istilah gambar idoep mulai dikenal saat surat kabar Bintang Betawi memuat iklan tentang pertunjukan itu. Iklan dari De Nederlandsche Bioscope Maatschappij di surat kabar Bintang Betawi menyatakan: “...bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasi lihat tontonan amat bagoes jaitoe gambar-gambar idoep dari banyak hal..”22 Selanjutnya pada tanggal 4 Desember surat kabar itu kembali mengeluarkan iklan yang berbunyi: “...besok hari rabo 5 Desember PERTOENJOEKAN BESAR JANG PERTAMA di dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjae (MANEGE) moelain poekoel TOEDJOE malem..”23 22 Bintang Betawi. Jum’at, 30 November 1900. Universitas Indonesia Kebijakan pemeerintah..., Wisnu Agung Prayogo, FIB UI, 2009 Film yang dipertontonkan saat itu merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang perkembangan terakhir pembangunan di Belanda dan Afrika Selatan. Film ini juga menampilkan profil keluarga kerajaan Belanda. Tahun 1910 sendiri tercatat sebagai tahun kegiatan pembuatan film yang lebih bersifat pendokumentasian tentang Hindia Belanda agar ada pengenalan yang lebih “akrab“ antara negeri induk (Belanda) dengan daerah jajahan.24 Industri pembuatan film di wilayah Hindia Belanda sendiri baru dimulai sejak tahun 1926 ketika sebuah film berjudul Loetoeng Kasaroeng dibuat oleh L.Hoeveldorp dari NV Java Film Company pimpinan G. Krugers dan F. Carli.25 Java Film Company kemudian
    [Show full text]
  • Never the Twain Shall Meet?
    IIAS | P.O. Box 9515 | 2300 RA Leiden | The Netherlands | T +31-71-527 22 27 | F +31-71-527 41 62 | [email protected] | www.iias.nl <Theme: Afghanistan: Picking up the Pieces Eight researchers assess what’s lost, recovered, and revived of Afghanistan’s cultural inheritance. 27 page 8-16 March 2002 | the IIAS newsletter is published by the IIAS and is available free of charge ¶ ¶ Enhancing EU’s Partnerships with Asia: p. 32 p. New stu- New ¶ pp 62-63 pp p. 51 p. asks Shalina Shar- Shalina asks , the Fifth European Fifth the , [3] [1] Never the Twain 7 Shall Meet? that shows how cultural and religious and cultural how shows that Forum > Adapting Kipling to a Globalized World [6] when he arrived in the Netherlands and had and Netherlands the in arrived he when [7] 15 October 2001 More than 100 years ago, in The Ballad of East and West, the British poet Kipling wrote a line of verse which In the first instalment of her series on “Asia in “Asia on series her of instalment first the In International Conference Agenda, Conference International ¶ Leiden, would subsequently enter the English language almost as a cliché: “Oh, East is East, and West is West, and never ¶ p.5 The Netherlands the twain shall meet.” p. 57 p. uch has changed since then. Empires have crashed to But the biggest change of all, the change that has and is M the ground. The horror and upheaval of world wars - touching more lives than even the world wars did, is the phe- two very hot and one ice-cold - have come and gone.
    [Show full text]
  • V Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id Commit
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitv to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitvi to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitvii to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitviii to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTO “ Perjuangan semakin terasa jika paham sejauh mana sudah melangkah, dan melihat kesalahan ada dimana, kemudian segera memperbaikinya” commitix to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan kepada : Ibunda dan Ayahanda Tercinta Adik – adik Ku Tersayang Kekasih Tersayang commitx to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.WB., Alhamdulillah puji syukur hamba panjatkan ke hadirat Allah SWT yang btelah melimpahkan rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. selama proses penyusunan skripsi penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik dalam bentuk materi maupun spiritual yang tidak ternilai besarnya. Oleh karena itu, merupakan sebuah kewajuiban penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan fasilitas studi selama masa perkuliahan. 2. Drs. Tundjung WS, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu bimbingan, pengetahuan, saran, dan pengaeahan sampai penulisan skripsi ini selesai. 3. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini. 4. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
    [Show full text]
  • Gaya Ilustrasi Indies (Studi Perbandingan Poster Film Tiga Dara Versi Orisinal Dan Restorasi)
    GAYA ILUSTRASI INDIES (STUDI PERBANDINGAN POSTER FILM TIGA DARA VERSI ORISINAL DAN RESTORASI) Kevin Abubakar Perdana, Wegig Murwonugroho*) Abstract Indies Illustration Style (Comparative Study of Tiga Dara Movie Poster Original and Restoration Version). Movie posters are a promotional medium for an advertisement of a movie that will air in theaters. Tiga Dara movie promotes the film using a poster media by appointing characters about three siblings. Tiga Dara movie was first published in 1956, then have restored and republished in 2016. After being observed, Tiga Dara movie poster still use indies style in the poster. Theoretically, indies style is a style generated by artists and typographers who flourished and became a cultural identity in the Dutch colonial period. Besides the story script, the methodology used in this study uses descriptive analytical method, which comparing the images between original version and restoration version of posters. The style of illustration are capable for communicate the narative aspect of the movie and represent the situation in Tiga Dara movie correctly. Keywords: poster, ilustrasi, gaya indies, Tiga Dara Abstrak Gaya Ilustrasi Indies (Studi Perbandingan Poster Film Tiga Dara Versi Orisinal dan Restorasi). Poster film merupakan media promosi untuk sebuah film yang akan tayang di bioskop. Film Tiga Dara mempromosikan filmnya menggunakan media poster dengan mengangkat tokoh tentang tiga perempuan cantik yang bersaudara kandung. Film Tiga Dara pertama kali dibuat pada tahun 1956 kemudian direstorasi dan ditayangkan kembali pada tahun 2016. Setelah diamati, poster film Tiga Dara masih menggunakan gaya indies dalam poster versi restorasi sehingga perlu dilakukan pengamatan apakah memiliki perbedaan dengan poster yang orisinal.
    [Show full text]
  • Honorarium, Aktris, Gender: Perempuan Pekerja Seni Dalam Industri Perfilman Indonesia, 1950An-1970An
    Volume 14 Number 2 ISSN 2314-1234 (Print) Page October 2018 ISSN 2620-5882 (Online) 136—149 Honorarium, Aktris, Gender: Perempuan Pekerja Seni dalam Industri Perfilman Indonesia, 1950an-1970an INDIRA ARDANARESWARI Alumnus Program Master Departemen Sejarah FIB UGM Email: [email protected] Abstract Observing women as art workers, one can’t put away how women contribute to Keywords: promote popular entertainment art such as movie. Women in the movie industry film; between 1950’s until 1970’s held extremely important roles. Big demands of women actress; have given them freedom to participate in the works, choosing professions in the employment movie industry based upon their respective passion. In the development, they began to be driving forces of the expansion of public spaces for women in their locality, especially within the movie industry. These actresses were promoted intensively as a way to legitimate commercial movies. Apart from earning proper wages, they also were widely exposed but also objectified. Abstrak Ketika mengamati perempuan sebagai pekerja seni, tentunya tidak dapat lepas Kata kunci: dari pengamatan tentang keikutsertaan perempuan memajukan seni hiburan film; massa layaknya film. Perempuan dalam perfilman era 1950an-1970an, setidaknya aktris; memegang peranan yang sangat penting menarik perhatian publik. Kebutuhan pekerjaan yang besar terhadap perempuan memberikan kebebasan bagi perempuan untuk ikut berkarya, memilih pekerjaan dalam industri perfilman berlandaskan minat. Pada perkembangannya, mereka mulai mengambil bagian sebagai penggerak meluasnya public space bagi perempuan di perkotaan, khususnya yang terjadi dalam perfilman. Para Aktris ini dipromosikan besar-besaran sebagai bagian legitimasi film komersial. Selain mendapatkan honor sesuai dengan tingkat pekerjaannya, mereka juga memperoleh ruang publik yang luas, namun juga diobjektifikasikan.
    [Show full text]
  • CATALOG FILM CLASSIC Updated : Dec 12Th, 2018 the Movie Titles Below Are Belongs to PT Falcon
    CATALOG FILM CLASSIC Updated : Dec 12th, 2018 The movie titles below are belongs to PT Falcon FILM LEGEND : RHOMA IRAMA RESTORATION No TITLE YEAR OF MADE / RELEASE CAST DUR 1 CINTA SEGITIGA 1979 Rhoma Irama,Ricca Rachim,EL Manik,Ade Irawan,Alwi AS,Aedy Moward,Doddy Sukma,Komalasari 123 Mins 2 CAMELIA 1979 Rhoma Irama,Ricca Rachim,Joice Erna,Cherry Ivonne,Anen,Udin Labu,Marlia Hardi,Amran S 102 Mins 3 BERKELANA I 1978 Rhoma Irama,Yatie Octavia,Sukarno M Noor,Rachmat Hidayat,Chitra Dewi,Ade Irawan 80 Mins 4 BERKELANA II 1978 Rhoma Irama,Yatie Octavia,Sukarno M Noor,Rachmat Hidayat,Chitra Dewi,Ade Irawan 80 mins 5 BEGADANG 1978 Rhoma Irama,Yatie Octavia,Chitra Dewi,Ade Irawan,Sukarno M Noor,A Hamid Arief 111 Mins 6 PENGABDIAN 1984 Rhoma Irama,Ricca Rachim,Minanti Atmanegara,Mieke Wijaya,Ida Zein,Jack Malad,Hengky Nero 109 Mins 7 CINTA KEMBAR 1984 Rhoma Irama,Deddy Irama,Herry Irama,Veronica Irama,Dicky Zulkarnaen,Chintami Atmanegara 92 Mins 8 PERJUANGAN & DOA 1980 Rhoma Irama,Ricca Rachim,WD Mochtar,Chitra Dewi,Soultan Saladin,Alwi AS 134 Mins 9 BADAI DI AWAL BAHAGIA 1981 Rhoma Irama,Ricca Rachim,Soultan Saladin,Muni Cader,Farah Meuthia,Bung Salim,Eddy Wardy 124 Mins 10 DARAH MUDA 1977 Rhoma Irama,Yatie Octavia,Ucok Aka 111 Mins 11 MELODI CINTA 1980 Rhoma Irama,Ricca Rachim,Soultan Saladin,Eddy Wardy,Farah Meuthia,Rita Sugiarto 90 Mins 12 GITAR TUA 1977 Rhoma Irama,Yatie Octavia,Aminah Cendrakasih,Netty Herawati,A Hamid Arief 87 Mins Falcon Rights : Exclude TV 13 JAKA SWARA 1990 Rhoma Irama,Camelia Malik,Piet Pagau,Simon Cader,Gino Makasutji,Ade
    [Show full text]
  • 78 BAB II DESKRIPSI FILM A. Film Tiga Dara Tiga Dara Adalah
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II DESKRIPSI FILM A. Film Tiga Dara Tiga Dara adalah sebuah film bergenre komedi musikal yang dirilis tahun 1957. Film ini dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Widjaja, dan Indriati Iskak. Tiga Dara merupakan film karya Usmar Ismail yang diproduksi untuk Perusahaan Film Nasional (Perfini). Film ini dianggap sebagai film klasik perfilman Indonesia yang tak lekang oleh waktu, karena tema yang diangkat masih relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini(Wikipedia, diakses pada 3 Agustus 2018). Setelah dirilis pada bulan Agustus 1957, film ini memperoleh ketenaran yang tinggi dan masuk di beberapa bioskop kelas satu. Tiga Dara menjadi film Perfini paling menguntungkan dengan penjualan tiket sebesar 10 juta rupiah, atau keuntungan sebesar tiga juta rupiah(tirto.id, diakses pada 3 Agustus 2018). Namun, Usmar Ismail merasa tidak sejalan dengan hal tersebut, karena Tiga Dara nyatanya ditujukan untuk kepentingan komersial. Tiga Dara tampil di Festival Film Venesia 1959 dan meraih Tata Musik Terbaik di Festival Film Indonesia 1960(Wikipedia, diakses pada 3 Agustus 2018). Pada tahun 2015, negatif-negatif selulosa asetat untuk film Tiga Dara mengalami rusak berat karena robek, jamur, atau ada bagian yang hilang. Untuk memperbaikinya demi generasi mendatang, SA Films memutuskan bahwa film commit to user Tiga Dara direstorasi oleh Laboratorium L’immagine Ritrovata di Bologna. 78 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Restorasi tersebut meliputi penyusunan kembali adegan yang hilang dari salinan film yang ada dan penghilangan debu dan jamur. Restorasi dimulai pada awal 2015 dan selesai pada 8 Oktober 2015. Restorasi film Tiga Dara kemudian dialihkan ke resolusi 4K dan ditayangkan kembali di bioskop Indonesia pada 11 Agustus 2016(Wikipedia, diakses pada 3 Agustus 2018).
    [Show full text]