JURNALISME ADVOKASI DALAM FILM DOKUMENTER JAKARTA UNFAIR PRODUKSI WATCHDOC
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos)
Oleh : Sri Mulyawati 1113051000100
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018/ 1439 H
Abstrak
Sri Mulyawati
Jurnalisme Advokasi Dalam Film Dokumenter Jakarta Unfair
Pada umumnya kita tahu bahwa pemberitaan di media massa antara lain dalam bentuk berita di koran, radio atau televisi. Namun demikian, dalam dunia jurnalis ada banyak varian kerja jurnalistik yang bekerja di luar arus utama kerja dalam hal melaporkan berita antara lain dalam bentuk film dokumenter. Dalam pembuatan film dokumenter ada kerja-kerja jurnalistik yang diterapkan. Misalnya investigasi, pengumpulan data, penulisan laporan dan termasuk di dalamnya sembilan elemen jurnalistik. Jakarta Unfair merupakan film dokumenter yang merekam sisi terdalam kaum miskin kota yang terkena pengusuran. Menurut laporan LBH Jakarta, Pemprov Jakarta telah melakukan 113 kali penggusuran selama tahun 2015 dan 325 titik terancam digusur tahun 2016 dan setidaknya 70% penggusuran dilakukan sepihak dan tanpa solusi yang sepadan. Ketika sebagian besar media arus utama melihat peristiwa hanya dari sisi luar lokasi penggusuran, film ini justru mendokumentasikan hal-hal yang luput dari pemberitaan media massa. Hadirnya jurnalisme advokasi melalui film dokumenter, membuat penulis tertarik untuk melihat sejauhmana penerapan jurnalisme advokasi dalam film dokumenter Jakarta Unfair. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis. sedangkan untuk analisis menggunakan enam unsur jurnalisme advokasi menurut Eni Setiati yaitu unsur pertama adalah titik berat berita, yang kedua adalah isu yang diangkat. Unsur ke tiga, narasumber utama, unsur ke empat, prioritas kerja dalam jurnalisme advokasi. Unsur ke lima, asas legalitas dalam peliputan. Terakhir unsur yang ke enam, harapan pasca pemuatan berita. Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat fokus kerjanya Watchdoc melakukan prakatik jurnalisme advokasi. Namun dalam rangkaian kerjanya, Watchdoc kurang dalam menyuguhkan data-data dan bukti kuat hasil investigasi lapangan. Apa yang dilakukan Watchdoc dalam film Jakarta Unfair bisa dikatakan mengadvokasi orang dengan kerja-kerja jurnalis, hanya saja jauh dari idealitas jurnalisme advokasi. Karena selain membela hak rakyat, berbicara advokasi juga berarti terkait data-data otentik. Satu sisi Watchdoc juga melakukan tanggung jawab sosial kepada publik. Terlihat jelas kecenderungan karya-karya Watchdoc lebih memihak kepada rakyat yang hak-haknya terabaikan.
Kata kunci: Jurnalisme Advokasi, Watchdoc, Film Dokumenter, Jakarta Unfair
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tidak pernah berhenti memberikan karunia, dan nikmat kepada seluruh ciptaanNya. Shalawat beriring salam selalu terlimpah curahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah mejadi suri tauladan bagi seluruh umat muslim di dunia.
Meski tidak tepat waktu, setelah melewati suka duka dengan waktu yang cukup lama penulis mampu menyelesaikan penelitian ini di waktu yang tepat.
Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan,
M.A., Wakil Dekan Bidang Akademik, Suparto, M.Ed, Ph.D., Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, Dr. Roudhonah, M.A., Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Jurusan Jurnalistik, M. Kholis Ridho, M.Si dan Sekretaris Jurusan
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A.
3. Dosen pembimbing skripsi, Rachmat Baihaky, MA yang telah menyediakan
waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing peneliti sehingga skripsi
ini selesai dengan baik dan lancar.
4. Dosen penguji Rubiyanah, MA dan Siti Nurbaya, M.Si yang telah
memberikan kritik dan masukannya agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
ii
5. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi atas ilmu yang diberikan kepada peneliti.
6. Rumah Produksi Watchdoc, khususnya kepada Randy Hernando, dan Sindy
Febriyani selaku sutradara film dokumenter Jakarta Unfair.
7. Ketua Program Studi Jurnalistik UMN F.X Lilik Dwi Mardjianto dan
Direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan Samiaji Bintang Nusantara.
8. Kedua orang tua terhebat, ayahanda Kholid dan ibunda Yayah Sunaryah yang
telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, kasih sayang
yang tulus, pengorbanan serta doa yang tak kunjung henti. Semoga keduanya
selalu diberikan kesehatan dan keberkahan.
9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2013, khususnya kawan-kawan Jurnalistik
A, juga Laras Sekar Seruni, Ari Anggeliya, Romaida Uswatun Hasanah,
Chintya Anggraeni, Eva Agustina, Ayudya Annisa, Cempaka Maulidya
terimakasih sudah memberikan cerita suka duka selama kuliah.
10. Sahabat-sahabat peneliti, Kosan Pekai Aminatuz Zuhriyah, Irma Rodhotus
Shofia, Sarah Hajar Mahmudah, Yeyet Rohilah. Kemudian juga sahabat dari
Kabinet First Garden (Nanda Afif Alim, Fahrul Fahroji, Iqbal Nugraha, Fikri
Ainun Najib, Rahmadi Suqron Zazila).
11. Sahabat-sahabat di organisasi PMII Komfakda, Kopri PMII Cabang Ciputat,
PMII Cabang Ciputat, PPT IMIKI UIN Jakarta, kawan-kawan DNK TV,
HMK Jurnalistik, dan LPM Journo Liberta yang telah memberikan
pengalaman dan kesempatan peneliti untuk belajar dan berproses.
12. Kawan-kawan komunitas Jonggol Cendekia yang selalu memberikan
dukungan untuk menyelesaikan penelitian ini.
iii
13. Serta seluruh pihak yang terlibat baik terlibat secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga jauh dari kata sempurna. Peneliti telah berupaya melakukan penyusunan dan penelitian dengan maksimal dan sebaik mungkin, untuk itu kritik dan saran yang membangun dibutuhkan peneliti untuk perbaikan skripsi ini.
Jakarta, 30 April 2018
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ...... i
KATA PENGANTAR ...... ii
DAFTAR ISI ...... v
DAFTAR TABEL ...... vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah ...... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 8
D. Metodologi Penelitian ...... 8
E. Tinjauan Pustaka ...... 12
F. Sistematika Penulisan ...... 14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Jurnalisme Advokasi ...... 16
B. Film Dokumenter ...... 26
C. Kekuasaan dan keadilan ...... 28
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah dan Perkembangan Jurnalisme Advokasi di Indonesia ...... 33
B. Gambaran Umum Rumah Produksi Watchdoc ...... 40
C. Karya-Karya Produksi Watchdoc ...... 41
D. Profil Film Dokumenter Jakarta Unfair ...... 44
v
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis enam unsur jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta
Unfair ...... 47
B. Pembahasan ...... 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...... 89
B. Saran ...... 90
DAFTAR PUSTAKA ...... 92
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan jurnalisme advokasi dengan jurnalisme umum ………… 25 Tabel 2 Analisis unsur pertama jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair ………………………………………………………………………………. 61 Tabel 3 Analisis unsur pertama jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair ………………………………………………………………………………. 63 Tabel 4 Analisis unsur pertama jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair ………………………………………………………………………………. 67 Tabel 5 Analisis unsur pertama jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair ………………………………………………………………………………. 70 Tabel 6 Analisis unsur pertama jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair ………………………………………………………………………………. 75
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Tingginya kebutuhan informasi, semakin tinggi dan beragam pula
informasinya. Sejalan dengan perkembangan sarana teknologi komunikasi,
kemudian lahirlah berbagai macam spesifikasi informasi yang bisa diakses
sesuai kebutuhan. Para jurnalis sebagai pelaku komunikasi dan penyampai
informasi memiliki peran penting, utamanya dalam memilih dan menuliskan
bahan informasi yang akan disampaikan kepada publik.1 Begitu banyak
informasi dari berbagai sudut pandang yang dapat diambil, namun kembali
kepada jurnalis itu sendiri informasi seperti apa yang akan disajikan.
Penguasaan sarana komunikasi menempati posisi strategis di era
globalisasi informasi saat ini, karena segala sesuatu yang ingin disampaikan
melalui media akan dikemas sedemikian rupa sesuai ideologi masing-
masing.2 Para pemilik media dengan kekuasaannya bisa menentukan arah
opini publik sesuai yang diinginkan. Pemberitaan media mainstream pun
cenderung berpihak kepada kepentingan kapital, bukan lagi soal kualitas dan
pencerdasan publik.
Sebagaimana tertuang dalam undang-undang, fungsi pers adalah
sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
1 Saidilkarnain Ishak, Jurnalisme Modern: Panduan Praktis (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo, 2014) h. 45 2 Saidilkarnain Ishak, Jurnalisme Modern: Panduan Praktis, h. 45
1
2
kegiatan jurnalistik.3 Dalam undang-undang disebutkan bahwa pers nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
sosial.4 Tetapi sebagai pilar keempat demokrasi, tugas dan fungsi pers yang
bertanggung jawab tidaklah cukup sampai di situ saja, melainkan lebih mulia
lagi yaitu mengamankan hak-hak warga negara dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.5
Media massa wajib menyampaikan informasi yang jujur dan benar
sesuai fakta peristiwa kepada masyarakat. Namun, realitanya tidak semua
berjalan sebagaimana mestinya. Pers media mainstream saat ini cenderung
memihak kepada kepentingan politik dan bisnis. Terbatasnya ruang gerak
jurnalis dan standar baku dalam melaksanakan tugas peliputan, penulisan
berita, dan bentuk laporan berita, menimbulkan kesan yang membosankan
dengan cara kerja jurnalisme lama.6 Sehingga hadirlah berbagai gaya
penulisan yang beragam agar informasi yang disampaikan lebih terkesan
asyik dan tidak kaku.
Dalam Islam, kerja-kerja jurnalistik juga sejalan dengan prinsip ajaran
Islam. Menurut Faris Khoirul Anam, dalam buku Fikih Jurnalistik, jika
seseorang melihat kemunkaran, kemudian menyampaikannya lewat suara dan
tulisannya dan sampai kepada khalayak umum melalui media untuk
menghentikan penyimpangan tersebut, sehingga mempengaruhi opini lain
untuk turut mengingkarinya yang kemudian terbentuklah opini umum (public
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 1 Ayat 1 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 3 Ayat 1 5 Saidilkarnain Ishak, Jurnalisme Modern: Panduan Praktis (Jakarta: Pt Elex Media Komputindo, 2014) h. 27 6 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005) h. 44
3
opinion) yang positif dan baik.7 Jurnalistik ini yang mengerjakan adalah
manusia yang dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik tidak lepas dari hati
nurani. Sehingga, perspektifnya bukan lagi netral, tapi ada hati nurani yang
terlibat. Tidak hanya menyampaikan kebenaran sesuai fakta lapangan, tapi
juga harus melihat mana yang ditindas dan harus dibela yaitu memanusiakan
manusia.
Pers yang bertanggung jawab dengan mengamankan hak-hak
warganegara dalam kehidupan bernegara, salah satunya bisa menggunakan
gaya jurnalisme advokasi untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Advokasi
ini bisa dilakukan melalui tulisan, video pendek, maupun film. Sementara
untuk film tanah air sendiri, saat ini didominasi oleh film dengan konten
komedi dan percintaan yang cenderung menghibur. Satu sisi film dengan
gaya kritis juga banyak bermunculan lewat film-film pendek, namun beda
halnya dengan film dokumenter.
Varian dari film dokumenter saat ini semakin berkembang, dulu film
dokumenter hanya dibuat untuk mendokumentasikan sebuah peristiwa yang
berfungsi sebagai alat untuk memberitahukan suatu kegiatan atau peristiwa.
Tidak hanya sebagai sebuah pendokumentasian saja, film telah dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan, mulai dari bagian jurnalistik televisi, features,
hingga sebagai alat advokasi terhadap kepentingan tertentu.8
7 Faris Khoerul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009) h. 19 8 Film Dokumenter Adalah Sebuah Rekaman ‘Aktualitas’ http://www.idseducation.com/articles/film-dokumenter-adalah-sebuah-rekaman-aktualitas/ diakses pada 7 April 2017 pukul 12.20
4
Rumah produksi audio visual Watchdoc yang didirikan oleh dua
jurnalis, Andy Panca Kurniawan dan Dandhy Laksono, adalah salah satu
rumah produksi yang konsisten melakukan praktik advokasi melalui karya
jurnalsitik, terutama dokumenter. Beberapa judul film dokumenter Watchdoc
diantaranya: Belakang Hotel, Samin VS Semen, Rayuan Pulau palsu, dan
Jakarta Unfair. Film dokumenter tersebut diklaim menunjukan keberpihakan
Watchdoc kepada warga.
Dalam jurnalisme advokasi, wartawan menunjukan kemampuannya
menyajikan fakta (korelasi hasil liputan dengan pengamatan wartawan)
sehingga memunculkan liputan investigasi.9 Film dokumenter Belakang
hotel, secara jelas menunjuk pembangunan hotel sebagai sumber masalah
penyebab air tanah di Yogyakarta menyusut. Kemudian Samin vs Semen,
film yang mendokumentasikan perjuangan para petani kendeng yang menolak
untuk dibangunnya pabrik semen, sebab mereka khawatir akan dampak dari
adanya pabrik semen tersebut terhadap lingkungan.
Film dokumenter Rayuan Pulau Palsu, merekam perjuangan para
nelayan menolak reklamasi di pesisir pantai utara Jakarta. Jakarta Unfair
merupakan dokumenter yang dirancang untuk merekam sisi terdalam kaum
miskin kota yang terkena pengusuran. Menurut laporan LBH Jakarta,
Pemprov Jakarta telah melakukan 113 kali penggusuran selama tahun 2015
9 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005) h. 59
5
dan 325 titik terancam digusur tahun 2016 dan setidaknya 70% penggusuran
dilakukan sepihak dan tanpa solusi yang sepadan.10
Ketika sebagian besar media arus utama melihat peristiwa hanya dari
sisi luar lokasi penggusuran, film ini justru mendokumentasikan hal-hal yang
luput dari pemberitaan media massa. Jurnalisme advokasi bisa digunakan
siapa saja dan untuk kepentingan apa saja. Ada kalanya jurnalisme advokasi
memihak rakyat, namun kadang juga jurnalisme advokasi digunakan untuk
mengamankan kepentingan politik dan bisnis kaum elit.11 Dalam hal ini
hukum rimba pun diberlakukan tanpa melihat siapa yang menjadi korban.
Biasanya ketika pemilik kepentingan yang hanya segelintir orang atau
kelompok ingin berkuasa atas sesuatu hal, rakyatlah yang terkena dampaknya.
Pada umumnya kita tahu bahwa pemberitaan di media massa antara lain
dalam bentuk berita di koran, radio atau televisi. Namun demikian, didalam
dunia jurnalis ada banyak varian kerja jurnalistik yang bekerja diluar arus
utama kerja dalam hal melaporkan berita antara lain dalam bentuk film
dokumenter. Dalam pembuatan film dokumenter ada kerja-kerja jurnalistik
yang diterapkan. Misalnya investigasi, pengumpulan data, penulisan laporan
dan termasuk didalamnya sembilan elemen jurnalistik. Film dokumenter pada
dasarnya adalah sebuah fakta yang kemudian diangkat dengan melibatkan
orang atau sumber yang juga fakta bukan fiktif. Maka dalam membuat film
10 Dokumentasi Watchdoc 11 F.X Lilik Dwi Mardjianto, Membongkar Kubur Jurnalisme Advokasi http://nasional.kompas.com/read/2016/10/27/14021991/membongkar.kubur.jurnalisme.advokasi diakses pada 30 Maret 2017 pada pukul 14.00
6
dokumenter, kerja-kerja jurnalis pun dilakukan seperti mewawancarai orang- orang yang terlibat dan mengupulkan data-data.
Sama halnya dengan jurnalisme advokasi lewat film dokumenter.
Begitu banyak fakta dan peristiwa yang terjadi dilapangan, tapi bagaimana film dokumenter ini menyatukan setiap unsur sehingga menjadi sebuah film dengan alur cerita yang dapat memberikan advokasi bagi seseorang, sesuatu atau golongan yang sedang memperjuangkan haknya sebagai warga negara.
Namun demikian, layaknya berita pada umunya, tetap memberikan informasi sesuai fakta dilapangan dengan menghadirkan narasumber yang sesungguhnya alias bukan keterangan fiktif.
Berbeda dari film dokumenter sebelumnya, Jakarta Unfair bukan hanya diproduksi oleh tim Watchdoc tapi juga gabungan dari mahasiswa, akademisi, dan media. Watchdoc berhasil mengumpulkan tim yang sebagian besar adalah mahasiswa dari beberapa universitas, salah satunya UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam roadshow yang digelar kurang lebih 40 layar di
Indonesia maupun luar negeri, film yang berisi tentang penggusuran di DKI
Jakarta ini pernah mengalami pembatalan penayangan di cinema XXI Taman
Ismail Marzuki karena alasan keamanan.
Hadirnya jurnalisme advokasi melalui film dokumenter, penulis tertarik untuk melihat bagaimana penerapan jurnalisme advokasi dalam film dokumenter Jakarta Unfair. Di era maraknya vlogger hari ini, film dokumenter menjadi alternatif yang cukup berpeluang untuk membuka mata masyarakat mengenai keadaan sosial Indonesia. Selama ini, jangankan rakyat
7
biasa, setingkat mahasiswa pun sudah enggan untuk datang menghadiri
seminar dan mendengarkan hasil penelitian. Akan tetapi, menghadirkan suatu
fenomena melalui produk film bisa memberikan pilihan lain kepada
masyarakat.
Sampai saat ini film dokumenter terkait advokasi belum begitu banyak.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui sejauhmana
penerapan jurnalisme advokasi dalam film dokumenter Jakarta Unfair dengan
judul penelitian “Jurnalisme Advokasi dalam Film Dokumenter Jakarta
Unfair Produksi Watchdoc”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan masalah
Penelitian ini membutuhkan batasan masalah agar lebih terarah dan
mempermudah proses penelitian. Maka, batasan masalahnya berada pada
praktik jurnalisme advokasi dalam film dokumenter Jakarta Unfair yang
pertama dengan durasi 52 menit 14 detik. Perlu diketahui, film
dokumenter Jakarta Unfair memiliki lanjutan film dengan judul Epilog
Jakarta Unfair yang berdurasi 30 menit. Epilog Jakarta Unfair lebih
menceritakan keadaan warga DKI Jakarta pasca terkena penggusuran.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “sejauhmana
penerapan jurnalisme advokasi dalam film dokumenter Jakarta Unfair
diukur dengan enam unsur jurnalisme advokasi?”
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulis melakukan
penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana penerapan
jurnalisme advokasi yang dilakukan Watchdoc dalam film dokumenter
Jakarta Unfair berdasarkan enam unsur jurnalisme advokasi.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharakan dapat menjadi khazanah keilmuan
mengenai penerapan jurnalisme advokasi melalui film dokumenter,
juga sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki
relevansi dalam kajian komunikasi dan advokasi. Selain itu, penelitian
juga diharapkan dapat memberikan referensi mengenai prinsip dalam
Islam yang diterapkan dalam kerja-kerja jurnalistik khususnya dalam
jurnalisme advokasi.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan bagaimana penerapan kegiatan jurnalisme advokasi lewat
media film dokumenter yang belum banyak diterapkan.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis.
Pendekatan konstruktivis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media,
9
wartawan, dan berita dilihat menurut sudut pandangnya.12 Paradigma ini
dapat digunakan untuk melihat bagaimana realitas dikonstruk oleh
wartawan melalui subjektivitas sehingga terbangun konstruksi sosial.
Dalam paradigma konstruktivis, realitas itu bersifat subjektif.
Realitas hadir karena konsep subjektif wartawan, realitas itu tercipta lewat
konstruksi dan pandangan tertentu.13 Dengan kata lain, pendekatan
konstruktifis melihat fakta atau peristiwa bukanlah secara natural tetapi
hasil konstruksi.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah deskriptif, yaitu metode penelitian
yang dilakukan dengan cermat dan berdasarkan kenyataan atau fakta,
bertujuan menggambarkan peristiwa atau situsasi secara sistematis.14 Data
yang diperlukan untuk penelitian deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dan gambar yang didapatkan dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, video, atau dokumen resmi lainnya.15
Jenis penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang
saat ini berlaku. Dalam jenis penelitian ini terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan
keadaan yang terjadi. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak
12 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2008 ) h. 22 13 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 22 14 Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h. 37 15 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001) cet ke-14, h.6
10
menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa
adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.16
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. pendekatan
kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
keadaan obyek yang sifatnya alamiah, dan peneliti adalah sebagai
pemegang kunci dari penelitian tersebut, di mana hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna dari pada generalisasi.17
Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat dan memahami subjek
dan objek penelitian baik itu orang maupun lembaga berdasarkan fakta
yang apa adanya. Dengan pendekatan ini akan terungkap mengenai
aktualisasi, realitas sosial, dan persepsi sasaran penelitian.18 Pendekatan
kualitatif dimaksudkan untuk memahami dan menggambarkan perilaku
manusia yang dipahami oleh subjek penelitian.19
4. Subjek dan Objek penelitian
Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya yaitu film dokumenter
Jakarta Unfair produksi Watchdoc dengan durasi 52 menit 14 detik yang
disutradarai oleh Sindy Febriyani & Dhuha Ramadhani. Sedangkan objek
penelitian ini berupa praktek jurnalisme advokasi pada film dokumenter
Jakarta Unfair.
16 Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) cet ke-3, h. 26 17 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010) h. 1 18 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013) h. 81 19 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 82
11
5. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini diadakan selama enam bulan sejak Agustus 2017 -
Februari 2018. Tempat penelitian untuk mendapatkan data referensi adalah
perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan perpustakaan
utama UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
6. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian, berupa catatan, foto, buku, naskah, teks
wawancara ataupun arsip-arsip lain yang mendukung penelitian. Dalam
hal ini peneliti mendapatkan dokumentasi video film dokumenter
Jakarta Unfair yang diunggah ke Youtube oleh Watchdoc. Hingga
bulan Juni 2017 sudah ditonton sebanyak 314.204 kali.
b. Wawancara
Tujuan dalam penelitian kualitatif adalah untuk memahami
fenomena sosial yang tengah diteliti.20 Kata kuncinya adalah
memahami bukan menjelaskan, karena yang dibutuhkan bukanlah
faktor penyebab atau kualitas melainkan alasan-alasan maknawi dari
para pelaku tindakan atau praktik sosial itu sendiri. 21 Sehingga untuk
bisa memahami secara utuh tentunya memerlukan wawancara
mendalam (in depth interview).
20Burhan Mungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012) cet ke- 8, h 66 21 Burhan Mungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, cet ke-8 h. 67
12
Melengkapi pengumpulan data, maka dilakukan wawancara guna
mendapatkan informasi yang lebih rinci dan mendalam dari pihak yang
bersangkutan. Penulis akan mewawancarai salah seorang tim produksi
film dokumenter Jakarta Unfair yang terjun langsung kelapangan
melihat fakta dan peristiwa yang terjadi.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan analisis data, yaitu
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan
cara mengelompokkan data kedalam antar bagian untuk memperoleh
pengertian dan pemahaman secara keseluruhan, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang tepat untuk dipelajari dan
membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.22
Kemudian data yang terkumpul dianalisis dengan mengunakan enam
unsur jurnalisme advokasi, mendeskripsiskan dengan cara mentranskrip
film dokumenter Jakarta Unfair. Ada enam unsur jurnalisme advokasi
yang digunakan dalam analisis ini. Data-data yang telah dikumpulkan
kemudia diolah, dari situlah penulis mengambil kesimpulan terhadap
penelitian.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis telah melakukan tinjauan pustaka koleksi
skripsi pada perpustakaan fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi
22 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010) h. 89
13
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan website knowledge center Universitas Multimedia Nusantara Tangerang. Tinjauan ini guna mendapatkan literatur yang berkaitan dengan topik yang penulis angkat. Hasil tijauan, penulis belum menemukan hasil penelitian mengenai judul ini.
Namun, ada beberapa skripsi yang hampir serupa mengenai jurnalisme advokasi dan penelitian mengenai film dokumenter Jakarta Unfair, diantaranya yang berjudul:
1. IMPLEMENTASI JURNALISTIK ADVOKASI PADA DELIK
RCTI, Karya Arif Priyadi (109051000175), Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
2. JURNALISME LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL
JOURNALISM) DALAM ACARA BUMIKU SATU DI DAAI TV,
karya Budi Rahman Saleh (1110051100016) Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam, Konsentrasi Jurnalistik.
3. TIPOLOGI ALTERNATIVE MEDIA: STUDI KASUS PADA FILM
DOKUMENTER JAKARTA UNFAIR, karya Ngesti Sekar Dewi
(13140110255) Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara Tangerang,
Fakultas Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi, Konsentrasi
Multimedia Journalism.
4. STUDI KASUS PRAKTIK ETNO-JURNALISME PADA
PRODUKSI FILM DOKUMENTER JAKARTA UNFAIR, karya Octi
Sundari (13140110258) Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara
14
Tangerang, Fakultas Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi,
Konsentrasi Multimedia Journalism.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini maka digunakan
sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini bertujuan untuk
memudahkan pemahaman mengenai penelitian ini. Maka dari itu, penulis
membagi penelitian ini ke dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannnya
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini berupa pendahuluan yang membahas latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustakan serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab II berisi uraian landasan teori yang di gunakan yaitu konsep
jurnalisme advokasi dengan enam unsur didalamnya. Kemudian pengertian
atau definisi dari film dokumenter, dan penjelasan mengenai kekuasaan dan
keadilan.
BAB III GAMBARAN UMUM
Pada bab III menjelaskan mengenai sejarah dan perkembangan
jurnalisme advokasi di indonesia, kemudian profil dari Rumah Produksi
Watchdoc. Selain itu, juga penjelasan mengenai film dokumenter Jakarta
Unfair.
15
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab IV ini merupkan inti dari dari penelitian, karena bagian ini membahas mengenai hasil analisis data-data yang telah diperoleh. Ada enam unsur jurnalistik advokasi sebagai alat analisis dalam penelitian ini. Unsur pertama adalah titik berat berita. Unsur yang kedua yaitu isi yang diangkat dalam jurnalisme advokasi. Unsur yang ketiga narasumber yang diwawancarai. Kemudian, unsur ke empat, prioritas kerja dalam jurnalistik advokasi. Kelima, asas legalitas yang digunakan dalam peliputan dan unsur keenam yaitu harapan pasca pemuatan berita hasil jurnalisme advokasi.
BAB V PENUTUP
Bab V ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Penulis mencoba menarik kesimpulan dari temuan yang didapatkan serta memberikan saran sebagai masukan dari penulis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Jurnalisme Advokasi
1. Pengertian Jurnalisme
Sebelum membahas mengenai jurnalisme advokasi, perlu dijelaskan
terlebih dahulu mengenai pengertian jurnalisme secara umum. Jurnalistik
atau journalisme yang kita kenal saat ini sebagai sebuah profesi dibidang
tulis menulis, memiliki asal dari kata journal, yang artinya catatan harian,
atau catatan mengenai peristiwa sehari-hari, atau bisa juga berarti surat
kabar.1 Tidak jauh berbeda, secara harfiah (etimologi) jurnalistik artinya
kewartawanan atau kegiatan kepenulisan.2
Ada berbagai sumber menyebutkan asal mula lahirya jurnalisme.
Namun pada umumnya, literatur junalistik menjelaskan bahwa karya
pertama jurnalistik adalah Acta Diurna yang artinya catatan harian,
pada zaman Romawi ketika Julius Caesar memimpin (60 SM).3 Acta
Diurna merupakan papan pengumuman yang digunakan pemerintah
romawi untuk menyebarkan informasi-informasi dari kerajaan kepada
rakyatnya.
Terlepas dari cikal bakal jurnalistik, Mac Dougall menyebutkan
bahwa jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan
1 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke 3, h.15 2 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori & Praktik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 4 3 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori & Praktik h. 1
16
17
melaporkan peristiwa, sehingga kebutuhan akan informasi untuk
mengetahui apa yang terjadi menjadi kunci lahirnya jurnalisme.4 Seiring
berkembangnya zaman, fungsi dan teknologi jurnalistik semakin beragam.
Awalnya hanya sebagai penyampai informasi harian, kini ramai digunakan
sebagai alat propaganda dan sumber penghasilan ekonomi.
Teori-teori mengenai jurnalistik pun beragam. Umumnya ada empat
teori pers yang banyak digunakan, yaitu pers otoriter, pers liberal, pers
tanggung jawab sosial, dan pers komunis. Biasanya sebuah negara
menganut teori pers sesuai sistem politik negara tesebut.5 Situasi ini lahir
berdasarkan asumsi bahwa negara menginginkan pers yang sesuai dengan
cita-cita politik pemerintah, dengan demikian pemerintah memiliki
keinginan tersendiri pers seperti apa yang ada di negaranya.
Pemerintah tentu memiliki program kerja, namun biasanya wartawan
memberikan gangguan melalui kritikan lewat pemberitaan media.
Akhirnya Pemerintah berharap wartawan dapat melaporkan sesuatu yang
sesuai dengan tujuan dan program negara sehingga pembangunan berjalan
dengan lancar. Atas dasar tersebut, berkembanglah teori pers otoritarian
yang menginginkan pers mendukung segala kebijakan pemerintah dan
negara.
Begitu kuatnya kontrol pemeritah terhadap pers, kemudian lahirlah
teori pers libertarian yang merupakan reaksi atas sistem pers otoritarian.
Sistem pers libertarian relatif bebas dan tanpa ada kontrol dari pemerintah.
Berbeda dengan sistem pers soviet komunis, di mana pers hadir sebagai
4 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke 3, h.15-16 5 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik , h. 17
18
alat penguasa partai komunis untuk kelangsungan pemerintahan yang
dikuasai oleh diktator partai komunis di era Uni Soviet.
Indonesia sendiri sebagai negara yang demokratis menganut sistem
teori pers tanggung jawab sosial.6 Di mana pers menjalankan kegiatan
jurnalistik secara bebas namun bertanggung jawab dengan memperhatikan
etika dan profesionalisme. Teori pers inilah yang banyak digunakan oleh
negara dengan sistem demokrasi dalam tatanegaranya, di mana rakyat
sudah lebih cerdas dan memiliki suara yang berpengaruh terhadap pejabat-
pejabat yang akan melayani mereka.7
Teori pers tanggung jawab sosial ini lahir untuk menjawab
kontradiksi pers libertarian yang bebas tanpa batas, sehingga
dirumuskanlah fungsi pers yang berkewajiban bertanggung jawab kepada
masyarakat.8 Bahwa pers berfungsi untuk :
1. Melayani sistem politik yang memungkinkan informasi, diskusi dan
konsiderasi tentang masalah-masalah publik dapat diakses oleh
masyarakat.
2. Memberikan informasi kepada publik untuk memungkinkan publik
bertindak bagi kepentingannya sendiri.
3. Melindungi hak-hak individu dengan bertindak sebagai watchdog
(anjing penjaga) terhadap pemerintah.
6 Perlu diketahui pers Indonesia pernah mengalami masa kelam dan sangat terikat dengan pemerintah saat indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soeharto selama 32 tahun. Tidak ada larangan untuk menulis pada waktu itu, tapi ketika pers memberitakan sesuatu yang bersifat kritis terhadap pemerintah dan tidak sesuai dengan keinginan pemerintah, maka akan dicabut ijinnya atau dibredel. Sebagai informasi ada beberapa media yang pernah dibredel pada saat pemerintahan Presiden Soeharto, diantaranya Majalah Tempo, Majalah Editor dan Tabloid Detik (cek https://www.tempo.co/read/kolom/2013/06/21/755/19-tahun-pembredelan-majalah-tempo) 7 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke 3, h.24 8 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, h.22
19
4. Melayani sistem ekonomi, misalnya dengan mempertemukan pembeli
dan penjual melalui media iklan.
5. Memberikan hiburan (dengan nama hanya hiburan yang “baik” yang
dimaksudkan, apa pun hiburan itu).
6. Memelihara otonomi dibidang finansial agar tidak terjadi
ketergantungan kepada kepentingan-kepentingan dan pengaruh-
pengaruh tertentu.
Undang-undang negara Republik Indonesia yang mengatur tentang
pers, menyebutkan bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.9 Dalam undang-undang
tersebut, diterangkan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis
saluran yang tersedia.10
Sama halnya dalam Islam, kerja-kerja jurnalistik pada prinsipnya
sejalan dengan ajaran Islam seperti tabayyun (klarifikasi), adil, dan
menyampaikan kebenaran sesuai fakta. Jelas dalam surat Al-Maidah ayat 8
yang mengajak untuk menegakkan kebenaran karena Allah, berlaku adil,
mengucapkan perkataan yang benar, jujur, tidak bengkok, dan juga tidak
menyimpang. Seorang jurnalis harus bekerja seperti seorang pakar ilmu
9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 3 Ayat 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 1 Ayat
20
yang mampu mendekati kebenaran dan menyentuhnya dengn jari
tangannya, bukan seperti pengacara yang membela pihak tertentu.11
Dalam pandangan Islam, jurnalisme memiliki kesamaan dengan
dakwah, bahkan dalam jurnalisme baru muncul istilah jurnalisme dakwah.
Dakwah sendiri merupakan kegiatan untuk mengajak orang lain untuk
mengamalkan ajaran Islam yang dilakukan dengan berbagai macam
metode, sebagai upaya untuk mengubah individu maupun masyarakat
kepada yang lebih baik.12 Dakwah dan jurnalistik sama-sama
menyampaikan informasi dan menyampaikan kebenaran, hanya berbeda
fokusnya saja. Jika dakwah menyampaikan pesan mengenai ajaran Islam,
jurnalistik menyampaikan informasi secara umum.
2. Jurnalisme Advokasi
Di era instagram saat ini, pers pun memasuki era jurnalisme baru di
mana wartawan dapat lebih luas menyampaikan informasi dengan berbagai
platform media dan gaya penulisan. Didukung dengan ramainya pengguna
internet, informasi bisa didapat tidak hanya melalui media massa tapi juga
media sosial, website, hingga blogger yang banyak berbagi tentang
informasi apapun melalui situs blognya.
Gaya pemberitaan yang cenderung membosankan membuat pers
berlomba-lomba menciptakan inovasi dalam memberikan informasi
semenarik mungkin. Misalnya bentuk media yang lama diubah
menyesuaikan perkembangan zaman sehingga banyak media yang
11 Faris Khoerul Anam,. Fikih Jurnalistik: Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009) h. 55 12 Rubiyanah & Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h. 3
21
melakukan konvergensi. Kemudian, media juga berlomba-lomba agar
medianya bisa hadir diberbagai platform tidak terbatas di media massa tapi
juga di media sosial hingga youtube. Tak hanya itu, gaya penulisan pun
semakin beragam agar informasi yang disampaikan lebih terkesan asik dan
tidak kaku.
Sebuah informasi akan gurih dikonsumsi ketika wartawan dapat
menggali informasi kemudian memilahnya dengan porsi yang baik dan
menuliskannya dengan baik pula. Eni Setiati membagi teknik jurnalistik
baru ke dalam delapan teknik yaitu, jurnalisme empati, jurnalisme
kekerasan, jurnalisme damai, jurnalisme omongan, jurnalisme advokasi,
jurnalisme alternatif, jurnalisme presisi, dan jurnalisme sastra.13 Delapan
teknik jurnalisme tersebut dapat digunakan sesuai kebutuhan.
Pembagian ini belum meliputi seluruh jurnalisme baru yang ada.
Banyak pakar menyebutkan pembagian jurnalisme baru di luar yang Eni
Setiati sebutkan diatas. Misalnya Fredler, didalam bukunya An
Introduction To The Mass Media merumuskan jurnalistik baru kedalam
empat fase, yaitu, advocacy journalism, alternative journalism, precision
journalism, dan literary journalism.14 Selain itu, Everette Dennis, dalam
buku Magic Writing Machine memiliki pembagian yang berbeda soal
jurnalisme baru. Dia membagi jurnalisme baru kedalam lima jenis, yaitu
jurnalisme nonfiksi baru (berupa reportase para jurnalis), jurnalisme
alternatif, jurnalisme advokasi, jurnalisme bawah tanah, dan jurnalisme
13 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005) h. 43 14 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan, h. 43
22
presisi.15 Kemudian, di indonesia berkembang jenis jurnalisme dakwah,
dan masih banyak lagi macam-macam jurnalisme baru yang berkembang.
Penelitian mengenai film dokumenter Jakarta Unfair menggunakan
teknik jurnalisme advokasi dirasa penting. Film dokumenter tersebut,
diklaim mengandung unsur jurnalisme advokasi dalam memberikan
informasi mengenai penggusuran yang terjadi di Jakarta. Teknik
jurnalisme advokasi digunakan untuk memberikan ruang kepada
masyarakat terdampak penggusuran untuk menyampaikan suaranya lewat
film dokumenter, disaat media massa pada umumnya hanya memberitakan
soal penggusuran hanya dari sisi luarnya saja.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, advokasi adalah
pembelaan.16 Pengertian lain dari advokasi adalah aksi sosial, politik dan
budaya yang dilakukan secara terencana, terstruktur, dan dilakukan secara
terkumpul (kolektif), dengan melakukan berbagai taktik termasuk lobbi,
kampanye, membuat koalisi, melakukan aksi massa, serta riset yang
digunakan untuk mengubah kebijakan.17.
Advokasi bertujuan memberikan pembelaan atau aksi yang berkaitan
dengan isu-isu pembangunan berbasis fakta sehinga terbangun sikap
tertentu dan menciptakan komitmen yang ditujukan kepada semua
stakeholder.18 Indonesia sebagai negara yang demokratis menganut pers
tanggung jawab sosial, di mana pers bukan saja mewakili mayoritas
15 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005) h. 45 16 Laman aplikasi KBBI V 17 Berbagai pengertian advokasi http://hariannetral.com/2014/06/berbagai-pengertian- advokasi.html diakses pada 7 April 2017 pukul 12.34 18 Departemen Kesehatan RI, Modul Advokasi (PT. Nisarindo Jaya Abadi, 2004) h. 5
23
rakyatnya tetapi juga memberikan jaminan atas hak-hak golongan
minoritas atau golongan oposisi untuk turut bersuara lewat medianya.19
Secara terapan belum ada teori mengenai jurnalisme advokasi, akan
tetapi hanya ada ditataran konsep. Teori mengenai pers tanggung jawab
sosial, ini bersinggungan dengan konsep jurnalisme advokasi. Satu hal
yang baru dari teori dan sistem pers tanggung jawab sosial adalah
kehadiran kode etik jurnalistik (KEJ) dengan substansi agar wartawan dan
pers bertanggung jawab terhadap masyarakat.20 Selain itu, fungsi ke empat
dari pers yaitu sebagai kontrol sosial juga memiliki makna yang sejalan
dengan jurnalisme advokasi.
Dalam jurnalisme advokasi wartawan tidak memberikan advokasi
secara langsung, melainkan lewat pemberitaan media. Kegiatan jurnalisme
advokasi layaknya tugas jurnalis pada umumnya yakni mencari, mengolah
dan melaporkan informasi. Namun demikian, pengetahuan mengenai
advokasi harus dipahami sebagai dasar melaksanakan tugas jurnalistik,
agar tujuan jurnalisme advokasi bisa tercapai.
Advocacy journalism is the opposite of the “gatekeeper” model, the notion of professional journalism guided by the ideals of objectivity and public service (also see Emery,1972; Johnstone, Slawski, & Bowman, 1972–1973).21
Kutipan dari The Handbook of Journalism Studies, mengatakan
bahwa jurnalisme advokasi adalah kebalikan dari model "gatekeeper"
19 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke 3, h. 24 20 Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011) h. 65 21 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook of Journalism Studies, (New York: Routledge, 2009) h. 371
24
yaitu peyeleksi informasi, dijalankan oleh beberapa orang, yang memiliki
kewenangan untuk memperluas atau membatasi informasi yang akan
disebarkan. Gagasan jurnalisme advokasi merupakan gagasan jurnalisme
profesional yang berpedoman pada cita-cita objektivitas dan pelayanan
publik yang diharapkan dapat mempengaruhi opini dan kebijakan publik.
“Through advocacy journalism, civic organizations aim to raise awareness, generate public debate, influence public opinion and key decision makers, and promote policy and programmatic changes around specific issues.”22
Eni Setiati dalam bukunya Ragam Jurnalistik Baru Dalam
Pemberitaan (2005) menuliskan, jurnalisme advokasi merupakan bentuk
kegiatan jurnalistik yang berusaha menyuntikan opini sesuai fakta secara
intens dan benar. Opini yang ditulis wartawan tidak sekadar opini,
melainkan memiliki korelasi erat dengan realitas fakta yang mengandung
kebenaran dan jurnalisme advokasi memercayai objektivitas fakta berita
yang diolahnya.23
Penelitian ini menggunakan jurnalisme advokasi yang mengandung
enam unsur di dalamnya. Unsur pertama adalah titik berat berita,
kemudian yang kedua, isu yang diangkat. Unsur ke tiga, narasumber
utama, unsur ke empat, prioritas kerja dalam jurnalisme advokasi. Unsur
ke lima, asas legalitas dalam peliputan. Terakhir unsur yang ke enam,
harapan pasca pemuatan berita.
22 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook of Journalism Studies, (New York: Routledge, 2009) h. 371 23 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005) h. 99
25
Berikut tabel yang menjelaskan jurnalisme advokasi dan
perbedannya dengan jurnalisme umum.24
Tabel. 1 Perbedaan jurnalisme advokasi dengan jurnalisme umum Jurnalisme Umum Jurnalisme Advokasi Mengungkap masalah Menekankan unsur sensasional Titik berat serius, ancaman terhadap dan permasalahan orang berita kelompok dan penduduk banyak asli Menekankan pada ketentuan Menekankan pada unsur liputan berimbang (bersikap kebenaran yang didapat hati-hati pada pemberitaan berdasarkan hasil yang mengandung unsur laporan investigasi SARA Masalah nasional yang genting, Permasalahan orang Isu yang peristiwa yang terjadi di kecil, pelanggaran HAM, diangkat msyarakat, selebritis, wabah keberanian dan penyakit, hiburan dan lain-lain perlawanan rakyat kecil Tokoh yang punya nama besar, Korban, yaitu rakyat Narasumber pejabat atau selebritis kecil, kelompok utama minoritas, saksi mata Membuat tulisan mampu Memunculkan masalah berbicara seperti layaknya pelanggaran negara Prioritas kerja video klip terhadap elemen masyarakat yang tidak mampu bersuara Menekankan tampilan formal Bila perlu menyamar Asas legalitas wartawan dengan menunjukan seperti anggota intel dan
24 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan, h. 100-101
26
identitas seperti kartu pers atau dalam penulisan berita surat tugas berusaha menyamarkan nama narasumber (dikhawatirkan mengalami ancaman dan penghilangan secara paksa) Masyarakat/pembaca menjadi Muncul perdebatan dan terhibur, masyarakat polemik pada Harapan pasca mengetahui berita mutakhir masyarakat yang pemuatan dan mengikuti tren isu atau berujung pada penguatan berita gosip (mode, kesehatan, hak-hak rakyat dan teknologi, dan lain-lain) tuntutan agar pemerintah memperbaiki kebijakan Sumber: Stanley & the people jurnalism option, transcend peace and development
network, 1998, hal 44.
Jurnalisme advokasi memiliki kesamaan dengan teknik jurnalisme
investigasi. Dalam pengertian ini reportase investigasi tidak hanya meliputi
membuat terang suatu masalah, tapi biasanya juga mengajukan semacam
tuntutan bahwa ada sesuatu yang salah.25 Demikian juga dengan jurnalisme
advokasi, memberikan informasi lebih dalam dengan mengangkat fakta-
fakta tersembunyi yang tidak terangkat oleh media mainstrem.
B. Film Dokumenter
Film merupakan sebuah karya seni budaya yang dibuat berdasarkan
kaidah sinematografi, yang berbentuk gambar bergerak, bersuara atau tidak
bersuara (bisu), sehingga disebut juga sebagai gambar hidup (gambar idoep)
25 Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalistme, Terj. Yusi A. Pareanom, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, 2003) h. 155
27
yang dapat bersifat audio visual (pandang dengar).26 Film memiliki karakter
(kepribadian) yang disisipkan didalamnya yaitu seperangkat nilai atau
gagasan vital, visi, dan misi yang disampaikan dalam bentuk pesan (message)
baik secara langsung maupun tersirat27
Kemajuan teknologi digital sangat mendukung perkembangan dunia
perfilman. Pembuatan film yang awalnya tradisional dengan warna hitam
putih, hingga kini banyak film yang dibuat dengan teknologi canggih. Dari
segi isinya, film dibedakan mejadi dua jenis, yaitu film fiksi (cerita rekaan)
dan non fiksi (kisah nyata termasuk domentasi, news, dan gambar faktual),
yang termasuk film non fiksi adalah film dokumenter.28
Film dokumenter menurut pengertian modern, merupakan merekam
gambar realita yang ditangani secara kreatif agar kemudian dapat
menampilkan pesan apa saja yang berada dibalik rekaman realita itu.29 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia film dokumenter yaitu dokumentasi dalam
bentuk film mengenai suatu peristiwa bersejarah atau suatu aspek seni budaya
yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan dan alat
pendidikan.30
Varian dari film dokumenter saat ini semakin berkembang, dulu film
dokumenter hanya dibuat untuk mendokumentasikan sebuah peristiwa yang
berfungsi sebagai alat untuk memberitahukan suatu kegiatan atau peristiwa.
26 Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011) h. 154 27 Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 157 28 Estu Miyarso, “Peran Penting Sinematografi Dalam Pendidikan Pada Era Teknologi Informasi & Komunikasi” e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.pdf 29 Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film Di Jawa (Depok: Komunitas Bambu, 2009) h. 53 30 Laman aplikasi KBBI V
28
Tidak hanya sebagai sebuah pendokumentasian saja, film telah dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan, mulai dari bagian jurnalistik televisi, features,
hingga sebagai alat advokasi terhadap kepentingan tertentu.31 Saat ini banyak
bermunculan youtuber-youtuber dan sinematografer muda, sehingga film
dokumenter dirasa cukup berpeluang sebagai media alternatif untuk
membuka mata masyarakat mengenai keadaan sosial Indonesia.
C. Kekuasaan dan keadilan
Film dokumenter Jakarta Unfair menceritakan bagaimana nasib kaum
miskin kota terdampak penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah provinsi
DKI Jakarta yang beberapa diantara penggusurannya disertai dengan
kericuhan. Pemerintah disini berperan sebagai pemilik kekuasaan yang
memiliki wewenang dalam hal penggusuran, yang pada saat itu berdalih
bahwa penggusuran untuk menciptakan tatanan ibu kota yang lebih tertata
dan rapi.
Oleh karena itu, adanya undang-undang untuk mengontrol pemerintah
agar tidak menjadi otoriter mengingat indonesia adalah negara demokrasi.
Berbicara soal pemerintahan itu artinya menyoal jabatan dan kekuasaan, dan
hal-hal itu erat kaitannya dengan kepentingan politik dan bisnis. Sedikit
kemungkinan para pejabat pemerintahan yang menginginkan jabatan murni
demi mengabdi pada negara dan bangsa.
Kekuasaan yang disalahgunakan bisa merugikan negara. Data dari
laman website Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Secara total, pada
31Film Dokumenter Adalah Sebuah Rekaman ‘Aktualitas’ http://www.idseducation.com/articles/film-dokumenter-adalah-sebuah-rekaman-aktualitas/ diakses pada 7 April 2017 pukul 12.20
29
tahun 2016 KPK melakukan 96 kegiatan penyelidikan, 99 penyidikan, dan 77
kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan perkara pada
tahun sebelumnya.32 Dari kasus tersebut membuktikan bahwa sebagian
pejabat negara belum bekerja secara maksimal. Keadilan yang didapat oleh
rakyat hanya sekedar janji manis yang dilontarkan saat kampanye sesaat.
Negara seharusnya hadir untuk melindungi dan melayani warganya.
Setiap manusia yang terlahir di dunia memiliki hak asasi manusia secara
kodrati yang sudah melekat pada diri manusia tersebut, bersifat universal dan
langgeng.33 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.34
Untuk urusan politik dan bisnis yang bisa memperkaya diri jelas tidak
kenal kawan dan lawan. Orang berpendidikan yang melihat kekuasaan
sebagai inti dari politik beranggapan bahwa politik merupakan kegiatan yang
menyangkut masalah mempertahankan dan memperebutkan kekuasaan.35
Kemudian, penguasaan sarana komunikasi menempati posisi strategis di era
globalisasi informasi saat ini. Media pun ikut dipakai sebagai alat politik
32 Capaian dan Kinerja KPK di Tahun 2016 http://kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/3832- capaian-dan-kinerja-kpk-di-tahun-2016 diakses pada 11 Juli 2017 pukul 13.01 33 Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 2 ayat 1 34 Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 Ayat 1 35 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 178
30
kekuasaan dan propaganda. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau
suatu kelompok untuk dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok lainnya
sesuai dengan keinginan para pelaku.36
Keberadaan pers di negara yang demokratis seperti Indonesia menjadi
penting. Berkaitan dengan kekuasaan, atau kebijakan-kebijakan yang akan
atau telah dibuat, pers bisa melakukan kritik atau bahkan oposisi, atau
sebaliknya memberikan dukungan.37 Sebagaimana salah satu fungsi pers
adalah sebagai kontrol sosial terutama kontrol atas kebijakan pemerintah.
Ketika kinerja pemerintah bagus, tak perlu pemerintah dipuja puji karena itu
memang sudah tugas dan kewajiban yang seharusnya. Tapi, jika kinerja
pemerintah buruk, pemerintah harus dan perlu dikritik oleh masyarakat salah
satunya bisa melalui media massa.
Terkadang soal kritik pemerintah ini menjadi lemah saat media tidak
lagi independen. Media cenderung cari aman dan berhati-hati dalam
memberitakan sesuai kepentingan politik media tersebut. Komunikasi dan
kekuasaan sama-sama digunakan untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi tersebut digunakan oleh orang yang mempunyai ambisi kekuasan
hanya untuk target kekuasaan tanpa mengindahkan apakah kagiatannya itu
membahayakan orang lain, memperkosa hak asasi orang lain atau tidak, yang
terpenting target politiknya tercapai.38
Penggusuran yang terjadi di Jakarta sempat mendapat penolakan keras
dari warga yang akan digusur karena mereka mengaku pemilik resmi tanah
36 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 17-18 37 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru (Jakarta: Prenada Media, 2010) h. 294 38 Nurudin, Komunikasi Propaganda (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 6
31
tersebut lengkap dengan surat dan membayar pajak secara rutin. Undang-
undang mengakui hak setiap warga negara atas tanah dalam
berbagai kepentingan. Seperti sebagai hak milik yang tidak
boleh diambil secara sewenang-wenang, hak untuk tempat
tinggal.39 Karena sesungguhnya penggusuran bukan hal sesederhana itu.
Harus dipikirkan juga nasib rakyat yang terkena penggusuran, mulai dari
tempat relokasi, ladang mata pencaharian, anak-anak yang sekolah.
Dikutip dari laman Kompas.com, pemerintah provinsi DKI Jakarta
melakukan penggusuran berdasarkan peraturan daerah DKI Jakarta Nomor 8
tahun 2007 tentang ketertiban umum. Alasan ketertiban ini menyangkut soal
rumah-rumah yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) atau
berdiri di daerah terlarang, seperti bantaran kali.40 Selain itu, Basuki Tjahaja
Purnama alias ahok sebagai gubernur DKI Jakarta yang menjabat saat itu,
mengungkapkan bahwa penggusuran yang selama ini dilakukan untuk
mengurangi titik banjir di Jakarta, salah satunya dengan menormalisasi
sungai.41
Seperti kata orang, di Jakarta, jangankan orang yang masih hidup yang
bisa terkena penggusuran, ternyata orang mati pun tidak aman dari
penggusuran, sebab orang mati juga digusur bila ahli warisnya tidak lagi
39 Tim Kontras, Panduan Avokasi: Hak Atas Tanah (Jakarta: Kontras, 2015), h. 8 40 Nursita Sari, Pemprov DKI Sebut Perda Ketertiban Umum Cukup untuk Lakukan Penggusuran. http://megapolitan.kompas.com/read/2017/07/13/18295441/pemprov-dki-sebut- perda-ketertiban-umum-cukup-untuk-lakukan-penggusuran- diakses pada 14 Juli 2017 pukul 10.15 41 Yuanita. Ini Alasan Ahok Gusur Pasar Ikan Luar Batang. https://metro.sindonews.com/read/1099954/171/ini-alasan-ahok-gusur-pasar-ikan-luar-batang- 1460346854 diakses pada 14 Juli 2017 pukul 10.18
32
membayar sewa kuburan.42 Jakarta yang begitu padat pemukimannya,
memiliki ruang yang tidak cukup luas untuk pemakaman, sehingga tanah
pemakaman pun disewakan. Barang siapa yang tidak membayar sewa maka
siap-siap saja makamnya ditimpa dan disewakan kepada yang lain yang
sanggup membayarnya.
42 Haryo Damardono, Jakarta Membangun Jakarta Menggusur. https://interaktif.kompas.id/penggusuran_jakarta diakses pada 14 Juli 2017 pukul 11.09
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah dan Perkembangan Jurnalisme Advokasi di Indonesia
Sebelum praktek jurnalisme advokasi dilakukan di Indonesia,
jurnalisme advokasi sudah lebih dulu berkembang di benua Eropa dan
Amerika.1 Di Eropa Jurnalisme advokasi secara tradisional menemukan ruang
di surat kabar dan publikasi yang secara terbuka memeluk posisi partisan
terutama pada sistem media pluralis dan korporatis.2 Dalam The Handbook
Of Journalism, di Amerika Serikat lintasan historis jurnalisme advokasi
antara pertengahan 1800an dan 1920an.
Berbeda dengan Eropa, jurnalisme advokasi di Amerika kurang
mendapat ruang karena maraknya pers komersial dan media arus utama yang
menjunjung tinggi objektivitas.3 Dalam buku yang ditulis Karin Wahl-
Jorgensen & Thomas Hanitzsch menyebutkan, Imajinasi profesional yang
sangat melekat dengan gagasan yang objektif juga keterpisahan dengan
kepentingan politik sedikit demi sedikit mengikis eksistensi jurnalisme
advokasi.4 Sebaliknya, di Eropa cengkraman kuat partai politik ditambah
kurangnya konsesus seputar etika jurnalistik menawarkan kondisi yang
mengungtungkan bagi jurnalisme advokasi.5
1 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism (Newyork: Routledge, 2009) h. 372 2 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism h. 372 3 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism h. 372 4 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism h. 373 5 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism h. 373
33
34
Perbedaan perkembangan jurnalisme advokasi di kedua benua karena
perbedaan sistem politik disebuah negara yang mempengaruhi sistem pers.
Praktek jurnalisme advokasi satu sisi digunakan untuk meningkatkan
kesadaran publik menyuarakan hak-hak rakyat dan kebijakan publik yang pro
rakyat. Satu sisi jurnalisme advokasi juga digunakan sebagai alat propaganda
organisasi politik atau perusahaan pers dengan ambisi politik.
Setelah itu, baik negara di utara maupun di selatan, perkembangan
jurnalisme advokasi mulai terasa. Masyarakat desa didorong dengan
anggapan bahwa media harusnya menjadi alat perubahan sosial, mereka
mendekati jurnalisme sebagai strategi mobilisasi lain untuk mempengaruhi
definisi “masalah publik”.6 Terbatas pada Negara di utara dengan demokrasi
liberal berbagai gerakan sosial telah secara sadar mempengaruhi liputan berita
diantaranya tentang masalah kesehatan, pengendalian tembakau, kebijakan
lingkungan, dan kebijakan melawan kekerasan dalam rumah tangga.7
Di Indonesia, Kelahiran pers tidak lepas dari peran Belanda pada masa
penjajahan saat itu. Awal mulanya muncul lembaran berita pada 1615 oleh
pemerintah kolonial Belanda dan kemudian berkembang penerbitan surat
kabar yang dikelola oleh orang-orang Eropa, dengan bahasa Belanda dan
berisi informasi tentang kehidupan orang-orang Eropa.8 Pada tahun 1860-
1890 mulai terbit surat kabar berbahasa melayu tapi masih diterbitkan oleh
orang Belanda.
6 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism, h. 375 7 Karin Wahl-Jorgensen & Thomas Hanitzsch, The Handbook Of Journalism, h. 375 8 Zen Teguh, Jalan panjang pers indonesia, babak putih dan perlawanan Medan Prijaji. http://www.inews.id/news/read/jalan-panjang-pers-indonesia-babak-putih-dan-perlawanan-medan- prijaji diakses pada 14 Maret 2018 pukul 12.30
35
Mendekati kebangkitan nasional untuk pertama kalinya pers Indonesia
lahir pada 1907 dengan terbitnya Medan Priyayi (Medan Prijaji) oleh Tirto
Adhi Soerjo dan digarap sepenuhnya oleh pribumi.9 Sejak awal medan
priyayi dalam pemberitaannya berpihak kepada pribumi (pada saat itu belum
ada Indonesia). Lahirnya Medan Priyayi adalah sebagai bentuk perlawanan
atas kekejaman kolonial.10
Kemunculan Medan Priyayi yang berpihak kepada pribumi, selain
menjadi tonggak sejarah pers Indonesia, juga awal mula praktek jurnalisme
advokasi di Indonesia.11 Medan priyayi pada umumnya memberitakan
kepentingan rakyat, juga menulis berita yang tidak dimuat oleh koran
Belanda, tidak heran jika sering sekali bertentangan dengan pemerintah
kolonial Belanda.12 Kegiatan keberpihakan kepada pribumi ini bisa dikatakan
sebagai kegiatan jurnalisme advokasi.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan,
Samiaji Bintang Nusantara, advokasi adalah politik keberpihakan kepada
rakyat, mendorong supaya hak-hak publik yang diabaikan agar dipenuhi.13
Politik disini bukan hanya dalam perspektif tapi juga keberpihakana secara
policy (kebijakan), kebijakan untuk orang-orang yang haknya diabaikan.
9 Zen Teguh, Jalan panjang pers indonesia, babak putih dan perlawanan Medan Prijaji. http://www.inews.id/news/read/jalan-panjang-pers-indonesia-babak-putih-dan-perlawanan-medan- prijaji diakses pada 14 Maret 2018 pukul 12.43 10 Zen Teguh, Jalan panjang pers indonesia, babak putih dan perlawanan Medan Prijaji. http://www.inews.id/news/read/jalan-panjang-pers-indonesia-babak-putih-dan-perlawanan-medan- prijaji diakses pada 14 Maret 2018 pukul 15.45 11 Wawancara pribadi dengan Direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan Samiaji Bintang Nusantara, Jakarta, 6 Maret 2018 12 Feri Agus Setyawan, Medan Prijaji Surat Kabar Pertama Miliki Pribadi. https://news.okezone.com/read/2016/02/09/337/1307616/medan-prijaji-surat-kabar-pertama-milik- pribumi diakses pada 14 Maret 2018 pukul 16.03 13 Wawancara pribadi dengan Direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan Samiaji Bintang Nusantara, Jakarta, 6 Maret 2018
36
Mendekati awal kemerdekaan, eskalasi politik sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pers nasional. Ditahun 1950an media begitu hidup
dan sangat partisan dengan munculnya kekuatan politik dari golongan
nasionalis, agama, komunis, dan tentara. Masing-masing partai berafiliasi
dengan media-media yang menjadi corong pandangan-pandangan mereka,
seperti surat kabar nasionalis salah satunya Merdeka, PKI lewat Harian
Rakyat, Masyumi dengan Panji Masyarakat.14 Partai PKI mendorong buruh
dan petani supaya diberikan kesejahteraan. Sedangkan partai Masyumi yang
muslim kebanyakan mereka mendorong agar umat Islam didorong
mendapatakan segala akses kehidupan.
Memasuki masa orde baru pers Indonesia mengalami masa kelam, di
mana pers mengalami banyak pembredelan karena pemberitaannya yang
tidak sejalan dengan pemerintah. Media massa yang mengarah pada
kepentingan rakyat dan memperjuangkan hak-hak rakyat dan penegakan
hukum, pada saat orde baru tidak lebih hanya sebagai corong pemerintah saja
akibat kontrol pemerintah yang ketat.
Idealnya dan pada prinsipnya media harus independen, tapi pada saat
tertentu media bisa saja tergelincir dan keliru. ketika pemerintah bekerja
dengan baik, media boleh saja mendukung pemerintah, tapi ketika kinerja
pemerintah tidak sejalan dengan kepentingan publik maka sebaiknya media
jadi pemantau. Media harus melihat mana yang ditindas, mana yang hak-
haknya diabaikan. Memanusiakan manusia lewat pemberitaanya.
14 Wawancara pribadi dengan Direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Jakarta, 6 Maret 2018
37
Tempo misalnya, media yang terbit pada tahun 1971 pernah beberapa
kali dibredel. Tempo tampil beda dengan mengedepakan peliputan berita
yang jujur dan berimbang, serta gaya penulisan yang informatif sekaligus
artikulatif dalam ritme yang menarik.15 Pada tahun 1982, untuk pertama
kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim
Orde Baru dan kendaraan politiknya Golkar.16
Kemudian dalam sejarah Tempo yang ditulis di korporat.tempo.co
menjelaskan, Tempo diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani
semacam "janji" di atas kertas segel dengan Ali Moertopo, Menteri
Penerangan saat itu (zaman Soeharto ada Departemen Penerangan yang
fungsinya, antara lain mengontrol pers). Makin sempurna mekanisme internal
keredaksian Tempo, makin mengental semangat jurnalisme investigasinya,
maka makin tajam pula daya kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto
yang sudah sedemikian melumut. Puncaknya, pada 21 Juni 1994 untuk kedua
kalinya Tempo dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan
Harmoko, karena dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal
pembelian kapal kapal bekas dari Jerman Timur.17
Dalam perjalanannya Tempo terlihat memihak kepada publik terbukti
dengan beberapa kali dibredel pada saat orde baru dan gaya pemberitaannya
yang cenderung mengkritik pemerintah. Tempo tidak mengatakan dirinya
15 David T. Hill, Pers Di Masa Orde Baru, diterjemahkan oleh Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) h. 105 16 Sejarah Tempo, https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 15 Maret 2018 pukul 13.02 17 Sejarah Tempo, https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 23 Maret 2018 pukul 13.09
38
menjalankan jurnalisme advokasi, tapi pada prakteknya Tempo adalah salah
satu media yang praktek jurnalisme advokasinya sangat kuat.
Misalnya dalam tragedi gizi buruk dan campak yang terjadi di Asmat,
opini redaksi majalah Tempo mengatakan, bahwa pemerintah lalai mulai dari
kebocoran dana dan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran. Anggaran
besar tiap tahun yang digelontorkan tidak merata sepenuhnya, karena
faktanya banyak anak-anak di Kabupaten Asmat, Papua, yang menderita gizi
buruk dan penyakit campak.18
Selanjutnya ada harian Sinar Harapan, salah satu surat kabar terkemuka
pada masa Orde Baru. Beridiri pada tahun 1961, sinar harapan yang memiliki
sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah dan berusaha menyuarakan
aspirasi masyarakat, membuatnya dibredel pada tahun 1986.19 Surat kabar
harian dengan motto “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan,
Kebenaran dan Perdamaian Berdasarkan Kasih” diterbitkan kembali pada
tanggal 02 Juli 2001, meski pada akhir tahun 2015 harian Sinar Harapan
resmi tutup.20
Berbeda dengan Kalimantan Review (KR), majalah bulanan di pulau
Kalimantan yang berlabel aktivis ini diterbitkan oleh Institut Dayakologi pada
tahun 1992.21 KR memposisikan dirinya sebagai "media advokasi" yang
memberikan informasi kepada orang Dayak sebagai penduduk asli pulau itu
18 Tersengat Tragedi Asmat, https://majalah.tempo.co/konten/2018/02/11/OPI/154898/Tersengat-Tragedi-Asmat/51/46 diakses pada 15 Maret 2018 pukul 13.15 19 David T. Hill, Pers Di Masa Orde Baru, diterjemahkan oleh Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) h. 105 20 http://sinarharapan.co/ diakses pada 16 Maret 2018 pukul 13.31 21 Veby Mega Indah, Journalism vs. Activism in Indonesia. http://archives.cjr.org/the_observatory/journalism_vs_activism_in_indo.php diakses pada 15 Maret 2018 pukul 16.05
39
terutama terkait perkebunan kelapa sawit, tambang, dan proyek lainnya yang
menghancurkan hutan lokal.22
Masalahnya adalah KR memiliki peran ganda yang disebut "majalah
advokasi". Tugasnya tidak hanya menginformasikan tentang isu-isu penting,
tetapi juga mencoba untuk membela dan memberdayakan orang-orang Dayak
yang dilihatnya sebagai korban kekerasan yang memiliki kepentingan
ekonomi, politik, dan militer yang kuat.23 KR memberikan pelatihan
jurnalistik kepada aktivis lokal sebagai kontributor yang dikemudian hari
praktik tersebut dapat menimbulkan masalah.
Pernah terjadi, ketika penulis kontributor ditangkap saat meliput
demonstrasi dan ditangkap polisi karena tuduhan penyelisihan dan melakukan
vandalisme. Masalahnya adalah banyak orang mengenal si penulis
kontributor ini sebagai aktivis yang kebetulan adalah seorang jurnalis. Kerena
label itu, KR tidak dapat mengajukan banding dengan undang-undang pers
kecuali mereka bisa membuktikan bahwa si penulis pada saat kejadian benar
sebagai wartawan.
Masih banyak lagi media-media yang selama ini mereka mungkin tidak
menyebut atau tidak menyadari bahwa mereka menjalankan praktek
jurnalisme advokasi. Biasanya dilakukan oleh media-media alternatif yang
menjadi antitesis dari media mainstream yang masih menjunjung tinggi rating
dan di bawah bayang-bayang pemilik modal, namun ada pula media
22 Veby Mega Indah, Journalism vs. Activism in Indonesia. http://archives.cjr.org/the_observatory/journalism_vs_activism_in_indo.php diakses pada 15 Maret 2018 pukul 16.14 23 Veby Mega Indah, Journalism vs. Activism in Indonesia. http://archives.cjr.org/the_observatory/journalism_vs_activism_in_indo.php diakses pada 15 Maret 2018 pukul 16.18
40
mainstream yang melakukan praktek jurnalisme advokasi. Isu-isu
ketimpangan sosial, kesejahteraan buruh, kerusakan lingkungan,
penggusuran, kemiskinan dan menyangkut hak-hak publik yang diabaikan
menjadi perhatian jurnalisme advokasi.
Watchdoc sendiri dari film-film dokumenter yang mengandung unsur
jurnalisme advokasi mengangkat isu kerusakan lingkungan (misalnya Kala
Benoa, Belakang Hotel, Samin Vs Semen, Rayuan Pulau Palsu), kemudian
isu penggusuran (Jakarta Unfair) yang semuanya menyangkut kepentingan
publik.
B. Gambaran Umum Rumah Produksi Watchdoc
Watchdoc adalah rumah produksi audio visual yang didirikan dua
jurnalis; Andy Panca Kurniawan dan Dhandy Dwi Laksono sejak 2009. Telah
memproduksi 165 epiosde dokumenter, 715 feature televisi, dan sedikitnya
45 karya video komersial dan non-komersial yang memperoleh berbagai
penghargaan.24
Andhy Panca Kurniawan merupakan mantan pimpinan redaksi KBR
Voice of Human Right (VHR) dan Saluran Akar Rumput (SIAR). Pendiri
media perdamaian di Maluku: Bakubae. Sedangkan Dhandy Dwi Laksono
merupakan jurnalis di media cetak, radio, online, dan televisi. Penulis
‘Indonesia For Sale’ dan ‘Jurnalisme Investigasi’ dan pendiri media
perdamaian di Aceh: acehkita.com.25
24 http://Watchdoc.co.id/about-us/ diakses pada 12 Desember 2017 pukul 10.17 25 http://Watchdoc.co.id/about-us/ diakses pada 12 Desember 2017 pukul 10.20
41
Di tengah serbuan industri dan oligarki media, rumah produksi audio-
visual Watchdoc menciptakan ruang publik sendiri yang tak ''beragama''
durasi dan ''bertuhan'' rating.26 Nama Watchdoc berasal dari kata watch dog
dan documentary, dengan harapan Watchdoc dapat menjalankan fungsi pers
sebagai pilar keempat demokrasi.27
Banyak yang meyakini bahwa WatchDcoc selama ini melakukan
kegiatan jurnalisme advokasi. Salah satunya kepala Jurusan Jurnalistik
Universitas Multimedia Nusantara, F.X Lilik Dwi Mardjianto melihat
kemiripan Watchdoc dengan ciri-ciri konsep jurnalisme advokasi.28 Meski
begitu, Watchdoc tidak menyebut bahwa mereka sebagai media yang
melakukan kegiatan jurnalisme advokasi, tapi lebih menyebut dirinya sebagai
media alternatif.
C. Karya-Karya Produksi Watchdoc
Sejak berdiri tahun 2009, setidaknya Watchdoc telah memproduksi 165
epiosde dokumenter, 715 feature televisi, dan sedikitnya 45 karya video
komersial dan non-komersial yang memperoleh berbagai penghargaan. Karya
pertamanya yaitu Kiri Hijau Kanan Merah (2009). Video berdurasi 48 menit
yang berkisah tentang sosok Munir Said Thalib, pegiat HAM yang dibunuh
dalam perjalanan ke Amsterdam.
26 Flora Libra Yanti dan Hayati Nupus, WatchDoc: Ruang Alternatif Jurnalisme Advokasi. http://arsip.gatra.com/1650-07-17/majalah/artikel.php?pil=23&id=163570 diakses pada 17 Februari 2018 pukul 11.00 27 Flora Libra Yanti dan Hayati Nupus, WatchDoc: Ruang Alternatif Jurnalisme Advokasi. http://arsip.gatra.com/1650-07-17/majalah/artikel.php?pil=23&id=163570 diakses pada 17 Februari 2018 pukul 11.05 28 Wawancara pribadi dengan Ketua Program Studi Jurnalistik UMN F.X Lilik Dwi Mardjianto, Tangerang, 6 Februari 2018.
42
Selain membuat banyak karya dokumenter dengan tema-tema seputar
isu kemanusiaan, Watchdoc juga bekerja sama dengan tiga televisi yaitu
Kompas TV, Metro TV, Bloomberg TV Indonesia, dan juga kanal Video.com.
Dalam artikel yang ditulis oleh majalah Gatra, kerjasama yang lakukan
Watchdoc dengan Kompas TV, Watchdoc menggarap sejumlah program.
"Bab yang Hilang" menyoal sejarah popular yang lenyap. "Risalah" adalah
program dokumenter Ramadhan tentang agama dan kebudayaan. Lalu,
"Penjuru Kota", feature tentang gaya hidup dan budaya. Sedangkan "Mereka
Kini" dan "Memoar" mendokumentasikan tokoh yang pernah menjadi magnet
sejarah.
Kemudian, bersama Metro TV, Watchdoc menggarap "5 Tahun DPR",
dokumenter empat seri tentang laku dan kebijakan DPR. Sedangkan dengan
Bloomberg TV Indonesia, Watchdoc memproduksi program "Klasik",
"Market Story", dan "Urban Bisnis". Artikel Gatra juga menjelaskan, kerja
sama Watchdoc dengan TV tak berlanjut ketika Bloomberg International
bangkrut. Sementara itu, Kompas TV berubah haluan menjadi TV news &
talk.29 Watchdoc juga menjadi kontributor konten VIDIO.COM di kanal
video harian www.vidio.com, tentang berbagai macam tips dan tutorial.
Tahun 2015-2016 Dhandy dan seorang kawan jurnalisnya melakukan
perjalanan panjang berkeliling Indonesia dengan memakai sepeda motor.
Perjalanan panjang ini dinamai Ekspedisi Biru. "Biru" pada nama ekspedisi
29 Flora Libra Yanti dan Hayati Nupus, WatchDoc: Ruang Alternatif Jurnalisme Advokasi. http://arsip.gatra.com/1650-07-17/majalah/artikel.php?pil=23&id=163570 diakses pada 17 Februari 2018 pukul 11.46
43
ini bukan ihwal maritim, melainkan konsep kehidupan sosial yang
berkeadilan secara ekonomi, arif dalam budaya, dan lestari bagi lingkungan.30
Biru adalah konsep sosial yang dikenalkan Gunter Pauli, pengarang asal
Belgia. Ekonomi biru mengajak berhenti berpikir tentang globalisasi,
sentralisme, dan penyeragaman, mulai mengembangkan sumber daya lokal,
meretas ketergantungan, dan mengubah aturan main. Dhandy dan kawannya
melakukan dokumentasi terkait isu-isu energi, ekonomi mikro, kearifan lokal,
sosial-budaya, dan menghasilkan beberapa film dokumenter pendek yang
membahas isu-isu lokal namun sensitif dan berdaya jangkau nasional yang
jarang dilaporkan media secara mendalam.31
Pada tahun 2014, Watchdoc memproduksi film dokumenter Belakang
Hotel yang berdurasi 40 menit. Film yang menunjuk pembangunan hotel
sebagai sumber masalah penyebab air tanah di Yogyakarta menyusut.
Kemudian pada tahun 2015 Watchdoc menggarap film Samin vs Semen
dengan durasi 39 menit 26 detik. Film yang mendokumentasikan perjuangan
para petani kendeng menolak untuk dibangunnya pabrik semen, sebab mereka
khawatir akan dampak dari adanya pabrik semen tersebut terhadap
lingkungan.
Tidak berhenti disitu, Watchdoc jeli melihat isu-isu kemanusiaan yang
masih kurang disoroti oleh media mainstream. Tahun 2016, Watchdoc
mengemas perjuangan para nelayan berhadapan dengan kekuatan pemodal
30 Flora Libra Yanti dan Hayati Nupus, WatchDoc: Ruang Alternatif Jurnalisme Advokasi. http://arsip.gatra.com/1650-07-17/majalah/artikel.php?pil=23&id=163570 pukul 11.50 31 https://tirto.id/m/dandhy-dwi-laksono-hM diakses pada 17 Februari 2018 pukul 12.07
44
yang melakukan ekspansi properti lewat reklamasi di pesisir utara Jakarta
kedalam sebuah film dokumenter Rayuan Pulau Palsu.
Berkaitan dengan proyek reklamasi, para nelayan di pesisir utara
Jakarta mengalami penggusuran. Penduduk di sepanjang sungai Ciliwung dan
kali Jodo juga tidak luput dari pengusuran yang pada waktu itu dilakukan
oleh pemerintah kota Jakarta. Watchdoc pun tak mau melewatkan peristiwa
ini dan merangkumnya kedalam film dokumenter Jakarta Unfair. Terbaru
Watch menggelar nonton bareng serentak film dokumenter kesembilan dari
Indonesia Biru yang berjudul Asimetris.
Watchdoc juga pernah memproduksi film yang tayang jaringan bioskop
nasional pada September 2014 berjudul Yang Ketu7uh. Selain berkarya,
Watchdoc juga mengikuti festival film dalam dan luar negeri dan meraih
berbagai penghargaan juga apresiasi. Beberapa diantaranya :
1. LINIMASSA 3 – diundang dalam Festival Cinema Asia, Amsterdam,
2013
2. ALKINEMOKIYE - Favorit Penonton, Festival Film Dokumenter Asia
Tenggara, Screen Below The Wind, 2012
3. VONIS (VERDICT) - Juara kedua, kompetisi Internasional video anti
korupsi ‘Fair Play’, Brazil, 2012
D. Profil Film Dokumenter Jakarta Unfair
Film dokumenter Jakarta Unfair menceritakan penggusuran yang
dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta yang dilakukan dibeberapa
titik di Jakarat. Menurut laporan LBH Jakarta, Pemprov Jakarta telah
45
melakukan 113 kali penggusuran selama tahun 2015 dan 325 titik terancam
digusur tahun 2016, setidaknya 70% penggusuran dilakukan sepihak dan
tanpa solusi yang sepadan.32 Kini, beberapa titik rawan gusur telah rata
dengan tanah. Jakarta Unfair mencoba menguji tesis Pemprov terkait
kehidupan yang lebih baik paska penggusuran.33
Dalam film yang berdurasi 52 menit 14 detik, kalimat “Penggusuran
bukan solusi” adalah sebuah kalimat yang kerap disuasarakan maupun tertulis
pada kaus dan spanduk warga korban penggusuran dan yang terancam
digusur di Jakarta.34 Pemerintah berdalih bahwa penertiban dan normalisasi
dilakukan demi kehidupan yang lebih layak. Media arus utama memilih
menyorot kerusuhan dalam protes menolak penggusuran, sementara suara
korban (yang tergusur maupun terancam penggusuran) semakin tidak
memiliki ruang. Jakarta Unfair mencoba mencari suara-suara ini.35
Film yang Dipublikasikan tanggal 23 Desember 2016 di channel
youtube Watchdoc sudah ditonton sebanyak 343.496 kali per 23 Maret 2018.
Sebelum dipublikasikan di youtube, digelar nonton bareng di beberapa tempat
dan penonton mendiskusikan film Jakarta Unfair dengan tim produksi.
Disutradarai oleh Sindy Febriyani & Dhuha Ramadhani, film ini juga hasil
kolaborasi jurnalis dan mahasiswa dari beberapa universitas. Dalam
roadshow yang digelar kurang lebih 40 layar di Indonesia maupun luar
negeri, film yang berisi tentang penggusuran di DKI Jakarta ini pernah
32 https://www.youtube.com/watch?v=wCjbxuXv92U diakses pada 23 Maret 2018 pukul 19.08 33 https://www.youtube.com/watch?v=wCjbxuXv92U diakses pada 23 Maret 2018 pukul 19.11 34 http://ffd.or.id/film/jakarta-unfair/ diakses pada 23 Maret 2018 pukul 20.02 35 http://ffd.or.id/film/jakarta-unfair/ diakses pada 23 Maret 2018 pukul 20.07
46
mengalami pembatalan penayangan di cinema XXI Taman Ismail Marzuki karena alasan keamanan.
Setelah suskses dengan Jakarta Unfair, Watchdoc merilis lanjutan dari
Jakarta Unfair yaitu Epilog Jakarta Unfair yang di dipublikasikan tanggal 19
April 2017. Epilog Jakarta Unfair yang berdurasi 30 menit menceritakan kehidupan warga korban penggusuran yang direlokasi ke beberapa rusun.
Bagaimana perjuangan warga untuk bertahan hidup dirusun yang jauh dari tempat mata pencahariannya.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis film dokumenter Jakarta Unfair
Film dokumenter Jakarta Unfair dengan durasi 52 menit 14 detik
merupakan film yang mendokumentasikan penggusuran yang terjadi
dibeberapa titik di Jakarta. Penggusuran dilakukan oleh pemerintah provinsi
DKI Jakarta dengan alasan penertiban dan penataan kembali demi ketertiban
umum. Warga pun direlokasi ke rusun-rusun dengan harapan pemerintah
warga bisa hidup lebih baik. Benarkan hidup warga korban penggusuran
menjadi lebih baik?
Dalam bab ini disajikan penyajian data deskripsi dengan mentranskip
film dokumenter Jakarta Unfair. Data transkip yang disajikan tidak mencakup
semua informasi tiap detiknya karena disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian. Film ini murni dokumentasi tanpa ada narasi tambahan yang
dibacakan. Setelah mentranskip, dilanjutkan dengan analisis data transkip
dengan unsur-unsur jurnalisme advokasi. Berikut data transkip film
dokumenter Jakarta Unfair:
1. Transkip film dokumenter Jakarta Unfair
1) 00.50-02.50: potret hingar bingar ibu kota kelas menengah ke atas yang
modern dan mewah cut to cut dengan proses penggusuran yang
disertai bentrokan antara warga dan aparat.
2) 02-58-04.25: nelayan yang sedang menangkap ikan teri di laut utara
Jakarta. Pahruji (nelayan ikan teri yang terkena gusuran di kampung
47
48
Akuarium, April 2016) “sebenarnya saya tidak bolak balik (rumah
susun) ya. tetap saja saya disini. Paling beberapa hari saja saya kesana.
Apalagi juga memang bekerja di sini dan juga perahu saya
bersandarnya disini. Mata pencaharian saya di sini. Saya kalau tidak
memikirkan anak saya, saya bertahan aja di sini.
3) 04.27-05.38: Potret kehidupan sederhana keluarga nelayan di atas perahu.
Pahruji (nelayan ikan teri) “bertahannya di bedeng-bedeng ini. Bedeng
dipinggir ini ‘manusia perahu’ semua”.
4) 05.55-06.47: Narasi teks: Kampung Baru Dadap, Tangerang, terancam
digusur untuk proyek jalan akses pulau reklamasi. Kemudian gambar
potret kehidupan di Kampung Baru Dadap yang sederhana.
5) 06.50-08.18: Alwi (nelayan budidaya kerang hijau) “saya menekuni
profesi nelayan budidaya kerang hijau tepatnya pada tahun 2005. Mau
nambah keramba lagi atau tidak masih ragu, sebab belum ada
kepastian antara tidak digusur dan digusur. (video Alwi sedang
memanen kerang hijau). “ini (kerang hijau) satu kilo tujuh ribu dari
nelayan, satu embernya itu tujuh puluh ribu.”
6) 08.25-08.55: narasi text : Bukit Duri, Jakarta Selatan terancam digusur
untuk proyek normalisasi Ciliwung. Agus (penjual ayam potong)
“kalau mau digusur mau pindah kemana ini, motong (ayam) di mana ?
tempatnya akan digusur.”
7) 09.44-10.25: Agus (penjual ayam potong) “ya walaupun hidup seperti ini,
hidup di Bukit Duri, warga Bukit Duri hidupnya damai. Dirumah
susun tidak enak, sumpek. Terus terang, kalau warga Bukit Duri
49
pindah kesana (rumah susun Rawa Bebek), pertama, mata
pencahariannya hilang. Untuk transportasi tambah biaya. Sementara
akses disana transportasi itu sangat jauh, sangat susah.
8) 10.31-11.2: Percakapan warga Bukit Duri, “kita disini bagaimana bisa
dibilang ilegal (oleh pemerintah), bayar listrik ada, PBB ada, PAM
ada. “iya kita disebut penghuni liar.” “iya, mana mungkin mengurus
sertifikat tanah hanya 4x5?.” “pemilu saja kita ikut, mana mungkin
tidak tercatat dikelurahan.” “giliran pemilihan (kepala daerah dan
presiden) kita diikut sertakan, tetapi saat mau digusur kita dianggap
penduduk liar, kayak mereka yang punya hukum.” “lihat itu di ancol,
didepan rumahnya kapal pesiar, belakangnya mobil. Sementara masih
banyak masyarakat yang susah makan.” “memang hukum itu, tidak
lain, untuk kepentingan mereka-mereka yang kuat itu.”
9) 11.27-12.19: Ivana lee (arsitek komunitas ciliwung merdeka) “jadi kita
ditahun 2012 mengajukan konsep kampung susun dibantaran sungai.
Dengan konsep sungai tetap dilebarkan sesuai dengan lembaran
lembar rencana kota saat itu. Sungai menjadi 35 meter kemudian kita
memberi jalan sirkulasi 5 meter, dengan bayang mobil kebakarn,
ambulans bisa lewat. Nah sisa lahan yang ada kita bangun kampung
susun empat sampai lima lantai. Di mana lantai dasar dibuat kosong
atau terbuka. Supaya warga bisa tetap beraktivitas seperti berjualan,
menaruh gerobaknya, sisa lantainya sebagai unit hunian.
10) 12.20-13.29: penggusuran kampung pulo, Agustus 2015. (gambar
penggusuran yang berlangsung rusuh. Warga terlibat bentrokan
50
dengan petugas satpol PP, terjadi saling serang lempar batu dan
pembakaran kendaraan.
11) 13.31-14.09: Narasi pembacaan berita liputan 6 (gambar proses
penggusuran bantar sungai Ciliwung) “pada hari Kamis, 19 Agustus
2015, pemerintah provinsi DKI Jakarta akhirnya merelokasi bangunan
dibantaran sungai Ciliwung di kawasan Kampung Pulo, Kampung
Melayu, Jakarta. Upaya relokasipun mendapat perlawanan warga
setempat dengan melempari petugas kepolisian dan satpol PP dengan
batu. Akibatnya lalu lintas dari arah Kampung Melayu menuju
Matraman macet parah. Penertiban kawasan langganan banjir ini
melibatkan sebanyak 2.152 personil gabungan dari satpol PP, Dinas
Perhubungan dan Transportasi, Dinas Kebersihan, TNI dan Polri.
(bantaran sungai Ciliwung digusur pada Agustus 2015 untuk proyek
normalisasi sungai Ciliwung)
12) 15.00-15.07: Gambar peta lokasi Kampung Pulo dan rusun Jatinegara
yang berjarak 1 km. Warga Kampung Pulo direlokasi ke rusun
Jatinegara.
13) 15.40-16.31: Rusun Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Etty (penghuni
rusun Jatinegara/ eks warga Kampung Pulo) “lima ratus ribu
(tunggakan sewa perbulan), tiga bulan. Ini surat panggilannya, karena
belum bayar 3 bulan. Ini panggilan pertama, nanti panggilan ke dua,
panggilan ke tiga langsung disegel. Tanda merah dipintu, kita disegel.
“kalau ibu didegel mau pindah kemana ?” “ngga tahu, makanya usaha
51
cari duit. Mau tinggal di mana, makanya tetap berusaha nyari duit
untuk bayar rusun.”
14) 17.03-17.34: salah satu penghuni rusun yang menunggak “total
tunggakan ada berapa?”, “satu juta lima ratus” “alasan ibu nunggak
kenapa?”, “karena kebutuhan ekonomi dirumah. Keperluan anak
sekolah, anak saya sekolah swasta semua. Ada pembayaran sekolah,
apa, jadi saat ingin ngumpulin akhirnya untuk keperluan anak lagi
gitu. Niat buat bayar mah ada.”
15) 17.40- 00: Pegawai pemprov DKI Jakarta, “160 unit, variatif
keterlambatannya. ada yang tiga bulan ada yang empat bulan.
Dispensasi tidak ada. Mutlak bahwa yang tinggal dirusun harus
bayar.”
16) 17.57-18.08: Narasi teks: Sebanyak 6.516 dari 13.896 penghuni rumah
susun di Jakarta menunggak lebih dari tiga bulan (Kompas).
17) 18.09-18.38: penggusuran Kalijodo, Februari 2016. Narasi pembacaan
berita NET : “surat peringatan 1 atau SP 1 diberikan sekitar 11 hari
yang lalu, yaitu hampir dua minggu yang lalu. Sambil surat SP ini
diberikan sebagian warga juga masih terus berupaya untuk bertahan di
kawasan kalijodo ini. Antara lain dengan membawa pengacara warga
disini yaitu Rasman Nasution, yang mengatakan bahwa: banyak dari
mereka sudah tinggal disini berpuluh-puluh tahun dan juga
mempunyai sertifikat tanah yang resmi dari pemerintah.”(gambar
proses penggusuran Kalijodo) Kalijodo digusur untuk pembangunan
taman Kalijodo.
52
18) 18.42-19.02: gambar peta Jakarta yang menunjukan lokasi Kalijodo
yang warganya direlokasi ke rusun Marunda yang jaraknya 27,5 KM.
19) 19.07-20.46: Rusun Marunda, Jakarta Utara : Sudirman (warga eks
Kalijodo) “kalau perbedaanya memang kita hidupnya, tempat
tinggalnya memang enak. Ibarat kita tadinya masih sempit-sempit.
Sekarang kita sudah leluasa sedikit. Enak. Itu perbedaanya. Cuman
kalo enak tidurnya, tetapi usahanya tidak ada, tetap saja. Kita ini kalau
sudah sampai waktu pembayaran tidak dibayar tetap saja tertunda.
Bulan depan kalo tertunda lagi, tertunda lagi, sebentar lagi disegel
pintu kita. Sama saja, lebih sadis lagi. Dikeluarin paksa kita. Apa
memang itu tujuan pemerintah ? saya jujur aja, dulu saya diliput disini
sudah puluhan kali, mulai dari pindahan. Tahunya hanya muncul
sekali. Bicara hal-hal bagus aja. Giliran tadinya saya pindah kesini
sengsara, untuk makan pun susah, tidak diliput. Tidak ada aspirasi
yang sampai ke atas (pemerintah) saya bilang “wah ngaco”. Makanya
kadang kalo ada yang seperti ini (meliput), saya tanya “kamu dibayar
apa gimana?” kadang-kadang seharusnya aspirasi kita disampaikan,
tidak ditayangkan.
20) 20.48-21.08: Peta wilayah Jakarta. lokasi penggusuran Pasar ikan,
Muara Baru, warganya direlokasi ke rusun Rawa bebek yang jaraknya
28 Km.
21) 21.12-24.05: Rusun Rawa bebek, Jakarta Timur. Suhadi (eks warga
kampung Akuarium) “saya asal dari Pasar Ikan, kampung Akuarium
RT 12/04.” “kalau disini enak untuk tinggal, kalau dipasar ikan enak
53
cari uang. Kalau disini sih enak, lingkungan enak, untuk maen enak.
Dipasar ikan jualan sandal.” “akhirnya tiba disini, setidaknya kita bisa
berbagi duka bersama dan saling membantu” “saya dipasar, didlm
pasar, memang kumuh. Saya disini untuk tinggal enak, betah. Tapi
lebih enak disana, pasar deket, ikan deket. Disini paling nganggur
ngabisin uang sisa kemarin. Tergantung kepala keluarga saja, ibu-ibu
disini belum punya keterampilan.” “untuk kuliner misalnya belum ada
keterampilan, belum bisa menambah pendapatan. Atau kerajinan itu
belum bisa.”, “kalau bapaknya ngga kerja, susah. Kalau disana tidak
ya bu? Banyak job-job, misalnya membungkus mainan, nah itu
mendapat uang. Disana ada saja, asal tidak malas, pasti banyak
kerjaan.”
22) 25.00-26.30: Sudirman (eks warga pasar ikan) “saya mendukung
pembangunan karena agar rapi dan bersih. Tapi saya minta tolong
juga kepada pemerintah, tolong dibenahi dulu warganya. Kaki lima
digusurin agar jalanan tidak macet, tapi tolong dikasih penampungan.
Saya tinggal terbelangsak, memang gedung megah, tapi liat dalemnya,
tidak ada kamar untuk anak-anak. Saya terpuruk, saya merasa kecewa.
Kalau saya disini terus teraniaya, bayar sewa tiga ratus ribu.
Penghasilan berapa sehari (berjualan nasi goreng) Bayangkan!”
23) 26.40-28.30: Suasana pada saat idul Fitri di kampung Akuarium tiga
bulan setelah digusur. Bang ‘black’ (warga kampung Akuarium)
“kalau rusun itu bisa seumur hidup, walaupun kecil sampai tujuh
turunan, mungkin kita masih tidak masalah walaupun jauh ya. tapi
54
kenyataannya kita bayar. Gratis tiga bulan, setelah tiga bulan bayar.
Usaha di mana? nelayan lebih gampang disini, pekerjaan lebih
gampang disini. Hitungannya secara tidak langsung kita dibuang ke
pinggir.”
24) 28.32-29.37: Kolong tol Kalijodo, Jakarta Utara. Nengsih (warga
kolong tol Kalijodo) “sebagian ada yang tinggal disini dan sebagian
ada yang ngontrak diluar. Karena kami tidak mendapatkan apapun,
yang mendapatkan rumas susun adalah komplek Kalijodo. Perumahan
yang tinggal dikalijodo itu yang mendapatkan tawaran untuk tinggal
di rumah rusun. Kalau disini ngga, jadi kami tuh dianggapnya tikus.
Jadi maen dihancurkan aja kaya hewan tanpa ada pemberitahuan
sebelumnya. Enak yang udah jadi pejabat, enak yang udah jadi
pemerintah. Dia tinggal uncang-uncang kaki makan gaji buta.
Sedangkan kami masyarakat kecil mencari makan di pinggiran
diusirin. Tidak ada lagi yang namanya Hak asasi manusia. Rasa
keadilan bagi seluruh rakyat indonesia itu sudah tidak ada, itu yang
saya rasakan.
25) 30.06-30.19: Peta wilayah Jakarta. Lokasi penggusuran Pasar ikan
mendapat relokasi ke rusun Kapuk Muara yang jaraknya 5 KM.
26) 30.23-32.25: Rusun Kapuk Muara, Jakarta Utara. Pahruji (nelayan
ikan teri) “itu si ahok bilang, itu manusia perahu memainkan
sandiwara, skenario. Kalau saya ketemu orangnya paling saya ajak
“ya sudah kamu tidur bareng sini aja, ayo!” agar merasakan.
Sistemnya kita diperahu bukan kategori sengaja, bukan rekayas,
55
bukan, kerana kita terpaksa aja. Orang bekerja dilaut tidak seperti
orang bekerja di pabrik. Yang jelas kalau dipabrik tiap bulan ketahuan
didepan mata kita tingga ambil. “tiap bulan saya dapet gaji sekian”
mereka masih kurang, apalagi kita yang nelayan. Kalau menggunakan
pribahas nelayan seperti kita itu : mencari jarum di dalam jerami. Jadi
seakan-akan hari ini kita ketemu rezeki, kadang besok belum tentu.
Kalau dibandingkan dengan habisnya bangunan yang saya bangun
berapa uang. Lalu ditimbang dengan sistem kumpulnya keluarga
berama dirumah, masih kalah dengan kumpul bersama keluarga
dirumah.”
27) 33.09-34.07: Juli 2016, suara sorak warga kampung Akuarium yang
melakukan long march dan berdemo “...singsingkan lengan baju,
singkirkan semua musuh, rakyat pasti menang melawan penindasan
rakyat kita pasti akan menang.”
Suara orator “mengapa bapak Jokowi? Katanya tidak mau
menyengsarakan rakyat miskin. Buktinya apa, saya sudah 30 tahun di
kampung Akuarium, habis harta kita pak, tidak ada yang tersisa. Pak
Jokowi tolonglah, punya hati nurani atau tidak? Saya hari ini sudah
tidak punya apa-apa lagi pak. Saya tidur ti tenda-tenda jalan, pak.
Tolong bapak Jokowi.”
28) 34.09-34.15: Juli 2016, warga Kampung Baru Dadap di kantor
Ombudsman RI.
29) 34.20-34.30: Orator “selagi laut masih berwarna biru, selagi karang
masih ada dilautan, kami tidak akan pindah dari pesisir pantai.”
56
30) 34.36-34.58: November 2012, video Kunjungan Jokowi ke Bukit Duri
(Gubernur DKI Jakarta saat itu). Pesan salah seorang warga saat
kunjungan Jokowi, “rencana usulan warga atau komunitas Bukit Duri
tentang kampung susun yang kami namakan kampung susun
manusiawi Bukit Duri.”
31) 34.59-35.33: Juli 2016, Kongres Warga Bukit Duri. Sandyawan
Sumardi (pendiri ciliwung merdeka) “cinta kasih itu lawan dari rasa
takut, membuat kita jadi berani. Berani karena yakin akan kebenaran
yang kita tanamkan dalam sanubari kita. Selama bapak-bapak dan ibu-
ibu yang hebat ini, para politisi ini berpolitik yang namanya politik
artifisial. Politik yang hanya ada dipermukaan, bukan politik
substansial, politik yang menjawab perkara kehidupan yang nyata.”
32) 35.34-36.05: Video kampanye Jokowi saat kampanye pilkada DKI
Jakarta. “itu sangat membekas di ingatan saya bahwa, yang namanya
tergusur itu sangat sakit sekali. Sangat sakit sekali. video Jokowi saat
berbicara di IYCS, 12 Febuari 2011, Bandung . “Ingat ya! di undang-
undang dasar 1945 kita, jelas bahwa pemerintah negara itu melindungi
rakyatnya. Disitu jelas sekali tercantum. Tapi apa yang terjadi,
pemerintah malah seperti ini, ini kekeliruan. Satpol pp dibentuk malah
memukuli rakyat seperti ini, keliru.”
33) 36.06-37.18: Kongres warga Bukit Duri. Sandyawan Sumardi (pendiri
ciliwung merdeka) “urusan cari makan, urusan lingkungan, urusan
mencari solusi, jalan keluar untuk perumahan rakyat, urusan
pengalaman keterancaman mau digusur, ini politik. Orang-orang
57
melakukan usaha-usaha untuk kebaikan, mencari solusi. Politik yang
nyata seharusnya begitu. Bukan politik tipu-tipu, politik sandiwara,
main sinetron yang hanya bicaranya lewat balaikota, tidak berani
bicara langsung dengan warganya sendiri. Ini kepengecutan menurut
saya. Sudah saatnya kita bertemu sebagai manusia. (insert gambar
warga Bukit Duri yang melakukan upaya hukum, Agustus 2016).
Hakim “...menunda perkara sampai keputusan akhir. Demikian
ditetapkan dalam rapat permusyawarahan majlis hakim. Pengadilan
negeri Jakarta Pusat. Pada hari Senin, 1 Agustus 2016.”
34) 37.18-37.32: Supri (penjual ayam) “mendengar keputusan dari hakim
bahwa class action kita itu diterima. Saya sebagai warga cukup puas
hakim menerima gugatan kami.”
35) 37.40-39.43: Komunitas ciliwung merdeka menyanyikan lagu hanya
bilik bambu, tempat tinggal kita tanpa hiasan tanpa lukisan. Beratap
jerami beralaskan tanah. Namun, semua itu punya kita. Memang
semua itu milik kita sendiri. Hanya sungai banjir pagar rumah kita
tanpa anyelir tanpa melati. Hanya alang-alang tumbuh di halaman
namun semua itu punya kita. Memang semua itu milik kita. Haruskah
kita beranjak kekota yang penuh dengan tanya. Lebih baik di Bukit
Duri rumah kita sendiri. Segala nikmat dan anugerah yang kuasa.
Semuanya ada disini, Bukit Duri rumah kita.
36) 39.48-40.08: video Jokowi saat kampanye Pilkada DKI Jakarta.
“pemimpin yang bisa menata kotanya. Sehingga kotanya menjadi
58
sebuah kota yang nyaman untuk ditinggali, nyaman untuk kita
semuanya bekerja mencari rezeki.”
Sambung Video Ahok “Jakarta baru yang modern tertata rapi tetap
manusiawi. Karena Jakarta baru yang dibangun adalah manusianya.”
37) 40.11-40.34: September 2016, Bukit Duri. Video proses penggusuran
Bukit Duri. Warga Bukit Duri hanya bisa melihat dengan pasrah.
38) 40.35-43.06: Sandyawan Sumardi (pendiri ciliwung merdeka) “dulu
anak-anak (belajar) sederhana di sini. Disini juga belajar banyak
wartawan ketika menjelang menjadi wartawan. Banyak para aktivis,
banyak para cerdik yang belajar di sini.” (Warga masih berada di
lokasi saat penggusuran berlangsung. Ada yang menangis, ada yang
terdiam melihat alat berat mulai mengahancurkan bangunan, ada yang
menyuarakan lagu-lagu perjuangan)
39) 43.07-43.17: Peta wilayah DKI Jakarta. menunjukan titik-titik di
jakarta yang sudah mengalami penggusuran. Laporan LBH Jakarta
2015, tercatat sepanjang 2015 ada 113 lokasi yang digusur, dan pada
tahun 2016 ada 325 lokasi target penggusuran.
40) 43.18-43.36: Gambar suasana pasca penggusuran di Bukit Duri.
41) 43.38- 44.19: Poncol, Jakarta Timur. Kontrakan bersama warga eks
Bukit Duri yang menolak rumah susun. “Alhamdulillah tempatnya
cukup layak untuk berteduh. Saya sama istri saya (kamar satu petak).
Saya belum tahu mbak (pekerjaan), saya belum tahu kedepannya.
Masih berpikir bagaimana kedepannya.”
59
42) 44.20-44.55: Kontrakan Agus (penjual ayam) di Kayu Manis, Jakarta
Timur. “paling adaptasi lingkungan aja sama tempat kerja baru gitu
kan. Tadinya lega sekarang sempit. Lingkungan juga baru lagi.
Makanya saya kalau habis selesai ini (bekerja) pasti saya kesana, tiap
hari itu. Masih sering kangen sama suasana di sana, di Bukit Duri.”
43) 45.01-46.31: Suara orang berorasi dengan gambar nelayan kampung
baru dadap yang sedang melaut mencari kerang hijau. “Ombudsman
Republik Indonesia, Ringakasan Rekomendasi nomer
0004/REG/0461.2016/VII/2016. Tentang mal-administrasi dalam
proses penataan pemukiman kampung baru dadap oleh pemerintah
kabupaten Tangerang. Pemeriksaan laporan, bahwa dalam
pemeriksaan ombudsman RI telah melakukan pemeriksaan dan
memperoleh keterangan baik dari pelapor, terlapor maupun pihak
terkait. Bahwa ombudsman RI juga telah melakukan kunjungan ke
lokasi untuk mendapatkan keterangan dari warga. Pendapat
Ombudsman RI, Ombudsman RI berpendapat bahwa langkag-langkah
penataan kawasan pemukiman kampung baru dadap belum memiliki
dasar hukum untuk penataan kawasan kumuh berupa peraturan daerah
yang disyaratkan. Ombudsman RI, berpendapat bahwa karena luas
penataan secara keseuruhan adalah 10-15 hektare, maka kewenangan
penataan pemukiman kumuh dimaksud merupakan kewenangan pihak
terkait 7 yaitu pemerintah provinsi Banten.”
44) 47.09-48.02: Spanduk bertuliskan “Ciliwung Nyawa Kita”.anak-anak
eks Bukit Duri, “nyawa kita karena ciliwung punya banyak kenangan.
60
Kenangan bermain bersama, bernyanyi bersama. Bisa main di kali,
latihan musik, bisa mengenal sejarah-sejarah. Sekarang yah sudah di
gusur. Tapi kita tetap semangat.” (anak-anak bermain diatas lahan
penggusuran yang sudah rata dengan tanah dan berenang di sungai
Ciliwung)
45) 48.13-48.47: Info grafis: Program “Kota Tanpa Kumuh” kementerian
PUPR. Dibiayai oleh pinjaman Bank Dunia, yaitu Bandar Lampung,
Bengkulu, Palembang, Tanjung Jabung Barat, Batam, Tanjung Balai,
Serang, Sukabumi, Pekalongan, Semarang, Pasuruan, Banjarmasin,
Kabupaten Kapuas, Palangkaraya, Makassar, Kabupaten Bone,
Kendari, Palopo, Ambon.
46) 48.09-52.13: Warga Bukit Duri memperingati tujuh hari pasca
penggusuran. Mereka bernyanyi bersama mulai dari anak-anak hingga
orang tua diatas lahan penggusuran. “takan pernah berpisah, bersatu
dalam perjuangan, satukan jiwa satukan arah. Meski berat berbeda
langkah. Segala impian bersama demi hak asasi manusia. Cinta akan
lingkungan, adil sejahtera. Sosial demokrasi Indonesia. Takan pernah
kita ingkari, akar rumput tanah tercinta. Takan pernah kita lupakan,
bermaknanya perjuangan bersama. Kesadaran kita bersama,
solidaritas kita bersama, swadaya kita bersama. Demi kemerdekaan
bersama. Ciliwung nyawa kita, Ciliwung hati kita, Ciliwung
kehidupan kita. Ciliwung nyawa kita, Ciliwung hati kita, Ciliwung
kehidupan kita.
61
2. Analisis Enam Unsur Jurnalisme Advokasi
Film dokumenter ini memberi ruang warga korban penggusuran untuk
bersuara ketika suara mereka tidak terdengar di media mainstream.
Penggusuran dilakukan dengan dalih penertiban dan penataan kembali demi
ketertiban umum. Selain kehilangan tempat tinggal, warga korban
penggusuran juga kehilangan mata pencaharian. Terutama bagi para nelayan
yang dipindahkan ke rusun yang lokasi jauh dari laut tempat mereka mencari
nafkah.
Seperti genrenya yaitu film dokumenter, semua direkam sesuai fakta
dan apa adanya. Film dokumenter Jakarta Unfair ini tidak ada tambahan
narasi dari narator. Watchdoc hanya menyajikan rekaman video keadaan
lokasi-lokasi yang terkena dan terancam penggusuran sebelum dan sesudah.
Kemudian wawancara dengan warga korban penggusuran yang jarang
diangkat di pemberitaan media arus utama.
Selanjutnya, data transkip film dokumenter Jakarta Unfair dianalisis
mengunakan enam unsur jurnalisme advokasi. Unsur pertama adalah titik
berat berita, kemudian yang kedua, isu yang diangkat. Unsur ke tiga,
narasumber utama, unsur ke empat, prioritas kerja dalam jurnalisme advokasi.
Unsur ke lima, asas legalitas dalam peliputan. Terakhir unsur yang ke enam,
harapan pasca pemuatan berita.
Analisis pertama film dokumenter Jakarta Unfair menggunakan unsur
pertama yaitu titik berat berita berupa pengungkapan masalah serius,
ancaman terhadap kelompok minoritas dan penduduk asli atau menekankan
unsur kebenaran yang didapat berdasarkan hasil laporan investigasi. Temuan
62
data untuk unsur pertama mengenai titik berat berita berada di menit 05.55-
06.47, 08.25-.0855, 09.44-10.25, dan 12.20-13.29 yang berupa narasi teks dan kutipan wawancara dengan warga.
Berikut ini adalah analisisnya: Tabel 2 Analisis unsur pertama jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair
Unsur pertama Temuan Data jurnalisme advokasi
Titik Berat Berita : 05.55-06.47: Narasi teks: kampung baru dadap, Tangerang, terancam digusur untuk a) Mengungkap masalah proyek jalan akses pulau reklamasi. serius, ancaman Kemudian gambar potret kehidupan di terhadap kelompok dan kampung baru dadap yang sederhana. 08.25-08.55: narasi text : Bukit Duri, penduduk asli. Jakarta Selatan terancam digusur untuk b) Menekankan pada proyek normalisasi Ciliwung. Agus unsur kebenaran yang (penjual ayam potong) “kalau mau digusur mau pindah kemana ini, motong (ayam) di didapat berdasarkan mana ? tempatnya akan digusur.” hasil laporan 09.44-10.25: Agus (penjual ayam potong) investigasi. “ya walaupun hidup seperti ini, hidup di Bukit Duri, warga Bukit Duri hidupnya damai. Dirumah susun ga enak, sumpek. Terus terang, kalau warga Bukit Duri pindah kesana (rumah susun rawa bebek), pertama, mata pencahariannya hilang. Untuk transportasi tambah biaya. Sementara akses disana transportasi itu sangat jauh, sangat susah. 12.20-13.29: Penggusuran kampung pulo,
63
Agustus 2015. (gambar penggusuran yang berlangsung rusuh. Warga terlibat bentrokan dengan petugas satpol PP, terjadi saling serang lempar batu dan pembakaran kendaraan. Analisis
Narasi teks di menit 05.55-06.47 : Kampung Baru Dadap, Tangerang, terancam digusur untuk proyek jalan akses pulau reklamasi. Kemudian narasi teks di menit 08.25-08.55: Bukit Duri, Jakarta Selatan terancam digusur untuk proyek normalisasi Ciliwung. Agus (penjual ayam potong)
“kalau mau digusur mau pindah kemana ini, motong (ayam) di mana ? tempatnya akan digusur.” Dengan menggunakan diksi ‘terancam’
Watchdoc ingin menyampaikan bahwa ada warga yang terancam kehilangan tempat tinggal, walau pemerintah DKI Jakarta pada saat itu menyiapkan tempat relokasi untuk warga. Kemudian disambung dengan kutipan wawancara warga dimenit 09.44-10.25 : Agus (penjual ayam potong) “ya walaupun hidup seperti ini, hidup di Bukit Duri, warga
Bukit Duri hidupnya damai. Dirumah susun ga enak, sumpek. Terus terang, kalau warga Bukit Duri pindah kesana (rumah susun rawa bebek), pertama, mata pencahariannya hilang. Untuk transportasi tambah biaya. Sementara akses disana transportasi itu sangat jauh, sangat susah. Tempat relokasi yang jauh dari tempat tinggal yang sebelumnya membuat warga keberatan. Ketika pindah tempat tinggal, mereka juga akan kehilangan mata pencaharian yang sudah mereka jalankan di Bukit Duri. Watchdoc mengangkat itu karena ingin
64
menyampaikan bahwa penggusuran adalah masalah yang serius, bukan
hanya soal tempat tinggal tapi juga semua unsur kehidupan termasuk
mata pencaharian. Tidak cukup hanya pada merelokasi warganya saja,
tapi harus memikirkan kedepannya seperti soal mata pencaharian yang
hilang karena tempat relokasi yang jauh. Namun dalam film dokumenter
tersebut, Watchdoc tidak melengkapi dengan data-data seperti berapa
jumlah warga yang kehilangan tempat tinggalnya, apakah semua
mendapatkan tempat relokasi di rusun, atau soal pendidikan anak-anak
yang harusnya termasuk dalam unsur kebenaran yang didapat
berdasarkan hasil laporan investigasi yang dilakukan Watchdoc dalam
membuat film dokumenter.
Analisis kedua film dokumeneter Jakarta Unfair menggunakan unsur jurnalisme advokasi yang kedua tentang isu yang diangkat yaitu permasalahan orang kecil, pelanggaran HAM, keberanian dan perlawanan rakyat kecil. Data yang ditemukan berupa percakapan warga di menit 10.31-
11.22, dan kutipan hakim di pengadilan dimenit 36.06-37-18.
Berikut ini adalah analisisnya:
Tabel 3 Analisis unsur kedua jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair
Unsur Kedua Temuan Data jurnalisme advokasi
Isu yang diangkat: 10.31-11.22: Percakapan warga Bukit Duri, “kita disini bagaimana bisa dibilang Permasalahan orang kecil, ilegal (oleh pemerintah), bayar listrik ada,
65
pelanggaran HAM, PBB ada, PAM ada. “iya kita disebut penghuni liar.” “iya, mana mungkin keberanian dan perlawanan mengurus sertifikat tanah hanya 4x5?.” rakyat kecil. “pemilu saja kita ikut, mana mungkin tidak tercatat dikelurahan.” “giliran pemilihan (kepala daerah dan presiden) kita diikut sertakan, tetapi saat mau digusur kita dianggap penduduk liar, kayak mereka yang punya hukum.” “lihat itu di Ancol, didepan rumahnya kapal pesiar, belakangnya mobil. Sementara masih banyak masyarakat yang susah makan.” “memang hukum itu, tidak lain, untuk kepentingan mereka-mereka yang kuat itu.” 36.06-37.18: Kongres warga Bukit Duri. Sandyawan Sumardi (pendiri Ciliwung merdeka) “urusan cari makan, urusan lingkungan, urusan mencari solusi, jalan keluar untuk perumahan rakyat, urusan pengalaman keterancaman mau digusur, ini politik. Orang-orang melakukan usaha- usaha untuk kebaikan, mencari solusi. Politik yang nyata seharusnya begitu. Bukan politik tipu-tipu, politik sandiwara, main sinetron yang hanya bicaranya lewat balaikota, tidak berani bicara langsung dengan warganya sendiri. Ini kepengecutan menurut saya. Sudah saatnya kita bertemu sebagai manusia. (insert gambar warga Bukit Duri yang melakukan upaya hukum, Agustus 2016).
66
Hakim “...menunda perkara sampai keputusan akhir. Demikian ditetapkan dalam rapat permusyawarahan majlis hakim. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada hari Senin, 1 Agustus 2016. ” Analisis
Percakapan warga dimenit 10.31-11.22: “kita disini bagaimana bisa dibilang ilegal (oleh pemerintah), bayar listrik ada, PBB ada, PAM ada.
“iya kita disebut penghuni liar.” “iya, mana mungkin mengurus sertifikat tanah hanya 4x5?.” “pemilu saja kita ikut, mana mungkin tidak tercatat dikelurahan.” “giliran pemilihan (kepala daerah dan presiden) kita diikut sertakan, tetapi saat mau digusur kita dianggap penduduk liar, kayak mereka yang punya hukum.” Dari kutipan pecakapan warga
Bukit Duri yang terancam digusur, menunjukan ada pelanggaran HAM dengan menggusur warga yang bahkan memiliki PBB (pajak bumi dan bangunan). Meski warga mengaku sebagai penduduk resmi, dalam film dokumenter tersebut tidak diperlihatkan bukti dokumen resmi yang warga miliki. Hal tersebut menjadi penting agar film dokumenter Jakarta
Unfair benar-benar film yang mengangkat sisi lain dari penggusuran dengan mengangkat fakta-fakta yang ada dan meyakinkan. Warga pun merasa kesal disebut penghuni liar, sementara saat Pilkada maupun
Pemilu mereka dimintai hak suaranya. Warga pun tidak tinggal diam.
Pada menit 36.06-37.18 : “urusan cari makan, urusan lingkungan, urusan mencari solusi, jalan keluar untuk perumahan rakyat, urusan pengalaman keterancaman mau digusur, ini politik...... politik tipu-tipu,
67
politik sandiwara, main sinetron yang hanya bicaranya lewat balaikota, tidak berani bicara langsung dengan warganya sendiri. (insert gambar warga Bukit Duri yang melakukan upaya hukum, Agustus 2016). Hakim
“...menunda perkara sampai keputusan akhir. Demikian ditetapkan dalam rapat permusyawarahan majlis hakim. Pengadilan negeri Jakarta
Pusat. Pada hari senin, 1 Agustus 2016. ” Warga mengajukan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ini merupakan bentuk perlawanan yang dilakukan warga dengan menempuh jalur hukum demi mempertahankan tempat tinggal mereka yang terancam digusur.
Melanjutkan kutipan dimenit 10.31-11.22 :“lihat itu di Ancol, didepan rumahnya kapal pesiar, belakangnya mobil. Sementara masih banyak masyarakat yang susah makan.” “memang hukum itu, tidak lain, untuk kepentingan mereka-mereka yang kuat itu.” Watchdoc mengangkat isu penggusuran menjadi hal yang penting karena menyangkut hak-hak warga yang diabaikan oleh pemerintah yang memiliki kekuasaan hanya karena kepentingan politik tanpa mempedulikan permasalahan orang kecil. Tapi, ada hal-hal detail yang Watchdoc tidak sertakan dalam film dokumenter Jakarta Unfair agar bisa lebih menyakinkan publik yang menonton film tersebut. Dalam film dokumenter Jakarta Unfair tidak disebutkan secara jelas sejauh mana pelanggaran HAM yang terjadi.
Walaupun secara gambar memang terlihat jelas bagaimana pemukiman warga yang gusur secara paksa, bagaimana warga yang terpaksa harus direlokasi ke rusun, dan bagaimana mereka yang tergusur mempertahankan tempat tinggalnya.
68
Analisis ketiga film dokumenter Jakarta Unfair menggunakan unsur jurnalisme advokasi yang ketiga yaitu narasumber utama diantaranya adalah korban, rakyat kecil, kelompok minoritas, saksi mata. Data yang ditemukan berupa wawancara dengan warga di menit 19.07-20.46, 25.00-26.30, dan
28.32-29.87.
Berikut ini adalah analisisnya:
Tabel 4 Analisis unsur ketiga jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair
Unsur ketiga Temuan Data jurnalisme advokasi
Narasumber utama: 06.50-08.18: Alwi (nelayan budidaya kerang hijau) “saya menekuni profesi Korban, yaitu rakyat kecil, nelayan budidaya kerang hijau tepatnya kelompok minoritas, saksi pada tahun 2005. Mau nambah keramba mata. lagi atau tidak masih ragu, sebab belum ada kepastian antara tidak digusur dan digusur. (video Alwi sedang memanen kerang hijau). “ini (kerang hijau) satu kilo tujuh ribu dari nelayan, satu embernya itu tujuh puluh ribu.” 19.07-20.46: Rusun Marunda, Jakarta Utara: Sudirman (warga eks Kalijodo) “kalau perbedaanya memang kita hidupnya, tempat tinggalnya memang enak. Cuman kalo enak tidurnya, tetapi usahanya tidak ada, tetap saja. Kita ini kalau sudah sampai waktu pembayaran tidak dibayar tetap saja tertunda. Bulan depan kalo tertunda lagi, tertunda lagi,
69
sebentar lagi disegel pintu kita. Sama saja, lebih sadis lagi. Dikeluarin paksa kita. Apa memang itu tujuan pemerintah ? saya jujur aja, dulu saya diliput disini sudah puluhan kali, mulai dari pindahan. Tahunya hanya muncul sekali. Bicara hal- hal bagus aja. Giliran tadinya saya pindah kesini sengsara, untuk makan pun susah, tidak diliput. Tidak ada aspirasi yang sampai ke atas (pemerintah) saya bilang “wah ngaco”. Makanya kadang kalo ada yang seperti ini (meliput), saya tanya “kamu dibayar apa gimana?” kadang- kadang seharusnya aspirasi kita disampaikan, tidak ditayangkan. 28.32-29.37: Kolong tol Kalijodo, Jakarta Utara. Nengsih (warga kolong tol Kalijodo) “sebagian ada yang tinggal disini dan sebagian ada yang ngontrak diluar. Karena kami tidak mendapatkan apapun, yang mendapatkan rumas susun adalah komplek kalijodo. Perumahan yang tinggal dikalijodo itu yang mendapatkan tawaran untuk tinggal di rumah rusun. Kalau disini ngga, jadi kami tuh dianggapnya tikus. Jadi maen dihancurkan aja kaya hewan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Enak yang udah jadi pejabat, enak yang udah jadi pemerintah. Dia tinggal uncang-uncang kaki makan gaji buta. Sedangkan kami masyarakat kecil mencari makan di
70
pinggiran diusirin. Tidak ada lagi yang namanya Hak asasi manusia. Rasa keadilan bagi seluruh rakyat indonesia itu sudah tidak ada, itu yang saya rasakan. Analisis
Watchdoc memilih narasumber beberapa diantaranya adalah Alwi
(nelayan budidaya kerang hijau), dan Sudirman (warga eks Kalijodo) yang mengatakan ...saya jujur aja, dulu saya diliput disini sudah puluhan kali, mulai dari pindahan. Tahunya hanya muncul sekali. Bicara hal-hal bagus aja. Giliran tadinya saya pindah kesini sengsara, untuk makan pun susah, tidak diliput. Tidak ada aspirasi yang sampai ke atas
(pemerintah) saya bilang “wah ngaco”. Watchdoc mencoba mengakomodir suara warga korban penggusuran kaum miskin kota yang kurang diangkat oleh media mainstream. Begitu juga dengan Nengsih
(warga kolong tol Kalijodo) yang berprofesi sebagai pedagang kecil.
Bahkan saking geramnya dengan aksi penggusuran yang dilakukan oleh pemprov DKI saat itu, Nengsih mengatakan “...Enak yang udah jadi pejabat, enak yang udah jadi pemerintah. Dia tinggal uncang-uncang kaki makan gaji buta. Sedangkan kami masyarakat kecil mencari makan di pinggiran diusirin. Tidak ada lagi yang namanya Hak asasi manusia.
Rasa keadilan bagi seluruh rakyat indonesia itu sudah tidak ada, itu yang saya rasakan.” Semua narasumber dalam film dokumenter Jakarta
Unfair merupakan korban penggusuran di mana mereka adalah rakyat kecil dan kelompok minoritas yang hak-haknya telah diabaikan oleh pemerintah selaku penyelenggara negara. hanya ada satu petugas
71
pemprov yang dimintai keterangan soal rusun, dan itu pun bukan
narasumber utama, hanya sekadar konfirmasi saja. Jika secara kaidah
jurnalistik, Watchdoc tidak melakukan cover both side. baiknya semua
pihak terkait juga turut diwawancarai agar ada sudut pandang lain yang
bisa meyakinkan betul bahwa penggusuran yang dilakukan oleh
pemerintah provinsi DKI Jakarta ada rakyat dirugikan atas hal tersebut.
Setidaknya Watchdoc bisa menambahkan dari orang-orang yang ahli soal
tata ruang pembangunan atau pertanahan sebagai argumen penguat
supaya lebih menyakinkan.
Analisis keempat film dokumenter Jakarta Unfair menggunakan unsur jurnalisme advokasi yang keempat yaitu prioritas kerja dengan memunculkan masalah pelanggaran negara terhadap elemen masyarakat yang tidak mampu bersuara. Data yang ditemukan berupa penggusuran yang berlangsung ricuh antara warga dan aparat dimenit 13.31-14.09 dan 18.09-18.38 berupa narasi berita tv, dan dimenit 18.42-19.02, 20.48-21.08 berupa Narasi teks.
Berikut isi analisisnya :
Tabel 5 Analisis unsur keempat jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair
Unsur keempat Temuan Data jurnalisme advokasi
Prioritas kerja: 13.31-14.09: “Pada hari Kamis, 19 Agustus 2015, pemerintah provinsi DKI Memunculkan masalah Jakarta akhirnya merelokasi bangunan pelanggaran negara dibantaran sungai Ciliwung di kawasan Kampung Pulo, Kampung Melayu,
72
terhadap elemen Jakarta. upaya relokasipun mendapat perlawanan warga setempat dengan masyarakat yang tidak melempari petugas kepolisian dan satpol mampu bersuara. PP dengan batu. Akibatnya lalu lintas dari arah kampung melayu menuju matraman macet parah. Penertiban kawasan langganan banjir ini melibatkan sebanyak 2.152 personil gabungan dari satpol PP, Dinas Perhubungan dan Transportasi, Dinas Kebersihan, TNI dan Polri. (bantaran sungai Ciliwung digusur pada Agustus 2015 untuk proyek normalisasi sungai Ciliwung) 18.09-18.38: “surat peringatan 1 atau SP 1 diberikan sekitar 11 hari yang lalu, yaitu hampir dua minggu yang lalu. Sambil surat SP ini diberikan sebagian warga juga masih terus berupaya untuk bertahan di kawasan kalijodo ini. Antara lain dengan membawa pengacara warga disini yaitu Rasman Nasution, yang mengatakan bahwa: banyak dari mereka sudah tinggal disini berpuluh-puluh tahun dan juga mempunyai sertifikat tanah yang resmi dari pemerintah.” (gambar proses penggusuran Kalijodo) Kalijodo digusur untuk pembangunan taman Kalijodo. 18.42-19.02: Gambar peta Jakarta yang menunjukan lokasi Kalijodo yang warganya direlokasi ke rusun Marunda yang jaraknya 27,5 KM. 20.48-21.08: Peta wilayah Jakarta. lokasi
73
penggusuran Pasar ikan, Muara Baru, warganya direlokasi ke rusun Rawa bebek yang jaraknya 28 KM. Analisis
Dalam narasi berita tv disebutkan “...Penertiban kawasan langganan banjir ini melibatkan sebanyak 2.152 personil gabungan dari satpol pp, dinas perhubungan dan transportasi, dinas kebersihan, TNI dan Polri.”
Pemerintah melibatkan TNI untuk melakukan proses persiapan penggusuran, padahal berdasarkan undang-undang tugas dan fungsi pokok TNI adalah pertahanan negara bukan melakukan penggusuran.
Kemudian dimenit 18.09-18.38 “...Sambil surat SP ini diberikan sebagian warga juga masih terus berupaya untuk bertahan di kawasan kalijodo ini. Antara lain dengan membawa pengacara warga disini yaitu
Rasman Nasution, yang mengatakan bahwa: banyak dari mereka sudah tinggal disini berpuluh-puluh tahun dan juga mempunyai sertifikat tanah yang resmi dari pemerintah.” Warga yang sudah tinggal berpuluh-puluh tahun dengan sertifikat resmi dari pemerintah juga dilakukan penggusuran tanpa ada musyawarah terlebih dahulu. Kemudian pemerintah memberikan solusi dengan merelokasi warga ke rusun yang jaraknya cukup jauh. Warga Kalijodo direlokasi ke rusun Marunda yang jaraknya 27,5 KM, dan warga Pasar ikan, Muara Baru, direlokasi ke rusun Rawa bebek yang jaraknya 28 KM. Pemberian solusi sepihak ini mengakibatkan warga kehilangan mata pencahariannya karena jauh dari tempat bekerja, dan jauh dari transportasi umum. Meski pemerintah menggratiskan tiga bulan pertama, selanjutnya warga harus membayar
74
uang sewa. Sedangkan warga banyak yang mengeluh karena sulitnya
pekerjaan di lokasi yang baru, hingga akhirnya banyak warga yang
menunggak. Di menit 17.57-18.08 “sebanyak 6.516 dari 13.896
penghuni rumah susun di Jakarta menunggak lebih dari tiga bulan
(Kompas).” Data terbaru (03/04/18) 50% warga penghuni rusun
Marunda menunggak biaya sewa yang akhirnya berujung dengan biaya
denda yang membesar.1 Akan ada peringatan bagi yang menunggak
hingga akhirnya nanti diusir secara paksa jika tidak membayarnya. Disini
negara melakukan pelanggaran terhadap elemen masyarakat yang tidak
mampu bersuara. Jelas dalam pembukaan UUD 1945 negara harus
“...melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia...”
selain itu, dikutip dari Siaran Pers Hasil Pemantauan dan Penyataan
Sikap LBH Jakarta atas penggusuran yang terjadi di Kalijodo2,
“Berdasarkan Konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 11 tahun 2005
dalam melakukan penggusuran ada berbagai hal penting yang harus
dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah wajib mengadakan musyawarah
yang tulus kepada warga terdampak, wajib mencari semua kemungkinan
alternatif penggusuran, wajib memberikan pemberitahuan yang layak
dan beralasan kepada warga terdampak, wajib melakukan konsultasi
publik, wajib menyediakan informasi yang lengkap dan transparan
tentang kegunaan lahan pasca penggusuran, wajib melakukan penilaian
1 CNN Indonesia https://www.youtube.com/watch?v=Ox0OKt534GA diakses pada 6 April 2018 pukul 20.37 2 https://www.bantuanhukum.or.id/web/penggusuran-kalijodo-pemerintah-dki-lakukan- pelanggaran-ham/ diakses pada 6 April 2018 pukul 20.55
75
terhadap dampak penggusuran secara holistik dan komprehensif, wajib menunjukan bahwa tindakan penggusuaran tidak dapat dihindari, wajib memastikan tidak ada warga yang mengalami penurunan kualitas kehidupan dari kehidupan sebelumnya digusur.” Berdasarkan argumen tersebut, LBH Jakarta menilai Pemerintah DKI tidak melakukan tindakan-tindakan berdasar Undang-undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. LBH Jakarta menyatakan tindakan Pemerintah DKI Jakarta adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Sayangnya Watchdoc tidak memasukan argumen tersebut kedalam film dokumenter Jakarta Unfair. Filmnya hanya sekadar mendokumentasikan keadaaan penggusuran dan warga korban penggusuran, sehingga memunculkan rasa iba tehadap korban dan rasa kesal terhadap pemerintah. Bisa saja jika dikatakan film ini lebih kearah jurnalisme provokasi karena tidak menyertakan data-data, argumen, atau dokumen resmi yang mendukung bahwa penggusuran yang dilakukan oleh pemprov DKI Jakarta ada kesalahan secara hukum dan ada ketidakadilan. Harusnya Watchdoc mengkonstruk film ini menjadi sebuah film yang membenarkan dan menguatkan soal masalah penggusuran bukan menjadi film yang seakan memprovokasi. Isu yang diangkat menyangkut kepentingan publik dan cukup serius sebenarnya jika melihat banyaknya warga yang menjadi korban penggusuran, apalagi ada yang sampai terlibat bentrok dengan aparat saat mempertahankan rumah mereka.
76
Analisis kelima film dokumenter Jakarta Unfair menggunakan unsur jurnalisme advokasi yang keenam yaitu Harapan pasca pemuatan berita.
Diharapkan muncul perdebatan dan polemik pada masyarakat yang berujung pada penguatan hak-hak rakyat dan tuntutan agar pemerintah memperbaiki kebijakan. Data yang ditemukan berupa wawancara warga dimenit 19.07-
20.46 dan 25.00-26.30.
Berikut isi analisisnya:
Tabel 6 Analisis unsur keenam jurnalisme advokasi film dokumenter Jakarta Unfair
Unsur Keenam Temuan Data jurnalisme advokasi
Harapan pasca pemuatan 19.07-20.46: Rusun Marunda, Jakarta Utara: Sudirman (warga eks Kalijodo) berita: “kalau perbedaanya memang kita Muncul perdebatan dan hidupnya, tempat tinggalnya memang polemik pada masyarakat enak. Ibarat kita tadinya masih sempit- sempit. Sekarang kita sudah leluasa yang berujung pada sedikit. Enak. Itu perbedaanya. Cuman penguatan hak-hak rakyat kalo enak tidurnya, tetapi usahanya tidak dan tuntutan agar ada, tetap saja. Kita ini kalau sudah sampai waktu pembayaran tidak dibayar pemerintah memperbaiki tetap saja tertunda. Bulan depan kalo kebijakan. tertunda lagi, tertunda lagi, sebentar lagi disegel pintu kita. Sama saja, lebih sadis lagi. Dikeluarin paksa kita. Apa memang itu tujuan pemerintah ? saya jujur aja, dulu saya diliput disini sudah puluhan kali, mulai dari pindahan. Tahunya hanya muncul sekali. Bicara hal-hal bagus aja.
77
Giliran tadinya saya pindah kesini sengsara, untuk makan pun susah, tidak diliput. Tidak ada aspirasi yang sampai ke atas (pemerintah) saya bilang “wah ngaco”. Makanya kadang kalo ada yang seperti ini (meliput), saya tanya “kamu dibayar apa gimana?” kadang-kadang seharusnya aspirasi kita disampaikan, tidak ditayangkan. 25.00-26.30: Sudirman (eks warga pasar ikan) “saya mendukung pembangunan karena agar rapi dan bersih. Tapi saya minta tolong juga kepada pemerintah, tolong dibenahi dulu warganya. Kaki lima digusurin agar jalanan tidak macet, tapi tolong dikasih penampungan. Saya tinggal terbelangsak, memang gedung megah, tapi liat dalemnya, tidak ada kamar untuk anak-anak. Saya terpuruk, saya merasa kecewa. Kalau saya disini terus teraniaya, bayar sewa tiga ratus ribu. Penghasilan berapa sehari (berjualan nasi goreng) Bayangkan!” Analisis
Watchdoc saat memutuskan isu apa yang akan diangkat dalam film yang dibuatnya, salah satu pertimbangannya adalah ada kepentingan publik yang tercederai. Hal itu disampaikan oleh salah seorang dari tim
Watchdoc, Randy Hernando. Randi juga mengatakan setiap film yang dibuat pasti ada pesan yang ingin disampaikan. Seperti potongan film dokuementer pada menit 19.07-20.46 “...Kita ini kalau sudah sampai
78
waktu pembayaran tidak dibayar tetap saja tertunda. Bulan depan kalo tertunda lagi, tertunda lagi, sebentar lagi disegel pintu kita. Sama saja, lebih sadis lagi. Dikeluarin paksa kita. Apa memang itu tujuan pemerintah ? saya jujur aja, dulu saya diliput disini sudah puluhan kali, mulai dari pindahan. Tahunya hanya muncul sekali. Bicara hal-hal bagus aja. Giliran tadinya saya pindah kesini sengsara, untuk makan pun susah, tidak diliput. Tidak ada aspirasi yang sampai ke atas
(pemerintah)...” dan dimenit 25.00-26.30 “...Saya tinggal terbelangsak, memang gedung megah, tapi liat dalemnya, tidak ada kamar untuk anak- anak. Saya terpuruk, saya merasa kecewa. Kalau saya disini terus teraniaya, bayar sewa tiga ratus ribu. Penghasilan berapa sehari
(berjualan nasi goreng) Bayangkan!” Watchdoc dengan sengaja memasukan bagian itu karena Watchdoc ingin menyampaikan kepada publik yang menonton film dokumenter ini, bahwa pemerintah melakukan penggusuran dan merelokasi warga ke rusun, keadaannya tidak baik-baik saja. Pasca penggusuran warga tidak merasakan kehidupan yang lebih baik. Watchdoc sebagai media audio visual atau film dokumenter sendiri hadir sebagai pemantik untuk mempengaruhi kebijakan publik, sehingga muncul perdebatan dan polemik pada masyarakat yang berujung pada penguatan hak-hak rakyat dan tuntutan agar pemerintah memperbaiki kebijakan mengenai penggusuran. Tidak hanya sampai di situ, Watchdoc juga berharap film ini menjadi introspeksi jika akan melakukan hal yang melibatkan kepentingan publik, harus ada dialog dan kesepahaman agar nantinya tidak ada rakyat
79
yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah.
B. Pembahasan
Dalam penelitian ini, Watchdoc membangun persepsi kepada publik
melalui film dokumenter Jakarta Unfair bahwa penggusuran yang terjadi di
Jakarta tidak baik-baik saja. Watchdoc ingin menunjukan sisi lain dari
penggusuran yang jarang diangkat oleh media arus utama. Relokasi warga
korban penggusuran ke rusun-rusun pun ternyata tidak berjalan dengan mulus
seperti apa yang direncanakan pemerintah.
Namun Watchdoc tidak menyertakan hal-hal detail seperti bukti otentik
seperti dokumen legal yang dimiliki warga atas tempat tinggalnya, yang bisa
membenarkan bahwa penggusuran tidak berjalan dengan baik-baik saja.
Padahal jika berbicara mengenai film dokumenter adalah berbicara mengenai
fakta-fakta dan bukti lapangan. Jika hanya mendokumentasikan kesedihan
yang dialami korban, ini bisa saja dikatakan menjadi jurnalisme provokasi.
Menjalankan praktek jurnalisme dengan membela kepentingan rakyat yang
tercederai tanpa mengahadirkan bukti otentik, akhirnya mengundang rasa iba
terhadap korban dan menyulutkan rasa kesal terhadap pemerintah.
Hasil analisis dengan menggunakan enam unsur jurnalisme advokasi,
ada unsur yang tidak ditemukan dalam film dokumenter Jakarta Unfair. Pada
analisis pertama, unsur pertama mengenai titik berat berita, Watchdoc
mengungkap ada masalah serius dan ancaman terhadap kelompok dan
penduduk di Pasar Ikan, Kampung Pulo, Kalijodo, Bukit Duri dan kampung
80
Baru Dadap dengan menekankan pada unsur kebenaran yang didapat berdasarkan hasil laporan investigasi.
Penggusuran bukan hanya soal tempat tinggal saja yang hilang tapi juga semua unsur kehidupan termasuk mata pencaharian. Tidak cukup hanya pada merelokasi warganya saja, tapi harus memikirkan kedepannya. Dalam film dokumenter tersebut, Watchdoc tidak melengkapi dengan data-data yang termasuk dalam unsur kebenaran yang didapat berdasarkan hasil laporan investigasi, seperti berapa jumlah warga yang kehilangan tempat tinggalnya, apakah semua mendapatkan tempat relokasi di rusun, atau bagaimana soal pendidikan anak-anak.
Analisis kedua yaitu tentang isu yang diangkat, Watchdoc menganggap bahwa dalam penggusuran ini ada hak-hak publik yang terabaikan oleh pemerintah. Penggusuran ini permasalahan orang kecil yang tidak mampu bersuara yang dianggap sebagai penghuni liar dan kumuh. Kemudian ada pelanggaran HAM oleh negara saat penggusuran dilakukan, sehingga warga yang merasa dirugikan melakukan perlawanan melalui berbagai cara salah satunya menempuh jalur hukum, bahkan ada perlawanan secara fisik yang mengakibatkan bentrokan antara warga dan aparat.
Watchdoc menjahitnya ke dalam sebuah film dokumenter yang menjadi media alternatif sebagai pilihan selain media arus utama. Walaupun secara dokumentasi gambar memang terlihat jelas bagaimana pemukiman warga yang gusur secara paksa, bagaimana warga yang terpaksa harus direlokasi ke rusun, dan bagaimana mereka yang tergusur mempertahankan tempat tinggalnya. Tapi, Watchdoc tidak menunjukan bukti-bukti otentik bahwa
81
warga yang tergusur adalah mereka yang secara resmi pemiliki tanah dan bangunan tersebut. Hal itu penting sebagai bukti penguat dan memberikan dokumentasi yang sebenarnya, bukan hanya menyajikan sebuah film pembenaran atas suatu perkara.
Analisis ketiga dengan unsur jurnalisme yang ketiga tentang narasumber utama. Narasumber utama yang dipilih Watchdoc adalah korban, rakyat kecil sekaligus saksi mata penggusuran yang dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Secara jurnalistik, Watchdoc tidak melakukan cover both sides karena hampir seluruh narasumber adalah warga yang terkena penggusuran dan direlokasi ke rusun yang disediakan pemerintah. Ada juga kelompok warga yang menolak rusun dan mencari tempat tinggal sendiri seperti kontrakan.
Ini menunjukan Watchdoc ingin memberi ruang lebih kepada rakyat kecil yang tidak mendapatkan ruang untuk bersuara di media mainstream.
Bukan lagi suara atau pendapat dari pejabat, selebriti ataupun tokoh yang mempunyai nama besar, yang mereka sama sekali tidak mengalami langsung bagaimana menjadi rakyat kecil yang tergusur. Tapi memberikan cover both sides sangat penting agar ada sudut panang lain, bukan sekadar opini-opini dari satu pihak. Dalam kaidah jurnalistik cover both side penting agar berita yang disampaikan terkonfirmasi dan valid kebenarannya.
Meski Watchdoc ingin memberikan seluas-luasnya ruang bersuara untuk korban, setidaknya jika tidak memasukan argumen dari pihak pemerintah, Watchdoc bisa menambahkan dari orang-orang yang ahli soal tata ruang pembangunan atau pertanahan sebagai narasumber yang netral.
82
Sehingga ada sudut pandang lain yang bisa meyakinkan betul bahwa penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta ada kesalahan, ketidakadilan, atau cacat administrasi dan ada rakyat yang dirugikan atas hal tersebut. Sehingga ada solusi dari ahlinya yang bisa menjadi bahan evaluasi mengenai kasus penggusuran.
Analisis keempat mengenai prioritas kerja, film dokumenter Jakarta
Unfair sejak awal hingga akhir konsisten menghadirkan fakta-fakta dari sudut pandang warga yang mengalami penggusuran. Ada rakyat yang hak-haknya terabaikan, mereka mengalami penurunan kualitas kehidupan dari kehidupan sebelumnya digusur. Ini memunculkan masalah bahwa ada pelanggaran negara terhadap elemen masyarakat yang tidak mampu bersuara. Negara seharusnya hadir untuk melindungi dan melayani warganya.
Sayangnya Watchdoc tidak memasukan argumen atau data yang menjabarkan sejauh mana pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah.
Filmnya hanya sekadar mendokumentasikan keadaaan penggusuran dan warga korban penggusuran, sehingga memunculkan rasa iba tehadap korban dan rasa kesal terhadap pemerintah. Bisa saja jika dikatakan film ini lebih kearah jurnalisme provokasi. Harusnya Watchdoc mengkonstruk film ini menjadi sebuah film yang membenarkan dan menguatkan soal masalah penggusuran, bukan menjadi film yang seakan memprovokasi membela satu pihak dan menyudutkan pihak lain tanpa ada bukti-bukti otentik yang disertakan.
Unsur kelima dalam jurnaliseme advokasi yaitu asas legalitas. Bila perlu, menyamar seperti anggota intel dan berusaha menyamarkan nama
83
narasumber (dikhawatirkan mengalami ancaman dan penghilangan secara
paksa). Unsur ini tidak ditemukan dalam film dokumenter Jakarta Unfair.
Setelah dikonfirmasi oleh sutradara, Sindy Febriyani, semua nama dari
narasumber utama yang ada di film Jakarta Unfair adalah nama asli dan tidak
ada identitas mereka yang disembunyikan.
Sindy mengatakan bahwa saat mewawancarai mereka, timnya terlebih
dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan apa tujuan untuk
mewawancarai mereka termasuk nantinya akan menayangkan film ini dan
akan dilihat oleh banyak orang. Mereka pun mau dan bersedia. Sindy
mengatakan bahwa dia dan timnya memberikan jaminan kepada narasumber
bahwa tidak akan terjadi hal apapun. Suatu saat nanti jika ada pemerintah
yang mengganggu kehidupan mereka karena film ini, Sindy dan timnya akan
bertanggung jawab. Dalam membuat film ini pun sindy mengaku mendapat
dukungan dari lembaga bantuan hukum (LBH) Jakarta.3
Analisis terakhir adalah unsur keenam dari jurnalisme advokasi yaitu
harapan pasca pemuatan berita. Watchdoc sebagai media audio visual melalui
film dokumenter sendiri hadir sebagai pemantik untuk mempengaruhi
kebijakan publik, sehingga muncul perdebatan dan polemik pada masyarakat
yang berujung pada penguatan hak-hak rakyat dan tuntutan agar pemerintah
memperbaiki kebijakan. Sindy Febriyani selaku sutradara mengungkapkan,
harapan terbesar dari film dokumenter jakarta unfair ini adalah agar tidak ada
3 Wawancara pribadi dengan sutradara film Jakarta Unfair Sindy Febriyani, Bekasi, 14 Agustus 2017
84
lagi penggusuran di Jakarta. kalaupun ada, Sindy berharap ada dialog antara
pemerintah daerah dan masyarakat yang terkena dampak penggusuran.4
Pasca penayangan film ini pun, Sindy mengatakan respon dari
masyarakat sangat baik. Namun, ada juga kelompok yang responnya kurang
baik. Teman-teman Sindy sendiri banyak yang terbuka persepsinya terhadap
isu penggusuran setelah menonton film Jakarta Unfair. Banyak yang
menyangka bahwa warga yang direlokasi ke rusun, kehidupan mereka sama
saja dengan sebelumnya. Ternyata apa yang direncanakan pemerintah soal
relokasi tidak berjalan dengan mulus.
Sedangkan dari para warga yang terkena dampak penggusuran, Sindy
mengatakan bahwa mereka berterima kasih karena ada yang mau mendengar
dan membantu mereka menyuarakan suara mereka. Mereka merasa terbantu
suaranya disuarakan. Soal efek dari segi kebijakan, Sindy menyampaikan
tidak begitu signifikan. Hanya saja pemberitaan soal penggusuran menjadi
tidak begitu digembor-gemborkan oleh pemerintah dan media. Penggusuran
bukan lagi hal yang membanggakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah.5
Di samping itu, ada juga pihak yang tidak suka dengan kehadiran film
Jakarta Unfair. Menurut tim Watchdoc Randy Hernando, ada pihak yang
tidak suka itu tidak masalah, karena ada pepatah mengatakan bahwa kita tidak
bisa menyenangi semua orang. Menurutnya, film sebagus apapun pasti ada
saja yang tidak suka karena memang tidak semua orang memiliki selera yang
4 Wawancara pribadi dengan sutradara film Jakarta Unfair Sindy Febriyani, Bekasi, 14 Agustus 2017 5 Wawancara pribadi dengan sutradara film Jakarta Unfair Sindy Febriyani, Bekasi, 14 Agustus 2017
85
sama.6 Randy juga mengatakan bahwa yang bahaya adalah ketika ada
pelarangan untuk film ini tidak boleh tayang, karena itu mencerminkan
seperti orde baru dan itu tidak sehat.
Hasil analisis secara keseluruhan menunjukan bahwa Watchdoc
dengan film dokumenter Jakarta Unfair jika dilihat dari fokus kerjanya
memang melakukan praktek jurnalisme advokasi, membela warga korban
pengusuran yang hak-haknya tercederai. Tapi dalam rangkaian kerjanya,
tidak banyak ditemui hal yang bisa menyakinkan kita bahwa ini adalah
jurnalisme advokasi. Sebenarnya yang dilakukan Watchdoc dalam film
Jakarta Unfair bisa dikatakan mengadvokasi orang dengan kerja-kerja
jurnalis, hanya saja jauh dari idealitas jurnalisme advokasi. Advokasi itu
berbicara data, maka jurnalis advokasi tidak akan mengubah apa-apa ketika
mereka tidak bekerja berdasarkan fakta dan data. Melakukan investigasi tapi
jika investigasi tidak menyentuh masalah-masalah dokumentasi apalagi yang
diwawancarai jauh dari kriteria ahli itu sulit.
Watchdoc mengangkat fakta-fakta tersembunyi yang tidak terangkat
oleh media arus utama. Secara teknis, Watchdoc membenarkan bahwa
mereka melakukan kegiatan jurnalistik, tapi Watchdoc sendiri tidak
menamakan bahwa dirinya melakukan praktek jurnalisme advokasi.7 Dalam
jurnalisme advokasi, wartawan memang tidak memberikan advokasi secara
langsung, melainkan lewat pemberitaan media. Melalui pemberitaannya
6 Wawancara pribadi dengan anggota Watchdoc Randy Hernando, Bekasi, 14 Agustus 2017 7 Wawancara pribadi dengan anggota Watchdoc Randy Hernando, Bekasi, 14 Agustus 2017
86
inilah, diharapkan dapat mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi
kebijakan.
Watchdoc sendiri menyebut diri mereka sebagai media alternatif, yakni
memberikan pilihan selain media mainstream.8 Watchdoc dalam perjalannya
bisa dikatakan menerapkan praktek jurnalisme advokasi, tapi Watchdoc juga
perusahaan profit yang mencari keuntungan. Film dokumenter Jakarta Unfair
bisa dikatakan seperti salah satu kegiatan sosial untuk membantu masyarakat.
Secara garis keseluruhan, sejak berdiri Watchdoc selalu mengangkat narasi-
narasi yang tidak biasa, artinya narasi yang diluar arus utama.
Meski Watchdoc tidak mengklaim bahwa dirinya melakukan kegiatan
jurnalisme advokasi, berdasarkan hasil analisis bisa disebutkan bahwa apa
yang dilakukan Watchdoc merupakan kegiatan jurnalisme advokasi karena
ada hak-hak publik yang dibela, meski mereka lalai dalam memenuhi
ketentuan-ketentuan yang seharusnya ada dalam film dokumenter khususnya
soal data dan fakta berbasis bukti otentik. Layaknya film dokumenter yang
memenuhi syarat-syarat ilmiah paling tidak bisa menyuguhkan data-data dan
sumber yang bisa dipercaya.
Padahal dalam Islam jelas dikatakan dalam QS. Al-Hujarat ayat 6 yang
menunjukkan pentingnya tatsabbut (mencari kebenaran) berita yang didapat
dari pihak lain sebagai langkah antisipatif kesalahan berita agar tidak melukai
perasaan orang lain karena berita adalah amanah.9 Bukti untuk mencari
8 Wawancara pribadi dengan anggota Watchdoc Randy Hernando, Bekasi, 14Agustus 2017 9 Faris Khoerul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009) h. 36
87
kebenaran tidak hanya terbatas pada saksi, tapi juga semua hal yang bisa
menjelaskan kebenaran tersebut.
يَا أَيُّ َها الَّ ِذ َين َآمنُوا إِ ْن َج َاء ُك ْم فَ ِاس ٌق بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَ ْن تُ ِصيبُوا قَ ْو ًما بِ َج َهالَ ٍة
فَتُ ْصبِ ُحوا َعلَ ٰى َما فَ َع ْلتُ ْم نَ ِاد ِم َين .
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
)QS. Al-Hujarat: 6)
Sama halnya dalam Islam, kerja-kerja jurnalistik pada prinsipnya
sejalan dengan ajaran Islam seperti tabayyun (klarifikasi), adil, dan
menyampaikan kebenaran sesuai fakta. Jelas dalam surat Al-Maidah ayat 8
yang mengajak untuk menegakkan kebenaran karena Allah, berlaku adil,
mengucapkan perkataan yang benar, jujur, tidak bengkok, dan juga tidak
menyimpang. Seorang jurnalis harus bekerja seperti seorang pakar ilmu
yang mampu mendekati kebenaran dan menyentuhnya dengn jari
tangannya, bukan seperti pengacara yang membela pihak tertentu.10
Mengenai jurnalisme advokasi, pendapat dari ketua program studi
jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara F.X Lilik Dwi Mardjianto,
dalam tulisannya yang dimuat di Kompas.com yang berjudul Membongkar
Kubur Jurnalisme Advokasi. Berikut kutipan dari tulisan dari F.X Lilik
Dwi Mardjianto:
10 Faris Khoerul Anam,. Fikih Jurnalistik: Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009) h. 55
88
“Inisiatif WatchDoc untuk memotret penggusuran “dari dalam” dengan menggandeng beberapa jurnalis muda adalah salah satu fase dari untaian tradisi jurnalisme advokasi yang sangat panjang. WatchDoc sering terlihat melakukan praktik advokasi melalui sejumlah karya jurnalistik, terutama dokumenter. Mereka selalu blak-balakan dalam membela sesuatu, seseorang, atau sekelompok orang. Sebagian besar dokumenter karya WatchDoc selalu menunjukkan keberpihakan, terutama kepada warga.”11
Selain itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
Samiaji Bintang Nusantara, juga meyakini bahwa Watchdoc melakukan
praktek jurnalisme advokasi. Menurutnya, Watchdoc menolak penggusuran
dan mencoba mendorong perubahan kebijakan dan politik karena advokasi
adalah politik keberpihakan kepada rakyat, mendorong supaya hak-hak publik
yang diabaikan agar dipenuhi.12 Media harus melihat mana yang ditindas dan
mana yang hak-haknya diabaikan, dan jurnalis harus memanusiakan manusia
karena jurnalis adalah manusia yang memiliki hati nurani.
Dalam prakteknya, jurnalisme advokasi sejalan dengan sistem pers
tanggung jawab sosial, sistem pers yang dianut di Indonesia. Pers tanggung
jawab sosial bukan saja mewakili mayoritas rakyatnya tapi juga memberikan
jaminan atas hak-hak golongan minoritas atau oposisi untuk turut bersuara
lewat medianya.13 Media alternatif seperti film dokumenter menjadi pilihan
lain dalam menyajikan produk jurnalistik dengan teknik jurnalisme advokasi,
sekaligus melakukan tanggung jawab sosial kepada publik.
11 F.X Lilik Dwi Mardjianto, Membongkar Kubur Jurnalisme Advokasi https://nasional.kompas.com/read/2016/10/27/14021991/membongkar.kubur.jurnalisme.advokasi diakses pada 8 April 2018 pukul 11.59 12 Wawancara pribadi dengan Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan Samiaji Bintang Nusantara, Jakarta, 6 Maret 2018 13 Hikmat Kusumaningrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke 3, h.24
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya, media sudah seharusnya independen dalam
memberitakan suatu informasi. Indonesia sendiri menganut sistem pers
tanggung jawab sosial, di mana pers tidak hanya sekedar memberitakan saja
tapi juga bertanggung jawab dengan mengamankan hak-hak warganegara
dalam kehidupan bernegara. Menjadi corong untuk menyuarakan kepentingan
rakyat, bukan berlindung dibalik ketiak pemilik modal dan cengkraman
kekuasaan.
Di era industri kreatif saat ini, gaya dan penyampaian informasi
sangatlah beragam. Selain media arus utama, hadir pula media alternatif yang
menawarkan pilihan lain untuk menikmati suatu informasi. Watchdoc pun
hadir sebagai media alternatif. Dalam perjalanannya, Watchdoc seringkali
disebut mempraktekkan jurnalisme advokasi, salah satunya di film
dokumenter Jakarta Unfair yang membela hak-hak warga korban
penggusuran di beberapa titik di Jakarta. Watchdoc menjadi media alternatif
yang menawarkan pilihan lain dalam menyajikan produk jurnalistik sekaligus
melakukan tanggung jawab sosial kepada publik.
Meski Watchdoc tidak menyebut karya mereka sebagai jurnalisme
advokasi, kesimpulan dari penelitian ini jika diihat dari fokus kerjanya
Watchdoc memang melakukan praktek tersebut. Terlihat jelas kecenderungan
karya-karya jurnalistik Watchdoc lebih memihak kepada rakyat yang hak-
89
90
haknya terabaikan. Namun dalam rangkaian kerjanya, Watchdoc lalai dalam
menyuguhkan data-data dan bukti kuat hasil investigasi lapangan. Advokasi
adalah berbicara data, maka jurnalisme advokasi tidak akan mengubah apa-
apa ketika mereka tidak bekerja berdasarkan fakta dan data. Jika hanya
menyuguhkan kesedihan dan penderitaan korban, bisa saja dikatakan
jurnalisme provokasi karena menyudutkan pihak tertentu tanpa ada bukti
otentik yang menguatkan.
Film dokumenter Jakarta Unfair secara terang-terangan memberikan
ruang kepada rakyat korban penggusuran untuk bisa bersuara dengan
merekam sisi lain penggusuran yang terjadi di DKI Jakarta tanpa ada cover
both sides. Pada film Jakarta Unfair, dari enam unsur jurnalisme advokasi
menurut Eni Setiati, ditemukan lima unsur yang diterapkan. Meskipun masih
banyakanya catatan, lima unsur sudah mewakili bahwa ada tujuan jurnalisme
advokasi yang dilakukan Watchdoc di film dokumenter Jakarta Unfair.
B. Saran
Penulis mengharapkan Watchdoc tetap konsisten mengawal narasi-
narasi menyangkut kepentingan publik yang jarang diangkat oleh media arus
utama. Kritik dan saran yang ingin disampaikan adalah Watchdoc harus lebih
detail dalam menyajikan film dokumenter yang sudah seharusnya berbasis
data dan fakta lapangan hasil investigasi. Membuat film dokumenter yang
dapat menjadi bukti kuat untuk membela hak-hak publik, yang mampu
mempengaruhi kebijakan pemeritah yang menyangkut kepentingan publik.
Tidak menjadi masalah ketika ada unsur jurnalisme advokasi yang tidak
terpenuhi, jika itu dirasa tidak begitu signifikan mengurangi maksud dari
91
tujuan jurnalisme advokasi dan tidak membahayakan semua pihak. Hal terpenting adalah tujuan untuk mengamankan dan membela hak-hak rakyat tercapai dan tersampaikan dengan baik secara utuh. Tidak berada di zona abu- abu dan tidak memberikan narasi yang mampu memecah persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Konsep ini pun bukan tidak mungkin jika diadopsi oleh media arus utama.
DAFTAR PUSTAKA
Ishak, Saidilkarnain. Jurnalisme Modern: Panduan Praktis. Jakarta: Pt Elex
Media Komputindo, 2014.
Setiani, Eni. Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan. Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2005.
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta:
LkiS, 2008.
Anam, Faris Khoerul. Fikih Jurnalistik: Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001.
Mardalis. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
Jumroni. Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.
Mungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2012.
Kusumaningrat, Hikmat & Kusumaningrat, Purnama. Jurnalistik: Teori dan
Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Rubiyanah & Masturi, Ade. Pengantar Ilmu Dakwah. Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori & Praktik. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011.
92
93
Departemen Kesehatan RI. Modul Advokasi. PT. Nisarindo Jaya Abadi, 2004.
Arifin, Anwar. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2011.
Wahl-Jorgensen, Karin & Hanitzsch, Thomas. The Handbook of Journalism
Studies. New York: Routledge, 2009.
Kovach, Bill & Rosenstiel, Tom. Sembilan Elemen Jurnalistme, Terj. Yusi A.
Pareanom. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003.
Yusa Biran, Misbach. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film Di Jawa. Depok:
Komunitas Bambu, 2009.
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde
Baru. Jakarta: Prenada Media, 2010.
Nurudin. Komunikasi Propaganda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.
Tim Kontras. Panduan Avokasi: Hak Atas Tanah. Jakarta: Kontras, 2015.
Hill, David T. Pers Di Masa Orde Baru, diterjemahkan oleh Gita Widya
Laksmini Soerjoatmodjo. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Miyarso, Estu. “Peran Penting Sinematografi Dalam Pendidikan Pada Era
Teknologi Informasi & Komunikasi”, e-
journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.pdf
Film Dokumenter Adalah Sebuah Rekaman ‘Aktualitas’
http://www.idseducation.com/articles/film-dokumenter-adalah-sebuah-
rekaman-aktualitas/ (diakses pada 7 April 2017)
94
Mardjianto, F.X Lilik Dwi. Membongkar Kubur Jurnalisme Advokasi
http://nasional.kompas.com/read/2016/10/27/14021991/membongkar.kubu
r.jurnalisme.advokasi (diakses pada 30 Maret 2017)
Berbagai pengertian advokasi http://hariannetral.com/2014/06/berbagai-
pengertian-advokasi.html (diakses pada 7 April 2017)
Capaian dan Kinerja KPK di Tahun 2016 http://kpk.go.id/id/berita/siaran-
pers/3832-capaian-dan-kinerja-kpk-di-tahun-2016 (diakses pada 11 Juli
2017)
Sari, Nursita. Pemprov DKI Sebut Perda Ketertiban Umum Cukup untuk Lakukan
Penggusuran.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/07/13/18295441/pemprov-dki-
sebut-perda-ketertiban-umum-cukup-untuk-lakukan-penggusuran- (diakses
pada 14 Juli 2017)
Yuanita. Ini Alasan Ahok Gusur Pasar Ikan Luar Batang.
https://metro.sindonews.com/read/1099954/171/ini-alasan-ahok-gusur-
pasar-ikan-luar-batang-1460346854 (diakses pada 14 Juli 2017)
Damardono, Haryo. Jakarta Membangun Jakarta Menggusur.
https://interaktif.kompas.id/penggusuran_jakarta (diakses pada 14 Juli
2017)
Teguh, Zen. Jalan panjang pers indonesia, babak putih dan perlawanan Medan
Prijaji. http://www.inews.id/news/read/jalan-panjang-pers-indonesia-
babak-putih-dan-perlawanan-medan-prijaji (diakses pada 14 Maret 2018)
95
Agus Setyawan, Feri. Medan Prijaji Surat Kabar Pertama Miliki Pribadi.
https://news.okezone.com/read/2016/02/09/337/1307616/medan-prijaji-
surat-kabar-pertama-milik-pribumi diakses pada 14 Maret 2018
Sejarah Tempo. https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah (diakses pada 15 Maret
2018)
Tersengat Tragedi Asmat. https://majalah.tempo.co/konten/2018/02/11/
OPI/154898/Tersengat-Tragedi-Asmat/51/46 (diakses pada 15 Maret
2018)
Mega Indah, Veby. Journalism vs. Activism in Indonesia.
http://archives.cjr.org/the_observatory/journalism_vs_activism_in_indo.ph
p (diakses pada 15 Maret 2018)
Libra Yanti, Flora dan Nupus, Hayati. WatchDoc: Ruang Alternatif Jurnalisme
Advokas.http://arsip.gatra.com/1650-0717/majalah/artikel.php?pil=
23&id=163570 (diakses pada 17 Februari 2018) http://sinarharapan.co/ (diakses pada 16 Maret 2018) http://Watchdoc.co.id/about-us/ (diakses pada 12 Desember 2017) https://tirto.id/m/dandhy-dwi-laksono-hM (diakses pada 17 Februari 2018) https://www.youtube.com/watch?v=wCjbxuXv92U (diakses pada 23 Maret 2018) http://ffd.or.id/film/jakarta-unfair/ (diakses pada 23 Maret 2018)
96
CNN Indonesia https://www.youtube.com/watch?v=Ox0OKt534GA (diakses
pada 6 April 2018) https://www.bantuanhukum.or.id/web/penggusuran-kalijodo-pemerintah-dki-
lakukan-pelanggaran-ham/ (diakses pada 6 April 2018)
Dokumentasi Film Watchdoc
Laman aplikasi KBBI V
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 3
Ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 1
Ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 1 Ayat 1
Wawancara pribadi dengan Direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
Samiaji Bintang Nusantara, Jakarta, 6 Maret 2018.
Wawancara pribadi dengan Ketua Program Studi Jurnalistik UMN F.X Lilik Dwi
Mardjianto, Tangerang, 6 Februari 2018.
Wawancara pribadi dengan sutradara film Jakarta Unfair Sindy Febriyani, Bekasi,
14 Agustus 2017.
Wawancara pribadi dengan tim Watchdoc Randy Hernando, Bekasi, 14 Agustus
2017.
Transkip wawancara
Narasumber: Randy Hernando (Tim Watchdoc Documentary)
Waktu: 14 Agustus 2017
Tempat: Rumah Produksi Watchdoc, Jl. Cempaka Dalam Blok A No. 3, Jatiwaringin, Pondok Gede, Kota Bekasi.
1. Pernahkan ada efek dari film-film yang dibuat ?
Jawaban : Media audio visual atau film dokumenter sendiri hadir untuk mempengaruhi kebijakan publik, iya, tapi dia ga bisa berdiri sendiri. Dia hanya sebagai pemiculah, pemantik. Jika ditanyakan efeknya ada atau ngga, ada tapi tidak signifikan dan tidak secara keseluruhan. RPP misalnya, jadi pemerintah jadi melihat peraturan kembali reklamasi. Ada salah satu ekspedisi indonesia biru yang isunya sangat besar dan sampai saat ini memantik perbincangan yang sangat luas, yaitu samin vs semen. Bahkan naik di program kick andy. Apa yang bisa dikatakan memperngaruhi kebijakan publik, bahwa jokowi memerintahkan timnya melalui menteri lingkungan hidup untuk mengkaji apakah ada sumber air di cekungan air tanah di kendeng. Itu bisa dikatakan film ini beriringan dengan advokasi masyarakat disana. Itu salah satunya.
2. Selama ini apakah dengan sengaja melakukan praktek jurnalisme advokasi ? jawaban : kami sendiri tidak menamakan apa yang kami kerjakan sebegai jurnalisme advokasi. Itu hanya bagian kecilnya saja. Unsur advokasinya ada. Tapi mengakui bahwa itu unsur jurnalistik lagi-lagi itu debateable. Menurut kamu jakara unfair cover bothside secara jurnalistik ? ngga kan. Karena dokumenter bisa memilih, itu pilihan. Kalau teknik pengambilan gambara dan segala macem iya itu teknik jurnalistik. kami kan bidangnya praktis dan yang ditanyakan adalah di ranah teoritis. Perlu mencari teori untuk menghubungkan itu. prakteknya terlihat sekali, apakah teori itu mendukung, teori turunannya ibaratnya apakah itu teori jurnalisme advokasi, misalkan si peneliti menyimpulkan iya, berdasarkan kategorisasi ada ini dan itu memenuhi. Kalau kami sendiri tidak mengakui, meski prakeknya demikian. Kenapa, karena advokasi itu kayak aktivitas sosial sedangkan kami ini perusahaan profit cari duit. Bahwa kita ada kegiatan sosial membantu masyarakat, ya, ada. Watchdoc dalam perjalannya bisa dikatakan menerapkan, salah satunya, tapi kita juga mencari uang. Advokasi itu terlalu besar. Kami menamakan diri kita adalah media alternatif. Memberikan pilihan selain media mainstream. 3. Apakah film yang dibuat selalu tentang konflik ? Jawaban : Garis kami secara keseluruhan sejak berdiri, kami mengangkat narasi-narasi yang tidak biasa, artinya narasi yang diluar arus utama. Seperti karya-karya kami di media televisi juga mengangkat kisah sejarah yang ga pernah bahkan muncul dibuku sekolah. Kami membuat berdasarkan fakta-fakta dilapangan memunculkan narasi tersebut. Kenapa konflik-konflik selalu menarik karena kalau tanpa konflik secara psikologis ya ga ada sesuatu. Konflik itu membuat secara alur akan menarik. Kedua, akan ada nilai yang diambil. Jadi ada sesuatu yang dicari. Kita harus lihat dulu casenya ga sembarang, kita memilih dan jika tidak ada faktanya jangan dibuat-buat. Kuncinya seperti jurnalistik. pertama ada kepentingan publik yang tercederai. Kedua bahasanya ada yang terdzolimi. Misalnya E-ktp, bisa aja karena ada publik yang terdzolimi, korupsi misalnya bisa juga dibuat dokumenternya. Kuncinya kepentingan publik, disiru pasti ada konflik. Seperti penggusuran dan reklamasi. Gimana kita mengemasnya, itulah seninya dalam dokumenter. Bagaimana kamu meracik menjadi tontonan yang menarik. Kata kuncinya pesan, setiap film yang dibuat pasti ada pesannya. Kami ga menutupi bahawa yang kami buat pasti goals kesana. Tapi biarlah goals itu penonton yang menjawab tanpa perlu kita menyampaikan yaudah biar film yang menyampaikan dan penonton yang menginterpretasikan. 4. Tidak khawatir pesan yang disampaikan bisa berbeda-beda ?
Jawaban : Tidak masalah. Karena ada pepatah mengatakan bahwa kamu tidak bisa menyenangi semua orang. Film sebagus apapun pasti ada yang benci karena dia memang tidak selera dengan fim itu. Misalnya dia suka film tentang olaharaga, tapi kamu kasih film musik, pasti mereka tidak suka. Kita semua memiliki selera yang berbeda ga bisa diseragamkan. Yang bahaya adalah setelah dia katakan berbeda-beda, naik tingkatan berikutnya. Yang berbeda tadi membuat suatu masalah, katakan pesan dari filmnya positif tapi dari orang yang tidak suka dia buat jadi negatif. Dia kumpulkan massa, tarik temen akhirnya jadi besar. Itu misalnya yang terjadi pada aksi bela islam. Kami membuat lentera maya, tentang bagaiman kita sebagai orang muda peka terhadap hal seperti ini. Bagaimana media sosial bisa menjadi senjata mematikan apabila tidak dijaga dengan baik. Contoh kita mengangkat kasus ahok, ini fenomena bola es yang terus membesar dan akhirnya pecah berawal dari video.
5. Sejauh ini watchdoc film membuat film, adakah film yang mengusik seseorang atau kelompok ?
Jawaban : Ada dan banyak. Misalnya Rayuan pulau palsu, jakarta unfair, samin vs semen. Samin vs semen ini gajar pranowo yang sepat terusik, dan pernah ada film tandingan. Jakarta unfair juga ada film tandingan, namanya Baja dari teman ahok dan satu lagi ada yang punyanya ratna sarumpaet cuman sampe sekarang ga terlalu heboh. Itu mereka sebut dokumenter padahal itu hanya kumpulan opini-opini. Menurut kami itu respon yang bagus karena muncul ide-ide kreatif. Ketika kita membuat film dan ada tandingannya berarti itu kan bagus ada persaingan sehat. Bisa jadi bahaya adalah ketika pelarangan dan boikot film tidak boleh tayang, itu kan seperti zaman orba dan tidak sehat.
6. Selain film tandingan, apakah ada ancaman atau semacamnya ?
Jawaban : Untuk sementara ini belum. Kita ga tau. Aman-aman aja. Itu mungkin pernah dialami pimpinan kami mas dandhy saat ekspedisi indonesia biru. Tapi kalau kami punya hidden file yang berbahaya jika dipublikasikan kami ada.
7. Kebijakan suatu film tayang atau tidak dari segi apa ? Jawaban : Karena kita rumah produksi, kaitannya dengan klien. Jadi maksudnya hidden file ini materi yang kita buat untuk klien. Bukan untuk yang sosial. Kami pernah buat yang serius tapi untuk klien media tv, pembuatannya sangat susah. Tapi akhirnya mereka ga berani tayangin karena isunya sangat besar dan berbahaya. Transkip wawancara
Narasumber: Sindy Febriyani (sutradara film Jakarta Unfair)
Waktu: 14 Agustus 2017
Tempat: Rumah Produksi Watchdoc, Jl. Cempaka Dalam Blok A No. 3, Jatiwaringin, Pondok Gede, Kota Bekasi.
1. Respon masyarakat atas penayangan film ini ?
Jawaban: Responnya baik, tapi tergantung orang-orangnya. Kalo
misalnya kayak pro ahokers si responnya ada yang bagus ada yang
engganya. Temen-temen gue juga banyak yang ahokers. Gara-gara lo nih
gara-gara jakarta unfair gue jadi tau ternyata sisi lain penggusuran itu
kayak gini. Gue kira tinggal dirusun hidupnya gitu aja oh ternyata kayak
gini. Kalau masyarakat yang netral aja mereka juga banyak yang
terimakasih jadinya mereka tau. Rata-rata terimakasihnya karena mereka
jadi tau si, kirain penggusuran baik-baik aja, mereka dipindahin ketempat
yang bagus tapi ternyata ada faktor lain. apa yang direncanakan
pemerintah ternyata engga berjalan dengan mulus. Kalau dari korban
gusuran ya mereka berterimakasih banget akhirnya ada yang mau
mendengar nih suara-suara mereka. Tadinya mereka udah ga tau harus
ngadu kemana. Mereka merasa terbantu suaranya disuarakan.
2. Sejauh ini pengaruh film terhadap kebijakan pemerintah ?
Jawaban: Saya sejauh ini ga pernah diundang ke pemerintahan, tatakota
dan segala macem si cuman mungkin jadinya penggusuran jadi agak lebih
diteken, maksudnya beritanya ga seheboh kayak dulu. Kaya kemarin kan
pemerintah bangga banget, gue ngegusur terus mindahin kerusun. Cuman kayaknya sekarang ga seperti itu. Mungkin orang jadi lebih takut kalo
ngomongin penggusuran dan segala macemnya. Sekarang masih
pemerintahan yang sama, jadi kita ga tau. Jadi kalau diliat ada perubahan
kebijakan atau ngganya belum signifikan. Kalau dari pemerintah sekarang
ga ada omongan, belum pernah denger kebijakan soal itu. Mungkin nanti
bisa dilihatnya setelah ganti periode ahok-jarot. Kita ga pernah tau.
3. Setelah film dokumenter rampung, ada kegaitan mendokumentasikan
penggusuran terbaru ?
Jawaban: Belum si, tapi lagi sibuk kerja. Tapi katanya si warga bukit duri
udah bisa nerima. Kemarin sempet ngobrol sama salah satu warga,
memang mereka nerima apa adanya dan banyak juga mereka yang suka
rela.
4. Penggusuran sebelumnya ada yang rusuh dan ada yang ngga ?
Jawaban: Yang rusuh itu Cuma di kampung pulo, kalau yang dibukit duri
ga rusuh sama sekali. Kalau bukit duri itu memang dari tim advokasinya
itu mereka mau mematahkan stigma bahwasanya orang-orang yang
digusur itu orang-orang yang kumuh, orang-orang yang rusuh. Mereka
mau buktiin, lu mau ngegusur gue, gue dengan cara yang beda. Mereka
bermusik, menyanyi, mukul kentongan, mereka berusaha melakukan
dengan cara yang beda.
5. Cara pemerintah yang barubah atau gimana ?
Jawaban: No, kalau yang gue tahu si, kampung pulo kan parah banget
rusuhnya karena, ini berdasarkan obrolan gue sama warga kampung pulo,
karena memang ga ada pemberitahuan sama sekali. Jadi mereka tiba-tiba dateng bawa backhoe ngegusur rumahnya. Istilahnya siapa si yang ngga
kalang kabut kalau digituin. Warga nolak nih, tapi mereka (petugas) tetep
aja ngancurin pake backhoe dan segala macem, makanya sampe ada
backhoe yang dibakar di kampung pulo. Jadi kita itu jadi ganas karena
memang kita itu kayak diusir dari rumah sendiri. Gimana ga murka. Dan
tanpa kejelasan mereka bakal dipindah kemana. Alesan kenapa kemarin
kampung pulo rusuh banget karena emang ga ada yang kasih tau.
6. Apakah warga mau menerima jika ada prosedur yang jelas ?
Jawaban: Iya misalnya pemerintah maunya gimana, warga maunya
gimana. Masalahnya kemarin tuh kan kesannya pemerintah kayak ngusir
aja padahal mereka tuh udah tingga puluhan tahun disana. Bilangnya udah
ngasih surat, tapi setau gue kalo ngasih sp itu kan ada rentang waktunya.
Kalau ini kan sp 1 sp2 sp 3 keluar gusur, banyak banget backhoe
didatengin. Tanpa adanya dialog sama sekali sama warga.
7. Alasan pemerintah melakukan penggusuran ?
Jawaban: Alasannya mereka kumuh, mereka ga boleh disini. alasan lain
kayak lu tinggal dibantaran kali lo yang bikin banjir lo yang bikin apa
segala macem. Kumuh, soal tata ruang, tapi ga ada dialog kalau dipindah
gimana-gimananya. Mereka kampung pulo dipindah ke rusun jatinegara
karena mereka memang bener-bener marah. Kalau lo taro gue jauh dari
tempat ini mereka bakal bener-bener marah banget sama pemerintah.
8. Yang nuggak rusun beneran bakal diusir ?
Jawaban: Mereka si bilangnya begitu, itu bener. Tapi sampai sekarang si
mungkin ancaman aja. Itu konsekuensinya. Mereka bayar 300 ribu Cuma bangunan, mereka harus bayar lagi air dan listrik. Rata-rata mereka yang
tingal dirusun harus bayar 5-600 rb/ bulan. Belum lagi buat anak sekolah.
Mereka harus pindah sekolah lagi, cari pekerjaan baru lagi. Itu termasuk
susah si. Sempet ngobrol sama kepala rusun, kemungkinan mereka bakal
diusir beneran.
9. Soal identitas narasumber ?
Jawaban: Ga ada nama samaran. Kita udah bilang gimana-gimananya.
Toh kita bikin film ini banyak backingan ada LBH JAKARTA. Jadi suatu
saat kalau ada pemerintah yang ganggu kehidupan mereka ya kita bakal
tanggung jawab untuk itu. Kita juga udah bilang, ini filmnya bakal
ditayangin bakal banyak orang yang liat, bapak bersedia apa engga, bapak
mau apa ngga. Mereka mau dan mereka bersedia. Kebetulan narasumber
yang kita dapet itu direkomendasiin sama orang-orang situ. Mereka
terima. Paling mereka nanya gimana-gimananya, terus kita bilang kalau
kita kasih jaminan mereka ga akan kenapa-kenapa dan ga ada yang nolak.
Awalnya ada yang nolak, takut gimana-gimana sama kepala rusun, tapi
pas kita kasih penjelasan mereka mau si. Transkip wawancara
Narasumber: F.X Lilik Dwi Mardjianto (Ketua Program Studi Jurnalistik UMN)
Waktu: 6 Februari 2018
Tempat: kantor Kaprodi Jurnalistik UMN, Serpong, Tangerang
Menurut bapak, apakah film dokumenter Jakarta Unfair produksi Watchdoc merupakan produk jurnalisme advokasi?
Jawaban: Iya, Ada beberapa jurnalis yang dilapangan tidak akan pernah peduli apa istilah yang dilakukannya menurut buku. Dia mencoba menemukan bentuk baru, dalam hal ini watchdoc melihat kasus penggusuran dari dalam, berbeda dari media mainstream lainya. Saya melihat kemiripan watchdoc dengan ciri-ciri konsep jurnalisme advokasi yang sudah berkembang lama. Ketika indikator jurnalisme advokasi sebanding dan sejalan dengan apa yang dilakukan watchdoc.
Jurnalisme advokasi sering kali di identikan dengan jurnalisme alternatif.
Proses produksi (apakah cara2 yang dilakukan bisa dikatakan jurnalsime advokasi), karya film (bentuk filmnya apakah termasuk karya jurnalisme advokasi), dan konsumsi karya (khalayak setuju atau tidak bahwa ini adalah sebuah karya jurnalisme advokasi). Transkip wawancara
Narasumber: Samiaji Bintang Nusantara (Direktur Lembaga Studi Pers Dan Pembangunan)
Waktu: Jakarta, 6 Maret 2018
Tempat: Cafe Marengo, TIS Square Tebet, Jakarta Selatan
1. Awal mula munculnya jurnalisme advokasi di Indonesia ? Jawaban: Memang secara tertulis sejarah dan perkembangan jurnalisme advokasi di Indonesia belum ada, tapi prakteknya sudah ada sejak berdirinya medan priyayi. kegiatan jurnalisme sudah ada dilihat dari pemberitaan medan priyayi yang berpihak kepada rakyat. Dari awal medan priyayi dalam pemberitaan berpihak kepada pribumi (pada saat itu belum ada Indonesia) itu yang diadvokasi. Advokasi adalah politik keberpihakan kepada rakyat, mendorong supaya hak-hak publik yang diabaikan agar dipenuhi. Jurnalis berada di posisi yang diadvokasi.
Berkembang Pada masa kemerdekaan, muncul banyak partai. masing-masing partai memiliki media sendiri. Dan setiap media partai ketika pemilu tahun 55, medianya kuat dan berafiliasi kepada partai. Mereka mengadvokasi kepentingan (visi misi) partainya. Lebih kepada posisi politik, media mengambil posisi politik terutama untuk publik. Di zaman 60an demokrasi kita sangat baik tahun 55 media sangat hidup. Media kita sangat partisan. PKI lewat harian rakyat, masyumi dengan panji masyarakat. Masing-masing membawakan kebijakan partainya untuk khalayak banyak sesuai konstituen masing-masing. Partai PKI mereka mendorong buruh dan petani supaya diberikan kesejahteraan. Sedangkan partai masyumi yang muslim kebanyakan mereka mendorong supaya umat islam didorong mendapatakan segala akses kehidupan.
Yang masalah setelah reformasi adalah ketika prakteknya hingga kekerasan. Kekerasan dalam arti yang secara tidak langsung lewat sensor hingga kekerasan fisik (konflik ambon, didorong ambon). Tempo menulis tentang Asmat yang kelaparan, dalam tulisannya terlihat jelas keberpihakannya secara politik yang memihak kepada rakyat. Tempo mengatakan pemerintah abai, dan mendorong pemerintah untuk melakukan tindakan dan kebijakan politik.
Politik di sini bukan hanya dalam perspektif tapi juga keberpihakan secara policy. Politik dalam arti lain adalah policy atau kebijakan, kebijakan untuk orang-orang yang haknya diabaikan. Itu dipertegas dalam opini redaksi. Opini redaksi tempo mengatakan pemerintah harusnya tidak anti kritik.
Tempo tidak mengatakan mereka menjalankan jurnalisme advokasi, tapi dalam prakteknya mereka melakukan itu. Karena sesungguhnya tidak ada media yang murni objektif. Jurnalisme advokasi pemberitaan yang mendorong kepada hak- hak publik yang terenggut atau belum terpenuhi. Ketika media memberikan opini mengenai policy, mereka mendukung atau menolak itu bagian dari mengadvokasi. Perda reklamasi di Jakarta itu produk kebijakan.
Sebaiknya media harus independen prinsip dan idelnya. Tapi pada saat tertentu media bisa tergelincir dan keliru. Pada saat pemerintahan baik media mendukung tapi ketika tidak sejalan dengan kepentingan publik maka sebaiknya media jadi pemantau. Media boleh mendeklarasi salah satu kubu. Yang tidak boleh adalah yang malu-malu. Pada saat tertentu ketika kandidat yang didukung melakukan tindakan yang keliru seperti pelanggaran ham, korupsi, dll medianya harus fair.
2. Apakah film dokumenter Jakarta Unfair Watchdoc merupakan produk jurnalisme advokasi ? Jawaban: Media harus melihat mana yang ditindas, mana yang hak-haknya diabaikan. Memanusiakan manusia. Watchdoc mereka menolak penggusuran. Mendorong perubahan kebijakan dan politik Media alternatif adalah orang yang tidak puas dengan media mainstream yang sudah terkooptasi oleh pemodal.
Gerakan baru di Amerika ketika mereka sudah jenuh dengan konsep jurnalisme yang konvensional, hardnews, konglmerasi, dikendalikan pemodal. Mereka membuat genre baru yag mengadopsi sastra non fiksi karena jurnalisme adalah faktual kerana yang mengerjakan adalah manusia maka ada perspektif yang bukan lagi netral tapi mengikuti hati nurani. Tidak ada yang fully objektif, boleh mengikuti hati nurani.
Watchdoc saya lihat mereka menjalankan prkatek jurnalisme advokasi. Ketika mereka mengadvokasi hak-hak warga yang tergusur ini tolong dong dipenuhi diubah kebijakannya. Misalnya reklamasi, masa menurut kepentingan pemodal, bagaimana dengan nasib para nelayan. Batasan advokasi mendukung hak-hak warga yang ditindas dan di bela.
Munculnya media alternatif yang melakukan investigatif. Investigatif reporting itu menyangkut kebijakan publik. Hanya melaporkan dan memaparkan sesuai fakta-fakta dilapangan. Pada masa penjajahan Mengadvokasi kesetaraan, jangan ada lagi penjajahan.