Konsep Multikultural Dan Etnisitas Pribumi Dalam Penelitian Seni
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Humaniora, Vol. 24, No. 2 Juni 2012: 156 - 167 HUMANIORA VOLUME 24 No. 2 Juni 2012 Halaman 156 - 167 KONSEP MULTIKULTURAL DAN ETNISITAS PRIBUMI DALAM PENELITIAN SENI Victor Ganap* ABSTRACT Traditional arts are essentially public cultural expressions, not individual expressions. They are bound by the characteristics of their respective cultures which bring with them their local wisdom. While multiculturalism acknowledges the equality of all oral traditions that have been embedded in every indigenous ethnicity, any research conducted on traditional arts should appropriately be carried out by researchers who belong to the corresponding cultural groups and have a life time experience within their own primordiality. Therefore, new concepts introduced in research into traditional arts based on multiculturalism and indigenous ethnicity play an important role in maintaining truthful corroboration of the research outcome. Keywords: multiculturalism, indigenous ethnicity, traditional arts ABSTRAK Pada hakikatnya seni tradisi merupakan sebuah ekspresi kultural sebagai subjek kolektif yang terikat oleh karakteristik ranah budaya masing-masing sehingga identitas dan nilai kearifan lokalnya turut terbawa serta. Pandangan multikultural yang menjunjung tinggi kesetaraan budaya mengakui eksistensi tradisi lisan yang melekat pada setiap etnisitas pribumi sehingga penelitian terhadap seni tradisi selayaknya dilakukan oleh peneliti pribumi yang memiliki pengalaman seumur hidup terhadap ikatan primordial budayanya. Untuk itu, konsep baru dalam penelitian seni berdasarkan konsep multikultural dan etnisitas pribumi memiliki arti penting terhadap pencapaian tingkat kebenaran dan kesahihan hasil penelitian. Kata Kunci: multikultural, etnisitas pribumi, seni tradisi PENGANTAR atau penayangan, penelitian fungsional meng- Penelitian seni pada hakikatnya merupakan hendaki publikasi dalam berkala ilmiah. Selama penelitian terapan yang menggunakan pen- ini, menurut pengamatan, penelitian seni di dekatan multidisiplin, baik dalam bentuk pe- Indonesia belum mampu menggali jati diri dan rancangan karya seni maupun penelitian fungsio- memanfaatkan potensi seni tradisi secara maksi- nal secara tekstual dan kontekstual. Apabila mal karena perilaku para peneliti yang kurang penelitian perancangan menghasilkan karya seni produktif dalam meneliti kekayaan budaya yang dipublikasikan melalui pergelaran, pameran, Nusantara. Tidaklah mengherankan apabila * Jurusan Musik, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta 156 Victor Ganap - Konsep Multikultural dan Etnisitas Pribumi dalam Penelitian Seni kekayaan budaya dan keunikan seni tradisi kinestetik, sonoris, dan visual yang tidak Nusantara justru menjadi objek material para terpisahkan. Dalam konteks yang lebih luas peneliti asing, yang relatif lebih mudah untuk pengaruh Barat telah menjadikan kita sebagai memperoleh sumber dana yang memadai, di- masyarakat yang biculture, bilingual, dan bi- lengkapi dengan perangkat instrumen penelitian musicality. yang canggih. Fenomena ini berdampak pada Selama ini diyakini bahwa para peneliti dari langkanya hasil penelitian dari para peneliti mana pun yang hendak meneliti karya seni Barat Indonesia yang diterbitkan dalam berkala ilmiah dapat memanfaatkan tradisi baca-tulis Barat yang internasional. Sementara itu, berkala ilmiah dituangkan dalam berbagai bentuk simbolis internasional, seperti Bijdragen tot de Taal-, Land- berupa aksara, sketsa, atau notasi. Para peneliti en Volkenkunde, yang terbit di Leiden lebih dapat memberikan interpretasi terhadap gaya banyak memuat artikel tentang seni tradisi komposisi Ludwig van Beethoven melalui analisis Nusantara yang ditulis oleh para peneliti Barat karya sonata, konserto, dan simfoninya sebagai dengan hasil penelitian mereka yang superfisial sebuah critical biography. Namun, peneliti tidak dan diragukan kesahihannya. akan dapat begitu saja menyimpulkan karya seni Selain itu, dalam melakukan penelitian seni yang menggunakan tradisi lisan karena penelitian tradisi, peneliti Indonesia juga masih bergantung tersebut membutuhkan paradigma multikultural pada metode dan teknik Barat sehingga sub- dan etnisitas pribumi. stansinya itu sendiri cenderung terabaikan, terpinggirkan, bahkan tersingkirkan. Para peneliti KONSEP MULTIKULTURAL umumnya mengacu pada pemikiran Barat yang Pemikiran yang mendukung penelitian seni positivistik sehingga hasil penelitian mereka tradisional didasarkan pada konsep multikultural, hanya menyentuh kulit luarnya saja dan tidak yang mengakui akan kesetaraan seni tradisi pada mampu berkomunikasi secara mendalam dengan semua kelompok etnik di dunia, menghargai roh seni tradisi itu sendiri. Para peneliti juga terikat kearifan lokal mereka masing-masing, seperti menggunakan metode Barat menurut tradisi baca- terangkum dalam pertanyaan John Blacking, tulis, yang bertolak belakang dengan tradisi lisan seorang profesor sosial antropologi pada Queen’s budaya Nusantara. Para peneliti terobsesi pada University of Belfast, Irlandia Utara tentang kadar kesahihan teknik Barat melalui pendekatan seberapa musikalkah manusia? Ia meneliti peran etic yang lebih mengandalkan pada analisis musik dalam masyarakat dan kebudayaan, dan sepihak tanpa mampu membangun komunikasi sebaliknya peran masyarakat dan kebudayaan dua arah dengan para narasumber di lapangan. dalam musik, yang dituangkan ke dalam teorinya Penelitian seni juga tidak memperoleh yang mengatakan bahwa musik merupakan bunyi dukungan konseptual dari paradigma pendidikan yang disusun secara manusiawi (Blacking seni yang mengadaptasi estetika Barat dalam 1974:3). Penelitian yang dilakukannya pada suku membedakan dimensi verbal, kinestetik, sonoris, Venda di Transvaal, Afrika Selatan telah membuka dan visual sehingga memunculkan dikotomi mata hatinya dan membalikkan pandangannya antara pendidikan seni tari, seni musik, dan seni selama ini terhadap superioritas musik Barat. rupa. Sementara itu, seni tradisi memiliki sosok Sebagai seorang humanis, ia menempatkan yang lebih terintegrasi dalam berbagai bentuk unsur manusiawi di atas segalanya sehingga simbolis yang terkadang tidak dapat dianalisis setelah mengenal seni tradisi suku Venda, ia secara akademik. Seni tradisi tidak mengenal menemukan mata rantai yang terputus antara dikotomi antara tari, drama, dan musik seperti teknik analisis musik Barat dengan konsep- halnya di Barat karena seni tradisi yang digelar konsep estetik yang sarat dengan berbagai nilai merupakan suatu kesatuan dimensi verbal, manusiawi di luar dunia Barat. Sebagai bentuk 157 Humaniora, Vol. 24, No. 2 Juni 2012: 156 - 167 apresiasi terhadap penemuan teorinya itu, ia kerakyatan gaya Banyumasan, Semarangan, memperoleh penghargaan sebagai The John Jawatimuran, bahkan dengan berbagai seni Danz Professor yang diundang untuk memberikan tradisi kerakyatan lainnya yang membentang dari presentasinya di hadapan warga kampus Aceh hingga Papua. Estetika musik gamelan University of Washington dan komunitas Pacific Jawa, Sunda, dan Bali setara dengan Gondang Northwest di Seattle. Sejak Oktober 1961, peng- Sabangunan Batak Toba, Talempong Minang- hargaan John Danz diberikan setiap tahun oleh kabau, Gamolan Pekhing Lampung Barat, The University of Washington kepada ilmuwan Gambang Kromong Betawi, gamelan Saronén yang dianggap memiliki reputasi tentang penemu- Madura, Tingkilan Kalimantan, Ganrang Pa’balle an dampak ilmu pengetahuan dan filsafat ter- Makassar, Orkes Bambu Minahasa, Totobuang hadap persepsi manusia secara rasional. Teori Maluku, Sasando Timor, dan Tifa Papua. Ke- John Blacking pada akhirnya meletakkan dasar setaraan itu didasarkan pada keunggulan bagi prinsip multikultural seni tradisi yang menem- aksentuasi pada tiap seni tradisi ditinjau dari unsur patkan aspek manusiawi sebagai intisari dari hasil akustika, organologi, koreografi, ornamentasi, karya seni secara universal. dan makna monumental yang secara simbolis Konsep multikultural juga menunjukkan terkandung di dalamnya. Dengan demikian, bagaimana kepakaran dalam bidang musik konsep multikultural dengan cara pandang Nusantara di Indonesia dapat disinergikan melalui kesetaraan estetika harus menjiwai pemikiran dan sebuah forum komunikasi antarperguruan tinggi langkah setiap peneliti dalam melakukan peneliti- seni. Pada awalnya tradisi yang mapan dari Seni an seni tradisi Nusantara agar peneliti dapat Tari, Karawitan, dan Pedhalangan (Teater menggali kearifan lokal objek material yang diteliti- Boneka) Jawa, Sunda, dan Bali mendasari nya di lapangan dan menggunakan metodologi berdirinya lembaga pendidikan seni yang pertama yang tepat guna. di Yogyakarta dan Surakarta melalui pertimbang- an keberadaan Kraton Kasultanan Yogyakarta KONSEP ETNISITAS PRIBUMI dan Kasunanan Surakarta sebagai center of Penelitian seni sebagai penelitian terapan excellence budaya Jawa yang adiluhung, di- pada hakikatnya merupakan sebuah proses lengkapi dengan berbagai sumber kajian berupa perancangan karya seni yang novelti hasil data sejarah dalam bentuk prasasti, babad, kreativitas manusia. Kreativitas itu sendiri dikata- manuskrip, dan relief sebuah seni istana. Dalam kan sebagai kemampuan manusia untuk meng- perkembangan selanjutnya, kajian Karawitan hasilkan sesuatu yang bersifat novelti dan tepat Jawa, Sunda, dan Bali diperluas dengan kajian etnomusikologi yang dirintis USU Medan melalui guna. Menurut teori implikasi sistem perspektif bantuan The Ford Foundation. Langkah ini diikuti Mihaly Csikszentmihalyi, profesor psikologi oleh lembaga pendidikan tinggi seni sebagai University of Chicago, Illinois,