<<

6 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

“Doumo. Boku desu.”: Negosiasi Maskulinitas dalam Citra Idola Sakurai Sho

Bawuk Respati, S.Sn., M.Si [email protected]

Abstract Japanese male idols can be seen as a manifestation of the idea of​​masculinity that can be found in Japanese society. The image of an idol is complex, so the values ​​of masculinity that are manifested are complex. This is reflected in the image of Sakurai Sho, a member of the Arashi idol group, who not only appears in the context of himself as an idol, by holding concerts, but also works regularly as a newscaster in a television news program. By referring to the concept of hegemonic masculinity, which is manifested in the salaryman figure in Japan, as well as the concept of male idol gender performance which is considered as an alternative form of masculinity in Japan, it is found that in the construction of Sakurai Sho image, there is a negotiation process between values dominant masculinity with alternative masculinity values. The negotiations mainly arose in the intertextual relationship between a number of media texts that formed the overall image of Sakurai Sho. Negotiations in this intertextuality show that masculinity is not a permanent entity. Keywords: hegemonic masculinity, negotiation, image, intertextuality, Sakurai Sho

Abstrak Idola laki-laki Jepang dapat dipandang sebagai sebuah bentuk manifestasi dari ide mengenai maskulinitas yang dapat ditemukan dalam masyarakat Jepang. Citra seorang idola adalah sesuatu yang kompleks, maka nilai-nilai maskulinitas yang dimanifestasikan pun kompleks. Hal ini tercermin dalam citra Sakurai Sho, anggota grup idola Arashi, yang tidak hanya tampil dalam konteks dirinya sebagai seorang idola, dengan menggelar konser, tetapi juga bekerja rutin sebagai seorang newscaster dalam sebuah acara berita televisi. Dengan merujuk kepada konsep mengenai maskulinitas hegemonik, yang terwujud dalam sosok salaryman di Jepang, serta konsep mengenai performa gender idola laki-laki yang dinilai sebagai bentuk alternatif dari maskulinitas di Jepang, ditemukan bahwa dalam konstruksi citra Sakurai Sho, terdapat proses negosiasi antara nilai-nilai maskulinitas dominan dengan nilai-nilai maskulinitas alternatif. Negosiasi tersebut terutama muncul dalam hubungan intertekstual antara sejumlah teks media yang membentuk citra Sakurai Sho secara keseluruhan. Negosiasi dalam intertekstualitas ini menunjukkan bahwa maskulinitas bukanlah entitas yang tetap. Kata Kunci: maskulinitas hegemonik, negosiasi, citra, intertekstualitas, Sakurai Sho 7

Pendahuluan media, dengan genre yang berbeda-beda, namun tetap terhubung dalam waktu yang “Doumo. Boku desu,” ujar Sakurai Sho sama. Dengan kata lain, penampilan idola blog dalam bulanannya di situs khusus tidak hanya terbatas pada kapasitasnya tarento1 yang dikelola oleh agensi tempat ia sebagai aktor dalam sebuah film, maupun bernaung, Johnny & Associates (selanjutnya: sebagai penyanyi pop. Namun justru yang Johnny’s). Sapaan sederhana itu digunakan membuat penampilan idola Jepang menjadi Sakurai dalam setiap tulisan yang ditujukan khas adalah percampuran antara berbagai kepada fans sebagai pembaca; mensugestikan macam platform dan genre teks media yang bahwa yang membaca tulisan tersebut pasti menjadi wadah kemunculannya. Selain itu, “boku” sudah tahu sosok di balik sebutan menurut Basinger (2007, 3), “Seorang bintang tersebut. Sebagai anggota Arashi—salah satu memiliki penampilan yang istimewa. Bakat boyband paling populer di Jepang, Sakurai Sho yang istimewa.”Di sisi lain, idola tidak dituntut seakan tidak perlu menjelaskan lagi sosoknya untuk menjadi yang paling berbakat dalam sebagai seorang figur publik yang diacu dengan satu hal saja, namun justru dibentuk sebagai istilah “idola”. individu yang bisa melakukan banyak hal, Salah satu kekhasan dari lanskap industri meskipun bukan yang terbaik atau yang paling hiburan Jepang adalah fenomena idola ahli dalam hal-hal tersebut. Yang terpenting (aidoru). Istilah “idola” digunakan di Jepang dari pesona seorang idola adalah bagaimana untuk merujuk kepada “penyanyi, model, ia bisa menarik perhatian berbagai macam dan personaliti media yang diproduksi dan kelompok masyarakat melalui kepribadiannya. dipromosikan secara kompleks” (Galbraith & Salah satu jenis idola Jepang yang dinilai Karlin, 2012, 2). Penggunaan istilah “idola” di cukup populer di masyarakat adalah idola laki- Jepang bisa dibandingkan dengan bagaimana laki. Di Jepang, pasar idola laki-laki, beserta media arus utama merujuk kepada sosok grupnya, cenderung didominasi oleh satu figur publik, seperti aktor atau penyanyi agensi bakat, yakni Johnny’s. Sebagai salah terkenal, sebagai “bintang”. Namun konsep satu agensi bakat terbesar di Jepang, Johnny’s mengenai idola di Jepang sedikit berbeda dikenal sebagai agensi yang hanya mengelola dengan pemahaman umum tentang “bintang” tarento laki-laki, yang beberapa di antaranya sebagaimana yang dianut di Amerika dan dimasukkan ke dalam grup dan melakukan Eropa. Konsep mengenai bintang biasanya debut sebagai idola pop. Sejak dimulai oleh digunakan untuk merujuk kepada figur publik pada tahun 1960-an, Johnny’s yang dominan muncul dalam satu jenis telah membentuk sejumlah grup idola yang film media tertentu, misalnya bintang , untuk terbilang sukses merajai industri hiburan merujuk kepada sosok aktor yang terkenal Jepang. Salah satu grup yang bisa disebut karena ia sering bermain film; atau bintang sebagai titik puncak kesuksesan Johnny’s pop , untuk merujuk kepada sosok penyanyi adalah Arashi, yang melakukan debut pada genre dari musik pop. Dalam hal ini, idola tahun 1999 dan masih aktif hingga sekarang. di Jepang berbeda karena ia cenderung Arashi adalah salah satu grup idola Jepang performer diasosiasikan dengan “ muda yang yang telah dilabeli oleh media Jepang sebagai bernyanyi, berpose dalam foto, dan sering “kokumin-teki aidoru” atau “idola nasional”. muncul di media” (Galbraith & Karlin, 2012, Label ini disematkan kepada Arashi karena 4-5). Idola tampil dalam berbagai platform popularitas mereka dianggap sudah mencakup keseluruhan negeri Jepang—baik laki-laki 1 Tarento, atau talent, merupakan istilah khusus maupun perempuan dari segala kelompok yang digunakan dalam konteks industri hiburan Jepang. Gabriella Lukács (2010, 13) mendefinisikan tarento umur mengetahui dan mengagumi Arashi sebagai “celebrities who perform in various media genres (Mandujano-Salazar, dalam Darling-Wolf, simultaneously.” Istilah tarento bisa dipakai kepada siapa 2018). Pada materi promosional untuk acara saja, namun biasanya digunakan untuk mereka yang “bakat”-nya tidak spesifik dalam menyanyi, menari, musik tahunan Kouhaku uta gassen misalnya, atau akting. Galbraith & Karlin (2012) menerjemahkan stasiun televisi publik NHK pun membubuhkan tarento sebagai “celebrity performer”. 8 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

label “kokumin-teki” tersebut ketika merujuk Sakurai Sho yang telah disebutkan di atas, kepada Arashi. sebagai anggota grup idola populer, Arashi. Sebagai anggota Arashi, Sakurai tentunya Jika mempertimbangkan keberadaan idola muncul dalam sejumlah teks media yang laki-laki secara lebih dalam, dapat dikatakan membentuk gambaran ideal seorang idola. bahwa idola laki-laki sebenarnya diproduksi Ia tampil bersama Arashi terutama dalam dengan target konsumen utama perempuan. konteks sebagai grup pop yang merilis album Idola laki-laki dapat dianggap sebagai sebuah musik, tampil di acara musik, serta menggelar penggambaran ideal dari laki-laki Jepang, konser. Selain itu, ia pun dikenal sebagai terutama sebagaimana dipersepsi oleh (fans) aktor dan telah berakting dalam sejumlah perempuan. Meskipun demikian, konstruksi serial drama dan film layar lebar. Di samping citra idola laki-laki tidak lepas dari bagaimana semua itu, ia pun tentunya tampil dalam nilai-nilai mengenai maskulinitas dalam materi-materi promosional dan publisitas, masyarakat Jepang direpresentasikan. Dalam baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. beberapa segi, figur idola laki-laki dikatakan Dari sekian banyak peran yang ia jalani sebagai mempromosikan konformitas terhadap norma seorang figur publik dan idola, salah satu sosial hegemonik, seperti “sistem hierarki hal yang membedakannya dari idola laki- yang didominasi oleh laki-laki dan pemberian laki pada umumnya adalah bahwa ia juga keistimewaan terhadap heteroseksualitas” bekerja sebagai seorang newscaster dalam (Aoyagi, 2000; Darling-Wolf, 2003, 2004). program berita News Zero sejak tahun 2006. Meski demikian, ada pula performa-performa Melalui kasus Sakurai Sho, terlihat bahwa ada yang dilakukan oleh idola laki-laki yang justru konstruksi citra idola kompleks yang dihasilkan “menyimpang” dari konfigurasi maskulinitas melalui hubungan antar berbagai macam teks tradisional, atau dengan kata lain, mewakili media yang mewadahi penampilan Sakurai Sho sebuah bentuk maskulinitas lain di luar ide sebagai seorang figur publik. Dalam konstruksi maskulinitas hegemonik, seperti misalnya citra tersebut, berbagai macam ide mengenai fanservice tindakan dengan bersentuhan maskulinitas pun terlibat di dalamnya. mesra antar sesama anggota sebuah grup idola (Glasspool, 2012). Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan Sebagai figur publik yang muncul dalam adalah mengenai bagaimana konstruksi citra berbagai teks media, citra seorang idola tidak idola laki-laki, yang dilihat melalui analisis bisa hanya dilihat melalui satu dimensi saja. terhadap citra Sakurai Sho, dapat dipandang Nilai-nilai mengenai maskulinitas—baik yang sebagai sebuah bentuk negosiasi maskulinitas. patuh terhadap wacana dominan maupun yang Dalam konteks ini, nilai-nilai maskulinitas, tidak—terdapat dalam bagaimana citra idola baik yang dominan maupun yang alternatif, tersebut dibentuk melalui hubungan antara diasumsikan sedang berinteraksi dan berbagai teks media tersebut. Melalui asumsi bernegosiasi dalam konstruksi citra tersebut. ini, tulisan ini ingin memeriksa bagaimana Jika memang terjadi negosiasi yang demikian, negosiasi mengenai ide maskulinitas— maka sebenarnya apa makna di balik kehadiran artinya, antara ide-ide ideal yang dominan dan nilai-nilai maskulinitas tersebut, serta apa yang mendukung hegemoni maskulinitas dengan bisa disimpulkan dari keberadaan negosiasi performa-performa yang justru menyimpang maskulinitas tersebut? dari gambaran ideal tersebut dan membentuk bentuk maskulinitas alternatif—dapat terjadi dalam proses konstruksi citra seorang idola laki-laki yang berjalan dalam sejumlah teks Maskulinitas dalam Budaya Populer: Kajian media yang bervariasi. terhadap Idola Laki-laki Jepang Untuk melihat proses negosiasi maskuli– Diskusi mengenai budaya populer Jepang, nitas dalam konstruksi citra idola laki-laki khususnya mengenai fenomena idola, telah tersebut, fokus akan dikembalikan ke sosok menghasilkan sejumlah penelitian yang 9

cukup bervariasi. Penelitian terdahulu yang Kemudian, Darling-Wolf (2004), dalam berfokus kepada masalah idola laki-laki tulisan berjudul “SMAP, Sex, and Mascu– memang cenderung mengaitkan keberadaan linity: Constructing the Perfect Female fenomena tersebut dengan permasalahan dan Fantasy in Japanese Popular Music”, perdebatan mengenai maskulinitas. Sejak masa juga mengembangkan kembali temuan pasca-Perang Dunia II, gambaran maskulinitas penelitiannya. Dalam tulisan ini, ia ideal dalam masyarakat Jepang dituangkan memindahkan fokusnya kepada keseluruhan ke dalam sosok “salaryman”—pekerja kerah grup SMAP dan berargumen bahwa ada sebuah putih yang setia pada perusahaan. Jika proses konstruksi maskulinitas yang terjadi dilihat dari permukaannya saja, keberadaan dalam situs musik pop kontemporer di Jepang, idola laki-laki, yang bernyanyi, menari, dan yang berkontribusi kepada bertumbuhnya mengenakan kostum yang berwarna-warni, popularitas dan daya tarik terhadap budaya tentunya sangat jauh lepas dari gambaran populer Jepang. Dalam tulisan ini, Darling- ideal salaryman tersebut. Maka, secara umum, Wolf berargumen bahwa popularitas grup penelitian mengenai fenomena idola laki-laki idola seperti SMAP perlu dipahami dan Jepang sejauh ini menganggap bahwa idola dipertimbangkan dalam hubungannya dengan laki-laki merupakan sebuah bentuk alternatif situasi budaya populer Jepang yang lebih dari gambaran ideal laki-laki Jepang yang luas. Salah satu karakteristik media populer dimanifestasikan oleh sosok salaryman. Jepang yang disorot dalam tulisan ini adalah kecenderungan intertekstualnya. Selebritas “Male Dalam tulisan yang berjudul Jepang, termasuk para anggota SMAP, dirujuk Bonding and Female Pleasure: Refining sebagai “tarento”—bukan “penyanyi” atau Masculinity in Japanese Cultural Texts” , “aktor”. Hal ini dikarenakan mereka terlibat Darling-Wolf (2003) melakukan studi terhadap dalam berbagai macam aktivitas dan citra Kimura Takuya—anggota grup idola penampilan yang tersebar dalam berbagai SMAP, untuk melihat bagaimana penampilan macam situs media. Dalam hal ini, Darling- Kimura dalam berbagai macam situs media Wolf mengangkat kembali konsep mengenai dapat dibaca sebagai proses konstruksi ide hibriditas. SMAP menjadi manifestasi dari tentang maskulinitas. Melalui studi kasus situasi budaya populer Jepang dapat dianggap terhadap Kimura, Darling-Wolf menunjukkan posmodern, termasuk dalam segi representasi bahwa Kimura memanifestasikan citra yang tentang ide maskulinitas. beragam (diverse), sehingga ia memproduksi kode-kode maskulinitas yang beragam pula. Penelitian lain yang juga menyorot Dalam diskusinya, Darling-Wolf memeriksa permasalahan maskulinitas dan kaitannya signifikansi dari ragam kode maskulinitas dengan presentasi idola laki-laki adalah tulisan yang terlekat pada Kimura sebagai idola “From Boys Next Door to Boys’ Love: Gender terhadap situasi budaya populer Jepang Performance in Media” oleh yang lebih luas. Ia pun mengajukan sebuah Lucy Glasspool. Dalam tulisan ini, Glasspool konsep mengenai “maskulinitas hibrid”. mengembangkan pembahasan mengenai Menurut konsep ini, kode-kode maskulinitas bagaimana citra idola laki-laki Jepang yang beragam dalam persona publik Kimura mengandung ide-ide mengenai maskulinitas Takuya merepresentasikan percampuran alternatif, terutama jika ditelusuri melalui antara berbagai macam bentuk maskulinitas performa gender yang dilakukan oleh mereka. yang pada akhirnya menciptakan sebuah Menurut Glasspool (dalam Galbraith & Karlin, representasi yang kompleks, dan kadang 2012, 117), ada tiga elemen dalam performa kontradiktif. Sehubungan dengan hal idola laki-laki Jepang yang “menyimpang” dari ini, Darling-Wolf menyimpulkan bahwa konfigurasi maskulinitas tradisional: yaitu: (1) keberadaan karakter Kimura adalah antitesis sensitivitas emosional dan domestisitas, (2) ide dari gambaran salaryman yang menjadi mengenai kemudaan (youth), dan (3) performa stereotip dominan dari maskulinitas dalam hubungan antara laki-laki dan laki-laki yang masyarakat Jepang di akhir abad 20. berada di batasan antara “homososial” 10 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

dan “homoseksual”. Dari pembacaannya Maskulinitas dalam Konstruksi Citra Idola: terhadap bagaimana grup idola Arashi Negosiasi dalam Intertekstualitas dipresentasikan dalam sejumlah teks media, serta bagaimana fans perempuan merespons Sebelum masuk ke dalam analisis hal itu, Glasspool menyatakan bahwa mengenai bagaimana ide-ide mengenai “official idol media” mengandung banyak maskulinitas dikatakan bernegosiasi dalam imaji yang menggambarkan maskulinitas- konstruksi citra idola laki-laki di Jepang, maskulinitas “baru”, yang pada permukannya maka perlu diluruskan terlebih dahulu mengsugestikan adanya kemungkinan akan konsep-konsep yang bersangkutan. Pertama, peran gender dan seksualitas yang lebih berkaitan dengan konsep maskulinitas, perlu fleksibel. Hal ini terutama sangat berkaitan ditekankan kembali sebenarnya apa yang dengan bagaimana keberadaan idola laki-laki dimaksud dengan maskulinitas, terutama memberikan ruang untuk mengakomodasi dalam konteks masyarakat Jepang. Seperti hasrat perempuan (female desire), yang yang sudah disebutkan di bagian sebelumnya, biasanya tidak mendapatkan perhatian dalam model laki-laki ideal dalam masyarakat Jepang salaryman wacana dominan maskulinitas ala salaryman. disimbolkan oleh sosok , yakni yang umumnya digambarkan sebagai “pekerja kerah Dari ketiga penelitian terdahulu tersebut, putih yang setia pada perusahaan tempat ia dapat diformulasikan bahwa memang dalam bekerja, dan menikmatibenefit seperti lifetime fenomena idola laki-laki Jepang terdapat employment” (Dasgupta, 2009). Wacana proses konstruksi maskulinitas yang kompleks, maskulinitas salaryman, yang memposisikan terutama jika mempertimbangkan bagaimana laki-laki sebagai pencari nafkah demi keluarga, idola tampil dalam berbagai teks dan situs dapat dipahami sebagai bentuk manifestasi media. Dalam penelitian-penelitian tersebut, dari konsep yang diajukan oleh Connell, yaitu posisi idola laki-laki cenderung dilihat sebagai konsep “maskulinitas hegemonik”. bentuk maskulinitas alternatif yang bertolak belakang dari gambaran ideal salaryman Maskulinitas hegemonik mengacu kepada dalam masyarakat Jepang. Berkaitan dengan “pola praktik (seperti bagaimana melakukan hal ini, mengingat bahwa citra seorang sesuatu, bukan hanya seperangkat ekspektasi idola laki-laki dikonstruksi melalui beragam peran atau identitas) yang membuat teks media, penelitian-penelitian tersebut dominasi laki-laki terhadap perempuan belum mempertimbangkan bagaimana nilai dapat berlanjut.” Dalam hal ini, maskulinitas maskulinitas dominan dan nilai alternatif hegemonik dipandang sebagai sesuatu yang dari maskulinitas sebenarnya bisa hadir bersifat normatif. Ide mengenai maskulinitas bersamaan, dan bahkan bernegosiasi dalam hegemonik merepresentasikan “cara yang kompleksitas citra tersebut. Konsep hibriditas paling dihormati dalam menjadi laki-laki.” yang diajukan Darling-Wolf memang sudah Menurut Connell & Messerschmidt (2005), mengarah ke hal ini, namun hibriditas yang maskulinitas hegemonik mengharuskan semua ia maksud lebih mengacu bagaimana idola laki-laki untuk memposisikan diri mereka laki-laki menghasilkan makna baru lewat ide dalam relasi dengan konsep tersebut, serta maskulinitas yang mereka representasikan. secara ideologis melegitimasi subordinasi Berdasarkan temuan-temuan terdahulu terhadap perempuan oleh laki-laki. Dalam tersebut, salah satu argumen yang dapat hal ini, “hegemoni” diposisikan sebagai ditelusuri lebih dalam adalah bagaimana “kekuasaan yang dicapai melalui budaya, seorang idola yang tadinya dipahami sebagai institusi dan persuasi.”Konsep hegemoni, representasi kemungkinan bentuk maskulinitas dalam studi tentang representasi laki-laki oleh alternatif, justru juga bisa merelevansikan media, “membantu menjelaskan keragaman kembali nilai maskulinitas dominan melalui dan ke-selektif-an imaji dalam media massa.” sisi-sisi tertentu dari konstruksi citranya. Meskipun maskulinitas hegemonik dipahami sebagai sesuatu yang mendominasi, Connell menekankan kembali dalam kritiknya 11

terhadap konsep tersebut bahwa “maskulinitas selebritas. Penelitian terdahulu mengenai bukanlah sebuah entitas yang tetap dan idola Jepang belum ada yang membahas melekat pada tubuh atau kepribadian secara rinci mengenai bagaimana konstruksi individu.” Dalam hal ini, maskulinitas dipahami citra seorang idola terjadi, dan apakah sebagai “sebuah konfigurasi praktik yang proses konstruksinya berbeda dari proses dicapai melalui aksi sosial, maka bentuknya konstruksi citra kebintangan. Dalam hal ini, dapat berbeda, sesuai dengan relasi gender konsep mengenai konstruksi citra kebintangan dalam sebuah konteks sosial tertentu.” akan dirujuk, karena konsep ini dirasa dapat Dengan pemahaman ini, maskulinitas mengakomodasi keperluan analisis yang akan hegemonik dapat dikonstruksi tanpa harus dilakukan. berkorespondensi dengan kehidupan aktual laki-laki. Maskulinitas hegemonik melainkan Richard Dyer (1998, 34) mengatakan bahwa dapat dianggap sebagai model yang dalam citra seorang bintang adalah sebuah identitas cara yang beragam menyebarkan gambaran yang dikonstruksi untuk tujuan komersial. Ia ideal, fantasi, dan hasrat mengenai bagaimana mengatakan: seharusnya menjadi laki-laki. “Dengan ‘citra’ saya tidak bermaksud Karena bergantung pada konteks sosial tanda visual yang eksklusif, tetapi lebih tertentu, maskulinitas hegemonik memiliki kepada sebuah konfigurasi tanda-tanda makna yang beragam. Dalam hal ini, laki-laki visual, verbal, dan aural. Konfigurasi dapat mengadopsi ide maskulinitas hegemonik ini mungkin membangun sebuah citra ketika memang ide tersebut cocok dengan umum dari kebintangan atau citra situasinya, namun laki-laki yang sama juga seorang bintang tertentu. Ia muncul bisa menjauhkan diri dari ide tersebut secara tidak hanya dalam film tetapi juga strategis dalam momen tertentu. Maka, istilah dalam jenis teks media yang lain.” “maskulinitas” bukanlah merepresentasikan Dyer memahami citra seorang bintang tipe laki-laki yang spesifik, melainkan sebagai identitas yang dikonstruksi melalui memposisikan laki-laki dalam sebuah praktik beberapa kategori teks, mencakup tidak diskursif. Pada akhirnya, hegemoni bekerja hanya penampilan seorang bintang dalam dengan memproduksi model maskulinitas film, tetapi juga dalam bentuk publisitas dan yang dapat dicontoh dan menjadi figur promosi. Hal ini bisa disamakan dengan idola otoritatif, meskipun sebenarnya kebanyakan yang juga tampil dalam berbagai teks media. laki-laki pada umumnya tidak bisa memenuhi Bintang adalah identitas yang termediasi, ekspektasi model tersebut. sebuah konstruksi tekstual, karena audiens Berhubungan dengan fenomena idola laki- sebenarnya tidak pernah mendapatkan laki, dapat dikatakan bahwa ide-ide mengenai bintang sebagai orang yang sebenarnya, tetapi maskulinitas tampil dalam bagaimana justru sebagai sebuah kumpulan imaji, kata- citra seorang idola dikonstruksi. Namun kata, dan suara yang menjadi representasi sebenarnya, apa yang dimaksud dengan dari seorang figur bintang. Dengan kata lain, “citra idola”? Seperti yang sudah disebutkan bintang adalah sebuah kumpulan makna. sebelumnya, konsep mengenai “idola” dapat Pemahaman ini dapat diaplikasikan pula diperbandingkan dengan konsep mengenai kepada konsep mengenai idola, terutama “bintang”. Meskipun telah disebutkan pula jika mempertimbangkan bagaimana idola performer bahwa ada nuansa yang berbeda di antara dipandang sebagai “ yang diproduksi kedua istilah tersebut, pada dasarnya kedua oleh agensi bakat dan meminjamkan istilah tersebut merujuk kepada sosok figur citranya untuk mempromosikan barang dan publik yang dikenal banyak orang, serta jasa” (Galbraith & Karlin, 2012). Citra idola muncul dalam berbagai situs media. Kedua sangat bergantung pada agensi bakat yang istilah itu tidak merujuk kepada kepribadian mengaturnya. sebenarnya dari seorang penampil, tapi lebih Kemunculan sosok figur publik, seperti kepada gambaran umum mengenai seorang bintang dan idola, dalam berbagai macam 12 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

jenis teks media berhubungan erat dengan dalam konteks keidolaannya, yakni dalam konsep mengenai “intertekstualitas”. Secara penampilan-penampilannya bersama Arashi, sederhana, intertekstualitas dapat dipahami terutama dalam konser, dengan penampilan sebagai akumulasi dan penghasilan makna dari individualnya sebagai seorang newscaster sejumlah teks yang mana semua makna yang dalam program berita. Sebagai pendukung, ada saling bergantung pada satu sama lain. penampilan lain Sakurai, baik dalam drama Dengan kata lain, makna tidak memiliki satu televisi sebagai aktor, maupun dalam iklan sumber tunggal, melainkan merupakan hasil televisi, juga akan dipertimbangkan. Data-data dari hubungan antar teks (Barker, 2004, 101). yang akan dianalisis khususnya merupakan Kesadaran terhadap intertekstualitas telah data terbaru dari aktivitas Sakurai Sho selama diperdebatkan sebagai salah satu tanda dalam tahun 2017-2018. posmodernisme, yang mana “representasi masa lalu dan masa kini ditampilkan bersamaan seperti sebuah kolase yang meng-jukstaposisi Sho-kun/Sakurai-caster: Analisis Negosiasi tanda-tanda yang tadinya tidak berhubungan Maskulinitas dalam Konstruksi Citra Sakurai Sho untuk menghasilkan kode-kode makna yang baru.” Merujuk kepada konsep “kematian Dalam sebuah survei yang menanyakan pengarang” milik Barthes, sebuah teks tidak pendapat laki-laki usia belasan tahun di memiliki makna tunggal yang muncul dari satu Jepang tentang siapa tarento Johnny’s yang kesatuan agen, tetapi justru terbentuk oleh menurut mereka paling “kakkoii”(“keren”)2, seperangkat “kutipan budaya yang sudah ada”. Sakurai Sho menempati posisi keempat dan Dengan kata lain, makna tekstual menjadi merupakan satu-satunya anggota Arashi yang tidak stabil dan tidak bisa direduksi ke dalam masuk ke dalam sepuluh besar. Seperti yang satu kata, kalimat, atau teks tertentu. Makna dilansir oleh situs Modelpress, para responden dipahami sebagai hasil dari hubungan antar berpendapat bahwa mereka memiliki kesan teks. Maka, jika citra seorang idola dibangun positif terhadap Sakurai. Sebagai seorang idola melalui hubungan antar berbagai macam teks, nasional yang populer, penampilan fisik Sakurai makna di balik konstruksi citra tersebut pun tentunya tidak luput dari perhatian: “Kao ga tidak bisa tunggal. ikemen. Me ga kakkoii.” (“Wajahnya tampan. Pandangan matanya keren.”). Namun, Sakurai Berdasarkan konsep-konsep di atas, tulisan pun kerap diasosiasikan dengan latar belakang ini berargumen bahwa nilai-nilai maskulinitas, individualnya, terutama dalam hal pendidikan. baik yang patuh terhadap hegemoni maupun Sakurai adalah satu di antara sedikit idola, melawan atau menyimpang dari nilai dominan, setidaknya dari agensi Johnny’s, yang bernegosiasi dalam proses konstruksi citra menempuh dan menyelesaikan pendidikan seorang idola laki-laki Jepang. Proses tinggi di tingkat universitas: “Keio boy de konstruksi citra tersebut terjadi dalam sebuah atama mo ii.”(“Dia lulusan Keio, jadi pintar.”). hubungan intertekstual antara berbagai Hal ini membuat Sakurai dipandang sebagai macam teks dan situs media, sehingga dapat sosok yang lebih intelijen dibandingkan dengan dikatakan pula bahwa negosiasi maskulinitas idola laki-laki pada umumnya. Komentar lain yang dimaksud berada dalam sebuah pun menyatakan kekaguman terhadap Sakurai intertekstualitas. Untuk memahami hal ini berkaitan dengan berbagai penampilan yang secara lebih spesifik dan mendalam, analisis ia lakukan sebagai figur publik. Merujuk tekstual akan dilakukan terhadap teks-teks kepada kemunculannya dalam berbagai variety media yang dianggap berkontribusi dalam show sebagai idola dan posisinya sebagai konstruksi citra seorang idola laki-laki. Sebagai newscaster di sebuah program berita, para korpus data, satu figur idola laki-laki Jepang yang populer saat ini telah dipilih, yakni Sakurai Sho, sebagaimana yang sudah disebutkan 2 Survei ini dilakukan dan diumumkan dalam program “Majigachi Ranking” di AbemaTV, 6 sebelumnya. Analisis terutama akan September 2017. Hasil survei didapatkan melalui 679 dilakukan dengan membandingkan Sakurai responden laki-laki berusia belasan tahun. (Sumber: https://mdpr.jp/news/detail/1712516) 13

responden berkomentar: “News mo variety Zero di tahun 2015, yang mempertemukan mo dekite, kanpeki na otoko.”(Dia bisa tampil Sakurai dengan dua tarento Johnny’s lainnya— di acara berita maupun variety, laki-laki yang Ohno Satoshi, sesama anggota Arashi, dan sempurna.”). Kato Shigeaki, anggota grup NEWS, Sakurai sempat berkomentar bahwa keputusannya Komentar-komentar sederhana tersebut untuk terjun ke dalam dunia newscaster adalah menarik untuk dipertimbangkan relevansinya, karena ia ingin melakukan sesuatu yang belum terutama jika melihat kelompok umur yang pernah dilakukan oleh tarento lain dari agensi menjadi responden. Dari komentar tersebut, tempat ia bernaung.3 serta bagaimana Sakurai menempati posisi keempat dari daftar sepuluhtarento Johnny’s Sakurai tampil dalam News Zero secara yang paling dianggap “kakkoii”, dapat rutin, dengan jadwal reguler setiap hari Senin. dikatakan bahwa generasi muda laki-laki Dalam siaran reguler, ia diposisikan di sebelah Jepang, yang umurnya masih belasan tahun, kiri newscaster senior dan pemimpin program, menyimpan rasa kagum terhadap sosok yaitu Murao Nobutaka. Ketika membahas isu Sakurai Sho. Atau dengan kata lain, para utama yang diangkat dalam siaran tersebut, remaja laki-laki Jepang tersebut menganggap Murao-caster selalu memastikan untuk Sakurai sebagai sosok laki-laki yang ideal. memberikan waktu kepada Sakurai untuk Seperti yang tercermin dalam komentar berkomentar mengenai isu yang bersangkutan yang dikutip di atas, rasa kagum itu pun tidak (Gambar 1). Kemudian, pada siaran yang sama, hanya terbatas pada citranya sebagai idola Sakurai juga memiliki segmennya sendiri yang yang tampan, tetapi juga justru mencakup berjudul “Ichimen”. Dalam segmen ini, Sakurai detail-detail lain dari kepribadiannya, terutama mengangkat topik-topik masa kini, sekaligus yang jarang ditemukan pada idola lain. Dua memberikan komentar kritis terhadap topik hal yang menonjol dari Sakurai terutama tersebut, dengan tujuan menyampaikan adalah bagaimana ia dikenal sebagai lulusan berita dengan cara yang sederhana, supaya dari universitas bergengsi di Jepang, serta publik umum dapat memahaminya dengan pekerjaannya saat ini sebagai seorang mudah. Selain itu, Sakurai pun kerap dilibatkan newscaster. Berkaitan dengan hal ini, daya tarik untuk berkomentar dalam segmen berita Sakurai Sho terletak pada bagaimana dirinya olah raga, dan bahkan harus mengomentari dikenal sebagai seorang “idola yang intelijen”. persona idolanya sendiri, jika pada segmen berita dunia hiburan, Arashi menjadi objek Sejak tahun 2006, Sakurai tampil sebagai pemberitaan. Pada dasarnya, dalam sekali newscaster seorang dalam program berita siaran News Zero yang menampilkan Sakurai, News Zero malam , yang tayang di stasiun ia digambarkan sebagai seorang laki-laki News Zero televisi swasta NTV. merupakan yang modern, intelijen, dapat dipercaya, dan sebuah program berita yang memang dirancang berpengetahuan luas. sebagai program berita yang dapat menarik perhatian generasi muda di Jepang. Dalam Dari segi visual, sebagai seorang news– program ini, tidak hanya para newscaster- caster, tentunya Sakurai ditampilkan dengan nya memaparkan berita terkini, mereka pakaian yang rapi, yakni dengan setelan jas juga didorong untuk memberikan komentar berdasi, lengkap dengan jam tangan mewah. kritis tentang isu-isu yang diangkat. Sakurai Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, merupakan anggota dari tim newscaster Sakurai jarang melakukan perubahan drastis program ini yang terdiri dari berbagai macam terhadap gaya rambutnya (padahal biasanya individu dengan latar belakang yang beragam pula. Ketika News Zero pertama kali dimulai, 3 Komentar ini diutarakan Sakurai dalam program NEWS ZERO Spin-off: Sakurai Sho x Ohno dapat dikatakan bahwa kesempatan bagi Satoshi x Kato Shigeaki, Aidoru no ima, kore kara. seorang idola untuk menjadi newscaster Program khusus ini mempertemukan tiga idola masih langka, setidaknya jika dilihat dari Johnny’s yang “non-konvensional”. Selain menjadi idola, ketiga orang tersebut juga dikenal dalam konteks sejarah idola dan tarento yang dikelola oleh lain, yaitu: Sakurai sebagai newscaster, Ohno sebagai Johnny’s. Dalam sebuah episode spesial News seniman, dan Kato sebagai novelis. 14 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

Gambar 1. Murao-caster dan Sakurai-caster mengomentari sebuah isu terkini

Gambar 2. Sakurai-caster memberi komentar tentang Arashi, cuplikan konser ditampilkan di layar

seorang idola cenderung sering berganti gaya terhadap isu-isu terkini yang terjadi di Jepang rambut), dan memilih untuk mempertahankan dan di dunia juga bisa dibaca sebagai sebuah gaya rambut yang rapi dan agak konservatif. tanda kedewasaan yang diharapkan pada Gambaran ini dapat dikatakan cukup dekat sosok laki-laki yang ideal. Hal ini didukung pula dengan gambaran seorang salaryman dengan bagaimana newscaster senior seperti sebagai pekerja kerah putih. Selain itu, Murao yang tampak sangat menghargai opini keterampilannya dalam memberikan komentar Sakurai—menandakan bagaimana generasi 15

yang lebih tua pun menerima kehadiran Maka, nilai-nilai maskulinitas hegemonik yang Sakurai sebagai seorang laki-laki dewasa yang ia wujudkan dalam penampilannya dalam News dapat dipercaya. Zero tidak hadir tanpa pertentangan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, meskipun ia Dengan mempertimbangkan hal-hal sedang berperan sebagai seorang newscaster, tersebut, posisi Sakurai sebagai seorang Sakurai kerap harus mengomentari persona newscaster dapat dianggap sebagai sesuatu keidolaannya sendiri. Misalnya, dalam siaran yang mewakili ide mengenai maskulinitas News Zero tanggal 25 Desember 2017, salah hegemonik di Jepang. Pekerjaan sebagai satu berita dunia hiburan yang diangkat newscaster dianggap sebagai sesuatu yang adalah bagaimana Arashi kembali menjadi terhormat dan perlu dianggap serius, serta artis Jepang dengan nilai penjualan tertinggi di memerlukan keterampilan dan kemampuan sepanjang tahun 2017. Dalam rekaman berita yang serius pula. Hal ini bisa disejajarkan dengan yang dihadirkan, Sakurai tampil dengan para bagaimana masyarakat Jepang menghargai, anggota Arashi lainnya untuk diwawancarai. menghormati, dan menganggap serius Lalu, Sakurai yang ada di studio pun akhirnya pekerjaan korporat yang diasosiasikan dengan dimintai komentar lanjutan (Gambar 2). Dalam salaryman gambaran . Maka, dalam konteks situasi ini, Sakurai-caster berubah menjadi newscaster Sakurai Sho sebagai seorang , dapat Sakurai dari Arashi dalam sekejap. Sakurai yang dikatakan bahwa Sakurai merepresentasikan berjas dan berdasi dan merupakan gambaran gambaran laki-laki Jepang klasik, dengan ideal laki-laki Jepang klasik pun disandingkan pekerjaan dan reputasi terhormat. dengan Sakurai yang merupakan idola nasional Namun, jika kita mengingat kembali Jepang, dengan wajah bahagianya ketika bagaimana citra seorang idola dikonstruksi konser yang ditampilkan di layar. melalui hubungan antara berbagai macam teks Persona Sakurai di luar News Zero, terutama media, gambaran yang didapatkan mengenai dalam konteks dirinya sebagai seorang idola, News Sakurai Sho yang tampil dalam program bisa dibilang sangat jauh berbeda. Sebagai Zero hanyalah salah satu bagian dari sebuah anggota Arashi, Sakurai terlibat dalam berbagai hubungan intertekstualitas yang kompleks.

Gambar 3. Penampilan Sakurai dengan Matsumoto Jun untuk lagu “Come Back” 16 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

penampilan lain yang mengharuskannya kostum-kostum rumit yang berwarna-warni, merepresentasikan nilai-nilai alternatif yang jauh berbeda dari setelan jas yang biasa ia jauh dari ide maskulinitas hegemonik. Sebagai kenakan untuk tampil dalam News Zero. seorang idola, Sakurai tidak dituntut untuk menjadi sosok yang intelijen, dapat dipercaya, Pada akhir tahun 2017 misalnya, Arashi atau terampil dalam berkomentar, namun ia menggelar serangkaian konser sebagai bagian , untitled. diharuskan tampil sebagai kepribadian yang dari album terbaru mereka Dalam ceria, sensitif, dan “dekat” dengan fans. album tersebut, anggota Arashi membentuk Misalnya, dalam konteks konser, Sakurai unit-unit kecil untuk menyanyikan sejumlah ditampilkan sebagai seorang laki-laki muda lagu. Sakurai terlibat dalam dua lagu unit, “Come Back” yang penuh energi, yang menyanyikan lagu- yakni (duet bersama Matsumoto “Bazuri Night” lagu yang penuh semangat atau lagu-lagu Jun) dan (bersama Aiba Masaki “Come berisi hal-hal emosional. Ia pun dibalut dengan dan Ohno Satoshi). Dalam penampilan

Gambar 4. Penampilan Sakurai (bersama Ohno dan Aiba) untuk lagu “Bazuri Night” 17

Back”, Sakurai mengenakan pakaian kasual, “otaku”, dan kemudian kostum “yamanba yaitu jaket sukajan dengan motif yang ramai gyaru”(Gambar 4). Dalam satu penampilan, dan skinny jeans, serta menari dengan penuh Sakurai menampilkan dua macam performa energi bersama Matsumoto (Gambar 3). Jika yang bertolak belakang dengan maskulinitas merujuk kepada tiga elemen performa idola tradisional salaryman. Konsep “otaku” laki-laki Jepang yang “menyimpang” dari telah diperdebatkan sebagai salah bentuk konfigurasi maskulinitas tradisional menurut maskulinitas alternatif yang muncul di Jepang, Glasspool, gambaran ini bisa mewakili elemen yakni gambaran laki-laki yang “mengabaikan “kemudaan (youth)”. Pakaian yang dikenakan penampilan mereka, dan berdandan seperti Sakurai lebih identik dengan laki-laki generasi kutu buku”(Kumagai, 2013). Dalam hal ini, muda (usia 20-an), padahal pada saat itu Sakurai mengenakan kostum yang identik Sakurai sudah berusia 35 tahun. dengan laki-laki otaku. Dalam penampilan yang sama, mereka bertiga kemudian berganti youth Selain ide tentang , Glasspool juga kostum ke dandanan “yamanba gyaru”4, menyebutkan gambaran hubungan laki-laki yang mengharuskan Sakurai berpakaian dengan laki-laki yang ada di batasan antara perempuan, lengkap dengan rambut palsu “homososial” dan “homoseksual” sebagai berwarna pink.Citra yang melekat pada salah satu elemen dalam performa idola laki- Sakurai dalam penampilannya di konser ini laki yang berbeda dari model maskulinitas benar-benar berbeda dari apa yang melekat tradisional. Dalam hal ini, meskipun Sakurai di penampilannya dalam program News Zero. bukan pelaku utamanya, dalam konser yang Dalam konser, Sakurai adalah seorang idola sama, ia sempat mengomentari dua anggota laki-laki yang melambangkan keceriaan dan lainnya, Aiba Masaki dan Ninomiya Kazunari, jiwa muda, serta tidak takut untuk memberikan pair dance yang melakukan untuk lagu unit komentar sugestif, dan bahkan mengolok-olok “UB” mereka, . Dalam koreografi tersebut, diri sendiri melalui dandanan aneh. ada satu bagian yang memposisikan Aiba dan Ninomiya seperti akan berciuman. Merujuk Dua sisi Sakurai Sho yang telah disebutkan pada bagian tersebut, Sakurai menggoda di atas tampak sangat bertolak belakang. mereka dengan berkata, “Kyou wa chotto Posisi Sakurai dalam News Zero mewakilkan furetemasen deshita ka?” (“Sepertinya ide-ide maskulinitas hegemonik yang merujuk hari ini [pada bagian koreografi itu] hampir kepada “cara paling terhormat dalam menjadi tersentuh [bibirnya]?”). Konser Arashi, dan laki-laki”, namun penampilan Sakurai dalam grup idola laki-laki lain pada umumnya, konser untitled menjauhi “cara terhormat” memang dipenuhi dengan sugesti-sugesti tersebut. Konsep hegemoni dalam kaitannya seperti ini, baik dalam tindakan maupun dengan maskulinitas memang tidak bisa hanya dalam komentar. Ketika sesama anggota dibaca sebagai sebuah dominasi oleh sesuatu grup saling bersentuhan secara romantis, terhadap sesuatu yang lain. Sebagaimana tindakan ini disebut sebagai“fanservice”, yang disebutkan Connell, representasi laki- karena pada umumnya tindakan ini dilakukan laki dalam media, dalam kaitannya dengan untuk membuat fans senang. Meskipun tidak konsep hegemoni, justru menguak keragaman diposisikan sebagai yang melakukan tindakan dan keselektifan imaji dalam media. Jika tersebut, Sakurai dalam hal ini menyadari mempertimbangkan kasus Sakurai Sho, pentingnya fanservice sebagai bagian dari maka dapat terlihat adanya keberagaman ide penampilan Arashi sebagai grup idola. maskulinitas yang ia wakilkan sebagai seorang Sementara itu, performa idola Sakurai yang mungkin paling menjauhi gambaran 4 “Yamanba gyaru” dikenal sebagai sebagai bentuk ekstrem dari gaya dandanan “gyaru maskulinitas hegemonik, terutama dalam culture” (untuk diskusi lebih lanjut tentang gyaru konser untitled, adalah penampilannya untuk culture, lihat Iseri, 2015). Dandanan Sakurai, Ohno, lagu“Bazuri Night”. Dalam penampilan lagu ini, dan Aiba sebenarnya tidak sesungguhnya bergaya yamanba, namun dalam sesi MC selama konser, Aiba Sakurai, Aiba, dan Ohno tampil mengenakan menyebutkan bahwa dandanan itu adalah dandanan dua macam kostum: pertama, kostum gaya yamanba. 18 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

Gambar 5. Sakurai Sho dalam iklan produk in Jelly (2018)

figur publik. Namun, ide maskulinitas yang dalam citranya dalam teks media lain. Misalnya, muncul sangat bergantung pada konteks pada musim gugur 2017, Sakurai memerankan performa Sakurai. Penampilannya di News tokoh utama dalam drama NTV yang berjudul Zero menyeleksi ide-ide dominan, sementara Saki ni umareta dake no boku. Dalam drama ini, penampilannya di konser untitledmenekankan ia memainkan seorang tokoh salaryman yang ide-ide alternatif. kemudian ditugaskan untuk menjadi kepala sekolah di sebuah SMA swasta. Dalam kasus Dalam hal ini, perlu rasanya mengangkat drama ini, dapat dikatakan bahwa Sakurai kembali poin Connell mengenai bagaimana Sho dipilih sebagai pemeran utama karena “maskulinitas bukanlah entitas yang tetap”. popularitasnya sebagai idola dan sebagai Atau dengan kata lain, maskulinitas dapat anggota Arashi. Namun perlu dipertimbangkan dipandang sebagai sesuatu yang tidak pula bahwa tokoh yang ia perankan tersebut stabil. Ketidakstabilan ide maskulinitas yang justru dibentuk berdasarkan gambaran Sakurai direpresentasikan oleh Sakurai Sho sebagai yang identik dengan maskulinitas tradisional figur publik dapat dilihat kembali dengan di Jepang, seperti yang ia wujudkan melalui mempertimbangkan hubungan intertekstual penampilannya dalam News Zero. Dalam hal 19

ini, ada kaitan erat antara citra Sakurai dalam seorang newscaster, Sakurai cenderung program News Zero dengan tokoh salaryman merepresentasikan nilai maskulinitas yang ia perankan dalam drama ini. Hubungan dominan salaryman, yang menggambarkan intertekstual di antaranya pun semakin kuat laki-laki dewasa yang bertanggung jawab dan karena Sakurai juga sempat melakukan dapat diandalkan. Dalam merujuk kepada promosi untuk drama tersebut ketika ia sedang level profesionalisme dan kedewasaannya bertugas dalam News Zero. sebagai seorang newscaster, Sakurai pun dipanggil “Sakurai-caster”. Sementara itu, Tidak hanya di drama, negosiasi mas– sebagai anggota grup populer Arashi, Sakurai kulinitas dalam hubungan intertekstual dikenal sebagai seorang idola yang kerap konstruksi citra Sakurai Sho juga kerap muncul merepresentasikan ide-ide maskulinitas dalam penampilannya di iklan-iklan produk alternatif, yang menggambarkannya tertentu. Misalnya, Sakurai dikenal sebagai sebagai laki-laki muda yang ceria, sensitif, image character5 untuk produk minuman diidamkan para fans, dan merepresentasikan in Jelly energi milik Morinaga. Versi terbaru kebahagiaan. Dalam hal ini, Sakurai lebih dari iklan produk tersebut yang rilis pada awal dikenal dengan sapaan akrab “Sho-kun” tahun 2018 memperlihatkan Sakurai dalam oleh fansnya. Kedua macam nama panggilan berbagai kegiatan. Namun, ada dua visual yang ini memiliki nuansa yang berbeda, namun paling mencolok, jika kita mempertimbangkan merujuk kepada satu individu yang sama. negosiasi maskulinitas antara maskulinitas Maka, ketika Sakurai merujuk kepada dirinya salaryman hegemonik dengan maskulinitas sendiri sebagai “boku”dalam tulisan blog-nya, shot alternatif idola laki-laki. Dalam sebuah , masyarakat dapat memaknai sebutan “boku” Sakurai diperlihatkan mengenakan setelan tersebut dalam berbagai cara. jas berdasi dan membawa tas kerja, sambil berlari dan meminum produk yang diiklankan. Kasus Sakurai Sho juga bisa dikatakan Di dalam naratif iklannya, ia berlari supaya membuktikan satu argumen lain yang tepat waktu sampai di kantor. Kemudian, dikemukakan Connell, yakni mengenai di beberapa shot berikutnya, Sakurai bagaimana ide maskulinitas dominan hanya diperlihatkan sedang bersantai di rumah, diadopsi ketika ia cocok dengan situasi tertentu. sambil melakukan perawatan wajah. Dari Demi posisinya sebagai seorang newscaster, kasus iklan ini, dapat dilihat bahwa kedua sisi Sakurai secara strategis mengaitkan diri maskulinitas yang direpresentasikan Sakurai dengan nilai-nilai maskulinitas hegemonik. ditampilkan secara bersamaan. Negosiasi Hal ini pun akhirnya berhasil membedakan maskulinitas tidak hanya terjadi di antara teks dirinya dari anggota Arashi lain, dan dari idola yang berbeda, seperti kontras antara News laki-laki lain pada umumnya. Sementara itu, Zero dan konser untitled, tapi juga dalam satu ketika ia sedang berperan sebagai idola, ia teks. Dapat dikatakan pula, dalam satu teks ini, secara strategis menjauhkan diri dari nilai-nilai teks-teks lain yang memuat ide maskulinitas dominan dan cenderung melakukan performa Sakurai Sho dirujuk kembali. yang merupakan wujud dari maskulinitas alternatif. Dalam hal ini, negosiasi maskulinitas Dari contoh-contoh di atas, ada setidaknya yang terjadi dalam konstruks citra idola Sakurai dua gambaran dominan yang terbentuk Sho membentuk dirinya sebagai seorang figur dalam citra Sakurai Sho, terutama dalam publik yang multi-dimensional, dan bahkan hal representasi maskulinitas. Sebagai dijadikan figur otoritatif yang didambakan oleh laki-laki lain, sebagaimana yang tercemin 5 Dalam industri hiburan Jepang, sejumlah dalam komentar-komentar survei yang perusahaan, ketika mempromosikan produk baru, menggunakan idola dan selebriti sebagai “image disebutkan sebelumnya. Dengan kata lain, character” atau “spokesperson”. Biasanya, “image Sakurai Sho menjadi salah satu model laki- character” bertugas untuk berpose dalam foto laki ideal yang bisa dipanut oleh masyarakat, promosi dan bermain dalam iklan. Selain memberikan endorsement tentang produk yang bersangkutan, meskipun pada akhirnya belum tentu ada yang mereka juga ditanyai tentang hal-hal pribadi lain yang bisa mengemulasi ide maskulinitas yang sama. berkait dan dengan produk atau iklan tersebut. 20 Jurnal Seni Nasional CIKINI Volume 5 No. 2, Desember 2019-Mei 2020

Maskulinitas Idola Laki-laki: Kesimpulan dan macam ide maskulinitas dalam berbagai Prospek Lanjutan macam konteks. Dari segi keidolaan, hal ini mungkin dapat dibaca sebagai usaha untuk Sebagai salah satu figur publik yang populer membuat seorang idola laki-laki menjadi dan sangat dikenal oleh masyarakat Jepang, multi-dimensional. Sebagai idola yang idola laki-laki—terlebih yang dilabeli status mempraktikkan performa-performa di luar “idola nasional”—dapat dipandang sebagai ide maskulinitas dominan, idola laki-laki salah satu model laki-laki yang ideal. Ideal tidak memang ditargetkan untuk konsumsi (fans) hanya dari perspektif (fans) perempuan sebagai perempuan. Namun ketika idola yang sama target konsumen utama, tetapi juga ternyata bagi dikonstruksi untuk mendukung wacana sesama laki-laki, sebagaimana yang ditunjukkan dominan tentang maskulinitas dalam suatu melalui komentar-komentar laki-laki muda masyarakat, maka idola itu sedang diarahkan Jepang terhadap sosok Sakurai Sho. sebagai figur otoritatif yang bisa dicontoh bagi Kasus Sakurai Sho telah menjelaskan sesama laki-laki. mengenai bagaimana citra seorang idola Melalui penelitian ini, keberadaan negosiasi dikonstruksi melalui, tidak hanya melalui maskulinitas dalam konstruksi citra idola berbagai macam teks media, namun yang laki-laki terkonfirmasi. Namun perlu diingat lebih penting adalah hubungan antar teks kembali bahwa korpus data yang digunakan media tersebut. Dalam hal ini, citra Sakurai dalam penelitian ini bersifat selektif, yakni Sho merupakan akumulasi dari segala hanya dengan berfokus pada satu sosok penampilannya, baik sebagai idola dalam idola dalam jangka waktu yang pendek. newscaster konser, sebagai dalam program Negosiasi maskulinitas yang telah ditemukan berita, sebagai aktor dalam drama televisi, pada citra Sakurai Sho di jangka waktu yang tarento maupun sebagai dalam iklan. dipilih—2017-2018—mungkin memiliki Penampilan-penampilan itu, jika dilihat secara implikasi yang berbeda jika dibandingkan terpisah, mewakili nilai-nilai maskulinitas yang dengan periode lain dalam kariernya sebagai berbeda pula. Perbedaan paling mencolok idola. Prospek penelitian selanjutnya mungkin terdapat di antara konser dan program berita. bisa mempertanyakan kembali hal ini, Jika dilihat secara keseluruhan, terutama terutama mengenai bagaimana representasi dalam konteks intertekstualitas, dapat dilihat maskulinitas dalam citra seorang idola bisa bahwa segala nilai maskulinitas, baik yang berevolusi seiring dengan perkembangan menurut terhadap wacana dominan maupun kariernya. Selain itu, konteks sosial masyarakat yang menyimpang, hadir dalam sosok Sakurai Jepang dalam periode-periode tersebut Sho. Dengan kata lain, nilai-nilai maskulinitas pun bisa dipertimbangkan kembali sebagai tersebut, yang berbeda satu dengan yang lain, salah satu faktor yang mempengaruhi ide berinteraksi dan bernegosiasi dalam konstruksi maskulinitas yang direpresentasikan oleh citra Sakurai Sho. seorang idola laki-laki. Studi yang menarik Kondisi ini dapat dimaknai sebagai juga bisa terlahir jika mempertimbangkan salah satu bukti bahwa konsep mengenai posisi fans laki-laki dalam melihat idola maskulinitas, bahkan yang disematkan kata laki-laki. Selama ini, studi yang dilakukan “hegemonik”, bukanlah sesuatu entitas dalam konteks hubungan dengan fans hanya yang tetap dan tidak berubah. Maskulinitas terfokus pada fans perempuan sebagai target secara umum adalah suatu ide yang cair dan konsumen utama. Studi terhadap fans laki- bisa disesuaikan dengan konteks tertentu, laki dapat membuka pemahaman yang lebih sementara yang “hegemonik” diposisikan dalam tentang bagaimana sosok idola laki- sebagai gambaran yang paling ideal, namun laki dipandang oleh sesama laki-laki—apakah selalu bisa dinegosiasikan kembali atau bahkan para fans tersebut menganggap idola mereka dilawan. Kasus Sakurai Sho menunjukkan sebagai contoh ideal yang berusaha mereka bahwa ada kemungkinan bahwa seorang imitasi atau tidak. laki-laki bisa memanifestasikan berbagai 21

Daftar Pustaka Kumagai, K. (2013). Floating young men: Glo- balization and the crisis of masculinity in Aoyagi, H. (2002). Pop Idols and the Asian Japan. HAGAR Studies in Culture, Policy and Identity. Japan Pop! Inside the World of Identities, Vol. 11 No. 1, 157-165. Japanese Popular Culture. Ed. T. Craig. Lon- don: M.E. Sharpe, Inc. Mandujano-Salazar, Y.Y. (2018). Media idols and the regime of truth about national Barker, C. (2003). Cultural Studies: Theory and identity in post-3.11 Japan. Routledge Practice. London: SAGE Publication. Handbook of Japanese Media, ed. F. Dar- Barker, C. (2004). The SAGE Dictionary of Cul- ling-Wolf. Routledge. tural Studies. London: SAGE Publications. Shinger, M. (2012). Star Studies: A Critical Basinger, J. (2007). The Star Machine. New Guide. London: British Film Institute. York: Alfred A. Knopf. Connell, R.W., & Messeschmidt, J.W. Hege- Sumber Gambar monic Masculinity: Rethinking the Concept. Gender & Society, Vol. 19 No. 6, 829-839. Cuplikan siaran News Zero: News Zero, NTV, 25 Desember 2017 Darling-Wolf, F. (2003). Male Bonding and Female Pleasure: Refining Masculinity in Cuplikan konser untitled: Shounen Club Premi- Japanese Popular Cultural Texts. Popular um, NHK Premium, 19 Januari 2018 Communication: The International Journal in Jelly Asadesu of Media and Culture, Vol. 1 No. 2, 73-88. Cuplikan iklan : , KBC, 12 Maret 2018 Darling-Wolf, F. (2004). SMAP, Sex, and Mas- culinity: Constructing the Perfect Female Fantasy in Japanese Popular Music. Popular Music and Society, Vol. 27 No. 3, 357-370. Dasgupta, R. The “Lost Decade” of the 1990s and Shifting Masculinities in Japan.Culture, Society & Masculinity, Vol. 1 No. 1, 79-95. Dyer, R. (1998). Stars. London: British Film Institute. Galbraith, P.W., & Karlin, J.G. (2012). Intro- duction: The Mirror of Idols and Celebri- ty. Idols and Celebrity in Japanese Media Culture. Ed. P.W. Galbraith & J.G. Karlin. Palgrave-Macmillan. Glasspool, L. (2012). From Boys Next Door to Boys’ Love: Gender Performance in Japa- nese Male Idol Media. Idols and Celebrity in Japanese Media Culture, ed. P.W. Galbraith & J.G. Karlin. Palgrave-Macmillan. Hayward, S. (2000). Cinema Studies: The Key Concepts, Edisi 2. London: Routledge.