Seni Pertunjukan Bali Pada Masa Dinasti Warmadewa

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Seni Pertunjukan Bali Pada Masa Dinasti Warmadewa MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017 p 81 - 91 P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407 Seni Pertunjukan Bali Pada Masa Dinasti Warmadewa Hendra Santosa,1 Nina Herlina Lubis,2 Kunto Sofianto,3 R.M. Mulyadi 4 1,2,3,4. Program Studi S3 Ilmu-ilmu Sastra, Konsentrasi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Kilometer 21, Hegarmanah, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363, Indonesia E-mail: [email protected] Tulisan ini merupakan bagian dari disertasi yang berjudul “Gamelan Perang di Bali, Abad ke-10 Sampai Awal Abad ke-21”, sebagai salah satu syarat untuk maju Ujian Naskah Disertasi pada program studi Ilmu Sastra Konsentrasi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (UNPAD). Tulisan ini mengulas tentang gamelan zaman Bali Kuno yang mengambil rentang waktu dari Tahun 882 sampai 1077 Masehi, yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan seni pertunjukan agar tidak terlalu sama dengan bagian disertasi yang dimaksud tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan tentang seni pertunjukan pada masa pemerintahan Dinasti Warmadewa melalui penelusuran prasasti dan naskah-naskah Jawa Kuna.Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Pada tahap heuristik, prasasti-prasasti yang dikeluarkan pada zaman Bali Kuno dikoroborasikan dengan karya kesusastraan yang sezaman dengan masanya. Pada zaman Dinasti Warmadewa tidak semua seni pertunjukan ditujukan untuk kegiatan upacara, tetapi ada juga seni pertunjukan untuk hiburan baik untuk kalangan istana maupun untuk rakyat biasa. The Performing Arts in the Era of Warmadewa Dynasty This paper is part of a dissertation entitled "War Gamelan in Bali, from the 10th Century to the Early 21st Century", as one of the requirements for advanced Exam Manuscript Dissertation on the courses in Litera- ture, concentrations of History, University of Padjadjaran (UNPAD). This paper explains about Ancient Balinese gamelan age who took the time span of 882 years until 1077 AD, which is then to use the perform- ing arts that is not too common with parts of the dissertation in question. This study aims at providing clarity about the performing arts during the reign of Dynasty Warmadewa through search inscriptions and manu- scripts Old Javanese. This study uses historical method. At this stage of heuristics, inscriptions issued in the days of ancient Bali corroborated with the literary works of contemporaries of his time. In Dynasty of Warmadewa not all performing arts were intended for ceremonial activities, but there was also the perform- ing arts for entertainment both for the castle and for ordinary people. Keywords : Bali, Performing Arts, Warmadewa, history of arts, ancient. Proses Review : 15 Januari - 5 Februari 2017, Dinyatakan Lolos : 6 Februari 2017 81 Hendra Santosa, Nina Herlina Lubis, Kunto Sofianto, R.M. Mulyadi MUDRA Jurnal Seni Budaya (Seni Pertunjukan Bali...) I. PENDAHULUAN Namun secara kasat mata perubahan dan perkem- bangan itu terjadi tanpa meninggalkan akar dari seni Perkembangan seni pertunjukan tradisional di Bali pertunjukan tradisional Bali pada permulaan sudah sedemikian panjang dan masih lestari sampai perkembangannya. Ada kontinuitas perkembangan saat ini. Kita tidak dapat menonton pertunjukan seni pertunjukan dari awal sampai yang sekarang Grumbungan jika instrumen musik sederhana berkembang di Bali. Sangat menarik memang jika seperti okokan, tidak ada. Kemudian Pertunjukan mengurai sejarah seni pertunjukan dengan mengu- gamelan Angklung mungkin bentuk pertunjukan- rutnya dari awal. nya akan sama dengan daerah lain seperti di Sunda, Semarang, dan Madura, jika seniman Bali tidak II. METODE memiliki kreativitas, tidak memiliki teknologi pengecoran logam seperti pada nekara, dan tidak Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang memiliki teknik tempa logam pada instrumen jenis terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan histo- bilah. Seperti yang kita tahu bahwa gamelan Angk- riografi, dengan tujuan merekonstruksi masa lalu lung di Bali adalah gamelan dengan instrumen bilah (Garaghan 1957: 33-69; Gottschalk: 1975: 17-19; yang sangat dominan. Oleh karenanya dapat dikata- Kartodirdjo 1982, Herlina 2014: 15-60). Tahap kan bahwa musik Bali (baca seni pertunjukan) telah pertama adalah heuristik merupakan langkah awal mengalami perjalanan yang sangat panjang untuk penelitian dimulai dari mengumpulkan berbagi mencapai apa yang ada seperti sekarang ini. sumber data yang terkait dengan masalah yang Perjalanan panjang ini tentu saja melalui berbagai sedang diteliti, berupa sumber-sumber tertulis yang peristiwa penting yang terjadi di dalamnya. berasal dari sumber tradisional (naskah, pamancangah/babad) dan sumber modern (buku Perkembangan seni pertunjukan pada masa Dinasti tercetak) yang mengungkapkan tentang seni pertun- Warmadewa sepertinya telah mengalami masa jukan ada masa Dinasti Warmadewa. Sumber- puncaknya pada saat itu. Berdasarkan data-data sumber naskah kuno didapat dari berbagai hasil prasasti, seni pertunjukan telah menjadi perhatian penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti yang penting bagi raja, sehingga kualitas seni terdahulu yang banyak meneliti prasasti yang dike- pertunjukan sangat diperhatikan dengan adanya luarkan pada masa dinasti Warmadewa (913 – 1077 titah pembayaran minimal bagi seniman istana dan M). Selanjutnya adalah sumber yang berupa naskah seniman keliling. Kemudian manajemen seni yang berbahasa Jawa Kuno yang sejaman dengan pertunjukan juga telah dibentuk dengan menunjuk Dinasti Warmadewa. Sumber-sumber tadi kemu- nayakan pamadahi yang mengatur bagaimana seni dian dilakukan kritik secara kritik internal dan pertunjukan diatur untuk kepentingan istana dan kemudian diinterpretasikan atau melakukan penaf- rakyat. siran terhadap fakta dan sumber sejarah. Tahap terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban Pada tahapan ini dituangkan dalam bentuk tulisan permasalahan bagaimana keadaan seni pertunjukan berupa laporan dalam bentuk penulisan multidi- pada masa Dinasti Warmadewa, bagaimana mensional dengan lebih diarahkan kepada bentuk perlakuan terhadap seniman seni pertunjukan, jenis analitis daripada naratif atau deskriptif, karena dan fungsi seni pertunjukan apa saja yang berkem- penulisan analistis mempunyai kemampuan untuk bang. Maka untuk menjawab pertanyaan ini dilaku- memberi kete¬rangan yang lebih unggul berdasar- kan dengan menggunakan interpretasi secara verbal kan fakta-fakta yang diungkap. dalam penjelasannya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan dan perubahan seni pertunjukan di Bali dapat dikatakan sangat cepat berubah dan Berita Cina yang menyangkut gamelan Bali, tercan- berkembang dibandingkan dengan daerah lainnya tum dalam kitab sejarah Dinasti Tang (618-906 M) di Indonesia. Perubahan dan perkembangan itu buku 222 diungkapkan sebagai berikut. P’oli mem- banyak disebabkan oleh faktor internal yang sangat punyai iklim panas dan di sana banyak ditanami ingin berubah dan berkembang. dengan tumbuhan padi-padian. 82 MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017 Diperintah oleh orang yang beragama Budha, ketika (Goris, 1954a:54-55). Artinya pandai tembaga, raja menaiki kereta kebesarannya yang ditarik pemain gamelan, penyanyi, penabuh angklung, gajah, beliau berkeliling dengan para pengikutnya pemain kendang, pemain suling horizontal, pemain yang memukul gong, kendang, dan tiupan terompet topeng, dan pertunjukan wayang…. Perlu diketahui kerang (Grouneveldt, 1960: 84; Kunst, 1968; 65; bahwa bangsi atau suling yang ditiup secara Santosa, 2002: 36). Tentang seorang raja yang horizontal, pada saat ini tidak berkembang atau menaiki gajah, tercatat di dalam Babad Dalem yang dikenal di Bali, tetapi berkembang di daerah Cire- menyebutkan bahwa raja yang bernama Tapahu- bon ke barat sampai Jakarta, seperti yang terdapat lung, bergelar Sri Gajah Wahana, sebab tunggangan pada kesenian gamelan pelog di Cirebon (gambar baginda amat perkasa seperti Airawana. Beliau 2). bertindak sewenang-wenang dan kesaktiannya sudah terkenal di kawasan nusantara, dan jika Bangsi atau bangsing adalah sejenis suling yang keluar mengendarai kereta yang ditarik gajah, ditiup secara horizontal yang dalam cerita Mahab- sarung kerisnya terbuat dari emas, bajunya dari harata di tiup oleh Kresna. Di Bali pada umumnya sutra halus, permaisuri dan wanita-wanitanya berkembang di suling yang ditiup secara vertikal. berhiaskan emas. Kemudian dalam Pamancanggah, Suling yang ditiup secara vertikal, di Jawa berkem- disebutkan bahwa pada zaman Bali purba, terdapat bang di daerah Cirebon seperti pada gamelan Cire- seorang raja yang bernama Gajah Wahana, yang bon dan seni Tarling, dan kemudian tentu saja pada sangat baik dan mencintai serta memperhatikan seni musik Dangdut. Di Sumatra Barat terdapat rakyatnya. Pada saat itu tentu saja fungsi gamelan suling yang bernama bangsi, tetapi ditiup secara bukan sebagai sebuah seni pertunjukan tetapi lebih vertikal sama dengan suling lainnya. Kunst pada sebuah tatanan presentasi simbolik dari berpendapat, mungkin Bangsi (wangsi) dan suling keagungan seorang raja dan pastinya juga merupa- mengacu pada berbagai jenis seruling bambu. Di kan sebuah simbol komunikasi antara raja dan Jawa dan Bali suling adalah sebuah kata yang digu- rakyatnya yang menandakan bahwa raja sedang nakan secara eksklusif untuk seruling yang ditiup. berada di sana. Selain itu, ini berkaitan dengan bahasa ibu India yang, menurut Sangitaratnakara diaplikasikan Prasasti Sukawana AI yang berasal dari tahun 804 S melintang sebagai
Recommended publications
  • Bagian Pertama
    BAGIAN PERTAMA A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari sesungguhnya tidak terlepas dari kesenian, dimanapun dia berada dia dikelilingi oleh benda-benda bernilai seni. Tentu saja hal ini diartikan kesenian bagian dari kehidupan manusia memberikan rasa estetis dan menikmatinya. Mereka memandang benda-benda disekitarnya merupakan karya seni dapat kepuasan lahir dan batin, diantaranya seni lukis prasi. Seni lukis prasi menawarkan bentuk- bentuk visual yang sarat deangan filosofis kehidupan, menjadikannya kesenian tersebut sangat berguna. Jika melihat proses pengerjaan, seni prasi termasuk bentuk kerajinan dengan memanfaatkan daun lontar. Daun lontar lontar kering digambar dan ditulis dengan teks-teks aksara Bali. Periode Bali tahun 955-1343 ini diketahui sejumlah raja yang pernah memerintah Bali, tetapi belum ditemukan nama ibu kota yang menjadi pusat pemerintahannya. Raja pertama pada periode ini adalah Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama-sama dengan permaisurinya, yaitu Sri Subhadrika Dharmadewi, tahun 877-889 Saka (955-967) Mereka menggantikan raja Ugrasena. Ada empat prasasti yang memuat pasangan gelar suami-istri itu, yakni prasasti-prasasti Manik Liu AI (877 Saka), Manik Liu BI (877 Saka), Manik Liu C (877 Saka), dan Kintamani A (899 Saka) 11. Keempat prasasti itu tidak lengkap. Tiga yang pertama, selain ditemukan di tempat yang sama juga berkenaan dengan masalah pokok yang sama, yaitu pemberian izin oleh raja kepada Samgat Juru Mangjahit Kajang, dan anak bandut yang berdiam di desa Pakuwwan dan Talun (Goris, 1954a : 74-75). 1 Mereka dibebaskan dari tugas bergotong royong dan pelbagai pajak, kecuali pajak rot. Isi pokok prasasti Kintamani A, yang menurut Goris berkaitan dengan prasasti Kintamani B, telah disinggung di depan, yakni berkenaan dengan perintah Raja Tabanendra Warmadewa kepada sejumlah tokoh agar menangani pemnugaran pesanggarahan di Air Mih.
    [Show full text]
  • Sejarah Indonesia Masa Hindu Budha
    DIKTAT KULIAH SEJARAH INDONESIA MASA HINDU BUDHA Oleh: Sudrajat, M. Pd. 197305242006041002 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 [email protected]. BAB I PERKEMBANGAN AGAMA HINDU-BUDHA DI INDONESIA A. Perkembangan Agama Hindu Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, di India telah berkembang kebudayaan besar di Lembah Sungai Indus. Dua pusat kebudayaan di daerah tersebut adalah ditemukannya dua kota kuno yakni di Mohenjodaro dan Harappa. Pengembang dua pusat kebudayaan tersebut adalah bangsa Dravida. Pada sekitar tahun 1500 SM, datanglah bangsa Arya dari Asia Tengah ke Lembah Sungai Indus. Bangsa Arya datang ke India dengan membawa pengaruh tulisan, bahasa, teknologi, dan juga kepercayaan. Kepercayaan bangsa Arya yang dibawa adalah Veda (Weda) yang setelah sampai di India melahirkan agama Hindu. Lahirnya agama Hindu ini merupakan bentuk percampuran kepercayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Agama Hindu bersifat politeisme, yaitu percaya kepada beberapa dewa. Tiga dewa utama yang dipuja oleh masyarakat Hindu adalah Dewa Brahmana (dewa pencipta), Dewa Wisnu (dewa pelindung), dan Dewa Syiwa (dewa pembinasa). Ketiga dewa itu dikenal dengan sebutan Trimurti. Kitab suci agama Hindu adalah Weda. Kitab Weda ini terdiri atas empat bagian, yaitu; 1. Reg-Weda, berisi puji-pujian terhadap dewa; 2. Sama-Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci; 3. Yazur-Weda, berisi mantra-mantra; dan 4. Atharwa-Weda, berisi doa-doa untuk pengobatan. Disamping kitab Weda, ada juga kitab Brahmana dan Upanisad. Masyarakat Hindu terbagi dalam empat golongan yang disebut kasta. Kasta-kasta tersebut adalah kasta Brahmana, kasta Ksatria, kasta Waisya, dan kasta Sudra. Di luar itu masih ada golongan masyarakat yang tidak termasuk dalam kasta, yaitu mereka yang masuk dalam kelompok Paria.
    [Show full text]
  • BALI in a MULTICULTURALAND GLOBALISED WORLD: Religion, Tolerance, Solidarity and Harmonious Life
    1 BALI IN A MULTICULTURALAND GLOBALISED WORLD: Religion, Tolerance, Solidarity and Harmonious Life I Ketut Ardhana Widya Kerthi Foundation Hindu University of Indonesia, Denpasar-Bali [email protected] Abstract Everyone realizes that globalization that has come from the Western to the Eastern world has played a major role in whole parts of the world. One the one hand, this development gives a positive aspect, but on the other hand, it gives a negative impact to the development of a society. This fast development has changed the face of world. Due to the negative impacts, it is often argued, that the globalization has caused a failure to the local development in terms of the prosperious and the happiness of the people. It is not surprising, if there are some important questions emerge regarding on how the local people who lived in a harmonious life in the context of multicultural society. Accordingly, they have to face some crucial issues that they feel will threat their life not only in the short term, but also in the long term. Therefore, they have tried to solve their problems by looking at certain local values that they had already had, based on local tradition and already rooted in a long time of its history. By looking at this local perspective, they convince that they will be able to secure their life from the outside influences. Regarding on this issue, there are certain questions as follows.Firstly, how can we understand the existence of local culture in the context of national and universal culture? Secondly, what kinds of issues that have to be faced in the context of globalization, and thirdly what kinds of solutions that can be given in order to be answered the main issues in the context of globalization, not only in the present time, but also in the future in the context of sustainable community development? These are certain questionsthat will be addressed in this paper.
    [Show full text]
  • Department of Culture, Gianyar Regency in Collaboration with Program Doktor (S3) Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budayauniversitas Udayana 2017
    The Government Regency of Gianyar Udayana University Department Of Culture, Gianyar Regency In Collaboration With Program Doktor (s3) Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budayauniversitas Udayana 2017 Prof. Dr. phil. I Ketut Ardhana, M. A Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, S.U. Drs. I Wayan Geriya Prof. Dr. I Nyoman Wedakusuma, M. S. Dr. Drs. Anak Agung Gde Raka, M. Si. Ir. I Gusti Putu Rna Ir. I Wayan Gomudha, M.T. THE GOVERNMENT REGENCY OF GIANYAR IN COLLABORATION WITH DOCTORAL PROGRAM (S3) CULTURAL STUDIES FACULTY OF ARTS UDAYANA UNIVERSITY GIANYAR, 2017 The Sustainaible Life in Harmony: Managing Cultural and Natural Heritage for Prosperity Authors Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M. A Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, S.u. Drs. I Wayan Geriya Prof. Dr. I Nyoman Wedakusuma, M. S. Dr. Drs. Anak Agung Gde Raka, M. Si. Ir. I Gusti Putu Rna Ir. I Wayan Gomudha, M.t. Prepress Slamat Trisila Translators Sang Ayu Isnu Maharani, S.S., M.Hum et al. Publisher The Government Regency of Gianyar In Collaboration With Doctoral Program (S3) Cultural Studies Faculty of Arts Udayana University First Edition: 2017 ISBN 978-602-9320-73-2 iv TABLE OF CONTENS SPEECHES Welcome Speech of the Regent of Gianyar Speech by Head of Culture Office of Gianyar 1 FOREWORD ~1 2 THE ROLE ACTUALISATION OF GIANYAR REGENCY AS THE HERITAGE CITY THROUGH SCIENTIFIC ACTIVITIES ~ 11 3 NATIONAL COORDINATION MEETING OF INDONESIAN HERITAGE CITIES NETWORKING AND THE DEVELOPMENT OF HERITAGE CITY OF GIANYAR AS THE MEMBER OF WORLD HERITAGE CITIES ~ 25 4 THE ANNIVERSARY OF GIANYAR REGENCY AND THE DEVELOPMENT OF HERITAGE CITY OF GIANYAR AS THE WORLD HERITAGE CITY ~ 51 5 THE GIANYAR REGENCY AS THE HERITAGE CITY AND ITS SUSTAINABILITY ~ 67 6.
    [Show full text]
  • The Gods & the Forge
    ificah International Foundation of Indonesian Culture and Asian Heritage The Gods & the Forge Balinese Ceremonial Blades The Gods & the Forge in a Cultural Context This publication is the companion volume for the exhibition of the same name at the IFICAH Museum of Asian Culture in Hollenstedt-Wohlesbostel, Germany December 2015 to October 2016. Title number IFICAH V01E © IFICAH, International Foundation of Indonesian Culture and Asian Heritage Text: Dr. Achim Weihrauch, Efringen-Kirchen, Germany Dr. Udo Kloubert, Erkrath, Germany Adni Aljunied, Singapore Photography: Günther Heckmann, Hollenstedt, Germany Printing: Digital Repro Druck GmbH, Ostfildern, Germany Layout: S&K Kommunikation, Osnabrück, Germany Editing: Kerstin Thierschmidt, Düsseldorf, Germany Image editing: Concept 33, Ostfildern, Germany Exhibition design: IFICAH Display cases: Glaserei Ahlgrim, Zeven, Germany "Tradition is not holding onto the ashes, Metallbau Stamer, Grauen, Germany Conservation care: but the passing on of the flame." Daniela Heckmann, Hollenstedt, Germany Thomas Moore (1477–1535) Translation: Comlogos, Fellbach, Germany 04 05 Foreword Summer 2015. Ketut, a native of Bali, picks me Years earlier, the fishermen had sold the land up on an ancient motorcycle. With our feet bordering the beach to Western estate agents, clad in nothing more resilient than sandals, we which meant however that they can now no ride along streets barely worthy of the name longer access the sea with their boats ... to the hinterland. We meet people from dif- ferent generations who live in impoverished It is precisely these experiences that underline conditions by western standards and who wel- the urgency of the work carried out by IFICAH – come the "giants from the West" with typi- International Foundation of Indonesian Culture cal Balinese warmth.
    [Show full text]
  • 5B725968a59c9889b45c5c55b4
    1 Balinese Hinduism: Religion, Politics, and Multiculturalism1 I Ketut Ardhana2 Widya Kerthi Foundation <[email protected]> Abstract Bali is the last Hindu mosaic in Southeast Asia. The Balinese Hindu culture has been rooted in the island for a long period of time and has already successfully adopted and adapted to aspects of foreign cultures, such as other religions in order to be able to live side by side in the context of a multicultural society. The existence of Balinese culture has long been a topic of discussion, particularly since the local culture has been influenced by the impacts of globalization. Thus, this paper seeks to address some pertinent questions. Firstly, what kinds of social, cultural, and political atmospheres did the Balinese absorb from foreign influences? Secondly, how can we understand the impacts of globalization in Bali which occurred parallel to the arrival of Islam, Europeans, and the recent development of the tourism industry? Thirdly, how can we understand the existence of the Balinese culture in the context of the dominant or hegemonic culture of Islam? What kinds of strategies need to be introduced so that the Balinese, as a creative minority, can contribute to national and global interest? It is expected that this paper will provide a better understanding regarding Balinese Hindu culture in the modern and postmodern time. Key words: Balinese Hindu culture, creative minority, hegemonic culture, multiculturalism I. Introduction In the last two decades, particularly after the Reformation period began in 1998, Indonesia has faced many challenges in order to be a democratic society in a modern world.
    [Show full text]
  • Proceedings Public Policy and Event International Seminar
    KA ITA RA I H N R A T Universitas Ngurah Rai PROCEEDINGS PUBLIC POLICY AND EVENT INTERNATIONAL SEMINAR Popular Culture and Cultural Values From the Perspective of Public Policy Reviewer A/Prof. David Reeve Dr. Diane Butler, Ph.D. Dr. Gede Wirata, S.Sos, SH, MAP Dr. I Ngurah Suryawan, S.Sos., M.Si. Editors Dr. Ida Ayu Putu Sri Widnyani, S.Sos., M.AP. Dr. Suroyo, S.Pd., M.Pd. Anak Agung Istri Putera Widiastiti, S.Sos., M.Si. Dr. Novena Ade F.S., S.S., M.Hum. Slamat Trisila Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ngurah Rai, Bali, Indonesia 8 April 2017 ii PROCEEDINGS PUBLIC POLICY AND EVENT INTERNATIONAL SEMINAR: Popular Culture And Cultural Values From The Perspective Of Public Policy Reviewer A/Prof. David Reeve Dr. Diane Butler, Ph.D. Dr. Gede Wirata, S.Sos, SH, MAP Dr. I Ngurah Suryawan, S.Sos., M.Si. Editors: Dr. Ida Ayu Putu Sri Widnyani, S.Sos., M.AP. Dr. Suroyo, S.Pd., M.Pd. Anak Agung Istri Putera Widiastiti, S.Sos., M.Si. Dr. Novena Ade F.S., S.S., M.Hum. Slamat Trisila Publisher: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ngurah Rai Denpasar, Bali First Edition: April 2017 ISBN 978-602-61231-0-7 iii SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS NGURAH RAI Om Swastiastu, Assalammualaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera, Namo Budaya, First of all, let us together say praise to God Almighty because over His grace so that the activities of the International Seminar on the theme “Popular Culture and Culture Values from the Perspective of Public Policy” on this day, Saturday, 8 April 2017 is housed in Ngurah Rai University’s Auditorium can be accomplished.
    [Show full text]
  • Pemerintahan Keluarga Warmadewa Di Bali Serta Hubungannya Dengan Jawa Timur Oleh :Ida Bagus Sapta Jaya, S.S.M.Si
    1 Pemerintahan Keluarga Warmadewa di Bali Serta Hubungannya Dengan Jawa Timur Oleh :Ida Bagus Sapta Jaya, S.S.M.Si NIP. 197410042002121001 Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Dipublikasikan dalam Buku Pusaka Budaya Dan Nilai-nilai Religiusitas, Editor : I Ketut Setiawan, Seri Penerbitan Ilmiah Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar, 2008. Hal 138-161. I.Pendahuluan Pembahasan mengenai keluarga Warmadewa di Bali serta hubungannya dengan Jawa Timur akan digunakan sumber-sumber prasasti sebagai data dalam menganalisis keterkaitan kedua kerajaan tersebut. Yang dimaksud prasasti dalam pembicaraan ini pada hakekatnya sesuai dengan penjelasan yang telah diberikan oleh J.G. de Casparis dan Boechari, yaitu sumber- sumber sejarah dari masa lampau yang umumnya tertulis pada batu atau logam. Sebagian besar di antaranya dikeluarkan oleh raja-raja yang memerintah di kepulauan Indonesia sejak kira-kira abad XV. Ada yang panjang naskahnya, ada pula yang hanya memuat angka tahun atau nama seorang pejabat kerajaan. (Casparis 1925 : 21-23; Boechari 1975: 48; 1977 : 2). Khusus untuk pulau Bali, periode penerbitan prasasti-prasastinya lebih singkat dibandingkan dengan periode tersebut di atas, yaitu kira-kira antara abad VIII sampai dengan abad XIV (Goris 1954: 2-44; 108-115), (Semadi Astra, 1982: 61). Dalam pengertian yang lebih luas data atau keterangan ikonologis yang termuat dalam prasasti mencakup tujuh bagian atau kelompok, yaitu : (a) dewa yang diseru pada awal prasasti, (b) dewa yang dipersamakan dengan raja, atau yang dianggap menjelma ke dalam diri raja, (c) dewa-dewa yang diseru pada bagian prasasti yang berisikan kutukan, (d) saji-saji yang disiapkan pada upacara peneguhan, (e) jalannya upacara peneguhan sima, (f) nama dan peranan pejabat keagamaan, dan (g) jenis-jenis tempat suci (Sedyawati dkk, 1981 : 1), (Semadi Astra, 1982 : 62).
    [Show full text]
  • Female Deities in Balinese Society: Local Genious, Indian Influences, and Their Worship
    International Journal of Interreligious and Intercultural Studies (IJIIS) ISSN: 2654-2706, Volume I, Number 1, October 2018 FEMALE DEITIES IN BALINESE SOCIETY: LOCAL GENIOUS, INDIAN INFLUENCES, AND THEIR WORSHIP I Ketut Ardhana Faculty of Cultural Science, Universitas Udayana Universitas Hindu Indonesia (UNHI), Denpasar-Bali < [email protected]> Abstract One of the main issues that has been discussed in Indonesia regarding the democracy process in a modern world is about the feminism and gender issues. On the one hand, women are con- sidered to play limited roles, whilst on the other hand, the men have always been considered to play a signi›cant role. This can be traced back in the long process of the Balinese history not only in terms of political aspect, but also in the context of socio cultural aspects. It is important to look at what has happened in the Balinese societies, since Bali is known as a Hindu mozaic in Southeast Asia. The Balinese society has its own culture based on local culture that is strongly infiuenced by the Indian or Indic culture. The Balinese society is a patrilineal system, in which a man has a higher position, but in fact it was even Bali had a woman princess, who was of mixed Javanese and Balinese heritage, a wife of King Udayana of Bali between the 10th and 11th century. Both of them were considered as the Balinese kings at the same time. In the era of these two kings they were successful in integrating between Hinduism and Buddhism. Until now, the Balinese believe the soul of Mahendradatta as Durga.
    [Show full text]
  • Sinar Dharma 27.Pdf
    Tidak terasa Sinar Dharma hampir mencapai edisi yang ke-30. Tahun 2011 adalah tahun DISTRIBUTOR SINAR DHARMA diadakannya banyak even-even besar Buddhis di Indonesia. Sinar Dharma tetap menyajikan DI KOTA ANDA berita Buddhis lokal maupun internasional yang patut mendapat perhatian seluruh umat Buddhis dalam mengembangkan Buddha Dharma. Sinar Dharma juga tetap maksimal BATAM dalam menyajikan rubrik unggulannya yaitu Selebritis Buddhis, salah satunya adalah Steve Suwarno 08127020450 Jobs yang santer dibicarakan akhir-akhir ini. BEKASI Kali ini Sinar Dharma muncul dalam wajah baru dengan layout yang cukup berbeda dari Himawan 08128439092 edisi-edisi sebelumnya. Semoga para pembaca semakin menikmati ulasan-ulasan Dharma di edisi ini, yang tentu tidak kalah menarik dengan ulasan Tripitaka dan Darwin-nya! Selamat JAMBI Waisak dan Asadha! Ferry 085274546333 KLATEN Redaktur Pelaksana (Executive Editor), Puryono 081575064382 Hendrick Tanuwidjaja, S.T. MEDAN Lie Ching 0811652564 PALEMBANG Visit Us At: Hengky 081808690508 PEKANBARU Wismina 08127556328 www.becsurabaya.org TANGERANG Lina 08151818473 http://www.facebook.com/bec.surabaya Bec Surabaya Sinar Dharma Mengundang Pembaca: Artikel Dharma Anda dapat mengirimkan kepada Get Sinar Dharma Online! kami artikel-artikel ajaran Dharma yang anda tulis. http://dhammacitta.org/perpustakaan/ Berita Kegiatan Vihara / organisasi Buddhis anda kategori/ezine/sinar-dharma/ mengadakan kegiatan yang menarik? Silahkan mengirimkan liputannya pada kami. Kesaksian Buddhis Anda punya pengalaman bagaimana Dharma mengubah hidup anda dan lingkungan sekitar anda menjadi lebih baik? Anda dapat mengirimkan pada kami. Redaksi ALAMAT REDAKSI PELINDUNG Jl. HR. Muhammad 179 Dirjen Bimas Buddha Depag RI Komp. Pertokoan Surya Inti Permata II Direktur Bimas Agama Buddha Depag RI Blok D 8-9 Telp. 031.7345135 Fax.
    [Show full text]
  • Balinese Historian Chatbot Using Full-Text Search and Artificial Intelligence Markup Language Method
    I.J. Intelligent Systems and Applications, 2019, 8, 21-34 Published Online August 2019 in MECS (http://www.mecs-press.org/) DOI: 10.5815/ijisa.2019.08.03 Balinese Historian Chatbot using Full-Text Search and Artificial Intelligence Markup Language Method Kadek Teguh Wirawan Student, Departement of Information Technology, Udayana University, Bali, Indonesia E-mail: [email protected] I Made Sukarsa Lecturer, Departement of Information Technology, Udayana University, Bali, Indonesia E-mail: [email protected] I Putu Agung Bayupati Lecturer, Departement of Information Technology, Udayana University, Bali, Indonesia E-mail: [email protected] Received: 26 February 2019; Accepted: 19 March 2019; Published: 08 August 2019 Abstract—In the era of technology, various information expected to be obtained faster [1]. Various types of could be obtained quickly and easily. The history of Bali information could be obtained relatively quick and easy is one of the information that could be obtained. Balinese today; one of them is information about the history of have known their history through Babad and stories Bali. Balinese had known their traditional history (Babad) which are told through generations. Babad is traditional- which generally talks about certain clan (Soroh) and is historical writing which tells important event that has decorated with mystical things. happened. As technology evolves, Balinese‘s interest in Babad is traditional-historical writing that tells studying their own history has been decreased. It is important event that has happened. In addition of Babad, caused by people interest in studying history books and the existence of history books of Bali could help to chronicles tend to decrease over time.
    [Show full text]
  • Komodifikasi Informasi Kesejarahan Raja Udayana Sebagai “Heritage Tourism”
    Komodifikasi Informasi Kesejarahan Raja Udayana sebagai “Heritage Tourism” I Made Sendra Universitas Udayana Email: [email protected] Abstract This articles analyses historical information commodification of Udayana King and his wife, Guna Priya Dharmapatni who governed Bali in the 12th century. The purpose of this study is to understand the profile and role ofUdayana King and his wife in the era of the ancient history of Bali through global discourse of heritage tourism. The archeological and historical data related to the king and queen will be composed to be historical tourism package by utilizing the visual image of metaphor and the semiotic language of tourism. The research shows that the accuracy of information package could be quantified through the excogitation of tourist’s gaze. The tourism gaze is connected to how the guest interprets the information which is narrated by tour guide and takes some understanding from the local history and wisdom. Keywords: Global discourse, edu-tour, visual image of metaphor, semiotic language, tourist gaze. Abstrak Penelitian ini menganalisis komodifikasi informasi kesejarahan Raja Udayana dan istrinya, Ratu Gunapriya Dharmapatni, penguasa Bali pada abad ke-12. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memahami profil dan peranan Raja Udayana dan istrinya Guna Priya Dharmapatni pada masa Bali Kuno melalui diskursus global sebagai heritage tourism (pariwisata warisan budaya). Data kesejarahan dan arkeologi yang berkaitan dengan Raja Udayana dan istrinya akan diciptakan untuk mengemas produk wisata sejarah. Pengemasan informasi sebagai produk wisata akan memanfaatkan kesan visual dan metafora dalam pariwisata dan bahasa semiotik pariwisata. Penelitian menunjukkan JURNAL KAJIAN BALI Volume 05, Nomor 02, Oktober 2015 309 I Made Sendra Hlm.
    [Show full text]