Alimuddin : Api Syed Ameer Ali; .....

API ISLAM SYED AMEER ALI: Perdebatan atas Wacana Poligami, Budak, dan Eskatologis

Alimuddin Hassan Palawa Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) [email protected]

Abstak Poligami dalam Islam pada dasarnya tidak mengharamkan poligami. Karena pada kondisi tertentu poligami dapat dibenarkan dan malah boleh jadi dianjurkan. Akan tetapi, sprit ajaran Islam tidak memperkenankan poligami. Disimpulkan pria yang berpologami dapat dipastikan tidak akan berlaku adil terhadap istri-istrinya; dan perempuan yang dimadu juga dapat pastikan tidak meresa nyaman dan bahagia dengan kondisinya tersebut. Padahal perkawinan dalam Islam meniscayakan berangkat dari keadilan; dan tujuannya bermuara pada kenyamanan dan kebahagian itu sendiri. Perbudakan dalam Islam nyata sekali melarang perbudakan. Nabi Muhammad saw. sendiri telah bersungguh-sungguh untuk menghapus perbudakan dalam Islam dengan berbagai cara. Perbudakan ibarat dua mata pisau, bukan saja pengingkaran terhadap kemanusiaan, tetapi sekali pengingkaran terhadap ketuhanan. Sang majikan meniadakan kemanusiaan seseorang, dan itu adalah dzalim; dan sang budak mengakui adanya dua sandaran dan pengabdian, dan itu adalah syrik. Islam dengan penegasan Rasul Allah hanya mengakui perbudakan lewat tawanan perang. Artinya ketika peperangan sudah tidak ada maka dengan sendirinya perbudakan menjadi tiada. Tetapi dewasa ini, muncul perbudakan ala modern. Manusia tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia, tetapi malah diperbudak oleh dirinya sendiri [oleh pekerjaannya, misalnya], suatu kehidupan yang lebih ironi. Eskatologi dalam Islam adalah kehidupan akhirat tempat mempertanggungjawabkan segala perbuatan di dunia. Sementara noktah yang mengiringinya, apakah kehidupan eskatologis bersifat badaniah atau spritual itu adalah berupakan percabangan. Konsepsi eskatololis dalam Islam mengalami perkembangan, seiring dengan kematangan pemikiran keagamaan dan kedalaman spiritualitas seseorang. Sehingga, pada gilirannya spirit ajaran Islam dalam kehidupan akhirat lebih menekankan pada ganjaran dan balasan bersifat spritual dan rohani.

Kata Kunci: Syed Ameer Ali, Poligami, Budak, Eskatologis

Pendahuluan tersebut di masa kini dan di masa-masa mendatang? Dalam mengejawantahkan Dewasa ini, ungkapan “al-Islm ugkapan itu lagi, umat Islam terlebih ya‘l_ wal yu‘la ‘alayh” (Islam itu tinggi dahulu harus membuktikan bahwa Islam dan tidak ada yang mengatasinya), adalah “ali f) kulli zamn wa makn” sepertinya hanya berlaku pada tataran (selaras dalam setiap waktu dan tempat) idealitas, dan bukan pada tataran realitas. dalam menghadapi dan menjawab Dulu umat Islam memang pernah tantangan modernitas di kekinian dan di membuktikan ungkapan tersebut dalam kedisinian. realitas yang menyejarah. Lalu, bagaimana objektivikasi ungkapan

97 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Dalam mencermati problem- Islam mundur karena meninggalkan problem dihadapi dunia Islam, di agamanya” (Rahman, 1984: 322-323; kalangan intelektual dan pemikir Hourani, 1962: 130-159). pembaharu Muslim terdapat beberapa Jika direnungkan lebih mendalam variasi pandangan dan pemikiran sebab- ungkapan Muhammad Abduh ini, akan sebab keterbelakangan kaum Muslim dan menghasilkan argumen bahwa menjadi sekaligus upaya solusi pemecahannya. rasional dalam Islam adalah inheren Namun, rumusan sebab dan upaya (melakat dalam) agama itu sendiri, pemecahan keterbelakangan itu, sedangkan pada orang Barat adalah sepertinya masih jauh “panggang dari tantangan terhadap agamanya. Jika alur api.” Sehingga dewasa ini dunia Islam logika ini diteruskan, argumen berikutnya tetap merupakan kawasan di bumi ini bahwa menjadi modern dan ilmiah yang paling terkebelakang di antara dalam Islam adalah konsisten dengan penganut agama-agama besar di jagad ini ajaran agama Islam, sedangkan pada (Nurcholish Madjid, 1997: 21). orang Barat berarti penyimpangan dari Sebetulnya kondisi memilukan ini agamanya (Nurcholish Madjid, 1997: tidak perlu berlanjut hingga kini, minimal 165). mengurangi jarak ketertinggalan, kalau Belakangan, menurut Rahman saja umat Islam, misalanya, mau (1984: 322-323), pandangan pemikiran menyahuti seruan gagasan beberapa semacam ini dipopolerkan dan pembaharu, khususnya seperti diperdebatkan dengan intens oleh ahli Muhammad Abduh dan Syed Ahmad hukum dan pemikir Anak-Benua Khan, masing-masing dari Mesir dan yang terkemuka: Syed Ameer Ali. Maka Indo-Pakistan, untuk kembali sangat logis dan relevan kalau ia menangkap ajaran agama Islam yang mengungkapkan bahwa agama yang lebih kreatif, dinamis dan logis, segaligus dibawa oleh Nabi Muhammad bukanlah lebih otentik serta mampu menangkap agama yang membawa kepada “api Islam” dan meninggakalkan kemunduruan. Tetapi sebaliknya, agama “abunya”, sebagaimana yang pernah Islam adalah agama rasional yang diperagakan oleh umat dalam sejarah mengantarkan kepada kemajuan (Ali, Islam klasik selama berabad-abad t.th: 435). (Nurcholish Madjid, 1997: 22). Untuk membuktikan Namun kenyataannya tidaklah pandangannya ini, Syed Ameer Ali demikian, jangankan menangkap “api” kembali merujuk kepada sejarah Islam, umat Islam justru meninggalkan kegemilangan umat Islam klasik. Tetapi ajaran agamanya dan hanya pandangan dan sikap seperti ini tidak menggenggam “abunya”. Karenanya, jarang oleh orang Barat (orientalis) Muhammad Abduh benar ketika dipandangnya sebagai apologia terbesar. mengatakan, “umat Kristen maju karena Maksud Syed Ameer Ali meninggalkan agamanya; dan ummat mengungkapkan kejayaan Islam klasik,

98 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

bukanlah sekedar untuk “onanisme” sebab kemundurannya. Berikutnya, (pemuasan diri) sesaat, apa lagi sembari tulisan ini menyorot, di antara sekian menepuk-nepuk dada dengan bangga. banyak pokok-pokok pemikirannya, Lebih jauh dari itu, dalam pandangan untuk meninjau beberapa gagasan Ameer Ali, ada pelajaran menarik yang liberal-rasionalnya, tiga diantaranya dapat dijadikan pengalaman historis: apa tentang: (i) poligami dalam Islam; (ii) penyebab umat Islam klasik maju, dan perbudakan dalam Islam; dan (iii) apa pula penyebab (setelah itu) umat kehidupan eskatologi dalam Islam. Islam menjadi mundur. Suatu keniscayaan bagi tulisan ini untuk Menurut Syed Ameer Ali, memulai dengan memaparkan riwayat jawabnya singkat meskipun tidak hidup tokoh dimaksud seala-kadarnya. sederhana: Pemikiran liberalisme dan Riwayat Hidup Syed Ameer Ali rasionalisme Islam. Karenanya, lewat Tidak diragukan lagi, Syed Ameer karya-karya, khusus karya masterpiece-nya, Ali merupakah salah seorang dari tokoh The Spirit of Islam, Syed Ameer Ali, pembaharuan pemikiran Islam yang melebihi penulis manapun, benar-benar sangat penting dan mondial. Ia seorang telah menampilkan konsepsi Islam liberal sejarawan, pengacara, dan ahli hukum dan rasional secara konkrit, substansial yang sangat menghargai liberalisme dan dan memuaskan. Pemikiran Ameer Ali rasionalisme dalam bertindak dan ini sangat berpengaruh di dunia Islam. berpikir. Dia dilahirkan pada 6 April Tak pelak lagi, konsepsi Islam 1849 di Chinsura, , daerah di sedemikian ini telah mendapat bagian Calcutta, India. Dia dilahirkan pengakuan secara bulat dan penuh dari keturunan keluarga syi’ah yang, semangat dari umat Islam terpelajar, di sebelum kelahirannya, berimigrasi dan mana sebelumnya secara diam-diam untuk bergabung dengan sebuah telah merasa dikecewakan atas komunitas kecil pengukit Muslim Syi’ah penampilan konsepsi Islam yang keturunan orang Iran (Persia) (Eliade konservatif dan tradisional. Sampai batas [ed], 1995: 232). Kakeknya, Ahmad Afzal tertentu, dia telah berhasil mencapai Khan adalah seorang prajurit angkatan sasarannya, dan bahkan lebih penting bersenjata Nadir Syah yang ikut lagi, dia telah sukses menggerakkan para melakukan ekspansi ke Delhi, India, dan ortodoks-konservatif untuk akhirnya menetap di sana. Sedangkan menerima dan mendukung beberapa ayahnya, Sa’adat Ali Khan adalah gagasan yang dipaparkan dalam bukunya seorang dokter dari keluarga yang tersebut (Gibb, 1996: 119). terhormat dan kaya ketika itu. Keluarga Untuk itu, tulisan sederhana ini ini bekerja di Istana Raja Moghol dan akan memaparkan pandangan- Awadh. Akhirnya keluarganya bekerja pandangan Syed Ameer Ali secara umum pada kompeni (Inggris) di India Timur tentang sebab-sebab kejayaan umat Islam (Gibb, 1960; Harun Nasution [ed], 1993: klasik; seraya diiringi dengan sebab- 120; Abdul Azis Dahlan [ed], 1993: 28).

99 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Syed Ameer Ali memulai Temple, Inggris di tahun 1869. Pada pendidikannya di Muhsiniyyah College di masa-masa inilah dia memulai menulis Calcutta. Di lembaga pendidikan inilah karya monumentalnya, The Spirit of Islam. dia belajar bahasa Inggris, sastra, dan Dia menyelesaikan pendidikannya hukum. Di samping itu, dia juga belajar dengan meraih gelar kesarjanaan di dasar-dasar agama langsung dari seorang bidang hukum pada tahun 1873. Setelah maulvi (guru) (Gibb, 1960: 120). Tetapi ia menyelesaikan pendidikannya di Inggris, tidak pernah berhubungan secara dia kembali ke India. Di tanah signifikan dengan Bengali atau mengikuti kelahirannya, Ameer Ali bekerja dalam pelatihan dan pendidikan dalam bahasa berbagai lapangan keilmuan yang Arab secara substansial; pendidikanya penting. Di samping dia bekerja sebagai dijalani dalam bahasa Inggris, dan pegawai pemerintahan Inggris, dia juga dilengkapi dengan bahasa Persia dan menjadi pengacara, politikus, dan bahkan Urdu. Sedari dini ia sangat dipengaruhi sebagai guru besar dalam bidang hukum oleh sayyid Karamat Ali (1796-1876) serta sekaligus seorang penulis. Dia yang menuliskan ajaran-ajarannya dalam dikenal sebagai orang yang luas bahasa Urdu dengan tradisi rasionalisme pengetahuannya, sehingga namanya tidak Mu’tazilah dan skolastisisme Syi’ah. asing baik di Barat maupun di Timur (Harun Nasution, 1975: 183). Minat Ameer Ali terhadap ilmu, khususnya tentang sejarah dan sastra Di bidang politik, ditahun 1877 dia telah terlihat sejak dia berusia dini. mendirikan perkumpulan orang Muslim Terlihat misalnya, ketika di lembaga ini India dengan nama National Muhammaden dia sudah membaca buku-buku penting, Association. Gerakan politik ini segera seperti The Dacline and Fall of the Roman meluas menjadi organisasi yang berskala Empire karya Gibbon, Paradise Lost karya nasional dengan mempunyai 34 cabang Milton, dan beberapa karya Shakespeare. yang tersebar dari Madras hingga di Karya Gibbon tersebut, misalnya telah Kerachi. Perkumpulan ini dibentuknya selesai dibacanya ketika dia masih berusia dimaksudkan untuk memberikan dua belas tahun (Gibb, 1960: 442; Abdul pendidikan politik dan upaya pengem- Azis Dahlan [ed], 1993: 120). Bahkan bangan kesadaran politik serta sekaligus sebelum bersia dua puluh tahun, Ameer untuk menjaga kepentingan bagi ummat Ali juga telah membaca karya-karya Islam di India (Harun Nasution, 1975: penting, misalnya karya Byron, Long 183). Sehingga, Syed Ameer Ali tidak Fellow, Keast dan penyair-penyair sepenuhnya setuju dengan pendirian Sir lainnya, misalnya karya Thackeray dan yang ingin Scott serta karya Scelly yang sampai memajukan ummat Islam hanya dalam dihapalnya (Anis, 1980: 55). bidang pendidikan. Menurutnya, upaya yang dilakukan Sir Akhmad Khan Setalah menyelesaikan pendidi- kannnya di Kota Calcutta, dia meniscayakan diiringi dengan pemikiran melanjutkan pendidikannya di Inner dan kegiatan dalam bidang politik.

100 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Pandangan Syed Ameer Ali ini Setelah berada di London, belakangan dielaborasi dan aplikasikan ditahun 1906 dia mendirikan cabang oleh dan Muhammad Partai Liga Muslim. Tetapi belakangan Ali Jinnah dalam membentuk teori dua (tahun 1913) dia keluar dari organisasi negara berdaulat, yaitu mendirikan tersebut kerena Partai Liga Muslim negara Islam Pakistan berdaulat yang bergabung dengan Partai Kongres terlepas dari negara India yang mayoritas Nasional India di bawah pimpinan beragama Hindu (Gibb, 1960: 443; Ghandi untuk menuntut pemerintahan Abdul Azis Dahlan [ed], 1993: 29). tersendiri dari Inggris. Selama Dalam perjalanan aktivitasnya di keberadaannya di Inggris dia terlibat pula dunia politik praktis pada tahun 1883 dia dalam upaya-upaya perundingan di ditetapkan salah seorang dari tiga London terhadap rancangan anggota The Victory’s Council pembaharuan politik India. Setelah (Perwakilan raja Inggris) yang berasal perang dunia I dia tampil dalam negeri jajahan di India; dan dia bahkan pergerakan Khilafah guna melobi satu-satunya dari golongan Islam. pemerintahan Inggris. Suratnya bersama Setelah berhenti di Pengadilan Tinggi Agha Khan yang dikirim kepada Perdana Bengal, di tahun 1904 dia kembali ke Menteri, Ismet Pasha, yang kemudian menjadi presiden II Turki, menimbulkan London dan menetap di sana untuk selamanya beserta istrinya, Isabella Ida tantangan yang keras di Turki (Esposito Konstam, seorang bangsa Ingris. Dua [ed], 1995: 84-85; Eliade [ed], 1995: 233). tahun keberadaannya di Inggris dia Belakangan khilafah di dunia Islam diangkat menjadi anggota The Judicial benar-benar dihapus pada tahun 1924. Committee of the privy Council di Akhirnya, tokoh rasionalis dan London dan merupakan orang India liberalis ini mengakhiri segala bentuk pertama yang menduduki jabatan aktivitasnya, ketika dia kembali ke tersebut. Seperti halnya dengan Sir asalnya, dipanggil oleh Khaliknya dalam Akhmad Khan, Syed Ameer Ali usia tujuh puluh sembilan tahun, pada 3 merupakan pemimpin dan pemikir Agustus 1928 di Sussex, Inggris. Inna li Muslim yang menyenangi dan dekat Allah wa inna ilayh raji‘un…; dan semoga dengan pemerintahan Inggris. Oleh Irji‘i ila Rabbik radiyatan-mardiyyah. (Kita karena itu, baginya, pemerintahan Inggris sungguh berasal dari Allah dan sungguh adalah suatu alternatif untuk pulan akan kembali kebada-Nya… menghindari kemungkinan dan lepas dari Kembalilah kepada Tuhan dalam dominasi orang-orang beragama Hindu keadaan rid}a Dired}ai [rela dan di India setelah kemerdekaan di Direlakan). Selamat jalan pendekar perolehnya (Gibb, 1960: 443; Abdul Azis liberal-rasional Islam; yakinlah usahamu Dahlan [ed], 1993: 29; Harun Nasution akan sangat bermakna bagi kebangkitan [ed], 1993: 121). umat Islam di belakangmu. Amin.

101 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Wacana Pemikiran tentang Poligami Misalnya, al-Qur’an menyebutkan: Mereka mempunyai hak yang seimbang Pada semua bangsa-bangsa di “ dengan kewajibannya secara patut, akan tetapi masa kuno, poligami dipandang sebagai kaum pria mempunyai satu tingkat lebih suatu kebiasaan yang dapat dibenarkan. tinggi dari kaum perempuan Lebih dari itu, poligami – karena ” (Q.S. al- dilakukan oleh raja-raja (keturunan Baqarah [2]: 228). Meskipun ayat ini dewa-dewa yang berkuasa di bumi) menggariskan bahwa “pria mempunyai melambangkan ketuhanan – dipandang satu tingkat lebih tinggi dari oleh orang banyak sebagai pebuatan suci. perempuan”, tetapi Islam pada bagian Seiring dengan ini, perempuan pada lainnya mengajarkan agar pria dan masa pra-Islam tidak mempunyai harkat perempuan tetap setara maka Allah, dan martabat kemanusiaan; perempuan menetapkan kewajiban bagi pria untuk mahar tidak lebih hanya sebagai barang memberikan kepada perempuan. komoditas yang diperjualbelikan. Praktik Lebih jauh, agama yang dibawa poligami yang tak terbatas itu, misalnya oleh Nabi Muhammad saw., menurut terjadi pada bangsa-bangsa, seperti Ameer Ali, juga untuk mengendalikan Babelonia, Mesir, Persia, India, dan poligami dengan membatasi perkawinan Yunani. Praktik poligami semacam ini dalam masa yang sama, dan diiringkan tetap berlanjut hingga kehadiran agama dengan peringatan dan peraturan agar Kristen yang membenci perkawinan kaum pria berlaku seadil-adilnya: secara umum (baca: pelarangan Perlu dicatat bahwa ayat al-Qur’an yang perkawinan terhadap pemimpin agama) membolehkan kawin empat sekaligus, (Ali, t.th: 222-226). segera diiringi oleh kalimat yang membatasi arti kalimat sebelumnya, Ketika Nabi Muhamaad saw. sehingga kandungannya menjadi normal datang poligami didapatinya dipraktikkan dan patut. Ayat itu bunyinya demikian: oleh semua orang, tidak saja oleh “Kamu boleh mengawini perempuan- kaumnya, tetapi juga oleh orang-orang perempuan yang kamu senangi dua, tiga, dari negeri-negeri tetangga. Pada masa atau empat”; tidak boleh lebih dari itu. Baris-baris ayat ini seterusnya berbunyi, tersebut praktik poligami mendapat “tetapi jika kamu khawatir tidak dapat bentuknya pada titik nadir yang paling berlaku adil dan benar terhadap rendah, meskipun agama Kristen telah semuanya, maka kamu harus mengawini berusaha untuk memperbaiki keadaan seorang saja.” Betapa pentingnya ini, tetapi tetap tidak berhasil. Dalam pengecualian ini, terutama arti kata “adil” (adl) dalam ayat al-Qur’an ini, kondisi seperti itu Nabi saw. melakukan sehingga benar-benar menjadi perhatian pembaharuan dengan memberikan yang besar bagi pemikir-pemikir dalam kepada perempuan hak-hak yang dunia Islam. Adil bukan semata-semata sebelumnya tidak pernah dimilikinya. berarti persamaan perlakuan dalam hal Perempuan diberikan kedudukan dan tempat kediaman, sandang, dan keperluan rumah tangga lainnnya, tetapi juga derajat sama dengan pria dalam segala berarti tidak membeda-bedakan sama aspek kehidupan (Ali, t.th: 227-229). sekali dalam hal cinta, kasih sayang, dan

102 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

kehormatan. Mengingat keadilan secara monogami dengan realitas “lahiri” mutlak tidak dapat diwujudkan dalam perkawinan Nabi yang poligami. soal perasaan, ajaran ayat al-Qur’an ini Pandangan “sekilas mata” inilah sebenarnya sama dengan larangan (Ali, t.th: 229). dipergunakan oleh non-Islam, untuk melontarkan celaan kepada Nabi saw. Pada bagian akhir kutipan di atas, Pandangan semacam ini, menurut Ameer nyata sekali, menurut Ameer Ali, Ali, karena para pencela tersebut tidak sebagimana ditegaskan oleh al-Qur’an mengetahui persoalan sebenarnya atau bahwa “kamu tidak akan mampu berlaku kurang jujur untuk mengakui dan adil kepada istri-istrimu” (Q.S. al-Nisa menghargainya (Ali, t.th: 232). Padahal [4]: 129). Karenanya, kawinilah satu kalau “ditatap lama” masalahnya akan orang saja, sekiranya kamu tidak mau menjadi: berlaku tidak adil. Artinya, kalau kita beristri lebih dari satu, berat dugaan Kalau saja orang mengetahui sejarah kalau suami akan belaku aniaya terhadap lebih baik dan lebih tepat dalam memberikan penilaian terhadap kenya- istri-istri yang dimiliki. Kemudian ia taan-kenyataan itu, maka orang tentu menyimpulkan bahwa ayat ini sama saja akan melihat bahwa Rasulullah bukan- artinya dengan pelarangan atas poligami lah seorang jalang yang memper-turut- (Rahman, 1984: 340). kan hawa nafsunya, tetapi seorang yang memberikan pengor-banan yang tidak Ayat al-Qur’an [surat al-Nisa: 3], ringan, walau ia dalam kemiskinan… sebagaimana yang dikutip oleh Amer Ali menerima beban untuk menolong di atas, acap kali dijadikan landasan wanita-wanita yang dinikahi-nya, Kami percaya bahwa analisa yang teliti normatif untuk melakukan poligami. memandang motif-motif perka-winan Padahal dalam memahami ayat dengan tersebut dari perspektif kemanu-sian baik dan benar, mestilah dihubungkan akan mempelihatkan kepalsuan dan dengan dua ayat sebelumnya; begitu pula ketidakadilan tudu-han-tuduhan dilon- asbab al-nuzul (sebab-sebab) diturunkan tar kepada “manusia Arab yang mulia” itu (Ali, t.th: 232). ayat ini juga tidak boleh diabaikan. Karena kalau kedua cara memahami ayat Agaknya Ameer Ali “disibukkan” itu diabaikan, niscaya pemahaman melakukan pembelaan dari berbagai terhadap ayat tersebut menjadi tidak tuduhan atas praktik poligami yang integratif dan a historis (melenceng dari dilakukan oleh Nabi saw. dengan jalan konteks waktu ayat diturunkan). mempreteli motif-motif dan latar Konsekuensinya pemahaman yang belakang dari keseluruhan perkawinan demikian itu akan menjadi salah dan Nabi saw dengan sebelas orang istri- menyimpang dari makna ayat yang istrinya. Untuk membuktikan bahwa sesungguhnya. Nabi saw bukan seorang yang “jalang dan haus seks”. Misalnya, Ameer Ali Kalau dilihat “sekilas mata” mengungkapkan perkawinan pertama terdapat kontradiksi antara idealita Nabi (di usia 25 tahun) yang pertama “spirit” Islam tentang perkawinan dengan Khadijah (diusia 40 tahunan).

103 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Perkawinan pertama Nabi ini Ummi Salmah, Ummi Habbah, dan berlangsung selama dua puluh lima Zaynab Umm al-Masakin. Tiga istri Nabi tahun; dan berakhir dengan wafatnya ini adalah wanita-wanita janda ditinggal Khadijah. Selama kawin dengan pelindungnya (suami mereka) dalam khadijah, Nabi Muhammad saw. tidak menegakkan syiar agama Islam (Ali, t.th: ada mengawini wanita lain (monogami), 235). meskipun masyarakat umum sangat Sedangkan perkawinan Nabi membenarkan sekiranya Nabi berikutnya jelas untuk memberikan melakukannya (Ali, t.th: 232-233). pertolongan kemanusiaan, misalnya Perkawinan Nabi saw. dengan perkawinan dengan Zaynab [janda sejumlah istrinya, selain yang pertama dicerai Zaid, anak angkat nabi]; dengan Khadijah, bukanlah perkawinan Jawairiyah [tawanan yang dimerdekakan yang “wajar atau normal.” Disebut tidak Nabi, dan meminta Nabi agar wajar dan normal kerena Nabi saw. mengawininya; Safiah [wanita Yahudi melakakukan perkawinan tidak menjadi tawanan dan dimerdekakan dilatarbelakangi oleh cinta erotis (hubb al- Nabi dan dijadikan istri atas shahawat), tetapi lebih pada kasih sayang permintaannya sendiri; dan yang terakhir (mawaddah). Perkawinan Nabi semacam dengan Maimunah [wanita tua yang ini tidak menekankan pada hubungan miskin berusia lebih lima puluh tahun kepuasaan jasmani (biologis), tetapi yang dikawini Nabi untuk memberikan melompat kepada hubungan kepuasaan nafkah] (Ali, t.th: 236-237). Karena dari nafsani (psikologis). Berbeda dengan istri-istri Nabi, selain Aisyah, merupakan perkawinan wajar yang menekankan wanita-wanita yang rata-rata sudah pada hubungan kepuasan biologis berusia, janda, dan mempunyai anak. bermaksud untuk saling memberikan Dan dari istri-istrinya selain Khadijah, “kenyamanan” (rekreatif) dan keturunan tidak lagi dikarunia anak. Jadi dari data- (reproduktif). Karenanya, perkawinan data ini jelaslah bahwa alasan Nabi Nabi selain yang pertama, kalau berpoligami sangat jauh dari hasrat ditelusuri lebih seksama satu persatu memenuhi kepuasan biologis, seperti mempunyai motif dan latar belakang dituduhkan kepadanya. kemanusian universal dan demi Biarpun ia sendiri nyata-nyata kepentingan dakwah (syiar) bagi agama melakukan poligami, tetapi Nabi baru yang dibawanya. Motif dan latar Muhammad saw. mewanti-wanti untuk belakang perkawinan Nabi Muhammad tidak melakukan praktik poligami. saw. seperti ini, misalnya sangat jelas Karena dalam perkawinan yang “wajar” pada perkawinan keduanya dengan poligami pada hakikatnya mengandung Sa‘udah; perkawinan ketiganya dengan unsur yang dapat menyakiti hati wanita. ‘A’isyah; dan perkawinan keempatnya Misalnya, Nabi Muhammad saw. sendiri dengan Hafsah. Begitu pula dengan istri- menolak tawaran untuk mengawini istri Nabi berikutnya, seperti Hindun wanita cantik lantaran khawatir akan

104 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

menyakiti hati wanita tersebut. Begitu Namun, dewasa ini menurut juga, ia tidak mengizinkan menantunya, Ameer Ali, semakin manusia Ali bin Abu Thalib, untuk memadu mempergunakan rasionalitasnya dan putrinya, Fatimah al-Zahrah dengan semakin maju peradaban yang wanita lain. Dalam riwayat dinukilkan dimilikinya akan lebih mudah memahami dari al-Mizwar ibn Makhraman bahwa ia akibat negatif poligami dan arti telah mendengar Rasulullah berpidato di pelarangannya semakin mudah dipahami. atas mimbar: Pada gilirannya, bagi kelompok ini Sesunggunya anak-anak Hisyam ibn dengan mudah sepakat bahwa poligami Mugirah meminta izin kepadaku untuk bertentangan dengan ajaran yang dibawa menikahkan putrinya dengan Ali. oleh Nabi Muhammad (Ali, t.th: 229- Ketahuhilah, “bahwa aku tidak 230). Ameer Ali, misalnya menyebutkan mengizinkannya, aku tidak mengizin- bahwa dalam pandangan Mu’tazilah yang kannya, aku tidak mengizinkannya, kecuali jika Ali bersedia menceraikan rasionalis sangat menentang sistem putriku, dan menikahi anak mereka. perkawinan poligami, dan mereka adalah Sesunggguhnya Fatimah adalah bagian termasuk kalangan menganut monogami dari diriku. Barangsiapa yang yang taat. Menurut Mu’tazilah membahagiakannya berarti ia memba- perkawinan dimaknai sebagai “persatuan hagiakanku; sebaliknya barang-siapa yang menyakitinya berarti ia menyakiti- untuk seumur hidup antara pria dan ku (Al-Bukhari, Hadis ke- 4829; perempuan dengan menjauhkan yang Muslim, Hadis ke- 4482; al- lainnya” (Ali, t.th: 232) [Untuk itu, Turmudzi, hadis ke-3802). dewasa ini, mungkin mahar lebih baik Pada hal-hal tertentu dalam diganti dengan komitmen seperti: “hidup perkembangan sosial, terkadang poligami bersatu, dan hanya boleh dipisahkan oleh merupakan suatu yang tak terhindarkan kematian”]. dan dengan sendirinya dibenarkan; Karena teropsesi oleh sistem peperangan misalnya, pada masa lampau monogami, Ameer Ali berharap, dapat mengurangi populasi pria dan “sangatlah kita harapkan bahwa tidak kelebihan populasi wanita, sehingga lama lagi ada sidang umum dewan ulama poligami merupakan tuntutan Islam yang mengeluarkan pernyataan masyarakat tersebut. Begitu pula, pada mengikat bahwa poligami, seperti juga masyarakat yang belum maju dan tidak perbudakan, dinyatakan bertentangan mempergunakan rasionalitasnya sema- dengan hukum Islam” (Ali, t.th: 323). cam memadai serta dalam kondisi Akan tetapi, harapannya ini akan tinggal tertentu akan memandang poligami sebagai harapan yang utopis dan malah suatu yang terpuji (Ali, t.th: 222). mungkin absurd. Karena satu hal Karena ajaran dibawa oleh Nabi mungkin dilupakan Ameer Ali bahwa Muhammad saw. berlaku untuk semua ulama tidak mungkin dapat bersatu. golongan dan untuk setiap masa, seperti diakui Ameer Ali, maka poligami bukanlah kejahatan harus disesalkan.

105 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Wacana Pemikiran tentang Budak Namun, term ‘abd (hamba) tersebut Term budak, dalam perbinca-ngan acap kali ditemukan dalam al-Qur’an, keseharian, kerapkali disandingkan khusus pada hubungan manusia dengan ‘abd dengan term hamba. Padahal, antara Allah [Lebih lanjut term tidak kedua term tersebut mempunyai dife- menjadi fokus karena tidak relevan rensiasi makna yang cukup signifikan. dengan pembahasan dalam tulisan ini]. Kalaupun harus dipersamakan maka Artinya, penghambaan yang dibolehkan buru-buru harus ditambahkan dengan al-Qur’an hanya kepada Allah; sementara kata “sahaya” sehingga menjadi “hamba penghambaan terhadap manusia, sahaya”. Mengingat term yang disebut menurut al-Qur’an dan Nabi pertama lebih berkonotasi kepada Muhammad saw. adalah terlarang. hubungan dan pengabdian manusia Karena itu, menurut penelitian Quraish kepada Tuhan; sementara yang disebut Shihab (1997: 810), tidak ditemukan raqabah belakang lebih diidentikkan dengan dalam al-Qur’an kata yang hubungan dan pengabdian seseorang dinisbatkan kepada orang-orang tertentu terhadap tuannya. Lagi pula, Mukmin. Atau dengan kata lain, tidak term “budak” –sebagai term hubungan ditemukan dalam al-Qur’an kata rikabatukum riqabukum. manusia dengan manusia (habl min al- atau Hal ini untuk memberikan pelajaran bahwa Nas) [sesuai dengan definisi di atas] mengandung makna bahwa ketika kalaupun seseorang satu dan lain hal seseorang telah menjadi budak, maka memiliki budak, maka ia harus tetap dengan sendirinya hak dan kebebasannya memperlakukannya secara manusia. menjadi sirna. Sedangkan term “hamba” Dengan kata lain, ia tidak boleh – sebagai term hubungan manusia memperlakukannya sebagai budak yang dengan Tuhan (habl min Allah) – hak dan terbelenggu lehernya. kebebasan manusia di hadapan Tuhan Sementara untuk term yang sedikitpun tidak terenggut. Karena disebut belakangan, term budak dengan hanya bertuhankan pada Allah terkadang al-Qur’an mempergunakan justru berarti manusia membebaskan kata “raqabah” dan di lain tempat al- dirinya dari berbagai bentuk belenggu Qur’an mempergunakan kata “malakat perbudakan. aimanukum”. Kata raqabah terulang di Dalam mengungkapkan kedua dalam al-Qur’an, menurut Quraish term “hamba” dan “budak”, al-Qur’an Shihab, sebanyak enam kali dalam mempergunakan kata yang berbeda. bentuk tunggal; dan dalam bentuk riqab Untuk term yang disebut duluan, term jamaknya, , sebanyak tiga kali. Kata “hamba”, al-Qur’an mempergunakan ini pada mulanya berarti “leher”, kata “’abd”. Kalaupun al-Qur’an kemudian diartikan sebagai manusia yang terbelenggu (terikat lehernya) dengan tali; menggunakan term ini berkonotasi kepada hubungan sesama manusia, karena memang demikianlah nasib dan hanya sekali dijumpai dalam al-Qur’an. keadaan budak-budak pada zaman

106 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

dahulu. Sementara kata malakat Nasib seorang budak sangat tergantung aimanukum, di dalam al-Qur’an dari tuannya; kebebasan dan tercantum juga sebanyak sebanyak enam kemerdekaanya berada dalam genggaman kali; dan empat di antaranya berkonotasi tuannya; si tuan berhak menjatuhkan khusus kepada budak-budak wanita hukuman apapun atau si tuan tidak dalam melakukan “hubungan” dengan mempunyai kewajiban untuk tuannya, baik tidak lewat pernikahan memberikan imbalan kebaikan kepada ataupun lewat pernikahan. Mengingat budak yang dimilikinya. Pendek kata, kesan diperoleh dari istilah raqabah di budak tidak mempunyai hak-hak apapun atas sangat buruk; menggambarkan tetapi mempunyai kewajiban-kewajiban seseorang terbelenggu lehernya seperti sedemikian banyak dan besar (Watt, binatang, maka al-Qur’an memilih untuk 1956: 293; Taufiq Adnan Amal dan tidak menamai mereka dengan ‘abd Syamsu Rizal Panggabean, 1989: 66). (hamba sahaya), tetapi menamainya Budak dalam beberapa hal dapat malakat aimanukum (apa yang dimiliki dibandingkan dengan poligami. Seperti oleh tangan kananmu). halnya poligami, perbudakan juga ada Dalam al-Qur’an, sembari pada semua bangsa. Kedua hal ini, memberikan perumpamaan, Allah khususnya yang disebut belakangan, mendefinisikan sendiri bahwa budak lambat laun akan menjadi terhapus adalah seseorang “hamba sahaya yang seiring dengan bertambah majunya dimiliki dan tidak dapat bertindak pemikiran dan peradaban serta dengan sesuatu apapun”. Dari batasan ayat ini semakin tumbuhnya rasa kemanusiaan didapatkan pemahaman bahwa budak dan keadilan ummat manusia terhadap adalah seseorang yang dikuasai dan tidak sesamanya (Ali, t.th: 258). Sehingga dapat berbuat sesuatu apapun atas dapat dipahami, kalau tempo dulu namanya sendiri atau tidak berbuat perbudakan tetap eksis sepanjang apapun tanpa sepengetahuan dan seizin sejarah anak manusia sejak pada tuannya. Bahkan lebih dari itu, budak masyarakat primitif hingga sampai berkewajiban mengikuti jejak tuannya lahirnya agama Kristen, satu millenium dalam berbagai kehidupan, termasuk yang lampau. Bahkan agama yang dibawa mengekor dalam hal ideologi dan oleh Nabi Isa (Alayhi al-Salm) itu, kepercayaan-keagamaan. Seorang budak dengan ajaran “kasihnya”, dapat tidak punya hak kesempatan untuk dikatakan gagal mengelaminir, apalagi berbeda pandangan, apalagi membantah menghapuskan praktik-praktik perbuda- pendapat tuannya. Seorang budak tidak kan di muka bumi. Memang perbudakan berhak untuk menolak perintah tuannya; pada masa-masa itu masih merupakan dan ia berkewajiban untuk menaati suatu “keniscayaan” hidup yang tak apapun permintaan dan hasrat tuannya, terbantahkan. termasuk ajakan untuk melacur diri demi Periode Mekkah. Ketika Islam keuntungan dan kepuasan sang tuan. datang lewat Nabi Muhammad

107 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

(Shallallahu ‘Alayhi Wasallam), perbuda- sedari awal, periode Mekkah, al-Qur’an kan tetap merupakan suatu fenomena sudah mencanangkan fakku raqabah, dan realitas hidup keseharian. Dan membebaskan manusia dari perbudakan. sepertinya, al-Qur’an sendiri “lamban” Untuk itu, dalam satu surat al-Qur’an dan “tidak tegas” menangani masalah ini; yang diwahyukan dalam periode Mekkah bahkan seolah-olah Islam masih awal, al-Qur’an telah mencanangkan “melegitimasi” adanya perbudakan. “fakku raqabah” (membebasan budak Padahal sesungguhnya “ruh” (semangat dari perbuadakan) yang dilukiskan dan spirit) Islam menentang dan sebagai ‘aqabah, “menempuh jalan yang melarang praktik-praktik perbudakan, mendaki dan lagi sulit” Maka tidakkah sebagaimana yang diajarkan al-Qur’an sebaiknya (dengan hartanya itu) ia dan dilakukan Rasulullah. menempuh jalan yang mendaki lagi Sementara itu, tujuan al-Qur’an sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang dan misi kenabian adalah untuk mendaki lagi sukar tersebut? Yaitu menciptakan masyarakat madani (civil melepaskan budak dari perbudakan; atau society) dengan tata kehidupan sosial- memberi makan pada hari kelaparan, moral yang adil, egalitarian, inklusif, dan kepada anak yatim yang ada hubungan pluralis serta berlandaskan iman pada kerabat atau orang miskin yang sangat fakir.” Allah. Kalaupun perbudakan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat Arab pada Namun, karena kukuhnya sistem awal kenabian, realitas tersebut hanya perbudakan dalam struktur masyarakat dapat “diterima” secara tentatif dan Arab – di samping membebaskan budak untuk sementara waktu. bukan perkara mudah, tapi harus lewat Pada masa awal sejarah Islam, jalan yang mendaki lagi sulit – serta Nabi Muhammad hanya mentolerir penghapusannya akan menimbulkan perbudakan lantaran menjadi tawanan gejolak sosial yang besar, maka perang. Inilah satu-satunya perbudakan fenomena ini ditangani oleh al-Qur’an yang dapat dibenarkan oleh hukum, secara persuasif dan bertahap. Lagi pula, sampai mereka ditebus atau tawanan itu ketika di Mekkah, Nabi Muhammad sendiri yang menebus kemerdekaannya beserta pengikutnya masih merupakan lewat upah pekerjaan atau lewat dengan golongan minoritas tertekan. Sementara cara lain. Tetapi apabila tawanan/budak itu kalau dipaksakan penghapusan budak tersebut tidak mempunyai sumber tersebut dapat berakibat fatal bagi nasib penghasilan, Nabi menggugah hati komunitas agama yang baru dibina (Ali, nurani dan kesalehan ummat Islam t.th: 262; Taufiq Adnan Amal dan [ditambah pula dengan tanggung jawab Syamsu Rizal Panggabean, 1989: 66). berat diletakkan di atas pundak orang Dalam pada itu, karena sistem memiliki budak] tidak jarang ini menjadi perbudakan merupakan tatanan sebab akhirnya budak tersebut kehidupan yang sudah sanagat mapan dibebaskan (Ali, t.th: 265). Karenanya sehingga al-Qur’an tidak mungkin

108 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

dengan serta-merta melarangnya dan orang-orang kaya dan kuat Mekkah yang harus lebih bijak dalam merespon tidak mempunyai kepedulian sosial dan persoalan yang ada pada masa itu (Ali, tidak mau menyantuni budak-budak t.th: 262). Sikap al-Qur’an yang permisif yang mereka miliki yang, tentu saja telah dan masih metolerir perbudakan terlihat, berbuat banyak kepada tuannya. misalnya masih dibolehkan praktik- Sementara tindakan perbudakan itu praktik si tuan laki-laki agar “menjaga sendiri harus secara bertahap dan tidak kemaluannya, kecuali kepada istri dan dapat dipaksakan penerapannya seketika. budak-budak (wanita) yang mereka Karena pembebasan manusia dari miliki”, menurut al-Qur’an, ”dalam hal perbudakan harus bersumber dari ini mereka tidak tercela”. kesadaran dan sikap batin dari manusia Meksipun dibolehkan praktik- terhadap sesamanya. Cara inilah praktik seperti ini dikaitkan dengan ditempuh al-Qur’an hingga Rasulullah himbauan moral, menurut al-Qur’an, dan para sahabat berhasil sewaktu demi menjaga kemaluan dan memelihara berada di Kota Madinah. kehormatan seorang laki-laki. Karenanya, Periode Madinah. Ketika Rasulullah al-Qur’an sendiri segera menambahkan, masih berada di Mekkah penanganan “barangsiapa yang mencari di balik itu,” masalah pembebasan perbudakan belum [misalnya seperti berzina, homoseksual, diupayakan secara radikal karena harus dan praktik-praktik seksual lain yang diselaraskan dengan situasi faktual dan terlarang], menurut al-Qur’an, “maka kondisi objektif ummat Islam saat itu. mereka itulah orang-orang melampaui Namun, setelah hijrah dan menetap di batas.” Meskipun demikian, dalam Madinah, ayat-ayat al-Qur’an turun kondisi struktur ekonomi masyarakat dengan gencar dan sistematis serta lebih Mekkah yang timpang; adanya jurang radikal sebagai upaya untuk menghapus yang terjal antara yang miskin dan kaya; sistem perbudakan yang tidak sempat serta antara yang kuat dan yang lemah, dituntaskan sewaktu masih di Mekkah. al-Qur’an acap kali mengkritik kaum Karenanya, dalam surat al-Baqarah, bangsawan yang konglomerat karena termasuk sebagi surat yang pertama kali mereka tidak mau memberikan sebagian diturunkan di Madinah, Allah rezeki mereka kepada budak-budak yang mengajarkan betapa mulia dan agung mereka miliki, agar budak-budak mereka kebajikan yang dimiliki bagi orang yang juga turut merasakan rezeki tersebut. Al- memerdekakan budak, sampai-sampai Qur’an menyebutkan sikap orang-orang Allah menyamakan kebajikannya kuat dan kaya tersebut sebagai bentuk beriman kepada-Nya, beriman hari pengingkaran terhadap nikmat Allah. akhirat, mendirikan shalat, menunaikan al-birr Dalam ayat periode Mekkah ini, zakat, dan lainnya. Begitu pula, dalam pembebasan perbudakan, pembe- al-Qur’an tidak melarang dan mengutuk perbudakan itu sendiri secara langsung, rian harta untuk membebaskan budak tatapi yang dikutuknya adalah sikap yang semula dikategorikan sebagai

109 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

sedekah, belakangan disamakan dengan diperkenankannya seorang budak pembayaran zakat. Karena itu, al-Qur’an meminta kemerdekaannya pada tuannya menyebutkan bahwa zakat yang dengan perjanjian bahwa ia akan terkumpul juga dimaksudkan untuk membayar sejumlah uang yang memerdekakan budak. ditentukan Ali, t.th: 263). Dan untuk lebih cepat lunasnya perjanjian tersebut Seiring dengan ayat di atas, dalam hendaklah budak-budak itu ditolong upaya-upaya lebih intens, Nabi saw. dengan harta yang diambil dari zakat. memerintahkan pengikutnya tanpa jemu- Begitu pula ajaran-ajaran al-Qur’an yang jemu atas nama Allah, karena dibawa oleh Nabi Muhammad saw. membesaskan budak adalah perbuatan memerintahkan para tuan agar yang paling direda oleh Allah. Lebih jauh menyantuni; memberi zakat; dan Ameer Ali memaparkan sikap Nabi menurutkan perjanjian yang mereka Muhammad saw. terhadap perbudakan: inginkan serta memberikan mereka Ia menetapkan bahwa budak diizinkan sebagian harta yang dianugerahkan Allah. untuk menebus kebebasan dirinya dengan jalan upah pekerjaannya. Kalau Di sisi lain, al-Qur’an juga budak yang malang itu tidak mempuyai cara tersendiri dalam upaya mempunyai penghasilan dan bermaksud pembebasan/menghapus perbudakan mencari penghasilan demi menebus dalam Islam. Dalam al-Qur’an kebebasannya, maka mereka harus diperkenankan oleh tuannya dengan disebutkan bahwa bagi seseorang yang suatu perjanjian. Ia juga menentukan melakukan pelanggaran ajaran agama bahwa budak harus diberikan dana maka kaffarah alternatifnya, di antaranya dari perbendaharaan negara guna adalah membebaskan budak (Ali, t.th: menebus kemerdekaannya. … 263). Misalnya, Pertama, apabila sese- Rasulullah memerintahkan agar mem- perlakukan para budak dengan ramah orang membunuh dengan tidak sengaja dan santun, sebagaimana perlakuan (tidak dibenarkan syara’) seorang kepada keluarga dan tetangga atau mukminm, maka kaffarah (dendanya), di seperti pada teman seperjalanan. samping membayar “diat”, adalah diwa- Dianjurkan untuk “memberikan jibkan membebaskan budak. sebagian harta kekayaan yang dianugerahkan Allah kepadamu.” Kedua, bagi seseorang yang Para majikan dilarang mempergunakan bersumpah dan kemudian melanggar kekuasaannya dalam melampiaskan sumpahnya maka hukumannya, kalau hawa nafsunya kepada budak yang dimilikinya. Pembebasan budak tidak memberikan makanan dan pakaian dilakukan sebagai tebusan karena kepada keluarga (ummat Islam), maka ia membunuh seorang Islam dengan tidak diwajibkan memerdekakan budak. sengaja, dan perbuatan kesalahan lainnya (Ali, t.th: 263). Ketiga, bagi orang-orang yang menzihar istrinya (misalnya ia berkata Dari kutipan di atas nyata sekali “punggungmu seperti punggung ibuku), bahwa salah satu cara dalam agama Islam maka sebelum ia melakukan hubungan untuk menghapus perbudakan adalah

110 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

kembali dengan istrinya, maka hendaklah Anjuran untuk menikahi budak- ia memerdekakan budak. budak wanita merupakan salah satu cara Sementara itu, kalau pada Islam yang secara tidak langsung – dan periode Mekkah, al-Qur’an masih tentu saja lewat lembaga pekawinan lebih mentolerir si tuan “menggauli efektif – untuk membebaskan wanita mamalakatnya” di luar nikah, maka pada perbudakan. Kalaupun budak-budak periode Madinah al-Qur’an tampak wanita yang diperistri itu tidak sempat sekali berupaya untuk mengangkat merdeka, tetapi karena diikat suatu derajat kaum wanita, sehinga kalau si pertalian suci, tentu saja perlakuan suami tuan berhasrat ingin “menggauli” budak- akan lebih beradab dan santun budak wanitanya dianjurkan terlebih (berprikemanusiaan). Dan untuk dahulu menikahinya secara sah. Untuk pertimbangan masa depan, tentunya itu, al-Qur’an tidak memperkenankan anak yang dilahirkannya adalah anak lagi si tuan memaksakan hasrat libido merdeka. Karenanya, al-Qur’an seksnya kepada budak-budak wanita sepertinya begitu gencar mempro- yang mereka miliki, apapun alasannya, mosikan agar seseorang mengawini termasuk demi menjaga kemaluan dan budak-budak wanita mukmin, misalnya kehormatan, sebelum nikah dengan baik- al-Qur’an menyarankan, “barangsiapa yang kurang biaya” atau “agar terhindar baik. Bahkan Islam mengajarkan bahwa mengawini wanita budak lebih baik dari dari perzinahan” maka nikahilah wanita- wanita-wanita merdeka tetapi musyrik. wanita budak yang mukmin (Q.S. al- Nisa [4]: 24). Lebih dari itu, al-Qur’an Islam Liberal dan Rasional: mengangkat derajat wanita-wanita budak Kehidupan Eskatologi yang beriman melebihi wanita-wanita yang merdeka tetapi musyrik. Perban- Gagasan mengenai kehidupan dingan ini tampak nyata dalam al-Qur’an eskatologi – kehidupan kedua setelah ketika seseorang berkeinginan untuk kematian kita di dunia ini – merupakan mengawini wanita musyrik yang menarik gagasan umum pada setiap bangsa di hatinya, tetapi diingatkan oleh Allah masa lampau, meskipun penjabarannya bahwa budak-budak wanita yang berbeda satu dengan lainnya. Sehingga beriman adalah lebih baik. Dan mempercayai kehidupan eskatologis janganlah kamu nikahi wanita-wanita merupakan bagian penting bagi musyrik, sebelum mereka beriman. eksistensi hidup manusia. Namun, Sesungguhnya wanita budak yang apabila kenyataan ini diperhatikan mukmin lebih baik dari wanita musyrik, berkaitan dengan perkembangan walaupun dia menarik hatimu. Dan peradaban manusia, maka konsepsi janganlah kamu menikahkan orang- tentang eskatologis juga merupakan orang musyrik (dengan wanita-wanita perkembangan wajar dari pemikiran mukmin) sebelum mereka beriman. manusia. Ameer Ali mencontohkan, masyarakat tidak berperadaban hampir-

111 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

hampir tidak mempunyai banyangan …. berdasarkan keimanan bahwa mengenai kehidupan setelah kehidupan kehidupan setelah kematian, setiap di dunia ini (Ali, t.th: 188). manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia ini, baik laki-laki Bangsa Mesir dikatakan sebagai maupun perempuan. Dan bahwa keba- bangsa pertama kali mengenal kehidupan hagiaan dan kesengsaraan seseorang sangatlah tergantung bagaimana cara kedua setelah kehidupan sekarang ini. mereka melaksanakan perintah-perintah Agama Yahudi pada mulanya tidak Penciptanya. Akan tetapi, rahmat dan mengenal adanya kehidupan akhirat; dan kasih sayang-Nya tidak terbatas dan dengan sendirinya tidak mengenal akan dikaruniakan-Nya dengan adil adanya ganjaran dan hukuman atas kepada makhluk-Nya. Inilah intisari keseluruhan ajaran Islam tentang kehi- perbuatan yang telah dilakukan. Karena dupan di akhirat. Dan inilah satu- seluruh sistem hukum agama Yahudi satunya ajaran yang wajib dipercayai dan hanya berkisar pada ganjaran dan diterima. Sementara unsur-unsur lainnya hukuman yang diperoleh di dunia ini hanyalah tambahan yang diambil dan semata. Namun, orang-orang Israil yang disesuaikan dari tradisi berkembang di kalangan bangsa-bangsa pada masa itu tinggal di Mesir memasukkan paham (Ali, t.th: 197-198; Harun Nasution, kehidupan eskatologi tersebut beserta 1975: 184). pemahaman adanya ganjaran dan hukuman diperoleh nantinya ke dalam sistem ajaran mereka (Ali, t.th: 189). Berbagai ayat al-Qur’an awal, Begitu pula dengan agama-agama sebagian besar diturunkan di Mekkah, sebelum Islam, seperti Zoroaster dan menggambarkan tentang konsep surga Kristen, pada umumnya menggambarkan dan neraka secara realistis dan adanya kehidupan eskatologi beserta materialistis dengan rumusan bahasa balasan yang diperoleh di dalamnya. yang mudah dipahami oleh orang Akan tetapi, ganjaran kebahagiaan dan kebanyakan di padang pasir. Gambaran kesengsaraan akan diperoleh dalam surga dan neraka seperti itu, kata Ameer bentuk jasm (jasmani), bukan dalam Ali, diambil dari khayalan yang beredar bentuk ruh (rohani) (Harun Nasution, di antara pengikut Zoroaster, Saba, dan 1975: 184). orang Yahudi yang berpegang kepada Talmud. Misalnya, gambaran tentang Ketika Islam hadir pada bangsa surga (firdaus) beserta hauri-hauri Arab, gagasan agama yang dibawa oleh (bidadari-bidadari) adalah gagasan yang Nabi Muhammad tentang kehidupan diambil dari kepercayaan orang-orang akhirat pada mulanya dipengaruhi oleh Zoroaster dari Zendavesta; sedangkan pandangan-pandangan yang berkembang gambaran tentang neraka beserta pada waktu. Sehingga konsepsi Islam hukuman yang mengerikan berasal dari mengenai kehidupan eskatologis bersifat kepercayaan orang-orang Yahudi dari eklektisisme. Akan tetapi, menurut Talmud (Ali, t.th: 191 dan 197). Ameer Ali, gagasan utama dan terpenting dalam Islam adalah:

112 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Gagasan tentang balasan kebaikan digambarkan sebagai api yang berkobar- (surga) dan hukuman kejahatan (neraka) kobar yang bahan bakarnya teridiri dari sesudah mati merupakan janji dan batu dan manusia itu sendiri. Gambaran ancaman yang manjur untuk seperti ini perlu untuk menigkatkan mempengaruhi tingkah laku manusia, moral masyarakat awam dalam baik secara individual dan kolektif. melaksanakan kebaikan dan Kebajikan dilaksanakan demi kebajikan meninggakan kejahatan (Harun itu sendiri , kata Ameer Ali, hanya dapat Nasution, 1975: 185; Ali, t.th: 189). dipahami oleh orang-orang yang Gambaran al-Qur’an tentang berpikiran maju; sebaliknya bagi awam balasan dan siksaan di akhirat (surga dan (orang kebanyakan) yang tidak terpelajar neraka) mengalami perkembangan pada akan selalu memerlukan janji-janji dan diri Nabi Muhammad saw. sesuai juga sanksi-sanksi sebagai motivasi. Dengan dengan tingkat perkembangan demikian, berbicara tentang surga dan kecerdasan umat Islam masa itu: neraka dalam pengertian kenikmatan ruhani dan penderitaan spiritual, hampir- …. Pada awalnya kesadaran keagamaan Nabi Muhammad saw. sendiri yang hampir tidak mungkin diungkapkan percaya kepada beberapa tradisi yang kepada masyarakat awam tanpa beredar di sekitarnya. Tetapi dengan mempergunakan kata-kata yang dapat tumbuhnya kesadaran yang lebih divisualisasikan (diperumpamakan dalam mendalam, semakin mendalam pula rasa bentuk materi) (Ali, t.th: 189). penyatuan dengan Pencipta Semesta. Maka pikiran-pikiran sebelumnya yang Pada awalnya, gambaran ayat-ayat hanya melihat pada aspek kebendaan, al-Qur’an tentang surga neraka sangat kemudian melihat pada aspek spiritual. bersifat materialistik. Ini misalnya dapat Perkembangan pikiran Rasulullah tidak saja karena dengan perjalanan dan terlihat pada ayat-ayat yang turun di perkembangan kesadaaraan keagamaan- Mekkah. Karena al-Qur’an diturunkan nya, tetapi juga karena dengan berkem- pada masyarakat yang tidak sama tingkat bangnya pemikiran-pemikiran pengikut- kecerdasan dan tingkat kesadaran nya dalam menangkap konsepsi-konsepsi spiritualnya, maka bagi masyarakat awam spiritual. Karenanya, dalam surat-surat yang turun belakangan terlihat leburnya al-Qur’an tampil dengan sifat-sifat kebendaan dalam sifat-sifat menggambarkan surga seperti taman keruhanian; leburnya jasmani dalam jiwa yang asri dan nyaman, dialiri oleh air. (Ali, t.th: 200-201). Dan di dalam surga seseorang dapat Jadi, di balik gambaran-gambaran menikmati kenyamanan yang sangat kehidupan akhirat, baik di surga maupun bersifat bendawi (material), seperti di neraka ada pengertian spiritual yang makanan, buah-buahan, minuman susu, abstrak lebih mendalam dan hakiki. dan madu serta bidadari-bidadari Akan tetapi, karena pengertian surga dan (pelayan-pelayan) yang secara langsung neraka itu bersifat spiritual-abstrak, maka memberikan gambaran kenyamanan tidak ada seorangpun yang mengetahui kehidupan seksual. Begitu pula, neraka hakikatnya. Begitu pula mengenai

113 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

gambaran-gambaran surga dalam al- diucapkan ayat al-Qur’an berikut: Qur’an, misalnya dalam surga itu ada air “tidak ada seorangpun yang mengetahui yang mengalir, sungai madu, sungai susu, kegembiraan yang disembunyikan bagi mereka sebagai balasan terhadap apa sungai arak, serta bidadari, dan yang telah mereka kerjakan” (Ali, t.th: sebagainya hanyalah sebagai tamsil-‘ibarah. 199). Karenanya, dalam memahami perum- Dalam mencermati ayat-ayat al- pamaan (tamsil) tersebut harus menye- Qur’an yang bersifat metaforis, sebagian berangi (‘ibarah) makna yang ada di mazhab pemikir hukum Islam baliknya. Oleh sebab itu, al-Qur’an juga memasukkan sebagai ayat-ayat menyebutkan bahwa surga sebagai mutasyabihat, di mana pengertian yang balasan yang baik dan besar bagi orang- sesungguhnya hanya Allah yang orang beriman dan beramal saleh tidak mengetahuinya. Sementara pemikir Islam lain daripada keredaan Allah, wa ridwan dari kalangan filsafat dan tasawuf lebih min Allah akbar. jauh memaknai ayat-ayat al-Qur’an Dengan berkembangnya pemaha- tentang surga dan neraka sebagai man Nabi Muhammad dan diiringi kebahagiaan dan kesengsaraan yang dengan perkembangan pemahaman bersifat subjektif dan ruhani semata. sebagian dari umat Islam dengan tingkat Karena dalam pandangan mereka kecerdasan dan kesadaran spiritual yang kesengsaraan atau kebahagiaan ruhani tinggi. Maka gambaran al-Qur’an yang lebih menyakitkan atau lebih semula bersifat material itu tidak terlalu menyenangkan dibandingkan kalau berarti dan tidak diperlukan lagi. Pada bersifat ragawi. Artinya, kehadiran raga gilirannya pemahaman seperti itu diganti akan mereduksi kebahagiaan dan dengan pemaknaan secara simbolik. kesengsaraan yang sesungguhnya. Lebih dari itu, kebahagiaan yang paling Padahal surga dan neraka adalah tempat hakiki kelak nanti di akhirat adalah ketika pembalasan yang paling sempurna. tersingkapnya tudung ilahi yang Karenanya, pandangan para filosuf dan memisahkan Tuhan dengan hambanya sufi hanya jiwa yang dibangkitkan dan yang saleh; dan ini surga sesungguhnya. kembali kepada Allah (Ali, t.th: 200). Nabi bersabda: “Yang paling diredhai oleh Akhirnya, Ameer Ali (t.th: 202- Allah ialah orang yng melihat (kemulian) 203) menyimpulkan, cukuplah sudah Tuhannya diwaktu petang dan pagi. Inilah bukti-bukti kesalahan atas pandangan kesenangan yang melebihi segala kenikmatan yang menyatakan bahwa gagasan-gagasan badani .…” (Ali, t.th: 199). Pada Nabi saw. tentang kehidupan eskatologi kesempatan lain Rasullah bersabda, keseluruhannya bersifat material dan seperti dikutip Ameer Ali: badaniah. Untuk itu, ia menutup Allah menyediakan bagi hamba- pembahasannya mengenai kehidupan hambanya apa yang tidak pernah eskatologi ini dengan mengutip ayat al- didengar oleh telinga; tidak pernah Qur’an yang menunjukkan betapa dalam dilihat oleh mata; dan tidak pernah terbetik dalam hati sekalipun. Lalu aspek-aspek spiritual dalam Islam,

114 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

sebagai berikut: “wahai jiwa yang tenang dan Daftar Kepustakaan damai! Kembalilah kepada Tuhan-Mu dengan ridha dan meridhai. Masuklah di antara Abdullah, Muhammad. (1989). “Kata hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam Pengatar”, dalam Pengantar Filsafat surga-Ku”. Islam. Jakarta: Rajawali Press. Afif Muhammad. (1994). “Pengantar”, dalam Malik bin Nabi. Membangun Dunia Baru Islam. Bandung: Mizan. Ali, Syed Ameer. (t.th). The Spirit of Islam. Delhi: Idarah-I Adabiyat Delli. Anis, Ahmad. (1980). Two Approaches ti Islamic History: A Critigue of Shibli Nu’mani’s and Ameer Ali’s Interpretation of History. Michigan: Michigan Univeersity Press.

Azis Dahlan (ed.). (1993). ensiklopedi

Islam. Jakarta: PT. Ichtiar baru van Hoeve. Baljon, J.M.S. (1968). Modern Muslim Koran Interpretation (1880-1960). Leiden: E. J. Brill.

al-Bukhari, “Kitab al-Nikah”, Shahih al- Bukhari, Hadis ke- 4829; Shahih Muslim hadis ke- 4482; Sinan al- Turmudzi, hadis ke- 3802.

Chejne, Anwar G. (1974). Muslim Spain Its History and Culture. Minneapolis: The University of Minnesita Press. Eliade, Mircea (ed.). (1995). The Ensyclopedia of Religion. Vol. 1. New York: Macmilan Library Reference. Esposito, John L. (ed.). (1995). The Oxford Encyclopedia of the Modern

Islamic World. (New York-Oxford: Oxford University Press. Gibb, H.A.R. (1960). The Ensyclopedia of Islam. Leiden: E.J. Brill. ------. (1983). Islam dalam Lintas Sejarah. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

------. (1996). Aliran-Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: Grafindo Persada.

115 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016

Alimuddin : Api Islam Syed Ameer Ali; .....

Glasse, Cyril. (1999). Ensiklopedia Islam. ------. (1997). Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Raja Arafindo Persada. Jakarta: Paramadina. H.A. Mukti Ali. (1992). Alam Pikiran ------. (2000). “Metodologi dan Islam Modern di India dan Pakistan. Orientasi Studi Islam Masa Bandung: Mizan. Depan”. Dalam Jurnal Jauhar, Volume 1, No. 1, Desember 2000. Harun Nasution. (1975). Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Rahman, Fazlur. (1984). Islam. Bandung: Pustaka. ------. (ed.). (1993). Ensiklopedi Islam. Jilid I. Jakarta: Depag. Taufiq Adnan Amal dan Syamsu Rizal Panggabean. (1989). Tafsir Hodgson, Marshal G.S. (1974). The Kontekstual Al-Qur’an. Bandung: Ventur of Islam. Chicago and Mizan. London: the University of Chicago Press. Watt, Montgemory. (1956). Muhammad at Madina. Oxford: OUP. Hourani, Albert. (1962). Arabic Thoughth in the Liberal Age 1798-1939. London & New York: Oxford

University Press. Leamen, Oliver. (1988). Averroes and His Philosophy. Oxford: Clarendon Press. M. Quraish Shihab. (1997). Tafsir Al- Qur’an Al-Karim Tafsir atas Surat- surat Pendek Beredasarkan Urutan Turunnya Wahyu. Bandung: Pustaka Hidayah. Mahmudunnasr, Syed. (1981). Islam Its Concepts & History. New Delhi: Lahoti Fane Art Press. Muhammad Muslehuddin. (1991). Filsafat Islam dan Pemikiran Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana. Murata, Sachiko. (1999). The Tao of Islam. Bandung: Mizan. Nasr, Seyyed Hossein. (1968). Science and Civilization in Islam. Cambridge: Harvard University Press. ------. (1979). Ideals and Realities of Islam. London: Unwin. Nurcholish Madjid. (1984). Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bualn Bintang.

116 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2016