KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA 2017

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra i Yogyakarta dalam Perubahan Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Siswa SLTA Kota Yogyakarta

Penyunting Tirto Suwondo

Pracetak Tarti Khusnul Khotimah W. Ari Widyawan Dini Citra Hayati Agung Tamtama Pargiyono

Penerbit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta 55224 Telepon: (0274) 562070, Faksimile: (0274) 580667

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Yogyakarta dalam Perubahan: Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Siswa SLTA Kota Yogyakarta, Tirto Suwondo. Yogyakarta: Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 2017 xiv + 212 hlm., 14,5 x 21 cm. ISBN: 978-602-6284-69-3

Cetakan pertama, Juni 2017

Hak cipta dilindungi undang-undang. Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis.

ii Yogyakarta dalam Perubahan PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Masih dalam kerangka mendukung program literasi yang sedang digalakkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebuda- yaan yang beberapa ketentuannya telah dituangkan dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015, pada tahun ini (2017) Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kembali menyusun, menerbitkan, dan menyebarluaskan buku- buku kebahasaan dan kesastraan. Sebagaimana dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, buku-buku yang diterbitkan dan di- sebarluaskan itu tidak hanya berupa karya ilmiah hasil penelitian dan/atau pengembangan, tetapi juga karya-karya kreatif yang berupa puisi, cerpen, cerita anak, dan esai baik itu berasal dari kegiatan penulisan oleh para sastrawan DIY maupun melalui kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa. Hal ini dilakukan tidak lain sebagai realisasi program pembinaan dan/ atau pemasyarakatan kebahasaan dan kesastraan kepada para pengguna bahasa dan apresiator sastra, terutama kepada anak- anak, remaja, dan generasi muda. Sebagaimana diketahui bahwa isu utama yang berkembang belakangan adalah kemampuan baca (literasi) anak-anak kita (pelajar kita) tertinggal selama 4 tahun dibandingkan dengan kemampuan baca anak-anak di negara maju. Hal itu terjadi selain disebabkan oleh berbagai faktor yang memang tidak terelakkan (sosial, ekonomi, geografi, jumlah penduduk, dan sebagainya),

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia iii juga disebabkan oleh fakta bahwa di Indonesia memang tradisi (budaya) baca-tulis (literasi) dan berpikir kritis serta kreatif be- lum ter(di)bangun secara masif dan sistemik. Itulah sebabnya, sebagai lembaga pemerintah yang memang bertugas melaksana- kan pembangunan nasional di bidang kebahasaan dan kesastra- an, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta turut serta dan senan- tiasa menyumbangkan peranannya dalam upaya mengembangkan kemampuan literatif dan kecerdasan anak-anak bangsa. Salah satu dari sekian banyak upaya itu ialah menyediakan bahan (materi) literasi berupa buku-buku kebahasaan dan kesastraan. Buku berjudul Yogyakarta dalam Perubahan ini tidak lain juga dimaksudkan sebagai upaya mendukung program pengembang- an kemampuan literatif sebagaimana dimaksudkan di atas. Buku ini memuat 33 karya esai yang ditulis oleh para siswa SLTA (SMA, MA, dan SMK) Kota Yogyakarta, baik negeri maupun swasta, pada saat mereka mengikuti kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa SLTA yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 26 Maret—11 Juni 2017. Selain itu, di dalam buku ini juga dimuat tulisan dua orang tutor (Tirto Suwondo dan Budi Sardjono) sebagai sekadar petunjuk atau pedoman bagaimana cara atau teknis menulis (mengarang) esai. Diharapkan tulisan (karya-karya esai) yang dimuat dalam buku ini menjadi pemantik dan sekaligus penyulut api kreatif pembaca, terutama anak-anak, remaja, dan generasi muda. Akhirnya, dengan terbitnya buku ini, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada para penulis, penyunting, panitia, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam menghantarkan buku ini ke hadapan pembaca. Selamat membaca dan salam kreatif.

Yogyakarta, Juni 2017

Dr. Tirto Suwondo, M.Hum.

iv Yogyakarta dalam Perubahan CATATAN PENYUNTING

Mengarang (menulis) itu gampang. Begitulah kata (ungkapan) sastrawan (dan jurnalis) kondang Arswendo Atmowiloto. Ung- kapan itu boleh jadi benar, boleh jadi tidak benar. Sebab, fakta- nya, mengarang itu tidak segampang seperti yang diucapkan atau dipikirkan. Bahkan, diyakini, kalau mau jujur, tidak ada seorang pun yang mengaku bahwa mengarang itu benar-benar gampang. Kalaupun kemudian ada seseorang menjadi terkenal karena karangan-karangan atau buku-bukunya, orang itu pasti tidak akan mengatakan bahwa mengarang itu benar-benar gam- pang. Kalaupun Arswendo Atmowiloto berani mengatakan itu, sebenarnya ia hanyalah bermaksud memberi semangat kepada siapa pun agar dunia karang-mengarang tetap hidup dan terus berkembang. Dan kita yakin, ketika dulu Arswendo Atmowiloto masih dalam tahapan belajar, ia pun pasti banyak mengalami kesulitan. Hanya saja, karena dalam hidupnya ia konsisten dalam memegang prinsip bahwa mengarang harus dilandasi banyak mem- baca dan tekun berlatih, jadilah ia seperti sekarang ini. Begitulah kiranya suatu hal yang selalu ditekankan dalam sebuah kegiatan pelatihan mengarang atau menulis. Demikian juga dengan kegiatan pelatihan mengarang (menulis) esai bagi siswa SLTA Kota Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta tahun ini (2017). Karena terbukti bahwa seluruh peserta pelatihan pada akhirnya mampu menghasilkan sebuah karangan (esai) dan terbit dalam buku ini,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia v hal itu berarti bahwa mengarang itu memang gampang. Hanya saja, persoalannya tidaklah sesederhana itu. Sebab, walaupun mereka telah dilatih sedemikian rupa dan mereka telah pula me- lakukan proses kreatif (10 kali pertemuan) dengan mengerahkan tenaga dan pikiran yang ada, tetap saja hasilnya belum sampai kepada wujud karya yang matang. Namun, semua itu wajib diang- gap wajar karena memang mereka masih dalam tahapan belajar dan esai-esai yang pada akhirnya dimuat dalam buku ini pun hanya merupakan sebagian dari wujud hasil belajar. Karena pada awalnya esai-esai ini hanya merupakan sebagian dari wujud hasil belajar, wajar pula kalau kemudian diperlukan keterlibatan penyunting lebih dalam. Hanya saja, keterlibatan penyunting lebih dalam ini bersifat sangat relatif karena sebenar- nya fungsi penyunting tidak lebih dari sekedar “membetulkan” dari sisi penggunaan bahasa dan/atau “meluruskan” dari sisi logika yang dibangun penulis. Yang jelas, penyunting tidak me- miliki hak untuk mengubah apa yang dimaksudkan penulis. Itu- lah sebabnya, seperti dapat dibaca pada karangan-karangan dalam buku ini, masih ada sebagian karangan yang tidak termasuk ke dalam kategori (jenis) esai. Padahal, pelatihan yang diseleng- garakan ini adalah pelatihan penulisan esai dan buku ini dimak- sudkan sebagai buku antologi esai. Hal ini menunjukkan bahwa mengarang memang tidak gampang, dan itu terbukti sebagian penulis dalam buku ini belum memahami benar apa itu esai. Karenanya, wajarlah kalau dalam buku yang berlabel antologi esai ini masih ada karangan yang bukan berbentuk esai. Bisa dimaklumi kalau esai-esai dalam buku ini mirip dengan artikel karena memang perbedaan esai dan artikel demikian tipis. Akan tetapi, kalau sudah sampai pada bentuk karangan feature, hal itu jelas bukan yang dimaksudkan oleh kegiatan dan juga buku ini. Kendati demikian, ada hal menarik yang perlu dikemukakan dalam catatan ini. Meskipun para penulis (siswa-siswa SLTA Kota Yogyakarta) dalam buku ini masih dalam tahapan belajar, ada beberapa yang memang memiliki kemampuan menulis (menga-

vi Yogyakarta dalam Perubahan rang). Hal itu tampak pada kekayaan perbendaharaan kata dan logika atau cara berpikirnya. Kekayaan perbendaharaan kata me- nyebabkan karangannya tidak terkesan monoton dan mengulang- ulang kata dan kalimat yang sama, sedangkan cara berpikir yang logis membuat karangan mudah dipahami maksudnya. Walau- pun masih tampak khas sebagai hasil pelatihan dan/atau pem- belajaran, setidaknya esai “Smartphone dan Kita” karya Khoirun- nisak, “Penjajahan Toponimi Asing di Kota Yogyakarta” karya Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus, “Menyikapi Kemero- sotan Karya Sastra” karya Han Revanda Aditya Putra, dan bebe- rapa lagi telah menunjukkan hal itu. Sebagai catatan akhir penyunting, permasalahan terbesar yang dihadapi oleh remaja (siswa-siswa SLTA Kota Yogyakarta) yang karangannya dimuat dalam buku ini adalah permasalahan kemampuan berbahasa. Masalah kemampuan berbahasa ini tidak berarti mereka tidak mampu menggunakan bahasa, tetapi yang terjadi ialah ketidaksadaran bahwa mereka harus berbahasa ragam tulis. Bahasa ragam tulis adalah bahasa yang digunakan tanpa kehadiran (pertemuan) penulis (pembicara) dan pembaca (pendengar) sehingga dituntut lengkap dan jelas agar komunikasi terjadi mendekati sempurna. Dan, yang terjadi, seperti tampak pada karangan-karangannya semula, sebagian besar penulis dalam buku ini cenderung menulis dengan konsep bahasa lisan. Karena- nya, mereka masih harus belajar dan belajar lagi. Banyak-banyaklah membaca dan terus berlatih. *** (Tirto Suwondo)

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia vii viii Yogyakarta dalam Perubahan PENGANTAR PANITIA

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab melaksanakan pembinaan penggunaan bahasa dan sastra masyarakat, pada tahun 2017 kem- menyelenggarakan kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indo- nesia bagi Siswa SLTA (SMK, SMA, MA). Kegiatan ini merupakan salah satu wujud kepedulian Balai Bahasa Daerah Istimewa Yog- yakarta terhadap kompetensi menulis siswa. Kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa SLTA Kota Yogyakarta diwujudkan dalam bentuk pelatihan penulisan cerpen dan esai. Kegiatan dilaksanakan selama sepuluh kali pertemuan, setiap hari Minggu, tanggal 26 Maret – 11 Juni 2017, bertempat di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh 73 siswa, yang terbagi dalam dua kelas, yakni kelas cerpen berjumlah 38 siswa dan kelas esai berjumlah 35 siswa. Peserta pelatihan dibimbing oleh para praktisi, akademisi, dan tenaga teknis Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Nara- sumber kelas esai adalah Dr. Tirto Suwondo, M.Hum. dan Budi Sardjono. Narasumber kelas cerpen adalah Drs. Herry Mardianto dan Evi Idawati. Buku berjudul Yogyakarta dalam Perubahan ini memuat 33 esai karya siswa. Tulisan-tulisan tersebut tidak hanya membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan dunia remaja, tetapi juga ber- bagai problem sosial dan kemanusiaan yang ada di sekeliling

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia ix mereka. Buku ini juga dilampiri dua makalah yang ditulis oleh narasumber. Dengan diterbitkannya buku ini mudah-mudahan upaya Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta dalam meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia, khususnya keterampilan menulis esai bagi siswa SLTA, dapat memperkukuh tradisi literasi para remaja. Buku ini tentu saja masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan di masa mendatang.

Yogyakarta, Juni 2017

Panitia

x Yogyakarta dalam Perubahan DAFTAR ISI

PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...... iii CATATAN PENYUNTING ...... v PENGANTAR PANITIA ...... ix DAFTAR ISI ...... xi

Smartphone dan Kita Khoirunnisak, SMA Negeri 5 Yogyakarta ...... 1

Menyikapi Kemerosotan Karya Sastra Han Revanda Aditya Putra, SMA Negeri 9 Yogyakarta ...... 8

Masih Pantaskah Yogyakarta Disebut Kota Pelajar? Fadia Nisya Prasanti, SMA Negeri 1 Yogyakarta ...... 16

Tari dan Generasi Muda Annisa Saraswati, SMA Santa Maria Yogyakarta ...... 24

Stroke Mengancam Usia Remaja Ayu Andira Nababan, SMA Sang Timur, Yogyakarta ...... 32

Yogyakarta: Istimewa Hotelnya Azzahra Fadhlila A.N., SMA Negeri 8 Yogyakarta ...... 38

Pentingnya Waktu dalam Dunia Kerja Berbasis Patiseri B. Aurelita A. R., SMK Negeri 4 Yogyakarta ...... 45

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia xi Dampak Forum Online bagi Pelajar Balqis Alyamayadita Rahman, MAN 1 Yogyakarta ...... 50

Nilai Budaya di Mata Remaja Calysta Indira Premorga W., SMA Negeri 2 Yogyakarta ..... 56

Kata dan Remaja Damar Abhinawa, SMA Negeri 3 Yogyakarta...... 63

Peran Komunitas bagi Kota Yogyakarta Dandi Rizki Zulfansyah, SMK Negeri 3 Yogyakarta ...... 69

Puisi Remaja: Haruskah Bertema Cinta? Daniel Ariyanto W.W., SMA Budya Wacana Yogyakarta ... 75

Pendidikan Karakter Selamatkan Bangsa Dhea Annisa, SMK Kesehatan Insan MuliaYogyakarta ...... 79

Menikmati Puisi: Perlu Kerja Sama Penyair dan Pembaca Dina Oktaferia, SMA Negeri 8 Yogyakarta ...... 85

Pantai Kukup: Sepetak Surga Tersembunyi Elvira Apriani D.K., SMA PIRI 1 Yogyakarta ...... 91

Yogyakarta: Negeri 1001 Angkringan Faadila Khoirunnisa, SMK Negeri 6 Yogyakarta...... 96

Kesadaran Memulai Hidup Sehat Indhira Nurayuning Tyas, SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan ...... 100

Lunturnya Budaya Sopan Santun Jovita Febrianti, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ...... 105

Pendidikan Membangun Karakter Generasi Muda M. Happy Alhaq Sahara, MAN 2 Yogyakarta ...... 111

Obesitas Kini Telah Mengintai Remaja Maria Lintang Restu Semesta, SMA Negeri 4 Yogyakarta . 117 xii Yogyakarta dalam Perubahan Melinting: Harus Dihindari Muhammad Haidar Lazuardi, SMA Negeri 3 Yogyakarta .. 123

Pendidikan Karakter Berbasis Moral Nadia Arina Ilma, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ... 126

Menyikapi Pengaruh Tayangan Televisi Noviana Lestari, MAN 1 Yogyakarta ...... 131

Mengintip Lebih Jauh Kurikulum 2013 Oktafina Noor Ulfa, SMA Negeri 7 Yogyakarta ...... 137

Pelajar yang Harus Diajari Prameitha Ayu W., SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta .. 143

Sinta yang Sirna Rizqy Ar Royyan Primadani, SMA Negeri 6 Yogyakarta ... 148

Batik Bukan Busana Antik Rosi Kharisa, SMK Negeri 1 Yogyakarta ...... 157

Kuliner Yogyakarta: Akankah Tetap Terjaga? Sada Arihta Berutu, SMK BOPKRI 2 Yogyakarta ...... 162

Tradisi Bullying di Sekolah Siti Nabila, SMK Negeri 5 Yogyakarta ...... 166

Tidak Boleh Dibiarkan Perilaku Buruk Menjadi Budaya Syafika Nuring F., SMA Negeri 2 Yogyakarta ...... 172

Sampah, Realita di Tempat Wisata Henrietta Elmarthenez, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ...... 179

Penjajahan Toponimi Asing di Kota Yogyakarta Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus, SMA Negeri 5 Yogyakarta ...... 185

Mengenal Klithih dan Eksesnya bagi Yogyakarta Rindiani Amelia, SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta ..... 192

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia xiii Proses Kreatif Penulisan Esai Tirto Suwondo Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta...... 198

Menulis Esai Itu Gampang Budi Sardjono ...... 203

BIODATA PANITIA ...... 210

xiv Yogyakarta dalam Perubahan Smartphone dan Kita

Khoirunnisak SMA Negeri 5 Yogyakarta [email protected]

Bisakah kita menghitung berapa lama orang berkutat dengan smartphone? Apakah kita bisa sehari saja tidak menyentuh smart- phone? Kita percaya bahwa mayoritas orang saat ini tidak bisa lepas dari teknologi canggih tersebut. Mengapa? Padahal orang– orang terdahulu bisa bertahan hidup walau tanpa alat–alat itu. Namun, coba perhatikan sejenak orang di sekitar kita atau bahkan diri kita sendiri. Setiap saat tidak berhenti menatap layar smart- phone. Bagai obat psikotropika yang menyebabkan efek candu, smartphone telah mengendalikan manusia modern saat ini. Seiring berkembangnya zaman, perusahaan-perusahaan besar di bidang informasi dan telekomunikasi berlomba–lomba untuk menjadi yang terbaik dan disukai oleh jutaan pengguna. Berbagai macam media sosial (medsos) saat ini saling bersaing untuk menjadikan mereka satu–satunya media sosial yang di- pakai masyarakat. Sebut saja instagram, dulu medsos ini hanya mempunyai fitur upload foto dan video saja namun sekarang kita juga bisa mengabadikan momen kehidupan kita melalui aplikasi snapgram yang mengadopsi fitur yang sudah dahulu ditawarkan oleh aplikasi snapchat. Hanya saja, filter yang ada pada snapgram tidak sekomplit snapchat. Kemudian disusul oleh WhatsApp yang baru–baru ini telah meluncurkan tampilan baru- nya yang dilengkapi status dengan gaya yang juga mengadopsi

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 1 snapchat. Biasanya kita dapat mengabadikan foto, video, atau hanya tulisan-tulisan yang hanya bisa dilihat oleh teman–teman kita selama dua puluh empat jam dari waktu upload. Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Infor- matika tahun 2013, pengguna internet di Indonesia mencapai 65 juta orang dan 95 persennya menggunakan internet untuk jeja- ring sosial yang sering kita sebut medsos. Masyarakat Indonesia paling banyak mengakses jejaring sosial twitter dan facebook .Tak tanggung–tanggung kita menempati peringkat keempat dunia sebagai pengguna facebook dan peringkat kelima pengguna twitter terbanyak. Pada tahun 2016 berdasar survei APJII, terdapat tiga media sosial yang sering dikunjungi oleh masyarakat Indonesia yaitu facebook (54%), instagram (15%), dan youtube (11%). Mirisnya, saat ini Indonesia hanya sebagai pengekor dari penemuan–penemuan luar tersebut. Bayangkan saja, kita hanya menggunakan jejaring tersebut untuk upload foto, mengomentari atau membagikannya kepada teman lain yang akhirnya juga untuk dikomentari. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) me- lakukan survei yang melibatkan 1600 responden untuk melaku- kan survei terkait penetrasi pengguna. Tahun 2016 pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang. Peningkatan yang sangat tajam, bukan? Ingat, kita mengakses internet untuk membuka medsos memerlukan pulsa yang sering kita sebut kuota internet. APJII juga melakukan survei mengenai perilaku pengguna yang termasuk di antaranya untuk mengetahui berapa GB kuota yang dihabiskan yang melibatkan 2000 responden. Didapatkan hasil bahwa ada sekitar 41,2 juta pengguna meng- habiskan data sebanyak 2 GB, lalu sebanyak 27,9 juta dan 19,9 juta pengguna mengakses internet dengan kuota masing-masing 3 GB dan 1,5 GB. Sedangkan yang menghabiskan data masing- masing 1 GB dan 4 GB berjumlah 13,8 juta dan 12,4 juta pengguna. Media sosial datang begitu saja tanpa disadari bahwa sesung- guhnya kita belum siap menghadapi perubahan tersebut. Bukti-

2 Yogyakarta dalam Perubahan nya, manusia sekarang banyak yang lupa akan hakikat kehidupan sosial yang sebenarnya. Kehidupan sosial bukanlah sekedar menyapa para penghuni dunia maya. Seakan–akan orang telah lupa untuk bersosialisasi dengan tetangga sebelah atau mungkin kepada saudara dan orang tua kita sendiri. Sangat menyedihkan bukan? Media sosial akhir-akhir ini hanya menjadi tempat yang di- gunakan para pelajar untuk berkomunikasi dengan teman– temannya. Memang, membuat chat group sangat membantu kita baik dalam mengerjakan tugas ataupun berdiskusi mengenai suatu hal. Namun, sering juga kita hanya menggunakannya un- tuk meluapkan emosi sesaat kita. Mengeluarkan kata–kata kasar di dalam medsos menjadi hal yang lumrah saat ini. Makna kebe- basan bagi pengguna internet telah disalahartikan. Dampak dari merajalelanya media sosial hampir sama di setiap daerah di Indonesia. Dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, atau bahkan orang tua mengalami dampak yang ter- bilang sama. Mulai dari lunturnya kepekaan sosial, munculnya tindak kriminal, perilaku menyimpang, dan masih banyak lagi dampak langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan dari media sosial khususnya di kalangan pelajar. Indonesia saat ini dihuni oleh lebih dari dua ratus lima puluh juta jiwa. Seperlima- nya adalah pelajar. Seperti diketahui bahwa usia pelajar adalah usia paling rawan. Usia saat mereka mencari jati diri masing- masing. Sifat belum stabil wajar dimiliki oleh mereka. Oleh karena itu, pada esai kali ini lebih ditekankan bagaimana dampak sosial media terhadap pelajar karena dewasa ini pelajar dengan sikapnya yang masih labil tersebut sering kurang bijaksana dalam menggunakan internet, khususnya media sosial. Pelajar SMA adalah remaja tanggung yang berusia sekitar lima belas tahun hingga sembilan belas tahun. Mereka tak hanya belajar dan duduk manis di bangku sekolah. Tapi seperti yang diketahui, pelajar SMA khususnya di Yogyakarta memiliki kegiatan yang sangat beragam. Baik itu positif maupun negatif,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 3 di bidang akademik maupun nonakademik. Belum lagi mereka juga belajar berorganisasi dengan menjadi anggota OSIS, MPK, organisasi keagamaan, dan organisasi–organisasi eksternal lain- nya. Banyak sekali rangkain kegiatan yang terkadang mengalih- kan pandangan pelajar akan budaya yang dimilikinya. Contohnya saja, saat ini sebagian besar pelajar lebih tertarik untuk menonton di bioskop atau konser musik modern saat ini daripada melihat pagelaran ataupun pagelaran seni tra- disional. Atau mungkin setiap hari Kamis Pahing seharusnya menggunakan baju adat gagrak Ngayogyakarta sebagai usaha untuk pelestarian budaya. Namun, respon para pelajar sendiri terhadap hal tersebut justru membuat repot. Tak jarang mereka lebih memilih untuk menggunakan kebaya atau surjan dengan jarik yang sudah siap pakai, bukan menggunakan jarik dengan wiru yang dibuat sendiri. Seenaknya saja mereka berpakaian, tidak memperhatikan bagaimana sebenarnya hakikat dan fungsi memakai gagrak. Dengan segala kecanggihan aplikasi yang ada pada smart- phone, sering membuat kita lupa akan budaya yang ada di tengah masyarakat. Seiring berlalunya hari, berlalu juga budaya dan nor- ma yang seharusnya kita jaga dan pertahankan. Tidak cukupkah budaya kita yang justru dipelajari dan dicintai oleh warga asing. Saat ini sudah banyak sekali warga negara asing yang tertarik untuk menguasi bahasa dan kesenian Indonesia. Mereka mahir berbahasa Jawa dan memainkan atau bahkan berperan sebagai sinden yang kita tahu bahkan pelajar di Yogyakarta saja sedikit peminatnya. Hanya saja kita bersyukur masih banyak sekolah seni yang sangat berperan dalam pelestarian budaya kita. Masalah akan lebih rumit lagi jika kenyatannya sekarang frekuensi penggunaan internet meningkat. Degradasi moral akan terjadi. Bagaimana bisa? Hal ini sama saja dengan para pengguna narkoba. Pengguna medsos juga mengalami kecanduan saat ini. Seakan-akan mereka tidak bisa berkutik jika tidak ada internet

4 Yogyakarta dalam Perubahan di smartphone-nya. Hal ini menyebabkan kecenderungan orang, khususnya remaja atau pelajar yang belum bisa mendapatkan uang sendiri, memaksa orang tuanya memberikan uang. Ketika semakin sering anak meminta uang, orang tua pasti akan bosan dan enggan memberikan uang kepada anaknya jika hanya untuk dibelikan kuota. Aksi pencurian dan pemaksaan pun pasti tidak akan terhindarkan. Tidak hanya itu, sering kali kita juga membahayakan diri kita sendiri dengan berfoto di tempat-tempat yang tidak seha- rusnya hanya karena mereka menganggap hal tersebut unik dan hits. Mereka rela untuk berfoto di tengah-tengah tempat penye- berangan jalan, di atas bukit curam, bahkan mereka rela berguling- guling demi mendapatkan foto agar tetap eksis di medsos. Belum lagi pelajar saat ini juga sering lupa menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Memetik bunga saat mereka ke taman atau merusak alam ketika mendaki gunung sering sekali dilaku- kan. Belum lagi sampah-sampah yang ditingalkan. Pada akhir- nya, lingkungan justru menjadi rusak karena ulah pelancong yang ingin berfoto tanpa melihat lingkungan sekitar yang sepatutnya dijaga. Keinginan seseorang untuk diakui dan terkenal oleh teman– teman medsos menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Seolah– olah eksistensi mereka harus diketahui oleh banyak orang, bahkan dengan adanya fitur semacam snapgram memungkinkan seseorang untuk mengumbar hal–hal yang sangat bersifat privasi. Seperti di mana dia sekarang, jam berapa, bersama siapa, dan kegiatan yang sedang dilakukan bisa dengan mudah diketahui orang lain. Meskipun hal tersebut dipandang lumrah dan biasa, ketahuilah bahwa ada banyak penjahat yang mengintai keber- adaan kita yang bisa sewaktu–waktu menghampiri dengan ada- nya postingan yang kita unggah. Belum lagi fenomena yang yang membuktikan bahwa media sosial memungkinkan orang untuk saling pamer. Baik itu berupa foto, video, maupun hanya berbentuk tulisan. Tanpa kita sadari

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 5 hal yang kita unggah menimbulkan rasa kecemburuan bagi orang lain yang melihatnya. Rasa iri saat melihat unggahan orang lain atau misalkan saja rival kita lebih bagus, lebih menarik, dan lebih banyak likersnya saat ini sudah menjadi hal biasa. Justru hal sepele tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan sosial kita. Bayangkan saja, hanya karena masalah followers atau likers seseorang bisa saling membenci. Berbagai cara dilakukan agar media sosial yang dimiliki terlihat lebih bagus, ramai oleh follower sehingga likes yang diperoleh lebih banyak. Peristiwa kasat mata tersebut sudah mendarah daging di kalangan masyarakat, terlebih para remaja yang memang masih berpikiran singkat dan haus akan popu- laritas. Namun, lambat laun orang mulai menyadari perubahan-per- ubahan yang terjadi pada dirinya dan juga bagaimana hubungan dengan orang lain. Seiring berjalannya waktu, orang mulai ber- pikir dan melihat kembali apa yang sudah berubah sejak mereka menggunakan medsos. Pelan tapi pasti mereka mulai mencopot aplikasi media sosial dari smartphone. Karena setelah disadari, media sosial hanya memperalat dan menjadikan mereka budak arus perkembangan zaman yang semakin ke sini semakin kacau balau. Maju tidaknya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi bagai- mana kualitas para pelajar. Masa depan negeri ini sangat tergan- tung bagaimana kelak para pemuda khususnya pelajar memim- pin Indonesia. Ketika pelajar saat ini lebih bermain medsos daripada belajar kehidupan yang sesungguhnya menjadi beban tersendiri. Namun, jika pelajar bisa memanfaatkan media sosial dengan bijaksana, dunia bisa digenggam dengan mudah. Kece- patan mengakses informasi melalui media sosial mendukung pelajar dalam belajar dan memahami hal-hal yang tidak didapat- kan baik di sekolah, rumah, maupun lingkungan tempat tinggalnya. Kehadiran media sosial memang memiliki segudang manfaat, namun ada pula dampak buruknya. Bermanfaat atau tidaknya media sosial tergantung kita yang memakainya. Oleh karena

6 Yogyakarta dalam Perubahan itu, kepada para pelajar khususnya di Yogyakarta, marilah kita renungkan sejenak apa yang telah kita lakukan demi eksistensi kita di medsos. Memang, tidak semua yang ada padanya itu negatif, kita bisa belajar untuk lebih menjaga diri dan menyaring informasi. Tidak mudah terprovokasi oleh berita baru yang belum pasti dan juga membuat postingan yang tidak layak yang bisa menimbulkan kericuhan. Berhati–hatilah menggunakan medsos. Jangan lupakan budaya leluhur kita dan gunakan medsos sebijaksana mungkin. Ingat, pelajar adalah masa depan bangsa. Berjuanglah! ***

Khoirunnisak. Lahir di Temanggung, 21 September 1998. Siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta ini mempu- nyai hobi menyanyi. Saat ini tinggal di Pondok Pe- santren Putri Nurul Ummahat, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Ponsel: 089530633695.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 7 Menyikapi Kemerosotan Karya Sastra

Han Revanda Aditya Putra SMA Negeri 9 Yogyakarta [email protected]

“Jika pikiran bisa mengorupsi bahasa, bahasa pun bisa mengorupsi pikiran.” —George Orwell

Setiap pengarang adalah anak zaman. Karya yang lahir dari tangannya tidak bakal lepas dari pengaruh sorak-sorai dan ge- muruh zaman yang ia tinggal di dalamnya. Pengaruh dari per- gerakan zaman terhadap karyanya ini secara kasat mata meram- bah ke dua segi: isi dan bentuk. Melalui isi, yang kita singgung adalah tema cerita. Pengarang, dalam konsep ini, bakal memba- has atau menyinggung kehidupan masyarakat di sekitar ia ting- gal. Olehnya diceritakan bagaimana mereka hidup, bagaimana mereka berpikir, dan bagaimana pikiran mereka itu akhirnya melahirkan tindak-tanduk sedemikian rupa sebagai manusia seutuhnya. Sedang dalam bentuk, menjadi pokok pembahasan adalah kemasan dari karya-karya tersebut. Bahasa yang diguna- kan, diksi, istilah-istilah yang termaktub, sudah barang tentu selalu berubah sebagai bahasa masyarakat dalam rutinitas sehari- hari, dan itu disesuaikan dengan idealnya masing-masing penga- rang punya sikap. Apabila semakin dalam kita menggali khazanah kesusastra- an Indonesia dewasa ini, dengan mencolok kita dapati berubah-

8 Yogyakarta dalam Perubahan nya penggunaan bahasa (bentuk) yang cenderung menjurus ke arah dekadensi. Hal itu dapat dilihat semisal dari permunculan karya itu sendiri yang paling awal: judul. Semakin zaman me- rangsek ke depan semakin kita dapati menjamurnya karya-karya sastra yang mengambil judul berbahasa Inggris, sedang dalam isi karya itu sendiri sama sekali tidak berkaitan dan tidak dapat menjelaskan pertanyaan yang paling mendasar: mengapa mesti berbahasa Inggris. Kedalaman bahasa yang dipergunakan pengarang dalam bertutur itu pun patut dikritisi. Memarak di abad ini adalah karya- karya yang begitu ringan dalam bercerita. Mereka pergunakan bahasa masyarakat sehari-hari. Betul tindakan ini pun tiada salahnya. Namun, menjadi masalah ketika jumlah karya yang demikian jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan karya yang isinya menggunakan bahasa yang lebih sastrawi. Keadaan demikian semestinya membikin kita prihatin. Sastra dewasa ini seakan telah dikotori oleh tidak bakunya kehidupan berbahasa dalam kegiatan interaksi sosial. Ia tidak lagi betul-betul merupakan perwujudan yang suci dari seni berbahasa. Apabila bahasa yang demikian dipergunakan dalam kehidupan sehari- hari tentu tidak menjadi masalah. Namun, penggunaannya dalam karya sastra, yang setiap kata dan bahasa di dalamnya mesti digali terlebih dahulu, semestinya patut dipertanyakan. Akibat dari kemerosotan itulah kemudian dianggap wajar kini apabila aliran yang paling diminati masyarakat adalah apa yang disebut “teenlit” dan “chicklit”. Aliran pertama merupakan penggambaran dari kehidupan remaja (khususnya perempuan) yang sudah barang tentu guna menarik pembaca dari kalangan tersebut dibuat satu permunculan sebuah karya yang betul-betul remajawi. Mulai dari judul, sampul, jenis dan ukuran huruf, dan, tentu saja, bahasa. Aliran kedua tidak jauh bedanya dengan yang pertama, hanya tema yang diambil lebih dewasa. Mari kita perbandingkan fenomena tersebut dengan dunia kesusastraan abad yang lalu. Awal abad dua puluh merupakan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 9 fase awal lahirnya kesusastraan Indonesia. Ia masih demikian lugu dan senantiasa mencari-cari bentuknya yang ideal. Perintis- nya agak sukar ditetapkan, namun sebagian kritikus sepakat bahwa tonggak berdirinya kesusastraan Indonesia sebagaimana kita kenal sekarang ini ada pada Angkatan Balai Pustaka. Para pengarang angkatan ini, semisal Merari Siregar dan Marah Rusli, menghasilkan buah karya yang lagi-lagi isi di dalamnya tidak lepas dari pengaruh zamannya. Masyarakat di sekitar pengarang pada zaman tersebut masih teramat tradisional. Maka sebagian besar karya pada masa ini cenderung “sekadar” berkisah tentang kampung halaman nan tak lekang oleh panas tak lapuk oleh hujan. Bahasa yang dipergunakan kental sekali pengaruh bahasa Me- layu. Indah kedengarannya dan mendayu-dayu. Bahasa demi- kian memerlukan sedikit pemerasan otak bagi orang awam buat menangkap maksud apa yang hendak disampaikan pengarang. Namun, masyarakat pada masa itu rata-rata telah memiliki ke- mampuan dan selera berbahasa yang tinggi sehingga mampu menghayati karya sastra dengan bahasa demikian. Setelah Angkatan Balai Pustaka padam, muncul pengganti- nya, segar-bugar dan sarat akan idealisme: Angkatan Pujangga Baru. Angkatan yang ini lahir dan menjalani hidupnya yang singkat pada tahun 1930-an, ditandai dengan terbitnya sebuah majalah kesusastraan dengan nama yang sama. Ia merupakan pembaharu kesusastraan Indonesia pada masa itu, terutama sekali di dalam segi tema dan bahasa. Peranannya membuat sajak di surat-surat kabar dan roman yang beredar tidak lagi “sekadar” membincang persoalan kawin paksa atau hubungan sentimental manusia dengan kampung halamannya. Namun, ia cenderung menggambarkan cita-cita akan hari depan Indonesia yang cerah dan gilang-gemilang. Angkatan ini mulai tiada terdengar gaung-gemanya lagi pasca masa pendudukan Jepang. Karena itu, pada masa tersebut muncul lagi satu angkatan yang benar-benar menjadi pembaharu kesusastraan Indonesia hingga bentuknya macam kita kenal

10 Yogyakarta dalam Perubahan sekarang ini: Angkatan ’45. Chairil Anwar, melalui sajak-sajak- nya yang bombastis dan penuh akan vitalitas, menengarai ber- dirinya angkatan ini. Namanya kemudian menjadi agung dan menjadi sebuah dosa apabila memperbincang sejarah sastra Indonesia tanpa menyebut namanya. Selepas berdiri angkatan ini, kesusastraan Indonesia meng- alami kemajuan yang teramat pesat. Karya para pengarang Indonesia mulai mendapatkan tempatnya di dunia internasional. Polemik-polemik pun senantiasa mengiringi kemajuan ini. Sastra menjadi erat kaitannya dengan dunia politik. Salah seorang sastrawan besar Indonesia yang hidup pada masa ini — namun menolak dimasukkan dalam kotak-kotak tersebut— adalah Pramoedya Ananta Toer. Ia pernah berpendapat, ketika politik seakan tidak lagi mampu menyelesaikan sesuatu persoalan, sastra hadir sebagai penyelamat. Oleh karenanya, ia berniat mengarah- kan sastra Indonesia pada masa itu ke arah sastra revolusioner. Hal tersebut mengindikasikan betapa krusialnya peran sastra dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa itu. Ia menjadi salah satu komponen pembangunan dan perjuangan mencari kebebasan. Maka, bahasa yang dipergunakan dalam misi yang demikian pun menjadi tidak main-main. Sekarang mari kembali berkaca pada kenyataan masa kini, pada masa sastra kebanyakan berfungsi sebagai hiburan belaka. Sudah barang tentu kita patut bersyukur oleh karena kuantitas karya yang terus meningkat. Namun, kuantitas ini tidak di- barengi dengan minat baca yang sepadan. Maka, yang menjadi populer ketika orang memperbincang masalah kesastraan Indonesia adalah minat baca masyarakat yang terlampau rendah ini. Menyoal tentang ini orang bisa melihat data-data statistik minat baca per daerah dan peringkat persentase masyarakat Indonesia di dunia internasional. Karenanya di dalam apatisme orang terhadap literasi ini muncul kesan bahwa membaca, biar pun tidak berapa banyak dan isinya betapa ringan, adalah sudah sangat baik — daripada tidak membaca sama sekali. Ini tentu

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 11 merupakan satu penurunan standar yang mestinya harus di- cegah. Sebetulnya, apakah penyebab kemerosotan kesusastraan Indonesia yang demikian? Apa penyebab peralihan fungsi sastra dan pengaruh yang ditimbulkannya dalam masyarakat? Dan apa pula penyebab peralihan penggunaan bahasa di dalam karya sastra? Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, yang harus dikerjakan adalah melakukan tinjauan terhadap masyarakat, baik yang menaruh minat atau pun tidak terhadap karya tersebut. Mestilah kita perhatikan bahasa yang mereka pergunakan dalam kehidup- an sehari-hari, lantaran pada perbincangan sehari-hari mereka itulah tertanam pemicu dari minat masyarakat terhadap karya sastra pada umumnya. Pengarang tentu bakal mengarang apa yang diinginkan pembacanya. Pertimbangan dalam tindakan ini adalah nilai jual karya dari pengarang tersebut. Tentu bakal lebih tinggi oleh karena peminat semakin banyak, kendati tetap ter- gantung oleh kualitasnya pula. Dewasa ini apa yang pembaca ingin baca adalah apa yang menyangkut dengan kehidupan me- reka. Apabila pembacanya adalah remaja, yang juga merupakan mayoritas pembaca di Indonesia, minat akan karya sastra yang mereka taruh adalah pada novel-novel “teenlit” dan “chicklit” atau karya sastra remajawi pada umumnya. Karya sastra ber- aliran demikianlah yang akhirnya mencuat lantas sukses. Rumusnya sejak dahulu memang demikian, bahwa karya sastra yang meledak di pasaran adalah karya sastra yang dapat mewakili kehidupan pembacanya. Tidak berubah sejak abad yang lalu. Namun kini, yang mengarahkan kesusastraan Indonesia ke arah dekadensi adalah bahasa yang digunakan masyarakat, remaja khususnya, dalam kehidupan sehari-hari. Mereka campur adukkan bahasa Indonesia, baku dan tidak baku, dengan kosa- kata bahasa asing (Inggris). Alasannya adalah karena tindakan tersebut membuat mereka lebih percaya diri dan punya citra intelektual dalam interaksi sosial, dalam pergaulan sehari-hari.

12 Yogyakarta dalam Perubahan Hal ini pun merembet kepada karya-karya pengarang yang sezaman. Maka, menjadi lazim beredar dalam masyarakat novel- novel yang isinya ditulis dengan bahasa Indonesia, namun meng- ambil judul berbahasa Inggris, lantaran hal itu bakal lebih me- narik minat para pembaca. Bukan saja judul, di dalam isinya pun, kebanyakan pengarang sekarang ini senang sekali menyisipkan istilah-istilah asing ken- dati sudah ada padanan istilahnya dalam bahasa Indonesia. Maka, menjadi terang bahwa kesalahan tidak hanya pada pengarang, juga pembaca punya andil dalam kemerosotan ini. Merekalah yang menjadi pemantik dari apa yang hendak ditulis pengarang: bagaimana tema dan bahasanya. Semestinya anggapan bahwa menggunakan bahasa asing ketika berbicara bahasa Indonesia adalah keren itu patut dihilangkan. Bukan saja pada kesastraan Indonesia, penyisipan bahasa asing ini memarak juga dalam penulisan karya jurnalistik. Tidak lagi bisa terhitung berapa ba- nyak berita atau artikel di media massa, terutama media massa daring, yang membuat kerancuan di dalam tulisan mereka dengan pencampuradukan bahasa ini. Alasannya jelas, dengan cara demikian ini para pembaca, yang mayoritas memang masih remaja, akan bisa menaruh minat dan merasai tulisan mereka enak dibaca. Penyebab dari kegiatan pembaca yang memberikan penga- ruh terhadap gaya bahasa pada karya sastra tidak hanya penggu- naan bahasa asing yang mereka sisipkan dalam interaksi sehari- hari, tetapi juga bahasa dari mereka sendiri sebagai bahasa gaul dalam artian bahasa Indonesia yang tidak baku. Dalam banyak hal diperlencengkan, atau sengaja diperlencengkan dan dibikin jutaan akronim untuk berbagai hal. Juga hal ini pun berdampak pada gaya bahasa dalam karya sastra pada zaman sekarang ini. Lantas mengapa segala persoalan ini menjadi begitu krusial dan kita harus memberi perhatian? Sudah barang tentu karena nilai-nilai sentimental dan rasa nasionalisme yang turut meluntur seiring berubahnya gaya bahasa dalam karya sastra, semestinya

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 13 membikin kita prihatin dan was-was. Juga karya sastra yang menggunakan gaya bahasa yang demikian ini tentu kurang men- dapat perhatian dan apresiasi dari panitia berbagai penghargaan kesusastraan internasional. Apabila kita menengok kembali ke masa lalu, bakal kita da- pati bahwa karya sastra yang mendapat apresiasi dengan pem- berian penghargaan dalam kancah internasional, tidak pernah merupakan karya sastra yang ringan dengan bahasa teramat lugas dan tidak baku. Juga tidak pernah merupakan karya sastra yang berfungsi sebagai hiburan belaka. Ia selalu merupakan karya sastra yang serius, berbobot, dan mempergunakan bahasa yang indah dan baku. Bukan bahasa yang telah dikotori oleh penyi- sipan bahasa asing dan bukan pula bahasa kampungan yang ber- lebihan serta akronim-akronim yang tidak perlu seperti bikinan anak-anak muda zaman sekarang. Apalagi karya sastra yang di dalam temanya sekadar bercerita seputar gue suka sama elu, tapi elunya suka sama dia, dan akhirnya elu mati, gue dan dia sama-sama nggak dapetin elu. Sama sekali tidak ada maksud untuk menarik satu simpulan atau kemutlakan bahwa karya sastra yang demikian ringan seba- gai penjabaran di atas adalah buruk dan mesti ditumpas sama sekali. Toh salah satu fungsi sastra memang sebagai hiburan belaka. Tapi harus diusahakan menjadi hiburan plus. Tidak rele- van pula apabila bahasa yang dipergunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mesti diubah secara drastis. Hanya saja, dewasa ini justru semarak karya sastra sebagai sejenis itu. Bagai- mana pun, karya sastra yang berbobot mestinya lebih utama dan menduduki tempat yang lebih tinggi serta mendapatkan minat masyarakat yang lebih baik ketimbang karya-karya sastra picisan, atau karya-karya kekanak-kanakan atau remajawi seba- gai “teenlit”, “chicklit”, dan sebagainya. Oleh karena itu, mestinya kita menumbuhkan bacaan yang tidak saja terpaku pada sesuatu aliran, apalagi aliran yang demi- kian ringan. Karya sastra mestilah tetap menjadi satu perwujudan

14 Yogyakarta dalam Perubahan yang suci dari seni berbahasa. Sehingga dalam penafsiran itu, bahasa yang indah, tema cerita yang menarik, serta pesan yang dalam serta konkret, dapat berpadu membentuk satu karya sastra yang ideal. ***

Han Revanda Aditya Putra. Lahir di Magelang, 3 Oktober 2000. Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca buku-buku Pramoedya Ananta Toer dan mendengarkan lagu-lagu Iwan Fals. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara III Lomba Menulis Pengalaman di Perpustakaan yang diselenggarakan oleh BPAD DIY 2015 dan Juara III Lomba Menulis Nasional Tingkat SMP/SMA yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (PATABA) Blora 2016. Alamat rumah: Murangan VII, Triharjo, Sleman. Ponsel: 085729222953.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 15 Masih Pantaskah Yogyakarta Disebut Kota Pelajar?

Fadia Nisya Prasanti SMA Negeri 1 Yogyakarta [email protected]

Jogja Istimewa. Slogan yang tepat untuk menggambarkan kekhasan dan keunikan dari setiap sisi Kota Yogyakarta. Apa sih yang membuat Yogyakarta begitu dielu-elukan baik oleh warga aslinya sendiri maupun oleh para pelancong? Pertama kali meng- injakkan kaki di kota ini akan terasa dan terlihat budaya Jawa yang belum luntur. Kraton yang masih kokoh berdiri, batik di sana- sini, andhong dan becak, aksara Jawa di setiap papan nama jalan, tenda-tenda angkringan di tiap sudut kota, dan masih banyak lagi. Tidak ketinggalan pula aksen Jawa khas Yogyakarta yang kental dituturkan setiap warganya, mulai dari anak-anak, pelajar, tukang becak, para pedagang, sampai para sesepuh. Keistimewaan Yogyakarta tidak hanya terbatas pada kebudayaannya, tetapi juga sumber daya manusianya. Terbukti dengan masih banyaknya penutur bahasa Jawa dari berbagai kalangan warga Yogyakarta yang terkenal dengan sopan santun dan keramahannya. Banyak julukan disematkan bagi Kota Istimewa ini. Beberapa di antaranya adalah Kota Gudeg, Kota Seni dan Budaya, Kota Pelajar, Kota Wisata, dan Kota Batik. Kalau mendengar sebutan Kota Pelajar, tentu saja semua orang tidak akan kaget. Akan te- tapi, yang menjadi pertanyaan, apakah orang-orang tahu bagai- mana dan kenapa Yogyakarta disemati julukan tersebut?

16 Yogyakarta dalam Perubahan Sebutan Kota Pelajar pastilah memiliki pengertian yang luas. Hal itu bisa dilihat dari jumlah sekolah dan lembaga pendidikan yang cukup banyak, jumlah pelajar dan mahasiswa baik nasional maupun internasional, akreditasi lembaga pendidikan, kualitas lulusan, dan sebagainya. Memang Yogyakarta banyak menerima pelajar dari seluruh Indonesia dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan negara. Lebih dari 20 persen penduduk produktif daerah ini adalah pelajar. Sejak awal perkembangan pendidikan di Indonesia, Yog- yakarta telah memiliki peran yang sangat penting. Bapak Pen- didikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pada 3 Juli 1922 men- dirikan sekolah bercorak nasional pertama di Indonesia. Sekolah itu bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) yang bertempat di Yogyakarta. Melalui perguruan ini beliau mengajarkan dan menanamkan rasa kebang- saan dan cinta tanah air serta memperjuangkan kemerdekaan. Perguruan Tamansiswa memiliki ciri dan dasar yang khas, yaitu Pancadarma: kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebang- saan, dan kemanusiaan yang berdasar Pancasila. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang masih bergaung keras sampai hari ini ialah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Kota Yogyakarta dijuluki sebagai Kota Pelajar karena kuali- tas pendidikannya yang bagus. Survei Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada April 2017 menunjukkan bahwa dari 302 responden, 145 menyatakan bahwa kualitas perguruan tinggi di Yogyakarta baik sekali, 115 baik, 26 cukup baik, dan 16 kurang baik. Lalu, dari sisi mana melihat kualitas pendidikan di Yogyakarta? Hal itu dipertimbang- kan dari berbagai faktor, di antaranya adalah akreditasi sekolah dasar sampai perguruan tinggi, hasil ujian nasional, kualitas tenaga pengajar, kualitas lulusan, dan lain-lain. Data statistik BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa di Yogyakarta jumlah perguruan tinggi yang berada di bawah

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 17 Kementerian Agama pada tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 15 (1 perguruan tinggi negeri dan 14 perguruan tinggi swasta). Angka tersebut sudah terhitung institut, politeknik, sekolah tinggi, dan akademi. Untuk jumlah mahasiswa pada tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 24.696 (17.871 di perguruan tinggi negeri dan 6.825 di perguruan tinggi swasta). Data tersebut juga menunjukkan jumlah tenaga kerja edukatif yang menyentuh angka 828 orang. Angka- angka tersebut bukanlah hitungan penuh jumlah perguruan tinggi di Yogyakarta karena hanya terbatas pada perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama. Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Kementerian Tinggi menunjukkan bahwa di DIY terdapat 131 perguruan tinggi (43 akademi, 8 politeknik, 59 sekolah tinggi, 6 institut, dan 25 univer- sitas). Karena itu, tidak heran jika jumlah mahasiswa di DIY pada tahun 2015 mencapai 300.000 orang. Namun, bagaimanakah kuali- tas lembaga-lembaga pendidikan tersebut? Dilansir dari situs Badan Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah (BAN-SM), pada tahun 2016 BAN-SM telah melakukan akreditasi terhadap 622 lembaga pendidikan di Yogyakarta mulai dari jenjang SD hingga SMA/SMK dengan rincian 426 SD/MI, 130 SMP/MTs, 13 SMA/MA, dan 63 SMK. Akreditasi sendiri merupa- kan proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dike- luarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional (BAN, 2016). Hasil yang diperoleh adalah 325 SD mendapat akreditasi A dan 101 sisanya mendapat akreditasi B. Pada jenjang SMP/MTs diperoleh hasil 108 sekolah dengan akreditasi A, 21 akreditasi B, dan 1 akreditasi C. Pada jenjang SMA/MA diperoleh hasil 6 sekolah berakreditasi A dan 7 sekolah berakreditasi B, serta untuk SMK diperoleh hasil 36 sekolah dengan akreditasi A dan 17 akreditasi B. Data ini menunjukkan bahwa rata-rata sekolah di Yogyakarta sudah memiliki kualitas pendidikan dan pengajaran yang baik.

18 Yogyakarta dalam Perubahan Pada jenjang pendidikan tinggi, Direktorat Jendral Pendi- dikan Tinggi (DIKTI) merilis peringkat 100 perguruan tinggi terbaik di Indonesia pada tahun 2015. Dari daftar tersebut Institut Teknologi Bandung (ITB) menempati urutan pertama dengan skor total 3.743 disusul oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan skor total 3.690 dan di urutan ketiga Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan skor total 3.490. Penilaian yang dilakukan meliputi berbagai aspek, antara lain kualitas sumber daya manusia, kualitas manajemen, kualitas kegiatan mahasiswa, serta kualitas penelitian dan publikasi. Dari 100 daftar tersebut, 11 perguruan tinggi di Yogyakarta berhasil masuk. Selain UGM, perguruan tinggi yang masuk, antara lain, Universitas Negeri Yogyakarta (14), Universitas Sanata Dharma (24), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (43), Institut Seni Indonesia (50), Universitas Islam Indonesia (51), Institut Sains dan Teknologi Akprind (63), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (66), STIKES Aisyiyah Yogyakarta (72), STMIK Amikom (79), dan Akademi Kebidanan Yogyakarta (87). Prestasi membanggakan berhasil dicapai oleh salah satu uni- versitas di Yogyakarta, yakni UGM. Menurut Quacquarreli Symonds (QS) World University Rankings pada tahun 2015/2016, perguruan tinggi negeri yang didirikan pada 19 Desember 1949 ini berhasil menempati urutan ke-551 dalam daftar universitas terbaik di dunia. Di kawasan Asia, pada tahun 2016 UGM bertengger pada posisi 105. Peringkat UGM tersebut naik 32 posisi dari tahun 2015. Hanya saja, di balik prestasi itu, pernahkan terpikir tentang sisi lain dari pendidikan di Yogyakarta? Sebab, faktanya, di ka- langan pelajar dan mahasiswa terdapat fenomena sosial yang mungkin belum diketahui oleh masyarakat luar Yogyakarta, bahkan oleh masayarakat Yogyakarta sendiri. Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Pelajar ternyata memiliki masalah serius dalam hal pendidikan moral sebagian pelajarnya. Seperti hal yang cukup lumrah melihat pelajar-pelajar sekolah bahkan yang masih duduk di bangku SMP berkumpul di dekat area sekolah atau di tempat-tempat nongkrong pinggir jalan hanya sekadar kumpul

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 19 dengan tujuan tidak jelas. Yang membuat semakin miris adalah mereka melakukan hal-hal tersebut dengan masih mengenakan seragam sekolah. Geng-geng pelajar di Yogyakarta banyak jumlahnya, bahkan hampir setiap sekolah menengah mempunyai geng dan tak terkecuali sekolah swasta. Bukannya melakukan kegiatan positif, geng pelajar ini lebih melakukan hal-hal negatif, seperti merokok, minum miras, tawuran, vandal, hingga melakukan kekerasan. Tidak memandang lawannya, siapa pun yang berani mencari masalah dengan mereka bahkan guru mereka berani melawan. Perilaku mereka ini sangat bertolak belakang dengan status mereka sebagai seorang pelajar yang berpendidikan. Vandalisme atau kegiatan corat-coret sembarangan seakan menjadi sebuah tradisi geng-geng pelajar di Yogyakarta. Kita bisa lihat hampir tidak ada tembok di sudut kota Yogyakarta yang bebas dari tangan-tangan nakal mereka. Umumnya vandalisme oleh geng pelajar dilakukan dengan menuliskan nama geng mereka. Meskipun bukan semua aksi vandalisme di Yogyakarta dilakukan oleh kalangan pelajar, mereka tetap berkontribusi besar terhadap tulisan-tulisan grafiti di sudut-sudut kota Yogyakarta. Dilansir dari laman Tribun Jogja, polisi menangkap 6 orang pelaku vandalisme di salah satu toko di Jalan Brigjen Katamso pada Rabu (10/6/2015) malam. Lima dari keenam pelaku tersebut adalah pelajar dari berbagai sekolah di Yogykarta. Masih banyak lagi kasus vandalisme yang dilakukan oleh kalangan pelajar. Tawuran antarpelajar juga merupakan hal yang lumrah terjadi di kota-kota besar tidak terkecuali di Yogyakarta. Mereka menye- rang sekolah lain, merusak properti, mengibarkan bendera ke- banggaan masing-masing sambil meraung-raungkan motor modif mereka. Tawuran ini sering terjadi, bahkan hanya disebabkan oleh hal sepele. Mereka juga dapat menyerang tanpa ada provokasi dari pihak lawan dengan alibi ‘musuh bebuyutan’. Ibaratnya harga diri sampai mati. Menurut catatan kepolisian Yogyakarta, kasus tawuran antarpelajar terus meningkat setiap tahunnya.

20 Yogyakarta dalam Perubahan Salah satu contoh kasus tawuran antarpelajar di Yogyakarta telah dilansir oleh Harian Jogja. Tawuran itu terjadi antara siswa SMP swasta di Ngampilan dengan siswa SMP swasta di Jetis yang terjadi di Alun-alun Utara (4/10/2016). Kejadian bermula saat siswa dari SMP di Ngampilan datang ke salah satu sekolah di Jetis sambil meraungkan bunyi knalpot motor mereka. Mereka juga melempari sekolah tersebut dengan batu sambil meneriak- kan kata-kata provokasi. Aksi pun berlanjut dengan kejar-kejaran motor hingga ke Alun-alun Utara Yogyakarta. Mereka juga sempat melakukan baku hantam di atas motor sebelum akhirnya diaman- kan oleh pihak kepolisian. Kasus lain terjadi di Pakem, Sleman, pada Senin (13/6/2016). Dilansir dari detik.com, Polres Sleman berhasil mengamankan dua geng pelajar SMA yang sedang melakukan tawuran dengan menggunakan senjata tajam. Polisi menyita puluhan barang bukti berupa senjata tajam, seperti pedang, celurit, cakram, pemukul besi, gir, dan gergaji. Rata-rata pelaku merupakan pelajar berusia 17 tahun. Tawuran antarpelajar sebenarnya bukan masalah baru di Yog- yakarta. Soeprapto, seorang sosiolog dari Universitas Gadjah Mada yang meneliti kriminalitas usia remaja di Yogyakarta sejak 2007, mengatakan bahwa tawuran sudah ada sejak lama, tetapi aksinya tidak seberani sekarang. Dia mengatakan bahwa dahulu tawuran hanya dilakukan dengan adu mulut yang paling parah berakhir dengan baku hantam tanpa senjata. Hal itu berbeda dengan seka- rang yang berani membawa dan memakai berbagai jenis senjata tajam. Pada tahun 2016, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan meninggalnya seorang siswa SMA swasta di Yogyakarta karena dibacok oleh segerombol geng pelajar. Peristiwa ini disebut oleh masyarakat lokal Yogyakarta dengan klithih. Klithih dapat didefi- nisikan sebagai kegiatan ‘jalan-jalan’ tanpa tujuan. Namun, seka- rang aksi klithih identik dengan kekerasan, seperti pembacokan, penusukan, dan pengeroyokan. Mereka dapat menyerang siapa

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 21 saja, bahkan orang yang sekadar lewat pun dapat mereka serang. Mirisnya lagi ialah sebagian besar pelaku dan korban dari klithih itu, sekali lagi, adalah pelajar. Sebenarnya, apakah motivasi para pelajar itu melakukan tindak kekerasan? Soeprapto menjelaskan bahwa aksi melukai orang lain merupakan salah satu upaya mempertahankan eksis- tensi diri terhadap teman-teman sebaya. Seakan mereka merasa bangga jika sudah berhasil membuat orang lain terluka. Selain itu, ini merupakan salah satu upaya untuk mendapat pengakuan dari kelompok-kelompok besar preman. Memang aksi kekerasan oleh pelajar, seperti klithih ini dapat dilatarbelakangi oleh banyak motif. Tak hanya sebagai wujud eksistensi dan loyalitas, tetapi juga bisa bersumber dari rasa kecewa, broken home, putus cinta, masalah di lingkungan sekolah dan pergaulan, dan sebagainya, yang mereka luapkan dengan cara yang salah. Lalu bagaimana dengan mahasiswa-mahasiswa di Kota Batik ini? Seperti halnya mahasiswa pada umumnya, mereka belajar, nongkrong, berorganisasi, dan lain-lain. Namun, di balik sisi ke- mahasiswaan mereka, terkuak sebuah fakta mengejutkan yang belum banyak diketahui orang. Seperti dilansir oleh Kompasia- na, pada tahun 1999—2002 Lembaga Studi Cinta dan Kemanusia- an serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) pernah melakukan studi kasus keperawanan pada 1.660 respon- den dari kalangan mahasiswi PTN dan PTS di Yogyakarta. Hasil- nya ialah 97,05 persen mengaku sudah hilang keperawanannya. Yang lebih mengenaskan lagi, mereka melakukan hubungan seks itu atas dasar suka sama suka dan tidak ada paksaan. Penelitian senada juga dilakukan oleh Sahabat Remaja, se- buah cabang LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1999. Penelitian itu menunjukkan hasil 26 persen dari 359 remaja di Yogyakarta mengaku telah melakukan hubungan seks. Informasi yang mengalir deras dari berbagai media massa diduga memengaruhi para remaja untuk melakukan praktik seksual yang tidak sehat, perilaku seks pranikah, dengan satu

22 Yogyakarta dalam Perubahan atau berganti pasangan. Perkembangan industri seks terbuka, seperti Pasar Kembang di Yogyakarta serta pertumbuhan dunia hiburan pub, diskotik, kafe, dan karaoke semakin merangsang terjadinya transaksi seks terselubung yang melibatkan pelajar dan mahasiswa. Meskipun tidak semua mahasiswa melakukan hal terlarang tersebut, rasanya tetap miris melihat fakta di Yogyakarta yang selama ini tidak terpikirkan itu. Diakui memang Yogyakarta termasuk unggul dalam hal pen- didikan dibandingkan dengan daerah lain. Banyak sekolah me- nengah dan perguruan tinggi yang berkualitas berdiri di Yogya- karta. Dengan jumlah pelajar lebih dari 100.000 siswa dan 300.000 mahasiswa membuat Yogyakarta pantas menjadi kotanya para pelajar. Namun, julukan Kota Pelajar mestinya diimbangi dengan baiknya perilaku para pelajar. Predikat Yogyakarta sebagai Kota Pelajar sebaiknya tidak hanya dilihat dari segi kuantitas, tetapi juga dari kualitas pelajar itu sendiri. Kemampuan akademik yang hebat akan percuma tanpa disertai dengan keberhasilan pendidikan moral. Karena itu diperlukan keterlibatan dan kerja sama semua pihak untuk me- ngembalikan citra Yogyakarta sebagai Kota Pelajar. Memang benar, setiap orang memiliki pandangan sendiri terhadap Yogyakarta dan Kota Pelajar. Namun, melebarkan pandangan secara menye- luruh merupakan hal bijak dalam menyikapi suatu hal. Karena- nya, jawaban atas pertanyaan “masih pantaskah Yogyakarta di- sebut kota pelajar” bergantung pada bagaimana kita memandang dan menyikapinya. ***

Fadia Nisya Prasanti. Lahir di Yogyakarta, 2 Juni 2001. Siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta ini mempunyai hobi membaca dan menonton. Alamat rumah: Perum Bangunjiwo Sejahtera B-11, Sribitan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Ponsel: 082135990533.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 23 Tari Bedhaya dan Generasi Muda

Annisa Saraswati SMA Santa Maria Yogyakarta [email protected]

Sakral, hening, dan magis. Begitulah aura yang terpancar saat melihat pertunjukan tari pada suatu hari. Para penari yang gemulai menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan gending gamelan yang mengiringi setiap gerakannya. Setelah menyele- saikan tariannya, mereka lantas undur diri dengan sopan. Sesaat setelah pukulan terakhir gamelan dibunyikan, terdengar riuh suara tepuk tangan penonton. Terpukau sekaligus terharu akan penampilannya.

Suasana itu merupakan salah satu dari sekian penampilan tari yang dipentaskan di Yogyakarta. Sebagai kota yang dikenal akan banyak hal, hingga kini Yogyakarta tetap mempertahankan eksistensi adat istiadat dan kebudayaannya yang telah diwaris- kan oleh para leluhur sejak puluhan abad lalu. Satu hal yang masih mencuri perhatian baik wisatawan lokal maupun manca- negara adalah kebudayaannya. Meskipun harus beradaptasi dengan kebudayaan modern, budaya Jawa tetap tumbuh subur dan terus dilestarikan. Pertunjukan-pertunjukan budaya menjadi salah satu agenda wajib baik pemerintah maupun seniman dalam bidangnya masing-masing. Mulai dari pawai budaya, pameran kesenian, pagelaran , pementasan teater, dan sebagainya. Hal-

24 Yogyakarta dalam Perubahan hal demikianlah yang membuat kesenian dan kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta masih mendapat ruang di tengah hiruk-pikuk arus globalisasi yang kian pesat. Dari sekian banyak produk kesenian dan kebudayaan yang ada, dapat dilihat bahwa ada satu hal yang hampir selalu hadir di dalamnya, yakni tarian. Pengertian umum tari ialah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, pengungkapan perasaan, maksud, dan pikiran. Tari sebagai produk kesenian yang lahir dari sebuah kebudayaan telah menjadi salah satu ritual dan pertunjukan sejak masa kerajaan di Jawa sedang dalam masa kejayaan. Tarian digunakan sebagai media perantara antara dunia nyata dengan dunia lain yang tak kasat mata. Selain itu, tarian juga menjadi lambang perwujudan tertinggi tatanan ke- hidupan manusia dengan makna di setiap aspeknya. Di Yogyakarta, tari-tarian dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yakni tari klasik dan tari kreasi baru. Tari klasik merupakan tarian tradisional yang belum mengalami banyak perubahan dari paugeran (aturan) saat pembuatannya. Biasanya tari klasik digelar dalam acara resmi atau yang berhubungan dengan kraton. Sementara, tari kreasi baru adalah tarian yang sudah mengalami perkembangan baik dari gerakan, riasan, mau- pun pementasannya sesuai perkembangan zaman. Di tengah modernisasi seperti saat ini tari klasik masih dapat bertahan dan terus dipertunjukkan pada acara-acara penting dan paling sering di lingkungan Kraton Yogyakarta. Salah satu tarian yang masih kerap dipentaskan adalah tari Bedhaya. Sebenarnya, tari Jawa klasik tidak hanya Bedhaya, tetapi juga , Gam- byong, dan sebagainya. Namun, jika dilihat dari sejarahnya, tari Bedhaya mempunyai hal-hal menarik yang tidak hanya dapat dilihat sebagai tarian, tetapi juga filosofi dan nasihat-nasihat yang baik untuk kehidupan. Dalam perspektif masyarakat Jawa tari Bedhaya tidak hanya memberi makna pada kaum , tetapi juga kaum petani.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 25 Di lingkungan kraton, tari Bedhaya dikenal sebagai tarian putri Jawa yang merefleksikan tingkat keteraturan, keselarasan, ke- halusan budi, dan pengendalian diri yang tinggi. Sementara, di kalangan masyarakat petani, tarian ini menyimbolkan keadaan yang halus. Hal yang menarik ialah penamaan Bedhaya di kalangan ningrat dan petani tidak semata-mata hanya sebagai pembeda bentuk, struktur, atau gerakannya, tetapi juga bentuk komitmen akan keindahan dan filosofi di balik setiap gerakan dan aspeknya. Sudah tentu ini bukan diartikan dasar-dasar estetika antara tari- an kraton dan tarian rakyat berbeda, mengingat latar belakang budaya, tradisi, dan cara berpikir masyarakatnya pun berbeda. Menurut sejarah, tari Bedhaya merupakan salah satu keseni- an Jawa yang sudah sangat tua. Salah satu tarian Bedhaya tertua ialah Bedhaya Semang ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwana I pada tahun 1759 dengan cerita perkawinan Sultan Agung dari Mataram dengan Ratu Kidul dari pantai selatan. Pelambangan tari Bedhaya dianggap sakral karena perkawinan tersebut diang- gap hubungan suci. Berkat kesakralannya itulah Bedhaya Semang menjadi pusaka kraton yang dikeramatkan. Sebagai sebuah genre tari, spesifikasi Bedhaya antara lain di- tarikan oleh sembilan penari yang memakai riasan dan baju kembar. Selain itu, tarian ini juga digunakan sebagai referensi penyusunan gerak tari putri kraton dan referensi gerak halus-kasar dalam tarian Jawa. Pemilihan sembilan penari ini bukan tanpa alasan. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa yang disebut dengan Nawasanga. Versi lain menyebutkan bahwa jumlah penari yang sembilan orang ini merupakan lambang dari Sembilan Wali atau Wali Songo. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dipe- nuhi oleh penarinya. Syarat utama adalah penarinya harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid, penari tetap diperbolehkan menari tetapi harus minta izin kepada Kanjeng

26 Yogyakarta dalam Perubahan Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar (berkomunikasi dengan roh halus) di Panggung Sangga Buwana, Kraton Sura- karta. Syarat selanjutnya adalah suci secara batiniah. Hal ini dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pergelaran. Kesucian para penari benar-benar diperhatikan kare- na konon Kanjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari yang gerakannya masih salah pada saat latihan berlang- sung. Selain tentang jumlah penari, hal-hal yang harus diikuti se- suai paugeran adalah tentang busana dan lagu yang mengiringi- nya. Contohnya pada tari Bedhaya Ketawang. Busana yang di- gunakan saat penampilan tari ini adalah dodot ageng atau disebut juga basahan, yang biasanya digunakan oleh pengantin perem- puan Jawa. Penari juga menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan (sanggul) yang berukuran lebih besar daripada gelungan gaya Yogyakarta. Sebagai aksesori, terdapat perhiasan yang terdiri atas cen- thung, garudha mungkar, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga melati yang digunakan di gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan). Busana penari Bedhaya Ketawang ini sangat mirip dengan busana pengantin Jawa dan didominasi oleh warna hijau yang menunjukkan bahwa Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang menggambarkan kisah asmara antara Kanjeng Ratu Kidul dan raja-raja Mataram. Pada awalnya, tarian ini dipertunjukkan selama dua setengah jam. Akan tetapi, sejak zaman Pakubuwana X diadakan pengu- rangan hingga akhirnya hanya berdurasi satu setengah jam. Gendhing atau musik yang digunakan untuk mengiringi Bedhaya Ketawang ialah Gendhing Ketawang Gedhe yang bernada pelog (nada minor/sedih dalam gamelan). Perangkat gamelan yang digunakan untuk membawakan gending ini terdiri atas lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak yang sangat mendominasi keseluruhan irama gending.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 27 Tarian Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga adegan (ba- bak). Di tengah-tengah tarian, laras (nada) gending berganti menjadi nada slendro (nada mayor/gembira pada gamelan) sebanyak dua kali. Kemudian nada gending kembali lagi ke laras pelog hingga tarian berakhir. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, selanjutnya berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya penari masuk ke Prabasuyasa, alat gamelan ditambah dengan rebab, gender, gambang, dan suling. Ini semua dilakukan untuk menambah keselarasan sua- sana. Muatan makna simbolis dan filosofis yang begitu kuat dan mendalam menjadikan tari ini sebagai salah satu tarian penting di Kraton Kasultanan Yogyakarta dan Kraton Kasunanan Sura- karta. Tarian ini bahkan disebut sebagai salah satu atribut raja, yang pada gilirannya juga berfungsi melegitimasi kekuasaan dan kewibawaan baik para sultan maupun sunan. Niat setiap pertun- jukan ini ialah untuk kepentingan ritual, yakni selalu ditujukan untuk membangun kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan negara, kelangsungan raja, dan semakin meningkatnya kewiba- waan dan kemasyuran. Sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwana I hingga kini (Sri Sultan Hamengku Buwana X), tradisi memiliki pelembagaan Bedhaya terus dilakukan. Masing-masing sultan saat memerintah menciptakan dan mementaskan pelembagaan tari itu, bukan semata-mata untuk kepentingan pertunjukan, tetapi juga pengu- kuhan kewibawaan dan lebih kepada kepentingan ritual. Ciri- ciri tersebut dapat dilihat dari, misalnya, tempat pementasan di Bangsal Kencana dan digunakan pada saat upacara penting, mi- salnya ulang tahun, penobatan, dan atau ulang tahun penobatan raja. Sultan sebagai saksi utama, dan cerita atau tema utama yang dibawakan pun memiliki nilai atau isi tertentu. Setelah diketahui sejarah dan makna tersirat dan tersurat- nya, hal lain yang tak kalah penting dari sebuah tarian ialah subjek yang menarikan (penari). Sebagai tarian putri, tarian ini

28 Yogyakarta dalam Perubahan tidak lepas dari sosok perempuan. Tampak jelas saat pagelaran berlangsung, mereka sangat menghayati setiap gerakan, lang- kah, dan ketukan gamelan yang mengiringinya. Akan tetapi, melihat rumitnya gerakan dan paugeran yang harus ditaati, per- nahkah kita berpikir bagaimana perjalanan mereka dalam proses latihan hingga pementasan? Mengingat hampir semua penarinya berasal dari generasi muda, adakah tantangan dan kesulitan yang dihadapi? Setiap orang yang berkecimpung di dunia seni memiliki jalan hidup, cerita perjalanan, dan jiwanya masing-masing. Bagi se- orang penari, gerak tubuh, sorot mata, dan langkah adalah ekspresi kebebasan jiwanya. Dengan menari, ia seolah-olah berada di dalam “dunianya” dan merasa lebih hidup. Selain itu, ada perasaan seperti bakti yang ia persembahkan kepada dunia- nya. Ia menari dengan jiwanya. Begitu juga dengan penari Bedhaya. Tari Bedhaya seolah memanggilnya untuk menjadi penarinya. Pada dasarnya, di du- nia kesenian, khususnya tari, tidak ada paksaan bagi siapa saja untuk masuk ke dalamnya karena semua itu lebih merupakan panggilan hati. Suatu hal menarik saat pertama kali melihat dan tertarik untuk menekuninya. Semua orang tahu bahwa menari bukan hal yang sulit jika telah menekuni dengan ulet. Para penari Bedhaya juga merasa- kan hal yang sama. Masa-masa berat saat latihan membuat jiwa dan mental mereka terasah. Mereka dapat peka terhadap keada- an dirinya, keadaan sekitar, bertambah sabar, serta rendah hati. Melalui dunia tari mereka diajarkan untuk belajar dengan sabar, setahap demi setahap, tidak terburu-buru, mempertimbangkan setiap keputusan, serta kerja sama dan kesetiakawanan. Dengan demikian, apa yang telah mereka perjuangkan selama latihan akan nampak hasilnya saat pementasan. Begitu tutur seorang teman yang telah menekuni dunia tari sejak lama dan pernah mementaskan tari Bedhaya.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 29 Dari sekian hal yang telah dijabarkan, masih ada hal lain yang menarik dari tari Bedhaya. Meski dikenal sebagai tarian sakral dan kaya akan makna, tidak serta merta tarian ini dikenal luas oleh masyarakat dewasa ini. Perkembangan kebudayaan yang kian modern menjadikan salah satu warisan budaya leluhur ini mulai tersingkir. Bukan karena frekuensi pementasan yang tidak rutin, melainkan karena perhatian dan empati kita terha- dapnya kurang. Selain itu, pola pikir kolot dengan meletakkan budaya daerah sebagai sesuatu yang kuno sebaiknya dikaji ulang agar tidak menimbulkan salah paham dan hal-hal yang tidak diinginkan. Melihat realita tersebut, sudahkah kita menyadari bahwa selama ini terdapat kesenjangan antara kebudayaan daerah dan kebudayaan modern? Terkadang kita menutup mata atau bahkan tidak menyadarinya. Kita memang telah mengupayakan dengan berbagai cara, tetapi belum berhasil. Oleh karena itu, kita, warga negara Indonesia, diingatkan kembali untuk senantiasa mem- pertahankan dan melestarikan apa yang telah leluhur wariskan kepada kita (generasi selanjutnya). Beberapa hal penting yang perlu dilakukan generasi muda ialah merintis kecintaan pada kesenian dan kebudayaan sedari muda, melakukan langkah kecil untuk terus mempertahankan kebudayaan leluhurnya. Tentu dengan cara dan pada bidangnya masing-masing. Selain itu, melalui hal tersebut, secara tidak langsung semua pihak yang terlibat mencoba berproses dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dan meng- amalkan Pancasila. Memang itu memerlukan waktu yang tidak sebentar, tetapi jika dilakukan secara bersama-sama dan berkesi- nambungan, kelak pasti akan membuahkan hasil yang diingin- kan. Belajar dari banyaknya makna yang terkandung dalam tari- an Bedhaya, sebagai generasi muda kita diharapkan selalu me- nyadari dari mana kita berasal, apa yang kita punyai, sehingga semua itu dapat kita gunakan sebagai bekal untuk kehidupan di

30 Yogyakarta dalam Perubahan masa yang akan datang. Budaya tidak selamanya sulit dipahami dan dipelajari. Karena itu, bebaskan diri dan jiwa kita untuknya agar dapat merasuk di dalam kalbu. Jika tidak kita mulai dari sekarang, lalu kapan lagi? Kalau bukan kita, lantas siapa lagi yang akan melestarikannya? ***

Daftar Bacaan http://www.negerikuindonesia.com/2015/05/tari-bedhaya- ketawang-tarian.html http://yulsiaprahaniss.blogspot.co.id/ https://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya- keraton-yogyakarta/

Annisa Saraswati. Lahir di Bantul, 15 Agustus 1999. Siswa SMA Santa Maria Yogyakarta ini memiliki hobi membaca dan menulis. Alamat rumah: Perum Nogotirto Regency B-8, Nogotirto, Gamping, Sleman. Ponsel: 085643213025.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 31 Stroke Mengancam Usia Remaja

Ayu Andira Nababan SMA Sang Timur, Yogyakarta [email protected]

Kesehatan merupakan bagian utama dari suatu kehidupan sehingga sangat penting bagi setiap orang. Siapa di antara kita yang tidak mau sehat? Pasti setiap orang mau sehat karena de- ngan kondisi tubuh yang sehat kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik. Akan tetapi, di zaman modern ini, ke- napa banyak orang yang mudah terganggu kesehatannya? Se- perti kita ketahui bahwa gangguan kesehatan dapat terjadi oleh banyak hal dan dapat menimpa siapa saja, termasuk remaja (usia muda). Salah satunya adalah stroke yang bisa menjadi penyebab kematian. Sebenarnya, apakah stroke itu? Stroke ialah serangan otak yang terjadi akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Hal ini disebabkan oleh aliran darah ke otak mengalami gangguan bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga memati- kan sel-sel dan fungsinya pada sebagian area di otak. Stroke ter- masuk penyakit serius yang membutuhkan penanganan dengan cepat. Pada remaja, biasanya stroke dipicu oleh kelainan pem- buluh darah otak yang disebut aterio venous malformation (AVM) dan anuerisma (penggelembungan pembuluh darah di otak). Stroke bisa menimbulkan kecacatan permanen bahkan kematian. Salah satu penyebab stroke pada remaja adalah AVM yang me- nyebabkan aliran darah tidak berjalan dengan normal, dan ke-

32 Yogyakarta dalam Perubahan lainan itu tidak disertai dengan gejala. AVM dapat diobati melalui operasi tetapi ini hanya sekedar mencegah terjadinya stroke di kemudian hari. Tanpa kita sadari, stroke bukan hanya terjadi pada orang tua dan orang lanjut usia, melainkan juga pada remaja. Kebanyak- an remaja mempersepsikan bahwa penyakit berat seperti stroke tidak mungkin terjadi padanya karena stroke tidak mung- kin muncul pada usia yang masih tergolong muda. Faktanya, tidak ada rentang usia yang membatasi seseorang terkena stroke. Perlu diketahui bahwa remaja ternyata memiliki peluang besar terkena stroke. Kenapa bisa begitu? Tahun 2012 WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia me- nyatakan bahwa stroke merupakan penyebab nomor 5 kematian di Indonesia pada kelompok usia 15—59 tahun. WHO juga mem- prediksikan akan terjadi peningkatan kematian sekitar 2 juta orang dari tahun 2010 sampai 2030 akibat stroke. Dalam data riset kesehatan tahun 2008 dikatakan bahwa dalam populasi sekitar 211 juta jiwa, terdapat 1,7 juta penderita stroke di Indone- sia. Sampai saat ini persentase remaja terserang stroke sudah sam- pai pada angka 30%. Contoh remaja Indonesia yang terserang stroke adalah Gayatri Waillissa. Ia adalah remaja asal Ambon yang dikenal karena mampu menguasai 14 bahasa secara otodidak. Karena keahlian yang dimilikinya dia menjadi Duta ASEAN di bidang anak yang mewakili Indonesia. Sayangnya, Gayatri me- ninggal akibat stroke yang disebabkan pembuluh darahnya pecah akibat kelelahan olah raga. Ia sempat dioperasi dan dirawat di ICU selama 4 hari dan akhirnya meninggal pada 23 Oktober 2014 di Jakarta dalam usia 19 tahun. Contoh lainnya adalah se- orang anak usia 13 tahun. Ia terserang stroke karena setiap hari, sepulang sekolah, menghabiskan waktu untuk bermain play- station. Ia juga sering memakan makanan yang berkarbohidrat tinggi. Gaya hidup yang tidak baik menjadi faktor utama penyebab tubuh kita mengalami stroke. Gaya hidup bisa dilihat dari

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 33 kebiasaan kita sehari-hari, pergaulan, kesehatan, dan lainnya. Sebagian besar remaja di zaman modern ini lebih banyak me- mentingkan pergaulan dibandingkan kesehatan. Maka, pergaul- an yang kurang sehat itulah yang membuat gaya hidup menjadi tidak sehat. Mengapa demikian? Jawabannya ialah karena remaja sekarang lebih banyak mengikuti trend modern yang berasal dari luar negeri sehingga mereka mengikuti gaya hidup negara lain. Padahal gaya hidup negara lain dengan gaya hidup di Indonesia sangatlah berbeda. Contoh dari gaya hidup modern adalah makanan. Kebanyakan remaja lebih memilih makanan cepat saji yang ternyata hanya memiliki sedikit kandungan nutrisi. Dari situlah muncul bibit penyakit dalam tubuh. Contoh penyebab stroke pada remaja di antaranya pola ma- kan tidak sehat dan terlalu sering mengonsumsi junk food sehing- ga tidak mempedulikan kandungan dan kadar dalam makanan tersebut. Salah satu kandungan junk food yang berpengaruh pada tubuh adalah Monosidum Glutamat (MSG) buatan atau yang dikenal dengan vestin atau micin. Kandungan ini bisa menyebabkan diabetes bahkan penyakit komplikasi. Malasnya tubuh untuk melakukan aktivitas juga menjadi pemicu lain. Sebab, jika tubuh kita sedikit melakukan aktivitas yang produktif dapat menyebab- kan peredaran darah, kinerja otak, dan detak jantung tidak stabil. Lalu pemicunya juga bisa dari alat komunikasi yang paling sering kita gunakan. Handphone menimbulkan radiasi yang besar bagi tubuh dan bisa menyebabkan penggumpalan darah karena radiasi tersebut mengarah ke otak kita. Selain itu, hipertensi atau tekanan darah tinggi juga bisa menimbulkan stroke karena hipertensi membuat tekanan darah naik dan bisa memecahkan pembuluh darah di otak dengan tiba-tiba tanpa kita rasakan gejala awalnya. Faktor lain penyebab stroke adalah trauma ke- pala, terlalu sering begadang, merokok, mengonsumsi alkohol dan narkoba, serta lelah dan stress berlebih. Kalau hal-hal kecil seperti itu saja bisa menumbuhkan stroke di dalam tubuh kita, bagaimana dengan hal yang besar?

34 Yogyakarta dalam Perubahan Untuk menghindari faktor penyebab stroke, terlebih dahulu kita perlu mengenal gejala-gejala awal dari stroke. Awalnya stroke memang tidak menunjukkan gejala-gejala. Tetapi stroke ternyata dapat kita lihat dari segi kesehatan kita sendiri. Sebagian besar dari kita sering mengalami beberapa gangguan kesehatan. Tetapi, apakah kita sadar bahwa itu mungkin merupakan tanda gejala awal terjadinya stroke? Karena itu, kita harus berhati- hati dan jangan menganggap remeh gangguan kesehatan yang sering kita alami. Gejala awal stroke yang benar-benar harus diperhatikan ialah sering lemas, pingsan secara tiba-tiba, sakit kepala yang berkepanjangan, sulit mengoordinasikan tangan dan lengan, pandangan tiba-tiba kabur, kebingungan mendadak, sulit memahami sesuatu, keseimbangan terganggu, kesulitan saat berbicara, sesak napas, dan detak jantung tidak normal. Apabila kita mengalami beberapa gejala tersebut lebih baik kita meme- riksakan diri ke dokter untuk memastikan dan mencegah terjadi- nya stroke. Jika kita terserang stroke akan ada dampak yang terjadi pada tubuh. Dampak tersebut dapat berupa perubahan pada fisik dan mental kita. Beberapa dampak dari stroke adalah mengalami kelumpuhan dalam jangka pendek dan panjang, mati rasa pada beberapa bagian tubuh (wajah, tangan, kaki, bahkan setengah bagian tubuh), kesulitan berbicara, kesulitan untuk makan dan minum (sulit menelan), bermasalah dalam berpikir dan meng- ingat, sulit membedakan kanan dan kiri, dan depresi. Jika kita mengalami hal-hal tersebut aktivitas sehari-hari kita pun akan terhambat. Untuk itulah, sebagai remaja kita perlu mencegah terjadinya stroke apalagi di hitungan usia yang masih tergolong muda. Apa- kah hal ini sulit? Sebenarnya tidak. Jika kita memiliki kemauan yang tinggi untuk menjaga kesehatan dan menghindari diri dari penyakit, kita bisa melakukannya dengan baik. Kita tidak perlu memulai dari hal yang besar tetapi bisa memulai dengan meng- ubah gaya hidup sehari-hari kita.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 35 Pertama, membatasi mengonsumsi makanan tertentu. Hin- dari terlalu banyak mengonsumsi garam, makanan berlemak, makanan yang mengandung banyak gula dan makanan cepat saji. Perbanyak konsumsi sayur-sayuran, buah-buahan, dan ma- kanan yang mengandung vitamin. Kedua, olah raga secara teratur. Olah raga dapat menjaga keseimbangan lemak di dalam tubuh dan membuat peredaran darah kita lancar. Lakukan olah raga yang cukup dengan berjalan kaki, senam, dan renang. Jangan melakukan olah raga yang berat karena dapat memicu peningkat- an darah di otak. Ketiga, istirahat yang cukup. Dengan istirahat, otak dan tubuh kita bisa menjadi lebih santai dan rileks. Tetapi ingat, jangka waktu istirahat yang cukup. Jangan sampai berlebih- an sehingga membuat badan kita kurang beraktivitas. Keempat, kendalikan tingkat emosi dan stres. Perbanyak menghibur diri dan jangan terlalu terbebani dengan banyak pikiran. Hal itu dapat membuat otak tetap seimbang dan mencegah terjadinya gang- guan saraf. Kelima, menghindari diri dari merokok. Merokok diartikan baik aktif maupun pasif karena bahan kimia yang ada pada rokok dapat mengganggu pembuluh darah yang mengalir baik ke jantung maupun otak. Keenam, hindari mengonsumsi alkohol yang berlebih dan jangan mengonsumsi atau mengguna- kan narkoba. Ketujuh, perbanyak minum air putih. Air putih da- pat menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dan menghindari dehidrasi sehingga aliran darah dan oksigen ke otak dapat meng- alir dengan baik. Kedelapan, jangan terlalu banyak mengonsumsi obat-obatan. Konsumsilah obat-obatan yang sesuai dengan sakit yang diderita dan sesuai dengan resep dokter untuk meng- hindari overdosis. Tidak sulit bukan? Dengan hal-hal sederhana itu kita bisa menghindari stroke dengan perlahan-lahan. Stroke dapat menye- rang kita saat kita sedang beraktivitas atau sedang istirahat (tidur). Jadi, jika kita mengalami beberapa tanda gejala stroke pada diri kita, segeralah periksa ke dokter untuk mengetahui dan atau mencegah terjadinya stroke.

36 Yogyakarta dalam Perubahan Perlu diketahui bahwa walaupun suatu saat seorang remaja akan terkena stroke, mereka akan mengalami stroke ringan ter- lebih dahulu. Jadi, stroke yang dialami remaja tidak langsung kepada stroke yang berat. Oleh karena itu, masih ada kesem- patan untuk menghambat munculnya stroke pada diri kita. Tetapi, bagi kita yang pernah terkena stroke ringan harus berhati-hati karena sangat besar risikonya. Berkait dengan hal itu, mulai dari sekarang kita (para remaja) harus mampu mengubah gaya hidup menjadi lebih baik dan lebih memperhatikan kesehatan. Gaya hidup yang baik akan men- ciptakan hidup yang sehat dan bebas dari penyakit. Walaupun belum menemukan tanda-tanda stroke pada diri masing-masing, kita harus tetap waspada karena kita tidak tahu kapan penyakit itu datang. Jangan sampai di usia yang masih remaja ini kita meng- alami stroke. Apakah kita akan merusak masa depan kita? Tentu saja tidak! Sebagai generasi muda kita harus lebih menghargai hidup. Ingatlah bahwa tindakan mencegah lebih baik daripada mengobati. ***

Ayu Andira Nababan. Lahir di Karawang, 28 Juli 2000. Siswa SMA Sang Timur Yogyakarta ini memiliki hobi fotografi. Pernah meraih prestasi sebagai peserta semifinal Lomba Penulisan Artikel Bertema “Prestasi Yes, Narkoba No” di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta. Saat ini tinggal di Asrama Putri SMA Sang Timur, Yogyakarta. Ponsel: 085780247207.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 37 Yogyakarta: Istimewa Hotelnya

Azzahra Fadhlila A.N. SMA Negeri 8 Yogyakarta [email protected]

Teringat sebuah vandal di Jalan Batikan yang bertuliskan Jogja ora didol ‘Jogja tidak dijual’ dan Jogja udu kota hotel? ‘Jogja bukan kota hotel?’ Vandal itulah yang membuat kita penasaran. Seperti apa kondisi Yogyakarta sebelum hotel bertebaran? Hal itu pula yang menimbulkan banyak pertanyaan. Jika ingin tahu jawabannya, pertanyaan itu perlu pula kita ajukan kepada orang tua kita. Mengapa orang tua kita? Sebab, mereka adalah bagian dari penduduk yang hidup di era ketika space yang luas masih hadir di sela-sela kota Yogyakarta yang sekarang sudah mulai sempit. Rasa penasaran itu pula yang membuat kita perlu mencari tahu tentang keadaan Yogyakarta sebelum banyak berdiri hotel. Berdasarkan penelusuran melalui Mbah Google, diketahui bahwa dulu Yogyakarta terasa lebih luas karena masih banyak lapangan yang bisa digunakan baik untuk bermain maupun sekadar untuk bercengkrama. Bahkan bisa menjadi sumber penghidupan bagi beberapa orang di Yogyakarta. Tentu saja, kondisinya telah ber- beda dengan Yogyakarta sekarang. Pertumbuhan apartemen dan hotel bak jamur di musim hujan. Kondisi yang berbeda tersebut jelas menimbulkan kesan yang berbeda atau menimbulkan dampak yang bermacam- macam dalam berbagai aspek. Mulai dari aspek yang sederhana

38 Yogyakarta dalam Perubahan seperti keindahan sampai kepada aspek yang rumit seperti eko- nomi. Memang dampak yang muncul terdiri dari dua macam, yakni positif dan negatif.

Lingkungan Menurut artikel yang dimuat di tirto.id, saat ini di Yogya- karta sudah ada 55 bangunan bertingkat di atas enam lantai bahkan mencapai 18 lantai. Lima puluh lima bangunan ini didominasi oleh hotel dan restoran. Ditambah lagi dengan 25 bangunan bertingkat di atas delapan lantai yang masih dalam tahap pembangunan. Kemudian, ada 16 bangunan yang tingginya mencapai 10-16 lantai yang sedang dalam tahap proses proposal. Jadi, total di kota yang dulu dikenal sebagai kota sepeda ini akan ada 96 bangunan yang nyaris bersandingan dengan awan. Berdasarkan data di atas, bisa dibayangkan berapa luas space yang harus dialokasikan untuk pembangunan hotel dan bangunan- bangunan tersebut. Jelas hal ini akan berdampak pada berku- rangnya daerah resapan air hujan. Semakin sedikit lahan yang bisa menyerap air hujan berarti air hujan yang turun bukannya diserap oleh tanah seharusnya melainkan justru akan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan langsung bermuara ke sungai- sungai yang ada di sekitar. Jika kedalaman sungai yang menjadi tempat penampungan air hujan tidak sebanding dengan volume air yang masuk, yang terjadi adalah banjir. Banjir yang terjadi membawa lebih banyak dampak negatif seperti penyakit kulit yang disebabkan oleh air yang kotor, lingkungan yang kotor karena sampah bertebaran di mana-mana, hingga akhirnya bisa menyebabkan penyakit diare. Selain banjir, pembangunan hotel dan bangunan tinggi lain- nya juga menyebabkan krisis air. Mengapa bisa demikian? Air sumur di sekitar warga mulai mengering karena adanya peng- ubahan arah muara air tanah menuju hotel-hotel tersebut. Per- mukaan air tanah pun ikut menurun 15-50 cm per tahun akibat berkurangnya lahan-lahan untuk menyerap air hujan. Hal ini

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 39 juga terjadi karena perbandingan konsumsi air warga dengan konsumsi air hotel cukup membuat timbangan anjlok sebelah. Bagaimana tidak? Satu kamar hotel membutuhkan 380 liter air sedangkan satu rumah tangga warga hanya membutuhkan 300 liter air. Padahal, satu hotel memiliki beratus-ratus kamar. Per- bandingan penggunaan air hotel dan penggunaan air masyarakat tidak pantas lagi disebut dengan kata seimbang. Kebutuhan lahan yang luas untuk membangun hotel dan bangunan-bangunan tinggi juga berarti mengurangi lahan hijau yang ada di Yogyakarta. Berkurangnya lahan hijau juga memberi dampak kepada lingkungan sekitar. Semakin sedikit lahan hijau yang tersedia akan semakin sedikit pula alat alami yang dicipta- kan Tuhan untuk melakukan filtrasi udara: pohon. Pohon yang berperan menyerap CO2 dan mengolahnya hingga menjadi O2 semakin menipis jumlahnya. Seiring dengan peristiwa ini, O2 yang merupakan gas yang sangat penting untuk seluruh makhluk hidup di dunia ini juga otomatis ikut berkurang.

Sementara itu, CO2 semakin banyak bertebaran di luar sana dan bisa menutupi lapisan ozon sehingga sinar matahari ter- halang masuk ke bumi. Hal ini akan membawa dampak domino. Tumbuhan yang tidak dapat berfotosintesis untuk memperoleh makanan pada akhirnya akan mati. Jika tumbuhan mati, hewan yang termasuk golongan herbivora akan kehilangan sumber makanan sehingga lambat laun populasinya ikut berkurang. Berkurangnya populasi hewan akan menyebabkan sumber ma- kanan manusia berkurang pula dan pada akhirnya akan menye- babkan ketidakseimbangan ekosistem. Tidak hanya masalah lingkungan itu saja yang dapat ditim- bulkan. Meningkatnya risiko bencana juga termasuk masalah yang akan timbul seiring dengan maraknya pembangunan hotel dan bangunan-bangunan tinggi lainnya. Mengapa semua itu bisa terjadi? Lalu risiko macam apa yang akan ditimbulkannya? Menurut BMKG, Yogyakarta secara tektonik tercatat sebagai wilayah yang aktivitas kegempaannya cukup tinggi. Hal ini

40 Yogyakarta dalam Perubahan terjadi karena Yogyakarta adalah daerah yang berdekatan de- ngan zona tumbukan lempeng di Samudra Indonesia. Bayangkan saja, dengan aktivitas gempa yang lumayan tinggi dan banyak- nya hotel serta bangunan tinggi, apa yang akan terjadi bila Yog- yakarta diguncang gempa besar seperti yang terjadi pada tahun 2006? Jika gempa serupa terulang lagi, hotel dan gedung-gedung itu bisa saja ambruk dan tentu saja kerugian yang terjadi akan lebih besar. Kerugian properti tentu tidak bisa dihindari dan bencana tidak jarang menelan ribuan korban jiwa. Memang benar pembangunan gedung-gedung tinggi itu memiliki standar tersendiri. Akan tetapi, dengan banyaknya hotel dan gedung-gedung yang bermekaran, tidak menutup kemung- kinan ada beberapa oknum yang tidak mengacuhkan standar pem- bangunan sehingga bisa saja saat terjadi gempa akan menimbulkan kerugian yang besar.

Sosial Selain masalah lingkungan, masalah sosial pun menjadi salah satu dampak yang terjadi akibat pembangunan hotel dan gedung- gedung tinggi. Krisis air yang sudah dipaparkan di atas pastilah menyulut sumbu amarah beberapa warga yang tinggal di sekitar pembangunan tersebut. Miliran dan Gowongan adalah dua dari sekian banyak tempat di Yogyakarta yang mengalami krisis air akibat maraknya pembangunan hotel yang populernya seperi trend potongan undercut pada tahun 2016. Hal ini jika tidak segera ditangani oleh pemerintah akan memberikan dampak berkepan- jangan dan bisa memicu perpecahan antarwarga. Warga bisa saja menjadi radikal atau bahkan anarkis apabila hak yang mereka dapat sebelumnya berkurang drastis. Mereka bisa saja melakukan boikot kepada pihak hotel, pemblokiran akses menuju hotel, perusakan fasilitas, dan masih banyak lagi. Konflik sosial yang terjadi ini tidak menutup kemungkinan pihak hotel akan menimbulkan perpecahan antarwarga dengan meng- ajak tokoh-tokoh masyarakat menjadi sekutu mereka. Jika sudah

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 41 begini, aspirasi warga semakin kecil volumenya didengar oleh pemerintah karena yang menjadi perantara antara warga dan pemerintah justru dibungkam oleh hubungan persekutuan itu. Ini bisa membuat dua golongan di dalam masyarakat dan bisa menimbulkan perselisihan yang berujung pada tindakan sepa- ratisme.

Ekonomi Berbeda dengan dampak lingkungan dan sosial yang me- ngandung banyak hal negatif, pembangunan hotel secara eko- nomi seharusnya memberi keuntungan untuk pemerintah dan masyarakat sekitarnya. Pembangunan hotel ini akan memberikan dampak ekonomi kepada Pendapatan Asli Daerah. Menurut teori ekonomi, Pendapatan Asli Daerah memiliki 3 struktur, yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Kekayaan Daerah (yang dipisahkan dari pendapatan-pendapatan lain yang sah). Pem- bangunan hotel berdampak pada struktur yang pertama yaitu Pajak Daerah. Pajak Daerah akan semakin tinggi selaras dengan pembangunan hotel yang semakin marak. Dengan banyaknya hotel di Yogyakarta, pajak yang didapat akan semakin banyak dan akhirnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Pada gilirannya, pembangunan hotel juga memberikan dam- pak terhadap lapangan pekerjaan. Munculnya lapangan pekerja- an ini terjadi saat pembangunan dan pasca pembangunan. Pada saat pembangunan dibutuhkan tenaga kerja untuk membuat kontruksi hotel, dan pada pasca pembangunan juga dibutuhkan pekerja-pekerja untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan mereka. Hanya saja, kecil kemungkinannya seorang manager diambil dari warga sekitar karena setiap hotel sudah memper- siapkan manager yang berkapabilitas tinggi. Bukti penyerapan tenaga kerja di Yogyakarta ini telah ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa tingkat pengangguran turun pada Februari-Agustus 2016. Pada bulan Februari 2016 persentase pengangguran terbuka mencapai 2,81% yang berarti 59.000 orang

42 Yogyakarta dalam Perubahan dari seluruh penduduk Yogyakarta. Sementara, tingkat pengang- guran terbuka di Yogyakarta pada Agustus 2016 hanya 2,72% dari jumlah penduduk atau sebanyak 57.040 orang dari sekitar 2,099 juta penduduk. Dibangunnya satu hotel besar bisa memicu berkembangan dan pertumbuhan wilayah di sekitar hotel. Hal itu juga akan terjadi apabila banyak hotel dibangun. Eksistensi hotel ini akan memicu pertumbuhan wilayah dengan munculnya usaha-usaha seperti kedai fotocopy, warung makan, dan sebagainya. Hal de- mikian membuktikan bahwa hotel berkontribusi menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Begitu nasihat klasik seorang ibu kepada anaknya ketika sedang terjadi masalah. Demikian juga kita kalau menghadapi masalah seperti yang telah dijelaskan di atas. Pasti ada cara untuk menanggulanginya. Untuk masalah lingkungan, sebagai masyarakat sudah sepatutnya kita sadar akan lingkungan. Dengan maraknya pembangunan hotel, kita bisa secara aktif memanfaatkan lahan kosong yang tersisa untuk dijadikan taman kota. Pihak hotel juga seharusnya sudah menyiapkan lahan hijau di hotelnya dan juga tidak lupa untuk mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang. Peme- rintah juga diharapkan lebih tegas dalam mengontrol pem- bangunan hotel agar sesuai dengan standar bangunan yang aman ketika terjadi bencana. Konflik sosial yang timbul juga bisa diselesaikan secara diplomasi atau dengan cara win win solution. Pemerintah diharap- kan mampu memberikan rambu-rambu yang jelas kepada pihak hotel untuk mengambil SDM di sekitarnya. Terakhir, meskipun pembangunan hotel memiliki sumbangsih yang besar bagi ekonomi masyarakat, tetap tidak dibenarkan jika hanya terfokus pada pembangunan hotel. Membangun housefam untuk para turis asing dan domestik juga tidak ada salahnya dengan lebih me- maksimalkan SDM dan infrastuktur yang sudah tersedia sejak awal. Turis-turis juga pasti akan senang karena mereka akan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 43 mendapat informasi tentang Yogyakarta langsung dari pen- duduk asli di sekitar housefam tersebut. Sebagai catatan akhir, satu hal yang perlu dikatakan ialah bahwa faktanya di Yogyakarta kini telah dan sedang berdiri sekian banyak hotel. Tentu saja semua itu memiliki dampak baik negatif maupun positif. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Yog- yakarta, kita diharapkan dapat meningkatkan dampak positifnya dan meminimalisasi dampak negatifnya. Dengan begitu, mudah- mudahan, Yogyakarta tidak hanya akan menjadi istimewa kota- nya, tetapi juga istimewa hotelnya. ***

Azzahra Fadhila Aulia Nisa. Lahir di Bantul, 3 Desember 2000. Siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca, menulis puisi, dan me- nyanyi. Pernah meraih prestasi sebagai Juara I Ikrar dan Puitisasi Alquran FASI 2011 (Tingkat Nasional). Alamat rumah: Kertopaten RT 01/50, Wirokerten, Banguntapan, Bantul. Ponsel: 082137233620.

44 Yogyakarta dalam Perubahan Pentingnya Waktu dalam Dunia Kerja Berbasis Patiseri

B. Aurelita A. R. SMK Negeri 4 Yogyakarta [email protected]

Tidak semua orang tahu apa itu patiseri. Patiseri dalam ke- pariwisataan lebih dikenal sebagai teknik-teknik memasak, meng- olah, menghias, mendekorasi, dan mengemas makanan seperti kue, roti, puding, dan masih banyak lagi. Patiseri berasal dari bahasa Prancis “pâttiserie” yang berarti kue-kue. Dengan demi- kian, dapat dikatakan bahwa patiseri adalah ilmu yang mem- pelajari banyak hal tentang kue baik itu kontinental maupun oriental dari persiapan, pengolahan, hingga penyajian. Patiseri berkaitan erat dengan waktu dalam dunia kerja. Jika diterapkan di rumah sendiri mungkin tidak menjadi masalah. Akan tetapi, jika diterapkan di dunia kerja, apalagi yang berbasis patiseri, hal itu akan jadi masalah besar. Entah itu dari tamu yang komplain karena kinerja kita lamban atau karena persiapan kita yang kurang dalam pembuatan produk saat melayani pe- sanan tamu. Dalam proses pengolahannya, patiseri terdapat banyak tek- nik khusus yang belum diketahui seperti teknik melipat adonan, au bain marie, knock back, dan sebagainya. Terdapat beberapa tahap selama proses pembuatan produk patiseri, yaitu persiapan, proses pengolahan, pengemasan, dan penyajian.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 45 Persiapan Persiapan yang dimaksud itu ialah mulai dari pakaian yang akan dikenakan dalam pengolahan produk di dapur patiseri hingga persiapan fisik. Selama melakukan pengolahan di dapur, setidaknya ada 4 hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus mengenakan topi khusus atau yang disebut topi chef. Topi ini berfungsi menjaga rambut agar tidak jatuh ke dalam produk atau makanan yang akan disajikan pada tamu. Kedua, mengenakan baju dapur atau baju chef. Baju tersebut untuk menjaga badan kita dari panas api selama kita mengolah produk makanan. Ketiga, mengenakan celana kerja. Selama mengolah makanan di dapur, kita harus mengenakan celana kerja warna hitam agar tidak tampak jelas apabila kotor. Keempat, mengenakan sepatu kerja. Selama di dapur, diusahakan memakai sepatu yang tidak licin sehingga mengurangi kecelakaan kerja. Dalam hal persiapan diri ini diusahakan agar tidak terlalu lama sehingga tidak memotong waktu yang sebenarnya dapat digunakan untuk hal-hal lain. Selain persiapan seperti yang telah dijelaskan di atas, hal yang tidak kalah penting adalah kesiapan dan persiapan bahan. Apakah bahan yang akan diolah menjadi makanan telah siap? Apakah bahan pengganti sudah siap pula bila bahan yang di- gunakan tergolong langka? Dalam persiapan bahan ini kita harus teliti, timbangannya harus tepat sesuai dengan resep. Sebab, kalau tidak, kemungkinan besar akan menjadi produk gagal. Selain itu, resep juga harus sudah dikuasai agar kita lebih menghemat waktu secara efektif. Hal lain yang juga sangat penting adalah kesiapan alat. Apa- kah peralatan yang akan kita gunakan dalam pengolahan di dapur sudah siap? Apakah alat itu nantinya akan terpakai berkali-kali atau hanya sekali pakai? Apakah alat itu masih dalam keadaan baik atau sudah buruk? Dalam kaitan ini, kita harus mampu mem- perkirakan alat apa saja yang bisa digunakan secara efektif. Ter- lalu banyak peralatan juga menjadi masalah karena bisa jadi akan mempersempit tempat atau ruangan.

46 Yogyakarta dalam Perubahan Pengolahan, Pengemasan, dan Penyajian Andaikan saja kita mendapat pesanan kue ulang tahun remaja perempuan. Hal yang harus dilakukan ialah persiapan, baik per- siapan diri maupun persiapan bahan dan alat. Setelah semuanya siap, barulah mulai pembuatan pesanan kue ulang tahun. Hal pertama yang akan kita buat ialah body cake/badan kue. Kedua, apabila kita akan menutup atau menghias kue menggunakan buttercream, kita juga harus siap bahan untuk penutup atau peng- hias kue. Ketiga, kemasan. Kita juga harus menyiapkan kemasan untuk kue yang nantinya kita kirim kepada konsumen. Adapun bahan-bahan yang perlu kita siapkan ialah tepung terigu, telur, gula pasir, margarin, baking powder, emulsifier/peng- emulsi, susu bubuk, dan pasta vanilla. Caranya ialah, pertama, masukkan ke dalam satu tempat: gula, telur, dan pengemulsi/ ovalet. Setelah itu kocok campuran tadi menggunakan mixer hingga mengembang kaku. Siapkan tepung terigu yang sudah diayak. Matikan mixer, lalu masukkan secara langsung tepung terigu tadi lalu aduk dengan teknik melipat menggunakan spatula plastik hingga tercampur rata. Cairkan margarin, sisihkan. Tung- gu margarin hingga agak dingin agar adonan tidak langsung mencair. Lalu masukkan margarin leleh tadi secara perlahan lalu aduk dengan teknik melipat dari bawah ke atas agar udara dalam adonan tidak keluar dan agar volume adonan tetap terjaga. Lalu siapkan loyang yang sudah diolesi dengan margarin atau men- tega hanya bagian bawah saja, dan dialasi dengan kertas roti. Mengapa hanya mengolesi loyang di bagian bawah saja? Karena, margarin atau mentega hanya berperan sebagai anti- lengket sehingga di dasar loyang adonan tidak lengket. Apabila bagian samping loyang kita olesi juga dengan margarin, kemung- kinan besar adonan menurun saat dipanggang karena margarin atau mentega bersifat menyerap tepung sehingga yang tadinya adonan sudah mencapai 3/4 tinggi loyang menjadi menetap atau bahkan menurun hingga 1/2 tinggi loyang. Lalu masukkan loyang tadi ke dalam oven dengan suhu 1500C-1750C. Jangan terlalu

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 47 panas agar bagian atas kue tidak pecah karena suhu yang terlalu tinggi dan agar adonan matang merata. Lalu panggang selama kurang lebih 25-30 menit. Selama memanggang kue, lebih baik kita membuat bahan yang nantinnya akan digunakan untuk menutup dan menghias kue yaitu buttercream. Bahan yang nantinya akan digunakan ialah mentega putih, gula pasir, air, susu kental manis, dan pasta vanilla. Pertama, kita harus membuat Simple syrup terlebih dahulu dengan cara memasukkan gula dan sedikit air ke dalam panci pegangan. Hidupkan api sedang, diamkan hingga mendidih, jangan diaduk-aduk. Setelah mendidih dan gula sudah larut, matikan api dan diamkan hingga mengental seperti sirup pada umumnya. Lalu, menggunakan mixer, kocok mentega putih dan susu kental manis hingga mengembang. Setelah sirup gula tadi agak dingin, masukkan secara perlahan ke dalam campuran men- tega putih, lalu kocok kembali hingga kaku dan ringan. Setelah adonan matang, tunggu hingga adonan menjadi dingin agar me- mudahkan kita dalam membuat lapisan pada kue. Setelah dingin, gunakan pisau roti, potonglah kue menjadi 3 lapis secara horison- tal sehingga membentuk seperti lempengan kue sebanyak 3 buah. Untuk tumpukan pertama, siram kue dengan sirup gula yang cair, lalu isi dengan isian (bisa menggunakan buttercream tadi), lakukan hingga lapisan atas, lalu tutup dengan lempengan kue terakhir. Setelah selesai mengisi lapisan kue, dengan menggunakan pisau palet tutup/lapisi kue itu dengan buttercream dari atas hing- ga samping-sampingnya rata. Jangan sampai berantakan karena nantinya akan terlihat oleh konsumen. Setelah selesai menutup kue dengan buttercream, dengan menggunakan spuit dan pipping bag buatlah hiasan untuk kue ulang tahun sesuai dengan desain yang dipesan konsumen. Setelah selesai menghias atau mende- korasi kue, kue siap kita antarkan dan sajikan kepada konsumen. Beberapa tahapan tadi merupakan langkah dalam pembuatan pesanan makanan yang termasuk ke dalam dunia kerja Patiseri

48 Yogyakarta dalam Perubahan yang erat kaitannya dengan waktu. Apabila kita mengerjakan hal-hal tadi tidak memerhatikan waktu, bisa jadi waktu kita habis hanya untuk belanja, menimbang bahan, dan lain-lain. Apabila tidak memerhatikan waktu saat pemanggangan kue, bisa jadi kue yang kita panggang akan gosong. Apabila bahan bakar habis, kue akan bantat, dan sebagainya. Dalam dunia kerja berbasis patiseri atau berbasis kitchen sangat diperlukan orang yang teliti, sabar, dan perhatian. Sebab, apabila kita tidak peduli lingkungan sekitar, kemungkinan besar kita akan menghasilkan produk yang gagal. Selain waktu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu karakteristik bahan- bahan yang akan digunakan. Sebab, tanpa mengenal dengan baik karakteristik bahan-bahan yang akan digunakan, bisa jadi se- orang chef akan kehilangan banyak waktu yang akibatnya menim- bulkan masalah-masalah lainnya. Dari penjelasan singkat di atas, dapat ditarik sebuah simpulan bahwa jika ingin masuk ke dalam dunia kerja berbasiskan dapur baik itu di hotel, restoran, bar, maupun catering dan sebagainya, kedisiplinan (waktu dan lain-lain) merupakan hal yang harus diperhatikan. Hanya saja, memang kedisiplinan seseorang ber- gantung pada sikap dan niat orang itu sendiri. Apabila seseorang telah nyaman dan menyukai pekerjaan yang ia kerjakan, dipasti- kan ia akan menjadi terbiasa. Kalau sudah terbiasa, pekerjaan apa pun akan dengan mudah dapat dilakukan, tidak terkecuali di dunia kerja berbasiskan dapur baik itu dapur boga maupun dapur patiseri. ***

B. Aurelita A.R. Lahir di Yogyakarta, 10 Januari 2001. Siswa SMK Negeri 4 Yogyakarta ini memiliki hobi memasak, berenang, dan menonton film. Ala- mat rumah: Jalan Mangunnegaran Wetan K-39, Yogyakarta. Ponsel: 087739353189.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 49 Dampak Forum Online bagi Pelajar

Balqis Alyamayadita Rahman MAN 1 Yogyakarta [email protected]

Teknologi Informasi (TI) yang dalam bahasa Inggris disebut Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengelola, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan, dan menyebarkan informasi. Teknologi tidak hanya terbatas pada teknologi kom- puter, tetapi juga terknologi sejenis lainnya. Secara umum TI atau IT mudah menyebar di kalangan masyarakat, tidak terkecuali di kalangan remaja (pelajar), dan memberikan berbagai dampak, baik negatif maupun positif. Salah satu contoh perkembangan IT yang mudah diterima pelajar adalah forum online. Forum adalah tempat pertemuan untuk membicarakan kepentingan bersama atau bertukar pikiran secara bebas. Forum juga mempunyai tujuan tertentu, yaitu me- mudahkan komunikasi, membentuk jaringan, mendapatkan infor- masi, saling mengisi dengan support dan tanya jawab, dan mem- bantu sukses bersama antarpenggunanya, serta akan selalu update sesuai dengan perkembangannya. Sementara, kata online dalam bahasa Indonesia disebut jaringan atau yang biasa disingkat da- ring. Jadi, forum online adalah sebuah tempat atau sarana komu- nitas di internet yang dibentuk dengan tujuan untuk membahas topik yang disukai masing-masing pengguna dan bertukar pikir- an secara bebas.

50 Yogyakarta dalam Perubahan Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, forum online sangat diminati para pelajar. Data dalam salah satu situs di internet mencatat bahwa minat pelajar dalam menggunakan forum online sebanyak 48.40% pada tahun 2016. Minat peng- gunaan forum online tersebut cukup tinggi dibandingkan minat penggunaan forum online oleh ibu rumah tangga, pedagang, wiraswasta, dan pekerja lainnya. Sementara bentuk forum online itu pun beragam, di antaranya WhatsApp, BBM, Line, dan Facebook. Bahkan juga dapat berupa applikasi berbayar seperti Quipper dan applikasi tidak berbayar seperti Brainly dan Google Schooler. Seperti telah dikatakan bahwa forum online memberikan banyak manfaat atau dampak baik positif maupun negative. Bagi pelajar, dampak itu dapat dilihat pada berbagai aspek, misalnya aspek ekonomi, sosial, bahkan juga aspek pendidikan pelajar itu sendiri.

Aspek Ekonomi Penggunaan forum online dapat menolong pelajar untuk lebih mudah mengakses segala informasi ilmu pengetahuan di bidang matematika, kimia, fisika, bahasa, dan lainnya. Memang benar bahwa menggunakan forum online tidak terlepas dari penggu- naan internet yang membutuhkan kuota data. Hal tersebut men- jadikan pelajar harus membeli kuota data dengan harga sekitar tiga puluh ribu rupiah per bulan. Namun, dilihat dari jumlah uang saku pelajar masa kini, hal itu akan jauh lebih murah. Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan sekali mem- beli buku pelajaran dengan harga satu buku sekitar tiga puluh sampai empat puluh ribu rupiah. Jika dikalkulasikan, jika misal- nya membeli dua puluh buku, uang yang harus dikeluarkan men- capai enam ratus sampai delapan ratus ribu rupiah. Padahal jumlah uang sebesar itu dapat dibelikan dua puluh sampai dua puluh enam kuota data. Pembelian kuota data sebanyak dua puluh sampai dua puluh enam itu dapat digunakan untuk satu sampai

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 51 dua tahun. Hal itu sangat membantu pelajar yang tidak mampu membeli buku agar tidak ketinggalan materi pembelajaran. Selain dampak positif seperti tadi, penggunaan forum online memang juga berdampak negatif bagi pelajar. Sebab, para pelajar harus secara rutin mengeluarkan uang setiap bulan untuk mem- beli kuota. Padahal, kebutuhan pelajar setiap bulan tidak hanya pada kuota internet, tetapi juga uang saku untuk jajan selama di sekolah atau di luar sekolah dan membayar iuran jika ada event kegiatan. Belum lagi untuk membeli barang lain yang diinginkan sesuai dengan keberadaan mereka di lingkungan pelajar lainnya.

Aspek Sosial Pesatnya perkembangan teknologi masa kini menuntut para pelajar dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan sosial mereka yang sangat dibutuhkan di zaman seperti sekarang ini. Mereka akan belajar bagaimana cara beradaptasi secara sosial pada masa perkembangan teknologi ini. Salah satunya yaitu penggunaan forum online yang memberikan pengaruh terhadap keadaan sosial pelajar. Dengan jejaring sosial penggunaan forum online dapat me- nambah jaringan pertemanan yang luas sehigga akan membentuk sebuah komunitas. Komunitas yang terbentuk tersebut akan mem- berikan konstribusi yang bermanfaat bagi pelajar. Baik dalam hal pendidikan saat mereka saling bertukar ide, mengemukakan pendapat mereka secara bebas, maupun mencari informasi ja- waban tugas. Juga untuk berkomunikasi dengan teman baru di forum tersebut. Memperluas pertemanan akan menjadikan pelajar mudah mengenal dan berteman dengan pelajar lain di seluruh dunia tanpa batasan waktu dan tempat. Hal itu akan memotivasi para pelajar untuk terus belajar mengembangkan diri melalui teman- teman yang mereka jumpai secara online. Sebab, di dalam forum online tersebut mereka akan berinteraksi, saling menerima res- pon satu sama lain. Interaksi yang dimaksud dalam forum ter-

52 Yogyakarta dalam Perubahan sebut bisa terjadi pada saat tanya jawab antarpengguna atau hanya sekedar bertukar informasi dan pengalaman pribadi yang dapat memberikan pesan moral bagi kehidupan pelajar. Tidak hanya pengaruh positif, secara sosial penggunaan forum online juga menimbulkan pengaruh negatif bagi pelajar. Keaktifan pelajar hanya dalam forum online menjadikan kurang- nya interaksi sosial secara nyata terhadap lingkungan sekitarnya. Padahal bisa saja saat mereka bertanya pada orang-orang di sekitarya, mereka justru mendapat informasi lebih dibandingkan saat mereka hanya bertanya di forum online. Bagaimanapun juga pengalaman pribadi dan pengalaman orang-orang di sekitar me- reka jauh lebih dapat dicerna dengan baik daripada hanya me- lalui forum online. Selain itu, pertemanan tanpa batas di forum online bisa saja menjerumuskan pelajar ke hal-hal yang belum tentu baik. Seperti contoh, mereka mendapatkan kenalan yang berasal dengan fo- rum online, kemudian terjadilah interaksi antara mereka. Melalui jaringan online itu bisa saja kenalan baru tersebut mengirim hal- hal yang berbau pornografi atau kriminal. Hal itu dapat saja menjadikan pelajar terpengaruh untuk terjun ke hal-hal yang sama, dan itu tentu sangat berbahaya bagi perkembangan pelajar.

Aspek Pendidikan Di zaman sekarang ini, saat dunia berubah menjadi serba digital, popularitas buku menjadi menurun. Sekarang pelajar tidak perlu repot-repot lagi pergi ke perpustakaan untuk mem- baca buku dan menghabiskan uang saat membeli buku untuk mendapatkan informasi, ataupun membawa tas berat berisi buku tebal. Mereka cukup dengan membawa handphone, dan dengan modal kuota internet mudah mendapatkan banyak informasi. Namun, di balik itu semua terdapat akibat positif dan negatif. Akibat positip penggunaan forum online itu ialah pelajar mu- dah mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan akan men- dapatkan jauh lebih banyak informasi yang mereka butuhkan.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 53 Sebab, informasi yang mereka peroleh tidak hanya berasal dari satu sumber, tetapi juga dari berbagai sumber. Itu akan menjadi- kan tugas para pelajar cepat terselesaikan dengan mudah. Hanya saja, penggunaan forum online di internet juga mengganggu pelajar dalam proses belajar. Sebagai contoh, saat mereka sedang belajar, bisa saja tiba-tiba ada notification chatting dari temannya dan kemudian yang terjadi justru hanya ngobrol hal-hal yang tidak terkait dengan pelajarannya. Hal ini akhirnya menjadikan waktu belajar mereka tersita. Kecepatan memperoleh informasi lewat forum online men- jadikan pelajar malas untuk membaca buku dan lebih memilih menggunakan forum online. Saat pelajar sudah mulai malas untuk membaca buku, otak tidak terpancing lagi untuk berpikir. Pelajar justru akan lebih suka memilih suatu hal yang instan. Minat baca pelajar yang menurun kian hari dapat menjadikan pengunjung per- pustakaan berkurang dan akhirnya perpustakaan akan ditinggalkan oleh pelajar. Mereka mengganggap membaca buku itu tidak praktis dan membutuhkan waktu lama. Menjaga kesehatan indra manusia sangat diperlukan, ter- utama bagi pelajar yang masih memiliki jalan hidup yang panjang. Salah satu indra manusia yang harus dijaga adalah mata. Terlalu lama menatap layar handphone atau laptop akan menjadikan mata cepat rusak karena radiasi. Hal ini berbeda dengan ketika pelajar membaca buku. Membaca buku tidak akan menjadikan mata ru- sak, asalkan membaca di tempat yang tidak gelap. Meski informasi yang didapat dari forum online lebih banyak daripada dari buku, bagaimana pun informasi yang valid adalah informasi yang ada di buku. Hal itu terjadi karena, di satu sisi, buku sengaja dirancang untuk proses pembelajaran sesuai dengan kurikulum pendidikan yang berlaku, dan di sisi lain, informasi di forum online seringkali hanya berisi opini penulis yang belum tentu benar. Akhirnya, dari seluruh paparan di atas, dapat ditarik suatu simpulan bahwa, benar forum online memberikan informasi yang

54 Yogyakarta dalam Perubahan bermanfaat bagi pelajar. Namun, karena informasi via online tidak dapat dipastikan kebenarannya daripada informasi di buku, akan lebih baik jika, selain tetap melalui jaringan online, pelajar juga harus tetap mencari informasi melalui membaca buku. Kata cerdik pandai, buku adalah jendela untuk melihat dunia. Semakin sering kita membuka jendela, semakin sering kita membaca buku, akan semakin luaslah wawasan dan pengetahuan kita. Karena itu, marilah kita (para remaja) menjadikan “membaca buku” ini sebagai budaya. ***

Balqis Alyamayadita Rahman. Lahir di Sleman, 7 Januari 2000. Siswa MAN 1 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca buku, menari, mendengarkan dan bermain musik. Alamat rumah: Cokrowijayan RT 04, RW 18, Banyuraden, Gamping, Sleman. Ponsel: 082136016947.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 55 Nilai Budaya di Mata Remaja

Calysta Indira Premorga W. SMA Negeri 2 Yogyakarta [email protected]

Sumber: mottvisualsweddingsblog.com

“Kebudayaan itu memancarkan keindahan. Dengan menjaga kebudayaan, Indonesia akan lebih harmonis dan seimbang.” — Susilo Bambang Yudhoyono.

Budaya merupakan salah satu dari berbagai aspek kehidup- an manusia. Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan kata ter- sebut yang kerap kali muncul di berbagai pembahasan. Tidak hanya sekadar katanya saja, tetapi kehadiran budaya juga sudah me- lebur menjadi satu dengan setiap kegiatan dalam kehidupan.

56 Yogyakarta dalam Perubahan Budaya telah menjadi tanah tempat kita berpijak dan menguasai seluruh lingkungan. Lalu bagaimana dengan tanggapan orang- orang atas eksistensi budaya ini? “Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia dalam ke- hidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar.” Begitulah pengertian budaya menurut Koentja- raningrat. Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta ‘buddhayah’ yang berarti segala sesuatu yang ada hubungannya dengan akal dan budi manusia. Secara harfiah, budaya ialah cara hidup yang dimiliki sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun- temurun kepada generasi berikutnya. Menurut Koentjaraningrat, secara universal ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasya- rakatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan tekno- logi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan sistem kesenian. Kebudayaan yang dimaksudkan dalam esai ini ialah seluruh kebudayaan tersebut kecuali pada sistem mata pencaharian hi- dup. Sebab, budaya-budaya non-bendawi tersebutlah yang paling sering dihadapi oleh masyarakat, tidak terkecuali para kaum remaja masa kini. Berbicara tentang budaya, tepat kiranya jika berhubungan dengan negara Indonesia. Bagaimana tidak? Negara dengan lebih dari 1000 budaya ini dapat tetap berdiri kokoh menjadi satu kesatuan. Hal itu sesuai dengan semboyan kebanggaannya, yakni ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang berarti ‘Berbeda-beda tetapi tetap satu jua’. Sungguh luar biasa warga negara Indonesia yang telah mempertahankan budaya daerah dan kesatuan nasional sekali- gus. Akan tetapi, tanpa disadari, lambat laun budaya Indonesia ternyata mulai luntur. Minat generasi muda yang seharusnya melanjutkan dan melestarikan budaya dirasakan semakin kurang. Jangankan melanjutkan, mengapresiasi saja sudah kurang. Pada-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 57 hal, tanggapan-tanggapan mengenai pelestarian budaya ini sangat- lah penting adanya. Apalagi bagi kaum remaja yang nantinya akan menjadi penerus bangsa. Apresiasi budaya ialah penghargaan dan pemahaman atas hasil seni atau budaya. Kegiatan ini harus ditumbuhkan, diting- katkan, dan diapresiasi secara terus-menerus, mulai dari melihat, mendengar, mengagumi, menikmati, memuji, mempelajari, dan sebagainya. Hal-hal sederhana seperti itulah yang akan memacu seseorang untuk mulai melestarikan budayanya, Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini? Apakah benar bah- wa budaya lokal mulai luntur? Sesungguhnya, budaya lokal ini tidaklah sepenuhnya luntur. Hanya saja, keorisinalan dari suatu budaya kian lama kian mengabur dan goyah. Hal itu juga karena seiring berjalannya waktu telah terjadi perubahan-perubahan pada budaya itu sendiri. Banyak sekali penyebabnya, mulai dari proses difusi, akulturasi, asimilasi, revolusi, inovasi, dll. Adanya globalisasi dan canggihnya teknologi tentu juga sangat berpenga-

58 Yogyakarta dalam Perubahan ruh pada hal ini. Budaya juga perlu berkembang untuk dapat tetap bertahan dalam arus waktu. Memang, tidak selamanya perubahan itu buruk. Akan tetapi, kita juga harus selalu waspada dalam setiap perubahan tersebut. Proses globalisasi sangatlah berpengaruh pada kebudayaan yang ada. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan kecenderungan yang mengarah pada pudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (transportasi, telekomunikasi, dan teknologi) mengakibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri. Kehidupan yang serba praktis dan menarik telah mengalihkan pandangan manusia dari hal-hal tradisional yang patut dibanggakan. Seba- gai contoh, saat ini, banyak orang yang terpaku pada layar smart- phone miliknya dan mengabaikan lingkungan sekitar. Pengaplikasian budaya Indonesia yang ramah-tamah ini pun semakin berkurang. Banyak pula anak-anak yang kini meng- habiskan waktu mereka dengan bermain game hingga tidak me- ngenal lagi berbagai permainan tradisional yang merupakan sebagian dari budaya kita. Minat untuk mempelajari tarian tradi- sional bahkan hampir hilang, dan kalaupun ada hanya dapat di- saksikan di tempat-tempat tertentu saja. Budaya Barat pun mulai masuk dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan remaja. Cara berpakaian, penggunaan bahasa, gaya hidup, dan berbagai daya tarik kini telah mengarah dengan jelas pada budaya Barat. Ditambah lagi, pandangan para remaja kini berubah. Mereka menganggap bahwa seseorang tidak dapat disebut gaul jika ia belum mendengarkan lagu-lagu pop barat yang sedang trending, menonton film-film produksi luar negri, atau sekadar nongkrong di restoran/kafe yang berasal dari luar negri. Ironis, bukan? Berdasarkan survei terhadap remaja usia 15-17 tahun menge- nai pandangan remaja terhadap budaya local ditemukan bebe- rapa pengakuan mengejutkan dan semua itu telah mereka sadari. Pertama, para remaja itu mengaku masih mencintai dan bangga akan budaya Indonesia yang sangat beragam ini. Pemahaman

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 59 terhadap cara-cara mengapresiasi budaya pun sudah cukup ba- gus. Hanya saja, pengaplikasiannya dirasa kurang. Sebagai siswa (remaja), tentu akan lebih banyak menghabiskan waktu di ling- kungan sekolah karena sekolah merupakan rumah kedua dan tempat pembelajaran. Oleh karena itu, tempat yang bertanggung jawab untuk mengembangkan siswa dan lingkungannya adalah sekolah. Perkembangan tersebut juga termasuk pada budaya dan pengaplikasiannya. Akan tetapi, berdasarkan survei yang dilaku- kan, pengaplikasian budaya di lingkungan sekolah adalah 3,6% lebih dari cukup, 50% cukup, dan 46,4% tidak cukup. Bisa dilihat bahwa selisih antara cukup dan tidak cukup hanyalah sedikit. Ini membuktikan bahwa pengaplikasian budaya di lingkungan sekolah menengah hanya berbatas pada kata ‘cukup’ yang hanya selisih sedikit dengan ketidakcukupan. Seberapakah standar cukup yang dimaksudkan? Sekolah merupakan tempat anak-anak menghabiskan waktu lebih dari 8 jam sehari. Akan lebih baik jika pengaplikasian budaya seperti sastra, unggah-ungguh, kesenian, nilai sosial, dan lainnya diterap- kan setiap hari dalam setiap kegiatan dan perkataan di sekolah. Lalu, jika realitanya pengaplikasian budaya itu hanya terjadi ke- tika para siswa menghadapi mata pelajaran tertentu yang berdu- rasi 40-80 menit dalam seminggu, apakah itu dapat dikatakan cukup? Sekolah terkadang justru menjadi tempat para siswa memamerkan hasil westernisasi yang terjadi pada diri mereka masing-masing. Seharusnya, waktu seminggu di sekolah diman- faatkan sebaik-baiknya untuk pengaplikasian dan pelestarian budaya lokal, paling tidak sampai dengan kisaran 75% agar dapat dikatakan cukup. Lalu bagaimana pendapat para remaja terhadap budaya Indonesia? Berbagai jawaban muncul dari mereka, yakni rasa bangga dan kagum terhadap budaya nasional ini. Akan tetapi, jawaban tersebut tidak berhenti hanya pada tingkat rasa bangga. Ada pula lanjutan dari pendapat mereka, misalnya seperti ‘ku-

60 Yogyakarta dalam Perubahan rang terpelihara’, ‘namun perlahan punah’, ‘tapi sudah pudar’, ‘banyak remaja yang tidak tahu’, dan sebagainya. Hal ini mem- buktikan bahwa sebagian remaja telah menyadari dan merasakan pudarnya nilai serta pengaplikasian budaya Indonesia. Terakhir, sehubungan dengan pertanyaan mengenai bagai- mana hubungan remaja masa kini dengan budaya lokal, diper- oleh jawaban cukup mengejutkan. Sebanyak 48,3% menganggap hubungan tersebut buruk, 20,7% sangat buruk, 27,6% baik, dan 3,4% menjawab lainnya. Di sini dapat diketahui bahwa tidak ada seorang pun yang memilih jawaban ‘sangat baik’. Inilah ke- adaan hubungan remaja kini dengan budaya lokal yang terbilang ‘buruk’.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengatasi masalah- masalah ini, ada baiknya jika kita menyadari dan menyadarkan orang-orang di sekitar kita akan pentingnya sebuah aksi dan apre- siasi dalam pelestarian budaya lokal. Penanaman nilai nasionalisme dan pengaplikasian budaya di sekolah juga sangat dibutuhkan dan harus selalu ditingkatkan. Kita percaya bahwa tidak semua pengaruh kemajuan dan perubahan globalisasi itu buruk, tetapi tinggal bagaimana kita menyaringnya. Kita juga percaya bahwa tidak semua remaja masa kini melunturkan budaya, tetapi banyak pula yang sedang menjalankan kewajibannya untuk bangsa,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 61 kewajiban melestarikan budaya di setiap daerahnya. Tidak hanya sekadar melestarikan, tetapi juga menguasai dan mencintai berbagai kebudayaan tersebut, budaya Indonesia. ***

“Kalau mereka tidak berakar pada tradisi mereka sendiri, mereka tak akan mampu menghargai kebudayaan orang lain.” — Barack Obama

Daftar Bacaan http://www.spengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya- menurut-para-ahli-lengkap.html http://paristadp.blogspot.co.id/2015/06/pengaruh-globalisasi- terhadap-budaya.html http://topfamousquotes.com/quotes-about-budaya/ https://docs.google.com/forms/d/15mGLjRJtPyxbv VXAAJxBPy2ejlRllDrKlYgMuyolMy0/edit#responses http://estetika-indonesia.blogspot.co.id/2015/12/pengertian- kebudayaan-menurut-menurut.html http://harritsrizqi.blogspot.co.id/2015/03/indonesia-negeri- ragam-intan-budaya.html

Calysta Indira Premorga Wanitatama. Lahir di Yog- yakarta, 31 Desember 2000. Siswa SMA Negeri 2 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca, menulis, menggambar, menari, dan bermain musik. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara III Lomba Penulisan Cerpen Tingkat Kota Yogyakarta, Juara Harapan II Raja dan Ratu Buku 2011, dan Juara Harapan II FLS2N Cerpen Tingkat Kabupaten. Alamat rumah: Griya Saka Permai A-15, Plumbon, Ngaglik, Sleman. Ponsel: 085290367111; 0895388528835.

62 Yogyakarta dalam Perubahan Kata dan Remaja

Damar Abhinawa SMA Negeri 3 Yogyakarta [email protected]

Kata merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari ke- hidupan. Kalimat yang sesuai dengan kaidah kebahasaan dan dengan pemilihan kata yang tepat akan memudahkan seseorang menyampaikan maksudnya. Lawakan seorang komedian, tugas laporan kimia, ungkapan cinta remaja memerlukan wawasan kebahasaan yang bagus dan diksi yang luas untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dengan penyusunan kalimat yang indah dan baik, penonton paham pesan yang dimaksud si komedian sehing- ga mereka tertawa. Guru memberikan nilai lebih baik kepada si murid. Pujaan hati si remaja kasmaran itu pun akan terpikat pada- nya. Hal ini dapat terjadi karena mereka yang luas kosakatanya memiliki kemampuan untuk memilih kata yang tepat dalam menyampaikan pesannya. Pesan itu pun dapat tersampaikan dengan benar dan tidak ambigu. Pemilihan kosakata yang indah juga membuat penerima semakin tertarik. Sebaliknya, mereka yang miskin kosakata akan kesulitan dalam menyampaikan mak- sud yang ingin disampaikan, dan penerima akan merasa cepat bosan. Kurangnya wawasan kosakata dan kaidah kebahasaan men- jadikan warga Indonesia kesulitan mengungkapkan isi hatinya.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 63 Padahal komunikasi merupakan hal penting untuk manusia yang membutuhkan orang lain. Komunikasi yang rusak karena wa- wasan yang kurang menimbulkan kesalahpahaman yang ber- ujung banyak permasalahan. Tulisan yang salah dalam kaidah dan kurang diksi menyebabkan pembaca tidak bisa memahami yang dimaksudkan penulis. Oleh karena itu, wawasan kebaha- saan yang baik sangat diperlukan manusia dalam berkehidupan di masyarakat. Dewasa ini, mayoritas remaja masih kurang akan hal ter- sebut. Dapat kita lihat percakapan dan komentar di media-media sosial atau ulasan perangkat lunak di pasar online. Tulisan-tulisan yang dibuat terlihat sangat tidak tepat dan sulit untuk menang- kap pesan yang ingin disampaikan. Remaja saat ini bila disuruh untuk bertanya dan memberikan tanggapan juga sulit. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya kepercayaan diri akan tanggap- an yang hendak diucapkan karena takut salah dalam berbicara. Mengapa hal ini terjadi? Tengoklah para remaja ketika sedang menunggu sesuatu. Hal pertama yang terlihat pastilah kepala yang menunduk ke bawah dan memegang batang besi bersinar dan yang dilakukan kebanyakan kegiatan yang tidak butuh berpikir. Apabila seluruh besi bersinar itu diberikan aplikasi pengukur berapa lama waktu yang dihabiskan untuk kegiatan tersebut, hasilnya bisa melebihi empat jam. Beberapa teman sesama remaja pun ada yang lebih dari tujuh jam. Itu sama saja dengan waktu yang kita gunakan untuk hidup di dunia nyata hanyalah sepertiganya, karena seper- tiga untuk tidur dan sepertiga lagi untuk membuka handphone. Tentu ini menyebabkan kurangnya waktu kita untuk membaca. Padahal, membaca adalah cara terpopuler dalam menuntut ilmu. Hal itu sama saja dengan selain kewajiban belajar kita tidak terpenuhi, wawasan kosakata kita juga tidak akan bertambah. Memang, handphone berisi banyak tulisan yang dapat me- nambah wawasan. Namun, bila kita tilik secara seksama, perban-

64 Yogyakarta dalam Perubahan dingan aplikasi literasi digital dengan kegiatan lain akan lebih sedikit. Buku tetap merupakan sumber ilmu yang paling efisien. Meskipun tidak sepraktis handphone, dengan membaca buku kita akan lebih terfokus dan mendapat suasana yang lebih nyaman. Selain pengaruh teknologi, penyebab utama kurangnya wawasan kebahasaan adalah generasi terdahulu yang belum giat menggalakkan program literasi. Secara teknis, sudah ada rencana untuk meningkatkan minat baca siswa. Namun, rencana ini belum terlaksana dengan baik. Waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan literasi belum dimanfaatkan dengan benar oleh kaum muda atau remaja. Akibatnya, kaum muda kekurangan kesadaran untuk membaca. Hal itu membuahkan miskinnya kosakata pada remaja. Pada dasarnya, proses perluasan wawasan kosakata pada manusia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap kanak-kanak, tahap remaja, dan tahap dewasa. Perluasan kosakata pada masa kanak-kanak masih berlang- sung lambat. Hal ini disebabkan masih adanya perkembangan fisik dan psikologi pada anak kecil sehingga menghambat mereka dalam memperluas kosakata. Selain itu, anak-anak hanya belajar kata baru melalui apa yang diajarkan dan dikatakan oleh orang tuanya. Mereka masih belum bisa mencerna kata-kata baru dari orang yang kurang dikenalnya. Anak-anak juga yang belum bisa membaca sehingga penambahan kosakata yang mayoritas dari membaca belum mereka dapatkan. Pada tahap remaja, seorang anak sudah mendapatkan banyak sumber untuk perluasan kosakata. Selain dari apa yang diajarkan dan didengar orang tua, remaja bisa belajar dari proses belajarnya di sekolah dan mengenali lingkungan sekitar. Secara psikologis, masa remaja paling efisien dalam memperluas kosakata. Remaja dapat memperluas wawasan kosakatanya dari hal-hal tersebut. Penambahan kosakata tersebut menyebabkan mereka bisa men- diskusikan bermacam masalah dan perihal yang belum mereka

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 65 pahami sebelumnya. Penambahan kosakata berarti perluasan ilmu kita juga. Karena, semakin luas wawasan kosakata akan semakin banyak hal yang bisa dipelajari. Namun, unsur yang paling efektif dalam proses penambahan kosakata ini justru belum disebutkan. Unsur terpenting itu adalah membaca. Mengapa lagi-lagi membaca dianakemaskan? Jika kita ber- pikir secara sederhana, jumlah kata yang kita dapatkan dari men- dengar dan membaca dalam satu menit itu berbeda. Tentu lebih banyak kita dapatkan dari membaca. Selain itu membaca bisa kita lakukan di banyak tempat dan banyak waktu. Lain halnya dengan mendengarkan atau mengamati lingkungan sekitar yang hanya bisa kita dapatkan di beberapa waktu saja. Maka dari itu, hilangnya kegiatan membaca pada remaja sama dengan hilangnya wawasan kebahasaan dan kosakata. Oleh karena itu, membaca merupakan kegiatan sangat penting bagi remaja. Pada tahap dewasa, manusia mulai mendapatkan kepercaya- an dari masyarakat sehingga secara otomatis interaksi sosial me- reka meluas. Proses penambahan kosakata ini berlangsung lebih intensif karena manusia akan lebih banyak beraktivitas dengan kata-kata. Namun, secara psikologis daya menyerap informasi pada masa dewasa lebih lemah dibandingkan sebelum-sebelum- nya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan waktu paling efektif dalam mengembangkan wawasan kosakata. Membaca adalah kegiatan terpenting untuk membantu proses tersebut. Oleh karena itu, remaja perlu me- ningkatkan minat bacanya supaya dipermudah dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan kata. Ada beberapa kegiatan penting yang berperan dalam penambahan kosakata. Pertama, dari kegiatan belajar. Kita yang sejak kecil sudah mengenyam pendidikan mulai dari bangku SD pastilah selalu menemukan mata pelajaran bahasa Indonesia. Ada beberapa orang yang menganggap remeh pelajaran ini. Padahal mulai dari

66 Yogyakarta dalam Perubahan sinilah kita bisa mempelajari mata pelajaran yang lain. Dari pelajaran bahasa Indonesia kita dapat mengetahui kebahasaan, ilmu-ilmu linguistik, cara menulis dengan baik dan benar, bahkan mengambil ilmu dari suatu teks. Kedua, dengan rajin menilik kamus. Dari kamus kita bisa memahami pengertian dari suatu kata sehingga tepat dalam menggunakannya. Tentu guru bahasa Indonesia kita sejak seko- lah dasar selalu menyuruh kita untuk rajin membuka kamus. Me- mang kamus berperan besar dalam pembelajaran sastra maupun bahasa. Ketiga, dengan mengaktifkan kosakata. Tentu ada kata yang sering digunakan dan jarang digunakan. Ada kata yang cepat untuk kita cerna dan lambat untuk kita cerna. Ada yang cepat menimbulkan reaksi dan lambat menimbulkan reaksi. Apabila kita sering menggunakan kata yang jarang, tentu akan memper- kaya ingatan kita mengenai kata tersebut dan menambah wa- wasan pada orang lain juga. Keempat, memaknai kata sesuai dengan konteks. Konteks adalah suatu uraian yang mendukung kejelasan makna. Sebagai contoh, ‘ibu menggunakan sepatu hak tinggi’, ‘buruh menuntut haknya sebagai manusia’. Kedua kalimat tersebut sama-sama menggunakan kata ‘hak’. Namun, arti dari keduanya berbeda. Dengan memahami hal tersebut, pengetahuan kita mengenai penggunaan kosakata akan lebih berkembang. Kelima, gunakan teknologi dengan sebaik-baiknya. Adanya telepon pintar memudahkan kita untuk mencari ilmu penge- tahuan meski suasana yang terasa tidak sebaik di buku. Namun, apabila kita dapat menggunakan teknologi dengan baik, kita bisa mendapatkan banyak sekali hal yang berguna. Jangan sampai kita yang diperbudak oleh teknologi, gunakanlah sebenar- benarnya. Masih banyak hal lain yang bisa membantu kita dalam me- ngembangkan wawasan kebahasaan. Akan tetapi, tetaplah kita

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 67 kembali pada membaca. Membaca merupakan proses paling efektif dalam menambah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, kita sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kewajiban untuk banyak-banyak membaca sebagai bekal untuk hidup kita kelak. ***

Damar Abhinawa. Lahir di Yogyakarta, 15 Januari 2001. Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta ini mempu- nyai hobi membaca buku dan bermain gadget. Pernah meraih prestasi sebagai Juara I Lomba Pidato FLS2N Nasional 2012. Alamat rumah: Griya Irona- yan Asri, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Ponsel: 082227761345.

68 Yogyakarta dalam Perubahan Peran Komunitas bagi Kota Yogyakarta

Dandi Rizki Zulfansyah SMK Negeri 3 Yogyakarta [email protected]

Gemah Ripah Loh Jinawi menggambarkan bahwa Kota Yog- yakarta mempunyai kesan tenteram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Orangnya yang sopan santun dalam bertutur kata membuat pendatang dari luar daerah merasa nyaman untuk singgah. Kota Yogyakarta dikenal dengan kehidupan bersosial- nya. Namanya saja makhluk sosial sehingga harus hidup saling menolong. Berkehidupan sosial itu membuat hidup menjadi akur, guyub, dan rukun dalam bertetangga atau bermasyarakat. Apakah berkehidupan sosial itu penting? Jelas bahwa hal itu sangat penting karena melaluinya kita akan mempunyai banyak teman dan bisa merasakan indahnya hubungan persaudaraan. Banyak cara yang dilakukan warga masyarakat Yogyakarta untuk bisa lebih mempererat kehidupan bersosial. Salah satunya ialah dengan membentuk sebuah komunitas. Seperti diketahui bahwa Kota Yogyakarta memiliki banyak komunitas. Dalam esai ini hendak dipaparkan tentang sebuah komu- nitas. Apakah itu komunitas? Setidaknya ada tiga pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli. Pertama, komunitas adalah struktur interaksi sosial yang terdiri atas berbagai dimensi fung- sional yang ditandai adanya hubungan timbal-balik dan saling menguntungkan (Soenarno, 2002). Kedua, komunitas adalah ke- lompok sosial yang mempunyai habitat lingkungan dan ke-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 69 tertarikan yang sama dalam ruang lingkup kepercayaan ataupun yang lainnya (Wenger, 2002). Ketiga, komunitas adalah kelompok sosial yang nyata yang terdiri atas individu-individu dengan berbagai peran dan latar belakang yang mempunyai tujuan tertentu (Hendro Puspito). Sementara, komunitas mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai media penyebaran informasi, sebagai tempat terbentuknya jalinan atau hubungan, dan sebagai sarana untuk saling membantu. Seperti diketahui bahwa di dunia ini terdapat banyak ikatan komunitas. Tidak kalah dengan negara-negara lain, Indonesia juga mempunyai banyak ikatan komunitas. Di tiap-tiap daerah terdapat ikatan komunitas yang berbeda-beda. Komunitas yang berbeda-beda itu di antaranya ialah (1) komunitas religius, (2) komunitas seni, (3) komunitas kendaraan, dan (4) komunitas sosial masyarakat. Komunitas pertama: komunitas religius. Komunitas religius adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang didasarkan atas motif keagamaan. Dari segi teknis sosiologis sebutan komunitas tersebut dibenarkan karena fakor teritorial yang merupakan kriteria penting memang ada. Hanya saja, sebagai pemersatu teri- torial komunitas itu kurang memainkan peran sehingga diganti dengan faktor lain yang bersifat religius. Jadi, dasar komunitas ini bernilai empiris. Macam-macam komunitas religius ini di antaranya ialah komunitas biarawan/biarawati, komunitas biksu, dan komunitas pondok pesantren. Tiap-tiap komunitas mempu- nyai ciri khas yang berbeda, salah satunya ialah mereka menerap- kan norma-norma agama sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing. Komunitas kedua: komunitas seni. Komunitas seni adalah komunitas tempat berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan minat dalam bidang seni. Komunitas seni biasanya ter- diri atas kelompok seni rupa, seni musik, seni teater, seni tari, seni kerajinan tangan, seni berwawasan teknologi, dan sejenis- nya. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas seni pada umumnya

70 Yogyakarta dalam Perubahan bertujuan (1) menyiapkan pendidikan yang sejajar, (2) mengem- bangkan pengetahuan berbagai budaya, (3) memberikan nilai masyarakat, (4) mengenalkan budaya dalam dunia pendidikan, dan (5) membantu pendidik dan terdidik mengembangkan per- spektif multibudaya. Komunitas ketiga: komunitas kendaraan. Komunitas ini terbentuk karena mereka (anggota komunitas) memiliki hobi yang sama. Hobi yang sama itu ialah hobi memiliki kendaraan. Setiap komunitas kendaraan ini memiliki ciri khas yang berbeda- beda, dan biasanya dalam setiap komunitas kendaraan ini memi- liki kendaraan yang sama. Misalkan dalam suatu komunitas ber- isikan motor hurley semua, motor ninja semua, motor vespa semua, motor RX-King semua. Tidak hanya komunitas motor, komunitas mobilpun juga ada. Komunitas keempat: komunitas sosial masyarakat. Komu- nitas sosial masyarakat ialah komunitas yang anggotanya memi- liki kesadaran jenis dan hubungan satu dengan yang lain. Man- faatnya pun banyak sekali, salah satunya ialah masyarakat me- rasa lebih terbantu dengan kehadiran komunitas sosial masyara- kat ini. Di antara empat komunitas di atas, di Kota Yogyakarta ter- dapat satu komunitas yang sangat menarik, yaitu komunitas ICJ. Komunitas ICJ termasuk ke dalam komunitas kendaraan sekali- gus komunitas sosial masyarakat. Apa itu ICJ? Dalam hal ini ICJ bukan Ikatan Cowboy Junior, melainkan Info Cegatan Jogja. ICJ adalah sebuah komunitas yang muncul di media sosial, yaitu di Facebook dan Instagram. Awalnya komunitas ini hanya berfung- si sebagai sarana untuk saling bertukar informasi tentang adanya razia lalu lintas (cegatan). Akan tetapi, pada perkembangannya kemudian, ICJ juga sebagai sarana membagikan informasi tentang kecelakaan lalu lintas, berita kehilangan, info-info yang berhu- bungan dengan tindak kriminal, bahkan juga untuk mengenalkan objek wisata di Kota Yogyakarta.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 71 Kehadiran ICJ sebagai sebuah komunitas memang sudah sepantasnya diapresiasi oleh para pengguna jalan. Sebab, dengan adanya organisasi ICJ ini, para pengendara motor bisa tahu keadaan lalu lintas dengan berbagai permasalahannya di jalanan Kota Yogyakarta. Dengan adanya ICJ kita juga bisa lebih update tentang info-info yang berhubungan dengan tindak kriminal. Jika ada suatu kejadian yang berhubungan dengan tindak krimi- nal, biasanya ICJ segera memosting gambar atau video di facebook atau instagram sehingga berita itu cepat menyebar. Maksud dari semua itu ialah agar anggota komunitas lebih berhati-hati. Tidak hanya itu, bagi orang yang kehilangan sesuatu juga merasa terbantu dengan adanya komunitas ICJ. Misalnya kita kehilangan dompet. Kita tinggal menghubungi member ICJ, orga- nisasi ICJ akan langsung memosting di facebook atau instagram. Bagi para pengunjung dari luar Kota Yogyakarta yang ingin menikmati objek wisata di Yogyakarta juga tidak perlu khawatir. Sebab, hanya dengan melihat postingan di ICJ mereka bisa me- lihat letak-letak dan keindahan destinasi tempat wisata di Yogya- karta. Komunitas ICJ juga bermanfaat bagi pihak kepolisian. Sebab, komunitas ini sering membagikan info-info penting yang bisa membantu pihak kepolisian. Jika diperhatikan, dapat dikatakan bahwa organisasi ICJ memiliki peran yang tidak kalah dengan NTMC Polri. Apakah itu NTMC? NTMC adalah singkatan National Traffic Management Center. NTMC Polri sendiri merupakan bagian atau subsistem dari Sistem Manajemen Teknologi Kepolisian (SIMTEKPOL). Seluruh informasi aktual tentang lalu lintas yang merupakan output dari NTMC dikumpulkan, diolah, dan disam- paikan kepada pihak yang berkepentingan dan dikoordinasikan sebagai bahan kendali penanganan masalah. Hal ini sesuai de- ngan apa yang ditegaskan pada pasal 247 ayat 3 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa Korps Lalu Lintas Polri adalah Pembina, Pengelola, dan Penanggung Jawab dari Pusat Kendali Sistem Informasi dan Komunikasi, Lalu Lintas, dan Angkutan Jalan secara Nasional.

72 Yogyakarta dalam Perubahan Kehadiran NTMC merupakan salah satu wujud Reformasi Birokrasi Polri dalam hal pelayanan kepada masyarakat yang memungkinkan personel polantas dapat bekerja secara trans- paran, cepat, dan akurat dalam merespons (quick respon) setiap permasalahan yang ada di lapangan. NTMC merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya mewujudkan keamanan, keselamat- an, ketertiban, dan kelancaran (kamseltibcar) lalu lintas. Barangkali kita heran, kenapa komunitas ICJ berani bersaing dengan NTMC Polri? Tentu saja kata “bersaing” ini tidak dalam pengertian negatif, tetapi yang positif. Berdasarkan hasil penelu- suran diketahui bahwa ternyata ada beberapa alasan kenapa komunitas ICJ berani bersaing dengan NTMC Polri. Pertama, pendiri ICJ selalu mengingatkan membernya untuk selalu taat dalam berlalu lintas. Kedua, member ICJ punya kebiasaan ber- tegur sapa ketika berada di jalan. Dengan bertegur sapa kita terkadang tak sadar bahwa saling menyapa adalah salah satu bentuk kehidupan bersosialisasi. Ketiga, ICJ itu cinta damai. Keempat, tugas NTMC Polri bisa sedikit terbantu dengan adanya ICJ. Ini bisa terjadi karena member ICJ selalu berbagi informasi tentang lakalantas atau tindak kriminal. Terakhir, komunitas ICJ juga membuka posko lalu lintas selama terjadi peristiwa mudik lebaran. Dalam kaitan dengan hal terakhir, sebagai wujud partisipasi menjaga kelancaran berlalu-lintas, komunitas ICJ membuka pos- ko di dua titik perbatasan Jawa Tengah dan DIY, tepatnya di depan Candi dan di Jalan Wates Km 7, Balecatur, Gamping, Sleman. Menurut Antok, ketua ICJ, tujuan didirikannya posko ini didasari oleh keinginan anggota untuk memantau situasi dan kondisi arus lalu lintas. Dari paparan di atas akhirnya dapat dikatakan bahwa suatu komunitas, salah satunya adalah komunitas ICJ di Yogyakarta, memiliki peran penting bagi kebaikan bersama. Oleh karena itu, kita harus bisa menghargai, mengapresiasi, dan bangga padanya. Kita akan lebih berbangga jika kehadiran komunitas seperti ICJ

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 73 ini disambut baik oleh daerah-daerah lain. Hanya saja, agar ko- munitas ICJ lebih memiliki peran yang besar lagi, sebaiknya tidak hanya membernya saja yang berperan aktif, tetapi juga seluruh anggota, bahkan juga seluruh warga yang tinggal di Yoyakarta. Harapannya adalah agar Kota Yogyakarta semakin tenteram, makmur, dan predikat sebagai kota yang istimewa segera menjadi kenyataan. ***

Daftar Bacaan http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian- komunitas-dan-contohnya/. http://febrifikunipdu.blogspot.co.id/2016/06/komunitas- sosial.html. https://prezi.com/8z947ucqw6zs/manajemen-komunitas-seni/. https://anomsanurianita.wordpress.com/macam-macam-seni/. https://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_sosial. http://ngadem.com/7-alasan-kenapa-info-cegatan-jogja-icj- berani-bersaing-dengan-ntmc-polri/. https://id.wikipedia.org/wiki/NTMC_Polri.

Dandi Rizki Zulfansyah. Lahir di Sumut, 11 Juli 2000. Siswa SMK Negeri 3 Yogyakarta ini mempu- nyai hobi olahraga sepak bola. Alamat rumah: Pakuningratan, JT 2/33, Rt 09, RW 02, Yogyakarta. Ponsel: 085743295351.

74 Yogyakarta dalam Perubahan Puisi Remaja: Haruskah Bertema Cinta?

Daniel Ariyanto W.W. SMA Budya Wacana Yogyakarta [email protected]

Dalam dunia sastra, puisi adalah karya sastra yang penulis- annya didasari oleh perasaan sang penyair, entah itu rasa senang, sedih, kecewa, dan lain-lain. Hal itu dapat pula berupa pendes- kripsian benda, suatu kejadian, atau hal yang lain yang semua itu sifatnya imajinatif. Pada kalangan remaja, puisi kerap digunakan untuk menyatakan cinta pada pasangannya, atau untuk menggambarkan perasaan hati yang sedang dialami. Karena itu, para remaja, kalau menulis puisi cenderung memilih tema cinta. Sebenarnya banyak sekali tema yang dapat diambil untuk keperluan penulisan puisi. Misalnya saja tema yang berkaitan dengan masalah agama, pendidikan, orang tua, sosial, kepahla- wanan, budaya, dan sebagainya. Namun, yang menjadi pertanyaan, mengapa remaja selalu memilih tema cinta ketika menulis puisi? Padahal, bisa saja mereka memilih tema lain di luar tema cinta seperti yang telah disebutkan. Akan tetapi, hal itu mungkin wajar karena masa remaja adalah masa ketika mereka sedang memahami arti cinta atau masa yang sering dilanda cinta. Lalu apa hubungan puisi dengan remaja? Sebelum menjawab pertanyaan itu ada baiknya tahu lebih dahulu siapa yang boleh dikategorikan sebagai remaja. Usia remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang usianya 11

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 75 sampai 21 tahun. Pada masa ini manusia tidak dapat disebut dewasa tetapi tidak pula disebut anak-anak. Pada umumnya, para remaja, terutama remaja yang menyukai karya sastra, sering mengekspresikan dirinya dengan meng- ungkapkannya ke dalam bentuk puisi. Kadang-kadang mereka hanya sekedar iseng-iseng, tetapi kemudian menjadi kecanduan. Dan tampak dari penjiwaannya, majas-majas yang digunakannya, atau suasana yang digambarkannya, puisi-puisi yang ditulisnya mengarah kepada puisi yang berisi mengenai cinta. Pada dasarnya, cinta yang dialami remaja adalah cinta monyet. Perasan yang timbul di hatinya seringkali hanya sesaat atau dapat disebut perasaan malu-malu. Wajar saja hal ini terjadi karena pada masa ini remaja baru pertama kali merasa suka terhadap lawan jenis. Dan dalam keadaan seperti inilah para remaja, khususnya remaja yang suka menulis puisi, sering menulis puisi yang bertemakan cinta. Ada beberapa pandangan mengapa remaja menyukai menulis puisi yang bertemakan cinta. Pertama, karena mudah menulisnya. Memang, masa remaja adalah masa yang sedang larut-larutnya dalam jatuh cinta. Kare- nanya, jika disuruh menulis puisi, pasti mereka akan mengarah pada cinta dengan alasan mudah menulisnya. Mengapa mudah menulisnya? Karena, memang itu sesuai dengan keadaan dan perasaannya sebagai remaja. Kedua, untuk menyalurkan perasaan yang mereka alami. Jadi, ketika remaja seusia SMP, misalnya, disuruh membuat puisi, pasti ia akan mengambil tema cinta. Karena, seorang remaja SMP akan berpikiran bahwa puisi yang ditulisnya mewakili perasaan yang ia alami. Entah si remaja SMP itu sedang galau ataupun sedang gembira karena cintanya diterima. Ketiga, karena asyik. Ada beberapa remaja SMP yang ketika ditanya mengapa lebih memilih membuat puisi bertema cinta, jawaban mereka adalah karena asyik saja. Mereka berpikir, jika membuat puisi tentang cinta, ibaratnya seperti membahas berita terkini atau seperti sedang membahas hal-hal yang mereka sukai.

76 Yogyakarta dalam Perubahan Keempat, karena mereka ingin belajar banyak tentang cinta. Jadi, dengan mereka membuat puisi bertema cinta, hal itu berasal dari peraaan mereka sendiri. Ketika suatu saat mereka membaca puisi itu kembali, mereka akan merasa flashback, belajar dari pengalaman cinta (monyet) mereka. Lalu apa dampaknya jika remaja hanya menulis puisi bertema cinta? Apa akibat jika remaja hanya berkutat pada cinta ketika menulis puisi? Pertama, ide yang dihasilkan hanya itu-itu saja. Karena sering menulis puisi cinta, akibatnya kejadian yang dijabarkan hanya memutar seperti roda, hanya pada hal-hal cinta itu saja, kata-kata yang dipilih juga hanya itu-itu saja. Ini akan berbeda jika tema yang dipilih adalah sosial atau yang lain. Ide yang dikeluarkan pun dapat lebih banyak, bervariasi, dan pilihan kata dan bahasanya pun bisa lebih kaya. Kedua, membosankan pembaca. Karena tema cinta tidak me- mungkinkan dilakukan penggunaan bahasa dan kata-kata yang lebih kaya, hal itu jelas akan membosankan pembaca. Karena itu, jika ingin pembacanya tidak bosan, remaja yang suka menulis puisi diharapkan tidak hanya menulis puisi cinta, tetapi juga puisi yang bertema lain. Kalaupun masih ingin menulis puisi cinta, mestinya tidak hanya itu-itu saja, tetapi juga yang lebih mengejutkan. Ibarat ada beberapa pedagang menjajakan es coklat yang sama, jika ingin laku keras ia harus menemukan terobosan baru. Maka, sebagai remaja, jika ingin menulis puisi, haruslah puisi yang mampu menggugah para pembaca agar mau menikmati puisi buatan kita. Ketiga, kehabisan kata-kata. Ada hal yang lebih parah jika kita sudah bertekad menulis puisi cinta dengan imajinasi yang luar biasa dan dengan semangat yang menggebu-gebu, yaitu kehabisan kata- kata. Kadang semangat sudah ada, imajinasi sudah setinggi langit, namun kata-kata malah membisu seketika. Hal itu bisa terjadi karena sudah terlalu banyak kata yang sudah kita gunakan untuk menulis puisi dengan tema yang sama, yaitu cinta. Itulah mengapa pengetahuan bahasa yang digunakan harus terus bertambah.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 77 Kata orang puisi itu indah jika dilihat dari bahasa yang di- gunakannya. Tanpa disadari, saat menulis puisi bertema cinta, sebenarnya itu memaksakan diri untuk menambah pengetahuan tentang bahasa, agar kata-kata yang dirangkai terdengar indah dan menarik. Namun, terkadang bagi para penulis yang penge- tahuan bahasanya kurang, dapat menjadi beban tersendiri. Kare- na itu, seorang calon penyair harus mempelajari banyak bahasa. Jika tidak, habis sudah. Jadi, hasilnya pun akan dinilai kurang. Mengapa? Karena para pembaca menginginkan gebrakan bahasa yang indah dan penuh makna. Keempat, kita (para remaja) terpaku pada penulisan puisi cinta. Akibat terpaku pada penulisan puisi cinta, kita akan menjadi seperti diam di tempat, tidak mau mencoba keluar dari zona nyaman kita. Lalu apa yang harus dilakukan? Cobalah untuk membuat puisi dengan tema lain. Percaya diri bahwa kita juga dapat membuat puisi dengan tema kritik sosial atau apa pun. Perbanyaklah membaca buku. Terutama buku yang berkaitan dengan tema puisi yang akan kita tulis. Itu akan memperkaya bahasa sastra kita. Akhirnya, dalam esai pendek ini, saya berharap, janganlah kita menganggap puisi cinta itu merupakan puisi yang paling mudah ditulis. Kadang, kita menganggap remeh bahwa puisi A lebih mudah ketimbang puisi B atau C. Padahal, pada dasarnya semua itu sama, memiliki kesulitan dan kemudahannya sendiri-sendiri. Karena itu, mari kita kembangkan kegiatan menulis puisi, tidak hanya puisi cinta, tetapi juga puisi lain yang bertema lain (sosial, budaya, agama, ekonomi, dll.) agar sastra kita tidak mati, tetapi tetap bernilai dan tetap dihargai. ***

Daniel Ariyanto Wahyu Wibowo. Lahir di Sleman, 6 Desember 2000. Siswa SMA Budya Wacana Yogya- karta ini mempunyai hobi menulis puisi. Pernah me- raih prestasi sebagai Juara II Puisi Akrostik di Uni- versitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Alamat rumah: Perum Nogotirto III, Jalan Dieng 107, Yogyakarta. Ponsel: 081226357894.

78 Yogyakarta dalam Perubahan Pendidikan Karakter Selamatkan Bangsa

Dhea Annisa SMK Kesehatan Insan MuliaYogyakarta [email protected]

Sebagai salah satu aspek pendidikan karakter, kecerdasan moral merupakan kunci utama dan menjadi modal untuk ber- sosial di masyarakat. Di samping itu, kecerdasaran moral juga menjadi modal untuk bersaing di era global. Jelas bahwa kecer- dasan moral berperan penting dalam memajukan peradaban bangsa karena kecerdasan itu bersifat menjunjung tinggi inte- gritas nilai dan kemanusiaan. Pendidikan bermutu sangat dibutuhkan oleh generasi pene- rus bangsa. Pendidikan yang baik dan tepat akan menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan berkualitas bu- kan hanya terfokus pada kecerdasan akademik, melainkan juga pada pembentukan watak atau kepribadian. Sebab, kepribadian sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan yang makin berat di era global. Jika ditengok sejarahnya, perkembangan negara maju didukung oleh sumber daya manusia yang cerdas secara moral dan karakter yang kuat. Itulah sebabnya, mereka memiliki pemikiran yang matang dan kritis. Pembentukan karakter sebaiknya diajarkan kepada anak sedari kecil. Sebab, masa anak-anak adalah masa ketika mereka lebih suka meniru setiap keadaan di lingkungan sekitar, dan mereka lebih mudah menangkap dan mengikuti segala hal yang mereka hadapi. Pada gilirannya, ketika masa remaja tiba, mereka akan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 79 lebih mudah dalam menguatkan pola pikir dan kepribadian sehingga tidak bersikap labil. Dengan begitu, mereka akan lebih terarah dalam bersosialisasi, bergaul, dan mencari jati diri me- reka yang sesungguhnya. Seperti diketahui bahwa karakter memiliki cakupan arti yang luas, yakni sebagai pola pikir, perilaku, dan kepribadian baik yang berasal dari keturunan maupun dari lingkungan sosial. Semen- tara, pendidikan karakter mempunyai arti yang hampir sama, yakni pendidikan yang menekankan atau mengacu pada proses pembentukan kepribadian, moral, dan akhlak yang kuat pada peserta didik. Pendidikan karakter berperan sangat penting da- lam dunia pendidikan di negeri ini. Sebab, keadaan negera Indonesia saat ini sedang mengalami krisis akibat peningkatan jumlah kriminalitas dan bertumbuhsuburnya tindak korupsi. Beberapa contoh itu merupakan realita dari kehidupan bangsa ini yang harus segera ditindaklanjuti. Karena itu, penanaman pendidikan moral perlu diutamakan karena hal itu dapat men- cegah dan menanggulangi hal-hal negatif yang akan terus ber- kembang. Pendidikan karakter telah ditekankan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menteri Pendidikan telah memberlakukan Kurikulum 2013 yang memuat tentang penerapan pendidikan karakter dan membentuk budi pekerti peserta didik. Dalam kebijakan budi pekerti ini yang ditekankan adalah peserta didik memiliki sikap jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Walaupun pendidikan karakter telah diberlakukan sebagai kebijakan utama pemerintah, terbukti masih banyak sekolah yang kurang mengapresiasi dan tidak berperan aktif di dalam- nya. Hal tersebut sungguh memprihatinkan ketika moralitas tidak lagi dipedulikan dan lebih mengedepankan kecerdasan

80 Yogyakarta dalam Perubahan intelektual. Permasalahan tersebut merupakan persoalan yang penting bagi bangsa ini karena hanya pendidikan karakterlah yang akan mampu menyelamatkan dan memajukan negeri. Pendidikan karakter bukan serta-merta hanya menjadi tang- gung jawab sekolah dan pemerintah, melainkan juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pihak keluarga me- rupakan pondasi awal yang kuat dalam menentukan langkah anak karena keluarga merupakan media utama bagi seorang anak. Dalam konteks ini pemberian bimbingan mengenai akhlak dan agama sangat dibutuhkan sebagai benteng bagi anak. Ketika seseorang telah mendapat bimbingan moral dan agama sedari kecil, mereka akan cenderung terbiasa dan turut menerapkannya dalam bersosial yang lebih luas. Ironinya, saat ini masih banyak orang tua yang tidak memberikan pendidikan moral dan agama pada anak akibat sibuk dengan urusan pekerjaan; dan mereka lebih memilih untuk menitipkan anak kepada pengasuh. Pembentukan karakter anak di sekolah bukan hanya dapat dilakukan dengan memberikan pengarahan dan bimbingan saja, melainkan juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh atau teladan. Akan tetapi, pada kenyataannya, masih banyak tenaga pendidik di negara ini yang tidak mampu menjadi contoh. Pada- hal, mestinya seorang guru dapat menerapkan pesan singkat Bapak Pendidikan Nasional (Ki Hadjar Dewantara) yang bunyi- nya: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Artinya, seorang pendidik berada di depan harus memberi teladan, berada di tengah harus membangun keinginan, dan berada di belakang harus memberi semangat atau kekuatan. Kualitas seorang murid sangatlah ditentukan oleh kualitas gurunya. Akan tetapi, mengapa masih banyak guru yang kurang memahami makna profesinya? Dikatakan demikian karena pada kenyataannya masih banyak guru yang berpenampilan tidak senonoh atau melakukan tindak korupsi, entah korupsi waktu atau korupsi keuangan. Akibatnya, yang terjadi adalah muncul- nya berbagai kasus yang memprihatinkan. Tentu saja, contoh-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 81 contoh ini tidak pantas dilakukan oleh tenaga pendidik. Selain itu, peran masyarakat juga sangat diperlukan sebagai tindakan pengawasan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan pula bahwa yang terjadi masyarakat justru bersikap membiarkan anak-anak ketika mereka bersikap tidak santun. Karena tindakan itu dibiar- kan, akibatnya anak-anak merasa bahwa tindakannya itu sudah benar. Pemberlakuan kebijakan tentang pendidikan karakter di se- kolah tentu ada tujuan dan maksudnya. Antara lain ialah untuk mengatasi terjadinya kenakalan remaja yang saat ini sedang ma- rak, di samping untuk membentuk sumber daya yang berkualitas dan berkarakter. Kenakalan remaja telah meresahkan masyarakat karena sering berubah menjadi tindak kriminal. Ironinya, pelaku kriminal itu masih bersatus pelajar. Dalam persoalan itu memang terdapat banyak faktor yang melatarbelakanginya. Akan tetapi, apa pun faktor penyebabnya, kenakalan remaja dapat dicegah dengan membentuk pribadi yang berkarakter. Kasus kriminal remaja yang kerap ditemui adalah: peristiwa tawuran, pergaulan bebas, dan masih banyak lagi lainnya. Ketidakhadiran pribadi yang baik dan bertanggung jawab dalam diri remaja juga terlihat dalam beberapa kasus di sekolah. Misalnya, kasus bullying antar- siswa, menyontek saat ujian, ketidakdisiplinan, dan lain-lain. Ketika hal tersebut terjadi, siapakah yang pantas disalahkan? Apakah pihak keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, atau- kah individu yang melenceng dari norma hukum dan agama? Tentu tidak ada yang dapat disalahkan karena hal tersebut merupakan kelalaian dari semua pihak. Pada akhirnya pengawasan dan pengarahan kepribadian remaja harus diperhatikan lebih jauh agar mereka tidak mudah terjerumus ke hal-hal negatif. Terlebih lagi dengan perkembang- an dan kemajuan teknologi informasi saat ini dapat menjadikan sebuah persoalan yang lebih serius dalam membentuk serta mengarahkan kepribadian remaja. Ketika keluarga, sekolah, dan masyarakat lalai melakukan pengawasan terhadap mereka, tentu

82 Yogyakarta dalam Perubahan hal itu akan menimbulkan dampak negatif. Ketika seseorang tidak bijak dalam menggunakan teknologi atau media sosial lainnya, tentu mereka akan dengan mudah terjerumus ke hal- hal yang negatif. Mengapa demikian? Karena di media itu banyak konten yang mengandung pornografi. Konten seperti itu sekarang tak dapat dihindarkan lagi sehingga sebagian generasi muda kita terjerumus ke dalam pergaulan bebas akibat tontonan yang sama sekali tidak mendidik itu. Hal tersebut terbukti dengan marak- nya kehamilan pranikah dengan status pelajar. Sungguh mempri- hatinkan memang, ketika pergaulan bebas sudah menjadi hal yang wajar. Akan dibawa ke mana negara ini jika sumber daya manusia tidak berkarakter dan tidak berkualitas? Akankah nega- ra ini selalu berada di belakang dan selamanya menjadi negara berkembang? Sebagaimana diketahui bahwa pembentukan karakter peser- ta didik dapat dilakukan dengan cara, antara lain, menekankan pendidikan agama dan toleransi sesama manusia, melatih bekerja sama dan bekerja keras, memasang slogan di sekolah mengenai budi pekerti dan tindakan karakter, mengadakan acara kesenian guna melatih dan menuangkan kreativitas, memberikan peng- hargaan kepada siswa baik yang cerdas secara akademik maupun yang disiplin dan kreatif. Selain itu, juga memberikan contoh untuk menjadi orang yang berjiwa dan berkarakter kuat, meng- adakan kegiatan positif yang bermanfaat guna mencegah terjadi- nya kenakalan remaja, dan memberikan sanksi yang tegas bagi siswa yang tidak mematuhi aturan sekolah. Cara-cara itulah yang hendaknya diterapkan di setiap sekolah sehingga para siswa bisa menjadi lebih terarah dalam membentuk dan menguatkan karakter mereka. Akhirnya, pendidikan karakter akan tercapai apabila men- dapat dukungan dari semua pihak, tidak hanya dari pihak seko- lah tetapi juga keluarga dan masyarakat. Sementara itu, pendidik- an karakter dikatakan berhasil apabila semua tujuannya tercapai.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 83 Tujuannya ialah menjadikan manusia mempunyai karakter yang kuat, memiliki kemampuan sosial yang tinggi, mempunyai rasa empati dan simpati terhadap sesama, memiliki kepribadian yang baik, dan mampu menjadi manusia unggul yang siap bersaing di era global. Kalau semua itu telah tercapai, tentu akan selamat- lah bangsa ini. ***

Dhea Annisa. Lahir di Gunungkidul, 15 Januari 2000. Siswa SMK Insan Mulia Yogyakarta ini memiliki hobi menulis. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara I Lomba Menulis Cerpen (penerbit Ernest), Juara I Lomba Menulis Artikel 2016, dan Juara I Lomba KTI Kesehatan Reproduksi 2016. Saat ini ting- gal di Kost Putri Sahara, Jalan Gambiran, Yogyakarta. Ponsel: 087846807144.

84 Yogyakarta dalam Perubahan Menikmati Puisi: Perlu Kerja Sama Penyair dan Pembaca

Dina Oktaferia SMA Negeri 8 Yogyakarta [email protected]

Diyakini bahwa banyak di antara kita (pembaca) yang menga- gumi karya-karya puisi Sapardi Djoko Damono. Kenapa? Karena, kata-kata dan frase yang digunakan dalam puisinya sangat tepat dan tema yang dipilih pun sangat beragam. Ada tiga topik pen- ting yang ingin dibicarakan di sini, yaitu pertama adalah bentuk dan isi puisi itu sendiri; kedua adalah tema yang sering dipilih penyair; dan ketiga adalah pembaca. Meski di dalam pendidikan formal diajarkan bahwa puisi adalah karya sastra yang mempunyai unsur imaji (sesuatu yang dibayangkan dalam pikiran; bayangan), diksi (pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga diper- oleh efek tertentu), bait (satu kesatuan dalam puisi yang terdiri atas beberapa baris, seperti pantun yang terdiri atas empat baris), rima (bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik), bait (persamaam bunyi dalam puisi), dan sebagai- nya, pada realitanya puisi yang beredar di kalangan luas tidak selalu seperti itu. Pengertian puisi menjadi sangat relatif dan aturan sudah tidak lagi menjadi masalah selama si penyair mam- pu mengguggah perasaan pembaca. Tentu saja ini adalah hal yang baik karena penyair dapat menuangkan imajinasinya meng- gunakan kata sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Tetapi, apakah unsur sastranya menjadi berkurang?

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 85 Sekarang banyak ditemukan puisi-puisi yang ditulis oleh penyair luar negeri yang menuai kritik pedas dari para pembaca. Ambil contoh salah satu puisi karangan Amanda Lovelace di bukunya yang berjudul ‘The Princess Saves Herself From This One’:

“i hope you treat her better than you ever treated me. - you can have my forgiveness, but you can’t have me.”

Mungkin puisi di atas dapat menggelitik beberapa pembaca, mungkin beberapa orang akan menganggap bahwa puisi di atas sangat akurat dan relevan terhadap perasaan kekasih yang baru mengakhiri hubungannya. Itu tidak masalah. Setiap pembaca mem- punyai opini masing-masing, termasuk pembaca yang mempunyai kritik untuk puisi di atas. Termasuk saya. Saya sedikit heran apakah si penyair terinspirasi oleh kutipan-kutipan emosional yang bersliweran di Tumblr atau dia benar-benar berniat untuk membuat puisi? Apakah ini yang bisa ditawarkan untuk sastra masa kini? Tentu ada alasan mengapa saya memberi komentar demi- kian. Saya rasa puisi tersebut terlalu sempit dan tidak memberi- kan pembaca ruang untuk berimajinasi mengenai pesan yang ingin disampaikan penyairnya. Pemenggalan katanya juga terlihat tidak cocok sehingga terkesan memaksa. Puisi ini terkesan seperti salah satu bentuk kutipan yang sering terlihat di media sosial dan penyair memutuskan untuk berkata “Wah, mengapa tidak kumasukkan ke buku antologiku saja?” karena bagaimanapun juga, penyair tahu bagaimana cara memanipulasi perasaan pem- baca dengan cara yang mudah. Bentuk puisi yang kian menyusut dan terkesan ogah-ogahan —terlepas dari fakta unik bahwa tulisan Ikranagara yang hanya

86 Yogyakarta dalam Perubahan berisi kata “Belum” dalam puisinya yang berjudul “Merdeka” pernah dimuat di rubik puisi (Horison, Juni 1998) beberapa tahun silam dan sukses mengguggah perasaan bangsa Indonesia kala itu— membuat saya pribadi sangsi setiap ingin membaca puisi yang baru diterbitkan. Memasuki topik yang kedua adalah mengenai tema. Tidak dapat dipungkiri bahwa tema yang paling sering diangkat di sebuah antalogi adalah mengenai percintaan. Jika puisi penyair luar negeri, Lang Leav, dibandingkan dengan politikus Indone- sia, Rieke Diah Pitaloka, akan terlihat perbedaan yang mencolok. Bisa saja salah satu faktornya karena Rieke adalah seorang politikus dan ia lebih berpengalaman dalam bidangnya sehingga ia dapat menyajikan berbagai puisi yang menyerempet topik mengenai politik yang ditulis di bukunya, ‘Ups’. Sedangkan Lang Leav, meski puisi karyanya cukup menawan dan segar, ‘Love and Misadventures’, ‘Lullaby’, dan ‘The Universe of Us’ selalu mengangkat topik percintaan yang membuat beberapa pengulas di Goodreads bosan. Di lain sisi, ada penulis yang berani dengan mengangkat tema feminisme dan rasisme di puisi-puisinya. Bisa kita sebut beberapa nama, seperti Rupi Kaur, bahkan Rieke sendiri di zamannya. Penulis yang masih pemula dan belum menerbitkan bukunya juga sangat gamblang dalam mendeskripsikan hal ini. Wattpad dipenuhi puisi mengenai gangguan mental, kekerasan pada anak, sindiran pada pimpinan, dan hal lainnya. Terkadang, justru inilah yang membuat saya bingung, mengapa dengan banyaknya potensi penulis di media, justru mereka tidak men- dapat apresiasi yang cukup? Mengapa tema percintaan begitu mengguggah dan menarik perhatian? Apa karena kaum muda sekarang memprioritaskan suatu hubungan lebih daripada pandangan mereka terhadap permasalahan sosial? Apakah karena sekarang sudah muncul LGBT dan buku-buku yang menceritakan bahwa seorang penderita penyakit gangguan mental dapat disembuhkan karena

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 87 kekuatan cinta? Topik mengenai pertemuan, tahap menjalin hubungan, dan perpisahan tidak lagi realistis di beberapa tulisan. Tanpa bermaksud menggeneralisasi, setiap penulis harus lebih berani untuk menantang diri mereka masing-masing untuk keluar dari zona nyaman mereka. Mereka harus dapat mengangkat topik yang sekiranya tidak manipulatif, tidak mengandung unsur kebohongan, dan dapat diserap oleh pembaca yang penasaran dengan mudah meski puisi mereka tentu bersifat subjektif. Ambillah contoh salah satu puisi Sapardi berjudul “Perahu Kertas”:

“Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.

Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya, “Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit”

Meski puisi di atas berbentuk prosa dan tidak mempunyai rima yang jelas, makna puisi tersebut dapat tertangkap. Puisi ini mempunyai unsur ketuhanan yang kuat, unsur moral, dan unsur kebaikan hati. Tentu bukan jenis puisi yang kerap berseliweran di halaman-halaman Tumblr yang terlalu emosional. (Bukan berarti Tumblr adalah situs yang buruk, hanya saja, banyak orang yang mempunyai apresiasi sastra tinggi menggunakan Tumblr sebagai sarana penyampaian ide. Dari sana, banyak plagiarisme yang terjadi karena biasanya di Tumblr, hak cipta tidak seketat situs Wattpad.)

88 Yogyakarta dalam Perubahan Topik yang ketiga adalah pembaca itu sendiri. Apakah tuju- an dari seseorang membaca puisi? Apakah puisi yang sering dipasang di status-status official account di media sosial hanya berfungsi sebagai pengaduk-aduk perasaan saja? Pembaca di- harapkan dengan membaca puisi dapat setidaknya mulai berpikir kritis. Puisi dengan tema nasionalisme akan membukakan mata mereka mengenai perjuangan yang belum selesai hingga saat ini, puisi mengenai krisis ekonomi akan mengingatkan mereka mengenai Negara Kenya dan anak-anaknya yang menjadi buruh karena tidak sanggup sekolah, dan puisi mengenai perbedaan kepercayaan akan mendorong mereka untuk ambil bagian seba- gai orang-orang dengan pemikiran krusial yang mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Pemikiran yang terbangun dibutuhkan di zaman sekarang. Dengan kedua pihak, baik pembaca maupun penulis, berusaha menampilkan dan mempelajari topik yang jauh dari kata konser- vatif, diharapkan dapat saling belajar mengenai fenomena-feno- mena yang telah terjadi belakangan ini. Pembaca diharapkan terinspirasi dari puisi yang berbobot dan dapat mengimplemen- tasikan nilai-nilai kebaikan yang terdapat di dalamnya. Dalam puisi, penyair mempunyai fleksibilitas tinggi, mereka dapat berpihak dan dapat mempertahankan posisi netral. Selain penulis harus pintar-pintar menyusupkan ide-ide kreatif, mereka harus mempunyai sesuatu yang menarik dan persuasif agar pem- baca ingin lebih tahu mengenai topik pembahasan. Selain puisi diciptakan sebagai apresiasi karya sastra, diharapkan pembaca dapat terdidik karenanya. Pembaca dituntut untuk menjadi sese- orang yang cerdas, banyak membaca, dan berpengetahuan luas karena dengan begitu mereka akan dapat menjadi penulis resensi karya sastra yang baik. Bila pendapatnya termasuk dalam kate- gori minoritas, di situlah tantangan bagi pembaca untuk men- jamah secara detail dan mendeskripsikan bagian apa saja yang dikiranya kurang relevan dan mengapa karya sastra yang dimak- sud mempunyai nilai lebih rendah dari parameter yang telah

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 89 ditetapkan. Namun, dapat dilihat dari beberapa ulasan mengenai puisi di Goodreads, pembaca akan sangat senang apabila penulis dapat merepresentasikan keadaannya dalam nuansa yang diingin- kan secara singkat dan padat. Ini membuat pembaca menjadi malas untuk mengeksplorasi mengenai kosa kata baru dan maknanya. Inilah salah satu aspek yang perlu diubah. Demikianlah beberapa ulasan singkat mengenai karya sastra di zaman modern ini. Tentu tidak semua puisi makin ke sini makin memburuk, ada banyak puisi yang berani dan harus dieksplorasi. Pengarang harus memberanikan diri untuk men- coba hal-hal baru meski butuh observasi yang cukup lama. Sama halnya dengan pembaca, mereka ditantang untuk membaca hal yang baru dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi untuk dapat mengapresiasi karya puisi dengan cara mereka sendiri. Jangan sampai keduanya kelelahan untuk menciptakan dan menikmati karya sastra. ***

Dina Oktaferia. Lahir di Banyumas, 27 Oktober 2000. Siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta ini memiliki hobi menulis puisi dan membaca novel. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Juara II Lom- ba Short Story Esda-Speech & Writing Competition FBS,UNY dan Juara I Lomba Menulis Puisi of English Days 2016: Creative Writing Comp. (Poetry) 2016. Alamat rumah: Pogung Kidul SIA XVI, RT 06, RW 49, Nomor 9, Sinduadi, Mlati, Sleman. Ponsel: 089637813537; 085213902355.

90 Yogyakarta dalam Perubahan Pantai Kukup: Sepetak Surga Tersembunyi

Elvira Apriani D.K. SMA PIRI 1 Yogyakarta [email protected]

Indonesia adalah surga tersembunyi. Bagaimana tidak? Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai peman- dangan yang sangat exotic. Hal ini dibuktikan dengan adanya ribuan objek wisata baik baik wisata budaya maupun wisata alam. Sementara, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, Yogya- karta adalah daerah yang mempunyai daya tarik wisata tersen- diri. Yogyakarta dikenal juga dengan julukan kota pelajar. Di balik julukannya sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga kaya akan macam-macam wisata alam. Salah satunya adalah wisata pantai yang terletak di daerah Wonosari, Gunung Kidul, Daerah Istime- wa Yogyakarta. Seperti diketahui bahwa Wonosari, Gunungkidul, oleh ma- syarakat umum, terutama oleh orang-orang dari luar Yogyakarta, sering disebut sebagai daerah yang gersang, tandus, krisis air, dan makanan khasnya gaplek atau tiwul. Bahkan tidak hanya itu, orang—orang di luar DIY beranggapan Gunungkidul memiliki stereotipe atau identik sebagai surganya para pembantu rumah tangga. Sebab, tidak dipungkiri kebanyakan pembantu rumah tangga berasal dari Gunungkidul. Selain itu, letak Gunungkidul juga terpencil, akses jalannya pun begitu curam dan ekstrem. Namun, di balik kekurangannya itu, Gunungkidul menyimpan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 91 banyak kekayaan alam yang tak terduga, salah satunya adalah wisata pantai. Menurut situs https://id.m.wikipedia.org, Kabupaten Gunungkidul memiliki puluhan pantai indah dan eksotis di pesisir selatan. Tidak kurang dari lima puluh pantai berjajar dari ujung Barat hingga ujung Timur. Salah satu pantai yang menggoda dan memiliki daya tarik tersendiri adalah Pantai Kukup. Selain Pantai Kukup, ada juga Pantai Baron, Krakal, Sundak, Indrayanti, Siung, Drini, Nglambor, dan masih yang lain lagi. Pantai-pantai itu juga memilki daya tarik tersendiri. Pantai Kukup terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tan- jungsari, Kabupaten Gunung Kidul. Pantai ini menyuguhkan pemandangan yang indah dan menakjubkan. Bukan hanya itu, Pantai Kukup kerap disebut sebagai akuarium laut. Sebab, di Pantai Kukup terdapat banyak biota laut warna-warni yang menghiasi terumbu karang. Selain keindahan alam yang luar biasa, Pantai Kukup juga memilki pasir putih yang terbentuk dari pecahan batu gamping serta air lautnya yang jernih. Wilayah pantai ini cukup luas dengan membentangnya pasir putih dari Timur hingga Barat, serta dikelilingi bukit-bukit menjulang tinggi nan indah. Ada satu hal yang sangat menarik. Ketika air laut sedang dalam kondisi surut kita dapat melihat berbagai macam terumbu karang yang cantik. Sesekali, jika sedang beruntung, kita dapat menjumpai biota laut seperti rumput laut, bulu babi, bintang laut, dan ikan-ikan hias kecil lainnya. Terkadang banyak ikan kecil lain yang bersembunyi di balik karang. Hanya saja, kita perlu berhati-hati dengan keberadaan bulu babi yang kerap bersembunyi di antara karang. Sebab, bulu babi itu dapat mem- bahayakan dan melukai kaki. Selain dapat melihat aneka macam biota laut, kita pun dapat bermain-main air meski hanya di bibir pantai. Air laut di pinggir pantai ini cukup tenang karena ombak yang datang telah terpecah oleh karang-karang yang ada di sana. Sebab, terdapat banyak

92 Yogyakarta dalam Perubahan karang kokoh di ujung pantai yang berperan sebagai batas de- ngan laut lepas. Karena permukaan karang tidak rata, kita perlu berhati-hati jika tidak ingin terluka. Namun, kita tetap harus waspada bila bermain di pantai karena akhir-akhir ini banyak terdapat biota laut beracun. Karena fasilitas keselamatan yang disediakan belum memadai, para pengunjung diminta untuk tidak bermain saat terjadi pasang naik. Untuk itu, semua aturan yang ada harus dipatuhi. Tidak hanya itu, Pantai Kukup juga mempunyai ciri khas lain. Di sana ada sebuah pulau karang yang letaknya di sebelah timur pantai. Menurut warga setempat, nama pulau karang itu ialah Pulau Juminho. Pulau Juminho tampak seperti replika Tanah Lot di Bali. Hal itu tentu menambah keindahan Pantai Kukup. Pulau karang ini pun letaknya tidak begitu jauh dari tebing pantai. Satu lagi yang tidak kalah menarik adalah sebuah bangunan di atas pulau karang yang fungsinya sebagai gardu pandang. Gardu pandang itu bisa dinikmati oleh para pengunjung. Dari sana dapat dilihat pemandangan pantai secara keseluruhan. Selain itu dapat dilihat pula pemandangan birunya air laut. Gardu pandang ini cocok dijadikan sebagai tempat untuk menikmati sunrise (terbitnya matahari) dan sunset (terbenamnya matahari). Tempat ini juga cocok dijadikan spot-spot untuk selfie. Tidak hanya itu. Di sana kita juga dapat menikmati suasana pantai dengan menyewa tikar sambil menikmati es kelapa muda yang begitu segar. Harga sewa tikar pun cukup murah. Untuk menikmati keindahan alam Pantai Kukup wisatawan dikenai biaya retribusi sebesar 10 ribu. Fasilitas lain yang disedia- kan sudah cukup lengkap dan memadai. Ada area parkir cukup luas, musala, toilet umum, rumah makan, penginapan, dan tem- pat para pedagang menjajakan cinderamata yang khas. Kelebihan lain di Pantai Kukup adalah penataan tempat parkir yang sangat rapi. Pengunjung disediakan lahan yang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 93 sangat luas untuk tempat parkir bis, mobil, dan sepeda motor. Untuk keamanan tidak perlu diragukan lagi karena area parkir ini banyak dijaga oleh pengelola parkir setempat. Bila ingin mengoleksi berbagai macam pernak- pernik dan hiasan dari kerang, kita dapat membelinya di sepanjang jalan menuju Pantai Kukup. Pernak-pernik yang ditawarkan cukup banyak modelnya mulai dari hiasan yang paling kecil sampai hiasan yang besar. Harga yang ditawarkan pun beragam tergan- tung pada tingkat kesulitan pada proses pembuatannya. Kita tidak perlu khawatir, harganya cukup terjangkau sesuai dengan hasil karyanya yang unik. Selain itu, di sana juga terdapat tempat penjualan berbagai macam olahan seafood yang sudah matang seperti udang goreng tepung, kepiting, ikan, cumi, peyek ikan, rumput laut crispy, dan lain-lain. Harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau. Hanya saja, di balik keeksotisannya, sangat disayangkan keindahan surga yang ada di Desa Kemadang ini tidak disertai sikap konservasi masyarakat sekitar. Sangat disayangkan karena masih banyak dijumpai sampah yang berserakan di sekitar jalan menuju pantai. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran pengunjung. Tentu hal ini sangat merugikan. Sebagai masyarakat yang cinta akan lingkungan, tentu diperlukan kerja sama semua pihak untuk mengatasi masalah sampah tersebut. Dari seluruh paparan di atas, akhirnya dapat dinyatakan dua hal berikut. Pertama, daerah Gunungkidul bukanlah daerah kering yang tandus atau daerah dengan stereotipe-nya yang minus. Buktinya daerah Gunungkidul mempunyai surga tersembunyi yang belum banyak diketahui orang, salah satunya Pantai Kukup. Kedua, disadari bahwa tempat-tempat wisata di Gunungkidul memang masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, siapa pun juga, termasuk masyarakat Gunungkidul, tidak terkecuali generasi muda, harus turut serta mendukung dan mengembang- kannya. Dukungan yang dapat diberikan adalah, misalnya, dengan selalu menjaga kebersihan, selalu mematuhi aturan, tidak

94 Yogyakarta dalam Perubahan merusak lingkungan, dan sejenisnya. Kalau semua itu sudah dilakukan, niscaya cita-cita dan keinginan Gunungkidul untuk menjadi daerah tujuan wisata yang sukses akan dapat tercapai. ***

Elvira Apriani Dyan Kartika. Lahir di Tarakan, 21 April 1999. Siswa SMA PIRI 1 Yogyakarta ini memi- liki hobi membaca, memasak, dan olahraga bulu tangkis. Alamat rumah: Kumendaman MJ II/516, RT 25, RW 07, Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta. Ponsel: 082136679906.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 95 Yogyakarta: Negeri 1001 Angkringan

Faadila Khoirunnisa SMK Negeri 6 Yogyakarta [email protected] | [email protected]

Banyak orang bilang Yogyakarta adalah “negeri” 1001 ang- kringan. Mengapa dibilang begitu? Karena, di kota Yogyakarta banyak terdapat penjual yang disebut angkringan. Angkringan banyak muncul di mana-mana barangkali berkaitan dengan “kedamaian” yang memang selalu tercipta di kota ini. Hal ini sesuai dengan arti kata ayodhya yang berarti “kedamaian (tanpa perang)” yang melekat pada nama Yogyakarta. Kedamaian yang identik dengan kota Yogyakarta itulah yang menjadi salah satu unsur yang diperhitungkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke Yogyakarta. Selain itu, memang Yogyakarta telah mencanangkan diri sebagai daerah tujuan wisata dengan tujuh unsur sapta pesonanya, yaitu aman, tertib, bersih, nyaman, indah, ramah tamah, dan kenangan. Selain itu pula, di mata wisa- tawan, Yogyakarta juga memiliki banyak julukan, yaitu sebagai Kota Budaya, Kota Pelajar, Kota Seniman, Kota Gudeg, Kota Museum, Kota Batik, Kota Istimewa, Kota Kraton, dan City of Tolerant. Julukan-julukan itulah yang membangun citra positif bagi wisatawan ketika berkunjung ke Yogyakarta. Di samping julukan-julukan tersebut, ada satu julukan lagi bagi Kota Yogyakarta, yaitu Kota Angkringan. Angkringan di Yog- yakarta memang terdapat di mana-mana, antara lain di sekitar ruas jalan, di desa dan kota, di tempat wisata, bahkan juga di

96 Yogyakarta dalam Perubahan mall. Angkringan memiliki sebutan berbeda-beda di setiap daerah. Misalkan di Yogyakarta, selain disebut angkringan, di- sebut pula warkob (warung koboi). Sementara, di Sala angkring- an disebut dengan nama “hik” (hidangan istimewa a la kam- pung). Selain hik, mereka juga menyebutnya wedangan. Nama angkringan berasal dari bahasa Jawa ‘angkring’ yang berarti alat atau tempat jualan makanan keliling yang pikulannya berbentuk melengkung ke atas. Menurut Wikipedia Indonesia, angkring artinya ialah sebuah gerobag dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas jalan. Biasanya angkringan beroperasi mulai sore hari dan penerangan yang digunakan masih tradisional, yaitu senthir (lentera) sederhana tanpa kaca semprong. Tentu saja, ia juga dibantu oleh terangnya lampu jalan. Hal itu pula yang menjadi salah satu center of interest bagi para wisatawan, baik man- canegara maupun wisatawan setempat (domistik). Makanan yang biasa dijual di angkringan meliputi nasi ku- cing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan lain-lain. Minuman yang dijual pun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe, dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Dari lima ratus rupiah hingga sepuluh ribuan rupiah. Apa lagi saat ini banyak wisatawan yang dibuat tercengang dengan salah satu menu minuman yang ada di beberapa angkringan, yaitu kopi jos. Kopi jos bukan sekadar kopi biasa, melainkan kopi yang dapat mengeluarkan suara “jos”. Hal itu sering membuat wisatawan tertawa keheranan. Kopi yang dalam penyajiannya dicampur dengan arang membara itu dapat menjadi cinta pertama bagi penikmat kopi manapun. Selain makanan yang dibandrol dengan harga terjangkau, ada sesuatu yang membuat wisatawan betah hang out di ang- kringan. Hal itu disebabkan oleh konsumen yang datang ke angkringan bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangun- an, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, pejabat dan eksekutif, turis domestik hingga mancanegara. Antara pembeli dan penjual

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 97 juga sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan. Angkringan juga dikenal sebagai tempat egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengo- brol hingga larut malam meskipun sebelumnya tak saling kenal. Materi yang mereka bicarakan bisa berbagai hal atau terkadang mereka berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Hal tersebut membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah. Keakraban membuat nama angkringan tidak hanya merujuk ke suatu tempat, tetapi juga ke suasana. Sebagai bukti, ada bebe- rapa acara yang mengadopsi kata angkringan untuk menggam- barkan suasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani per- bedaan. Namun, disayangkan, ada beberapa angkringan ping- giran jalan yang dalam menjajakan dagangannya kurang higienis. Misalnya, sendok dan gelas hanya dicuci sekali bilas tanpa di- sabun, tulang dan tusuk sate pun hanya dibuang di bawah bangku. Hal itu yang menjadi salah satu pandangan negatif terhadap angkringan. Pelatihan hygiene dan sanitasi angan agaknya perlu dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengatasi dampak negatif tersebut. Selain itu, jika ada kerja sama antara penjual dan pembeli dalam upaya menjaga kebersihan bersama, semua kekurangan dan pandangan negatif itu pasti dapat dikurangi. Dengan begitu pe- nikmat angkringan dan pengelolanya sama-sama merasa puas dan bahagia. Beberapa warung koboi atau angkringan kondang yang men- jadi tujuan wisata kuliner di Yogyakarta antara lain Angkringan Lik Man dengan kopi jos yang legendaris, Angkringan KR (Pak Jabrik), Angkringan Wijilan, Angkringan Pak Jack, Angkringan Bonbin, Angkringan Nganggo Suwe (Lik Adi), Angkringan Kle- bengan, Angkringan Pak Satari, Angkringan Sendang, Ang- kringan JAC (Pendopo Dalem), dan masih banyak lagi.

98 Yogyakarta dalam Perubahan Ada sepenggal lagu yang sering dialunkan seperti ini.

“Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu. Masih seperti dulu. Tiap sudut menyapa bersahabat, penuh selaksa makna. Terhanyut aku akan nostalgia.”

Sepenggal lagu dari Kla Project inilah yang sering menemani penikmat angkringan yang kebetulan sedang pulang kampung atau sekadar bernostalgia. Dengan keeksotisan, kedamaian, ke- bersamaan, dan kenangan yang hangat dalam bernostalgia mem- buat angkringan menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa pun. Seperti ungkapan Jawa yang berbunyi: sego kucing ilang kareté, jangan mengaku pernah datang ke Yogya kalau belum ke ang- kringan. Memang, Yogyakarta adalah kota atau “negeri” 1001 angkringan. ***

Faadila Khoirunnisa. Lahir di Sleman, 22 Mei 2000. Siswa SMK Negeri 6 Yogyakarta ini pernah meraih prestasi sebagai Best Essay FKIP UAD DIY-Jateng 2016. Alamat rumah: Jalan Wonosari Km. 8,5, Gandu Baru, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Ponsel: 081283841812.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 99 Kesadaran Memulai Hidup Sehat

Indhira Nurayuning Tyas SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan

Kini kesehatan telah menjadi masalah baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Kurangnya kesadaran individu adalah faktor utama yang menyebabkan masalah kesehatan mengancam orang banyak. Masalah yang paling banyak kita temui yaitu kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Kita lihat di berbagai sudut kota, selalu terdapat tumpukan sampah, sungai-sungai yang penuh dengan berbagai sampah baik sampah organik maupun sampah anorganik. Tindakan membuang sam- pah tidak pada tempatnya itulah yang menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu kesehatan pernapasan dan meng- undang banyak serangga, juga bakteri yang pasti akan meng- ganggu kesehatan. Sampah juga menyumbat aliran sungai se- hingga mengakibatkan banjir. Banjir air sekaligus banjir sampah! Munculnya gedung-gedung tinggi yang menutup daerah resapan air juga bisa menjadi penyebab banjir. Di kota-kota besar pembangunan pabrik meraja lela, bahkan juga sudah muncul di pedesaan. Udara menjadi kotor akibat terkena polusi, hal itu sangat mengganggu kesehatan. Pembuangan limbah pabrik ke sungai mengakibatkan kehancuran ekosistem sungai dan meng- akibatkan bau busuk yang menganggu kesehatan warga sekitar. Jika pabrik terus-menerus membuang limbah secara sembarang-

100 Yogyakarta dalam Perubahan an, hal itu sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat sekitar, juga akan merusak lingkungan hidup di muka bumi ini. Berbagai upaya harus kita lakukan untuk menjaga kesehatan diri dan kesehatan masyarakat. Ada dua kesadaran yang ber- peran penting dalam memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat saat ini, yaitu kesadaran dari diri sendiri dan kesadaran dari pemerintah. Kita mulai dari kesadaran diri sendiri terlabih dahulu. Dari kesadaran diri sendiri kita bisa mengajak orang lain untuk sadar akan hidup sehat. Pertama, ubah kebiasaan kita membuang sam- pah pada tempatnya. Hindari membuang sampah di sembarang tempat, muisalnya di pinggir jalan, sungai, atau di lingkungan bersih. Jika memiliki sampah rumah tangga, kumpulkan lalu buanglah ke tempat pembuangan akhir (TPA). Kedua, setelah terbiasa membuang sampah di tempatnya terapkan kebiasaan 3R (reduse, reuse, recycle) dalam hidup sehari-hari. Reduse, meng- gunakan barang-barang yang ramah lingkungan. Misalnya, ketika rekreasi bersama keluarga, dari rumah sudah membawa bekal sendiri dengan menggunakan tempat makan yang bisa dipakai berulang kali, membawa kantong belanja sendiri. Berikut adalah beberapa contoh untuk melakukan 3R. Pilihlah wadah, kantong, atau benda yang dapat digunakan beberapa kali atau berulang-ulang, misalnya pergunakan serbet kain daripada menggunakan tissu, menggunakan baterai yang dapat dicharge berkali-kali. Gunakan kembali wadah atau kemas- an yang telah kosong untuk fungsi yang sama atau yang lainnya. Misalnya botol bekas minuman digunakan kembali menjadi tempat minyak goreng. Gunakan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali. Gunakan sisi kertas yang masih kosong untuk menulis kembali. Gunakan e-mail (electronic mail) untuk berkirim surat. Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan. Pilih atau gunakan pruduk yang dapat didaur ulang. Guna- kan produk yang dapat diisi ulang. Misalnya alat tulis yang dapat

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 101 diisi ulang kembali. Kurangi menggunakan bahan sekali pakai. Hindari membeli dan memakai barang kurang perlu. Pilih pro- duk yang mudah terurai. Olah sampah kertas menjadi kertas kem- bali atau karton. Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos. Buatlah sampah anorganik menjadi barang yang ber- manfaat. Misalnya botol yang bisa dijadikan tempat pensil warna. Menjaga lingkungan agar tetap bersih dengan cara bergotong royong bersama masyarakat. Dengan begitu kita bisa menghin- darkan berbagai macam penyakit terutama serangan nyamuk Aedes Aegypti. Adapun cara-cara untuk mencegah gigitan nya- muk Aedes Aegypti yaitu dengan cara: kuras tempat penyim- panan air (bak mandi/wc,drum, dan lain-lain) sekurang-kurang- nya satu minggu sekali. Gantilah air di vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya satu minggu sekali. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Kubur atau buanglah pada tem- patnya barang-barang bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat ber- kembang biaknya nyamuk. Potongan bambu, tempurung kelapa, dibakar bersama sampah lainnya. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar baabu dengan tanah atau semen. Jangan menggatung pakaian, lipat saja agar tidak menjadi sarang nyamuk terutama pakaian yang gelap karena nyamuk sangat suka bersarang di pakaian yang berwarna gelap. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate ke dalam genangan air tersebut. Lakukan hal ini setip 2-3 bulan sekali. Gunakan kamper atau kapur barus yang merupakan cara mencegah DBD untuk membuat nyamuk menjauh. Bakar kapur barus di sebuah ruangan dan tutup semua jendela dan pintu kurang lebih 15 menit. Gunakan obat nyamuk lotion atau obat nyamuk bakar untuk mencegah gigitan nyamuk, gunakan di siang hari maupun malam hari.

102 Yogyakarta dalam Perubahan Cara berikutnya yaitu dengan meletakkan tanaman tulasi di dekat jendela-jendela rumah. Tanaman ini memiliki beberapa sifat yang mampu mencegah nyamuk berkembang biak. Pastikan jendela dan pintu rumah tidak memiliki lubang kecil sehingga memberi jalan masuk bagi nyamuk dan pastikan pula ventilasi yang ada di rumah memiliki penyaring untuk mencegah keluar masuknya nyamuk aedes aegypti. Untuk menjaga kelestarian makhluk hidup dengan terus me- nanam pohon dan menjaga hutan agar tidak rusak. Fungsi dari pohon adalah untuk menyerap air hujan agar tidak menyebabkan banjir. Pohon-pohon berfungsi sebagai paru-paru kita yaitu menghasilkn udara bersih. Terapkan menanam pohon lingkung- an di sekitar rumah agar udara menjadi segar dan bersih serta jauh dari polusi udara yang menggangu kesehatan kita. Setelah kesadaran diri sendiri untuk menjaga kesehatan di- terapkan, rasanya kurang adil jika pemerintah juga tidak ikut andil dalam masalah ini. Berikut harapan partisipasi pemerintah dalam program kesehatan masyarakat. Pertama, pemerintah ikut memberikan fasilitas kepada masyarakat khususnya tempat pem- buangan akhir (TPA) serta tenaga kerja dan alat pengangkutnya. Dengan adanya TPA ini, masyarkat sangat terbantu agar tidak lagi membuang sampah sembarangan dan tidak lagi menjadikan sungai untuk TPA. Kedua, sosialisasikan kembali dalam penerapan 3R dan 3M di masyarakat, terkadang masyarakat lupa untuk me- nerapkannya kembali. Jika lupa berarti sampah yang akan dihasil- kan akan selalu bertambah. Sosialisasi dilakukan kepada segala aspek, mulai dari sosialisasi di sekolah, di kantor-kantor, di ma- syarakat/RT, di pasar/mall, dan lain-lain. Intinya adalah, sosiali- sasi menyeluruh kepada masyarakat kalangan bawah, menengah, dan atas. Pemerintah juga harus berani memberikan sanksi yang tegas yang bisa membuat pelaku menjadi jera dan tidak melakukan perbuatannya lagi. Karena dengan sanksi yang tegas artinya menjaga kelestarian lingkungan hidup atau ekosistem. Selain itu

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 103 juga pemerintah membuat kebijakan tentang pendirian bangunan baru agar pembangunan tidak sembarangan dan menutupi resap- an air. Mengadakan program penanaman pohon dan pembuatan hutan kota agar udara kota menjadi segar. Pembuatan aturan yang tegas dalam pembangunan pabrik atau industri. Mengatur pembuatan limbah padat, cair, maupun gas juga program pabrik peduli lingkungan sekitar. Membuat lokasi hijau di daerah di sekitar pabrik agar pekerja dan masyarakat sekitar bisa merasa- kan udara segar. Itulah beberapa cara yang dapat dijadikan pe- doman kita semua untuk menyadari dan memulai hidup sehat. ***

Indhira Nurayuning Tyas. Lahir di Kutai Karta- negara, 12 September 1999. Siswa SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta ini mempunyai hobi membaca, bernyanyi, berenang, dan meman- cing. Alamat rumah: Jogonalan Lor, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Ponsel: 082137594067; 085250768747.

104 Yogyakarta dalam Perubahan Lunturnya Budaya Sopan Santun

Jovita Febrianti SMA BOPKRI 1 Yogyakarta [email protected]

Budaya merupakan suatu hal yang penting untuk masyara- kat, bahkan untuk negara. Sebenarnya apa arti dari budaya itu sendiri? Menurut KBBI, budaya adalah sesuatu yang sudah men- jadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Akan tetapi, benarkah budaya itu sukar diubah? Sebab, pada kenyataannya, yang ter-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 105 jadi, budaya itu, khususnya budaya sopan santun di Yogyakarta, kini telah berubah dan luntur. Perubahan tersebut tampak, misalnya kini rasa saling meng- hormati telah merosot, menghilang, bahkan budaya kekerasan kini sering muncul dan mengancam masyarakat. Kota yang mem- buat kita was-was, mungkin itulah istilah yang cocok untuk men- deskripsikan kota Yogyakarta. Lunturnya budaya kesopanan di kota Yogyakarta menjadi suatu masalah yang serius. Pemuda dan pemudi generasi X lahir di tahun yang berbeda dengan gene- rasi Z. Tentunya kebudayaannya juga pasti berbeda. Pemuda dan pemudi di Yogyakarta kini cenderung kehilangan sifat ke- Yogyakarta-annya. Seperti apakah sifat ke-Yogyakarta-an itu? Misalnya pada waktu orang tua sedang berbicara, lalu kita lewat di depannya, mestinya kita harus membungkukkan badan se- bagai tanda hormat. Masalah lunturnya kebudayaan di Yogyakarta ini tidak hanya karena ulah masyarakat, tetapi juga karena adanya budaya- budaya asing yang masuk, juga dampak para pendatang yang membawa bekal budaya daerahnya masing- masing. Setidaknya ada 7 permasalahan yang memengaruhi perubahan budaya di kota Yogyakarta ini. Pertama, hilangnya unggah-ungguh. Menurut data yang di- peroleh dari Kompas.com, beberapa ketua RW gelisah terkait dengan Kota Yogyakarta. “Sekarang Jogja kehilangan kejogjaan- nya. Misalnya, soal unggah ungguh (sopan santun) anak muda, simbol-simbol budaya itu sudah mulai luntur,” ucap Sugeng Sumiyoto selaku Ketua RW 01 Golo, Pandean, Umbulharjo, Minggu. Kedua, sikap permisif dan materialistis. Yogyakarta membu- tuhkan seorang pemimpin yang tidak pasif dan harus inovatif. Tujuannya adalah agar pemimpin dan masyarakatnya mampu mengembalikan kota Yogyakarta ke masa ketika kota ini benar- benar memiliki dan menghargai sopan santun. Menurut pandang- an warga, Kota Yogyakarta seakan lebih menampilkan sikap

106 Yogyakarta dalam Perubahan yang permisif dan materialistis. Sikap permisif dan materialistis itu seperti pembangunan hotel dan mall yang tidak terkontrol. Ketiga, bangga dengan budaya orang lain. Remaja generasi X kebanyakan tidak bisa memilah-milah informasi tentang bu- daya. Mereka cenderung meniru budaya yang kebarat-baratan, bahkan mereka bangga dengan budaya orang lain. Mereka seolah merasa lebih nyaman dengan budaya yang kebarat-baratan ter- sebut. Karena, dengan mengikuti kemajuan budaya yg semakin pesat seperti itu, membuat mereka lebih keren. Mereka ingin dicap sebagai remaja yang tidak kuno dan gaptek. Padahal, dengan kita mengerti, memelajari, memahami, dan mendalami budaya asli kita, kita sudah tergolong sebagai remaja dengan sifat yang berbudaya. Bukankah seharusnya sebagai remaja kita lebih senang dan bangga dengan budaya kita? Semakin ke sini budaya kebarat-baratan sudah mulai menjajah budaya asli. Se- benarnya tidak hanya dari segi sifat dan peninggalan-peninggal- an saja yang tersingkirkan, tetapi juga jenis musik tradisional yang merupakan ciri khas kota Yogyakarta kini juga mulai ter- singkirkan. Keempat, munculnya klithih. Masalah yang akhir-akhir ini muncul di kota Yogyakarta, selain corat-coret baju SMA, juga aksi klithih. Menurut data dari Satreskrim Polresta Yogyakarta, aksi klithih kini kembali terjadi. Korban yang dituju dari aksi ini, sebagai satu contoh, adalah siswa dengan inisial I yang masih duduk di bangku SMP. Apakah dengan budaya seperti itu Kota Yogyakarta menunjukkan kesopanannya antarsesama pelajar? Tentu saja tidak. Itu sama sekali tidak mencerminkan Kota Yog- yakarta sebagai kota yang berpendidikan dan berbudaya. Seha- rusnya kita malu, budaya kesopanan kita luntur begitu saja karena ulah remaja-remaja masa kini yang tidak memiliki wawasan yang baik. Kelima, kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang se- makin pesat bisa menggeser kebudayaan asli. Misalnya saja dengan hadirnya gadget. Mengapa gadget dapat dibilang sebagai

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 107 masalah utama? Karena, dengan hadirnya gadget, kita mampu mengeksplorasi semuanya. Apalagi tentang budaya. Pada dasar- nya dengan kita mengeksplor sesuatu kita akan menemukan berbagai informasi baik yang positif ataupun negatif. Bagi mereka yang bisa memilah-milah informasi itu akan baik-baik saja, tetapi bagi mereka yang hanya menyerap informasi tanpa melihat baik atau buruknya, tentu akan terpengaruh hal yang negatif. Keenam, masuknya jenis musik lain. Masuknya jenis musik EDM (Electronic ) atau yang sejenisnya, mestinya tidak menyingkirkan posisi musik tradisional. Jenis musik seperti itu boleh saja masuk, tetapi jangan sampai menggeser kedudukan musik tradisional. Itu yang menjadi salah satu masalah yang terjadi di kota Yogyakarta. Kota yang disebut-sebut sebagai kota pelajar malah menunjukkan sikap yang tidak terpelajar. Memang tidak semua orang melakukan hal seperti ini, tetapi pada kenyataannya banyak juga siswa dan siswi yang melakukan aksi yang tidak senonoh itu. Ketujuh, masuknya tempat dugem. Dengan masuknya tempat- tempat dugem juga membuat Yogyakarta sama seperti kota lain. Dugem membuat Kota Yogyakarta menjadi kebarat-baratan, seperti tidak memiliki ciri khas tersendiri. Tidak sepatutnya remaja masa kini seperti itu. Sebagai remaja seharusnya kita tetap mempertahankan budaya lama kita. Walaupun kita tidak lahir di zaman ketika kesopanan merupakan ikon dari Kota Yogyakarta, sudah sepatutnya kita mengetahui itu dari orang tua kita. Pada dasarnya, sekali lagi, semua budaya boleh saja masuk ke Kota Yogyakarta. Hanya saja, sebagai anggota masyarakat di Kota Budaya ini, sudah sepatutnya kita dapat memilah-milah dan menjaga agar kebudayaan asli kita tidak tergeser. Yang mengan- dung unsur negatif dapat dibuang dan ditinggal jauh, sedangkan kebudayaan yang mengandung unsur positif harus dipertahan- kan. Lalu bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan, di antaranya sebagai berikut.

108 Yogyakarta dalam Perubahan Pertama, mengeksplorasi budaya asli. Dengan mengeksplo- rasi budaya asli membuat kita menjadi lebih bangga dengan bu- daya sendiri. Karena, hanya dengan begitu kita mampu menge- tahui kekhasan dari budaya asli kita sendiri seperti sekarang ini. Infromasi yang terbaru tentang kebudayaan Yogyakarta ialah mu- lai tersingkirnya rumah joglo. Bukankan hal itu sangat mengancam kebudayaan kita? Satu demi satu, sedikit demi sedikit, budaya asli kita hilang, tersingkir dengan inovasi-inovasi baru. Seperti adanya hotel dan mall. Budaya baru boleh masuk tetapi hendak- nya jangan sampai kita biarkan budaya baru itu menggeser ke- dudukan budaya asli kita sendiri. Kedua, ikut mengabadikan budaya sendiri. Sebagai remaja sebaiknya kita turut serta mengabadikan kebudayaan kota Nga- yogyakarta. Contohnya seperti Mas Fery. Walaupun masih muda, dia tetap melestarikan kebudayaan Yogyakarta, yaitu dengan ikut menjadi salah satu abdi dalem di Kraton Yogyakarta. “Saya memang dari kecil sudah tertarik untuk mengabdi pada kraton. Salah satu caranya yaitu dengan menjadi seorang abdi dalem.” Demikian pengakuan Fery, seorang sarjana S1 seni karawitan. Ketiga, menerapkan sikap santun zaman dulu di masa seka- rang. Sepertinya kita sebagai remaja membutuhkan time machine. Untuk apa? Agar kita bisa kembali ke masa lalu dan melihat bagaimana budaya itu benar-benar dilakukan. Agar kita bisa membawa atau melakukan budaya kesopan-santunan yang dulu pernah ada untuk dibawa ke masa sekarang. Keempat, mempelajari budaya asli kita. Di masa-masa seperti ini sebaiknya sebagai remaja kita mempelajari lebih lanjut tentang kebudayaan asli Kota Yogyakarta, memilah-milah informasi yang ada, mampu menilai kebudayaan itu baik dan buruknya. Mak- sudnya adalah jika kebudayaan itu tidak layak untuk dicontoh, hendaknya kita cukup tahu saja dan tidak menirunya. Demikian antara lain cara-cara yang dapat dilakukan. Bukankah cara-cara di atas cukup mudah dilakukan? Me- mang mudah dilakukan jika kita mempunyai niat yang besar.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 109 Semua ini tergantung pada niat kita. Jika kita memiliki niat yang besar pastilah kita mampu melaksanakan cara-cara di atas. Inti- nya, mari kita bangun Kota Yogyakarta sebagai kota yang me- miliki pendirian. Yang tidak mengubah sifat lamanya. Musik, fashion, tempat, dan sifat. Kita harus benar-benar menjaga semua itu. Karena, hanya dengan cara itulah harta karun yang terdapat di kota paling handal untuk membuat para pelancongnya rindu menginjakkan kakinya ini tetap terjaga. Buatlah Kota Yogyakarta menjadi kota yang terkenal dengan ciri khasnya. Akhirnya, dari seluruh paparan di atas, dapat disimpulkan, seiring dengan berjalannya waktu, sudah sepatutnya kebuda- yaan yang positif dipertahankan dan yang membawa pengaruh negatif ditinggalkan. Sebagai generasi penerus dan generasi pembaharu bangsa sudah sepatutnya kita lebih bangga terhadap budaya sendiri. Kita harus mempertahankan budaya asli agar tidak tersingkir oleh budaya asing. Salah satunya yang penting adalah budaya sopan santun ini. ***

Jovita Febrianti. Lahir di Bogor, 14 Februari 2001. Siswa SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ini mempunyai hobi menulis dan fotografi. Alamat rumah: KLitren Lor, GK III/555, Yogyakarta. Ponsel: 082144043112.

110 Yogyakarta dalam Perubahan Pendidikan Membangun Karakter Generasi Muda

M. Happy Alhaq Sahara MAN 2 Yogyakarta [email protected]

Pembangunan pendidikan di suatu negara sangatlah penting karena melalui pendidikan masyarakat yang hidup di negara itu dapat maju dan berkembang. Begitu pula dengan negara Indo- nesia. Melalui pembangunan pendidikan di Indonesia, masyarakat Indonesia juga akan mengalami kemajuan dan perkembangan. Apalagi sekarang ini Indonesia masih termasuk negara berkem- bang sehingga wajar kalau pembangunan pendidikan menjadi prioritas yang utama. Seperti diketahui bahwa Indonesia mempunyai 34 provinsi. Hanya saja pembangunan pendidikan di tiap-tiap provinsi itu berbeda-beda. Ada provinsi yang pendidikannya sudah maju dan ada pula provinsi yang pendidikannya kurang maju. Karena itu, di Indonedia akses pendidikan belum merata sehingga masih terjadi kendala. Kendala itu terjadi terutama di berbagai provinsi yang ada di daerah perbatasan. Karenanya di daerah-daerah ter- sebut masih banyak terdapat anak-anak yang tidak berpendidik- an. Kalaupun ada, umumnya pendidikan mereka masih rendah. Lain halnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di provinsi ini pendidikan sudah jauh berkembang. Malahan Yogya- karta disebut sebagai kota pelajar karena memang di kota ini terdapat banyak sekolah dan perguruan tinggi. Hanya saja, yang menjadi persoalan, khususnya di Yogyakarta, bukan banyak atau

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 111 sedikitnya sekolah dan perguruan tinggi, melainkan masalah yang berkaitan dengan karakter. Itulah sebabnya pemerintah sekarang ini lebih memfokuskan perhatian kepada karakter bangsa, terma- suk karakter generasi muda. Mengapa demikian, karena pendi- dikan tanpa karakter hanyalah akan melahirkan generasi yang tidak akan mampu bersaing di dunia global. Dalam kerangka mengembangkan karakter bangsa, terma- suk karakter generasi muda, pemerintah melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan memperbaharui kurikulum. Misalnya saja Kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum 2006. Kurikulum yang terakhir itu menekankan pada pendidikan ka- rakter. Sebab di dalam kurikulum baru yang sekarang sudah di- revisi itu anak-anak (siswa) dituntut untuk lebih aktif dan kreatif, berbeda dengan penekanan pada Kurikulum 2006. Hanya saja Kurikulum baru itu juga menimbulkan masalah tersendiri karena masih banyak sekolah dan guru yang belum mau berubah. Mereka masih mengandalkan cara dan pola lama sehingga belum dapat sepenuhnya menerapkan kurikulum baru. Namun sudah banyak pula sekolah dan guru yang merasa senang; dan mereka beranggapan kurikulum tersebut bisa menjadikan generasi muda atau pelajar lebih aktif dan kreatif dan melek terhadap program pendidikan yang ada di Indonesia sehingga generasi muda menjadi cerdas, aktif, dan berwawasan luas. Dari situlah kita harus sadar bahwa pendidikan itu sangatlah penting untuk kehidupan sekarang dan masa depan. Pendidikan itu ibarat perisai yang mampu melindungi kita dari ancaman marabahaya; dan perisai itu ialah ilmu pendidikan dan budi pekerti. Hanya saja, semua itu tidak mungkin hanya diperoleh dari pendidikan formal (SD, SMP, SMA, dan PT), tetapi harus didukung oleh pendidikan keluarga dan masyarakat. Telah dikatakan bahwa pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah, tetapi juga didapat dari lingkungan keluarga dan masya- rakat. Karena, yang pertama kali mengajarkan unggah-ungguh atau tata krama adalah lingkungan keluarga. Pelajaran unggah-

112 Yogyakarta dalam Perubahan ungguh yang didapat di lingkungan keluarga juga harus dipraktik- kan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, lingkungan keluarga, maupun masyarakat. Di lingkungan sekolah, pendidikan karakter juga dapat diper- oleh melalui mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok). Khususnya di Jawa, termasuk di Yogyakarta, pelajaran tata krama atau unggah-ungguh diajarkan melalui pelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa. Karena bahasa Jawa mengajarkan tingkatan berbahasa, yaitu ngoko dan karma, diharapkan anak-anak (siswa) dapat memiliki karakter yang baik karena tingkatan berbahasa itu me- nunjukkan adanya unggah-ungguh. Unggah-ungguh adalah tingkatan berbahasa yang menekankan pada pola perilaku yang baik. Di era globalisasi ini generasi muda harus mampu bersaing untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan cita- cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Men- cerdaskan kehidupan bangsa harus didukung oleh pendidikan karakter. Pendidikan karakter itu tidak hanya diperuntukkan bagi anak usia dini dan remaja saja, tetapi juga usia remaja bahkan dewasa. Mengapa semua siswa juga perlu mendapatkan pendi- dikan karakter? Karena mereka memerlukannya untuk kelang- sungan bangsa ini dengan menumbuhkan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Penumbuhan karakter dimulai dari diri kita pribadi. Karak- ter itu hendaknya selalu diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Setelah memiliki karakter yang baik diharapkan mereka dapat menjadi pelopor atau teladan untuk semua orang. Dari situlah muaranya mengapa pendidikan karakter sangat perlu untuk diberikan pada saat usia anak-anak hingga dewasa. Pendidikan karakter itu dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan formal dan nonformal. Contoh dalam pendi- dikan formal yaitu dalam hal pelajaran, guru selalu memberikan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 113 tambahan pelajaran tentang attitude. Dari situlah seorang murid akan mempunyai kepribadian yang kreatif, inovatif, dan kritis dalam hal pemikiran. Lalu, dalam pendidikan non-formal di- mulai dari lingkungan keluarga itu sendiri ketika orang tua mem- berikan pelajaran attitude agar anak-anaknya mampu menerapkan pendididikan tersebut dengan sepenuh hati dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter itu sangat penting. Mengapa demikian? Karena, pendidikan karakter akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan jika anak-anak muda khususnya, tidak terkecuali anak muda dan generasi muda di Yogyakarta, dalam pelajarannya tidak mendapatkan pendidikan karakter. Apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah anak-anak usia remaja tidak mempunyai tata krama atau unggah-ungguh kepada orang yang lebih tua. Apalagi di Yogyakarta, jika di kota ini generasi muda tidak memperoleh pendidikan karakter, tentu Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar akan luntur dan hilang. Yogyakarta sebagai kota pelajar perlu dilestarikan dan dikem- bangkan secara terus-menerus. Lalu siapa yang harus melestarikan Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar? Tidak lain ialah kita semua sebagai pelajar Yogyakarta. Pendidikan karakter tidak hanya didapat dari pendidikan formal dan non-formal, tetapi juga dari upaya pengembangan diri siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dari situlah pendi- dikan karakter tumbuh dengan sendirinya melalui ekstrakuri- kuler tersebut. Ekstrakurikuler yang didapatkan oleh siswa ini diharapkan bisa membentuk karakter kepribadian yang lebih baik untuk masa depan ketika memasuki usia dewasa. Contoh dari ekstrakurikuler yang bisa menjadi pembangunan pendidikan karakter ialah kegiatan pramuka, bela diri, dan sebagainya. Peran orang tua juga sangat penting dalam pembangunan pendidikan karakter. Peran orang tua dalam membangun anak- anaknya agar lebih baik lagi ialah dengan cara mengedukasi anak-

114 Yogyakarta dalam Perubahan anak mereka agar terbentuk karakter dengan sendirinya. Selan- jutnya membina anak-anak untuk mampu menjadi insan yang berguna bagi keluarga, agama, masyarakat, bangsa, dan Negara. Selain itu, orang tua juga menerapkan delapan fungsi keluarga untuk pembangunan karakter untuk anggota keluarganya. Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), keluarga memiliki delapan fungsi. Pertama, fungsi agama. Dari sinilah keluarga membina atau mengedukasi anggota keluarga dengan memperkenalkan dan mengajarkan kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, fung- si sosial. Dalam hal ini keluarga harus mengedukasi anggota keluarga dengan mengajarkan norma-norma social. Ketiga, fungsi cinta kasih. Dalam suatu keluarga diharapkan ada rasa saling memberikan cinta dan kasih agar menjadi keluarga yang harmo- nis. Keempat, fungsi perlindungan. Dalam kaitan ini diharapkan keluarga menjadi tempat untuk memberikan perlindungan yang aman, nyaman, tenteram, dan sejahtera. Kelima, fungsi ekonomi. Fungsi ini tidak akan lepas dari fung- si yang lainnya. Fungsi ini bertujuan mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keenam, fungsi pendidikan. Di sini keluarga sebagi tempat pendidikan karakter yang pertama kali bagi anak-anaknya. Ketujuh, fungsi pelestarian lingkungan. Dalam fungsi ini, keluarga memberikan pengetahuan atau norma-norma terhadap lingkungan agar anak- anaknya nanti lebih santun dan mempunyai unggah-ungguh terhadap alam dan lingkungan. Kedelapan, fungsi reproduksi. Dalam fungsi ini khususnya orang tua harus mengedukasi putra- putrinya tentang kesehatan reproduksi karena merekalah yang kelak melanjutkan keturunan yang baik. Dari seluruh paparan di atas akhirnya dapat dikatakan bah- wa pendidikan merupakan sarana utama pendidikan karakter generasi muda. Pendidikan karakter itu tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga dalam keluarga dan lingkungan masyara-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 115 kat. Agar generasi muda kita mampu bersaing di era masa depan yang semakin sulit, diharapkan generasi muda senantiasa ber- usaha keras untuk mengikuti pendidikan dengan baik, pendidik- an yang berkarakter. ***

M. Happy Alhaq S. Lahir di Yogyakarta, 18 Februari 2000. Siswa MAN 2 Yogyakarta ini mempunyai hobi membaca. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Duta Remaja Genre Kota Yogyakarta 2017, Juara I Pidato Bahasa Arab Putra Tingkat DIY 2013, dan Karya Tulis yang dimuat dalam majalah Teratai, Alamat rumah: Grojogan, Wirokerten, Banguntapan, Bantul. Ponsel: 085643551787.

116 Yogyakarta dalam Perubahan Obesitas Kini Telah Mengintai Remaja

Maria Lintang Restu Semesta SMA Negeri 4 Yogyakarta [email protected]

Kebanyakan anak-anak memiliki pipi tembam karena fisik- nya yang gemuk. Tidak hanya anak-anak, banyak pula remaja yang melampaui berat badan ideal. Apakah hal tersebut dapat dikatakan sehat? Penumpukan lemak yang berlebihan di dalam badan atau kegemukan yang berlebih disebut obesitas. Obesitas ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Tanda-tanda klinis pada penderita obesitas adalah, antara lain, wajahnya yang membulat, perut gendut, dan banyak lipatan lemak. Saat penderita obesitas menunduk, dagunya tidak bisa mencapai dada. Komplikasi dapat timbul akibat dari obesitas seperti diabetes mellitus atau kencing manis, peningkatan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang disebut juga kolesterol jahat, dan penurunan jumlah kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) atau disebut kolesterol baik. Hal tersebut yang menyebabkan ter- bentuknya kerak dalam pembuluh darah yang disebut anteros- klerosis. Anterosklerosis mempersempit ukuran diameter pem- buluh darah sehingga bisa mendatangkan penyakit jantung koroner dan serangan stroke, timbunan lemak yang menekan saluran pernapasan dapat menyebabkan sleep apnea , yaitu napas yang terhenti saat tidur.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 117 Obesitas tidak hanya berakibat pada fisik penderitanya, tetapi juga psikologi penderita, khususnya anak-anak. Anak-anak yang kelebihan berat badan merasa tidak percaya diri akan kon- disi fisiknya karena sering diejek oleh teman-teman sebayanya. Penderita obesitas cenderung susah bergaul sehingga menjadi pendiam dan lebih sering menghabiskan waktu di rumah. Pa- dahal, dengan lebih sering menghabiskan waktu di rumah, tubuh menjadi kurang gerak. Penderita obesitas juga mengeluarkan biaya sehari-hari yang lebih besar untuk keperluan pribadi, misalnya pakaian. Obesitas dapat disebabkan oleh faktor keturunan (genetik). Penderita mengidap obesitas karena orang tuanya pun penderita obesitas. Namun, obesitas juga dapat disebabkan oleh kebiasaan sehari-hari, antara lain pola makan yang tidak teratur, terlalu sering mengonsumsi fast food dan soft drink, dan kurang ber- olahraga. Dewasa ini obesitas menyerang anak-anak dan remaja. Data kesehatan tahun 2008 menunjukkan sebesar 35% populasi dewasa di dunia menderita obesitas, sedangkan di tahun 2010 sebanyak 6,7% populasi anak di dunia mengalami obesitas dan overweight. Diperkirakan obesitas akan terus meningkat dan mencapai 9,1% atau 60 juta orang yang mengidap obesitas di tahun 2020. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 juga menunjukkan sebanyak 18,8% anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan 10,8% menderita obesitas. Tahun 2016 di Indonesia banyak terjadi kasus anak atau re- maja yang meninggal karena penyakit obesitas. Kasus-kasus ter- sebut antara lain seorang anak berumur sepuluh tahun bernama Arya asal Karawang, Jawa Barat, meninggal dengan berat badan 190 kg. Kasus yang serupa, yaitu Wahid Zaenanda, remaja berusia 19 tahun asal Tegal, meninggal saat tidur karena penyumbatan saluran pernapasan akibat obesitas (sleep apnea). Pada kasus pertama, awalnya korban (Arya) tumbuh seperti pada umumnya, tetapi semua berubah sejak korban gemar

118 Yogyakarta dalam Perubahan mengonsumsi minuman dalam kemasan. Tidak hanya minuman dalam kemasan, korban kerap kali mengonsumsi mie instan sebagai pengganti nasi sehingga berat badan korban naik secara drastis. Korban sering mengonsumsi minuman dalam kemasan karena kesulitan tidur (Tribun Jateng, 2016). Anak-anak muda sering kali nongkrong di warung—warung yang buka 24 jam seperti warung makan mie instan untuk makan atau hanya sekadar ngemil. Mereka lebih memilih warung makan mie instan dengan alasan malas untuk memasak sendiri. Setelah selesai makan, karena sudah tidak ada kegiatan lagi, mereka langsung tidur. Kelihatannya hanya hal sepele, namun hal-hal sepele seperti itulah yang bisa mendatangkan penyakit obesitas. Saat ini, makanan dan minuman ringan, fast food, minuman bersoda, dan sebagainya telah mendominasi di kalangan remaja. Fast food atau makanan cepat saji memang memiliki kenikmatan tersendiri saat mengonsumsinya, tetapi di balik rasanya yang menggugah selera makanan cepat saji dapat merugikan tubuh. Kandungan garam dan gula yang berlebihan pada makanan cepat saji berdampak menimbulkan penyakit obesitas. Minyak dan bahan pengawet yang terkandung dalam makanan cepat saji membuat tubuh sulit untuk mengurai lemak. Dilihat dalam kehidupan sehari-hari, remaja lebih senang memilih makanan atau minuman tersebut dengan berbagai alasan, yaitu lebih praktis, terlihat lebih bersih pengemasannya, lebih lezat, dan sebagainya. Di sekolah, jarang sekali remaja yang membawa bekal ke sekolah. Remaja justru sering memesan ma- kanan lewat aplikasi yang tersedia pada smartphone. Kebanyakan makanan yang dipesan adalah fast food atau soft drink. Jika ditanya alasannya, banyak yang menjawab malas membawa bekal, geng- si pada teman-temannya, dan lebih praktis. Perubahan gaya hidup yang serba praktis memang mempermudah berbagai kegiatan, salah satunya makan. Namun, disadari atau tidak, kemudahan ini juga mendatangkan masalah baru seperti memicu datangnya penyakit obesitas.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 119 Selain itu kegemaran remaja yang lain adalah menonton film untuk mengisi waktu luang. Kebanyakan saat sedang menonton film, cemilan merupakan salah satu hal yang tidak dilupakan. Saat ngemil sambil menonton film secara tidak sadar karena terlalu asyik, porsi cemilan menjadi lebih banyak dari biasanya. Tidak disiplin dalam mengatur pola makan juga memicu datangnya penyakit obesitas. Makanan memang merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Namun, apabila tidak disiplin dengan pola makan juga tidak baik bagi kesehatan. Akan lebih baik apabila mengatur jadwal makan dan mengendalikan diri untuk mematuhi jadwal makan yang sudah diatur. Seperti misal- nya, ketika sudah lewat pukul sembilan malam, jangan makan lagi. Salah satu pola makan yang sehat yaitu dengan membiasa- kan sarapan. Penyebab obesitas yang lain yaitu kurangnya berolahraga. Dulu, masyarakat sering berpergian dengan berjalan kaki atau naik sepeda, tetapi saat ini dengan adanya transportasi modern yang berkembang pesat, berpergian dapat dilakukan dengan mudah dan tidak perlu jalan kaki. Remaja juga lebih sering meng- habiskan waktu di rumah daripada kegiatan di luar rumah. Alasan remaja kurang berminat untuk berolahraga antara lain karena di sekolah masing-masing sudah ada pelajaran olahraga, tidak sempat untuk berolahraga, sudah lelah bersekolah, dan sebagai- nya. Obesitas dapat dicegah dengan berbagai cara. Pertama, di- siplin terhadap pola makan. Jangan terlambat atau berlebihan makan, membiasakan diri untuk sarapan, dan mengurangi porsi makan malam. Jangan biarkan makanan yang mengatur diri sen- diri, melainkan diri kita yang mengatur pola makan. Kedua, menghindari fast food dan soft drink. Fast food dan soft drink memang nikmat di lidah, tetapi belum tentu sehat untuk tubuh. Tidak perlu merasa gengsi kalau tidak mengonsumsi makanan dan minuman tersebut. Kalau perlu, ajak teman-teman untuk hidup sehat dengan menghindarinya pula.

120 Yogyakarta dalam Perubahan Ketiga, mengonsumsi makanan yang dapat membantu tubuh agar terhindar dari obesitas seperti sayur, buah, tahu, dan tempe. Sayur dan buah sudah dipercaya dari dulu memiliki khasiat yang baik untuk tubuh. Kuo Chin Huang, Presiden Asean Oceania Association for the Study of Obesity (AOASO), menjelaskan bahwa mengonsumsi buah dan sayuran secara teratur dapat membantu mencegah obesitas. Buah dan sayur dapat mempercepat pem- bakaran lemak tanpa menambah banyak kalori. Contoh sayur dan buah yang dapat membantu mencegah obesitas antara lain brokoli yang kaya akan serat, bayam yang mengandung zat besi, jeruk yang mengandung vitamin C, apel yang rendah kalori, dan lain-lain. Tidak hanya buah dan sayur, mengonsumsi tempe dan tahu dapat membantu mencegah penyakit obesitas karena tahu dan tempe kaya akan serat dan protein, serta rendah kalori. Keempat, memperbanyak minum air putih. Air putih dapat mencegah obesitas karena air putih membantu melarutkan lemak dalam tubuh. Secara normal remaja dan dewasa perlu minum air putih delapan gelas per hari atau setara dengan dua liter. Kelima, membiasakan membawa bekal ke sekolah bagi pelajar. Membawa bekal dari rumah sudah jelas terjamin kebersihan dan kesehatannya. Selain sehat dan bersih, membawa bekal dari rumah juga lebih hemat. Lebih baik menabung uang daripada menabung penyakit. Keenam, memperbaiki teknik mengolah makanan. Mengolah makanan yang baik dapat dilakukan dengan tidak terlalu sering menggoreng melainkan lebih sering merebus, mengukus, memanggang, agar kandungan unsur lemak tidak terlalu banyak. Selanjutnya untuk mencegah obesitas dapat dilakukan dengan rajin berolahraga. Olahraga tidak harus dilakukan dengan olah- raga yang berat. Olahraga dapat dilakukan dengan sederhana seperti lari pagi, jalan kaki, bersepeda, dan sebagainya. Olahraga dapat dilakukan di sela kesibukan dan akan lebih baik bila dilaku- kan secara teratur. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk men-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 121 cegah penyakit obesitas, asalkan mau melakukannya dengan teratur. Mencegah obesitas berarti telah menjaga tubuh agar tetap sehat. Benar kata Mahatma Gandhi, kekayaan sejati adalah ke- sehatan, bukan emas atau perak. ***

Maria Lintang Restu Semesta. Lahir di Sleman, 19 Januari 2002. Siswa SMA Negeri 4 Yogyakarta ini mempunyai hobi menulis, membaca, dan men- dengarkan musik. Alamat rumah: Bejen 01/41, Caturharjo, Sleman. Ponsel: 083840925090.

122 Yogyakarta dalam Perubahan Melinting: Harus Dihindari

Muhammad Haidar Lazuardi SMA Negeri 3 Yogyakarta [email protected]

Masa remaja sering dikatakan sebagai masa yang menen- tukan jalan hidup seseorang. Kenapa bisa begini? Hal ini terjadi karena masa remaja adalah fase perkembangan dari masa anak- anak menuju dewasa. Masa remaja adalah fase yang paling me- nentukan perkembangan diri anak di masa dewasa. Mereka cen- derung memiliki keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti hal- hal yang baru, dan meniru apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Mungkin remaja tidak pernah tahu bahwa apa yang dilakukan pada masa ini bisa menghilangkan masa-masa emas yang dimiliki di masa depan. Kenapa? Masa ini adalah masa saling tiru-meniru. Mereka banyak yang meniru semua hal yang ada di sekitar mereka tanpa mempertim- bangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Di pikiran mereka hanya ingin terlihat dewasa seperti yang lainnya. Seperti halnya saat mereka merokok. Mereka tidak tahu bahwa apa yang dilaku- kan itu dapat merusak masa depan mereka, dan dapat merusak generasi baru bangsa kita. Apakah mereka hanya ingin terlihat kuat dan keren? Atau ingin disembah-sembah bak raja, ratu, dan sejenisnya? Apa pun memang dapat disediakan untuk mereka. Tetapi, apakah mereka tahu apa yang sudah dilakukan itu merupakan pengkhianatan kepada negara sendiri? Generasi muda adalah generasi pendiri

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 123 dan pencetus-pencetus baru yang bisa memajukan bangsa. Tetapi, dengan tingkah laku yang seperti itu, berarti mereka telah bunuh diri akibat tindakannya sendiri yang hanya karena ingin terlihat kuat dan keren. Betapa pintar mereka melakukan hal-hal seperti itu di hadapan mereka. Tanpa memikirkan apa yang dilakukan- nya mereka bisa merusak kita semua. Awalnya mereka tidak tahu apa yang dilakukan itu baik atau tidak. Tetapi, mereka percaya bahwa yang dilakukan orang-orang seperti itu pasti baik bagi diri mereka sendiri. Mereka bagaikan seekor hewan yang tersesat di pedalaman hutan. Mereka akan mencari ke segala arah untuk keluar dari hutan itu. Setelah melihat tingkah-tingkah itu dari mereka, mungkin mereka akan mencoba untuk meniru apa yang dilakukan. Dimulai dari satu hisapan (lintingan) saja akan mengubah masa depan mereka semua. Mereka mulai mencoba dan mencoba hingga akhirnya lintingan itu bagaikan kekasih tercintanya. Mereka akan mulai sulit untuk terlepas darinya. Memang inilah yang namanya cinta. Yang namanya cinta itu sulit dilepaskan. Sekali cinta pasti akan mencintai dan mencintai hingga akhir yang menentukan. Pada masa-masa itulah dimulai pengrusakan anggota tubuh karena mencontoh tingkah laku mereka. Dimulai dari gigi me- reka, tenggorokan mereka, paru-paru mereka, otak mereka, suara mereka, bahkan hati mereka. Setelah itu masa depan mereka menjadi hilang begitu saja. Memang tidak menghilangkan semua kesempatan yang ada, tetapi menghilangkan sebagian besar yang ada. Contoh saja bila mereka ingin menjadi polisi, tentara, pemain olah raga, pegawai negeri sipil, dan sebagainya. Di sana mereka akan dites kesehatan dan pasti mereka tidak akan diterima. Karena fisik mereka sudah dirusak oleh asap-asap dari lintingan itu. Apakah masih tetap akan menghisap lintingan itu? Kita pasti sering membaca ungkapan yang ada di wadah lintingan itu. Bahkan ungkapan itu juga ada di iklan-iklan televisi. Apa kita tahu apa ungkapan itu? Ungkapan itu adalah “Merokok Membunuhmu!” Banyak orang bertanya kepada kita. Apakah

124 Yogyakarta dalam Perubahan kita tidak bisa membaca? Apakah kita tidak punya mata? Apakah kita sengaja mengabaikannya? Bila kita sekali-kali ingin mencoba aktivitas yang mem- bahayakan itu, segera hilangkan sebelum terlambat. Memang bukan hal mudah untuk melepas kecanduan yang disebabkan oleh lintingan itu. Hasil wawancara membuktikan bahwa banyak remaja yang sulit melepas kebiasaan itu setelah ia mencobanya. Mereka me- rasa ada sesuatu yang tidak enak dan aneh apabila tidak melaku- kannya. Sungguh ini yang menjadi hal yang tidak baik bila mereka merasa ingin mencobanya. Kita juga sudah tahu bahaya- bahaya yang ditimbulkannya bukan? Oleh karena itu, hentikan keinginan untuk mencoba lintingan ini. Jangan rusak segala sesuatu yang ada di sekitar dengan peri- laku kita yang tidak baik itu. Pasti yang didapat nanti hanya ke- rugian dan penyesalan. Sudah banyak orang yang menjadi korban. Apakah kita (dan kalian) mau menjadi salah satunya? Tidak. ***

Muhammad Haidar Lazuardi. Lahir di Yogyakarta, 23 Agustus 2001. Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta ini mempunyai hobi menggambar. Alamat rumah: Taman KT 1/370, Yogyakarta. Telepon/Ponsel: (0274) 373330; 089637843568.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 125 Pendidikan Karakter Berbasis Moral

Nadia Arina Ilma SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta [email protected]

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampil- an, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari gene- rasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. UNESCO menyebutkan bahwa “education is now engaged is preparinment for a tife society which does not yet exist” atau pendidik- an sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang belum ada. Konsep sistem pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendi- dikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu, sekarang, dan masa datang. Dalam pendidikan, karakter seseorang sangatlah berpenga- ruh. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pem- belajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang

126 Yogyakarta dalam Perubahan dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter memiliki nilai- nilai tertentu yaitu relagius, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, ber- sahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan, tanggung jawab. Pemerintah telah menetapkan ke- bijakan dalam bidang pendidikan yaitu dengan adanya program wajib belajar 12 tahun. Tetapi, apakah program tersebut telah mampu menjadikan anak bangsa ini memiliki karakter yang diharapkan? Yogyakarta adalah kota yang dijuluki sebagai kota pelajar. Kota ini dipadati oleh ribuan pelajar dan mahasiswa dari berba- gai daerah di seluruh Indonesia. Mereka berusaha masuk ke sekolah atau perguruan tinggi yang diinginkan, bersaing dengan ribuan pelajar dan mahasiswa lainnya. Di Yogyakarta tedapat kurang lebih 108 SMA, 492 SMP, dan 130 perguruan tinggi. Sekolah-sekolah dan perguruan tinggi ini tentu telah banyak meluluskan siswa dan mahasiswanya. Akan tetapi, yang menjadi masalah bukan kelulusannya, melainkan apakah setelah lulus mereka memiliki karakter seperti yang diharapkan. Seperti diketahui bahwa masih banyak anak-anak bangsa yang jauh dari karakter yang diharapkan. Para pelajar seharusnya memiliki kesadaran dalam menempuh pendidikan, bukan men- jadi siswa yang gemar dengan tawuran, klithih, anarkisme, bullying, dan sebagainya. Aktifitas itu sudah merenggut nyawa beberapa pelajar dan melukai belasan pelajar. Awalnya mereka menunjuk- kan eksistensi terkait geng sekolah mereka ke sekolah lain, tetapi akhirnya hal itu memakan korban. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya aksi tawuran antar- pelajar di Yogyakarta seperti yang terjadi sepanjang tahun 2016. Pada 2016 terjadi sebanyak 43 kasus. Tindakan Polda DIY untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti itu bermacam-macam. Dan anak-anak dengan kategori usia 14 sampai 18 tahunlah yang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 127 marak dijumpai. Usia yang terbilang muda saja sudah mampu melakukan tindakan yang dapat melanggar hukum, lalu bagai- mana karakter mereka jika sudah dewasa nanti? Apakah akan semakin menjadi? Tidak hanya terjadi di Yogyakarta, kasus-kasus pelajar yang melenceng dari nilai-nilai karakter pendidikan juga terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia, tepatnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kurang lebih tercatat 301 kasus tawuran. Menurut ICW (Indonesian Corruption Watch), 84% anak Indonesia telah mengalami kekerasan di sekolahnya. Sering dituduhkan bahwa pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan atau dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Di ibukota, data tersebut tidaklah mendukung. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang berasal dari ke- luarga mampu. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik, juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah. Penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Ter- utama di kota-kota besar. Masalahnya sebenarnya sedemikian kompleks, misalnya dipengaruhi oleh faktor sosiologis, budaya, psikologis, dan kebijakan pendidikan. Melakukan hal-hal yang tidak berguna seperti di atas hanya akan menjadi suatu permasa- lahan, lebih baik berfokus pada pendidikan karakter yang ter- bentuk. Banyak orang belum memahami peran sekolah yang se- benarnya. Sebagian orang menilai bahwa sekolah adalah tempat anak harus belajar. Mereka menilai bahwa kesuksesan sebuah sekolah dilihat dari keberhasilan dalam mencetak siswa-siswi yang berprestasi. Kita seharusnya menyadari peran sekolah dalam pendidikan karakter anak sangatlah penting.

128 Yogyakarta dalam Perubahan Memang benar, pengajaran, teladan, dan kepedulian guru sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter siswa. Tetapi, jika anak-anak itu sendiri tidak memperhatikan apa yang bisa dipelajari dari guru, hal itu tidak akan bisa mengubah pelajar menjadi memiliki karakter seperti yang diharapkan. Karenanya seorang guru harus respek pada kemampuan setiap anak yang memiliki keunikan masing-masing. Sekolah menjadi tempat bagi para siswa untuk bebas ber- ekspresi, bukan hanya di ruang kelas, tetapi juga dalam kegiatan luar seperti ekstakulikuler dan organisasi. Mengikuti kegiatan seperti itu menjadikan mereka memiliki kepribadian yang baik. Organisasi juga merupakan tempat untuk menemukan bakat, mengajarkan persahabatan, dan belajar untuk lebih menghargai. Pada dasarnya pendidikan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia sekaligus membangun peradaban bangsa. Dengan pendidikan kita memanusiakan seluruh rakyat karena pendidikan yang baik akan membuahkan kebajikan, kecerdasan, kematangan karakter, dan integritas yang tinggi. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika di- besarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika dibesar- kan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Dan jika dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Sebaliknya, jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika dengan dukung- an, ia belajar menyenangi diri. Dan jika dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Presiden Jokowi menegaskan bahwa untuk mampu bersaing di dunia global kita harus meningkatkan kualitas, produktif, dan tangguh. Itu semua adalah tugas para guru sejak dulu sampai kapan pun. Selain itu, hal tersebut juga menjadi tugas kita semua.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 129 Bahkan faktor internal keluarga dan lingkungan merupakan faktor utama dalam pembentukan karakter yang diharapkan. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua hal dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Karena itu, di sini ke- hadiran Bimbingan dan Konseling (BK) sangatlah penting. Keha- diran BK berfungsi menyelesaikan permasalahan siswa dengan cara atau standar yang ditentukan. Cara yang dilakukan biasa- nya tidak dengan pemberian sanksi, tetapi lebih pada upaya meningkatkan kualitas hubungan interpsersonal antara konselor dan siswa. Dalam upaya inilah pesan-pesan moral oleh konselor diharapkan dapat masuk ke dalam diri siswa sehingga tercipta suatu karakter seperti yang diharapkan. ***

Nadia Arina Ilma. Lahir di Brebes, 23 Mei 2000. Siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ini me- miliki hobi menggambar, membaca, dan melukis. Alamat rumah: Jalan Pemuda 25, Ciampel, Kersana, Brebes, Jawa Tengah. Ponsel: 087702058215.

130 Yogyakarta dalam Perubahan Menyikapi Pengaruh Tayangan Televisi

Noviana Lestari MAN 1 Yogyakarta [email protected]

Acara televisi yang ditayangkan di Indonesia akhir-akhir ini memang memprihatikan. Apabila diamati banyak tayangan televisi yang hanya memiliki sedikit manfaat bahkan sama sekali tidak memiliki manfaat. Televisi yang seharusnya menjadi salah satu media hiburan kini menjadi pengendali perilaku masyarakat. Di Indonesia sendiri lebih dari 15 stasiun televisi nasional di- kelola oleh swasta dan pemerintah dengan berbagi progam acara baik itu hiburan, berita, maupun yang lainnya. Menurut Lily Rofil, televisi adalah media massa berlatar belakang sebagai perangkat sosial yang berpengaruh besar pada masyarakat. Kehidupan sosial masyarakat yang semula tradisio- nal berubah cepat menjadi modern akibat modernisasi yang dibawa oleh televisi. Tayangan program televisi seperti reality show, infotainment, sinetron, film, bahkan iklan sekalipun turut serta mengatur dan mengubah life style di masyarakat. Salah satu yang banyak disoroti adalah penayangan iklan. Bagi masyarakat yang kurang berpendidikan iklan bisa menjadi sangat berpengaruh bagi mereka. Karena pola pikir mereka yang sederhana dan kurang kritis sehingga mudah untuk dipengaruhi. Namun, bukan berarti bagi masyarakat yang berpendidikan tidak bisa terpengaruh oleh iklan, hanya saja mereka kurang selektif.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 131 Akibat yang timbul dari pengaruh iklan ini adalah perilaku kon- sumeris. Data menunjukkan rata-rata anak melihat lebih dari 40.000 iklan televisi setiap tahun, yang sebagian besar berdurasi antara lima belas sampai dengan tiga puluh detik. Anak-anak merupa- kan target pasar dari para pengiklan karena kelompok ini mem- berikan kontribusi ekonomi yang cukup besar. Bahkan data tahun 1998 menunjukkan bahwa anak-anak menghabiskan US$ 24 juta dan berhasil mempengaruhi keluarga mereka untuk menge- luarkan uang sebesar US$ 188 untuk keperluan mereka. Hasil studi menunjukkan, 80% dari semua iklan bagi anak- anak bisa dikategorikan dalam empat produk, yaitu sereal, per- men, mainan, dan makanan cepat saji. Pola ini sudah muncul sejak 1970 dan masih sama pada beberapa tahun terakhir ini. Kebanyakan tema atau pendekatan yang digunakan anak-anak dihubungkan dengan produk yang berkaitan dengan bermain dan bergembira serta tidak dilekatkan dengan informasi yang penting terkait dengan produk yang dijual. Iklan yang digunakan sebagai selingan pada saat acara utama memang tidak bisa kita hindari, apalagi perusahaan pertelevisian menggunakan iklan sebagai salah satu sumber pendapatan mereka. Kita sebagai masyarakat harusnya lebih kritis terhadap iklan-iklan yang kita tonton setiap harinya di televisi. Jangan sampai kita terjerat dengan iklan dan menghabiskan uang kita hanya untuk membeli barang atau menikmati hal yang belum tentu kita butuhkan. Selain dampak menonton televisi yang terbukti secara ilmiah dapat terkena risiko diabetes, obesitas, dan kerusakan otak, dampak secara psikologis lebih dapat diamati dan terlihat secara nyata. Misalnya pergeseran budaya dalam berkomunikasi. Pada zaman dahulu lelucon secara verbal dan kasar seperti meng- umpamakan sesuatu yang tidak pantas untuk menyebut atau memanggil orang lain konsekuensinya adalah dinasihati bahkan dijauhi. Beda dengan masa kini yang malah ditertawai. Sebagai generasi muda dan agen perubahan, baiknya kita tidak menelan

132 Yogyakarta dalam Perubahan mentah-mentah informasi yang tersedia dari televisi. Kita juga memiliki tindakan konkret seperti membuat laporan jika ada program yang tidak pantas ke KPI dan tidak menonton progam acara tersebut sehingga memiliki rating rendah. Salah satu program yang tidak pantas dilihat adalah program berbau pornografi. Kasus yang pernah dilaporkan adalah pena- yangan film semi porno yang diduga dilakukan salah satu stasiun televisi. Warga melaporkan kasus tersebut ke kepolisian hingga Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Polisi bahkan sudah menurunkan tim reserse dan kriminal (reskrim). Pornografi beberapa tahun ini menjadi permasalahan yang cukup serius di Indonesia. Bahkan karena tingkat pornografi cukup tinggi, undang-undang yang mengatur pornografi mulai dibuat. Undang-undang yang secara tegas mengatur pornografi adalah UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Porno- grafi). Pengertian pornografi menurut pasal 1 ayat 1 adalah:

“… gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai ben- tuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

Beberapa acara televisi di Indonesia sekarang ini sudah banyak yang menampilkan pornografi baik secara terang-terangan mau- pun tidak. Misalnya saja acara musik yang ditampilkan secara langsung banyak menampilkan pornoaksi dari penyanyi ataupun dari banyaknya film yang harusnya belum lulus sensor tetapi sudah ditayangkan. Pengawasan dan pendampingan dari orang tua kepada anak-anaknya saat menonton televisi sangat dibutuhkan meng- ingat banyaknya risiko anak melihat tayangan yang seharusnya belum pantas mereka lihat. LSF (Lembaga Sensor Film) seharus-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 133 nya lebih ketat terhadap film-film yang diedarkan di Indonesia. Akan menjadi generasi seperti apa jika anak-anak sudah menon- ton tayangan yang berbau pornografi? Selain sifat konsumerisme dan bahaya pornografi, hal lain yang harus menjadi perhatian adalah timbulnya kekerasan. Beberapa tahun lalu sempat muncul berita tentang tewasnya anak karena mereka berkelahi. Ternyata mereka berkelahi karena mereka melihat tayangan smack down. Dari pengalaman tersebut kita seharusnya belajar untuk lebih berhati-hati dan tidak mem- biarkan anak menonton televisi tanpa pendampingan. Pemerintah seharusnya bertindak lebih aktif dalam peng- awasan tayangan-tayangan televisi agar akibat-akibat buruk seperti di atas dapat dikurangi. Lembaga-lembaga keagamaan juga dapat ikut berpartisipasi dalam hal ini. Surat teguran kepada stasiun televisi yang menampilkan acara-acara yang tidak baik juga dapat dilakukan apabila diperlukan. Diharapkan dunia per- televisian Indonesia mempunyai sistem kontrol yang kuat agar tidak kebablasan dan memikirkan keuntungan mereka sendiri. Contoh tayangan lainnya seperti acara musik. Tema lagu- lagu yang diputar pun tidak jauh dari tema percintaan. Banyak lirik lagu yang kurang tepat untuk dinyanyikan dan didengar oleh remaja yang umumnya bertindak tanpa berpikir panjang. Selain itu, acara musik yang ditayangkan umumnya menampilkan secara langsung artis-artis penyanyi dengan gaya dan pakaian yang sengaja dibuat berbeda dari yang biasanya dan mencolok agar banyak yang tertarik untuk melihat. Inilah yang ditiru oleh kebanyakan remaja sekarang. Remaja di mana pun memang ingin dan butuh perhatian. Mereka mencari segala cara agar bisa me- narik perhatian banyak orang sehingga mereka bahkan tidak malu-malu meniru gaya artis-artis idola mereka. Anehnya, tujuan utama mereka cenderung tertuju pada lawan jenis. Jika orang tua yang memperhatikan dan mengomentari gaya dan pakaian mereka, tak sedikit dari mereka justru marah bahkan melawan.

134 Yogyakarta dalam Perubahan Selanjutnya program televisi lain adalah berita. Berita ber- tujuan memberikan informasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di Indonesia maupun luar negeri. Namun, berita sekarang banyak yang terpaku pada segi negatif. Meskipun pada kenyataannya berita yang disajikan memang fakta. Kebanyakan orang memang cenderung lebih mendahulukan melihat dan membaca hal-hal yang negatif daripada yang positif. Contohnya saja seperti judul berita pada sebuah acara. Penonton akan ter- tarik menonton acara yang judulnya memuat hal-hal negatif terbaru seperti “Pemerkosaan Seorang Siswi SMP oleh Gurunya” dibandingkan dengan “Jalan Simanjuntak yang Rusak Perlu Perbaikan”. Meskipun pada dasarnya masyarakat memang lebih menyu- kai hal-hal baru yang dikemas secara ringan seperti acara berita, ada baiknya bila penyajian berita diimbangi dengan peristiwa positif. Seperti siswa dan mahasiswa berprestasi, pegawai tela- dan, pengusaha yang sukses, peluang berbisnis dan berwira- usaha, dan sebagainya agar penonton pun bisa terinspirasi untuk menjadi lebih baik. Memang tidak semua tayangan yang ada sekarang ini tidak baik, hanya saja masih banyak perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tayangan televisi juga memberikan dampak positif bagi para penonton. Beberapa di antaranya adalah televisi merupakan media yang dapat mem- berikan informasi secara cepat kepada masyarakat luas. Hal ter- sebut dikarenakan hampir seluruh masyarakat memiliki televisi sehingga jika suatu informasi diberikan di televis, hampir seluruh masyarakat mengetahui secara cepat. Selanjutnya, beberapa penelitian mengatakan, seorang anak yang lebih sering menonton televisi memiliki wawasan yang lebih luas dibanding anak-anak yang tidak menonton televisi. Pernyataan itu sangatlah masuk akal karena tidak sedikit acara televisi yang edukatif dan informatif. Lalu, acara-acara yang kreatif bisa mengajak remaja ikut kreatif. Dengan acara kreatif

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 135 para remaja akan mendapat ide atau konsep baru. Oleh karena itu, diperlukan usaha bersama dari orang tua, masyarakat, sta- siun televisi, dan pemerintah untuk menghindari dampak buruk yang mungkin dihadapi. Baiknya tayangan televisi sekurang- kurangnya tidak membawa pengaruh negatif yang besar bagi masyarakat, dan lebih baik lagi apabila mempunyai nilai-nilai pendidikan yang mencerdaskan masyarakat. Akhirnya, kejelian memilah tayangan televisi yang layak ditonton sangat diperlukan agar penonon dapat mengambil manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kebutuhan masing- masing. Orang tua juga dapat mengawasi, mendampingi, dan membimbing anak-anaknya agar menonton bukan hanya sekedar kegiatan yang menyia-nyiakan waktu. Jangan sampai masyarakat kita tidak berkembang atau maju pola pikirnya karena pengaruh progam televisi yang lebih mengedepankan progam seperti reality show pengungkap skandal atau acara gosip. Karena itu, ada baik- nya bila masyarakat, pemerintah, dan pelaku industri televisi bersinergi untuk membangun dan meningkatkan kualitas program-programnya. ***

Noviana Lestari. Lahir di Bantul, 22 November 1999. Siswa MAN 1 Yogyakarta ini mempunyai hobi membaca novel. Pernah meraih prestasi sebagai Juara II Lomba Baca Puisi Bahasa Perancis di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alamat rumah: Cungkuk, RT 08, RW 09, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Ponsel: 089693791224.

136 Yogyakarta dalam Perubahan Mengintip Lebih Jauh Kurikulum 2013

Oktafina Noor Ulfa SMA Negeri 7 Yogyakarta [email protected]

Dalam memasuki era globalisasi yang penuh persaingan diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata saat ini untuk para penerus bangsa. Agar Indonesia menjadi negara yang semakin maju dengan kecerdasan pelajar-pelajar- nya, untuk itu pemerintah mencetuskan kurikulum yang tepat pada sasarannya, yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 (K13) adalah kurikulum terbaru yang disah- kan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2013 lalu untuk menggantikan kurikulum sebelumnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau biasa disebut Kurikulum 2006. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang di dalamnya mengutamakan pemahaman, kemampuan, serta tingkah laku siswa dalam kesehariannya terutama di wilayah sekolah. Siswa dituntut agar memahami materi yang sedang dipelajari, aktif da- lam kegiatan belajar mengajar (KBM) seperti mencari atau searching seluas mungkin materi pembelajaran, meneliti suatu objek, dan atau mempresentasikan hasil kerjanya agar siswa lebih percaya diri tampil di depan umum dan juga antarsiswa pun dapat ber- bagi informasi mengenai materi yang sedang dikaji. Pemerintah prihatin atas para penerus bangsa yang moral dan karakternya semakin tidak menjanjikan. Di sini tidak berarti memberi kesan buruk terhadap seluruh pelajar di Indonesia,

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 137 tetapi tidak sedikit pelajar yang karakternya perlu dibenahi sebelum masalah ini menular kapada pelajar-pelajar lainnya. Misalnya saja, si A pandai dalam nilai akademiknya, melainkan sikap terhadap gurunya kurang sopan, dan hal ini tentu saja kurang sedap dilihat. Maka dari itu, pemerintah tidak hanya menuntut penilaian pengetahuan tetapi juga penilaian sikap. Contoh lainnya, Joni adalah seorang siswa SMA yang men- dapat ranking 1 di kelasnya. Akan tetapi, ia salah dalam memilih pergaulan hingga akhirnya bersikap kurang baik. Misalnya ia selalu berpesta dan berjudi setiap malam Minggu. Hal ini juga tidak patut dicontoh, meskipun dirinya seorang yang pandai, moral dan atittude tetap diutamakan. Penilaian sikap yang dimaksud tidak hanya sikap sopan ter- hadap guru dan teman-teman, atau contoh di atas, tetapi juga bagaimana siswa dapat mengungkapkan ide dan gagasannya sehingga teman-teman sepembelajarannya juga memahaminya. Di sini, siswa dituntut agar bersikap aktif dan kritis dalam meng- kaji materi pembelajaran. Guru hanya sebagai fasilitator, jadi siswa sebaiknya berperan aktif dalam mencari informasi-infor- masi, menuangkan ide gagasan, serta menyampaikan kepada orang lain. Karena banyak juga siswa yang pemalu dan pendiam merasa tidak percaya diri dalam mempresentasikan atau tampil di depan umum, sehingga pada Kurikulum 2013 ini siswa diberi waktu lebih luas untuk berperan aktif dalam sharing ataupun presentasi pada umumnya di depan kelas. Pada Kurikulum 2013 siswa juga diberi waktu lebih luas mengenai praktik saat pembelajaran. Tidak hanya seolah-olah siswa diberi asupan materi oleh guru, tetapi siswa juga bisa menunjukkan serta mengembangkan kemampuannya. Hal ini merupakan kelebihan Kurikulum 2013 karena siswa lebih banyak terlatih untuk bergerak dan bertindak, tidak hanya mendengar- kan materi yang disampaikan guru. Semisal praktik dalam mata pelajaran Seni Budaya yaitu menari. Jika pada KTSP, siswa hanya diberi materi mengenai tari, asal usulnya, macam-macamnya,

138 Yogyakarta dalam Perubahan dan lain-lain. Akan tetapi, pada Kurikulum 2013, siswa diwajib- kan untuk berpraktik tari yang juga sebagai penilaian. Dengan demikian, siswa diharapkan menjadi lebih aktif. Dalam Kurikulum 2013 khususnya jenjang SMA/SMK, siswa sudah diwajibkan memilih satu jurusan sejak kelas X, yang di dalamnya terdapat mata pelajaran wajib yakni mata pelajaran yang ada di seluruh jurusan dan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusannya. Di jenjang SD dan SMP hal ini belum diberikan mengingat umur dan psikologi siswa belum mencu- kupi. Sebagai contoh, di bawah umur 15 tahun anak-anak masih memiliki kelabilan yang cukup tinggi dalam hal menentukan sesuatu (jurusan). Pada Kurikulum 2006, saat melanjutkan ke jenjang SMA, ada masa penjurusan siswa IPA/IPS pada kelas 11. Dengan pendini- an, yakni penjurusan sejak kelas 10, diharapkan siswa mampu lebih fokus terhadap pilihannya dan lebih terarah untuk meng- gapai cita-citanya di masa depan. Pelaksanaan Kurikulum 2013 banyak menjadi perdebatan di kalangan pelajar. Tidak sedikit yang menolak, tetapi tidak sedikit pula yang mendukung. Sebagai patokan yang relatif baru, Kurikulum 2013 akan menghadapi berbagai masalah dan tan- tangan dalam implementasinya, baik di tingkat nasional maupun dalam tatanan lokal. Ketika uji publik misalnya, pengembangan kurikulum ini sudah mendapat penolakan dari beberapa kelom- pok masyarakat peduli pendidikan. Demikian halnya dalam tatanan lokal, banyak guru, kepala sekolah, dan pengawas yang belum/tidak siap mengikuti perubahan tersebut. Masalahnya, apabila perubahan dalam bidang pendidikan yang telah beberapa kali diupayakan oleh pemerintah kandas di tengah jalan, bagaimana akhirnya nasib Kurikulum 2013? Ja- waban atas pertanyaan tersebut sangat bergantung pada pema- haman pelaksana di lapangan dalam mengimplementasikan perubahan. Untuk itu, diperlukan pemahaman yang mendalam

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 139 dari para pelaksana dan yang berkepentingan dengan imple- mentasi kurikulum sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Mengenai berlanjut atau tidaknya Kurikulum 2013 itu sudah dibuktikan hingga saat ini, yaitu masih berlanjut. Setelah Menteri Pendidikan sebelumnya, Anies Baswedan, digantikan oleh Muhadjir Effendy, Kurikulum 2013 pun direvisi akan kekurangan- kekurangannya sehingga muncul kurikulum terbaru yakni Kurikulum 2013 Revisi. Adapun kekurangan dalam Kurikulum 2013 di antaranya seperti berikut. Pertama, guru banyak salah kaprah. Mereka ber- anggapan dengan Kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap dijelaskan oleh guru. Kedua, banyak guru yang belum siap secara mental dengan Kurikulum 2013 karena kuri- kulum ini menuntut guru lebih kreatif. Pada kenyataannya me- mang hanya sedikit para guru yang seperti itu sehingga mem- butuhkan waktu yang panjang agar bisa membuka cakrawala berpikir guru, dan salah satunya dengan diklat agar mengubah paradigma guru sebagai pemberi materi menjadi guru sebagai motivator siswa agar kreatif. Ketiga, kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific. Keempat, kurangnya ke- terampilan guru merancang RPP. Kelima, guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik. Keenam, tugas menganalisis SKL, KI, KD buku siswa dan buku guru belum sepenuhnya dikerjakan oleh guru, dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat da- lam kasus ini. Ketujuh, tidak pernahnya guru dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama. Kedelapan, tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam Kurikulum 2013 karena UN masih menjadi factor penghambat. Terakhir, terlalu banyak materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang kurang berdedikasi terhadap mata pelajaran yang diampu.

140 Yogyakarta dalam Perubahan Selain itu, beban belajar siswa dan guru terlalu berat sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama. Dengan kekurangan-kekurangan di atas, bukan berarti Kuri- kulum 2013 tidak mempunyai kelebihan. Beberapa kelebihan Kurikulum 2013 ialah berikut. Pertama, dengan adanya pendidik- an karakter sekaligus sebagai penilaiannya, siswa menjadi lebih sopan, menghormati, dan ber-atittude baik. Kedua, siswa dituntut untuk bersikap aktif sehingga banyak siswa yang pendiam menjadi lebih baik di dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Ketiga, pembelajaran berpusat pada siswa sehingga siswa dapat berdiskusi dan menggali ilmu seluas mungkin serta seaktif mungkin. Keempat, guru sebagai fasilitator sehingga siswa dapat bertanya materi lebih mendetail jika kiranya masih kurang paham dengan materi yang telah dikumpul/dicarinya. Kelima, siswa diberi waktu lebih luas untuk berdiskusi sehingga antarsiswa dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat meminimalisasi angka individualisme di sekolah. Keenam, siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan masa- lah yang mereka hadapi di sekolah. Dan yang terakhir, ketujuh, siswa dituntut agar suka membaca/literasi. Pada zaman sekarang banyak remaja kita tidak suka mem- baca, baik cerpen, koran, berita, artikel, dll. Penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009. Berdasarkan data CSM, yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul, Belanda 30 judul, Prancis 30 judul, Jepang 22 judul, Swiss 15 judul, Kanada 13 judul, Rusia 12 judul, Brunei 7 judul, Singapura 6 judul, Thailand 5 judul, dan Indonesia 0 judul/buku (https:// googleweblight.com/?lite_url=https://sahabatguru. wordpress.com/2012/08/29/fakta-minat-baca-di-indonesia/).

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 141 Sungguh miris jika didengar, oleh sebab itu Kurikulum 2013 ini mengajak siswa untuk lebih membiasakan diri membaca, baik itu novel, cerpen, berita, artikel, dll. Kabar Kurikulum 2013 di SMA Negeri 7 Yogyakarta berjalan dengan baik. Setelah sebelumnya sebagian guru merasa kecewa karena adanya Kurikulum 2013 Revisi. Hal ini tentu perlu kita garis bawahi, terutama mengenai pencetakan buku revisi. Tentu untuk mendapat buku-buku revisi terbaru sekolah harus me- nyiapkan dana yang tidak sedikit. Buku pegangan siswa dan guru sebelum revisi pun dinilai sia-sia, karena buku-buku itu tertumpuk rapi di pojok perpustakaan. Hal ini artinya buku-buku itu tidak digunakan semestinya, padahal sekolah juga sudah membelinya. Semoga tidak ada Kurikulum 2013 Revisi Edisi 2. ***

Oktafina Noor Ulfa. Lahir di Yogyakarta, 25 Oktober 2000. Siswa SMA Negeri 7 Yogyakarta ini memiliki hobi menulis dan olahraga bulu tangkis. Alamat rumah: Jalan Glagah UH IV/272, Yogyakarta. Telepon/ponsel: (0274) 489978; 085868282806.

142 Yogyakarta dalam Perubahan Pelajar yang Harus Diajari

Prameitha Ayu W. SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta [email protected]

Pendidikan merupakan hal penting untuk semua orang. Pen- didikan adalah investasi jangka panjang yang harus dipersiapkan sedini mungkin dengan sarana dan prasarana yang baik. Dari pendidikan kita berharap mendapatkan generasi penerus yang berkompetensi. Berbicara tentang pendidikan pasti berhubungan dengan penilaian, pengetahuan, cara berpikir seseorang, dan sikap atau perbuatan seseorang. Apa yang dimaksud dengan penilaian? Menurut Asmawi Zainul, penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggu- nakan tes maupun nontes. Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud dengan sikap? Sikap adalah perasaan, pikiran, kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen dan meninggal- kan aspek-aspek tertentu dalam lingkungan. Berkaitan dengan persoalan sikap, sekarang pelajar Indone- sia khusus di Yogyakarta sudah banyak yang memiliki sikap temperamental. Banyak pelajar kota Yogyakarta yang melakukan aksi nekad di luar batas dengan sikap kemarahannya dan ke- egoisannya. Aksi nekad mereka itu dinamakan dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja? Lalu apa yang dimaksud dengan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 143 remaja? Remaja adalah perpindahan usia dari anak-anak menuju dewasa. Usia remaja adalah usia yang paling rawan dalam pergaulan. Di usia remaja mereka berpotensi untuk ingin tahu tentang apa yang belum dia ketahui. Kenakalan remaja itu terjadi karena adanya banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang sudah terbukti adalah perkembangan teknologi dan penga- ruh dari budaya barat. Pasti banyak orang yang bertanya, apa hubungan perkembangan teknologi dan pengaruh dari budaya barat yang membuat remaja di Indonesia khususnya Yogyakarta masih sulit diatasi? Hal itu tentu bisa terjadi karena dengan adanya teknologi canggih remaja mudah mencari informasi tentang apa yang ingin dia ketahui lewat gadget yang ia miliki. Pengaruh dari budaya barat sendiri memiliki peran dalam kenakalan remaja. Selain itu, orang tua juga berperan penting dalam mencegah terjadinya ke- nakalan remaja. Karena, kasih sayang dan perhatian orang tua akan lebih berpengaruh dan bisa mengendalikan terjadinya kenakalan remaja. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan orang tua ketika melihat terjadinya kenakalan remaja. Bisa jadi orang tua sudah mendidik anaknya dalam hal yang positif, tetapi itu semua ter- gantung pada sang anak. Atau malah bisa jadi anak yang diper- hatikan orang tua terlalu ketat sehingga merasa dikekang yang akibatnya menjadi despresi. Pada dasarnya anak yang terlalu dikekang menjadikan mental anak rendah dan hal itu akan mem- buat anak menjadi memberontak yang bisa menyebabkan ter- jadinya kenakalan remaja. Kenakalan Remaja juga bisa terjadi karena faktor lingkungan sekitar. Jika remaja tinggal di lingkungan yang kurang baik pasti mereka akan mengikuti aksi yang kurang baik juga. Wajar saja sang anak lebih memiliki daya ingat yang kuat dan daya ingin tahu yang lebih. Jadi, orang tua harus lebih berhati-hati dalam mendidik anaknya untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja.

144 Yogyakarta dalam Perubahan Kenakalan remaja sendiri memiliki banyak macamnya, di antara- nya pergaulan bebas, klithih, narkoba, tawuran, dll. yang semua ini juga terjadi di Yogyakarta. Di siaran televisi atau radio kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pergaulan bebas, klitih, narkoba, dan tawuran antar- pelajar. Apa sih pergaulan bebas itu? Pergaulan bebas ialah salah satu bentuk perilaku menyimpang yang melewati batas dari kewajiban, tuntutan, aturan, syarat, dan perasaan malu. Pergaul- an bebas sendiri memiliki banyak faktor, seperti rendahnya taraf pendidikan keluarga, keadaan keluarga yang tidak stabil (broken home), orang tua kurang perhatian, lingkungan setempat kurang baik, kurang berhati-hati dalam berteman, dan sebagainya. Pergaulan bebas juga memiliki dampak yang buruk bagi remaja, misalnya seks bebas, ketergantungan obat, menurunnya tingkat kesehatan, meningkatkan kriminalitas, atau merenggangkan hubungan keluarga. Selain pergaulan bebas, akhir-akhir ini berita yang sedang hangat dibicarakan ialah klithih. Banyak remaja sekarang salah bergaul dan melakukan tindakan yang dilarang oleh hukum. Di televisi pasti kita sudah sering mendengar aksi klithih di kalang- an pelajar khususnya di Kota Yogyakarta. Lalu apa sih klithih itu? Klithih adalah sebuah tindakan nekad yang kebanyakan dilakukan oleh anak-anak remaja yang masih labil jiwanya, yang konon katanya masih mencari jati diri. Apa sih penyebab terjadi- nya klitih? Sebabnya ialah kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh kuat kelompok sepermainan ke arah perilaku kekeras- an, dan atau kurang mampu mengendalikan diri sendiri. Sekarang ini klithih sering terjadi, entah itu pagi, siang, sore, ataupun malam. Adapun sasarannya yaitu anak sekolah yang menjadi musuh dan yang sekarang berkembang ke siapa saja. Aksi klithih ini membuat orang tua yang memiliki anak remaja menjadi resah. Banyak warga Yogyakarta yang mengeluhkan tentang aksi klithih ini. Kenyamanan warga Jogja benar-benar terusik dengan ulah kriminal para remaja. Bukan hanya memu-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 145 kuli dengan tangan atau benda dari yang tumpul hingga tajam, namun hingga merenggut nyawa korban. Dalam sebuah artikel pernah dijelaskan, jika kasus tawuran diberitakan di media masa, aksi nekat remaja itu akan lebih ber- kelanjutan. Apakah mungkin jika klithih diliput oleh media juga akan semakin banyak yang ingin mencoba bergabung dengan aksi anarkinya? Selain tawuran pelajar sekarang pelajar kota Jogja sudah banyak yang mengonsumsi narkoba. Akhir-akhir ini nar- koba sudah merajalela di kalangan pelajar. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah korban yang disebabkan oleh barang haram itu meningkat hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Narkoba dapat menghancurkan generasi muda Indonesia. Karena narkoba dapat membunuh ratusan juta orang yang salah mengartikan kegunaan narkoba. Narkoba adalah nar- kotika dan obat-obatan atau bahan berbahaya yang telah beredar di masyarakat perkotaan maupun pedesaan, termasuk bagi aparat hukum. Banyak sekali zat-zat berbahaya beredar di Indonesia. Narkoba memiliki dampak negatif dalam fisik, psikis, dan ligkungan sosial. Pertama, gangguan dalam sistem saraf seperti kejang-kejang, imajinasi, dan halusinasi. Kedua, gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Ketiga, gangguan pada paru-paru. Keempat, sering sakit kepala, mual-mual, suhu tubuh meningkat. Kelima, kerja lambat dan ceroboh. Keenam, agresif, menjadi ganas dan tinkah laku yang brutal. Ketujuh, gangguan mental, dan lain-lain. Sementara itu, faktor yang melatarbelakangi pemakain nar- koba di kalangan remaja setidaknya ada tiga, yaitu (1) hilangnya makna hidup: remaja selalu ingin dianggap eksis di tengah pergaulan sehingga seringkali mengikuti trend serta gaya hidup lingkungan tempat mereka bergaul; (2) minimnya komunikasi dalam keluarga maupun masyarakat sekitar: hal negatif dari hubungan antartetangga yang tidak harmonis akan menjadikan kesepian di tengah keramaian; dan (3) munculnya rasa bosan

146 Yogyakarta dalam Perubahan menjalani hidup: pelajar yang masih usia remaja memiliki rasa tekanan batin berupa bosan dalam pelajaran ataupun memiliki masalah dalam hidupnya, dan pada akhirnya rasa bosan ini mem- bawa mereka untuk lari dari kenyataan hidup dengan mengon- sumsi narkoba ataupun obat-obatan lainnya. Dari paparan tersebut akhirnya perlu ditegaskan bahwa memang kenakalan remaja semakin populer dan menjadi masalah serius di era modern ini. Kenakalan remaja semakin sulit ditang- gulangi jika sudah terbiasa dan dibiarkan tanpa solusi. Untuk menindaklanjuti kenakalan remaja, aturan hukum memang harus ditegakkan. Namun, sebagai pelajar kita harus memiliki visi dan misi yang jelas menolak dan antikenakalan remaja. Keluarga sebagai awal tempat pendidikan harus mampu membentuk pola pikir yang baik. Guru sebagai pendidik diharapkan juga bisa menjadi instruktur yang baik dalam pendidikan kepribadian siswa. Remaja harus diberi pengarahan oleh orang yang lebih dewasa agar mampu memilih teman yang baik, menghindari pergaulan bebas, mengatakan tidak pada narkoba, dan menghin- dari kenakalan remaja lainnya. Jadi, intinya, yang masih harus diajari adalah pelajar (remaja), bukan yang lain. ***

Prameitha Ayu W. Lahir di Gunungkidul, 29 Mei 2001. Siswa SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca. Alamat rumah: Rejo- winangun RT 25, RW 08, Kotagede, Yogyakarta. Ponsel: 087839086621.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 147 Sinta yang Sirna

Rizqy Ar Royyan Primadani SMA Negeri 6 Yogyakarta [email protected]

Semilir angin di pedesaan Ngayogyakarta Kicau kenari mengiringi pagi Senyum dan sapa hangat menyambut pagi Pesan semangat tersampai dari bunga desa cantik Indahnya pagi Indonesia yang asri

Indah adalah suatu kata yang cocok untuk mendeskripsikan daerah yang istimewa ini. Kalian tak menyetujui itu? Apakah ka- rena debu kotor yang menghiasi sepanjang jalan kota di Yogya- karta? Asap rokok sudah biasa terlepas bebas di udara. “Kurun waktu 3 tahun saja, terjadi peningkatan pencemaran lingkungan hidup di DIY, hingga di atas 250 persen,” ujar Kepala BPS DIY, Bambang Kristianto, dalam Laporan Statistik Lingkungan Hidup DIY tahun 2015/2016. Tak heran apabila bayangan indah Indo- nesia hilang dari benak. Bagai disayat sembilu hati ini menyak- sikannya. Yogyakarta pagi ini ibarat Rama tanpa Sinta. Menurut kisah dalam kitab Walmiki, Sinta adalah pasangan Rama. Ia merupakan sosok indah penyejuk hati. ‘Keindahan’ itu seakan mulai sirna dari kehidupan. Saling sapa memudar di pertemuan. Masing-masing individu abad 21 selalu sibuk, didesak oleh jad- wal kesibukan.

148 Yogyakarta dalam Perubahan Keramahan yang menjadi ciri khas Yogyakarta lambat laun mulai pudar. Dari hasil salah satu penelitian budaya, ketidak- pedulian masyarakat menyebabkan lunturnya budaya yang me- lekat di jiwa suatu masyarakat. Alangkah sedihnya ketika kehi- dupan manis di pedesaan berangsur memudar. Kehidupannya cenderung tebal muka, bak Rahwana yang tak peduli apa-apa selain dirinya.

Ragam Budaya Yogyakarta adalah daerah yang istimewa. Ia memiliki bera- gam budaya, baik budaya tangible (fisik) maupun intangible (non- fisik). Budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan benda yang menghiasi cagar budaya. Potensi budaya intangible antara lain seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, dan perilaku sosial dalam masyarakat. Budaya Yogyakarta ter- sebut merupakan hal yang sangat unik. Kebudayaan yang berwujud fisiknya adalah budaya yang lebih mudah untuk dikenal. Bak ikan di samudera banyaknya jumlah kawasan cagar budaya di Yogyakarta. Daerah yang isti- mewa ini memiliki tidak kurang dari 515 bangunan cagar budaya. Bangunan-bangunan itu tersebar di 13 kawasan cagar budaya. Kraton Yogyakarta sebagai institusi warisan adiluhung keber- adaannya apik lestari. Keberadaaanya menjadi spirit budaya intangible di masyarakat Yogyakarta. Dengan itu, dinamika kehi- dupan dalam masyarakat tumbuh dan terjaga. Adat dan tradisi hidup beriring dengan terjaganya warisan budaya tangible yang elok. Budaya intangible tumbuh kuat dalam benak masyarakat Yogyakarta. Meskipun tak terlihat secara fisik, budaya ini me- lekat dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Nilai dan norma diajarkan turun-temurun oleh leluhur. Karya seni terjaga apik dalam suguhan tradisional yang menggelora. Lingkungan sosial pun terjalin indah dalam balutan sopan santun tata krama Yog-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 149 yakarta. Akan tetapi, pernahkah kita merasa keterikatan antar- budaya yang elok ini mulai sirna dari kehidupan? Yogyakarta memiliki nilai dan norma yang apik dalam tatanan masyarakatnya. Yogyakarta yang merupakan bagian dari Jawa mengajarkan bahasa ibu yang rumit nan elok. Ngoko, krama, krama inggil adalah hal yang tak asing bagi pemuda-pemudi Jawa. Ketiganya merupakan tingkatan bahasa Jawa. Tata bahasa Jawa dengan unggah-ungguhnya menghiasi perbincangan di sudut- sudut Yogyakarta. Namun, apakah kita dapat merasakan kental- nya keramahan dan sopan santun bahasa hari ini? Bahasa sangat erat hubungannya dengan perilaku. Tindak- tanduk sehari-hari adalah cerminan diri. Sudah sepantasnya pemuda-pemudi Yogyakarta menampilkan tatanan perilaku yang elok dan rapi dalam kehidupan sehari-hari. Bak roti kukus yang baru matang, manis, dan hangat. Namun, yang terjadi tidaklah seindah itu. Roti kukus yang yahud terlanjur hangus. Bahasa, perilaku, norma adalah hal yang tercipta dari sosial. Memang begitu adanya manusia dengan sifatnya. Sifat sosial akan melahirkan beragam hal yang menarik. Tak hanya itu, social pun menghasilkan seni. Seni yang terolah rapi dengan menam- pilkan musisi-musisi yang dipandang jernih. Karya seni yang terlahir di Yogyakarta adalah hasil paduan agama. Berbagai upa- cara seperti Sekaten dan Grebeg Maulud terlaksana rutin di negeri ini. Terangkai pula tarian yang elok dipandang seperti Jathilan dan Sendratari Ramayana.

Sendratari Ramayana Sendratari Ramayana merupakan salah satu kesenian yang paling populer di Yogyakarta. Sendratari merupakan salah satu daya pikat terhadap turis. Hal ini terjadi karena Sendratari Rama- yana memiliki keistimewaan tersendiri. Kisahnya mengajarkan nilai yang amat penting dalam kehidupan. Ramayana dikisahkan dalam empat episode, yaitu Hilangnya Dewi Sinta, Hanoman Duta, Kumbokarno Leno, dan Api Suci.

150 Yogyakarta dalam Perubahan Bak terbawa ke alam kaca ketika menyaksikan Sendratari Ramayana. Penyuguhan pentasnya teramat memesona, tetapi se- akan bercermin terhadap kehidupan sehari-hari dalam kisahnya. Dalam dunia itu, disuguhkanlah tokoh baik dan buruk. Tokoh baik itu berasal dari negeri Ayodya, Sri Rama namanya. Ia akan melawan sifat jahat dari seorang tokoh yang bengis. Asalnya dari negara Alengka. Ia adalah Maharaja Angkara Murka yang terjelma dalam diri seorang Rahwana. Tak asing bagi kita mencerna perlawanan antara baik dan buruk. Suguhan sendratari ini mem- bawa pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi perma- salahan yang akrab dalam hidup ini. Sendratari Ramayana dipentaskan di panggung terbuka dan tertutup. Pagelaran sendratari ini diadakan secara rutin. Akan tetapi, tidak semua bulan dalam satu tahun mendapat jatah secara terbuka untuk unjuk kelihaian sendratari ini. Sendratari diadakan pada bulan Mei sampai Oktober. Lumayan kan untuk mengisi waktu libur kenaikan kelas? Pementasan Sendratari Ramayana digelar di beberapa tempat di Yogyakarta. Pada umumnya, turis akan mengenal salah satu tempat di timur Yogyakarta. Letaknya yang berada di perbatas- an Klaten-Jogja membuatnya menjadi point pertama yang akan menarik wisatawan untuk berkunjung. Dikolaborasikan dengan bangunan khas Yogyakarta menambah ketertarikan tempat ini. Candi-candi yang tersusun rapi membangun suasana Ngayogya- karta yang kental dipadukan dengan corak khas Hindu. Tempat itu tiada lain adalah Candi Prambanan.

Awal Mula Lahirnya suatu mahakarya Sendratari Ramayana bermula dari ide G.P.H. Djatikoesoemo. Beliau terinspirasi dari pertun- jukan Royal Ballet of Cambodia. Pertunjukan tersebut digelar di Angkor Wat. Setelah kunjungannya ke negara-negara sahabat, Djatikoesoemo berniat untuk mementaskan sebuah drama dalam

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 151 bentuk drama tanpa dialog. Gagasan tersebut kemudian dikemas apik dalam pertunjukan Sendratari Ramayana. Tak semulus dan sehalus pipi bayi perjalanan dalam mewu- judkan Sendratari Ramayana. Terlibat banyak pihak dalam pro- sesnya. Proyek tersebut ditangani oleh Kementerian Perhu- bungan Darat, Pos, dan Telekomunikasi. Proyek sendratari ini juga termasuk dalam proyek nasional. Alokasi dana untuk ini pun tak tanggung-tangung, yaitu 20 juta rupiah. Tentunya angka yang cukup hebat pada era tahun 1961. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Seperti pepatah itulah perjuangan untuk mewujudkan pertunjukan pertama Sendratari Ramayana. Sebelum tampil perdana, para aktor menjalani gladi resik selama tiga malam. Hal itu dilak- sanakan berturut-turut pada tanggal 23, 24, dan 25 Juli 1961. Pada saat itu, penduduk di sekitar Prambanan diperkenankan untuk menyaksikan secara cuma-cuma. Sendratari Ramayana bersifat kolosal. Tak hanya puluhan yang terlibat dalam pertunjukan itu. Di era awal pagelaran, Sendratari Ramayana melibatkan 865 orang termasuk panitia, keamanan, dan petugas kesehatan. Jumlah yang fantasitis, bu- kan? Penari utama berjumlah 55 orang. Tiap tokohnya diperan- kan 3 sampai 4 orang agar satu penari tidak perlu menari ber- turut-turut tiap malamnya. Penari tarian massal berjumlah 400 orang, penabuh gamelan pelok 33 orang, penabuh gamelan slendro 33 orang, penggerong 60 orang, perias 27 orang, peran- cang kostum 11 orang, dan pelayan sesaji 7 orang. Mereka ter- gabung dalam suatu acara yang hebat dalam pertunjukan seni Indonesia. Tentunya bukan suatu hal yang mudah seperti mem- balikkan telapak tangan untuk menyatukan 865 kepala. Gotong royong merupakan modal penting dalam pelaksanaan event kolosal. Kerapian dalam tatanan sosialnya pun penting untuk menyukseskan pertunjukan ini.

152 Yogyakarta dalam Perubahan Hasil tidak akan mengkhianati usaha. Kerja keras dan jerih payah semua pihak yang terlibat terbayar tuntas pada saat pertunjukan perdana. Pementasan dilaksanakan pada tanggal 26 Juli 1961. Dengan kapasitas teater 2000-3000 penonton, karcis ludes terjual. Pertunjukan diresmikan oleh Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata (PDPTP), Mayor Jenderal G.P.H. Djatikusumo. Peresmian dihadiri oleh tamu undangan penting seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Gubernur Jawa Tengah Mochtar. Acara pun disusun dengan meriah. Pementasan diawali dengan pidato dari Prof. Dr. Soeharso selaku panitia penyelenggara dan merangkap sebagai sutradara. Balet Ramayana Prambanan adalah satu percobaan (good effort) untuk membawa seni-pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi. Begitulah pesan dari Presiden Soekarno yang terlukis pada prasasti. Suasana luar biasa menghiasi kelanjutan dari proyek sendratari ini. Bung Karno menghadiri pementasan Sendratari Ramayana pada tanggal 25 Agustus 1961. Pada saat itu diundang 50 tamu VIP termasuk Charlie Chaplin. Tak terbayang begitu meriah suasana saat itu. “Bila dunia tahu akan Festival Ramayana ini, para pengunjung tentu akan datang berbondong-bondong ke Indonesia. Akan saya ceritakan kepada dunia, bahwa di Jawa Tengah terdapat kesenian yang mengagumkan yang membuat saya amat terkesan.”, ungkap Charlie Chaplin.

Kisah Cinta Serat Rama mengisahkan cerita Ramayana versi sastra Jawa baru. Serat ini adalah serat yang paling popular di masyarakat. Sendratari Ramayana menggunakannya sebagai sumber cerita. Menurut Poerbatjaraka, Serat Rama menghilangkan atau meng- ganti bagian-bagian dari kisah Ramayana. Hal ini dikarenakan penulis Serat Rama dianggapnya kurang menguasai bahasa Jawa Kuna. Akan tetapi, beliau juga berpendapat bahwa Serat Rama macapat merupakan kitab Jawa yang terbaik di era ini.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 153 Pementasan sendratari disuguhkan dengan rangkaian cerita yang apik. Awal mula cerita dimulai dari Prabu Janaka meng- adakan sayembara dalam rangka menentukan pendamping putrinya, Dewi Sinta. Sayembara tersebut dimenangkan oleh Rama Wijaya. Cerita berlanjut dengan petualangan Rama, Sinta, dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu dengan Rahwana yang ingin memiliki Sinta. Sinta dianggapnya sebagai titisan wanita yang telah lama dicari, Dewi Widowati. Rahwana memutuskan untuk menculik Sinta. Untuk menarik perhatiannya, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil, Sinta terpikat dan meminta Rama untuk memburunya. Setelah lama tak kun- jung kembali, Laksama mencari Rama. Sinta ditinggalkan seorang diri dalam perlindungan berupa lingkaran magis. Akan tetapi, perlindungan itu gagal karena Sinta berhasil diculik Rahwana. Di akhir cerita, Sinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman. Ia adalah sosok kera yang lincah dan perkasa. Akan tetapi, ketika Sinta kembali, Rama justru tak mempercayai Sinta. Rama menganggap bahwa Sinta telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Sinta diminta untuk membakar raga- nya dalam Api Suci Sinta. Kisahnya ditutup dengan manis dengan terbuktinya kesucian Sinta karena raganya tak terbakar sedikit pun, justru Sinta digambarkan dengan paras yang bertambah cantik dan menawan. Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan, dan sulit tertandingi. Kisahnya yang elok mem- bekas di benak. Amanat pun terolah dalam otak dan bersemayam di lubuk hati. Pertunjukan ini menyatukan ragam kesenian Jawa. Kesenian tersebut berupa tari, drama, dan musik yang terangkai dalam satu panggung. Unsur pertunjukan pun dipersiapkan de- ngan matang. Ekspresi tersalurkan dengan jelas untuk menggam- barkan peranan tokoh. Riasan tokoh dan penari pun sangat men-

154 Yogyakarta dalam Perubahan dukung cerita sehingga penonton mampu memahami cerita meski melihat drama yang bisu tanpa dialog. Tak hanya sekedar sendratari biasa, Sendratari Ramayana menyuguhkan aksi-aksi menakjubkan. Terdapat beberapa ade- gan yang hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Adegan api disajikan dengan permainan bola api. Permainan bola api dapat disaksikan pada saat adegan yang menceritakan Hanoman dan Sinta. Selain itu, disajikan pula aksi-aksi akrobat yang dapat dijumpai ketika adegan peperangan. Sendratari Ramayana adalah suatu seni yang sangat ber- harga. Sebagai harapan bangsa, sudah semestinya kita semua meneruskan kelestariannya, kelestarian budaya Jawa. Tak hanya budaya yang tergambar jelas fisiknya, tetapi juga budaya sosial. Budaya yang menjadi ciri khas Ngayogyakarta. Tak perlu muluk- muluk memulainya. Mulailah dengan langkah awal menebar sapa dan kesopanan. Seiring dengan perkembangan zaman di abad 21 ini, kepe- dulian akan menjaga budaya terus tergerus. Harapan utuhnya unggah-ungguh kian pupus. Generasi ini mulai kehilangan sosok Sinta yang halus. Norma dan nilai dalam interaksi terabaikan terus-menerus. Lalu, apakah kelak generasi mendatang hanya berakhir pada cerita Ramayana yang terputus?

Daftar Bacaan Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/arts- and-culture/ramayana-ballet/ http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161023224728-20- 167372/pencemaran-lingkungan-di-yogyakarta-meningkat- 250-persen/ https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta #Kebudayaan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 155 https://id.wikipedia.org/wiki/Sendratari_Ramayana_Pram- banan http://jendelamasimas.blogspot.co.id/2012/12/lunturnya- budaya-indonesia.html diakses pada tanggal 18 April 2017.

Rizqy Ar Royyan Primadani. Lahir di Klaten, 17 April 2000. Siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca dan menulis. Pernah meraih prestasi sebagai Juara III Lomba Siaga Bencana PMR Wira Jawa Tengah-DIY. Alamat rumah: Perumahan Griya Arsita Pugeran B-2, Jalan Pangeran Puger III, Magu- woharjo, Sleman, Yogyakarta. Ponsel: 087839908649.

156 Yogyakarta dalam Perubahan Batik Bukan Busana Antik

Rosi Kharisa SMK Negeri 1 Yogyakarta [email protected]

Di zaman sekarang, kita pasti sudah tidak asing lagi men- dengar kata busana. Di dalam ajaran agama pun, kita juga pasti sudah sering diajarkan tentang berbusana yang baik dan benar. Menurut kalian arti busana itu apa sih? Dalam KBBI, busana diartikan sebagai pakaian atau baju. Dan, busana itu sendiri ber- asal dari bahasa sansekerta yaitu bhusana. Di Indonesia, busana sering diartikan sebagai pakaian, yang sebenarnya terdapat perbedaan di antara mereka. Busana itu mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan pakaian. Busana meliputi semua yang kita kenakan, baik dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, dan kalau pakaian itu hanyalah bagian dari busana itu sendiri. Sebaliknya guyss, zaman dahulu itu manusia pra aksara belum mengenal apa itu busana. Yang mereka tahu hanyalah harus berusaha menghindari ataupun melindungi diri mereka sendiri dari bahaya maupun cuaca pada waktu itu. Pada masa itu, mereka menjadikan kulit hewan, kulit batang pohon, serta daun untuk menutupi bagian tertentu pada tubuhnya itu. Sema- kin bertambahnya zaman, manusia mulai mengenal teknologi dan semakin banyak pula perkembangan busananya. Bahkan, sekarang sudah sampai bermacam-macam, baik dari bentuknya, bahannya, warnanya, aksesorisnya, dan lain-lain.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 157 Nah, karena sekarang zaman telah berkembang sangat cepat, banyak pabrik baju yang berlomba-lomba untuk membuat busana yang diminati para masyarakat, baik lokal maupun nonlokal. Mereka akan membuat baju yang sedang trend akhir-akhir ini. Mereka mendesain baju itu semenarik mungkin agar produknya banyak disukai dan diminati dari berbagai kalangan. Mereka juga pandai dalam hal mempromosikan berbagai produknya. Banyak cara bagi mereka untuk menawarkan dan menjual pro- duknya, salah satunya dengan membuat situs atau blog dan me- nampilkan foto seorang model yang mengenakan hasil produk- nya tersebut, atau menjualnya lewat toko-toko online. Dalam arus globalisasi ini, konsumen mulai hanyut dengan busana yang sedang trend akhir-akhir ini. Bagi berbagai kalangan remaja atau dewasa ingin terlihat sebagai orang kekinian. Apalagi sekarang didukung oleh internet. Mereka bisa mengetahui bu- sana apa yang sedang hits. Kemudian membeli baju apa saja yang ia inginkan tanpa susah payah mencari di semua toko. Di toko- toko online, mereka hanya langsung memilih produk yang di- inginkan dan menekan kata beli untuk mendapatkannya. Mereka akan melakukan apa saja untuk terlihat seperti orang hits. Di balik itu semua, ada beberapa faktor yang membuat mereka mengikuti arus globalisasi ini. Faktor yang pertama adalah gengsi. Gensi menyebabkan kita malu terhadap lingkungan di sekitar dan memikirkan hal- hal yang terjadi jika kita tidak mengikuti apa yang sedang nge- trend akhir-akhir ini. Mereka terlalu terpacu oleh omongan orang lain yang seakan-akan menjadi hal mutlak bagi dirinya. Jika mereka tidak mengikuti trend yang ada, mereka akan malu di- katakan sebagai orang yang ketinggalan zaman, ih kok jadul sih, kamu nggak keren, dasar cupu, dan lain sebagainya. Jadi mereka akan melakukan apa saja untuk membuat ia tidak kelihatan “jadul” di mata semua orang. Faktor selanjutnya adalah karena mereka ingin mendapatkan perhatian lebih dari semua orang. Mereka juga akan melakukan

158 Yogyakarta dalam Perubahan apa saja untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang. Dan faktor selanjutnya adalah karena keinginan untuk dipuji. Orang yang seperti ini biasanya haus akan sanjungan. Mereka ingin dibilang sebagai orang yang kekinian dan semuanya memujinya, baik karena kecantikannya atau ketampanannya, atau dari hal lain. Faktor yang terakhir itu agaknya hanya berlaku untuk se- bagian orang, yakni untuk mengikuti jejak orang yang kita kagumi atau sering disebut sebagai idola. Jika kita menyukai dan mengagumi seorang artis di luar sana, kita pasti akan mencari tahu tentang orang tersebut. Dan tidak sedikit kita akan meniru gayanya, baik dalam kehidupannya, bahasa bicaranya, busana- nya, dan lain-lain. Tetapi, di samping semua itu, sadarkah jika salah satu budaya kita dilirik negara lain dan terancam? Contohnya dalam hal busa- na yaitu batik. Batik milik kita ini telah diklaim oleh negara lain. Mengapa mereka melakukan itu? Karena mereka tertarik untuk melestarikan dan mengembangkan budaya kita yang indah ini. Tidak hanya batik, budaya kita banyak yang telah diklaim oleh negara lain. Penyebab budaya Indonesia bisa diklaim oleh negara lain adalah karena kurangnya kesadaran pada generasi muda akan pentingnya menjaga budaya kita, generasi muda yang meng- anggap budaya sebagai hal yang kuno, kurangnya pembelajaran pada generasi muda atas pentingnya budaya kita, pemerintah yang kurang dalam menjaga kelestarian budaya kita, tidak ada- nya peraturan perundang-undangan untuk menjaga kelestarian budaya kita, kurang adanya sosialisasi dalam media langsung dan tidak langsung tentang pentingnya melestarikan budaya asli kita, dan masih banyak lagi. Sekarang, memang hanya beberapa budaya kita yang diklaim, tetapi jika dibiarkan lama-kelamaan akan berdampak buruk bagi bangsa Indonesia. Lama-lama bangsa ini akan kehilangan seluruh warisan budaya dan kekayaan Indonesia. Yang seharusnya men- jadi kebanggaan bangsa ini akan menjadi kebanggaan bangsa

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 159 lain. Jika itu benar terjadi, bangsa ini akan malu karena menjadi bangsa yang sudah kehilangan warisan budaya. Maka dari itu, kita semua juga harus melestarikan budaya, baik dari masyarakanya ataupun dari pemerintah. Caranya ialah dengan membuat peraturan undang-undang tentang warisan budaya, memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa men- jaga dan melestarikan warisan budaya itu penting, memberikan pelajaran tentang budaya pada anak usia dini, menyelengga- rakan pagelaran seni budaya agar generasi muda tertarik untuk berpartisipasi, dan lain sebagainya. Sebelum kembali ke materi awal, apa kita pernah bertanya, “Mengapa para produsen baju tidak membuat atau mengem- bangkan batik menjadi sebuah busana yang akan diminati masya- rakat dan mengenalkannya pada turis?” Dulu sempat berpikir seperti itu. Seharusnya, menteri pariwisata bisa bekerja sama dengan pabrik-pabrik baju untuk membuat busana modern yang berkolaborasi dengan batik. Para pemandu wisata juga tidak lupa menggunakan produk busana batik agar mereka menawar- kan dan mengenalkan salah satu budaya kita yang indah itu kepada para pengunjung lokal maupun nonlokal. Ide dengan cara menyatukan menteri pariwisata dengan pabrik-pabrik pembuat baju itu sangat bagus untuk mengenalkan dan melestarikan salah satu budaya kita itu kepada dunia. Bagai- mana tidak, oleh para pemandu wisata, wisatawan pasti akan dikenalkan oleh budaya-budaya tempat wisata itu sendiri dan lingkungannya. Sementara itu, para produsen yang mendesain busana modern yang berpadu dengan batik daerah dengan krea- tif. Setelah diluncurkan di pasaran, produk itu juga akan dikenal- kan oleh si pemandu wisata. Tak lupa dengan mereka si pemandu wisata juga mengenakan busana batik asal daerah tersebut. Jadi, para wisatawan akan semakin tertarik dengan budaya batik kita. Apalagi dengan busana modern yang berpadu dengan batik itu. Berbeda dengan yang itu, jika para wisatawan tidak meng- gunakan jasa pemandu wisata, mereka pasti akan tetap berlibur

160 Yogyakarta dalam Perubahan dan membeli oleh-oleh dari tempat yang akan dibawa ke tempat asalnya. Produk yang telah diluncurkan pasti akan dijual di dekat tempat wisata yang sering dikunjungi. Saat mereka sedang jalan- jalan di sekitar tempat wisata, mereka akan melihat produk itu dan tertarik kemudian membelinya. Jadi, batik kita itu bukanlah hal yang kuna, batik juga tidak harus dipakai saat acara formal atau acara penting. Batik merupa- kan budaya busana kita yang penting. Di balik batik kita yang indah itu, terdapat beberapa sejarah yang disampaikan nenek moyang kita dalam membuatnya. Mereka mengapresiasikan pe- rasaan, tutur kata, sikap, dan tradisi mereka ke dalam batik. Jadi, kita harus mempertahankan budaya batik kita itu. Jika kita tetap menjaga dan melestarikannya, nenek moyang kita pasti akan tersenyum di alam sana. ***

Rosi Kharisa. Lahir di Bantul, 9 Mei 2001. Siswa SMK Negeri 1 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca. Alamat rumah: Jeruk Legi RT 13, RW 35, Nomor 522 H, Banguntapan, Bantul. Ponsel: 081325108022.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 161 Kuliner Yogyakarta: Akankah Tetap Terjaga?

Sada Arihta Berutu SMK BOPKRI 2 Yogyakarta [email protected]

Bicara soal kuliner, Indonesia memiliki banyak kuliner yang terkenal. Tidak hanya terkenal di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Selain itu, kuliner Indonesia memiliki ciri khas yang bisa memikat banyak pengunjung yaitu dari rasa, warna, penyajian, fungsi, nama, dan lain lain. Sebelum masuk pada inti permasa- lahan, tidak ada salahnya jika kita mengetahui apa sebenarnya kuliner itu. Kuliner adalah olahan atau masakan yang diolah menjadi masakan yang terbuat dari beberapa bumbu dan rempah serta sayuran yang nantinya akan dijuat pada para konsumen. Di dalam esai ini tidak akan dibahas semua kuliner yang ada di Indonesia, tetapi hanya khusus kuliner di Yogyakarta. Ada berapa macamkah kuliner di Yogyakarta? Faktor apa saja yang menyebabkan lunturnya kuliner di Yogyakarta? Bagaimana cara mengatasi lunturnya kuliner di Yogyakarta? Dan, yang terpen- ting, masih adakah kuliner sehat di Yogyakarta? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita mulai dengan penjelasan mengenai macam kuliner di Yogyakarta. Pertama, tumpeng. Tumpeng merupakan masakan yang ter- diri atas nasi kuning lengkap dengan ubarampe-nya yaitu telur, ayam goreng, tomat, cabai, wortel, seledri, oseng tempe kering, dan lain lain. Keunikan yang dimiliki tumpeng itu sendiri ialah dari cara penyajian yang berbentuk kerucut dan juga gerabahnya

162 Yogyakarta dalam Perubahan diberi alas daun pisang serta lipatan daun pada sisi-sisi gerabah tersebut. Selain itu tumpeng juga memiliki ciri khas yang menarik yaitu dari warna dan rasa. Tumpeng memiliki warna kuning karena dimasak menggunakan kunyit dan memiliki rasa yang gurih. Kedua, lotek. Masakan ini merupakan kombinasi dari sayuran mulai dari kubis, kecambah, bayam, ketupat, bumbu kacang, serta pelengkapnya yaitu bakwan. Masakan ini memiliki ciri khas yaitu dari rasa asam manis dan pedas. Selain itu, lotek juga me- miliki banyak fungsi yaitu sebagai pengganti sayur atau lauk dan dari vitamin yang terkandung di dalamnya. Ketiga, gudeg. Masakan yang berbahan dasar nangka muda ini sangat digemari oleh masyarakat terutama Yogyakarta. Ma- kanan ini memiliki rasa yang manis, gurih, dan memiliki warna kecoklatan dengan pelengkap yaitu telur. Makanan ini memiliki fungsi yaitu untuk menggantikan makanan pokok yaitu nasi dan juga untuk acara-acara tertentu. Keempat, jajanan pasar. Yogyakarta memiliki banyak jajanan pasar seperti gethuk, tiwul goreng, cenil, onde-onde, jenang, dan lain lain. Biasanya jajanan ini banyak ditemukan di pasar yang memiliki rasa manis dan warna yang unik untuk memikat banyak orang. Kelima, bakmi Jawa. Dari seluruh kuliner yang da di Yog- yakarta, bakmi ialah makanan yang paling terkenal di antaranya. Masakan ini berbahan dasark mi telur. Selain itu, bakmi Jawa juga memiliki banyak variasi olahan yaitu mulai dari yang kuah sampai yang kering. Dari kuliner di atas, dapat dijelaskan bahwa Yogyakarta memiliki banyak jenis kuliner dan juga bernilai gizi tinggi. Lotek misalnya. Lotek yang berbahan dasar sayuran dapat menyehat- kan badan dengan vitamin yang terkandung dalam sayuran ter- sebut. Bayam mengandung B6 yang dapat menambah hemo- globin darah. Sayuran ini baik dikonsumsi oleh penderita darah rendah untuk meningkatkan jumlah hemoglobin darah. Di

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 163 Gunungkidul kita bisa menjumpai banyak kuliner. Sebenarnya kuliner Gunungkidul sama dengan kuliner yang ada di Yogya- karya, dan yang membedakan hanyalah rasa dan warna selain itu semuanya sama. Di Kota Yogyakarta tahu dan tempe bacem rasanya manis namun tidak terlalu manis dan memiliki warna yang tidak begitu kecoklatan; sedangkan tahu dan tempe bacem yang ada di Gunungkidul memiliki rasa yang sangat manis dan warna yang kecoklatan. Selain itu, Gunungkidul juga memiliki keunikan lain yaitu mengkonsumsi belalang, ulat jati, dan kepompong ulat jati atau dalam bahasa Jawa disebut ungkrung. Biasanya serangga tersebut diolah dengan dibacem atau digoreng untuk lauk dan juga lalapan. Daging belalang memiliki protein dua kali lebih banyak dibandingkan dengan daging sapi. Namun, bagi yang alergi makan serangga, biasanya akan mengalami gejala mual, pusing, susah BAB, atau gatal di tubuh.

164 Yogyakarta dalam Perubahan Di balik semua itu, fakta juga menunjukkan, di Yogyakarta banyak makanan-makanan ala luar negeri. Misalnya KFC, makan- an cepat saji seperti hamburger, dan lain-lain. Akibatnya, kuliner di Yogyakarta mulai terdampak, mulai luntur akibat desakan kuliner yang lebih praktis dan menarik. Agar kuliner di Yogya- karta diharapkan tetap eksis menyertai eksisnya Kota Yogyakarta, setidak ada dua hal yang dilakukan. Pertama, membuat restoran besar yang khusus menyajikan kuliner Yogyakarta, dan kedua, mengadakan festival kuliner setiap tahun agar kuliner Yogya- karta tetap terjaga. ***

Sada Arihta Berutu. Lahir di Gunungkidul, 29 September 2000. Siswa SMK BOPKRI 2 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca. Alamat rumah: Rekso- negaran, GK V/1291 Yogyakarta.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 165 Tradisi Bullying di Sekolah

Siti Nabila SMK Negeri 5 Yogyakarta [email protected]

Jika kita melihat anak-anak berseragam sekolah pasti identik dengan kaum terpelajar karena keluhuran ilmu dan ketinggian akhlak. Namun, kini citra pelajar itu kian memudar seiring dengan munculnya tindakan kekerasan di sekolah. Hampir setiap hari kita mendengar atau melihat berita tentang kekerasan di antara pelajar melalui televisi atau media sosial lainnya. Istilah kekerasan di kalangan pelajar lebih dikenal dengan istilah bullying. Fenomena sosial bullying sekarang sangat sering terjadi di Indonesia. Mung- kin kita melakukannya semata-mata hanya untuk bercanda atau bersenang-senang tanpa memikirkan apakah itu menyakiti orang lain atau tidak. Kata bully artinya perundungan. Penggunaan kata perun- dungan sangat jarang dan asing terdengar di telinga masyarakat awam. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya orang, media, atau berita yang menggunakan kata tersebut. Menurut KBBI edisi ke-5, kata rundung memiliki arti mengganggu, mengusik terus menerus, menyusahkan. Definisi bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Jenis-jenis bullying, antara lain, bullying fisik, bullying verbal, bulllying relasi sosial, dan bullying cyber.

166 Yogyakarta dalam Perubahan Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetiono (Jurnal Psikologi Sosial 12 (01)) school bullying atau bullying yang terjadi di sekolah merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Maraknya kasus bullying di sekolah menjadikan pendidikan norma sosial sangat memprihatinkan. Padahal, di sekolah, kita mempelajari bahwa setiap makhluk hidup khususnya manusia mempunyai hak untuk hidup aman dan nyaman. Namun, kasus kali ini sangat menyimpang dari yang sudah diajarkan di sekolah. Biasanya pelaku memulai bullying di sekolah pada usia muda, dengan melakukan teror secara emosional atau intimidasi psikologis. Hal ini terjadi karena berbagai alasan untuk mencari perhatian dari teman sebaya dan orang tua mereka, atau juga karena merasa penting dan merasa memegang kendali. Bullying di sekolah banyak juga dipacu karena meniru tindakan orang dewasa atau program televisi. Di Indonesia sendiri lebih dari 3,2 juta orang menjadi korban bullying setiap tahunnya. Setiap 7 menit seorang anak menjadi korban bully. Bahkan setiap hari sekitar 160.000 terjadi kasus bullying. Bullying pada anak terjadi pada periode puncak saat si anak duduk di bangku SMA. Dalam dunia remaja bullying lebih beresiko terjadi pada remaja gay karena 3 kali lebih besar untuk dibully dan berkemungkinan 80% lebih kecil untuk membully orang lain. Jumlah pelaku bullying di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di 2015. Anak sebagai pelaku tawuran juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi 103 kasus di 2015. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, data naiknya jumlah anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah menunjukkan adanya faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi perlindungan anak. “Faktor keteladanan yang kurang, serta internalisasi semangat

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 167 tanggung jawab dan kewajiban anak belum optimal,” ujarnya di kantor KPAI, Rabu (30/12). KPAI menilai ada pilar masyarakat dan pemerintah. Marak- nya tayangan yang mengekploitasi kekerasan melahirkan sifat permisif terhadap kekerasan pada diri anak, dan meneladankan penyelesaian masalah dengan cara kekerasan. Menurut dia, pela- ku usaha media penyiaran harus menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi anak-anak. “Di samping aspek profit ekono- mis, pelaku usaha perlu memperhatikan aspek etis agar tidak me- ngorbankan anak-anak dengan tayangan sampah hanya karena rupiah,” kata Ni’am. Pem-bully-an yang sering terjadi di sekolah bak tradisi sekolah adalah antara junior dan seniornya. Kasus seperti ini sangat ma- rak terjadi pada saat penerimaan murid baru. Pembullyan ini disebabkan oleh para senior yang sering dianggap berkuasa di sekolah. Dalam hal ini senior berlagak galak agar juniornya takut dan mau melakukan apa yang diperintahkan olehnya. Walaupun yang senior suruh itu tidak masuk akal atau tidak berguna, tapi mau tidak mau junior harus melakukannya agar tidak dihukum oleh seniornya. Bahkan kekerasan fisik pun sering terjadi dalam kasus ini dan kekerasannya pun tidak tanggung-tanggung. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying adalah hubungan keluarga dan teman sebaya. Maraknya kasus ini masih sering terjadi karena belum adanya pasal ataupun hukuman un- tuk anak di bawah umur, kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan petugas sekolah, terdapat kesenjangan antara siswa kaya dan miskin, serta adanya bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten. Ketua Yayasan Sejiwa Diena Haryana mengatakan, salah satu penyebab kekerasan anak marak terjadi di lembaga pendidikan adalah lantaran pihak terkait membiarkan kekerasan sebagai proses kewajaran. Selain itu kurangnya rasa memiliki pada masa- lah di antara pemangku negeri juga menjadi problem utama.

168 Yogyakarta dalam Perubahan “Salah satunya pendidik membiarkan dan menganggap keke- rasan sebagai proses yang wajar dan biasa. Pemerintah juga tidak bekerja sama dan cenderung bekerja sendiri-sendiri,” terang Diena. Berikut adalah kasus-kasus pem-bully-an yang terjadi di seko- lah. (1) 30 Senior SMA 82 Jakarta aniaya Ade Fauzan, November 2009, Ade Fauzan dipukuli 30 kakak kelas hingga dilarikan ke UGD RSPP setelah tidak sengaja melewati lorong yang hanya boleh dilewati para senior dengan sebutan “Koridor Gaza.” (2) Kepala Junior SMAN 3 Setiabudi Jakarta dijadikan Asbak – April 2016, Enam siswi kelas XII menjadikan kepala adik kelas sebagai asbak rokok dan menumpahkan minuman. Aksi kekerasan itu diunggah dalam video berdurasi 37 detik dalam akun instagram @momoviyana. Mereka juga memerintahkan junior merokok dengan bra di luar seragam. Psikolog Universitas Indonesia (UI) Ratna Juwita, yang me- lakukan penelitian ini, mengatakan, tingginya kasus bullying di Yogyakarta belum diketahui sebabnya. Menurut Ratna, dirinya belum dapat memastikan betul apa yang menjadi penyebab tinggi- nya persentase bullying di Yogyakarta. Anehnya, Ratna juga me- ngatakan bahwa di Yogyakarta juga ditemukan sekolah yang tingkat bullying-nya terendah, terutama di daerah pinggiran. Kasus yang pernah terjadi di Yogyakarta adalah penganiayaan yang dilakukan oleh siswi SMA yang diduga akibat tato hello kitty. Sangat memprihatinkan bukan? Hanya karena hal sepele seperti itu bisa mengakibatkan seseorang celaka. Biasanya korban pem-bully-an adalah orang yang dianggap cupu, bodoh, atau pendiam. Mereka dianggap lemah karena ku- rang bisa membela dirinya sendiri. Anak yang rentan menjadi korban bullying biasanya memiliki tentramen, pencemas, cende- rung tidak menyukai situasi sosial (social withdrawal), atau memi- liki karakteristik fisik khusus pada dirinya yang tidak terdapat pada anak-anak lain, seperti warna rambut, kulit yang berbeda, atau kelainan fisik lainnya. Sangat jarang orang yang di-bully

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 169 melaporkan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman bully-nya kepada orang tua atau gurunya. Mereka tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan. Banyak guru dan orang tua siswa yang cenderung tidak mengadukan kekerasan di sekolah karena khawatir akan menjadi pihak yang disalahkan. Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Doni Koesema mengatakan, guru harus punya peran penting dalam menangani kasus kekerasan anak di sekolah. Mereka juga harus berani memberi sanksi tegas pada siswa yang melanggar atau melakukan tindak kekerasan maupun bullying. “Guru tidak boleh takut memberi sanksi pada siswanya jika berbuat salah. Klau ada 1 anak melakukan kekerasan atau bullying tidak diberi sanksi, besok akan ditiru banyak temannya,” ujar Doni dalam diskusi bertema ‘Stop Kekerasan dan Ciptakan Sekolah Ramah Anak’ yang dielenggarakan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) di Jakarta, Sabtu (14/3/2015). Kasus ini terus berlanjut dan menyebabkan banyak korban yang meninggal karena kasus pem-bully-an ini. Sebagian orang pasti tidak kuat menghadapi pem-bully-an, bisa saja mereka men- coba untuk bunuh diri atau mogok sekolah dan belajar karena tekanan di lingkungan sekolahnya. Semua masalah pem-bully-an akan menjadi lebih komplek ketika menyebabkan seseorang yang di-bully menjadi anak yang pendiam, tertutup, dan tidak mau mencurahkan isi hatinya kepada teman dekat atau orang tuanya. Ada juga hal-hal berikut ini bisa menjadi indikasi awal bahwa anak mungkin sedang mengalami bullying di sekolahnya: gelisah, muram, menarik diri dalam pergaulan atau merasa malu, barang miliknya sering mengalami kerusakan, takut pergi ke sekolah, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan, menangis sebelum atau sesudah bersekolah, tidak tertarik pada aktivitas sosial yang melibatkan murid lain, sering mengeluh sakit sebelum berangkat sekolah, dan prestasi akademiknya menurun.

170 Yogyakarta dalam Perubahan Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak ke- kerasan di kalangan remaja, diperlukan peran dari semua pihak yang terkait dengan lingkungan kehidupan remaja. Dorong anak untuk mengembangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan- kegiatan dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah. Sangat penting bahwa para guru memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai pencegahan dan cara mengatasi bullying. Dan orang tua harus mengajarkan anak-anak mereka untuk mengabaikan penggangu. Jika setelah melakukan pen- cegahan namun kasus ini masih ada, kita bisa menangani kasus ini dengan cara membuat kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, ke- pala sekolah, sampai orang tua, yang bertujuan untuk menghenti- kan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban. Jadi, kita sebagai generasi muda juga bisa berperan penting untuk mengurangi dan menghentikan tradisi bullying di sekolah. Kita menguranginya dengan berpikir sebelum bertindak agar tidak menyebabkan resiko bullying yang sudah sudah terjadi di Indonesia. Sebab, jika bukan kita, lalu siapa lagi? Ayo cegah bullying agar tidak terjadi di sekolah kita. ***

Siti Nabila. Lahir di Yogyakarta, 30 April 2000. Siswa SMK Negeri 5 Yogyakarta ini mempunyai hobi mem- baca dan menggambar. Alamat rumah: Prawirodirjan GM 2/288, RT 20, RW 007, Yogyakarta. Ponsel: 089675531307.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 171 Tidak Boleh Dibiarkan Perilaku Buruk Menjadi Budaya

Syafika Nuring F. SMA Negeri 2 Yogyakarta [email protected]

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dimiliki bersama oleh sekelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi (wikipedia.org). Menurut Koentjaraningrat, ada tujuh unsur kebudayaan, salah satunya adalah sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi sistem kenegaraan dan ke- satuan hidup. Di dalam esai ini hendak dibahas permasalahan- permasalahan yang sering terjadi pada sistem kesatuan hidup akibat dari kebiasaan buruk yang berkembang. Sampai saat ini Indonesia masih berstatus sebagai negara berkembang. Salah satu sebabnya adalah sifat masyarakatnya yang kurang mandiri. Selain itu, sebagian dari mereka juga masih berperilaku seenaknya sendiri dan seringkali tidak mematuhi aturan-aturan yang ada. Pernahkah kita mendengar “Kronologi Penembakan Mobil Satu Keluarga oleh Polisi di Lubuklinggau?” Kasus tersebut merupakan salah satu kasus sebagai akibat dari pelanggaran aturan (lalu lintas). Mungkin sebagian orang meng- anggap bahwa kasus itu tidak adil karena pelanggaran yang dilakukan tidaklah seberapa. Akan tetapi, ternyata respon dari aparat penegak hukum terlalu berlebihan. Pada hakikatnya aturan lalu lintas harus ditegakkan demi keselamatan dan keamanan para pengguna jalan. Indonesia telah mencanangkan aturan tersebut sejak lama dan telah sekian lama

172 Yogyakarta dalam Perubahan pula banyak pengguna jalan yang tidak mematuhinya sehingga banyak korban kecelakaan. Maka, harus kita sadari, dampak dari perbuatan tersebut sungguh merugikan. Bayangkan apabila masyarakat melakukan pelanggaran sementara pemerintah tetap bersikap ‘lembut’. Semua itu pasti akan membuat kriminalitas dan ketidaktertiban menjamur di mana-mana. Itulah sebabnya pemerintah membuat aturan. Sayangnya kesadaran masyarakat akan hukum hanya sepercik saja. Mereka melanggar aturan hanya karena tidak ada petugas yang mengawasi atau orang yang me- lihat. Mereka pun sudah sering melalaikan sanksi, bahkan sudah berani bermain-main dengan sanksi itu sendiri. Aturan yang dilanggar oleh masyarakat tidak hanya itu saja, tetapi masih banyak yang lain. Misalnya, aturan berupa tanda dilarang memutar balik arah saat mengemudi, membuang sam- pah sembarangan, berjualan di trotoar pinggir jalan, atau dilarang parkir. Akan tetapi, apakah semua aturan itu telah dipatuhi? Jawabnya adalah belum. Sebab, faktanya, pelanggaran tersebut masih banyak dijumpai di sekitar kita.

Tidak Patuh Sebenarnya apa yang membuat masyarakat cenderung tidak patuh pada aturan? Apakah aturan itu salah? Tentu saja tidak. Kebiasaan merupakan alasan utama masyarakat tidak mematuhi aturan. Mereka lebih nyaman dan terbiasa dengan kebiasaan lama. Mereka lebih memilih untuk tidak keluar dari zona aman. Ini adalah sebuah mindset. Dengan mindset itu mereka meng- anggap akan baik-baik saja walaupun perilakunya tidak sesuai dengan aturan yang ada. Meniru perilaku orang lain yang dianggap lebih praktis juga merupakan kebiasaan yang sering dilakukan. Contohnya, banyak pengguna jalan melanggar lampu rambu lalu lintas dengan alasan mereka meniru pengguna jalan lain yang telah melakukan pe- langgaran tetapi tidak mendapatkan sanksi.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 173 Kurangnya sanksi yang tegas juga menjadi penyebab masya- rakat tidak patuh pada aturan. Dewasa ini kerap terlihat banyak aparat penegak hukum yang lemah akan suap dan tertipu oleh oknum. Sungguh ini merupakan suatu penyakit yang perlu dibumihanguskan dari tanah air kita. Seringkali peraturan dianggap tidak berpengaruh jika di- lakukan atau tidak dilakukan sehingga peraturan tersebut me- nuai protes dari masyarakat. Misalnya, aturan mengenai peng- hapusan subsidi BBM premium agar rakyat beralih mengguna- kan pertamax atau pertalite. Masyarakat awam menilai bahwa aturan tersebut hanya menguntungkan perusahaan asing dan membungtungkan masyarakat. Padahal, sebenarnya, aturan itu diberlakukan karena pemerintah berupaya menghemat bahan bakar minyak di negeri ini dan sebagian dana yang diperoleh darinya akan digunakan untuk pembuatan Kartu Indonesia Sehat.

Dampak Negatif Banyak sudah imbasnya akibat dari pelanggaran aturan. Karena itu, tidak boleh diremehkan aturan-aturan yang ada. Aturan adalah mengikat tindakan kita. Tidak hanya denda, pidana, dan penjara tetapi juga nyawa taruhannya. Anjuran dan gertakan kini sudah tidak ada lagi artinya. Sanksi itu ada agar si pelanggar jera, agar tidak mengulangi perbuatannya. Pidana atau penjara tentu akan mencoret nama baik. Apakah pantas, misalnya, seorang pelajar bergelar narapidana hanya karena perbuatannya melanggar aturan? Lingkungan pun akan enggan menerima. Bagi pelajar yang masih menjadi tanggung jawab orang tua, tugasnya adalah membanggakan dan mem- bahagiakan mereka, bukan sebaliknya. Dan soal nyawa, tidak ada kesempatan kedua apabila kita tidak baik-baik menjaganya. Presiden pun tidak dapat membeli nyawanya. Maka, sayangilah nyawa sebagai anugerah dari Sang Pencipta. Berita kini mudah dibaca. Sudah banyak berita yang telah menyiarkan dampak negatif akibat dari pelanggaran aturan.

174 Yogyakarta dalam Perubahan Malangnya segenap dari kita menutup mata dan telinga akan aturan yang ada walaupun kita tahu apa dampaknya.

Koreksi Diri Kita tidak boleh berdiam diri ketika terjadi situasi kritis. Perubahan baik demi masa depan harus selalu kita ciptakan. Perubahan itu tentu harus dimulai dari diri sendiri. Apabila ditelusuri, segala permasalahan yang ada pada bangsa ini adalah masalah yang timbul dari individunya. Karena itu, hendaknya kita mengoreksi diri. Apakah kita telah menjadi masyarakat yang tertib pada aturan? Apakah kita tidak lagi melakukan pelanggaran? Apakah kita telah mengajak orang di sekitar untuk patuh pada aturan? Jika belum, sekaranglah saatnya untuk meninggalkan kebiasaan- kebiasaan buruk kita. Patuhi aturan dan tinggalkan rasa malas. Ajak kawan, keluarga, dan orang-orang sekitar. Walaupun manfaat patuh terhadap aturan tidak selalu kita rasakan setelah- nya, yakinlah bahwa suatu saat hal itu akan terbukti juga.

Berpikir Kritis Pada hakikatnya aturan itu ada karena kita. Suatu aturan dibuat untuk mengatur masyarakat di dalamnya. Dari berbagai macam peraturan yang ada, tentu tidak semua bernilai positif. Kadang ada aturan yang memiliki kelemahan dan harus dibenahi bersama. Dalam mengeluarkan aturan pun pemerintah harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Kita (rakyat Indonesia) berhak pula menyeleksi rancangan aturan yang ada. Aspirasi kita penting untuk menentukan masa depan. Kita harus bersikap kritis dan selektif terhadap berbagai aturan yang ada. Apabila aturan masih memiliki banyak kelemahan, kita perlu ikut andil dalam memberikan masukan-masukan. Berikut adalah tips menjadi masyarakat yang selektif. Apa- bila aturan masih dalam bentuk wacana, cari informasi lebih lanjut mengenai aturan tersebut. Cari pula contoh aturan yang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 175 sama apabila telah ditegakkan di negara lain dan bagaimana dampaknya terhadap negara tersebut. Apabila aturan itu telah ada dan telah berjalan, kita perlu turut mengawasi pelaksanaan aturan tersebut. Apakah sudah sesuai dengan tujuannya dan apakah telah membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Berikan saran dan masukan melalui lembaga-lembaga perwakil- an. Bahkan kini melalui media sosial pun kita dapat memberi saran dan masukan kepada pemerintah terkait dengan peraturan- peraturan baik yang sudah berlaku maupun yang akan berlaku.

Negara Maju Apabila membahas negara maju, Jepang menjadi salah satu negara maju yang berada di kawasan Asia Tenggara. Walaupun memiliki masa lalu yang kelam dengan negara Jepang karena telah menjajah Indonesia selama sekitar 3,5 tahun, kini negara Indonesia memiliki hubungan erat dengan Jepang di berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi. Jepang adalah negara yang bidang perekonomiannya sangat maju dan patut dicontoh karena memiliki suatu kunci utama yaitu kedisiplinan. Di Jepang kedisiplinan sangat ditegakkan kapan pun dan di mana pun. Pemimpin dan masyarakatnya memiliki etos kerja yang sangat disiplin. Pengajaran dan pengenalan kedisiplinan ditegakkan sedari kecil. Contohnya anak-anak yang masih belia diajarkan etika dalam makan siang pada sekolah dasar. Murid- murid tersebut diajarkan untuk bertugas, membagi makanan, menyikat gigi, membuang sampah sisa-sisa makanan, dan me- ngembalikan tempat makanan sampai menyisakan waktu sekitar 20 menit untuk membersihkan sekolah. Selain itu, di Jepang mereka diajarkan pula untuk menjadi pribadi yang mandiri. Tidak jarang anak-anak yang masih du- duk di sekolah dasar berjalan kaki sendirian untuk pergi ke sekolah. Jika sudah remaja, mereka akan menaiki bus untuk pergi ke sekolah dan yang paling mengherankan, di Jepang pengemudi mobil tidak boleh mendahului kendaraan yang berada di depan-

176 Yogyakarta dalam Perubahan nya. Mereka akan terkena sanksi berupa denda apabila melaku- kan hal tersebut. Biaya parkir kendaraan bagi setiap penduduk pun terbilang cukup mahal sehingga mayoritas penduduk meng- gunakan kereta sebagai alat transportasi. Masyarakat Jepang juga dikenal dengan ketertiban dalam mengantri. Walaupun tidak ada perintah untuk mengantri, mereka akan dengan sendirinya membentuk barisan antrian pada situasi- situasi tertentu dan mereka akan merasa malu apabila melanggar antrian. Bahkan di negara Jepang, escalator terbagi menjadi dua jalur, yaitu jalur lambat dan jalur cepat. Jalur kiri digunakan untuk jalur lambat, sementara jalur kanan biasanya dikosongkan dan dipergunakan untuk orang-orang yang sedang terburu-buru. Bentuk kedisiplinan mereka juga tercermin pada saat mereka bekerja. Mereka akan memaksimalkan waktu mereka bekerja untuk bekerja dan waktu istirahat untuk benar-benar beristirahat. Para pekerja di Jepang juga memiliki waktu untuk tidur siang selama 30 menit dan setelah itu mereka akan memaksimalkan kerja mereka sampai habis jam kerja. Mereka sangat rajin bekerja, sampai-sampai mereka akan merasa malu bila pulang awal saat bekerja. Terakhir, masyarakat Jepang sangatlah disiplin terhadap hal- hal kecil. Apabila melihat sampah di jalan mereka akan meng- ambilnya dengan tangan kosong (tanpa alat) dan membuangnya, tidak peduli milik siapa sampah tersebut. Apabila telah melihat sampah, mereka merasa memiliki kewajiban untuk membuangnya. Berkaca dari kebiasaan masyarakat di negara maju haruslah tergugah kesadaran kita untuk ikut memperbaiki diri agar menjadi lebih baik. Buang kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak ada manfaatnya. Agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan mendapat predikat maju, kita harus mengubah kebiasaan disiplin ini sebagai kebiasaan modern. Semua perubahan dapat dimulai dari diri sendiri. Berpegang teguhlah pada prinsip kebaikan untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih baik. Kita tidak perlu terpengaruh oleh perbuatan atau kebiasaan buruk orang

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 177 lain. Hendaknya kita mampu mengubah kebiasaan buruk men- jadi kebiasaan baik. Tidak boleh dibiarkan perilaku buruk men- jadi budaya.***

Syafika Nuring Fadiyah. Lahir di Sleman, 25 Mei 2000. Siswa SMA Negeri 2 Yogyakarta ini memiliki hobi olahraga. Alamat rumah: Pajeksan GT I/600, Sosromenduran, Gedongtengen, Yogyakarta. Ponsel: 081804287703.

178 Yogyakarta dalam Perubahan Sampah, Realita di Tempat Wisata

Henrietta Elmarthenez SMA BOPKRI 1 Yogyakarta [email protected]

Apa yang pertama kali terpikir ketika berbicara mengenai tempat wisata? Menarik atau nyaman? Ya, tentu saja setiap orang memiliki pandangannya sendiri. Tapi bagaimana jika pandangan kita tak sesuai keadaan? Pasti mengecewakan bukan? Realita yang kita temui memang belum tentu sesuai kehendak kita. Sama saja jika kita membahas permasalahan mengenai tumpukan sampah yang terus bertambah, khususnya di berbagai tempat wisata di Indonesia. Sudah menjadi tugas besar masyarakat Indonesia agar masa- lah ini dapat segera diatasi khususnya di berbagai daerah wisata. Seperti halnya sampah yang dihasilkan penduduk, pengelola wisata, hingga wisatawan, sampah di Bali kini sudah mencapai 5.000 hingga 10.000 ton per hari dengan nilai lebih dari 4 triliun per tahun. Survei didapat berdasarkan data tahun 2016 (CNN Indonesia, 22 Mei 201). Berdasarkan fakta tersebut dapat dirasa- kan betapa mirisnya perkembangan tempat wisata Indonesia yang kerap kali tak diiringi kesadaran pengunjung untuk menjaganya. Setiap orang yang berkunjung ke tempat wisata ingin merasa nyaman dan bahagia. Tetapi apakah semua pengunjung dapat merasakan kenyamanan itu jika semakin banyak sampah yang menumpuk? Bagaimana jika tingkat kunjungan para wisatawan ke berbagai tempat wisata di Indonesia menurun? Apa tindakan yang akan diambil pemerintah?

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 179 Sebagian besar tempat wisata di Indonesia sudah banyak yang rusak akibat sampah yang berserakan. Jika ditanya dari mana sampah itu berasal, ada satu hal yang dapat menjawabnya. Sampah itu berasal dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang membuang sampah seenaknya sendiri. Bagi masyarakat Indonesia hal itu sudah lumrah terjadi, tetapi bagaimana dengan wisatawan asing? Tentu saja mereka merasa tidak nyaman dan kecewa. Salah satu bukti adalah peristiwa di Bali pada Desember 2016 lalu. Setiap libur Natal di tahun-tahun sebelumnya, Pantai Kuta selalu ramai pengunjung, baik dari wisatawan lokal maupun mancanagera. Tetapi di tahun 2016 lalu berbeda. Kunjungan turis sangat sepi akibat sampah melimpah. Banyaknya sampah yang berserakan itu dituding berasal dari kiriman air laut saat musim hujan yang juga merupakan akibat dari ulah manusia di berbagai penjuru Nusantara (Merdeka, 25 Desember 2017). Seperti kata Menteri Pariwisata Indonesia, Arief Yahya. “Sam- pah menjadi tantangan pengembangan pariwisata di Indonesia.” Oleh karena itu, mau tidak mau pemerintah dan masyarakat harus bijak dalam menghadapi tantangan tersebut. Jika tidak segera diatasi, Indonesia akan semakin malu untuk bersaing di kancah Internasional dalam bidang pariwisata maupun bidang lainnya. Hal ini juga berdampak pada kemajuan bangsa dan tanggapan wisatawan asing dari berbagai negara terhadap kualitas wisata di Indonesia. Di samping itu, karena semakin sepinya kunjungan para wisatawan asing dari mancanegara, cadangan devisa negara juga semakin menurun. Hal ini disebabkan karena wisatawan asing adalah salah satu sumber pendapatan Indonesia untuk memper- oleh mata uang asing sebagai cadangan devisa negara. Jika ca- dangan devisa negara melemah dan menurun, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pun akan melambat dan tidak merata. Hal ini akan cukup merugikan seluruh warga Indonesia. Seperti penjelasan yang telah dijabarkan di atas, memang begitulah kenyataannya. Berawal dari kebiasaan buruk masya-

180 Yogyakarta dalam Perubahan rakat Indonesia yang tidak dapat diubah dapat membawa dam- pak buruk dalam berbagai bidang. Kualitas pariwisata Indonesia pun lama kelamaan akan kalah bersaing dengan negara-negara yang banyak dijadikan destinasi pariwisata dari berbagai pen- juru dunia. Bahkan Indonesia saja masih kalah bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand yang banyak dikunjungi wisatawan asing. Oleh karena itulah, baru-baru ini Kementerian Pariwisata Indonesia bertindak dan mengumumkan program baru yang dapat dijadikan jalan penye- lesaian dari masalah ini. Untuk mengatasinya mereka menawar- kan proyek pengelolaan sampah ke Amerika Serikat (Kompasiana, 11 April 2017). Hal ini dimaksudkan untuk menuntaskan persoalan pengelolaan sampah terutama di kawasan pengembangan pari- wisata. Berdasarkan laporan yang dirilis World Economic Forum, peringkat Indonesia dari sisi kebersihan dan kesehatan selalu menempati peringkat di bawah 100 dari 141 negara yang disurvei tahun 2017. Oleh karena itu, nantinya kerja sama antara Indonesia dan AS ini akan lebih diarahkan ke 10 destinasi Bali sehingga diharapkan pengembangan pariwisata untuk menuntaskan per- soalan sampah lebih merata. Program ini juga sesuai dengan permintaan Menteri Koordi- nator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. Beliau me- minta agar sampah yang berada di tempat pariwisata di Bali dan NTT segera dibersihkan. Seperti yang dikatakan Pak Luhut, memang perlu dilakukan operasi secara bersama-sama dengan melibatkan semua pihak yakni pemerintah dan masyarakat. Di samping itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudji- astuti, pada Februari 2017 lalu ikut mendukung dalam memini- malisasi sampah-sampah tersebut dengan mengambil beberapa upaya. Beliau memaparkan mengenai programnya. Salah satu caranya adalah meningkatkan sosialisasi terutama kepada peme- rintah daerah untuk mengurangi sampah plastik. Pemerintah juga akan menutup mulut sungai yang berada di tepi laut dengan

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 181 jaring. Hal itu dimaksudkan agar sampah yang berasal dari darat tidak terbawa aliran sungai ke laut. Langkah yang diambil berbagai pihak kementerian Indone- sia untuk menuntaskan masalah sampah di tempat pariwisata memang sudah baik. Tetapi hal ini tidak akan berhasil apabila masyarakat Indonesia tidak ikut serta mengatasinya. Pemerintah memang harus bisa menyadarkan masyarakat dan menggencar- kan aksi membuang sampah pada tempatnya. Namun, mengapa pemerintah lebih memilih untuk bekerja sama dengan AS? Pada- hal lebih mudah kita bisa mencontoh Kota Oslo yang merupakan ibukota negara Norwegia. Kota tersebut saat ini menduduki pre- dikat pertama sebagai kota terbersih di dunia. Hal ini disebab- kan karena peraturan yang sangat tegas dari pemerintahnya dan kesadaran masyarakatnya terhadap kebersihan yang sangat kuat. Lebih baik lagi jika Indonesia bisa mencontoh strategi kota tersebut untuk menjaga kebersihan. Pemerintah dapat memulai- nya dengan lebih mempertegas peraturan mengenai sampah terutama di kawasan wisata. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah ketetapan sanksi tentang membuang sampah semba- rangan menjadi lebih berat. Dengan sanksi yang lebih berat setidaknya masyarakat dapat lebih tersadar. Sosialisasi mengenai sanksi tersebut dapat dilakukan melalui media cetak dan elektro- nik ataupun secara langsung oleh pemerintah daerah. Memang sosialisasi ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun pusat di berbagai wilayah sebelumnya. Namun, tetap saja banyak masyarakat yang tidak menanggapi dengan baik. Pemerintah memang diharapkan dapat lebih kreatif untuk mem- buat berbagai sosialisasi tersebut. Walaupun begitu hal ini bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah, masyarakat pun juga diharap- kan bisa lebih menghargai upaya yang dilakukan pemerintah. Selain dengan aksi tersebut, pemerintah juga dapat mengajak warga budayakan sedia tempat sampah pribadi jika di suatu tempat wisata kurang tersedia tempat sampah. Setidaknya rakyat Indonesia dapat memulai aksi perencanaan ini sebelum ke-

182 Yogyakarta dalam Perubahan bingungan mencari tempat sampah. Jika tidak begitu, nantinya justru membuat masyarakat malas membuang sampah dan se- enaknya membuang di tempat yang tidak seharusnya. Di samping dengan meningkatkan kesadaran dari masya- rakatnya sendiri, pemerintah juga harus peka dengan kebutuhan masyarakat yang membutuhkan lebih banyak tempat sampah. Seperti misalnya dengan menyediakan tempat sampah di tiap lima meter jalan di kawasan tempat wisata. Selain di kawasan tempat wisata, pihak pengelola tempat wisata juga bisa menyediakan tem- pat sampah di berbagai tempat parkir di kawasan wisata tersebut. Sungguh mengenaskan jika kita bisa melihat sendiri justru di luar pintu masuk kawasan wisata pun sudah banyak yang kotor akibat sampah berserakan. Hal inilah yang justru menyebabkan berkurangnya daya tarik tempat-tempat wisata di Indonesia. Tempat wisata yang identik dengan kenyamanan dan keindahan- nya justru saat ini menjadi tak enak untuk dipandang bahkan dikunjungi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah dapat lebih memperbanyak berbagai spanduk besar berisi him- bauan untuk membuang sampah pada tempatnya di berbagai sudut kawasan wisata. Dengan begitu masyarakat yang semula berniat membuang sampah sembarangan batal melaksanakan niatnya tersebut. Jika sudah begitu, tinggal bagaimana cara pemerintah me- ngelola sampah-sampah tersebut. Namun, untuk mempermudah pengelolaan sampah, pemerintah dapat menyediakan berbagai tempat sampah dengan jenisnya yang berbeda-beda. Memang program ini sudah dilaksanakan di beberapa kawasan wisata di Indonesia. Namun, ada pula beberapa kawasan wisata seperti pantai yang kekurangan tempat sampah. Oleh karena itu, pihak pengelola kawasan wisata dan pemerintah harus bisa bekerja sama dengan baik menyediakan dana untuk memperbanyak tempat sampah. Jangan hanya diberi keterangan tertulis saja, tetapi juga diberi keterangan gambar sampah agar nantinya para pengunjung dapat membedakan jenis sampah-sampah tersebut dengan lebih mudah.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 183 Untuk tahap terakhir, pemerintah memerlukan tim khusus yang menangani masalah sampah di kawasan wisata. Sejauh ini pemerintah sudah melaksanakannya, tetapi karena masalah ke- kurangan pegawai dan sanksi yang tegas justru membuat kita kekurangan para pekerja kebersihan. Upah yang tidak setimpal menjadi salah satu faktor penyebabnya. Setiap pemerintah daerah memang tidak boleh pelit memberi upah. Jangan sampai tingkat kesejahteraan mereka menurun sehingga kita kekurangan para pekerja kebersihan. Setelah dibentuk tim khusus yang mengatasi masalah keber- sihan ini di berbagai tempat wisata, diharapkan pemerintah pusat dapat lebih mudah mengawasi dan mengoordinasikannya. Dengan begitu manajemen penanganan sampah di Indonesia dapat ter- wujud dengan lebih baik. Melalui solusi tersebut, pemerintah secara perlahan semakin mengubah pola pikir masyarakat dan memajukan kualitas mental mereka. Diharapkan nantinya seluruh masyarakat dapat tergerak hatinya untuk mau ikut serta menjaga kearifan tempat-tempat wisata di Indonesia. Di samping itu, juga dapat memajukan pariwisata Indonesia hingga semakin dikenal di kancah Internasional. Siapa yang tidak mau pariwisata Indonesia semakin maju dan bebas sampah? Setiap orang pasti menginginkannya bukan? Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya program tersebut, semua itu tergantung dari kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Apakah mereka dapat segera mengubah masyarakat? Ataukah sebaliknya? Ya atau tidaknya jawaban itu, semua tergantung dari pribadi kita masing-masing. ***

Henrietta Elmarthenez. Lahir di Bandarlampung, 20 Juni 2001. Siswa SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ini mempunyai hobi membaca novel dan menonton film. Pernah meraih prestasi sebagai Juara Lomba Penulisan Artikel UKDW 2016.Alamat rumah: Jalan Garuda 17, Demangan Baru, Yogyakarta. Ponsel: 082175007033.

184 Yogyakarta dalam Perubahan Penjajahan Toponimi Asing di Kota Yogyakarta

Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus SMA Negeri 5 Yogyakarta [email protected]

Begitu seseorang lahir di bumi, hal yang pertama diberikan oleh orang tuanya adalah “nama diri” (antroponim). Dengan nama ini mulailah terbangun suatu jaringan komunikasi antara orang tua dan anaknya sepanjang masa. Hal lain yang melekat pada antroponim adalah “tempat lahir (toponimi). Kedua nama tersebut akan melekat terus pada setiap orang sampai meninggal dan dipakai untuk identitas diri, baik dalam KTP, SIM, Paspor dan semua bukti identitas diri lainnya, termasuk di batu nisan- nya. Orang mengatakan pribadi dapat kehilangan apa saja, harta benda, dll, tetapi tidak nama diri dan tempat lahir. Nama unsur geografi atau disingkat “nama geografik” di- sebut “toponimi”. Secara harfiah berarti “nama tempat”. Nama tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat (daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dsb. (Rais, 2000). Nama unsur geografi umumnya diberikan dengan berdasar pada apa yang dilihat di daerah tersebut, misalnya Sawojajar, Ti- moho, atau Tegal Kemuning. Banyak nama geografik diciptakan dari legenda rakyat, seperti legenda Sangkuriang untuk Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat dan Gunung Batok di Jawa Timur.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 185 Nama-nama generik dari unsur geografi pun juga menarik karena dari nama generik tersebut dapat ditelusuri suku-suku bangsa yang pertama kali mendiami wilayah tersebut dan me- nyebut nama generik dari unsur geografik dalam bahasanya. Seperti contoh “sungai” dalam bahasa Indonesia, di daerah Lampung disebut dengan istilah “wai” seperti Wai Seputih. Wai untuk suku Maori dan Hawai artinya “air”. Lalu di Jawa Barat “ci” berarti air atau sungai yang memiliki arti sama dengan kata “chi” dalam bahasa Cina Dengan kata lain, nama-nama unsur geografi bukan hanya sekadar nama, tetapi di belakang nama tersebut adalah sejarah yang panjang dari pemukiman manusia (a long history of human settlement). Dari nama-nama geografik ini dapat dilacak per- jalanan yang panjang dari suku bangsa ini (Kadmon, 2000). Lebih menarik lagi orang Jawa khususnya Yogyakarta memaknai tem- pat seperti ini.

Dhasar Nagari panjang punjung Pasir wukir, gemah ripah loh jinawi Ngengkeraken Pagunungan kinapitan benawi Ngeringaken pategalan Nengenaken pasabinan Ngayunaken bandaran agung

“Sungguh negeri yang masyhur lagi mulia, bersamudera bergunung, sejahtera nan subur Bukit di belakang diapit sungai tegalan di kirinya sawah di kanannya menghadap bandar besar.”

Begitulah kira kira arti dari janturan para dalang dalam meng- awali pentas wayang setelah serangkaian mantra diucap diiringi gendhing ayak ayak pathet nem yang dibunyikan dengan pelan.

186 Yogyakarta dalam Perubahan Suatu negeri impian harus dipaparkan terlebih dahulu sebelum tokoh apa pun dapat tampil. Suatu tempat selayaknya menyandang makna atau masya- rakat haruslah dapat menghayatinya sebagai bermakna sebelum dapat berkediaman di atasnya. Penghayatan akan makna tempat inilah yang menyebabkan masyarakat dapat merasa menyatu dengan tempat yang ditinggali. Penghayatan adalah ungkapan rasa syukur terhadap anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah diberi kesempatan untuk tinggal dan mencari penghidupan atas izin-Nya.

Bapak Pocung Pasar Mlathi kidul Denggung Kricak lor negara Pasar Gedhe loring loji Menggok ngetan kesasar neng Gondomanan

Tembang macapat di atas menggambarkan wilayah Kota Yogyakarta dahulu betapa masyarakat sangat menghargai wila- yahnya dan menghargai tempatnya bermukim dengan memasuk- kannya dalam sebuah lelagon. Namun, Yogyakarta sebagai kota budaya kelas dunia sepertinya belum banyak orang yang menya- dari, bahkan warga kotanya sendiri. Kesadaran bahwa lingkung- an menghirup udara, bertempat tinggal, mencari penghidupan ini merupakan kawasan yang dipenuhi sejarah kebudayaan ber- kelas dunia. Tentunya merupakan modal bagi warganya untuk mengembangkan kota tercinta ini. Hal-hal ini dapat dimulai dari hal yang sederhana seperti mengetahui nama daerah di Yogya- karta . Pemukiman penduduk atau perkampungan pada kota-kota kuna itu dapat dilacak keberadaannya dari toponimi yang berarti nama tempat. Toponimi itu sendiri masing-masing mempunyai arti, misalnya di kota Yogyakarta antara lain ada Sayidan yang berarti pemukiman orang Arab, Gerjen berarti pemukiman pen-

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 187 jahit, Siliran berarti pemukiman abdi dalem (silir = urusan lampu), Gamelan berarti pemukiman abdi dalem gamel ( gamel = pemelihara kuda), Mangkubumen berarti tempat tinggal Pangeran Mangku- bumi, Wijilan berarti tempat tinggal Pangeran Wijil, dan Bugisan berarti pemukiman abdi dalem Prajurit Bugis. Toponimi-topo- nimi di Kota Yogyakarta menggambarkan keanekaan profesi, asal, dan lapisan masyarakat penduduk pada masa lalu. Selain itu, dari keberadaan toponimi-toponimi tersebut dapat dilacak distribusi pemukiman di Kota Yogyakarta. Menarik perhatian bahwa toponimi-toponimi di banyak kota, termasuk di Kota Yogyakarta, masih terabadikan sampai saat ini. Tetapi, bagaimanakah ketika masyarakat tidak peduli dan mengacuhkan tempat yang ditinggali? Kehilangan jati diri jawab- annnya. Tak diundang tak terelakkan penjajahan pun masuk. Penjajahan di sini tidak seperti semasa kolonial Belanda, Inggris, apalagi Jepang. Penjajahan ini bukan dari fisik tapi dari identitas. Coba lihat nama-nama daerah di sekeliling Yogyakarta. Se- makin lama semakin asing. Seakan-akan orang menjadi tersesat dalam kampung yang asing. Kompleks-kompleks perumahan yang berada di kampung-kampung dan di perkotaan, khususnya dalam konteks ini Yogyakarta tiba-tiba diberi nama yang sama sekali asing, tidak berakar dari khazanah lokal tempat perumah- an itu berdiri. Nama-nama perumahan pada mulanya menggunakan nama- nama lokal yang berkaitan dengan nama daerah. Lalu pada per- kembangannya, nama-nama perumahan menggunakan nama- nama merek perusahaan pengembang perumahan atau bank yang bekerja sama dengan pengembang, tetapi masih meng- gunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Lalu pada tahun 1990-an, penggunaan nama-nama asing untuk penamaan perumah- an mulai marak. Puncaknya, pada beberapa tahun terakhir, pena- maan perumahan dengan menggunakan nama asing semakin marak (Jaelani, 2014). Hal hal ini dapat dilihat di perumahan baru yang ada, nama-nama yang menggunakan kata asing seperti

188 Yogyakarta dalam Perubahan regency, kluster, residence, royal, village, townhouse, garden, grand. Nama-nama ini menjadi embel-embel dan dapat dilihat di semua kompleks perumahan baru yang ada di Yogyakarta. Penggunaan nama-nama asing untuk kompleks perumahan sesungguhnya adalah sebuah cara untuk membuat pemisah atau jurang di dalam masyarakat kota. Sadar atau tidak dengan ada- nya nama-nama asing ini secara tidak langsung terbentuk gap, pengembang perumahan sengaja membuat suatu kelas sosial yang membedakan antara kampung lama dengan nama asli yang cenderung digambarkan sebagai suatu kampung yang kumuh dan tidak tertata dengan kompleks perumahan bernama “asing” yang digambarkan sebagai kelas yang lebih tinggi dari kampung biasa. Dengan kata lain, penamaan kompleks dengan nama asing ini dihadirkan untuk membuat perbedaan di antara masyarakat penghuninya dengan masyarakat yang ada di luar kompleks tersebut. Ada perbedaan antara ‘aku’ (yang tinggal di rumah dengan nama asing) dengan ‘engkau’ (yang melihat/atau tinggal di luar kompleks tersebut) bahwa aku adalah pemilik status tertentu, aku penghuni kompleks perumahan kelas tertentu, aku berbeda dengan kalian (yang tinggal di kampung lama dengan nama asli). Penamaan istilah asing pada kompleks perumahan ini diikuti dengan konsep perumahan yang hampir sama, yakni perumahan sistem kuldesak, dijaga dengan keamanan 24 jam, sistem satu gerbang, eksklusif, jumlah rumah setiap klaster terbatas, dan seterusnya. Hal ini merupakan usaha untuk menciptakan kom- pleks perumahan yang ekslusif dari lingkungan sekitarnya. Untuk perumahan yang besar atau cukup besar, biasanya perumahan tersebut dilengkapi dengan fasilitas olah raga, gedung pertemu- an, sekolah, sarana ibadah, minimarket, dan sarana penunjang lainnya. Tentu saja dengan fasilitas yang sudah lengkap tersebut orang akan semakin enggan untuk keluar dari lingkungan me- reka.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 189 Pasal 36 Undang-Undang 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mewajib- kan penggunaan bahasa Indonesia untuk nama geografi. Demi- kian pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan daerah dalam konteks penataan daerah untuk melakukan penyesuaian daerah, salah satunya melalui pemberian nama dan perubahan nama bagian rupabumi di wilayahnya. Menurut Pergub Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 39 Tahun 2015 tentang pedoman pemberian nama rupabumi unsur buatan dijelaskan bahwa nama rupabumi unsur buatan merupakan identitas lokal yang dapat mencer- minkan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta karena dibaca, dilafalkan, ditulis, dan diingat oleh masyarakat. Dalam peratur- an ini cukup jelas bahwa pengembang harus menggunakan istilah lokal dan nasional dalam penentuan nama tempat. Jika tidak memang melanggar hukum dan perlu ditindaklanjuti. Mari tunggu saja bagaimana implementasi dari pergub tersebut. Memang, pemerintah mempunyai andil dalam mengatur. Namun, permasalahan ini merupakan tanggung jawab bersama. Masyarakat perlu merefleksikan kembali bagaimana memaknai tempat tinggal. Hal yang kadang dianggap remeh ini justru meng- ubah pribadi masyarakat. Dari pribadi yang menerima perbe- daan, mencintai lingkungan tempat tinggal, sederhana, gotong- royong menjadi pribadi yang sentralistik, acuh tak acuh, hedonis, dan kurang peduli dengan lingkungan. Namun, hal yang paling penting dalam permasalahan ini ketika gap di antara wilayah- wilayah kampung lama dengan nama asli yang heterogen dan kompleks perumahan yang ekslusif ini sudah terlalu lebar, hanya masalah waktulah konflik sosial akan muncul. Lantas apa yang dapat diperbuat? Marilah kenali dan maknai toponimi lingkungan sekitar. Tidak ada batasan baik anak-anak, orang tua, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, desa, kota. Betapa naifnya, ternyata banyak pribadi tidak memahami secara dalam arti pepatah yang bahkan semua orang pernah dengar ‘apalah

190 Yogyakarta dalam Perubahan arti sebuah nama’, atau pepatah yang sering dijadikan olok-olok ‘Tak kenal maka tak sayang’. Pepatah ini bukan sekadar olok- olok, tetapi mengajak semua insan memaknai nama yang terlekat dalam diri sendiri, orang lain, atau lingkungan sehingga peduli dan menyikapi dengan bijaksana perbedaan nama. Maka, apakah rela jati diri dan persaudaraan kita dijajah oleh nama asing? ***

Daftar Pustaka Jaelani, Jejen., dkk. 2014. “Mitos Nama Asing di dalam Penamaan Kompleks Perumahan di Wilayah Perkotaan”. Dalam jurnal Sosioteknologi, Volume 13, Nomor 3, hlm.239–249. Kadmon, N. 2000. Toponymy: The Lore, Laws and Language of Geographical Names. New York: Vantage Press Rais, Jacub., 2000. “Arti Penting Penamaan Unsur Geografi Definisi, Kriteria dan Peranan PBB dalam Toponimi”, hlm.1– 25. Dalam http://www.univpgri-palembang.ac.id.

Muhammad Galang Ramadhan Al Tumus. Lahir di Tanggamus, 27 November 1999. Siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta ini memiliki hobi membaca dan travelling. Berbagai prestasi pernah diraihnya, antara lain, Peringkat III OSK Geografi 2016 dan Peringkat III NGC (National Geographic Competition) 2016. Alamat rumah: Jalan Tohpati 47, RT 05, RW 02, Golo, Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta. Ponsel: 085868562837.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 191 Mengenal Klithih dan Eksesnya bagi Yogyakarta

Rindiani Amelia SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta [email protected]

Klithih adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Jawa. Da- hulu makna klithih berarti kegiatan seseorang yang ke luar rumah di malam hari tanpa tujuan yang jelas. Klithih juga dialihbahasakan ke kosa kata bahasa Indonesia yang artinya keluyuran. Tetapi, saat ini klithih berubah makna menjadi tindakan menggunakan senjata tajam yang dilakukan oleh para pelajar. Membayangkan Kota Yogyakarta, hal yang akan muncul di benak adalah budaya yang bersahaja dan tutur kata yang sopan. Namun, saat ini, bisa dilihat tayangan yang begitu memprihatin- kan di kota yang disebut-sebut sebagai kotanya pelajar. Akhir- akhir ini sering terdengar singgungan mengenai Yogyakarta se- bagai kota klithih. Banyaknya aksi anarki yang dilakukan pelajar telah mencoreng citra Yogyakarta dan menunjukkan intregitas pelajar telah mengalami kemunduran signifikan. Aksi klithih yang kian meresahkan masyarakat tidak semerta- merta dibiarkan karena pihak sekolah dan keamanan telah me- lakukan berbagai upaya agar dapat menciptakan kenyamanan kembali suasana Yogyakarta. Selain itu, dilakukan pula cara memulihkan karakter pelajar melalui program-program yang telah terealisasikan agar dapat menghentikan aksi klithih yang mulai tidak terbendung lagi.

192 Yogyakarta dalam Perubahan Pada tahun 2016, puluhan kasus klithih terjadi di Daerah Isti- mewa Yogyakarta. Salah satunya adalah pembacokan yang dilaku- kan sekelompok pelajar SMA terhadap siswa SMP hingga tewas. Kata klithih terdengar asing bagi masyarakat luar, tapi sangat familiar bagi masyarakat Yogyakarta. Sudah banyak terdengar anggapan buruk dari kalangan luar ataupun di wilayah Yogya- karta. Masyarakat Yogyakarta merasa bahwa slogan Yogyakarta Berhati Nyaman telah berubah menjadi Yogyakarta Berhenti Nyaman. Bagaimana tidak? Klithih sudah sangat meresahkan dan pelaku klithih tidak jemu-jemunya menampilkan aksi mereka yang menimbulkan korban jiwa. Berkat klithih yang semakin merajalela, perlu kiranya ditengok bagaimana sisi pelaku dan lingkungannya. Banyak terdengar pengakuan bahwa aksi mereka dilatarbelakangi oleh solidaritas, rasa dendam, broken home, dan lingkungan yang buruk. Yogyakarta adalah salah satu kota berkualitas di Indonesia. Ia dikenal sebagai kota pendidikan. Yogyakarta juga memiliki kualitas dan fasilitas pendidikan yang lebih memadai dibanding kota-kota lainnya. Oleh sebab itu, banyak pelajar datang dan ber- bondong-bondong hendak menempuh pendidikan di Yogyakarta. Karena pelajar datang dari berbagai wilayah yang memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda, akhirnya Yogyakarta pun menjadi kota yang multietnis. Berangkat dari permasalahan tersebut, akhirnya muncul permasalahan adaptasi yang memicu terjadinya pemberontakan dari para pelajar pendatang. Hal tersebut menimbulkan mudah- nya terpancing emosi di tengah warna-warni kehidupan kota dan perbedaan yang sangat kental adanya. Maka, aksi klithih ini muncul bukan serta-merta karena pelajar Yogyakarta sudah tidak berkarakter lagi. Bukan hanya sekedar persoalan perbedaan, masalah umpat- an pun mampu mengundang aksi klithih di kalangan pelajar. Contoh klithih yang dipicu oleh umpatan ini ialah kasus tewasnya salah seorang siswa SMP pada 12 Maret 2017. Polresta Yogyakarta

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 193 mengatakan bahwa aksi itu didasari adanya umpatan dari kor- ban yang diterima oleh pelaku sehingga memicu pelaku untuk melakukan pembacokan bersama segerombalan temannya sehingga menewaskan korban. Dewasa ini solidaritas di kalangan remaja dianggap begitu penting. Di usia yang masih labil, tindakan senonoh itu dinya- takan sebagai solidaritas yang dilakukan untuk membela, men- dukung, dan melindungi teman. Klithih pun menjadi perwujudan para sekelompok pelaku anarki tersebut. Walaupun, sempat diungkapkan aksi klithih timbul karena adanya inisiasi untuk membentuk kelompok gengster, kemudian dipupuk oleh adanya rasa dendam terhadap pihak lain. Solidaritas kini telah salah diartikan oleh sebagian remaja di Indonesia. Bermula dalam bentuk geng, mereka mengungkapkan geng adalah satu kesatuan yang padu. Apabila salah satu terdapat konflik dengan lainnya, tanpa ragu-ragu geng mereka bersama- sama akan menyelesaikan masalah tersebut dengan kekerasan. Keangkuhan dan keegoisan mereka acapkali ditmbulkan karena rasa iri dan dendam terhadap sekolah lain, sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya klithih. Faktanya, klithih dilakukan oleh segerombolan geng terhadap pelajar dari sekolah lain. Diakui para geng klithih bahwa tindak aksi kriminalitas mereka didasari rasa tidak suka melihat status sekolah pihak lain terkesan lebih unggul, lebih menarik, dan sebagainya. Mereka memulai aksinya dengan cara meminta seragam korban secara paksa, bahkan hingga melukai korban apabila korban tidak mau memberikan seragam. Setelah berhasil mendapat seragam sekolah korban, pelaku akan membuat ulah di dalam masyarakat untuk mencoreng citra sekolah pihak yang dituju. Faktor lain terjadinya klithih yang paling sering disoroti ada- lah keluarga. Fungsi keluarga adalah menjadi pondasi penguat dan panasihat terbaik agar jalan yang ditempuh anak dapat selaras dengan nilai dan norma. Klithih menjadi salah satu akibat dari adanya keluarga yang mengabaikan karakter anak. Hal itu

194 Yogyakarta dalam Perubahan terjadi karena pada usia remaja adalah usia ketika mereka ingin melakukan apa yang mereka anggap benar, mencari jati diri, mengenal dan memahami berbagai macam masalah. Namun, sebaliknya, kasus-kasus perceraian dan ketidakharmonisan ke- luarga yang saat ini semakin merajalela juga semakin mendorong meningkatnya penurunan moralitas yang utamanya adalah klithih. Pelaku klithih mengakui, rumah dan keluarga sudah bukan lagi tempat yang nyaman untuk melepaskan kejenuhan dan me- nyelesaikan berbagai masalah. Hal-hal ini mendorong mereka melampiaskan kekesalan kepada orang lain dengan cara yang salah. Inilah yang menimbulkan aksi anarki sebagai bentuk pelampiasan segala masalah yang mereka hadapi. Mengapa dengan cara melakukan aksi krimanlitas? Kurangnya pendidikan dari keluarga itulah yang mengarahkan pola pikir mereka men- jadi brutal, tidak peduli salah atau benar. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung juga sangat mempengaruhi bagaimana seorang anak bertindak dan berperi- laku. Bagaimana perilaku seorang anak tidak rusak jika masyara- kat tempat tinggalnya gemar bermabuk-mabukan, merampok, berjudi, dan berkelahi? Sebab, pada dasarnya anak akan meng- ikuti apa yang dilihat dan dirasakan, kemudian ingin melakukan- nya. Hal ini juga sangat mendukung terjadinya klithih. Dari be- berapa faktor tersebutlah, aksi klithih menjadi semakin marak. Banyaknya kasus klithih yang disebabkan oleh berbagai fak- tor telah menggoyahkan citra Yogyakarta sebagai kota pelajar. Faktanya, sudah banyak menggema komentar dari masyarakat luar Jawa bahwa Yogyakarta telah kehilangan pelajarnya yang sopan dan santun. Masyarakat berpendapat, bahwa Yogyakarta adalah kota yang sopan dan santun, tetapi menurut pandangan mereka saat ini, Yogyakarta menjadi bertolak belakang dengan maraknya klithih. Keistimewaan pelajar Yogyakarta yang telah melahirkan banyak pelajar kompeten menjadi tercoreng akibat aksi anarki beberapa pelajar.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 195 Klithih yang sudah menelan banyak korban jiwa menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua di luar Jawa. Mereka berpikir, apabila anak-anak mereka kelak jauh dari mereka, bagaimana jika para gang klithih ini mencari mangsa? Bagaimana jika anak-anak mereka akan menjadi korban aksi klithih? Kepercayaan para orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke Yogyakarta pun semakin tipis, bahkan bisa jadi mengurungkan niatnya itu. Hal ini tentu merusak kualitas pelajar Yogyakarta di mata masyarakat luar Jawa. Fakta lainnya, salah seorang siswa yang hijrah menuntut ilmu di Yogyakarta, akhirnya menerima bullying dari sebagian masyarakat tempat tinggalnya. Masyarakat menganggap bahwa hijrahnya siswa menuntut ilmu di Yogyakarta hanya akan mem- pengaruhi siswa agar turut menjadi nakal. Bagi mereka image Yogyakarta telah berubah menjadi tidak seberetika yang dulu. Inti dari ekses klithih bagi Yogyakarta ialah mengubah pan- dangan sebagian kalangan masyarakat mengenai Yogyakarta. Menganggap pelajar Yogyakarta mengalami penurunan moralitas yang sama sekali tidak menunjukkan budaya Yogyakarta. Dengan maraknya klithih di kalangan pelajar, menumbuhkan harapan yang besar dari masyarakat agar dapat terwujud keseimbangan antara pengetahuan dan moral pelajar. Tidak hanya menitik- beratkan pada pengetahuan, tetapi juga memiliki landasan dalam berpengatahuan. Mengamalkan pengetahuan menjadi sebuah tindakan nyata yang terpuji. Jika pengetahuan dapat disertai nilai- nilai agama, moral, dan etika, akan terintegrasikanlah kesempur- naan ilmu. Untuk membangun akhlakul karimah di kalangan pelajar sangat diperlukan figur yang dapat mendukung dan mewujud- kan cita-cita bersama. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, selamanya akan membutuhkan pertolongan orang lain. Karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini, kita memerlukan dukungan dan kerja sama yang baik satu sama lain. Melalui kerja sama yang baik antara sekolah, keluarga, masyarakat, pihak yang

196 Yogyakarta dalam Perubahan berwajib, dan remaja itu sendiri, niscaya Yogyakarta akan lepas dari permasalahan klithih. Hanya persoalannya, apakah kita semua memiliki kesadaran tentang itu? Jawabannya adalah ada pada kita semua. ***

Rindiani Amelia. Lahir di Batu Meranti, 06 Maret 2001. Siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta ini memiliki hobi menonton film kartun. Pernah meraih prestasi sebagai Best Presentation dalam Lomba Esai. Saat ini tinggal di Asrama Khodijah SMA Muhamma- diyah 2 Yogyakarta. Ponsel: 082211446878.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 197 Proses Kreatif Penulisan Esai

Tirto Suwondo Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta

Esai bukanlah merupakan karangan ilmiah, bukan pula ka- rangan sastra. Pada karangan ilmiah, subjek cenderung (bahkan harus) diabaikan dan objek diutamakan. Sebaliknya, pada ka- rangan sastra, objek cenderung diabaikan dan subjek diutama- kan. Sementara itu, pada karangan esai, subjek dan objek sama- sama hadir menjadi hal penting dan tidak boleh diabaikan. Karangan ilmiah (makalah, skripsi, tesis, disertasi) ditulis berdasarkan kaidah penulisan ilmiah, demikian juga karangan sastra ditulis berdasarkan kaidah penulisan sastra (novel, cerpen, puisi, drama). Sementara itu, karangan esai justru ditulis tanpa kaidah apa-apa. Esai dapat ditulis dengan mengabaikan kaidah atau aturan penulisan yang baku. Itu berarti esai ya dan tidak objektif dan subjektif. Kalau karangan ilmiah bersifat positivistik, karangan sastra bersifat idealistik, sedangkan karangan esai bersifat fenomenologik. Dalam penulisan esai, penalaran yang digunakan adalah pe- nalaran lateral, sebuah penalaran yang merupakan alternatif bagi penalaran vertikal yang logis. Dengan penalaran lateral, seseorang (penulis) dapat bermain-main dengan gagasan, objek, data, eksperimen, dan sebagainya. Penalaran lateral justru akrab dengan logika anekdot dan membuka ruang yang cukup lebar bagi para- doks yang umumnya dihindari dalam karangan ilmiah yang ber- tumpu pada penalaran vertikal.

198 Yogyakarta dalam Perubahan Setiap esai pada hakikatnya berisi upaya untuk memberi peyakinan tentang sesuatu. Oleh karena itu, jenis karangan yang digunakan dalam esai adalah argumentatif-persuasif. Jenis ka- rangan ini memang yang paling fleksibel dan dapat memanfaat- kan jenis karangan lain untuk kepentingannya membuat pe- yakinan. Kenyataan menunjukkan, ada esai yang tampak formal, ada pula yang tampak tidak formal. Semua itu disebabkan oleh kepribadian dan subjektivitas penulisnya. Kalau seorang penulis yang dalam hidup sehari-harinya bersifat formal dan melihat segala sesuatu dari seginya yang formal, ketika menulis esai tentang sesuatu yang mestinya santai pun cenderung bersikap formal. Sebaliknya, seorang yang santai dan kocak, dalam menu- liskan persoalan serius pun akan cenderung santai dan kocak. Contoh paling tepat untuk hal ini adalah Umar Kayam. *** Pada prinsipnya, esai tidak berbeda dengan artikel, bahkan tidak berbeda pula dengan feature. Selama ini para ahli gagal mem- berikan batasan yang pasti tentang masing-masing jenis karangan itu. Beberapa jenis karangan itu sering hanya disebut sebagai tulisan lengkap dalam surat kabar atau majalah. Oleh karena itu, sebagai (calon) penulis, kita tidak perlu memperdebatkan masalah itu. Hanya saja, kalau dicermati, dalam sebuah tulisan (esai, arti- kel, feature) memang ada elemen-elemen tertentu yang ditonjol- kan yang sekaligus mengacu pada jenis tertentu. Sebagai misal, esai/artikel tentang tokoh-tokoh sukses disebut sketsa tokoh; esai/artikel yang ditulis dalam bentuk tanya-jawab disebut wa- wancara; esai/artikel yang diawali dengan paparan sebuah kisah disebut naratif; esai/artikel yang berisi upaya membongkar suatu peristiwa disebut penyingkapan; esai/artikel yang berisi kisah nyata (true story) disebut pengakuan; esai/artikel yang merupakan ekspresi personal disebut kolom; esai/artikel yang berisi kritik disebut ulasan; dll.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 199 *** Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan tulisan/ karangan (esai, artikel, dll)? Dua hal ini tidak boleh diabai- kan, yakni “banyak membaca” dan “tekun berlatih”. Membaca dalam hal ini tidak hanya membaca tulisan (majalah, koran, buku, dll), tetapi juga “membaca kehidupan”. Artinya, kita senantiasa “membaca” apa yang dapat kita lihat, dengar, raba, dan sebagai- nya di sekitar kita. Dengan cara ini kita tentu akan tahu banyak hal, akan peka terhadap berbagai peristiwa, akan dapat memaha- mi berbagai kejadian, akan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan sebagainya. Karena ruang memori di otak/kepala kita terbatas, terbatas pula ingatan kita. Oleh karena itu, agar memori terpancing ke- luar, diperlukanlah alat bantu. Alat bantu paling sederhana dan baik adalah catatan. Oleh sebab itu, (calon) penulis yang baik selalu memiliki catatan (tentang sesuatu yang dianggap penting dan menarik). Dan tentu saja catatan ini tidak boleh hilang, tetapi harus disimpan/dirawat dengan baik. Mungkin dalam jangka waktu tertentu (bulan, tahun) kita mencatat beberapa peristiwa yang sama, atau minimal berkaitan, sehingga kita dapat mengait- kaitkan peristiwa itu dan siap pula menyusun tulisan. Kalau kita telah dapat memilih dan mengaitkan peristiwa- peristiwa itu, dan dengan demikian berarti kita telah mempunyai ide (gagasan) yang akan kita sampaikan kepada orang lain, lang- kah berikutnya adalah menentukan tujuan (untuk apa, siapa) dan memilih jenis bentuk karangan apa (artikel, esai, feature, dll, atau bahkan cerpen atau puisi). Kalau kita ingin menulis bentuk artikel (opini) dan ingin artikel itu dimuat di KR, misalnya, hal yang tidak boleh dilupakan adalah pelajari dan bacalah artikel-artikel (opini) yang telah dimuat di KR. Dari situ kita dapat belajar dan memahami bagaimana corak, gaya, panjang-pendek artikel- artikel tersebut sehingga artikel yang kita tulis berpeluang untuk dimuat di KR. Hal ini juga sekaligus berarti kita memahami

200 Yogyakarta dalam Perubahan bagaimana selera redaksi. Mengapa hal ini harus dilakukan? Sebab, selera setiap media massa berbeda-beda. Hanya saja, yang sering menjadi kendala adalah ketika kita sudah duduk di depan mesin ketik atau komputer. Ide di kepala sudah mendesak-desak minta ditulis, tetapi lead pada paragraf pertama terus-menerus gagal ditulis. Karena itu, buatlah kerang- ka (outline). Tentang judul, boleh ditulis di awal atau di akhir; namun yang paling baik adalah ditulis di awal baru kemudian direvisi di akhir. Sebab, judul akan mengendalikan arah dan fokus. Tetapi, terkadang, ketika sedang menulis, ide-ide peleng- kap muncul mendadak, sehingga judul seringkali harus diubah atau diganti. Setelah menentukan judul (sementara), kerangka yang kita susun mula-mula berupa gagasan-gagasan besar yang mendu- kung judul. Gagasan-gagasan itu kita tuangkan dalam bentuk kalimat-kalimat. Jika perlu kalimat-kalimat yang berisi gagasan- gagasan besar itu kita pecah lagi menjadi beberapa gagasan yang lebih kecil, dan seterusnya, sampai kita merasa sudah cukup leng- kap dan kuat untuk menyampaikan/mendukung ide tulisan. Bagi penulis yang sudah jadi, kerangka tetap penting artinya, walaupun seringkali mereka tidak menuangkannya dalam bentuk kalimat- kalimat, tetapi tertata dalam pikiran. Hal terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah, setelah jadi, tulisan jangan langsung dikirim ke media sesuai keinginan kita, tetapi bacalah dulu atau bahkan simpan dulu (masa inkubasi) baru dibaca lagi besok atau lusa. Pada saat membaca tulisan itu, janganlah kita merasa bertindak sebagai penulis, tetapi sebagai pembaca (tulisan orang lain). Baca dan kritiklah tulisan itu. Dengan cara begitu kita akan dapat melihat celah-celah di mana keku- rangan dan kelemahannya. Lalu, edit-lah, revisi-lah, dan kalau perlu tulis ulang. Dan akan lebih baik kalau tulisan hasil revisian itu disodorkan kepada orang lain untuk dibaca dan dikritik.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 201 Nah, selamat berkarya (menulis artikel, esai, feature, kolom, berita, advertorial, dan atau apa saja). Jangan bosan. Pembosan sangat dibenci Tuhan.

Tirto Suwondo. Lahir 1962 di Purwodadi (Gro- bogan), Jawa Tengah. Pendidikan terakhir Program Pascasarjana (S-3) UNS (2015). Jabatan fungsional peneliti utama. Sejak 2007 menjadi Kepala Balai Bahasa DIY. Pernah menjadi wartawan Detik, Media Indonesia, dan majalah wanita Kartini. Tulisannya (esai, artikel, feature) tersebar di media lokal, nasio- nal, dan regional (Brunei Darussalam). Pernah aktif menjadi editor di beberapa penerbit di Yogyakarta. Beberapa kali menjuarai berbagai lomba penulisan esai sastra. Telah menulis dan menerbitkan 12 buku esai/kritik sastra. Telah menyadur dan menerbitkan 6 buku cerita/bacaan anak.

202 Yogyakarta dalam Perubahan Menulis Esai Itu Gampang

Budi Sardjono

Dalam industri pers cetak, di samping ada berita (news), opini, feature, media massa cetak seperti koran harian, tabloid, dan majalah juga menyajikan tulisan jenis esai bagi pembacanya. Jika esai dipercayakan kepada orang dalam, biasanya ditunjuk seorang jurnalis senior yang sudah matang. Namun pada umum- nya pengelola media (redaktur) lebih senang menerima tulisan itu dari luar. Jadi, tulisan jenis esai ini (di samping karya fiksi), bisa menjadi “ladang” bagi khalayak umum untuk ikut berpar- tisipasi di dalam jagad pers. Jika berita cepat basi, seperti digambarkan oleh wartawan senior Rosihan Anwar, menulis berita ibarat menulis di dalam air. Berita hari ini esok sudah dilupakan. Bahkan karena budaya digital, hanya dalam hitungan menit (detik) berita sudah diang- gap basi. Apa yang terjadi di ujung dunia, hanya dalam hitungan detik sudah kita ketahui. Kemajuan industri IT memungkinkan jarak teritorial bukan lagi jadi penghalang bagi kita untuk menge- tahui hiruk pikuk peristiwa dunia. Jika berita menjadi cepat basi, ada beberapa jenis tulisan yang bisa bertahan lama. Antara lain feature, karya sastra, dan esai. Cerpen atau puisi yang dimuat media massa tahun lalu masih relevan dan menarik kita baca sekarang. Begitu juga esai.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 203 Seorang penulis esai (seperti halnya penulis fiksi) tidak perlu memiliki id card tertentu seperti layaknya seorang jurnalis yang harus mengantongi kartu pers dan kartu tanda anggota profesi jurnalis. Seorang penulis esai bisa berasal dari kalangan akade- mis, praktisi, dan bahkan dari kalangan mana pun. Jika mereka sering menulis esai dan dimuat di berbagai media, tulisan-tulisan- nya dianggap cukup berbobot, maka orang itu sering mendapat predikat seorang esais. Esai atau artikel, tulisan, karangan, sering didefinisikan seba- gai sebuah karangan singkat yang berisi pendapat atau argumen penulis tentang suatu topik. Tentu saja penulis esai tersebut harus tahu persis topik yang dipilih dan ia menguasainya. Sehingga jika nanti muncul argument tandingan dari penulis lain, ia siap menjawab dan menyodorkan argumennya yang falid (hal itu yang disebut polemik). Terlalu riskan misalnya, seseorang yang awam di bidang farmasi lalu membuat esai yang topiknya tentang dunia obat- obatan. Untuk mendukung argumennya ia hanya mengandalkan tulisan-tulisan yang ada di internet yang belum tentu bisa diper- tanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi, bagi seorang penulis esai yang ingin memberikan pendapat terhadap suatu persoalan atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat, haruslah menguasai persoalan masyarakat tersebut. Karena keterbatasan halaman atau kolom, maka sebuah esai biasanya dibatasi panjang atau jumlah karakternya. Masing-masing media mempunyai patokan sendiri. Ada yang memberi syarat bahwa esai maksimal 5 halaman kuarto dobel spasi, ada juga yang memberi batasan jumlah karakter 6000 dengan jenis huruf Times New Roman. Karena itu bagi penulis pemula, ada baiknya mempelajari betul persyaratan-persyaratan tersebut. Jangan berandai-andai bah- wa toh nanti redakturnya bisa edit, memotong atau menyunting- nya! Lupakan itu. Karena Redaktur zaman sekarang berbeda di- banding zaman dulu. Zaman dulu banyak Redaktur yang ber-

204 Yogyakarta dalam Perubahan peran sekaligus sebagai pembimbing penulis pemula. Maka me- reka sering memberi toleransi. Tetapi sekarang karena tuntutan tugas, mereka lebih memilih untuk menyeleksi tulisan yang tidak memerlukan banyak sentuhan dan menguras energinya. Jadi, jangan heran jika yang muncul di media, ya, penulisnya itu itu saja! Sebuah esai, struktur penulisannya berbeda dengan tulisan lain, karena struktur esai terbagi dalam tiga bagian (paragraf). Paragraf pertama adalah pendahuluan, penulis memberikan pengantar yang cukup dan relevan untuk topik esai yang ia tulis. Bagian itu sering disebut sebagai kalimat tesis (thesis statement) yang berfungsi sebagai gagasan pengontrol (controlling idea) untuk bagian isi nanti. Bagian kedua berisi paragraf-paragraf yang merupakan pen- jabaran atau pembahasan lebih lanjut dari gagasan yang ingin disampaikan. Jumlah paragraf tergantung dari jumlah gagasan utama yang hendak disampaikan. Dan bagian terakhir adalah paragraf penutup, bisa berupa kesimpulan, atau ringkasan dari gagasan yang telah disampaikan. Karena esai dibatasi jumlah halaman (karakter, huruf), maka penulis diharapkan tidak memakai kalimat panjang. Redaktur (mewakili pembaca) lebih senang menampilkan esai dengan kalimat-kalimat pendek namun bernas. Dengan tuntutan sema- cam itu maka seorang penulis esai harus selektif memilih kata dan menghindari bunga-bunga kalimat yang tidak perlu. Di bawah ini ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sebelum menulis esai. a. Memilih Topik Bila topik telah ditentukan, pikirkan terlebih dahulu tipe naskah yang akan Anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus? Jika hanya merupakan tinjauan umum, Anda dapat langsung menuju ke langkah berikutnya. Tapi bila Anda ingin melakukan analisis khusus, topik Anda

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 205 harus benar-benar spesifik. Jika topik masih terlalu umum, Anda dapat mempersempit topik. Sebagai contoh, topik tentang ’Yogya- karta’, ini topik yang masih sangat umum. Jika tujuan Anda menulis adalah menyampaikan gambaran umum (overview) tentang Yogyakarta, maka topik ini sudah tepat. Namun, bila ingin mem- buat analisis singkat, kita dapat mempersempit topik ini menjadi “Keistimewaan Kota Yogyakarta” atau “Yogyakarta sebagai Kota Budaya.” Setelah yakin akan apa yang akan ditulis, Anda bisa melanjutkan ke langkah berikutnya. Bila topik belum ditentukan, tugas Anda jauh lebih berat. b. Menentukan Tujuan Tentukan terlebih dahulu tujuan esai yang akan kita tulis. Sekadar meyakinkan orang agar mempercayai apa yang kita sampaikan, menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu, menjelaskan kepada pembaca tentang suatu peristiwa, seseorang, ide, tempat atau sesuatu? Apapun topik yang kita pilih harus sesuai dengan tujuannya. c. Gagasan Jika tujuan sudah kita tetapkan, tulis beberapa gagasan yang menarik. Semakin banyak gagasan akan semakin baik. Sebelum kita pilih salah satu gagasan yang menarik dan relevan, kita bisa adu argumentasi dengan diri sendiri. Apanya yang menarik, di mana kelemahannya, masih relevankah dengan zaman? d. Membuat Outline (Kerangka Esai) Kerangka esai kita buat tujuannya untuk meletakkan gagasan- gagasan tentang topik dalam sebuah format yang terorganisir. Dengan adanya kerangka, hal itu akan mendisiplinkan pikiran kita agar tidak melenceng dari topik yang akan kita tulis. Misal- nya kita akan menulis esai tentang “Yogyakarta Sebagai Kota Budaya”, lalu kita masukkan sejarah candi Borobudur, jelas itu melenceng jauh.

206 Yogyakarta dalam Perubahan e. Menulis dan Menguji Tesis Tesis adalah pernyataaan yang dirumuskan dalam kalimat pernyataan yang memuat gagasan utama esai. Pernyataan tesis mencerminkan isi esai dan poin-poin penting yang akan disampai- kan oleh pengarangnya. Kita telah menentukan topik esai, seka- rang harus melihat kembali outline yang telah kita buat dan memu- tuskan poin penting apa yang akan kita sampaikan. Tapi sebelum kita yakin dengan tesis atau pernyataan tersebut, ada baiknya kita uji dulu dengan berbagai referensi. Misalnya, layakkah Yog- yakarta disebut kota budaya? Unsur-unsur apa saja yang men- jadi pendukung pernyataan itu. Kelemahannya apa, misalnya di kota ini juga sering terjadi tindak kekerasan, dsb. f. Tubuh Esai Pada bagian inilah kita bisa menjelaskan, menggambarkan, dan memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah kita tentukan. Setiap gagasan penting yang kita tulis pada outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh esai anda. Masing- masing paragraf memiliki struktur yang serupa. Mulailah dengan menulis ide utama Anda dalam bentuk kalimat. Pada setiap ga- gasan, kita bisa memperluasnya tanpa melenceng dari topik. Sebagai penulis kita bisa bernafas lega karena setelah menuliskan tubuh tesis, kita tinggal menulis pendahuluan dan kesimpulan. g. Pendahuluan Jika di dalam feature lead sangat penting untuk menarik minat pembaca, maka dalam menulis esai bab pendahuluan juga sangat penting. Karena ini untuk menarik perhatian pembaca. Bagi penulis professional (senior) pasti sudah tahu apa yang akan ia tulis di awal esai. Kita bisa memulai paragraf pendahuluan dengan informasi yang menarik, bisa berdasar dari fakta yang lagi aktual. Misalnya peristiwa perubahan Malioboro yang terjadi sekarang untuk menulis esai tentang Yogyakarta.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 207 h. Kesimpulan Ingat, bahwa sebuah kesimpulan adalah rangkuman dari poin-poin yang telah kita kemukakan. Dan maksud dari kesim- pulan untuk memberi perspektif akhir kepada pembaca. i. Sentuhan Akhir Jika paragraf pendahuluan untuk menarik minat pembaca, maka paragraf terakhir untuk ‘menyentuh’ atau ‘menggelitik’ hati pembaca. Karena itu buatlah paragraf terakhir itu sebuah sen- tuhan yang membuat pembaca selalu ingat apa yang kita paparkan di dalam tubuh esai. Meski sudah selesai membaca, tetapi pembaca masih mengingat-ingat apa yang kita tulis pada bagian akhir itu. Bisa saja berupa sebuah anekdot, atau kutipan pendapat dari seorang tokoh terkenal yang ucapannya masih ada benang merah dengan topik esai yang kita tulis. Sebagai contoh: “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi jika ia tidak menulis, maka akan dilupakan oleh sejarah dan ma- syarakat. Sebab menulis adalah pekerjaan keabadian.” Pendapat itu ditulis oleh Pramudya Ananta Toer.*** (dari berbagai sumber)

Budi Sardjono. Lahir di Yogyakarta, (diperkirakan) 6 September 1953. Penulis otodidak. Memulai me- nulis karya-karya fiksi (cerpen, novelet, novel, nas- kah , dll). beberapa kali memenangkan sayembara mengarang cerpen dan novelet majalah Femina, Kartini, Sarinah, dll. Memenangkan sayem- bara mengarang naskah sandiwara remaja yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Buku kumpulan cerpennya yang sudah terbit, antara lain, Topeng Malaikat (Labuh, 2005) dan Dua Kado Bunuh Diri (Labuh, 2005). Kumpulan noveletnya Rembulan Putih (Labuh, 2005). Cerpen-cerpennya juga masuk dalam beberapa antologi cerpen.

208 Yogyakarta dalam Perubahan Novelnya, antara lain, Ojo Dumeh (Nusatama, 1997), Selendang Kawung (Gita Nagari, 2002), Angin Kering Gunungkidul (Gita Nagari, 2005), Kabut dan Mimpi (Labuh, 2005), Sang Nyai (Diva Press, 2010), Kembang Turi (Diva Press, 2011), Api Merapi (Diva Press, 2012), dan Roro Jonggrang (Diva Press, 2013). Juga menulis buku cerita untuk anak-anak. Tahun-tahun terakhir banyak menulis buku motivasi dan rohani. Novel Sang Nyai memperoleh penghargaan Sastra 2012 dari Balai Bahasa DIY. Saat ini menjadi pemim- pin redaktur majalah Adiluhung dan redaktur maja- lah Sabana.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 209 BIODATA PANITIA BENGKEL BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SISWA SLTA KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017

Tarti Khusnul Khotimah. Lahir di Sleman, 28 Desember 1971. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Jalan Wonosari Km. 8.5, Gandu RT 04, RW 07, Sen- dangtirto, Berbah, Sleman. Ponsel: 085868221414.

W. Ari Widyawan. Lahir di Yogyakarta, 22 Aguatus 1975. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Gedongkiwo, MJ I/93, RT 50, RW 10, Yogyakarta. Ponsel: 081226387894.

Dini Citra Hayati. Lahir di Jakarta, 18 Januari 1976. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Perum Bumi Sidoarum Indah B-9, Godean, Sleman. Ponsel: 08170869082.

210 Yogyakarta dalam Perubahan Agung Tamtama. Lahir di Yogyakarta, 6 Oktober 1960. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat rumah: Kadipaten Kulon KP I/70, Yogyakarta. Ponsel: 085729778960.

Pargiyono. Lahir di Sleman, 9 Februari 1960. Saat ini bekerja di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yog- yakarta. Hobi: olahraga. Alamat rumah: Semingin, Moyudan, Sleman. Ponsel: 085640416371.

Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 211